faktor - faktor yang berhubungan dengan kadar merkuri...
TRANSCRIPT
FAKTOR - FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KADAR MERKURI
DALAM RAMBUT MASYARAKAT SEKITAR PENAMBANGAN EMAS
TANPA IZIN (PETI) DI DESA MALASARI, KEC. NANGGUNG,
KAB. BOGOR
SKRIPSI
Diajukan Sebagai Persyaratan untuk Memperoleh
Gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)
Oleh :
AGUNG TAUFIQUR ROKHMAN SY
109101000077
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
2013 M/1434 H
ii
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
PEMINATAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Skripsi, September 2013
Agung Taufiqur Rokhman Sy, NIM : 109101000077
Faktor – Faktor Yang Berhubungan Dengan Kadar Merkuri Dalam Rambut
Masyarakat Sekitar Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Malasari,
Kec. Nanggung, Kab. Bogor.
Xvi + 99 halaman, 21 tabel, 4 bagan, 4 lampiran
ABSTRAK
Kegiatan Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) yang menggunakan merkuri
dalam proses amalgamasi mempunyai kemungkinan terjadinya pencemaran merkuri
baik ke lingkungan maupun memapar masyarakat di sekitarnya. Terlebih tidak
adanya proses pengolahan limbah yang dihasilkan karena masih bersifat tradisional.
Salah satunya adalah kegiatan PETI di Desa Malasari yang telah dilakukan oleh
masyarakat selama berpuluh tahun yang lalu. Paparan merkuri dalam waktu yang
lama dapat diketahui dengan menganalisa kadar merkuri dalam rambut. Oleh karena
itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang berhubungan
dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat di Desa Malasari, Kec. Nanggung,
Kab. Bogor.
Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan rancangan cross
sectional. Metode sampling yang digunakan adalah multistage random sampling
dengan responden sebanyak 46 orang. Data penelitian diambil dengan wawancara
terpimpin melalui kuesioner dan pemeriksaan kadar merkuri dalam rambut di
laboratorium. Data dianalisis menggunakan uji t independen, uji anova, dan uji
korelasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan rata – rata kadar merkuri dalam rambut
masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari sebesar 0,577 ppm dengan kadar merkuri
terendah sebesar 0,021 ppm dan kadar merkuri tertinggi sebesar 1,362. Terdapat
hubungan yang signifikan antara umur dan kadar merkuri dalam rambut dengan
Pvalue 0,00 dan koefisien korelasi 0,647. Jarak rumah dan kadar merkuri dalam
rambut dengan Pvalue 0,00. Jenis pekerjaan dan kadar merkuri dalam rambut dengan
Pvalue sebesar 0,018. Lama tinggal dan kadar merkuri dalam rambut dengan Pvalue
sebesar 0,00. Sedangkan faktor yang tidak berhubungan adalah status gizi dan
konsumsi ikan.
DAFTAR BACAAN : 68 (1983 – 2013)
KATA KUNCI : Merkuri, PETI, Rambut.
iii
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
MAJOR OF PUBLIC HEALTH
DEPARTMENT OF ENVIRONMENTAL HEALTH
Undergraduated Thesis, September 2013
Agung Taufiqur Rokhman Sy, NIM : 109101000077
Factors Associated with Mercury Concentration in Hair of Community Living
around Illegal Gold Mining in Malasari, Nanggung, Bogor
xvi + 99 pages, 21 tables, 4 diagrams, 4 attachment
ABSTRACT
Illegal gold mining activity which uses mercury in amalgamation process has
possibility to mercury contamination either in environment or community around it.
Moreover, there is not tailing treatment because of traditional equipment. One of
Illegal gold mining is Illegal gold mining in Malasari. It has been done in tens years
ago. Mercury exposure in long time can be known by analyzing of hair mercury
concentration. Therefore, this research aims to know factors associated with mercury
concentration in hair of community living around illegal gold mining in Malasari,
Nanggung, Bogor.
This research is observational study with cross sectional design. The sampling
method that used is multistage random sampling. The number of samples are 46
respondents. Research data collected by interview through questionnaire. Analyses of
hair mercury concentration conducted in laboratory. The data analyzed by
independent t-test, anova, and correlation.
Result of this research showed the average of mercury concentration in hair of
community living around illegal gold mining in Malasari was 0.577 ppm. The lowest
concentration was 0.021 ppm and the highest concentration was 1.362 ppm. Based on
bivariate analyses, There was association between age and hair mercury concentration
with Pvalue 0.00 and r 0.647. House distance and hair mercury concentration with
Pvalue 0.00. Employment and hair mercury concentration with Pvalue 0.018. Length
of stay and hair mercury concentration with Pvalue 0.00. Whereas the factors that
were not associated were nutritional status and fish consumption.
KEYWORDS : Mercury, PETI, Hair
REFERENCE : 68 (1983 – 2013)
iv
v
vi
DATA RIWAYAT HIDUP
Nama : Agung Taufiqur Rokhman Sy
TTL : Sidoarjo, 16 Februari 1992
Alamat Asal : Jl. Kesemen RT. 24 RW. 06, Desa Cangkringsari, Kecamatan
Sukodono, Kabupaten Sidoarjo
Alamat Sekarang : Vila Graha Hijau 1 Blok C3, Jl. W.R. Supratman, Ciputat,
Tangerang Selatan
Email : [email protected]
Gol. Darah : O
Riwayat Pendidikan :
TK Muslimat Kesemen (1995-1997)
MI Ma’arif Kesemen (1997-2003)
MTs Unggulan Amanatul Ummah (2003-2006)
MA Unggulan Amanatul Ummah (2006-2009)
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta (2009-Sekarang)
Student Exchange, Turki (2010)
Pengalaman Kerja Praktik :
Pengalaman belajar lapangan (PBL) di Puskesmas Ciputat Timur
Praktik kerja bidang HES di Chevron Pacific Indonesia, Riau
Praktik kerja di BNI Syari’ah.
vii
KATA PENGANTAR
Tiada kata yang terindah untuk diucapkan melainkan lantunan syukur kepada
Allah SWT karena rahmat, taufiq, dan hidayah-NYA penulis dapat menyelesaikan
skripsi dengan judul “Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kadar Merkuri
dalam Rambut Masyarakat Sekitar Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di
Desa Malasari, Kec. Nanggung, Kab. Bogor”. Sholawat serta salam selalu terucap
kepada revolusioner akbar, Nabi Muhammad SAW yang telah membimbing manusia
dengan sendi-sendi agama islam. Penelitian ini disusun untuk memenuhi persyaratan
jenjang pendidikan S1 di Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Dalam penyusunan skripsi ini tidak lepas dari kontribusi berbagai pihak.
Untuk itu, penulis menyampaikan terima kasih kepada:
1. Prof. DR (hc). dr. M.K. Tajuddin, Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan
Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. Ibu Ir. Febrianti, M.Si selaku Ketua Program Studi Kesehatan Masyarakat FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, SKM, M.Kes selaku ketua peminatan kesehatan
lingkungan dan pembimbing II yang telah memberikan banyak siraman ilmu baik
ilmu duniawi maupun ukhrawi.
4. Ibu Dewi Utami Iriani, M.Kes, Ph.D selaku pembimbing I yang telah
membimbing dan mengarahkan penulis sehingga skripsi dapat diselesaikan
dengan baik.
5. Ibu Catur Rosidati, SKM, MKM, dr. Yuli Prapancha Satar, MARS, dan Meilani
Anwar, M.Epid selaku penguji skripsi yang telah memberikan masukan-masukan.
6. Seluruh dosen dan staf pengajar prodi kesehatan masyarakat yang telah
mentransfer pengetahuan dan membuka wawasan. Semoga menjadi ilmu yang
bermanfaat.
viii
7. Kepala, Sekretaris, beserta staf Desa Malasari yang telah memberikan kesempatan
dan arahan untuk melakukan penelitian pada masyarakat Desa Malasari.
8. Yang terpenting dan utama, Penulis sampaikan kepada Abiku, Sirojul Munir dan
Umiku, Zulaikhah beserta adik-adikku (Kurniawan Muzadi Syiroj dan Nadhif
Aulia Ilham Syiroj) yang selalu mendo’akan dan memberikan motivasi untuk
keberhasilan penulis.
9. Bu Romaya (alm) yang telah mengajarkan untuk selalu belajar, berusaha, dan
berdo’a.
10. Aa Sulaiman, Desly Ahdikanta, dan Ani Rahmawati yang telah menjadi sahabat
dan selalu memberikan semangat dan dukungan untuk mencapai keberhasilan.
11. Abiler Almuhtaromin khususnya Abiler Vila Graha Hijau 1 yang telah menjadi
keluarga dan sahabat bagi penulis.
12. Teman – teman seperjuangan, Kesmas 2009 khususnya teman – teman kesehatan
lingkungan dan ENVIHSA ; Aandi, Rudi, Morrys, Yudi, Udin, Ersa, Taslimah,
Herisma, Mentary, Nita, Endrawati, Nisa, Maya, Ami, Maya, Cita, Reni, Fauziah,
Ardillah, dan Yeni.
13. Keluarga besar CSS MoRA khususnya CSS MoRA Jakarta angkatan 2009,
semoga terus menjadi angkatan yang eksis, narsis, berprestasi.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan.
Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Dan semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
yang sebesar-besarnya baik bagi penulis, pembaca maupun masyarakat luas.
Jakarta, September 2013
Agung Taufiqur R Sy
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................. i
ABSTRAK ii
ABSTRACT iii
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING iv
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI v
DAFTAR RIWAYAT HIDUP …………………………………………………. vi
KATA PENGANTAR …………………………………………………………... vii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………….. ix
DAFTAR TABEL ………………………………………………………………. xiii
DAFTAR BAGAN ………………………………………………………………. xv
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………………………. xvi
BAB 1 PENDAHULUAN
A. Latar Belakang …………………………………………………………… 1
B. Rumusan Masalah ………………………………………………………... 8
C. Pertanyaan Penelitian …………………………………………………...... 9
D. Tujuan ………………………………………………………………….....
1. Tujuan Umum ………………………………………………………....
2. Tujuan Khusus …………………………………………………………
10
10
10
E. Manfaat …………………………………………………………………... 11
F. Ruang Lingkup …………………………………………………………... 11
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Merkuri ………………………………………………………………….... 13
B. Kegunaan Merkuri ………………………………………………….......... 17
C. Toksikokinetik Merkuri ………………………………………………......
1. Absorbsi ………………………………………………………………
2. Metabolisme …………………………………………………………..
3. Ekskresi …………………………………………………………….....
18
19
19
20
x
D. Pemajanan Merkuri Melalui Air, udara, dan Ikan ……………………….. 20
E. Biomarker Pajanan Merkuri ……………………………………………....
1. Rambut ………………………………………………………………..
2. Darah ………………………………………………………………….
3. Urin …………………………………………………………………...
21
22
25
26
F. Dampak Merkuri Terhadap Kesehatan Manusia …………………………
1. Pengaruh Terhadap Fisiologis ………………………………………..
2. Pengaruh Terhadap Sistem Syaraf ……………………………………
3. Pengaruh Terhadap Ginjal ……………………………………………
4. Pengaruh Terhadap Pertumbuhan …………………………………….
28
30
31
32
32
G. Keracunan Merkuri ……………………………………………………….
1. Keracunan Akut ………………………………………………………
2. Keracunan Kronis …………………………………………………….
32
32
33
H. Gangguan Kesehatan Masyarakat ………………………………………... 36
I. Pengolahan Emas …………………………………………………............ 39
J. Kerangka Teori …………………………………………………………... 42
BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep ………………………………………………………… 43
B. Hipotesis ………………………………………………………………….. 44
C. Definisi Operasional ……………………………………………………... 45
BAB IV METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian …………………………………………………………… 51
B. Populasi dan Sampel ……………………………………………………... 51
C. Perhitungan Sampel ……………………………………………………… 53
D. Jenis Data …………………………………………………………………
1. Data Primer …………………………………………………………...
2. Data Sekunder ………………………………………………………...
54
54
54
E. Cara Penelitian …………………………………………………………… 54
xi
1. Tahap Persiapan ………………………………………………………
2. Tahap Pelaksanaan ……………………………………………………
54
55
F. Teknik Pengolahan dan Analisa Data ……………………………………. 57
BAB V HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian …………………………………… 60
B. Analisis Univariat ………………………………………………………...
1. Gambaran Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI di
Desa Malasari …………………………………………………………
2. Gambaran Faktor Karakteristik Individu ……………………………..
65
65
67
C. Analisis Bivariat …………………………………………………………..
1. Hubungan Umur dengan Kadar Merkuri dalam Rambut ……………..
2. Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut …..
3. Hubungan Status Gizi dengan Kadar Merkuri dalam Rambut ………..
4. Hubungan Konsumsi Ikan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut …...
5. Hubungan Jarak Rumah dengan Kadar Merkuri dalam Rambut ……..
6. Hubungan Lama Tinggal dengan Kadar Merkuri dalam Rambut …….
72
73
73
74
75
76
77
BAB VI PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian …………………………………………………... 78
B. Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI di Desa
Malasari, Kec. Nanggung, Kab. Bogor …………………………………...
1. Hubungan Umur dengan Kadar Merkuri dalam Rambut ……………..
2. Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut …..
3. Hubungan Status Gizi dengan Kadar Merkuri dalam Rambut ………..
4. Hubungan Konsumsi Ikan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut …...
5. Hubungan Jarak Rumah dengan Kadar Merkuri dalam Rambut ……..
6. Hubungan Lama Tinggal dengan Kadar Merkuri dalam Rambut …….
79
84
86
88
90
93
95
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Keimpulan ………………………………………………………………...
98
xii
B. Saran ……………………………………………………………………… 99
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………… 100
xiii
DAFTAR TABEL
3.1.
4.1.
4.2.
5.1.
5.2.
5.3.
5.4.
5.5.
5.6.
5.7.
5.8.
5.9.
5.10.
5.11.
5.12.
5.13.
5.14.
5.15.
Definisi Operasional
Kategori Status Gizi
Ambang Batas Z-Score
Mata Pencaharian Penduduk Desa Malasari
Distribusi Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI di
Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor
Distribusi Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI
Berdasarkan Jenis Kelamin
Distribusi Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI
Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Distribusi Umur Responden
Distribusi Jenis Kelamin Responden
Distribusi Jenis Pekerjaan Responden
Distribusi Status Gizi Responden
Distribusi Konsumsi Ikan Responden
Distribusi Lama Tinggal Responden
Distribusi Jarak Rumah Responden dengan Tempat Pengolahan
Hubungan Umur dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat
Sekitar PETI di Desa Malasari Kec. Nanggung, Kab. Bogor
Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari Kec. Nanggung, Kab.
Bogor
Hubungan Status Gizi dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari Kec. Nanggung, Kab.
Bogor
Hubungan Konsumsi Ikan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari Kec. Nanggung, Kab.
45
56
56
61
65
66
66
67
68
69
70
70
71
71
73
74
75
xiv
5.16
5.17
6.1
Bogor
Hubungan Jarak Rumah dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari Kec. Nanggung, Kab.
Bogor
Hubungan Lama Tinggal dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari Kec. Nanggung, Kab.
Bogor
Distribusi Responden yang Mempunyai Kadar Merkuri > 1 ppm
Berdasarkan Umur pada Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari
75
76
77
85
xv
DAFTAR BAGAN
2.1. Proses Pengolahan Emas dan Risiko Terhadap Masyarakat 41
2.2. Kerangka Teori 42
3.1. Kerangka Konsep 43
4.1. Teknik Pengambilan Sampel 53
xvi
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Izin Penelitian
Lampiran 2 Output SPSS
Lampiran 3 Kuesioner Penelitian
Lampiran 4 Peta Malasari
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber daya alam merupakan faktor yang tidak bisa dipisahkan dengan
kehidupan manusia karena manusia tidak dapat hidup tanpa adanya sumber daya
alam. Ketergantungan manusia akan sumber daya alam sangat berpengaruh
terhadap pola pemanfaatan dan pengelolaan sumber daya alam yang ada. Pada
era modern seperti saat ini, berbagai kegiatan pembangunan semakin gencar
dilakukan. Khususnya pembangunan yang berkontribusi bagi peningkatan
perekonomian. Salah satu pembangunan yang berkembang pesat tersebut adalah
pembangunan sektor industri. Kemajuan dalam sektor industri di Indonesia dapat
dilihat dari semakin banyaknya penambangan emas tanpa izin (PETI).
Jumlah titik rawan PETI di Indonesia telah meningkat dua kali lipat
dalam enam tahun terakhir disebabkan oleh tingginya harga emas sehingga
jumlah merkuri yang diperdagangkan secara ilegal naik seiring meningkatnya
investasi emas. Pada tahun 2010 terdapat sekitar 280 Ton merkuri ilegal diimpor
ke Indonesia untuk digunakan oleh PETI. Angka tersebut meningkat dua kali
lipat pada tahun 2011 (Ismawati, 2011 dalam Ismawati, 2013). Kegiatan PETI
memberikan berbagai dampak positif yaitu tersedianya lapangan pekerjaan,
meningkatnya pendapatan daerah, membaiknya sarana transportasi dan
2
komunikasi serta meningkatnya taraf sosial ekonomi masyarakat. Akan tetapi,
PETI juga memberikan dampak negatif sebagai sumber pencemaran yang dapat
mengganggu kesehatan dan lingkungan ketika pengelolaan dan pemanfaatannya
tidak dilakukan dengan bijaksana. Dampak penting yang terjadi akibat
pembangunan industri adalah penurunan kualitas lingkungan. Terlebih pada
penggunaan logam berat dalam aktivitasnya.
Logam berat adalah unsur logam yang mempunyai massa jenis lebih
besar dari 5 g/cm3. Faktor yang menyebabkan logam berat termasuk dalam
kelompok zat pencemar adalah karena logam berat bersifat tidak dapat terurai
(non degradable) sehingga dapat tersebar jauh dari sumber pencemaran namun
mudah diabsorbsi. Salah satu jenis logam berat adalah Merkuri (Hydrargyrum).
Di antara semua unsur logam berat, merkuri menduduki urutan pertama dalam
segi sifat racunnya, kemudian diikuti oleh logam berat antara lain Cd, Ag, Ni,
Pb, As, Cr, Sn, Zn (Sudarmaji dkk, 2006). Sejak revolusi industri, pemanfaatan
merkuri dalam sektor industri sangat beragam di antaranya adalah untuk
termometer karena memiliki koefisien yang konstan yaitu tidak mengalami
perubahan volume pada suhu tinggi maupun rendah.
Selain itu, salah satu sifat merkuri yang dimanfaatkan dalam industri
adalah merkuri mampu berikatan dengan hampir semua logam kecuali platinum
(Pt) dan timah putih (Sn) untuk membentuk alloy (amalgam). Sifat inilah yang
dimanfaatkan dalam bidang kedokteran gigi sebagai bahan penambal gigi dan
dimanfaatkan juga dalam bidang penambangan emas sebagai bahan pengikat
3
emas dan perak (pemurnian) sehingga mudah dipisahkan dari mineral pengotor
lainnya (Chamid, 2010). Selain dapat dimanfaatkan untuk berbagai produk,
merkuri dapat mencemari lingkungan dan menyebabkan keracunan. Pada tahap
selanjutnya akan menimbulkan berbagai penyakit neurologis karena merkuri
bersifat neurotoksik yaitu racun terhadap Central Nervous System (CNS).
Pencemaran logam berat merupakan permasalahan yang harus ditangani dengan
segera karena menimbulkan banyak kerugian baik lingkungan, kesehatan, sosial,
maupun ekonomi.
Kejadian keracunan merkuri sering terjadi seperti “Minamata Disease”
yaitu kejadian keracunan merkuri di Kota Minamata, Jepang. Penyakit ini
disebut sebagai tragedi pencemaran merkuri yang dramatis pada tahun 1958.
Tragedi ini menyebabkan pencemaran merkuri pada ikan dan mengakibatkan
1.000 orang meninggal dan menghabiskan biaya sebesar $342 juta untuk
membersihkan Teluk Minamata dari limbah pabrik kimia Chisso Corp. Kasus
keracunan merkuri juga pernah terjadi di Irak pada tahun 1971. Lebih dari 6.500
orang dirawat di rumah sakit dan sebanyak 450 orang meninggal dunia. Di
Pakistan juga terjadi keracunan merkuri yang mengakibatkan 4 orang meninggal
dan 34 orang dirawat pada 1963. Di Guatemala pada tahun 1966 juga terjadi
kasus keracunan merkuri yang menyebabkan 20 orang meninggal dan 45 orang
lainnya dirawat (Palar, 2008).
Di Indonesia juga terjadi kasus keracunan merkuri di beberapa tempat
seperti kasus pencemaran di teluk Buyat akibat dari pencemaran penambangan
4
emas PT. Newmont dan aktivitas PETI yang mencemari sungai di Kalimantan
Tengah. Kadar merkuri di tubuh ikan mencapai 0,257 mg/l di sungai Rungan dan
0,676 mg/l di sungai Kahayan. Ambang batas kandungan merkuri dalam ikan
seharusnya 0,5 mg/l. Sedangkan kadar merkuri di dasar sungai Rungan sebesar
0,554 mg/l dan di dasar sungai Kahayan 0,789 mg/l padahal ambang batas untuk
sedimen hanya 0,005 mg/l (Heriamariaty, 2011).
Paparan merkuri dalam jangka panjang mengakibatkan gangguan
kesehatan pada manusia. Keracunan merkuri rawan terjadi pada masyarakat yang
tinggal di sekitar penambangan. Umumnya bersifat kronik kecuali jika terpapar
merkuri dalam kadar yang tinggi. Widowati (2008) menyatakan keracunan akut
bisa terjadi pada konsentrasi uap merkuri 0,5 - 1,2 mg/m3 dengan gejala mual,
shock, dan faringitis. Apabila paparan berlanjut dapat menimbulkan
pembengkakan kelenjar ludah, nefritis, dan gangguan sistem saraf pusat seperti
tremor, gagap, dan limbung (Chamid, 2010). Efek toksik merkuri tergantung
pada bentuk, jalan masuk, dan lamanya berkembang. Merkuri masuk ke dalam
tubuh melalui pernafasan, pencernaan, dan kulit. Merkuri yang masuk ke dalam
tubuh akan terakumulasi pada bagian tubuh tetentu seperti ginjal, hati, kuku,
jaringan lemak, dan rambut yang mengakibatkan keracunan sistem syaraf.
