enggal fix.docx

24
LAPORAN PRAKTIKUM ILMU HIJAUAN MAKANAN TERNAK ACARA GERMINASI Disusun oleh : Kelompok XV Ari Bimo Prasetyo PT/05903 Okti Widayati PT/06015 Azan Gesang Mahardika PT/06023 Edi Priyanto PT/06171 Pranegati Rembulaning Wulandaru PT/06172 Asisten Pendamping : Bramaji Wisnu Dewanggono LABORATORIUM HIJAUAN MAKANAN TERNAK DAN PASTURA BAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK FAKULTAS PETERNAKAN UNIVERSITAS GADJAH MADA YOGYAKARTA 2013

Upload: gatot-nugroho-risky-putro

Post on 14-Dec-2014

54 views

Category:

Documents


4 download

TRANSCRIPT

Page 1: enggal fix.docx

LAPORAN PRAKTIKUMILMU HIJAUAN MAKANAN TERNAK

ACARA GERMINASI

Disusun oleh :Kelompok XV

Ari Bimo Prasetyo PT/05903Okti Widayati PT/06015Azan Gesang Mahardika PT/06023Edi Priyanto PT/06171Pranegati Rembulaning Wulandaru PT/06172

Asisten Pendamping : Bramaji Wisnu Dewanggono

LABORATORIUM HIJAUAN MAKANAN TERNAK DAN PASTURABAGIAN NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK

FAKULTAS PETERNAKANUNIVERSITAS GADJAH MADA

YOGYAKARTA2013

KATA PENGANTAR

Page 2: enggal fix.docx

Puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang

telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat

menyelesaikan acara praktikum Ilmu Hijauan Makanan Ternak hingga

pembuatan laporan praktikum.

Laporan ini disusun sebagai syarat menempuh ujian akhir Ilmu

Hijauan Makanan Ternak Fakultas Peternakan Universitas Gadjah Mada,

Yogyakarta.

Penyusun pada kesempatan ini, ingin mengucapkan terima kasih

kepada:

1. Prof. Dr. Ali Agus, DAA., DEA. selaku Dekan Fakultas Peternakan

Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.

2. Bambang Suhartanto, DEA, dan Bambang Suwingyo, S.Pt., MP, Prof.

Ir. R. Djoko Soetrisno, M.Sc., Ph.D., Ir. sebagai dosen pengampu

mata kuliah Ilmu Hijauan Makanan ternak.

3. Seluruh asisten Laboratorium Hijauan Makanan Ternak dan Pastura

yang telah yang membantu kami baik dalam rangkaian acara

praktikum maupun dalam pembuatan laporan.

4. Semua pihak yang telah membantu penulis sehingga terselesaikannya

laporan ini.

Penyusun menyadari bahwa dalam penyusunan laporan ini masih

terdapat banyak kekurangan. Kritik dan saran yang bersifat membangun

akan kami terima untuk kesempurnaan laporan berikutnya. Akhir kata

semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Yogyakarta, 18 Maret 2013

Penyusun

Page 3: enggal fix.docx

BAB I

PENDAHULUAN

Masalah pokok yang sering dihadapi dalam usaha pengembangan

peternakan adalah persoalan makanan ternak terutama yang berupa

hijauan. Kurangnya pakan hijauan mengakibatkan peningkatan jumlah

pemberian konsentrat yang secara ekonomis kurang menguntungkan

karena meningkatkan biaya pakan. Usaha-usaha pertanian di daerah

tropis sangat menentukan berhasil tidaknya usaha peternakan, terutama

dalam penyediaan tanaman bahan pakan yang cukup serta berkualitas

tinggi.

Fisiologi tubuhan sangat penting untuk dipelajari terutama dalam

teknik penanaman benih. Hal ini tidak terlepas dari kondisi fisiologis

benih yang ditanam. Seringkali proses perkecambahan tersebut belum

dipahami dengan baik sehingga penanaman pohon yang berasal dari

benih seringkali gagal karena benih (biji) tidak tumbuh. Bahkan pada

beberapa biji misalnya pada padi mengalami kondisi dormansi sehingga

tidak dapat tumbuh meskipun kondisi lingkungan yang sudah

mendukung.

