Download - pengobatan edema berat pada anak
PENGOBATAN EDEMA BERAT PADA ANAK – ANAK PENDERITA
SINDROM NEFROTIK DENGAN OBAT DIURETIK
Latar belakang dan tujuan : edema berat pada anak – anak penderita sindrom nefrotik
mungkin berhubungan dengan volume kontraksi (VC) atau volume ekspansi (VE). Biasanya,
edema berat pada anak – anak diobati dengan albumin dan diuretic intravena yang cocok
untuk pasien dengan volume kontraksi. Namun, pada pasien dengan volume ekspansi, hal ini
dapat menimbulkan kelebihan cairan. Tujuan dari penelitian ini ialah untuk mengevaluasi
pengobatan edema berat pada penderita sindrom nefrotik dengan hanya menggunakan obat
diuretik.
Metode, pengaturan, peserta dan pengukuran : tiga puluh pasien sindroma nefrotik
dengan edema berat terlibat dalam penelitian prospektif dalam dua tahap. VC didiagnosis
berdasarkan eksresi fraksional dari sodium (FeNa) <1%. Pasien dengan VC menerima
albumin intravena dan furosemid. Pasien dengan VE menerima furosemid intravena dan
spironolakton oral. Sebagai dasar dari observasi fase pertama, FeNa <0.2% mengidentifikasi
VC dalam 20 fase pada 2 pasien.
Hasil : pada semua pasien tahap 1 mempunyai kadar FeNa sebesar <1%. Pasien – pasien fase
1 ketika dianalisa ulang berdasarkan dari pintasan FeNa 0.2%; didapatkan bahwa pada pasien
VC mempunyai hasil yang lebih meningkat pada BUN, rasio BUN atau kreatinin, osmolaritas
urin, dan FeNa yang lebih rendah dan sodium urin dibandingkan dengan pasien – pasien VE.
Hasil yang serupa diobservasi pada tahap 2, pasien VC mempunyai hasil yang lebih
meningkat secara signifikan pada rennin, aldosterone dan level hormone antidiuretik. Pada
tahap 2, sebelas pasien VE menerima hanya obat diuretik dan Sembilan pasien VC menerima
albumin dan furosemid. Tidak ada perbedaan dengan lama dirawat di rumah sakit dan
berkurangnya berat badan pada kelompok VC dan VE setelah pengobatan.
Kesimpulan : FeNa berguna dalam menghilangkan VC dibandingkan VE pada anak – anak
penderita sindrom nefrotik dengan edema berat. Penggunaan hanya obat diuretic pada pasien
VE aman dan efektif.
Sindroma nefrotik idiopatik merupakan penyakit renal yang umum pada anak – anak. Anak –
anak dengan edema berat biasanya dirawat di rumah sakit dan diobati dengan intravena
albumin dan diuretik. Berbeda jauh dengan orang dewasa, anak – anak lebih sering terkena
hipoalbuminemia berat dan edema berat, diharuskan dirawat dirumah sakit dan pengobatan
albumin intravena. Albumin sering diberikan pada anak – anak karena tekanan onkotik serum
rendah pada hipoalbuminemia, penelitian dari resistensi diuretic dan berkurangnya
keberhasilan pengobatan pada sindrom nefrotik ,meningkatnya dieresis ketika diuretic
diberikan setelah albumin intravena, dan rasa enggan mengobatin pasien dengan hanya obat
diuretic karena dikhawatirkan terjadinya dehidrasi dan peningkatan resiko thromboembolik
komplikasi.
Penggunaan albumin secara rutin untuk edema berat pada anak – anak ialah berdasarkan pada
dua hipotesis yang dianjurkan untuk pathogenesis edema. Berdasarkan pada hipotesis ,
hipoalbuminemia berat menurunkan tekanan onkotik intravascular, menimbuakn deplesi
volume sirkulasi dan retensi air atau sodium. Mekanisme yang berlebih menimbulkan satu
kerusakan utama ginjal pada eksresi sodium sehingga terjadi retensi sodium atau air dan
terjadilah hipervolemia serta edema. Hipotesis ini secara umum sangat dipercaya. Dan juga,
secara klinis tidak memungkinkan untuk membedakan antara pasien edema berat dengan
intravascular VE dari pasien yang menderita intravascular kontraksi (VC). Oleh sebab itu,
dokter anak enggan mengobati kelompok pasien sebelumnya dengan diuretik. Penelitian ini
bertujuan untuk mengevaluasi anak dengan sindrom nefrotik, yang diidentifikasi dengan VE.
