erni

Upload: thebanyos-noe

Post on 08-Jul-2015

501 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Tugas dan Tanggung Jawab Guruoleh: Sejathi Summary rating: 2 stars (9 Tinjauan) Kunjungan : 816 kata:600 More About : tanggung jawab guru /sort-popular/social-sciences/education/ Copy Highlights to Clipboard

Summarize 0It

Tugas dan tanggung jawab guru sebenarnya bukan hanya disekolah atau madrasah saja, tetapi bisa dimana saja mereka berada. Dirumah, guru sebagai orang tua dari anak mereka adalah pendidik bagi putera-puteri mereka. Didalam masyarakat desa tempat tinggalnya, guru sering dipandang sebagai tokoh teladan bagi orang- orang disekitarnya. Pandangan, pendapat, atau buah fikirannya sering menjadi ukuran atau pedoman kebenaran bagi orang-orang disekitarnya karena guru dianggap memiliki pengetahuan yang lebih luas dan lebih mendalam dalam berbagai hal. Walaupun anggapan masyarakat, terutama masyarakat desa atau kota kecil yang demikian itu sangat berlebihan atau bisa dibialang tidak tepat, tetapi kenyataanya memang banyak guru sering terpilih menjadi ketua atau pengurus berbagai perkumpulan atau organisasi-organisasi sosial, ekonomi, kesenian, dan lainnya. Demikian itu timbul karena masyarakat memandang bahwa guru mempunyai pengalaman yang luas dan memiliki kemampuan kecakapan untuk melakukan tugas-tugas apapun didesa tersebut. Sekurang-kurangnya pendapat atau pertimbangan dan saran- sarannya selalu diperlukan guna pembangunan masyarakat desa. Demikian nampak betapa pentingnya peranan guru dan betapa beratnya tugas serta tanggung jawabnya, terutama tanggung jawab moral digugu dan ditiru, yaitu digugu kata- katanya dan ditiru perbuatannya atau kelakuannya. Disekolah mereka menjadi tumpuan atau pedoman tata tertib kehidupan sekolah yaitu pendidikan atau pengajaran bagi murud-muridnya, dan di masyarakat mereka sebagai panutan tingkah laku bagi setiap warga masyarakat. Disekolah sebenarnya tugas guru serta tanggung jawab seorang guru bukanlah sebagai pemegang kekuasaan, tukang perintah, melarang, dan menghukum murid- muridnya, tetapi sebagai pembimbing dan pengabdi anak, artinya guru harus selalu siap sedia memenuhi kebutuhan jasmani dan rohani anak secara keseluruhannya. Seorang guru harus mengetahui apa, mengapa, dan bagaimana proses perkembangan jiwa anak itu, kerena sebagai pendidik anak terutama bertugas untuk mengisi kesadaran anak- anak, membina mental mereka, membentuk moral mereka, dan membangun kepribadian yang baik dan integral, sehingga mereka kelak berguna bagi nusa dan bangsa.

Peters, sebagaimana dikutip oleh Nana Sudjana yang mengemukakan bahwa ada tiga tugas dan tanggung jawab guru, yaitu: guru sebagai pengajar, guru sebagai pembimbng, dan guru sebagai administrator kelas . Ketiga tugas guru tersebut, merupakan tugas pokok profesi guru. Guru sebagai pengajar lebih menekankan pada tugas dalam merencanakan dan melaksanakan pengajaran. Dalam tugas ini guru dituntut memiliki sepererangkat pengetahuan dan keterampilan teknis mengajar, disamping menguasai ilmu atau meteri yang akan diajarkannya. Guru sebagai pembimbing memberi tekanan kepada tugas dan memberikan bantuan pada anak didik dalam pemecahan masalah yang dihadapi. Sedangkan tugas sebagai administrator kelas pada hakekatnya merupakan jalinan ketatalaksanaan pada umumnya. Sedangkan menurut Piet A. Sahertian dan Ida Aleida, mengemukakan bahwa tugas guru dikategorikan dalam tiga hal, yaitu: tugas profesional, tugas personal dan tugas sosial . Untuk mempertegas dan memperjelas tugas guru tersebut akan dijelaskan sebagai berikut: a. Tugas profesional guru Tugas profesional guru yang meliputi mendidik, mengajar, dan melatih mempunyai arti yang berbeda. Tugas mendidik mempunyai arti bahwa guru harus meneruskan dan mengembangkan nilai-nilai hidup, sedangkan tugas mengajar berarti meneruskan dan mengembangkan ketrampilan-ketrampilan kepada anak didik. Sehingga dengan demikian sebelum terjun dalam profesinya, guru sudah harus memiliki kemampuan baik yang bersifat edukatif maupun non edukatif. Adapun tugas pokok seorang guru dalam kedudukannya sebagai pendidik professional atau tenaga pendidik seperti disebutkan dalam UU RI No.20 tahun 2003 pasal 39 tentang Sistem Pendidikan Nasional menyebutkan: 1) Tenaga kependidikan bertugas melaksanakan administrasi, pengelolaan, pengembangan, pengawasan, dan pelayanan teknis untuk menunjang proses pendidikan pada satuan pendidikan. 2) Pendidik merupakan tenaga professional yang bertugas merencanakan dan melaksanakan proses pembelajaran, menilai hasil pembelajaran, melakukan penelitian, dan pengabdian kepada mayarakat, terutama bagi pendidik pada perguruan tinggi. 3) Pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan dasar dan menengah disebut guru dan pendidik yang mengajar pada satuan pendidikan tinggi disebut dosen. Sumber: 1212121211212212http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2108553-tugas-dantanggung-jawab-guru/#ixzz1UEQD2kDW

Tugas dan Tanggung Jawab Seorang GuruOPINI | 13 April 2011 | 09:11 426 9 3 dari 3 Kompasianer menilai bermanfaat Tugas dan tanggung jawab seorang guru sesungguhnya sangat berat. Di pundaknyalah tujuan pendidikan secara umum dapat tercapai atau tidak. Mengapa di pundak seorang guru dan bagaimana dengan tugas dan tanggung jawab orangtua anak didik yang mendapatkan amanat langsung dari Tuhan? Pertanyaan penting ini harus dijawab terlebih dulu sebelum membahas persoalan ini lebih jauh.

Orangtua memang mendapatkan amanat langsung dari Tuhan untuk mendidik anak-anaknya. Di hadapan Tuhan kelak para orangtua juga akan dimintai pertanggungjawaban tentang bagaimana cara mereka mendidik anak-anaknya. Namun, karena kemampuan, pengetahuan, dan waktu yang dimiliki oleh orangtua terbatas, sebagian besar orangtua memercayakan pendidikan anak-anaknya kepada gurugurunya di sekolah. Tugas dan tanggung jawab seorang guru di sekolah semakin berat karena tidak sedikit dari orangtua yang seakan memercayakan sepenuhnya pendidikan anak-anaknya di sekolah. Mereka beranggapan bahwa tugas dan tanggung jawab orangtua adalah bekerja dan bekerja, sehingga mempunyai uang yang banyak untuk memenuhi kebutuhan anak-anaknya, termasuk biaya sekolah. Bahkan, tidak sedikit orangtua yang berusaha dengan sekuat tenaga agar anak-anaknya dapat sekolah di tempat yang favorit, meskipun biayanya mahal. Orangtua yang demikian biasanya telah merasa bahwa tugas dan tanggung jawabnya di bidang pendidikan anak-anaknya telah selesai. Mereka percaya sepenuhnya bahwa pihak sekolah telah mendidiknya dengan baik, sehingga merasa tak perlu lagi mengontrol pendidikan anaknya ketika di rumah. Sungguh, anggapan yang seperti itu tidaklah benar. Orangtua tetap bertanggung jawab terhadap pendidikan anak-anaknya secara keseluruhan. Sedangkan guru bertanggung jawab karena mendapatkan amanat dari orangtua untuk mendidik anak-anak mereka, di samping merupakan tanggung jawab kemanusiaan. Di sinilah sesungguhnya tugas dan tanggung jawab guru menjadi tidak main-main. Amanat dari para orangtua untuk mendidik anak-anaknya mesti ditunaikan dengan baik. Tidak sekadar mengajar, akan tetapi juga mendidiknya. Dengan demikian, seorang guru bisa dikatakan sebagai orangtua kedua bagi anak didiknya. Sebagai orangtua kedua, sudah tentu dibutuhkan kedekatan dengan anak didiknya agar berhasil dalam menjalankan tugas penting dan mulia ini. Ya, kedekatan dengan anak didik adalah kunci penting bagi seorang guru bila ingin sukses dalam menjalankan tugas dan tanggung jawabnya. Tanpa kedekatan, tugas dan tanggung jawab itu akan sulit dapat terlaksana dengan baik, karena anak didik bukanlah robot yang siap menerima program apa pun dari orang yang membuat atau mengoperasikannya. Anak didik adalah pribadi yang mempunyai jiwa. Sudah tentu, menghadapi pribadi yang mempunyai jiwa dibutuhkan kedekatan di antara dua jiwa agar komunikasi dalam proses belajar mengajar berjalan dengan baik. Secara garis besar, tugas dan tanggung jawab seorang guru adalah mengembangkan kecerdasan yang ada dalam diri setiap anak didiknya. Kecerdasan ini harus dikembangkan agar anak didik dapat tumbuh dan besar menjadi manusia yang cerdas dan siap menghadapi segala tantangan di masa depan. Di antara kecerdasan yang perlu dikembangkan oleh seorang guru adalah sebagai berikut: a. Kecerdasan Intelektual Kecerdasan intelektual atau biasa disebut Intelligence Quotient (IQ) adalah kemampuan potensial seseorang untuk mempelajari segala sesuatu dengan alat-alat berpikir. Kecerdasan intelektual ini bisa diukur dari sisi kekuatan verbal dan logika seseorang. Secara teknis, kecerdasan ini pertama kali digagas dan ditemukan oleh Alfred Binet, seorang tokoh psikologi dari Prancis. Kecerdasan intelektual merupakan kecerdasan yang tampaknya menjadi primadona dan dikembangkan dengan porsi lebih besar di hampir seluruh sekolah formal di dunia, termasuk di Indonesia. Seorang anak didik mendapatkan nilai baik atau tidak, naik kelas atau lulus sekolah, sangat ditentukan oleh nilai dari kecerdasan intelektualnya. Di sinilah seorang guru diharapkan mampu mengembangkan kecerdasan intelektual dengan baik, di samping juga mengembangkan kecerdasan yang lainnya. b. Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional biasa disebut Emotional Quotient (EQ). Kecerdasan ini setidaknya terdiri dari

lima komponen pokok, yakni kesadaran diri, manajemen emosi, motivasi, empati, dan mengatur sebuah hubungan sosial. Kecerdasan ini juga dikembangkan pada sekolah-sekolah formal, namun porsinya jauh di bawah kecerdasan intelektual. Padahal, menurut beberapa penelitian di bidang kecerdasan dan psikologi, termasuk menurut Daniel Goleman, bahwa kontribusi IQ bagi keberhasilan seseorang hanya sekitar 20%, dan sisanya yang 80%, ditentukan oleh sederetan faktor yang disebutnya sebagai kecerdasan emosional. Di sinilah dibutuhkan seorang guru yang bisa mengembangkan kecerdasan emosional murid-muridnya. c. Kecerdasan Spiritual Kecerdasan spiritual atau yang biasa juga disebut sebagai Spiritual Quotient (SQ) adalah kecerdasan yang mengangkat fungsi jiwa sebagai perangkat internal diri, sehingga seseorang memiliki kemampuan dan kepekaan dalam melihat makna yang ada di balik sebuah kenyataan atau kejadian tertentu. Secara teknis, kecerdasan ini pertama kali digagas dan ditemukan oleh Danah Zohar. Dalam beberapa penelitian di bidang kecerdasan dan psikologi, kecerdasan spiritual dikatakan sebagai kecerdasan yang paling penting. Hal ini karena terkait erat dengan kebahagiaan hidup seseorang. Orang yang mempunyai kecerdasan spiritual yang baik akan mampu memaknai secara positif pada setiap peristiwa, masalah, bahkan penderitaan yang dialaminya. Dengan demikian seseorang akan lebih mudah meraih kebahagiaan. Di sinilah sesungguhnya sangat penting bagi seorang guru untuk bisa mengembangkan kecerdasan spiritual anak didiknya. Ketiga macam jenis kecerdasan yang ada pada diri anak tersebut sangat perlu untuk diperhatikan oleh seorang guru, sehingga kecerdasan anak-anak secara keseluruhan pun dapat berkembang dengan baik. Secara garis besar, inilah tugas dan tanggung jawab seorang dalam mendidik murid-muridnya. Sebuah tugas dan tanggung jawab yang tidak ringan, namun sangat penting dan mulia, demi generasi masa depan yang cerdas dan berakhlak mulia. []