Berbagai tipe perkecambahan dan tipe dormansi yang dialami biji

penting diketahui dan dipahami agar dapat menumbuhkan benih pada

kondisi optimum dengan baik. Oleh karena itu, perlu adanya

pembelajaran mengenai “Perkecambahan dan Dormansi” yang

menerangkan proses perkecambahan biji dan dormansi yang dialami

pada beberapa biji.

Page 4: enggal fix.docx

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Germinasi

Perkecambahan merupakan proses pertumbuhan dan

perkembangan embrio. Hasil perkecambahan ini adalah munculnya

tumbuhan kecil dari dalam biji. Proses perubahan embrio saat

perkecambahan adalah plumula tumbuh dan berkembang menjadi batang,

dan radikula tumbuh dan berkembang menjadi akar (Syamsuri, 2004).

Perkecambahan merupakan sustu proses dimana radikula (akar

embrionik) memanjang ke luar menembus kulit biji. Di balik gejala

morfologi dengan pemunculan radikula tersebut, terjadi proses fisiologi-

biokemis yang kompleks, dikenal sebagai proses perkecambahan

fisiologis (Salisbury dan Ross, 1992).

Germinasi merupakan serangkaian peristiwa yang terhitung sejak

benih mengalami dormansi sampai bibit tersebut mampu tumbuh normal

kembali. Dormasi benih merupakan suatu kondisi dimana benih tidak

berkecambah walaupun ditanam dalam kondisi yang optimum. Beberapa

keuntungan sifat dormansi pada benih antara lain mekanisme

mempertahankan hidup, mencegah terjadinya perkecambahan di

lapangan, dan pada beberapa spesies lebih tahan dalam penyimpanan.

Benih dikatakan dorman apabila benih tersebut sebenarnya hidup, tetapi

tidak berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara

umum dianggap telah memenuhi persyaratan, bagi suatu

perkecambahan (Sutopo, 2002).

Untuk mengatasi masalah ini diperlukan metode germinasi atau

pematahan dormansi yang efektif yang dapat meningkatkan validitas hasil

pengujian daya berkecambah, dan mengatasi masalah dormansi pada

saat benih diperlukan untuk segera ditanam. Pematahan dormansi

dikatakan efektif jika menghasilkan daya berkecambah 85% atau lebih

(Ilyas dan Diarni, 2007).

Page 5: enggal fix.docx

Metode Germinasi

Soejadi dan Nugraha (2002) menyatakan, efektivitas metode

pematahan dormansi sangat dipengaruhi oleh intensitas, persistensi, dan

mekanisme dormansi. Perbedaan persistensi dormansi benih bergantung

pada beberapa faktor antara lain spesies, varietas, musim tanam, lokasi

panen, dan tahap perkembangan benih.

Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan dengan

cara penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau pembakaran,

dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau lainnya adalah cara

yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik. Karena setiap benih

ditangani secara manual, dapat diberikan perlakuan individu sesuai

dengan ketebalan biji. Pada hakekatnya semua benih dibuat permeabel

dengan resiko kerusakan yang kecil, asal daerah radikel tidak rusak

(Schmidt, 2002).

Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk

memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan

agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi.

Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat

membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan

mudah. Larutan asam untuk perlakuan ini adalah asam sulfat pekat

(H2SO4) asam ini menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat

diterapkan pada legum maupun non legume (Coppeland, 1995).

Proses fisiologis pertumbuhan

Fisher dan Peter (1992), menyatakan faktor-faktor yang

mempengaruhi perkecambahan antara lain air, cahaya, temperatur, gas,

dan masa dormansi. Tahapan perkecambahan dimulai dengan hidrasi

atau imbibisi, dilanjutkan oleh pengaktifan enzim, inisiasi pertumbuhan

embrio dan pertumbuhan kecambah berikutnya. Berikut ini rincian

tahapan perkecambahan.

