efektivitas pengendalian persediaan obat...
TRANSCRIPT
�
EFEKTIVITAS PENGENDALIAN PERSEDIAAN OBAT METHYLPREDNISOLON
INJ 125 MG/2 ML MELALUI METODE ANALISIS ABC, ECONOMIC ORDER
QUANTITY (EOQ) DAN REORDER POINT (ROP) DI GUDANG FARMASI RUMAH
SAKIT UMUM HAJI MEDAN TAHUN 2015
SKRIPSI
OLEH :
ASRIL YUSUF PUTRA FAU
1111101000005
PEMINATAN MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN (MPK)
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIFHIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H / 2015 M
� �
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu
persyaratan memperoleh gelar Strata 1 (S-1) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan dengan
ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi yang
berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 16 Juni 2015
Asril Yusuf Putra Fau
� � �
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
MANAJEMEN PELAYANAN KESEHATAN
Skripsi, Juni 2015
Asril Yusuf putra Fau, NIM : 1111101000005
Efektivitas Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml Melalui
Metode Analisis ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di
Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015
xxiii + (119) halaman, (8) tabel, (6) gambar, (1) grafik, (5) bagan, (9) lampiran
ABSTRAK
Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS) bertanggung jawab dalam menyediakan perbekalan
farmasi dengan jumlah yang cukup pada waktu yang dibutuhkan dan dengan biaya yang
serendah-rendahnya, khususnya bagian Gudang Farmasi. Gudang Farmasi RSU Haji Medan
belum optimal dalam melakukan penyediaan obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml , yaitu
belum adanya keseimbangan antara permintaan dan ketersediaan obat Methylprednisolon inj
125 mg/2 ml sehingga terjadi stock out dan pembelian cito. Untuk itu perlu dilakukan
pengendalian persediaan obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml di Gudang Farmasi RSU
Haji Medan.
Jenis penelitian adalah operational research untuk mengetahui nilai pemakaian dan
investasi obat, mengetahui jumlah pemesanan optimum dan waktu pemesanan kembali
masing-masing obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml di Gudang Farmasi Rumah Sakit
Umum Haji Medan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer yang
diperoleh dari wawancara mendalam dan observasi sedangkan data sekunder diperoleh
melalui telaah dokumen terkait penelitian. Informan dari penelitian adalah Kepala Unit
Farmasi, Kepala Bidang Penunjang Medis, Staf Gudang Farmasi, Kepala Bagian Keuangan
dan Koordinator Logistik di RSU Haji Medan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebelum dilakukan penerapan metode ABC,
Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder point (ROP) diketahui bahwa obat
methylprednisolone inj 125 mg/2 ml mengalami stock out obat dan mengakibatkan kerugian
sebesar Rp 65.790.000. Setelah dilakukan perhitungan dengan menggunakan metode ABC
didapatkan hasil bahwa obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml merupakan obat kelompok
A dengan nilai investasi tertinggi. Perhitungan dengan metode EOQ didapatkan Jumlah
pemesanan optimum untuk obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml adalah 49 item dan
perhitungan ROP didapatkan waktu pemesanan kembali untuk obat Methylprednisolon inj
� �
125 mg/2 ml adalah 116 item. Setelah dilakukan penerapan metode analisis ABC, EOQ dan
ROP di Gudang Farmasi RSU Haji Medan permasalahan stock out obat Methylprednisolon
inj 125 mg/2 ml tidak terjadi lagi. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, disarankan kepada
RSU Haji Medan untuk menerapkan metode ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan
Reorder Point (ROP) ke seluruh jenis obat generik.
Kata Kunci: Pengendalian persediaan, obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml, analisis
ABC, Economic Order Quantity, Reorder Point
Daftar Bacaan: 36 (1987-2015)
�
STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF JAKARTA
FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCES
PUBLIC HEALTH PROGRAM STUDY
HEALTH CARE MANAGEMENT
Skripsi, Juny 2015
Asril Yusuf Putra Fau, NIM : 1111101000005
Inventory Control Effectiveness of Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml Drug using ABC
Analysis Method, Economic Order Quantity (EOQ) and Reorder Point (ROP) in
Pharmaceutical Warehouse of Haji Medan Public Hospital 2015
xxiii + (119) pages, (8) tables, (6) pictures, (1) graphic, (5) charts, (9) attachments
ABSTRACT
The Hospital Pharmacy Installation is responsible in providing pharmaceutical supplies
with a sufficient amount of time is needed and the cost of that perfect humility, especially the
pharmaceutical warehouse. Pharmaceutical werehouse of Haji Medan Public Hospital is not
optimal in doing the provision of Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml medicine, the demand
and availability of the Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml drugs is not balance so the stock
out and cito purchase is happened. So there need to be analyzed about inventory control of
Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml drug in pharmaceutical warehouse at Haji Medan Public
Hospital.
The type of this research was operational research to determine the value of drug
consumption and investment, determine the optimum order quantity and reorder time of
Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml drug in the pharmaceutical warehouse at Haji Medan
Public Hospital. The primary data was obtained from indepth interviews and observation then
secondary data was obtained by reviewing the related document. The informan in this
research was the Head of Pharmaceuticals Unit, Head of Medical Support, Pharmaceutical
Warehouse Staff, Head of Finance and Coordinator of Logistics at Haji Medan Public
Hospital.
The result showed that prior to the application of the method ABC, Economic Order
Quantity (EOQ) and Reorder point (ROP) is known that the drug methylprednisolone inj 125
mg/2 ml experiencing stock out of medicines and result in a loss of Rp 65.790.000. After
calculation by the ABC, EOQ and ROP method showed that the drug is a drug
Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml group A with the highest investment value. Calculation
by the the method of EOQ obtained optimum number of booking for the drug
Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml are 49 items and calculation by the the method of ROP
� �
obtained when booking a return to drug Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml are 116 items.
After the application of the method ABC, Economic Order Quantity (EOQ) and Reorder
Point (ROP) in pharmaceutical warehouse of Haji Medan Public Hospital the problem of
Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml stock out can be solved. Based on these result, it is
recommended to the hospital to implement the ABC method, Economic Order Quantity
(EOQ) and Reorder Point (ROP) to apply the ABC, Economic Oreder Quantity (EOQ) and
Reorder Point (ROP) method to all types of generics.
Keywords : Inventory control, Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml medicine, ABC analysis,
Economic Order Quantity, Reorder Point
Bibliography: 36 (1987-2015)
ix
RIWAYAT HIDUP PENULIS
Nama : Asril Yusuf Putra Fau
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat/Tanggal Lahir : Padangsidimpuan, 21 Juli 1992
Alamat : Jl. Duta Darma VI Blok D7 No.18 Pondok Hijau,
Ciputat, Tangerang Selatan
Agama : Islam
No. Telp : 081375687209
E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan :
2011-sekarang : Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK), Kesehatan
Masyarakat Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta
2008-2011 : MAN 2 Model Padangsidimpuan
2005-2008 : SMPS Nurul Ilmi Padangsidimpuan
1999-2005 : SDN 200117 Padangsidimpuan
1998-1999 : TK Bhayangkari Padangsidimpuan
Riwayat Organisasi :
2012-2013 : PSDMO BEM FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2013-sekarang : HACAMSA Kesehatan Masyarakat UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta
x
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb
Segala puji bagi Allah SWT yang Maha Pengasih dan Maha Penyanyang atas
rahmat dan karunia-Nya sehingga akhirnya penyusunan Skripsi di Rumah Sakit
Umum Haji Medan Tahun 2015 dapat diselesaikan. Sholawat dan salam tidak lupa
penulis sampaikan pada baginda Rasulullah Muhammad SAW yang membawa
umatnya ke jalan yang diridhoi oleh Allah SWT.
Skripsi ini merupakan syarat mahasiswa semester VIII (delapan) Program Studi
Kesehatan Masyarakat UIN Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memperoleh gelar
Sarjana Kesehatan Masyarakat. Dengan pengetahuan, pengarahan dan bimbingan
yang diperoleh selama perkuliahan, penulis dapat menyusun proposal skripsi yang
berjudul “Efektivitas Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125
mg/2 ml Melalui Metode Analisis ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan
Reorder Point (ROP) di Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015”
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Kedua orang tua tercinta yang telah memberi semangat, memotivasi serta
doanya.
2. DR. Arif Sumantri. M.Kes sebagai Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatukkah Jakarta.
3. Fajar Ariyanti, M.Kes, Ph. D sebagai Kepala Program Studi Kesehatan
Masyarakat.
4. dr. Yuli Prapancha Satar, MARS dan Febrianti, SP, M.Si selaku pembimbing
xi
skripsi yang telah memberikan arahan dan bimbingannya.
5. Riastuti Kusuma Wardhani, MKM, Yuli Amran, SKM, MKM dan Milza N
Rosad, MARS selaku penguji sidangskripsi.
6. Segenap bapak / ibu dosen Jurusan Kesehatan Masyarakat yang telah
memberikan ilmu pengetahuan yang sangat berguna bagi penulis dan mahasiswa
pada umumnya.
7. Direktur RSU Haji Medan yang telah memberikan izin penelitian skripsi di RSU
Haji Medan
8. Aziz, Fahri, Misbah yang selalu mendengarkan keluh kesah, memberi semangat
dan masukan, terimakasih
9. dr. Patimah Fitriansyari Hasibuan terimakasih doa, semangat dan dukungannya.
10. Untuk sahabat-sahabat Manajemen Pelayanan Kesehatan (MPK) 2011 dan
seluruh teman-teman Kesmas lainnya.
11. Segenap pihak yang belum disebutkan satu persatu atas bantuan, semangat dan
doanya untuk penulis dalam menyelesaikan magang.
Dengan mengirimkan doa kepada Allah SWT penulis berharap semua kebaikan
yang telah diberikan mendapat balasan dari Allah SWT. Amin. Terakhir, penulis
berharap semoga Laporan ini bermanfaat bagi penulis dan pembaca serta
mengharapkan kritik dan saran yang membangun.
Jakarta, Juni 2015
Penulis
xii
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ............................................................................................... i
LEMBAR PERNYATAAN .................................................................................... ii
ABSTRAK ............................................................................................................... iii
ABSTRACT ............................................................................................................. v
PERNYATAAN PERSETUJUAN ........................................................................ vii
LEMBAR PENGESAHAN .................................................................................... viii
RIWAYAT HIDUP PENULIS ............................................................................... ix
KATA PENGANTAR ............................................................................................. x
DAFTAR ISI ............................................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................... xvi
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................... xvii
DAFTAR GRAFIK ................................................................................................. xviii
DAFTAR BAGAN .................................................................................................. xix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................... xx
DAFTAR SINGKATAN ......................................................................................... xxi
DAFTAR ISTILAH ................................................................................................ xxiii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................ 1
A. Latar Belakang .............................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................... 5
xiii
C. Pertanyaan Penelitian .................................................................................... 6
D. Tujuan Penelitian .......................................................................................... 6
1. Tujuan Umum ................................................................................... 6
2. Tujuan Khusus .................................................................................. 7
E. Manfaat Penelitian ........................................................................................ 7
1. Bagi Peneliti ......................................................................................... 7
2. Bagi Rumah Sakit Umum Haji Medan ................................................ 8
3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta .................... 8
F. Ruang Lingkup Penelitian ............................................................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 10
A. Rumah Sakit .................................................................................................. 10
B. Pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit IFRS) ......................................... 11
C. Manajemen Logistik Rumah Sakit ................................................................ 13
1. Defenisi Manajemen Logistik .............................................................. 13
2. Tujuan dan Ciri Manajemen Logistik .................................................. 14
3. Fungsi Manajemen Logistik ................................................................ 16
a. Fungsi Perencanaan dan Penentuan Kebutuhan ........................ 17
b. Fungsi Penganggaran................................................................. 19
c. Fungsi Pengadaan ...................................................................... 19
d. Fungsi Penerimaan dan Penyimpanan ....................................... 20
e. Fungsi Penyaluran ..................................................................... 22
f. Fungsi Pemeliharaan ................................................................. 23
g. Fungsi Penghapusan .................................................................. 23
h. Pengendalian/Pengawasan ......................................................... 24
4. Peran Manajemen Logistik di Rumah Sakit ........................................ 25
D. Manajemen Persediaan Logistik Rumah Sakit ............................................. 28
1. Fungsi Persediaan ................................................................................ 29
2. Jenis Persediaan ................................................................................... 30
3. Biaya-Biaya Persediaan ....................................................................... 31
E. Pengendalian Persediaan Obat ...................................................................... 33
xiv
1. Defenisi dan Tujuan Pengendalian Persediaan ................................. 33
2. Metode Pengendalian Persediaan...................................................... 36
a. Analisis ABC ........................................................................... 36
b. Economic Order Quantity (EOQ) ............................................ 42
c. Reorder Point (ROP) ............................................................... 43
F. Kerangka Teori ............................................................................................. 45
BAB III KERANGKA BERPIKIR DAN DEFENISI ISTILAH ........................ 47
A. Kerangka Berfikir ......................................................................................... 47
B. Defenisi Istilah .............................................................................................. 50
BAB IV METODE PENELITIAN ........................................................................ 52
A. Desain Penelitian .......................................................................................... 52
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ........................................................................ 52
C. Informan Penelitian Kualitatif ...................................................................... 53
D. Pengumpulan Data ........................................................................................ 54
E. Keabsahan Data............................................................................................. 55
F. Pengolahan Data ........................................................................................... 55
G. Penyajian Data .............................................................................................. 59
BAB V HASIL ......................................................................................................... 60
A. Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml
Sebelum Penerapan Metode ABC, EOQ dan ROP di Gudang
Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan .................................................... 60
B. Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml
dengan Penerapan Metode ABC, EOQ dan ROP di Gudang
Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan .................................................... 64
1. Sistem Pengelompokan Obat Generik dengan Metode ABC ............ 64
a. Input dari SDM dan Metode ....................................................... 64
b. Proses Pengelompokan Obat Generik Melalui
Metode Analisis ABC ................................................................. 69
c. Output Pengelompokan Obat Generik Melalui
Metode Analisis ABC ................................................................. 75
xv
2. Perhitungan EOQ Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml............ 76
3. Perhitungan ROP Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml ............ 82
C. Efektivitas Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon
inj 125 mg/2 ml Pasca Penerapan Metode ABC, EOQ, dan ROP
di Gudang Farmasi RSU Haji Medan ........................................................... 85
BAB VI PEMBAHASAN ....................................................................................... 87
A. Keterbatasan Penelitian ................................................................................. 87
B. Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml
Sebelum Penerapan Metode ABC, EOQ dan ROP di Gudang
Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan .................................................... 87
C. Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml
dengan Penerapan Metode ABC, EOQ dan ROP di Gudang
Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan .................................................... 92
1. Sistem Pengelompokan Obat Generik dengan Metode ABC ........... 92
a. Input dari SDM dan Metode ....................................................... 92
b. Proses Pengelompokan Obat Generik Melalui
Metode Analisis ABC ................................................................. 95
c. Output Pengelompokan Obat Generik Melalui
Metode Analisis ABC ................................................................. 108
2. Perhitungan EOQ Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml ........... 109
3. Perhitungan ROP Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml ............ 111
D. Efektivitas Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon
inj 125 mg/2 ml Pasca Penerapan Metode ABC, EOQ, dan ROP
di Gudang Farmasi RSU Haji Medan ........................................................... 114
BAB VII SIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 118
A. Simpulan ....................................................................................................... 118
B. Saran ............................................................................................................. 119
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
xvi
DAFTAR TABEL
Nomor Tabel Halaman
Tabel 2.1 Klasifikasi Persediaan .............................................................................. 40
Tabel 3.1 Defenisi Istilah ......................................................................................... 50
Tabel 5.1 Jumlah Tenaga RSU Haji Medan ............................................................ 64
Tabel 5.2 Jumlah Pemakaian dan Nilai Investasi Berdasarkan Kemasan
Obat Generik di Gudang Farmasi Tahun 2014 ......................................... 65
Tabel 5.3 Analisis ABC Berdasarkan Jumlah Pemakaian Obat Generik
Tahun 2014 ............................................................................................... 67
Tabel 5.4 Analisis ABC Berdasarkan Nilai Investasi Obat Generik
Tahun 2014 ............................................................................................... 68
Tabel 5.5 Biaya ATK Dalam Pemesanan Setiap Bulan Gudang Farmasi
RSU Haji Medan ....................................................................................... 77
Tabel 5.6 Total Biaya Perpemesanan di Gudang Farmasi RSU Haji Medan .......... 82
xvii
DAFTAR GAMBAR
Nomor Gambar Halaman
Gambar 2.1 Klasifikasi Sediaan Pareto.................................................................... 54
Gambar 2.2 Jumlah Pemesanan Ekonomis .............................................................. 60
Gambar 2.3 Pengendalian Tingkat Pemesanan Kembali ......................................... 63
Gambar 2.4 Pengendalian Tingkat Pemesanan Kembali dengan Safety Stock ....... 64
Gambar 6.1 Pengelompokan Obat Generik Berdasarkan Analisis
ABC Pemakaian Tahun 2014 ............................................................... 100
Gambar 6.2 Pengelompokan Obat Generik Berdasarkan Analisis
ABC Investasi Tahun 2014 .................................................................. 104
xviii
DAFTAR GRAFIK
Grafik 2.1 Grafik dari Analisis ABC ....................................................................... 55
xix
DAFTAR BAGAN
Bagan 2.1 Siklus Manajemen Logistik .................................................................... 17
Bagan 2.2 Logistik di Rumah Sakit ......................................................................... 27
Bagan 2.3 Sistem Perencanaan dan Pengendalian Persediaan ................................. 35
Bagan 2.4 Kerangka Teori ....................................................................................... 46
Bagan 3.1 Kerangka Berfikir ................................................................................... 49
xx
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Surat Pengajuan Skripsi ke RSU Haji Medan
Lampiran 2 Surat Izin Penelitian di RSU Haji Medan
Lampiran 3 Pedoman Wawancara
Lampiran 4 Pedoman Telaah Dokumen
Lampiran 5 Struktur Organisasi Bagian Pengadaan Logistik RSU Haji
Medan
Lampiran 6 Struktur Organisasi Instalasi Farmasi RSU Haji Medan
Lampiran 7 Matriks Transkrip Hasil Wawancara
Lampiran 8 Tabel Klasifikasi Obat Generik Berdasarkan Analisis ABC
Pemakaian Tahun 2014
Lampiran 9 Tabel Klasifikasi Obat Generik Berdasarkan Analisis ABC
Investasi Tahun 2014
xxi
DAFTAR SINGKATAN
ATK = Alat Tulis Kantor
Dirjend = Direktorat Jenderal
DPHO = Daftar Palfon Harga Obat
EOQ = Economic Order Quantity
FEFO = First Expired First Out
FIFO = First In First Out
IFRS = Instalasi Farmasi Rumah Sakit
INN = International Nonpropoetary Names
Jamkesmas = Jaminan Kesehatan Masyarakat
Jampersal = Jaminan Persalinan
Kabid = Kepala Bidang
KFT = Komite Farmasi dan Terapi
PBF = Perusahaan Besar Farmasi
Permenkes = Peraturan Menteri Kesehatan
Kepmenkes = Keputusan Menteri Kesehatan
ROP = Reorder Point
RSU = Rumah Sakit Umum
SDM = Sumber Daya Manusia
SIRS = Sistem Informasi Rumah Sakit
xxii
SOP = Standard Operational Procedure
SP = Surat Pemesanan
TT = Tempat Tidur
xxiii
DAFTAR ISTILAH
Cito = Pemesanan dilakukan insidental dan harus segera dikirim saat itu
juga
Buffer Stock = Stok penyangga, stok pengaman/safety stock untuk menghindari
kemungkinan terjadinya kekurangan persediaan (stock out)
Defekta = Pendokumentasian/pencatatan mengenai permintaan dan
pengiriman obat dari gudang farmasi ke apotek
Formularium = Dokumen yang berisi daftar obat yang digunakan oleh profesional
kesehatan di rumah sakit
Lead Time = Waktu tunggu pemesanan atau waktu yang diperlukan mulai
pemesanan sampai obat diterima
Obat fast moving = Obat yang perputaran/pergerakannya cepat
Obat moderate = Obat yang perputaran/pergerakannya sedang
Obat slow moving = Obat yang perputaran/pergerakannya lambat
Revenue center = Pusat biaya produksi atau sumber pendapatan
Stock opname = Kegiatan mencocokan kondisi fisik barang gudang dengan kartu
stok
Stock out = Kekosongan stok
User = Pengguna obat (dokter)
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Menurut Depkes RI (2008) biaya yang diserap untuk penyediaan obat
merupakan komponen terbesar dari pengeluaran rumah sakit. Menurut Suciati
(2006) pelayanan farmasi merupakan revenue center utama rumah sakit. Hal
tersebut dikarenakan lebih dari 90% pelayanan kesehatan di rumah sakit
menggunakan perbekalan farmasi, meliputi obat-obatan, bahan kimia, bahan
radiologi, alat kesehatan habis pakai, alat kedokteran, dan gas medik. Serta
50% dari seluruh pendapatan rumah sakit berasal dari pengelolaan perbekalan
farmasi.
Melihat besarnya kontribusi perbekalan farmasi sebagai sumber pelayanan
penunjang di rumah sakit untuk menjamin kelancaran pelayanan kesehatan,
maka dibutuhkan pengelolaan secara tepat dan penuh tanggung jawab.
Pengelolaan perbekalan farmasi yang efektif dan efisien akan mendukung
mutu pelayanan kesehatan di rumah sakit (Depkes RI, 2008). Pengelolaan
perbekalan farmasi tidak terlepas dari konsep umum manajemen logistik,
yang unsur-unsurnya meliputi perencanaan, pengadaan, penerimaan,
penyimpanan, pendistribusian yang selamat dan aman, hingga pengendalian
persediaan yang teliti (Aditama, 2000).
1
2
Salah satu permasalahan dalam manajemen logistik farmasi adalah stock
out obat. Kejadian seperti ini diakibatkan karena tidak terkontrolnya
persediaan obat dan sulit untuk menentukan waktu pemesanan kembali karena
tidak mengetahui jumlah stok yang tersedia. Masalah stock out obat
mengakibatkan sering dilakukannya pemesanan obat secara cito, artinya
pemesanan dilakukan insidental dan harus segera dikirim saat itu juga. Hal ini
tentu menjadi sebuah kerugian karena obat yang dipesan di apotek luar
harganya lebih mahal dibandingkan membeli ke distributor. Hal ini misalnya
yang dialami oleh RSU Haji Surabaya. Berdasarkan hasil penelitian Mellen
dan Pudjiraharjo (2013), RSU Haji Surabaya mengalami stock out pada tahun
2012. Selama Januari-April 2012 terdapat 116 jenis obat yang mengalami
stock out yang mengakibatkan terjadinya kerugian yang dialami oleh RSU
Haji Surabaya, yaitu sebesar Rp 244.023.752.
Menurut John dan Harding (2001) untuk memastikan bahwa pengendalian
persediaan efektif, maka tiga pertanyaan dasar yang harus dijawab adalah apa
yang akan dikendalikan, berapa banyak yang hendak dipesan dan kapan
memesan kembali. Metode Analisis ABC untuk menjawab pertanyaan apa
yang akan dikendalikan dengan mengetahui prioritas obat generik yang
dikelompokan berdasarkan nilai pemakaian obat dan nilai investasi.
Selanjutnya obat generik yang tergolong kelompok A akan dihitung dengan
menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ). Metode EOQ untuk
menjawab pertanyaan berapa banyak yang hendak dipesan dengan mengetahui
3
jumlah yang akan dipesan (jumlah optimum) agar dapat mengefisiensikan
biaya persediaan obat. Kemudian dihitung dengan menggunakan metode
Reorder Point (ROP) obat yang tergolong kelompok A. Metode ROP untuk
mengetahui waktu pemesanan kembali dengan mengetahui titik pemesanan
kembali sehingga dapat mengatasi kekurangan stok.
Mulyardewi (2010), menyarankan dalam penelitiannya untuk menggunaan
metode ABC Indeks Kritis dalam menetapkan perencanaan obat, serta
mengendalikan persediaan obat yang termasuk kelompok A dengan
menggunakan model EOQ dan ROP agar tidak lagi terjadi kekosongan
persediaan, pembelian cito, dan resep yang dibeli pasien diluar apotek rumah
sakit. Menurut Wahjuni dan Suryawati (1998), metode EOQ yang diterapkan
terhadap klasifikasi obat pada analisis ABC di Instalasi Farmasi yang mereka
teliti, dapat menurunkan total nilai persediaan obat dan memudahkan
pengaturan frekuensi pengadaan obat.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan pada bulan April-Mei
2015, didapatkan bahwa proses pengendalian persediaan obat di Gudang
Farmasi RSU Haji Medan tidak menggunakan metode khusus. Penentuan
kebutuhan obat yang dilakukan selama ini hanya berdasarkan perkiraan
apoteker saja, serta dengan melakukan stock opname, pencatatan pada kartu
stok dan buku defekta.
Kejadian seperti ini mengakibatkan tidak terkontrolnya persediaan obat
dan sulit untuk menentukan waktu pemesanan karena tidak mengetahui
4
jumlah stok yang tersedia, sehingga nantinya akan terjadi kekosongan obat di
Rumah Sakit Umum Haji Medan. Berdasarkan data yang diperoleh dari
gudang farmasi RSU Haji Medan, terdapat 193 jenis obat yang pernah dibeli
ke apotik luar pada tahun 2014. Artinya, 193 jenis obat tersebut belum dapat
disediakan dalam jumlah yang diminta pada waktu dibutuhkan oleh unit
sehingga harus dibeli secara cito ke apotik luar RS Umum Haji Medan. Paling
sedikit ada 15 jenis obat dalam satu bulan yang dibeli cito ke apotik luar RS
Umum Haji Medan pada tahun 2014.
Terdapat beberapa jenis obat yang hampir setiap bulan dibeli cito di luar
apotik karena stok obat tidak cukup untuk memenuhi permintaan pasien dan
rata-rata adalah obat generik, salah satunya yaitu Methylprednisolon 125 mg/
2 ml dibeli cito di apotik luar RS yaitu sebanyak 1.700 vial dengan rata-rata
pembelian per bulan sebanyak 142 vial dengan nilai investasi sebesar Rp
65.790.000. Obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml merupakan obat yang
menempati peringkat pertama dalam pengelompokkan obat dengan
menggunakan metode analisis ABC investasi, yang artinya obat
Methylprednisolon 125 mg/ ml merupakan obat dengan nilai pemakaian
paling tinggi dan pemakaian anggaran paling besar, Sehingga obat tersebut
harus memiliki kontrol persediaan yang lebih ketat.
Diharapkan dengan penerapan metode pengendalian tersebut menjadi suatu
solusi untuk meningkatkan pengendalian persediaan sehingga obat dapat
5
disediakan dengan jumlah dan waktu yang tepat, penggunaan anggaran yang
rendah dan menghindari pemesanan cito dan pembelian ke apotik luar.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan data yang diperoleh dari SIRS RS Umum Haji Medan,
pemesanan obat sering dilakukan secara cito dan dibeli di apotik luar yang
dapat merugikan rumah sakit karena pemesanan di apotek luar mengeluarkan
biaya yang lebih besar dibandingkan dengan memesan langsung ke
distributor. Hal ini terjadi karena adanya kekosongan obat di gudang farmasi
sehingga obat tersebut harus dipesan secara cito sebagai upaya pemenuhan
kebutuhan obat pasien.
Salah satu obat generik yang mengalami cito yaitu obat Methylprednisolon
inj 125 mg/ 2 ml. Obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml menempati
peringkat pertama dalam pengelompokkan obat berdasarkan analisis ABC
investasi. Yang artinya obat Methylprednisolon 125 mg/ ml merupakan obat
dengan nilai pemakaian paling tinggi dan pemakaian anggaran paling besar,
Sehingga obat tersebut harus memiliki kontrol persediaan yang lebih ketat.
Belum pernah dilakukan pengendalian persediaan obat di gudang farmasi
Rumah Sakit Umum Haji Medan melalui metode analisis ABC, Economic
Oreder uantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP).
Berdasarkan hal tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
dengan judul “Efektivitas Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon
inj 125 mg/ 2 ml Melalui Metode Analisis ABC, Economic Order Quantity
6
(EOQ), dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum
Haji Medan Tahun 2015”.
C. Pertanyaan Penelitian
a. Bagaimana pengendalian persediaan obat Methylprednisolon inj 125
mg/ 2 ml sebelum penerapan metode ABC, Economic Order Quantity
(EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit
Umum Haji Medan Tahun 2015?
b. Bagaimana pengendalian persediaan obat Methylprednisolon inj 125
mg/ 2 ml malalui metode ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan
Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji
Medan Tahun 2015?
c. Bagaimana efektivitas pengendalian persediaan obat
Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml pasca penerapan metode ABC,
Economic Order Quantity (EOQ), dan Reorder Point (ROP) di
Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015?
D. Tujuan Penelitian
1. Tujuan Umum
Mengetahui efektivitas pengendalian persediaan obat
Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml di Gudang Farmasi Rumah Sakit
Umum Haji Medan Tahun 2015.
7
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui pengendalian persediaan obat Methylprednisolon
inj 125 mg/ 2 ml sebelum penerapan metode ABC, Economic
Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Gudang
Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015.
b. Mengetahui pengendalian persediaan obat Methylprednisolon
inj 125 mg/ 2 ml malalui metode ABC, Economic Order
Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di Gudang Farmasi
Rumah Sakit Umum Haji Medan Tahun 2015.
c. Mengetahui efektivitas pengendalian persediaan obat
Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml pasca penerapan metode
ABC, Economic Order Quantity (EOQ), dan Reorder Point
(ROP) di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan
Tahun 2015.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Peneliti
a. Mendapatkan gambaran nyata pengendalian persediaan
logistik di RS Umum Haji Medan
8
2. Bagi Rumah Sakit Umum Haji Medan
a. Mengetahui sejauh mana pelaksanaan pengendalian persediaan
obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml di Gudang Farmasi
RS Umum Haji Medan.
b. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan
masukan dalam penyusunan kebutuhan obat di Gudang
Farmasi RS Umum Haji Medan.
c. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai bahan masukan
untuk kebijakan dalam pengendalian persediaan obat di
Gudang Farmasi RS Umum Haji Medan.
3. Bagi Program Studi Kesehatan Masyarakat UIN Jakarta
a. Dapat dijadikan sebagai referensi terkait pengendalian
persediaan obat di rumah sakit.
b. Dapat dijadikan sebagai referensi untuk penelitian selanjutnya
yang terkait dengan pengendalian persediaan obat di rumah
sakit.
F. Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini mengenai efektivitas pengendalian persediaan obat
Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml melalui metode ABC, EOQ dan ROP di
Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan. Penelitian dilakukan
9
selama bulan April-Mei 2015. Penelitian merupakan penelitian operational
research untuk mengetahui nilai pemakaian dan investasi obat, mengetahui
jumlah pemesanan optimum dan titik pemesanan kembali obat
Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum
Haji Medan. Jenis data yang digunakan dalam penelitian adalah data primer
yang diperoleh dari wawancara mendalam dan observasi dan data sekunder
melalui telaah dokumen terkait penelitian. Subjek dari penelitian adalah
Kepala Unit Farmasi, Kepala Bagian Penunjang Medis, Staf Gudang Farmasi
dan Kepala Bagian Keuangan dan Koordinator Logistik di Rumah Sakit
Umum Haji Medan.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Rumah Sakit
Rumah sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan
pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna yang menyediakan
pelayanan rawat inap, rawat jalan dan gawat darurat. Pelayanan kesehatan
paripurna adalah kesehatan yang meliputi peningkatan kesehatan (promotif),
pencegahan penyakit (preventif), penyembuhan penyakit (kuratif) dan
pemulihan kesehatan (rehabilitatif) yang dilaksanakan secara menyeluruh,
terpadu, dan berkesinambungan (UU RS, 2009).
