dystocia bahu
DESCRIPTION
definisipatofisiologietiologimanifestasi klinistatalaksanapencegahansaranTRANSCRIPT
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. LATAR BELAKANG
Secara harafiah distosia berarti persalinan yang sulit dan ditandai oleh terlalu
lambatnya kemajuan persalinan. Secara umum, persalinan yang abnormal sering terjadi
apabila terdapat disproporsi antara bagian presentasi janin dan jalan lahir. Kejadian distosia
bahu seringkali merupakan peristiwa kegawatan obstetri yang tidak bisa diprediksi dan
dicegah. Distosia bahu didefinisikan sebagai kelahiran yang membutuhkan manuver obstetri
tambahan karena dengan tarikan biasa ke arah belakang pada kepala bayi tidak berhasil untuk
melahirkan bayi. Pada persalinan dengan presentasi kepala, setelah kepala lahir bayi tidak
dapat dilahirkan dengan pertolongan biasa dan tidak didapatkan sebab lain dari kesulitan
tersebut. Insidensi distosia bahu sebesar 0,2 – 0,3% dari seluruh persalinan pervaginam
dengan presentasi kepala. Apabila distosia bahu didefinisikan sebagai jarak waktu antara
lahirnya kepala dengan lahirnya badan bayi lebih dari 60 detik, maka insidensinya menjadi
11 %.1,2,3,4,7
Gambar 1. Distosia Bahu.
Biasanya distosia bahu didahului dengan tanda klasik “turtle sign” yaitu setelah kepala
bayi dikeluarkan, akan terjadi retraksi kuat kembali ke perineum ibu. Spong mendefinisikan
distosia bahu sebagai persalinan kepala-badan yang lama, yaitu lebih dari 60 detik dan atau
mengharuskan manuver obstetri tambahan. Walaupun terdapat rekomendasi tersebut, distosia
bahu tetap belum memiliki definisi yang jelas. Perbedaan laporan kasus sebagian disebabkan
2
oleh variasi definisi distosia bahu, populasi pasien yang dipelajari, dan bentuk kasus over-
diagnosa atau under-diagnosa. Insidensi yang dilaporkan adalah 0,6% - 3% kelahiran
pervaginam dengan presentasi vertex.1,2
Walaupun distosia bahu dapat dikelola dengan tepat tetapi tetap dapat meningkatkan
angka mortalitas dan morbiditas perinatal. Kegagalan bahu untuk lahir dengan spontan dapat
menjadikan ibu hamil dan bayi memiliki risiko cidera persalinan permanen. Cidera pleksus
brakhialis adalah komplikasi distosia bahu yang paling sering terjadi, yaitu pada 4-16%
persalinan. Kejadian ini tergantung dari pengalaman operator persalinan.1
Kebanyakan kasus diatasi tanpa adanya kecacatan permanen, yaitu kurang dari 10%
yang terjadi disfungsi pleksus brakhialis.1
3
BAB II
LAPORAN KASUS
1.1. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. N
Umur : 28 Tahun
Alamat : Hamadi
Agama : Islam
Suku / Bangsa : Bugis
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : IRT
Tanggal MRS : 1 Oktober 2014
1.2. ANAMNESIS
1.2.1. Keluhan Utama :
Pasien datang ke VK dengan keluhan utama mules-mules sejak ± 24 jam SMRS dan
keluar darah disertai lendir sejak ± 1 jam SMRS.
1.2.2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien G2P1A0 merasa hamil 9 bulan dengan HPHT 28/12/2014 dan taksiran partus
4/10/2014. Pasien melakukan pemeriksaan ANC di dr. Daniel, Sp.OG sebanyak 4
kali selama hamil ini dan dikatakan taksiran partus tanggal 30/9/2014. Selama hamil
ini pasien tidak ada sakit darah tinggi, keputihan ada, gatal dan berbau. Menurut
keterangan pasien, pasien mulai merasa mules-mules sejak ± 1 hari SMRS dan keluar
air-air sejak ± 30 menit SMRS. Pasien juga mengeluhkan keluarnya lendir bercampur
darah. Gerakan janin masih dirasakan oleh pasien. BAB dalam batas normal dan
BAK menurut keterangan pasien lancar. Tidak ada keluhan kencing berwarna merah
atau bercampur darah saat sebelum dan selama timbul mules-mules.
