draft paper publikasi.docx

15
Contractor’s Competitiveness Assessment Model Using Relative Importance Value Reini Wirahadikusumah 1, a* and M. Indera Perdana 1,b 1 Faculty of Civil and Environmental Engineering, Institut Teknologi Bandung, Indonesia a* [email protected], b [email protected] Keywords: Competitivenes, Assesment Model, KCI, Key Competitiveness Indicator (KCI), Analytic Hierarchy Process (AHP), Relative Important Value (RIV). Abstract. Indonesian construction industry is growing and has distinct characteristics. The country has been developing at the rate of 5-6% per year and it is a huge market in the region. It is crucial that contractors adequately realize their competitiveness and therefore develop competitive strategies, particularly in the context of ASEAN Economic Community. Understanding an organization's competitiveness and finding the strategy has been an important issue for construction businesses. A model was developed to assess competitiveness based on a set of Key Competitiveness Indicators (KCI). The model was focused for the purpose of measuring company-level competitiveness for general contractors. The indicators and the weight of each indicator were selected using AHP and Relative Importance Value (RIV) methods. The respondents were selected to represent construction industry main stakeholders, which consisted of regulator/government, owner, strategic management officer on a prominent engineering firm, and general managers on medium and large construction firms. The proposed model was then applied to four general contractors which are also public corporations. These big firms are state-owned and later became public-listed companies; they are the main players for regional construction industry. These firms were studied to measure their relative competitiveness as benchmarks for their own peers. The assessment results provide recommendations to improve competitiveness in terms of human resources, financial, technical, managerial, and marketing capabilities, as well as corporate image. Pendahuluan Jasa konstruksi adalah sebuah sektor yang memegang peran penting dalam pembangunan Indonesia. Seiring perkembangan industri jasa konstruksi, perkembangan badan usaha di sektor ini juga sangatlah

Upload: muhammad-indera-perdana

Post on 14-Jan-2016

11 views

Category:

Documents


0 download

DESCRIPTION

list daftar paper ITb

TRANSCRIPT

Page 1: Draft paper publikasi.docx

Contractor’s Competitiveness Assessment Model Using Relative Importance Value

Reini Wirahadikusumah1, a* and M. Indera Perdana1,b

1Faculty of Civil and Environmental Engineering, Institut Teknologi Bandung, Indonesiaa* [email protected], [email protected]

Keywords: Competitivenes, Assesment Model, KCI, Key Competitiveness Indicator (KCI), Analytic Hierarchy Process (AHP), Relative Important Value (RIV).

Abstract. Indonesian construction industry is growing and has distinct characteristics. The country has been developing at the rate of 5-6% per year and it is a huge market in the region. It is crucial that contractors adequately realize their competitiveness and therefore develop competitive strategies, particularly in the context of ASEAN Economic Community. Understanding an organization's competitiveness and finding the strategy has been an important issue for construction businesses. A model was developed to assess competitiveness based on a set of Key Competitiveness Indicators (KCI). The model was focused for the purpose of measuring company-level competitiveness for general contractors. The indicators and the weight of each indicator were selected using AHP and Relative Importance Value (RIV) methods. The respondents were selected to represent construction industry main stakeholders, which consisted of regulator/government, owner, strategic management officer on a prominent engineering firm, and general managers on medium and large construction firms. The proposed model was then applied to four general contractors which are also public corporations. These big firms are state-owned and later became public-listed companies; they are the main players for regional construction industry. These firms were studied to measure their relative competitiveness as benchmarks for their own peers. The assessment results provide recommendations to improve competitiveness in terms of human resources, financial, technical, managerial, and marketing capabilities, as well as corporate image.

Pendahuluan

Jasa konstruksi adalah sebuah sektor yang memegang peran penting dalam pembangunan Indonesia. Seiring perkembangan industri jasa konstruksi, perkembangan badan usaha di sektor ini juga sangatlah pesat. Isu mengenai jumlah kontraktor Indonesia yang sangat besar dan isu lain seperti kerjasama liberalisasi perdagangan di bidang jasa ASEAN-AFAS 2015 mendatang dan alokasi anggaran di sektor konstruksi yang besar mengindikasikan bahwa lapangan persaingan dibidang jasa konstruksi akan semakin ketat sehingga perusahaan kontraktor di Indonesia baik entitas swasta maupun BUMN dituntut untuk lebih kompetitif apabila ingin menjaga keberlangsungan perusahaan yang bergerak di sektor jasa konstruksi.

