JURNAL PENGARUH SELF EFFICACY BELIEFS
TERHADAP PRESTASI AKADEMIK SISWA SMA KELAS XI JURUSAN IPS
Rika Indah Amalia
Fakultas Psikologi Universitas Gunadarma
ABSTRAKSI Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui apakah terdapat pengaruh Self
efficacy beliefs terhadap prestasi akademik
siswa SMA kelas XI jurusan IPS.
Tingkat intelektual setiap siswa
berbeda-beda. Ada yang lemah dalam suatu
bidang tapi unggul di bidang lain. Untuk
memunculkan potensi unggulan itu
diperlukan suasana dan kondisi keyakinan
diri individu yang nantinya akan
mempengaruhi prestasi akademik siswa.
Subjek penelitian ini adalah siswa –
siswi SMA Budhi Warman I Cililitan –
Jakarta Timur. Subjek dalam penelitian ini
diambil dari siswa – siswi Kelas XI jurusan
IPS yang berusia 15 – 18 tahun dengan
jumlah subjek penelitian 100 orang
responden.
Metode pengumpulan data dalam
penelitian ini adalah metode skala. Untuk
mengukur self efficacy beliefs digunakan
skala self efficacy beliefs yang berbentuk
skala Likert, yang disusun berdasarkan
komponen-komponen self efficacy beliefs
menurut Bandura (1997), yaitu komponen
magnitude, komponen generality dan
komponen strength. Untuk variabel prestasi
akademik di ambil dari nilai rata-rata raport
selama masa studi yang sudah di tempuh.
Dalam penelitian ini peneliti mengambil nilai
raport semester ganjil.
Hasil penelitian ini diketahui
memiliki validitas antara 0,311 sampai
dengan 0.534. dan nilai reliabilitas sebesar
0.874. dan nilai normalitas pada Kolmogorov
Smirnov sebesar 0,200 (p > 0,05). Nilai
linieritas sebesar 2,750 (p < 0,05) hal ini
berarti hasil penelitian ini tidak linier.
Hasil analisis data (uji hipotesis)
dalam penelitian ini diketahui dengan
menggunakan teknik regresi sederhana
diperoleh nilai 0,027 dengan signifikansi
0,100 (p > 0,05) Hasil tersebut menunjukkan
bahwa hipotesis yang berbunyi “terdapat
pengaruh self efficacy beliefs prestasi
akademik di tolak”. Dengan demikian tidak
terdapat pengaruh self efficacy beliefs
terhadap prestasi akademik.
Hasil tersebut menunjukkan adanya
perbedaan tingkat Adversity Quotient yang
signifikan antara orang tua tunggal wanita
dengan strategi problem-focused coping dan
orang tua tunggal wanita dengan strategi
emotion-focused coping.
Kata kunci: Self Efficacy Beliefs, Prestasi Akademik, SMA
PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Pendidikan berlangsung seumur
hidup manusia, maka sampai masa dewasa
pun pendidikan seseorang belum berakhir.
Baru habis usaha itu kalau manusia yang
bersangkutan telah dijemput utusan
penciptanya.
Pada era globalisasi dituntut sumber
daya manusia yang berkualitas, maka saat
ini pendidikan sangatlah penting. Oleh
karena itu banyak orang-orang yang ingin
menuntut ilmu sampai setinggi-tingginya.
Dewasa ini bangsa Indonesia sedang
menghadapi era globalisasi dan
perdagangan bebas. Sehingga untuk
menghadapinya bangsa Indonesia
membutuhkan penerus bangsa yang
berkualitas dan unggul. Sumber daya
manusia yang unggul hanya dapat
diciptakan melalui pendidikan yang
berkualitas.
Pendidikan di Indonesia mutunya
masih rendah dibandingkan dengan Negara-
negara lainnya yang berada di Asia. Apabila
dibandingkan dengan Jepang mutu
pendidikan di tanah air masih kalah jauh.
Seiring dengan itu, tokoh
cendikiawan muslim, Nurcholis Madjid
mengakui bahwa, di Amerika, Jepang dan
negara-negara lain baik di Asia dan Eropa,
perkembangan pendidikan hampir merata.
Sebab, anggaran yang dialokasikan ke
pendidikan besar dan berjalan lancar. Tentu
saja, pendapat ini tidak begitu saja
dilontarkan. Menurutnya, paling tidak 65%
penduduk Indonesia berpendidikan SD,
bahkan tidak tamat. Selain itu kualitas
pendidikan di negara ini juga dinilai masih
rendah bila dibandingkan dengan negara
lain. Tak heran jika Indonesia hanya
menempati urutan 102 dari 107 negara di
dunia dan urutan 41 dari 47 negara di Asia.
Rendahnya mutu pendidikan di
Indonesia mengundang perhatian Dien
Novita, siswi Sekolah Menengah Umum
(SMU) Negeri 3 Madiun. Dia lalu mereka-
reka penyebabnya, terutama pada
menurunnya minat belajar siswa. Dien
menduga, itu terjadi karena kurangnya
motivasi dan monitoring dari orang tua
terhadap aktivitas keseharian anaknya,
disamping belum adanya kesadaran dan
keyakinan dari masing-masing siswa
mengenai perkembangan yang terjadi pada
dirinya.
Berangkat dari dugaan itu, Dien lalu
melakukan penelitian. Dia mencoba mencari
pengaruh minat terhadap prestasi siswa
dalam pelaksanaan metode belajar quantum
learning di sekolahnya. Melalui penelitian
itu, Dien menduga metode pembelajaran itu
mampu meningkatkan minat siswa untuk
berprestasi. Metode ini, seperti diketahui,
menekankan pada prinsip kebebasan
berekspresi yang bertanggug jawab itu
mampu Dien mengumpulkan bahan
penelitiannya melalui wawancara dengan
siswa kelas 1 dan kelas 2. Dia mengambil
sampel enam orang dengan tingkat
keberhasilan prestasi yang berbeda. Setiap
jenjang kelas, diambil satu siswa berprestasi
tinggi, satu berprestasi sedang, dan seorang
lainnya berprestasi kurang. Dia juga
mewawancarai empat guru bidang studi dan
seorang wakil kepala sekolah.
Tak hanya wawancara, dia pun
melakukan pengamatan dan pencatatan
terhadap gejala-gejala yang sedang
dijadikan sasaran pengamatan.
Pengamatan dilakukan mengenai proses
belajar mengajar di kelas, keatifan, dan
kegiatannya. Selain itu, dia juga mencari
data mengenai siswa-siswa yang terlibat
dalam kegiatan ekstra kurikuler sekolah dan
prestasi siswa mengikuti kegiatan quantum
learning. Hal yang sama dilakukan terhadap
beberapa siswa yang pasif dalam kegiatan
sekolah.
Dari penelitian ini diketahui, siswa
dengan kemampuan dan keyakinan diri
yang lebih, mampu mengatasi kejenuhan
dengan sekejap dan cara yang relevan.
Sedangkan siswa dengan kemampuan
sedang dan memiliki keyakinan yang
kurang, lebih cenderung tidak memaksakan
diri dan lebih santai.
