1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan sebagai upaya mempersiapkan sumberdaya manusia yang
berkualitas dan berdaya saing di masa mendatang menjadi tanggung jawab
bersama antara keluarga, pemerintah dan masyarakat umum. Lembaga pemerintah
sebagai salah satu unsur pemerintah ataupun masyarakat memegang peran dan
posisi kunci dalam mengoptimalkan potensi anak (Kemendikbud, 2013).
Salah satu indikator manusia berkualitas adalah mempunyai prestasi kerja
tinggi. Prestasi kerja ini sangat diperlukan oleh berbagai lembaga-lembaga
pemerintahan maupun swasta. Pegawai atau karyawan yang memiliki prestasi
kerja tinggi akan selalu sadar secara penuh mengenai tanggung jawabnya masing-
masing dan berusaha melaksanakan segala tugas yang diberikan kepadanya
dengan baik sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya untuk mendapatkan
hasil kerja yang maksimal. Sebaliknya apabila seorang pegawai tidak mempunyai
prestasi kerja hanya akan memberikan dampak negatif bagi pegawai itu sendiri
maupun lembaga tempat ia bekerja. Untuk itu peningkatan prestasi kerja seorang
pegawai sangat perlu dilakukan baik secara individu maupun secara kelompok
sebagai upaya untuk meningkatkan hasil kerja yang lebih baik. Prestasi kerja
merupakan faktor penting untuk mendukung keberhasilan suatu pekerjaan
seseorang baik dalam kapasitas pribadi maupun sebagai seorang anggota suatu
organisasi/lembaga. Banyak akibat yang tidak menguntungkan bagi organisasi
disebabkan oleh prestasi kerja yang rendah. Akibat yang ditimbulkan dari
2
kurangnya prestasi kerja yang dimiliki seorang pegawai umpamanya terjelma
dalam berbagai bentuk tindakan dan perbuatan yang dilakukan setiap hari seperti
kelambatan dan kelalaian dalam bekerja, ketepatan dalam kehadiran pada jam-jam
kerja, bekerja dengan seenaknya, dan sebagainya. Prestasi kerja seorang pegawai
sangat ditentukan oleh adanya motivasi kerja. Motivasi kerja merupakan kekuatan
atau sebagai pendorong seseorang untuk melakukan suatu kegiatan yang
diwujudkan dalam bentuk perbuatan nyata yaitu dalam bekerja
Posisi guru dalam dunia pendidikan adalah sebagai garda terdepan dan
sentral terlaksananya proses pembelajaran, maka berkaitan dengan kinerja guru
diperlukan adanya totalitas, dedikasi, maupun loyalitas. Seorang guru dituntut
untuk memiliki motivasi kerja yang kuat agar dapat bekerja dengan maksimal,
guru yang mempunyai motivasi kerja rendah biasanya akan terjadi kesulitan
dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya sehingga akan menyerah pada
keadaan daripada berusaha untuk mengatasinya. Berbeda dengan seorang guru
yang memiliki motivasi kerja yang tinggi, apabila terjadi kesulitan dalam
menjalankan tugas dan pekerjaannya maka mereka akan berusaha untuk
mengatasinya. Menjadi guru tanpa motivasi kerja akan cepat merasa jenuh karena
tidak adanya unsur pendorong. Motivasi kerja mempersoalkan bagaimana caranya
gairah kerja guru,agar guru mau bekerja keras dengan menyumbangkan segenap
kemampuan, pikiran, keterampilan untuk mewujudkan tujuan pendidikan. Guru
menjadi seorang pendidik karena adanya motivasi kerja untuk mendidik. Bila
tidak punya motivasi kerja maka ia tidak akan berhasil untuk mendidik atau jika
3
dia mengajar karena terpaksa saja karena tidak ada kemauan yang berasal dari
dalam diri guru.
Disiplin kerja dan motivasi kerja merupakan dua hal yang saling
mempengaruhi prestasi kerja guru di sekolah yang berimbas pada anak didik,
tanpa sikap disiplin yang tinggi mustahil guru dapat meningkatkan prestasi
kerjanya, demikian juga halnya dengan motivasi kerja yang tinggi dalam diri
guru harus ada demi mewujudkan tujuan pendidikan dari sekolah. Menurut
Mulyasa (2009: 5) guru merupakan komponen yang paling berpengaruh terhadap
terciptanya proses dan hasil pendidikan yang berkualitas. Guru yang memiliki
motivasi kerja yang tinggi akan melakukan lebih dari sekedar rutinitasnya dalam
mengajar. Suwatno dan Priansa (2011:171) menyatakan motivasi kerja
merupakan kesediaan untuk melaksanakan upaya tinggi untuk mencapai tujuan-
tujuan keorganisasian yang dikondisikan oleh kemampuan upaya untuk
memenuhi kebutuhan individual tertentu.
Sekolah menerapkan aturan atau tata tertib yang bertujuan meningkatkan
prestasi kerja guru. Prestasi kerja guru sangat perlu diperhatikan karena secara
langsung akan mempengaruhi prestasi belajar anak didik dan mewujudkan visi
dan misi suatu sekolah. Prestasi kerja yang buruk dari guru akan tercermin dari
hasil belajar anak didik dan akibatnya sekolah mengalami kerugian dalam hal ini
output yang dihasilkan tidak berkualitas dan daya saingnya rendah karena tingkat
kelulusan yang rendah. Menurut Sari (2013: 9) prestasi kerja adalah hasil upaya
atau kesungguhan seseorang dalam melaksanakan suatu pekerjaan yang
4
dipercayakan kepadanya dengan kecakapan, pengalaman, dan kesungguhannya
sesuai dengan tanggung jawab yang telah diberikan kepadanya.
Prestasi kerja guru yang rendah dapat dilihat dari beberapa faktor
diantaranya guru tidak memperhatikan kualitas mengajarnya yang tercermin
dengan tidak memiliki perangkat pembelajaran yang lengkap. Akibat yang terjadi
ialah nilai ulangan semester yang dicapai siswa tidak memenuhi standar
ketuntasan maksimal (KKM) yang ditetapkan sekolah.
Pra survey yang dilakukan menemukan prestasi kerja guru cenderung
rendah ini didorong oleh kurangnya motivasi dan disiplin guru. Beberapa guru
yang tidak disiplin melaksanakan tugas seperti memimpin apel pagi atau
mengikuti upacara bendera setiap hari senin yang dilaksanakan tiap sekolah.
Berdasarkan absensi kehadiran dari kegiatan tersebut diatas terlihat 50% guru
tidak disiplin dalam kegiatan tersebut padahal aturan sekolah telah mewajibkan
semua guru mengikuti upacara bendera dan memimpin apel pagi. Temuan lain
menyangkut rendahnya disiplin kerja guru adalah 70% guru tidak membuat
perangkat pembelajaran setiap awal semester ini dibuktikan dari data kepala
sekolah tentang guru yang meminta tanda tangan atau persetujuan dari perangkat
pembelajaran yang akan dilaksanakan di kelas. Selain itu sikap tidak disiplin guru
terlihat dari semua guru pria yang merokok di kelas dan dalam lingkungan
sekolah, siswa melihat tindakan indisipliner tersebut padahal guru disini adalah
contoh dan tolak ukur dari penerapan disiplin sekolah terhadap siswa.
Motivasi kerja guru berdasarkan survey awal yang dilakukan di lokasi
penelitian ditemukan antara lain; 1) Guru terlambat masuk kelas saat jam pertama
5
dimulai akibatnya siswa berada di luar kelas bahkan di kantin. Pengamatan yang
dilakukan peneliti 50% guru terlambat masuk kelas pada jam pertama hal ini di
dukung absensi kedatangan guru di sekolah; 2) 70% guru tidak menggunakan
media pembelajaran yang disediakan sekolah seperti LCD akibatnya tidak ada
variasi pembelajaran; 3) 70% guru hanya menggunakan metode ceramah lalu
memberi tugas siswa, dikumpulkan dan dinilai tanpa memperhatikan kemampuan
siswa dalam memahami materi pembelajaran; serta 4) 90% guru tidak
melaksanakan program remedial dan pengayaan sesuai aturan yakni saat jam
sekolah berakhir, hal ini berdasarkan data kepala sekolah tidak ada guru yang
mengambil honor remedial atau pengayaan karena tidak dilaksanakan. Jika
permasalahan ini tidak diberikan solusi maka bisa jadi akan ditiru oleh guru-guru
lain dan setiap guru akan menjadi tidak disiplin dengan peraturan yang sudah
ditetapkan. Permasalahan ini akan berdampak pada prestasi kerja guru Sunyoto
(2012) menyatakan, tujuan pemberian motivasi adalah untuk meningkatkan
kedisiplinan dan menurunkan tingkat absensi karyawan. Teori tersebut didukung
dengan penelitian yang dilakukan oleh Loana, Swasto, dan Nurtjahjono (2014: 7),
‘‘hasil dari observasi menunjukan bahwa para karyawan lebih cenderung disiplin
berdasarkan perintah atasan untuk mengikuti peraturan yang ada, sehingga para
karyawan memiliki rasa takut terhadap sanksi yang diberikan perusahaan’’. Jadi
solusi terbaik untuk meningkatkan disiplin kerja guru adalah dengan memberikan
motivasi kepada guru.
6
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah dalam
penelitian ini adalah:
1. Apakah motivasi kerja guru berpengaruh terhadap prestasi kerja guru di
SMA Negeri 1 Sampara, SMA Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1 Bondoala
dan SMA Negeri 1 Besulutu di Kabupaten Konawe?
2. Apakah disiplin kerja guru berpengaruh terhadap prestasi kerja guru di
SMA Negeri 1 Sampara, SMA Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1 Bondoala
dan SMA Negeri 1 Besulutu di Kabupaten Konawe?
3. Apakah motivasi kerja guru dan disiplin kerja guru berpengaruh secara
bersama terhadap prestasi kerja guru di SMA Negeri 1 Sampara, SMA
Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1 Bondoala dan SMA Negeri 1 Besulutu
Besulutu Kabupaten Konawe?
C. Tujuan Penelitian
Mengacu pada latar belakang dan rumusan masalah tersebut diatas, maka
tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui dan menganalisis pengaruh :
1. Motivasi kerja guru terhadap prestasi kerja guru di SMA Negeri 1 Sampara,
SMA Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1 Bondoala dan SMA Negeri 1
Besulutu di Kabupaten Konawe.
2. Disiplin kerja guru terhadap prestasi kerja guru di SMA Negeri 1 Sampara,
SMA Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1 Bondoala dan SMA Negeri 1
Besulutu di Kabupaten Konawe.
7
3. Motivasi kerja guru dan disiplin kerja guru secara bersama terhadap
prestasi kerja guru di SMA Negeri 1 Sampara, SMA Negeri 1 Kapoiala,
SMA Negeri 1 Bondoala dan SMA Negeri 1 Besulutu di Kabupaten
Konawe.
D. Manfaat penelitian
1. Manfaat Teoritik
Untuk memperkaya teori-teori yang terkait dengan motivasi kerja guru dan
disiplin kerja guru terutama pengaruhnya terhadap prestasi kerja guru di SMA
Negeri 1 Sampara, SMA Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1 Bondoala dan SMA
Negeri 1 Besulutu di Kabupaten Konawe. Serta dapat menjadi salah satu rujukan
bagi peneliti yang lebih mendalami menyangkut hal tersebut.
2. Manfaat Praktis
Adapun manfaat dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi bahan kajian atau bahan
perbandingan pada penelitian yang relevan dengan penelitian ini serta
bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan.
b. Hasil penelitian ini secara praktis diharapakan dapat menjadi salah satu bahan
masukan bagi guru-guru di SMA Negeri 1 Sampara, SMA Negeri 1 Kapoiala,
SMA Negeri 1 Bondoala dan SMA Negeri 1 Besulutu di Kabupaten Konawe
untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam melaksanakan tugas .
c. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu masukan bagi pihak
komite sekolah dan masyarakat tentang prestasi kerja guru di SMA Negeri 1
8
Sampara, SMA Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1 Bondoala dan SMA Negeri
1 Besulutu di Kabupaten Konawe.
9
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Teori Motivasi Kerja
Robbins dan Coulter (2010: 108) menyatakan bahwa terdapat empat teori
awal tentang motivasi yang merupakan dasar dari teori-teori motivasi
kontemporer yang banyak dikembangkan sekarang yaitu: teori hierarki
kebutuhan Maslow, Teori X dan Teori Y McGregor, teori dua factor Herzberg,
dan teori tiga kebutuhan McClelland.
1. Teori Hierarki Kebutuhan Maslow
Maslow memisahkan lima kebutuhan ke dalam tingkatan yang lebih tinggi
dan yang lebih rendah, Maslow menganggap kebutuhan fisiologis dan
keamanan pada tingkatan kebutuhan yang lebih rendah dan menganggap
kebutuhan social, penghargaan, dan aktualisasi diri pada tingkatan kebutuhan
yang lebih tinggi. Kebutuhan yang lebih rendah sebagian besar dipenuhi
secara eksternal, sedangkan kebutuhan yag lebih tinggi dipenuhi secara
internal. Hierarki dari lima kebutuhan Maslow ialah :
a. Kebutuhan fisiologis (physiological needs) ialah kebutuhan seseorang
akan makanan, minuman, tempat berteduh, seks, dan kebutuhan fisik
lainnya.
b. Kebutuhan keamanan (safety needs) ialah kebutuhan seseorang akan
keamanan dan perlindungan dari kejahatan fisik dan emosional, serta
jaminan bahwa kebutuhan fisik akan terus dipenuhi. Contoh kebutuhan ini
10
adalah menabung, imbalan, mendapatkan tunjangan pension, asuransi,
membuat pos jaga, bersedekah, infak, dan lain-lain.
c. Kebutuhan social (social needs) ialah kebutuhan seseorang akan kasih
sayang, rasa memiliki, penerimaan, dan persahabatan. Aktualisasi
kebutuhan akan rasa aman ini seseorang melakukan ikatan pernikahan dan
mempunyai anak, berorganisasi, menjalin persahabatan, bekerja sama
dengan anggota lain, dan lain-lain.
d. Kebutuhan penghargaan (esteem needs) ialah kebutuhan seseorang akan
faktor-faktor penghargaan internal, seperti harga diri, otonomi, dan
prestasi, serta faktor-faktor penghargaan eksternal, seperti status,
pengakuan, dan perhatian. Dalam organisasi, pemenuhan kebutuhan ini
dapat berupa penghargaan financial, kenaikan gaji, mendapat bonus, atau
insentif sosial, seperti kesempatan mendapatkan pelatihan dan sebagainya.
e. Kebutuhan aktualisasi diri (self-actualization needs) ialah kebutuhan
seseorang akan pertumbuhan, pencapaian potensi seseorang, dan
pemenuhan diri; dorongan untuk mampu menjadi apa yang diinginkan.
Kebutuhan ini berfokus kepada pengembangan individu. Usaha untuk
mengoptimalkan potensi diri secara kreatif dan aktif, meraih taraf hidup
sempurna, mendapatkan sesuatu yang bergensi, dan lain-lain. Kebutuhan
akan aktualisasi ini dalam teori hierarki Maslow merupakan kebutuhan
puncak.
Teori Maslow dapat digambarkan seperti di bawah ini.
11
Aktualisasi diri penghargaan
sosial
keamanan
fisiologis
Gambar 1.1 Hirarki Kebutuhan Maslow
Dalam dunia pendidikan teori Maslow ini dapat dilakukan dengan
memenuhi kebutuhan peserta didik untuk mencapai hasil yang dinginkan,
misalnya guru dapat memahami keadaan peserta didik secara perorangan,
memelihara suasana belajar yang baik, keberadaan peserta didik (rasa aman dalam
belajar, kesiapan belajar bebas dari rasa cemas), dan memerhatikan lingkungan
belajar misalnya tempat belajar menyenangkan, bebas kebisingan atau polusi serta
tanpa gangguan dalam belajar.
2. Teori X dan Y McGregor
Teori X adalah pandangan negatif orang-orang yang mengasusmsikan bahwa
para pekerja memiliki sifat ambisi, tidak menyukai pekerjaan, ingin
menghindari tanggung jawab, dan perlu dikendalikan agar dapat bekerja
secara efektif. Teori Y adalah pandangan positif yang mengasumsikan bahwa
karyawan menikmati pekerjaan, mencari dan menerimah tanggung jawab,
12
serta berlatih mengarahkan diri. McGregor mengasumsikan Teori Y akan
menjadi panduan praktik untuk memaksimalkan motivasi karyawan.
Teori X dan Y Mc Gregor dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 1.1 Teori X dan Y Mc Gregor
Manusia Tipe X
1. Manusia belajar/bekerja (pasif)
2. Mau bekerja kalau diperintah,
diancam atau dipaksa
3. Senang menghindar dari
tanggung jawab
4. Tidak berambisi dan cukup
menjadi anak buah saja
5. Tidak mempunyai kemampuan
untuk mandiri
Manusia Tipe Y
1. Rajin belajar dan atau bekerja
(aktif). Bekerja adalah bermain
sehingga menyenangkan
2 .Bekerja atas kesadaran sendiri,
kurang senang diawasi dan kreatif
dalam memecahkan masalah.
3. Bertanggung jawab
4. Berambisi
5. Mampu mengendalikan dirinya
sendiri menjadi tujuan
organisasinya (mandiri)
Sumber : Usman 2013: 287
Implementasi teori ini di lapangan adalah untuk memotivasi karyawan dengan
tipe X, akan lebih berhasil dengan menggunakan motivasi yang bersifat
negatif, yaitu dengan memberikan imbalan disertai dengan ancaman.
Sedangkan untuk karyawan dengan tipe Y, bentuk pemberian motivasi positif
berupa pujian atau penghargaan akan merupakan senjata yang ampuh untuk
meningkatkan kinerjanya.
3. Teori Dua Faktor Herzberg
Teori ini disebut juga teori motivasi higienis, teori ini telah memberikan
kontribusi penting dalam meningkatkan kinerja karyawan. Meningkatkan
13
motivasi dengan membangun tantangan, tanggung jawab, pengakuan, dan
kesempatan tumbuh ke dalam pekerjaan seseorang. Suatu pendekatan yang
dikembangkan oleh Herzberg yang berusaha untuk memperbaiki efisiensi
tugas dan kepuasan manusia dengan cara membangun lingkup yang lebih luas
akan pencapaian pribadi dan pengakuan, pekerjaan yang lebih menantang dan
bertanggung jawab. Teori dua faktor Herzberg disajikan pada tabel berikut.
Tabel 1. 2 Teori Dua Faktor Herzberg
Motivator Faktor Higienis
1. Prestasi
2. Pengakuan
3. Pekerjaan itu sendiri
4. Tanggung jawab
5. Kemajuan
6. Pertumbuhan
Sangat Puas Netral
1. Pengawasan
2. Kebijakan perusahaan
3. Hubungan dengan penyelia
4. Kondisi kerja
5. Gaji
6. Hubungan dengan rekan
kerja
7. Kehidupan pribadi
8. Hubungan dengan bawahan
9. Status
10. Keamanan
Sangat Tidak Puas
Sumber : Robbins dan Coulter (2010: 113)
Teori motivasi Herzberg ini dikenal dengan “Model Dua Faktor”, yaitu factor
motivasional dan faktor hygiene atau pemeliharaan. Faktor motivasional
adalah hal-hal yang mendorong berprestasi yang sifatnya intrinsic, yang
berarti bersumber dalam diri seseorang, seperti pekerjaan seseorang,
keberhasilan yang diraih, kesempatan bertumbuh, kemajuan dalam karier, dan
14
pengakuan orang lain. Sedangkan, yang dimaksud dengan faktor hygiene
atau pemeliharaan adalah faktor-faktor yang sifatnya ekstrinsik yang berarti
bersumber dari luar diri yang turut menentukan perilaku seseorang dalam
kehidupan seseorang, seperti status seseorang dalam organisasi, hubungan
seorang individu dengan atasannya, hubungan seseorang dengan rekan-rekan
kerjanya, teknik penyeliaan yang diterapkan oleh para penyelia, kebijakan
organisasi, sistem administrasi dalam organisasi, kondisi kerja, dan system
imbalan yang berlaku.
Salah satu tantangan dalam memahami dan menerapkan teori Herzberg
ialah memperhitungkan dengan tepat faktor maa yang lebih berpengaruh kuat
dalam kehidupan seseorang, apakah yang bersifat intrinsic ataukah ekstrinsik.
4. Teori Tiga Kebutuhan McClelland
Terdapat tiga kebutuhan yang diperoleh (bukan bawaan) yang merupakan
motivator utama dalam pekerjaan yaitu : 1) Kebutuhan akan prestasi (Need
for Achievment), yang merupakan pendorong untuk sukses dan unggul dalam
kaitannya dengan serangkaian standar. Kebutuhan ini berhubungan erat
dengan pekerjaan dan mengarahkan tingkah laku pada usaha untuk mencapai
prestasi tertentu berdasarkan kesempurnaan dalam diri seseorang. Need for
Achievment adalah suatu daya dalam mental manusia untuk melakukan
sesuatu kegiatan dengan lebih baik, cepat, efektif, dan efisien dari kegiatan
yang telah dilakukan sebelumnya. 2) Kebutuhan akan kekuasaan (Need for
Power), yang merupakan kebutuhan untuk membuat orang lain berperilaku
dengan cara di mana mereka tidak akan bersikap sebaliknya. Kebuuhan akan
15
kekuasaan akan menampakkan diri pada keinginan untuk mempunyai
pengaruh kepada orang lain, meskipun kebanyakan bawahan tergantung pada
pimpinannya, ketergantungan itu tidak semata-mata pada atasan dengan
bawahan. Artinya, setiap kali seseorang tergantung pada orang lain untuk
sesuatu hal, berarti orang lain punya pengaruh terhadapnya sehingga semakin
besar ketergantungannya, need for power orang yang berpengaruh itu
semakin besar. Dalam hal ini, evektivitas pelaksanaan pekerjaan dianggap
sebagi sesuatu yang tidak bagitu penting kecuali apabila hal tersebut
memberikan peluang kepadanya untuk memperluas pengaruhnya. dan 3)
Kebutuhan akan afiliasi (Need for Affiliation), yang merupakan keinginan
atas hubungan antarpribadi yang akrab dan dekat. Kebutuhan afiliasi pada
dasarnya merupakan kebutuhan setiap orang terlepas dari kedudukannya,
jabatan, dan pekerjaannya. Artinya, kebutuhan ini bukan hanya kebutuhan
manajer melainkan juga kebutuhan para bawahan. Hal ini berangkat dari sifat
manusia sebagai mahluk sosial.
