Download - Tgas kimia organik
BAB II
PEMBAHASAN
ALKIL HALIDA
Halogen alkana juga dikenal sebagai haloalkana atau alkil halida. Halaman ini
menjelaskan pengertian halogenalkana dan membahas sifat-sifat fisiknya. Disini juga akan
dibahas secara ringkas tentang kereaktifan kimiawi dari halogenalkana. Rincian tentang
reaksi-reaksi kimia halogenalkana akan dibahas pada halaman-halaman yang lain.
Pengertian Halogenalkana
Contoh-contoh
Halogenalkana adalah senyawa-senyawa dimana ada satu atau lebih atom hidrogen
pada sebuah alkana yang digantikan oleh atom-atom halogen (fluorin, klorin, bromin atau
iodin). Pada pembahasan tingkat dasar ini, kita hanya membahas tentang senyawa-senyawa
halogenalkana yang hanya mengandung satu atom halogen.
Contoh:
Jenis-jenis halogenalkana
Halogenalkan terdiri dari beberapa kelompok yang berbeda tergantung pada
bagaimana posisi atom halogen dalam rantai atom karbon. Ada beberapa perbedaan sifat
kimia antara berbagai jenis halogealkana.
Halogenalkana primer
Pada halogenalkana primer (1°), atom karbon yang membawa atom halogen hanya
berikatan dengan satu gugus alkil lainnya.
Beberapa contoh halogenalkana primer antara lain sebagai berikut:
Perlu diperhatikan bahwa tidak jadi masalah bagaimanapun kompleksnya gugus
alkil yang terikat. Pada masing-masing contoh di atas, hanya ada satu ikatan terhadap
sebuah gugus alkil dari gugus CH2 yang mengikat halogen.
Terdapat pengecualian dalam hal ini, yakni CH3Br dan metil halida lainnya
seringkali ditemukan sebagai halogenalkana primer walaupun tidak ada gugus alkil yang
terikat pada atom karbon yang membawa halogen.
Halogenalkana sekunder
Pada halogenalkana sekunder (2°), atom karbon yang padanya terikat halogen
berikatan langsung dengan dua gugus alkil yang lain, yang bisa sama atau berbeda.
Contoh-contoh:
Halogenalkana tersier
Pada halogenalkana tersier (3°), atom karbon yang mengikat halogen berikatan
langsung dengan tiga gugus alkil, yang bisa merupakan kombinasi dari gugus akil yang
sama atau berbeda.
Contoh-contoh:
Sifat-sifat fisik halogenalkana
Titik didih
Grafik berikut menunjukkan titik didih dari beberapa halogenalkana sederhana.
Perhatikan bahwa ada tiga dari halogenalkana pada gambar yang memiliki titik didih
di bawah suhu kamar (sekitar 20°C). Ketiga halogenalkana tersebut akan berwujud gas pada
suhu kamar. Semua halogenalkana yang lain kemungkinan ditemukan dalam wujud cair.
Perlu diingat bahwa:
satu-satunya metil halida yang berwujud cair adalah iodometana;
kloroetana merupakan sebuah gas.
Pola-pola titik didih mencerminkan pola-pola gaya tarik antar-molekul.
Gaya-gaya dispersi van der Waals
Gaya tarik ini menjadi lebih kuat apabila molekul lebih panjang dan memiliki lebih
banyak elektron. Ini dapat meningkatkan besarnya dipol-dipol sementara yang terbentuk.
Inilah sebabnya mengapa titik didih meningkat apabila jumlah atom karbon dalam
rantai meningkat. Mari kita ambil contoh untuk tipe halida tertentu, misalnya klorida. Gaya-
gaya dispersi akan menjadi semakin kuat apabila jumlah atom karbon semakin bertambah
dalam rantai (misalnya dari 1 menjadi 2, 3 dan seterusnya). Dibutuhkan lebih banyak energi
untuk mengatasi gaya dispersi tersebut, sehingga titik didih meningkat.
Semakin meningkatnya titik didih dari klorida ke bromida sampai ke iodida (utuk
jumlah atom karbon tertentu) juga disebabkan oleh semakin meningkatnya jumlah elektron
yang menimbulkan gaya dispersi yang lebih besar. Sebagai contoh, terdapat lebih banyak
elektron dalam iodometana dibanding yang terdapat dalam klorometana – anda bisa
menghitungnya sendiri!
Gaya tarik dipol-dipol van der Waals
Ikatan karbon-halogen (selain ikatan karbon-iodin) bersifat polar, karena pasangan
elektron tertarik lebih dekat ke atom halogen dibandng ke atom karbon. Ini disebabkan
karena halogen (kecuali iodin) lebih elektronegatif dibanding karbon.
Nilai keelektronegatifan unsur-unsur halogen dapat dilihat sebagai berikut:
C 2.5 F 4.0
Cl 3.0
Br 2.8
I 2.5
Ini berarti bahwa selain gaya-gaya dispersi, ada juga gaya-gaya lain yang ditimbulkan oleh
gaya tarik antara dipol-dipol permanen (kecuali pada iodin).
Besarnya gaya-tarik dipol-dipol akan berkurang apabila ikatan menjadi semakin
tidak polar (misalnya semakin ke bawah mulai dari klorida sampai bromida terus ke iodida).