Menurut Tan et al., (2007), untuk meningkatkan tingkat keunggulan kompetitif perusahaan sebelumnya perlu dilakukan pengukuran tingkat daya saing perusahaan. Hasil pengukuran tingkat daya saing kemudian digunakan untuk memperoleh gambaran kekuatan dan kelemahan perusahaan. Hasil pengukuran juga dapat digunakan untuk memberikan gambaran posisi perusahaan kontraktor yang bersangkutan jika dibandingkan dengan perusahaan kontraktor kompetitornya. Pada akhirnya hasil analisis tersebut digunakan untuk menyusukan strategi kompetitif perusahan dalam rangka peningkatan efektivitas kinerja perusahaannya

Penelitian sebelumnya mengenai pengembangan model pengukuran daya saing disusun berdasarkan kondisi industri konstruksi dan kondisi internal kontraktor di negara tempat studi tersebut dilakukan sehingga bila diterapkan di Indonesia ada beberapa parameter yang tidak relevan bila dilihat dari kondisi kontraktor Indonesia. Sehubungan dengan hal tersebut, pada studi ini akan dilakukan pengembangan model pengukuran daya saing perusahaan kontraktor yang dapat

Page 2: Draft paper publikasi.docx

digunakan untuk mengukur tingkat daya saing kontraktor di Indonesia dan akan diuji coba secara terbatas pada kontraktor BUMN terbuka sebagai bentuk dari verifikasi model.

Profil Umum Sektor Jasa Konstruksi

Dalam setiap tahunnya, anggaran jasa konstruksi baik yang dilakukan oleh Pemerintah maupun swasta jumlahnya sangat besar. Menurut data BPS tahun 2013 nilai konstruksi yang diselesaikan oleh pemerintah maupun swasta mencapai Rp 504 triliun (BPS, 2014), sedangkan anggaran belanja negara untuk infrastruktur pada tahun 2014 adalah sebesar 210 triliun atau sebesar 42 % berada di tangan pemerintah dan sisanya 58% berada di tangan swasta. Usaha jasa konstruksi di Indonesia berkembang semakin pesat. Pada tahun 2013, sebagai salah satu indikator kinerja, laju rata-rata pertumbuhan usaha jasa konstruksi Indonesia mencapai 14.6% (BPS, 2014), lebih tinggi dibandingkan dengan rata-rata pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB), yaitu sebesar 5,1% (BPS, 2014). Usaha jasa konstruksi menyumbang 10% dari PDB pada tahun 2013, sehingga memberikan kontribusi penting dalam pertumbuhan ekonomi dan menciptakan multiplier efek pada sektor lain.

Khusus untuk perusahaan yang bergerak di bidang pelaksana konstruksi sendiri, yaitu perusahaan kontraktor, data pada tahun 2013 menunjukkan bahwa jumlah kontraktor yang ada di Indonesia adalah 141,665 perusahaan yang terdaftar di LPJK. Dari jumlah perusahaan yang sangat besar ini, sekitar 139.000 di antaranya diklasifikasikan sebagai usaha jasa konstruksi menengah dan kecil (98.84% dari total usaha jasa konstruksi). Sedangkan untuk kontraktor dengan klasifikasi besar, termasuk kontraktor-kontraktor BUMN (Badan Usaha Milik Negara), jumlahnya kurang lebih 1043 perusahaan (LPJK, 2014) atau sekitar 1.2 % dari total badan usaha jasa konstruksi.

Adanya isu mengenai kerjasama liberalisasi perdagangan di bidang jasa ASEAN-AFAS 2015, dimana badan usaha asing dapat masuk dalam industri jasa konstruksi di Indonesia tentunya akan menambah jumlah pelaku usaha yang bergerak dalam sektor ini. Menurut World Economic Forum (2013) posisi daya saing indonesia pada Global Competitivenes Index (GCI) pada aspek infrastruktur dijelaskan bahwa posisi Indonesia menduduki peringkat ke-78, menurun dari posisi tahun sebelumnya yaitu peringkat ke- 76.

Definisi Daya Saing

Menurut Garelli (2003) konsep daya saing sangat memungkinkan beragam definisi dan pengukuran. Hal ini sejalan dengan pendapat yang disampaikan Michael Porter:

“There is no accepted definition of competitiveness. Whichever definition of competitiveness is adopted, an even more serious problem has been there is no generally accepted theory to explain it . . .. “ (Porter, 1990).

Bahasan konsep daya saing dapat ditinjau pada tingkatan mikro-ekonomi negara, meso-industri, dan mikro perusahaan. Definisi daya saing pada masing-masing tingkatan tersebut akan “berbeda.” tetapi, daya saing pada masing-masing tingkatan tersebut terkait secara erat.

