ekstraksi gelatin dari kulit kambing peranakan …
TRANSCRIPT
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
EKSTRAKSI GELATIN DARI KULIT KAMBING
PERANAKAN ETAWA YANG MENGALAMI PROSES
BUANG BULU SECARA PEMANASAN
MENGGUNAKAN HIDROLISIS ASAM ASETAT DAN
UJI KARAKTERISTIKNYA
SKRIPSI
ZAKIYYAH HAMIDA HASIBUAN
11141020000006
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
AGUSTUS 2018
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
EKSTRAKSI GELATIN DARI KULIT KAMBING
PERANAKAN ETAWA YANG MENGALAMI PROSES
BUANG BULU SECARA PEMANASAN
MENGGUNAKAN HIDROLISIS ASAM ASETAT DAN
UJI KARAKTERISTIKNYA
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
ZAKIYYAH HAMIDA HASIBUAN
11141020000006
FAKULTAS ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA
AGUSTUS 2018
ii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS
Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri,
dan semua sumber baik yang dikutip maupun dirujuk
telah saya nyatakan dengan benar.
Nama : Zakiyyah Hamida Hasibuan
NIM : 11141020000006
Tanda Tangan
Tanggal : 14 Agustus 2018
iii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING
Nama : Zakiyyah Hamida Hasibuan
NIM : 11141020000006
Judul Skripsi : Ekstraksi Gelatin dari Kulit Kambing Peranakan Etawa
yang Mengalami Proses Buang Bulu Secara Pemanasan
Menggunakan Hidrolisis Asam Asetat dan Uji
Karakteristiknya
Disetujui oleh:
Pembimbing I Pembimbing II
Dr. Zilhadia, M. Si., Apt. Ofa Suzanti Betha, M. Si., Apt.
NIP. 197308222008012007 NIP. 197501042009122001
Mengetahui,
Kepala Prodi Farmasi
Fakultas Ilmu Kesehatan
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dr. Nurmeilis, M.Si., Apt.
NIP. 197404302005012003
iv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
HALAMAN PENGESAHAN
Skripsi ini diajukan oleh :
Nama : Zakiyyah Hamida Hasibuan
Program Studi : Farmasi
NIM : 11141020000006
Judul Skripsi : Ekstraksi Gelatin dari Kulit Kambing Peranakan Etawa
yang Mengalami Proses Buang Bulu Secara Pemanasan
Menggunakan Hidrolisis Asam Asetat dan Uji
Karakteristiknya
Telah berhasil dipertahankan dihadapan Dewan Penguji dan diterima
sebagai bagian persyaratan yang diperlukan untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi pada Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatann
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
DEWAN PENGUJI
Pembimbing 1 : Dr. Zilhadia, M. Si., Apt. ( )
Pembimbing 2 : Ofa Suzanti Betha, M. Si., Apt. ( )
Penguji 1 : Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt. ( )
Penguji 2 : Vivi Anggia, M.Farm., Apt. ( )
Ditetapkan di : Ciputat
Tanggal : 14 Agustus 2018
v UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : Zakiyyah Hamida Hasibuan
Program Studi : Farmasi
Judul : Ekstraksi Gelatin dari Kulit Kambing Peranakan Etawa
yang Mengalami Proses Buang Bulu Secara Pemanasan
Menggunakan Hidrolisis Asam Asetat dan Uji
Karakteristiknya.
Gelatin adalah sumber protein tinggi yang berasal dari proses hidrolisis kolagen
kulit maupun tulang rawan hewan vertebrata. Salah satu bahan yang berpotensi
besar sebagai bahan baku substitusi penghasil gelatin adalah kulit kambing yang
kaya akan kolagen. Penelitian ini bertujuan untuk mengekstraksi dan karakterisasi
gelatin dari kulit kambing PE yang mengalami proses buang bulu secara
pemanasan menggunakan hidrolisis asam asetat. Ekstraksi dilakukan
menggunakan air dengan suhu 60-70oC selama 9 jam. Nilai rendemen gelatin
yang dihasilkan dari hidrolisis asam asetat 9%, 12% dan 15% berturut-turut
adalah 4,3±1,27, 4,53±1,22 dan 5,33±2,92. Uji organoleptik, kadar air, kadar abu,
nilai pH, viskositas, kekuatan gel, kadar protein, kandungan logam (Pb) gelatin
telah memenuhi persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI), Gelatin
Manufacturers Institute of America (GMIA) dan U.S. Pharmacopeial Convention
(USP), sedangkan uji kandungan mikroba tidak memenuhi persyaratan.
Komposisi asam amino utama yang diperoleh adalah glisin (27,41%), prolin
(15,23%), asam glutamat (11,06%), alanin (9,22%) dan arginin (8,94%).
Didapatkan kesimpulan bahwa gelatin yang dihasilkan memiliki karakteristik
yang telah memenuhi persyaratan, kecuali angka lempeng total.
Kata Kunci : Ekstraksi, Gelatin, Kulit Kambing, Asam Asetat, Karakterisasi.
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Zakiyyah Hamida Hasibuan
Mayor : Pharmacy
Title : Extraction of Gelatin from Etawah Breed Goat Skin De-
Hairing by Heating Using Acetic Acid Hydrolysis and Its
Characteristics.
Gelatin is a high protein source derived from hydrolysis of collagen skin or
vertebrate animal cartilage. One of the materials that has great potential as a
substitute materials for producing gelatin is a goatskin, which is rich in collagen.
This study aims to extract and characterization gelatin from Etawah Breed
goatskin de-hairing by heating using acetic acid hydrolysis. Extraction is done
using Aquadest in temperature of 60-70oC for 9 hours. The yield value of gelatin
hydrolyzed with acetic acid 9%, 12 and 15% are 4,3±1,27, 4,53±1,22 and
5,33±2,92. Organoleptic, water content, ash content, pH value, viscosity, gel
strength, protein content, metal content (Pb) of gelatin meets the requirements in
Indonesian National Standard (SNI), Gelatin Manufacturers Institute of America
(GMIA) and U.S. Pharmacopeial Convention (USP), while the microbial content
does not meet the requirements. The main amino acid compositions are glycine
(27.41%), proline (15.23%), glutamic acid (11.06%), alanine (9.22%) and
arginine (8.94%). It was concluded that the gelatin produced has characteristics
that meets the requirements, except total plate count.
Keyword: Extraction, Gelatin, Goat Skin, Acetic Acid, Characterization.
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah
subhanahu wa ta’ala, yang telah melimpahkan kasih dan sayang-Nya kepada kita,
sehingga penulis bisa menyelesaikan skripsi ini. Shalawat dan salam senantiasa
tercurah kepada Rasulullah SAW yang mengantarkan manusia dari zaman
kegelapan ke zaman yang terang benderang ini. Skripsi ini berjudul “Ekstraksi
Gelatin dari Kulit Kambing Peranakan Etawa yang Mengalami Proses Buang
Bulu Secara Pemanasan Menggunakan Hidrolisis Asam Asetat dan Uji
Karakteristiknya” telah diajukan sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar
Sarjana Farmasi Program Studi Farmasi, Fakultas Ilmu Kesehatan, Universitas
Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini tidak dapat terselesaikan
tanpa dukungan dari berbagai pihak baik moril maupun materil. Oleh karena itu,
penulis ingin menyampaikan ucapan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan skripsi ini, terutama kepada:
1. Kedua orang tua tercinta, Drs. Abdul Hakim Hasibuan dan Dra. Emmy
Erlina, abang-abang dan adik tersayang, Januar Aziz Hakim, Syukri Sayyid
Ahmad dan Ibrahim Mubarok, yang telah memberikan dukungan, baik moril
maupun materil, serta do’a yang tiada henti-hentinya kepada penulis,
sehingga penulis dapat tegar dan kuat dalam menyelesaikan studi farmasi di
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Ibu Dr. Zilhadia, M. Si., Apt. selaku Dosen Pembimbing 1 dan Ibu Ofa
Suzanti Betha, M. Si., Apt. selaku Dosen Pembimbing 2 yang telah
memberikan ilmu, nasehat, waktu, pikiran, dukungan, kepercayaan dan
kesabaran dalam membimbing dan menuntun penulis selama proses
penelitian, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
3. Bapak Dr. H. Arif Sumantri, S. KM., M. Kes. Selaku Dekan Fakultas Ilmu
Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
viii
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Ibu Dr. Nurmeilis, M. Si., Apt. selaku Ketua Program Studi Farmasi, Fakultas
Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
5. Ibu/Bapak dosen pengajar dan staf Akademik Program Studi Farmasi,
Fakultas Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
6. Teman-teman satu tim gelatin, Rika, Putri dan Fauziah yang telah
memberikan masukan, semangat dan kesabaran dalam menghadapi segala
rintangan selama penelitian hingga penyeselesaian penyusunan skripsi ini.
7. Sahabat tercinta, Ica, Inez, Muti, Elsa dan para wanita “LambeSquad” atas
kebersamaan, canda dan tawa yang telah dilewati bersama selama
perkuliahan.
8. Sahabat surga yang selalu memberikan semangat dan dukungannya.
9. Teman-teman farmasi 2014 yang telah memberikan kenangan indah dalam
menjalani dunia perkuliahan.
10. Semua pihak yang tidak dapat disebutkan satu-persatu oleh penulis, yang
telah membantu dalam penyelesaian penulisan skripsi ini.
Rasa hormat dan terimakasih bagi semua pihak atas segala dukungan dan
do’anya, semoga Allah SWT. membalas segala kebaikan yang telah mereka
berikan kepada penulis. Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari
sempurna, oleh karena itu penulis mengharapkan segala bentuk saran serta
masukan bahkan kritik yang membangun dari berbagai pihak. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi para pembaca dan semua pihak khususnya bagi mahasiswa
farmasi.
Ciputat, 14 Agustus 2018
Zakiyyah Hamida Hasibuan
NIM. 11141020000006
ix
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Sebagai civitas akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta, Saya yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Zakiyyah Hamida Hasibuan
NIM : 11141020000006
Program Studi : Farmasi
Fakultas : Ilmu Kesehatan
Jenis Karya : Skripsi
Demi perkembangan ilmu pengetahuan, Saya menyetujui skripsi/karya ilmiah
Saya, dengan judul:
EKSTRAKSI GELATIN DARI KULIT KAMBING PERANAKAN ETAWA
YANG MENGALAMI PROSES BUANG BULU SECARA PEMANASAN
MENGGUNAKAN HIDROLISIS ASAM ASETAT DAN UJI
KARAKTERISTIKNYA
Untuk dipublikasikan atau ditampilkan di internet atau media lain yaitu Digital
Library Perpustakaan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
untuk kepentingan akademik sebatas sesuai dengan Undang-Undang Hak Cipta.
Demikian pernyataan persetujuan publikasi karya ilmiah ini Saya buat dengan
sebenarnya.
Dibuat di : Ciputat
Pada tanggal : 14 Agustus 2018
Yang menyatakan,
Zakiyyah Hamida Hasibuan
NIM. 11141020000006
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .........................................................................................i
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................ii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................................iii
HALAMAN PENGESAHAN ...........................................................................iv
ABSTRAK .........................................................................................................v
ABSTRACT .......................................................................................................vi
KATA PENGANTAR .......................................................................................vii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ..................ix
DAFTAR ISI ......................................................................................................x
DAFTAR TABEL .............................................................................................xii
DAFTAR GAMBAR .........................................................................................xiii
DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................xiv
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................1
1.1. Latar Belakang ......................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah .................................................................................3
1.3. Tujuan Penelitian ..................................................................................4
1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA .......................................................................5
2.1. Gelatin ...................................................................................................5
2.1.1. Definisi Gelatin ...........................................................................5
2.1.2. Tipe Gelatin .................................................................................5
2.1.3. Komposisi Gelatin .......................................................................6
2.1.4. Mutu Gelatin ................................................................................7
2.1.5. Fungsi dan Manfaat Gelatin ........................................................8
2.1.6. Sifat Fisika Kimia Gelatin ...........................................................8
2.2. Kambing Peranakan Etawah .................................................................15
2.2.1. Definisi ........................................................................................15
2.2.2. Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah .....................................15
2.2.3. Karakteristik Kambing Peranakan Etawah ..................................16
2.3. Kolagen .................................................................................................16
2.4. Asam Asetat ..........................................................................................18
2.4.1. Definisi ........................................................................................18
2.4.2. Sifat Fisika Asam Asetat .............................................................19
xi
2.4.3. Sifat Kimia Asam Asetat .............................................................19
BAB III METODOLOGI PENELITIAN .......................................................21
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................................21
3.2. Alat dan Bahan Penelitian .....................................................................21
3.2.1. Alat ..............................................................................................21
3.2.2. Bahan ...........................................................................................21
3.3. Tahapan Penelitian ................................................................................22
3.3.1. Penyiapan Sampel .......................................................................22
3.3.2. Proses Buang Bulu dan Lemak....................................................22
3.3.3. Proses Hidrolisis ..........................................................................22
3.3.4. Proses Penetralan .........................................................................22
3.3.5. Proses Ekstraksi Gelatin ..............................................................23
3.3.6. Karakterisasi Sifat Fisikokimia Gelatin.......................................23
3.4. Analisis Statistik ...................................................................................27
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ..........................................................28
4.1. Pembuatan Lembaran Gelatin Kulit Kambing Peranakan Etawah .......28
4.2. Sifat Fisikokimia Gelatin ......................................................................30
4.2.1. Organoleptik ................................................................................30
4.2.2. Kadar Air .....................................................................................31
4.2.3. Kadar Abu ...................................................................................32
4.2.4. pH ................................................................................................33
4.2.5. Viskositas ....................................................................................33
4.2.6. Kekuatan Gel ...............................................................................35
4.2.7. Kadar Protein ...............................................................................36
4.2.8. Kandungan Logam Berat (Pb) .....................................................37
4.2.9. Kandungan Mikroba ....................................................................38
4.2.10. Komposisi Asam Amino ...........................................................38
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ............................................................41
5.1. Kesimpulan ...........................................................................................41
5.2. Saran .....................................................................................................41
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................42
LAMPIRAN .......................................................................................................50
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Sifat Gelatin Berdasarkan Tipenya .......................................6
Tabel 2.2 Standar Mutu Gelatin ............................................................7
Tabel 2.3 Contoh Produk yang menggunakan Gelatin .........................8
Tabel 2.4 Penyebaran Kolagen dalam Jaringan Hewan Mamalia ......17
Tabel 4.1 Hasil Uji Organoleptik Gelatin Kulit Kambing PE ............30
Tabel 4.2 Hasil Uji Kadar Air Gelatin Kulit Kambing PE .................31
Tabel 4.3 Hasil Uji Kadar Abu Gelatin Kulit Kambing PE ................32
Tabel 4.4 Nilai pH Gelatin Kulit Kambing PE ...................................33
Tabel 4.5 Hasil Uji Viskositas Gelatin Kulit Kambing PE .................34
Tabel 4.6 Hasil Uji Kekuatan Gel Gelatin Kulit Kambing PE ...........35
Tabel 4.7 Hasil Uji Kadar Protein Gelatin Kulit Kambing PE ...........36
Tabel 4.8 Hasil Uji Kandungan Logam Pb .........................................37
Tabel 4.9 Hasil Uji Kandungan Mikroba ............................................38
Tabel 4.10 Komposisi Asam Amino .....................................................39
Tabel 4.11 Persyaratan Standar Mutu Gelatin dibandingkan dengan Gelatin
yang dihasilkan ............................................................................................40
xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Struktur Kimia Gelatin ............................................................. 7
Gambar 2.2 Kambing Peranakan Etawah (PE) ............................................ 16
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Alur Kerja Penelitian ................................................................ 50
Lampiran 2. Lembaran Gelatin Kulit Kambing PE ....................................... 51
Lampiran 3. Perhitungan Nilai Rendemen .................................................... 51
Lampiran 4. Analisis Statistik Nilai Rendemen ............................................ 52
Lampiran 5. Perhitungan Hasil Kadar Air .................................................... 53
Lampiran 6. Perhitungan Hasil Kadar Abu ................................................... 54
Lampiran 7. Nilai pH Gelatin Kulit Kambing PE ......................................... 55
Lampiran 8. Hasil Viskositas ........................................................................ 56
Lampiran 9. Hasil Kekuatan Gel ................................................................... 57
Lampiran 10. Kandungan Mikroba ................................................................. 58
Lampiran 11. Analisis Statistik Kandungan Mikroba ..................................... 58
Lampiran 12. Perhitungan Hasil Kadar Protein .............................................. 59
Lampiran 13. Kandungan Logam Berat (Pb) .................................................. 60
Lampiran 14. Komposisi Asam Amino ........................................................... 61
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Gelatin merupakan produk alami yang diperoleh melalui hidrolisis
parsial kolagen dari kulit dan tulang hewan (Duconseille et al., 2015;
Etxabide et al., 2015). Penggunaan gelatin saat ini sudah sangat luas, sekitar
31% gelatin yang diproduksi di seluruh dunia digunakan untuk industri
farmasi, 59% untuk industri makanan, dan sekitar 8% diaplikasikan dalam
industri lainnya (Mohebi dan Shahbazi, 2017). Dalam industri farmasi
gelatin digunakan sebagai bahan pembuat kapsul serta bahan kosmetik
(Damanik, 2005). Kebutuhan akan gelatin meningkat seiring dengan
banyaknya manfaat dan penggunaannya dalam berbagai bidang industri. Di
Indonesia, kebutuhan gelatin masih merupakan bahan impor, dimana negara
pengimpor utama adalah Perancis, Jepang, India, Brazil, Jerman, Cina,
Argentina dan Australia (BPS, 2015). Untuk mengurangi ketergantungan
akan produk impor di Indonesia, khususnya gelatin, maka perlu dilakukan
pengembangan industri agar dapat memproduksi gelatin secara komersial.
