Download - PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL- QUR’AN
PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL-
QUR’AN:
(Studi Komparatif Tafsir Al-Jailâni Dan Tafsir Al-Assâs)
Skripsi ini Diajukan
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Cucun Fuji Lestari
15210647
PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IAT)
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’ANJAKARTA
1440 H/2019 M
PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM AL-
QUR’AN:
(Studi Komparatif Tafsir Al-Jailâni Dan Tafsir Al-Assâs)
Skripsi ini Diajukan
Sebagai Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama (S.Ag)
Oleh:
Cucun Fuji Lestari
15210647
Dosen Pembimbing:
Dr. Hj. Romlah Widayati, MA
PRODI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR (IAT)
FAKULTAS USHULUDDIN DAN DAKWAH
INSTITUT ILMU AL-QUR’AN JAKARTA
1440 H/2019 M
iv
MOTTO
Lakukan Karena Allah.
Karena tingkat kesuksesan yang sesungguhnya adalah ketika dihatinya
tidak ada yang lain selain Allah SWT.
v
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, yang telah melimpahkan
rahmat-Nya kepada penulis. Khususnya berupa kesabaran, kekuatan,
keikhlasan dan kesempatan untuk menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Penafsiran Ayat-Ayat Syifa dalam Al-Qur’an (Studi Komparatif
Tafsir Al-Jailâni dan Al-Assâs)
Shalawat serta salam senantiasa penulis ucapkan kepada Nabi
Muhammad SAW yang telah membawa kita dari zaman jahiliyah ke
zaman yang berilmu pengetahuan seprti halnya sekarang ini.
Alhamdulillah setelah melalui beberapa proses serta beberapa
rintangan untuk menyelesaikan skripsi ini, serta selalu mengharap
pertolongan dan ridho Allah SWT. Akhirnya penulis dapat
menyelesaikan penyusunan ini dengan baik. Dalam penulisan skripsi ini
penulis melibatkan banyak pihak, baik bersifat materi, pikiran, dan
motivasi. Oleh karena itu, dengan kerendahan hati penulis ingin
menyampaikan banyak terimakasih dan rasa hormat yang terdalam
kepada:
1. Prof. Dr. Hj. Huzaemah Tahido Yanggo, selaku Rektor Instiitut
Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta, Wakil Rektor I Dr. Hj.
Nadjematul Faizah SH., M. Hum. sebagai Warek I., Wakil
Rektor II Dr. H. M. Dawud Arif Khan, SE, M.Si, Ak, CPA.,
serta Wakil Rektor III Dr. Hj. Romlah Widayati, MA., yang
vi
telah memberikan kesempatan kepada saya untuk menimba ilmu
di perguruan tinggi ini.
2. Dr. Muhammad Ulinnuha, Lc, MA., selaku Dekan Fakultas
Ushuluddin Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta yang telah
memberi kesempatan kepada penulis untuk mengikuti
Pendidikan pada program Strata 1 di Institut Ilmu Al-Qur`an
Jakarta.
3. Bapak Haris Hakam, S.H, MA., selaku Kaprodi Fakultas
Ushuluddin Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta beserta Ibu
Mamluatun Nafisah M.Ag., selaku Sekretaris Kaprodi yang
telah membimbing penulis selama menimba ilmu di kampus
ini.
4. Dosen Pembimbing Ibu Dr. Hj. Romlah Widayati, MA sebagai
dosen pembimbing skripsi, yang telah memeberi motivasi,
membimbing dan mengarahkan penulis dalam mengerjakan
skripsi. Dengan keilmuan dan kesabarannya sampai penulis
bisa menyelesaikan skripsi dengan baik.
5. Dosen Penguji 1, Bapak Ali Mursyid, M.A, dan Dosen
Penguji 2, Ibu Mamluatun Nafisah, S.Th. I., M.Ag, terimakasih
karena telah menambah ilmu bagi penulis
6. Bapak dan Ibu dosen Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta
yang telah mendidik dan membimbing penulis serta
mengajarkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat.
7. Bapak KH. Ahmad Fathoni, Lc. MA., Instruktur Tahfidz Ibu
Hj.Muthmainnah, M.A., Ustadzah Hj. Atiqoh, Ustadzah
Arbiyah, Ustadzah Ade Halimah, dan Ibu Fatimah Askan,
vii
terimakasih atas waktu dan motivasi luar biasa kepada penulis
untuk lebih dekat dengan Al-Qur‟an.
8. Seluruh Staf Fakultas Ushuluddin terima kasih atas semua
waktu, semangat dorongan dan motivasinya. Dan juga kepada
Staf perpustakaan IIQ Jakarta.
9. Staf Perpustakaan Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta, UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, Perpustakaan Iman Jama‟ dan
Pusat Studi Al-Qur`an (PSQ) yang telah membantu penulis
untuk menyelesaikan skripsi dalam memenuhi referensi dan
bahan-bahan penelitian.
10. Terimakasih kepada kedua orang tua yang tercinta Abah Edi
dan Ibu Anah. Yang telah memberikan cahaya kehidupan,
yang tak pernah lupa melafadzkan nama penulis di dalam do‟a-
do‟anya. Terima kasih atas setiap tetesan peluh dan keringat
yang tak akan bisa terbalas dengan hal apapun. Dari keduanya
penulis belajar kuat dan sabar dalam keadaan apapun. Semoga
Allah memberikan kesehatan, kebahagiaan, perlindungan dan
keselamatan dunia dan akhirat kepada kedua cahaya
kehidupanku. Aamiin. Andaikan Allah swt., memberikan
pahala dari tulisan yang sangat sederhana ini, maka aku
persembahkan semua pahalanya untuk kedua orang tuaku
sebagai bentuk rasa syukur kepada keduanya atas segala cinta,
kasih sayang, pengorbanan, dan perhatian sepanjang hidupku,
yang mereka berikan tanpa meununtut balas.
11. Terimakasih kepada Nenek Siti Dewi dan Tante-tanteku
sebagai orang tua kedua bagiku yang telah membesarkan dan
menyayangi sepenuh hati, mendukung dan mendoakan.
viii
Terimakasih atas segala kebaikannya semoga Allah berikah
kesehatan, kebahagiaan kepada beliau dunia dan akhirat.
Aamiiin.
12. Terimakasih kepada Sahabat-sahabatku dari IIQ dari semua
fakultas yang luar biasa, untuk Rahmatika Nurida A. yang
mengenalkan penulis tentang kampus IIQ Jakarta, untuk Al-
Husainy Squad dan sahabat Kampung Qur`an yang luar biasa
mengajarkan arti menyayangi sesama dan panutan bagi penulis
selama disini. Dan terimakasih kepada teman-teman
ushuluddin seperjuanganku dari semester 1 sampai 8 yang telah
memberikan semangat dan motivasinya bagi penulis.
Penulis ucapkan terimakasih dan permohonan maaf yang
sebesar-besarnya kepada pembaca apabila dalam karya ilmiah ini
terdapat kesalahan, kekeliruan dan sebagainya. Kesempurnaan
hanya milik Allah SWT dan kekurangan hanya pada penulis.
Semoga karya ini bisa memberikan manfaat, pelajaran yang
baik, serta membangkitkan semangat kepada seluruh pembaca
untuk lebih berantusias dalam menuntut ilmu.
Jakarta, 15 Agustus 2019
Penyusun
Cucun Fuji Lestari
ix
“Penafsiran Ayat-Ayat Syifa Dalam Al-Qur`an: (Studi Komparatif
Tafsir Al-Jailâni dan Al-Assâs)
SURAT PERSETUJUAN PEMBIMBING .............................. i
SURAT PENGESAHAN ............................................................. ii
PERNYATAAN PENULIS ......................................................... iii
MOTTO ........................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ................................................................. v
DAFTAR ISI ................................................................................ ix
PEDOMAN TRANSLITERASI ................................................. xiii
ABSTRAK .................................................................................... xviii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah .................................................. 1
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ................ 8
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ........................................ 9
D. Tinjauan Pustaka ……………………………………….10
E. Metode Penelitian……………………………………….14
F. Teknik dan Sistematika Penulisan……………………...16
BAB II: SYIFA DALAM AL-QUR’AN DAN GAMBARAN
TERHADAP SYIFA’
A. Definisi Syifa ..................................................................... 19
1. Pengertian Syifa dan Konotasinya dalam Al-Qur‟an.. 19
2. Ayat-Ayat Tentang Syifa Dalam Al-Qur`an ................. 25
B. Sasaran Objek Syifa ........................................................... 28
C. Anjuran Islam Untuk Berobat ........................................... 31
x
D. Macam-Macam Penyakit Hati ........................................... 35
E. Macam-Macam Sistem Pengobatan Dalam Islam dan Barat
........................................................................................... 42
1. Metode Pengobatan Barat ........................................... 43
2. Metode Pengobatan Nabi ............................................ 47
a. Pengobatan Menggunakan Madu ...................... 49
b. Pengobatan Menggunakan Habbatus Sauda .... 52
c. Pengobatan Menggunakan Ruqyah ................. 53
d. Pengobatan Menggunakan Bekam .................. 55
e. Pengobatan Modern Hasil Temuan Tokoh-tokoh
Kedokteran Islam ............................................. 56
BAB III: BIOGRAFI MUFASIR DAN KITAB TAFSIR
A. Profil Singkat Tafsir Al-Jailani Karya Syaikh Abdul
Qadir Al-Jailâni
1. Biografi Syeikh Abdul Qadir Al-Jailâni ................... 65
a. Syeikh Abdul Qadir Al-Jailâni ........................... 65
b. Guru dan Murid ................................................. 68
c. Kondisi Sosial Politik Pada Masanya ................ 70
d. Karya-Karyanya ................................................. 73
2. Profil Tafsir Al-Jailani ............................................. 74
a. Latar Belakang dan Motivasi Penulisan ............ 74
b. Metode Penafsiran ............................................. 75
c. Corak Penafsiran ................................................ 76
d. Sistematika Penafsiran ....................................... 77
B. Profil Singkat Tafsir Al-Assâs Karya Said Hawwa Riwayat
Hidup Said Hawwa
xi
1. Biografi Said Hawwa ................................................. 78
a. Latar Belakang Sosio Historis Sa‟id Hawwa ....... 78
b. Guru dan Murid ................................................ 80
c. Kondisi Sosial Politik Pada Masanya .............. 82
d. Karya-Karyanya .............................................. 84
1. Profil Tafsir Al-Assâs ............................................ 86
a. Latar Belakang dan Motivasi Penulisan .......... 86
b. Metode Penafsiran ........................................... 87
c. Corak Penafsiran .............................................. 88
d. Sistematika Penafsiran ..................................... 89
BAB IV: ANALISI PENAFSIRAN AYAT-AYAT SYIFA DALAM
TAFSIR AL-JAILÂNI DAN TAFSIR AL-ASSÂS
A. Analisis Penafsiran Mufasir Syeikh Abdul Qadir Jailâni dan Said
Hawa mengenai ayat-ayat Syifa’
1. QS. Al-Isra [17]: ayat 82 ............................................. 93
2. QS.Anahl [16]: ayat 69 ................................................ 97
3. QS.Yunus [10]: ayat 57 ............................................... 101
4. QS.Fushilat [41]: ayat 44 ............................................. 104
5. QS.At-Taubah [9]: ayat 14 .......................................... 107
6. QS. As-Syu‟ara [26]: ayat 80 ...................................... 111
B. Persamaan dan Perbedaan Penafsiran Al-Jailâni dan
Al-Assâs tentang ayat-ayat Syifa dalam kitab tafsirnya .... 113
C. Relevansi penafsiran ayar-ayat Syifa menurut Syaikh Abdul
Qadir Al-Jailani dan Sa‟id Hawwa di masa kini. ............. 119
xii
BAB V: PENUTUP
A. Kesimpulan ........................................................................ 128
B. Saran-saran ........................................................................ 129
DAFTAR PUSTAKA
xiii
PEDOMAN TRANSLITERASI
Transliterasi ini berpedoman pada buku penulisan skripsi, tesis, dan
disertasi Institut Ilmu Al-Qur‟an (IIQ) Jakarta tahun 2017. Transliterasi
Arab-Latin mengacu pada berikut ini:
1. Konsonan
No. Arab Latin No. Arab Latin
Th ط .A 16 ا .1
Zh ظ .B 17 ة .2
„ ع .T 18 ث .3
Gh غ .Ts 19 ث .4
F ف .J 20 ج .5
Q ق .H 21 ح .6
K ك .Kh 22 خ .7
L ل .D 23 د .8
M و .Dz 24 ذ .9
N ن .R 25 ز .10
W و .Z 26 ش .11
H ه .S 27 س .12
, ء .Sy 28 ش .13
Y ي .Sh 29 ص .14
Dh ض .15
xiv
2. Vokal
Vokal Tunggal Vokal panjang Vokal
Rangkap
Fathah : a آ : ȃ ي .. :
ai
Kasrah : i ي : ȋ و ..
