eksklusif book monitoring dan evaluasi penyelenggaraan bangunan gedung pada tahun 2014
DESCRIPTION
Puji syukur kepada Tuhan atas berkat dan anugerah-Nya, buku eksklusif “Monitoring dan Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan Gedung pada Tahun 2014” dapat diwujudkan.Buku ini dimaksudkan sebagai bahan informasi dan peta jalan (Roadmap) dimasa mendatang yang telah disarikan dari kegiatan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan bangunan gedung di 167 Kab/Kota di Indonesia. Konten didalam buku ini terdiri atas pemahaman mengenai substansi penyelenggaraan bangunan gedung sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung beserta peraturan pemerintah pelaksanaannya, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 24 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25 Tahun 2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung, Peraturan Menteri Nomor Pekerjaan Umum 26 Tahun 2007 tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17 Tahun 2010, hasil monitoring dan evaluasi kesesuaian substansi, implementasi, permasalahan, dan peta jalan (roadmap) penyelenggaraan peraturan daerah bangunan gedung.Diterbitkannya buku ini merupakan salah satu peran Pemerintah dalam menjalankan pembinaan kepada pemerintah daerah, melalui penyusunan dan penyebarluasan acuan pengaturan untuk meningkatkan kapasitas pelaksana kegiatan dan aparat daerah terkait dalam upaya penyelenggaraan bangunan gedung yang amanah dan implementatif. Fokus komponen monitoring dan evaluasi penyelenggaraan bangunan gedung pada tahun 2014 terdiri atas IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung.Akhir kata, diucapkan terima kasih kepada semua pihak atas bantuan dan kerjasamanya dalam penyusunan hingga diterbitkannya buku ini. Harapan terhadap koreksi, masukan dan saran dari berbagai penyelenggara bangunan gedung sangat dinanti sebagai upaya penyempurnaan terhadap rekomendasi penanganan yang ada.TRANSCRIPT
-
Buku Eksklusif
Hal | 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kepada Tuhan atas berkat dan anugerah-Nya, buku eksklusif Monitoring
dan Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan Gedung pada Tahun 2014 dapat
diwujudkan.
Buku ini dimaksudkan sebagai bahan informasi dan peta jalan (Roadmap) dimasa
mendatang yang telah disarikan dari kegiatan monitoring dan evaluasi
penyelenggaraan bangunan gedung di 167 Kab/Kota di Indonesia. Konten didalam
buku ini terdiri atas pemahaman mengenai substansi penyelenggaraan bangunan gedung sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung
beserta peraturan pemerintah pelaksanaannya, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum
No 24 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung,
Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25 Tahun 2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung, Peraturan Menteri Nomor Pekerjaan Umum
26 Tahun 2007 tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung dan Peraturan Menteri
Pekerjaan Umum Nomor 17 Tahun 2010, hasil monitoring dan evaluasi kesesuaian
substansi, implementasi, permasalahan, dan peta jalan (roadmap) penyelenggaraan peraturan daerah bangunan gedung.
Diterbitkannya buku ini merupakan salah satu peran Pemerintah dalam menjalankan
pembinaan kepada pemerintah daerah, melalui penyusunan dan penyebarluasan acuan
pengaturan untuk meningkatkan kapasitas pelaksana kegiatan dan aparat daerah terkait dalam upaya penyelenggaraan bangunan gedung yang amanah dan
implementatif. Fokus komponen monitoring dan evaluasi penyelenggaraan bangunan
gedung pada tahun 2014 terdiri atas IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan
Gedung.
Akhir kata, diucapkan terima kasih kepada semua pihak atas bantuan dan
kerjasamanya dalam penyusunan hingga diterbitkannya buku ini. Harapan terhadap
koreksi, masukan dan saran dari berbagai penyelenggara bangunan gedung sangat
dinanti sebagai upaya penyempurnaan terhadap rekomendasi penanganan yang ada.
Jakarta, Desember 2014
Tim Penyusun
-
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR .................................................................................. 2
DAFTAR ISI ................................................................................................ 3
DAFTAR TABEL ........................................................................................ 6
DAFTAR GAMBAR.................................................................................. 10
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 13
1.1. Latar Belakang ................................................................................ 13
1.2. Maksud dan Tujuan ......................................................................... 13
1.4. Sasaran ........................................................................................... 14
1.5. Manfaat ........................................................................................... 14
1.6. Sistematika Penulisan...................................................................... 15
BAB II PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG ....................... 17
2.1. Pengaturan Bidang Penyelenggaraan BG......................................... 17
2.1.1. Undang-Undang Yang Melandasi Penyelenggaraan Pekerjaan
Umum ............................................................................................... 17
2.1.2. Peran UUJK & UUBG Dalam Industri Konstruksi................... 18
2.1.3. Pengaturan Bangunan Gedung ................................................. 19
2.1.4. Alur Pikir UU-BG ................................................................... 21
2.1.5. Sistematika UU-BG ................................................................. 22
2.1.6. Pengaturan Kementerian PU Bidang PBL ................................ 23
2.2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung ............................................... 25
2.2.1. Skema Umum Penyelenggaraan BG di Indonesia .................... 25
2.2.2. Alur Penyelenggaraan BG pada Umumnya .............................. 26
-
Buku Eksklusif
Hal | 4
2.2.3. Alur Penyelenggaraan BG Tertentu ......................................... 27
2.2.4. Tata Cara Penerbitan IMB BG pada Umumnya........................ 28
2.2.6. Tata Cara Penerbitan SLF Bangunan Gedung .......................... 30
2.2.7. Bagan Lingkup Kerja TABG ................................................... 32
2.2.8. Alur Pemasukan Data BG ........................................................ 33
2.3. Amanah Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan Gedung ................... 34
2.3.1. Amanah UU Bangunan Gedung (28/2002)............................... 34
2.3.2. Amanah PP Bangunan Gedung (36/2005) ................................ 34
2.3.3. Amanah UU Pemerintahan Daerah (32/2002) .......................... 35
2.3.4. Amanah PP Pembagian Urusan Pemerintahan (38/2007) ......... 35
2.4. Ketentuan Umum Monitoring Dan Evaluasi .................................... 35
2.4.1. Pengertian ............................................................................... 35
2.4.2. Landasan Hukum ..................................................................... 40
2.5. Model Peraturan Daerah Bangunan Gedung (Juni 2014) ................. 41
BAB III MONITORING DAN EVALUASI ............................................... 45
3.1. Monev Perda BG Tahun Terbit 2014 ............................................... 46
3.2. Monev Perda BG Tahun Terbit 2013 ............................................... 47
3.3. Monev Perda BG Tahun Terbit 2012 ............................................... 49
3.4. Monev Perda BG Tahun Terbit 2011 ............................................... 50
3.5. Monev Perda BG Tahun Terbit 2010 ............................................... 52
3.6. Monev Perda BG Tahun Terbit 2009 ............................................... 53
3.7. Monev Perda BG Tahun Terbit 2008 ............................................... 54
3.8. Monev Perda BG Tahun Terbit 2007 ............................................... 55
3.9. Monev Perda BG Tahun Terbit 2006 ............................................... 55
3.10. Monev Perda BG Tahun Terbit 2005 dan 2004 .............................. 56
-
3.11. Monev Perda BG Tahun Terbit 2003, 2001 dan 2000 .................... 57
3.12. Rangkuman Permasalahan ............................................................. 58
3.13. Alternatif Penanganan Permasalahan ............................................. 64
BAB IV PETA JALAN ................................................................................ 1
4.1. Umum ............................................................................................... 1
4.2. Tipologi ............................................................................................ 2
4.3. Rekomendasi Penanganan ............................................................... 16
4.4. Daftar Penyusunan Perwal/Perbup .................................................. 23
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 71
-
Buku Eksklusif
Hal | 6
DAFTAR TABEL
Tabel 2. 1. Pengaturan Kementerian PU Bidang PBL ................................. 24
Tabel 3. 1. Rata-Rata Persentase Kesesuaian PERDA BG Terhadap Model
2014 Menurut Tahun Terbit ....................................................... 46
Tabel 3. 2. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2014
.................................................................................................. 47
Tabel 3. 3. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2013
.................................................................................................. 48
Tabel 3. 4. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2012
.................................................................................................. 49
Tabel 3. 5.Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2011
.................................................................................................. 51
Tabel 3. 6. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2010
.................................................................................................. 52
Tabel 3. 7. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2000
.................................................................................................. 53
Tabel 3. 8. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2008
.................................................................................................. 54
Tabel 3. 9. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2007
.................................................................................................. 55
Tabel 3. 10. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2006
.................................................................................................. 56
-
Tabel 3. 11. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2005
& 2004 ....................................................................................... 56
Tabel 3. 12. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit
2003, 2001 & 2000 .................................................................... 57
Tabel 3. 13. Matrik Permasalahan Amanat UU BG No. 28/2002 terkait IMB,
SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung .......................... 63
Tabel 4. 1. Asumsi Peta Jalan ....................................................................... 2
Tabel 4.2. Tipologi Operatif/Tidak Operatif Komponen IMB, SLF, TABG
dan PDTBG ................................................................................. 3
Tabel 4.3. Tipologi Penyelenggaraan Bangunan Gedung di 167 Kab/Kota di
Indonesia ..................................................................................... 3
Tabel 4. 4. Tipologi IMB di 167 Kab/Kota ................................................... 5
Tabel 4. 5. Tipologi SLF di 167 Kab/Kota .................................................... 7
Tabel 4. 6. Tipologi TABG di 167 Kab/Kota .............................................. 10
Tabel 4. 7. Tipologi Pendataan Bangunan Gedung di 167 Kab/Kota ........... 13
Tabel 4. 8. Inventarisasi Penyusunan Perbup Provinsi Sumatera Utara........ 23
Tabel 4. 9. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Sumatera Barat
.................................................................................................. 23
Tabel 4. 10. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Riau ........... 25
Tabel 4. 11. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Kepulauan
Riau ........................................................................................... 27
Tabel 4. 12. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Jambi ......... 28
