4
Universitas Internasional Batam
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perkerasan Beton/kaku ( Rigid Pavement )
Lapis perkerasan beton/kaku adalah sebuah lapis perkerasan jalan raya berupa
struktur pelat beton dengan kekuatan dan mutu tertentu (Shirley L Hendarsin,
2000). Pelat beton yang dipakai bisa berupa tipe pelat beton yang bersambung
atau tidak bersambung, dengan atau tanpa tulangan yang terletak di atas lapis
pondasi bawah atau struktur tanah dasar. Selain itu di atas lapis perkerasan beton
juga bisa di finishing dengan lapis permukaan berupa aspal untuk menambah
tingkat kenyamanan ketika berkendara.
Dalam merencanakan perkerasan kaku (Rigid Pavement) parameter utama yang
menjadi dasar perencanaan adalah Perkerasan beton/kaku tersebut dapat bertahan
sesuai dengan umur yang telah direncanakan dan mampu bertahan terhadap
beban lalu lintas yang melintas, maka perkerasan kaku memiliki kriteria sebagai
berikut :
1. Mampu mengalirkan tegangan yang terjadi pada struktur tanah dasar sesuai
dengan daya dukungnya yang tidak disertai dengan penurunan struktur tanah
dasar yang dapat merusak pelat beton.
2. Pengaruh adanya perubahan struktur tanah dasar akibat kembang susut serta
penurunan kekuatan struktur tanah dasar baik itu pengaruh cuaca maupun
kondisi lingkungan dapat diatasi.
2.1.1 Tinjauan Umum Perkerasan Kaku
Persyaratan untuk merencanakan struktur perkerasan kaku adalah perkerasan yang
mampu melayani jumlah lalu lintas yang direncanakan sebesar >1.000.000 sumbu
kendaraan niaga. Dengan parameter-parameter antara lain :
4
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
5
Universitas Internasional Batam
1. Perkiraan besarnya volume lalu lintas berdasarkan jenis dan golongan
kendaraan sesuai umur rencana yang direncanakan.
2. Kemampuan struktur tanah dasar yang sesuai dengan nilai CBR lapangan dan
dinyatakan dalam satuan persen (%)
3. Mutu beton sesuai dengan perencanaan.
4. Ada atau tidaknya bahu jalan pada rencana perkerasan.
5. Tipe perkerasan yang akan digunakan dengan lapis permukaan aspal atau
tidak.
6. Tipe Penyaluran beban yang akan digunkaan dalam pelat beton.
Sedangkan dalam merencanakan perkerasan beton kaku (Rigid pavement), ada
lima dan perkerasan kaku yang biasa digunakan dalam perencanaan jalan (Shirley
L Hendarsin, 2000). diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Perkerasan/Pelat beton menerus dengan tulangan
2. Perkerasan/Pelat beton dengan tulangan serat baja
3. Perkerasan/Pelat beton pra-tegang
4. Perkerasan/Pelat beton bersambung tanpa tulangan
5. Perkerasan/Pelat beton bersambung dengan tulangan
2.1.2 Persyaratan Teknis
Secara garis besar persyaratan teknis yang harus dipenuhi dan diperhatikan dalam
merencanakan lapis perkerasan beton dapat dijabarkan dalam beberapa aspek
antara lain adalah :
1. Kondisi Lapis Tanah Dasar
Untuk mengukur kekuatan struktur tanah dasar dapat dilakukan dengan
pengujian CBR Lapangan sepanjang ruas jalan yang akan direncanakan.
Pengujian ini dilakukan terhadap perencanaan perkerasan jalan baru ataupun
lama. Jika nilainya < 2 %, maka diatas lapis struktur tanah dasar harus dilapisi
dengan lantai kerja setebal 150 mm. Dengan penambahan lantai kerja setebal
150 mm tersebut, diharapkan nilai CBR tanah dasar efektif sebesar 5 % bisa
terpenuhi.
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
6
Universitas Internasional Batam
Sedangkan untuk kondisi lapis tanah dasar yang memiliki tingkat kepadatan
yang buruk perlu dilakukan “improved subgrade” untuk meningkatkan daya
dukung struktur tanah dasar asli. Untuk itu maka perlu dilakukan penentuan
CBR Design.
Untuk jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken yang
merupakan jalan perkotaan maka CBR lapangan ditetapkan dengan nilai CBR
design 75% sama atau lebih besar (Dr. Ir. Erizal.Magr, 2010 )
Tabel 2.1 Kriteria CBR untuk Tanah Dasar (subgrade).
Lapisan Material Nilai CBR (%)
Tanah dasar
Sangat baik 20-30
Baik 10-20
Sedang 5-10
Sumber : Penelitian Kekuatan Tanah Metode CBR (Edi Barnas.dkk, 2014)
2. Lapis Pondasi Sub Base
Material lapis pondasi dasar dapat berupa :
a. Material lapis pondasi bawah dengan bahan berbutir tanpa ikatan.
Material lapis pondasi sub base berupa material berbutir tanpa ikatan harus
sesuai dengan persyaratan yang tertuang dalam SNI-03-6388-2000.
Adapun syarat umum Material lapis pondasi sub base dengan bahan
berbutir adalah sebagai berikut :
Memiliki gradasi bahan berbutir kelas B untuk material berbutir tanpa
ikatan.
Memiliki penyimpangan ijin gradasi material sebesar 3% - 5% dalam
lolos uji gradasi.
Memiliki tebal 15 cm untuk CBR minimum 5%. Dengan derajat
kepadatan minimum adalah 100 %, atau sesuai dengan yang
dipersyaratkan.
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
7
Universitas Internasional Batam
b. Material lapis pondasi sub base dengan material berbutir dengan ikatan.
