evaluasi program implementasi supervisi akademik di gugus ...€¦ · mana dari komponen dan...
TRANSCRIPT
BABBABBABBAB IIIIIIII
LANDASANLANDASANLANDASANLANDASAN TEORITEORITEORITEORI
2.1.2.1.2.1.2.1. PengertianPengertianPengertianPengertian PPPPenelitianenelitianenelitianenelitian EvaluasiEvaluasiEvaluasiEvaluasi ProgramProgramProgramProgram
2.1.1. Pengertian Penelitian Evaluasi
Evaluasi adalah suatu upaya untuk mengukur
hasil atau dampak suatu aktivitas, program, atau
proyek dengan cara pencapaiannya (Mulyono,2009).
Sedangkan menurut Rika Dwi (2009) Evaluasi adalah
sebuah proses dimana keberhasilan yang dicapai
dibandingkan dengan seperangkat keberhasilan yang
diharapkan. Perbandingan ini kemudian dilanjutkan
dengan pengidentifikasian factor-faktor yang
berpengaruh pada kegagalan dan keberhasilan.
Menurut Ralph Tyler evaluasi ialah proses yang
menentukan sampai sejauh mana tujuan pendidikan
dapat dicapai (Tyler,1950:69). Sedang Malcolm Provus
pencetus Descrepancy Evaluation (1971) mendefi-
nisikan evaluasi sebagai perbedaan apa yang ada
dengan suatu standar untuk mengetahui apakah ada
selisih.
Evaluasi program adalah proses untuk
mendeskripsikan dan menilai suatu program dengan
menggunakan kriteria tertentu dengan tujuan untuk
membantu menrumuskan keputusan, kebijakan yang
lebih baik. Pertimbangannya adalah untuk
memudahkan evaluator dalam mendeskripsikan dan
menilai komponen-komponen yang dinilai, apakah
sesuai dengan ketentuan atau tidak (Edison, 2009).
Menurut Suharsimi Arikunto (2007:222) penelitian
evaluasi dapat diartikan suatu proses yang dilakukan
dalam rangka menentukan kebijakan dengan terlebih
dahulu mempertimbangkan nilai-nilai positif dan
keuntungan suatu program serta mempertimbangkan
proses serta teknik yang telah digunakan untuk
melakukan suatu penelitian.
Dengan meperhatikan beberapa pendapat diatas
dapat disimpulkan bahwa penelitian evaluasi program
adalah suatu prosedur ilimiah yang sistematis yang
dilakukan untuk mengukur hasil program sesuai atau
tidak dengan tujuan yang telah direncanakan, dengan
cara mengumpulkan, menganalisis dan mengkaji
pelaksanaan program yang dilakukan secara efektif,
merumuskan dan menetapkan kebjakan dengan
mmpertimbangkan kelebihan dan kekurangan suatu
program.
2.1. 2. Fungsi dan Tujuan Penelitian Evaluasi
Worten, Blaine R dan James R,Sander (1987)
menjelaskan bahwa evaluasi formal antara lain dapat
memberi informasi yang dipakai sebagai dasar (1)
membuat kebijakan dan keputusan, (2) menilai hasil
yang dicapai para pelajar, (3) menilai kurikulum, (4)
memberi kepercayaan kepada sekolah, (5)memonitor
dana yang telah diberikan dan (6) memperbaiki materi
atau program pendidikan (Farida,2008:3). Sedangkan
Scriven (1967) membedakan evaluasi formatif dan
evaluasi sumatif. Evaluasi Formatif dilaksanakan
selama program berjalan untuk memberikan informasi
yang berguna kepada pemimpin program untuk
perbaikan program. Sedang evaluasi sumatif dilakukan
pada akhir program untuk memberi informasi kepada
konsumen yang potensial tentang manfaat atau
kegunaan program (Farida,2008:36-37). Pada prin-
sipnya tujuan evaluasi program harus dirumuskan
dengan titik tolak tujuan program yang akan dievaluasi
(Dwiyoga, 2006:50). Sedangkan Suharsimi Arkunto
(2008:18) menyatakan bahwa tujuan evaluasi program
adalah untuk mengetahui pencapaian program dengan
langkah mengetahui keterlasanaan kegiatan program ,
karena evaluator program ingin mengetahui bagian
mana dari komponen dan subkomponen yang belum
terlaksana dan apa sebabnya.
Berdasarkan pendapat-pendapat diatas dapat
disimpulkan bahwa penelitian evaluasi memiliki dua
fungsi yaitu :1) fungsi formatif, untuk mengumpulkan
informasi pada saat kegiatan berlangsung dan dapat
digunakan untuk memperbaiki program, 2) Fungsi
sumatif yang dilaksanakan setelah kegiatan program
selesai dilaksanakan. Tujuannya ingin mengetahui
sejauh mana keterlaksanaan dan kebermanfaatan
program. Penelitian evaluasi juga bertujuan untuk
mengevaluasi komponen dan subkomponen program
secara keseluruhan.
2.1.32.1.32.1.32.1.3 ProsedurProsedurProsedurProsedur PenelitianPenelitianPenelitianPenelitian EvaluasiEvaluasiEvaluasiEvaluasi programprogramprogramprogram
Penelitian evaluasi memiliki prosedur sebagai
layaknya penelitian-penelitian yang lain. Menurut
Suharsimi Arikunto (2007:298) ciri khusus penelitian
evaluasi ialah untuk mengambil keputusan maka
pengambilan kesimpulan penelitian didasarkan pada
tolok ukur dan kriteria tertentu. Biasanya yang
dijadikan tolok ukur adalah sasaran yang akan dicapai
oleh program yang akan dilaksanakan. Prosedur
penelitian evaluasi akan sangat bergantung kepada
model atau Model yang akan digunakan.