4
1.2.3. Riwayat Penyakit Dahulu :
Hipertensi (-), asma (-), DM (-), keputihan (+) gatal dan berbau, penyakit jantung (-
), dan riwayat alergi disangkal oleh pasien.
1.2.4. Riwayat penyakit Keluarga :
Didalam keluarga pasien tidak ada yang sakit DM, hipertensi, penyakit jantung dan
alergi.
1.2.5. Riwayat Obstateri :
No. Suami
Ke
Umur
Kehamilan Penolong
Jenis
Persalinan
Jenis
Kelamin BB
Hidup /
Meningga
l
1. I 9 Bulan Dokter Vacum ♂ 2900 gr Hidup
2. I Hamil ini
1.2.6. Riwayat Pernikahan :
Usia Pernikahan ♀ : 20 Tahun, Pendidikan SMA, Pekerjaan IRT.
Usia Penikahan ♂ : 19 Tahun, Pendidkan SMA, Pekerjaan Swasta.
Suami ke : I
Pernikahan dengan suami sekarang 8 tahun.
1.2.7. Riwayat Menstruasi :
Menarche : 13 Tahun
Siklus haid : Teratur
Dysmenorea : Tidak ada
HPHT : 28 Desember 2014
Taksiran Partus : 3 Oktober 2014.
1.2.8. Pemeriksaan ANC :
Jumlah ANC : 4 Kali
Pemeriksaan ANC pertama kali : Umur kehamilan 12 Minggu.
Imunisasi TT : 2 Kali
5
1.2.9. Riwayat Penggunaan Kontrasepsi :
Jenis kontrasepsi : Susuk
Berapa lama : 3 tahun
Sebab berhenti : Ingin mempunyai anak.
Rencana KB setelah melahirkan : Susuk
1.2.10. Riwayat Sosial :
Pasien kesehariannya bekerja sebagai ibu rumah tangga yang mengurus pekerjaan
dirumah.
1.3. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tinggi Badan : 144 cm
Berat badan : 58 Kg
Tanda Vital :
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 88 / menit
Respirasi : 20 / menit
Suhu badan : 36, 5 ˚C
Kepala :
Mata : Conjungtiva anemis (-/-), sclera ikterik (-/-),
Hidung : Deformitas (-)
Telinga : Deformitas (-)
Mulut : Deformitas (-)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thoraks :
Paru : Suara napas vesikuler, rhonki (-), wheezing (-).
Jantung : BJ I-II regular, gallop (-),mur-mur (-)
Abdomen : Membesar sesuai umur kehamilan.
6
Ekstremitas : Akral hangat, edema (-)
Status Obstetri
Pemeriksaan Luar
Inspeksi : Perut membesar sesuai umur kehamilan
TFU : 34 Cm
Lingkar perut : 105 Cm
DJJ : 140 / menit
His : 3 kali / 10’ / 40”
TBBJ : 3255 Gr
Inspekulo
V/V : Tenang
Portio : Lunak, Ø 6 cm, ketuban (-)
Pemeriksaan dalam
V/V : Tidak ada kelainan
P : Lunak arah, aksial
Ø : 6 Cm
Ket : (+)
Pr : Kepala Hodge II – II
Pemeriksaan panggul
CV : > 11 cm
CD : > 12 cm
Promontorium : Tidak teraba
L.Inominata : <1/3 anterior kanan dan kiri
Dinding samping : Lurus
Spina ischiadica : Tidak menonjol, distantia interspinosum > 9,5 cm
Sacrum : Konkaf
Arcus Pubis : > 90o
Kesan panggul : Normal
7
1.4. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Laboratorium
Tanggal Jenis Pemeriksaan Hasil
1 Oktober 2014
Haemoglobin 11,8 gr %
Hematokrit 35 %
Leukosit 8.600
Trombosit 230.000
DDR Negatif
Pemeriksaan USG
Janin presentasi kepala tunggal hidup, gerak janin normal, BPD 9,18 / HC 33,1 / FL 7,29 /
TBJ 3188 gr / ICA 14,8, Hamil 37 – 38 minggu. Dengan biometri sesuai dengan usai
kehamilan 37 – 38 minggu, plasenta di korpus anterior, tidak menutupi ostium uteri interna,
implantasi normal.
Pemeriksaan kardiotokografi (CTG)
Kategori I
1.5. RESUME
Pasien G2P1A0 hamil 37 – 38 minggu (USG) datang dengan keluhan utama mules-mules
sejak 1 hari SMRS dan keluar lendir disertai darah sejak 1 jam sebelum masuk rumah sakit.
