faktor-faktor kematangan siswa dan aplikasi teori kecerdasan majemuk terhadap prestasi belajar...
DESCRIPTION
Sebuah tesis yang disusun untuk menyelesaikan program magister manajemen pendidikan, terinspirasi dari suatu kenyataan ketika seorang siswa diabaikan kemampuannya dan dianggap tidak cerdas sehingga ia tinggal kelas. Meneliti letak kekurangan maupun kekeliruan yang terjadi sebenarnya dalam proses pembelajaran maupun pada individu yang bersangkutan.TRANSCRIPT
1
TESIS
FAKTOR-FAKTOR KEMATANGAN SISWA DAN
APLIKASI TEORI KECERDASAN MAJEMUK
TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK
DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU INSAN RABBANI
BEKASI BARAT
Oleh:
RORO BINTANG LUKITANINGRUM
08020647
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER MANAJEMEN PENDIDIKAN
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN “IMNI”
JAKARTA
2011
TESIS
FAKTOR-FAKTOR KEMATANGAN SISWA DAN
APLIKASI TEORI KECERDASAN MAJEMUK
TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK
DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU INSAN RABBANI
BEKASI BARAT
Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Manajemen
Pada Program Pascasarjana
Sekolah Tinggi Manajemen “IMNI”
Konsentrasi Manajemen Pendidikan
Oleh:
RORO BINTANG LUKITANINGRUM
08020647
PROGRAM PASCASARJANA
MAGISTER MANAJEMEN
SEKOLAH TINGGI MANAJEMEN “IMNI”
JAKARTA
2011
PENETAPAN KELULUSAN
FAKTOR-FAKTOR KEMATANGAN SISWA DAN
APLIKASI TEORI KECERDASAN MAJEMUK
TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK
DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU INSAN RABBANI
BEKASI BARAT
Oleh:
RORO BINTANG LUKITANINGRUM
08020647
Telah dipertahankan di depan Tim Penguji dan dinyatakan lulus pada ujian
Tesis Program Studi Magister Manajemen
Program Pascasarjana Sekolah Tinggi Ilmu Manajemen “IMNI” Jakarta
Pada tanggal: 20 Januari 2011
TIM PENGUJI:
Ketua : Dr. Ir. Drs. Darlen Napitupulu, M.M
Anggota : 1. Husni Alhan, M.MPd
Mengetahui,
Ketua Direktur
Sekolah Tinggi Manajemen “IMNI” Program Pascasarjana
Dr. Taufiq Rachman, SH, M.M Dr. Yulianti, SH, M.MKes
LEMBAR PENGESAHAN TESIS
FAKTOR-FAKTOR KEMATANGAN SISWA DAN
APLIKASI TEORI KECERDASAN MAJEMUK
TERHADAP PRESTASI BELAJAR PESERTA DIDIK
DI SEKOLAH DASAR ISLAM TERPADU INSAN RABBANI
BEKASI BARAT
TESIS
Program Studi Magister Manajemen
Konsentrasi Manajemen Pendidikan
Disusun oleh:
RORO BINTANG LUKITANINGRUM
08020647
Menyetujui,
Pembimbing 1 Pembimbing 2
Dr. Ir. Drs. Darlen Napitupulu, M.M Husni Alhan, M.MPd
Mengetahui,
Ketua Direktur
Sekolah Tinggi Manajemen “IMNI” Program Pascasarjana
Dr. Taufiq Rachman, SH, M.M Dr. Yulianti, SH, M.MKes
PERNYATAAN
Saya yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa hasil karya
ilmiah ini benar-benar merupakan tulisan saya dan dari buah pemikiran saya
sendiri. Pengerjaan penelitian ini murni saya lakukan hingga pengetikan dan
penyusunan yang saya buat dengan sebagian isinya mengambil rujukan dari data
referensi yang saya cantumkan.
Jakarta, Januari 2011
Penulis
Roro Bintang Lukitaningrum
NIM: 08020647
KATA MUTIARA & PERSEMBAHAN
Setiap langkah adalah asa
Setiap senyum adalah cinta
Setiap kenangan adalah rindu
Setiap tangis adalah khusyu’
Setiap detak adalah hidup
Setiap nafas adalah syukur
Setiap pengorbanan adalah ikhlas
Setiap tutur adalah khilaf
Setiap yang kulakukan, hanya untuk ridhoNya
Sang Maha Cinta, Maha Segala
Dengan segenap kerendahan hati dan rasa bangga, kupersembahkan karya ini kepada:
Insan-insan teristimewa dalam hidupku, yang telah memperjuangkan segalanya tanpa keluh kesah, yang dengan do’a dan cinta
mengantarkanku ke gerbang keberhasilan dan singgasana bahagia, ayahanda R. Dewo Hartoyo dan ibunda Rr. Endang Wahyu Wardani,
terima kasih tak terhingga kuhaturkan di sela air mata keinsafan, juga ibunda Astain nun jauh di sana, restumu selalu kunantikan.
Pangeranku yang setia, selalu memberi semangat, senantiasa mengingatkanku untuk makan dan istirahat, mengantar serta
menemaniku berjuang untuk tesis ini sejak awal hingga akhirnya. Pendamping hidup yang kucinta, mas Agus Widodo.
I know you love me, though you never said it. Sosok mungil dan tegar, yang berangkat dari kekecewaan cukup
mendalam karena perlakuan tidak adil yang diterimanya, menjadi hikmah dan ilham mengawali penelusuran kebijakan pendidikan.
Dialah kemenakanku tersayang, Dani. Keep fight, son! Yang tak pernah kutinggalkan dan tak pernah meninggalkanku di
saat-saat penting, ketika harus mengejar deadline dan menghadapi ujian, yang menjadi motivasi yang indah dan harapanku nantinya, calon manusia dalam rahimku. Jadilah anak yang sholeh/sholehah kelak, yang membawa kebaikan di dunia dan di akhirat. Amin.
Kakak-kakak & adik-adik, seluruh sahabat & saudaraku fillah, dengan segala semangat, nasihat dan do’a tulus yang terucap, serta anak-anak
didik yang membuatku bangga. Syukur kupanjatkan karena kehadiran & kasih sayang kalian semua di hatiku.
Semoga kita menjadi manusia yang bermanfaat, dan semoga apa yang kita lakukan
hari ini lebih baik dari hari kemarin, dan apa yang kita dapatkan hari esok akan lebih baik dari yang sekarang. Semoga Allah menjadikan kita makhluk yang senantiasa bersabar, bersyukur dan bertaubat. May Allah bless us forever.
ABSTRACTION
Every child is having intelligence, potency and achievement. There shall no child
told not smart or inability. Two factors that can influence expansion of potency
and attainment of students’ achievement are internal factor (maturity of student)
and external factor (study process with the application of multiple intelligences).
As impact of having immeasurable it students’ achievement and purpose of which
wish to be reached by education institute is policies or decisions appearance for
example about ranking system and criterion of passing grade. How is the
consequence to National Education’s Functions and Goals? Problems told at this
research relates to study process of effective student, that is how the application
of multiple intelligences that ability potency of student can be developed causing
yields achievement of learning satisfying. Thereby is expected the study process
can reach all student with level of immeasurable intelligence. Purpose of this
research is to know relation between maturity factor with attainment of
achievement of students learning, influence the application of multiple
intelligences to attainment of achievement of student learning, and other factors
possibly influences attainment of students’ achievement along with its the impact.
The benefits those are expected can be taken away from the result of this research
is that any education institute, especially elementary school, can determine the
correct policies about reference for needing or not of the maturity test of students
at the time of receiving new students. So, it will be found how far the result of the
test serve the purpose of initial stock in guiding the students, and determines
stages or steps which must be done to reach effectively the application of multiple
intelligence so it can yield achievement of maximum learning. In the end is
expected policies which is able to support reaching of National Education’s
Goals, to grow it students potency in order to become man who is religious and
having godly to The one supreme God, having behavior glory, healthy, bookish,
capable, creative, self-supporting, and becomes democratic citizen and
responsible. Moreover, practically, found that maturity factor of student
influenced by many things. Although in fact age does not have influence that is
strong enough, but miscellaneous like pattern takes care of in family and mass
media can give impact to student maturity. However, measurement of level of the
maturity cannot be done regardless of condition of the student and situation of
location where test is done, because later will have an effect on to result of the
maturity test, as a result is not guaranteed relevant with level of maturity that is
actually owned by the student. Meanwhile, the application of multiple
intelligences hardly is having effects of the students’ achievement. This thing is
visible at percentage of improvement of achievement scores as one of indication
success of the application of multiple intelligences that is has been done by
educator majority in location of the research object.
ABSTRAKSI
Setiap anak mempunyai kecerdasan, potensi dan prestasi. Tidak boleh ada anak
yang dikatakan tidak cerdas atau tidak mampu. Dua faktor yang dapat
mempengaruhi pengembangan potensi dan pencapaian prestasi belajar peserta
didik yaitu faktor internal (kematangan siswa/individu peserta didik) dan faktor
eksternal (proses pembelajaran dengan aplikasi kecerdasan majemuk). Sebagai
dampak dari beragamnya prestasi belajar peserta didik serta tujuan yang ingin
dicapai oleh lembaga pendidikan adalah munculnya kebijakan-kebijakan antara
lain mengenai sistem ranking/peringkat dan kriteria kenaikan kelas.
Bagaimanakah konsekuensi hal-hal tersebut terhadap Fungsi dan Tujuan
Pendidikan Nasional? Permasalahan yang dikemukakan pada penelitian ini
berkaitan dengan proses pembelajaran siswa yang efektif, yaitu bagaimana
mengaplikasikan kecerdasan majemuk agar potensi kemampuan siswa mampu
dikembangkan sehingga menghasilkan prestasi belajar yang memuaskan. Dengan
demikian diharapkan proses pembelajaran tersebut dapat menjangkau seluruh
siswa dengan tingkat kecerdasan yang beragam. Tujuan penelitian ini adalah
untuk mengetahui hubungan antara faktor kematangan dengan pencapaian prestasi
belajar peserta didik, pengaruh aplikasi kecerdasan majemuk terhadap pencapaian
prestasi belajar siswa, dan faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi
pencapaian prestasi belajar peserta didik beserta dampaknya. Adapun manfaat
yang diharapkan dapat diambil dari hasil penelitian ini adalah agar nantinya
lembaga pendidikan manapun, khususnya sekolah dasar, dapat menentukan
kebijakan yang tepat berkenaan dengan perlu atau tidaknya diadakan tes
kematangan siswa pada saat penerimaan peserta didik baru dan sejauh mana hasil
tes tersebut dapat digunakan sebagai bekal awal dalam membimbing peserta didik,
serta menentukan langkah-langkah apa yang harus dilakukan untuk mencapai
efektifitas aplikasi kecerdasan majemuk sehingga dapat menghasilkan prestasi
belajar yang maksimal. Pada akhirnya diharapkan kebijakan-kebijakan yang
dibuat dapat mendukung tercapainya Tujuan Pendidikan Nasional, yaitu untuk
berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan
bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap,
kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab. Dan pada kenyataannya, ditemukan bahwa faktor kematangan siswa
dipengaruhi oleh banyak hal. Walaupun sesungguhnya usia tidak memiliki
pengaruh yang cukup kuat, namun hal-hal lain seperti pola asuh dalam keluarga
dan media massa dapat memberikan dampak terhadap kematangan siswa. Namun
demikian, pengukuran tingkat kematangan tersebut tidak dapat dilakukan tanpa
memperhatikan kondisi siswa yang bersangkutan serta situasi lokasi di mana tes
dilakukan, karena nantinya akan berpengaruh kepada hasil tes kematangan
tersebut, yang akibatnya belum tentu relevan dengan tingkat kematangan yang
sebenarnya dimiliki oleh siswa tersebut. Sementara itu, aplikasi kecerdasan
majemuk sangat berpengaruh kepada pencapaian prestasi belajar peserta didik.
Hal ini dapat dilihat pada prosentase peningkatan prestasi belajar sebagai salah
satu indikasi keberhasilan aplikasi kecerdasan majemuk yang sudah dilakukan
oleh mayoritas pendidik di lokasi obyek penelitian.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Segala puji hanya dipanjatkan kehadirat
Allah subhanahu wa ta‟ala, Rabb semesta alam, yang dengan berkah dan rahmat-
Nya, atas izin dan ridho-Nya memberi kesempatan kepada penyusun untuk dapat
menjalani, menyelesaikan dan mempersembahkan penelitian ini. Shalawat dan
salam semoga selalu dilimpahkan kepada junjungan kita nabi besar Muhammad
Rasulullah shalallahu „alaihi wasallam beserta para shahabat, keluarga dan
pengikut beliau yang setia sampai akhir jaman, yang dengan syafaatnya akan
menolong umatnya di akhirat kelak.
Ungkapan terima kasih yang tak terhingga saya sampaikan kepada semua
yang telah memberi dukungan dengan segala bentuknya, baik itu berupa ilmu,
bimbingan, modal, serta walaupun sekedar do‟a, semangat, motivasi, yang sangat
berarti dan berharga dalam perjalanan penelitian yang saya lakukan, yang berjudul
“Faktor-faktor Kematangan Siswa dan Aplikasi Teori Kecerdasan Majemuk
terhadap Prestasi Belajar Peserta Didik di Sekolah Dasar Islam Terpadu Insan
Rabbani Bekasi Barat”.
1) Ketua STM “IMNI”, Bapak Dr. Taufiq Rachman, SH, M.M
2) Direktur Program Pascasarjana STM “IMNI”, Ibu Dr. Yulianti, SH, M.MKes
3) Dosen Pembimbing I, Bapak Dr. Ir. Drs. Darlen Napitupulu, M.M
4) Dosen Pembimbing II, Bapak Husni Alhan, M.MPd
5) Staf dosen yang telah dengan cukup sabar mencurahkan ilmu serta memberi
dorongan yang mampu memicu kerja saya.
6) Staf Tata Usaha yang membantu kelancaran administrasi perkuliahan saya.
7) Keluarga, khususnya orang tua, suami, kakak-kakak dan adik-adik,
keponakan yang menjadi sumber inspirasi, serta janin dalam kandungan.
8) Kepala Sekolah, para guru dan staf SDIT Insan Rabbani yang bersedia
menjadi responden sebagai bagian penting dalam pekerjaan ini.
9) Sahabat-sahabat dan saudara-saudara tercinta di jalan Allah, serta anak-anak
didik yang sangat membanggakan.
10) Berbagai pihak yang memudahkan proses dengan membantu mencetak,
menggandakan, menjilid dan lain sebagainya.
Setelah melewati cukup banyak hambatan, beberapa musibah, serta dengan
kondisi yang sedikit tertatih-tatih, dengan di luar dugaan, tesis ini dapat
terselesaikan walaupun belum dapat dikatakan maksimal. Untuk itu, atas segala
kekurangan, kealpaan, ketidaksempurnaan yang terdapat dalam tesis ini, saya
mengajukan permohonan maaf yang sangat dalam.
Sebagai penutup, sekiranya ditemukan banyak kekeliruan dan hal-hal yang
tidak lengkap dalam tesis ini, saya sangat mengharapkan kritik dan saran yang
membangun dan kelak menjadi modal bagi saya untuk pekerjaan selanjutnya.
Semoga ada manfaat yang dapat diambil walaupun sekecil butir pasir, oleh
siapapun yang sekedar membaca atau pun yang memberi penilaian pada
penyusunan tesis ini. Segala yang benar datangnya dari Allah subhanahu wa
ta‟ala, dan yang salah adalah dari saya sebagai manusia yang penuh kekhilafan.
Jakarta, Januari 2011
Roro Bintang Lukitaningrum
DAFTAR ISI
Halaman
Abstraksi .........................................................................................................
Kata Pengantar ................................................................................................ i
Daftar Isi .......................................................................................................... iii
Daftar Tabel .................................................................................................... v
Daftar Gambar ................................................................................................. vi
Daftar Lampiran .............................................................................................. vii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ........................................................ 1
B. Identifikasi Masalah .............................................................. 8
C. Pembatasan Masalah ............................................................. 8
D. Rumusan Masalah ................................................................. 8
E. Tujuan Penelitian .................................................................. 9
F. Manfaat Penelitian ................................................................ 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
A. Hasil Penelitian Terdahulu .................................................... 12
B. Landasan Teori ...................................................................... 20
C. Kerangka Konseptual ............................................................ 54
D. Temuan-temuan yang Diharapkan ........................................ 56
BAB III METODE PENELITIAN
A. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel ..................... 58
B. Populasi dan Sampel ............................................................. 59
C. Sumber dan Jenis Data .......................................................... 59
D. Metode Pengumpulan Data ................................................... 61
E. Teknik Analisis Data ............................................................. 62
BAB IV HASIL PENELITIAN, ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian ..................................... 64
B. Data-data Hasil Penelitian ..................................................... 72
C. Analisis Hasil Penelitian ....................................................... 88
D. Pembahasan ........................................................................... 116
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ........................................................................... 126
B. Saran ...................................................................................... 127
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 129
LAMPIRAN-LAMPIRAN
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 2.1 Multiple Intelligences by Gardner ................................................ 42
Tabel 4.1 Penerimaan Siswa Baru Tingkat I ................................................ 66
Tabel 4.2 Siswa Baru Tingkat I menurut Umur dan Jenis Kelamin ............. 67
Tabel 4.3 Siswa menurut Tingkat, Jenis Kelamin dan Umur ....................... 67
Tabel 4.4 Siswa menurut Agama ................................................................. 68
Tabel 4.5 Siswa Mengulang dan Putus Sekolah menurut Tingkat dan Jenis
Kelamin ........................................................................................ 69
Tabel 4.6 Kelas (Rombongan Belajar) menurut Tingkat ............................. 69
Tabel 4.7 Siswa Tingkat VI, Peserta Ujian Akhir Sekolah dan Lulusan ..... 70
Tabel 4.8 Daftar Nilai Ujian Sekolah Dasar tiap Mata Pelajaran ................ 70
Tabel 4.9 Hasil Tes Kematangan Siswa ....................................................... 74
Tabel 4.10 Prestasi Belajar Siswa .................................................................. 85
Tabel 4.11 Perbandingan Hasil Tes Kematangan Siswa dengan Prestasi Belajar88
Tabel 4.12 Analisis SWOT ............................................................................ 97
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual .............................................................. 54
Gambar 4.1 Diagram Batang TKS Kelas II ................................................ 91
Gambar 4.2 Diagram Batang Progress Rapor Kelas II ............................... 91
Gambar 4.3 Diagram Batang TKS Kelas III ............................................... 92
Gambar 4.4 Diagram Batang Progress Rapor Kelas III .............................. 92
Gambar 4.5 Diagram Batang TKS Kelas IV ............................................... 93
Gambar 4.6 Diagram Batang Progress Rapor Kelas IV .............................. 93
Gambar 4.7 Diagram Batang TKS Kelas V ................................................ 94
Gambar 4.8 Diagram Batang Progress Rapor Kelas V ............................... 94
Gambar 4.9 Diagram Batang TKS Kelas VI ............................................... 95
Gambar 4.10 Diagram Batang Progress Rapor Kelas VI .............................. 95
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Data Wawancara Kepala Sekolah SDIT Insan Rabbani Bekasi
Barat
Lampiran 2 Hasil Wawancara Kepala Sekolah SDIT Insan Rabbani Bekasi
Barat
Lampiran 3 Data Wawancara Guru SDIT Insan Rabbani Bekasi Barat
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Menetapkan suatu kebijakan dalam sistem manajemen pada sebuah
lembaga pendidikan memang tidaklah mudah. Keputusan yang dianggap
benar oleh satu pihak atau satu golongan belum tentu dirasakan adil menurut
yang lain. Pemikiran panjang, detail dan menyeluruh sangat diperlukan demi
peningkatan kualitas pendidikan yang pada akhirnya bertujuan mencerdaskan
kehidupan bangsa, sebagaimana termaktub dalam Pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 sebagai tujuan pendidikan nasional.
UU RI NO 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Bab
II Pasal 3 Menginformasikan Fungsi dan Tujuan Pendidikan Nasional :
“Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung
jawab.”
„Berkembangnya potensi peserta didik‟ merupakan key words yang
harus dipegang teguh dalam mengelola suatu sistem pendidikan agar Fungsi
dan Tujuan Nasional Pendidikan dapat tercapai.
Kriteria peserta didik yang diharapkan dalam uraian Fungsi dan
Tujuan Pendidikan Nasional di atas adalah:
- beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa
- berakhlak mulia
- sehat
- berilmu
- cakap
- kreatif
- mandiri
- menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab
Seringkali tujuan pendidikan ini terlupakan oleh pihak-pihak yang
terlibat secara langsung maupun secara tidak langsung dalam proses
pendidikan, khususnya para pendidik dan tenaga kependidikan yang
selayaknya sangat memahami hal tersebut. Padahal dalam PP RI no 19 tahun
2005 Bab VI tentang Standar Pendidik dan Tenaga Pendidikan, Pasal 28 ayat
(1) disebutkan bahwa:
“Pendidik harus memiliki kualifikasi akademik dan kompetensi sebagai agen
pembelajaran, sehat jasmani dan rohani, serta memiliki kemampuan untuk
mewujudkan tujuan pendidikan nasional.”
Pasal tersebut jelas menyebutkan karakter pendidik yang ideal agar
dapat mewujudkan tujuan pendidikan nasional, yaitu karakter pendidik yang
berkualitas.
Walaupun kata-kata yang serupa dengan tujuan pendidikan nasional,
yaitu berupa karakter peserta didik yang diharapkan akan terbentuk nantinya,
selalu tercantum pada visi dan misi pendidikan yang telah dicanangkan dan
dijadikan tolok ukur oleh setiap lembaga pendidikan, baik formal maupun
non formal, namun tidak jarang ditemukan adanya ketidaksinambungan
antara visi – misi – tujuan dengan pelaksanaannya di lapangan, sehingga
banyak menimbulkan masalah dan dampak yang berkepanjangan.
Tuntutan masyarakat (dalam hal ini adalah orang tua peserta didik)
ada kalanya mengakibatkan terjadinya pergeseran tujuan pendidikan menjadi
tuntutan prestasi belajar. Adapun prestasi belajar yang sesungguhnya
meliputi:
A. Akademik :
Berilmu: UH-UTS-UAS-UAN, berbagai kejuaraan (OSN, Olimpiade dsb)
B. Non Akademik:
1. Beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, cakap, kreatif, mandiri, berjiwa demokratis serta bertanggung
jawab.
2. Kemandirian, Partisipasi, Keterbukaan, Akuntabilitas, Sustainabilitas,
Kerjasama
3. Berani berkompetisi: Piala, Piagam, Sertifikat Nasional dan
Internasional
4. Disiplin
Inilah yang seringkali dilupakan oleh banyak pihak yang terkait dalam
proses penyelenggaraan pendidikan. Prestasi akademik lebih diperhatikan
daripada prestasi non-akademik. Sementara prestasi non-akademik dianggap
tidak penting, padahal justru dicantumkan dalam tujuan pendidikan nasional
dan selalu disebutkan dalam visi-misi-tujuan lembaga pendidikan.
Kemampuan mengerjakan soal matematika dengan cepat,
menggunakan bahasa asing dengan fasih dan lancar, mengolah rumus-rumus
fisika dengan lincah, memperoleh nilai tertinggi di kelas, dan lain sebagainya,
merupakan harapan-harapan, atau lebih tepatnya dikatakan sebagai tuntutan-
tuntutan, yang menjadi ukuran keberhasilan prestasi seorang peserta didik.
Sementara itu, peserta didik yang tidak memiliki kemampuan-
kemampuan tersebut dianggap tidak berhasil, bahkan kadang dianggap
tertinggal, sehingga tidak layak untuk naik kelas. Padahal di samping
kemampuan-kemampuan akademis tersebut, ada potensi non-akademis yang
mereka miliki, bahkan belum tentu dimiliki oleh para peserta didik yang
dinilai „berprestasi‟. Kenyataan ini sangat ironis dengan tujuan pendidikan
nasional yang ingin dicapai dalam penyelenggaraan pendidikan.
Salah satu teori yang mendukung keberagaman potensi peserta didik
adalah teori kecerdasan majemuk (multiple intelligence theory) yang
dicetuskan oleh Dr. Howard Gardner dan telah banyak ditulis di berbagai
buku serta diperagakan pada berbagai pelatihan karena telah diakui secara
internasional.
Dalam buku berjudul “Pendidikan Holistik” yang ditulis oleh Ratna
Megawangi, Melly Latifah dan Wahyu Farrah Dina (2005, 50), Gardner
memandang kecerdasan manusia berdasarkan berbagai peranan yang terdiri
dari kemampuan untuk menyelesaikan masalah, atau menciptakan
produk yang berharga dalam satu atau beberapa lingkungan budaya
masyarakat.
Teori kecerdasan majemuk dikembangkan berdasarkan pada
pandangan bahwa pada teori kecerdasan yang telah dikembangkan
sebelumnya hanya melihat kecerdasan manusia dari sisi linguistik dan logika
matematika, sedangkan sisi kecerdasan manusia yang lain tidak dilihat.
Dengan kata lain, setiap manusia memiliki potensi yang berbeda, baik
akademis maupun non-akademis.
Oleh karena itu, mengapa hanya ada satu atau beberapa bidang
tertentu saja yang dijadikan tolak ukur keberhasilan seseorang, misalnya nilai
Matematika, hasil ujian tertulis, peringkat dalam kelas, dan lain sebagainya,
yang sama sekali tidak mengindahkan potensi non-akademis seseorang.
Kaitannya dengan prestasi belajar, masalah prestasi belajar yang lazim
ditemukan adalah kegagalan di bidang akademik yang ditandai dengan
kondisi tidak naik kelas. Anak dianggap belum mampu memahami apa yang
diajarkan selama satu tahun, sehingga perlu mengulang di jenjang yang sama.
Kriteria kenaikan ke suatu jenjang pendidikan didasarkan pada
ketuntasan dalam mata pelajaran.
Beberapa sekolah mensyaratkan ketuntasan pada setiap mata pelajaran
dalam setiap aspek (kognitif, afektif, dan psikomotorik) dan beberapa
memberikan batasan minimal ketidaktuntasan untuk dikatakan mampu naik
ke tingkat di atasnya.
Syarat kenaikan kelas di atas mengandaikan bahwa semua siswa
diharapkan menguasai semua materi atau setidaknya sebagian besar materi.
Dengan kata lain siswa dituntut memiliki berbagai kemampuan dalam
kurikulum sekolah tanpa memperhatikan perbedaan individual tiap siswa.
Jika siswa tidak berhasil mencapainya, dia dinyatakan tidak naik kelas dan
dianggap sebagai siswa yang tidak cerdas. Pada kenyataannya, setiap siswa
memiliki kemampuan khusus yang berbeda-beda yang semuanya dapat
dikatakan sebagai kecerdasan.