Berikut ini salah satu material lapis pondasi bawah dengan bahan berbutir
dengan pengikat antara lain adalah sebagai berikut :
Stabilisasi material yaitu mencampur material dengan bahan ikatan
sesuai dengan apa yang direncanakan sehingga campuran material
berbutir tersebut mampu menahan erosi. Contoh bahan ikatan ini
adalah : abu terbang, slag yang dihancurkan , kapur dan PC.
Stabilisasi material dengan campuran beraspal yang memiliki
gradasi rapat (dense-graded asphalt).
Stabilisasi material berupa pembuatan beton kurus dengan kuat
tekan beton minimum sebesar 55 kg/cm2 atau 5,5 MPa pada umur
28 hari.
c. Material lapis pondasi sub base dengan campuran beton lantai kerja.
Lapis pondasi sub base dengan campuran beton kurus (Lean-Mix
Concrete) berupa beton dengan kuat tekan minimum sebesar 55 kg/cm2
atau 5,5 MPa untuk umur beton 28 hari tanpa memakai abu yang
merupakan sisa dari hasil pembakaran batu bara dan sebesar 70 kg/cm2
atau 7 Mpa pada umur 28 hari jika memakai abu terbang, dengan
ketebalan minimal 100 mm
d. Material pemisah ikatan pondasi sub base dan pelat
Pemisahan ikatan pondasi sub base dan pelat ini dimaksudkan agar
pondasi bawah dengan pelat beton tidak ada ikatan. koefisien gesek dan
jenis pemecah ikatan terlampir dalam tabel berikut ini :
Tabel 2.2 Nilai koefisien gesekan (μ)
1 Lapis resap pengikat aspal yang dilapiskan di atas permukaan lapis pondasi sub base
1
2 Lapisan parafin tipis yang dilapiskan di permukaan lapis pondasi sub base
1,5
3 Material Karet kompon 2
Sumber : Perencanaan perkerasan jalan beton semen Pd T-14-2003
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
8
Universitas Internasional Batam
Sehingga Lapis pondasi sub base dilebarkan menjadi 600 mm ke tepi luar lapis
perkerasan kaku hal ini bertujuan untuk meningkatkan daya dukung terhadap
lapis pondasi terebut. Sedangkan tanah yang bersifat ekspansif perlu perlakuan
khusus untuk menentukan lebar dan jenis lapisan pondasi pondasi sub base
dengan menganalisa tegangan yang terjadi. Beberapa hal tersebut di atas adalah
kegiatan untuk mengurangi perilaku struktur tanah yang memiliki kembang susut
tinggi. Penggunan Campuran Beton Kurus (CBK) pada lapisan pondasi sub base
dengan ketebalan sesuai dengan yang syaratkan jika perkerasan kaku berupa pelat
beton bersambung tidak menggunakan ruji.
Gambar 2.1 Tebal lapis pondasi bawah minimum untuk perkerasan beton
Gambar 2.2 Nilai CBR Eektif
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
9
Universitas Internasional Batam
3. Lapis Perkerasan Beton
Untuk lapis perkerasan beton, beton harus memiliki kuat tarik lentur sebesar
30-50 kg/cm2 atau 3–5 MPa untuk umur beton 28 hari dan 50-55 kg/cm2 atau
5–5,5 MPa apabila ditambah campuran serat contohnya serat baja, atau serat
karbon. Selain persyaratan tersebut di atas, beton yang digunakan juga harus
kuat tarik lentur karakteristik sebesar 0,25 Mpa.
Hubungan antara flexural strength beton dengan kuat tekan karakteristik
dalam satuan Kg/cm2 dinyatakan dengan persamaan sebagai berikut :
Kuat Tarik Lentur (fcf) = 3,13 x K x √ fc’
Dimana :
fc’ : nilai kuat tekan beton karakteristik untuk umur beton 28 hari
fcf : nilai kuat tarik lentur beton pada untuk umur beton 28 hari
K : 0,75 berupa agregat pecah konstanta dan 0,7 berupa agregat tidak pecah
4. Komponen Lalu-lintas
Tebal lapisan perkerasan jalan berbanding lurus dengan jenis kendaraan dan
jumlah arus lalu-lintas yang akan melintasi ruas jalan tersebut. Maka rencana
perkerasan ditentukan berdasarkan dalam jumlah sumbu kendaraan niaga yang
ada berdasarkan berat minimal kendaraan niaga yang dihitung adalah 5 Ton ,
umur rencana dan konfigurasi sumbu pada lajur tersebut.. Berikut ini adalah
jenis-jenis kelompok sumbu kendaraan niaga :
a. Jenis kelompok Sumbu tunggal roda tunggal/satu (STRT).
b. Jenis kelompok Sumbu tunggal roda ganda/doble (STRG).
c. Jenis kelompok Sumbu tandem roda ganda/double (STdRG).
d. Jenis kelompok Sumbu tridem roda ganda/double (STrRG).
