etika bisnis masyarakat muslim dalam berdagang...
TRANSCRIPT
ETIKA BISNIS MASYARAKAT MUSLIM DALAM BERDAGANG
(STUDI PENGAWASAN AKTIVITAS EKONOMI DI LINGKUNGAN
LEMBAGA PENDIDIKAN PESANTREN ASSHIDDIQIYAH PUSAT)
Skripsi Diajukan Kepada Fakultas Syariah dan Hukum
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi Syariah
(S.E.Sy)
Oleh :
ERI HERZEGOVINA FANSURI
1110046100150
KONSENTRASI PERBANKAN SYARIAH
PROGRAM STUDI MUAMALAT
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1435 H / 2014 M
ii
ETIKA BISNIS MASYARAKAT MUSLIM DALAM BERDAGANG
(STUDI PENGAWASAN AKTIVITAS EKONOMI DI LINGKUNGAN
LEMBAGA PENDIDIKAN PESANTREN ASSHIDDIQIYAH PUSAT)
iii
iv
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa:
Skripsi merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy) di
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain maka saya bersedia menerima
sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Jakarta, 20 Juni 2014
Eri Herzegovina Fansuri
v
ABSTRAK
ERI HERZEGOVINA FANSURI, NIM 1110046100150, Etika Bisnis
Masyarakat Muslim dalam Berdagang (Studi Pengawasan Aktivitas Ekonomi di
Lingkungan Lembaga Pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat), Program Studi
Muamalat, Konsentrasi Perbankan Syariah, Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas
Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, Jakarta, 1435 H/2014M. Isi: xiv + 70
halaman + 16 lampiran, 25 literatur ( 1977-2012).
Etika Bisnis sebagai seperangkat nilai tentang baik, buruk, benar, dan salah
dalam dunia bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip moralitas. Dalam hal ini
pesantren yang dinilai sangat lekat dengan label Islami, apakah didalamnya
memperhatikan aktivitas ekonomi. Tujuan dalam penelitian ini untuk mengetahui
apakah para pedagang di lingkungan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat sudah
melakukan etika bisnis sesuai dengan syariat Islam dan apakah pihak pesantren
melakukan pengontrolan atau pengawasan terhadap kegiatan bisnis tersebut.
Metode penelitian ini dengan pendekatan kualitatif dengan metode analis
deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah
dengan penelitian lapangan/survey, dan alat yang digunakan untuk mengumpulkan
data adalah observasi, wawancara dan angket. Teknik analisis data yang digunakan
pada penelitian ini adalah analisis yang bersifat kualitatif dan kuantitatif, analisis
kuantitatif dengan membuat persentase untuk mencari kesimpulan dengan
menggunakan tabel frekuensi.
Hasil dari penelitian ini adalah bahwa etika bisnis di lingkungan Pesantren
Asshiddiqiyah Pusat belum sepenuhnya sesuai dengan syariat Islam, (81.82%)
pedagang menjual makanan dan minuman yang halal, tapi masih adanya makanan
dan minuman ringan yang kurang sehat yang dijual di pesantren ini. (81.82%)
pedagang disini sudah menjaga kebersihan akan tempat berdagang dan alat-alat
memasak. (81.82%) para pedagang di pesantren ini tidak mengambil keuntungan
yang berlebihan dalam berjualan. Pihak pesantren kurang maksimal dalam melakukan
pengontrolan atau pengawasan terhadap kegiatan bisnis tersebut.
Kata Kunci: Etika Bisnis Islam, Pengawasan Aktivitas Ekonomi di Lingkungan
Pesantren.
Pembimbing I : Dr. H. Zainul Arifin Yusuf, M.Pd.
Pembimbing II : Dr. Muhammad Maksum, S.A.g, MA.
vi
KATA PENGANTAR
Rasa syukur serta rangkain puji senantiasa penulis panjatkan kepada
Tuhan pemelihara dan pengatur semesta alam, Allah yang Maha Kuasa,
berkat kehendak dan kuasanya sehingga penulis mampu menyelesaikan
skripsi ini. Sholawat serta salam selalu tercurahkan kepada baginda Nabi
Muhammad SAW, suri tauladan kita dalam setiap aktivitas kehidupan.
Adapun tujuan penulisan skripsi ini adalah sebagai persyaratan untuk
mendapatkan gekar S1 Sarjana Ekonomi Syariah (SE.Sy). Penulis berharap
semoga skripsi ini bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca
umumnya.
Penulis juga menghaturkan segala bentuk masukan berupa kritik atau
saran-saran yang bersifat membangun dalam menyempurnakan skripsi ini,
mengingat kemampuan penulis yang masih terbatas dan terdapat banyak
kekurangan-kekurangan dalam penyusunan skripsi ini.
Disadari pula bahwa dalam penelitian skripsi ini serat dengan dialektika
yang tidak mungkin terlupakan antara keyakinan dan kekhawatiran, serta
harapan dan kenyataan yang mnejadi satu dalam membentuk mozaik
penulisan skripsi ini. Seperti juga perjalanan studi yang penulis lalui, tidak
ada pekerjaan sukses dilakukan dalam kesendirian. Dibalik keberhasilan
selalu ada lingkaran lain yang memberi semangat, bimbingan, bantuan dan
vii
do’a. Penulis sangat bersyukur kepada Allah SWT dan mengucapkan beribu
banyak terima kasih atas bantuan dan jasa yang diberikan oleh semua pihak
dalam menyelesaikan skripsi ini, diantaranya Bapak/Ibu:
1. Dr. H. JM. Muslimin, MA, Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. H. Ah. Azharuddin Lathif, M.Ag, MH selaku Ketua Program Studi
Muamalat dan H. Abdurrauf, Lc, MA Sekretaris Program Studi Muamalat
yang telah membantu penulis secara tidak langsung dalam menyiapkan
skripsi ini.
3. Dr. H. Anwar Abbas, M.Ag., sebagai Pembimbing Akademik yang juga
senantiasa mengingatkan penulis semasa mengikuti perkuliahan hingga
penulis menyelesaikan skripsi ini.
4. Dr. H. Zainul Arifin Yusuf, M.Pd., dan Dr. Muhammad Maksum, S.Ag.,
MA., selaku dosen pembimbing yang tidak kenal lelah meluangkan waktu
dan memberikan sumbangan fikiran, serta arahan kepada penulis pada
penyusunan skripsi ini.
5. Moh. Rezky Fitriady, sebagai Lurah Pondok, para pedagang dan para
santri Pesantren Asshiddiqiyah Pusat yang telah membantu dan
memberikan informasi dalam proses penyusunan skripsi ini.
6. Ayahanda tercinta Ahmad Syamsuri dan Ibunda Rahma tercinta yang telah
mencurahkan do’a, kasih sayang, kesabaran dan dorongan spirit maupun
materi serta pengorbanan yang selalu diberikan kepada penulis sehingga
viii
penulis dapat mempersembahkan sesuatu yang mudah-mudahan dapat
dijadikan kebanggaan.
7. Keluarga besar yang telah memberikan semangat dan do’a.
8. Vian Apfrizal yang telah memberikan masukan, semangat dan juga doa
dalam proses penulisan skripsi ini.
9. Firman Ramadhani, Hanifatul Amelia, Fitria Ulfa, Tufah Silvia, Siti
Fadhilah, Sekar Arum Dini, Ricka Khutami Putri, Shendy Yulian, Fitriana
Wahyuni dan Rizky Amalia Fauroza yang telah memberikan semangat
dan do’a.
10. Keluarga sekaligus sahabat seperjuangan PS.D.SQUAD Angkatan Tahun
2010 yang selalu memberikan masukan-masukannya dan memberikan
semangat kepada penulis untuk menyelesaikan skripsi ini.
11. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, namun telah
memberikan bantuan yang cukup besar sehingga penulis dapat lulus
menjalani perkuliahan di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
Demikian ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada seluruh pihak,
semoga Allah SWT memberikan kemudahan atas semuanya. Aamiin Yaa
Robbal ‘Alamiin.
Jakarta, Juli 2014
Eri Herzegovina Fansuri
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................. i
LEMBAR PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ ii
LEMBAR PENGESAHAN PENGUJI ................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ..................................................................... iv
ABSTRAK ................................................................................................ v
KATA PENGANTAR .............................................................................. vi
DAFTAR ISI ............................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .................................................................................... xiii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang .......................................................... 1
B. Identifikasi Masalah .................................................. 3
C. Pembatasan/Ruang Lingkup Masalah ....................... 4
D. Perumusan Masalah .................................................. 5
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian ............................................... 5
2. Manfaat Penelitian .............................................. 6
F. Sistematika Penulisan ................................................ 6
x
BAB II LANDASAN TEORI
A. Kerangka Konseptual ................................................. 8
B. Kerangka Teori
1. Sumber Etika ....................................................... 9
2. Perbedaan Etika, Norma, dan Hukum
a. Etika dalam Perspektif Islam ........................ 10
b. Pengertian Etika Bisnis ................................. 10
c. Definisi Etika Bisnis dalam Islam ................. 11
d. Etika, Norma, Hukum ................................... 11
e. Prinsip Umum Etika Bisnis ........................... 13
f. Prinsip Dasar Etika Islami ............................ 15
3. Perdagangan ........................................................
a. Pentingnya Perdagangan dalam Islam ........... 19
b. Prinsip Perdagangan Rasulullah..................... 20
c. Perdagangan dan Nilai Kejujuran .................. 22
d. Teori Harga ................................................... 24
e. Barang dan Jasa yang Di Haramkan
dalam bermuamalah ....................................... 26
4. Konsep Pesantren
a. Pesantren ....................................................... 30
b. Pesantren Sebagai Lembaga Da’wah ............ 31
C. Kerangka Berpikir ..................................................... 33
xi
D. Review Studi Terdahulu ............................................ 33
BAB III METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian .................................................... 38
2. Sumber Data ........................................................ 38
3. Teknik Pengumpulan Data .................................. 39
4. Subjek Objek Penelitian Data ............................. 40
a. Sejarah Pondok Pesantren Asshiddiqiyah ..... 40
b. Tujuan Dasar Berdirinya Pondok Pesantren . 41
c. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pusat ........ 42
d. Struktur Organisasi ....................................... 43
e. Sarana dan Prasarana..................................... 44
5. Teknik Analisis Data ........................................... 45
B. Teknik Penulisan ........................................................ 46
C. Hasil Penelitian .......................................................... 46
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Analisis Penerapan Etika Bisnis Islam Para Pedagang di Pesantren
Asshiddiqiyah Pusat ...................................................... 56
B. Analisis Pengawasan Dewan Sekolah Terhadap Aktivitas
Ekonomi di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat ................ 63
xii
BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan ................................................................ 67
B. Saran........................................................................... 68
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 69
LAMPIRAN-LAMPIRAN
xiii
DAFTAR TABEL
No. Keterangan Halaman
4.1 Pedagang bersikap ramah terhadap para pembeli 46
4.2 Pedagang menjual makanan dan minuman yang halal 47
4.3 Pedagang menjual makanan dan minuman yang sehat 47
4.4 Makanan dan minuman yang dijual dengan harga yang sesuai
(sewajarnya) 48
4.5 Transaksi Secara Jujur 49
4.6 Puas dengan pelayanan para pedagang 49
4.7 Boleh berhutang jika membeli 50
4.8 Makanan dan minuman yang dijual halal 50
4.9 Makanan dan minuman yang dijual sehat 51
4.10 Selalu menjaga kebersihan 51
4.11 Makanan dan minuman dijual dengan harga yang sesuai 52
4.12 Mencatat pengeluaran dan pendapatan 52
4.13 Pembeli diperbolehkan untuk berhutang 53
4.14 Pihak pesantren melakukan pengawasan terhadap para pedagang 53
4.15 Pihak pesantren melakukan pembinaan terhadap para pedagang 54
4.16 Makanan dan minuman yang dijual diseleksi dahulu oleh pihak
pesantren 54
4.17 Selalu bersikap ramah terhadap pembeli 55
xiv
4.18 Tabel penerapan konsep etika bisnis 56
4.19 Tabel pengawasan etika bisnis 63
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Allah SWT telah menetapkan aturan-aturan dalam menjalankan kehidupan
ekonomi. Allah SWT telah menetapkan batas-batas tertentu terhadap perilaku
manusia sehingga menguntungkan satu individu tanpa mengorbankan hak-hak
individu lainnya. Demikian pula dalam Islam hal yang perlu diperhatikan adalah
etika dalam bermuamalah, Islam sangat memperhatikan perilaku bisnis, bahkan
sejak dahulu Rasulullah SAW telah menganjurkan cara bermuamalah yang
didalamnya mencakup tentang perdagangan dengan cara yang bersih dari tipu
daya dan mengajarkan kita untuk berbuat jujur serta menjunjung tinggi nilai
keadilan. Ketika masyarakatnya berkembang, terstruktur menjadi sebuah
organisasi, menjadi sebuah negara, maka muncul lembaga khusus yang
mengawasi.
Di Periode Umar Ibn Al Khatab, beliau selaku kepala Negara, sangat teliti
dan hati-hati mengenai pelaksanan ketentuan tersebut. Beliau seringkali
berkeliling ke pasar-pasar. Bahkan kadang-kadang beliau memberikan teguran
keras kepada para pedagang yang melanggar aturan perdagangan dengan kata-
kata: “Yang boleh berdagang di pasar ini hanya mereka yang memahami aturan-
2
aturan! Barang siapa mengambil keuntungan yang tidak pantas, baik secara sadar
atau tidak akan dikenakan denda!”1
Belakangan ini, di Kementrian perdagangan kita pun juga ada yang
dinamakan Dewan Pengawas Pasar, mereka mengawasi terutama mengontrol
ukuran dan takaran. Apabila seseorang membeli minyak bahan bakar, ada
lembaga yang mengawasi alat meteran untuk mengisi leteran itu yang dinamakan
“diteran”. Dimana Dewan Pengawas Pasar ini mengontrol, melakukan
pengecekan, dan inilah fungsi Dewan Pengawas Pasar.
Kegiatan perdagangan yang dilakukan secara adil dan jujur akan
menjadikan pedagang yang baik tidak ada persaingan yang tidak sehat di
dalamnya yang dapat mengakibatkan meningkatnya harga barang-barang secara
zalim yang sangat dilarang oleh Islam.
Islam sangat melarang penipuan, untuk itu Islam sangat menuntut
melakukan perdagangan yang Islami dilakukan secara jujur dan amanah. Di
dalam praktik perdagangan tersebut, dilarang melakukan praktik yang
mengandung unsur penipuan, riba, judi ketidakpastian, serta pengambilan untung
yang berlebihan.
Perdagangan yang dilakukan tidak hanya di pasar, melainkan di sebuah
Pesantren atau Sekolah, dimana di dalamnya terdapat transaksi jual beli yang
1 Irfan Mahmud Ra’na, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar Ibn Al-Khatab, cet.II, (Jakarta:
Pustaka Firdaus, 1977), h. 58-59.
3
dilakukan para santri dan para pedagang di kantin. Biasanya, di kantin tersebut
menjual berbagai macam makanan dan minuman.
Seperti yang dijelaskan di atas, pada zaman Rasulullah SAW dan periode
Umar, beliau melakukan pengontrolan terhadap perilaku bisnis. Bagaimana yang
dilakukan oleh Dewan Sekolah/Lembaga Pendidikan melakukan pengontrolan
terhadap para pedagang yang berada di lingkungan sekolah dan terhadap para
santri.
Dengan demikian, penelitian ini sangat penting untuk dikaji, untuk
mengetahui etika bisnis para pedagang di kantin sekolah. Hasil penelitian ini
sangat berguna bagi para akademisi Ekonom Islam agar dapat dipelajari dan
ditinjau kembali untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat dalam
perdagangan.
Penulis tertarik memilih tema ini karena ingin mengetahui apakah Dewan
Sekolah /Lembaga Pendidikan melakukan pengontrolan perilaku bisnis, seperti
apa yang dilakukan pada zaman Nabi dan Periode Umar.
B. Identifikasi Masalah
Pokok masalah ini berkaitan dengan etika para pelaku bisnis yang
melakukan kegiatan bisnisnya dengan perilaku menyimpang seperti penipuan,
tidak jujur, dan lainnya. Sedangkan masalah yang terkait dengan pokok masalah
tersebut adalah :
4
1. Apakah para Dewan sekolah/lembaga pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah
Pusat melakukan pengontrolan terhadap pelaku bisnis yang berada di
lingkungan lembaga pendidikan tersebut?