Dari anamnesa didapatkan ada riwayat keputihan yang terasa gatal dan berbau. Riwayat
ANC 4 kali dan imunisasi TT sebanyak 2 kali.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan umum baik, kesadaran compos mentis, tanda-
tanda vital dalam batas normal, status generalis dalam batas normal, status obstetri TFU 34
cm, TBJ 3255 gr, DJJ 140 kali / menit. Dari inspekulo didapatkan v/v: tenang, portio: Lunak,
Ø 6 cm, ketuban tidak ada, presentasi kepala, hodge II – III dan dari pemeriksaan panggul
didapatkan kesan pannggul normal.
Dari pemeriksaan laboratorium darah lengkap hasilnya dalam batas normal dan dari
pemeriksaan USG didapatkan biometri sesuai dengan aterm, janin presentasi kepala, tunggal,
hidup, gerak janin normal, TBJ 3255 gr, implantasi plasenta normal, di korpus anterior, tidak
menutupi ostium uteri interna.
8
1.6. DIAGNOSA KERJA
PK I aktif pada G2P1A0 hamil 37 – 38 minggu, janin presentasi kepala tunggal hidup, Ketuban
Pecah 30 menit.
1.7. PENATALAKSANAAN
1.7.1. Memastikan hemodinamik ibu stabil dan kesejahteraan janin baik
Observasi keadaan umum, tekanan darah, nadi, respirasi dan suhu tubuh ibu setiap
jam
Observasi his dan denyut janin tiap 30 menit
Observasi kemajuan persalinan.
1.7.2. Rencana Diagnosis
Cek golongan darah, CT/BT, urine lengkap
1.7.3. Rencana awal partus pervaginam
1.8. LAPORAN PERSALINAN
Jam 22:30 Lapor dr. Daniel, Sp.OG
Pasien dengan kala II 30 menit dan pasien tidak bisa mengedan.
Saran : Percepat kala II dengan ekstraksi vakum
Jam 22:34 Dilakukan ekstraksi vakum
Pasien dalam posisi litotomi.
A dan antisepsis daerah genitalia eksterna dan sekitarnya.
Kandung kemih dikosongkan.
Dipasang mangkok silicon antara sutura sagitalis sedekat mungkin dengan UUK
Setelah diyakini tidak ada jaringan yang terjepit, dibuat tekanan negatif 0,7 kg/cm2
dan dipertahankan selama 2 menit.
Kembali diyakini tidak ada jaringan yang terjepit, dilakukan traksi definitif
bersamaan dengan his.
Perineum meregang.
9
Jam 22:37
Tampak kepala bayi lahir, mangkok dilepas hidung dan mulut dibersihkan dengan
kassa.
Ditemukan lilitan tali pusat 1 kali dalam keadaan longgar.
Lilitan dibebaskan dengan pegangan biparietal terdapat distosia bahu.
Memanggil bantuan
Melakukan manufer Mc Robert tidak berhasil
Melakukan manufer Rubin dan Masanti tidak berhasil
Jam 22:38
Menghubungi dr. Daniel, Sp.OG bahwa terjadi distosia,
Mencoba temukan bahu belakang ke depan tidak berhasil
Melakukan episiotomy mediolateral
Mencoba melahirkan bahu belakang dengan pegangan biparietal tidak berhasil.
Jam 22 46
Dr. Daniel Sp.OG datang, dengan pegangan biparietal dan manufer wood
Lahir bayi perempuan, 3300 gr, 50 cm, apgar skor 0/0
Cairan ketuban hijau encer, jumlah cukup.
Tali pusat dijepit dan dipotong
Disuntikan oksitosin 10 IU (IM)
Dilakukan peregangan talipusat terkendali
Jam 22 54
Lahir plasenta spontan lengkap
Dilakukan massage di fundus uteri, kontraksi baik.