Daya saing perusahaan merupakan elemen pembentuk daya saing pada tingkat industri dan daya saing pada tingkat daerah atau negara. Daya saing industri sangat dipengaruhi oleh kinerja individual perusahaan yang bergerak di dalamnya. Kinerja industri merupakan akumulasi outcome dari strategi dan tindakan (action) individual perusahaan yang bergerak dalam industri tersebut. Pada sektor konstruksi, terdapat sedikit perbedaan mengenai tingkatan yang ada dengan sektor industri lainnya, di sektor konstruksi terdapat tingkatan proyek yang juga memiliki keterkaitan dengan tingkat mikro-perusahaan. Bila dianalogikan dengan perusahan industri, tingkat proyek ini adalah “produk” dari perusahaan kontruksi.

Berdasarkan hasil studi literatur diidentifikasi bahwa kinerja daya saing pada level perusahaan adalah produktivitas sedangkan kinerja produktivitas kontraktor akan dipengaruhi adalah kemampuan memenangkan tender dimana pertimbangan dalam memilih pemenang tender di Indonesia adalah : Harga, waktu, kualitas, dan reputasi perusahaan sehingga pada studi ini daya saing akan didefinisikan sebagai :

Page 3: Draft paper publikasi.docx

“Daya saing kontraktor adalah kemampuan perusahaan untuk memenangkan setiap penawaran yang mereka ajukan pada proyek-proyek konstruksi dan menyediakan jasa konstruksi yang telah dimenangkan dengan biaya yang lebih rendah, waktu yang lebih singkat, dan kualitas yang lebih unggul dibandingkan pesaingnya”

Maksud dari definisi itu yaitu ada 2 aspek yang berkaitan dengan daya saing kontraktor. Aspek pertama, kontraktor harus memungkinkan untuk memenangkan proyek-proyek konstruksi. Oleh karena itu, daya saing kontraktor harus mengkaji kemampuan penawaran yang kompetitif. Aspek Kedua, kontraktor mengembangkan daya saingnya melalui kualitas layanan jasa konstruksi yang mereka berikan, yaitu dengan menyediakan layanan jasa konstruksi dengan biaya yang lebih rendah, durasi konstruksi yang lebih singkat, dan mutu produk yang lebih baik dibandingkan dengan pesaingnya.

Metodhologi

Pada penelitian ini model pengukuran tingkat daya saing akan didasarkan oleh model Tan dkk (2007). Model pengukuran daya saing yang sudah dikemukakan oleh Tan (2007) dirumuskan berdasarkan banyak faktor-faktor yang berinteraksi satu sama lain, dengan demikian parameter daya saing bisa diorganisir dalam struktur hirarki multi-level. Hal ini juga telah dikemukakan oleh IMD (2006) yang mengatur indikator daya saing mereka dalam suatu bentuk sistem hirarki. Sistem hirarki berguna untuk mempelajari interaksi fungsional antara komponen dan dampaknya terhadap seluruh sistem. Hanya saja model Tan et al didasarkan atas kondisi perusahaan kontraktor di Hong Kong oleh karena itu perlu dilakukan validasi model berdasarkan definisi daya saing dan kondisi di Indonesia.

Ruang lingkup penelitian ini dibatasi dalam menilai daya saya saing pada perusahaan kontraktor umum (General Contractor) yang letaknya ada pada tingkatan analisis daya saing pada tingkat perusahaan. Validasi dan proses penentuan bobot faktor dan indikator pada penelitian ini dilakukan berdasarkan penilaian dari responden sehingga hasilnya akan bersifat subjektif dan hasilnya tentu akan dipengaruhi oleh pihak yang akan dipilih sebagai responden. Untuk lebih jelasnya mengenai tahapan perumusan model pengukuran daya saing kontraktor dapat dilihat pada ilustrasi Gambar 2.

Gambar 2. Tahapan Pengembangan Model Pengukuran Daya Saing Kontraktor (mungkin gambar atau paragraph bisa dihilangkan)

Page 4: Draft paper publikasi.docx

Model pengukuran daya saing akan menggunakan 2 level hierarki variabel dalam mendifinsikan daya saing kontraktor. Variabel level pertama adalah faktor daya saing dimana variabel-variabel pada level pertama ini berhubungan langsung dengan daya saing kontraktor. Variabel pada level kedua adalah indikator yang dapat digunakan dalam mengukur masing-masing faktor daya saing yang sudah didefinisikan. Variabel pada level kedua tidak berhubungan langsung dengan daya saing tetapi memiliki hubungan dengan faktor daya saing yang kedudukannya di atas indikator dan dibawah daya saing, sehingga keseluruhan indikator yang sudah diidentifikasi disebut dengan indikator daya saing.