Meski demikian, titik didih tetap meningkat! Ini menujukkan bahwa efek gaya tarik dipol-
dipol permanen jauh lebih tidak penting dibanding efek dipol-dipol temporer yang
menimbulkan gaya-gaya dispersi.Besarnya peningkatan jumlah elektron pada iodin
melebihi kehilangan dipol-dipol permanen dalam molekul.
Titik didih beberapa isomer
Contoh-contoh di atas menunjukkan bahwa pada isomer-isomer halogenalkana, titik
didih semakin berkurang dari halogenalkana primer ke halogenalkana sekunder ke
halogenalkana tersier. Penurunan titik didih ini adalah akibat dari menurunnya efektifitas
gaya-gaya dispersi.
Dipol-dipol temporer paling besar untuk molekul yang terpanjang. Gaya-gaya tarik
juga lebih kuat jika molekul-molekul bisa saling berdekatan. Halogenalkana tersier
memiliki struktur yang sangat pendek dan besar sehingga tidak bisa berdekatan dengan
molekul tetangganya.
Kelarutan halogenalkana
Kelarutan dalam air
Halogenalkana sangat sedikit larut dalam air.Agar halogenalkana bisa larut dalam
air, maka gaya tarik antara molekul-molekul halogenalkana harus diputus (gaya dispersi van
der Waals dan gaya-tarik dipol-dipol) demikian juga dengan ikatan hidrogen antara
molekul-molekul air. Pemutusan kedua gaya tarik ini memerlukan energi.
Energi akan dilepaskan apabila gaya tarik terbentuk antara halogenalkana dengan
molekul-molekul air. Gaya-gaya tarik yang terbentuk ini hanya gaya dispersi dan gaya tarik
dipol-dipol. Kedua gaya ikatan ini tidak sama kuatnya dengan ikatan hidrogen sebelumnya
terdapat dalam air, sehingga energi yang dilepaskan lebih kecil dibanding yang digunakan
untuk memisahkan molekul-molekul air.Energi yang terlibat tidak cukup banyak sehingga
halogenalkana hanya sedikit larut dalam air.
Kelarutan dalam pelarut-pelarut organik
Halogenalkana cenderung larut dalam pelarut organik karena gaya tarik antar-
molekul yang baru terbentuk memiliki kekuatan yang sama dengan kekuatan ikatan yang
diputus dalam halogenalkana dan pelarut.
Kereaktifan kimiawai halogenalkana
Pentingnya kekuatan ikatan
Pola kekuatan dari keempat ikatan karbon-halogen ditunjukkan pada gambar
berikut:
Perlu diperhatikan bahwa kekuatan ikatan semakin berkurang ketika kita berpindah
dari C-F ke C-I, dan juga perhatikan bahwa ikatan C-F jauh lebih kuat dibanding lainnya.
Agar zat lain bisa bereaksi dengan halogenalkana, maka ikatan karbon-halogen
harus diputus. Karena pemutusan semakin mudah dilakukan semakin ke bawah (mulai dari
fluoride sampai iodin), maka senyawa-senyawa semakin ke bawah golongan halogen akan
semakin reaktif.
Iodoalkana merupakan halogenalkana yang paling reaktif dan fluoroalkana
merupakan yang paling tidak reaktif. Sebenarnya, kereaktifan fluoroalkana sangat kecil
sehingga bisa diabaikan dalam pembahasan-pembahasan selanjutnya
Pengaruh polaritas ikatan
Dari keempat halogen, fluorin merupakan unsur yang paling elektronegatif dan iodin
yang paling tidak elektronegatif. Ini berarti bahwa pasangan elektron dalam ikatan karbon-
fluorin akan tergeser ke ujung halogen.
Perhatikan metil halida sebagai contoh-contoh sederhana berikut ini:
Keelektronegatifan karbon dan iodin sama sehingga tidak akan ada pemisahan
muatan pada ikatan (pasangan elektron berada pada posisi netral).
Salah satu reaksi penting yang dialami oleh halogenalkana melibatkan penggantian
halogen oleh sesuatu yang lain – yakni reaksi substitusi. Reaksi-reaksi ini melibatkan salah
satu dari mekanisme berikut:
ikatan karbon-halogen terputus menghasilkan ion positif dan ion negatif.Ion yang
memiliki atom karbon bermuatan positif selanjutnya bereaksi dengan sesuatu yang
bermuatan negatif (baik negatif penuh maupun negatif parsial).
sesuatu yang bermuatan negatif penuh atau parsial tertarik ke atom karbon yang
sedikit bermuatan positif dan melepaskan atom halogen.
Mungkin anda berpikir bahwa kedua mekanisme di atas akan menjadi lebih efektif
untuk ikatan karbon-fluorin yang sebelumnya telah memiliki banyak muatan positif dan
negatif. Tapi kenyataannya tidak demikian – justru sedikit kebalikannya yang terjadi!
Yang mengendalikan kereaktifan adalah kekuatan ikatan yang harus diputus, sementara
cukup sulit untuk memutus sebuah ikatan karbon-fluorin, tapi cukup mudah untuk memutus
ikatan karbon-iodin.