Metode dan Materi
Penelitian kohort prospektif pada anak – anak ini diajukan kepada bagian kesehatan ginjal
anak di rumah sakit anak Michigan dengan sindroma nefrotik dan edema berat. Penelitian ini,
yang disetujui oleh Human Investigation Committee di Wayne State University,dijalani
dengan dua fase. Perbedaan antara kedua tahap ini ialah kriteria yang digunakan untuk
membedakan pasien VE dan pasien VC.
Pengertian
Sindrom nefrotik . Sindrom nefrotik didefinisikan sebagai adanya proteinuria (rasio urin
protein kreatinin >3.0), hipoalbuminemia (serum albumin ≤ 2.5g/dl) dan edema.
Edema berat . edema berat didefinisikan sebagai adanya 3+ atau lebih dari pitting edema
dan asites. (tingkatan pitting edema oleh penelitian sendiri dari skala 0 sampai 4, dengan 0
sebagai tidak adanya edema dan 4+ dengan adanya kaki bengkak dengan hasil penekanan
yang lama).
Eksresi fraksional sodium . eksresi fraksional sodium (FeNa) dihitung pada urin sewaktu
dengan formulasi FeNa = (urin sodium x serum kreatinin)/(plasma sodium x urin kreatinin)
tahap 1
Criteria inklusi . criteria inklusi termasuk sebagai berikut : menyetujui kesertaan dalam
penelitian (orang tua setuju atas semua syarat dan persetujuan pasien (usia >12 tahun)), usia
anak – anak berusia 1 tahun hingga 18 tahun, dan masuk dengan sindrom nefrotik dan edema
berat.
Criteria ekslusi. Criteria ekslusi ialah sensorium terbatas, kejang, demam ≥38.3oC,
hematuria, penurunan GFR(<90ml/min/1.73 m2), peningkatan 25% serum kreatinin dari nilai
batas. Peritonitis klinis, pasien dengan pengobatan diuretic, dan angiotensin mengubah
inhibisi enzim, dan pasien dengan riwayat pembekuan (arteri atau vena) atau riwayat
keluarga dengan kelainan trombotik.
Evaluasi laboratorium. Evaluasi laboratorium dari pasien yang masuk termasuk kimia
serum (sodium, potassium, bikarbonat, BUN, kreatinin, kalsium, magnesium dan fosfor),
jumlah darah lengkap dengan deferensial, analisa urin dan protein urin sewaktu. Pasien
elektrolit, hemoglobin (hb) dan hematokrit (ht) dilihat setiap hari selama pasien berada di
rumah sakit. Penelitian ini diatur sehingga pasien tidak memiliki tambahan laboratorium
darah. Tes tembahan selama perawatan termasuk osmolaritas serum, osmolaritas urin dan
urin kreatinin
kriteria yang digunakan untuk mendiagnosa status volume intravascular. Pasien dengan
FeNa <1% dianggap sebagai VC dan FeNa >1% dianggap sebagai VE.
tahap 2
Dengan dasar daripada observasi tahap 1, kriteria FeNa untuk kelompok VC dan VE
dimodifikasi. Pasien dengan FeNa <0.2% diidentifikasi sebagai VC dan FeNa ≥0.2%
diidentifikasi sebagai VE. Kriteria inklusi dan ekslusi hampir sama dengan tahap 1, kecuali
pasien dengan supresi imun yang dirawat dikeluarkan dari tahap 2. Perubahan ini diadakan
untuk mengeluarkan efek potensial dari imunosupresan di sindrom nefrotik dan transport
tubular, yang mana kemudian hal ini dikeluarkan dari interpretasi FeNa. Pengerjaan
laboratorium hampir mirip dengan tahap 1, kecuali aktivitas plasma rennin (PRA), serum
aldosterone dan serum hormone antidiuretik (ADH) juga dinilai.
