eksklusif book monitoring dan evaluasi penyelenggaraan bangunan gedung pada tahun 2014

Upload: tiar-pandapotan-purba

Post on 18-Jan-2016

142 views

Category:

Documents


5 download

DESCRIPTION

Puji syukur kepada Tuhan atas berkat dan anugerah-Nya, buku eksklusif “Monitoring dan Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan Gedung pada Tahun 2014” dapat diwujudkan.Buku ini dimaksudkan sebagai bahan informasi dan peta jalan (Roadmap) dimasa mendatang yang telah disarikan dari kegiatan monitoring dan evaluasi penyelenggaraan bangunan gedung di 167 Kab/Kota di Indonesia. Konten didalam buku ini terdiri atas pemahaman mengenai substansi penyelenggaraan bangunan gedung sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung beserta peraturan pemerintah pelaksanaannya, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum No 24 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25 Tahun 2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung, Peraturan Menteri Nomor Pekerjaan Umum 26 Tahun 2007 tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 17 Tahun 2010, hasil monitoring dan evaluasi kesesuaian substansi, implementasi, permasalahan, dan peta jalan (roadmap) penyelenggaraan peraturan daerah bangunan gedung.Diterbitkannya buku ini merupakan salah satu peran Pemerintah dalam menjalankan pembinaan kepada pemerintah daerah, melalui penyusunan dan penyebarluasan acuan pengaturan untuk meningkatkan kapasitas pelaksana kegiatan dan aparat daerah terkait dalam upaya penyelenggaraan bangunan gedung yang amanah dan implementatif. Fokus komponen monitoring dan evaluasi penyelenggaraan bangunan gedung pada tahun 2014 terdiri atas IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung.Akhir kata, diucapkan terima kasih kepada semua pihak atas bantuan dan kerjasamanya dalam penyusunan hingga diterbitkannya buku ini. Harapan terhadap koreksi, masukan dan saran dari berbagai penyelenggara bangunan gedung sangat dinanti sebagai upaya penyempurnaan terhadap rekomendasi penanganan yang ada.

TRANSCRIPT

  • Buku Eksklusif

    Hal | 2

    KATA PENGANTAR

    Puji syukur kepada Tuhan atas berkat dan anugerah-Nya, buku eksklusif Monitoring

    dan Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan Gedung pada Tahun 2014 dapat

    diwujudkan.

    Buku ini dimaksudkan sebagai bahan informasi dan peta jalan (Roadmap) dimasa

    mendatang yang telah disarikan dari kegiatan monitoring dan evaluasi

    penyelenggaraan bangunan gedung di 167 Kab/Kota di Indonesia. Konten didalam

    buku ini terdiri atas pemahaman mengenai substansi penyelenggaraan bangunan gedung sesuai Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung

    beserta peraturan pemerintah pelaksanaannya, Peraturan Menteri Pekerjaan Umum

    No 24 Tahun 2007 tentang Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan Gedung,

    Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25 Tahun 2007 tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi Bangunan Gedung, Peraturan Menteri Nomor Pekerjaan Umum

    26 Tahun 2007 tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung dan Peraturan Menteri

    Pekerjaan Umum Nomor 17 Tahun 2010, hasil monitoring dan evaluasi kesesuaian

    substansi, implementasi, permasalahan, dan peta jalan (roadmap) penyelenggaraan peraturan daerah bangunan gedung.

    Diterbitkannya buku ini merupakan salah satu peran Pemerintah dalam menjalankan

    pembinaan kepada pemerintah daerah, melalui penyusunan dan penyebarluasan acuan

    pengaturan untuk meningkatkan kapasitas pelaksana kegiatan dan aparat daerah terkait dalam upaya penyelenggaraan bangunan gedung yang amanah dan

    implementatif. Fokus komponen monitoring dan evaluasi penyelenggaraan bangunan

    gedung pada tahun 2014 terdiri atas IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan

    Gedung.

    Akhir kata, diucapkan terima kasih kepada semua pihak atas bantuan dan

    kerjasamanya dalam penyusunan hingga diterbitkannya buku ini. Harapan terhadap

    koreksi, masukan dan saran dari berbagai penyelenggara bangunan gedung sangat

    dinanti sebagai upaya penyempurnaan terhadap rekomendasi penanganan yang ada.

    Jakarta, Desember 2014

    Tim Penyusun

  • DAFTAR ISI

    KATA PENGANTAR .................................................................................. 2

    DAFTAR ISI ................................................................................................ 3

    DAFTAR TABEL ........................................................................................ 6

    DAFTAR GAMBAR.................................................................................. 10

    BAB I PENDAHULUAN ........................................................................... 13

    1.1. Latar Belakang ................................................................................ 13

    1.2. Maksud dan Tujuan ......................................................................... 13

    1.4. Sasaran ........................................................................................... 14

    1.5. Manfaat ........................................................................................... 14

    1.6. Sistematika Penulisan...................................................................... 15

    BAB II PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG ....................... 17

    2.1. Pengaturan Bidang Penyelenggaraan BG......................................... 17

    2.1.1. Undang-Undang Yang Melandasi Penyelenggaraan Pekerjaan

    Umum ............................................................................................... 17

    2.1.2. Peran UUJK & UUBG Dalam Industri Konstruksi................... 18

    2.1.3. Pengaturan Bangunan Gedung ................................................. 19

    2.1.4. Alur Pikir UU-BG ................................................................... 21

    2.1.5. Sistematika UU-BG ................................................................. 22

    2.1.6. Pengaturan Kementerian PU Bidang PBL ................................ 23

    2.2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung ............................................... 25

    2.2.1. Skema Umum Penyelenggaraan BG di Indonesia .................... 25

    2.2.2. Alur Penyelenggaraan BG pada Umumnya .............................. 26

  • Buku Eksklusif

    Hal | 4

    2.2.3. Alur Penyelenggaraan BG Tertentu ......................................... 27

    2.2.4. Tata Cara Penerbitan IMB BG pada Umumnya........................ 28

    2.2.6. Tata Cara Penerbitan SLF Bangunan Gedung .......................... 30

    2.2.7. Bagan Lingkup Kerja TABG ................................................... 32

    2.2.8. Alur Pemasukan Data BG ........................................................ 33

    2.3. Amanah Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan Gedung ................... 34

    2.3.1. Amanah UU Bangunan Gedung (28/2002)............................... 34

    2.3.2. Amanah PP Bangunan Gedung (36/2005) ................................ 34

    2.3.3. Amanah UU Pemerintahan Daerah (32/2002) .......................... 35

    2.3.4. Amanah PP Pembagian Urusan Pemerintahan (38/2007) ......... 35

    2.4. Ketentuan Umum Monitoring Dan Evaluasi .................................... 35

    2.4.1. Pengertian ............................................................................... 35

    2.4.2. Landasan Hukum ..................................................................... 40

    2.5. Model Peraturan Daerah Bangunan Gedung (Juni 2014) ................. 41

    BAB III MONITORING DAN EVALUASI ............................................... 45

    3.1. Monev Perda BG Tahun Terbit 2014 ............................................... 46

    3.2. Monev Perda BG Tahun Terbit 2013 ............................................... 47

    3.3. Monev Perda BG Tahun Terbit 2012 ............................................... 49

    3.4. Monev Perda BG Tahun Terbit 2011 ............................................... 50

    3.5. Monev Perda BG Tahun Terbit 2010 ............................................... 52

    3.6. Monev Perda BG Tahun Terbit 2009 ............................................... 53

    3.7. Monev Perda BG Tahun Terbit 2008 ............................................... 54

    3.8. Monev Perda BG Tahun Terbit 2007 ............................................... 55

    3.9. Monev Perda BG Tahun Terbit 2006 ............................................... 55

    3.10. Monev Perda BG Tahun Terbit 2005 dan 2004 .............................. 56

  • 3.11. Monev Perda BG Tahun Terbit 2003, 2001 dan 2000 .................... 57

    3.12. Rangkuman Permasalahan ............................................................. 58

    3.13. Alternatif Penanganan Permasalahan ............................................. 64

    BAB IV PETA JALAN ................................................................................ 1

    4.1. Umum ............................................................................................... 1

    4.2. Tipologi ............................................................................................ 2

    4.3. Rekomendasi Penanganan ............................................................... 16

    4.4. Daftar Penyusunan Perwal/Perbup .................................................. 23

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ...................................................... 71

  • Buku Eksklusif

    Hal | 6

    DAFTAR TABEL

    Tabel 2. 1. Pengaturan Kementerian PU Bidang PBL ................................. 24

    Tabel 3. 1. Rata-Rata Persentase Kesesuaian PERDA BG Terhadap Model

    2014 Menurut Tahun Terbit ....................................................... 46

    Tabel 3. 2. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2014

    .................................................................................................. 47

    Tabel 3. 3. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2013

    .................................................................................................. 48

    Tabel 3. 4. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2012

    .................................................................................................. 49

    Tabel 3. 5.Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2011

    .................................................................................................. 51

    Tabel 3. 6. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2010

    .................................................................................................. 52

    Tabel 3. 7. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2000

    .................................................................................................. 53

    Tabel 3. 8. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2008

    .................................................................................................. 54

    Tabel 3. 9. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2007

    .................................................................................................. 55

    Tabel 3. 10. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2006

    .................................................................................................. 56

  • Tabel 3. 11. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2005

    & 2004 ....................................................................................... 56

    Tabel 3. 12. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit

    2003, 2001 & 2000 .................................................................... 57

    Tabel 3. 13. Matrik Permasalahan Amanat UU BG No. 28/2002 terkait IMB,

    SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung .......................... 63

    Tabel 4. 1. Asumsi Peta Jalan ....................................................................... 2

    Tabel 4.2. Tipologi Operatif/Tidak Operatif Komponen IMB, SLF, TABG

    dan PDTBG ................................................................................. 3

    Tabel 4.3. Tipologi Penyelenggaraan Bangunan Gedung di 167 Kab/Kota di

    Indonesia ..................................................................................... 3

    Tabel 4. 4. Tipologi IMB di 167 Kab/Kota ................................................... 5

    Tabel 4. 5. Tipologi SLF di 167 Kab/Kota .................................................... 7

    Tabel 4. 6. Tipologi TABG di 167 Kab/Kota .............................................. 10

    Tabel 4. 7. Tipologi Pendataan Bangunan Gedung di 167 Kab/Kota ........... 13

    Tabel 4. 8. Inventarisasi Penyusunan Perbup Provinsi Sumatera Utara........ 23

    Tabel 4. 9. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Sumatera Barat

    .................................................................................................. 23

    Tabel 4. 10. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Riau ........... 25

    Tabel 4. 11. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Kepulauan

    Riau ........................................................................................... 27

    Tabel 4. 12. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Jambi ......... 28

    Tabel 4. 13. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Bengkulu ... 29

    Tabel 4. 14. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Banten ....... 30

  • Buku Eksklusif

    Hal | 8

    Tabel 4. 15. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Jawa Barat . 31

    Tabel 4. 16. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Jawa Tengah

    .................................................................................................. 34

    Tabel 4. 17. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi DIY ........... 35

    Tabel 4. 18. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Jawa Timur 36

    Tabel 4. 19. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Kalimantan

    Barat .......................................................................................... 37

    Tabel 4. 20. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Kalimantan

    Selatan ....................................................................................... 39

    Tabel 4. 21. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Kalimantan

    Timur ......................................................................................... 42

    Tabel 4. 22. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Kalimantan

    Tengah ....................................................................................... 44

    Tabel 4. 23. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Sulawesi

    Barat .......................................................................................... 45

    Tabel 4. 24. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Sulawesi

    Tengah ....................................................................................... 46

    Tabel 4. 25. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Sulawesi

    Selatan ....................................................................................... 47

    Tabel 4. 26. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Sulawesi

    Tenggara .................................................................................... 59

    Tabel 4. 27. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Sulawesi

    Utara .......................................................................................... 60

    Tabel 4. 28. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Bali ........... 60

    Tabel 4. 29. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi NTB .......... 62

    Tabel 4. 30. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi NTT .......... 64