Hidrasi atau imbibisi adalah masuknya air ke dalam embrio dan

membasahi protein dan koloid cair. Air yang masuk ke dalam biji dapat

Page 6: enggal fix.docx

berasal dari lingkungan di sekitar biji, baik dari tanah, udara (dalam

bentuk embun atau uap air), maupun media lainnya. Imbibisi terjadi

karena permukaan-permukaan struktur mikroskopik dalam sel tumbuhan,

seperti selulosa, butir pati, protein, dan bahan lainnya yang dapat

menarik dan memegang molekul-molekul air dengan gaya tarik

antarmolekul. Proses penyerapan air tersebut terjadi melalui mikropil

pada kotiledon. Air yang masuk ke dalam kotiledon menyebabkan

volume bertambah, akibatnya kotiledon membengkak. Pembengkakan

tersebut menyebabkan testa (kulit biji) menjadi pecah atau robek. Sifat

permeabilitas benih (contohnya benih aren) ditentukan oleh faktor umur.

Semakin tua benih, maka kadar lignin dan tanin meningkat sehingga

semakin rendah pula imbibisinya. Peningkatan kadar lignin dan tanin

sangat berperan dalam menurunkan permeabilitas benih terhadap air

sehingga ketika dikecambahkan proses imbibisi benih berlangsung

sangat lambat (Widyawati et al., 2009 dalam Fahmi, 2010).

Beberapa faktor yang mempengaruhi kecepatan penyerapan air

oleh biji adalah permeabilitas kulit biji, konsentrasi air, suhu, tekanan

hidrostatik, Luas permukaan biji yang kontak dengan air, daya

intermolekuler, dan komposisi kimia (Akbar et al., 2010).

Air berguna untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat

meningkatkan sejumlah proses fisiologis dalam embrio, seperti

pencernaan, pernapasan, asimilasi dan pertumbuhan. Air juga

memberikan fasilitas untuk masuknya oksigen ke dalam biji. Dinding sel

yang kering hampir tidak permeabel untuk gas, tetapi jika dinding sel

di-imbibisi oleh air, maka gas akan masuk kedalam sel secara difusi.

Suplai oksigen meningkat kepada sel-sel hidup sehingga memungkinkan

lebih aktifnya pernapasan. Karbondioksida yang dihasilkan oleh

pernapasan tersebut lebih mudah berdifusi keluar (Akbar et al., 2010).

Pembentukan atau pengaktifan enzim menyebabkan peningkatan

aktivitas metabolik. Kehadiran air di dalam sel mengaktifkan sejumlah

enzim perkecambahan awal. Enzim-enzim yang teraktivasi pada proses

Page 7: enggal fix.docx

perkecambahan ini adalah enzim hidrolitik, seperti α-amilase (merombak

amilase menjadi glukosa), ribonuklease (merombak ribonukleotida),

endo-β-glukanase (merombak senyawa glukan), fosfatase (merombak

senyawa yang mengandung P), lipase (merombak senyawa lipid),

peptidase (merombak senyawa protein). Pengaktivan enzim dapat

memicu perombakan cadangan makanan, yaitu katabolisme karbohidrat

dan metabolisme lemak (Akbar et al., 2010).

Katabolisme karbohidrat pada kecambah adalah dengan

mengubah amilum menjadi glukosa oleh enzim amilase. Giberelin

diketahui mampu meningkatkan aktivitas enzim amilase. Sedangkan

lemak dihidrolisis oleh lipase menjadi asam lemak dan gliserol. Asam

lemak akan ditranslokasikan dari kotiledon (dikotil) atau endosperm

(monokotil) ke embrio, dan akan melewati sitoplasma. Untuk dapat

melewati sitoplasma, asam lemak harus memasuki jalur glioksilat terlebih

dahulu, karena sifat lemak yang sulit larut dalam air dan inmobil. Setelah

diproses dalam jalur glioksilat, lemak dirubah menjadi sukrosa yang lebih

mudah larut dan ditranslokasikan ke titik tumbuh.