Rencana pengobatan
Pengobatan sindrom nefrotik dan edema berat sama pada kedua tahap. Semua pasien dirawat
dengan pembatasan cairan pada dua per tiga penetapan.; pembatasan sodium hingga
<2mEq/kg per hari; prednisone, berdasarkan Internasional Study of Kidney Disease pada
anak (dimulai setelah penilaian rutin pada pasien baru sindroma nefrotik dan secepatnya
dimasukkan ke rumah sakit dengan pasien sindroma nefrotik berulang). Kelompok VC
menerima albumin intravena (25%) dengan 0.5g/kg sehari dua kali diatas 2 hingga 3 jam
diikuti dengan furosemid intravena 1mg/kg per dosis (maksimum 40mg) pada akhir dari
infuse albumin untuk edema berat. Kelompok VE menerima diuretik, furosemid intravena
1mg/kg dosis (maksimum 40mg) dua kali sehari, dan spironolakton oral 2.5mg/kg per dosis
dibagi dua kali sehari (maksimum 100mg dua kali sehari, dosis dijadikan 25mg tablet atau
kelipatannya) untuk pasien dengan edema berat. Kriteria untuk pasien diambil dari 50%
peningkatan serum kreatinin dan perburukan klinis yang dibuktikan dengan pengembangan
kriteria eksklusi dan perburukan edema dikarenakan pengobatan.
Teknik analitik
Kimia serum diukur dengan alat pengukut otomatis (vitrios 230 chemistry system,
ortho clinical diagnostics, new York). Serum aldosteron diukur dengan perangkat RIA (cot a
count aldosterone, DPC, Los Angeles, California). PRA dan serum ADH dinilai di
laboratorium Esoterix (Austin, Texas)
Statistik
SPSS 14.0 digunakan untuk analisa statistic. Variable berkelanjutan dievaluasi sebagai rata –
rata ±SD pada kedua kelompok. Perbedaan dari rata – rata kedua kelompok ialah
dibandingkan dengan tes independen t. pengobatan pada masing – masing kelompok
dievaluasi dengan tes t berpasangan, hubungan antara parameter laboratorium digunakan
pada koefisien korelasi Pearson (nilai negative r diindikasikan sebagai korelasi lawan; nilai
positif diindikasikan sebagai kolerelasi langsung). Nilai P <0.05 dianggap secara statistic
signifikan pada seluruh penelitian. Dikarenakan jarak yang lebar pada konsentrasi hormonal
normal, level hormonal juga dibandingkan dengan non parametik (tes Kruskal-Wallis). Data
ini tidak ditunjukkan karena hasilnya mirip dengan tes parametric (tes t independen)
Hasil
Selama tahap 1 penelitian, 16 pasien masuk ke rumah sakit dengan edema berat dan
nefrotik sindrom. Dari sini, enam diekslusikan karena demam, pengobatan (enalapril dan
furosemid) dan penurunan GFR ke <90ml/min/1.73 m2. Satu pasien lagi diekslusikan karena
pengobatan dimulai sebelum tes laboratorium. Usia rata – rata untuk 10 pasien fase 1 ialan
6.9 ± 4.6 tahun (jarak 1.4 ke 15). Dari kesepuluh pasien, 9 (90%) pasien ialah kaukasian, dan
1 pasien ialah afrika amerika. Dua pasien dengan pengobatan imunosupresi (kortikosteroid)
untuk sindrom nefrotiknya. Gejala yang muncul ialah edema generalisata (100%) , penurunan
output urin (100%) dan peningkatan rasa haus (20%). Tidak ada pasien yang mengalami
pusing, hipotensi postural, keram otot dan penundaan pengisian kapiler, atau hipotensi
ortostatik. Hasil laboratorium (pada tabel 1), menunjukkan bahwa 10 pasien dengan FeNa
<1% , 5 pasien (pasien 2,5,7,8,9 pada tabel 1) mempunyai kadar urin sodium yang lebih
tinggi (>20 mEq/L) dan kadar yang lebih rendah pada BUN , Hb/Hct dan osmolaritas urin,
yang mana tidak mendukung diagnosis VC pada pasien ini. analisa ulang pada data di pasien
– pasien menggunakan FeNa <0.2% sebagai batasan untuk VC telah dilakukan, karena pasien
ini sedang dalam diet normal sodum (125 hingga 250 mEq/d) dan mempunyai nilai GFR
yang normal. Pasien – pasien ini kemudian dibagi dalam dua kelompok, kelompok VC
dengan FeNA <0.2% dan kelompok VE dengan FeNa ≥0.2% *(tabel 2). Pasien VC secara
signifikan mempunyai kadar yang lebih tinggi pada BUN, rasio BUN / kreatinin, FeNa, dan
kadar serum yang lebih rendah dan konsentrasi urin sodium yang lebih rendah dibandingkan
dengan pasien VE. Meskipun tidak secara statistic signifikan, rata – rata Hb/Hct osmolaritas
urin dan rasio osmolaritas urin –serum lebih tinggi pada kelompok VC dibandingkan dengan
kelompok VE. Observasi ini membuat kami untuk menegaskan kembali kriteria FeNa untuk
status volume intravascular, menuju pada penelitian tahap 2.
