evaluasi penerapan keselamatan kebakaran gedung

18
Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung Menggunakan Computerized Fire Safety Evaluation System Pada Gedung IASTH, PAU dan LBI Salemba Universitas Indonesia Tahun 2014 Nono Haryono, Adrianus Pangaribuan, Fatma Lestari Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia Pusat Kajian dan Terapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PKTK3), Universitas Indonesia E-mail : [email protected] Abstrak Beberapa kebakaran yang terjadi di Indonesia menimpa gedung-gedung milik pemerintah dan beberapa institusi pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi penerapan keselamatan kebakaran gedung menggunakan perangkat lunak Computerized Fire Safety Evaluation System (CFSES) di Gedung IASTH, PAU dan LBI Universitas Indonesia, Salemba Jakarta Pusat. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan kesesuaian hasil penelitian pada tiga gedung tersebut dengan 12 parameter berdasarkan NFPA 101A Guide on Alternative Approaches to Life Safety yang mengacu pada NFPA 101: Life Safety Code ®. Hasil penelitian ketiga gedung secara berturut-turut IASTH, PAU & LBI adalah nilai -30,68 ; -42,2 dan -39, 5 untuk keselamatan kebakaran umum, -30,2 ; -31, dan -21 untuk sistem jalur keluar , dan -13,68; -22,7 dan -21 untuk kontrol penyebaran api. Berdasarkan hasil tersebut menunjukkan bahwa gedung IASTH, PAU & LBI di Salemba belum memenuhi persyaratan minimum berdasarkan NFPA 101: Life Safety Code ®. Rekomendasi yang dapat diberikan adalah memperbaiki dan melengkapi sistem proteksi kebakaran seperti sistem pompa, alarm kebakaran, pompa hidran, menutup semua bukaan vertikal, melengkapi sarana APAR, membersihkan jalur evakuasi, membentuk organisasi tanggap darurat, dan mengadakan pelatihan tanggap darurat secara berkala. Kata kunci: CFSES, keselamatan kebakaran, gedung, parameter, IASTH, PAU, LBI Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014

Upload: others

Post on 10-Nov-2021

24 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung

Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung Menggunakan

Computerized Fire Safety Evaluation System Pada Gedung IASTH,

PAU dan LBI Salemba Universitas Indonesia Tahun 2014

Nono Haryono, Adrianus Pangaribuan, Fatma Lestari

Departemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja, Fakultas Kesehatan Masyarakat, Universitas Indonesia

Pusat Kajian dan Terapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (PKTK3), Universitas Indonesia

E-mail : [email protected]

Abstrak

Beberapa kebakaran yang terjadi di Indonesia menimpa gedung-gedung milik

pemerintah dan beberapa institusi pendidikan. Penelitian ini bertujuan untuk

mengevaluasi penerapan keselamatan kebakaran gedung menggunakan perangkat lunak

Computerized Fire Safety Evaluation System (CFSES) di Gedung IASTH, PAU dan LBI

Universitas Indonesia, Salemba Jakarta Pusat. Evaluasi dilakukan dengan

membandingkan kesesuaian hasil penelitian pada tiga gedung tersebut dengan 12

parameter berdasarkan NFPA 101A Guide on Alternative Approaches to Life Safety

yang mengacu pada NFPA 101: Life Safety Code ®. Hasil penelitian ketiga gedung

secara berturut-turut IASTH, PAU & LBI adalah nilai -30,68 ; -42,2 dan -39, 5 untuk

keselamatan kebakaran umum, -30,2 ; -31, dan -21 untuk sistem jalur keluar , dan

-13,68; -22,7 dan -21 untuk kontrol penyebaran api. Berdasarkan hasil tersebut

menunjukkan bahwa gedung IASTH, PAU & LBI di Salemba belum memenuhi

persyaratan minimum berdasarkan NFPA 101: Life Safety Code ®. Rekomendasi yang

dapat diberikan adalah memperbaiki dan melengkapi sistem proteksi kebakaran seperti

sistem pompa, alarm kebakaran, pompa hidran, menutup semua bukaan vertikal,

melengkapi sarana APAR, membersihkan jalur evakuasi, membentuk organisasi

tanggap darurat, dan mengadakan pelatihan tanggap darurat secara berkala.