Setelah semua proses imbibisi, aktivitas enzim dan katabolisme

cadangan makanan berlangsung, maka proses inisiasi pertumbuhan

embrio dapat terjadi. Proses ini ditandai dengan meningkatnya bobot

kering embryonic axis dan menurunnya bobot kering endosperma.

Setelah itu, terjadi pemanjangan sel radikel dan diikuti munculnya

radikula dari kulit biji (perkecambahan sebenarnya). Perubahan

pengendalian enzim ini merangsang pembelahan sel di bagian yang aktif

melakukan mitosis, seperti di bagian ujung radikula. Akibatnya

ukuran radikula makin besar dan kulit atau cangkang biji terdesak dari

dalam, yang pada akhirnya pecah. Prasyarat pada tahap ini adalah

cangkang biji harus cukup lunak bagi embrio untuk dipecah, selanjutnya

pada radikel ini keluar akar-akar cabang (lateral roots), bersama-sama

dengan akar primer membentuk sistem akar primer. Sistem akar primer

biasanya hanya berfungsi sementara dan kemudian mati. Fungsi akar

Page 8: enggal fix.docx

primer digantikan oleh akar-akar adventif yang keluar dari nodus batang

yang pertama dan beberapa nodus di atasnya. Sistem akar adventif

(akar serabut) yang menjamin kehidupan tanaman tersebut dalam

penyerapan air dan bahan makanan dari tanah dan sebagai alat

penambat pada tanah (Akbar et al., 2010).

Page 9: enggal fix.docx

BAB IIIMATERI DAN METODE

MATERI

Alat. Alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain amplas,

beaker glass, silet, dan oven.

Bahan. Bahan yang digunakan dalam praktikum ini yaitu biji

tanaman padi (Oryza sativa), biji tanaman kenari (Phalaris canariensis),

air, dan H2SO4

METODE

Biji yang digunakan dalam germinasi diskarifikasi dengan lima perlakuan

yaitu di amplas, dilukai, perendaman H2SO4, direndam air hangat dan di

oven pada suhu 55o C selama 10 menit. Biji diletakkan pada petridisk yang

telah diberi kapas basah sebagai media tumbuh. Biji disiram setiap pagi

selama dua minggu dan diamati serta diukur pertumbuhannya dengan

penggaris.

Page 10: enggal fix.docx

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Germinasi

Praktikum germinasi bertujuan untuk mengetahui perkecambahan

biji dan mengetahui pertumbuhan biji setelah dilakukan berbagai

perlakuan. Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan didapatkan hasil

sebagai berikut :

Hari berkecambah dan keluarnya daun

Hasil pengamatan hari berkecambah dan keluarnya daun pertama

pada biji adalah sebagai berikut :

Tabel 1. Hari berkecambah dan keluarnya daunBiji Hari Berkecambah Keluarnya Daun

Padi gogo (Oryza sativa) Hari ke-9 - Kenari (Phallaris canariensis) Hari ke-8 -

Berdasarkan tabel diatas dapat diketahui bahwa berkecambah dan

keluarnya daun pertama tidaklah sama. Biji padi gogo (Oryza sativa) mulai

berkecambah pada hari ke-9 dan Kenari (Phallaris canariensis) mulai

berkecambah pada hari ke-8. Adapun dari kedua tanaman tersebut tidak

terjadi tumbuhnya daun. Fisher dan Peter (1992), menyebutkan bahwa

faktor-faktor yang mempengaruhi perkecambahan antara lain berupa air,

cahaya, temperatur, gas, dan masa dormansi.

Air memegang peranan penting pada proses perkecambahan,

dimana pada awal perkecambahan tersebut kebutuhan air meningkat.

Peranan air pada proses perkecambahan adalah untuk melunakkan kulit

benih, umtuk pelarut, sebagai pereaksi untuk kegiatan metabolisme dan

untuk transportasi (Sutopo, 1993).