Tabel 4. 13. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Bengkulu ... 29
Tabel 4. 14. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Banten ....... 30
-
Buku Eksklusif
Hal | 8
Tabel 4. 15. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Jawa Barat . 31
Tabel 4. 16. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Jawa Tengah
.................................................................................................. 34
Tabel 4. 17. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi DIY ........... 35
Tabel 4. 18. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Jawa Timur 36
Tabel 4. 19. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Kalimantan
Barat .......................................................................................... 37
Tabel 4. 20. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Kalimantan
Selatan ....................................................................................... 39
Tabel 4. 21. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Kalimantan
Timur ......................................................................................... 42
Tabel 4. 22. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Kalimantan
Tengah ....................................................................................... 44
Tabel 4. 23. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Sulawesi
Barat .......................................................................................... 45
Tabel 4. 24. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Sulawesi
Tengah ....................................................................................... 46
Tabel 4. 25. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Sulawesi
Selatan ....................................................................................... 47
Tabel 4. 26. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Sulawesi
Tenggara .................................................................................... 59
Tabel 4. 27. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Sulawesi
Utara .......................................................................................... 60
Tabel 4. 28. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Bali ........... 60
Tabel 4. 29. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi NTB .......... 62
Tabel 4. 30. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi NTT .......... 64
-
Tabel 4. 31. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Papua ........ 65
-
Buku Eksklusif
Hal | 10
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2. 1. Undang-Undang Yang Melandasi Penyelenggaraan Pekerjaan
Umum .................................................................................. 18
Gambar 2. 2. Peran UUJK & UUBG Dalam Industri Konstruksi ................ 19
Gambar 2. 3. Pengaturan Bangunan Gedung ............................................... 21
Gambar 2. 4. Alur Pikir UU BG ................................................................. 22
Gambar 2. 5. Sistematika UU BG ............................................................... 23
Gambar 2. 6. Skema Umum Penyelenggaraan Bangunan Gedung ............... 26
Gambar 2. 7. Skema Penyelenggaraan Bangunan Gedung Pada Umumnya . 26
Gambar 2. 8. Skema Penyelenggaraan Bangunan Gedung Tertentu ............ 28
Gambar 2. 9. Bagan Tata Cara Penerbitan IMB BG Pada Umumnya .......... 29
Gambar 2. 10. Bagan Tata Cara Penerbitan IMB BG Tertentu Untuk
Kepentingan Umum .............................................................. 30
Gambar 2. 11. Bagan Tata Cara Penerbitan SLF BG ................................... 31
Gambar 2. 12. Bagan Tata Cara Penerbitan SLF BG Fungsi Khusus ........... 32
Gambar 2. 13. Bagan Lingkup Kerja TABG ............................................... 33
Gambar 2. 14. Bagan Pemasukan Database BG .......................................... 34
Gambar 3. 1. Grafik Rata-Rata Persentase Kesesuaian Substansi Perda BG
Terhadap Model dari Tahun 2000 s.d 2014 ........................... 45
Gambar 3. 2. Grafik Jumlah Kab/Kota yang mengatur Amanat UU BG No
28/2002 tentang IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan
Gedung. ................................................................................ 59
-
Gambar 3. 3. Grafik Jumlah Kab/Kota yang menerapkan amanat UU BG No
28/2002 ................................................................................ 61
Gambar 3. 4. Grafik Persentase Antara Pengaturan dan Penerapan Amanat
UU BG No 28/2002 tentang IMB, SLF, TABG dan Pendataan
Bangunan Gedung. ............................................................... 62
Gambar 3. 5. Alternatif Penanganan Permasalahan PERDA BG ................. 64
Gambar 3. 6. Alternatif penanganan permasalahan penerapan amanat UU BG
No 28/2002 terkait IMB, SLF, TABG dan Pendataan
Bangunan Gedung ................................................................ 65
Gambar 4. 1. Grafik Tipologi Penyelenggaraan Bangunan Gedung di 167
Kab/Kota Indonesia ................................................................ 4
Gambar 4. 2. Grafik Tipologi Penanganan Komponen IMB di 167 Kab/Kota
............................................................................................. 16
Gambar 4. 3. Grafik Tipologi Penanganan Komponen SLF di 167 Kab/Kota
............................................................................................. 18
Gambar 4. 4. Grafik Tipologi Penanganan Komponen TABG di 167
Kab/Kota .............................................................................. 20
Gambar 4. 5. Grafik Tipologi Penanganan Komponen Pendataan Bangunan
Gedung di 167 Kab/Kota ...................................................... 22
-
Buku Eksklusif
Hal | 12
-
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Sejak diundangkannya Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah
No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28/2002, hingga saat ini
baru sebagian kabupaten/kota yang telah menetapkan Perda Bangunan Gedung
sebagai amanat dari Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah
No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28/2002. Namun demikian,
dari sebagian kabupaten/kota yang telah menetapkan Perda Bangunan Gedung-nya
tersebut, masih banyak diantaranya yang belum mampu baik secara teknis maupun
sumber daya manusia untuk mengimplementasikan Perda Bangunan Gedung-nya
secara menyeluruh di wilayahnya.
Oleh karena itu, diperlukan peran dari Pemerintah Pusat dan provinsi dalam membina
pemerintah daerah kabupaten/kota beserta aparat-aparatnya agar mampu
mengimplementasikan Perda Bangunan Gedung di wilayahnya, terutama terkait IMB,
SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung yang dinilai sangat vital guna
pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung.
Perlu penguatan kelembagaan pemerintah daerah kabupaten/kota agar dapat
mengimplementasikan Perda Bangunan Gedung-nya secara menyeluruh, terutama
terkait IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung (PDTBG).
1.2. Maksud dan Tujuan
Buku eksklusif ini dimaksudkan untuk memberikan informasi hasil monitoring dan
evaluasi dan peta jalan kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung yang akan
dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Adapun tujuan dari disusunnya
buku ini meliputi:
1. Memberikan pemahaman mengenai alur penyelenggaraan bangunan gedung di
Indonesia;
2. Memberikan pemahaman mengenai dasar hukum dan berbagai pengaturan
penyelenggaraan bangunan gedung yang ada;
3. Memberikan pemahaman mengenai amanah evaluasi penyelenggaraan bangunan
gedung;
-
Buku Eksklusif
Hal | 14
4. Memberikan pemahaman mengenai arti pentingnya amanat undang-undang
bangunan gedung terutama pada komponen IMB, SLF, TABG dan Pendataan
Bangunan Gedung;
5. Memberikan pemahaman mengenai permasalahan yang dihadapi oleh
pemerintah daerah dalam mengimplementasikan amanat undang-undang
bangunan gedung terutama soal IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan
Gedung;
6. Memberikan pemahaman mengenai peta jalan penanganan permasalahan
penyelenggaraan bangunan gedung di kab/kota sasaran.
1.4. Sasaran
Adapun sasaran yang hendak dicapai meliputi:
1. Tersedianya landasan hukum penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia
2. Tersedianyaalur tata cara penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Gedung pada
umumnya dan Bangunan Gedung Fungsi Khusus untuk kepentingan Umum;
3. Tersedianya alur tata cara penerbitan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) pada
Bangunan Gedung dan Bangunan Gedung Fungsi Khusus;
4. Tersedianya alur tata cara pemasukan data bangunan gedung;
5. Tersedianya hasil kesesuaian peraturan daerah bangunan gedung dan status
implementasi amanat undang-undang bangunan gedung pada kab/kota sasaran;
6. Tersedianya peta jalan penanganan permasalahan penyelenggaraan bangunan
gedung di kab/kota sasaran monev;
7. Tersedianya daftar penyusunan Perwal/Perbup di kab/kota sasaran monev;
1.5. Manfaat
Tersedianya buku eksklusif ini beberapa manfaat yang diharapkan adalah:
1. Dipahaminya substansi penyelenggaraan bangunan gedung sesuai peraturan
perundangan di Indonesia;
2. Dipahaminya arti penting substansi penyelenggaraan bangunan gedung
yang telah disusun melalui Model Peraturan Daerah Bangunan Gedung;
3. Dipahaminya permasalahan yang terjadi pada proses implementasi amanat
undang-undang bangunan gedung mengenai IMB, SLF, TABG dan
Pendataan Bangunan Gedung;
-
4. Dipahaminya prioritas pengimplementasian amanat undang-undang
bangunan gedung mengenai IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan
Gedung;
5. Dipahaminya peta jalan penyelenggaraan bangunan gedung yang
merupakan rencana kerja pemerintah dan pemerintah daerah sebagai upaya
pemenuhan cita-cita amanat undang-undang bangunan gedung.
1.6. Sistematika Penulisan
-
Buku Eksklusif
Hal | 16
-
BAB II PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG
2.1. Pengaturan Bidang Penyelenggaraan BG
2.1.1. Undang-Undang Yang Melandasi Penyelenggaraan Pekerjaan Umum
Kementerian Pekerjaan Umum sebagai sebuah institusi yang bertanggung jawab
dalam penyelenggaraan pekerjaan umum, bekerja berdasarkan beberapa landasan
hukum. Beberapa undang-undang yang melandasi penyelenggaraan pekerjaan umum
antara lain:
1. Sebagai payung yang melandasi arahan pembangunan adalah Undang-
Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang;
2. Sebagai pilar yang melandasi pelaksanaan pembangunan, terdiri dari:
1. Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;
2. Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan;
3. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
4. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan
Kawasan Permukiman;
5. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;
3. Sebagai pondasi yang melandasi penyelenggaraan pembangunan adalah
Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.
Secara lebih jelas mengenai landasan hukum yang menjadi dasar penyelenggaraan
pekerjaan umum dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini.
-
Buku Eksklusif
Hal | 18
Gambar 2. 1. Undang-Undang Yang Melandasi Penyelenggaraan Pekerjaan
Umum
Sumber: Direktorat PBL, 2014
2.1.2. Peran UUJK & UUBG Dalam Industri Konstruksi
Undang-undang jasa konstruksi (UUJK) dan undang-undang bangunan gedung
(UUBG) dalam industri konstruksi pada prinsipnya memiliki korelasi yang sangat
erat. Dalam melihat keterkaitan antara UUJK dan UUBG maka perlu dilihat tiga
pihak yang saling berkaitan dalam industri konstruksi, yaitu pemerintah, penyedia jasa
dan pemilik/pengguna jasa.
Dalam pelaksanaannya, ketiga pihak tersebut pada prinsipnya memiliki kepentingan
masing-masing, yaitu:
1. Pemerintah memiliki landasan hukum yang mendasari kinerjanya, baik
berupa UU, PP, Perpres, Permen, maupun Perda.
2. Penyedia Jasa memiliki berbagai landasan kinerjanya, baik berupa kode
etik, standar teknis, ataupun anggaran dasar/rumah tangga.
3. Pemilik/Pengguna Jasa memiliki kepentingan yang mendasari kinerjanya
yaitu berupa program kebutuhan.
-
Terdapat tiga bentuk interaksi antara ketiga pihak tersebut:
1. Hubungan antara Pemerintah dengan Pemilik/Pengguna Jasa. Dimana
dalam konteks bangunan gedung, interaksi keduanya banyak diatur dalam
UUBG yaitu dalam hal dengan IMB, SLF dan TABG.
2. Hubungan antara Penyedia Jasa dengan Pemilik/Pengguna Jasa. Dimana
interaksi keduanya banyak diatur dalam UUJK, yaitu dalam hal hubungan
kerjasama (kontrak).
3. Hubungan antara Pemerintah dengan Penyedia Jasa. Dimana interaksi
keduanya banyak diatur dalam UUJK dalam hal Izin Usaha dan Sertifikasi
serta diikat dengan berbagai ketentuan dalam lingkup asosiasi profesi,
asosiasi badan usaha, dan lain-lain.
Secara lebih jelas skema mengenai peran UUJK dan UUBG dalam industri konstruksi
dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini.
