etik agung

Upload: sadamhsn

Post on 08-Mar-2016

212 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Pada kasus pertama, diketahui bahwa seorang gadis memiliki kecocokan ginjal dengan pamannya dan diminta untuk menjadi donor ginjal. Akan tetapi gadis tersebut memiliki gangguan kejiwaan dan setelah diperiksa oleh dokter spesialis kejiwaan, gadis tersebut tidak bisa memberikan informed consent. Pada pasien penderita gangguan jiwa cenderung tidak dapat memahami segala hal yang diperbuatnya, oleh karena itu ia digolongkan dalam orang yang tidak cakap, dalam hal ini untuk memberikan persetujuan ataupun penolkan terhadap tindakan kedokteran nyang akan dilakukan terhadapnya setelah mendapat penjelasan yang lengkap, maka persetujuan atau penolakan terhadap tindakan kedokteran tersebut dilakukan oleh pihak ketiga, yang dalam kasus ini adalah ibu kandung pasien.(1)1. Ibu Kandung2. Tidak boleh. Karena dalam kasus dimana pasien menderita gangguan jiwa, keputusan untuk menyetujui atau menolak informed consent berada ditangan wali pasien.3. Iya. Karena ibu pasien mencari dokter lain untuk melakukan operasi transplantasi, maka pasien tersebut tidak menjadi tanggung jawab dokter tersebut.

Pada kasus kedua, dijelaskan bahwa karena semakin sulit untuk mencari donor ginjal dari pasien hidup, maka seseorang yang memiliki kecocokan ginjal terhadap si penerima donor diimingi sejumlah uang agar orang tersebut mau mendonorkan ginjalnya. Dalam hal ini, jual beli organ tidak diperbolehkan. Hal ini tercantum dalam Undang Undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan dalam Pasal 64-65 mengenai transplantasi organ. Mengenai perjual-belian organ diatur dalam pasal 64 ayat (3) yang berisi:organ dan/atau jaringan tubuh dilarang diperjual-belikan dengan dalih apapun.Sedangkan pada kasus selanjutnya dimana seorang wanita diminta informed consent untuk menjadi pendonor ginjal, tetapi wanita tersebut tidak paham terhadap transplantasi ginjal yang akan dijalaninya. Dalam hal ini, jika pasien tidak dapat memahami informasi yang diberikan maka tidak aka nada informed consent. Oleh karena itu, informasi harus diberikan kepada pasien hingga pasien mengerti sehingga dapat menjadi dasar persetujuan yang diberikan dalam informed consent.(1)1. Dalam hal ini, hak pendonor adalah untuk dapat mendapatkan informasi sejelas-jelasnya terhadap transplantasi yang akan dilakukannya, baik prosedur atau apa yang akan terjadi terhadap dirinya setelah dilakukan transplantasi. Sedangkan pada sisi pasien yang membutuhkan donor, tidak dibenarkan adanya transaksi jual beli organ.2. Selama prosedur transplantasi, pendonor diperlakukan sebagai pasien3. Sebenarnya hal ini tidak mungkin terjadi karena permasalahan pemberian informed consent sudah diatur oleh Undang-Undang.

Daftar Pustaka1. Darmini N, Widyaningtyas RS. Informed Consent atas Tindakan Kedokteran di Rumah Sakit Grhasia Pakem Yogyakarta. Mimb Huk. 2014;26(2):23446.