Rumah sakit juga salah satu dari sarana kesehatan tempat
menyelenggarakan upaya kesehatan. Upaya kesehatan adalah setiap kegiatan
untuk memelihara dan meningkatkan kesehatan, bertujuan menciptakan
derajat kesehatan yang optimal bagi masyarakat (Siregar,2004).
Menurut keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No:
983/Menkes/SK/1992 tugas rumah sakit umum adalah melaksanakan upaya
kesehatan secara berdaya guna dan berhasil guna dengan mengutamakan
upaya penyembuhan dan pemeliharaan yang dilaksanakan secara terpadu
dengan upaya peningkatan dan pencegahan serta melaksanakan rujukan.
10
11
Dalam melaksanakan tugasnya, rumah sakit mempunyai berbagai fungsi
yaitu: menyelenggarakan pelayanan medik, pelayanan penunjang medic
nonmedik, pelayanan dan asuhan keperawatan, pelayanan rujukan, pendidikan
dan pelatihan, penelitian dan pengembangan serta administrasi umum dan
keuangan (Depkes RI, 1992).
B. Pelayanan Instalasi Farmasi Rumah Sakit (IFRS)
Tugas utama IFRS adalah pengelolaan mulai dari perencanaan, pengadaan,
penyimpanan, penyiapan, peracikan, pelayanan langsung kepada penderita,
sampai pada pengendalian semua perbekalan kesehatan yang beredar dan
digunakan dalam rumah sakit baik untuk penderita rawat tinggal, rawat jalan,
maupun untuk senua unit termasuk poliklinik rumah sakit (Siregar, 2004).
IFRS juga bertanggung jawab mengembangkan suatu pelayanan farmasi
yang luas dan terkoordinasi dengan baik dan tepat, untuk memenuhi
kebutuhan berbagai bagian / unit diagnosis dan terapi, unit pelayanan
keperawatan, staf medik dan rumah sakit keseluruhan untuk kepentingan
pelayan penderita yang lebih baik.
Pelayanan farmasi RS adalah bagian yang tidak terpisahkan dari system
pelayanan kesehatan RS yang berorientasi kepada pelayanan pasien,
penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik yang
terjangkau bagi semua lapisan masyarakat (Kep menkes, 2004).
12
Tujuan pelayanan farmasi RS adalah pelayanan yang paripurna sehingga
dapat memberikan obat tepat pasien, tepat dosis, tepat cara pemakaian, tepat
kombinasi, tepat waktu dan tepat harga. Selain itu pasien diharapkan
mendapat pelayanan yang dianggap perlu oleh farmasi sehingga pasien
mendapat pengobatan efektif, efisien, aman, rasional dan terjangkau
(Maimun, 2008). Pelaksanaan pelayanan farmasi terdiri dari 4 pelayanan yaitu
(Purwanti, 2003) :
1. Pelayanan Obat Non Resep
Pelayanan obat non resep merupakan pelayanan kepada pasien yang
ingin melakukan pengobatan sendiri, dikenal dengan swamedikasi.
Obat untuk swamedikasi meliputi obat-obat yang dapat digunakan
tanpa resep yang meliputi obat wajib apotik (OWA), obat bebas
terbatas (OBT) dan obat bebas (OB). Obat wajib apotik terdiri dari
kelas terapi oral kontrasepsi, obat saluran cerna, obat mulut serta
tenggorokan, obat saluran nafas, obat yang mempengaruhi sistem
neuromuskuler, anti parasit dan obat kulit topikal.
2. Pelayanan Komunikasi, Informasi dan Edukasi (KIE)
Apoteker hendaknya mampu menggalang komunikasi dengan tenaga
kesehatan lain, termasuk kepada dokter, termasuk memberi informasi
tentang obat baru atau obat yang sudah ditarik. Apoteker hendaknya
aktif mencari masukan tentang keluhan pasien terhadap obat-obatan
yang dikonsumsi. Selain itu apoteker juga mencatat reaksi atau
13
keluhan pasien untuk dilaporkan ke dokter, dengan demikian ikut
berpartisipasi dalam pelaporan efek samping obat.
3. Pelayanan Obat Resep
Pelayanan resep sepenuhnya tanggung jawab apoteker pengelola
apotik. Apoteker tidak diizinkan mengganti obat yang ditulis dalam
resep dengan obat lain. Dalam hal pasien tidak mampu menebus obat
yang ditulis dalam resep, apoteker wajib berkonsultasi dengan dokter
untuk pemilihan obat yang lebih terjangkau.
4. Pengelolaan Obat
Kompetensi penting yang harus dimiliki apoteker dalam bidang
pengelolaan obat meliputi kemampuan merancang, membuat,
melakukan pengelolaan obat yang efektif dan efisien. Penjabaran dari
kompetensi tersebut adalah dengan melakukan seleksi, perencanaan,
penganggaran, pengadaan, produksi, penyimpanan, pengamanan
persediaan, perancangan dan melakukan dispensing serta evaluasi
penggunaan obat dalam rangka pelayanan kepada pasien yang
terintegrasi dalam asuhan kefarmasian dan jaminan mutu.
C. Manajemen Logistik Rumah Sakit
1. Definisi Manajemen Logistik
Logistik merupakan suatu ilmu pengetahuan dan atau seni serta proses
mengenai perencanaan dan penentuan kebutuhan pengadaan, penyimpanan,
14
penyaluran dan pemeliharaan serta penghapusan material/alat-alat. Logistik
adalah bagian dari instansi yang tugasnya adalah menyediakan
bahan/barang yang dibutuhkan untuk kegiatan operasionalnya instansi
tersebut dalam jumlah, kualitas, dan pada waktu yang tepat (sesuai
kebutuhan) dengan harga serendah mungkin (Aditama, 2007). Menurut
Bowersox (1995) manajemen logistik adalah proses pengelolaan yang
strategis terhadap pemindahan dan penyimpanan barang, suku cadang dan
barang jadi dari para suplier, di antara fasilitas-fasilitas perusahaan dan
kepada para pelanggan. Menurut Wolper (1995) dalam Sabarguna (2009),
Manajemen logistik adalah manajemen dan pengendalian barang-barang,
layanan, dan perlengkapan mulai dari akuisisi sampai pada disposisi dan
ada elemen penting yaitu: strategi terpadu untuk menjamin bahwa barang,
jasa dan perlengkapan dibeli dengan biaya total yang terendah; strategi
terkait untuk menjamin bahwa persediaan dan biaya disimpan dipantau dan
dikendalikan secara agresif.
2. Tujuan dan Ciri Manajemen Logistik
Tujuan manajemen logistik menurut Aditama (2000) adalah
menyampaikan barang jadi dan bermacam-macam material dalam jumlah
yang tepat pada waktu dibutuhkan, dalam keadaan yang dapat dipakai, ke
lokasi dimana dibutuhkan, dan dengan total biaya yang terendah. Dalam
bukunya yang berjudul Manajemen Administrasi Rumah Sakit, Aditama
15
(2000) juga menjelaskan kegiatan logistik secara umum memiliki tiga
tujuan, yaitu:
1. Tujuan Operasional
Adalah agar tersedianya barang, serta bahan dalam jumlah yang
tepat dan mutu yang memadai.
2. Tujuan Keuangan
Meliputi pengertian bahwa upaya tujuan operasional dapat
terlaksana dengan biaya yang serendah-rendahnya.
3. Tujuan Pengamanan
Bermaksud agar persediaan tidak terganggu oleh kerusakan,
pemborosan, penggunaan tanpa hak, pencurian, dan penyusutan
yang tidak wajar lainnya, serta nilai persediaan sesungguhnya
dapat tercermin di dalam sistem akuntansi.
Ciri-ciri utama logistik adalah integrasi berbagai dimensi dan
tuntutan terhadap pemindahan (movement) dan penyimpanan (storage)
yang strategis (Bowersox, 1995). Logistik rumah sakit mempunyai ciri
yang penting untuk dilihat dan diperhitungkan antara lain (Sabarguna,
2005):
a. Spesifik, berarti terkait dengan pelanggan dan profesi tertentu,
seperti obat, film rontgen, dan lain-lain.
16
b. Harga yang variatif dari yang sangat murah sampai sangat
mahal, seperti lampu CT Scan, sampai kasa steril.
c. Jumlah item yang sangat banyak, maka sering dikelola secara
departemental sesuai pelayanan dan profesi.
3. Fungsi Manajemen Logistik
Di dalam pengelolaan logistik, fungsi-fungsi manajemen logistik
menurut Aditama (2007) dan Subagya (1994) adalah perencanaan,
penganggaran, pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian,
pemeliharaan, penghapusan dan pengendalian. Sedangkan menurut Seto
(2004), fungsi-fungsi logistik terdiri dari perencanaan dan penentuan
kebutuhan, penganggaran, pengadaan, penerimaan dan penyimpananan,
penyaluran, pemeliharaan, penghapusan, dan pengawasan. Fungsi-fungsi
tersebut merupakan suatu siklus kegiatan manajemen logistik.
Berikut adalah siklus manajemen logistik yang dapat dijalankan
sebagai berikut:
17
Bagan 2.1
Siklus Manajemen Logistik
(Seto, 2004)
Berdasarkan gambar diatas dapat diuraikan manajemen logistic merpakan
suatu proses yang terdiri dari:
a. Fungsi Perencanaan dan Penentuan Kebutuhan
Perencanaan merupakan dasar tindakan manajer untuk dapat
menyelesaikan tugas pekerjaanya. Penentuan kebutuhan
merupakan perincian dari fungsi perencanaan menyangkut
proses memilih jenis dan menetapkan dengan prediksi jumlah
kebutuhan persediaan barang/obat perjenis di apotek ataupun di
rumah sakit. Penentuan kebutuhan obat di rumah sakit harus
berpedoman kepada daftar obat essensial, formularium rumah
18
sakit, standar terapi dan jenis penyakit di rumah sakit, dengan
mengutamakan obat-obat generik (Seto, 2004).
Fungsi perencanaan dan penentuan kebutuhan mencakup
aktivitas menetapkan sasaran-sasaran, pedoman, dan dasar
ukuran penyelenggaraan pengelolaan perlengkapan. Sedangkan,
penentuan kebutuhan merupakan perincian ( detailering) dari
fungsi perencanaan, bilamana diperlukan semua faktor yang
mempengaruhi penentuan kebutuhan harus diperhitungkan
(Aditama, 2000).
Dalam membuat perencanaan pengadaan, terdapat tiga
metode yang dapat digunakan, yaitu:
1) Metode konsumsi, yaitu metode perencanaan yang
didasarkan atas analisis data konsumsi atau pemakaian
perbekalan farmasi periode sebelumnya.
2) Metode epidemiologi, yaitu metode perencanaan yang
didasarkan pada data jumlah kunjungan, jumlah tindakan,
Bed Occupation Rate (BOR), Length of Stay (LOS),
frekuensi penyakit dan standar terapi.
3) Kombinasi metode konsumsi dan metode epidemiologi.
19
b. Fungsi Penganggaran
Menurut Seto (2004) Fungsi penganggaran adalah
menyangkut kegiatan-kegiatan dan usaha-usaha untuk
merumuskan perincian penentuan kebutuhan dalam satu skala
standar yaitu dengan skala mata uang (dollar, rupiah, dan lain-
lain). Begitu juga menurut Aditama (2007) menambahkan
dengan memperhatikan pengarahan dan pembatasan yang
berlaku terhadapnya.
Beberapa hal penting dalam proses penganggaran
(Awaloeddin, 2001):
1) Penyesuaian rencana pembelian dengan dana yang
tersedia
2) Mengetahui adanya kendala-kendala dan keterbatasan
3) Menentukan umpan balik dari fungsi perencanaan dan
penentuan kebutuhan untuk penyesuaian dan penentuan
rencana aternatif.
c. Fungsi Pengadaan
Fungsi pengadaan adalah usaha-usaha dan kegiatan-kegiatan
untuk memenuhi kebutuhan operasional yang telah ditetapkan di
dalam fungsi perencanaan, penentuan kebutuhan (dengan
20
peramalan yang baik), maupun penganggaran. Dalam pengadaan
dilakukan proses pelaksanaan rencana pengadaan tersebut.
Pelaksanaan dari fungsi pengadaan dapat dilakukan dengan
pembelian, pembuatan, penukaran ataupun penerimaan
sumbangan (Seto, 2004).
Menurut Kepmenkes No 1197/MENKES/X/2004 tentang
Standar Pelayanan Farmasi di Rumah Sakit, pengadaan
merupakan kegiatan untuk merealisasikan kebutuhan yang telah
direncanakan dan disetujui melalui pembelian, produksi dan
sumbangan/hibah. Pembelian dapat dilakukan secara tender oleh
Panitia Pembelian Barang Farmasi dan secara langsung dari
pabrik/distribusi/pedagang besar farmasi/rekanan.
d. Fungsi Penerimaan dan Penyimpanan
Menurut keputusan Menteri Kesehatan Nomor
1197/Menkes/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi di
Rumah Sakit, Penerimaan merupakan kegiatan untuk menerima
perbekalan farmasi yang telah diadakan sesuai dengan aturan
kefarmasian, melalui pembelian langsung, tender, konsinyasi
atau sumbangan. Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alar
Kesehatan Kemenkes RI (2010), tujuan penerimaan adalah untuk
menjamin perbekalan farmasi yang diterima sesuai kontrak baik
21
spesifikasi mutu, jumlah maupun waktu. Semua persedian
farmasi yang sudah diterima dan sudah dilakukan pemeriksaan
harus segera disimpan di dalam sebuah ruang penyimpanan yang
baik dan sesuai dengan standar.
Menurut Subagya (1994), penyimpanan adalah merupakan
kegiatan dan usaha melakukan penyelenggaraan dan pengaturan
obat serta persediaan di dalam ruang penyimpanan. Fungsi dari
penyimpanan adalah menjamin kelangsungan penjadwalan dari
kegiatan-kegiatan yang terjadi sebelumnya dengan pemenuhan
yang setepat-tepatnya. Faktor-faktor yang perlu mendapat
perhatian dalam fungsi penyimpanan adalah:
1) Pemilihan lokasi
2) Barang (Jenis, bentuk barang atau bahan yang disimpan)
3) Pengaturan ruang
4) Prosedur/sistem penyimpanan
5) Penggunaan alat bantu
6) Pengamanan dan keselamatan
Menurut Dirjend Bina kefarmasian dan Alat Kesehatan
Kemenkes RI (2010), metode penyimpanan dapat dilakukan
berdasarkan kelas terapi, menurut bentuk sediaan dan alfabetis
dengan menerapkan prinsip FEFO dan FIFO dan disertai sistem
22
informasi yang selalu menjamin ketersediaan perbekalan farmasi
sesuai kebutuhan.
e. Fungsi Penyaluran
Proses pemindahan dari satu tempat ke tempat lain atau suatu
kegiatan dan usaha untuk melakukan pengurusan,
penyelenggaraan dan pengaturan pemindahan barang dari suatu
tempat ke tempat lain, yaitu dari tempat penyimpanan ke tempat
pemakainya. Pendisitribusian adalah kegiatan menyalurkan
barang sesuai permintaan, tepat waktu, tepat jumlah serta sesuai
dengan spesifikasinya (Subagya, 1994)
Menurut Subagya (1994), hal-hal yang harus diperhatikan
dalam pendistribusian barang yaitu:
1) Ketepatan jenis dan spesifikasi logistik yang disampaikan
2) Ketepatan nilai logistik yang disampaikan
3) Ketepatan jumlah logistik yang disampaikan
4) Ketepatan waktu penyampaian
5) Ketepatan tempat penyampaian
6) Ketepatan kondisi logistik yang disampaikan
23
Menurut Seto (2004) khusus menyangkut fungsi penyaluran
untuk farmasi Rumah Sakit, beberapa hal yang dijadikan
pegangan adalah dengan prinsip:
1) Distribusi obat harus aman, efektif dan efisien.
2) Harus menjamin: obat benar bagi penderita tertentu, dosis
yang tepat pada waktu yang ditentukan dan cara
penggunaan yang benar.
f. Fungsi Pemeliharaan
Fungsi pemeliharaan merupakan usaha atau proses kegiatan
untuk mempertahankan kondisi teknis, daya guna dan daya hasil
barang inventaris (Aditama, 2007). Pemeliharaan dapat
dilakukan untuk pemeliharaan pencegahan dan pemeliharaan
kerusakan atau break down.
g. Fungsi Penghapusan
Fungsi Penghapusan merupakan kegiatan dan usaha
pembebasan barang dari pertanggungjawaban yang berlaku.
Dengan kata lain, fungsi penghapusan adalah usaha untuk
menghapus kekayaan (assets) karena kerusahakan yang tidak
dapat diperbaiki lagi, dinyatakan sudah tua dari segi ekonomis
maupun teknis, kelebihan, hilang, susut dan karena hal-hal lain
24
menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku (Aditama,
2007).
Cara-cara penghapusan yang lazim dilakukan antara lain
(Subagya, 1994): pemanfaatan langsung
(merehabilitasi/merekondisi komponen-komponen yang masih
dapat digunakan kembali dan dimasukkan sebagai barang
persediaan baru), pemanfaatan kembali (meningkatkan nilai
ekonomis dari barang yang dihapus menjadi barang lain,
peindahan atau mutasi, hibah, penjualan/pelelangan, dan
pemusnahan.
h. Fungsi Pengendalian/Pengawasan
Fungsi pengendalian merupakan fungsi inti dari seluruh
fungsi manajemen logistik. Dimana kegiatannya meliputi
pengawasan dan pengamanan keseluruhan pengelolaan logistik.
Dalam fungsi ini terdapat kegiatan pengendalian inventarisasi (
inventory control) dan expediting yang merupakan unsur-unsur
utamanya (Aditama, 2000).
Menurut Subagya (1994) menjelaskan bahwa fungsi
pengendalian mengandung kegiatan:
1) Inventarisasi, menyangkut kegiatan-kegiatan dalam
perolehan data logistik.
25
2) Pengawasan, menyangkut kegiatan-kegiatan untuk
menetapkan ada tidaknya deviasi-deviasi
penyelenggaraan dari rencana-rencana logistik.
3) Evaluasi, menyangkut kegiatan-kegiatan memonitor,
menilai dan membentuk data-data logistik yang
diperlukan hingga merupakan informasi bagi fungsi
logistik lainnya.
Semua kegiatan dalam siklus logistik harus selalu dilakukan
pengawasan mulai dari fungsi perencanaan, penganggaran,
pengadaan, penerimaan dan penyimpanan, penyaluran,
pemeliharaan, dan penghapusan. Menurut Dirjend
Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI (2010)
tujuan pengendalian adalah agar tidak terjadi kelebihan dan
kekosongan perbekalan farmasi di unit-unit pelayanan.
4. Peran Manajemen Logistik di Rumah Sakit
Manajemen logistik dalam lingkungan rumah sakit didefinisikan
sebagai suatu proses pengolahan strategis terhadap pengadaan,
penyimpanan, pendistribusian serta pemantauan persediaan barang ( stock,
material, supplies, inventory, dan lain-lain) yang diperlukan bagi produksi
26
jasa rumah sakit. Manajemen logistik harus dilaksanakan secara efisien dan
efektif dimana seluruh barang, bahan, dan peralatan harus dapat disediakan
tepat pada waktu yang dibutuhkan, dalam jumlah yang cukup, serta dengan
mutu yang memadai (Aditama, 2000).
Berdasarkan bidang pemanfaatannya, barang dan bahan yang harus
disediakan di rumah sakit terdiri dari empat kelompok yaitu: persediaan
farmasi, persediaan makanan, persediaan logistik umum dan persediaan
teknik. Namun, biaya rutin terbesar di rumah sakit umumnya terdapat pada
pengadaan persediaan farmasi, yang meliputi (Aditama, 2000):
1. Persediaan obat, mencakup: obat-obatan esensial, non esensial, obat-
obatan yang cepat dan lama terpakai.
2. Persediaan bahan kimia, mencakup: persediaan untuk kegiatan
operasional laboratorium dan produksi farmasi intern, serta kegiatan
non medis.
3. Persediaan gas medik, terkait dengan kegiatan pelayanan bagi pasien
di kamar bedah, ICU atau ICCU.
4. Peralatan kesehatan, yaitu berbagai peralatan yang dibutuhkan bagi
kegiatan perawatan maupun kedokteran yang dapat dikelompokkan
sebagai barang habis pakai dan barang tahan lama atau peralatan
elektronik dan non elektronik. Sebagai ilustrasi, logistik di rumah sakit
dapat dilihat pada bagan berikut.
27
Sebagai ilustrasi, logistik di rumah sakit dapat dilihat pada bagan
berikut.
Bagan 2.2
Logistik di Rumah Sakit
(Aditama, 2000)
Mutu pelayanan logistik dapat dinilai dari dua hal, yaitu prestasi yang
dicapai dan total biaya yang dikeluarkan. Pengukuran atas prestasi yang
dicapai terkait dengan tersedianya ( availability) barang, kemampuan (
capability) waktu pengantaran dan konsistensi, serta mutu ( quality) usaha.
Biaya logistik berhubungan langsung dengan kebijakan prestasi. Makin
tinggi setiap prestasi tersebut, maka semakin tinggi juga total biaya yang
dikeluarkan. Sehingga, kunci bagi prestasi logistik yang efektif adalah
LOGISTIK
DI RS
Gizi
Umum
Total
Obat
Teknik
Alat
Kesehatan
Mutu
Keseimbangan
Komposisi
Seluruh
Kegiatan
di RS
Inventory
control
28
mengembangakan usaha yang seimbang antara prestasi pelayanan yang
diberikan dengan biaya yang dikeluarkan (Aditama, 2000).
D. Manajemen Persediaan Logistik Rumah Sakit
Menurut Rangkuti (1996) persediaan adalah sejumlah bahan-bahan,
bagian-bagian yang disediakan dan bahan-bahan dalam proses yang terdapat
dalam perusahaan untuk proses produksi, serta barang-barang jadi/produk
yang disediakan untuk memenuhi permintaan konsumen atau langganan setiap
waktu. Persediaan ini merupakan salah satu unsur yang paling aktif dalam
operasi perusahaan yang secara kontinu diperoleh, diubah kemudian dijual
kembali.
Hidayati (2006) menjelaskan persediaan merupakan sumber daya yang
menganggur ( idle resource) karena belum digunakan dan menunggu proses
lebih lanjut. Persediaan berguna mengantisipasi fluktuasi permintaan,
langkanya pasokan, dan waktu tunggu barang yang dipesan ( lead time).
Selain itu, persediaan mempermudah dan memperlancar jalannya operasional
perusahaan/rumah sakit. Dengan adanya persediaan, gangguan pelayanan
akibat adanya kekurangan barang dapat dihindari.
Manajemen persediaan berusaha mencapai keseimbangan diantara
kekurangan dan kelebihan persediaan dalam suatu periode perencanaan yang
mengandung risiko dan ketidakpastian. Konsep yang ideal dari persediaan
29
terdiri dari pengadaan suatu produk yang sesuai dengan spesifikasi pelanggan.
Sistem yang demikian tidak akan membutuhkan penumpukan bahan mentah
atau bahan jadi untuk mengantisipasi penjualan di masa depan. Walaupun
sistem ini tidak praktis, namun penting diingat bahwa setiap dollar yang
diinvestasikan dalam persediaan harus ditujukan untuk mencapai suatu tujuan
tertentu (Bowersox. D, 1995).
1. Fungsi Persediaan
Menurut Heizer dan Render (2010), Persediaan dapat melayani
beberapa fungsi yang menambah fleksibilitas bagi operasi perusahaan.
Keempat fungsi persediaan adalah sebagai berikut:
a. Decouple, memisahkan beberapa tahapan dari proses produksi.
Jika persediaan berfluktuasi, persediaan tambahan mungkin
diperlukan untuk melakukan decouple proses produksi dari
pemasok.
b. Melakukan decouple perusahaan dari fluktuasi permintaan dan
menyediakan persediaan barang-barang yang akan memberikan
pilihan bagi pelanggan.
c. Mengambil keuntungan dari diskon kuantitas karena pembelian
dalam jumlah yang besar dan mengurangi biaya pengiriman
barang.
d. Melindungi terhadap inflasi dan kenaikan harga.
30
2. Jenis Persediaan
Menurut Heizer dan Render (2010), untuk mengakomodasi
fungsi-fungsi persediaan, perusahaan harus memelihara empat jenis
persediaan:
a. Persediaan bahan mentah (raw material invetory) telah dibeli
tapi belum diproses. Persediaan ini digunakan untuk melakukan
decouple pemasok dari proses produksi.
b. Persediaan baran setengah jadi (work in process) adalah
komponen atau bahan mentah yang telah melewati beberapa
proses perubahan, tetapi belum selesai.
c. Persediaan pasokan pemeliharaan/perbaikan/operasi
(Maintenance, Repair, Operating - MRO) unutk menjaga agar
mesin-mesin dan proses-proses tetap produktif. MRO adalah
karena kebutuhan serta waktu untuk pemeliharaan dan perbaikan
dari beberapa perlengkapan tidak diketahui.
d. Persediaan barang jadi adalah produk yang telah selesai dan
tinggal menunggu pengiriman. Barang jadi dapat dimasukkan ke
persediaan karena permintaan pelanggan masih di masa
mendatang tidak diketahui.
Sedangkan menurut Johns dan Harding (2001), jenis pokok sediaan
dalam operasi adalah:
a. Barang jadi
31
1) Memberikan pelayanan yang cepat bagi pelanggan
2) Mengurangi gejolak fluktuasi keluaran
3) Membantu mengatasi permintaan musiman
4) Memberikan pengaman terhadap kemungkinan kerusakan dan
pemogokan.
b. Barang dalam proses
1) Memisahkan tahapan produksi
2) Memberikan fleksibilitas dalam penjadwalan
3) Memberikan pemingkatan utilisasi mesin
c. Bahan mentah
1) Memisahkan perusahaan dari para pemasoknya
2) Memungkinkan perusahaan untuk meraih manfaat dari
potongan harga karena jumlah pesanan
3) Memberikan perlindungan terhadap inflasi
4) Menyiapkan sediaan strategis bagi barang yang vital
3. Biaya-Biaya persediaan
Menurut Rangkuti (1996), terdapat beberapa variabel biaya yang
harus menjadi pertimbangan dalam pengambilan keputusan penentuan
besarnya jumlah persediaan. Biaya-biaya tersebut meliputi:
a. Biaya penyimpanan ( Holding costs atau Carrying costs)
32
Merupakan biaya yang bersifat variabel terhadap kuantitas
persediaan. Artinya, biaya penyimpanan per periode akan semakin
besar apabila kuantitas barang yang dipesan semakin banyak atau
rata-rata persediaan semakin tinggi. Biaya-biaya yang termasuk
sebagai biaya penyimpanan adalah: Biaya fasilitas-fasilitas
penyimpanan (termasuk penerangan, pendingin ruangan, dan
sebagainya), Biaya modal, Biaya keusangan, Biaya penghitungan
fisik, Biaya asuransi persediaan, Biaya pajak persediaan, Biaya
pencurian, pengrusakan atau perampokan, Biaya penanganan
persediaan, dan sebagainya.
Biaya penyimpanan persediaan biasanya berkisar antara 12
sampai 40 persen dari biaya atau harga barang. Heizer dan Render
(2005) mengungkapkan bahwa biaya penyimpanan persediaan
tahunan adalah 26% dari nilai persediaan per unit per tahun.
b. Biaya pemesanan atau pembelian ( Ordering costs atau
Procurement costs)
Berbeda dengan biaya penyimpanan, biaya pemesanan tidak
naik (konstan) apabila kuantitas pesanan bertambah besar. Namun,
apabila semakin banyak komponen yang dipesan setiap kali pesan,
jumlah pesanan per periode turun, maka biaya pemesanan total pun
akan turun. Hal ini berarti, biaya pemesanan total tahunan adalah
sama dengan jumlah pesanan yang dilakukan setiap periode
dikalikan biaya yang harus dikeluarkan setiap kali pesan.
33
Komponen biaya pemesanan meliputi: Biaya pemrosesan pesanan
dan biaya ekspedisi, Upah, Biaya telepon, Pengeluaran surat
menyurat, Biaya pengepakan dan penimbangan, Biaya
pemeriksaan penerimaan, Biaya pengiriman, Biaya utang lancar,
dan sebagainya.
c. Biaya penyiapan ( Set-up cost)
Biaya ini terjadi apabila bahan-bahan tidak dibeli, namun
diproduksi sendiri oleh perusahaan. Biasanya perusahaan
manufacture akan menghadapi biaya ini yang meliputi Biaya
mesin menganggur, Biaya penyiapan tenaga kerja langsung, Biaya
penjadwalan, Biaya ekspedisi, dan sebagainya.
d. Biaya kehabisan atau kekurangan bahan ( Shortage costs)
Biaya ini timbul apabila persediaan tidak mencukupi adanya
permintaan bahan. Biaya-biaya tersebut meliputi: Kehilangan
penjualan, Kehilangan langganan, Biaya pemesanan khusus, Biaya
ekspedisi, Selisih harga, Terganggunya operasi, Tambahan
pengeluaran manajerial, dan sebagainya.
E. Pengendalian persediaan Obat
1. Defenisi dan Tujuan Pengendalian Persediaan
Pengendalian persediaan atau kata asingnya adalah Inventory Control,
adalah fungsi managerial yang sangat penting karena persediaan/stok obat
34
akan memakan biaya yang melibatkan investasi yang besar dalam pos
aktiva lancar. Karena itu perlu dikendalikan dengan efektif dan efisien
(Seto, 2004).
Pengendalian persediaan ( inventory control) merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk mengawasi dan mengatur tingkat persediaan yang
optimum agar dapat memenuhi kebutuhan bahan dalam jumlah, mutu, dan
waktu yang tepat serta dengan jumlah biaya yang rendah (Aditama, 2000).
Menurut Depkes RI (2008), pengendalian persediaan adalah suatu kegiatan
untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan
strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan
dan kekurangan atau kekosongan obat di unit-unit pelayanan.
Pengendalian persediaan bertujuan untuk menciptakan keseimbangan
antara persediaan dan permintaan. Oleh karena itu, hasil stock opname
harus seimbang dengan permintaan yang didasarkan atas satu kesatuan
waktu tertentu, misalnya satu bulan atau dua bulan atau kurang dari satu
tahun (Aditama, 2000). Rangkuti (1996) menyebutkan bahwa sistem
persediaan bertujuan untuk menetapkan dan menjamin tersedianya sumber
daya yang tepat, dalam jumlah dan waktu yang tepat serta dapat
meminimumkan biaya total melalui penentuan apa, berapa, dan kapan
pesanan dilakukan secara optimal. Tujuan lain dari pengendalian
persediaan adalah:
35
a. Menjaga jangan sampai kehabisan persediaan
b. Agar pembentukan persediaan stabil
c. Menghindari pembelian kecil-kecilan
d. Pemesanan yang ekonomis
Menurut Render dan Stair (2000), sistem pengendalian persediaan
berhubungan erat dengan perencanaan persediaan. Sistem perencanaan dan
pengendalian persediaan terdiri dari komponen-komponen dasar sebagai
berikut.
