efusi pleura
TRANSCRIPT
KELOMPOK XII
“SEORANG LELAKI DENGAN KELUHAN SESAK NAPAS”
030.06.092 FILDZAH DINI SAFITRI
030.07.124 JANICE HASTIANI
030.08.022 ANASTASIA CAROLIN
030.08.082 DIAZ RAHMADI GUSNADI
030.08.121 HERU ALFARES
030.08.142 LAURA ESTELIA
030.08.202 REINITA ARLIN PUSPITA
030.08.212 RIZKY KUMARA ANINDHITA
030.08.229 SRI FELICIANI
030.08.262 YULIANI
030.08.302 SITI HANISAH BT SAMSUDDIN
030.08.288 NADIRA BINTI ROSLAN
030.08.309 MIMI SUHAINI BT SUDIN
030.07.096 FRANSISKA DIANA
JAKARTA
28 APRIL 2010
1
BAB I
Pendahuluan
Dispnea (breathlessness) adalah keluhan yang sering memerlukan penangan darurat
tetapi intensitas dan tingkatannya dapat berupa tidak nyaman di dada yang bisa membaik
sendiri yang membutuhkan bantuan napas yang serius (severe air hunger) sampai yang
fatal. Hal ini dapat diketahui dari anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik dan
pemeriksaan penunjang foto toraks dan spirometri.
Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura pareitalis dan
pleura viseralis. Kedua lapisan ini bersatu didaerah hilus arteri dan mengadakan
penetrasi dengan cabang utama bronkus, arteri dan vena bronkialis, serabut saraf
dan pembuluh limfe. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial,
jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening.
Pleura seringkali mengalami patogenesis seperti terjadinya efusi cairan, misalnya
hidrotoraks dan plueritis eksudativa karena infeksi, hemotoraks bila rongga pleura
berisis darah, kilotoraks (cairan limfe), piotoraks atau empiema thoracis bila berisi
nanah, pneumotoraks bila berisi udara.
Penyebab dari kelaian patologi pada rongga pleura bermacam-macam, terutama
karena infeksi tuberkulosis atau non tuberkulosis, keganasan, trauma, dan lain-lain.
2
BAB II
Laporan Kasus
Kasus “Seorang lelaki dengan keluhan sesak nafas”
Seorang lelaki Tn X umur 30 tahun datang ke poliklinik RSAL. Dr. Mintohardjo Jakarta
dengan keluhan sesak nafas. Pekerjaan sebagai pemulung tinggal di daerah bantaran
sungai ciliwung. Waktu datang di poliklinik pasien mengeluh sesak sejak 2 bulan yang
lalu, dirasakan makin lama makin sesak. Dia juga mengeluh nyeri dada kiri seperti
disayat, demam dirasakan hilang timbul, nafsu makan menurun, lemas, keringat malam,
dan berat badan menurun.
Analisa kasus
Berdasarkan laporan kasus di atas, pertama yang harus dilakukan oleh seorang dokter
adalah melakukan anamnesis, baik yang diperoleh dari pasien sendiri (autoanamnesis)
atau yang disapat dari orang lain (allowanamnesis). Selanjutnya adalah pemeriksaan fisik,
lalu membuat hipotesis awal. Pada umumnya, pemeriksaan penunjang juga dilakukan
untuk menegakan diagnosis pasti dan dapat menyingkirkan penyakit lain yang menjadi
diagnosis banding.
Anamnesis
Identitas :
Nama : Tn X
Umur : 30 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Pekerjaan : pemulung
Alamat : Bantaran sungai ciliwung
Keluhan utama : Sesak nafas
3
Keluhan Tambahan : Nyeri sejak 2 bulan yang lalu (penyakit progresif dan
pengembangan paru berkurang)
: nyeri dada kiri seperti disayat ( nyeri pleuritik)
: demam hilang timbul (infeksi)
: lemas (kronik)
: keringat malam (kronik)
: Berat badan menurun (kronik)
Riwayat penyakit sekarang :
o Sejak kapan sesak nafas?
o Frekuensi dan intensitas sesak nafas?
o Apa saja makanan yang dikonsumsi?
o Ada gejala lain yang menyertai?
o Pertama terjadi atau sudah pernah mengalami sebelumnya?
o Pernah atau sedang mengkonsumsi obat-obatan apa saja?
Riwayat Penyakit Dahulu :
o Apakah memiliki penyakit paru?
o Apakah ada riwayat operasi?
o Apakah pernah menderita penyakit lainnya?
Riwayat Penyakit dalam Keluarga :
o Apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita penyakit yang sama
sebelumnya?
4
Riwayat Kebiasaan :
o Sering merokok ?
o Sedang lagi stress?
o Pekerjaan?
o Tempat tinggal?
o Pola makan dan jenis makanan yang biasa dikonsumsi apa saja?