Siswa berkemampuan lebih dan
yang mempunyai keyakinan yang tinggi
sangat memperhatikan keseimbangan antara
belajar, istirahat, dan beraktivitas. Mereka
tidak hanya membuat jadwal, tapi juga lebih
banyak memperhitungkan waktu dan
manfaatnya. Siswa dengan kemampuan
sedang dan memiliki keyakinan diri yang
kurang rata-rata belajar sesuai dengan mood
sehingga tidak efisien (Republika online,
2007).
Pendidikan pada dasarnya
merupakan interaksi antara pendidik dengan
peserta didik, untuk mencapai tujuan
pendidikan, yang berlangsung dalam
lingkungan tertentu. Interaksi ini disebut
interaksi pendidikan, yaitu saling
mempengaruhi antar pendidik dan peserta
didik.
Tingkat intelektual setiap siswa
kondisinya berbeda-beda. Ada yang lemah
dalam suatu bidang, tapi unggul dalam
bidang lain. Untuk memunculkan potensi
unggulan itu diperlukan suasana belajar dan
kondisi keyakinan diri individu itu sendiri
yang nantinya akan mempengaruhi prestasi
akademik siswa tersebut.
Menurut Winkel (1996) prestasi
akademik adalah proses belajar yang
dialami siswa untuk menghasilkan
perubahan dalam bidang pengetahuan,
pemahaman, penerapan, daya analisis, dan
evaluasi.
Menurut Soemanto, dkk (1988)
terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi akademik yaitu faktor internal dan
faktor eksternal. Secara faktor internal yaitu:
(a) kematangan, (b) faktor usia kronologis,
(c) faktor perbedaan jenis kelamin, (d)
pengalaman sebelumnya, (e) kapasitas
mental, (f) kondisi kesehatan jasmani, (g)
kondisi kesehatan rohani, (h) tipe
kepribadian, dan (i) motivasi.
Sedangkan faktor eksternal prestasi
akademik di pengaruhi oleh: (a) lingkungan
keluarga, (b) lingkungan sekolah, dan (c)
faktor situasional.
Suryabrata(1993) menjelaskan
bahwa prestasi akademik adalah hasil
evaluasi dari suatu proses yang biasanya
dinyatakan dalam bentuk kuantitatif (angka)
yang khusus dipersiapkan untuk proses
evaluasi, misalnya rapor.
Prestasi akademik yang ingin
dikemukakan dalam penelitian ini akan
dilihat berdasarkan jumlah nilai rapor yang
diperoleh dari rata-rata nilai setiap mata
pelajaran. Penentuan tinggi rendahnya
prestasi akademik siswa dapat ditentukan
setelah membandingkan jumlah nilai dari
semua siswa di kelas yang dijadikan subjek
penelitian.
Prestasi akademik yang ingin
peneliti teliti dari para siswa yang
berhubungan dengan bagaimana siswa
tersebut mempunyai kepercayaan diri atas
kemampuannya untuk menentukan
danmelaksanankan berbagai macam tugas
serta bisa menampilkan performa perilaku
untuk menyelesaikan tugas tertentu dengan
baik dan efektif kepercayaan dirinya,
kemampuan dirinya tersebut disebut dengan
Self efficacy beliefs.
Self efficacy beliefs adalah
kepercayaan akan kemampuan diri yang
dimiliki individu untuk menentukan dan
melaksanakan berbagai tindakan yang
diperlukan untuk menghasilkan suatu
pencapaian (Bandura, 1997).
Sedangkan menurut Coetzee &
Cilliers (2001) menyatakan self-efficacy
beliefs sebagai keyakinan individu untuk
bisa menampilkan perilaku performa yang
efektif sehingga bisa menyelesaikan tugas
tertentu dengan baik.
Fungsi dari self efficacy beliefs
menurut Hjelle & Ziegler ada lima fungsi
yaitu: (pertama) menentukan pilihan tingkah
laku, (kedua) menentukan seberapa besar
usaha dan ketekunan yang dilakukan,
(ketiga) mempengaruhi pola pikir dan reaksi
emosional, (keempat) meramalkan tingkah
laku selanjutnya, dan (kelima) menunjukkan
kinerja selanjutnya.
Selain itu terdapat pula faktor-faktor
yang mempengaruhi self efficacy beliefs.
Menurut Bandura (1997) menjelaskan
bahwa self efficacy beliefs dapat
ditumbuhkan dan dipelajari berdasarkan
lima sumber informasi yaitu: (a)
performance accomplishment, (b) vocarious
experiences, (c) verbal persuasion, (d)
emotional aurosal, dan (e) physical or
affective status.
Selain itu menurut Bandura self
efficacy beliefs mempunyai tiga komponen.
ketiga komponen tersebut adalah: (a)
komponen magnitude, yaitu komponen yang
berhubungan dengan tingkat kesulitan
tugas. Yang disesuaikan dengan batas
kemampuan yang dirasakan untuk
memenuhi tuntutan perilaku yang
dibutuhkan bagi masing-masing tingkat.
Orang yang memiliki self efficacy beliefs
yang tinggi cenderung akan memilih
mengerjakan tugas-tugas yang sifatnya sulit
dibandingkan yang sifatnya mudah, (b)
komponen generality, yaitu komponen yang
menjelaskan tentang keyakinan individu
untuk menyelesaikan tugas-tugas tertentu
dengan tuntas dan baik, (c) komponen
strength, komponen ini berhubungan
dengan derajat kemantapan individu
terhadap keyakinannya.
Bentuk pendekatan yang dilakukan
siswa untuk memahami dan melaksanakan
tugas akan mempengaruhi hasil belajarnya,
sebab bentuk pendekatan yang dipilih
dipengaruhi oleh tingkah laku terhadap
dirinya sendiri dan lingkungannya. Dalam
hal tingkah laku terhadap dirinya sendiri
individu akan memilih menyelesaikan tugas-
tugas tertentu dengan tuntas dan baik
disesuaikan dengan kemampuan yang
dimilikinya. Lingkungan belajar yang
menyenangkan, tidak mengancam, memberi
semangat, dan sikap optimisme bagi siswa
dalam belajar, cenderung akan mendorong
seseorang untuk belajar. Hal ini berarti sel
efficacy beliefs mempunyai peranan dalam
menentukan kualitas dan kuantitas belajar
siswa.
Dari uraian di atas, maka peneliti
ingin meneliti apakah terdapat pengaruh self
efficacy beliefs terhadap prestasi akademik
siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Budhi
Warman I kelas XI jurusan IPS Jakarta -
Timur?
B. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk
menguji apakah terdapat pengaruh self
efficacy beliefs terhadap prestasi akademik
siswa Sekolah Menengah Atas (SMA) Budhi
Warman I kelas XI jurusan IPS Jakarta -
Timur?
C. Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini adalah:
1. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberi
masukan untuk merekomondasikan
pentingnya self efficacy beliefs sebagai
salah satu faktor yang dapat
mempengaruhi prestasi akademik siswa
Sekolah Menengah Atas (SMA) SMUN
99 kelas XI jurusan IPS Jakarta – Timur.