Pada akhirnya tujuan pendidikan nasional akan sulit terwujud apabila
hanya satu sisi yang menjadi target dalam penyelenggaraan pendidikan.
Prestasi akademis yang sebenarnya hanya bagian dari prestasi belajar yang
sesungguhnya, di samping prestasi non-akademis, justru menjadi satu-satunya
acuan yang menentukan seorang peserta didik berhasil atau tidak, naik kelas
atau tidak naik kelas, lulus atau tidak lulus. Hal ini kurang sejalan dengan
Fungsi dan Tujuan Nasional Pendidikan Indonesia, serta Teori Kecerdasan
Majemuk yang telah diakui dan diterima dengan baik di ranah pendidikan
dunia.
Secara individu, faktor kematangan siswa juga sangat mungkin
berpengaruh pada pengembangan potensi dan pencapaian prestasi belajar.
Dalam buku yang berjudul “Psikologi Perkembangan”, Drs. Mubin,
M.Ag dan Ani Cahyadi, M.Pd (2006:89) menyebutkan bahwa umumnya
periode masa sekolah berlangsung sejak usia 6,0 tahun sampai 12 tahun,
dimulai setelah anak melewati masa degil (keras kepala) yang pertama, di
mana proses sosialisasi telah dapat berlangsung dengan lebih efektif sehingga
ia disebut “matang” untuk mulai sekolah. Untuk itu beberapa sekolah dasar
mengadakan Tes Kematangan Siswa bagi para calon siswa agar dapat
mengetahui apakah anak tersebut “sudah cukup matang” atau “belum
matang” untuk memasuki masa sekolah, di samping adanya persyaratan usia,
yang pada umumnya semakin muda usianya maka semakin ia “belum
matang” untuk bersekolah, sedangkan semakin cukup usianya maka ia
semakin “matang” untuk bersekolah, walaupun ada beberapa kasus di mana
seorang anak mempunyai kelebihan atau kekurangan tertentu sehingga
tingkat kematangannya tidak berjalan sebanding dengan usianya.
Dengan demikian ada dua faktor yang dapat mempengaruhi
pengembangan potensi dan pencapaian prestasi belajar peserta didik, yaitu
faktor internal (kematangan siswa/individu peserta didik) dan faktor eksternal
(proses pembelajaran dengan aplikasi kecerdasan majemuk). Dan sebagai
dampak dari beragamnya prestasi belajar peserta didik serta tujuan yang ingin
dicapai oleh lembaga pendidikan, adalah munculnya kebijakan-kebijakan
antara lain mengenai sistem ranking/peringkat dan kriteria kenaikan kelas.
Bagaimanakah konsekuensi hal-hal tersebut terhadap Fungsi dan Tujuan
Pendidikan Nasional?
B. Identifikasi Masalah
Permasalahan yang akan dikemukakan pada penelitian ini berkaitan
dengan proses pembelajaran siswa yang efektif, yaitu bagaimana
mengaplikasikan kecerdasan majemuk agar potensi kemampuan siswa yang
dapat diketahui melalui tes kematangan mampu dikembangkan sehingga
menghasilkan prestasi belajar yang memuaskan. Dengan demikian
diharapkan proses pembelajaran tersebut dapat menjangkau seluruh siswa
dengan tingkat kecerdasan yang beragam.
C. Pembatasan Masalah
Agar tidak terjadi penyimpangan atau perluasan masalah, maka dalam
penelitian ini dibatasi masalah yang ditelusuri pemecahannya yaitu hal-hal
yang berkaitan dengan faktor-faktor kematangan siswa (khususnya yang
dapat diukur melalui tes kematangan siswa), aplikasi kecerdasan majemuk
oleh tenaga pengajar, serta prestasi belajar sementara yang diraih oleh siswa.
D. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, identifikasi serta pembatasan masalah
yang telah diuraikan di atas, maka dapat dirumuskan beberapa hal pokok
yang patut diangkat sebagai permasalahan yang akan ditemukan jawabannya
dalam penelitian ini. Permasalahan-permasalahan tersebut adalah:
1. Apakah ada pengaruh faktor kematangan terhadap pencapaian prestasi
belajar?
2. Bagaimana konsekuensi aplikasi kecerdasan majemuk (Multiple
Intelligences) terhadap pencapaian prestasi belajar peserta didik?
3. Adakah korelasi antara faktor kematangan peserta didik dengan aplikasi
kecerdasan majemuk?
4. Kebijakan apakah yang perlu dikaji kembali berkenaan dengan faktor
kematangan siswa, aplikasi kecerdasan majemuk serta pencapaian
prestasi belajar peserta didik?
5. Adakah dampak yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut?
E. Tujuan Penelitian
Segala sesuatu memiliki tujuan, agar tidak menjadi sia-sia pada
akhirnya. Dengan tujuan tersebut, apa yang dilakukan bisa menjadi lebih
fokus dan terarah.
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu antara
lain untuk:
- Mengetahui hubungan antara faktor kematangan dengan pencapaian
prestasi belajar peserta didik.
- Mengetahui pengaruh aplikasi kecerdasan majemuk terhadap pencapaian
prestasi belajar siswa.
- Mengetahui faktor-faktor lain yang mungkin mempengaruhi pencapaian
prestasi belajar peserta didik beserta dampaknya.
F. Manfaat Penelitian
Selain adanya tujuan yang ingin dicapai, dalam suatu penelitian
diharapkan ada manfaat yang dapat diambil dan dijadikan bekal untuk
penelitian berikutnya atau pun untuk pendidikan secara umum. Sesuatu yang
bermanfaat adalah sesuatu yang ada gunanya dan menjadi kebaikan bagi
banyak pihak.
Adapun manfaat yang diharapkan dapat diambil dari hasil penelitian
ini adalah agar nantinya lembaga pendidikan manapun, khususnya sekolah
dasar, dapat menentukan kebijakan atau keputusan-keputusan yang tepat
berkenaan dengan perlu atau tidaknya diadakan tes kematangan siswa pada
saat penerimaan peserta didik baru dan sejauh mana hasil tes tersebut dapat
digunakan sebagai bekal atau modal awal dalam membimbing peserta didik.
Diharapkan juga lembaga pendidikan mampu menentukan langkah-langkah
apa yang harus dilakukan untuk mencapai efektifitas aplikasi kecerdasan
majemuk sehingga dapat menghasilkan prestasi belajar yang maksimal.
Kebijakan-kebijakan atau langkah-langkah yang dilakukan tersebut
merupakan upaya untuk dapat menghindari dampak-dampak negatif yang
mungkin muncul akibat pencapaian prestasi belajar yang berbeda-beda. Pada
akhirnya diharapkan kebijakan-kebijakan yang dibuat dapat mendukung
tercapainya Tujuan Pendidikan Nasional, yaitu untuk berkembangnya potensi
peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif,
mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.
Demikian pula halnya dengan kriteria tenaga pendidik yang tepat,
yang berfungsi sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran peserta didik,
diharapkan selalu meningkatkan kualitasnya agar kualitas pembelajaran pun
semakin meningkat, demi berkembangnya potensi serta prestasi para peserta
didik.
Secara sederhana, siapapun yang membaca laporan penelitian ini akan
dapat mempelajari hal-hal mengenai faktor-faktor kematangan siswa,
kecerdasan majemuk serta proses pencapaian prestasi belajar yang
berlangsung di pendidikan dasar. Dengan memahami hal-hal tersebut, orang-
orang dewasa (orang tua maupun guru) akan lebih memahami tingkat
kematangan yang tengah dicapai anak-anak, dan dapat membantu mereka
dalam proses pembelajaran di rumah serta di sekolah sehingga semua anak
bisa mencapai prestasi belajar sesuai dengan kemampuan masing-masing dan
mampu mengembangkan potensi yang dimiliki dengan lebih optimal. Tidak
ada anak yang direndahkan, dianggap „bodoh‟ atau „tidak cerdas‟ atau „tidak
mampu‟.
Jika telah terjadi sesuatu yang tidak diinginkan seperti ketertinggalan
akademik peserta didik, maka setelah mempelajari hal-hal tersebut di atas
para pendidik dapat melakukan introspeksi atau koreksi diri untuk
memperbaiki proses pembelajaran atau faktor-faktor lain yang mempengaruhi
ketidakberhasilan tersebut.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Hasil Penelitian Terdahulu
Dari hasil penelitian mengenai “HUBUNGAN MOTIVASI
BELAJAR, KEMATANGAN SISWA, PRESTASI BELAJAR, DAN
KINERJA PRAKTIK INDUSTRI DENGAN KESIAPAN TERHADAP
DUNIA KERJA SISWA SMK BIDANG KEAHLIAN TEKNIK
BANGUNAN SE-MALANG RAYA” (Ignatius Budiyana, Tesis, UM, 2010)
disebutkan bahwa ada hubungan yang signifikan antara motivasi belajar
dan kematangan siswa dengan kesiapan terhadap dunia kerja baik
hubungan langsung atau melalui variabel prestasi belajar, dan kinerja
praktik industri siswa SMK Bidang Keahlian Teknik Bangunan se-Malang
Raya.
Pengaruh proporsional variabel Motivasi Belajar terhadap Prestasi
Siswa sebesar 38,38%, sedangkan pengaruh variabel Kematangan Siswa
terhadap Prestasi Siswa terdiri dari pengaruh langsung sebesar 44,88%.
Pengaruh variabel Motivasi Belajar terhadap Kesiapan pada Dunia Kerja
terdiri dari pengaruh langsung sebesar 12,8%, pengaruh melalui variabel
Kematangan Siswa sebesar 11,6%, pengaruh melalui variabel Prestasi Belajar
sebesar 2,3%, pengaruh melalui Kinerja Praktek Industri sebesar 0,9%,
sehingga total pengaruh variabel Motivasi Belajar terhadap Kinerja Praktek
Industri adalah sebesar 27,7%.
Bertitik tolak pada hasil penelitian tersebut, disampaikan beberapa
saran sebagai berikut:
(1) Dinas Pendidikan hendaknya terus melakukan berbagai upaya untuk
membantu meningkatkan kualitas pendidikan dan pelatihan di SMK
kaitannya dengan usaha peningkatan kesiapan siswa dalam menghadapi
tuntutan dunia kerja. Dengan adanya upaya kerja sama antara Dinas
Pendidikan dengan sekolah, usaha untuk meningkatkan kesiapan siswa
dalam menghadapi tuntutan dunia kerja dapat dilakukan dengan baik.
(2) Kepala SMK dan para guru hendaknya terus meningkatkan motivasi
belajar, prestasi belajar, kematangan siswa, dan mengupayakan agar para
siswa menampakkan kinerja yang tinggi dalam melaksanakan praktik di
industri. Hal ini penting dilakukan karena berdasarkan penelitian ini,
keempat faktor tersebut merupakan faktor yang dapat mempengaruhi
kesiapan siswa dalam menghadapi tuntutan dunia kerja. Semakin baik
motivasi belajar, prestasi belajar, kematangan siswa, dan kinerja siswa
dalam praktek industri, semakin baik pula kesiapan siswa dalam
menghadapi tuntutan dunia kerja.
(3) Bagi mitra kerja SMK dalam hal ini dunia usaha dan dunia industri,
hendaknya memberikan pembinaan yang baik di saat para siswa
melaksanakan praktik kerja industri. Hal ini penting untuk dilakukan agar
setelah menyelesaikan pendidikannya, para siswa dapat memiliki tingkat
kesiapan yang tinggi dalam menghadapi tuntutan dunia kerja, dan
(4) Bagi penelitian selanjutnya perlu penelitian lanjutan untuk parameter
yang lebih luas, dengan memasukkan variabel lain sebagai masukan
pengambil kebijakan.
Pendekatan penelitian yang digunakan adalah penelitian eksplanatory
atau penelitian penjelasan. Penelitian dilakukan dengan menyebarkan
kuesioner terhadap 51 siswa kelas 3 SMK Negeri maupun Swasta Kelompok
Teknologi dan Industri, Bidang Keahlian Teknik Bangunan se-Malang Raya,
yaitu meliputi Kota Malang, dan Kabupaten Malang saja karena Kota Batu
tidak terdapat SMK yang memiliki Bidang Keahlian Teknik Bangunan.
Analisis data dilakukan dengan pendekatan deksriptif dan analisis jalur.
Sementara itu, penelitian mengenai “ANALISA TINGKAT
KEMATANGAN SISWA SD KELAS 1 BERDASARKAN TINGKAT
USIA DI SEKOLAH DASAR DI JAKARTA” oleh Fellianti Muzdalifah &
Iriani Indri Hapsari (2010) menghasilkan kesimpulan bahwa tidak terdapat
perbedaan yang signifikan pada tes kematangan sekolah antara siswa SD
kelas 1 yang berusia di atas 6 tahun dengan siswa SD kelas 1 yang
berusia di bawah 6 tahun. Terbukti dari hasil yang diperoleh berada di atas
angka 0.05 yaitu 0.305. Hasil ini menunjukkan bahwa tingkat kematangan
sekolah pada siswa bukan ditentukan oleh tingkat usianya. Siswa-siswa yang
berusia di bawah 6 tahun pun memiliki tingkat kematangan yang setara
dengan siswa yang berusia di atas 6 tahun.
Siswa-siswa yang berusia di bawah 6 tahun memiliki perkembangan
fisik, kognitif dan sosial emosional yang dapat mendukung mereka untuk
mengikuti proses pembelajaran di pendidikan dasar formal.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis adakah perbedaan tingkat
kematangan sekolah berdasarkan usia sekolah antara siswa yang masih di
bawah 6 tahun dan siswa yang berusia di atas 6 tahun, dengan menggunakan
teknik non probability sampling. Pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan Tes Kematangan Sekolah yang diadaptasi dari Nijmeegese
schoolberkwaamheidstest (tes kesiapan sekolah dasar dari
Nijmeegerse/N.S.T). Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini
adalah teknik statistik independent sample t-test. Data diolah secara
kuantitatif dengan menggunakan bantuan program komputer SPSS
(Statistical Program for Social Science) versi 13.0 dan selanjutnya
interpretasi dijabarkan dalam bentuk uraian.
Siti Rohmah (Skripsi, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2009) dalam
penelitiannya yang berjudul “TEORI KECERDASAN MAJEMUK
HOWARD GARDNER DAN PENGEMBANGANNYA PADA METODE
PEMBELAJARAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UNTUK ANAK USIA
SEKOLAH DASAR” menjelaskan bahwa:
(1) Setiap individu pada dasarnya memiliki banyak kecerdasan yang harus
dikembangkan sejak usia dini minimal sejak usia sekolah dasar.
Minimal ada sembilan kecerdasan yang dimiliki manusia, yaitu
kecerdasan linguistik, matematis-logis, ruang-spasial, kinestetik-badani,
musikal, interpersonal, intrapersonal, naturalis, dan eksistensial.
(2) Pengembangan kecerdasan majemuk pada metode pembelajaran PAI
untuk anak usia sekolah dasar membutuhkan kreatifitas seorang guru,
baik dalam mengatur, merencanakan, maupun menerapkan metode-
metode tersebut.
Ada dua hal penting yang harus diperhatikan dalam perencanaan dan
penerapan metode tersebut, yaitu karakteristik pelajaran PAI dan karakteristik
perkembangan anak usia sekolah dasar.
Ditinjau dari karakteristik rumpun pelajaran PAI, maka secara
keseluruhan metode-metode yang ditawarkan untuk membantu
pengembangan kecerdasan majemuk anak bisa digunakan pada semua
rumpun pelajaran PAI, baik Aqidah-Akhlak, al-Qur‟an dan al-Hadits, Fiqih,
maupun Sejarah Kebudayaan Islam, dengan penekanan utama pada
kecerdasan tertentu sesuai dengan karakteristik setiap rumpun pelajaran PAI
tersebut. Sedangkan ditinjau dari segi karakteristik perkembangan anak, maka
penerapan dan pengembangan metode kelas awal dengan kelas tinggi akan
berbeda. Pada tahap perencanaan metode untuk mengembangkan kecerdasan
majemuk anak usia sekolah dasar, yang harus dipersiapkan oleh guru PAI
yaitu pemahaman konsep kecerdasan majemuk, ketersediaan dan ketepatan
waktu, ketersediaan dan kemampuan memanfaatkan sumber belajar, serta
kemampuan menerapkan metode yang dipilih.
Sedangkan pada tahap pelaksanaannya, cara menerapkan metode akan
berbeda karena harus disesuaikan dengan karakteristik dan kebutuhan
perkembangan anak. Sehingga, pada tahap ini guru harus mampu menguasai
dan menerapkan teknik pembelajaran yang telah ditetapkan.
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan dan menganalisis
konsep kecerdasan majemuk menurut Howard Gardner untuk mencari cara
pengembangan kecerdasan majemuk tersebut pada metode pembelajaran PAI
untuk anak usia sekolah dasar.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memperkaya khazanah keilmuan
dan memberikan kontribusi yang signifikan bagi upaya pengembangan
kecerdasan majemuk anak usia sekolah dasar, khususnya melalui metode
pembelajaran PAI.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif, dengan mengambil latar
pemikiran Howard Gardner tentang kecerdasan majemuk. Pengumpulan data
dilakukan dengan menggunakan metode dokumentasi.
Pendekatan yang digunakan adalah pendekatan psikologi, khususnya
psikologi perkembangan dan teori belajar humanistik.
Analisis data dilakukan dengan mencari dan memberi makna terhadap
data-data yang berhasil dikumpulkan, dari makna tersebut kemudian ditarik
kesimpulan.
Penelitian yang diadakan oleh Sunartombs (2009) dalam artikelnya
menyimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi belajar, yaitu:
1) Faktor yang terdapat dalam diri siswa (faktor intern)
Faktor-faktor yang berasal dari dalam diri anak bersifat biologis. Yang
dapat digolongkan ke dalam faktor intern yaitu:
a. Kecerdasan/intelegensi
Intelegensi yang baik atau kecerdasan yang tinggi merupakan faktor
yang sangat penting bagi seorang anak dalam usaha belajar.
b. Bakat
Tumbuhnya keahlian tertentu pada seseorang sangat ditentukan oleh
bakat yang dimilikinya. Sehubungan dengan bakat ini dapat
mempunyai tinggi rendahnya prestasi belajar bidang-bidang studi
tertentu.
Dalam proses belajar terutama belajar keterampilan, bakat memegang
peranan penting dalam mencapai suatu hasil akan prestasi yang baik.
Apalagi seorang guru atau orang tua memaksa anaknya untuk
melakukan sesuatu yang tidak sesuai dengan bakatnya maka akan
merusak keinginan tersebut.
c. Minat
Minat besar pengaruhnya terhadap belajar atau kegiatan. Bahkan
pelajaran yang menarik minat siswa lebih mudah dipelajari dan
disimpan karena minat menambah kegiatan belajar. Untuk menambah
minat seorang siswa di dalam menerima pelajaran di sekolah siswa
diharapkan dapat mengembangkan minat untuk melakukannya sendiri.
Minat belajar yang telah dimiliki siswa merupakan salah satu faktor
yang dapat mempengaruhi hasil belajarnya. Apabila seseorang
mempunyai minat yang tinggi terhadap sesuatu hal maka akan terus
berusaha untuk melakukan sehingga apa yang diinginkannya dapat
tercapai sesuai dengan keinginannya.
d. Motivasi
Dalam perkembangannya motivasi dapat dibedakan menjadi dua
macam yaitu motivasi intrinsik (motivasi yang bersumber dari dalam
diri seseorang yang atas dasar kesadaran sendiri untuk melakukan
sesuatu pekerjaan belajar) dan motivasi ekstrinsik (motivasi yang
datangnya dari luar diri seseorang siswa yang menyebabkan siswa
tersebut melakukan kegiatan belajar).
Dalam memberikan motivasi seorang guru harus berusaha dengan
segala kemampuan yang ada untuk mengarahkan perhatian siswa
kepada sasaran tertentu. Dengan adanya dorongan ini dalam diri siswa
akan timbul inisiatif dengan alasan mengapa ia menekuni pelajaran.
Untuk membangkitkan motivasi kepada mereka, supaya dapat
melakukan kegiatan belajar dengan kehendak sendiri dan belajar
secara aktif.
2) Faktor yang terdiri dari luar siswa (faktor ekstern)
Faktor yang berasal dari luar diri anak antara lain adalah:
a. Keadaan keluarga
Keluarga merupakan lingkungan terkecil dalam masyarakat tempat
seseorang dilahirkan dan dibesarkan. Pendidikan dimulai dari
keluarga. Perhatian orang tua dapat memberikan dorongan dan
motivasi sehingga anak dapat belajar dengan tekun. Karena anak
memerlukan waktu, tempat dan keadaan yang baik untuk belajar.
b. Keadaan sekolah
Sekolah merupakan lembaga pendidikan formal pertama yang sangat
penting dalam menentukan keberhasilan belajar siswa, karena itu
lingkungan sekolah yang baik dapat mendorong untuk belajar yang
lebih giat. Keadaan sekolah ini meliputi cara penyajian pelajaran,
hubungan guru dengan siswa, alat-alat pelajaran dan kurikulum.
c. Lingkungan masyarakat
Lingkungan membentuk kepribadian anak, karena dalam pergaulan
sehari-hari seorang anak akan selalu menyesuaikan dirinya dengan
kebiasaan-kebiasaan lingkungannya.
B. Landasan Teori
a. Teori Kematangan
Menurut Muhammad Khofifi (2009), kematangan (maturity)
adalah suatu keadaan atau kondisi bentuk struktur dan fungsi yang
lengkap atau dewasa pada suatu organisasi, baik terhadap satu sifat.
Kematangan membentuk sifat dan kekuatan dalam diri untuk
bereaksi dengan cara tertentu yang disebut “readiness” yang berupa
tingkah laku, baik tingkah laku yang instingtif maupun tingkah laku yang
dipelajari. Tingkah laku instingtif adalah suatu pola tingkah laku yang
diwariskan melalui proses hereditas. Sedangkan maksud dari tingkah
laku yang dipelajari yaitu orang tak akan berbuat secara intelijen apabila
kapasitas intelektualnya belum memungkinkan. Untuk itu kematangan
dalam struktur otak atau sistem syaraf sangat diperlukan.
Kematangan emosi (Wolman dalam Puspitasari, 2002) dapat
didefinisikan sebagai kondisi yang ditandai oleh perkembangan emosi
dan pemunculan perilaku yang tepat sesuai dengan usia dewasa daripada
bertingkah laku seperti anak-anak. Semakin bertambah usia individu
diharapkan dapat melihat segala sesuatunya secara obyektif, mampu
membedakan perasaan dan kenyataan, serta bertindak atas dasar fakta
dari pada perasaan.
Chaplin (2001) menambahkan emotional maturity adalah suatu
keadaan atau kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan
emosi dan karena itu pribadi yang bersangkutan tidak lagi menampilkan
pola emosional yang tidak pantas.
Covey (dalam Puspitasari, 2002) mengemukakan bahwa
kematangan emosi adalah kemampuan untuk mengekspresikan perasaan
yang ada dalam diri secara yakin dan berani, diimbangi dengan
pertimbangan-pertimbangan akan perasaan dan keyakinan individu lain.
Kematangan emosi juga dapat dikatakan sebagai proses belajar
untuk mengembangkan cinta secara sempurna dan luas di mana hal itu
menjadikan reaksi pilihan individu sehingga secara otomatis dapat
mengubah emosi-emosi yang ada dalam diri manusia (Hwarmstrong,
2005).
Ditambahkan Chaplin (dalam Ratnawati, 2005), kematangan
emosi adalah suatu keadaan atau kondisi untuk mencapai tingkat
kedewasaan dari perkembangan emosional seperti anak-anak,
kematangan emosional seringkali berhubungan dengan kontrol emosi.
Seseorang yang telah matang emosinya memiliki kekayaan dan
keanekaragaman ekspresi emosi, ketepatan emosi dan kontrol emosi.
Sukadji (dalam Ratnawati, 2005), mengatakan bahwa kematangan
emosi sebagai suatu kemampuan untuk mengarahkan emosi dasar yang
kuat ke penyaluran yang mencapai tujuan, dan tujuan ini memuaskan diri
sendiri dan dapat diterima di lingkungan.
Sejalan dengan bertambah kematangan emosi seseorang maka
akan berkuranglah emosi negatif. Bentuk-bentuk emosi positif seperti
rasa sayang, suka, dan cinta akan berkembang jadi lebih baik.
Perkembangan bentuk emosi yang positif tersebut memungkinkan
individu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan dengan menerima
dan membagikan kasih sayang untuk diri sendiri maupun orang lain.
Asmiyati (2001) mengemukakan kematangan emosi adalah suatu
kondisi mencapai tingkat kedewasaan dari perkembangan emosi pada diri
individu. Individu yang telah mencapai kematangan emosi ditandai oleh
adanya kemampuan dalam mengontrol emosi, berfikir realistik,
memahami diri sendiri dan menampakkan emosi di saat dan tempat yang
tepat. Reaksi yang diberikan individu terhadap setiap emosi dapat
memuaskan dirinya sendiri dan dapat diterima oleh lingkungannya.
Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa kematangan
emosi merupakan suatu kondisi pencapaian tingkat kedewasaan dari
perkembangan emosi pada diri individu. Individu yang mencapai
kematangan emosi ditandai oleh adanya kesanggupan mengendalikan
perasaan dan tidak dapat dikuasai perasaan dalam mengerjakan sesuatu
atau berhadapan dengan orang lain, tidak mementingkan diri sendiri
tetapi mempertimbangkan perasaan orang lain.
Sementara itu, dalam Kamus Kompetensi didefinisikan bahwa
Kematangan Pribadi (Maturity) adalah kemampuan untuk mengendalikan
diri (self-control) dan tidak mudah terpancing oleh reaksi yang
provokatif.
1. Bertahan untuk tidak impulsif
2. Mengendalikan emosi (rasa marah, frustrasi dll)
3. Mampu berespon secara kalem dalam situasi frustrasi
4. Mampu mengelola stress secara efektif
5. Mengendalikan emosi negatif dan bertindak secara konstruktif untuk
mencari penyelesaiannya
6. Mampu menenangkan orang lain disamping menenangkan diri sendiri.
Dalam artikel berjudul Mengenali Tanda-Tanda Kematangan Diri
(Mortimer R. Feinberg, Ph.D., 2004), terdapat penjelasan cukup
mendetail mengenai kematangan atau kedewasaan sebagai berikut:
Para ahli psikologi dan psikiater sepakat, bahwa kesuksesan
seseorang ditandai dengan berkembangnya prestasi serta kematangan
emosinya.
Meski tidak ada orang yang menyangkal pernyataan ini, tetapi
sedikit orang yang mengetahui secara pasti tentang bagaimana
penampilan seseorang yang dewasa atau matang itu, bagaimana cara
berpakaian dan berdandannya, bagaimana caranya menghadapi
tantangan, bagaimana tanggung jawabnya terhadap keluarga, dan
bagaimana pandangan hidupnya tentang dunia ini. Yang jelas
kematangan adalah sebuah modal yang sangat berharga. Sesungguhnya
apa yang disebut dengan kematangan atau kedewasaan itu?