Pemeriksaan Fisik
Tanda vital
- Suhu : 38oC (Infeksi)
- Tekanan darah : 140/90 mmHg ( JNC VII hipertensi stage I)
- Denyut nadi : 100x/menit (normal batas atas)
- Frekuensi Pernapasan: 30x/menit (takipnoe-kompensasi dari sesak nafas)
Keadaan umum
- Kesan sakit : tampak sakit berat
- Wajah : pucat
- Kesadaran : compos mentis
Status Lokalis Thorax:
Inspeksi
5
Anemia, nafsu makan menurun
Deviasi kearah yang sakit : atelektasis
Deviasi kearah yang sehat : efusi
- trakea deviasi ke arah kanan asimetris, dada kiri lebih cembung dan
tertinggal ( gangguan compliance paru kiri)
Palpasi
- Trakea deviasi ke arah kanan, fremitus suara kanan menurun,
asimetris, ICS melebar (kompensasi sesak nafas)
Perkusi
- ½ lapangan paru kiri bawah redup (konsistensi paru lebih
padat/infiltrat)
Auskultasi
- suara nafas menurun/menghilang, BJ I dan II reguler, gallop (-),
murmur (-) – jantung Normal
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium Darah perifer
Hb 10,5 gr% : ↓↓ Anemia (13-14)
Leukosit 10.000/µL : Leukositosis ringan (5000-10000)
Trombosit 230.000/µL : Normal (200000-500000)
LED 82 : ↑↑ kronis, nekrosis jaringan dan keganasan
(10-15)
Hitung Jenis 0/3/12/56/29/5 : ↑↑ batang infeksi bakteri ( 1-3)
Pemeriksaan Kimia Klinik (mengikuti perjalan penyakit serta
pengobatannya)
- Gula darah sewaktu 130 : Normal (<180 mg%)
- Ureum 35 : Normal (20-40)
- Kreatinin 1,02 : Normal (0,5-1,5)
6
Cairan atau udara
Sumbatan, cairan, udara di pleura
- SGOT 40 : ↑↑ waspada perikarditis, infark paru (37)
- SGPT 35 : Normal (5-41)
Rontgen Thorak:
Pleura : Garis Ellis Damoiseau (+)
: cairan (gambaran homogen) (+)
: sinus costophrenicus (-)→ cairan
Pulmo : Parenkim (-)
: Corakan brokovaskuler (-)
: hilus(-)
Jantung : CTR normal
: terdorong kekanan
: sillhouvete sign (+)
Rongga toraks : ICS kiri >>>
Anjuran pemeriksaan penunjang Diagnosis :
- pungsi pleura (thorakosentesis) :warna, biokimia, sitologi, bakteriologi.
- rivalta test
Diagnose Banding
1. Bening (Transudat) : CHF, DHF, Renal failure
2. Xantochrom (kekuningan) : TBC
3. Darah : Trauma
4. Susu : Ruptur duktus thoraksikus
5. Keruh (Eksudat) : TBC, pneumonia
6. Pus : emphyema
7. Cairan yang mengandung darah : Ca Paru
Diagnosis Kerja
Efusi Pleura Maligna
7
Efusi Pleura Exudativa
Penatalaksanaan
- Terapi simtomatik
untuk mengatasi sesak nafas, nyeri dada, demam, lemas, nafsu makan yang
menurun
- Terapi causatif
Merupakan pengobatan yang paling efektif dengan memberikan antibiotik,
kemoterapi.
- Water Sealed Drainage
Pada empyema dan maligna
Komplikasi :
1. infeksi sekunder
2. Schwarte
3. Edema paru
Prognosis
ad vitam : dubia ad malam
ad fungsionam: dubia ad malam
ad sanasionam : dubia ad malam
8
BAB III
Pembahasan
Sesak nafas (dyspnea) merupakan tanda penting dari penyakit yang sedang terjadi
pada beberapa sistem tubuh manusia, antara lain sistem respirasi, sistem kardiovaskular,
kedua-duanya bahkan bukan atau diluar kedua sistem tersebut. Gejala sesak nafas
memiliki gejala subjektif yang bermacam-macam (seperti nafas menjadi pendek, merasa
tercekik, dan sebagainya) sehingga anamnesis yang efektif sangat diperlukan untuk
menggali apa yang sebenarnya dirasakan oleh pasien, dan gejala objektif yang mutlak
seperti penggunaan otot-otot pernafasan tambahan (seperti m. sternocleidomastoideus, m.
scalenus, m. trapezius, dan m. pectoralis major), pernafasan cuping hidung, takipnea
(dimana frekuensi pernafasan lebih cepat dari normal, yaitu 12 - 20x/menit), dan
hiperventilasi (dimana proses ventilasi lebih dari jumlah yang dibutuhkan untuk
mempertahankan pengeluaran karbondioksida normal).
Karena sesak nafas merupakan tanda dari berbagai jenis penyakit, maka kita perlu
melakukan anamnesis untuk menuju ke arah diagnosis penyakit yang sebenarnya. Berikut
adalah penyakit-penyakit yang memiliki gejala sesak nafas.