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
10
Universitas Internasional Batam
50% 50%
50% 50%
50% 50%
50% 50%
Berbagai jenis kendaraan berpengaruh sekali terhadap struktur lapisan perkerasan kaku sehingga struktur laisan perkersan kaku
sangat tergantung kepada lama pembebanan (statis atau dinamis), sumbu kendaraan, dan repetisi beban yang harus ditopang oleh
struktur lapis perkerasan. Kendaraan yang ringan dan sedang berjalan tidak merusak struktur dibandingkan dengan kendaraan yang
lebih besar. Masing-masing beban untuk masing-masing sumbu kendaraan ditunjukkan dalam Tabel di bawah ini :
Tabel 2.3 Pembagian Beban Pada Masing-Masing Sumbu Dari Berbagai Jenis Kendaraan
No Macam kendaraan Berat maks (Ton)
Konfigurasi masing-masing sumbu Beban untuk masing-masing
sumbu (Ton )
1 Sedan, Jeep St.Wagon (Gol 2)
2 1.1
1,000 1,000
2 Pickup, Combi (Gol 3) 2 1.1
1, 000 1,000
3 Truck , micro truck, mobil hantaran (Gol 4)
5 1.1
2,500 2,500
4 Bus Kecil (Gol 5 A ) 5 1.1
2,500 2,500
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
11
Universitas Internasional Batam
34% 66%
66%34%
34% 66%
25% 37,5% 37,5%
18% 28% 27%-27%
28% 28% 27% 18%
Tabel 2.3 Pembagian Beban Pada Masing-Masing Sumbu Dari Berbagai Jenis Kendaraan ( Lanjutan )
No Jenis kendaraan Berat maks (Ton)
Konfigurasi sumbu Beban sumbu
(Ton )
5 Bus Besar (Gol 5B) 9 1.2
3,060 5,940
6 Truck ringan 2 sumbu (Gol 6A ) 8,3 1.2
2,822 5,478
7 Truck sedang 2 sumbu (Gol 6B) 18,2 1.2
6,188 12,012
8 Truk 3 sumbu ( Gol 7A) , 25 1.22
6,250 11,340 11,340
9 Truk Gandeng/Trailer (Gol7B) , 42 1.2+2.2
7,560 11,760 11,340 11,340
10 Truk Semi trailer ( Gol 7 C ) 31,4 1.2+2.2
5,652 8,792 8,478 8,478
Sumber : Silvia Sukirman, 1999
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
12
Universitas Internasional Batam
a. Koefisien Pembagian Kendaraan dan Lajur Rencana
Apabila ruas jalan tidak mempunyai batas lajur berupa tanda batas sesuai
yang dipersyaratkan, maka koefisien distribusi (C) dan jumlah lajur pada
jalan bisa ditentukan dengan lebar perkerasan. Sedangkan Lajur rencana
merupakan kemampuan jalan menampung jumlah lalu lintas sampai
dengan kendaraan niaga terbesar. Berikut tabel koefisien pembagian
kendaraan dan lajur rencana.
Tabel 2.4 Koefisen Distribusi Kendaraan
Lebar lapis perkerasan (Lp)
Jumlah lajur Koefisien distribusi
1 Arah 2 Arah
Lp < 5,50 m 1 lajur 1 1 5,50 m ≤ Lp < 8,25 m 2 lajur 0,70 0,50 8,25 m ≤ Lp < 11,25 m 3 lajur 0,50 0,475 11,23 m ≤ Lp < 15,00 m 4 lajur - 0,45 15,00 m ≤ Lp < 18,75 m 5 lajur - 0,425 18,75 m ≤ Lp < 22,00 m 6 lajur - 0,40
Sumber : Buku Perencanaan perkerasan jalan beton semen (Pd T-14-2003)
b. Nilai Umur Rencana
Nilai umur rencana perkerasan beton direncanakan dalam rentang waktu
20 tahun sampai 40 tahun yang ditentukan dengan klasifikasi fungsi jalan,
karakter lalu-lintas, dan nilai ekonomi.
c. Nilai Pertumbuhan Lalu-lintas
Nilai Pertumbuhan lalu-lintas selalu akan bertambah sampai dengan
dimana kemampuan dari ruas jalan tidak terpenuhi sesuai dengan umur
rencana. nilai dari pertumbuhan lalu-lintas dihitung dengan persamaan :
Keterangan :
R : Nilai Faktor pertumbuhan lalu lintas
R = (1+ i ) UR – 1
1
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
13
Universitas Internasional Batam
UR : Umur rencana dalam (tahun)
I : Prosentase pertumbuhan lalu lintas per tahun dalam persen (%).
Nilai pertumbuhan lalu-lintas (R) bisa juga menggunakan nilai dalam tabel
berikut :
Tabel 2.5 Pertumbuhan Rencana Lalu-lintas.
Umur Rencana
Kecepatan Pertumbuhan lalu lintas (i) per tahun (%)
0 2 4 6 8 10 5 5 5,2 5,4 5,6 5,9 6,1 10 10 10,9 12 13,2 14,5 15,9 15 15 17,3 20 23,3 27,2 31,8 20 20 24,3 29,8 36,8 45,8 57,3 25 25 32 41,6 54,9 71,31 98,3 30 30 40,6 56,1 79,1 113,3 164,5 35 35 50 73,7 111,4 172,3 271 40 40 60,4 95 154,8 259.1 442,6
Sumber : Perencanaan perkerasan jalan beton semen Pd T-14-2003
Nilai dari faktor pertumbuhan rencana lalu lintas bisa juga menggunakan
nilai dalam tabel berikut :
Tabel 2.6 Faktor Pertumbuhan Lalu Lintas (i) Minimum
untuk Desain
Jenis Jalan Tahun 2011sd Tahun 2020 >2021 sd 2030 Arteri/perkotaan (% ) 5,0 4,0 Kolektor (%) 3,5 2,5 Jalan desa 1,0 1,0
Sumber : Manual Desain Perkerasan Jalan Nomor 02/M/BM/2013
d. Nilai Lalu –lintas Rencana
Merupakan jumlah semua jenis sumbu kendaraan niaga meliputi umur
rencana, proporsi sumbu, dan distribusi beban pada setiap jenis sumbu
kendaraan. Apabila beban didapatkan dari hasil survey beban maka beban
dapat dikelompokkan dalam interval 1 ton atau 10 KN pada suatu jenis
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
14
Universitas Internasional Batam
sumbu. Berdasarkan umur rencana yang terjadi perhitungan jumlah sumbu
kendaraan niaga adalah sebagai berikut :
Keterangan :
JSKN : Jumlah total sumbu kendaraan niaga sesuai dengan umur
rencana
JSKNH : Jumlah total sumbu kendaraan niaga per hari pada saat
jalan dibuka.