Guru Madrasah4 Comments Posted 23 Feb 2010 by Faizuz Category Peduli Pendidikan Samakah guru madrasah dengan guru pada sekolah umum? Jawabnya beragam. Dapat sama. Dapat pula berbeda. Perbedaan jawaban tersebut tergantung dari sudut mana melihatnya. Secara umum setiap guru memiliki kompetensi sama. Namun, ketika ada yang mengatakan bahwa dirinya mengajar di madrasah, orang yang mendengar langsung memiliki prasangka guru tersebut memiliki kompetensi keberagamaan lebih. Perlu ditindaklanjuti anggapan tersebut. Benarkah guru madrasah rata-rata memiliki kompetensi keberagamaan lebih daripada guru di luar madrasah? Jawaban atas masalah tersebut adapat kita lihat dari beberapa hal. Pertama, aktifitas guru tersebut dalam melaksanakan atau mengimplementasikan keberagamaan dalam hidup kesehariannya. Kedua, guru madrasah banyak terlibat dalam kegiatan keagamaan, baik di madrasah maupun di masyarakat. Ketiga, kegiatan keagamaan di madrasah lebih banyak dan lebih berkualitas. Keempat, tingkat keberagamaan siswa madrasah lebih dari pada siswa sekolah umum. Tentu masih ada aspek lain yang dapat mencirikan kompetensi keberagamaan guru

madrasah. Read More

Pengertian Agama Secara UmumOPINI | 10 June 2009 | 14:24 20362 11 Nihil Merumuskan pengertian agama bukan suatu perkara mudah, dan ketidak sanggupan manusia untuk mendefinisikan agama karena disebabkan oleh persoalan-persoalan yang berkaitan dengan kepentingan mutlak dan tidak dapat ditawar-tawar lagi, karena itu tidak mengherankan jika secara internal muncul pendapat-pendapat yang secara apriori menyatakan bahwa agama tertentu saja sebagai satu-satunya agama samawi, meskipun dalam waktu yang bersamaan menyatakan bahwa agama samawi itu meliputi Islam, Kristen dan Yahudi. Sumber terjadinya agama terdapat dua katagori, pada umumnya agama Samawi dari langit, agama yang diperoleh melalui Wahyu Illahi antara lain Islam, Kristen dan Yahudi.-dan agama Wadi atau agama bumi yang juga sering disebut sebagai agama budaya yang diperoleh berdasarkan kekuatan pikiran atau akal budi manusia antara lain Hindu, Buddha, Tao, Khonghucu dan berbagai aliran keagamaan lain atau kepercayaan. Dalam prakteknya, sulit memisahkan antara wahyu Illahi dengan budaya, karena pandanganpandangan, ajaran-ajaran, seruan-seruan pemuka agama meskipun diluar Kitab Sucinya, tetapi oleh pengikut-pengikutnya dianggap sebagai Perintah Illahi, sedangkan pemuka-pemuka agama itu sendiri merupakan bagian dari budaya dan tidak dapat melepaskan diri dari budaya dalam masa kehidupannya, manusia selalu dalam jalinan lingkup budaya karena manusia berpikir dan berperilaku. Beberapa acuan yang berkaitan dengan kata Agama pada umumnya; berdasarkan Sansekerta yang menunjukkan adanya keyakinan manusia berdasarkan Wahyu Illahi dari kata A-GAM-A, awalan A berarti tidak dan GAM berarti pergi atau berjalan, sedangkan akhiran A bersifat menguatkan yang kekal, dengan demikian agama: berarti pedoman hidup yang kekal Berdasarkan kitab, SUNARIGAMA yang memunculkan dua istilah; AGAMA dan UGAMA, agama berasal dari kata A-GA-MA, huruf A berarti awang-awang, kosong atau hampa, GA berarti genah atau tempat dan MA berarti matahari, terang atau bersinar, sehingga agama dimaknai sebagai ajaran untuk menguak rahasia misteri Tuhan, sedangkan istilah UGAMA mengandung makna, U atau UDDAHA yang berarti tirta atau air suci dan kata GA atau Gni berarti api, sedangkan MA atau Maruta berarti angin atau udara sehingga dalam hal ini agama berarti sebagai upacara yang harus dilaksanakan dengan sarana air, api, kidung kemenyan atau mantra. Berdasarkan kitab SADARIGAMA dari bahasa sansekerta IGAMA yang mengandung arti I atau Iswara, GA berarti Jasmani atau tubuh dan MA berarti Amartha berarti hidup, sehingga agama berarti Ilmu guna memahami tentang hakikat hidup dan keberadaan Tuhan. Posting by Djawara Putra Petir, MP., SH., MH.

Pengertian Pembelajaran Kooperatif Pembelajaran kooperatif adalah salah satu bentuk pembelajaran yang berdasarkan faham konstruktivis. Pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar dengan sejumlah siswa sebagai anggota kelompok kecil yang tingkat kemampuannya berbeda. Dalam menyelesaikan tugas kelompoknya, setiap siswa anggota kelompok harus saling bekerja sama dan saling membantu untuk memahami materi pelajaran. Dalam pembelajaran kooperatif, belajar dikatakan belum selesai jika salah satu teman dalam kelompok belum menguasai bahan pelajaran. Baca lebih lengkap

Pengertian EfektivitasPosted by starawaji pada Mei 1, 2009 Pengertian Efektivitas. Proses belajar mengajar yang dikembangkan di sekolah dasar dan sekolah menengah harus mempunyai target dalam penyampaian materi pelajaran yang dilakukan oleh masingmasing guru mata pelajaran, dimana harus berdasarkan pada kurikulum yang berlaku pada saat ini, karena kurikulum saat ini sudah mengalami perubahan yang sangat signifikan jika dibandingkan dengan kurikulum zaman dulu. Bahan mata pelajaran banyak sekali yang masuk dalam sebuah kurikulum, tentunya semua mata pelajaran tersebut harus disesuaikan dengan waktu yang tersedia pada hari yang efektif, tapi materi pelajaran yang ada di kurikulum lebih banyak dari waktu yang tersedia. Ini sangat ironis karena semua mata pelajaran dituntut untuk bisa mencapai target yang ditentukan dalam kurikulum. Dalam kamus besar bahasa Indonesia, efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai nilai efektif, pengaruh atau akibat, bisa diartikan sebagai kegiatan yang bisa memberikan hasil yang memuaskan, dapat dikatakan juga bahwa efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang dicapai. Jadi pengertian efektivitas adalah pengaruh yang ditimbulkan/disebabkan oleh adanya suatu kegiatan tertentu untuk mengetahui sejauh mana tingkat keberhasilan yang dicapai dalam setiap tindakan yang dilakukan

V. PENDIDIKAN DAN MASYARAKATPERANAN GURU DALAM PENDIDIKAN TUGAS GURU

Daoed Yoesoef (1980) menyatakan bahwa seorang guru mempunyai tiga tugas pokok yaitu tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan (sivic mission). Jika dikaitkan pembahasan tentang kebudayaan, maka tugas pertama berkaitan dengar logika dan estetika, tugas kedua dan ketiga berkaitan dengan etika. Tugas-tugas profesional dari seorang guru yaitu meneruskan atau transmisi ilmu pengetahuan, keterampilan dan nilai-nilai lain yang sejenis yang belum diketahui anak dan seharusnya diketahui oleh anak. Tugas manusiawi adalah tugas-tugas membantu anak didik agar dapat memenuhi tugas-tugas utama dan manusia kelak dengan sebaik-baiknya. Tugas-tugas manusiawi itu adalah transformasi diri, identifikasi diri sendiri dan pengertian tentang diri sendiri. Usaha membantu kearah ini seharusnya diberikan dalam rangka pengertian bahwa manusia hidup dalam satu unit organik dalam keseluruhan integralitasnya seperti yang telah digambarkan di atas. Hal ini berarti bahwa tugas pertama dan kedua harus dilaksanakan secara menyeluruh dan terpadu. Guru seharusnya dengan melalui pendidikan mampu membantu anak didik untuk mengembangkan daya berpikir atau penalaran sedemikian rupa sehingga mampu untuk turut serta secara kreatif dalam proses transformasi kebudayaan ke arah keadaban demi perbaikan hidupnya sendiri dan kehidupan seluruh masyarakat di mana dia hidup. Tugas kemasyarakatan merupakan konsekuensi guru sebagai warga negara yang baik, turut mengemban dan melaksanakan apa-apa yang telah digariskan oleh bangsa dan negara lewat UUD 1945 dan GBHN. Ketiga tugas guru itu harus dilaksanakan secara bersama-sama dalam kesatuan organis harmonis dan dinamis. Seorang guru tidak hanya mengajar di dalam kelas saja tetapi seorang guru harus mampu menjadi katalisator, motivator dan dinamisator pembangunan tempat di mana ia bertempat tinggal. Ketiga tugas ini jika dipandang dari segi anak didik maka guru harus memberikan nilai-nilai yang berisi pengetahuan masa lalu, masa sekarang dan masa yang akan datang, pilihan nilai hidup dan praktek-praktek komunikasi. Pengetahuan yang kita berikan kepada anak didik harus mampu membuat anak didik itu pada akhimya mampu memilih nilai-nilai hidup yang semakin komplek dan harus mampu membuat anak didik berkomunikasi dengan sesamanya di dalam masyarakat, oleh karena anak didik ini tidak akan hidup mengasingkan diri. Kita mengetahui cara manusia berkomunikasi dengan orang lain tidak hanya melalui bahasa tetapi dapat juga melalui gerak, berupa tari-tarian, melalui suara (lagu, nyanyian), dapat melalui warna dan garis-garis (lukisan-lukisan), melalui bentuk berupa ukiran, atau melalui simbul-simbul dan tanda tanda yang biasanya disebut rumus-rumus. Jadi nilai-nilai yang diteruskan oleh guru atau tenaga kependidikan dalam rangka melaksanakan tugasnya, tugas profesional, tugas manusiawi, dan tugas kemasyarakatan, apabila diutarakan sekaligus merupakan pengetahuan, pilihan hidup dan praktek komunikasi. Jadi walaupun pengutaraannya berbeda namanya, oleh karena dipandang dari sudut guru dan dan sudut siswa, namun yang diberikan itu adalah nilai yang sama, maka pendidikan tenaga kependidikan pada umumnya dan guru pada khususnya sebagai pembinaan prajabatan, bertitik berat sekaligus dan sama beratnya pada tiga hal, yaitu melatih mahasiswa, calon guru atau calon tenaga kependidikan untuk mampu menjadi guru atau tenaga kependidikan yang baik, khususnya dalam hal ini untuk mampu bagi yang bersangkutan untuk melaksanakan tugas profesional. Selanjutnya, pembinaan prajabatan melalui pendidikan guru ini harus mampu mendidik mahasiswa calon guru atau calon tenaga kependidikan untuk menjadi manusia, person (pribadi) dan tidak hanya menjadi teachers (pengajar) atau (pendidik) educator, dan orang ini kita didik untuk menjadi manusia dalam artian menjadi makhluk yang berbudaya. Sebab kebudayaanlah yang membedakan makhluk manusia dengan makhluk hewan. Kita tidak dapat mengatakan bahwa hewan berbudaya, tetapi kita dapat mengatakan bahwa makhluk manusia adalah berbudaya, artinya di sini jelas kalau yang pertama yaitu training menyiapkan orang itu menjadi guru, membuatnya menjadi terpelajar, aspek yang kedua mendidiknya menjadi manusia yang berbudaya, sebab sesudah terpelajar tidak dengan sendininya orang menjadi berbudaya, sebab seorang yang dididik dengan baik tidak dengan sendininya menjadi manusia yang berbudaya. Memang lebih mudah membuat manusia itu berbudaya kalau ia terdidik atau terpelajar, akan tetapi orang yang terdidik dan terpelajar tidak dengan sendirinya berbudaya. Maka mengingat pendidikan ini sebagai pembinaan pra jabatan yaitu di satu pihak mempersiapkan mereka untuk menjadi guru dan di lain pihak membuat mereka

menjadi manusia dalam artian manusia berbudaya, kiranya perlu dikemukakan mengapa guru itu harus menjadi rnanusia berbudaya. Oleh kanena pendidikan merupakan bagian dari kebudayaan; jadi pendidikan dapat berfungsi melaksanakan hakikat sebagai bagian dari kebudayaan kalau yang melaksanakannya juga berbudaya. Untuk menyiapkan guru yang juga manusia berbudaya ini tergantung 3 elemen pokok yaitu : Orang yang disiapkan menjadi guru ini melalui prajabatan (initial training) harus mampu menguasai satu atau beberapa disiplin ilmu yang akan diajarkannya di sekolah melalui jalur pendidikan, paling tidak pendidikan formal. Tidak mungkin seseorang dapat dianggap sebagai guru atau tenaga kependidikan yang baik di satu bidang pengetahuan kalau dia tidak menguasai pengetahuan itu dengan baik. Ini bukan berarti bahwa seseorang yang menguasai ilmu pengetahuan dengan baik dapat menjadi guru yang baik, oleh karena biar bagaimanapun mengajar adalah seni. Tetapi sebaliknya biar bagaimanapun mahirnya orang menguasai seni mengajar (art of teaching), selama ia tidak punya sesuatu yang akan diajarkannya tentu ia tidak akan pantas dianggap menjadi guru. Guru tidak hanya harus menguasai satu atau beberapa disiplin keilmuan yang harus dapat diajarkannya, ia harus juga mendapat pendidikan kebudayaan yang mendasar untuk as

