Download - Sistem Limfatik Dan Sistem Retikulo
1
SISTEM LIMFATIK DAN SISTEM RETIKULO-ENDOTELIAL
A. PENDAHULUAN
Sistem limfatik adalah suatu sistem sirkulasi sekunder yang berfungsi mengalirkan limfa
atau getah bening di dalam tubuh. Limfa berasal dari plasma darah yang keluar dari sistem
kardiovaskular ke dalam jaringan sekitarnya. Cairan ini kemudian dikumpulkan oleh sistem
limfa melalui proses difusi ke dalam kelenjar limfa dan dikembalikan ke dalam sistem sirkulasi..
Saluran limfe dan kelenjar limfe (nodus limfe) bersama organ limpa, hati dan sumsum tulang
membentuk Retikulo-Endotelial Sistem (RES)
Sistem limfatik berperan penting dalam mengangkut protein dan zat partikel besar keluar
dari ruang jaringan, yang tidak dapat dipindahkan dengan proses absorpsi langsung ke dalam
kapiler darah. Pengembalian protein dari interstisial ke dalam darah merupakan fungsi yang
penting. Hampir semua jaringan tubuh mempunyai saluran limfe, kecuali permukaan kulit, SSP,
endomisium otot, dan tulang. Namun, jaringan tersebut mempunyai pembuluh interstisial kecil
(saluran pralimfatik) yang dapat dialiri oleh cairan interstisial; pada akhirnya mengalir ke
pembuluh limfe, atau pada otak, mengalir ke cairan serebrospinal dan kemudian kembali ke
dalam darah.
1
Konsentrasi protein dalam cairan interstisial di sebagian besar jaringan ± 2 g/dl, dan
konsentrasi protein cairan limfe yang mengalir dari jaringan tersebut mendekati nilai ini. Di
hepar, cairan limfe yang dibentuk mempunyai konsentrasi protein 6 g/dl, di usus 3-4 g/dl, karena
kurang lebih 2/3 seluruh cairan limfe normalnya berasal dari hepar dan usus, cairan limfe duktus
torasikus, yang merupakan campuran cairan limfe dari seluruh tubuh, mempunyai konsentrasi
protein 3-5 g/dl.
1
B. ANATOMI SISTEM LIMFATIK
Kapiler limfe merupakan tempat absorpsi limfe seluruh tubuh. Kapiler-kapiler ini
bermuara kedalam pembuluh pengumpul yang melewati ekstremitas dan rongga tubuh, yang
kemudian bermuara kedalam sistem vena melalui duktus torasikus. Pembuluh pengumpul secara
periodik diselingi oleh kelenjar limfe, yang menyaring limfe dan terutama melakukan fungsi
imunologi.
1
Kapiler limfe serupa dengan kapiler darah, kecuali bahwa membran basalis tidak begitu
tegas. Telah diketahui adanya celah besar antara sel endotel pembuluh limfe yang berdekatan,
sehingga partikel sebesar eritrosit dan limfosit bisa berjalan melaluinya. Jaringan tertentu
tampaknya tidak mempunyai pembuluh limfe. Keseluruhan epidermis, sistem saraf pusat,
selubung mata dan otot, kartilago dan tendon tidak mempunyai pembuluh limfe. Dermis kaya
akan pembuluh limfe yang mudah dikenal dengan penyuntikan intradermis zat warna tertentu.
Pembuluh tanpa katup ini berhubungan dengan pembuluh pengumpul pada sambungan dermis-
subkutis. Pembulu limfe superfisialis ekstremitas terdiri dari beberapa saluran berkatup yang
terutama melewati sisi medial ekstremitas ke arah lipat paha atau aksila, dimana saluran ini
berakhir dalam satu kelenjar limfe atau lebih. Pembuluh ini mempertahankan kaliber yang
seragam waktu naik dan sering berhubungan satu sama lain melalui cabang yang menyilang.
Sistem pembuluh limfe profunda yang terpisah juga terdapat pada ekstremitas. Jalinan ini
mengikuti dengan dengan rapat jalur vaskular utama profunda terhadap fasia otot. Pada individu
normal, ada sedikit (jika ada) hubungan antara dua sistem.
Pembuluh limfe mempunyai struktur yang serupa dengan pembuluh darah dengan
adventisia berbatas tegas, suatu media yang mengandung sel otot polos dan suatu intima.
Pembuluh ini juga dipersarafi dan, telah diamati adanya spasme maupun kontraksi alamiah
berirama.
Kelenjar limfe secara periodik diselingi di seluruh perjalanan saluran limfe pengumpul.
Masing-masing kelenjar limfe bisa mempunyai beberapa saluran limfe eferen yang masuk
melalui kapsul. Kemudian limfe memasuki sinus, membasai daerah korteks dan medula, dan
keluar melalui saluran eferen tunggal. Daerah korteks terutama mengandung limfosit, yang
tersusun dalam folikel yang dipisahkan oleh perluasan trabekular kapsula ini. Di dalam folikek
terdapat sentrum germinativum diskrit. Medula bisa mengandung makrofag dan sel plasma
maupun limfosit, dan sel-sel ini dianggap dalam keseimbangan dinamik di dalam kelenjar limfe.
Tiap kelenjar limfe juga mempunyai supali saraf dan vaskular yang terpisah, dan
sekarang sudah diketahui bahwa interaksi pembuluh limfe-vaskular bisa timbul di dalam kelenjar
limfe.
Saluran limfe ekstremitas bawah dan visera bersatu untuk membentuk sisterna kili dekat
aorta di dalam abdomen atas. Struktur terakhir ini berjalan melalui diafragma untuk menjadi
duktus torasikus. Di dalam dada, duktus ini menerima pembulu limfe visera totem vena melalui
1
persatuan dengan vena subklavia sisnistra. Duktus limfatikus dekstra yang terpisah, memberikan
drainase untuk ekstremitas kanan atas dan leher serta memasuki vena sublavia dekstra.
Struktur Mikroanatomi
A. Kapiler getah bening
Terdiri dari:
1. Saluran yang berdinding tipis
2. Dilapisi Endotel
3. Lumen nya tidak teratur
Merupakan pembuluh Limfe yang terkecil, membentuk anyaman yang luas dan berakhir buntu.
Berfungsi untuk menampung cairan Limfe yang berasal dari masing-masing kapiler .