  • Tabel 4. 31. Inventarisasi Penyusunan Perbup/Perwal Provinsi Papua ........ 65

  • Buku Eksklusif

    Hal | 10

    DAFTAR GAMBAR

    Gambar 2. 1. Undang-Undang Yang Melandasi Penyelenggaraan Pekerjaan

    Umum .................................................................................. 18

    Gambar 2. 2. Peran UUJK & UUBG Dalam Industri Konstruksi ................ 19

    Gambar 2. 3. Pengaturan Bangunan Gedung ............................................... 21

    Gambar 2. 4. Alur Pikir UU BG ................................................................. 22

    Gambar 2. 5. Sistematika UU BG ............................................................... 23

    Gambar 2. 6. Skema Umum Penyelenggaraan Bangunan Gedung ............... 26

    Gambar 2. 7. Skema Penyelenggaraan Bangunan Gedung Pada Umumnya . 26

    Gambar 2. 8. Skema Penyelenggaraan Bangunan Gedung Tertentu ............ 28

    Gambar 2. 9. Bagan Tata Cara Penerbitan IMB BG Pada Umumnya .......... 29

    Gambar 2. 10. Bagan Tata Cara Penerbitan IMB BG Tertentu Untuk

    Kepentingan Umum .............................................................. 30

    Gambar 2. 11. Bagan Tata Cara Penerbitan SLF BG ................................... 31

    Gambar 2. 12. Bagan Tata Cara Penerbitan SLF BG Fungsi Khusus ........... 32

    Gambar 2. 13. Bagan Lingkup Kerja TABG ............................................... 33

    Gambar 2. 14. Bagan Pemasukan Database BG .......................................... 34

    Gambar 3. 1. Grafik Rata-Rata Persentase Kesesuaian Substansi Perda BG

    Terhadap Model dari Tahun 2000 s.d 2014 ........................... 45

    Gambar 3. 2. Grafik Jumlah Kab/Kota yang mengatur Amanat UU BG No

    28/2002 tentang IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan

    Gedung. ................................................................................ 59

  • Gambar 3. 3. Grafik Jumlah Kab/Kota yang menerapkan amanat UU BG No

    28/2002 ................................................................................ 61

    Gambar 3. 4. Grafik Persentase Antara Pengaturan dan Penerapan Amanat

    UU BG No 28/2002 tentang IMB, SLF, TABG dan Pendataan

    Bangunan Gedung. ............................................................... 62

    Gambar 3. 5. Alternatif Penanganan Permasalahan PERDA BG ................. 64

    Gambar 3. 6. Alternatif penanganan permasalahan penerapan amanat UU BG

    No 28/2002 terkait IMB, SLF, TABG dan Pendataan

    Bangunan Gedung ................................................................ 65

    Gambar 4. 1. Grafik Tipologi Penyelenggaraan Bangunan Gedung di 167

    Kab/Kota Indonesia ................................................................ 4

    Gambar 4. 2. Grafik Tipologi Penanganan Komponen IMB di 167 Kab/Kota

    ............................................................................................. 16

    Gambar 4. 3. Grafik Tipologi Penanganan Komponen SLF di 167 Kab/Kota

    ............................................................................................. 18

    Gambar 4. 4. Grafik Tipologi Penanganan Komponen TABG di 167

    Kab/Kota .............................................................................. 20

    Gambar 4. 5. Grafik Tipologi Penanganan Komponen Pendataan Bangunan

    Gedung di 167 Kab/Kota ...................................................... 22

  • Buku Eksklusif

    Hal | 12

  • BAB I PENDAHULUAN

    1.1. Latar Belakang

    Sejak diundangkannya Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah

    No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28/2002, hingga saat ini

    baru sebagian kabupaten/kota yang telah menetapkan Perda Bangunan Gedung

    sebagai amanat dari Undang-Undang No. 28 Tahun 2002 dan Peraturan Pemerintah

    No. 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan UU No. 28/2002. Namun demikian,

    dari sebagian kabupaten/kota yang telah menetapkan Perda Bangunan Gedung-nya

    tersebut, masih banyak diantaranya yang belum mampu baik secara teknis maupun

    sumber daya manusia untuk mengimplementasikan Perda Bangunan Gedung-nya

    secara menyeluruh di wilayahnya.

    Oleh karena itu, diperlukan peran dari Pemerintah Pusat dan provinsi dalam membina

    pemerintah daerah kabupaten/kota beserta aparat-aparatnya agar mampu

    mengimplementasikan Perda Bangunan Gedung di wilayahnya, terutama terkait IMB,

    SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung yang dinilai sangat vital guna

    pengendalian penyelenggaraan bangunan gedung.

    Perlu penguatan kelembagaan pemerintah daerah kabupaten/kota agar dapat

    mengimplementasikan Perda Bangunan Gedung-nya secara menyeluruh, terutama

    terkait IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung (PDTBG).

    1.2. Maksud dan Tujuan

    Buku eksklusif ini dimaksudkan untuk memberikan informasi hasil monitoring dan

    evaluasi dan peta jalan kegiatan penyelenggaraan bangunan gedung yang akan

    dilaksanakan oleh Pemerintah dan Pemerintah Daerah. Adapun tujuan dari disusunnya

    buku ini meliputi:

    1. Memberikan pemahaman mengenai alur penyelenggaraan bangunan gedung di

    Indonesia;

    2. Memberikan pemahaman mengenai dasar hukum dan berbagai pengaturan

    penyelenggaraan bangunan gedung yang ada;

    3. Memberikan pemahaman mengenai amanah evaluasi penyelenggaraan bangunan

    gedung;

  • Buku Eksklusif

    Hal | 14

    4. Memberikan pemahaman mengenai arti pentingnya amanat undang-undang

    bangunan gedung terutama pada komponen IMB, SLF, TABG dan Pendataan

    Bangunan Gedung;

    5. Memberikan pemahaman mengenai permasalahan yang dihadapi oleh

    pemerintah daerah dalam mengimplementasikan amanat undang-undang

    bangunan gedung terutama soal IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan

    Gedung;

    6. Memberikan pemahaman mengenai peta jalan penanganan permasalahan

    penyelenggaraan bangunan gedung di kab/kota sasaran.

    1.4. Sasaran

    Adapun sasaran yang hendak dicapai meliputi:

    1. Tersedianya landasan hukum penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia

    2. Tersedianyaalur tata cara penerbitan Izin Mendirikan Bangunan Gedung pada

    umumnya dan Bangunan Gedung Fungsi Khusus untuk kepentingan Umum;

    3. Tersedianya alur tata cara penerbitan Sertifikat Laik Fungsi (SLF) pada

    Bangunan Gedung dan Bangunan Gedung Fungsi Khusus;

    4. Tersedianya alur tata cara pemasukan data bangunan gedung;

    5. Tersedianya hasil kesesuaian peraturan daerah bangunan gedung dan status

    implementasi amanat undang-undang bangunan gedung pada kab/kota sasaran;

    6. Tersedianya peta jalan penanganan permasalahan penyelenggaraan bangunan

    gedung di kab/kota sasaran monev;

    7. Tersedianya daftar penyusunan Perwal/Perbup di kab/kota sasaran monev;

    1.5. Manfaat

    Tersedianya buku eksklusif ini beberapa manfaat yang diharapkan adalah:

    1. Dipahaminya substansi penyelenggaraan bangunan gedung sesuai peraturan

    perundangan di Indonesia;

    2. Dipahaminya arti penting substansi penyelenggaraan bangunan gedung

    yang telah disusun melalui Model Peraturan Daerah Bangunan Gedung;

    3. Dipahaminya permasalahan yang terjadi pada proses implementasi amanat

    undang-undang bangunan gedung mengenai IMB, SLF, TABG dan

    Pendataan Bangunan Gedung;

  • 4. Dipahaminya prioritas pengimplementasian amanat undang-undang

    bangunan gedung mengenai IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan

    Gedung;

    5. Dipahaminya peta jalan penyelenggaraan bangunan gedung yang

    merupakan rencana kerja pemerintah dan pemerintah daerah sebagai upaya

    pemenuhan cita-cita amanat undang-undang bangunan gedung.

    1.6. Sistematika Penulisan

  • Buku Eksklusif

    Hal | 16

  • BAB II PENYELENGGARAAN BANGUNAN GEDUNG

    2.1. Pengaturan Bidang Penyelenggaraan BG

    2.1.1. Undang-Undang Yang Melandasi Penyelenggaraan Pekerjaan Umum

    Kementerian Pekerjaan Umum sebagai sebuah institusi yang bertanggung jawab

    dalam penyelenggaraan pekerjaan umum, bekerja berdasarkan beberapa landasan

    hukum. Beberapa undang-undang yang melandasi penyelenggaraan pekerjaan umum

    antara lain:

    1. Sebagai payung yang melandasi arahan pembangunan adalah Undang-

    Undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Penataan Ruang;

    2. Sebagai pilar yang melandasi pelaksanaan pembangunan, terdiri dari:

    1. Undang-Undang Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air;

    2. Undang-Undang Nomor 38 tahun 2004 tentang Jalan;

    3. Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;

    4. Undang-Undang Nomor 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan

    Kawasan Permukiman;

    5. Undang-Undang Nomor 18 tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah;

    3. Sebagai pondasi yang melandasi penyelenggaraan pembangunan adalah

    Undang-Undang Nomor 18 tahun 1999 tentang Jasa Konstruksi.

    Secara lebih jelas mengenai landasan hukum yang menjadi dasar penyelenggaraan

    pekerjaan umum dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini.

  • Buku Eksklusif

    Hal | 18

    Gambar 2. 1. Undang-Undang Yang Melandasi Penyelenggaraan Pekerjaan

    Umum

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    2.1.2. Peran UUJK & UUBG Dalam Industri Konstruksi

    Undang-undang jasa konstruksi (UUJK) dan undang-undang bangunan gedung

    (UUBG) dalam industri konstruksi pada prinsipnya memiliki korelasi yang sangat

    erat. Dalam melihat keterkaitan antara UUJK dan UUBG maka perlu dilihat tiga

    pihak yang saling berkaitan dalam industri konstruksi, yaitu pemerintah, penyedia jasa

    dan pemilik/pengguna jasa.

    Dalam pelaksanaannya, ketiga pihak tersebut pada prinsipnya memiliki kepentingan

    masing-masing, yaitu:

    1. Pemerintah memiliki landasan hukum yang mendasari kinerjanya, baik

    berupa UU, PP, Perpres, Permen, maupun Perda.

    2. Penyedia Jasa memiliki berbagai landasan kinerjanya, baik berupa kode

    etik, standar teknis, ataupun anggaran dasar/rumah tangga.

    3. Pemilik/Pengguna Jasa memiliki kepentingan yang mendasari kinerjanya

    yaitu berupa program kebutuhan.

  • Terdapat tiga bentuk interaksi antara ketiga pihak tersebut:

    1. Hubungan antara Pemerintah dengan Pemilik/Pengguna Jasa. Dimana

    dalam konteks bangunan gedung, interaksi keduanya banyak diatur dalam

    UUBG yaitu dalam hal dengan IMB, SLF dan TABG.

    2. Hubungan antara Penyedia Jasa dengan Pemilik/Pengguna Jasa. Dimana

    interaksi keduanya banyak diatur dalam UUJK, yaitu dalam hal hubungan

    kerjasama (kontrak).

    3. Hubungan antara Pemerintah dengan Penyedia Jasa. Dimana interaksi

    keduanya banyak diatur dalam UUJK dalam hal Izin Usaha dan Sertifikasi

    serta diikat dengan berbagai ketentuan dalam lingkup asosiasi profesi,

    asosiasi badan usaha, dan lain-lain.

    Secara lebih jelas skema mengenai peran UUJK dan UUBG dalam industri konstruksi

    dapat dilihat pada ilustrasi di bawah ini.