R : Faktor pertumbuhan komulatif yang besarnya tergantung
dari pertumbuhan lalu lintas tahunan dan umur rencana
C : Koefisien distribusi kendaraan ( Tabel 2.4 )
e. Faktor Kemanan Beban
Faktor keamanan beban ini digunakan untuk hal-hal yang berkaitan
dengan adanya berbagai variasi perencanaan perkerasan jalan. Untuk
penentuan beban rencana maka beban sumbu untuk masing-masing jenis
sumbu dikalikan dengan faktor nilai keamanan beban.
Tabel 2.7 Faktor Keamanan Beban.
No Penggunaan Nilai Fkb 1 Tipe jalan dengan volume kendaraan niaga tinggi dan
arus lalu-lintas tidak terhambat, jalan bebas hambatan utama (major freeway) dan untuk tipe jalan banyak lajur. apabila ada rute alternatif maka data lalu-lintas yang dipakai adalah hasil survei beban, maka nilai faktor keamanan beban dapat dikurangi menjadi 1,15.
1,20
2 Jalan arteri dengan volume kendaraan niaga menengah dan Jalan bebas hambatan.
1,10
3 Tipe jalan dengan volume kendaraan niaga kecil. 1,0
Sumber : Perencanaan perkerasan jalan beton semen Pd T-14-2003
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
15
Universitas Internasional Batam
5. Bahu Jalan
Bahu jalan merupakan material lapisan berupa pondasi sub base yang
strukturnya dapat dilapisi dengan lapisan penutup aspal atau lapisan beton.
Jalur lalu-lintas dengan bahu jalan akan memberikan pengaruh terhadap
perkerasan beton. Akibat dari hal tersebut di atas maka pembuatan bahu
beton akan mengurangi tebal pelat dan meningkatkan kinerja perkerasan
beton dimana lebar bahu minimum 1500 mm, atau bahu jalan yang bersatu
dengan lajur lalu-lintas sebesar 600 mm berikut saluran dan kansteen.
6. Sambungan
Sambungan untuk perkerasan ini memang diperlukan agar dapat
meningkatkan kualitas beton semen, adapun sambungan ini bertujuan
untuk : 1) Mengendalikan crack dan meminimalisir tegangan yang
disebabkan oleh reduksi; 2) Mengurangi/menghilangkan pengaruh membal
beton samen akibat beban yang melintas; 3) Mempermudah pelaksanaan
pekerjaan ; 4) Mengakomodir aktivitas pelat apabila terjadi muai maupun
pergeseran. Dengan tipe sambungan antara lain :
a. Sambungan memanjang dengan batang pengikat (tie bars)
Sambungan ini bertujuan agar retak pelat beton arah memanjang bisa
dikendalikan. Pemasangan tiebars berjarak sekitar 300 sd 400 cm antar
sambungan tie bars. Spesifikasi baja sambungan memanjang minimal
dengan batang besi ulir 16 mm dengan mutu baja BJTU-24. Untuk
perhitungan diameter sambungan memanjang adalah :
At = 2014 x b x h
Sedangkan untuk Panjang batang pengikat dihtung dengan persamaan :
I = (38,3 x φ ) + 75
Keterangan :
At : Besarnya Luas penampang tulangan per meter panjang
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
16
Universitas Internasional Batam
b. Sambungan susut melintang
Sambungan susut melintang dipasang dengan jarak antara ruji 300 mm
dengan panjang 450 mm dengan ruji polos, bebas dan lurus dari
tonjolan tajam sehingga dimungkinkan dapat mempengaruhi gerakan
pelat beton pada saat mengalami menyusutan. Adapun jarak sambungan
tulangan susut melintang adalah 4 s.d 5 m untuk pelat beton
bersambung tidak menggunakan tulangan dan 8 s.d 15 m untuk pelat
beton bersambung dengan menggunakan tulangan
Berikut ini adalah diameter dowel berdasarkan tebal pelat beton seperti
terlampir dalam tabel di bawah ini.
Tabel 2.8 Diameter dowel.
No Tebal pelat beton, Tp (mm) Diameter dowel
1 125 < Tp < 140 20 mm
2 140 < Tp < 160 24 mm
3 160 < Tp < 190 28 mm
4 190 < Tp < 220 33 mm
5 220 < Tp < 250 36 mm
Sumber : Buki Perencanaan perkerasan jalan beton semen Pd T-14-2003
Pada semua sambungan antar pelat beton ditutup dengan joint sealer,
sedangkan untuk sambungan isolasi harus ditutup dengan joint filler
sebelum ditutup dengam joint sealer.
sambungan (mm2)
b : Jarak sambungan dengan tepi perkerasan (m) atau jarak terkecil
antar sambungan
h : Besarnya tebal pelat beton rencana (m).
I : Panjang Tiebars (mm).
φ : Diameter batang Tiebars yang dipilih dalam satuan (mm). dan
Jarak batang Tiebars adalah 750 cm.
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
17
Universitas Internasional Batam
7. Perencanaan tulangan pada pelat beton
Penulangan tulangan pada pelat beton bertujuan untuk :
Menambah kekuatan pelat beton sehingga lebar retakan dapat dikurangi
dan pelat beton tersebut masih rigid.
Jumlah sambungan melintang dapat berkurang sehingga akan lebih
meningkatkan kenyamanan dan pelat beton yang digunakan bisa lebih
panjang.
Meminimalisir biaya perawatan dan pemeliharaan.
a. Jenis Perkerasan beton bersambung tanpa tulangan
Untuk mengurangi kemungkinan retak pada pelat beton bersambung tidak
menggunakan tulangan, maka pelat beton tersebut tetap perlu dipasang
tulangan sehingga retak bisa dikendalikan. Karena keretakan biasanya
terjadi karena konsentasi tegangan tidak bisa diatur dengan pola
penyambungan. Yang diaplikasikan terhadap :
Pelat berlubang (pits or structures).
Pelat dengan bentuk tak lazim (odd-shaped slabs),
Pelat dengan sambungan tidak sejalur (mismatched joints).