Keefektifan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD Berbasis Contextual Teaching And Learning (CTL) Dibanding Model Pembelajaran CTL terhadap Hasil Belajar SiswaPosted: Oktober 27, 2010 by techonly13 in blog, computer, Education, handphone, kesehatan, musik, PTK, RPP, 1616RPP B.Indonesia Kls 161161661-6, 11RPP IPA Kls 111, 22RPP IPA Kls 222, 33RPP IPA Kls 333, 44RPP IPA Kls 444, 55RPP IPA Kls 555, RPP IPA Kls VI, RPP IPS, RPP Tematik, Tips facebook, Tips Internet

12 BAB I PENDAHULUAN Alasan Pemilihan Judul Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi memungkinkan semua pihak dapat memperoleh informasi dengan melimpah, cepat dan mudah dari berbagai sumber dan tempat di dunia. Dengan demikian siswa perlu memiliki kemampuan memperoleh, memilih dan mengelola informasi untuk bertahan pada keadaan yang selalu berubah, tidak pasti dan kompetitif. Oleh sebab itu, pendidikan harus dapat mengembangkan potensi dasar siswa agar berani menghadapi berbagai problema tanpa rasa tertekan, mau, mampu dan senang meningkatkan fitrahnya sebagai khalifah di muka bumi. Sejalan dengan uraian di atas, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yaitu untuk meningkatkan kualitas manusia Indonesia, yakni manusia yang bertaqwa pada Tuhan Yang Maha Esa, berbudi pekerti luhur, berkepribadian, mandiri, maju, tangguh, cerdas, kreatif, terampil, disiplin, beretos kerja, profesional, bertanggung jawab, produktif, serta sehat jasmani dan rohani. Iklim belajar mengajar yang dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan budaya belajar di kalangan masyarakat, terus dikembangkan agar tumbuh sikap dan perilaku yang kreatif, inofatif dan keinginan untuk maju. Guru mempunyai peranan yang penting dalam mewujudkan tercapainya tujuan pembelajaran matematika. Seorang guru bukan hanya memberikan pengetahuan kepada siswa, namun guru harus

mampu menciptakan kondisi dan situasi yang memungkinkan pembelajaran berlangsung secara aktif. Salah satunya dengan memperhatikan model pembelajaran yang digunakan. Penggunaan model pembelajaran yang kurang tepat dapat menimbulkan kebosanan, kurang dipahami, dan monoton sehingga siswa kurang termotivasi untuk belajar. Pembelajaran matematika yang biasanya menggunakan metode ekspositori memang sudah membuat siswa aktif, namun kurang dapat mengembangkan keterampilan sosial siswa yang kelak dapat berguna dalam kehidupan bermasyarakat. Salah satu model pembelajaran yang menuntut keaktifan seluruh sense siswa adalah model pembelajaran kooperatif yaitu pambelajaran yang secara sengaja didesain untuk melatih siswa mendengarkan pendapat-pendapat orang lain dan merangkum pendapat tersebut dalam bentuk tulisan (Erman Suherman, 2003:259). Bahkan Muslimin Ibrahim (2000:12) mengatakan bahwa model pembelajaran kooperatif selain membantu siswa memahami konsep-konsep yang sulit, juga berguna untuk membantu siswa menumbuhkan keterampilan kerjasama, berfikir kritis, dan kemampuan membantu teman. Diskusi yang terjadi dalam pembelajaran kooperatif dapat digunakan untuk memperkenalkan keterkaitan antara ide-ide yang dimiliki siswa dan mengorganisasikan pengetahuannya kembali. Melalui diskusi, keterkaitan skema siswa akan menjadi lebih kuat sehingga pengertian siswa tentang konsep yang mereka konstruksi sendiri menjadi kuat. Dalam pembelajaran kooperatif terjadi interaksi antar siswa, dari sini siswa yang lemah atau kurang pandai akan dibantu siswa yang lebih pandai, sehingga akan memperkaya pengetahuan siswa yang diharapkan hasil belajar siswa dapat meningkat. Pembelajaran kooperatif juga memberi kesempatan pada siswa dengan kondisi latar belakang yang berbeda untuk bekerja saling bergantung satu sama lain atas tugas-tugas bersama dan belajar untuk menghargai satu sama lain. Hal-hal tersebut diperlukan siswa ketika siswa berada dalam masyarakat, dimana terdapat banyak perbedaan tetapi berusaha untuk hidup bersosialisasi dalam suatu lingkungan. Pembelajaran kooperatif juga mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi untuk meningkatkan keterampilan sosial siswa (Muslimin Ibrahim, 2000:9). Salah satu tipe model pembelajaran kooperatif adalah STAD (Student Teams Achievement Division) yang merupakan sebuah pendekatan yang baik bagi guru baru untuk memulai menerapkan model pembelajaran kooperatif dalam kelas (Pradyo Wijayanti, 2002:2). Pada pembelajaran kooperatif tipe STAD siswa dalam kelas dibagi menjadi beberapa kelompok, dimana masing-masing kelompok beranggotakan 4-5 siswa untuk bekerjasama dalam menyelesaikan tugas. Salah satu model pembelajaran yang sesuai dengan kurikulum 2004 adalah pembelajaran kontekstual (Contextual Teaching and Leaning(CTL)). Model pembelajaran kontekstual dapat membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa untuk membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat (Depdiknas,2003:1). Pembelajaran kontekstual bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan yang fleksibel, yang dapat diterapkan dari suatu permasalahan ke permasalahan lain, dari satu konteks ke konteks lain. Pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang mengakui bahwa belajar hanya terjadi jika siswa memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berfikir yang dimilikinya (M. Asikin, 2002:15). Dilihat dari komponen-komponen dalam CTL, tahap-tahap dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD dapat mengarah dan mendukung terlaksananya ketujuh komponen CTL tersebut. STAD mengarahkan siswa belajar dengan cara mengkonstruksi berbagai pengetahuan yang diperoleh dari belajar sendiri dan sharing dengan teman sekelompoknya. Siswa dapat memperoleh pengetahuan dari bertanya, pemodelan dan berbagai sumber informasi yang lain. STAD ini juga sebagai salah satu cara membentuk masyarakat belajar.

Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah: lebih efektif manakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis CTL dibandingkan model pembelajaran CTL pada materi pokok Sistem Persamaan Linear Dua Variabel kelas *************? Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis CTL lebih efektif daripada model pembelajaran CTL dalam pembelajaran matematika materi pokok Sistem Persamaan Linear Dua Variabel. 2. Manfaat Penelitian a. Bagi Guru Penelitian ini dapat bermanfaat sebagai bahan pertimbangan dalam memilih model pembelajaran matematika yang paling tepat agar hasil belajar siswa lebih baik. b. Bagi Siswa Untuk melatih keterampilan kooperatif siswa yang dapat digunakan dalam kehidupan bermasyarakat kelak BAB II LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS A. Landasan Teori Pembelajaran adalah proses komunikasi fungsional antara siswa dengan guru dan siswa dengan siswa, dalam rangka perubahan sikap dan pola pikir yang akan menjadi kebiasaan bagi siswa yang bersangkutan. Dalam hal ini guru berperan sebagai komunikator, siswa sebagai komunikasikan dan materi yang dikomunikasikan berisi peran berupa ilmu pengetahuan. Guru harus menyadari apa yang sebaiknya dilakukan untuk mencipatakan suatu kondisi belajar yang dapat mengantarkan siswa ke tujuan pembelajaran. Selain itu, guru harus menciptakan suasana yang menyenangkan bagi semua siswa. Suasana yang tidak menyenangkan biasanya mendatangkan kegiatan belajar mengajar yang kurang harmonis. Siswa merasa gelisah, tidak nyaman, dan tidak memperhatikan pelajaran. Kondisi ini tentu menjadi kendala yang serius bagi tercapainya tujuan pembelajaran. Hal lain yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran adalah bagaimana pembelajaran tersebut dapat membekali anak untuk memecahkan persoalan dalam kehidupan nyata sehingga belajar akan menjadi bermakna. Belajar akan lebih bermakna jika anak memahami apa yang dipelajarinya bukan mengetahuinya. Dengan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang dipelajarinya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota masyarakat yang disebut dengan pendekatan kontekstual, diharapkan hasil pembelajaran lebih bermakna bagi siswa (Tim Depdiknas, 2003:1). 1. Pengertian Belajar Definisi belajar ada beraneka ragam. Perbedaan ini dikarenakan latar belakang pandangan maupun teori yang dipegang. Secara psikologis, belajar merupakan suatu proses perubahan yaitu perubahan

tingkah laku sebagai hasil interaksi dengan lingkungannya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Perubahan-perubahan tersebut akan nyata dalam seluruh aspek tingkah laku. Menurut W.S. Winkel (dalam Max Darsono, 2000:4): belajar adalah suatu aktivitas mental atau psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dengan lingkungan, yang menghasilkan perubahan dalam pengetahuan-pemahaman, keterampilan, dan nilai-sikap. 2. Hasil Belajar Hasil belajar adalah kemampuan-kemampuan yang dimiliki siswa setelah ia menerima pengalaman belajarnya (Nana Sudjana, 2001:22). Dalam pembelajaran, hasil belajar ini sangat dibutuhkan sebagai petunjuk untuk mengetahui sejauh mana keberhasilan siswa dalam kegiatan belajar yang sudah dilaksanakan. Hasil belajar dapat diketahui melalui evaluasi untuk mengukur dan menilai apakah siswa sudah menguasai ilmu yang dipelajari sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan. Howard Kingsley (dalam Nana Sudjana, 2001:22) membagi tiga macam hasil belajar yaitu: a. keterampilan dan kebiasaan, b. pengetahuan dan pengertian, dan c. sikap dan cita-cita. Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi hasil belajar, yang dikelompokkan menjadi dua yaitu sebagai berikut. a. Faktor Internal Faktor internal berasal dari dalam individu yang belajar yang meliputi faktor fisik atau jasmani dan faktor mental psikologis. Faktor fisik misalnya keadaan badan lemah, sakit atau kurang fit dan sebagainya, sedang faktor mental psikologis meliputi kecerdasan atau intelegensi, minat, konsentrasi, ingatan, dorongan, rasa ingin tahu, dan sebagainya. b. Faktor Eksternal Faktor ini berasal dari luar individu yang belajar, meliputi faktor alam fisik, lingkungan, sarana fisik dan non fisik, pengajar serta strategi pembelajaran yang dipilih pengajar dalam menunjang proses belajar mengajar. 3. Pembelajaran Pembelajaran secara khusus dapat diuraikan sebagai berikut. a. Behavioristik Pembelajaran adalah usaha guru membentuk tingkah laku yang diinginkan dengan menyediakan lingkungan (stimulus). b. Kognitif Pembelajaran adalah cara guru memberikan kesempatan pada siswa untuk berpikir agar dapat mengenal dan memahami apa yang sedang dipelajari. c. Gestalt Pembelajaran adalah usaha guru untuk memberikan materi pelajaran sedemikian rupa sehingga siswa lebih mudah mengorganisirnya (mengaturnya) menjadi suatu gestalt (pola bermakna). d. Humanistik