Selama tahap 2, 42 orang pasien masuk rumah sakit dengan edema berat dan sindrom
nefrotik. Dari sini, 22 orang pasien diekslusikan (imunosupresi, demam dan penurunan GFR
<90ml/menit/1.73 m2. Usia rata – rata dari 20 pasien (30% perempuan , 70% laki – laki)
termasuk dalam tahap kedua sebesar 7,6 ± 4,7 tahun. Distribusi ras pada pasien tahap 2 ialah
9 (45%) kulit hitam / afrika amerika dan 11 (55%) kaukasian. Gejala utama yang timbul ialah
edema generalisata (100%), dan penurunan output urin (100%). Tidak ada pasien pada saat
ini dengan diare, muntah, peningkatan rasa haus , pusing , hipotensi postural, keram otot,
hipotensi ortostatik, atau pengisian kapiler yang terlambat. Pada dasar FeNa, pasien dibagi
menjadi dua kelompok yaitu VC (FeNa <0.2%, n=9) , dan VE (FeNa >0.2% , n=11).
Perbandingan antara kedua kelompok sebelum pengobatan ada pada tabel 2.
Konsentrasi serum aldosteron, PRA dan ADH dievaluasi sebagai indicator dari status volume
dalam penelitian kohort (n=17). Pasien VC secara signifikan mempunyai kadar renin yang
lebih tinggi, aldosteron, dan konsentrasi ADH dibandingkan dengan kelompok VE. (tabel 2,
VC = 8, VE = 9). Pengukuran lebih jauh pada efek aldosteron , indeks potassium urin (18,19)
[(Uk x 100)/(Uk + UNa)] juga dievaluasi (n=12). Hampir serupa dengan serum aldosteron,
indeks potassium urin secara signifikan lebih tinggi pada kelompok VC (n=6, rata – rata 9.14
±5.1) dibandingkan dengan kelompok VE (n=6, rata – rata 32.8±14.9). hubungan antara
indicator hormonal dari VC dengan FeNa juga dievaluasi. Dari statistic, korelasi negative
yang signifikan antara FeNa dan hormone juga didapatkan [renin (r= - 0.692, P = 0.01)].
Lalu, FeNa yang lebih rendah dan kemudia korelasi VC dengan renin yang lebih tinggi,
aldosterone dan konsentrasi ADH, mendukung idsentifikasi status volume kami pada dasar
FeNa.
Tabel 3 menunjukkan efek pengobatan pada pasien BUN, serum kreatinin, Hb/Hct, nadi (HR)
dan tekanan darah sistolik (SBP) pada kelompok penelitian (test t berpasangan). Didalam
kelompok VC, terdapat penurunan di rata – rata Hb/Hct, BUN, dan kreatinin setelah
pengobatan. Sebagai perbandingan, pasien VE menunjukkan peningkatan dalam rata – rata
Hb.Hct, BUN dan kreatinin, mengusulkan VC ringan dengan terapi diuretic. Dan juga,
kelompok VC mempunyai peningkatan pada nadi dan tekanan darah sistolik dengan albumin,
konsisten dengan mobilisasi cairan ekstraselular ke ruang intravaskuler. Kelompok VE
menunjukkan penurunan pada rata – rata nadi dan tekanan darah sistolik, mengindikasikan
bahwa pasien ini tidak dikontraksikan volumenya pada terapi diuretic awal.
