Download - Trematoda Usus
TUGAS TERSTRUKTUR
MATA KULIAH PARASITOLOGI
TREMATODA USUS
Disusun untuk memenuhi tugas Mata Kuliah Parasitologi Semester II
Tahun Akademik 2010/2011
Di susun oleh :
1. Prabasitha Umi H. G1B010005
2. Stevy E.N. Purba G1B010013
3. Primandini J. Z. G1B010028
4. Hana Ashrawi G1B010047
5. Putri Fajar P. G1B010058
6. Puspita Arum W. G1B010081
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
JURUSAN KESEHATAN MASYARAKAT
PURWOKERTO
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Trematoda (Cacing Daun) adalah cacing yang termasuk ke dalam
filum PLATYHELMINTES dan hidup sebagai parasit. Berbagai hewan yang
dapat berperan sebagai hospes definitif cacing trematoda antara lain; kucing,
anjing, kambing, sapi, babi, tikus, burung, luak, harimau, dan manusia. Pada
umumnya cacing trematoda ditemukan di RRC, Korea , Japan, Filipiina,
Thailand, Vietnam, Taiwan, India, dan Afrika. Berbagai spesies ditemukan di
Indonesia seperti Fasciolopsis buski di Kalimantan, Echinostoma di Jawa dan
Sulawesi, serta Heterophyidae di Jakarta. Cacing dewasa hidup di dalam
tubuh hospes definitif. Telur diletakkan di saluran hati, rongga usus, paru,
pembuluh darah atau di jaringan tempat cacing hidup, dan telur biasanya
keluar bersama tinja, dahak atau urin. Pada umumnya telur berisi sel telur,
hanya pada beberapa spesies telur sudah mengandung mirasidium (M) yang
mengandung bulu getar. Di dalam air telur menetas bila sudah mengandung
mirasidium (telur matang). Telur matang sekitar 2-3 minggu. Pada beberapa
spesies termatoda, telur matang menetas bila ditelan keong (hospes parantara)
dan keluarlah mirasidium yang masuk ke dalam jaringan keong.
B. Tujuan
Berdasarkan latar belakang di atas, tujuan dari pembuatan makalah ini
yaitu untuk mengetahui klasifikasi, morfologi, epidemiologi dan geografis,
siklus hidup, patologi, serta pencegahan dan pengendalian dari masing-masing
jenis Nematoda khususnya yang menginfeksi darah dan jaringan.
BAB II
ISI
Trematoda usus yang berperan dalam ilmu kedokteran adalah dari
keluarga Fasciolidae, Echinostomatidae dan Heterophyidae.
1. Fasciolopsis buski
a) Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Ordo : Echinostomida
Family : Fasciolidae
Genus : Fasciolopsis
Spesies : Fasciolopsis buski
b) Morfologi
Cacing dewasa yang ada pada manusia mempunyai ukuran
panjangnya 20-75 mm dan lebar 8-20 mm. Bentuknya agak lonjong dan
tebal. Kutikulum biasanya ditutupi oleh duri-duri kecil yang melintang
letaknya, dan sering rusak akibat cairan usus. Ukuran dari batil isap kepala
kira-kira seperempat ukuran dari batil isap perut. Saluran pencernaan
terdiri dari prefaring yang pendek, faring yang menggelembung, esofagus
yang pendek, serta sepasang sekum yang tidak bercabang dengan dua
indentasi yang khas. Dua buah testis yang bercabang-cabang letaknya agak
tandem di bagian posterior cacing. Vitelaria letaknya lebih lateral dari
sekum.
Ovarium bentuknya agak bulat. Uterus berpangkal pada ootip,
berkelok-kelok ke arah anterior badan cacing. Telurnya berbentuk agak
lonjong, berdinding tipis transparan, dengan sebuah operkulum yang
nyaris terlihat pada sebuah kutubnya. Berukuran panjang 130-140 mikron
dan lebarnya 80-85 mikron.
c) Epidemiologi dan Distribusi Geografis
Fasciolopsiasis adalah endemik di Cina, India, Malaysia, Asia
Tenggara dan Taiwan terutama di daerah di mana babi dipelihara dan
diberi makan dengan tanaman air tawar. Menurut beberapa perkiraan ada
lebih dari 10 juta orang terinfeksi di Asia Timur (Anonim, 2011). Di
Indonesia Fasciolopsiasis endemik di desa Sei Papuyu dan Kalimantan
Selatan.