Menurut Reksohadiprojo, (1995) jika biji mengalami kerusakan baik

morfologi dan histologinya tidak akan mengalami germinasi. Perlakuan

yang dilakukan yaitu diamplas, dilukai, perendaman H2SO4, direndam air

hangat dan di oven pada suhu 55o C selama 10 menit. Perlakuan tersebut

disebut dengan Skarifikasi. Sebagaimana juga diungkapkan secara

ringkas oleh Schmidt (2002), bahwa  skarifikasi ditujukan untuk

Page 11: enggal fix.docx

mematahkan   dormansi serta mempercepat terjadinya perkecambahan biji

yang   seragam.

Tinggi tanaman

Padi Gogo (Oryza sativa). Hasil pengukuran tinggi tanaman

terhadap biji padi gogo adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Tinggi biji padi gogo pada berbagai perlakuan

Hari ke-Tinggi tanaman (cm)

Dilukai Diamplas Direndam

air hangat Direndam

H2SO4

Dioven 550C

2 - - - - -3 - - - - -4 - 0,4 - - -6 - 0,5 - - -8 - 1 - - -

10 - 1,1 0,2 - -12 - 1,1 0,3 - -14 0,1 1,1 0,4 0,2 0,2

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tinggi biji padi gogo

diperoleh data bahwa petumbuhan biji yang diamples lebih cepat dan

lebih baik. Pemberian berbagai perlakuan terhadap biji yang akan ditanam

memiliki tujuan tersendiri. Perendaman dengan air panas menyebabkan

terbukanya kulit dari biji sehingga perkecambahan lebih cepat dari pada

perendaman dengan air dingin. Perendaman dengan air dingin tidak dapat

mengubah struktur biji legume yang keras tetapi pertumbuhannya lebih

cepat daripada perlakuan dengan air panas. Berbeda dengan pemberian

asam sulfat pekat (H2SO4), pemberian H2SO4 dalam waktu tepat akan

mendegradasi kulit biji, sehingga meningkatkan permeabilitas dan

mempercepat perkecambahan. Perendaman H2SO4 yang terlalu lama

akan merusak biji, sehingga menyebabkan biji tidak tumbuh sama sekali

(Sutopo, 1993).

Kenari (Phallaris canariensis). Hasil pengukuran tinggi tanaman

terhadap biji kenari adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Tinggi biji kenari pada berbagai perlakuan

Hari ke-Tinggi tanaman (cm)

Dilukai Diamplas Direndam

air hangat Direndam

H2SO4

Dioven 550C

Page 12: enggal fix.docx

2 - - - - -3 - - - - -4 - - - 0,2 -6 - - - 0,2 -8 - 1 0,2 0,2 -

10 0,7 1,3 0,2 0,2 -12 1,4 1,8 0,2 0,2 -14 1,6 2 0,2 0,2 -

Perlakuan mekanis pada biji kenari dengan cara diamplas

menunjukan hasil yang paling signifikan dengan tinggi tanaman yang

dicapai 2 cm. Perlakuan mekanis (skarifikasi) pada kulit biji, dilakukan

dengan cara penusukan, pengoresan, pemecahan, pengikiran atau

pembakaran, dengan bantuan pisau, jarum, kikir, kertas gosok, atau

lainnya adalah cara yang paling efektif untuk mengatasi dormansi fisik.

Pada hakekatnya semua benih dibuat permeabel dengan resiko

kerusakan yang kecil, asal daerah radikel tidak rusak (Schmidt, 2002).

