ekologi hewan - mirahnami.files.wordpress.comsering di temukan belalang, di semak belukar sering...
TRANSCRIPT
EKOLOGI HEWAN
HABITAT DAN RELUNG EKOLOGI
Dosen Pengampu : I GEDE SUDIRGAYASA, S.Pd.M.Pd.
Nama Penulis :
Gusti AYU ALIT MIRAH PURNAMI (14320001/VI)
JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI FAKULTAS PENDIDIKAN MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
SARASWATI TABANAN
2017
ii
KATA PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur penulis ucapkan kehadapan Ida Sang
Hyang Widhi Wasa, karena berkat dan rahmatNya penulis bisa bekerja dan
berhasil menyelesaikan tugas yang berjudul “Habitat dan Relung Ekologi” tepat
pada waktunya.
Adapun tujuan penulisan tugas ini sebagai syarat tugas serta mengulas materi
yang berhubungan dengan mata kuliah kuliah Ekologi Hewan.
Dalam penulisan ini penulis mendapat bantuan dari pihak lain dalam
penyelesaian tugas ini. Untuk itu, penulis mengucakan terima kasih kepada :
1. Bapak, I Gede Sudirgayasa,S.Pd.M.Pd. selaku dosen mata kuliah Ekologi
Hewan dan memberikan tugas didalam pembuatan Makalah yang akan di
presentasikan di depan kelas.
2. Tidak lupa penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu menyelesaikan tugas ini.
Penulis menyadari bahwa tugas yang penulis buat masih jauh dari sempurna,
karena keterbatasan penulis. Untuk itu saran dan kritik yang konstuktif dari
pembaca sangat penulis harapkan demi perbaikan dan pembuatan tugas
selanjutnya.
Semoga dapat bermanfaat bagi semua pembaca. Sebagai akhir kata penulis
ucapkan terima kasih.
Tabanan, 13 Maret 2017
Ttd,
Penulis
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………………………....ii
DAFTAR ISI …………………………………………………………………..iii
BAB I PENDAHULUAN ……………………………………………………...1
1.1 LATAR BELAKANG ……………………………………………………..1
1.2 BATASAN MASALAH …………………………………………………...1
1.3 TUJUAN PENULISAN …………………………………………………...2
BAB II PEMBAHASAN ………………………………………………………3
2.1 PENGERTIAN HABITAT DAN RELUNG EKOLOGI ……………….3
2.2 KONSEP HABITAT DAN KLASIFIKASINYA ……………………....10
2.3 KONSEP RELUNG EKOLOGI ………………………………………...14
2.4 RELUNG TROPHIK …………………………………………………….14
2.5 RELUNG HABITAT …………………………………………………….15
2.6 RELUNG MULTIDIMENSI ……………………………………………15
2.7 PEMISAHAN RELUNG ………………………………………………...17
BAB III PENUTUP …………………………………………………………..18
3.1 KESIMPULAN …………………………………………………………..19
3.2 SARAN …………………………………………………………………....19
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………...20
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Di lingkungan alam sekitar, kita dapat temui berbagai jenis makhluk
hidup, baik dari golongan hewan, tumbuhan ataupun mikroorganisme. Ditanah
yang lembab dan gembur sering di temukan berbagai jenis ikan, di rerumputan
sering di temukan belalang, di semak belukar sering ditemukan ular. Mengapa
masing - masing hewan tersebut lebih sering di temukan di tempat - tempat
yang tertentu dan tidak sembarang tempat? Masalah kehadiran suatu populasi
hewan di suatu tempat dan penyebaran (distribusi) spesies hewan tersebut di
muka bumi ini, selalu berkaitan dengan masalah habitat dan relung
ekologinya. Habitat secara umum menunjukkan bagaimana corak lingkungan
yang ditempati populasi hewan, sedangkan relung ekologinya menunjukkan
dimana dan bagaimana kedudukan populasi hewan itu relatif terhadap faktor -
faktor abiotik dan biotik lingkungannya tersebut.
Secara sederhana habitat di artikan sebagai tempat hidup dari makhluk
hidup atau diistilahkan juga dengan biotop. Untuk mudahnya, habitat
seringkali diibaratkan sebagai ”alamat” dari populasi hewan, sedangkan
relung ekologi dimisalkan sebagai “profesi” di alamat tersebut.
1.2 BATASAN MASALAH
Adapun batasan masalah yang penulis buat, adalah sebagai berikut :
1) Apa pengertian dari habitat dan relung ekologi tersebut ?
2) Bagaimana konsep pada suatu habitat makhluk hidup beserta
klasifikasinya ?
3) Bagaimana konsep relung ekologi ?
4) Apa yang dimaksud dengan relung trophik ?
5) Apa yang dimaksud dengan relung habitat ?
6) Apa yang dimaksud dengan relung multidimensi ?
2
7) Apa yang dimaksud dengan pemisahan relung tersebut ?
