efektivitas pengolahan lumpur instalasi pengolahan air

16
1 Efektivitas Pengolahan Lumpur Instalasi Pengolahan Air (IPA) Dengan Solid Separation Chamber (SSC) (Studi Kasus : IPA Cisauk, PDAM Tirta Kerta Raharja, Kabupaten Tangerang) Delly Astria Darwin 1 , Setyo S. Moersidik 2 Teknik Lingkungan, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia, Depok 16424, Indonesia E-mail : [email protected] Abstrak Solid Seperation Chamber (SSC) merupakan unit pengolahan lumpur yang merupakan modifikasi dari Sludge Drying Bed (SDB). SSC dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengolah lumpur IPA dengan cara filtrasi melalui sand filter dan lapisan geotekstil, serta pengeringan dengan sinar matahari yang dilengkapi polycarbonate sebagai penutup. Studi ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas unit SSC dalam memisahkan kandungan air dan padatan lumpur, menurunkan kandungan pencemar, dan mengeringkan lumpur. Studi dilakukan menggunakan unit SSC skala laboratorium, dengan loading lumpur secara tunggal dan kontinu, dengan volume lumpur 70 liter/loading. Kandungan padatan dan kondisi iklim diukur secara berkala. Penurunan konsentrasi COD, TSS, dan kekeruhan juga diamati. Pada loading tunggal (single loading) dan loading seri (continuous loading) diperoleh lumpur dengan ketebalan 0.5 cm dan 21 cm. Unit SSC dapat mereduksi volume lumpur hingga 95.43%. Setelah pengeringan selama 15 hari, diperoleh lumpur dengan kandungan padatan 97.71% (lumpur dengan tebal 0.5 cm) dan 51.33% (lumpur dengan tebal 21 cm). Unit SSC dapat mereduksi kandungan COD hingga 98.05%, kekeruhan 99.65%, dan TSS 99.82%. Effectiveness of Treating Water Works Sludge With Solid Separation Chamber (SSC) (Case Study : Cisauk WTP, PDAM Tirta Kerta Raharja, Kabupaten Tangerang) Abstract Solid Separation Chamber (SSC) is a sludge processing unit, which is a modification from Sludge Drying Bed (SDB). SSC can be used as an alternative to treat water works sludge by filtration process through sand filter and a layer of geotextile, and solar drying with polycarbonate as the cover. The purpose of this study is to determine the effectiveness of SSC unit in seperating water and solid content of sludge, reducing pollutant content, and drying sludge. This study was done using a laboratory scale SSC unit, with a single and continuous sludge loading, with a volume of 70 liter sludge/loading. Solid content and climate conditions was measured constantly. Reduction of COD, TSS, and turbidity content was also monitored. In the single loading and continous loading, sludge that was obtained has 0.5 cm and 21 cm of thickness. SSC unit can reduce sludge volume up to 95.43%. And after 15 days of drying, sludge solid content increases to 97.71% (0.5 cm thick sludge) 51.33% (21 cm thick sludge). SSC unit can reduce the content of COD up to 98.05%, turbidity up to 99.65%, and TSS up to 99.82%. Keywords : Separation Chamber, Sludge Dewatering, Sludge Drying, Solid, Waterworks Sludge Pendahuluan Dalam proses pengolahan air baku menjadi air bersih/air minum, dihasilkan residu berupa endapan flok yang terbentuk dari proses penghilangan dan transformasi secara fisik dan kimia pada partikel, pantogen, dan komponen organik air baku. Endapan flok tersebut merupakan Efektivitas Pengolahan ..., Delly Astria Darwin, FT UI, 2016

Upload: others

Post on 16-Oct-2021

12 views

Category:

Documents


1 download

TRANSCRIPT

Page 1: Efektivitas Pengolahan Lumpur Instalasi Pengolahan Air

  1  

Efektivitas Pengolahan Lumpur Instalasi Pengolahan Air (IPA) Dengan Solid Separation Chamber (SSC) (Studi Kasus : IPA Cisauk, PDAM Tirta

Kerta Raharja, Kabupaten Tangerang)

Delly Astria Darwin1, Setyo S. Moersidik2

Teknik Lingkungan, Departemen Teknik Sipil, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia,

Depok 16424, Indonesia

E-mail : [email protected]

Abstrak

Solid Seperation Chamber (SSC) merupakan unit pengolahan lumpur yang merupakan modifikasi dari Sludge Drying Bed (SDB). SSC dapat digunakan sebagai alternatif untuk mengolah lumpur IPA dengan cara filtrasi melalui sand filter dan lapisan geotekstil, serta pengeringan dengan sinar matahari yang dilengkapi polycarbonate sebagai penutup. Studi ini bertujuan untuk mengetahui efektifitas unit SSC dalam memisahkan kandungan air dan padatan lumpur, menurunkan kandungan pencemar, dan mengeringkan lumpur. Studi dilakukan menggunakan unit SSC skala laboratorium, dengan loading lumpur secara tunggal dan kontinu, dengan volume lumpur 70 liter/loading. Kandungan padatan dan kondisi iklim diukur secara berkala. Penurunan konsentrasi COD, TSS, dan kekeruhan juga diamati. Pada loading tunggal (single loading) dan loading seri (continuous loading) diperoleh lumpur dengan ketebalan 0.5 cm dan 21 cm. Unit SSC dapat mereduksi volume lumpur hingga 95.43%. Setelah pengeringan selama 15 hari, diperoleh lumpur dengan kandungan padatan 97.71% (lumpur dengan tebal 0.5 cm) dan 51.33% (lumpur dengan tebal 21 cm). Unit SSC dapat mereduksi kandungan COD hingga 98.05%, kekeruhan 99.65%, dan TSS 99.82%.