Salah satu cara untuk mendeteksi kadar merkuri pada manusia adalah
dengan mengukur kadar merkuri dalam rambut. Rambut merupakan salah satu
jaringan tubuh yang dapat mengakumulasi merkuri dan merupakan rekaman
sejarah yang dapat merefleksikan perubahan metabolisme. National Institute for
5
Minamata Disease (2006) menyatakan bahwa konsentrasi merkuri tertinggi
dalam tubuh manusia terakumulasi pada rambut.
Menurut US EPA (2001) kadar merkuri dalam rambut rata-rata 250 kali
lebih tinggi dari kadar merkuri dalam darah dan sepuluh kali lebih tinggi dari
konsentrasi metilmerkuri dalam urin. Analisis rambut memiliki kelebihan dalam
mendeteksi keberadaan logam berat yaitu jika analisis menggunakan darah dan
urin kurang dapat memberikan indikasi dari jalur pengeluaran serta pengurangan
tumpukan logam dari tubuh. Kedua tes ini tidak dapat menggambarkan kondisi
dalam jangka panjang mengenai banyaknya racun metal di dalam tubuh. Berbeda
dengan analisis rambut yang dapat mengidentifikasi kekurangan nutrisi dan
logam beracun dalam jangka panjang (Tabrizian, 2010).
Konsentrasi merkuri pada rambut cukup persisten sehingga tidak hilang
karena pencucian dengan shampo maupun pengecatan rambut. Namun dapat
menurun 30% - 50% bila rambut diluruskan atau dikeriting karena pelurus
rambut mengandung unsur thyoglycolic acid yang mempunyai efek mengurangi
konsentrasi merkuri pada rambut (Chamid, 2010).
Telah terdapat penelitian-penelitian sebelumnya mengenai kadar
merkuri dalam rambut. Penelitian yang dilakukan oleh Petasule (2012) terhadap
pengolah emas di tambang emas Desa Hulawa, Kecamatan Sumalata Timur,
Kabupaten Gorontalo Utara yang menunjukkan dari hasil pemeriksaan kadar
merkuri pada rambut penambang bahwa 82,8% pengolah emas mengalami
keracunan merkuri. Penelitian kedua yaitu keracunan merkuri pada PETI di
6
Kecamatan Kurun, Kabupaten Gunung Mas yang dilakukan oleh Lestarisa
(2010) menyimpulkan dari hasil pemeriksaan kadar merkuri pada rambut
penambang bahwa sebesar 80,5% mengalami keracunan merkuri.
PETI merupakan salah satu aktivitas pengolahan emas tanpa izin yang
menggunakan logam berat berupa merkuri. Karena tidak ada izin dari pemeritah,
dalam pelaksanaannya tidak ada standar yang digunakan. Akibatnya potensi
pencemaran semakin besar. Salah satu kegiatan PETI terletak di daerah Pongkor
yang melakukan pengolahan bijih emas dengan cara amalgamasi yaitu proses
penggilingan dan pembentukan amalgam dilakukan bersamaan di dalam suatu
amalgamator yang disebut gelundung berpenggerak kincir air atau dinamo
dengan waktu penggilingan antara 8 hingga 12 jam (Nixon, 2006).
Pencemaran bisa terjadi pada saat penggilingan, unsur merkuri terpecah
menjadi butiran halus sehingga dapat lepas dari dalam gelundung dan masuk ke
aliran sungai atau jatuh ke atas tanah. Selain itu, ketika proses pencucian dan
pemerasan juga bisa terjadi pencemaran berupa cairan merkuri yang mengalami
kontak langsung dengan kulit pengolah emas dan limbah yang masih
mengandung merkuri umumnya dibuang langsung ke sungai. Serta pada saat
penggarangan, uap merkuri tidak ditampung sehingga dapat mencemari
lingkungan dan mengganggu kesehatan pekerja dan masyarakat sekitar tempat
pengolahan melalui inhalasi.
Tailing yang dihasilkan, dibuang secara langsung ke sungai tanpa
dilakukan treatment terlebih dahulu. Merkuri akan mencemari air, ikan, dan
7
biota air sehingga terakumulasi di dalamnya dan mempengaruhi rantai makanan.
Sungai yang tercemar oleh merkuri dapat membahayakan kesehatan masyarakat
ketika mengkonsumsi ikan dan memanfaatkan air sungai yang telah tercemar.
Merkuri dapat masuk ke dalam tubuh selain melalui rantai makanan juga
dapat terjadi melalui pernafasan dan kontak kulit secara langsung akibat aktivitas
sehari-hari masyarakat. Salah satu desa yang berpotensi mngalami pencemaran
adalah Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor. Terdapat
beberapa PETI yang lokasinya bercampur dengan pemukiman penduduk. Hasil
pemantauan dan pendataan penyebaran merkuri yang ditimbulkan oleh kegiatan
PETI di wilayah pertambangan emas Pongkor menunjukkan adanya penurunan
kualitas lingkungan akibat limbah merkuri (Suhandi, dkk, 2006).
Menurut penelitian yang dilakukan Sudarmaji (2008) gejala – gejala
yang dapat timbul adalah gatal-gatal, sakit kepala, sakit perut, tremor, meriang,
bisul, sulit tidur, demam, dan gangguan penglihatan. Berdasarkan data
Puskesmas Nanggung tahun 2008 penyakit yang diderita oleh penduduk di
sekitar wilayah Kecamatan Nanggung adalah penyakit infeksi saluran pernafasan
atas, tukak lambung, batuk, dermatitis, TB paru klinis, dan Conjunctivitis
(dengan diagnosa tertentu). Penyakit – penyakit tersebut merupakan tanda
keracunan merkuri meskipun belum bisa dipastikan seseorang yang menderita
penyakit tersebut akibat pajanan merkuri. Selain itu, berdasarkan hasil penelitian
Margaret (2010) bahwa biaya kesehatan per tahunnya yang dikeluarkan oleh
penduduk Desa Malasari rata-rata Rp192.833. Biaya kesehatan ini merupakan
8
pengeluaran biaya yang paling besar dibanding Desa Cisarua yang pengeluaran
untuk biaya kesehatannya sebesar Rp140.349 dan Desa Bantarkaret sebesar
Rp171.800 per tahunnya.
Dengan adanya lokasi PETI yang bercampur dengan pemukiman
masyarakat maka mempunyai potensi besar untuk terjadinya pencemaran
merkuri baik terhadap kesehatan masyarakat maupun lingkungan. Oleh karena
itu, penting dilakukan penelitian tentang faktor – faktor yang berhubungan
dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar penambangan emas
tanpa izin di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.
B. Rumusan Masalah
Pembangunan sektor industri merupakan aktivitas yang harus dilakukan
untuk mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Salah satu sektor pembangunan
yang selama ini diperkirakan menimbulkan dampak penting bagi lingkungan dan
kesehatan masyarakat adalah sektor industri pertambangan emas terlebih PETI.
Salah satu kegiatan PETI dilakukan di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung,
Kabupaten Bogor. PETI merupakan kegiatan penambangan emas yang dilakukan
secara tradisional. Bijih emas akan diolah dengan metode amalgamasi yaitu
mencampur pasir urat kuarsa dengan merkuri untuk membentuk amalgam.
Dari proses tersebut menghasilkan tailing atau limbah yang banyak
mengandung merkuri. Tailing tersebut langsung dibuang ke lingkungan tanpa
dilakukan treatment terlebih dahulu dikarenakan peralatan yang digunakan
masih sederhana. Merkuri dalam tailing akan mencemari air sungai dan biota air
9
sehingga akan membahayakan kehidupan manusia karena mencemari rantai
makanan. Selain itu, uap merkuri yang dihasilkan memiliki toksisitas yang tinggi
dan memajan manusia melalui peroses inhalasi. Oleh karena itu, penting untuk
dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan kadar
merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor.
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di
Desa Malasari?
2. Bagaimana gambaran faktor karakteristik responden (umur, jenis pekerjaan,
status gizi, konsumsi ikan, jarak tempat tinggal, dan lama tinggal)?
3. Apakah ada hubungan umur dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat
sekitar PETI di Desa Malasari?
4. Apakah ada hubungan jenis pekerjaan dengan kadar merkuri dalam rambut
masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari?
5. Apakah ada hubungan status gizi dengan kadar merkuri dalam rambut
masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari?
6. Apakah ada hubungan konsumsi ikan dengan kadar merkuri dalam rambut
masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari?
7. Apakah ada hubungan jarak tempat tinggal dengan kadar merkuri dalam
rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari?
10
8. Apakah ada hubungan lama tinggal dengan kadar merkuri dalam rambut
masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari?
D. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum dari penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-
faktor yang berhubungan dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat
sekitar PETI di Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.
2. Tujuan Khusus
1. Mengetahui kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa
Malasari.
2. Mengetahui faktor karakteristik responden (umur, jenis pekerjaan, status
gizi, konsumsi ikan, jarak tempat tinggal, dan lama tinggal).
3. Mengetahui hubungan umur dengan kadar merkuri dalam rambut
masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari.
4. Mengetahui hubungan jenis pekerjaan dengan kadar merkuri dalam rambut
masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari.
5. Mengetahui hubungan status gizi dengan kadar merkuri dalam rambut
masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari.
6. Mengetahui hubungan konsumsi ikan dengan kadar merkuri dalam rambut
masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari.
7. Mengetahui hubungan jarak tempat tinggal dengan kadar merkuri dalam
rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari.
11
8. Mengetahui hubungan lama tinggal dengan kadar merkuri dalam rambut
masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari.
E. Manfaat
1. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat
a. Memberikan sumbangsi pemikiran teoritis bagi penerapan dan
perkembangan substansi keilmuan di bidang kesehatan masyarakat.
b. Memberikan informasi bagi peneliti selanjutnya utuk mengembangkan
penelitian lebih mendalam.
2. Bagi Masyarakat
Memberikan informasi kadar merkuri dalam rambut sebagai upaya
melindungi dan mencegah gangguan kesehatan akibat adanya pencemaran
merkuri di sekitar wilayah penambangan.
3. Bagi Pemerintah Daerah
Sebagai bahan informasi dan masukan kepada pemerintah daerah
khususnya Badan Lingkungan Hidup Daerah (BLHD), Dinas Kesehatan
Kabupaten Bogor dalam perencanaan, pemantauan terhadap kualitas
lingkungan dan status kesehatan masyarakat.
F. Ruang Lingkup
Peneliti adalah Mahasiswa Kesehatan Lingkungan, Program Studi
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor
yang berhubungan dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat yang tinggal
12
di sekitar penambangan emas tanpa izin di Desa Malasari, Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor pada tahun 2013. Penelitian ini dilaksanakan pada
bulan Mei – Juni 2013.
Penelitian ini menggunakan rancangan studi cross sectional. Dalam
pengumpulan data primer, peneliti mengambil rambut dengan cara menggunting
rambut pada daerah yang dekat dengan kulit kepala di bagian belakang telinga
dan yang tersembunyi. Kemudian dilakukan pengukuran di laboratorium
menggunakan mercury analyzer. Untuk mendapatkan data karakteristik
penduduk menggunakan kuesioner dengan metode wawancara.
13
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Merkuri (Hg)
Merkuri atau air raksa mempunyai nama kimia hydrargyrum yang
berbentuk cair keperakan dalam tekanan dan suhu kamar. Merkuri dilambangkan
dengan Hg. Pada tabel periodik unsur kimia, merkuri menempati urutan (NA) 80
dan mempunyai bobot atom 200,59. Secara umum logam merkuri memiliki sifat-
sifat dasar sebagai berikut (Palar, 2008) :
a. Berwujud cair pada suhu kamar (25 0C) dengan titik beku paling rendah
sekitar – 39 0C.
b. Masih berwujud cair pada suhu 396 0C dan telah terjadi pemuaian secara
menyeluruh pada suhu tersebut.
c. Merupakan logam yang paling mudah menguap jika dibandingkan dengan
logam-logam lainnya.
d. Memiliki tahanan listrik yang sangat tinggi sehingga menjadikan merkuri
sebagai konduktor yang baik.
e. Dapat melarutkan bermacam-macam logam untuk membentuk amalgam.
f. Merkuri merupakan unsur yang sangat beracun bagi semua makhluk hidup
baik dalam bentuk unsur tunggal (logam) ataupun persenyawaan.
14
Merkuri dapat membentuk berbagai persenyawaan baik anorganik
(seperti oksida, klorida, dan nitrat) maupun organik. Merkuri berubah menjadi
senyawa anorganik melalui oksidasi dan menjadi unsur merkuri kembali melalui
reduksi. Perubahan Merkuri anorganik menjadi merkuri organik melalui bakteri
anaerob tertentu dan senyawa ini secara lambat akan terdegradasi menjadi
merkuri anorganik. Merkuri mempunyai titik didih 357 0C dan titik leleh -38,87
0C. Logam ini dihasilkan dari bijih sinabar (HgS) yang mengandung unsur
merkuri sebesar 0,1% - 4%. Salah satu cara perolehannya melalui pemanasan
bijih dengan suhu 800 0C dengan menggunakan O2 (udara). Sulfur yang
dikombinasikan dengan O2 melepaskan merkuri dengan uap air yang mudah
terkonsentrasi.
HgS + O2 Hg + SO2
Merkuri yang telah dilepaskan akan mengalami kondensasi sehingga
diperoleh logam cair murni. Logam cair Inilah yang kemudian digunakan oleh
manusia untuk berbagai keperluan seperti untuk menambal gigi, termometer,
disinfektan, pestisida, bahan cat, baterai kering serta proses pengolahan emas
(Heryando, 2008). Sinabar dapat juga dipanaskan dengan kapur, belerang
bercampur kalsium dan akan melepaskan uap logam merkuri. Merkuri pada
umumnya dimurnikan melalui proses destilasi.
Bijih merkuri juga ditemukan pada batu dan bercampur dengan bijih lain
seperti tembaga, emas, timah, seng, dan perak. Menurut Inswiarsi (2008) dalam
15
jurnal ekologi kesehatan bahwa merkuri muncul di lingkungan secara alamiah
dalam beberapa bentuk yaitu :
1. Metal Merkuri (Hg0)
Metal merkuri merupakan logam berwarna putih berkilau, berbentuk
cair dalam suhu kamar dan membentuk uap merkuri yang tidak berwarna dan
tidak berbau. Penguapan merkuri berbanding lurus dengan suhu. Semakin
tinggi suhu, semakin cepat merkuri akan menguap. Metal merkuri masih
digunakan dalam beberapa obat tradisional di Amerika Latin dan Asia, serta
digunakan dalam acara-acara ritual seperti Voodoo, Santeria, dan Espiritismo
suku Caribia. Digunakan juga dalam pembuatan termometer dan barometer.
Metal merkuri banyak digunakan untuk produksi gas klorin kaustik,
baterai, saklar listrik, dan pemurnian emas. Untuk bahan penambal gigi
biasanya mengandung merkuri metal 50%. WHO (2003) menyatakan bahwa
sekitar 3% dari total konsumsi merkuri digunakan untuk dental amalgam.
2. Merkuri Anorganik
Senyawa merkuri anorganik terjadi ketika merkuri dikombinasikan
dengan elemen lain seperti klorin, sulfur atau oksigen. Senyawa-senyawa
tersebut biasa disebut garam-garam merkuri. Senyawa merkuri anorganik
berbentuk bubuk putih kecuali merkuri sulfide (HgS) yang biasa disebut
Sinabar, berwarna merah dan akan menjadi hitam setelah terkena sinar
matahari. HgS digunakan untuk pigmen cat berwarna merah terang (Chamid
dkk, 2010). Senyawa merkuri anorganik digunakan sebagai fungisida. Garam-
16
garam merkuri anorganik termasuk amoniak, merkuri klorida, dan merkuri
iodide digunakan untuk krim pemutih kulit. Merkuri chlorida (HgCl2) adalah
sebagai antiseptik atau disinfektan.
Pada waktu lampau, merkurous klorid digunakan dalam bidang
kedokteran untuk obat penjahar, obat cacing, dan bahan penambal gigi.
Produk ini termasuk mercurochrome (mengandung 2% merkuri sulfida) dan
merkuri oksida digunakan untuk zat warna pada cat. Sedangkan merkuri
sulfida digunakan sebagai pewarna merah pada tattoo. Merkuri klorida juga
digunakan sebagai katalis, industri baterai kering, dan fungisida dalam
pengawetan kayu. Merkuri asetat digunakan untuk sintesa senyawa
organomerkuri sebagai katalis dalam reaksi-reaksi polimerisasi organik dan
sebagai reagen dalam kimia analis. Senyawa-senyawanya banyak digunakan
sebagai disinfektan, pestisida, bahan cat, antiseptik, baterai kering, photografi,
pabrik kayu, dan pabrik tekstil (Clarkson, 2002).
Penyerapan dan pengendapan merkuri anorganik yang terhirup
tergantung ukuran partikel, kelarutan, dan lain-lain. Sekitar 10 - 15%
pemaparan merkuri anorganik melalui mulut, kemudian diserap oleh sistem
gastrointestinal dan mengendap dalam tubuh (Rianto, 2003).
3. Merkuri organik
Senyawa merkuri organik terjadi ketika merkuri bereaksi dengan
karbon atau organomerkuri. Jenis organomerkuri yang paling populer adalah
metilmerkuri (dikenal dengan monometilmercuri) CH3 – Hg - COOH. Pada
17
waktu yang lampau, senyawa organomerkuri yang dikenal adalah
fenilmerkuri. Organomerkuri lainnya adalah dimetilmerkuri (CH3 – Hg - CH3)
yang juga digunakan sebagai standar referensi tes kimia (Nina, 2007). Di
lingkungan ditemukan dalam jumlah kecil namun sangat membahayakan bagi
manusia dan hewan.
Metil merkuri dihasilkan dari proses mikroorganisme (bakteria dan
fungi) di lingkungan. Sampai tahun 1970 metil merkuri dan etil merkuri
digunakan untuk mengawetkan biji-bijian dan infeksi fungi. Setelah diketahui
adanya efek negatif terhadap kesehatan, penggunaan metil merkuri dan etil
merkuri sebagai fungisida biji-bijian dilarang. Sampai tahun 1991-an
penggunaan fenil merkuri sebagai antifungi pada cat masih diperbolehkan,
tetapi penggunaan ini selanjutnya juga dilarang karena akan terjadi penguapan
merkuri.
B. Kegunaan Merkuri
Pemakaian bahan merkuri telah berkembang sangat luas. Merkuri
digunakan dalam bermacam-macam pekerjaan yaitu :
1. Bidang perindustrian
Dalam industri khlor-alkali, merkuri digunakan untuk menangkap
logam natrium. Logam natrium tersebut dapat ditangkap oleh merkuri melalui
proses elektrolisa dari larutan garam natrium klorida. Sedangkan dalam
industri kertas banyak digunakan senyawa fenil merkuri asetat yang digunakan
untuk mencegah pembentukan kapur pada kertas basah selama proses
18
penyimpanan. Merkuri juga digunakan dalam industri cat untuk mencegah
pertumbuhan jamur sekaligus sebagai komponen pewarna (Alfian, 2006).
2. Bidang pertanian
Merkuri banyak digunakan sebagai fungisida. Contohnya, senyawa
metil merkuri disiano diamida (CH3-Hg-NH-CHHNHCN), metil merkuri siano
(CH3-Hg-CN), metil merkuri asetat (CH3 – Hg - CH2 - COOH), dan senyawa
etil merkuri khorida (C2H5 – Hg - Cl).
3. Bidang pertambangan
Logam merkuri digunakan untuk membentuk amalgam. Contohnya
dalam pertambangan emas, logam merkuri digunakan untuk mengikat dan
memurnikan emas.
4. Bidang kedokteran
Logam merkuri digunakan untuk campuran penambal gigi.
5. Peralatan fisika
Merkuri digunakan dalam termometer, barometer, pengatur tekanan
gas dan alat-alat listrik.
C. Toksikokinetik Merkuri
Logam berat diabsorbsi dan diakumulasikan dalam jaringan hidup
dengan urutan Hg, Cu, Ni, Pb, Co, Cd (Widowati dkk, 2008). Menurut Suwerja
dkk (2001) dalam Alfreds (2002) bahwa setelah merkuri masuk ke dalam tubuh
manusia, maka akan terjadi proses, absorbsi, biotransformasi, dan ekskresi.
Adapun toksikokinetik merkuri adalah :
19
1. Absorbsi
Merkuri dapat diabsorbsi melalui saluran pencernaan, pernafasan, dan
kontak kulit. Uap senyawa metil merkuri seperti uap metil merkuri klorida
dapat diserap melalui pernafasan hingga 80%. Penyerapan metil merkuri
dapat juga melalui kulit. Setelah diabsorbsi, merkuri di jaringan mengalami
oksidasi membentuk merkuri divalen (Hg2+
) yang dibantu oleh enzim katalase
untuk mempercepat reaksinya. Merkuri juga dapat masuk ke dalam tubuh
melalui paru-paru dalam bentuk uap atau debu. Inhalasi terhadap uap merkuri
akan diabsorbsi melalui sel darah merah lalu ditransformasikan menjadi
merkuri divalen (Hg2+
). Akibatnya sebagian merkuri akan menuju otak yang
kemudian diakumulasi di dalam jaringan (Rianto, 2010).
Absorbsi merkuri anorganik melalui gastrointestinal kurang dari 15%
pada mencit dan 7% pada manusia sedangkan absorbsi merkuri organik
sebesar 90% - 95%. Konsentrasi merkuri terbesar ditemukan dalam pajanan
merkuri anorganik dan uap merkuri sedangkan merkuri organik mempunyai
afinitas yang besar terhadap otak (Sari, 2002).
2. Metabolisme
Unsur merkuri yang diabsorbsi akan dioksidasi dengan cepat menjadi
ion Hg2+
yang memiliki afinitas terhadap gugus-gugus sulfhidril (-SH) serta
berikatan dengan substrat-substrat yang banyak mengandung gugus tersebut.
Metil merkuri dapat dimetabolisme menjadi merkuri anorganik oleh hati dan
ginjal. Merkuri dapat melewati darah, otak, dan plasenta. Metil merkuri
20
mempunyai afinitas yang kuat terhadap otak. Sekitar 90% merkuri darah
terdapat dalam eritrosit. Senyawa fenil merkuri diubah dengan cepat menjadi
merkuri anorganik, sedangkan metil merkuri dimetabolisme secara lambat
(Rianto, 2010). Metil merkuri yang ada dalam saluran pencernaan akan
dikonservasi menjadi merkuri anorganik oleh flora usus.