B. Pembuluh getah bening yang lebih besar
Kapiler-kapiler getah bening bergabung dengan pembuluh getah bening yang lebih besar .Terdiri
dari saluran yang dindingnya lebih tebal memiliki katub. Dindingnya terdiri dari 3 lapisan:
1. T. Intima terdiri dari endotel dan serabut elastis
2. T. Media terdiri dari serabut otot polos
3. T. Adventitia terdiri dari serabut kollagen, serabut elastic dan serabut otot polos
Dalam perjalanan pembuluh getah bening yang besar, pembuluh getah bening ini
mencurahkan isinya ke dalam kelenjar getah bening (Lymph Nodes). Katub pembuluh getah
bening merupakan lipatan T. Intima yang erdiri dari jaringan ikat kendor, dilapisi endotel,
terletak berpasangan dan berhadapan. Ke dua ujung bebasnya searah dengan aliran limfe.
C. Pembuluh Limfe besar
Merupakan gabungan dari pembuluh limfe, membentuk 2 pembuluh limfe utama:
1. Ductus Lymphaticus Dexter
Menerima cairan limfe dari bagian kanan atas tubuh
2. Ductus Thoracicus
Menerima cairan limfe dari bagian tubuh kiri & kanan saluran pencernaan makanan.
Dindingnya terdiri dari:
1. T. Intima: tersusun atas endotel, serabut Kollagen & Elastis
1
2. T. Media: terdapat beberapa lapis otot polos
3. T. Adventitia: terdiri dari serabut kollagen, serabut elastis dan otot polos serta vasa
vasorum
D. Limpa (Lien)
Kapsula dan trabekula pada limpa kaya serabut otot polos dan serabut elastic. Limpa juga
terdiri dari pulpa putih dan pulpa merah. Pulpa putih adalah jaringan limfatik padat yang
didominasi oleh limfosit kecil dan berhubungan erat dengan cabang-cabang arteri trabekuler
terletak di sentralis dan para sentralis.
Sedangakan untuk pulpa merah merupakan pulpa yang dihuni oleh semua sel darah, sinusoid
maupun tali-tali limpa yang tersusun granulosit, progenitor granulosit, sel fagosit dan sel
retikuler. Limpa tergolongkan menjadi tiga yaitu
1. Limpa tipe pertengahan atau intermedier yaitu antara pulpa merah dan pulpa putih
seimbang, kapsula dan trabekula juga seimbang
1
2. Limpa tipe pertahanan atau defensive, pada limpa ini pulpa putih lebih dominan daripada
pulpa merah. Trabekula dan otot polos sedikit serta kapsulanya tipis. Contoh hewan ini
adalah kelinci maupun manusia.
3. Limpa tipe ketiga adalah limpa tipe penyimpan. Pada limpe ini pulpa merah lebih
dominan daripada pulpa putih. Trabekula dan kapsula tebal, serta kaya otot poloas dan
serabut elastic. contoh dari hewan ini adalah Anjing, kucing dan kuda.
4. Sedangkan untuk limpa ayam terbungkus oleh kapsula muskule tebal tanpa trabekula.
Batas antara pulpa merah dan pulpa putih tidak jelas. Pulpa putih tersebar merata
terutama tersusun oleh limfosit kecil, sedangkan untuk limfa merah tersusun dari sinus
venosus dan tali-tali sel yang terdiri dari sel retikuler, makrofag, limfosit dan eritrosit.
5. Nodus limfatikus
Pada nodus limfatikus terbungkus oleh jaringan ikat kolagen padat dengan serabut otot
dan serabut elastic. Untuk kapsula melepaskan trabekula ke dalam organ. Pada bagian
perifer korteks terisi nodulus limfatikus dengan dikelilingi oleh jaringan limfatik difus.
Selanjutnya jaringan limfatik difus melanjut ke medulla dan membentuk tali-tali medulla
atau korda medulla. jadi tali-tali medulla tersebut terisi oleh limfosit, sebgian leukosit,
makrofag dan sel plasma.
Sedangkan kapsula sendiri terbungkus oleh vasa limfatik aferen, yang selnjutnya vasa
tersebut menuju ke sinus kapsuler, kemudian ke sinus subkapsularis, kemudian ke sinus
kortikalis, kemudian ke nodulus dan kemudian ke sinus medularis kemudian ke kapsula
dan terakhir ke hilus.
D. Bursa Fabricius
Bursa fabricius merupkan sebuah kantong buntu tebuka yang terletak di dinding
proktodeum kloaka bagian dorsal. Pada bursa fabricius epithelium permukaannya berbentuk
epithelium pseudokolumner kompleks, sedangkan untuk apeks folikelnya dibatasi oleh
epithelium kolumner simpleks. Untuk tunika mukosa berlipat-lipat membentuk plika saraf folikel
organ limfatik yang lebih spesifinya folikel organ limfatik tersebut terletak di lamina propia
mukosa. Folikel terbagi korteks dan medulla, pada korteks terisi limfosit kecil sedangkan pada
medulla terisi limfosit besar.
1
C. FISIOLOGI SISTEM LIMFATIK
Salah satu fungsi utama sistem limfe adalah untuk berpartisipasi dalam pertukaran
kontinyu cairan interstial merupakan filtrat plasma yang menyilang dinding kapiler dan
kecepatan pembentukannya tergantung pada perbedaan tekanan di antara membran ini.
Pappenhimer dan Soto-Rivera mendukung konsep bahwa pori-pori kapiler adalah kecil dan
hanya permeabel sebagian bagi molekul besar seperti protein plasma. Molekul besar ini yang
tertangkap di dalam kapiler menimbulkan efek osmotik yang cenderung menjaga volume cairan
di dalam ruang kapiler. Sehingga pertukaran cairan antara kapiler dan ruang interstiasial
tergantung pada empat faktor : tekanan hidrostatik di dalam kapiler dan di dalam ruang
interstiasial serta tekanan osmotik di dalam dua ruangan ini. Tekanan onkotik plasma normal
sekitar 25 mmHg, sementara tekanan onkotik cairan interstisial hanya kira-kira 1 mmHg.
Tekanan hidrostatik pada ujung arteiola kapiler diperkirakan 37 mmHg. Dan pada ujung vena 17
mmHg. Tekanan Hidrostatik cairan interstisial bervariasi dalam jaringan yang berbeda sebesar –
2mmHg dalam jaringan subkutis dan +6 mmHg di dalam ginjal. Ada aliran bersih cairan keluar
dari kapiler ke dalam ruang interstisial pada ujung arteriola yang bertekanan tinggi dari suatu
kapile, dan aliran bersih ke dalam pada ujung venula. Normalnya aliran keluar bersih melebihi
aliran masuk bersih dan cairan tambahan ini kembali ke sirkulasi melalui pembuluh limfe. Aliran
limfe normal 2 sampai 4 liter perhari. Kecepatan aliran sangat dipengaruhi oleh sejumlah faktor
lokal dan sistemik, yang mencakup konsentrasi protein dalam plasma dan cairan interstisial,
hubungan tekanan arteri dan vena lokal, serta ukuran pori dan keutuhan kapiler.