1.3 TUJUAN PENULISAN
Adapun tujuan penulisan yang penulis harapkan, adalah sebagai berikut :
1) Mengetahui pengertian dari habitat dan relung ekologi
2) Mengetahui konsep pada suatu habitat makhluk hidup beserta
klasifikasinya
3) Mengetahui konsep relung ekologi
4) Mengetahui yang dimaksud dengan relung trophik
5) Mengetahui yang dimaksud dengan relung habitat
6) Mengetahui yang dimaksud dengan relung multidimensi
7) Mengetahui yang dimaksud dengan pemisahan relung tersebut
3
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 PENGERTIAN HABITAT DAN RELUNG EKOLOGI
Organisme tidak dapat hidup sendiri di alam, tetapi selalu bersama -
sama dengan spesies lain. Akan tetapi pada beberapa spesies, kehadiran
spesies lain tidak berpengaruh tetapi pada beberapa khasus, spesies - spesies
tersebut akan saling berinteraksi. Keberadaan interaksi ini menuju satu arah
yaitu populasi suatu spesies akan berubah dengan kehadiran spesies kedua.
Kehadiran suatu populasi hewan di suatu tempat dan penyebaran (distribusi)
spesies hewan tersebut di muka bumi ini, selalu berkaitan dengan masalah
habitat dan relung ekologinya. Habitat secara umum menunjukkan bagaimana
corak lingkungan yang ditempati populasi hewan, sedangkan relung
ekologinya menunjukkan dimana dan bagaimana kedudukan populasi hewan
itu relatif terhadap faktor - faktor abiotik dan biotik lingkungannya tersebut.
2.1.1 Pengertian Habitat
Habitat suatu populasi hewan pada dasarnya menunjukkan
totalitas dari corak lingkungan yang di tempati populasi itu, termasuk
faktor - faktor abiotik berupa ruang, tipe substratum yang di tempati,
cuaca dan iklimnya serta vegetasinya.
2.1.1.1 Definisi Habitat :
Habitat suatu organisme adalah tempat organisme itu hidup
atau tempat kemana seseorang harus pergi untuk menemukan
organisme tersebut. Istilah habitat banyak digunakan, tidak saja
dalam ekologi tetapi dimana saja. Tetapi pada umumnya istilah
ini diartikan sebagai tempat hidup suatu makhluk hidup.
2.1.1.2 Contoh Beberapa Habitat :
1) Habitat Notonecta (sejenis binatang air) adalah daerah -
daerah kolam, danau dan perairan yang dangkal yang penuh
ditumbuhi vegetasi.
4
2) Habitat ikan mas (Cyprinus carpio) adalah di perairan
tawar.
3) Habitat pohon durian (Durio zibhetinus) adalah di tanah
darat dataran rendah.
4) Pohon enau / aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr.).
tumbuh di tanah darat dataran rendah sampai pegunungan.
5) Habitat serigala (Canis lupus) adalah di padang rumput.
6) Habitat orangutan (Simia pygmaeus) adalah di hutan,
terutama hutan hujan tropis.
7) Habitat eceng gondok (Eichhornia crassipes (Mart.)
Solms.) hidup di perairan terbuka.
8) Habitat beruang kutub (Maritimus ursus) adalah di daerah
kutub utara, sedanggkan habitat pinguin (Aptenodytes
forsteri) adalah di kutub selatan.
2.1.1.3 Arti Habitat Dari Berbagai Para Ahli :
Beberapa para ahli memiliki beberapa pandangan mengenai
pengertian habitat, diantaranya :
1) Menurut Sambas Wirakusumah dalam Dasar - Dasar
Ekologi, habitat adalah toleransi dalam orbit dimana suatu
spesies hidup termasuk faktor lingkungan yang cocok
dengan syarat hidupnya. Orbit adalah ruang kehidupan
spesies lingkungan geografi yang luas, sedangkan habitat
menyatakan ruang kehidupan lingkungan lokasinya.
2) Morrison (2002) mendefinisikan habitat sebagai
sumberdaya dan kondisi yang ada di suatu kawasan yang
berdampak ditempati oleh suatu species. Habitat merupakan
organisme specific, ini menghubungkan kehadiran species,
populasi, atau individu (satwa atau tumbuhan) dengan
sebuah kawasan fisik dan karakteristik biologi. Habitat
terdiri lebih dari sekedar vegatasi atau struktur vegetasi,
merupakan jumlah kebutuhan sumberdaya khusus suatu
5
species. Dimanapun suatu organisme diberi sumberdaya
yang berdampak pada kemampuan untuk bertahan hidup,
itulah yang disebut dengan habitat.
2.1.1.4 Tipe Habitat :
Habitat tidak sama dengan tipe habitat. Tipe habitat
merupakan sebuah istilah yang dikemukakan oleh Doubenmire
(1968:27-32) yang hanya berkenaan dengan tipe asosiasi
vegetasi dalam suatu kawasan atau potensi vegetasi yang
mencapai suatu tingkat klimaks. Habitat lebih dari sekedar
sebuah kawasan vegetasi (seperti hutan pinus). Istilah tipe
habitat tidak bisa digunakan ketika mendiskusikan hubungan
antara satwa liar dan habitatnya. Ketika kita ingin menunjukkan
vegetasi yang digunakan oleh satwa liar, kita dapat mengatakan
asosiasi vegetasi atau tipe vegetasi didalamnya.