Kata kunci:

CFSES, keselamatan kebakaran, gedung, parameter, IASTH, PAU, LBI

Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014

Page 2: Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung

Abstract

Evaluation of Building Fire Safety Implementation Using Computerized Fire

Safety Evaluation System (CFSES) In IASTH, PAU and LBI Building - Salemba

University of Indonesia 2014

Several fires in Indonesia occurred to government’s buildings and educational

institutions. This study aimed to evaluate the implementation of fire safety using

Computerized Fire Safety Evaluation System (CFSES) software at IASTH, PAU and

LBI Building University of Indonesia Salemba, center of Jakarta. This evaluation is

comparing the research results with 12 parameters refers to NFPA 101A : Guide on

Alternative Approaches to Life Safety based on NFPA 101: Life Safety Code ®. The

study result showed the score for IASTH, PAU and LBI Building are as follows; score

-30,68 ; -42,2 and -39, 5 for general fire safety, -30,2 ; -31, and -21 for egress, and -8,45

for fire control. Based on the results, IASTH, PAU and LBI Building did not meet

minimum requirement of NFPA 101: Life Safety Code ®. Recommendations are be

instaled fire prtection systems such as sprinkler and hydrant pump close all of vertical

openings, make a warehouse to save any useless properties, and conduct periodical fire

emergency response training.

Keyword:

CFSES, fire safety, building, parameters, IASTH, PAU, LBI

Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014

Page 3: Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung

Pendahuluan

Masalah kebakaran saat ini masih menjadi perhatian dunia. Sesuai

dengan data statistik dunia dalam Laporan CTIF 2012, selama kurun waktu 1993

- 2010 terjadi 3,0 - 4,5 juta kasus kebakaran pada populasi 0,9 - 3,6 penduduk

dunia. Data terakhir di tahun 2010 telah terjadi kebakaran sebanyak 2,9 juta kali

di 32 negara. 1

Di Amerika Serikat pada tahun 2012 telah terjadi kebakaran

sebanyak 1,375,000 kasus dengan 480,500 kasus diantaranya adalah kebakaran

bersifat struktural, 172,000 kasus akibat kendaraan dan 692,000 kasus

merupakan kasus lainnya.2

Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI

Jakarta 3 diatas menunjukkan bahwa angka kebakaran di Jakarta dalam tahun

2003 tercatat 888 kasus kemudian menurun di 2005 menjadi 742 kasus, sampai

akhirnya mengalami kenaikan signifikan dimana puncaknya terjadi pada tahun

2012 yaitu sebanyak 1039 kasus dan menurun kembali di tahun 2013 menjadi

997 kasus. Data terakhir sampai dengan pertengahan tahun 2014 ini sudah

tercatat sebanyak 336 kasus kebakaran.4

Kebakaran merupakan bencana yang bersifat darurat dan perlu

penanganan cepat, efisien dan tepat untuk mencegah timbulnya kerugian yang

besar5.

Kerugian akibat kebakaran secara global di dunia mencapai sekitar 10

miliar USD dan secara kasar diperkiraan sebesar 1% dari GDP (Gross

Domestic Product) Global per tahun dengan kerugian jiwa sebanyak 0.5 sampai

1,5 orang per 100,000 populasi di dunia per tahun.1

Di Amerika Serikat, dari 1,3 juta kasus kebakaran yang terjadi di tahun

2012 tercatat kerugian sekitar 12,4 miliar US$ dengan rincian sebesar 9,8

miliar US$ diantaranya terkait kerusakan struktural, 7 miliar US$ akibat

kebakaran di penghunian, dan 1,1 milliar US$ akibat kebakaran kendaraan

ditambah dengan kerugian jiwa sebanyak 2.855 orang meninggal dan 16.500

menderita luka-luka. 2 Sementara itu di Jakarta dari 997 kasus kebakaran yang

terjadi di Jakarta tahun 2013 diperkirakan mengakibatkan kerugian sebesar Rp.