Selain teori-teori awal tentang motivasi yang tersebut diatas, terdapat juga
teori-teori kontemporer tentang motivasi. Robbins dan Coulter (2010: 115)
menyatakan beberapa teori kontemporer antara lain teori penetapan tujuan, teori
penguatan, teori desain pekerjaan, teori keadilan, dan teori harapan.
1. Teori penetapan Tujuan
Teori ini menyatakan dalil bahwa tujuan spesifik meningkatkan kinerja dan
tujuan yang sulit, ketika diterima, menghasilkan kinerja yang lebih tinggi
daripada tujuan yang mudah. Teori ini menyatakan bekerja untuk mencapai
16
tujuan adalah sumber utama dari motivasi kerja. Tujuan yang spesifik dan
menantang adalah kekuatan motivasi yang unggul. Keinginan untuk
mencapai tujuan yang sulit dan spesifik adalah dorongan motivasi yang kuat.
Dengan kondisi yang tepat, hal ini dapat meningkatkan kinerja.
2. Teori Penguatan
Teori ini menyebutkan bahwa perilaku adalah fungsi dari konsekuensi-
konsekuensinya. Konsekuensi yang segera mengikuti perilaku dan
meningkatkan probabilitas di mana perilaku akan diulang disebut daya
penguat (reinforces). Teori penguatan mengabaikan faktor-faktor seperti
tujuan, ekspektasi, dan kebutuhan dan hanya berfokus pada apa yang terjadi
pada seseorang ketika ia melakukan sesuatu.
3. Teori Desain Pekerjaan
Teori ini menekankan pada cara di mana tugas-tugas digabungkan untuk
membentuk suatu pekerjaan yang lengkap. Desain pekerjaan mengacu pada
cara tugas-tugas digabungkan untuk membentuk suatu pekerjaan yang
lengkap. Faktor yang mempengaruhi desain pekerjaan antara lain; a) lingkup
pekerjaan, yaitu sejumlah tugas berbeda yang diperlukan dalam pekerjaan dan
frekuensi pengulangan tugas-tugas tersebut; b) pemekaran pekerjaan yakni
perluasan pekerjaan secara horizontal melalui penambahan lingkup pekerjaan;
c) pengayaan pekerjaan yakni perluasan pekerjaan secara vertical dengan
menambahkan tanggung jawab perencanaan dan evaluasi; d) Kedalaman
pekerjaan yakni tingkat kendali yang dimiliki karyawan atas pekerjaan
mereka; e) model karakteristik pekerjaan yakni kerangka kerja untuk
17
menganalisis dan mendesain pekerjaan yang mengidentifikasi lima dimensi
pekerjaan inti, keterkaitannya, dan dampaknya terhadap hasil; f) keragaman
keterampilan yakni tingkat di mana sebuah pekerjaan memerlukan keragaman
aktivitas sehingga seorang karyawan dapat menggunakan sejumlah
keterampilan dan bakat yang berbeda; g) identitas tugas yakni tingkat di mana
sebuah pekerjaan memerlukan penyelesaian pekerjaan secara keseluruhan dan
identifikasi bagian-bagian pekerjaan; dan h) signifikasi tugas yakni tingkat di
mana sebuah pekerjaan mempunyai dampak yang besar pada kehidupan atau
pekerjaan orang lain.
4. Teori Keadilan (Equity Theory)
Teori di mana karyawan membandingkan rasio input: hasil dari pekerjaannya
dengan rasio lainnya yang relevan kemudian memperbaiki ketidakadilan yang
ada. Teori ini dikembangkan oleh J. Stacey Adams yang menyatakan bahwa
para karyawan mengaitkan apa yang mereka dapatkan dari suatu pekerjaan
(hasil) dengan apa yang mereka masukkan ke dalamnya (input), kemudian
membandingkan rasio input : hasil mereka dengan rasio input : hasil orang
lain yang relevan. Inti teori ini sesungguhnya adalah pandangan bahwa
manusia terdorong untuk menghilangkan kesenjangan antara usaha yang
dibuat bagi kepentingan organisasi dan imbalan yang diterima. Artinya,
apabila seseorang individu mempunyai persepsi bahwa imbalan yang
diterimanya tidak memadai, dua kemungkinan berikut dapat terjadi, yaitu: 1).
Seseorang akan berusaha memperoleh imbalan yang lebih besar, dan 2).
18
Mengurangi intensitas usaha yang dibuat dalam melaksanakan tugas yang
menjadi tanggung jawabnya. Lebih jelasnya disajikan pada gambar berikut.
Perbandingan Rasio yang Dirasakan a Penilaian Karyawan
Hasil A < Hasil B Tidak adil (kurang dihargai)
Input A Input B
Hasil A = Hasil B Adil
Input A Input B
Hasil A > Hasil B Tidak adil (Terlalu dihargai)
Input A Input B
a Individu A adalah karyawan, dan individu B adalah orang lain yang
relevan atau rujukan
Sumber: Robbins dan Coulter (2010: 123)
Gambar 1.2 Teori Keadilan
5. Teori Ekspektasi (Teori Harapan)
Teori ini menjelaskan hubungan antara effort (pengharapan), performance
(kinerja), dan reward (penghargaan) sebagai berikut:
The combination of these three factors that produces the strongest
motivation is high positive valance, high expectancy, and high
instrumentality. If any key element is low, than motivation will be
moderate. If all three element are low, weak motivation will
results(Lunenburg & Orenstein, 2000: 101)
Kutipan tersebut mengandung makna individu-individu akan termotivasi
untuk berkinerja tinggi manakala mereka yakin bahwa usaha akan
menghasilkan penilaian kinerja yang baik yang bermuara pada pemberian
penghargaan. Terdapat hubungan antara usaha, kinerja dan penghargaan
19
sebagai kombinasi faktor yang menghasilkan motivasi terkuat yakni valensi
positif yang tinggi, harapan yang tinggi, dan hubungan antara kinerja dan
penghargaan yang tinggi. Kelemahan teori ini adalah alasan penggerak
seseorang termotivasi terlalu dibatasi pada penghargaan dan pengakuan untuk
berprestasi. Gambaran teori Ekspektasi ini adalah sebagai berikut.
A B C
Sumber: Robbins dan Coulter (2010: 124)
A = Tautan usaha-kinerja
B = Tautan Kinerja-imbalan
C = Daya tarik dari imbalan
Gambar 1. 3 Model Teori Ekspektasi
Di kalangan ilmuwan dan para praktisi manajemen sumber daya
manusia, teori harapan ini mempunyai daya tarik tersendiri karena
penekanannya tentang pentingnya bagian kepegawaian dalam membantu para
pegawai menentukan hal-hal yang diinginkannya serta menunjukkan cara-
cara yang paling tepat untuk mewujudkan keinginannya itu. Penekanan ini
dianggap penting karena pengalaman menunjukkan bahwa para pegawai
tidak selalu mengetahui secara pasti apa yang diinginkannya, apalagi cara
untuk memperolehnya.
Robbins dan Coulter (2010: 139) mendefinisikan motivasi kerja sebagai
proses dimana usaha seseorang diberi energi, diarahkan, dan berkelanjutan
Usaha
Individu
Kinerja
Individu
Imbalan
Organisas
i
Tujuan
Individu
20
menuju tercapainya suatu tujuan, dimana elemen energi adalah ukuran dari
intensitas atau dorongan untuk mencapai tujuan.
Mc Donald dalam Hamalik (2014: 106) merumuskan, bahwa
…..”motivation is an energy change within the person characterized by affective
arousal and anticipatory goal reaction”, yang diartikan, bahwa motivasi kerja
adalah suatu perubahan energy dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai
dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan.
Berdasarkan pendapat diatas maka penulis berpendapat bahwa motivasi
kerja sesungguhnya berasal dari dalam diri pribadi seseorang berwujud energy
demi mencapai tujuan tertentu.
Gianfranco Conty (Vol 1 : 2015) menyatakan motivasi ekstrinsik adalah
ketika seseorang termotivasi secara eksternal seperti penghargaan, pengakuan
sosial atau takut hukuman, motivasi ini terfokus pada imbalan daripada tindakan.
Di sisi lain motivasi intrinsik mengacu pada keinginan untuk melakukan sesuatu
karena adanya keinginan untuk melakukan sehingga menjadi motivator kuat
daripada motivasi ekstrinsik. Terdapat tiga kebutuhan yang menyebabkan
motivasi intrinsik yaitu : 1) Menjadi sukses pada apa yang kita lakukan; 2)
Menjadi terhubung dengan orang lain; 3) Memiliki otonomi.
Sutrisno (2009: 146) menyatakan motivasi kerja adalah suatu faktor yang
mendorong seseorang untuk melakukan suatu aktivitas tertentu, oleh karena itu
motivasi kerja juga merupakan faktor pendorong perilaku seseorang.
Hellriegel dan Slocum dalam Uno dan Nina (2016: 103) menyatakan
motivasi kerja merupakan kekuatan yang mendorong seseorang melakukan
21
sesuatu untuk mencapi tujuan. Kebutuhan-kebutuhan ini pada dasarnya
dirangsang oleh adanya berbagai macam kebutuhan seperti keinginan yang
hendak dipenuhi, tingkah laku, tujuan dan umpan balik.
Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja
merupakan salah satu aspek yang mempunyai peranan penting pada setiap diri
individu baik secara perorangan maupun kelompok. Motivasi kerja memiliki
peranan penting dalam setiap usaha individu maupun sekelompok orang yang
melakukan kerjasama dalam rangka pencapaian suatu tujuan dan menjadi faktor
pendorong bagi seseorang dimana motivasi kerja sesungguhnya berasal dari dalam
diri pribadi seseorang berwujud energi demi mencapai tujuan tertentu.
Sohail, dkk (2014: Vol 1)) menyatakan motivasi kerja adalah proses yang
mengarahkan dan menopang kinerja dan mendorong karyawan (guru) untuk
mencapai tujuan dari tugasnya. Motivasi kerja pada karyawan (guru) membuat
mereka lebih berkomitmen dengan pekerjaannya sehingga mencapai tujuan yang
diharapkan perusahaan (sekolah).
Wahjosumidjo (1992: 177) menyatakan motivasi kerja merupakan
dorongan dan kekuatan dalam diri seseorang untuk melakukan tujuan tertentu
yang ingin dicapainya. Tujuan yang dimaksud adalah sesuatu yang berada di luar
diri manusia. Dengan demikian, kegiatan manusia akan lebih terarah karena
seseorang akan berusaha lebih semangat dan giat dalam berbuat sesuatu.
Berdasarkan pendapat diatas maka penulis simpulkan bahwa motivasi kerja
bagi guru membuat guru menjadi lebih berkomitmen dalam bekerja, kegiatan guru
lebih terarah karena dorongan untuk mencapai tujuan yang berasal dari dalam diri
22
seorang guru ataupun tujuan dari luar dalam hal ini sekolah, motivasi membuat
seseorang lebih bersemangat.
Thoha (2014: 209) menyatakan perilaku seseorang itu hakikatnya
ditentukan oleh keinginannya untuk mencapai beberapa tujuan. Keinginan ini
disebut motivasi kerja yang menjadi pendorong agar seseorang itu melakukan
suatu kegiatan untuk mencapai tujuannya. Motivasi kerja yang mengarahkan
pencapaian tujuan adalah motivasi kerja individu yang paling kuat, dan motivasi
kerja cenderung mengurangi kekuatannya manakala tercapai suatu kepuasan.
Terhalangnya pencapaian kepuasan, perbedaan kognisi atau frustasi menyebabkan
bertambahnya kekuatan motivasi kerja.
Danang Sunyoto (2002: 1) menyatakan motivasi kerja sebagai keadaan yang
mendorong keinginan individu untuk melakukan kegiatan-kegiatan tertentu untuk
mencapai keinginannya, dimana motivasi kerja yang ada pada diri seseorang
merupakan kekuatan yang akan mewujudkan suatu perilaku dalam mencapai
tujuan kepuasan dirinya pada tipe kegiatan yang spesifik, dan arah tersebut positif
dengan mengarah mendekati objek yang menjadi tujuan.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat di tarik kesimpulan bahwa
motivasi kerja yang mengarahkan pada pencapaian tujuan dalam bekerja
merupakan motivasi setiap individu yang paling kuat, kekekuatan tersebut akan
mewujudkan suatu perilaku positif demi mencapai tujuan, motivasi kerja dalam
diri seseorang sesungguhnya adalah kekuatan individu yang bersifat positif demi
pencapaian tujuan.
23
Hamalik (2014: 121) menyatakan motivasi kerja adalah suatu proses
dimana pengetahuan tentang proses ini dapat membantu guru menjelaskan tingkah
laku yang diamati dan meramalkan tingkah laku orang lain. Lebih lanjut Hamalik
menyatakan motivasi kerja berfungsi sebagai berikut: (1) Mendorong timbulnya
kelakukan atau suatu perbuatan. Tanpa motivasi kerja maka tidak akan timbul
sesuatu perbuatan seperti belajar/bekerja; (2) Motivasi kerja berfungsi sebagai
pengarah. artinya mengarahkan perbuatan kepencapaian tujuan yang diinginkan
dan; (3) Motivasi kerja berfungsi sebagai penggerak. Ia berfungsi sebagai mesin
bagi mobil. Besar kecilnya motivasi kerja akan menetukan cepat atau lambatnya
suatu pekerjaan. Motivasi kerja intrinsic adalah motivasi kerja yang tercakup di
dalam situasi belajar dan menemui kebutuhan dan tujuan-tujuan seseorang.
Motivasi kerja ini sering juga disebut dengan motivasi kerja murni. Motivasi kerja
yang sebenarnya yang timbul dari dalam diri seseorang, misalnya keinginan,
menyenangi (minat), harapan. Jadi, motivasi kerja ini timbul tanpa pengaruh dari
luar. Sedangkan motivasi kerja ekstrinsik adalah motivasi kerja yang disebabkan
oleh faktor-faktor dari luar situasi belajar, seperti angka kredit, ijazah, medali
pertentangan, dan persaingan yang bersifat negatif dan hukuman. Motivasi kerja
ekstrinsik tetap diperlukan di sekolah, sebab pembelajaran di sekolah tidak
semuanya menarik minat, atau sesuai dengan kebutuhan peserta didik dimana ada
kemungkinan peserta didik belum menyadari pentingnya bahan pelajaran yang
disampaikan oleh guru dan dalam keadaan ini guru berupaya membangkitkan
motivasi belajar peserta didik sesuai dengan keadaan peserta didik itu sendiri.
24
Berdasarkan pendapat diatas maka penulis berpendapat motivasi
sesungguhnya terdapat dalam diri semua orang (guru) karena fungsi dari motivasi
ini sebagai penggerak dalam diri seseorang untuk mencapai tujuan dalam
hidupnya. Motivasi dalam diri sama pentingnya dengan motivasi dari luar karena
kedua jenis motivasi ini saling mendukung satu sama lain, artinya factor
pendorong dari luar juga penting untuk membantu factor dari dalam diri seseorang
demi pencapain tujuan.
Wahjosumidjo (1994: 398) berpendapat bahwa motivasi kerja timbul
diakibatkan oleh faktor dari dalam diri seseorang itu (instrinsik) dan faktor dari
luar diri seseorang (ekstrinsik).
1. Motivasi kerja Intrinsik yaitu motivasi kerja yang berfungsi atau aktif tanpa
adanya dorongan dari luar. Karena dalam diri orang tersebut sudah ada
dorongan untuk melakukan sesuatu pekerjaan. Yang termasuk faktor intrinsik
ini adalah kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan, atau berbagai
harapan, cita-cita yang menjangkau ke masa depan.
2. Motivasi kerja Ekstrinsik yaitu motivasi kerja yang timbul karena adanya
rangsangan dari luar diri seseorang. Yang termasuk faktor ekstrinsik adalah
pengaruh pimpinan, kolega atau teman sejawat, tuntutan organisasi atau tugas
dan faktor lain yang sangat kompleks.
Semiawan (1995: 29) menyatakan seseorang yang memilki motivasi kerja
kerja akan memenuhi karakteristik sebagai berikut; 1) Tekun menghadapi tugas;
2) ulet menghadapi kesulitan; 3) tidak memerlukan dorongan dari luar untuk
berprestasi; 4) ingin mendalami pekerjaan yang dipercayakan kepadanya; 5) selalu
25
berusaha untuk berprestasi sebaik mungkin; 6) menunjukkan minat yang positif;
7) lebih senang bekerja mandiri dan bosan terhadap tugas-tugas rutin; dan 8)
senang memecahkan persoalan yang dialami selama bekerja.
Berdasarkan pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja
sesunguhnya adalah dorongan atau kekuatan dari dalam diri seseorang yang
berfungsi sebagai penggerak, kekuatan demi terwujudnya tujuan atau kepuasan.
Motivasi kerja ini dipengaruhi oleh dua factor yakni factor instrinsik yakin
kepribadian, sikap, pengalaman dan pendidikan, atau berbagai harapan, cita-cita
yang menjangkau ke masa depan dan factor ekstrinsik yaitu pengaruh pimpinan,
kolega atau teman sejawat, tuntutan organisasi atau tugas dan faktor lain yang
sangat kompleks. Faktor-faktor tersebut saling mendukung dan mempengaruhi
motivasi kerja seseorang. Motivasi berfungsi sebagai pengarah dan penggerak
bagi individu.
Motivasi kerja merujuk pada semua gejala yang terkandung dalam
stimulasi tindakan ke suatu arah tujuan. Motivasi kerja dapat berupa dorongan-
dorongan dasar dalam diri maupun luar diri individu. Menurut Djamarah (2002:
123) ada tiga fungsi motivasi kerja guru:
1. Motivasi kerja sebagai pendorong perbuatan. Motivasi kerja berfungsi
sebagai pendorong untuk mempengaruhi sikap apa yang seharusnya
karyawan ambil dalam pekerjaan.
2. Motivasi kerja sebagai penggerak perbuatan. Dorongan psikologis melahirkan
sikap terhadap karyawan itu merupakan suatu kekuatan yang tak terbendung,
yang kemudian terjelma dalam bentuk gerakan psikofisik.
26
3. Motivasi kerja sebagai pengarah perbuatan. Karyawan yang mempunyai
motivasi kerja dapat menyeleksi mana pekerjaan yang harus dilakukan dan
mana pekerjaan yang diabaikan.
Menurut Hamalik (2003:161) fungsi motivasi kerja adalah:
1. Mendorong timbulnya suatu kelakuan atau perbuatan. Tanpa adanya
motivasi kerja maka tidak akan timbul perbuatan seperti pekerjaan .
2. Motivasi kerja berfungsi sebagai pengarah. Artinya mengarahkan pekerjaan
pencapaian tujuan yang diinginkan.
3. Motivasi kerja berfungsi sebagai penggerak. Motivasi kerja berfungsi sebagai
mesin dalam mobil. Besar kecilnya motivasi kerja akan menentukan cepat
lambatnya suatu pekerjaan.
Uno (2014: 114) menyatakan beberapa prinsip motivasi kerja bagi guru yaitu:
1. Kita harus bermotivasi kerja agar dapat memotivasi kerja guru
2. Motivasi kerja memerlukan sasaran yang jelas dan rinci
3. Motivasi kerja sekali tercapai tidak pernah berlangsung selamanya, artinya
seseorang dapat termotivasi kerja di tempat kerja mereka dan menjadi kurang
termotivasi kerja dalam lingkungan rumah mereka, dan sebaliknya.
4. Motivasi kerja memerlukan pengakuan, artinya pengakuan datang dalam
berbagai bentuk, misalnya ucapan selamat teman sejawat.
5. Partisipasi membangkitkan motivasi kerja guru. Artinya sering kali orang
lebih termotivasi kerja oleh bagaimana mereka diperlakukan.
6. Melihat diri sendiri untuk melangkah maju dapat memotivasi kerja kita
7. Tantangan hanya akan memotivasi kerja bila ada kesempatan menang
27
8. Setiap orang mempunyai sumbu penyulut motivasi kerja guru
9. Kebersamaan dalam kelompok memotivasi kerja guru.
Berdasarkan kajian teori di atas dapat disimpulkan bahwa bahwa motivasi
kerja guru adalah keseluruhan proses pemberian motif atau dorongan kerja pada
para bawahan terutama para guru sebagai agen pendidikan dan pengajaran, agar
tujuan pendidikan dan pengajaran dapat tercapai sesuai dengan rencana apa yang
diharapkan. Motivasi kerja seorang guru merupakan kekuatan dalam dirinya
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Kekuatan itu bisa dari dalam
dirinya, bisa juga dari orang lain. Selain itu, motivasi kerja dapat dikatakan
sebagai proses mempengaruhi orang-orang yang dipimpinnya agar melakukan
pekerjaan yang diinginkan guna mencapai tujuan yang diinginkan dan sudah
ditetapkan. Dengan motivasi kerja, hasil yang dicapai diharapkan akan sesuai
dengan tujuan yang telah ditetapkan.