Pembuatan Halogenalkana (haloalkana atau alkil halida)
Ringkasan metode-metode pembuatan
Halogenalkana bisa dibuat dari reaksi antara alkena dengan hidrogen halida, akan
tetapi halogenalkana lebih umum dibuat dengan cara mengganti gugus -OH pada sebuah
alkohol dengan atom halogen. Metode inilah yang akan menjadi fokus kita pada halaman
ini.
Pembuatan halogenalkana dari alkohol dengan menggunakan hidrogen halida
Reaksi umum yang terjadi pada proses ini bisa dituliskan sebagai berikut:
Pembuatan kloroalkana
Kita bisa membuat kloroalkana tersier dari alkohol yang sesuai dan asam hidroklorat
pekat, tapi untuk membuat kloroalkana primer atau sekunder anda perlu menggunakan
metode yang berbeda karena laju reaksi cukup lambat.
Sebuah kloroalkana tersier bisa dibuat dengan mereaksikan alkohol yang sesuai dengan
asam hidroklorat pekat pada suhu kamar.
Pembuatan bromoalkana
Ketimbang menggunakan asam hidrobromat, anda bisa mereaksikan alkohol dengan
sebuah campuran antara natrium atau kalium bromida dengan asam sulfat pekat.
Pencampuran antara natrium atau kalium bromida dengan asam sulfat pekat ini akan
menghasilkan hidrogen bromida yang bereaksi dengan alkohol. Campuran yang terbentuk
dipanaskan untuk memisahkan bromoalkana. Pada pembahasan-pembahasan selanjutnya,
anda akan menemukan rincian-rincian praktis tentang reaksi seperti ini.
Pembuatan iodoalkana
Untuk pembuatan iodoalkana, alkohol direaksikan dengan sebuah campuran antara
natrium atau kalium iodida dengan asam posfat(V) pekat, H3PO4, dan dilakukan distilasi
untuk memisahkan iodoalkana. Pencampuran iodin dengan asam posfat(V) akan
menghasilkan hidrogen iodida yang bereaksi dengan alkohol.
Asam posfat(V) lebih dipilih dibanding asam sulfat pekat karena asam sulfat pekat
dapat mengoksidasi ion-ion iodida menjadi iodin dan menghasilkan hidrogen iodida secara
perlahan. Hal yang sama terjadi dengan ion-ion bromida (sampai tingkatan tertentu) dalam
pembuatan bromoalkana, tapi tidak cukup signifikan untuk mengganggu berlangsungnya
proses reaksi utama.
Pembuatan halogenalkana dari alkohol menggunakan fosfor halida
Pembuatan kloroalkana
Kloroalkana bisa dibuat dengan mereaksikan sebuah alkohol dengan fosfor(III)
klorida cair, PCl3.
Kloroalkana juga bisa dibuat dengan mengadisi fosfor(V) klorida padat, PCl5, ke
sebuah alkohol.
Reaksi ini berlangsung progresif pada suhu kamar, menghasilkan awan-awan gas
hidrogen klorida. Cara ini tidak cukup baik untuk membuat halogenalkana, walaupun biasa
digunakan untuk menguji keberadaan gugus -OH dalam kimia organik.
Juga ada reaksi-reaksi sampingan yang melibatkan POCl3 yang bereaksi dengan
alkohol.
Pembuatan bromoalkana dan iodoalkana
Bromoalkana dan iodoalkana dibuat dengan cara umum yang sama. Sebagai ganti
penggunaan fosfor(III) bromida atau iodida, alkohol dipanaskan dibawah refluks dengan
sebuah campuran antara fosfor dengan bromin atau iodin yang berwarna merah.
Fosfor bereaksi pertama kali dengan bromin atau iodin menghasilkan fosfor(III) halida.
Hasil-hasil reaksi ini selanjutnya bereaksi dengan alkohol menghasilkan
halogenalkana yang sesuai yang bisa dipisahkan dengan distilasi.
Pembuatan bromoetana dalam laboratorium
Pembuatan bromoetana ini merupakan sebuah contoh sederhana dari pembuatan
senyawa organik, dan merupakan salah satu metode yang paling umum digunakan dalam
kursus-kursus kimia tingkat dasar.
Pembuatan bromoetana tidak murni
Asam sulfat pekat ditambahkan secara perlahan ke dalam beberapa etanol dalam
sebuah labu kimia disertai dengan pengadukan kuat dan pada suhu dingin, dan selanjutnya
ditambahkan kalium bromida. Labu kimia kemudian dihubungkan dengan kondensor
sehingga bromoetana yang terbentuk bisa dipisahkan dengan distilasi.
Bromoetana memiliki titik didih yang rendah tapi lebih padat dari air dan hampir
tidak larut di dalam air. Untuk mencegah terjadinya penguapan, bromoetana sering
disimpan dibawah air dalam sebuah botol kimia yang dikelilingi dengan es tanpa ada
air.Botol reaksi dipanaskan sampai tidak ada lagi tetesan bromoetana yang terkumpul.
Pemurnian bromoetana
Zat pengotor dalam bromoetana mencakup:
hidrogen bromida (walaupun kebanyakan dari zat ini akan larut dalam air jika
boromoetana disimpan di bawah air);
bromin – berasal dari oksidasi ion-ion bromida dengan asam sulfat pekat;
sulfur dioksida – terbentuk ketika asam sulfat pekat mengoksidasi ion-ion bromida;
etanol yang tidak bereaksi;
etoksietana (dietil eter) – terbentuk melalui sebuah reaksi sampingan antara etanol
dan asam sulfat pekat.
