efusi pleura

45
KELOMPOK XII “SEORANG LELAKI DENGAN KELUHAN SESAK NAPAS” 030.06.092 FILDZAH DINI SAFITRI 030.07.124 JANICE HASTIANI 030.08.022 ANASTASIA CAROLIN 030.08.082 DIAZ RAHMADI GUSNADI 030.08.121 HERU ALFARES 030.08.142 LAURA ESTELIA 030.08.202 REINITA ARLIN PUSPITA 030.08.212 RIZKY KUMARA ANINDHITA 030.08.229 SRI FELICIANI 030.08.262 YULIANI 030.08.302 SITI HANISAH BT SAMSUDDIN 030.08.288 NADIRA BINTI ROSLAN 030.08.309 MIMI SUHAINI BT SUDIN 030.07.096 FRANSISKA DIANA 1

Upload: yanty-dorojatun

Post on 29-Oct-2015

44 views

Category:

Documents


3 download

TRANSCRIPT

Page 1: Efusi Pleura

KELOMPOK XII

“SEORANG LELAKI DENGAN KELUHAN SESAK NAPAS”

030.06.092 FILDZAH DINI SAFITRI

030.07.124 JANICE HASTIANI

030.08.022 ANASTASIA CAROLIN

030.08.082 DIAZ RAHMADI GUSNADI

030.08.121 HERU ALFARES

030.08.142 LAURA ESTELIA

030.08.202 REINITA ARLIN PUSPITA

030.08.212 RIZKY KUMARA ANINDHITA

030.08.229 SRI FELICIANI

030.08.262 YULIANI

030.08.302 SITI HANISAH BT SAMSUDDIN

030.08.288 NADIRA BINTI ROSLAN

030.08.309 MIMI SUHAINI BT SUDIN

030.07.096 FRANSISKA DIANA

JAKARTA

28 APRIL 2010

1

Page 2: Efusi Pleura

BAB I

Pendahuluan

Dispnea (breathlessness) adalah keluhan yang sering memerlukan penangan darurat

tetapi intensitas dan tingkatannya dapat berupa tidak nyaman di dada yang bisa membaik

sendiri yang membutuhkan bantuan napas yang serius (severe air hunger) sampai yang

fatal. Hal ini dapat diketahui dari anamnesis yang teliti, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan penunjang foto toraks dan spirometri.

Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura pareitalis dan

pleura viseralis. Kedua lapisan ini bersatu didaerah hilus arteri dan mengadakan

penetrasi dengan cabang utama bronkus, arteri dan vena bronkialis, serabut saraf

dan pembuluh limfe. Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesotelial,

jaringan ikat, pembuluh darah kapiler dan pembuluh getah bening.

Pleura seringkali mengalami patogenesis seperti terjadinya efusi cairan, misalnya

hidrotoraks dan plueritis eksudativa karena infeksi, hemotoraks bila rongga pleura

berisis darah, kilotoraks (cairan limfe), piotoraks atau empiema thoracis bila berisi

nanah, pneumotoraks bila berisi udara.

Penyebab dari kelaian patologi pada rongga pleura bermacam-macam, terutama

karena infeksi tuberkulosis atau non tuberkulosis, keganasan, trauma, dan lain-lain.

2

Page 3: Efusi Pleura

BAB II

Laporan Kasus

Kasus “Seorang lelaki dengan keluhan sesak nafas”

Seorang lelaki Tn X umur 30 tahun datang ke poliklinik RSAL. Dr. Mintohardjo Jakarta

dengan keluhan sesak nafas. Pekerjaan sebagai pemulung tinggal di daerah bantaran

sungai ciliwung. Waktu datang di poliklinik pasien mengeluh sesak sejak 2 bulan yang

lalu, dirasakan makin lama makin sesak. Dia juga mengeluh nyeri dada kiri seperti

disayat, demam dirasakan hilang timbul, nafsu makan menurun, lemas, keringat malam,

dan berat badan menurun.

Analisa kasus

Berdasarkan laporan kasus di atas, pertama yang harus dilakukan oleh seorang dokter

adalah melakukan anamnesis, baik yang diperoleh dari pasien sendiri (autoanamnesis)

atau yang disapat dari orang lain (allowanamnesis). Selanjutnya adalah pemeriksaan fisik,

lalu membuat hipotesis awal. Pada umumnya, pemeriksaan penunjang juga dilakukan

untuk menegakan diagnosis pasti dan dapat menyingkirkan penyakit lain yang menjadi

diagnosis banding.

Anamnesis

Identitas :

Nama : Tn X

Umur : 30 tahun

Jenis kelamin : laki-laki

Pekerjaan : pemulung

Alamat : Bantaran sungai ciliwung

Keluhan utama : Sesak nafas

3

Page 4: Efusi Pleura

Keluhan Tambahan : Nyeri sejak 2 bulan yang lalu (penyakit progresif dan

pengembangan paru berkurang)

: nyeri dada kiri seperti disayat ( nyeri pleuritik)

: demam hilang timbul (infeksi)

: lemas (kronik)

: keringat malam (kronik)

: Berat badan menurun (kronik)

Riwayat penyakit sekarang :

o Sejak kapan sesak nafas?

o Frekuensi dan intensitas sesak nafas?

o Apa saja makanan yang dikonsumsi?

o Ada gejala lain yang menyertai?

o Pertama terjadi atau sudah pernah mengalami sebelumnya?

o Pernah atau sedang mengkonsumsi obat-obatan apa saja?

Riwayat Penyakit Dahulu :

o Apakah memiliki penyakit paru?

o Apakah ada riwayat operasi?

o Apakah pernah menderita penyakit lainnya?

Riwayat Penyakit dalam Keluarga :

o Apakah ada anggota keluarga lainnya yang menderita penyakit yang sama

sebelumnya?

4

Page 5: Efusi Pleura

Riwayat Kebiasaan :

o Sering merokok ?

o Sedang lagi stress?

o Pekerjaan?

o Tempat tinggal?

o Pola makan dan jenis makanan yang biasa dikonsumsi apa saja?