Effectiveness of Treating Water Works Sludge With Solid Separation Chamber (SSC) (Case Study : Cisauk WTP, PDAM Tirta Kerta Raharja, Kabupaten Tangerang)

Abstract

Solid Separation Chamber (SSC) is a sludge processing unit, which is a modification from Sludge Drying Bed (SDB). SSC can be used as an alternative to treat water works sludge by filtration process through sand filter and a layer of geotextile, and solar drying with polycarbonate as the cover. The purpose of this study is to determine the effectiveness of SSC unit in seperating water and solid content of sludge, reducing pollutant content, and drying sludge. This study was done using a laboratory scale SSC unit, with a single and continuous sludge loading, with a volume of 70 liter sludge/loading. Solid content and climate conditions was measured constantly. Reduction of COD, TSS, and turbidity content was also monitored. In the single loading and continous loading, sludge that was obtained has 0.5 cm and 21 cm of thickness. SSC unit can reduce sludge volume up to 95.43%. And after 15 days of drying, sludge solid content increases to 97.71% (0.5 cm thick sludge) 51.33% (21 cm thick sludge). SSC unit can reduce the content of COD up to 98.05%, turbidity up to 99.65%, and TSS up to 99.82%. Keywords : Separation Chamber, Sludge Dewatering, Sludge Drying, Solid, Waterworks Sludge

Pendahuluan Dalam proses pengolahan air baku menjadi air bersih/air minum, dihasilkan residu berupa

endapan flok yang terbentuk dari proses penghilangan dan transformasi secara fisik dan kimia

pada partikel, pantogen, dan komponen organik air baku. Endapan flok tersebut merupakan

Efektivitas Pengolahan ..., Delly Astria Darwin, FT UI, 2016

Page 2: Efektivitas Pengolahan Lumpur Instalasi Pengolahan Air

  2  

limbah residu dari proses pengolahan air bersih/air minum dan dibuang sebagai “lumpur”

yang terdiri dari padatan dengan sejumlah air. Masalah mengenai apa yang harus dilakukan

pada lumpur yang dihasilkan dari proses pengolahan air (lumpur IPA) telah menarik banyak

perhatian dalam beberapa dekade ini (Neubauer, 1968; Verrelli, Dixon, & Scales, 2009).

Lumpur hasil pengolahan air bersih memiliki ciri khas adanya kandungan bahan kimia dari

pemakaian senyawa kimia koagulan yang merupakan bahan berbahaya, beracun, dan dapat

menyebabkan pencemaran (Lewis, 1990; Fitri, 2013). Sebagian besar Instalasi Pengolahan Air (IPA) di Indonesia tidak memiliki sistem pengolahan

lumpur, sehingga lumpur yang dihasilkan hanya ditampung atau langsung dibuang menuju

badan air. Pembuangan lumpur yang tidak diolah langsung menuju badan air dapat

mengakibatkan pencemaran serta penurunan kualitas air terhadap badan air. Hal ini

bertentangan dengan UU No 11 Tahun 1974 tentang Pengairan, dimana dikatakan bahwa

harus dilakukan perlindungan terhadap sumber-sumber air dari pengotor air yang dapat

merugikan. Oleh karena itu, setiap IPA membutuhkan suatu sistem pengolahan lumpur untuk

mengolah lumpur yang dihasilkannya agar dapat dibuang tanpa menyebabkan pencemaran. Solid Seperation Chamber (SSC) merupakan salah satu unit pengolahan yang digunakan pada

Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) Keputih, Surabaya. SSC digunakan untuk

melakukan pemisahan padatan lumpur dan air dengan memanfaatkan proses fisik, serta

pengeringan dengan penyinaran menggunakan sinar matahari sebagai desinfeksi dan angin

untuk mengurangi kelembapan. Dalam evaluasi IPLT Keputih, unit SSC efektif dalam

menurunkan kandungan TSS sebesar 44.41% dan COD sebesar 20% pada lumpur tinja (Dian

& Herumurti, 2016). Dengan asumsi bahwa unit SSC juga dapat digunakan dalam pengolahan lumpur IPA,

diperlukan suatu penelitian mengenai efektifitas unit SSC sebagai alternatif dalam mengolah

lumpur IPA. Maka dari itu, tujuan dari penelitian ini adalah: 1) mengetahui jumlah timbulan

lumpur IPA; 2) mengetahui karakteristik lumpur IPA; dan 3) mengkaji efektivitas pengolahan

lumpur IPA dengan SSC. Efektivitas unit SSC yang dimaksud adalah kemampuannya dalam

memisahkan kandungan air dan padatan pada lumpur, dalam menurunkan kandungan

pencemar, serta dalam proses pengeringan lumpur.