Sistem Kardiovaskular Sistem Respirasi Sistem Kardiovaskular dan Respirasi
-. Congestive Heart Failure.
-. Penyakit Jantung Koroner.
-. Pericarditis.
-. Aritmia.
-. Miokard Infark.
-. COPD.
-. Asma.
-. Penyakit Paru Restriktif.
-. Penyakit Paru Herediter.
-. Pneumothorax.
-. COPD dengan hipertensi pulmonal dan cor pulmonale.
-. Emboli pulmonal.
9
Non-Kardiovaskular dan Respirasi
-. Gangguan metabolik.
-. Gangguan neuromuskular.
-. Panic disorder.
-. Keganasan.
Kesimpulan dari data diatas adalah sesak nafas bukan merupakan gejala
patognomonik, melainkan banyak penyakit yang mendasari terjadinya sesak nafas
tersebut sehingga sangat penting bagi kita untuk mencari dan menginterpretasi data-data
tambahan lainnya antara lain:
1.) Anamnesis tambahan: -. Kapan mulai timbul sesak nafas?
-. Apakah onsetnya perlahan-lahan atau mendadak?
-. Seberapa parahkah sesak nafas yang dirasakan?
(bisa menggunakan suatu skala dispnea dari
American Thoracic Society: 0 - 4)
Tingkat Derajat Kriteria
0 Normal Tidak ada keluhan kecuali pada aktivitas berat.
1 Ringan Terdapat kesulitan bernafas, nafas pendek-pendek ketika terburu-buru/ketika menuju puncak landai.
2 Sedang Berjalan lebih lambat daripada orang yang berusia sama karena kesulitan bernafas/harus berhenti berjalan untuk bernafas.
3 Berat Berhenti berjalan setelah 90 meter (100 yard) untuk bernafas/setelah berjalan beberapa menit.
4 Sangat Berat Terlalu sulit untuk bernafas bila meninggalkan rumah/sulit bernafas jika memakai atau membuka baju.
10
-. Bilamanakah sesak nafas akan muncul? (saat aktivitas,
tidur, stress, malam hari dan tiba-tiba, atau saat
istirahat)
-. Apakah sesak nafas hilang pada saat duduk/istirahat?
-. Bagaimana kebiasaan sehari-hari? (merokok/tidak)
-. Apakah ada riwayat atopi pada keluarga?
-. Apakah ada gejala lain yang menyertai, selain sesak
nafas? (batuk, demam atau yang lain)
2.) Pemeriksaan fisik: dilakukan pemeriksaan fisik yang lengkap mulai dari
inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.
3.) Pemeriksaan tambahan: seperti fungsi paru dengan menggunakan spirometri,
foto Rontgen, pemeriksaan darah rutin, dan
analisa gas darah.
Selain dari mencari data-data tambahan dari pasien, kita juga perlu mengetahui
patofisiologi terjadinya sesak nafas yang mencakup berbagai aspek. Hal ini penting
karena dengan mengetahui patofisiologi sesak nafas dari berbagai aspek, akan membantu
kita dalam penegakkan diagnosis kerja. Berikut uraiannya.
a.) Aspek anatomi.
► PULMONAL
◘ makroanatomi:
Cavum nasalis nasopharynx oropharynx laryngopharynx larynx trachea
bronchus principalis bronchus lobaris bronchus segmentalis bronchiolus
terminalis bronchiolus respiratorius ductus alveolaris saccus alveolaris
(ASINUS PARU)
11
Diatas merupakan urutan saluran pernafasan mulai dari cavum nasalis sampai ke
parenkim paru yaitu asinus paru (terdiri atas bronchiolus respiratorius, ductus alveolaris,
dan saccus alveolaris). Apapun yang menyumbat atau menghalangi saluran pernafasan
dan yang merusak parenkim paru diatas dengan sebab yang bermacam-macam dapat
mengakibatkan terjadinya sesak nafas. Hal ini disebabkan karena objek penyumbat
tersebut mengurangi jumlah udara yang dapat masuk ke parenkim paru melalui saluran
pernafasan sehingga jumlah udara yang tersedia untuk proses pertukarana udara juga
berkurang, selain itu kerusakan yang terjadi pada parenkim paru juga dapat menyebabkan
sesak nafas karena dengan rusaknya parenkim paru maka luas permukaan atau bidang
fungsional paru yang dapat melakukan proses pertukaran udara sedikit. Kedua hal ini
dapat menurunkan tekanan parsial oksigen dan menaikkan tekanan parsial
karbondioksida sehingga akan timbul respons oleh tubuh karena berkurangnya suplai
oksigen ke paru, berupa hiperventilasi ~ sesak nafas(dispnea). Keadaan ini dapat
ditemukan pada penyakit COPD (dimana terjadi sumbatan pada saluran pernafasan) dan
pneumonia (dimana terjadi kelainan parenkim paru).