    Gambar 2. 2. Peran UUJK & UUBG Dalam Industri Konstruksi

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    2.1.3. Pengaturan Bangunan Gedung

    Dalam hal penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia, perangkat pengaturan

    mengenai bangunan gedung secara berhirarki dapat dijelaskan sebagai berikut:

  • Buku Eksklusif

    Hal | 20

    1. Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung, yaitu

    dokumen pengaturan bidang bangunan gedung yang berisi norma-norma

    penyelenggaraan bangunan gedung di Indonesia;

    2. Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksanaan

    UUBG, yaitu dokumen pengaturan bidang bangunan gedung yang berisi

    aturan pelaksanaan dari setiap norma dalam UUBG;

    3. Peraturan Presiden Nomor 73 tahun 2011 tentang Pembangunan Bangunan

    Gedung Negara, yaitu dokumen pengaturan bidang bangunan gedung

    negara yang berisi aturan teknis yang secara khusus mengatur mengenai

    gedung dan rumah negara;

    4. Pedoman Teknis dalam bentuk Peraturan Menteri bidang bangunan gedung,

    yaitu dokumen-dokumen pengaturan yang berisi aturan teknis yang secara

    khusus mengatur mengenai hal-hal tertentu dalam penyelenggaraan

    bangunan gedung;

    5. Standar Teknis dalam bentuk Standar Nasional Indonesia bidang bangunan

    gedung, yaitu dokumen-dokumen yang berisi standar teknis hasil penelitian

    mengenai hal-hal tertentu dalam penyelenggaraan bangunan gedung;

    6. Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung, yaitu dokumen pengaturan di

    daerah yang mengatur norma-norma penyelenggaraan bangunan gedung di

    daerah yang bersifat spesifik sesuai karakteristik lokal.

    Secara lebih jelas skema mengenai pengaturan bangunan gedung di Indonesia dapat

    dilihat pada ilustrasi di bawah ini.

  • Gambar 2. 3. Pengaturan Bangunan Gedung

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    2.1.4. Alur Pikir UU-BG

    Secara umum, alur pikir dari Undang-undang Nomor 28 tahun 2002 tentang

    Bangunan Gedung dapat dijelaskan sebagai berikut:

    Identifikasi kondisi yang ada sebagai dasar pembentukan UUBG, yaitu

    mengenai penyelenggaraan bangunan gedung, karakteristik bangunan

    gedung di Indonesia dan berbagai kejadian yang terjadi terkait dengan

    bangunan gedung (termasuk bencana alam;

    Berdasarkan hasil identifikasi tersebut, dirumuskan asas dari UUBG, yaitu

    kemanfaatan, keselamatan, keseimbangan dan keserasian.

    Mengacu pada keempat azas tersebut, dirumuskan Lingkup Pengaturan

    dalam UUBG, dimana terdapat 3 kelompok pengaturan utama yaitu Fungsi,

    Persyaratan dan Penyelenggaraan bangunan gedung. Selain itu terdapat 3

    kelompok pengaturan yang menunjang operasionalisasi penyelenggaraan

    bangunan gedung yaitu Peran Masyarakat, Pembinaan dan Sanksi.

  • Buku Eksklusif

    Hal | 22

    Keseluruhan lingkup pengaturan tersebut diharapkan dapat menjawab

    tujuan dari pembentukan UUBG, yaitu tercapainya BG yang fungsional dan

    efisien, tercapainya tertib penyelenggaraan BG dan tercapainya kepastian

    hukum dalam penyelenggaraan BG.

    Secara lebih jelas skema mengenai alur pikir muatan pengaturan Undang-Undang

    Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung dapat dilihat pada ilustrasi di bawah

    ini.

    Gambar 2. 4. Alur Pikir UU BG

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    2.1.5. Sistematika UU-BG

    Undang-Undang Nomor 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung terdiri dari 10 bab

    dan 49 pasal pengaturan. Secara umum, muatan pengaturan dalam UUBG dapat

    dikelompokan menjadi: 1) Pembukaan, yang terdiri dari Judul, Konsideran dan Dasar

    Hukum; 2) Pengaturan Umum, yang terdiri dari Ketentuan Umum, Azas, Tujuan dan

    Lingkup; 3) Pengaturan Pokok, yang terdiri dari Fungsi, Persyaratan,

  • Penyelenggaraan Bangunan Gedung, Peran Masyarakat, dan Pembinaan; serta 4)

    Pengaturan Penunjang, yang terdiri dari Sanksi, Ketentuan Peralihan dan Ketentuan

    Penutup.

    Secara lebih jelas mengenai sistematika muatan pengaturan UUBG dapat dilihat pada

    ilustrasi di bawah ini.

    Gambar 2. 5. Sistematika UU BG

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    2.1.6. Pengaturan Kementerian PU Bidang PBL

    Tahun 2012 merupakan dasawarsa atau sepuluh tahun sejak diundangkannya Undang-

    Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung. Undang-undang ini

    mengatur mengenai hal-hal yang berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung

    di Indonesia yang bersifat pokok dan normatif. Sebagai turunan dari undang-undang

    tersebut, telah ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2005 tentang

  • Buku Eksklusif

    Hal | 24

    Peraturan Pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang

    Bangunan Gedung.

    Sebagai peraturan operasionalisasinya, dalam PP nomor 36 tahun 2005 diamanahkan

    penyusunan peraturan menteri, dimana terdapat 9 substansi pengaturan yang perlu

    diatur lebih lanjut dalam peraturan menteri. Namun demikian untuk menjawab

    kebutuhan operasionalisasi penyelenggaraan bangunan gedung, sejak tahun 2006

    telah ditetapkan sebanyak 16 peraturan menteri di bidang penataan bangunan dan

    lingkungan, sebagai turunan dari UU dan PP tentang bangunan gedung.

    Secara lebih jelas mengenai daftar pengaturan Kementerian Pekerjaan Umum dalam

    bidang Penataan Bangunan dan Lingkungan dapat dilihat pada tabel di bawah ini.

    Tabel 2. 1. Pengaturan Kementerian PU Bidang PBL

    Tahun Produk Peraturan

    2006 1. Permen PU No. 19/Prt/M/2006 Ttg Pedoman Teknis Rumah Dan Bangunan Gedung Tahan Gempa

    2. Permen PU No. 29/Prt/M/2006 Ttg Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung

    3. Permen PU No. 30/Prt/M/2006 Ttg Pedoman Teknis Fasilitas Dan Aksesibilitas Pada Bg Dan Lingkungan

    2007 4. Permen PU No. 05/Prt/M/2007 Ttg Pedoman Teknis Rusuna Bertingkat Tinggi

    5. Permen PU No. 06/Prt/M/2007 Ttg Pedoman Rencana Tata Bangunan Dan Lingkungan

    6. Permen PU No. 24/Prt/M/2007 Ttg Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan

    7. Permen PU No. 25/Prt/M/2007 Tentang Pedoman Sertifikat Laik Fungsi

    8. Permen PU No. 26/Prt/M/2007 Tentang Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung

    9. Permen PU No. 45/Prt/M/2007 Tentang Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara

    2008 10. Permen PU No. 24/Prt/M/2008 Tentang Perawatan Dan Pemeliharaan Bangunan Gedung

    11. Permen Pu No. 25/Prt/M/2008 Tentang Rencana Induk Sistem Proteksi Kebakaran Kota

    12. Permen PU No. 26/Prt/M/2008 Tentang Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung Dan Lingkungan

  • Tahun Produk Peraturan

    2009 13. Permen PU No. 20/Prt/M/2009 Tentang Manajemen Proteksi Kebakaran Di Perkotaan

    2010 14. Permen PU No. 16/Prt/M/2010 Tentang Pedoman Teknis Pemeriksaan Berkala Bangunan Gedung

    15. Permen PU No. 17/Prt/M/2010 Tentang Pedoman Teknis Pendataan Bangunan Gedung

    16. Permen PU No. 18/Prt/M/2010 Tentang Pedoman Revitalisasi Kawasan

    2011 17. Peraturan Presiden No. 73 Tahun 2011 Tentang Pembangunan Bangunan Gedung Negara

    18. Model Peraturan Daerah Tentang Bangunan Gedung

    2012 19. Model Peraturan Daerah Tentang Bangunan Gedung (Penyempurnaan)

    2013 20. Model Peraturan Daerah Tentang Bangunan Gedung (Penyempurnaan)

    2014 21. Model Peraturan Daerah Tentang Bangunan Gedung (Penyempurnaan)

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    2.2. Penyelenggaraan Bangunan Gedung

    2.2.1. Skema Umum Penyelenggaraan BG di Indonesia

    Secara umum, penyelenggaraan bangunan gedung dapat dijelaskan sebagai berikut:

    1. Pembangunan, yang terdiri dari:

    a. Perencanaan Pembangunan, yang dilengkapi dengan dokumen Izin

    Mendirikan Bangunan (IMB) dan dilanjutkan dengan Pendataan.

    b. Pelaksanaan Konstruksi, yang dilengkapi dengan dokumen Sertifikat Laik

    Fungsi (SLF).

    2. Pemanfaatan, yang didukung dengan kegiatan Kajian Teknis.

    3. Pelestarian, yang didukung dengan kegiatan Kajian Teknis.

    4. Pembongkaran, yang didahului dengan dokumen Rencana Teknis Pembongkaran

    (RTB).

    Secara lebih jelas skema umum mengenai penyelenggaraan bangunan gedung dapat

    dilihat pada ilustrasi di bawah ini.

  • Buku Eksklusif

    Hal | 26

    Gambar 2. 6. Skema Umum Penyelenggaraan Bangunan Gedung

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    2.2.2. Alur Penyelenggaraan BG pada Umumnya

    Berdasarkan skema umum tersebut, maka secara lebih detail siklus penyelenggaraan

    bangunan gedung berdasarkan peraturan perundang-undangan di Indonesia dapat

    digambarkan pada skema berikut ini.

    Gambar 2. 7. Skema Penyelenggaraan Bangunan Gedung Pada Umumnya

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

  • Yang membedakan skema ini dengan skema sebelumnya adalah alur yang dibuat

    terlihat lebih lengkap dan lebih komprehensif. Pada skema ini dapat dilihat bahwa

    penyelenggaraan bangunan gedung dilaksanakan dengan mengacu pada UU,

    peraturan, pedoman, standar teknis dan Perda BG. Selain itu dapat dilihat juga bahwa

    setiap tahapan penyelenggaraan bangunan gedung dapat dilaksanakan dengan

    melibatkan penyedia jasa (pihak ketiga).

    Hal lain yang berbeda juga dapat dilihat pada tahap perencanaan setiap bangunan

    gedung yang direncanakan harus mengacu pada RTRW, RDTR dan RTBL serta

    dilengkapi AMDAL dan Persetujuan/Rekomendasi Instansi lain untuk fungsi-fungsi

    tertentu.

    2.2.3. Alur Penyelenggaraan BG Tertentu

    Menurut PP nomor 36 tahun 2005, bangunan gedung tertentu adalah bangunan

    gedung yang digunakan untuk kepentingan umum dan bangunan gedung fungsi

    khusus, yang dalam pembangunan dan/atau pemanfaatannya membutuhkan

    pengelolaan khusus dan/atau memiliki kompleksitas tertentu yang dapat menimbulkan

    dampak penting terhadap masyarakat dan lingkungannya.

    Berdasarkan pengertian tersebut, terlihat lebih jelas bahwa bangunan gedung tertentu

    yang cenderung memiliki kompleksitas tertentu, sehingga membutuhkan pengelolaan

    secara khusus yang berbeda dengan bangunan gedung pada umumnya. Oleh karena

    itu, detail siklus penyelenggaraan bangunan gedung tertentu berdasarkan peraturan

    perundang-undangan di Indonesia dapat digambarkan pada skema berikut ini.

  • Buku Eksklusif

    Hal | 28

    Gambar 2. 8. Skema Penyelenggaraan Bangunan Gedung Tertentu

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    Secara umum, alur siklus penyelenggaraan bangunan gedung tertentu hampir sama

    dengan alur siklus penyelenggaraan bangunan gedung pada umumnya. Yang

    membedakan skema ini dengan skema sebelumnya adalah pada setiap tahapannya

    (Penyusunan RTBL, Perencanaan, Pelaksanaan, Pemanfaatan, Pelestarian dan

    Pembongkaran), bangunan gedung tertentu dipersyaratkan untuk melibatkan Tim Ahli

    Bangunan Gedung (TABG) dan mendapatkan rekomendasi dari menteri yang terkait.