2. Manfaat Praktis Hasil penelitian ini diketahui memiliki
validitas korelasi total item antara
0,311 sampai dengan 0,534. Dan
nilai reliabilitas sebesar 0, 874. Dan
nilai normalitas pada Kolmogorov
Smirnov sebesar 0, 200 (p > 0,05).
Hasil analisis data (uji hipotesis)
dalam penelitian ini diketahui dengan
menggunakan teknik regresi
sederhana diperoleh nilai 0,027
dengan signifikansi 0,100 (p > 0,05)
hal ini berarti tidak terdapat pengaruh
self efficacy beliefs terhadap prestasi
akademik. Hasil penelitian ini di
harapkan dapat memperkaya
khasanah ilmu pengetahuan,
khususnya di bidang Psikologi
pendidikan serta dapat dipergunakan
sebagai pedoman dalam melakukan
penelitian secara lebih lanjut,
terutama dengan mengkaji variabel-
variabel lain yang berkaitan dengan
self efficacy beliefs dan prestasi
akademik.
TINJAUAN PUSTAKA A. Self Efficacy Beliefs 1. Pengertian Self Efficacy Beliefs
Menurut Bandura (1997), self
efficacy beliefs adalah keyakinan seseorang
terhadap kemampuan yang dimilikinya untuk
menentukan dan melaksanakan berbagai
tindakan yang diperlukan untuk
menghasilkan suatu pencapaian.
Pajares (1997), self efficacy beliefs
adalah penilaian seseorang terhadap
kemampuan diri untuk mengorganisasikan
dan melaksanakan langkah-langkah yang
terarah untuk mencapai suatu tujuan.
Coetzee & Cilliers (2001)
menyatakan self efficacy beliefs sebagai
keyakinan individu untuk bisa menampilkan
perilaku dengan performa yang efektif
sehingga bisa menyelesaikan tugas tertentu
dengan baik.
Norwich (dalam Azwar, 1996)
mendefinisikan self efficacy beliefs sebagai
keyakinan diri yang merupakan salah satu
faktor personal yang menjadi perantara
interaksi antara faktor perilaku dan faktor
lingkungan. Tingginya keyakinan diri yang
dipersepsikan akan memotivasi individu
secara kognitif untuk bertindak lebih terarah,
terutama apabila tujuan yang hendak
dicapai merupakan tujuan yang jelas.
Berdasarkan definisi diatas dapat
disimpulkan bahwa self efficacy beliefs
adalah keyakinan seseorang terhadap
kemampuan yang dimilikinya untuk
mengorganisasikan dan bisa menampilkan
perilaku performa yang efektif sehingga bisa
menyelesaikan tugas tertentu dengan baik
serta merupakan salah satu faktor personal
yang menjadi perantara antara faktor
perilaku dan faktor lingkungan.
2. Fungsi Self Efficacy Belief Menurut Hjelle & Ziegler (1992), self
efficacy memiliki lima macam fungsi, yaitu:
a. Menentukan pilihan tingkah laku
Seseorang akan cenderung memilih
tugas yang diyakininya mampu
untuk diselesaikan dengan baik dan
akan menghindari suatu tugas yang
dianggap sulit dilaksanakan dengan
baik.
Lebih lanjut juga disebutkan bahwa
dalam pemilihan aktivitas, individu
cenderung menghindari tugas-tugas
dan situasi yang diyakini melebihi
kemampuan dirinya dan cenderung
melakukan tugas yang berada
dalam jangkauannya.
b. Menentukan seberapa besar
usaha dan ketekunan yang
dilakukan.
Self efficacy beliefs menentukan
seberapa besar usaha yang dapat
dilakukan seseorang dan berapa
lama dirinya bertahan dalam
menghadapi kesulitan. Self efficacy
beliefs yang dimiliki individu juga
akan menentukan pembentukan
komitmen individu dalam
pencapaian tujuan dari hal-hal yang
dilakukannya (Smither, 1994).
c. Mempengaruhi pola pikir dan
reaksi emosional
Penilaian mengenai kemampuan
seseorang juga memiliki pengaruh
terhadap pola pikir dan reaksi
emosionalnya. Individu dengan self
efficacy beliefs rendah akan menilai
dirinya tidak mampu mengerjakan
tugas dan menghadapi tuntutan
lingkungan. Mereka juga cenderung
lebih memikirkan kekurangan
dirinya daripada berusaha
memperbaikinya. Hal yang
sebaliknya justru terjadi pada
individu dengan self efficacy tinggi.
d. Meramalkan tingkah laku
selanjutnya
Individu dengan self efficacy beliefs
yang tinggi akan berbeda dengan
individu dengan self efficacy beliefs
yang rendah dalam bertindak dan
berperasaan.
e. Menunjukkan kineja selanjutnya
Self efficacy beliefs dapat
berpengaruh terhadap kinerja yang
akan dilakukan seseorang.
Penguasaan materi yang
menghasilkan kesuksesan dapat
membangun self efficacy beliefs
seseorang. Di lain pihak, kegagalan
yang tercipa justru dapat
menurunkan self-efficacy beliefs
(Bandura, 1995).
Dengan demikian, dapat
disimpulkan bahwa self-efficacy beliefs
memiliki fungsi-fungsi untuk menentukan
pilihan tingkah laku guna memilih tugas
yang diyakininya dapat dikerjakan dengan
baik dan menghindari tugas yang sulit,
menentukan seberapa besar usaha dan
ketekunan yang diperlukan untuk
menyelesaikan tugas tersebut,
mempengaruhi pola pikir dan reaksi
emosional terhadap mampu atau tidaknya
individu dalam menyelesaikan tugas,
meramalkan tingkah laku selanjutnya, serta
menunjukkan kinerja selanjutnya di mana
kesuksesan akan mampu berpengaruh
positif terhadap self-efficacy beliefs yang
dimiliki.
3. Faktor-faktor yang mempengaruhi Self-Efficacy Beliefs
Bandura (1997) menjelaskan bahwa
self-efficacy beliefs dapat ditumbuhkan dan
dipelajari berdasarkan lima sumber
informasi, yaitu:
a. Perfomance Accomplishment
Performance accomplishment
merupakan sumber pengharapan
yang utama karena didasarkan
pada pengalaman individu ketika
berhasil mengerjakan suatu hal
dengan baik. Bandura (1986)
menyebutkan hal ini dengan nama
lain, yaitu enactive attaintment atau
sumber informasi yang paling
berpengaruh karena memiliki dasar
pada keberhasilan pengalaman
pribadi dalam menyelesaikan sutau
tugas dengan baik. Keberhasilan
akan menumbuhkan pengharapan
dan kegagalan yang terjadi
berulangkali melemahkan
pengharapan.