Kedewasaan tidak selalu berkaitan dengan intelegensi. Banyak
orang yang sangat brilian namun masih seperti kanak-kanak dalam hal
penguasaan perasaannya, dalam keinginannya untuk memperoleh
perhatian dan cinta dari setiap orang, dalam bagaimana caranya
memperlakukan dirinya sendiri dan orang lain, dan dalam reaksinya
terhadap emosi.
Namun, ketinggian intelektual seseorang bukan halangan untuk
mengembangkan kematangan emosi. Malah bukti-bukti menunjukkan
keadaan yang sebaliknya. Orang yang lebih cerdas cenderung
mempunyai perkembangan emosi yang lebih baik dan superior, serta
mempunyai kemampuan menyesuaikan diri atau kematangan sosial yang
lebih baik.
Kedewasaan pun bukan berarti kebahagiaan. Kematangan emosi
tidak menjamin kebebasan dari kesulitan dan kesusahan. Kematangan
emosi ditandai dengan bagaimana konflik dipecahkan, bagaimana
kesulitan ditangani.
Orang yang sudah dewasa memandang kesulitan-kesulitannya
bukan sebagai malapetaka, tetapi sebagai tantangan-tantangan. Apa sih
kedewasaan/kematangan itu? Menurut kamus Webster, adalah suatu
keadaan maju bergerak ke arah kesempurnaan. Definisi ini tidak
menyebutkan preposisi "ke" melainkan "ke arah". Ini berarti kita takkan
pernah sampai pada kesempurnaan, namun kita dapat bergerak maju ke
arah itu. Pergerakan maju ini unik bagi setiap individu. Dengan demikian
kematangan bukan suatu keadaan yang statis, tapi lebih merupakan suatu
keadaan "menjadi" atau state of becoming. Pengertian ini menjelaskan,
suatu kasus misal, mengapa seorang eksekutif bertindak sedemikian
dewasa dalam pekerjaannya, namun sebagai suami dan ayah ia banyak
berbuat salah.
Tak ada seseorang yang sanggup bertindak dan bereaksi terhadap
semua situasi dan aspek kehidupan dengan kematangan penuh seratus
persen. Mereka dapat menangani banyak problem secara lebih dewasa.
Berikut ini ada beberapa kualitas atau tanda mengenai kematangan
seseorang. Namun, kewajiban setiap orang adalah menumbuhkan itu di
dalam dirinya sendiri, dan menjadi bagian dari dirinya sendiri. Maka,
orang yang dewasa/matang adalah:
1. Dia menerima dirinya sendiri.
Eksekutif yang paling efektif adalah ia yang mempunyai pandangan
atau penilaian baik terhadap kekuatan dan kelemahannya. Ia mampu
melihat dan menilai dirinya secara obyektif dan realistis.
Dengan demikian ia bisa memilih orang-orang yang mampu
membantu mengkompensasi kelemahan dan kekurangannya. Ia pun
dapat menggunakan kelebihan dan bakatnya secara efektif, dan bebas
dari frustasi-frustasi yang biasa timbul karena keinginan untuk
mencapai sesuatu yang sesungguhnya tidak ada dalam dirinya. Orang
yang dewasa mengenal dirinya sendiri dengan lebih baik, dan
senantiasa berusaha untuk menjadi lebih baik. Ia tidak berkepentingan
untuk menandingi orang lain, melainkan berusaha mengembangkan
dirinya sendiri. Dr. Abraham Maslow berkata, "Orang yang dewasa
ingin menjadi yang terbaik sepanjang yang dapat diusahakannya".
Dalam hal ini dia tidak merasa mempunyai pesaing-pesaing.
2. Dia menghargai orang lain.
Eksekutif yang efektif pun bisa menerima keadaan orang lain yang
berbeda-beda. Ia dikatakan dewasa jika mampu menghargai perbedaan
itu, dan tidak mencoba membentuk orang lain berdasarkan citra
dirinya sendiri. Ini bukan berarti bahwa orang yang matang itu berhati
lemah, karena jika kelemahan-kelemahan yang ada dalam diri
seseorang itu sudah sedemikian mengganggu tujuan secara
keseluruhan, ia tak segan untuk menghentikannya. Ukuran yang
paling tepat dan adil dalam hubungan dengan orang lain bahwa kita
menghormati orang lain, adalah ketiadaan keinginan untuk
memperalat atau memanipulasi orang lain tersebut.
3. Dia menerima tanggung jawab.
Orang yang tidak dewasa akan menyesali nasib buruk mereka.
Bahkan, mereka berpendapat bahwa nasib buruk itu disebabkan oleh
orang lain. Sedangkan orang yang sudah dewasa malah mengenal dan
menerima tanggung jawab dan pembatasan-pembatasan situasi di
mana ia berbuat dan berada. Tanggung jawab adalah perasaan bahwa
seseorang itu secara individu bertanggung jawab atas semua kegiatan,
atau suatu dorongan untuk berbuat dan menyelesaikan apa yang harus
dan patut diperbuat dan diselesaikan. Mempercayakan nasib baik pada
atasan untuk memecahkan persoalan diri sendiri adalah tanda
ketidakdewasaan. Rasa aman dan bahagia dicapai dengan mempunyai
kepercayaan dalam tanggung jawab atas kehidupan sendiri.
4. Dia percaya pada diri sendiri.
Seseorang yang matang menyambut dengan baik partisipasi dari orang
lain, meski itu menyangkut pengambilan keputusan eksekutif, karena
percaya pada dirinya sendiri. Ia memperoleh kepuasan yang
mendalam dari prestasi dan hal-hal yang dilaksanakan oleh anak
buahnya. Ia memperoleh perasaan bangga, bersama dengan kesadaran
tanggung jawabnya, dan kesadaran bahwa anak buahnya itu
tergantung pada kepemimpinannya. Sedangkan orang yang tidak
dewasa justru akan merasa sakit bila ia dipindahkan dari peranan
memberi perintah kepada peranan pembimbing, atau bila ia harus
memberi tempat bagi bawahannya untuk tumbuh.
Seseorang yang dewasa belajar memperoleh suatu perasaan kepuasaan
untuk mengembangkan potensi orang lain.
5. Dia sabar.
Seseorang yang dewasa belajar untuk menerima kenyataan, bahwa
untuk beberapa persoalan memang tidak ada penyelesaian dan
pemecahan yang mudah. Dia tidak akan menelan begitu saja saran
yang pertama. Dia menghargai fakta-fakta dan sabar dalam
mengumpulkan informasi sebelum memberikan saran bagi suatu
pemecahan masalah. Bukan saja dia sabar, tetapi juga mengetahui
bahwa adalah lebih baik mempunyai lebih dari satu rencana
penyelesaian.
6. Dia mempunyai rasa humor.
Orang yang dewasa berpendapat bahwa tertawa itu sehat. Tetapi dia
tidak akan menertawakan atau merugikan/melukai perasaan orang
lain. Dia juga tidak akan tertawa jika humor itu membuat orang lain
jadi tampak bodoh. Humor semestinya merupakan bagian dari emosi
yang sehat, yang memunculkan senyuman hangat dan pancaran yang
manis. Perasaan humor anda menyatakan sikap anda terhadap orang
lain. Orang yang dewasa menggunakan humor sebagai alat melicinkan
ketegangan, bukan pemukul orang lain.
Dalam buku yang berjudul “Psikologi Perkembangan”, Drs.
Mubin, M.Ag dan Ani Cahyadi, M.Pd (2006:89) menyebutkan bahwa
umumnya periode masa sekolah berlangsung sejak usia 6,0 tahun sampai
12 tahun, dimulai setelah anak melewati masa degil (keras kepala) yang
pertama, di mana proses sosialisasi telah dapat berlangsung dengan lebih
efektif sehingga ia disebut “matang” untuk mulai sekolah. Bermacam-
macam kriteria yang dipakai orang untuk menetapkan kapan seorang
anak disebut matang untuk sekolah. Sebenarnya dengan hanya ukuran
umur 6 atau 7 tahun saja belum dianggap cukup untuk menentukannya.
Kematangan itu paling tidak harus dilihat dari empat aspek, yaitu:
- Aspek fisik; fisik anak telah berkembang secara memadai sehingga
anak memperlihatkan kesanggupannya untuk mentaati secara
jasmaniah tata tertib sekolah, misalnya: dapat duduk tenang, dan tidak
makan-makan dalam kelas, dan lain-lain.
- Aspek intelektual; apabila anak telah sanggup menerima pelajaran
secara sistematis, kontinyu dan dapat menyimpan serta
mereproduksikannya bila diperlukan.
- Aspek moral; apabila anak telah sanggup untuk menerima didikan
moral atau norma-norma dan dapat mematuhi atau melaksanakannya.
- Aspek sosial; apabila anak telah sanggup untuk menyesuaikan diri dan
bergaul dengan orang lain terutama sekali dengan teman-temannya di
sekolah, dan dapat pula berhubungan dengan guru atas dasar
pengakuan akan kewibawaan guru.
Cepat atau lambatnya kematangan ini diperoleh anak banyak
tergantung pada kesehatan fisik, sifat-sifat dasar anak dan pendidikan
sebelumnya (dalam keluarga atau Taman Kanak-kanak).
Menurut DR. Sudarsono, SH, MPd dalam diktatnya yang berjudul
MANAGEMENT OF ORGANIZATION BEHAVIOR UTILIZING
HUMAN RESOURCES (2008), The Maturity Continum:
They move us progressively on Maturity Continuum from dependence
to independence. We each begin life as an infant, totally dependent on
others. We are directed, natured, and sustained by other.
(Mereka memindahkan kita secara progresif pada Maturity Continuum
dari ketergantungan menuju kemerdekaan. Kita masing-masing
memulai kehidupan sebagai seorang bayi, benar-benar tergantung
pada orang lain. Kita diarahkan, secara alami, dan diberi tenaga oleh
orang lain.)
The gradually, over the ensuing months and years, we become more
and more independent-physically, mentally, emotionally, and
financially-until eventually we can essentially take care of ourselves,
becoming inner-directed and self-reliant.
(Secara berangsur-angsur, selama berbulan-bulan hingga bertahun-
tahun, kita menjadi semakin merdeka menurut hukum alam, secara
mental, emosi, dan dalam soal keuangan hingga akhirnya kita dapat
pada dasarnya mengurusi diri kita, menjadi merasa benar sendiri dan
percaya diri.)
As we continue to grow and mature, we become increasingly aware
that all of nature is independent, that there is an ecological system
that govern including society.
(Selagi kita terus tumbuh dan matang, kita menjadi semakin sadar
bahwa seluruh alam adalah independen, bahwa ada sistem ekologi
yang mengatur termasuk masyarakat.)
Dependence is the paradigm of you – you take care of me; you come
through for me; you did not come through; I blame you for the result.
(Ketergantungan adalah paradigma dari Anda – Anda merawat saya;
Anda datang melalui untuk saya; Anda tidak datang melalui; saya
menyalahkan Anda untuk hasilnya.)
Independence is the paradigm of I – I can do it; I am responsible; I
am self-reliant; I can choose.
(Kemerdekaan adalah paradigma saya – Saya bisa melakukannya;
saya bertanggung jawab; saya mandiri; saya dapat memilih.)
Interdependence is the paradigm we – we can do it; we can
cooperate; we can combine our talents and abilities and create
something greater together.
(Saling ketergantungan adalah paradigma kita – Kita bisa
melakukannya; kita bisa bekerja sama; kita dapat menggabungkan
bakat dan kemampuan dan menciptakan sesuatu yang lebih besar
bersama-sama.)
Dikutip dari tulisan Galih Rosy dalam Rosy46nelli‟s Blog (2010)
mengenai Definisi Pertumbuhan, Perkembangan, Kematangan dan
Penuaan:
“Kematangan atau masa peka menunjukkan kepada suatu masa tertentu
yang merupakan titik kulminasi (titik puncak) dari suatu fase
pertumbuhan sebagai titik tolak kesiapan dari suatu fungsi untuk
menjalankan fungsinya”.
Untuk mengetahui tingkat kematangan siswa yang dapat diukur
secara numerik, saat ini banyak sekolah yang mengadakan Tes
Kematangan Siswa, yaitu berupa tes psikologi yang dilakukan terhadap
calon peserta didik baru di sekolah dasar-sekolah dasar, dan umumnya
diadakan di sekolah-sekolah swasta.
Dalam salah satu artikel Oemar Bakrie Banjar, Referensi
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia Sekolah Dasar, yang berjudul
“Tes Calistung: Melanggar Hak Anak”, yang ditulis oleh M. Jazuli
Rahman, S.Pd, (2010), disebutkan bahwa berdasarkan pernyataan
Direktur Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah Prof
Suyanto kepada Kompas.com di Jakarta, Selasa (29/6/2010), terkait
pemberlakuan pembelajaran calistung dan tes masuk SD, baik di sekolah
negeri maupun swasta. Apapun bentuknya, kata Suyanto, model
pembelajaran dan tes akademik tidak diperkenankan karena aturan main
penerimaan calon siswa sudah dituangkan pemerintah melalui PP No 17
tahun 2010 Pasal 66 ayat 2 serta Pasal 69 ayat 4 dan 5.
Bahkan Penasehat Komisi Nasional (Komnas) Perlindungan
Anak, Seto Mulyadi atau dipanggil akrab Kak Seto meminta saat
penerimaan masuk sekolah dasar (SD) tidak diperbolehkan lagi adanya
tes membaca, menulis dan berhitung (calistung). Dia menilai
memaksakan anak-anak untuk calistung merupakan pelanggaran hak
anak. Bahkan dia meminta kepada semua pihak untuk melaporkan
sekolah yang melakukan hal tersebut ke Komnas perlindungan anak.
Dengan demikian, tes psikologi yang disebut sebagai Tes
Kematangan Siswa, sudah sesuai dengan ketentuan. Selain melakukan
pemetaan modalitas belajar (Kinesteti, Auditoral dan Visual) psikolog
juga menganalisis perkembangan anak yang memenuhi syarat untuk
masuk dalam masa sekolah.
Apa sajakah syarat anak yang masuk sekolah? Menurut Drs.
Zulkifli L. dalam bukunya Psikologi Perkembangan: anak-anak yang
berumur 6 atau 7 tahun dianggap matang untuk belajar di sekolah dasar
jika:
a. Kondisi jasmaninya cukup sehat dan kuat untuk melakukan tugas di
sekolah.
b. Adanya keinginan belajar.
c. Fantasi tidak lagi leluasa dan liar.
d. Perkembangan perasaan sosial telah memadai.
Kemudian syarat-syarat tambahan yang harus kita analisis yaitu:
Fungsi jiwa harus sudah berkembang baik karena kematangan fungsi
jiwa diperlukan untuk belajar membaca, menulis dan berhitung.
Jadi tes psikolog ini menilai kematangan siswa untuk dapat
masuk ke sekolah dasar. Kematangan yang didapat berupa:
1. Matang untuk mulai belajar menulis (bukan sudah bisa menulis)
2. Matang untuk belajar membaca (bukan sudah bisa membaca)
3. Matang untuk belajar berhitung (bukan sudah bisa berhitung)
Dalam salah satu artikel Episentrum, Psikologi (Psychological
Assessment, Counseling) Layanan Psikologi untuk Anak, Remaja dan
Dewasa (Psychology of Kid, Adolescence and Adult) mengenai Kesiapan
Sekolah (2010), dijelaskan sebagai berikut:
Di negara kita, umumnya, seseorang memasuki pendidikan
sekolah mulai dari TK hingga perguruan tinggi. Setelah melewati TK A
dan TK B, diharapkan anak siap untuk mengikuti pendidikan di SD.
Dengan kesiapan itu, anak mempunyai kemungkinan yang lebih besar
untuk berhasil mengikuti pendidikan pada jenjang selanjutnya
dibandingkan anak-anak yang belum memiliki kesiapan.
Pernyataan di atas bukanlah tanpa alasan karena Lefrançois
(2000) telah menyatakan bahwa peserta belajar yang siap untuk belajar
hal-hal yang lebih spesifik akan mendapatkan pengalaman belajar yang
lebih banyak yang kaya dibandingkan yang belum siap.
Istilah kesiapan (readiness), dalam kamus Webster dideskripsikan
sebagai:
a. Kesiapan mental atau fisik untuk bertindak atau menerima
pengalaman.
b. Yang tangkas/pantas, cakap, atau trampil.
c. Immediate availability.
Untuk bisa dikatakan siap, tentu saja ada kriteria-kriteria tertentu
yang harus dipenuhi. Hal-hal yang mempengaruhi kesiapan seseorang
dalam belajar adalah kematangan fisik, perkembangan keterampilan
berpikir, dan adanya motivasi. Untuk mengukur kesiapan, guru dapat
mengukur melalui perkembangan emosi dan intelektual anak. Selain itu
juga guru perlu mengerti bagaimana anak belajar dan motivasi belajar
anak (Lefrançois, 2000).
b. Teori Kecerdasan Majemuk
Dalam buku berjudul “Pendidikan Holistik” yang ditulis oleh
Ratna Megawangi, Melly Latifah dan Wahyu Farrah Dina (2005, 50),
dituliskan bahwa Multiple Intelligences (MI) atau Kecerdasan Majemuk
adalah salah satu teori tentang kecerdasan yang dikenalkan oleh Dr.
Howard Gardner. Teori kecerdasan majemuk dikembangkan berdasarkan
pada pandangan bahwa pada teori kecerdasan yang telah dikembangkan
sebelumnya hanya melihat kecerdasan manusia dari sisi linguistik dan
logika matematika, sedangkan sisi kecerdasan manusia yang lain tidak
dilihat. Gardner memandang kecerdasan manusia berdasarkan berbagai
peranan yang terdiri dari kemampuan untuk menyelesaikan masalah,
atau menciptakan produk yang berharga dalam satu atau beberapa
lingkungan budaya masyarakat. Sudut pandang baru tentang kecerdasan
ini diyakini lebih manusiawi dan lebih dapat dipercaya dibandingkan
dengan teori kecerdasan sebelumnya.
Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Gardner dan timnya,
awalnya Gardner mendapatkan 7 kecerdasan. Namun seiring dengan
observasi yang terus dilakukan, maka saat ini dikenal 9 kecerdasan. Pada
individu normal suatu kecerdasan ini tidak berdiri sendiri, tetapi selalu
berfungsi bersama-sama dengan kecerdasan yang lain. Namun, biasanya
pada seseorang akan memiliki beberapa kecerdasan yang terlihat
menonjol. Kesembilan kecerdasan itu terdiri dari:
1. Kecerdasan Musik (Musical Intelligence)
Kecerdasan ini terlihat menonjol di kalangan pemusik. Kemampuan
untuk mendengarkan suatu pola musik secara natural dan kemudian
memproduksinya tanda orang-orang yang memiliki kecerdasan musik
yang tinggi. Sebagai contoh adalah pengalaman pemain biola Yahudi
Menuhin yang ketika berusia tiga tahun diajak melihat konser San
Fransisco Opera. Suara biola Louis Pesinger begitu membuatnya
terpesona. Dan akhirnya dia belajar bermain biola pada Louis
Pesinger. Ketika berusia 10 tahun, Yahudi Menuhin telah berhasil
menjadi pemain biola internasional. Orang yang cerdas di bidang ini
sangat sensitif terhadap bermacam-macam bunyi, dan cepat
mempelajari berbagai jenis musik, lagu dan alat-alat musik.
2. Kecerdasan Gerakan Badan/Fisik atau Kinestetik (Bodily-Kinesthetic
Intelligence)
Kecerdasan ini menonjol di kalangan pemain olah raga atau pun
penari. Kecerdasan ini memungkinkan terjadinya hubungan antara
pikiran dan tubuh yang diperlukan untuk melakukan ketrampilan
gerak tubuh.
Contoh pemilik kecerdasan ini yang menonjol adalah Babe Ruth
(pitcher legendaris). Ketika berumur 15 tahun, ia mengkritik pitcher
di timnya yang bermain buruk. Kemudian sang pelatih menantangnya
untuk menggantikan sang pitcher.
Meskipun belum pernah menjadi pitcher, pada saat melakukan
tugasnya ia tahu apa yang harus dia lakukan. Dan akhirnya dia
menjadi salah satu pelempar legendaris di liga utama. Ciri orang yang
memiliki kecerdasan ini adalah cepat mempelajari dan menguasai
kegiatan-kegiatan yang melibatkan fisik, baik motorik kasar maupun
halus. Mereka yang cerdas dalam bidang ini biasanya mampu
menggunakan seluruh anggota tubuhnya dalam pekerjaan, pemecahan
masalah, keterampilan tangan, jari atau lengan dalam memproduksi
sesuatu, seperti yang dimiliki oleh para atlit, pemain film, atau drama,
penari, penyulam, dan sebagainya.
3. Kecerdasan Logika Matematika (Mathematical-Logical Intelligence)
Ini adalah kecerdasan yang paling mudah diukur dan yang paling
banyak diakui. Bersama dengan kecerdasan bahasa, kecerdasan ini
menjadi prinsip dasar untuk tes IQ. Kecerdasan ini berupa
kemampuan untuk melakukan analisis dan berfikir ilmiah. Kecerdasan
ini terlihat menonjol di kalangan peneliti dan ilmuwan-ilmuwan
terkenal. Orang yang cerdas di bidang ini cepat mempelajari angka,
mengelompokkan, membuat hipotesis, dan berpikir logika lainnya.
Ilmuwan, filsuf, ahli matematika, dan computer programmer, adalah
orang-orang yang cerdas dalam bidang ini.
4. Kecerdasan Linguistik atau Verbal-Bahasa (Verbal-Linguistic
Intelligence)
Kecerdasan ini terlihat dari kemampuan dan kepekaan seseorang
dalam penggunaan bahasa atau mengekspresikan pikiran secara
verbal. Seseorang yang memiliki kecerdasan linguistik yang baik
memiliki kemampuan untuk menyusun dan mamaknai arti kata yang
kompleks, mudah mengingat nama atau sesuatu, dan mampu menulis
dengan baik. Mereka yang cerdas di bidang ini biasanya banyak
mengajukan pertanyaan dan senang berdiskusi. Contoh pemilik
kecerdasan ini yang menonjol adalah T.S. Elliot. Pada umur 10 tahun,
dia sudah mampu menciptakan majalah sendiri dan dia menjadi
distributor tunggal. Dalam waktu tiga hari, dia berhasil menciptakan 3
nomor lengkap. Masing-masing nomor berisi puisi, cerita petualangan,
kolom gosip dan humor.
5. Kecerdasan Ruang/Gambar Spasial (Visual-Spatial Intelligence)
Kecerdasan ini umumnya berupa kemampuan menyelesaikan masalah
ruang yang diperlukan dalam navigasi atau pencatatan peta. Bisa juga
ditunjukkan dalam kemampuan visualisasi benda yang dilihat dalam
sudut pandang yang berbeda, atau memvisualisasikan fenomena dalam
bentuk gambar. Kemampuan ini tercermin dari kegemaran
menggambar, menyenangi warna, garis, kemampuan membangun
balok, dan memberikan arah di mana suatu lokasi berada.
Contoh pemilik kecerdasan ini adalah para pelaut yang menggunakan
pemetaan bintang-bintang dalam menentukan lokasinya, para arsitek,
pelukis, ahli desain interior, dan pilot.
6. Kecerdasan Antar Pribadi (Interpersonal Intelligence)
Kecerdasan antar pribadi merupakan kemampuan seseorang untuk
membaca kehendak dan keinginan orng lain. Orang yang memiliki
kecerdasan antar pribadi yang baik memiliki kemampuan khusus saat
melihat suasana hati, temperamen, motivasi dan kehendak orang lain.
Ciri orang yang memiliki kecerdasan ini adalah mudah bergaul
dengan orang lain, senang mencari teman, senang terlibat dalam kerja
kelompok yang melibatkan diskusi kelompok. Mereka yang cerdas
dalam bidang ini biasanya mampu membaca perasaan orang lain
melalui nada bicara seseorang, gerak tubuh, dan ekspresi wajah.
Biasanya mereka juga mudah menyelesaikan konflik dengan orang
lain. Contoh pemilik kecerdasan ini yang menonjol adalah Annie
Sulivan. Perjuangan Annie Sulivan untuk memahami dan
berkomunikasi dengan Helen Keller, seorang anak berusia tujuh tahun
yang buta dan tuli menunjukkan bahwa kecerdasan ini tidak
tergantung bahasa.
7. Kecerdasan Intra Pribadi (Intrapersonal Intelligence)
Kecerdasan intra pribadi adalah kecerdasan yang menggambarkan
kemampuan seseorang untuk memahami dirinya sendiri.
Bagaimana caranya memahami emosi diri sendiri, memberi label pada
emosi itu dan menggunakannya untuk memahami dan menjadikannya
pedoman tingkah laku sendiri. Kecerdasan ini dicontohkan pada
pengalaman Virgina Woolf yang ditulis dalam karangan singkatnya
yang berjudul "A Sketch of The Past". Mereka yang cerdas di bidang
ini umumnya dapat menghayati puisi, drama, bermeditasi, menulis
jurnal, dan bercerita.
8. Kecerdasan Mempelajari Alam (Naturalist Intelligence)
Orang yang cerdas di bidang ini cepat mempelajari fenomena alam,
biologi, mengamati dan membaca kehidupan tumbuhan, binatang serta
gemar akan kegiatan pencinta alam.
9. Kecerdasan Spiritual (Existential Intelligence)
Kecerdasan ini dicirikan dengan kemampuan berpikir mendalam
tentang makna dan arti hidup, dan mempertanyakan “mengapa kita
hidup”, “mengapa kita mati”. Termasuk pula kemampuan menyadari
bahwa dirinya adalah bagian dari keseluruhan dan saling terkait
dengan yang lainnya.
Dr. Sudarsono, SH, MPd dalam diktatnya yang berjudul
Management of Organization Behavior Utilizing Human Resources
(2008) menjabarkan kecerdasan majemuk oleh Howard Gardner seperti
pada tabel berikut:
Tabel 2.1
Multiple Intelligences by Gardner
Original Intelligences : Characteristic Famous Examples
1. Logical/mathematical Processes analytically,
calculates, quantifies
Scientist Albert
Einstein
2. Verbal/linguistic Thoughts through words, uses
words to nurture
Consultant Tom
Peters
3. Interpersonal Understands others, processes
through interaction,
empathizes, humor
Entertainer Oprah
Winfrey
4. Intrapersonal Thinks in quiet, likes to be
alone, goal oriented,
independent, perseveres
Business Tycoon
Howard Hughes
5. Visual/spatial Uses mental models, thinks
three dimensionally, and
pictures how to get places or
solve problems.