Bagan 2.3
Sistem Perencanaan dan Pengendalian Persediaan
(render dan Stair, 2000)
Tahap perencanaan (planning) memfokuskan kepada jenis persediaan
yang akan diadakan serta cara memperoleh persediaan tersebut (apakah
membuat atau membeli). Informasi ini kemudian digunakan untuk tahap
selanjutnya, yaitu peramalan (forecasting) permintaan persediaan dan
Perencanaan Persediaan
dan Cara Mempeoleh
Persediaan
Peramalan terhadap
Permintaan
Persediaan
Pengendalian
Tingkat
Persediaan
Umpan Balik terhadap
Perencanaan dan
Peramalan
36
pengendalian (controlling) tingkat persediaan. Hasil dari pengendalian
tersebut kemudian menjadi umpan balik (feedback) terhadap perencanaan
dan peramalan berdasarkan pengalaman dan pengamatan yang dilakukan.
2. Metode Pengendalian Persediaan
a. Analisis ABC
Penentuan kebijaksanaan pengawasan persediaan yang ketat dan agak
longgar terhadap jenis-jenis bahan yang ada dalam persediaan, maka dapat
digunakan metode analisis ABC. Metode ini menggambarkan Pareto
Analisis, yang menekankan bahwa sebagian kecil dari jenis-jenis bahan
yang terdapat dalam persediaan mempunyai nilai penggunaan yang cukup
besar yang mencakup lebih daripada 60% dari seluruh bahan yang terdapat
dalam persediaan (Assauri, 2004).
Metode ini adalah suatu analisa yang digunakan semata-mata untuk
mengurutkan jumlah pemakaian, kemudian mengelompokkan jenis barang
dalam suatu upaya mengetahui jenis pergerakan obat yang meliputi
berbagai jenis, banyak jumlah serta pola kebutuhan yang berbeda-beda
(Assauri, 2004).
Cara yang dilakukan untuk mengendalikan persediaan dilakukan
dengan klasifikasi ABC atau klasifikasi Pareto. Cara membagi sediaan ke
dalam tiga kelas didasarkan pada nilai penggunaan tahunan. Analisis ABC
37
menyoroti perbedaan antara efektivitas dan upaya. Penggunaan analisis ini
memungkinkan teridentifikasinya barang yang benar-benar berpengaruh
pada kinerja sediaan, sehingga manajemen yang efektif dapat
berkonsentrasi pada barang yang itemnya sedikit tersebut tanpa
mengabaikan yang lain (Johns dan Harding, 2001).
Menurut Seto (2004), sistem ABC, semua obat dalam persediaan
digolongkan menjadi salah satu dari kategori:
a. Kelompok A mewakili 20% obat dalam persediaan dan 70% total
penjualan.
b. Kelompok B mewakili 30% obat dalam persediaan dan 20% total
penjualan.
c. Kelompok C mewakili 50% obat tapi hanya kira-kira 10% total
penjualan.
Kelompok A merupakan obat yang cepat laku dan dalam beberapa
kasus obat merupakan obat yang sangat mahal. Hanya ada sedikit
kelompok A dalam persediaan apotik. Tetapi karena kelompok tersebut
sangat tinggi permintaannya, merupakan obat yang berputar dengan cepat
(atau karena obat itu sangat mahal), kelompok A merupakan mayoritas
penjualan apotik. Kelompok A seharusnya dimonitor dengan hati-hati,
angka pemesanan ulang dan EOQ-nya seharunya dihitung (Seto, 2004).
Kelompok B dan C merupakan agak lambat lakunya. Kelompok B
mempunyai penjualan rata-rata dan perputaran inventaris. Kelompok C
38
adalah obat yang paling lambat lakunya, obat produk yang paling kurang
diminta. Karena kelompok B dan C merupakan jumlah yang jauh lebih
besar dan merupakan proporsi penjualan yang lebih kecil, tidak perlu dan
tidak efisien untuk memonitor obat-obat tersebut seketat kelompok A.
Kelompok B dan C biasanya dapat cukup dikendalikan dengan
menggunakan kartu stok gudang dan kartu stok di ruang peracikan dan
penjualan eceran (Seto, 2004).
Pengelola secara periodik seharusnya memonitor kelompok C untuk
menentukan apakah obat tersebut semestinya disingkirkan dari persediaan.
Menyingkirkan kelompok C yang lambat lakunya merupakan metode
praktis mengurangi jumlah obat dan investasi dalam persediaan, tapi
memberikan pengaruh yang kecil pada penjualan dan biaya kehabisan
persediaan (Seto, 2004).
Menurut Heizer dan Render (2010) barang kelas A adalah barang
dengan volume dolar tahunan tinggi yaitu 70%-80% penggunaan uang
secara keseluruhan namun hanya merepresentasikan 15% dari
persediaan total. Barang kelas B barang dengan volume dolar tahunan
yang sedang yaitu 15%-25% penggunaan uang keseluruhan dan 30%
penggunaan persediaan total. Barang dengan volume dolar tahunan yang
kecil adalah kelas C yang hanya merepresentasikan 5% volume tahunan
namun mewakili 55% barang persediaan total.
39
Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan (2010), prinsip
utama adalah dengan menempatkan jenis-jenis perbekalan farmasi ke
dalam suatu urutan, dimulai dengan jenis yang memakan anggaran/rupiah
terbanyak.
Urutan langkah adalah sebagai berikut (Dirjend Binakefarmasian dan
Alat Kesehatan, 2010) :
a. Kumpulkan kebutuhan perbekalan farmasi yang diperoleh dari salah
satu metode perencanaan, daftar harga perbekalan farmasi, dan biaya
yang diperlukan untuk tiap nama dagang. Kelompokkan kedalam
jenisjenis/kategori, dan jumlahkan biaya per jenis kategori perbekalan
farmasi.
b. Jumlahkan anggaran total, hitung masing-masing prosentase jenis
perbekalan farmasi terhadap anggaran total.
c. Urutkan kembali jenis- jenis perbekalan farmasi diatas, mulai dengan
jenis yang memakan prosentase biaya terbanyak.
d. Hitung prosentase kumulatif, dimulai dengan urutan 1 dan seterusnya.
e. Identifikasi jenis perbekalan farmasi apa yang menyerap ±70%
anggaran total (biasanya didominasi oleh beberapa jenis perbekalan
farmasi saja).
1) Perbekalan Farmasi kategori A menyerap anggaran 70%
2) Perbekalan Farmasi kategori B menyerap anggaran 20%
40
3) Perbekalan Farmasi kategori C menyerap anggaran 10%
Tabel 2.1
Klasifikasi Persediaan
Ahli Kelas A Kelas B Kelas C
Item Nilai Item Nilai Item Nilai
Johns dan Harding
(2001) 15% 75% 25% 15% 60% 10%
Heizer dan Render
(2010) 15%
70%-
80% 30%
15%-
25% 55% 5%
Dirjend Binfar dan
Alkes (2010) 70% 20% 10%
Berikut kebijakan-kebijakan yang dapat didasarkan pada analisis ABC
(Heizer dan Render, 2010):
a. Membeli sumber daya harus lebih tinggi pada barang-barang A
dibandingkan dengan barang-barang C.
b. Barang-barang A harus memiliki kontrol persediaan fisik yang lebih
ketat, barang tersebut mungkin ditempatkan dibagian yang lebih
aman akurasi catatan persediaannya untuk barang A harus lebih
sering di verivikasi.
c. Meramalkan barang A memerlukan perhatian yang lebih
dibandingkan barang lainnya.
Adapun perlakuan untuk masing-masing kelas bahan baku yang
dipergunakan di dalam suatu perusahaan tersebut adalah sebagai berikut
(Ahyari, 1987):
41
a. Kelas A
1) Kuantitas pembelian bahan serta titik pemesanan kembali harus
dilaksanakan dengan perhitungan yang cermat
2) Biaya penyelenggaraan persediaan di dalam perusahaan tersebut akan
diawasi sangat ketat
3) Tingkat persediaan yang diselenggarakan untuk kelas ini disesuaikan
dengan kebutuhan perusahaan untuk pelaksanaan produksi
4) Umumnya, persediaan kelas A mendapat perhatian yang cukup,
mengingat kerusakan atau kehilangan bahan jenis ini dalam jumlah
unit yang kecil akan mengakibatkan terjadinya kerugian perusahaan di
dalam jumlah yang cukup besar.
b. Kelas B
1) Pencatatan yang baik serta pengawasan normal dari penyelenggaraan
persediaan ini akan dapat membuahkan persediaan bahan baku yang
optimal di dalam perusahaan yang bersangkutan.
2) Pengendalian juga tetap diperlukan sehingga perusahaan tidak
menderita kerugian karena penyelenggaraan persediaan yang tidak
sesuai situasi dan kondisi dari perusahaan yang bersangkutan.
c. Kelas C
1) Pada umumnya persediaan kelas C diselenggarakan dengan system
pengendalian sederhana di dalam perusahaan yang bersangkutan
42
2) Pengawasan tidak akan dilaksanakan seperti kelas B atau A,
melainkan akan diselenggarakan dengan cara yang relatif mudah dan
sederhana.
b. Economic Order Quantity (EOQ)
Teknik pengendalian persediaan merupakan tindakan yang sangat
penting dalam menghitung berapa jumlah optimal tingkat persediaan yang
diharuskan,serta kapan saatnya mulai mengadakan pemesanan kembali
(Rangkuti, 1996). Menurut Render dan Stair (2000), terdapat dua
keputusan fundamental yang harus dibuat ketika melakukan pengendalian
persediaan, yaitu mengenai jumlah persediaan yang harus dipesan dan
kapan melakukan pemesanan.
(EOQ) adalah salah satu teknik kontrol persediaan tertua dan paling
dikenal/teknik ini relatif mudah digunakan, tetapi berdasarkan beberapa
asumsi (Heizer dan Render, 2010) :
a. Jumlah permintaan diketahui, konstan dan independen
b. Penerimaan persediaan bersifat instan dan selesai seluruhnya. Dengan
kata lain persediaan dari sebuah pesanan datang dalam satu kelompok
pada suatu waktu
c. Tidak tersedia diskon kuantitas
d. Biaya variabel hanya biaya untuk penyetelan/pemesanan dan biaya
menyimpan persediaan dalam waktu tertentu
43
e. Kehabisan persediaan dapat sepenuhnya dihindari jika pemesanan
dilakukan pada waktu yang tepat
Berikut adalah rumus untuk menentukan jumlah pemesanan optimum
menurut Heizer dan Render (2010), Bowersox (2010) dan Buffa (1997)
Rumus:
Keterangan:
Q = Jumlah optimum unit per pesanan (EOQ)
D = Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan
S = Biaya pemesanan untuk setiap pesanan
H = Biaya penyimpanan per unit per tahun
c. Reorder Point (ROP)
Render dan Stair (2000) mengungkapkan bahwa setelah menentukan
jumlah pemesanan, masalah kedua yang harus dijawab dalam pengendalian
persediaan adalah kapan diadakan pemesanan kembali. Ketika terdapat
jenis persediaan yang telah mencapai 0, perusahaan akan melakukan
pemesanan kembali untuk mengisi persediaan tersebut. Namun, lead time
atau delivery time yaitu waktu yang dibutuhkan dari saat memesan hingga
44
pesanan datang, biasanya mencapai beberapa hari atau beberapa minggu.
Sehingga, perlu ditentukan batas minimal tingkat persediaan agar tidak
terjadi kekurangan persediaan melalui perhitungan titik pemesanan kembali
( reoder point).
Reoder point (ROP) atau titik pemesanan kembali adalah batas/titik
dari jumlah persediaan yang ada pada suatu saat dimana pemesanan harus
dilakukan kembali (Rangkuti, 1996). Jadi, ketika pesanan dilakukan ketika
persediaan mencapai ROP, pesanan akan tiba saat persediaan sudah
mencapai 0. Dalam menentukan titik ini harus diperhatikan besarnya
penggunaan selama persediaan yang dipesan belum datang yang ditentukan
oleh dua faktor, yaitu lead time dan tingkat penggunaan rata-rata. Besarnya
penggunaan tersebut dihitung selama waktu lead time, mungkin dapat juga
ditambahkan dengan safety stock (persediaan pengaman) yang biasanya
mengacu kepada kemungkinan terjadinya kekurangan stok selama lead
time. Jadi, besaran ROP adalah hasil perkalian antara jumlah penggunaan
rata-rata dan waktu tunggu pemesanan sebagai berikut (Rangkuti, 1996):
Sedangkan apabila terdapat besaran safety stock menjadi:
Keterangan:
D (Demand) = jumlah permintaan per hari
ROP = d x L
ROP = (d x L) + Safety Stock
45
L (Lead Time) = waktu tunggu antara pemesanan hingga barang
diterima (hari)
Dimana d dan L adalah konstan
F. Kerangka Teori
Menurut John dan Harding (2001), pengendalian persediaan yang efektif
harus dapat menjawab tiga pertanyaan dasar, yaitu obat apa yang akan
menjadi prioritas untuk dikendalikan, berapa banyak yang harus dipesan dan
kapan seharusnya dilakukan pemesanan kembali.
Berbagai jenis barang yang ada dalam persediaan tidak seluruhnya
memiliki tingkat prioritas yang sama. Sehingga, untuk mengetahui jenis-jenis
barang yang perlu mendapat prioritas dapat digunakan analisis ABC, karena
analisis ini dapat mengklasifikasi seluruh jenis barang berdasarkan tingkat
kepentingannya. Analisis Always-Better Control (ABC) adalah salah satu cara
pengendalian dengan mengurutkan dan mengelompokkan jenis barang. Hal
ini perlu dilakukan untuk memberikan prioritas perhatian pada barang-barang
dengan nilai investasi tinggi dan jumlah pemakaian besar (Rangkuty, 1996).
Menurut Heizer dan Render (2010) metode analisis ABC sangat berguna di
dalam memfokuskan perhatian manajemen terhadap penentuan jenis barang
yang paling penting dan perlu diprioritaskan dalam persediaan, yaitu dengan
mengelompokkan persediaan menjadi 3 kelompok besar yang disebut
kelompok A, B, dan C. Economic Order Quantity (EOQ) adalah sejumlah
46
persediaan barang yang dapat dipesan pada suatu periode untuk tujuan
meminimalkan biaya dari persediaan barang tersebut.
Selain menentukan jumlah barang yang dipesan, waktu pemesanan
kembali juga perlu diketahui. Menurut John dan Harding (2001), Reorder
Point adalah metode untuk memutuskan kapan mengajukan pemesanan
kembali. Perhitungan ROP juga dapat dilakukan dengan mempertimbangkan
jumlah buffer stock (Heizer dan Reider, 2010).
Bagan 2.4
Kerangka Teori
Sumber : Rangkuty (1996), John dan Harding (2001), Heizer dan Reider (2010).
Persediaan
Analisis ABC
Analisis ABC Pemakaian
Analisis ABC Investasi
Kelompok A:
Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml
Kelompok B Kelompok C
Reorder Point
Economic Order Quantity
47
BAB III
KERANGKA BERPIKIR DAN DEFINISI ISTILAH
A. Kerangka Berpikir
Berdasarkan kerangka teori tersebut, obat merupakan salah satu barang
logistik/persediaan di rumah sakit. Untuk dapat menyediakan obat dengan
jumlah dan waktu yang tepat serta dengan total biaya terendah dibutuhkan
pengelolaan yang efektif dan efisien terhadap obat tersebut. Pengendalian
persediaan bertujuan untuk menyeimbangkan antara permintaan dan
persediaan demi kelancaran proses pelayanan. Menurut Johns dan Harding
(2001), pengendalian persediaan dapat dikatakan efektif apabila dapat
menjawab pertanyaan apa saja obat yang akan dikendalikan dan memerlukan
pengawasan yang lebih ketat serta hati-hati, berapa banyak suatu item obat
tersebut dipesan dan kapan harus dilakukan pemesanan.
Pengendalian persediaan obat menggunakan metode analisis ABC
pemakaian dan analisis ABC investasi dengan pengolahan data pemakaian
jumlah obat generik tahun 2014 dan data harga obat RSU Haji Medan.
Metode ABC digunakan untuk menentukan persediaan obat berdasarkan
kelompok A, B dan C, sehingga didapatkan obat dengan nilai investasi
terbesar yaitu obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml yang harus diawasi
secara ketat dan hati-hati.
47
48
Selanjutnya menggunakan metode Economic Order Quantity (EOQ) dan
Reorder Point (ROP) untuk menjawab pertanyaan berapa banyak yang harus
dipesan dan waktu pemesanan kembali obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2
ml. Sehingga diketahuinya keefektifan metode ABC, Economic Order
Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) dalam pengendalian persediaan
obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml di RSU Haji Medan.
49
Bagan 3.1
Kerangka Berpikir
Sistem Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml
Jumlah
Pemakaian Obat
Generik
Data Harga Obat
Generik
ABC
Methylprednisolon
inj 125 mg/ 2 ml
EOQ
ROP
Efektivitas
Pengendalian
Persediaan
SDM
Metode
Input
Proses Output
Sitem Pengelompokkan Obat
Proses perhitungan
jumlah optimum dan
waktu pemesanan
kembali
50
3.1. Defenisi Istilah
Tabel 3.1
Defenisi Istilah
No Substansi Defenisi Istilah Cara Pengambilan Data Instrumen Hasil Ukur
1 Jumlah
Pemakaian
Obat Generik
Jumlah penggunaan obat generik di gudang
farmasi RSU Haji Medan tahun 2014
Telaah Dokumen Pedoman
Telaah
Dokumen
Informasi mengenai jumlah
pemakaian per item obat
generik tahun 2014
2 Data Harga
Obat Generik
Data biaya yang harus dikeluarkan untuk
memperoleh satu item obat generik
Telaah Dokumen Pedoman
Telaah
Dokumen
Informasi harga obat generik
per satuan jenis di RSU Haji
Medan tahun 2014
3 Analisis
ABC
Pemakaian
Klasifikasi persediaan obat generik
berdasarkan nilai pemakaian dan investasi
selama satu tahun terakhir, yang terbagi
menjadi kelompok A, B, dan C
berdasarkan data pemakaian obat generik
tahun 2014
Jumlah pemakaian obat
generik dikalikan dengan
harga satuan per item obat,
kemudian diurutkan dari
nilai terbesar hingga terkecil
Software
komputer
Klasifikasi persediaan obat
generik berdasarkan nilai
investasi.
A: 70% dari total nilai
investasi
B: 20% dari total nilai
investasi
C: 10% dari total nilai
investasi
4 Methylpredni
solon inj 125
mg/2 ml
Obat kelompok A dengan nilai investasi
tertinggi berdasarkan perhitungan ABC
Metode Analisis ABC Software
komputer
Informasi mengenai nilai
investasi obat
Methylprednisolon inj 125
mg/2 ml
5 Economis
Order
Quantity
EOQ) Obat
Jumlah pemesanan optimum setiap
melakukan pemesanan untuk
mengendalikan persediaan berdasarkan
data pemakaian obat Methylprednisolon inj
Perhitungan menggunakan
rumus: (Heizer dan Render,
2010), (Bowersox, 2010),
Buffa, 1997):
Software
komputer
Jumlah pemesanan ekonomis
per item obat
Methylprednisolon inj 125 mg/
2 ml untuk setiap kali
51
Methylpredni
solon inj 125
mg/ 2 ml
125 mg/ 2 ml tahun 2014
Q =Jumlah optimum unit
per pesanan (EOQ)
D = Permintaan tahunan
obat
S = Biaya pemesanan obat
untuk setiap pesanan
H = Biaya penyimpanan
obat per unit per tahun
melakukan pemesanan
6 Reorder
Point (ROP)
Obat
Methylpredni
solon inj 125
mg/ 2 ml
Batas minimal stok persediaan sehingga
harus dilakukan pemesanan
kembali/pemesanan ulang berdasarkan data
pemakaian obat Methylprednisolon inj 125
mg/ 2 ml tahun 2014
Perhitungan menggunakan
rumus (Heizer dan Render
(2010) dan (John dan
Harding, 2001):
ROP = (LT x d) + SS
LT = lead time
d = pemakaian rata- rata
SS = Safety Stock/Buffer
Stock
Software
komputer
Waktu dilakukannya
pemesanan kembali
berdasarkan jumlah persediaan
obat Methylprednisolon inj
125 mg/ 2 ml
7 Efektivitas
Pengendalian
Stock Out
Obat
Methylpredni
solon inj 125
mg/ 2 ml
Tidak terjadinya stock out obat
Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml
dengan penerapan metode ABC, Economic
Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point
(ROP)
Wawancara mendalam dan
observasi
Pedoman
wawancara
mendalam
Efektivitas penerapan metode
ABC, ROP dan EOQ dalam
mengatasi stock out obat
Methylprednisolon inj 125 mg/
2 ml
52
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian dilakukan dengan menggunakan jenis penelitian operational
research yang bertujuan untuk memberikan suatu landasan ilmiah dalam
menyelesaikan persoalan yang menyangkut interaksi dari unsur-unsur guna
kepentingan yang terbaik bagi organisasi secara keseluruhan.
Penelitian ini menggunakan data primer yang dikumpulkan dari wawancara
mendalam kepada beberapa informan dan observasi. Selain itu penelitian
menggunakan data sekunder yang diperoleh dari Sistem Informasi Rumah Sakit
Umum Haji Medan dan telaah dokumen. Data tersebut untuk menentukan
pengelompokan obat berdasarkan pemakaian dan nilai investasi obat generik.
Hasil yang diperoleh dari analisis tersebut selanjutnya dibuat perhitungan dengan
Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) agar dapat
menghasilkan persediaan yang optimal.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan
yang berlokasi di Jalan Rumah Sakit Haji Medan, Sumatera Utara, selama bulan
Mei sampai Juni 2015.
52
53
C. Informan Penelitian Kualitatif
Informan dalam penelitian ditentukan berdasarkan pengetahuan yang dimiliki
sesuai dengan kebutuhan penelitian dan pengaruh informan serta keterlibatan
informan dalam persediaan obat di RS Umum Haji Medan, yaitu :
1. Kepala Instalasi Farmasi sebagai penanggung jawab pengelolaan
perbekalan farmasi di RS Umum Haji Medan.
2. Kepala Bidang Penunjang Medis yang bertanggung jawab atas
instalasi farmasi sebagai salah satu penunjang medis di RS Umum
Haji Medan.
3. Staf Gudang Farmasi sebagai pelaksana harian kegiatan di Gudang
Farmasi RS Umum Haji Medan.
4. Kepala Bagian Keuangan untuk mengetahui penganggaran obat di
RS Umum Haji Medan.
5. Koordinator Logistik untuk mengetahui penggunaan ATK (Alat
Tulis Kantor) oleh gudang farmasi untuk menghitung biaya dalam
setiap kali melakukan pemesanan obat di Gudang Farmasi RS
Umum Haji Medan.
Dilakukan wawancara mendalam terhadap informan tersebut untuk
mengetahui gambaran proses pengendalian obat di Gudang Farmasi Rumah Sakit
Umum Haji Medan.
54
D. Pengumpulan Data
1. Data primer dalam penelitian ini diperoleh melalui:
a. Wawancara Mendalam
Wawancara mendalam kepada Kepala Instalasi Farmasi, Kepala
Bidang Penunjang Medis, Staf Gudang Farmasi, Kepala Bagian
Keuangan dan Koordinator Logistik RS Umum Haji Medan mengenai
pengendalian persediaan obat generik di Gudang Farmasi RS Umum
Haji Medan dengan menggunakan pedoman wawancara
b. Observasi
Merupakan pengamatan secara langsung proses pengendalian
persediaan obat di Gudang Farmasi RS Umum Haji Medan .
2. Data sekunder
Data sekunder penelitian ini adalah daftar nama obat generik APBD,
jumlah pemakaian obat generik APBD dan harga obat generik selama satu
periode terakhir mulai bulan Januari-Desember 2014 yang diperoleh dari
Unit Gudang Farmasi dan Sistem Informasi Rumah Sakit. Data jumlah
pemakaian ATK selama tahun 2014 dan harga ATK diperoleh dari
Koordinator Logistik RS untuk menghitung biaya pemesanan obat di
Gudang Farmasi RS Umum Haji Medan. Selain itu data-data lain yang
dibutuhkan diperoleh melalui telaah dokumen (lampiran 2).
55
E. Keabsahan Data
Untuk menjaga validitas data dan menguji hasil penelitian kualitatif, peneliti
melakukan uji validitas dengan menggunakan triangulasi, yang terdiri dari (Hadi,
dkk, 2000):
1. Triangulasi Sumber
Melakukan pemeriksaan (cross-check) hasil wawancara mendalam
dengan informan yang berbeda, yaitu: Kepala Instalasi Farmasi, Kepala
Bidang Penunjang Medis, Staf Gudang Farmasi, Kepala Bagian Keuangan
dan Koordinator Logistik RS Umum Haji Medan.
2. Triangulasi Metode
Membandingkan data hasil wawancara mendalam dengan observasi
maupun telaah dokumen dengan struktur organisasi, uraian tugas dan
Standard Operational Procedure (SOP).
F. Pengolahan Data
Pengolahan data dalam penelitian ini dibedakan menjadi dua, yaitu pengolahan
data untuk kualitatif dan pengolahan data untuk penelitian operasional.
1. Pengendalian obat generik di RSU Haji Medan
Pengolahan data primer berupa hasil wawancara mendalam diolah secara
manual sebagai berikut:
56
a. Hasil wawancara mendalam dalam bentuk rekaman suara
dipindahkan ke dalam bentuk transkrip wawancara lengkap untuk
setiap informan.
b. Transkrip dikelompokkan berdasarkan variabel-variabel yang diteliti.
c. Data yang terdapat dalam transkrip tidak semuanya digunakan dalam
penelitian, untuk itu dilakukan reduksi untuk menghilangkan data-
data yang tidak berhubungan dengan variabel penelitian.
d. Transkrip yang telah direduksi, dituangkan ke dalam matriks
wawancara berdasarkan variabel penelitian, untuk kemudian
ditriangulasi.
e. Transkrip dan matriks wawancara merupakan pedoman untuk
menyajikan hasil penelitian dan dengan menambahkan data-data hasil
observasi dan telaah dokumen.
2. Metode Analisis ABC
Data jumlah pemakaian obat generik APBD dari Bulan Januari hingga
Desember 2014 dilengkapi dengan data harga pembelian per satuan
barang. Kemudian, dicari nilai investasi setiap obat dengan cara
mengalikan jumlah pemakaian dengan harga satuannya. Nilai investasi
tersebut kemudian diurutkan dari yang tertinggi hingga terendah.
Selanjutnya, dihitung persentase dari total nilai investasi keseluruhan dan
dicari persen kumulatifnya berdasarkan persentase nilai investasi tersebut.
Sehingga dapat dikelompokan berdasarkan nilai investasinya:
57
- Obat Kelompok A dengan persen kumulatif (0-70%)
- Obat Kelompok B dengan persen kumulatif (71-90%)
- Obat Kelompok C dengan persen kumulatif (90-100%).
3. Perhitungan EOQ (Economic Order Quantity) Obat Methylprednisolon
inj 125 mg/ 2 ml
a. Dihitung EOQ dan ROP untuk obat Methylprednisolon inj 125
mg/ 2 ml.
b. Dihitung pemakaian tahunan setiap jenis obat.
c. Dihitung biaya pemesanan obat
d. Dihitung biaya penyimpanan berdasarkan perhitungan Heizer dan
Render (2010), biaya penyimpanan adalah 26% dari harga barang.
e. Angka-angka tersebut dimasukkan ke dalam rumus:
Keterangan:
Q = Jumlah optimum unit per pesanan (EOQ)
D = Permintaan tahunan dalam unit untuk barang
persediaan
S = Biaya penyetelan atau pemesanan untuk setiap
pesanan
H = Biaya penyimpanan per unit per tahun
58
f. Dari perhitungan tersebut dihasilkan jumlah pemesanan yang
optimum untuk setiap kali pemesanan
4. ROP (Reorder Point) Obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml
a. Dihitung Reorder Point (ROP) setiap jenis obat
Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml dengan menentukan
permintaan harian, lead time dan safety stock.
b. Dihitung Safety stock dengan mengalikan tingkat pencapaian
kinerja yang diinginkan dengan permintaan obat harian dan lead
time.
c. Angka-angka tersebut dimasukkan ke dalam rumus:
ROP = (d x L) + SS
Keterangan:
ROP = Reorder Point
d = permintaan harian
L = lead time (waktu tunggu)
SS = persediaan pengaman (safety stock)/buffer stock
d. Dari perhitungan tersebut dihasilkan waktu untuk memesan
kembali ketika persediaan obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2
ml sudah mencapai titik tertentu.
59
G. Penyajian Data
Hasil penelitian disusun dan disajikan dalam bentuk kutipan hasil
wawancara yang dibandingankan dengan teori dan hasil perhitungan analisis
ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) yang akan
disajikan dalam bentuk tabel.
60
BAB V
HASIL
A. Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml
Sebelum Penerapan Metode ABC, EOQ dan ROP di Gudang Farmasi
Rumah Sakit Umum Haji Medan
Pengendalian yang dilaksanakan Gudang Farmasi Rumah Sakit Umum
Haji Medan adalah:
1. Stock Opname
Stock opname dilakukan setiap 6 bulan sekali untuk mengecek
jumlah barang (fisik) dengan pendataan di komputer, menjamin
kualitas, kuantitas dan terhindar dari kerusakan dan kadaluarsa. Obat
yang mendekati kadaluarsa akan mendapat perhatian khusus untuk
digunakan segera oleh user (dokter) atau obat dikembalikan kepada
PBF (Perusahaan Besar Farmasi) tiga bulan sebelum expired.
Sebagaimana hasil wawancara dengan informan:
“Stock opname itu utk melihat berapa jumlah yang masih ada,
apakah yang di komputer sesuai dengan kondisi kenyataannya. Itu
yang dilakukan 2 kali dalam setahun” (I1)
“Ya setiap 6 bulan, kita hitung jumlah stok yang ada semua
masing-masing obat sisanya berapa, yang di apotik juga di hitung.
Kalau ada yang mendekati kadaluarsa kita lancarkan dulu,
makanya kan kita sistemnya ini FIFO dan FEFO yang baru datang
disimpan di belakang, yang kita beli pertama harus lebih dulu kita
jual” (I3)
Berdasarkan hasil telaah dokumen, hal ini sesuai dengan SOP unit
farmasi. Dalam SOP, Stock opname merupakan kegiatan yang
60
61
dilakukan setiap 6 bulan sekali untuk mencocokan kondisi fisik barang
yang ada di gudang dengan kartu barang di komputer dan dengan bukti
pembukuan atau dokumen sumber (penerimaan, permintaan,
pengeluaran dan pemeriksaan barang) sehingga bisa diketahui kualitas,
kuantitas dan waktu kadaluarsa dari barang tersebut.
2. Kartu Stok
Kartu stok sebagai pendataan keluar masuknya obat di gudang
farmasi dan buku defekta sebagai pencatatan permintaan, pengiriman
dan sisa stok di gudang farmasi. Dari pencatatan kartu stok dan buku
defekta tersebut maka dapat terlihat berapa jumlah sisa stok yang
tersedia. Berikut adalah kutipan wawancara dengan informan:
“Kalo pengendalian yang kita lakukan biasanya lihat di kartu stok,
obat yang sudah kita pake, kita tandai di kartu stoknya, biar
keliatan mana pemakaiannya” (I1)
“Pengendalian disini ada kartu stock, biasanya obat yang sudah
dipakai dilakukan pemotongan stock di kartunya agar terlihat obat
mana yang sudah mau habis atau yang belum” (I5)
Salah satu bentuk upaya pengendalian persediaan di gudang farmasi
adalah melalui sistem pencatatan. Sistem pencatatan persediaan yang
digunakan adalah melalui kartu stok. Penggunaan kartu stok manual
masih dibutuhkan untuk alasan kemudahan penelusuran barang secara
langsung apabila terjadi kesalahan. Hal ini sesuai pernyataan informan:
“Kita tandai di kartu stoknya, biar kelihatan mana pemakaiannya.