Urutan pemurnian
Tahap 1
Jika bromoetana telah terkumpul di bawah lapisan air, pindahkan isi labu
penampung tersebut ke sebuah corong pisah. Atau langsung memasukkan bromoetana tidak
murni ke dalam corong pisah, tambahkan sedikit air lalu dikocok.
Tungkan cairan dan biarkan lapisan bromoetana tetap berada dalam corong.
Cairan yang dibuang tersebut hampir semua kandungannya adalah hidrogen
bromida, dan cukup banyak bromin, sulfur dioksida dan etanol yang tertinggal sebagai zat
pengganggu kemurnian.
Tahap 2
Untuk mengeluarkan semua zat asam pengotor yang masih tersisa (termasuk bromin
dan sulfur dioksida), kembalikan bromoetana ke corong pisah dan kocok dengan larutan
natrium karbonat atau natrium hdrogenkarbonat.
Larutan ini akan bereaksi dengan asam apapun yang ada melepaskan karbon dioksida dan
membentuk garam-garam yang dapat larut.Pisahkan dan simpan lapisan bromoetana di
bagian bawah seperti prosedur sebelumnya.
Tahap 3
Sekarang cuci bromoetana dengan air dalam sebuah corong pipsah untuk
menghilangkan zat-zat organik pengotor yang masih tersisa (larutan natrium karbonat
berlebih, dll). Kali ini, pindahkan lapisan bromoetana di bagian bawah ke sebuah tabung uji
yang kering.
Tahap 4
Tambahkan beberapa kalsium klorida anhidrat ke dalam tabung, kocok dengan baik
dan biarkan beberapa lama. Kalsium klorida anhidrat merupakan sebuah agen pengering
dan menghilangkan air yang tersisa. Zat ini juga menyerap etanol, sehingga setiap etanol
yang tersisa juga akan dihilangkan (tergantung pada berapa banyak kalsium klorida yang
digunakan).
Tahap 5
Pindahkan bromoetana kering ke sebuah labu distilasi dan kemudian lakukan
distilasi dalam beberapa faksi, kumpulkan apa yang terdistilasi ke atas pada suhu antara 35
dan 40°C.
Pada prinsipnya, prosedur ini akan menghilangkan semua zat pengotor organik yang
masih tersisa. Namun pada prakteknya, etoksietana (yang merupakan zat pengotor yang
paling mungkin tertinggal pada tahap ini) memiliki titik didih yang sangat mirip dengan
titik didih bromoetana. Anda tidak mungkin mampu untuk memisahkan keduanya.
Jika masih ada etanol tersisa yang belum diserap oleh kalsium klorida, maka sudah
pasti bisa dihilangkan karena titik didihnya jauh lebih tinggi dibanding bromoetana.
TIPE SENYAWA ORGANOHALOGEN
Senyawa yang hanya mengandung C, H, dan suatu halogen ( X ) dapat
dikategorikan menjadi :
1. Alkil halida ( RX )
Alkil halida merupakan senyawa hidrokarbon yang mana salah satu atom hidrogennya
digantikan oleh atom halogen ( halogen yang terikat pada atom karbon yang berikatan
tunggal ).
Contoh : CH3I, CH3CH2Cl
2. Aril halida ( ArX )
Aril halide adalah halogen yang terikat pada atom karbon dari cincin aromatik.
Contoh : Bromobenzena
3. Halida vinilik
Halida Vinilik adalah halogen yang terikat pada atom karbon ( C ) yang berikatan
rangkap.
Contoh : CH2=CHCl ( kloro etena )
Alkil = R, Aril = Ar, Halida = X
Ikatan zigma karbon – halogen
Ikatan ini terbentuk oleh silang mendidihnya suatu orbital atom halogen dan orbital
hibrida atom karbon
Atom- atom halogen ( F, Cl, Br ) bersifat elektronegatif terhadap karbon. Sementara
keelektronegatifan Iod dekat dengan Karbon sehingga ion Iod mudah dipolarisasi yang
mengakibatkan alkil halida bersifat polar.
SIFAT FISIS ALKANA TERHALOGENASIKAN
Jika atom halogen disubstitusi ke molekul hidrokarbon maka bobot molekul akan
naik karena atom halogen mempunyai berat yang lebih besar dibanding atom karbon
ataupun atom hydrogen ( penyusun senyawa hidrokarbon) dan polarizabilitas bertambah
( yang menyebebkan tarikan van der waals meningkat ) sehingga titik didih suatu deret
senyawa naik.
Contoh : CH3Cl2Cl234
Hidrokarbon terhalogenasikan tidak membentuk ikatan hidrogen dan tidak larut
dalam air. Kebanyakan senyawa organik lebih ringan dari air, namun pelarut berhalogen
( seperti (CHCl3, CH2Cl2 ) lebih berat dari air.
TATA NAMA & KLASIFIKASI ALKIL HALIDA
Pemberian nama alkil halida dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu :
Sistem IUPAC
Alkil halida diberi nama dengan awalan halo-
Contoh : CH3Cl = Cloro Metana
CCl4 = Tetra Cloro Metana
Gugus-fungsional trivial
Pemberian nama alkil halida diawali dengan gugus alkil, diikuti nama halidanya.