2.1.42.1.42.1.42.1.4 ModelModelModelModel EvaluasiEvaluasiEvaluasiEvaluasi ProgramProgramProgramProgram
Banyak model evaluasi program, Kaufman dan
Thomas dalam Buku Evaluasi Program Pendidikan
(Suharsimi Arikunto, 2008) menjelaskan macam-
macam model evaluasi yaitu : (a) Goal Oriented
Evaluation Model, (b) Goal Free Eavaluation Model, (c)
Formatif Summatif Evaluation Model, (d) Countenance
Evaluation Model, (e) Responsif Evaluation Model, (6)
SSE-UCLA Evaluation Model, (f) CIPP Evaluation Model
(Context Input ProcessProduct), (g) Discrepancy Model.
Dalam penelitian ini digunakan Discrepancy
Evaluation Model (DEM) yang dikembangkan oleh
Malcolm Provus .
2.1.52.1.52.1.52.1.5 PengertianPengertianPengertianPengertian DiscrepancyDiscrepancyDiscrepancyDiscrepancy EvaluationEvaluationEvaluationEvaluation ModelModelModelModel
Discrepancy Model atau Model Kesenjangan
adalah model yang dikembangkan oleh Malcolm Provus
yang menekankan pada pandangan adanya
kesenjangan di dalam pelaksanaan program. Evaluasi
program yang dilakukan evaluator mengukur besarnya
kesenjangan yang ada di setiap komponennya.
Sedangkan Suharsimi Arikunto menjelaskan bahwa
Discrepancy Evaluation Model memiliki karakteristik
khusus dibandingkan dengan model-model evaluasi
yang lain. Model kesenjangan merupakan model yang
”luwes” karena dapat, dan bahkan harus digunakan
pada semua jenis program ( Suharsimi Arikunto,
2009:58).
2.1.6.2.1.6.2.1.6.2.1.6. Langkah-langkahLangkah-langkahLangkah-langkahLangkah-langkah EvaluasiEvaluasiEvaluasiEvaluasi KesenjanganKesenjanganKesenjanganKesenjangan
Ada 5 (lima) langkah atau tahapan evaluasi
program yaitu :
a) Tahap penyusunan Disain yang meliputi kegiatan (1)
merumuskan tujuan program, (2) Menyiapkan
audiens, personil dan kelengkapan lain, (3) Menen-
tukan Kriteria (standar) dalam bentuk rumusan yang
menunjuk pada sesuatu yang dapat diukur.
b) Tahap Pemasangan Instalasi (Installation) yang
meliputi kegiatan : (1) menilai kembali penetapan
kriteria (standart) yang telah ditetapkan pada tahap
penyusunan disain, (2) meninjau/memonitor
program yang sedang dilaksanakan, (3) meneliti
kesenjangan antara apa yang telah direncanakan
dengan apa yang telah dicapai,
c) Tahap Proses (Pengumpulan data), kegiatan yang
dilakukan antara lain :mengadakan evaluasi terha-
dap tujuan-tujuan manakah yang telah dan akan
dicapai.
d) Tahap pengukuran tujuan (Product), yaitu menga-
dakan analisis data dan menetapkan tingkat output
yang diperoleh.
e) Tahap Perbandingan (program comparison), yaitu
membandingan hasil yang telah dicapai dengan
tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya
(Tatangmanguny,2013).
2.2.2.2.2.2.2.2. PengertianPengertianPengertianPengertian SupervisiSupervisiSupervisiSupervisi AkademikAkademikAkademikAkademik
Sergiovani dan Starrat (Mulyasa:111)
menyatakan:
“ Supervisi merupakan suatu proses yangdirancang untuk membantu para gurudalam mempelajari tugas sehari-hari disekolah, agar dapat menggunakanpengetahuan dan kemam-puannya untukmemberikan layanan yang lebih baik padapeserta didik dan sekolah, serta berupayamenjadikan sekolah sebagai masyarakatbelajar yang lebih efektif”.
Dalam buku Metode dan Teknik Supervisi Para
ahli dalam bidang administrasi pendidikan seperti
Gregorio (1966), Glickman Carl D (1990), Sergiovanni
(1993) dan Gregg Miller (2003), memberikan
kesepakatan bahwa supervisi pendidikan merupakan
disiplin ilmu yang memfokuskan diri pada pengkajian
peningkatan situasi belajar-mengajar.
Supervisi akademik adalah serangkaian
kegiatan membantu guru mengembangkan
kemampuannya mengelola proses pembelajaran untuk
mencapai tujuan pembelajaran (Daresh, 1989,
Glickman, et al; 2007). Dalam buku Metode dan
Teknik Supervisi Glickman (1981) menyatakan bahwa
Supervisi akademik harus secara langsung
mempengaruhi dan mengembangkan perilaku guru
dalam mengelola proses pembelajaran. Inilah
karakteristik esensial supervisi akademik.
Sehubungan dengan ini, janganlah diasumsikan
secara sempit, bahwa hanya ada satu cara terbaik
yang bisa diaplikasikan dalam semua kegiatan
pengembangan perilaku guru. Tidak ada satupun
perilaku supervisi akademik yang baik dan cocok bagi
semua guru (Depdiknas, 2007:10).