Gambar 2. 2. Peran UUJK & UUBG Dalam Industri Konstruksi
Sumber: Direktorat PBL, 2014
2.1.3. Pengaturan Bangunan Gedung
Dalam hal penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia, perangkat pengaturan
mengenai bangunan gedung secara berhirarki dapat dijelaskan sebagai berikut:
-
Buku Eksklusif
Hal | 20
1. Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yaitu
dokumen pengaturan bidang bangunan gedung yang berisi norma-norma
penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia;
2. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan
UUBG, yaitu dokumen pengaturan bidang bangunan gedung yang berisi
aturan pelaksanaan dari setiap norma dalam UUBG;
3. Peraturan Presiden Nomor 73 tahun 2011 tentang Pembangunan Bangunan
Gedung Negara, yaitu dokumen pengaturan bidang bangunan gedung
negara yang berisi aturan teknis yang secara khusus mengatur mengenai
gedung dan rumah negara;
4. Pedoman Teknis dalam bentuk Peraturan Menteri bidang bangunan gedung,
yaitu dokumen-dokumen pengaturan yang berisi aturan teknis yang secara
khusus mengatur mengenai hal-hal tertentu dalam penyelenggaraan
bangunan gedung;
5. Standar Teknis dalam bentuk Standar Nasional Indonesia bidang bangunan
gedung, yaitu dokumen-dokumen yang berisi standar teknis hasil penelitian
mengenai hal-hal tertentu dalam penyelenggaraan bangunan gedung;
6. Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung, yaitu dokumen pengaturan di
daerah yang mengatur norma-norma penyelenggaraan bangunan gedung di
daerah yang bersifat spesifik sesuai karakteristik lokal.
Secara lebih jelas skema mengenai pengaturan bangunan gedung di Indonesia dapat
dilihat pada ilustrasi di bawah ini.
-
Gambar 2. 3. Pengaturan Bangunan Gedung
Sumber: Direktorat PBL, 2014
2.1.4. Alur Pikir UU-BG
Secara umum, alur pikir dari Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung dapat dijelaskan sebagai berikut:
Identifikasi kondisi yang ada sebagai dasar pembentukan UUBG, yaitu
mengenai penyelenggaraan bangunan gedung, karakteristik bangunan
gedung di Indonesia dan berbagai kejadian yang terjadi terkait dengan
bangunan gedung (termasuk bencana alam;
Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, dirumuskan asas dari UUBG, yaitu
kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan dan keserasian.
Mengacu pada keempat azas tersebut, dirumuskan Lingkup Pengaturan
dalam UUBG, dimana terdapat 3 kelompok pengaturan utama yaitu Fungsi,
Persyaratan dan Penyelenggaraan bangunan gedung. Selain itu terdapat 3
kelompok pengaturan yang menunjang operasionalisasi penyelenggaraan
bangunan gedung yaitu Peran Masyarakat, Pembinaan dan Sanksi.
-
Buku Eksklusif
Hal | 22
Keseluruhan lingkup pengaturan tersebut diharapkan dapat menjawab
tujuan dari pembentukan UUBG, yaitu tercapainya BG yang fungsional dan
efisien, tercapainya tertib penyelenggaraan BG dan tercapainya kepastian
hukum dalam penyelenggaraan BG.
Secara lebih jelas skema mengenai alur pikir muatan pengaturan Undang-Undang
Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dapat dilihat pada ilustrasi di bawah
ini.
Gambar 2. 4. Alur Pikir UU BG
Sumber: Direktorat PBL, 2014
2.1.5. Sistematika UU-BG
Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung terdiri dari 10 bab
dan 49 pasal pengaturan. Secara umum, muatan pengaturan dalam UUBG dapat
dikelompokan menjadi: 1) Pembukaan, yang terdiri dari Judul, Konsideran dan Dasar
Hukum; 2) Pengaturan Umum, yang terdiri dari Ketentuan Umum, Azas, Tujuan dan
Lingkup; 3) Pengaturan Pokok, yang terdiri dari Fungsi, Persyaratan,
-
Penyelenggaraan Bangunan Gedung, Peran Masyarakat, dan Pembinaan; serta 4)
Pengaturan Penunjang, yang terdiri dari Sanksi, Ketentuan Peralihan dan Ketentuan
Penutup.
Secara lebih jelas mengenai sistematika muatan pengaturan UUBG dapat dilihat pada
ilustrasi di bawah ini.
Gambar 2. 5. Sistematika UU BG
Sumber: Direktorat PBL, 2014
2.1.6. Pengaturan Kementerian PU Bidang PBL
Tahun 2012 merupakan dasawarsa atau sepuluh tahun sejak diundangkannya Undang-
Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Undang-undang ini
mengatur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung
di Indonesia yang bersifat pokok dan normatif. Sebagai turunan dari undang-undang
tersebut, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang
-
Buku Eksklusif
Hal | 24
Peraturan Pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang
Bangunan Gedung.
Sebagai peraturan operasionalisasinya, dalam PP nomor 36 tahun 2005 diamanahkan
penyusunan peraturan menteri, dimana terdapat 9 substansi pengaturan yang perlu
diatur lebih lanjut dalam peraturan menteri. Namun demikian untuk menjawab
kebutuhan operasionalisasi penyelenggaraan bangunan gedung, sejak tahun 2006
telah ditetapkan sebanyak 16 peraturan menteri di bidang penataan bangunan dan
lingkungan, sebagai turunan dari UU dan PP tentang bangunan gedung.
Secara lebih jelas mengenai daftar pengaturan Kementerian Pekerjaan Umum dalam
bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Tabel 2. 1. Pengaturan Kementerian PU Bidang PBL
Tahun Produk Peraturan
2006 1. Permen PU No. 19/Prt/M/2006 Ttg Pedoman Teknis Rumah Dan Bangunan Gedung Tahan Gempa
2. Permen PU No. 29/Prt/M/2006 Ttg Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung
3. Permen PU No. 30/Prt/M/2006 Ttg Pedoman Teknis Fasilitas Dan Aksesibilitas Pada Bg Dan Lingkungan
2007 4. Permen PU No. 05/Prt/M/2007 Ttg Pedoman Teknis Rusuna Bertingkat Tinggi
5. Permen PU No. 06/Prt/M/2007 Ttg Pedoman Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan
6. Permen PU No. 24/Prt/M/2007 Ttg Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan
7. Permen PU No. 25/Prt/M/2007 Tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi
8. Permen PU No. 26/Prt/M/2007 Tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung
9. Permen PU No. 45/Prt/M/2007 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara
2008 10. Permen PU No. 24/Prt/M/2008 Tentang Perawatan Dan Pemeliharaan Bangunan Gedung
11. Permen Pu No. 25/Prt/M/2008 Tentang Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota
12. Permen PU No. 26/Prt/M/2008 Tentang Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan
-
Tahun Produk Peraturan
2009 13. Permen PU No. 20/Prt/M/2009 Tentang Manajemen Proteksi Kebakaran Di Perkotaan
2010 14. Permen PU No. 16/Prt/M/2010 Tentang Pedoman Teknis Pemeriksaan Berkala Bangunan Gedung
15. Permen PU No. 17/Prt/M/2010 Tentang Pedoman Teknis Pendataan Bangunan Gedung
16. Permen PU No. 18/Prt/M/2010 Tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan
2011 17. Peraturan Presiden No. 73 Tahun 2011 Tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara
18. Model Peraturan Daerah Tentang Bangunan Gedung
2012 19. Model Peraturan Daerah Tentang Bangunan Gedung (Penyempurnaan)
2013 20. Model Peraturan Daerah Tentang Bangunan Gedung (Penyempurnaan)
2014 21. Model Peraturan Daerah Tentang Bangunan Gedung (Penyempurnaan)
Sumber: Direktorat PBL, 2014
2.2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung
2.2.1. Skema Umum Penyelenggaraan BG di Indonesia
Secara umum, penyelenggaraan bangunan gedung dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Pembangunan, yang terdiri dari:
a. Perencanaan Pembangunan, yang dilengkapi dengan dokumen Izin
Mendirikan Bangunan (IMB) dan dilanjutkan dengan Pendataan.
b. Pelaksanaan Konstruksi, yang dilengkapi dengan dokumen Sertifikat Laik
Fungsi (SLF).
2. Pemanfaatan, yang didukung dengan kegiatan Kajian Teknis.
3. Pelestarian, yang didukung dengan kegiatan Kajian Teknis.
4. Pembongkaran, yang didahului dengan dokumen Rencana Teknis Pembongkaran
(RTB).
Secara lebih jelas skema umum mengenai penyelenggaraan bangunan gedung dapat
dilihat pada ilustrasi di bawah ini.
-
Buku Eksklusif
Hal | 26
Gambar 2. 6. Skema Umum Penyelenggaraan Bangunan Gedung
Sumber: Direktorat PBL, 2014
2.2.2. Alur Penyelenggaraan BG pada Umumnya
Berdasarkan skema umum tersebut, maka secara lebih detail siklus penyelenggaraan
bangunan gedung berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia dapat
digambarkan pada skema berikut ini.
Gambar 2. 7. Skema Penyelenggaraan Bangunan Gedung Pada Umumnya
Sumber: Direktorat PBL, 2014
-
Yang membedakan skema ini dengan skema sebelumnya adalah alur yang dibuat
terlihat lebih lengkap dan lebih komprehensif. Pada skema ini dapat dilihat bahwa
penyelenggaraan bangunan gedung dilaksanakan dengan mengacu pada UU,
peraturan, pedoman, standar teknis dan Perda BG. Selain itu dapat dilihat juga bahwa
setiap tahapan penyelenggaraan bangunan gedung dapat dilaksanakan dengan
melibatkan penyedia jasa (pihak ketiga).
Hal lain yang berbeda juga dapat dilihat pada tahap perencanaan setiap bangunan
gedung yang direncanakan harus mengacu pada RTRW, RDTR dan RTBL serta
dilengkapi AMDAL dan Persetujuan/Rekomendasi Instansi lain untuk fungsi-fungsi
tertentu.
2.2.3. Alur Penyelenggaraan BG Tertentu
Menurut PP nomor 36 tahun 2005, bangunan gedung tertentu adalah bangunan
gedung yang digunakan untuk kepentingan umum dan bangunan gedung fungsi
khusus, yang dalam pembangunan dan/atau pemanfaatannya membutuhkan
pengelolaan khusus dan/atau memiliki kompleksitas tertentu yang dapat menimbulkan
dampak penting terhadap masyarakat dan lingkungannya.
Berdasarkan pengertian tersebut, terlihat lebih jelas bahwa bangunan gedung tertentu
yang cenderung memiliki kompleksitas tertentu, sehingga membutuhkan pengelolaan
secara khusus yang berbeda dengan bangunan gedung pada umumnya. Oleh karena
itu, detail siklus penyelenggaraan bangunan gedung tertentu berdasarkan peraturan
perundang-undangan di Indonesia dapat digambarkan pada skema berikut ini.