Pelat yang tidak lazim jika tipe sambungan pada pelat tidak
berbentuk bujur sangkar atau empat persegi panjang dengan
perbandingan pajang dan lebar adalah 1,25 atau
b. Jenis Perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan
Untuk menghitung luasan tulangan untuk perkerasan beton semen bersambung dengan tulangan adalah : Dimana : As : luas penampang tulangan baja (mm2/m lebar pelat)
Fs : kuat-tarik ijin tulangan (MPa). Biasanya 0,6 kali tegangan leleh
g : gravitasi (m/detik2)
As = μ x L x M x g x h
2 x fs
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
18
Universitas Internasional Batam
h : tebal pelat beton (m)
L : jarak antara sambungan yang tidak diikat pelat (m)
M : berat per satuan volume pelat (kg/m3)
μ : koefisien gesek antara pelat beton dan pondasi bawah sebagaimana pada
Tabel 2.2
Berikut ini tabel berat tulangan polos anyam empat persegi panjang :
Tabel 2.9 Berat Tulangan Polos Anyam Empat Persegi Panjang
Tulangan Memanjang
Tulangan melintang Luas Penampang Tulangan
Berat per Satuan Luas
(kg/m2) Diameter (mm)
Jarak (mm)
dia (mm)
Jarak (mm)
Memanjang (mm2/m)
Melintang (mm2/m)
Empat persegi panjang 12,5 100 8 200 1227 251 11,606 11,2 100 8 200 986 251 9,707 10 100 8 200 785 251 8,138
Tulangan Memanjang 9 100 8 200 636 251 6,967 8 100 8 200 503 251 5,919
7,1 100 8 200 396 251 5,091 9 200 8 250 318 201 4,076 8 200 8 250 251 201 3,552
Bujur sangkar 8 100 8 100 503 503 7,892
10 200 10 200 393 393 6,165 9 200 9 200 318 318 4,994 8 200 8 200 251 251 3,946
7,1 200 7,1 200 198 198 3,108 6,3 200 6,3 200 156 156 2,447 5 200 5 200 98 98 1,542 4 200 4 200 63 63 0,987
Sumber : Perencanaan perkerasan jalan beton semen Pd T-14-2003
2.2 Kriteria Teknis dalam Merencanakan Jalan
Di dalam melaksanakan perencanaan jalan terdapat beberapa hal untuk
dibutuhkan beberapa parameter sebagai pertimbangan dalam hal mengoptimalkan
output dalam perencanaan. Diantaranya adalah :
2.2.1 Kriteria Klasifikasi Jalan
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
19
Universitas Internasional Batam
Kriteria lasifikasi jalan menurut rujukan yang tertuang dalam Tata Cara
Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota Nomor 038/T/BM/1997 Terdiri
dari :
1. Klasifikasi berdasarkan fungsi
a. Fungsi sebagai Jalan Arteri
Berupa jalur lalu lintas dengan prioritas utama adalah pelayanan
terhadap angkutan utama, jalan ini memiliki ciri-ciri : kendaraan
berkecepatan tinggi, memiliki jalur yang panjang, dan jumlah jalan
yang masuk dibatasi sesuai dengan kebutuhan.
b. Fungsi jalan sebagai Jalan kolektor
Berupa jalur lalu lintas dengan prioritas utama adalah angkutan
pengumpul jalan ini memiliki ciri-ciri : Panjang jalur yang sedang ,
kendaraan berkecepatan sedang, jumlah jalan yang masuk dibatasi
sesuai dengan kebutuhan.
c. Fungsi jalan sebagai jalan lokal
Berupa jalur lalu lintas dengan prioritas utama adalah angkutan
setempat jalan ini memiliki ciri-ciri : memiliki jalur yang pendek,
kendaraan berkecepatan rendah, jumlah jalan yang masuk tidak
dibatasi sesuai dengan kebutuhan.
2. Klasifikasi berdasarkan kelas jalan
Klasfikasi ini berkaitan erat dengan kemampuan jalan tersebut dalam
menerima beban lalu lintas yang melintas dalam jalan tersebut,
besarnya kelas jalan dinyatakan dalam muatan sumbu terberat (MST)
dalam satuan ton. Seperti terlampir dalam tabel di bawah ini :
Tabel 2.10 Klasifikasi Berdasarkan Kelas Jalan
Fungsi Kelas Muatan Sumbu Terberat
MST ( ton )
Arteri I >10 II 10
III A 8
Kolektor III A
8 III B
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota Nomor
038/T/BM/1997
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
20
Universitas Internasional Batam
3. Klasifikasi berdasarkan medan jalan
Medan jalan diklasifikasikan berdasarkan kondisi jalan dimana
memperhitungkan besar kemiringan medan jalan yang diukur tegak
lurus terhadap garis kontur yang dinyatakan dalam persen (%).
Besarnya kemiringan medang terlampir dalam tabel di abwah ini :
Tabel 2.11 Klasifikasi Kelas Medan Jalan
Jenis Medan Notasi Kemiringan Medan (%) Datar D >3 Perbukitan B 3-25 Pegunungan G >25
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota Nomor
038/T/BM/1997
2.2.2 Kriteria Berdasarkan Karakteristik Jalan Raya
Besar kecilnya karakteristik jalan raya sangat berpengaruh terhadap
tingkat pelayanan dan kapasitas jalan ketika dilalui kendaraan yang
menimbulkan kegiatan arus lalu lintas (Burniandito.SR, 2008).
Karakteristik Jalan Raya diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Karakteristik berupa Geometrik Jalan
a. Tipe Jalan
Tipe jalan dapat mempengaruhi dalam layanan pada saat
pembebanan lalu-lintas tertentu di jalan tersebut. Seperti contoh
untuk jalan dengan 1 arah dan jalan terbagi serta tak terbagi.