3. Ekskresi
Sifat ekskresi merkuri oleh tubuh adalah sangat lambat. Dalam
percobaan selama 21 hari, anak ayam yang dipelihara hanya mengekskresikan
kurang lebih 0,66% dari total merkuri di dalam tubuhnya. Jika dibandingkan
antara merkuri organik dan anorganik, maka merkuri anorganik relarif lebih
mudah diekskresikan. Ekskresi merkuri dari tubuh melalui urin dan feses
dipengaruhi oleh bentuk senyawa merkuri, besar dosis merkuri serta waktu
paparan. Ekskresi metil merkuri sebesar 90% terjadi melalui feses, baik
paparan akut maupun kronis.
D. Pemajanan Merkuri Melalui Air, Udara, dan Ikan
Secara alamiah, bijih merkuri ditemukan pada batu bercampur dengan
bijih lain seperti tembaga, emas, timah, seng, dan perak. Merkuri juga diperoleh
dari bijih sinabar melalui pemanasan dengan suhu 800 0C. Sulfur yang
direaksikan dengan oksigen akan melepaskan merkuri dalam bentuk uap yang
mudah terkonsentrasi dan menjadi pencemar udara. kemudian merkuri akan
mengendap ke lingkungan (air, tanah, udara, dan makanan). Manusia
menggunakan merkuri dalam berbagai aktivitas industri. Ketika tidak
21
dikendalikan dengan tepat, akan mencemari lingkungan dan mengganggu
kesehatan. Melalui siklusnya, merkuri akan berada di air sehingga dapat
mencemari badan air dan biota air antara lain ikan dan kerang-kerangan yang
selama ini gemar dikonsumsi oleh masyarakat.
Merkuri yang mencemari badan air dapat mempengaruhi kualitas air.
Terlebih badan air yang digunakan sebagai bahan baku keperluan sehari-hari
misalanya mandi, menggosok gigi, dan memasak. Air sungai yang tercemar
merkuri dapat mengkontaminasi ikan secara langsung atau tidak langsung yaitu
ikan kecil memakan plankton yang mengandung merkuri dan kemudian ikan
kecil tersebut dimakan oleh ikan yang lebih besar. Kerang juga dapat
mengakumulasi merkuri di dalam cangkangnya. Selanjutnya ikan dan kerang
tersebut dikonsumsi oleh manusia sehingga merkuri akan terakumulasi dalam
tubuhnya (Cakrawati, 2002). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa semua
ikan yang tidak terkontaminasi langsung oleh merkuri selama pertumbuhannya
masih mengandung merkuri dalam tubuhnya pada konsentrasi yang rendah yaitu
0,0005 - 0,0075 (Kusnoputranto, 1996).
E. Biomarker Pajanan Merkuri
Biomarker dapat digunakan untuk memperkirakan pajanan (jumlah yang
diabsorbsi atau dosis internal), efek-efek bahan kimia, dan dapat digunakan juga
untuk mengetahui apakah berasal dari makanan, lingkungan, atau tempat kerja.
Biomarker dapat digunakan untuk melihat hubungan kausalitas dan dosis respon
dalam penilaian risiko, diagnosis klinis, dan monitoring (Inswiasari, 2008).
22
Biomarker yang akurat dan reliabel untuk mengukur merkuri dalam
tubuh adalah darah, urin, rambut, dan kuku (Grandjean, 2005). Pengukuran
tersebut berfungsi untuk rnemperkirakan dampak negatif terhadap kesehatan
yang akan muncul akibat pajanan merkuri. Darah dan urin digunakan sebagai
biomarker untuk merkuri metal atau merkuri anorganik. Untuk pajanan metil
merkuri darah diambil beberapa hari setelah pajanan karena sebagian besar
bentuk merkuri dalam darah akan turun 50 % setiap 3 hari jika pajanan
dihentikan. Oleh karena itu, kadar merkuri dalam darah merupakan informasi
yang sangat bermanfaat untuk pajanan yang baru terjadi dibanding pajanan
jangka panjang. Rambut dan darah digunakan sebagai indikator keracunan metil
merkuri. Untuk fetal, rambut ibu dan darah tali pusat sebagai indikatornya
(Mahaffey, 2005). Adapun biomarker yang sering digunakan adalah
1. Rambut
Rambut adalah bagian tubuh makhluk hidup yang banyak
mengandung protein struktural yang tersusun oleh asam-asam amino sistein
yang mengandung ikatan disulfida (- S – S -) dan sistein yang mengandung
gugus sulfhidril (-SH) yang mempunyai kemampuan mengikat logam berat
yang masuk ke dalam tubuh. Terdapatnya merkuri dalam rambut merupakan
indikator paparan kronik terhadap merkuri (Handayani, 2012).
Penentuan tingkat keracunan merkuri antara lain dapat dilakukan
dengan sampel rambut. Karena dalam tubuh manusia, merkuri tidak
diperlukan dan dapat dibuang melalui rambut (Guinn VP, 1972 dalam Kamal
23
(2002). Logam berat dikeluarkan melalui rambut melalui mekanisme
ekskresi (Hartono, 2003). Kadar merkuri dalam rambut merupakan salah satu
indikator tingkat kandungan merkuri dalam tubuh dan dapat digunakan untuk
menilai sejauh mana kontaminasi merkuri pada penduduk (Suma’mur, 1994).
Rambut merupakan biomonitoring terhadap paparan merkuri yang
paling banyak digunakan. Akumulasi merkuri pada folikel rambut sebanding
dengan konsentrasi pada darah (Katz, 1988; Hislop, 1983). Pada manusia
rambut umumnya diterima sebagai sarana estimasi beban merkuri pada tubuh
(Grandjean, et al, 2002; Harada, et al, 1999; Knobeloch, et al, 2007; Myers,
2000 dalam Ismawati 2013)
Analisis merkuri mengunakan rambut mempunyai kelebihan
dibanding dengan biomarker lain seperti darah, urin, dan kuku. Rambut dapat
menggambarkan kondisi dalam jangka panjang mengenai banyaknya merkuri
dalam tubuh. berbeda dengan darah dan urin; darah hanya dapat mengukur
komponen yang terserap sementara dalam sirkulasi sebelum pembuangan
dan penyimpanan. Sedangkan urin hanya mencerminkan kadar logam berat
yang dilepaskan oleh ginjal dari darah untuk jangka pendek yaitu beberapa
jam saja (Tabrizian, 2009).
Analisis rambut dapat mengidentifikasi kekurangan nutrisi jangka
panjang yang merupakan akar penyakit serta menemukan logam berat yang
berpotensi menimbulkan penyakit. Rambut memberikan informasi tentang
nomor, tipe, dan jumlah logam berat. proses pertumbuhan rambut dapat
24
digunakan sebagai rekonstruksi pemajanan pada masa silam yaitu 10 cm
rambut sama dengan 300 hari (Kuswaji, 1994 dalam Hartono, 2003).
Konsentrasi merkuri pada rambut dapat meningkat dengan adanya
uap merkuri di lingkungan karena adanya adsorpsi langsung (IPCS, 1990).
Menurut WHO (1991) dalam Warsono (2000) bahwa rambut merupakan
media indikator yang berguna bagi orang yang keracunan merkuri,
konsentrasi merkuri pada rambut kepala setara dengan konsentrasi merkuri
dalam darah pada saat pembentukan rambut, tetapi hubungan antara
konsentrasi rambut, darah, dan urin belum diketahui. Selain itu, rambut dapat
digunakan untuk membedakan kontaminasi internal dan eksternal. Rambut
bagian dalam yang selalu tertutup hanya mencerminkan kontaminasi internal,
sedangkan rambut kepala menunjukkan kontaminasi total (internal dan
eksternal) (kamal, 2002 dalam Suhandi, 2006).
Mineral yang bisa dideteksi menggunakan rambut adalah sulfur,
antimonium, uranium, arsenik, berilium, merkuri, cadmium, timbal,
alumunium, germanium, barium, bismut, rubidium, litium, nikel, platinum,
talium, iodin, vanadium, strontium, tin, titanium, tungsten, zirconium,
kalsium, magnesium, natrium, kalium, tembaga, seng, fosfor, zat besi,
mangaan, kromium, selenium, boron, kobalt, dan molibdenium (Tabrizian,
2010).
25
2. Darah
Pemeriksaan sampel darah merupakan pilihan utama apabila
pemaparan merkuri anorganik jangka pendek dengan konsentrasi tinggi
karena merkuri dalam darah meningkat sangat cepat. Waktu paruh merkuri
dalam darah ± 2 hari sehingga evaluasi terhadap merkuri dalam darah dapat
dilakukan jika jangka waktu sesudah pemaparan sangat penting. Untuk
pemaparan merkuri organik, pemeriksaan dilakukan dengan pengambilan
sampel darah dan rambut. Pengukuran merkuri dalam darah biasanya
digunakan untuk mengidentifikasi pemaparan metil merkuri.
Pemajanan merkuri dalam darah biasanya melalui makanan (ikan,
kerang, udang) dan air minum. Masyarakat yang gemar mengkonsumsi ikan,
kadar merkuri dalam darahnya lebih tinggi dibandingkan dengan yang jarang
mengkonsumsi ikan. Paparan metil merkuri dalam jangka panjang melalui
makanan berubungan linier dengan kadar merkuri dalam darah. Dan kadar
merkuri dalam darah 5-10 kali lebih rendah dari kadar merkuri dalam otak
(WHO, 1990).
Menurut WHO (1991) dalam Warsono (2000), kadar merkuri
maksimal dalam darah 500 µg/l. Dalam kadar ini sudah dapat menimbulkan
gejala parestesia dan disartria, sedangkan pada kadar 3000-4000 µg/l akan
berakibat kematian.
26
3. Urin
Sampel urin merupakan indikator yang baik terhadap kandungan
merkuri anorganik dalam tubuh karena uap merkuri. Hal ini disebabkan
merkuri dalam urin mencapai puncaknya ± 2 – 3 minggu setelah pemaparan
dan berkurang dengan sangat lambat dengan waktu paruh 40 - 60 hari untuk
pemaparan jangka pendek dan 90 hari untuk pemaparan jangka panjang
(EPA, 2006). Akan tetapi, pemeriksaan urin tidak berguna untuk pemaparan
metil merkuri, karena metil merkuri sangat kecil diekskresikan melalui urin
(IPCS, 1990). Feses dan urin merupakan rute utama untuk eliminasi merkuri
anorganik pada manusia (IPCS, 1991).
Pada beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa tanda awal
pengaruh kurang baik yang berkaitan dengan sistem syaraf pusat atau ginjal
dapat dilihat pada konsentrasi kadar merkuri dalam urin antara 25 - 35 µg/l
keratin. Apabila konsentrasi merkuri dalam urin melebihi 100 µg/l kreatin
maka pasti mempunyai resiko kesehatan. Terutama pada sistem syaraf pusat
dapat menyebabkan tremor, rasa cemas, erithism, dan kerusakan ginjal
dengan proteinuria. Sedangkan pada pemaparan antara 50 – 100 µg/l kreatin
dalam urin gejalanya kurang terlihat (IPCS, 1994).
Menurut WHO (1991) dalam Warsono (2000), bila kadar merkuri
dalam urin 100 – 600 µg/l menimbulkan gejala pada susunan saraf pusat
berupa letargia, hiperrefleksia, dan tremor.
27
Pengukuran kadar merkuri dalam makanan, darah, urin, rambut, dan
jaringan dapat dilakukan dengan Atomic Absorption Spectrophotometer
(AAS), Mercury Analyzer, Gas Chomatography Electron – Capture untuk
memeriksa metil merkuri dalam makanan, jaringan, dan cairan biologi.
Neutron Activation untuk memeriksa total merkuri dalam semua media
(WHO, 1990). Pengukuran dengan AAS memiliki tingkat sensitivitas yang
memadai untuk pengukuran merkuri pada tingkat sub-Ppm dibandingkan
dengan Neutron Activation. Kelemahan AAS adalah sampel yang dibutuhkan
untuk analisis sekitar 5 - 10 gram. Sedangkan untuk mendapatkan resolusi
spasial dibutuhkan sekitar 100-150 helai rambut. Besar jumlah sampel
rambut dapat mengganggu responden (UNEP, 2008).
Penelitian ini menggunakan alat mercury analyzer karena
mempunyai beberapa keunggulan jika dibandingkan dengan alat lainnya
yaitu:
1. Mampu menganalisis dengan akurat dan cepat (5 menit per sampel)
sehingga penelitian menjadi efektif dan efisien.
2. Tidak memerlukan preparasi sehingga menghilangkan penggunaan
bahan-bahan berbahaya.
3. Mudah untuk dilakukan kalibrasi dan full PC control.
4. Mercury Analyzer lebih aman dibandingkan dengan AAS. Hal tersebut
dikarenakan AAS masih meninggalkan residu akibat pembakaran
sehingga dapat membahayakan operator, masyarakat sekitar, dan
28
lingkungan. Sedangkan pada mercury analyzer terdapat penyerap residu
merkuri berupa karbon aktif.
5. Metode yang digunakan telah memenuhi persyaratan USEPA 7473 dan
ASTM D6722-01
F. Dampak Merkuri Terhadap Kesehatan Manusia
Menurut Griffith (1983) dalam Yunaenah (1999) pajanan adalah kontak
dari agen kimia, fisik, atau biologi dalam batas luar dari individu. Pemajanan
merkuri dapat dilihat dari Host, Agent, dan Environment. Host berupa manusia,
Agent berupa merkuri, dan environment adalah komponen lingkungan yang dapat
mempengaruhi terhadap pemajanan merkuri yaitu debit air sungai, kontur tanah,
dan kecepatan angin.
Berdasarkan sifat fisik dan kimia, merkuri memiliki daya racun yang
tinggi dibandingkan logam-logam lainnya. Pajanan merkuri ke dalam tubuh
manusia bisa melalui makanan, minuman, pernafasan, dan kulit. Menurut
Harold, et al (1999) dalam Warsono (2000), merkuri dapat masuk ke dalam
tubuh manusia melalui pernapasan, pencernaan, dan peresapan.
Uap merkuri mempunyai efek racun yang lebih berbahaya daripada
merkuri dalam bentuk cair karena lebih mudah masuk dan diserap tubuh melalui
inhalasi. Penyerapan merkuri organik (MeHg) di dalam tubuh dapat mencapai
95% kemudian akan terakumulasi dalam ginjal, otak, hati, janin, dan rambut.
29
Gejala klinis keracunan merkuri sangat tergantung pada dosis dan lama
pajanan sampai timbulnya gejala keracunan (dose-effect relationship). Gejala
yang teringan adalah paraesthesia kemudian akan terjadi kelumpuhan,
penyempitan luas pandang, kebutaan, dan gangguan pendengaran. Gejala-gejala
tersebut merupakan sifat dan gejala keracunan merkuri meskipun tidak dapat
dikatakan sebagai gejala spesifik (Tugaswati, 1997). Menurut Widowati (2008)
keracunan akut bisa terjadi pada konsentrasi uap merkuri 0,5 - 1,2 mg/m3 dengan
gejala faringitis, mual, dan shock. Apabila paparan terus berlanjut dapat
menimbulkan pembengkakan kelenjar ludah, nefritis, hepatitis serta gangguan
sistem syaraf pusat seperti tremor, gagap. Penelitian uap merkuri 28,8 mg/m3
mengakibatkan kerusakan parah pada ginjal, hati, otak, jantung, paru-paru, dan
usus besar.
Menurut Nina (2007) beberapa hal terpenting yang dapat dijadikan
patokan terhadap efek yang ditimbulkan oleh merkuri terhadap tubuh adalah
a. Semua senyawa merkuri adalah racun bagi tubuh apabila berada dalam jumlah
yang tidak bisa ditolelir oleh tubuh.
b. Senyawa merkuri yang berbeda menunjukkan karakteristik yang berbeda juga.
c. Biotransformasi tertentu yang terjadi dalam suatu tata lingkungan atau dalam
tubuh organisme yang telah terakumulasi merkuri disebabkan oleh perubahan
bentuk senyawa - senyawa merkuri.
d. Efek yang ditimbulkan oleh merkuri dalam tubuh adalah menghalangi kerja
enzim dan merusak selaput dinding sel. Keadaan itu disebabkan karena
30
kemampuan merkuri dalam membentuk ikatan kuat dengan gugus yang
mengandung belerang yang terdapat dalam enzim atau dinding sel.
e. Kerusakan yang diakibatkan oleh logam merkuri dalam tubuh umumnya
bersifat permanen.
Efek merkuri pada kesehatan terutama berkaitan dengan sistem syaraf.
Manifestasi klinis awal pada intoksikasi merkuri adalah gangguan tidur,
perubahan mood yang dikenal sebagai erethism, kesemutan mulai dari daerah
sekitar mulut hingga jari dan tangan, pengurangan pendengaran, penglihatan, dan
daya ingat. Pada intoksikasi berat, penderita menunjukkan gejala klinis tremor,
gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan, jalan sempoyongan (ataxia). Hal
ini diakibatkan terjadi kerusakan pada jaringan otak kecil (cerebellum).
Merkuri yang terabsorbsi akan terakumulasi dan terbawa ke organ tubuh
lainnya. Pada keracunan merkuri tingkat awal pasien merasa mulutnya tebal
sehingga tidak peka terhadap rasa dan suhu, hidung tidak peka bau, mudah lelah,
dan sering sakit kepala. Jika terjadi akumulasi yang berlebih dapat berakibat
pada degenerasi sel-sel saraf di otak kecil (Depkes RI). Penggunaan merkuri
dalam waktu lama menimbulkan dampak gangguan kesehatan hingga kematian.
Pengaruh merkuri terhadap kesehatan manusia dapat diurai sebagai berikut:
1. Pengaruh Terhadap Fisiologis
Pengaruh toksisitas merkuri terutama pada sistem saluran pencernaan
dan ginjal akibat akumulasi merkuri. Jangka waktu, intensitas, dan jalur
paparan serta bentuk merkuri sangat berpengaruh terhadap sistem yang
31
dipengaruhi. Organ utama yang terkena paparan kronik oleh elemen merkuri
dan organomerkuri adalah SSP. Sedangkan garam - garam merkuri akan
berpengaruh terhadap kerusakan ginjal. Keracunan akut oleh elemen merkuri
yang terhisap mempunyai efek terhadap sistem pernafasan. Garam merkuri
yang tertelan akan berpengaruh terhadap SSP dan efek terhadap sistem
cardiovaskuler merupakan efek sekunder.
2. Pengaruh Terhadap Sistem Syaraf
Merkuri yang berpengaruh terhadap sistem syaraf merupakan akibat
pemajanan uap elemen merkuri dan metil merkuri karena senyawa ini mampu
menembus blood brain barrier dan dapat mengakibatkan kerusakan otak yang
irreversible sehingga mengakibatkan kelumpuhan permanen. Metil merkuri
yang masuk ke dalam pencernaan akan memperlambat sistem syaraf pusat
yang mungkin tidak dirasakan pada pemajanan setelah beberapa bulan.
Sebagai gejala pertama sering tidak spesifik seperti malas, pandangan kabur
atau pendengaran hilang (Azhari, et al, 2010).
Para peneliti University of Nevada, Las Vegas, AS mengadakan
penelitian terhadap 300 produk tuna kaleng pada tiga besar merk di Amerika
Serikat. Hasil uji menunjukkan lebih dari separuh mengandung kadar merkuri
melebihi ambang batas yang disyaratkan Environmental Protection Agency.
Kadar merkuri yang berlebihan dapat mempengaruhi terjadinya kerusakan
sistem syaraf pusat serta gangguan pendengaran dan penglihatan.
32
3. Pengaruh Terhadap Ginjal.
Apabila terjadi akumulasi merkuri pada ginjal yang diakibatkan oleh
masuknya garam inorganik atau phenylmercury melalui SSP dapat
menyebabkan naiknya permiabilitas epitel tubulus sehingga akan menurunkan
kemampuan fungsi ginjal. Pajanan melalui uap merkuri melalui saluran
pernafasan juga mengakibatkan kegagalan ginjal karena terjadi proteinuria
atau nephrotic syndrom dan tubular necrosis akut (Douglas, 2012)
4. Pengaruh Terhadap Pertumbuhan.
Metilmerkuri sangat reaktif terhadap ibu hamil dan bayi. Hasil studi
membuktikan adanya hubungan yang signifikan. Bayi yang dilahirkan dari ibu
yang makan gandum yang diberi fungisida akan mengalami gangguan
kerusakan otak yaitu retardasi mental, tuli, penciutan lapangan pandang,
microcephaly, cerebral palsy, ataxia, buta, dan gangguan menelan. Tidak
seperti unsur logam lainnya, Besi (Fe) atau Magnesium (Mg) yang dibutuhkan
tubuh untuk tulang, Merkuri sama sekali tidak dibutuhkan oleh tubuh. Oleh
karena itu, kehadiran merkuri dalam tubuh meskipun berada di bawah ambang
batas tetap membahayakan kesehatan (Tugaswati, dkk, 1997).
G. Keracunan Merkuri
Keracunan merkuri dibagi menjadi dua yaitu :
1. Keracunan Akut
Keracunan akut didefinisikan sebagai suatu bentuk keracunan yang
terjadi dalam jangka waktu singkat. Peristiwa keracunan akut ini dapat terjadi
33
apabila individu atau biota menghirup atau menelan bahan beracun dalam
dosis atau jumlah besar. Keracunan akut terjadi akibat terpajan merkuri
berkonsentrasi tinggi. Pajanan konsentrasi uap merkuri cukup tinggi
menimbulkan dada rasa berat, nyeri dada, kesulitan bernafas, batuk.
Pada ingesti menimbulkan gejala rasa logam, mual, nyeri abdomen,
muntah, diare, nyeri kepala, dan kadang-kadang albuminuria. Kematian dapat
timbul kapan saja. Menurut Grandjean (2005) dalam tiga atau empat hari
kelenjar liur membengkak, timbul gingivitis, gejala-gejala gastroenteritis dan
nefritis muncul. Pada kasus sedang, pasien dapat mengalami perbaikan dalam
satu sampai dua minggu. Pada kasus lebih berat akan berkembang gejala-
gejala psikopatologi dan tremor otot, Pada umumnya kasus akut pajanan
terjadi pada konsentrasi 1,2 – 8,5 mg/m3 (Sari, 2002).
Toksisitas merkuri pada ginjal dapat timbul dengan tanda awal
proteinuria sebagai gagal ginjal. Pajanan alkil merkuri onsetnya timbul secara
perlahan tetapi progresif pada sistem saraf dengan gejala awal berupa rasa
kebas pada ekstremitas dan bibir. Kehilangan kontrol koordinasi dengan
tungkai, ataxia, tremor dan kehilangan pergerakan yang baik, pengurangan
lapangan pandang, kehilangan pendengaran sentral, kekakuan otot, spastik
dan refleks tendon yang berlebihan dapat juga terjadi (Mahaffey, 2005).
