enzim-biokimia

14

Click here to load reader

Upload: ganis-andriani

Post on 13-Aug-2015

103 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

LAPORAN ENZIM 1 - BIOKIMIA

TRANSCRIPT

Page 1: ENZIM-BIOKIMIA

Pendahuluan

Enzim atau biokatalisator adalah katalisator organik yang dihasilkan oleh

sel. Enzim sangat penting dalam kehidupan, karena semua reaksi metabolisme

dikatalis oleh enzim. Jika tidak ada enzim, atau aktivitas enzim terganggu maka

reaksi metabolisme sel akan terhambat hingga pertumbuhan sel juga terganggu.

Enzim merupakan suatu protein seperti halnya protein lain, enzim dapat

mengalami perubahan struktur apabila dikenakan pada suhu yang ekstrem. Bila

terjadi perubahan struktur, enzim menjadi tidak fungsional lagi. Supaya dapat

bekera secara optimal, enzim memerlukan kondisi (pH, suhu, kepekatan) tertentu.

Kerja enzim bersifat spesifik, emzim ptialin hanya bekerja untuk amilum, enzim

katalase untuk hidrogen peroksida dan sebagainya (Basoeki 2000).

Enzim adalah substansi dengan dasar protein yang terdapat pada manusia,

hewan, maupun tumbuhan. Enzim membantu proses metabolisme tubuh yang

memungkinkan proses kehidupan dapat berjalan. Salah satu jenis enzim yang

mempunyai peranan penting adalah enzim pencernaan. Enzim ini merupakan

bagian integral dari proses pencernaan. Enzim pencernaan sudah mulai bekerja

dari saat makanan masuk ke dalam mulut sampai makanan masuk ke dalam

lambung, usus halus dan usus besar. Enzim berguna untuk memecah makanan

menjadi bagian yang lebih kecil. Bagian yang lebih kecil inilah yang akan diserap

melalui dinding usus (Medicastore 2007).

Aktivitas enzim disebut juga sebagai kinetik enzim. Kinetik enzim adalah

kemampuan enzim dalam membantu reaksi kimia. Tubuh manusia menghasilkan

berbagai macam enzim yang tersebar di berbagai bagian dan memiliki fungsi

tertentu. Salah satu enzim yang penting dalam sistem pencernaan manusia adalah

enzim amilase. Enzim ini terdapat dalam saliva atau air liur manusia. Saliva yang

disekresikan oleh kelenjar liur selain mengandung enzim amilase juga

mengandung 99,5% air, glikoprotein, dan musin yang bekerja sebagai pelumas

pada waktu mengunyah dan menelan makanan. Amilase atau ptialin yang terdapat

dalam saliva adalah α-amilase liur yang mampu membuat polisakarida (pati) dan

glikogen dihidrolisis menjadi maltosa dan oligosakarida lain dengan menyerang

ikatan glikosodat α (1 4). Amilase liur akan segera terinaktivasi pada pH 4,0 atau

kurang sehingga kerja pencernaan makanan dalam mulut akan terhenti apabila

Page 2: ENZIM-BIOKIMIA

lingkungan lambung yang asam menembus partikel makanan. Enzim amilase

umumnya bekerja maksimal pada suhu tubuh normal dan aktivitasnya akan

menurun seiring terjadinya penyimpangan dari suhu normal (Taufik 2009).

Tujuan

Praktikum bertujuan untuk mengetahui sifat dan susunan air liur dengan

beberapa uji kualitatif yaitu uji bobot jenis, uji dengan lakmus PP dan MO, uji

biuret, uji Millon, uji Molisch, uji klorida, uji sulfat, uji fosfat, dan uji musin.

Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan yaitu tabung reaksi, erlenmeyer 250ml,

piknometer, neraca analitik, penangas air, pipet mohr 10ml, bulp, kertas lakmus

dan pipet tetes.