Bandura (1986) menyebutkan hal ini
sebagai mastery experience di
mana keberhasilan sebelumnya
dimasa lalu akan mempengaruhi
keberhasilan dan pengerjaan tugas-
tugas berikutnya.
b. Vicorious Experiences
Vicariousexperiences adalah
pengalaman yang didapat ketika
individu melihat orang lain berhasil
menyelesaikan suatu tugas dengan
baik. Pengharapan dapat tumbuh
pada diri individu yang memiliki
posisi sebagai pengamat pada saat
dirinya menyaksikan orang lain
mampu melakukan aktivitas dalam
situasi yang tertekan tanpa akibat
yang merugikan. Pengamatan ini
akan menumbuhkan keyakinan
bahwa suatu saat dirinya akan
mampu dan juga berhasil jika
berusaha secara intensif dan tekun.
Kemudian akan timbul sugesti
bahwa jika orang lain dapat
melakukan dengan baik maka
dirinya juga akan mampu atau
paling tidak ada sedikit perbaikan
dan peningkatan yang dapat
dilakukan dalam kinerjanya.
c. Verbal Persuasion
Menurut Bandura (1995), verbal
persuasion ini digunakan untuk
meyakinkan seseorang bahwa
dirinya memiliki kemampuan.
Individu yang dapat diyakinkan
secara verbal oleh lingkungannya
akan mengeluarkan usaha yang
besar dibandingkan jika dirinya
memiliki keraguan akan
kemampuan yang dimilikinya.
Bandura (1986) kembali
menekankan hal tersebut dengan
mengatakan bahwa individu yang
diarahkan dengan saran, nasihat
dan bimbingan dapat meningkatkan
kapasitasnya tentang kemampuan-
kemampuan yang dimilikinya
sehingga individu tersebut
mencapai tujuan yang diinginkan.
d. Emotional Arousal
Emotional aurosal adalah muncul
dan naiknya emosi seseorang ketika
individu berada dalam situasi yang
tertekan. Saat berada dalam situasi
yang tertekan, kondisi emosional
dapat mempengaruhi pengharapan
individu. Rasa takut dan cemas
mengalami kegagalan membuat
individu mnjadi tidak yakin dalam
menghadapi tugas-tugas berikutnya
(Bandura, 1986).
Dalam beberapa hal, individu
menyandarkan dirinya pada gejolak
fisiologis dalam menilai kecemasan
dan kepekaannya terhadap stres.
Gejolak yang berlebihan biasanya
akan melumpuhkan kinerja. Individu
jelas berharap akan lebih berhasil
jika mengalami gejolak fisiologis
ringan daripada haris menderita
tekanan, goncangan dan
kegelisahan yang mendalam.
e. Physical or Affective Status
Stres dan kecemasan memiliki
akibat negatif terhadap self-efficacy.
Jika individu tidak sedang
mengalami gejolak perasaan maka
dirinya akan mampu berpikir relative
tenang, jernih dan terarah. Hal ini
berguna agar dapat melihat apakah
tujuan yang akan dicapai sulit,
sedang atau mudah. Pada akhirnya
self-efficacy yang akan muncul akan
lebih sesuai dengan kenyataan
yang sedang dihadapi oleh individu
yang bersangkutan.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi self-
efficacy beliefs antara lain adalah
performance accomplishment atau sumber
pengharapan yang muncul ketika individu
berhasil menyelesaikan suatu hal dengan
baik, vicarious experiences atau pengalaman
yang didapat ketika individu melihat orang
lain berhasil meyelesaikan suatu tugas
dengan baik, verbal persuasion atau
dukungan verbal kepada individu agar dapat
menyelesaikan tugas dengan baik, emotional
aurosal atau gejolak fisiologis ketika individu
berada dalam situasi tertekan, dan physical
or affective status atau kondisi fisik dan
afeksi yang dirasakan oleh individu.
4. Komponen Self-Efficacy Beliefs
Bandura (1997) memaparkan bahwa
self-efficacy beliefs pada individu terdiri
dari tiga komponen. Ketiga komponen
tersebut adalah:
a. Komponen Magnitude
Dimensi ini adalah dimensi yang
berhubungan dengan tingkat
kesulitan tugas. Jika seseorang
diharapkan pada tugas-tugas yang
disusun menurut tingkat kesulitan
yang ada maka pengharapannya
akan jatuh pada tugas-tugas yang
sifatnya mudah, sedang dan sulit.
Hal ini akan disesuaikan dengan
batas kemampuan yang dirasakan
untuk memenuhi tuntutan perilaku
yang dibutuhkan bagi masing-
masing tingkat. Orang yang memiliki
self-efficacy beliefs tinggi cenderung
akan memilih mengerjakan tugas-
tugas yang sifatnya sulit
dibandingkan yang sifatnya mudah.
b. Komponen Generality
Generality menjelaskan keyakinan
individu untuk menyelesaikan tugas-
tugas tertentu dengan tuntas dan
baik. Di sini setiap individu memiliki
keyakinan yang berbeda-beda
sesuai dengan tugas-tugas yang
berbeda pula. Ruang lingkup tugas-
tugas yang dilakukan bisa berbeda
dan tergantung dari persamaan
derajat aktivitas, kemampuan yang
diekspresikan dalam hal tingkah
laku, pemikiran dan emosi, kualitas
dari situasi yang ditampilkan dan
sifat individu dalam tingkah laku
secara langsung ketika
menyelesaikan tugas.
Kemampuan individu dalam
menyelesaikan tugas akan
mempengaruhi self-efficacy beliefs
yang dimiliki. Semakin tinggi
kemampuan yang dimiliki maka
akan semakin tinggi self-efficacy
beliefs yang ada, begitu pula
sebaliknya. Hal ini bisa terjadi
karena semakin tinggi kemampuan
yang dimiliki maka keyakinan untuk
menyelesaikan tugas denanga baik
dan tuntas juga semakin tinggi.
c. Komponen Strength
Komponen ini berhubungan dengan
derajat kemantapan individu
terhadap keyakinannya. Seseorang
dengan self-efficacy beliefs yang
tinggi sangat yakin dengan
kemampuan dirinya. Mereka tidak
pernah frustasi dalam menghadapi
masalah yang sulit dan lebih
mampu menyelesaikan masalah
dengan berbagai macam rintangan.
Sebaliknya, seseorang dengan
tingkatan self-efficacy beliefs yang
rendah merasa bahwa dirinya
memiliki kemampuan yang lemah
dan akan mudah terguncang
apabila menghadapi rintangan
dalam melakukan tugasnya.
Komponen ini juga
berkaitan langsung dengan
komponen magnitude di mana
semakin tinggi taraf kesulitan tugas
yang dihadapi maka akan semakin
tinggi keyakinan yang dirasakan
untuk menyelesaikannya.
Dengan demikian maka
dapat disimpulkan bahwa self-
efficacy beliefs memiliki tiga
komponen. Ketiga komponen itu
adalah komponen magnitude atau
komponen yang berkaitan dengan
kesulitan tugas di mana individu
akan memilih tugas berdasarkan
tingkat kesulitannya, komponen
generality atau keyakinan individu
untuk menyelesaikan tugas-tugas
tertentu dengan tuntas dan baik di
mana tugas-tugas tersebut beragam
dengan individu lainnya, dan
komponen strength atau komponen
yang berkaitan dengan sejauh mana
individu yakin dapat meyelesaikan
tugas dengan sebaik-baiknya.