Efektivitas Pengolahan ..., Delly Astria Darwin, FT UI, 2016

Page 3: Efektivitas Pengolahan Lumpur Instalasi Pengolahan Air

  3  

Tinjauan Teoritis Lumpur Instalasi Pengolahan Air (IPA) atau Waterworks Sludge adalah endapan flok berupa

padatan dengan sejumlah air yang dihasilkan dari proses penghilangan kandungan partikel

pencemar pada air baku melalui penambahan bahan kimia (koagulan) pada proses pengolahan

air bersih. Lumpur Pengolahan Air terdiri dari padatan tersuspensi (SS) dan padatan terlarut

(DS), serta senyawa organik dan anorganik yang berasal dari pencemaran pada air baku.

Lumpur juga mengandung bahan-bahan kimia dan koagulan aid yang digunakan pada

koagulasi, mengingat bahan kimia tersebut membantu pembentukan padatan partikel

pencemar. Sumber utama residu instalasi pengolahan air adalah proses koagulasi (alum dan

besi), proses softening, dan proses filter backwashing (Qasim, 2000). Umumnya, pengolahan residu lumpur IPA terdiri dari proses pengentalan (thickening),

penyesuaian kondisi (conditioning), pengeringan (dewatering), pemulihan bahan kimia

(chemical recovery), dan pembuangan (disposal) (Qasim, 2000). Tujuan dari pengolahan

lumpur adalah untuk mereduksi volume dengan memisahkan kandungan air dari padatan

lumpur, sehingga memudahkan proses pemanfaatan kembali atau pembuangan padatan dan

air tersebut. Terdapat beberapa unit operasi dan proses dapat digunakan sebagai alternatif

dalam pengolahan lumpur. Solid Separation Chamber (SSC) adalah salah satu unit yang telah digunakan dalam

pengolahan lumpur tinja di IPLT Keputih, Surabaya. Prinsipnya, SSC merupakan sebuah

kolam pemisah antara kandungan air dan padatan pada lumpur. Pemisahan dilakukan melalui

proses perembesan kandungan air melalui lapisan media SSC dan tertahannya padatan diatas

media SSC. Unit SSC merupakan modifikasi dan kombinasi dari drying bed (bak

pengeringan) yang merupakan salah satu unit dewatering. Kombinasi drying bed yang

dimaksud adalah gabungan dari sand drying bed dan solar drying bed. Pengolahan lumpur yang terjadi pada unit SSC adalah pemisahan kandungan air dan padatan

melalui filtrasi, serta pengeringan dengan memanfaatkan sinar matahari. Unit SSC terdiri dari

pipa drainase, kerikil, dan pasir. Pipa drainase berfungsi mengalirkan filtrat menuju unit

pengolahan atau penampungan selanjutnya. Kerikil dan pasir merupakan media filter yang

digunakan untuk memisahkan air dari padatan lumpur. Unit SSC juga dilengkapi penutup

untuk menghalangi masuknya hujan ke dalam unit SSC yang akan mempengaruhi proses

pengeringan. Mekanisme proses pengolahan dimulai dari penghamparan secara merata

Efektivitas Pengolahan ..., Delly Astria Darwin, FT UI, 2016

Page 4: Efektivitas Pengolahan Lumpur Instalasi Pengolahan Air

  4  

lumpur ke dalam unit SSC. Padatan dan air kemudian akan mengalami pemisahan, akibat sifat

fisik air limbah dimana padatan akan mengendap dibagian bawah sedangkan air akan

menggenang pada bagian atas, dan dengan proses filtrasi dimana air terpisah dari lumpur

melalui perembesan media pasir dan kerikil. Melalui proses filtrasi ini, kotoran berupa zat

organik dan anorganik akan tertahan sehingga air yang tersaring memiliki kualitas yang lebih

baik. Padatan yang tertahan diatas media akan mengalami pengeringan melalui evaporasi

dengan sinar matahari. Pengeringan dengan menggunakan sinar matahari dapat berfungsi

sebagai desinfeksi. Selain itu, angin juga dimanfaatkan untuk mengurangi kelembapan

padatan dan mempercepat proses pengeringan. Metode Penelitian Penelitian yang dilakukan merupakan penelitian eksperimen pengolahan lumpur

menggunakan unit Sluge Separation Chamber (SSC) skala kecil atau skala laboratorium

(Gambar 1). Sampel lumpur yang digunakan adalah lumpur yang berasal dari IPA Cisauk,

PDAM Tirta Kerta Raharja, Kabupaten Tangerang, dengan kapasitas pengolahan 50

liter/detik. Penelitian dilakukan di Bintaro, Tangerang Selatan.

Gambar 1. Unit SSC Skala Laboratorium

          Unit SSC skala laboratorium yang digunakan terbuat dari kaca dengan ketebalan 5 mm. Unit

SSC berbentuk persegi panjang dengan ukuran alas 40 cm x 80 cm, dan total ketinggian 150

cm. Pada bagian bawah SSC dipasang pipa PVC berdiameter 114 yang dilubangi

permukaannya sebagai saluran pembawa filtrat. Pipa PVC dilapisi dengan membran

geotekstil non woven untuk mencegah masuknya lumpur atau media filter ke dalam pipa.