    2.2.4. Tata Cara Penerbitan IMB BG pada Umumnya

    Izin mendirikan bangunan gedung (IMB) adalah perizinan yang diberikan oleh

    pemerintah daerah, dan oleh Pemerintah atau pemerintah provinsi untuk bangunan

    gedung fungsi khusus, kepada pemilik bangunan gedung untuk kegiatan meliputi: (i)

    Pembangunan bangunan gedung baru, dan/atau prasarana bangunan gedung; (ii)

    rehabilitasi/renovasi bangunan gedung dan/atau prasarana bangunan gedung, meliputi

    perbaikan/perawatan, perubahan, perluasan/ pengurangan; dan (iii)

    Pelestarian/pemugaran. Dalam proses penerbitan IMB, pemerintah daerah,

    Pemerintah dan pemerintah provinsi untuk bangunan gedung fungsi khusus,

  • melaksanakan dengan prinsip pelayanan prima, serta mengendalikan penerapan

    persyaratan administratif dan persyaratan teknis yang ditetapkan dalam rencana

    teknis. Perbedaan antara tata cara penerbitan IMB Bangunan Gedung pada umumnya

    dengan bangunan gedung khusus untuk kepentingan umum adalah pada proses

    penerbitan IMB Bangunan Gedung Fungsi Khusus untuk kepentingan umum

    pemerintah daerah melibatkan, mendengar masukan dan saran dari Tim Ahli

    Bangunan Gedung dan Masyarakat. Lihat Gambar 2.10.

    Gambar 2. 9. Bagan Tata Cara Penerbitan IMB BG Pada Umumnya

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

  • Buku Eksklusif

    Hal | 30

    Gambar 2. 10. Bagan Tata Cara Penerbitan IMB BG Tertentu Untuk Kepentingan Umum

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    2.2.6. Tata Cara Penerbitan SLF Bangunan Gedung

    Tata cara penerbitan SLF bangunan gedung pada umumnya diberikan untuk bangunan

    gedung yang telah selesai dibangun dan telah memenuhi persyaratan kelaikan fungsi

    bangunan gedung sebagai syarat untuk dapat dimanfaatkan. Penerbitan SLF bangunan

    gedung diberlakukan pertama kali untuk bangunan gedung yang baru selesai

    dibangun. Penerbitan SLF bangunan gedung dilakukan setelah pelaksanaan

    pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung dengan hasil pemeriksaan/pengujian

    terhadap persyaratan administratif, dan persyaratan teknis telah memenuhi

    persyaratan. Pemberian sertifikat SLF dapat gagal apabila pada proses

    pemeriksaan/pengujian persyaratan teknis tidak memenuhi syarat dan apabila pada

    saat setelah diberikannya rekomentasi/surat pernyataan dan pemeriksaan oleh dinas

    teknis terkait gagal memenuhi syarat. Lihat gambar 2.9. untuk tata cara penerbitan

    SLF BG fungsi khusus melibatkan Tim Internal. Tim internal yang memiliki sertifikat

    keahlian untuk bangunan gedung, atau bagian bangunan gedung lainnya yang

    ditetapkan oleh pimpinan instansi yang bertanggung jawab di bidang fungsi khusus

  • (termasuk pemanfaatan bangunan gedung fungsi khusus oleh swasta), sebagai

    dokumen komplemen pemeriksaan kelaikan fungsi bangunan gedung. Lihat gambar

    2.10

    Gambar 2. 11. Bagan Tata Cara Penerbitan SLF BG

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

  • Buku Eksklusif

    Hal | 32

    Gambar 2. 12. Bagan Tata Cara Penerbitan SLF BG Fungsi Khusus

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    2.2.7. Bagan Lingkup Kerja TABG

    Tim Ahli Bangunan Gedung mempunyai tugas umum memberikan nasihat, pendapat,

    dan pertimbangan profesional membantu pemerintah daerah, atau Pemerintah dalam

    penyelenggaraan bangunan gedung. Pelibatan TABG dilaksanakan pada bangunan

    gedung tertentu yang dalam pembangunan dan/atau pemanfaatannya membutuhkan

    pengelolaan khusus dan/atau kompleksitas tertentu yang dapat menimbulkan dampak

    penting terhadap masyarakat dan lingkungannya. Seperti yang terlihat pada Gambar

    2.9, peranan TABG didalam penyelenggaraan bangunan gedung tertentu yang

    meliputi tahap perencanaan, pelaksanaan, pemanfaatan, pembongkaran dan

    pelestarian.

  • Gambar 2. 13. Bagan Lingkup Kerja TABG

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    2.2.8. Alur Pemasukan Data BG

    Menurut Permen PU No 17 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Pendataan

    Bangunan Gedung, sistem pendataan bangunan gedung yang digunakan merupakan

    sistem terkomputerisasi. Sistem pendataan bangunan gedung ini merupakan bagian

    yang tidak terpisahkan dalam seluruh tahapan penyelenggaraan bangunan gedung

    sehingga aplikasi yang digunakan diarahkan untuk dapat dimanfaatkan pada seluruh

    alur kerja dalam tata kelola bangunan gedung yaitu meliputi tahap perencanaan,

    pelaksanaan, dan pemanfaatan serta pembongkaran.

  • Buku Eksklusif

    Hal | 34

    Gambar 2. 14. Bagan Pemasukan Database BG

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    2.3. Amanah Evaluasi Penyelenggaraan Bangunan Gedung

    2.3.1. Amanah UU Bangunan Gedung (28/2002)

    UU 28 tahun 2002 tentang Bangunan Gedung mengamanahkan dapat dilakukannya

    evaluasi Perda Bangunan Gedung sebagai peraturan pelaksanaan UU ini dalam

    konteks penyelenggaraan bangunan gedung di daerah. Amanah evaluasi Perda

    Bangunan Gedung diamanahkan di dalam UU- BG pada Bagian Keenam BAB IV

    Peran Masyarakat.

    Berbunyi: Peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung dapat

    memberi masukan kepada Pemerintah dan/atau Pemerintah Daerah dalam

    penyempurnaan peraturan, pedoman, dan standar teknis di bidang bangunan

    gedung.

    2.3.2. Amanah PP Bangunan Gedung (36/2005)

    Evaluasi Perda BG juga diamanahkan oleh PP 36 tahun 2005 tentang Peraturan

    Pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

    Terdapat pada pasal 100 yang mengamanahkan bahwa masyarakat, baik secara

    perseorangan, kelompok, organisasi kemasyarakatan maupun melalui tim ahli

    bangunan gedung dapat memberi masukan terhadap penyusunan dan/atau

    penyempurnaan peraturan.

  • Berbunyi: Masyarakat dapat memberikan masukan terhadap penyusunan dan/atau

    penyempurnaan peraturan, pedoman, dan standar teknis di bidang bangunan gedung

    kepada Pemerintah dan/atau pemerintah daerah.

    2.3.3. Amanah UU Pemerintahan Daerah (32/2002)

    Sesuai dengan semangat Otonomi Daerah sebagaimana diatur dalam UU Nomor 32

    tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, maka penyelenggaraan bangunan gedung di

    daerah merupakan kewenangan Pemda setempat. Penyusunan Perda BG yang

    merupakan bentuk pengaturan dari penyelenggaraan bangunan gedung di daerah,

    merupakan kewenangan Pemda setempat.

    2.3.4. Amanah PP Pembagian Urusan Pemerintahan (38/2007)

    PP Nomor 38 tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan juga

    mengamanahkan bahwa penyusunan Perda BG di daerah merupakan kewenangan

    Pemda. Hal ini dapat dilihat pada bagian Lampiran, dimana dalam bidang Bangunan

    Gedung dan Lingkungan, pada aspek pengaturan disebutkan bahwa:

    Pemerintah: Menetapkan peraturan perundang-undangan dan NSPK bidang

    bangunan gedung dan lingkungan;

    Pemerintah Provinsi: Menetapkan Perda BG Provinsi dengan mengacu pada

    NSPK nasional;

    Pemerintah Kabupaten/Kota: Menetapkan Perda BG Kabupaten/Kota

    dengan mengacu pada NSPK nasional.

    2.4. Ketentuan Umum Monitoring Dan Evaluasi

    2.4.1. Pengertian

    Beberapa pengertian yang berkaiatn dalam Peraturan Daerah tentang Bangunan

    Gedung dapat dijelaskan sebagai berikut:

    1. Bangunan gedung adalah wujud fisik hasil pekerjaan konstruksi yang menyatu

    dengan tempat kedudukannya, sebagian atau seluruhnya berada di atas dan/atau

  • Buku Eksklusif

    Hal | 36

    di dalam tanah dan/atau air, yang berfungsi sebagai tempat manusia melakukan

    kegiatannya, baik untuk hunian atau tempat tinggal, kegiatan keagamaan,

    kegiatan usaha, kegiatan sosial, budaya, maupun kegiatan khusus.

    2. Bangunan gedung umum adalah bangunan gedung yang fungsinya untuk

    kepentingan publik, baik berupa fungsi keagamaan, fungsi usaha, maupun fungsi

    sosial dan budaya.

    3. Bangunan gedung tertentu adalah bangunan gedung yang digunakan untuk

    kepentingan umum dan bangunan gedung fungsi khusus, yang dalam

    pembangunan dan/atau pemanfaatannya membutuhkan pengelolaan khusus

    dan/atau memiliki kompleksitas tertentu yang dapat menimbulkan dampak

    penting terhadap masyarakat dan lingkungannya.

    4. Klasifikasi bangunan gedung adalah klasifikasi dari fungsi bangunan gedung

    berdasarkan pemenuhan tingkat persyaratan administratif dan persyaratan

    teknisnya.

    5. Izin mendirikan bangunan gedung adalah perizinan yang diberikan oleh

    Pemerintah Kabupaten/Kota kepada pemilik bangunan gedung untuk

    membangun baru, mengubah, memperluas, mengurangi, dan/atau merawat

    bangunan gedung sesuai dengan persyaratan administratif dan persyaratan teknis

    yang berlaku.

    6. Permohonan izin mendirikan bangunan gedung adalah permohonan yang

    dilakukan pemilik bangunan gedung kepada pemerintah daerah untuk

    mendapatkan izin mendirikan bangunan gedung.

    7. Koefisien Dasar Bangunan (KDB) adalah angka persentase perbandingan

    antara luas seluruh lantai dasar bangunan gedung dan luas lahan/tanah

    perpetakan/daerah perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan

    rencana tata bangunan dan lingkungan.

    8. Koefisien Lantai Bangunan (KLB) adalah angka persentase perbandingan

    antara luas seluruh lantai bangunan gedung dan luas tanah perpetakan/daerah

    perencanaan yang dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan

    dan lingkungan.

    9. Koefisien Daerah Hijau (KDH) adalah angka persentase perbandingan antara

    luas seluruh ruang terbuka di luar bangunan gedung yang diperuntukkan bagi

    pertamanan/penghijauan dan luas tanah perpetakan/daerah perencanaan yang

    dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

    10. Koefisien Tapak Basemen (KTB) adalah angka persentase perbandingan antara

    luas tapak basemen dan luas lahan/tanah perpetakan/daerah perencanaan yang

    dikuasai sesuai rencana tata ruang dan rencana tata bangunan dan lingkungan.

  • 11. Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) kabupaten/kota adalah hasil

    perencanaan tata ruang wilayah kabupaten/kota yang telah ditetapkan dengan

    peraturan daerah.

    12. Rencana Detail Tata Ruang Kawasan Perkotaan (RDTR-KP) adalah

    penjabaran dari Rencana Tata Ruang Wilayah kabupaten/kota ke dalam rencana

    pemanfaatan kawasan perkotaan.

    13. Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan (RTBL) adalah panduan rancang

    bangun suatu kawasan untuk mengendalikan pemanfaatan ruang yang memuat

    rencana program bangunan dan lingkungan, rencana umum dan panduan

    rancangan, rencana investasi, ketentuan pengendalian rencana, dan pedoman

    pengendalian pelaksanaan.

    14. Lingkungan bangunan gedung adalah lingkungan di sekitar bangunan gedung

    yang menjadi pertimbangan penyelenggaraan bangunan gedung baik dari segi

    sosial, budaya, maupun dari segi ekosistem.