Penggunaan gelatin secara keseluruhan hampir 90% diproduksi dari
bahan baku kulit babi, kulit sapi dan tulang sapi (Agustin, 2013). Produksi
gelatin di dunia yang berasal dari kulit babi, adalah sebesar 46%, kulit sapi
sebesar 29,4%, tulang sapi sebesar 23,1%, dan sumber lainnya hanya 1,5%
(Harianto dkk., 2008). Bagi masyarakat Indonesia yang mayoritas
penduduknya beragama Islam serta mewajibkan pengikutnya untuk
mengkonsumsi segala sesuatu yang halal, maka penggunaan bahan baku
gelatin dari kulit babi tentunya akan menimbulkan masalah. Begitu pula
bagi masyarakat penganut agama Hindu yang melarang pengikutnya
mengkonsumsi segala sesuatu berbahan baku sapi (Martianingsih, 2009).
Untuk mengatasi permasalahan tersebut, maka dibutuhkan suatu bahan
alternatif yang bersifat halal, higienis dan dapat diterima oleh berbagai
penganut beragama. Pencarian bahan baku alternatif juga didasarkan oleh
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
sumber bahan baku yang besar, harga yang relatif terjangkau dan sifat
gelatin yang baik sehingga memungkinkan untuk diterapkan di industri
farmasi, makanan, dan kosmetik. Salah satu bahan baku yang cukup
berpotensi adalah kulit kambing (Zilhadia et al., 2018). Kulit kambing kaya
akan kolagen yang merupakan komponen utama dalam memproduksi
gelatin (Said dkk., 2014).
Pada penelitian ini kulit kambing yang digunakan dipilih dari jenis
kambing Peranakan Etawah (PE). Kambing ini merupakan hasil persilangan
antara kambing Etawah dari India dengan kambing Kacang (lokal) yang
sudah beradaptasi dengan kondisi Indonesia. Kambing Peranakan Etawah
(PE) adalah termasuk dalam kelompok kambing dwiguna, yaitu tipe
penghasil daging dan susu. Sebagai kambing tipe dwiguna, kemampuan
produksi susu kambing PE relatif tinggi, sehingga tidak sedikit peternak
kambing memfokuskan usahanya pada jenis kambing ini. Kambing PE yang
masih muda, yaitu kisaran usia 1-1,5 tahun memiliki jumlah kolagen yang
banyak sehingga mudah untuk dihidrolis menjadi gelatin (Grobben et al.,
2003).
Pada tahap perlakuan awal, kulit kambing dibersihkan dari bulu, sisa-
sisa daging dan lemak yang masih menempel dengan cara pemanasan atau
kimia. Cairan kimia yang digunakan untuk proses buang bulu, yaitu 3%
natrium sulfida (Na2S) dan 2% larutan kapur (Ca(OH)2 (Zilhadia et al.,
2018). Penggunaan kedua zat ini untuk proses buang bulu dapat
menyebabkan air limbah menjadi basa, serta adanya gas hidrogen sulfida
yang menyebabkan terjadinya pencemaran udara (Valeika et al., 2014).
Berdasarkan hal tersebut, maka dilakukan proses buang bulu menggunakan
metode pemanasan dengan air panas dalam waktu kontak yang singkat.
Proses buang bulu ini dipilih karena lebih aman, ramah lingkungan dan
relatif lebih murah jika dibandingkan dengan metode buang bulu
menggunakan cairan kimia.
Berdasarkan proses pembuatannya terdapat dua jenis gelatin yaitu
Tipe A dan Tipe B. Gelatin Tipe A diproduksi melalui proses hidrolisis
asam sedangkan Tipe B diproduksi melalui proses hidrolisis basa (Utama,
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1997). Proses asam biasanya digunakan untuk bahan baku kulit babi dan
kulit ikan, jenis asam yang digunakan antara lain asam asetat, asam klorida,
asam sulfat dan asam fosfat. Sedangkan proses basa biasanya digunakan
untuk bahan baku kulit dan tulang sapi, jenis basa yang dapat digunakan
adalah natrium hidroksida (Chamidah dan Elita, 2002). Pada penelitian ini
digunakan proses hidrolisis menggunakan asam asetat. Asam mampu
menghidrolisis kolagen lebih banyak daripada larutan basa pada waktu yang
sama. Selain itu, perendaman dalam larutan basa membutuhkan waktu yang
lebih lama untuk menghidrolisis kolagen dibandingkan dengan perendaman
dalam larutan asam (Ward dan Court, 1977).
Pemilihan konsentrasi asam asetat untuk proses hidrolisis gelatin pada
penelitian ini berdasarkan konsentrasi optimal asam asetat, antara lain untuk
hidrolisis kulit kambing bligon, yaitu 9% dan kulit kambing peranakan
etawah, yaitu 12% dengan lama hidrolisis selama 48 jam (Said dkk., 2014;
Rosentadewi, 2017). Diharapkan dengan konsentrasi yang sama dapat
menghasilkan rendemen gelatin yang tinggi. Kemudian, karena belum ada
penelitian terdahulu yang menggunakan asam asetat untuk hidrolisis dengan
konsentrasi diatas 12% maka dipilihlah asam asetat untuk hidrolisis dengan
konsentrasi sebesar 15%. Adanya kenaikan konsentrasi diharapkan dapat
meningkatkan nilai rendemen gelatin yang dihasilkan.
1.2. Rumusan Masalah
1. Berapakah jumlah rendemen gelatin yang dihasilkan dari ekstraksi
kulit kambing PE yang mengalami proses buang bulu secara
pemanasan menggunakan hidrolisis asam asetat?
2. Apakah sifat fisikokimia dan kandungan mikroba gelatin yang
dihasilkan dari ekstraksi kulit kambing PE yang mengalami proses
buang bulu secara pemanasan menggunakan hidrolisis asam asetat
memenuhi persyaratan SNI, USP atau GMIA?
4
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.3. Tujuan Penelitian
1. Mengetahui jumlah rendemen gelatin yang dihasilkan dari ekstraksi
kulit kambing PE yang mengalami proses buang bulu secara
pemanasan menggunakan hidrolisis asam asetat.
2. Menguji sifat fisikokimia dan kandungan mikroba gelatin yang
dihasilkan dari ekstraksi kulit kambing PE yang mengalami proses
buang bulu secara pemanasan menggunakan hidrolisis asam asetat.
1.4. Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pemanfaatan
kulit kambing sebagai bahan baku pembuatan gelatin serta memberikan
informasi terkait proses ekstraksi gelatin yang dihasilkan dari kulit kambing
PE sebagai sumber gelatin yang halal dan berkualitas agar dapat digunakan
dalam industri makanan maupun farmasi.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Gelatin
2.1.1. Definisi Gelatin
Gelatin berasal dari bahasa latin ”gelare” yang berarti membuat
beku dan merupakan senyawa yang tidak pernah terjadi secara
alamiah (Glicksman, 1969). Gelatin adalah senyawa turunan kolagen
yang terdapat pada kulit, tulang dan jaringan ikat hewan yang
dihidrolisis dengan asam atau basa (Tazwir dkk., 2008).
Gelatin termasuk molekul besar. Menurut Ward dan Court
(1977) berat molekul (BM) gelatin mencapai 90.000 sedangkan pada
gelatin komersial berkisar antara 20.000-70.000. Gelatin larut dalam
air, asam asetat, dan pelarut alkohol seperti gliserol, propilen glikol,
sorbitol, dan manitol (Viro, 1992). Menurut Hassanali et al. (1969),
gelatin mudah larut pada suhu 71,1oC dan cenderung membentuk gel
pada suhu 48,9oC, sedangkan untuk melarutkan gelatin dalam larutan
sekurang-kurangnya 49oC atau biasanya pada suhu 60-70
oC.
Gelatin mempunyai beberapa sifat, yaitu dapat berubah secara
reversible dari bentuk sol ke gel, mengembang dalam air dingin, dapat
membentuk film, mempengaruhi viskositas suatu bahan dan dapat
melindungi sistem koloid (Parker, 1982). Sifat fisik dan kimia gelatin
sangat dipengaruhi oleh jenis hewan, umur hewan, tipe kolagen,
metode pembuatan, karakteristik kolagen dan proses perlakuan
(temperatur, waktu, dan pH) (Juliasti dkk., 2015).
2.1.2. Tipe Gelatin
Dari cara pembuatannya, ada dua jenis gelatin yaitu gelatin tipe
A dan tipe B. Gelatin tipe A adalah gelatin yang umumnya dibuat dari
kulit hewan muda terutama kulit babi, sehingga proses pelunakannya
dapat dilakukan dengan cepat yaitu dengan sistem perendaman dalam
6
larutan asam. Gelatin tipe B adalah gelatin yang diolah dari bahan
baku yang keras seperti dari kulit hewan yang tua atau tulang,
sehingga proses perendamannya perlu waktu lama dan larutan yang
digunakan yaitu larutan basa (Hastuti dkk., 2007).
Menurut Ward dan Court dalam Junianto dkk. (2006)
menyatakan bahwa asam mampu mengubah serat kolagen triple heliks
menjadi single helix sedangkan larutan perendam basa hanya mampu
menghasilkan double helix. Hal ini menyebabkan pada waktu yang
sama jumlah kolagen yang dihidrolisis oleh larutan asam lebih banyak
daripada larutan basa. Karena itu perendaman dalam larutan basa
membutuhkan waktu yang lebih lama untuk menghidrolisis kolagen.
Tabel 2.1 Sifat Gelatin berdasarkan Tipenya (GMIA, 2007)
Sifat Tipe A Tipe B
Kekuatan gel (gram Bloom) 50,0-300,0 50,0-300,0
Viskositas (cP) 1,50-7,50 2,00-7,50
Kadar abu (%) 0,30-2,00 0,50-2,00
pH 3,80-6,00 5,00-7,10
Titik isoelektrik 7,00-9,00 4,70-5,40
2.1.3. Komposisi Gelatin
Gelatin merupakan salah satu produk turunan protein yang
diperoleh dari hasil hidrolisis kolagen hewan yang terkandung dalam
tulang dan kulit (Gomez-Guillen dan Montero, 2001). Susunan amino
gelatin hampir mirip dengan kolagen, dimana 2/3 penyusunnya adalah
glisin dan sepertiganya disusun oleh prolin dan hidroksiprolin
(Charley, 1982).
Susunan asam amino gelatin berupa Gly-X-Y dimana X adalah
asam amino prolin dan Y adalah amino hidroksiprolin (Poppe, 1992).
Gelatin bukan protein yang lengkap, karena kekurangan asam amino
essensial triptopan. Tetapi gelatin mengandung sedikit asam amino
7
yang ditemui yaitu hidroksilin (King dalam Glikcsman, 1969).
Struktur gelatin yang umum adalah -Ala-Gly-Pro-Arg-Gly-Glu-4Hyp-
GlyPro- (Jaswir, 2007).
Gambar 2.1 Struktur Kimia Gelatin (Poppe, 1992)
2.1.4. Mutu Gelatin
Mutu gelatin ditentukan oleh sifat fisika, kimia, dan
fungsional yang menjadikan gelatin sebagai karakter yang unik.
Sifat fisik gelatin seperti warna, bau dan rasa dapat diukur dengan
menggunakan indera manusia. Sedangkan sifat kimia seperti kadar air,
kadar abu, logam berat dan kandungan mineral dikur dengan
menggunakan alat. Standar mutu gelatin berdasarkan SNI (1995)
dapat dilihat pada Tabel 2.2
Tabel 2.2 Standar Mutu Gelatin (SNI, 1995)
Karakteristik SNI
Warna Tidak berwarna – kuning pucat
Bau, rasa Normal (dapat diterima konsumen)
Kadar air Maksimum 16%
Kadar abu Maksimum 3,25%
Logam berat Maksimum 50 mg/kg
Arsen Maksimum 2 mg/kg
Tembaga Maksimum 30 mg/kg
Seng Maksimum 100 mg/kg
Sulfit Maksimum 1000 mg/kg
8
2.1.5. Fungsi dan Manfaat Gelatin
Gelatin dimanfaatkan terutama untuk mengubah cairan menjadi
padatan yang elastis atau mengubah sol menjadi gel. Reaksi pada
pembentukan gel ini bersifat reversible karena bila gel dipanaskan
akan berbentuk sol dan bila didinginkan akan berbentuk gel lagi.
Keadaan tersebut membedakan gelatin dengan gel dari pektin, alginat,
albumin telur, dan protein susu yang gelnya irreversible (Johns dan
Courts, 1977).