Tenaga pendorong limfe juga merupakan proses yang rumit. Saat istirahat, kontraksi
intrinsik yang berirama dari dinding duktus pengumpul dianggap mendorong limfe ke arah
duktus torasikus dalam bentuk peristeltik. Kontraksi otot rangka aktif , menekan saluran limfe
dan karena adanya katup yang kompeten dalam saluran limf, maka limfe di dorong ke arah
kepala. Peningkatan tekan intra-abdomen akibat batuk atau mengejan, juga menekan pembulu
limfe, mempercepat aliran limfe ke atas. Perubahan fasik dalam tekanan intratoraks yang
berhubungan dengan pernafasn, membentuk mekanisme pompa lain untuk mendoong limfe
melalui mediastitinum. Aliran darah yang cepat dalam vena subklavia bisa menimbulkan efek
siphon pada duktus torasikus.
1
Di sepanjang pembuluh limfa terdapat organ yang disebut nodus (simpul) limfa (lymph
node) atau nodus getah bening yang menyaring limfa. Di dalam nodus limfa terdapat jaringan
ikat yang berbentuk seperti sarang lebah denagn ruang-ruang yang penuh dengan sel darah putih.
Sel-sel darah putih tersebut berfungsi untuk menyerang virus dan bakteri. Organ-organ limfa
diantanya kelenjar getah bening (limfonodus), tonsil, tymus, limpa ( spleen atau lien) ,
limfonodulus. System limfe terdiri dari pembuluh limfe, nodus limfatik, organ limfatik, nodul
limfatik, sel limfatik. Pembuluh limfe merupakan muara kapiler limfe, menyerupai vena kecil
yang terdiri atas 3 lapis dan mempunyai katup pada lumen yang mencegah cairan limfe kembali
ke jaringan. Kontraksi otot yang berdekatan juga mencegah limfe keluar dari pembuluh. Tonsil
merupakan kelompok sel limfatik dan matrix extra seluler yang dibungkus oleh capsul jaringan
pemyambung, tapi tidak lengkap.Terdiri atas bagian tengah (germinal center) dan Crypti.Tonsil
ditemukan dipharyngeal yaitu :
1
1. tonsil pharyngeal (adenoid), dibagian posterior naso pharynx
2. tonsil palatina, posteo lateral cavum oral
3. tonsil lingualis, sepanjang 1/3 posterior lidah
Nodus limfaticus terdapat di sepanjang jalur pembuluh limfe berupa benda oval atau bulat
yang kecil. Ditemukan berkelompok yang menerima limfe dari bagian tubuh. Fungsi utama
nodus limfaticus untuk menyaring antigen dari limfe dan menginisiasi respon imun.
1
Timus terletak di mediastinum anterior berupa 2 lobus. Pada bayi dan anak-anak, timus
agak besar dan sampai ke mediastinum superior. Timus terus berkembang sampai pubertas
mencapai berat 30 -50 gr. Kemudian mengalami regresi dan digantikan oleh jaringan lemak Pada
orang dewasa timus mengalami atrofi dan hampir tidak berfungsi. Limpa terletak di Quadran atas
kiri abdomen, di inferior diaphragma yang memanjang dari iga 9 – 11, terletak dilateralis ginjal
dan posterolateral gaster. Fungsi limfa yaitu:
1. Menginisiasi respon imun bila ada antigen didalam darah
2. Reservoir eritrosit dan platelet
3. Memfagosit eritrosit dan platelet yang defective
4. Phagosit bacteri dan benda asing lainnya
Proses Jalan Limfe
Proses jalan limfe di mulai dari keluarnya cairan, yang disebut cairan interstisiil yang
mengandung zat-zat makanan didalamnya keluar dari kapiler darah. Setelah keluar dari kapiler
darah kemudian masuk ke dalam jaringan-jaringan disekelilingnya. Kemudian akan memberikan
zat-zat makanan dari jaringan. Cairan tersebut akan berkumpul di lekak-lekak jaringan yang
kecil. Dari lekak-lekak tersebut limfe mengalir melalui jalan-jalan limfe. Proses masuknya
seperti pada susunan jalan darah, pertama limfe itu masuk kedalam kapiler, antara kapiler yang
satu dengan yang lain bertemu dan akhirnya menjadi besar yaitu pembuluh limfe. Pada akhirnya
jalan-jalan limfe akhirnya menjadi dua buah, yaitu ductus thoracicus dan ductus lymphaticus
dexter.
Ductus thoracicus ini dimulai dari sebuah perluasan yang dinamakn systerna cycli.
Ductus thoracicus ini menerima limfe dari isi badan dari seluruh pasangan belakang dari dinding
dada, dinding perut, daerah bahu sebelah kiri, leher sebelah kiri dan kepala sebelah kiri.
Sedangkan untuk truncus lymphaticus dexter, pangkalnya menreima limfe dari sebagian
besar dinidng dada sebelah kanan, kepala sebelah kanan, leher sebelah kanan dan bahu sebelah
kanan, kelenjar limfe yang ada ditempat semuanya itu berkumpul di kelenjar limfe sebelah
kanan, yang tereltak didekat pintu masuk dada., dari perkumpulan tersebut terdiri dari 3-4
pangkal, dan akhirnya menjadi satu yaitu ductus lymphaticus dexter.
1
Pembuluh limfe ini lebih kecil dan dindingnya lebih tipis dari pembuluh darah. Sebelum
limfe dialirkan kedalam darah limfe ini akan disaring di nodus-nodus limfatikus, karena limfe
saat di lekak-lekak jaringan bisa terdapat kuman penyakit dan benda-benda debu seperti zat
arang. Jadi sebelum dialirkan kedalam pembuluh darah limfe-limfe tersebut disaring terlebih
dahulu. Pembersihan tersebut terjadi di nodus limfatikus atau di kelenjar-kelenjar limfe. Dan
kuman-kuman tersebut yang tertahan disana akan dimusnahkan oleh limfosit yang terdapat di
kelenjar-kelenjar limfe. Terkadang terdapat kuman yang lebih kuat dan akibatnya kelenjar
tersebut akan bernanah. Dan kelenjar-kelanjar limfe juga bisa berwarna hitam bila terdapat
seperti zat arang. Setelah masuk ke vasa darah, limfe tersebut pertama akan dibawa ke ren, di ren
tersebut zat-zat yang ada di dalam cairan tersebut akan dikeluarakan. Didalam pembuluh limfe
juga terdapat klep-klep sehingga cairan limfe tidak bisa kembali.