Menurut Hasibuan (2006:149) ada dua metode motivasi, yaitu:
a. Motivasi Langsung (Direct Motivation)
Motivasi langsung adalah motivasi (materiil dan non materiil) yang
diberikan secara langsung kepada setiap individu untuk memenuhi
kebutuhan serta kepuasannya. Jadi sifatnya khusus, seperti pujian,
penghargaan, tunjangan hari raya, bonus, dan bintang jasa.
b. Motivasi Tak Langsung (Indirect Motivation)
Motivasi tak langsung adalah motivasi yang diberikan hanya merupakan
fasilitas-fasilitas yang mendukung serta menunjang gairah kerja/kelancaran
28
tugas sehingga lebih bersemangat dalam bekerja. Misalnya, mesin-mesin
yang baik, ruang kerja yang nyaman, kursi yang empuk, dan sebagainya.
Menurut Hasibuan (2006: 150) jenis-jenis motivasi dapat dikelompokkan
menjadi dua jenis yaitu:
a. Motivasi Positif (insentif positif)
Motivasi positif maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan
memberikan hadiah kepada mereka yang berprestasi baik. Dengan
motivasi ini semangat kerja bawahan akan meningkat karena manusia pada
umumnya senang menerima yang baik-baik saja.
b. Motivasi Negatif (insentif negative)
Motivasi negatif maksudnya manajer memotivasi bawahan dengan
memberikan hukuman kepada mereka yang pekerjaannya kurang baik
(prestasi rendah). Dengan motivasi negatif ini semangat kerja bawahan
dalam waktu pendek akan meningkat karena takut dihukum. Penggunaan
kedua motivasi ini haruslah diterapkan kepada siapa dan kapan agar dapat
efektif merangsang gairah karyawan dalam bekerja.
Berdasarkan pendapat diatas maka penulis berkesimpulan bahwa motivasi
diberikan sebagai upaya memlihara semangat kerja seseorang agar pekerjaannya
dapat dilaksanakan dengan optimal. Motivasi ditujukan sebagai upaya untuk
mendorong dan merangsang gairah dan semangat kerja seseorang dalam
melaksanakan kegiatan atau tugasnya dengan penuh kesadaran.
Turi ( 2015: 290-297) menyatakan tekanan psikologis menjadi salah satu
sebab bawahan tidak selalu berperilaku sesuai tujuan. Tekanan psikologis atau
29
disebut tekanan basis akan mempengaruhi perilaku bawahan, sehingga akan
berpengaruh pula terhadap pencapain tujuan organisasi. Seperti kita ketahui
dalam kehidupan organisasi selalu terjadi interaksi antara seseorang dengan
lingkungan pekerjaannya. Lingkungan pekerjaan seseorang meliputi berbagai
hal: pemimpin dan kepemimpinannya, suasana kerja, tempat kerja, kelengkapan
dan sarana kerja, waktu dan jam-jam kerja dan sebagainya. Dan lingkungan
pekerjaan itulah yang pada suatu ketika dapat menimbulkan tekanan psikologis.
Tekanan psikologis tampil ke dalam berbagai variasi: rasa kecemasan, perasaan
tegang, rasa kwatir, tersinggung, merasa tidak diperhatikan, dan sebagainya.
Akibat lebih jauh daripada tekanan psikologis tersebut, bias merusak rasa
kebersamaan dan keutuhan kehidupan organisasi. Apabila hal ini terjadi berarti
derajat tekanan psikologis sudah sampai pada taraf yang membahayakan
sehingga bisa mematikan lahirnya motivasi sesorang.
Kazim dalam Joyce Nyam (Vol.2: 2014) menyatakan guru dan pekerja
sekolah lainnya cenderung puas dan termotivasi selama gaji dibayar tepat waktu
dan di promosikan secara teratur.
B. Disiplin Kerja Guru
Hughes dan Hughes (2012: 243) menyatakan kata “disiplin” sering kali
digunakan seolah-olah sinonim dengan “tata tertib”. Disiplin adalah istilah yang
disediakan untuk menggambarkan suatu kondisi pikiran, di sisi lain tata tertib
hanyalah kondisi kejadian atau peristiwa. Kepatuhan sukarela terhadap pengaruh
luar merupakan esensi dasar disiplin.
30
Berdasarkan pendapat diatas maka penulis berpendapat bahwa disiplin
sesungguhnya adalah kepatuhan sukarela yang timbul dari dalam diri seseorang.
Richard Calhoon (www.essays.org) menyatakan disiplin kerja dapat
dianggap sebagai kekuatan yang mendorong individu atau kelompok untuk
mengamati aturan, peraturan dan prosedur yang dianggap perlu untuk berfungsi
secara efektif pada sebuah organisasi (sekolah).
William Spreigel dan Edward Schultz (2000: 479) mendefinisikan disiplin
kerja sebagai kekuatan yang mendorong seseorang atau kelompok untuk mencapai
tujuan, disiplin kerja merupakan kekuatan yang menahan individu atau kelompok
dari melakukan hal-hal yang dianggap merusak tujuan kelompok
Berdasarkan pendapat diatas maka disimpulkan disiplin kerja adalah suatu
kondisi yang dapat menjadi kekuatan yang mendorong seseorang atau kelompok
dalam mencapai tujuan dan menahan individu atau kelompok dari melakukan
hal-hal yang merugikan kelompok.
Gouzali (2006: 111) menyatakan disiplin kerja adalah sikap dan perilaku
seorang karyawan yang diwujudkan dalam bentuk kesediaan seorang karyawan
dengan penuh kesadaran, dan ketulus ikhlasan atau dengan tanpa paksaan untuk
mematuhi dan melaksanakan seluruh peraturan dan kebijaksanaan perusahaan
(sekolah) didalam melaksanakan tugas dan tanggung jawab sebagai upaya
memberi sumbangan maksimal dalam pencapaian tujuan perusahaan (sekolah).
Berdasarkan pendapat diatas maka penulis berpendapat disiplin harus
dilaksanakan dengan penuh kesadaran dan keikhlasan dan tanpa ada paksaan dan
dapat dilaksanakan dengan penuh tanggung jawab.
31
Setyaningdyah, Kertahadi, dan Thoyib (2013: 145) menyatakan disiplin
kerja adalah kebijakan individu untuk menjadi indivu bertanggung jawab untuk
mematuhi peraturan lingkungan (organisasi), dimana disiplin kerja merupakan
sesuatu yang utama dalam operasi suatu organisasi karena membantu organisasi
untuk mencapai tujuan khusus yang ditargetkan.
Ardana, Mujianti, dan Utama (2011: 134) menyatakan disiplin kerja
merupakan suatu sikap menghormati , menghargai, patuh, dan taat terhadap
peraturan-peraturan yang berlaku, baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis
serta sanggup menjalankannya dan tidak mengelak untuk menerimah sanksi-
sanksinya.
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan jika disiplin kerja
dilaksanakan oleh individu dengan penuh kesadaran, dan ketulus ikhlasan atau
dengan tanpa paksaan serta menjadi tanggung jawab individu untuk mematuhi
peraturan lingkungan organisasi baik peraturan tertulis maupun tidak tertulis serta
sanggup menjalankannya dan tidak mengelak dari sanksi-sanksi.
Jarolemik dan Foster dalam Uno dan Nina (2014: 31) mendefinisikan
disiplin kerja sebagai suatu pembebanan, pengenaan atas pengendalian dan
pengekangan diri seseorang untuk tujuan membangun suatu karakter, seperti
kebiasaan bekerja yang efisien, perilaku yang sesuai, perhatian terhadap orang
lain, hidup secara tertib dan pengendalian terhadap rangsangan dan emosi orang
lain. Disiplin kerja tidak harus diceritakan, tetapi disampaikan melalui komunikasi
yang baik dan sederhana bukan cara pemaksaan atau pembalasan mekanis. Hal
ini dikarenakan guru harus dapat merasakan sendiri manfaatnya sehingga dengan
32
kesadaran itu mereka mau melakukan tugas secara sukarela, disamping perlunya
memberikan kesempatan kepada guru untuk mempraktikkannya. Disiplin
dilatarbelakangi oleh rasa yakin terhadap nilai-nilai, serta kesadaran akan
kedudukan diri dan tujuan yang hendak dicapai. Adanya keyakinan dan kesadaran
itulah yang membuat seseorang sanggup untuk menghayati aturan-aturan yang
berlaku. Disiplin bukan sekedar aturan,untuk mewujudkannya perlu adanya
ketentuan-ketentuan dan aturan-aturan yang harus ditaati.
Moenir (2000: 97) menyatakan disiplin kerja dalam pelaksanaannya harus
selalu dipantau dan diawasi serta harus menjadi perilaku yang baik dari setiap
karyawan (guru) dalam organisasi (sekolah).
Berdasarkan pendapat diatas maka dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja
merupakan kekuatan dalam diri seseorang yang merupakan pendorong untuk
mencapai tujuan dalam organisasi (sekolah), dalam penerapan disiplin kerja perlu
adanya aturan dan ketentuan-ketentuan yang harus ditaati. Bagi seorang guru
disiplin kerja merupakan penyadaran atas pelaksanaan tugas secara sukarela demi
tujuan yang ingin dicapai
Fathoni (2006: 172) menyatakan kedisiplinan merupakan fungsi operatif
manajemen sumber daya manusia yang terpenting karena semakin baik disiplin
karyawan,semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapainya. Tanpa disiplin
yang baik, sulit bagi organisasi mencapai hasil yang optimal. Kedisiplinan adalah
kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan perusahaan dan
norma-normasosial yang berlaku
33
Irham Fahmi (2016: 75) menyatakan disiplin kerja adalah tingkat kepatuhan
dan ketaatan kepada aturan yang berlaku serta bersedia menerima sangsi atau
hukuman jika melanggar aturan yang ditetapkan dalam kedisiplinan tersebut.
Bentuk tindakan sanksi yang diterima akibat tindakan indisipliner yang dilakukan
antara lain: 1) Teguran lisan dan 2) teguran tertulis. Dalam membangun
kedisiplinan yang tinggi dibutuhkan motivasi kerja yang tinggi. Motivasi kerja
adalah spirit atau semangat, maka kedisiplinan merupakan semangat untuk
menjadi lebih baik. Kecenderungan umumnya mereka yang memiliki kedisiplinan
tinggi mampu bekerja secara lebih baik, ini disebabkan pola hidup mereka yang
cenderung teratur dan tertata dengan baik.
Uno dan Nina (2016: 40) menyatakan disiplin kerja guru adalah
pengendalian perilaku yang disesuaikan dengan norma, kepatuhan, ketaatan,
kesediaan, tanggung jawab dan kesadaran guru dalam bekerja berdasarkan
peraturan dan kebijakan yang telah ditetapkan organisasi/lembaga/instansi
pendidikan, dimana hal tersebut berkaitan dengan tugas professional guru dalam
mengelolah administrasi, serta merencanakan, melaksanakan, dan melakukan
evaluasi pembelajaran di sekolah. Disiplin kerja guru meliputi ketaatan dalam
melakukan tugas pekerjaannya terutama dalam menaati dan melaksanakan
tanggung jawabnya dalam bidang proses belajar mengajar dan pembinaan siswa.
Disiplin merupakan kewajiban yang harus ditaati dan larangan yang tidak
boleh dilanggar oleh setiap pegawai (Guru) (Moenir, 2002: 94). Disiplin
merupakan aspek sosial yang perlu dipahami secara mendalam dan tumbuh dari
dalam diri pribadi sebagai sesuatu yang harus dilakukan untuk melaksanakan
34
sesuatu aturan yang berlaku. Untuk mengerti dan memahami kemudian mematuhi
aturan tersebut diperlukan waktu sedangkan bentuk ketaatan itu ialah kemampuan
untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya (masyarakat organisasi atau
masyarakat umum). Hal ini berarti bahwa disiplin merupakan pemahaman sikap
mental tingkah laku yang merupakan sikap untuk berbuat sesuatu secara sadar,
taat dan tertib, sebagai hasil pengembangan dari latihan, pengendalian watak, serta
pengendalian pengaruh lingkungan.
Dari pendapat di atas maka dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja bagi
guru merupakan ketaatan pada aturan yang berlaku, bagi seorang guru sikap
disiplin kerja meliputi ketaatan dalam melakukan tugasnya. Pada umumnya sikap
disiplin kerja adalah upaya ke arah perbaikan perilaku seseorang, agar secara
langsung mereka mematuhi segala peraturan yang telah disampaikan. Jika
seseorang tidak memiliki kedisiplinan, maka mereka cenderung dalam hal tidak
memiliki rasa tanggung jawab dan tidak merasa terikat pada kode etik yang telah
ditetapkan sehingga kinerjanya menjadi tidak baik. Disiplin kerja perlu diterapkan
di lingkungan kerja dan guru secara sukarela ataupun terpaksa harus
menerapkannya dalam kesehariannya di lingkungan kerja.
Pendapat lain dikemukakan Watson dan Tharp dalam Uno dan Nina (2016)
bahwa disiplin kerja terkait dengan konsep-konsep seperti :
1. Self regulation, yaitu penyusaian diri yang dilakukan seseorang tanpa
disadarinya sehingga menunjukkan perilaku yang dapat diterima dan
menghindari perilaku yang dilarang atau juga menyesuaikan dengan tugas-
tugas tertentu yang harus dilakukannya. Penyesuaian perilaku seperti ini
35
merupakan akibat internalisasi perilaku yang dialami seseorang semasa
kanak-kanak sehingga di kemudian hari orang tersebut sudah memiliki
kebiasaan dengan perilaku tertentu. Misalnya memberi salam kepada orang
tua. Perilaku-perilaku seperti ini sering dilakukan secara spontan atau
otomatis.
2. Self control, yaitu pengendalian perilaku oleh seseorang secara sadar atau
penyesuaian perilakunya yang disebabkan oleh tuntutan atau tugas-tugas
tertentu. Self control dapat dilihat dari program-program keteknikan untuk
mencegah kesalahan dalam kerja atau perilaku guru untuk menahan diri, agar
tidak berbuat suatu kesalahan dalam melaksanakan tugas-tugas
profesionalnya.
3. Self modification, yakni pengendalian perilaku yang masih dalam bentuk
usaha atau direncanakan. Salah satu contohnya adalah rencana guru untuk
membagi jadwal kerja, mengatur kegiatan-kegiatan yang harus dilaksanakan,
dan memberikan prioritas terhadap kegiatan-kegiatan tertentu dengan maksud
mencapai hasil kerja yang maksimal. Self modification sering muncul apabila
setiap orang telah mengalami kegagalan dalam menerapkan self control atau
self regulation. Misalnya, karena mendapat nilai rendah untuk beberapa mata
pelajaran pada semester sebelumnya, seorang guru bertekad untuk
memperbaiki kerjanya di semester berikutnya.
Mangkunegara (2000: 130) membagi tiga pendekatan disiplin kerja yaitu
1. Disiplin modern, pendekatan disiplin modern yaitu mempertemukan sejumlah
keperluan atau kebutuhan baru di luar hukuman. Pendekatan ini berasumsi: a)
36
disiplin modern merupakan suatu cara menghindarkan bentuk hukuman fisik;
b) melindungi tuduhan yang benar untuk diteruskan pada proses yang
berlaku; c) keputusan-keputusan yang semuanya terhadap kesalahan atau
prasangka harus diperbaiki dengan mengadakan proses penyuluhan dengan
mendapatkan fakta-fakta; d) melakukan proses terhadap keputusan yang berat
sebelah pihak terhadap kasus disiplin.
2. Disiplin dengan tradisi yaitu pendekatan disiplin dengan cara memberikan
hukuman. Asumsinya adalah: a) disiplin dilakukan oleh atasan kepada
bawahan, dan tidak pernah ada peninjauan kembali bila telah diputuskan; b)
disiplin adalah hukuman untuk pelanggaran pelaksanaannya harus
disesuaikan dengan tingkat pelanggarannya; c) pengaruh hukuman untuk
memberikan pelajaran kepada pelanggar maupun kepada pegawai lainnya; d)
peningkatan perbuatan/pelanggaran diperlukan hukuman yang lebih keras; e)
pemberian hukuman terhadap pegawai yang melanggar kedua kalinya harus
diberikan hukuman yang lebih berat.
3. Pendekatan disiplin tujuan berasumsi: a) disiplin kerja harus dapat diterima
dan dipahami oleh semua pegawai; b) disiplin bukanlah suatu hukuman tetapi
merupakan pembentukan perilaku; c) disiplin ditujukan untuk perubahan
perilaku yang lebih baik; d) disiplin pegawai bertujuan agar pegawai
bertanggung jawab terhadap perbuatannya.
Dari pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa pendekatan dalam disiplin
kerja adalah bertujuan untuk pengendalian seseorang dalam mengatur
perilakunya. Disiplin kerja bagi guru dapat diterapkan melalui aturan-aturan yang
37
bersifat mengikat dan mengubah perilaku guru. Perlu adanya penguatan berupa
pujian sebagai reward atas perilaku guru yang berperilaku posistif dalam disiplin
kerja demi tujuan bersama.
Pendapat lain dikemukan Uno dan Nina (2016: 38) yang membedakan
disiplin kerja menurut tingkatannya yaitu:
1. Disiplin pribadi sebagai perwujudan yang lahir dari sikap aturan-aturan yang
mengatur perilaku individu
2. Disiplin kelompok sebagai perwujudan disiplin yang lahir dari sikap taat dan
patuh, terhadap aturan hukum dan norma yang berlaku pada kelompok atau
bidang-bidang kehidupan manusia.
3. Disiplin nasional yakni wujud disiplin yang lahir dari sikap patuh pada
peraturan/undang-undang yang ditunjukkan kepada seluruh lapisan
masyarakat secara nasional.
A.G. Sujono (1987 : 17), membagi disipin kerja sebagai berikut:
1. Disiplin mengenai pengaturan waktu;
Guru di sekolah mengatur peraturan dan tata tertib yang sebaik mungkin
tentang segala aspekyang berhubugan mengenai waktu, apakah waktu
istirahat meupun mengenai kurikulum yang sesuai dengan perkembangan
zaman sangatlah penting. Mengenai tata tertib kehadiran guru dan pegawai
lainnya diadakan absen, sedangkan untuk siswa juga harus di adakan absen
jika terlambat, berarti melanggar tata tertib,ia harus menerima sanksi atau
ganjaran yang setimpal atau yang sudah ditentukan sebelumnya.
38
2. Disiplin guru dan pegawai lainnya.
Guru merupakan tulang punggung untuk menggerakkan dan menciptakan
tujuan disuatu sekolah dan tujuan pendidikan. Untuk itu di sekolah diciptakan
tata tertib dan peraturan yang cocok dan tepat serta sesuai dengan waktu,
tempat dan keadaan.
3. Disiplin mengenai siswa
Siswa-siswa adalah sebagai subjek didik yang akan menerima bimbingan,
binaan da arahan sejumlah ilmu pengetahuan disekolah dari gurunya, untuk
memperoleh itu siswa dalam mengikuti pelajaran harus dalam keadaan aman,
tertib, dan teratur, oleh karena itu perlu kiranya untuk terjaminnya ketertiban
dan keamanan suatu peraturan tertentu secara disiplin
4. Disiplin tentang administrasi sekolah.
Jika administrasinya baik pada suatu sekolah, maka sekolah itu akan dapat
menciptakan suasana sekolah yang maju dan dapat meningkatkan mutu
pendidika itu sendiri.
5. Disiplin nasional.
Disiplin nasional sangat penting bagi setiap warga negara lebih-lebih bagi
siswa sebagai generasi penerus bangsa dimasa-masa mendatang, karena
negara akan terus maju dan berkembang, jika generasi itu baik dan pandai
membawa diri, serta adanya suatu kesatuan yang bulat, sesuai dengan
semboyan “Bhinneka Tunggal Ika”.
Hasibuan (2009: 194) menyatakan banyak indikator yang mempengaruhi
tingkat kedisiplinan karyawan suatu organisasi, diantaranya tujuan dan
39
kemampuan, teladan pimpinan, balas jasa, keadilan, waskat, sanksi hukuman,
ketegasan, dan hubungan kemanusiaan.
Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 30 tahun 1980 tentang
Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil disebutkan beberapa kewajiban dan
larangan setiap Pegawai Negeri Sipil. Diantara kewajiban setiap Pegawai Negeri
adalah : 1) Setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila, Undang-undang Dasar
1945, Negara, dan pemerintah; 2) Menjunjung tinggi kehormatan dan martabat
Negara, pemerintah dan Pegawai Negeri Sipil; 3) Melaksanakan tugas kedinasan
dengan sebaik-baiknya dengan penuh pengabdian, kesadaran dan tanggung jawab;
4) Bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan
Negara; 5) Menaati ketentuan jam kerja; 6) Bertindak dan bersikap tegas, tetapi
adil dan bijaksana terhadap bawahannya; 7) Membimbing bawahannya dalam
melaksanakan tugasnya; 8) Berpakaian rapi dan sopan serta bersikap dan
bertingkah laku sopan santun terhadap masyarakat, sesama Pegawai Negeri Sipil,
dan terhadap atasan; 9) Menaati segala peraturan perundang-undangan dan
peraturan kedinasan yang berlaku; 10) Menaati perintah kedinasan dari yang
berwenang. Selain kewajiban yang harus ditaati oleh Pegawai Negeri juga
terdapat hal-hal yang dilarang oleh setiap Pegawai Negeri Sipil diantaranya
adalah: 1) Melakukan hal-hal yang dapat menurunkan kehormatan dan martabat
negara, pemerintah atau Pegawai Negeri Sipil; 2) Menyalahgunakan
wewenangnya, dendam terhadap bawahannya atau orang lain di dalam maupun di
luar lingkungan kerjanya; 3) Menghalangi berjalannya tugas kedinasan; 4)
40
Membocorkan dan memanfaatkan rahasia Negara yang diketahui karena
kedudukan jabatan untuk kepentingan pribadi, golongan, atau pihak lain.