Biar kita juga tahu obatnya mau habis atau masih banyak” (I1)
“Orang gudang ngecek kartu stok tiap hari” (I5)
62
Berdasarkan keterangan dari Gudang Farmasi RSU Haji Medan,
diperoleh informasi bahwa selisih atau perbedaan jumlah barang antara
kartu stok dengan fisik, pasti ada. Namun, biasanya petugas gudang
diminta untuk menelusuri data selisih selama 1 x 24 jam, agar data
selisih tidak terus berlanjut. Biasanya data selisih disebabkan oleh
kesalahan dalam penjumlahan serta kesalahan dalam pemberian jumlah
obat. Untuk itulah pentingnya dilakukan pengecekan fisik setiap hari
untuk menghitung dan mencocokkan jumlah persediaan antara kartu
agar selisih barang bisa segera ditelusuri.
3. Buku Defekta
Buku defekta merupakan pencatatan mengenai permintaan dan
pengiriman obat dari gudang farmasi ke apotek. Selain itu buku ini juga
digunakan sebagai dasar pemesanan obat. Setiap petugas apotek yang
meminta obat ke gudang farmasi terlebih dahulu mengisi buku defekta.
Setelah itu staf gudang mengambilkan stok yang dibutuhkan dan
mencatat jumlah pengiriman dan sisa stok gudang di buku tersebut.
Melalui wawancara dengan informan, diperoleh informasi sebagai
berikut:
“Kita itu ada data manual juga namanya buku defekta, buku
defekta itu buku pencatatan permintaan barang dari apotik ke
gudang farmasi“ (I1)
“Buku defekta itu permintaan apotik ke gudang, yang diminta
berapa yang dikirim berapa, sisa berapa dicatat disitu” (I5)
Berdasarkan observasi oleh peneliti, dari buku defekta dapat
diketahui sisa stok yang ada di gudang farmasi. Kolom dalam buku
63
defekta terdiri dari nama obat yang diminta, jumlah permintaan, jumlah
pengiriman dan sisa stok di gudang farmasi.
4. Laporan
Laporan yang dilaporkan oleh Kepala Unit Farmasi kepada Kepala
Bidang Penunjang Medis adalah pembelian obat kepada distributor,
jenis persediaan obat, pemakaian obat dan jatuh tempo pembayaran
perbekalan farmasi kepada distributor. Hal ini sesuai dengan hasil
wawancara berikut:
“Laporan pembelian, obatnya apa saja, pemakaian, jatuh tempo,
obat narkotika, psikotropika” (I1)
“Laporannya itu, terutama pemakaian, jenis-jenis obat, pembelian,
laporan ke dinas, kaya narkotika, kemudian ada pembelian apa
saja, jatuh tempo pembayarannya, itu sebulan sekali. Jadi dari
Kepala Unit Farmasi ke Kabid Penunjang Medis dulu, saya ke
keuangan, itu untuk pembayarannya....” (I5)
Sedangkan yang dilaporkan kepada Kepala Bagian Keuangan oleh
Kepala Unit Farmasi dan Kepala Bidang Penunjang Medis adalah
mengenai pembelian obat kepada distributor, jatuh tempo pembayaran
dan penggunaan obat oleh pasien. Berikut adalah kutipan wawancara
dengan informan:
“Kita laporan jatuh tempo, sama obat yang dipesan” (I1)
“Ya itu saja laporan pemesanan obat, sama laporan jatuh
temponya kapan harus dibayar perdistributor dan pembelian obat
oleh pasien. Kalau kita jatuh temponya rata-rata sebulan” (I5)
64
B. Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml
dengan Penerapan Metode ABC, EOQ dan ROP di Gudang Farmasi
Rumah Sakit Umum Haji Medan
1. Sistem Pengelompokan Obat Generik dengan Metode ABC
a. Input (masukan) dari SDM dan Metode
Input (masukan) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk
dapat melaksanakan suatu pekerjaan (Azwar, 1996). Input
(masukan) dalam penelitian ini terdiri dari sumber daya manusia
(man) dan metode (method).
1) Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia (SDM) salah satu input yang
sangat penting dalam organisasi. Sukses tidaknya suatu
organisasi sangat ditentukan oleh sumber daya manusia
yang memberikan bakat, kerja, kreatifitas dan semangatnya
pada organisasi.
a) Kecukupan dan Kesesuaian tentang pengetahuan dan
pengalaman
Penilaian terhadap kecukupan dan kesesuaian
meliputi kecukupan dalam jumlah, yang pengetahuan
dan keterampilan serta kesesuiaan antara posisi dan
tugas yang didapatkan dengan pendidikan dan
pengalaman.
Tenaga yang dibutuhkan untuk menjalankan
manajemen di Gudang Farmasi adalah : Apoteker,
65
Asisten Apoteker, Tenaga SMU/Sarjana lainnya.
Menurut Depkes (2005), jumlah tenaga yang tersedia
dalam jumlah yang memadai akan memudahkan
organisasi mencapai tujuan. Berikut ini adalah tabel
yang berisi jenis dan jumlah tenaga yang sebaiknya
tersedia di Gudang Farmasi.
Tabel 5.1 Jumlah dan Jenis Tenaga yang Sebaiknya
Tersedia di Gudang Farmasi
No Jabatan Jenjang Pendidikan Jumlah
Sediaan
SDM
Gudang
Farmasi RSU
Haji Medan
1 Penanggung jawab Unit
Pengelola Obat
Apoteker 1 orang 1 orang
2 Pelaksana Pendistribusian
dan Penyimpanan
Apoteker / sarjana
farmasi / D3 farmasi /
Ass. Apoteker
Dibantu oleh lulusan SMU
Minimal
1 orang
2 orang
3 Pelaksana Pencatatan,
Pelaporan dan Evaluasi
Apoteker / sarjana
farmasi / D3 farmasi /
Ass. Apoteker
Dibantu oleh lulusan SMU
Minimal
1 orang
1 orang
4 Pelaksana penyedia
informasi obat, pelatihan
dan monitoring
penggunaan obat rasional
Apoteker / sarjana
farmasi / D3 farmasi /
Ass. Apoteker
Dibantu oleh lulusan SMU
Minimal
1 orang
1 orang
5 Pelaksana Administrasi
Umum
Adm. Umum
Bendahara
D3 atau SMU Minimal
1 orang
1 orang
66
Instalasi Farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan
memiliki 31 karyawan yang terdiri 4 orang apoteker, 9
orang asisten apoteker dari tenaga medis dan non medis
(Lampiran 6). Berdasarkan Depkes RI (2005) tentang
jumlah dan jenis tenaga yang sebaiknya tersedia di
gudang farmasi maka di gudang Farmasi Rumah Sakit
Umum Haji Medan telah memenuhi syarat.
Dengan jumlah tenaga yang sudah cukup banyak
dan pembagian tugas dan shif yang sesuai dengan jam
kerja dirasakan kebutuhan tenaga di unit farmasi sudah
cukup. Berikut kutipan pernyataan dari hasil
wawancara mendalam dari petugas struktural farmasi
sebagai berikut :
“Untuk SDM di unit farmasi sampai saat ini untuk
pengaturan rawat jalan dan rawat inap
cukup…”(I1)
“Cukup -cukup aja,,,,” (I3)
Rata-rata lama kerja dan pengalaman mereka sudah
cukup lama dan berpengalaman lebih dari 5 tahun.
Seperti pernyataan dari informan sebagai-berikut:
“Variatif…..Jadi ada yang masa kerjanya udah
hampir 10 tahun lebih ya,,, tapi ada juga yang baru-
baru lulus jadi variatif ya..makanya kita benar
benar ngatur jadwalnya…”(I1)
“Pengalaman, ya kalau pengalaman sudah
berpengalaman semuanya, sejauh ini mereka bisa
dan sanggup melakukan pekerjaan perbekalan
farmasi, ..” (I3)
67
Petugas dibagian pengelolaan obat memiliki latar
belakang pendidikan yang berbeda-beda. Pekerjaan
yang mereka geluti sesuai dengan latar belakang dan
pendidikan mereka dimana hampir semua berasal dari
pendidikan farmasi. Latar belakang beberapa orang di
bagian penunjang yang tidak sesuai tetapi tidak
menghambat jalannya kegiatan kefarmasian, karena
mereka diawasi oleh karyawan lain yang sesuai dan
sudah senior. Seperti pernyataan dari informan
penelitian sebagai berikut :
“Untuk SDM farmasi sendiri itu ada Asisten
apoteker, apoteker yang pasti dan ada beberapa
pegawai penunjang dimana pegawai penunjang ini
dengan latar belakang beraneka ragam ya dalam
artian ada yang bagroun IT,ada yang akuntansi,ada
yang ekonomi, itu hanya sebagai penunjang tapi
mereka hanya sbagai penunjang, tapi mereka tetap
mendapat pelatihan tentang barang barang yang
ada difarmasi” (I1)
“Sesuai, sesuai dengan pengalaman dan pendidikan
mereka” (I3)
Khusus bagian gudang farmasi terdapat 4 orang
yang bertanggung jawab atas pemesanan dan
persediaan obat (lampiran 5).
b) Kesesuaian uraian tugas di bagian SDM
Petugas pengelolaan obat sudah melaksnakan tugas
sesuai dengan uraian tugas masing-masing. Hal ini
sesuai pernyataan dari informan sebagai berikut :
68
“Ya..Sudah ,sudah berjalan Semua sudah dibagi
sesuai dengan apa namanya, jabatan masing-
masing lah ya…”(I1)
“Oh ya pasti, oh ya kalau kerja sesuai dengan
jobdesk mereka masing -masing, sebelumya masuk
farmasikan mereka udah dikasih tau dulu tentang
jobdesk mereka apa, pekerjaan sesuai dengan
jobdesk yang diberikan”(I3)
Berdasarkan hasil wawancara di atas tentang uraian
tugas dan pelaksanaan tugas kerja maka setiap
karyawan sudah mengerti dan memahami uraian tugas
mereka masing-masing serta bertanggung jawab atas
pekerjaan mereka.
2) Metode
Dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) Unit
Farmasi RSU Haji Medan, penentuan kebutuhan didasarkan
kepada data kebutuhan, data prediksi penyakit, jumlah
persediaan barang di gudang, usulan masing-masing unit,
perhitungan pareto (fast moving, moderate dan slow
moving) dan obat essensial.
Namun dalam menentukan fast moving, moderate dan
slow moving belum pernah dilakukan perhitungan
berdasarkan data riil obat baik dari jumlah pemakaian
maupun nilai investasi. Selama ini pengelompokan
persediaan hanya berdasarkan pengalaman saja. Obat yang
sering diminta oleh apotek disebut fast moving dan obat
69
yang jarang diminta disebut slow moving. Hal ini sesuai
dengan penyataan informan berikut:
“Kita ga ada membuat pengelompokan obat, kita ga
menggunakan analisis ABC. Jadi kita ga ada
mengelompokkan fast moving dan slow moving.
Pengelompokkannya berdasarkan pengalaman aja, obat
yang banyak dan sering keluar berarti fast moving kalau
obat yang jarang dan sedikit dipakai masukin slow
moving” (I1)
“Kita ga ngitung mana yang fast moving dan slow
moving, nah itu tadi berdasarkan pengalaman kita aja
dan juga udah pada tahu kok obat yang paling banyak
dibutuhkan pasien dan yang sering kita pake, Jadi kita
belum menggunakan metode untuk pengelompokkan
obat” (I3)
b. Proses Pengelompokan Obat Generik Melalui Metode Analisis
ABC
Perbekalan farmasi di RSU Haji Medan terdiri dari obat-obatan,
alat kesehatan dan reagen. Dalam penelitian ini, jenis persediaan
yang diteliti adalah obat-obatan khususnya obat generik.
Berdasarkan pengumpulan data mengenai nama obat generik di
RSU Haji Medan, dari 777 nama obat dalam E-Catalogue Obat
Pemerintah Indonesia Provinsi Sumatera Utara tentang Obat
Generik, terdapat 166 jenis obat generik yang digunakan di RSU
Haji Medan.
Obat-obatan tersebut dibedakan menurut kemasan yaitu: tablet,
botol, ampul, vial, kapsul, tube,bungkus, supp, FLS, tbg, dan pot.
Di Gudang Farmasi RSU Haji Medan, penggunaan obat generik
yang paling banyak adalah obat generik dengan kemasan tablet,
70
yaitu 73 jenis obat dengan jumlah pemakaian sebanyak 665.297
tablet. Sedangkan obat generik yang memiliki nilai investasi
tertinggi adalah dengan kemasan vial sebesar Rp. 357.535.538,00
Berikut adalah jumlah pemakaian dan nilai investasi obat
generik berdasarkan kemasan obat tahun 2014:
Tabel 5.2
Jumlah Pemakaian dan Nilai Investasi Berdasarkan
Kemasan Obat Generik di Gudang Farmasi
Tahun 2014
No Satuan/Kemasan Jumlah
Jenis Obat Pemakaian
Nilai Investasi
(Rp)
1 Tablet 73 665.297 306.641.173
2 Botol 28 44.201 293.916.694
3 Ampul 16 96.133 202.069.605
4 Vial 16 23.621 357.535.538
5 Kapsul 10 233.030 88.463.602
6 Tube 10 5.217 20.42.425
7 Tbg 6 185 20.697.260
8 FLS 3 2.747 16.439.745
9 Supp 2 1.115 4.203.050
10 Bungkus 1 90 1.035.000
11 Pot 1 3.200 17.440.000
Jumlah 166 1.074.836 1.329.384.092
Sumber : Pengolahan data sekunder
Jenis obat yang disediakan di gudang farmasi RSU Haji Medan
ditentukan berdasarkan formularium yang sudah ada. Hal ini sesuai
dengan hasil wawancara dengan informan:
“Penentuan jenis obat kita berdasarkan formularium rumah
sakit. Jadi obat yang kita pakai berdasarkan formularium
71
disini, biar kita terkontrol pemakaiannya” (I1)
“Kita nyetock obat berdasarkan formularium rumah sakit
juga” (I5)
Penentuan kebutuhan obat di Gudang Farmasi RSU Haji Medan
menggunakan metode konsumsi dan epidemiologi. Metode
konsumsi didasarkan kepada penggunaan obat periode sebelumnya.
Konsumsi obat/kecepatan perputaran obat yaitu fast moving,
moderate dan slow moving. Obat yang tergolong fast moving harus
disediakan lebih banyak. Selain itu yang perlu dipertimbangkan
adalah obat tersebut tergolong essensial atau non-essensial. Obat
yang tergolong essensial harus tersedia di gudang farmasi.
Berdasarkan wawancara dengan informan diperoleh informasi
sebagai berikut:
“Perencanaan obat kita berdasarkan pemakaian sebelumnya
dan perkembangan penyakit yaitu metode konsumsi dan
epidemiologi” (I1)
“Perencanaan kita tentukan berdasarkan pemakaian unit-unit
tahun sebelumnya. Kebutuhan masing-masing unit tergantung
kebutuhan unit tersebut. Kita mengutamakan yang essensial
dulu. Baru yang non essensial. Yang essensial kita harus
utamakan harus tetap ada. Jadi pertimbangan kita dalam
membuat pengusulan obat berdasarkan obat essensial dan obat
fast moving, nah baru kita nentuin untuk obat yang non
essensial” (I3).
Dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) Unit Farmasi RSU
Haji Medan, penentuan kebutuhan didasarkan kepada data
kebutuhan, data prediksi penyakit, jumlah persediaan barang di
72
gudang, usulan masing-masing unit, perhitungan pareto (fast
moving, moderate dan slow moving) dan obat essensial.
Namun dalam menentukan fast moving, moderate dan slow
moving belum pernah dilakukan perhitungan berdasarkan data riil
obat baik dari jumlah pemakaian maupun nilai investasi. Selama ini
pengelompokan persediaan hanya berdasarkan pengalaman saja.
Obat yang sering diminta oleh apotek disebut fast moving dan obat
yang jarang diminta disebut slow moving. Hal ini sesuai dengan
penyataan informan berikut:
“Kita ga ada membuat pengelompokan obat, kita ga
menggunakan analisis ABC. Jadi kita ga ada mengelompokkan
fast moving dan slow moving. Pengelompokkannya berdasarkan
pengalaman aja, obat yang banyak dan sering keluar berarti
fast moving kalau obat yang jarang dan sedikit dipakai masukin
slow moving” (I1)
“Kita ga ngitung mana yang fast moving dan slow moving, nah
itu tadi berdasarkan pengalaman kita aja dan juga udah pada
tahu kok obat yang paling banyak dibutuhkan pasien dan yang
sering kita pake, Jadi kita belum menggunakan metode untuk
pengelompokkan obat” (I5)
Oleh karena itu, untuk menentukan pengelompokan obat,
peneliti melakukan studi analisis ABC. Untuk itu, peneliti
mengumpulkan data mengenai nama obat generik, harga obat
generik dan jumlah pemakaian obat generik selama periode tahun
sebelumnya yaitu tahun 2014. Harga obat generik diambil
berdasarkan e-Catalogue Obat Pemerintah Indonesia dan jumlah
pemakaian berdasarkan permintaan obat generik dari Apotek ke
Gudang Farmasi RSU Haji Medan selama tahun 2014.
73
Berikut adalah hasil analisis ABC obat generik berdasarkan
jumlah pemakaian tahun 2014:
Tabel 5.3
Analisis ABC Berdasarkan Jumlah Pemakaian
Obat Generik Tahun 2014
Kelompok
Obat
Jumlah
Jenis
Obat
Persentase
Jumlah Jenis
Obat
(%)
Jumlah
Pemakaian
Persentase
Jumlah
Pemakaian
(%)
Kelompok A 22 13,25 745.999 69,41
Kelompok B 29 17,47 220.873 20,55
Kelompok C 115 69,28 107.964 10,04
Total 166 100 1.074.836 100
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder
Tabel di atas menunjukan kelompok obat generik berdasarkan
jumlah pemakaian (lampiran 9). Obat generik yang termasuk
kelompok A adalah sebanyak 22 jenis obat atau 13,25% dari
seluruh jenis persediaan obat generik dengan jumlah pemakaian
sebanyak 745.999 item atau 69,41% dari total pemakaian obat
generik di RSU Haji Medan tahun 2014. Obat yang termasuk ke
dalam kelompok A adalah dengan pemakaian yang tinggi (fast
moving). Obat generik yang termasuk kelompok B adalah 29 jenis
obat atau 17,47% dari seluruh jenis persediaan obat generik dengan
jumlah pemakaian sebanyak 220.873 item atau 20,55% dari total
pemakaian obat generik di RSU Haji Medan tahun 2014. Obat yang
termasuk ke dalam kelompok B adalah dengan pemakaian yang
sedang (moderate).
74
Sedangkan obat generik yang termasuk kelompok C adalah
sebanyak 115 jenis obat atau 6,28% dari seluruh jenis persediaan
obat generik dengan jumlah pemakaian sebanyak 107.964 item atau
10,04% dari total pemakaian obat generik di RSU Haji Medan
tahun 2014. Obat yang termasuk ke dalam kelompok C ini adalah
dengan pemakaian yang rendah (slow moving).
Berikut adalah hasil analisis ABC obat generik berdasarkan nilai
investasi tahun 2014:
Tabel 5.4
Analisis ABC berdasarkan Nilai Investasi
Obat Generik Tahun 2014
Kelompok
Obat
Jumlah
Jenis
Obat
Persentase
Jumlah Jenis
Obat
(%)
Nilai
Investasi
Persentase
Nilai
Investasi
(%)
Kelompok A 26 15,66 931.385.322 69,57
Kelompok B 33 19,88 269.557.806 20,14
Kelompok C 107 64,46 137.800.964 10,29
Total 166 100 1.338.744.092 100
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder
Tabel di atas menunjukan kelompok obat generik berdasarkan
nilai investasi (lampiran 10). Obat generik yang tergolong
kelompok A adalah sebanyak 26 jenis obat atau 15,66% dari
seluruh obat generik dengan nilai investasi sebesar Rp.
931.385.322,00 atau 69,57% dari total investasi obat generik di
Gudang Farmasi RSU Haji Medan.
75
Obat generik yang tergolong kelompok B adalah sebanyak 33
jenis obat atau 19,88% dari seluruh obat generik dengan nilai
investasi sebesar Rp. 269.557.806,00 atau 20,14% dari total
investasi obat generik di Gudang Farmasi RSU Haji Medan.
Sedangkan obat generik yang tergolong kelompok C adalah
sebanyak 107 jenis obat atau 64,46% dari seluruh obat generik
dengan nilai investasi sebesar Rp. 137.800.964,00 atau 10,29% dari
total investasi obat generik di Gudang Farmasi RSU Haji Medan.
c. Output Pengelompokan Obat Generik Melalui Metode Analisis
ABC
Berdasarkan perhitungan metode analisis ABC diketahui bahwa
obat generik yang tergolong kelompok A adalah sebanyak 26 jenis
obat atau 15,66% dari seluruh obat generik dengan nilai investasi
sebesar Rp. 931.385.322,00 atau 69,57% dari total investasi obat
generik di Gudang Farmasi RSU Haji Medan.
Berdasarkan perhitungan metode analis ABC yang termasuk
kelompok A, didapatkan hasil yaitu obat Methylprednisolon inj 125
mg/ 2 ml menempati peringkat pertama dalam pengelompokkan
obat berdasarkan analisis ABC investasi. Yang artinya obat
Methylprednisolon 125 mg/ ml merupakan obat dengan nilai
pemakaian paling tinggi dan pemakaian anggaran paling besar,
Sehingga obat tersebut harus memiliki kontrol persediaan yang
lebih ketat dengan melakukan perhitungan jumlah pemesanan
76
optimum melalui Economic Order Quantity (EOQ) dan waktu
pemesanan kembali melalui Reorder Point (ROP).
2. Perhitungan EOQ Obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml
Menurut Rangkuti (1996), masing-masing jenis barang membutuhkan
analisis tersendiri untuk mengetahui order size dan order point. Oleh
karena itu, penghitungan economic order quantity dilakukan untuk barang-
barang dalam kelompok A. Obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml
merupakan kategori kelompok A dengan nilai investasi tertinggi
berdasarkan metode ABC.
Dalam pelaksanaan pemesanan obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2
ml di RSU Haji Medan tidak ada perhitungan khusus mengenai jumlah
pemesanan. Jumlah pemesanan tergantung pada pemakaian bulan-bulan
sebelumnya. Sebagaimana hasil wawancara dengan informan berikut ini:
“Kita biasanya mesan Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml dengan
memperkirakan berdasarkan pemakaian tahun sebelumnya
diperkirakan untuk memesan tahun berikutnya dilihat pemakaian tahun
sebelumnya, biasanya tidak beda jauh kok” (I1)
“Kita tidak menggunakan metode untuk menghitung pemesanan
Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml, kita biasanya berdasarkan
pemakaian sebelumnya, kalo pada obat tertentu permintaanya banyak
maka akan kita pesan banyak begitu juga kalau pemakaian sedikit
maka akan kita pesan sedikit. Juga kita lihat kalau ada penyakit yang
lagi banyak maka akan kita pesan banyak” (I5)
Hal ini dapat mengakibatkan pemborosan karena akan berisiko
meningkatnya biaya pemesanan jika pemesanan dilakukan dalam jumlah
yang sedikit atau meningkatkan biaya penyimpanan jika jumlah
pemesanan terlalu banyak.
77
Untuk mengetahui jumlah pemesanan yang optimum dalam setiap kali
melakukan pemesanan obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml di RSU
Haji Medan, dapat diterapkan metode Economic Order Quantity (EOQ).
Rumus untuk menentukan jumlah pemesanan optimum menurut Heizer
dan Render (2010), Bowersox (2010) dan Buffa (1997) adalah sebagai
berikut:
Keterangan:
Q = Jumlah optimum unit per pesan (EOQ)
D = Permintaan tahunan dalam unit untuk barang persediaan
S = Biaya pemesanan untuk setiap pesanan
H = Biaya penyimpanan perunit per tahun
Dalam menghitung besaran jumah pemesanan ekonomis atau Economic
Order Quantity (EOQ) pada setiap kali pesan, dibutuhkan data mengenai
jumlah permintaan per tahun, biaya pemesanan (ordering cost) dan biaya
penyimpanan (carrying cost). Jumlah permintaan per tahun dapat
diketahui berdasarkan hasil telaah dokumen. Biaya pemesanan dan biaya
penyimpanan diperoleh melalui wawancara dengan Bagian Logistik.
Untuk perhitungan komponen-komponen biaya pemesanan, peneliti
mengacu pada (Heizer dan Render (2010).Berikut adalah perhitungan
biaya pemesanan dan biaya penyimpanan:
78
a. Biaya Pemesanan
Biaya pemesanan mencakup biaya dari persediaan, formulir,
proses pesanan pembelian, dukungan administrasi
1) Biaya Telepon:
Biaya telepon = lama pemesanan (menit) x biaya
telepon/menit
Berdasarkan wawancara dengan informan berikut ini, rata-
rata waktu yang dibutuhkan dalam setiap kali melakukan
pemesanan adalah 5 menit:
“Pesannya dari telpon, kalau waktunya paling 5 menitan
lah udah cukup itu” (I1)
“Paling kira-kira mesannya 5 menit dari telpon, kurang
lebih segitu” (I3)
Distributor tempat pemesanan obat berada di kota Medan
sehingga untuk tarif telepon mengikuti telkom lokal. Tarif
telepon lokal adalah Rp. 250,00 per 2 menit
(www.telkom.co.id). Sehingga tarif telepon per menit adalah
Rp. 125,00.
Maka perhitungannya adalah:
Biaya telepon = lama pemesanan (menit) x biaya telepon/menit
Biaya telepon = 5 menit x Rp.125,00/menit
= Rp. 625,00
79
Jadi biaya telepon dalam setiap melakukan pemesanan adalah
Rp. 625,00
2) Biaya ATK/Administrasi
ATK yang digunakan oleh bagian gudang farmasi adalah,
Surat Pemesanan (SP) obat, buku tukar faktur, dan pita printer.
Hal ini sesuai dengan wawancara dengan informan berikut ini:
“Paling yang dibutuhkan untuk biaya ATK yaitu: kwitansi,
kertas pelaporan, buku tukar faktur, pita printer, selotip,
strappler. Paling itu aja yang dibutuhkan untuk
administrasi” (I1)
“kwitansi rawat jalan, kertas pelaporan, buku tukar faktur,
pita printer, solatip, strappler, udah kita paling butuh itu
aja” (I5)
Berikut adalah perhitungan biaya ATK dalam pemesanan
setiap bulan Gudang Farmasi RSU Haji Medan.
Tabel 5.5
Biaya ATK Dalam Pemesanan Setiap Bulan Gudang Farmasi
RSU Haji Medan
No Barang Banyak Harga @ Jumlah
1 Surat Pemesanan (SP) 2 box 9.000 18.000
2 Buku tukar faktur 2 buku 7.000 14.000
3 Pita printer 1 pita 30.000 30.000
Total Biaya 62.000
Sumber : Hasil pengolahan data sekunder
Berdasarkan perhitungan tersebut, biaya ATK/administrasi
dalam melakukan pemesanan di gudang farmasi dalam sebulan
adalah Rp. 62.000,00 sehingga biaya pemesanan dalam
setahun (12 bulan) adalah Rp 744.000,00. Selanjutnya untuk
80
menentukan biaya ATK/administrasi per pemesanan
dibutuhkan jumlah transaksi pemesanan dalam setahun yaitu
tahun 2014. Berdasarkan data yang diperoleh dari sistem
informasi RS di unit gudang farmasi, dalam setahun gudang
farmasi melakukan pemesanan sebanyak 1984 kali pada tahun
2014. Maka biaya ATK/administrasi per pemesanan adalah
biaya pemesanan setahun dibagi dengan jumlah transaksi
pemesanan setahun, yaitu Rp.375,00.
Berdasarkan rincian biaya pemesanan tersebut, maka biaya
pemesanan adalah:
Tabel 5.6
Total Biaya Perpemesanan di Gudang Farmasi
RSU Haji Medan
No Komponen Biaya Pemesanan Biaya/pemesanan (Rp)
1 Biaya telepon 625,00
2 Biaya ATK/Administrasi 375,00
Total biaya per pemesanan 1.000,00
Sumber: Hasil pengolahan data sekunder
b. Biaya penyimpanan
Biaya penyimpanan mencakup biaya terkait menyimpan atau
membawa persediaan selama waktu tertentu. Biaya penyimpanan
menurut Heizer dan Render (2010) adalah 26% dari unit cost
barang. Setelah diketahui jumlah pemakaian obat tahunan, biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan, kemudian dilakukan
81
perhitungan mengenai jumlah pemesanan optimum dalam setiap
kali pemesanan, angka untuk masing-masing obat tersebut
dimasukan ke dalam rumus seperti pada lampiran 10.
Perhitungan EOQ pada obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2
ml:
Obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml, berdasarkan
pengumpulan data dan telaah dokumen diperoleh angka sebagai
berikut:
Jumlah pemakaian tahunan = 8.076
Biaya Pemesanan = Rp. 1.000,00
Biaya Penyimpanan = Rp. 6.760,00
Maka Economic Order Quantity (EOQ) adalah:
Q2 = 2 x 8.076 x 1.000
6.760
Q = 49 vial
Jadi, jumlah pemesanan yang optimal dalam setiap kali
memesan obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml adalah 49
vial.
Kendala yang dirasakan oleh bagian gudang farmasi dalam
menghitung jumlah pemesanan adalah tidak didukung oleh
82
Sistem Informasi yang memadai, sehingga masih kesulitan untuk
mengetahui dan menghitung jumlah pemakaian obat setiap bulan
atau tahunan. Hal ini sesuai dengan pernyataan dari informan:
“Kendalanya tidak didukung oleh sistem informasi, masih
serba manual. Jadi agak susah untuk menghitung jumlah
pemakaian obat yang begitu banyak, juga ga ada patokan
untuk menghitungnya karena masih berdasarkan pengalaman
apotekernya” (I1)
“Kita ga bisa prediksi kunjungan pasien kadang ramai
kadang sepi, jadi kondisi ini yang membuat kita kada
kewalahan menghadapinya tidak sesuai perkiraan kita”. (I5)
3. Perhitungan ROP Obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml
Waktu dilakukan pemesanan obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml
di RSU Haji Medan dilakukan setiap bulan, tidak ada jadwal pasti kapan
akan dilakukan pemesanan. Pemesanan akan dilakukan berdasarkan
kebutuhan saja, yaitu dilihat dari jumlah stok yang masih tersedia di
gudang farmasi. Hal ini sesuai dengan hasil wawancara dengan informan:
“Kita melakukan pemesanan Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml
tergantung kebutuhan, bisa awal bulan, pertengahan bulan ataupun
akhir bulan. Kita mesan berdasarkan pemakaian obat sebelumnya”.(I1)
“Jadwalnya ga pasti tergantung kebutuhan aja, kalau obat
Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml udah kosong kita melakukan
pemesanan dan yang mau habis juga kita order, tapi kalau obat yang
cito hari itu juga akan kita pesan” (I3)
“Ga ada jadwal, yang penting sebulan sekali aja. Pokonya kalau diliat
stock udah kosong atau hampir kosong baru kita order lagi” (I5)
Untuk menentukan waktu pemesanan yang ideal untuk setiap obat
Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml dapat digunakan perhitungan Reorder
Point (ROP). Cara menghitung Reorder Point (ROP) menurut Heizer dan
Render (2010), Johns dan Harding (2001) adalah:
83
ROP = (d x L) +SS
Keterangan:
ROP = Reorder Point
d = permintaan harian
L = lead time (waktu tunggu)
SS = persediaan pengaman (safety stock)/buffer stock
Sedangkan untuk menentukan safety stock, perlu mempertimbangkan
target pencapaian kinerja (service level). Menurut Assauri (2004), jika
buffer stock/safety stock dengan service level dan standar lead time
diketahui dan bersifat konstan, maka perhitungannya adalah sebagai
berikut:
SS = Z x d x L
Keterangan :
SS = Safety Stock/Buffer stock
Z = Service level
D = Rata-rata pemakaian
L = Lead Time
Menurut informan lead time/waktu tunggu obat paling lama adalah 2
hari. Berikut merupakan kutipan hasil wawancara dengan informan:
84
“Dua hari paling lama udah nyampe” (I1)
“Kita mesan hari ini, besok udah diantar sama abangnya. Paling
lama 2 hari sudah nyampe” (I3)
“2 hari udah kita terima barangnya” (I5)
Berikut ini perhitungan Reorder Point (ROP) untuk obat
Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml:
Jumlah pemakaian tahun 2014 (D) = 8.076 Vial
Lead time (l) = 2 hari
Service level = 95%
Jumlah hari dalam setahun = 365
Maka :
Jumlah pemakaian rata-rata (d) = 8.076 vial/365 hari = 22 vial
Z (95%) = 1,65
Safety Stock (SS) = z x d x l
= 1,65 x 22 x 2
= 72,6 vial atau 72 vial
Jadi safety stock/stokpengaman untuk obat Methylprednisolon inj 125
mg/2 ml adalah 72 vial.