Architect Frank
Lloyd Wright
6. Musical Sensitivity to pitch, melody,
rhythm, found in both
Composer
Wolfgang Mozart
7. Bodily/kinesthetic Phsymoverment, involves
whole body, processes by
jumping or dancing
Basketball player
Michael Jordan
“New” Intelligences : Characteristics Famous Examples
8. Naturalist Needs to be with/survive in
nature strength in
categorization in nature or
Singer John
Denver
9. Existential Not religion per se, knows
why he or she is here,
personnel mission
Civil rights leaders
Martin Luther
King
10. Emotional Emotional nature, recognizes
own anger reach to emotions
of self and others
Pacific leaders
Mohandas Gandhi
Sumber: Diktat Kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia, Dr. Sudarsono, SH. MPd, 2009
Menurut Gardner:
Setiap manusia mempunyai kesembilan aspek kecerdasan ini
dengan kadar yang bervariasi.
Setiap manusia mempunyai komposisi kecerdasan yang berbeda.
Seluruh aspek kecerdasan tersebut ada pada bagian otak yang
berbeda yang dapat bekerja secara sendiri atau secara bersamaan.
Kesembilan aspek kecerdasan tersebut bisa tercermin dari
kemajemukan cara anak-anak memahami atau belajar tentang dunia di
sekitarnya atau berbagai cara mereka untuk bisa “cerdas”.
Sistem pendidikan di Indonesia umumnya mempunyai standar
kecerdasan – IQ (yang hanya mencakup 2 atau 3 aspek kecerdasan) –
sehingga orang-orang yang mempunyai kecerdasan di bidang lainnya
tidak dapat berkembang secara optimal, karena cenderung tidak
dihargai atau dicap “bodoh” oleh sistem pendidikan yang ada.
Masalah prestasi belajar yang lazim terdapat di Indonesia
adalah kegagalan di bidang akademik yang ditandai dengan kondisi
tidak naik kelas. Anak dianggap belum mampu memahami apa yang
diajarkan selama satu tahun, sehingga perlu mengulang di jenjang
yang sama.
Di Indonesia kriteria kenaikan ke suatu jenjang pendidikan
didasarkan pada ketuntasan dalam mata pelajaran. Beberapa sekolah
mensyaratkan ketuntasan pada setiap mata pelajaran dalam setiap
aspek (kognitif, afektif, dan psikomotorik).
Beberapa memberikan batasan minimal ketidaktuntasan untuk
dikatakan mampu naik ke tingkat di atasnya. Syarat kenaikan kelas di
atas mengandaikan bahwa semua siswa diharapkan menguasai semua
materi atau setidaknya sebagian besar materi yang ditentukan oleh
pembuat kebijakan pendidikan. Dengan kata lain siswa dituntut
memiliki berbagai kemampuan dalam kurikulum sekolah tanpa
memperhatikan perbedaan individual tiap siswa. Jika siswa tidak
berhasil mencapainya, dia dinyatakan tidak naik kelas dan dianggap
sebagai siswa yang tidak cerdas. Pertanyaannya adalah, benarkah
tidak naik kelas sama dengan tidak cerdas?
Pada kenyataannya, setiap siswa memiliki kemampuan khusus
yang berbeda-beda yang semuanya dapat dikatakan sebagai
kecerdasan. Barangkali seorang siswa tidak mampu menghafal atau
memahami banyak materi dalam kurikulum di sekolahnya, tetapi dia
memiliki kemampuan kinestetik atau musikal yang luar biasa.
Sayangnya, kebanyakan sekolah di negara kita kurang memperhatikan
kemampuan tersebut dan lebih berorientasi pada ketidakmampuan
siswa sehingga siswa tersebut dinyatakan harus tinggal kelas. Dari
paparan ini dapat disimpulkan bahwa ketika dihadapkan pada kondisi
tidak naik kelas, sebaiknya orang tua tidak melihat dari segi
ketidakmampuan anak, tetapi lebih melihat apa yang menjadi
kemampuan anak. Pandangan bahwa tidak naik kelas berarti tidak
cerdas sama sekali tidak benar. (www.untukku.com)
Masih pada buku yang sama (2005, 54) disebutkan bahwa
implikasi dari teori kecerdasan majemuk terhadap pendidikan adalah
munculnya pemahaman dan kesadaran sebagai berikut:
Pengertian bahwa banyak cara untuk mengerti dan menguasai
pelajaran, dan setiap anak mempunyai cara yang paling efektif
untuk mempelajari sesuatu.
Kesadaran bahwa menilai anak hanya dengan salah satu aspek
kecerdasan saja (matematika, atau bahasa) adalah tidak tepat
karena setiap anak itu unik.
Tujuan pendidikan bukan menyiapkan anak agar memiliki
pengetahuan saja, tetapi juga membentuk karakter (pantang
menyerah, motivasi berbuat baik, dan sebagainya). Pendidikan
yang hanya mementingkan anak untuk menghafal suatu materi
dengan latihan-latihan matematika atau membaca secara intensif
dapat mematikan motivasi untuk menggunakan pengetahuannya
yang diperoleh di sekolah dalam kehidupan nyata.
c. Prestasi Belajar
Prestasi adalah hasil yang telah dicapai seseorang dalam
melakukan kegiatan, atau hasil yang telah dicapai siswa dalam proses
pembelajaran. Prestasi belajar merupakan hasil maksimum yang dicapai
oleh seseorang setelah melaksanakan usaha-usaha belajar.
Prestasi belajar di bidang pendidikan adalah hasil dari
pengukuran terhadap peserta didik yang meliputi faktor kognitif, afektif
dan psikomotor setelah mengikuti proses pembelajaran yang diukur
dengan menggunakan instrumen tes atau instrumen yang relevan. Jadi
prestasi belajar adalah hasil pengukuran dari penilaian usaha belajar yang
dinyatakan dalam bentuk simbol, huruf maupun kalimat yang
menceritakan hasil yang sudah dicapai oleh setiap anak pada periode
tertentu.
Prestasi belajar dapat diukur melalui tes yang sering dikenal
dengan tes prestasi belajar. Saifudin Anwar (2005:8-9) mengemukakan
bahwa tes prestasi belajar bila dilihat dari tujuannya yaitu mengungkap
keberhasilan seseorang dalam belajar. Testing pada hakikatnya menggali
informasi yang dapat digunakan sebagai dasar pengambilan keputusan.
Tes prestasi belajar berupa tes yang disusun secara terencana untuk
mengungkap performasi maksimal subyek dalam menguasai bahan-
bahan atau materi yang telah diajarkan. Dalam kegiatan pendidikan
formal tes prestasi belajar dapat berbentuk ulangan harian, ulangan
tengah semester, ulangan akhir semester, ulangan kenaikan kelas, ujian
akhir sekolah dan ujian nasional.
Kemampuan intelektual siswa sangat menentukan keberhasilan
siswa dalam memperoleh prestasi. Untuk mengetahui berhasil tidaknya
seseorang dalam belajar maka perlu dilakukan suatu evaluasi.
Tujuan evaluasi adalah untuk mengetahui prestasi yang diperoleh
siswa setelah proses pembelajaran berlangsung. Adapun prestasi dapat
diartikan hasil yang diperoleh karena adanya aktivitas belajar yang telah
dilakukan.
Belajar adalah perubahan yang terjadi dalam tingkah laku
manusia. Proses tersebut tidak akan terjadi apabila tidak ada sesuatu yang
mendorong pribadi yang bersangkutan. Prestasi belajar merupakan hal
yang tidak dapat dipisahkan dari kegiatan belajar, karena kegiatan belajar
merupakan proses, sedangkan prestasi merupakan hasil dari proses
belajar.
Prestasi belajar merupakan tingkat kemanusiaan yang dimiliki
siswa dalam menerima, menolak dan menilai informasi-informasi yang
diperoleh dalam proses pembelajaran.
Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan
sesuatu dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam
bentuk nilai atau raport setiap bidang studi setelah mengalami proses
pembelajaran. Prestasi belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan
evaluasi. Hasil dari evaluasi dapat memperlihatkan tentang tinggi atau
rendahnya prestasi belajar siswa.
Pada kesimpulan penelitian berjudul EVALUASI BELAJAR
DAN PEMBELAJARAN yang tertulis dalam Rahmat Wijaya‟s Blog
(2010) disebutkan bahwa:
Peranan evaluasi dalam pendidikan yakni menjadi dasar pembuatan
keputusan dan pengambilan kebijakan, mengukur prestasi siswa,
mengevaluasi kurikulum, mengakreditasi sekolah, memantau
pemanfaatan dana masyarakat, memperbaiki materi dan program
pendidikan.
Dalam artikel tersebut juga disebutkan bahwa pada awalnya
pengertian evaluasi pendidikan selalu dikaitkan dengan prestasi belajar
siswa. Seperti definisi yang pertama dikembangkan oleh Ralph Tyler
bahwa evaluasi merupakan proses pengumpulan data untuk menentukan
sejauh mana, dalam hal apa, dan bagian mana tujuan pendidikan sudah
tercapai.
Dalam artikel Episentrum, Psikologi (Psychological Assessment,
Counseling) Layanan Psikologi untuk Anak, Remaja dan Dewasa
(Psychology of Kid, Adolescence and Adult) (2010) dijelaskan bahwa:
Ada dua faktor yang mempengaruhi prestasi akademik seseorang, yaitu
faktor internal/pribadi dan eksternal/lingkungan.
o Faktor internal
a. Inteligensi
Taraf inteligensi seseorang dapat tercermin dalam prestasi
sekolahnya di semua mata pelajaran. Jadi, ada korelasi antara
inteligensi dengan kesuksesan di sekolah.
Peserta didik dengan taraf inteligensi yang tinggi diharapkan
dapat mencapai prestasi belajar yang lebih baik dibandingkan
peserta didik yang memiliki taraf inteligensi yang lebih rendah.
Namun inteligensi bukan satu-satunya faktor penentu
keberhasilan prestasi akademik karena masih ada faktor lainnya
seperti motivasi dan kepribadian serta faktor eksternal.
b. Motivasi
Motivasi merupakan daya penggerak yang menjadi aktif pada
saat-saat tertentu di mana ada kebutuhan untuk mencapai tujuan.
Motivasi juga merupakan sesuatu yang menggerakkan individu
dari perasaan bosan menjadi berminat untuk melakukan sesuatu.
Tercakup di sini adalah motivasi untuk mencapai kelulusan dan
motivasi untuk melanjutkan ke pendidikan yang lebih tinggi
(Sukadji, 2000). Motivasi merupakan tenaga dorong selama
tahapan proses belajar yang berfungsi untuk (Sukadji, 2000):
1. Mencari dan menemukan informasi mengenai hal-hal yang
dipelajari
2. Menyerap informasi dan mengolahnya
3. Mengubah informasi yang didapat ini menjadi suatu hasil
(pengetahuan, perilaku, keterampilan, sikap, dan kreativitas).
Secara umum, motivasi terbagi menjadi motivasi internal dan
eksternal.
Motivasi internal mengacu pada diri sendiri, misalnya kegiatan
belajar dihayati dan merupakan kebutuhan untuk memuaskan rasa
ingin tahu. Motivasi eksternal mengacu pada faktor di luar
dirinya. Siswa dengan motivasi eksternal akan membutuhkan
adanya pemberian pujian atau pemberian nilai sebagai hadiah atas
prestasi yang diraihnya (Djiwandono, 2002). Kedua komponen ini
bersifat kontekstual, artinya ada pada seseorang sehubungan
dengan suatu kegiatan yang dilakukan. Oleh karena itu motivasi
dapat berubah sesuai dengan waktu.
Menurut McLelland dan Atkinson (dalam Djiwandono, 2002),
motivasi yang paling penting dalam psikologi pendidikan adalah
motivasi berprestasi, di mana seseorang cenderung berjuang
untuk mencapai sukses atau memilih suatu kegiatan yang
berorientasi untuk tujuan sukses.
c. Kepribadian
Kepribadian merupakan suatu organisasi yang dinamis dari sistem
psikofisik seseorang yang menentukan bagaimana individu dapat
menyesuaikan diri secara unik dengan lingkungannya.
Kepribadian dapat berubah dan dimunculkan dalam bentuk
tingkah laku. Organisasi adalah hubungan antar traits yang selalu
berubah dan diwujudkan dalam bentuk traits-traits yang dominan.
Sedangkan sistam psikofisik adalah kebiasaan-kebiasaan, sikap-
sikap, nilai-nilai, kepercayaan-kepercayaan, keadaan emosi dan
dorongan-dorongan. Sistem inilah yang akan mendorong
seseorang untuk menentukan penyesuaian dirinya sebagai hasil
belajar atau pengalaman.
o Faktor eksternal
a. Lingkungan rumah
Lingkungan rumah terutama orang tua, memegang peranan
penting serta menjadi guru bagi anak dalam mengenal dunianya.
Orang tua adalah pengasuh, pendidik dan membantu proses
sosialisasi anak.
b. Lingkungan sekolah
Menurut Ormrod (2006) lingkungan sekolah yang baik adalah
lingkungan yang nyaman sehingga anak terdorong untuk belajar
dan berprestasi. Ada beberapa karakteristik lingkungan sekolah
yang nyaman sebagai tempat belajar (Burstyn & Stevens dalam
Ormrod, 2006), yaitu:
1) Sekolah mempunyai komitmen untuk mendukung semua
usaha murid agar sukses baik dalam bidang akademik
maupun sosial.
2) Adanya kurikulum yang menantang dan terarah.
3) Adanya perhatian dan kepercayaan murid serta orang tua
terhadap sekolah.
4) Adanya ketulusan dan keadilan bagi semua murid, baik untuk
murid dengan latar belakang keluarga yang berbeda, beda ras
maupun etnik.
5) Adanya kebijakan dan peraturan sekolah yang jelas. Misalnya
panduan perilaku yang baik, konsekuensi yang konsisten,
penjelasan yang jelas, kesempatan menjalin interaksi sosial
serta kemampuan menyelesaikan masalah.
6) Adanya partisipasi murid dalam pembuatan kebijakan
sekolah.
7) Adanya mekanisme tertentu sehingga siswa dapat
menyampaikan pendapatnya secara terbuka tanpa rasa takut.
8) Mempunyai tujuan untuk meningkatkan perilaku prososial
seperti berbagi informasi, membantu dan bekerja sama.
9) Membangun kerja sama dengan komunitas keluarga dan
masyarakat.
10) Mengadakan kegiatan untuk mendiskusikan isu-isu menarik
dan spesial yang berkaitan dengan murid.
Sedangkan di kelas, sebaiknya kelas cukup besar dengan jumlah
murid yang tidak terlalu banyak sehingga guru dapat memonitor
setiap siswa. Kelas yang baik dan produktif adalah kelas yang
nyaman secara tata ruang, memunculkan motivasi internal siswa
untuk belajar, kegiatan guru yang terarah serta kegiatan monitor
terhadap siswa.
Tarmidi (Iklim Kelas dan Prestasi Belajar, 2006) menjelaskan
bahwa proses belajar mengajar erat sekali kaitannya dengan lingkungan
atau suasana di mana proses itu berlangsung. Meskipun prestasi belajar
juga dipengaruhi oleh banyak aspek seperti gaya belajar, fasilitas yang
tersedia, pengaruh iklim kelas masih sangat penting. Hal ini beralasan
karena ketika para peserta didik belajar di ruangan kelas, lingkungan
kelas, baik itu lingkungan fisik maupun non fisik kemungkinan
mendukung mereka atau bahkan malah mengganggu mereka.
Ada beberapa penelitian yang membuktikan bahwa iklim kelas
ikut mempengaruhi prestasi belajar peserta didik. Sijde (1988)
melakukan penelitian terhadap 558 peserta didik kelas 2 Sekolah
Menengah Pertama yang belajar Matematika di Belanda dengan
menggunakan Dutch Classroom Climate Questionnaire (DCCQ). Salah
satu indikator iklim kelas itu, „pengawasan guru terhadap peserta didik‟
mempunyai korelasi yang signifikan dengan prestasi belajar peserta
didik. Lebih jauh, Fraser (1986) mendokumentasikan lebih dari 45
penelitian yang membuktikan adanya hubungan positif antara iklim kelas
dengan prestasi belajar peserta didik. Penelitian-penelitian itu
menggunakan berbagai macam alat ukur iklim kelas seperti Learning
Environment Inventory (LEI), Classroom Environment Scales (CES),
Individualized Classroom Environment Questionnaire (ICEQ), My Class
Inventory (MCI) dan instrument-instrumen yang lain di beberapa negara.
Kesimpulan dari beberapa studi tersebut di atas adalah bahwa
prestasi belajar peserta didik juga ditentukan oleh kualitas iklim kelas di
mana mereka belajar. Implikasi lebih lanjut dari studi-studi itu adalah
bahwa prestasi belajar peserta didik dapat ditingkatkan dengan
menciptakan iklim kelas yang kondusif dan lebih baik.
Iklim kelas diyakini berkorelasi positif dengan perubahan tingkah
laku dan prestasi hasil pembelajaran siswa. Dengan kata lain, iklim kelas
merupakan salah satu cara untuk meningkatkan efektifitas dan kualitas
pembelajaran di kelas. Namun demikian, pada umumnya guru dan kepala
sekolah belum mengetahui makna dan hakikat serta dampak iklim kelas
terhadap proses belajar-mengajar.
C. Kerangka Konseptual
Gambar 2.1
Kerangka Konseptual
Sumber: Paradigma Penelitian
Penjelasan:
Kematangan siswa dengan aspek-aspek yang mempengaruhinya
merupakan modal awal dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah
dasar. Oleh sebab itu pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB)
yang diadakan di awal tahun pelajaran, diwajibkan bagi calon siswa untuk
mengikuti Tes Kematangan Siswa oleh sebuah lembaga konsultasi
psikologi, sebagai salah satu persyaratan yang harus dipenuhi.
Faktor pendukung awal yaitu usia, pola asuh keluarga, lingkungan tempat
tinggal dan media massa berpengaruh pada tingkat kematangan siswa,
yang akan diketahui nilainya melalui Tes Kematangan Siswa.
Dari hasil Tes Kematangan Siswa, dapat diraba/diperkirakan mengenai
kemampuan siswa dalam menerima pelajaran, tingkah laku siswa dalam
belajar dan bersosialisasi, serta kemandirian dan tanggung jawab siswa,
yang nantinya bisa jadi mengalami perubahan seiring dengan berjalannya
proses pembelajaran.
Dalam proses pembelajaran terjadi pengembangan kecerdasan, tidak
lepas dari faktor yang mempengaruhi yaitu potensi siswa itu sendiri dan
kompetensi guru dalam mengaplikasikan metode pembelajaran, salah
satunya yaitu aplikasi teori kecerdasan majemuk.
Pada akhirnya akan dicapai prestasi belajar, yang dapat diketahui dari
nilai-nilai tes/ulangan, progress/perkembangan yang terlihat selama proses
pembelajaran, perubahan sikap, atau kemanfaatan yang dapat dibuat oleh
individu siswa bagi dirinya sendiri maupun lingkungan sosialnya.
D. Temuan-temuan yang Diharapkan
Berdasarkan hasil penelitian terdahulu serta landasan teori yang telah
diuraikan di atas, serta mengacu kepada kerangka konseptual yang telah
dibuat, maka beberapa jawaban yang mungkin ditemukan dalam penelitian ini
dapat dirumuskan sebagai berikut:
6. Faktor kematangan siswa merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi pencapaian hasil/prestasi belajar siswa, karena aspek-
aspek kematangan siswa itu sendiri merupakan bagian dari faktor intern
(kecerdasan, bakat, kemampuan menerima pelajaran, kemampuan
bersosialisasi) dan faktor ekstern (pola asuh keluarga, lingkungan tempat
tinggal, media massa) yang mempengaruhi prestasi belajar.
7. Konsekuensi aplikasi kecerdasan majemuk terhadap pencapaian prestasi
belajar peserta didik adalah adanya perlakuan yang istimewa terhadap
semua anak, karena mereka memiliki potensi yang berbeda, sehingga
tidak dapat selalu dikelompokkan dalam satu kelompok yang sama atau
diukur dengan alat ukur yang sama, misalnya nilai mata pelajaran
tertentu saja atau hanya menilai secara akademik saja.
8. Ada korelasi searah antara faktor kematangan peserta didik dengan
aplikasi kecerdasan majemuk. Artinya aplikasi kecerdasan majemuk
dapat berpengaruh dalam meningkatkan kematangan peserta didik,
sementara faktor kematangan tidak berpengaruh pada aplikasi kecerdasan
majemuk. Adapun aplikasi kecerdasan majemuk lebih dipengaruhi oleh
kompetensi guru atau pendidik.
9. Kebijakan yang perlu dikaji kembali berkenaan dengan faktor
kematangan siswa, aplikasi kecerdasan majemuk serta pencapaian
prestasi belajar peserta didik adalah mengenai pengembangan kurikulum,
penilaian hasil belajar dan sistem kenaikan kelas, selayaknya meninjau
perbedaan kemampuan dan potensi siswa.
10. Dengan kebijakan tersebut di atas, dapat menghindarkan dampak negatif
seperti kondisi psikologis siswa yang menurun karena dianggap „tidak
bisa‟, „bodoh‟ dan lain sebagainya, sebaliknya memacu siswa untuk
menjadi lebih percaya diri dan memberi kesempatan yang sama kepada
seluruh siswa untuk mengembangkan potensi dirinya.
Temuan-temuan di atas diharapkan dapat menjawab pertanyaan-
pertanyaan yang menjadi permasalahan dalam penelitian ini, dan nantinya
akan dibuktikan setelah hasil penelitian yang diperoleh dianalisis hingga
ditarik kesimpulan.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Identifikasi dan Definisi Operasional Variabel
Variabel dalam penelitian ini adalah:
1) Kematangan siswa
Yaitu tingkat kematangan calon siswa atau peserta didik baru yang akan
memasuki kelas satu Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT) Insan
Rabbani.
Alat ukur: hasil Tes Kematangan Siswa yang diadakan oleh pihak
sekolah bekerja sama dengan sebuah lembaga konsultasi psikologi.
2) Aplikasi Kecerdasan Majemuk (Multiple Intelligences)
Yaitu penerapan/aplikasi teori kecerdasan majemuk pada proses
pembelajaran di dalam kelas, dengan fokus (pemusatan perhatian) pada
metode yang dilakukan oleh tenaga pendidik.
Alat ukur: hasil supervisi/pengawasan terhadap proses pembelajaran
sehari-hari di dalam kelas, serta wawancara untuk mengetahui
pengetahuan/kompetensi guru mengenai kecerdasan majemuk itu sendiri.
3) Prestasi/hasil belajar siswa
Yaitu pencapaian prestasi yang diperoleh siswa selama dua semester
berturut-turut setelah mengalami proses pembelajaran di sekolah.
Alat ukur: nilai rapor yang diperoleh pada dua semester terakhir.
B. Populasi dan Sampel
Populasi yang digunakan sebagai obyek penelitian adalah:
Untuk variabel (1) dan (3) yaitu siswa/i SDIT Insan Rabbani, dan sampel
yang diambil adalah beberapa siswa angkatan 2005/2006 sampai dengan
angkatan 2009/2010, yaitu siswa kelas II sampai dengan kelas VI pada
tahun pelajaran 2010/2011.
Untuk variabel (2) yaitu guru SDIT Insan Rabbani, dan sampel yang
diambil adalah guru yang sudah berpengalaman dalam mengajar dengan
menggunakan metode aplikasi kecerdasan majemuk.
C. Sumber dan Jenis Data
Data berupa hasil Tes Kematangan Siswa merupakan data sekunder,
karena data tersebut diterbitkan atau digunakan oleh organisasi yang bukan
pengolahnya. Organisasi yang mengolahnya adalah lembaga konsultasi
psikologi yang bekerja sama dengan SDIT Insan Rabbani. Sementara SDIT
Insan Rabbani menyimpan dan menggunakan data tersebut sebagai bekal
awal siswa yang baru masuk.
Data lain yang diperoleh merupakan data primer, karena penulis
memperoleh data tersebut langsung dari pemilik dan pengolah data tersebut.
Data yang dimaksud adalah:
- Data berupa kualifikasi, kompetensi, hasil supervisi serta wawancara guru
yang diperoleh langsung dari pihak manajemen sekolah (dalam hal ini
diwakilkan oleh Kepala Sekolah dan Tata Usaha).
- Data berupa nilai rapor siswa selama dua semester berturut-turut, yaitu
pada semester genap tahun pelajaran 2009/2010 dan pada semester ganjil
tahun pelajaran 2010/2011.
Karena data-data tersebut bersumber dari instansi itu sendiri, dalam
hal ini adalah lembaga pendidikan SDIT Insan Rabbani, maka dapat
digolongkan juga ke dalam data internal. Adapun fungsi lembaga konsultasi
psikologi yang membuat data tersebut hanya untuk membantu pihak sekolah
sesuai dengan keahlian dan fasilitas yang dimiliki. Maka data yang diperoleh
pun (hasil Tes Kematangan Siswa) kembali menjadi milik internal SDIT
Insan Rabbani.
Sementara itu jenis data yang diperoleh adalah:
- Untuk variabel (1) dan variabel (3) berupa data kuantitatif, karena
merupakan data yang berupa angka-angka dan dapat dijabarkan secara
grafis berupa diagram batang.
- Untuk variabel (2) berupa data kualitatif, karena merupakan
penilaian/pendapat dari hasil pengawasan/supervisi serta wawancara
terhadap beberapa sampel yang memenuhi kualifikasi.
Data pada variabel (1) dan (2) merupakan data cross-section, karena
hanya dikumpulkan pada satu waktu saja, yaitu pada saat penerimaan siswa
baru di awal tahun pelajaran (untuk hasil Tes Kematangan Siswa); dan proses
pembelajaran yang dapat diamati pada kurun waktu selama berlangsungnya
penelitian (untuk pengawasan aplikasi kecerdasan majemuk).
Sedangkan pada variabel (3) data yang diambil adalah data time-
series, karena berupa data yang dikumpulkan selama dua semester berturut-
turut, yaitu akhir tahun pelajaran 2009/2010 dan semester gasal tahun
pelajaran 2010/2011(nilai rapor siswa dua semester terakhir pada masa
penelitian berlangsung, yaitu sepanjang tahun 2010).
D. Metode Pengumpulan Data
Metode yang dilakukan dalam mengumpulkan data adalah:
- Metode pengamatan langsung, yaitu dengan melakukan pengamatan
terhadap siswa sebagai obyek/sampel yang pertama, mengamati sejauh
mana kesesuaian antara data berupa hasil Tes Kematangan Siswa maupun
nilai rapornya selama enam tahun berturut-turut dengan potensi yang bisa
dilihat secara kasat mata pada siswa tersebut. Sedangkan untuk sampel
obyek yang kedua yaitu mengadakan pengamatan terhadap proses
pembelajaran oleh guru yang menerapkan metode kecerdasan majemuk.