Berdasarkan beberapa pendapat diatas penulis berpendapat bahwa pada
hakekatnya pelaksanaan disiplin kerja bersumber dari disiplin pribadi sebagai
langkah awal, dengan menggunakan berbagai teknik pendekatan disiplin maka
tujuan yang ingin dicapai akan terlaksana. Juga dalam dunia pendidikan banyak
jenis disiplin yang diterapkan oleh guru di sekolah yang tujuannya adalah untuk
mencapai tujuan pendidikan dan pengajaran, serta untuk mempertinggi mutu
pendidikan. Salah satu usaha guru untuk mencapai tujuan tersebut di atas adalah
dengan menerapkan berbagai disiplin yang sesuai dengan tempat, waktu dan
keadaan. Disiplin kerja adalah suatu kondisi yang dapat menjadi kekuatan yang
mendorong seseorang atau kelompok dalam mencapai tujuan dan menahan
individu atau kelompok dari melakukan hal-hal yang merugikan kelompok.
Pendekatan dalam disiplin kerja adalah bertujuan untuk pengendalian seseorang
dalam mengatur perilakunya. Disiplin kerja bagi guru dapat diterapkan melalui
aturan-aturan yang bersifat mengikat dan mengubah perilaku guru. Perlu adanya
penguatan berupa pujian sebagai reward atas perilaku guru yang berperilaku
posistif dalam disiplin kerja demi tujuan bersama.
C. Prestasi Kerja Guru
McCormick dan Tiffin (1974), mengemukakan bahwa prestasi kerja
merupakan hasil dari gabungan variabel individual dan variabel fisik dan
pekerjaan serta variabel organisasi dan sosial.
41
Byars dan Rue dalam Edy Sutrisno ( 2014 : 150) mengartikan prestasi
sebagai tingkat kecakapan seseorang pada tugas-tugas yang mencakup pada
pekerjaannya. Pengertian tersebut menunjukkan pada bobot kemampuan individu
di dalam memenuhi ketentuan-ketentuan yang ada di dalam pekerjaannya.
Adapun prestasi kerja adalah hasil upaya seseorang yang ditentukan oleh
kemampuan karakteristik pribadinya serta persepsi terhadap perannya dalam
pekerjaan itu.
Berdasarkan pendapat diatas maka penulis simpulkan bahwa prestasi kerja
adalah hasil dari gabungan beberapa variabel pada suatu pekerjaan yang
menggambarkan tingkat kecakapan akan tugas-tugas dari suatu pekerjaan
individu.
Mangkunegara (2009: 67) menyatakan prestasi kerja merupakan hasil kerja
secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam
melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.
Aspek kualitas mengacu pada kesempurnaan dan kerapian pekerjaan yang sudah
diselesaikan, sedangkan kuantitas mengacu pada beban kerja atau target kerja
dalam menyelesaikan pekerjaan.
Hasibuan (2011: 94) menyatakan prestasi kerja seseorang ditunjukkan
dengan keseriusannya dalam menyelesaikan tugas -tugas yang dibebankan
kepadanya berdasarkan atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan serta waktu.
Berdasarkan pendapat diatas maka penulis simpulkan prestasi kerja adalah
hasil kerja individu dalam menyelesaikan tugas-tugas atau pekerjaan yang
42
diberikan padanya baik secara kuantitas misalnya kerapihan maupun secara
kualitas misalnya target kerja.
Mangkunegara (2009: 67-68) menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi
prestasi kerja seseorang adalah sebagai berikut:
1. Faktor Kemampuan Secara psikologis, kemampuan (ability)pegawai terdiri
dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan reality knowledge + skill).
Artinya, kebanyakan seorang pegawai atau karyawan yang memiliki IQ
diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk
jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaanya, maka ia akan
lebih mudah mencapai prestasi kerja yang diharapkan. Oleh karena itu,
pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan
kemampuannya (the right man on the right place, the right man on the right
job).
2. Faktor Motivasi. Motivasi terbentuk dari sikap (attitude)seorang pegawai
dalam menghadapi situasi (situation)kerja. Motivasi merupakan kondisi
yang menggerakan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan
organisasi (tujuan kerja).Sikap mental merupakan kondisi yang mendorong
diri pegawai untuk berusaha mencapai prestasi kerja secara maksimal. Sikap
mental seorang pegawai harus siap secara psikofisik (siap mental, fisik,
tujuan dan situasi). Artinya, seorang pegawai harus mampu secara mental,
mampu secara fisik, memahami tujuan utama, dan target kerja yang akan
dicapai serta mampu memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja.
43
Byar dan Rue dalam Edy Sutrisno (2014 : 151) mengemukakan adanya dua
faktor yang memengaruhi prestasi kerja, yaitu faktor individu dan lingkungan.
Faktor-faktor individu yang dimaksud adalah:
1. Usaha (effort) yang menunjukkan sejumlah sinergi fisik dan mental yang
digunakan dalam menyelenggarakan gerakan tugas
2. Abilities, yaitu sifat-sifat personal yang diperlukan untuk melaksanakan suatu
tugas
3. Role/task perception, yaitu segala perilaku dan aktivitas yang dirasa perlu
oleh individu untuk menyelesaikan suatu pekerjaan.
Sedangkan faktor-faktor lingkungan yang memengaruhi prestasi kerja
adalah: 1) Kondisi fisik; 2) Peralatan; 3) Waktu; 4) Material; 5) Pendidikan; 6)
Supervisi; 7) Desain Organisasi; 8) Pelatihan; dan 9) Keberuntungan.
Berdasarkan pendapat diatas maka penulis dapat simpulkan bahwa faktor-
faktor yang mempengaruhi prestasi kerja adalah: 1) Kemampuan (ability) meliputi
IQ individu; 2) Motivasi yang terbentuk dari sikap (attitude) dan situasi
(situation); 3) Role/task perception; dan 4) faktor lingkungan individu.
Steer (1984: 147) menyatakan prestasi kerja individu (guru) pada dasarnya
merupakan gabungan dari faktor penting yaitu:
1) Kemampuan, perangai, dan mitra seorang pekerja
2) Kejelasan dan penerimaan atas kejelasan peranan seorang pekerja
3) Tingkat motivasi pekerja
Faktor pertama yang dapat digunakan untuk mengukur prestasi kerja guru
adalah dilihat kemampuan, sikap, dan kemauannya terhadap pekerjaan.
44
Kemampuan erat kaitannya dengan masalah kualitas sumber daya manusia atau
lebih tepatnya kualitas pegawai (guru). Kualitas yang menyangkut manusia
berarti mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha, mampu bekerja berarti
mampu melakukan kegiatan ekonomis, yang berarti bahwa kegiatan tersebut
menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat
(Simanjuntak, 1985: 1).
Faktor kedua yang dijadikan sebagai tolak ukur bagi prestasi kerja guru
adalah tingkat kejelasan serta penerimaan pegawai terhadap tugas-tugas yang
mesti dikerjakannya. Biasanya yang menjadi hambatan dalam hal ini adalah: 1)
kurangnya peran dalam susunan organisasi dan meningkatnya kerumitan
organisasi; dan 2) konflik peran yang terjadi manakala seseorang dihadapkan pada
rangkaian tuntutan peran yang paling bertentangan.
Faktor ketiga adalah tingkat motivasi yang tidak kalah penting perannya
dalam proses pencapaian prestasi yang optimal, karena justru motivasilah yang
merupakan kunci dari terlaksananya semua pekerjaan. Sastrodiningrat (1989: 2)
menyatakan “ bukan kecakapan (ability) yang kurang dalam suatu organisasi,
melainkan motivasi yang kurang atau tidak ada”.
Gibson et al (1977: 38) menyatakan bahwa kaitan antara motivasi dengan
keefektifan pegawai (guru) dalam bekerja yaitu kurangnya motivasi kerja akan
menyebabkan tidak efektifnya hasil kerja, karena pegawai akan bekerja secara
terpaksa dan tidak bergairah karena pekerjaan dirasakan semata-mata hanya
sebagai beban tugas yang harus diselesaikan, tanpa adanya keinginan untuk
berkarya secara lebih baik.
45
Berdasarkan pendapat diatas maka penulis berkesimpulan bahwa ada tiga
faktor penting yang dapat dijadikan acuan dalam pengukuran prestasi kerja guru
yaitu: 1) kemampuan, perangai dan mitra; 2) kejelasan dan penerimaan atas
kejelasan peranan seorang guru; dan 3) tingkat motivasi kerja. Faktor motivasi
kerja sangat berkaitan dengan prestasi kerja guru apakah memuaskan atau tidak.
Prestasi kerja seorang pegawai dapat diketahui melalui penilaian kinerja
yang dalam hal ini dilakukan oleh atasan dari pegawai yang bersangkutan. Secara
umum penilaian kinerja dapat diartikan sebagai suatu evaluasi yang dilakukan
secara periodik dan sistematis tentang prestasi kerja. Dalam meningkatkan hasil
pekerjaan, maka prestasi kerja guru dianggap sangat penting bukan saja untuk
kepentingan guru yang bersangkutan, tetapi juga diperlukan dalam proses
penilaian untuk menentukan jabatan setiap pegawai.
Uno dan Nina (2016: 53) menyatakan prestasi kerja sebagai suatu hasil yang
dicapai oleh seorang guru dalam mengerjakan tugas profesionalnya secara efisien
dan efektif dalam berbagai aspek kehidupan. Seorang guru yang sukses dan
berprestasi mempunyai kesadaran bahwa tanpa diikuti dengan disiplin kerja yang
tinggi, prestasi kerja yang diinginkan tidak akan terwujud.
Dalam Undang- Undang No 8 tahun 1974 tentang pokok-pokok
kepegawaian dinyatakan bahwa ada dua system kepegawaian, yaitu sistem karier
dan sistem prestasi kerja. Dalam system karier, pengangkatan pertama didasarkan
atas kecakapan dari yang bersangkutan untuk kemudian dalam tahap selanjutnya
masa kerja, kesetiaan, pengabdian, dan syarat-syarat objektif lainnya juga ikut
menentukan. Sedangkan dalam system prestasi kerja, sekalipun dalam
46
pengangkatan yang dicapai pegawai yang bersangkutan, namun pada tahap-tahap
pengangkatan selanjutnya tidak lagi didasarkan pada masa kerja melainkan
semata-mata didasarkan pada prestasi yang dicapai. Dalam system prestasi kerja,
seorang pegawai dapat saja naik pangkat dalam waktu yang singkat, karena tidak
dibatasi oleh lamanya masa kerja, hal ini berbeda dengan system karier yang
kenaikan pangkat hanya dapat diperoleh bila telah melampaui masa kerja minimal
sebagaimana yang disyaratkan.
Berdasarkan berbagai pendapat diatas maka penulis berpendapat bahwa
prestasi kerja adalah hasil dari gabungan beberapa variabel pada suatu pekerjaan
yang menggambarkan tingkat kecakapan akan tugas-tugas dari suatu pekerjaan
individu. Terdapat tiga faktor penting yang dapat dijadikan acuan dalam
pengukuran prestasi kerja guru yaitu: 1) kemampuan, perangai dan mitra; 2)
kejelasan dan penerimaan atas kejelasan peranan seorang guru; dan 3) tingkat
motivasi kerja. Seorang guru yang sukses dan berprestasi mempunyai kesadaran
bahwa tanpa diikuti dengan disiplin kerja yang tinggi, prestasi kerja yang
diinginkan tidak akan terwujud.
Penilaian prestasi kerja guru merupakan suatu proses yang bertujuan untuk
mengetahui atau memahami tingkat prestasi kerja guru satu dengan tingkat
prestasi kerja guru yang lainnya atau dibandingkan dengan standar yang telah
ditetapkan. Dessler (Pasolong 2007:182) menyatakan bahwa penilaian prestasi
merupakan upaya sistematis untuk membandingkan apa yang dicapai seseorang
dibandingkan dengan standar yang ada. Tujuannya yaitu untuk mendorong
prestasi kerja seseorang agar bias berada diatas rata-rata.
47
Wahyudi (1996: 10) menyatakan prestasi kerja seorang pegawai dapat
diketahui melalui penilaian kinerja yang dalam hal ini dilakukan oleh atasan dari
pegawai yang bersangkutan. Secara umum penilain kinerja dapat diartikan
sebagai suatu evaluasi yang dilakukan secara periodik dan sistematis tentang
prestasi kerja, jabatan (job performance) seorang tenaga kerja termasuk potensi
pengembangannya.
Berdasarkan pendapat diatas maka penulis berkesimpulan bahwa penilaian
prestasi kerja oleh atasan mutlak dilaksanakan demi mengukur tingkat kinerja
yang telah dicapai pegawai dalam periode waktu tertentu, penilaian prestasi kerja
ini juga berfungsi mengevaluasi pegawai dalam bekerja serta memotivasi pegawai
agar berprestasi diatas rata-rata.
D. Pengaruh Motivasi Kerja Guru Terhadap Prestasi Kerja Guru
Salah satu tujuan dari organisasi khususnya dunia pendidikan adalah
diharapkan tingkat prestasi dan kecerdasan siswa kian meningkat dari suatu tahap
ke tahap berikutnya sesuai dengan yang telah ditargetkan. Untuk mencapai tujuan
tersebut, diperlukan guru yang profesional dan memiliki motivasi kerja yang
tinggi. Robbins dan Coulter (2010: 139) mendefinisikan motivasi kerja sebagai
proses dimana usaha seseorang diberi energi, diarahkan, dan berkelanjutan
menuju tercapainya suatu tujuan, dimana elemen energi adalah ukuran dari
intensitas atau dorongan untuk mencapai tujuan.
Motivasi kerja guru dipengaruhi oleh faktor instrinsik dan faktor ekstrinsik.
Faktor intrinsik berkaitan dengan kepuasan kerja sedangkan faktor eksintrik
berkaitan dengan ketidakpuasan kerja. Ukuran motivasi kerja guru adalah
48
motivasi eksternal berdasarkan teori Hygiene Herzberg yaitu; 1) Hubungan antar
pribadi; 2) Penggajian/honorarium; 3) Kondisi Kerja. Sedangkan motivasi
internal meliputi; 1) Dorongan untuk bekerja; 2) Kemajuan dalam karier; 3)
Pengakuan yang diperoleh; 4) Tanggung jawab dalam pekerjaan; dan 5) Minat
terhadap tugas.
Motivasi kerja seseorang dapat dipengaruhi oleh prestasi kerja. Hal tersebut
dikemukakan oleh David McClelland dalam Robbins dan Coulter (2010: 139)
bahwa salah satu motivasi adalah motivasi akan prestasi kerja (need for
achievement + n -ach ) bahwa manusia berkeinginan untuk meningkatkan prestasi
kerja dan mempunyai keinginan kuat untuk sukses sekaligus kekhwatiran yang
besar akan kegagalan. Orang tersebut mengiginkan tantangan, suka bekerja lebih
lama, dan ingin menjalankan usahanya sendiri. Oleh karena itu, motivasi muncul
karena adanya keinginan yang kuat bagi seseorang untuk meningkatkan prestasi
kerjanya.
Pendapat yang sama juga dikemukakan oleh McDaniel (2000) yang
menyatakan bahwa prestasi kerja adalah interaksi antara kemampuan seseorang
dengan motivasinya. Berdasarkan pendapat ini maka dapat ditegaskan bahwa
prestasi kerja merupakan gabungan antara kemampuan dan motivasi kerja yang
dimiliki oleh seseorang. Gibson et al (1997:38) juga menyatakan bahwa kaitan
antara motivasi dengan keefktifan pegawai dalam bekerja yaitu kurangnya
motivasi kerja akan menyebabkan tidak efektifnya hasil kerja.
Tingkat motivasi memegang peranan yang tidak kalah pentingnya dalam
proses pencapaian prestasi kerja yang maksimal, karena justru motivasilah yang
49
merupakan kunci dari terlaksananya semua pekerjaan. Sastrodiningrat (1989: 2)
mengatakan dengan tegas “ bukan kecakapan (ability) yang kurang dalam suatu
organisasi, melainkan motivasi yang kurang atau tidak ada”.
E. Pengaruh Disiplin Kerja Guru Terhadap Prestasi Kerja Guru
Fathoni (2006:172) menyatakan disiplin kerja merupakan fungsi
operatif manajemen sumber daya manusia yang terpenting karena semakin baik
disiplin karyawan (guru), semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapai.
Pendapat serupa juga dinyatakan oleh Uno dan Nina (2016: 34) menyatakan guru
dengan disiplin kerja tinggi akan mewujudkan prestasi kerja yang tinggi pula.
Disiplin kerja seseorang turut mempengaruhi prestasi kerja seseorang. Hal ini
sesuai dengan pendapat Watson dan Trap (1985) yang menyatakan bahwa
pengendalian perilaku disiplin oleh seorang guru misalnya prioritas terhadap
kegiatan-kegiatan tertentu bertujuan untuk mencapai hasil kerja atau prestasi kerja
maksimal. Penelitian yang dilakukan oleh Loana, Swasto, dan Nurtjahjono (2014:
7), juga turut menyimpulkan bahwa prestasi kerja akan meningkat bila karyawan
memiliki disiplin kerja yang baik.
Indikator disiplin yang digunakan dalam penelitian ini di fokuskan pada
konsep Fathoni (2006: 172) yakni ketepatan waktu, kesadaran dalam bekerja, dan
patuh pada peraturan.
F. Pengaruh Motivasi Kerja Guru, Disiplin Kerja Guru Terhadap Prestasi
Kerja Guru
Pembahasan dalam penelitian ini tentang prestasi kerja dikemukakan oleh
pendapat Uno dan Nina (2016: 53) bahwa prestasi kerja sebagai suatu hasil yang
50
dicapai oleh seorang guru dalam mengerjakan tugas profesionalnya secara efisien
dan efektif dalam berbagai aspek kehidupan. Meliputi: (1) ketepatan; (2) inisiatif;
dan (3) kemampuan. Hal tersebut dapat terwujud dan terlaksana dengan baik bila
didukung oleh motivasi baik dari dalam diri maupun dari luar serta ditunjang oleh
disiplin kerja yang maksimal.
Variabel motivasi kerja, disiplin kerja dan prestasi kerja saling
mempengaruhi. Hal ini sesuai dengan yang dikemukakan oleh Mangkunegara
(2004: 67) bahwa kinerja/prestasi kerja yang baik adalah seseorang yang telah
mencapai hasil kerja secara kualitas dan kuantitas dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan, kinerja atau prestasi kerja
seseorang dapat dilihat dari kedisiplinan waktu bekerja dan motivasi yang
memacu dirinya untuk memberikan performa atau prestasi yang terbaik di dalam
pekerjannya. Dari ketiga teori tersebut akan dijelaskan pada kerangka pikir dalam
pembahasan penelitian ini.
G. Penelitian yang Relevan
Penelitian terdahulu yang relevan dengan penelitian ini disajikan pada tabel
berikut:
Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu
No Nama
Peneliti
(Tahun)
Judul
Penelitian
Alat
Analisis
Hasil Penelitian
1
Kaliri
(2008)
Pengaruh
disiplin dan
motivasi
kerja
terhadap
kinerja guru
Analisis
Pearson
Product
Moment
Hasil penelitian tersebut
diperoleh kesimpulan bahwa
terdapat pengaruh yang
signifikan antara motivasi
kerja dengan kinerja guru
dengan koefisien determinasi
51
2
3
Sylvia
(2014)
Pujiyanti
(2014)
pada SMAN
di kabupaten
Pemalang
Pengaruh
motivasi
kerja dan
disiplin kerja
terhadap
prestasi kerja
karyawan
pada PT
AXA
Financial
Indonesia
Malang
Pengaruh
motivasi
kerja dan
disiplin kerja
terhadap
kinerja guru
pada SMA
Negeri 1
Ciamis
Analisis
Pearson
Product
Moment
Analisis
Pearson
Product
Moment
14,3% serta terdapat
pengaruh yang signifikan
disiplin dan motivasi kerja
secara bersama-sama
terhadap kinerja guru dengan
koefisien determinasi sebesar
21,5%.
Hasil penelitian tersebut
diperoleh kesimpulan bahwa
motivasi kerja dan disiplin
kerja secara simultan
berpengaruh signifikan
terhadap prestasi kerja
dengan nilai signifikansi F
sebesar 0,000 lebih kecil dari
α = 0,05 (0,000 < 0,005) dan
mampu memberikan
kontribusi terhadap variabel
prestasi kerja 0,540 atau
sebesar 54%
Hasil penelitian tersebut
diperoleh kesimpulan bahwa
menyatakan terdapat
pengaruh positif dan
signifikan antara motivasi
kerja dan disiplin kerja
secara bersama-sama
terhadap kinerja guru pada
SMA Negeri 1 Ciamis yang
ditunjukkan dengan Ry(1,2) =
0,938 dengan nilai R2 =
0,880, dan F hitung > F tabel
yaitu 216,172 > 3,51.
Persamaan penelitian terdahulu dengan penelitian sekarang adalah sama-
sama memiliki 3 (tiga) variabel yaitu X1 dan X2 terhadap Y dan pengujiannya
sama-sama menggunakan analisis regresi ganda serta metode analisis data yang
52
digunakan yaitu uji t dan uji F. Uji t atau uji Parsial dilakukan untuk mengetahui
apakah variabel independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap
variabel dependen, sedangkan uji F atau pengujian simultan bertujuan untuk
mengetahui pengaruh variabel independen secara bersama-sama terhadap variabel
independen . Perbedaan dari penelitian ini adalah subjek dan objek penelitiannya.