Berikut ini adalah beberapa bagian dan tipe jalan :
a. 2 lajur 1 arah
b. 2 lajur 2 arah tak terbagi ( 2/2 TB )
c. 4 lajur 2 arah tak terbagi ( 4/2 TB )
d. 4 lajur 2 arah terbagi ( 4/2 B )
e. 6 lajur 2 arah terbagi ( 6/2 B )
b. Lebar Jalur Lalu-Lintas
lebar jalur berbanding lurus dengan dengan pertambahan lebar
jalur, semakin lebar jalur maka kapasitas jalan akan semakin
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
21
Universitas Internasional Batam
bertambah dan jalur tersebut memiliki arus lalu-lintas dan
kecepatan arus yang bebas bebas.
c. Kansteen
Merupakan pembatas antara trotoar/pedestrian dengan jalur lalu-
lintas. Besarnya nilai hambatan samping sangat dipengaruhi oleh
keberadaan kansteen yang nantinya akan berdampak terhadap besar
kecilnya kapasitas dan kecepatan kendaraan yang melintas.
d. Bahu Jalan/trotoar/pedestrian
Bahu Jalan merupakan sisi/spase yang terletak pada sisi kiri dan
kanan suatu jalan/jalur. Besarnya nilai hambatan samping sangat
dipengaruhi oleh keberadaan bahu jalan/trotoar/pedestrian yang
nantinya akan berdampak terhadap besar kecilnya kapasitas dan
kecepatan kendaraan yang melintas.. Contohnya adalah dengan
semakin lebar bahu jalan maka aktivitas pada jalur tersebut akan
bertambah seperti : pejalan kaki, angkutan umum berhenti
sembarangan.
e. Median/Pembatas Jalan
Fungsi dari median adalah sebagai pembatas arus lalu lintas yang
melintas pada jalur tersebut. Median jalan harus direncanakan
secara optimal sehingga menambah nilai kapasitas dari jalur
tersebut.
f. Lengkung
Faktor lengkung jalan berpengaruh terhadap kecepatan arus bebas
contohnya : jika jari-jari kecil pada tikungan maka dapat
mengurangi kecepatan kendaraan, dan akibat lengkung vertikal
contohnya pada tanjakan yang terjal juga dapat mengurangi
kecepatan kendaraan. Untuk daerah perkotaan pengaruh alinyemen
jalan dapat diabaikan.
g. Lajur
Lajur adalah bagian dari jalur lalu lints yang memiliki lebar
memadai untuk dilewati suatu kendaraan bermotor yang dibatasi
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
22
Universitas Internasional Batam
dengan marka jalan. Di dalam jalur lalu lintas dibutuhkan lajur
ideal seperti terlampir daam tabel di bawah ini :
Tabel 2.12 Lebar Lajur yang Ideal .
Fungsi Jalan Kelas Lebar Lajur Ideal ( m )
Arteri I 3,75
II, IIIA 3,50
Kolektor IIIA, IIIB 3,00 Lokal IIIC 3,00
Sumber : Tata Cara Perencanaan Geometrik Jalan Antar Kota Nomor 038/T/BM/1997
2. Karakteristik berupa komposisi dan pembatas arus
a. Pembatasan arah pada jalur lalu-lintas
Kesamaan besar arus lalu lintas pada kedua arah dalam periode
waktu yang dihitung dalam satu jam.
b. Konfigurasi arus lalu-lintas
Konfigurasi arus lalu-lintas sangat berpengaruh terhadap arus
dengan kecepatan dengan besarnya kapasitas dan arus lalu lintas
bergantung kepada rasio kendaraan sepeda motor dan kendaraan
berat yang melintas. Jika kecepatan kendaraan ringan dan kapasitas
ruas jalan dalam satuan smp/jam tidak dipengaruhi oleh konfigurasi
lalu-lintas maka arus lalu lintas dan kepasitas jalan dapat dibuat
dalam satuan mobil penumpang (smp)
3. Aktivitas hambatan samping
Aktivitas hambatan samping secara langsung berpengaruh terhadap
nilai layanan dari kapasitas ruas jalan, adapun contoh hambatan
samping kendaraan tersebut adalah :
a. Aktivitas pejalan kaki yang melintas;
b. Berhentinya kendaraan dan angkutan umum pada jalur lalu lintas ;
c. Adanya kendaraan yang memiliki kecepatan rendah seperti : becak,
delman;
d. Masuk atau keluarnya kendaraan dari sisi jalan
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
23
Universitas Internasional Batam
4. Populasi Kendaraan dan Karakter pengemudi
Dengan keanekaragaman penduduk masyarakat Indonesia dan tingkat
perkembangan yang berbeda-beda contohnya pada daerah perkotaan
menunjukkan bahwa berbagai macam jenis kendaraan dan karakter
pengendara yang beranekaragam. Perbedaan karakter secara tidak
langsung masuk dalam perhitungan, apabila kota kecil biasanya
perilaku pengemudi kurang cepat dengan kendaraan yang belum
modern, yang mengakibatkan kecepatan kendaraan dan kapasitas jalan
lebih rendah pada arus lalu lintas pada waktu tertentu, apabila dengan
kota yang lebih besar (MKJI, 1997).