Penentuan awal faktor dan indikator akan disusun berdasarkan studi literatur. Faktor didasarkan atas studi mengenai faktor daya saing yang sudah dirumuskan oleh Tan et al, (2007) dengan pertimbangan bahwa faktor-faktor daya saing yang telah dirumuskan oleh Tan et al, (2007) sudah mencakup garis besar suatu hal yang dimaksud oleh semua faktor-faktor daya saing yang dirumuskan oleh peniliti lainnya. Ada 6 faktor yang dirumuskan oleh Tan et al, (2007) yaitu (1) reputasi perusahaan, (2) kemampuan teknologi dan inovasi, (3) kemampuan finansial, (4) kemampuan pengembangan pasar, (5) kemampuan manajerial, (6) kemampuan sumber daya manusia. Kemudian indikator dikumpulkan dari seluruh studi literatur dan dimasukkan kedalam 6 faktor tersebut berdasarkan persepsi penulis. Sehingga diperoleh 86 indikator sebagai indikator awal.

Validasi akan dilakukan berdasarkan pendapat responden yang akan diwakili oleh suatu tingkat kepentingan / bobot nya masing – masing sehingga model ini dapat dikuantifikasi. Pada tahap ini juga dilakukan valdiasi penamaan terhadap faktor dan indikator sehingga sesuai dengan kondisi di Indonesia. Perhitungan tingkat kepentingan / bobot dari faktor dan masing – masing indikator tersebut akan ditentukan dengan menggunakan dua (2) metode secara terpisah yaitu metode Analytical Hierarcy Process (AHP) untuk penentuan bobot masing-masing faktor dan Metode Relative Importance Value (RIV) untuk penentuan KCI atau indikator yang dianggap paling kritis diantara indikator-indikator daya saing saing pada penentuan awal. Pada tahap ini diperoleh 6 faktor dan 49 indikator daya saing yang akan digunakan pada model pengukuran studi ini.

Perhitungan bobot relatif dimaksudkan agar pada penggunaan model ini hanya dilakukan berdasarkan indikator daya saing saja sedangkan faktor daya saingnya sudah tidak digunakan, hal ini untuk mempermudah pengguna model. Perhitungan bobot relatif dilakukan dengan melakukan normalisasi bobot indikator terkait dengan hubunggannya pada keseluruhan faktor dan indikator daya saing.

Penentuan score kinerja indikator daya saing kontraktor dilakukan agar model pengukuran daya saing dapat digunakan dapat menjadi standar untuk pemberian score dari kinerja masing-masing indikator daya saing. Skala skor yang akan digunakan pada studi adalah 0-100. Data paramater yang akan digunakan dalam pemberian skor terdiri dari 2 jenis parameter yaitu paramater tertutup dan parameter terbuka. Parameter tertutup akan menggunakan pilihan jawaban pertanyaan yang skornya ditentukan berdasarkan best practice dan penalaran dari pengguna model sendiri. Sedangkan untuk parameter terbuka akan menggunakan jawaban pertanyaan yang skornya akan dhitung dengan menggunakan rumus SPV (standard performance value).

Validasi Faktor dan Indikator Daya Saing KontraktorProses validasi dan penentuan tingkat kepentingan / bobot dari faktor dan masing – masing indikator tersebut akan ditentukan dengan menggunakan dua (2) metode secara terpisah yaitu,

1. Metode Analytical Hierarcy Process (AHP) untuk penentuan bobot masing-masing faktor2. Metode Relative Importance Value (RIV) untuk penentuan KCI atau indikator yang dianggap paling kritis

Metode Analytical Hierarcy Process (AHP)

Analisis dengan menggunakan metode Analytical Hierarcy Process (AHP) akan digunakan pada penelitian ini untuk mengetahui tingkat kepentingan dari masing – masing faktor yang berada pada tingkat hierarki pertama dari model penilaian ini. Model yang dikembangkan oleh Thomas L. Saaty (1980) ini pada prinsipnya melakukan penguraian terhadap suatu permasalahan yang mempunyai beberapa (multi) faktor atau kriteria yang kompleks menjadi suatu hierarki yang terorganisir. Adapun rumus perhitungan AHP yaitu :

e=bij+bij+1+…+bij+n

k (1)

dan

Page 5: Draft paper publikasi.docx

CI=λmax−n

n−1 (2)

dimana, n : jumlah faktor yang diperbandingkan, k : jumlah peserta AHP, dan λ : nilai eigen terbesar dari matriks berordo n, dan n : jumlah kelompok faktor. Perhitungan terhadap λ akan mengalikan antara nilai baris total dengan nilai vektor eigen.