Pemeriksaan Fisik

Tanda vital

- Suhu : 38oC (Infeksi)

- Tekanan darah : 140/90 mmHg ( JNC VII hipertensi stage I)

- Denyut nadi : 100x/menit (normal batas atas)

- Frekuensi Pernapasan: 30x/menit (takipnoe-kompensasi dari sesak nafas)

Keadaan umum

- Kesan sakit : tampak sakit berat

- Wajah : pucat

- Kesadaran : compos mentis

Status Lokalis Thorax:

Inspeksi

5

Anemia, nafsu makan menurun

Deviasi kearah yang sakit : atelektasis

Deviasi kearah yang sehat : efusi

Page 6: Efusi Pleura

- trakea deviasi ke arah kanan asimetris, dada kiri lebih cembung dan

tertinggal ( gangguan compliance paru kiri)

Palpasi

- Trakea deviasi ke arah kanan, fremitus suara kanan menurun,

asimetris, ICS melebar (kompensasi sesak nafas)

Perkusi

- ½ lapangan paru kiri bawah redup (konsistensi paru lebih

padat/infiltrat)

Auskultasi

- suara nafas menurun/menghilang, BJ I dan II reguler, gallop (-),

murmur (-) – jantung Normal

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium Darah perifer

Hb 10,5 gr% : ↓↓ Anemia (13-14)

Leukosit 10.000/µL : Leukositosis ringan (5000-10000)

Trombosit 230.000/µL : Normal (200000-500000)

LED 82 : ↑↑ kronis, nekrosis jaringan dan keganasan

(10-15)

Hitung Jenis 0/3/12/56/29/5 : ↑↑ batang infeksi bakteri ( 1-3)

Pemeriksaan Kimia Klinik (mengikuti perjalan penyakit serta

pengobatannya)

- Gula darah sewaktu 130 : Normal (<180 mg%)

- Ureum 35 : Normal (20-40)

- Kreatinin 1,02 : Normal (0,5-1,5)

6

Cairan atau udara

Sumbatan, cairan, udara di pleura

Page 7: Efusi Pleura

- SGOT 40 : ↑↑ waspada perikarditis, infark paru (37)

- SGPT 35 : Normal (5-41)

Rontgen Thorak:

Pleura : Garis Ellis Damoiseau (+)

: cairan (gambaran homogen) (+)

: sinus costophrenicus (-)→ cairan

Pulmo : Parenkim (-)

: Corakan brokovaskuler (-)

: hilus(-)

Jantung : CTR normal

: terdorong kekanan

: sillhouvete sign (+)

Rongga toraks : ICS kiri >>>

Anjuran pemeriksaan penunjang Diagnosis :

- pungsi pleura (thorakosentesis) :warna, biokimia, sitologi, bakteriologi.

- rivalta test

Diagnose Banding

1. Bening (Transudat) : CHF, DHF, Renal failure

2. Xantochrom (kekuningan) : TBC

3. Darah : Trauma

4. Susu : Ruptur duktus thoraksikus

5. Keruh (Eksudat) : TBC, pneumonia

6. Pus : emphyema

7. Cairan yang mengandung darah : Ca Paru

Diagnosis Kerja

Efusi Pleura Maligna

7

Page 8: Efusi Pleura

Efusi Pleura Exudativa

Penatalaksanaan

- Terapi simtomatik

untuk mengatasi sesak nafas, nyeri dada, demam, lemas, nafsu makan yang

menurun

- Terapi causatif

Merupakan pengobatan yang paling efektif dengan memberikan antibiotik,

kemoterapi.

- Water Sealed Drainage

Pada empyema dan maligna

Komplikasi :

1. infeksi sekunder

2. Schwarte

3. Edema paru

Prognosis

ad vitam : dubia ad malam

ad fungsionam: dubia ad malam

ad sanasionam : dubia ad malam

8

Page 9: Efusi Pleura

BAB III

Pembahasan

Sesak nafas (dyspnea) merupakan tanda penting dari penyakit yang sedang terjadi

pada beberapa sistem tubuh manusia, antara lain sistem respirasi, sistem kardiovaskular,

kedua-duanya bahkan bukan atau diluar kedua sistem tersebut. Gejala sesak nafas

memiliki gejala subjektif yang bermacam-macam (seperti nafas menjadi pendek, merasa

tercekik, dan sebagainya) sehingga anamnesis yang efektif sangat diperlukan untuk

menggali apa yang sebenarnya dirasakan oleh pasien, dan gejala objektif yang mutlak

seperti penggunaan otot-otot pernafasan tambahan (seperti m. sternocleidomastoideus, m.

scalenus, m. trapezius, dan m. pectoralis major), pernafasan cuping hidung, takipnea

(dimana frekuensi pernafasan lebih cepat dari normal, yaitu 12 - 20x/menit), dan

hiperventilasi (dimana proses ventilasi lebih dari jumlah yang dibutuhkan untuk

mempertahankan pengeluaran karbondioksida normal).

Karena sesak nafas merupakan tanda dari berbagai jenis penyakit, maka kita perlu

melakukan anamnesis untuk menuju ke arah diagnosis penyakit yang sebenarnya. Berikut

adalah penyakit-penyakit yang memiliki gejala sesak nafas.

Sistem Kardiovaskular Sistem Respirasi Sistem Kardiovaskular dan Respirasi

-. Congestive Heart Failure.

-. Penyakit Jantung Koroner.

-. Pericarditis.

-. Aritmia.

-. Miokard Infark.

-. COPD.

-. Asma.

-. Penyakit Paru Restriktif.

-. Penyakit Paru Herediter.

-. Pneumothorax.

-. COPD dengan hipertensi pulmonal dan cor pulmonale.

-. Emboli pulmonal.

9

Page 10: Efusi Pleura

Non-Kardiovaskular dan Respirasi

-. Gangguan metabolik.

-. Gangguan neuromuskular.

-. Panic disorder.

-. Keganasan.

Kesimpulan dari data diatas adalah sesak nafas bukan merupakan gejala

patognomonik, melainkan banyak penyakit yang mendasari terjadinya sesak nafas

tersebut sehingga sangat penting bagi kita untuk mencari dan menginterpretasi data-data

tambahan lainnya antara lain:

1.) Anamnesis tambahan: -. Kapan mulai timbul sesak nafas?

-. Apakah onsetnya perlahan-lahan atau mendadak?

-. Seberapa parahkah sesak nafas yang dirasakan?

(bisa menggunakan suatu skala dispnea dari

American Thoracic Society: 0 - 4)

Tingkat Derajat Kriteria

0 Normal Tidak ada keluhan kecuali pada aktivitas berat.

1 Ringan Terdapat kesulitan bernafas, nafas pendek-pendek ketika terburu-buru/ketika menuju puncak landai.

2 Sedang Berjalan lebih lambat daripada orang yang berusia sama karena kesulitan bernafas/harus berhenti berjalan untuk bernafas.