d) Siklus Hidup
Telur dikeluarkan dari manusia bersama tinja yang terinfeksi, di
dalam air selama 3-7 minggu menjadi matang dan menetas dalam air yang
bersuhu 27o -32oC. Mirasidium yang bersilia keluar dari telur, berenang
bebas dalam air lalu masuk ke dalam tubuh hospes perantara I yaitu keong
air. Mirasidium tumbuh menjadi sporokista yang kemudian berpindah ke
daerah jantung dan hati keong. Sporokista matang menjadi koyak dan
melepaskan banyak redia induk. Redia induk membentuk banyak redia
anak, yang kemudian membentuk serkaria.
Serkaria dalam batas waktu tertentu belum menemukan hospes,
akan punah dengan sendirinya. Tetapi bila serkaria menemukan
hospesnya, maka serkaria akan menempel pada tumbuhan air lalu berubah
menjadi metaserkaria yang berbentuk kista. Tumbuhan yang mengandung
serkaria tidak dimasak sampai matang, dalam waktu 25-30 hari
metaserkaria tumbuh menjadi cacing dewasa dan dalam waktu 3 bulan
telurnya akan ditemukan dalam tinja. Ekskitasi itu terjadi dalam rongga
usus halus.
e) Patologi
Gejala klinis yang terjadi akibat cacing dewasa Fasciolopsis buski
yang melekat pada usus halus menyebabkan peradangan, ulkus yang
menimbulkan diare dan cachexim. Cacing dalam jumlah besar
menyebabkan sumbatan yang menimbulkan gejala ileus akut. Pada infeksi
berat gejala intoksikasi dan sensitifitasi oleh karena metabolit cacing lebih
menonjol, seperti edema pada muka, dinding perut dan tungkai bawah.
Kematian dapat terjadi karena keadaan merana (exhaustion) atau
intoksikasi.
f) Pencegahan dan Pengendalian
1. Mengadakan penyuluhan
2. Diadakan pengawasan terhadap peternakan babi
3. Tidak memakan tumbuhan air yang mentah
4. Mencuci bersih juga masak sampai matang tumbuhan air yang akan
dimasak
2. Echinostomatidae
Echinostoma genus secara umum mempunyai 12 spesies yang
dilaporkan menyebabkan penyakit pada manusia.
a) Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Ordo : Echinostomatida
Keluarga : Echinostomatidae
Genus : Echinostoma
b) Morfologi
Morfologi khusus dari keluarga Echinostomatidae adalah adanya
duri-duri yang melingkar pada bagian belakang dan samping oral sucker ,
yang terdiri dari dua baris duri dengan jumlah berkisar antara 37-51 buah
dengan aturan atau pola seperti tapal kuda. Cacing ini berbentuk lonjong
dengan ukuran panjang 2,5 mm - 15 mm dan lebar 0,4-0,7 mm hingga 2,5-
3,5 mm.
Testis berbentuk bulat berlekuk-lekuk terletak di bagian posterior
tubuh. Vitellaria meliputi 2/3 bagian badan cacing dari arah posterior.
Warna cacing agak merah keabu-abuan. Telurnya mempunyai operkulum
yang besarnya 103-137 x 59-75 mikron.
c) Epidemiologi dan Distribusi Geografis
Cacing dari genus Echinostomatidae ini ditemukan di Filipina,
Cina, Indonesia dan India. Pada tahun 1937 Brug dan Tesch menemukan
salah satu spesies Echinostomatidae yaitu E. lidoense pada manusia di
Palu, Sulawesi Tengah dan Bone. Sedangkan Bras dan Lie Kian Joe tahun
1948 menemukan E. Ilocanum pada penderita sakit jiwa di pulau Jawa.
d) Siklus Hidup
Cacing dewasa berhabitat di usus halus. Telur yang di keluarkan
setelah 3 minggu dalam air akan mengandung mirasidium lalu menetas.