D. FUNGSI SISTEM LIMFATIK
Secara garis besar, sistem limfatik mempunyai 3 fungsi :
1. Aliran cairan interstisial
Cairan interestial yang menggenangi jaringan secara terus menerus yang diambil oleh
kapiler kapiler limfatik disebut dengan Limfa. Limfa mengalir melalui system pembuluh yang
akhirnya kembali ke sistem sirkulasi. Ini dimulai pada ekstremitas dari sistem kapiler limfatik
yang dirancang untuk menyerap cairan dalam jaringan yang kemudian dibawa melalui sistem
limfatik yang bergerak dari kapiler ke limfatik (pembuluh getah bening) dan kemudian ke
kelenjar getah bening. Getah bening ini disaring melalui benjolan dan keluar dari limfatik eferen.
Dari sana getah bening melewati batang limfatik dan akhirnya ke dalam saluran limfatik. Pada
titik ini getah bening dilewatkan kembali ke dalam aliran darah dimana perjalanan ini dimulai
lagi.
2. Mencegah infeksi
Sementara kapiler getah bening mengumpulkan cairan interstisial mereka juga
mengambil sesuatu hal lain seperti virus dan bakteri, ini terbawa dalam getah bening sampai
mereka mencapai kelenjar getah bening yang mana dirancang untuk menghancurkan virus dan
bakteri dengan menggunakan berbagai metode. Pertama sel makrofag menelan bakteri, ini
dikenal sebagai fagositosis. Kedua sel limfosit menghasilkan antibodi, ini dikenal sebagai respon
1
kekebalan tubuh. Proses ini diharapkan akan berhubungan dengan semua infeksi yang berjalan
melalui getah bening tetapi sistem limfatik tidak meninggalkan ini di sana. Beberapa sel Limfosit
akan meninggalkan node dengan perjalanan di getah bening dan memasuki darah ketika getah
bening bergabung kembali, ini memungkinkan untuk menangani infeksi pada jaringan lain. Ini
bukan satu-satunya daerah dimana perlawanan berlangsung, limpa juga menyaring darah dengan
cara yang sama seperti sebuah nodus yang menyaring getah bening, sel B dan sel T yang
bermigrasi dari sumsum tulang merah dan Thymus yang telah matang pada limpa (Ada 3 jenis
sel T yang menakjubkan, itu adalah memori T sel yang dapat mengenali patogen yang telah
memasuki tubuh sebelumnya dan dapat menangani mereka dengan lebih cepat. Sel T lainnya
disebut helper dan sitotoksik) yang melaksanakan fungsi kekebalan, sedangkan sel makrofag
limpa menghancurkan sel-sel darah patogen yang dilakukan oleh fagositosis. Ada nodul limfatik
seperti amandel yang menjaga terhadap infeksi bakteri yang mana ini menggunakan sel limfosit.
Kelenjar timus mematangkan sel yang diproduksi di sumsum tulang merah. Setelah sel-sel ini
matang, sel – sel ini kemudian bermigrasi ke jaringan limfatik seperti amandel yang mana
kemudian berkumpul pada suatu wilayah dan mulai melawan infeksi. Sumsum tulang Merah
memproduksi sel B dan sel T yang bermigrasi ke daerah lain dari sistem getah bening untuk
membantu dalam respon kekebalan.
1
3. Pengangkutan Lipid
Jaringan kapiler dan pembuluh juga mengangkut lipid dan vitamin yang larut lemak A,
D, E dan K ke dalam darah, yang menyebabkan getah bening berubah warna menjadi krem.
Lipid dan vitamin yang diserap dalam saluran pencernaan dari makanan dan kemudian
dikumpulkan oleh getah bening pada saat ini dikirimkan ke darah.
1
SISTEM RETIKULOENDOTELIAL
Asshoff adalah orang yang pertama kali menamakan endotelium organ-organ seperti hati,
kelenjar limfe dan limpa yang mempunyai kemampuan fagositosis sebagai sistem
retikuloendotelial. Menurut Aschoff sistem ini mengandung 4 struktur:
1. Fagosit-fagosit limpa dan darah
2. Sel-sel retikulum pulpa limpa, korteks kelenjar limfe, pulpa kelenjar limfe dan sel-sel
retikulum jaringan limfatik lain
3. Histiosit jaringan pengikat, yang disebut makrofag jaringan
4. Retikuloendotelium dari sinusoid kelenjar limfe, sinusoid limpa, kapiler hati, sumsum
tulang, korteks adrenal dan adenohipofisis.
Menurut Athony dan Kolthoff, sistem retikuloendotelial adalah jarinagn pengikat retikular
yang tersebar luas menyelubungi sinusoid-sinusoid darah di hati, sumsum tulang dan juga
menyelubungi saluran-saluran limfe di jaringan limfatik. Sistem retikuloendotelial ini
mengandung 3 sel:
1. Sel-sel retikuloendotelial yang melapisi sinusoid darah di hati, limpa, sumsum tulang,
kelenjar limfe, termasuk sel-sel kupffer di hati dan sel-sel serupa di paru-paru dan sumsum
tulang
2. Makrofag adalah sel-sel terbanyak yang menempati jaringan pengikat dan disebut histiosit
atau resting wandering cells atau clasmatocytes
3. Mikroglia yang menyokong pusat susunan saraf
Sel-sel retikuloendotelial dapat melepaskan diri dari kerangkanya dan mengembara,
pengembaraan ini tidak menggunakan darah. Dalam pengembaraannya sel-sel retikuloendotelial
menemukan benda-benda asing yang memerlukan fungsi dari sel-sel retikuloendotelial, maka ia
mengadakan fagositosis terhadap benda-benda asing tersebut, dan setelah menyelesaikan
tugasnya, ia kembali ke tempat asalnya. Sistem retikuloendotelial yang terdapat di kelenjar limfe
berfungsi untuk menyingkirkan sel-sel badan yang telah tua, sel-sel cacat, sel-sel asing dan
menghancurkan sel-sel kanker. Hal ini mungkin karena aliran limfe menjadi sangat lambat
sewaktu melalui kelnjar limfe yang strukturnya khas. Sistem retikuloendotelia di limpa juga
berfungsi menghancurkan eritrosit-eritrosit yang sudah tua.