2. Apakah para pedagang di lingkungan lembaga Pesantren Asshiddiqiyah Pusat
menjual makanan/minuman yang halal?
3. Apakah makanan yang berlabel halal itu diseleksi atau tidak oleh Dewan
Lembaga Pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat?
4. Apakah terdapat unsur penipuan dalam kegiatan bisnis di lingkungan lembaga
pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat?
5. Apakah di dalam lembaga pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah Pusat
mengutamakan keuntungan dalam kegiatan bisnisnya?
C. Pembatasan/Ruang Lingkup Masalah
Agar pembahasan ini tidak meluas dan tetap fokus pada permasalahan
yang diangkat, maka penulis melakukan pembatasan pada penelitian ini. Penulis
hanya membahas tentang etika bisnis pedagang di lingkungan sekolah, dan peran
Dewan Sekolah/Lembaga Pendidikan terhadap perilaku bisnis di Pesantren
Asshiddiqiyah Pusat pada tahun 2014 dengan pendekatan kualitatif dan
menggunakan metode deskriptif analisis. Penulis tertarik memilih pesantren
tersebut dikarenakan itu merupakan lembaga Islam yang di dalamnya diajarkan
pengetahuan Islam secara mendalam dan aktivitasnya 24 jam di pesantren, apabila
5
perilaku bisnisnya tidak dikontrol bisa menjadi suatu penyimpangan dalam suatu
aktivitas ekonomi Islam.
Ruang lingkup ini hanya ditujukan kepada pedagang di lingkungan
sekolah, pihak pesantren dan para santri.
D. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:
1. Bagaimana para pedagang di Lembaga Pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah
Pusat telah melakukan kegiatan berdagang sesuai dengan ajaran Islam?
2. Bagaimana bentuk atau ragam pengawasan yang dilakukan oleh Dewan
Sekolah terhadap aktivitas ekonomi dalam melakukan pengawasan terhadap
perilaku bisnis di Lembaga Pendidikan Pesantren Asshiddiqiyah tersebut?
E. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui bagaimana para pedagang telah melakukan
kegiatan berdagang sesuai dengan ajaran Islam, serta untuk mengetahui
bagaimana ragam atau bentuk pengawasan Dewan sekolah/pesantren terhadap
kegiatan bisnis di pesantren tersebut.
6
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Menambah wawasan pengetahuan bagi akademisi mengenai etika
bisnis Islam, serta dapat dipelajari dan ditinjau kembali untuk
meningkatkan kesejahteraan dalam kegiatan bisnis. Hasil penelitian ini
diharapkan dapat bermanfaat dan dapat menjadi bahan bacaan dan
masukan bagi masyarakat muslim, khususnya bagi mahasiswa, dosen,
pemerintah dan instansi yang terkait dengan perekonomian khususnya
dalam menangani penipuan yang terjadi dalam kegiatan bisnis.
b. Manfaat Praktis
Untuk kehidupan masyarakat luas penelitian ini sangat penting
agar masyarakat muslim khususnya para pedagang semakin tahu bahwa
etika bisnis dalam berdagang itu harus sesuai dengan syariat Islam. Selain
itu, penelitian ini juga untuk menambah khasanah keilmuan dalam bidang
Ekonomi Islam, dan sebagai bahan perbandingan untuk penelitian
selanjutnya.
F. Sistematika Penulisan
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini penulis membahas mengenai latar belakang
masalah yang akan diteliti, identifikasi masalah, pembatasan
masalah, perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian,
sistematika penulisan.
7
BAB II LANDASAN TEORI
Pada bab ini berisikan tentang Teori Etika Bisnis, Teori
Perdagangan dan Pesantren. Pada bab ini juga membahas
Review Studi Terdahulu.
BAB III METODE PENELITIAN
Pada bab ini berisikan tentang metode penelitian yang
didalamnya termasuk gambaran umum penelitian, teknik
penulisan dan hasil penelitian.
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN
Pada bab ini berisikan analisis hasil penelitian, Analisis
Penerapan Etika Bisnis Islam Para Pedagang di Pesantren
Asshiddiqiyyah Pusat, dan Analisis Pengawasan Dewan
Sekolah Terhadap Aktivitas Ekonomi di Pesantren
Asshiddiqiyyah Pusat
BAB V PENUTUP
Bab ini merupakan akhir dari pembahasan skripsi ini, yang
berisi kesimpulan dari keseluruhan bab yang telah dijelaskan di
atas dan saran-saran dari penulis.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
8
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Kerangka Konseptual
Secara etimologi, etika berasal dari bahasa Yunani Kuno ethos yang
berarti sikap, cara berpikir, kebiasaan, adat, akhlak, perasaan, watak kesusilaan.
Etika adalah prinsip, norma, dan standar perilaku yang mengatur individu
maupun kelompok yang membedakan apa yang benar dan apa yang salah.1
Secara terminologis arti etika sangat dekat pengertiannya dengan istilah
Al-Qur‟an al khuluq. Untuk mendeskripsikan konsep kebajikan, Al-Qur‟an
menggunakan sejumlah terminologi sebagai berikut: khair, bir, qist, „adl, haqq,
ma‟ruf, dan taqwa.2
Etika menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah ilmu
tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral
(Akhlak).3
Ethics (Etika) menurut Kamus Ekonomi Uang dan Bank adalah disiplin
pribadi seseorang dalam hubungannya dengan lingkungan, lebih dari yang
sekedar ditentukan oleh undang-undang. Misalnya yang ada di bidang akuntansi
1 A. Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah Teori dan Praktik
The Celestial Management, ( Jakarta: Salemba Empat, 2010), h.9. 2 Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, cet.I, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h.5.
3 Kamus Besar Bahasa Indonesia, ed.IV, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2008),
h.383.
9
di Indonesia, yakni Kode Etik Ikatan Akuntansi Indonesia (IAI) yang terbentuk
pada tahun 1972.4
Bisnis menurut KBBI adalah usaha komersial dalam dunia perdagangan;
bidang usaha; usaha dagang; bekerja di bidang.5
Bisnis menurut Kamus Ilmiah Serapan Disertasi Entri Tambahan dan
Pedoman Umum Pembentukan Istilah adalah bidang usaha; yang sifatnya
mencari keuntungan; usaha di bidang komersial; usaha dagang.6
B. Kerangka Teori
1. Sumber Etika
Ketetapan „boleh‟ atau „tidak‟ dalam kehidupan manusia telah
dikenal sejak manusia pertama, Adam dan Hawa. Prinsip „boleh‟ atau „tidak‟
tersebut berlanjut dan dilanjutkan oleh para nabi-nabi yang diutus oleh Allah
kemudian termasuk Nabi Ibrahim, Musa, Isa, dan Muhammad. Mereka
diutus untuk merealisir ketentuan sang Pencipta dalam seperangkat regulasi
agar dapat mengarahkan manusia hidup bahagia di dunia. Tata nilai itu
diletakkan sebagai regulator kehidupan guna mencegah kerusakan yang
ditimbulkan oleh tingkah laku manusia yang cenderung egoistis dan liar.
Tata nilai itulah yang disebut dengan etika.
4 Sudarsono dan Edilius, Kamus Ekonomi Uang dan Bank, cet.III, (Jakarta: PT RINEKA
CIPTA, 2007), h.110. 5 Sudarsono dan Edilius, Kamus Ekonomi Uang dan Bank, h.200.
6 AKA Kamarulzaman, dkk, Kamus Ilmiah Serapan Disertasi Entri Tambahan dan Pedoman
Umum Pembentukan Istilah, Absolut Jogja.
10
Etika dimulai bila manusia merefleksikan unsur-unsur etis dalam
pendapat-pendapat spontan kita. Kebutuhan akan refleksi itu akan kita
rasakan, antara lain karena pendapat etis kita tidak jarang berbeda dengan
pendapat orang lain. Untuk itulah diperlukan etika, yaitu untuk mencari tahu
apa yang seharusnya dilakukan oleh manusia.7
2. Perbedaan Etika, Norma, dan Hukum
a. Etika dalam Perspektif Islam
Etika dalam pemikiran Islam dimasukkan dalam filsafat praktis
(al hikmah al amaliyah) – bersama politk dan ekonomi. Berbicara
tentang : sebagaimana seharusnya. Etika vs Moral. Moral = nilai baik
dan buruk dari setiap perbuatan manusia – (prakteknya = akhlaq),
Etika = ilmu yang mempelajari tentang baik dan buruk – (ilmunya –
ilm al-akhlaq). Dalam disiplin filsafat, Etika sering dinamakan dengan
Filsafat Moral.8
b. Pengertian Etika Bisnis
Etika Bisnis sebagai seperangkat nilai tentang baik, buruk,
benar, dan salah dalam dunia bisnis berdasarkan pada prinsip-prinsip
moralitas. Dalam arti lain Etika Bisnis berarti seperangkat prinsip dan
norma dimana para pelaku bisnis harus komit padanya dalam
bertransaksi, berperilaku, dan berelasi guna mencapai “daratan” atau
7 http://id.wikipedia.org/wiki/Etika.
8 Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, cet.I, ( Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005),
h.31.
11
tujuan-tujuan bisnisnya dengan selamat. Selain itu, etika bisnis juga
dapat berarti pemikiran atau refleksi tentang moralitas dalam ekonomi
dan bisnis, yaitu refleksi tentang perbuatan baik, buruk, terpuji,
tercela, benar, salah, wajar, tidak wajar, pantas, tidak pantas dari
perilaku seseorang dalam berbisnis atau bekerja.9
c. Definisi Etika Bisnis dalam Islam
Secara sederhana mempelajari etika bisnis dalam Islam berarti
mempelajari tentang mana yang baik/buruk, benar/salah dalam dunia
bisnis berdasarkan kepada prinsip-prinsip moralitas.
Moralitas disini, sebagaimana disinggung di atas berarti: aspek
baik/buruk, terpuji/tercela, benar/salah, wajar/tidak wajar, pantas/tidak
pantas dari perilaku manusia. Kemudian dalam kajian etika bisnis
Islam susunan adjective di atas ditambah dengan halal-haram (degrees
of lawful and lawful), menurut Husein Sahatah seperti dikutip oleh
Faisal Badroen, dkk, menyatakan bahwa sejumlah perilaku etis bisnis
(akhlaq al Islamiyah) yang dibungkus dengan dhawabith syariah
(batasan syariah) atau general guideline menurut Rafik Isa Beekun.10
d. Etika, Norma, dan Hukum
Karena kaidah hukum itu melindungi kepentingan manusia
maka harus ditaati, harus dilaksanakan, dipertahankan, dan bukan
9 Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, h.13.
10 Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, h.62.
12
dilanggar. Tolak ukurnya ialah melanggar kaidah hukum atau tidak.
Kesalahan orang diukur dengan kenyataan apakah ia melanggar kaidah
hukum atau tidak. Kalau melanggar kaidah hukum itu salah, kalau
tidak melanggar kaidah hukum itu baik, yang melanggar itu yang
buruk. Telah dikemukakan bahwa asas hukum baik, yang melanggar
itu yang buruk. Telah dikemukakan bahwa asas hukum itu didukung
oleh pikiran bahwa dimungkinkan memisahkan antara baik dan buruk,
karena itulah kaidah hukum itu disebut juga kaidah etis.11
Etik adalah usaha manusia untuk mencari norma baik dan
buruk. Etik berasal dari kesadaran manusia merupakan petunjuk
tentang perbuatan mana yang baik dan mana yang buruk. Etik juga
merupakan penilaian ataupun kualifikasi terhadap perbuatan
seseorang. Bagaimanakah hubungan hukum dengan etik? Hukum dan
etik merupakan dua sisi dari satu mata uang.12
Hukum ditujukan kepada manusia sebagai makhluk sosial.
Hukum ditujukan kepada manusia yang hidup dalam ikatan dengan
masyarakat yang terpengaruh oleh ikatan-ikatan sosial. Etik sebaliknya
ditujukan kepada manusia sebagai individu, yang berarti bahwa hati
nuraninya lah yang diketuk.13
11
Budi Untung, Hukum dan Etika Bisnis, (Yogyakarta: ANDI OFFSET, 2012), h.5. 12
Budi Untung, Hukum dan Etika Bisnis, h.5-6. 13
Budi Untung, Hukum dan Etika Bisnis, h.6.
13
Menurut Drs. Achmad Charris Zubaik seperti dikutip oleh
Faisal Badroen, dkk, menyatakan bahwa norma adalah „nilai yang
menjadi milik bersama, tertanam dan disepakati semua pihak dalam
masyarakat‟ yang berangkat dari nilai baik, cantik atau berguna yang
diwujudkan dalam bentuk perbuatan kemudian menghadirkan ukuran
atau norma. Artinya norma bermula dari penilaian, nilai dan norma.14
e. Prinsip Umum Etika Bisnis
Yang dimaksud dengan prinsip umum atau tiang pancang etika
bisnis dalam tulisan ini ialah hal-hal atau tepatnya karakter bisnis yang
sangat menentukan sukses tidaknya sebuah bisnis, dan karakter ini
suka atau tidak suka dan mau tidak mau, harus dimiliki oleh setiap
pebisnis apalagi pebisnis Muslim/Muslimat yang menghendaki
kesuksesan dalam berbisnis. Diantara tiang pancang etika bisnis yang
dimaksudkan ialah:15
(1) Iktikad baik
Iktikad artinya kepercayaan; keyakinan yang teguh (kuat).
Juga bisa diartikan dengan kemauan dan maksud. Dengan
demikian maka yang dimaksud dengan iktikad baik dalam tulisan
ini ialah kemauan, maksud atau tepatnya keyakinan yang baik
14
Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, h.6. 15
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam,
cet.I, (Jakarta: Kholam Publishing, 2008), h.309-314.
14
untuk melakukan bisnis dan memenuhi hal-hal yang bertalian
dengan berbisnis.
(2) Kejujuran
Setiap akad (transaksi) dalam bisnis pasti dibangun oleh
dua pihak atau malahan lebih. Akad itu sendiri terlahir atas
persetujuan-persetujuan yang disepakati para pihak, baik dalam
bentuk tertulis maupun tidak tertulis.
Jujur adalah lurus hati; tidak berbohong (misalnya dengan
berkata apa adanya); tidak curang; tulus; ikhlas. Kejujuran adalah
sifat (keadaan) jujur; ketulusan (hati); kelurusan (hati); atau sifat
yang suka akan kebenaran.
(3) Kesetiaan/Kepatuhan
Setia artinya berpegang teguh (pada janji, pendirian dan
sebagainya); patuh; taat. Kesetiaan maksudnya keteguhan hati,
ketaatan (dalam persahabatan, perhambaan dan sebagainya); taat
(pada perintah, aturan dan sebagainya); berdisiplin; sedangkan
kepatuhan artinya sifat patuh; keadaan patuh; atau ketaatan.
Kesetiaan dan kepatuhan dini menjadi sangat penting
dalam dunia bisnis. Lebih-lebih dunia bisnis Islami. Kesetiaan
dipentingkan daripada di dunia barat sekarang ini. Kesetiaan itu
mencakup hubungan antara suatu perusahaan dengan para
pelanggannya dan perusahan lain, serta hubungan antara majikan
15
dengan karyawannya – dan hal ini berlaku secara timbal balik.
Dalam hubungan dagang (bisnis), kesetiaan timbal balik antara
pelanggan dengan para pemasok (supplier) langganannya sangat
jelas. Di pasar eceran (sekalipun) para pelanggan tidak bisa
berkeliling mencari barang (shopping around) mereka
mendatangi toko langganannya, dengan demikian lebih baik
untuk dapat mengenal pedagang langganannya itu.
Suatu hal yang patut diingatkan disini ialah bahwa khusus
dalam hal-hal yang bertentangan dengan prinsip-prinsip syariah,
misalnya perjanjian yang mengharamkan yang halal atau
sebaliknya menghalalkan yang haram, etika bisnis Islam tidak
membenarkan untuk melangsungkannya walaupun dengan dalih
kejujuran dan kepatuhan.
f. Prinsip Dasar Etika Islami
Ajaran etika dalam Islam pada prinsipnya manusia dituntut
untuk berbuat baik pada dirinya sendiri, kepada manusia dan
lingkungan alam di sekitarnya, dan kepada Tuhan selaku penciptaNya.