- Metode dengan menggunakan pertanyaan, yaitu dengan mengajukan
wawancara bagi guru-guru yang melakukan metode pembelajaran dengan
aplikasi kecerdasan majemuk dan guru-guru yang mengikuti
perkembangan siswa selama enam tahun. Fokus pertanyaan yang diajukan
adalah seputar pemahaman mengenai kecerdasan majemuk serta
pengamatan terhadap perkembangan siswa sejak menjalani Tes
Kematangan, melalui proses pembelajaran hingga memperoleh
hasil/prestasi secara berkala/periodik.
E. Teknik Analisis Data
Sesuai dengan jenis penelitian yang merupakan penelitian
eksperimental, maka teknik analisis data atau alat-alat analisis yang
digunakan dalam menguji dan menganalisa data adalah:
- Analisis Deskriptif
Analisis Deskriptif digunakan untuk menganalisa data hasil tes
kematangan siswa yang diperoleh hanya pada tahun pelajaran awal data
nilai rapor siswa yang dicapai selama dua semester berturut-turut yaitu
semester genap tahun pelajaran 2009/2010 serta semester ganjil tahun
pelajaran 2010/2011.
Data diolah dengan menggunakan Microsoft Excel untuk memperoleh
diagram batang sehingga dapat diterjemahkan dalam bentuk uraian
deskripsi yang mampu menggambarkan penjelasan mengenai grafik
tersebut.
- Analisis SWOT (Strength, Weakness, Opportunities, and Threat)
Analisis SWOT digunakan untuk menganalisis data mengenai aplikasi
kecerdasan majemuk pada proses pembelajaran.
Analisis SWOT (Strengths/kekuatan, Weaknesses/kelemahan,
Opportunities/peluang, dan Threats/ancaman) merupakan suatu kegiatan
yang dilakukan dalam rangka mempersiapkan perencanaan. Analisis
SWOT sudah menjadi alat yang umum digunakan dalam perencanaan
strategis pendidikan, namun ia tetap merupakan alat yang efektif dalam
menempatkan potensi intitusi.
Analisis SWOT dalam program sekolah dapat dilakukan dengan membuat
matrik SWOT. Matrik ini terdiri dari sel-sel daftar kekuatan, kelemahan,
peluang, dan ancaman dalam penyelenggaraan program sekolah.
Untuk memperoleh mutu sekolah dapat dilakukan:
Strategi SO (menggunakan kekuatan dan memanfaatkan peluang).
Strategi WO (memperbaiki kelemahan dan mengambil manfaat dari
peluang).
Strategi ST (menggunakan kekuatan dan menghindari ancaman).
Strategi WT (mengatasi kelemahan dan menghindari ancaman).
BAB IV
HASIL PENELITIAN, ANALISIS DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Obyek Penelitian
a. Alasan Memilih Obyek Penelitian
Yang menjadi obyek dalam penelitian ini adalah sebuah sekolah
dasar, yaitu sekolah dasar swasta yang merupakan sekolah Islam terpadu.
Penulis memilih obyek tersebut karena seperti halnya sekolah Islam
terpadu lainnya, sekolah tersebut menggunakan metode kecerdasan
majemuk (Multiple Intelligences) serta melaksanakan tes kematangan
terhadap calon siswa yang akan menduduki tingkat I, sehingga mampu
memenuhi variabel-variabel yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Selain
itu, sebagai sekolah berusia muda dan baru saja memperoleh predikat
Akreditasi dari Dinas Pendidikan Nasional, sekolah ini masih sangat
sederhana dengan jumlah siswa relatif sedikit sehingga memudahkan
penelitian.
b. Profil Obyek Penelitian
Identitas Sekolah
Nama obyek penelitian adalah Sekolah Dasar Islam Terpadu
(SDIT) Insan Rabbani berlokasi di Jalan Ratu Boko IV Komplek
Duta Kranji, Kelurahan Bintara, Kecamatan Bekasi Barat, Kota
Bekasi, Jawa Barat.
Lokasi sekolah tersebut terletak di perbatasan kompleks
perumahan dan perkampungan. Sekolah ini merupakan sekolah
swasta yang baru meluluskan dua angkatan Sekolah Dasar dan
Sekolah Menengah Pertama.
Lokasi Sekolah Menengah Pertama Islam Terpadu (SMPIT)
Insan Rabbani berada satu gedung dengan SDIT Insan Rabbani, dan
lahir pada tahun yang sama.
SDIT Insan Rabbani yang baru saja memperoleh Sertifikat
Akreditasi A ini tergolong Gugus Sekolah Inti di wilayahnya dengan
waktu penyelenggaraan pagi, karena dengan gedung sederhana milik
sendiri dapat menampung seluruh siswa yang terdiri atas enam
jenjang dengan masing-masing jenjang hanya memiliki satu kelas.
Total jumlah siswa adalah 125 siswa/i. Waktu penyelenggaraan
pendidikan yaitu hari Senin sampai dengan Jum‟at pukul 07.30 –
14.30 (kelas I dan kelas II) dan pukul 07.30 – 15.00 (kelas III s.d
kelas VI) kecuali hari Jum‟at, siswa pulang pukul 11.00 (kelas I dan
kelas II) dan pukul 11.30 (kelas III s.d kelas VI), dan sebagian siswa
mengikuti ekstrakurikuler serta PDM (pendalaman materi) hingga
pukul 14.30.
Kurikulum yang digunakan adalah penggabungan Kurikulum
Lokal dengan KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan)
sebagai kurikulum resmi yang ditetapkan oleh pemerintah sejak
tahun 2006.
Mata Pelajaran yang menjadi Muatan Lokal Umum adalah
Bahasa Inggris dan Bahasa Sunda, serta Muatan Lokal Khusus
sekaligus merupakan ciri khas sekolah ini adalah Tilawah Qur‟an
(TQ) yang terdiri dari Tahsin dan Tahfidz (pembelajaran cara
membaca dan menghafal Al-Qur‟an), Fiqih, Kaligrafi dan Bahasa
Arab.
Siswa, Kelas (Rombongan Belajar) dan Daftar Nilai Ujian Sekolah
Kapasitas siswa dalam satu kelas adalah tidak lebih dari 30
siswa, agar lebih maksimal dalam proses pembelajaran sehingga
konsentrasi dan kemampuan siswa bisa lebih terpantau. Sebelum
dinyatakan diterima, calon siswa harus melalui Tes Kematangan
Siswa yang diselenggarakan atas kerja sama dengan suatu lembaga
psikologi.
Tabel 4.1
Penerimaan Siswa Baru Tingkat I
Asal Siswa Rencana
Penerimaan
Pendaftar Siswa Diterima di Tingkat I
L P L + P L P L + P
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1. Tamatan TK 25 25 50 12 12 24
2. Bukan TK -
Jumlah 25 25 50 12 12 24
Sumber: Laporan Individu Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Tahun Pelajaran
2010/2011, Keadaan 31 Juli 2010
Walaupun tidak ada persyaratan mengenai usia calon siswa,
tetapi setelah menjalani Tes Kematangan Siswa, rata-rata siswa yang
diterima adalah yang berusia tidak kurang dari 6 tahun.
Tabel 4.2
Siswa Baru Tingkat I menurut Umur dan Jenis Kelamin
Jenis Kelamin Siswa Baru Tingkat I menurut Umur Jumlah Siswa
Baru ≤ 5 Tahun 6 Tahun 7 Tahun 8 Tahun 9 Tahun ≥ 10 Tahun
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8)
1. Laki-laki 12 12
2. Perempuan 12 12
Jumlah - 24 - - - - 24
Sumber: Laporan Individu Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Tahun Pelajaran
2010/2011, Keadaan 31 Juli 2010
Selain menerima siswa baru kelas I, SDIT Insan Rabbani
juga menerima siswa pindahan kelas II, kelas III, kelas IV, kelas V
dan kelas VI, yang juga harus memenuhi tes berupa tes mata
pelajaran Pendidikan Agama Islam, Matematika, Bahasa Indonesia,
Ilmu Pengetahuan Alam serta Baca Tulis Al-Qur‟an, untuk
mengetahui kemampuan siswa tersebut secara umum dan sedikit
gambaran mengenai kecerdasan yang dimilikinya.
Tabel 4.3
Siswa menurut Tingkat, Jenis Kelamin dan Umur
Umur
Jumlah Siswa menurut Tingkat dan Jenis Kelamin Jumlah
Tingkat I Tingkat II Tingkat III Tingkat IV Tingkat V Tingkat VI
L P L P L P L P L P L P L P (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
( ≤ 5 Th ) - -
( 6 Th ) 12 12 12 12
( 7 Th ) 7 7 7 7
( 8 Th ) 14 8 14 8
( 9 Th ) 15 14 15 14
( 10 Th ) 11 8 11 8
( 11 Th ) 10 7 10 7
( 12 Th ) - -
( 13 Th ) - -
( 14 Th ) - -
( 15 Th ) - -
( ≥16 Th ) - -
Jumlah 12 12 7 7 14 8 15 14 11 8 10 7 69 56
Sumber: Laporan Individu Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Tahun Pelajaran
2010/2011, Keadaan 31 Juli 2010
Sebagai sekolah Islam terpadu, tentu saja seluruh siswa SDIT
Insan Rabbani beragama Islam, dan ini merupakan syarat utama
untuk menjadi siswa di sekolah tersebut.
Tabel 4.4
Siswa menurut Agama
Islam Protestan Katolik Budha Hindu Konghuchu Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
125 - - - - - 125
Sumber: Laporan Individu Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Tahun Pelajaran
2010/2011, Keadaan 31 Juli 2010
Sejak berdirinya hingga sekarang, dan sebagai konsekuensi
dari aplikasi kecerdasan majemuk serta sistem penyetaraan yang
berlaku di SDIT Insan Rabbani, artinya tidak ada diskriminasi dalam
hal apa pun, maka sejauh ini hampir tidak ada siswa yang mengulang
maupun putus sekolah. Adapun pernah terdapat satu siswa yang
tinggal kelas bukan dengan alasan ketertinggalan akademis,
melainkan karena tidak adanya kerja sama dari orang tua dari siswa
yang bersangkutan sehingga ia mengalami penurunan dalam hal
sikap, moral, akhlaq serta ketidakhadiran yang kerap disebabkan
oleh ketidakpedulian orang tua. Hal ini sangat sulit ditolerir karena
lingkungan keluarga sangat berpengaruh pada perkembangan
seorang anak. Akibatnya, keputusan yang sangat berat harus dibuat
dengan harapan agar dapat menjadi pelajaran berharga pula bagi
keluarga anak tersebut.
Dengan demikian, selama ini belum ada kasus di sekolah
tersebut yang membuat pihak sekolah memutuskan untuk seorang
siswa harus mengulang karena semata-mata alasan akademis.
Tabel 4.5
Siswa Mengulang dan Putus Sekolah menurut Tingkat dan Jenis Kelamin
Siswa Tingkat I Tingkat II Tingkat III Tingkat IV Tingkat V Tingkat VI Jumlah
L P L P L P L P L P L P L P (1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9) (10) (11) (12) (13) (14) (15)
1. Mengulang - - - - - - - - - - - - - -
2. Putus
Sekolah - - - - - - - - - - - - - -
Sumber: Laporan Individu Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Tahun Pelajaran
2010/2011, Keadaan 31 Juli 2010
Sebagaimana dikemukakan di atas, jumlah siswa di SDIT
Insan Rabbani relatif tidak terlalu banyak, hanya dengan enam (6)
jenjang atau tingkat yang masing-masing jenjang tersebut hanya
terdiri atas satu (1) kelas atau rombongan belajar. Tiap-tiap kelas
atau rombongan belajar berkapasitas tidak lebih dari 30 siswa untuk
memudahkan pengawasan guru dan konsentrasi siswa.
Tabel 4.6
Kelas (Rombongan Belajar) menurut Tingkat
Tingkat I Tingkat II Tingkat III Tingkat IV Tingkat V Tingkat VI Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
1 1 1 1 1 1 6
Sumber: Laporan Individu Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Tahun Pelajaran
2010/2011, Keadaan 31 Juli 2010
Tahun 2010 merupakan tahun kedua bagi SDIT Insan
Rabbani meluluskan siswa-siswi tingkat VI.
Sebagaimana tahun sebelumnya, tahun ini siswa-siswi SDIT
Insan Rabbani lulus 100% dengan hasil yang cukup memuaskan.
Karena jumlah siswa yang belum memenuhi syarat, penyelenggaraan
ujian nasional masih bergabung dengan sekolah lain yaitu sekolah
negeri setempat.
Tabel 4.7
Siswa Tingkat VI, Peserta Ujian Akhir Sekolah dan Lulusan
Siswa Tingkat VI Peserta Lulusan
L P L + P L P L + P L P L + P
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7) (8) (9)
8 2 10 8 2 10 8 2 10
Sumber: Laporan Individu Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Tahun Pelajaran
2010/2011, Keadaan 31 Juli 2010
Tabel 4.8
Daftar Nilai Ujian Sekolah Dasar tiap Mata Pelajaran
Mata Pelajaran Nilai Ujian Sekolah
Minimum Rata-rata Maksimum
(1) (2) (3) (4)
1. Bahasa Indonesia 8.00 9.33 9.90
2. Matematika 7.60 7.96 8.00
3. Ilmu Pengetahuan Alam 8.00 8.52 9.00
4. Pendidikan Agama 7.50 9.35 9.83
5. Pendidikan Kewarganegaraan 8.20 9.14 9.80
6. Ilmu Pengetahuan Sosial 8.00 8.92 9.80
7. Seni Budaya dan Keterampilan 7.50 9.56 9.90
8. Pendidikan Jasmani dan Kesehatan 7.50 9.56 9.90
9. Bahasa Inggris 7.67 8.25 9.00
10. Muatan Lokal 7.51 8.67 9.44
Sumber: Laporan Individu Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Tahun Pelajaran
2010/2011, Keadaan 31 Juli 2010
Pada lulusan angkatan yang pertama (Ujian Sekolah Dasar
Tahun Pelajaran 2008/2009), nilai yang diperoleh siswa-siswi SDIT
Insan Rabbani tergolong kategori A+, kemudian pada tahun
berikutnya (Ujian Sekolah Dasar Tahun Pelajaran 2009/2010)
termasuk pada kategori A, walaupun ada satu siswa yang harus
didampingi pada saat menempuh Ujian Sekolah dikarenakan
kesulitannya dalam memahami soal.
Hal tersebut tentu saja dilakukan atas izin dari Dinas
Pendidikan Nasional, mengingat motivasi siswa tersebut yang cukup
tinggi meskipun progress peningkatan akademisnya tidak
menunjukkan diagram yang cukup memuaskan. Dan setelah
menempuh ujian pun, ia berhasil melewati batas nilai yang menjadi
SKL (Standar Kelulusan). Kasus ini merupakan bukti konsistensi
sekolah terhadap sikap apresiatif kepada siswa tanpa memandang
tingkat kecerdasan mereka.
Apresiasi terhadap siswa merupakan salah satu indikator
konsekuensi penerapan kecerdasan majemuk, karena dengan
demikian maka kesempatan diberikan kepada siswa yang nilai
akademisnya tertinggal tetapi dia memiliki motivasi yang sangat
kuat untuk dapat berprestasi. Walaupun prestasi yang dicapai tidak
semaksimal teman-temannya, tetapi apabila keluarga serta para
pendidik memberi peluang baginya untuk tetap maju maka
semangatnya untuk berkembang akan lebih terpacu.
B. Data-data Hasil Penelitian
a. Hasil Tes Kematangan Siswa
Dalam melaksanakan Tes Kematangan Siswa, SDIT Insan
Rabbani Bekasi Barat bekerja sama dengan lembaga Dzikra
Psychological Services.
Pemeriksaan psikologis berupa tes kematangan untuk anak yang
akan memasuki sekolah dasar tersebut bertujuan agar pihak orang tua dan
pengelola sekolah akan mendapatkan:
- Gambaran dan alasan yang jelas mengapa seorang anak bisa sekolah
di tingkat sekolah dasar dan mengapa anak lain belum bisa diterima di
bangku sekolah dasar.
- Untuk mengetahui secara psikologis gambaran aspek mental anak
sebelum menginjak sekolah dasar.
- Sebagai alat ukur yang objektif dalam penerimaan murid baru.
Diharapkan orang tua tidak berprasangka buruk kepada pengelola
sekolah disebabkan tidak jelasnya parameter yang digunakan dalam
meluluskan anak.
- Mendapatkan gambaran psikologis anak yang memiliki
kecenderungan menyimpang (disorder) seperti keterbelakangan
mental (mental retardation), slow learner, kesulitan belajar, autism,
gangguan persepsi dan sebagainya.
Aspek psikologis yang diukur dalam Tes Kematangan Siswa yang
diadakan oleh SDIT Insan Rabbani adalah meliputi:
1. Pengamatan bentuk dan kemampuan membedakan
2. Motorik halus
3. Pengertian tentang besar, jumlah dan perbandingan
4. Ketajaman penglihatan
5. Pengamatan kritis
6. Konsentrasi
7. Daya ingat
8. Pengertian tentang objek dan penilaian terhadap situasi
9. Memahami cerita
10. Gambar orang
Pada prinsipnya tes kematangan siswa dilakukan secara
individual, namun mengingat keterbatasan waktu dan tenaga maka dapat
dilakukan secara klasikal (kolektif) dengan tetap memegang prinsip-
prinsip pelaksanaan psikotes yang akurat. Lama pelaksanaan tes yaitu
sekitar 2 – 3 jam.
Karena keterbatasan penyimpanan data serta terjadinya pergantian
kepemimpinan dan manajemen, maka data yang diperoleh berupa hasil
tes kematangan siswa yang diadakan oleh SDIT Insan Rabbani tidak
semaksimal yang diharapkan oleh peneliti. Namun demikian, data yang
ada kiranya cukup mewakili dan keakuratannya dapat
dipertanggungjawabkan oleh pihak sekolah.
Hasil Tes Kematangan Siswa yang diadakan oleh SDIT Insan
Rabbani bekerja sama dengan lembaga konsultasi psikologi terhadap
beberapa siswa pada tiap-tiap jenjang adalah sebagai berikut (seluruh
sampel adalah siswa yang diterima dan mendaftar ulang di SDIT Insan
Rabbani setelah menjalani Tes Kematangan Siswa, adapun peserta Tes
Kematangan Siswa yang tidak mendaftar ulang maka tidak dapat
dijadikan sampel):
Tabel 4.9
Hasil Tes Kematangan Siswa
No. Nama Siswa
Usia pada
saat tes
(tahun)
Nilai
total Keterangan
Kelas II
1 Aya Sofya Nidaulhaq 6.0 53 Belum matang
2 Azzam Shidqi Fathoriq 5.9 63 Matang
3 Edi Mufqi 6.5 85 Matang
4 Itsna Faria 6.0 93 Matang
5 Khonsa Syahidah 6.0 91 Matang
6 Mahdi Mutashim 6.0 82 Matang
7 M. Azzam Kafabila 6.0 89 Matang
No. Nama Siswa
Usia pada
saat tes
(tahun)
Nilai
total Keterangan
Kelas III
1 Aiman 6.0 70 Belum matang
2 Alisha Zahra Sa'diyah 6.0 84 Matang
3 Dia Ulhaq Al Fajri 6.0 84 Matang
4 M. Farhan 5.11 85 Matang
5 M. Amar Izzudin 6.0 89 Matang
6 M. Azka Kurniawan 6.0 84 Matang
7 M. Fauzan A. 6.0 84 Matang
8 Nabil Zihnis 6.0 57 Belum matang
9 Nabila Isa Alfarisi 6.0 80 Matang
10 Rizky Putra M. 6.7 81 Matang
11 Sofian Akmal 6.0 84 Matang
12 Zahra Raihanun 6.3 84 Matang
No. Nama Siswa
Usia pada
saat tes
(tahun)
Nilai
total Keterangan
Kelas IV
1 Abdullah Fatthi Azzam 6.0 80 Matang
2 Aisyah 6.0 80 Matang
3 Annisa Cikal Kartika 6.0 75 Matang
4 Bennafis Mulya Izzul Haq 6.0 82 Matang
5 Farhamah D.Ustari 6.5 74 Matang
6 Fatiya Fira S 6.8 86 Matang
7 Hanifah Syahidah 6.0 70 Matang
8 Hanzholah 5.7 78 Matang
9 Hisyam Al-Anshor 5.1 67 Matang
10 Ilham Khatami 6.0 80 Matang
11 Kiara Zihni F 8.0 98 Matang
12 Luthfiyah 6.0 57 Belum matang
13 Muadz Arsyad 6.0 82 Matang
14 M. Akhyar 6.5 63 Matang
15 Muhammad Nur Karim 6.0 80 Matang
16 Muhammad Zein Ukhrowi 6.0 61 Belum matang
17 Nur Inayah Ramadhan 6.0 80 Matang
18 Rifa Khairunnisa 6.0 79 Matang
19 Syahnia Prihandini 6.0 66 Matang
20 Syaibatul Hamdi Arroyan 5.8 60 Belum matang
No. Nama Siswa
Usia pada
saat tes
(tahun)
Nilai
total Keterangan
Kelas V
1 Arie Hidayat 5.11 84 Belum matang
2 Azzamudin Ilham 6.4 105 Matang
3 Dandi Rais Machmudi 6.9 181 Matang
4 Farhan Fikruel Haq 6.1 109 Belum matang
5 Hamzah Jundana 5.8 64 Belum matang
6 Istiqomatul Fadillah 5.11 89 Matang
7 Khodijah 6.6 126 Belum matang
8 Khonsa 5.9 78 Belum matang
9 Latitsa Syafa Kalaw 6.8 83 Belum matang
10 Lu‟lu Dafa 5.11 108 Matang
11 Mu‟adz 5.10 105 Belum matang
12 Muhammad Rafli 6.2 108 Matang
13 M. Rizky Ramadhan 6.4 75 Belum matang
14 Puteri Raudya Tuzzahra 6.9 73 Belum matang
15 Salsabila Nurizah 6.0 100 Matang
No. Nama Siswa
Usia pada
saat tes
(tahun)
Nilai
total Keterangan
Kelas VI
1 Adam Fauzi Hasan 6.1 54 Belum matang
2 Anisa Husna Riska 6.4 51 Matang
3 Fabbiola Irawan 5.11 59 Matang
4 Fahmi Fauzan 5.11 66 Matang
5 Fathan Sholahudin 5.1 59 Matang
6 Muhammad Faturrohman 5.11 57 Matang
7 Muhammad Rafi' Muayyidin 6.7 69 Matang
8 Muhammad Rawi Kawista 6.5 61 Matang
Dari hasil Tes Kematangan Siswa di atas, maka jumlah sampel
adalah sebagai berikut:
- Kelas II berjumlah 7 siswa
- Kelas III berjumlah 12 siswa
- Kelas IV berjumlah 20 siswa
- Kelas V berjumlah 15 siswa
- Kelas VI berjumlah 8 siswa
Jumlah siswa yang dijadikan sampel seluruhnya adalah 62 siswa. Siswa
kelas I tidak dapat dijadikan sampel karena baru menjalani proses
pembelajaran selama satu semester saja.
b. Aplikasi Kecerdasan Majemuk
Dari hasil wawancara dan pengamatan langsung terhadap 10
(sepuluh) responden mengenai aplikasi teori Kecerdasan majemuk
(Multiple Intelligence Theory) yang dilakukan oleh guru SDIT Insan
Rabbani terhadap siswa-siswi SDIT Insan Rabbani, dihasilkan beberapa
resume sebagai berikut:
1) Mengenai pengetahuan responden tentang Teori Kecerdasan
Majemuk:
- Seluruh guru/responden, atau dapat dikatakan 100% guru SDIT
Insan Rabbani mengetahui tentang Teori Kecerdasan Majemuk
- Dengan demikian, maka 0% guru, atau tidak ada satu pun
responden yang tidak mengetahui perihal Teori Kecerdasan
Majemuk.
2) Mengenai dukungan terhadap Teori Kecerdasan Majemuk:
- Seluruh responden tersebut juga berpendapat bahwa Teori
Kecerdasan Majemuk sangat baik, karena menganggap semua
anak cerdas, dan memperhatikan potensi apapun pada siswa.
Dengan kata lain, 100% guru SDIT Insan Rabbani mendukung
adanya teori Kecerdasan Majemuk tersebut.
- Tidak ada responden (0%) yang berpendapat bahwa Teori
Kecerdasan Majemuk biasa saja dan tidak mempunyai kelebihan
yang signifikan.
- Tidak ada responden (0%) yang kurang mendukung Teori
Kecerdasan Majemuk karena terlalu menyulitkan dalam proses
pembelajaran.
3) Walaupun mereka mengetahui dan mendukung Teori Kecerdasan
Majemuk, namun ternyata:
- Hanya 30% responden yang sudah pernah mengikuti pelatihan
Teori Kecerdasan Majemuk.
- Sedangkan 70% responden belum pernah mengikuti pelatihan
Teori Kecerdasan Majemuk.
4) Terdapat 3 (tiga) kategori pelaksanaan metode kecerdasan majemuk
pada beberapa mata pelajaran di SDIT Insan Rabbani, yaitu:
20% responden selalu menerapkan metode kecerdasan majemuk,
yaitu pada mata pelajaran Matematika dan Komputer.
60% responden kadang-kadang menerapkan metode kecerdasan
majemuk, yaitu pada mata pelajaran Pendidikan Agama Islam
(PAI), Fiqih, Bahasa Arab, Bahasa Indonesia, Ilmu Pengetahuan
Sosial (IPS), Pendidikan Jasmani dan Kesehatan (Penjaskes),
Pendidikan Kewarganegaraan (PKn), dan Seni Budaya dan
Keterampilan (SBK).
20% responden tidak pernah menerapkan metode kecerdasan
majemuk, yaitu pada mata pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam
(IPA), Bahasa Inggris, dan Tilawah Qur‟an (TQ).
5) Dari seluruh responden yang menerapkan metode teori kecerdasan
majemuk,
- 37.5 % di antaranya menerapkan teori kecerdasan majemuk di
kelas dengan cara mengamati potensi setiap siswa, lalu
melakukan pendekatan khusus dengan siswa tersebut selama
proses pembelajaran berlangsung. Jumlah ini adalah 30% dari
keseluruhan responden.
- Sementara itu, 50% responden menerapkan teori kecerdasan
majemuk di kelas dengan cara melakukan beberapa metode dalam
langkah-langkah pembelajaran sehingga dapat meliputi beberapa
jenis kecerdasan pada satu kegiatan atau satu mata pelajaran di
satu pertemuan. Jumlah ini adalah 40% dari keseluruhan
responden.
- Ada pula 12.5% responden yang menerapkan teori kecerdasan
majemuk di kelas dengan cara mencoba metode yang berbeda
pada setiap pertemuan untuk mata pelajaran yang sama. Jumlah
ini adalah 10% dari keseluruhan responden.