Sergiovanni (1987) dan Daresh (1989) dalam
buku Metode dan Teknik Supervisi menegasan bahwa
tingkat kemampuan, kebutuhan, minat, dan
kematangan profesional serta karakteristik personal
guru lainnya harus dijadikan dasar pertimbangan
dalam mengembangkan dan mengimplementasikan
program supervisi akademik (Depdiknas, 2007:10).
Perilaku supervisor dalam membantu guru
mengembangkan kemampuannya harus didesain
dengan baik, sehingga jelas waktu mulai dan
berakhirnya program pengembangan tersebut. Desain
tersebut terwujud dalam bentuk program supervisi
akademik yang mengarah pada tujuan tertentu. Oleh
karena supervisi akademik merupakan tanggung
jawab bersama antara supervisor dan guru, maka
alangkah baik jika programnya didesain bersama oleh
supervisor dan guru.
Dengan berdasarkan pendapat diatas maka
dapat disimpulkan bahwa Supervisi Akademik adalah
serangkaian kegiatan membantu guru mengembang -
kan kemampuannya mengelola proses pembelajaran
untuk mencapai tujuan pembelajaran yang harus di
design dengan baik yang diwujudkan dalam program
supervisi akademik.
Tujuan akhir supervisi akademik adalah agar
guru semakin mampu memfasilitasi belajar bagi
peserta didiknya. Secara rinci, tujuan supervisi
akademik akan diuraikan lebih lanjut berikut ini.
2.1.12.1.12.1.12.1.1 TujuanTujuanTujuanTujuan supervisisupervisisupervisisupervisi akademikakademikakademikakademik
Tujuan supervisi akademik adalah membantu
guru mengembangkan kemampuannya mencapai tujuan
pembelajaran yang dicanangkan bagi peserta didik-
peserta didiknya (Glickman, 1981). Melalui supervisi
akademik diharapkan kualitas akademik yang
dilakukan oleh guru semakin meningkat (Neagley, 1980).
Pengembangan kemampuan dalam konteks ini
janganlah ditafsirkan secara sempit, semata-mata
ditekankan pada peningkatan pengetahuan dan
keterampilan mengajar guru, melainkan juga pada
peningkatan komitmen (commitmen) atau kemauan
(willingness) atau motivasi (motivation) guru, sebab
dengan meningkatkan kemampuan dan motivasi kerja
guru, kualitas pembelajaran akan meningkat.
Sedangkang menurut Sergiovanni (1987) ada tiga tujuan
supervisi akademik sebagaimana dapat dilihat pada
gambar 1.1.
TIGATUJUAN
SUPERVISI
Pengem-banganProfesio-nalisme
Gambar 1.1. Tiga tujuan supervisi akademik
a. Supervisi akademik diselenggarakan dengan
maksud membantu guru mengembangkan
kemampuannya profesionalnya dalam memahami
akademik, kehidupan kelas, mengembangkan
keterampilan mengajarnya dan menggunakan
kemampuannya melalui teknik-teknik tertentu.
b. Supervisi akademik diselenggarakan dengan
maksud untuk memonitor kegiatan proses belajar
mengajar di sekolah. Kegiatan memonitor ini bisa
dilakukan melalui kunjungan kepala sekolah ke
kelas-kelas di saat guru sedang mengajar,
percakapan pribadi dengan guru, teman sejawatnya,
maupun dengan sebagian peserta didik-peserta
didiknya.
c. Supervisi akademik diselenggarakan untuk
mendorong guru menerapkan kemampuannya
dalam melaksanakan tugas-tugas mengajarnya,
mendorong guru mengembangkan kemampuannya
sendiri, serta mendorong guru agar ia memiliki
Pengawas-an kualitas
Penum-buhanMotivasi
perhatian yang sungguh-sungguh (commitment)
terhadap tugas dan tanggung jawabnya.
d. Supervisi akademik merupakan salah satu fungsi
mendasar (essential function) dalam keseluruhan
program sekolah (Weingartner, 1973; Alfonso dkk.,
1981; dan Glickman, et al; 2007). Hasil supervisi
akademik berfungsi sebagai sumber informasi bagi
pengembangan profesionalisme guru.
2.1.22.1.22.1.22.1.2 PelakuPelakuPelakuPelaku SupervisiSupervisiSupervisiSupervisi AkademikAkademikAkademikAkademik
Berdasarkan Peraturan Pemerintah nomer 20
tahun 1990 Pelaku Supervisi Akademik adalah
Pengawas Sekolah dan Kepala Sekolah.
2.1.32.1.32.1.32.1.3 Prinsip-PrinsipPrinsip-PrinsipPrinsip-PrinsipPrinsip-Prinsip SupervisiSupervisiSupervisiSupervisi AkademikAkademikAkademikAkademik
Konsep dan tujuan supervisi akademik
sebagaimana dikemukakan oleh para pakar supervisi
akademik di muka, memang tampak idealis bagi para
praktisi supervisi akademik atau kepala sekolah.
Namun memang demikianlah seharusnya kenyataan
normatif konsep dasarnya. Para kepala sekolah baik
suka maupun tidak suka harus siap menghadapi
problema dan kendala dalam melaksanakan supervisi
akademik. Adanya problema dan kendala tersebut
sedikit banyak bisa diatasi apabila dalam pelaksanaan
supervisi akademik kepala sekolah menerapkan
prinsip-prinsip supervisi akademik.
Di dalam Peraturan Menteri Pendidikan
Nasional (Permendiknas) Nomor 13 Tahun 2007
tentang Standar Kepala Sekolah ditegaskan bahwa
salah satu kompetensi yang harus dimiliki seorang
kepala sekolah adalah kompetensi supervisi. Dengan
Permendiknas tersebut berarti seorang kepala sekolah
harus kompeten dalam melakukan supervisi akademik
terhadap guru-guru yang dipimpinnya. Dalam rangka
itu seorang guru yang berkeinginan menjadi kepala
sekolah perlu mengikuti program pendidikan dan
pelatihan supervisi akademik dalam peningkatan
profesionalisme guru.