◘ mikroanatomi:
Pada alveoli paru terdapat berbagai sel dengan fungsi khusus:
-. Sel pneumosit 1 merupakan komponen utama pada dinding alveolus.
-. Sel pneumosit 2 merupakan bagian kecil dari dinding alveolus dan
penghasil surfaktan.
-. Sel alveolar fagosit pembersih dinding alveolus dari benda asing.
Jika terjadi kerusakan pada sel-sel diatas maka secara langsung proses pernafasan
akan ikut terganggu. Kerusakan mikoranatomi diatas akan mengakibatkan gangguna pada
proses difusi gas alveolus contoh pada penebalan dinding alveolus (fibrosis) akan
menurunkan proses difusi gas karena dengan menebalnya dinding alveolus maka proses
difusi akan lebih susah, kurangnya produksi surfaktan akan menyebabkan tegangan
permukaan sel akan meningkat sehingga mungkin alveolus bisa kolaps saat ekspirasi, jika
12
alveolus banyak yang kolaps maka luas permukaan untuk terjadinya difusi berkurang
sehingga suplai oksigen darah juga berkurang. Lalu akan timbul respons oleh tubuh
berupa hiperventilasi ~ sesak nafas (dispnea). Keadaan ini dapat ditemukan pada kasus
Interstitial Lung Disease).
► EKSTRAPULMONAL
◘ otot-otot pernafasan:
Pada kasus gangguan neuromuskular berupa lemahnya otot-otot pernafasan (pada
myasthenia gravis) dan kelumpuhan otot-otot pernafasan (polimielitis dan sindrom
Guillain-Barre) terjadi gangguan pada otot-otot pernafasan. Secara fungsional
kemampuan otot-otot pernafasan ini berkurang, hal ini akan mengganggu proses
pernafasan (terutama proses inspirasi karena merupakan proses yang aktif, yaitu dengan
menggunakan otot-otot pernafasan) sehingga otot-otot ini tidak bisa memasukkan udara
yang cukup ke paru. Sebagai akibat tekanan parsial oksigen diparu menurun dan akan
timbul respons oleh tubuh berupa hiperventilasi ~ sesak nafas (dispnea).
◘ rangka thorax:
Pada kasus kelainan rangka thorax, akan terjadi gangguan proses pernafasan.
Orang bernafas (inspirasi) karena terjadi pengembangan dari jaringan paru,
pengembangan jaringan paru ini tentunya didukung oleh bentuk rangka thorax yang
normal. Kelainan pada bentuk rangka thorax ini mengakibatkan gangguan pada proses
pengembangan jaringan paru sehingga mengganggu proses pernafasan (inspirasi).
Sebagai akibatnya tekanan parsial oksigen di paru akan menurun dan akan timbul respons
oleh tubuh berupa hiperventilasi ~ sesak nafas (dispnea). Kasus ini dapat ditemukan pada
Extrapulmonary Restrsictive Lung Disease.
b.) Aspek fisiologi pernafasan (yang berhubungan dengan aspek biokimia).
Pusat pernafasan manusia terdapat di medulla oblongata dan pons serebri yang
masing-masing memiliki neuron-neuron penting dalam terjadinya fisiologi pernafasan.
13
Medulla oblongata memiliki dua bagian yaitu bagian ventral, terdapat neuron inspirasi
dan neuron ekspirasi (berhubungan dengan nervus glossopharyngeus dan nervus vagus),
dan bagian dorsal, hanya terdapat neuron inspirasi (berhubungan dengan nervus
phrenicus); sedangkan pons serebri juga dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian
apneustic, digunakan agar irama pernafasan teratur, dan bagian pneumotaxic, digunakan
untuk merangsang terjadinya pernafasan.
Secara garis besar fisiologi pernafasan dibagi menjadi dua proses, yaitu proses inspirasi
dan proses ekspirasi. Masing-masing proses dikontrol oleh pusat yang berbeda pada waktu
aktivitas yang berbeda pula. Berikut uraiannya.
INSPIRASI EKSPIRASI
Keadaan normal/pernafasan biasa
Diatur oleh dorsal MO yaitu oleh neuron inspirasi yang akan memberi impuls agar terjadinya kontraksi diafragma melalui nervus phrenicus.
(proses aktif)
Terjadi karena relaksasi diafragma dan gaya recoil jaringan paru (karena adanya serat elastin).
(proses pasif)
Saat beraktivitas/pernafasan paksa
Diatur oleh ventral MO yaitu oleh neuron inspirasi. Memberi impuls ke otot-otot inspirasi tambahan melalui nervus glossopharyngeus dan nervus vagus.
(proses aktif)
Diatur oleh ventral MO yaitu oleh neuron ekspirasi. Memberi impuls ke otot-otot ekspirasi tambahan melalui nervus glossopharyngeus dan nervus vagus.