H. Kerangka Pikir
1. Pengaruh Motivasi Kerja Guru Terhadap Prestasi Kerja Guru
Sejalan dengan tujuan penelitian dan kajian teori yang sudah dibahas diatas,
selanjutnya akan diuraikan kerangka pikir mengenai pengaruh motivasi kerja guru
dan disiplin kerja guru dengan prestasi kerja guru pada SMA Negeri 1 Sampara,
SMA Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1 Bondoala dan SMA Negeri 1 Morosi
Kabupaten Konawe.
Konsep motivasi kerja adalah berkaitan dengan kegiatan-kegiatan yang
dilakukan seorang pegawai. Dalam penelitian ini konsep motivasi kerja menurut
Robbins dan Coulter (2010: 139) adalah sebagai proses dimana usaha seseorang
diberi energi, diarahkan, dan berkelanjutan menuju tercapainya suatu tujuan,
dimana elemen energi adalah ukuran dari intensitas atau dorongan untuk
mencapai tujuan. Motivasi kerja seseorang dapat mempengaruhi prestasi kerja.
Hal ini sesuai yang dikemukakan oleh David McClelland (1961:212) yang
menjelaskan bahwa salah satu motivasi manusia adalah motivasi akan prestasi
kerja (need for achievement+n-ach), yaitu bahwa manusia berkeinginan untuk
meningkatkan prestasi kerja.
53
Berdasarkan pendapat ini maka dapat ditegaskan bahwa prestasi kerja
merupakan gabungan antara kemampuan dan motivasi kerja yang dimiliki oleh
seseorang. Gibson et al (1997:38) juga menyatakan bahwa kaitan antara motivasi
dengan keefektifan pegawai dalam bekerja yaitu kurangnya motivasi kerja akan
menyebabkan tidak efektifnya hasil kerja.
Berdasarkan teori dua faktor Herzberg maka dalam penelitian ini motivasi
kerja diukur dari motivasi eksternal dan motivasi internal.
2. Pengaruh Disiplin Kerja Guru Terhadap Prestasi Kerja Guru.
Untuk meningkatkan prestasi kerja guru, maka disiplin kerja juga penting
untuk ditingkatkan. Fathoni (2006: 172) menyatakan disiplin kerja merupakan
fungsi operatif manajemen sumber daya manusia yang terpenting karena semakin
baik disiplin karyawan (guru), semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapai.
Konsep Fathoni (2006: 172) mencakup tiga dimensi yaitu: 1) ketepatan waktu;
2) kesadaran dalam bekerja; dan 3) patuh pada peraturan.
Disiplin kerja seseorang turut mempengaruhi prestasi kerja seseorang. Hal
ini sesuai dengan pendapat Watson dan Trap (1985) yang menyatakan bahwa
pengendalian perilaku disiplin oleh seorang guru misalnya prioritas terhadap
kegiatan-kegiatan tertentu bertujuan untuk mencapai hasil kerja atau prestasi kerja
maksimal.
3. Pengaruh Motivasi Kerja dan Disiplin Kerja Guru Terhadap Prestasi
Kerja Guru
Tolak ukur yang digunakan dalam mengukur prestasi kerja guru adalah hasil
kerja yang dicapai oleh seorang guru. Konsep prestasi kerja dikemukakan oleh
54
Uno dan Nina (2016: 53) bahwa prestasi kerja sebagai suatu hasil yang dicapai
oleh seorang guru dalam mengerjakan tugas profesionalnya secara efisien dan
efektif dalam berbagai aspek.
Ketiga variabel tersebut diatas mempunyai pengaruh. Hal ini sesuai dengan
yang dikemukakan oleh Mangkunegara (2004: 67) bahwa kinerja/prestasi kerja
yang baik adalah seseorang yang telah mencapai hasil kerja secara kualitas dan
kuantitas dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang
diberikan, kinerja atau hasil kerja seseorang dapat meraih kesuksesan dilihat dari
kedisiplinan waktu bekerja dan motivasi yang memacu dirinya untuk memberikan
performa yang terbaik di dalam pekerjannya.
Berdasarkan uraian diatas, dapat dijelaskan pada kerangka pikir berikut.
BAGAN KERANGKA PIKIR
David McClelland (1961)
Mangkunegara (2004)
Watson dan Trap (1985)
Motivasi Kerja Guru
(X1)
1. Motivasi internal
2. Motivasi eksternal
Herzberg dalam
Robbins dan Coulter
(2010 : 139)
Disiplin Kerja Guru
(X2)
1. Ketepatan waktu
2. Kesadaran dalam
bekerja
3. Patuh pada peraturan
Fathoni ( 2006: 172)
Prestasi Kerja Guru
(Y)
1. Ketepatan
2. Insiatif
3. Kemampuan
Uno dan Nina (2016: 53)
55
I. Hipotesis Penelitian
Berdasarkan kerangka teoritis dan kerangka konseptual tersebut, maka
hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini yaitu:
1. Motivasi kerja guru berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja
guru di SMA Negeri 1 Sampara, SMA Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1
Bondoala dan SMA Negeri 1 Besulutu di Kecamatan Besulutu Kabupaten
Konawe.
2. Disiplin kerja guru berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja
guru di SMA Negeri 1 Sampara, SMA Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1
Bondoala dan SMA Negeri 1 Besulutu di Kecamatan Besulutu Kabupaten
Konawe.
3. Motivasi kerja guru dan disiplin kerja berpengaruh secara bersama-sama atau
simultan terhadap prestasi kerja guru di SMA Negeri 1 Sampara, SMA
Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1 Bondoala dan SMA Negeri 1 Besulutu di
Kecamatan Besulutu Kabupaten Konawe.
56
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Lokasi dan Waktu Penelitian
Lokasi penelitian ini adalah di Kabupaten Konawe bagian timur laut. yaitu
SMA Negeri 1 Sampara , SMA Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1 Bondoala dan
SMA Negeri 1 Besulutu di Kecamatan Besulutu.
Penelitian dan penyusunan tesis ini secara keseluruhan memerlukan waktu
empat bulan, yakni mulai bulan Pebruari sampai dengan bulan Mei 2017, dengan
perincian kegiatan sebagai berikut: (1) Persiapan, (2) Penelitian lapangan, (3)
Koding data, (4) Editing data, (5) Analisis data, (6) Penulisan laporan, (7)
Konsultasi, dan (8) Ujian Tesis.
B. Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan jenis penelitian
adalah penelitian korelasional. Penelitian kuantitatif memiliki sifat umum yaitu
tujuan, pendekatan, subjek, sumber data sudah rinci sejak awal hal ini
menyebabkan penelitian dapat lebih terarah sesuai dengan rencana (Arikunto :
2006: 13). Penelitian korelasional merupakan penelitian yang menyelidiki
hubungan atau pengaruh antara variabel bebas dan variabel terikat. Variabel
bebas dalam penelitian ini yaitu motivasi kerja guru dan disiplin kerja guru
sedangkan variabel terikatnya yaitu prestasi belajar siswa. Tujuan penelitian
korelasional adalah untuk mendeteksi sejauh mana variasi-variasi pada suatu
faktor berkaitan dengan variasi-variasi pada satu atau lebih faktor lain berdasarkan
pada koefisien korelasi (Sumadi Suryabrata, 2014: 84).
57
C. Populasi dan Sampel Penelitian
a. Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah objek atau subjek yang berada pada
suatu wilayah dan memenuhi syarat-syarat tertentu yang mempunyai kaitan
dengan masalah yang diteliti (Riduwan, 2009: 276).
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh guru yang mengajar SMA
Negeri 1 Sampara, SMA Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1 Bondoala dan SMA
Negeri 1 Besulutu di Kabupaten Konawe. Secara lengkap disajikan pada tabel
berikut.
Tabel 3.1 Jumlah Guru SMA Negeri di Lokasi Penelitian
No Sekolah Jumlah Guru
1.
2.
3.
4.
SMA Negeri 1 Sampara
SMA Negeri 1 Kapoiala
SMA Negeri 1 Bondoala
SMA Negeri 1 Besulutu
Total
40
22
19
21
102
b. Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut. Dalam penelitian ini penulis menggunakan rumus Slovin yang
diadopsi dari Sugiyono (2010:36) sebagai berikut:
� =N
1 + N (e)2
58
Keterangan : n = Jumlah sampel (responden)
N = Jumlah populasi
e = Presisi 5 %
Berdasarkan rumus tersebut diatas, maka diperoleh jumlah sampel yaitu:
� =102
1 + 102 (0,05)2
= 81
Dalam penelitian ini sampel penelitian ditentukan dengan proportional
random sampling yaitu cara pengambilan sampel dari semua anggota populasi
yang dilakukan secara acak dengan memperhatikan strata yang ada didalam
populasi itu. Rumusnya sebagai berikut:
ni =��
��� (Sugiyono, 2010:130)
Keterangan : Ni = Jumlah populasi disetiap sekolah
N = Jumlah populasi keseluruhan
n = Jumlah sampel keseluruhan
Adapun rincian responden disajikan pada tabel berikut.
Tabel 3.2 Jumlah Responden di Lokasi Penelitian
No Sekolah Jumlah Guru Jumlah Responden
1.
2.
3.
4.
SMA Negeri 1 Sampara
SMANegeri 1 Kapoiala
SMA Negeri 1 Bondoala
SMA Negeri 1 Besulutu
40
22
19
21
40/102.80 = 32
22/102.80 = 17
19/102.80 = 15
21/102.80 = 17
Jumlah 102 81
59
Penarikan sampel 102 orang guru menjadi sampel di masing-masing sekolah
dilakukan secara acak sederhana yaitu proporsional random sampling dimana
populasi di setiap sekolah diberikan nomor urut 1 (satu) sampai terakhir,
kemudian dimasukkan kedalam boks lalu diacak dan peneliti mengambil secara
acak sebanyak sampel di sekolah tersebut.
D. Variabel Penelitian
Variabel meliputi faktor-faktor yang berperan dalam peristiwa, atau gejala
yang akan diteliti. Variabel ini mencirikan tentang masalah dan tujuan yang akan
dicapai dalam suatu penelitian.
1. Variabel bebas
Variabel bebas merupakan variabel yang mempengaruhi atau menjadi sebab
terjadinya perubahan atau menjadi sebab variabel terikat, variabel bebas disebut
juga dengan variabel independen. Menurut Rully dan Poppy (2016: 113) variabel
bebas adalah variabel yang variasi nilainya akan mempengaruhi nilai variabel
yang lain. Dalam penelitian ini, variabel bebas adalah motivasi kerja guru (X1 )
dan disiplin kerja guru (X2).
2. Variabel terikat
Variabel terikat merupakan variabel yang dipengaruhi oleh variabel bebas
atau menjadi akibat dari adanya variabel bebas, variabel terikat disebut juga
dengan variabel dependen. Menurut Zainal (2009: 23), variabel terikat adalah
suatu variabel yang variasi nilainya dipengaruhi atau dijelaskan oleh variasi nilai
variabel yang lain. Dalam penelitian ini variabel terikatnya adalah prestasi belajar
siswa (Y).
60
E. Definisi operasional
Definisi operasional yang dikemukakan untuk memudahkan pengukuran
dan keterkaitan variabel yang ada dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Motivasi kerja adalah dorongan yang timbul dari dalam diri individu dan
menimbulkan semangat kerja untuk mencapai suatu tujuan. Motivasi kerja
guru merupakan suatu kekuatan yang berasal dari dalam diri seorang guru
sehingga menggerakkan, mendorong, dan mengilhami seorang guru untuk
melaksanakan berbagai tugas di sekolah. Dorongan itu timbul akibat
pengaruh dari dalam dan luar individu.
Dimensi pengukuran motivasi kerja guru dalam penelitian ini mengacu pada
teori Herzberg yang dikembangkan oleh Robbins yaitu motivasi kerja terdiri
dari motivasi eksternal dan motivasi internal.
2. Disiplin kerja guru adalah sikap dan perilaku seorang guru yang diwujudkan
dalam bentuk kesediaan seorang guru dengan penuh kesadaran dan
ketulusan atau tanpa paksaan untuk mematuhi dan melaksanakan seluruh
peraturan dan kebijaksanaan organisasi.
Dimensi pengukuran disiplin kerja guru dalam penelitian ini mengacu pada
teori Fathoni yang menggunakan tiga criteria pengukuran disiplin yaitu :
tingkat ketepatan waktu, tingkat kesadaran dalam bekerja, dan tingkat
kepatuhan kepada peraturan.
3. Prestasi kerja prestasi kerja sebagai suatu hasil yang dicapai oleh seorang
guru dalam mengerjakan tugas profesionalnya secara efisien dan efektif
61
dalam berbagai aspek kehidupan yang meliputi: (1) ketepatan; (2) inisiatif;
dan (3) kemampuan.
Tabel 3.3 Kisi-Kisi Variabel Motivasi Kerja Guru
No Komponen Indikator Nomor Butir
Soal
1.
2.
Motivasi Eksternal
Motivasi Internal
a. Hubungan antar
pribadi
b. Honorarium
c. Kondisi Kerja
a. Dorongan untuk
bekerja
b. Kemajuan dalam
karier
c. Minat terhadap tugas
d. Tanggung jawab
dalam pekerjaan
e. Pengakuan yang
diperoleh
1,2
3,4
5,6
7, 8
9, 10
11, 12
13, 14
15, 16
Tabel 3.4 Kisi-Kisi Variabel Disiplin Kerja Guru
No Komponen Indikator Nomor Butir
Soal
1.
2.
Ketepatan Waktu
Kesadaran dalam
Bekerja
a. Tepat waktu
b. Efisien
a.Tingkat Kehadiran
b. Paham tugas
c. Tanggung jawab
17,18
19
20
21
22,23
62
3.
Kepatuhan
d. Pelaksanaan tugas
a. Taat pada peraturan
b. Sanksi
24
25
26
Tabel 3.5 Kisi-Kisi Variabel Prestasi Kerja Guru
No Komponen Indikator Nomor Butir
Soal
1.
2.
3.
Ketepatan
Inisiatif
Kemampuan
a. Efektif dalam melaksanakan tugas
b. Keterampilan dalam melaksanakan tugas
a. Hasil kerja melebihi target
b. Efisien dalam
melaksanakan tugas a. Memiliki pengalaman
yang luas dalam tugas b. Sungguh-sungguh dan
tidak kenal waktu dalam melaksanakan tugas
27,28
29
30
31
32,33
34,35
F. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
angket . Angket (questionnaire) adalah daftar pertanyaan yang diberikan kepada
orang lain bersedia memberikan respon (responden) sesuai dengan permintaan
pengguna (Riduwan, 2009: 38). Dalam penelitian ini angket digunakan untuk
63
mengumpulkan data yang dibutuhkan mengenai motivasi kerja guru, dan disiplin
kerja guru.
Untuk memperoleh data mengenai variabel-variabel penelitian ini yaitu
variabel bebas X1 dan X2 dilakukan melalui daftar pertanyaan yang akan dijawab
oleh responden.
Pengukuran data pada variabel bebas yaitu motivasi kerja (X1) dan disiplin
kerja (X2) dilakukan dengan cara memberi jenjang terhadap gejala yang diukur
dengan criteria Selalu (S), Sering (SR), Kadang-kadang (KD), Jarang (JR), dan
Tidak pernah (TP).
Kriteria penskoran dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 3.6 Kriteria Penskoran Pernyataan
Kriteria Skor Sangat Tinggi 5
Tinggi 4 Rata-Rata 3 Rendah 2
Sangat Rendah 1
G. Teknik Analisis Data
Langkah-langkah analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini adalah:
1. Uji Instrumen Penelitian
Langkah pertama dalam analisis yang akan dilakukan dalam penelitian ini
adalah pengukuran dan pengujian suatu kuesioner. Suatu kuesioner sangat
bergantung pada kualitas data yang digunakan dalam pengujian. Data penelitian
tidak akan berguna jika instrument yang digunakan untuk mengumpulkan data
penelitian tidak memiliki reliability (tingkat keandalan) dan validity (tingkat
64
kesahihan) yang tinggi. Pengujian dan pengukuran tersebut masing-masing
menunjukkan konsistensi dan akurasi data yang dikumpulkan.
a. Uji Validitas atau Kesahihan
Validitas suatu instrument atau tes yang mempermasalahkan
apakah instrument atau tes yang sedang diteliti tersebut benar-benar
mengukur apa yang hendak diukur. Cureton dalam Djaali dan Muljono
(2004:65) menyatakan bahwa seberapa jauh suatu tes mampu
mengungkapkan dengan tepat ciri atau keadaan yang sesungguhnya dari
objek ukur akan tergantung dari tingkat validitas atau kesahihan tes yang
bersangkutan.
Uji validitas dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor
atau butir pertanyaan dengan skor konstruk. Hal ini dapat dilakukan
dengan uji signifikansi yang membandingkan r hitung dengan r tabel untuk
degree of freedom (df) = n – k dalam hal ini n adalah jumlah sampel dan k
adalah konstruk, apabila r hitung untuk r tiap butir dapat dilihat pada
kolom Corected Item Total Correlation lebih besar dari r tabel dan nilai r
positif, maka butir atau pertanyaan tersebut dapat dikatakan valid.
Menurut Priyatno (2010:33) untuk tingkat validitas, dilakukukan uji
signifikansi dengan membandingkan nilai r hitung dengan r tabel untuk
degree of freedomI (df) = n – k. Dimana n adalah jumlah sampel
sedangkan k adalah jumlah konstruk.
Salah satu cara untuk menghitung validitas suatu alat tes yaitu
dengan melihat daya pembeda item (item discriminality). Daya pembeda
65
item adalah metode yang digunakan untuk setiap jenis tes. Daya pembeda
item dalam penelitian ini dilakukan dengan cara: “ korelasi item-total”.
Korelasi item total yaitu konsistensi antara skor item dengan skor secara
keseluruhan yang dapat dilihat dari besarnya koefisien korelasi antara
setiap item dengan skor keseluruhan, yang dalam penelitian ini
menggunakan koefisien Korelasi Product Moment:
b. Uji Reliabilitas atau Keandalan
Reliabilitas artinya tingkat kepercayaan hasil suatu pengukuran.
Pengukuran yang memiliki reliabilitas yang tinggi, yaitu pengukuran yang
mampu memberikan hasik ukur yang terpercaya (reliable). Reliabilitas
merupakan salah satu cirri utama instrument pengukuran yang baik.
Reliabilitas disebut juga sebagai keterpecayaan, keteandalan, keajegan,
konsistensi, kestabilan dan sebagainya, namun ide pokok dalam konsep ini
adalah sejauh mana hasil pengukuran dapat dipercaya artinya sejauh mana
skor hasil pengukuran terbebas dari kekeliruan pengukuran (measurement
error). Uji reliabilitas pada penelitian ini menggunakan Koefisien
Realibilitas Alpha-Cronbach, dengan rumus:
� =�
� − � [ � −
Ʃ �ᵢ ²
� � ²]
(Djaali dan Muljono, 2004:78)
Keterangan:
ά = Koefisien Reliabilitas
k = Banyaknya Butir
66
�ᵢ ² = Varians Skor Butir
� � ² = Varians Skor Total
2. Uji Asumsi Klasik
a. Uji Normalitas
Uji normalitas data digunakan untuk mengetahui apakah populasi
data berdistribusi normal atau tidak. Model regresi yang baik adalah
distribusi data normal atau mendekati normal. Deteksi normal dilakukan
dengan penyebaran data (titik) pada sumbu diagonal dari grafik. Dasar
pengambilan keputusan:
1) Jika data menyebar di sekitar garis diagonal dan mengikuti arah garis
diagonal, maka model regresi memenuhi asumsi normalitas.
2) Jika data menyebar jauh dari garis diagonal dan tidak mengikuti arah
garis diagonal, maka model regresi tidak memenuhi asumsi
normalitas.
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas adalah uji asumsi klasik yang diterapkan
untuk analisis regresi berganda yang terdiri atas dua atau lebih variabel
bebas / independen variabel yang bertujuan untuk menguji ada tidaknya
korelasi antar variabel bebas (Danang Sunyoto, 2011: 79). Uji
multikolinearitas dilakukan untuk mengetahui apakah terjadi korelasi antar
variabel bebas atau tidak. Model regresi linear ganda yang baik
mengisyaratkan tidak terjadinya korelasi yang tinggi antar variabel-
variabel bebas. Uji multikolinearitas dilakukan dengan melihat besaran
67
nilai Vareans Inflantion Factor (VIF). Priyatno (2010: 81) menyatakan
bahwa pada umumnya jika VIF lebih besar dari 5, maka variabel tersebut
mempunyai persoalan multikolinearitas dengan variabel bebas tersebut.
c. Uji Heteroskedastisitas
Untuk mendeteksi adanya heteroskedastisitas dilakukan dengan
melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot, dimana sumbu
X adalah Y yang telah diprediksi dan sumbu X adalah residual (Y prediksi
– Y sesungguhnya yang telah di-studentized).
Dasar pengambilan keputusan:
1) Jika ada pola tertentu, seperti titik-titik (poin-poin) yang ada
membentuk suatu pola tertentu yang teratur ( bergelombang, melebar
kemudian menyempit), maka telah terjadi heteroskedastisitas.
2) Jika tidak ada pola yang jelas, serta titik-titik menyebar di atas dan di
bawah angka 0 pada sumbu Y, maka tidak terjadi heteroskedastisitas.
3. Analisis Regresi Linear Berganda
Analisis regresi digunakan untuk mengetahui pola perubahan nilai suatu
variabel (variabel dependen) yang disebabkan variabel lain (variabel independen).