Bahan-bahan yang digunakan yaitu air liur, pewarna PP dan MO, pereksi

biuret, pereaksi Millon, pereaksi Molisch, asam asetat encer, fenolftalein. Metil

orange, HNO3 10%, AgNO3 2%, HCl 10%, BaCl2, larutan urea 10%, pereaksi

molibdat, larutan ferosulfat, asam sulfat pekat, NaOH 10%, dan CuSO4.

Prosedur Percobaan

Uji bobot jenis air liur. Piknometer kosong ditimbang dan dicatat bobot

jenisnya. Air liur dimasukkan ke dalam piknometer dan dicatat bobot jenisnya.

Uji lakmus PP dan MO. Sebanyak 1 ml air liur dimasukkan dalam

tabung reaksi masing-masing. Pereaksi dimasukkan ke dalam masing-masing

tabung reaksi yang berisi air liur. Kemudian diamati perubahan yang terjadi.

Uji Biuret. Air liur sebanyak 1ml dimasukkan dalam tabung reaksi

ditambahkan dengan 1 ml NaOH 10%, kemudian kocok sebentar lalu

ditambahkan 1 tetes CuSO4. Diamati perubahan warna yang terjadi. Hasil reaksi

positif berupa larutan berwarna ungu.

Uji Millon. Peraksi Millon sebanyak 5 tetes dimasukkan ke dalam 1 ml air

liur, kemudian dipanaskan selama 5 menit dan diamati perubahan warna dan

keberadaan endapan.

Page 3: ENZIM-BIOKIMIA

Uji Molisch. Pereaksi Mollisch sebanyak 2 tetes ditambahkan ke dalam

1ml air liur, setelah dikocok sebentar kemudian ditambahkan 3 ml H2SO4

pekat dengan cara dialirkan pelan-pelan dan pipetnya ditempelkan di dinding

tabung, kemudian diamati hingga terdapat lingkaran berwarna ungu kemerahan

diantara cairan.

Uji klorida. Sebanyak 3 tetes larutan HNO3 10% ditambahkan ke dalam

1ml air liur, kemudian ditambahkan AgNO3 2% sampai terdapat endapan putih.

Uji sulfat. Air liur sebanyak 1ml ditambahkan larutan HCl 10% kemudian

ditambahkan BaCl2 hingga terdapat endapan putih.

Uji fosfat. Air liur sebanyak 1ml ditambahkan 1ml urea, kemudian

ditambahkan 1 ml fosfomolibdat lalu ditambahkan 1 ml ferosulfat. Kemudian

diamati perubahan warna yang terjadi sampai terdapat endapat berwarna biru.

Uji musin. Sebanyak 1 tetes CH3COOH ditambahkan ke dalam 1 ml air

liur, kemudian diamati hingga terdapat endapan putih.

Data dan Hasil Pengamatan

Tabel 1 Hasil uji kualitatif air liurJenis uji Hasil pengamatan (+/-) Perubahan warna

larutanBobot jenis BJ = 0,98515 gr/mLLakmus merah Basa Merah – biruLakmus biru Basa Biru – biruPewarna PP Tidak bewarna – tidak

bewarnaTidak bewarna – tidak

bewarnaPewarna MO Tidak bewarna – jingga Tidak bewarna – jinggaUji Biuret + UnguUji Millon + KuningUji Molisch + Cincin unguUji Klorida + Endapan putihUji Sulfat + Tidak bewarna – putih

keruhUji Fosfat + Tidak bewarna – hijau

kebiruanUji Musin + Endapan putih

amorfousKeterangan : + : positif

Contoh perhitungan Bobot jenis :BJ = (bobot pikno + isi) – bobot pikno kosong

Volume pikno (mL)

Page 4: ENZIM-BIOKIMIA

Gambar 1 Hasil uji Lakmus (a) Lakmus biru (b) lakmus merah (c) pewarna MO dan (d) pewarna PP