-
Buku Eksklusif
Hal | 28
Gambar 2. 8. Skema Penyelenggaraan Bangunan Gedung Tertentu
Sumber: Direktorat PBL, 2014
Secara umum, alur siklus penyelenggaraan bangunan gedung tertentu hampir sama
dengan alur siklus penyelenggaraan bangunan gedung pada umumnya. Yang
membedakan skema ini dengan skema sebelumnya adalah pada setiap tahapannya
(Penyusunan RTBL, Perencanaan, Pelaksanaan, Pemanfaatan, Pelestarian dan
Pembongkaran), bangunan gedung tertentu dipersyaratkan untuk melibatkan Tim Ahli
Bangunan Gedung (TABG) dan mendapatkan rekomendasi dari menteri yang terkait.
2.2.4. Tata Cara Penerbitan IMB BG pada Umumnya
Izin mendirikan bangunan gedung (IMB) adalah perizinan yang diberikan oleh
pemerintah daerah, dan oleh Pemerintah atau pemerintah provinsi untuk bangunan
gedung fungsi khusus, kepada pemilik bangunan gedung untuk kegiatan meliputi: (i)
Pembangunan bangunan gedung baru, dan/atau prasarana bangunan gedung; (ii)
rehabilitasi/renovasi bangunan gedung dan/atau prasarana bangunan gedung, meliputi
perbaikan/perawatan, perubahan, perluasan/ pengurangan; dan (iii)
Pelestarian/pemugaran. Dalam proses penerbitan IMB, pemerintah daerah,
Pemerintah dan pemerintah provinsi untuk bangunan gedung fungsi khusus,
-
melaksanakan dengan prinsip pelayanan prima, serta mengendalikan penerapan
persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang ditetapkan dalam rencana
teknis. Perbedaan antara tata cara penerbitan IMB Bangunan Gedung pada umumnya
dengan bangunan gedung khusus untuk kepentingan umum adalah pada proses
penerbitan IMB Bangunan Gedung Fungsi Khusus untuk kepentingan umum
pemerintah daerah melibatkan, mendengar masukan dan saran dari Tim Ahli
Bangunan Gedung dan Masyarakat. Lihat Gambar 2.10.
Gambar 2. 9. Bagan Tata Cara Penerbitan IMB BG Pada Umumnya
Sumber: Direktorat PBL, 2014
-
Buku Eksklusif
Hal | 30
Gambar 2. 10. Bagan Tata Cara Penerbitan IMB BG Tertentu Untuk Kepentingan Umum
Sumber: Direktorat PBL, 2014
2.2.6. Tata Cara Penerbitan SLF Bangunan Gedung
Tata cara penerbitan SLF bangunan gedung pada umumnya diberikan untuk bangunan
gedung yang telah selesai dibangun dan telah memenuhi persyaratan kelaikan fungsi
bangunan gedung sebagai syarat untuk dapat dimanfaatkan. Penerbitan SLF bangunan
gedung diberlakukan pertama kali untuk bangunan gedung yang baru selesai
dibangun. Penerbitan SLF bangunan gedung dilakukan setelah pelaksanaan
pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung dengan hasil pemeriksaan/pengujian
terhadap persyaratan administratif, dan persyaratan teknis telah memenuhi
persyaratan. Pemberian sertifikat SLF dapat gagal apabila pada proses
pemeriksaan/pengujian persyaratan teknis tidak memenuhi syarat dan apabila pada
saat setelah diberikannya rekomentasi/surat pernyataan dan pemeriksaan oleh dinas
teknis terkait gagal memenuhi syarat. Lihat gambar 2.9. untuk tata cara penerbitan
SLF BG fungsi khusus melibatkan Tim Internal. Tim internal yang memiliki sertifikat
keahlian untuk bangunan gedung, atau bagian bangunan gedung lainnya yang
ditetapkan oleh pimpinan instansi yang bertanggung jawab di bidang fungsi khusus
-
(termasuk pemanfaatan bangunan gedung fungsi khusus oleh swasta), sebagai
dokumen komplemen pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung. Lihat gambar
2.10
Gambar 2. 11. Bagan Tata Cara Penerbitan SLF BG
Sumber: Direktorat PBL, 2014
-
Buku Eksklusif
Hal | 32
Gambar 2. 12. Bagan Tata Cara Penerbitan SLF BG Fungsi Khusus
Sumber: Direktorat PBL, 2014
2.2.7. Bagan Lingkup Kerja TABG
Tim Ahli Bangunan Gedung mempunyai tugas umum memberikan nasihat, pendapat,
dan pertimbangan profesional membantu pemerintah daerah, atau Pemerintah dalam
penyelenggaraan bangunan gedung. Pelibatan TABG dilaksanakan pada bangunan
gedung tertentu yang dalam pembangunan dan/atau pemanfaatannya membutuhkan
pengelolaan khusus dan/atau kompleksitas tertentu yang dapat menimbulkan dampak
penting terhadap masyarakat dan lingkungannya. Seperti yang terlihat pada Gambar
2.9, peranan TABG didalam penyelenggaraan bangunan gedung tertentu yang
meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, pembongkaran dan
pelestarian.
-
Gambar 2. 13. Bagan Lingkup Kerja TABG
Sumber: Direktorat PBL, 2014
2.2.8. Alur Pemasukan Data BG
Menurut Permen PU No 17 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Pendataan
Bangunan Gedung, sistem pendataan bangunan gedung yang digunakan merupakan
sistem terkomputerisasi. Sistem pendataan bangunan gedung ini merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dalam seluruh tahapan penyelenggaraan bangunan gedung
sehingga aplikasi yang digunakan diarahkan untuk dapat dimanfaatkan pada seluruh
alur kerja dalam tata kelola bangunan gedung yaitu meliputi tahap perencanaan,
pelaksanaan, dan pemanfaatan serta pembongkaran.
-
Buku Eksklusif
Hal | 34
Gambar 2. 14. Bagan Pemasukan Database BG
Sumber: Direktorat PBL, 2014
2.3. Amanah Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan Gedung
2.3.1. Amanah UU Bangunan Gedung (28/2002)
UU 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mengamanahkan dapat dilakukannya
evaluasi Perda Bangunan Gedung sebagai peraturan pelaksanaan UU ini dalam
konteks penyelenggaraan bangunan gedung di daerah. Amanah evaluasi Perda
Bangunan Gedung diamanahkan di dalam UU- BG pada Bagian Keenam BAB IV
Peran Masyarakat.
Berbunyi: Peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung dapat
memberi masukan kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dalam
penyempurnaan peraturan, pedoman, dan standar teknis di bidang bangunan
gedung.
2.3.2. Amanah PP Bangunan Gedung (36/2005)
Evaluasi Perda BG juga diamanahkan oleh PP 36 tahun 2005 tentang Peraturan
Pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
Terdapat pada pasal 100 yang mengamanahkan bahwa masyarakat, baik secara
perseorangan, kelompok, organisasi kemasyarakatan maupun melalui tim ahli
bangunan gedung dapat memberi masukan terhadap penyusunan dan/atau
penyempurnaan peraturan.
-
Berbunyi: Masyarakat dapat memberikan masukan terhadap penyusunan dan/atau
penyempurnaan peraturan, pedoman, dan standar teknis di bidang bangunan gedung
kepada Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.
2.3.3. Amanah UU Pemerintahan Daerah (32/2002)
Sesuai dengan semangat Otonomi Daerah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 32
tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka penyelenggaraan bangunan gedung di
daerah merupakan kewenangan Pemda setempat. Penyusunan Perda BG yang
merupakan bentuk pengaturan dari penyelenggaraan bangunan gedung di daerah,
merupakan kewenangan Pemda setempat.
2.3.4. Amanah PP Pembagian Urusan Pemerintahan (38/2007)
PP Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan juga
mengamanahkan bahwa penyusunan Perda BG di daerah merupakan kewenangan
Pemda. Hal ini dapat dilihat pada bagian Lampiran, dimana dalam bidang Bangunan
Gedung dan Lingkungan, pada aspek pengaturan disebutkan bahwa:
Pemerintah: Menetapkan peraturan perundang-undangan dan NSPK bidang
bangunan gedung dan lingkungan;
Pemerintah Provinsi: Menetapkan Perda BG Provinsi dengan mengacu pada
NSPK nasional;
Pemerintah Kabupaten/Kota: Menetapkan Perda BG Kabupaten/Kota
dengan mengacu pada NSPK nasional.
2.4. Ketentuan Umum Monitoring Dan Evaluasi
2.4.1. Pengertian
Beberapa pengertian yang berkaiatn dalam Peraturan Daerah tentang Bangunan
Gedung dapat dijelaskan sebagai berikut:
1. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu
dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau
-
Buku Eksklusif
Hal | 36
di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan
kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan,
kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.
2. Bangunan gedung umum adalah bangunan gedung yang fungsinya untuk
kepentingan publik, baik berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha, maupun fungsi
sosial dan budaya.
3. Bangunan gedung tertentu adalah bangunan gedung yang digunakan untuk
kepentingan umum dan bangunan gedung fungsi khusus, yang dalam
pembangunan dan/atau pemanfaatannya membutuhkan pengelolaan khusus
dan/atau memiliki kompleksitas tertentu yang dapat menimbulkan dampak
penting terhadap masyarakat dan lingkungannya.
4. Klasifikasi bangunan gedung adalah klasifikasi dari fungsi bangunan gedung
berdasarkan pemenuhan tingkat persyaratan administratif dan persyaratan
teknisnya.
5. Izin mendirikan bangunan gedung adalah perizinan yang diberikan oleh
Pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemilik bangunan gedung untuk
membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat
bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis
yang berlaku.
6. Permohonan izin mendirikan bangunan gedung adalah permohonan yang
dilakukan pemilik bangunan gedung kepada pemerintah daerah untuk
mendapatkan izin mendirikan bangunan gedung.
7. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka persentase perbandingan
antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah
perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan
rencana tata bangunan dan lingkungan.
8. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka persentase perbandingan
antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah
perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan
dan lingkungan.
9. Koefisien Daerah Hijau (KDH) adalah angka persentase perbandingan antara
luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi
pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang
dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
10. Koefisien Tapak Basemen (KTB) adalah angka persentase perbandingan antara
luas tapak basemen dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang
dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.
-
11. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota adalah hasil
perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota yang telah ditetapkan dengan
peraturan daerah.
12. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan (RDTR-KP) adalah
penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/kota ke dalam rencana
pemanfaatan kawasan perkotaan.
13. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah panduan rancang
bangun suatu kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat
rencana program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan
rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman
pengendalian pelaksanaan.
14. Lingkungan bangunan gedung adalah lingkungan di sekitar bangunan gedung
yang menjadi pertimbangan penyelenggaraan bangunan gedung baik dari segi
sosial, budaya, maupun dari segi ekosistem.
15. Pedoman teknis adalah acuan teknis yang merupakan penjabaran lebih lanjut
dari Peraturan Pemerintah ini dalam bentuk ketentuan teknis penyelenggaraan
bangunan gedung.