Persentase kehilangan berat –badan (berat badan bersih ketika masuk rumah sakit) dan durasi
dari dirawat di rumah sakit dievaluasi sebagai indicator untuk keberhasilan pengobatan.
Tidak ada perbedaan signifikan pada perawatan di rumah sakit (kelompok VC 4.04 ± 2.3 d
dibandingkan dengan kelompok VE 3.30 ± 0.82 d; P=0.29), persentase kehilangan berat
badan setelah 1 hari dirawat di rumah sakit (kelompok VC 2.6 ± 1.9% dibandingkan dengan
kelompok VE 4.06 ± 2.6 %, P = 0.13) dan pada akhir pengobatan (kelompok VC 8.92 ± 4.8%
dibandingkan dengan kelompok VE 7.37 ± 7.37%; P=0.37) diantara kedua kelompok (tabel
4).
Komplikasi terapetik
Satu pasien dalam tahap 2 yang diklasifikasi sebagai VE dan hanya menerima obat diuretic
untuk edema berat (FeNa <0.2% pada saat masuk rumah sakit) diganti dengan terapi albumin
setelah 48 jam pengobatan karena abnormalitas elektrolit [termasuk dalam analisa statistical
dalam kelompok VE untuk evaluasi masuk rumah sakit (tabel 2) dan tidak masuk dalam data
hasil (tabel 3 dan 4)]. Evaluasi pasien ini saat masuk rumah sakit ialah : sodium 141mEq/L,
BUN 16mg/dl, kreatinin 0.4mg/dl, BUN/ rasio kreatinin 47.5, osmolaritas urin 1119
mosm/kg, Uosm/Sosm 3.77, FeNa 0.28, PRA 146mg/dl per jam, aldosterone 4ng/ml dan ADH
5.9pg/ml. pasien ini menunjukkan kehilangan berat badan awal (2% dari 48 jam pemberian
awal pengobatan diuretik ) dan peningkatan pada Hb/Hct. Ia kemudian diganti ke albumin
dan diuretic per pengobatan setelah 48 jam pengobatan karena peningkatan serum kreatinin
(0.7mg/dl, >50% meningkat dari nilai saat masuk rumah sakit ; Na 133mEq/l, serum BUN
30mg/dl, BUN/kreatinin rasio 42.9). pasien lain mempunyai peningkatan pada kreatinin (saat
masuk rumah sakit 0.7 mg.dl; setelah pengobatan 0.9mg/dl) yang normal setelah berhenti
pengobatan diuretiknya.
Pembahasan
Ini ialah penelitian pertama yang melaporkan penggunaan hanya obat diuretik dalam
pengobatan anak – anak dengan sindrom nefrotik yang diidentifikasi secara prospektif
menggunakan dasar feNa ≥ 0.2 % tanpa komplikasi apapun. Analisa dari 217 pasien yang
dilaporkan dengan sindrom nefrotik dari 10 penelitian menunjukkan bahwa 42 % pasien ialah
normovolemik dan 25% hipervolemik. Kemudian, 67 % pasien sindrom nefrotik dapat
diobati dengan hanya obat diuretik. Namun bagaimanapun juga, literature yang
dipublikasikan pada pengobatan hanya obat diuretik pada edema berat secara umum terbatas
pada laporan terhadap pengguanaan pada pasien (biasanya dewasa) dengan edema kronik dan
tanda yang jelas dari kelebihan volume seperti glomerulonefritis dan gagal ginjal kronik.
Sebagai tambahan pada beberapa penelitian melaporkan perubahan dalam resistensi diuretik
dengan albumin, terapi albumin telah digabungkan dengan komplikasi berhubungan dengan
kelebihan cairan. Pada penelitian dengan pasien sindrom nefrotik, pengobatan albumin
dihubungkan dengan respon terlambat pada pengobatan kortikosteroid dan seringnya
pengulangan / kekambuhan setelah pengobatan dibandingkan dengan pasien yang tidak
menerima albumin sebagai pengobatannya. Meskipun kontribusi albumin pada cedera
tubulointerstisial yang progresid dibawah pengawasan, secara klinis hal ini diketahui pada
pasien dengan kekambuhan berulang yang seirng atau sindrom nefrotik yang resisten pada
pengobatan yang mempunyai prognosis buruk.