Tipe alkil halida berhasarkan struktur bagian alkilnya dapat dibagi menjadi empat yaitu
metil, primer, sekunder, tersier.
1. Metil Halida ( RX ) : satu hidrogen dari metana digantikan oleh sebuah halogen.
Contoh : CH3F, CH3Cl, CH3Br
2. Alkil Halida Primer (1°) ( RCH2X ) : punya 1 gugus alkil terikat pada karbon ujung.
Contoh : CH3-CH2Br
3. Alkil Halida Sekunder (2°) ( R2CHX ) : punya dua gugus alkil terikat pada karbon ujung.
Contoh : CH3CH2-CH-Cl
I
CH3
4. Alkil Halida Tersier (3°) (R3CX ) : punya 3 gugus alkil terikat pada karbon ujung.
Contoh : CH3
CH3--C--Cl
I
CH3
Karbon Ujung
Karbon ujung adalah karbon yang terikat pada halogen.
Contoh : (CH3)3C - CH2Cl
C : karbon ujung
REAKSI SUBSTITUSI
Reaksi substitusi adalah reaksi dimana atom, ion, atau gugus menggantikan atom,
ion, atau gugus lainnya. Karbon ujung suatu alkil halida bermuatan positif parsial
Contoh : .. ∂+ .. ∂- .. ..
HO:ˉ + CH3CH2 - :Br: → CH3CH2-OH+:Br:ˉ
¨ ¨ ¨ ¨
Halida disebut gugus pergi ( leaving group ). Halida merupakan gugus pergi yang
baik karena ion – ion ini merupakan basa yang sangat lemah. Beda halnya dengan OH¯
yang merupakan basa kuat, sehingga OH¯ bukan gugus pergi yang baik.
Fˉ basa yang lebih kuat dari ion halida lainnya, ikatan C-F lebih kuat C-X, sehingga
F bukan gugus pergi yang baik. Jadi halida yang merupakan gugus pergi yang baik adalah
Cl, Br, dan I.
Nukleofil ( Nuˉ )
Nukleofil merupakan spesi yang menyerang suatu alkil halida dalam reaksi
substitusi atau spesi yang tertarik ke pusat positif ( basa lewis ).
Contoh : OHˉ, CH3Oˉ, H2O, CH3OH, CH3NH3
Kebanyakan nukleofil adalah anion, namun beberapa molekul polar yang netral
dapat bertindak sebagai nukleofil. Molekul netral tersebut mempunyai pasangan elektron
menyendiri yang digunakan untuk membentuk ikatan sigma.
Elektrofil ( E+)
Elektrofil merupakan spesi apa saja yang tertarik ke suatu pusat negatif ( asam
lewis )
Contoh : H+, ZnCl2
REAKSI ELIMINASI
..
Br: H
I I .. .. ..
CH3—CH—CH2 + :OH → CH3CH=CH2 +H2O + :Br:ˉ
¨ ¨ ¨2 – bromopropana propena
ŀReaksi eliminasi dapat diperoleh dengan mereaksikan alkil halida dengan basa kuat.
Pada reaksi ini terjadi kehilangan atom – atom atau ion – ion dari dalam strukturnya. Produk
reaksi eliminasi adalah alkena. Pada reaksi tersebut, unsur H dan X keluar dari alkil halida
( reaksi dehidrohalogenasi ).
Reaksi SN1
Reaksi SN1 adalah sebuah reaksi substitusi dalam kimia organik. SN1 adalah
singkatan dari substitusi nukleofili dan "1" memiliki arti bahwa tahap penetapan laju reaksi
ini adalah reaksi molekul tunggal. Reaksi ini melibatkan sebuah zat antara karbokation dan
umumnya terjadi pada reaksi alkil halida sekunder ataupun tersier, atau dalam keadaan
asam yang kuat, alkohol sekunder dan tersier. Dengan alkil halida primer, reaksi alternatif
SN2 terjadi. Dalam kimia anorganik, SN1 dirujuk sebagai mekanisme disosiatif. mekanisme
reaksi ini pertama kali diajukan oleh Christopher Ingold, dkk. pada tahun 1940.
Mekanisme reaksi
Reaksi SN1 antara molekul A dan nukleofil B memiliki tiga tahapan:
1. Pembentukan sebuah karbokation dari A dengan pemisahan gugus lepas dari karbon;
tahap ini berjalan dengan lambat dan reversibel[4].
2. Serangan nukleofilik: B bereaksi dengan A. Jika nukleofil tersebut adalah molekul
netral (contoh: pelarut), tahap ketiga diperlukan agar reaksi ini selesai. Jika
pelarutnya adalah air, maka zat antaranya adalah ion oksonium.
3. Deprotonasi: Penyingkiran proton pada nukleofil yang terprotonasi oleh ion ataupun
molekul di sekitar.
Kinetika
Berbeda dengan reaksi SN2, reaksi SN1 berjalan melalui dua tahap (tidak meliputi
protonasi atau deprotonasi). Tahap penetapan laju reaksi ada pada tahap pertama, oleh
karena itu laju reaksi dari keseluruhan reaksi secara umum sama dengan laju pembentukan
karbokation dan tidak melibatkan konsentrasi nukleofil. Oleh karena itu kenukleofilikan
tidak menjadi faktor kelajuan reaksi dan laju keseluruhan reaksi hanya bergantung pada
konsentarsi pereaksi.