Diatas pipa PVC adalah lapisan kerikil dengan ketebalan 30 cm sebagai lapisan penyangga,

Efektivitas Pengolahan ..., Delly Astria Darwin, FT UI, 2016

Page 5: Efektivitas Pengolahan Lumpur Instalasi Pengolahan Air

  5  

dan lapisan pasir dengan ketebalan 30 cm sebagai media penyaring air. Diatas lapisan pasir,

diletakan membran geotekstil non woven GT-150 yang berfungsi mencegah terbawanya

padatan lumpur yang ada pada aliran air yang akan mengalir sehingga tidak terjadi

percampuran antara lumpur dan pasir yang akan menyebabkan pemampatan (clogging).

Geotekstil non woven ini diaplikasikan di seluruh permukaan SSC agar padatan lumpur tidak

dapat lolos tanpa melalui geotekstil. Lumpur yang diolah dihamparkan diatas lapisan

geotekstil. Pada penelitian ini, unit SSC skala laboratorium yang digunakan mampu

menampung lumpu hingga ketebalan 20 cm. Pada bagian atas unit SSC dipasang penutup

berupa lapisan polycarbonate berwarna transparan dengan ketebalan 6 – 10 mm yang

disangga dengan tiang 55 cm diatas lapisan lumpur. Polycarbonate berfungsi menahan

masuknya air ke dalam unit SSC dan memancarkan panas matahari ke dalam unit SSC. Penelitian dilakukan dengan variasi kapasitas loading, yaitu kapasitas loading tunggal (single

loading) dan kapasitas loading seri (continuous loading). Pada single loading, proses

penuangan lumpur hanya dilakukan satu kali. Pada variasi ini, effluen pada waktu 15 menit,

30 menit, 1 jam, 3 jam, dan 6 jam setelah loading dilakukan diperiksa kualitasnya. Pada

continuous loading, proses penuangan lumpur dilakukan secara kontinu, satu kali setiap hari,

hingga unit SSC mencapai kapasitas maksimum yang telah ditentukan, yaitu hingga ketebalan

lumpur mencapai 20 cm. Pada variasi ini, effluen pada setiap kali loading diperiksa

kualitasnya. Volume lumpur yang dituangkan untuk setiap kali loading dilakukan pada

penelitian ini adalah 70 liter. Pada setiap variasi kapasitas loading, lumpur yang tertahan

didiamkan selama 15 hari masa pengeringan, untuk diamati proses pengeringannya. Selama

masa pengeringan lumpur, dilakukan pengukuran lapangan terhadap suhu dalam unit SSC,

intensitas matahari yang masuk ke dalam unit SSC, dan intensitas matahari di luar unit SSC.

Data suhu udara dan jumlah hujan di lokasi penelitian diperoleh dari stasiun BMKG. Efektivitas unit SSC dalam mengeringkan lumpur diperoleh melalui pemeriksaan kandungan

Total Solid atau kandungan air setiap harinya selama masa pengeringan lumpur. Pemeriksaan

kandungan Total Solid lumpur dilakukan dengan memanaskan lumpur pada suhu 103oC –

105oC. Sedangkan efektivitas unit SSC dalam menurunkan kandungan pencemar unit SSC

diperoleh dengan mengukur konsentrasi COD, TSS, dan kekeruhan pada lumpur influen dan

effluen yang dihasilkan. Pemeriksaan kualitas influen dan effluen dilakukan di laboratorium

dengan metode refluks tertutup untuk COD, metode gravitimetri untuk TSS, dan neflometri

untuk kekeruhan. Perhitungan efisiensi removal dilakukan dengan menggunakan persamaan

sebagai berikut :

Efektivitas Pengolahan ..., Delly Astria Darwin, FT UI, 2016

Page 6: Efektivitas Pengolahan Lumpur Instalasi Pengolahan Air

  6  

%  !"#$%&' =  !1− !2!1  ×  100%

dengan: X1 = konsentrasi influen

X2 = konsentrasi effluen Hasil dan Pembahasan Jumlah Timbulan Lumpur IPA Berdasarkan data sekunder, rata-rata produksi lumpur IPA Cisauk adalah 109.1 m3/hari atau

1.3 liter/detik. Produksi lumpur memiliki persentase 2.5% dari produksi air. Umumnya,

persentase residu lumpur biasanya berjumlah 1% - 3% dari jumlah air yang diolah (Casey,

2006). Rata-rata massa timbulan lumpur IPA berdasarkan perhitungan adalah sebesar 0.175

kg/m3 atau 757.89 kg/hari.

Karakteristik Lumpur IPA Kualitas pada setiap lumpur yang dihasilkan IPA sangat bervariasi. Perbedaan kualitas

lumpur ini terjadi karena kualitas air baku, jenis koagulan, dan jumlah koagulan yang

digunakan pada proses pengolahan air berbeda-beda setiap saatnya. Tabel 1 merupakan tabel

konsentrasi COD, TSS, dan kekeruhan pada lumpur IPA. Konsentrasi COD, TSS, dan

kekeruhan rata-rata lumpur IPA adalah 1170 mg/l, 13025 mg/l, dan 9771 NTU.