Vande Walle et al mengevaluasi patofisiologi edema pada nefrotik sindrom dibawah
pengawasan pada jumlah intake garam dan air dan diajukan pada adanya pasien dengan
kelebihan cairan yang dapat diobati dengan obat diuretik saja. Pemeriksaan laboratorium
mengindikasikan penggunaan pada VE dibedakan dengan VC temasuk PRA / aldosterone,
atrial natriuretik peptide, FeNa dan osmolaritas urin. Hal ini diajukan pada pasien dengan
sindrom nefrotik dan VE yang mempunyai FeNa normal dan dapat diobati dengan hanya obat
diuretik. Pada penelitian mereka, rata – rata FeNa pada pasien sindrom nefrotik dengan
kekambuhan awal dengan gejala hipovolemik ialah 0.3%, dicatat lebih rendah daripada yang
telihat pada pasien tanpa gejala hipovolemik (1.1%). Perbedaan pada FeNa antara penelitian
mereka dan penelitian kami ialah lebih kepada intake sodium pada pasien. FeNa untuk pasien
pada diet normal harian (sodium 125 – 150 mEq/hari) dan normal GFR 0.2 hingga 0.3%.
kemudian, hasil fase 1 dianalisa ulang dan kriteria VC dan VC diubah untuk penelitian fase 2
menggunakan pembatasan pada 0.2% FeNa. Evaluasi hormonal pada kelompok penelitian
dipasangkan dengan korelasi berlawanan antara FeNa dan level dari hormone vasoaktif
mendukung hipotesis kami bahwa retensi sodium menunjukkan hipovolemia dan pasien tidak
mempunyai retensi sodium ialah tidak hipovolemia. Pengobatan pada kelompok VC dan VE
pada Hb/Hct, nadi, kreatinin dan tidak ada efek pada kelompok VE menerima hanya obat
diuretik juga didukng dengan kategorisasi penelitian berdasarkan pada FeNa.
Penelitian lain (usia rata – rata 5.97 ± 2.9 tahun ) mengevaluasi pengisian volume pada
perubahan minimal sindrom nefrotik dengan mengukur diameter vena cava inferior pada
echocardiography dan mengobati semua pasien dengan hanya obat diuretik (furosemid dan /
atau amilorid). Pasien – pasien ini menjalani periode puasa sebelum evaluasi , tidak seperti
penelitian kohort kami yang bukan diet rumahan terbatas.
Respon suboptimal pada pengobatan hanya obat diuretik pada satu pasien dapat
menimbulkan level ADH yang tinggi (pasien; 5.9pg/ml, kelompok 1; 5.9pg/ml. kelompok 2;
1.6 pg/ml). sekresi ADH tetap dapat menimbulkan retensi air dan garam yang dapat membuat
stimulus osmotic atau volume menengah, seperti yang dihipotesiskan oleh peneliti lain.
Pasien kemudian diganti pengobatan menjadi albumin dan furosemid per protokol meskipun
tidak ada tanda klinis dan gejala dehidrasi. Memunkinkan bahwa pasien dapat terus merespon
pengobatan hanya obat diuretik karena pasien merespon obat diuretik saja dengan kehilangan
2% berat badan awal masuk rumah sakit dalam 48 jam setelah pengobatan. Keseluruhan
pasien lainnya diobati dengan hanya obat diuretik menunjukkan komplikasi atau perubahan
dalam kriteria hasil penelitian.
Sebagai kesimpulan, terapi hanya menggunakan obat diuretik aman digunakan pada anak –
anak penderita sindrom nefrotik dengan edema berat dan FeNa >0.2%. penelitian selanjutnya
dengan jumlah pasien yang lebih besar dibutuhkan untuk mengkonfirmasi penemuan
permulaan, yang mana pasien dengan edema berat dapat diobati sebagai pasien rawat jalan
dengan pengobatan hanya dengan obat diuretik oral.
Penyangkalan
Tidak ada.