16. Standar teknis adalah standar yang dibakukan sebagai standar tata cara, standar
spesifikasi, dan standar metode uji baik berupa Standar Nasional Indonesia
maupun standar internasional yang diberlakukan dalam penyelenggaraan
bangunan gedung.
17. Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang
meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan
pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan gedung.
18. Penyelenggara bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung, penyedia
jasa konstruksi bangunan gedung, dan pengguna bangunan gedung.
19. Pemilik bangunan gedung adalah orang, badan hukum, kelompok orang, atau
perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan gedung.
20. Pengguna bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung dan/atau bukan
pemilik bangunan gedung berdasarkan kesepakatan dengan pemilik bangunan
gedung, yang menggunakan dan/atau mengelola bangunan gedung atau bagian
bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan.
21. Tim ahli bangunan gedung adalah tim yang terdiri dari para ahli yang terkait
dengan penyelenggaraan bangunan gedung untuk memberikan pertimbangan
teknis dalam proses penelitian dokumen rencana teknis dengan masa penugasan
terbatas, dan juga untuk memberikan masukan dalam penyelesaian masalah
penyelenggaraan bangunan gedung tertentu yang susunan anggotanya ditunjuk
-
Buku Eksklusif
Hal | 38
secara kasus per kasus disesuaikan dengan kompleksitas bangunan gedung
tertentu tersebut.
22. Laik fungsi adalah suatu kondisi bangunan gedung yang memenuhi persyaratan
administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung yang
ditetapkan.
23. Perencanaan teknis adalah proses membuat gambar teknis bangunan gedung
dan kelengkapannya yang mengikuti tahapan prarencana, pengembangan rencana
dan penyusunan gambar kerja yang terdiri atas: rencana arsitektur, rencana
struktur, rencana mekanikal/elektrikal, rencana tata ruang luar, rencana tata
ruang-dalam/interior serta rencana spesifikasi teknis, rencana anggaran biaya,
dan perhitungan teknis pendukung sesuai pedoman dan standar teknis yang
berlaku.
24. Pertimbangan teknis adalah pertimbangan dari tim ahli bangunan gedung yang
disusun secara tertulis dan profesional terkait dengan pemenuhan persyaratan
teknis bangunan gedung baik dalam proses pembangunan, pemanfaatan,
pelestarian, maupun pembongkaran bangunan gedung.
25. Penyedia jasa konstruksi bangunan gedung adalah orang perorangan atau
badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi bidang
bangunan gedung, meliputi perencana teknis, pelaksana konstruksi,
pengawas/manajemen konstruksi, termasuk pengkaji teknis bangunan gedung
dan penyedia jasa konstruksi lainnya.
26. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung beserta
prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik fungsi.
27. Perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan
gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana agar
bangunan gedung tetap laik fungsi.
28. Pemugaran bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan adalah
kegiatan memperbaiki, memulihkan kembali bangunan gedung ke bentuk
aslinya.
29. Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan
bangunan gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan bangunan
tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang
dikehendaki.
30. Peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung adalah
berbagai kegiatan masyarakat yang merupakan perwujudan kehendak dan
keinginan masyarakat untuk memantau dan menjaga ketertiban, memberi
masukan, menyampaikan pendapat dan pertimbangan, serta melakukan gugatan
perwakilan berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung.
-
31. Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan hukum atau usaha dan
lembaga atau organisasi yang kegiatannya di bidang bangunan gedung, termasuk
masyarakat hukum adat dan masyarakat ahli, yang berkepentingan dengan
penyelenggaraanbangunan gedung.
32. Gugatan perwakilan adalah gugatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan
bangunan gedung yang diajukan oleh satu orang atau lebih yang mewakili
kelompok dalam mengajukan gugatan untuk kepentingan mereka sendiri dan
sekaligus mewakili pihak yang dirugikan yang memiliki kesamaan fakta atau
dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok yang dimaksud.
33. Pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pengaturan,
pemberdayaan, dan pengawasan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan
yang baik sehingga setiap penyelenggaraan bangunan gedung dapat berlangsung
tertib dan tercapai keandalan bangunan gedung yang sesuai dengan fungsinya,
serta terwujudnya kepastian hukum.
34. Pengaturan adalah penyusunan dan pelembagaan peraturan perundang-
undangan, pedoman, petunjuk, dan standar teknis bangunan gedung sampai di
daerah dan operasionalisasinya di masyarakat.
35. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan
perundangundangan bidang bangunan gedung dan upaya penegakan hukum.
36. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik
Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia
sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945.
37. Pemerintah daerah adalah bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai
unsur penyelenggara pemerintahan daerah, kecuali untuk Provinsi Daerah
Khusus Ibukota Jakarta adalah gubernur.
38. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang
pekerjaan umum.
-
Buku Eksklusif
Hal | 40
2.4.2. Landasan Hukum
Beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum penyusunan
Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung yaitu:
1. Peraturan perundangan-undangan yang bersifat atribusi, yaitu peraturan
perundang-undangan yang memberikan kewenanganan kepada Pemerintahan
Daerah untuk membuat Perda, antara lain:
a. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun
1945;
b. Undang-Undang tentang Pembentukan Kabupaten/Kota bersangkutan;
c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.
2. Peraturan perundangan-undangan yang bersifat delegasi, yaitu peraturan
perundang-undangan yang memberikan amanah untuk disusunnya Perda tentang
bangunan gedung, antara lain:
a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;
b. Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksana
Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.
3. Peraturan perundang-undangan yang bersifat teknis, yaitu peraturan perundang-
undangan yang memberikan arahan mengenai teknis penyusunan Perda, antara
lain:
a. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan
Perundang-undangan;
b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 tahun 2011 tentang
Pembentukan Produk Hukum Daerah.
4. Peraturan perundang-undangan yang bersifat substansial, yaitu peraturan
perundang-undangan yang memberikan arahan mengenai substansi
penyelenggaraan bangunan gedung, antara lain:
a. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang
Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung;
b. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang
Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksebilitas pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan;
c. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 tentang
Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara;
d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang
Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan;
-
e. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2007 tentang
Pedoman Sertifikat Laik Fungsi bangunan Gedung;
f. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2007 tentang
Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung;
g. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2008 tentang
Pedoman Pemeliharan dan Perawatan Bangunan Gedung;
h. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2008 tentang
Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Induk Sistim Proteksi Kebakaran;
i. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008 tentang
Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan
Lingkungan;
j. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2009 tentang
Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran Di Perkotaan.
2.5. Model Peraturan Daerah Bangunan Gedung (Juni 2014)
Untuk membantu pemerintah daerah dalam evaluasi Perda BG, pemerintah pusat,
dalam hal ini Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan, Direktorat Jenderal
Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum, menyiapkan Model Peraturan Daerah
tentang Bangunan Gedung.
Hal ini dilakukan sesuai amanah pasal 106 ayat 3 dari PP Nomor 36 tahun 2005 yang
berbunyi: Pemerintah dapat memberikan bantuan teknis dalam penyusunan
peraturan dan kebijakan daerah di bidang bangunan gedung yang dilakukan oleh
pemerintah daerah. Selanjutnya dalam penjelasan pasal 106 ayat 3 disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan bantuan teknis antara lain memberikan Model Perda
BG dan/atau bantuan teknis penyusunan rancangan peraturan daerah tentang
bangunan gedung.
Tujuan dibuatkannya Model Perda BG adalah untuk memberikan acuan dan contoh
pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung yang telah mengakomodasi berbagai
ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, pedoman teknis dan standar teknis di
Indonesia. Yang perlu ditekankan di sini adalah Model Perda BG yang dibuat
merupakan acuan dan contoh, sehingga tidak bersifat mengikat dan tidak
-
Buku Eksklusif
Hal | 42
mengharuskan setiap norma pengaturan untuk sama persis. Akan tetapi Model Perda
BG dibuat untuk memudahkan dan mempercepat proses penyusunan di daerah yang
pada proses penyusunannya berbagai norma pengaturan dalam Model Perda BG perlu
ditajamkan dengan berbagai muatan lokal yang ada dan berlaku di setiap daerah.
Sehingga walaupun pada awalnya mengacu pada Model Perda BG, namun pada
akhirnya diharapkan setiap Perda BG yang dihasilkan setiap daerah dapat berbeda
satu dengan yang lain dan bersifat spesifik.
Model Perda BG yang telah disusun ini, selanjutnya dikuatkan dengan legalisasi
berbentuk Surat Edaran dari Menteri Pekerjaan Umum. Legalisasi ini dimaksudkan
agar Model Perda BG memiliki kejelasan legalitas untuk dapat dijadikan acuan dalam
proses penyusunan Ranperda BG di daerah.
Secara kronologis, Model Perda BG sudah 3 kali mengalami penyempurnaan sejak
pertama kali dibuat. Model Perda BG pertama kali dibuat pada tahun 2003 pasca UU-
BG (UU 28/2002) ditetapkan. Selanjutnya dilakukan penyempurnaan pertama kali
pada tahun 2007 pasca PP-BG (PP 36/2005) ditetapkan. Penyempurnaan kedua kali
dilakukan pada tahun 2010 pasca terjadinya bencana di Padang dan Yogyakarta.
Penyempurnaan kedua ini dilakukan PBL bekerjasama dengan JICA yang memiliki
pengalaman dalam hal penyelenggaraan bangunan gedung tahan gempa. Terakhir
penyempurnaan ketiga kali dilakukan pada tahun 2012 pasca UU 12/2011 tentang
Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ditetapkan dan bertepatan dengan
momentum dasawarsa UU-BG.
Sistematika penjabaran dalam Model Perda BG antara lain meliputi:
Penjelasan dan Contoh pada bagian Judul;
Penjelasan dan Contoh pada bagian Pembukaan;
Penjelasan dan Contoh pada bagian Batang Tubuh;
Penjelasan dan Contoh pada bagian Penutup;
Penjelasan dan Contoh pada bagian Penjelasan
Penjelasan dan Contoh pada bagian Lampiran (Jika Diperlukan).
Sedangkan muatan pengaturan minimal yang dijabarkan di dalam Model Perda BG
meliputi 12 bab, yaitu:
Bab I Ketentuan Umum;
Bab II Fungsi Dan Klasifikasi Bangunan Gedung;
Bab III Persyaratan Bangunan Gedung;
Bab IV Penyelenggaraan Bangunan Gedung;
Bab V Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG);
-
Bab VI Peran Masyarakat;
Bab VII Pembinaan;
Bab VIII Sanksi Administratif;
Bab IX Ketentuan Penyidikan;
Bab X Ketentuan Pidana;
Bab XI Ketentuan Peralihan; dan
Bab XII Ketentuan Penutup.