Kegunaan gelatin antara lain sebagai pengisi, pengemulsi
(emulsifier), pengikat, pengendap, pemerkaya gizi, sifatnya juga
luwes, yaitu dapat membentuk lapisan tipis yang elastis, membentuk
film yang transparan dan kuat, kemudian sifat penting lainnya, yaitu
daya cernanya yang tinggi (Hastuti dan Iriane, 2007). Tabel 2.3
berikut ini menunjukkan fungsi dan contoh penggunaan gelatin pada
berbagai produk:
Tabel 2.3 Contoh Produk yang menggunakan Gelatin (Fatimah, 2008)
Aplikasi Kegunaan
Produk pangan Zat pengental, penggumpal, membuat produk
menjadi elastis, pengemulsi, penstabil,
pembentuk busa, menghindari sinerisis, pengikat
air, memperbaiki konsistensi, pelapis tipis,
pemerkaya gizi
Daging olahan Meningkatkan daya ikat air, konsistensi dan
stabilitas produk, sosis, kornet, ham
Susu olahan Memperbaiki tekstur, konsistensi dan stabilitas
produk serta menghindari sineresis pada yoghurt,
es krim, susu asam, keju cottage
Minuman Penjernih sari buah (jus), bir dan wine
Farmasi Pembungkus kapsul atau tablet obat
Kosmetika Menstabilkan emulsi pada sampo, penyegar dan
pelindung kulit (lotion/cream), sabun, lipstick,
cat kuku, busa cukur
Film Membuat film menjadi lebih sensitif
2.1.6. Sifat Fisika Kimia Gelatin
Secara fisik dan kimia, gelatin berwarna kuning cerah atau
transparan, berbentuk serpihan atau tepung, berbau dan berasa, larut
9
dalam air panas, gliserol dan asam asetat serta pelarut organik lainnya.
Gelatin dapat mengembang dan menyerap air 5-10 kali bobot asalnya
sehingga dapat meningkatkan kekentalan untuk menstabilkan partikel
partikelnya (Ayudiarti et al., 2007).
Gelatin mempunyai titik leleh 35ºC, di bawah suhu tubuh
manusia. Titik leleh inilah yang membuat produk gelatin mempunyai
karakteristik yang unik bila dibandingkan dengan bahan pembentuk
gel lainnya seperti pati, alginat, pektin, agar-agar dan karaginan yang
merupakan senyawa karbohidrat (Gomez dan Montero, 2001). Gelatin
memiliki kelarutan baik dalam alkohol polihidrat seperti gliserol dan
propilen glikol. Gelatin juga dapat larut dalam pelarut organik seperti
asam asetat, trifluoroetanol dan formamida. Namun, gelatin tidak
larut dalam pelarut organik yang kurang polar seperti benzena, aseton,
alkohol primer dan dimethylformamide (GMIA, 2012).
Sifat fungsional gelatin sangat penting dalam aplikasi suatu
produk. Sifat fungsional gelatin merupakan sifat fisikokimia yang
mempengaruhi perilaku gelatin dalam makanan selama proses,
penyimpanan, penyiapan dan pengkonsumsian. Adapun sifat
fungsional dapat berupa berikut: organoleptik meliputi warna, bau,
viskositas, kekuatan gel, titik gel, titik leleh dan pH (Azwar dkk.,
2008).
1) Kadar Air
Kadar air ialah jumlah air yang terkandung dalam suatu
bahan yang dinyatakan dalam satuan persen atau perbedaan antara
berat bahan sebelum dan sesudah dilakukan pemanasan. Pada
bahan pangan, kadar air merupakan karakteristik yang sangat
penting karena air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur,
serta ikut menentukan kesegaran dan daya awet bahan pangan
tersebut. Kadar air menyebabkan mudahnya bakteri, kapang dan
khamir untuk berkembang biak sehingga akan terjadi perubahan
pada bahan pangan (Haryanto, 1992).
10
Uji kadar air terhadap gelatin bertujuan untuk mengetahui
apakah gelatin yang dihasilkan memenuhi standar mutu suatu
gelatin sesuai Standar Nasional Indonesia. Kandungan air pada
gelatin ditetapkan adalah maksimal 16% (SNI 06-3735-1995).
Jika kadar air melebihi 16%, maka gelatin dapat menggumpal.
Hal ini memungkinkan terjadinya pentumbuhan mikroba
(Schrieber dan Gareis, 2007).
2) Kadar Abu
Kadar abu merupakan salah satu parameter penting untuk
menilai kualitas gelatin terutama dalam hal kemurnian gelatin.
Abu menunjukkan jumlah bahan anorganik yang tersisa selama
proses pembakaran tinggi (suhu sekitar 600oC) selama dua jam.
Kandungan abu yang terdapat pada gelatin berasal dari garam-
garam mineral yang terkandung pada tulang sapi yang digunakan.
Menurut Ockerman dan Hansen (2000), kadar abu sangat
ditentukan oleh bahan baku yang digunakan dan metode
pembuatan gelatin.
Penghilangan mineral dalam proses ekstraksi terjadi pada
saat demineralisasi, semakin banyak mineral yang meluruh pada
proses demineralisasi maka semakin kecil kadar abu yang
diperoleh sehingga semakin murni gelatin yang didapatkan
(Yenti, 2015). Kisaran kadar abu yang diperkenankan oleh
Standar Nasional Indonesia (SNI) No. 3735 tahun 1995 untuk
produk gelatin yaitu maksimum 3,25%.
3) Kandungan Logam Berat (Pb)
Analisis logam berat sangat penting bagi produk seperti
gelatin, antara lain untuk menentukan apakah gelatin tersebut
aman digunakan atau dikonsumsi terutama dalam produk farmasi
(obat-obatan) dan produk pangan (DeMan, 1997). Yuniarifin dkk.
(2006) menyebutkan bahwa kadar abu akan mempengaruhi
11
kandungan mineral dalam produk yang dihasilkan. Semakin
tinggi kadar abu, maka semakin tinggi kandungan mineral dalam
produk. Standar mutu gelatin yang ditetapkan SNI (1995) dan
FAO JECFA (2003) yaitu maksimum 50 mg/kg.
4) pH
Nilai pH adalah derajat keasaman yang menjadi parameter
penting dalam standar mutu gelatin. pH larutan gelatin akan
mempengaruhi sifat-sifat lainnya seperti kekuatan gel dan
viskositas. Pengukuran pH dilakukan untuk menentukan kondisi
dan jenis muatan yang terdapat pada gelatin. Gelatin merupakan
rantai polipeptida yang terdiri atas berbagai macam asam amino.
Asam amino mempunyai sifat zwitter ion atau dipolar karena
dalam struktur kimianya mempunyai gugus fungsi negatif (COO)
dan gugus fungsi positif (NH3+). Asam amino juga bersifat
amfoter, yaitu dapat bersifat asam, netral atau basa sesuai dengan
kondisi lingkungannya (Winarno, 2002).
Nilai pH berpengaruh terhadap gelatin. Gelatin dengan pH
netral diaplikasikan untuk produk daging, farmasi, kromatografi,
cat dan sebagainya. Gelatin dengan pH rendah digunakan untuk
produk juice, jelly, sirup dan sebagainya. Nilai pH gelatin ini
sangat dipengaruhi oleh jenis larutan perendam yang digunakan
untuk mengekstrak gelatin tersebut (Agustin, 2015). Rentang pH
menurut United States Pharmacopeial (USP) tahun 2016, yaitu
sekitar 3,8 – 7,6.
5) Kekuatan Gel
Salah satu sifat fisik yang penting pada gelatin adalah
kekuatan untuk membentuk gel yang disebut sebagai kekuatan
gel. Kekuatan gel adalah salah satu parameter dari tekstur suatu
bahan dan merupakan gaya untuk menghasilkan deformasi
tertentu (deMan, 1989). Kekuatan gel dipengaruhi oleh pH,
12
adanya komponen elektrolit dan non-elektrolit serta bahan
tambahan lainnya (Glicksman, 1969). Satuan untuk menunjukkan
kekuatan gel yang dihasilkan dari suatu konsentrasi tertentu
disebut derajat bloom (Hermanianto dkk., 2000).
Kemampuan gelatin untuk membentuk gel bergantung pada
kandungan prolin dan hidroksiprolin pada sumber gelatin
(Nalinanon et al., 2008). Menurut Arnesen dan Gildberg (2002)
tingginya kandungan hidroksiprolin menyebabkan kekuatan gel
semakin meningkat. Meningkatnya kekuatan gel dapat
menstabilkan ikatan hidrogen antara air dengan gugus hidroksil
bebas pada kelompok asam amino yang terdapat pada gelatin
(Sompie dkk., 2012).
Kekuatan gel dari gelatin komersial bervariasi antara 50 –
300 gr bloom. Berdasarkan kekuatan gelnya gelatin dibagi
menjadi tiga kategori di bawah ini (Wijaya, 1998):
1) Gelatin dengan Bloom tinggi (250 – 300 gr bloom)
2) Gelatin dengan Bloom sedang (150 – 250 gr bloom)
3) Gelatin dengan Bloom rendah (50 – 150 gr bloom).
GMIA (2012) menyebutkan, sifat gelatin yang dihasilkan
memenuhi standar yang dipersyaratkan, yakni 50-300 gram
Bloom.
6) Viskositas
Viskositas adalah daya aliran molekul dalam suatu larutan
baik dalam air, cairan organik sederhana dan suspensi serta
emulsi encer (DeMan, 1997). Viskositas merupakan sifat fisik
gelatin yang sangat penting setelah kekuatan gel, karena
viskositas mempengaruhi sifat fisik gelatin yang lainnya seperti
titik leleh, titik jendal dan stabilitas emulsi. Viskositas gelatin
yang tinggi menghasilkan laju pelelehan dan pembentukan gel
yang lebih tinggi dibandingkan gelatin yang viskositasnya rendah.
13
Untuk stabilitas emulsi gelatin diperlukan viskositas yang tinggi
(Leiner, 2006).
Pengujian viskositas dilakukan untuk mengetahui tingkat
kekentalan gelatin sebagai larutan pada konsentrasi dan suhu
tertentu. Viskositas berhubungan dengan bobot molekul rata-rata
gelatin dan distribusi molekul. Sedangkan bobot molekul gelatin
berhubungan langsung dengan panjang rantai asam aminonya.
Semakin panjang rantai asam amino maka nilai viskositas akan
semakin tinggi (Ward dan Courts, 1977). Nilai viskositas
berdasarkan GMIA tahun 2012 untuk produk gelatin yaitu 15-75
mPa.s.
7) Kadar Protein
Penyusun utama gelatin adalah protein. Protein merupakan
polimer dari 21 asam amino yang berlainan dan dihubungkan oleh
ikatan peptida. Protein di dalam gelatin termasuk protein
sederhana dalam kelompok skleroprotein dan mempunyai kadar
protein yang tinggi karena protein diperoleh dari hasil hidrolisis
atau penguraian kolagen dengan panas (DeMan, 1989).
Kadar protein gelatin dipengaruhi oleh waktu dan
konsentrasi bahan curing yang digunakan, konsentrasi
menyebabkan semakin banyak ikatan asam amino yang terpecah
sehingga semakin banyak protein yang larut pada saat dilakukan
proses ekstraksi. Konsentrasi larutan asam asetat yang terlalu
tinggi dapat mengakibatkan terjadinya hidrolisis lanjutan
menyebabkan pemutusan ikatan hidrogen dan pemukaan struktur
kolagen secara berlebihan sehingga asam amino yang terekstrak
terlepas dari kolagen turut terdegradasi dan menyebabkan
turunnya jumlah gelatin (Ulfah, 2011).
14
8) Komposisi Asam Amino
Analisis asam amino bertujuan untuk mengidentifikasi jenis
asam amino serta pengaruh perlakuan pemanasan terhadap
komposisi asam amino gelatin. Komposisi asam amino dalam
gelatin sangat bervariasi tergantung pada sumber kolagen
tersebut, spesies hewan penghasil dan jenis kolagen (Ward dan
Courts, 1977). Asam amino glisin, prolin dan hidroksiprolin
merupakan asam amino kolagen. Hidroksiprolin merupakan salah
satu asam amino pembatas dalam berbagai protein (Junianto,
2006). Kandungan prolin dan hidroksiprolin sekitar 30% untuk
gelatin mamalia, 22% sampai 25% untuk gelatin ikan air
hangat, dan 17% untuk gelatin ikan air dingin (See dkk., 2010).
Gelatin tidak dapat digolongkan sebagai protein yang lengkap,
karena di dalam gelatin tidak terdapat asam amino triptofan
(Schrieber dan Gareis, 2007).
9) Kandungan Mikroba
Uji kuantitatif mikrobiologi penting dilakukan untuk
mengetahui mutu bahan pangan. Apabila suatu bahan tercemar
oleh mikroba yang berasal dari kotoran manusia atau hewan maka
bahan tersebut positif mengandung bakteri E.coli. Adanya E.coli
dalam suatu bahan merupakan indikator kontaminasi kotoran,
sedangkan Salmonella sp merupakan bakteri patogen yang
berbahaya. Salmonella sp dapat menyebabkan gangguan perut,
demam tifus dan paratifus (Fardiaz, 1989).
Air sebagai salah satu media untuk pertumbuhan mikroba.
Buckle, et al. (2007), menyatakan bahwa mikroba membutuhkan
air untuk pertumbuhannya yang berperan dalam reaksi metabolik
dalam sel. Jumlah bakteri total yang terkandung tidak boleh
melebihi dari 1000 cfu/g (USP, 2016).
15
2.2. Kambing Peranakan Etawah
2.2.1. Definisi
Kambing merupakan hewan yang sangat penting dalam
pertanian subsistem karena kemampuanya yang unik untuk
mengadaptasikan dan mempertahankan dirinya dalam lingkungan-
lingkungan yang keras. Kambing merupakan hewan serba guna yang
dapat memproduksi susu, daging, kulit, dan bulu (Williamson dan
Payne, 1993). Delapan bangsa kambing asli Indonesia adalah kambing
Marica, Samosir, Muara, Kosta, Gembrong, Benggala, Kacang dan
Etawa (Pamungkas et al., 2009).
Kambing Peranakan Etawah merupakan kambing hasil
persilangan yang tidak terarah dan kurang terpola, antara kambing
Etawa asal India dengan kambing lokal yaitu kambing kacang.
Karakteristik yang dimiliki kambing PE tersebut pada awalnya
diasumsikan berada diantara kedua bangsa kambing tetuanya akan
tetapi selanjutnya perkembangan performa kambing PE lebih
mendekati kearah kambing Etawah dibanding ke arah kambing kacang
(Heriyadi, 2004).
2.2.2. Klasifikasi Kambing Peranakan Etawah
Menurut Heriyadi (2004), secara umum taksonomi kambing
Peranakan Etawah adalah sebagai berikut :
Kingdom : Animalia
Sub Kingdom : Vertebrata
Class : Mamalia
Ordo : Ungulata
Sub Ordo : Artiodactylata
Section : Pecora
Familiy : Bovidae
Sub Family : Caprinae
Genus : Capra
Spesies : Capra hircus
16
2.2.3. Karakteristik Kambing Peranakan Etawah
Kambing PE memiliki karakteristik tubuh yang besar dengan
bobot badan kambing jantan dan betina dapat mencapai 90 dan 60 kg.
Kambing PE dengan umur potong 10-12 bulan dapat menghasilkan
bobot potong 65-70 kg (Direktorat Jenderal Bina Produksi Peternakan,
2003). Kambing PE merupakan kambing tipe dwiguna, yaitu sebagai
penghasil daging dan susu (perah). Peranakan yang penampilannya
mirip kambing Kacang disebut Bligon atau Jawa Randu yang
merupakan tipe pedaging (Pamungkas et al., 2009).
Ciri-ciri spesifik kambing PE antara lain bentuk hidung benguk,
panjang telinga 25-30 cm menggantung ke bawah dan sedikit kaku,
warna rambut bervariasi, kuping, kaki dan rambut yang panjang,
memiliki ambing yang besar, dan produksi susu tinggi (Direktorat
Jenderal Bina Produksi Peternakan, 2003).
Gambar 2.2 Kambing Peranakan Etawah (PE) (Ditjen Peternakan dan
Kesehatan Hewan, 2015)
2.3. Kolagen
Kolagen merupakan komponen struktural utama dari jaringan
pengikat putih (white connective tissue) yang meliputi hampir 30% dari total
protein pada jaringan organ tubuh vertebrata dan invertebrata (Poppe, 1992).