2.1.1.5 Penggunaan Habitat :
Penggunaan habitat merupakan cara satwa menggunakan
atau ”mengkonsumsi” (dalam suatu pandangan umum) pada
suatu kumpulan komponen fisik dan biologi (sumber daya)
dalam suatu habitat. Hutto (1985:458) menyatakan bahwa
penggunaan habitat merupakan sebuah proses yang secara
hierarkhi melibatkan suatu rangkaian perilaku alami dan
belajar suatu satwa dalam membuat keputusan habitat seperti
apa yang akan digunakan dalam skala lingkungan yang
berbeda.
2.1.1.6 Kesukaan Habitat :
Johnson (1980) menyatakan bahwa seleksi merupakan
proses satwa memilih komponen habitat yang digunakan.
Kesukaan habitat merupakan konsekuensi proses yang
menghasilkan adanya penggunaan yang tidak proporsional
terhadap beberapa sumberdaya, yang mana beberapa
sumberdaya digunakan melebihi yang lain.
6
2.1.1.7 Ketersediaan Habitat :
Berikut pandangan dari beberapa ahli mengenai
ketersediaan habitat, diantaranya sebagai berikut :
1) Wiens (1984:402) Ketersediaan habitat menunjuk pada
aksesibiltas komponen fisik dan biologi yang dibutuhkan
oleh satwa, berlawanan dengan kelimpahan sumberdaya
yang hanya menunjukkan kuantitas habitat masing - masing
organisme yang ada dalam habitat tersebut.
2) Litvaitis et al., (1994) Secara teori kita dapat menghitung
jumlah dan jenis sumberdaya yang tersedia untuk satwa.
Secara praktek, merupakan hal yang hampir tidak mungkin
untuk menghitung ketersediaan sumberdaya dari sudut
pandang satwa. Kita dapat menghitung kelimpahan species
prey untuk suatu predator tertentu, tetapi kita tidak bisa
mengatakan bahwa semua prey yang ada di dalam habitat
dapat dimangsa karena adanya beberapa batasan, seperti
ketersediaan cover yang banyak yang membatasi
aksesibilitas predator untuk memangsa prey. Hal yang sama
juga terjadi pada vegetasi yang berada di luar jangkauan
suatu satwa sehingga susah untuk dikonsumsi, walaupun
vegetasi itu merupakan kesukaan satwa tersebut.
3) Wiens (1984:406) Meskipun menghitung ketersediaan
sumber daya aktual merupakan hal yang penting untuk
memahami hubungan antara satwa liar dan habitatnya,
dalam praktek jarang dilakukan karena sulitnya dalam
menentukan apa yang sebenarnya tersedia dan apa yang
tidak tersedia. Sebagai konsekuensinya, mengkuantifikasi
ketersediaan sumberdaya biasanya lebih ditekankan pada
penghitungan kelimpahan sumberdaya sebelum dan
sesudah digunakan oleh satwa dalam suatu kawasan,
daripada ketersediaan aktual. Ketika aksesibilitas sumber
7
daya dapat ditentukan terhadap suatu satwa, analisis untuk
menaksir kesukaan habitat dengan membandingkan
penggunan dan ketersediaan merupakan hal yang penting.
2.1.1.8 Kualitas Habitat :
Istilah kualitas habitat menunjukkan kemampuan
lingkungan untuk memberikan kondisi khusus tepat untuk
individu dan populasi secara terus menerus. Kualitas
merupakan sebuah variabel kontinyu yang berkisar dari rendah,
menengah, hingga tinggi. Kualitas habitat berdasarkan
kemampuan untuk memberikan sumberdaya untuk bertahan
hidup, reproduksi dan kelangsungan hidup populasi secara
terus menerus. Para peneliti umumnya menyamakan kualitas
habitat yang tinggi dengan menonjolkan vegetasi yang
memiliki kontribusi terhadap kehadiran atau ketidak hadiran
suatu spesies. Kualitas secara eksplisit harus dihubungkan
dengan ciri - ciri demografi jika diperlukan. Oleh sebab itu
daya dukung dapat disamakan dengan level kualitas habitat
tertentu, kualitasnya dapat berdasarkan tidak pada jumlah
organisme tetapi pada demografi populasi secara individual.
Kualitas habitat merupakan kata kunci bagi para ahli restorasi.
Secara garis besar dikenal empat tipe habitat utama, yakni:
1) Daratan
2) Perairan Tawar
3) Perairan Payau dan Estuaria, serta
4) Perairan Bahari / Laut
Masing - masing kategori utama dapat dipilih - pilihkan
lagi tergantung corak kepentingannya mengenai aspek yang
ingin di ketahui. Dari sudut pandang dan kepentingan popuasi -
populasi hewan yang menempatinya, pemilihan tipe - tipe
habitat itu terutama didasarkan pada segi variasinya menurut
waktu dan ruang.
8
Berdasarkan variasi habitat menurut ruang, dapat dikenal 4
macam habitat, diantaranya :
1) Habitat yang konstan, yaitu suatu habitat yang kondisinya
terus - menerus relatif baik atau kurang baik.
2) Habitat yang bersifat memusim, yaitu suatu habitat yang
kondisinya secara relatif teratur berganti - ganti antara baik
dan kurang baik.
3) Habitat yang tidak menentu, yaitu suatu habitat yang
mengalami suatu priode dengan kondisi baik yang lamanya
bervariasi, sehingga kondisinya tidak dapat diramalkan.