Gambar 2 hasil uji Biuret Gambar 3 Hasil uji Millon

Gambar 4 Hasil uji Molisch Gambar 5 hasil uji musin

c

a b

d

Page 5: ENZIM-BIOKIMIA

Gambar 6 Hasil uji (a) fosfat (b) sulfat dan (c) klorida

Pembahasan

Tubuh manusia menghasilkan berbagai macam enzim yang tersebar di

berbagai bagian dan memiliki fungsi tertentu. Salah satu enzim yang penting

dalam sistem pencernaan manusia adalah enzim amilase. Enzim ini terdapat dalam

saliva atau air liur manusia. Saliva yang disekresikan oleh kelenjar liur selain

mengandung enzim amilase juga mengandung 99,5% air, glikoprotein, dan musin

yang bekerja sebagai pelumas pada waktu mengunyah dan menelan makanan.

Amilase yang terdapat dalam saliva adalah α-amilase liur yang mampu membuat

polisakarida (pati) dan glikogen dihidrolisis menjadi maltosa dan oligosakarida

lain dengan menyerang ikatan glikosodat α(1 4). Amilase liur akan segera

terinaktivasi pada pH 4,0 atau kurang sehingga kerja pencernaan makanan dalam

mulut akan terhenti apabila lingkungan lambung yang asam menembus partikel

makanan.

Saliva adalah cairan yang lebih kental daripada air biasa dan mengandung

enzim amilase. Hal ini tidak sesuai dengan hasil pengamatan air liur (saliva) yang

menunjukkan bahwa saliva memiliki bobot jenis lebih kecil daripada air, yaitu

0,98515 g/mL. Hal tersebut diakibatkan dalam air liur terdapat gelembung-

gelembung udara yang dapat mempengaruhi densitas air lius menjadi berkurang

atau lebih kecil dari air.

cba

Page 6: ENZIM-BIOKIMIA

Uji lakmus dilakukan dengan menggunakan lakmus biru dan lakmus

merah. Menurut literatur, rata-rata pH air liur normal yaitu 6,8, yaitu bersifat

asam. Sehingga jika diuji dengan lakmus merah, warna lakmus akan tetap

berwarna merah. Namun, hal tersebut tidak sesuai dengan hasil percobaan yang

menghasilkan lakmus biru tetap berwarna biru dan lakmus berwarna merah

berubah menjadi warna biru. Hal tersebut menunjukkan bahwa air liur bersifat

basa. Hal tersebut dikarenakan adanya pengaruh makanan yang sebelumnya telah

dikonsumsi praktikan sebelum praktikum. Lakmus adalah asam lemah. Lakmus

memiliki molekul yang sungguh rumit yang akan kita sederhanakan menjadi HLit.

"H" adalah proton yang dapat diberikan kepada yang lain. "Lit" adalah molekul

asam lemah. Tidak dapat dipungkiri bahwa akan terjadi kesetimbangan ketika

asam ini dilarutkan dalam air (Amerogen 1991).

Lakmus yang tidak terionisasi adalah merah, ketika terionisasi adalah biru (Keusch 2003).

Enzim amilase yang berada dalam air liur tetap berwarna bening ketika ditambahkan dengan Fenolftalein (FF). Warna bening yang dihasilkan dalam uji FF menandakan bahwa larutan bersifat asam. Hal ini menguatkan pernyataan bahwa air liur bersifat asam. Fenolftalein adalah indikator titrasi yang lain yang sering digunakan, dan fenolftalein ini merupakan bentuk asam lemah yang lain.