Pada mamalia, kolagen terdapat di kulit, tendon, tulang rawan dan jaringan
17
ikat. Demikian juga pada burung dan ikan, sedangkan pada invertebrata
kolagen terdapat pada dinding sel (Bailey dan Light, 1989). Kolagen
termasuk dalam golongan protein fibril. Molekul protein ini terdiri atas
beberapa rantai polipeptida yang memanjang dan dihubungkan satu dengan
yang lain oleh beberapa ikatan silang hingga merupakan bentuk serat yang
stabil (Fatimah, 2008).
Tabel 2.4 Penyebaran Kolagen dalam Jaringan Hewan Mamalia (Ward dan
Court, 1977)
Jenis jaringan Kolagen (%)
Kulit 89
Tulang 24
Tendon 85
Aorta 23
Hati 2
Otot 2
Usus besar 18
Lambung 23
Ginjal 5
Kolagen tersusun atas triple helix dari tiga rantai α polipeptida.
Struktur triple helix kolagen berasal dari tiga asam amino utama, yakni
glycine, proline, dan hydroxyproline (Lodish et al., 2000). Kolagen
mengandung sekitar 33% glisin, 21% prolin, dan 14% hidroksiprolin, suatu
asam amino yang dihasilkan melalui modifikasi pasca translasi residu prolin
(Smith dkk., 2000).
Molekul dasar pembentuk kolagen disebut tropokolagen yang
mempunyai struktur batang dengan BM 300.000, dimana di dalamnya
terdapat tiga rantai polipeptida yang sama panjang, bersama-sama
membentuk struktur heliks. Setiap tiga rantai polipeptida dalam unit
tropokolagen membentuk struktur heliks tersendiri, bersama-sama dengan
ikatan hidrogen antara gugus NH dari residu lisin pada rantai yang satu
dengan gugus CO pada rantai lainnya. Cincin pirolidin, prolin dan
hidroksiprolin membantu pembentukan rantai polipeptida dan memperkuat
ikatan triple heliks (Wong, 1989).
18
Kolagen murni sangat sensitif terhadap reaksi enzimatis dan kimiawi.
Perlakuan alkali menyebabkan kolagen mengembang dan menyebar, yang
sering dikonversi menjadi gelatin. Disamping pelarut alkali, kolagen juga
larut dalam pelarut asam (Bennion, 1980). Menurut Poppe (1977), konversi
kolagen yang bersifat tidak larut dalam air menjadi gelatin yang larut dalam
air merupakan transformasi penting dalam pembuatan gelatin. Tulang atau
kulit agar dapat diesktraksi kolagennya harus diberi perlakuan awal.
Ekstraksi tersebut dapat menyebabkan pemutusan ikatan hidrogen diantara
ketiga rantai tropokolagen menjadi tiga rantai bebas, dua rantai saling
berikatan, dan satu rantai bebas, serta tiga rantai yang masih berikatan.
Perlakuan pemanasan atau penambahan zat seperti asam, basa, urea,
kalsium dan permanganat dapat menyebabkan larutan tropokolagen
terdenaturasi. Tropokolagen yang terdenaturasi akan terdisosiasi menjadi
tiga komponen, yaitu α, β dan γ. Komponen α merupakan rantai tunggal
polipeptida dengan bobot molekul kurang lebih sepertiga dari bobot molekul
tropokolagen, sementara komponen β dan γ merupakan dimer dan trimer
yang dibentuk dari ikatan silang (Parker, 1982).
2.4. Asam Asetat
2.4.1. Definisi
Asam asetat atau lebih di kenal sebagai asam cuka (CH3COOH)
adalah suatu senyawa berbentuk cairan, tak berwarna, berbau
menyengat, memiliki rasa asam yang tajam dan larut di dalam air,
alkohol, gliserol, dan eter. Pada tekanan asmosferik, titik didihnya
mencapai 118,1oC. Pembuatan asam cuka melalui proses fermentasi
alkohol dan fermentasi asetat yang di dapat dari bahan kaya gula
seperti anggur, apel, nira kelapa, malt, gula dan lain sebagainya
(Anton, 2003).
Asam asetat merupakan pereaksi kimia dan bahan baku industri
yang penting untuk menghasilkan berbagai senyawa kimia. Asam
asetat digunakan dalam produksi polimer seperti polietilena tereftalat,
selulosa asetat, dan polivinil asetat, maupun berbagai macam serat dan
19
kain. Asam asetat digunakan sebagai pengatur keasaman dalam
industri makanan. Asam asetat encer juga sering digunakan sebagai
pelunak air di rumah tangga. Penggunaan asam asetat lainnya,
termasuk penggunaan dalam cuka yang relatif kecil (Setiawan, 2007).
Sedangkan asam asetat pekat bersifat korosif, sehingga
penggunaannya harus dengan penuh hati-hati. Asam asetat dapat
menyebabkan luka bakar, kerusakan mata permanen, serta iritasi pada
membran mukosa (Setiawan, 2007).
2.4.2. Sifat Fisika Asam Asetat
Sifat fisika dari asam asetat adalah bentuk cairan jernih, tidak
berwarna, berbau menyengat, pH asam, memiliki rasa asam yang
sangat tajam, mempunyai titik beku 16,6oC, titik didih 118,1
oC, larut
dalam air, alkohol, dan eter. Asam asetat di buat dengan fermentasi
alkohol oleh bakteri Acetobacter. Pembuatan dengan cara ini bisa
digunakan dalam pembuatan cuka. Asam asetat mempunyai rumus
molekul CH3COOH dan bobot molekul 60,05 mg (Depkes RI, 1995).
2.4.3. Sifat Kimia Asam Asetat
Asam asetat adalah pelarut protik hidrofilik (polar), mirip seperti
air dan etanol. Asam asetat bercampur dengan mudah dengan pelarut
polar atau nonpolar lainnya seperti air, kloroform dan heksana. Sifat
kelarutan dan kemudahan bercampur dari asam asetat ini membuatnya
digunakan secara luas dalam industri kimia dan laboratorium (Hart,
2003).
Asam asetat mudah menguap di udara terbuka, mudah terbakar,
dan dapat menyebabkan korosif pada logam. Asam asetat jika di
reaksikan dengan karbonat akan menghasilkan karbon dioksida.
Penetapan kadar asam asetat biasanya menggunakan basa natrium
hidroksida, dimana 1 ml natrium hidroksida 1 N setara dengan 60,05
mg CH3COOH (Depkes RI, 1995).
20
Asam asetat mudah menguap sehingga penyimpanannya harus
dengan wadah yang tertutup rapat, diletakkan di tempat yang terhindar
dari sinar matahari lansung dan pada suhu ruangan atau tidak lebih
dari 40oC (Depkes RI, 1995).
21
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Januari sampai Juni 2018 di
Laboratorium Kimia Obat Program Studi Farmasi Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.3. Alat dan Bahan
3.3.1. Alat
Alat yang digunakan dalam penelitian ini meliputi alumunium
foil, gunting, silet, lemari pendingin, freezer, batang pengaduk,
homogenizer, magnetic stirrer, pipet tetes, cawan porselen, tanur
listrik, Atomic Absorption Spectrophotometri, pipa kapiler, desikator,
cetakan gelatin [Lion Star], erlenmeyer [Duran], gelas beker [Duran],
corong butchner [Iwaki], gelas ukur [Iwaki], vacuum filtration [Ulvac
DTC-21], kertas saring [Whatman No. 1], pH meter universal
[Merck], labu ukur [Pyrex], hot plate [Cimarec], water bath [Eyela],
oven [Memmert], timbangan analitik [Kern], TAXT2 Texture
Analyzer Stable Micro System, Viscometer Haake, dan Beckman
Amino Acid Analyzer Model 119 CL.
3.3.2. Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kulit
kambing PE, aquadest, asam sulfat, asam asetat glasial, asam klorida
0,2 N, asam nitrat, natrium hidroksida, phosphate buffer, asam borat
4%.
22
3.3. Tahapan Penelitian
3.3.1. Penyiapan Bahan Baku
Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah kulit
kambing etawah jantan berumur 1-1,5 tahun yang didapatkan dari
Tempat Pemotongan Bang Kitul di Jalan Masjid Al-Ahyar, jalan
tembusan Gandul-Cinere, Depok, Jawa Barat. Kulit yang diperoleh
dimasukkan dalam kantung plastik dan dimasukkan ke dalam freezer
pada suhu -5°C untuk mencegah pembusukan.
3.3.2. Proses Buang Bulu dan Lemak
Digunakan proses buang bulu secara pemanasan. Kulit
dicelupkan kedalam suhu 80-100°C selama 10 detik kemudian dengan
benda tumpul dikerok sampai bulu terlepas semua dari kulit, dan
untuk bulu halus yang masih tertinggal dapat digunakan silet.
Kemudian lemak yang masih tertinggal dibersihkan dan kulit dipotong
kecil-kecil.
3.3.3. Proses Hidrolisis
Bahan baku kulit tanpa bulu dan lemak ditimbang sebanyak 50
gram. Dimasukkan ke dalam wadah yang berisi larutan curing asam
sebanyak 1 liter sesuai konsentrasi yang telah ditentukan (9%, 12%
dan 15%). Selanjutnya disimpan selama 48 jam pada lemari pendingin
suhu ± 5°C. (Said dkk., 2011).
3.3.4. Proses Penetralan
Setelah hidrolisis selesai, dialirkan dengan air hingga kondisinya
pada suasana netral (pH 7). Bahan baku kulit ditiriskan. Kemudian
dimasukkan ke dalam erlemenyer dan ditambah dengan aquadest
hingga terendam dengan sempurna. Tutup dengan aluminium foil
kemudian dimasukkan ke dalam water bath untuk menjalani proses
ekstraksi (Said dkk., 2011).
23
3.3.5. Proses Ekstraksi Gelatin
Proses ekstraksi kulit secara keseluruhan berlangsung pada suhu
60-70°C dengan tiga tahapan. Masing-masing tahapan dilakukan
selama tiga jam dengan volume aquadest 150 ml, 100 ml dan 75 ml.
Proses ekstraksi pada kondisi yang sama akan dilalui oleh keseluruhan
unit konsentrasi asam asetat (9%, 12% dan 15%). Kemudian
dilakukan penyaringan untuk menghasilkan fraksi gelatin cair
(Zilhadia et al., 2018).
Gelatin cair dalam beker glass kemudian dipekatkan dalam oven
suhu 70°C selama 2 jam. Selanjutnya didinginkan dalam lemari
pendingin suhu ± 5°C sampai membentuk gel. Dituang pada cetakan
gelatin untuk selanjutnya dikeringkan di dalam oven suhu 60°C
hingga menjadi lembaran gelatin padat. Selanjutnya dikemas dengan
plastik klip untuk dilakukan uji kualitas (Zilhadia et al., 2018).
3.3.6. Sifat Fisikokimia Gelatin
1) Nilai Rendemen (AOAC, 2000)
Nilai rendemen merupakan parameter penting untuk dapat
mengetahui tingkat efisiensi dari proses pengolahan. Selain itu
dapat digunakan untuk analisis finansial dimana dapat
diperkirakan jumlah bahan baku untuk memproduksi produk
dalam jumlah tertentu (Huda dkk., 2013). Bahan baku kulit dalam
keadaan bersih ditimbang untuk menentukan berat awal bahan
baku (gram) (B). Setelah gelatin yang sudah kering didapatkan
kemudian ditimbang untuk menentukan berat akhir produk (gram)
(A) (Said dkk., 2011). Nilai rendemen selanjutnya dihitung
dengan persamaan AOAC (2000):
( ) ( )( )
( )( )
24
2) Uji Kadar Air (FI IV, 1995)
Penetapan kadar air gelatin dilakukan dengan metode
gravimetric. Wadah cawan porselen kosong dioven pada suhu
105°C selama 30 menit, didinginkan dalam desikator. Sampel ± 1
gram dimasukkan ke dalam cawan, dioven pada suhu 105 ± 2°C
selama 3 jam dan ditimbang. Lanjutkan pengeringan dan timbang
pada jarak 1 jam sampai perbedaan antara kedua penimbangan
berturut-turut tidak lebih dari 0,25%. Kadar air dihitung dengan
persamaan:
( ) ( ) ( )
( )
Dimana:
m0 = Berat sampel (g)
m1 = Berat awal sampel dan cawan (g)
m2 = Berat akhir sampel dan cawan (g)
3) Uji Kadar Abu (FI IV, 1995)
Wadah cawan kosong dioven pada suhu 105°C selama 30
menit. Kemudian gelatin ditimbang sebanyak 1 gram. Dipijarkan
dalam tanur bersuhu 550°C. Proses tanur dilakukan selama
kurang lebih 5 jam sampai semuanya berubah warna menjadi abu-
abu. Selanjutnya ditimbang dengan memperhitungkan berat
cawan dan sampel awal. Nilai kadar abu dihitung dengan
menggunakan rumus:
( ) ( )
( )
4) Uji Kandungan Logam Berat (Pb) (SNI, 1998)
Analisis dilakukan terhadap logam Pb menggunakan
metode dekstruksi (SNI, 1998). Sebanyak 2 g dimasukkan ke
dalam oven 105°C selama 2 jam, selanjutnya diabukan dalam
tanur suhu 550°C selama 6 jam. Sampel didekstruksi dengan
25
penambahan 5 ml asam nitrat pekat di atas penangas, kemudian
dipekatkan menjadi 1 ml. Sampel didestruksi kembali dengan
penambahan 5 ml asam klorida pekat dan dipekatkan kembali.
Larutan pekat diencerkan dalam labu takar 100 ml. Sampel
dianalisis menggunakan Atomic Absorption Spectrometry.
5) Uji Nilai pH (GMIA, 2013)
Larutan gelatin dengan konsentrasi 1,5% (b/v) disiapkan
dengan larutan aquades. Kemudian larutan didiamkan selama 1-3
jam. Larutan sampel dipanaskan pada suhu 65°C dan
dihomogenkan dengan magnetic stirrer. Selanjutnya diukur
derajat keasamannya pada suhu 35°C dengan pH meter. Sebelum
dilakukan pengujian, pH meter dilakukan kalibrasi asam, netral
dan basa terlebih dahulu.
6) Kekuatan Gel (GMIA, 2013)
Dibuat larutan gelatin dengan konsentrasi 6,67% (b/v).
Diaduk menggunakan magnetic stirrer kemudian larutan tersebut
dibiarkan pada suhu ruang selama 1-3 jam agar gelatin dapat
menyerap air dan mengembang. Selanjutnya dipanaskan pada
suhu 65°C selama 15 menit dan sesekali diaduk. Lalu disimpan di
dalam kulkas pada suhu ± 5°C selama 16-18 jam. Pengukuran
kekuatan gel dilakukan dengan alat TAXT2 Texture Analyzer
Stable Micro System.
7) Uji Viskositas (AOAC, 2000)
Viskositas gelatin diukur dengan cara larutan gelatin dibuat
pada konsentrasi 6,67% (b/v). kemudian diaduk menggunakan
magnetic stirrer dan biarkan 1-3 jam pada suhu ruang.
Selanjutnya dipanaskan pada suhu 60°C selama 30 menit agar
melarut sempurna. Viskositas (mPa.s) ditentukan dengan alat
26
Viscometer Haake dengan spindle nomor 2 pada suhu 30 ± 0,50C
kecepatan 90 rpm.
8) Uji Kadar Protein (SNI, 1992)
Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode Kjeldahl.