4) Habitat yang efemeral, yaitu suatu habitat yang mengalami
priode kondisi baik yang berlangsung relatif singkat,
diikuti oleh suatu priode dengan kondisi yang kurang baik
yang berlangsung relatif lama sekali.
Berdasarkan variasi kondisi habitat menurut ruang,
habitat dapat diklasifikasi menjadi tiga macam, diantaranya :
1) Habitat yang bersinambung, yaitu apabila suatu habitat
mengandung area dengan kondisi baik yang luas sekali,
yang melebihi luas area yang dapat di jelajahi populasi
hewan pengaruhinya. Sehingga contoh yang luas sebagai
habitat dari populasi rusa yang berjumlah 10 ekor.
2) Habitat yang berputus - putus, merupakan suatu habitat
yang mengandung area dengan kondisi baik letaknya
berselang - seling dengan area yang berkondisi kurang baik,
hewan penghuninya dengan mudah dapat menyebardari
area berkondisi baik yang satu ke yang lainnya.
3) Habitat yang terisolasi, merupakan suatu habitat yang
mengandung area terkondisi baik yang terbatas luasnya dan
letaknya terpisah jauh dari area berkondisi baik yang lain,
sehingga hewan - hewan tidak dapat menyebar untuk
9
mencapainya, kecuali bila didukung oleh faktor - faktor
kebetulan.
Misalnya : suatu pulau kecil yang di huni oleh populasi
rusa. Jika makanan habis rusa tersebut tidak dapat
berpindah ke pulau lain. Pulau kecil tersebut merupakan
bukan habitat terisolasi bagi suatu populasi burung yang
dapat dengan mudah pindah ke pulau lainnya, tetapi lebih
cocok disebut habitat yang terputus.
2.1.2 Pengertian Relung Ekologi
Berbeda dengan istilah habitat yang sekarang sudah digunakan
secara luas, istilah relung ekologi di luar bidang ekologi praktis tak
kenel. Salah satu pennyebabnya ialah karena konsep relung ekologi
relatif baru, bahkan dalam 30 tahun pertama selak istilah tersebut
diperkenalkan pengertiannya masih kabur. Sampai saat ini dikalangan
guru - guru biologi sekolah menengah juga masih kabur.
Secara umum dapat dikatakan bahwa relung ekologi merupakan
suatu konsep abstrak mengenai keseluruhan persyaratan hidup dan
interaksi organisme dalam habitatnya. Dalam hal ini habitat merupakan
penyedia berbagai kondisi dan sumberdaya yang dapat digunakan oleh
organisme sesuai dengan persyaratan hidupnya.
Konsep relung (niche) dikembangkan oleh Charles Elton (1927)
ilmuwan Inggris, dengan pengertian relung adalah “status fungsional
suatu organisme dalam komunitas tertentu”. Dalam penelaahan suatu
organisme, kita harus mengetahui kegiatannya, terutama mengenai
sumber nutrisi dan energi, kecepatan metabolisme dan tumbuhnya,
pengaruh terhadap organisme lain bila berdampingan atau bersentuhan
dan sampai seberapa jauh organisme yang kita selidiki itu
mempengaruhi atau mampu mengubah berbagai proses dalam
ekosistem.
10
Beberapa para ahli memiliki beberapa pandangan mengenai
pengertian relung ekologi, diantaranya :
1) Resosoedarmo (1992) adalah profesi (status suatu organisme)
dalam suatu komunitas dan ekosistem tertentu yang merupakan
akibat adaptasi struktural, fungsional serta perilaku spesifik
organisme itu.
2) Odum (1993) relung ekologi merupakan istilah lebih inklusif yang
meliputi tidak saja ruang secara fisik yang didiami oleh suatu
makhluk, tetapi juga peranan fungsional dalam komunitas serta
kedudukan makhluk itu di dalam kondisi lingkungan yang berbeda.
3) Soetjipto (1992) relung ekologi merupakan gabungan khusus
antara faktor fisik (mikrohabitat) dan kaitan biotik (peranan) yang
diperlukan oleh suatu jenis untuk aktivitas hidup dan eksistensi
yang berkesinambungan dalam komunitas.
Niche (relung) ekologi mencakup ruang fisik yang diduduki
organisme. Peranan fungsionalnya di dalam masyarakatnya, misal :
posisi trofik serta posisinya dalam kondisi lingkungan tempat
tinggalnya dan keadaan lain dari keberadaannya itu. Ketiga aspek
relung ekologi itu dapat dikatakan sebagai relung atau ruangan habitat,
relung trofik dan relung multidimensi atau hypervolume. Oleh karena
itu relung ekologi sesuatu organisme tidak hanya tergantung pada
dimana dia hidup tetapi juga apa yang dia perbuat (bagaimana dia
merubah energi, bersikap atau berkelakuan, tanggap terhadap dan
mengubah lingkungan fisik serta abiotiknya), dan bagaimana jenis lain
menjadi kendala baginya.
Hutchinson (1957) telah membedakan antara niche pokok
(fundamental niche) dengan niche yang sesungguhnya (relized niche).
Niche pokok didefinisikan sebagai sekelompok kondisi - kondisi fisik
yang memungkinkan populasi masih dapat hidup. Sedangkan niche
sesungguhnya didefinisikan sebagai sekelompok kondisi - kondisi fisik
yang ditempati oleh organisme - organisme tertentu secara bersamaan.