Pembelajaran adalah memberikan kebebasan kepada siswa untuk memilih bahan pelajaran dan cara mempelajarinya sesuai dengan minat dan kemampuannya. (Max Darsono. dkk, 2000:24) Dari uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa pembelajaran merupakan proses interaksi antara guru dengan siswa yang ditujukan untuk melakukan perubahan sikap dan pola pikir siswa ke arah yang lebih baik untuk mencapai hasil belajar yang optimal. 4. Model Pembelajaran Kooperatif Model pembelajaran kooperatif merupakan strategi belajar yang menempatkan siswa belajar dalam kelompok yang beranggotakan 4-5 siswa dengan tingkat kemampuan atau jenis kelamin atau latar belakang yang berbeda (Pradnyo Wijayanti, 2002:1). Pembelajaran ini menekankan kerjasama dalam kelompok untuk mencapai tujuan yang sama. Hal ini didukung pula oleh pendapat Kauchak dan Eggen (dalam Nurhayati Abba, 2000:11) yang mendefinisikan pembelajaran kooperatif sebagai bagian dari strategi mengajar yang digunakan siswa untuk saling membantu satu sama lain dalam mempelajari sesuatu. Belajar kooperatif juga dinamakan pembelajaran teman sebaya. Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran kooperatif mencakup suatu kelompok kecil siswa yang bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan suatu masalah atau menyelesaikan suatu tugas untuk mencapai tujuan bersama lainnya. Sedangkan jika siswa duduk bersama dalam kelompok dan mempersilahkan salah seorang diantaranya untuk mengerjakan seluruh pekerjaan kelompok maka hal ini bukan merupakan pembelajaran kelompok. Ciri-ciri model pembelajaran kooperatif (M. Asikin, 2004:7), adalah sebagai berikut. a. Untuk menuntaskan materi belajarnya, siswa belajar dalam kelompok secara kooperatif. b. Kelompok dibentuk dari siswa-siswa yang memiliki kemampuan tinggi, sedang dan rendah. c. Jika dalam kelas, terdapat siswa-siswa yang terdiri dari beberapa ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda maka diupayakan agar dalam tiap kelompokpun terdiri dari ras, suku, budaya, jenis kelamin yang berbeda pula. d. Penghargaan lebih diutamakan pada kerja kelompok daripada perorangan. Model pembelajaran kooperatif mempunyai tiga tujuan penting (Muslimin Ibrahim. dkk, 2000:7), yaitu sebagai berikut. a. Hasil belajar akademik Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli berpendapat bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep yang sulit. b. Penerimaan terhadap perbedaan individu Efek penting yang kedua ialah penerimaan yang luas terhadap orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan, maupun ketidakmampuan. c. Pengembangan keterampilan sosial Model kooperatif bertujuan untuk mengajarkan kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi. Unsur-unsur yang diperlukan agar model pembelajaran kooperatif atau kerja kelompok dapat mencapai

hasil yang baik adalah sebagai berikut. a. Siswa dalam kelompoknya harus beranggapan mereka sehidup sepenanggungan bersama. b. Siswa bertanggungjawab atas segala sesuatu di dalam kelompoknya seperti milik mereka sendiri. c. Siswa harus melihat bahwa semua anggota kelompoknya mempunyai tujuan yang sama. d. Siswa harus membagi tugas dan tanggungjawab yang sama diantara anggota kelompoknya. e. Siswa akan dikenakan evaluasi atau akan diberikan hadiah/ penghargaan yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok. f. Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan keterampilan untuk belajar bersama. g. Siswa akan diminta mempertanggungjawabankan secara individual materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif. (Muslimin Ibrahim, dkk, 2000:6) Tanggung jawab guru selama pembelajaran kooperatif berlangsung, diantaranya sebagai berikut. a. Memonitor perilaku siswa. b. Memberi bantuan jika diperlukan. c. Menjawab pertanyaan-pertanyaan hanya jika pertanyaan itu merupakan pertanyaan tim. d. Menginterupsi proses untuk menguatkan keterampilan-keterampilan kooperatif atau untuk memberikan pengajaran langsung kepada semua siswa. e. Memberikan ringkasan pelajaran. f. Mengevaluasi proses kelompok dengan mendiskusikan tindakan-tindakan anggota tim sehari-hari. g. Membantu para siswa belajar bertanggung jawab dalam pembelajaran secara individu. (Siti Maesuri, 2002:3) Manfaat model pembelajaran kooperatif bagi siswa menurut Linda Lundgren (dalam Muslimin Ibrahim, 2000:18), antara lain: a. lebih banyak meluangkan waktu pada tugas, b. rasa percaya diri menjadi lebih tinggi, c. memperbaiki sikap terhadap Matematika, d. penerimaan terhadap perbedaan individu menjadi lebih besar, e. konflik antar pribadi berkurang, f. sikap apatis berkurang, g. pemahaman lebih mendalam, h. motivasi lebih besar, i. hasil belajar lebih baik, dll.

Sebelum model pembelajaran kooperatif dilaksanakan, sebaiknya siswa terlebih dahulu diperkenalkan keterampilan kooperatif yang akan digunakan dalam belajar kelompok. Dorongan teman untuk mencapai prestasi akademik yang baik adalah salah satu faktor penting dari model pembelajaran kooperatif. Para siswa termotivasi belajar secara baik, siap dengan pekerjaannya dan menjadi penuh perhatian selama berlangsungnya proses belajar. Menurut Linda L (dalam P.Wijayanti, 2002:5), keterampilan kooperatif dibedakan menjadi tiga tingkatan yaitu. a. Keterampilan kooperatif tingkat awal Keterampilan kooperatif tingkat awal antara lain, menggunakan kesepakatan, maksudnya adalah menyamakan pendapat yang berguna untuk meningkatkan kerja dalam kelompok. Menghagai kontibusi yang berarti memperhatikan atau mengenal apa yang dapat dikatakan atau dikerjakan orang lain karena bisa jadi kritik yang diberikan ditunjukan terhadap ide, bukan individu. Mengambil giliran, yaitu setiap anggota kelompok bersedia menggantikan dan bersedia mengemban tugas dan tanggung jawab tertentu dalam kelompok. Setiap anggota berada dalam kelompok selama kegiatan berlangsung. Berada dalam tugas, mendorong partisipasi semua naggota kelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas kelompok. Mengundang orang lain, menyelesaikan tugas pada waktunya, dan menghormai perbedaan individu. b. Keterampilan tingkat menengah Keterampilan tingkat menengah antara lain, menunjukan penghargaan dan simpati, mengungkapkan ketidak setujuan dengan cara dapat diterima,mendengarkan dengan aktif, bertanya, membuat rangkuman, manafsirkan, mengatur dan mengorganisir, serta mengurangi ketegangan. c. Keterampilan tingkat mahir Keterampilan tingkat mahir antara lain, memeriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan tujuan, dan berkompromi. 5. STAD (Student Teams Achievement Division) Ada beberapa tipe model pembelajaran kooperatif, salah satunya adalah STAD. STAD merupakan salah satu tipe model pembelajaran kooperatif yang paling sederhana, dan merupakan pendekatan yang baik untuk guru yang baru memulai menerapkan model pembelajaran kooperatif dalam kelas (Pradnyo Wijayanti, 2002:2). Pada model pembelajaran kooperatif tipe STAD, siswa dalam suatu kelas dibagi menjadi beberapa kelompok dengan masing-masing beranggotakan 4-5 siswa, setiap kelompok haruslah heterogen, terdiri dari laki-laki dan perempuan, memiliki kemampuan yang beragam, kalau dimungkinkan berasal dari berbagai suku. Anggota tim menggunakan lembar kegiatan atau perangkat pembelajaran yang lain untuk menuntaskan materi pelajarannya dan kemudian saling membantu satu sama lain untuk memahami bahan pelajaran atau melakukan diskusi. Menurut Slavin (1995:71): STAD terdiri dari lima komponen utama, yaitu penyajian materi, tim/kelompok, kuis, skor perkembangan individu, dan penghargaan kelompok. Selanjutnya Slavin menjelaskan bahwa STAD dibagi menjadi beberapa kegiatan pengajaran, yaitu sebagai berikut. a. Pengajaran Tujuan pengajaran ini adalah guru menyajikan materi pelajaran sesuai dengan yang direncanakan. Setiap awal dalam model pembelajaran kooperatif tipe STAD selalu dimulai dengan penyajian kelas. Penyajian ini mencakup pembukaan, pengembangan, dan latihan terbimbing dari keseluruhan pelajaran.

b. Belajar kelompok Tugas anggota kelompok adalah menguasai materi yang diberikan guru dan membantu teman satu kelompok untuk menguasai materi tersebut. Siswa diberi lembar kegiatan yang dapat digunakan untuk melatih keterampilan yang sedang diajarkan untuk mengevaluasi diri mereka dan teman satu kelompok. Guru mengamati kegiatan pembelajaran secara seksama, memperjelas perintah, mereview konsep, atau menjawab pertanyaan. c. Kuis Kuis dikerjakan siswa secara mandiri. Tujuannya untuk menunjukkan apa saja yang telah diperoleh siswa selama belajar dalam kelompok. Hasil kuis digunakan sebagai nilai perkembangan individu dan disumbangkan dalam nilai kelompok. d. Penghargaan kelompok Langkah awal adalah menghitung nilai kelompok dan nilai perkembangan individu. Pemberian penghargaan kelompok berdasarkan pada rata-rata nilai perkembangan individu. Pelaksanaan model pembelajaran kooperatif tipe STAD adalah sebagai berikut. a. Menyampaikan tujuan pembelajaran. b. Memberikan informasi/menyajikan materi yang akan diberikan c. Siswa dibagi menjadi beberapa kelompok, setiap kelompok beranggotakan 4-5 siswa. d. Memberikan nama kelompok untuk masing-masing kelompok. e. Menyajikan kartu soal dan memberikan lembar kerja siswa yang dikerjakan dengan berdiskusi dalam kelompok masing-masing. f. Mengingatkan siswa tetap bersama kelompoknya masing-masing sampai selesai tugasnya dan bekerja dengan menggunakan keterampilan-keterampilan kooperatif yang dikembangkan g. Memberikan bimbingan pada kelompok. h. Pemberian kuis yang dikerjakan secara individu. i. Jawaban dari kuis dikoreksi secara bersama-sama. j. Pemberian tugas kelompok. 6. Model Pembelajaran Contextual Teaching And Learning (CTL) Model pembelajaran kontekstual bertujuan membekali siswa dengan pengetahuan yang fleksibel, yang dapat diterapkan dari suatu permasalahan ke permasalahan lain, dari satu konteks ke konteks lainnya. Model pembelajaran kontekstual dapat dikatakan sebagai sebuah pendekatan pembelajaran yang mengakui bahwa belajar hanya terjadi jika siswa memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimilikinya. Pemaduan materi pelajaran dengan konteks keseharian siswa di dalam model pembelajaran kontekstual akan menghasilkan dasar-dasar pengetahuan yang kuat dan mendalam sehingga siswa kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikannya. a. Kunci Dasar Model Pembelajaran Kontekstual The Nortwest regional Education Laboratory USA mengidentifikasi adanya enam kunci dasar dari model pembelajaran kontekstual, yaitu.