2. Keracunan Kronis
Adapun keracunan kronis didefinisikan dengan terhirup atau
tertelannya bahan beracun dalam dosis rendah tetapi terjadi secara perlahan-
34
lahan dan berlangsung dalam waktu yang lama. Keracunan kronis lebih sering
diderita oleh para pekerja di pertambangan (Sari, 2002). Penderita keracunan
kronis biasanya tidak menyadari bahwa dirinya telah terpapar sejumlah racun
dalam tubuh mereka sampai pada batas imunitas yang dimiliki.
Pada peristiwa keracunan kronis, jumlah merkuri yang masuk sangat
sedikit sehingga tidak memperlihatkan pengaruh langsung pada tubuh. Namun
demikian, masuknya merkuri ini berlangsung secara terus menerus sehingga
lama kelamaan jumlah merkuri yang masuk dan mengendap dalam tubuh
menjadi sangat besar dan melebihi batas toleransi tubuh sehingga gejala
keracunan mulai terlihat. Peristiwa keracunan kronis tidak hanya memapar
pekerja yang bekerja secara langsung dengan merkuri, tetapi juga memapar
masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan industri yang banyak
menggunakan merkuri. Hanya saja masa keracunan yang terjadi berjalan
dalam selang waktu yang berbeda.
Untuk pekerja yang bekerja secara langsung dengan menggunakan
merkuri, proses keracunan kronis mungkin sudah memperlihatkan gejala
dalam selang waktu beberapa minggu. Sedangkan untuk masyarakat yang
tidak terkena langsung, proses keracunan kronis merkuri ini baru dapat
diketahui setelah waktu bertahun - tahun. Pada peristiwa keracunan kronis,
ada dua organ tubuh yang paling sering mengalami gangguan yaitu gangguan
sistem pencernaan dan sistem syaraf. Radang gusi (gingivitis) merupakan
gangguan paling umum yang terjadi pada sistem pencernaan. Radang gusi
35
pada akhirnya akan merusak jaringan penahan gigi sehingga gigi mudah lepas
(Palar : 2008).
Triad klasik pada keracunan kronik uap merkuri adalah eretisme,
tremor, dan stomatitis. Gejala-gejala neurologis dan psikis adalah yang paling
khas. Gejala dini nonspesifik (anoreksia, penurunan berat badan, sakit kepala)
diikuti gangguan-gangguan yang lebih khas; iritabilitas meningkat, gangguan
tidur (sering terbangun, insomnia), mudah terangsang, kecemasan, depresi,
gangguan daya ingat, dan kehilangan kepercayaan diri (Petasule, 2012).
Masalah-masalah yang sifatnya lebih serius seperti halusinasi, kehilangan
daya ingat total, dan kemunduran intelektual tidak terlihat dalam waktu yang
cepat. Menurut Parwiroharsono (1991) apabila keracunan merkuri telah terjadi
umumnya sulit disembuhkan dengan segera karena merkuri bersifat
akumulatif dan sulit diekskresikan oleh tubuh.
Tanda-tanda neurologis lain termasuk kulit bersemu merah, perspirasi
meningkat dan dermatografia. Gingivitis kronik sering terjadi dan dapat
menyebabkan hilangnya geligi, kelenjar liur membengkak dan merkuri
diekskresikan pada air liur. Meskipun tingkat akumulasi merkuri pada ginjal
tinggi, kerusakan ginjal jarang terjadi. Deposit merkuri pada kapsul anterior
lensa mata menimbulkan bayangan coklat kelabu atau kuning dari lensa
(Tsuji, 2003).
36
H. Gangguan Kesehatan Masyarakat
Menurut WHO Pengertian ”sehat” digambarkan sebagai suatu kondisi
fisik, mental, dan sosial seseorang yang tidak hanya bebas dari penyakit atau
gangguan kesehatan melainkan juga menunjukkan kemampuan berinteraksi
dengan lingkungan dan aktivitasnya. Status kesehatan masyarakat sangat
mempengaruhi produktivitas kerja. Masyarakat yang sehat memungkinkan
tercapainya hasil kerja yang lebih baik.
Agar seseorang dapat melakukan aktivitas yang dapat menjamin
kesehatan dan produktivitas kerja, diperlukan adanya keseimbangan dari faktor-
faktor berikut: umur, jenis pekerjaan, status gizi, lama tinggal, jarak rumah,
konsumsi ikan. Status kesehatan individu yang tinggal di sekitar PETI dapat
dikatakan baik jika tidak mengalami gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
keracunan merkuri. Adapun gangguan yang dapat terjadi adalah :
a. Erethism : Perubahan mood, gangguan tidur, depresi, gangguan daya ingat,
mudah marah, pengurangan pendengaran dan penglihatan,
kesemutan di sekitar mulut sampai jari dan tangan.
b. Tremor : Gangguan koordinasi, gangguan keseimbangan, ataxia.
c. Stomatais : Salivasi meningkat, Pneumonitis yang diikuti demam.
d. Gingivitis kronis.
e. Penurunan berat badan (anorexia).
f. Sakit kepala terus menerus.
37
Adapun faktor-faktor yang dapat mempengaruhi terjadinya keracunan
merkuri adalah
A. Umur
Umur adalah lama hidup seseorang yang dihitung dari tanggal lahir
sampai tanggal dilakukannya penelitian. Menurut Tugaswati (2006) dan
Hamid (1991) umur merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
kerentanan tubuh terhadap logam berat. Biasanya semakin bertambahnya
umur dan bahan yang masuk, kadar merkuri dalam tubuh akan meningkat
(Warsono, 2000).
B. Jenis Pekerjaan
Menurut Warsono (2000) Jenis pekerjaan merupakan salah satu faktor
yang mempengaruhi kadar merkuri dalam tubuh. Hal ini tergantung di
lingkungan mana manusia bekerja. Pekerjaan yang berhubungan langsung
atau kontak langsung dengan merkuri mempunyai peluang lebih besar untuk
terjadinya akumulasi merkuri pada rambut dibanding dengan pekerjaan yang
tidak kontak langsung dengan merkuri.
C. Status gizi
Status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang yang dipengaruhi oleh
konsumsi makanan. Secara teoritis, status gizi dapat mempengaruhi daya
tahan tubuh seseorang terhadap paparan logam berat. Kekurangan gizi akan
meningkatkan kadar merkuri yang bebas dalam darah. Pada penelitian ini,
status gizi digambarkan dengan pengukuran indeks masa tubuh. Menurut
38
Fergusson (1991) bahwa kadar Ca dan Fe yang tinggi dalam makanan akan
menurunkan penyerapan logam berat. Tetapi jika tubuh kekurangan Ca dan Fe
penyerapan logam berat akan meningkat. Dinyatakan juga bahwa defisiensi
Fe dan P akan mengakibatkan gangguan ekskresi logam berat dari tulang
sehingga akan meningkatkan kadarnya pada jaringan lunak.
Di sisi lain, merkuri bersifat lipofilik. Akan tetapi, tidak semua jenis
merkuri dapat larut dalam lemak sehingga merkuri yang tidak larut dalam
lemak akan terakumulasi pada jaringan. Kadar lemak yang tinggi dalam tubuh
akan mempengaruhi absorbsi merkuri dalam tubuh dan ekskresi dari tubuh
karena lemak yang berlebihan akan disimpan dalam jaringan lemak. Begitu
juga dengan merkuri yang larut di dalamnya. Meskipun IMT tidak dapat
memastikan kandungan kalsium dan besi dalam tubuh, akan tetapi pada
penelitian ini IMT sudah dapat menggambarkan status gizi responden.
D. Konsumsi ikan
Merkuri dapat masuk ke dalam tubuh manusia tidak hanya melalui
inhalasi dan kontak langsung saja, tetapi juga melalui rantai makanan.
Pembuangan tailing ke sungai secara langsung dapat mengakibatkan
pencemaran merkuri terhadap biota laut termasuk ikan dan merkuri akan
terakumulasi di tubuh ikan. Kemudian manusia mengkonsumsi ikan tersebut.
Sehingga merkuri akan masuk ke tubuh manusia dan terakumulasi di
dalamnya. Hasil penelitian Andri, dkk (2010) menunjukkan adanya hubungan
konsumsi ikan dengan kadar merkuri pada rambut.
39
E. Jarak tempat tinggal dengan tempat pengolahan
Jarak tempat tinggal dengan tempat pengolahan emas merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi keracunan merkuri. Semakin dekat
jarak tempat tinggal, semakin besar peluang terjadinya keracunan merkuri.
Hasil penilitian Andi, dkk (2010) menunjukkan adanya hubungan jarak
tempat tinggal dengan kadar merkuri dalam rambut. Pada kondisi angin
normal, merkuri akan mengendap sejauh 216 meter dari tempat emisi uap
merkuri (Andi, 2010). Akan tetapi, tempat pengendapan uap merkuri bisa
lebih atau kurang dari 261 meter tergantung pada kecepatan angin setempat.
Namun belum ada penelitian lebih lanjut pada kondisi angin tidak normal.
F. Lama tinggal
Merkuri mempunyai sifat akumulatif, sehingga lama tinggal dapat
mempengaruhi kadar merkuri dalam rambut. Semakin lama seseorang tinggal
di daerah yang tercemar merkuri, semakin tinggi juga kandungan merkuri
dalam rambutnya (Tugaswati, 1997).
I. Pengolahan Emas
PETI melakukan Pengolahan bijih emas dengan metode amalgamasi
dimana merkuri digunakan sebagai media untuk mengikat emas (Suhandi, 2006).
Amalgamasi merupakan proses ekstraksi emas yang paling sederhana dan
murah. Amalgamasi adalah proses pengikatan bijih emas oleh merkuri
menggunakan amalgamator sehingga terbentuk amalgam. Amalgamator
berfungsi sebagai tempat berlangsungnya proses amalgamasi yang berfungsi
40
untuk mereduksi ukuran bijih emas. Tenaga penggerak gelundung ada 3 jenis
yaitu kincir air, tenaga listrik, dan tenaga generator diesel (Suhandi, 2006).
Penggerak gelundung dengan tenaga kincir air memiliki keterbatasan yaitu hanya
dapat menggerakkan satu gelundung. Waktu yang dibutuhkan sekitar 12 jam.
Gelundung dengan penggerak tenaga listrik bisa menggerakkan dua gelundung.
Umumnya dilakukan di samping atau belakang rumah. Waktu yang diperlukan 6
- 7 jam untuk satu kali proses. Sedangkan Gelundung dengan tenaga penggerak
generator diesel umumnya diletakkan di dekat lubang galian di sekitar sungai.
Dalam satu kali pengolahan dapat menggerakkan 1 - 6 buah gelundung. Waktu
yang diperlukan untuk satu kali proses adalah 7 jam. Putaran gelundung dengan
generator diesel lebih cepat sehingga proses penghancuran bijih emas terjadi
lebih sempurna dan hasil perolehan emas dan perak lebih tinggi (Suhandi, 2006).
Selanjutnya dilakukan pencucian dan pendulangan untuk memisahkan
amalgam menggunakan merkuri. Pada tahap pencucian, dilakukan dengan kain
parasut sehingga merkuri jatuh ke tanah. Amalgam yang diperoleh kemudian
dipijar untuk memperoleh perpaduan logam emas - perak. Ketika dipanaskan,
amalgam akan terurai menjadi elemen-elemen merkuri dan emas mentah.
Amalgam dipanaskan di dalam sebuah tabung yang disebut retort. Merkuri akan
menguap dan dapat diperoleh kembali dari kondensasi uap merkuri tersebut.
Sementara itu, Au-Ag tetap berada di dalam retort sebagai logam. Selanjutnya
dilakukan pemisahan logam emas dari logam perak menggunakan merkuri
(Arifin, 2010). Berdasarkan pengamatan dan wawancara dengan para
41
penambang, merkuri yang dimasukkan ke dalam gelundung berkurang sampai
10%. Hal ini disebabkan pada tahap pencucian merkuri terbuang bersama tailing.
PETI mempunyai potensi paparan merkuri yang tinggi karena para
pekerja tidak menggunakan alat pelindung dalam melakukan amalgamasi
sehingga pekerja akan mengalami kontak kulit secara langsung terhadap
merkuri. Selain itu, PETI juga tidak mempunyai pengolahan limbah sehingga
limbah tersebut akan memajan masyarakat dan lingkungan.
Bagan 2.1
Proses Pengolahan Emas dan Risiko terhadap Masyarakat
7.Proses
Pembakaran
Emas 6.Bullion
1.Batuan Air + merkuri
5.Proses
penyaringan
4.Amalgam
Tailing
(berpotensi
memapar
masyarakat)
3. Mesin
gelundung
2.Pengecilan
ukuran
Berpotensi
memapar
masyarakat
Mercury Vapor)
Berpotensi memapar
masyarakat
42
J. Kerangka Teori
Bagan 2.2.
Kerangka teori kombinasi Andri DH, Anies, Suharyo (2011),
Chusharini Chamid, Neni Yulianita, Puti Renosori (2010), Tri Tugaswati,
Athena, Agustina Lubis (1997)
Umur
Jenis Pekerjaan
Sumber air baku
Lama tinggal
Jarak tempat tinggal
dengan tempat
pengolahan
Status Gizi
Konsumsi Ikan kadar merkuri dalam
rambut
Kebiasaan mandi di
sungai
43
BAB III
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL
A. Kerangka Konsep
Bagan 3.1
Kerangka Konsep Penelitian
Adapun variabel yang tidak diteliti adalah sumber air baku. Hal ini
dikarenakan sumber air baku Desa Malasari bersifat homogen yaitu seluruh
masyarakat menggunakan mata air sebagai sumber air baku. Mata air tersebut
terletak di bagian hulu desa sehingga terbebas dari pencemaran merkuri. Variabel
yang tidak diteliti lainnya adalah kebiasaan mandi di sungai, karena saat ini tidak
ada masyarakat Desa Malasari yang mandi di sungai.
Umur
Jenis Pekerjaan
Lama tinggal
Jarak rumah dengan
tempat pengolahan
Status Gizi
Konsumsi Ikan kadar merkuri
dalam rambut
44
B. Hipotesis
1. Ada hubungan antara umur dengan kadar merkuri dalam rambut masyarakat
sekitar PETI di Desa Malasari
2. Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan kadar merkuri dalam rambut
masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari.
3. Ada hubungan antara status gizi dengan kadar merkuri dalam rambut
masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari.
4. Ada hubungan antara konsumsi ikan dengan kadar merkuri dalam rambut
masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari.
5. Ada hubungan antara jarak rumah dengan kadar merkuri dalam rambut
masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari.
6. Ada hubungan antara lama tinggal dengan kadar merkuri dalam rambut
masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari.
45
C. Definisi Operasional
Tabel 3.1
Definisi Operasional
Variabel Definisi Cara Ukur Alat ukur Hasil Ukur Skala
Kadar merkuri dalam
rambut
Kandungan merkuri yang
terdapat dalam rambut
masyarakat. Rambut yang
digunakan adalah rambut di
bagian belakang telinga dan
yang tersembunyi.
Menggunting
rambut sebanyak
0.5 - 2 gram atau
sebesar batang
korek api mulai
dari pangkal
rambut (kulit
kepala). Kemudian
diukur
menggunakan
Mercury Analyzer
Mercury
Analyzer
……….. ppm
Ambang batas
kadar merkuri
dalam tubuh
menurut WHO
(1990) adalah 1 –
2 mg/kg
Rasio
46
Umur Lamanya hidup responden
yang dihitung dari tanggal
lahir sampai tanggal penelitian
dilakukan
Variabel umur
diukur dengan
menghitung selisih
antara tanggal,
bulan, dan tahun
dilakukannya
penelitian dengan
tanggal, bulan, dan
tahun kelahiran
responden.
Kuesioner ……. Tahun Rasio
Jenis Pekerjaan Jenis kegiatan sehari-hari yang
dilakukan oleh responden
untuk memperoleh
penghasilan.
Informasi jenis
pekerjaan diperoleh
dengan menanyakan
melalui kuesioner
Kuesioner 0 : non-pengolah
emas
1 : pengolah emas
Ordinal
47
Status Gizi Keadaan tubuh responden
akibat konsumsi makanan dan
pengunaan zat – zat gizi yang
diukur dengan menimbang
berat badan dan mengukur
tinggi badan. Selanjutnya data
yang diperoleh akan
digunakan untuk menghitung
indeks masa tubuh (IMT)
Menghitung IMT
reponden dengan
menggunakan
rumus :
IMT=
Untuk responden
yang berumur ≤ 18
tahun menggunakan
standar IMT
menurut umur
(IMT/U) yang
kemudian
dikonversi ke dalam
kategori Status Gizi
Timbangan
badan,
meteran
badan, dan
kalkulator
0 : Normal (18,5-
24,9)
1 : Kurus (< 18,5)
2 : Gemuk (25-
29,9)
3 : Obesitas (> 30)
(KEPMENKES,
2010; WHO,
2005)
Ordinal
48
anak bedasarkan Z-
Score berdasarkan
KEPMENKES
2010. Untuk
responden yang
berumur > 18 tahun,
hasil IMT langsung
dibandingkan
dengan kategori
status gizi standar
WHO, 2005 dan
KEPMENKES,
2010
Konsumsi ikan Rata-rata kebiasaan responden Pengukuran Kuesioner ............. kali per Rasio
49
dalam mengkonsumsi berbagai
macam ikan
dilakukan dengan
menanyakan
melalui kuesioner
minggu
Jarak rumah Perkiraan jarak rumah
responden terhadap tempat
pengolahanan emas dengan
memberikan patokan pada titik
yang berada pada jarak 261
meter dari tempat pengolahan
emas.
Membuat patokan
pada titik 261 meter
dari tempat
pengolahan emas.
Rumah yang
terletak sebelum
patokan tersebut
dinilai memiliki
jarak ≤ 261 meter
dan rumah yang
melewati patokan
Meteran 0 : >261 meter
1 : ≤261 meter
(Andri, 2010)
Ordinal
50
dianggap memiliki
jarak >261 meter.
Lama tinggal Lama responden tinggal di
desa Malasari (tahun)
Menanyakan tahun
pertama kali tinggal
di Desa Malasari.
Kuesioner …… tahun Rasio
51
51
BAB IV
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian observasional yaitu peneliti
melakukan pengamatan langsung kepada responden dengan melakukan
penyebaran kuesioner untuk dianalisis. Desain studi yang digunakan adalah
potong lintang (cross sectional) yaitu suatu penelitian untuk mempelajari
dinamika korelasi antara faktor-faktor risiko dan efek dengan pendekatan
observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat (point time approach)
(Notoatmodjo, 2010).
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi Penelitian
Populasi pada penelitian ini adalah masyarakat Desa Malasari,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor.
2. Sampel Penelitian
Teknik pengambilan sampel pada penelitian ini menggunakan
multistage random sampling atau pengambilan sampel secara gugus bertahap
yaitu pengambilan sampel dilakukan berdasarkan tingkat wilayah secara
bertahap. Hal ini memungkinkan untuk dilaksanakan jika populasi terdiri dari
bermacam-macam tingkat wilayah. Pelaksanaannya dengan membagi wilayah
populasi ke dalam sub-sub wilayah dan tiap sub wilayah dibagi ke dalam
52
bagian-bagian yang lebih kecil. Dari bagian-bagian kecil tersebut ditetapkan
unit-unit yang terkecil sebagai sampel (Notoatmojo, 2010).
Peneliti mencari sampling frame dengan mendatangi kantor desa. Dari
kantor desa diperoleh informasi bahwa Desa Malasari terdiri dari 4 dusun.
Pada tahap pertama, ditetapkan desa Malasari sebagai lokasi penelitian
kemudian diambil beberapa dusun sebagai sampel. Selanjutnya dipilih
beberapa RW yang diambil secara acak. Diperoleh RW 3, RW 4, RW 5, dan
RW 10. Dari ketiga RW diambil beberapa RT sebagai sampel. Akhirnya dari
RT yang terpilih diambil beberapa unit terkecil sebagai sampel.
Dalam menetapkan subjek penelitian sebagai sampel, peniliti
menetapkan kriteria inklusi dan eksklusi sebagai berikut :
a. Kriteria inklusi adalah syarat-syarat yang harus dipenuhi agar responden
dapat dijadikan sampel. Yaitu :
1. Bersedia menjadi responden penelitian.
2. Lama tinggal di Desa Malasari minimal 5 tahun (Inswiarsi, 2009).
3. Minimal berusia 5 tahun.
b. Kriteria eksklusi adalah syarat-syarat yang tidak bisa dipenuhi oleh
reponden agar tidak dapat menjadi sampel penelitian, yaitu:
1. Tidak bersedia menjadi reponden penelitian.
2. Lama tinggal kurang dari 5 tahun dan pernah tinggal di daerah lain
yang berada dekat dengan pengolahan emas.
3. Pernah melakukan pelurusan atau mengkriting rambut.
53
C. Perhitungan Sampel
Besar sampel dalam penelitian ini menggunakan perhitungan rumus besar
sampel untuk koefisien korelasi sebagai berikut:
[
[
]
]
x deff
Keterangan:
n = Jumlah sampel
= Kesalahan tipe 1 (α) 1% (Z1-α/2 = 2,58)
Z1-β = Kekuatan uji 99% = 2,33
r = Koefisien korelasi (0,8)
deff = Design effect = 2
Dari perhitungan rumus sampel diatas, diperoleh jumlah sampel minimal
yang dibutuhkan sebesar 46 responden.
Bagan 4.1
Teknik Pengambilan Sampel
Desa Malasari
Dusun D Dusun C Dusun B Dusun I
RW 3
RT 2 RT 4
RW 10
RT 2
RW 4
RT 1 RT 4
RW 5
RT 4
54
D. Jenis Data
1. Data Primer
Data primer meliputi data mengenai hasil pengukuran kadar merkuri
pada rambut masyarakat diperoleh dengan pengambilan langsung di lokasi
penelitian dan kemudian dianalisis di Laboratorium. Data mengenai umur,
jenis pekerjaan, lama tinggal, jarak rumah, konsumsi ikan, dan status gizi
diperoleh dari hasil wawancara secara langsung kepada responden yang
memenuhi kriteria inklusi dengan menggunakan kuesioner serta melakukan
perhitungan IMT (Indeks Masa Tubuh) dengan mengukur berat badan
menggunakan timbangan badan dan tinggi badan menggunakan meteran.