3 Berat Berhenti berjalan setelah 90 meter (100 yard) untuk bernafas/setelah berjalan beberapa menit.

4 Sangat Berat Terlalu sulit untuk bernafas bila meninggalkan rumah/sulit bernafas jika memakai atau membuka baju.

10

Page 11: Efusi Pleura

-. Bilamanakah sesak nafas akan muncul? (saat aktivitas,

tidur, stress, malam hari dan tiba-tiba, atau saat

istirahat)

-. Apakah sesak nafas hilang pada saat duduk/istirahat?

-. Bagaimana kebiasaan sehari-hari? (merokok/tidak)

-. Apakah ada riwayat atopi pada keluarga?

-. Apakah ada gejala lain yang menyertai, selain sesak

nafas? (batuk, demam atau yang lain)

2.) Pemeriksaan fisik: dilakukan pemeriksaan fisik yang lengkap mulai dari

inspeksi, palpasi, perkusi, dan auskultasi.

3.) Pemeriksaan tambahan: seperti fungsi paru dengan menggunakan spirometri,

foto Rontgen, pemeriksaan darah rutin, dan

analisa gas darah.

Selain dari mencari data-data tambahan dari pasien, kita juga perlu mengetahui

patofisiologi terjadinya sesak nafas yang mencakup berbagai aspek. Hal ini penting

karena dengan mengetahui patofisiologi sesak nafas dari berbagai aspek, akan membantu

kita dalam penegakkan diagnosis kerja. Berikut uraiannya.

a.) Aspek anatomi.

► PULMONAL

◘ makroanatomi:

Cavum nasalis nasopharynx oropharynx laryngopharynx larynx trachea

bronchus principalis bronchus lobaris bronchus segmentalis bronchiolus

terminalis bronchiolus respiratorius ductus alveolaris saccus alveolaris

(ASINUS PARU)

11

Page 12: Efusi Pleura

Diatas merupakan urutan saluran pernafasan mulai dari cavum nasalis sampai ke

parenkim paru yaitu asinus paru (terdiri atas bronchiolus respiratorius, ductus alveolaris,

dan saccus alveolaris). Apapun yang menyumbat atau menghalangi saluran pernafasan

dan yang merusak parenkim paru diatas dengan sebab yang bermacam-macam dapat

mengakibatkan terjadinya sesak nafas. Hal ini disebabkan karena objek penyumbat

tersebut mengurangi jumlah udara yang dapat masuk ke parenkim paru melalui saluran

pernafasan sehingga jumlah udara yang tersedia untuk proses pertukarana udara juga

berkurang, selain itu kerusakan yang terjadi pada parenkim paru juga dapat menyebabkan

sesak nafas karena dengan rusaknya parenkim paru maka luas permukaan atau bidang

fungsional paru yang dapat melakukan proses pertukaran udara sedikit. Kedua hal ini

dapat menurunkan tekanan parsial oksigen dan menaikkan tekanan parsial

karbondioksida sehingga akan timbul respons oleh tubuh karena berkurangnya suplai

oksigen ke paru, berupa hiperventilasi ~ sesak nafas(dispnea). Keadaan ini dapat

ditemukan pada penyakit COPD (dimana terjadi sumbatan pada saluran pernafasan) dan

pneumonia (dimana terjadi kelainan parenkim paru).

◘ mikroanatomi:

Pada alveoli paru terdapat berbagai sel dengan fungsi khusus:

-. Sel pneumosit 1 merupakan komponen utama pada dinding alveolus.

-. Sel pneumosit 2 merupakan bagian kecil dari dinding alveolus dan

penghasil surfaktan.

-. Sel alveolar fagosit pembersih dinding alveolus dari benda asing.

Jika terjadi kerusakan pada sel-sel diatas maka secara langsung proses pernafasan

akan ikut terganggu. Kerusakan mikoranatomi diatas akan mengakibatkan gangguna pada

proses difusi gas alveolus contoh pada penebalan dinding alveolus (fibrosis) akan

menurunkan proses difusi gas karena dengan menebalnya dinding alveolus maka proses

difusi akan lebih susah, kurangnya produksi surfaktan akan menyebabkan tegangan

permukaan sel akan meningkat sehingga mungkin alveolus bisa kolaps saat ekspirasi, jika

12

Page 13: Efusi Pleura

alveolus banyak yang kolaps maka luas permukaan untuk terjadinya difusi berkurang

sehingga suplai oksigen darah juga berkurang. Lalu akan timbul respons oleh tubuh

berupa hiperventilasi ~ sesak nafas (dispnea). Keadaan ini dapat ditemukan pada kasus

Interstitial Lung Disease).

► EKSTRAPULMONAL

◘ otot-otot pernafasan:

Pada kasus gangguan neuromuskular berupa lemahnya otot-otot pernafasan (pada

myasthenia gravis) dan kelumpuhan otot-otot pernafasan (polimielitis dan sindrom

Guillain-Barre) terjadi gangguan pada otot-otot pernafasan. Secara fungsional

kemampuan otot-otot pernafasan ini berkurang, hal ini akan mengganggu proses

pernafasan (terutama proses inspirasi karena merupakan proses yang aktif, yaitu dengan

menggunakan otot-otot pernafasan) sehingga otot-otot ini tidak bisa memasukkan udara

yang cukup ke paru. Sebagai akibat tekanan parsial oksigen diparu menurun dan akan

timbul respons oleh tubuh berupa hiperventilasi ~ sesak nafas (dispnea).

◘ rangka thorax:

Pada kasus kelainan rangka thorax, akan terjadi gangguan proses pernafasan.

Orang bernafas (inspirasi) karena terjadi pengembangan dari jaringan paru,

pengembangan jaringan paru ini tentunya didukung oleh bentuk rangka thorax yang

normal. Kelainan pada bentuk rangka thorax ini mengakibatkan gangguan pada proses

pengembangan jaringan paru sehingga mengganggu proses pernafasan (inspirasi).

Sebagai akibatnya tekanan parsial oksigen di paru akan menurun dan akan timbul respons

oleh tubuh berupa hiperventilasi ~ sesak nafas (dispnea). Kasus ini dapat ditemukan pada

Extrapulmonary Restrsictive Lung Disease.

b.) Aspek fisiologi pernafasan (yang berhubungan dengan aspek biokimia).

Pusat pernafasan manusia terdapat di medulla oblongata dan pons serebri yang

masing-masing memiliki neuron-neuron penting dalam terjadinya fisiologi pernafasan.