Pada kasus ini, asam lemah tidak berwarna dan ion-nya berwarna merah muda terang. Penambahan ion hidrogen berlebih menggeser posisi kesetimbangan ke arah kiri, dan mengubah indikator menjadi tak berwarna. Penambahan ion hidroksida menghilangkan ion hidrogen dari kesetimbangan yang mengarah ke kanan untuk menggantikannya - mengubah indikator menjadi merah muda. Range pH berkisar antara 8-10. Sifat asam air liur juga dibuktikan melalui percobaan Metil Oren (MO). Jingga metil adalah salah satu indikator yang banyak digunakan dalam titrasi. Pada larutan yang bersifat basa, jingga metil berwarna kuning dan strukturnya adalah:

Page 7: ENZIM-BIOKIMIA

Sumber : Keusch 2003

Dari hasil percobaan, didapatkan bahwa air liur yang dicampurkan dengan MO menghasilkan warna oren (jingga) yang berarti larutan bersifat asam.Hasil uji Biuret terhadap enzim amilase menunjukkan hasil yang positif dengan berubahnya warna larutan menjadi violet (tabel 1). Uji Biuret dilakukan untuk mengetahui keberadaan gugus amida pada larutan yang diuji. Menurut Raras et al(2010), reaksi Biuret menggunakan beberapa macam reagen, yaitu CuSO4 dan NaOH. CuSO4 berfungsi sebagai penyedia ion Cu2+ yang nantinya akan membentuk kompleks dengan protein. Sementara penambahan NaOH berfungsi untuk menyediakan basa. Suasana basa akan membantu membentuk Cu(OH)2 yang nantinya akan menjadi Cu2+ dan 2OH-. Reaksi yang terjadi pada pengujian Biuret adalah :

Hasil yang positif menunjukkan bahwa enzim amilase yang terkandung dalam air liur mengandung gugus amilase. Hasil positif pun didapatkan pada uji millon. Prinsip dari uji millon adalah pembentukan garam merkuri dari tirosin yang ternitrasi. Tirosin merupakan asam amino yang mempunyai molekul fenol pada gugus R-nya, yang akan membentuk garam merkuri dengan pereaksi millon. Pereaksi millon berisi merkuri dan ion merkuro dalam asam nitrat dan asam nitrit. Warna yang mengalami perubahan kekuningan merupakan garam merkuri dan tirosin yang ternitrasi. Sehingga pada air liur terdapat kandungan garam tirosin. Uji Molisch juga dilakukan pada pengujian sifat air liur. Prinsip uji Molisch adalah kondensasi dari hidroksi metal furfural (heksosa) atau furfural (pentosa) dengan alfa-naftol akan membentuk suatu cincin berwarna ungu. Alfa-naftol berfungsi

Page 8: ENZIM-BIOKIMIA

sebagai indicator warna untuk memudahkan saja, sedangkan H2SO4 berfungsi untuk menghidrolisis glukosa (heksosa) menjadi hidroksimetil fufural atau arabinosa (pentosa) yang akan diubah menjadi furufural. Reaksi Molisch ini positif untuk semua karbohidrat. Hasil uji molish pada air liur menghasilkan perubahan warna campuran air liur dengan pereaksi molish menjadi violet. Perubahan warna menjadi violet menunjukkan reaksi positif yang berarti dalam air liur terkandung karbohidrat.

Uji klorida adalah uji untuk mendeteksi adanya kandungan ion klorida pada suatu larutan. Hasil uji klorida menunjukkan terdapat endapan putih yang menunjukkan reaksi positif pada uji ini. Uji klorida menunjukkan bahwa air liur mengandung ion klorida.

Uji Musin yang dilakukan pada air liur dihasilkan reaksi positif dengan terbentuknya endapan berwarna putih pada dasar tabung reaksi (gambar 3). Uji Musin menunjukkan bahwa air liur mengandung musin.