    15. Pedoman teknis adalah acuan teknis yang merupakan penjabaran lebih lanjut

    dari Peraturan Pemerintah ini dalam bentuk ketentuan teknis penyelenggaraan

    bangunan gedung.

    16. Standar teknis adalah standar yang dibakukan sebagai standar tata cara, standar

    spesifikasi, dan standar metode uji baik berupa Standar Nasional Indonesia

    maupun standar internasional yang diberlakukan dalam penyelenggaraan

    bangunan gedung.

    17. Penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pembangunan yang

    meliputi proses perencanaan teknis dan pelaksanaan konstruksi, serta kegiatan

    pemanfaatan, pelestarian dan pembongkaran bangunan gedung.

    18. Penyelenggara bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung, penyedia

    jasa konstruksi bangunan gedung, dan pengguna bangunan gedung.

    19. Pemilik bangunan gedung adalah orang, badan hukum, kelompok orang, atau

    perkumpulan, yang menurut hukum sah sebagai pemilik bangunan gedung.

    20. Pengguna bangunan gedung adalah pemilik bangunan gedung dan/atau bukan

    pemilik bangunan gedung berdasarkan kesepakatan dengan pemilik bangunan

    gedung, yang menggunakan dan/atau mengelola bangunan gedung atau bagian

    bangunan gedung sesuai dengan fungsi yang ditetapkan.

    21. Tim ahli bangunan gedung adalah tim yang terdiri dari para ahli yang terkait

    dengan penyelenggaraan bangunan gedung untuk memberikan pertimbangan

    teknis dalam proses penelitian dokumen rencana teknis dengan masa penugasan

    terbatas, dan juga untuk memberikan masukan dalam penyelesaian masalah

    penyelenggaraan bangunan gedung tertentu yang susunan anggotanya ditunjuk

  • Buku Eksklusif

    Hal | 38

    secara kasus per kasus disesuaikan dengan kompleksitas bangunan gedung

    tertentu tersebut.

    22. Laik fungsi adalah suatu kondisi bangunan gedung yang memenuhi persyaratan

    administratif dan persyaratan teknis sesuai dengan fungsi bangunan gedung yang

    ditetapkan.

    23. Perencanaan teknis adalah proses membuat gambar teknis bangunan gedung

    dan kelengkapannya yang mengikuti tahapan prarencana, pengembangan rencana

    dan penyusunan gambar kerja yang terdiri atas: rencana arsitektur, rencana

    struktur, rencana mekanikal/elektrikal, rencana tata ruang luar, rencana tata

    ruang-dalam/interior serta rencana spesifikasi teknis, rencana anggaran biaya,

    dan perhitungan teknis pendukung sesuai pedoman dan standar teknis yang

    berlaku.

    24. Pertimbangan teknis adalah pertimbangan dari tim ahli bangunan gedung yang

    disusun secara tertulis dan profesional terkait dengan pemenuhan persyaratan

    teknis bangunan gedung baik dalam proses pembangunan, pemanfaatan,

    pelestarian, maupun pembongkaran bangunan gedung.

    25. Penyedia jasa konstruksi bangunan gedung adalah orang perorangan atau

    badan yang kegiatan usahanya menyediakan layanan jasa konstruksi bidang

    bangunan gedung, meliputi perencana teknis, pelaksana konstruksi,

    pengawas/manajemen konstruksi, termasuk pengkaji teknis bangunan gedung

    dan penyedia jasa konstruksi lainnya.

    26. Pemeliharaan adalah kegiatan menjaga keandalan bangunan gedung beserta

    prasarana dan sarananya agar bangunan gedung selalu laik fungsi.

    27. Perawatan adalah kegiatan memperbaiki dan/atau mengganti bagian bangunan

    gedung, komponen, bahan bangunan, dan/atau prasarana dan sarana agar

    bangunan gedung tetap laik fungsi.

    28. Pemugaran bangunan gedung yang dilindungi dan dilestarikan adalah

    kegiatan memperbaiki, memulihkan kembali bangunan gedung ke bentuk

    aslinya.

    29. Pelestarian adalah kegiatan perawatan, pemugaran, serta pemeliharaan

    bangunan gedung dan lingkungannya untuk mengembalikan keandalan bangunan

    tersebut sesuai dengan aslinya atau sesuai dengan keadaan menurut periode yang

    dikehendaki.

    30. Peran masyarakat dalam penyelenggaraan bangunan gedung adalah

    berbagai kegiatan masyarakat yang merupakan perwujudan kehendak dan

    keinginan masyarakat untuk memantau dan menjaga ketertiban, memberi

    masukan, menyampaikan pendapat dan pertimbangan, serta melakukan gugatan

    perwakilan berkaitan dengan penyelenggaraan bangunan gedung.

  • 31. Masyarakat adalah perorangan, kelompok, badan hukum atau usaha dan

    lembaga atau organisasi yang kegiatannya di bidang bangunan gedung, termasuk

    masyarakat hukum adat dan masyarakat ahli, yang berkepentingan dengan

    penyelenggaraanbangunan gedung.

    32. Gugatan perwakilan adalah gugatan yang berkaitan dengan penyelenggaraan

    bangunan gedung yang diajukan oleh satu orang atau lebih yang mewakili

    kelompok dalam mengajukan gugatan untuk kepentingan mereka sendiri dan

    sekaligus mewakili pihak yang dirugikan yang memiliki kesamaan fakta atau

    dasar hukum antara wakil kelompok dan anggota kelompok yang dimaksud.

    33. Pembinaan penyelenggaraan bangunan gedung adalah kegiatan pengaturan,

    pemberdayaan, dan pengawasan dalam rangka mewujudkan tata pemerintahan

    yang baik sehingga setiap penyelenggaraan bangunan gedung dapat berlangsung

    tertib dan tercapai keandalan bangunan gedung yang sesuai dengan fungsinya,

    serta terwujudnya kepastian hukum.

    34. Pengaturan adalah penyusunan dan pelembagaan peraturan perundang-

    undangan, pedoman, petunjuk, dan standar teknis bangunan gedung sampai di

    daerah dan operasionalisasinya di masyarakat.

    35. Pengawasan adalah pemantauan terhadap pelaksanaan penerapan peraturan

    perundangundangan bidang bangunan gedung dan upaya penegakan hukum.

    36. Pemerintah Pusat, selanjutnya disebut Pemerintah, adalah Presiden Republik

    Indonesia yang memegang kekuasaan pemerintahan negara Republik Indonesia

    sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik

    Indonesia Tahun 1945.

    37. Pemerintah daerah adalah bupati atau walikota, dan perangkat daerah sebagai

    unsur penyelenggara pemerintahan daerah, kecuali untuk Provinsi Daerah

    Khusus Ibukota Jakarta adalah gubernur.

    38. Menteri adalah menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang

    pekerjaan umum.

  • Buku Eksklusif

    Hal | 40

    2.4.2. Landasan Hukum

    Beberapa peraturan perundang-undangan yang menjadi landasan hukum penyusunan

    Rancangan Peraturan Daerah tentang Bangunan Gedung yaitu:

    1. Peraturan perundangan-undangan yang bersifat atribusi, yaitu peraturan

    perundang-undangan yang memberikan kewenanganan kepada Pemerintahan

    Daerah untuk membuat Perda, antara lain:

    a. Pasal 18 ayat (6) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun

    1945;

    b. Undang-Undang tentang Pembentukan Kabupaten/Kota bersangkutan;

    c. Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah.

    2. Peraturan perundangan-undangan yang bersifat delegasi, yaitu peraturan

    perundang-undangan yang memberikan amanah untuk disusunnya Perda tentang

    bangunan gedung, antara lain:

    a. Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung;

    b. Peraturan Pemerintah Nomor 36 tahun 2005 tentang Peraturan Pelaksana

    Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2002 tentang Bangunan Gedung.

    3. Peraturan perundang-undangan yang bersifat teknis, yaitu peraturan perundang-

    undangan yang memberikan arahan mengenai teknis penyusunan Perda, antara

    lain:

    a. Undang-Undang Nomor 12 tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan

    Perundang-undangan;

    b. Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 53 tahun 2011 tentang

    Pembentukan Produk Hukum Daerah.

    4. Peraturan perundang-undangan yang bersifat substansial, yaitu peraturan

    perundang-undangan yang memberikan arahan mengenai substansi

    penyelenggaraan bangunan gedung, antara lain:

    a. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang

    Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung;

    b. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 30/PRT/M/2006 tentang

    Pedoman Teknis Fasilitas dan Aksebilitas pada Bangunan Gedung dan

    Lingkungan;

    c. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 45/PRT/M/2007 tentang

    Pedoman Teknis Pembangunan Bangunan Gedung Negara;

    d. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2007 tentang

    Pedoman Teknis Izin Mendirikan Bangunan;

  • e. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2007 tentang

    Pedoman Sertifikat Laik Fungsi bangunan Gedung;

    f. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2007 tentang

    Pedoman Tim Ahli Bangunan Gedung;

    g. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 24/PRT/M/2008 tentang

    Pedoman Pemeliharan dan Perawatan Bangunan Gedung;

    h. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 25/PRT/M/2008 tentang

    Pedoman Teknis Penyusunan Rencana Induk Sistim Proteksi Kebakaran;

    i. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 26/PRT/M/2008 tentang

    Persyaratan Teknis Sistem Proteksi Kebakaran Pada Bangunan Gedung dan

    Lingkungan;

    j. Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 20/PRT/M/2009 tentang

    Pedoman Teknis Manajemen Proteksi Kebakaran Di Perkotaan.

    2.5. Model Peraturan Daerah Bangunan Gedung (Juni 2014)

    Untuk membantu pemerintah daerah dalam evaluasi Perda BG, pemerintah pusat,

    dalam hal ini Direktorat Penataan Bangunan dan Lingkungan, Direktorat Jenderal

    Cipta Karya, Kementerian Pekerjaan Umum, menyiapkan Model Peraturan Daerah

    tentang Bangunan Gedung.

    Hal ini dilakukan sesuai amanah pasal 106 ayat 3 dari PP Nomor 36 tahun 2005 yang

    berbunyi: Pemerintah dapat memberikan bantuan teknis dalam penyusunan

    peraturan dan kebijakan daerah di bidang bangunan gedung yang dilakukan oleh

    pemerintah daerah. Selanjutnya dalam penjelasan pasal 106 ayat 3 disebutkan

    bahwa yang dimaksud dengan bantuan teknis antara lain memberikan Model Perda

    BG dan/atau bantuan teknis penyusunan rancangan peraturan daerah tentang

    bangunan gedung.

    Tujuan dibuatkannya Model Perda BG adalah untuk memberikan acuan dan contoh

    pengaturan penyelenggaraan bangunan gedung yang telah mengakomodasi berbagai

    ketentuan dalam peraturan perundang-undangan, pedoman teknis dan standar teknis di

    Indonesia. Yang perlu ditekankan di sini adalah Model Perda BG yang dibuat

    merupakan acuan dan contoh, sehingga tidak bersifat mengikat dan tidak

  • Buku Eksklusif

    Hal | 42

    mengharuskan setiap norma pengaturan untuk sama persis. Akan tetapi Model Perda

    BG dibuat untuk memudahkan dan mempercepat proses penyusunan di daerah yang

    pada proses penyusunannya berbagai norma pengaturan dalam Model Perda BG perlu

    ditajamkan dengan berbagai muatan lokal yang ada dan berlaku di setiap daerah.

    Sehingga walaupun pada awalnya mengacu pada Model Perda BG, namun pada

    akhirnya diharapkan setiap Perda BG yang dihasilkan setiap daerah dapat berbeda

    satu dengan yang lain dan bersifat spesifik.

    Model Perda BG yang telah disusun ini, selanjutnya dikuatkan dengan legalisasi

    berbentuk Surat Edaran dari Menteri Pekerjaan Umum. Legalisasi ini dimaksudkan

    agar Model Perda BG memiliki kejelasan legalitas untuk dapat dijadikan acuan dalam

    proses penyusunan Ranperda BG di daerah.