6) Mengenai prestasi anak didik setelah para responden tersebut
menerapkan teori kecerdasan majemuk di kelas,
- 62.5% di antaranya menyatakan bahwa prestasi anak didik
mereka meningkat (jumlah ini merupakan 50% dari jumlah
keseluruhan responden),
- dan 37.5% responden menyatakan bahwa prestasi anak didik
mereka relatif tidak berubah (jumlah ini adalah 30% dari jumlah
keseluruhan responden).
- Dengan demikian, 0% responden, atau tidak satu pun guru yang
menyatakan bahwa prestasi anak didik setelah para responden
tersebut menerapkan teori kecerdasan majemuk di kelas menjadi
menurun.
7) Menurut pengamatan para responden mengenai efektifitas penerapan
teori kecerdasan majemuk terhadap peningkatan prestasi belajar anak
didik,
- 22.2% responden menyatakan bahwa penerapan teori tersebut
sangat efektif (jumlah ini adalah 10% dari jumlah keseluruhan
responden),
- 55.6% responden menyatakan bahwa penerapan teori tersebut
cukup efektif, tetapi tidak dapat berlaku pada seluruh peserta
didik (jumlah ini adalah 60% dari jumlah keseluruhan responden),
- sementara 22.2% responden menyatakan bahwa penerapan teori
tersebut efektif tetapi dengan prosentase yang sangat kecil
(jumlah ini adalah 10% dari jumlah keseluruhan responden),
- serta 0% responden menyatakan bahwa penerapan teori tersebut
tidak efektif.
8) Terkait dengan konsep kecerdasan majemuk yang mengatakan
bahwa „semua anak cerdas‟, maka dipertanyakan mengenai
kelayakan seorang siswa „tinggal kelas‟ atau „mengulang‟ karena
prestasi belajarnya yang sangat rendah. Mengenai hal ini:
- 70% responden menyatakan bahwa tidaklah layak seorang siswa
„tinggal kelas‟ atau „mengulang‟, karena itu berarti menghambat
kesempatannya untuk berkembang.
- Sedangkan 30% responden berpendapat bahwa seorang siswa
layak untuk „tinggal kelas‟ atau „mengulang‟ dengan
pertimbangan agar siswa tersebut dapat mengejar
ketertinggalannya.
9) Walaupun terjadi perbedaan perlakuan atau penerapan metode
kecerdasan majemuk di kelas, serta adanya perbedaan pendapat
mengenai efektifitas metode serta kelayakan seorang siswa „tinggal
kelas‟ atau „mengulang‟, tetapi:
- seluruh responden (100%) menyetujui cara yang sama dalam
mengembangkan potensi peserta didik, yaitu dengan
menumbuhkan kepercayaan dirinya dengan potensi yang
dimilikinya sendiri,
- dan tidak ada responden (0%) yang menyetujui cara
mengembangkan potensi peserta didik dengan terus memberikan
materi esensial yang sulit dijangkau sampai ia mampu mencapai
nilai sesuai tuntutan akademis.
Dengan demikian, kesimpulan sementara dari hasil penelitian
mengenai penerapan metode kecerdasan majemuk di Sekolah Dasar
Islam Terpadu Insan Rabbani yaitu:
a. Seluruh guru SDIT Insan Rabbani telah mengetahui dan mendukung
adanya teori kecerdasan majemuk, walaupun hanya sebagian kecil
dari seluruh guru tersebut yang pernah mendapatkan pelatihan
mengenai kecerdasan majemuk.
Sedangkan sebagian yang lain mengetahui kecerdasan majemuk
tersebut tidak melalui pelatihan, melainkan melalui diskusi atau
media massa. Ini berarti para guru tersebut memiliki wawasan yang
cukup luas dan mempunyai pandangan yang cukup modern, terbukti
dengan adanya dukungan besar terhadap teori kecerdasan majemuk.
b. Walaupun belum seluruh guru melaksanakan metode kecerdasan
majemuk di SDIT Insan Rabbani, namun mayoritas atau sebagian
besar guru telah menerapkan metode kecerdasan majemuk tersebut
dalam proses pembelajaran di kelas. Dan efektifitas metode
kecerdasan majemuk tersebut telah cukup dapat dirasakan oleh guru-
guru yang mengaplikasikannya, walaupun masih belum mencapai
hasil maksimal yang diharapkan secara ideal. Hal ini dapat terjadi
karena berbagai faktor, misalnya hambatan yang datang dari individu
siswa sendiri, yang barangkali memiliki kebutuhan khusus atau
kesulitan belajar, atau kurangnya dukungan dari pihak keluarga, atau
juga kekurangan dari pelaksana metode, dalam hal ini para guru,
yang biasanya mengalami kesulitan dalam mengembangkan ide,
gagasan atau metode yang diterapkan. Hal ini bisa juga terjadi
apabila terdapat keterbatasan pada pihak penyelenggara pendidikan
atau lembaga sekolah, di mana kurangnya fasilitas, sarana atau
media yang dibutuhkan untuk memperkaya materi dalam aplikasi
metode kecerdasan majemuk, dapat menjadi hambatan bagi
keberhasilan metode tersebut.
c. Memang sulit untuk mengubah paradigma mengenai fungsi dan
tujuan pembelajaran, khususnya apa yang diharapkan setelah
melaksanakan metode kecerdasan majemuk. Walaupun seluruh guru
berpendapat sebagaimana yang menjadi prinsip kecerdasan majemuk
bahwa „semua anak cerdas‟, namun masih ada guru yang
menganggap layak untuk siswa „mengulang‟ atau „tidak naik kelas‟
dikarenakan hal-hal tertentu yang sangat memberatkan mereka.
Memang hal ini merupakan suatu pilihan yang sulit, ketika dewan
guru harus membuat keputusan apakah seorang siswa itu harus
„tinggal kelas‟ atau bisa naik kelas. Tentunya dengan berbagai
pertimbangan yang sangat matang, tidak hanya bicara mengenai
kecerdasan siswa itu sendiri, melainkan banyak faktor lain yang
mempengaruhi, sebagaimana faktor-faktor yang mempengaruhi
tingkat kematangan siswa, yaitu pola asuh, lingkungan keluarga serta
media massa, yang pada akhirnya bisa juga berpengaruh pada
prestasi siswa.
Pada akhirnya keberhasilan metode kecerdasan majemuk dalam
mencapai prestasi yang baik tidak hanya bergantung pada kreatifitas
seorang guru yang melaksanakannya di dalam kelas, melainkan juga
dipengaruhi oleh faktor kematangan dan intelegensi anak didik serta
pengaruh dari luar yaitu dukungan pihak keluarga, media massa, serta
sarana dan prasarana di tempat di mana proses pembelajaran itu
berlangsung.
c. Prestasi Belajar Siswa
Sebagaimana yang telah diatur dalam Peraturan Mendiknas
Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian, dijelaskan bahwa
penilaian hasil belajar oleh pendidik dilakukan secara berkesinambungan,
bertujuan untuk memantau proses dan kemajuan belajar peserta didik
serta untuk meningkatkan efektivitas kegiatan pembelajaran.
Dalam Peraturan Mendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang
Standar Penilaian, kegiatan penilaian meliputi:
1. Penginformasian silabus mata pelajaran yang di dalamnya memuat
rancangan dan kriteria penilaian pada awal semester;
2. Pengembangan indikator pencapaian KD dan pemilihan teknik
penilaian yang sesuai pada saat menyusun silabus mata pelajaran;
3. Pengembangan instrumen dan pedoman penilaian sesuai dengan
bentuk dan teknik penilaian yang dipilih;
4. Pelaksanaan tes, pengamatan, penugasan, dan/atau bentuk lain yang
diperlukan;
5. Pengolahan hasil penilaian untuk mengetahui kemajuan hasil belajar
dan kesulitan belajar peserta didik;
6. Pengembalian hasil pemeriksaan pekerjaan peserta didik disertai
balikan/komentar yang mendidik;
7. Pemanfaatan hasil penilaian untuk perbaikan pembelajaran;
8. Pelaporan hasil penilaian mata pelajaran pada setiap akhir semester
kepada pimpinan satuan pendidikan dalam bentuk satu nilai prestasi
belajar peserta didik disertai deskripsi singkat sebagai cerminan
kompetensi utuh;
9. Pelaporan hasil penilaian akhlak kepada guru Pendidikan Agama dan
hasil penilaian kepribadian kepada guru Pendidikan Kewarganegaraan
digunakan sebagai informasi untuk menentukan nilai akhir semester
akhlak dan kepribadian peserta didik dengan kategori sangat baik,
baik, atau kurang baik.
Proses pembelajaran dievaluasi melalui tugas-tugas, ulangan
harian, ulangan tengah semester, ulangan akhir semester dan ulangan
kenaikan kelas. Pada setiap akhir semester, hasil total dari evaluasi
tersebut dilaporkan dalam bentuk nilai rapor Semester I dan nilai rapor
Semester II. Nilai rapor inilah yang akan mewakili hasil atau prestasi
belajar siswa selama satu semester. Dan berikut adalah prestasi belajar
dua semester berturut-turut dalam masa penelitian.
Tabel 4.10
Prestasi Belajar Siswa
No. Nama Siswa
Nilai Rapor
Semester II
TP 2009/2010
Semester I
TP 2010/2011
Kelas II
1 Aya Sofya Nidaulhaq 65 69
2 Azzam Shidqi Fathoriq 80 83
3 Edi Mufqi 70 71
4 Itsna Faria 85 87
5 Khonsa Syahidah 85 90
6 Mahdi Mutashim 70 75
7 M. Azzam Kafabila 75 78
No. Nama Siswa
Nilai Rapor
Semester II
TP 2009/2010
Semester I
TP 2010/2011
Kelas III
1 Aiman 79 74
2 Alisha Zahra Sa'diyah 87 82
3 Dia Ulhaq Al Fajri 80 76
4 M. Farhan 91 86
5 M. Amar Izzudin 86 85
6 M. Azka Kurniawan 78 73
7 M. Fauzan A. 70 73
8 Nabil Zihnis 69 67
9 Nabila Isa Alfarisi 90 86
10 Rizky Putra M. 82 75
11 Sofian Akmal 79 75
12 Zahra Raihanun 81 79
No. Nama Siswa
Nilai Rapor
Semester II
TP 2009/2010
Semester I
TP 2010/2011
Kelas IV
1 Abdullah Fatthi Azzam 77 76
2 Aisyah 85 82
3 Annisa Cikal Kartika 88 84
4 Bennafis Mulya Izzul Haq 68 71
5 Farhamah D.Ustari 77 77
6 Fatiya Fira S 67 72
7 Hanifah Syahidah 78 81
8 Hanzholah 78 81
9 Hisyam Al-Anshor 67 71
10 Ilham Khatami 67 72
11 Kiara Zihni F 82 85
12 Luthfiyah 73 77
13 Muadz Arsyad 67 73
14 M. Akhyar 64 70
15 Muhammad Nur Karim 65 71
16 Muhammad Zein Ukhrowi 65 71
17 Nur Inayah Ramadhan 69 75
18 Rifa Khairunnisa 71 76
19 Syahnia Prihandini 77 79
20 Syaibatul Hamdi Arroyan 74 78
No. Nama Siswa
Nilai Rapor
Semester II
TP 2009/2010
Semester I
TP 2010/2011
Kelas V
1 Arie Hidayat 68 70
2 Azzamudin Ilham 82 82
3 Dandi Rais Machmudi 85 81
4 Farhan Fikruel Haq 67 74
5 Hamzah Jundana 68 69
6 Istiqomatul Fadillah 71 73
7 Khodijah 67 72
8 Khonsa 84 86
9 Latitsa Syafa Kalaw 74 75
10 Lu‟lu Dafa 79 82
11 Mu‟adz 73 71
12 Muhammad Rafli 77 73
13 M. Rizky Ramadhan 75 73
14 Puteri Raudya Tuzzahra 68 70
15 Salsabila Nurizah 70 73
No. Nama Siswa
Nilai Rapor
Semester II
TP 2009/2010
Semester I
TP 2010/2011
Kelas VI
1 Adam Fauzi Hasan 70 71
2 Anisa Husna Riska 75 77
3 Fabbiola Irawan 85 88
4 Fahmi Fauzan 75 76
5 Fathan Sholahudin 65 70
6 Muhammad Faturrohman 80 81
7 Muhammad Rafi' Muayyidin 70 74
8 Muhammad Rawi Kawista 70 72
Angka-angka prestasi belajar yang tercantum pada rapor
merupakan nilai rata-rata dari seluruh mata pelajaran yang dipelajari di
SDIT Insan Rabbani. Skala yang digunakan sesuai dengan skala nilai
yang disarankan oleh Diknas, yaitu berkisar antara 0 – 100 (nilai
terendah = 0 dan nilai tertinggi = 100).
C. Analisis Hasil Penelitian
a. Analisis Tes Kematangan Siswa dan Prestasi Belajar
Untuk dapat menganalisis Tes Kematangan Siswa dan Prestasi
Belajar, diperlukan adanya grafik yang menggambarkan progress berupa
peningkatan maupun penurunan dari angka Tes Kematangan Siswa, Nilai
Rapor Semester II Tahun Pelajaran 2009/2010 dan Nilai Rapor Semester
I Tahun Pelajaran 2010/2011. Untuk itu, sebelum menganalisis Tes
Kematangan Siswa dan Prestasi Belajar, maka dapat dilihat perbandingan
antara kedua faktor tersebut untuk menemukan korelasi satu sama lain,
pada tabel berikut ini:
Tabel 4.11
Perbandingan Hasil Tes Kematangan Siswa dan Prestasi Belajar
No. Nama Siswa TKS Rapor I Rapor II
Kelas II
1 Aya Sofya Nidaulhaq 53 65 69
2 Azzam Shidqi Fathoriq 63 80 83
3 Edi Mufqi 85 70 71
4 Itsna Faria 93 85 87
5 Khonsa Syahidah 91 85 90
6 Mahdi Mutashim 82 70 75
7 M. Azzam Kafabila 89 75 78
No. Nama Siswa TKS Rapor I Rapor II
Kelas III
8 Aiman 70 79 74
9 Alisha Zahra Sa'diyah 84 87 82
10 Dia Ulhaq Al Fajri 84 80 76
11 M. Farhan 85 91 86
12 M. Amar Izzudin 89 86 85
13 M. Azka Kurniawan 84 78 73
14 M. Fauzan A. 84 70 73
15 Nabil Zihnis 57 69 67
16 Nabila Isa Alfarisi 80 90 86
17 Rizky Putra M. 81 82 75
18 Sofian Akmal 84 79 75
19 Zahra Raihanun 84 81 79
No. Nama Siswa TKS Rapor I Rapor II
Kelas IV
20 Abdullah Fatthi Azzam 80 77 76
21 Aisyah 80 85 82
22 Annisa Cikal Kartika 75 88 84
23 Bennafis Mulya Izzul Haq 82 68 71
24 Farhamah D.Ustari 74 77 77
25 Fatiya Fira S 86 67 72
26 Hanifah Syahidah 70 78 81
27 Hanzholah 78 78 81
28 Hisyam Al-Anshor 67 67 71
29 Ilham Khatami 80 67 72
30 Kiara Zihni F 98 82 85
31 Luthfiyah 57 73 77
32 Muadz Arsyad 82 67 73
33 M. Akhyar 63 64 70
34 Muhammad Nur Karim 80 65 71
35 Muhammad Zein Ukhrowi 61 65 71
36 Nur Inayah Ramadhan 80 69 75
37 Rifa Khairunnisa 79 71 76
38 Syahnia Prihandini 66 77 79
39 Syaibatul Hamdi Arroyan 60 74 78
No. Nama Siswa TKS Rapor I Rapor II
Kelas V
40 Arie Hidayat 84 68 70
41 Azzamudin Ilham 105 82 82
42 Dandi Rais Machmudi 181 85 81
43 Farhan Fikruel Haq 109 67 74
44 Hamzah Jundana 64 68 69
45 Istiqomatul Fadillah 89 71 73
46 Khodijah 126 67 72
47 Khonsa 78 84 86
48 Latitsa Syafa Kalaw 83 74 75
49 Lu‟lu Dafa 108 79 82
50 Mu‟adz 105 73 71
51 Muhammad Rafli 108 77 73
52 M. Rizky Ramadhan 75 75 73
53 Puteri Raudya Tuzzahra 73 68 70
54 Salsabila Nurizah 100 70 73
No. Nama Siswa TKS Rapor I Rapor II
Kelas VI
55 Adam Fauzi Hasan 54 70 71
56 Anisa Husna Riska 51 75 77
57 Fabbiola Irawan 59 85 88
58 Fahmi Fauzan 66 75 76
59 Fathan Sholahudin 59 65 70
60 Muhammad Faturrohman 57 80 81
61 Muhammad Rafi' Muayyidin 69 70 74
62 Muhammad Rawi Kawista 61 70 72
Keterangan:
TKS = Hasil Tes Kematangan Siswa
Rapor I = Nilai Rapor Semester II Tahun Pelajaran 2009/2010
Rapor II = Nilai Rapor Semester I Tahun Pelajaran 2010/2011
Untuk mengetahui pemeringkatan dalam angka-angka Hasil Tes
Kematangan Siswa serta progress peningkatan prestasi belajar, maka
tabel di atas terlebih dahulu diubah menjadi grafik-grafik yang berupa
diagram batang. Diagram batang akan menggambarkan tinggi rendah
angka Tes Kematangan Siswa dan tinggi rendahnya prestasi belajar,
sehingga tampak peningkatan ataupun penurunan. Diagram batang yang
menggambarkan hasil Tes Kematangan Siswa tidak disatukan dengan
diagram prestasi belajar, karena keduanya menggunakan skala yang
berbeda, tetapi tinggi rendahnya akan tampak apabila terdapat kesamaan
maupun perbedaan rentang antar ordinat pada kedua grafik tersebut.
Grafik berupa diagram batang yang digambarkan terbagi menjadi
dua jenis grafik, yaitu grafik Tes Kematangan Siswa (TKS) dan grafik
progress prestasi belajar (Rapor) seperti di bawah ini:
Gambar 4.1
Diagram Batang TKS Kelas II
Gambar 4.2
Diagram Batang Progress Rapor Kelas II
Dari kedua diagram di atas tampak bahwa hanya 3 dari 7 siswa (atau dapat
dikatakan 42.86%) memiliki relevansi antara TKS dan prestasi belajar, dan 100%
siswa menunjukkan peningkatan prestasi belajar.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
Aya Sofya Nidaulhaq
Azzam Shidqi
Fathoriq
Edi Mufqi Itsna Faria Khonsa Syahidah
Mahdi Mutashim
M. Azzam Kafabila
1 2 3 4 5 6 7
TKS
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2 3 4 5 6 7
Rapor I
Rapor II
Gambar 4.3
Diagram Batang TKS Kelas III
Gambar 4.4
Diagram Batang Progress Rapor Kelas III
Dari kedua diagram di atas tampak bahwa 7 dari 12 siswa (atau dapat dikatakan
58.33 %) memiliki relevansi antara TKS dan prestasi belajar, dan hanya 1 dari 12
siswa (atau sejumlah 8.33% siswa) yang menunjukkan peningkatan prestasi
belajar.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
TKS
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
Rapor I
Rapor II
Gambar 4.5
Diagram Batang TKS Kelas IV
Gambar 4.6
Diagram Batang Progress Rapor Kelas IV
Dari kedua diagram di atas tampak bahwa hanya 6 dari 20 siswa (atau dapat
dikatakan 30%) memiliki relevansi antara TKS dan prestasi belajar, dan 16 dari 20
siswa (sama dengan 80% siswa) menunjukkan peningkatan prestasi belajar.
0
20
40
60
80
100
120
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
TKS
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20
Rapor I
Rapor II
Gambar 4.7
Diagram Batang TKS Kelas V
Gambar 4.8
Diagram Batang Progress Rapor Kelas V
Dari kedua diagram di atas tampak bahwa hanya 6 dari 15 siswa (atau dapat
dikatakan 40%) memiliki relevansi antara TKS dan prestasi belajar, dan 10 dari 15
siswa (66.67% siswa) menunjukkan peningkatan prestasi belajar.
0
20
40
60
80
100
120
140
160
180
200
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
TKS
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Rapor I
Rapor II
Gambar 4.9
Diagram Batang TKS Kelas VI
Gambar 4.10
Diagram Batang Progress Rapor Kelas VI
Dari kedua diagram di atas tampak bahwa hanya 3 dari 8 siswa (atau dapat
dikatakan 37.50%) memiliki relevansi antara TKS dan prestasi belajar, dan 100%
siswa menunjukkan peningkatan prestasi belajar.
0
10
20
30
40
50
60
70
80
1 2 3 4 5 6 7 8
TKS
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
100
1 2 3 4 5 6 7 8
Rapor I
Rapor II
Secara keseluruhan, maka dapat dikatakan bahwa:
- 25 siswa dari 62 siswa (40.32%) memiliki relevansi antara TKS dan
prestasi belajar, sehingga 59.67% siswa tidak memiliki relevansi
antara TKS dengan prestasi belajar. Ini berarti bahwa hasil Tes
Kematangan Siswa tidak dapat sepenuhnya menunjukkan kemampuan
dasar peserta didik.
- 42 siswa dari 62 siswa (67.74%) menunjukkan peningkatan prestasi
belajar, dan sisanya (32.26% siswa) tidak mengalami peningkatan
prestasi belajar, melainkan tetap mencapai nilai yang konstan/tetap
atau mengalami penurunan yang relatif kecil (tidak terlalu drastis).
b. Analisis SWOT Aplikasi Kecerdasan Majemuk
Sebelum menganalisis aplikasi metode kecerdasan majemuk itu
sendiri, maka sebagai suatu organisai yang tidak lepas dari manajemen
secara keseluruhan, maka diperlukan analisis SWOT
(Strengths/kekuatan, Weaknesses/kelemahan, Opportunities/peluang, dan
Threats/ancaman). Analisis SWOT itu sendiri digunakan untuk
menganalisis langkah-langkah dalam pengembangan manajemen
sekolah, karena aplikasi metode kecerdasan majemuk merupakan bagian
dari pengembangan kurikulum yang selayaknya menjadi pertimbangan
penting dalam pengembangan manajemen sekolah. Analisis SWOT
pengembangan manajemen di Sekolah Dasar Islam Terpadu Insan
Rabbani adalah dapat ditampilkan dalam tabel sebagai berikut:
Tabel 4.12
Analisis SWOT
IFAS
Faktor Internal
EFAS
Faktor Eksternal
Strength/Kekuatan
Status
Budaya Akademik
Tempat Strategis
Weakness/Kelemahan
SDM
Manajemen
Fasilitas
Opportunities/Peluang
Lulusan 100% dan
peringkat A
Kesadaran
masyarakat tinggi
Brand Image Baik
Strategi SO
Promosi lebih luas
dengan
menonjolkan
status dan prestasi
yang ada
Mempertahankan
budaya akademik
Berinteraksi
dengan
masyarakat
Strategi WO
Banyak mengadakan
pelatihan guru
Pengembangan
prestasi siswa dan
alumni
Perbaikan
manajemen
Peningkatan fasilitas
dengan melibatkan
masyarakat
Threats/ Ancaman
Banyak sekolah
sejenis
Paradigma orang tua
Situasi ekonomi
kurang
Strategi ST
Melakukan studi
banding
Mengadakan
dialog secara
berkala dengan
orang tua
Kerja sama
dengan orang tua
dan lingkungan
masyarakat
Strategi WT
Bekerja sama
dengan sekolah lain
Memberdayakan
dana yang ada
sesegera mungkin
Memanfaatkan
lingkungan
Penjelasan mengenai analisis SWOT dapat diuraikan dalam
penjabaran berikut:
Faktor Internal yang mempengaruhi pengembangan manajemen
sekolah, terdiri atas:
Strength (kekuatan), yaitu berupa:
Status
Status Akreditasi A yang baru saja diperoleh oleh SDIT Insan
Rabbani menjadi kekuatan yang sangat penting dalam proses
pengembangan manajemen sekolah serta peningkatan prestasi
sekolah.
Dengan status tersebut, sekolah akan lebih dipercaya oleh
masyarakat, dan sekolah akan lebih mudah dalam mengadakan
komunikasi dengan pihak luar, baik dengan pemerintah, sesama
sekolah swasta maupun sekolah negeri, instansi lain atau pun
dengan masyarakat umum.
Budaya Akademik
Pembiasaan-pembiasaan yang menjadi budaya akademik dalam
proses pembelajaran di SDIT Insan Rabbani merupakan kekuatan
yang sebenarnya tidak tampak secara kasat mata oleh masyarakat,
namun hal ini dapat dirasakan oleh para peserta didik maupun
keluarga yang peduli dan mengamati proses pembelajaran di
sekolah tersebut.
Tempat Strategis
Lokasi sekolah yang terletak di perbatasan kompleks perumahan
dengan perkampungan merupakan kekuatan tersendiri.
Dengan posisi tersebut, SDIT Insan Rabbani akan lebih mudah
merangkul dan berinteraksi dengan berbagai kalangan tanpa harus
menimbulkan kesenjangan sosial.
Weakness (kelemahan), yaitu berupa:
SDM
Kurangnya sumber daya manusia menjadi kelemahan bagi proses
pengembangan manajemen sekolah. Apalagi bila SDM yang ada
tidak belum memiliki keahlian dan keterampilan yang cukup,
sehingga menyulitkan sekolah dalam melaksanakan proses
pembelajaran bagi para peserta didik, sehingga nantinya tidak dapat
menghasilkan output yang maksimal bagi masyarakat. Hal inilah
yang harus diperbaiki.
Manajemen
Sebagai sekolah yang baru berdiri selama kurang lebih delapan
tahun, tentu saja manajemen SDIT Insan Rabbani masih terus
mengadakan perbaikan. Sebagai contoh, pergantian kepala sekolah
menjadi sangat berpengaruh dalam pengelolaan sekolah. Tentu
sangat sulit menata sekolah baru dengan pergantian manajemen,
karena tidak saja penataan administrasi yang membutuhkan
pembenahan, melainkan juga banyak unsur lain yang harus
mengalami perubahan, misalnya penentuan kebijakan. Manajemen
yang kurang rapi menjadi kelemahan yang harus dapat diperbaiki
dalam rangka pengembangan sekolah.
Fasilitas
Kurangnya fasilitas menjadi sangat kentara apabila sekolah
sungguh-sungguh ingin mengembangkan proses pembelajaran di
dalamnya.
Walaupun sebenarnya bukan merupakan hal yang pokok, tetapi
fasilitas menjadi penunjang yang cukup penting, apalagi kaitannya
dengan aplikasi metode kecerdasan majemuk yang selayaknya
memerlukan berbagai jenis fasilitas, baik yang sederhana maupun
yang bersifat modern, terutama mengingat saat ini adalah era
globalisasi, di mana para peserta didik dituntut untuk berwawasan
lebih luas dan selalu mengikuti perkembangan zaman.