13

Page 14: Efusi Pleura

Medulla oblongata memiliki dua bagian yaitu bagian ventral, terdapat neuron inspirasi

dan neuron ekspirasi (berhubungan dengan nervus glossopharyngeus dan nervus vagus),

dan bagian dorsal, hanya terdapat neuron inspirasi (berhubungan dengan nervus

phrenicus); sedangkan pons serebri juga dibagi menjadi dua bagian, yaitu bagian

apneustic, digunakan agar irama pernafasan teratur, dan bagian pneumotaxic, digunakan

untuk merangsang terjadinya pernafasan.

Secara garis besar fisiologi pernafasan dibagi menjadi dua proses, yaitu proses inspirasi

dan proses ekspirasi. Masing-masing proses dikontrol oleh pusat yang berbeda pada waktu

aktivitas yang berbeda pula. Berikut uraiannya.

INSPIRASI EKSPIRASI

Keadaan normal/pernafasan biasa

Diatur oleh dorsal MO yaitu oleh neuron inspirasi yang akan memberi impuls agar terjadinya kontraksi diafragma melalui nervus phrenicus.

(proses aktif)

Terjadi karena relaksasi diafragma dan gaya recoil jaringan paru (karena adanya serat elastin).

(proses pasif)

Saat beraktivitas/pernafasan paksa

Diatur oleh ventral MO yaitu oleh neuron inspirasi. Memberi impuls ke otot-otot inspirasi tambahan melalui nervus glossopharyngeus dan nervus vagus.

(proses aktif)

Diatur oleh ventral MO yaitu oleh neuron ekspirasi. Memberi impuls ke otot-otot ekspirasi tambahan melalui nervus glossopharyngeus dan nervus vagus.

(proses aktif)

Pengaturan pernafasan oleh dua hal, yaitu kimiawi (contoh tekanan parsial

oksigen, tekanan parsial karbondioksida, dan pH) dan non-kimiawi (contoh korteks

serebri, sistem limbik dan hipothalamus, dan proprioseptor otot). Terdapat suatu sistem

pengaturan pernafasan dimana awal atau yang memulai adalah dengan adanya stimulus

yang kemudian akan ditangkap oleh reseptor dan akhirnya akan timbul respons

pernafasan.

14

STIMULATOR

STIMULATOR

KEMORESEPTORKEMORESEPTOR RESPONS PERNAFAS

AN

RESPONS PERNAFAS

AN

Page 15: Efusi Pleura

Inti dari gambaran diatas adalah jika terdapat stimulus berupa perubahan pH, P.

O2, P. CO2 maka akan terjadi respons pernafasan yang bisa berupa hipoventilasi ataupun

hiperventilasi ~ sesak nafas (dispnea).

b.) Aspek biokimia.

Aspek biokimia mencakup empat hal, yaitu:

1. Cara pertukaran gas.

Proses pertukaran gas adalah hal yang penting karena jika tidak terjadi makan

tubuh tidak akan dapat memenuhi kebutuhan oksigen. Prinsip terjadinya proses

pertukaran gas ini adalah pergerakan suatu molekul dari tempat berkonsentrasi tinggi ke

tempat yang berkonsentrasi rendah. Dengan demikian tubuh sendiri akan mencoba

membuat agar pada paru (alveolus) terjadi masuknya gas oksigen ke darah dan karbon

dioksida keluar darah menuju alveolus, sedangkan pada jaringan tubuh terjadi keluarnya

oksigen dari darah dan masuknya karbon disoksida ke darah. Jika terdapat gangguan pada

proses pertukaran gas tersebut akan terjadi penurunan tekanan parsial oksigen dan

peningkatan tekanan parsial karbon dioksida lalu akan timbul respon tubuh berupa

hiperventilasi ~ sesak nafas (dispnea).

2. Cara pengangkutan oksigen dan karbon dioksida.

Pengangkutan oksigen terbanyak adalah oleh hemoglobin sedangkan

pengangkutan karbon dioksida terbanyak adalah dalam bentuk ion karbonat yang larut

dalam plasma. Dengan demikian gangguan yang terjadi pada pengangkutan gas-gas

tersebut akan dapat mengakibatkan terganggunya proses pernafasan, contoh pada

15

Perubahan pH, P. O2, P. CO2

PUSAT

ventral MO

PERIFER

glomus aortikus (n. X)

glomus karotikus (n. IX)

bisa HIPERVENTILASI ~ sesak nafas (dispnea) atau HIPOVENTILASI

Page 16: Efusi Pleura

keadaan anemia dimana jumlah hemoglobin berkurang dibawah normal sehingga

transportasi oksigen ke jaringan akan berkurang.

3. Sistem buffer darah.

Sistem buffer darah memiliki fungsi yang penting yaitu untuk menjaga agar pH

darah tetap konstan meskipun sedang terjadinya proses pertukaran gas (ataupun zat)

keluar darah maupun ke dalam darah. Jika terdapat defek pada sistem buffer ini maka pH

darah tidak dapat dipertahankan dalam kadar yang normal (dapat menjadi cenderung

asam maupun basa), sehingga jika ini terjadi maka tubuh akan melakukan kompensasi

tersendiri terhadap masing-masing keadaan yang sedang dihadapi, salah satunya dengan

hiperventilasi ~ sesak nafas (dispnea).

4. Chloride shift.

Chloride shift ini memiliki prinsip yang sama dengan mekanisme buffer darah

yaitu untuk mempertahankan pH darah agar tetap konstan (normal).

Demikianlah mengenai patofisiologi terjadinyasesak nafas ditinjau dari beberapa

aspek, seperti anatomi, fisiologi, dan biokimia. Dengan kita mengertinya patofisiologi

tersebut maka diharapkan dapat membantu kita dalam menganalisis kasus pasien ini.

Didapatkan data tambahan berupa anamnesis tambahan, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang. Berikut urainnya.

Anamnesis tambahan: “waktu datang di poliklinik pasien mengeluh sesak nafas

sejak 2 bulan yang lalu, dirasakan makin lama makin sesak. Juga mengeluh nyeri dada

kiri seperti disayat, demam dirasakan hilang timbul, nafsu makan menurun, lemas,

keringat malam, dan BB menurun.”

Dari data diatas dapat ditarik beberapa kesimpulan antara lain, kelainan yang

terjadi pada paru pasien makin lama makin berat (progresif) sehingga sesak nafas yang

dirasakannya makin berat; demam pada pasien merupakan tanda bahwa pasien

mengalami proses infeksi; lemas, keringat malam, nafsu makan dan BB yang menurun

16

Page 17: Efusi Pleura

merupakan tanda bahwa penyakti yang dialami oleh pasien adalah penyakit kronis;

sedangkan nyeri dada yang dialami pasien adalah nyeri dada yang khas sehingga dapat

dibedakan dengan nyeri dada yang lain. Pasien mengalami nyeri pleura dengan sifat nyeri

yang tajam, terlokalisir dan bertambah berat pada saat ekspansi, batuk, dan bersin. Nyeri

pleura terjadi karena adanya inflamasi pada pleura parietal, proses inflamasi ini sebagai

akibat dari proses inflamasi pada parenkim paru.