Tabel 1. Kosentrasi COD, TSS, dan Kekeruhan Lumpur IPA

No Sampel COD (mg/L) Kekeruhan (NTU) TSS (mg/L) 1 3-Feb-16 3764 28000 28295 2 17-Feb-16 243 1209 2292 3 13-Mar-16 825 2200 7954 4 1-Apr-16 639 3863 7654 5 4-Apr-16 648 4637 6758 6 7-Apr-16 770 6003 10529 7 10-Apr-16 2058 21933 30365 8 13-Apr-16 171 1413 2450 9 16-Apr-16 1156 8827 13800

10 19-Apr-16 1430 11067 20150 Rata-Rata 1170 9771 13025 Maksimal 3764 28000 30365 Minimal 171 1413 2292

Efektivitas Pengolahan ..., Delly Astria Darwin, FT UI, 2016

Page 7: Efektivitas Pengolahan Lumpur Instalasi Pengolahan Air

  7  

Efektivitas Pengeringan Lumpur Gambar 2 merupakan grafik perubahan nilai total solid content lumpur pada 15 hari masa

pengeringan pada Single Loading. Karena hanya dilakukan satu kali loading atau satu kali

penuangan lumpur ke dalam unit SSC, maka endapan lumpur yang tertahan di atas geotekstil

hanya memiliki ketebalan sebesar + 0.5 cm. Gambar 3 merupakan grafik perubahan

kandungan total solid lumpur selama 15 hari masa pengeringan. Total solid lumpur terlihat

semakin meningkat semakin lama waktu pengeringannya. Kandungan total solid lumpur

awal, sebelum dilakukan proses penyaringan dan pengeringan (T = 0) adalah sebesar 0.86%.

Total solid content lumpur naik secara signifikan hingga 24.68% setelah penyaringan.

Kenaikan kandungan total solid ini disebabkan karena sebagian besar kandungan air lumpur

telah hilang akibat proses pemisahan padatan dan cairan melalui penyaringan dengan

geotekstil dan media pasir. Kenaikan total solid content lumpur terus terjadi hingga hari ke

15, dengan kandungan total solid sebesar 97.71%.

Gambar 2. Total Solid Content Lumpur Selama Masa Pengeringan Pada Single Loading

Karena pelaksanaan penuangan lumpur pada variasi kapasitas loading kontinu (continuous

loading) dilakukan secara terus menerus, terjadi pertambahan lapisan lumpur setiap kali

penuangan dilakukan. Pada penelitian ini kapasitas maksimum unit SSC yang ditetapkan

adalah hingga ketebalan lumpur mencapai 20 cm. Loading lumpur dapat terus dilakukan

hingga loading dengan kapasitas 21 hari, dimana lumpur yang tertahan mencapai ketebalan

21 cm. Maka pada masa pengeringan continuous loading, lumpur yang didiamkan untuk

diamati proses pengeringannya memiliki ketebalan sebesar 21 cm.

Efektivitas Pengolahan ..., Delly Astria Darwin, FT UI, 2016

Page 8: Efektivitas Pengolahan Lumpur Instalasi Pengolahan Air

  8  

Gambar 3. Total Solid Content Lumpur Selama Masa Pengeringan Pada Continuous Loading

Gambar 3 merupakan grafik perubahan nilai total solid content lumpur pada 15 hari masa

pengeringan pada Continuous Loading. Kandungan total solid lumpur semakin meningkat

semakin lama waktu pengeringannya. Total solid content lumpur sebesar 0.86% meningkat

menjadi 22.5% setelah sebagian besar kandungan air hilang melalui proses penyaringan.

Peningkatan kandungan total solid secara signifikan hanya terjadi hingga hari ke 1 masa

pengeringan, dari 22.5% menjadi 33.84%. Pada hari ke 2 hingga hari ke 15 masa

pengeringan, perubahan kandungan total solid lumpur terlihat lebih kecil, hanya berkisar 0.13

– 4.38%. Hingga hari ke 15 masa pengeringan, kandungan total solid pada lumpur mencapai

51.33%. Kandungan total solid lumpur yang dapat dicapai pada single loading dan continuous loading

selama 15 hari masa pengeringan sangat berbeda. Pada single loading, kandungan total solid

yang dapat dicapai sebesar 97.71% sedangkan pada continuous loading hanya mencapai

51.33%. Hal ini terjadi karena ketebalan lumpur yang dikeringkan pada continuous loading ,

sebesar 21 cm, lebih besar dibandingkan ketebalan lumpur pada single loading, yang hanya

mencapai 0.5 cm. Besarnya kandungan total solid yang dapat dicapai berbanding terbalik

dengan ketebalan lumpur yang dikeringkan. Semakin tebal lumpur yang dikeringkan, semakin

kecil kandungan total solid yang dapat dicapai. Perbandingan grafik kandungan total solid

lumpur yang dapat dicapai pada single loading (kapasitas 1 hari loading) dan continuous

loading (kapasitas 21 hari loading) dapat dilihat pada Gambar 4.