Menurut Guyton sistem retikuloendotelial meliputi sel-sel jaringan yang menyelubungi
saluran-saluran darah dan saluran-saluran limfe, yang berkemampuan fagositosis terhadap
1
bakteria, virus dan benda-benda asing, dan berkemampuan membuat zat-zat imut terhadap
mereka. Sistem retikuloendotelial meliputi sel-sel fagosit di sumsum tulang, limpa, hati dan
kelenjar limfe. Sel-sel tersebut berhubungan satu sama lain, sehingga membentuk struktur
retikular.
Menurut Keele dan Neil sistem retikuloendotelial adalah sel-sel fagosit tertentu yang
terdapat pada jaringan yang menyelubungi saluran darah pada pulpa limpa, hati dan sumsum
tulang, juga fagosit-fagosit tertentu yang terdapat pada jaringan yang menyelubungi saluran
limfe di jaringan-jaringan limfatik, dan fagosit-fagosit yang terdapat pada jaringan subkutan dan
submukosa.
Fungsi sitem ini adalah:
1. Menghancurkan sel-sel darah yang sudah tua, membuat dan melepaskan bilirubin ke
sirkulasi
2. Memakan bakteria, melipatgandakan jika ada infeksi, bertanggung jawab mempertahankan
badan melawan infeksi
3. Memakan dan meproses antigen dan merangsang sel-sl plasma untuk membuat antibodi
Seluruh sistem retikuloendotelial bekerja sebagai satu unit fingsional,sehingga jika ada
salah satu sistem organ yang dikeluarkan dari badan maka akan terjadi hipertrofi, kompensasi
dari organ-organ yang masih ada.
Menurut Weiss sistem retikuloendotelial adalah suatu sitem yang bersifat menyerap dan
fagositik, yang meliputi monosit sumsum tulang, promonosit sumsum tulang, darah, limfe,
ruang-ruang serosa, jaringan pengikat, semua sistem yang digunakan untuk lalulintas
makrofagtetap menjadi makrofag pengembara.
Sistem retikoloendotelial adalah sistem yang selalu siap siaga berproliferasi cepat dan
terus menerus dalam waktu lama, apabila badan kemasukan jasad-jasad infektif atau antigen,
sistem ini merupaka salah satu dalam reaksi imunologis yang non spesifik maupun spesifik, dan
merupaka penggerak reaksi imunologis.
Sumsum tulang sebagai organ sistem retikuloendotelial bersifat hematologis dan
imunologis. Ia melepaskan bentuk awal makrofag dan limfosit-limfosit yang nantinya akan
membentuk populasi-populasi limfosit B dan limfosit T di jaringan-jaringan limfatik seperti
limpa, timus, kelenjar limfe dan jaringan limfatik semacamnya. Sumsum tulang juga membuat
antibodi.
1
Sebelum limfosit-limfosit yang akan membentuk populasi limfosit B menempati
tempatnya yang tetap di jaringan-jaringan limfatik, ia sebelumnya singgah di organ yang analog
dengan bursa Fabricius burung, walaupun organ ini belum jelas yang mana pada manusia.
Limfosit-limfosit B merupakan 10-20 % populasi limfosit kelenjar limfe, 20-35 % populasi
limfosit limpa dan merupakan 5 % limfosit yang mengalir di saluran limfe utama (ductus
thoracicus) dan tidak terdapat di timus. Populasi limfosit B bentukan dari limfosit yang telah
diselubungi antibodi yang dilepaskan oleh sumsum tulang dan pernah singgah dan dipengaruhi
1
oleh organ analog bursa Fabricus burung, kemudian dikenal sebagai centrum germinativum atau
pulpa-pulpa putih yang bermunculan di tepi-tepi peryarteriolar lymphatic sheath dan zona
marginal limpa dan di organ limfatik lain.limfosit-limfosit ini merupakan bentuk awal sel-sel
plasma.
Timus sebagai organ sistem retikuloendotelial adalah organ epitelial yang sangat banyak
di infiltrasi oleh limfosit. Timus mengadakan turn over limfosit dengan cepat sekali, sehingga 95
% limfosit-limfosit timus telah mati dalam beberapa hari saja. Timus melepaskan limfosi-
limfosit yang umurnya mencapai beberapa bulan sampai beberapa yahun, limfosit seperti ini
yang dsebut sebagai limfosit T yang asalnya dari sumsum tulang. Limfosit T mengandung
antigen permukaan yang disebut antigen teta. Limfosit T ini juga mengembara dan menetap di
jaringan limfatik lain, misalnya pada tikus: limfosit T merupakan 75-80 % populasi limfosit
kelenjar limfe, 30-50 % populasi limfosit limpa, 80-90 % limfosit yang mengalir di limfe
saluramn limfe utama, dan hampir tidak ada yang menempati sumsum tulang. Limfosit T
tergantung pada timus. Di limpa, limfosit T menempati periarteriolar lymphatic sheath dan di
kelenjar limfe ia menempati deep perinodular cortical zones. Limfosit T merupakan antibodi
selular dan menghasilkan antibodi yang disebut lymphokines. Diduga timus menghasilkan faktor
humoral yang merangsan perkembangan lomfosit T di kelenjar limfe dan limpa. Limpa dan
kelenjar limfe adalah kerangka retikular yang dibentuk untuk memerangkap sel-sel imunologis
aktif tersebut dengan antigen, sehingga di limpa dan di kelenjar limfe tersebut terjadi
pembentukan antibodi selular maupun antibodi humoral. Jadi limpa terutama menangani benda-
benda asing yang terdapat di dalam darah, dan kelenjar limfe terutama menangani benda-benda
asing yang terdapat di dalam limfe.
Darah dan limfe mengaliri jaringan-jaringan imunologis, mengangkut antigen dan
antibodi dan memberi kesempatan keduanya saling mempengaruhi, selain itu juga memberi
kesempatan interaksi antara antigen dengan sel-sel imunologis dan interaksi sel-sel imunologis
satu sama lain (antara lain interdigitasi dan emoeripolesis-penyusun). Darah dan limfe
mencurahkan sel-sel yang berasal dari sumsum tulang dan timus ke limpa dan kelenjar limfe, dan
mencurahkan sel-sel yang berasal dari sumsum tulnag ke timus.
Jaringan limfatik seperti limpa, kelenjar limfe dan sumsum tulang, dengan hubungan vaskular
dan kerangka retikularnya, merupakan tempat produksi antibodi yang efisien. Tetapi sel-sel,
yang berkemampuan membuat antibodi, adalah sel -sel motil yang beredar ke seluruh tubuh,
1
yang jika menemukan benda asing. mereka mulai terlihat dalam aksi imunologis dan mulai
memproduksi antibodi.