254, 546, 600,000, dengan 20,861 korban jiwa.4

Kerugian lain yang dialami sebagai dampak dari kebakaran adalah

kerugian non materil yang tidak bisa dinilai harganya seperti dampak psikologis

Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014

Page 4: Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung

bagi orang-orang yang terkena musibah dan hilangnya asset-aset berharga

seperti arsip, buku-buku dan hasil penelitian yang baru-baru ini menimpa

kampus FISIP UI Depok. Dalam kebakaran tersebut sedikitnya 5,000 arsip yang

disimpan sejak tahun 1950 dan beberapa buku-buku rujukan serta bahan-bahan

penelitian yang penting hangus terbakar.5

Kebakaran dapat terjadi dimana saja. Selama kurun waktu tahun 2007 -

2011 tercatat rata-rata sebanyak 15,400 per tahun kebakaran terjadi pada high

rise building. 2 Kasus kebakaran yang terjadi pada kategori bangunan umum dan

perdagangan seperti gedung perkantoran, hotel, sarana pendidikan dan pusat

perbelanjaan di Jakarta masih cukup tinggi menempati urutan kedua setelah

pemukiman. Pada tahun 2013 terjadi 212 kasus dari 997 total jumlah kasus dan

tahun 2014 sampai bulan Juni telah terjadi 82 kasus dari 336 total kasus. 4

Beberapa kasus kebakaran pada gedung perkantoran milik pemerintah

yang pernah terjadi di Jakarta berurutan mulai tahun 2010 – 2014 antara lain

kejadian kebakaran di Gedung PELNI, Departemen Keuangan, Kementrian

Dalam Negeri, Kementrian Hukum dan HAM, Gedung BPPT, Kantor Pajak

Pusat, Gedung Sekertariat Negara, Kantor Mahkamah Agung, Gedung BPK,

Perpustakaan Walikota Jakarta Timur, Gedung Bank Indonesia, Gedung Arsip

Nasional, Gedung Jaya, dan Gedung Produksi Film Negara (dari beberapa situs

internet).

Kasus kebakaran struktur bangunan pada kategori educational property

terjadi rata-rata 5,690 kasus setiap tahunnya atau sekitar 1% dari kebakaran

struktur bangunan secara keseluruhan dalam kurun waktu 2007-2011. 6 Dari

beberapa berita dan data online yang didapat peneliti, terdapat beberapa kasus

kebakaran pada gedung sarana pendidikan dan fasilitas penunjangnya yang

pernah terjadi di Indonesia dalam kurun waktu 2013-2014 antara lain kejadian

kebakaran di kampus Program Studi Teknik Industri ITB Bandung, FK

Kampus Madang UNSRI Palembang, IKJ Jakarta, FE UGM Yogyakarta,

Universitas Negeri Makasar, FISIP UI Depok, FH UIR Pekanbaru, Universitas

Widyatama Bandung, STSI Bandung, Gedung IASTH UI Salemba, dan FKM

UI Depok.7

Kebakaran merupakan bencana yang seharusnya dapat dicegah dan

diminimalisasi dampaknya melalui upaya kesiapsiagaan, built environment dan

Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014

Page 5: Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung

kewaspadaan dalam menghadapi bahaya kebakaran. Faktor-faktor yang

mempengaruhi kesiap siagaan dalam menghadapi bencana kebakaran antara

lain adalah : sistem manajemen dan organisasi kegawatdaruratan, bencana

kebakaran, sarana penyelamatan jiwa, dan sistem proteksi kebakaran. 3

Menurut data-data yang telah dipaparkan di atas, peneliti tertarik untuk

melakukan penilaian terhadap keselamatan kebakaran yang terdapat di gedung

milik institusi pemerintah khususnya di bidang pendidikan yang berada di

lingkungan pusat kegiatan penelitian, pusat administrasi dan pendidikan di

Gedung IASTH, PAU, dan LBI Universitas Indonesia yang beralamat di Jl.

Salemba Raya No. 4 Jakarta Pusat. Peneliti mengangap hal ini penting dilakukan

karena ada beberapa asset penting dunia pendidikan di gedung-gedung tersebut

seperti hasil-hasil penelitian dan percobaan, arsip mahasiswa, disamping hal

yang paling penting yaitu ancaman bagi penghuni gedung tersebut yang terdiri

dari ratusan orang bisa terancam. Peneliti akan menggunakan Computerized Fire

Safety Evaluation System (CFSES) yang dikembangkan berdasarkan standar

internasional NFPA 101: Life Safety Code sebagai perangkat untuk melakukan

penelitian.

Metodologi Penelitian

Penelitian ini menggunakan desain penelitian deskriptif dengan

pendekatan semi kuantitatif yang bersifat observasional. Penelitian dilakukan

melalui observasi dan telaah dokumen untuk mengevaluasi penerapan sistem

keselamatan kebakaran di Gedung PAU UI, IASTH dan LBI Universitas

Indonesia. System NFPA 101A: Guide on Alternative Approaches to Life Safety

yang kemudian dianalisis dengan menggunakan perangkat lunak CFSES

(Computerized Fire Safety Evaluation System). Data yang digunakan dalam

penelitian ini adalah data primer yang diperoleh dari hasil observasi lapangan

terhadap safety parameters dengan menggunakan checklist sesuai dengan

panduan NFPA 101A. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan data sekunder

berupa dokumen yang mendukung penilaian terhadap keselamatan kebakaran

pada Gedung PAU UI, IASTH dan LBI Universitas Indonesia.Penelitian ini

dilakukan pada bulan April – Mei 2014.

Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014

Page 6: Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung

Penelitian yang dilakukan hanya terbatas mengenai evaluasi aspek

keselamatan kebakaran berdasarkan parameter-parameter keselamatan

kebakaran menurut NFPA 101 A. Peneliti tidak melakukan pengujian dan

perhitungan dari parameter-parameter yang observasi secara mendalam dari

aspek engineering.

Hasil Penelitian

Penilaian Persyaratan Minimal Keselamatan Kebakaran

Ketiga gedung memiliki Persyaratan Minimal yang berbeda-beda

setelah dilakukan perhitungan dengan CFSES. Gedung IASTH merupakan

gedung yang paling luas dan tinggi diantara ketiganya dengan kategori

bangunan antara 75 ft sampai dengan 150 ft. Setelah itu gdung PAU dengan

kategori ketinggian antara 75 ft sampai dengan 150 ft dan LBI pada kategori

dibawah 75 ft semua gedung merupakan kategori gedung lama.

1. Penilaian Konstruksi Gedung

Semua konstruksi gedung termasuk kategori III (211) combustible

dengan bahan beton pada fondasi dan batu bata pada dinding. Nilai awal

konstruksi adalah 0. Namun ada beberapa komponen yang mempengaruhi

parameter konstruksi antara lain electricity judgment, escalator dan VAC

judgement sehingga mengalami penurunan karena komponen judgment

tersebut tidak 100% terpenuhi akibat beberapa kekurangan.

Rekomendasi yang diberikan adalah perbaikan instalasi listrik di

semua gedung yang sangat berpengaruh besar dan merupakan potensi

terjadinya kebakaran. Selain itu penyediaan smoke detector, APAR dan

peningkatan perawatan dibutuhkan untuk memperbaiki komponen tersebut.

2. Pemisahan Bahaya

Penilaian terhadap pemisahan bahaya bertujuan untuk mengetahui

dampak kebakaran dari area yang bukan merupakan bagian dari kegiatan

normal penghuni gedung. Penilaian ini dilakukan melalui empat tahapan

proses, yaitu identifikasi area berbahaya, penentuan tingkat bahaya,

ketersediaan sistem proteksi, dan penentuan tingkat deficiency. Sesuai

Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014

Page 7: Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung

dengan tool estimate dalam parameter pemisahan bahaya yang bisa

membuat perkiraan terjadinya flashover pada sebuah gedung dengan

menggunakan data burning rates material yang berpotensi sebagai bahan

bakar terbesar, luas area yang tertutupi oleh bahan bakar, perhitungan tinggi

dan luas bukaan pada ruangan, serta luas total permukaan area berbahaya

tersebut 8. Gedung IASTH & PAU l memiliki nilai -7 dan masuk kategori

double deficiency karena bahaya flashover pada ruang panel dapat

membahayakan struktur bangunan serta ruangan tidak dilengkapi dengan

sprinkler. Sementara LBI termasuk kategori single deficiency.

3. Bukaan Vertikal di Gedung IASTH

Semua gedung memiliki beberapa bukaan vertikal, antara lain lift,

tangga, tangga darurat, saluran pipa air, dan saf elektrik yang dapat

berfungsi sebagai jalur penyebaran asap pada saat terjadinya kebakaran.

Bukaan vertikal merupakan suatu pengubung antar lantai secara

vertical. 9 Bukaan vertikal ini harus tertutup secara sempurna karena bukaan

vertikal yang tidak tertutup dengan menggunakan fire stopping yang

memiliki ketahanan api selama 1 jam. 10

4. Sprinkler

Gedung IASTH telah dilengkapi dengan sprinkler sementara PAU dan

LBI belum terpasang sprinkler. Namun penilaiannya menjadi sama karena

kondisi MCFA sama sekali tidak berfungsi (off) sehingga tidak berperan lagi

sebagai alarm.

Sprinkler memiliki fungsi sebagai pengendali penyebaran api, panas,

dan asap dengan cara memancarkan air untuk menurunkan tempertur dan

menutupi permukaan benda yang terbakar. Fungsi dari sprinkler ini

dipengaruhi oleh ketersediaan air, kondisi pipa, dan jenis kepala sprinkler

yang digunakan. 8

5. Sistem Alarm Kebakaran

Sistem alarm kebakaran adalah sebuah sistem atau bagian dari sistem

kombinasi yang terdiri komponen dan sirkuit diatur untuk memantau dan

Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014

Page 8: Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung

mensinyalir yang status alarm kebakaran atau perangkat sinyal-memulai

pengawasan dan untuk memulai respon yang tepat terhadap sinyal

tersebut.10

Gedung IASTH memiliki MCFA (Main Control Fire Alarm)

sementara gedung lain belum. Namun MCFA tersebut tidak berfungsi

karena rusak sehingga penilaiannya menjadi dianggap tidak ada sama

seperti kedua gedung yang lain.