    Secara kronologis, Model Perda BG sudah 3 kali mengalami penyempurnaan sejak

    pertama kali dibuat. Model Perda BG pertama kali dibuat pada tahun 2003 pasca UU-

    BG (UU 28/2002) ditetapkan. Selanjutnya dilakukan penyempurnaan pertama kali

    pada tahun 2007 pasca PP-BG (PP 36/2005) ditetapkan. Penyempurnaan kedua kali

    dilakukan pada tahun 2010 pasca terjadinya bencana di Padang dan Yogyakarta.

    Penyempurnaan kedua ini dilakukan PBL bekerjasama dengan JICA yang memiliki

    pengalaman dalam hal penyelenggaraan bangunan gedung tahan gempa. Terakhir

    penyempurnaan ketiga kali dilakukan pada tahun 2012 pasca UU 12/2011 tentang

    Pembentukan Peraturan Perundang-undangan ditetapkan dan bertepatan dengan

    momentum dasawarsa UU-BG.

    Sistematika penjabaran dalam Model Perda BG antara lain meliputi:

    Penjelasan dan Contoh pada bagian Judul;

    Penjelasan dan Contoh pada bagian Pembukaan;

    Penjelasan dan Contoh pada bagian Batang Tubuh;

    Penjelasan dan Contoh pada bagian Penutup;

    Penjelasan dan Contoh pada bagian Penjelasan

    Penjelasan dan Contoh pada bagian Lampiran (Jika Diperlukan).

    Sedangkan muatan pengaturan minimal yang dijabarkan di dalam Model Perda BG

    meliputi 12 bab, yaitu:

    Bab I Ketentuan Umum;

    Bab II Fungsi Dan Klasifikasi Bangunan Gedung;

    Bab III Persyaratan Bangunan Gedung;

    Bab IV Penyelenggaraan Bangunan Gedung;

    Bab V Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG);

  • Bab VI Peran Masyarakat;

    Bab VII Pembinaan;

    Bab VIII Sanksi Administratif;

    Bab IX Ketentuan Penyidikan;

    Bab X Ketentuan Pidana;

    Bab XI Ketentuan Peralihan; dan

    Bab XII Ketentuan Penutup.

  • Buku Eksklusif

    Hal | 44

  • BAB III MONITORING DAN EVALUASI

    Monitoring dan evaluasi penyelenggaraan bangunan gedung di 167 kabupaten/kota

    tersebar di 34 Provinsi. Fokus substansi yang dilakukan monitoring dan evaluasi

    mencakup 4 komponen amanat UU Bangunan Gedung No 28/2002 yakni IMB, SLF,

    TABG dan Pendataan Bangunan Gedung. Berdasarkan pola analisis data yang

    dihasilkan terlihat bahwa rata-rata persentase kesesuaian substansi baik itu komponen

    IMB-SLF-PDTBG dan TABG sejak tahun 2000 sampai dengan tahun 2014 terjadi

    dua kali titik puncak yakni di tahun 2006 dan 2013. Dimana angka persentase

    kesesuaian substansi amanat UU BG tersebut mencapai 29% untuk komponen P BG

    (IMB-SLF-PDTBG), 24% untuk komponen TABG dengan jumlah wilayah kajian 8

    Kab/Kota. Kemudian 59% untuk komponen P BG (IMB-SLF-PDTBG), 67% untuk

    komponen TABG dengan jumlah wilayah kajian 32 Kab/Kota. Penurunan angka

    kesesuaian substansi sangat drastis terjadi pada tahun 2007, 2008 dan 2009 yang

    dapat disimpulkan bahwa substansi peraturan daerah tentang bangunan gedung tidak

    mengatur materi pokok sebagaimana mestinya.

    Gambar 3. 1. Grafik Rata-Rata Persentase Kesesuaian Substansi Perda BG Terhadap Model dari Tahun 2000 s.d 2014

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    T-00 T-01 T-03 T-04 T-05 T-06 T-07 T-08 T-09 T-10 T-11 T-12 T-13 T-14

    PBG (IMB-SLF-PDT) 4% 12% 4% 6% 14% 29% 10% 6% 10% 12% 22% 43% 59% 41%

    TABG 0% 0% 0% 5% 1% 24% 6% 4% 4% 16% 37% 46% 67% 55%

    0%

    10%

    20%

    30%

    40%

    50%

    60%

    70%

    80%

  • Buku Eksklusif

    Hal | 46

    Tabel 3. 1. Rata-Rata Persentase Kesesuaian PERDA BG Terhadap Model 2014 Menurut Tahun Terbit

    N

    o

    Tahun

    Terbit

    Rata-Rata % Kesesuaian

    PERDA BG Terhadap Model Jumlah

    Kab/Kota PBG (IMB-SLF-

    PDTBG) TABG

    1 2000 4% 0% 1

    2 2001 12% 0% 1

    3 2003 4% 0% 2

    4 2004 6% 5% 5

    5 2005 14% 1% 5

    6 2006 29% 24% 8

    7 2007 10% 6% 8

    8 2008 6% 4% 5

    9 2009 10% 4% 16

    10 2010 12% 16% 14

    11 2011 22% 37% 30

    12 2012 43% 46% 25

    13 2013 59% 67% 32

    14 2014 41% 55% 15

    Total Kab/Kota Monev 2014 167

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    3.1. Monev Perda BG Tahun Terbit 2014

    Pengkajian terhadap 15 kabupaten/kota yang memiliki PERDA Bangunan Gedung

    yang terbit pada tahun 2014 rata-rata tingkat kesesuaian pada substansi IMB, SLF dan

    Pendataan Bangunan Gedung mencapai 41%, dimana nilai kesesuaian terendah

    dimiliki oleh Kota Parepare dan persentase kesesuaian tertinggi dicapai oleh

    Kabupaten Bantaeng. Sedangkan substansi Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) nilai

    rata-rata sebesar 55%, dimana nilai tertinggi dimiliki oleh Kabupaten Indragiri Hulu,

    Bulungan, Sidenreng Rappang, Bantaeng, Merauke dan Kota Bima. Sedangkan yang

    tidak sama sekali mengatur soal TABG dimana kesesuaiannya sebesar 0% terdiri atas

    Kabupaten Rokan Hilir dan Kota Parepare.

  • Tabel 3. 2. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2014

    No Kab/Kota

    % Kesesuaian Terhadap Model

    P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

    1 Kab. Batubara 28% 15%

    2 Kab. Indragiri Hulu 79% 100%

    3 Kab. Rokan Hilir 8% 0.000%

    4 Kab. Siak 4% 24%

    5 Kota Wonogiri 7% 73%

    6 Kab. Bulungan 90% 100.000%

    7 Kab. Sidenreng Rappang 28% 100%

    8 Kab. Bantaeng 100% 100%

    9 Kota Parepare 4% 0.000%

    10 Kota. Bitung 26% 70%

    11 Kab. Lombok Barat 28% 15%

    12 Kota Bima 85% 100%

    13 Kab. Flores timur 24% 3%

    14 Kab. Biak Numfor 33% 21%

    15 Kab. Merauke 78% 100%

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    3.2. Monev Perda BG Tahun Terbit 2013

    Dari 32 kabupaten/kota yang memiliki PERDA Bangunan Gedung yang lahir pada

    tahun 2013, persentase kesesuaian substansi IMB-SLF-PDTBG rata-rata sebesar 59%.

    Dimana persentase tertinggi sebesar 98% dimiliki oleh Kabupaten Maros, Pinrang dan

    Kepulauan Yapen. Sedangkan nilai kesesuain terendah sebesar 0% dimiliki oleh

    Kabupaten Manggarai. Untuk nilai kesesuaian substansi Tim Ahli Bangunan Gedung

    (TABG) nilai terendah dimiliki oleh Kota Sidoarjo, Kabupaten Kotabaru, Kabupaten

    Manggarai dan Kabupaten Manokwari. Sedangkan nilai persentase tertinggi dimiliki

    oleh Kabupaten Bintan, Bengkulu Tengah, Kab. Maros, Kab. Pinrang, Kab. Luwu

    Utara, Kota Paloppo, Kab. Konawe Utara, Kab. Tabanan, Kab. Gianyar, Kab.

  • Buku Eksklusif

    Hal | 48

    Nagekeo, Kab. Ngada, Kab Jayawijaya, Kab Kepulauan Yapen dan Kota Tangerang

    Selatan.

    Tabel 3. 3. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2013

    No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model

    P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

    1 Kab. Agam 87% 94%

    2 Kota. Padangpanjang 25% 42%

    3 Kota. Pariaman 60% 24%

    4 Kab. Indragiri Hilir 36% 82%

    5 Kab. Bintan 62% 100%

    6 Kab. Batang Hari 43% 70%

    7 Kab. Tanjung Jabung Timur 17% 18%

    8 Kab. Kerinci 33% 27%

    9 Kab. Bengkulu Tengah 95% 100%

    10 Kota Tangerang Selatan 62% 100%

    11 Kota Pekalongan 16% 21%

    12 Kota Sidoarjo 3% 0.000%

    13 Kab. Kotabaru 2% 0.000%

    14 Kab. Tanah Bumbu 90% 58%

    15 Kota Banjarbaru 20% 45%

    16 Kab. Toraja Utara 84% 100%

    17 Kab. Takalar 90% 58%

    18 Kab. Maros 98% 100%

    19 Kab. Pinrang 98% 100%

    20 Kab. Luwu Utara 72% 100%

    21 Kota Paloppo 43% 100%

    22 Kab. Konawe Selatan 90% 58%

    23 Kab. Konawe Utara 90% 100%

    24 Kab. Tabanan 80% 100%

    25 Kab. Gianyar 78% 100%

    26 Kab. Nagekeo 90% 100%

    27 Kab. Ngada 91% 100%

  • No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model

    P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

    28 Kab. Manggarai 0.000% 0.000%

    29 Kota Ambon 23% 45%

    30 Kab Jayawijaya 93% 100%

    31 Kab Kepulauan Yapen 98% 100%

    32 Kab. Manokwari 5% 0.000%

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    3.3. Monev Perda BG Tahun Terbit 2012

    Peraturan Bangunan Gedung yang terbit pada tahun 2012 sebanyak 25 Kab/Kota rata-

    rata persentase kesesuaian substansi IMB-SLF-PDTBG sebesar 43%. Sedangkan rata-

    rata persentase kesesuaian substansi Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) sebesar

    46%. Untuk persentase kesesuaian substansi IMB-SLF-PDTBG persentase kesesuaian

    tertinggi dimiliki oleh Kab. Sumbawa Barat sebesar 94% sedangkan persentase

    terendah sebesar 0,3% dimiliki oleh Kab. Sinjai. Sedangkan untuk persentase

    kesesuaian Tim Ahli Bangunan Gedung, persentase tertinggi dimiliki oleh Kab.

    Kuantan Singingi, Kota Tangerang, Kab. Sumbawa Barat, Kab. Belu dan Kab

    Mimika. Sedangkan kab/kota yang belum mengatur soal Tim Ahli Bangunan Gedung

    (TABG) yang artinya kesesuaiannya sebesar 0% terdiri atas Kab. Serang, Kota

    Pasuruan dan Kab. Tapin.

    Tabel 3. 4. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2012

    No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model

    P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

    1 Kab. Kuantan Singingi 81% 100%

    2 Kota Tangerang 63% 100%

    3 Kab. Serang 51% 0.000%

    4 Kota Cilegon 26% 21%

    5 Kota Sukabumi 20% 21%

    6 Kab. Garut 30% 12%

  • Buku Eksklusif

    Hal | 50

    No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model

    P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

    7 Kab. Kebumen 21% 42%

    8 Kab. Boyolali 90% 58%

    9 Kab. Pati 34% 18%

    10 Kab. Gunung Kidul 28% 88%

    11 Kab. Pacitan 91% 58%

    12 Kota Pasuruan 87% 0.000%

    13 Kab. Banjar 19% 24%

    14 Kab. Tapin 6% 0.000%

    15 Kab. Barito Kuala 12% 21%

    16 Kab. Kutai Barat* 26% 6%

    17 Kota Bontang 63% 97%

    18 Kab. Sigi 26.140% 30.303%

    19 Kab. Sinjai 0.304% 15%

    20 Kab. Muna 27% 24%

    21 Kab. Karangasem 77% 100%

    22 Kab. Lombok Tengah 20% 21%

    23 Kab. Sumbawa Barat 94% 100%

    24 Kab. Belu 10% 100%

    25 Kab Mimika 84% 100%

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    3.4. Monev Perda BG Tahun Terbit 2011

    Rata-rata kesesuaian substansi IMB-SLF-PDTBG dari 30 kab/kota dimana peraturan

    daerah bangunan gedung yang lahir pada tahun 2011 sebesar 22%. Sedangkan rata-

    rata persentase kesesuaian substansi Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) sebesar

    37%. Dari 30 kab/kota tersebut, persentase substansi IMB-SLF-PDTBG yang

    tertinggi yakni sebesar 93% dimiliki oleh Kota Jayapura, sedangkan nilai persentase

    terendah sebesar 0,34% yakni Kab. Toli-Toli. Untuk persentase kesesuaian substansi

    Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG), tertinggi sebesar 100% dimiliki oleh Kab.