Terdapat lima prinsip yang mendasari etika Islam:
(1) Unity (Kesatuan)
Merupakan refleksi konsep tauhid yang memadukan
seluruh aspek kehidupan, baik dalam bidang ekonomi, politik,
sosial, budaya menjadi keseluruhan yang homogen, konsisten dan
16
teratur. Adanya hubungan yang vertikal atau horizontal yaitu
hubungan antarsesama manusia maupun manusia dengan
penciptanya.16
(2) Equilibrium (Keseimbangan)
Konsep ini hampir sama dengan konsep adil, berdimensi
horizontal yang berhubungan dengan keseluruhan harmoni pada
alam semesta. Maka, keseimbangan, kebersamaan, kemoderatan
merupakan prinsip etis yang harus diterapkan dalam aktivitas
maupun entitas bisnis. Praktik konsep ini dalam etika bisnis
misalnya berlaku lurus dalam takaran atau timbangan.17
Dalam beraktifitas di dunia kerja dan bisnis, Islam
mengharuskan untuk berbuat adil, tak terkecuali kepada pihak
yang tidak disukai. Pengertian adil diarahkan agar hak orang lain,
hak lingkungan sosial, hak alam semesta dan hak Allah dan
Rasulnya berlaku sebagai stakeholder dari perilaku adil
seseorang. Semua hak-hak tersebut harus ditempatkan
sebagaimana mestinya (sesuai aturan syariah). Tidak
mengakomodir salah satu hak di atas, dapat menempatkan
16
A.Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah “Teori dan Praktik
The Celestial Management”, (Jakarta: Salemba Empat, 2010), h. 34. 17
A.Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah “Teori dan Praktik
The Celestial Management”, h. 35.
17
seseorang tersebut kepada kedzaliman, karenanya orang yang adil
akan lebih dekat kepada ketakwaan.18
Allah berfirman
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman hendaklah kamu
jadi orang-orang yang selalu menegakkan (kebenaran) karena
Allah, menjadi saksi dengan adil, dan janganlah sekali-kali
kebencianmu terhadap sesuatu kaum, mendorong kamu untuk
berlaku tidak adil. Berlaku adillah, karena adil itu lebih dekat
kepada takwa, dan bertakwalah kepada Allah, Sesungguhnya
Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan”.
(3) Free Will (Kebebasan)
Konsep ini berarti bebas memilih atau berkehendak sesuai
etika atau sebaliknya. Ayat Al Qur‟an yang merupakan dasar dari
konsep ini adalah “Dan katakanlah (Muhammad) kebenaran itu
datangnya dari Tuhanmu; barang siapa yang menghendaki
(beriman) hendaklah ia beriman, dan barang siapa menghendaki
18
Faisal Badoren, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, h.78.
18
(kafir) biarlah ia kafir” (QS.18:29). Jadi, saat seseorang menjadi
muslim, ia harus menyerahkan kehendaknya kepada Allah.19
(4) Responsibility (Tanggung Jawab)
Adalah bentuk pertanggungjawaban kepada setiap
tindakan. Menurut Sayid Quthb seperti dikutip oleh A. Riawan
Amin dan Tim PEBS FEUI, menyatakan bahwa prinsip
pertanggungjawaban Islam adalah tanggung jawab yang
seimbang dalam segala bentuk dan ruang lingkupnya, antara jiwa
dan raga, antara orang dan keluarga, antara individu dan
masyarakat, serta antara masyarakat dengan masyarakat
lainnya.20
(5) Benevolence (Kebenaran)
Kebenaran dalam konsep ini juga meliputi kebajikan dan
kejujuran. Dalam bisnis, kebenaran dimaksudkan sebagai niat,
sikap, dan perilaku benar, yang meliputi proses transaksi, proses
memperoleh komoditas, proses pengembangan produk, serta
proses pengolahan keuntungan kebajikan merupakan sikap ihsan,
tindakan yang dapat memberi keuntungan terhadap orang lain.21
19
A.Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah : Teori dan Praktik
The Celestial Management”, h.35. 20
A.Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah : Teori dan Praktik
The Celestial Management”, h.35. 21
A.Riawan Amin dan Tim PEBS FEUI, Menggagas Manajemen Syariah : Teori dan
Praktik The Celestial Management”, h.36.
19
3. Perdagangan
a. Pentingnya Perdagangan di dalam Islam
Perdagangan sebagai salah satu aspek kehidupan yang bersifat
horizontal dengan sendirinya dapat berarti ibadah. Menurut Yaumidin
seperti dikutip oleh Jusmaliani, dkk, menyatakan bahwa usaha
perdagangan dalam ekonomi Islam merupakan usaha yang mendapatkan
penekanan khusus, karena keterkaitannya langsung dengan sektor riil.
Ekonomi Islam memang lebih menekankan sektor riil ini dibandingkan
dengan sektor moneter. Penekanan khusus kepada sektor perdagangan
tersebut tercermin misalnya pada sebuah hadis Nabi yang menegaskan
bahwa dari sepuluh pintu rezeki, sembilan diantaranya adalah
perdagangan.22
Islam juga menekankan sekali pada usaha-usaha yang produktif.
Seseorang yang setiap waktu senantiasa beribadah didalam masjid, dan
melalaikan bekerja mencari nafkah untuk keluarga serta dirinya sendiri,
sehingga ia menggantungkan keperluannya kepada orang lain, maka
orang lain tersebutlah yang akan menerima pahala ibadah yang ia
kerjakan itu (hadis). Alquran sendiri dalam Surah Al-Jumu‟ah (62) ayat
10 telah menggariskan bahwa apabila seseorang telah melakukan shalat,
lekaslah bertebaran di bumi untuk mencari karunia Allah SWT. Usaha
22
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, cet.I, (Jakarta: Bumi Aksara, 2008), h. 22
20
perdagangan dalam pandangan ini merupakan salah satu dari usaha-
usaha produktif yang dimaksud.23
Namun demikian, tidak semua usaha perdagangan dibolehkan,
dan baik darinya yang tidak dibenarkan agama, baik karena cara-cara
pelaksanaanya ataupun jenis barang yang diperdagangkannya. Secara
eksplisit, ajaran Islam melarang orang memakan harta yang didapat
secara tidak benar, atau secara tidak halal, dan salah satu cara yang
dibenarkan atau dihalalkan adalah dengan perdagangan:24
“Janganlah kamu sekalian memakan hartamu yang kau peroleh
dari sesama kamu dengan jalan yang tidak benar, kecuali dengan jalan
perdagangan (dengan cara yang dibenarkan oleh agama)” (QS. An-
Nisa‟ (4):29).
b. Prinsip Perdagangan Rasulullah
Dalam ilmu ekonomi, perdagangan secara konvensional
diartikan sebagai proses saling tukar-menukar yang didasarkan atas
kehendak sukarela dari masing-masing pihak. Mereka yang terlibat
dalam aktivitas perdagangan dapat menentukan keuntungan maupun
kerugian dari kegiatan tukar-menukar secara bebas itu.25
Sebaliknya prinsip yang dasar perdagangan menurut Islam
adalah adanya unsur kebebasan dalam melakukan transaksi tukar-
23
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 22. 24
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 22-23. 25
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h.45.
21
menukar, tetapi kegiatan tersebut tetap disertai dengan harapan
diperolehnya keridhaan Allah SWT, dan melarang terjadinya pemaksaan
(QS. An-Nisa‟ (4):(29). Oleh karena itu, agar diperoleh suatu
keharmonisan dalam sistem perdagangan, diperlukan suatu
“perdagangan yang bermoral”. Rasululllah SAW, secara jelas telah
memberi contoh tentang sistem perdagangan yang bermoral ini, yaitu
perdagangan yang jujur dan adil serta tidak merugikan kedua belah
pihak. Sabda Rasulullah Muhammad SAW yang diriwayatkan oleh Abu
Sa‟id menegaskan: “Saudagar yang jujur dan dapat dipercaya akan
dimasukkan dalam golongan para Nabi, golongan orang-orang jujur,
dan golongan para syuhada”. Hadis tersebut menunjukkan bahwa
dalam setiap transaksi perdagangan diperintahkan untuk lebih
mengutamakan kejujuran dan memegang teguh kepercayaan yang
diberikan orang lain, selain itu, dalam setiap transaksi perdagangan
dituntut harus bersikap sopan dan bertingkah laku baik sebagaimana
disebutkan dalam hadis yang diriwayatkan oleh Bukhari: “Rahmat Allah
atas orang-orang yang berbaik hati ketika ia menjual dan membeli serta
ketika membuat keputusan”.26
Berdasarkan hadis tersebut nampak jelas bahwa Muhammad
SAW telah mengajarkan untuk bertindak jujur dan adalah serta bersikap
baik dalam setiap transaksi perdagangan. Dalam hal ini kunci
26
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 45-46.
22
keberhasilan dan kesuksesan Nabi dalam perdagangan diantaranya
adalah dimilikinya sifat-sifat terpuji beliau yang sangat dikenal
penduduk Mekkah kala itu, yaitu jujur (shidiq), menyampaikan
(tabligh), dapat dipercaya (amanah), dan bjaksana (fathanah). Menurut
Afzalurrahman seperti dikutip oleh Jusmaliani, dkk, menyatakan bahwa
sikap terpuji itulah merupakan kunci kesuksesan Nabi dalam berdagang.
Bersikap adil dan bertindak jujur merupakan prasyarat penting
seseorang dalam melakukan perdagangan, di samping menjaga
hubungan baik dan berlaku ramah tamah kepada mitra dagang serta para
pelanggan. Pedagang yang tidak jujur, meskipun mendapat keuntungan
yang besar, boleh jadi keuntungan tersebut sifatnya hanya sementara. Ini
dikarenakan ketidakjujuran akan menghilangkan kepercayaan para
pelanggan sehingga lama kelamaan akan memundurkan dan mematikan
usahanya.27
c. Perdagangan dan Nilai Kejujuran
Selain berkaitan dengan pengertian yang sifatnya eskatologis,
perdagangan dalam Islam merupakan salah satu konsep yang merujuk
pada pengalihan hak kepemilikan harta kekayaan. Seperti halnya paham
ekonomi konvensional, Islam sangat mengutamakan dan mengakui hak
pemilikan individu atas harta kekayaan yang dimilikinya. Namun
pengakuan terhadap hak individu tersebut disertai ketentuan-ketentuan
27
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 46.
23
yang mengikat. Antara lain disebutkan dalam pemilikan individu itu
melekat didalamnya hak-hak orang lain, dan hal itu wajib diserahkannya
(zakat). Juga seseorang tidak boleh memanfaatkan kepemilikan individu
tersebut semaunya sendiri, seperti hidup secara boros, berperilaku
kikir.28
Konsep penting dalam Islam yang mendasari pengalihan hak
individu tersebut adalah ridha dan ikhlas, dan salah satu syarat penting
untuk mencapai tingkat ridha dan ikhlas yang dimaksud adalah perilaku
yang jujur. Akan tetapi, yang demikian ini sangat khusus sifatnya.
Banyak cara yang dapat ditempuh dalam pengalihan kepemilikan, dan
semuanya berlandaskan pada prinsip ridha atau ikhlas tersebut,
diantaranya adalah shadaqah, infaq, dan hibah.29
Perdagangan yang didalamnya mengandung unsur
ketidakjujuran, pemaksaan, atau penipuan, seperti menimbun barang
dengan mengorbankan kepentingan orang banyak, mencegat penjual di
pasar, menyembunyikan informasi untuk memperoleh keuntungan yang
lebih besar, mengurangi timbangan, menyembunyikan cacat barang
dagangan, dan sebagainya, hukumnya tidak boleh (haram).30
Menurut Yafi dan Karim seperti dikutip oleh Jusmaliani, dkk,
menyatakan bahwa dalam sejarah umat Islam sendiri, jelas bahwa
28
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 31. 29
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 32. 30
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 32.
24
perdagangan merupakan salah satu sektor terpenting sumber
kemakmuran masyarakat Madani pada zaman Rasulullah dan zaman
Khulafa‟ Ar-Rasyidin sesudahnya. Bisa dikatakan, perdagangan
merupakan faktor penggerak sektor riil, tidak saja pada zaman Islam
awal, tetapi juga sampai pada masa-masa sekarang.31
Sampai disini jelas sekali bahwa perdagangan merupakan
masalah penting dan merupakan bagian yang penting pula dalam
ekonomi Islam secara keseluruhan. Begitu pentingnya masalah
perdagangan ini, sampai-sampai hal tersebut ditempatkan sebagai lawan
kata atau yang dipertentangkan dengan ekonomi riba (prinsip dasar
ekonomi konvensional). Dalam QS. Al-Baqarah (2) ayat 275 misalnya,
dengan jelas ditegaskan “ … Allah menghalalkan jual-beli
(perdagangan) dan mengharamkan riba …”32
Seperti yang telah disinggung di atas, diantara nilai-nilai
terpenting sebagai landasan transaksi adalah kejujuran. Diantara nilai-
nilai yang terkait dengan kejujuran, dan yang melengkapinya adalah
amanah (terpercaya).
d. Teori Harga
Menurut Ibn Qayyim al-Jauziyyah seperti dikutip oleh
Muhammad Amin Suma, menyatakan bahwa Harga (tsaman) ialah
31
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 32-33. 32
Jusmaliani, dkk, Bisnis Berbasis Syariah, h. 33.
25
ukuran/standar/kriteria (al-mi‟yar) yang dengannya dapat dikenali
(ditaksir) nilai harta-kekayaan (al-mi‟yar alladzi bihi yu‟rafu taqwim al-
amwal). Harga, kata Ibn Qayyim lebih lanjut, wajib dibatasi dan dipatok
sedemikian rupa supaya tidak (mudah) naik atau tidak (mudah) turun
mengingat sifatnya yang spesifik dan akurat. 33
Diantara hal penting yang layak dikemukakan tentang persoalan
teori harga dalam ekonomi Islam ialah penyerahannya kepada sistem
pasar yang ditentukan oleh masyarakat pasar. Maksudnya, Islam pada
dasarnya tidak campur tangan apalagi menentukannya secara konkrit
tentang teori harga; karena Islam menyerahkan teori harga sepenuhnya
kepada mekanisme pasar. Termasuk dalam hal pengambilan
keuntungan, misalnya berapa persen maksimal keuntungan yang boleh
ditarik seorang pedagang atau suatu perusahaan dari modal – termasuk
cost – yang telah dikeluarkan.34
Hanya saja, suatu hal yang layak dicatatkan disini ialah bahwa
suatu ketika, Nabi Muhammad SAW pernah mengutus Urwah al-Bariqi,
seraya Nabi memberinya uang satu dinar untuk dibelikan kurban
(udhhiyah) atau seekor kambing; kemudian al-Bariqi membelikan uang
yang satu dinar itu untuk dua ekor kambing. Lalu dia jual (kembali)
33
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam,
cet.I, (Jakarta: Kholam Publishing, 2008), h.184. 34
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam,
h.184.
26
yang satu ekor dengan harga satu dinar, sehingga ia pun kemudian
pulang dengan (membawa) seekor kambing dan satu dinar uang tunai
(saya menyerahkannya kepada Nabi); dan Nabi-pun mendoa untuk al-
Bariqi, “semoga Allah memberkahi jual-belinya, sehingga, jika al-Bariqi
berjualan pasir (sekalipun), dia akan memperoleh keuntungan
daripadanya” (hadis riwayat imam lima, kecuali an-Nasa‟i dari Urwah
al-Bariqi).35
Dari hadis ini kita bisa memetik pemahaman bahwa tingkat
pengambilan keuntungan masih bisa dilakukan sampai sebesar 100%.
Pembelian seekor kambing dengan harga setengah dinar, yang kemudian
dijual dengan harga satu dinar oleh al-Bariqi, dan kemudian dibenarkan
oleh Nabi; ini mengisyaratkan tentang pembolehan pengambilan
keuntungan sampai 100%. Sebab, kalau tidak diperkenankan, tentu Nabi
tidak akan membenarkan tindakan al-Bariqi di atas dan tidak mungkin
mendoakannya.36
e. Barang dan Jasa yang Diharamkan dalam Muamalah
Secara umum, Islam pada dasarnya mempersilakan manusia
untuk mengonsumsi apa saja yang mereka kehendak dan mereka kuasai
dari apa saja yang ada di bumi, sejauh barang-barang yang
35
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam,
h.185. 36
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam,
h.185.
27
dikonsumsinya itu benar-benar halal lagi baik (halalan thayyiban;
lawful and good). Dengan kalimat lain, Islam jelas menghalalkan barang
(makanan/minuman dan lain-lain) yang baik-baik (at-thayyibat; lawful).
Pada saat bersamaan, Islam juga tegas mengaharamkan seseorang dari
kemungkinan mengonsumsi makanan/minuman lain-lain yang buruk-
buruk (al-khabitsat; unlawful).37
Hal ini dapat dipahami dari sejumlah
ayat al-Qur‟an diantaranya:
Artinya: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa
yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah
syaitan; karena Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagimu”.