Jumlah daun

Padi Gogo (Oryza sativa). Hasil pengukuran jumlah daun

terhadap biji padi gogo adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Jumlah daun padi gogo pada berbagai perlakuan

Hari ke-Tinggi tanaman (cm)

Dilukai Diamplas Direndam

air hangat Direndam

H2SO4

Dioven 550C

2 - - - - -3 - - - - -4 - - - - -6 - - - - -8 - - - - -

10 - - - - -12 - - - - -14 - - - - -

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap jumlah daun padi gogo

diperoleh data bahwa tidak ada satupun daun yang tumbuh dari tiap-tiap

biji. Menurut Surtinah (2010), bahwa dalam pertumbuhan tanaman

terdapat zat pengatur dalam bentuk hormon antara lain auksin yang

berperan dalam memperbanyak akar dan tunas akar, giberllin untuk

merangsang pembungaan dan pembuahan, zeatin untuk mengurai unsur

Page 13: enggal fix.docx

hara, dan sitokinin/kinetin untuk merangsang pertumbuhan vegetatif organ

tanaman secara ekstrim.

Kenari (Phallaris canariensis). Hasil pengukuran tinggi tanaman

terhadap biji kenari adalah sebagai berikut:

Tabel 1. Tinggi biji kenari pada berbagai perlakuan

Hari ke-Tinggi tanaman (cm)

Dilukai Diamplas Direndam

air hangat Direndam

H2SO4

Dioven 550C

2 - - - - -3 - - - - -4 - - - - -6 - - - - -8 - - - - -

10 - - - - -12 - - - - -14 - - - - -

Berdasarkan hasil pengamatan terhadap jumlah daun kenari

diperoleh data sebagaimana terjadi pada tanaman padi gogo. Menurut

Surtinah (2010), bahwa dalam pertumbuhan tanaman terdapat zat

pengatur dalam bentuk hormon antara lain auksin yang berperan dalam

memperbanyak akar dan tunas akar, giberllin untuk merangsang

pembungaan dan pembuahan, zeatin untuk mengurai unsur hara, dan

sitokinin/kinetin untuk merangsang pertumbuhan vegetatif organ tanaman

secara ekstrim. Menurut Setyani (2006), pada tanaman auksin, giberellin,

dan sitokinin saling berinteraksi yang dicirikan dalam perkembangan

tanaman.

Praktikum germinasi kali ini menggunakan biji tanaman padi dan

kenari. Tanaman ini diperlakukan dengan berbagai macam perlakukan,

hal ini bertujuan untuk mengetahui proses perkecambahan biji pada

perlakuan yang berbeda-beda.

Berdasarkan keseluruhan hasil praktikum dapat dilahat bahwa

beberapa metode skarifikasi tidak berdampak pada pertumbuhan benih.

Sebagaian perlakuan lainnya menunjukkan pengaruh namun tidak terlalu

signifikan. Menurut Kuswanto (1996), penghambat perkecambahan benih

dapat berupa kehadiran inhibitor baik dalam benih maupun di permukaan

Page 14: enggal fix.docx

benih, adanya larutan dengan nilai osmotik yang tinggi serta bahan yang

menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju respirasi.

Perlakuan kimia dengan bahan-bahan kimia sering dilakukan untuk

memecahkan dormansi pada benih. Tujuan utamanya adalah menjadikan

agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air pada waktu proses imbibisi.

Larutan asam kuat seperti asam sulfat dengan konsentrasi pekat

membuat kulit biji menjadi lunak sehingga dapat dilalui air dengan

mudah. Larutan asam untuk perlakuan ini adalah asam sulfat pekat

(H2SO4) asam ini menyebabkan kerusakan pada kulit biji dan dapat

diterapkan pada legum maupun non legume (Coppeland, 1995).

Benih-benih yang mempunyai struktur kulit yang tidak begitu tebal,

pematahan dormansi cukup dilakukan dengan merendam benih didalam

air hangat. Air tersebut berfungsi untuk melunakan kulit benih sehingga air

mampu menembus sampai ke bagian embrio benih. Embrio benih yang

terkena air hangat akan mengalami imbibisi sehingga dapat berkecambah.

Benih mempunyai kemampuan kecambah pada kisaran air tersedia,

pada kondisi media yang terlalu basah akan dapat menghambat aerasi

dan merangsang timbulnya penyakit serta busuknya benih karena

cendawan atau bakteri (Sutopo, 2002).