1) Pembelajaran Bermakna Dalam pembelajaran bermakna, pemahaman, relevansi, dan penilaian pribadi sangat terkait dengan kepentingan siswa dalam mempelajari isi materi pelajaran. Pembelajaran dirasakan sangat terkait dengan kehidupan nyata atau siswa mengerti manfaat isi pembelajaran, jika mereka merasakan berkepentingan untuk belajar demi kehidupan di masa mendatang. 2) Penerapan Pengetahuan Jika siswa telah memahami apa yang dipelajari, maka siswa dapat menerapkannya dalam tatanan kehidupan. 3) Berpikir Tingkat Tinggi Siswa diminta untuk berpikir kritis dalam pengumpulan data, pemahaman suatu isi dan pemecahan suatu masalah. 4) Kurikulum yang Dikembangkan Berdasarkan kepada Standar Isi pembelajaran harus dikaitkan dengan standar lokal, nasional, dan perkembangan IPTEK dan dunia kerja. 5) Responsif terhadap Budaya Guru harus memahami dan menghormati nilai, kepercayaan, dan kebiasaan siswa, sesama rekan guru dan masyarakat tempat ia mendidik. Setidaknya ada empat perspektif yang harus diperhatikan: individu siswa, kelompok siswa, tatanan sekolah, dan tatanan masyarakat. 6) Penilaian Autentik Beberapa strategi penilaian untuk mengetahui hasil belajar siswa diantaranya: penilaian atas proyek dan kegiatan siswa, pengetahuan porofolio, rubrics, ceklis, dan panduan pengamatan disamping memberikan kesempatan kepada siswa untuk ikut aktif berperan serta dalam menilai pembelajaran mereka sendiri. (M. Asikin, 2002:16) b. Strategi Penerapan Model Pembelajaran Kontekstual Center for Occupational Research and Development (CORD) mengemukakan bahwa terdapat 5 strategi bagi guru dalam rangka penerapan model pembelajaran kontekstual, yang disingkat REACT, yaitu sebagai berikut. 1) Relating, belajar dikaitakan dengan konteks pengalaman kehidupan nyata. 2) Experiencing, belajar ditekankan kepada penggalian (eksplorasi), penemuan (discovery), dan penciptaan (invention). 3) Applying, belajar bilamana pengetahuan dipresentasikan didalam konteks pemanfaatannya. 4) Cooperating, belajar melalui konteks komunikasi interpersonal, pemakaian bersama, dan sebagainya. 5) Tranferring, belajar melalui pemanfaatan pengetahuan didalam situasi atau konteks baru. (M. Asikin, 2002:19) c. Komponen CTL

Tujuh komponen pelaksanaan model pembelajaran CTL adalah sebagai berikut. 1) Konstruktivisme (constructivism) Konstruktivisme (constructivism) merupakan landasan berpikir (filosofi) pendekatan CTL, yaitu bahwa pengetahuan dibangun oleh manusia sedikit demi sedikit, yang hasilnya diperluas melalui konteks yang terbatas (sempit) dan tidak sekonyong-konyong. Manusia harus mengkonstruksi pengetahuan itu dan memberi makna melalui pengalaman nyata. 2) Menemukan (Inquiry) Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh siswa diharapkan bukan dari hasil mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi hasil dari menemukan sendiri. Guru harus selalu merancang kegiatan yang merujuk pada kegiatan menemukan, apapun materi yang diajarkannya. 3) Bertanya (Questioning) Pengetahuan yang dimiliki seseorang selalu bermula dari bertanya. Questioning (bertanya) merupakan strategi utama pembelajaran yang berbasis CTL. Bertanya dalam pembelajaran dipandang sebagai kegiatan guru untuk mendorong, membimbing, dan menilai kemampuan berpikir siswa. Bagi siswa, kegiatan bertanya merupakan bagian penting dalam melaksanakan pembelajaran inquiri, yaitu menggali informasi, mengkonfirmasikan apa yang sudah diketahui, dan mengarahkan perhatian pada aspek yang belum diketahuinya. 4) Masyarakat Belajar (Learning Community) Konsep ini menyarankan agar hasil pembelajaran diperoleh dari kerjasama dengan orang lain. Hasil belajar diperoleh dari sharing antara teman, antar kelompok, dan antara yang tahu ke yang belum tahu. 5) Pemodelan (Modelling) Dalam sebuah pembelajaran keterampilan atau pengetahuan tertentu, ada model yang bisa ditiru. Dalam pendekatan CTL guru bukan satu-satunya model. Model dapat dirancang dengan melibatkan siswa. 6) Refleksi (Reflection) Refleksi adalah cara berpikir tentang apa yang baru dipelajari atau berpikir ke belakang tentang apa-apa yang sudah kita lakukan dimasa lalu. Siswa mengendapkan apa yang baru dipelajarinya sebagai struktur pengetahuan yang baru, yang merupakan pengayaan atau revisi dari pengetahuan sebelumnya. Refleksi merupakan respon terhadap kejadian, aktivitas, atau pengetahuan yang baru diterima. 7) Penilaian yang Sebenarnya (Authentic Assesment) Assesment adalah proses pengumpulan berbagai data yang bisa memberikan gambaran perkembangan belajar siswa. Pembelajaran yang benar memang seharusnya ditekankan pada upaya membantu siswa agar mampu mempelajari (learning how to learn), bukan ditekankan pada diperolehnya sebanyak mungkin informasi di akhir periode pembelajaran. Karena assement menekankan proses pembelajaran,

maka data yang dikumpulkan harus pada saat melakukan proses pembelajaran. (Tim Depdiknas, 2003:10-19) d. Asesmen Autentik Asesmen yang dilakukan menggunakan beragam sumber pada saat kegiatan pembelajaran berlangsung. Asesmen autentik biasanya mengecek pengetahuan dan keterampilan siswa pada saat itu (aktual), keterampilan, dan disposisi yang diharapkan dari kegiatan pembelajaran. Banyak cara yang dapat dilakukan untuk melengkapi informasi mengenai kemampuan, disposisi, kesenangan, dan ketertarikan siswa dalam belajar matematika. Beberapa teknik asesmen autentik yang dapat dilakukan antara lain sebagai berikut. 1) Observasi Pengamatan langsung mengenai tingkah laku siswa dalam kegiatan pembelajaran sangat penting dalam melengkapi data asesmen. Observasi melalui perencanaan yang matang dapat membantu meningkatkan keterampilan mengobservasi. Dari kegiatan observasi semacam ini dapat diperoleh gambaran mengenai sikap dan disposisi terhadap matematika. Catatan hasil observasi berguna bukan saja sebagai anecdotal records untuk keperluan asesmen dan perencanaan pembelajaran, namun diperlukan dalam menentukan tindakan yang harus dilakukan segera ketika guru menyajikan konsep baru. 2) Asesmen diri Assesmen ini bisa dimulai dengan memeriksa apakah pekerjaan benar atau salah, menganalisis strategi yang dilakukan siswa lain, dan melihat cara mana yang paling sesuai dengan pemikirannya. 3) Tes Melalui tes dapat diperoleh informasi dan petunjuk mengenai pembelajaran yang telah dan yang harus dilakukan selanjutnya daripada sekedar menentukan skor. Sayangnya tes kurang memberi kesempatan pada siswa untuk berpikir mengapa suatu prosedur diterapkan dan bagaimana memecahkan masalah, jika hasil tes lebih dipentingkan dari pada bagaimana mengerjakannya. e. Pelaksanaan Model Pembelajaran CTL adalah sebagai berikut. 1) Menyampaikan tujuan pembelajaran/indikator. 2) Menyajikan kartu soal dan lembar kerja siswa. 3) Siswa diminta berdiskusi dengan teman sebangku untuk menyelesaiakan lembar kerja siswa tersebut. 4) Memberikan bimbingan pada siswa. 5) Meminta salah satu siswa untuk mempresentasikan hasil diskusinya di depan kelas. 6) Siswa lain diberi kesempatan untuk memberikan tanggapan dan mengajukan pertanyaan, kemudian dibahas bersama-sama. 7) Siswa dengan bantuan guru menarik kesimpulan. Memberikan umpan balik. 7. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe STAD berbasis CTL

Pada model pembelajaran kooperatif Tipe STAD berbasis CTL, siswa memproses informasi atau pengetahuan baru sedemikian rupa sehingga dirasakan masuk akal sesuai dengan kerangka berpikir yang dimilikinya, yang bertujuan untuk membekali siswa dengan pengetahuan yang secara yang fleksibel, yang dapat diterapkan dari suatu permasalahan ke permasalahan lain, dari satu konteks ke konteks lainnya. STAD dilaksanakan dengan menyertakan tujuh komponen CTL yang meliputi: konstruktivisme (constructivism), menemukan (inquiry), bertanya (questioning), masyarakat belajar (learning community), pemodelan (modeling), refleksi (reflection), dan penilaian autentik (authentic assesment) seperti yang telah diungkapkan di depan. Model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis CTL akan dilaksanakan dengan urutan sebagai berikut. a. Menyampaikan tujuan pembelajaran/indikator. b. Memberikan informasi/menyampaikan materi yang akan diberikan. c. Membagi kelas menjadi beberapa kelompok yang anggotanya terdiri dari 45 siswa. d. Memberikan nama kelompok untuk masing-masing kelompok. e. Menyajikan kartu soal dan membagikan lembar kerja siswa kepada masing-masing anggota kelompok untuk didiskusikan dan dikerjakan secara berkelompok. f. Mengingatkan siswa tetap bersama kelompoknya masing-masing sampai selesai tugasnya dan bekerja dengan menggunakan keterampilan-keterampilan kooperatif yang dikembangkan. g. Memberikan bimbingan kepada kelompok. h. Meminta salah satu kelompok untuk mempresentasikan hasil diskusinya. i. Memberikan kesempatan pada kelompok lain untuk berpendapat dan mengajukan pertanyaan, kemudian membahasnya bersama-sama. j. Pemberian kuis yang dikerjakan secara individu. k. Jawaban dari kuis dikoreksi bersama-sama. l. Siswa dengan bantuan guru menarik kesimpulan. m. Guru memberikan umpan balik. n. Memberikan tugas kelompok sebagai tugas rumah yang dikerjakan secara berkelompok. o. Memberikan PR. STAD berbasis CTL dalam penelitian ini merupakan pembelajaran kooperatif dengan mengangkat masalah-masalah keseharian siswa sehingga siswa kaya akan pemahaman masalah dan cara untuk menyelesaikannya. Kerangka Berpikir Ada beberapa faktor yang perlu diperhatikan dalam pencapaian hasil belajar agar maksimal yaitu faktor dari dalam dan faktor dari luar siswa tersebut. Adapun faktor dari luar diantaranya: kurikulum, program, sarana, fasilitas dan guru atau tenaga pengajar. Ketepatan memilih model pembelajaran sangatlah penting dalam proses belajar mengajar untuk mendapatkan hasil belajar yang maksimal dan

menyeluruh. Model pembelajaran yang digunakan guru dalam proses belajar mengajar hendaknya ditujukan untuk meningkatkan mutu sumber daya manusia yang bermanfaat bagi kehidupan dimasa mendatang dan dapat mencetak siswa yang berkualitas dengan memiliki keterampilan dan daya kreativitas yang tinggi sehingga akan dapat memenuhi tuntutan zaman yang akan datang serta mampu memecahkan dan mengatasi problema kehidupan di dalam dunia nyata. Melalui model pembelajaran kooperatif Tipe STAD Berbasis Contextual Teaching And Learning (CTL) siswa akan mengetahui makna belajar dan dapat menggunakan pengetahuan serta keterampilan yang diperolehnya untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya. Pembelajaran matematika yang biasanya menggunakan metode ekspositori memang sudah membuat siswa aktif, namun hasilnya kurang optimal. Sehingga siswa kurang termotivasi untuk memunculkan ide-ide kreatifnya. Hal itu belum cukup untuk membekali siswa dalam menghadapi dunia nyata setelah dia lulus dari sekolah. Penerapan model pembelajaran kooperatif Tipe STAD Berbasis Contextual Teaching And Learning (CTL) diharapkan hasil belajar siswa menjadi lebih baik. D. Hipotesis Penelitian Model pembelajaran kooperatif tipe STAD berbasis Contextual Teaching And Learning (CTL) lebih baik dibandingkan model pembelajaran CTL terhadap hasil belajar siswa pada materi pokok Sistem Persamaan Linear Dua Variabel kelas *************

Model Pembelajaran Langsung (Direct Instruction)Posted on //27 Januari 2011 by AKHMAD SUDRAJAT 1. Apa Model Pembelajaran Langsung itu? Model pembelajaran adalah model pembelajaran yang menekankan pada penguasaan konsep dan/atau perubahan perilaku dengan mengutamakan pendekatan deduktif, dengan ciri-ciri sebagai berikut: (1) transformasi dan ketrampilan secara langsung; (2) pembelajaran berorientasi pada tujuan tertentu; (3) materi pembelajaran yang telah terstuktur; (4) lingkungan belajar yang telah terstruktur; dan (5) distruktur oleh guru. Guru berperan sebagai penyampai informasi, dan dalam hal ini guru seyogyanya menggunakan berbagai media yang sesuai, misalnya film, tape recorder, gambar, peragaan, dan sebaganya. Informasi yang disampaikan dapat berupa pengetahuan prosedural (yaitu pengetahuan tentang bagaimana melaksanakan sesuatu) atau pengetahuan deklaratif, (yaitu pengetahuan tentang sesuatu dapat berupa fakta, konsep, prinsip, atau generalisasi). Kritik terhadap penggunaan model ini antara lain bahwa model ini tidak dapat digunakan setiap waktu dan tidak untuk semua tujuan pembelajaran dan semua siswa.