5. Cara Meningkatkan Self-Efficacy
Beliefs Santrock (1999) menyebutkan
empat cara meningkatkan self-efficacy yang
dimiliki. Keempat cara tersebut adalah:
a. Memilih satu tujuan yang
diharapkan dapat dicapai di mana
tujuan yang dipilih tentu saja yang
sifatnya realistis untuk dicapai.
b. Memisahkan pengalaman masa lalu
dengan rencana yang sedang
dilakukan. Hal ini penting untuk
dilakukan agar pengaruh kegagalan
masa lalu tidak tercampur baur
dengan rencana yang sedang
dilakukan.
c. Tetap berusaha mempertahankan
prestasi yang baik dengan cara
berusaha tetap fokus dengan
keberhasilan yang telah dicapai.
d. Membuat daftar urutan situasi atau
kegiatan yang diharapkan dapat
diatasi atau dapat dilakukan mulai
dari yang paling mudah sampai ke
yang paling sulit. Hal ini penting
untuk mengingkatkan self-efficacy
secara bertahap dalam pengerjaan
hal-hal yang sulit.
Berdasarkan keterangan di
atas maka dapat disimpulkan bahwa
empat cara yang dilakukan agar
individu dapat meningkatkan self-
efficacy beliefs yang dimiliki adalah
(1) memilih satu tujuan yang secara
realistis dapat dicapai, (2)
memisahkan pengalamn masa lalu
dengan rencana yang sedang
dilakukan, (3) tetap focus
mempertahan prestasi, dan (4)
membuat daftar kegiatan dan
mengerjakan sesuatu berdasarkan
tingkatan kesulitan tugas.
B. Prestasi Akademik
1. Pengertian Prestasi Akademik Chaplin (2001) mengatakan
prestasi akademik dalam bidang
pendidikan akademik, merupakan
satu tingkat khusus perolehan atau
hasil keahlian karya akademik yang
dinilai oleh guru-guru, lewat tes
yang dibakukan, atau lewat
kombinasi kedua hal tersebut.
Prestasi akademik menurut
Suryabrata (1993) disebut juga
penilian hasil pendidikan yaitu
mengetahui sejauh mana kemajuan
anak didik setelah ia belajar dan
berlatih dengan sengaja.
Menurut Bloom (dalam
Winkel, 1996) prestasi akademik
adalah proses belajar yang dialami
siswa untuk menghasilkan
perubahan dalam bidang
pengetahuan, pemahaman,
penerapan, daya analisis, dan
evaluasi.
Suryabrata (1993)
menjelaskan bahwa prestasi
akademik adalah hasil belajar
evaluasi dari suatu proses yang
biasanya dinyatakan dalam bentuk
kuantitatif (angka) yang khusus
dipersiapkan untuk proses evaluasi,
misalnya rapor.
Selain itu juga terdapat
penilaian bentuk angka-angka pada
anak sekolah atau siswa mulai
rentang 1 (buruk sekali) sampai 10
(sangat istimeiwa). Dengan
demikian hasil tes prestasi
akademiki seorang siswa di sekolah
dapat dilihat dari hasil tes, evaluasi,
maupun ujian dalam bentuk angka-
angka (Suryabrata, 1993).
Prestasi akademik yang ingin
dikemukakan dalam penelitian ini
akan dilihat berdasarkan jumlah
rapor yang diperoleh rata-rata nilai
setiap mata pelajaran. Penentuan
tinggi rendahnya prestasi akademik
siswa dapat ditentukan setelah
membandingkan jumlah nilai dari
semua siswa di kelas yang dijadikan
subjek penelitian.
Dari definisi diatas tampak
keterkaitan dan persamaan
mengenai prestasi akademik,
dimana dikatakan bahwa prestasi
akademik merupakan hasil penilaian
atau evaluasi hasil belajar yang
dinyatakan dalam buku rapor.
Dengan demikian peneliti
menyimpulkan bahwa prestasi
akademik adalah hasil evaluasi
dalam bidang akademik yang dinilai
oleh guru atau pengajar dan
dinyatakan dalam bentuk angka
serta dicantumkan dalam buku
rapor.
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Prestasi Akademik
Setiap siswa disekolah dapat
menunjukkan prestasi akademik
yang berbeda dengan siswa
lainnya. Hal ini dapat disebabkan
adanya faktor-faktor yang
mempengaruhi prestasi akademik.
Menurut Soemanto dkk., (1998)
faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi akademik secara garis
besar dapat dibagi menjadi:
a. Faktor Internal, terbagi atas:
1) Kematangan
Kematangan dicapai individu
dari proses pertumbuhan
fisiologisnya. Kematangan
terjadi akibat adanya
perubahan kuantitatif
didalam struktur jasmani
disertai dengan perubahan
kualitatif terhadap struktur
tersebut.
2) Faktor Usia Kronologis
Pertambahan dalam hal usia
selalu bersamaan dengan
proses pertumbuhan dan
perkembangan. Semakin tua
usia individu semakin
meningkat pula kematangan
berbagai fungsi fisiologisnya.
Usia kronologis merupakan
faktor penentu dari pada
tingkat kemampaun belajar
individu.
3) Faktor Perbedaan Jenis Kelamin
Hingga saat ini belum ada petunjuk
yang menguatkan tentang adanya
perbedaan prestasi, kemampuan,
sikap-sikap, minat, tempramen,
bakat, dan pola-pola tingkah laku
sebagai akibat dari perbedaan jenis
kelamin. Mungkin yang dapat
membedakan pria dan wanita dalam
hal peranan dan perhatian terhadap
suatu pekerjaan dan ini pun sebagai
akibat dari pengaruh kultural.
4) Pengalaman Sebelumnya
Lingkungan mempengaruhi
perkembangan individu karena
lingkungan banyak memberikan
pengalaman-pengalaman pada
individu.
5) Kapasitas Mental
Dalam tahap perkembangan tertentu,
individu mempunyai kapasitas-
kapasitas mental yang berkembang
akibat dari pertumbuhan dan
perkembangan fungsi fisiologis pada
sistem syaraf dan jaringan otak.
Kapasitas adalah potensi untuk
mempelajari serta mengembangkan
berbagai keterampilan akibat dari
hereditas dan lingkungan,
berkembanglah kapasitas individu
yang berupa intelegensi. Latar
belakang hereditas dan lingkungan
masing-masing bervariasi,
intelegensi seseorang ikut
menentukan prestasi akademik
seseorang.
6) Kondisi Kesehatan Jasmani
Orang yang belajar,
membutuhkan kondisi badan
yang sehat. Orang yang
badannya sakit akibat dari
penyakit tertentu serta
kelelahan tidak akan dapat
belajar dengan efektif. Cacat
fisik juga dapat menggangu
proses belajar.