(proses aktif)
Pengaturan pernafasan oleh dua hal, yaitu kimiawi (contoh tekanan parsial
oksigen, tekanan parsial karbondioksida, dan pH) dan non-kimiawi (contoh korteks
serebri, sistem limbik dan hipothalamus, dan proprioseptor otot). Terdapat suatu sistem
pengaturan pernafasan dimana awal atau yang memulai adalah dengan adanya stimulus
yang kemudian akan ditangkap oleh reseptor dan akhirnya akan timbul respons
pernafasan.
14
STIMULATOR
STIMULATOR
KEMORESEPTORKEMORESEPTOR RESPONS PERNAFAS
AN
RESPONS PERNAFAS
AN
Inti dari gambaran diatas adalah jika terdapat stimulus berupa perubahan pH, P.
O2, P. CO2 maka akan terjadi respons pernafasan yang bisa berupa hipoventilasi ataupun
hiperventilasi ~ sesak nafas (dispnea).
b.) Aspek biokimia.
Aspek biokimia mencakup empat hal, yaitu:
1. Cara pertukaran gas.
Proses pertukaran gas adalah hal yang penting karena jika tidak terjadi makan
tubuh tidak akan dapat memenuhi kebutuhan oksigen. Prinsip terjadinya proses
pertukaran gas ini adalah pergerakan suatu molekul dari tempat berkonsentrasi tinggi ke
tempat yang berkonsentrasi rendah. Dengan demikian tubuh sendiri akan mencoba
membuat agar pada paru (alveolus) terjadi masuknya gas oksigen ke darah dan karbon
dioksida keluar darah menuju alveolus, sedangkan pada jaringan tubuh terjadi keluarnya
oksigen dari darah dan masuknya karbon disoksida ke darah. Jika terdapat gangguan pada
proses pertukaran gas tersebut akan terjadi penurunan tekanan parsial oksigen dan
peningkatan tekanan parsial karbon dioksida lalu akan timbul respon tubuh berupa
hiperventilasi ~ sesak nafas (dispnea).
2. Cara pengangkutan oksigen dan karbon dioksida.
Pengangkutan oksigen terbanyak adalah oleh hemoglobin sedangkan
pengangkutan karbon dioksida terbanyak adalah dalam bentuk ion karbonat yang larut
dalam plasma. Dengan demikian gangguan yang terjadi pada pengangkutan gas-gas
tersebut akan dapat mengakibatkan terganggunya proses pernafasan, contoh pada
15
Perubahan pH, P. O2, P. CO2
PUSAT
ventral MO
PERIFER
glomus aortikus (n. X)
glomus karotikus (n. IX)
bisa HIPERVENTILASI ~ sesak nafas (dispnea) atau HIPOVENTILASI
keadaan anemia dimana jumlah hemoglobin berkurang dibawah normal sehingga
transportasi oksigen ke jaringan akan berkurang.
3. Sistem buffer darah.
Sistem buffer darah memiliki fungsi yang penting yaitu untuk menjaga agar pH
darah tetap konstan meskipun sedang terjadinya proses pertukaran gas (ataupun zat)
keluar darah maupun ke dalam darah. Jika terdapat defek pada sistem buffer ini maka pH
darah tidak dapat dipertahankan dalam kadar yang normal (dapat menjadi cenderung
asam maupun basa), sehingga jika ini terjadi maka tubuh akan melakukan kompensasi
tersendiri terhadap masing-masing keadaan yang sedang dihadapi, salah satunya dengan
hiperventilasi ~ sesak nafas (dispnea).
4. Chloride shift.
Chloride shift ini memiliki prinsip yang sama dengan mekanisme buffer darah
yaitu untuk mempertahankan pH darah agar tetap konstan (normal).
Demikianlah mengenai patofisiologi terjadinyasesak nafas ditinjau dari beberapa
aspek, seperti anatomi, fisiologi, dan biokimia. Dengan kita mengertinya patofisiologi
tersebut maka diharapkan dapat membantu kita dalam menganalisis kasus pasien ini.
Didapatkan data tambahan berupa anamnesis tambahan, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang. Berikut urainnya.
Anamnesis tambahan: “waktu datang di poliklinik pasien mengeluh sesak nafas
sejak 2 bulan yang lalu, dirasakan makin lama makin sesak. Juga mengeluh nyeri dada
kiri seperti disayat, demam dirasakan hilang timbul, nafsu makan menurun, lemas,
keringat malam, dan BB menurun.”
Dari data diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain, kelainan yang
terjadi pada paru pasien makin lama makin berat (progresif) sehingga sesak nafas yang
dirasakannya makin berat; demam pada pasien merupakan tanda bahwa pasien
mengalami proses infeksi; lemas, keringat malam, nafsu makan dan BB yang menurun
16
merupakan tanda bahwa penyakti yang dialami oleh pasien adalah penyakit kronis;
sedangkan nyeri dada yang dialami pasien adalah nyeri dada yang khas sehingga dapat
dibedakan dengan nyeri dada yang lain. Pasien mengalami nyeri pleura dengan sifat nyeri
yang tajam, terlokalisir dan bertambah berat pada saat ekspansi, batuk, dan bersin. Nyeri
pleura terjadi karena adanya inflamasi pada pleura parietal, proses inflamasi ini sebagai
akibat dari proses inflamasi pada parenkim paru.