Persamaan (1) digunakan untuk menghitung vektor eigennya dan persamaan (2) digunakan untuk menghitung consistency index atau seberapa valid hasil survei dengan metode AHP tersebut. Untuk memudahkan pengolahan lebih lanjut terhadap data – data yang diperoleh dari responden, akan digunakan bantuan dari program Expert Choice yang bekerja berdasarkan prinsip AHP. Adapun hasil pengolahan data dengan menggunakan program Expert Choice dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Hasil Pengolahan Data dengan Program Expert Choice

Metode Relative Importance Value (RIV)

Pengukuran tingkat kepentinggan masing-masing indikator digunakan metode Relative Importance Value (RIV). Teknik pengukuran indeks relatif dalam menganalisis data yang dikumpulkan dari kuesioner dengan tujuan melihat persepsi responden survei. Adapun rumus perhitungan RIV yaitu,

RIV=100 x∑ aX

4 N (3)

dan

Bobot normalisasi= RIV

∑ RIV x 100 (4)

dimana, X = frekuensi tanggapan dari indikator tersebut, a = nilai bobot (dengan nilai 1-4, dimana 1 adalah tidak penting dan 4 adalah sangat penting), dan N = Jumlah total responden

Persamaan (3) digunakan untuk menghitung nilai RIV dan persamaan (4) digunakan untuk menghitung bobot normalisasi dari indikator yang menjadi KCI. Perhitungan RIV dilakukan berdasarkan data survei yang dikumpulkan untuk enam faktor yaitu reputasi perusahaan, kemampuan teknologi dan inovasi, kemampuan finansial, kemampuan pengembangan pasar, kemampuan manajerial, dan kemampuan sumber daya manusia. Contoh perhitungan dengan menggunakan metode RIV untuk faktor reputasi perusahaan adalah seperti pada Tabel 3.

Tabel 3. RIV Indikator Reputasi Perusahaan

No Indikator Distribusi NilaiRIV

(Mean)≥ 3 ≤ 2

A1 Grade perusahaan 100.00 0.00 100.00

A2 Kualifikasi profesional dari project manager

67.86 32.14 85.71

A3 Cakupan bisnis dan pangsa pasar di suatu area regional (provinsi, nasional,dsb)

23.21 76.79 50.00

A4 Cakupan bisnis dan pangsa pasar (berdasarkan sektor indusri, general kontraktor, kontraktor geoteknik,

17.86 82.14 48.21

Page 6: Draft paper publikasi.docx

No Indikator Distribusi NilaiRIV

(Mean)developer, dsb)

A5 Spesialisasi bisnis 57.14 42.86 75.00

A6 Nilai perusahaan (misal : harga saham untuk perusahaan Tbk dan modal setor awal untuk perusahaan yang belum Tbk)

92.86 7.14 92.86

A7 Tingkat kredibilitas di mata bank 83.93 16.07 87.50

A8 Penghargaan kualitas proyek 67.86 32.14 80.36

A9 Catatan kinerja K3 pada proyek 73.21 26.79 82.14

A10 Catatan kinerja lingkungan pada proyek 42.86 57.14 57.14

A11 Identitas perusahaan 26.79 73.21 50.00

A12 Kecocokan dengan budaya lokal 55.36 44.64 67.86

A13 Tanggung jawab sosial perusahaan (misalnya sponsorhip, yayasan, dsb)

16.07 83.93 50.00

  Average RIV     71.29

Ket : Indikator yang diberi tanda adalah indikator yang dipilih sebagai KCI

Indikator dengan nilai RIV yang tinggi menunjukkan bahwa indikator tersebut memiliki efek yang tinggi terhadap daya saing. Berdasarkan nilai RIV tersebut kemudian dilakukan pemilihan Key Competitivenes Indicator (KCI). Indikator yang dipilih sebagai KCI adalah indikator yang memiliki nilai RIV (mean) di atas nilai RIV average atau dapat diartikan indikator yang dengan nilai 3 dan 4 yang dipilih oleh lebih dari 50 % responden.

KCI jumlahnya akan lebih sedikit dibandingkan dengan indikator hasil penentuan awal sehingga perlu dihitung bobot normalisasi dengan menggunakan persamaan (4). Adapun Indikator yang menjadi KCI beserta contoh perhitungan bobot normalisasi untuk faktor reputasi perusahaan ditunjukkan pada Tabel 4.