Mirasidium keluar dan berenang bebas untuk mencari hospes perantara I
yaitu keong kecil. Dalam hospes perantara I, mirasidium tumbuh menjadi
sporokista, kemudian melanjut menjadi redia induk, redia anak yang
akhirnya membentuk serkaria.
Serkaria yang pada jumlah banyak dilepaskan oleh redia yang ada
pada keong kedalam air untuk kemudian hinggap pada hospes perantara II
untuk menjadi metaserkaria yang efektif, yaitu pada keong jenis besar.
e) Patologi
Umumnya cacing Echinostoma menyebabkan kerusakan ringan
pada mukosa usus dan tidak menimbulkan gejala yang berarti. Infeksi
berat menyebabkan timbulnya radang kataral pada dinding usus, atau
ulserasi. Pada anak dapat menimbulkan gejala diare, sakit perut, anemia
dan edema.
f) Pencegahan dan Pengendalian
Keong sawah yang hendak dikonsumsi dimasak sampai matang
agar metaserkaria tidak tumbuh dewasa atau mati.
3. Heterophyes heterophyes
a) Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Ordo : Opisthorchiida
Family : Heterophyidae
Genus : Heterophyes
Spesies : Heterophyes heterophyes
b) Morfologi
Cacing dari keluarga Heterophyidae berukuran panjang antara 1-
1,7 mm dan lebar antara 0,3-0,75 mm. Di samping batil isap perut, ciri
khas yang lain adalah batil isap kelamin yang terdapat di sebelah kiri
belakang.
Cacing ini mempunyai dua buah testis yang bentuknya lonjong,
ovarium kecil yang agak bulat dan 14 buah folikel vitelin yang letaknya
sebelah lateral. Bentuk dari uterusnya sangat berkelok-kelok, letaknya di
antara kedua sekum. Telurnya berwarna coklat muda, mempunyai
operkulum, berukuran 26,5 – 30 x 15 -17 mikron, berisi mirasidium.
c) Epidemiologi dan Distribusi Geografis
Manusia, terutama pedagang ikan, kucing, anjing dapat merupakan
sumber infeksi bila menderita penyakit cacing tersebut. Cacing ini
ditemukan di Mesir, Turki, Jepang, Korea, RRC, Taiwan, Indonesia dan
Filipina. Di Indonesia pada tahun 1951 Lie Kian Joe menemukan salah
satu cacing dari Haplorchis yokogawai pada autopsi tiga orang mayat.
d) Siklus Hidup
Mirasidium yang keluar dari telur, menghinggapi keong air tawar
atau payau seperti dari genus Pirenella sebagai hospes perantara I dan ikan
dari genus Mugil, Tilapia dan lainnya sebagai hospes perantara II. Dalam
keong mirasidium tumbuh menjadi sporokista, kemudian menjadi banyak
redia induk, berlanjut menjadi banyak redia anak yang untuk gilirannya
membentuk banyak serkaria. Serkaria ini menghinggapi ikan-ikan tersebut
dan masuk kedalam otot-ototnya untuk tumbuh menjadi metaserkaria.
Manusia mendapatkan infeksi ikan mentah, atau yang dimasak
kuarang matang. Pada genus Plectoglossus dan sejenisnya, metaserkaria
tidak masuk ke dalam otot, tetapi hingga ke sisik dan siripnya.
Metaserkaria yang turut dimakan dengan daging ikan mentah,
tumbuh menjadi cacing dewasa dalam 14 hari dan kemudian bertelur.
e) Patologi
Pada infeksi cacing ini biasanya stadium dewasa menyebabkan
iritasi ringan pada usus halus, tetapi ada beberapa ekor cacing yang
mungkin dapat menembus vilus usus. Telurnya dapat menembus masuk
aliran getah bening dan menyangkut di katup-katup atau otot jantung.
Telur atau cacing dewasa dapat bersarang di jaringan otak dan
menyebabkan kelainan disertai gejala-gejalanya. Gejala klinis yang
ditimbulkan oleh infeksi berat cacing tersebut adalah mulas atau kolik, dan
diare berlendir, serta nyeri tekan pada perut.
f) Pencegahan dan Pengendalian
1. Membiasakan untuk tidak mengkonsumsi ikan mentah
2. Ikan yang akan dimakan dimasak dulu sampai matang
3. Menggunakan safety self seperti sarung tangan, masker dan lainnya
dalam membersihkan kotoran kucing ataupun anjing.