2. Bagaimana Tahapan Model Pembelajaran? Tahapan atau sintaks model pembelajaran langsung menurut Bruce dan Weil (1996), sebagai berikut: Orientasi. Sebelum menyajikan dan menjelaskan materi baru, akan sangat menolong siswa jika guru memberikan kerangka pelajaran dan orientasi terhadap materi yang akan disampaikan. Bentuk-bentuk orientasi dapat berupa: (1) kegiatan pendahuluan untuk mengetahui pengetahuan yang relevan dengan pengetahuan yang telah dimiliki siswa; (2) mendiskusikan atau menginformasikan tujuan pelajaran; (3) memberikan penjelasan/arahan mengenai kegiatan yang akan dilakukan; (4) menginformasikan materi/konsep yang akan digunakan dan kegiatan yang akan dilakukan selama pembelajaran; dan(5) menginformasikan kerangka pelajaran. Presentasi. Pada fase ini guru dapat menyajikan materi pelajaran baik berupa konsep-konsep maupun keterampilan. Penyajian materi dapat berupa: (1) penyajian materi dalam langkahlangkah kecil sehingga materi dapat dikuasai siswa dalam waktu relatif pendek;(2) pemberian contoh-contoh konsep; (3) pemodelan atau peragaan keterampilan dengan cara demonstrasi atau penjelasan langkah-langkah kerja terhadap tugas; dan (4) menjelaskan ulang hal-hal yang sulit. Latihan terstruktur. Pada fase ini guru memandu siswa untuk melakukan latihan-latihan. Peran guru yang penting dalam fase ini adalah memberikan umpan balik terhadap respon siswa dan memberikan penguatan terhadap respon siswa yang benar dan mengoreksi respon siswa yang salah. Latihan terbimbing. Pada fase ini guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih konsep atau keterampilan. Latihan terbimbing ini baik juga digunakan oleh guru untuk mengases/menilai kemampuan siswa untuk melakukan tugasnya. Pada fase ini peran guru adalah memonitor dan memberikan bimbingan jika diperlukan. Latihan mandiri. Pada fase ini siswa melakukan kegiatan latihan secara mandiri, fase ini dapat dilalui siswa jika telah menguasai tahap-tahap pengerjaan tugas 85-90% dalam fase bimbingan latihan. Di lain pihak, Slavin (2003) mengemukakan tujuh langkah dalam sintaks pembelajaran langsung, yaitu sebagai berikut. Menginformasikan tujuan pembelajaran dan orientasi pelajaran kepada siswa. Dalam tahap ini guru menginformasikan hal-hal yang harus dipelajari dan kinerja siswa yang diharapkan. Me-review pengetahuan dan keterampilan prasyarat. Dalam tahap ini guru mengajukan pertanyaan untuk mengungkap pengetahuan dan keterampilan yang telah dikuasai siswa. Menyampaikan materi pelajaran. Dalam fase ini, guru menyampaikan materi, menyajikan informasi, memberikan contoh-contoh, mendemontrasikan konsep dan sebagainya. Melaksanakan bimbingan. Bimbingan dilakukan dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan untuk menilai tingkat pemahaman siswa dan mengoreksi kesalahan konsep. Memberikan kesempatan kepada siswa untuk berlatih. Dalam tahap ini, guru memberikan kesempatan kepada siswa untuk melatih keterampilannya atau menggunakan informasi baru secara individu atau kelompok. Menilai kinerja siswa dan memberikan umpan balik. Guru memberikan reviu terhadap halhal yang telah dilakukan siswa, memberikan umpan balik terhadap respon siswa yang benar dan mengulang keterampilan jika diperlukan. Memberikan latihan mandiri. Dalam tahap ini, guru dapat memberikan tugas-tugas mandiri kepada siswa untuk meningkatkan pemahamannya terhadap materi yang telah mereka pelajari. 3. Pada situasi apa Pembelajaran Langsung dapat digunakan?

Beberapa situasi yang memungkinkan model pembelajaran langsung cocok untuk diterapkan dalam pembelajaran: Ketika guru ingin mengenalkan suatu bidang pembelajaran yang baru dan memberikan garis besar pelajaran dengan mendefinisikan konsep-konsep kunci dan menunjukkan keterkaitan di antara konsep-konsep tersebut. Ketika guru ingin mengajari siswa suatu keterampilan atau prosedur yang memiliki struktur yang jelas dan pasti. Ketika guru ingin memastikan bahwa siswa telah menguasai keterampilan-keterampilan dasar yang diperlukan dalam kegiatan-kegiatan yang berpusat pada siswa, misalnya penyelesaian masalah (problem solving). Ketika guru ingin menunjukkan sikap dan pendekatan-pedekatan intelektual (misalnya menunjukkan bahwa suatu argumen harus didukung oleh bukti-bukti, atau bahwa suatu penjelajahan ide tidak selalu berujung pada jawaban yang logis) Ketika subjek pembelajaran yang akan diajarkan cocok untuk dipresentasikan dengan pola penjelasan, pemodelan, pertanyaan, dan penerapan. Ketika guru ingin menumbuhkan ketertarikan siswa akan suatu topik. Ketika guru harus menunjukkan teknik atau prosedur-prosedur tertentu sebelum siswa melakukan suatu kegiatan praktik. Ketika guru ingin menyampaikan kerangka parameter-parameter untuk memandu siswa dalam melakukan kegiatan pembelajaran kelompok atau independen. Ketika para siswa menghadapi kesulitan yang sama yang dapat diatasi dengan penjelasan yang sangat terstruktur. Ketika lingkungan mengajar tidak sesuai dengan strategi yang berpusat pada siswa atau ketika guru tidak memiliki waktu untuk melakukan pendekatan yang berpusat pada siswa. 4. Kelebihan dan Keterbatasan Model Pembelajaran Langsung Kelebihan model pembelajaran langsung: Dengan model pembelajaran langsung, guru mengendalikan isi materi dan urutan informasi yang diterima oleh siswa sehingga dapat mempertahankan fokus mengenai apa yang harus dicapai oleh siswa. Dapat diterapkan secara efektif dalam kelas yang besar maupun kecil. Dapat digunakan untuk menekankan poin-poin penting atau kesulitan-kesulitan yang mungkin dihadapi siswa sehingga hal-hal tersebut dapat diungkapkan. Dapat menjadi cara yang efektif untuk mengajarkan informasi dan pengetahuan faktual yang sangat terstruktur. Merupakan cara yang paling efektif untuk mengajarkan konsep dan keterampilan-keterampilan yang eksplisit kepada siswa yang berprestasi rendah. Dapat menjadi cara untuk menyampaikan informasi yang banyak dalam waktu yang relatif singkat yang dapat diakses secara setara oleh seluruh siswa. Memungkinkan guru untuk menyampaikan ketertarikan pribadi mengenai mata pelajaran (melalui presentasi yang antusias) yang dapat merangsang ketertarikan dan dan antusiasme siswa. Ceramah merupakan cara yang bermanfaat untuk menyampaikan informasi kepada siswa yang tidak suka membaca atau yang tidak memiliki keterampilan dalam menyusun dan menafsirkan informasi.

Secara umum, ceramah adalah cara yang paling memungkinkan untuk menciptakan lingkungan yang tidak mengancam dan bebas stres bagi siswa. Para siswa yang pemalu, tidak percaya diri, dan tidak memiliki pengetahuan yang cukup tidak merasa dipaksa dan berpartisipasi dan dipermalukan. Model pembelajaran langsung dapat digunakan untuk membangun model pembelajaran dalam bidang studi tertentu. Guru dapat menunjukkan bagaimana suatu permasalahan dapat didekati, bagaimana informasi dianalisis, dan bagaimana suatu pengetahuan dihasilkan. Pengajaran yang eksplisit membekali siswa dengan cara-cara disipliner dalam memandang dunia (dan) dengan menggunakan perspektif-perspektif alternatif yang menyadarkan siswa akan keterbatasan perspektif yang inheren dalam pemikiran sehari-hari. Model pembelajaran langsung yang menekankan kegiatan mendengar (misalnya ceramah) dan mengamati (misalnya demonstrasi) dapat membantu siswa yang cocok belajar dengan cara-cara ini. Ceramah dapat bermanfaat untuk menyampaikan pengetahuan yang tidak tersedia secara langsung bagi siswa, termasuk contoh-contoh yang relevan dan hasil-hasil penelitian terkini. Model pembelajaran langsung (terutama demonstrasi) dapat memberi siswa tantangan untuk mempertimbangkan kesenjangan yang terdapat di antara teori (yang seharusnya terjadi) dan observasi (kenyataan yang mereka lihat). Demonstrasi memungkinkan siswa untuk berkonsentrasi pada hasil-hasil dari suatu tugas dan bukan teknik-teknik dalam menghasilkannya. Hal ini penting terutama jika siswa tidak memiliki kepercayaan diri atau keterampilan dalam melakukan tugas tersebut. Siswa yang tidak dapat mengarahkan diri sendiri dapat tetap berprestasi apabila model pembelajaran langsung digunakan secara efektif. Model pembelajaran langsung bergantung pada kemampuan refleksi guru sehingga guru dapat terus menerus mengevaluasi dan memperbaikinya. Keterbatasan Model Pembelajaran Langsung: Model pembelajaran langsung bersandar pada kemampuan siswa untuk mengasimilasikan informasi melalui kegiatan mendengarkan, mengamati, dan mencatat. Karena tidak semua siswa memiliki keterampilan dalam hal-hal tersebut, guru masih harus mengajarkannya kepada siswa. Dalam model pembelajaran langsung, sulit untuk mengatasi perbedaan dalam hal kemampuan, pengetahuan awal, tingkat pembelajaran dan pemahaman, gaya belajar, atau ketertarikan siswa. Karena siswa hanya memiliki sedikit kesempatan untuk terlibat secara aktif, sulit bagi siswa untuk mengembangkan keterampilan sosial dan interpersonal mereka. Karena guru memainkan peran pusat dalam model ini, kesuksesan strategi pembelajaran ini bergantung pada image guru. Jika guru tidak tampak siap, berpengetahuan, percaya diri, antusias, dan terstruktur, siswa dapat menjadi bosan, teralihkan perhatiannya, dan pembelajaran mereka akan terhambat. Terdapat beberapa bukti penelitian bahwa tingkat struktur dan kendali guru yang tinggi dalam kegiatan pembelajaran, yang menjadi karakteristik model pembelajaran langsung, dapat berdampak negatif terhadap kemampuan penyelesaian masalah, kemandirian, dan keingintahuan siswa. Model pembelajaran langsung sangat bergantung pada gaya komunikasi guru. Komunikator yang buruk cenderung menghasilkan pembelajaran yang buruk pula dan model pembelajaran langsung membatasi kesempatan guru untuk menampilkan banyak perilaku komunikasi positif. Jika materi yang disampaikan bersifat kompleks, rinci, atau abstrak, model pembelajaran langsung mungkin tidak dapat memberi siswa kesempatan yang cukup untuk memproses dan

memahami informasi yang disampaikan. Model pembelajaran langsung memberi siswa cara pandang guru mengenai bagaimana materi disusun dan disintesis, yang tidak selalu dapat dipahami atau dikuasai oleh siswa. Siswa memiliki sedikit kesempatan untuk mendebat cara pandang ini. Jika model pembelajaran langsung tidak banyak melibatkan siswa, siswa akan kehilangan perhatian setelah 10-15 menit dan hanya akan mengingat sedikit isi materi yang disampaikan. Jika terlalu sering digunakan, model pembelajaran langsung akan membuat siswa percaya bahwa guru akan memberitahu mereka semua yang perlu mereka ketahui. Hal ini akan menghilangkan rasa tanggung jawab mengenai pembelajaran mereka sendiri. Karena model pembelajaran langsung melibatkan banyak komunikasi satu arah, guru sulit untuk mendapatkan umpan balik mengenai pemahaman siswa. Hal ini dapat membuat siswa tidak paham atau salah paham. Demonstrasi sangat bergantung pada keterampilan pengamatan siswa. Sayangnya, banyak siswa bukanlah pengamat yang baik sehingga dapat melewatkan hal-hal yang dimaksudkan oleh guru. ========== Sumber: Disarikan dari Depdiknas. 2009. Modul KKG/MGMP