Pemeriksaan fisik: dari keadaan umum pasien dapat dilihat bahwa wajah pasien

tampak pucat, hal ini dapat dihubungkan dengan keadaan anemia yang dialami oleh

pasien. Suhu tubuh pasien juga memperkuat bahwa sedang terjadi proses infeksi kronis

(subfebril, 38⁰C). Laju nafas pasien sangat cepat sehingga tergolong takipneu, hal ini

terjadi sebagai kompensasi oleh tubuh pasien karena kekurangan suplai oksigen.

Pada status lokalis juga didapatkan beberapa temuan, diantaranya

-. Inspeksi ”trakea deviasi kekanan, asimetri, dada kiri lebih cembung dan

tertinggal.”

(terdapat kompresi/dorongan dari dada kiri ke dada kanan sehingga mendorong

trakea ke kanan dan dada menjadi asimetri. Terdapat sesuatu di dada kiri (bisa udara

ataupun cairan) sehingga membuat dada kiri tersebut lebih cembung dan tertinggal

karena gaya recoil paru yang menurun sehingga terjadi gangguan pada pengembang dan

kempisan paru tersebut.)

-.Palpasi “trakea deviasi kekanan, fremitus suara menurun, asimetri, ICS

melebar.”

(posisi trakea sudah tergeser kekanan, yang normalnya terdapat ditengah angulus

sterni, tetapi karena terdapat desakan/kompresi dari paru kiri maka trakea tersebut

terdorong kearah kanan, selain itu desakan/kompresi tersebut juga mengakibatkan ICS

melebar. Fremitus suara yang menurun tersebut terjadi karena terdapat masalah pada paru

sehingga hambatan meningkat dan fremitus menurun.)

-. Perkusi “1/2 lapangan paru kiri bawah redup.”

17

Page 18: Efusi Pleura

(perkusi redup menandakan bahwa udara < jaringan padat; terdapat sesuatu pada 1/2 lapangan pandang paru kiri bawah sehingga mengurangi perbandingan udara dengan

jaringan padat, menunjukan bahwa isinya adalah selain udara).

-. Auskultasi “suara nafas menurun/menghilang, BJ I&II reguler, gallop - dan

murmur - .”

(menunjukan tidak terdapat kelainan jantung sehingga penyakit jantung dapat

dieliminasi dari penyakit-penyakit yang dapat menimbulkan sesak nafas. Suara nafas

menurun/menghilang diakibatkan karena terjadinya redaman suara, kemungkinan besar

terdapat cairan pleura yang berlebih pada paru kirinya sehingga suara nafas melemah.)

Pemeriksaan laboratorium: mencakup darah perifer dan kimia klinik. Dari hasil

pemeriksaan darah perifer ditemukan beberapa kelainan, antara lain hemoglobin yang

dibawah normal menandakan pasien mengalami anemia (hal ini/anemia bisa terjadi

karena asupan makanan yang sangat kurang dan bisa juga karena proses infeksi bakteri

sehingga menimbulkan anemia), laju endap darah yang meningkat (hal ini diakibatkan

karena terjadi peningkatan globulin dan fibrinogen bisa hasil dari proses infeksi,

keganasan, ataupun destruksi jaringan), dan pada hitung jenis didapatkan bahwa jumlah

netrofil batang diatas normal (hal ini menandakan bahwa terdapat “shift to the left” yang

bermaksud terjadi infeksi yang disebabkan oleh bakteri).

Dari hasil pemeriksaan kimia klinik tidak ditemukan kelainan, kecuali hasil

SGOT yang meningkat sedikit, kurang dari 3x normal (peningkatan tak bermakna),

meskipun demikian peningkatan tersebut harus tetap dicurigai akan timbulnya penyakit.

Beberapa contoh penyakit dengan kenaikan SGOT yang kurang dari 3x normal yaitu

pericarditis, sirosis hepatis, infark paru, dan cerebrovacular accident.

Pemeriksaan foto Rontgent thorax PA: interpretasi foto Rontgen harus

dilakukan secara sistematis yaitu mulai dari pleura, paru, lalu jantung. Berikut urainnya.

-. Pleura: cairan (+) ~ terdapat gambaran perselubungan homogen yang berarti

terdapat cairan yang satu jenis.

18

Page 19: Efusi Pleura

sinus costophrenicus (-) ~ tidak tampak sudut yang lancip pada sinus

costophrenicus karena sudah tertutup oleh

cairan sehingga tampak tumpul.

garis Ellis Dumoisirre (+) ~ pleura visceralis yang terdorong ke medial,

merupakan batas perselubungan homogen,

berjalan dari lateral atas medial

bawah.

-. Paru: parenkim paru kiri (-) ~ tidak tampak parenkim paru kiri karena tertutup

oleh cairan dan hanya terlihat apex paru

saja.

corakan bronkovaskular kiri (-) ~ tidak tampak corakan bronkovaskular karena

tertutup oleh cairan dan hanya terlihat

corakan bronkovaskular paru

kanan saja.

hillus paru kiri (-)

-. Jantung: normal, hanya saja posisinya terdorong kekanan karena ada

desakan/kompresi dari paru kiri.

-. Rangka thorax: ICS kiri melebar karena terdapat sesuatu pada paru kiri yang

kemungkinan besar adalah cairan yang memiliki sifat

mendesak/kompresi sehingga akan mendorong

rangka thorax keluar dan ICS melebar.

Kesimpulan dari foto Rontgent diatas adalah terapat gambaran efusi pleura.

Karena efusi pleura bukan merupakan suatu jenis penyakit, melainkan ada

penyakit disebaliknya yang menyebabkan efusi pleura. Dengan demikian kita harus

mencari etiologi disebalik terjadinya efusi pleura tersebut. Salah satu jalannya adalah

dengan melakukan pungsi pleura atau thoracocentesis (tindakan diagnostik dan

terapeutik). Dengan pengambilan cairan pleura tersebut kita bisa mengetahui jenis apakah

19

Page 20: Efusi Pleura

cairan pleura tersebut karena berbagai jenis penyakit paru dapat menghasilkan cairan

yang berbeda. Selain dinilai warna cairan, kita juga harus menilai airan tersebut secara

biokimia (eksudat/transudat, pH, amilase, glukosa, CEA, cyfra 21), secara sitologi, dan

secara bakteriologi. Jika etiologi dari efusi pleura sudah ditemukan maka hal ini dapat

memudahkan dalan hal penentuan program terapi yang akan diberikan kepada pasien.