Menurut Greep & Weiss jaringan pengikat retikular adalah jaringan bentuk khusus
jaringan pengikat di mana sel-selnya mempunyai sifat khusus yang berbeda dengan sifat sel
jaringan pengikat biasa, yaitu sel-sel tersebut bersifat dapat mengadakan fagositosis. Jaringan
pengikat yang dimaksudkan adalah jaringan pengikat retikular penguat pada sumsum tulang.
timus, limpa, kelenjar limfe, tonsil, adenoid dan jaringan limfatik lain. Sel-selnya membentuk
serabut-serabut bercabang-cabang dan beranastomosis satu sama lain, sehingga terwujud
jaringan retikular. Yang termasuk sel-sel jaringan pengikat retikular adalah:
Fibroblas
Sel adiposis
Sel mast (granulosit basofil disebut wandering mast cell oleh Vander dkk)
Makrofag tetap dan makrofag pengembara atau monosit
Granulosit eosinofil
Limfosit
Sel plasma
Sistem retikuloendotelial di sumsum tulang merupakan sumber monosit, limfosit B dan
limfosit T, mcnghasilkan antibodi, mcng-inaktif-kan toksin dan berkemampuan fagositosis.
Sistem retikuloendotelial di limpa merupakan jaringan yang cermat, yang dapat rnemilih yang
tidak berguna bagi badan, yang asing dan yang berbahaya bagi badan. Limpa adalah tempat
terjadinya pcrubahan limfosit mnnjadi sel-se1 plasma, dan tempat pembuatan antibodi.
Menurut Dorland (1974) sistem retikuloendotelial meliputi jaringan-jaringan yang mengandung
kedua sel-sel retikular maupun sel-sel endotelium. Ia penting dalam melayani mekanisnme
pertahanan badan, karena sel-sel yang menyusunnya berkemampuan tinggi dalam mengadakin
fagositosis dan dapat mengambil partikel-partikel dan larutan koloidal, ia juga disebut sistem
makrofag. Ia meliputi: makrofag, sel-sel Kupffer, sel-sel retikular, sel-sel yang menyelubungi
sinus-sinus hipofisis dan sinus-sinus kelenjar adrenal, monosit, mungkin juga mikroglia.
Menurut Sodernan & Sodernan adanya sistem retikuloendotelial adalah samar-samar, sebab:
1. Sel-sel yang merupakan komponennya terletak dalam jaringan-jaringan yang terletak
tersebar luas di dalam badan
2. Jaringan sistem ini terletak di dalam jaringan-jaringan yang berbeda.
1
3. Bentuk dan fungsinya berubah sehingga membingungkan.
Sistem retikuloendotelial meliputi makrofag-makrofag jaringan yang rnenyelubungi
sinusoid berbagai organ, mikroglia. Sel-sel retikular jaringari limfatik, histiosit, sel-sel khas
seperti sel Kupffer di hati, Iimpa dan sumum tulang.
Fungsi sistem retikuloendocelial:
1. menangani rcspons imun, yaitu pembentukan antibodi selular maupun humoral
2. Fagositosis bakteria dan berbagai partikel asing
3. Pembentukan sel darah,
4. Filtrasi darah dan cairan ekstra sel. menyingkirkan sel-sel badan yang telah tua, sel-sel
badan yang telah cacat dan sel-sel badan yang telah diselubungi oleh antibodi,
5. Hemopoiesis dan penambahan area seI induk.
Peranan vital sistem retikuloendotelial adalah melayani dipertahankannya keenceran
normal darah, membersihkan darah dan partikel-partikel toksis atau infektif seperti bakteria,
emboli rnikro, fibrin dan hasil-hasil koagulasi lain, kompieks antigen antibodi dan lipid-lipid
tertentu secara singkat dikatakan bahwa fungsinya adalah fagositosis.
Organ sistem retikuloendotelial pada manusia meliputi:
1. Kelenjar limfe: mengandung sel-sel retikuloendotehal dan sel-sel plasma, aliran darahnya
mcncapai 1 % dan pengeluaran jantung semenit; berfungsi memfiltrasi cairan ekstrasel
dan membuat antibodi.
2. Limpa; mengandung se1-sel retikuloendotelial, limfosit dan sel-sel plasma:
jumlab aliran darahnya mencapai 3—4% pengeluaran jantung semenit; fungsinya adalah
memfiltrasi darah dan membuat antibodi.
3. Hati: mengandung selsel retikuloendotelial dan hepatosit; aliran darahnya mencapai 20-
35% dan pengeluaran jantung semenit; Fungsinya adalah memfiltrasi darah.
4. Sumsum tulang: rnengandung sel-sel retikuloendotelial, sel-sel awal darah dan sel-sel
lemak; aliran darahnya mencapai 5% dan pengeluaran jantung semenit; fungsinya adalah
pembentukan sel-sel darah.
Menurut Selkurt sistem retikuloendotelial meliputi sel-sel fagositik yang terikat maupun
yang motil, yang terutama berkedudukan di hati, limpa, kelenjar limfe, paru-paru dan tractus
digestivus.
1
Kalau gambaran-gambaran yang mengenai sistem retikuloendotelial yang tersebut di atas
dijumlahkan, maka sistem retikuloendotelial meliputi sel-sel:
Makrofag termasuk monosit, fibroblas dan histiosit
Sel mast dan granulosit basofil
Granulosit eosinofil
Limfosit dan sel plasma
Sel Kupffer dan semacamnya yang terdapat di paru-paru dan sumsum tulang
Mikroglia
Yang semuanya adalah sel-sel yang dapat bergerak di dalam maupun di luar sistem sirkulasi, dan
dapat juga beristirahat di jaringan-jaringan yang tersebar luas, yang sesungguhnya kesemuanya
merupakn satu kesatuan fungsional, yaitu jaringan-jaringan:
Jaringan pengikat yang menggantung berbagai organ badan, peritoneum, pleura,
mesenterium, atau jaringan-jaringan retikular yang mengisi ruang serosa
Jaringan pengikat yang mengikat uni-unit fungsional sesuatu organ, misalnya antara lain
pengikat alveolus satu sama lain, pengikat nefron satu sama lain
Jaringan limfoletikular dan retikuloendotelial pada sumsum tulang, hati, limpa, timus dan
kelenjar limfe
Jaringan pengikat yang menyokong susunan saraf
Limfe dan darah
Yang secara singkat fungsinya adalah bertanggung jawab dalam mekanisme pertahanan badan
yang bertujuan mempertahankan ketunggalan diri sendiri.