:au
Dhammah : u و : ȗ
3. Kata Sandang
a. Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) qamariyah.
Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) qamariyah di
transliterasikan sesuai dengan bunyinya.Contoh :
al-Madȋnah :انمدينت al-Baqarah : انبقسة
b. Kata Sandang yang diikuti oleh (ال) syamsiah
Kata sandang yang diikuti alif lam (ال) syamsiah
ditransliterasikan sesuai dengan aturan yang digariskan di
depan dan sesuai dengan bunyinya. Contoh:
انسجم : ar-rajul انسيدة :as-Sayyidah
ad-Dȃrimȋ: اندازمي asy-syams :انشمص
xv
c. Syaddah (Tasydȋd)
Syaddah (Tasydȋd) dalam sistem aksara Arab digunakan
lambang ( ) sedangkan untuk alih aksara ini
dilambangkan dengan huruf, yaitu dengan cara
menggandengkan huruf yang bertanda tasydȋd. Aturan ini
berlaku secara umum, baik tasydȋd yang berada di tengah kata
ataupun yang terletak setelah kata sandang yang diikuti oleh
huruf-huruf syamsiah. Contoh:
نآببالل م كع Ȃmannȃ billȃhi :ء انس -wa ar : و
rukka’i
ه ام ف هآء ء انس : Ȃmannȃas-Sufahȃ’u انريه إن :Inna al
ladzȋna
d. Ta Marbȗthah (ة)
Ta Marbȗthah (ة) apabila berdiri sendiri, waqaf atau diikuti
oleh kata sifat (na’at),maka huruf tersebut diaksarakan
menjadi huruf “h”. Contoh:
ة al-Af’idah : ا ل فئد
مي ت الإسل ت بمع al-Jȃmi’ah al-Islȃmiyyah : ا نج
Sedangkan ta marbuthah (ة) yang diikuti atau disambungkan
(di-washal) dengan kata benda (ism) maka dialih aksarakan
menjadi huruf ”t”. Contoh:
انن بصب ت بمه ت .Ȃmilatun Nȃshibah„ : ع
ى بس انك al-Ȃyat al-Kubra : ا ل ي ت
e. Huruf Kapital
xvi
Sistem penulisan huruf Arab tidak mengenal huruf capital,
akan tetapi apabila telah dialih aksarakan maka berlaku ketentuan
Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, seperti
penulisan awal kalimat,huruf awal, nama tempat, nama bulan,
nama diri dan lain-lain. Ketentuan yang berlaku pada EYD
berlaku pula dalam alih aksara ini, seperti cetak miring (italic)
atau cetak tebal (bold) dan ketentuan lainnya. Adapun untuk nama
diri yang diawali dengan kata sandang, maka huruf yang ditulis
capital adalah awal nama diri, bukan kata sandangnya. Contoh:
„Ali Hasan al-„Ȃridh, al-Ȃsqallȃnȋ, al-Farmawȋ dan seterusnya.
Khusus untuk penulisan kata Alqur‟an dan nama-nama surahnya
menggunakan huruf capital. Contoh: Al-Qur‟an, Al-Baqarah, Al-
Fȃtihah dan seterusnya.
xviii
ABSTRAK
Lestari, Cucun Fuji. 15210647. Konsep Syifa dalam Al-Qur`an (Studi
Komparatif Tafsir Al-Jailâni dan Tafsir Al-Assâs). Skripsi.
Jurusan: Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir. Fakultas Ushuluddin dan
Dakwah, Institut Ilmu Al-Qur`an (IIQ) Jakarta. Pembimbing: Dr.
Hj. Romlah Widayati, MA.
Skripsi ini merumuskan makna Syifa dalam Al-Qur‟an dengan
mengkomparatifkan tafsir klasik dan kontemporer, yang difokuskan pada
pengungkapan Syifa dalam Al-Qur‟an. Karya ilmiah ini didasari dari
fenomena dalam masyarakat sebagian besar sangat respek terhadap
pengobatan jasmani semata dan banyak yang meninggalkan pengobatan
rohani. Kemudian berangkat dari data-data hasil penelitian ilmiah dengan
pembuktian media ayat-ayat Al-Qur‟an dapat menyembuhkan berbagai
penyakit
Jenis penelitian ini merupakan penelitian kualitatif yang berusaha
menjawab permasalahan melalui studi pustaka (library research) dengan
mengkomparatifkan ayat-ayat syifa dalam Al-Qur`an, merujuk dua kitab
tafsir berbeda periode yaitu tafsir Al-Jailani dan Al-Assas sebagai data
primer dan buku-buku kesehatan atau kedokteran Islam, buku kedokteran
umum, kitab tafsir, dan buku-buku yang berkaitan dengan pembahasan
sebagai data sekunder. Adapun teknik analisis data yang digunakan yaitu
teknik deskriptif analitis yang bertumpu pada kajian komparatif kitab
tafsir sufistik.
Penelitian ini berhasil menunjukan bahwa kedua kitab tafsir
sufistik yang digunakan memiliki persamaan dari segi isi dan makna yaitu
Konsep Syifa dalam Al-Jailâni dan Al-Assâs dapat diklasifikasikan
menjadi tiga unsur utama, yaitu (1) Syifa berkaitan dengan keimanan
seseorang terhadap Allah SWT demi tercapainya kesempurnaan
keridhaan Allah untuk memberi kesehatan pada hambanya yang beriman.
(2) Syifa’ berkaitan dengan penyembuhan penyakit rohani dan jasmani (3)
Syifa berkaitan dengan Al-Qur`an dan minuman sejenis madu. Perbedaan
dari keduanya adalah terdapat dalam beberapa ayat, yaitu perbedaan
redaksi kalimat penafsirannya dan perbedaan hikmah yang dapat di ambil.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Kecintaan kepada Al-Qur’an, dan untuk membuktikan
kebenarannya, banyak para ulama dan ilmuan yang mengupas isinya
dengan cara menyusun dalam berbagai disiplin ilmu pengetahuan1, seperti:
Bahasa Arab, Syari’at, Filsafat dan Akhlak, Ekonomi, Kedokteran dan lain
sebagainya, sehingga menjadi buku-buku ilmiah yang memenuhi
perpustakaan Islam di kota-kota besar seperti Baghdad, Mesir, Cordova
dan lain-lain.2 Di dalam Al-Qur’an terdapat pula fakta-fakta tanah Arab
pada waktu itu, tetapi pada saat ini fakta-fakta tersebut dapat dijelaskan
dengan baik dan diakui kebenarannya. Seperti ilmu kedokteran, yang pada
saat Al-Qur’an turun, di tanah Arab boleh dikatakan tidak ada, sebab yang
ada hanya ilmu pengobatan secara primitif.3
Perkembangan keilmuan kedokteran sudah ditemukan pada masa
sebelum Nabi Muhammad Saw. Berbagai keilmuan mengenai kesehatan
ditemukan dan dipraktikan sebagai metode pengobatan misalnya, bangsa
Sumeria, Babilonia, Arkaida, Mesir, Persia, Hinduistan, Suriah dan
Iskandariah, Romawi dan Yunani, Saba, Palestina, dan China. Pada zaman
1Mereka melakukan ini dalam rangka manifestasi terhadap ayat-ayat Allah yang
berhubungan dengan ilmu pengetahuan, seperti (Q.S Al-Alaq: 1-5), (Q.S Az-Zumar:9),
(Q.S Al-Mujaadalah:11) 2Maimunah Hasan, Al-Qur’an Dan Ilmu Gizi, (Yogyakarta:Madani pustaka,
2001), Cet. I, h. 7 3Maimunah Hasan, Al-Qur’an Dan Ilmu Gizi, (Yogyakarta:Madani pustaka,
2001), Cet. I, h. 9
2
tersebut sudah mengenal ilmu kedokteran seperti mengobati patah tulang,
luka gigitan srigala, ilmu bedah dan sebagainya.4
Kontribusi peradaban Islam dalam dunia kedokteran sungguh
sangat bernilai. Di era keemasannya, peradaban Islam telah melahirkan
sederet pemikir dan dokter terkemuka yang telah meletakan dasar-dasar
ilmu kedokteran modern. Dunia Islam juga tercatat sebagai peradaban
pertama yang mempunyai rumah sakit dan dikelola oleh tokoh-tokoh
professional.5 Pada masa Rasulullah SAW., pengobatan terhadap penyakit
sudah ada seperti bekam (Hijamah), metode pengobatan tersebut dilakukan
oleh tabib-tabib atau orang yang ahli dalam bidang tersebut. Namun pada
masa Nabi ditemukan beberapa alternatif tentang cara mengobati suatu
penyakit yaitu dengan bacaan-bacaan ayat-ayat Al-Qur’an, salah satu
contohnya adalah tentang kisah seorang sahabat yang mengobati suatu
penyakit karena tersengat binatang berbisa dengan bacaan surah al-Fatihah.
Kedokteran cara Nabi SAW., tidaklah sama dengan kedokteran
para dokter pada umumnya. Karena kedokteran cara Nabi SAW., adalah
Qath’i Illahi, bersumber dari wahyu, sebagai pelita kenabian dan
kecerdasan akal. Orang bisa mengambil manfaat dari pengobatan cara Nabi
itu asal dia mempunyai keyakinan untuk menerima, beriktikad terhadap
pengobatan Nabi itu, dan mensuri tauladani Nabi SAW., dengan disertai
rasa iman dan kepatuhan.6 Dari zaman Rasulullah SAW metode
4Ja’far Khadem Yamani, Ilmu Kedokteran Islam, Sejarah dan
Perkembangannya, terj. Tim Dokter IDAVI dengan judul Mukhtashar Tarikh Tharikat
Ath-Thibb, (Bandung: PT. Syaamil Cipta Media, 2015), Cet. I, h. x 5Maryam, “Perkembangan Kedokteran Dalam Islam”, dalam Jurnal Sulesana,
Vol.6 No. 2. 2011 h.79 6Muhammad Mahmud Abdullah, Ath Thibb Al-Quran’I Dar al-Kutub al-Ilmiyah,
terj.Muhisyam, (Yogyakarta: Beranda Publishing, 2010), Cet.I, h. 76
3
pengobatan dengan bacaan-bacaan ayat-ayat suci Al-Qur’an sudah sering
dilakukan. Kemudian, Ada banyak masyarakat yang mempercayai dan
melakukan praktik penyembuhan penyakit dan yang semisalnya
menggunakan bacaan-bacaan surat-surat pendek dalam Al-Qur`an.