    Sanggau dan Kota Jayapura. Sedangkan nilai persentase kesesuaian terendah sebesar

  • 0% dimiliki oleh Kab. Cilacap, Kab. Sleman, Kab. Kediri, Kab. Kapuas Hulu, Kab.

    Kayung Utara, Kab. Toli - Toli dan Kab. Bombana.

    Tabel 3. 5.Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2011

    No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model

    P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

    1 Kab. Pesisir Selatan 20% 94%

    2 Kab. Tanah Datar 9% 52%

    3 Kota Payakumbuh 20% 21%

    4 Kab. Sijunjung 12% 94%

    5 Kab. Lima Puluh Kota 29% 67%

    6 Kota Batam 20% 67%

    7 Kab. Tasik Malaya 36% 21%

    8 Kab. Sumedang 48% 18%

    9 Kab. Banyumas 15% 15%

    10 Kab. Temanggung 20% 3%

    11 Kab. Kendal 30% 70%

    12 Kab. Cilacap 28% 0.000%

    13 Kab. Jepara 10% 33%

    14 Kab. Magelang 26% 39%

    15 Kab. Bantul 16% 61%

    16 Kab. Kulon Progo 22% 88%

    17 Kab. Sleman 15% 0.000%

    18 Kab. Ngawi 16% 48%

    19 Kab. Tulungagung 31% 39%

    20 Kab. Kediri 23% 0.000%

    21 Kab. Kapuas Hulu 9% 0.000%

    22 Kab. Kayung Utara 2% 0.000%

    23 Kab. Sanggau 77% 100%

    24 Kab. Gunung Mas 5% 30%

    25 Kab. Lamandau 12% 21%

    26 Kab. Polewali Mandar 3% 18%

    27 Kab. Toli - Toli 0.304% 0.000%

  • Buku Eksklusif

    Hal | 52

    No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model

    P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

    28 Kab. Bombana 3% 0.000%

    29 Kota Kendari 12% 9%

    30 Kota Jayapura 93% 100%

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    3.5. Monev Perda BG Tahun Terbit 2010

    14 kab/kota yang menerbitkan peraturan daerah tentang bangunan gedung rata-rata

    persentase kesesuaian substansi IMB-SLF-PDTBG sebesar 12%, sedangkan rata-rata

    persentase kesesuaian substansi Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) sebesar 16%.

    Dari 14 kab/kota yang dikaji, nilai persentase kesesuaian tertinggi sebesar 41%

    dimiliki oleh Kota Cirebon dan terendah sebesar 0% dimiliki oleh Kabupaten Sintang.

    Untuk persentase kesesuaian substansi Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) terendah

    dimiliki oleh Kota Sawahlunto, Kab. Ponorogo, Kota Madiun, Kab. Sintang, Kab.

    Wakatobi dan Kab. Sumba Timur. Sedangkan persentase kesesuaian tertinggi sebesar

    45% dimiliki oleh Kota Tanjung Pinang.

    Tabel 3. 6. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2010

    No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model

    P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

    1 Kab. Padang Pariaman 3% 21%

    2 Kota Sawahlunto 5% 0.000%

    3 Kota Tanjung Pinang 22% 45%

    4 Kota Metro 8% 27%

    5 Kota Bandung 9% 24%

    6 Kota Cirebon 41% 42%

    7 Kab. Sukoharjo 8% 33%

    8 Kab. Ponorogo 18% 0.000%

    9 Kota Madiun 1% 0.000%

    10 Kab. Sintang 0.000% 0.000%

    11 Kab. Luwu Timur 9% 18%

  • No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model

    P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

    12 Kab. Wakatobi 3% 0.000%

    13 Kab. Sumba Barat Daya 30% 18%

    14 Kab. Sumba Timur 10% 0%

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    3.6. Monev Perda BG Tahun Terbit 2009

    Dari 167 kab/kota yang dikaji, Perda mengenai Bangunan Gedung yang terbit pada

    tahun 2009 berjumlah 16 kab/kota. Dimana rata-rata persentase kesesuaian substansi

    IMB-SLF-PDTBG sebesar 10% dan substansi Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG)

    sebesar 4%. Kabupaten Tana Toraja dan Kab. Ogan Ilir merupakan dua kabupaten

    yang harus mendapat perhatian karena angka persentase kesesuaiannya hanya sebesar

    0%. Sedangkan pada substansi TABG, persentase kesesuaian tertinggi sebesar 24%

    dimiliki oleh Kab. Purworejo. Sedangkan kab/kota yang memiliki persentase

    kesesuaian terendah sebesar 0% atau sama sekali tidak mengatur soal TABG terdiri

    atas Kota Solok, Kab. Ogan Ilir, Kab. Karanganyar, Kota Surakarta, Kota Yogyakarta,

    Kab. Bone, Kab. Tana Toraja, dan Kab. Minahasa Tenggara.

    Tabel 3. 7. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2000

    No Kab/Kota

    % Kesesuaian Terhadap

    Model

    P-BG (IMB-

    SLF- PDTBG) TABG

    1 Kota Solok 2% 0.000%

    2 Kab. Ogan Ilir 0.304% 0.000%

    3 Kab. Bandung 0% 0%

    4 Kab. Bogor 28% 3%

    5 Kab. Karanganyar 5% 0.000%

    6 Kab. Purworejo 19% 24%

    7 Kota Semarang 30% 18%

    8 Kota Surakarta 12% 0.000%

    9 Kota Yogyakarta 11% 0.000%

  • Buku Eksklusif

    Hal | 54

    No Kab/Kota

    % Kesesuaian Terhadap

    Model

    P-BG (IMB-

    SLF- PDTBG) TABG

    10 Kota Surabaya 2% 9%

    11 Kota Palangkaraya 22% 3%

    12 Kab. Bone 2% 0.000%

    13 Kab. Barru 9% 0%

    14 Kab. Tana Toraja 0.000% 0.000%

    15 Kab. Minahasa Tenggara 10% 0.000%

    16 Kab. Maluku Tengah 13% 6%

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    3.7. Monev Perda BG Tahun Terbit 2008

    Dari 167 kab/kota yang dilakukan monitoring dan evaluasi pada tahun 2014, terdapat

    5 kab/kota yang memiliki perda bangunan gedung lahir pada tahun 2008, yakni Kab.

    Simeuleu, Bungo, Pandeglang, Kota Probolinggo dan Kota Pontianak. Dari kelima

    kabupaten/kota tersebut, angka persentase kesesuaian terendah pada substansi Tim

    Ahli Bangunan Gedung (TABG) dimiliki oleh Kab. Simeuleu, Kab. Bungo, Kab.

    Pandeglang dan Kota Pontianak.

    Tabel 3. 8. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2008

    No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model

    P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

    1 Kab. Simuelue 8% 0.000%

    2 Kab. Bungo 1% 0.000%

    3 Kab. Pandeglang 6% 0.000%

    4 Kota Probolinggo 4% 18%

    5 Kota Pontianak 9% 0.000%

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

  • 3.8. Monev Perda BG Tahun Terbit 2007

    Peraturan Daerah mengenai bangunan gedung yang terbit pada tahun 2007 terdapat

    sebanyak 8 kab/kota. Dimana persentase kesesuaian substansi IMB-SLF-PDTBG

    terendah dimiliki oleh Kota Palu. Sedangkan persentase kesesuaian substansi Tim

    Ahli Bangunan Gedung tertinggi dimiliki oleh DKI Jakarta dan terendah sebesar 0%

    terdiri atas Kab. Seluma. Banjarnegara, Rembang, Kotawaringin Barat, Seruyan, Kota

    Palu dan Kab. Lombok Timur.

    Tabel 3. 9. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2007

    No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model

    P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

    1 Kab. Seluma 4% 0.000%

    2 Ibukota DKI Jakarta 5% 12%

    3 Kab. Banjarnegara 9% 0.000%

    4 Kab. Rembang 3% 0.000%

    5 Kab. Kotawaringin Barat 2% 0.000%

    6 Kab. Seruyan 6% 0.000%

    7 Kota Palu 0.000% 0.000%

    8 Kab. Lombok Timur 5% 0.000%

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    3.9. Monev Perda BG Tahun Terbit 2006

    Peraturan daerah tentang bangunan gedung yang terbit pada tahun 2006 sebanyak 8

    kab/kota. Dimana persentase kesesuaian substansi IMB-SLF-PDTBG tertinggi

    dimiliki oleh Kab. Nabire dan terendah atau tidak mengatur soal amanat UU ini

    adalah Kota Singkawang. Untuk persentase kesesuaian substansi Tim Ahli Bangunan

    Gedung (TABG) tertinggi dimiliki oleh Kab. Lebong dan terendah atau tidak

    mengatur soal TABG terdiri atas Kota Singkawang, Kab. Poso dan Kab. Manggarai

    Barat.

  • Buku Eksklusif

    Hal | 56

    Tabel 3. 10. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2006

    No Kab/Kota % Kesesuaian Terhadap Model

    P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

    1 Kab. Lebong 65% 100%

    2 Kota Bogor 13% 15%

    3 Kota Depok 37% 21%

    4 Kab. Pemalang 14% 0%

    5 Kota Singkawang 0.000% 0.000%

    6 Kab. Poso 9% 0.000%

    7 Kab. Manggarai Barat 2% 0.000%

    8 Kab Nabire 90% 58%

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    3.10. Monev Perda BG Tahun Terbit 2005 dan 2004

    Peraturan Daerah tentang bangunan gedung yang terbit pada tahun 2005 dan 2004

    sebanyak 10 kab/kota, dimana 5 kab/kota yang menerbitkan Perda BG pada tahun

    2005 terdiri atas Kota Pangkal Pinang, Kab. Barito Timur, Kota Gorontalo, Kab.

    Sumbawa dan Kab. Alor. Dan 5 kab/kota yang menerbitkan Perda BG pada tahun

    2004 yakni Kota Banda Aceh, Kota Palembang, Kota Malang, Kota Samarinda dan

    Kab. Jembrana. Berdasarkan analisis kesesuaian yang dilakukan, persentase

    kesesuaian substansi IMB-SLF-PDTBG terendah dimiliki oleh Kota Pangkal Pinang

    sebesar 0%, dan persentase kesesuaian tertinggi dimiliki oleh Kab. Sumbawa.

    Sedangkan persentase kesesuaian substansi Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG)

    terendah sebesar 0% (tidak mengatur) sebanyak 8 kab/ kota. Lihat tabel.

    Tabel 3. 11. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2005 & 2004

    No Kab/Kota Tahun

    Terbit

    % Kesesuaian Terhadap Model

    P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

    1 Kota Pangkal Pinang 2005 0.000% 0.000%

    2 Kab. Barito Timur 2005 5% 0.000%

  • No Kab/Kota Tahun

    Terbit

    % Kesesuaian Terhadap Model

    P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

    3 Kota Gorontalo 2005 18% 3%

    4 Kab. Sumbawa 2005 44% 0.000%

    5 Kab. Alor 2005 2% 0.000%

    6 Kota Banda Aceh 2004 3% 0.000%

    7 Kota Palembang 2004 1% 0.000%

    8 Kota Malang 2004 7% 27%

    9 Kota Samarinda 2004 18% 0.00%

    10 Kab. Jembrana 2004 3% 0.000%

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    3.11. Monev Perda BG Tahun Terbit 2003, 2001 dan 2000

    Peraturan Daerah tentang bangunan gedung yang lahir pada tahun 2003, 2001 dan

    2000 terdapat sebanyak 4 kab/kota. Persentase kesesuaian substansi IMB-SLF-

    PDTBG terendah dimiliki oleh Kota Kupang yakni sebesar 0%. Sedangkan persentase

    kesesuaian substansi Tim Ahli Bangunan Gedung (TABG) terendah sebesar 0%

    dimiliki oleh semua kab/kota.