Analisis regresi liner berganda menggunakan suatu model matematis berupa
persamaan garis lurus yang mampu mendefinisikan hubungan antar variabel
sesuai dengan tujuan penelitian. Dengan prestasi kerja sebagai variabel dependen
(terikat) dan motivasi kerja serta disiplin kerja sebagai variabel independen
(bebas) maka persamaan regresi berganda dapat ditulis sebagai berikut:
Y = a + b1X1 + b2X2 + e (Priyatno, 2010: 32)
68
Dimana:
Y = Prestasi Kerja
a = Konstanta
b1,b2 = Koefisien Variabel X1, X2
X1 = Motivasi Kerja
X2 = Disiplin Kerja
e = Kesalahan Random
Untuk mengetahui seberapa besar pengaruh variabel independen
secara bersama-sama (simultan) terhadap variabel dependen digunakan uji Anova
atau F- test. Sedangkan pengaruh masing-masing variabel independen secara
parsial (individu) diukur dengan menggunakan uji t – statistic.
4. Uji Hipotesis
a. Uji Simultan (Uji – F)
Pengujian simultan bertujuan untuk mengetahui pengaruh variabel
independen secara bersama-sama terhadap variabel independen. Hipotesis
uji F adalah:
Ho = b1,b2 = 0, variabel independen secara simultan tidak signifikan
berpengaruh terhadap variabel dependen.
Ha = b1,b2 ≠ = 0, variabel independen secara simultan berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen.
Penarikan kesimpulan dilakukan berdasarkan probabilitas, jika
tingkat signifikansinya ( α ) > 0,05 maka semua variabel independen tidak
berpengaruh signifikan terhadap perubahan variabel dependen. Jika
69
tingkat signifikansinya ( α ) < 0,05 maka semua variabel independen
berpengaruh signifikan terhadap perubahan variabel dependen.
b. Uji Parsial ( Uji- t)
Uji t atau uji Parsial dilakukan untuk mengetahui apakah variabel
independen secara parsial berpengaruh signifikan terhadap variabel
dependen. Hipotesis uji t ialah:
Ho : β = 0, masing-masing variabel independen tidak berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen.
Ha = β2 ≠ 0, masing-masing variabel independen berpengaruh
signifikan terhadap variabel dependen.
Dengan tingkat signifikansi sebesar 0,05 dan degree of freedom
(dk): n – k, maka diperoleh nilai t tabel. Langkah berikutnya adalah
membandingkan antara t tabel dengan t hitung. Dengan menggunakan
program SPSS 20, maka pengambilan kesimpulannya adalah:
Jika nilai sig < α tolak Ho artinya masing-masing variabel independen
berpengaruh signifikan terhadap perubahan nilai
variabel dependen.
Jika nilai sig ≥ α terima Ho artinya masing-masing variabel independen
tidak berpengaruh signifikan terhadap perubahan nilai
variabel dependen.
70
BAB 1V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di 4 (empat) Sekolah Menengah Atas Negeri
yang terletak di empat kecamatan yaitu SMA Negeri 1 Sampara di kecamatan
Sampara, SMA Negeri 1 Kapoiala di kecamatan Kapoiala, SMA Negeri 1
Bondoala di kecamatan Bondoala, dan SMA Negeri 1 Besulutu di Kecamatan
Besulutu. Sekolah- sekolah tersebut secara geografis terletak di bagian timur laut
Kabupaten Konawe. Sebelum terbentuk kecamatan baru ketiga sekolah tersebut
yaitu SMA Negeri 1 Kapoiala, SMA Negeri 1 Bondoala, dan SMA Negeri 1
Besulutu merupakan kelas jauh dari SMA Negeri 1 Sampara (sekolah induk),
namun setelah terbentuk kecamatan baru dengan sendirinya maka sekolah-sekolah
yang tadinya merupakan kelas jauh dari SMA Negeri 1 Sampara menjadi terpisah
dan berubah status menjadi sekolah.
1. Keadaan Guru SMAN di Lokasi Penelitian
Keadaan guru merupakan salah satu komponen penting yang sangat
menentukan kualitas anak didik. Sumber daya manusia (guru) yang baik akan
menunjang guru dalam menyelesaikan tugas-tugas dan pekerjaan yang
dibebankan kepadanya. Tingkat pendidikan, masa kerja, golongan dan
kepangkatan merupakan salah satu aspek yang mendukung kemampuan guru
dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya.
71
Jumlah guru di lokasi penelitian adalah 102 orang. Jumlah guru terbanyak
terdapat di SMAN 1 Sampara yakni 40 orang sedangkan SMA Negeri 1 Kapoiala
22 orang, SMA Negeri 1 Bondoala 19 orang, dan SMA Negeri 1 Besulutu 21
orang.
B. Deskripsi Data Responden
Responden dalam penelitian ini berjumlah 80 orang. Untuk mendapatkan
data karateristik responden, dalam angket penelitian dicantumkan identitas
responden yang meliputi jenis kelamin, tingkat pendidikan dan masa kerja dan
golongan. Secara rinci karakteristik responden berdasarkan jenis kelamin
diuraikan pada tabel berikut:
Tabel 4.1 Komposisi Responden Guru SMAN Menurut Jenis Kelamin
No Jenis Kelamin Frekuensi %
1 Laki-laki 38 47,5
2 Perempuan 42 52,5
Jumlah 80 100
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa dari jumlah responden guru
Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) di lokasi penelitian yang berjenis
kelamin laki-laki sebanyak 38 orang atau 47,5 %, sedangkan yang berjenis
kelamin perempuan sebanyak 42 orang atau 52,5%. Dengan demikian dominasi
jumlah guru yang berjenis kelamin perempuan lebih banyak daripada guru yang
berjenis kelamin laki-laki.
Latar belakang pendidikan dan tingkat pendidikan menjadi tolak ukur bagi
guru dalam melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Kecermatan, kecepatan,
72
ketepatan dan keterampilan seorang guru dalam menyelesaikan tugasnya salah
satunya dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, semakin baik/tinggi pendidikannya
maka seorang guru makin mampu mengatur dan menyelesaikan tugas dan
pekerjaannya secara tepat.
Karakteristik responden guru berdasarkan tingkat pendidikan dapat dilihat
pada tabel berikut:
Tabel 4.2 Komposisi Tingkat pendidikan Guru
No Tingkat Pendidikan Frekuensi %
1 Sarjana (S1) 73 91,25
2 Magister (S2) 7 8,25
Jumlah 80 100
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel tersebut, diketahui paling banyak responden guru
berpendidikan sarjana (S1) yakni 73 orang atau 91,25%, sedangkan responden
yang berpendidikan Magister sebanyak 7 orang atau 8,25%. Tingkat pendidikan
tersebut akan mempengaruhi motivasi dan prestasi kerja yang bersangkutan dalam
melaksanakan tugas dan pekerjaannya. Seorang guru dalam menyelesaikan tugas
dan pekerjaannya dipengaruhi tingkat pendidikannya karena dinilai pengalaman
pendidikan kesarjanaannya sangat mendukung kemampuan kerja guru dalam
menyelesaikan tugas-tugasnya.
Karakteristik responden guru berdasarkan masa kerja dapat dilihat pada
tabel berikut.
73
Tabel 4.3 Komposisi Golongan Responden Guru SMAN
No Golongan Jumlah %
1 III 40 66,67
2 IV 20 33,33
Jumlah 60 100
Sumber : Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel diatas, maka jumlah responden paling banyak adalah
golongan III yaitu sebanyak 40 orang atau 66,67%. Sedangkan golongan IV
sebanyak 20 orang atau 33,33%. Dalam penelitian responden tidak dibatasi pada
guru dengan status kepegawaian negeri (PNS) tetapi juga diambil responden guru
dengan status guru tidak tetap. Dari hasil pengundian yang dilakukan maka dari
80 sampel guru, terdapat 20 orang guru yang berstatus guru tidak tetap (Non
PNS/GTT) sehingga dengan sendirinya mereka tidak masuk dalam komposisi
golongan.
Masa kerja responden guru merupakan salah satu komponen yang ikut
mempengaruhi aktivitas seorang guru di dalam melaksanakan tugas dan
pekerjaannya. Masa kerja seorang guru merupakan jumlah waktu pengalaman
yang dimiliki seorang guru ketika mulai mengajar. Makin lama atau makin
panjang masa kerjanya maka makin banyak pengalaman yang akan dimiliki guru
dan makin meningkat kemampuan seorang guru yang secara tidak langsung akan
mempenmgaruhi kinerja dan kemampuannya dalam menyelesaikan tugas dan
pekerjaan yang menjadi tanggung jawab dan telah dibebankan kepadanya.
Karakteristik responden guru berdasarkan masa kerja secara lengkap dapat
dilihat pada tabel berikut:
74
Tabel 4.4 Komposisi Masa Kerja Responden
No Masa Kerja Frekuensi %
1 0 – 5 tahun 15 18,75
2 5 – 10 tahun 30 37,5
3 10 – 15 tahun 15 18,75
4 15 – 20 tahun 10 12,5
5 20 tahun ke atas 10 12,5
Jumlah 80 100
Sumber: Data Primer, 2017
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa masa kerja responden guru paling
banyak adalah 5 - 10 tahun dengan jumlah 30 orang atau 37,5% , sedangkan untuk
masa kerja 15 – 20 tahun dan 20 tahun keatas jumlahnya sama yakni 10 orang
atau 12,5%.
Hasil uji statistik deskriptif akan diuraikan pada bagian ini.
Variabel independen yaitu motivasi kerja (X1) dan disiplin kerja (X2)
yang terdiri dari 15 item pernyataan untuk variabel motivasi kerja (X1) dan
variabel disiplin kerja (X2) terdiri dari 11 item pernyataan, sedangkan variabel
dependen yaitu prestasi kerja (Y) terdiri atas 9 item pernyataan.
Berikut ini akan diuraikan tentang deskripsi masing-masing variabel penelitian.
1. Motivasi Kerja Guru (X1)
Variabel motivasi kerja (X1) memiliki 15 item pertanyaan yang terdiri
dari: Kepala sekolah memberikan dukungan moril: Teman sejawat memberikan
dukungan moril: Menerima gaji tepat waktu: Mendapatkan bonus saat
melaksanakan pekerjaan diluar jam kerja: Lingkungan tempat bekerja membuat
lebih bersemangat dalam bekerja: Berusaha untuk bertanggung jawab atas
75
pekerjaan sebagai guru: Mengajar merupakan kegiatan yang sangat
menyenangkan: Meningkatkan karier setiap saat sesuai dengan perubahan yang
terjadi: Berminat terhadap semua tugas yang diberikan: Mengajar merupakan
kegiatan rutinitas yang biasa: Berusaha menyelesaikan pekerjaan yang dianggap
sulit: Tidak tenang bila tugas-tugas belum terselesaikan: Ingin membuktikan dan
menunjukan bahwa mampu berprestasi: Berusaha meningkatkan prestasi kerja
secara rutin: dan mendapatkan penghargaan dari sekolah.
Pilihan jawaban responden dilakukan dengan cara memberi jenjang terhadap
gejala yang diukur dengan kriteria Selalu (S), Sering (SR), Kadang-kadang (KD),
Jarang (JR), dan Tidak pernah (TP).
Pertanyaan pertama yaitu apakah kepala sekolah memberikan dukungan
moril, oleh responden yang memberikan jawaban dengan selalu sebanyak 31
responden, sering = 38 responden, kadang-kadang = 9 responden dan jarang = 2
responden. Ini berarti sebagian besar responden sering mendapatkan dukungan
moril dari kepala sekolah.
Pertanyaan kedua yaitu teman sejawat memberikan dukungan moril oleh
responden yang memberikan jawaban selalu = 27 responden, sering = 47
responden, jarang = 2 responden. Ini berarti sebagian besar responden sering
memberikan dukungan moril antar sesama guru.
Pertanyaan ketiga tentang menerima gaji tepat waktu oleh responden yang
menjawab selalu = 30 responden, sering = 28 responden, kadang-kadang = 18
responden dan jarang = 10 responden, ini berarti sebagian besar responden sering
menerima gaji tepat waktu.
76
Pertanyaan keempat tentang mendapatkan bonus saat melaksanakan
pekerjaan diluar jam kerja oleh responden yang menjawab selalu = 6 responden,
sering = 27 responden, kadang-kadang = 4 responden , jarang = 15 responden dan
tidak pernah menerima bonus = 24 responden. Ini berarti lebih banyak responden
yang tidak pernah menerima bonus saat melaksanakan pekerjaan di luar jam kerja.
Pertanyaan kelima tentang lingkungan tempat bekerja membuat lebih
bersemangat dalam bekerja, oleh responden yang menjawab selalu = 51
responden, sering = 20 responden, kadang-kadang = 4 responden dan jarang = 5
responden, ini berarti sebagian besar responden mendukung bahwa lingkungan
mempengaruhi semangat dalam bekerja.
Pertanyaan keenam ialah berusaha bertanggung jawab atas pekerjaan
sebagai guru oleh responden yang menjawab selalu = 71 responden dan sering =
9 responden. Hal ini menunjukkan bahwa responden sangat bertanggung jawab
atas profesi mereka.
Pertanyaan ketujuh tentang mengajar yang merupakan kegiatan yang
menyenangkan bagi responden, yang menjawab selalu = 66 responden, sering =
14 responden, ini berarti responden selalu menganggap mengajar adalah kegiatan
yang menyenangkan.
Pertanyaan kedelapan tentang meningkatkan karier setiap saat sesuai
dengan perubahan yang terjadi, oleh responden yang menjawab selalu = 40
responden dan sering = 40 responden. Ini berarti semua responden mendukung
bahwa peningkatan karier mutlak dilakukan.
77
Pertanyaan kesembilan ialah berminat terhadap semua tugas yang
diberikan, oleh responden yang menjawab selalu = 42 responden, sering = 31
responden, kadang-kadang = 5 responden. Ini berarti sebagian besar responden
sangat antusias terhadap tugas yang diberikan kepada mereka.
Pertanyaan kesepuluh tentang mengajar hanya kegiatan rutinitas biasa oleh
responden, yang menjawab selalu = 50 responden, sering = 23 responden, kadang-
kadang = 7 responden dan tidak pernah = 1 responden, ini berarti sebagian besar
responden beranggapan mengajar tak lebih dari rutinitas keseharian mereka.
Pertanyaan kesebelas ialah berusaha menyelesaikan pekerjaan yang
dianggap sulit, oleh responden yang menjawab selalu = 57 responden, sering = 21
responden dan kadang-kadang = 3 responden, ini berarti sebagian besar
responden berusaha menyelesaikan dengan penuh tanggung jawab pekerjaan yang
mereka anggap sulit.
Pertanyaan keduabelas tentang responden yang tidak tenang bila tugas-
tugas belum terselesaikan, yang menjawab selalu = 61 responden dan sering = 19
responden, ini berarti responden selalu merasa tidak tenang bila tugas-tugas
sekolah belum terselesaikan dengan baik.
Pertanyaan ke tigabelas tentang responden yang ingin menunjukkan
bahwa mereka mampu berprestasi, yang menjawab selalu = 63 responden, sering
= 13 responden, kadang-kadang = 2 responden serta jarang 2 responden. Ini
berarti sebagian besar responden berusaha untuk berprestasi dalam profesi
mereka.
78
Pertanyaan ke empatbelas tentang berusaha meningkatkan prestasi kerja
secara rutin, responden yang menjawab selalu = 46 responden, sering = 30
responden, ini berarti responden sesara rutin berusaha meningkatkan prestasi
mereka dalam mendukung tugas mereka.
Pertanyaan ke limabelas atau terakhir tentang mendapatkan penghargaan
dari sekolah, yang menjawab selalu = 30 responden, sering = 15 , jarang = 14 dan
tidak pernah = 21 responden. Ini menunjukkan bahwa pihak sekolah belum
sepenuhnya memberikan penghargaan kepada guru.
2. Disiplin Kerja Guru (X2)
Variabel disiplin kerja (X2) memiliki 11 item pernyataan yang terdiri dari
Menyerahkan soal ujian sekolah sesuai waktu yang ditetapkan; Masuk kelas tepat
waktu; Menerangkan materi sesuai dengan pokok bahasan yang tercantum dalam
RPP; Menggunakan waktu untuk satu pokok bahasan sesuai dengan silabus:
Mengikuti upacara bendera setiap senin pagi; Membuat RPP setiap semester;
Memberikan penjelasan kembali ketika siswa belum paham dengan materi yang
diajarkan; Melaksanakan tugas yang diberikan kepala sekolah dengan baik dan
penuh tanggung jawab; Menghadiri rapat yang dilaksanakan sekolah;
Menggunakan seragam sesuai peraturan sekolah; dan Kepala sekolah memberikan
sangsi kepada guru yang melanggar disiplin sesuai tingkat pelanggaran yang
dilakukan guru.
Pilihan jawaban responden dilakukan dengan cara memberi jenjang terhadap
gejala yang diukur dengan kriteria Selalu (S), Sering (SR), Kadang-kadang (KD),
Jarang (JR), dan Tidak pernah (TP).
79
Pertanyaan pertama mngenai menyerahkan soal ujian sekolah pada waktu
yang ditetapkan, responden yang menjawab selalu = 63 responden dan sering =
17 responden. Ini menunjukkan tanggung jawab responden dalam menyerahkan
soal ujian tepat waktu sangat memuaskan.
Pertanyaan kedua tentang responden yang masuk kelas tepat waktu,
sebagian besar responden menjawab selalu sebanyak 41 responden dan yang
menjawab sering 38 responden. Ini berarti masih ada responden yang tidak masuk
kelas tepat waktu atau kadang terlambat walaupun tidak mendominasi.
Pertanyaan ketiga tentang responden yang menerangkan materi pelajaran
sesuai dengan pokok bahasan yang telah tercantum dalam RPP, yang menjawab
selalu sebanyak 52 responden, sering sebanyak 23 responden dan sama sekali
tidak pernah 2 responden. Ini menunjukkan bahwa kesadaran responden dalam
mengajar sesuai pedoman RPP sudah sangat baik karena bagi seorang guru ketika
masuk kelas mengajar maka perangkat pembelajaran yaitu RPP yang dibuat harus
turut dibawa.
Pertanyaan keempat mengenai penggunaan waktu untuk satu pokok
bahasan sesuai dengan silabus, yang menjawab selalu sebanyak 35 responden,
sering 26 responden, kadag-kadang 7 responden dan tidak pernah 2 responden.
Ini berarti sebagian besar responden konsisten dengan penggunaan penggunaan
waktu dalam mengajarkan materi sesuai silabus.
Pertanyaan kelima tentang mengikuti upacara bendera setiap hari senin,
yang menjawab selalu atau tidak pernah absen mengikuti upacara sebanyak 29
responden, sering sebanyak 26 responden, kadang-kadang sebanyak 13 responden
80
dan yang menjawab jarang = 12 responden. Ini berarti masih ditemukan
responden yang tidak konsisten untuk mengikuti upacara bendera.
Pertanyaan keenam tentang membuat RPP setiap semester, responden
yang menjawab selalu = 37 dan sering = 39. Ini berarti kesadaran responden
dalam membuat RPP sebagai acuan dalam mengajar sudah sangat baik.
Pertanyaan ketujuh memberikan penjelasan kembali ketika siswa belum
paham dengan materi yang diajarkan, yang menjawab selalu = 56 responden,
sering = 21 responden dan jarang = 3 responden. Ini menunjukkan bahwa
responden secara memahami betul jika materi mereka tidak dipahami oleh siswa
maka penjelasan ulang akan diberikan sampai paham.
Pertanyaan kedelapan tentang melaksanakan tugas yang diberikan kepala
sekolah dengan baik dan penuh tanggung jawab, yang menjawab selalu= 43
responden, sering = 28 responden, jarang = 8 responden. Ini berarti responden
sadar bahwa tugas dari pimpinan harus dilaksanakan dengan tanggung jawab.
Pertanyaan kesembilan tentang menghadiri rapat yang dilaksanakan
sekolah tepat waktu, yang menjawab selalu = 45 responden, sering = 33
responden. Ini menunjukkan bila kesadaran akan pentingnya rapat sekolah
dipahami dengan baik oleh responden.
Pertanyaan kesepuluh tentang menggunakan seragam sesuai dengan
peraturan sekolah, yang menjawab selalu = 39 responden, sering = 28 responden,
kadang-kadang = 7 responden, jarang = 2 responden serta tidak pernah
menggunakan seragam sesuai aturan sekolah sebanyak 2 responden.
81
Pertanyaan kesebelas tentang kepala sekolah yang memberikan sangsi
kepada guru yang melanggar disiplin sesuai tingkat pelanggaran yang dilakukan
guru, responden yang menjawab selalu = 7 responden, yang menjawab sering 25
responden, kadang-kadang 11 responden, jarang 10 responden, dan tidak pernah
10 responden. Ini berarti pemberian sangsi oleh kepala sekolah berdasarkan
tingkat pelanggaran yang dilakukan oleh guru belum diterapkan dengan baik di
sekolah.
3. Prestasi Kerja Guru (Y)
Variabel prestasi kerja (Y) memiliki 9 pernyataan yang terdiri dari; Hasil
yang dicapai dari pembelajaran yang dilakukan kurang tepat berdasarkan
kebutuhan sekolah; Tepat waktu dalam menyelesaikan proses pembelajaran;
Mengganti model pembelajaran di kelas agar siswa tidak bosan; Berinisiatif
mengerjakan tugas melebihi target yang ditetapkan; Berinisiatif memberikan
tugas-tugas kepada siswa dirumah; Menyusun program pembelajaran dengan
baik; Mempunyai pengalaman dan kemampuan dalam melaksanakan
pembelajaran; Kemampuan yang dimiliki diterapkan dengan sungguh-sungguh
dalam mengajar; dan Menjelaskan kepada siswa materi yang diajarkan walaupun
diluar jam pelajaran.
Pilihan jawaban responden dilakukan dengan cara memberi jenjang terhadap
gejala yang diukur dengan kriteria Selalu (S), Sering (SR), Kadang-kadang (KD),
Jarang (JR), dan Tidak pernah (TP).