Efektivitas Pengolahan ..., Delly Astria Darwin, FT UI, 2016

Page 9: Efektivitas Pengolahan Lumpur Instalasi Pengolahan Air

  9  

Gambar 4. Perbandingan Total Solid Content Lumpur Selama Masa Pengeringan Pada Single Loading dan

Continuous Loading

Kondisi Iklim Selama masa pengeringan, dilakukan pengukuran suhu di dalam unit SSC, serta intensitas

matahari di dalam dan di luar unit SSC. Data suhu udara dan jumlah hujan di lokasi penelitian

diperoleh dari stasiun BMKG cabang Pondok Betung. Gambar 5 menggambarkan hubungan antara jumlah hujan (rainfall), suhu dalam (indoor

temperature) dan luar (outside temperature) unit ssc, serta radiasi matahari yang masuk ke

dalam (indoor solar radiation) dan di luar unit SSC (outdoor solar radiation) per hari

terhadap total solid content lumpur pada masa pengeringan penelitian single loading (Gambar

5A) dan continuous loading (Gambar 5B). Suhu di dalam unit SSC lebih besar dibandingkan

suhu udara di luar SSC. Hal ini terjadi akibat polycarbonate yang dijadikan atap penutup

memberikan efek rumah kaca pada ruang lumpur di dalam unit SSC. Panas yang masuk

melalui polycarbonate terperangkap di dalam sehingga dapat membantu proses pengeringan

lumpur lebih cepat. Suhu di dalam unit lebih besar 3.2 oC - 4.3oC dibandingkan suhu udara

luar. Jumlah hujan rata-rata yang terjadi selama masa pengeringan adalah sebesar 3.37

mm/hari (single loading) dan 2.29 mm/hari (continuous loading). Jumlah terjadinya hujan

tidak mengakibatkan penurunan terhadap total solid content lumpur. Hal ini disebabkan

karena hujan yang terjadi tidak dapat masuk ke dalam unit SSC akibat digunakannya

polycarbonate sebagai atap penutup sehingga hujan tidak mengganggu proses pengeringan.

Besar radiasi matahari di luar unit SSC lebih besar dibandingkan dengan radiasi matahari

yang masuk ke dalam unit SSC. Hal ini disebabkan karena adanya atap polycarbonate yang

hanya dapat mentransmisikan cahaya matahari hingga 80%.

Efektivitas Pengolahan ..., Delly Astria Darwin, FT UI, 2016

Page 10: Efektivitas Pengolahan Lumpur Instalasi Pengolahan Air

  10  

Gambar 5. Pengukuran Suhu, Intensitas Matahari, dan Jumlah Hujan, Selama Masa Pengeringan Lumpur Pada

Single Loading (A) dan Continuous Loading (B)

Gambar 6. Hubungan Kumulatif Solar Radiation Terhadap Total Solid Content Lumpur pada (A) Single Loading dan

(B) Continuous Loading

Ditemukan hubungan yang kuat antara kumulatif radiasi matahari terhadap perubahan

kandungan total solid lumpur, dengan r (koefisien korelasi) > 0.9. Kandungan total solid

lumpur akan semakin naik semakin bertambahnya radiasi matahari yang diterima. Dibutuhkan

Efektivitas Pengolahan ..., Delly Astria Darwin, FT UI, 2016

Page 11: Efektivitas Pengolahan Lumpur Instalasi Pengolahan Air

  11  

setidaknya 1500 W/m2 radiasi matahari yang masuk ke dalam unit SSC untuk meningkatkan

kandungan total solid lumpur dengan ketebalan 0.5 cm dari 0.86% menjadi 97.71% (Gambar

6A). Selain itu, dibutuhkan 1800 W/m2 radiasi matahari yang masuk ke dalam unit SSC,

untuk meningkatkan total solid content lumpur dengan ketebalan 21 cm dari 0.86% menjadi

51.33% (Gambar 6B).

Removal Kekeruhan Salah satu pemanfaatan kembali filtrat yang dapat dilakukan adalah digunakannya kembali

sebagai air baku Kekeruhan merupakan salah satu parameter kunci yang diamati pada air

minum karena mempengaruhi nilai estetika dari air yang dihasilkan.    

Gambar 7. Nilai & Removal Kekeruhan pada Single Loading (A) dan Continuous Loading (B)

 Gambar 7A merupakan grafik nilai dan persentase removal kekeruhan pada Single Loading.

Pada awal waktu kontak, yaitu 15 menit, terlihat nilai kekeruhan yang paling tinggi, sebesar

87 NTU. Kekeruhan yang masih cukup tinggi ini mengindikasikan bahwa proses penyaringan

belum berjalan dengan sempurna. Hal ini terjadi akibat lapisan geotekstil belum mengalami

kejenuhan sehingga kemampuannya dalam menghambat padatan masih kurang baik. Namun

pada waktu kontak 30 menit, nilai kekeruhan mengalami penurununan ke nilai yang paling

kecil sebesar 7 NTU. Pada waktu ini, geotekstil sudah cukup jenuh dan dapat menghambat

lebih banyak padatan sehingga proses penyaringan pada unit SSC telah berjalan lebih baik.

Efektivitas Pengolahan ..., Delly Astria Darwin, FT UI, 2016

Page 12: Efektivitas Pengolahan Lumpur Instalasi Pengolahan Air

  12  

Rentang nilai kekeruhan effluen yang dihasilkan adalah 7 NTU – 87 NTU, dengan rata-rata

sebesar 26.6 NTU. Rentang persentase removal kekeruhan adalah 96.05 – 99.68%.