Dalam pengembangan kecerdasan visual, misalnya, walaupun guru
dapat menggunakan media sederhana seperti gambar pada kertas
atau buku, atau bahkan benda-benda nyata yang ada di sekitar,
namun alangkah akan lebih menarik jika media yang digunakan
juga dapat berupa gambar pada layar melalui in focus dengan
bantuan computer atau laptop, gambar hidup pada televisi atau
computer, dan lain sebagainya.
Fasilitas-fasilitas tersebut tentunya akan sangat mendukung
berjalannya proses pembelajaran.
Faktor Eksternal yang mempengaruhi pengembangan manajemen
sekolah, terdiri atas:
Opportunities (peluang)
Lulusan 100% dan peringkat A
Salah satu peluang yang dapat memberi kesempatan bagi SDIT
Insan Rabbani untuk tetap eksis dan mampu mengembangkan
manajemennya dengan lebih baik adalah adanya siswa lulusan atau
alumnus, yang sejauh ini telah tercatat lulus 100% dengan
peringkat A dan peringkat B selama dua tahun berturut-turut.
Keberhasilan meluluskan siswa sebanyak 100% tersebut menjadi
bukti kualitas sekolah sesungguhnya, dapat dikatakan pula sebagai
prestasi sekolah, sehingga SDIT Insan Rabbani mempunyai nilai
lebih di mata masyarakat dan hal ini menjadi peluang besar yang
sangat berharga dan harus dipertahankan.
Kesadaran masyarakat tinggi
Masyarakat modern sudah semakin memahami kebutuhan anak-
anak masa depan.
Mereka tidak hanya menyekolahkan anak-anaknya agar bisa
membaca, menulis dan berhitung saja, tetapi juga bertujuan agar
anak-anak mereka memiliki pengetahuan dan amalan yang baik
dalam bidang agama dan umum, khususnya untuk dapat
menghadapi era yang semakin canggih dan cukup berbahaya bagi
perkembangan psikologi mereka.
Brand Image Baik
Setiap lembaga, khususnya sekolah sebagai tempat untuk menempa
anak-anak didik, tentunya selalu memiliki pengalaman yang kurang
baik dalam perjalanannya. Biasanya ada saja hal-hal yang
menimbulkan kesan buruk pada lembaga tersebut, walaupun
sebenarnya hal tersebut bukanlah merupakan kesalahan yang
disengaja oleh pihak pengelola, pendidik atau para peserta didik itu
sendiri. Namun demikian, sejauh ini belum pernah terjadi hal-hal
yang tidak diinginkan yang menyebabkan masyarakat menjadi
resah dan tidak percaya kepada pihak sekolah. Inilah yang juga
menjadi salah satu peluang yang baik bagi pengembangan sekolah.
Threats (ancaman)
Banyak sekolah sejenis
Semakin menjamurnya sekolah-sekolah sejenis merupakan
tantangan yang bisa menjadi ancaman bagi keberlangsungan
sekolah. Banyaknya sekolah swasta, khususnya yang sama-sama
menggunakan nama sekolah Islam terpadu, berarti sangat besar
persaingan antar sekolah-sekolah tersebut. Bukan hanya dalam
tingkat kecamatan, bahkan dalam satu kelurahan yang sama pun
terdapat beberapa sekolah sejenis. Di kelurahan Bintara saja dapat
ditemukan setidaknya lebih dari satu sekolah Islam terpadu, di
antaranya Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Hikmah dan Sekolah
Dasar Islam Terpadu Al-Kautsar.
Ada pula di kelurahan lain yang wilayahnya masih berdekatan
dengan lokasi SDIT Insan Rabbani, misalnya Sekolah Dasar Islam
Terpadu Al-Halimmiyah, Sekolah Dasar Islam Terpadu Al-Iman,
dan masih ada beberapa SDIT lagi yang berada di sekitar wilayah
tersebut. Persaingan ini seharusnya memicu semangat untuk dapat
meningkatkan mutu sekolah agar dapat bertahan di lokasi tersebut.
Paradigma orang tua
Sulitnya mengubah paradigma orang tua di masa sekarang ini
menjadi ancaman tersendiri. Apabila guru atau pihak pengelola
sekolah lainnya tidak siap menghadapi perubahan, lalu bagaimana
dapat mengubah paradigma orang tua yang pada umumnya tidak
berlatar belakang pendidikan.
Sudah menjadi fakta bahwa orang tua selalu menuntut anak-
anaknya mengalami perkembangan akademik seperti yang orang
tua harapkan, misalnya bisa pandai membaca, menulis dan
berhitung, atau memiliki nilai-nilai yang baik pada pelajaran
Matematika, Bahasa Inggris, dan lain sebagainya, sementara orang
tua-orang tua tersebut kurang memahami kecerdasan apa yang
sebenarnya dimiliki oleh anak-anak mereka, dan kemampuan apa
yang selayaknya mampu mereka kembangkan.
Pada akhirnya, seringkali pihak sekolah mengalami kebingungan
dalam menentukan kebijakan, karena harus memenuhi tuntutan
orang tua yang belum memahami visi misi dan tujuan sekolah.
Situasi ekonomi kurang
Dengan bendera sekolah Islam terpadu yang diusung oleh lembaga
pendidikan, maka masyarakat mengharapkan sesuatu yang lebih
dapat mereka rasakan dibandingkan dengan sekolah lainnya,
terutama sekolah-sekolah negeri yang notabene dibiayai oleh
pemerintah.
Sekolah-sekolah terpadu sebagaimana sekolah swasta lainnya harus
membiayai sendiri penyelenggaraan pendidikan yang mereka
jalankan. Caranya adalah dengan menggabungkan biaya dari
pemilik modal yang biasanya berupa sebuah yayasan yang dikelola
oleh keluarga atau sekumpulan orang dalam suatu organisasi,
dengan biaya yang dibayarkan oleh orang tua yang menitipkan
anak-anaknya di sekolah tersebut.
Tidak mudah mengelola dan mempertanggungjawabkan biaya-
biaya tersebut, sementara kebutuhan sebagai sekolah terpadu
seharusnya lebih dari sekolah pemerintah. Ironisnya, kondisi
masyarakat dengan situasi ekonomi yang cenderung menurun, tetap
mengharapkan yang terbaik bagi keberlangsungan pendidikan
generasi penerus mereka.
Dengan menganalisa faktor-faktor tersebut di atas, maka dapat
dipaparkan beberapa strategi dalam pengembangan manajemen sekolah
sebagai berikut:
- Strategi SO (menggunakan kekuatan dan memanfaatkan peluang)
Promosi lebih luas dengan menonjolkan status dan prestasi yang
ada
Status Akreditasi A yang saat ini telah disandang oleh SDIT Insan
Rabbani merupakan kekuatan yang paling tepat untuk mengadakan
promosi lebih luas. Apabila sebelumnya hanya dengan
mengandalkan tingkat kelulusan siswa 100% yang telah dijalani
selama dua tahun berturut-turut, maka sekarang status Akreditasi A
menjadi sangat penting, karena menyangkut penilaian oleh Dinas
Pendidikan Nasional yang sah dan bersertifikat, yang berdampak
pada kepercayaan masyarakat dan menyetarakan kedudukan
sekolah di antara sekolah-sekolah sejenis lainnya.
Status Akreditasi A tidak bisa hanya menjadi kebanggaan saja,
melainkan harus dipertahankan dan dimanfaatkan dalam setiap
ajang promosi yang dilakukan, misalnya dicantumkan dalam brosur
atau leaflet, sehingga masyarakat mengetahui status tersebut secara
publikasi.
Mempertahankan budaya akademik
Beberapa sekolah mempunyai ciri khas dalam bentuk budaya
akademik, walaupun sebenarnya biasanya budaya tersebut bukan
dibentuk oleh sekolah itu sendiri, atau dengan kata lain bukan
budaya yang sengaja dibuat-buat.
Budaya tersebut merupakan kebiasaan-kebiasaan baik yang
dicontohkan agama yang ditanamkan kepada para peserta didik
maupun di kalangan pendidik yang ingin menonjolkan mata
pelajaran unggulan sekolah atau sebagai salah satu aplikasi dari visi
misi tujuan yang ingin dicapai oleh sekolah.
Sebagai contoh, setiap pagi atau sebelum pelajaran dimulai, guru
membiasakan siswa dengan seruan-seruan yang menimbulkan
semangat keIslaman, dan juga mengajak siswa untuk melaksanakan
sholat wajib maupun sunnah setiap harinya. Ini merupakan budaya
akademik yang harus dipertahankan dan akan menjadi kekuatan
paling ideal, artinya tidak akan terpengaruh oleh penilaian secara
resmi dari pemerintah setiap empat tahun sekali (yang disebut
proses akreditasi), melainkan akan dirasakan langsung oleh
masyarakat, terutama keluarga dari para peserta didik tersebut.
Walaupun demikian, ada beberapa persyaratan agar budaya
akademik dapat bertahan dengan baik, di antaranya yaitu adanya
konsistensi serta perbaikan demi perbaikan agar budaya akademik
yang sudah ada bukan hanya menjadi kebiasaan saja tetapi juga
menjadi kebaikan yang dipahami maksud dan tujuannya oleh
seluruh peserta didik dan keluarga mereka.
Berinteraksi dengan masyarakat
Kemudahan sekolah dalam berinteraksi dengan masyarakat
menjadi cukup penting.
Hal ini disebabkan lokasi sekolah yang berada di perbatasan
komplek perumahan dengan perkampungan, sehingga dapat
menjangkau seluruh kalangan masyarakat.
Tidak dapat dipungkiri, umumnya terjadi kesenjangan sosial antara
warga perumahan dengan warga perkampungan. Di sinilah peran
sekolah diperlukan agar tidak terjadi kesenjangan semacam
demikian. Sekolah harus pandai menempatkan diri sebagai lembaga
pendidikan yang mampu menjadi penengah atau bahkan menjadi
contoh antara kedua golongan tersebut, dan tidak boleh
memisahkan kedua golongan tersebut, melainkan berusaha
menyatukan perbedaan dan melakukan usaha-usaha agar setiap
lapisan masyarakat di sekitar dapat bekerja sama dengan baik.
Yang biasanya terjadi pada lembaga pendidikan, jika posisinya
terletak di dalam perumahan, khususnya perumahan mewah, maka
akan timbul kesan sekolah tersebut merupakan sekolah mewah.
Sebaliknya, apabila lokasinya berada di perkampungan, masyarakat
akan memandang sekolah tersebut sebagai sekolah kumuh. Hal-hal
inilah yang harus dihindari.
Dengan demikian maka sekolah harus dapat menyesuaikan diri dan
menyeimbangkan setiap perbedaan yang ada, sehingga semua
lapisan masyarakat yang berada di sekitar lokasi sekolah merasakan
efek positif dari keberadaan sekolah.
- Strategi WO (memperbaiki kelemahan dan mengambil manfaat dari
peluang)
Banyak mengadakan pelatihan guru
Salah satu kelemahan yang umumnya terjadi di suatu sekolah
adalah kurangnya kuantitas dan kualitas sumber daya manusia
(SDM). Jumlah guru yang masih dapat dikatakan minim,
menjadikan konsentrasi dalam proses pembelajaran menjadi lebih
sedikit dibandingkan dengan terpenuhinya jumlah guru sesuai
kebutuhan.
Masalah yang terjadi di sekolah baru seperti SDIT Insan Rabbani,
guru yang datang untuk mengajar, bukan semata-mata ingin
mengabdikan ilmunya kepada masyarakat (dalam hal ini peserta
didik), melainkan ada unsur mata pencaharian, yaitu mencari
sekolah yang berkualitas, sudah ternama, dan dapat memberikan
honor yang cukup tinggi untuk mencukupi kebutuhan. Inilah
ironisme yang sering ditemukan. Sehingga pada akhirnya kualitas
pendidik yang datang masih harus ditingkatkan.
Caranya adalah dengan mengadakan banyak pelatihan, baik
pelatihan yang dilakukan di dalam sekolah sendiri, dengan
mengundang pembimbing dari luar, atau dengan sering-sering
mengirim guru ke luar untuk mengikuti pelatihan di tempat lain,
yang biasanya diselenggarakan oleh pihak pemerintah atau
instansi-instansi pendidikan lainnya.
Setiap ajang pelatihan adalah kesempatan besar agar kualitas
pengajar menjadi lebih baik, sehingga nantinya mereka akan
mengaplikasikan hasil pelatihan yang mereka dapatkan ke dalam
proses pembelajaran. Pelatihan-pelatihan tersebut juga bisa menjadi
daya tarik bagi calon-calon pengajar, terutama bagi mereka yang
mempunyai jiwa pendidik sangat kuat, pasti memiliki komitmen
untuk meningkatkan kualitas dirinya dan kualitas pengajaran yang
dilakukan.
Pengembangan prestasi siswa dan alumni
Strategi lain yang dapat dilakukan adalah meningkatkan kualitas
peserta didik dengan banyak mengikutsertakan mereka dalam
kompetisi-kompetisi, baik secara intern maupun secara ekstern.
Secara intern maksudnya adalah mengadakan kompetisi di dalam
sekolah, dan secara ekstern adalah mengikuti kompetisi di luar
sekolah, atau bersama dengan sekolah lain. Hal ini dapat memicu
semangat para peserta didik sehingga mereka mampu mencetak
prestasi di dalam dan di luar sekolah, bukan hanya untuk
meningkatkan kualitas dirinya sendiri, melainkan juga membawa
nama baik sekolah, yang nantinya akan berpengaruh kepada
kepercayaan masyarakat.
Jadi, tidak hanya kualitas pendidik yang terus ditingkatkan, tetapi
seiring dengan hal tersebut, kualitas peserta didik juga akan
menjadi lebih baik.
Perbaikan manajemen
Pergantian pemimpin memang merupakan hal yang wajar, dan
tidak dapat dipungkiri terutama apabila dilakukan dengan suatu
alasan-alasan tertentu yang dapat diterima. Begitu pula dengan
pergantian guru dan staf.
Namun demikian, perubahan-perubahan yang pasti terjadi dalam
pergantian tersebut merupakan proses pembelajaran untuk dapat
memperbaiki manajemen. Sebagai contoh, pengaturan administrasi
pada manajemen sebelumnya yang kurang rapi, sebaiknya menjadi
bekal bagi manajemen yang baru agar penataannya bisa lebih baik
lagi.
Apabila pergantian pengelola tidak menimbulkan perbaikan, maka
akan menjadi sia-sia dan bukan meningkatkan kualitas
pengembangan sekolah, justru dapat menimbulkan kejatuhan.
Walaupun demikian, pergantian manajemen dalam lembaga yang
masih tergolong baru masih dapat dikatakan wajar, asalkan tidak
terlalu sering dan memperhatikan kualitas SDM yang baru agar
lebih baik dari yang sebelumnya.
Pengelola yang baru tidak boleh mengabaikan pengelolaan
sebelumnya, bahkan seharusnya bisa memperbaiki sehingga
dokumen-dokumen lembaga lebih terjaga dan program
pengembangan manajemen sekolah lebih terarah.
Peningkatan fasilitas dengan melibatkan masyarakat
Fasilitas yang kurang merupakan kendala yang umum ditemukan
pada sekolah-sekolah yang relatif baru. Padahal fasilitas sangat
penting dalam proses pembelajaran dan program peningkatan
kualitas pembelajaran.
Salah satu strategi yang dapat dilakukan adalah dengan melibatkan
masyarakat sekitar dalam pemanfaatan fasilitas. Sebagai contoh,
sekolah harus jeli memperhatikan sarana-prasarana di luar sekolah
yang dapat dimanfaatkan, dengan melakukan komunikasi dan kerja
sama dengan masyarakat sekitar.
Cara lain adalah dengan melibatkan orang tua atau keluarga peserta
didik yang berpotensi dalam menyediakan fasilitas yang
dibutuhkan.
Pengelola sekolah sebaiknya banyak berhubungan dengan instansi-
instansi tertentu untuk memperoleh kemudahan-kemudahan, tidak
hanya dalam pemanfaatan fasilitas, melainkan juga untuk
mengadakan kerja sama di bidang lainnya.
- Strategi ST (menggunakan kekuatan dan menghindari ancaman)
Melakukan studi banding
Studi banding merupakan cara yang tepat untuk dapat menambah
khazanah ilmu serta kualitas pembelajaran maupun manajemen
sekolah.
Gunanya adalah untuk mencari yang terbaik untuk dapat ditiru,
diadaptasi, dikombinasi dengan sesuatu yang sudah ada, sehingga
perbaikan dapat dilakukan sesuai dengan kebutuhan masyarakat di
wilayah yang sama atau konsumen yang serupa di wilayah berbeda
(apabila studi banding dilakukan lintas wilayah). Jadi, persaingan
yang sehat dapat berjalan dengan mengambil manfaat dalam
persaingan tersebut.
Mengadakan dialog secara berkala dengan orang tua
Mengubah paradigma orang tua tidaklah semudah membalikkan
telapak tangan. Sistem pendidikan atau metode-metode
pembelajaran yang baru dan mutakhir, walaupun sebenarnya
menguntungkan bagi para peserta didik maupun keluarganya,
seringkali dianggap menyulitkan atau membuat peserta didik
semakin tertinggal.
Sebagai contoh, orang tua selalu menuntut anaknya berprestasi
dalam mata pelajaran Matematika dan Bahasa Inggris, padahal
pada kenyataannya anak itu tidak memiliki kecerdasan logika-
matematika maupun kecerdasan linguistik-bahasa yang baik,
melainkan dia lebih cenderung memiliki kecerdasan spasial-visual
yang menonjol. Hal ini akan menyulitkan para guru dalam
mengarahkan dia agar berprestasi di bidang yang sesuai dengan
kecerdasannya, karena tuntutan orang tua tidak sesuai dengan apa
yang dia mampu lakukan.
Hal seperti ini yang membutuhkan adanya dialog antara guru
dengan orang tua agar orang tua memahami kebutuhan anak-
anaknya dan tidak menuntut sesuatu yang tidak mampu mereka
lakukan, dan justru dengan cara demikian kemampuan serta
prestasi para peserta didik tersebut akan terasah lebih baik.
Kerja sama dengan orang tua dan lingkungan masyarakat
Orang tua akan merasa sangat bangga apabila dilibatkan dalam
proses pembelajaran anaknya, terutama bagi orang tua yang peduli
dengan pendidikan anak-anaknya. Begitu pula halnya dengan
masyarakat sekitar, pengakuan serta kepercayaan mereka terhadap
sekolah akan lebih tinggi apabila sekolah mengajak mereka bekerja
sama dalam beberapa hal.
Menyatunya sekolah dengan orang tua dan masyarakat akan
memudahkan proses pembelajaran. Di samping itu, fungsi lembaga
pendidikan dapat segera dirasakan di tengah masyarakat, tidak
harus menunggu tercetaknya generasi-generasi lulusan terbaik yang
menjadi harapan masa depan.
- Strategi WT (mengatasi kelemahan dan menghindari ancaman)
Bekerja sama dengan sekolah lain
Tidak hanya melakukan studi banding, bekerja sama dengan
sekolah lain juga penting dilakukan untuk menjaga eksistensi serta
kualitas sekolah.
Bentuk kerja sama dapat dilakukan dengan berbagai cara, misalnya
bergabung untuk mengadakan kompetisi bersama, melakukan
pertukaran guru atau pertukaran siswa sehingga peserta didik
terbiasa dengan pertukaran pelajar, menyelenggarakan pelatihan
bersama, atau sekedar melakukan kunjungan wisata (field trip)
bersama.
Dengan adanya kerja sama antar sekolah, akan meminimalisir
terjadinya kesenjangan atau perbedaan yang mencolok antara satu
sekolah dengan sekolah yang lain.
Memberdayakan dana yang ada sesegera mungkin
Keterbatasan dana seharusnya tidak menyebabkan
pendayagunaannya menjadi terhenti. Anggaran disiasati dengan
membuat skala prioritas dan menyusun alokasi dana secara tepat.
Prediksi tetap harus dilakukan untuk menghindari terjadinya defisit
di masa yang akan datang.
Dalam hal ini, pengelolaan keuangan harus jeli dalam
menempatkan pemberdayaan dana sehingga menjadi tepat guna
dan berdaya guna. Manfaat dapat langsung dirasakan, tanpa
menunggu terkumpulnya dana lebih banyak. Salah satu caranya
adalah sebagaimana diuraikan di atas, dengan tidak
mengesampingkan keterlibatan orang tua dan masyarakat sekitar.
Memanfaatkan lingkungan
Pemanfaatan lingkungan dapat dilakukan salah satunya untuk
efisiensi dana dan fasilitas. Selain itu, kemampuan peserta didik
dalam memanfaatkan lingkungan juga merupakan indikasi
keberhasilan pembelajaran.
Tempat belajar siswa tidak hanya di ruang kelas. Di manapun
mereka berada, selayaknya mereka dapat mengambil pelajaran atau
melakukan proses pembelajaran. Dengan demikian jiwa pembelajar
mereka akan lebih terasah, dan rasa tanggung jawab mereka
terhadap lingkungan pun semakin bertambah.
Di era globalisasi sekarang ini, jarang sekali pelajar peduli dengan
lingkungan sekitarnya. Ilmu yang mereka dapatkan tidak segera
diamalkan, melainkan hanya singgah di dalam pikiran saja dan
semata-mata demi keberhasilan menempuh ujian. Padahal yang
lebih penting dari hal tersebut adalah implementasi ilmu mereka
terhadap diri sendiri, keluarga, masyarakat dan lingkungan sekitar.
Melalui analisis SWOT di atas, dapat diketahui bahwa aplikasi
metode kecerdasan majemuk sangat mendukung pengembangan
manajemen sekolah, karena aplikasi metode kecerdasan majemuk terkait
dengan banyak aspek, seperti kualitas pendidik, tersedianya fasilitas,
serta keterlibatan masyarakat dan pemanfaatan lingkungan.
D. Pembahasan
Berdasarkan penelitian mengenai “ANALISA TINGKAT
KEMATANGAN SISWA SD KELAS 1 BERDASARKAN TINGKAT
USIA DI SEKOLAH DASAR DI JAKARTA” oleh Fellianti Muzdalifah &
Iriani Indri Hapsari (2010) sebagaimana yang dicantumkan dalam Bab II,
terdapat kesimpulan bahwa tidak terdapat perbedaan yang signifikan pada
tes kematangan sekolah antara siswa SD kelas 1 yang berusia di atas 6
tahun dengan siswa SD kelas 1 yang berusia di bawah 6 tahun.
Kesimpulan tersebut terbukti pada hasil tes kematangan siswa yang terurai
pada tabel di awal bab ini (taabel 4.1). Siswa-siswa yang berusia dibawah 6
tahun pun memiliki tingkat kematangan yang setara, bahkan beberapa lebih
tinggi, dibandingkan dengan siswa yang berusia di atas 6 tahun.
Walaupun dalam buku yang berjudul “Psikologi Perkembangan”, Drs.
Mubin, M.Ag dan Ani Cahyadi, M.Pd (2006:89) menyebutkan bahwa
umumnya periode masa sekolah berlangsung sejak usia 6,0 tahun sampai 12
tahun, dimulai setelah anak melewati masa degil (keras kepala) yang pertama,
di mana proses sosialisasi telah dapat berlangsung dengan lebih efektif
sehingga ia disebut “matang” untuk mulai sekolah, namun terbukti bahwa
terdapat bermacam-macam kriteria yang dipakai orang untuk menetapkan
kapan seorang anak disebut matang untuk sekolah. Sebenarnya dengan hanya
ukuran umur 6 atau 7 tahun saja belum dianggap cukup untuk
menentukannya.
Kematangan itu paling tidak harus dilihat dari empat aspek, yaitu:
aspek fisik, aspek intelektual, aspek moral, dan aspek social. Cepat atau
lambatnya kematangan ini diperoleh anak banyak tergantung pada kesehatan
fisik, sifat-sifat dasar anak dan pendidikan sebelumnya (dalam keluarga atau
Taman Kanak-kanak).
Hal ini dikuatkan oleh pendapat Drs Zulkifli L. dalam bukunya
Psikologi Perkembangan: anak-anak yang berumur 6 atau 7 tahun dianggap
matang untuk belajar disekolah dasar jika: kondisi jasmaninya cukup sehat
dan kuat untuk melakukan tugas di sekolah, adanya keinginan belajar, fantasi
tidak lagi leluasa dan liar, serta perkembangan perasaan sosial telah memadai.
Terkait dengan pengaruh kematangan siswa terhadap prestasi belajar,
sebelum kita menganalisis, ada baiknya mengingat kembali bahwa dari hasil
penelitian mengenai “HUBUNGAN MOTIVASI BELAJAR,
KEMATANGAN SISWA, PRESTASI BELAJAR, DAN KINERJA
PRAKTIK INDUSTRI DENGAN KESIAPAN TERHADAP DUNIA
KERJA SISWA SMK BIDANG KEAHLIAN TEKNIK BANGUNAN SE-
MALANG RAYA” (Ignatius Budiyana, Tesis, UM, 2010) disebutkan bahwa
ada hubungan yang signifikan antara motivasi belajar dan kematangan
siswa dengan kesiapan terhadap dunia kerja baik hubungan langsung
atau melalui variabel prestasi belajar.
Sebagaimana pula yang dijelaskan dalam penelitian yang diadakan
oleh Sunartombs (2009) dalam artikelnya menyimpulkan faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi belajar, yaitu:
- Faktor intern (kecerdasan/intelegensi, bakat, minat, dan motivasi); serta
- Faktor ekstern (keadaan keluarga, keadaan sekolah, dan lingkungan
masyarakat).
Pengaruh faktor intern dapat dibuktikan dengan tingkat kematangan
siswa, serta salah satu faktor ekstern yang berpengaruh adalah model
pembelajaran yang dilakukan di sekolah, yaitu salah satunya adalah
penerapan metode kecerdasan majemuk yang dilaksanakan oleh para
pendidik di sekolah.
Kembali kepada kerangka konseptual yang telah digambarkan pada
Bab II, kematangan siswa dengan aspek-aspek yang mempengaruhinya
merupakan modal awal dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah dasar.
Oleh sebab itu pada proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang
diadakan di awal tahun pelajaran, mewajibkan calon siswa untuk mengikuti
Tes Kematangan Siswa yang biasanya pihak sekolah dibantu oleh sebuah
lembaga konsultasi psikologi, sebagai salah satu persyaratan yang harus
dipenuhi. Faktor pendukung awal yaitu usia, pola asuh keluarga, lingkungan
tempat tinggal dan media massa adalah hal-hal yang mempengaruhi tingkat
kematangan siswa, yang akan diketahui nilainya melalui Tes Kematangan
Siswa. Walaupun terbukti bahwa ternyata faktor usia tidak memiliki pengaruh
yang signifikan, tetapi justru sangat besar kemungkinan faktor lainnya yaitu
pola asuh keluarga, lingkungan tempat tinggal serta media massa cukup
mempengaruhi tingkat kematangan pada usia yang berbeda-beda (di bawah
atau di atas 6 tahun).