Al-halal, al-hilal atau al-halil, adalah lawan dari kata al-haram,
artinya halal. Sedangkan thayyib secara harfiah berarti baik, bagus,
lezat, nyaman, dan sehat. Kata al-Ashafani, makna asal at-thayyib ialah
sesuatu yang oleh indera maupun nafsu dianggap lezat (ma-
tastalidzdzuh al-hawass wa-ma tastalidzdzuh al-nafs). Yang dimaksud
dengan at-thayyib (makanan yang baik) dalam konteks syariah ialah
makanan yang memenuhi (kriteria) boleh dari sisinya yang manapun
37
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam,
h.185.
28
misalnya dari sisi bahan bakunya, dari sisi kadar/ukurannya, dari sisi
tempat atau asal-usulnya, dari sisi kebersihan dan dari sisi kebaikannya
untuk jangka pendek maupun jangka panjang.
Dari sisi bahan baku, tidak boleh ada bahan baku yang haram.
Dari sisi kadar/ukuran,tidak boleh melampaui batas yang diperlukan
(kebutuhan), bukan keinginan hawa nafsu. Dari sisi perolehan, jelas
asal-usulnya dalam pengertian bersumber dari hal-hal yang halalan-
thayyiban. Dari sisi kebersihan dan kesehatan, dapat dipertanggung-
jawabkan secara agama maupun ilmu pengetahuan dan teknologi.
Demikian pula dengan efek dari produk yang dihasilkan, baik itu untuk
jangka pendek maupun jangka panjang.38
Suatu hal yang mutlak perlu diingatkan disini ialah bahwa barang-
barang konsumtif ini ketika dihubungkan dengan teknologi terutama
pengolahan produk pangan di zaman modern sekarang ini mudah
tercampur atau bahkan dicampuri dengan barang-barang haram atau
paling sedikit diragukan kehalalannya. Teknologi yang diterapkan
dalam pengolahan makanan (produk pangan) antara lain: pembersihan,
sortasi, grading, pengupasan, pengecilan ukuran, pencampuran,
pemisahan, pemekatan, fermentasi, pemanasan, irradiasi, pengeringan,
pendinginan, proses pengawetan non thermal, pelapisan, pencetakan,
38
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam,
h.187.
29
dan pengemasan. Meskipun demikian terdapat teknologi yang
mempengaruhi status halal-haramnya produk yang dihasilkan yaitu
teknologi penyembelihan, meskipun karena satu dan lain hal juga tidak
akan dibahas didalam buku ini.39
Kehalalan produk pangan dewasa ini semakin terancam manakala
dihubungkan dengan teknologi pengolahan dan terutama bahan pangan
(bahan baku, bahan penolong maupun bahan tambahan) yang mudah
tercampur atau dicampur. Terutama produk pangan yang secara umum
terdiri atas tiga macam komponen utama yakni: protein, lemak dan
karbohidrat. Kerawanan produk pangan terutama terletak pada protein
dan lemak yang berasal usul dari hewan (protein dan lemak hewani).
Disinilah terletak arti penting dari hikmah pengharaman bangkai dan
babi itu secara dzati dan bersifat mutlak, demi jaminan proteksi atas
makanan dan minuman Islami yang berlebelkan “halalan thayyiban”,
dan dari kemungkinan tercampur apalagi sengaja dicampur dengan
bahan-bahan pangan yang nyata-nyata diharamkan atau paling sedikit
mengandung unsur-unsur khaba‟its (keburukan) sebagaimana disinyalir
dalam ayat-ayat al-Qur‟an yang telah dikutibkan dan diuraikan sebelum
ini.40
39
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam,
h.194. 40
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam,
h.194-195.
30
Belakangan disinyalir banyak produk makanan dan atau minuman
serta kosmetik atau bahkan juga alat-alat kebersihan dan penyucian
(semisal sabun, sikat gigi dan lain-lain) yang tercampur atau sengaja
dicampuri dengan bahan-bahan yang haram (khususnya bangkai dan
babi) atau bahan-bahan baku yang jelas-jelas mengandung bahaya
(mudarat) misalnya bahan-bahan pengawet dan pewarna seperti
formalin dan lain-lain. Disinilah pula terletak arti penting dari kehadiran
tuntunan al-Islam tentang konsep dan resep hidup sehat melalui
makanan dan minuman yang halalan thayyiban. Moto pemerintah yang
mendengungkan konsep dan resep “Empat Sehat Lima Sempurna (nasi,
lauk pauk, sayur-mayur, buah-buahan dan susu)”, sudah harus
disempurnakan menjadi “Empat Sehat Lima Sempurna, Enam Halal
Tujuh Thayyib” (nasi, lauk pauk, sayur mayur, buah buahan, susu, halal
dan thayyib).41
4. Konsep Pesantren
a. Pesantren
Pesantren, jika disandingkan dengan lembaga pendidikan yang
pernah muncul di Indonesia, merupakan sistem pendidikan tertua saat
ini dan dianggap sebagai produk budaya Indonesia yang indigenpus.
Pendidikan ini semula pendidikan agama Islam yang dimulai sejak
41
Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam,
h.195.
31
munculnya masyarakat Islam di Nusantara pada abad ke -13. Beberapa
abad kemudian penyelenggaraan pendidikan ini semakin teratur
dengan munculnya tempat-tempat pengajian (“nggon ngaji”). Bentuk
ini kemudian berkembang dengan pendirian tempat-tempat menginap
bagi para pelajar (santri), yang kemudian disebut pesantren.
Secara umum pesantren memiliki fungsi-fungsi sebagai
berikut: 1) lembaga pendidikan yang melakukan transfer ilmu-ilmu
agama (tafaqquh fi aladin) dan nilai-nilai Islam (Islamic Values), 2)
lembaga kegamaan yang melakukan kontrol sosial (social control),
dan 3) lembaga keagamaan yang melakukan rekayasa sosial (social
engineering).42
b. Pesantren Sebagai Lembaga Da‟wah
Pengertian sebagai lembaga da‟wah benar melihat kiprah
pesantren dalam kegiatan melakukan da‟wah dikalangan masyarakat,
dalam arti kata melakukan suatu aktifitas menumbuhkan kesadaran
beragam atau melaksanakan ajaran-ajaran agama secara konsekuen
sebagai pemeluk agama Islam.43
Sebenarnya secara mendasar seluruh gerakan pesantren baik
didalam maupun diluar pondok adalah bentuk-bentuk kegiatan
42
Matsuki, dkk, Manajemen Pondok Pesantren, cet.II, (Jakarta: Diva Pustaka,2005), h. 6. 43
M.Bahri Ghazali, Pendidikann Pesantren Berwawasan Lingkungan “Kaus Pondok
Pesantren An-Nuqayah Guluk-Guluk Sumenep Madura”, cet.I, (Jakarta: Pedoman Ilmu Jaya, 2001), h.
38.
32
da‟wah, sebab pada hakekatnya pondok pesantren berdiri tak lepas
dari tujuan agama secara total. Keberadaan pesantren di tengah
masyarakat merupakan suatu lembaga yang bertujuan menegakkan
kalimat Allah dalam pengertian penyebaran agama Islam agar
pemeluknya memahami Islam dengan sebenarnya. Oleh karena itu
kehadiran pesantren sebenarnya dalam rangka da‟wah Islamiah.
Hanya saja kegiatan-kegiatan pesantren dapat dikatakan sangat
beragam dalam memberikan pelayanan untuk masyarakatnya. Dan
tidak dapat dipungkiri bahwa seseorang itu tidak lepas dari tujuan
pengembangan agama.44
44
M.Bahri Ghazali, Pendidikann Pesantren Berwawasan Lingkungan “Kaus Pondok
Pesantren An-Nuqayah Guluk-Guluk Sumenep Madura”, h. 38.
33
B. Kerangka Berpikir
D. Review Studi Terdahulu
No. Aspek
Perbandingan
Studi Terdahulu Rencana Skripsi
1. Judul “Implementasi Etika
Bisnis Islam Dalam
Menghadapi
Persaingan Usaha”
(Erik Lesmana,
Mahasiswa Program
Studi Muamalat
Perbankan Syariah
UIN 2010).
Etika Bisnis
Masyarakat Muslim
Dalam Berdagang
(Studi Pengawasan
Aktivitas Ekonomi
di Lembaga
Pendidikan
Pesantren
Asshiddiqiyah Pusat.
- Makanan/Minu
man yang Halal
- Makanan/Minu
man yang Sehat
- Transaksi Jual
beli
Dewan
Pengawas/Pengontrolan
(Para Pembesar
Pesantren/Sekolah/Kyai)
Pedagang Muslim di
Pesantren Asshiddiqiyah
Pusat
- Pedagang Muslim di
Pesantren
Asshiddiqiyah Pusat
- Para Santri
ETIKA BISNIS ISLAM
34
Fokus Fokus Penelitian ini
yaitu ingin
mengetahui tentang
ada tidaknya pengaruh
persaingan dan
pemahaman etika
bisnis terhadap
perilaku dagang.
Fokus Penelitian ini
yaitu ingin
mengetahui apakah
para pedagang di
Pesantren
Asshiddiqiyah Pusat
sudah menerapkan
etika bisnis sesuai
syariat Islam dalam
berdagang dan
apakah pihak
pesantren melakukan
pengawasan
terhadap kegiatan
bisnis tersebut.
Metode
Penelitian
Penelitian survei
dengan pendekatan
kuantitatif dan
menggunakan Regresi
Linear Sederhana
sebagai alat analisis.
Penelitian survei dan
wawancara serta
penyebaran
kuesioner dengan
pendekatan
kualitatif,
menggunakan tabel
frekuensi dan
deskriptif analis.
Tempat dan
waktu
Penelitian skripsi ini
dilakukan pada tahun
2010 di Pasar Ciputat
Tangerang
Penelitian skripsi ini
dilakukan pada
tahun 2014 di
Pesantren
Asshiddiqiyah Pusat.
2. Judul “Etika Bisnis Islam
Dalam Persaingan
Usaha Pada PT.
Asuransi Syari‟ah
Mubarakah” (Zulkipli,
Mahasiswa Program
Studi Muamalat
Asuransi Syariah
2010)
Etika Bisnis
Masyarakat Muslim
Dalam Berdagang
(Studi Pengawasan
Aktivitas Ekonomi
di Lembaga
Pendidikan
Pesantren
Asshiddiqiyah Pusat.
Fokus Fokus penelitian ini
yaitu untuk
mengetahui
bagaimana persaingan
Fokus Penelitian ini
yaitu ingin
mengetahui apakah
para pedagang di
35
asuransi syariah pada
PT.Mubarakah, sesuai
dengan norma atau
etika bisnis Islam.
Pesantren
Asshiddiqiyah Pusat
sudah menerapkan
etika bisnis sesuai
syariat Islam dalam
berdagang dan
apakah pihak
pesantren melakukan
pengawasan
terhadap kegiatan
bisnis tersebut.
Metode
Penelitian
Penelitiam survei
dengan pendekatan
kuantitatif dan
menggunakan Regresi
Linear Sederhana
sebagai alat analisis.
Penelitian survei dan
wawancara serta
penyebaran
kuesioner dengan
pendekatan
kualitatif,
menggunakan tabel
frekuensi dan
deskriptif analis.
Tempat dan
Waktu
Penelitian skripsi ini
dilakukan pada tahun
2010 di PT.Asuransi
Syari‟ah Mubarakah
yang beralamat di
Jalan Raya Sudirman
kav 22-23, Barclays
Building, lt 17-18,
Jakarta Selatan.
Penelitian skripsi ini
dilakukan pada
tahun 2014 di
Pesantren
Asshiddiqiyah Pusat.
3. Judul (Tesis) Implementasi Etika
Bisnis Islam
“Memotret Moralitas
Pedagang Kakako di
Kabupaten POLMAS,
Sulawesi Barat),
(Muhammad Aswad,
Mahasiswa Pasca
Sarjana (S2) Program
Studi Ekonomi Islam
UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta,
2005).
Etika Bisnis
Masyarakat Muslim
Dalam Berdagang
(Studi Pengawasan
Aktivitas Ekonomi
di Lembaga
Pendidikan
Pesantren
Asshiddiqiyah Pusat.
36
Fokus Fokus penelitian ini
yaitu untuk
mengetahui
bagaimana
implementasi etika
bisnis pedagang kakao
di kab, Polmas dan
faktor apa saja yang
mempengaruhinya.
Fokus Penelitian ini
yaitu ingin
mengetahui apakah
para pedagang di
Pesantren
Asshiddiqiyah Pusat
sudah menerapkan
etika bisnis sesuai
syariat Islam dalam
berdagang dan
apakah pihak
pesantren melakukan
pengawasan
terhadap kegiatan
bisnis tersebut.
Metode
Penelitian
Penelitian yang
dilakukan di kajian
tesis ini
menggunakan
penelitian deskriptif,
dengan menggunakan
analisis statistik,
dengan analisis data
deskriptif kualitatif.
Penelitian survei dan
wawancara serta
penyebaran
kuesioner dengan
pendekatan
kualitatif,
menggunakan tabel
frekuensi dan
deskriptif analis.
Tempat dan
Waktu
Penelitian
Kabupaten Polmas,
baik di suatu lokasi
tertentu atau gudang
tempat pembelian
kakao.
Penelitian skripsi ini
dilakukan pada
tahun 2014 di
Pesantren
Asshidiqiyah Pusat.
4. Judul Etika Bisnis Multi
Qreasi Networkindo
(MQ-NET) Dalam
Perspektif Ekonomi
Islam. (Cecep
Castrawijaya,
Mahasiswa
Pascasarjana, Program
Studi Ekonomi
ISLAM UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta,
2005)
Etika Bisnis
Masyarakat Muslim
Dalam Berdagang
(Studi Pengawasan
Aktivitas Ekonomi
di Lembaga
Pendidikan
Pesantren
Asshiddiqiyah Pusat.
37
Fokus Fokus pada penelitian
ini yaitu untuk
mengetahui
bagaimana etika bisnis
Multilevel Marketing
Multi Qreasi
Networkindo dalam
perspektif ekonomi
Islam).
Fokus Penelitian ini
yaitu ingin
mengetahui apakah
para pedagang di
Pesantren
Asshiddiqiyah Pusat
sudah menerapkan
etika bisnis sesuai
syariat Islam dalam
berdagang dan
apakah pihak
pesantren melakukan
pengawasan
terhadap kegiatan
bisnis tersebut.
Metode
Penelitian
Pada penelitian ini
metode yang
digunakan adalah
metode deskriptif
dengan menggunakan
analisis data deskriptif
kualitatif.
Penelitian survei dan
wawancara serta
penyebaran
kuesioner dengan
pendekatan
kualitatif,
menggunakan tabel
frekuensi dan
deskriptif analis.
Tempat dan
Waktu
Penulis mengambil
secara acak member
atau anggota dari MQ-
Net, pada tahun 2005,
Penelitian skripsi ini
dilakukan pada
tahun 2014 di
Pesantren
Asshidiqiyah Pusat.
38
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis yaitu kualitatif dengan
pendekatan deskriptif, yaitu penulis mengembangkan konsep dan
mengumpulkan fakta, tetapi tidak melakukan pengujian hipotesa. Penelitian
ini juga menggunakan deskriptif analis yaitu penelitian yang dilakukan
dengan menggambarkan permasalahan yang didasarkan pada data yang ada,
kemudian dianalisis lebih lanjut untuk ditarik kesimpulannya.
2. Sumber Data
Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
a. Sumber data yang digunakan adalah data primer yaitu data yang didapat
melalui sumber pertama yaitu Dewan Sekolah/Pihak Pesantren ,
pedagang di lingkungan sekolah dan para santri. Jenis data yang dalam
penelitian ini yaitu jenis data kualitatif dengan menggunakan instrumen
pedoman wawancara atu interview guide, yaitu berisi daftar pertanyaan
yang sifatnya terbuka, atau jawaban bebas agar diperoleh jawaban yang
lebih luas serta mendalam. Selain itu, penulis juga menyebarkan
kuesioner kepada para pedagang dan para santri sebagai konsumen.
b. Data sekunder yaitu data yang didapat melalui studi kepustakaan yang
berhubungan dengan materi penelitian ini, yaitu Etika Bisnis Islam, baik
39
buku-buku teraktual yang terkait dengan penelitian, hasil riset terdahulu
atau karya ilmiah lainnya, dan media komunikasi seperti internet, portal
berita, jurnal, majalah, koran, serta berbagai literatur lainnya.
3. Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam rangka mengumpulkan data dalam
penyusunan skripsi ini adalah sebagai berikut:
a. Studi Pustaka (library research)
Metode ini digunakan untuk mengumpulkan data dokumentasi yang
berkaitan dengan Etika Bisnis Islam yang diperoleh dari buku-buku,
artikel, jurnal, serta mailing list (website/internet). Langkah dalam
pelaksanaan studi kepustakaan ini adalah dengan cara membaca,
mengutip untuk menganalisa dan merumuskan hal-hal yang dianggap
perlu untuk memenuhi data dalam penulisan penelitian ini.
b. Studi Lapangan (field research)
Metode ini dilakukan untuk memperoleh data yang akurat dengan cara
mendatangi langsung objek penelitian. Untuk memperoleh data dari
lapangan ini, penulis menggunakan teknik pengumpulan data sebagai
berikut:
(1) Pengumpulan data dengan cara observasi, yakni penulis berkontribusi
langsung dalam kegiatan jual-beli para pedagang sehari-hari dari
tanggal 27 Mei 2014 s/d 11 Juni 2014. Selama melakukan kegiatan
ini, penulis dapat langsung mengamati dan mencatat semua hal yang
40
berkaitan dengan aktivitas ekonomi para pedagang di lingkungan
pesantren Asshiddiqiyah Pusat.
(2) Pengumpulan data dengan cara wawancara (interview), Yaitu
pengumpulan data dengan cara mengajukan pertanyaan kepada pihak
responden yang mampu memberikan informasi yang berguna bagi
penelitian ini, selanjutnya jawaban responden dicatat atau direkam.
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada Pihak Pesantren
yaitu Lurah Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pusat dan para
pedagang di lingkungan pesantren yang mampu memberikan
informasi guna menunjang penulisan penelitian ini. Selain itu,
peneliti juga melakukan penyebaran kuesioner kepada para pedagang
dan para santri sebagai konsumen yang dipilih secara random, guna
untuk memperkuat hasil penelitian dari observasi dan wawancara.
4. Subjek-Objek Penelitian
Objek penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah Pesantren
Asshiddiqiyah Pusat yang beralamat di Jalan Panjang, Kedoya Utara, Kebon
Jeruk, Jakarta Barat.
a. Sejarah Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
Pondok pesantren Asshiddiqiyah didirikan pada bulan Rabi‟ul
Awal 1406 H (1 Juli 1985 M). Pondok Pesantren Asshiddiqiyah pertama
kali didirikan oleh Dr. KH. Noer Muhammad Iskandar SQ. Putra salah
satu Kyai besar Jawa Timur yang berasal dari Banyuwangi, yaitu KH.
41
Iskandar. Di atas tanah yang diwaqafkan oleh H. Abdul Ghono Dja‟ani
(Haji Oon), putra dari KH. Abdul Shiddiq di kawasan kelurahan Kedoya
Selatan, Kebon Jeruk yang saat itu dipenuhi rawa dan sawah. Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah diasuh oleh Dr. KH. Noer Muhammad Iskandar,
SQ.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah telah membuka sepuluh cabang
yang tersebar di beberapa daerah, yaitu: Pondok Pesantren Asshiddiqiyah
Pusat, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah II,
Batuceper Tangerang Banten. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah III,
Cilamaya Karawang Barat. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah IV Serpong
Tanggerang Banten. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah V Cijeruk Bogor
Jawa Barat. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VI, Sukabumi Jawa Barat.
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah VII, Way Kanan Lampung. Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah VIII, Musi Banyuasin, Palembang Sumatera
Selatan. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah IX, Putra Buyut Lamung
Tengah, dan Pondok Pesantren Asshiddiqiyah X di Cianjur Jawa Barat.
b. Tujuan Dasar Berdirinya Pondok Pesantren
Selain memiliki kerangka umum pendidikan formal di satu sisi dan
kerangka khusus kurikulum kepesantrenan di sisi lain, sesuai dengan
trilogi Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yang menjadi tujuan dasar berdiri,
yaitu:
42
1) Menguasai Ilmu pengetahuan dan Teknologi, serta membangun Iman
dan Taqwa secara lebih mendalam.
2) Berakhlakul karimah, sebagai dasar dari kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bertanah air.
3) Menguasai bahasa asing, dalam hal ini yaitu Bahasa Arab dan Bahasa
Inggris seiring perkembangan zaman dengan tanpa meninggalkan soko
guru daripada dasar kependidikan Islam.
c. Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Pusat
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah Kedoya Kebon Jeruk ini adalah
Pondok Pesantren Asshiddiqiyah yang pertama kali berdiri dan menjadi
pelopor berdirinya beberapa cabang Pondok Pesantren Asshiddiqiyah di
beberapa tempat lainnya. Jumlah santri SMP Islam dan Madrasah Aliyah
Manba‟ul Ulum, yaitu 625. Jumlah Santri Ma‟had Aitam
Saa‟idusshiddiqiyah, yaitu 90. Jumlah Mahasantri Ma‟had „Aly, yaitu 80
orang. Disini terdapat Asrama, yang terdiri dari Asrama Putra 38 Kamar,
Asrama Putri 28 Kamar. Disini juga terdapat 30 kelas untuk putra dan
putri.
Disini juga menjadi tempat kediaman pengasuh pondok Pesantren
Asshiddiqiyah Dr. KH. Noer Muhammad Iskandar, SQ, beserta istri Ibu
Nyai Hj. Noerjazilah, BA, dan kelima anaknya.
Unit kegiatan pendidikan yang diselenggarakan di Pondok
Pesantren Asshiddiqiyah Pusat:
43
1) SMP Islam Manba‟ul Ulum Asshiddiqiyah.
2) Madarasah Aliyah Manba‟ul Ulum Asshiddiqiyah.
3) Ma‟had Aitam Saa‟idusshiddiqiyah (Tahfidzul Qur‟an).
4) Ma‟had „Aly Saa‟idusshiddiqiyah (Sekolah Tinggi Agama Islam,
setara Strata 1).
d. Struktur Organisasi
Di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat ini memiliki struktur organisasi
yang pada tingkat paling atas yaitu Pengasuh (Mudhirul- „Aam).
Pengasuh yang membawahi Sekretaris, Bendahara, Pengasuh Lokal
Setiap Pesantren (Khadimul Ma‟had) dan Asisten Pengasuh Bidang
Pendidikan dan Pengajaran. Sekretaris membawahi Kesekretariatan dan
Bendahara membawahi Bagian Keuangan.
Pengasuh Lokal Setiap Pesantren (Khadimul Ma‟had) membawahi
Lurah pondok, Kepala Bagian Rumah Tangga, Kepala Bagian
Ekstrakulikuler, Pembina Ospa, Kepala Bagian Humas, Koord. Majlis
Ta‟lim Koordinasi, Kepala Bag. Kemanan, Kepala Bagian Ta‟mir
Masjid, Kepala SMP, Kepala Madrasah Diniyah, Kepala Ma‟had Aitam
dan Kepala Ma‟Had Aly. Kepala Madrasah yang membawahi Kepala
Bagian Al-Qur‟an, Kepala Bagian Kitab Salaf, dan Kepala Bagian
Bahasa. (struktur organisasi terlampir).
44
e. Sarana dan Prasarana
1) Kantor Ma‟hadul Aitam
2) Kantor Ekstrakulikuler
3) Kantor Perizinan
4) Kantor PSB (Penerimaan Santri Baru)
5) Kantor Madrasah Diniyah
6) Ruang Guru Madrasah Diniyah
7) Perpustakaan Madrasah Diniyah
8) Kantor OSPA dan Pembinaan OSPA
9) Kantor Ta‟mir Masjid
10) Kantor Keuangan Putra
11) Lab. Bahasa
12) Lab. Ipa
13) Lab. Komputer SMP
14) Aula
15) Ruang Audiovisual SMP
16) Ruang Penginapan Tamu
17) Ruang Tamu dan Kantor OSPA Putri
18) Lab. Komputer Aliyah
19) Perpustakaan
20) Kantor Madrasah Aliyah
21) Ruang Guru MA
45
22) Kantor SMP
23) Ruang Guru SMP
24) Kantor Maha Santri Ma‟had Aly
25) Perpustakaan Ma‟had Aly
26) Aula Serbaguna
27) Aula Pendopo
28) Kantor Sekretariat
29) Kantor Lurah
30) Ruang Radio
31) Sanggar Pramuka
32) Kantor Dewan Pimpinan
33) Ruang Bidang Rapat
Subjek penelitian ini adalah Pihak Pesantren yaitu Lurah Pondok,
para pedagang, dan para santri yang dipilih secara random.
5. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data dalam penelitian ini adalah analisis kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif dengan mengolah data yang diperoleh dari
narasumber wawancara yaitu Lurah Pondok dan para pedagang. Sedangkan
analisis kuantitatif yaitu dengan membuat persentase dari hasil angket yang
diberikan kepada para pedagang dan para santri, dengan menggunakan tabel
frekuensi untuk memperoleh suatu kesimpulan.
KA.
MA‟HAD
ALY
46
B. Teknik Penulisan
Teknik penulisan penelitian ini merujuk pada Buku Pedoman Penulisan
Skripsi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta Fakultas
Syariah dan Hukum tahun 2012.
C. Hasil Penelitian
Dalam bab ini penulis akan menjelaskan hasil penelitian terhadap fakta-
fakta yang terjadi di lapangan “Pesantren Asshiddiqiyah Pusat”.
Data-data objektif berupa jawaban dari pertanyaan-pertanyaan yang telah
penulis peroleh dari 11 pedagang dan 80 santri yang dipilih secara acak di
Pesantren Asshiddiqiyah Pusat.
1. Dari responden (Santri) ini didapat data yang berupa tabel sebagai berikut:
a. Pedagang bersikap ramah terhadap para pembeli
Tabel 4.1
No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
Tingkat
Sekolah
Jenis
Kelamin
Ya Tidak Ya Tidak
1. SMP Laki-laki 20 1 25% 1.25%
2. SMP Perempuan 7 12 8.75% 15%
3. SMA Laki-laki 7 9 8.75% 11.25%
4. SMA Perempuan 9 15 11.25% 18.75%
Dari tabel di atas, diketahui yang menjawab Ya, yaitu SMP Laki-laki
sebesar (25%) dan Perempuan sebesar (8.75%), SMA Laki-laki sebesar
(8.75%) dan Perempuan sebesar (11.25%). Untuk yang menjawab Tidak,
47
SMP Laki-laki sebesar (1.25%), Perempuan (15%). SMA Laki-laki sebesar
(11.25%), dan Perempuan (18.75%).
b. Pedagang menjual makanan dan minuman yang halal
Tabel 4.2
No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
Tingkat
Sekolah
Jenis
Kelamin
Ya Tidak Ya Tidak
1. SMP Laki-laki 21 26.25%
2. SMP Perempuan 18 1 22.5% 1.25%
3. SMA Laki-laki 13 3 16.25% 3.75%
4. SMA Perempuan 24 30%
Dari tabel di atas , diketahui yang menjawab Ya, yaitu SMP Laki-
laki sebesar (26.25%) dan Perempuan sebesar (22.5%), SMA Laki-laki
sebesar (16.25%) dan Perempuan sebesar (30%). Untuk yang menjawab
Tidak, yaitu SMP Perempuan sebesar (1.25%), dan SMA Laki-laki sebesar
(3.75%).
c. Pedagang menjual makanan dan minuman yang sehat
Tabel 4.3
No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
Tingkat
Sekolah
Jenis
Kelamin
Ya Tidak Ya Tidak
1. SMP Laki-laki 12 9 15% 11.25%
2. SMP Perempuan 2 17 2.5% 21.25%
3. SMA Laki-laki 5 11 6.25% 13.75%
4. SMA Perempuan 5 19 6.25% 23.75%
48
Dari tabel di atas, diketahui yang menjawab Ya, yaitu SMP Laki-laki
sebesar (15%), Perempuan (2.5%), SMA Laki-laki (6.25%) dan Perempuan
(6.25%). Untuk yang menjawab Tidak, SMP Laki-laki sebesar (11.25%),
Perempuan sebesar (21.25%). SMA Laki-laki (13.75%) dan Perempuan
(23.75%).
d. Makanan dan minuman yang dijual dengan harga yang sesuai (sewajarnya)
Tabel 4.4
No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
Tingkat
Sekolah
Jenis
Kelamin
Ya Tidak Ya Tidak
1. SMP Laki-Laki 15 6 18.75% 7.5%
2. SMP Perempuan 19 23.75%
3. SMA Laki-Laki 11 5 13.75% 6.25%
4. SMA Perempuan 5 19 6.25% 23.75%
Dari tabel di atas, diketahui yang mejawab Ya, yaitu SMP Laki-laki
sebesar (18.75%), SMA Laki-laki sebesar (13.75%) dan Perempuan
(6.25%). Untuk yang menjawab Tidak, SMP Laki-laki sebesar (7.5%), dan
Perempuan sebesar (23.75%). Untuk SMA Laki-laki sebesar (6.25%) dan
Perempuan sebesar (23.75%).
49
e. Transaksi Secara Jujur
Tabel 4.5
Dari tabel di atas, diketahui yang mejawab Ya, yaitu SMP Laki-laki
sebesar (26.25%) dan Perempuan sebesar (22.25%), SMA Laki-laki
sebesar (18.75%) dan Perempuan (30%). Untuk yang menjawab Tidak,
SMP Perempuan sebesar (1.25%). Untuk SMA Laki-laki sebesar (1.25%).
f. Puas dengan pelayanan para pedagang
Tabel 4.6
No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
Tingkat
Sekolah
Jenis
Kelamin
Ya Tidak Ya Tidak
1. SMP Laki-laki 12 9 15% 11.25%
2. SMP Perempuan 4 15 5% 18.75%
3. SMA Laki-laki 3 3 3.75% 16.25%
4. SMA Perempuan 2 22 2.5% 27.5%
Dari tabel di atas, diketahui yang menjawab Ya, yaitu SMP Laki-laki
sebesar (15%) dan Perempuan sebesar (5%), SMA Laki-laki sebesar
(3.75%) dan Perempuan sebesar (2.5%). Untuk yang menjawab Tidak,
No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
Tingkat
Sekolah
Jenis
Kelamin
Ya Tidak Ya Tidak
1. SMP Laki-laki 21 26.25%
2. SMP Perempuan 18 1 22.5% 1.25%
3. SMA Laki-laki 15 1 18.75% 1.25%
4. SMA Perempuan 24 30%
50
SMP Laki-laki sebesar (11.25%), Perempuan (18.75%). SMA Laki-laki
sebesar (16.25%), dan Perempuan (27.5%).
g. Boleh berhutang jika membeli
Tabel 4.7
Dari tabel di atas, diketahui diketahui yang menjawab Ya, yaitu SMP
Laki-laki sebesar (26.25%), SMA Laki-laki sebesar (13.75%) dan
Perempuan sebesar (10%). Untuk yang menjawab Tidak, SMP Perempuan
(23.75%), SMA Laki-laki sebesar (6.25%), dan Perempuan (20%).