Akhir-akhir ini, beberapa literatur telah banyak
mengungkapkan teori supervisi akademik sebagai
landasan bagi setiap perilaku supervisi akademik.
Beberapa istilah, seperti demokrasi (democratic), kerja
kelompok (team effort), dan proses kelompok (group
process) telah banyak dibahas dan dihubungkan
dengan konsep supervisi akademik. Pembahasannya
semata-mata untuk menunjukkan bahwa perilaku
supervisi akademik itu harus menjauhkan diri dari sifat
otoriter, di mana supervisor sebagai atasan dan guru
sebagai bawahan. Begitu pula dalam latar sistem
persekolahan, keseluruhan anggota (guru) harus aktif
berpartisipasi, bahkan sebaiknya sebagai prakarsa,
dalam proses supervisi akademik, sedangkan
supervisor merupakan bagian darinya.
Semua ini merupakan prinsip-prinsip supervisi
akademik modern yang harus direalisasikan pada
setiap proses supervisi akademik di sekolah-sekolah.
Selain tersebut di atas, berikut ini ada beberapa prinsip
lain yang harus diperhatikan dan direalisasikan oleh
supervisor dalam melaksanakan supervisi akademik,
yaitu sebagai berikut.
1. Supervisi akademik harus mampu menciptakan
hubungan kemanusiaan yang harmonis. Hubungan
kemanusiaan yang harus diciptakan harus bersifat
terbuka, kesetiakawanan, dan informal. Hubungan
demikian ini bukan saja antara supervisor dengan
guru, melainkan juga antara supervisor dengan
pihak lain yang terkait dengan program supervisi
akademik. Oleh sebab itu, dalam pelaksanaannya
supervisor harus memiliki sifat-sifat, seperti sikap
membantu, memahami, terbuka, jujur, ajeg, sabar,
antusias, dan penuh humor (Dodd, 1972).
2. Supervisi akademik harus dilakukan secara
berkesinambungan. Supervisi akademik bukan
tugas bersifat sambilan yang hanya dilakukan
sewaktu-waktu jika ada kesempatan. Perlu dipahami
bahwa supervisi akademik merupakan salah satu
essential function dalam keseluruhan program
sekolah (Alfonso dkk, 1981 dan Weingartner, 1973).
Apabila guru telah berhasil mengembangkan dirinya
tidaklah berarti selesailah tugas supervisor,
melainkan harus tetap dibina secara
berkesinambungan. Hal ini logis, mengingat
problema proses pembelajaran selalu muncul dan
berkembang.
3. Supervisi akademik harus demokratis. Supervisor
tidak boleh mendominasi pelaksanaan supervisi
akademiknya. Titik tekan supervisi akademik yang
demokratis adalah aktif dan kooperatif. Supervisor
harus melibatkan secara aktif guru yang dibinanya.
Tanggung jawab perbaikan program akademik
bukan hanya pada supervisor melainkan juga pada
guru. Oleh sebab itu, program supervisi akademik
sebaiknya direncanakan, dikembangkan dan
dilaksanakan bersama secara kooperatif dengan
guru, kepala sekolah, dan pihak lain yang terkait di
bawah koordinasi supervisor.
4. Program supervisi akademik harus integral dengan
program pendidikan. Di dalam setiap organisasi
pendidikan terdapat bermacam-macam sistem
perilaku dengan tujuan sama, yaitu tujuan
pendidikan. Sistem perilaku tersebut antara lain
berupa sistem perilaku administratif, sistem
perilaku akademik, sistem perilaku kepeserta
didikan, sistem perilaku pengembangan konseling,
sistem perilaku supervisi akademik (Alfonso, dkk.,
1981). Antara satu sistem dengan sistem lainnya
harus dilaksanakan secara integral. Dengan
demikian, maka program supervisi akademik
integral dengan program pendidikan secara
keseluruhan. Dalam upaya perwujudan prinsip ini
diperlukan hubungan yang baik dan harmonis
antara supervisor dengan semua pihak pelaksana
program pendidikan (Dodd, 1972).
5. Supervisi akademik harus komprehensif. Program
supervisi akademik harus mencakup keseluruhan
aspek pengembangan akademik, walaupun mungkin
saja ada penekanan pada aspek-aspek tertentu
berdasarkan hasil analisis kebutuhan
pengembangan akademik sebelumnya. Prinsip ini
tiada lain hanyalah untuk memenuhi tuntutan multi
tujuan supervisi akademik, berupa pengawasan
kualitas, pengembangan profesional, dan memotivasi
guru, sebagaimana telah dijelaskan di muka.
6. Supervisi akademik harus konstruktif. Supervisi
akademik bukanlah sekali-kali untuk mencari
kesalahan-kesalahan guru. Memang dalam proses
pelaksanaan supervisi akademik itu terdapat
kegiatan penilaian unjuk kerjan guru, tetapi
tujuannya bukan untuk mencari kesalahan-
kesalahannya. Supervisi akademik akan
mengembangkan pertumbuhan dan kreativitas guru
dalam memahami dan memecahkan problem-
problem akademik yang dihadapi.
7. Dalam menyusun, melaksanakan, dan
mengevaluasi, keberhasilan program supervisi
akademik harus obyektif. Objektivitas dalam
penyusunan program berarti bahwa program
supervisi akademik itu harus disusun berdasarkan
kebutuhan nyata pengembangan profesional guru.