Sampel sebanyak 1 gram dimasukkan ke dalam tabung Kjeldahl
lalu ditambahkan 1 g campuran Selenium dan 12 ml asam sulfat
pekat. Nyalakan Kjel Digester K-466 kemudian didekstruksi pada
suhu ±420°C selama 2 jam. Hasil destruksi kemudian didinginkan
dan ditambahkan aquadest 25 ml dalam erlenmeyer. Selanjutnya
ditambahkan 3 tetes indikator PP 1% dan 50 ml natrium
hidroksida 40%. Didestilasi dengan Buchi Distillation unit K-355
dan dititrasi dengan asam klorida 0,2 N hingga titik akhir atau
berubah warna. Kadar nitrogen total dihitung dengan
menggunakan rumus:
( ) ( )
( ) ( )
9) Uji Komposisi Asam Amino (Rohman dkk., 2007)
Komposisi asam amino ditentukan dengan menggunakan
sampel sebanyak 0,1 g dihidrolisis dengan campuran HCl 6 N
sebanyak 5 ml pada suhu 110°C selama 22 jam. Sampel yang
telah dihidrolisis kemudian didinginkan dan difiltrasi
menggunakan filter 0,45µm. Lalu filtrat yang dihasilkan
digenapkan volumenya dengan aquabidest hingga 50 ml didalam
labu ukur. Sebanyak 500 µl filtrat ditambahkan 40 µm AABA,
dan 460 µl aqubidest. Kemudian pipet kembali sebanyak 10 µl
larutan dan tambahkan 70 µl AccQ-Fluor Borate lalu divortex.
Tambahkan 20 µl reagent fluor A, vortex kembali dan diamkan
selama 1 jam. Inkubasi pada suhu 55°C selama 10 jam.
27
Selanjutnya dianalisa dengan menggunakan Beckman Amino Acid
Analyzer Model 119 CL.
10) Uji Mikroba (SNI, 2015)
Analisis total bakteri dilakukan secara aseptik, sampel
gelatin ditimbang sebanyak 10 ± 0,1 gram lalu masukkan ke
dalam larutan penyangga Butterfield phosphate, kemudian kocok
perlahan menggunakan shaker. Masukkan 1 ml larutan sampel
gelatin ke dalam cawan petri diikuti dengan 15 ml media PCA
cair (44-47oC) yang terlah steril, lalu goyangkan cawan petri agar
sampel menyebar merata. Balikkan cawan petri lalu diinkubasi
pada suhu 30oC selama 72 ± 3 jam. Koloni yang tumbuh diamati
dan dihitung jumlahnya untuk memperoleh Total Plate Count
(TPC) dengan jumlah koloni per cawan petri antara 10-300,
dengan rumus sebagai berikut:
TPC (Koloni/ml) = Jumlah koloni per cawan x (1/(faktor
pengenceran)
3.4. Analisis Statistik
Dari beberapa parameter yang diujikan yaitu nilai rendemen, dan
kandungan mikroba dilakukan analisis statistik dengan Software SPSS.
28
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Pembuatan Lembaran Gelatin Kulit Kambing Peranakan Etawah
Berdasarkan cara pembuatannya gelatin terbagi menjadi dua tipe,
yaitu gelatin tipe A dan tipe B. Pada penelitian ini, gelatin yang dihasilkan
termasuk kedalam gelatin tipe A, dimana pada proses pengolahannya
dilakukan hidrolisis asam menggunakan larutan asam asetat dengan
konsentrasi 9%, 12% dan 15%.
Menurut Wolf (2003), proses pembuatan gelatin terdiri dari tiga tahap,
yaitu:
1. Tahap pra-perlakuan bahan baku
2. Tahap hidrolisis dan ekstraksi gelatin dari bahan baku
3. Tahap pemurnian dan pengeringan gelatin
Pada tahap pra-perlakuan, dilakukan proses pembersihan bahan baku
dari bulu, sisa daging dan lemak yang masih menempel pada kulit kambing.
Proses pembersihan dilakukan dengan cara pemanasan menggunakan air
pada suhu 80-100°C selama 10 detik. Perendaman dengan air panas ini
bertujuan untuk mempercepat proses pelepasan bulu (unhairing) dari bahan
baku kulit. Hasil kulit yang sudah bersih, kemudian dipotong kecil-kecil
untuk memperluas permukaan kulit, sehingga reaksi berlangsung lebih cepat
(Junianto et al., 2006).
Tahap selanjutnya, yaitu proses hidrolisis gelatin menggunakan
larutan asam asetat dengan konsentrasi 9%, 12% dan 15% yang didiamkan
selama 48 jam pada lemari pendingin dengan suhu ±5°C. Proses hidrolisis
bertujuan untuk mengkonversi kolagen menjadi gelatin dengan adanya
interaksi hidrolisis antara ion H+ dari asam dengan kolagen, sehingga
struktur kolagen menjadi pecah dan jumlah kolagen pada bahan akan
menurun (Kusumawati et al., 2008). Kolagen adalah jenis protein fibril yang
terbentuk atas tropokolagen dengan tiga rantai polipeptida. Tropokolagen
29
dapat terdenaturasi dengan adanya asam, basa dan suhu pemanasan.
Penggunaan asam akan memecah rantai triple helix serat kolagen menjadi
rantai tunggal. Rantai tunggal asam amino yang dihasilkan dari hidrolisis
kolagen adalah rangkaian asam amino Gly-X-Y (Gly-Pro-Hypro).
Penggunaan asam asetat dipilih karena lebih ekonomis dan waktu yang
dibutuhkan untuk menghidrolisis serat kolagen relatif lebih singkat. Selain
itu, gelatin yang dihasilkan juga lebih baik dengan warna yang tidak gelap
dan bau yang tidak menyengat (Agustin dan Sompie, 2015). Perbedaan
konsentrasi pada larutan asam dimaksudkan untuk melihat konsentrasi
optimal dalam menghasilkan gelatin dengan nilai rendemen tertinggi.
Kulit yang telah dihidrolisis kemudian dinetralkan menggunakan air
mengalir hingga mencapai pH netral (6-7), karena pada pH tersebut
merupakan titik isoelektrik dari komponen protein non-kolagen pada kulit,
sehingga mudah terkoagulasi dan dihilangkan (Martianingsih, 2009).
Selanjutnya dilakukan proses ekstraksi gelatin menggunakan air dengan
suhu 60-70°C selama 9 jam. Pemanasan dilakukan dengan tujuan untuk
melarutkan gelatin dengan air hangat (T>40oC) (Ross-Murphy, 1991).
Selain itu, pemanasan pada suhu tersebut akan memecah serabut triple helix
menjadi rantai tunggal yang lebih panjang, sehingga gelatin yang dihasilkan
menjadi lebih banyak (Junianto, 2006).
Gelatin cair yang merupakan hasil dari ekstraksi gelatin kemudian
disaring untuk menghilangkan pengotor. Lalu filtrat jernih yang diperoleh
dipekatkan pada oven dengan suhu 70oC selama 2 jam. Hal ini bertujuan
untuk mempercepat proses pengeringan gelatin dengan cara meningkatkan
total solid yang ada pada larutan gelatin tersebut (Kurniadi, 2009). Filtrat
yang telah dipekatkan kemudian didinginkan dalam lemari pendingin
dengan suhu ± 5°C sampai membentuk gel. Gel kemudian dituang pada
cetakan untuk selanjutnya dikeringkan dalam oven dengan suhu 60°C
hingga menjadi lembaran gelatin padat. Gelatin yang dihasilkan selanjutnya
dilakukan karakterisasi sifat fisika kimia berdasarkan persyaratan standar
SNI, USP dan GMIA.
30
Nilai rendemen yang dihasilkan dari gelatin kulit kambing PE
menggunakan hidrolisis asam asetat dengan konsentrasi 9%, 12% dan 15%
berturut-turut adalah 4,3±1,27%, 4,53±1,22% dan 5,33±2,92%. Sompie et
al. (2012) menyatakan bahwa semakin tinggi konsentrasi asam asetat
semakin banyak rendemen gelatin yang dihasilkan. Nilai rendemen gelatin
tertinggi didapatkan pada konsentrasi 15%, yaitu sebesar 5,33±2,92%.
Kenaikan rendemen gelatin pada proses asam ini terjadi karena proses
pembukaan struktur kolagen yang mengakibatkan struktur kolagen menjadi
semakin mengembang dan terbuka, seiring dengan kenaikan konsentrasi
asam asetat yang digunakan. Tingkat pembukaan struktur kolagen yang
semakin tinggi menyebabkan ion H+ dari asam asetat menghidrolisis
kolagen dari rantai triple helix menjadi single helix juga meningkat,
sehingga jumlah kolagen yang terekstrak menjadi gelatin semakin banyak.
Tinggi rendahnya rendemen gelatin yang didapatkan dipengaruhi oleh
lamanya proses perendaman dan konsentrasi larutan asam yang digunakan
dalam proses hidrolisis (Saleh dkk., 2002). Semakin besar rendemen yang
dihasilkan maka semakin efisien perlakuan yang diterapkan dengan tidak
mengesampingkan sifat-sifat lain.
4.2. Sifat Fisikokimia Gelatin
4.2.1. Organoleptik
Hasil uji organoleptik gelatin dari kulit kambing PE dengan
hidrolisis menggunakan asam asetat pada konsentrasi 9%, 12% dan
15% terhadap bentuk, warna dan bau dapat dilihat pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Hasil Uji Organoleptik Gelatin Kulit Kambing PE
No. Konsentrasi Bentuk Warna Bau
1. 9% Lembaran tipis Bening, agak kekuningan Khas, lemah
2. 12% Lembaran tipis Bening, agak kekuningan Khas, lemah
3. 15% Lembaran tipis Bening, agak kekuningan Khas, lemah
Uji organoleptik mengacu pada pemerian gelatin menurut
Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th Edition tahun 2009.
Pemerian gelatin adalah berwarna kuning lemah, rapuh, tidak berbau
31
dan tidak berasa. Berbentuk lembaran transparan, serpihan, dan
butiran, atau seperti bubuk kasar (Rowe, Raymon C. et al., 2009).
Berdasarkan tabel di atas, organoleptik gelatin yang dihasilkan
dari kulit kambing PE dengan hidrolisis asam asetat konsentrasi 9%,
12% dan 15% adalah berbentuk lembaran tipis, terkesan bening,
berwarna agak kekuningan dan berbau khas lemah. Sehingga dapat
dikatakan bahwa gelatin kulit kambing PE yang diperoleh
menghasilkan karakteristik yang baik dan sudah memenuhi syarat
pemerian gelatin menurut Handbook of Pharmaceutical Excipients 6th
Edition.
4.2.2. Kadar Air
Air dapat mempengaruhi penampakan, tekstur, cita rasa serta
mutu bahan pangan (Winarno, 2002). Kadar air gelatin akan
berpengaruh terhadap daya simpan, karena erat kaitannya dengan
aktivitas metabolisme yang terjadi selama gelatin tersebut disimpan,
seperti aktivitas enzim, aktivitas mikroba dan aktivitas kimiawi, yaitu
terjadinya ketengikan dan reaksi-reaksi non-enzimatik, sehingga
menimbulkan perubahan sifat-sifat organoleptik dan nilai mutunya
(Rachmania dkk, 2013). Hasil uji kadar air dapat dilihat pada Tabel
4.2.
Tabel 4.2 Hasil Uji Kadar Air Gelatin Kulit Kambing PE
No. Gelatin Kadar Air
1. Konsentrasi 9% 5,67 ± 0,51%
2. Konsentrasi 12% 8,33 ± 0,23%
3. Konsentrasi 15% 8,77 ± 0,1%
4. Standar Nasional Indonesian (SNI) ≤ 16%
Hasil uji kadar air gelatin dari kulit kambing PE dengan
hidrolisis menggunakan asam asetat konsentrasi 9%, 12% dan 15%
berturut-turut diperoleh 5,67±0,51%, 8,33±0,23% dan 8,77±0,1%.
Syarat kadar air menurut SNI No. 06-3735 Tahun 1995 adalah
32
maksimum 16%, sehingga kadar air pada gelatin yang dihasilkan
sudah memenuhi persyaratan. Sifat dan kemampuan bahan dalam
menarik air, serta proses pengeringan yang dilakukan dapat
menentukan tinggi rendahnya kadar air suatu bahan (Hasan, 2007).
4.2.3. Kadar Abu
Nilai kadar abu suatu bahan menunjukkan besarnya jumlah
mineral yang terkandung dalam bahan tersebut (Apriyantono, 1989).
Kadar abu merupakan salah satu cara untuk mengetahui kemurnian
suatu bahan. Penentuan kadar abu dimaksudkan untuk mengetahui
kandungan komponen yang tidak mudah menguap (komponen
anorganik atau garam mineral) yang tetap tinggal pada pembakaran
dan pemijaran senyawa organik (Nurilmala, 2006). Hasil uji kadar abu
dapat dilihat pada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Hasil Uji Kadar Abu Gelatin Kulit Kambing PE
No. Gelatin Kadar Abu
1. Konsentrasi 9% 0,53 ± 0,05%
2. Konsentrasi 12% 0,73 ± 0,09%
3. Konsentrasi 15% 0,27 ± 0,14%
4. Standar Nasional Indonesian (SNI) ≤ 3,25%
Persyaratan kadar abu menurut SNI (1995) adalah maksimum
3,25%. Berdasarkan tabel di atas, hasil uji kadar abu gelatin kulit
kambing PE dari ketiga konsentrasi masih masuk ke dalam rentang
yang diperbolehkan. Tinggi rendahnya kadar abu suatu bahan antara
lain disebabkan oleh kandungan mineral yang berbeda pada sumber
bahan baku dan juga dapat dipengaruhi oleh proses demineralisasi
pada saat pembuatan (Sudarmaji, 1995). Semakin rendah kadar abu
suatu bahan, maka semakin tinggi kemurniannya (Rachmania dkk,
2013).
33
4.2.4. pH
Nilai pH gelatin merupakan salah satu parameter penting dalam
standar mutu gelatin. Pengukuran nilai pH larutan gelatin penting
dilakukan karena pH larutan gelatin mempengaruhi sifat-sifat yang
lainya seperti viskositas dan kekuatan gel. Gelatin dengan pH netral
sangat baik untuk produk daging, farmasi, fotografi dan cat. Gelatin
dengan pH rendah akan sangat baik untuk digunakan dalam produk
jelly, sirop dan juice (Astawan et al., 2002). Hasil pengukuran derajat
keasaman gelatin (pH), dapat dilihat pada Tabel 4.4.
Tabel 4.4 Nilai pH Gelatin Kulit Kambing PE
No. Gelatin pH
1. Konsentrasi 9% 5,3 ± 0,02
2. Konsentrasi 12% 5,7 ± 0,03
3. Konsentrasi 15% 5,49 ± 0,1
4. United States Pharmacopeial 3,8 – 7,6
Dilihat dari tabel di atas, nilai pH yang diperoleh dari gelatin
kulit kambing PE dengan hidrolisis asam asetat konsentrasi 9%, 12%
dan 15% berturut-turut adalah 0,53 ± 0,05%, 0,73 ± 0,09% dan 0,27 ±
0,14%. Ketiganya masih berada dalam rentang persyaratan standar
mutu gelatin menurut United States Pharmacopeial tahun 2016, yaitu
3,8 – 7,6. Nilai pH gelatin ini sangat dipengaruhi oleh jenis larutan
perendam yang digunakan untuk mengekstrak gelatin tersebut
(Astawan dan Aviana, 2002).