7) Kondisi Kesehatan Rohani
Gangguan serta cacat mental
pada seseorang sangat
mengganggu proses belajar
orang yang bersangkutan.
Bagaimana orang dapat
belajar dengan baik apabila ia
sakit ingatan, sedih ataupun
putus asa.
8) Tipe Kepribadian
Ciri kepribadian yang sering
diteliti dalam hubungannya
dengan keberhasilan
akademis salah satunya
adalah ektrovert dan introvert.
9) Motivasi
Motivasi yang berhubungan
dengan kebutuhan, motif, dan
tujuan, sangat mempengaruhi
kegiatan dan hasil belajar.
Motivasi adalah penting
dalam proses belajar, karena
motivasi menggerakkan
organisme, mengarahkan
tindakan, serta memilih tujuan
belajar yang dirasakan paling
berguna bagi kehidupan.
b. Faktor Eksternal, terbagi atas:
1) Lingkungan Keluarga
Keluarga adalah lembaga yang
pertama dan utama. Keluarga
mempunyai peranan penting di
dalam pendidikan siswa. Yang
termasuk dalam faktor
keluarga adalah hubungan
antara orangtua-anak, suasana
keluarga dan keadaan
ekonomi keluarga.
2) Lingkungan Sekolah
Guru merupakan orang yang
memegang peranan penting
dalam menentukan
keberhasilan kegiatan belajar
mengajar dan tercapainya
dengan tujuan pendidikan.
Guru dapat berfungsi
membangkitkan motivasi
belajar siswa seperti ucapan
maupun tindakan guru dapat
mempengaruhi sikap dan
motivasi siswa dalam belajar.
3) Faktor Situasional
Yang termasuk faktor
situasional adalah keadaan
yang timbul dan berpengaruh
terhadap pelaksanaan proses
belajar-mengajar, namun tidak
menjadi tanggung jawab
langsung dari staf pendidikan
maupun siswa.
3. Indikator Prestasi Akademik Menurut Syah (dalam Azwar,
2005) pengungkapan hasil belajar
ideal meliputi ranah psikologis yang
berubah sebagai akibat pengalaman
dan proses belajar siswa. Untuk
memperoleh ukuran dan data hasil
belajar siswa adalah dengan
mengetahui garis-garis besar
indikator (petunjuk adanya prestasi
tertentu) dikaitkan dengan jenis
prestasi yang hendak di ukur.
Taksonomi tujuan pendidikan
kawasan kognitif ini paling penting
dan berguna dalam prestasi
akademik, karena kawasan lainnya,
yaitu afektif dan psikomotor
biasanya diungkap dengan jenis tes
lain (Azwar, 2005). Rapor
merupakan salah satu hasil tes
prestasi. Dalam rapor tersebut
terdapat berbagai macam mata
pelajaran, di mana dalam
pengungkapan tes prestasi dari
masing-masing mata pelajaran
disusun menggunakan taksonomi
tujuan pendidikan dari Bloom.
4. Pengukuran Prestasi Akademik Berdasarkan Undang-undang
No. 20 Tahun 2003 Tentang Sistem
Pendidikan Nasional dan Surat
Edaran Dikmenti DKI Jakarta Nomor
1665/SE/2004 tanggal 2 Juli 2004
Tentang Pelaksanaan Kurikulum
2004 (Kurikulum Berbasis
Kompetensi) Seluruh Sekolah
Menengah Atas Negeri dan Swasta
di DKI Jakarta mulai tahun ajaran
2004/2005 memutuskan dalam
Kurikulum 2004 (Kurikulum Berbasis
Kompetensi) Depatemen
Pendidikan Nasional Nomor
506/C/Kep/PP/2004 mempunyai
standar nilai akademik 60% dalam
setiap mata pelajaran. Siswa
dikatakan naik kelas bila siswa telah
memperoleh nilai standar
ketuntasan belajar minimal yaitu
60% dalam setiap mata pelajaran.
Dalam rapor tersebut terdapat
berbagai macam mata pelajaran, di
mana dalam pengungkapan tes
prestasi dari masing-masing mata
pelajaran menggunakan taksonomi
tujuan pendidikan dari Bloom.
Pengukuran prestasi
akademik biasanya dilakukan
dengan tes ulangan harian, di mana
tes ini meliputi sebagian dari bahan
pelajaran yang telah selesai
diajarkan. Kemudian tes ulangan
pada akhir semester, di mana tes ini
meliputi bahan pelajaran selama
satu semester. Nilai yang diperoleh
dalam kedua tes tersebut sangat
mempengaruhi nilai dalam buku
rapor (Winkel, 1983).
Suryabrata (1993)
mengemukakan bahwa rapor
sebagai perumusan terakhir sesaat
dari pada penilaian hasil-hasil
pendidikan. maksud penilaian
pendidikan itu ialah untuk
mengetahui (dengan alasan yang
bermacam-macam) pada waktu
dilakukan penelitian sudah sejauh
manakah kemajuan anak didik.
Menurut Winkel (1996)
pelaporan hasil penilaian atau
evaluasi belajar dapat dilakukan
dengan dua cara, yaitu dengan
mengembalikan tes hasil belajar
setelah diperiksa serta diberi nilai
atau mencantumkan nilai untuk
suatu bidang studi dalam buku
rapor.
Rapor itu sendiri merupakan
perumusan terakhir yang diberikan
oleh guru mengenai kemajuan atau
hasil belajar setelah diperiksa serta
dinilai dan mencantumkan nilai
untuk suatu bidang studi dalam
buku rapor.
Pada sekolah yang dijadikan
tempat pengambilan data,
umumnya rapor diberikan kepada
siswa setiap enam bulan sekali,
yaitu setiap satu semester.
Responden yang dipilih adalah
kelas XI jurusan IPS. Mata pelajaran
yang menjadi penilaian dalam buku
rapor antara lain: pendidikan
agama, PPkn, bahasa Indonesia,
matematika, Geografi, sejarah,
ekonomi, akutansi, seni musik, seni
rupa, penjaskes, bahasa inggris,
bahasa jepang, dan TIK (teknologi,
informasi dan komunikasi).
METODE PENELITIAN A. Identifikasi Variabel-variabel Penelitian Dalam penelitian ini beberapa variabel yang
akan dikaji yaitu:
1. Prediktor : Self efficacy
beliefs
2. Kriterium : Prestasi akademik
B.Definisi Operasional Variabel Penelitian
Definisi operasional dalam penelitian ini
adalah:
1. Prestasi akademik adalah hasil
penilaian atau evaluasi hasil belajar
yang dinyatakan dalam buku rapor.
Dengan demikian peneliti
menyimpulkan bahwa prestasi
akademik adalah hasil evaluasi
dalam bidang akademik yang dinilai
guru atau pengajar yang dinyatakan
dalam bentuk angka serta
dicantumkan dalam buku rapor.
Dalam penelitian ini peneliti
mengambil responden yaitu siswa
kelas XI yang mengambil jurusan
IPS. Adapun mata pelajaran kelas
XI jurusan IPS yaitu: pendidikan
agama, PPkn, bahasa Indonesia,
matematika, Geografi, sejarah,
ekonomi, akutansi, seni musik, seni
rupa, penjaskes, bahasa inggris,
bahasa jepang, dan TIK (tekhnologi,
informasi dan komunikasi).