6. Pendeteksi Asap (Smoke Detector)

Detektor asap adalah sistem yang dapat mendeteksi adanya asap

kebakaran dalam ruangan. Detektor asap merupakan pendeteksi kebakaran

yang lebih baik digunakan dibandingkan dengan sprinkler atau alat deteksi

panas 11

. Kehandalan dari sistem deteksi asap memiliki dampak terhadap

kesempatan para penghuni sebuah gedung untuk melakukan evakuasi atau

penyelamatan dan hal ini sangat berpengaruh terhadap keselamatan hidup dari

penghuni 12

. Gedung IASTH sudah terpasang beberapa pendeteksi asap mulai

dari lobby, koridor maupun ruangan. Namun penempatannya masih belum

konsisten. Ada koridor lantai tertentu yang dipasang, sementara di koridor

lantai lain tidak dipasang. Kedua gedung lain tidak memiliki smoke detector.

Namun kembali karena alarm systemnya tidak berfungsi maka smoke detector

pun tidak berfungsi sepesuai fungsinya.

7. Interior Finish

Interior finish terdiri dari material yang melapisi permukaan lantai

bangunan, anak tangga, dinding, partisi, kolom, plafon, bingkai interior, atau

segala sesuatu yang menutupi struktur bangunan untuk dekorasi. Material

yang termasuk dalam interior finish antara lain kayu, panel kayu, drywall,

plastik, ubin plafon berserat, dan penutup dinding. 13

Interior finish di koridor

dan jalur evakuasi pada ketiga gedung gedung tidak lebih dari 25 Btu/s atau

tergolong pada interior finish kelas A. Sementara itu, interior finish pada

lantai ruang kerja dan kuliah terdiri dari dinding gypsum, lantai keramik dan

sebagian karpet, material kayu & busa untuk kursi dan meja. Beberapa

Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014

Page 9: Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung

material kayu merupakan material kelas C yang memiliki tingkat penyebaran

api 76 – 200 Btu/s.

Berikut merupakan kelas dari tiap-tiap material interior finish.1

Kelas A: = Indeks sebaran api 0-25 dan indeks pengembangan asap

0-450

Kelas B: = Indeks sebaran api 26-75 dan indeks pengembangan asap

0-450

Kelas C: = Indeks sebaran api 76-200 dan indeks pengembangan asap

0-450 8

8. Pengendalian Asap (Smoke control)

Terdapat dua teknik ventilasi untuk mengendalikan asap, yaitu

ventilasi natural dan juga ventilasi mekanik. Ventilasi natural dibuat

dengan cara membuat bukaan di suatu bangunan ke udara bebas yang akan

mensuplai udara dari luar.8 Ketiga gedung tidak memiliki sistem

pengendalian asap. Kondisi tangga darurat merupakan tangga terbuka ke

area koridor dan berhubungan ke semua lantai sampai ke area luar gedung.

Untuk itu nilai parameternya adalah 0.

9. Akses Keluar

Waktu yang dibutuhkan untuk proses evakuasi pada keadaan

darurat dipengatuhi oleh jarak akses keluar yang dibutuhkan penghuni

gedung untuk sampai ke pintu keluar. Jarak yang dapat ditempuh penghuni

gedung dari titik terjauh ruangan menuju pintu darurat terdekat ini tidak

boleh melebihi 60 meter atau sekitar 200 ft. Selain itu, akses keluar tidak

boleh memiliki jalan buntu yang dapat memungkinkan penghuni gedung

tersesat saat melakukan proses evakuasi. 8

Akses keluar pada ketiga gedung terdiri dari 2 buah (depan dan

belakang) sesuai dengan desain awalnya. Namun pada perjalanannya

banyak perubahan-perubahan yang dilakukan sesuai dengan kebutuhan

pihak pengelola gedung. Sehingga jalur pintu keluar kea rah tangga bagian

belakang sebagian besar tertutup dan buntu. Sehingga menilaiannya

menjadi berkurang.

Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014

Page 10: Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung

10. Jalur Evakuasi

Jalur evakuasi harus memadai dan memiliki sistem

perlindungankhusus agar penghuni gedung dapat melarikan diri secara aman

dari keadaan darurat dalam waktu yang terbatas. Jalur evakuasi merupakan

jalur aman menuju luar gedung yang dapat digunakan jika terjadi

kebakaran.14

Gedung IASTH sebetulnya memiliki 2 jalur evakuasi bagian

depan dan bagian belakang. Jalur evakuasi di gedung ini merupakan jenis

jalur evakuasi terbuka tanpa melalui pintu darurat. Kondisi jalur evakuasi

bagian belakang sudah tidak bisa dipergunakan karena pada bagian

keluarnya dalam kondisi terkunci dan banyak hambatan seperti terlihat pada

gambar dibawah.