4.2.5. Viskositas
Viskositas merupakan kemampuan menahan dari suatu cairan
untuk mengalir. Proses alir dari suatu zat cair dipengaruhi oleh
kekentalan atau viskositas yang terjadi akibat adanya adsorbsi dan
pengembangan koloid (Schrieber dan Gareis, 2007). Hasil uji
viskositas dapat dilihat pada Tabel 4.5.
34
Tabel 4.5 Hasil Uji Viskositas Gelatin Kulit Kambing PE
No. Gelatin Viskositas
1. Konsentrasi 9% 60,33 ± 0,57 mPa.s
2. Konsentrasi 12% 57,66 ± 2,3 mPa.s
3. Konsentrasi 15% 53,33 ± 1,52 mPa.s
4. GMIA 15-75 mPa.s
Nilai viskositas gelatin kulit kambing PE dengan hidrolisis asam
asetat konsentrasi 9%, 12% dan 15% berturut-turut sebesar
60,33±0,57 mPa.s, 57,66±2,3 mPa.s dan 53,33±1,52 mPa.s. Nilai
viskositas gelatin tertinggi diperoleh dari gelatin dengan konsentrasi
hidrolisis asam 9%. Berdasarkan data hasil diatas, nilai viskositas
gelatin ketiga konsentrasi masih masuk ke dalam rentang persyaratan
GMIA (2012), yaitu 15-75 mPa.s.
Nilai viskositas gelatin kulit kambing PE yang dihasilkan
menurun seiring dengan penambahan konsentrasi asam asetat yang
diberikan, hal ini diduga karena pada penambahan konsentrasi asam
asetat dapat menyebabkan rantai asam amino menjadi lebih pendek,
sehingga viskositas dari gelatin menjadi lebih rendah. Konsentrasi
larutan asam yang berbeda berpengaruh terhadap BM gelatin yang
dihasilkan (Hao et al. 2009). Semakin tinggi konsentrasi asam
semakin kuat penetrasi asam dalam memecah ikatan sekunder protein
sehingga terjadi hidrolisis yang menghasilkan poli/oligopeptida
dengan rantai lebih pendek dan BM yang lebih kecil sehingga
menghasilkan viskositas yang lebih kecil (Tabarestani 2010).
Pernyataan ini juga sesuai dengan Astawan et al., (2002) yang
menyatakan bahwa tinggi rendahnya viskositas gelatin dapat
dipengaruhi oleh interaksi hidronamik antar molekul gelatin, pH dan
konsentrasinya.
Tingginya rendahnya nilai viskositas gelatin sangat
berhubungan dengan berat molekul dan panjang rantai asam aminonya
(Songchotikunpan et al., 2007). Hal ini berarti semakin panjang rantai
35
asam amino maka nilai viskositas akan semakin tinggi, begitu pula
sebaliknya (Setiawati, 2009).
4.2.6. Kekuatan Gel
Salah satu sifat fungsional yang dimiliki gelatin adalah kekuatan
gel (Schrieber dan Gareis, 2007). Kekuatan gel gelatin menunjukkan
kemampuan gelatin dalam pembentukan gel, sehingga kekuatan gel
merupakan sifat fisik gelatin yang paling utama (Glicksman, 1969).
Sifat fisik tersebut dipengaruhi oleh konsentrasi bahan dan waktu
curing (Kolodziejska et al., 2003). Kekuatan gel juga sangat
berhubungan dengan pengaplikasian produk (Stainsby, 1977). Hasil
uji kekuatan gel dapat dilihat pada Tabel 4.6.
Tabel 4.6 Hasil Uji Kekuatan Gel Gelatin Kulit Kambing PE
No. Gelatin Kekuatan Gel
1. Konsentrasi 9% 166,3 ± 3,4 gBloom
2. Konsentrasi 12% 153,9 ± 0,6 gBloom
3. Konsentrasi 15% 140,8 ± 0,4 gBloom
4. GMIA 50-300 gBloom
Hasil pengukuran kekuatan gel gelatin kulit kambing PE dengan
variasi konsentrasi 9%, 12% dan 15% berturut-turut adalah sebesar
166,3±3,4 gBloom, 153,9±0,6 gBloom dan 140,8±0,4 gBloom. Nilai
kekuatan gel yang diperoleh dari ketiga konsentrasi ini masih berada
dalam kisaran standar mutu gelatin yang ada pada GMIA, yaitu
berkisar antara 50-300 gBloom.
Menurut Glicksman (1969), kekuatan gel dipengaruhi oleh
asam, alkali dan panas yang akan merusak struktur gelatin sehingga
gel tidak terbentuk. Penurunan nilai kekuatan gel disebabkan oleh
terjadinya proses pemutusan rantai polimer asam amino secara
berlebihan dengan meningkatnya konsentrasi asam, sehingga ikatan
antar molekul-molekul polimer penyusun kolagen yang terkonversi
36
menjadi gelatin terpecah menjadi rantai monomer yang sangat pendek
hingga akhirnya mengalami kerusakan dan menyebabkan proses
pembentukan gel menjadi terbatas (Said dkk., 2011).
Penggunaan konsentrasi bahan yang tinggi baik asam maupun
basa dalam proses produksi gelatin dapat menyebabkan nilai kekuatan
gel meningkat maupun menurun (Ockerman dan Hansen, 2000).
Tinggi rendahnya kekuatan gel diduga dipengaruhi oleh viskositas dan
pH, tingginya viskositas yang disertai dengan gel strength yang besar
menunjukkan bahwa panjangnya rantai asam amino mengandung
asam amino prolin dan hidroklisin yang banyak (Sarabia et al., 2000).
Berdasarkan standar GMIA (2012), kekuatan gel gelatin dengan
nilai 75-150 gBloom dapat diaplikasikan menjadi tablet, sedangkan
untuk cangkang kapsul lunak nilai kekuatan gel berkisar antara 150-
200 gram bloom.
4.2.7. Kadar Protein
Kadar protein merupakan salah satu syarat dalam penentuan
kualitas gelatin. Kadar protein gelatin menunjukkan kemurnian gelatin
yang diperoleh. Gelatin sebagai salah satu jenis protein konversi yang
dihasilkan melalui proses hidrolisis kolagen sehingga kadar protein
yang terkandung di dalamnya sangat tinggi (Sompie, 2015). Hasil
kadar protein dapat dilihat pada Tabel 4.7.
Tabel 4.7 Hasil Uji Kadar Protein Gelatin Kulit Kambing PE
No. Gelatin Kadar Protein
1. Konsentrasi 9% 99,58 ± 0,22%
2. Konsentrasi 12% 99,43 ± 0,42%
3. Konsentrasi 15% 99,62 ± 0,15%
Kadar protein pada gelatin kulit kambing PE konsentrasi 9%,
12% dan 15% berturut-turut sebesar 99,58±0,22%, 99,43±0,42% dan
99,62±0,15%. Menurut penelitian Rahmawati, dkk. (2016)
menyatakan, bahwa semakin tinggi kadar protein gelatin semakin baik
37
dan dapat dikatakan semakin murni gelatin tersebut. Menurut Keenan
dalam Rusli (2004) bahwa berdasarkan berat keringnya, gelatin terdiri
dari 98-99% protein.
Kadar protein yang tinggi berkaitan langsung dengan sifat fisik
gelatin seperti kekuatan gel dan viskositas. Gelatin yang memiliki
kadar protein tinggi mengindikasikan bahwa gelatin tersebut memiliki
mutu yang baik. Gelatin dengan kadar protein tinggi diharapkan dapat
memberikan tambahan zat gizi terhadap produk pangan olahan
selanjutnya (Sasmitaloka, et al., 2017).
Peningkatan kadar protein berkaitan dengan perubahan jumlah
struktur ikatan asam amino yang menyusun protein kolagen.
Tingginya jumlah protein yang larut menyebabkan kadar protein
dalam produk gelatin juga cenderung meningkat. Peningkatan
konsentrasi larutan akan meningkatkan kolagen yang terlarut.
Pemanasan yang berlanjut dalam proses ekstraksi setelah proses
curing akan semakin memudahkan kolagen mengalami proses
pelarutan atau solubilisasi (Wang et al., 2013).
4.2.8. Kandungan Logam Berat (Pb)
Analisis logam berat sangat penting bagi gelatin antara lain
untuk menentukan apakah gelatin tersebut aman digunakan, terutama
dikonsumsi dalam produk pangan atau obat-obatan.
Tabel 4.8 Hasil Uji Kandungan Logam Pb
No. Gelatin Kandungan Pb
1. Konsentrasi 9% Tidak terdeteksi
2. Konsentrasi 12% Tidak terdeteksi
3. Konsentrasi 15% Tidak terdeteksi
4. SNI ≤50 mg/kg
Berdasarkan data hasil tabel diatas, terlihat bahwa gelatin kulit
kambing PE sama sekali tidak terdeteksi adanya kandungan logam
berat (Pb). Hal ini menunjukkan, bahwa gelatin hasil penelitian
38
bersifat aman, dapat diaplikasikan dan dikonsumsi. Menurut SNI 06-
3735-1995 rentang kandungan logam berat maksimal 50 mg/kg.
4.2.9. Kandungan Mikroba
Uji kuantitatif mikrobiologi penting dilakukan untuk
mengetahui mutu bahan pangan. Total koloni bakteri gelatin yang
dihasilkan dari berbagai variasi konsentrasi dapat dilihat pada Tabel
4.9.
Tabel 4.9 Hasil Uji Kandungan Mikroba
No. Gelatin Kandungan Mikroba (colony/g)
1. Konsentrasi 9% 1,45 x 10^5 ± 0,07
2. Konsentrasi 12% 2,7 x 10^4 ± 0,14
3. Konsentrasi 15% 2,4 x 10^4 ± 0,14
4. USP 1000 cfu/g
Total koloni bakteri gelatin kulit kambing konsentrasi 9%, 12%
dan 15% berturut-turut, yaitu 1,45x10^5±0,07, 2,7x10^4±0,14 dan
2,4x10^4±0,14 colony/gram. Tingginya total koloni bakteri mungkin
dapat disebabkan oleh durasi masa simpan dan tempat penyimpanan
gelatin. Pertumbuhan mikroba terjadi dalam waktu singkat dan pada
kondisi tersedianya nutrient (air, protein, lemak, vitamin dan mineral)
sebagai sumber energi untuk berkembang biak (Djafar dan Rahayu,
2007). Buckle, et al. (2007), menyatakan bahwa mikroba
membutuhkan air untuk per-tumbuhannya yang berperan dalam reaksi
metabolik dalam sel. Semakin lama masa simpan, semakin besar
tingkat pertumbuhan mikroba (Komariah dkk., 2008).
4.2.10. Komposisi Asam Amino
Analisis asam amino bertujuan untuk mengidentifikasi jenis asam
amino serta pengaruh perlakuan pemanasan terhadap komposisi asam
amino gelatin. Komposisi asam amino dalam gelatin sangat bervariasi
tergantung pada sumber kolagen tersebut, spesies hewan penghasil
39
dan jenis kolagen (Ward dan Courts, 1977). Komposisi asam amino
gelatin kulit kambing PE dapat dilihat pada Tabel 4.10.
Tabel 4.10 Komposisi Asam Amino
No. Asam Amino Gelatin Kulit Kambing
PE (%)
Gelatin Sapi Komersial
(%)
1. L-Valin 2,37 2,35
2. L-Tirosin 0,76 0,11
3. L-Threonin 2,51 1,9
4. L-Serin 3,67 3,25
5. L-Prolin 15,23 13,78
6. L-Lisin 5,2 2,91
7. L-Leusin 3,01 2,8
8. L-Isoleusin 1,41 1,23
9. L-Histidin 0,66 0,56
10 L-Fenilalanin 2,49 1,34
11. L-Arginin 8,94 5,38
12. L-Asam Aspartat 5,96 4,93
13. L-Alanin 9,22 12,89
14. Glisin 27,41 38,82
15. L-Asam Glutamat 11,06 8,29
Total 100
[*Sumber : Balti et al., 2010]
Tabel diatas menunjukkan bahwa, komposisi asam amino utama
yang diperoleh adalah glisin (27,41%), prolin (15,23%), asam
glutamat (11,06%), alanin (9,22%) dan arginin (8,94%). Kandungan
asam amino glisin dan prolin lebih tinggi dibandingkan asam amino
lainnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Yustika (2000), yaitu
susunan asam amino gelatin hampir mirip dengan asam amino
kolagen, yang mana glisin merupakan asam amino utama dan
berkontribusi sebesar 2/3 dari seluruh asam amino yang
menyusunnya, sementara itu 1/3 asam amino yang tersisa diisi oleh
prolin dan hidroksiprolin. Asam amino yang paling banyak dikandung
gelatin adalah glisin, sementara asam amino yang paling sedikit
adalah tirosin. Gelatin tidak dapat digolongkan sebagai protein yang
lengkap, karena di dalam gelatin tidak terdapat asam amino triptofan
(Schrieber dan Gareis, 2007).
40
Asam amino prolin pada gelatin kulit kambing PE lebih tinggi
dibandingkan gelatin sapi komersial. Namun, asam amino glisin pada
gelatin komersial lebih tinggi dibandingkan gelatin kulit kambing PE.
Perbedaan komposisi asam amino ini disebabkan karena bahan baku
yang digunakan berbeda sehingga komposisi yang dihasilkan juga
berbeda. Komposisi asam amino gelatin bergantung pada sumber
kolagen, spesies hewan penghasil dan jenis kolagen (Ward dan
Courts, 1977).
Tabel 4.11 Persyaratan Standar Mutu Gelatin dibandingkan dengan
Gelatin yang dihasilkan
Parameter Persyaratan
Standar Mutu
Gelatin
Gelatin yang dihasilkan
9% 12% 15%
Organoleptik Berwarna
kuning lemah,
rapuh, tidak
berbau dan tidak
berasa.
Berbentuk
lembaran
transparan,
serpihan, dan
butiran, atau
seperti bubuk
kasar (a)
Berbentuk
lembaran
tipis,
berwarna
agak
kekuningan
dan berbau
khas lemah
Berbentuk
lembaran
tipis,
berwarna
agak
kekuningan
dan berbau
khas lemah
Berbentuk
lembaran
tipis,
berwarna
agak
kekuningan
dan berbau
khas lemah
Kadar Air ≤16% (d)
5,67% 8,33% 8,77%
Kadar Abu ≤3,25% (d)
0,53% 0,73% 0,27%
pH 3,8 – 7,6 (b)
5,3 5,7 5,49
Viskositas 15 – 75 mPa.s (c)
60,33 mPa.s 57,66 mPa.s 53,33 mPa.s
Kekuatan
Gel
50 – 300
gBloom (c)
166,3 gBloom
153,9 gBloom 140,8 gBloom
Kandungan
Logam (Pb)
≤50 mg/kg (d)
Negative Negative Negative
Kandungan
Mikroba
Max 1000 cfu/g (b), (c)
1,45x10^5 2,7x10^4 2,4x10^4
[* (a)
Persyaratan Standar Mutu Gelatin berdasarkan HOPE (2009); (b)
USP (2016);
(c) GMIA (2012);
(d) SNI (1995)]
41
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
1. Nilai rendemen gelatin yang dihasilkan menggunakan hidrolisis asam
asetat 9%, 12% dan 15% berturut-turut adalah 4,3±1,27%, 4,53±1,22%
dan 5,33±2,92%. Kenaikan asam asetat untuk hidrolisis 9%, 12% dan
15% tidak berpengaruh signifikan terhadap nilai rendemen (P>0,05).