Masyarakat melakukan praktik penyembuhan tersebut karena
sudah dilakukan pada zaman Rasulullah Saw., masih hidup. Keutamaan
penyembuhan menggunakan Al-Qur`an terdapat dalam kitab hadits, salah
satunya dalam hadits Ibnu Majâh yaitu:
ث نا علي بنح ثبت بة بن عبد الرحن الكندي قال: حد ث نا محمدح بنح عحب يد بن عحت حدث نا سعادح بنح سحليمان، عن أب إسحاق، عن الارث، عن علي قال: قال: حد
واء القحرآنح »ى اللهح عليه وسلم: قال رسحولح الل صل )سنن ابن ماجه( 7«خيح الد“Muhammad bin Ubaid bin Utbah bin Abdurrahman al-Kindi
menyampaikan kepada kami dari Ali bin Tsabit, dari Sa’ad bin Sulaiman,
dari Abu Ishaq, dari al-Harits, dari Ali bahwa Rasulullah SAW., bersabda,
“Sebaik-baik obat adalah Al-Qur`an”.(HR. Ibnu Majâh No. 3501)
Hadits diatas menjelaskan bahwa Al-Qur’an diturunkan Allah
SWT. membawa misi petunjuk dan rahmat bagi seluruh umat manusia. Al-
Qur’an pada dasarnya adalah jalan lurus yang wajib di ikuti, sedangkan
jalan-jalan yang lain yang bisa menyesatkan tidak perlu diikuti, karena
jalan-jalan yang lain itu dapat membelokan haluan dari mengikuti jalan dan
petunjuk kepada (jalan) yang paling lurus dan memberikan kabar gembira
kepada orang-orang beriman, yang mengerjakan amal kebijakan bahwa
bagi mereka ada pahala yang besar.8 Petunjuk Al-Qur’an itu berkaitan pula
7Ibnu Majah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Al-Qazwini Ibnu Majâh,
Ensiklopedia Hadits dan Sunan Ibnu Majâh, terj. Saifuddin Zuhri (Jakarta: Al-Mahira,
2013), Cet. I, h. 632, No. 3501 8Q.S 17:9 الحات ر المؤ منين الذين يعملون الص إن هذا القرآن يهدي للتي هي أقوم ويبش
4
dengan soal Ilmu kesehatan.9 Konsep sehat menurut para ahli, menurut
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) tahun 1947 menyebutkan bahwa
pengertian kesehatan adalah sebagai “suatu keadaan fisik, mental, dan
sosial kesejahteraan dan bukan hanya ketiadaan penyakit atau kelemahan”.
Sedangkan kesehatan menurut UU no.23 Tahun 1992, kesehatan adalah
keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan sosial yang memungkinkan setiap
orang reproduktif secara sosial dan ekonomi. Jadi, berdasarkan beberapa
definisi diatas, Kesehatan adalah keadaan sejahtera dari badan, jiwa, dan
sosial yang memungkinkan setiap orang hidup produktif secara sosial dan
ekonomis.10
Sedangkan dari Islam sendiri, sangat memperhatikan tentang
kesehatan jasmani maupun rohani. Alasannya sederhana, pelaksanaan
ibadah secara utuh dan sempurna memerlukan kesehatan yang baik dan
prima. Oleh karena itu Al-Qur’an melarang umat Islam mengkonsumsi
makanan dan minuman yang dapat merusak kesehatan fisik dan mental,
dan juga tidak mengkonsumsi makanan dan minuman yang berlebihan,
sehingga nyaris tidak lagi menyisakan ruang di dalam tubuh.11 Kesehatan
tubuh dan memlihara kesehatan adalah merupakan hal pokok yang harus
dimiliki dan diperhatikan oleh setiap orang. Rasulullah SAW.,
menerangkan dalam beberapa haditsnya, bagaimana pentingnya
“Sungguh, Al-Qur’an ini memberi petunjuk ke (jalan) yang paling lurus dan
member kabar gembira kepada orang mukmin yang mengerjakan kebajikan, bahwa
mereka akan mendapat pahala yang besar” 9Abuddin Nata, Atjeng Achmad Kusaeri dkk, Tema-tema Pokok Al-Qur’an
Bagian II, Biro Bina Mental Spiritual DKI Jakarta Nomor Proyek 2P.0.15.2.01.003 Tahun
Anggaran 1994/1995 10Eliana dan Sri Sumiarti, Modul Bahan Ajar Kebidanan/Kesehatan Masyarakat,
(Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pusat Pendidikan Sumber Daya Manusia
Keseahatan, 2016 11Mukhtar Ikhsan, Tibbun Nabawi: Dalam Pengobatan Modern, (Tangerang
Selatan: Cinta Buku Media, 2017), Cet. 1. h. 2
5
kedudukan kesehatan menurut pandangan Islam.12 Didalam Al-Qur’an pun
ada beberapa yang menjelaskan tentang kesehatan dan pengobatan dari
segala penyakit.13
Menurut Ibnu Taymiyah, Al-Qur’an adalah obat penawar atas
segala penyakit yang ada dalam dada manusia dan juga bagi siapa saja yang
di dalam hatinya ada penyakit yang merusak pengetahuan, pandangan-
pandangan hidup dan merusak daya imajinasinya sehingga melihat sesuatu
dengan sebaliknya.14 Kedokteran Nabi hanya cocok bagi tubuh orang yang
baik dan bagi orang-orang yang memiliki jiwa yang baik dan hati yang
hidup. Dengan kata lain faedah dari kedokteran Nabi dan sistem
pengobatan Al-Qur’an akan terlihat nyata, apabila orang yang berobat
dengan hal tersebut memiliki rasa yakin yang seyakin-yakinnya dan ikhlas
beriman kepada Allah SWT., Zat yang telah menurunkan Al-Qur’an dan
membenarkan Rasulullah SAW., yang telah menjelaskan seluruh isi Al-
Qur’an.15
Kemudian, keterkaitan antara pengobatan melalui medis, Al-
Qur’an telah teruji secara klinis dan empiris16 sebagaimana dilakukan oleh
12Ibnu Kayim Al-Jauziyah, Sistem Kedokteran Nabi, terj. Ibnul Qayyim Al-
Jauziyah (Semarang: Dhina Utama Semarang, 1994), Cet. I, h. 1 13Salah satu ayat Al-Qur’an mewakili bahwa Al-Qur’an sebagai obat/penawar dari
segala penyakit sebagai berikut:
“Dan kami turunkan dari Al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang beriman, sedangkan bagi orang dzalim (Al-Qur’an itu) hanya akan menambah
kerugian.”(QS. Al-Isra’ [17]:82)
14Syaikh Ibnu Taymiyah, Terapi Penyakit Hati, terj. Jalauddin Raba,
(Jakarta:Gema Insani Press, 1998), h. 15 15Muhammad Mahmud Abdullah, Sembuhkanlah Penyakitmu Dengan Al-
Qur’an Ath Thibb Al-Quran’I Dar al-Kutub al-Ilmiyah, terj. Muhammad Muhisyam,
(Yogyakarta: Beranda Publishing, 2010), Cet.I, h. 77 16Empiris adalah berdasarkan percobaan dari penemuan, pengamatan yang
pernah dilakuakan
6
ahli dibidangnya. Salah satunya, penelitian yang dilakukan oleh Ahmad Al-
Qadhi, Direktur utama Islamic Medicine For Education and Reasearch di
Amerika, menyimpulkan bahwa Al-Qur’an berpengaruh positif terhadap
aspek fisiologi dan psikologis pada manusia. Pembacaan ayat suci Al-
Qur’an terhadap sekelompok eksperimen berdampak positif yang mampu
merelaksasi ketegangan urat syaraf. Selanjutnya pengaruh pembacaan ayat
suci Al-Qur’an terhadap aspek psikologis berdampak positif dalam
menurunkan tingkat stress.17
Dari penjelasan di atas, penulis melihat fenomena dalam
masyarakat sebagian besar sangat respek terhadap pengobatan jasmani
(medis) semata dan banyak yang meninggalkan pengobatan rohani.
Padahal jika dikaji secara rinci, dalam Al-Qur`an dan hadits mejelaskan
tentang penyakit itu timbul dari sakitnya rohani. Kemudian diperkuat
penelitian ilmiah yang membuktikan bahwa media ayat-ayat Al-Qur’an
dapat menyembuhkan penyakit. Hal tersebut seharusnya menyadarkan
masyarakat setiap mengambil tindakan pengobatan, hendaknya ditelusuri
dahulu akar penyebabnya, sehingga tepat dalam mengambil tindakan.
Berdasarkan latar belakang diatas, peneliti ingin mengetahui lebih
jauh tentang pengobatan rohaniah, karena secara substansial, pembahasan
inti dari ilmu tasawuf meliputi beberapa hal berikut: Kajian tentang ruh,
kajian tentang qalbu, kajian tentang akal pikiran, dan kajian tentang jiwa
atau an-nafs. Selain membahas dan mengkaji keempat hal tersebut, ilmu
taswuf juga melakukan kajian terhadap aspek aplikatif ruhaniah dari
17Ahsin W.Al-Hafidz, Fikih dan Kesehatan, (Jakarta: Amzah, 2007), h. 11-13
7
disiplin ilmu akidah atau teologi, aspek moral dari ilmu fiqih, dan segi
aplikatif berdasarkan Al-Qur`an dan sunah nabawiyah.18
Oleh karena itu penulis memilih menggunakan kitab tafsir yang
bercorak tasawuf, karena orientasi tasawuf adalah berasal dari batin atau
rohani. Penulis menggunakan tafsir Al-Jailâni karya Syaikh Abdul Qadir
Al-Jailâni dan tafsir Al-Assâs karya Sa’id Hawwa karena keduanya
merupakan kitab tafsir kontemporer, dan menggunakan metode serta
pendekatan penafsiran yang sama yaitu tahlili, dan bercorak sufistik,
sehingga penulis dapat melihat isi dan maksud dari penafsiran tersebut.
Melalui tafsir tersebut penulis akan menelaah ayat-ayat Al-Qur`an yang
memiliki kata Syifa beserta akar nya, kemudian penulis analisis untuk
mengetahui persamaan dan perbedaan dari keduanya.
Di dalam skripsi ini, penulis akan membahas dan menelaah ayat-
ayat yang syifa atau penyembuhan dari sisi maknawiyahnya dan
mengungkap konsep Syifa dari segi bathiniyahnya, sehingga penulis
terinspirasi memilih tafsir tersebut untuk dijadikan objek kajian, karena
keduanya memiliki corak tafsir yang sama yaitu sufistik.. Kedua penulis
adalah ulama yang terkenal akan kesufiannya. Kemudian sepanjang
penelitian, penulis belum menemukan penelitian komparatif yang
membahas tema dan kitab yang sama, maka hemat penulis, kajian ini layak
untuk dijadikan penelitian lanjutan. Oleh karena itu penulis dalam
penelitian skripsi ini memberikan judul “Penafsiran Ayat-Ayat Syifa
Dalam Al-Qur’an: (Studi Komparatif Tafsir Al-Jailâni dan Tafsir Al-
Assâs).
18Sa’id Hawwa, Tarbiyatuna Ar-Ruhiyyah, terj. Imam Fajarudin (Solo: Era
Intermedia, 2002), Cet. I, h. 75
8
B. Identifikasi, Pembatasan, dan Perumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Dari judul yang dibahas oleh penulis, dapat ditemukan
beberapa masalah yang patut dibahas, diantaranya:
a. Banyak yang belum bisa membedakan antara Sistem
Pengobatan Modern (Barat) dengan sistem Pengobatan Islam
(Nabi)
b. Pandangan mufasir dalam menjelaskan ayat-ayat tentang
pengobatan
c. Relevansi pengobatan rohani dan jasmani pada masa kini
d. Maraknya masyarakat menggunakan sistem pengobatan
jasmani di bandingkan pengobatan rohani
e. Penelitian ilmiah tentang pengobatan yang di anjurkan Al-
Qur`an dan Hadits
2. Pembatasan Masalah
Dalam skripsi ini, penulis membatasi pembahasan meliputi
ayat-ayat Syifa antara lain: QS. Al-Isra [17]:2, QS.Yunus [10]: 57,
QS. As-Syu’ara [26]:80, QS.Anahl [16]:69, QS.Fushilat [41]:44,
QS.At-Taubah [9]:14, QS. As-Syu’ara [26]:8019 Ayat-ayat yang
dibahas akan dikupas dari segi penafsirannya kemudian
dibandingkan sesuai dengan dua kitab yang akan di komparatifkan
yaitu kitab tafsir Al-Jailâni dan Al-Assâs. Menurut hemat penulis,
19Ali Audah, Konkordansi Quran; Panduan Kata Dalam Mencari Al-Qur`an,
(Bogor: Pusaka Litera AntarNusa, 1996), Cet. 2, h. 614
9
urgensi kajian komparatif dua kitab tafsir dengan konsep Syifa
terbangun dari beberapa alasan:
a. Karena penulis ingin mengungkap tafsir Syifa’ dalam Al-
Qur`an, menurut mufassir sufi karena ingin mengetahui lebih
dalam dari segi bathiniyahnya. oleh karena itu penulis
menjadikan Tafsir Al-Jailâni dan Al-Assâs sebagai bahan
analisis. Sebab tafsir Al-Jailâni dan Al-Assâs bercorak sufi,
yang mengedepankan bathiniyahnya.
b. Komparatif kedua kitab tafsir ini belum ada yang meneliti
untuk tema ini, sehingga bisa dijadikan objek kajian skripsi
yang memeberikan kontribusi dalam bidang akademik
maupun non akademik, sebab sepanjang penelitian penulis
hanya melihat objek kajian kitab tafsirnya belum ada yang
menggunakan komparatif tafsir fokus ke tafsir corak sufi.