Uji fosfat merupakan uji untuk mengetahui adanya ion fosfat pada suatu larutan. Pada tabung reaksi setelah penambahan HNO3 pekat terdapat endapan kuning. Sebelumnya pada preparasi untuk uji fosfat dan kalsium asam asetat yang ditambahkan berfungsi untuk melarutkan endapan Ca-Mg-fosfat. Asam nitrat pekat yang ditambahkan berfungsi untuk melepaskan asam fosfat menjadi asam fosfat. Setelah penambahan ammonium molibdat, fosfat yang terlepas berikatan menjadi ammonium fosfomolibdat . Hasil uji fosfat bereaksi negatif dengan terbentuknya warna hijau kekuningan. Sehingga dalam saliva tidak mengandung ion fosfat (Gilvery 1996).Uji sulfat pada air liur menunjukkan reaksi positif dengan terbentuknya endapan putih pada larutan yang diuji (gambar 5). Pengujian sulfat ini menggunakan BaCl2yang akan membentuk BaSO4 yang memiliki kelarutan rendah sehingga akan mengakibatkan terbentuknya endapan dalam larutan yang diasamkan. Dalam hasil pengamatan terlihat endapan putih (lebih keruh). Hal ini membuktikan adanya ion sulfat di dalam air liur (saliva). Menurut Maryati (2000), ion-ion utama yang

Page 9: ENZIM-BIOKIMIA

ditemukan dalam saliva adalah kalsium dan fosfat yang berperan penting dalam pembentukan kalkulus. Ion-ion lain yang memiliki jumlah yang lebih kecil terdiri dari sodium, potasium, klorida, sulfat dan ion-ion lainnya. Saliva terdiri atas 99.24% air dan 0.58% terdiri atas ion-ion Ca2+, Mg2+, Na+, K+, PO43-, Cl-, HCO3-, SO42-, dan zat-zat organik seperti musin dan enzim amilase (ptialin). Musin suatu glikoprotein dikeluarkan oleh kelenjar sublingual dan kelenjar submaksilar, sedangkan ptialin dikeluarkan oleh kelenjar parotid. Cairan air liur mengandung α-amilase yang menghidrolisa ikatan α(1→4) pada cabang sebelah luar glikogen dan amilopektin menjadi glukosa, sejumlah kecil maltosa, dan suatu inti tahan hidrolisa yang disebut dekstrin. Hanya sebagian kecil amilum yang dapat dicema di dalam mulut, oleh karena itu sebaiknya makanan dikunyah lebih lama untuk memberi kesempatan lebih banyak pemecahan amilum di rongga mulut.Aktivitas enzim amilase dipengaruhi oleh beberapa faktor, diantaranya adalah perubahan pH, suhu, pelarut organik, dan yang menyebabkan denaturasi protein. Pengujian pengaruh suhu terhadap air liur digunakan dua pereaksi yang berbeda. Uji Yodium terhadap hasil percobaan pengaruh suhu aktivitas amilase air liur yang dipanaskan pada suhu 80oC dan 37oC memberikan hasil yang positif, yaitu larutan menjadi berwarna kuning dan kecokelatan. Hal tersebut menunjukkan pati dihidrolisis oleh amilase air liur. Campuran amilase air liur dan pati yang disimpan pada suhu 10oC, dan suhu kamar memberikan hasil yang negatif. Hal ini ditunjukkan dengan warna biru larutan. Warna ini disebabkan oleh belum terhidrolisisnya pati secara sempurna. Larutan iod berperan sebagai indikator hidrolisis. Senyawa polisakarida akan memberikan warna yang spesifik dengannya, yaitu berupa warna ungu kehitaman tetapi jika polisakarida tersebut dihidrolisis maka warna yang ditimbulkan adalah warna kuning kecokelatan (Maryati 2000). Sementara hasil uji Benedict menunjukkan campuran yang disimpan pada suhu 80oC menunjukkan reaksi negatif. Hal ini menunjukkan bahwa enzim amilase tidak bekerja pada suhu di atas 80oC. Pada suhu 37oC reaksi ini menimbulkan warna merah bata pada larutan. Hal tersebut dikarenakan glukosa yang dihidrolisis dari pati akan berikatan dengan