Pertanyaan pertama tentang hasil yang dicapai dari pembelajaran yang
dilakukan guru kurang tepat berdasarkan kebutuhan sekolah, yang menjawab
82
selalu = 26 responden, sering = 20 responden, kadang-kadang = 18 responden,
jarang = 10 respponden, dan tidak pernah = 6 responden. Ini berarti sebagian
besar responden merasakan setiap yang mereka ajarkan kurang tepat berdasarkan
kebutuhan sekolah.
Pertanyaan kedua tentang menyelesaikan proses pembelajaran dengan
tepat waktu, responden yang menjawab selalu = 51 responden, sering = 38
responden. Ini berarti sebagian besar responden telah memahami penggunaan
waktu dengan tepat dalam proses pembelajaran.
Pertanyaan ketiga tentang mengganti model pembelajaran dikelas agar
siswa tidak bosan, yang dijawab dengan selalu = 46 responden, sering = 30
responden, 2 responden menjawab jarang dan kadang-kadang. Ini berarti
responden telah menguasai model-model pembelajaran dan menerapkan dengan
tepat untuk menghindari kebosanan siswa di kelas.
Pertanyaan keempat tentang inisiatif responden untuk mengerjakan tugas
melebihi target yang ditetapkan, yang dijawab oleh responden dengan selalu = 15
responden, sering = 31 responden, kadang-kadang = 3 responden, jarang = 14
responden, dan tidak pernah = 7 responden. Ini berarti umumnya responden
berinisiatif untuk bekerja melebihi target.
Pertanyaan kelima tentang inisiatif untuk memberikan tugas-tugas
kepada siswa di rumah, yang oleh responden dijawab dengan selalu = 26
responden, sering = 34 responden, kadang-kadang = 6 responden serta 12
responden menjawab jarang.
83
Pertanyaan keenam tentang kemampuan responden dalam menyusun
program pembelajaran dengan baik, yang oleh responden dijawab dengan selalu =
43 responden, sering = 33 responden serta 4 responden menjawab jarang. Ini
berarti sebagian besar responden telah mampu menyusun program pembelajaran
yang akan di laksanakan selama melakukan proses pembelajaran di sekolah.
Pertanyaan ketujuh tentang pengalaman dan kemampuan responden
dalam melaksanakan pembelajaran, yang dijawab dengan selalu = 60 responden
serta sering = 20 responden. Ini berarti seluruh responden memiliki pengalaman
dan kemampuan dalam mengajar.
Pertanyaan kedelapan tentang kemampuan yang dimiliki responden
diterapkan dengan sungguh-sungguh dalam mengajar di kelas, yang oleh
responden dijawab dengan selalu = 45 responden serta sering = 15 responden. Ini
berarti semua responden telah menerapkan kemampuan dalam mengajar.
Pertanyaan kesembilan atau terakhir tentang kesediaan responden untuk
menjelaskan materi pada siswa walaupn diluar jam pelajaran, yang oleh
responden dijawab dengan selalu = 49 responden, sering = 14 responden, kadang-
kadang = 10 responden, jarang = 19 responden serta tidak pernah = 2 responden.
Ini berarti responden menyadari ketika ada siswa yang bertanya tentang
pelajaran walaupun diluar jam pelajaran maka responden akan menjawabnya.
C. Uji Validitas Data dan Reliabilitas Data
1. Uji Validitas Data
Uji validitas dilakukan dengan menghitung korelasi antara skor atau butir
pertanyaan dengan skor konstruk atau 35 item pertanyaan. Hal ini dapat
84
dilakukan dengan uji signifikasi yang membandingkan r hitung dengan r tabel untuk
degree of freedom (df) = n – k , dalam hal ini n adalah jumlah sampel dan k
adalah konstruk. Apabila r hitung untuk r tiap butir dapat dilihat pada kolom
Corected Item Total Correlation lebih besar dari r tabel dan nilai r positif, maka
butir atau pertanyaan tersebut dapat dikatakan valid.
Pengujian ini dilakukan apakah kuesioner yang ada dapat mengungkapkan
data-data yang ada pada variabel-variabel penelitian secara tepat. Hasil dari
pengujian validitas kuesioner dapat diketahui sejauh mana data yang terkumpul
sesuai dengan variabel-variabel penelitian.
Menurut Priyatno (2010:33) untuk tingkat validitas, dilakukan uji
signifikasi dengan membandingkan r hitung dengan r tabel untuk degree of
freedom (df) = n – k. Dalam hal ini n adalah jumlah sampel dan k adalah jumlah
variabel. Pada kasus ini besarnya df dapat dihitung 81 – 3 atau df = 78 dengan
alpha = 5 %, α = 0,05 ( didapat r tabel = 0,219). Apabila r hitung lebih besar r tabel
(r hitung > r tabel) dan nilai r positif, maka butir pertanyaan tersebut dapat dikatakan
valid, dan sebaliknya apabila (r hitung < r tabel) maka pertanyaan tersebut tidak
valid. Hasil analisis dapat dilihat pada tabel berikut:
Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0,05.
Kriteria pengujiannya adalah jika r hitung > r tabel maka instrument atau item-item
pernyataan berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid). Jumlah
item pernyataan variabel motivasi kerja guru = 15, dan jumlah sampel (n) = 81,
maka didapat r tabel sebesar 0,219 (dilihat pada tabel r tabel product moment).
Setelah dilakukan pengujian validitas data pada variabel motivasi kerja guru ada
85
satu item yang dinyatakan tidak valid. Oleh karena itu satu item tersebut tidak
disertakan dalam pengujian tahap selanjutnya. Sehingga hasil uji validitas yang
digunakan dalam penelitian ini terlihat pada tabel berikut:
Tabel 4.9 Hasil Uji Validitas Variabel Motivasi Kerja (X1)
Item/Pernyataan
Ke
r hitung r tabel Keterangan
1 0,341 0,219 Valid
3 0,317 0,219 Valid
4 0,625 0,219 Valid
5 0,434 0,219 Valid
6 0,518 0,219 Valid
7 0,498 0,219 Valid
8 0,578 0,219 Valid
9 0,364 0,219 Valid
10 0,306 0,219 Valid
11 0,522 0,219 Valid
12 0,484 0,219 Valid
13 0,539 0,219 Valid
14 0,473 0,219 Valid
15 0,358 0,219 Valid
*Item pernyataan ke 2 tidak valid jadi tidak diikutkan dalam pengujian reliabilitas
Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0,05.
Kriteria pengujiannya adalah jika r hitung > r tabel maka instrument atau item-
item pernyataan berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid).
Jumlah item pernyataan variabel disiplin kerja guru = 11, dan jumlah sampel (n) =
81, maka didapat r tabel sebesar 0,219 (dilihat pada tabel r tabel product moment).
Setelah dilakukan pengujian validitas data pada variabel disiplin kerja guru semua
86
item dinyatakan valid. Hasil uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini
terlihat pada tabel berikut:
Tabel 4.10
Hasil Uji Validitas Variabel Disiplin Kerja (X2)
Item/Pernyataan
Ke
r hitung r tabel Keterangan
16 0,459 0,219 Valid
17 0,469 0,219 Valid
18 0,768 0,219 Valid
19 0,602 0,219 Valid
20 0,632 0,219 Valid
21 0,436 0,219 Valid
22 0,563 0,219 Valid
23 0,643 0,219 Valid
24 0,743 0,219 Valid
25 0,746 0,219 Valid
26 0,271 0,219 Valid
Kemudian pengujian validitas untuk item pernyataan pada variabel
prestasi kerja guru (Y) dimana pada variabel ini terdapat 9 (sembilan) item
pernyataan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:
Pengujian menggunakan uji dua sisi dengan taraf signifikansi 0,05.
Kriteria pengujiannya adalah jika r hitung > r tabel maka instrument atau item-
item pernyataan berkorelasi signifikan terhadap skor total (dinyatakan valid).
Jumlah item pernyataan variabel prestasi kerja guru = 9, dan jumlah sampel (n) =
81, maka didapat r tabel sebesar 0,219 (dilihat pada tabel r tabel product moment).
Setelah dilakukan pengujian validitas data pada variabel disiplin kerja guru semua
87
item dinyatakan valid. Hasil uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini
terlihat pada tabel berikut:
Tabel 4.11
Hasil Uji Validitas Variabel Prestasi Kerja (Y)
Item/Pernyataan
ke
r hitung r table Keterangan
27 0,223 0,219 Valid
28 0,565 0,219 Valid
29 0,691 0,219 Valid
30 0,582 0,219 Valid
31 0,495 0,219 Valid
32 0,757 0,219 Valid
33 0,797 0,219 Valid
34 0,584 0,219 Valid
35 0,527 0,219 Valid
Dapat disimpulkan bahwa pengujian validitas variabel motivasi kerja guru
(X1), disiplin kerja guru (X2) dan prestasi kerja guru (Y) menggunakan uji dua
sisi dengan taraf signifikansi 0,05. Kriteria pengujiannya adalah jika r hitung > r
tabel maka instrument atau item-item pernyataan berkorelasi signifikan terhadap
skor total (dinyatakan valid). Jumlah item pernyataan variabel motivasi kerja
guru (X1), disiplin kerja guru (X2) dan prestasi kerja guru (Y) yang valid = 34
item valid, dan jumlah sampel (n) = 81, maka didapat r tabel sebesar 0,219
(dilihat pada tabel r tabel product moment).
Hasil uji validitas yang digunakan dalam penelitian ini terlihat pada tabel berikut :
88
Tabel 4.12
Hasil Uji Validitas Variabel Motivasi Kerja Guru (X1), Disiplin Kerja Guru
(X2) dan Prestasi Kerja Guru (Y)
Item/Pernyataan
ke
Correctec item total correlation
r hitung
r tabel Keterangan
1 0,341 0,219 Valid
3 0,317 0,219 Valid
4 0,625 0,219 Valid
5 0,434 0,219 Valid
6 0,518 0,219 Valid
7 0,498 0,219 Valid
8 0,578 0,219 Valid
9 0,364 0,219 Valid
11 0,306 0,219 Valid
12 0,522 0,219 Valid
13 0,484 0,219 Valid
14 0,539 0,219 Valid
15 0,473 0,219 Valid
16 0,358 0,219 Valid
17 0,469 0,219 Valid
18 0,768 0,219 Valid
19 0,602 0,219 Valid
20 0,632 0,219 Valid
21 0,436 0,219 Valid
22 0,563 0,219 Valid
23 0,643 0,219 Valid
24 0,743 0,219 Valid
25 0,746 0,219 Valid
89
26 0.271 0,219 Valid
27 0,223 0,219 Valid
28 0,565 0,219 Valid
29 0,691 0,219 Valid
30 0,582 0,219 Valid
31 0,495 0,219 Valid
32 0,757 0,219 Valid
33 0,797 0,219 Valid
34 0,584 0,219 Valid
35 0,527 0,219 Valid
Berdasarkan tabel diatas terlihat bahwa nilai r hitung pada kolom corrected
item total correlation untuk masing-masing item memiliki r hitung lebih besar dan
positif dibanding r tabel untuk (df) = 81– 3 = 78 dan alpha 0,05, dengan uji satu
sisi didapat r tabel sebesar 0,219, maka dapat disimpulkan bahwa semua indikator
dari ketiga variabel X1, X2, dan Y adalah valid.
2. Uji Reliabilitas Data
Menurut Priyatno (2010:97) uji reliabilitas digunakan untuk mengetahui
konsistensi alat ukur, apakah alat pengukur yang digunakan dapat diandalkan dan
tetap konsistensi jika pengukuran tersebut diulang. Uji reliabilitas hanya
dilakukan untuk item pernyataan yang valid. Uji reliabilitas data dalam penelitian
ini menggunakan metode Cronbanch’s Alpha. Menurut Sekaran (1992) dalam
Priyatno (2010:98) bahwa suatu variabel dikatakan relibel jika memiliki
Cronbanch’s Alpha lebih dari 0,60 (> 0,60), reliabilitas kurang dari 0,6 adalah
reliabel, sedangkan 0,7 dan diatas 0,8 dapat diterima.
90
Setelah uji validitas data untuk masing-masing variabel penelitian, terdapat
1 (satu) item pernyataan yang tidak valid, sehingga item pernyataan tersebut tidak
dimasukkan kedalam uji reliabilitas, sedangkan item yang valid dimasukkan
kedalam uji reliabilitas.
Hasil uji reliabilitas untuk variabel motivasi kerja (X1) adalah sebesar 0,
645 untuk variabel disiplin kerja (X2) sebesar 0,763 dan variabel prestasi kerja
guru (Y) sebesar 0,718. Semua variabel tersebut dinyatakan reliebel karena lebih
dari 0,6. Hasil uji reliabilitas dapat dilihat pada tabel berikut:
Tabel 4.13 Hasil Uji Reliabilitas
Variabel Cronbanch’s
Alpha
N of Item Keterangan
X1 .645 14 Relibel
X2 .763 11 Relibel
Y .718 9 Relibel
Berdasarkan hasil uji reliabilitas pada tabel 4.13 yang dilakukan terhadap
semua item dalam penelitian ini menunjukkan bahwa variabel motivasi kerja guru
(X1) dapat dikatakan mempunyai reliabilitas baik yaitu 0, 645. Pada pengukuran
reliabilitas menurut Sugiyono (2010) jika nilai koefisiennya berada antara 0,60 –
0,799 maka nilai reliabilitasnya tinggi . Variabel disiplin kerja guru (X2)
mempunyai nilai realibilitas yang dapat diterima dimana nilai koefisiennya .763,
sedangkan variabel prestasi kerja guru (Y) mempunyai nilai reliabilitas baik atau
dapat diterimah dimana nilai koefisiennya berada antara 0.718.
91
D. Uji Asumsi Klasik
1. Uji Normalitas
Uji normalitas digunakan untuk menguji apakah model regresi memenuhi
asumsi normalitas. Untuk mengujinya digunakan normal probability plot. Dari
normal probability plot terlihat bahwa titik-titik data .Uji normalitas digunakan
untuk mengetahui apakah populasi data berdistribusi normal atau tidak. Untuk
mendeteksi normalitas data dapat dilihat melalui output grafik kurva normal p-
plot. Suatu variabel dikatakan normal jika gambar distribusi dengan titik-titik
data yang menyebar di sekitar garis diagonal dan penyebaran titik-titik data
searah mengikuti garis diagonal. Grafik linearitas pada gambar 4.1
memperlihatkan penyebaran data (titik) di sekitar garis regresi (diagonal) dan
penyebaran titik-titik data searah mengikuti garis diagonal, maka dapat
disimpulkan bahwa model regresi layak digunakan karena memenuhi asumsi
normalitas.
Gambar 4.1 Grafik Linearitas
92
Berdasarkan grafik diatas terlihat bahwa penyebaran data berada di sekitar
garis diagonal dan mengikuti arah garis diagonal. Dengan demikian, model
regresi memenuhi asumsi normalitas.
2. Uji Multikolinearitas
Priyatno (2010:81) mengemukakan bahwa uji multikolinearitas digunakan
untuk mengetahui ada atau tidaknya hubungan linear antar variabel independen
dalam model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah
tidak adanya multikolinearitas. Peneliti melakukan uji multikolinearitas dengan
melihat nilai Inflation Factor (VIF) pada model regresi. Menurut Santoso
(2010) dalam Priyatno (2010:81) bahwa pada umumnya jika nilai VIF lebih besar
dari 5, maka variabel tersebut mempunyai multikolinearitas dengan variabel
bebas lainnya. Sebaliknya , jika nilai VIF lebih kecil dari 5, maka variabel
tersebut bebas dari persoalan multikolinearitas. Hasil uji multikolinearitas dapat
dilihat tabel berikut:
Tabel 4.14 Hasil Uji Multikolinearitas
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1
(Constant)
Motivasi Kerja 1.000 1.000
Disiplin Kerja 1.000 1.000
Berdasarkan tabel 4.14 dapat dilihat nilai VIF untuk variabel motivasi
kerja guru(X1) adalah sebesar 1.000. Untuk variabel disiplin kerja guru (X2) nilai
VIF adalah sebesar 1.000. Nilai VIF untuk variabel motivasi kerja guru (X1) dan
93
disiplin kerja guru (X2) lebih kecil dari 5, maka data penelitian ini bebas dari
asumsi multikolinearitas.
3. Uji Heteroskedastisitas
Priyatno (2010:83) mengemukakan bahwa uji heteroskedastisitas
digunakan untuk mengetahui ada atau tidaknya ketidaksamaan varian dari residual
pada model regresi. Prasyarat yang harus terpenuhi dalam model regresi adalah
tidak adanya masalah heteroskedastisitas. Diagnosis adanya heteroskedastisitas
dapat dideteksi dengan melihat ada tidaknya pola tertentu pada grafik scatterplot.
Apabila grafik penyebaran nilai-nilai residual terhadap nilai-nilai prediksi tidak
membentuk suatu pola tertentu, seperti meningkat atau menurun, maka terjadi
heteroskedastisitas.
Kemungkinan adanya gejala heteroskedastisitas dapat dilakukan dengan
menggunakan diagram scaterplot, dimana sumbu X adalah residual dan sumbu Y
adalah nilai Y yang diprediksi. Jika pada grafik tidak ada pola yang jelas serta
titik-titik menyebar di atas dan di bawah sumbu 0 (nol) pada sumbu Y, maka tidak
terjadi heteroskedastisitas dalam suatu model regresi. Scatterplot antara
standardized residual *ZRESID dan standardized predicted value * ZPRED
tidak membentuk suatu pola tertentu, sehingga bias dianggap residual
mempunyai variance konstan (homoscedasticity) artinya tidak terjadi
heteroskedasitas dalam model regresi ini.
94
Gambar 4.2
Grafik Scatterplot
Gambar diatas memperlihatkan pola yang jelas dimana titik-titik menyebar
dan titik-titik tersebut tidak membentuk suatu pola tertentu. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi persoalan heteroskedastisitas.
E. Uji Hipotesis
1. Uji Hipotesis Pengaruh Motivasi Kerja Guru terhadap Prestasi Kerja
Guru
Hipotesis pertama dalam penelitian ini, menyatakan bahwa motivasi kerja
guru (X1) tidak berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja guru.
95
Pengujian hipotesis pertama dianalisis dengan menggunakan analisis linear secara
partial.
Tabel 4.15 Hasil Uji - t Hipotesis Pertama
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B
Std.
Error Beta
1 (Constant) 10,533 9,622 1.090 .279
X1 -,022 .137 -,017 -.162 .872
a. Dependent Variable: Y
Berdasarkan hasil Uji Regresi menunjukkan bahwa koefisien regresi
sebesar -0,022 dan nilai konstanta sebesar 10,533. Nilai konstanta (a) = 10,533
artinya prestasi kerja guru di lokasi penelitian rata-rata sebesar 10,533 sebelum
ada variable perubah (X1 dan X2).
Selanjutnya untuk mengetahui apakah pengaruh tersebut signifikan atau
tidak maka dapat diketahui dengan membandingkan nilai t hitung dengan nilai t tabel
atau nilai probabilitas (Sig). Hasil uji menunjukkan bahwa nilai probabilitas
adalah 0.872 > 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa motivasi kerja
guru secara partial tidak berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja guru.
2. Uji Hipotesis Pengaruh Disiplin Kerja Guru terhadap Prestasi Kerja
Guru
Hipotesis kedua dalam penelitian ini, menyatakan bahwa disiplin
kerja guru berpengaruh positif dan signifikan terhadap kinerja guru. Pengujian
hipotesis ini dianalisis dengan menggunakan analisis linear berganda (uji – t).
96
Tabel 4.16 Hasil Uji - t Hipotesis Kedua
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B
Std.
Error Beta
1 (Constant) 10,533 9.662 1.090 .279
X2 .636 .145 .455 4.371 .000 a. Dependent Variable: Y
Berdasarkan hasil Uji Regresi menunjukkan bahwa koefisien regresi
sebesar 0,636 dan nilai konstanta sebesar 10,533. Nilai konstanta (a) = 10,533
artinya prestasi kerja guru di lokasi penelitian rata-rata sebesar 10,533 sebelum
ada variable perubah (X1 dan X2). Sedangkan nilai koefisien regresi sebesar β =
0.636 diartikan bahwa setiap ada peningkatan skor disiplin kerja sebesar satu
satuan akan dapat meningkatkan prestasi kerja guru sebesar 6.36 satuan.
Selanjutnya untuk mengetahui apakah pengaruh tersebut signifikan atau
tidak maka dapat diketahui dengan membandingkan nilai t hitung dengan nilai t tabel
atau nilai probabilitas (Sig). Hasil uji menunjukkan bahwa nilai probabilitas
adalah 0.000 < 0,05. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa disiplin kerja
guru (X2) berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja guru.
3. Uji Hipotesis Pengaruh Motivasi Kerja Guru dan Disiplin Kerja Guru
terhadap Prestasi Kerja Guru
Hipotesis ketiga dalam penelitian ini menyatakan bahwa motivasi kerja
guru (X1) dan disiplin kerja guru (X2) secara bersama-sama dan simultan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja guru (Y). Pengujian
97
hipotesis ketiga dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linear berganda
(uji – F). Hasil analisis regresi linear berganda dapat dilihat pada tabel 4.17
Tabel 4.17 Hasil Uji F Hipotesis Ketiga
Model
Sum of
Squares df
Mean
Square F Sig.
1 Regression 829.940 2 414.970 9.960 .000b
Residual 3249.862 78 41.665
Total 4079.802 80
a. Dependent Variable: Y
b. Predictors: (Constant), X2, X1
Berdasarkan hasil Uji simultan untuk mengetahui apakah pengaruh
tersebut signifikan atau tidak maka dapat diketahui dengan membandingkan nilai
F hitung dengan nilai F t tabel . Nilai F hitung sebesar 9.960 dengan nilai F tabel =
3.13 ( df 2 = n – k – 1 = 78), dengan nilai signifikan = 0.000 < 0.05 maka terdapat
pengaruh motivasi kerja dan disiplin kerja secara simultan terhadap prestasi kerja
guru.