Laju reaksi = k [pereaksi]
Ruang lingkup reaksi
Mekanisme reaksi SN1 cenderung mendominasi ketika atom karbon pusat dikelilingi
oleh gugus-gugus yang meruab karena gugus-gugus tersebut menyebabkan rintangan sterik
untuk terjadinya reaksi SN2. Selain itu, substituen yang meruab pada karbon pusat juga
meningkatkan laju pembentukan karbokation oleh karena terjadinya pelepasan terikan sterik
yang terjadi. Karbokation yang terbentuk juga distabilkan oleh stabilisasi induktif dan
hiperkonjugasi yang berasal dari gugus alkil yang melekat pada karbon. Postulat Hammond-
Leffler mensugestikan bahwa hal ini juga akan meningkatkan laju pembentukan
karbokation. Oleh karena itu, mekanisme reaksi SN1 mendominasi pada reaksi di pusat alkil
tersier dan juga terlihat pada reaksi di pusat alkil sekunder dengan keberadaan nukleofil
lemah.
Reaksi samping
Dua jenis reaksi samping yang umumnya terjadi adalah reaksi eleminasi dan penata
ulang karbokation. Jika reaksi ini dilakukan dalam keadaan hangat atau panas (yang mana
meningkatkan entropi), Reaksi eleminasi E1 akan mendominasi, mengakibatkan
pembentukan alkena. Bahkan jika reaksi dilakukan dalam temperatur yang rendah, alkena
dalam jumlah kecil juga bisa terbentuk. Usaha untuk melakukan reaksi SN1 dengan
menggunakan nukleofil kuat yang bersifat basa seperti ion hidroksida atau metoksida juga
akan mengakibatkan terbentuknya alkena via reaksi eliminasi E2, terlebih lagi apabila
reaksi ini dipanaskan. Selain itu, jika zat antara karbokation dapat ditata ulang menjadi
karbokation yang lebih stabil, ia akan memberikan hasil reaksi yang berasal dari
karbokation yang lebih stabil daripada hasil reaksi substitusi sederhana.
Efek pelarut
Oleh karena reaksi SN1 melibatkan pembentukan zat antara karbokation yang tidak
stabil pada tahap penetapan laju reaksi, segala sesuatu yang dapat memfasilitasinya akan
meningkatkan laju reaksi. Pelarut yang biasa digunakan biasanya bersifat polar (untuk
menstabilisasikan zat antara secara umum) dan protik (untuk melarutkan gugus lepas secara
khususnya). Pelarut polar protik meliputi air dan alkohol, yang juga dapat bertindak sebagai
nukleofil.
Skala Y menghubungkan laju reaksi solvolisis dari pelarut (k) dengan pelarut
standar (80% v/v etanol/air) (k0) melalui persamaan
dengan m sebagai tetapan pereaksi (m = 1 untuk tert-butil klorida) dan Y sebagai parameter
pelarut[5]. Sebagai contoh 100% etanol memberikan nilai Y = - 2,3 dan 50% etanol dalam air
memberikan nilai Y = +1,65[6].
Reaksi substitusi nukleofilik – reaksi SN2
Kita akan membahas reaksi ini dengan mengambil contoh sebuah halogenalkana
primer, yaitu bromoetana sebagai halogenalkana primer sederhana. Bromoetana memiliki
sebuah ikatan polar antara atom karbon dan bromin.
Pasangan elektron bebas pada ion sianida akan tertarik kuat ke atom karbon
+, dan akan bergerak kearahnya, mulai membentuk sebuah ikatan
dengannya. Ion negatif yang mendekat akan mendorong elektron-elektron dalam ikatan
karbon-bromin semakin dekat ke bromin.
Pada beberapa titik selama proses ini, gugus -CN dan bromin keduanya akan terikat
setegah ke atom karbon. Ini disebut keadaan transisi untuk reaksi. Ini bukan intermediet
dan kita tidak bisa mengamatinya secara terpisah serta tidak memiliki eksistensi yang
independen. Ini hanya merupakan tahap setengah-jalan dari perpindahan atom dan elektron
yang cukup samar.
Pergerakan pasangan elektron bebas ini terus berlanjut sampai gugus -CN terikat
kuat ke atom karbon, dan bromin telah dilepaskan sebagai ion Br-.
Terkadang dalam soal ujian, mungkin anda diminta untuk menunjukkan
terbentuknya intermediet dalam mekanisme reaksi. Anda cukup menggambarkan
mekanisme yang menunjukkan secara lebih rinci tentang bagaimana berbagai gugus tertata
dalam ruang.
Berhati-hatilah saat anda menggambarkan keadaan transisi ini untuk memperjelas
perbedaan antara garis putus-putus yang menunjukkan ikatan setengah-jadi dan setengah-
putus, dengan yang menunjukkan ikatan-ikatan yang sebenarnya.
Perhatikan bahwa molekul telah dibalik selama reaksi terjadi – agak mirip dengan
payung yang terbuka ke atas.