4. Gastrodiscoides hominis
a) Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Family : Paramphistomatidae
Subfamily : Gastrodiscinae
Genus : Gastrodiscoides
Spesies : Gastrodiscoides hominis
b) Morfologi
Cacing ini berbentuk piriform, panjangnya 5-10 mm dan lebarnya
4-6 mm. Cacing berwarna kemerah-merahan, bagian anterior tubuhnya
seperti kerucut dan bagian posteriornya bulat. Bagian posterior ini berupa
cakram yng besar dengan bati isap perut besar yang mempunyai piringan
tebal dan melebar keluar, caecumnya pendek melebar hanya sampai
pertengahan badan. Testis berlobus dengan susunan tiap-tipa testis
terletak sebelah anterior atau posterior yang lainnya.
Telurnya berbentuk oval dan mempunyai operkulum dengan
ukuran 130 x 60 mikron pada bagian yang paling lebar. Telurnya berwarna
abu-abu kehijauan.
c) Epidemiologi dan Distribusi Geografis
G. Hominis dapat ditemukan di Vietnam, Filipina, Bangladesh, dan
paling sering di negara bagian Assam di India. Biasanya terjadi di daerah
yang menggunakan "tanah malam" seperti di Tenggara dan Asia Tengah.
Beberapa kasus yang telah didokumentasikan ada di Nigeria.
d) Siklus Hidup
Telur dikeluarkan oleh tinja lalu masuk ke air mencari hospes
perantara yaitu siput. Telur menetas menjadi mirasidium yang kemudian
berkembang menjadi sporokista diikuti oleh beberapa redia. Redia berubah
menjadi serkaria, dan proses tersebut berlangsung selama kurang lebih 20
hari.
Serkaria mencari hospes perantara II, kemudian menembus masuk
ke dalam tubuh hospes seperti ikan, dimana serkaria yang telah menembus
itu berubah menjadi metaserkaria. Metaserkaria ini melekatkan diri untuk
vegetasi. Metaserkaria itu masuk ke dalam tubuh manusia karena
mengkonsumsi ikan yang sudah terifeksi atau terkontaminasi. Cacing
tersebut akan berjalan melalui saluran pencernaan ke dalam duodenum
kemudian berlanjuet ke usus untuk bertelur. Kemudian telurpun akan
keluar lagi bersama tinja.
e) Patologi
Terjadi peradangan caecum dan colon ascendens menyebabkan
diare.
f) Pencegahan dan Pengendalian
1. Tidak menggunakan night soil dalam pupuk
2. Semua makanan harus dicuci bersih sebelum dimasak.
3. Ikan yang akan dikonsumsi haruslah dimasak hingga matang.
5. Metagonimus yokogawai
a) Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phylum : Platyhelminthes
Kelas : Trematoda
Order : Opisthorchiida
Family : Heterophyidae
Genus : Metagonimus
Spesies : Metagonimus yokogawai
b) Morfologi
Cacing ini memiliki ukuran 1,0-2,5 x 0,4-0,75 mm Acetabulum
terletak sebelah lateral dari garis tengah badannya, sedangkan genital
porenya terletak di bagian anterior acetabulum. Cacing ini berbentuk
piriformis dengan ujung posterior lebih bundar, mirip H. heterophyes.
Sebagai patokan yang dipakai untuk membedakannya, yaitu pada batil
hisap perut dengan panjang 66-165 meter dan lebar 55-115 meter sebelah
lateral dari garis tengah, memanjang searah diagonal tubuh, diameter oral
sucker 90 meter, terletak pada 1/3 anterior tubuh, pada garis median.
Testis, ovoid berdampingan pada 1/5 posterior tubuh, terletak sebelah
posterior dari ovarium.