2. Dari responden (Pedagang) ini didapat data yang berupa tabel sebagai berikut:
a. Makanan dan minuman yang dijual halal
Tabel 4.8
No. JawabanResponden Frekuensi Persentase(%)
1. Sangat Tidak Setuju
2. Tidak Setuju
3. Ragu-Ragu
4. Setuju 9 81.82%
5. Sangat Setuju 2 18.18%
No. Kategori Frekuensi Persentase (%)
Tingkat
Sekolah
Jenis
Kelamin
Ya Tidak Ya Tidak
1. SMP Laki-laki 21 26.25%
2. SMP Perempuan 19 23.75%
3. SMA Laki-laki 11 5 13.75% 6.25%
4. SMA Perempuan 8 16 10% 20%
51
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat Setuju
sebesar (81.82%) dan Sangat Setuju sebesar (18.18%). Dengan demikian
dapat diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Setuju yaitu sebesar
(81.82%).
b. Makanan dan minuman yang di jual sehat
Tabel 4.9
No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)
1. Sangat Tidak Setuju
2. Tidak Setuju
3. Ragu-Ragu
4. Setuju 9 81.82%
5. Sangat Setuju 2 18.18%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat setuju
sebesar (81.82%) dan Sangat Setuju sebesar (18.18%). Dengan demikian
dapat diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Setuju yaitu sebesar
(81.82%).
c. Selalu menjaga kebersihan
Tabel 4.10
No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)
1. Sangat Tidak Setuju
2. Tidak Setuju
3. Ragu-Ragu
4. Setuju 9 81.82%
5. Sangat Setuju 2 18.18%
52
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat setuju
sebesar (81.82%) dan sangat setuju sebesar (18.18%). Dengan demikian
dapat diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Setuju yaitu sebesar
(81.82%).
d. Makanan dan minuman yang dijual dengan harga yang sesuai
Tabel 4.11
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat Setuju
sebesar (81.82%) dan Sangat Setuju sebesar (18.18%). Dengan demikian
dapat diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Setuju yaitu sebesar
(81.82%).
e. Mencatat pengeluaran dan pendapatan
Tabel 4.12
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat Tidak
Pernah sebesar (36.36%), Sangat Jarang (9.09%), Kadang-Kadang sebesar
No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)
1. Sangat Tidak Setuju
2. Tidak Setuju
3. Ragu-Ragu
4. Setuju 9 81.82%
5. Sangat Setuju 2 18.18%
No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)
1. Tidak Pernah 4 36.36%
2. Sangat Jarang 1 9.09%
3. Kadang-Kadang 1 9.09%
4. Sering 3 27.27%
5. Sangat Sering 2 18.18%
53
(9.09%), Sering (27.27%). Dan Sangat Sering (18.18%). Dengan demikian
dapat diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Tidak Pernah sebesar
(36.36%).
f. Pembeli diperbolehkan untuk berhutang
Tabel 4.13
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat Sangat
Tidak Setuju sebesar (9.09%), Tidak Setuju sebesar (18.18%), Ragu-Ragu
sebesar (36.36%), dan Setuju sebesar (36.36%). Dengan demikian dapat
dketahui bahwa pada tingkat ragu-ragu dan setuju, mendapatkan jumlah
yang sama, yaitu (36.36%).
g. Pihak pesantren melakukan pengawasan terhadap para pedagang
Tabel 4.14
D
No.
Jawaban
Responden Frekuensi Persentase (%)
1. Sangat Tidak Setuju 1 9.09%
2. Tidak Setuju 2 18.18%
3. Ragu-Ragu 4 36.36%
4. Setuju 4 36.36%
5. Sangat Setuju
No.
Jawaban
Responden Frekuensi Persentase (%)
1. Tidak Pernah 2 18.18%
2. Sangat Jarang 1 9.09%
3. Kadang-Kadang 2 18.18%
4. Sering 6 54.54%
5. Sangat Sering
54
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat Tidak
Pernah sebesar (18.18%), Sangat Jarang sebesar (9.09%), Kadang-Kadang
(18.18%), dan Sering sebesar (54.54%). Dengan demikian dapat diketahui
tingkat persentase terbesar di tingkat Sering sebesar (54.54%).
h. Pihak pesantren melakukan pembinaan terhadap para pedagang
Tabel 4.15
No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)
1. Tidak Pernah 4 36.36%
2. Sangat Jarang 3 27.27%
3. Kadang-Kadang 3 27.27%
4. Sering 1 9.09%
5. Sangat Sering
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat Tidak
Pernah sebesar (36.36%), Sangat Jarang sebesar (27.27%, Kadang-Kadang
sebesar (27.27%), dan Sering sebesar (9.09%). Dengan demikian dapat
diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Tidak Pernah sebesar
(36.36%).
i. Makanan dan minuman yang dijual diseleksi dahulu oleh pihak pesantren
Tabel 4.16
No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)
1. Tidak Pernah 2 18.18%
2. Sangat Jarang 3 27.27%
3. Kadang-Kadang 2 18.18%
4. Sering 4 36.36%
5. Sangat Sering
55
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat Tidak
Pernah sebesar (18.18%), Sangat Jarang sebesar (27.27%), Kadang-Kadang
sebesar (18.18%), dan Sering sebesar (36.36%). Dengan demikian dapat
diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Sering sebesar (36.36%).
j. Selalu bersikap ramah terhadap para pembeli
Tabel 4.17
No. Jawaban Responden Frekuensi Persentase (%)
1. Sangat Tidak Setuju
2. Tidak Setuju
3. Ragu-Ragu
4. Setuju 7 63.63%
5. Sangat Setuju 4 36.36%
Dari tabel di atas, dapat diketahui bahwa responden di tingkat Setuju
sebesar (63.63%) dan Sangat Setuju sebesar (36.36%). Dengan demikian
dapat diketahui tingkat persentase terbesar di tingkat Setuju sebesar
(63.63%).
56
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Analisis Penerapan Etika Bisnis Islam Para Pedagang di Pesantren
Asshiddiqiyyah
Dari penelitian yang penulis lakukan, mendapatkan hasil yang
menyatakan bahwa konsep etika bisnis yang diterapkan oleh pedagang di
Pesantren Asshiddiqiyah Pusat, sesuai dengan persentase terbesar, sebagai
berikut:
1. Tabel Penerapan Konsep Etika Bisnis
Tabel 4.18
KET:
STS : Sangat Tidak Setuju
TS : Tidak Setuju
RR : Ragu-Ragu
No. Kategori Jawaban Responden (%)
STS TS RR S SS
1. Halal 81.82% 18.18%
2. Sehat 81.82% 18.18%
3. Kebersihan 81.82% 18.18%
4. Harga 81.82% 18.18%
5. Ramah 63.63% 36.36%
6. Kemudahan
Berhutang
9.09% 18.18% 36.36% 36.36%
57
S : Setuju
SS : Sangat Setuju
Berdasarkan tabel di atas, persentase dari kategori Halal, Sehat,
Kebersihan dan Harga mendapatkan jumlah persentase yang sama, yaitu
pada jawaban Setuju sebesar (81.82%), dan Sangat Setuju sebesar
(18.18%).
Secara umum, Islam pada dasarnya mempersilakan manusia untuk
mengonsumsi apa saja yang mereka kehendak dan mereka kuasai dari apa
saja yang ada di bumi, sejauh barang-barang yang dikonsumsinya itu
benar-benar halal lagi baik (halalan thayyiban; lawful and good). Dengan
kalimat lain, Islam jelas menghalalkan barang (makanan/minuman dan
lain-lain) yang baik-baik (at-thayyibat; lawful). Pada saat bersamaan,
Islam juga tegas mengaharamkan seseorang dari kemungkinan
mengonsumsi makanan/minuman lain-lain yang buruk-buruk (al-
khabitsat;unlawful).1 Oleh karena itu, para pedagang di Pesantren
Asshiddiqiyah Pusat ini, sangat memperhatikan kehalalan dan kesehatan
atas makanan dan minuman yang dijual. Hal itu juga dikarenakan, mereka
yang memang sudah lama berdagang di lingkungan pesantren, dan sudah
menjadi bagian dari keluarga pesantren, mereka tidak mungkin menjual
makanan dan minuman yang tidak halal dan tidak sehat, karena selain
1 Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam,
h.185.
58
mereka berjualan, makan dan minuman tersebut juga dikonsumsi sendiri
oleh mereka.
Dari sisi bahan baku, tidak boleh ada bahan baku yang haram. Dari
sisi kadar/ukuran, tidak boleh melampaui batas yang diperlukan
(kebutuhan), bukan keinginan hawa nafsu. Dari sisi perolehan, jelas asal-
usulnya dalam pengertian bersumber dari hal-hal yang halalan-thayyiban.
Dari sisi kebersihan dan kesehatan, dapat dipertanggung-jawabkan secara
agama maupun ilmu pengetahuan dan teknologi. Demikian pula dengan
efek dari produk yang dihasilkan, baik itu untuk jangka pendek maupun
jangka panjang.2 Di Pesantren Asshiddiqiyah pusat ini, para pedagang
selalu membersihkan alat-alat untuk berjualan, menata dengan rapi
barang dagangannya. Untuk bahan baku yang digunakan, para pedagang
menggunakan bahan-bahan yang sewajarnya, tanpa menggunakan bahan
pengawet, seperti boraks. Lagipula, makanan yang dijual itu hanya untuk
satu hari saja, makanan sekali habis, seperti goreng-gorengan.
Contohnya, salah satu pedagang penjual Bakso, dia membeli bahan-
bahan untuk membuat bakso di Pasar, seperti daging giling yang dimana
pedagang tersebut memilih daging sapi yang segar, dia sudah dapat
membedakan apabila ada daging yang selain daging sapi. Selain daging
sapi tersebut, dia juga membeli bumbu-bumbunya sendiri, lalu daging dan
2 Muhammad Amin Suma, Menggali Akar Mengurai Serat Ekonomi dan Keuangan Islam,
h.187.
59
bumbu tersebut dibawa ke tempat penyewaan penggilingan, dan dia
menunggu untuk melihat proses penggilingan tersebut. Jadi, bakso ini
sudah pasti terjamin kehalalannya.
Selain halal, sehat dan bersih, pedagang disini juga menerapakan
etika dengan menjual makanan dan minuman dengan harga yang sesuai
atau sewajarnya. Persentase pada kategori Harga, yaitu pada jawaban
Setuju sebesar (81.82%), dan Sangat Setuju sebesar (18.18%).
Seperti yang diriwayatkan dari Rasulullah Shalallahu „alaihi wa
Salam, Artinya, “Sungguh beruntung orang-orang yang menyerahkan diri
dan merasa cukup dalam hal rizkinya yang halal, maka Allah akan
mencukupi apa yang diberikannya”. (HR. Muslim). Para pedagang tidak
mengambil keuntungan secara tinggi, dikarenakan juga santri yang berada
di Pesantren Asshiddiqiyah ini tidak semua berasal dari kalangan orang
mampu, selain itu makanan dan minuman yang dijual hanya makanan dan
minuman ringan, yang tidak mungkin dapat diambil keuntungannya
terlalu tinggi.
Pada kategori ramah pada tingkat setuju mendapatkan persentase
sebesar (63.63%). Para pedagang bersikap ramah terhadap para santri.
Menurut Ahmad seperti dikutip oleh Faisal Badroen dkk, menyatakan
bahwa kemurahan hati adalah pondasi dari Ihsan (benevolence).
Keihsanan adalah tindakan yang terpuji yang dapat mempengaruhi hampir
setiap aspek dalam hidup, keihsanan adalah atribut yang selalu
60
mempunyai tempat terbaik di sisi Allah.3 Pedagang bersikap ramah
terhadap santri, karena memang itu sudah menjadi keharusan dalam
berdagang, lagipula para santri di pesantren Asshiddiqiyah ini juga
bersikap ramah kepada para pedagang.
Pada kategori kemudahan berhutang pada tingkat setuju hanya
sebesar (36.36%) pedagang yang memberikan kemudahan atau
membolehkan para santri berhutang, apabila orang tua mereka menitipkan
kepada para pedagang.
Firman Allah SWT dalam surat Al-Baqarah ayat 280:
Artinya: “ Dan jika (orang yang berhutang itu) dalam kesukaran,
Maka berilah tangguh sampai Dia berkelapangan. dan menyedekahkan
(sebagian atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu
mengetahui”.
Santri yang dibolehkan berhutang hanya santri yang dapat dipercaya
dan memang dititipkan oleh orang tuanya. Ketika santri berhutang,
kemudian dicatat oleh para pedagang, setelah itu catatan hutangnya
3 Faisal Badroen, dkk, Etika Bisnis dalam Islam, h.87.
61
diberikan atau dilaporkan kepada orang tuanya. Akan tetapi, ada juga yang
memang tidak dicatat hutangnya, karena santri tersebut memang dapat
dipercaya. Seperti yang dijelaskan dalam Q.S.Al- Baqarah 2:283 :
Artinya: “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu'amalah tidak
secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, Maka
hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang[180] (oleh yang
berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang
lain, Maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya
(hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan
janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian. dan Barang
siapa yang menyembunyikannya, Maka Sesungguhnya ia adalah orang
yang berdosa hatinya; dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu
kerjakan”.
2. Prinsip Dasar Etika Bisnis Islam
Para pedagang di Pesantren Asshiddiqiyah ini menerapkan beberapa
prinsip dasar etika bisnis Islam, diantaranya:
a. Unity (Kesatuan)
62
Para pedagang disini dianjurkan untuk selalu shalat berjamah di
Masjid, dan ketika waktunya shalat, mereka dilarang untuk
berjualan atau melayani para santri. Akan tetapi disini yang penulis
lihat, hanya sebagain yang mengiktui shalat jam‟ah di Masjid.
b. Equilibrium (Keseimbangan)
Pada penentuan harga, para pedagang menjual dengan harga yang
sesuai dan sewajarnya. Kebanyakan dari mereka, menjual makanan
ringan yang untungnya tidak seberapa. Karena mereka juga melihat
lingkungan pesantren yang santrinya bukan merupakan dari
keluarga yang mampu.
c. Free Will (Kehendak bebas)
Dalam hal ini, para pedagang tetap bersaing secara sehat. Meskipun
mereka menjual dagangan yang sama, akan tetapi tidak ada sikap iri
antara pedagang yang satu dengan yang lainnya.
d. Responsibility (Pertanggung jawaban)
Untuk yang menggunakan sistem upah, terutama warung yang
memang milik pesantren, dimana para karyawan mendapatkan
upah/gaji perbulannya sebesar 60:40% dari keuntungan, 60% untuk
pesantren dan 40% untuk karyawan.
e. Benevolence (Kebenaran)
Sebagian pedagang bersikap ramah terhadap para santri atau
pembeli, dan sebagian pedagang juga memberikan kemudahan atau
63
membolehkan para santri berhutang, apabila orang tua mereka
menitipkan kepada para pedagang, setelah santri berhutang dan
dicatat, lalu dilaporkan kepada orang tua santri.
B. Analisis Pengawasan Dewan Sekolah Terhadap Aktivitas Ekonomi di
Pesantren Asshiddiqiyyah Pusat
Dari penelitian yang penulis lakukan, mendapatkan hasil yang
menyatakan bahwa pengawasan yang dilakukan oleh pihak pesantren terhadap
para pedagang di lingkungan Pesantren Asshidiqiyah Pusat, sebagai berikut:
1. Tabel Pengawasan Etika Bisnis
Tabel 4.19
KET:
TP : Tidak Pernah
SJ : Sangat Jarang
KK : Kadang-Kadang
S : Sering
No. Kategori Jawaban Responden (%)
TP SJ KK S SS
1. Pengawasan 18.18% 9.09% 18.18% 54.54%
2. Seleksi 18.18% 27.27% 18.18% 36.36%
3. Pembinaan 36.36% 27.27% 27.27% 9.09%
64
SS : Sangat Sering
Berdasarkan tabel di atas, kategori pengawasan pada tingkat Sering
mendapatkan persentase sebesar (54.54%) menyatakan bahwa pihak
pesantren melakukan pengawasan terhadap para pedagang.
Di Periode Umar Ibn Al Khatab, beliau selaku kepala Negara, sangat
teliti dan hati-hati mengenai pelaksanan ketentuan tersebut. Beliau
seringkali berkeliling ke pasar-pasar. Bahkan kadang-kadang beliau
memberikan teguran keras kepada para pedagang yang melanggar aturan
perdagangan dengan kata-kata: “Yang boleh berdagang di pasar ini hanya
mereka yang memahami aturan-aturan! Barang siapa mengambil
keuntungan yang tidak pantas, baik secara sadar atau tidak akan dikenakan
denda!”4 Pengawasan di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat ini hanya dalam
hal kebersihan lingkungan dan sikap para santri. Pihak pesantren sangat
jarang melakukan pengawasan terhadap aktivitas ekonomi di lingkungan
pesantren. Pihak pesantren biasanya melakukan pengawasan, apabila
banyak santri banyak yang mengalami sakit, baru kemudian pihak
pesantren melakukan pengawasan terhadap para pedagang. Biasanya,
pihak pesantren mengambil sampel dari setiap makanan atau minuman
yang dijual oleh para pedagang. Sesekali pihak pesantren menanyakan
bahan-bahan yang digunakan oleh para pedagang, melihat cara
pengolahannya dan mencicipi makanan tersebut.
4 Irfan Mahmud Ra‟na, Sistem Ekonomi Pemerintahan Umar Ibn Al-Khatab, h. 58-59.
65
Pihak pesantren sudah percaya terhadap para pedagang disini,
dikarenakan para pedagang yang sudah berjualan cukup lama. Selain itu,
para pedagang di lingkungan pesantren juga sudah menjadi bagian dari
keluarga pesantren. Sistem kepercayaan lah yang digunakan, dan sampai
sekarang ini belum ada kejanggalan dalam aktivitas ekonominya.