Gambar 7B merupakan grafik nilai dan persentase removal kekeruhan pada Continuous

Loading. Kapasitas loading mempengaruhi nilai kekeruhan effluen yang dihasilkan. Nilai

kekeruhan effluen pada kapasitas loading 1 hari hingga 18 hari cukup kecil dengan perbedaan

yang tidak terlalu besar, berkisar antara 4.17 NTU hingga 22 NTU. Perubahan nilai kekeruhan

yang signifikan terjadi pada kapasitas loading 19 hari – 21 hari yang mencapai 99.83 NTU,

hingga 190 NTU. Kenaikan yang cukup besar ini menunjukan bahwa kapasitas loading unit

SSC telah mencapai kemampuan penyaringannya yang maksimum. Lapisan geotekstil dan

media penyaring telah mencapai titik kejenuhan yang paling tinggi sehingga tidak mampu

lagi menghasilkan filtrat yang baik. Rentang persentase removal kekeruhan pada continuous

loading ini adalah 98.28 – 99.65%. Removal TSS TSS merupakan salah satu parameter penting karena ciri dari lumpur IPA adalah banyaknya

kandungan padatan (total solid). Konsentrasi TSS pada effluen merupakan salah satu tolak

ukur efektivitas unit SSC dalam memisahkan kandungan padatan dan air pada lumpur IPA. Gambar 8A merupakan grafik konsentrasi dan removal TSS pada Single Loading. Pada awal

waktu kontak yaitu 15 menit, effluen yang dihasilkan masih memiliki nilai TSS yang cukup

besar yaitu 130 mg/l. Kandungan TSS yang masih tinggi ini terjadi karena proses penyaringan

yang belum terjadi secara sempurna akibat geotekstil yang belum jenuh sehingga kurang baik

dalam menghambat padatan pada lumpur. Pada waktu kontak selanjutnya nilai TSS menurun

hingga konsentrasi yang paling kecil sebesar 2 mg/l pada waktu kontak 30 menit. Hal ini

terjadi karena lapisan geotekstil telah jenuh dan dapat menghambat padatan lebih banyak

sehingga kemampuan penyaringann menjadi lebih baik. Rentang nilai TSS effluen yang

dihasilkan adalah 2 mg/L – 130 mg/L, dengan rata-rata sebesar 36.4 mg/L. Semakin kecil

nilai TSS effluen, semakin besar persentase removalnya. Rentang persentase removal TSS

adalah 98.37 – 99.97%.

Efektivitas Pengolahan ..., Delly Astria Darwin, FT UI, 2016

Page 13: Efektivitas Pengolahan Lumpur Instalasi Pengolahan Air

  13  

Gambar 8. Konsentrasi & Removal TSS pada (A) Single Loading dan (B) Continuous Loading

Gambar 8B merupakan grafik konsentrasi dan removal TSS pada Continuous Loading.

Kapasitas loading mempengaruhi konsentrasi TSS effluen yang dihasilkan. Konsentrasi TSS

effluen yang dihasilkan pada kapasitas loading 1 hari hingga 18 hari cukup kecil dan

memiliki perbedaan yang tidak terlalu besar, dengan rentang antara 1 mg/L – 27 mg/L.

Namun terjadi kenaikan konsentrasi TSS yang sangat signifikan pada kapasitas loading 19

hari – 21 hari yang mencapai 96 mg/L - 178 mg/L. Kenaikan konsentrasi TSS yang cukup

signifikan ini menunjukan bahwa lapisan geotekstil dan media penyaring unit SSC telah

mencapai titik jenuh yang paling tinggi sehingga tidak mampu lagi menghasilkan filtrat yang

baik. Rentang persentase removal TSS pada continuous loading adalah 99.12 – 99.99%. Removal COD Gambar 9A merupakan grafik konsentrasi dan persentase removal COD pada Single Loading.

Pada awal waktu kontak yaitu 15 menit, juga dihasilkan effluen dengan nilai COD yang

paling besar yaitu 36 mg/l. Nilai COD juga mengalami penurunan hingga konsentrasi yang

paling kecil mencapai 1 mg/l pada waktu kontak 30 menit. Rentang nilai COD effluen yang

dihasilkan adalah 1 mg/L – 36 mg/L, dengan rata-rata sebesar 12.4 mg/L. Rentang persentase

removal COD adalah 95.64 – 99.88%.

Efektivitas Pengolahan ..., Delly Astria Darwin, FT UI, 2016

Page 14: Efektivitas Pengolahan Lumpur Instalasi Pengolahan Air

  14  

Gambar 9. Kosentrasi & Removal COD pada Single Loading (A) dan Continuous Loading (B)

Gambar 9B merupaka grafik konsentrasi dan persentase removal COD pada Continuous

Loading. Kenaikan dan penurunan konsentrasi COD kapasitas loading 1 hari – 21 hari

memiliki perbedaan yang tidak terlalu signifikan. Konsentrasi COD pada hari ke 1 hingga

hari ke 18 berkisar antara 4 hingga 21 mg/l. Kenaikan konsentrasi COD effluen yang paling

besar terjadi pada hari ke 19, hari ke 20 dan hari ke 21, yaitu 34 mg/L, 38 mg/L, dan 31

mg/L. Kenaikan nilai COD paling besar ini terjadi pada waktu yang sama dengan kenaikan

nilai kekeruhan dan TSS yang paling besar, seperti yang telah dibahas sebelumnya. Hal ini

disebabkan akibat lapisan geotekstil dan media penyaring yang sudah mengalami kejenuhan

sehingga tidak dapat menghasilkan effluen yang lebih baik. Rentang persentase removal COD

pada continuous loading adalah 94.15 – 99.56%.