Telur berukuran 28 x 17 meter, memiliki operkulum yang terdapat
penebalan pada ujung posterior : kulit telur tipis. Telur ini keluar bersama
tinja dalam keadaan sudah matang, tetapi untuk menetas harus ditelan
terlebih dahulu oleh tuan rumah perantara I. Perubahan yang terjadi pada
hospes perantara I yaitu mirasidium berubah menjadi sporokista, serta dua
generasi redia yang akhirnya menjadi serkaria.
c) Epidemiologi dan Distribusi Geografis
Trematoda usus ini tersebar di timur jauh RRC, Korea, Philiphina,
Thailand, Taiwan, dan Siberia. Parasit ini terdapat juga di Indonesia serta
ditemukan juga di Semenanjung Balkan, Yunani, dan Spanyol.
Trematoda usus ini habitatnya terutama di jejunum bagian atas dan
tengah. Biasanya terdapat pada lumen usus tetapi mungkin juga menembus
diantara villi ataupun melekat pada mukosa usus. Sebagai hospes definitif
selain manusia juga kucing, anjing, babi, burung pemakan ikan, dan
binatang lain pemakan ikan. Yang bertindak sebagai hospes perantara I
adalah siput, air tawar, Semisulcospira libertina, spesies lain dari
Semisulcospira dan Thiara granifera, sedangkan hospes perantara II dari
jenis ikan Plecoglossus altivelis, Odonobutis obscurus, Salmoperryi, dan
Tribolodon haconensis.
d) Siklus Hidup
Hospes definitif dari cacing ini adalah manusia, babi, anjing,
kucing, dan pelikan. Hospes perantara I adalah keong melania, dimana
terjadi proses atau siklus mirasidium berubah menjadi serkaria kemudian
langsung menjadi redia anak dan terakhir menjadi serkaria. Hospes
perantara II adalah ikan tawar, dimana serkaria berubah menjadi
metaserkaria. Manusia kemudian memakan ikan yang sudah terinfeksi
metaserkaria.
e) Patologi
Penyakit yang ditimbulkan pada manusia adala gejala diare ringan.
Parasit ini menimbulkan penyakit yang disebut metagonimiasis pada
mukosa usus tempat melekatnya cacing terjadi peradangan sedang. Sering
kali diikuti nekrosis sel mukosa. Batil isap dapat mengiritasi mukosa usus
dan menimbulkan keluarnya lendir dalam jumlah banyak disertai erosi sel
mukosa. Sering kali terjadi infiltrasi sel eosinofil dan neutrofil. Pada
dinding usus, terutama sekeliling telur yang diletakkan dalam jaringan atau
menginfiltrasi kapiler dan limfatik. Telur dapat terbawa ke miokardium,
otak, medula spinalis, dan jaringan lainnya serta dibentuk jaringan
granulomatus. Sering kali timbul gejala diare ringan, tetapi gejala ini di
tentukan oleh jumlah cacing, dalamnya luka dan reaksi individual dari
penderita.
f) Pencegahan dan Pengendalian
1. Mengadakan penyuluhan
2. Memasak ikan sampai matang.
3. Mencuci bersih ikan yang akan dikonsumsi.
BAB III
KESIMPULAN
Trematoda merupakan cacing pipih yang berbentuk seperti daun,
dilengkapi dengan alat-alat ekskresi, alat pencernaan, alat reproduksi jantan dan
betina yang menjadi satu (hermafrodit) kecuali pada Trematoda darah
(Schistosoma). Mempunyai batil isap kepala di bagian anterior tubuh dan batil
isap perut di bagian posterior tubuh. Dalam siklus hidupnya Trematoda pada
umumnya memerlukan keong sebagai hospes perantara I dan hewan lain (Ikan,
Crustacea , keong) ataupun tumbuh-tumbuhan air sebagai hospes perantara kedua.
Manusia atau hewan Vertebrata dapat menjadi hospes definitifnya. Habitat
Trematoda dalam tubuh hospes definitif bermacam-macam, ada yang di usus, hati,
paru-paru, dan darah. Macam-macam spesies Trematoda usus adalah: F. buski, H.
heterophyes, M. yokagawai, Echinostoma, Hypoderaeum dan Gastrodiscus.
Manusia menjadi hospes definitifnya dan hewan-hewan lain seperti mamalia
(anjing, kucing) dan burung dapat menjadi hospes reservoar.