2. Data sekunder
Data yang didapatkan dari instansi pemerintah ataupun swasta yang
terkait dan relevan dengan permasalahan yang diteliti meliputi luas wilayah,
karakteristik wilayah, jumlah penduduk, potensi sumber daya alam, data
pencemaran air sungai, tanah, ikan, dan kasus penyakit.
E. Cara Penelitian
1. Tahap Persiapan
Survey awal dilakukan untuk melakukan koordinasi dengan pihak
Kelurahan Malasari untuk mendapatkan izin penelitian dan data demografi
desa serta mendapat dukungan dari semua pihak. Selanjutnya meminta data ke
Puskesmas Kecamatan Nanggung terkait data penyakit. Setelah itu,
melakukan observasi lapangan terkait lingkungan di sekitar tempat
penambangan emas tanpa izin.
55
2. Tahap Pelaksanaan
a. Mengumpulkan data menggunakan kuesioner dan wawancara yang
dilakukan dengan bertanya secara langsung dan terpimpin oleh peneliti.
b. Melakukan pengambilan sampel rambut untuk diperiksa kadar merkuri
yang terkandung dengan cara memotong rambut sekitar 0,5 - 2 gram.
Pengambilan sampel rambut dilakukan pada rambut dekat kulit kepala
pada bagian belakang telinga dan yang tersembunyi. Setelah dipotong,
rambut dicuci dengan menggunakan aseton dan air bersih. Hal ini
ditujukan untuk membersihkan rambut dari kontaminasi lain. Sampel
rambut ditempatkan dalam aluminium foil, ditutup serta diberi tanda
(nama, umur, nomor, dan alamat). Selanjutnya sampel dibawa ke
laboratorium untuk dilakukan pengukuran dan analisa kadar merkuri.
c. Variabel status gizi diperoleh dengan menghitung indeks massa tubuh
(IMT) responden yang diukur dari berat badan (BB) dibagi tinggi badan
(TB) dikali tinggi badan (TB). Berat badan ditimbang menggunakan
timbangan badan digital dan tinggi badan diukur menggunakan meteran.
Laporan FAON atau WHO/UNU tahun 1995 menyatakan bahwa batasan
berat badan dan status gizi dapat ditentukan berdasarkan nilai body mass
index yang kemudian diadopsi oleh pemerintah Indonesia menjadi Indeks
Massa Tubuh berdasarkan KEPMENKES Nomor
1995/MENKES/SK/XII/2010. Berdasarkan ketetapan WHO (2005) Status
gizi dikategorikan menjadi empat kategori yaitu :
56
Tabel 4.1
Kategori Status Gizi
Status IMT
Kurus (< 18,5)
Normal (18,5-24,9)
Gemuk (25-29,9)
Obesitas (> 30)
Sumber : WHO, 2005
Kategori tersebut berlaku untuk responden yang berumur > 18
tahun. Responden yang berumur ≤ 18 tahun hasil perhitungan IMT
dibandingkan dengan standar IMT berdasarkan umur (IMT/U) terlebih
dahulu. Setelah memperoleh Z-Score kemudian dimasukkan dalam kategori
Status Gizi Anak (Kepmenkes No. 2005/MENKES/SK/XII/2010).
Tabel 4.2
Ambang Batas Z-Score
Indeks Status Gizi Z-Score
Indeks Massa
Tubuh menurut
Umur (IMT/U)
Anak Berumur 5-18
Tahun
Sangat Kurus ≤ 3 SD
Kurus -3 SD sampai dengan ≤ 2 SD
Normal -2 SD sampai dengan 1 SD
Gemuk >1 SD sampai dengan 2 SD
Obesitas >2 SD
Sumber : KEPMENKES No. 2005/MENKES/SK/XII/2010
57
F. Teknik Pengolahan dan Analisis Data
1. Pengolahan Data
Pengolahan data dilakukan dengan langkah-langkah sebagai berikut:
a. Editing
Yaitu peniliti memeriksa data yang terkumpul tentang hasil isian
kuesioner apakah jawaban yang ada sudah terisi lengkap, jelas terbaca,
relevan dengan pertanyaan, dan konsisten.
b. Coding
Yaitu pemberian kode-kode tertentu untuk memudahkan dalam
tahap pengolahan data yaitu dengan cara memberikan kode angka pada
data yang berbentuk huruf. Pada variabel independen yaitu jenis pekerjaan,
peniliti memberikan kode angka 0 untuk non-pengolah emas dan 1 untuk
pengolah emas. Variabel status gizi di kategorikan menjadi 4 kategori yaitu
0 untuk status gizi normal (IMT = 18,5 – 24,9), 1 untuk underweight (IMT
< 18,5), 2 untuk overweight (IMT 25-29,9), 3 untuk obese (IMT > 30).
Variabel jarak rumah dikategorikan menjadi dua kategori yaitu 0 jika jarak
rumah terhadap tempat pengolahan emas > 261 mter, 1 jika jarak rumah
terhadap tempat pengolahan emas ≤ 261 meter.
c. Tabulasi data
Mengelompokkan data ke dalam tabel yang dibuat sesuai dengan
maksud dan tujuan penelitian.
58
d. Entri data
Memasukkan data yang telah diedit dan dicoding dengan
menggunakan fasilitas komputer. Kemudian melakukan transformasi data
sesuai dengan definisi operasional yang telah ditetapkan. Transformasi data
yang dilakukan adalah mengelompokkan data variabel jenis pekerjaan,
status gizi, lama tinggal, jarak rumah, dan kebiasaan makan ikan
selanjutnya memberi value label untuk masing-masing variabel yang sudah
dikategorikan.
2. Analisa Data
Analisis data dilakukan secara deskriptif analitik. Pengolahan data
dilakukan dengan menggunakan SPSS 16.
a. Analisa Univariat
Analisa univariat disajikan dengan mendeskripsikan semua
variabel sebagai bahan informasi dengan menggunakan tabel distribusi
frekuensi, mean, median, standar deviasi, nilai maximum dan minimum.
b. Analisa Bivariat
Analisa bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara
variabel bebas (independen) yaitu umur, jenis pekerjaan, jarak rumah
terhadap tempat pengolahan emas, lama tinggal, status gizi, konsumsi ikan
dengan variabel terikat (dependen) yaitu kadar merkuri pada rambut.
Untuk mengatahui hubungan variabel independen yang berjenis numerik
dengan variabel dependen yang berjenis numerik, uji yang digunakan
59
adalah uji korelasi. Variabel yang menggunakan uji korelasi adalah umur,
konsumsi ikan, dan lama tinggal.
Untuk mengetahui hubungan variabel independen yang berjenis
kategorik dengan dua kategori terhadap variabel dependen yang berjenis
numerik. Uji yang digunakan adalah uji t independen. Variabel yang
menggunakan uji t independen adalah jenis pekerjaan dan jarak rumah.
Sedangkan untuk menguji hubungan variabel independen yang berjenis
kategorik dengan lebih dari dua kategorik dengan variabel dependen yang
berjenis numerik digunakan uji Anova. Variabel yang menggunakan uji
Anova yaitu status gizi. Analisa bivariat ini mengunakan derajat
kepercayaan 95% untuk melakukan pengujian terhadap hipotesis
penelitian terhadap variabel yang diduga berhubungan. Jika P value < 0,05
maka perhitungan secara statistik menunjukkan bahwa terdapat adanya
hubungan antara variabel. independen terhadap variabel dependen.
60
60
BAB V
HASIL PENELITIAN
A. Gambaran Umum Wilayah Penelitian
1. Desa Malasari
Desa Malasari merupakan salah satu desa di wilayah Kecamatan
Nanggung, Kabupaten Bogor dengan luas wilayah 8.262,22 Ha yang terdiri
dari 4 Dusun, 12 RW, dan 49 RT. Berdasarkan data monografi Desa Malasari,
batas-batas wilayah Desa Malasari sebagai berikut :
Sebelah Utara : Desa Cisarua dan Curug Bitung.
Sebelah Timur : Desa Bantar Karet
Sebelah Selatan : Kabupaten Sukabumi dan Provinsi Banten.
Sebelah Barat : Desa Kiarasari, Kecamatan Sukajaya
Secara Umum Desa Malasari beriklim sedang dengan temperatur rata-
rata 22 - 30 0C pada malam hari dan 27 – 35
0C pada siang hari. Desa
Malasari berada pada ketinggian 800 - 1880 m di atas permukaan laut dengan
curah hujan rata-rata per tahun adalah 2500 - 3000 mm. Adapun jarak kantor
desa dengan kantor kecamatan, Kabupaten Bogor, Propinsi Jawa Barat, dan
Ibu Kota Jakarta sebagai berikut :
~ Kecamatan Nanggung : 17 Km
~ Kabupaten Bogor : 68 Km
61
~ Propinsi Jawa Barat : 185 Km
~ Ibu Kota Negara Jakarta : 98 Km
Sedangkan untuk mata pencaharian penduduk Desa Malasari disajikan
dalam tabel sebagai berikut :
Tabel 5.1
Mata Pencaharian Penduduk Desa Malasari
No. Mata Pencaharian Jumlah
1 Petani 4.376 orang
2 Pengusaha 3I7 orang
3 PNS 2 orang
4 Peternak 320 orang
5 Swasta Karyawan Kebun 875 orang
6 Tukang ojek 137 orang
Sumber : Data Monografi Desa Malasari 2011
Berdasarkan tabel 5.1 dapat diketahui bahwa mayoritas penduduk
bekerja sebagai petani baik petani penggarap maupun buruh tani. Selain itu,
terdapat 317 orang yang berprofesi sebagai pengusaha. Dalam hal ini yang
termasuk pengusaha adalah pengusaha pengolahan emas tanpa izin atau
disebut dengan PETI (penambangan emas tanpa izin). PETI merupakan
kegiatan penambangan dan pengolahan emas yang dilakukan oleh masyarakat
secara tradisional (Sukman, 2003). Pada PETI, pengolahan bijih emas
dilakukan dengan proses amalgamasi dimana merkuri digunakan media untuk
62
mengikat emas (Suhandi, 2006). Kegiatan PETI secara ekonomi telah
membantu para penambang untuk mendapatkan penghidupan yang mereka
anggap lebih baik. Akan tetapi, kegiatan PETI merupakan kegiatan ilegal
yang mempunyai risiko tinggi baik bagi para penambang, lingkungan,
maupun masyarakat yang bertempat tinggal di sekitar kegiatan PETI.
Menurut Inswiasri, dkk (1998) dalam Azhar (2000) bahwa kegiatan
penambangan emas tanpa izin telah berlangsung di daerah gunung Pongkor
sejak tahun 1992 yang dilakukan oleh masyarakat setempat maupun
pendatang. Pada saat krisis ekonomi tahun 1998, banyak pendatang yang
menjadi penambang emas di Gunung Pongkor (Inswiasri, 2000).
Mayoritas pengusaha merupakan pendatang dari luar Desa Malasari.
Pengolah emas disebut dengan gurandil. Emas diperoleh dari gunung
Pongkor. Para gurandil mengambil urat kuarsa yang mengandung bijih emas
menggunakan alat sederhana. Kemudian urat kuarsa tersebut dibawa pulang
untuk diolah menjadi emas. Proses penggilingan dilakukan oleh gurandil di
dalam suatu amalgamator yang disebut gelundung (Suhandi, 2006).
Selanjutnya diolah secara amalgamasi yaitu mencampur serbuk urat kuarsa
dengan merkuri sehingga terbentuk amalgam (alloy). Amalgam kemudian
dipisahkan melalui proses penggarangan (pemijaran) sampai didapatkan
logam emas dan perak (bullion). Sebelum dipijar, amalgam (alloy) dicuci
kemudian diperas menggunakan kain. Semua proses pencampuran dengan
merkuri tersebut dilakukan dengan tangan terbuka atau tanpa alat pelindung.
63
Lokasi PETI di Desa Malasari bercampur dengan pemukiman
penduduk, bahkan kebanyakan gelundung ditempatkan di dapur. PETI
merupakan kegiatan penambangan emas tanpa izin sehingga tidak ditemukan
data jumlah PETI secara pasti. Ditambah lagi, sebagian besar gurandil
(pengolah emas) merupakan pekerjaan sampingan sehingga yang tercatat di
kantor desa adalah pekerjaan selain pengolah emas.
Pemantauan dan pendataan penyebaran merkuri yang ditimbulkan oleh
penambangan emas pernah dilakukan dan hasilnya menunjukkan adanya
penurunan kualitas lingkungan akibat limbah merkuri yang cukup tinggi baik
pada endapan sungai, tanah, maupun air (Suhandi, 2006). Menurut Inswiasri
(1998) dalam Cakrawati (2002) bahwa kadar merkuri dalam ikan, sayuran,
dan buah-buahan telah melebihi ambang batas. Selain itu, kadar merkuri
dalam rambut yaitu 0,08 – 153,25 ppm dengan rata-rata 12,3364 ppm.
Menurut Gunradi (2000) dalam Suhandi (2006), kadar merkuri dalam
tailing dari daerah Pongkor menunjukkan kisaran nilai 600 – 1000 ppm. Akan
tetapi, setelah beberapa tahun mengalami penurunan karena jumlah aktivitas
PETI yang masih beroperasi menurun. Berdasarkan Hasil Analisis kimia
sampel ikan mas di Kecamatan Nanggung yang dilakukan oleh Zulkifli (2006)
menunjukkan konsentrasi merkuri antara 0,082 – 0,1 ppm. Sedangkan ikan
mujair menunjukkan konsentrasi merkuri antara 0,02 – 0,06 ppm. Kadar
tersebut masih berada di bawah ambang batas yaitu > 0,5 ppm.
64
Meskipun aktivitas pengolahan emas di Desa Malasari sudah menurun
dan kadar merkuri relatif rendah, akan tetapi hal ini harus diwaspadai karena
merkuri bersifat akumulatif. Seharusnya kegiatan pengolahan dilakukan
dengan mengedepankan aspek keselamatan, kesehatan, dan ramah lingkungan
agar selain menjadi mata pencaharian, juga menjadi kearifan lokal daerah.
Sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam Q.S Al – A’raf : 56
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di bumi, sesudah (Allah)
memperbaikinya dan berdoalah kepada-Nya dengan rasa takut dan harapan.
Sesungguhnya rahmat Allah dekat kepada orang-orang yang berbuat baik”.
Dalam kitab Al-quran dan tafsirnya (2011) diterangkan bahwa dalam
ayat ini, Allah melarang manusia agar tidak membuat kerusakan di muka
bumi. Larangan ini mencakup semua aspek seperti pergaulan, jasmani, rohani,
kehidupan, lingkupan, dan sebagainya. Allah telah menciptakan bumi dengan
segala kelengkapannya, baik di daratan, gunung, dan lautan. Hal tersebut
diciptakan untuk keperluan manusia agar dapat diolah dan dimanfaatkan
dengan sebaik – baiknya untuk kesejahteraan manusia. Oleh karena itu, segala
bentuk penciptaan yang ada di bumi ini seperti pertambangan sumber daya
alam harus diolah dan dikelola denga sebaik – baiknya agar tercipta
keseimbangan alam dan kelestarian lingkungan.
65
Berdasarkan hal itu, peneliti menginisiasikan kepada para pengolah
emas agar menjalin kerja sama yang baik dan mengurus perizinan kepada
pemerintah daerah Kabupaten Bogor agar kegiatan penambangan dan
pengolahan emas dapat dilakukan dengan baik dan menggunakan teknologi
dan teknik pengolahan yang dapat mencegah terjadinya pencemaran
lingkungan.
B. Analisis Univariat
1. Gambaran Kadar Merkuri Dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI di
Desa Malasari
Pada penelitian ini, Kadar merkuri dianalisa dengan mengambil
sampel rambut responden sebanyak 0,5 – 2 gram. Kemudian sampel dibawa
ke laboratorium untuk dianalisa. Dari hasil analisa diperoleh hasil pengukuran
sebagai berikut :
Tabel 5.2
Distribusi Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI di
Desa Malasari, Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor
Variabel Rata-
rata
Rata-rata
95% CI
Standar
Deviasi
Minimum Maksimum
Kadar Merkuri
dalam rambut
0.577 0,44 – 0,71 0.460 0.021 1.362
Berdasarkan tabel 5.2 diperoleh informasi bahwa rata – rata kadar
merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari adalah 0,577
ppm. Kadar merkuri terendah dalam rambut adalah 0,021 ppm, Sedangkan
66
kadar merkuri ter-tinggi dalam rambut sebesar 1,362 ppm. Adapun distribusi
kadar merkuri berdasarkan jenis kelamin akan disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 5.3
Distribusi Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar
PETI Berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis
Kelamin
Rata-
rata
Rata-rata
95% CI
Standar
Deviasi
Minimum Maksimum
Laki – Laki 0.620 0,41 – 0,82 0.469 0.021 1.362
Perempuan 0,537 0,34 – 0,73 0,457 0,023 1,328
Berdasarkan tabel 5.3 didapatkan informasi bahwa rata – rata kadar
merkuri pada responden laki – laki lebih tinggi dari perempuan yaitu sebesar
0,620 ppm dengan kadar merkuri ter-rendah 0,021 ppm dan kadar merkuri
tertinggi sebesar 1,362 ppm. Sedangkan rata – rata kadar merkuri pada
responden perempuan adalah 0,537 ppm dengan kadar merkuri terendah 0,023
ppm dan tertinggi sebesar 1,328 ppm. Adapun distribusi kadar merkuri
berdasarkan jenis pekerjaan akan disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 5.4
Distribusi Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar
PETI Berdasarkan Jenis Pekerjaan
Jenis Pekerjaan Rata-
rata
Rata-rata
95%CI
Standar
Deviasi
Minimum Maksimum
Non-Pengolah Emas 0.509 0,53 – 1,11 0.455 0.021 1.328
Pengolah Emas 0.824 0,35 – 0,66 0,408 0,023 1,362
67
Berdasarkan tabel 5.4 diperoleh informasi bahwa rata – rata kadar
merkuri dalam rambut responden yang mempunyai pekerjaan bukan pengolah
emas yaitu ibu rumah tangga, petani, siswa, pegawai negeri sebesar 0,509
ppm dengan kadar merkuri terendah sebesar 0,021 ppm dan kadar merkuri
tertinggi sebesar 1,328 ppm. Kadar merkuri tersebut lebih rendah dari rata-
rata kadar merkuri pada responden yang mempunyai jenis pekerjaan sebagai
pengolah emas yaitu 0,824 ppm dengan kadar merkuri terendah sebesar 0,023
dan kadar merkuri tertinggi sebesar 1,362 ppm.
2. Gambaran Faktor Karakteristik Individu
Pada penelitian ini, faktor karakteristik individu meliputi umur, jenis
pekerjaan, jarak rumah, kebiasaan konsumsi ikan, status gizi, dan lama
tinggal. Data faktor karakteristik individu diperoleh melalui pengisian
kuesioner dengan cara wawancara terpimpin oleh peniliti. Data yang
diperoleh selanjutnya dianalisa secara univariat. Adapun gambaran faktor
karakteristik individu sebagai berikut :
a. Umur
Tabel 5.5
Distribusi Umur Responden
Variabel Rata-
rata
Rata-rata
95% CI
Standar
Deviasi
Minimum Maksimum
Umur 24 19,6 - 28,3 15 5 57
Data umur diperoleh melalui pengisian kuesioner dengan
menanyakan waktu kelahiran responden. Jika tidak mengingat waktu
68
kelahirannya, responden diminta untuk menunjukkan kartu tanda
penduduk (KTP). Tabel 5.5 menyajikan distribusi umur responden di Desa
Malasari tahun 2013 dan memberikan informasi bahwa rata-rata
responden berumur 24 tahun dengan umur minimal 5 tahun dan maksimal
57 tahun dengan standar deviasi 15.
b. Jenis Kelamin
Data jenis kelamin diperoleh dengan mengisi kuesioner dan
penampakan fisik.
Tabel 5.6
Distribuai Jenis Kelamin Responden
Jenis Kelamin Jumlah Persentase
Laki-laki 22 48
Perempuan 24 52
Total 46 100
Berdasarkan tabel 5.6 diketahui bahwa responden berjenis kelamin
perempuan lebih banyak dari laki-laki yaitu berjumlah 52 %..
c. Jenis Pekerjaan
Data jenis pekerjaan responden diperoleh dengan menanyakan
secara langsung kepada responden tentang jenis pekerjaan sehari-hari
yang dilakukan oleh responden untuk mendapatkan penghasilan.
Distribusi jenis pekerjaan responden disajikan dalam tabel 5.7 sebagai
berikut :
69
Tabel 5.7
Distribusi Jenis Pekerjaan Responden
Jenis Pekerjaan Jumlah Persentase
Non-Pengolah Emas 36 78
Pengolah Emas 10 22
Total 46 100
Meskipun Desa Malasari merupakan desa yang mempunyai
potensi emas yang sangat berlimpah. Akan tetapi hanya sedikit
masyarakat yang berprofesi sebagai gurandil. Dari tabel 5.7 diketahui
bahwa sebagian besar masyarakat mempunyai jenis pekerjaan non-
pengolah emas yaitu 78% meliputi petani, PNS, dan ibu rumah tangga.
d. Status Gizi
Status gizi adalah keadaan tubuh seseorang yang dipengaruhi oleh
konsumsi makanan yang diukur dari berat badan dan tinggi badan dengan
perhitungan IMT (indeks masa tubuh) (Depkes, 1999). IMT merupakan
alat yang sederhana untuk memantau status gizi orang dewasa khususnya
yang berkaitan dengan kekurangan dan kelebihan berat badan sehingga
mempertahankan berat badan normal memungkinkan seseorang dapat
mencapai usia harapan hidup lebih panjang (Almatsier, 2003).
Nilai IMT diperoleh dari perhitungan antara berat badan (BB) dan
tinggi badan (TB) dikali tinggi badan (TB). Berat badan responden diukur
menggunakan timbangan digital dan tinggi badan responden diukur
70
menggunakan meteran badan. Hasil perhitungan dibandingkan dengan
ambang batas IMT. Distribusi IMT disajikan dalam tabel berikut :
Tabel 5.8
Distribusi Status Gizi Responden
IMT Jumlah Persentase
Normal 25 54
Kurus 20 44
Gemuk 1 2
Total 46 100
Tabel 5.7 memberikan informasi bahwa sebagian besar responden
memiliki indeks massa tubuh normal yaitu 54%.
e. Konsumsi Ikan
Variabel konsumsi ikan merupakan rata – rata kebiasaan
responden untuk mengkonsumsi ikan. Data konsumsi ikan diperoleh
melalui pengisian kuesioner dengan wawancara terpimpin oleh peneliti.