11
2.2 KONSEP HABITAT DAN KLASIFIKASINYA
Klasifikasi makhluk hidup adalah pengelompokan aneka jenis hewan
atau tumbuhan ke dalam kelompok tertentu. Pengelompokan ini disusun
secara runtut sesuai dengan tingkatannya (hierarkinya), yaitu mulai dari yang
lebih kecil tingkatannya hingga ke tingkatan yang lebih besar. Ilmu yang
mempelajari prinsip dan cara klasifikasi makhluk hidup disebut taksonomi
atau sistematik.
2.2.1 Konsep Habitat
Habitat suatu organisme adalah tempat organisme itu hidup atau
tempat kemana seseorang harus pergi untuk menemukan organisme
tersebut. Istilah habitat banyak digunakan, tidak saja dalam ekologi
tetapi dimana saja. Tetapi pada umumnya istilah ini diartikan sebagai
tempat hidup suatu makhluk hidup.
2.2.2 Konsep Klasifikasi Pada Suatu Habitat
Konsep dan cara klasifikasi makhluk hidup menurut ilmu
taksonomi adalah dengan membentuk takson. Takson adalah kelompok
makhluk hidup yang anggotanya memiliki banyak persamaan
ciri. Takson dibentuk dengan jalan mencandra objek atau makhluk
hidup yang diteliti dengan mencari persamaan ciri maupun perbedaan
yang dapat diamati.
2.2.2.1 Tujuan Serta Manfaat Klasifikasi
Tujuan dari klasifikasi makhluk hidup, antara lain :
1) Mengelompokkan makhluk hidup berdasarkan persamaan
cirri - ciri yang dimiliki
2) Mendeskripsikan cirri - ciri suatu jenis makhluk hidup
untuk membedakannya dengan makhluk hidup dari jenis
yang lain
3) Mengetahui hubungan kekerabatan antarmakhluk hidup
12
4) Memberi nama makhluk hidup yang belum diketahui
namanya
Berdasarkan tujuan tersebut, sistem klasifikasi makhluk
hidup memiliki manfaat seperti berikut :
1) Memudahkan kita dalam mempelajari makhluk hidup yang
sangat beraneka ragam.
2) Mengetahui hubungan kekerabatan antara makhluk hidup
satu dengan yang lain.
2.2.2.2 Berbagai Macam Klasifikasi
Ada bermacam sistem klasifikasi makhluk hidup. Sistem
klasifikasi ini berkembang mulai dari yang sederhana hingga
berdasar sistem yang lebih modern.
1) Sistem artifisial / buatan : Sistem yang mengelompokkan
makhluk hidup berdasarkan persamaan ciri yang
ditetapkan oleh peneliti sendiri, misalnya, ukuran, bentuk,
dan habitat makhluk hidup. Penganut sistem ini di
antaranya Aristoteles dan Theophratus (370 SM).
2) Sistem natural / alami : Sistem yang mengelompokkan
makhluk hidup berdasarkan persamaan ciri struktur tubuh
eksternal (morfologi) dan struktur tubuh internal (anatomi)
secara alamiah. Penganut sistem ini, di antaranya, Carolus
Linnaeus (abad ke-18). Linnaeus berpendapat bahwa setiap
tipe makhluk hidup mempunyai bentuk yang berbeda. Oleh
karena itu, jika sejumlah makhluk hidup memiliki sejumlah
ciri yang sama, berarti makhluk hidup tersebut sama
spesiesnya. Dengan cara ini, Linnaeus dapat mengenal
10.000 jenis tanaman dan 4.000 jenis hewan.
3) Sistem modern (filogenetik) : Sistem klasifikasi makhluk
hidup berdasarkan pada hubungan kekerabatan secara
evolusioner. Beberapa parameter yang digunakan dalam
klasifikasi ini adalah sebagai berikut:
13
a) Persamaan struktur tubuh dapat diketahui secara
eksternal dan internal
b) Menggunakan biokimia perbandingan. Misalnya, hewan
Limulus polyphemus, dahulu dimasukkan ke dalam
golongan rajungan (Crab) karena bentuknya seperti
rajungan, tetapi setelah dianalisis darahnya secara
biokimia, terbukti bahwa hewan ini lebih dekat dengan
laba-laba (Spider). Berdasarkan bukti ini, Limulus
dimasukkan ke dalam golongan laba-laba.
c) Berdasarkan genetika modern. Gen dipergunakan juga
untuk melakukan klasifikasi makhluk hidup. Adanya
persamaan gen menunjukkan adanya kekerabatan.
2.2.3 Langkah - Langkah Klasifikasi Makhluk Hidup
Langkah - langkah klasifikasi makhluk hidup adalah
sebagai berikut :
1) Mengidentifikasi objek berdasar cirri - ciri struktur tubuh
makhluk hidup, misalnya, hewan atau tumbuhan yang sama
jenis atau spesiesnya.