Secara teknis, reaksi ini disebut sebagai reaksi SN2. S adalah singkatan dari
substitusi, N singkatan untuk nukleofilik, dan dituliskan 2 karena tahap awal dari reaksi ini
melibatkan dua spesies – yaitu bromoetana dan ion CN-. Dalam beberapa silabus, reaksi ini
biasa hanya disebut substitusi nukleofilik.
Reaksi SN2 pada halogenalkana sekunder
Reaksi bisa terjadi dengan cara yang sama persis dengan sebuah halogenalkana
primer, walaupun ada kemungkinan untuk berlangsungnya reaksi melalui sebuah
mekanisme yang berbeda (seperti akan dibahas secara ringkas berikut ini).
Lagi-lagi pada mekanisme ini, pasangan elektron bebas pada ion sianida yang
mendekati atom karbon membentuk sebuah ikatan dengan dengan atom karbon
+ dan, dalam proses tersebut, elektron-elektron dalam ikatan karbon-bromin
dipaksa bergeser ke atom bromin membentuk sebuah ion bromida.
Reaksi eliminasi
Reaksi eliminasi cyclohexanol untuk cyclohexene dengan asam sulfat dan panas [1]
Sebuah reaksi eliminasi adalah sejenis reaksi organik di mana dua substituen akan
dihapus dari molekul baik dalam satu atau dua langkah mekanisme [2]. Baik ketidakjenuhan
molekul meningkat (seperti dalam kebanyakan reaksi eliminasi organik) atau valensi dari
atom dalam molekul berkurang oleh dua, sebuah proses yang dikenal sebagai eliminasi
reduktif.
Sebuah eliminasi kelas penting adalah yang melibatkan reaksi alkil halida, atau
alkana secara umum, dengan baik kelompok-kelompok meninggalkan, bereaksi dengan
basa Lewis untuk membentuk alkena dalam kebalikan dari suatu reaksi tambahan. Satu dan
dua-langkah mekanisme yang bernama dan dikenal sebagai reaksi E2 dan E1 reaksi,
masing-masing.
E2 mekanisme
Tahun 1920-an, Sir Christopher Ingold mengusulkan sebuah model untuk menjelaskan
jenis yang aneh reaksi kimia: mekanisme yang E2. E2 singkatan bimolecular penghapusan
dan memiliki kekhususan sebagai berikut.
Ini adalah satu langkah proses eliminasi dengan satu negara transisi.
Khas sekunder atau tersier digantikan alkil halida. Hal ini juga dapat diamati dengan
alkil halida primer jika basis terhalang digunakan.
Para laju reaksi, dipengaruhi oleh baik alkil halida dan dasar, adalah urutan kedua.
Karena mekanisme E2 hasil dalam pembentukan suatu ikatan pi, kedua kelompok
meninggalkan (sering menjadi hidrogen dan halogen) perlu Coplanar. Sebuah
antiperiplanar negara transisi telah terhuyung konformasi dengan energi yang lebih
rendah dan synperiplanar negara transisi di terhalang konformasi dengan energi
yang lebih tinggi. Mekanisme reaksi yang melibatkan terhuyung konformasi yang
lebih menguntungkan bagi reaksi E2.
Reaksi kuat sering hadir dengan basis.
Agar ikatan pi yang akan dibuat, hibridisasi karbon perlu diturunkan dari sp 3 ke sp 2.
Ikatan CH melemah dalam tahap penetapan laju dan karenanya efek isotop
deuterium lebih besar dari 1.
Jenis reaksi ini memiliki kesamaan dengan reaksi S N 2 mekanisme.
Reaksi unsur mendasar
Pemecahan karbon-hidrogen dan karbon-halogen obligasi dalam satu langkah.
Pembentukan C = C Pi ikatan.
E1 mekanisme
E1 adalah sebuah model untuk menjelaskan jenis tertentu reaksi kimia eliminasi. E1
singkatan unimolecular penghapusan dan memiliki kekhususan sebagai berikut.
Ini adalah proses dua langkah eliminasi ionisasi dan deprotonasi.
o Ionisasi, Karbon-halogen istirahat untuk memberikan karbokation perantara.
o Deprotonasi dari karbokation.
Khas tersier dan beberapa digantikan alkil halida sekunder.
Para laju reaksi hanya dipengaruhi oleh konsentrasi dari alkil halida karena
pembentukan karbokation adalah yang paling lambat, tahap penetapan laju. Oleh
karena itu kinetika orde pertama berlaku.
Reaksi sebagian besar terjadi di dasar lengkap atau tidak adanya kehadiran hanya
basa lemah.
Reaksi E1 bersaing dengan reaksi S N 1 karena mereka berbagi antara carbocationic
umum.
Sebuah efek isotop deuterium tidak ada.
Tidak antiperiplanar persyaratan. Contoh adalah pirolisis tertentu sulfonate ester dari
menthol:
Hanya reaksi hasil dari produk A antiperiplanar eliminasi, kehadiran produk B adalah
indikator bagi sebuah mekanisme E1 [3].
Didampingi oleh carbocationic reaksi rearrangement
Contoh dalam skema 2 adalah reaksi tert-butylbromide dengan etoksida kalium dalam
etanol.
E1 eliminations terjadi dengan alkil halida sangat diganti karena 2 alasan utama.
Sangat diganti alkil halida yang besar, sehingga membatasi ruang untuk satu langkah
E2 mekanisme, sehingga dua langkah mekanisme E1 lebih disukai.