3. Perumusan Masalah
Sebagai pembatasan masalah, penulis akan mengarahkan
pembahasan dengan rumusan:
“Bagaimana Penafsiran Syeikh Abdul Qadir Al-Jailâni dan Sa’id
Hawa Terhadap Ayat-Ayat Syifa dalam Al-Qur’an?”
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
Tujuan penelitian ini yang pertama sebagai syarat meraih gelar
sarjana (S1) di Jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir Fakultas Ushuluddin IIQ
Jakarta. Yang kedua untuk mengetahui analisa penafsiran ayat-ayat Syifa'
di dalam kitab Al-jailâni dan Al-Assâs, sehingga menghasilkan informasi
atau konsep dari hasil perbandingan penafsiran kedua kitab tafsir tersebut.
10
Adapun manfaat atau kegunaan yang ingin dicapai dari karya tulis
ini adalah:
1. Memberikan kontribusi bagi pengembangan pengetahuan
khususnya dalam studi tafsir
2. Memberikan informasi dan menambah keyakinan kepada
masyarakat mengenai media Al-Qur’an bisa dijadikan sistem
penyembuhan berbagai penyakit, bukan hanya untuk penyakit fisik,
melainkan non fisik.
D. Tinjauan Pustaka
Sejauh ini, menurut pengamatan penulis, di antara mereka yang
meneliti judul yang mirip dengan judul yang di angkat oleh penulis yaitu
“Penafsiran Ayat-Ayat Syifa’ Dalam Al-Qur’an (Studi Komparatif
tafsir Al-Jailâni dan Al-Assâs) yaitu:
Selain itu, ditemukan karya ilmiah karya Alwani pada tahun 2007,
Mahasiswa Fakultas Ushuluddin Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta, dalam bentuk Skripsi yang berjudul “Konsep Al-
Syifa Dalam Perspektif Al-Qur’an” (Studi Analisis atas Pemikiran
Muhammad Sayyid Quthub dan Quraish Shihab tentang Konsep al-Syifa
dalam Al-Qur’an), di dalam skripsinya mengungkapkan bahwa dalam Al-
Qur’an, kajian tentang konsep atau makna al-Syifa, yang diartikan oleh
para ulama sebagai obat (penawar) dari segala macam bentuk penyakit.
Menurut pandangan kedua ulama kontemporer Muhammad Sayyid Qutub
dan Muhammad Quraish Shihab, ada empat macam atau cara
penyembuhan dalam al-Qur’an, yaitu Allah SWT, Al-Qur’an, Madu
(lebah) dan Perang (Jihad). Kemudian kedua ulama kontemporer tersebut
mengungkap bahwa Al-Qur’an dapat menyembuhkan penyakit-penyakit
11
rohani dan jasmani, seperti iri, dengki, takabur, kekufuran, kemunafikan
dan sebagainya.20
Selain itu, tesisnya Ahmad Fauzi dari Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2008, menulis tesis yang berjudul
Konsep Al-Qur’an sebagai Syifa (Telaah atas penafsiran Ibnu Qayyim Al-
Jauziyyah penyembuhan gangguan kejiwaan dengan Al-Qur’an). Dalam
tesisnya, Ahmad Fauzi melihat banyak permasalahan-permasalahan
mengenai kejiwaan dalam masyarakat misalnya stress, depresi, gelisah,
putus asa dsb. Oleh karena itu Ahmad Fauzi membahas permasalahan
tersebut dengan memfokuskan penelitiannya terhadap penafsiran Ibnu
Qayyim al-Jauziyyah tentang Al-Qur’an sebagai Syifa dengan mengaitkan
dari sisi ilmu psikologinya.21
Pada tahun, 2010, Nurul Hikmah yang telah melakukan penelitian
skripsi S1 nya di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah (UIN)
Jakarta, tahun 2010 dengan Judul “Syifa dalam Perspektif Al-Qur’an
(Kajian QS. al-Isra (17) :18, QS. Yunus (10) : 57 dan QS. An-Nahl (16) :
67 Dalam Tafsir Al-Misbah). Pembahasannya seputar tiga ayat yang telah
di sebut sebelumnya dengan mengangkat satu kitab tafsir nusantara modern
yaitu Al-Misbah karya M.Quraish Shihab. Kemudian dalam kata
pengantarnya, Nurul Hikmah mengatakan bahwa tujuan menulis skripsi ini
adalah untuk mengajak individu atau kelompok masyarakat Islam untuk
dapat memahami ajaran Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan as-
20Alwani, “Konsep Syifa Dalam Perspektif Al-Qur’an (Studi Analisis atas
Pemikiran Muhammad Sayid Qutub dan Quraish Sihab Tentang Konsep al-Syifa dalam
Al-Qur’an)”, Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007) 21Ahmad Fauzi,” Konsep Al-Qur’an Sebagai Syifa”, (Telaah atas Penafsiriran
Ibnu Qayyim Al-Jauziyiyyah Tentang Penyembuhan Gangguan Kejiwaan Dengan Al-
Qur’an”, Tesis, (Yogyakarta: Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2008)
12
Sunnah sebagai ajaran Islam yang lengkap dan solutif terhadap persoalan
kehidupan.22
Kemudian dalam jurnal karya Yuliatun tahun 2014, yang berjudul
“Kontribusi Konseling Islam dalam Penyembuhan Fisik”. Penelitian ini
berisi tentang konseling Islam sebagai layanan bantuan kepada orang lain
dalam mengentaskan permasalahan psikis dengan pendekatan psikologi
Islam. Perbedaan Jurnal diatas dengan penulisan skripsi ialah penelitian
jurnal diatas berfokus pada pembahasan pembimbingan ruhani atau
konseling Islam untuk penyembuhan fisik, sedangkan penulis skripsi
membahas tentang konsep Syifa/ Kesembuhan dalam Al-Qur’an, dengan
cara mentafsirkan dan menganalisis ayat-ayat Syifa dalam tafsir Al-Jailani
dan tafsir Al-Assas.23
Pada tahun 2014, jurnal karya Umar Latif, yang berjudul Al-Qur’an
sebagai rahmat dan obat penawar (Syifa’) bagi manusia. Perbedaan dalam
penelitian ini, membahas dua ayat Syifa dalam Al-Qur’an yaitu Q.S Yunus
ayat 57 dan Al-Isra ayat 82 menurut kitab tafsir Al-Azhar dan Al-Misbah,
dan tidak membahas perbedaan dan persamaan diantara keduanya,
sedangkan penulisan skripsi membahas enam ayat tentang Syifa dalam Al-
Qur’an dan mengkomparasikan kitab tafsir Al-Jailani dan tafsir Al-Assas,
serta menganalisis kerelevansinya dalam kehidupan sekarang.24
22Nurul Hikmah,”Syifa dalam Perspektif Al-Qur’an; Kajian QS. bal-Isra (17)
:18, QS. Yunus (10) : 57 dan QS. An-Nahl (16) : 67 Dalam Tafsir Al-Misbah”, Skripsi,
(Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010) 23Yuliatun, “Kontribusi K onseling Islam dalam Penyembuhan Fisik” jurnal
STAIN Kudus, Jawa Tengah, Vol. 5, No.2, Desember 2014 24Umar Latif, yang berjudul Al-Qur’an sebagai rahmat dan obat penawar (Syifa’)
bagi manusia, jurnal Al-Bayan/ Vol. 21, No. 30, Juli-Desember, 2014
13
Kemudian penulis lain yang menulis skripsi tahun 2015 dengan
judul yang serupa adalah mahasiswi Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ) Jakarta,
Magfiroh dengan judul “Pengobatan Perspektif Al-Qur’an”. dalam skripsi
ini, ayat-ayat yang dibahas meliputi 6 surat yang berbeda mengenai ayat-
ayat Syifa dengan objek kajian kitab tafsir As-Sya’rawi. Didalam
skripsinya, terdapat beberapa masalah yang diangkat mengenai konsep Al-
Qur’an dalam hal pengobatan menurut as-Sya’rawi, dan metode
pengobatan Al-Qur’an menurut as-Sya’rawi.25
Skripsi IAIN Jember pada tahun 2016, karya Khoiriyah dengan
judul “Konsep Syifa Dalam Al-Qur’an; Pengobatan Jasmani dan Rohani
Perspektif Al-Qur’an Serta Korelasinya Dengan Sains”.26 dalam skripsi ini
memiliki beberapa point pembahasan yang sama, yaitu ingin mengetahui
konsep Syifa dalam Al-Qur’an, bagaimana pengobatan jasmani dan rohani
perspektif Al-Qur’an, kemudian dikaitkan dengan ilmu sain atau
kedokteran modern. Yang membedakan adalah skripsi ini tidak membahas
dengan tafsir al-Misbah dan al-Maraghi, dan jumlah ayat yang dibahas
hanya empat ayat yaitu: QS. Al-Isra [17]:2, QS.Yunus [10]:57, QS.Anahl
[16]:69, QS.Fushilat [41]:44, berbeda dengan penelitian skripsi penulis
yaitu menggunakan tafsir al-Jailani dan tafsir al-assas dan membahas 6 ayat
Syifa.
Dari sejumlah penelitian mengenai konsep Syifa yang pernah
dilakukan, dalam waktu lima tahun terakhir penulis tidak menemukan
25Maghfiroh,”Pengobatan Perspektif Al-Qur’an”, Skripsi, (Jakarta: Institut Ilmu
Al-Qur’an Jakarta, 2015) 26Khoiriyah, “Konsep Syifa Dalam Al-Qur’an; Pengobatan Jasmani dan Rohani
Perspektif Al-Qur’an serta Korelasinya Dengan Sains” skripsi (Jember: IAIN Jember,
2016)
14
banyak karya ilmiah yang mirip dengan tema. Kemudian terlihat bahwa
kajian mengenai tema yang sama, terdapat perbedaan dari segi metode
penelitian yang digunakan, penulis menggunakan metode penelitian
komparatif atau membandingkan dua kitab tafsir yang berbeda dengan
penelitian yang disebutkan diatas, kemudian dianalisis perbedaan dan
persamaannya, dan objek kitab tafsir yang digunakan berbeda. Dari
tinjauan pustaka penelitian, penulis melihat hanya mengkaji satu kitab
tafsir, dan metode komparatif lebih sedikit di gunakan sebagai metode
kajian.
E. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian yang akan dilakukan oleh penulis merupakan model
penelitian kepustakaan (library research) dengan metode deskriptif-
analisis. Kerangka penulisan ini, penulis pertama-tama
mendeskripsikan biografi kedua penulis kitab tafsir Al-Jailani dan Al-
Assas latar belakangnya dan pemikirannya. Setelah itu, penulis
melakukan analisis terhadap penafsirannya terhadap ayat-ayat Syifa di
dalam Al-Qur’an meliputi: QS. Al-Isra [17]:2, QS.Yunus [10]:57, QS.
As-Syu’ara [26]:80, QS.Anahl [16]:69, QS.Fushilat [41]:44, QS.At-
Taubah [9]:14.