2) Setelah kelompok spesies terbentuk, dapat dibentuk
kelompok - kelompok lain dari urutan tingkatan klasifikasi,
sebagai berikut :
a) Dua atau lebih spesies dengan ciri-ciri tertentu
dikelompokkan untuk membentuk takson genus.
b) Beberapa genus yang memiliki ciri-ciri tertentu
dikelompokkan untuk membentuk takson famili.
c) Beberapa famili dengan ciri tertentu dikelompokkan
untuk membentuk takson ordo.
d) Beberapa ordo dengan ciri tertentu dikelompokkan
untuk membentuk takson kelas.
14
e) Beberapa kelas dengan ciri tertentu dikelompokkan
untuk membentuk takson filum (untuk hewan) atau
divisio (untuk tumbuhan).
f) Beberapa kingdom dengan cirri tertentu dikelompokkan
untuk membentuk takson kingdom (kerajaan).
Dengan cara tersebut terbentuklah urutan hierarki atau
tingkatan klasifikasi makhluk hidup. Urutan klasifikasi dari
tingkatan yang terbesar hingga terkecil adalah sebagai berikut :
1) Kingdom (kerajaan)
2) Divisio atau Filum
3) Kelas (classis)
4) Ordo (bangsa)
5) Famili (suku)
6) Genus (marga)
7) Spesies (jenis)
Gambar 1. Klasifikasi pada Hewan
2.3 KONSEP RELUNG EKOLOGI
Relung atau niche ekologi suatu hewan merupakan status fungsional
hewan tersebut di dalam habitat yang di diaminya berdasarkan adaptasi -
adaptasi fisiologis, struktural dan perilakunya.
Relung ekologi (ecological niche) adalah jumlah total semua
penggunaan sumberdaya biotik dan abiotik oleh organisme di lingkungannya.
Salah satu cara untuk menangkap konsep itu adalah melalui analog yang
dibuat oleh ahli ekologi Eugene Odum, yaitu jika habitat suatu organisme
adalah rumahnya maka relung adalah pekerjaannya. Relung ekologi ada yang
bersifat umum dan spesifik, diantaranya :
1) Pemakan banyak jenis (polifag), misalnya ayam karena dapat memakan
cacing, padi, daging, ikan, rumput dan lain sebagainya.
15
2) Pemakan beberapa jenis (oligofag), misalnya kelinci hanya memakan
jenis tumbuhan saja (sayuran dan buah - buahan).
3) Hanya pemakan satu jenis (monofag), misalnya wereng yang hanya
memakan padi.
2.4 RELUNG TROPHIK
Relung trofik menekankan pada hubungan energi. Charles Elton (1927)
secara terpisah menyatakan bahwa relung merupakan fungsi atau peranan
spesies di dalam komunitasnya. Maksud dari fungsi dan peranan ini adalah
kedudukan suatu spesies dalam komunitas dalam kaitannya dengan peristiwa
makan memakan dan pola - pola interaksi yang lain. Inilah yang disebut
dengan relung trophik.
Sebagai contoh jika kita menyatakan relung trophik dari tikus sawah,
maka kita harus menjelaskan bahwa tikus itu memakan apa dan dimakan oleh
siapa, apakah dia herbivora, karnivora, atau omnivora serta apakah dia bersifat
kompetitor bagi yang lain dan sebagainya.
Gambar 2. Trophik Aliran Energi
2.5 RELUNG HABITAT
Istilah relung (nische) pertama kali dikemukakan oleh Joseph Grinnell
pada tahun 1917. Menurut Grinner, relung merupakan bagian dari habitat yang
disebut dengan mikrohabitat. Dengan pandangan seperti ini, Grinnell
mengatakan bahwa setiap relung hanya dihuni oleh satu spesies. Pandangan
16
relung yang dikemukakan oleh Grinnell inilah yang disebut dengan relung
habitat.
Berdasarkan kondisi habitatnya habitat dapat dibagai menjadi dua, yaitu :
1) Habitat Makro merupakan habitat bersifat global dengan kondisi
lingkungan yang bersifat umum dan luas, misalnya : gurun pasir, pantai
berbatu karang, hutan hujan tropika, daerah kutub (utara dan selatan) dan
sebagainya.
2) Habitat Mikro merupakan habitat lokal dengan kondisi lingkungan yang
bersifat setempat yang tidak terlalu luas, misalnya : kolam, rawa payau
berlumpur lembek dan dangkal, danau dan sebagainya.
2.6 RELUNG MULTIDIMENSI
Berbeda dengan Elton, maka Hutchinson (1958) menyatakan bahwa
relung adalah kisaran berbagai variabel fisik dan kimia serta peranan biotik
yang memungkinkan suatu spesies dapat survival dan berkembang di dalam
suatu komunitas. Inilah yang disebut dengan relung multidimensi
(hipervolume).
Sependapat dengan pengertian relung ini, maka Kendeigh (1980)
menyatakan bahwa relung ekologi merupakan gabungan khusus antara faktor
fisiko kimiawi (mikrohabitat) dengan kaitan biotik (peranan) yang diperlukan
oleh suatu spesies untuk aktifitas hidup dan eksistensi yang terus menerus di
dalam komunitas. Dengan kata lain dapat dinyatakan bahwa relung
multidimensi merupakan gabungan dari relung habitat dan relung trophik.
Sebagai contoh, jika menyatakan relung multidimensi dari tikus sawah,
berarti kita menjelaskan tentang mikrohabitatnya dan sekaligus menjelaskan
tentang apa makanannya, siapa predatornya dan lain sebaginya.