2. Self efficacy beliefs adalah
keyakinan seseorang terhadap
kemampuan yang dimilikinya untuk
mengorganisasikan dan bisa
menampilkan perilaku perfoma
yang efektif sehingga bisa
menyelesaikan tugas tertentu
dengan baik serta merupakan
salah satu faktor persinal yang
menjadi perantara antara faktor
perilaku dan faktor lingkungan.
Untuk mengukur self efficacy
beliefs digunakan skala self
efficacy beliefs yang berbentuk
skala Likert, yang disusun
berdasarkan komponen-komponen
self efficacy beliefs menurut
Bandura (1997), yaitu komponen
magnitude, komponen generality,
dan komponen strength.
C. Populasi dan Sampel Penelitian Populasi dalam penelitian ini
adalah seluruh siswa atau siswi kelas XI
jurusan IPS yang bersekolah di SMA
Budhi Warman I Jakarta - Timur
sebanyak 296 orang. Sampel dalam
penelitian ini akan peneliti ambil
sebanyak 100 0rang. Teknik sampling
yang digunakan pada penelitian ini
adalah Purposive Sampling. Menurut
Sukandarumidi (2002), Purposive
Sampling adalah pengambilan sampel
yang berdasarkan atas pertimbangan
sampel yang berdasarkan atas
pertimbangan sesuai dengan maksud
dan tujuan penelitian.
D. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengambilan data dalam
penelitian ini dengan menggunakan
kuesioner. Kuesioner adalah teknik
pengumpulan data dengan cara
mengirimkan suatu daftar pertanyaan
kepada responden untuk diisi
(Sukandarrumidi, 2002). Kuesioner berisi
data isian identitas subjek. Selain itu, dalam
kuesioner terdapat pula skala self efficacy
beliefs dan untuk memperoleh data prestasi
akademik siswa digunakan nilai dalam buku
rapor.
E. Validitas dan Reliabilitas Alat Pengumpul Data
1. Validitas
Menurut Azwar (2005) validitas
adalah sejauh mana tes mampu
mengukur atribut yang seharusnya
diukur. Pengujian validitas item bagi alat
pengumpul data ini dibantu dengan
menggunakan teknik item total
correlation.
2. Reliabilitas
Reliabilitas adalah tingkat
kemampuan instrumen penelitian untuk
mengumpulkan data secara tetap dari
kelompok individu (Azwar, 2005). Untuk
menguji reliabilitas skala digunakan
teknik Alpha Cronbach. F. Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang akan
digunakan adalah analisis regresi
sederhana untuk menguji sumbangan self-
efficacy beliefs (X) sebagai prediktor
terhadap prestasi akademik (Y) sebagai
kriterium. Uji analisis data dilakukan dengan
menggunakan bantuan program komputer
SPSS Ver 12.0 for Windows
HASIL PENELITIAN 1. Uji Validitas dan Reliabilitas Menurut Azwar (2005) koefisien
validitas dapat dianggap memuaskan
apabila melebihi 0,30. Dari hasil uji coba
pada Skala Self Efficacy Beliefs diperoleh
hasil bahwa dari 60 item yang di ujicobakan
terdapat 38 item yang valid dan 22 item
yang dinyatakan gugur. Dari 38 item yang
valid tersebut, memiliki korelasi total item
antara 0,311 sampai dengan 0,534.
Untuk mengetahui konsistensi alat
ukur, maka dilakukan uji reliabilitas. Teknik
yang digunakan untuk mendapatkan nilai
konsistensi dari alat ukur ini adalah dengan
teknik Alpha Cronbach. Dari hasil uji
reliabilitas alat ukur tersebut, diperoleh nilai
reliabilitas sebesar 0, 874.
Untuk uji normalitas digunakan uji
Kolmogorov Smirnov dan Shapiro Wilk
untuk menguji normalitas sebaran skor.
Berdasarkan pengujian normalitas
pada variabel self efficacy beliefs diperoleh
nilai signifikasi pada Kolmogorov Smirnov
sebesar 0, 200 (p > 0,05). Dengan demikian
dapat dikatakan bahwa distribusi skor Self
Efficacy beliefs pada sampel yang diambil
adalah normal.. 2. Analisis Data
Berdasarkan analisis data yang
dilakukan dengan menggunakan teknik
regresi sederhana diperoleh R Square
sebesar 0,027 dengan signifikansi 0,100
(p ≥ 0,05) hal ini berarti terdapat tidak
terdapat pengaruh self efficacy beliefs
terhadap prestasi akademik. Hasil
tersebut menunjukkan bahwa hipotesis
yang berbunyi “terdapat kontribusi Self
Efficacy Beliefs terhadap prestasi
akademik ditolak”. Dengan demikian
tidak terdapat pengaruh Self Efficacy
Beliefs terhadap prestasi akademik.
Hal ini berarti hanya ada
pengaruh self efficacy beliefs terhadap
prestasi akademik sebesar 2,7 dan 97,
3 % merupakan faktor-faktor lain yang
mempengaruhi prestasi akademik
seperti minat, cara belajar dan motivasi.
4. Pembahasan Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui pengaruh self efficacy
beliefs terhadap prestasi akademik.
Berdasarkan hasil analisis regresi
sederhana yang telah dilakukan
diketahui tidak terdapat pengaruh self
efficacy beliefs terhadap prestasi
akademik.
Penelitian ini diketahui bahwa
hipotesis Ha ditolak dan hipotesis Ho
diterima, hal ini berarti tidak ada
pengaruh self efficacy beliefs terhadap
prestasi akademik. Hal ini dikarenakan
prestasi akademik tidak hanya
dipengaruhi oleh faktor self efficacy
beliefs saja tetapi dipengaruhi oleh
banyak faktor-faktor lain. Winkel (1991,
1996) faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi akademik antara lain adalah
fungsi konatif – dinamik yaitu karakter –
hasrat – kehendak. Selain itu juga
dipengaruhi oleh Motivasi belajar,
konsentrasi- perhatian dan fungsi afektif
yaitu tempramen, perasaan, sikap dan
minat.
Demikian juga seperti yang
diungkapan Gage dan Berliner (1991)
yaitu prestasi akademik sangat
dipengaruhi oleh teman sebaya,
khususnya teman dari kelompok
acuannya atau peer. Apabila temannya
menunjukkan sikap yang negatif
terhadap siswa yang bersemangat tinggi
dalam mengerjakan tugas-tugas
akademik, maka kemungkinan besar
siswa yang bersangkutan akan
menurunkan kadar belajarnya agar
dapat diterima oleh kelompok
bermainnya. Sikap siswa terhadap
pelajaran juga dapat mempengaruhi
prestai akademiknya. Siswa yang
bersikap positif terhadap pelajaran
cenderung berusaha dan bekerja lebih
keras dalam menghadapi tugas-tugas
yang diberikan. Selain itu juga
dipengaruhi oleh situasi bising dan
keadaan kelas yang panas. Karena
keadaan bising dan situasi kelas yang
panas dapat menurunkan semangat
belajar.