-
Buku Eksklusif
Hal | 44
-
BAB III MONITORING DAN EVALUASI
Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan bangunan gedung di 167 kabupaten/kota
tersebar di 34 Provinsi. Fokus substansi yang dilakukan monitoring dan evaluasi
mencakup 4 komponen amanat UU Bangunan Gedung No 28/2002 yakni IMB, SLF,
TABG dan Pendataan Bangunan Gedung. Berdasarkan pola analisis data yang
dihasilkan terlihat bahwa rata-rata persentase kesesuaian substansi baik itu komponen
IMB-SLF-PDTBG dan TABG sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2014 terjadi
dua kali titik puncak yakni di tahun 2006 dan 2013. Dimana angka persentase
kesesuaian substansi amanat UU BG tersebut mencapai 29% untuk komponen P BG
(IMB-SLF-PDTBG), 24% untuk komponen TABG dengan jumlah wilayah kajian 8
Kab/Kota. Kemudian 59% untuk komponen P BG (IMB-SLF-PDTBG), 67% untuk
komponen TABG dengan jumlah wilayah kajian 32 Kab/Kota. Penurunan angka
kesesuaian substansi sangat drastis terjadi pada tahun 2007, 2008 dan 2009 yang
dapat disimpulkan bahwa substansi peraturan daerah tentang bangunan gedung tidak
mengatur materi pokok sebagaimana mestinya.
Gambar 3. 1. Grafik Rata-Rata Persentase Kesesuaian Substansi Perda BG Terhadap Model dari Tahun 2000 s.d 2014
Sumber: Direktorat PBL, 2014
T-00 T-01 T-03 T-04 T-05 T-06 T-07 T-08 T-09 T-10 T-11 T-12 T-13 T-14
PBG (IMB-SLF-PDT) 4% 12% 4% 6% 14% 29% 10% 6% 10% 12% 22% 43% 59% 41%
TABG 0% 0% 0% 5% 1% 24% 6% 4% 4% 16% 37% 46% 67% 55%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
-
Buku Eksklusif
Hal | 46
Tabel 3. 1. Rata-Rata Persentase Kesesuaian PERDA BG Terhadap Model 2014 Menurut Tahun Terbit
N
o
Tahun
Terbit
Rata-Rata % Kesesuaian
PERDA BG Terhadap Model Jumlah
Kab/Kota PBG (IMB-SLF-
PDTBG) TABG
1 2000 4% 0% 1
2 2001 12% 0% 1
3 2003 4% 0% 2
4 2004 6% 5% 5
5 2005 14% 1% 5
6 2006 29% 24% 8
7 2007 10% 6% 8
8 2008 6% 4% 5
9 2009 10% 4% 16
10 2010 12% 16% 14
11 2011 22% 37% 30
12 2012 43% 46% 25
13 2013 59% 67% 32
14 2014 41% 55% 15
Total Kab/Kota Monev 2014 167
Sumber: Direktorat PBL, 2014
3.1. Monev Perda BG Tahun Terbit 2014
Pengkajian terhadap 15 kabupaten/kota yang memiliki PERDA Bangunan Gedung
yang terbit pada tahun 2014 rata-rata tingkat kesesuaian pada substansi IMB, SLF dan
Pendataan Bangunan Gedung mencapai 41%, dimana nilai kesesuaian terendah
dimiliki oleh Kota Parepare dan persentase kesesuaian tertinggi dicapai oleh
Kabupaten Bantaeng. Sedangkan substansi Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) nilai
rata-rata sebesar 55%, dimana nilai tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Indragiri Hulu,
Bulungan, Sidenreng Rappang, Bantaeng, Merauke dan Kota Bima. Sedangkan yang
tidak sama sekali mengatur soal TABG dimana kesesuaiannya sebesar 0% terdiri atas
Kabupaten Rokan Hilir dan Kota Parepare.
-
Tabel 3. 2. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2014
No Kab/Kota
% Kesesuaian Terhadap Model
P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG
1 Kab. Batubara 28% 15%
2 Kab. Indragiri Hulu 79% 100%
3 Kab. Rokan Hilir 8% 0.000%
4 Kab. Siak 4% 24%
5 Kota Wonogiri 7% 73%
6 Kab. Bulungan 90% 100.000%
7 Kab. Sidenreng Rappang 28% 100%
8 Kab. Bantaeng 100% 100%
9 Kota Parepare 4% 0.000%
10 Kota. Bitung 26% 70%
11 Kab. Lombok Barat 28% 15%
12 Kota Bima 85% 100%
13 Kab. Flores timur 24% 3%
14 Kab. Biak Numfor 33% 21%
15 Kab. Merauke 78% 100%
Sumber: Direktorat PBL, 2014
3.2. Monev Perda BG Tahun Terbit 2013
Dari 32 kabupaten/kota yang memiliki PERDA Bangunan Gedung yang lahir pada
tahun 2013, persentase kesesuaian substansi IMB-SLF-PDTBG rata-rata sebesar 59%.
Dimana persentase tertinggi sebesar 98% dimiliki oleh Kabupaten Maros, Pinrang dan
Kepulauan Yapen. Sedangkan nilai kesesuain terendah sebesar 0% dimiliki oleh
Kabupaten Manggarai. Untuk nilai kesesuaian substansi Tim Ahli Bangunan Gedung
(TABG) nilai terendah dimiliki oleh Kota Sidoarjo, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten
Manggarai dan Kabupaten Manokwari. Sedangkan nilai persentase tertinggi dimiliki
oleh Kabupaten Bintan, Bengkulu Tengah, Kab. Maros, Kab. Pinrang, Kab. Luwu
Utara, Kota Paloppo, Kab. Konawe Utara, Kab. Tabanan, Kab. Gianyar, Kab.
-
Buku Eksklusif
Hal | 48
Nagekeo, Kab. Ngada, Kab Jayawijaya, Kab Kepulauan Yapen dan Kota Tangerang
Selatan.
Tabel 3. 3. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2013
No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model
P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG
1 Kab. Agam 87% 94%
2 Kota. Padangpanjang 25% 42%
3 Kota. Pariaman 60% 24%
4 Kab. Indragiri Hilir 36% 82%
5 Kab. Bintan 62% 100%
6 Kab. Batang Hari 43% 70%
7 Kab. Tanjung Jabung Timur 17% 18%
8 Kab. Kerinci 33% 27%
9 Kab. Bengkulu Tengah 95% 100%
10 Kota Tangerang Selatan 62% 100%
11 Kota Pekalongan 16% 21%
12 Kota Sidoarjo 3% 0.000%
13 Kab. Kotabaru 2% 0.000%
14 Kab. Tanah Bumbu 90% 58%
15 Kota Banjarbaru 20% 45%
16 Kab. Toraja Utara 84% 100%
17 Kab. Takalar 90% 58%
18 Kab. Maros 98% 100%
19 Kab. Pinrang 98% 100%
20 Kab. Luwu Utara 72% 100%
21 Kota Paloppo 43% 100%
22 Kab. Konawe Selatan 90% 58%
23 Kab. Konawe Utara 90% 100%
24 Kab. Tabanan 80% 100%
25 Kab. Gianyar 78% 100%
26 Kab. Nagekeo 90% 100%
27 Kab. Ngada 91% 100%
-
No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model
P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG
28 Kab. Manggarai 0.000% 0.000%
29 Kota Ambon 23% 45%
30 Kab Jayawijaya 93% 100%
31 Kab Kepulauan Yapen 98% 100%
32 Kab. Manokwari 5% 0.000%
Sumber: Direktorat PBL, 2014
3.3. Monev Perda BG Tahun Terbit 2012
Peraturan Bangunan Gedung yang terbit pada tahun 2012 sebanyak 25 Kab/Kota rata-
rata persentase kesesuaian substansi IMB-SLF-PDTBG sebesar 43%. Sedangkan rata-
rata persentase kesesuaian substansi Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) sebesar
46%. Untuk persentase kesesuaian substansi IMB-SLF-PDTBG persentase kesesuaian
tertinggi dimiliki oleh Kab. Sumbawa Barat sebesar 94% sedangkan persentase
terendah sebesar 0,3% dimiliki oleh Kab. Sinjai. Sedangkan untuk persentase
kesesuaian Tim Ahli Bangunan Gedung, persentase tertinggi dimiliki oleh Kab.
Kuantan Singingi, Kota Tangerang, Kab. Sumbawa Barat, Kab. Belu dan Kab
Mimika. Sedangkan kab/kota yang belum mengatur soal Tim Ahli Bangunan Gedung
(TABG) yang artinya kesesuaiannya sebesar 0% terdiri atas Kab. Serang, Kota
Pasuruan dan Kab. Tapin.
Tabel 3. 4. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2012
No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model
P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG
1 Kab. Kuantan Singingi 81% 100%
2 Kota Tangerang 63% 100%
3 Kab. Serang 51% 0.000%
4 Kota Cilegon 26% 21%
5 Kota Sukabumi 20% 21%
6 Kab. Garut 30% 12%
-
Buku Eksklusif
Hal | 50
No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model
P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG
7 Kab. Kebumen 21% 42%
8 Kab. Boyolali 90% 58%
9 Kab. Pati 34% 18%
10 Kab. Gunung Kidul 28% 88%
11 Kab. Pacitan 91% 58%
12 Kota Pasuruan 87% 0.000%
13 Kab. Banjar 19% 24%
14 Kab. Tapin 6% 0.000%
15 Kab. Barito Kuala 12% 21%
16 Kab. Kutai Barat* 26% 6%
17 Kota Bontang 63% 97%
18 Kab. Sigi 26.140% 30.303%
19 Kab. Sinjai 0.304% 15%
20 Kab. Muna 27% 24%
21 Kab. Karangasem 77% 100%
22 Kab. Lombok Tengah 20% 21%
23 Kab. Sumbawa Barat 94% 100%
24 Kab. Belu 10% 100%
25 Kab Mimika 84% 100%
Sumber: Direktorat PBL, 2014
3.4. Monev Perda BG Tahun Terbit 2011
Rata-rata kesesuaian substansi IMB-SLF-PDTBG dari 30 kab/kota dimana peraturan
daerah bangunan gedung yang lahir pada tahun 2011 sebesar 22%. Sedangkan rata-
rata persentase kesesuaian substansi Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) sebesar
37%. Dari 30 kab/kota tersebut, persentase substansi IMB-SLF-PDTBG yang
tertinggi yakni sebesar 93% dimiliki oleh Kota Jayapura, sedangkan nilai persentase
terendah sebesar 0,34% yakni Kab. Toli-Toli. Untuk persentase kesesuaian substansi
Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG), tertinggi sebesar 100% dimiliki oleh Kab.
Sanggau dan Kota Jayapura. Sedangkan nilai persentase kesesuaian terendah sebesar
-
0% dimiliki oleh Kab. Cilacap, Kab. Sleman, Kab. Kediri, Kab. Kapuas Hulu, Kab.
Kayung Utara, Kab. Toli - Toli dan Kab. Bombana.