Siklus hidup selalu memerlukan keong sebagai hospes perantara I dan
hospes perantara II (keong : Echinostoma, tumbuhan air F.buski; ikan
H.heterophyes dan M.yokogawai). Patologi penyakit yang disebabkan oleh
Trematoda usus disebabkan oleh perlekatan cacing pada mukosa usus dengan batil
isapnya. Semakin besar ukuran cacing maka semakin parah kerusakan yang
ditimbulkan. Gejala klinis tergantung jumlah parasit dalam usus, pada infeksi
ringan gejala tidak nyata, sedangkan pada infeksi berat gejala yang timbul adalah
sakit perut, diare, dan akibat terjadinya malabsorpsi bisa timbul edema. Diagnosis
dilakukan dengan menemukan telur dalam tinja penderita. Bila bentuk telur
hampir sama maka perlu menemukan cacing dewasanya dalam tinja penderita.
Obat-obatan untuk trematoda usus hampir sama, yaitu tetrakloretilen,
heksilresorsinol, dan praziquantel.
DAFTAR PUSTAKA
Departemen Parasitologi, FKUI. 2008. Parasitologi Kedokteran, edisi keempat.
Jakarta : Balai Penerbit FKUI.
Gibson, J.M. 1996. Mikrobiologi dan Patologi Untuk Perawat, cetakan I. Jakarta :
Buku Kedokteran EGC.
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://
www.parasitesinhumans.org/fasciolopsis-buski-intestinal-
fluke.html&ei=hFaATbrYO86zrAf844mrBw&sa=X&oi=translate&ct=result
&resnum=8&ved=0CFoQ7gEwBw&prev=/search%3Fq%3Dlife%2Bcycle
%2Bfasciolopsis%2Bbuski%26hl%3Did%26biw%3D1280%26bih
%3D507%26prmd%3Divns, diakses 16 Maret 2011.
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://kielo.luomus.fi/
laji/%3Ft%3DHeterophyes%26l
%3Den&ei=F_6BTZPvE4mIrAfFj4XZCA&sa=X&oi=translate&ct=result&r
esnum=5&ved=0CEIQ7gEwBA&prev=/search%3Fq%3Dclassification
%2Bof%2Bheterophyes%2Bheterophyes%26hl%3Did%26sa%3DX%26biw
%3D1280%26bih%3D507%26prmd%3Divns, diakses 17 Maret 2011.
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://www.dpd.cdc.gov/
dpdx/html/
Echinostomiasis.htm&ei=2EiATcLxNMqIrAezwMjIBw&sa=X&oi=translate
&ct=result&resnum=2&ved=0CCUQ7gEwAQ&prev=/search%3Fq
%3Dechinostomiasis%26hl%3Did%26biw%3D1280%26bih
%3D476%26prmd%3Divns, diakses 16 Maret 2011.
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://www.stanford.edu/
class/humbio103/ParaSites2003/Echinostomiasis/
Echinostomiasis.htm&ei=2EiATcLxNMqIrAezwMjIBw&sa=X&oi=translate
&ct=result&resnum=1&ved=0CB0Q7gEwAA&prev=/search%3Fq
%3Dechinostomiasis%26hl%3Did%26biw%3D1280%26bih
%3D476%26prmd%3Divns, diakses 16 Maret 2011.
http://translate.googleusercontent.com/translate_c?hl=id&sl=en&u=http://
www.stanford.edu/class/humbio103/ParaSites2003/Echinostomiasis/Vector,
%2520Reservoirs,%2520Life%2520Cycle.htm&prev=/search%3Fq
%3Dechinostomiasis%26hl%3Did%26biw%3D1280%26bih
%3D476%26prmd
%3Divns&rurl=translate.google.co.id&usg=ALkJrhhr2x5zJfpOPvNNRRuj4
CTEr1FUsw, diakses 16 Maret 2011.
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://www.dpd.cdc.gov/
DPDx/html/
Metagonimiasis.htm&ei=402ATezCJ4jLrQfyi5m8Bw&sa=X&oi=translate&
ct=result&resnum=14&ved=0CHEQ7gEwDQ&prev=/search%3Fq
%3Dmetagonimus%2Byokogawai%26hl%3Did%26biw%3D1280%26bih
%3D507%26prmd%3Divns, diakses 16 Maret 2011.