11. Kompartemen

Gedung IASTH, PAU, dan LBI memiliki kompartemen ruangan

dengan tingkat ketahanan api yang baik. Pada ruang kuliah dan laboratorium,

kompartemen menggunakan material gypsum board yang tergolong sebagai

material dengan tingkat ketahanan api selama 1 jam. Pada saat terjadi

kebakaran, material gypsum board ini akan terbakar secara lambat dan tidak

berkontribusi pada tingkat penyebaran api. Akan tetapi, kompartemen ada

beberapa material kayu yang dipakai seperti pintu yang memiliki tingkat

ketahanan api yang rendah karena sifat kayu yang mudah tebakar. Selain

penilaian ini juga dipengaruhi oleh adanya bukaan dan pintu dimana belum

semua pintu menggunakan door closer sehingga tidak bisa menahan

penyebaran asap. Kompartemen atau pemisah ruangan sangat penting untuk

keselamatan jiwa dan perlindungan terhadap properti gedung karena dapat

membatasi tingkat kerusakan dan penyebaran api. Oleh karena itu, material

kompartemen harus memiliki ketahanan terhadap api.8

12. Penilaian Program Tanggap Darurat

Program pelatihan tanggap darurat di lingkungan gedung IASTH, PAU

dan LBI Salemba sudah lama tidak pernah dilakukan sehingga penilaian untuk

ketiga gedung ini adalah nilai minimum yaitu -2.

Program tanggap darurat yang dimaksud disini dapat berupa program

Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014

Page 11: Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung

latihan pemadaman kebakaran dan simulasi evakuasi yang secara rutin

dilakukan sesuai dengan kondisi bahaya yang mungkin muncul pada saat

kebakaran.15

Rangkuman hasil penilaian

Berdasarkan penilaian dari 12 parameter diatas didapatkan rangkuman

dalam bemtuk nilai requirement dengan hasil.

Gambar 1 Nilai Keselamatan kebakaran Gedung IASTH

Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014

Page 12: Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung

Gambar 2. Nilai Keselamatan kebakaran Gedung PAU

Gambar 3. Nilai Keselamatan kebakaran Gedung LBI

Berdasarkan hasil penilaian dengan menggunakan CFSES untuk

ketiga gedung tersebut diatas menunjukkan bahwa nilai yang diperoleh

IASTH, PAU dan IASTH untuk kontrol penyebaran api, sistem jalan keluar,

dan keselamatan kebakaran umum belum memenuhi persyaratan keselamatan

minimum yang telah ditetapkan oleh NFPA 101Life Safety Code untuk gedung

perkantoran.

Oleh karena itu, perlu dilakukan perbaikan secara menyeluruh oleh

pihak Universitas Indonesia untuk memperbaiki semua parameter yang belum

memenuhi standar untuk meningkatkan kehandalan gedung-gedung di

lingkungan UI terhadap bahaya kebakaran.

Gambar 6.96, 6.97 dan 6.98 menunjukkan hasil perhitungan kemampuan

bertahan ketiga gedung secara berturut-turut yaitu IASTH, PAU dan LBI sesuai

dengan perhitungan Law’s Severity Correlation pada perangkat CFSES.

Gedung IASTH memiliki ketahanan selama 3 jam, PAU 2,6 jam dan LBI 2,5

jam.

Tabel 6. 1 Rangkuman Hasil Penilaian Gedung IASTH, PAU dan LBI

Parameter

Kontrol penyebaran

api Sistem jalan keluar Keselamatan umum

Fire

Severity

(jam) Persyaratan Nilai Persyaratan Nilai Persyaratan Nilai

Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014

Page 13: Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung

IASTH 7,5 -13,68 5 -30,2 6 -30,68 3

PAU 2 -22,7 0 -31 2 -42,2 2,6

LBI 2 -21 0 -25,5 2 -39,5 2,5

Secara umum penerapan sistem keselamatan kebakaran di Gedung

IASTH, PAU dan LBI Universitas Indonesia Salemba Jakarta Pusat belum

memenuhi persyaratan keselamatan minimum sesuai dengan acuan dari NFPA

101: Life Safety Code untuk gedung perkantoran.