Disamping faktor situasi kelas
dan teman sebaya, prestasi akademik
juga dipengaruhi oleh intelegensi.
Intelegensi memegang peranan penting
terhadap tinggi rendahnya prestasi
akademik siswa. Dalam penelitian yang
telah dilakukan penulis, kontrol terhadap
intelegensi memang tidak dilakukan
sehingga dapat saja menjadi salah satu
faktor yang mempengaruhi hasil
penelitian.
Begitu juga dengan faktor-faktor
lain yang mungkin mempunyai
pengaruh lebih besar daripada self
efficacy beliefs dalam mempengaruhi
prestasi akademik seperti motivasi
belajar yang dapat menimbulkan,
menjamin, dan memberikan arah pada
kegiatan belajar (Woolfolk, 1995).
Berdasarkan karakteristik
perbedaan sifat pria dan wanita
menurut Basow (1992), dapat
disimpulkan bahwa pria memiliki sifat
yang aktif, suka bersaing, logis,
ambisius, mudah mengambil
keputusan, dan objektif yang
merupakan salah satu faktor mengapa
prestasi akademik pria lebih tinggi
dibandingkan prestasi akademik
wanita.
B. Saran Berdasarkan penelitian yang
dilakukan, maka saran yang dapat diberikan
adalah sebagai berikut :
1. Hasil penelitian ini diketahui tidak
ada pengaruh self efficacy beliefs
terhadap prestasi akademik siswa
SMA yang mengambil jurusan IPS.
Hal ini dikarenakan ada banyak
faktor selain self efficacy beliefs
yang mempengaruhi prestasi
akademik seperti teman, cara
belajar, faktor lingkungan, dan
faktor-faktor lain yang berasal dari
diri individu sendiri. Kepada subjek
penelitian disarankan untuk selektif
dalam memilih teman dikarenakan
prestasi akademik sangat
dipengaruhi oleh teman sebaya,
khususnya teman dari kelompok
acuan atau peer. Apabila temannya
menunjukkan sikap yang negatif
terhadap siswa yang bersemangat
tinggi dalam mengerjakan tugas-
tugas akademik, maka
kemungkinan besar siswa yang
bersangkutan akan menurunkan
kadar belajarnya agar dapat
diterima oleh kelompok bermainnya.
Dan juga untuk lebih meningkatkan
self efficacy beliefs dalam diri siswa-
siswi dengan cara memilih satu
tujuan yang diharapkan dapat
dicapai di mana tujuan yang dipilih
tentu saja yang sifatnya realistis
untuk dicapai, memisahkan
pengalaman masa lalu dengan
rencana yang sedang dilakukan. Hal
ini penting untuk dilakukan agar
pengaruh kegagalan masa lalu tidak
tercampur baur dengan rencana
yang sedang dilakukan, tetap
berusaha mempertahankan prestasi
yang baik dengan cara berusaha
tetap fokus dengan keberhasilan
yang telah dicapai, dan membuat
daftar urutan situasi atau kegiatan
yang diharapkan dapat diatasi atau
dapat dilakukan mulai dari yang
paling mudah sampai ke yang
paling sulit. Hal ini penting untuk
meningkatkan self-efficacy secara
bertahap dalam pengerjaan hal-hal
yang sulit.
2. Saran untuk Pihak Sekolah
Hasil penelitian ini diketahui tidak
ada pengaruh self efficacy beliefs
terhadap prestasi akademik siswa
SMA yang mengambil jurusan IPS.
Hal ini dikarenakan ada banyak
faktor selain self efficacy beliefs
yang mempengaruhi prestasi
akademik seperti minat, cara
belajar, faktor lingkungan, dan
faktor-faktor lain yang berasal dari
diri individu sendiri. Disarankan
untuk pihak sekolah untuk sesering
mungkin memberikan bimbingan
untuk meningkatkan self efficacy
beliefs siswa-siswi dengan cara
memberikan tugas dari yang paling
mudah ke yang paling sulit agar
siswa tidak merasa terbebani
dengan tugas yang diberikan.
Memotivasi siswa agar tetap fokus
mempertahankan dan
meningkatkan prestasi akademik
dalam hal ini meningkatkan nilai
raport. Dan untuk menambah materi
dari pelajaran-pelajaran yang tidak
dimengerti siswa khususnya dalam
ilmu pengetahuan sosial.
3. Saran untuk Penelitian Lebih Lanjut
Bagi penelitian selanjutnya
diharapkan dapat melakukan
penelitian dengan subjek yang
bukan hanya berasal dari jurusan
IPS saja, tetapi siswa dari jurusan
lain seperti Bahasa, IPA. Dan juga
bisa menggunakan variabel lain
seperti motivasi berprestasi,
kepercayaan diri, dan self regulated
learning, sehingga hasil penelitian
akan lebih beragam.
DAFTAR PUSTAKA
Anastasi, A. & Urbina. S. (1997). Tes psikologi: Psychological testing 7e. Alih Bahasa: Imam, RH. Penyunting: Molan, B. Jakarta: Prenhallindo.
Azwar, S. (2005). Tes prestasi: Fungsi dan pengembangan prestasi belajar. Edisi kedua. Yogyakarta: Pustaka pelajar
Bandura, A. (1986). Social foundations of thought and action: A social cognitive theory. New Jersey: Prentice-Hall
Bandura, A. (1995). Self-Efficacy in changing society. New York: Cambridge University Press.
Bandura, A. (1997). Self-Efficacy: The exercise of control. New York: W. H. Freeman and Company.
Basow, S. A.(1992). Gender streotype and roles. California: Brooks / Cole Publiehing, Co.
Chaplin, J.P. (2001). Kamus lengkap psikologi. Alih bahasa : Kartini Kartono. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Crowford Mary & Rhoda Unger. (1992). Women and gender. New York: McGraw-Hill, Inc.
Dinas Pendidikan Menengah dan Tinggi, (2004). Pedoman penilaian. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.
Hjelle, L. A. & Ziegler, D.J. (1992). Personality theories: Basic assumptions, resesrch and applications (Third Edition). New York: McGraw-Hill, Inc.
Pajares, F. (1997). Current directions in self-efficacy research. In M. Maehr & P. R. Pntrich (Eds). Advances in motivation and achievement http: www.des.emory/mfp/BanEncy.html
Santrock, J.W. (1999). Life-span development (Seventh Edition). New York: McGraw-Hill, Inc.
Soemanto. (1998). Kepemimpinan dan supervisi pendidikan. Jakarta: Bina Aksara.
Suryabrata, S., (1998). Psikologi pendidikan. Jakarta: PT. RajaGrafindo Persada.
Winkel. (1996). Psikologi pengajaran. Jakarta: Grasindo
Woolfolk, A.E. (1995). Educational psychology (Sixth Edition). New York: Ally&Bacon Inc.