Begitu pula dalam mengevaluasi keberhasilan
program supervisi akademik. Di sinilah letak
pentingnya instrumen pengukuran yang memiliki
validitas dan reliabilitas yang tinggi untuk
mengukur seberapa kemampuan guru dalam
mengelola proses pembelajaran.
2.1.4.2.1.4.2.1.4.2.1.4. MetodeMetodeMetodeMetode dandandandan TeknikTeknikTeknikTeknik SupervisiSupervisiSupervisiSupervisi AkademikAkademikAkademikAkademik
Terdapat beberapa metode dan teknik supervisi
yang dapat dilakukan pengawas. Metode-metode
tersebut dibedakan antara yang bersifat individual
dan kelompok. Pada setiap metode supervisi tentunya
terdapat kekuatan dan kelamahan.
Ada bermacam-macam teknik supervisi akademik
dalam upaya pembi- naan kemampuan guru. Dalam
hal ini meliputi pertemuan staf, kunjungan supervisi,
buletin profesional, perpustakaan profesional,
laboratorium kuriku- lum, penilaian guru, demonstrasi
pembelajaran, pengembangan kurikulum,
pengambangan petunjuk pembelajaran, darmawisata,
lokakarya, kunjunganantarkelas, bacaan profesional,
dan survei masyarakat-sekolah. Sedangkan menurut
Gwyn, teknik-teknik supervisi itu bisa dikelompokkan
menjadi dua kelompok, yaitu. teknik supervisi
individual, danteknik supervisi kelompok.
2.1.4.1 Teknik Supervisi Individual
Teknik supervisi individual adalah pelaksanaansupervisi yang diberikan kepada guru tertentu yangmempunyai masalah khusus dan bersifat perorangan.Supervisor hanya berhadapan dengan seorang guruyang dipandang memiliki persoalan tertentu. Teknik-teknik supervisi yang dikelompokkan sebagai teknikindividual meliputi: kunjungan kelas, observasi kelas,pertemuan individual, kunjungan antarkelas, danmenilai diri sendiri.
2.1.4.2 Teknik Supervisi KelompokTeknik supervisi kelompok adalah satu cara
melaksanakan program supervisi yang ditujukan
pada dua orang atau lebih. Guru-guru yang diduga,
sesuai dengan analisis kebutuhan, memiliki masalah
atau kebutuhan atau kelemahan-kelemahan yang
sama dikelompokkan atau dikumpulkan menjadi
satu/bersama-sama. Kemudian kepada mereka
diberikan layanan supervisi sesuai dengan
permasalahan atau kebutuhan yang mereka hadapi.
Menurut Gwynn, ada tiga belas teknik supervisi
kelompok, sebagai berikut: (a) Kepanitiaan-kepanitiaan,
(b) Kerja kelompok, (c)Laboratorium kurikulum, (d)Baca
terpimpin, (e)Demonstrasi pembelajaran, (f)Darmawisata,
(g)Kuliah/studi, (h)Diskusi panel, (i)Perpustakaan
jabatan, (j)Organisasi professional, (k)Buletin supervisi,
(l)Pertemuan guru, (n)Lokakarya atau konferensi
kelompok.
2.1.52.1.52.1.52.1.5 FungsiFungsiFungsiFungsi SupervisiSupervisiSupervisiSupervisi AkademikAkademikAkademikAkademik
Supervisi akademik memiliki peran yang amat
penting karena pelaksanaan supervisi akademik untuk
meningkatkan kemampuan profesional guru dan
meningkatkan kualitas pembelajaran melalui proses
pembelajaran yang baik serta membantu guru dan
kepala sekolah menciptakan lulusan yang baik dari segi
kualitas maupun kuantitas (Made Pidarta,
2009:3). Oleh karena itu, kegiatan supervisi ini
hendaknya rutin dilaksanakan di sekolah sebagai salah
satu kegiatan yang dipandang positif dalam
meningkatkan proses pembelajaran. Apabila konsep-
konsep ideal tersebut dilaksanakan, maka dapat
diharapkan kualitas pendidikan akan meningkat secara
signifikan.
Ngalimin Purwanto (2008:76) menjelaskan bahwa
Supervisi (akademik) merupakan kegiatan pembinaan
yang direncanakan dengan memberi bantuan teknis
kepada guru dan pegawai lainnya dalam melaksanakan
proses pembelajaran, atau mendukung proses
pembelajaran yang bertujuan untuk meningkatkan
kemampuan profesional guru dan meningkatkan
kualitas pembelajaran secara efektif.
Menurut Alfonso, Firth, dan Neville (1981)
supervisi akademik yang baik adalah supervisi
akademik yang mampu berfungsi mencapai multi
tujuan tersebut di atas. Tidak ada keberhasilan bagi
supervisi akademik jika hanya memperhatikan salah
satu tujuan tertentu dengan mengesampingkan tujuan
lainnya. Hanya dengan merefleksi ketiga tujuan inilah
supervisi akademik akan berfungsi mengubah perilaku
mengajar guru. Pada gilirannya nanti perubahan
perilaku guru ke arah yang lebih berkualitas akan
menimbulkan perilaku belajar peserta didik yang lebih
baik. Alfonso, Firth, dan Neville (1981) menggambarkan
sistem pengaruh perilaku supervisi akademik
sebagaimana gambar 1.2
.
Gambar 1.2 Sistem Fungsi Supervisi Akademik
PerilakuSupervisiAkademik
PerilakuAkademik
PerilakuBelajarSiswa
Sumber: Alfonso, RJ., Firth, G.R., dan Neville, R.F.