Tabel 3. 5.Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2011
No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model
P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG
1 Kab. Pesisir Selatan 20% 94%
2 Kab. Tanah Datar 9% 52%
3 Kota Payakumbuh 20% 21%
4 Kab. Sijunjung 12% 94%
5 Kab. Lima Puluh Kota 29% 67%
6 Kota Batam 20% 67%
7 Kab. Tasik Malaya 36% 21%
8 Kab. Sumedang 48% 18%
9 Kab. Banyumas 15% 15%
10 Kab. Temanggung 20% 3%
11 Kab. Kendal 30% 70%
12 Kab. Cilacap 28% 0.000%
13 Kab. Jepara 10% 33%
14 Kab. Magelang 26% 39%
15 Kab. Bantul 16% 61%
16 Kab. Kulon Progo 22% 88%
17 Kab. Sleman 15% 0.000%
18 Kab. Ngawi 16% 48%
19 Kab. Tulungagung 31% 39%
20 Kab. Kediri 23% 0.000%
21 Kab. Kapuas Hulu 9% 0.000%
22 Kab. Kayung Utara 2% 0.000%
23 Kab. Sanggau 77% 100%
24 Kab. Gunung Mas 5% 30%
25 Kab. Lamandau 12% 21%
26 Kab. Polewali Mandar 3% 18%
27 Kab. Toli - Toli 0.304% 0.000%
-
Buku Eksklusif
Hal | 52
No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model
P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG
28 Kab. Bombana 3% 0.000%
29 Kota Kendari 12% 9%
30 Kota Jayapura 93% 100%
Sumber: Direktorat PBL, 2014
3.5. Monev Perda BG Tahun Terbit 2010
14 kab/kota yang menerbitkan peraturan daerah tentang bangunan gedung rata-rata
persentase kesesuaian substansi IMB-SLF-PDTBG sebesar 12%, sedangkan rata-rata
persentase kesesuaian substansi Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) sebesar 16%.
Dari 14 kab/kota yang dikaji, nilai persentase kesesuaian tertinggi sebesar 41%
dimiliki oleh Kota Cirebon dan terendah sebesar 0% dimiliki oleh Kabupaten Sintang.
Untuk persentase kesesuaian substansi Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) terendah
dimiliki oleh Kota Sawahlunto, Kab. Ponorogo, Kota Madiun, Kab. Sintang, Kab.
Wakatobi dan Kab. Sumba Timur. Sedangkan persentase kesesuaian tertinggi sebesar
45% dimiliki oleh Kota Tanjung Pinang.
Tabel 3. 6. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2010
No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model
P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG
1 Kab. Padang Pariaman 3% 21%
2 Kota Sawahlunto 5% 0.000%
3 Kota Tanjung Pinang 22% 45%
4 Kota Metro 8% 27%
5 Kota Bandung 9% 24%
6 Kota Cirebon 41% 42%
7 Kab. Sukoharjo 8% 33%
8 Kab. Ponorogo 18% 0.000%
9 Kota Madiun 1% 0.000%
10 Kab. Sintang 0.000% 0.000%
11 Kab. Luwu Timur 9% 18%
-
No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model
P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG
12 Kab. Wakatobi 3% 0.000%
13 Kab. Sumba Barat Daya 30% 18%
14 Kab. Sumba Timur 10% 0%
Sumber: Direktorat PBL, 2014
3.6. Monev Perda BG Tahun Terbit 2009
Dari 167 kab/kota yang dikaji, Perda mengenai Bangunan Gedung yang terbit pada
tahun 2009 berjumlah 16 kab/kota. Dimana rata-rata persentase kesesuaian substansi
IMB-SLF-PDTBG sebesar 10% dan substansi Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG)
sebesar 4%. Kabupaten Tana Toraja dan Kab. Ogan Ilir merupakan dua kabupaten
yang harus mendapat perhatian karena angka persentase kesesuaiannya hanya sebesar
0%. Sedangkan pada substansi TABG, persentase kesesuaian tertinggi sebesar 24%
dimiliki oleh Kab. Purworejo. Sedangkan kab/kota yang memiliki persentase
kesesuaian terendah sebesar 0% atau sama sekali tidak mengatur soal TABG terdiri
atas Kota Solok, Kab. Ogan Ilir, Kab. Karanganyar, Kota Surakarta, Kota Yogyakarta,
Kab. Bone, Kab. Tana Toraja, dan Kab. Minahasa Tenggara.
Tabel 3. 7. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2000
No Kab/Kota
% Kesesuaian Terhadap
Model
P-BG (IMB-
SLF- PDTBG) TABG
1 Kota Solok 2% 0.000%
2 Kab. Ogan Ilir 0.304% 0.000%
3 Kab. Bandung 0% 0%
4 Kab. Bogor 28% 3%
5 Kab. Karanganyar 5% 0.000%
6 Kab. Purworejo 19% 24%
7 Kota Semarang 30% 18%
8 Kota Surakarta 12% 0.000%
9 Kota Yogyakarta 11% 0.000%
-
Buku Eksklusif
Hal | 54
No Kab/Kota
% Kesesuaian Terhadap
Model
P-BG (IMB-
SLF- PDTBG) TABG
10 Kota Surabaya 2% 9%
11 Kota Palangkaraya 22% 3%
12 Kab. Bone 2% 0.000%
13 Kab. Barru 9% 0%
14 Kab. Tana Toraja 0.000% 0.000%
15 Kab. Minahasa Tenggara 10% 0.000%
16 Kab. Maluku Tengah 13% 6%
Sumber: Direktorat PBL, 2014
3.7. Monev Perda BG Tahun Terbit 2008
Dari 167 kab/kota yang dilakukan monitoring dan evaluasi pada tahun 2014, terdapat
5 kab/kota yang memiliki perda bangunan gedung lahir pada tahun 2008, yakni Kab.
Simeuleu, Bungo, Pandeglang, Kota Probolinggo dan Kota Pontianak. Dari kelima
kabupaten/kota tersebut, angka persentase kesesuaian terendah pada substansi Tim
Ahli Bangunan Gedung (TABG) dimiliki oleh Kab. Simeuleu, Kab. Bungo, Kab.
Pandeglang dan Kota Pontianak.
Tabel 3. 8. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2008
No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model
P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG
1 Kab. Simuelue 8% 0.000%
2 Kab. Bungo 1% 0.000%
3 Kab. Pandeglang 6% 0.000%
4 Kota Probolinggo 4% 18%
5 Kota Pontianak 9% 0.000%
Sumber: Direktorat PBL, 2014
-
3.8. Monev Perda BG Tahun Terbit 2007
Peraturan Daerah mengenai bangunan gedung yang terbit pada tahun 2007 terdapat
sebanyak 8 kab/kota. Dimana persentase kesesuaian substansi IMB-SLF-PDTBG
terendah dimiliki oleh Kota Palu. Sedangkan persentase kesesuaian substansi Tim
Ahli Bangunan Gedung tertinggi dimiliki oleh DKI Jakarta dan terendah sebesar 0%
terdiri atas Kab. Seluma. Banjarnegara, Rembang, Kotawaringin Barat, Seruyan, Kota
Palu dan Kab. Lombok Timur.
Tabel 3. 9. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2007
No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model
P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG
1 Kab. Seluma 4% 0.000%
2 Ibukota DKI Jakarta 5% 12%
3 Kab. Banjarnegara 9% 0.000%
4 Kab. Rembang 3% 0.000%
5 Kab. Kotawaringin Barat 2% 0.000%
6 Kab. Seruyan 6% 0.000%
7 Kota Palu 0.000% 0.000%
8 Kab. Lombok Timur 5% 0.000%
Sumber: Direktorat PBL, 2014
3.9. Monev Perda BG Tahun Terbit 2006
Peraturan daerah tentang bangunan gedung yang terbit pada tahun 2006 sebanyak 8
kab/kota. Dimana persentase kesesuaian substansi IMB-SLF-PDTBG tertinggi
dimiliki oleh Kab. Nabire dan terendah atau tidak mengatur soal amanat UU ini
adalah Kota Singkawang. Untuk persentase kesesuaian substansi Tim Ahli Bangunan
Gedung (TABG) tertinggi dimiliki oleh Kab. Lebong dan terendah atau tidak
mengatur soal TABG terdiri atas Kota Singkawang, Kab. Poso dan Kab. Manggarai
Barat.
-
Buku Eksklusif
Hal | 56
Tabel 3. 10. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2006
No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model
P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG
1 Kab. Lebong 65% 100%
2 Kota Bogor 13% 15%
3 Kota Depok 37% 21%
4 Kab. Pemalang 14% 0%
5 Kota Singkawang 0.000% 0.000%
6 Kab. Poso 9% 0.000%
7 Kab. Manggarai Barat 2% 0.000%
8 Kab Nabire 90% 58%
Sumber: Direktorat PBL, 2014
3.10. Monev Perda BG Tahun Terbit 2005 dan 2004
Peraturan Daerah tentang bangunan gedung yang terbit pada tahun 2005 dan 2004
sebanyak 10 kab/kota, dimana 5 kab/kota yang menerbitkan Perda BG pada tahun
2005 terdiri atas Kota Pangkal Pinang, Kab. Barito Timur, Kota Gorontalo, Kab.
Sumbawa dan Kab. Alor. Dan 5 kab/kota yang menerbitkan Perda BG pada tahun
2004 yakni Kota Banda Aceh, Kota Palembang, Kota Malang, Kota Samarinda dan
Kab. Jembrana. Berdasarkan analisis kesesuaian yang dilakukan, persentase
kesesuaian substansi IMB-SLF-PDTBG terendah dimiliki oleh Kota Pangkal Pinang
sebesar 0%, dan persentase kesesuaian tertinggi dimiliki oleh Kab. Sumbawa.
Sedangkan persentase kesesuaian substansi Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG)
terendah sebesar 0% (tidak mengatur) sebanyak 8 kab/ kota. Lihat tabel.
Tabel 3. 11. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2005 & 2004
No Kab/Kota Tahun
Terbit
% Kesesuaian Terhadap Model
P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG
1 Kota Pangkal Pinang 2005 0.000% 0.000%
2 Kab. Barito Timur 2005 5% 0.000%
-
No Kab/Kota Tahun
Terbit
% Kesesuaian Terhadap Model
P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG
3 Kota Gorontalo 2005 18% 3%
4 Kab. Sumbawa 2005 44% 0.000%
5 Kab. Alor 2005 2% 0.000%
6 Kota Banda Aceh 2004 3% 0.000%
7 Kota Palembang 2004 1% 0.000%
8 Kota Malang 2004 7% 27%
9 Kota Samarinda 2004 18% 0.00%
10 Kab. Jembrana 2004 3% 0.000%
Sumber: Direktorat PBL, 2014
3.11. Monev Perda BG Tahun Terbit 2003, 2001 dan 2000
Peraturan Daerah tentang bangunan gedung yang lahir pada tahun 2003, 2001 dan
2000 terdapat sebanyak 4 kab/kota. Persentase kesesuaian substansi IMB-SLF-
PDTBG terendah dimiliki oleh Kota Kupang yakni sebesar 0%. Sedangkan persentase
kesesuaian substansi Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) terendah sebesar 0%
dimiliki oleh semua kab/kota.