Hakikat Guru Agama IslamGoogle Ads -Sebelum penulis membicarakan tentang pengertian guru agama Islam, perlulah kiranya penulis awali dengan menguraikan pengertian guru agama secara umum, hal ini sebagai titik tolak untuk memberikan pengertian guru agama Islam. a. Pengertian Guru secara ethimologi (harfiah) ialah orang yang pekerjaannya mengajar. Kemudian lebih lanjut Muhaimin menegaskan bahwa: seorang guru biasa disebut sebagai ustadz, mu`alim, murabbiy, mursyid, mudarris, dan mu`addib, yang artinya orang yang memberikan ilmu pengetahuan dengan tujuan mencerdaskan dan membina akhlak peserta didik agar menjadi orang yang berkepribadian baik. b. Sedangkan pengertian guru ditinjau dari sudut therminologi yang diberikan oleh para ahli dan cerdik cendekiawan, adalah sebagai berikut: 1) Menurut Muhaimin dalam bukunya Strategi Belajar Mengajar menguraikan bahwa guru adalah orang yang berwenang dan bertanggung jawab terhadap pendidikan siswanya, baik secara individual ataupun klasikal. Baik disekolah maupun diluar sekolah. Dalam pandangan Islam secara umum guru adalah mengupayakan perkembangan seluruh potensi/aspek anak didik, baik aspek cognitive, effective dan psychomotor. 2) Zakiah Daradjat dalam bukunya ilmu pendidikan Islam menguraikan bahwa seorang guru adalah pendidik Profesional, karenanya secara implicit ia telah merelakan dirinya menerima dan memikul sebagian tanggung jawab pendidikan. 3) Menurut Syaiful Bahri Djamarah dalam setiap melakukan pekerjaan yang tentunya dengan kesadaran bahwa yang dilakukan atau yang dikerjakan merupakan profesi bagi setiap individu yang akan menghasilkan sesuatu dari pekerjaannya. Dalam hal ini yang dinamakan guru dalam arti yang sederhana adalah orang yang memberikan ilmu

pengetahuan kepada anak didik. 4) M. Ngalim Purwanto dalam bukunya Ilmu Pendidikan Praktis dan Teoritis menjelaskan guru adalah orang yang telah memberikan suatu ilmu/ kepandaian kepada yang tertentu kepada seseorang/ kelompok orang. Dari rumusan pengertian guru diatas dapat disimpulkan bahwa guru adalah orang yang memberikan pendidikan atau ilmu pengetahuan kepada peserta didik dengan tujuan agar peserta didik mampu memahami dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Kemudian apabila istilah kata guru dikaitkan dengan kata agama islam menjadi guru agama islam, maka pengertiannya adalah menjadi seorang pendidik yang mengajarkan ajaran agama Islam dan membimbing anak didik kearah pencapaian kedewasaan serta membentuk kepribadian muslim yang berakhlak mulia, sehingga terjadi keseimbangan antara kebahagiaan didunia dan kebahagiaan diakhirat. Sebagai guru agama Islam haruslah taat kepada Tuhan, mengamalkan segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Bagaimana ia akan dapat menganjurkan dan mendidik anak untuk berbakti kepada Tuhan kalau ia sendiri tidak mengamalkannya. Jadi sebagai guru agama islam haruslah berpegang teguh kepada agamanya, memberi teladan yang baik dan menjauhi yang buruk. Anak mempunyai dorongan meniru, segala tingkah laku dan perbuatan guru akan ditiru oleh anak-anak. Bukan hanya terbatas pada hal itu saja, tetapi sampai segala apa yang dikatakan guru itulah yang dipercayai murid, dan tidak percaya kepada apa yang tidak dikatakannya. Dengan demikian seorang guru agama Islam ialah merupakan figure seorang pemimpin yang mana disetiap perkataan atau perbuatannya akan menjadi panutan bagi anak didik, maka disamping sebagai profesi seorang guru agama hendaklah menjaga kewibawaannya agar jangan sampai seorang guru agama islam melakukan hal-hal yang bisa menyebabkan hilangnya kepercayaan yang telah diberikan masyarakat. Ahmad Tafsir mengutip pendapat dari Al-Ghazali mengatakan bahwa siapa yang memilih pekerjaan mengajar, ia sesungguhnya telah memilih pekerjaan besar dan penting. Karena kedudukan guru agama Islam yang demikian tinggi dalam Islam dan merupakan realisasi dari ajaran Islam itu sendiri, maka pekerjaan atau profesi sebagai guru agama Islam tidak kalah pentingnya dengan guru yang mengajar pendidikan umum. Dengan demikian pengertian guru agama Islam yang dimaksud disini adalah mendidik dalam bidang keagamaan, merupakan taraf pencapaian yang diinginkan atau hasil yang telah diperoleh dalam menjalankan pengajaran pendidikan agama Islam baik di tingkat dasar, menengah atau perguruan tinggi. Guru merupakan jabatan terpuji dan guru itu sendiri dapat mengantarkan manusia menuju kesempurnaan dan dapat pula mengantarkannya menjadi manusia hakiki dalam arti manusia yang dapat mengemban dan bertanggung jawab atas amanah Allah.

Rujukan: 1. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2001), hlm. 377 2. Muhaimin, Pengembangan Kurikulum Pendidikan Agama Islam (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2005), hlm. 44-49 3. Muhaimin, Strategi Belajar Mengajar (Surabaya: Citra Media, 1996), hlm. 70 4. Zakiah Daradjat, Ilmu Pendidikan Islam (Jakarta: Bumi Angkasa, 1984), hlm. 39 5. Syaiful Bahri Djamarah, Guru dan Anak Didik dalam Interaksi Edukatif (Jakarta: Rineka Cipta, 2000), hlm. 31. 6. M. Ngalim Purwanto, Ilmu Pendidikan Teoritis dan Praktis (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1988), hlm. 169 7. Rachman Shaleh, Didaktik Pendidikan Agama Disekolah Dan Petunjuk Mengajar Bagi Guru Agama (Bandung: Pustaka Pelajar, 1969), hlm 142. 8. Ahmad Tafsir, Ilmu Pendidikan dalam Perspektif Islam (Bandung: Remaja Rosda Karya, 1992), hlm.76

Dipublikasikan Oleh: M. Asrori Ardiansyah, M.Pd Pendidik di Malang

EFEKTIVITAS PEMBELAJARANPosted by starawaji pada Maret 1, 2009 A. Efektivitas 1. Pengertian efektivitas Proses belajar mengajar yang ada baik di sekolah dasar maupun di sekolah menengah, sudah barang tentu mempunyai target bahan ajar yang harus dicapai oleh setiap guru, yang didasarkan pada kurikulum yang berlaku pada saat itu. Kurikulum yang sekarang ada sudah jelas berbeda dengan kurikulum zaman dulu, ini ditenggarai oleh sistem pendidikan dan kebutuhan akan pengetahuan mengalami perubahan sesuai dengan kebutuhan zaman. Bahan ajar yang banyak terangkum dalam kurikulum tentunya harus disesuaikan dengan waktu yang tersedia pada hari efektif yang ada pada tahun ajaran tersebut. Namun terkadang materi yang ada dikurikum lebih banyak daripada waktu yang tersedia. Ini sangat ironis sekali dikarenakan semua mata pelajaran dituntut untuk bisa mencapai target tersebut. Untuk itu perlu adanya strategi efektivitas pembelajaran.

Efektivitas berasal dari bahasa inggris yaitu Effective yang berarti berhasil, tepat atau manjur. Efektivitas menunjukan taraf tercapainya suatu tujuan, suatu usaha dikatakan efektif jika usaha itu mencapai tujuannya. Secara ideal efektivitas dapat 15 dinyatakan dengan ukuran-ukuran yang agak pasti, misalnya usaha X adalah 60% efektif dalam mencapai tujuan Y. Di dalam kamus bahasa Indonesia Efektivitas berasal dari kata efektif yang berarti mempunyai efektif, pengaruh atau akibat, atau efektif juga dapat diartikan dengan memberikan hasil yang memuaskan. Dari uraian diatas dapat dijelaskan kembali bahwa efektivitas merupakan keterkaitan antara tujuan dan hasil yang dinyatakan, dan menunjukan derajat kesesuaian antara tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang di capai. 2. Kriteria Efektivitas Pembelajaran Didalam proses belajar mengajar banyak faktor yang mempengaruhi terhadap berhasilnya sebuah pembelajaran, antara lain kurikulum, daya serap, presensi guru, presensi siswa dan prestasi belajar. a. Kurikulum Kurikulum berasal dari bahasa latin yaitu cuciculumsemula berarti a running course, or race cource, especially a chariot race cource dan dalam bahasa perancis courier yang berarti to run (berlari). Kemudian istilah itu dipergunakan untuk sejumlah cource atau mata pelajaran yang harus ditempuh untuk mencapai suatu gelar atau ijazah. 16 Smith memandang bahwa kurikulum sebagai a sequence of potencial experience of disciplining children and youth in group ways of thinking acting yaitu penekanannya pada aspek sosial, yakni mendidik anak menjadi anggota masyarakat. Dari uraian diatas telah jelas bahwa kurikulum adalah sejumlah mata pelajaran yang harus dicapai/diselesaikan oleh peserta didik untuk mendapatkan ijazah (STTB). Sebelum abad ke 20 setelah kurikulum belum banyak digunakan dalam kontek pendidikan. Para ahli mencatat bahwa konsep-konsep tentang kurikulum mulai berkembang sejak dipublikannya sebuah buku yang berjudul The Curriculum yang ditulis oleh Franklin Bobblilt pada tahun 1918. Yang pada garis besarnya berisi tentang kurikulum sebagai rencana pelajaran atau bahan ajaran, kurikulum sebagai pengalaman belajar dan kurikulum sebagai rencana belajar. b. Daya Serap Didalam kamus besar bahasa Indonesia, daya serap diartikan sebagai kemampuan seseorang atau suatu menyerap. Daya serap yang di maksud disini adalah kemampuan siswa untuk menyerap atau menguasai materi/bahan ajar yang di pelajarinya sesuai dengan bahan ajar tersebut yang meliputi: 1). Efektifitas kurikulum Pendidikan Agama Islam

Efektifitas kurikulum Pendidikan Agama Islam dapat digambarkan yaitu merupakan poroses belajar mengajar yang membahas tentang bahan ajar Pendidikan Agama Islam dengan segenap komponen yang ada termasuk didalamnya metode yang 17 digunakan agar siswa dapat mengembangkan kemampuan memahami, menghayati dan mengamalkan kehidupan sehari-hari melalui materi Al-Quran dan hadits, Aqidah, akhlakul karimah, Fiqh dan Tarikh Islam. 2). Daya Serap Terhadap Materi Pelajaran Daya serap merupakan sejauh mana pemahaman peserta didik terhadap mata pelajaran yang diajarkan oleh seorang guru dalam Peroses Kegiatan Belajar Mengajar. Pemahaman ini juga banyak faktor yang mempengaruhinya seperti, minat siswa terhadap mata Pelajaran Pendidikan Agama Islam, lingkungan yang kondusif, bahkan guru mata pelajaran Pendidikan Agama Islam yang bersahabat dengan siswa. 3). Evaluasi Hasil Belajar Kegiatan evaluasi atau menilai hasil-hasil dari belajar siswa merupakan tindak lanjut dari semua rangkaian aktivitas pembelajaran. Evaluasi ini bermaksud untuk mengetahui sejauh mana siswa memahami dan menyerap materi pelajaran yang telah diberikan oleh seorang guru dalam melaksanakan tugas belajar di kelas. Kegiatan evaluasi ini tentu akan menjadi pedoman baik untuk guru atau siswa, dimana akan terlihat dengan jelas letak kekurangan-kekurangan yang ada, sehingga akan menjadi tolak ukur dan perbaikan untuk masa yang akan datang. 18 c. Presensi Guru dan Murid Secara bahasa Presensi berarti kehadiran. Di SDN Binangun guru merupakan orang yang membimbing dan memberikan contoh kepada siswanya. Gamblangnya jika guru tidak hadir di sekolah untuk memberikan materi pelajaran, maka secara logis siswa juga tidak hadir disekolah, karena guru telah mencontohkan hal yang tidak baik. Secara matematis guru di SDN Binangun dalam melakukan atau memberikan materi bahan ajarnya lebih banyak melakukan pertemuan sesuai dengan jadwal atau jika di persenkan sebesar 86.4% tatap muka. Ini dibuktikan dengan adanya tanda tangan kehadiran pada daftar hadir guru. Kemudian siswanyapun secara keseluruhan kehadiran disekolah untuk melakukan pembelajaran 90% aktif. Jadi dengan demikian presensi atau kehadiran antara siswa dan guru sangat baik sekali. d. Prestasi Belajar Secara bahasa prestasi adalah hasil yang telah di capai (dari yang telah dikerjakan atau dilakukan). Sedangkan belajar itu sendiri adalah suatu peroses aktivitas yang dapat membawa perubahan pada individu, dan prestasi belajar adalah penguasaan pengetahuan atau keterampilan yang dikembangkan oleh mata pelajaran lainnya ditunjukan dengan tes atau angka nilai yang diberikan guru