Pada eksplorasi luka episiotomy didapatkan rupture episiotomy grade IV, dilakukan
jahitan hemostasis, kemudian mukosa vagina dijahit jelujur dengan vicril no. 2
Perdarahan kala III – IV 200 cc
1.9. OBSERVASI
Hari/
Tanggal S O A P
Kamis
2/10/14
Ibu sudah
bisa BAK
KU: baik
Kesadaran: compos
P2A0 post
vakum 2 jam
Obs. TTV, kontraksi,
dan perdarahan
10
Jam
01.00
wit
spontan,
nyeri luka
jahitan
minimal
mentis
TTV: TD: 120/80 mmHG,
N: 80x/mnt, R: 18x/mnt,
Sb 36,5oC
Status generalis: DBN
Status Obstetrik:
TFU: 2 jari dibawah
umbilicus, kontraksi baik
Inspeksi: V/V tenang,
perdarahn aktif (-)
Io + VT : tidak dilakukan
yang lalu Mobilisasi dini
Higiene vulva dan
perineum
Terapi oral:
Co-amoxyclav 3x625
mg
Natrium Diclofenac
2x50 mg
Bromocriptine 2x1
Livron B-Plex 1x1
Kamis
2/10/14
Jam
05.00
wit
BAK spontan
(+),
perdarahan (-
), nyeri bekas
jahitan
minimal,
pasien
meminta
pulang untuk
menghadiri
pemakaman
anaknya.
KU: baik
Kesadaran: compos
mentis
TTV: TD: 120/80 mmHG,
N: 80x/mnt, R: 18x/mnt,
Sb 36,7oC
Status generalis: DBN
Status Obstetrik:
TFU: 2 jari dibawah
umbilicus, kontraksi baik
Inspeksi: V/V tenang,
perdarahn aktif (-)
Io + VT : tidak dilakukan
P2A0 post
vakum 6
jam yang
lalu
Pasien diperbolehkan
pulang.
Terapi oral:
Co-amoxyclav 3x625
mg
Natrium Diclofenac
2x50 mg
Bromocriptine 2x1
Livron B-Plex 1x1
11
BAB III
PEMBAHASAN
2.1. Apa saja faktor resiko distosia bahu pada pasien ini ?
Belum ada cara untuk memastikan adanya distosia bahu pada suatu persalinan.
Meskipun sebagian besar distosia bahu dapat ditolong tanpa morbiditas, tetapi apabila terjadi
komplikasi dapat menimbulkan kekecewaan dan adanya potensi tuntutan terhadap penolong
persalinan. Untuk mengurangi resiko morbiditas pada bayi dan mencegah terjadinya
tuntutan, seorang penolong perlu mengidentifikasi faktor resiko terjadinya distosia bahu dan
mengkomunikasikan akibat yang dapat terjadi pada ibu serta keluarganya.1,7
Beberapa faktor resiko pada ibu, termasuk obesitas, multiparitas, dan diabetes
berpengaruh terhadap distosia bahu akibat pengaruhnya pada peningkatan berat lahir. Bayi
cukup bulan umumnya memiliki ukuran bahu yang lebih lebar dari kepalanya, sehingga
mempunyai resiko terjadinya distosia bahu. Resiko akan meningkat dengan bertambahnya
perbedaan antara ukuran badan dan bahu dengan ukuran kepalanya. Pada bayi makrosomia,
perbedaan ukuran tersebut terlihat lebih besar dibanding bayi tanpa makrosomia, sehingga
bayi makrosomia lebih beresiko. Dengan demikian, kewaspadaan terjadinya distosia bahu
diperlukan pada setiap pertolongan persalinan dan semakin penting bila terdapat faktor-
faktor yang meningkatkan resiko makrosomia. Dengan adanya DOPE (diabetes, obesity,
prolonged pregnancy, execessive fetal size or maternal weight gain) akan meningkatkan
resiko kejadian.2,7
Wanita bertubuh kecil kemungkinan besar memiliki panggul kecil, tetapi ia juga
kemungkinan memiliki bayi kecil. Thoms (1937) mempelajari nulipara dan mendapatkan
rerata berat lahir anak secara bermakna lebih rendah (280 gr) dari pada mereka dengan
panggul sedang atau luas.3
Kejadian intrapartum yang dilaporkan banyak hubungannya dengan distosia bahu
adalah kala I lama, partus macet, kala II lama, stimulasi oksitosin dan persalinan vaginal
dengan tindakan. Meskipun demikian, perlu disadari bahwa sebagian besar kasus distosia
bahu tidak dapat diprediksi dengan tepat sebelumnya. Upaya pencegahan distosia bahu dan
cedera yang dapat ditimbulkannya dapat dilakukan dengan cara:1
12
Tawarkan untuk dilakukan bedah sesar pada persalinan pervaginam beresiko tinggi: janin
luar biasa besar (> 5 kg), janin sangat besar (> 4,5 kg) dengan ibu diabetes, janin besar
(> 4 kg) dengan riwayat distosia bahu pada persalinan sebelumnya, kala II yang
mememanjang dengan janin besar.