No. Indikator RIV Bobot normalisasi(%)

A1 Grade perusahaan 100.00

16.57

A2 Nilai perusahaan (misal : harga saham untuk perusahaan Tbk dan modal setor awal untuk perusahaan yang belum Tbk)

92.86 15.39

A3 Tingkat kredibilitas di mata bank 87.50 14.50A4 Kualifikasi profesional dari project manager 85.71 14.20A5 Catatan kinerja K3 pada proyek 82.14 13.61A6 Penghargaan kualitas proyek 80.36 13.31A7 Spesialisasi bisnis 75.00 12.43

Tabel 4. Bobot KCI Reputasi Perusahaan

Perhitungasn Bobot Relatif

Pada model pengukuran daya saing kontraktor studi digunakan Empat Puluh Sembilan (49) indikator yang terbagi kedalam Enam (6) faktor. Hasil tersebut diperoleh berdasarkan prosedur validasi baik penamaan, penentuan bobot faktor dan pemilihan indikator berdasarkan KCI (Key Competitiveness Index).

Langkah berikutnya yaitu menentukan bobot relatif indikator KCI. Perhitungan bobot relatif dilakukan untuk menghitung bobot setiap indikator KCI bila dilihat kedudukannya pada model daya saing sehingga dalam menggunakan model pengukuran daya saing ini, pengguna hanya perlu melihat bobot indikatornya saja. Bobot relatif dihitung dengan menggunakan rumus berikut.

BrA 1: BA x B A1 (5)

dimana BrA 1= Bobot relatif A1, BA = Bobot faktor daya saing, BA1=Bobot indikator daya saing A1

Page 7: Draft paper publikasi.docx

Persamaaan (5) digunakan untuk menghitung bobot relatif indikator yang dapat diartikan sebagai kedudukan masing-masing indikator terhadap keseluruhan faktor pada model pengukuran daya saing. Contoh perhitungan bobot relatif dapat dilihat pada Tabel 5. Struktur hierarki dan bobot model pengukuran kontraktor daya saing hasil penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

Tabel 5. Bobot Relatif Indikator Daya Saing

Kode Indikator

Bobot Indikator

(Norm. RIV)

Bobot

Relatif (Br)

Total(Bobot faktor/

BF)

Reputasi Perusahaan

A1 Grade perusahaan 0.1657 0.0146

0.088

A2 Nilai perusahaan (misal : harga saham untuk perusahaan Tbk dan modal setor awal untuk perusahaan yang belum Tbk)

0.1539 0.0135

A3 Tingkat kredibilitas di mata bank 0.1450 0.0128

A4 Kualifikasi profesional dari project manager 0.1420 0.0125A5 Catatan kinerja K3 pada proyek 0.1361 0.0120

A6 Penghargaan kualitas proyek 0.1331 0.0117A7 Spesialisasi bisnis 0.1243 0.0109

Gambar 4. Skema Hierarki dan Bobot Model Pengukuran Daya Saing Kontraktor

Penentuan Skor Kinerja Indikator

Pemberian skor kinerja indikator daya saing ini akan menggunakan 2 jenis data yaitu data terbuka dan data tertutup. Data terbuka yaitu indikator yang skornya menggunakan rumus normalisasi data SPV sedangkan data tertutup adalah indikator yang skornya sudah ditentukan sebelumnya oleh penulis. Untuk memudahkan pemberian skor maka perlu dibuat jawaban pertanyaan atau dalam bentuk worksheet. Worksheet dirancang dengan membedakan indikator yang memiliki sifat data terbuka dan tertutup.

Page 8: Draft paper publikasi.docx

Contoh workskheet dari indikator yang memiliki sifat data tertutup misalnya adalah indikator efektifitas manajemen site konstruski. Bentuk worsheetnya adalah sebagai berikut :

A1. Efektivitas sistem manajemen site konstruksi□ 100 Sistem manajemen site konstruksi sangat efektif□ 75 Sistem manajemen site konstruksi lapangan efektif□ 50 Sistem manajemen site konstruksi cukup efektif□ 25 Sistem manajemen siter konstruksi kurang efektif□ 0 Sistem manajemen site konstruksi tidak efektif

Sedangkan untuk pemberian skor SPK menggunkan rumus,

SPV =¿ x−xmin

xmax−xminx100 (6)

dimana, SPV = Nilai Standar Kinerja (Standard Performance Value) dari parameter. x = Nilai dari parameter tersebut atau angka yang dijawab, xmin = Nilai minimal di antara semua sampel, xmax = Nilai maksimal di antara semua kontraktor sampel.