Dari hasil Tes Kematangan Siswa, dapat diraba/diperkirakan
mengenai kemampuan siswa dalam menerima pelajaran, tingkah laku siswa
dalam belajar dan bersosialisasi, serta kemandirian dan tanggung jawab
siswa, yang nantinya bisa jadi mengalami perubahan seiring dengan
berjalannya proses pembelajaran. Dalam proses pembelajaran terjadi
pengembangan kecerdasan, tidak lepas dari faktor yang mempengaruhi
yaitu potensi siswa itu sendiri dan kompetensi guru dalam mengaplikasikan
metode pembelajaran, salah satunya yaitu aplikasi teori kecerdasan
majemuk. Pada akhirnya akan dicapai prestasi belajar, yang dapat diketahui
dari nilai-nilai tes/ulangan, progress/perkembangan yang terlihat selama
proses pembelajaran, perubahan sikap, atau kemanfaatan yang dapat dibuat
oleh individu siswa bagi dirinya sendiri maupun lingkungan sosialnya.
Prestasi belajar seseorang sesuai dengan tingkat keberhasilan sesuatu
dalam mempelajari materi pelajaran yang dinyatakan dalam bentuk nilai atau
raport setiap bidang studi setelah mengalami proses pembelajaran. Prestasi
belajar siswa dapat diketahui setelah diadakan evaluasi. Hasil dari evaluasi
dapat memperlihatkan tentang tinggi atau rendahnya prestasi belajar siswa.
Pada kesimpulan penelitian berjudul EVALUASI BELAJAR DAN
PEMBELAJARAN yang tertulis dalam Rahmat Wijaya‟s Blog disebutkan
bahwa: Peranan evaluasi dalam pendidikan yakni menjadi dasar pembuatan
keputusan dan pengambilan kebijakan, mengukur prestasi siswa,
mengevaluasi kurikulum, mengakreditasi sekolah, memantau pemanfaatan
dana masyarakat, memperbaiki materi dan program pendidikan.
Setelah melalui proses analisis di atas maka dapat disimpulkan bahwa
tingkat kematangan siswa dapat diperbaiki seiring dengan berjalannya proses
pembelajaran, salah satunya melalui penerapan metode kecerdasan majemuk,
sehingga hasilnya nanti akan tampak pada prestasi belajar siswa sesudah
melewati evaluasi belajar dan pembelajaran. Dengan demikian dapat
dirumuskan kebijakan apa yang harus dipertahankan dan kebijakan apa yang
harus diminimalisir dalam manajemen kurikulum sekolah demi
berkembangnya kreatifitas dan prestasi siswa dalam rangka mencapai tujuan
nasional pendidikan.
Pembahasan lebih lanjut adalah dengan menguji hasil analisa di atas,
apakah sesuai dengan temuan-temuan yang diharapkan sehingga mampu
menjawab masalah-masalah yang dikemukakan di awal.
11. Masalah:
Apakah ada pengaruh faktor kematangan terhadap pencapaian prestasi
belajar?
Temuan yang diharapkan:
Faktor kematangan siswa merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi pencapaian hasil/prestasi belajar siswa, karena aspek-
aspek kematangan siswa itu sendiri merupakan bagian dari faktor intern
(kecerdasan, bakat, kemampuan menerima pelajaran, kemampuan
bersosialisasi) dan faktor ekstern (pola asuh keluarga, lingkungan tempat
tinggal, media massa) yang mempengaruhi prestasi belajar.
Hasil penelitian:
Hasil Tes Kematangan Siswa yang dilaksanakan di SDIT Insan Rabbani
sebagai obyek penelitian, tidak relevan dengan prestasi belajar yang
diraih oleh peserta didik. Hal tersebut dapat disebabkan antara lain oleh
kondisi anak pada saat menjalani tes kematangan atau pun suasana
tempat di mana ia menjalani tes tersebut. Kondisi anak yang dimaksud
dapat berupa kesehatan atau keadaan psikologi, karena hal tersebut
sangat berpengaruh pada anak saat melaksanakan suatu tes atau uji coba.
Suasana tempat juga memiliki andil dalam mewujudkan konsentrasi anak
ketika menjalani tes, kebisingan/ketenangan serta kebersihan maupun
kerapihan ruangan dapat pula menentukan tingkat konsentrasi anak.
Situasi dan kondisi dalam pelaksanaan tes tidak dapat dijangkau oleh
peneliti karena waktu pelaksanaan tes seluruhnya berlangsung sebelum
masa penelitian ini dilakukan.
12. Masalah:
Bagaimana konsekuensi aplikasi teori kecerdasan majemuk (Multiple
Intelligences Theory) terhadap pencapaian prestasi belajar peserta didik?
Temuan yang diharapkan:
Konsekuensi aplikasi teori kecerdasan majemuk (Multiple Intelligences
Theory) terhadap pencapaian prestasi belajar peserta didik adalah adanya
perlakuan yang istimewa terhadap semua anak, karena mereka memiliki
potensi yang berbeda, sehingga tidak dapat selalu dikelompokkan dalam
satu kelompok yang sama atau diukur dengan alat ukur yang sama.
Yang dimaksud alat ukur yang sama misalnya nilai mata pelajaran
tertentu saja atau hanya menilai secara akademik saja.
Hasil penelitian:
Untuk menilai hasil prestasi belajar siswa, tidak ada salah satu atau
beberapa mata pelajaran yang diunggulkan atau menjadi tolak ukur. Nilai
rapor yang menunjukkan angka prestasi belajar peserta didik merupakan
rata-rata dari keseluruhan nilai mata pelajaran yang diajarkan, sehingga
siswa yang unggul di satu mata pelajaran dan lemah di mata pelajaran
lainnya tidak akan tampak pada angka prestasi tersebut. Begitu pula
dengan tidak adanya sistem ranking (peringkat) maka di antara siswa
tidak terjadi kesenjangan atau kecemburuan karena tinggi-rendahnya
prestasi mereka.
13. Masalah:
Adakah korelasi antara faktor kematangan peserta didik dengan aplikasi
teori kecerdasan majemuk?
Temuan yang diharapkan:
Ada korelasi searah antara faktor kematangan peserta didik dengan
aplikasi teori kecerdasan majemuk. Artinya aplikasi teori kecerdasan
majemuk dapat berpengaruh dalam meningkatkan kematangan peserta
didik, sementara faktor kematangan tidak berpengaruh pada aplikasi teori
kecerdasan majemuk. Adapun aplikasi teori kecerdasan majemuk lebih
dipengaruhi oleh kompetensi guru atau pendidik.
Hasil penelitian:
Sebagaimana telah dijelaskan bahwa banyak hal yang mempengaruhi
tingkat kematangan peserta didik, dan juga adanya faktor situasi dan
kondisi yang pada dasarnya dapat mengakibatkan hasil Tes Kematangan
Siswa tidak relevan terhadap tingkat kematangan yang sebenarnya, maka
tidak dapat ditentukan adanya korelasi antara faktor kematangan peserta
didik dengan aplikasi teori kecerdasan majemuk.
14. Masalah:
Kebijakan apakah yang perlu dikaji kembali berkenaan dengan faktor
kematangan siswa, aplikasi teori kecerdasan majemuk serta pencapaian
prestasi belajar peserta didik?
Temuan yang diharapkan:
Kebijakan yang perlu dikaji kembali berkenaan dengan faktor
kematangan siswa, aplikasi teori kecerdasan majemuk serta pencapaian
prestasi belajar peserta didik adalah mengenai pengembangan kurikulum,
penilaian hasil belajar dan sistem kenaikan kelas, selayaknya meninjau
perbedaan kemampuan dan potensi siswa.
Hasil penelitian:
Khusus mengenai faktor kematangan siswa, perlu dianalisa kembali
perihal situasi dan kondisi pada saat tes kematangan siswa dijalankan,
karena hal tersebut berpengaruh pada relevansinya terhadap kemampuan
siswa sebenarnya.
Sementara itu, sesuai analisis SWOT yang telah dijabarkan, perbaikan
manajemen dengan pengembangan kurikulum sangat diperlukan, di
samping peningkatan kualitas pendidik dan pengelolaan yang tepat
terhadap aspek-aspek pendukung lainnya. Adapun mengenai penilaian
hasil belajar dan sistem kenaikan kelas yang sudah dilakukan sejauh ini
dapat dikatakan sesuai dengan prinsip kecerdasan majemuk, karena
penilaian dilaksanakan di berbagai bidang (tidak menonjolkan bidang-
bidang tertentu saja), dan hampir tidak ada siswa yang tidak naik kelas,
kecuali satu siswa yang dikarenakan pertimbangan yang sangat kuat
terkait dengan kondisi psikologis dirinya dan keluarganya. Selebihnya,
semua siswa dianggap „cerdas‟ dan memiliki kesempatan yang sama
dalam mengembangkan kecerdasan mereka.
15. Masalah:
Adakah dampak yang ditimbulkan dari kebijakan tersebut?
Temuan yang diharapkan:
Dengan kebijakan tersebut di atas, dapat menghindarkan dampak negatif
seperti kondisi psikologis siswa yang menurun karena dianggap „tidak
bisa‟, „bodoh‟ dan lain sebagainya, sebaliknya memacu siswa untuk
menjadi lebih percaya diri dan memberi kesempatan yang sama kepada
seluruh siswa untuk mengembangkan potensi dirinya.
Hasil penelitian:
Siswa menjadi lebih percaya diri dalam mengejar prestasinya.
Angka peningkatan prestasi belajar yang cukup mendominasi selama dua
semester berturut-turut mampu membuktikan bahwa aplikasi metode
kecerdasan majemuk yang telah dijalankan selama ini sudah cukup
membuahkan hasil, walaupun tidak dilakukan oleh semua pendidik atau
di seluruh mata pelajaran. Dengan demikian, pengembangan manajemen
dari hasil analisis di atas akan mampu menambah prosentase peningkatan
prestasi belajar.
Selanjutnya, pada dasarnya kemampuan atau prestasi individu masing-
masing peserta didik hanya dapat dikembangkan oleh diri mereka sendiri
serta dengan dukungan paling besar dari keluarga. Para pendidik, atau dalam
hal ini lembaga pendidikan tempat mereka mengikuti proses pembelajaran
secara formal, hanya berperan dalam mengarahkan, membimbing, dan
membantu mereka memilih atau menentukan kemampuan yang paling tepat
untuk mereka kembangkan. Proses pembelajaran yang utama berlangsung di
mana saja dan tidak dapat diukur dengan angka-angka, melainkan dengan
perkembangan sikap, perilaku dan intelektual mereka.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian yang telah diuraikan pada bab sebelumnya, maka
dapat disimpulkan bahwa:
1) Faktor kematangan siswa dipengaruhi oleh banyak hal. Walaupun
sesungguhnya usia tidak memiliki pengaruh yang cukup kuat, namun hal-
hal lain seperti pola asuh dalam keluarga dan media massa dapat
memberikan dampak terhadap kematangan siswa. Namun demikian,
pengukuran tingkat kematangan tersebut tidak dapat dilakukan tanpa
memperhatikan kondisi siswa yang bersangkutan serta situasi lokasi di
mana tes dilakukan, karena nantinya akan berpengaruh kepada hasil tes
kematangan tersebut, yang akibatnya belum tentu relevan dengan tingkat
kematangan yang sebenarnya dimiliki oleh siswa tersebut. Dengan tidak
adanya relevansi tersebut, maka faktor kematangan belum dapat
dikatakan berpengaruh terhadap pencapaian prestasi belajar peserta didik.
2) Aplikasi teori kecerdasan majemuk sangat berpengaruh kepada
pencapaian prestasi belajar peserta didik. Hal ini dapat dilihat pada
prosentase peningkatan prestasi belajar selama dua semester berturut-
turut. Walaupun kontinuitasnya belum dapat dibuktikan untuk yang
relatif lama (beberapa semester atau tahun pelajaran), tetapi peningkatan
tersebut cukup mewakili progress yang sebenarnya.
B. Saran
Saran yang dapat disampaikan oleh penulis adalah:
1) Dalam pelaksanaan Tes Kematangan Siswa hendaknya diperhatikan
faktor-faktor yang mempengaruhi kematangan siswa serta latar belakang
kondisi siswa serta situasi lokasi ketika tes tersebut dilakukan, sehingga
hasilnya akan lebih mewakili kemampuan siswa yang sebenarnya. Untuk
penelitian berikutnya akan lebih baik apabila memperhatikan dan
menganalisis aspek-aspek yang digunakan dalam pelaksanaan tes
tersebut. Dengan demikian maka ukuran kematangan siswa tidak menjadi
sia-sia sebagai bekal bagi pihak sekolah dalam menentukan kemampuan
peserta didiknya.
2) Aplikasi teori kecerdasan majemuk membutuhkan kreatifitas pendidik
dalam pengolahan segala sesuatu agar dapat dijadikan media
pembelajaran. Untuk itu diperlukan kompetensi dan pengetahuan yang
tinggi, demi mencapai hasil yang lebih baik lagi. Sebaiknya setiap
pendidik tidak merasa puas dengan sekedar mengetahui dan
melaksanakannya tanpa bekal pelatihan dan wawasan yang terus
bertambah dari waktu ke waktu.
3) Prestasi belajar peserta didik selayaknya tidak hanya dijabarkan dalam
angka-angka, melainkan juga dalam bentuk narasi yang lebih mampu
menjelaskan kemampuan masing-masing siswa, sehingga tampak jelas
kecerdasan apa yang mereka miliki dan berpotensi untuk dikembangkan.
4) Bagi penelitian selanjutnya akan lebih baik apabila menganalisis secara
detail progress setiap bidang atau mata pelajaran yang ditempuh peserta
didik untuk dapat mengetahui jenis kemampuan atau kecerdasan mereka,
dimulai dari aspek-aspek tes kematangan yang digunakan hingga dapat
disesuaikan dengan nilai-nilai yang diperoleh pada masing-masing mata
pelajaran. Dengan demikian akan tampak jelas bakat atau kemampuan
yang mereka miliki sebenarnya.
___oOo___
DAFTAR PUSTAKA
Asmiyati. 2001. Hubungan antara Kematangan emosi dengan Perilaku Asertif
Pada Mahasiswa Psikologi Untag Surabaya. Skripsi (Tidak Diterbitkan).
Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945. Surabaya.
Budiyana, Ignatius. 2010. Hubungan Motivasi Belajar, Kematangan Siswa,
Prestasi Belajar, Dan Kinerja Praktik Industri Dengan Kesiapan Terhadap
Dunia Kerja Siswa Smk Bidang Keahlian Teknik Bangunan Se-Malang
Raya. Tesis. UM.
Feinberg, Mortimer R.. 2004. Mengenali Tanda-Tanda Kematangan Diri.
Kristiyani Y, Titik. 2008. Tak Naik Kelas Berarti Tak Cerdas? Artikel. Kompas.
Megawangi, Ratna, Latifah, Melly dan Farrah Dina, Wahyu. 2005. Pendidikan
Holistik. Indonesia Heritage Foundation. Jakarta.
Mubin, dan Cahyadi, Ani. 2006. Psikologi Perkembangan. Quantum Teaching.
Jakarta.
Muzdalifah, Fellianti & Indri Hapsari, Iriani. 2010. Analisa Tingkat Kematangan
Siswa Sd Kelas 1 Berdasarkan Tingkat Usia Di Sekolah Dasar Di Jakarta.
Penelitian. Jakarta.
Rahman, M. Jazuli. 2010. Tes Calistung: Melanggar Hak Anak. Artikel.
Rasman M, M. 2008. Metodelogi Penelitian (Diktat Kuliah Metode Penelitian).
Jakarta.
Ratnawati, I. 2005. Studi tentang Kematangan Emosi dan Kematangan Sosial
Pada siswa SMU Yang Mengikuti Program Akselerasi. Skripsi. (Tidak
Diterbitkan) Fakultas Psikologi Universitas 17 Agustus 1945. Surabaya.
Rohmah, Siti. 2009. Teori Kecerdasan Majemuk Howard Gardner Dan
Pengembangannya Pada Metode Pembelajaran Pendidikan Agama Islam
Untuk Anak Usia Sekolah Dasar. Skripsi. UIN Sunan Kalijaga. Yogyakarta.
Sobur, Alex. 2003. Psikologi Umum. Pustaka Setia. Bandung
Sudarsono. 2008. Management Of Organization Behavior Utilizing Human
Resources (Diktat Kuliah Manajemen Sumber Daya Manusia). Jakarta.
Tarmidi. 2006. Iklim Kelas dan Prestasi Belajar. Penelitian. Universitas Sumatera
Utara. Medan.
Laporan Individu Sekolah Dasar dan Madrasah Ibtidaiyah Tahun Pelajaran
2010/2011. Keadaan 31 Juli 2010. Bekasi.
Pembukaan Undang-undang Dasar 1945
Peraturan Mendiknas Nomor 20 Tahun 2007 tentang Standar Penilaian
PP No 17 tahun 2010
PP RI no 19 tahun 2005
UU RI NO 20 tahun 2003 Tentang Sistem Pendidikan Nasional
http://www.definisi-pengertian.blogspot.com
http://www.episentrum.com
http://www.indosdm.com
http://www.kampiunpsikologi.wordpress.com
http://www.rimancolection.wordpress.com
http://www.shvoong.com
http://www.tempatkita.blogspot.com
http://www.untukku.com
http://www.wikipedia.com
Lampiran 1
DATA WAWANCARA KEPALA SEKOLAH
SDIT INSAN RABBANI BEKASI BARAT
1) Apakah SDIT Insan Rabbani memberi persyaratan usia minimal untuk
calon siswa Tingkat I? Jika ya, berapakah usia minimal yang disyaratkan?
Dan apakah pertimbangan menentukan usia tersebut sebagai usia minimal?
2) Apakah SDIT Insan Rabbani mengadakan Tes Kematangan Siswa pada
Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB), khususnya bagi calon siswa
Tingkat I? Jika ya, apakah materi tes dibuat oleh sekolah sendiri atau
bekerja sama dengan lembaga psikologi? Apakah tujuannya?
3) Sejauh ini, apakah persyaratan usia minimal dan hasil Tes Kematangan
Siswa cukup relevan terhadap prestasi belajar siswa?
4) Apakah di SDIT Insan Rabbani diterapkan metode MIT (Multiple
Intelligences Theory) atau Teori Kecerdasan Majemuk? Jika ya, apakah
metode tersebut telah menghasilkan proses pembelajaran yang efektif serta
prestasi belajar yang memuaskan?
5) Apakah di SDIT Insan Rabbani pernah ada siswa yang tinggal
kelas/mengulang? Jika ya, apa pertimbangannya sehingga siswa tersebut
harus mengulang? Jika tidak, apa pula pertimbangannya?
Lampiran 2
HASIL WAWANCARA KEPALA SEKOLAH
SDIT INSAN RABBANI BEKASI BARAT
1) Tidak. Kami tidak memberi persyaratan usia minimal untuk calon siswa
tingkat I.
2) Ya, kami mengadakan Tes Kematangan Siswa pada Penerimaan Peserta
Didik Baru (PPDB), khususnya bagi calon siswa tingkat I. Materi tes dibuat
oleh lembaga psikologi. Tujuannya adalah untuk mengetahui kesiapan anak
memasuki Sekolah Dasar.
3) Ya, sejauh ini hasil Tes Kematangan Siswa cukup relevan terhadap prestasi
belajar siswa.
4) Ya, di SDIT Insan Rabbani diterapkan metode MIT (Multiple Intelligence
Theory) atau Teori Kecerdasan Majemuk. Metode tersebut telah
menghasilkan proses pembelajaran yang efektif serta prestasi belajar yang
memuaskan, tetapi belum sepenuhnya.
5) Di SDIT Insan Rabbani pernah ada seorang siswa yang tinggal kelas atau
mengulang. Berbagai metode telah diterapkan terhadap siswa tersebut, namun
tidak juga menghasilkan prestasi belajar yang memuaskan. Sekolah berharap,
dengan keputusan tinggal kelas maka siswa tersebut serta orang tuanya lebih
memperhatikan perkembangan pendidikan siswa yang bersangkutan.
Lampiran 3
DATA WAWANCARA GURU
Nama Lengkap : __________________________________
(mohon dilengkapi dengan title Anda)
Jenis Kelamin : Laki-laki Perempuan
Mengajar di Kelas/Tingkat : 1 2 3 4 5 6
Mata Pelajaran yang Diajarkan : PAI
Matematika
TQ
Bahasa Indonesia
Fiqih
IPA
Kaligrafi
IPS
Bahasa Arab
PKn
Penjaskes
Bahasa Inggris
SBK
Bahasa Sunda
Komputer
Pengalaman Mengajar : ≤ 1 tahun 1 – 3 tahun
3 – 6 tahun ≥ 6 tahun
1) Apakah Anda mengetahui tentang Teori Kecerdasan Majemuk?
Ya Tidak
2) Bagaimana pendapat Anda mengenai Teori Kecerdasan Majemuk?
Sangat baik, karena menganggap semua anak cerdas, dan memperhatikan
potensi apapun pada siswa
Biasa saja, karena menurut saya tidak ada kelebihan yang signifikan pada
teori tersebut
Saya kurang mendukung, karena terlalu menyulitkan dalam proses
pembelajaran
3) Pernahkah Anda mengikuti pelatihan Teori Kecerdasan Majemuk?
Ya Tidak
4) Apakah Anda menerapkan Teori Kecerdasan Majemuk di kelas Anda?
Ya, selalu Ya, kadang-kadang Tidak pernah
5) Bagaimana cara Anda menerapkan Teori Kecerdasan Majemuk di kelas
Anda?
Dengan mengamati potensi setiap siswa, lalu melakukan pendekatan
khusus dengan siswa tersebut selama proses pembelajaran berlangsung
Melakukan beberapa metode dalam langkah-langkah pembelajaran
sehingga dapat meliputi beberapa jenis kecerdasan pada satu kegiatan atau
satu mata pelajaran di satu pertemuan
Mencoba metode yang berbeda pada setiap pertemuan untuk mata
pelajaran yang sama
6) Setelah menerapkan Teori Kecerdasan Majemuk di kelas, bagaimana prestasi
anak didik Anda?
Meningkat Relatif tidak berubah Menurun
7) Menurut pengamatan Anda, efektifkah penerapan Teori Kecerdasan Majemuk
terhadap peningkatan prestasi belajar peserta didik?
Ya, sangat efektif
Ya, tetapi tidak dapat berlaku pada seluruh peserta didik
Ya, tetapi dengan prosentase yang sangat kecil
Tidak efektif
8) Menurut pendapat Anda, jika semua anak dapat dikatakan „cerdas‟, maka
layakkah seorang siswa tinggal kelas atau mengulang karena prestasi
belajarnya yang sangat rendah?
Tidak layak, karena itu berarti menghambat kesempatannya untuk
berkembang
Layak, dengan pertimbangan agar siswa tersebut dapat mengejar
ketertinggalannya
9) Menurut Anda, bagaimana cara mengembangkan potensi peserta didik?
Menumbuhkan kepercayaan dirinya dengan potensi yang dimilikinya
sendiri
Terus memberikan materi esensial yang sulit dijangkau sampai ia mampu
mencapai nilai sesuai tuntutan akademis
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Penulis adalah seorang muslimah yang dilahirkan di Jakarta pada tanggal
22 Mei 1981, merupakan anak terakhir dari tujuh bersaudara, pasangan R. Dewo
Hartoyo dan Rr. Endang Wahyu Wardani.
Pendidikan yang ditempuh oleh penulis adalah:
Sekolah Dasar Negeri 01 Cipinang Melayu Jakarta Timur (1987/1988 –
1992/1993);
Sekolah Menengah Pertama Negeri 80 Jakarta Timur (1993/1994);
Sekolah Menengah Pertama Negeri 32 Surabaya (1994/1995 – 1995/1996); dan
Sekolah Menengah Umum Negeri 16 Surabaya (1996/1997 – 1998/1999).
Tahun 1999 penulis melanjutkan studi di Fakultas Teknik Sipil &
Perencanaan (FTSP) Program Studi Arsitektur Universitas Bung Karno Jakarta
dan memperoleh gelar Sarjana Teknik pada Oktober 2003.
Pada tahun 2008, penulis melanjutkan studi di Program Pascasarjana
Magister Manajemen Konsentrasi Manajemen Pendidikan, Sekolah Tinggi Ilmu
Manajemen “IMNI” hingga selesai tahun 2011.
Penulis pernah mengikuti training dan seminar antara lain;
Seminar Sehari “Pendidikan sebagai Awal Kebangkitan Nasional” (UBK,
2002)
Teacher Training Program for The Islamic English Club for Kids (NEC, 2004)
Training Remedial Teaching “Pelatihan Penanganan Anak Disleksia dan
Disgrafia” (PoLOS Consult, 2005)
Pelatihan Peningkatan Profesional Guru (Dinas Pendidikan Kota Bekasi, 2007)
Half-Day Seminar on An Introduction to Bilingual Program at Home and
School (NEC, 2007)
Workshop “Peningkatan Kemampuan Guru dalam Rangka Meningkatkan
Mutu Pendidikan” (SDIT Al-Hikmah, 2007)
Ten Hour Training on Multimedia Learning System (NEC, 2008)
Seminar Pendidikan “Menjadi Guru yang Mau dan Mampu Mengikat Makna
Pendidikan Melalui Membaca dan Menulis yang Memberdayakan” (Menwa
UMJ, 2009)
Teaching Strategy Method for Integrated Islamic International School &
Leadership Skill (JISC, 2009)
Pelatihan Penerapan Pembelajaran Kontekstual (UNJ, 2009)
Smart Education Workshop “Melejitkan Potensi Anak Melalui Pembelajaran
Kreatif” (Luxima, 2010)
Basic Writing and Translating Skills Workshop (LCC LP3I Pusat, 2010)
Pada tahun 2004 penulis bekerja di Sekolah Dasar Islam Terpadu (SDIT)
Al-Muchtar Bekasi Timur sebagai guru pengganti yang mengampu mata pelajaran
Bahasa Inggris dan IPS selama dua bulan. Kemudian tahun 2004 – 2010 penulis
bekerja di SDIT Al-Hikmah Bekasi Barat sebagai guru Bahasa Inggris dan Wali
Kelas I (2004 – 2007), Wakil Kepala Sekolah Bidang Kurikulum (2005 – 2010),
Ketua Team Sukses UASBN (2008 – 2009), Koordinator MGMP (Musyawarah
Guru Mata Pelajaran) Bahasa Inggris (2008 – 2010) dan Koordinator
Ekstrakurikuler Bahasa Inggris (2009 – 2010).
Di samping itu penulis juga menjadi salah satu pengajar di lembaga
pendidikan Bahasa Inggris Islamic English Club dan English Teens Club yang
bernaung di bawah National English Centre sejak tahun 2004 sampai dengan
tahun 2010.
----