2. Sumber Data
Untuk memperoleh data dalam penyusunan skripsi ini, penulis
menggunakan sumber data yang relevan dengan tema skripsi. Adapun
sumber primer yang digunakan dalam penulisan skripsi ini adalah Al-
Qur`an dan Terjemahan cetakan Kementrian Agama RI, Tafsir Tafsir
15
Al-Jailani karya Syaikh Abdul Qadir Jailani dan Tafsir Al-Assas karya
Sa’id Hawwa. Disamping sumber data primer, penulis juga akan
menggunakan data sekunder, antara lain :
a. Buku-buku metode penelitian tafsir, seperti Metode penelitian
Al-Qur’an dan Tafsir karya Abdul Mustaqim.
b. Buku Pedoman Penulisan Skripsi, Tesis dan Disertasi Institut
Ilmu Al-Qur’an Jakarta27, kemudian buku Metode Penelitian
karya Prasetyo Irawan28
c. Kitab-kitab tafsir seperti tafsir Al-Marâghi karya Ahmad
Mustafa Al-Maraghi terj. Bahrun Abu Bakar dkk, dan tafsir
Al-Jalalain karya Imam Jalaluddin Al-Mahali dan As-Suyuti,
kitab Al-Azhar karya Buya Hamka, Tafsir Al-Misbah karya
M. Quraish Shihab.
d. Buku Mukjizat Al-Qur’an karya M.Quraish Shihab, buku Ilmu
Jiwa dalam Al-Qur’an karya Muhammad Utsman Najati, buku
Induk Mukjizat Kesehatan Ibadah, buku pintar Sains Dalam
Al-Qur’an karya Nadiah Thayyarah terkait masalah sejarah
pengobatan dalam Islam.
e. Buku-buku tasawuf seperti buku yang ditulis oleh mufasir
Sa’id Hawwa, dengan judul ‘Mensucikan Jiwa’29, ‘Perjalanan
Menuju Allah’30, kemudian buku karya Syaikh Abdul Qadir
27Huzaemah T. Yanggo, dkk, Petunjuk Teknis Penulisan Proposal dan Skripsi,
(Jakarta: LPPI IIQ Jakarta, 2017). 28Prasetyo Irawan, Metode Penelitian, (Jakarta: Universitas Terbuka, 2009) 29Sa’id Hawwa, Al-Mustakhlash fii-Tazkiyatil-Anfus, terj. Aunur Rafiq Shaleh
Tamhid, (Jakarta: Robbani Press, 1998) 30Sa’id Hawwa, Tarbiyatuna Ar-Ruhiyah, terj. Imam Fajarudin, (Solo: Era
Intermedia, 2002).
16
Al-Jailani dengan judul ‘Futuhul Ghaib’.31 Kemudian buku
karya Ibrahim Amini berjudul ‘Risalah Tasawuf’32 dan lain
sebagainya.
f. Buku yang berkaitan dengan Syifa dan kedokteran Islam,
seperti buku kajian Tafsir Mafatih al-Ghaib karya Fakhruddin
al-Razi yang berjudul ‘Konsep Syifa dalam Al-Qur’an’ karya
Ibnu Qayyim Al-Jauziyah berjudul ‘Metode Pengobatan
Nabi’33, Kemudian karya Imam Jalaludin As-Suyuti dengan
judul ‘Al-Qur’an Penyembuh’34 dan lain sebagaianya.
g. Kamus Bahasa Arab, Bahasa Indonesia, Kamus Al-Qur`an
“Konkardansi Qur`an”
h. Buku-buku terkait dengan masalah untuk melengkapi data-
data yang akan diteliti.
3. Teknik Pengumpulan Data
Langkah-langkah penelitian ini antara lain:
a. Menghimpun ayat-ayat tentang yang berasal dari kata Syifa
sesuai kamus Al-Qur`an.
b. Menyusun ayat-ayat tersebut berdasakan urutan surah dalam
Al-Qur’an
c. Membahas ayat-ayat tersebut berdasarkan tafsiran kedua kitab
tafsir yang akan digunakan untuk penafsiran
31Syekh Abdul Qadir Al-Jailani, Futuhul Ghaib, terj. M. Navis Rahman dan Dedi
Slamet Riyadi, (Jakarta: Qaf Media Kreativa, 2018) 32Ibrahim Amini, Risalah Tasawuf; Kitab Suci Para Pesuluk, terj. Ahmad
Subandi dan Muhammad Ilyas, (Jakarta: Islamic Center Jakarta, 2002) 33Ibnu Qayyim Al-Jauziyah, Metode Pengobatan Nabi, terj. Abu Umar Basyier
al-Maidani, (Jakarta: Griya Ilmu, 2018) 34Imam Jallauddin As-Suyuti, Al-Qur’an Sang Penyembuh, terj. Akhmad
Syafiuddin dan Firman Khunafi, (Depok: Keira Publishing, 2015) , th
17
d. Memperluas pembahasan dengan memperhatikan : hadis-
hadis Nabi Saw. yang berkaitan dengan ayat-ayat yang
dibahas dalam tafsiran
e. Menganalisis dengan cara mencari persamaan dan perbedaan
dari ayat-ayat yang dibahas dalam kitab tafsir
f. Mengaitkan hasil tafsiran dengan data yang berkaitan dengan
ilmu kedokteran, untuk menentukan kerelavansianya.
4. Metode Analisis Data
Metode yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah
metode deskriptik-analisis-kompratif. Penulis akan mencoba
mendeskripsikan penjabaran yang diungkapkan Syaikh Abdul
Qadir Al-Jailani dan Sa’id Hawwa melalui Kitab Tafsir mereka
tentang ayat-ayat yang merujuk tentang Konsep Syifa dalalm Al-
Qur`an. Kemudian pendapat keduanya akan dibandingkan dari
segi persamaan dan perbedaan isi penafsirannya, kemudian hasil
penafsirannya di analisis sesuai kerelevansiannya sesuai dengan
penelitian masa kini.
F. Teknik dan Sistematika Penulisan
Teknik penulisan skripsi ini merujuk pada buku “Pedoman
Penulisan Skripsi, Tesis, dan Disertasi Institut Ilmu Al-Qur’an (IIQ)
Jakarta yang diterbitkan oleh IIQ Press, Cetakan ke-2 tahun 2017.
18
Selanjutnya untuk memperoleh penulisan, pembahsan skripsi ini
dibagi menjadi dalam lima bab. Satu bab pendahuluan, tiga bab
pembahasan inti, dan satu bab penutup.
Bab pertama, merupakan pendahuluan yang sejatinya adalah
semacam pengantar untuk memberikan prawacana kepada pembaca
tentang analisa konsep Syifa di dalam Al-Qur’an. di dalam bab satu ini
kemudian dibagi menjadi beberapa sub, di mulai dengan latar belakang
masalah, identifikasi masalah, pembatasan masalah dan perumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, sampai pada uraian tentang
tinjauan pustaka terhadap karya-karya ilmiah sebelumnya, metodologi
penelitian dan sisitematika penulisan.
Bab kedua mengenai Syifa dalam Al-Qur’an dan pandangan ulama.
Bab ini merupa bukan bagian landasan teori yang mengupas tafsir
komparatif dari Al-Jailani dan Al-Assas, tentang konsep Syifa. Mulai dari
definisi dan makna Syifa, Syifa dan Hubungannya dengan manusia,
Macam-macam Penyakit, Anjuran Islam untuk Berobat, Mavcam-macam
sitem pengobatan, dan Tokoh-tokoh ahliu dalam bidang Kedokteran Islam
Bab ketiga berisi tentang Tafsir Al-Jailâni dan Al-Assâs. Bab ini
bertujuan untuk mengidentifikasi kedua kitab tafsir, meliputi biografi
pengarang kitab tafsir, latar belakang kitab, karakteristik kitab, motivasi
penulisan, metode penafsiran, corak penafsiran, dan sistematika penafsiran.
Bab keempat, merupakan inti penelitian yang mengungkap tafsiran
mufasir mengenai ayat-ayat Syifa, yaitu tentang persamaan dan perbedaan
penafsiran dari kitab tafsir Al-Jailâni dan Al-Assâs kemudian analisis
19
kesimpulan dari komparatif kedua kitab tafsir (Al-Jailâni dan Al-Assâs),
kemudian penulis memaparkan relevansinya pada masa kini.
Bab kelima merupakan penutup dari pembahasan skripsi ini. pada
bab terakhir ini berisi kesimpulan dan saran-saran yang direkomendasikan
penulis bagi para peneliti selanjutnya.
DAFTAR PUSTAKA: Pada bagian akhir, penulis mencantumkan
daftar pustaka yang berkaitan dengan penulisan skripsi ini agar pembaca
dapat menelaah jauh hal-hal yang berkaitan dengan penyembuhan atau
Syifa.
21
BAB II
SYIFA DALAM AL-QUR’AN DAN GAMBARAN TENTANG
SYIFA
A. Definisi Syifa
1. Pengertian Syifa dan Konotasinya dalam Al-Qur`an
Secara etimologis, Syifa akar dari huruf-huruf - ف-ي-ش
dengan pola perubahannya شفى -يشفي -شيفا (syafa-yasfi-syifa).
akar kata ini kemudian terpola menjadi bentuk mudari’ (kata kerja
yang menunjuk waktu kini dan atau akan datang) dan dalam bentuk
Masdar. Dalam pandangan ilmu nahwu, bentuk Masdar ini tetap
mengandung arti kata kerja yang menunjuk pada peristiwa, hanya
saja peristiwa yang dimaksud tidak di kaitkan dengan waktu tertentu,
yaitu lampau, kini dan akan datang. Dengan kata lain, bahwa masdar
adalah perubahan bentuk kata yang semula kata kerja menjadi kata
kerja abstrak.
Menurut catatan Ibnu Manzur diartikan sebagai obat yang
terkenal, yaitu obat yang dapat menyembuhkan penyakit. Ibnu Faris
bahkan menegaskan bahwa term ini dikatakan syifa karena telah
mengalahkan penyakit dan menyembuhkannya.1
Beberapa pengertian syifa’ dalam beberapa kamus, misalnya:
kata syifa’ dalam kamus Al-Munawwir diartikan sebagai pengobatan,
1Aswadi, Konsep Syifa dalam Al-Qur`an, (Jakarta: Kementrian Agama RI,
2012), Cet. I, h. 73
22
kesembuhan, atau obat.2 Dalam kamus Idris Al-Marbawyi, syifa
diartikan dengan senang, obat, sembuh.3 Syifa dalam kamus al-
Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam diartikan sebagai obat dan
kesembuhan.4 Sedangkan, Menurut M.Quraish Shihab menyatakan
bahwa kata Syifa’diartikan kesembuhan atau obat, dan digunakan
juga dalam arti keterbebasan dari kekurangan.5
Kesembuhan itu datangnya dari Allah. Oleh karena itu,
pentingnya memupuk keimanan agar mendapatkan karunianya.
Tujuan terbesar para Nabi a.s ialah mendidik dan menyucikan jiwa
manusia. Allah SWT.,
Para Nabi datang untuk mengajarkan jalan penyucian diri
kepada manusia, dan membantu serta membimbing mereka di dalam
urusan yang amat penting dan menentukan ini. para Nabi diutus
untuk membersihkan jiwa manusia dari akhlak-akhlak yang buruk
dan sifat-sifat kebinatangan, yang pada gilirannya tumbuh akhlak
yang baik dan sifat-sifat yang utama. Para Nabi datang untuk
memberikan pelajaran menyucikan diri kepada manusia, membantu
mereka dalam mengenal akhlak yang tercela sekaligus mengontrol
dan mengendalikan kecenderungan-kecenderungan hawa nafsunya.
Mereka pun menjauhkan manusia dari berbagai keburukan dan
kemungkaran dengan cara memberikan peringatan dan ancaman.
2Lihat Ahmad Warison Munawwir, Al-Munawwir: Kamus Arab Indonesia
(Surabaya: Pustaka Progressif, 1997), h. 731 3Lihat Muhammad Idris Abdurrauf al-Marbawi, Kamus Idris al-Marbawy
(Bandung: Ma’arif), h. 323 4Lihat Lois Ma’luf, Al-Munjid fi al-Lughah wa al-A’lam (Beirut: Dar al-
Masyriq, 1986), h. 395 5M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Misbah; Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur’an
(Jakarta: Lentera Hati, 2002), h. 532
23
Para Nabi datang untuk menumbuhkan akhlak yang utama dan sifat-
siafat yang terpuji pada diri manusia dengan cara memberikan
petunjuk dan dorongan.6
Sehat menjadi sangatlah penting. Oleh karena itu menjaga fisik
dan jiwa agar terjaga dari berbagai penyakit perlu di realisasikan,
berupa menjaga kesehatan fisik berupa mengatur pola makan,
olahraga serta yang paling utama adalah dengan memupuk keimanan
kepada Allah SWT, dengan cara menjauhi segala yang di murkai dan
melaksankan apa yang diperintahkan.