Kesimpulan

Kesimpulan secara khusus sesuai dengan parameter-parameter dalam

persyaratan minimum adalah sebagai berikut :

1. Konstruksi gedung IASTH, PAU dan LBI Universitas Indonesia, Salemba

tergolong sebagai konstruksi tipe III (221) karena struktur konstruksi

berupa beton bertulang dengan dinding bata dan beton temple serta dinding

interior yang terbuat dari gypsum.

2. Area berbahaya di gedung IASTH, PAU dan LBI Universitas Indonesia

Salemba berupa ruang panel yang tidak terlindungi dengan baik. Pemisahan

bahaya tergolong memiliki single deficiency dan double deficiency karena

sistem pencegahan kebakaran yang masih belum memadai.

3. Bukaan vertikal di PAU UI, IASTH dan LBI Universitas Indonesia,

Salemba mendapat nilai terendah karena terdapat shaf kabel dan tangga

terbuka yang menghubungkan tiap lantai sehingga bisa mempercepat

penyebaran api.

4. Sprinkler di gedung IASTH dan menggunakan tipe standar pada seluruh

bagian gedung, namun sistem pompa yang tidak beroperasi menyebabkan

sprinkler menjadi tidak berfungsi. Sementara Gedung PAU dan LBI tidak

dilengkapi dengan sprinkler.

5. Sistem alarm kebakaran di gedung IASTH tidak berfungsi sementara di

gedung PAU dan LBI tidak dilengkapi sistem alarm kebakaran sehingga

penilaian menjadi rendah.

Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014

Page 14: Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung

6. Gedung PAU dan LBI tidak dilengkapi dengan pendeteksi asap (smoke

detector) sementara di gedung IASTH terdapat alat pendeteksi asap namun

tidak karena kondisi sistem alarm tidak berfungsi.

7. Interior finish pada jalur evakuasi dan ruang kuliah di Gedung IASTH,

PAU dan LBI yaitu mayoritas terdiri dari gypsum dan kayu pada bagian

dinding dan atap serta keramik pada Bagian lantai dimana merupakan

interior finish kelas C dan A dengan flame spread berkisar antara 26 dan

200 Btu/s.

8. Semua gedung IASTH, PAU dan LBI tidak dilengkapi dengan sistem

pengendalian asap pada jalur evakuasi.

9. Akses keluar di IASTH, PAU dan LBI Universitas Indonesia, Salemba

masing-masing memiliki 2 jalur namun masing-masing 1 jalur diantaranya

menjadi jalan buntu karena dipergunakan sebagai penyimpanan barang

bekas dan atau ditutup.

10. Jalur evakuasi di gedung IASTH, PAU, dan LBI Universitas Indonesia

Salemba hanya terdiri dari satu jalur karena satu sisi lainnya tertutupi. Jalur

evakuasi tidak memiliki ketahanan terhadap asap. Jalur evakuasi gedung

PAU tidak memenuhi persyaratan karena lebarnya kurang dari 110 cm

dengan kondisi populasi yang lebih dari 50 orang.

11. Koridor/kompartemen pada gedung IASTH, PAU, dan LBI Universitas

Indonesia Salemba terbuat dari material yang tidak tahan asap dengan

pintu-pintu yang tidak semuanya dilengkapi dengan door closer.

12. Program tanggap darurat di gedung IASTH, PAU, dan LBI Universitas

Indonesia, Salemba memiliki nilai rendah karena tidak memiliki organisasi

teanggap darurat, tidak pernah dilakukan pelatihan tanggap darurat sejak

tahun 2000.

13. Pada persyaratan tambahan untuk proteksi kebakaran tidak terawat dengan

baik seperti APAR yang tidak lengkap, kotak selang hidran yang kosong

dan tidak terawat, hidran taman yang tidak terawat, Siamese yang

tertutupi.

Saran

1. Untuk memperbaiki nilai konstruksi yang sudah ada, pihak pengelola

gedung perlu melengkapi semua sistem kelistrikan, HVAC, dan elevator

Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014

Page 15: Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung

dengan system proteksi kebakaran dan melakukan prosedur maintenance

secara rutin dan terdokumentasikan.

2. Memperbaiki sistem proteksi kebakaran pada area berbahaya melalui

pemasangan sprinkler atau menutup fire compartement dengan material

yang memiliki tingkat ketahanan api minimal 1 jam.

3. Memasang fire stopping material yang memiliki tingkat ketahanan api

minimal 30 menit, seperti gypsum board dan partisi masonry pada shaf kabel

dan pipa untuk mencegah penyebaran asap secara vertikal.