BAB IV

Tinjauan Pustaka

DEFINISI

Efusi pleura (Fluid in the chest; Pleural fluid) adalah suatu keadaan dimana terdapatnya

cairan pleura dalam jumlah yang berlebihan di dalam rongga pleura, yang disebabkan

oleh ketidakseimbangan antara pembentukan dan pengeluaran cairan pleura. 

Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru-paru dan

rongga dada.

Dalam keadaan normal, hanya ditemukan selapis cairan tipis yang memisahkan kedua

lapisan pleura. Jenis cairan lainnya yang bisa terkumpul di dalam rongga pleura adalah

darah, nanah, cairan seperti susu dan cairan yang mengandung kolesterol tinggi.

Jumlah cairan normal dalam rongga pleura sekitar 10-200 ml. Cairan pleura

komposisinya sama dengan cairan plasma, kecuali pada cairan pleura mempunyai kadar

protein lebih rendah yaitu < 1,5 gr/dl.

ANATOMI PLEURA

20

Page 21: Efusi Pleura

Pleura adalah membran tipis terdiri dari 2 lapisan yaitu pleura visceralis dan parietalis.

Secara histologis kedua lapisan ini terdiri dari sel mesothelial, jaringaan ikat, dan dalam

keadaan normal, berisikan lapisan cairan yang sangat tipis. Membran serosa yang

membungkus parekim paru disebut pleura viseralis, sedangkan membran serosa yang

melapisi dinding thorak, diafragma, dan mediastinum disebut pleura parietalis.

Rongga pleura terletak antara paru dan dinding thoraks. Rongga pleura dengan lapisan

cairan yang tipis ini berfungsi sebagai pelumas antara kedua pleura. Kedua lapisan pleura

ini bersatu pada hillus paru. Dalam hal ini, terdapat perbedaan antara pleura viseralis dan

parietalis, diantaranya :

 Pleura visceralis :

-     Permukaan luarnya terdiri dari selapis sel mesothelial yang tipis < 30mm.

-     Diantara celah-celah sel ini terdapat sel limfosit

-     Di bawah sel-sel mesothelial ini terdapat endopleura yang berisi fibrosit dan

histiosit

21

Page 22: Efusi Pleura

-     Di bawahnya terdapat lapisan tengah berupa jaringan kolagen dan serat-serat

elastik

-     Lapisan terbawah terdapat jaringan interstitial subpleura yang banyak

mengandung pembuluh darah kapiler dari a. Pulmonalis dan a. Brakhialis serta

pembuluh limfe

-     Menempel kuat pada jaringan paru

-     Fungsinya untuk mengabsorbsi cairan. Pleura

Pleura parietalis :

-     Jaringan lebih tebal terdiri dari sel-sel mesothelial dan jaringan ikat (kolagen dan

elastis)

-     Dalam jaringan ikat tersebut banyak mengandung kapiler dari a. Intercostalis dan

a. Mamaria interna, pembuluh limfe, dan banyak reseptor saraf sensoris yang peka

terhadap rasa sakit dan perbedaan temperatur. Keseluruhan berasal n. Intercostalis

dinding dada dan alirannya sesuai dengan dermatom dada

-     Mudah menempel dan lepas dari dinding dada di atasnya

-     Fungsinya untuk memproduksi cairan pleura

PATOFISIOLOGI

Dalam keadaan normal, selalu terjadi filtrasi cairan ke dalam rongga pleura melalui

kapiler pada pleura parietalis tetapi cairan ini segera direabsorpsi oleh saluran limfe,

sehingga terjadi keseimbangan antara produksi dan reabsorpsi, tiap harinya diproduksi

cairan kira-kira 16,8 ml (pada orang dengan berat badan 70 kg). Kemampuan untuk

reabsorpsinya dapat meningkat sampai 20 kali. Apabila antara produk dan reabsorpsinya

22

Page 23: Efusi Pleura

tidak seimbang (produksinya meningkat atau reabsorpsinya menurun) maka akan timbul

efusi pleura.

Diketahui bahwa cairan masuk kedalam rongga melalui pleura parietal dan selanjutnya

keluar lagi dalam jumlah yang sama melalui membran pleura parietal melalui sistem

limfatik dan vaskular. Pergerakan cairan dari pleura parietalis ke pleura visceralis dapat

terjadi karena adanya perbedaan tekanan hidrostatik dan tekanan koloid osmotik. Cairan

kebanyakan diabsorpsi oleh sistem limfatik dan hanya sebagian kecil yang diabsorpsi

oleh sistem kapiler pulmonal. Hal yang memudahkan penyerapan cairan pada pleura

visceralis adalah terdapatnya banyak mikrovili di sekitar sel-sel mesothelial.

Akumulasi cairan pleura dapat terjadi bila:

1.   Meningkatnya tekanan intravaskuler dari pleura meningkatkan pembentukan cairan

pleura melalui pengaruh terhadap hukum Starling.Keadaan ni dapat terjadi pada gagal

jantung kanan, gagal jantung kiri dan sindroma vena kava superior.

2.   Tekanan intra pleura yang sangat rendah seperti terdapat pada atelektasis, baik karena

obstruksi bronkus atau penebalan pleura visceralis

3.   Meningkatnya kadar protein dalam cairan pleura dapat menarik lebih banyak cairan

masuk ke dalam rongga pleura

4.   Hipoproteinemia seperti pada penyakit hati dan ginjal bisa menyebabkan transudasi

cairan dari kapiler pleura ke arah rongga pleura

5.   Obstruksi dari saluran limfe pada pleum parietalis. Saluran limfe bermuara pada vena

untuk sistemik. Peningkatan dari tekanan vena sistemik akan menghambat

pengosongan cairan limfe.

ETIOLOGI

23

Page 24: Efusi Pleura

Dalam keadaan normal, cairan pleura dibentuk dalam jumlah kecil untuk melumasi

permukaan pleura (pleura adalah selaput tipis yang melapisi rongga dada dan

membungkus paru-paru).

A.  Berdasarkan Jenis Cairan

Kalau seorang pasien ditemukan menderita efusi pleura, kita harus berupaya untuk

menemukan penyebabnya. Ada banyak macam penyebab terjadinya pengumpulan cairan

pleura. Tahap yang pertama adalah menentukan apakah pasien menderita efusi pleura

jenis transudat atau eksudat.