Page 10: ENZIM-BIOKIMIA

pereaksi benedict membentuk kompleks berwarna merah bata (Poedjadi 1994). Berdasarkan hasil percobaan, dapat diketahui bahwa suhu optimum aktivitas enzim amilase adalah 37oC. Suhu optimum untuk aktivitas enzim amilase adalah 37oC (Ahmad 2000).Uji benedict didapatkan hasil positif pada pemanasan suhu 10oC, 27oC (suhu kamar), dan 37oC. Sementara pada pemanasan 80oC didapatkan hasil negatif. Hal ini menunjukkan bahwa pada suhu 80oC, enzim amilase mengalami denaturasi. Sehingga pada suhu 80oC, glikogen tidak terdeteksi. Pati matang lebih cepat terhidrolisis dibanding dengan pati mentah, karena matang berarti pada suhu 100°C dan ikatan rantai sudah terputus-putus sehingga akan mudah terhidrolisis dan menimbulkan warna merah bata yang menunjukkan ada banyak kabohidrat yang terkandung (Simanjuntak & Silalahi 2003). Hal tersebut dikarenakan uji benedict merupakan uji untuk menguji kandungan gula pereduksi. reaksi dinyatakan positif apabila terbentuk endapan berwarna biru kehijauan sampai merah batu bata. (tergantung pada kadar gula reduksi yang tersedia). Sementara pada uji pada suhu 10oC, 27oC (suhu kamar), dan 37oC didapatkan hasil positif. Hal ini dikarenakan pada suhu tersebut, enzim masih bisa bertahan (tidak mengalami denaturasi), sehingga enzim dapat mengubah pati yang terlarut dalam air liur menjadi glikogen. Terbentuknya glikogen dibuktikan dengan uji positif terhadap benedict dengan munculnya endapan merah pada uji benedict. Uji benedict ini spesifik untuk karbohidrat yang mempunyai gugus karbonil bebas, yaitu semua monosakarida dan disakarida kecuali sukrosa dan trehalosa. Dasar reaksi ini yaitu adanya reduksi dan oksidasi. Dalam reagen terdapat CuSO4, Na-sitrat, dan Na2CO3. CuSO4 berfungsi untuk menyediakan Cu2+. Na-sitrat berfungsi untuk mencegah terjadinya endapan Cu(OH)2 atau CuCO3, sementara Na2CO3 berfungsi sebagai alkali yang mengubah gugus karbonil bebas dari gula menjadi bentuk enol yang reaktif. Enol yang reaktif mereduksi Cu2+ dari senyawa kompleks dengan sitrat menjadi Cu+. Cu+ bersama OH membentuk CuOH (berwarna kuning), yang dengan pemanasan akan berubah menjadi endapan Cu2O yang berwarna merah. Warna yang terbentuk bervariasi mulai dari hijau, kuning, orange, merah

Page 11: ENZIM-BIOKIMIA

sampai endapan merah bata, tergantung jumlah Cu2O yang terbentuk, sehingga reaksi ini dapat digunakan untuk menentukan adanya gula baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Kerja enzim yang terdeteksi pada suhu 10oC, 27oC (suhu kamar), dan 37oC membuktikan bahwa enzim dapat bekerja baik dalam suhu tertentu. Hal ini menunjukkan bahwa pada kisaran suhu tersebut enzim bekerja secara optimum sehingga nilai kuantitatif aktivitasnya besar. Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukakan Gaman & Sherrington (1994) menurutnya, aktivitas enzim dipengaruhi oleh suhu. Suhu optimal enzim berkisar antara 30- 40 ºC, yaitu suhu tubuh. Pada suhu diatas dan dibawah optimalnya, aktifitas enzim berkurang. Diatas suhu 50 ºC enzim secara bertahap menjadi inaktif karena protein terdenaturasi. Pada suhu 100 ºC semua enzim rusak. Pada suhu sangat rendah, enzim tidak benar – benar rusak tetapi aktifitasnya sangat banyak berkurang.