4. Memperbaiki atau mengganti pompa dan sistem alarm sehingga sprinkler

dapat berfungsi minimal selama 30 menit pada saat terjadi kebakaran sampai

pemadam kebakaran datang. Memasang sprinkler dan sistem alarm untuk

gedung PAU dan LBI dengan mempertimbangkan asset yang ada di dalam

gedung-gedung tersebut.

5. Memperbaiki dan memasang sistem alarm kebakaran yang bisa terhubung

dengan dinas pemadam kebakaran terdekat sehingga kebakaran bisa segera

teratasi.

6. Melengkapi dan memasang alat pendeteksi asap untuk mendeteksi dini jika

terjadi kebakaran.

7. Membebaskan jalur akses keluar dari semua hambatan dan melengkapi

dengan peta evakuasi dan lampu penerangan darurat untuk mempermudah

proses evakuasi pada keadaan darurat.

8. Menyediakan gudang yang memadai sehingga untuk menenmpatkan

barang-barang yang menumpuk pada akses keluar, jalur evakuasi, ataupun

area yang memiliki potensi bahaya kebakaran.

9. Melakukan pelatihan pemadaman kebakaran dan simulasi evakuasi secara

berkala setiap tahun pada seluruh penghuni gedung untuk meningkatkan

kesiapan dalam menghadapi keadaan darurat.

10. Membuat prosedur tanggap darurat terhadap kebakaran, Emergency

Response Plan (ERP), serta membentuk organisasi tanggap darurat

kebakaran sehingga koordinasi pada saat kebakaran dapat berjalan dengan

baik.

Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014

Page 16: Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung

11. Melengkapi, melakukan pemeriksaan dan pemeliharan berkala semua

fasilitas keselamatan kebakaran seperti APAR, Hidran, Hose Box, Siamese

sehingga selalu siap digunakan.

Daftar Referensi

1. Brushlinsky, N.N. at al (2012). International Association of Fire and Rescue

Services, Center of Fire Statistics, World Fire Statistics, Report No. 17, 2012

2. Karter (2013). Fire Loss In The United States During 2012, National Fire

Protection Association. September 2013

3. Fikawati, Syafiq & Lestari. (2012). Pengembangan Model Kesiapsiagaan, Built

Environment Kewaspadaan Terhadap Bencana Kebakaran di Sekolah Dasar.

Dalam Syafiq & Fikawati (Ed.). Bunga Rampai Mitigasi dan Kesiapsiagaan

Bencana Banjir dan Kebakaran (hal. 383). Jakarta :UI Press.

4. Dinas Pemadam Kebakaran dan Penanggulangan Bencana Provinsi DKI Jakarta.

(2014). Rekapitulasi Kejadian Kebakaran Bulanan di Provinsi DKI Jakarta

Tahun 2013. [Online] dari :

http://www.jakartafire.net/profil/index.php?act=detil&idp=27

5. PLKUI.(2014).Kebakaran Gedung FISIP Universitas Indonesia. [online]. Dari

http://plk.ui.ac.id/content/kebakaran-gedung-fisip-universitas-indonesia#sthash.

g4owREXL.dpuf [4 Maret 2014].

6. Campbell, R. (2013), Structure Fires in Educational Properties Fire Analysis

and Research Report - Division National Fire Protection Association -

September 2013. Issued 28 October 2013 - Errata No. PKG14-September

2013-01

7. Merdeka (2014). Kebakaran Jakarta. [Online] dari

http://www.merdeka.com/tag/k/kebakaran-jakarta/index4.html, 11 April 2014.

8. Furness, A. & Muckett, M. (2007). Introduction to Fire Safety Management.

First edition 2007 Elsevier Ltd.

9. NFPA 101. (2012). Life Safety Code, Edition 2012. National Fire Protection

Association. Quincy MA.

10. Ferguson, L.H. & Janicak, C.A. (2005). Fundamentals of Fire Protection for the

Safety Professional. Government Institutes, USA

11. Ramli, S. (2010). Petunjuk Praktis Manajemen Kebakaran (Fire Management).

Jakarta: Dian Rakyat.

Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014

Page 17: Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung

12. Yung, D. (2008). Principles of Fire Risk Assessment in Buildings. Canada: John.

Wiley & Sons, Inc.

13. International Code Council. (2012). International Building Code. USA.

14. NFPA 5000. (2012). Building Construction and Safety Code, Edition 2012.

National Fire Protection Association. Quincy MA.

15. NFPA 101 A. (2013). Guide on Alternative Approaches to Life Safety, Edition

2013. National Fire Protection Association. Quincy MA.

Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014

Page 18: Evaluasi Penerapan Keselamatan Kebakaran Gedung

Evaluasi penerapan..., Nono Haryono, FKM UI, 2014