1. Efusi pleura transudativa, biasanya disebabkan oleh suatu kelainan pada tekanan

normal di dalam paru-paru. Jenis efusi transudativa yang paling sering ditemukan

adalah gagal jantung kongestif.

Efusi pleura transudatif terjadi kalau faktor sistemik yang mempengaruhi

pembentukan dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan.

2. Efusi pleura eksudatif terjadi jika faktor lokal yang mempengaruhi pembentukan

dan penyerapan cairan pleura mengalami perubahan. Efusi pleura tipe transudatif

dibedakan dengan eksudatif melalui pengukuran kadar Laktat Dehidrogenase

(LDH) dan protein di dalam cairan, pleura.

Efusi pleura eksudativa terjadi akibat peradangan pada pleura, yang seringkali

disebabkan oleh penyakit paru-paru. Kanker, tuberkulosis dan infeksi paru

lainnya, reaksi obat, asbetosis dan sarkoidosis merupakan beberapa contoh

penyakit yang bisa menyebabkan efusi pleura eksudativa.

Efusi pleura eksudatif memenuhi paling tidak salah satu dari tiga kriteria berikut ini,

sementara efusi pleura transudatif tidak memenuhi satu pun dari tiga kriteria ini :

1.   Protein cairan pleura / protein serum > 0,5

2.   LDH cairan pleura / cairan serum > 0,6

24

Page 25: Efusi Pleura

3.   LDH cairan pleura melebihi dua per tiga dari batas atas nilai LDH yang normal di dalam serum.

Efusi pleura berupa:

a.   Eksudat, disebabkan oleh :

1.   Pleuritis karena virus dan mikoplasma : virus coxsackie, Rickettsia, Chlamydia.

Cairan efusi biasanya eksudat dan berisi leukosit antara 100-6000/cc. Gejala

penyakit dapat dengan keluhan sakit kepala, demam, malaise, mialgia, sakit dada,

sakit perut, gejala perikarditis. Diagnosa dapat dilakukan dengan cara mendeteksi

antibodi terhadap virus dalam cairan efusi.

2.   Pleuritis karena bakteri piogenik: permukaan pleura dapat ditempeli oleh bakteri

yang berasal dari jaringan parenkim paru dan menjalar secara hematogen. Bakteri

penyebab dapat merupakan bakteri aerob maupun anaerob (Streptococcus

paeumonie, Staphylococcus aureus, Pseudomonas, Hemophillus, E. Coli,

Pseudomonas, Bakteriodes, Fusobakterium, dan lain-lain). Penatalaksanaan

dilakukan dengan pemberian antibotika ampicillin dan metronidazol serta

mengalirkan cairan infus yang terinfeksi keluar dari rongga pleura.

3.   Pleuritis karena fungi penyebabnya: Aktinomikosis, Aspergillus, Kriptococcus,

dll. Efusi timbul karena reaksi hipersensitivitas lambat terhadap organisme fungi.

4.   Pleuritis tuberkulosa merupakan komplikasi yang paling banyak terjadi melalui

focus subpleural yang robek atau melalui aliran getah bening, dapat juga secara

hemaogen dan menimbulkan efusi pleura bilateral. Timbulnya cairan efusi

disebabkan oleh rupturnya focus subpleural dari jaringan nekrosis perkijuan,

sehingga tuberkuloprotein yang ada didalamnya masuk ke rongga pleura,

menimbukan reaksi hipersensitivitas tipe lambat. Efusi yang disebabkan oleh

TBC biasanya unilateral pada hemithoraks kiri dan jarang yang masif. Pada

pasien pleuritis tuberculosis ditemukan gejala febris, penurunan berat badan,

dyspneu, dan nyeri dada pleuritik.

25

Page 26: Efusi Pleura

5.   Efusi pleura karena neoplasma misalnya pada tumor primer pada paru-paru,

mammae, kelenjar linife, gaster, ovarium. Efusi pleura terjadi bilateral dengan

ukuran jantung yang tidak membesar. Patofisiologi terjadinya efusi ini diduga

karena :

Ø  Infasi tumor ke pleura, yang merangsang reaksi inflamasi dan terjadi

kebocoran kapiler.

Ø  Invasi tumor ke kelenjar limfe paru-paru dan jaringan limfe pleura,

bronkhopulmonary, hillus atau mediastinum, menyebabkan gangguan aliran

balik sirkulasi.

Ø  Obstruksi bronkus, menyebabkan peningkatan tekanan-tekanan negatif intra

pleural, sehingga menyebabkan transudasi. Cairan pleura yang ditemukan

berupa eksudat dan kadar glukosa dalam cairan pleura tersebut mungkin

menurun jika beban tumor dalam cairan pleura cukup tinggi. Diagnosis dibuat

melalui pemeriksaan sitologik cairan pleura dan tindakan blopsi pleura yang

menggunakan jarum (needle biopsy).

6.   Efusi parapneumoni adalah efusi pleura yang menyertai pneumonia bakteri, abses

paru atau bronkiektasis. Khas dari penyakit ini adalah dijumpai predominan sel-

sel PMN dan pada beberapa penderita cairannya berwarna purulen (empiema).

Meskipun pada beberapa kasus efusi parapneumonik ini dapat diresorpsis oleh

antibiotik, namun drainage kadang diperlukan pada empiema dan efusi pleura

yang terlokalisir. Menurut Light, terdapat 4 indikasi untuk dilakukannya tube

thoracostomy pada pasien dengan efusi parapneumonik:

Ø  Adanya pus yang terlihat secara makroskopik di dalam kavum pleura

Ø  Mikroorganisme terlihat dengan pewarnaan gram pada cairan pleura

Ø  Kadar glukosa cairan pleura kurang dari 50 mg/dl

26

Page 27: Efusi Pleura

Ø  Nilai pH cairan pleura dibawah 7,00 dan 0,15 unit lebih rendah daripada nilai

pH bakteri

Penanganan keadaan ini tidak boleh terlambat karena efusi parapneumonik yang

mengalir bebas dapat berkumpul hanya dalam waktu beberapa jam saja.