Hasil Uji Coba ModelUji coba dilakukan pada perusahaan kontraktor BUMN terbuka di Indonesia, pemilihan responden dengan perusahaan terbuka dilakukan dengan pertimbangan perusahaan dengan status terbuka (tbk) biasanya sudah memberikan beberapa informasi perusahaannya secara publik yang biasanya digunakan untuk keperluan pemegang saham. Pertimbangan lain pemilihan responden Kontraktor BUMN terbuka adalah jumlah kontraktor BUMN tidak terlalu banyak dan rata-rata profil dan karakteristik umum perusahaan kontraktor BUMN sama yaitu kontraktor dengan kualifikasi besar sehingga dapat diasumsikan kinerja dari beberapa faktor daya saing kontraktor BUMN terbuka tersebut akan sama antara masing-masing responden. Data untuk keperluan pengisian skor kinerja indikator akan diperoleh dari beberapa sumber seperti data LPJK, data kontraktor, laporan tahunan perusahaan, dan informasi umum. Data LPJK diperoleh dari website LPJK, sedangkan untuk data kontraktor perlu dilakukan waancara dan melihat langsung kondisi kontraktor tersebut,.Data laporan tahunan perusahaan dapat diperoleh dari website perusahaan tersebut karena responden yang dipilih adalah perusahaan terbuka. Adapun hasil uji coba model seperti yang terlihat pada Gambar 4.

Gambar 5. Indeks Daya Sasing Kontraktor Responden

PT Pembangunan Perumahan mendapatkan nilai indeks daya saing paling tinggi diantara semua kontraktor uji coba model dengan nilai indeks daya saing 95.78 sedangkan PT Adi Karya paling rendah dengan nilai indeks daya saing 92.69. Seluruh kontraktor responden mendapat skor dengan rentang 90-100 hal ini dikarenakan kontraktor responden tersebut adalah kontraktor acuan best practice untuk pemberian skor maksimal dengan dimana kondisi yang digunakan untuk skor maksimal adalah kondisi paling baik diantara masing-masing kontraktor tersebut.

• 80 - 100 Sangat Baik, kontraktor tersebut memiliki daya saing yang sangat baik dalam lapangan penyedia jasa konstruksi di Indonesia

• 60 - 80 Baik, kontraktor tersebut memiliki daya saing yang baik dalam lapangan penyedia jasa konstruksi di Indonesia

• 40 - 60 Dapat Diterima, kontraktor tersebut memiliki daya saing yang dapat diterima dalam lapangan penyedia jasa konstruksi di Indonesia

Page 9: Draft paper publikasi.docx

• 20 - 40 Kurang Baik, kontraktor tersebut memiliki daya saing yang kurang baik baik dalam lapangan penyedia jasa konstruksi di Indonesia

• 0 - 20 Buruk, kontraktor tersebut memiliki daya saing yang buruk dalam lapangan penyedia jasa konstruksi di Indonesia

Temuan dan RekomendasiSalah satu isu yang diidentifikasi selama proses pelaksanaan survei dan wawancara kepada kontraktor responden adalah adanya keluhaan mengenai proses kualifikasi yang diterapkan oleh pihak LJPK. Dimana hasil kualifikasi dianggap berpihak kepada kontraktor grade besar dimana pemberian grade hanya didasarkan atas besarnya modal yang dimiliki perusahaan sedangkan besarnya modal saja tidak cukup bila ingin melihat kekuatan daya saing dari suatu perusahaan kontraktor. Sehingga dengan adanya sistem peringkat untuk masing-masing kontraktor nasional tersebut dapat memberikan informasi kepada owner mengenai kondisi daya saing perusahaan yang ada dan bukan hanya kondisi kemampuan finansial perusahaan saja.

Rekomendasi usaha peningkatan daya saing perusahaan dapat dilakukan dengan melakukan perkuatan pada faktor daya saing yang dirumuskan pada model ini. Rekomendasi dirumuskan sesuai dengan hasil uji coba model ini untuk masing-masing faktor internalnya, sebagai contoh adalah pada hasil uji coba model untuk responden PT Pembangunan Perumahan (PT. PP) seperti yang ditunjukkan pada Gambar 6.