Pemeriksaan fisik: dari keadaan umum pasien dapat dilihat bahwa wajah pasien
tampak pucat, hal ini dapat dihubungkan dengan keadaan anemia yang dialami oleh
pasien. Suhu tubuh pasien juga memperkuat bahwa sedang terjadi proses infeksi kronis
(subfebril, 38⁰C). Laju nafas pasien sangat cepat sehingga tergolong takipneu, hal ini
terjadi sebagai kompensasi oleh tubuh pasien karena kekurangan suplai oksigen.
Pada status lokalis juga didapatkan beberapa temuan, diantaranya
-. Inspeksi ”trakea deviasi kekanan, asimetri, dada kiri lebih cembung dan
tertinggal.”
(terdapat kompresi/dorongan dari dada kiri ke dada kanan sehingga mendorong
trakea ke kanan dan dada menjadi asimetri. Terdapat sesuatu di dada kiri (bisa udara
ataupun cairan) sehingga membuat dada kiri tersebut lebih cembung dan tertinggal
karena gaya recoil paru yang menurun sehingga terjadi gangguan pada pengembang dan
kempisan paru tersebut.)
-.Palpasi “trakea deviasi kekanan, fremitus suara menurun, asimetri, ICS
melebar.”
(posisi trakea sudah tergeser kekanan, yang normalnya terdapat ditengah angulus
sterni, tetapi karena terdapat desakan/kompresi dari paru kiri maka trakea tersebut
terdorong kearah kanan, selain itu desakan/kompresi tersebut juga mengakibatkan ICS
melebar. Fremitus suara yang menurun tersebut terjadi karena terdapat masalah pada paru
sehingga hambatan meningkat dan fremitus menurun.)
-. Perkusi “1/2 lapangan paru kiri bawah redup.”
17
(perkusi redup menandakan bahwa udara < jaringan padat; terdapat sesuatu pada 1/2 lapangan pandang paru kiri bawah sehingga mengurangi perbandingan udara dengan
jaringan padat, menunjukan bahwa isinya adalah selain udara).
-. Auskultasi “suara nafas menurun/menghilang, BJ I&II reguler, gallop - dan
murmur - .”
(menunjukan tidak terdapat kelainan jantung sehingga penyakit jantung dapat
dieliminasi dari penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan sesak nafas. Suara nafas
menurun/menghilang diakibatkan karena terjadinya redaman suara, kemungkinan besar
terdapat cairan pleura yang berlebih pada paru kirinya sehingga suara nafas melemah.)
Pemeriksaan laboratorium: mencakup darah perifer dan kimia klinik. Dari hasil
pemeriksaan darah perifer ditemukan beberapa kelainan, antara lain hemoglobin yang
dibawah normal menandakan pasien mengalami anemia (hal ini/anemia bisa terjadi
karena asupan makanan yang sangat kurang dan bisa juga karena proses infeksi bakteri
sehingga menimbulkan anemia), laju endap darah yang meningkat (hal ini diakibatkan
karena terjadi peningkatan globulin dan fibrinogen bisa hasil dari proses infeksi,
keganasan, ataupun destruksi jaringan), dan pada hitung jenis didapatkan bahwa jumlah
netrofil batang diatas normal (hal ini menandakan bahwa terdapat “shift to the left” yang
bermaksud terjadi infeksi yang disebabkan oleh bakteri).
Dari hasil pemeriksaan kimia klinik tidak ditemukan kelainan, kecuali hasil
SGOT yang meningkat sedikit, kurang dari 3x normal (peningkatan tak bermakna),
meskipun demikian peningkatan tersebut harus tetap dicurigai akan timbulnya penyakit.
Beberapa contoh penyakit dengan kenaikan SGOT yang kurang dari 3x normal yaitu
pericarditis, sirosis hepatis, infark paru, dan cerebrovacular accident.
Pemeriksaan foto Rontgent thorax PA: interpretasi foto Rontgen harus
dilakukan secara sistematis yaitu mulai dari pleura, paru, lalu jantung. Berikut urainnya.
-. Pleura: cairan (+) ~ terdapat gambaran perselubungan homogen yang berarti
terdapat cairan yang satu jenis.
18
sinus costophrenicus (-) ~ tidak tampak sudut yang lancip pada sinus
costophrenicus karena sudah tertutup oleh
cairan sehingga tampak tumpul.
garis Ellis Dumoisirre (+) ~ pleura visceralis yang terdorong ke medial,
merupakan batas perselubungan homogen,
berjalan dari lateral atas medial
bawah.