(1981). Instructional Supervision, A Behavior System,
Boston, Allyn and Bacon, Inc., halaman 45.
Gambar 1.2 tersebut di atas memperjelas dalam
memahami sistem pengaruh perilaku supervisi
akademik. Perilaku supervisi akademik secara langsung
berhubungan dan berpengaruh terhadap perilaku guru.
Ini berarti, melalui supervisi akademik, supervisor
mempengaruhi perilaku mengajar guru sehingga
perilakunya semakin baik dalam mengelola proses
belajar mengajar. Selanjutnya perilaku mengajar guru
yang baik itu akan mempengaruhi perilaku belajar
peserta didik. Dengan demikian, bisa disimpulkan
bahwa tujuan akhir supervisi akademik adalah
terbinanya perilaku belajar peserta didik yang lebih
baik.
2.1.62.1.62.1.62.1.6 ProgramProgramProgramProgram SupervisiSupervisiSupervisiSupervisi AkademikAkademikAkademikAkademik
Untuk melaksanakan Supervisi akademik maka
Kepala Sekolah perlu menyusun program supervisi
akademik yang terdiri rangkaian perencanaan supervisi
akademik, pelaksanaan supervisi dan evaluasi tindak
lanjut dengan memenuhi ketentuan sebagai berikut :
a. Perencanaan Supervisi Akademik.
Penyusunan program supervisi akademik
diawali dengan penyusunan rencana supervisi
akademik. Pada dokumen Perencanaan Supervisi
akademik tercantum : prinsip-prinsip Supervisi
Akademik, tujuan dan sasaran Supervisi akademik,
Model dan tehnik supervisi akademik serta instrumen-
instrumen yang dibutuhkan dalam pelaksanaan
supervisi akademik.
b. Pelaksanaan supervisi akademik
Pada pelaksanaan program harus disiapkan
instrumen dan pedoman penilaian , menggunakan
langkah-langkah atau prosedur supervisi yang benar.
Dalam Buku Metode dan Tehnik Supervisi (Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan dinyatakan langkah-
langkah supervisi akademik adalah dalam gambar 1.3.
sebagai berikut :
Gambar 1.3.Prosedur atau langkah Supervisi Akademik
Penjelasan langkah-langkah diatas adalah sebagai
berikut:
Langkah 1: Pertemuan Pra-pengamatan.
Kepala Sekolah berusaha untuk menjelaskan
pada guru kegiatan spesifik di kelas. Berunding dengan
guru untuk membangun saling pengertian dan
kemudahan komunikasi, sehinga kunjungannya dapat
diterima dan tidak menakutkan. Ia dapat
mendiskusikan dan memutuskan hal di bawah ini
dengan guru, yaitu bagaimana butir-butir di bawah ini
akan dilihat:
a. metode pembelajaran
b. pengelolaan kelas
c. situasi belajar dan pembelajaran
d. suasana kedisiplinan/disipliner kelas
e. presentasi pelajaran
f. reaksi siswa
g. tugas menulis siswa
h. penggunaan alat bantu audio visual dan alat bantu
pembelajaran lainnya
Disamping prosedur diatas Kepala Sekolah juga
menetapkan teknik kepengawasannya seperti:
a. Duduk dibagian belakang dan memperhatikan.
b. Berjalan mengelilingi kelas dan melihat apa yang
dikerjakan siswa?
c. Mencoba memberikan contoh dengan menyajikan
sebuah model pembelajaran.
d. Mengajukan sessi tanya jawab di dalam kelas.
Langkah-2 Pengamatan.
Setelah melakukan pertemuan sebelumnya serta
berdiskusi dengan guru, pengawas harus memutuskan
hal-hal yang harus diamati dari kejadian-kejadian yang
ada, misalnya:
a. apakah guru secara konsisten mendominasi kelas
sepanjang waktu?
b. bpakah ia melibatkan kelas dalam proses?
c. seberapa banyak ia menggunakan papan tulis?
d. apakah metodenya efektif?
e. apakah tayangan dalam alat bantu audio visual
dan alat bantu pembelajaran lainnya relevan
dengan materi ajar?
f. seberapa banyak pembelajaran nyata terjadi di
dalam kelas?
Selama pengamatan, pengawas mencatat butir
petunjuk konstruktif dan positif, yang nantinya akan
didiskusikan dengan guru.
Langkah-3 Analisis hasil pengamatan
Kepala Sekolah mengorganisasi data pengamatan
ke dalam bidang/mata pelajaran yang jelas untuk
umpan balik pada guru. Kepala Sekolah kemudian
membuat analisis yang menyeluruh/komprehensif
pada data yang ada untuk menafsirkan hasil
pengamatannya. Jika ini merupakan proses daur ulang,
maka ia menentukan apakah dibutuhkan perubahan
yang menyeluruh. Jika demikian, apakah mereka
memiliki pengaruh yang diinginkan terhadap bidang
yang menjadi minatnya.
Berdasarkan analisisnya, maka Kepala Sekolah
kemudian mengidentifikasi perilaku pembelajaran yang
positif, yang harus dipelihara dan perilaku negatif yang
harus dirubah, agar dapat menyelesaikan /menanggu-
langi masalah.
Langkah-4 Pertemuan setelah pengamatan
Data yang telah dianalisis ditunjukkan pada
guru. Umpan balik diberikan sedemikian sehingga guru
dapat memahami temuan, mengubah perilaku yang
teridentifikasi dan mempraktekkan panduan yang
diberikan.