Identifikasi dan obati diabetes pada ibu.
Selalu bersiap bila sewaktu-waktu terjadi.
Kenali adanya distosia seawal mungkin. Upaya mengejan, menekan suprapubis atau
fundus, dan traksi berpotensi meningkatkan resiko cedera pada janin.
Perhatikan waktu dan segera meminta pertolongan begitu distosia diketahui. Bantuan
diperlukan untuk membuat posisi McRoberts, pertolongan persalinan, resusitasi bayi dan
tindakan anastesia (bila perlu).
Berdasarkan teori diatas maka faktor resiko pada pasien ini adalah tinggi pasien ini adalah
144 cm, sebagaimana yang kita ketahui adalah bahwa jika pasien-pasien dengan tinggi badan
< 145 cm maka beresiko memiliki ukuran panggul sempit. Sedangkan, untuk factor resiko
dari ukuran berat badan janin pasien ini tidak termasuk.
2.2. Apa kriteria diagnosis distosia bahu pada pasien ini ?
Distosia bahu baru bisa didiagnosis ketika diperlukan maneuver lain selain traksi kebawah
dan episiotomy untuk melahirkan bahu. Trauma nyata pada janin ditemukan hanya pada
distosia bahu yang memerlukan manuver untuk melahirkan. Lapooran kini untuk membatasi
diagnosis distosia bahu pada pelahiran yang memerlukan maneuver, menyatakan insiden
yang bervariasi antara 0,6 % sampai 1,4 % (American College of Obstetricians and
Ginecologist, 2000).3
Distosia bahu merupakan kejadian yang jarang terjadi tetapi berpotensi buruk terhadap janin.
Meskipun faktor-faktor risiko seperti diabetes maternal, obesitas dan makrosomia dapat
diidentifikasi, distosia bahu biasanya juga terjadi pada pasien yang tidak memiliki faktor
risiko.5
Diagnosis distosia bahu ditegakan ketika:
2.2.1. Kepala bayi sudah lahir, tetapi bahu tertahan dan tidak dapat dilahirkan.
2.2.2. Kepala bayi sudah lahir, tetapi tetap menekan vulva dengan kencang.
13
2.2.3. Dagu tertarik dan menekan perineum.
2.2.4. Traksi pada kepala tidak berhasil melahirkan bahu yang tetap tertahan dikranial
simfisis pubis.
Begitu distosia bahu dikenali, maka prosedur tindakan untuk menolongnya harus segera
dilakukan. Pasien ini didiagnosis dengan distosia bahu ketika kepala bayi lahir setelah
diekstraksi vakum dan episiotomy yang lebar lalu dengan tarikan ke arah bawah bahu bayi
tidak lahir. Selain itu, pada bayi ini juga ditemukan kepala bayi menekan vulva dengan
kencang.
2.3. Apa saja komplikasi dari distosia bahu pada bayi ?
Komplikasi distosia bahu yang bisa terjadi pada bayi adalah fraktur tulang (klavikula dan
humerus), cedera pleksus brakialis, dan hipoksia yang dapat menyebabkan kerusakan
permanen di otak. Dislokasi tulang servikalis yang fatal juga dapat terjadi akibat melakukan
tarikan dan putaran kepala dan leher. Fraktur tulang pada umumnya dapat sembuh sempurna
tanpa sekuele, apabila didiagnosis dan diterapi dengan memadai. Cedera pleksus brakialis
dapat membaik dengan berjalannya waktu, tetapi sekuele dapat terjadi pada 50% kasus.1,6,7
2.4. Apa saja komplikasi dari distosia bahu pada ibu?
Komplikasi yang umumnya terjadi pada ibu adalah perdarahan akibat laserasi jalan lahir,
episiotomy ataupun atonia uteri.1 hal ini sesuai dengan teori bahwa pada pasien ini
didapatkan luka episiotomy dengan ruptur perineum grade IV.1,2
2.5. Bagaimana tatalaksana pada distosia bahu ?
Karena distosia bahu tidak dapat diramalkan maka penolong harus mengetahui betul prinsip-
prinsip penatalaksanaan. Pengurangan interval antara plahiran kepala sampai pelahiran
badan amat penting untuk kelangsungan hidup bayi. Diperlukan seorang asisten untuk
membantu, sehingga bersegeralah meminta bantuan. Jangan melakukan tarikan atau
dorongan sebelum memastikan bahwa bahu posterior telah masuk ke panggul. Bahu posterior
yang belum melewati pintu atas panggul akan semakin sulit dilahirkan bila dilakukan tarikan
kepala. Untuk mengendorkan ketegangan yang menyulitkan bahu posterior masuk panggul
tersebut, dapat dilakukan episiotomy yang luas, posisi McRobert, atau posisi dada-lutut.