ROP = (d x l) + SS
= (22 x 2) + 72
= 116 vial
Jadi, Reorder Point (ROP) untuk obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml
adalah 116 vial.
85
Berdasarkan perhitungan tersebut, artinya pada leadtime/waktu tunggu
selama 2 hari dengan pemakaian rata-rata perhari adalah 22, obat
Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml dapat dilakukan pemesanan kembali
ketika stok obat sudah mencapai 116 vial.
Kendala yang dirasakan oleh gudang farmasi dalam menentukan kapan
waktu pemesanan kembali dilakukan adalah tidak adanya perhitungan,
belum adanya sistem informasi yang memadai. Berikut merupakan hasil
wawancara dengan informan:
“Semua masih manual, jadi harus sering ngecek kartu stok. Terkadang
lupa nge cek, eh… ternyata sudah kosong. Yaudah langsung di pesan
karena ga ada buffer stocknya, jadi harus mesan karena stoknya udah
kosong” (I1)
“Terkadang lupa ngecek kartu stok ternyata uda habis, jadi harus
mesan” (I5)
C. Efektivitas Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125
mg/ 2 ml Pasca Penerapan Metode ABC, EOQ dan ROP di Gudang
Farmasi RSU Haji Medan
Setelah dilakukan penerepan metode ABC, Economic Order Quantity
(EOQ) dan Reorder Point (ROP) di gudang farmasi Rumah Sakit Umum
Haji Medan pada bulan Juni 2015 didapatkan hasil bahwasanya dengan
menggunakan metode tersebut dapat mengatasi permasalahan stock out
obat sehingga tidak terjadi pembelian secara cito terhadap obat
Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml. Hal ini berdasarkan hasil wawancara
terhadap informan:
“Kita sudah menerapkan hasil perhitungan dengan metode ABC, EOQ
dan ROP tersebut, ternyatata hasilnya jauh lebih baik. Jadi persediaan
obat kita ga kosong lagi. Penerapannya baru kita coba untuk obat
86
Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml. Untuk bulan ini, kita ga ada cito
untuk obat tersebut” (I1)
“Bulan kemaren kita udah coba pake perhitungan ABC, EOQ dan ROP
ternyata jauh lebih baik kalau dibandingkan dengan metode kita
selama ini yang hanya berdasarkan pengalaman. Untuk bulan kemaren
persediaan kita ada, kita ga ada cito untuk obat Methylprednisolon inj
125 mg/ 2 ml. Bisa jadi masukan untuk kita terapkan untuk semua jenis
obat” (I3)
“Perhitungan ABC, EOQ dan ROP udah kita coba untuk perencanaan
bulan kemaren, tapi Cuma untuk obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2
ml, hasilnya lebih baik kalau dibandingkan dengan perkiraan apoteker.
Untuk bulan kemaren kita tidak cito obat Methylprednisolon inj 125
mg/ 2ml” (I5)
Dengan penerapan metode ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan
Reorder Point (ROP) efektif dalam mengatasi permasalahan stock out obat
Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml pada bulan Juni 2015 di gudang
farmasi RSU Haji Medan. Hal ini sesuai pernyataan informan:
“Setelah kita coba metode ABC, EOQ dan ROP nya ternyata lebih
efektif dibanding dengan metode yang kita pakai sebelumnya, kita ga
ada cito untuk obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml bulan kemaren”
(I1)
“Lebih efektif make metode ABC dibanding berdasarkan perkiraan
kita, jadi kita ga rugi keuangannya karena bayar mahal untuk beli
cito” (I3)
“Metode ABC efektif untuk pengendalian persediaan jadi ada
perhitungan yang riil bukan hanya perkiraan saja, jadi dapat
mengatasi stock out obat jadi kita ga cito lagi” (I5)
87
BAB VI
PEMBAHASAN
A. Keterbatasan Penelitian
Penelitian dilakukan melalui efektivitas pengendalian persediaan obat
Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml menggunakan data terkait persediaan
obat generik selama periode tahun 2014 di Rumah Sakit Umum Haji Medan.
Keterbatasan dalam penelitian ini adalah: penerapan metode ABC, EOQ dan
ROP belum terimplementasikan secara keseluruhan dikarenakan keterbatasan
waktu dan faktor SDM tidak dibahas secara mendalam serta komponen biaya
penyimpanan (biaya gedung, biaya penanganan bahan, biaya pekerja dan
biaya investasi) tidak dihitung secara rinci karena data tidak tersedia sehingga
perhitungan biaya penyimpanan menggunakan teori Heizer dan Render
(2010), yaitu 26% dari harga barang.
B. Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml
Sebelum Penerapan Metode ABC, EOQ dan ROP di Gudang Farmasi
Rumah Sakit Umum Haji Medan
RSU Haji Medan didukung oleh instalasi farmasi khususnya gudang
farmasi yang bertanggung jawab mengelola dan menyelenggarakan kegiatan
yang mendukung ketersediaan obat dan alat kesehatan di RSU Haji Medan.
Agar ketersediaan obat dapat berjalan dengan baik, yaitu dengan jumlah yang
tepat, disediakan pada waktu yang dibutuhkan dan dengan biaya yang
87
88
terendah-rendahnya maka unit gudang farmasi RSU Haji Medan berupaya
melakukan pengendalian persediaan.
Menurut Aditama (2000), pengendalian merupakan fungsi inti dalam
manajemen logistik yang kegiatannya meliputi pengawasan dan pengamanan
keseluruhan pengelolaan logistik. Dalam fungsi ini terdapat kegiatan
pengendalian inventarisasi (inventory control) dan expediting yang
merupakan unsur-unsur utamanya. Pengendalian persediaan (inventory
control) merupakan kegiatan yang dilakukan untuk mengawasi dan mengatur
tingkat persediaan yang optimum agar dapat memenuhi kebutuhan bahan
dalam jumlah, mutu, dan waktu yang tepat serta dengan jumlah biaya yang
rendah. Subagya (1994) menjelaskan bahwa fungsi pengendalian
mengandung kegiatan:
1. Inventarisasi, menyangkut kegiatan-kegiatan dalam perolehan data
logistik.
2. Pengawasan, menyangkut kegiatan-kegiatan untuk menetapkan ada
tidaknya deviasi-deviasi penyelenggaraan dari rencana-rencana
logistik.
3. Evaluasi, menyangkut kegiatan-kegiatan memonitor, menilai dan
membentuk data-data logistik yang diperlukan hingga merupakan
informasi bagi fungsi logistik lainnya.
Dari hasil penelitian yang dilakukan di Gudang Farmasi RSU Haji Medan,
diketahui bahwa dalam melakukan pengendalian persediaan obat, dilakukan
berbagai bentuk upaya sebagai berikut:
89
1. Stock Opname
Menurut Aditama (2000), inventory control bertujuan untuk menciptakan
keseimbangan antara persediaan dan permintaan. Sehingga, hasil stock
opname harus seimbang dengan permintaan yang didasarkan atas satu
kesatuan waktu tertentu, misalnya satu bulan, dua bulan atau kurang dari satu
tahun. Stock opname di gudang farmasi RSU Haji Medan dilaksanakan setiap
6 bulan sekali untuk mengecek dan mencocokan kondisi fisik barang dengan
kartu stok, yang bertujuan untuk menilai dan mengetahui jumlah
aset/kekayaan rumah sakit saat akhir tahun. Hal yang sama juga dilakukan
pada obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml. Pada saat stock opname,
dilakukan pengecekan seluruh persediaan yang ada di gudang dengan
memeriksa fisik barang, menyeleksi atau mencatat expired date obat yang
akan segera kadaluarsa, dan mencocokkan jumlah persediaan antara fisik
dengan kartu stok, Obat yang mendekati kadaluarsa akan diinformasikan
kepada dokter agar digunakan terlebih dahulu atau dikembalikan kepada
distributor. Hal ini sudah sesuai menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat
Kesehatan Kemenkes RI (2010), yaitu stock opname diperlukan untuk
kebutuhan audit dan perencanaan yang wajib dilakukan.
2. Kartu Stock
Pencatatan merupakan salah satu bentuk pengendalian yang dapat
dilakukan. Hal ini sesuai dengan pernyataan Subagya (1994) dimana salah
satu kegiatan dalam fungsi pengendalian adalah inventarisasi yang
menyangkut kegiatan-kegiatan dalam perolehan data logistik.
90
Sistem pencatatan persediaan yang dilakukan oleh gudang farmasi RSU
Haji Medan adalah melalui kartu stok. Barang yang diterima dari rekanan
dilakukan pemeriksaan atas kesesuaiannya dengan permintaan dan dibuatkan
Berita Acara Penerimaan Barang (BAPB) kemudian barang disimpan ke
dalam rak-rak penyimpanan dan dilakukan pencatatan ke dalam kartu stok
manual. pengecekan harus dilakukan secara rutin setiap hari untuk
menghitung dan mencocokkan jumlah persediaan antara kartu stok manual
maupun sistem dengan fisik obat, agar tidak terjadi selisih barang.
Penggunaan kartu stok tersebut sesuai dengan teori Rangkuti (1996) yang
menyebutkan bahwa untuk mengendalikan pengeluaran barang dari gudang
diperlukan sistem pengendalian dengan menggunakan kartu-kartu dan surat
pengeluaran barang. Kartu yang dimaksud ialah Kartu Bahan (Material
Ledger Card) atau Lembaran Stok (Stock Ledger Sheets). Kartu ini juga biasa
disebut dengan Kartu Persediaan yang merupakan kartu tambahan untuk
persediaan yang berisi informasi mengenai berapa jumlah barang, kapan
diterimanya suatu barang, kapan dan berapa jumlah yang dikeluarkan, serta
berapa sisa yang tersedia. Pengisian kartu tersebut dilakukan berdasarkan
faktur yang telah disetujui dan dokumen-dokumen pendukung, seperti surat
pesanan, laporan penerimaan barang, dan surat permintaan barang. Selain itu,
diperlukan juga pemeriksaan fisik di gudang secara periodik untuk
mencocokkan saldo barang yang tersedia di gudang dengan saldo pencatatan.
91
3. Buku Defekta
Menurut Seto (2004), pencatatan dalam persediaan adalah untuk menjamin
obat-obat yang ada dalam persediaan dipergunakan secara efisien. Pencatatan
tersebut meliputi penerimaan, persediaan di gudang dan penerimaan barang
(dagangan), barang pembantu, inventaris dan lain-lain. Begitu juga di Gudang
Farmasi RSU Haji Medan, terdapat buku defekta yang berfungsi pencatatan
mengenai permintaan dan pengiriman obat dari gudang farmasi ke apotek.
Obat yang diminta oleh apotek dicatat dalam buku tersebut, selanjutnya staf
gudang farmasi memeriksa stok yang ada apakah cukup untuk memenuhi
permintaan, setelah itu jumlah obat yang dikirim dan sisa stok yang ada di
gudang farmasi dicatat dalam buku tersebut. Hal ini sesuai dengan Dirjend
Binakefarmasian dan Alat Kesehatan RI (2010) yang menjelaskan bahwa
pencatatan merupakan suatu kegiatan yang bertujuan untuk memonitor
transaksi perbekalan farmasi yang keluar dan masuk di lingkungan IFRS.
4. Laporan
Kepala Unit Farmasi setiap bulan melaporkan pembelian obat dan jatuh
tempo pembayaran kepada Kepala Bidang Penunjang Medis, yang
selanjutnya akan diteruskan kepada Kepala Bagian Keuangan. Selain itu
Kepala Unit Farmasi melaporkan jenis persediaan perbekalan farmasi dan
pemakaian perbekalan farmasi.
92
C. Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml
dengan Penerapan Metode ABC, EOQ dan ROP di Gudang Farmasi
Rumah Sakit Umum Haji Medan
1. Sistem Pengelompokan Obat Generik dengan Metode ABC
a. Input (masukan) dari SDM dan Metode
Input (masukan) adalah segala sesuatu yang dibutuhkan untuk
dapat melaksanakan suatu pekerjaan (Azwar, 1996). Input
(masukan) dalam penelitian ini terdiri dari sumber daya manusia
(man) dan metode (method).
1) Sumber Daya Manusia
Sumber Daya Manusia (SDM) salah satu input yang sangat
penting dalam organisasi. Sukses tidaknya suatu organisasi
sangat ditentukan oleh sumber daya manusia yang
memberikan bakat, kerja, kreatifitas dan semangatnya pada
organisasi.
a) Kecukupan dan Kesesuaian tentang pengetahuan
dan pengalaman
Penilaian terhadap kecukupan dan kesesuaian
meliputi kecukupan dalam jumlah, yang
pengetahuan dan keterampilan serta kesesuiaan
antara posisi dan tugas yang didapatkan dengan
pendidikan dan pengalaman.
Jumlah SDM di unit farmasi ini saat ini 31
orang, yang terdiri dari 4 orang apoteker, 9 orang
93
asisten apoteker. Dengan jumlah tenaga yang sudah
cukup banyak dan pembagian tugas dan shif yang
sesuai dengan jam kerja dirasakan kebutuhan tenaga
di unit farmasi sudah cukup.
Petugas dibagian pengelolaan obat memiliki
latar belakang pendidikan yang berbeda-beda.
Pekerjaan yang mereka geluti sesuai dengan latar
belakang dan pendidikan mereka dimana hampir
semua berasal dari pendidikan farmasi. Latar
belakang beberapa orang di bagian penunjang yang
tidak sesuai tetapi tidak menghambat jalannya
kegiatan kefarmasian, karena mereka diawasi oleh
karyawan lain yang sesuai dan sudah senior.
Cukup tidaknya jumlah karyawan ini didasarkan
pada analisa jabatan dan struktur organisasi yang
ada. Meskipun dalam analisis jabatan tersebut
hanya ditetapkan syarat kualitas bukan kuantitas
namun dengan analisis jabatan tersebut kita dapat
menetapkan jumlah karyawan secara tepat dari segi
kuantitas (Handoko, 1996).
Sesuai dengan analisis jabatan dan struktur
organisasi yang ada di unit farmasi RSU Haji
Medan maka satu orang sebagai kepala Unit
Farmasi, 2 orang wakil , 4 orang koordinator,
94
supervisor dan selebihnya pelaksana. Khusus
bagian gudang / logistik obat terdapat 4 orang yang
bertanggung jawab atas pemesanan dan persediaan
obat. Dengan analisis jabatan dan uraian tugas
maka jumlah yang ada sekarang udah cukup.
b) Kesesuaian uraian tugas di bagian SDM
Petugas pengelolaan obat sudah melaksnakan
tugas sesuai dengan uraian tugas masing-masing.
Berdasarkan hasil wawancara dengan informan
tentang uraian tugas dan pelaksanaan tugas kerja
maka setiap karyawan sudah mengerti dan
memahami uraian tugas mereka masing-masing
serta bertanggung jawab atas pekerjaan mereka.
2) Metode
Dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) Unit
Farmasi RSU Haji Medan, penentuan kebutuhan
didasarkan kepada data kebutuhan, data prediksi penyakit,
jumlah persediaan barang di gudang, usulan masing-
masing unit, perhitungan pareto (fast moving, moderate dan
slow moving) dan obat essensial.
Namun dalam menentukan fast moving, moderate dan
slow moving belum pernah dilakukan perhitungan
berdasarkan data riil obat baik dari jumlah pemakaian
maupun nilai investasi. Selama ini pengelompokan
95
persediaan hanya berdasarkan pengalaman saja. Obat yang
sering diminta oleh apotek disebut fast moving dan obat
yang jarang diminta disebut slow moving.
Metode pengendalian persediaan yang dilakukan RSU
Haji Medan belum sesuai dengan John dan Harding (2001),
pengendalian persediaan dikatakan efektif harus dapat
menjawab tiga pertanyaan dasar, yaitu obat apa yang akan
menjadi prioritas untuk dikendalikan, berapa banyak yang
harus dipesan dan kapan seharusnya dilakukan pemesanan
kembali.
b. Proses Pengelompokan Obat Generik Melalui Metode Analisis
ABC
Menurut Sabarguna (2005), ciri logistik/persediaan rumah
sakit yaitu: spesifik (obat alkes, film, rontgen, dan lain-lain);
harga yang variatif; dan jumlah item yang sangat banyak. Begitu
juga dengan perbekalan farmasi di RSU Haji Medan memiliki
karakteristik yang berbeda satu sama lain, baik dari jenis obat-
obatan, alat kesehatan dan reagen. Setiap perbekalan farmasi
tersebut berbeda dari segi jumlah kebutuhan per item maupun
harga per item. RSU Haji Medan fokus pada pelayanan kepada
masyarakat menengah ke bawah dengan program khusus
Jamkesmas dan Jampersal, sehingga obat-obat yang sering
digunakan adalah obat generik yang penggunaannya disarankan
oleh pemerintah.
96
Sebagaimana diatur dalam Permenkes RI Nomor
HK.02/02/Menkes/068/I/2010 tentang Kewajiban Menggunakan
Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan Pemerintah, obat
generik merupakan obat dengan nama resmi International
Nonpropoetary Names (INN) yang ditetapkan dalam Farmakope
Indonesia atau buku standar lainnya untuk zat berkhasiat yang
dikandungnya. Selain jauh lebih murah, kualitas dan khasiatnya
sama seperti obat bernama dagang (bermerek).
Berdasarkan daftar obat generik yang terdapat E-Catalogue
Obat Pemerintah Indonesia Provinsi Sumatera Utara, obat generik
yang digunakan di RSU Haji Medan adalah sebanyak 166 jenis
obat dari 777 jenis obat yang terdaftar dalam e-katalog tersebut.
Setiap jenis obat tersebut memiliki karakteristik yang berbeda
baik dari jumlah pemakaian maupun harga, yang keduanya
menentukan nilai investasi obat.
Menurut Ahyari (1987), dalam kenyataannnnya akan terdapat
bahan baku yang dipergunakan dalam jumlah unit yang besar
namun nilai rupiah yang kecil, sebaliknya akan terdapat sejumlah
bahan baku dalam nilai rupiah yang tinggi walaupun jumlah unit
fisiknya tidak berapa besar. Berdasarkan hasil perhitungan
mengenai jumlah pemakaian dan nilai investasi berdasarkan
kemasan obat generik di gudang farmasi tahun 2014, terlihat
bahwa obat generik dengan kemasan tablet adalah yang paling
banyak digunakan baik dari jenis obat maupun jumlah pemakaian,
97
yaitu sebanyak 73 jenis obat dengan jumlah pemakaian sebanyak
665.297 tablet. Namun bukan berarti obat dengan satuan/kemasan
tersebut memiliki nilai investasi yang paling tinggi. Nilai
investasi tertinggi adalah obat dengan satuan/kemasan vial. Obat
tersebut bernilai Rp. 357.535.538,00 walaupun hanya 16 jenis
obat dengan jumlah pemakaian sebanyak 23.621 vial.
Sehingga diperlukan perlakuan yang berbeda terhadap setiap
jenis obat terutama pada obat dengan nilai investasi tinggi. Hal ini
sesuai menurut Heizer dan Reider (2010), apabila bahan
diperlakukan sama rata, maka tindakan tersebut terkadang akan
merugikan perusahaan karena terdapat perbedaan nilai mata uang
dari bahan yang dipergunakan. Oleh sebab itu diperlukan
pengelompokkan obat berdasarkan nilai investasinya agar dapat
menentukkan prioritas persediaan. Untuk menentukkan prioritas
persediaan cara yang paling umum digunakan adalah dengan
analisis ABC.
Penentuan persediaan obat yang dilakukan oleh unit gudang
farmasi RSU Haji Medan berpedoman pada formularium rumah
sakit sebagai dasar penyusunan kebutuhan obat. Namun
permintaan obat di luar formularium masih terjadi. Hal ini
disebabkan adanya kasus penyakit baru yang diderita pasien,
sehingga obatnya belum terdapat pada daftar formularium rumah
sakit. Menurut Seto (2004), penentuan kebutuhan obat di rumah
sakit harus berpedoman kepada daftar obat essensial, formularium
98
rumah sakit, standar terapi dan jenis penyakit di rumah sakit. Hal
ini menunjukkan bahwa RSU Haji Medan dalam melakukan
penentuan kebutuhan dilakukan sesuai dengan teori menurut Seto
(2004), yaitu dengan menggunakan formularium rumah sakit,
namun belum sepenuhnya dapat terlaksanan dengan baik, karena
masih adanya kasus permintaan obat di luar formularium rumah
sakit.
Berdasarkan hasil wawancara dengan 3 informan yang telah
dilakukan, dalam penentuan kebutuhan di RSU Haji Medan
dilakukan berdasarkan banyaknya jumlah pemakaian pada
periode sebelumnya. Kelompok obat yang tergolong fast moving
akan disediakan dengan jumlah yang lebih banyak, begitupun
sebaliknya, obat yang tergolong slow moving akan disediakan
lebih sedikit. Namun dalam pelaksanaannya untuk menentukan
obat yang fast moving atau slow moving dan obat dengan nilai
investasi tinggi atau nilai investasi rendah tidak ditentukan
menggunakan analisis ABC.
Berikut adalah pengelompokan obat generik menggunakan
analisis ABC pemakaian dan investasi:
1) Analisis ABC Pemakaian
Pada umumnya persediaan terdiri dari berbagai jenis
barang yang sangat banyak jumlahnya. Masing-masing jenis
barang membutuhkan analisis tersendiri untuk mengetahui
besarnya order size dan order point. Namun, berbagai jenis
99
barang yang ada dalam persediaan tersebut tidak seluruhnya
memiliki tingkat prioritas yang sama. Sehingga, untuk
mengetahui jenis-jenis barang yang perlu mendapat prioritas,
dapat digunakan analisis ABC, karena analisis ini dapat
mengklasifikasi seluruh jenis barang berdasarkan tingkat
kepentingannya (Rangkuti, 1996).
Berdasarkan hasil telaah dokumen berupa data pemakaian
obat generik selama tahun 2014, diperoleh hasil analisis ABC
pemakaian terhadap 166 item obat generik yang tersedia di
gudang yaitu terdapat 22 item atau 13,25% dari total item
obat generik termasuk ke dalam kelompok A dengan
pemakaian tinggi yaitu sebesar 745.999 atau 69,41% dari
total pemakaian obat generik keseluruhan. Kelompok B
terdiri dari 29 item atau 17,47% dari total item obat generik
dengan jumlah pemakaian sedang yaitu sebesar 220.873 atau
20,55% dari total pemakaian obat generik keseluruhan.
Sedangkan, kelompok C terdiri dari 115 item atau 69,28%
dari total item obat generik dengan jumlah pemakaian rendah,
yaitu sebesar 107.964 atau 10,04% dari total pemakaian obat
generik keseluruhan. Hasil analisis ABC pemakaian dapat
digambarkan sebagai berikut.
100
Gambar 6.1. Pengelompokan Obat Generik Berdasarkan Analisis
ABC Pemakaian Tahun 2014
Hasil analisis ABC pemakaian yang disajikan pada gambar
diatas, diketahui bahwa obat generik yang termasuk kelompok A
(fast moving) hanya 13,25% dari seluruh jenis obat generik yang
diminta oleh apotek, namun obat ini paling banyak diminta oleh
apotek untuk memenuhi kebutuhan obat pasien yaitu sebesar
69,41% dari total pemakaian. Sebagaimana menurut Seto (2004)
Kelompok A merupakan obat yang cepat laku. Meskipun hanya
ada sedikit kelompok A dalam persediaan apotek, tetapi karena
kelompok tersebut sangat tinggi permintaannya, merupakan obat
yang berputar dengan cepat.
Merurut Seto (2004), kelompok B mempunyai penjualan
rata-rata dan perputaran inventaris. Di Gudang Farmasi RSU Haji
Medan, obat yang termasuk kelompok B (moderate) merupakan
jenis obat yang sedang/agak lambat perputarannya, yaitu 17,47%
0
10
20
30
40
50
60
70
%Jumlah item(166 item)
% JumlahPemakaian(1.074.836)
13.25
69.41
17.47 20.55
69.28
10.04
A B C
101
dari seluruh jenis obat generik yang diminta apotek dan
pemakaian yang sedang juga yaitu sebesar 20,55% dari total
pemakaian.
Sedangkan obat yang termasuk kelompok C (slow moving)
merupakan obat generik yang paling banyak jenisnya, yaitu
69,28% dari seluruh jenis obat generik yang diminta oleh apotek
namun dengan pemakaian yang paling sedikit/jarang digunakan
yaitu hanya 10,04% dari total pemakaian. Sebagaimana menurut
Seto (2004), Kelompok C adalah obat yang paling lambat
lakunya, obat produk yang paling kurang diminta.
Oleh karena itu pengendalian yang dapat dilakukan untuk
masing-masing kelompok adalah:
a) Kelompok A
Dengan memperhatikan persediaan 22 jenis obat yang
tergolong kelompok A, gudang farmasi akan dapat
memenuhi ketersediaan obat sebanyak 69,41%. Artinya,
ketersediaan obat tersebut sangat penting diperhatikan dan
harus selalu tersedia di gudang farmasi karena memiliki
nilai pemakaian yang paling tinggi/sering diminta oleh
apotek. Selain itu pengawasan dan pemantauan fisik
persediaan harus lebih teliti dan ketat.
b) Kelompok B
Dengan memperhatikan 29 jenis obat yang tergolong
kelompok B, gudang farmasi akan dapat memenuhi
ketersediaan obat atau permintaan apotek sebanyak
102
20,55%. Ketersediaan obat ini cukup penting diperhatikan
setelah obat kelompok A.
Menurut Seto (2004), karena kelompok B merupakan
jumlah yang jauh lebih besar dan merupakan proporsi
penjualan yang lebih kecil, tidak perlu dan tidak efisien
untuk memonitor obat-obat tersebut seketat kelompok A.
Biasanya dapat cukup dikendalikan dengan menggunakan
kartu stok gudang dan kartu stok di ruang peracikan dan
penjualan eceran.
c) Kelompok C
Dengan memperhatikan 115 jenis obat yang tergolong
kelompok C dapat memenuhi ketersediaan obat atau
permintaan obat oleh apotek sebanyak 10,04%.
Penggunaan/permintaan obat ini sedikit namun dengan
jenis yang paling banyak yaitu 69,28% dari seluruh obat
generik yang ada.
Sama seperti kelompok B, menurut Seto (2004), karena
kelompok C merupakan jumlah yang jauh lebih besar dan
merupakan proporsi penjualan yang lebih kecil, tidak perlu
dan tidak efisien untuk memonitor obat-obat tersebut
seketat kelompok A. Biasanya dapat cukup dikendalikan
dengan menggunakan kartu stok gudang dan kartu stok di
ruang peracikan dan penjualan eceran.
Menurut Seto (2004), bahwa pengelola secara periodik
seharusnya memonitor kelompok C untuk menentukan
103
apakah obat tersebut semestinya disingkirkan dari
persediaan. Menyingkirkan kelompok C yang lambat
lakunya merupakan metode praktis mengurangi jumlah
obat dan investasi dalam persediaan, tapi memberikan
pengaruh yang kecil pada penjualan dan biaya kehabisan
persediaan.
Oleh karena itu, selain menggunakan kartu stok,
diperlukan perhatian khusus terhadap obat yang tidak
berjalan. Perlu diperhatikan jenis persediaan dengan
mengurangi variasi merk obat yang berbeda namun
memiliki kandungan yang sama.
2) Nilai Investasi Obat Generik
Berdasarkan hasil analisis ABC investasi terhadap 166
item obat generik di gudang, diperoleh informasi bahwa
kelompok A terdiri dari 26 item atau 15,66% dari total item
obat generik dengan nilai investasi tinggi sebesar Rp
931.385.322,00 atau mengambil porsi sebesar 69,57% dari
total nilai investasi obat generik keseluruhan. Kelompok B
terdiri dari 33 item atau 19,88% dari total item obat generik
dengan nilai investasi sedang sebesar Rp 269.557.806,00 atau
mengambil porsi sebesar 20,14% dari total nilai investasi
obat generik keseluruhan. Kelompok C terdiri dari 107 item
obat generik atau 64,46% dari total item obat generik dengan
nilai investasi rendah sebesar Rp 137.800.964,00 atau
104
mengambil porsi 10,29% dari total nilai investasi obat
generik keseluruhan. Hasil analisis ABC investasi dapat
digambarkan sebagai berikut:
Gambar 6.2. Pengelompokan Obat Generik Berdasarkan
Analisis ABC Investasi Tahun 2014
Berdasarkan gambar diatas diketahui bahwa hasil analisis
ABC investasi bahwa obat generik yang termasuk kelompok A
hanya 15,66% dari seluruh jenis obat generik yang diminta oleh
apotek dengannilai investasi tertinggi adalah obat
Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml, namun obat ini menyerap
anggaran rumah sakit paling banyak dibandingkan obat generik
lainnya, yaitu sebesar 69,57% dari total penggunaan anggaran
obat generik. Kelompok B 19,88% dari seluruh jenis obat
generik dan menyerap anggaran rumah sakit sebesar 20,14%
dari total nilai investasi. Sedangkan obat yang termasuk
kelompok C merupakan jenis obat yang paling banyak, yaitu
0
10
20
30
40
50
60
70
% Jumlah item(166)
% Investasi(1.338.744.092)
15.66
69.57
19.88 20.14
64.46
10.29
A B C
105
64,46% dari seluruh jenis obat generik yang diminta oleh
apotek, namun menyerap anggaran paling sedikit, yaitu hanya
10,29% dari total penggunaan anggaran untuk obat generik.
Gagasan analisis ABC adalah untuk membuat kebijkan-
kebijakan persediaan yang memfokuskan persediaan pada
bagian-bagian persediaan yang kritis namun sedikit bukan pada
yang banyak namun spele. Tidaklah realistis jika memantau
barang yang tidak mahal dengan intensitas yang sama dengan
barang yang sangat mahal (Heizer dan Render, 2010).
Penggunaan analisis ini memungkinkan teridentifikasinya
barang yang benar-benar berpengaruh pada kinerja sediaan,
sehingga manajemen yang efektif dapat berkonsentrasi pada
barang yang itemnya sedikit tersebut tanpa mengabaikan yang
lain (Johns dan Harding, 2001).
Oleh karena itu pengendalian yang dapat dilakukan untuk
masing-masing kelompok adalah:
a) Kelompok A
Kelompok A merupakan barang dengan jumlah unit
fisik kecil atau rendah namun jumlah rupiahnya tinggi
(Ahyari, 1987). Pada persediaan obat generik di RSU Haji
Medan, dengan memperhatikan ketersediaan 26 jenis obat
generik yang tergolong A dapat mengoptimalkan
persediaan dan pemakaian anggaran sebesar 69,57%.