2. Ayat-Ayat Syifa Dalam Al-Qur`an
Term Syifa adalah bentuk Masdar dari kata يشفي -شيفا-
Term ini dengan berbagai isytiqaq-nya diulang sebanayak 6 .شفى
kali dalam Al-Qur`an. Kata Asy-Syifa dalam kamus “Konkordansi
Qur`an” terulang 4 kali dalam Al-Qur`an, antara lain: QS. Al-Isra
[17]:2, QS.Yunus [10]: 57, QS.An-Nahl [16]:69, QS.Fushilat
[41]:44, sedangkan kata turunannya terdapat dalam QS.At-Taubah
[9]:14, QS. As-Syu’ara [26]:807.
Secara berurutan, bentuk-bentuk term syifa’ dengan
berbagai isytiqaq-nya dalam Al-Qur`an sebagai berikut:
a. Bentuk fi’l mudhai’ diulang dua kali dalam Al-Qur`an, yaitu:
6Ibrahim Amini, Risalah tasawuf; Kitab Suci Para Pensuluk, terj. Ahmad
Subandi dan Muhammad Ilyas, (Jakarta: Islamic Center Jakarta, 2002), Cet. I, h. 3-4 7Ali Audah, Konkordansi Quran; Panduan Kata Dalam Mencari Al-Qur`an,
(Bogor: Pusaka Litera AntarNusa, 1996), Cet. 2, h. 614
24
1) Menggunakan kata يشف disebut sekali dalm Q.S Al-
Taubah:14
“Perangilah mereka, niscahya Allah akan menyiksa mereka
dengan (perantaraan) tanganmu dan Dia akan menghina mereka
dan menolongmu (dengan kemenangan) atas mereka, serta
melegakan hati orang-orang yang beriman”. (Q.S At-Taubah
[9]:14)
2) Menggunakan kata disebut sekali dalam QS. Al-
Syuara:80
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan Aku”.(Q.S
As-Syu’ara [42]: 80)
Dua ayat diatas, telah tampak penggunaan term yang seakar
dan semakna dengan kata syifa’, hanya bentuk dan kedudukannya
yang berbeda. Karena kata syifa’ itubsendiri berbentuk masdar,
sedangkan du kata dalam ayat di atas adalah bentuk berbentuk
mudari (menunjuk waktu kini dan yang akan datang). Bahkan
bentuk fi’l mudari ini justru mengandung arti pergerakan maupun
tindakan.
25
b. Bentuk masdar diulang empat kali dalam Al-Qur`an yang
kesemuanya menggunakan kata شفاء sebagaimana terdapat
pada:
1) QS. Al-Isro: [17]: 82
“Dan kami turunka n dari Al-Qur’an (sesuatu) yang menjadi
penawar dan rahmat bagi orang yang Yn ang dzolim (Al-Qur’an itu)
hanya akan menambah kerugian. (Qs. Al-Isra [17] : 82)
2) QS. Yunus [10]:57
“Wahai manusia! Sungguh telah datang kepadamu, penyembuh bagi
penyakit yang ada dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi
orang yang beriman.(Q.S Yunus [10]:57)
3) QS. An-Nahl [16]: 69
26
“Dan sekiranya Al-Qur’an Kami jadikan sebagai bacaan dalam
bahasa selain bahasa Arab niscaya mereka mengatakan,
“Mengapa tidak dijelasakan ayat-ayatnya?” Apakah patut (Al-
Qur’an) dalam bahasa selain bahasa Arab sedang (rasul), orang
Arab? Katakanlah, “Al-Qur’an adalah petunjuk dan penyembuh
bagi orang-orang yang tidak beriman pada telinga mereka ada
sumbatan, dan (Al-Qur’an) itu merupakan kegelapan bagi mereka.
Mereka itu (seperti) orang-orang yang dipanggil dari tempat yang
jauh”.( Q.S An-Nahl [16]: 69)
4) QS. Fushilat [16]: 69
“Kemudian makanlah dari segala (macam) buah-buahan lalu
tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu).” Dari
perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam
warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi
manusia. Sungguh, pada yang demikian itu benar-benar terdapat
tanda (kebesaran Allah) bagi orang yang berpikir”. (Q.S An-Nahl
[16]: 69)
Ayat-ayat diatas menunjukan konotasi bahwa Al-Qur’an
mengandung penawar dan rahmat bagi orang beriman. Penawar bagi
orang yang terkena musibah, atau kesulitan yang menimpa manusia.
Sedangkan rahmat dalam bahasa Arab disebut Rahmah. Penyebutan
ini mengandung konotasi yang mengarah kepada “riqqah taqtadli al-
ihsan ila al-marhum, perasaan halus (kasih) yang mendorong
27
memberikan kebaikan kepada yang dikasihi. Dalam penggunaannya,
kata itu bisa mencakup kedua batasan itu dan bisa juga hanya
mencakup salah satunya, rasa kasih atau memberikan kebaikan saja.8
Hal tersebut dapat terealisasikan jika disertai akidah atau keimanan
yang utuh tanpa keraguan sedikitpun. Jika sebaliknya, yaitu
meragukannya, maka akan terjadi kerugian baginya. Selain itu, Ayat
diatas juga mengandung konotasi bahwa Al-Qur’an terdapat
penjelasan adanya macam-macam obat yang dihasilkan dari alam,
seperti hewan yang menghasilkan madu yang terbukti
menyembuhkan macam-macam penyakit, dan tumbuhan yang
mampu menjadi obat segala penyakit.
Ilmu akidah biasanya mengedepankan persoalan-persoalan
keyakinan berikut dalil-dalilnya. Juga menyebutkan pokok-pokok
masalah yang menjadi topik pertentangan antara ahlusunnnah
waljamaah dengan non ahlusunnah waljamaah, namun tidak
mengisyaratkan pada segi dzauq (rasa ruhaniah) dan pada jalan untuk
mencapai rasa ruhaniah tersebut. Suatu contoh, ilmu aqa’id
menerangkan bahwa Allah bersifat Sam’ (mendengar), Bashar
(melihat), Kalam (berbicara), Iradah (Berkemauan), Qudrah
(Kuasa), Hayah (Hidup), dan Ilm (Berilmu),. Akan tetapi
bagaimanakah seorang hamba dapat merasakan langsungh bahwa
Allah mendengarnya, melihatnya, dan bagaimana hati seorang
hamba merasa ketika membaca Al-Qur’an bahwa yang dibacanya
adalah kalam Allah, serta bagaimana seorang manusiamerasa bahwa
segala sesuatu tercipta merupakan pengaruh dari Quradah
8Umar Latif, Al-Qur’an Sebagai Sumber Rahmat Dan Obat Penawar (Syifa) Bagi
Manusia, Jurnal Al-Bayan/Vol.21, No. 30, Juli-Desember 2014
28
(kekuasaan) Allah?. Semua itu tidak dibicarakan oleh aqa’id.
Biasanya yang membicarakan hal ini adalah ilmu tasawuf9
5. Sasaran Objek Syifa
Manusia adalah makhluk dwi-dimensi, ruhani dan jasmani,
makhluk ini dinilai sebagai manusia sejak ditiupkan ruh kepadanya.
Tidak terdapat teks keagamaan pasti yang menunjuk bahwa
manusia adalah makhluk-Nya yang paling sempurna atau mulia,
namun prinsip dasar yang disepakati para ulama, bahkan
agamawan, adalah bahwa manusia tanpa terkecuali makhluk
terhormat, baik hidup maupun telah wafat.10
Sasaran atau objek yang menjadi fokus penyembuhan,
perawatan dari pengobatan, Al-Qur`an dan Hadits banyak berbicara
tentang manusia, baik fisik maupun mentalnya, serta menganjurkan
untuk memperhatikan dan mempelajarinya.11
a. Mental, yaitu yang berhubungan dengan pikiran, akal, ingatan
atau proses yang berasosiasi dengan pikiran, akal dan ingatan,
seperti mudah lupa, malas berpikir, tidak mampu
berkonsentrasi, picik, tidak dapat mengambil suatu keputusan
dengan baik dan benar, bahkan tidak memiliki kemampuan
membedakan antara halal dan haram, yang bermanfaat dan yang
nudharat, serta yang haq dan yang bathil.
9Disiplin Ilmu Taswuf membahas tentang bagaimana merasakan nilai-nilai
akidah dengan memperhatikan bahwa persoalan tadzawuq (bagaimana mersakan) tidak
saja termasuk dalam lingkup hal yang sunah atau dianjurkan, tetapi justru termasuk hal
yang diwajibkan. 10M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur`an Jilid 2, (Jakarta: Lentera Hati,
2010), Cet. I, h. 439 11M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur`an Jilid 2, (Jakarta: Lentera Hati,
2010), Cet. I, h. 440
29
b. Spiritual, yaitu yang berhubungkan dengan masalah ruh,
semangat atau jiwa, religious, yang berhubungan dengan
agama, keimanan, keshakehan dan menyangkut nilai-nilai
transedental. Seperti halnya syirik (menduakan Allah), nifaq,
fasiq dan kufur, lemah keyakinan dan tertutup atau terhijabnya
alam ruh, alam malakut dan alam ghaib. Semua itu akibat dari
kedurhakaan dan pengingkaran kepada Allah.
c. Moral (akhlak) yaitu suatu keadaan yang melekat pada jiwa
manusia, yang daripadanya lahir perbuatan-perbuatan dengan
mudah, tanpa melalui proses pemikiran, pertimbangan atau
penelitian, atau sikap mental atau watak yang terjabarkan dalam
betuk piker, berbicara, bertingkah laku dan sebagainya.
d. Fisik (Jasmaniyah), yaitu suatu keadaan yang ada pada bentuk
perubahan fisik manusia sebagai hal yang berindikasi pada
ketidaknormalan
Dalam doktrin agama Islam bersikap adil atau seimbang antara
jasmani dan rohani atau antara hal yang bersifat profan religious akan
mendatangkan kebahagiaan dunia dan akhirat. Pendek kata mustahil
rasanya manusia dapat hidup Bahagia jika ia hanya berkonsentrasi
pada pemenuhan kehidupan jasmani belaka. Namun juga, jika hanya
berkonsentrasi pada persoalan ruhani, akhirat dan religious juga akan
membuat manusia menjadi makhluk sosial yang jelas dikecam oleh
Al-Qur’an.12
12Eni Zulaiha, Spiritualitas Taubat dan Nestapa Manusia Modern, dalam Jurnal
Syifa al-Qulub, Vol. 2 No. 2 Tahun 2018, h.33
30
Rohani dan jasmani tidak terpisah pada tubuh manusia,
keduanya beriringan atau berdiri sendiri, tetapi saling melengkapi
dalam satu kesatuan yang utuh. Dan perpaduan yang sempurna dan
selaras, terbentuklah manusia dan kepribadiannya. Kita tidak dapat
memahami kepribadian manusia secara utuh, yang terbentuk dari
paduan jasmani dan rohani.13
Aktivitas membaca Al-Qur’an diyakini memiliki pengaruh
terhadap kejiwaan seseorang karena tubuh manusia bisa terpengaruh
oleh suara, begitu juga bagian otak. Jadi ketika seseorang menghafal
Al-Qur’an, maka suara yang keluar akan sampai ke telinga kemudian
sampai ke otak dengan getaran yang bisa memberikan pengaruh
positif bagi sel-sel otak sebagaimana yang telah ditetapkan fitrahnya
oleh Allah ta’ala.14 Hal ini sebagaimana diterangkan oleh Allah
SWT., dalam Al-Qur’an sebagai berikut:
“Allah telah menurunkan perkataan yang paling baik yaitu Al-
Qur’an yang serupa berulang-ulang, gemetar karenanya kulit
orang-orang yang takut kepada Tuhannya, kemudian menjadi
13Muhammad Utsman Najati, Ilmu Jiwa dalam Al-Qur’an, (Jakarta: Pustaka
Azzam, 2006), Cet. I, h. 223 14M. Hidayat Ginanjar, Aktivitas Menghafal Al-Qur’an Dan Pengaruhnya
Terhadap Prestasi Akademik Mahasiswa, Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam
Vol. 06. No.11, Januari 2017
31
tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah
petunjuk Allah, dengan kitab itu Dia menunjuki siapa yang
dikehendaki-Nya dan Barangsiapa yang disesatkan Allah,niscahya
tak ada baginya seorang pemimpinpun”. (Q.S. Az-Zumar [39]:23)
Berkaitan dengan ayat di atas, Abduldaem al-Kaheel dalam
bukunya Al-Qur’an the Healing Book mengatakan, “dalam ayat yang
mulia ini kita menyaksikan bahwa kulit dan hati orang-orang yang
beriman gemetar karena takut kepada Allah SWT., kita akan
menyaksikan bahwa Al-Qur’anul Karim memiliki pengaruh luar
biasa terhadap tubuh, terutama sistem imunitas atau kekebalan tubuh.