    Tabel 3. 12. Persentase Kesesuaian Substansi PERDA BG Tahun Terbit 2003, 2001 & 2000

    No Kab/Kota Tahun Terbit % Kesesuaian Terhadap Model

    P-BG (IMB-SLF- PDTBG) TABG

    1 Kab. Ende 2003 9% 0.000%

    2 Kota Kupang 2003 0.000% 0.000%

    3 Kota Ternate 2001 12% 0.000%

    4 Kota Tarakan 2000 4% 0.000%

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

  • Buku Eksklusif

    Hal | 58

    3.12. Rangkuman Permasalahan

    Didalam pelaksanaan kegiatan monitoring dan evaluasi penyelenggaraaan bangunan

    gedung di 167 kabupaten/kota, melalui uji petik di 5 kota yakni Kota Batam, Kota

    Makassar, Kota Jayapura, Kota Palembang dan Kota Semarang; monev substansi

    peraturan daerah bangunan gedung kab/kota sasaran terdapat 2 (dua) kelompok

    permasalahan, diantaranya:

    1. Kelompok permasalahan pada substansi peraturan daerah bangunan gedung;

    2. Kelompok masalah implementasi amanat UU BG No. 28/2002 pada komponen

    IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung.

    Sedangkan beberapa alternatif yang akan direkomendasikan terhadap temuan

    permasalahan dari 2 kelompok masalah diatas berupa;

    1. Penyempurnaan peraturan daerah;

    2. Sosialisasi UU BG No. 28/2002 dan Peraturan Menteri terkait;

    3. Penyiapan model system informasi bangunan gedung (integrated system model)

    yang dapat digunakan di seluruh kab/kota di Indonesia (bila diperlukan dapat

    diintegrasikan seluruh Indonesia).

    4. Fasilitasi pembentukan dan operasionalisasi kelembagaan bangunan gedung di

    kab/kota percontohan.

    Permasalahan pada kelompok substansi peraturan daerah bangunan gedung adalah

    temuan-temuan hasil evaluasi substansi terhadap 167 kabupaten/kota sasaran monev.

    Temuan-temuan tersebut berupa deteksi terhadap sejauhmana peraturan daerah

    bangunan gedung yang telah ada di daerah dan/atau pasca lahirnya UU BG No

    28/2002 sudah memuat amanat UU tersebut. Amanat UU BG tersebut terdiri atas

    komponen IMB, TABG, SLF dan Pendataan Bangunan Gedung.

    Berdasarkan hasil monev tersebut ditemukan beberapa permasalahan sebagai berikut;

    1. Terdapat beberapa peraturan daerah bangunan gedung yang tidak

    memuat/mengatur mengenai IMB;

    2. Terdapat beberapa peraturan daerah bangunan gedung yang tidak

    memuat/mengatur mengenai TABG;

    3. Terdapat beberapa peraturan daerah bangunan gedung yang tidak

    memuat/mengatur mengenai SLF; dan

  • 4. Terdapat beberapa peraturan daerah bangunan gedung yang tidak

    memuat/mengatur mengenai Pendataan Bangunan Gedung.

    5. Terdapat beberapa peraturan daerah bangunan gedung yang mengamanatkan

    amanat UU BG soal IMB, TABG, SLF dan Pendataan Bangunan Gedung

    kedalam Peraturan Bupati/Walikota yang belum menyusun dan menerapkannya.

    Gambar 3. 2. Grafik Jumlah Kab/Kota yang mengatur Amanat UU BG No 28/2002 tentang IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung.

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    Berdasarkan analisis kesesuaian peraturan daerah bangunan gedung terhadap 167

    kab/kota, terkait permasalahan pengaturan/muatan perda mengenai IMB, terdapat 1

    kabupaten yang belum secara benar menyusunnya, yakni Kabupaten Kutai Barat.

    166

    151

    110

    137

    0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

    IMB

    SLF

    TABG

    PDTBG

    Jumlah Kab/Kota

  • Buku Eksklusif

    Hal | 60

    Berdasarkan monev terhadap 167 kabupaten/kota tersebut pada grafik diatas, terdapat

    16 kabupaten/kota yang belum mengatur soal SLF diantaranya Kota Kupang,

    Kabupaten Ende, Kabupaten Tana Toraja, Kota Palu, Kota Tarakan, Kab Tanah

    Bumbu, Kota Singkawang, Kab Sintang, Kota Madiun, Kab Banjarnegara, Kabupaten

    Bandung, Kota Solok, Kota Sawahlunto, Kab. Rokan Hilir, Kota Pangkal Pinang*,

    dan Kab/Kota. Bungo.

    Sedangkan kabupaten kota yang mengatur soal TABG mencapai 66% atau sekitar

    110 kab/kota. Sisanya sebanyak 57 kab/kota belum mengaturnya yakni Kab.

    Simuelue, Kota Banda Aceh, Kota Solok, Kota Sawahlunto, Kab. Rokan Hilir, Kota

    Pangkal Pinang*, Kab. Ogan Ilir, Kota Palembang, Kab/Kota. Bungo, Kab. Seluma,

    Kab. Pandeglang, Kab. Bandung, Kab. Karanganyar, Kab. Pemalang, Kab. Rembang,

    Kota Surakarta, Kab. Cilacap, Kota Yogyakarta, Kab. Sleman, Kota Madiun, Kota

    Sidoarjo, Kab. Kapuas Hulu, Kab. Kayung Utara, Kab. Sintang, Kota Pontianak, Kota

    Singkawang, Kab. Tapin, Kab. Kotabaru, Kab. Tanah Bumbu, Kab. Barito Timur,

    Kab. Kotawaringin Barat, Kab. Seruyan, Kota Palangkaraya, Kota Samarinda, Kota

    Tarakan, Kab. Poso, Kab. Toli - Toli, Kota Palu, Kab. Bone, Kab. Barru, Kab. Tana

    Toraja*, Kota Parepare, Kab. Minahasa Tenggara, Kab. Bombana, Kab. Wakatobi,

    Kab. Jembrana, Kab. Lombok Timur, Kab. Sumbawa, Kab. Alor, Kab. Manggarai

    Barat, Kab. Ende, Kab. Belu, Kab. Sumba Timur, Kab. Manggarai, Kota Kupang,

    Kota Ternate, dan Kab. Manokwari.

    Sedangkan pengaturan soal pendataan bangunan gedung pada peraturan daerah

    bangunan gedung di 167 kab/kota baru mencapai 82% atau sama dengan 137

    kab/kota, sisanya sebanyak 30 kab/kota belum mengatur soal ini. Kabupaten/kota

    yang belum mengatur soal ini terdiri atas Kota Banda Aceh, Kota Solok, Kab. Rokan

    Hilir, Kota Pangkal Pinang, Kab. Bungo, Kota Metro, Kab. Bandung, Kab. Sintang,

    Kota Singkawang, Kab. Tanah Bumbu, Kota Palangkaraya, Kota Tarakan, Kab. Toli-

    Toli, Kota Palu, Kab. Tanah Toraja, Kab. Minahasa Tenggara, Kota Bitung, Kota

    Gorontalo, Kab. Jembrana, Kab. Lombok Tengah, Kab. Manggarai Barat, Kab. Ende,

    Kab. Belu, Kab. Sumba Barat Daya, Kab. Sumba Timur, Kab. Manggarai, Kota

    Kupang, Kab Flores Timur, Kota Ternate, dan Kota Jayapura.

    Permasalahan Implementasi atau penerapan amanat UU BG No 28/2002 terkait

    IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung terhadap 167 kab/kota sasaran ,

    untuk SLF baru diterapkan di 14 Kab/Kota yakni Kota Batam, Kota Palembang, Kab

    Pandeglang, DKI Jakarta, Kota Bogor, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota

    Surakarta, Kab. Ngawi, kota Probolinggo, Kota Malang, Kota Pontianak, Kota

  • Bontang, dan Kab. Jembarana. Sisanya sebanyak 153 kab/kota belum

    menerapkannya.

    Gambar 3. 3. Grafik Jumlah Kab/Kota yang menerapkan amanat UU BG No 28/2002 tentang IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung.

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    Terkait penerapan IMB sesuai dengan peraturan menteri No 24/2007 perlu dilakukan

    pengkajian lebih mendalam dan mendetail untuk mengetahui sejauhmana indikator-

    indikator kinerja teknis sudah dilaksanakan oleh pemberi izin IMB. Berdasarkan

    monev yang dilakukan pada kab/kota sasaran terdapat 1 kabupaten yang belum

    menerapkan IMB karena berstatus kabupaten baru (pemekaran) yakni Kabupaten

    Batu Bara.

    165

    14

    14

    3

    0 20 40 60 80 100 120 140 160 180

    IMB

    SLF

    TABG

    PDTBG

    Jumlah Kab/Kota

  • Buku Eksklusif

    Hal | 62

    Gambar 3. 4. Grafik Persentase Antara Pengaturan dan Penerapan Amanat UU BG No 28/2002 tentang IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan

    Gedung.

    Sumber: Direktorat PBL, 2014

    Terkait penerapan TABG, berdasarkan monitoring dan evaluasi yang dilakukan

    terhadap kab/kota sasaran hanya terdapat 14 kab/kota yang sudah membentuk tim ahli

    bangunan gedung dan menerapkannya dalam penyelenggaraan bangunan gedung di

    daerahnya. Diantara kab/kota tersebut Kota Batam, Kab. Ogan Ilir, Kota Palembang,

    Kab. Pandeglang, DKI Jakarta, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Surakarta, Kab.

    Ngawi, Kota Probolinggo, Kota Surabaya, Kota Pontianak, dan Kota Bontang.

    Sisanya sebanyak 153 kab/kota belum membentuk dan menerapkannya.

    Terkait Pendataan Bangunan Gedung, seluruh kabupaten/kota sasaran monev

    belum menerapkan pendataan bangunan gedung yang terintegrasi dan sesuai dengan

    peraturan menteri No 17 Tahun 2010 tentang Pedoman Teknis Pendataan Bangunan

    Gedung. Hasil monev yang ada, terdapat 29 kab/kota yang pernah menjalankan

    pendataan bangunan gedung pada bangunan pemerintah saja (Kecuali DKI Jakarta).

    99%

    90%

    66%

    82%

    99%

    8%

    8%

    2%

    IMB

    SLF

    TABG

    PDTBG

    %Penerapan (KG) % Pengaturan (PH)

  • Tabel 3. 13. Matrik Permasalahan Amanat UU BG No. 28/2002 terkait IMB, SLF, TABG dan Pendataan Bangunan Gedung

    Izin Mendirikan Bangunan (IMB) Sertifikat Laik Fungsi (SLF)

    Payung hukum pelaksanaan IMB, mengacu kepada UU Pemerintah

    Daerah No 1/2014 dan Peraturan

    Daerah Mengenai Retribusi dan/atau Peraturan Daerah

    Retribusi IMB;

    Pelaksanaannya proses IMB di kabupaten/kota belum sesuai

    Permen PU No 24/2007;

    Masih ditemukan pada peraturan daerah adanya pengaturan yang

    diamanatkan ke dalam peraturan

    walikota/bupati dan belum

    ditindaklanjuti;

    Minimnya kuantitas dan kualitas SDM di Dinas Teknis.

    Kab/Kota belum perlu menerapkan sertifikasi

    bangunan gedung, karena

    perkembangan bangunan gedung di dalam kota yang

    belum signifikan.

    Tidak diatur/dimuat didalam peraturan daerah mengenai

    bangunan gedung

    Minimnya Kuantitas dan Kualitas SDM di Dinas Teknis.