Sehingga menurut Heizer dan Render (2010), obat
tersebut harus memiliki kontrol persediaan yang lebih
106
ketat, akurasi pencatatan yang lebih sering diverifikasi.
Pengawasan fisik dapat dilakukan lebih ketat dan secara
periodik setiap bulan.
Menurut Seto (2004), kelompok A seharusnya
dimonitor dengan hati-hati, angka pemesanan ulang dan
EOQ-nya seharunya dihitung. Sehingga dalam penelitian
ini obat yang termasuk kelompok A dihitung EOQ
(Economic Order Quantity) untuk menentukan jumlah
pemesanan yang ideal dan ROP (Reorder Point) untuk
menentukan waktu yang tepat untuk dilakukan pemesanan
kembali.
b) Kelompok B
Kelompok B merupakan barang dengan jumlah fisik
dan jumlah rupiah yang sedang (Ahyari, 1987). Pada
persediaan obat generik di RSU Haji Medan, dengan
memperhatikan 33 jenis obat yang tergolong kelompok B
dapat mengoptimalkan persediaan dan pemakaian
anggaran sebesar 20,14%. Sehingga obat yang tergolong
kelompok B memerlukan perhatian yang cukup penting
setelah kelompok A. Perlu adanya pengawasan fisik yang
dilakukan secara periodik. Menurut Heizer dan Render
(2010), persediaan yang tergolong kelompok B dapat
dihitung setiap 3 bulan sekali.
107
c) Kelompok C
Kelompok C merupakan barang dengan jumlah fisik
yang besar atau tinggi namun nilai rupiah yang
rendah/kecil (Ahyari, 1987). Pada persediaan obat generik
di RSU Haji Medan, dengan memperhatikan 107 jenis
obat yang tergolong kelompok C, dapat mengoptimalkan
persediaan dan pemakaian anggaran sebesar 10,29%.
Perlu memperhatikan obat yang tidak berjalan untuk
dikurangi variasi obatnya. Karena obat tersebut
memberikan pengaruh kecil terhadap penjualan dan biaya
kehabisan persediaan. Sejalan dengan pendapat Seto
(2004), bahwa pengelola secara periodik seharusnya
memonitor kelompok C untuk menentukan apakah obat
tersebut semestinya disingkirkan dari persediaan.
Menyingkirkan kelompok C yang lambat lakunya
merupakan metode praktis mengurangi jumlah obat dan
investasi dalam persediaan, tapi memberikan pengaruh
yang kecil pada penjualan dan biaya kehabisan
persediaan.
Sehingga obat yang tergolong kelompok C tidak
memerlukan pengendalian ketat seperti kelompok A dan
B. Pengendalian dan pemantauan tidak ketat, cukup
sederhana di dalam RS tersebut. Namun RS belum
mempunyai perhitungan, sehingga cukup menentukan
safety stock/buffer stock sebagai jumlah minimum stok di
108
gudang farmasi. Pengawasan juga tidak seperti kelompok
A dan B cukup mengikuti pengawasan yang sudah
dilaksanakan di gudang farmasi selama ini yaitu setiap 6
bulan sekali. Menurut Heizer dan Render (2010),
persediaan yang tergolong kelompok C dapat dihitung
setiap 6 bulan sekali.
c. Output Pengelompokan Obat Generik Melalui Metode Analisis
ABC
Berdasarkan perhitungan metode analis ABC yang termasuk
kelompok A, didapatkan hasil yaitu obat Methylprednisolon inj
125 mg/ 2 ml menempati peringkat pertama dalam
pengelompokkan obat berdasarkan analisis ABC investasi. Yang
artinya obat Methylprednisolon 125 mg/ ml merupakan obat
dengan nilai pemakaian paling tinggi dan pemakaian anggaran
paling besar, sehingga menurut Heizer dan Render (2010), obat
tersebut harus memiliki kontrol persediaan yang lebih ketat,
akurasi pencatatan yang lebih sering diverifikasi. Pengawasan fisik
dapat dilakukan lebih ketat dan secara periodik setiap bulan.
Menurut Seto (2004), kelompok A seharusnya dimonitor dengan
hati-hati, angka pemesanan ulang dan EOQ-nya seharunya
dihitung. Sehingga dalam penelitian ini obat yang termasuk
kelompok A dihitung EOQ (Economic Order Quantity) untuk
menentukan jumlah pemesanan yang ideal dan ROP (Reorder
109
Point) untuk menentukan waktu yang tepat untuk dilakukan
pemesanan kembali.
2. Perhitungan EOQ Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml
Dalam persediaan, biaya yang mempengaruhinya adalah biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan. Pemesanan dengan jumlah yang banyak
akan mengurangi biaya pemesanan karena dengan pemesanan dengan
jumlah yang banyak tentunya frekuensi pemesanan akan lebih sedikit.
Namun hal ini akan meningkatkan biaya penyimpanan karena pemesanan
dengan jumlah yang banyak persediaan yang akan disimpan juga lebih
banyak. Sebaliknya, pemesanan dengan jumlah yang sedikit akan
mengurangi biaya penyimpanan karena persediaan yang disimpan di gudang
lebih sedikit, namun akan meningkatkan biaya pemesanan karena frekuensi
pemesanan akan meningkat.
Untuk itu jumlah pemesanan harus dapat meminimalkan biaya
pemesanan dan biaya penyimpanan. Sebagaimana menurut Heizer dan
Render (2010), Bowersox (2010), Sabarguna (2004) dan Johns dan Harding
(2001), bahwa seiring dengan meningkatnya kuantitas yang dipesan, jumlah
pemesanan pertahunnya akan menurun namun biaya penyimpanan akan
meningkat karena jumlah persediaan yang harus diurus lebih banyak.
Sehingga menurut Seto (2004) untuk menentukan jumlah pemesanan yang
ekonomis, harus diusahakan untuk memperkecil biaya-biaya pemesanan dan
biaya-biaya penyimpanan.
Dalam pelaksanaan pemesanan obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml
di Instalasi Farmasi RSU Haji Medan, tidak ada perhitungan khusus
110
mengenai jumlah pemesanan. Jumlah pemesanan tergantung pada jumlah
permintaan dari apotek. Hal ini berisiko meningkatnya biaya pemesanan jika
pemesanan dilakukan dalam jumlah yang sedikit atau meningkatnya biaya
penyimpanan jika jumlah pemesanan terlalu banyak.
Oleh sebab itu diperlukan perhitungan yang tepat untuk mengetahui
jumlah pemesanan optimum obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml
yaitu dengan metode Economic Order Quantity (EOQ). Economic Order
Quantity (EOQ) adalah sejumlah persediaan barang yang dipesan pada
suatu periode untuk tujuan meminimalkan biaya dari persediaan barang
tersebut (Sabarguna, 2004). Dua macam biaya yang dipertimbangkan
dalam model EOQ adalah biaya penyimpanan dan biaya pemesanan
(Mardiyanto, 2009). Model persediaan umumnya meminimalkan biaya
total, untuk meminimalkan biaya total persediaan maka dapat dilakukan
dengan cara meminimalkan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan.
Perhitungan EOQ dalam penelitian ini digunakan untuk menghitung
jumlah pemesanan optimum obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml yang
tergolong kelompok A karena obat ini adalah obat yang paling berpengaruh
terhadap biaya-biaya yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan obat di
RSU Haji Medan.
Dengan menerapkan metode EOQ untuk menghitung jumlah pemesanan
yang optimum akan membantu manajemen untuk mengambil keputusan
jumlah pemesanan agar tidak terjadi investasi berlebihan yang tertanam
dalam persediaan dan tidak mengalami kekurangan persediaan yang
menyebabkan pelayanan terhenti.
111
Jumlah pemesanan optimum untuk obat Methylprednisolon inj 125 mg/2
ml, berdasarkan perhitungan, jumlah pemesanan yang paling ekonomis
untuk obat ini adalah sebanyak 49 vial setiap kali pemesanan. Jumlah ini
akan menggunakan biaya pemesanan dan biaya penyimpanan yang paling
sedikit. Jika jumlah pemesanan ditingkatkan, maka akan meningkatkan
biaya penyimpanan karena jumlah persediaan yang banyak. Jika jumlah
pemesanan diturunkan, maka akan meningkatkan biaya pemesanan karena
pemesanan dengan jumlah yang sedikit frekuensi pemesanan akan lebih
meningkat sehingga meningkatkan biaya pemesanan.
Oleh karena itu pemesanan 49 vial untuk obat Methylprednisolon inj 125
mg/2 ml adalah jumlah yang paling ekonomis dalam setiap kali melakukan
pemesanan.
Dalam menjalankan metode EOQ ini yang bertujuan untuk
mendapatkan jumlah pemesanan yang optimum tentunya harus didukung
oleh sistem informasi yang dapat mengetahui jumlah pemakaian setiap
obat setiap periode. Sistem informasi di RSU Haji Medan belum berjalan
secara maksimal sehingga belum bisa memberikan informasi mengenai
jumlah pemakaian setiap obat tersebut. Hal ini menjadi kendala yang
dirasakan oleh gudang farmasi RSU Haji Medan, sehingga jumlah
pemesanan hanya berdasarkan perkiraan.
3. Perhitungan ROP Obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml
Dalam menentukan waktu pemesanan kembali setiap obat di RSU Haji
Medan tidak menggunakan perhitungan khusus. Obat Methylprednisolon inj
125 mg/2 ml akan dipesan ketika obat tersebut mendekati jumlah stok 0.
112
Jika stok obatnya sudah mencapai 0, maka pemesanan dilakukan secara cito.
Sehingga tidak jarang permintaan apotek tidak dapat terpenuhi dalam jumlah
yang tepat karena persediaan yang tidak cukup untuk memenuhi permintaan.
Obat harus selalu tersedia setiap saat dibutuhkan. Terputusnya
kemampuan pelayanan terjadi karena persediaan sudah habis. Oleh karena
itu sebelum persediaan habis maka pemesanan barang harus dilakukan. Hal
ini sesuai dengan Anief (2001) yaitu keseimbangan antara persediaan dan
permintaan perlu diciptakan agar kemampuan pelayanan pada pasien
dapat berlanjut. Untuk itu perlu dicari waktu yang tepat, pada saat dimana
pembeliaan harus dilakukan sehingga terjadi keseimbangan antara beban
pekerjaan dan kemampuan memenuhi permintaan sehingga pelayanan tidak
terputus, tetapi persediaan masih dalam batas-batas yang ekonomis.
Untuk mencari waktu yang tepat tersebut dapat dilakukan dengan
perhitungan Reorder Point (ROP). Apabila terjadi lead time (masa
tenggang) maka kita harus menentukan tingkat persediaan minimal sehingga
apabila tingkat ini sudah dicapai, kita harus mengajukan pesanan baru untuk
menjaga jangan sampai terjadi kekosongan dalam stok (Siagian, 1987).
Waktu pemesanan kembali ditetapkan agar persediaan dapat menutupi
kebutuhan persediaan selama masa tenggang/menunggu pesanan tiba.
Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI (2010),
lead time adalah waktu tunggu yang diperlukan mulai pemesanan sampai
obat diterima.
Menurut John dan Harding (2010), keputusan mengenai kapan
mengajukan pemesanan kembali terletak pada dua faktor, yaitu yang
pertama pertimbangan tingkat pemesanan kembali secara langsung
113
berdasarkan pada pemakaian normal dan yang kedua pertimbangan
sediaan pengaman berdasarkan derajat ketidakpastian dan tingkat
pelayanan yang diminta. Oleh sebab itu perlu dilakukan perhitungan
mengenai buffer stock/safety stock terlebih dahulu agar dapat
menentukan kapan mengajukan pemesanan kembali.
Persediaan pengaman itu merupakan proteksi terhadap 2 jenis
ketidakpastian. Pertama, ketidakpastian mengenai penjualan yang melebihi
ramalan selama periode pengisian kembali. Kedua, adalah ketidakpastian
mengenai keterlambatan (delays) dalam penerimaan pesanan, pengolahan
pesanan, atau keterlambatan transportasi selama pengisian kembali
(Bowersox, 1995).
Selama ini buffer stock yang tersedia di RSU Haji Medan hanya
berdasarkan perkiraan, tidak ada perhitungan khusus. Menurut Rangkuty
(1996), buffer stock adalah persediaan tambahan yang diadakan untuk
melindungi dan menjaga kemungkinan terjadinya kekurangan bahan
(stock out).
Oleh karena itu waktu pemesanan kembali yang ideal adalah ketika stok
obat mencapai kebutuhan selama waktu tunggu atau permintaan harian rata-
rata dikalikan dengan waktu tunggu. Namun permintaan obat di Gudang
Farmasi RSU Haji Medan berfluktuatif setiap harinya. Sehingga apabila
perhitungan ROP tidak mempertimbangkan safety stock yang berfungsi
sebagai proteksi terhadap kemungkinan peningkatan kebutuhan/permintaan
obat, berisiko terjadinya kekurangan stok (stock out).
Perhitungan safety stock obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml adalah
72 vial dan Reorder Point-nya adalah 116 vial. Artinya, pemesanan obat
114
Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml akan dilakukakan jika stok obat tersebut
mencapai 116 vial.
Jumlah tersebut merupakan titik/jumlah ideal dilakukannya pemesanan
ulang agar terhidar dari kekurangan stok karena stock out dan terhindar dari
kekurangan stok karena permintaan yang meningkat.
Kendala yang dirasakan oleh gudang farmasi dalam menentukan
waktu pemesanan kembali adalah tidak adanya perhitungan buffer stock
karena belum adanya sistem informasi yang memadai sehingga waktu
pemesanan tergantung dengan kondisi stok yang tersedia di gudang.
D. Efektivitas Pengendalian Persediaan Obat Methylprednisolon inj 125
mg/2 ml Pasca Penerapan Metode ABC, EOQ dan ROP
Dengan berbagai bentuk pengendalian yang dilakukan RSU Hai Medan
selama ini, nyatanya Gudang Farmasi RSU Haji Medan masih mengalami
kekosongan barang (stockout). Penyebab kekosongan tersebut biasanya
disebabkan oleh adanya peningkatan demand (permintaan) dari bagian
farmasi dari biasanya, dikarenakan terdapat kasus atau kondisi khusus di
lapangan. Sehingga, stok yang dimiliki tidak mencukupi kebutuhan tersebut.
Selain itu, kekosongan juga disebabkan oleh adanya perubahan perilaku obat,
dimana obat yang sebelumnya slow moving atau tidak laku tiba-tiba menjadi
fast moving.
Berbagai penyebab kekosongan tersebut tentunya mengakibatkan gudang
farmasi tidak dapat melayani permintaan dan terjadi penolakan permintaan.
Kondisi ini dapat mengakibatkan pemborosan, karena obat yang dibeli ke
115
apotek luar atau RS lain tentunya mengeluarkan biaya yang lebih besar
dibandingkan dengan membeli ke distributor. Seharusnya menurut Aditama
(2002), barang/bahan yang dibutuhkan untuk kegiatan operasional instansi
harus tersedia dalam jumlah, kualitas, dan pada waktu yang tepat (sesuai
dengan kebutuhan) dengan harga serendah mungkin.
Pembelian cito atau pembelian kecil-kecilan ini tidak sejalan dengan
tujuan pengawasan persediaan yang diungkapkan Rangkuti (1996), yaitu
salah satunya menghindari pembelian kecil-kecilan. Pembelian cito ini juga
akan merugikan karena proses pembelian dilakukan berulang, serta tidak
adanya diskon karena harga yang kita beli sudah merupakan harga jual.
Dalam SOP Unit Farmasi RSU Haji Medan, penentuan kebutuhan
didasarkan kepada data kebutuhan 3 bulan, data prediksi penyakit, jumlah
persediaan barang di gudang, usulan masing-masing unit, perhitungan pareto
(fast moving, moderate dan slow moving) dan obat essensial. Artinya
penentuan kebutuhan menggunakan metode kombinasi, yaitu metode
konsumsi berdasarkan data kebutuhan 3 bulan dan perhitungan pareto (fast
moving, moderate dan slow moving), metode epidemiologi (prediksi
penyakit) dengan memperhatikan sisa stok di gudang farmasi. Dalam
menentukan obat yang tergolong fast moving atau slow moving pun petugas
gudang farmasi tidak melakukan menggunakan perhitungan, melainkan
berdasarkan pengalaman pemesanan/penggunaan obat oleh apotek. Obat yang
sering/banyak diminta tergolong fast moving dan yang tidak sering/banyak
diminta tergolong slow moving.
116
Metode pengendalian persediaan yang dilakukan RSU Haji Medan selama
ini belum efektif. Berdsarkan hasil telaah dokumen, diperoleh informasi
bahwa pembelian cito obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml yang
dilakukan selama periode tahun 2014 adalah sebanyak 1.700 obat dengan
nilai investasi sebesar Rp. 65.790.000. Terlihat bahwa kerugian biaya yang
ditimbulkan oleh pengendalian persediaan obat Methylprednisolon inj 125
mg/ 2 ml yang dilakukan RSU Haji Medan selama tahun 2014.
Hasil dari perhitungan ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan
Reorder Point (ROP) obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml, didapatkan
jumlah pemesanan yang optimum dan waktu pemesanan kembali. Setelah
dilakukan penerepan metode ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan
Reorder Point (ROP) di gudang farmasi Rumah Sakit Umum Haji Medan
pada bulan Juni 2015 didapatkan hasil bahwasanya dengan menggunakan
metode tersebut dapat mengatasi permasalahan stock out obat sehingga tidak
terjadi pembelian secara cito terhadap obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2
ml.
Penerapan metode ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder
Point (ROP) efektif dalam mengatasi permasalahan stock out obat
Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml pada bulan Juni 2015 di gudang farmasi
RSU Haji Medan. Hal ini sesuai dengan John dan Harding (2001),
pengendalian persediaan dikatakan efektif harus dapat menjawab tiga
pertanyaan dasar, yaitu obat apa yang akan menjadi prioritas untuk
dikendalikan, berapa banyak yang harus dipesan dan kapan seharusnya
dilakukan pemesanan kembali.
117
Menurut Dirjend Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kemenkes RI
(2010), dengan koordinasi dan proses perencanaan untuk pengadaan
perbekalan farmasi secara terpadu diharapkan perbekalan farmasi yang
direncanakan dapat tepat jenis, tepat jumlah, tepat waktu dan tersedia pada
saat dibutuhkan.
Berdasarkan hasil perhitungan ABC, EOQ dan ROP yang telah diterapkan
di gudang farmasi RSU Haji Medan ternyata lebih efektif jika dibandingkan
dengan metode yang digunakan sebelumnya. Untuk itu perlu penerapan
metode ABC, EOQ dan ROP untuk seluruh obat generik agar pengendalian
persediaan di gudang farmasi RSU Haji Medan efektif yaitu obat apa yang
akan menjadi prioritas untuk dikendalikan, berapa banyak yang harus dipesan
dan kapan seharusnya dilakukan pemesanan kembali.
118
BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
1. Pengendalian/pengawasan persediaan yang dilakukan di gudang
farmasi RSU Haji Medan yaitu melalui stock opname, kartu stok
dan buku defekta. Pengendalian persediaan obat generik belum
menggunakan metode pengendalian khusus, seperti analisis ABC
untuk prioritas persediaan, Economic Order Quantity (EOQ) untuk
menentukan jumlah pemesanan optimum, Reorder Point (ROP)
untuk menentukan waktu pemesanan yang ideal.
2. Hasil perhitungan metode ABC, Economic Order Quantity (EOQ)
dan Reorder Point ROP) menunjukkan bahwa terdapat 26 jenis
(15,66%) obat generik yang tergolong kelompok A, yaitu dengan
penggunaan anggaran sebesar 69,57% dari total penggunaan
anggaran obat generik, Dengan nilai investasi tertinggi adalah obat
Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml. Jumlah pemesanan optimum
untuk obat Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml adalah 49 item.
Waktu pemesanan kembali untuk obat Methylprednisolon inj 125
mg/2 ml adalah 116 item.
3. Penerapan metode ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan
Reorder Point (ROP) efektif dalam mengatasi permasalahan stock
out obat Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml di gudang farmasi
RSU Haji Medan.
118
119
B. Saran
1. Perlu adanya sistem informasi untuk dapat menghasilkan informasi
mengenai jumlah pemakaian setiap obat, baik perbulan, triwulan
atau tahunan, agar memudahkan dalam menyusun kebutuhan
persediaan obat. Seperti penggunaan sistem informasi manajemen
rumah sakit yang terintegrasi ke setiap unit sehingga
mempermudah pengawasan/pengendalian obat-obatan.
2. Perlu diterapkan metode analisis ABC secara keseluruhan terhadap
obat seluruh obat generik untuk memberikan prioritas yang
berbeda terhadap setiap kelompok obat karena obat dengan nilai
investasi tinggi memerlukan sistem pengendalian yang lebih ketat
dibandingkan obat dengan nilai investasi rendah.
3. Perlu diterapkan metode EOQ dan ROP secara keseluruhan obat
generic untuk menghindari terjadinya kekosongan obat karena
selama ini RSU Haji Medan sering mengalami kekosongan obat.
4. Disarankan kepada peneliti lain untuk meneliti tentang faktor-
faktor yang mempengaruhi efektivitas pengendalian persediaan
obat, karena metode ABC, EOQ dan ROP hanya sebagaian kecil
faktor yang mempengaruhi efektifitas obat generic di RSU Haji
Medan
DAFTAR PUSTAKA Aditama, Tjandra Yoga. 2000. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta: UI-
Press
Aditama, Tjandra Yoga. 2002. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Edisi 2.
Jakarta: UI-Press
Aditama, Tjandra Yoga. 2007. Manajemen Administrasi Rumah Sakit. Jakarta: UI-
Press Ahyari, Agus. 1987. Manajemen Produksi Pengendalian Produksi. Yogyakarta:
BPFE American Hospotal Association. 2011. AHA Survey on Drug Shortages. America Anief, Moh. 2001. Manajemen Farmasi. Yogyakarta: Gajah Mada University Press
Assauri, Sofjan. 2004. Manajemen Produksi dan Operasi. Edisi Revisi. Jakarta:
Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia
Awaloeddin, Arfan. (2001). Penggunaan Analisis ABC untuk Pengendalian
Persediaan Obat Antibiotika di Instalasi Farmasi Studi Kasus di Rumah Sakit
Awal Bros Pekanbaru. Tesis. Depok: Program Pascasarjana Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Bowersox, Donald. J. 1995. Manajemen Logistik 1. Jakarta: PT. Bumi Aksara Buffa, E. S. 1997. Manajemen Produksi/Operasi 2. Jakarta: Erlangga
Departemen Kesehatan RI (2008) Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit,
Jakarta: Menteri Kesehatan
Dirjen Binakefarmasian dan Alat Kesehatan Kememkes RI. 2010. Pedoman
Pengelolaan Perbekalan Farmasi di Rumah Sakit
Fadhila, Rahmi. 2013. Studi Pengendalian Persediaan Obat Generik Melalui Metode
Analisis ABC, Economic Order Quantity (EOQ) dan Reorder Point (ROP) di
Gudang Farmasi Rumah Sakit Islam Asshobirin Tahun 2013. Skripsi. Jakarta:
Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
Hadi, Ella N., dkk. 2000. Aplikasi Metode Kualitatif dalam Penelitian Kesehatan.
Depok: FKM-UI dengan CIMU-Health The British Council.
Hidayati, Suci & Henmaidi. (2006). Analisis Kinerja Manajemen Persediaan pada PT.
United Tractors, Tbk Cabang Padang. Jurnal Ilmiah Teknik Industri
Heizer, Jay dan Render, Barry. 2010. Manajemen Operasi. Jakarta: Salemba Empat
Johns, D.T dan Harding, H.A. 2001. Manajemen Operasi untuk Meraih Keunggulan
Kompetitif. Jakarta: PPM
Kepmenkes RI Nomor 983/MENKES/SK/1992 tentang Tugas Rumah Sakit Kepmenkes RI Nomor 021/Menkes/SK/I/2011 tentang Rencana Strategis Kemenkes
Tahun 2010-2014
Kepmenkes RI Nomor 092/Menkes /SKII/2012 tentang Harga Eceran Tertinggi Obat
Generik Tahun 2012
Kepmenkes RI Nomor 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan
Farmasi Rumah Sakit
Mardiyanto, Handono. 2009. Intisari Manajemen Keuangan. Jakarta: Grasindo
Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor HK. 02/02/Menkes/068/I/2010 tentang
Kewajiban Menggunakan Obat Generik di Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Pemerintah
Profil RS Umum Haji Medan Tahun 2014
Rangkutty, F. 1996, Manajemen Persediaan: Aplikasi di Bidang Bisnis. Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada
Sabarguna, Boy. S. 2004. Quality Assurance pelayanan Rumah Sakit .Cetakan kedua.
Jakarta.
Sabarguna, Boy. S. 2005. Logistik Rumah Sakit dan Teknik Efisiensi. Yogyakarta:
Konsorsium RSI Jateng – DIY
Sabarguna, Boy. S. 2009. Buku Pegangan Mahasiswa Manajemen Rumah Sakit.
Jakarta: Sagung Seto
Seto, Soerjono., Nita. Yunita., Triana, Lily. 2004. Manajemen Farmasi. Surabaya:
Airlangga University Press
Siagian, P. 1987. Penelitian Operasional Teori dan Praktek. Jakarta : UI-Press
Siregar, Charles. J.P. & Lia Amalia.. 2003. Farmasi Rumah Sakit: Teori dan
Penerapan. Jakarta: ECG
Subagya, M,S. 1994, Manajemen Logistik. Jakarta: CV Haji Masagung
Undang-undang RI Nomor 36 Tahun 2009 Tentang Kesehatan Undang-undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit
Valerie, Carien. S. 2011. Perbandingan Metode EOQ (Economic Order Quantity)
dan JIT (Just In Time) terhadap Efisiensi Biaya Persediaan dan Kinerja Non-
Keuangan (Studi Kasus Pada PT Indoto Tirta Mulia). Jurnal Akuntansi.
Universitas Kristen Maranatha
PT.Telkom. 2015. Telkom Lokal. Diakses dari situs www.telkom.co.id
Lampiran 3
PEDOMAN WAWANCARA
Identitas Responden
Jabatan : Kepala Instaasi Farmasi (Informan 1)
Pertanyaan
1. Bagaimana perencanaan persediaan obat yang diterapkan di RS Umum Haji
Medan?
2. Siapa saja yang terlibat dalam perencanaan/penentuan kebutuhan obat di
gudang farmasi RS Umum Haji Medan?
3. Metode apa yang digunakan dalam perencanaan/penentuan kebutuhan obat di
gudang farmasi RS Umum Haji Medan?
4. Apa saja yang perlu diperhatikan atau dipertimbangkan dalam membuat
kebutuhan obat di Gudang Farmasi RSU Haji Medan?
5. Bagaimana pengendalian persediaan obat yang diterapkan di gudang farmasi
RS Umum Haji Medan?
6. Siapa saja yang terlibat dalam pengendalian persediaan obat di gudang
farmasi RS Umum Haji Medan?
7. Apakah ada metode khusus yang digunakan dalam melakukan pengendalian
persediaan di gudang farmasi RS Umum Haji Medan?
8. Bagaimana sistem pencatatan persediaan obat di Gudang Farmasi RSU Haji
Medan?
9. Apakah dilakukan stock opname? Bagaimana pelaksanaannya?
10. Dalam pengendalian persediaan apakah ada kebijakan mengenai besar stok
minimum, maksimum dan safety stock?
11. Apakah pernah mengalami stock out/over stock di gudang farmasi RS Umum
Haji Medan?
12. Solusi apa yang dilakukan jika terjadi stock out/over stock di gudang farmasi
RS Umum Haji Medan?
13. Siapa saja yang terlibat dalam penganggaran obat di Instalasi Farmasi?
14. Laporan apa saja yang dilaporkan oleh Instalasi Farmasi kepada Kabid
Penunjang Medis?
15. Bagaimana kendala yang ditemui dalam pengendalian persediaan obat di
Gudang Farmasi RSU Haji Medan?
16. Bagaimana menentukan jenis obat yang harus disediakan di Gudang Farmasi
RSU Haji Medan?
17. Apakah ada kelompok jenis obat di Gudang Farmasi RSU Haji Medan?
Pernahkan dilakukan analisis ABC?
18. Bagaimana kendala dalam menentukan jenis persediaan di Gudang Farmasi
RSU Haji Medan? Apa solusi yang dilakukan?
19. Bagaimana menentukan jumlah pemesanan obat di Gudang Farmasi RSU Haji
Medan?
20. Apa saja yang mempengaruhi jumlah pemesanan obat di Gudang Farmasi
RSU Haji Medan?
21. Pemesanan dilakuakan lewat apa? Berapa waktu yang dibutuhkan dalam
pemesanan?
22. Untuk administrasi, apa saja yang digunakan oleh bagian gudang dalam
melakukan pemesanan?
23. Bagaimana kendala dalam menentukan jumlah pemesanan di Gudang Farmasi
RSU Haji Medan? Apa solusi yang dilakukan selama ini?
24. Kapan jadwal pembelian atau pemesanan dilakukan di Gudang Farmasi RSU
Haji Medan? Bagaimana menentukan waktu pemesanan untuk setiap jenis
obat?
25. Berapa lead time pemesanan obat di Gudang Farmasi RSU Haji Medan?
26. Bagaimana kendala dalam menentukan waktu pemesanan di Gudang Farmasi
RSU Haji Medan? Apa solusi yang dilakukan selama ini?
27. Apakah jumlah SDM instalasi farmasi sudah cukup? Dan bagaimana
pembagian tugasnya dan lama kerjanya?
28. Apakah metode ABC, EOQ dan ROP efektif dalam mengatasi masalah stock
out obat?
29. Apakah metode ABC, EOQ dan ROP lebih efektif dibandingkan dengan
metode sebelumnya?
PEDOMAN WAWANCARA
Identitas Responden
Jabatan : Kepala Bidang Penunjang Medis (Informan 2)
Pertanyaan
1. Laporan apa saja yang dilaporkan oleh Ka. Instalasi Farmasi kepada Ka.
Penunjang Medik?
2. Bagaimana kendala yang ditemui dalam pengendalian persediaan obat di
Gudang Farmasi RSU Haji Medan?
3. Bagaimana kendala yang ditemui dalam melakukan pengendalian persediaan
obat di Gudang Farmasi RS Umum Haji Medan ?
PEDOMAN WAWANCARA
Identitas Responden
Jabatan : Staf Gudang Farmasi (Informan 3)
Pertanyaan
1. Bagaimana perencanaan persediaan obat yang diterapkan di RS Umum Haji
Medan?
2. Siapa saja yang terlibat dalam perencanaan/penentuan kebutuhan obat di
gudang farmasi RS Umum Haji Medan?
3. Metode apa yang digunakan dalam perencanaan/penentuan kebutuhan obat di
gudang farmasi RS Umum Haji Medan?
4. Apa saja yang perlu diperhatikan atau dipertimbangkan dalam membuat
kebutuhan obat di Gudang Farmasi RSU Haji Medan?
5. Bagaimana pengendalian persediaan obat yang diterapkan di gudang farmasi
RS Umum Haji Medan?
6. Siapa saja yang terlibat dalam pengendalian persediaan obat di gudang
farmasi RS Umum Haji Medan?
7. Apakah ada metode khusus yang digunakan dalam melakukan pengendalian
persediaan di gudang farmasi RS Umum Haji Medan?
8. Bagaimana sistem pencatatan persediaan obat di Gudang Farmasi RSU Haji
Medan?