Hutchinson (1957) dalam Begon,et al (1986) telah mengembangkan
konsep relung ekologi multidimensi (dimensi-n atau hipervolume). Setiap
kisaran toleransi hewan terhadap suatu faktor lingkungan, misalnya suhu
merupakan suatu dimensi. Dalam kehidupannya hewan dipengaruhi oleh
bukan hanya satu faktor lingkungan saja, melainkan banyak faktor lingkungan
secara simultan. Faktor ligkungan yang mempengaruhi atau membatasi
kehidupan organisme bukan hanya k
kelembapan, salinitas tetapi juga ketersediaan sumberdaya yang dibutuhkan
hewan (makanan dan tempat untuk membuat sarang bagi hewan).
Gambar 3. Contoh dari Relung Multidimensi Tikus Sawah
2.7 PEMISAHAN RELUNG
Dengan adanya interaksi persaingan antara dua spesies atau lebih yang
memiliki relung ekologi yang sangat mirip maka mungkin saja spesies
spesies tersebut tidak berkonsistensi dalam habitat yang sama
menerus. Hal ini menunjukkan bahwa
ditempati secara simultan dan sempurna oleh populasi stabil lebih dari satu
spesies. Pernyataan ini dikenal sebagai
”Aturan Gause”.
Sehubungan dengan a
beberapa spesies yang dapat hidup secara langgeng
yang sama ialah spesies
Tentang pentingnya perbedaan
lama dikemukakan oleh Darwin (18
besar perbedaan
hidup di suatu tempat, maka semakin besar pula jumlah spesies yang dapat
hidup di suatu tempat itu. Pernyataan Darwin tersebut dikenal sebagai
Divergensi”.
Dari uraian tersebut di atas tampak bahwa aspek relung ekologi yang
menyangkut dimensi sumberdaya, khususnya yang vital untuk pertumbuhan
dan perkembangbiak
17
secara simultan. Faktor ligkungan yang mempengaruhi atau membatasi
kehidupan organisme bukan hanya kondisi lingkungan seperti suhu, cahaya,
kelembapan, salinitas tetapi juga ketersediaan sumberdaya yang dibutuhkan
hewan (makanan dan tempat untuk membuat sarang bagi hewan).
Gambar 3. Contoh dari Relung Multidimensi Tikus Sawah
PEMISAHAN RELUNG
gan adanya interaksi persaingan antara dua spesies atau lebih yang
memiliki relung ekologi yang sangat mirip maka mungkin saja spesies
spesies tersebut tidak berkonsistensi dalam habitat yang sama
menerus. Hal ini menunjukkan bahwa suatu relung ekologi tidak dapat
ditempati secara simultan dan sempurna oleh populasi stabil lebih dari satu
spesies. Pernyataan ini dikenal sebagai ”Asas Eksklusi Persaingan”
Sehubungan dengan asas tersebut di atas, menurut ”Asas Koeksistens
beberapa spesies yang dapat hidup secara langgeng atau lama
yang sama ialah spesies - spesies yang relung ekologinya berbeda
Tentang pentingnya perbedaan - perbedaan diantara berbagai spesies telah
lama dikemukakan oleh Darwin (1859). Darwin menyatakan bahwa semakin
besar perbedaan - perbedaan yang diperlihatkan oleh berbagai spesies yang
hidup di suatu tempat, maka semakin besar pula jumlah spesies yang dapat
hidup di suatu tempat itu. Pernyataan Darwin tersebut dikenal sebagai
Dari uraian tersebut di atas tampak bahwa aspek relung ekologi yang
menyangkut dimensi sumberdaya, khususnya yang vital untuk pertumbuhan
dan perkembangbiakkan, dari beberapa spesies harus berbeda (terpisah) agar
secara simultan. Faktor ligkungan yang mempengaruhi atau membatasi
ondisi lingkungan seperti suhu, cahaya,
kelembapan, salinitas tetapi juga ketersediaan sumberdaya yang dibutuhkan
hewan (makanan dan tempat untuk membuat sarang bagi hewan).
Gambar 3. Contoh dari Relung Multidimensi Tikus Sawah
gan adanya interaksi persaingan antara dua spesies atau lebih yang
memiliki relung ekologi yang sangat mirip maka mungkin saja spesies -
spesies tersebut tidak berkonsistensi dalam habitat yang sama secara terus -
elung ekologi tidak dapat
ditempati secara simultan dan sempurna oleh populasi stabil lebih dari satu
”Asas Eksklusi Persaingan” atau
”Asas Koeksistensi’,
atau lama dalam habitat
spesies yang relung ekologinya berbeda - beda.
perbedaan diantara berbagai spesies telah
59). Darwin menyatakan bahwa semakin
perbedaan yang diperlihatkan oleh berbagai spesies yang
hidup di suatu tempat, maka semakin besar pula jumlah spesies yang dapat
hidup di suatu tempat itu. Pernyataan Darwin tersebut dikenal sebagai ”Asas
Dari uraian tersebut di atas tampak bahwa aspek relung ekologi yang
menyangkut dimensi sumberdaya, khususnya yang vital untuk pertumbuhan
an, dari beberapa spesies harus berbeda (terpisah) agar
18
dapat berkoeksistensi dalam habitat yang sama. Perbedaan atau pemisahan
relung itu juga mencakup aspek waktu aktif.