5. Penggolongan Kendaraan
Penggolongan Kendaraan merupakan jumlah nilai total dan arah arus
lalu lintas pada jalur lalu lintas yang dikonversikan dalam satuan mobil
penumpang (SMP), berikut ini adalah beberapa tipe penggolongan
kendaraan antara lain sebagai berikut :
a. Jenis Kendaraan ringan (Low Vehicle) adalah tipe kendaraan yang
memiliki jarak As kendaraan 2,0 – 3,0 m dengan 2 as dan beroda
4. Contohnya : truk kecil, pick up, mikrobis mobil penumpang,
oplet atau sesuai sistem penggolongan kendaraan.
b. Jenis Kendaraan berat (HV) adalah tipe kendaraan yang memiliki
jarak As lebih dari 350 cm dengan 2 as dan beroda 4. Contohnya :
truk 2 as, truk, truk 3 as atau sesuai sistem penggolongan
kendaraan.
c. Jenis Kendaraan Motor Cycle (MC) adalah tipe kendaraan
bermotor yang memiliki 2 atau 3 roda pada kendaraanya.
contohnya kendaraan roda 3 dan sepeda motor atau sesuai sistem
penggolongan kendaraan.
d. Jenis Kendaraan tidak bermotor (UM) adalah tipe kendaraan
bermotor yang dijalankan oleh hewan atau orang contohnya : becak
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
24
Universitas Internasional Batam
sepeda, kereta kuda atau sesuai sistem penggolongan kendaraan
dari Bina Marga.
6. Satuan Mobil Penumpang ( SMP )
Merupakan nilai satuan arus lalu lintas kendaraan yang melintas pada
jalur lalu lintas yang setara dengan kendaraan ringan atau mobil
penumpang, dengan satuan ekivalensi mobil penumpang (emp).
Dimensi kendaraan, tipe atau jenis kendaraan, serta kemampuan olah
gerak sangat berpengaruh terhadap nilai dari SMP yang terjadi.
SMP biasa dipakai untuk menganalisa rekayasa lalu lintas contohnya
untuk : menentukan volume per kapasitas jalan (V/C), perhitungan
waktu alat pengatur isyarat lalu lintas (APILL), desain persimpangan,
dalam suatu ruas jalan dan untuk jalan perkotaan yang tidak terbagi.
Khusus untuk jalan perkotaan nilai emp terlampir dalam tabel di
bawah ini :
Tabel 2.13 Nilai emp Jalan Perkotaan.
Jenis Jalan
Arus lalu lintas total 2
arah (kend/jam )
emp
LV HV
MC Lebar Jalur Lalu Lintas
≤6m >6m
2 lajur tak terbagi
(2/2) UD
0 1,0
1,3 0,5 0,4
≥1800 1,2 0,35 0,25
4 Lajur tak terbagi (4/2) UD
0 1,0
1,3 0,4
≥3700 1,2 0,25
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
2.2.3 Karakteristik Arus Lalu-lintas
Dalam teori arus lalu lintas ada 3 karakteristik arus lalu-lintas yaitu
kepadatan kendaraan, volume kendaraan, dan kecepatan kendaraan. Arus
lalu lintas adalah banyaknya kendaraan yang melintasi jalur lalu lintas dari
titik satu ke titik lainya dalam waktu tertentu dalam kendaraan/jam atau
kendaraan/hari. (Lis Ayu Widari.dkk, 2015).
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
25
Universitas Internasional Batam
Dalam menentukan daya tampung dan volume lalu-lintas ruas jalan
ditentukan oleh beberapa faktor diantaranya adalah sebagai berikut :
1. Faktor Kapasitas/daya Tampung Jalan
Kapasitas/daya Tampung Jalan adalah kemampuan sebuah ruas jalan
untuk dapat menampung volume arus lalu lintas yang ideal dalam satuan
waktu tertentu, yang dinyatakan dalam satuan kendaraan/jam, dengan
memperhatikan jenis kendaraan yang melintas dalam suatu jalan yang
dinyatakan dalam SMP (Irwan Susanto.dkk,2017).
Untuk jalur lalu lintas yang terbagi, perhitungan kapasitas jalan dihitung
dengan terpisah arah lalu-lintas yang berbeda, analisa perhitungan
kapasitas jalan untuk ruas jalan tak-terbagi perhitunganya dilakukan pada
dua arah sekaligus, dengan asumsi jalan tersebut merupakan jalan satu
arah yang terpisah. Berikut ini adalah persamaan untuk menghitung nilai
dari kapasitas ruas jalan :
C = Co x FCw x FCcs x FCsp x FCsf
Keterangan :
C = Kapasitas
Co = Nilai Kapasitas dasar (smp/jam)
FCw = Faktor nilai penyesuaian lebar jalur lalu-lintas
FCsp = Faktor nilai penyesuaian pemisahan arah
FCsf = Faktor nilai penyesuaian hambatan samping
FCcs = Faktor nilai penyesuaian ukuran kota
Adapun nilai dari masing-masing faktor dalam menentukan nilai kapasitas
jalan terlampir dalam tabel di bawah ini :
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
26
Universitas Internasional Batam
Tabel 2.14 Faktor Nilai Kapasitas Dasar Jalan Perkotaan (Co).