Gambar 6. Nilai faktor Daya Saing PT Pembangunan Perumahan tbk

Peningkatkan daya saing perusahaan PT PP dapat dilakukan dengan meningkatkan kinerja dari faktor terendah PT PP yaitu faktor “kemampuan finansial” dengan skor 90. Informasi lebih detail mengenai hasil penilaiain faktor kemampuan finansial PT PP ini dapat dilihat pada Gambar 7. Dari gambar tersebut PT PP dapat meningkatkan daya saing perusahaan dengan meningkatkan kinerja indikator “C2. Kinerja hutang perusahaan” dan “C3. Kemampuan membayar kembali hutang perusahaan”.

0306090

Kemampuan Finansial

Gambar 7. Nilai Indikator Kemampuan Finansial PT PP

Rekomendasi disusun untuk meningkatkan indikator yang menjadi kelemahan PT PP. Sedangkan usaha untuk meningkatkan kinerja indikator disusun berdasarkan informasi yang diperoleh dari studi literatur. Rekomendasi yang dapat diberikan kepada PT PP untuk meningkatkan kinerja indikator yang menjadi kelemahan perusahaan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Daftar Rekomendasi Kontraktor untuk Peningkatan Indikator Daya Saing

Page 10: Draft paper publikasi.docx

Indikator RekomendasiC2 Memperbaiki status hutang perusahaan dengan mengurangi

rasio jumlah hutang terhadap equity (Equity = Asset – Liability) yaitu dengan cara membayar hutang tepat waktu, mencari sumber dana dengan bunga yang lebih sedikit, dan menambah jumlah asset Asset perusahaan

C3 Meningkatkan kemampuan membayar kembali hutang perusahaan dengan menyiapkan aktiva lancar atau uang kas sesuai dengan hutang lancar yaitu hutang yang harus dibayarkan dalam waktu dekat.

KesimpulanPenelitian ini menghasilkan suatu model yang dapat digunakan dalam mengukur daya saing kontraktor indonesia. Model ini dikembangkan dengan melihat faktor-faktor yang mempengaruhi daya saing, dimana daya saing didefinsikan sebagai kemampuan perusahaan untuk memenangkan tender dan kemampuan untuk memberikan pelayanan baik berupa harga, waktu, dan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan kompetitornya.

Pada model pengukuran daya saing kontraktor ini digunakan Empat Puluh Sembilan (49) indikator yang terbagi kedalam Enam (6) faktor dengan faktor kemampuan finansial memiliki tingkat kepentingan paling tinggi dengan bobot 0.261, sedangkan faktor dengan tingkat kepentingan terendah adalah reputasi perusahaan.

Uji coba dilakukan pada perusahaan kontraktor BUMN terbuka di Indonesia dengan hasil yang yang diperoleh PT Pembangunan Perumahan mendapatkan nilai indeks daya saing paling tinggi diantara semua kontraktor uji coba model dengan nilai indeks daya saing 93.38 sedangkan PT Adi Karya paling rendah dengan nilai indeks daya saing 91.83. Rekomendasi peningkatan daya saing dilakukan dengan melakukan perkuatan terhadap faktor dan indikator yang dinggap paling lemah selama penilaian model pengukuran ini

Daftar PustakaBPS (2014). www.bps.go.id. from Badan Pusat Statistik: http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?

kat=2&tabel=1&daftar=1&id_subyek=11&notab=1. Diakses 9 December 2014.

Garelli, S. (2003). World Competitiveness Yearbook. Lausanne, Switzerland : IMD.

IMD (2006), World Competitiveness Yearbook, 2003. Lausanne, Switzerland : IMD

Ling, F. Y., Li, S., Low, S. P., & Ofori, G. (2012). Mathematical Models for Predicting Chinese A/E/C Firms Competitiveness. Automation in Construction.

LPJK (2014). Badan Usaha Berdasarkan Kualifikasi. http://lpjk.net/statistik-1-badan-usaha-lpjk.html. Diakses 9 Desember 2014.

Porter, M.E. (1980). The Competitive Advantage Of Nations. New York : The Free Press.

Porter, M.E. (2002). Harvard Business Review on Advances in Strategy . Harvard Business School Publishing.

Saaty, T. (1980). Decision Making for Leaders The Analytical Hierarcy Process for Decisions in Complex World. Pittsburgh: University of Pittsburgh.

Tan, Yong-Tao, Li-Yin Shen, Michael CH Yam, Ann AC Lo (2007). Contractor Key Competitiveness Indicators (KCIs): a Hong Kong Study, Journal of Surveying and Built Environment, 33 – 46.

World Economic Forum (2013). The Global Competitiveness Index 2012-2013, http://www3.weforum.org/ docs/WEF_GlobalCompetitivenessReport_2012-13.pdf, diakses 25 April 2013.