Berdasarkan tabel di atas, kategori seleksi pada tingkat Sering
mendapatkan persentase sebesar (36.36%) menyatakan pihak pesantren
melakukan penyeleksian makanan atau minuman yang masuk ke dalam
pesantren. Pihak pesantren melakukan penyeleksian makanan, hanya
dilihat dari label halal dan komposisi bahan yang tertera pada
kemasannya. Jadi tolak ukur halal haramnya, dilihat dari label MUI dan
komposisi bahannya, kalau tidak ada labelnya bisa dilihat dari komposisi
bahannya.
Berdasarkan tabel di atas, kategori pembinaan pada tingkat Tidak
Pernah mendapatkan persentase sebesar (36.36%) menyatakan bahwa
pihak pesantren tidak pernah melakukan pembinaan terhadap para
pedagang. Pada awalnya, pihak pesantren melakukan pembinaan terhadap
para pedagang, misalnya diberitahukan peraturan baru, pemberitahuan
kalau tidak diperbolehkan menjual dagangan yang sama, agar tidak terjadi
iri satu sama lain atau dalam arti tidak merebut lahan orang. Para
pedagang biasanya dikumpulkan apabila terjadi cekcok antara satu
pedagang dengan pedagang yang lain dan diberikan pengarahan.
66
Pembinaan khusus untuk pedagang tidak ada, tetapi disini ada majelis
ta‟lim yang diikuti secara bersamaan dengan orang tua wali santri.
67
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
1. Para pedagang di Pesantren Asshiddiqiyah Pusat ini belum sepenuhnya
menjalankan etika bisnis sesuai syariat Islam. (81.82%) pedagang menjual
makanan dan minuman yang halal, tapi masih adanya makanan dan
minuman ringan yang kurang sehat yang dijual di pesantren ini. (81.82%)
pedagang disini sudah menjaga kebersihan akan tempat berdagang dan alat-
alat memasak. (81.82%) para pedagang di pesantren ini tidak mengambil
keuntungan yang berlebihan dalam berjualan. Tetapi, aturan untuk tidak
berjualan barang dagangan yang sama dengan pedagang yang lainnya, belum
sepenuhnya dipatuhi oleh para pedagang.
2. Pengawasan yang dilakukan di pesantren sangat tidak maksimal, karena
pengawasan dilakukan seperlunya saja. Pengawasan dilakukan apabila ada
masalah, contohnya ketika banyak santri yang mengeluh sakit, setelah itu
baru pihak pesantren melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap para
pedagang. Pengawasan dilakukan dengan melihat makanan atau minuman
yang dijual, tidak ada penyeleksian secara mendetail, hanya melihat dari
label halal dan komposisinya saja. Selain itu, Lurah Pondok mencicipi
makanan dan minuman tersebut, menanyakan bahan-bahan dan sesekali
melihat cara pengolahannya.
68
B. Saran-Saran
1. Seharusnya pihak pesantren lebih memperhatikan para pedagang di
lingkungan pesantren Asshiddiqiyah Pusat ini dengan melakukan
pengawasan secara rutin, dengan menyeleksi secara detail makanan atau
minuman yang masuk ke dalam lingkungan pesantren.
2. Seharusnya ada pengawasan terhadap sikap para pedagang ketika melakukan
transaksi jual-beli, dan ketika waktunya shalat, mereka harus shalat tepat
pada waktunya, serta ada pembinaan terhadap para pedagang, agar mereka
dapat lebih paham dan mengerti tentang etika bisnis Islam.
ETIKA BISNIS MASYARAKAT MUSLIM DALAM BERDAGANG
DATA RESPONDEN
Lama Berdagang :
Jenis Dagangan :
Di bawah ini terdapat sejumlah pernyataan, untuk itu anda diminta untuk memilih
jawaban yang telah disediakan menurut kenyataan yang diperoleh dalam kegiatan
berdagang.
Berilah tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang tersedia.
1. Makanan/minuman yang anda jual halal.
a. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu e. Sangat setuju
b. Tidak setuju d. Setuju
2. Makanan/minuman yang anda jual sehat.
a. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu e. Sangat setuju
b. Tidak setuju d. Setuju
3. Anda selalu menjaga kebersihan alat/alat untuk berjualan.
a. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu e. Sangat setuju
b. Tidak setuju d. Setuju
4. Harga makanan/minuman dijual dengan harga yang sesuai
(sewajarnya).
a. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu e. Sangat setuju
b. Tidak setuju d. Setuju
5. Anda mencatat pengeluaran dan pendapatan.
a. Tidak Pernah c. Kadang-kadang e. Sangat sering
b. Sangat Jarang d. Sering
6. Para pembeli dibolehkan untuk berhutang.
a. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu e. Sangat setuju
b. Tidak setuju d. Setuju
7. Pihak pesantren melakukan pengawasan terhadap para pedagang.
a. Tidak pernah c. Kadang-kadang e. Sangat sering
b. Sangat jarang d. Sering
8. Pihak pesantren melakukan pembinaan terhadap para pedagang.
a. Tidak pernah c. Kadang-kadang e. Sangat sering
b. Sangat jarang d. Sering
9. Makanan/minuman yang dijual diseleksi dahulu oleh pihak pesantren.
a. Tidak pernah c. Kadang-kadang e. Sangat sering
b. Sangat jarang d. Sering
10. Anda selalu bersikap ramah terhadap para pembeli.
a. Sangat tidak setuju c. Ragu-ragu e. Sangat setuju
b. Tidak setuju d. Setuju
DATA RESPONDEN
Kelas :
Jurusan :
Di bawah ini terdapat sejumlah pertanyaan, untuk itu anda diminta untuk memilih
jawaban yang telah disediakan menurut kenyataan yang diperoleh dalam kegiatan
transaksi jual beli.
Berilah tanda silang (X) pada salah satu jawaban yang tersedia.
1. Apakah para pedagang bersikap ramah terhadap pembeli?
a. Ya b. Tidak
2. Apakah para pedagang menjual makanan/minuman yang halal?
a. Ya b. Tidak
3. Apakah para pedagang menjual makanan/minuman yang sehat?
a. Ya b. Tidak
4. Apakah makanan/minuman dijual dengan harga yang sesuai (sewajarnya)?
a. Ya b. Tidak
5. Apakah anda melakukan transaksi secara jujur?
a. Ya b. Tidak
6. Apakah anda puas dengan pelayanan para pedagang?
a. Ya b. Tidak
7. Apakah anda boleh berhutang jika membeli?
a. Boleh b. Tidak
Pedagang I
Lama Berdagang : 14 tahun
Jenis Dagangan : Makanan dan Minuman Ringan
1. Apa saja makanan/minuman yang anda jual?
Makanan ringan, jajanan-jajanan pasar kebanyakan. Makanan produk-
produk dari pasar, mie, gorengan, roti, nugget dari pasar tidak
mengolah sendiri, ada pabriknya.
2. Bagaimana anda menentukan keuntungan di setiap hari?
Keuntungan tiap harinya, perhari kotor itu 500rb, jadi kalo liburan bisa
turun 300-400. Bersihnya bisa sampai separuhnya, 200-250rb.
3. Berapa besar biaya sewa tempat? Apakah ada bagi hasil atau
persentase atas setiap penjualan makan/minuman disini?
Ini tidak sewa tempat, tapi listrik yang punya kontrakan ditanggung
sama kafe, tempat dagangnya ini milik sendiri, lahan sendiri, tidak ada
sangkut pautnya dengan pesantren, tidak ada persentase atau bagi hasil
kepada pesantren.
4. Apakah pihak sekolah melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap
para pedagang di sekitar pesantren? Bagaimana bentuk/cara pihak
pesantren melakukan pengontrolan/pengawasan tersebut?
Iya, tapi disini tidak, kecuali disini, karena ini milik perorangan bukan
milik pesantren. Karena yang punya ini milik ustadz disini, dan beliau
sendiri yang mengontrol.
Dulu sih sering, sekarang tidak pernah. Cuma penataan, tiap bulan
beliau menanyakan apa yang habis, seperti susu atau mie, beliau yg
belanjain. Selain itu makanan ringan, saya yang beli, karena ini
sifatnya kecil.
Gini ya kalo dilihat dari secara kesehatan menyeluruh pasti ada
negatifnya, jangankan ini, minuman juga ada semua, menurut hukum
saja, standar saja lah. Tapi saya juga gini, ya mungkin ada kabar-kabar
di berita, mungkin tentang dagingnya pakai daging busuk, nah
memang iya ada seperti itu. Nah ketika ada seperti itu saya seleksi ke
pasar “mana yang kemarin katanya berita pakai daging busuk” nanti
pedagang memberi tahu, seperti kemarin nugget.
Saya melihat semuanya cara zahir aja, dengan melihat dari label halal,
expired dan komposisinya.
Kalau ada barang baru biasanya saya konsultasi ke ustadz yang punya
toko ini.
5. Berapa kali pihak pesantren melakukan pengontrolan/pengawasan
terhadap para pedagang?
Biasanya ustadznya mengontrol hanya saya yang laporan, tapi beliau
tidak kesini. Paling tidak sebulan sekali.
Pedagang II
Lama Berdagang : 13 tahun
Jenis Dagangan : Foto Copy, ATK, dan Makanan Ringan
1. Apa saja makanan/minuman yang anda jual?
Selain alat tulis dan fotokopi, ada minuman ringan seperti aqua dll,
makan seperti roti ciki dan gorengan. Gorengannya bikin sendiri.
2. Apa saja bahan baku yang digunakan?
Terigu, pisang, tahu, sosis dan tidak pakai bahan pengawet, hanya
menggunakan penyedap rasa. Setiap hari bikin gorengannya.
3. Bagaimana proses pengolahannya?
Sebagian ada yang malemnya dulu, kaya tahu. Kalau piscok langsung.
Jadi pisang dikupasin, kasih cokelat, minyaknya bimoli. Goreng
khusus manis yang manis, yang gurih yang gurih. Alat-alat masaknya
tiap hari dibersihkan.
4. Bagaimana anda menentukan keuntungan di setiap hari?
Kalau omset si kalau lagi rame semua, kadang bisa 500-700 itu kotor,
bersihnya paling 200ribuan. Setiap pengeluaran pendapat itu pasti di
catat.
5. Berapa besar biaya sewa tempat? Apakah ada bagi hasil atau
persentase atas setiap penjualan makan/minuman disini?
Punya sendiri, dan pesantren tidak mengambil bagian apapun dari sini.
6. Apakah pihak sekolah melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap
para pedagang di sekitar pesantren? Bagaimana bentuk/cara pihak
pesantren melakukan pengontrolan/pengawasan tersebut?
Biasanya barang-barang apa yang dijual, pihak pesantren, tidak boleh
rokok, bagian lurah pondok. Lurah pondok dateng ke lokasi. Itu hanya
dilihat dari jualan yang tidak boleh atau tidak, kalau ada yang tidak
boleh biasanya di tarik dagangannya.
7. Berapa kali pihak pesantren melakukan pengontrolan terhadap para
pedagang?
Biasanya mengontrolnya sebulan sekali.
Sebulan sekali ada pengajian, tapi khusus perempuan, bukan khusus
untuk pedagang, itu tidak ada pembinaan.
Pedagang III
Lama Berdagang : 20 tahun
Jenis Dagangan : Gorengan, Minuman Ringan
1. Apa saja makanan/minuman yang anda jual?
Minumannya ada teh gelas, minuman ringan lainnya, makanan dari
pabrik. Gorengan ada bakwan, tempe, tahu isi, molen, risol.
2. Apa saja bahan baku yang digunakan dalam membuat makanan/minuman
tersebut?
Terigu, telor, margarin, pisang, toge, tidak menggunakan bahan pengawet,
karena ini makanan sekali habis.
3. Bagaimana proses pengolahan makanan/minuman tersebut?
Setiap alat-alat untuk menggoreng dibersihkan, minyaknya pun minyak
jernih.
4. Bagaimana anda menentukan keuntungan di setiap hari?
Tidak tentu keuntungannya, kadang belanja 2 hari sekali, kalau yang
gorengan kadang 50 atau 100rb perhari tapi itu kotor.
5. Berapa besar biaya sewa tempat? Apakah ada bagi hasil atau persentase
atas setiap penjualan makan/minuman disini?
Ini sewa tempat tapi bukan sama pesantren, jadi sewa ke yg wakaf
pesantren. Tiap keuntungan tidak bagi hasil ke pesantren atau ke yang
punya wakaf ini. Dulu pesantren tidak ada tempat, diserahkan ke
pedagang, jadi saya cari sendiri dan sewa ke Pak Haji yang wakaf tanah
pesantren. Jadi sewa ini sudah termasuk rumah, tapi belum termasuk
listrik.
6. Apakah pihak sekolah melakukan pengontrolan terhadap para pedagang di
sekitar pesantren? Bagaimana bentuk/cara pihak pesantren melakukan
pengontrolan tersebut?
Pihak pesantren tidak ada pengontrolan, Cuma ya orang pondok beli disini
semua, apa mengontrolnya secara tidak langsung ya ga ngerti juga.
Pesantren paling kalau ada masalah dikumpulin, briefing, cari
permasalahannya, dikumpulkan pedagang-pedagangnya. Tidak pernah ada
pengontrolan secara langsung, mungkin secara tidak langsung sambil beli
sambil melihat sendiri.
Pedagang IV
Lama Berdagang : 11 tahun
Jenis Dagangan : Nasi dan Lauk Pauk
1. Apa saja bahan baku yang digunakan dalam membuat makanan/minuman
tersebut?
Garam, mecin, bawang merah, bawang putih, cabe, minyaknya minyak
biasa.
2. Bagaimana proses pengolahan makanan/minuman tersebut?
Tumis bawang merah bawang putih cabe sayur. Setiap alat-alat masak
saya bersihkan semua. Setaip hari saya belanja di pasar.
3. Bagaimana anda menentukan keuntungan di setiap hari?
Ya ga tentu lah, kadang-kadang 50rb bersih kadang-kadang lebih.
4. Berapa besar biaya sewa tempat? Apakah ada bagi hasil atau persentase
atas setiap penjualan makan/minuman disini?
Ini kontrak ke yang punya wakaf, listrik bayar sendiri pakai pulsa. Setiap
keuntungan tidak ada bagi hasil ke pesantren.
5. Apakah pihak sekolah melakukan pengontrolan /pengawasan terhadap
para pedagang di sekitar pesantren? Bagaimana bentuk/cara pihak
pesantren melakukan pengontrolan/pengawasan tersebut?
Ngontrol paling ya kalo anak-anak sekolah ada ga, dan disini tidak ada
pengontrolan untuk makanan-makanannya, orang gurunya pada beli disini
semua, ustadz-ustadz pada datang kesini. Tidak ada pembinaan atau
majelis Ta‟lim, adanya di pak Kyai di kantin puteri. Tidak ada
pengontrolan, karena disini damai semua, misal kata ada pakai yg ga halal,
pasti guru ga mungkin kesini lagi. Karena juga ustadz-ustadz disini udah
kenal, karena kepercayaan juga. Ga pernah pakai bahan-bahan yg tidak
sehat, karena saya makannya pakai itu juga masa saya tega masukkin
bahan-bahan yang tidak sehat itu.
Pedagang V
Lama Berdagang : 10 tahun
Jenis Dagangan : Ketoprak Praktis
1. Apa saja makanan/minuman yang anda jual?
Ketoprak praktis ala santri. Ketoprak yang pakai bumbu kacang.
2. Apa saja bahan baku yang digunakan dalam membuat makanan/minuman
tersebut?
Kacang, cabe, bawang putih, bawang merah, penyedap rasa. Tidak ada
pengawet, pemutih karena itu dosa. Memang tidak boleh.
3. Bagaimana proses pengolahan makanan/minuman tersebut?
Kalo proses pengolahannya kalau bikin ketupat, terlebih dahulu bikin
kerangka, masukkan beras, direbus selama 5 jam, angkat.
4. Bagaimana anda menentukan keuntungan di setiap hari?
Keuntungan setiap harinya kurang lebih 80rb bersih.
5. Berapa besar biaya sewa tempat? Apakah ada bagi hasil atau persentase
atas setiap penjualan makan/minuman disini?
Ini sewa tempat sehari 5rb, dalam bentuk infaq/pajak kebersihan. Tidak
ada keuntungan bagi hasil kepada pihak pesantren.
6. Apakah pihak sekolah melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap para
pedagang di sekitar pesantren? Bagaimana bentuk/cara pihak pesantren
melakukan pengontrolan/pengawasan tersebut?
Ya, Pengontrolan, biasanya kabag. rumah tangga, mengontrol semuanya.
Pengontrolannya soal kebersihan, istilahnya makan santri biar tertib.