-. Paru: parenkim paru kiri (-) ~ tidak tampak parenkim paru kiri karena tertutup
oleh cairan dan hanya terlihat apex paru
saja.
corakan bronkovaskular kiri (-) ~ tidak tampak corakan bronkovaskular karena
tertutup oleh cairan dan hanya terlihat
corakan bronkovaskular paru
kanan saja.
hillus paru kiri (-)
-. Jantung: normal, hanya saja posisinya terdorong kekanan karena ada
desakan/kompresi dari paru kiri.
-. Rangka thorax: ICS kiri melebar karena terdapat sesuatu pada paru kiri yang
kemungkinan besar adalah cairan yang memiliki sifat
mendesak/kompresi sehingga akan mendorong
rangka thorax keluar dan ICS melebar.
Kesimpulan dari foto Rontgent diatas adalah terapat gambaran efusi pleura.
Karena efusi pleura bukan merupakan suatu jenis penyakit, melainkan ada
penyakit disebaliknya yang menyebabkan efusi pleura. Dengan demikian kita harus
mencari etiologi disebalik terjadinya efusi pleura tersebut. Salah satu jalannya adalah
dengan melakukan pungsi pleura atau thoracocentesis (tindakan diagnostik dan
terapeutik). Dengan pengambilan cairan pleura tersebut kita bisa mengetahui jenis apakah
19
cairan pleura tersebut karena berbagai jenis penyakit paru dapat menghasilkan cairan
yang berbeda. Selain dinilai warna cairan, kita juga harus menilai airan tersebut secara
biokimia (eksudat/transudat, pH, amilase, glukosa, CEA, cyfra 21), secara sitologi, dan
secara bakteriologi. Jika etiologi dari efusi pleura sudah ditemukan maka hal ini dapat
memudahkan dalan hal penentuan program terapi yang akan diberikan kepada pasien.
BAB IV
Tinjauan Pustaka
DEFINISI
Efusi pleura (Fluid in the chest; Pleural fluid) adalah suatu keadaan dimana terdapatnya
cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan
oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura.
Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan
rongga dada.
Dalam keadaan normal, hanya ditemukan selapis cairan tipis yang memisahkan kedua
lapisan pleura. Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah
darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi.
Jumlah cairan normal dalam rongga pleura sekitar 10-200 ml. Cairan pleura
komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar
protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.
ANATOMI PLEURA
20
Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan parietalis.
Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan ikat, dan dalam
keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa yang
membungkus parekim paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran serosa yang
melapisi dinding thorak, diafragma, dan mediastinum disebut pleura parietalis.
Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan
cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura
ini bersatu pada hillus paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara pleura viseralis dan
parietalis, diantaranya :
Pleura visceralis :
- Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.
- Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit
- Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan
histiosit
21
- Di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat
elastik
- Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak
mengandung pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a. Brakhialis serta
pembuluh limfe
- Menempel kuat pada jaringan paru
- Fungsinya untuk mengabsorbsi cairan. Pleura
Pleura parietalis :
- Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen dan
elastis)
- Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a. Intercostalis dan
a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka
terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostalis
dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada
- Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya
- Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura
PATOFISIOLOGI
Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui
kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh saluran limfe,
sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi, tiap harinya diproduksi
cairan kira-kira 16,8 ml (pada orang dengan berat badan 70 kg). Kemampuan untuk
reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara produk dan reabsorpsinya
22
tidak seimbang (produksinya meningkat atau reabsorpsinya menurun) maka akan timbul
efusi pleura.
Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui pleura parietal dan selanjutnya
keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura parietal melalui sistem
limfatik dan vaskular. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat
terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan
kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi
oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura
visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.
Akumulasi cairan pleura dapat terjadi bila:
1. Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan pembentukan cairan
pleura melalui pengaruh terhadap hukum Starling.Keadaan ni dapat terjadi pada gagal
jantung kanan, gagal jantung kiri dan sindroma vena kava superior.
2. Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis, baik karena
obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis
3. Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih banyak cairan
masuk ke dalam rongga pleura
4. Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan transudasi
cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura
5. Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe bermuara pada vena
untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan menghambat
pengosongan cairan limfe.
ETIOLOGI
23
Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk dalam jumlah kecil untuk melumasi
permukaan pleura (pleura adalah selaput tipis yang melapisi rongga dada dan
membungkus paru-paru).
A. Berdasarkan Jenis Cairan
Kalau seorang pasien ditemukan menderita efusi pleura, kita harus berupaya untuk
menemukan penyebabnya. Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan
pleura. Tahap yang pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi pleura
jenis transudat atau eksudat.
1. Efusi pleura transudativa, biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan
normal di dalam paru-paru. Jenis efusi transudativa yang paling sering ditemukan
adalah gagal jantung kongestif.
Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang mempengaruhi
pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.
2. Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan
dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura tipe transudatif
dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase
(LDH) dan protein di dalam cairan, pleura.