2. Uji organoleptik, kadar air, kadar abu, nilai pH, viskositas, kekuatan gel,
kadar protein, kandungan logam berat (Pb) gelatin sudah memenuhi
persyaratan Standar Nasional Indonesia (SNI), U.S. Pharmacopeial
Convention (USP) dan Gelatin Manufacturers Institute of America
(GMIA), sedangkan uji kandungan mikroba gelatin tidak memenuhi
persyaratan.
3. Komposisi asam amino utama yang diperoleh adalah glisin (27,41%),
prolin (15,23%), asam glutamat (11,06%), alanin (9,22%) dan arginin
(8,94%).
5.2. Saran
1. Perlu dilakukan proses optimalisasi terkait waktu dan suhu penyimpanan
pada proses hidrolisis menggunakan asam asetat.
2. Perlu dilakukan evaluasi kembali terkait karakteristik kandungan
mikroba pada gelatin yang dihasilkan untuk meminimalisasi
pertumbuhannya mikroba.
42
DAFTAR PUSTAKA
Agustin, A., T. 2013. Gelatin Ikan: Sumber, Komposisi Kimia dan Potensi
Pemanfaatannya. Dalam Jurnal Media Teknologi Hasil Perikanan. Sulawesi
Utara: Universitas Sam Ratulangi.
Agustin, A., T. 2015. Kajian Gelatin Kulit Ikan Tuna (Thunnus albacares) yang
diproses menggunakan Asam Asetat. Sulawesi Utara: Universitas Sam
Ratulangi.
Anton, A. 2003. Dasar-dasar Mikrobiologi Industri. Jakarta: Depdikbud.
Apriyantono, dkk. 1989. Petunjuk Analisa Pangan. PAU Pangan dan Gizi. Institut
Pertanian Bogor.
Arnesen, J, A., and A, Gildberg. 2002. Preparation and characcterization gelatin
from the skin of harp seal (Phoca groendlandica). J. Bioresource
Technology 82 191-194.
Association of Official Analytical Chemists (AOAC). 2000. Official Methods of
Analysis of The Association of Official Analytical Chemists. Washington
DC: Association of Official Analytical Chemists.
Astawan, M dan T. Aviana. 2003. Pengaruh Jenis Larutan Perendaman Serta
Metode Pengeringan Terhadap Sifat Fisik, Kimia dan Fungsional Gelatin
dari Kulit Cucut. J. Teknologi dan Industry Pangan.
Ayudiarti et al. 2007. Pengaruh Konsentrasi Gelatin Ikan sebagai Bahan
Pengikat terhadap Kualitas dan Penerimaan Sirup. Dalam Jurnal
Perikanan. Jakarta: Pusat Riset Pengolahan Produk dan Sosial Ekonomi
Kelautan dan Perikanan.
Azwar, dkk. 2008. Pemanfaatan Tulang Ikan Nila (Oreochromis niloticus)
Sebagai Gelatin serta Aplikasi dalam Pembuatan Permen Jelly. Bogor: IPB.
Bailey, A., J. dan Light, N., D. 1989. Connective Tissue in Meat and Meat
Product. London: Elsevier Appl.
Balti, R., Jridi, M., Sila, A., Souissi, N., Nedjar-Arroume, N., Guillochon, D.
2010. Extraction and Functional Properties of Gelatin From The Skin of
Cuttlefish (Sepia Officinalis) Using Smooth Hound Crude Acid Protease-
Aided Process. Food Hydrocolloids. Elsevier.
Bennion, M. 1980. The Science of Food. USA: John Wiley & Sons.
BPS. 2015. Statistik Perdagangan Luar Negeri. Vol. 3842508. Jakarta: Badan
Pusat Statistik.
43
Buckle, K., A. dkk. 2007. Ilmu Pangan. Cetakan keempat. Penerjemah: Hari
Purnomo dan Andiono. Jakarta: UI Press.
Chamidah, A. dan Elita Ch. 2002. Pengaruh Pengolahan terhadap Kualitas
Gelatin Ikan Hiu. Malang: Seminar Nasional PATPI. ISBN: 979-95249-6-2.
Charley, H. 1982. Food Science. 2nd ed. New York: John Willey and Sons.
Damanik, A. 2005. Gelatin Halal Gelatin Haram. Jurnal Halal LP POM MUI.
No. 36. Jakarta: LPPOM MUI.
DeMan, J., M. 1997. Kimia Makanan. Bandung: Institut Teknologi Bandung.
DeMan, John., M. 1989. Kimia Makanan. Penerjemah Kosasih Padmawinata.
Bandung: Institut Teknologi Bandung.
Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Depkes RI). 2015. Farmakope
Indonesia Edisi V. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Depkes RI. 1995. Farmakope Indonesia, ed. 4. Jakarta: Depkes RI.
Direktorat Jenderal Peternakan dan Kesehatan Hewan. 2015. Statistik Peternakan
dan Kesehatan Hewan. Direktorat Jendral Peternakan dan Kesehatan
Hewan. Jakarta: Kementerian Pertanian.
Djafar, T. F. dan S. Rahayu. 2007. Cemaran Mikroba pada Produk Pertanian,
Penyakit yang ditimbulkan dan Pencegahannya. Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian.Yogyakarta.
Duconseille, A., T. Astruc, N. Quintana, F. Meersman, and V. E.
SanteLhoutellier. 2015. Gelatin structure and composition linked to hard
capsule dissolution: A review. J. Food Hydrocoll.
Etxabide, A., M. Urdanpilleta, P. Guerrero, and K. de la Caba. 2015. Effects of
crosslinking in nanostructure and physicochemical properties of fish
gelatins for bioapplications: J. Reactive and Functional Polymers.
Fahrul. 2005. Kajian Ekstraksi Gelatin dari Kulit Ikan Tuna (Thunnus alalunga)
Dan Karakteristiknya sebagai Bahan Baku Industri Farmasi. Thesis. Bogor:
Institut Pertanian Bogor.
Fatimah, D. 2008. Efektivitas Penggunaan Asam Sitrat dalam Pembuatan Gelatin
Tulang Ikan Bandeng (Chanos chanos Forskal) (Kajian Variasi Konsentrasi
dan Lama Perendaman). Skripsi. Malang: Universitas Islam Negeri Malang.
Fardiaz, S. 1989. Mikrobiologi Pangan. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Fernandez-Diaz, M. D., P. Montero dan M. C. Gomez-Guillen. 2001. Gel
properties of collagens from skins of cod (Gadus morhua) and hake
(Merluccius merluccius) and their modification by the coenhancers
magnesium sulphate, glycerol and transglutaminase. J. Food Chem.
44
Gelatin Manufactures Institute of America (GMIA). 2007. Gelatin Handbook.
Amerika: Gelatin Manufactures Institute of America.
Gelatin Manufactures Institute of America (GMIA). 2012. Gelatin
Handbook. Amerika: Gelatin Manufactures Institute of America.
Gelatin Manufactures Institute of America (GMIA). 2013. GMIA Standard
Methods for The Testing of Edible Gelatin (2013). Amerika: Gelatin
Manufactures Institute of America.
Glicksman, M. 1969. Gum Technology in Food Industry. New York: Academic
Press.
Gomez-Guillen, M. C. and Montero. P. 2001. Extraction of Gelatin from Megrim
(Lepidorhombus boscii) Skins with Several Organic Acids. Food Science.
Grobben, A. H., et al. 2003. Industrial Production of Gelatin, Progress in
Biotechnology Volume 23, Chapter V. Di dalam W.Y. Aalbersberg
dkk. (ed). Industrial Proteins in Perspective. Elsevier. ISBN: 978-0-444-
51394-6 (eBook).
Hao S, Li L, Yang X, Cen J, Shi H, Bo Q, He J. 2009. The characteristics of
gelatin extracted from sturgeon (Acipenser baeri) skin using various
pretreatments. Food Chemistry.
Harianto, Tazwir, R. Peranginangin. 2008. Studi Teknik Pengeringan Gelatin Ikan
dengan Alat Pengering Kabinet. Laporan Teknis. Jakarta: Balai Besar
Penelitian Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.
Hart, H., Craine, L., E., dan Hart, D., J. 2003. Kimia Organik Edisi Kesebelas.
Jakarta: Erlangga.
Haryanto, B. 1992. Potensi dan Pemanfaatan Sagu. Yogyakarta: Kanisius.
Hasan. 2007. Studi Ekstraksi pada Proses Pembuatan Gelatin Tipe B dari Kulit
Sapi. IPB, Bogor.
Hassanali W.A., King, T.J., & Wallwork, S.C. 1969. Barakol, A Novel
Dioxyphenalene Derivative from Cassia siamea Lamk., J Chem Soc Chem
Commun, 12, 768.
Hastuti, Dewi. dan Iriane, S. 2007. Pengenalan dan Proses Pembuatan Gelatin.
Vol.3. Papua: Universitas Papua.
Haug, I., J., Draget, K. I., and Smidsrod, O. 2004. Physical and Rheological
Properties of Fish Gelatin Compared to Mammalian Gelatin. Food
Hydrocolloids.
Hasdar, M., dan Rahmawati, Y., D. 2016. Nilai Ph, Titik Leleh dan Viskositas
pada Gelatin Kulit Domba Asal Brebes yang Dikatalis Berbagai
Konsentrasi NaOH. Brebes: Universitas Muhadi Setiabudi.
45
Heriyadi, Denie. 2004. Standarisasi Mutu Bibit Kambing Peranakan Ettawa.
Bandung: Fakultas Perternkan Universitas Padjajaran.
Hermanianto, J., Satiwiharja, B. dan Apriyantono, A. 2000. Teknologi dan
Manajemen Pangan Halal. Bogor: Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi
Institut Pertanian Bogor.
Huda, Wahyu Nurul dkk. 2013. Kajian Karakteristik Fisik dan Kimia Gelatin
Ekstrak Tulang Kaki Ayam (Gallus gallus bankiva) Dengan Variasi Lama
Perendaman dan Konsentrasi Asam. Solo: Universitas Sebelas Maret,
ISSN: 2302-0733.
Jaswir, I. 2007. Memahami Gelatin. http//www.beritaiptek.com. (diakses pada 7
Maret 2018).
Johns, P. dan Courts, A. 1977. Relationship Between Collagen and Gelatin. Di
dalan Ward, A., G. Dan Courts, A. (ed). 1977. The Science and Technology
of Gelatin. New York: Academic Press.
Joint Expert Communittee on Food Additives (JECFA). 2003. Edible Gelatin.
Dalam Compendium of Additive Specifications. Volume 1. Italy: Rome.
Juliasti, R., dkk. 2015. Pemanfaatan Limbah Tulang Kaki Kambing Sebagai
Sumber Gelatin Dengan Perendaman Menggunakan Asam Klorida. Dalam
Jurnal Aplikasi Teknologi Pangan 4. Semarang: Indonesian Food
Technologists.
Junianto, dkk. 2006. Produksi Gelatin dari Tulang Ikan dan Pemanfaatannya
sebagai Bahan Dasar Cangkang Kapsul. Bandung: Universitas Padjajaran.
Kolodziejska, I., Kaczorowski, K., Piotrowsia, B., & Sadowska, M. 2004.
Modification of Properties of Gelatin From Skins of Baltic cod (Gadus
morhua) with Transglutaminase. Food Chemistry.
Komariah, dkk. 2008. Kualitas Mikrobiologi Sosis Fermentasi Daging Sapi dan
Domba yang Menggunakan Kultur Kering Lactobacillus plantarum 1B1
dengan Umur yang Berbeda. Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Kurniadi, H. 2009. Kualitas Gelatin Tipe A dengan Bahan Baku Tulang Paha
Ayam Broiler Pada Lama Ekstraksi Yang Berbeda. Skripsi. Fakultas
Peternakan IPB.
Kusumawati, R, Tazwir, Ari W. 2008. Pengaruh Perendaman dalam Asam
Klorida Terhadap Kualitas Gelatin Tulang Kakap Merah (Lutjanus sp.).
Jurnal Pascapanen dan Bioteknologi Kelautan dan Perikanan.
Leiner, P., B. 2006. The Physical and Chemical Properties of Gelatin.
http:///www.pbgelatin.com. (diakses pada 7 Maret 2018).
Lodish, H., Arnold, B., Lawrence, Z., Paul, M., David, B. 2000. Molecular Cell
Biology. New York: Wh Freeman Company.
46
Marks, D., B., Marks, A., D., & Smith, C., M. 2000. Biokimia kedokteran dasar :
sebuah pendekatan klinis 1st ed. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.
Martianingsih, N. dan Atmaja, L. 2009. Analisis Sifat Kimia, Fisik, dan Termal
Gelatin dari Ekstraksi Kulit Ikan Pari (Himantura gerrardi) Melalui Variasi
Jenis Larutan Asam. Surabaya: Institut Teknologi Sepuluh Nopember.
Mohebi, E. and Y. Shahbazi. 2017. Application of chitosan and gelatin based
active packaging films for peeled shrimp preservation: A novel functional
wrapping design: J. Food Sci. Technol.
Mostafa, Aliaa G. M., dkk. 2015. Physicochemical Characteristics of Gelatin
Extracted from Catfish (Clarias gariepinus) and Carp (Cyprinus carpio)
Skins. Mesir: Middle East Journal of Agriculture Research. ISSN: 2077-
4605.
Nalinanon, S. et al. 2008. Tuna Pepsin: Characteristics and Its Use for Collagen
Extraction from The Skin of Threadfin Bream (Nemipterus spp.).
Dalam Journal of Food Science. Institute of Food Technologies. DOI:
10.1111/j.1750-3841.2008.00777.
Nurilmala, M. 2006. Perbaikan Nilai Tambah Limbah Tulang Ikan Tuna
(Thunnus sp) Menjadi Gelatin serta Analisis FisikaKimia. Laporan
Penelitian. IPB: Bogor.
Ockerman, H.,W. and C., L. Hansen. 2000. Animal By-Product Processing &
Utilization. Washington: CRC Press.
Pamungkas, et al. 2009. Potensi Beberapa Plasma Nutfah Kambing Lokal
Indonesia. Bogor: Pusat Penelitian & Pengembangan Peternakan.
Parker, A. L. 1982. Principles of Biochemistry. 131-133, Worth Publisher Inc.,
Sparkas Maryland.
Pelu, H., Harwanti, S. dan Chasanah, E. 1998. Ekstraksi gelatin dari kulit ikan
tuna melalui proses asam. Jurnal Penelitian Perikanan Indonesia. 4 : 66-74.
Jakarta: BPTP.
Poppe, J. 1992. Thickening and Gelling Agent for Food. New York: Academic
Press.
Poppe, N., R. 1977. The Science and Technology of Gelatin. 110-111. London:
Academic Press.
Rachmania, Rizky Arcinthya dkk. 2013. Ekstraksi Gelatin dari Tulang Ikan
Tenggiri Melalui Proses Hidrolisis Menggunakan Larutan Basa. Dalam
Media Farmasi Vol. 10 No. 2. Jakarta: Universitas Muhammadiyah Prof.
Dr. Hamka.
Rohman, dkk. 2007. Metode Kromatografi Untuk Analisis Makanan. Yogyakarta.
47
Rosentadewi, 2017. Ekstraksi dan Karakterisasi Gelatin Kulit Kambing
Peranakan Etawah Menggunakan Hidrolisis Asam Asetat pada Kulit yang
Mengalami Proses Buang Bulu Secara Pemanasan. Jakarta: Universitas
Islam Negeri.
Ross-Murphy, S. B. 1991. Structure and Rheology of Gelatine Gels: Recent
Progress. Polymer.