Dengan demikian seseorang telah mengalami peroses aktifitas belajar mengajar akan mengalami perubahan tingkah laku, baik dari segi pengetahuan, keterampilan maupun dari segi lainnya. Proses belajar mengajar tidak hanya dilakukan didalam kelas saja yaitu intraksi antara guru dengan siswa dalam situasi 19 pendidikan atau lembaga sekolah saja, akan tetapi lebih dari itu masyarakat pun merupakan lahan pendidikan yang kadang dilupakan oleh banyak orang. Dalam dunia pendidikan belajar merupakan proses terjadinya interaksi antara guru dengan siswa yang memiliki tujuan sebagai target yang harus dicapai dalam proses belajar mengajar. Menurut Sudirman dkk, bahwa isi rumusan tujuan dalam pendidikan harus bersifat komprehensif. Artinya mengandung aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan Ketiga aspek tersebut dalam istilah pendidikan dikenal sebagai Taksonomi Bloom yang meliputi tiga matra yaitu : 1). Ranah (matra) Kognitif yang terdiri atas pengetahuan, pemahaman, aplikasi,analisis dan evaluasi 2). Ranah (matra) Afektif yang meliputi atas penerimaan respon,organisasi,evaluasi dan memberi sifat (karakter) 3). Ranah (matra) Psikomotor melalui pentahapan imitasi,spekulasi,prosisi,artikulasi dan naturalisasi. Dari ketiga matra tersebut diatas dapat ditentukan bahwa keberhasilan/prestasi belajar harus diukur oleh ketiga matra tersebut. Jika ketiga matra tersebut salah satunya belum terukur maka prestasi belajar siswa tersebut masih perlu diuji kembali. Dari uraian tersebut diatas telah jelas bahwa prestasi belajar merupakan pengukuran tingkah laku baik dari segi pengetahuan, keterampilan maupun dari segi lainnya. 20 B. Pembelajaran 1. Pengertian pembelajaran Pembelajaran berasal dari kata belajar, yang memiliki arti yaitu aktivitas perubahan tingkah laku. Perubahan tingkah laku yang dimaksud itu nyata memiliki arti yang sangat luas yaitu perubahan tingkah laku dari tidak tahu menjadi tahu, dari yang tidak mengerti menjadi mengerti. Pada kenyataannya pembelajaran adalah merupakan proses kegiatan belajar mengajar yang dilakukan dimana saja tanpa ada ruang dan waktu, karena memang pembelajaran biasa dilakukan kapan saja dan dimana saja, walaupun banyak orang beranggapan bahwa pembelajaran hanya dilakukan disekolah atau lembaga tertentu. Dari uaraian diatas maka dapat ditarik benang merahnya yaitu pembelajaran merupakan kegiatan perubahan tingkah laku secara kognitif, afektif dan psikomotorik. 2. Dasar-dasar Tujuan Pembelajaran Pendidikan adalah suatu proses dalam rangka mempengaruhi siswa agar dapat

menyesuaikan diri sebaik mungkin terhadap lingkungannya dan dengan demikian akan menimbulkan perubahan dalam dirinya yang memungkinkannya untuk berfungsi secara adekuat dalam kehidupan masyarakat. Adapun dasar-dasar tujuan pembelajaran ialah: a. UUD Negara Republik Indonesia Tahun 1945, yaitu Alinea keempat yang berbunyi Mencerdaskan kehidupan bangsa 21 b. Berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Allah SWT, berakhlak mulia, sehat, berilmu,c akap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab. C. Pendidikan Agama Islam 1. Pengertian Pendidikan Agama Islam Menurut Ahmad D Marimba, Pendidikan Agama Islam adalah bimbingan jasmani, rohani berdasarkan hukum-hukum Agama Islam menuju terbentuknya kepribadian utama menurut ukuran-ukuran Islam. Yaitu kepribadian yang memiliki nilai-nilai Islam, memilih dan memutuskan serta berbuat berdasarkan nilai-nilai Islam, dan bertanggung jawab sesuai dengan niai-nilai Islam. Menurut Al-Abrasyi Pendidikan Islam adalah pembentukan moral yang tinggi. Menurut Syekh Muhammad Al-Naquib Al-Attas bahwa pendidikan dalam arti Islam adalah suatu yang khusus hanya untuk manusia. jadi dengan demikian telah jelas bahwa pendidikan Islam itu merupakan pembentukan akhlak dan moral yang mulia berdasarkan hukum-hukum atau nilai-nilai Islam. 22 2. Dasar-dasar dan Tujuan Pendidikan Agama Islam Adapun dasar dan tujuan Pendidikan Agama Islam ialah: a. Dasar-dasar Pendidikan Islam yaitu: Al-Quran Al-hadits. b. Tujuan Pendidikan Islam yaitu: Para ahli pendidikan Islam telah sepakat bahwa maksud dari pendidikan dan pengajaran bukanlah memenuhi otak anak didik dengan segala macam ilmu yang belum mereka ketahui, tetapi makudnya ialah mendidik akhlak dan jiwa mereka, menanamkan rasa fadilah (keutamaan), membiasakan mereka dengan kesopanan yang tinggi, mempersiapkan mereka untuk suatu kehidupan yang suci seluruhnya, ikhlas dan jujur. Dengan demikian telah jelas bahwa Pendidikan Islam lebih mengutamakan pendidikan budi pekerti dan pendidikan jiwa (moral). Sedangkan bila dikaitkan dengan Efektivitas, maka Pendidikan Agama Islam lebih menekankan pada realisasi teori atau pengejewantahan teori terhadap tingkah laku yang nyata, dalam arti bahwa Pendidikan

Agama Islam lebih bersifat kepada akhlak yang mulia (akhlakul karimah), yang di dasarkan pada Al-Quran dan Hadits.

Model pembelajaran yang tepat untuk peserta didik Posted on 12 October 2010. Tujuan pembelajaran yang diinginkan tentu optimal, karena itu ada beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh pendidik, salah satunya adalah metodologi mengajar. Pembelajaran/pengajaran merupakan istilah kunci yang hampir tidak pernah luput dari pembahasan mengenai pendidikan karena hubungan yang erat antara keduanya. Metodologi pembelajaran/pengajaran harus dimiliki oleh pendidik, karena keberhasilan proses belajar mengajar (PBM) bergantung pada cara mengajar pendidik. Jika menurut peserta didik, cara mengajar pendidik menarik, peserta didik akan tekun, rajin, dan antusias menerima pelajaran yang diberikan, sehingga diharapkan akan terjadi perubahan pada peserta didik baik tutur kata, tingkah laku, motorik, dan gaya hidupnya.Banyaknya metodologi pembelajaran mengharuskan pendidik memiliki metode mengajar yang beragam. Dalam proses belajar mengajar, pendidik tidak menggunakan hanya satu metode, tetapi harus bervariasi, yaitu disesuaikan dengan tipe belajar peserta didik dan kondisi serta situasi yang ada pada saat itu. Dengan demikian, tujuan pembelajaran yang telah dirumuskan oleh pendidik dapat terwujud/tercapai. Kata metodologi berasal dari bahasa Latin yakni meta yang berarti jauh (melampaui) dan hodos yang berarti jalan (cara). Metodologi adalah ilmu mengenai cara mencapai tujuan. Dengan demikian, metodologi pengajaran adalah ilmu yang mempelajari cara untuk melakukan aktivitas yang sistematis dari sebuah lingkungan yang terdiri dari pendidik dan peserta didik untuk saling berinteraksi dalam melakukan suatu kegiatan sehingga proses belajar berjalan dengan baik, yang berarti tercapainya tujuan pengajaran. Agar tujuan pengajaran tercapai sesuai dengan yang telah dirumuskan oleh pendidik, pendidik harus mengetahui, mempelajari, dan mempraktikkan beberapa metode mengajar pada saat mengajar. Pembelajaran atau Pengajaran Arifin (1978) mendefinisikan bahwa mengajar adalah suatu rangkaian kegiatan penyampaian materi ajar kepada siswa agar dapat menerima, menanggapi, menguasai, dan mengembangkan bahan pelajaran itu. Tyson dan Caroll (1970) mengemukakan bahwa mengajar adalah A way working with studentsa process of interaction, the teacher does something to student, the students do something in return, Dari definisi tersebut dapat disimpulkan bahwa mengajar merupakan suatu cara dan sebuah proses hubungan timbal balik antara siswa dan guru yang sama-sama aktif melakukan kegiatan. Nasution (1986) berpendapat bahwa mengajar adalah suatu aktivitas mengorganisir atau mengatur lingkungan sebaik-baiknya dan menghubungkannya dengan anak, sehingga terjadi proses belajar.

Tardif (1989) mendefinisikan mengajar sebagai tindakan yang dilakukan seseorang (pendidik) dengan tujuan membantu atau memudahkan orang lain (peserta didik) melakukan kegiatan belajar. Biggs (1991), seorang ahli psikologi membagi konsep mengajar menjadi tiga macam pengertian yaitu: Kuantitatif Mengajar diartikan sebagai transmission of knowledge, yakni penyebaran pengetahuan. Dalam hal ini, guru hanya perlu menguasai pengetahuan bidang studinya dan menyampaikan kepada peserta didik dengan sebaik-baiknya. Masalah berhasil atau tidaknya peserta didik bukan tanggung jawab pendidik. Institusional Mengajar adalah penataan segala kemampuan mengajar secara efisien. Dalam hal ini, pendidik dituntut untuk selalu siap menyesuaikan berbagai teknik mengajar terhadap peserta didik yang memiliki berbagai macam tipe belajar, bakat, kemampuan, dan kebutuhan. Kualitatif Mengajar adalah upaya memfasilitasi pembelajaran (facilitation of learning), yaitu upaya membantu memudahkan kegiatan belajar peserta didik mencari makna dan pemahamannya sendiri. Metode Pembelajaran atau Pengajaran Metode ceramah Metode ceramah (preaching method) adalah sebuah metode pengajaran dengan menyampaikan informasi dan pengetahuan secara lisan kepada sejumlah siswa, yang pada umumnya mengikuti secara pasif (Syah M., 2000). Metode ceramah dapat dikatakan sebagai satu-satunya metode yang paling ekonomis untuk menyampaikan informasi, dan paling efektif dalam mengatasi kelangkaan literatur atau rujukan yang sesuai dengan jangkauan daya beli serta daya paham peserta didik. Beberapa kelemahan metode ceramah adalah: 1. Membuat peserta didik pasif. 2. Mengandung unsur paksaan kepada peserta didik. 3. Mengandung sedikit daya kritispeserta didik (Daradjat, 1985). 4. Bagi peserta didik dengan tipe belajar visual akan lebih sulit menerima pelajaran dibandingkan dengan peserta didik yang memiliki tipe belajar audio. 5. Sukar mengendalikan sejauh mana pemahaman belajar peserta didik. 6. Kegiatan pengajaran menjadi verbalisme. 7. Jika terlalu lama dapat membuat jenuh (Djamarah, S.B., 2000). Beberapa kelebihan metode ceramah adalah:

1. Pendidik mudah menguasai kelas. 2. Pendidik mudah menerangkan banyak bahan ajar berjumlah besar. 3. Dapat diikuti oleh peserta didik dalam jumlah besar. 4. Mudah dilaksanakan (Djamarah, S.B., 2000). Metode diskusi Muhibbin Syah (2000), mendefinisikan metode diskusi sebagai metode mengajar yang sangat berkaitan dengan pemecahan masalah (problem solving). Metode ini sering disebut sebagai diskusi kelompok dan resitasi/pelafalan bersama (socialized recitation). Tujuan metode diskusi dalam proses belajar mengajar adalah: 1. Mendorong peserta didik berpikir kritis. 2. Mendorong peserta didik mengekspresikan pendapatnya secara bebaS. 3. Mendorong peserta didik menyumbangkan buah pikirnya untuk memecahkan masalah bersama. 4. Mengambil satu a