Penerimaan dan internalisasi merupakan
capaian terbaik. Hal ini terjadi apabila hubungan
antara guru dengan Kepala Sekolah dapat digolongkan
ke dalam sifat kooperatif dan kolegialitas yang tidak
mengancam. Hubungan yang bersahabat merupakan
hubungan yang banyak manfaatnya, karena keduanya
akan banyak memperoleh manfaaat dengan bekerja
bersama. Hubungan mereka harus menunjukkan :
a. kepercayaan timbal balik terhadap kemampuannya
masing-masing
b. kepercayaan/ketergantungan satu sama lain
sebagai bentuk pertolongan/bantuan konstruktif
c. pendirian untuk saling bekerja sama menuju
tujuan bersama
Dari umpan balik Kepala Sekolah dan dukungan
pada guru, maka dapat ditentukan bersama:
a. perilaku positif pembelajaran yang harus dipelihara.
b. strategi-strategi alternatif untuk mencapai
perubahan yang diinginkan.
c. kelayakan/kepantasan dari menggunakan kembali
metode yang pernah dilakukan.
Asumsinya adalah apabila perilaku guru berubah,
maka permasalahan spesifik dalam bidang yang
menjadi perhatian akan dapat diselesaikan.
6. Dimensi Kompetensi Supervisi Akademik Kepala
Sekolah
a. Para pakar pendidikan telah banyak menegaskan
bahwa seseorang akan bekerja secara profesional
apabila ia memiliki kompetensi yang memadai.
Maksudnya adalah seseorang akan bekerja secara
profesional apabila ia memiliki kompetensi secara
utuh. Seseorang tidak akan bisa bekerja secara
profesional apabila ia hanya memenuhi salah satu
kompetensi di antara sekian kompetensi yang
dipersyaratkan. Kompetensi tersebut merupakan
perpaduan antara kemampuan dan motivasi.
Betapapun tingginya kemampuan seseorang, ia
tidak akan bekerja secara profesional apabila ia
tidak memiliki motivasi kerja yang tinggi dalam
mengerjakan tugas-tugasnya. Sebaliknya, betapa
pun tingginya motivasi kerja seseorang, ia tidak
akan bekerja secara profesional apabila ia tidak
memiliki kemampuan yang tinggi dalam
mengerjakan tugas-tugasnya. Selaras dengan
penjelasan ini adalah satu teori yang dikemukakan
oleh Glickman (1981). Menurutnya ada empat
prototipe guru dalam mengelola proses pembelajaran.
Proto tipe guru yang terbaik, menurut teori ini,
adalah guru prototipe profesional. Seorang guru bisa
diklasifikasikan ke dalam prototipe profesional
apabila ia memiliki kemampuan tinggi (high level of
abstract) dan motivasi kerja tinggi (high level of
commitment).
b. Penjelasan di atas memberikan implikasi khusus
kepada apa seharusnya program supervisi akademik.
Supervisi akademik yang baik harus mampu
membuat guru semakin kompeten, yaitu guru
semakin menguasai kompetensi, baik kompetensi
kepribadian, kompetensi pedagogik, kompetensi
professional, dan kompetensi sosial. Oleh karena itu
supervisi akademik harus menyentuh pada
pengembangan seluruh kompetensi guru.
Sehubungan dengan pengembangan kedua dimensi
ini, menurut Neagley (1980) terdapat dua aspek yang
harus menjadi perhatian supervisi akademik baik
dalam perencanaannya, pelaksana-annya, maupun
penilaiannya.
1) Pertama, apa yang disebutkan dengan substantive
aspects of professional development (yang
selanjutnya akan disebut dengan aspek substantif).
Aspek ini menunjuk pada kompetensi guru yang
harus dikembangkan melalui supervisi akademik.
Aspek ini menunjuk pada kompetensi yang harus
dikuasai guru. Penguasaannya merupakan
dukungan terhadap keberhasilannya mengelola
proses pembelajaran.
Ada empat kompetensi yang harus dikembangkan
melalui supervisi akademik, yaitu yaitu kompetensi-
kompetensi kepribadian, pedagogik, professional,
dan sosial. pemahaman dan pemilikan guru
terhadap tujuan akademik, persepsi dan kompetensi
guru terhadap peserta didik, pengetahuan guru
tentang materi, dan penguasaan guru terhadap
teknik. Aspek substansi pertama dan kedua
merepresentasikan nilai, keyakinan, dan teori yang
dipegang oleh guru tentang hakikat pengetahuan,
bagaimana peserta didik-peserta didik belajar,
penciptaan hubungan guru dan peserta didik, dan
faktor lainnya. Aspek substansi ketiga
merepresentasikan seberapa luas pengetahuan guru
tentang materi atau bahan pelajaran pada bidang
studi yang diajarkannya. Adapun aspek substansi
keempat merepresentasikan seberapa luas
penguasaan guru terhadap teknik akademik,
manejemen, pengorganisasian kelas, dan
keterampilan lainnya yang merupakan unsur
akademik yang efektif.
2) Kedua, apa yang disebut dengan professional
development competency areas (yang selanjutnya
akan disebut dengan aspek kompetensi). Aspek ini
menunjuk pada luasnya setiap aspek substansi.
Guru tidak berbeda dengan kasus profesional
lainnya. Ia harus mengetahui bagaimana
mengerjakan (know how to do) tugas-tugasnya. Ia
harus memiliki pengetahuan tentang bagaimana
merumuskan tujuan akademik, peserta didik-
peserta didiknya, materi pelajaran, dan teknik
akademik. Tetapi, mengetahui dan memahami
keempat aspek substansi ini belumlah cukup.