14
Dorongan pada fundus juga tidak diperbolehkan karena akan semakin menyulitkan bahu
untuk dilahirkan dan beresiko menimbulkan ruptur uteri. Disamping perlunya asisten dan
pemahaman yang baik tentang mekanisme persalinan, keberhasilan pertolongan dengan
distosia bahu juga ditentukan oleh waktu. Setelah kepala lahir akan terjadi penurunan pH
arteria umbilikalis dengan laju 0,04 unit/menit. Dengan demikian, pada bayi yang
sebelumnya tidak mengalami hipoksia tersedia waktu antara 4 – 5 menit untuk melakukan
maneuver melahirkan bahu sebelum terjadi hipoksik pada otak.1,2,8,9
Secara sistematis pertolongan persalinan bahu adalah sebagai berikut.
2.5.1. Penekanan Suprapubik
Penekanan suprapubik dilakukan oleh seorang asisten sementara dilakukan traksi ke
bawah terhadap keala bayi.2
2.5.2. Manuver McRobert
Maneuver McRobert dimulai dengan memposisikan ibu dalam posisi McRobert,
yaitu ibu terlentang, memfleksikan kedua paha sehingga lutut jadi sedekat mungkin
ke dada, dan merotasikan kedua kaki ke arah luar (abduksi). Lakukan episiotomy
yang cukup lebar. Gabungan episiotomy dan posisi McRobert ini akan
mempermudah bahu posterior melewati promontorium dan masuk kedalam panggul.
Mintalah asisten melakukan penekanan suprapubik ke arah posterior menggunakan
Diagnosis
Hentikan traksi pada kepala,
segera memanggil
bantuan
Manuver McRobert (Posisi
McRobert, Episiotomi bila perlu, tekanan
suprapubik, tarikan kepala)
Manuver Rubin (Posisi tetap McRobert,
rotasikan bahu, tekanan
suprapubik, tarikan kepala)
Lahirkan bahu posterior, atau
posisi merangkak, atau manuver
wood
15
pangkal tangannya untuk menekan bahu anterior agar masuk ke bawah simfisis.
Sementara itu lakukan tarikan pada kepala janin kea rah posterokaudal dengan
mantap. 1,8
Langkah tersebut akan melahirkan bahu anterior. Hindari tarikan yang berlebihan
karena akan mencederai pleksus brakialis. Setelah bahu anterior dilahirkan, langkah
selanjutnya sama dengan pertolongan persalinan presentasi kepala. Maneuver ini
cukup sederhana, aman, dan dapat mengatasi sebagian besar distosia bahu derajat
ringan sampai sedang.1,2,8,9,10,11
Gambar 2. Posisi McRobert
2.5.3. Manuver Rubin
Oleh karena diameter anteroposterior pintu atas panggul lebih sempit dari pada
diameter oblik atau transversanya, maka apabila bahu dalam posisi anteroposterior
perlu diubah menjadi posisi oblik atau transversa untuk memudahkan
melahirkannya. Tidak boleh melakukan putaran pada kepala atau leher bayi untuk
mengubah posisi bahu. Yang dapat dilakukan adalah memutar bahu secara lagsung
atau melakukan penekanan suprapubik kearah dorsal. Pada umumnya sulit untuk
menjangkau bahu anterior, sehingga pemutaran bahu lebih mudah dilakukan pada
bahu posteriornya. Masih dalam posisi McRobert, masukan tangan pada bagian
posterior vagina, tekanlah daerah ketiak bayi sehingga bahu berputar menjadi posisi
16
oblik atau transversa. Lebih menguntungkan bila pemutaran itu kearah yang
membuat punggung bayi menghadap kearah anterior (manufer rubin anterior) oleh
karena kekuatan yang dperlukan untuk melahirkan bayi lebih rendah dibandingkan
posisi bahu anteroposterior atau punggung bayi mengahadap ke posterior. Ketika
dilakukan penekanan suprapubik pada posisi punggung janin anterior akan membuat
bahu lebih abduksi, sehingga diameternya mengecil. Dengan bantuan penekanan