Tabel 5.9
Distribusi Konsumsi Ikan Responden (kali per minggu)
Variabel Rata-
rata
Rata-rata
95% CI
Standar
Deviasi
Minimum Maksimum
Konsumsi Ikan 5 4,06 – 5,45 2 1 7
71
Berdasarkan tabel 5.9 menunjukkan bahwa rata – rata responden
mempunyai kebiasaan untuk menkonsumsi ikan sebanyak 5 kali per
minggu. Konsumsi ikan minimal sekali dalam seminggu dan paling sering
adalah 7 kali per minggu atau setiap hari.
f. Lama tinggal
Variabel lama tinggal merupakan kurun waktu lama tinggal
responden di daerah sekitar pengolahan emas baik di Desa Malasari
maupun di daerah lain. Data lama tinggal diperoleh dengan kuesioner.
Tabel 5.10
Distribusi Lama Tinggal Responden
Variabel Rata –
rata
Rata-rata
95% CI
Standar
Deviasi
Minimum
Maksimum
Lama
tinggal
16 13,6 -18,8 8,68 5 45
Berdasarkan tabel 5.10 diketahui bahwa rata-rata lama tinggal
responden di daerah pengolahan emas selama 16 tahun dengan lama
tinggal minimal 5 tahun dan maksimal 45 tahun.
g. Jarak Rumah
Tabel 5.11
Distribusi Jarak Rumah Responden dengan Tempat Pengolahan
Jarak Rumah Jumlah Persentase
> 261 12 26
≤ 261 34 74
Total 46 100
72
Berdasarkan tabel 5.11 diketahui bahwa sebagian besar responden
mempunyai jarak rumah ke tempat pengolahan emas ≤ 261 meter.
C. Analisis Bivariat
Analisis bivariat dilakukan untuk menguji hubungan antara variabel bebas
(independen) yaitu umur, jenis pekerjaan, jarak rumah, lama tinggal, status gizi,
dan konsumsi ikan dengan variabel terikat (dependen) yaitu kadar merkuri dalam
rambut. Pada penelitian ini, Untuk mengetahui hubungan variabel independen
yang berjenis numerik dengan variabel dependen yang berjenis numerik, uji yang
digunakan adalah uji korelasi. Variabel yang menggunakan uji korelasi adalah
umur, konsumsi ikan, dan lama tinggal.
Untuk mengetahui hubungan variabel independen yang berjenis kategorik
dengan dua kategori dengan variabel dependen yang berjenis numerik digunakan
uji t independen. Variabel yang menggunakan uji t independen adalah jenis
pekerjaan dan jarak rumah. Sedangkan untuk menguji hubungan variabel
independen yang berjenis kategorik dengan lebih dari dua kategorik dengan
variabel dependen yang berjenis numerik digunakan uji Anova. Variabel yang
menggunakan uji Anova yaitu status gizi. Analisa bivariat ini mengunakan derajat
kepercayaan 95%. Jika Pvalue < 0,05 maka perhitungan secara statistik
menunjukkan bahwa terdapat adanya hubungan antara variabel independen
terhadap variabel dependen.
73
1. Hubungan Umur dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Tabel 5.12
Hubungan Umur dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat
Sekitar PETI Desa Malasari, Kec. Nanggung, Kab. Bogor
Variabel P-value r
Umur dengan Kadar merkuri 0,000 0,647
Rata-rata responden berumur 24 tahun. Berdasarkan tabel 5.12
didapatkan P-value sebesar 0,000. Artinya pada alfa 5% variabel umur
berhubungan signifikan dengan kadar merkuri. Didapatkan juga nilai r tidak
sama dengan nol yaitu 0,647. Berdasarkan tabel interval kekuatan hubungan
Colton diperoleh hasil analisis bahwa nilai r berada pada interval 0,5 – 0,75.
Artinya, korelasi antara variabel umur dan kadar merkuri mempunyai
hubungan kuat. Koefisien korelasi menunjukkan nilai yang positif sehingga
hubungan kedua variabel tersebut searah. Artinya jika umur responden
semakin tua, maka semakin tinggi pula kadar merkuri dalam rambut.
2. Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Pada variabel independen yaitu jenis pekerjaan, peneliti memberikan
kode angka 0 untuk responden yang mempunyai pekerjaan non-pengolah
emas dan 1 untuk responden yang mempunyai pekerjaan pengolah emas.
Hubungan jenis pekerjaan dengan kadar merkuri dalam rambut dianalisa
dengan uji t independent dan hasilnya disajikan dalam tabel 5.13 sebagai
berikut :
74
Tabel 5.13
Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari, Kec. Nanggung, Kab. Bogor
Jenis Pekerjaan Jumlah Rata-rata Standar Deviasi P-value
Non-Pengolah emas 36 0.509 0.455 0,012
Pengolah emas 10 0,824 0,408
Rata-rata kadar merkuri pada responden yang mempunyai jenis
pekerjaan non-pengolah emas adalah 0.509 ppm, sedangkan rambut pengolah
emas memiliki rata-rata kadar merkuri lebih tinggi sebesar 0,824 ppm.
Berdasarkan tabel 5.13 diperoleh hasil analisa uji t independen dengan Pvalue
sebesar 0,012. Artinya, pada alpha 5% terdapat hubungan yang bermakna
secara statistik antara jenis pekerjaan dengan kadar merkuri dalam rambut.
3. Hubungan Status Gizi dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Variabel status gizi di kategorikan menjadi 4 kategori yaitu 0 untuk
sataus gizi normal (IMT = 18,5 – 24,9), 1 untuk underweight (IMT < 18,5), 2
untuk overweight (IMT 25-29,9), 3 untuk obese (IMT > 30). Untuk
mengetahui hubungan status gizi dengan kadar merkuri dalam rambut
digunakan uji Anova. Hasil uji Anova disajikan dalam tabel 5.14 sebagai
berikut :
75
Tabel 5.14
Hubungan Status Gizi dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat
Sekitar Peti Desa Malasari, Kec. Nanggung, Kab. Bogor
Status Gizi Rata-rata Standar Deviasi Rata-rata
95% CI
P-value
Normal 0,574 0,448 0,389 – 0,759 0,69
Kurus 0,562 0,489 0,332 – 0,791
Gemuk 0,968 - -
Berdasarkan tabel 5.14 diperoleh hasil uji Anova dengan Pvalue
sebesar 0,69. Artinya pada alpha 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna
secara statistik antara status gizi dengan Kadar Merkuri dalam Rambut.
4. Hubungan Konsumsi Ikan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Tabel 5.15
Hubungan Konsumsi Ikan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari, Kec. Nanggung, Kab. Bogor
Variabel P-value r
Konsumsi Ikan dengan
Kadar merkuri
0,965 0,007
Berdasarkan Tabel 5.15 diperoleh P-value 0,965. Artinya, Pada
alpha 5% tidak terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi
ikan dengan kadar merkuri. Hal ini diperkuat dengan nilai koefisien korelasi
sebesar 0,007. Berdasarkan tabel interval kekuatan Colton diperoleh hasil
76
bahwa nilai korelasi berada dalam range 0,00 – 0,25. Artinya hubungan antara
variabel umur dan kadar merkuri mempunyai hubungan sangat lemah.
5. Hubungan Jarak Rumah dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Variabel jarak rumah dikategorikan menjadi dua kategori yaitu 0 jika
jarak rumah terhadap tempat pengolahan emas > 261 mter, 1 jika jarak rumah
terhadap tempat pengolahan emas ≤ 261 meter.
Tabel 5.16
Hubungan Jarak Rumah dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari, Kec. Nanggung, Kab. Bogor
Jarak Rumah Jumlah Persentase Standar
Deviasi
P-value
> 261 12 26 0,022 0,000
≤261 34 74 0,476
Rata – rata kadar merkuri pada responden yang bertempat tinggal >
261 meter sebesar 0,505 ppm, sedangkan rata – rata kadar merkuri pada
responden yang bertempat tinggal ≤ 261 meter sebesar 0,602 ppm.
Berdasarkan tabel 5.16 diperoleh P-value 0,000. Artinya, pada alpha 5%
terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara jarak rumah dengan
Kadar Merkuri dalam Rambut.
77
6. Hubungan Lama Tinggal dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Tabel 5.17
Hubungan Lama Tinggal dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Masyarakat Sekitar Peti Desa Malasari, Kec. Nanggung, Kab. Bogor
Variabel P-value r
Lama tinggal dengan kadar merkuri 0,000 0,675
Berdasarkan tabel 5.17 didapatkan Pvalue yaitu 0,000. Artinya, pada
alfa 5% variabel lama tinggal berhubungan dengan kadar merkuri. Selain itu,
diperoleh nilai koefisien korelasi sebesar 0,675. Berdasarkan tabel interval
Colton diperoleh hasil bahwa nilai r berada pada interval 0,5 – 0,75. Artinya,
korelasi antara variabel lama tinggal dan kadar merkuri mempunyai hubungan
kuat. Koefisien korelasi menunjukkan nilai yang positif sehingga hubungan
kedua variabel tersebut searah. Artinya semakin lama responden tingal di
Desa Malasari, maka semakin tinggi pula kadar merkuri dalam rambut.
78
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, yaitu :
1. Penelitian ini menggunakan desain cross sectional yang mempunyai
kelemahan dalam menentukan hubungan sebab akibat antara faktor risiko dan
kadar merkuri dalam rambut (outcome). Hal ini dikarenakan variabel bebas
dan terikat dilakukan pengukuran dalam satu waktu yang bersamaan.
Sehingga sulit untuk mengetahui yang terlebih dulu terjadi antara faktor risiko
dan outcome. Akan tetapi, desain cross sectional telah dapat menjawab
pertanyaan dan tujuan penelitian.
2. Pada variabel konsumsi ikan terdapat kemungkinan bias informasi karena
pada saat menjawab pertanyaan tergantung kepada ingatan dan kejujuran
responden saja. Selain itu, konsumsi ikan hanya dilihat frekuensinya tidak
disertai dengan menghitung berat ikan yang dikonsumsi.
3. Biaya analisa sampel yang cukup mahal sehingga analisa hanya dilakukan
satu kali.
4. Pada variabel jarak rumah, peneliti tidak mengukur kecepatan angin pada saat
penelitian dilaksanakan.
79
B. Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari,
Kec. Nanggung, Kab. Bogor
Merkuri merupakan salah satu logam berat yang memiliki tingkat
toksisitas paling tinggi dibanding dengan logam berat lainnya (Sudarmaji dkk,
2006). Selain itu, merkuri mempunyai sifat tidak mudah terurai (non degradable)
sehingga dapat tersebar jauh dari sumber pencemaran namun mudah terabsorbsi.
Merkuri yang terabsorbsi oleh manusia baik melalui inhalasi, kontak kulit,
maupun asupan makanan akan terakumulasi dalam organ tertentu yang dapat
menimbulkan keracunan merkuri.
Keracunan merkuri didefinisikan dengan kadar merkuri yang terkandung
dalam rambut sebagai biomarker (Tabrizian, 2010). Merkuri mempunyai sifat
toksik yang tinggi tetapi tidak bisa menimbulkan penyakit dalam waktu singkat
melainkan membutuhkan waktu puluhan tahun untuk menimbulkan penyakit
kecuali terpapar dalam konsentrasi yang tinggi. Oleh karena itu, membutuhkan
biomarker berupa rambut untuk mengetahui adanya potensi keracunan merkuri
sebagai upaya pencegahan (preventive action).
PETI adalah pengguna tunggal merkuri secara sengaja yang terbesar dan
menyebabkan pencemaran merkuri pada tingkat ekstrem. PETI diketahui sebagai
sumber signifikan pajanan merkuri terhadap manusia di tempat kegiatan tersebut
berlangsung dan berkontribusi terhadap tingkat pencemaran metil merkuri tinggi
pada ikan di badan air sekitar dan hilir dari lokasi PETI (Castilhos et al, 2006
80
dalam Chamid, 2010). Emisi merkuri dari kegiatan PETI merupakan sumber
pencemaran merkuri ke atmosfer yang terbesar kedua di dunia (UNEP, 2008).
Analisa sampel rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari,
Kecamatan Nanggung, Kabupaten Bogor menghasilkan rata-rata kadar merkuri
dalam rambut sebesar 0,577 ppm (Tabel 5.2). Berdasarkan WHO (2002) ambang
batas kadar merkuri pada rambut sebesar 1-2 µg/g. Untuk menimbulkan gejala
keracunan merkuri yang teringan seperti paraesthesia adalah 88 µg/g
(Tritugaswati, dkk, 1986). Sedangkan Menurut Swedish Expert group bahwa
kadar merkuri >30 µg/g pada rambut dapat menimbulkan efek terhadap kesehatan
(FNIHB, 1970).
Rata – rata kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa
Malasari masih relatif rendah dan tidak melebihi ambang batas yang ditetapkan
WHO. Namun demikian, kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di
Desa Malasari perlu diwaspadai karena salah satu sifat dari logam merkuri adalah
akumulatif. Logam merkuri akan terakumulasi di dalam tubuh yaitu terjadi
inhibisi enzim dan kerusakan sel sehingga lambat laun akan mempengaruhi
kesehatan masyarakat yaitu keracunan merkuri yang menyebabkan cacat dan
kematian. Ketika kadar merkuri dalam tubuh rendah, akan berubah menjadi tinggi
jika paparan terhadap merkuri masih terus terjadi.
Selain itu, merkuri merupakan logam yang tidak dibutuhkan
keberadaannya di dalam tubuh sama sekali walaupun dalam kadar yang sangat
kecil. Hal ini berbeda dengan mineral-mineral lainnya seperti Fe, Mg, Ca, dan
81
sebagainya. Mineral-mineral tersebut dibutuhkan tubuh dalam kadar tertentu dan
akan menimbulkan gangguan jika kadarnya melebihi kadar yang dibutuhkan.
Efek dari paparan merkuri yang terjadi terus menerus adalah gangguan
syaraf meskipun organ lain juga terlibat seperti sistem pencernaan, sistem
pernapasan, hati, imunitas, kulit, dan ginjal. Keracunan merkuri menimbulkan
gangguan CNS seperti ataxia, pandangan menyempit, pendengaran menurun, dan
neurophaty (Risher dkk, 2002 dalam Inswiasri, 2011). Ditambah lagi, penyerapan
merkuri ke dalam tubuh berlangsung sangat cepat. Metil merkuri dapat diserap
secara langsung melalui pernapasan dengan kadar penyerapan 80 %. Uap merkuri
dapat menembus membran paru-paru. Apabila terserap ke tubuh, merkuri akan
terikat dengan protein sulfurhidril seperti sistein dan glutamine yang terkandung
dalam rambut. Di dalam darah, 90% dari metil merkuri diserap ke dalam eritrosit
dan metil merkuri juga dijumpai dalam rambut. Menurut Irving, et al (1975)
dalam Mahaffey (2005) jumlah merkuri yang dimasukkan ke dalam akar rambut
adalah berbanding dengan kepekatan merkuri di dalam darah. Semua komponen
merkuri yang masuk ke dalam tubuh manusia secara terus menerus akan
menyebabkan kerusakan permanen pada otak, hati, dan ginjal (Roger et al, 1984).
Kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI tidak terlalu tinggi
dapat disebabkan kegiatan pengolahan emas tidak dilakukan setiap hari.
Masyararakat yang mempunyai pekerjaan sebagai gurandil atau pengolah emas
akan melakukan pengolahan emas jika barang mentah (bijih emas) tersedia.
Berdasarkan hasil wawancara dengan para pengolah disebutkan bahwa intensi
82
masyarakat untuk mengolah emas sudah menurun. Hal ini disebabkan untuk
mendapatkan bijih emas sangat sulit akibat cadangan bijih emas semakin menipis
dan terletak sangat dalam serta harus melewati medan yang terjal untuk mencapai
lokasi pengambilan bijih emas. Oleh karena itu, masyarakat Desa Malasari
banyak yang berpindah pekerjaan dan menjadikan kegiatan PETI sebagai
pekerjaan sampingan sehingga kegiatan PETI tidak dilakukan setiap hari. Karena
kegiatan pengolahan emas tidak dilakukan setiap hari, maka pemaparan merkuri
akan berkurang.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Rosmananda (1994) yang
menganalisa kadar merkuri dalam rambut masyarakat Kelurahan Kalibaru,
Cilincing, Jakarta menghasilkan rata-rata kadar merkuri masyarakat pemakan
kerang hijau relatif rendah yaitu sebesar 0,11 ppm dengan kadar merkuri ter-
rendah 0,008 ppm dan ter-tinggi 0,503 ppm.
Berbeda dengan penelitian Nina (2007) yang menganalisa kadar merkuri
pada rambut penambang emas di Desa Bantar karet. Desa Bantar Karet
merupakan salah satu desa di Kecamatan Nanggung, terletak di bawah Desa
Malasari. Dihasilkan bahwa rata-rata kadar merkuri pada rambut penambang di
Desa Bantar Karet adalah 2,371 ppm. Hal ini disebabkan Desa Malasari
merupakan Desa yang terletak di Hulu Kecamatan Nanggung sehingga tidak ada
kemungkinan terjadinya pencemaran dari tempat sebelumnya. Berbeda dengan
Desa Bantarkaret yang terletak di bawah desa yang terdapat kegiatan PETI.
83
Berdasarkan penelitian Irawadi (2008) pada masyarakat sekitar
penambangaan emas tradisional di Desa Kalirejo, Kecamatan Kokap, Kabupaten
Kulon Progo ditemukan 31 orang (43,7%) mengalami keracunan merkuri dan 40
orang (56,3%) tidak mengalami keracunan merkuri. Hasil penelitian Sutomo,
dkk (2004) pada 26 pekerja tambang dan 89 penduduk yang bertempat tinggal di
sekitar penambangan emas di Desa Kalirejo melalui pemeriksaan darah
menghasilkan 20 orang dari 26 pekerja tambang dan 50 orang dari 89 penduduk
mengalami keracunan merkuri.
Meskipun rata – rata kadar merkuri dalam rambut relatif rendah, tetapi
kadar tertinggi mencapai lebih dari 1 ppm. Berdasarkan hasil wawancara kepada
responden didapatkan informasi gejala – gejala keracunan merkuri yang telah
dialami oleh responden yaitu rasa kesemutan (parthestesia) sebanyak 65,2%,
kehilangan rasa (hypoanasthesia) sebanyak 32,6%, pendengaran berkurang
sebanyak 17,4%, kesulitan menggerakkan kaki sebanyak 43,5%, penyempitan
sudut pandang sebanyak 8,7%.
Hasil ini sejalan dengan laporan Dinas Kesehatan Provinsi Kalimantan
Barat Tahun 2000 bahwa hasil anamnesia menunjukkan proporsi responden yang
menunjukkan gejala keracunan merkuri yaitu rasa kesemutan sebesar 47,1%,
kehilangan rasa 9,6%, pendengaran berkurang sebesar 4,6%, kesulitan
menggerakkan kaki 6,7%, dan penyempitan sudut pandang 2,5%. Fenomena ini
dapat dijadikan sebagai tanda terjadinya keracunan merkuri (Cakrawati, 2002).
84
1. Hubungan Umur dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Pada penelitian ini diperoleh rata-rata responden berumur 24 tahun dengan
umur minimum 5 tahun dan umur maksimum 57 tahun. Hasil uji korelasi antara
umur dengan kadar merkuri dalam rambut diperoleh Pvalue 0,00. Artinya pada
alpha 5% variabel umur berhubungan signifikan dengan kadar merkuri dalam
rambut masyarakat sekitar PETI di Desa Malasari (Tabel 5.12).
Selain itu, hasil uji korelasi menyebutkan bahwa nilai koefisien korelasi
sebesar 0,647 ppm. Berdasarkan tabel interval Colton diperoleh hasil bahwa nilai
r berada pada interval 0,51 – 0,75. Artinya, korelasi antara variabel umur dan
kadar merkuri mempunyai hubungan kuat. Koefisien korelasi menunjukkan nilai
yang positif sehingga hubungan kedua variabel tersebut searah. Artinya jika
umur responden semakin tua maka semakin tinggi pula kadar merkuri dalam
rambut.
Berdasarkan hasil analisa sampel rambut didapatkan bahwa responden
yang mempunyai kadar merkuri di atas 1 ppm berada pada umur 24 tahun ke
atas. Responden yang berumur lebih dari 24 tahun mempunyai kemungkinan
3,751 kali lebih tinggi kadar merkuri pada rambutnya dibanding dengan
responden yang berumur kurang dari 24 tahun. Distribusi kadar merkuri lebih
dari 1 ppm berdasarkan umur dapat dilihat pada tabel berikut:
85
Tabel 6.1
Distribusi Responden yang Mempunyai Kadar Merkuri > 1 ppm
Berdasarkan Umur pada Masyarakat Sekitar PETI di Desa Malasari
Umur
(tahun)
Kadar Merkuri dalam
Rambut (Ppm)
40 1,328
40 1,121
44 1,032
45 1,297
57 1,362
24 1,052
45 1,028
Menurut Tugaswati (2006) dan Hamid (1991) umur merupakan salah
satu faktor yang dapat mempengaruhi kerentanan tubuh terhadap logam berat.
Biasanya semakin bertambahnya umur dan bahan yang masuk, maka kadar
merkuri dalam tubuh akan meningkat (Warsono, 2000). Mengingat merkuri
bersifat akumulatif maka umur dapat mempengaruhi kadar Hg total dalam
rambut (Agustina, 1997).
Penelitian ini memiliki kesamaan dengan hasil penelitian Hartono
(2003) bahwa variabel umur mempunyai hubungan yang bermakna dengan
kadar merkuri dalam rambut pekerja tambang. Responden yang berumur lebih
dari 35 tahun mempunyai kemungkinan 5,678 kali kadar merkuri pada
rambutnya dibanding dengan pekerja yang berumur kurang dari 35 tahun.
86
Hal ini sejalan dengan teori bahwa semakin bertambah umur
seseorang, semakin menurun fungsi organ tubuhnya. Dengan menurunnya
fungsi organ, maka kinerja metabolisme juga akan menurun. Salah satunya
adalah ekskresi. ekskresi senyawa merkuri melalui ginjal sangat dipengaruhi
oleh laju filtrasi glomerulus. Pada kondisi normal, laju filtrasi glomerulus atau
Glomeruli Filtration Rate (GFR) rata-rata sebanyak 120 ml/menit. Akan
tetapi, setelah usia 25 tahun, GFR akan menurun dengan kecepatan sekitar 1
ml per menit per tahun. Pada usia lebih dari 50 tahun, penurunan laju filtrasi
glomerulus berkurang secara bermakna. Pada usia 70 tahun, laju filtrasi hanya
rata-rata separuhnya yaitu 65 ml per menit (Mutschler dalam Hartono, 2003).