Mempertahankan ketunggalan diri meliputi semua mekanisme yang bertujuan :
Menghancurkan semua benda asing yang berasal dari luar badan, hidup atau mati,
meliputi bakteria, debu, eritrosit asing dan jaringan transplantasi serta alergen.
Menyingkirkan sel-sel badan terutama sel-sel darah yang telah uzur
Menghancurkan sel-sel badan yang telah mengalami mutasi spontan maupun oleh virus
atau oleh kemikalia, yang kemudian mekanisme ini disebut mekanisme pengawasan
terhadap perkembangan ganas, atau pengawasan perkembangan kanker
Pembuatan sel darah
Peranan sistem retikuloendotelial dalam menanggulangi adanya invasi mikrob ke dalam badan:
1
1. Yang mula-mula terlihat dalam peristiwa invasi mikroba ke dalam badan adalah beberapa
dari sel-sel sistem retikuloendotelial. Invasi mikrob mengakibatkan pecahnya sel-sel
mast, granulosit basofil dan trombosit, sehingga terbebaslah histamin.
Terbebasnya histamin memulai respons inflamasim yaitu mengakibatkan vasodilatasi
setempat, sehingga memberi kesempatan granulosit neutrofilmendekati tempat inflamasi
atau mikrob, dan mengadakan fagositosis. Granulosit neutrofil disebut body’s first line
defence against bacterial infections, dan dia adalah satu-satunya fagosit yang tidak
termasuk dalam sistem retikuloendotelial.
Dalam respons inflamasi, monosit segera mengikuti jejak aktivitas granulosit neutrofil,
segera meninggalkan sistem sirkulasi dan berubah menjadi makrofag, mendekati daerah
inflamasi dan mengadakan fagositosis. Monosit disebut body’s second line defence
against bacterial infections, walaupun peranan monosit ini jauh lebih penting daripada
peranan granulosit neutrofil, atau malahan mungkin monosit atau makrofag yang patut
disebut body’s first line defence bacterial infections pada jaringan.
2. Sementara mikrobA sedang ditangani oleh makrofag-makrofag, maka dapat terjadi proses
pembentukan sel-sel memorim yaitu sel-sel yang mengadakan memori terhadap adanya
sel-sel yang asing, untuk kemudian dipersiapkan antibodi yang khas untuknya.
Benda asing dapat dikenal sebagai bukan diri sendiri sebab setiap sel mempunyai antigen
permukaan. Sel-sel badan sendiri, walaupun juga mempunyai antigen permukaan, tidak
dikenal sebagai yang asing, karena mereka telah di-kode-kan dan dimemorikan sebagai
diri sendiri dan tidak dihancurkan oleh sistem retikuloendotelial.
Sel-sel badan yang telah tua, sel-sel yang pertama-tama mampu mengadakan proliferasi
dan menghasilkan antibodi secara besar-besaran.
Adanya antigen berlebih-lebihan di dalam badan dapat mengakibatkan terjadinya
paralisis imunologis atau toleransi terhadap antigen. Disuga paralisis imunologis secara
alamiah dihindari dengan cara mengikat atau memerangkap dengan cepat sejumlah besar
antigen tersebut, kemudia memperkenalkannya kepada sel-sel kompeten membuat
antibodi secara sedikit demi sedikit.
Antigen juga disebut imunogen karena ia merangsang pembuatan zat imun. Yang
merangkap secar besar-besaran imunogen untuk kemudian memperkenalkannya sedikit
demi sedikit kepada sel berkompetensi membuat antibodi adalah makrofag, sel-sel
1
berkompeten membuat antibodi adalah limfosit B, makrofag memerangkap antigen dan
merubah antigen dan menyimpannya, kemudian secarabsedikit demi sedikit makrofag
memperkenalkan antigen tersebut kepada limfosit B, mungkin dengan cara yang terlihat
sebagai fenomen emperipolesis.
Selain daripada itu, limfosit T yang mempunyai reseptor pada membrannya juga ikut
mengikat antigen secara besar-besaran, memegangnyaterus samapai diperkenalkan
kepada limfosit B sedikit demi sedikit, mungkin caranya adalah mengadakan interdigitasi
dengan lomfosit B. Setelah limfosit B mengadakan memori terhadap imunogen, ia akan
membentuk kelompok sel-sel plasma awal yang seaktu-waktu akan membuat antibodi
khas untuk imunogen yang dikenalnya tadi untuk berikutnya, maka akan disintesis
antibodi secara besar-besaran, dan sel-sel memori tadi menjadi sel-sel plasma yang
matur.
Interaksi antar makrofag dengan limfosit B dan limfosit T dengan limfosit B terjadi pada
pulpa putih atau centrum germinativum di tepi-tepi periarteriolar lymphatic sheath limpa
dan korteks kelenjar limfe.
Pembedahan kedua kalinya imunogen yang telah dikenal mengakibatkan perkembangan
pulpa putih atau centrum germinativum di pulpa merah limpa dan medulla kelenjar limfe.
3. Setelah itu badan siap siaga rnenghancurkan mikrob yang telah dikenalnya. Antibodi
dapat mengikat antigen karena kcduanya mempunyai struktur komplementer.
Pengikatan antibodi terhadap antigen mengaktifkan sistem komplemen. Penyelubungan
atau pengikatan antibodi terhadap antigen bersama rnikrobnya debut opsonisasi, dan
mikrob yang telah di-opsonisasi-kan menjadi lebih sedap untuk difagositosis oleh
makrofag.
Aktifnya sistem komplemen menggalakkan respons inflamasi. dan berarti lebih
menggiatkan makrofag-makrofag untuk ber-fagositosis; yang terlibat dalam fagositosis
ini adalah makrofag, monosit dan 1imfoit. Limfosit T beraksi mendekati antigen atau
mikrob, mungkin dia menghancurkan secara Iangsung, tetapi dia juga melepaskan zat
sitotosis dan sliolitik yang disebut lymphokines.
Penghancuran sel-sel badan yang telah uzur sesungguhnya termasuk dalam mekanisme
homeostasis yang ditangani oleh sistern imun badan, tepatnya adalah limpa, yaitu organ
sistem retikuloendotelial yang terbesar.