Seorang guru harus mampu menerapkan
pengetahuan dan pemahamannya. Dengan kata lain,
ia harus bisa mengerjakan (can do). Selanjutnya,
seorang guru harus mau mengerjakan (will do)
tugas-tugas berdasarkan kemampuan yang
dimilikinya. Percumalah pengetahuan dan
keterampilan yang dimiliki oleh seorang guru,
apabila ia tidak mau mengerjakan tugas-tugasnya
dengan sebaik-baiknya. Akhirnya seorang guru
harus mau mengembangkan (will grow) kemampuan
dirinya sendiri.
Sedangkan bilamana merujuk kepada Undang-
Undang Nomor 14 Tahun 2005 Tentang Guru dan
Dosen, ada empat kompetensi yang harus dimiliki
oleh seorang guru dan harus dijadikan perhatian
utama kepala sekolah dalam melakukan supervisi
akademik, yaitu kompetensi-kompetensi kepri-
badian, pedagogik, professional, dan sosial.
Supervisi akademik yang baik adalah supervisi yang
mampu menghantarkan guru-guru menjadi semakin
kompeten.
2.1.72.1.72.1.72.1.7 EvaluasiEvaluasiEvaluasiEvaluasi dalamdalamdalamdalam supervisisupervisisupervisisupervisi akademikakademikakademikakademik
Proses evaluasi merupakan proses yang amat
penting. Dapat dikatakan bahwa tidak ada bimbingan
efektif tanpa proses evaluasi. Evaluasi adalah suatu
tindakan pengujian terhadap manfaat (worth), kualitas,
kebermaknaan, jumlah, kadar atau tingkat, tekanan
atau kondisi dari beberapa perbandingan situasi (dari
hasil evaluasi dari beberapa situasi yang sama yang
digunakan sebagai standar perbandingan), yang
kualitasnya telah diketahui dengan baik. Berikut
beberapa definisi tentang evaluasi.
Bahwa dalam sistem pendidikan, kualitas
pembelajaran dapat dikategorikan mulai dari yang
unggul, baik, memadai, buruk dan tidak ada harapan.
Penentuan jenjang kualitas ini merupakan fungsi
evaluatif dari pengawasan/supervisi akademik, baik
dari kepala sekolah maupun dari pengawas.“ Evaluasi adalah proses yang penting dalam bidangpengambilan keputusan, memilih informasi yangtepat, mengumpulkan dan menganalisis informasitersebut agar diperoleh data yang tepat yang akandigunakan pengambil keputusan dalam memilihdiantara beberapa alternative (Alkin)”
Dalam pendidikan, supervisi akademikdidefinisikan sebagai:
“Proses peningkatan pembelajaran melaluikerjasama dengan orang lain untuk membantusiswa. Ini adalah sebuah proses yang dapatmerangsang pertumbuhan dan cara membantu guruuntuk membantu mereka sendiri. Programpengawasan adalah salah satu program peningkatanpembelajaran” (Spers)
2.7.1 Karakteristik Evaluasi
Karakteristik evaluasi adalah:
1. mengidentifikasi aspek-aspek yang akan dievaluasi.
2. memfasilitasi pertimbangan-pertimbangan.
3. menyediakan informasi yang berguna (ilmiah,
reliabel, valid dan tepat waktu)
4. melaporkan penyimpangan/kelemahan untuk
memperoleh remediasi dari yang dapat diukur saat
itu juga.
Penelitian pada kebiasaan supervisi menyatakan
bahwa, kebanyak sekolah mengurangi tujuan awal dari
supervisi akademik/instruksional dengan mengganti
kannya dengan evaluasi (Sullivan & Glanz, 2000).
Maksud dari evaluasi adalah untuk melihat
ketercapainya dengan ketentuan standar pendidikan
nasional dan kebijakan Pemerintah. Menguji
/menentukan nilai guru pada akhir tahun, dan dapat
pula digunakan untuk menentukan apakah seorang
guru layak untuk mengajar atau tidak.
Peterson (2000) menyatakan 12(duabelas) hal
dalam evaluasi guru yang dapat menjembatani jurang
pemisah antara supervisi dan evaluasi:
1. tekankan bahwa fungsi evaluasi guru adalah
untuk menemukan, mendokumentasikan, dan
memberi pengakuan terhadap hasil pembelajaran
yang baik
2. gunakan alasan yang baik untuk mengevaluasi
3. tempatkan guru sebagai pusat aktivitas evaluasi
4. gunakan lebih dari satu orang untuk
mempertimbangkan kualitas dan kinerja guru
5. batasi peran/pertimbangan kepala sekolah dalam
mengevaluasi guru
6. gunakan sumber data majemuk untuk melaporkan
tentang kualitas guru
7. apabila mungkin, termasuk data aktual hasil
belajar siswa
8. gunakan variabel sumber data untuk melapor
kan keputusan/pertimbangan tentang guru
9. luangkan waktu dan gunakan sumber-sumber lain
yang dibutuhkan untuk dapat menyatakan
terjadinya pembelajaran yang baik.
10. gunakan hasil penelitian dalam mengevaluasi guru
secara benar
11. perhatikan pengevaluasian guru secara sosilogis
12. gunakan hasil evaluasi guru untuk mendorong
catatan pengembangan professional pribadi,
publikasikan kumpulan hasil evaluasi, yang
mendukung sistem peningkatan guru.
Supervisi dapat menjadi “jantung sistem evaluasi
guru yang baik” (Acheson & Gall, 1997:60), khususnya
pada differentiated supervision dan guru menjadi aktor
utama dalam proses.