9. Apakah dilakukan stock opname? Bagaimana pelaksanaannya?
10. Dalam pengendalian persediaan apakah ada kebijakan mengenai besar stok
minimum, maksimum dan safety stock?
11. Apakah pernah mengalami stock out/over stock di gudang farmasi RS Umum
Haji Medan?
12. Solusi apa yang dilakukan jika terjadi stock out/over stock di gudang farmasi
RS Umum Haji Medan?
13. Bagaimana kendala yang ditemui dalam pengendalian persediaan obat di
Gudang Farmasi RSU Haji Medan?
14. Bagaimana menentukan jenis obat yang harus disediakan di Gudang Farmasi
RSU Haji Medan?
15. Apakah ada kelompok jenis obat di Gudang Farmasi RSU Haji Medan?
Pernahkan dilakukan analisis ABC?
16. Bagaimana kendala dalam menentukan jenis persediaan di Gudang Farmasi
RSU Haji Medan? Apa solusi yang dilakukan?
17. Bagaimana menentukan jumlah pemesanan obat di Gudang Farmasi RSU Haji
Medan?
18. Apa saja yang mempengaruhi jumlah pemesanan obat di Gudang Farmasi
RSU Haji Medan?
19. Pemesanan dilakuakan lewat apa? Berapa waktu yang dibutuhkan dalam
pemesanan?
20. Untuk administrasi, apa saja yang digunakan oleh bagian gudang dalam
melakukan pemesanan?
21. Bagaimana kendala dalam menentukan jumlah pemesanan di Gudang Farmasi
RSU Haji Medan? Apa solusi yang dilakukan selama ini?
22. Kapan jadwal pembelian atau pemesanan dilakukan di Gudang Farmasi RSU
Haji Medan? Bagaimana menentukan waktu pemesanan untuk setiap jenis
obat?
23. Berapa lead time pemesanan obat di Gudang Farmasi RSU Haji Medan?
24. Bagaimana kendala dalam menentukan waktu pemesanan di Gudang Farmasi
RSU Haji Medan? Apa solusi yang dilakukan selama ini?
25. Apakah jumlah SDM instalasi farmasi sudah cukup? Dan bagaimana
pembagian tugasnya dan lama kerjanya?
26. Apakah metode ABC, EOQ dan ROP efektif dalam mengatasi masalah stock
out obat?
27. Apakah metode ABC, EOQ dan ROP lebih efektif dibandingkan dengan
metode sebelumnya?
PEDOMAN WAWANCARA
Identitas Responden
Jabatan : Kepala Bagian Kuangan (Informan 4)
Pertanyaan
1. Apakah pernah mengalami stockout/over stock di Gudang Farmasi RSU Haji
Medan? Apa penyebabnya?
2. Siapa saja yang terlibat dalam penganggaran obat di Instalasi Farmasi?
3. Bagaimana Anggaran dari RS untuk instalasi farmasi dan bagaimana
penggunaannya?
4. Siapa saja yang terlibat dalam penganggaran obat di Instalasi Farmasi?
5. Laporan apa saja yang dilaporkan kepada Bagian Keuangan?
6. Bagaimana kendala yang ditemui dalam melakukan pengendalian persediaan
obat di Gudang Farmasi RS Umum Haji Medan ?
PEDOMAN WAWANCARA
Identitas Responden
Jabatan : Koordinator Logistik (Informan 5)
Pertanyaan
1. Bagaimana perencanaan persediaan obat yang diterapkan di RS Umum Haji
Medan?
2. Siapa saja yang terlibat dalam perencanaan/penentuan kebutuhan obat di
gudang farmasi RS Umum Haji Medan?
3. Apakah pernah mengalami stockout/over stock di Gudang Farmasi RSU Haji
Medan? Apa penyebabnya?
4. Solusi apa yang dilakukan jika terjadi stock out/over stock di gudang farmasi
RS Umum Haji Medan?
5. Laporan apa saja yang dilaporkan oleh Instalasi Farmasi kepada Kabid
Penunjang Medis?
6. Pemesanan dilakuakan lewat apa? Berapa waktu yang dibutuhkan dalam
pemesanan?
7. Kapan jadwal pembelian atau pemesanan dilakukan di Gudang Farmasi RSU
Haji Medan? Bagaimana menentukan waktu pemesanan untuk setiap jenis
obat?
8. Berapa lead time pemesanan obat di Gudang Farmasi RSU Haji Medan?
9. Bagaimana kendala dalam menentukan waktu pemesanan di Gudang Farmasi
RSU Haji Medan? Apa solusi yang dilakukan selama ini?
10. Apakah metode ABC, EOQ dan ROP efektif dalam mengatasi masalah stock
out obat?
11. Apakah metode ABC, EOQ dan ROP lebih efektif dibandingkan dengan
metode sebelumnya?
Lampiran 4
PEDOMAN TELAAH DOKUMEN
1. Data pemakaian obat generik APBD di Gudang Farmasi RSU Haji Medan
selama tahun 2014
2. Data harga obat generik APBD per satuan jenis tahun 2014
3. Laporan harian pengeluaran obat APBD tahun 2014
4. Pembelian obat ke apotik luar RS Umum Haji Medan (cito)
5. Pembelian obat tahun 2014
6. Pengeluaran/pengiriman obat ke apotik tahun 2014
7. Stock Opname obat
8. Surat Pemesanan obat
Lampiran 5
STRUKTUR ORGANISASI BAGIAN PENGADAAN LOGISTIK RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
Kepala Bagian
Pengadaan Logistik
Tim Pembelian
Kepala Sub Bagian Pengadaan
Logistik Obat dan Alkes
Kepala Sub Bagian Pengadaan
Logistik Obat dan Alkes
Staf Pengadaan
Logistik Investasi
Staf Pengadaan
Logistik Umum
Staf Pengadaan
Logistik Obat
Staf Pengadaan
Logistik Obat
Lampiran 6
STRIKUTUR ORGANISASI INSTALASI FARMASI
RUMAH SAKIT UMUM HAJI MEDAN
Safrida
Parida Pulungan
Anggi Melindasari
Faisal Masri
Depo Rawat Inap
Zulaiha Nur Nindya Utami
Nurharita Reni Utami
Gusniati Tarihoran
Depo Rawat Jalan
Feri
Bambang H
Ka. Inst Farmasi
Dra. Rahmawaty, Apth
Administrasi
Syaiful Lubis
Sub. Racikan
Dra. Hj. Yulizar, Apth Dra. Hj. Meyni Daulay, Apth
Sub. Gudang Farmasi
Klaim BPJS
Sri Susilawati
Warida Hrp
Rusgianti
Ertika Dewi Siti Khalijah
Madayan Sukri
Hj Nurdantini
Siti Khalijah
M. Syafi’i
Syafrizal
Lampiran 7
Matriks Transkrip Wawancara
No Pertanyaan Jawaban
Informan 1 Informan 3 Informan 5
1 Bagaimana
perencanaan
persediaan obat yang
diterapkan di RS
Umum Haji Medan?
Penentuan kebutuhan obat disini kita
berdasarkan kartu stok, kita ngecek
kartu stoknya berapa sisanya, kalo udah
mau habis kita pesan lagi. Juga
berdasarkan pemakaian sebelumnya, di
kira-kira aja pemakaiannya.
Berdasarkan pengalaman kita. Kita
juga udah tau ko biasanya obat keluar
berapa, terus yang mau dibutuhkan
berapa. Satu lagi berdasarkan
pemakaian dokter.
Pertama obat kita cek, kan bakalan
ketahuan dari kartu stok. Biasanya juga
ketahuan ko dari obat yang sering keluar,
kadang ada juga yang udah kosong. Obat
yang diminta ranap, rajal atau apotik yang
kosong kita catat, terus kita cek juga obat
yang udah mau habis dari kartu stoknya,
terus abang buat pengusulan obat apa aja
yang dibutuhkan. Kalo jumlahnya dikira-
kira aja, apotekernya juga prediksi obat
yang sering keluar dan berapa yang mau
kita pake, kita ajuin dan dipesan sama orang
logistic, karena kita masih manual jadi
mesti sering liat kartu stok.
Perencanaan yang kita lakukan
berdasarkan stok opname dan
kartu stok. Kalo kita mau mesan
kita liatny dari kartu stok. Di cek
sama orang gudang obat sisanya
berapa. Terus kalo udah kosong
dan hampir kosong kita catat
obat apa aja yang mau di pesan.
Terus kita buat pengusulan obat.
Kita ajuin ke kepala instalasi
kalo setuju di bawa ke bagian
penunjang medis baru di pesan
sama orang logistic dan di bayar
bagian keuangan. Jadi kita masih
manual mesti sering liat kartu
stoknya.
2 Siapa saja yang terlibat
dalam penentuan
kebutuhan obat di
Gudang Farmasi RSU
Haji Medan?
Apoteker, bagian logistic yang
melakukan pembelian, manajer
penunjang medis dan bagian keuangan.
Kalo yang terlibat itu, kita yang buat
pengusulan obat kemudian kasih ke Ka.
Instalasi, kan ibu itu penanggungjawabnya
sebagai apotekernya, orang logistic,
manajer penunjang medis, bagian
keuangan.
Pastinya orang gudang yang
ditanggung jawab sama
apoteker, bagian logistic yang
melakukan pemesanan
pembelian, bagian keuangan
yang bayar, penunjang medis.
3 Metode apa yang
digunakan dalam
perencanaan/penentuan
kebutuhan obat di
gudang farmasi RS
Umum Haji Medan?
Informan 1 Informan 3
Perencanaan obat kita berdasarkan pemakaian
sebelumnya dan perkembangan penyakit yaitu metode
konsumsi dan epidemiologi.
Kalo metodenya yang ini.. yang konsumsi berdasarkan
pemakaian sebelumnya dan penyakit yang banyak disini itu
apa.
4 Apa saja yang perlu
diperhatikan atau
dipertimbangkan
dalam membuat
kebutuhan obat di
Obat yang paling banyak dibutuhkan kita stok buat jaga-
jaga, obat yang essensial juga kita dahulukan.
Obat fast moving sama essensial menjadi prioritas kita.
Perencanaan kita tentukan berdasarkan pemakaian unit-unit
tahun sebelumnya. Kebutuhan masing-masing unit tergantung
kebutuhan unit tersebut. Kita mengutamakan yang essensial
dulu. Baru yang non essensial. Yang essensial kita harus
Gudang Farmasi RSU
Haji Medan?
utamakan harus tetap ada. Jadi pertimbangan kita dalam
membuat pengusulan obat berdasarkan obat essensial dan
obat fast moving, nah baru kita nentuin untuk obat yang non
essensial.
5 Bagaimana
pengendalian
persediaan obat yang
diterapkan di Gudang
Farmasi RSU Haji
Medan?
Kalo pengendalian yang kita lakukan biasaanya lihat di
kartu stok, obat yang sudah kita pake, kita tandai di kartu
stoknya, biar keliatan mana pemakaiannya. Biar kita juga
tau obatnya mau habis atau masih banyak, kita biasanya
ngelihatinnya dari kartu stok, orang gudang biasanya
yang ngecek kartu stok. Terus kita juga ada stok opname
namanya, itu fungsinya untuk memantau obat yang udah
dekat kadaluarsanya. Dari situ kita kan tau obat-obat
yang udah kadaluarsa dan bentar lagi kayanya mau
kadaluarsa. Kalo kek kita biasanya 6 bulan sekali kita
cek stok opname. Oh iya, buku defekta juga untuk ini,
untuk orang apotek kalo mau minta obat ke gudang,
misalnya kek gini, kita mau ngamprah minggu ini, kita
catat butuh obat apa aja jumlahnya berapa, nah kita
nulisnya di buku itu, biar orang gudang tau kita minta
apa aja.
Orang gudang ngecek kartu stok tiap hari, kalo ada obat yang
keluar masuk pasti di catatat sama abang, dan kita ada juga
namanya stok opname. Yang megang bapak itu, stok opname
itu untuk mendata keseluruhan obat, kita nge ceknya 3 bulan
sekali, untuk ngecek obat yang mau kadaluarsa, kalo udah
dekat ininya, kita pake dulu yang udah dekat, biar ga sayang
obatnya. Ngikutin yang FIFO FEFO itu lho.. Kalo ini
namanya buku defekta, fungsinya untuk orang apotik kalo
mau minta obat ke kita, jadi kita tau obat aja yang diminta,
jumlahnya berapa, dan kalo kosong kita catat di kartu stok
terus di pesan, gitulah kerjaan abg disini ngecek obat keluar
obat masuk.
6 Siapa saja yang terlibat Kepala instalasi selaku apotekernya, kepala gudang dan Apoteker sama orang gudang.
dalam pengendalian
persediaan obat di
Gudang Farmasi RSU
Haji Medan?
orang gudang.
7 Apakah ada metode
khusus yang
digunakan dalam
melakukan
pengendalian
persediaan di Gudang
Farmasi RSU Haji
Medan?
Kita ga make metode khusus gitu, kita gunain yang kek
gini, liat dari stock opname. 6 bulan sekali kita cek sama
liat kartu stok.
Oh.. kalo masalah metode, kita ga ada, kita patokannya stock
opname sama kartu stok aja. Jadi kita belum pernah make
metode gituan.
8 Bagaimana sistem
pencatatan persediaan
obat di Gudang
Farmasi RSU Haji
Medan?
Stock opname itu utk melihat berapa jumlah yang masih
ada, apakah yang di komputer sesuai dengan kondisi
kenyataannya. Itu yang dilakukan 2 kali dalam setahun.
Kalo pengendalian yang kita lakukan biasanya lihat di
kartu stok, obat yang sudah kita pake, kita tandai di kartu
stoknya, biar keliatan mana pemakaiannya. Kita itu ada
data manual juga namanya buku defekta, buku defekta
itu buku pencatatan permintaan barang dari apotik ke
gudang farmasi. Laporan pembelian, obatnya apa saja,
Ya setiap 6 bulan, kita hitung jumlah stok yang ada semua
masing-masing obat sisanya berapa, yang di apotik juga di
hitung. Kalau ada yang mendekati kadaluarsa kita lancarkan
dulu, makanya kan kita sistemnya ini FIFO dan FEFO yang
baru datang disimpan di belakang, yang kita beli pertama
harus lebih dulu kita jual. Pengendalian disini ada kartu
stock, biasanya obat yang sudah dipakai dilakukan
pemotongan stock di kartunya agar terlihat obat mana yang
sudah mau habis atau yang belum. Buku defekta itu
pemakaian, jatuh tempo, obat narkotika, psikotropika. permintaan apotik ke gudang, yang diminta berapa yang
dikirim berapa, sisa berapa dicatat disitu. Laporannya itu,
terutama pemakaian, jenis-jenis obat, pembelian, laporan ke
dinas, kaya narkotika, kemudian ada pembelian apa saja,
jatuh tempo pembayarannya, itu sebulan sekali. Jadi dari
Kepala Unit Farmasi ke Kabid Penunjang Medis dulu, saya
ke keuangan, itu untuk pembayarannya.
9 Apakah dilakukan
stock opname?
Bagaimana
pelaksanaannya?
Stock opname itu utk melihat berapa jumlah yang masih
ada, apakah yang di komputer sesuai dengan kondisi
kenyataannya. Itu yang dilakukan 2 kali dalam setahun.
Ya setiap 6 bulan, kita hitung jumlah stok yang ada semua
masing-masing obat sisanya berapa, yang di apotik juga di
hitung. Kalau ada yang mendekati kadaluarsa kita lancarkan
dulu, makanya kan kita sistemnya ini FIFO dan FEFO yang
baru datang disimpan di belakang, yang kita beli pertama
harus lebih dulu kita jual.
10 Dalam pengendalian
persediaan apakah ada
kebijakan mengenai
buffer stock, stok
minimum dan stok
maksimum?
Disini sih kita nyediain buffer stock tapi ya berdasarkan
pengalaman aja, jumlahnya kira-kira aja, ga ada hitung-
hitungan yang pakai rumus khusus. Kalau stock
minimum dan maksimum kita ga ada tapi ya kalau di
dalam kartu stock sudah terlihat obat mau habis yaa itu
yang dijadiin patokan untuk melakukan pemesanan.
Jadi kita hanya melihat fast moving dan slow moving nya
saja. Yang sering dipake kita sediakan banyak yang tidak ya
yang penting ada saja stoknya. Perkiraan saja, kira-kira yang
sering diresepkan stoknya lebih banyak
11 Apakah pernah Informan 1 Informan 3 Informan 4 Informan 5
mengalami
stockout/over stock di
Gudang Farmasi RSU
Haji Medan? Apa
penyebabnya?
Obat kadang ga ada di
gudang pas orang apotik
minta obat buat ngamprah,
kita ga bisa memenuhi
jumlah yang diminta,
seadanya aja kita kasih ke
apotik. Kekosonngan obat
pernah kadang sering juga,
penyebabnya biasanya
obat didistributor ga ada,
Bisa juga karena pasien
yang melonjak, kita ga
bisa prediksi pasien
kadang udah rame kadang
sepi. Karena kita buat
perencanaan berdasarkan
Obat disini sering kosong,
kita ga tau salahnya
dimana, diperencanaannya
ato dimana kurang tau juga.
Biasanya obat APBD yang
sering kosong. Kekosongan
obat sering terjadi di sini,
biasanya sih karena dari
distributornya memang
kosong obat juga, mulai
dari bahan bakunya yang
susah atau ada pergantian
distributor, nah itu yang
kadang-kadang infonya kita
belum dapat
karena distributor kosong.
Kita minta obat ke gudang,
tapi sering obat nya kosong
atau tidak sesuai yang kita
minta, jadi orang gudang
ngasih seadanya aja yang ada
di gudang.
Kekosongan obat biasanya
distributornya kosong jadi
kita mesti cari yang lain,
Belum optimalnya
pengupdatean obat juga jadi
masalah, obat yang fast
moving tiba-tiba berubah
kita ga tau, begitu juga
sebaliknya.
perkiraan kita aja dari
pemakaian sebelumnya,
jadi kalo pasien lagi
melonjak kita yang susah
nyari obat, mau ga mau ya
paksa harus cito lah.
12 Upaya/solusi apa yang
dilakukan jika kedua
hal tersebut terjadi?
Informan 1 Informan 3 Informan 5
Kepala gudang menghubungi
dokternya dulu, dijelasin kalo kita
obat nya lagi kosong, tapi kita ganti
sama yang obat mirip kandungannya.
Kalo dia tetap ngotot paksa kita harus
cari ke Kimia Farma atau K-24.
Pembelian dengan cito mesti kita beli
hari itu juga kalo ga susah urusannya,
kita langsung ngusahain nyari obat di
apotik lain. Obatnya langsung ada
hari itu juga.
Sebisa mungkin harus cari. Misalnya kek kita
cari ke distributor yang lain atau kalau benar-
benar butuh kali beli langsung cito.. obat nya
harus ada kalo ga pasien bisa marah-marah
walaupun harganya tinggi, mau gimana lagi
resiko. Kita telpon distributor, kalo ga ada
juga kita cari ke apotik lain
Kalo obat nya kosong kita
jelasin dulu ke pasien kalo
obatnya kosong,kalo ibunya mau
dia beli diluar aja. Tapi kalo
pasien ga mau beli diluar, yah..
kita harus cari hari itu juga. Kalo
ga pasien marah-marah. Ya
kalau memang kita sedang tidak
ada persamaannya juga, ya kita
pesan cito ke apotik atau ke PBF
juga bisa. Seperti biasanya
mesannya tapi cito biasanya
cepat nyampenya karena
harganya lebih mahal
13 Siapa saja yang terlibat
dalam penganggaran
obat di Instalasi
Farmasi?
Informan 1 Informan 4
Kepala instalasi dan penunjang medis. Kepala instalasi farmasi yang tahu kebutuhan obat sama
bagian penunjang medis.
14 Laporan apa saja yang
dilaporkan oleh
Instalasi Farmasi
kepada Kabid
Penunjang Medis?
Informan 1 Informan 5
Pembelian obat, jumlah dan harganya berapa, kapan
kadaluarsanya, obat narkotika dan psikotropika.
Laporannya itu, terutama pemakaian, jenis-jenis obat,
pembelian, laporan ke dinas, seperti narkotika, kemudian ada
pembelian apa saja, jatuh tempo pembayarannya, itu sebulan
sekali. Jadi dari kepala unit farmasi ke Kabid Penunjang
Medis dulu, saya ke keuangan, itu untuk pembayarannya.
15 Bagaimana kendala
yang ditemui dalam
pengendalian
persediaan obat di
Gudang Farmasi RSU
Haji Medan?
Informan 1 Informan 2 Informan 3
Kendalanya sih karena obat disini
banyak sekali jadi agak susah dan
butuh waktu yang lama buat
melakukan pengendalian atau
pengawasan. Kaya misalnya
stock opname, kita biasanya
Obat disini banyak kali jadi agak susah dan
butuh waktu yang lama buat melakukan
pengendalian atau pengawasan. Kaya
misalnya stock opname, kita biasanya
melakukannya selama seminggu lebih karena
banyaknya obat itu.
Kadang-kadang orang depo
ranap butuh obat malam hari,
tapi kan kita ga 24 jam jadi
orang apotik ngambil aja
obatnya tapi lupa motong stock
jadi stock otomatis ngga
melakukannya selama seminggu
lebih karena banyaknya obat itu.
kepotong, tiba-tiba pas lagi
besoknya yang mau dipakai lagi
eeh barangnya kosong tapi
stocknya masih ada
16 Bagaimana
menentukan jenis obat
yang harus disediakan
di Gudang Farmasi
RSU Haji Medan?
Informan 1 Informan 3
Kita ngikutin formularium rumah sakit, kita kasih tau ke
dokternya kita make obat apa aja di sini.
Kita berdasarkan formularium obat sendiri, jadi nanti angket-
angket obat diserahkan sama dokter nanti dokter maunya
make mana dan dokternya juga harus konsisten untuk make
obat itu terus jadi kita ngorder pun sesuai dengan yang dokter
pakai.
17 Apakah ada kelompok
jenis obat di Gudang
Farmasi RSU Haji
Medan? Pernahkan
dilakukan analisis
ABC?
Kalau yang fast moving, slow moving kita belum
pisahkan cuma ya anak apotek dan orang gudang
memang sudah tau mana yang kira-kira slow moving atau
fast moving. Kita ga ada membuat pengelompokan obat,
kita ga menggunakan analisis ABC. Jadi kita ga ada
mengelompokkan fast moving dan slow moving.
Pengelompokkannya berdasarkan pengalaman aja, obat
yang banyak dan sering keluar berarti fast moving kalo
Tidak ada, kita ga pernah hitung, tapi kita sudah tau kira-kira
mana yang sering dipake dan habis. sesuai pengalaman saja,
yang lancar, yang sering habis berati fast moving. Kita ga
ngitung mana yang fast moving dan slow moving, nah itu tadi
berdasarkan pengalaman kita aja dan juga udah pada tau kok
obat yang paling banyak dibutuhkan pasien dan yang sering
kita pake, Jadi kita belum menggunakan metode untuk
pengelompokkan obat.
obat yang jarang dan sedikit dipakai masukin slow
moving.
18 Bagaimana kendala
dalam menentukan
jenis persediaan di
Gudang Farmasi RSU
Haji Medan? Apa
solusi yang dilakukan?
Kurang koordinasi antara gudang dan orang logistic, jadi
kadang orang logistic kaget obat yang awalnya fast
moving tiba-tiba jadi slow moving. Distributor juga
kadang kosong, jadi kita bingung mau beli kemana, jadi
kita usahain walaupun harganya mahal.
Kadang ada juga masih make obat yang sudah habis padahal
kita udah ngasih tau kalau obat nya udah habis.
19 Bagaimana
menentukan jumlah
pemesanan obat di
Gudang Farmasi RSU
Haji Medan?
Kita lihat rata-rata dari bulan-bulan sebelumnya, nanti
kan ketahuan itu hasilnya berapa, yaudah kita pesan
segitu, kecuali kalau pasien lagi banyak ya kita tambahin
jumlah pesanannya. Kalau perhitungan khusus ga ada,
kita cuma liat dari bulan sebelumnya aja.
Jumlah pesanan diliat dari pemakaian bulan-bulan
sebelumnya, dari situ kita perkirakan jumlah pesanan untuk
bulan berikutnya, biasanya antara bulan sebelumnya tidak
jauh berbeda jumlahnya. Kita ga make perhitungan, kita kira-
kira aja disini bang.
20 Apa saja yang
mempengaruhi jumlah
pemesanan obat di
Gudang Farmasi RSU
Haji Medan?
Jumlah permintaan apotik, kalau banyak dibutuhkan atau
ada penyakit yang sedang banyak butuh obat kita pesan
banyak. Resep dokter juga kita perhatikan, kadang ada
dokter yang suka make obat tertentu.
Permintaan depo kalo banyak kita pesan banyak, terus kalo
pasien banyak, sama kalo ada penyakit yang lagi musim itu
kita mesti hati-hati nyiapin obatnya, sama resep dokter juga
kita pelajari, ada dokter yang make obat tertentu.
21 Pemesanan dilakukan
lewat apa? Berapa
waktu yang
dibutuhkan dalam
pemesanan?
Informan 1 Informan 3 Informan 5
Kalau masalah pemesanan itu bagian
orang logistic, pesannya dari telpon.
Kalau waktunya paling 5 menitan lah
udah cukup itu.
Kalau masalah pemesanan itu bukan bagian
kita, kerjaan orang logistic itu, dari tlpon
dipesan sama orang itu, ga nyampe lah 10
menit paling 4-5 menit, baru nanti barang
datang dikasih surat pemesanannya.
Kita pesan lewat telpon, surat
pemesanannya nanti dibawa pas
barangnya datang, Paling kira-
kira mesannya 5 menit dari
telpon, kurang lebih segitu.
22 Untuk administrasi,
apa saja yang
digunakan oleh bagian
gudang dalam
melakukan
pemesanan?
Informan 1 Informan 3
Paling yang dibutuhkan untuk biaya ATK yaitu:
kwitansi, kertas pelaporan, buku tukar faktur, pita
printer, selotip, strappler. Paling itu aja yang dibutuhkan
untuk administrasi.
kwitansi rawat jalan, kertas pelaporan, buku tukar faktur, pita
printer, solatip, strappler, udah kita paling butuh itu aja.
23 Bagaimana kendala
dalam menentukan
jumlah pemesanan di
Gudang Farmasi RSU
Haji Medan? Apa
solusi yang dilakukan
selama ini?
Kendalanya tidak didukung oleh sistem informasi, masih
serba manual. Jadi agak susah untuk menghitung jumlah
pemakaian obat yang begitu banyak, juga ga ada patokan
untuk menghitungnya karena masih berdasarkan
pengalaman apotekernya.
Kendalanya kita pas hitung, banyak kali obatnya,sementara
kita masih manual jadi lama waktunya. Kita ga bisa prediksi
kunjungan pasien kadang ramai kadang sepi, jadi kondisi ini
yang membuat kita kadang kewalahan menghadapinya tidak
sesuai perkiraan kita.
24 Kapan jadwal
pembelian atau
pemesanan dilakukan
di Gudang Farmasi
RSU Haji Medan?
Bagaimana
menentukan waktu
pemesanan untuk
setiap jenis obat?
Informan 1 Informan 3 Informan 5
Sebenarnya jadwal pesan itu awal
bulan sama akhir atau bisa juga
pertengahan bulan, tergantung
butuhnya kapan. Kita lihat dari
pengeluaran sebelumnya, kalau obat
tersebut banyak keluar kita lakukan
lagi pemesanan tapi kalau tidak ada
yang keluar ya kita ga usah pesan
lagi.
Ga ada jadwal, yang penting sebulan sekali
aja. Pokonya kalau dilihat stock udah kosong
atau hampir kosong baru kita order lagi.
Sebenarnya awal bulan atau
akhir bulan. Jadwalnya ga pasti
tergantung kebutuhan aja, kalo
obat udah kosong kita
melakukan pemesanan dan yang
mau habis juga kita order, tapi
kalo obat yang cito hari itu juga
akan kita pesan.
25 Berapa lead time
pemesanan obat di
Gudang Farmasi RSU
Haji Medan?
Dua hari paling lama udah nyampe 2 hari udah kita terima barangnya.
Kita mesan hari ini, besok udah
diantar sama abangnya. Paling
lama 2 hari sudah nyampe.
26 Bagaimana kendala
dalam menentukan
waktu pemesanan di
Gudang Farmasi RSU
Semua masih manual, jadi harus
sering ngecek kartu stok. Terkadang
lupa nge cek, eh… ternyata sudah
kosong. Yaudah langsung di pesan
Terkadang lupa ngecek kartu stok ternyata
uda habis, jadi harus mesan. karena masih
manual kita jadi kita harus sering-sering cek
kartu stock, diliat obatnya sudah limit atau
Kita mesan kapan butuhnya aja,
kadang pas kita butuh distributor
kosong.
Haji Medan? Apa
solusi yang dilakukan
selama ini?
karena ga ada buffer stocknya, jadi
harus mesan karena stoknya udah
kosong.
belum, kalau limit ya berarti kita harus pesan.
27 Apakah jumlah SDM
instalasi farmasi sudah
cukup? Dan
bagaimana pembagian
tugasnya dan lama
kerjanya?
Informan 1 Informan 3
Untuk SDM di unit farmasi sampai saat ini untuk
pengaturan rawat jalan dan rawat inap cukup. Variatif,Jadi
ada yang masa kerjanya udah hampir 10 tahun lebih ya,
tapi ada juga yang baru-baru lulus jadi variatif ya. Makanya
kita benar benar ngatur jadwalnya. Untuk SDM farmasi
sendiri itu ada Asisten apoteker, apoteker yang pasti dan
ada beberapa pegawai penunjang dimana pegawai
penunjang ini dengan bagroun beraneka ragam ya dalam
artian ada yang bagroun IT,ada yang akuntansi,ada yang
ekonomi, itu hanya sebagai penunjang tapi mereka hanya
sbagai penunjang, tapi mereka tetap mendapat pelatihan
tentang barang barang yang ada difarmasi. Ya..Sudah
,sudah berjalan Semua sudah dibagi sesuai dengan apa
namanya, jabatan masing-masing lah ya.
Cukup-cukup aja, pembagiannya tugas udah ada kok,
sesuai bidang masing-masing. Pengalaman, ya kalau
pengalaman sudah berpengalaman semuanya, sejauh ini
mereka bisa dan sanggup melakukan pekerjaan perbekalan
farmasi. Sesuai, sesuai dengan pengalaman dan pendidikan
mereka. Oh ya pasti, oh ya kalau kerja sesuai dengan
jobdesk mereka masing -masing, sebelumya masuk
farmasikan mereka udah dikasih tau dulu tentang jobdesk
mereka apa, pekerjaan sesuai dengan jobdesk yang
diberikan.
28 Apakah metode ABC,
EOQ dan ROP efektif
Informan 1 Informan 3 Informan 5
Kita sudah menerapkan hasil Bulan kemaren kita udah coba pake Perhitungan ABC, EOQ dan ROP
dalam mengatasi
masalah stock out
obat?
perhitungan dengan metode ABC,
EOQ dan ROP tersebut, ternyatata
hasilnya jauh lebih baik. Jadi
persediaan obat kita ga kosong lagi.
Penerapannya baru kita coba untuk
obat Methylprednisolon inj 125 mg/2
ml. Untuk bulan ini, kita ga ada cito
untuk obat tersebut.
perhitungan ABC, EOQ dan ROP
ternyata jauh lebih baik kalau
dibandingkan dengan metode kita
selama ini yang hanya berdasarkan
pengalaman. Untuk bulan kemaren
persediaan kita ada, kita ga ada cito
untuk obat Methylprednisolon inj 125
mg/ 2 ml. Bisa jadi masukan untuk
kita terapkan untuk semua jenis obat
udah kita coba untuk perencanaan
bulan kemaren, tapi Cuma untuk obat
Methylprednisolon inj 125 mg/ 2 ml,
hasilnya lebih baik kalau dibandingkan
dengan perkiraan apoteker. Untuk
bulan kemaren kita tidak cito obat
Methylprednisolon inj 125 mg/ 2ml.