Kesimpulan Efektivitas Solid Separation Chamber (SSC) dalam pengolahan lumpur IPA adalah sebagai

berikut :

1. Rata-rata produksi lumpur IPA adalah 109.1 m3/hari dengan massa 0.175 kg/m3 atau

758.12 kg/hari.

2. Lumpur IPA memiliki rata-rata kandungan COD sebesar 1170 mg/L, TSS sebesar 13025

mg/L, dan kekeruhan sebesar 9771 NTU.

Efektivitas Pengolahan ..., Delly Astria Darwin, FT UI, 2016

Page 15: Efektivitas Pengolahan Lumpur Instalasi Pengolahan Air

  15  

3. Efektivitas unit SSC dalam pengolahan lumpur IPA adalah sebagai berikut :

a. SSC dapat meningkatkan solid content lumpur dengan ketebalan 0.5 cm dari 0.86%

menjadi 43.30 - 97.71% dalam waktu 1 - 15 hari pengeringan.

b. SSC juga dapat meningkatkan solid content lumpur dengan ketebalan 21 cm dari

0.86% menjadi 33.84 - 51.33% dalam waktu 1 - 15 hari pengeringan.

c. Efisiensi removal COD pada unit SSC sebesar 94.15 – 99.88%, dengan rata-rata

98.05%.

d. Efisiensi removal TSS pada unit SSC sebesar 98.37 - 99.99 %, dengan rata-rata

99.65%.

e. Efisiensi removal kekeruhan pada unit SSC sebesar 94.15- 99.68 %, dengan rata-rata

99.82%. Saran 1. Perlu dilakukan studi mengenai pengaruh suhu, penyinaran matahari, hujan, dan angin

pada pengolahan lumpur dengan unit SSC terhadap kandungan mikrobiologis lumpur.

2. Perlu dilakukan studi efektivitas pengolahan lumpur IPA dengan unit SSC dengan

pembebanan yang bervariasi, untuk mengetahui pengaruh pembebanan terhadap efisiensi

pengeringan dan removal pencemar.

3. Perlu dilakukan studi efektivitas pengolahan lumpur IPA dengan unit SSC dengan

kapasitas maksimum yang berbeda, untuk mengetahui pengaruh kapasitas unit terhadap

efisiensi pengeringan dan removal pencemar.

4. Dapat dilakukan studi mengenai pengaruh jenis geotekstil yang digunakan unit SSC

terhadap efisiensi removal pencemar dan efisiensi pengeringan.

5. Dapat dilakukan studi efektivitas unit SSC dalam pengolahan lumpur selain lumpur IPA

dan lumpur tinja. Daftar Referensi AWWA Research Foundation. (1969). Disposal od Wastes from Water Treatment Plant –

Part 1, Section 1, Report on What Is Known. Journal AWWA 61:10:541 (Oct). Casey, T. J. (2006). Unit Treatment Processes in Water and Wastewater Engineering.

Aquavarra Research Limited, Dublin. Cornwell, David A., dan McTigue, Nancy E. (2009). Water Treatment Residuals

Management for Small System. Water Research Foundation.

Efektivitas Pengolahan ..., Delly Astria Darwin, FT UI, 2016

Page 16: Efektivitas Pengolahan Lumpur Instalasi Pengolahan Air

  16  

Crittenden, John C., Hand, David W., Howe, Kerry J., Tchobanoglous, George., dan Trussell,

R. Rhodes. (2012). Principles of Water Treatment. John Wiley & Sons, Inc., Hoboken,

New Jersey. Dian, Gaby., dan Herumurti, Welly. (2016). Evaluasi Kinerja Instalasi Pengolahan Lumpur

Tinja (IPLT) Keputih, Surabaya. Jurnal Teknik ITS Vol 5, No. 1, ISSN: 2337-3539

(2301-9271 Print). Fitri, Hariana. (2013). Dampak Pembuangan Lumpur Perusahaan Daerah Air Minum Kota

Pontianak Terhadap Kualitas Air Sungai Kapuas. Jurnal S1 Teknik Lingkungan

Universitas Tanjungpura, Vol 1, No 1. Oktober 15 2015. Lewis, T.E. (1990). Environmental Chemistry and Toxicity of Aluminium. Lewis Publishers

Inc, Michigan. Neubauer, W.K. (1968). Waste Alum Sludge Treatment. Journal (AWWA) 60 (&), 819-826. Qasim, S.R., Montley, E. M. Dan Zhu, G. (2000). Water Works Engineering: Planning,

Design, and Operation. Prentice Hall PTR, New Jersey. Salihoglu, Nezih Kamil., Pinarli, Vedat, dan Salihoglu, Guray. (2007). Solar Drying in Sludge

Management in Turkey. Renewable Energy 32 (2007) 1661 – 1675. Verrelli, David I., David R. Dixon, dan Peter J. Scales. (2009). Assessing Dewatering

Peformance of Drinking Water Treatment Sludges. Water Research 44 (2010) 1542-

1552.

Efektivitas Pengolahan ..., Delly Astria Darwin, FT UI, 2016