Tabel 3. 12. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2003, 2001 & 2000
No Kab/Kota Tahun Terbit % Kesesuaian Terhadap Model
P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG
1 Kab. Ende 2003 9% 0.000%
2 Kota Kupang 2003 0.000% 0.000%
3 Kota Ternate 2001 12% 0.000%
4 Kota Tarakan 2000 4% 0.000%
Sumber: Direktorat PBL, 2014
-
Buku Eksklusif
Hal | 58
3.12. Rangkuman Permasalahan
Didalam pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi penyelenggaraaan bangunan
gedung di 167 kabupaten/kota, melalui uji petik di 5 kota yakni Kota Batam, Kota
Makassar, Kota Jayapura, Kota Palembang dan Kota Semarang; monev substansi
peraturan daerah bangunan gedung kab/kota sasaran terdapat 2 (dua) kelompok
permasalahan, diantaranya:
1. Kelompok permasalahan pada substansi peraturan daerah bangunan gedung;
2. Kelompok masalah implementasi amanat UU BG No. 28/2002 pada komponen
IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung.
Sedangkan beberapa alternatif yang akan direkomendasikan terhadap temuan
permasalahan dari 2 kelompok masalah diatas berupa;
1. Penyempurnaan peraturan daerah;
2. Sosialisasi UU BG No. 28/2002 dan Peraturan Menteri terkait;
3. Penyiapan model system informasi bangunan gedung (integrated system model)
yang dapat digunakan di seluruh kab/kota di Indonesia (bila diperlukan dapat
diintegrasikan seluruh Indonesia).
4. Fasilitasi pembentukan dan operasionalisasi kelembagaan bangunan gedung di
kab/kota percontohan.
Permasalahan pada kelompok substansi peraturan daerah bangunan gedung adalah
temuan-temuan hasil evaluasi substansi terhadap 167 kabupaten/kota sasaran monev.
Temuan-temuan tersebut berupa deteksi terhadap sejauhmana peraturan daerah
bangunan gedung yang telah ada di daerah dan/atau pasca lahirnya UU BG No
28/2002 sudah memuat amanat UU tersebut. Amanat UU BG tersebut terdiri atas
komponen IMB, TABG, SLF dan Pendataan Bangunan Gedung.
Berdasarkan hasil monev tersebut ditemukan beberapa permasalahan sebagai berikut;
1. Terdapat beberapa peraturan daerah bangunan gedung yang tidak
memuat/mengatur mengenai IMB;
2. Terdapat beberapa peraturan daerah bangunan gedung yang tidak
memuat/mengatur mengenai TABG;
3. Terdapat beberapa peraturan daerah bangunan gedung yang tidak
memuat/mengatur mengenai SLF; dan
-
4. Terdapat beberapa peraturan daerah bangunan gedung yang tidak
memuat/mengatur mengenai Pendataan Bangunan Gedung.
5. Terdapat beberapa peraturan daerah bangunan gedung yang mengamanatkan
amanat UU BG soal IMB, TABG, SLF dan Pendataan Bangunan Gedung
kedalam Peraturan Bupati/Walikota yang belum menyusun dan menerapkannya.
Gambar 3. 2. Grafik Jumlah Kab/Kota yang mengatur Amanat UU BG No 28/2002 tentang IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung.
Sumber: Direktorat PBL, 2014
Berdasarkan analisis kesesuaian peraturan daerah bangunan gedung terhadap 167
kab/kota, terkait permasalahan pengaturan/muatan perda mengenai IMB, terdapat 1
kabupaten yang belum secara benar menyusunnya, yakni Kabupaten Kutai Barat.
166
151
110
137
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
IMB
SLF
TABG
PDTBG
Jumlah Kab/Kota
-
Buku Eksklusif
Hal | 60
Berdasarkan monev terhadap 167 kabupaten/kota tersebut pada grafik diatas, terdapat
16 kabupaten/kota yang belum mengatur soal SLF diantaranya Kota Kupang,
Kabupaten Ende, Kabupaten Tana Toraja, Kota Palu, Kota Tarakan, Kab Tanah
Bumbu, Kota Singkawang, Kab Sintang, Kota Madiun, Kab Banjarnegara, Kabupaten
Bandung, Kota Solok, Kota Sawahlunto, Kab. Rokan Hilir, Kota Pangkal Pinang*,
dan Kab/Kota. Bungo.
Sedangkan kabupaten kota yang mengatur soal TABG mencapai 66% atau sekitar
110 kab/kota. Sisanya sebanyak 57 kab/kota belum mengaturnya yakni Kab.
Simuelue, Kota Banda Aceh, Kota Solok, Kota Sawahlunto, Kab. Rokan Hilir, Kota
Pangkal Pinang*, Kab. Ogan Ilir, Kota Palembang, Kab/Kota. Bungo, Kab. Seluma,
Kab. Pandeglang, Kab. Bandung, Kab. Karanganyar, Kab. Pemalang, Kab. Rembang,
Kota Surakarta, Kab. Cilacap, Kota Yogyakarta, Kab. Sleman, Kota Madiun, Kota
Sidoarjo, Kab. Kapuas Hulu, Kab. Kayung Utara, Kab. Sintang, Kota Pontianak, Kota
Singkawang, Kab. Tapin, Kab. Kotabaru, Kab. Tanah Bumbu, Kab. Barito Timur,
Kab. Kotawaringin Barat, Kab. Seruyan, Kota Palangkaraya, Kota Samarinda, Kota
Tarakan, Kab. Poso, Kab. Toli - Toli, Kota Palu, Kab. Bone, Kab. Barru, Kab. Tana
Toraja*, Kota Parepare, Kab. Minahasa Tenggara, Kab. Bombana, Kab. Wakatobi,
Kab. Jembrana, Kab. Lombok Timur, Kab. Sumbawa, Kab. Alor, Kab. Manggarai
Barat, Kab. Ende, Kab. Belu, Kab. Sumba Timur, Kab. Manggarai, Kota Kupang,
Kota Ternate, dan Kab. Manokwari.
Sedangkan pengaturan soal pendataan bangunan gedung pada peraturan daerah
bangunan gedung di 167 kab/kota baru mencapai 82% atau sama dengan 137
kab/kota, sisanya sebanyak 30 kab/kota belum mengatur soal ini. Kabupaten/kota
yang belum mengatur soal ini terdiri atas Kota Banda Aceh, Kota Solok, Kab. Rokan
Hilir, Kota Pangkal Pinang, Kab. Bungo, Kota Metro, Kab. Bandung, Kab. Sintang,
Kota Singkawang, Kab. Tanah Bumbu, Kota Palangkaraya, Kota Tarakan, Kab. Toli-
Toli, Kota Palu, Kab. Tanah Toraja, Kab. Minahasa Tenggara, Kota Bitung, Kota
Gorontalo, Kab. Jembrana, Kab. Lombok Tengah, Kab. Manggarai Barat, Kab. Ende,
Kab. Belu, Kab. Sumba Barat Daya, Kab. Sumba Timur, Kab. Manggarai, Kota
Kupang, Kab Flores Timur, Kota Ternate, dan Kota Jayapura.
Permasalahan Implementasi atau penerapan amanat UU BG No 28/2002 terkait
IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung terhadap 167 kab/kota sasaran ,
untuk SLF baru diterapkan di 14 Kab/Kota yakni Kota Batam, Kota Palembang, Kab
Pandeglang, DKI Jakarta, Kota Bogor, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota
Surakarta, Kab. Ngawi, kota Probolinggo, Kota Malang, Kota Pontianak, Kota
-
Bontang, dan Kab. Jembarana. Sisanya sebanyak 153 kab/kota belum
menerapkannya.
Gambar 3. 3. Grafik Jumlah Kab/Kota yang menerapkan amanat UU BG No 28/2002 tentang IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung.
Sumber: Direktorat PBL, 2014
Terkait penerapan IMB sesuai dengan peraturan menteri No 24/2007 perlu dilakukan
pengkajian lebih mendalam dan mendetail untuk mengetahui sejauhmana indikator-
indikator kinerja teknis sudah dilaksanakan oleh pemberi izin IMB. Berdasarkan
monev yang dilakukan pada kab/kota sasaran terdapat 1 kabupaten yang belum
menerapkan IMB karena berstatus kabupaten baru (pemekaran) yakni Kabupaten
Batu Bara.
165
14
14
3
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180
IMB
SLF
TABG
PDTBG
Jumlah Kab/Kota
-
Buku Eksklusif
Hal | 62
Gambar 3. 4. Grafik Persentase Antara Pengaturan dan Penerapan Amanat UU BG No 28/2002 tentang IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan
Gedung.
Sumber: Direktorat PBL, 2014
Terkait penerapan TABG, berdasarkan monitoring dan evaluasi yang dilakukan
terhadap kab/kota sasaran hanya terdapat 14 kab/kota yang sudah membentuk tim ahli
bangunan gedung dan menerapkannya dalam penyelenggaraan bangunan gedung di
daerahnya. Diantara kab/kota tersebut Kota Batam, Kab. Ogan Ilir, Kota Palembang,
Kab. Pandeglang, DKI Jakarta, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kab.
Ngawi, Kota Probolinggo, Kota Surabaya, Kota Pontianak, dan Kota Bontang.
Sisanya sebanyak 153 kab/kota belum membentuk dan menerapkannya.
Terkait Pendataan Bangunan Gedung, seluruh kabupaten/kota sasaran monev
belum menerapkan pendataan bangunan gedung yang terintegrasi dan sesuai dengan
peraturan menteri No 17 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Pendataan Bangunan
Gedung. Hasil monev yang ada, terdapat 29 kab/kota yang pernah menjalankan
pendataan bangunan gedung pada bangunan pemerintah saja (Kecuali DKI Jakarta).
99%
90%
66%
82%
99%
8%
8%
2%
IMB
SLF
TABG
PDTBG
%Penerapan (KG) % Pengaturan (PH)
-
Tabel 3. 13. Matrik Permasalahan Amanat UU BG No. 28/2002 terkait IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung
Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Sertifikat Laik Fungsi (SLF)
Payung hukum pelaksanaan IMB, mengacu kepada UU Pemerintah
Daerah No 1/2014 dan Peraturan
Daerah Mengenai Retribusi dan/atau Peraturan Daerah
Retribusi IMB;
Pelaksanaannya proses IMB di kabupaten/kota belum sesuai
Permen PU No 24/2007;
Masih ditemukan pada peraturan daerah adanya pengaturan yang
diamanatkan ke dalam peraturan
walikota/bupati dan belum
ditindaklanjuti;
Minimnya kuantitas dan kualitas SDM di Dinas Teknis.
Kab/Kota belum perlu menerapkan sertifikasi
bangunan gedung, karena
perkembangan bangunan gedung di dalam kota yang
belum signifikan.
Tidak diatur/dimuat didalam peraturan daerah mengenai
bangunan gedung
Minimnya Kuantitas dan Kualitas SDM di Dinas Teknis.