Kita akan bisa menegaskan bahwa membaca ayat-ayat Qur’an bisa
memperkuat tingkat kekebalan tubuh seseorang dan bahkan mampu
mengembalikan keseimbangan gerak sel, terutama sel otak dan
jantung yang merupakan organ paling utama dalam tubuh manusia.15
B. Anjuran Islam Untuk Berobat
Berdasarkan kebenaran firman Allah SWT, Q.S Al-Israa:8216,
sudah jelas bahwa Allah memeberikan obat bagi suatu penyakit.
Selain Al-Qur`an yang menjelaskan bahwa terdapat obat dari setiap
penyakit, terdapat hadits riwayat Imam Bukhari mengatakan hal yang
sama antara lain:
ث نا عحمرح بنح سعيد بن ، حد ث نا أبحو أحد الزبيي ، حد ثنح
دح بنح الم ث نا محم حدري رة رضي اللح عنهح ثن عطاءح بنح أب ربح، عن أب هح ، قال: حد سي ، أب حح
15M. Hidayat Ginanjar, Aktivitas Menghafal Al-Qur’an Dan Pengaruhnya
Terhadap Prestasi Akademik Mahasiswa, Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam
Vol. 06. No.11, Januari 2017 16“Dan kami turunkan Al-Qur’an sesuatu yang menjadi penawar (obat)”.
32
«ما أن زل اللح داء إل أن زل لهح شفاء »عن النبي صلى اللهح عليه وسلم قال: )روه البخارى( 17
“Muhammad bin Al-Mutsni menyampaikan kepada Abu Ahmad Az-
Zubairi, dari Umar bin Sa’id bin Abi Husainin, berkata kepada
A’tha bin Abi Rabah, dari Abu Hurairah R.a bahwa Rasulullah
bersabda” Tidaklah Allah menciptakan suatau penyakit melainkan
menciptakan pula obatnya”(HR. Bukhori- No. 5678)
Pada dasarnya, pengobatan terdiri dari dua bagian, yaitu
pencegahan dan penyembuhan. Islam sangat memperhatikan kedua
prinsip ini, dengan memadukan manfaat keduanya dalam jasmani
dan rohani untuk memperoleh kesehatan tubuh dan keselamatan jiwa.
Dengan prinsip tersebut, akan terlihat pengaruh yang nyata pada
kaum muslimin generasi pertama sebagi umat manusia paling bersih
jiwanya, dan paling kuat tubuhnya. Keistimewaan ini tidak terdapat
pada agama lain.18
Disamping pencegahan, Islam juga memerintahkan kita untuk
memelihara kehidupan yang dikaruniakan Allah.
“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke jurang
kebinasaan.”(QS. Al-Baqarah [2]:195)
17Muhammad bin Isma’il Abu Abdullah Al-Bukhari, Al-Jami’ Al-Musnad
Ashohih Al-Mukhtashir Min Umuuri Rasulullah SAW wa Sununanihi Waayatihi Shohoh
Bukhori, (Damaskus: Daar Tuk Al-Najaah, 1422 H), Juz 9 18Muhammad Ibrahim Salim, Berobat Dengan Ayat-Ayat Al-Qur’an, (Bandung:
Trigenda Karya, 1995), Cet.I, h. 15
33
Ayat yang serupa yang terdapat dalam surat yang lain yaitu:
“Dan janganlah kamu membunuh dirimu sendiri, sesungguhnya
Allah maha penyayang kepadamu.” (QS. An-Nisa:29)
Kedua ayat diatas menganjurkan manusia untuk tidak
merugikan diri sendiri, atau tidak membiarkan kebathilan pada
dirinya sendiri.
Adapun mengenai pengobatan, Ibnu Qayyim dalam bukunya
yan g berjudul Zaadul Ma’aad, menyebutkan pengobatan yang
dilakukan Rasulullah terdiri atas tiga macam, yaitu dengan
menggunakan obat alami, obat Ilahi, dan kedua-duanya. Dalam hal
ini, sasaran Islam yang terutama adalah penyembuhan hati dan jiwa
serta pencegahan penyakit dan penjagaan dari kerusakannya. Hal itu
disebabkan tidak akan bermanfaat memperbaiki badan tanpa
memperbaiki hati. Sebab rusaknya badan, sekalipun berbahaya, akan
menjadi ringan apabila hati masih dalam keadaan baik. 19
Ibnu Al-Qayyim di dalam kitab ath-Thibb an-Nabawi
mempertegas penemuan baru yang telah ditemukan oleh ilmu
pengetahuan modern, yaitu penyembuhan dengan makanan bergizi.
19Muhammad Ibrahim Salim, Berobat Dengan Ayat-Ayat Al-Qur’an, (Bandung:
Trigenda Karya, 1995), Cet.I, h. 16
34
Ibnu al-Qayyim mengatakan, “Dokter-dokter ahli telah bersepakat
bahwa apabila mungkin dilakukan pengobatan dengan menggunakan
makanan-makanan bergizi, maka para dokter disarankan untuk tidak
mengharuskan pengobatan dengan menggunakan obat kimia.20 Dan
apabila dimungkinkan dilakukan pengobatan dengan metode dan
cara yang mudah dan sederhana, maka para dokter diharapkan tidak
mengarahkan si sakit untuk melakuakn pengobatan yang sulit dan
rumit.21
Seorang ahli sejarah termasyhur, Edward Gibbon didalam
bukunya The History of the Decline and Fall of the Roman Empire,
menulis “Al-Qur’an itu tidak hanya mulia, akan tetapi juga memuat
hukum-hukum Syariah, dan segala yang tertulis didalamnya itu
adalah pangkal peradaban. Al-Qur’an adalah sebuah kitab agama,
kitab kemajuan, kitab kenegaraan, persaudaraan, pengadilan dan
undang-undang ketentaraan di dalam Islam. Al-Qur’an mengandung
masalah ibadah sampai kepada pekerjaan sehari-hari, dari
membicarakan soal kerohanian sampai membicarakan kejasmanian,
dari hak-hak umat hingga hak-hak anggotanya, membahas perilaku
20Setiap penyakit yang mampu diantisipasi dan dilemahkan dengan makanan-
makanan yang bergizi atau menjauhkan diri dari sesuatu yang membahayakan dan
dipantangkan, maka janganlah mencoba melemahkannya dengan obat kimia. Hal itui
karena obat kimia yang digunakan untuk melemahkan penyakit, apabila tidak
mendapatkan musuh’ (penyakit) didalam tibuh yang menetralisasinya, makai akan berubah menjadi virus. Virus-virus inilah yang kemudian karena banyaknya dapat
menyebabkan sakit komplikasi. 21Muhammad Mahmud Abdullah, Ath Thibb Al-Quran’I Dar al-Kutub al-
Ilmiyah, terj. terj. Muhisyam, Muhammad. (Yogyakarta:Beranda Publishing, 2010) Cet.
I, h. xv
35
hingga soal hukuman, dari soal dunia ini hingga soal pembahasan
alam akhirat nanti. Semua itu sidebut didalamnya”.22
C. Macam-Macam Penyakit Hati
Penyakit yang diderita manusia dapat dibedakan menjadi dua
kategori besar, yaitu penyakit ruhani (hati) dan penyakit jasmani. Al-
Qur’an menyingggung ada tiga jenis penyakit rohani (hati), yaitu:23
1. Ragu-ragu terhadap kebenaran.
Hal ini sebagaimana diisyaratkan oleh firman Allah SWT.
“Dalam hati mereka ada penyakit, lalu ditambah Allah
penyakitnya, bagi mereka siksa yang pedih, disebabkan mereka
berdusta”. (Q.S. Al-Baqarah [2]:10)
Ayat tersebut menjelaskan bahwa, Allah SWT. Akan
menambah penyakit seseorang yang berdusta terhadap apa saja yang
Allah SWT. Ciptakan dan Allah kehendaki di alam semeta.
2. Kesalahan menyia-nyiakan shalat dan mengikuti nafsu syahwat.
Hal ini sebagiamana diisyaratkan oleh firman Allah SWT.
22Hilmy Bakar Almascaty, Menjadi Muslim Modern Bersama Al-Qur’an,
(Jakarta: 2003), h. 9 23Muhammad Mahmud Abdullah, Ath Thibb Al-Quran’i Dar al-Kutub al-
Ilmiyah, terj. Muhisyam, Muhammad. (Yogyakarta:Beranda Publishing, 2010) Cet. I, h.
xiii
36
“Yang menyia-nyiakan shalat dan memperturutkan hawa nafsunya,
maka mereka kelak akan menemui kesesatan. (Q.S. Maryam
[19]:59)
Dalam kitab Al-Jalalain, penafsiran ayat tersebut adalah maka
datanglah sesudah mereka pegganti yang jelek yang menyi-nyiakan
shalat, dengan cara meninggalkannya seperti orang-orang Yahudi
dan Nasrani, dan memperturutkan hawa nafsunya yaitu gemar
melakukan perbuatan-perbuatan maksiat. Maka mereka kelak akan
menemui kesesatan maksudnya adalah meereka akan dijerumuskan
ke dalamnya.24
3. Lalai dan buta mata hatinya dari Allah SWT.
Hati mereka dalam keadaan lalai (Q.S Al-Anbiya’ [21]:3)
Dan firman-Nya yang lain:
Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi yang
buta, ialah hati yang ada di dalam dada. (Q.S Al-Hajj [22]:46)
24Imam Jalaluddin Al-Mahali dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al-Jalalain,
terj. Bahrun Abu bakar, (Bandung: Sinar Baru Algensindo Offset, 2014), Cet. 11, h. 95
37
Maksud buta disini adalah buta hatinya, sehingga ia tidak dapat
melihat cahaya kebenaran.
Penyakit rohani bisa mengganggu kesehatan mental. Kesehatan
mental seseorang dapat diukur dengan mengetahui sejauh mana ia
dapat memberi pengaruh pada lingkungannya, kesanggupan
penyesuaian diri dengan kehidupan yang akan membawa kepada
pemuasan pribadi, kemampuan dan kebahagiaan yang wajar bagi
seseorang.25
Gerakan psikologi Islam di Barat, terutama di Amerika Serikat,
hanyalah satu bagian dari suatu gerakan menyeluruh yang berusaha
menentang dan menunjukan alternative lain terhadap konsepsi
manusia, atau lebih tegas asumsi-asumsi tentang sifat-sifat asal
manusia itu banyak kaluar tidak seluruhnya melibatkan sains social
(social science) dan kemanusiaan (humanities), maka tidak heran
kalau gerakan psikologi Islam ini bermula pada Association of
Muslim Sosial Scientists (Perhimpunan Ahli-ahli Sains Sosial
Muslim) yang sebenarnya gerak kerjanya menangani bidang-bidang
sains social seperti ekonomi, sosiologi, antropologi, sejarah,
geografi, psikologi26 dan lain-lain.