Hasil praktikum menunjukkan bahwa pada biji padi yang direndam

air hangat pertumbuhannya tidak signifikan, bahkan pada biji kenari

perlakuan dengan perendaman air hangat tidak menyebabkan tumbuhnya

tanaman tersebut. Berdasarkan literatur, maka dapat diketahui bahwa

tanaman padi dan kenari memiliki kulit biji yang cukup tebal sehingga

dormansinya tidak terpatahkan dengan perendaman air hangat.

Suhu tertinggi dimana perkecambahan masih mungkin untuk

berlangsung secara normal umumnya berkisar antara 30-400C. Suhu di

atas maksimum biasanya mematikan biji karena keadaan tersebut

menyebabkan mesin metabolisme biji menjadi nonaktif sehingga biji

menjadi busuk dan mati. Suhu optimal adalah yang paling

Page 15: enggal fix.docx

menguntungkan berlangsungnya perkecambahan benih dimana

presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran

suhu antara 26.5 sd 35°C. Suhu juga mempengaruhi kecepatan proses

permulaan perkecambahan dan ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu

sifat dormansi benih, cahaya dan zat tumbuh giberellin. (Sutopo, 2002).

Hasil praktikum menunjukkan bahwa biji padi yang dioven dengan

suhu 55oC pertumbuhannya tidak signifikan, bahkan pada biji kenari tidak

terjadi pertumbuhan. Berdasarkan literatur yang telah disebutkan,

gagalnya pematahan dormansi dengan metode ini terjadi karena

ketidakmampuan biji untuk menahan suhu yang terlalu tinggi sehingga

biji tersebut mati.

Page 16: enggal fix.docx

BAB V

KESIMPULAN

Perlakuan skarifikasi secara mekanis seperti diamplas atau dilukai

pada biji kenari (Phallaris canariensis) mampu menunjukkan hasil yang

lebih signifikan jika dibandingkan dengan menggunakan air hangat,

H2SO4, maupun perlakuan skarifikasi lainnya yang dilakukan pada biji padi

(Oryza sativa).

Page 17: enggal fix.docx

DAFTAR PUSTAKA

Akbar, Joni et al. 2010. Proses Perkecambahan Pada Tanaman Padi (Pertumbuhan Vegetatif Tahap O). Padang: Universitas Andalas.

Copeland , L.O. and M.B. McDonald. 1995. Principles of Seed Science and Technology. Chapman and Hall Press. New York.

Fahmi, Zaki Ismail. 2010. Studi Teknik Pematahan Dormansi dan Media Perkecambahan Terhadap Viabilitas Benih Aren (Arenga pinnata). Surabaya: Balai Besar Perbenihan dan Proteksi Tanaman Perkebunan Surabaya.

Fisher N. and Petter G. 1992. Fisiologi Tanaman Tropik. Universitas Indonesia Press, Jakarta.

Ilyas, S. dan W.T. Diarni. 2007. Persistensi dan pematahan dormansi benih pada    beberapa varietas padi gogo. Jurnal Agrista 11 (2): 92-101.

Kuswanto, H. 1996. Dasar-dasar Teknologi Produksi dan Sertifikasi

Benih. Yogyakarta: Penerbit Andi

Salisbury, F dan Cleon W. Ross. 1992. Fisiologi Tumbuhan Jilid 3. Bandung : ITB.

Schmidt, L. 2002. Pedoman Penanganan Benih Tanaman Hutan Tropis dan Sub Tropis (terjemahkan) Dr. Mohammad Na’iem dkk. Bandung

Soejadi dan U.S. Nugraha. 2002. Studi perilaku dormansi benih beberapa genotipe           padi, hal 147-153. Dalam E. Murniati (Eds.): Industri Benih di     Indonesia. Laboratorium Ilmu dan Teknologi Benih IPB. 291 hal.

Sutopo, Lita. 2002. Teknologi Benih. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Syamsuri, Ismail. 2004. IPA Biologi. Erlangga. Jakarta.