7.   Efusi pleura karena penyakit kolagen: SLE, Pleuritis Rheumatoid, Skleroderma

8.   Penyakit AIDS, pada sarkoma kapoksi yang diikuti oleh efusi parapneumonik.

b.   Transudat, disebabkan oleh :

1.   Gangguan kardiovaskular

Penyebab terbanyak adalah decompensatio cordis. Sedangkan penyebab lainnya

adalah perikarditis konstriktiva, dan sindroma vena kava superior. Patogenesisnya

adalah akibat terjadinya peningkatan tekanan vena sistemik dan tekanan kapiler

dinding dada sehingga terjadi peningkatan filtrasi pada pleura parietalis. Di

samping itu peningkatan tekanan kapiler pulmonal akan menurunkan kapasitas

reabsorpsi pembuluh darah subpleura dan aliran getah bening juga akan menurun

(terhalang) sehingga filtrasi cairan ke rongg pleura dan paru-paru meningkat.

Tekanan hidrostatik yang meningkat pada seluruh rongga dada dapat juga

menyebabkan efusi pleura yang bilateral. Tapi yang agak sulit menerangkan

adalah kenapa efusi pleuranya lebih sering terjadi pada sisi kanan.

Terapi ditujukan pada payah jantungnya. Bila kelainan jantungnya teratasi dengan

istirahat, digitalis, diuretik dll, efusi pleura juga segera menghilang. Kadang-

kadang torakosentesis diperlukan juga bila penderita amat sesak.

2.   Hipoalbuminemia

Efusi terjadi karena rendahnya tekanan osmotik protein cairan pleura

dibandingkan dengan tekanan osmotik darah. Efusi yang terjadi kebanyakan

27

Page 28: Efusi Pleura

bilateral dan cairan bersifat transudat. Pengobatan adalah dengan memberikan

diuretik dan restriksi pemberian garam. Tapi pengobatan yang terbaik adalah

dengan memberikan infus albumin.

3.   Hidrothoraks hepatik

Mekanisme yang utama adalah gerakan langsung cairan pleura melalui lubang

kecil yang ada pada diafragma ke dalam rongga pleura. Efusi biasanya di sisi

kanan dan biasanya cukup besar untuk menimbulkan dyspneu berat. Apabila

penatalaksanaan medis tidak dapat mengontrol asites dan efusi, tidak ada

alternatif yang baik. Pertimbangan tindakan yang dapat dilakukan adalah

pemasangan pintas peritoneum-venosa (peritoneal venous shunt, torakotomi)

dengan perbaikan terhadap kebocoran melalui bedah, atau torakotomi pipa dengan

suntikan agen yang menyebakan skelorasis.

4.   Meig’s Syndrom

Sindrom ini ditandai oleh ascites dan efusi pleura pada penderita-penderita

dengan tumor ovarium jinak dan solid. Tumor lain yang dapat menimbulkan

sindrom serupa : tumor ovarium kistik, fibromyomatoma dari uterus, tumor

ovarium ganas yang berderajat rendah tanpa adanya metastasis. Asites timbul

karena sekresi cairan yang banyak oleh tumornya dimana efusi pleuranya terjadi

karena cairan asites yang masuk ke pleura melalui porus di diafragma. Klinisnya

merupakan penyakit kronis.

5.   Dialisis Peritoneal

Efusi dapat terjadi selama dan sesudah dialisis peritoneal. Efusi terjadi unilateral

ataupun bilateral. Perpindahan cairan dialisat dari rongga peritoneal ke rongga

pleura terjadi melalui celah diafragma. Hal ini terbukti dengan samanya

komposisi antara cairan pleura dengan cairan dialisat.

 c.   Darah

28

Page 29: Efusi Pleura

Adanya darah dalam cairan rongga pleura disebut hemothoraks. Kadar Hb pada

hemothoraks selalu lebih besar 25% kadar Hb dalam darah. Darah hemothorak

yang baru diaspirasi tidak membeku beberapa menit. Hal ini mungkin karena

faktor koagulasi sudah terpakai sedangkan fibrinnya diambil oleh permukaan

pleura. Bila darah aspirasi segera membeku, maka biasanya darah tersebut berasal

dari trauma dinding dada.

Hemotórax biasanya terjadi karena cedera di dada. Penyebab lainnya adalah:

- pecahnya sebuah pembuluh darah yang kemudian mengalirkan darahnya ke dalam

rongga pleura

- kebocoran aneurisma aorta (daerah yang menonjol di dalam aorta) yang

kemudian mengalirkan darahnya ke dalam rongga pleura

- gangguan pembekuan darah. Darah di dalam rongga pleura tidak membeku

secara sempurna, sehingga biasanya mudah dikeluarkan melelui sebuah jarum

atau selang.

d. Nanah

Empiema (nanah di dalam rongga pleura) bisa terjadi jika pneumonia atau abses paru

menyebar ke dalam rongga pleura. Empiema bisa merupakan komplikasi dari:

- Pneumonia

- Infeksi pada cedera di dada

- Pembedahan dada

- Pecahnya kerongkongan

- Abses di perut.

e. Cairan putih seperti susu

Kilotoraks (cairan seperti susu di dalam rongga dada) disebabkan oleh suatu cedera

pada saluran getah bening utama di dada (duktus torakikus) atau oleh penyumbatan

saluran karena adanya tumor.

f. Cairan dengan kadar kolesterol yang tinggi

29

Page 30: Efusi Pleura

Rongga pleura yang terisi cairan dengan kadar kolesterol yang tinggi terjadi karena

efusi pleura menahun yang disebabkan oleh tuberkulosis atau artritis rematoid.

BAB V

Daftar Pustaka

1. Hudak,Carolyn M. Keperawatan kritis : pendekatan holistic. Vol.1, Jakarta.EGC.

1997

2. Purnawan J. dkk, Kapita Selekta Kedokteran, Ed2. Media Aesculapius.

FKUI.1982.

3. Price, Sylvia A, Patofisiologi : Konsep klinis proses-pross penyakit, Ed4. Jakarta.

EGC. 1995.

4. Smeltzer c Suzanne, Buku Ajar Keperawatan medical Bedah, Brunner and

Suddarth’s, Ed8. Vol.1, Jakarta, EGC, 2002.

5. Syamsuhidayat, Wim de Jong, Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi, Jakarta, EGC,

Baughman C Diane, Keperawatan medical bedah, Jakrta, EGC, 2000.

6. Doenges E Mailyn, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk perencanaan

dan pendokumentasian perawatan pasien. Ed3. Jakarta, EGC. 1999.

7. Susan Martin Tucker, Standar perawatan Pasien: proses keperawatan, diagnosis,

dan evaluasi. Ed5. Jakarta EGC. 1998.

30

Page 31: Efusi Pleura

8. Danusantoso, H. Ilmu penyakit paru. Jakarta: Hipokrates, 2000

31

Page 32: Efusi Pleura

32