Rowe, R. C, et al. 2009. Handbook Of Pharmaceutical Excipients, 6th Ed. The
Pharmaceutical Press: London.
Rusli A. 2004. Kajian proses ekstraksi gelatin dari kulit ikan patin segar. [Tesis].
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Said, Muhammad Irfan dkk. 2011. Karakteristik Gelatin Kulit Kambing yang
diproduksi Melalui Proses Asam dan Basa. Makassar: Fakultas Peternakan
Universitas Hasanuddin.
Said, Muhammad Irfan. 2013. Profil Histologis Serabut Kolagrn Pada Kulit
Kambing Bligon Yang Direndam Dalam Larutan Asam dan Basa Lemah
Pada Konsentrasi Berbeda. Jurnal Ilmu dan Teknologi Hasil Ternak. Vol. 8:
19-20.
Said, Muhammad Irfan dkk. 2014. Aplikasi Gelatin Kulit Kambing Bligon sebagai
Bahan Dasar dalam Formula Terhadap Sifat-Sifat Cangkang Kapsul Obat.
Makassar: Fakultas Peternakan Universitas Hasanuddin.
Saleh, A. R., D. Setiawan, E. Rosihin, R. Wahyudin, S. Rahayu dan Abidin. 2002.
Gelatin. Tekno Pangan dan Agroindustri.
Sarabia, A. I., Gomez-Guillen, M. C. And Montero, P. 2000. The effect of added
salts on the viscoelastic properties of fish skin gelatin. Journal of Food
Chemistry.
Sasmitaloka, dkk. 2017. Kajian Potensi Kulit Sapi Kering Sebagai Bahan Dasar
Produksi Gelatin Halal. Balai Besar Litbang Pascapanen Pertanian: Bogor.
Schrieber, R. dan Gareis, H. 2007. Gelatine Handbook. Weinheim: Wiley VCH
Verlag GmbH & Co.
See, S., F., dkk. 2010. Physicochemical properties of gelatins extracted
from skins of different freshwater fish species. Dalam International
Food Research Journal 17: 809-816. Malaysia: Universiti Kebangsaan
Malaysia.
Setiawati, Irma Hani. 2009. Karakterisasi Mutu Fisika Kimia Gelatin Kulit Ikan
Kakap Merah (Lutjanus sp) Hasil Proses Perlakuan Asam. Skripsi. IPB.
Bogor.
Sompie, M., S. Triatmojo., A. Pertiwiningrum dan Y. Pranoto. 2012. The effects
of animal age and acetic acid concentration on pigskin gelatin
characteristics. J. Indonesian Tropical Animal Agriculture.
48
Songchotikunpan, P., Tattiyakul, J and Supaphol, P. 2007. Exstraction And
Electrospinning of Gelatin From Fish Skin. Internl. J. Of Biological
Macromolecules.
Stainsby, G. 1977. The Gelatin and The Sol-Gel Transformation. Di dalam Ward,
A.G dan A.G Courts (Ed.). The Science and Technology of Gelatin.
Academic Press, New York.
Standar Nasional Indonesia (SNI). 063735.1995. Mutu dan Cara Uji Gelatin.
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Standar Nasional Indonesia (SNI). 01-2891-1992. Cara Uji Makanan Minuman.
Jakarta: Badan Standarisasi Nasional
Standar Nasional Indonesia (SNI). 833-1:2015. Uji Enumerasi Angka Lempeng
Total dengan Teknik Cawan Tuang. Jakarta: Badan Standarisasi Nasional.
Sudarmadji, S., Haryono, B., dan Suhardi. 1995. Prosedur Analisa Untuk Bahan
Makanan dan Pertanian. Yogyakarta: Liberty Press.
Tabarestani HS, Maghsoudlou Y, Motamedzadegan A, Mahoonak ARS. 2010.
Optimization of physico-chemical properties of gelatin extracted from fish
skin of rainbow trout (Onchorhynchus mykiss). Bioresource Technology.
Tazwir, N., Hak, R. Peranginangin. 2008. Ekstraksi Gelatin Dari Kulit Kaci-Kaci
(Plecthorinchus flavomaculatus) Secara Asam dan Enzimatis. Laporan
Teknis. Jakarta: Balai Besar Penelitian Pengolahan Produk dan Bioteknologi
Kelautan dan Perikanan.
Ulfah, M. 2011. Pengaruh Konsentrasi Larutan Asam Asetat dan Lama Waktu
Perendaman terhadap Sifat-Sifat Gelatin Ceker Ayam. Agritech.
United States Pharmacopeial Convention. 2016. U.S. Pharmacopeia National
Formulary. United States Pharmacopeial: U.S
Utama, H. 1997. Gelatin yang bikin heboh. Jurnal Halal LPPOM-MUI No. 18
:10-12.
Valeika, et al. 2014. Development of cleaner unhairing process. Kaunas
University of Technology: Kaunas.
Viro, F. 1992. Gelatin. Di dalam Hui YH (ed). Encyclopedia of Food Science and
Technology Vol 2: 650-651. New York: John Wiley and Sons, Inc.
Ward, A. G, Courts, A. 1977. The Science and Technology of Gelatin. New York:
Academic Press.
Wijaya, A., S. 1998. The Effect od Protein Concentration and pH on the Bloom
Strenght of Gelatin. Giyatana Majalah Ilmiah Teknologi Pertanian. Bali:
Universitas Udayana.
49
Williamson, G dan W., J., A. Payne. 1993. Pengantar Peternakan di Daerah
Tropis. Yogyakarta: Universitas Gadjah Mada.
Winarno, F. 2002. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
Wolf, F. A. de. 2003. Collagen and Gelatin, Progress in Biotechnology Volume
23, Chapter V. Di dalam W.Y. Aalbersberg dkk. (ed). Industrial Proteins
in Perspective. Elsevier. ISBN: 978-0-444-51394-6 (eBook).
Wong, D., W., S. 1989. Mechanism and Theory in Food Chemistry. New York:
Van Nostrand Reinhold Company Inc.
Yenti, R. 2015. Pengaruh Beberapa Jenis Larutan Asam pada Pembuatan
Gelatin dari Kulit Ikan Sepat Rawa Kering Sebagai Gelatin Alternatif.
Scientia. 5(2): 2087-5045.
Yenti, Revi dkk. 2016. Pengaruh Variasi Konsentrasi Asam Asetat terhadap
Kuantitas Gelatin dari Kulit Ikan Sepat Rawa (Trichogaster trichopterus)
Kering dan Karakterisasinya. Dalam Scientia Volume 6 No. 1.
Padang: Sekolah Tinggi Farmasi Indonesia Yayasan Perintis.
Yuniarifin, H., V.P. Bintoro, dan A. Suwarastuti. 2006. Pengaruh Berbagai
Konsentrasi Asam Fosfat pada Proses Perendaman Tulang Sapi terhadap
Rendemen, Kadar Abu dan Viskositas Gelatin. J. Indonesia Trop.
Zilhadia, Y. Harahap, I. Jaswir, dan E. Anwar. 2018. Physicochemical and
Functional Properties of Gelatin Extracted from Goat (Capra hircus) Skin
Using the Partial Acid Hydrolysis Method. Dalam Proceedings of the 3rd
International Halal Conference (INHAC 2016). Singapore.
50
Lampiran 1. Alur Kerja Penelitian
Rendemen
Viskositas Kandungan Logam Pb
Kadar Air
Kekuatan Gel Kandungan Protein
Kadar Abu
Kandungan Mikroba Komposisi asam amino
pH
Analisis hasil
Kesimpulan
Kulit kambing
peranakan etawah
Preparasi
Hidrolisis dan
Ekstraksi
Lembaran gelatin
Karakterisasi sifat
fisikokimia
Pemurnian dan
Pengeringan
51
Lampiran 2. Lembaran Gelatin Kulit Kambing PE
Konsentrasi 9% Konsentrasi 9% Konsentrasi 15%
Lampiran 3. Perhitungan Nilai Rendemen
Konsentrasi Berat Sampel Awal
(g)
Berat Sampel Akhir
(g)
Nilai Rendemen
(%)
9% 50 2,7 5,7
1,6 3,2
2 4
Rata-rata 4,3
SD 1,27
12% 50 1,6 3,2
2,4 4,8
2,8 5,6
Rata-rata 4,53
SD 1,22
15% 50 2,9 5,8
4 8
1,1 2,2
Rata-rata 5,33
SD 2,92
endemen(%)
berat akhir produk gram A
berat awal bahan baku gram 100%
52
Perhitungan (Sampel 9%)
endemen(%)
50 gram
Lampiran 4. Analisis Statistik Nilai Rendemen
ANOVA
Rendemen
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 1.762 2 .881 .226 .804
Within Groups 23.393 6 3.899
Total 25.156 8
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Rendemen
LSD
(I) konsentrasi (J) konsentrasi
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
konsentrasi 9% konsentrasi 12% -.23333 1.61222 .890 -4.1783 3.7116
konsentrasi 15% -1.03333 1.61222 .545 -4.9783 2.9116
konsentrasi 12% konsentrasi 9% .23333 1.61222 .890 -3.7116 4.1783
konsentrasi 15% -.80000 1.61222 .637 -4.7450 3.1450
konsentrasi 15% konsentrasi 9% 1.03333 1.61222 .545 -2.9116 4.9783
konsentrasi 12% .80000 1.61222 .637 -3.1450 4.7450
53
Lampiran 5. Perhitungan Hasil Kadar Air
Konsentrasi Berat Sampel (g) W1 (g) W2 (g) Kadar Air (%)
9% 1,058 27,8890 27,8246 6,08
1,0269 27,5069 27,4546 5,09
1,0144 27,2284 27,1690 5,85
Rata-rata 5,67
SD 0,51
12% 1,0684 38,2444 38,1561 8,22
1,0626 39,7046 39,6176 8,18
1,0497 39,2447 39,1544 8,6
Rata-rata 8,33
SD 0,23
15% 1,0557 26,6007 26,5069 8,88
1,0701 28,3231 28,2292 8,77
1,0784 27,1784 27,0847 8,68
Rata-rata 8,77
SD 0,1
Kadar air (%) W1 W2
obot sampel
Contoh Perhitungan (Sampel 9%)
Kadar air (%)
1,05
54
Lampiran 6. Perhitungan Hasil Kadar Abu
Konsentrasi Berat Sampel (g) Berat Abu (g) Kadar Abu (%)
9% 1,0426 0,005 0,47
1,0541 0,0058 0,55
1,0526 0,0062 0,58
Rata-rata 0,53
SD 0,05
12% 1,0789 0,0085 0,78
1,0889 0,0087 0,79
1,0179 0,0064 0,62
Rata-rata 0,73
SD 0,09
15% 1,007 0,0015 0,14
1,0062 0,0026 0,25
1,0184 0,0043 0,42
Rata-rata 0,27
SD 0,14
Kadar abu(%) berat abu
berat sampel 100%
Contoh Perhitungan (Sampel 9%)
Kadar abu(%)
1,0426 100%
55
Lampiran 7. Nilai pH Gelatin Kulit Kambing PE
Konsentrasi Perlakuan ke Nilai pH
9% 1 5,28
2 5,31
3 5,32
Rata-rata 5,3
SD 0,02
12% 1 5,67
2 5,71
3 5,74
Rata-rata 5,7
SD 0,03
15% 1 5,49
2 5,48
3 5,5
Rata-rata 5,49
SD 0,1
56
Lampiran 8. Hasil Viskositas
Konsentrasi Perlakuan ke Viskositas (mPa.s)
9% 1 60
2 60
3 61
Rata-rata 60,33
SD 0,57
12% 1 55
2 59
3 59
Rata-rata 57,66
SD 2,3
15% 1 55
2 53
3 52
Rata-rata 53,33
SD 1,52
57
Lampiran 9. Hasil Kekuatan Gel
Konsentrasi Perlakuan ke Kekuatan Gel (gram bloom)
9% 1 162,4
2 169
3 167,7
Rata-rata 166,3
SD 3,4
12% 1 154,6
2 153,4
3 153,9
Rata-rata 153,9
SD 0,6
15% 1 141,3
2 140,9
3 140,4
Rata-rata 140,8
SD 0,4
58
Lampiran 10. Kandungan Mikroba
Konsentrasi Perlakuan ke Hasil (colony/g)
9 1 1,5 x 10^5
2 1,4 x 10^5
Rata-rata 1,45 x 10^5
SD 0,07
12 1 2,8 x 10^4
2 2,6 x 10^4
Rata-rata 2,7 x 10^4
SD 0,14
15 1 2,5 x 10^4
2 2,3 x 10^4
Rata-rata 2,4 x 10^4
SD 0,14
Lampiran 11. Analisis Statistik Kandungan Mikroba
ANOVA
Mikroba
Sum of Squares df Mean Square F Sig.
Between Groups 19049333333,3
33 2 9524666666,667 529,148 ,000
Within Groups 54000000,000 3 18000000,000
Total 19103333333,3
33 5
59
Multiple Comparisons
Dependent Variable: Mikroba
LSD
(I) Konsentrasi (J) Konsentrasi
Mean Difference
(I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound Upper Bound
Konsentrasi 9% Konsentrasi 12% 118000,0000* 4242,6407 ,000 104498,024 131501,976
Konsentrasi 15% 121000,0000* 4242,6407 ,000 107498,024 134501,976
Konsentrasi 12% Konsentrasi 9% -118000,0000* 4242,6407 ,000 -131501,976 -104498,024
Konsentrasi 15% 3000,0000 4242,6407 ,530 -10501,976 16501,976
Konsentrasi 15% Konsentrasi 9% -121000,0000* 4242,6407 ,000 -134501,976 -107498,024
Konsentrasi 12% -3000,0000 4242,6407 ,530 -16501,976 10501,976
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Lampiran 12. Perhitungan Hasil Kadar Protein
Konsentrasi Perlakuan ke Protein (%)
9 1 99,42
2 99,74
Rata-rata 99,58
SD 0,22
12 1 99,73
2 99,13
Rata-rata 99,43
SD 0,42
15 1 99,51
2 99,73
Rata-rata 99,62
SD 0,15
60
Contoh Perhitungan (Sampel 9%)
Perlakuan
ke
Bobot
sampel
(g)
Volume awal
HCl / blanko
(ml)
Volume
akhir HCl
(ml)
Selisih
volume
(ml)
N HCl Kadar
N (%)
1. 0,5843 0 33,60 33,60 0,1975
15,43%
2. 0,5703 0 32,90 32,90
( ) ( )
( ) ( )
( )
( )
( )
( )
Lampiran 13. Kandungan Logam Berat (Pb)
Konsetrasi Perlakuan ke Hasil (mg/kg)
9 1 Tidak terdeteksi
2
12 1 Tidak terdeteksi
2
15 1 Tidak terdeteksi
2
61
Lampiran 14. Komposisi Asam Amino
No. Asam Amino Gelatin Kulit Kambing
PE (%)
Gelatin Sapi Komersial
(%)
1. L-Valin 2,37 2,35
2. L-Tirosin 0,76 0,11
3. L-Threonin 2,51 1,9
4. L-Serin 3,67 3,25
5. L-Prolin 15,23 13,78
6. L-Lisin 5,2 2,91
7. L-Leusin 3,01 2,8
8. L-Isoleusin 1,41 1,23
9. L-Histidin 0,66 0,56
10 L-Fenilalanin 2,49 1,34
11. L-Arginin 8,94 5,38
12. L-Asam Aspartat 5,96 4,93
13. L-Alanin 9,22 12,89
14. Glisin 27,41 38,82
15. L-Asam Glutamat 11,06 8,29
Total 100