Tipe jalan Kapasitas dasar
(smp/jam) Catatan
4-lajur terbagi atau Jalan 1-arah
1650 Per lajur
4-lajur tak-terbagi 1500 Per lajur
2-lajur tak-terbagi 2900 Total dua arah
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Tabel 2.15 Faktor Nilai Penyesuaian Kapasitas Untuk Lebar Jalur
Lalu-lintas (FCw)
Tipe jalan Lebar jalur lalu-
lintas efektif (WC) (m)
FCw
4 lajur terbagi atau Jalan - 1 Arah
Per lajur
3,00 0,92
3,25 0,96
3,50 1,00
3,75 1,04
4,00 1,08
4-lajur tak-terbagi
Per lajur
3,00 0,91
3,25 0,95
3,50 1,00
3,75 1,05
4,00 1,09
2-lajur tak-terbagi
Total dua arah
5,00 0,56
6,00 0,87
7,00 1,00
8,00 1,14
9,00 1,25
10,00 1,29
11,00 1,34
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
27
Universitas Internasional Batam
Tabel 2.16 Faktor Nilai Penyesuaian Kapasitas Untuk Pemisahan
Arah (FCsp)
Pemisahan arah
SP % - %
FCsp
50-50 55-45 60-40 65-35 70-30
2-lajur 2/2 1,00 0,97 0,94 0,91 0,88
4-lajur 4/2 1,00 0,985 0,97 0,955 0,94
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Tabel 2.17 Faktor Nilai Penyesuaian Kapasitas Untuk Hambatan
Samping (FCsf) Jalan Dengan Bahu
Tipe jalan
Kelas Hambatan samping
Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan lebar bahu FCsf
Lebar bahu efektif WS
0,50 1,00 1,50 2,00
4/2 D
VL 0,96 0,98 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1,00 1,02
M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,88 0,92 0,95 0,98
VH 0,84 0,88 0,92 0,96
4/2 UD
VL 0,96 0,99 1,01 1,03
L 0,94 0,97 1,00 1,02
M 0,92 0,95 0,98 1,00
H 0,87 0,91 0,94 0,98
VH 0,80 0,86 0,90 0,95
2/2 UD VL 0,94 0,96 0,99 1,01
atau L 0,92 0,94 0,97 1,00
Jalan satu- M 0,89 0,92 0,95 0,98
arah H 0,82 0,86 0,90 0,95 VH 0,73 0,79 0,85 0,91
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Tabel 2.18 Faktor Nilai Penyesuaian Ukuran Kota (FCcs)
Ukuran kota (Juta penduduk)
Faktor penyesuaian untuk
ukuran kota
< 0,10 0,86
0,10 -0,50 0,90
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
28
Universitas Internasional Batam
Ukuran kota (Juta penduduk)
Faktor penyesuaian untuk
ukuran kota
0,50-1,00 0,94
1,00-3,00 1,00
> 3,00 1,04
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Tabel 2.19 Faktor Nilai Penyesuaian Kapasitas Untuk Hambatan
Samping (FCsf) Jalan Dengan Kerb/Kansteen
Tipe Jalan
Kelas Hambatan samping
Faktor penyesuaian untuk hambatan samping dan jarak kerb-
penghalang FCsf Jarak: kerb-penghalang WK
< 0,5 1,0 1,5 > 2,0
4/2 D
VL 0,95 0,97 0,99 1,01 L 0,94 0,96 0,98 1,00
M 0,91 0,93 0,95 0,98
H 0,86 0,89 0,92 0,95
VH 0,81 0,85 0,88 0,92
4/2 UD
VL 0,95 0,97 0,99 1,01 L 0,93 0,95 0,97 1,00
M 0,90 0,92 0,95 0,97
H 0,84 0,87 0,90 0,93
VH 0,77 0,81 0,85 0,90
2/2 UD VL 0,93 0,95 0,97 0,99 atau L 0,90 0,92 0,95 0,97
Jalan satu- M 0,86 0,88 0,91 0,94 arah H 0,78 0,81 0,84 0,88 VH 0,68 0,72 0,77 0,82
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
29
Universitas Internasional Batam
Tabel 2.20 Nilai kelas akibat hambatan samping
Kelas Hambatan samping (SCF)
Kode Jumlah kejadian
per 200 m perjam Kondisi Daerah
Sangat rendah VL <100 Daerah pemukiman; hampir
tidak ada kegitan
Rendah L 100-299 Daerah pemukiman; berupa
angkutan umum, dsb
Sedang M 300-499 Daerah industri, beberapa toko
disi jalan
Tinggi H 500-899 Daerah komersial; aktifitas sisi
jalan yang sangat tinggi
Sangat tinggi VH >900 Daerah komersial; aktifitas
pasar di samping jalan Sumber : Manual Kapasaitas Jalan Idonesia 1997
2. Derajat Kejenuhan
Derajat kejenuhan (DS) adalah nilai perbandingan antara volume kendaraan
dengan kapasitas jalan dalam sebuah jalur lalu lintas dengan, nilai derajat
kejenuhan digunakan sebagai faktor utama dalam penentuan tingkat kinerja
simpang dan ruas jalan. Nilai derajat kejenuhan menunjukkan bahwa apakah
ruas jalan tersebut memiliki kapasitas yang mendukung atau tidak.
Nilai derajat kejenuhan secara empirik tidak boleh lebih nilai 1 (satu), jika
lebih sari 1 (satu) maka ruas jalan tersebut sudah sangat jenuh. Jika nilai
tersebut mendekati nilai 1 (satu) bisa disimpulkan bahwa kondisi arus lalu
lintas sudah mulai mendekati titik jenuh, hal ini bisa dilihat secara visual
tentang kondisi lalu lintas yang terjadi di lapangan, dimana ruas jalan tersebut
dilalui kendaraan dengan kecepatan rendah dan volume kendaraan terlihat
mulai padat. (T. K. Sendow.dkk, 2013). Adapun nilai dari darajat kejenuhan
dapat dihitung dengan persamaan :
DS = Q/C
Keterangan :
Q = Besarnya Volume kendaraan (smp/jam)
C = Nilai Kapasitas jalan (smp/jam)
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020
30
Universitas Internasional Batam
Tabel 2.21 Hubungan Tingkat Pelayanan dengan Derajat Kejenuhan
Tingkat Pelayanan
Derajat Kejenuhan (DS)
Keterangan
A 0,00 – 0,20 Arus bebas, kecepatan bebas B 0,20 – 0,44 Arus stabil, kecepatan mulai
terbatas C 0,45 – 0,74
Arus stabil, tetapi kecepatan dan gerak kendaraan dapat dikendalikan
D 0,75 – 0,84 Arus tidak stabil, kecepatan menurun
E 0,85 – 1,00 Arus stabil, kendaraan tersendat F ≥ 1,00 Arus terhambat, kecepatan rendah
Sumber : Manual Kapasitas Jalan Indonesia 1997
Akhmad Basuki. Evaluasi Perencanaan Perkerasan Kaku (rigid Pavement) dengan Metode Bina Marga 2003 ( Studi Kasus Peningkatan Jalan Simpang Patung Kuda – Simpang Bengkong Seken). UIB Repository©2020