Dengan menurunnya kecepatan filtrasi di glomerulus menyebabkan
pengurangan ekskresi merkuri melalui urin. Akibatnya kadar merkuri dalam
sirkulasi darah meningkat dan menyebabkan kenaikan ekskresi merkuri pada
jalur lainnya seperti kuku dan rambut. Hal ini diperkuat dengan bermaknanya
hasil uji korelasi antara variabel lama tinggal dengan kadar merkuri dalam
rambut (Tabel 5.17).
2. Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Menurut Warsono (2000) salah satu faktor yang mempengaruhi kadar
merkuri dalam tubuh adalah jenis pekerjaan. Hal ini tergantung di lingkungan
mana manusia bekerja. Pada peneilitian ini 22% responden mempunyai
87
pekerjaan sebagai pengolah emas dan 78% responden berpekerjaan selain
pengolah emas (Tabel 5.7).
Dari hasil uji statistik didapatkan rata-rata kadar merkuri pada
responden yang mempunyai jenis pekerjaan non-Pengolah emas adalah 0.509
ppm sedangkan pada pengolah emas sebesar 0,824 ppm (Tabel 5.4).
Berdasarkan hasil analisa uji t independen diperoleh P value sebesar 0,018
(tabel 5.13). Artinya pada alpha 5% terdapat hubungan yang bermakna secara
statistik antara jenis pekerjaan dengan kadar merkuri dalam rambut.
Hal ini sejalan dengan hasil penelitian Inswiasri (2011) Kadar merkuri
di lingkungan petambang mempunyai risiko 2,615 kali dari non-petambang.
Rata-rata kadar merkuri pada rambut penambang di Desa Bantar Karet adalah
2,371 ppm. Sedangkan rata-rata kadar merkuri pada rambut penduduk adalah
0,252 ppm. Berdasarkan penelitian Cakrawati (2002) diperoleh hasil 78 %
penambang emas di Pontianak mempunyai proporsi kadar merkuri terbesar
dibandingkan dengan pekerjaan lainnya seperti POLRI, PNS, ibu rumah
tangga, dan siswa. Terdapat juga hasil penelitian Andi, dkk (2011) bahwa
pengolah emas mempunyai risiko 5,02 kali lebih tinggi daripada non-
pengolah emas.
Hal ini dikarenakan responden yang mempunyai pekerjaan sebagai
pengolah emas mengalami kontak langsung terhadap merkuri baik melalui
pernapasan maupun kulit. Apalagi pengolah emas tidak menggunakan alat
pelindung diri dalam melakukan pengolahan emas. Merkuri merupakan logam
88
berat yang mudah menguap. Penguapan merkuri berbanding lurus dengan
suhu. Semakin tinggi suhu, semakin cepat merkuri akan menguap. Akibatnya
risiko terjadinya pajanan uap merkuri terhadap pengolah emas sangat tinggi.
Akan tetapi, Pencemaran merkuri tidak hanya berisiko terhadap pengolah
emas saja, tetapi juga terhadap masyarakat sekitar tempat pengolahan emas
apalagi ketika lokasi pengolahan emas bercampur dengan pemukiman.
Pada setiap tempat pembakaran amalgam terdapat cerobong asap yang
langsung keluar ke udara bebas tanpa ada proses pengolahan terlebih dahulu.
Akibatnya uap merkuri tersebar di luar ruangan pengolahan (gelundung).
Selain itu, merkuri yang dipanaskan akan lebih cepat menguap dan
mempunyai toksistas lebih tinggi. Masyarakat yang berada di luar ruangan
pengolahan akan mempunyai kemungkinan untuk terpapar uap merkuri
sehingga selisih antara kadar merkuri pada pengolah emas dan selain
pengolah emas tidak terlalu besar.
3. Hubungan Status Gizi dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Status gizi merupakan keadaan tubuh seseorang yang dipengaruhi oleh
konsumsi makanan. Pada penelitian ini, nilai status gizi dilihat dari indeks
masa tubuh. Dari 46 orang, 54% responden dalam kategori normal, 44%
responden dalam kategori kurus, dan 2% responden dalam kategori gemuk
(Tabel 5.8). Berdasarkan hasil uji anova didapatkan Pvalue 0,69 sehingga
pada alpha 5% tidak terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara
variabel status gizi dengan keracunan merkuri.
89
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Andi, dkk (2011) bahwa
status gizi dengan indikator indeks masa tubuh secara statistik tidak
menunjukkan adanya hubungan yang signifikan dengan kadar merkuri pada
rambut. Tidak adanya hubungan antara variabel status gizi dengan kadar
merkuri dalam rambut karena 54% responden berada pada kategori normal.
Secara teori, status gizi dapat mempengaruhi daya tahan tubuh seseorang
terhadap paparan logam berat. Pada dasarnya merkuri mempunyai sifat mudah
larut dalam lemak sehingga orang yang memiliki kadar lemak yang tinggi
dalam tubuhnya akan mempengaruhi absorbsi merkuri dalam tubuh dan
ekskresi merkuri dari tubuh karena lemak yang berlebihan akan disimpan
dalam jaringan lemak. Begitu juga dengan merkuri yang larut di dalamnya.
Akan tetapi tidak semua jenis merkuri larut dalam lemak sehingga merkuri
yang tidak larut akan berikatan dengan gugus sufhidril. Oleh karena itu, pada
IMT normal, kadar lemak dalam tubuh rendah dan kemungkinan merkuri
yang larut di dalamnya juga rendah.
Selain itu, Kekurangan gizi akan meningkatkan kadar merkuri yang
bebas dalam darah. Menurut Fergusson (1991) bahwa kadar Ca dan Fe yang
tinggi dalam makanan akan menurunkan penyerapan logam berat. Tetapi jika
tubuh kekurangan Ca dan Fe, penyerapan logam berat akan meningkat.
Dinyatakan juga bahwa defisiensi Fe dan P akan mengakibatkan gangguan
ekskresi logam berat dari tulang sehingga akan meningkatkan kadar merkuri
pada jaringan lunak.
90
Oleh karena itu, diperlukan suatu keseimbangan dalam mengkonsumsi
makanan sebagaimana dalam firman Allah SWT dalam QS. Al-A’raf : 31
…..
“Makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan
Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.
Di dalam tafsir jalalain diterangkan bahwa dalam ayat ini, Allah
membolehkan manusia untuk memakan semua makanan yang halal dan baik
tetapi allah juga memberikan batasan yaitu larangan untuk makan dan minum
ketika berelebihan. Maksudnya adalah larangan untuk melampaui batas yang
dibutuhkan oleh tubuh dan larangan melampaui batas-batas makanan yang
dihalalkan. Karena makanan yang melampaui batas yang dibutuhkan oleh
tubuh dapat menimbulkan ketidakseimbangan metabolisme yang pada
akhirnya menyebabkan penyakit.
4. Hubungan Konsumsi Ikan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Variabel konsumsi ikan merupakan rata – rata kebiasaan responden
untuk mengkonsumsi ikan. Pada penelitian ini, rata – rata responden
mempunyai kebiasaan untuk mengkonsumsi ikan sebanyak 5 kali per minggu.
Konsumsi ikan minimal sekali dalam seminggu dan paling sering setiap hari
(Tabel 5.9). Dari hasil uji korelasi diperoleh Pvalue 0,965. Artinya, pada
alpha 5% tidak terdapat hubungan yang signifikan antara frekuensi konsumsi
ikan dengan kadar merkuri. Hal ini diperkuat dengan nilai koefisien korelasi
91
sebesar 0,007. Artinya, nilai korelasi antara variabel umur dan kadar merkuri
mempunyai hubungan sangat lemah.
Penelitian ini berbeda dengan hasil penelitian Irawadi (2008) yang
menunjukkan bahwa konsumsi ikan bermakna secara statistik dengan nilai
Pvalue 0,022 dan penelitian Rizal (2003) pada 50 masyarakat Desa
Tangkiling didapatkan adanya hubungan yang bermakna antara konsumsi ikan
dan kadar merkuri di rambut.
Hal ini dikarenakan masyarakat Desa Malasari mengkonsumsi ikan
dari pasar yang berasal dari luar daerah PETI sehingga mempunyai kadar
merkuri yang rendah. Hasil Analisis kimia contoh ikan mas di kecamatan
Nanggung menunjukkan konsentrasi merkuri antara 0,082 – 0,1 ppm.
Sedangkan ikan mujair menunjukkan konsentrasi merkuri antara 0,02 – 0,06
ppm. Ikan yang dikeringkan menunjukkan konsentrasi merkuri antara 0,04 –
0,1 ppm. Kadar tersebut masih berada di bawah ambang batasyaitu > 0,5 ppm
(Zulkifli, 2006). Menurut JECFA (1972) TWI (tolerable weekly intake) untuk
merkuri 3,3 µg/kg dan Canada 0,47 µg/kg.
Meskipun frekuensi konsumsi ikan tidak berhubungan secara statistik,
mayoritas masyarakat Desa Malasari mengkonsumsi ikan setiap hari sehingga
kadar merkuri akan terakumulasi dalam tubuh dan lambat laun akan menjadi
tinggi. Masuknya logam berat dalam jumlah yang membahayakan dapat
melalui rantai pangan pendek (hewan - manusia) atau rantai pangan panjang
(tanaman – hewan – manusia) (Notohadiprawiro, 1995).
92
Menurut Hutagalung (1985) dalam Rompas (1995), secara alami
unsur-unsur logam berat terdapat dalam air pada kadar yang sangat rendah.
Hal ini berarti dengan adanya bahan pencemar akan meningkatkan kadar
merkuri di dalam air. Peningkatan kadar merkuri ini dapat mengkontaminasi
ikan-ikan dan makhluk air lainnya. kemudian akan dimakan ikan atau hewan
air yang lebih besar. Selanjutnya ikan-ikan tersebut akan dikonsumsi manusia
sehingga secara tidak langsung manusia telah mengumpulkan merkuri di
dalam tubuhnya.
Menurut Palar (1994) masuknya merkuri ke dalam tubuh organisme
hidup terutama melalui makanan, Karena hampir 90% dari bahan beracun atau
logam berat (Merkuri) masuk ke dalam tubuh melalui makanan, sisanya
masuk secara difusi atau perembesan lewat jaringan dan melalui peristiwa
pernapasan. Dalam rantai makanan ion metil merkuri yang mudah termakan
organisme akan larut dalam lipida selanjutnya ditimbun dalam jaringan lemak
pada ikan tanpa menunjukkan gangguan merkuri.
Merkuri yang masuk ke dalam tubuh manusia baik melalui rantai
makanan maupun melalui pernapasan dapat menghambat enzim Glutathione
reductase dan Seric phosproglucose isomerase dengan mengikat gugus –SH
(sulfihidril) dan apabila terakumulasi dapat merusak otak, ginjal, dan hati.
Kerusakan jangka panjang dapat merusak sistem saraf pusat yang dapat
memberikan efek yang sangat berbahaya. Selain itu juga dapat mengakibatkan
rusaknya kromosom yang menyebabkan cacat bawaan.
93
Oleh sebab itu, Islam menganjurkan manusia agar berhati – hati dalam
memilih makanan. Allah SWT memerintahkan manusia untuk mengkonsumsi
makanan yang halal dan baik (Halalan Thoyyiban). Sebagaimana firman
Allah SWT dalam QS. Al-Maidah ayat 88 sebagai berikut :
“Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah
telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman
kepada-Nya”.
Dalam tafsir Syaikh Nashir as-Sa’dy (2005) makanan yang halal
adalah yang diproses, diperoleh dan sumber nya dengan cara yang halal, yaitu
tidak dari hasil curian, korupsi. Selain itu, makanan yang dimakan tidak hanya
halal, tetapi juga harus baik, yaitu cukup bergizi, makanan yang lengkap dan
seimbang porsi dengan kebutuhan aktivitas bekerja, tidak mengandung zat-zat
membahayakan seperti merkuri, alami, dan tidak berlebihan.
5. Hubungan Jarak Rumah dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Variabel jarak rumah merupakan jarak antara tempat tinggal
responden dengan tempat pengolahan emas. Pada penelitian ini, rata – rata
kadar merkuri pada responden yang bertempat tinggal > 261 meter sebesar
0,505 ppm, sedangkan responden yang bertempat tinggal ≤ 261 meter sebesar
0,602 ppm. Hasil uji t independen diperoleh Pvalue 0,000. Artinya pada alpha
94
5% terdapat hubungan yang bermakna secara statistik antara jarak rumah
dengan keracunan merkuri (Tabel 5.16).
Penelitian ini mempunyai kesamaan dengan hasil penelitian
Maruapey (2006) terhadap penambang emas dengan media pelarut merkuri di
daerah Kalirejo. dihasilkan bahwa 7 sumur dari 14 sumur masyarakat yang
berada di sekitar tambang telah tercemar merkuri. Pencemaran ini disebabkan
karena jarak antara tempat pengolahan dengan sumur penduduk terlalu dekat.
Selain itu, terdapat juga penelitian Andi, dkk (2011) bahwa jarak tempat
tinggal dan kadar merkuri berhubungan secara statistik. Tingginya kadar
merkuri di daerah PETI berhubungan dengan proses pengolahan yang
dilakukan di halaman rumah, dapur, atau kebun (Suhandi, 2006). Sebanyak 10
- 30% merkuri yang digunakan dalam kegiatan PETI akan terlepas ke
lingkungan (Aspinal, C. et al, 2006 dalam inswiasri, 2011).
Hal ini dikarenakan paparan merkuri tidak hanya berupa makanan,
tetapi juga berupa uap merkuri yang terbang bebas di udara. Menurut Andi
(2011) pada kecepatan angin normal, merkuri akan mengendap pada jarak 261
meter. Akan tetapi, belum ada penelitian lebih lanjut jika pada keadaan lain.
Pada saat penelitian, kecepatan angin tidak diukur secara langsung tetapi
menggunakan kecepatan angin normal.
Tempat yang terletak di dekat sumber pencemaran akan mempunyai
risiko lebih besar untuk terpapar merkuri. Paparan merkuri melalui udara
memiliki potensi paling besar daripada melalui air dan ikan (Inswiasri, 2011).
95
Paparan uap merkuri diserap sekitar 80% dari udara (WHO, 1991). Uap
merkuri yang terhirup, segera masuk ke dalam darah dan apabila sampai ke
otak akan merusak jaringan otak (Alfreds, 2002). Menurut Hawley (1981)
dalam Alfreds (2002) bahwa senyawa merkuri sangat beracun dan dapat
masuk melalui pernapasan dan penyerapan kulit dengan batas toleransi 0,05
mg/m3 dalam udara. Bila ada oksigen, merkuri akan diasamkan secara
langsung ke dalam bentuk ionik. Uap merkuri berada dalam bentuk
monoatom yang apabila terserap ke dalam tubuh akan menuju alveolar.
Bentuk merkuri ini mudah masuk melalui sawar otak dan plasenta. Di otak
akan berakumulasi di korteks cerebrum dan cerebellum dimana merkuri akan
teroksidasi menjadi bentuk ion merkuri (Hg2+
). Ion merkuri tersebut akan
berikatan dengan sulfhidril dari protein enzim dan protein seluler sehingga
menggangu fungsi enzim dan transport sel. Pemanasan logam merkuri
membentuk uap merkuri oksida yang bersifat korosif pada kulit, selaput
mukosa mata, mulut, dan saluran pernafasan.
6. Hubungan Lama Tinggal dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Variabel lama tinggal merupakan kurun waktu lama tinggal responden
di daerah sekitar pengolahan emas baik di Desa Malasari maupun di daerah
lain. Berdasarkan tabel 5.9 diketahui bahwa rata-rata lama tinggal responden
di daerah pengolahan emas selama 16 tahun. Lama tinggal masyarakat di
sekitar tempat pengolahan emas minimal 5 tahun dan maksimal 45 tahun.
96
Hasil uji korelasi diperoleh Pvalue yaitu 0,000. Pada Alpha 5%
variabel lama tinggal berhubungan signifikan dengan kadar merkuri.
Diperoleh juga nilai r tidak sama dengan nol yaitu 0,675. Berdasarkan tabel
interval kekuatan Colton diperoleh hasil bahwa nilai r berada pada interval 0,5
– 0,75. Artinya, korelasi antara variabel lama tinggal dan kadar merkuri
mempunyai hubungan kuat. Koefisien korelasi menunjukkan nilai yang
positif. Artinya semakin lama responden tingal di Desa Malasari, maka
semakin tinggi pula kadar merkuri dalam rambut.
Penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Andi, dkk (2010) Lama
tinggal responden berhubungan dengan keracunan merkuri. Lama tinggal
lebih dari 15 tahun berisiko 7,07 kali. Hal ini sejalan dengan teori bahwa
gejala klinis keracunan merkuri akan muncul setelah 10 tahun sampai 15
tahun mendatang tergantung dari besarnya paparan yang terjadi di lingkungan
tersebut (Tugaswati, 199). Kondisi tersebut menunjukkan bahwa kadar
merkuri yang melebihi ambang batas mulai menunjukkan pengaruh terhadap
kesehatan masyarakat yang tingal cukup lama di daerah tersebut.
Hasil penelitian Kementrian Lingkungan Hidup di Kabupaten
Wonogiri tentang paparan merkuri membutikan bahwa lama kerja
berhubungan dengan keracunan merkuri (KLH, 2009). Meskipun memiliki
perbedaan obyek yang diamati yaitu pekerja tambang dan masyarakat. Akan
tetapi, kedua variabel menunjukkan bahwa paparan merkuri yang lama akan
meningkatkan kadar merkuri dan berdampak pada menurunnya gangguan
97
kesehatan. Terdapat juga penelitian lain yang dilakukan oleh Tugaswati
(1997) di daerah bekas penambangan emas di Kabupaten Indramayu,
membuktikan bahwa daerah yang pernah digunakan untuk aktivitas
penambangan ternyata masih memiliki risiko paparan logam berat merkuri
yang cukup tinggi meskipun aktivitas penambangan tidak berjalan lagi. Hal
ini membuktikan bahwa kadar merkuri tidak hilang meskipun dalam waktu
yang lama.
Sejalan dengan penelitian tersebut membuktikan bahwa adanya kadar
merkuri pada rambut masyarakat yang tinggal di sekitar sungai Mandor yaitu
5,71 μg/g sampai 27,18 μg/g pada sampel kasus dan 0,67 μg/g sampai 4,62
μg/g pada sampel kontrol. Hal ini terjadi karena akumulasi merkuri dalam
jangka panjang yang terdapat pada lingkungan dan bahan makanan yang
dikonsumsi masyarakat dalam waktu yang lama.
98
BAB VII
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka dapat diambil
beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1. Rata – rata kadar merkuri dalam rambut masyarakat sekitar PETI di Desa
Malasari masih di bawah ambang batas WHO yaitu 0,577 ppm. Akan tetapi,
hal ini perlu diwaspadai karena merkuri bersifat akumulatif.
2. a. Rata-rata responden berumur produktif yaitu 24 tahun
b. Sebagian besar responden bekerja sebagai non-pengolah emas.
c. Sebagian besar responden berstatus gizi normal.
d. Rata – rata responden mengkonsumsi ikan 5 kali per minggu.
e. Sebagian besar responden mempunyai risiko lebih besar untuk terpapar
merkuri karena mempunyai jarak rumah ≤ 261 meter dengan pengolahan
f. Rata-rata responden tinggal di daerah pengolahan emas selama 16 tahun.
3. Ada hubungan antara variabel umur dengan kadar merkuri dalam rambut.
4. Ada hubungan antara jenis pekerjaan dengan kadar merkuri dalam rambut.
5. Tidak ada hubungan antara status gizi dengan kadar merkuri dalam rambut
6. Tidak ada hubungan antara frekuensi konsumsi ikan dengan kadar merkuri.
7. Ada hubungan antara jarak rumah dengan kadar merkuri.
8. Ada hubungan antara lama tinggal dengan kadar merkuri.
99
B. Saran
1. PETI
Perlunya mengurus perizinan untuk kegiatan pengolahan emas sehingga
aktivitas pengolahan bisa berjalanan dengan baik.
2. Pemerintah
a. Tempat pengolahan emas yang telah ada di Desa Malasari terletak di
belakang rumah masing – masing penduduk sehingga pajanan merkuri
terhadap masyarakat terjadi secara langsung. Oleh karena itu, diperlukan
suatu tempat khusus yang dapat menampung semua kegiatan PETI dan
terletak jauh dari pemukiman penduduk.
b. Perlunya pembuatan sistem pengolahan sisa tailing dan uap hasil
pembakaran amalgam sehingga pencemaran merkuri baik ke lingkungan
maupun ke manusia bisa dihindarkan.
c. Perlunya penyuluhan kepada para pengolah emas tentang bahaya logam
berat dan pentingnya penggunaan alat pelindung diri ketika melakukan
pengolahan emas.
d. Perlunya membentuk trainer of trainer (TOT) untuk menciptakan
aktivitas pengolahan emas yang ramah lingkungan dan aman bagi
kesehatan.
2. Peneliti Selanjutnya
Kepada peneliti selanjutnya diharapkan mengukur paparan merkuri
melalui pernafasan dan konsumsi ikan per hari per orang.
100
DAFTAR PUSTAKA
Agus, Suyono. 2011. Dampak Penggunaan Hg pada Penambangan Emas Rakyat
terhadap Lingkungan. Yogyakarta : UPN Veteran.
Alfian Z. 2006. Merkuri: Antara Manfaat dan Efek Penggunaannya bagi Manusia
dan Lingkungan. Naskah Pidato Pengukuan Guru Besar. Medan : USU.
Alfreds R, Johnly. 2002. Dampak Merkuri Terhadap Kesehatan. Jakarta : Jurnal
Kedokteran Yarsi Vol. 10 No. 2 : 82 – 85.
Almatsier, Sunita. 2009. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia.
Al-quran Al-karim
Andri, dkk. 2011. Kadar Merkuri pada Rambut Masyarakat di Sekitar Penambangan
Emas Tanpa Izin. Semarang: Media Medika Indonesiana Vol.45 No. 3 :181-187.
Aspinall, C. 2001. Small scale mining in Indonesia. Report of MMSD Project No. 79
Azhari H, et al. 2010. Peripheral Neurophaty : Differential Diagnosis and
Management. Michigian State University College of Human Medicine Vol. 81.
Azhar, Khadijah. 2000. Tingkat Pencemaran Merkuri di Sungai Cikaniki dan
Perkiraan Dampaknya bagi Masyarakat Sekitar. Depok : UI.