Efusi pleura eksudativa terjadi akibat peradangan pada pleura, yang seringkali
disebabkan oleh penyakit paru-paru. Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru
lainnya, reaksi obat, asbetosis dan sarkoidosis merupakan beberapa contoh
penyakit yang bisa menyebabkan efusi pleura eksudativa.
Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini,
sementara efusi pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini :
1. Protein cairan pleura / protein serum > 0,5
2. LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6
24
3. LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang normal di dalam serum.
Efusi pleura berupa:
a. Eksudat, disebabkan oleh :
1. Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia, Chlamydia.
Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000/cc. Gejala
penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit dada,
sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan dengan cara mendeteksi
antibodi terhadap virus dalam cairan efusi.
2. Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri
yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri
penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob (Streptococcus
paeumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli,
Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-lain). Penatalaksanaan
dilakukan dengan pemberian antibotika ampicillin dan metronidazol serta
mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar dari rongga pleura.
3. Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus,
dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.
4. Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui
focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara
hemaogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi
disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan,
sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura,
menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh
TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada
pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat badan,
dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.
25
5. Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru,
mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan
ukuran jantung yang tidak membesar. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga
karena :
Ø Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi
kebocoran kapiler.
Ø Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura,
bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan aliran
balik sirkulasi.
Ø Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif intra
pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang ditemukan
berupa eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut mungkin
menurun jika beban tumor dalam cairan pleura cukup tinggi. Diagnosis dibuat
melalui pemeriksaan sitologik cairan pleura dan tindakan blopsi pleura yang
menggunakan jarum (needle biopsy).
6. Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses
paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-
sel PMN dan pada beberapa penderita cairannya berwarna purulen (empiema).
Meskipun pada beberapa kasus efusi parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh
antibiotik, namun drainage kadang diperlukan pada empiema dan efusi pleura
yang terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4 indikasi untuk dilakukannya tube
thoracostomy pada pasien dengan efusi parapneumonik:
Ø Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura
Ø Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura
Ø Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl
26
Ø Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada nilai
pH bakteri
Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik yang
mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam saja.
7. Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma
8. Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.
b. Transudat, disebabkan oleh :
1. Gangguan kardiovaskular
Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya
adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya
adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler
dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura parietalis. Di
samping itu peningkatan tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas
reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun
(terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongg pleura dan paru-paru meningkat.
Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga
menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan
adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan.
Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi dengan
istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera menghilang. Kadang-
kadang torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat sesak.
2. Hipoalbuminemia
Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura
dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan
27
bilateral dan cairan bersifat transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan
diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi pengobatan yang terbaik adalah
dengan memberikan infus albumin.
3. Hidrothoraks hepatik
Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang
kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi
kanan dan biasanya cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila
penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada
alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan yang dapat dilakukan adalah
pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous shunt, torakotomi)
dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa dengan
suntikan agen yang menyebakan skelorasis.
4. Meig’s Syndrom
Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita
dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan
sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor
ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul
karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya terjadi
karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di diafragma. Klinisnya
merupakan penyakit kronis.
5. Dialisis Peritoneal
Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral
ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga
pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya
komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisat.
c. Darah
28
Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada
hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak
yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena
faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan
pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah tersebut berasal
dari trauma dinding dada.
Hemotórax biasanya terjadi karena cedera di dada. Penyebab lainnya adalah:
- pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam
rongga pleura
- kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang
kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura
- gangguan pembekuan darah. Darah di dalam rongga pleura tidak membeku
secara sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melelui sebuah jarum
atau selang.
d. Nanah
Empiema (nanah di dalam rongga pleura) bisa terjadi jika pneumonia atau abses paru
menyebar ke dalam rongga pleura. Empiema bisa merupakan komplikasi dari:
- Pneumonia
- Infeksi pada cedera di dada
- Pembedahan dada
- Pecahnya kerongkongan
- Abses di perut.
e. Cairan putih seperti susu
Kilotoraks (cairan seperti susu di dalam rongga dada) disebabkan oleh suatu cedera
pada saluran getah bening utama di dada (duktus torakikus) atau oleh penyumbatan
saluran karena adanya tumor.
f. Cairan dengan kadar kolesterol yang tinggi
29
Rongga pleura yang terisi cairan dengan kadar kolesterol yang tinggi terjadi karena
efusi pleura menahun yang disebabkan oleh tuberkulosis atau artritis rematoid.
BAB V
Daftar Pustaka
1. Hudak,Carolyn M. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta.EGC.
1997
2. Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius.
FKUI.1982.
3. Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta.
EGC. 1995.
4. Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and
Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.
5. Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta, EGC,
Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2000.
6. Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan
dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999.
7. Susan Martin Tucker, Standar perawatan Pasien: proses keperawatan, diagnosis,
dan evaluasi. Ed5. Jakarta EGC. 1998.
30
8. Danusantoso, H. Ilmu penyakit paru. Jakarta: Hipokrates, 2000
31
32