1
Penghancuran eritrosit tua: Limpa berkernarnpuan memerangkap Sel-sel darah, kemudian
memilihkan arah berbagai sel darah yang diperangkap tersebut, apakah untuk:
1. Direservoikan disimpan beberapa waktu, kalau telah diperlukan oleh sirkulasi umum,
dilepaskan lagi. Limpa sebagai reservoir darah
2. Dideferensiasikan, misalnya antara lain limfosit B dideferensiasikan menjadi sel-sel
plasma untuk menghasilkan antibodi
3. Di destruksi, misalnya eritrosit tua.
Anatomis aliran darah limpa adalah aliran darah terbuka, tetapi fisiologis adalah aliran
tertutup, ini mengakibatkan terjadi
1. Skimming plasma dan sel-sel yang berkompeten membuat antibodi (Ig) dan sel-sel
yang mengandung antigen, ke arah pulpa putih
2. Darah yang kaya eritrosit, pergi ke arah pulpa merah, sehingga terjadilah
a. Produksi Ig pulpa putih
b. Penyimpanan eritrosit sebagai reservoir
c. Destruksi eritrosit di pulpa merah
Darah yang mengalir dengan dua cara melalui limpa:
1. Aliran darah yang kecepatanya sama dengan kecepataaliran darah organ lain, dialami
oleh darah dengan eritrosit normal
2. Aliran darah yang sangat lambat, yaitu di zona marginal, batang-batang limpa dan di
sinusoid limpa, di ana eritrosit-eritrosit tua dipengaruhi dan dihancurkan
Aliran darah di zona marginal, batang-batang limpa dan di pulpa merah (sinusoid limpa)
dapat menjadi sangat lambat, karena:
1. Adanya kerangka retikular yang simpang siur melintasi aliran darah dan memberikan
aliran pusaran
2. Adanya makrofag-makrofag yang berjubel-jubel menambah rintangan aliran darah
dan menambah baiknya saringan atau memperkecil lubang saringan.
Sangat lambatnya aliran darh mengakibatkan tertimbunnya metabolit yang bersifat
asam, dan mengakibatkan eritrosit menjadi kurang diskoid, sehingga menjadi lebih
fragil.
Selain daripada itu:
1. Fagosit-fagosit mensekresi enzim hidrolitik yang bersifat asam
1
2. Kadar oksigen, kadar glukose dalam zona marginal adalah lebih rendah daripada
kadar-kadarnya di darah sirkulasi umum, sehingga pH darah di zona marginal sangat
rendah
Sehingga keadaan-keadaan tersebut diatas (suasana sangat asam):
1. Menggalakkan perubahan monosit menjadi makrofag yang siap siaga untuk memakai
eritrosit-eritrosit yang telah fragil tersebut
2. Keadaan asam tersebut destruktif terhadap eritrosit-eritrosit yang memang telah
sangat atau makin sangat fragil tersebut.
Eritrosit-eritrosit uzur dapat lolos dari sistem retikuloendotelial lain, tetapi pasti
dihancurkan oleh limpa, sedang eritrosit-eritrosit normal akan lolos dari penghancuran
limpa.
Dulu kala, imun berarti tahan terhadap penyakit-penyakit infektif. Tetapi kini terbukti
bahwa respons imun tidak selalu menguntungkan badan, malahan sebaliknya dapat
mengakibatkan efek yang merugikan badan. Pertahanan terhadap invasi mikrob menjadi
efektif jika elemen-elemen selular sistem imun berkembang dengan normal, tepat cukup ;
tetapi kalau sistem imun ini menjadi hiperaktif, dapat terjadi hal yang tidak diharapkan
seperti hipersensitivitas dan kalau sistem imun ini hipoaktif, dapat terjadi mudah sakit
yang berulang-ulang.
Reaksi hipersensitif terhadap kerusakan jaringan dibagi menjadi empat kategori:
1. Reaksi hipersensitif segera (immediate hypersensitivity), diperantarai oleh sistem
imun humoral. Pada prinsipnya, di sini terjadi kesalahan, yaitu, pertama-tama,
imunogen yang masuk badan merangsang sintesis atau mengakibatkan terjadinya
sintesis IgE, kemudian setelah terjadi pengikatan IgE terhadap imunogen, ikatan ini
mengikat sel-sel mast dan sel-sel granulosit basofil, dan mengakibatkan agregasi
trombosit, sehingga terbebaslah vasodilator-vasodilator histamin, serotonin, Slow
Reacting Substance of Anahylaxis (SRS-A), kallikrein, bradykinines heparin, enzim
lisosomal dan prostaglandins; sehingga mengakibatkan timbulnya gejala-gejala
alergi kalau ringan, dan gejala anafilaksi kalau berat.
2. Reaksi hipersensitif lambat (delayed hypersensitivity), merupakan manifestasi
imunitas selular yang normal, yang diperantarai oleh limfosit T; limfosit T bergerak
1
mendekati antigen, mengikatnya dan melepaskan zat yang bersifat sitolisis dan
sitotoksis, yaitu lymphokines.
3. Penyakit imun kompleks sebagal akibat perlekatan kompleks antigen — antibodi
yang terlarut plasma dan beredar dalam sirkulasi, pada dinding saluran darah atau
pada glomerulus ginjal. Ini disebut penyakit autoimun oleh Vander.
4. Kelainan autoallergi yang mungkin terjadi sebagai konsekuensi reaksi imunologis
terhadap komponen-komponen jaringan badan sendiri.
Autoimun dan autoalergi adalah kelainan fungsi sistem imun, di mana ada tendensi
penghancuran terhadap sel-sel badan sendiri, yang pada prinsipnya ada kegagalan dalam
pengenalan terhadap diri sendiri. Diduga sebabnya adalah: badan terdedah kepada
antigen yang mirip sekali dengan antigen badan sendiri, sehingga antibodi yang
terbentuk tkeliru menghancurkan sel badan yang mirip sekali dengan antigen tersebut.
Pengawasan terhadap perkembangan kanker ditangani oleh lirnfosit
T. Diduga timbulnya kanker kilnis adaiah karena ada kesalahan: sel-sel kanker tidak
hanya menjadikan limfosit T reaktif, tetapi juga merangsang limfosit B menjadi reaktif
dan membentuk antibodi. Setelah sel kanker diikat antibodi, tidak mengaktifkan sistem
komplemen, sehingga sel-sel kanker yang telah terikat antibodi tersebut tidak
dihancurkan; peristiwa ini disebut blocking antibody atau immune enhancement.
1
REFERENSI
Darmono. 2006. Farmakologi Dan Toksikologi Sistem Kekebalan: Pengaruh Penyebab Dan Akibatnya Pada Kekebalan Tubuh. Jakarta: Universitas Indonesia.
Fedik A.Rantam. 2003. Metode Imunologi. Jakarta: Universitas Airlangga.
Pacito. 2010. Sistem Imunitas.
Anonim 3. 2011. Radang amandel.
Anonim 4. 2009. Obstruksi limfatik.