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://
www.medicine.cmu.ac.th/dept/parasite/trematodes/
MyAd.htm&ei=402ATezCJ4jLrQfyi5m8Bw&sa=X&oi=translate&ct=result
&resnum=11&ved=0CFgQ7gEwCg&prev=/search%3Fq%3Dmetagonimus
%2Byokogawai%26hl%3Did%26biw%3D1280%26bih%3D507%26prmd
%3Divns, diakses 16 Maret 2011.
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://www.stanford.edu/
class/humbio103/ParaSites2006/Gastrodiscoidiasis/
gastro.htm&ei=jFCATYu0EYjXrQeIirnIBw&sa=X&oi=translate&ct=result
&resnum=1&ved=0CCMQ7gEwAA&prev=/search%3Fq
%3DGastrodiscoides%2Bhominis%26hl%3Did%26biw%3D1280%26bih
%3D507%26prmd%3Divns, diakses 16 Maret 2011.
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://www.nehu.ac.in/
BIC_backup09032009/HelMinth_Parasite_NE/Gastrodiscoides
%2520hominis.html&ei=qFGATYe5JIOIrAfkwqW0Bw&sa=X&oi=translate
&ct=result&resnum=7&ved=0CFEQ7gEwBjgK&prev=/search%3Fq
%3DGastrodiscoides%2Bhominis%26start%3D10%26hl%3Did%26sa%3DN
%26biw%3D1280%26bih%3D507%26prmd%3Divns, diakses 16 Maret
2011.
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://www.dpd.cdc.gov/
dpdx/html/
heterophyiasis.htm&ei=AVOATbmmLc7LrQeah9GmBw&sa=X&oi=translat
e&ct=result&resnum=9&ved=0CFEQ7gEwCA&prev=/search%3Fq
%3Dheterophyes%2Bheterophyes%26hl%3Did%26biw%3D1280%26bih
%3D507%26prmd%3Divns, diakses 16 Maret 2011.
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://
emedicine.medscape.com/article/219662-
overview&ei=QVWATZ7rB8HirAepwbHDBw&sa=X&oi=translate&ct=res
ult&resnum=3&ved=0CC0Q7gEwAg&prev=/search%3Fq%3Dlife%2Bcycle
%2Bwatsonius%2Bwatsoni%26hl%3Did%26biw%3D1280%26bih
%3D507%26prmd%3Divnsb, diakses 16 Maret 2011.
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://www.dpd.cdc.gov/
dpdx/html/
fasciolopsiasis.htm&ei=hFaATbrYO86zrAf844mrBw&sa=X&oi=translate&c
t=result&resnum=4&ved=0CDkQ7gEwAw&prev=/search%3Fq%3Dlife
%2Bcycle%2Bfasciolopsis%2Bbuski%26hl%3Did%26biw%3D1280%26bih
%3D507%26prmd%3Divns, diakses 16 Maret 2011.
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://kielo.luomus.fi/
laji/%3Ft%3DHeterophyes%26l
%3Den&ei=F_6BTZPvE4mIrAfFj4XZCA&sa=X&oi=translate&ct=result&r
esnum=5&ved=0CEIQ7gEwBA&prev=/search%3Fq%3Dclassification
%2Bof%2Bheterophyes%2Bheterophyes%26hl%3Did%26sa%3DX%26biw
%3D1280%26bih%3D507%26prmd%3Divns, diakes 17 Maret 2011.
http://translate.google.co.id/translate?hl=id&sl=en&u=http://kielo.luomus.fi/
laji/%3Ft%3DHeterophyes%26l
%3Den&ei=F_6BTZPvE4mIrAfFj4XZCA&sa=X&oi=translate&ct=result&r
esnum=5&ved=0CEIQ7gEwBA&prev=/search%3Fq%3Dclassification
%2Bof%2Bheterophyes%2Bheterophyes%26hl%3Did%26sa%3DX%26biw
%3D1280%26bih%3D507%26prmd%3Divns, diakses 17 maret 2011.
Mandal, Bibhat K, et al. 2002. Penyakit Infeksi. Jakarta : Erlangga.
Safar, Rosdiana. 2009. Parasitologi Kedokteran: Protozoologi, Entomologi,
Helmintologi, cetakan I. Bandung: Yrama Widya.