suprasimfisis kea rah posterior, lakukan tarikan kepala kea rah posterokaudal dengan
mantap untuk melahirkan bahu anterior.1,8,9,10,11
Gambar 3. Maneuver Rubin
2.5.4. Melahirkan bahu posterior, posisi merangkak
Melahirkan bahu posterior dilakukan pertama kali dengan mengidentifikasi dulu
posisi punggung bayi. Masukan tangan penolong yang berseberangan dengan
punggung bayi (punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan
kiri) ke vagina. Temukan bahu posterior, telusuri lengan atas dan buatlah sendi siku
menjadi fleksi (bisa dilakukan dengan menekan fossa kubiti). Peganglah lengan
17
bawah dan buatlah gerakan mengusap kearah dada bayi. Langkah ini akan membuat
bahu posterior lahir dan memberi cukup ruang untuk bahu anterior bisa masuk
kebawah simfisis. Dengan bantuan tekanan suprasimfisis kea rah posterior, lakukan
tarikan kepala kearah posterokaudal dengan mantap untuk melahirkan bahu
anterior.1,8,9,10,11
Gambar 4. Melahirkan bahu posterior
Manfaat posisi merangkak didasarkan asumsi fleksibilitas sendi sakroiliaka bisa
meningkatkan diameter sagittal pintu atas panggul sebesar 1 – 2 cm dan pengaruh
gravitasi akan membantu bahu posterior melewati promontorium. Pada posisi
terlentang atau litotomi, sendi sakroiliaka menjadi terbatas mobilitasnya. Pasien
menopang tubuhnya dengan kedua tangan dan lututnya. Pada posisi ini bahu
posterior dilahirkan terlebih dahulu dengan tarikan kepala.1,8,10
Bahu melalui panggul ternyata tidak dalam gerak lurus, tetapi berputar seperti uliran
sekrup. Berdasarkan hal itu, memutar bahu akan mempermudah melahirkannya.2,8
18
2.5.5. Manuver Wood
Maneuver wood dilakukan dua jari tangan yang berseberangan dengan punggung
bayi (punggung kanan berarti tangan kanan, punggung kiri berarti tangan kiri) yang
diletakan didepan bahu posterior. Bahu anterior dirotasi 180 derajat. Dengan
demikian, bahu posterior menjadi bahu anterior dan posisinya akan berada di bawah
arkus pubis, sedangkan bahu anterior memasuki pintu atas panggul dan berubah
menjadi bahu posterior. Dalam posisi seperti itu, bahu anterior akan dengan mudah
dapat dilahirkan.1,2,9,10
Gambar 5. Manuver Wood
Setelah melakukan prosedur pertolongan distosia bahu, tindakan selanjutnya adalah
melakukan proses dekontaminasi dan pencegahan infeksi pasca tindakan serta perawatan
pasca tindakan.1
19
BAB IV
PENUTUP
3.1. KESIMPULAN
3.1.1. Distosia bahu adalah tertahannya bahu depan di atas simfisis dan ketidak mampuan
melahirkan bahu pada persalinan normal.
3.1.2. Faktor resiko terjadinya distosia bahu meliputi, bayi makrosomia, riwayat distosia
sebelumnya, partus lama, DM, kelahiran lewat waktu.
3.1.3. Komplikasi maternal pada distosia bahu yaitu, Perdarahan post partum, laserasi jalan
lahir dan rupture uteri.
3.1.4. Komplikasi pada bayi yaitu, kematian, asfiksia dan komplikasinya, fraktur klavikula
dan humerus, kelumpuhan pleksus brachialis.
3.1.5. Diagnosis distosia bahu ditegakan ketika kepala bayi yang telah lahir melekat ke
perineum (Turtle sign), Kala II persalinan yang memanjang, bahu bayi gagal untuk
lahir setelah dengan usaha maksimal dan gerakan yang benar.
3.2. SARAN
3.2.1. Antisipasi dan persiapan (kebanyakan kasus tidak dapat diprediksi).
3.2.2. Menganjurkan kepada ibu agar melakukan pemeriksaan ANC dengan teratur sehingga
jika terdapat faktor resiko maka bisa dilakukan intervensi lebih dini.