Badan Pengendalian Dampak Lingkungan (Bapedal). Peraturan Pemerintah Nomor:
41 Tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara. Jakarta.
Baker S, M. 2007. Who Ignores Individuality Fails the Patient. New York:
International symposium of The Institute for Functional Medicine.
Budiono, dkk. 2003. Hiperkes dan KK, Hygine Perusahaan, Ergonomic, Kesehatan
Kerja, Keselamatan Kerja. Semarang: Badan Penerbit Universitas Diponegoro.
Bustan. 2006. Pengantar Epidemiologi. Jakarta :Rineka Cipta.
Cakrawati, Cucu. 2002. Analisis Faktor Karakteristik Responden dan Kebiasaan
Makan Ikan terhadap Kadar Merkuri dalam Rambut pada Masyarakat Kota
Pontianak Provinsi Kalimantan Barat tahun 2000. Depok : UI.
Chamid, Chusharini dkk. 2010. Kajian Tingkat Konsentrasi Merkuri pada Rambut
Masyarakat Kota Bandung. Bandung: Prosiding SNaPP Edisi Eksakta.
101
Dahlan, Sopiyudin. 2010. Besar Sampel dan Cara Pengambilan Sampel. Jakarta :
Salemba Medika.
Data Monografi Desa Malasari 2011.
Department of Health and Ageing and enHealth Council. 2002. Environmental
Health Risk Assesment, guidelines for assessing human health risk from
environmental Hazard.
Douglas W, Zochodne. 2012. Reversing Neurophatic Deficits. Journal of the
Peripheral Nervous System Vol 17 No. 4-9. The Hotchkiss Brain Institute,
University of Calgary, Canada.
EPA (Environment Protection Agency). 2006. Mercury, Human Health. US.
Grandjean P et al. 2005. Umbilical Cord Mercury Concentration as Biomarker of
Prenatal Exposure to Methyl Mercury. Environmental Health Prespectives.
_______________. 2002. Biomarkers of Environmentally Associated Disease
Technologies; Concepts and Perspectives. Boca Raton : CRC Press.
Handayani, Thukul. 2012. Faktor-Faktor Yang Berhubungan dengan Kadar Merkuri
(Hg) Rambut Ibu di Area Penambangan Emas Tradisional Desa Jendi
Kecamatan Selogiri Kabupaten Wonogiri. Undip.
Hartono, Wahyu. 2003. Faktor – Faktor yang Berhubungan Dengan Kadar Merkuri
dalam Rambut pada Pekerja Laboratorium di Balai Laboratorium Kesehatan
Bandar Lampung Tahun 2003. Depok : UI.
Heriamariaty. 2011. Upaya Pencegahan dan Penanggulangan Pencemaran Air
Akibat Penambangan Emas di Sungai Kahayan. Mimbar Hukum Vol. 23 No. 3
Hal. 431-645.
Hislop JS, et al. 1983. The Use of Keratinised tissues to Monitor The Detailed
Exposure of Man To Metilmercury from Fish. New York: Academic Press.
Koeswadji, dkk. 1991. Analisis Kadar Merkuri dan Kadmium Dalam Beberapa
Hewan laut di Muara Sungai Kalimas. Pusat Studi Lingkungan Universitas
Airlangga Vol. 11. No. 3 : 147 – 156.
Tabrizian, Igor. 2010. Rambut Bisa Menyikap Adanya Racun. Diakses pada jumat, 25
Januari 2013 dari harian kompas.
102
Tjahjono, Bambang. 2005. Penyebaran Merkuri Akibat Usaha Pertambangan Emas
di Daerah Sangon, Kabupaten Kulon Progo, Yogyakarta. Yogyakarta : Subdit
Konservasi.
Inswiasari. 2008. Paradigma Kejadian Penyakit Pajanan merkuri. Jakarta : Jurnal
Ekologi Kesehatan Vol.7 No.2. ISSN 775-785.
________. 2009. Kesehatan Masyarakat Sekitar Lokasi Tambang di Nusa Tenggara
Barat. Media Litbang Kesehatan Vol. XIX No. 1.
________. 2011. Pengendalian Risiko Kesehatan karena Pajanan Merkuri pada
Kegiatan Tambang Emas Tradisional di Kabupaten Gunung Mas, Kalimantan
Tengah. Jurnal Ekologi Kesehatan Vol. 10 No. 3 : 128-143.
International programme on Chemical Safety. 2004. Biological Monitoring of Metal.
Geneva : WHO.
IPCS. 1990. Environmental Health Criteria : Methyl Mercury. World Health
Organization.
____. 1991. Inorganic Mercury, Environmental Health Criteria diakses dari
http://www.inchem.org/document/ehc/ehc/ehc118.htm.[30112007].
____. 2001. Neurotoxicity Risk Assesment for Human Health. Environmental Health
Criteria 223. Geneve.
Ismawati, Yuyun. 2013. Titik Rawan Merkuri di Indonesia. Bali : BaliFokus
Juliawan, Nixon. 2006. Pendataan Penyebaran merkuri pada Wilayah Pertambangan
di Daerah Pongkor. Pusat Sumberdaya Geologi.
Katz S, Chatt A. 1988. Hair Analysis :Application in The Biomedical and
Environmental Sciences. New York : VH Publishers 6-12.
Kementrian Kesehatan RI. Dampak Merkuri pada Lingkungan dan Kesehatan.
Diakses pada 15 februari 2013 dari
http://pppl.depkes.go.id/depkes/index.php?option=com_content&view=article&
id=429:dampak-merkuri-pada-lingkungan-dan-kesehatan&catid=75:program-a-
kegiatan&Itemid=351.
Lameshow. 1997. Besar Sampel dalam Penelitian Kesehatan. Yogyakarta : UGM
Press.
103
Mahaffey R, Kathryn. 2005. Mercury Exposure : Medical dan Public Health Issues.
Transactions of the American Clinical and Climatological Assosiation Vol 116.
Margaret, B. 2010. Analisis Buangan Berbahaya Pertambangan Emas di Gunung
Pongkor. Bogor : IPB.
Nixon J. 2006. “Pendataan Penyebaran merkuri pada Wilayah Pertambangan di
Daerah Pongkor”. Pusat Sumberdaya Geologi.
Notoatmodjo. Soekidjo. 2010. Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka
Cipta.
Palar. 2008. Pencemaran dan Toksikologi Logam Barat. Jakarta : PT. Rineka Cipta.
Petasule, Suparjan. 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian
Keracunan Merkuri pada Pemijar dan Pengolah Emas di Tambang Emas Desa
Hulawa Kecamatan Sumalata Timur Kabupaten Gorontalo Utara Tahun 2012.
Gorontalo : Universitas Negeri Gorontalo.
Riani, etty. 2012. Perubahan Iklim dan Kehidupan Biota Akuatik. Bogor : PT
Penerbit IPB Press.
Rianto, Sugeng. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Keracunan
Merkuri pada Penambang Emas Tradisional di Desa Jendi Kecamatan Selogiri
Kabupaten Wonogiri. Semarang : Universitas Diponegoro.
Rizal, Ayonni. 2003. Kadar Merkuri Rambut Kepala dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi pada Penduduk Kelurahan Tangkiling Kecamatan Bukit Batu
Kota Palangkaraya. Yogyakarta : UGM
Sabri, Luknis dkk. 2008. Statistik Kesehatan. Jakarta : Rajawali Pers.
Sari, Lubis. 2002. Toksisitas Merkuri dan Penanganannya. Medan : USU digitalized
Library.
Sasmito, Zainul Kamal. 2002. Hubungan Warna Rambut dan Jenis Kelamin dengan
Penentuan Kadar Merkuri dalam Rambut Manusia dengan Teknik Aktivasi
Neutron. Jurnal Kedokteran Yarsi Vol. 10. No. 2 : 45 - 50
Sudarmaji dkk. 2006. Toksikologi Logam Berat B3 dan Dampaknya terhadap
Kesehatan. Jurnal Kesehatan Lingkungan Vol.2 No.2.
104
Sugiono, Joko. 1995. Deteksi Dini Penyakit Akibat Kerja. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC.
Suhandi, dkk. 2006. Pendataan Penyebaran Unsur Merkuri pada Wilayah
Pertambangan Emas Daerah Gunung Gede, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa
Barat. Prosiding Pemaparan Hasil-Hasil Kegiatan Lapangan dan Non-Lapangan
Pusat Sumberdaya Geologi Tahun 2006.
Sujatmiko, Bambang. 2012. Penambangan Emas Tanpa Izin di Daerah Aliran Sungai
(DAS) Arut Kec. Arut Utara Ditinjau dari Undang-Undang Nomor 4 Tahun
2009. Jurnal Socioscientia Vol. 4 No. 1.
Suyatno. Menghitung Besar Sampel Penelitian Kesehatan Masyarakat. Semarang :
UNDIP.
Talintukan, Markus. 2009. Proses Bioakumulasi dan Biotransfer Merkuri (Hg) pada
Organisme Perairan di dalam Wadah Terkontrol : Jurnal Matematika dan Sains
Vol. 14 No.3.
Thomas, Brannagan. 2012. Current Issues in Peripheral Neurophaty. Journal of the
peripheral Nervous System vol. 17 No. 1-3. New York : College of Physicians
and Surgeons.
Tsuji. Joyce et al. 2003. Evalution of mercury in urine as an indicator of exposure to
low levels of Mercury Vapor. Enviromental Health Perspectives. Vol.111.
Tugaswati, Tri, dkk. 1997. Studi Pencemaran Merkuri dan Dampaknya terhadap
Kesehatan Masyarakat di Daerah Mundu Kabupaten Indramayu. Jakarta :
Balitbangkes Vol. 25 No. 2.
US-EPA. 1984. Mercury Health Effect Update, Health Issue Assesment. Washington
D.C. (Report No. EPA-600/8-84-019F).
Valerie J, Brown. 2007. Methylmercury and IQ : Dose Response Estimate of Prenatal
Effect. Environmental Health Perspective 115 (4)
Wardini, Cici. 2012. Dinamika Agraria Lokal di Sekitar Kawasan Pertambangan
Emas. Diakses pada senin, 27 Januari 2013 dari
http://skpm.fema.ipb.ac.id/ojs/index.php/skripsi/article/view/152.
Warsono, S. 2002. Pengaruh Bahan Tambal Amalgam Terhadap Kadar Merkuri
pada Darah, Urin, Tinja, dan Rambut Kepala. Jurnal Kedokteran Gigi UI Vol. 7.
No. 1 : 23 – 30.
105
Widodo. 2008. Pengaruh Perlakuan Amalgamasi terhadap Tingkat Perolehan Emas
dan Kehilangan Merkuri : Jurnal Riset Geologi dan Pertambangan Vol.18 : 47-
53.
Widowati W, dkk. 2008. Efek toksik logam Pencegahan dan penanggulangan
pencemaran. Yogyakarta : Penerbit Andi.
Wurdiyanto, Gatot. 2007. Merkuri : bahaya dan Pengukurannya. Buletin Alara
Volume 7 Pusat Teknologi Keselamatan dan Meterologi Radiasi BATAN.
Generated by CamScanner from intsig.com
Generated by CamScanner from intsig.com
Distribusi Kadar Merkuri
kadar merkuri
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid 0.021 1 2.2 2.2 2.2
0.023 3 6.5 6.5 8.7
0.024 1 2.2 2.2 10.9
0.025 1 2.2 2.2 13.0
0.026 1 2.2 2.2 15.2
0.028 1 2.2 2.2 17.4
0.045 1 2.2 2.2 19.6
0.052 1 2.2 2.2 21.7
0.062 1 2.2 2.2 23.9
0.081 1 2.2 2.2 26.1
0.085 1 2.2 2.2 28.3
0.087 1 2.2 2.2 30.4
0.142 1 2.2 2.2 32.6
0.143 1 2.2 2.2 34.8
0.148 1 2.2 2.2 37.0
0.187 2 4.3 4.3 41.3
0.266 1 2.2 2.2 43.5
0.528 1 2.2 2.2 45.7
0.738 1 2.2 2.2 47.8
0.758 1 2.2 2.2 50.0
0.823 1 2.2 2.2 52.2
0.825 1 2.2 2.2 54.3
0.843 1 2.2 2.2 56.5
0.862 3 6.5 6.5 63.0
Kadar Merkuri Berdasarkan Jenis Kelamin
Statistics
kadarperempuan
N Valid 24
Missing 36
Mean .53750
Std. Error of Mean .093422
Median .63300
Mode .023
Std. Deviation .457672
Statistics
kadar merkuri
N Valid 22
Missing 38
Mean .62073
Std. Error of Mean .100153
Median .84350
Mode .862
Std. Deviation .469760
0.875 1 2.2 2.2 65.2
0.941 1 2.2 2.2 67.4
0.951 1 2.2 2.2 69.6
0.953 1 2.2 2.2 71.7
0.96 1 2.2 2.2 73.9
0.965 1 2.2 2.2 76.1
0.968 1 2.2 2.2 78.3
0.976 1 2.2 2.2 80.4
0.981 1 2.2 2.2 82.6
0.987 1 2.2 2.2 84.8
1.028 1 2.2 2.2 87.0
1.032 1 2.2 2.2 89.1
1.052 1 2.2 2.2 91.3
1.121 1 2.2 2.2 93.5
1.297 1 2.2 2.2 95.7
1.328 1 2.2 2.2 97.8
1.362 1 2.2 2.2 100.0
Total 46 100.0 100.0
Variance .209
Range 1.305
Minimum .023
Maximum 1.328
Sum 12.900
Variance .221
Range 1.341
Minimum .021
Maximum 1.362
Sum 13.656
Descriptives
Statistic Std. Error
kadarLK Mean .62073 .100153
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound .41245
Upper Bound .82901
5% Trimmed Mean .61318
Median .84350
Variance .221
Std. Deviation .469760
Minimum .021
Maximum 1.362
Range 1.341
Interquartile Range .888
Skewness -.169 .491
Kurtosis -1.625 .953
Descriptives
Statistic Std. Error
kadarPR Mean .53750 .093422
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound .34424
Upper Bound .73076
5% Trimmed Mean .52408
Median .63300
Variance .209
Std. Deviation .457672
Minimum .023
Maximum 1.328
Range 1.305
Interquartile Range .904
Skewness .088 .472
Kurtosis -1.749 .918
Descriptives
Statistic Std. Error
kadarNonPengolah Mean .50889 .075891
95% Confidence Interval for
Mean
Lower Bound .35482
Upper Bound .66296
5% Trimmed Mean .49555
Median .35750
Variance .207
Std. Deviation .455344
Minimum .021
Maximum 1.328
Range 1.307
Interquartile Range .913
Skewness .170 .393
Kurtosis -1.794 .768
Distribusi Umur, Lama Tinggal, dan Frekuensi Konsumsi Ikan
Statistics
umur lama tinggal
frekuensi
konsumsi ikan
N Valid 46 46 46
Missing 0 0 0
Mean 23.93 16.24 4.761
Std. Error of Mean 2.152 1.280 .3450
Median 20.00 16.00 5.000
Mode 20 20 7.0
Std. Deviation 14.599 8.683 2.3398
Variance 213.129 75.386 5.475
Range 52 40 6.0
Minimum 5 5 1.0
Maximum 57 45 7.0
Distribusi Jenis Kelamin
jenis kelamin
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid laki-laki 22 47.8 47.8 47.8
perempuan 24 52.2 52.2 100.0
Total 46 100.0 100.0
Distribusi Jenis Pekerjaan
jenis pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid non-pengolah emas 36 78.3 78.3 78.3
pengolah emas 10 21.7 21.7 100.0
jenis pekerjaan
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid non-pengolah emas 36 78.3 78.3 78.3
pengolah emas 10 21.7 21.7 100.0
Total 46 100.0 100.0
Distribusi Status Gizi
indeks masa tubuh
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid normal (18,5-24,9) 25 54.3 54.3 54.3
underweight (<18,5) 20 43.5 43.5 97.8
overweight (25-29,9) 1 2.2 2.2 100.0
Total 46 100.0 100.0
Disribusi Jarak Rumah
jarak rumah
Frequency Percent Valid Percent
Cumulative
Percent
Valid >261 12 26.1 26.1 26.1
<-261 34 73.9 73.9 100.0
Total 46 100.0 100.0
Hubungan Jenis Pekerjaan dengan Kadar Merkur
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differenc
e
Std. Error
Differenc
e
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
kadar
merkuri
Equal variances
assumed .426 .517 -2.458 44 .018 -.395928 .161080 -.720564 -.071291
Equal variances
not assumed
-2.146
12.28
8 .052 -.395928 .184482 -.796837 .004981
Hubungan Staus Gizi dengan Kadar Merkuri
ANOVA
kadar merkuri
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups .158 2 .079 .362 .699
Within Groups 9.374 43 .218
Total 9.531 45
Hubungan Jarak Rumah dengan Kadar Merkuri dalam Rambut
Independent Samples Test
Levene's Test for
Equality of
Variances t-test for Equality of Means
F Sig. t df
Sig. (2-
tailed)
Mean
Differenc
e
Std. Error
Differenc
e
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower Upper
kadar
merkuri
Equal variances
assumed 79.348 .000 -3.978 44 .000 -.550480 .138387 -.829381 -.271580
Equal variances
not assumed
-6.727
33.38
8 .000 -.550480 .081828 -.716888 -.384073
Hubungan Umur, Frekuensi Konsumsi Ikan, Lama Tinggal dengan Kadar
Merkuri
Correlations
umur
frekuensi
konsumsi ikan lama tinggal kadar merkuri
umur Pearson Correlation 1 .137 .530** .647
**
Sig. (2-tailed) .362 .000 .000
N 46 46 46 46
frekuensi konsumsi ikan Pearson Correlation .137 1 .065 .007
Sig. (2-tailed) .362 .667 .965
N 46 46 46 46
lama tinggal Pearson Correlation .530** .065 1 .675
**
Sig. (2-tailed) .000 .667 .000
N 46 46 46 46
kadar merkuri Pearson Correlation .647** .007 .675
** 1
Sig. (2-tailed) .000 .965 .000
N 46 46 46 46
Correlations
umur
frekuensi
konsumsi ikan lama tinggal kadar merkuri
umur Pearson Correlation 1 .137 .530** .647
**
Sig. (2-tailed) .362 .000 .000
N 46 46 46 46
frekuensi konsumsi ikan Pearson Correlation .137 1 .065 .007
Sig. (2-tailed) .362 .667 .965
N 46 46 46 46
lama tinggal Pearson Correlation .530** .065 1 .675
**
Sig. (2-tailed) .000 .667 .000
N 46 46 46 46
kadar merkuri Pearson Correlation .647** .007 .675
** 1
Sig. (2-tailed) .000 .965 .000
N 46 46 46 46
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
KUESIONER PENELITIAN
Assalamu’alaikum Wr, Wb
Dengan ini saya, Agung Taufiqur R Sy, Mahasiswa Peminatan Kesehatan
Lingkungan, Program Studi Kesehatan Masyarakat, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
bermaksud melakukan penelitian dengan judul “Faktor – Faktor yang
Berhubungan dengan Kadar Merkuri dalam Rambut Masyarakat Sekitar
Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di Desa Malasari, Kec. Nanggung, Kab.
Bogor yang merupakan tugas akhir untuk memperoleh gelar sarjana kesehatan
masyarakat (SKM). Untuk itu, Saya memohon kesediaan Saudara untuk menjawab
pertanyaan di bawah ini dengan jujur. Semua jawaban akan dijamin kerahasiaannya.
Selain menjawab pertanyaan, Saya meminta sampel rambut sebanyak 0,5-2 gram atau
sebesar satu batang korek api. Rambut diambil dari pangkal rambut yang terletak di
belakang telinga (tersembunyi).
Apakah Anda bersedia untuk menjadi responden dan diambil sampel rambutnya?
1. Ya, Saya bersedia
2. Tidak, saya tidak bersedia
Atas perhatian dan kerjasama Saudara, saya mengucapkan terima kasih.
Peneliti Responden
Agung Taufiqur R ……….
Diisi oleh responden
1. Nama :
2. Alamat :
3. No. Telp/HP :
4. Jenis Kelamin :
No Pertanyaan Kode
1 Pada tanggal, bulan dan tahun berapa Anda lahir?
tanggal......bulan................tahun.............
Berapakah umur Anda sekarang?
…….. tahun
A1 ( )
2 Apa jenis pekerjaan Anda?
0. Non-Penambang emas, sebutkan………………………..
1. Penambang emas
B1 ( )
3 Berat badan : ……….. Kg
Tinggi badan : ……… cm
(penentuan status gizi berdasarkan pengukuran BMI (Body
Mass Index) yang dihitung oleh peneliti dengan kategori:
0 : Normal (18,5-24,9)
1 : Underweight (< 18,5)
2 : Over weight (25-29,9)
3 : Obese 1 (> 30)
C1 ( )
No. Responden :
4 Berapa lama Anda tinggal di Desa Malasari?
……. Tahun
D1 ( )
5 Berapakah jarak rumah Anda dengan tempat pengolahan emas?
0 : >261 meter
1 : ≤261 meter
E1 ( )
6 Apakah Anda biasa makan ikan?
0. Tidak (lanjut ke no.13)
1. Ya
F1 ( )
7 Jenis ikan apa yang paling sering dimakan?
1. Ikan laut segar
2. Ikan sungai segar
3. Ikan asin/kering sungai
4. Ikan asin/kering laut
5. Kombinasi ikan laut, sungai, dan ikan asin
G1 ( )
8 Berapa frekuensi konsumsi ikan laut segar Anda?
………. Kali/minggu
H1 ( )
9 Berapa frekuensi konsumsi ikan sungai segar Anda?
………. Kali/minggu
H2 ( )
10 Berapa frekuensi konsumsi ikan asin/kering laut Anda?
………. Kali/minggu
H3 ( )
11 Berapa frekuensi konsumsi ikan asin/kering sungai Anda?
………. Kali/minggu
H4 ( )
12 Dari manakah ikan tersebut didapatkan?
Sebutkan …………………
I1 ( )
13 Apakah keluhan-keluhan yang Anda rasakan selama 3 bulan terakhir?
1. Rasa kesemutan (parthestesia)
2. Kehilangan rasa (hypoanasthesi)
3. Pendengaran berkurang
4. Kesulitan menggerakkan kaki (tidak bisa jalan lurus = Ataxia)
5. Mudah lelah, sakit kepala, dan menyempitnya sudut pandang
14 Apakah Anda Pernah meluruskan atau mengkriting rambut ?
0. Tidak
1. Pernah
Peta Sampling Desa Malasari
RW 3
RW 10
RW 5
RW 4