Kalau pengontrolan makanan pasti tidak diragukan lagi, jadi pesantren
tidak menyeleksi bahan-bahan makanan, hanya mengontrol ketertiban
mahasiswa. Ada pembinaan, tapi jarang sekali. Biasanya pembinaannya
jadi bagaimana supaya disatu tempat tidak boleh menjual dagangan yang
sama, dibina tentang halal/haram, rasa, disesuaikan dengan konsumennya.
7. Berapa kali pihak pesantren melakukan pengontrolan terhadap para
pedagang?
Jarang sekali, kalo kebersihan lingkungan setiap hari, kalo makanannya itu
jarang, pembinaan pun jarang.
Pedagang VI
Lama Berdagang : 10 tahun
Jenis Dagangan : Siomay
1. Apa saja bahan baku yang digunakan dalam membuat makanan/minuman
tersebut?
Sagu, terigu, ikan, bawang putih, merica, penyedap rasa.
2. Bagaimana proses pengolahan makanan/minuman tersebut?
Cara pengolahannya ya pertama ikan digiling dulu terus masukkin
bumbunya terus di kukus.
3. Bagaimana anda menentukan keuntungan di setiap hari?
Gak tentu sih ya, biasanya paling 700rb atau rata-rata ya 600rb bersihnya
sih segitu.
4. Berapa besar biaya sewa tempat? Apakah ada bagi hasil atau persentase
atas setiap penjualan makan/minuman disini?
Disini sewa tempat tapi cuma bayar infaq/pajak 5rb perhari itu untuk
kebersihan aja. Tidak ada bagi hasil atau persentase kepada pihak
pesantren.
5. Apakah pihak sekolah melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap para
pedagang di sekitar pesantren? Bagaimana bentuk/cara pihak pesantren
melakukan pengontrolan tersebut?
Tidak ada pengontrolan dari pihak pesantren kepada pedagang, biasanya
sih bahan-bahan siomay ditanya apa aja bahannya, itu aja, karena juga
saya berdagang disini sudah lama, jadi sistem kepercayaan saja.
Pembinaan memang ada, tapi itu jarang.
6. Berapa kali pihak pesantren melakukan pengontrolan/pengawasan
terhadap para pedagang?
Jarang sih, 6 bulan sekali kadang-kadang, biasanya kita dikumpulin
pedagang pedagang kalau peraturan baru, atau ada masalah apa sama
anak-anak yang habis makan dari yang dijual para pedagang.
Pedagang VII
Lama Berdagang : 28 tahun
Jenis Dagangan : Makanan dan Minuman Ringan
1. Bagaimana anda menentukan keuntungan di setiap hari?
Keuntungan tiap harinya tidak nentu ya, biasanya ya 15% keuntungan,
biasanya sekitar 100rb perhari bersih.
2. Berapa besar biaya sewa tempat? Apakah ada bagi hasil atau persentase
atas setiap penjualan makan/minuman disini?
Ini milik pesantren, sistem kerja saja. Keuntungan dari warung ini itu
masuk ke pesantren. Disini saya sistem gaji, bisa dari keuntungan, bisa
dibilang bagi hasil, ya biasanya dari pengelola 60:40, yang punya warung
60% yang punya pesantren 40%.
3. Apakah pihak sekolah melakukan pengontrolan terhadap para pedagang di
sekitar pesantren? Bagaimana bentuk/cara pihak pesantren melakukan
pengontrolan tersebut?
Ada, pengontrolannya secara dicek, barang-barang yang masuk. Ya
kadang-kadang dicek nya ditanyakan saja, yang sering laku itu apa,
kebersihannya itu di cek. Kalau komposisi, label halal, dan expired itu
dicek. Pesantren biasanya 1 bulan 2 kali melakukan pengecekan, langsung
dari atas/manajer pesantren. Disini tidak ada pembinaan terhadap para
pedagang. Pesantren hanya mengontrol kebersihan dll, pesantren ngasih
kepercayaan saja.
Pedagang VIII
Lama Berdagang : 28tahun
Jenis Dagangan : Makanan dan Minuman Ringan
1. Bagaimana anda menentukan keuntungan di setiap hari?
Perhari itu ya, 100rb bersih, minimal 100rb dah, kalau lagi rame ya
kadang lebih, kalo lagi sepi ya sepi, tapi minimal sendiri.
2. Berapa besar biaya sewa tempat? Apakah ada bagi hasil atau persentase
atas setiap penjualan makan/minuman disini?
Ini milik pesantren, dan disini sistem gaji. Biasanya 70:30% dari
keuntungan.
3. Apakah pihak sekolah melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap para
pedagang di sekitar pesantren? Bagaimana bentuk/cara pihak pesantren
melakukan pengontrolan/pengawasan tersebut?
Kepala sekolah biasanya yang datang, ada lagi gurunya. Bukan khusus sih,
dari pihak guru, seumpama anak-anak jangan pada batuk, jangan pakai
pemanis buatan. Makanan disini dipilih dari pesantren, dilihat dari
komposisi dan label halalnya saja, ya pokoknya kan yang dicari yang
halalnya. Pernah dikontrol, seumpama mengandung ini ini, di ganti ya,
baiknya pindah ke merk ini. Jarang sih ya, tapi di beritahu. Jarang sih, tapi
ya ada, 3 bulan sekali lah.
Ada pembinaan kalau dari pihak pondok, semua pedagang dikumpulin
kalau ada peratuiran baru, kalau jam sekian jangan dilayanin anak-
anaknya, biar anak fokus, biasanya ada sanksi atau tegura
Pedagang IX
Lama Berdagang : 28 tahun
Jenis Dagangan : Mie Ayam dan Bakso
1. Apa saja makanan/minuman yang anda jual?
Makanannya bakso, mie ayam, indomie rebus dan minuman seduh segala
macem lah. Kalau mie ayam tidak bikin sendiri, ambil dari luar, dilihat
dari label halal, kalau bakso ya bikin sendiri.
2. Apa saja bahan baku yang digunakan dalam membuat makanan/minuman
tersebut?
Daging dan bumbu-bumnya seperti bawang putih, lada, tidak pakai
pengawet atau pemutih, saya bikin sendiri karena menghindari itu.
3. Bagaimana proses pengolahan makanan/minuman tersebut?
Saya ke pasar, giling dagingnya dipasar, semua udah diaduk jadi satu, jadi
semua tinggal bikin dirumah. Daging dan bumbu-bumbunya dari saya, di
pasar hanya sewa gilingan saja dan saya tungguin saat proses
penggilingan, kalau soal halal dijamin
4. Bagaimana anda menentukan keuntungan di setiap hari?
Relative lah, kalo orang dagang tidak bisa di standarkan. Ya sisa belanja
ya itu untungnya. Kalau sekarang ya paling 30% lah dari modal, sekarang
tipis.
5. Berapa besar biaya sewa tempat? Apakah ada bagi hasil atau persentase
atas setiap penjualan makan/minuman disini?
Sewa tempat tapi bukan ke pondok, di luar pondok, jadi ke orang yang
punya tanah wakaf ini. Tidak ada bagi hasil ke pesantren, makanya
sekarang ga kaya dulu. dulu waktu jadi masih keluarga pesantren, itu
memang ada bagi hasil gitu, pendapatannya berapa, diambil ke pondok
sekian, terus selama saya tidak dikasih tempat sama pondok, saya lepas
dan terus dari pihak pondok terserah bapak sekarang mau jualan dimana,
pondok tidak ada tempat waktu itu, berhubung saya mau usaha saya cari-
cari sekitar sini dan dapat disini. Dulu pondok dapet bagian, dulu koperasi
masih jalan, pengelolaannya masih ada, saya lewatnya koperasi. Dulu
pakai kupon, permangkoknya pesantren dapet keuntungan, dan itu sudah
lama dulu, yang pegang duit koperasi karena pakai kupon.
6. Apakah pihak sekolah melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap para
pedagang di sekitar pesantren? Bagaimana bentuk/cara pihak pesantren
melakukan pengontrolan/pengawasan tersebut?
Pengontrolan hanya saat waktu sholat begini, otomatis pedagang tidak
boleh jualan, waktu jam sekolah juga. Tidak ada pengontrolan, disamping
sudah lama disini, jadi sistem kepercayaan ada, soal kebersihan segala
macam, pihak pondok suda percaya gitu, namanya keluarga sudah lama,
rata-rata pedagang disini sudah lama.
Kalau dulu pernah, santri banyak yang sakit, jadi masing-masing
pedagang diambil sampelnya, dan ternyata bukan dari makanan. Kalau
lagi ada masalah saja di kontrol. Tidak ada penyeleksian terhadap
makanan, karena yang dijual ini-ini saja. Kalau bakso yang jualan disini
juga kan cuma saya, itu juga udah percaya, saya bikin sendiri, dari dulu
kalau ada isu apa-apa, orang dalam udah yakin itu. Lagian kita kan udah
pedagang lama udah tau, ini daging bukan sapi, kalau dicampur kaya apa,
kita udah tau.
Pedagang X
Lama Berdagang : 18 tahun
Jenis Dagangan : Mie Rebus, Makanan dan Minuman Ringan
1. Bagaimana anda menentukan keuntungan di setiap hari?
Keuntungan tidak tentu sih, perharinya kira-kira bersihnya kurang lebih
300rb. Tapi tidak pernah mengambil keuntungan 100%, karena ini juga
makanan kecil.
2. Berapa besar biaya sewa tempat? Apakah ada bagi hasil atau persentase
atas setiap penjualan makan/minuman disini?
Ini sewa tempat perbulan ke tanah yang punya wakaf. Tidak pernah ada
bagi hasil ke pesantren ataua ke tanah yang punya wakaf ini.
3. Apakah pihak sekolah melakukan pengontrolan terhadap para pedagang di
sekitar pesantren? Bagaimana bentuk/cara pihak pesantren melakukan
pengontrolan tersebut?
Pihak pesantren melakukan pengontrolan terhadap santri yang jajan dini,
hanya mengontrol waktu-waktunya saja. Kalau kemarin pengontrolan
untuk makanan biasanya pengontrolan ada, tapi misalnya hanya harus
melengkapi makanan atau minuman yang bervitamin, itu juga jarang
sekali.
Ada rapat, tapi tidak sering sih, kalau lagi ada masalah saja. Pembinaan
terhadap para pedagang itu tidak ada.
Pedagang XI (SQ Mart)
Lama Berdagang : 14 tahun
Jenis Dagangan : Mini Market
1. Apa saja makanan/minuman yang anda jual?
Di minimarket sini, snack, mie, makanan-makanan kecil, airnya ya
minuman air mineral, yang ada di supermarket lainnya lah. Disni juga
diutamakan khusus untuk santri yang makan, kebutuhan santri, kitab-
kitab, alat-alat tulis, mukena, underware dan lain-lain.
2. Bagaimana anda menentukan keuntungan di setiap hari?
Apapun yang ada di supermarket ini, masuknya keuntungannya larinya ke
pesantren, ini milik kiyai tapi badan usaha punya pesantren, keuntungan
tiap bulan kita ambil 15% dari keuntungan dari pendapatan, kita setorkan
ke bank atas nama pesantren. Keuntungan per minggu, jadi hari senin-
minggu, seninnya kita transfer ke bank dki keuntungannya saja, misalnya
keuntungan seminggu 30 juta dari 15% itu berapa kita masukkin ke bank.
Kita tergantung, kalau rokok kan sudah ada labelnya gabisa ambil 10%,
jadi disini saling menurtupi slaing melengkapi, ada yang untungnya 5%,
ada keuntungannya 100% misalnya kaya pulpen karakter, itu saya ambil
lebih dari 100%, itu untuk menutupi yang rokok, kaya ciki-ciki, itu
harganya udah standard kan.
3. Berapa besar biaya sewa tempat? Apakah ada bagi hasil atau persentase
atas setiap penjualan makan/minuman disini?
Ini milik pesantren , jadi tidak ada sewa tempat. Ini karyawan disini,
sistemnya gaji, tempat tinggala disini, makan, dan kebanyakan disini, kita
ambil dari Mahad „ali, perbantuannya kita ambil disini.
4. Apakah pihak pesantren melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap
para pedagang di sekitar pesantren? Bagaimana bentuk/cara pihak
pesantren melakukan pengontrolan/pengawasan tersebut? Berapa kali
pihak pesantren melakukan pengontrolan/pengawasan terhadap para
pedagang?
Kita memang dikasih pemberitahuan, kita yang jual barang-barang disini
kebutuhan santri. Biasanya Kyainya barang-barangnya ngecek kesini, kita
jual disini kan barang-barang yang udah ada nama, tidak mungkin kan
yang ada babi nya. Kyai kan ada kaki tangannya, biasanya lurah pondok
yang melakukan pengontrolan, santri butuh apa, kurangnya apa dan kalau
rapat juga biasanya ditanya. Pengontrolan tidak tentu sih, biasanya
sebulan sekali, atau sebulan dua kali, tapi kalau ajaran baru, sering.
Pengajian ada majelis dzikir, misalnya ada milad-milad, dan kalau disini
pedagang juga orang lama semua, mungkin kalau awal-awal pembinaan
dikasih tau, jualan sama-sama pedagang tidak boleh sama, karena kan
tidak boleh merebut lahan orang, disini kalau jualan boleh tapi cari yang
lain, yang pedagang lain tidak punya. Biasanya dikumpulin para
pedagang, kalau ada cekcok-cekcok, biasanya pedagang dikumpulin,
dikasih pengarahan.
Pihak Pesantren
Nama : Moh, Rezky Fitriady
Lokasi Wawancara : Pesantren Asshiddiqiyah
1. Apakah Bapak/Ibu melakukan pengontrolan terhadap para pedagang
bisnis di lingkungan pesantren?
Ya, melakukan pengontrolan.
2. Bagaimana bentuk/cara Bapak/Ibu dalam melakukan pengontrolan
tersebut? Berapa kali Bapak/Ibu melakukan pengontrolan?
Di cobain makanannya ke semua pedagang, di beli satu-satu semuanya,
kontrol keliling liatin anak santri interaksi jual beli. Lauk pauk dicobain,
dilihat cara pengolahannya, ditanya bahan-bahannya, tanya ke anak santri
tanya ke anak santri ada keluhan atau tidak. Pengontrolannya ya
seperlunya saja, sebulan 2kali.
3. Apakah makanan/minuman yang masuk ke dalam lingkungan pesantren di
seleksi? Bagaimana cara Bapak/Ibu menyeleksi makanan/minuman yang
masuk ke lingkungan pesantren?
Kalau untuk makanan atau minuman ringan diseleksi dilihat label halal
nya, dilihat komposisi bahannya, terus juga anak santri tidak ada keluhan,
semua baik-baik saja. Sudah ketauan sih, setiap makanan ringan ada label
halal/tidak nya. Seleksinya ya dicobain, ditanya, apa aja bahannya,
mengolahnya gimana, tidak ada yang haram, makanan rakyat semua.
Mereka sudah teruji sekian tahun, sudah sekian tahun, sama-sama
kepercayaan.
4. Bagaimana Bapak/Ibu bisa menjamin kalau makanan/minum tersebut
halal dan sehat?
Cara menjamin makanan itu halal atau sehat ya dilihat dari bahan-
bahannya tadi, ya ketauan tidak semuanya sehat 70% tidak sehat.
5. Bagaimanakah sistem keuntungan yang digunakan?
Sewa harian, 5rb/hari untuk kebersihan, itu aja, untuk mereka yang pakai
gerobak, kalau yang tetap sewa tempatnya ke yang punya wakaf, yang
penting anak-anak seneng. Tidak ada keuntungan untuk pesantren,
pesantren tidak mengambil keuntungan sepeserpun. Seperti siomay dan
lain-lain, kita ga ambil keuntungan, kecil banget kasian, kita menghidupi
warga juga, warga kampung. Tidak ada persentasi kepada pesantren.
Tolak ukur halal haramnya, dilihat dari label MUI dan komposisi
bahannya, kalau tidak ada labelnya ya biasa dilihat dari komposisi
bahannya, label bisa di palsuin, kalau komposisi bahan kan tidak.
Intinya pedagang sangat dianjurkan untuk sholat jama‟ah, dan sebgaian
besar pedagang memang kalau waktunya sholat, sholat jama‟ah di Masjid.
Pedagang Hanya segitu untuk apa ada pengajian. Hanya pengajian
bulanan, tapi bukan khusus pedagang, berbarengan dengan wali santri.
Pedagang di kumpulin atau dikasih surat kalau ada peraturan baru,
masalah perdagangan, atau ada anak yang suka kabur disaat jam sekolah
dan lain-lain, pedagang juga kasih laporan ke kita