Contoh dari khasus pemisahan relung antara berbagai spesies yang
berkohabitasi dapat dilihat dari contoh berikut ini : Serumpun padi dapat
menjadi sumber daya berbagai jenis spesies hewan. Orong - orong
(Gryllotalpa africana) memakan akarnya, walang sangit (Leptocorisa acuta)
memakan buahnya, ulat tentara kelabu (Spodoptera maurita) yang memakan
daunnya, ulat penggerek batang (Chilo supressalis) yang menyerang
batangnya, hama ganjur (Pachydiplosis oryzae) menyerang pucuknya, wereng
coklat (Nilaparvata lugens) dan wereng hijau (Nephotettix apicalis) yang
menghisap cairan batangnya. Tiap jenis hama tersebut masing - masing telah
teradaptasi khusus untuk memanfaatkan tanaman padi sebagai sumber daya
makanan pada bagian yang berbeda - beda.
19
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Di lingkungan alam sekitar, kita dapat temui berbagai jenis makhluk
hidup, baik dari golongan hewan, tumbuhan ataupun mikroorganisme.
Masalah kehadiran suatu populasi hewan di suatu tempat dan penyebaran
(distribusi) spesies hewan tersebut di muka bumi ini, selalu berkaitan dengan
masalah habitat dan relung ekologinya. Habitat secara umum menunjukkan
bagaimana corak lingkungan yang ditempati populasi hewan, sedangkan
relung ekologinya menunjukkan dimana dan bagaimana kedudukan populasi
hewan itu relatif terhadap faktor - faktor abiotik dan biotik lingkungannya
tersebut.
Secara sederhana habitat diartikan sebagai tempat hidup dari makhluk
hidup atau diistilahkan juga dengan biotop. Untuk mudahnya, habitat
seringkali diibaratkan sebagai “alamat” dari populasi hewan, sedangkan
relung ekologi diibaratkan sebagai “profesi” di alamat tersebut.
3.2 SARAN
Dengan mengetahui arti dan pembahasan singkat mengenai habitat dan
relung ekologi di suatu tempat, maka diharapkan para pembaca khususnya
selalu menghargai keberadaan makhluk hidup (tumbuhan dan hewan) yang
ada disekitar kita. Jika habitat suatu hewan terganggu, tumbuhan yang ada di
ekosistem itu juga akan terganggu dan berdampak pula pada kelangsungan
hidup kita. Karena tumbuhan merupakan sumber energi utama bagi makhluk
hidup (autotrof) maka sudah sepantasnya, kita sebagai makhluk hidup yang
dianggap memiliki akal pikiran untuk selalu melestarikan dan menjaga dengan
sebaik - baiknya.
20
DAFTAR PUSTAKA
Atharamadhana, Fauziah. 2013. Habitat dan Relung. Ringkasan Ekologi SDH Habitat, Relung & Produktifitas Ekosistem. Blogspot : Blogger.
(Diakses Jumat, 10 Februari 2017 pada : http://fauziahforester.blogspot.co.id/2013/03/ringkasan-ekologi-sdh-habitat-relung_5.html)
Drs.LugtyastyonoBn,M.Pd. 2015. Bab 10 Ekosistem (X). Biologi Klaten. Pemerintah Kabupaten Kelaten. Wordpress.
(Diakses Sabtu, 11 Maret 2017 pada : https://biologiklaten.wordpress.com/bab-10-ekosistem-x/)
Fauzan, Ahmad. 2013. Ekologi. Relung. Blogspot : Blogger. (Diakses Jumat, 10 Februari 2017 pada :
http://ojanslank.blogspot.co.id/2013/07/relung.html) Kurniawan, Dheka Arie. 2012. Relung Ekologi (Ecological Niche). Biopedia
Indonesia. Kalimantan Utara. Blogspot : Blogger. (Diakses Jumat, 10 februari 2017 pada : http://biopedia-
id.blogspot.co.id/2012/04/relung-ekologi-ecological-niche.html) Lestari, Siti. 2014. Segregasi Relung Pada Hewan. Makalah Persilangan
Monohibrid dan Dihibrid. Blogspot : Blogger. (Diakses Jumat 10 Februari 2017 pada :
http://sitilestari98.blogspot.co.id/2014/09/segregasi-relung-pada-hewan.html) Noname. 2017. Tikus Sawah. Wikipedia Ensiklopedia Bebas. Blogger. (Diakses Sabtu, 11 Maret 2017 pada : https://id.wikipedia.org/wiki/Tikus_sawah) Rachmawati, Riana. 2011. Interaksi, Kedudukan Relung Ekologi dan Niche
Spesies. Relung. Blogspot : Blogger. (Diakses Jumat, 10 Februari 2017 pada :
http://relungpasar.blogspot.co.id/2011/05/interaksi-kedudukan-relung-ekologi-dan.html)
Supra, Agus. 2013. Habitat dan Relung. Biologi. Blogspot : Blogger. (Diakses Sabtu, 11 Maret 2017 pada :
http://asepagus544.blogspot.co.id/2013/03/habitat-dan-relung.html)