Analisis data dan pengujian hipotesis diatas diperoleh persamaan regresi
sebagai berikut:
Y = 10.533 - 0,022) X1 + 0,636 X2
Persamaan regresi diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:
a. Nilai konstanta sebesar 10.533 artinya dari rata-rata prestasi kerja guru
adalah 10.533 dengan asumsi motivasi kerja guru dan disiplin kerja guru
di isolasi.
98
b. Nilai koefisien regresi motivasi kerja sebesar β = -0,022 artinya tidak
signifikan, motivasi kerja tidak memberikan dampak terhadap prestasi
kerja guru.
c. Nilai koefisien regresi disiplin kerja sebesar β = 0,636, artinya jika skor
disiplin kerja meningkat sebesar satu satuan maka prestasi kerja guru akan
meningkat sebesar 6,36 satu satuan skor prestasi kerja guru.
d. Dari kedua variabel perubah diatas menunjukkan bahwa dalam
menentukan peningkatan prestasi kerja guru di SMAN 1 Sampara, SMAN
1 Kapoiala, SMAN 1 Bondoala, dan SMAN 1 Besulutu variabel disiplin
kerja lebih dominan dengan kontribusi 0,455.
Untuk jelasnya model persamaan regresi ganda dapat dilihat pada Tabel
Coefisien berikut.
Tabel 4.18
Tabel Coefisient
Coefficientsa
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
t Sig. B
Std.
Error Beta
1 (Constant) 10.533 9.662 1.090 .279
X1 -.022 .137 -.017 -.162 .872
X2 .636 .145 .455 4.371 .000
a. Dependent Variable: prestasi
Untuk melihat besarnya kontribusi variabel perubah terhadap prestasi kerja
guru di SMAN 1 Sampara, SMAN 1 Kapoiala, SMAN 1 Bondoala, dan SMAN 1
Besulutu, dapat dilihat pada Tabel 4.19 berikut.
99
Tabel 4.19 Koefisien Determinasi (R2)
Model Summaryb
R
R
Square Adjusted R Square Std. Error of the Estimate
.451a .203 .183 6.455
a. Predictors: (Constant), X2, X1
b. Dependent Variable: Y
Hasil diatas menunjukkan bahwa koefisien Rx1x2 = 0,4512 dengan
koefisien determinasi R2 = 0,203. Besarnya koefisien menurut kriteria Quiword
berada pada kategori rendah (Low Correlations), dimana kontribusi tersebut dapat
dijelaskan bahwa 20,3 % prestasi kerja guru dipengaruhi langsung oleh motivasi
dan disiplin kerja dan sisanya 79,3% dipengaruhi oleh variabel lain diluar model
dan tertampung ke variabel e.
F. Pembahasan Penelitian
1. Pengaruh Motivasi Kerja Guru terhadap Prestasi Kerja Guru
Motivasi kerja adalah suatu kegiatan yang tumbuh dari seorang
pegawai untuk memenuhi kebutuhan masyarakat secara baik dan berkualitas
sebagai konsekuensi dari tugas dan fungsi layanan yang diembannya,
berdasarkan hak-hak yang dimiliki oleh masyarakat dalam rangka mencapai
tujuan pemerintahan dan pembangunan, baik yang tumbuh dari dalam diri
seseorang maupun dari luar diri seseorang.
Pada penelitian ini ditemukan motivasi kerja tidak berpengaruh secara
positif dan tidak signifikan dengan prestasi kerja guru. Hal ini tidak sesuai
dengan pendapat McClelland dalam Robbins dan Coulter (2010: 139) yang
100
menjelaskan bahwa salah satu motivasi manusia adalah motivasi akan prestasi
kerja (need for achievement + n-ach) bahwa manusia berkeinginan untuk
meningkatkan prestasi kerja dan mempunyai keinginan kuat untuk sukses
sekaligus kekhwatiran yang besar akan kegagalan.
Pada diri setiap guru terdapat motivasi kerja tetapi sangat rendah
sehingga tidak berpengaruh besar pada peningkatan prestasi kerja di sekolah.
Ada beberapa penyebab antara lain: 1) kurangnya kompetensi guru, guru
berkeinginan besar dan termotivasi untuk maju tetapi kurangnya bentuk
perhatian dari sekolah atau dinas pendidikan terkait, misalnya dengan
memberikan program pelatihan yang menunjang profesi secara teratur.
Selama ini pelatihan hanya diberikan ketika terdapat perubahan kurikulum
dan hanya beberapa mata pelajaran yang diutus, sehingga tidak berpengaruh
besar terhadap prestasi keseluruhan guru, dan guru yang diutus terkadang
tidak melakukan tindak lanjut disekolah dengan menjelaskan hasil pelatihan
kepada sesama rekan guru. 2) stres kerja guru. Tuntutan 24 jam seminggu
yang harus dipenuhi guru sertifikasi menjadi penyebab prestasi kerja turun,
apalagi bila guru harus mencari jam tambahan di sekolah lain dengan jarak
sekolah yang jauh membuat beberapa guru tidak lagi menganggap
pentingnya kualitas mengajar asalkan jumlah jam terpenuhi. Kelelahan
menjadi penyebab guru terlambat masuk kelas untuk mengajar. Margiati
(2003: 78-79) menyatakan perubahan-perubahan yang terjadi di tempat kerja
merupakan gejala-gejala individu yang mengalami stres antara lain:
101
1) keterlambatan masuk kerja yang sering; 2) bekerja melewati batas
kemampuan; dan 3) kelalaian menyelesaikan pekerjaan.
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Iwan Garniwa
(2007) yang menemukan bahwa motivasi tidak berpengaruh secara
signifikan terhadap kinerja dosen tetap Universitas Widyatama dengan nilai
t sebesar 0,891 > 0,05, salah satu penyebabnya adalah stress kerja yang
tinggi dikalangan dosen.
Hasil penelitian ini tidak didukung oleh hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Pujiyanti (2015) yang menyatakan terdapat pengaruh positif
dan signifikan antara motivasi kerja guru terhadap kinerja guru pada SMA
Negeri 1 Ciamis. Selain itu Kaliri (2008) menyatakan ada pengaruh yang
signifikan antara motivasi kerja guru terhadap kinerja guru pada SMA
Negeri di kabupaten Pemalang yang ditunjukkan dengan nilai koefisien
determinasi (r2) sebesar 14,3% (0,143). Serta hasil penelitian Sylvia (2014)
menyatakan bahwa motivasi kerja berpengaruh positif dan signifikan
terhadap prestasi kerja pada pegawai di PT AXA Financial Indonesia yang
ditunjukkan dengan nilai signifikansi F sebesar 0,000 lebih kecil dari α =
0,05 (0,000 < 0,05) dengan koefisien regresi sebesar 0,451. Tetapi terdapat
persamaan dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Harry Murti (2013)
yang menyatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara
motivasi kerja dengan kinerja pegawai PDAM kota Madiun dengan nilai t
hitung sebesar 0,517 dengan signifikansi 0,606.
102
3. Pengaruh Disiplin Kerja Guru terhadap Prestasi Kerja Guru
Disiplin kerja merupakan fungsi operatif manajemen sumber daya
manusia yang terpenting, karena semakin baik disiplin maka semakin
tinggi prestasi kerja yang dapat dicapai.
Hal ini sesuai dengan teori yang dikemukan oleh Watson dan Trap
dalam Uno dan Nina (2016: 35) yang menyatakan bahwa perilaku disiplin
oleh seorang guru misalnya prioritas terhadap kegiatan-kegiatan tertentu
bertujuan untuk mencapai hasil kerja atau prestasi kerja maksimal. Teori
ini juga didukung oleh konsep Fathoni (2006: 172) bahwa semakin tinggi
disiplin karyawan (guru) semakin tinggi prestasi kerja yang dapat dicapai.
Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Pujiyanti (2015), Kaliri (2008) dan Sylvia (2014).
Pujiyanti (2015) menyatakan bahwa terdapat pengaruh positif dan
signifikan disiplin kerja guru terhadap kinerja guru pada SMA Negeri 1
Ciamis yang ditunjukkan dengan nilai rx2y = 0,892, dengan nilai r2 = 0,795
t hitung > t tabel yaitu 15,268 > 1,671. Sedangkan Kaliri (2008) menyatakan
ada pengaruh yang signifikan antara disiplin kerja guru terhadap kinerja
guru pada SMA Negeri di kabupaten Pemalang dengan nilai koefisien
determinasi sebesar 8,3 % ( 0,830). Sementara Sylvia (2014) menyatakan
ada pengaruh yang positif dan signifikan antara disiplin kerja terhadap
prestasi kerja pada pegawai di PT AXA Financial Indonesia yang
ditunjukkan dengan nilai signifikansi F sebesar 0,000 lebih kecil dari α =
0,05 (0,000 < 0,05) dengan koefisien regresi sebesar 0,286 .
103
Berdasarkan hal tersebut maka dapat dikatakan bahwa disiplin
kerja guru dalam melaksanakan tugas mengajar di kelas ataupun disiplin
terhadap peraturan sekolah sangat mempengaruhi prestasi kerja guru.
Disiplin kerja perlu diterapkan di lingkungan kerja (sekolah) dan guru
secara sukarela ataupun terpaksa harus menerapkan dan mentaatinya
dalam kesehariannya di lingkungan kerja demi peningkatan prestasi kerja.
3. Pengaruh Motivasi Kerja Guru (X1) dan Disiplin Kerja Guru (X2)
terhadap Prestasi Kerja Guru (Y)
Hasil penelitian ini berkaitan dengan konsep yang dikemukakan oleh
Mangkunegara (2004: 67) yang menyatakan bahwa kinerja atau prestasi
kerja yang berkualitas dari seseorang dapat dicapai dari sikap kedisiplinan
waktu bekerja dan motivasi yang memacu dirinya untuk memberikan
performa yang terbaik didalam pekerjaannya.
Hasil penelitian ini didukung pula oleh hasil penelitian yang telah
dilakukan oleh Pujiyanti (2015), Kaliri (2008) dan Sylvia (2014). Hasil
penelitian Pujiyanti (2015) menyatakan terdapat pengaruh positif dan
signifikan antara motivasi kerja dan disiplin kerja secara bersama-sama
terhadap kinerja guru pada SMA Negeri 1 Ciamis yang ditunjukkan dengan
Ry(1,2) = 0,938 dengan nilai R2 = 0,880, dan F hitung > F tabel yaitu 216,172
> 3,51. Hasil penelitian Kaliri (2008) menyatakan ada pengaruh yang
signifikan antara disiplin dan motivasi kerja secara bersama-sama terhadap
kinerja guru pada SMA Negeri di kabupaten Pemalang dengan koefisien
determinasi sebesar 21,5%, atau 0,215. Sedangkan hasil penelitian Sylvia
104
(2014) yang menyatakan motivasi kerja dan disiplin kerja secara simultan
berpengaruh signifikan terhadap prestasi kerja pegawai pada PT AXA
Financial Indonesia yang dibuktikan dengan nilai signifikansi F sebesar
0,000 lebih kecil dari α = 0,05 (0,000 < 0,005) dan mampu memberikan
kontribusi terhadap variabel prestasi kerja 0,540 atau sebesar 54% .
Sesuai hasil penelitian ini bahwa motivasi kerja guru dan disiplin kerja
guru berpengaruh signifikan secara bersama-sama terhadap prestasi kerja guru
dengan nilai R square sebesar 0,203 (20,3%) dan nilai signifikansi 0,000
menunjukkan bahwa persentase sumbangan pengaruh variabel independen
(motivasi kerja dan disiplin kerja) terhadap variabel dependen (prestasi kerja)
sebesar 20,3 % sedangkan sisanya sebesar 81,7 % dipengaruhi atau dijelaskan
oleh variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model penelitian ini. Hal tersebut
menunjukkan bahwa motivasi kerja maupun disiplin kerja belum sepenuhnya
dilaksanakan dengan baik oleh guru karena hanya menyumbangkan 20,3%.
Menurut penulis terdapat variabel lain yang harus diberikan kepada guru dalam
meningkatkan dan memaksimalkan prestasi kerja misalnya memberikan
kompensasi yang memuaskan, memberikan reward / penghargaan kepada guru
yang berprestasi dan memberikan promosi secara teratur terhadap guru.
Kenyataan di lapangan kurangnya perhatian dari pihak sekolah terhadap promosi
guru misalnya kenaikan pangkat atau kenaikan gaji berkala dimana guru harus
mengurus sendiri segala keperluan tersebut dan mengakibatkan guru tidak masuk
kelas mengajar bahkan meninggalkan sekolah. Hal lain yang perlu diterapkan
menurut penulis adalah gaya kepemimpinan yang dapat diterima oleh guru dan
105
semua pihak sekolah, selain juga memberikan gaji tepat waktu kepada guru
karena gaji yang diterima tepat waktu akan menjadi motivasi bagi guru dalam
bekerja, ini sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Kazim dalam Joyce
Nyam (Vol.2: 2014) bahwa guru dan pekerja sekolah lainnya cenderung puas dan
termotivasi selama gaji dibayar tepat waktu dan di promosikan secara teratur.
106
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan maka dapat ditarik
kesimpulan, yaitu:
1. Motivasi kerja guru (X1) secara parsial tidak berpengaruh positif dan tidak
signifikan terhadap prestasi kerja guru (Y).
2. Disiplin kerja guru secara parsial berpengaruh positif dan signifikansi
terhadap prestasi kerja guru.
3. Motivasi kerja guru dan disiplin kerja guru secara bersama-sama atau simultan
berpengaruh positif dan signifikan terhadap prestasi kerja guru.
B. Saran- Saran
Saran-saran yang dikemukakan dari penelitian ini adalah:
1. Bagi kepala sekolah hasil penelitian ini menjadi bahan masukan yang dapat
digunakan untuk meningkatkan prestasi kerja guru di sekolah masing-
masing.
2. Bagi guru diharapkan hasil penelitian ini menjadi salah satu sumber belajar
demi peningkatan prestasi kerja individu di sekolah masing-masing.
3. Bagi teman-teman peneliti lain semoga hasil penelitian ini dapat menjadi
salah satu sumber bacaan yang bermanfaat.
4. Bagi peneliti pribadi mengharapkan hasil penelitian ini menjadi masukan
karena status peneliti sebagai guru demi meningkatkan prestasi kerja peneliti
di sekolah bersangkutan. Peneliti sadari masih banyak kekurangan dalam
107
pelaksanaan penelitian ini sehingga saran atau masukan serta kritik sangat
diharapkan demi kemajuan bersama
108
DAFTAR PUSTAKA
Ardana,I,K, Mujianti,W., Utama,M. 2012. Manajemen Sumber Daya Manusia.
Yogyakarta: Graha Ilmu.
Arikunto, S. 2016. Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Penerbit PT Bumi Aksara.
Basilius R.W. 2015. Pendekatan Kuantitatif Dalam Penelitian Sosial.
Yogyakarta: Penerbit Calpulis.
David. 1961. The Achieving Society. New York. D Van Nostrand Company, Inc
Djamarah, Syaiful.B. 2002. Psikologi Pelajar. Jakarta: Rineke Cipta.
Danang. S. 2002. Perilaku organisasional. Yogyakarta: Penerbit CAPS.
Edy. S. 2012, Manajemen Sumber Daya Manusia, Edisi Pertama. Jakarta:
Kencana Prenada Media Group.
Fathoni, A. 2006. Organisasi dan Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Rineke Cipta
Gibson, I. 1997. Organisasi dan Manajemen, Perilaku, Struktur, Proses.
(Terjemahan). Jakarta: Erlangga.
Gagne,E.D. 1985. The Cognitive Psychology of School Learning. Boston-Toronto:
Litle Brown and Company.
Gouzali, S. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: Andi Offset.
Hughes,A.G dan Hughes,E.H. 2012. Learning and Teaching: Pengantar
Psikologi Pembelajaran Modern. New Delhi: Sonali Publications. (
Terjemahan SPA Team Work).
Hamalik, O. 2014. Kurikulum Dan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
Hamalik, O. 2009. Proses Belajar Mengajar. Bandung: Bumi Aksara.
109
Hamalik. O. 2003. Proses Belajar Mengajar. Jakarta: PT. Bumi Aksara.
Hasibuan, M. 2006. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara
Hasibuan, M. 2011. Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Irham . F. 2016. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: Penerbit Alfa
Beta.
McCormick, J. E. dan Tiffin, J. (1974). Industrial Psychology, 6th edition.
Prentice-Hall.
McDaniel.2000.Theory:StrainUnderLoad.Online.
(http://www.accelteam.com/motivation/indeks.html)
Mangkunegara, A.P. 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung:
Penerbit Remaja RosdaKarya.
Mulyasa, E. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosda
Karya.
Mulyasa, E. 2009. Standar Kompetensi dan Sertifikasi Guru. Bandung: PT.
Remaja Rosda Karya.
Miftah. T. 2014. Perilaku organisasi, Konsep Dasar Dan Aplikasinya.
Yogyakarta: Penerbit FISIPOL UGM.
Moenir, A. S. 2002. Manajemen Pelayanan Umum di Indonesia. Jakarta: Bumi
Aksara.
Purwanto. 2012. Metodologi Penelitian Kuantitatif. Yogyakarta: Pustaka
Pelajar.
Priyatno, D. 2010. Paham Analisa Statistik Data dengan SPSS. Cetakan Pertama.
Yogyakarta: Mediakom
Pasolong. H. 2007. Teori Administrasi Publik. Bandung: Alfabeta.
PP No 30 tahun 1980 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.
110
Rully, I, dan Poppy, Y. 2014. Metodologi Penelitian. Bandung. Penerbit PT
Refika Aditama.
Riduwan. 2015. Metode dan Teknik Menyusun Proposal Penelitian. Bandung:
Penerbit Alfa Beta.
Stephen P. R, dan Mary. C. 2010. Manajemen. Jakarta. Penerbit Erlangga.
Steers, M. R. 1985. Efektifitas Organisasi . Jakarta: Erlangga.
Suryabrata, S. 2014. Pengukuran dalam Psikologi Kepribadian. Jakarta:
Rajawali Pers.
Semiawan, C.R. 1996. Perspektif Pendidikan Anak Berbakat. Jakarta: Penerbit
Gramedia
Sujono, A.G. 1987. Administrasi Pendidikan. Semarang: Pringgading.
Simanjuntak, P. 1985. Pengantar Ekonomi Sumber Daya Manusia. LPFE.
Jakarta: Universitas Indonesia.
Sastrodiningrat, S. 1989. Perilaku Administrasi. Jakarta: Karunika.
Turi. L. 2015. Pengantar Manajemen. Yogyakarta: Mitra Pustaka Nurani.
Uno, H. dan Nina .L. 2016. Tugas Guru Dalam Pembelajaran. Jakarta: Bumi
Aksara.
Uno,H. 2014. Metode Penelitian Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia.
Usman, H. 2013. Manjemen: Teori, Praktek dan Riset Pendidikan. Jakarta:
Bumi Aksara.
Watson, D. L, dan Roland G Tharp. 1985. Self Directed Behavior, Self
Modification For Personal Adjustment. Monterey. California: Brooks/Cole
Publication Company.
William. S and Edward. S. 1942. Human Resource Management. India: Pearson
Education.
111
Wahjosumidjo. 1992. Kepemimpinan dan Motivasi. Jakarta : Penerbit Ghalia
Indonesia.
Wahyudi, B. 1996. Manajemen Sumber Daya Manusia. Yogyakarta: BPPE
UGM.
Daftar Jurnal
Gianfranco Conti. 2015. Linguistik Terapan.
https://gianfrancoconti.wordpress.com/2015. Diakses Tanggal 25 Desember 2016.
Loana, Sylvia Indra, Bambang Swasto dan Gunawan Eko Nurtjahjono. 2014.
Pengaruh Motivasi Kerja dan Disiplin Kerja terhadap Prestasi Kerja Karyawan (Studi Pada Karyawan PT. AXA Financial Indonesia Sales Office Malang(Jurnal Administratif Bisnis (JAB)|Vol.7 No. 1 Januari 2014|administrasibisnis.studentjournal.ub.ac.id). Malang: FIA Universitas Brawijaya Malang.
Joyce Nyam. 2 Februari 2014. TEACHERS MOTIVATION: A Study of the
Psychological and Social Factors. Dambo International School Nigeria. Journal of Educations and Research. Diakses tanggal 25 Desember 2016.
Richard Callhoon. 27 Juli 2015. Dicipline Motivation. WWW.Essays.org.
Diakses Tanggal 25 Desember 2016. Sohail, A., Robina, S., Saleem, S., Samara, A., Azeem, M. 2014. Administrasi
dan Manajemen. Global Jurnal Manajemen dan Penelitian Bisnis. Volume 14 Issue 6 Versi 1,0 Tahun 2014. Universitas Sargodha Pakistan. Penerbit Global Jurnal Inc USA. Diakses tanggal 25 desember 2016.
Pusat Penilaian Pendidikan. 2010. puspendik.kemdikbud.go.id/.../Idwin%20Irma-
presentasi%20calistung%202016.pdf. Diakses tanggal 20 Desember 2016.
Pengaruh Disiplin dan Motivasi Kerja Terhadap Kinerja Guru Pada SMA Negeri
Di Kabupaten Pamalang.
Pengaruh Motivasi Kerja, Disiplin Kerja Guru dan Kedisiplinan Siswa Terhadap
Prestasi Belajar Siswa SMA/MA di Kota Mataram Nusa Tenggara Barat.
Iwa Garniwa, 2007. Pengaruh Stress Kerja terhadap Motivasi serta Dampaknya
terhadap Prestasi Kerja Dosen Tetap Universitas Widyatama. Diakses
tanggal 14 juni 2017.