29 Apakah metode ABC,
EOQ dan ROP lebih
efektif dibandingkan
dengan metode
sebelumnya?
Setelah kita coba metode ABC, EOQ
dan ROP nya ternyata lebih efektif
dibanding dengan metode yang kita
pakai sebelumnya, kita ga ada cito
untuk obat Methylprednisolon inj 125
mg/2 ml bulan kemaren.
Lebih efektif make metode ABC
disbanding berdasarkan perkiraan kita,
jadi kita ga rugi keuangannya karena
bayar mahal untuk beli cito.
Metode ABC efektif untuk
pengendalian persediaan jadi ada
perhitungan yang riil bukan hanya
perkiraan saja, jadi dapat mengatasi
stock out obat jadi kita ga cito lagi.
Lampiran 8
Tabel Kelompok Obat Generik berdasarkan Analisis ABC Pemakaian Tahun 2014
No Nama Obat Generik Satuan Jumlah Pemakaian Persentase
(%)
Persentase
Kumulatif
(%)
Kelompok Obat
1 Paracetamol 500 mg tab Tablet 91681 8.53 8.53 A
2 Asam Mefenamat kap 500 mg Kapsul 79403 7.39 15.92 A
3 Ranitidine tab 150 mg Tablet 67874 6.31 22.23 A
4 ISDN tab 5 mg Tablet 55351 5.15 27.38 A
5 Cefadroxil kap 500 mg Kapsul 47003 4.37 31.75 A
6 Ranitidine inj 25 mg/ml Ampul 46411 4.32 36.07 A
7 Metformin kap 850 mg Kapsul 38300 3.56 39.64 A
8 Amlodipin tab 10 mg Tablet 36123 3.36 43.00 A
9 Alprazolam tab 0,5 mg Tablet 30400 2.83 45.83 A
10 Furosemide tab 40 mg Tablet 27000 2.51 48.34 A
11 Bisoprolol tab 5 mg Tablet 25620 2.38 50.72 A
12 Ciprofloxacin tab 500 mg Tablet 25500 2.37 53.09 A
13 Lansoprazol kap 30 mg Kapsul 22131 2.06 55.15 A
14 Antasida tab Tablet 21300 1.98 57.13 A
15 Ringer laktat Botol 20112 1.87 59.01 A
16 Isoniazid tab 100 mg Tablet 18753 1.74 60.75 A
17 Amlodipin 5 mg tab Tablet 16865 1.57 62.32 A
18 Methylprednisolon tab 4 mg Tablet 16478 1.53 63.85 A
19 Cetirizine kap 10 mg Kapsul 15860 1.48 65.33 A
20 Amoxicillin 500 mg Kapsul 15460 1.44 66.77 A
21 Captopril tab 25 mg Tablet 14210 1.32 68.09 A
22 Telmisartan tab 80 mg Tablet 14164 1.32 69.41 A
23 Asam Traneksamat inj Ampul 13919 1.29 70.70 B
24 Furosemide inj 10 mg/ml Ampul 13114 1.22 71.92 B
25 Amitriptylin tab 25 mg Tablet 12550 1.17 73.09 B
26 Glimepiride tab 1 mg Tablet 11610 1.08 74.17 B
27 Metronidazol tab 500 mg Tablet 9955 0.93 75.09 B
28 Ketorolac 10 mg tab Tablet 9458 0.88 75.97 B
29 Salbutamol tab 2 mg Tablet 9200 0.86 76.83 B
30 Asam Traneksamat 500 mg tab Tablet 9002 0.84 77.67 B
31 Glimepiride tab 2 mg Tablet 8998 0.84 78.51 B
32 Antasida 60 ml syrup Botol 8852 0.82 79.33 B
33 Ketorolac inj 10 mg/ml Ampul 8460 0.79 80.12 B
34 Dexamethasone inj 5 mg/ml Ampul 8320 0.77 80.89 B
35 Allopurinol tab 300 mg Tablet 8265 0.77 81.66 B
36 Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml vial 8076 0.75 82.41 B
37 Omeprazole kap 20 mg Tablet 8075 0.75 83.16 B
38 Cotrimoxazol tab 480 mg Tablet 6750 0.63 83.79 B
39 Tramadol kap 50 mg Kapsul 6405 0.60 84.39 B
40 Carbamazepine tab 200 mg Tablet 5905 0.55 84.94 B
41 Diltiazem tab 30 mg Tablet 5902 0.55 85.48 B
42 Rifampicin tab 300 mg Tablet 5703 0.53 86.01 B
43 Cefotaxime inj 1000 mg Vial 5324 0.50 86.51 B
44 Gentamycin inj 40 mg/ml Ampul 4970 0.46 86.97 B
45 Ethambutol tab 500 mg Tablet 4802 0.45 87.42 B
46 Prednison tab 5 mg Tablet 4800 0.45 87.87 B
47 Farsorbid 10 mg Tablet 4700 0.44 88.30 B
48 Ondansentron tab 8 mg Tablet 4655 0.43 88.74 B
49 Propylthiouracyl 100 mg tab Tablet 4600 0.43 89.16 B
50 Salbutamol tab 4 mg Tablet 4300 0.40 89.56 B
51 Pyrazinamide tab 500 mg Tablet 4203 0.39 89.96 B
52 Metoclopramid tab 10 mg Tablet 4100 0.38 90.34 C
53 Ceftriaxon inj 1 gr Vial 3935 0.37 90.70 C
54 Rifampicin tab 450 mg Kapsul 3900 0.36 91.07 C
55 Propranold tab 10 mg Tablet 3800 0.35 91.42 C
56 Diazepam 2 mg tab Tablet 3700 0.34 91.76 C
57 Allopurinol tab 100 mg Tablet 3603 0.34 92.10 C
58 Candesartan 16 mg Tablet 3424 0.32 92.42 C
59 Captopril tab 50 mg Tablet 3305 0.31 92.72 C
60 Natrium diclofenac tab 25 mg Tablet 3250 0.30 93.03 C
61 Glimepiride tab 3 mg Tablet 3205 0.30 93.33 C
62 Valproat tab SR 500 mg Pot 3200 0.30 93.62 C
63 Metronidazol inf 500 mg/ 100 ml Botol 3090 0.29 93.91 C
64 Eritromisin kapsul 500 mg Kapsul 3008 0.28 94.19 C
65 Valsartan tab 80 mg Tablet 2870 0.27 94.46 C
66 Cefadroxil 125 mg/5 ml syrup Botol 2799 0.26 94.72 C
67 Timolol TM 0,25% Botol 2606 0.24 94.96 C
68 Ondansentron inj 4 mg/2 ml Vial 2452 0.23 95.19 C
69 KSR tab Tablet 2308 0.21 95.40 C
70 Irbesartan tab 300 mg Tablet 2255 0.21 95.61 C
71 Spironolacton 25 mg tab Tablet 2200 0.20 95.82 C
72 Chloramphenicol 1% SM Tube 2048 0.19 96.01 C
73 Ramipril tab 5 mg Tablet 2000 0.19 96.19 C
74 Salbutamol cairan ih 0,1% Vial 1858 0.17 96.37 C
75 Clopidogrel 75 mg tab Tablet 1625 0.15 96.52 C
76 Azitromycin 500 mg Tablet 1600 0.15 96.67 C
77 Candesartan 8 mg Tablet 1578 0.15 96.81 C
78 Tiotropium 18 mcg reffil Kapsul 1560 0.15 96.96 C
79 Irbesartan tab 150 mg Tablet 1500 0.14 97.10 C
80 Dexamethasone tab 05 mg Tablet 1500 0.14 97.24 C
81 Paracetamol syrup 120 mg/ 5 ml Botol 1410 0.13 97.37 C
82 Tamsulosin tab SR 0,4 mg Tablet 1380 0.13 97.50 C
83 NaCl 0,9% 500 ml Fls 1340 0.12 97.62 C
84 Rifampicin tab 600 mg Tablet 1300 0.12 97.74 C
85 Haloperidol tab 1,5 mg Tablet 1300 0.12 97.86 C
86 Glibenklamide tab 5 mg Tablet 1300 0.12 97.99 C
87 Ciprofloxacin inf 2% Vial 1286 0.12 98.10 C
88 Levofloxacin tab 500 mg Tablet 1176 0.11 98.21 C
89 Loratadine tab 10 mg Tablet 1150 0.11 98.32 C
90 Desoksimetason salep 0,25% Tube 1135 0.11 98.43 C
91 Ketoconazole tab 200 mg Tablet 1053 0.10 98.52 C
92 Nifedipine 10 mg Tablet 1000 0.09 98.62 C
93 Ceftazidime inj 1000 mg Vial 942 0.09 98.71 C
94 WIDA D5-1/4 NS/TM Fls 817 0.08 98.78 C
95 Gemfibrozil 600 mg tab Tablet 800 0.07 98.86 C
96 Ketoprofen tab 100 mg Supp 600 0.06 98.91 C
97 Glucosa inf 5% 500 ml Fls 590 0.05 98.97 C
98 Timolol TM 0,5% Botol 574 0.05 99.02 C
99 Miconazole 2% cream Tube 556 0.05 99.07 C
100 Hidrokortison cream 1% Tube 540 0.05 99.12 C
101 Bisakodil suppositoria 5 mg Supp 515 0.05 99.17 C
102 Domperidone tab 10 mg Tablet 503 0.05 99.22 C
103 Meropenem inj 0,5 g Vial 478 0.04 99.26 C
104 Ulsicral 100 ml Botol 441 0.04 99.30 C
105 Laxadine syrup Botol 440 0.04 99.34 C
106 Aminofillin tab 200 mg Tablet 400 0.04 99.38 C
107 Spiramycin tab 500 mg Tablet 380 0.04 99.42 C
108 Valproat syr 250 mg/ 5 ml Botol 362 0.03 99.45 C
109 Tracium 2,5 ml Ampul 350 0.03 99.48 C
110 Stesolid inj 10 mg/ 2 ml Vial 335 0.03 99.51 C
111 Fenobarbital inj 50 mg/ ml Ampul 300 0.03 99.54 C
112 Valproat tab salut 250 mg Tablet 300 0.03 99.57 C
113 Haloperidol tab 5 mg Tablet 300 0.03 99.60 C
114 Meropenem inj 1 g Vial 298 0.03 99.62 C
115 Cefixime dry syr 100 mg/5 ml Botol 296 0.03 99.65 C
116 Gentarmycin 0,3% OTM Tube 290 0.03 99.68 C
117 Hydrokortison cream 2,5% Tube 264 0.02 99.70 C
118 Aminofusin L-600 Botol 260 0.02 99.73 C
119 Cendo lyters T. Mata Botol 250 0.02 99.75 C
120 Betametason 0,1% cream Tube 212 0.02 99.77 C
121 Pulmicord respoles Vial 200 0.02 99.79 C
122 Eritromicin syr 200 mg/ 5 ml Botol 160 0.01 99.80 C
123 Amoxicillin syrup 125/ 5 ml Botol 160 0.01 99.82 C
124 Beractant inj 25 mg/ml Vial 105 0.01 99.83 C
125 Triamsinolon asetonid nassal spray 55 mcg Botol 100 0.01 99.84 C
126 Ibuprofen syr Botol 100 0.01 99.85 C
127 Valproat tab SR 250 mg Tablet 100 0.01 99.86 C
128 Lorazepam tab 2 mg Tablet 100 0.01 99.87 C
129 Ofloxacin 200 mg tab Tablet 100 0.01 99.88 C
130 Aminofluid 1000 ml Bag 90 0.01 99.88 C
131 Tutofusin OPS 500 ml Botol 85 0.01 99.89 C
132 Calcii Gluconas inj 100mg/ml Ampul 84 0.01 99.90 C
133 WIDA D5-1/2 NS/TM Botol 80 0.01 99.91 C
134 Ketoconazole cream 2% Tube 72 0.01 99.91 C
135 Gentarmycin 0,3% cream Tube 70 0.01 99.92 C
136 Humulin 30/70 100 UI Vial 60 0.01 99.93 C
137 Seretide discus 100 mcg Tbg 60 0.01 99.93 C
138 Streptomisin serbuk inj 1000 mg/ml Vial 56 0.01 99.94 C
139 Budesonid formoterol inhaler 160/4,5 Tbg 55 0.01 99.94 C
140 EAS Pfimmer Botol 50 0.00 99.95 C
141 Dopamin inj 40 mg/ml Ampul 50 0.00 99.95 C
142 MgSO4 40 ml Ampul 50 0.00 99.96 C
143 Cotrimoxazol DOEN II suspense Tablet 50 0.00 99.96 C
144 Seretide discus 250 mcg Tbg 45 0.00 99.96 C
145 Epinefhrine inj 1 mg Ampul 45 0.00 99.97 C
146 Comafusin Hepar Botol 40 0.00 99.97 C
147 Enoksaparin sodium inj 60 mg/ 0,6 ml Vial 36 0.00 99.98 C
148 Stesolid rectal 5mg/2,5 ml Tube 30 0.00 99.98 C
149 Amiodaron inj 150 mg/ 3 ml Tablet 30 0.00 99.98 C
150 Humulin R 100 UI/ml Vial 28 0.00 99.98 C
151 Paracetamol drops 100 mg/ml Botol 26 0.00 99.99 C
152 MgSO4 20 ml Ampul 25 0.00 99.99 C
153 Salbutamol inhalasi 100 mcg/dosis Botol 24 0.00 99.99 C
154 Atracurium hameln inj 10 mg/ml Ampul 20 0.00 99.99 C
155 Dobutamin inj 50 mg/ml Ampul 15 0.00 99.99 C
156 Budesonid formoterol inhaler 80/4,5 Tbg 10 0.00 100.00 C
157 Seretide inhaler 50 mcg Tbg 10 0.00 100.00 C
158 Kalbamin 500 ml Botol 10 0.00 100.00 C
159 Amikasin inj 250 mg/ml Vial 10 0.00 100.00 C
160 Zincpro drops 10 mg/ ml Botol 10 0.00 100.00 C
161 Albumin 20% 50 cc Botol 6 0.00 100.00 C
162 Budesonid inhaler 200 mcg/puff Tbg 5 0.00 100.00 C
163 Asering 500 ml Botol 0 0.00 100.00 C
164 Fentanyl 2 ml Ampul 0 0.00 100.00 C
165 Morfin HCL tab SR 10 mg Tablet 0 0.00 100.00 C
166 Morfin HCL tab SR 15 mg Tablet 0 0.00 100.00 C
Lampiran 9
TABEL KELOMPOK OBAT GENERIK BERDASARKAN ANALISIS ABC INVESTASI TAHUN 2014
No Nama Obat Generik Satuan Jumlah
Pemakaian
Harga
Obat
(Rp)
Nilai
Investasi
(Rp)
Persentase
%
Persentase
Kumulatif
%
Kelompok Obat
1 Methylprednisolon inj 125 mg/2 ml Vial 8076 26,000 209,976,000 15.68 15.68 A
2 Ringer laktat Botol 20112 5,460 109,811,520 8.20 23.89 A
3 Telmisartan tab 80 mg Tablet 14164 6,500 92,066,000 6.88 30.76 A
4 Ranitidine inj 25 mg/ml Ampul 46411 1,190 55,229,090 4.13 34.89 A
5 Asam Traneksamat inj Ampul 13919 3,100 43,148,900 3.22 38.11 A
6 Ketorolac inj 10 mg/ml Ampul 8460 4,250 35,955,000 2.69 40.80 A
7 Metronidazol inf 500 mg/ 100 ml Botol 3090 10,250 31,672,500 2.37 43.16 A
8 Furosemide inj 10 mg/ml Ampul 13114 1,920 25,178,880 1.88 45.05 A
9 Timolol TM 0,25% Botol 2606 9,397 24,488,582 1.83 46.87 A
10 Cefadroxil kap 500 mg Kapsul 47003 519 24,394,557 1.82 48.70 A
11 Meropenem inj 0,5 g Vial 478 47,500 22,705,000 1.70 50.39 A
12 Tiotropium 18 mcg reffil Kapsul 1560 13,867 21,632,941 1.62 52.01 A
13 Antasida 60 ml syrup Botol 8852 2,200 19,474,400 1.45 53.46 A
14 Ciprofloxacin inf 2% Vial 1286 15,000 19,290,000 1.44 54.90 A
15 Ketorolac 10 mg tab Tablet 9458 2,000 18,916,000 1.41 56.32 A
16 Gentamycin inj 40 mg/ml Ampul 4970 3,569 17,737,930 1.32 57.64 A
17 Candesartan 16 mg Tablet 3424 5,145 17,616,480 1.32 58.96 A
18 Valproat tab SR 500 mg Pot 3200 5,450 17,440,000 1.30 60.26 A
19 Bisoprolol tab 5 mg Tablet 25620 669 17,139,780 1.28 61.54 A
20 Meropenem inj 1 g Vial 298 57,000 16,986,000 1.27 62.81 A
21 Ceftazidime inj 1000 mg Vial 942 17,913 16,874,046 1.26 64.07 A
22 Cefotaxime inj 1000 mg Vial 5324 3,150 16,770,600 1.25 65.32 A
23 Valproat syr 250 mg/ 5 ml Botol 362 41,800 15,131,600 1.13 66.45 A
24 Cefadroxil 125 mg/5 ml syrup Botol 2799 5,064 14,174,136 1.06 67.51 A
25 Dexamethasone inj 5 mg/ml Ampul 8320 1,659 13,802,880 1.03 68.54 A
26 Ceftriaxon inj 1 gr Vial 3935 3,500 13,772,500 1.03 69.57 A
27 Salbutamol cairan ih 0,1% Botol 1858 6,930 12,875,940 0.96 70.53 B
28 Humulin 30/70 100 UI Vial 60 214,000 12,840,000 0.96 71.49 B
29 Amlodipin tab 10 mg Tablet 36123 341 12,317,943 0.92 72.41 B
30 Desoksimetason salep 0,25% Tube 1135 10,309 11,700,715 0.87 73.29 B
31 Valsartan tab 80 mg Tablet 2870 3,900 11,193,000 0.84 74.12 B
32 Aminofusin L-600 Botol 260 42,000 10,920,000 0.82 74.94 B
33 Ulsicral 100 ml Botol 441 24,500 10,804,500 0.81 75.75 B
34 Lansoprazol kap 30 mg Kapsul 22131 473 10,467,963 0.78 76.53 B
35 Aminofluid 1000 ml Bag 90 115,500 10,395,000 0.78 77.30 B
36 Tamsulosin tab SR 0,4 mg Tablet 1380 6,800 9,384,000 0.70 78.00 B
37 Asam Mefenamat kap 500 mg Kapsul 79403 116 9,210,748 0.69 78.69 B
38 Triamsinolon asetonid nassal spray 55 mcg Botol 100 90,000 9,000,000 0.67 79.37 B
39 Ranitidine tab 150 mg Tablet 67874 126 8,552,124 0.64 80.00 B
40 Beractant inj 25 mg/ml Vial 105 81,000 8,505,000 0.64 80.64 B
41 Metformin kap 850 mg Kapsul 38300 214,5 8,215,350 0.61 81.25 B
42 Paracetamol 500 mg tab Tablet 91681 84 7,701,204 0.58 81.83 B
43 Tracium 2,5 ml Ampul 350 21,000 7,350,000 0.55 82.38 B
44 Azitromycin 500 mg Tablet 1600 4,500 7,200,000 0.54 82.91 B
45 Asam Traneksamat 500 mg tab Tablet 9002 770 6,931,540 0.52 83.43 B
46 Ciprofloxacin tab 500 mg Tablet 25500 260 6,630,000 0.50 83.93 B
47 NaCl 0,9% 500 ml Fls 1340 4,935 6,612,900 0.49 84.42 B
48 WIDA D5-1/4 NS/TM Fls 817 8,085 6,605,445 0.49 84.92 B
49 Budesonid formoterol inhaler 160/4,5 Tbg 55 117,600 6,468,000 0.48 85.40 B
50 Seretide discus 100 mcg Tbg 60 105,871 6,352,260 0.47 85.87 B
51 Humulin R 100 UI/ml Vial 28 214,000 5,992,000 0.45 86.32 B
52 Ondansentron inj 4 mg/2 ml Vial 2452 2,400 5,884,800 0.44 86.76 B
53 Ondansentron tab 8 mg Tablet 4655 1,261 5,869,955 0.44 87.20 B
54 Irbesartan tab 300 mg Tablet 2255 2,593 5,847,215 0.44 87.64 B
55 Timolol TM 0,5% Botol 574 9,996 5,737,704 0.43 88.06 B
56 Clopidogrel 75 mg tab Tablet 1625 3,500 5,687,500 0.42 88.49 B
57 Laxadine syrup Botol 440 12,450 5,478,000 0.41 88.90 B
58 Alprazolam tab 0,5 mg Tablet 30400 180 5,472,000 0.41 89.31 B
59 Seretide discus 250 mcg Tbg 45 119,000 5,355,000 0.40 89.71 B
60 Candesartan 8 mg Tablet 1578 3,255 5,136,390 0.38 90.09 C
61 ISDN tab 5 mg Tablet 55351 80 4,428,080 0.33 90.42 C
62 KSR tab Tablet 2308 1,850 4,269,800 0.32 90.74 C
63 Amoxicillin 500 mg Kapsul 15460 270 4,174,200 0.31 91.05 C
64 Cendo lyters T. Mata Botol 250 15,750 3,937,500 0.29 91.35 C
65 Glimepiride tab 2 mg Tablet 8998 436 3,923,128 0.29 91.64 C
66 Enoksaparin sodium inj 60 mg/ 0,6 ml Vial 36 105,000 3,780,000 0.28 91.92 C
67 Rifampicin tab 300 mg Tablet 5703 640 3,649,920 0.27 92.19 C
68 Methylprednisolon tab 4 mg Tablet 16478 210 3,460,380 0.26 92.45 C
69 Chloramphenicol 1% SM Tube 2048 1,600 3,276,800 0.24 92.70 C
70 Amlodipin 5 mg tab Tablet 16865 192 3,238,080 0.24 92.94 C
71 Rifampicin tab 450 mg Kapsul 3900 829 3,233,100 0.24 93.18 C
72 Glucosa inf 5% 500 ml Fls 590 5,460 3,221,400 0.24 93.42 C
73 Tutofusin OPS 500 ml Botol 85 37,500 3,187,500 0.24 93.66 C
74 Glimepiride tab 1 mg Tablet 11610 265 3,076,650 0.23 93.89 C
75 Cetirizine kap 10 mg Kapsul 15860 186 2,949,960 0.22 94.11 C
76 Eritromisin kapsul 500 mg Kapsul 3008 976 2,935,808 0.22 94.33 C
77 Cefixime dry syr 100 mg/5 ml Botol 296 9,000 2,664,000 0.20 94.53 C
78 Comafusin Hepar Botol 40 64,900 2,596,000 0.19 94.72 C
79 Bisakodil suppositoria 5 mg Supp 515 4,990 2,569,850 0.19 94.91 C
80 EAS Pfimmer Botol 50 51,260 2,563,000 0.19 95.11 C
81 Furosemide tab 40 mg Tablet 27000 94 2,538,000 0.19 95.29 C
82 Irbesartan tab 150 mg Tablet 1500 1,496 2,244,000 0.17 95.46 C
83 Ethambutol tab 500 mg Tablet 4802 455 2,184,910 0.16 95.63 C
84 Albumin 20% 50 cc Botol 6 362,250 2,173,500 0.16 95.79 C
85 Paracetamol syrup 120 mg/ 5 ml Botol 1410 1,496 2,109,360 0.16 95.95 C
86 Pulmicord respoles Vial 200 10,500 2,100,000 0.16 96.10 C
87 Allopurinol tab 300 mg Tablet 8265 220 1,814,168 0.14 96.24 C
88 Omeprazole kap 20 mg Tablet 8075 216 1,744,200 0.13 96.37 C
89 Miconazole 2% cream Tube 556 3,000 1,668,000 0.12 96.49 C
90 Ketoprofen tab 100 mg Supp 600 2,722 1,633,200 0.12 96.61 C
91 Metronidazol tab 500 mg Tablet 9955 164 1,632,620 0.12 96.74 C
92 Salbutamol inhalasi 100 mcg/dosis Botol 24 66,938 1,606,512 0.12 96.86 C
93 Antasida tab Tablet 21300 74 1,576,200 0.12 96.97 C
94 Propylthiouracyl 100 mg tab Tablet 4600 335 1,541,000 0.12 97.09 C
95 Carbamazepine tab 200 mg Tablet 5905 257 1,517,585 0.11 97.20 C
96 Rifampicin tab 600 mg Tablet 1300 1,154 1,500,200 0.11 97.31 C
97 Amitriptylin tab 25 mg Tablet 12550 117 1,468,350 0.11 97.42 C
98 Hidrokortison cream 1% Tube 540 2,699 1,457,460 0.11 97.53 C
99 Stesolid inj 10 mg/ 2 ml Vial 335 4,000 1,340,000 0.10 97.63 C
100 Glimepiride tab 3 mg Tablet 3205 404 1,294,820 0.10 97.73 C
101 Isoniazid tab 100 mg Tablet 18753 68 1,275,204 0.10 97.83 C
102 Captopril tab 25 mg Tablet 14210 89 1,264,690 0.09 97.92 C
103 Eritromicin syr 200 mg/ 5 ml Botol 160 7,893 1,262,880 0.09 98.01 C
104 Tramadol kap 50 mg Kapsul 6405 195 1,248,975 0.09 98.11 C
105 Ramipril tab 5 mg Tablet 2000 600 1,200,000 0.09 98.20 C
106 Budesonid formoterol inhaler 80/4,5 Tbg 10 110,500 1,105,000 0.08 98.28 C
107 Cotrimoxazol tab 480 mg Tablet 6750 145 978,750 0.07 98.35 C
108 Gentarmycin 0,3% OTM Tube 290 3,353 972,370 0.07 98.43 C
109 Seretide inhaler 50 mcg Tbg 10 95,200 952,000 0.07 98.50 C
110 Pyrazinamide tab 500 mg Tablet 4203 220 924,660 0.07 98.57 C
111 Farsorbid 10 mg Tablet 4700 190 893,000 0.07 98.63 C
112 Diltiazem tab 30 mg Tablet 5902 134 790,868 0.06 98.69 C
113 Atracurium hameln inj 10 mg/ml Ampul 20 39,500 790,000 0.06 98.75 C
114 Hydrokortison cream 2,5% Tube 264 2,798 738,672 0.06 98.81 C
115 Spironolacton 25 mg tab Tablet 2200 320 704,000 0.05 98.86 C
116 Calcii Gluconas inj 100mg/ml Ampul 84 8,300 697,200 0.05 98.91 C
117 Levofloxacin tab 500 mg Tablet 1176 575 676,200 0.05 98.96 C
118 WIDA D5-1/2 NS/TM Botol 80 8,085 646,800 0.05 99.01 C
119 Spiramycin tab 500 mg Tablet 380 1,574 598,120 0.04 99.05 C
120 Prednison tab 5 mg Tablet 4800 119 571,200 0.04 99.10 C
121 Salbutamol tab 2 mg Tablet 9200 62 570,400 0.04 99.14 C
122 Gemfibrozil 600 mg tab Tablet 800 713 570,400 0.04 99.18 C
123 Fenobarbital inj 50 mg/ ml Ampul 300 1,890 567,000 0.04 99.22 C
124 Kalbamin 500 ml Botol 10 56,300 563,000 0.04 99.27 C
125 Amikasin inj 250 mg/ml Vial 10 50,500 505,000 0.04 99.30 C
126 Valproat tab salut 250 mg Tablet 300 1,680 504,000 0.04 99.34 C
127 Doburan inj 250 mg Vial 15 33,000 495,000 0.04 99.38 C
128 Dopamin inj 40 mg/ml Ampul 50 9,800 490,000 0.04 99.42 C
129 Captopril tab 50 mg Tablet 3305 141 466,005 0.03 99.45 C
130 Budesonid inhaler 200 mcg/puff Tbg 5 93,000 465,000 0.03 99.48 C
131 Natrium diclofenac tab 25 mg Tablet 3250 140 455,000 0.03 99.52 C
132 Stesolid rectal 5mg/2,5 ml Tube 30 14,500 435,000 0.03 99.55 C
133 Amoxicillin syrup 125/ 5 ml Botol 160 2,500 400,000 0.03 99.58 C
134 Metoclopramid tab 10 mg Tablet 4100 96 393,600 0.03 99.61 C
135 Epinefhrine inj 1 mg Ampul 45 8,505 382,725 0.03 99.64 C
136 Salbutamol tab 4 mg Tablet 4300 89 382,700 0.03 99.67 C
137 Amiodaron inj 150 mg/ 3 ml Tablet 30 12,480 374,400 0.03 99.70 C
138 Ibuprofen syr Botol 100 3,674 367,400 0.03 99.72 C
139 Ketoconazole tab 200 mg Tablet 1053 310 326,430 0.02 99.75 C
140 Betametason 0,1% cream Tube 212 1,520 322,240 0.02 99.77 C
141 Allopurinol tab 100 mg Tablet 3603 88 317,064 0.02 99.80 C
142 Propranold tab 10 mg Tablet 3800 79 300,200 0.02 99.82 C
143 Valproat tab SR 250 mg Tablet 100 2,793 279,300 0.02 99.84 C
144 Streptomisin serbuk inj 1000 mg/ml Vial 56 3,832 214,592 0.02 99.85 C
145 Loratadine tab 10 mg Tablet 1150 164 188,600 0.01 99.87 C
146 Gentarmycin 0,3% cream Tube 70 2,660 186,200 0.01 99.88 C
147 Ketoconazole cream 2% Tube 72 2,569 184,968 0.01 99.90 C
148 MgSO4 40 ml Ampul 50 3,500 175,000 0.01 99.91 C
149 Diazepam 2 mg tab Tablet 3700 45 166,500 0.01 99.92 C
150 Paracetamol drops 100 mg/ml Botol 26 5,460 141,960 0.01 99.93 C
151 Lorazepam tab 2 mg Tablet 100 1,381 138,100 0.01 99.94 C
152 Zincpro drops 10 mg/ ml Botol 10 12,840 128,400 0.01 99.95 C
153 Nifedipine 10 mg Tablet 1000 110 110,000 0.01 99.96 C
154 Dexamethasone tab 05 mg Tablet 1500 64 96,000 0.01 99.97 C
155 Haloperidol tab 1,5 mg Tablet 1300 72 93,600 0.01 99.97 C
156 Domperidone tab 10 mg Tablet 503 170 85,510 0.01 99.98 C
157 Glibenklamide tab 5 mg Tablet 1300 58 75,400 0.01 99.99 C
158 MgSO4 20 ml Ampul 25 2,800 70,000 0.01 99.99 C
159 Ofloxacin 200 mg tab Tablet 100 420 42,000 0.00 100.00 C
160 Aminofillin tab 200 mg Tablet 400 82 32,800 0.00 100.00 C
161 Haloperidol tab 5 mg Tablet 300 100 30,000 0.00 100.00 C
162 Cotrimoxazol DOEN II suspense Tablet 50 65 3,250 0.00 100.00 C
163 Asering 500 ml Botol 0 9,000 - 0.00 100.00 C
164 Fentanyl 2 ml Ampul 0 35,610 - 0.00 100.00 C
165 Morfin HCL tab SR 10 mg Tablet 0 15,620 - 0.00 100.00 C
166 Morfin HCL tab SR 15 mg Tablet 0 22,990 - 0.00 100.00 C