Sangat diganti karbokation lebih stabil daripada metil atau diganti primer. Stabilitas
seperti memberi waktu untuk kedua-langkah mekanisme E1 terjadi. Jika S N 1 dan
jalur E1 yang bersaing, maka jalur E1 dapat disukai oleh meningkatkan panas.
BAB I
PENDAHULUAN
1.LATAR BELAKANG
Halogen alkana juga dikenal sebagai haloalkana atau alkil halida. Halaman ini
menjelaskan pengertian halogenalkana dan membahas sifat-sifat fisiknya. Halogenalkana
adalah senyawa-senyawa dimana ada satu atau lebih atom hidrogen pada sebuah alkana
yang digantikan oleh atom-atom halogen (fluorin, klorin, bromin atau iodin). Pada
pembahasan tingkat dasar ini, kita hanya membahas tentang senyawa-senyawa
halogenalkana yang hanya mengandung satu atom halogen. Halogenalkan terdiri dari
beberapa kelompok yang berbeda tergantung pada bagaimana posisi atom halogen dalam
rantai atom karbon. Ada beberapa perbedaan sifat kimia antara berbagai jenis halogealkana.
Pada halogenalkana primer (1°), atom karbon yang membawa atom halogen hanya
berikatan dengan satu gugus alkil lainnya. Pada halogenalkana sekunder (2°), atom karbon
yang padanya terikat halogen berikatan langsung dengan dua gugus alkil yang lain, yang
bisa sama atau berbeda.
Ikatan karbon-halogen (selain ikatan karbon-iodin) bersifat polar, karena pasangan
elektron tertarik lebih dekat ke atom halogen dibandng ke atom karbon. Ini disebabkan
karena halogen (kecuali iodin) lebih elektronegatif dibanding karbon. Besarnya gaya-tarik
dipol-dipol akan berkurang apabila ikatan menjadi semakin tidak polar (misalnya semakin
ke bawah mulai dari klorida sampai bromida terus ke iodida). Meski demikian, titik didih
tetap meningkat! Ini menujukkan bahwa efek gaya tarik dipol-dipol permanen jauh lebih
tidak penting dibanding efek dipol-dipol temporer yang menimbulkan gaya-gaya
dispersi.Besarnya peningkatan jumlah elektron pada iodin melebihi kehilangan dipol-dipol
permanen dalam molekul. Halogenalkana sangat sedikit larut dalam air.Agar halogenalkana
bisa larut dalam air, maka gaya tarik antara molekul-molekul halogenalkana harus diputus
(gaya dispersi van der Waals dan gaya-tarik dipol-dipol) demikian juga dengan ikatan
hidrogen antara molekul-molekul air.
2.RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian halogenalkana itu ?
2. Apakah sifat-sifat halogenalkana itu ?
3. Apakah jenis-jenis halogenalkana itu ?
4. Bagaimana cara pembuatannya ?
3. TUJUAN
1. Menjelaskan apakah pengertian halogenalkana itu.
2. Menjelaskan sifat-sifdat dari halogenalkana.
3. Memaparkan apa saja jenis-jenis halogenalkana itu.
4. Menjelaskan mengenai pembuatan halogenalkana.
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya ucapkan atas kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan
karunia-Nya saya masih diberi kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini. Tidak lupa saya
ucapkan kepada dosen pembimbing dan teman-teman yang telah memberikan dukungan
dalam menyelesaikan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan makalah ini masih banyak kekurangan, oleh sebab
itu penulis angat mengharapkan kritik dan saran yang membangun. Dan semoga sengan
selesainya makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan teman-teman. Amin...
Inderalaya, 26 Maret 2010-03-27
Penulis
DAFTAR ISI
Kata Pengantar
Daftar isi
BAB I
Pendahuluan
1.Latar belakang
2.Rumusan masalah
3.Tujuan
BAB II
Pembahasan
Pengertian Halogenalkana
Jenis-jenis halogenalkana
Sifat fisik halogenalkana
Pembuatan halogenalkana
Tipe senyawa halogenalkana
Reaksi eliminasi dan substitusi
BAB III
Penutup
Kesimpulan
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
1.Halogenalkana adalah senyawa-senyawa dimana ada satu atau lebih atom hidrogen pada
sebuah alkana yang digantikan oleh atom-atom halogen (fluorin, klorin, bromin atau iodin).
2. Halogenalkana sangat sedikit larut dalam air.Agar halogenalkana bisa larut dalam air,
maka gaya tarik antara molekul-molekul halogenalkana harus diputus
3.Halogenalkana bisa dibuat dari reaksi antara alkena dengan hidrogen halida, akan tetapi
halogenalkana lebih umum dibuat dengan cara mengganti gugus -OH pada sebuah alkohol
dengan atom halogen.
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden, Fessenden. 1982. Kimia Organik Jilid I. Jakarta :
Erlangga.
http://www.wikipedia.org
http://www.chem-is-try.org
http://www.google.com
MAKALAH KIMIA ORGANIK
ALKIL HALIDA
DISUSUN OLEH :
Trisna Zahara
(03091003004)
DOSEN PEMBIMBING : Ir.Pamilia Coniwanti, MT.
FAKULTAS TEKNIK
TEKNIK KIMIA
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2009/2010