Sedangkan penyakit-penyakit dalam psikologi Islam menurut
pandangan pemikir-pemikir Islam, motif dasar terhadap tingkah laku
manusia adalah ibadat dalam pengertiannya yang sangat luas. Ibadat
berarti pengembangan potensi-potensi yang lebih terkenal dengan
25Hasan Langgulung, Teori-Teori Kesehatan Mental, (Jakarta:Pustaka Al-Husna,
1992), Cet. II, h. 300 26Hasan Langgulung, Teori-Teori Kesehatan Mental, (Jakarta:Pustaka Al-Husna,
1992), Cet. II, h.306
38
nama Al Asma Al Husna. Selama ini dikembangkan dengan wajar
atau disertai dengan amanah maka itulah tanda bahwa seseorang itu
memiliki kesehatan mental yang wajar.27
Menurut pemikir-pemikir Islam ditinjau sumber penyakit-
penyakit mental antara lain:
a. Riya
Jenis penyakit paling buruk yang menimpa kehidupan mansia
adalah kemustrikan, karena ia berarti memberikan rububiyah kepada
yang tidak berhak menerimanya dan memberikan berbagai macam
‘ubudiyah kepada yang tidak berhak mendapatkannya, di samping
mengacaukan hati manusia dan dalam kehidupan ini tidak dapat
bertolak dari sumber sehingga ia beribadah kepada batu, pohon,
alam, manusia, atau masyarakat kemudian terus menerus terjerumus
dalam matarantai penyimpangan. Seorang Muslim yang beraqidah
tauhid terbebas dari semua ini, tetapi bisa jadi terkena penyakit
kemusyrikan yang tersembunyi yaitu riya, sehingga terlihatnya
melakukan suatu amal perbuatan seolah-olah beribadah kepada
seseorang atau masyarakat lalu dari sini ia terjerumus ke dalam
riya’28 yang sangat berbahaya yang berdampak sangat negatif
terhadap pelakunya dan umat, karena ia merupakan penipuan
27Hasan Langgulung, Teori-Teori Kesehatan Mental, (Jakarta:Pustaka Al-Husna,
1992), Cet. II, h.328 28Orang riya gemar bertopeng bohong untuk menyembunyikan wajahnya yang
buruk. Ia tidak memiliki keindahan dan kebenaran, bagaimana boleh diharapkan darinya
keindahan dan kebenaran itu. Sifat-sifat ini semua digambarkan dalam ayat-ayat Al-
Qur’an. Surah Al-Nisa:142, Surah At-Taubah:67, Al-Nisa. Sabda Nabi SAW, yang
artinya: “yang paling aku khawatirkan terhadap umatku adalah riya dan syahwat yang
tersembunyi”. (Abd. Qadir Al-Jailani)
39
terhadap diri dan umat di samping membinasakan jiwa di dunia dan
akhirat.29
b. Hasad dan Dengki30
Hasad, dengki, dan iri hati ialah suatu sikap mental yang
melahirkan rasa sakit hati apabila orang lain mendapat kesenangan
atau kemuliaan, dan ingin agar kesenangan dan kemuliaan itu hilang
daripada orang itu.31
c. Rakus
Rakus adalah keingian yang berlebihan untuk makan.
Keinginan makan adalah wajar pada manusia dan bertujuan untuk
menyehatkan badan yang dapat digunakan untuk kebahagiaannya.
Namun, terlalu banyak dan terlalu kurang makan dapat merusakan
manusia, walaupun Al-Ghazali menyebutkan makan yang
berlebihan itulah yang nerusak.
Dikatakan bahwa dalam banyak makan terdapat enam sifat
tercela. Pertama, menghilangkan rasa takut kepada Allah SWT., dari
dalam hatinya. Kedua, menghilangkan kasih sayang kepada makhluk
dari dalam hatinya, karena ia mengira mereka semua kenyang.
Ketiga, menghambat keta’atan. Keempat, apabila mendengarkan
ucapan hikmahia tidak tanggap. Kelima, apabila menyampaikan
29Sa’id Hawwa, Al-Mustakhlash fii-Tazkiyatil-Anfus, terj. Aunur Rafiq Shaleh
Tamhid, (Jakarta: Robbani Press, 1998), Cet. I, h. 185 30Q.S An-Nisa: 54 31Hasan Langgulung, Teori-Teori Kesehatan Mental, (Jakarta:Pustaka Al-Husna,
1992), Cet. II, h. 330
40
nasehat dan hikmah tidak menyentuh hati orang. Keenam,
menimbulkan banyak penyakit.32
d. Tamak Kepada Manusia
Apabila ketamakan telah mendominasi hati, maka syeitan akan
senantiasa menumbuhkan rasa senang mencari muka dan berhias
untuk orang yang dipamrihinya dengan berbagai macam riya’
sehingga orang yang dipamrihi itu seolah-olah sesembahannya. Ia
selalu berfikir mencari cara untuk menyenangkannya, bahkan ia
nmemasuki setiap pintu untuk mencapainya. Minimal apa yang
dilakukaknya adalah menyanjungnya dengan sanjungan yang tidak
sesuai dengan kenyataan dan berpura-pura kepadanya dengan tidak
memerintahkan yang ma’ruf dan tidak melarang yang munkar.33
e. Was-was
Ahli-ahli pakar Islam memandang penyakit was-was itu
sebagai akibat daripada bisikan hati, cit-cita dan angan-angannya
dalm nafsu dan kelezatan. Psikologi Islam mengiobati penyakit-
penyakit was-was ini berlainan dengan cara yang digunakan dalam
psikologi modern. Sebab penyakit was-was menurut pemikir-pemikir
Islam adalah berasal dari syeitan.34
32Sa’id Hawwa, Al-Mustakhlash fii-Tazkiyatil-Anfus, terj. Aunur Rafiq Shaleh
Tamhid, (Jakarta: Robbani Press, 1998), Cet. I, h. 156 33Sa’id Hawwa, Al-Mustakhlash fii-Tazkiyatil-Anfus, terj. Aunur Rafiq Shaleh
Tamhid, (Jakarta: Robbani Press, 1998), Cet. I, h. 157 34Hasan Langgulung, Teori-Teori Kesehatan Mental, (Jakarta:Pustaka Al-Husna,
1992), Cet. II, h. 334
41
Sedangkan penyakit jasmani adalah tidak berfungsinya
anggota badan dengan baik karena suatu hal. Hal ini telah dijelaskan
oleh Allah SWT, dalam firman-Nya:
“Tidak ada halangan bagi orang buta, tidak (pula) bagi orang
pincang, tidak (pula) bagi orang sakit”. (Q.S An-Nur [24]:61)
Penyakit jasmani ini sering disebabkan karena organ tubuh
tidak bisa berfungsi sebagimana atau bahkan samas sekali tidak bisa
menjalankan fungsinya. Penyakit jasmani ini juga bisa disebabkan
oleh masuknya virus dan mikroba yang bermacam-macam kedalam
tibuh yang kemudian menyerang seluruh anggota tubuh. Dari
banyaknya virus dan mikroba ini kemudian memunculkan anti virus
untuk menangkalnya. Setiap penyakit yang berhubungan dengan
jasmani ini memiliki anti virus, sejarah, tanda-tanda, gejala-gejala,
dan kelemahan-kelemahan yang memungkinkan untuk dijadikan
pembeda satu penyakit dari penyakit yang lain. Dan inilah maksud
dari penyakit jasmani. Contohnya adalah penyakit lumpuh, panas,
paru-paru dan penyakit jantung.35
Penyakit yang menyerang jiwa dan kesadaran pada hakikatnya
merupakan penyakit-penyakit yang dirasakan oleh si sakit, tetapi
untuk memahami dan mengetahuinya secara pasti perlu penelitian
intensif oleh seorang psikiater atau psikolog. Usaha-usaha
35Muhammad Mahmud Abdullah, Ath Thibb Al-Quran’i Dar al-Kutub al-
Ilmiyah, terj. Muhisyam, Muhammad. (Yogyakarta:Beranda Publishing, 2010) Cet. I, h.
xiii-xiv
42
penanggulangan penyakit kejiwaan dapat berupa pemeriksaan dan
pengobatan dengan berbagai terapi psikologis.36
Ada sebagian penyakit kejiwaan yang disebabkan oleh faktor-
faktor eksternal yang mempengaruhi kehidupan seseorang, misalnya
rasa takut, perasaan ragu-ragu, kurang percaya diri, dan terlalu letih
beraktivitas. Inilah hikmah dari pembagian penyakit hati menjadi
kategori keraguan, nafsu, dan buta mata hati.37
D. Macam-Macam Sistem Pengobatan dalam Islam dan Barat
Kesehatan adalah anugerah yang harus dipelihara. Rasulullah
Saw., memberikan petunjuk-petunjuk dalam memelihara kesehatan.
Rasulullah juga mengingatkan supaya tidak berlebihan dalam ibadah,
sehingga melupakan kewajiban memelihara kesehatan, yaitu
kewajiban makan-minum, tidur dan berhubungan suami-istri.
Rasulullah Saw., memberikan anjuran-anjuran pengobatan agar kita
tidak salah dalam berobat.38
Kesehatan bukan hanya masalah fisik semata, melainkan
mencakup jasmani, jiwa, sosial, dan spiritual. Orang yang hanya
mengikuti hawa nafsunya saja , tidak akan mencapai kesehatan yang
prima, begitu pula yang hanya memperhatikan aspek spiritual, juga
akan mengalami gangguan kesehatan. Sikap yang perlu diperhatikan
36Muhammad Mahmud Abdullah, Ath Thibb Al-Quran’i Dar al-Kutub al-
Ilmiyah, terj. Muhisyam, Muhammad. (Yogyakarta: Beranda Publishing, 2010) Cet. I, h.
xiv 37Muhammad Mahmud Abdullah, Ath Thibb Al-Quran’I Dar al-Kutub al-
Ilmiyah, terj. Muhisyam, Muhammad. (Yogyakarta:Beranda Publishing, 2010) Cet. I, h.
xi 38Mohammad Ali Toha Assegaf, Smart Healing Kiat Hidup Sehat Menurut Nabi,
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), Cet. I, h. 48
43
demi menjaga kesehatan fisik maupun non fisik tersebut, terdapat
aspek-aspek yang perlu dipahami demi tidak salah dalam mengambil
sikap demi kesehatan.
Umumnya dalam masyarakat berkembang ahli-ahli yang dapat
mendiagnosa suatu penyakit adalah dokter. Kedokteran dapat
diartikan sebagai ilmu yang mempelajari anatomi, penyakit, dan
pengobatannya. Oleh Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
diartikan sebagai “Segala sesuatu yang berhubungan dengan dokter
atau pengobatan penyakit.39 Untuk membedakan antara sistem
pengobatan Barat dan sistem pengobatan Islam, perlu memahami
konsep dan perbedaannya.
1. Metode Pengobatan Barat
Apa yang dikenal oleh masyarakat luas saat ini adalah
pelayanan kesehatan dengan metode Kedokteran Barat atau yang
sering disebut Kedokteran Modern, yaitu paham kedokteran yang
menempatkan manusia dengan segala struktur tubuhnya sebagai
bagian-bagian yang terpisah dari ruhnya. Dalam metode pengobatan
Barat, dokter tidak mempunyai tugas mengatasi masalah-masalah
ruhiyyah. Setiap pasien yang datang akan menerima pengobatan
dengan cara-cara yang dianggap rasional. Adapun ciri-ciri
Kedokteran Modern/Barat adalah sebagai berikut:40
39M. Quraish Shihab, Membumikan Al-Qur`an Jilid 2, (Jakarta: Lentera Hati,
2010), Cet. I, h. 437 40Muhammad Ali Toha Assegaf, Smart Healing Kiat Hidup Sehat Menurut Nabi,
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), Cet. I, h. 7
44
a. Diyakini bahwa kehidupan dimulai dari protozoa, samapi
mamalia, sampai homo sapiens, dan sampai manusia modern
saat ini. ini maknanayabahwa manusia adalah makhluk yang
ada dengan sendirinya, merupakan hasil evolusi, tidak ada yang
menciptakan, tidak ada yang menciptakan, dan senantiasa
mengalami mutase genetic dari abad ke abad dengan
manifestasi perubahan bentuk tubuh, sikap tubuh, dan
kemampuan otaknya menyesuaikan diri dengan kondisi alam
tempat mereka berdiam.
b. Bahwa penyakit terjadi karena proses perubahan yang terjadi
dalam tubuh diakibatkan oleh pengaruh dari dalam tubuh maupun
dari luar tubuh. Oleh karenanya penyakit dibagi menjadi 3
golongan besar:
1) Penyakit fisik, yaitu penyakit yang ditandai menurunnya
atau tidak berfungsinya organ-organ tertentu dalam tubuh
sehingga menimbulkan keluhan-keluhan yang nyata. Ini
bisa berupa penyakit trauma, radang, tumor.
2) Penyakit jiwa, yaitu penyakit yang timbul akibat dari
gangguan kejiwaan yang muncul sebagai reaksi atas
terjadinya tekanan-tekanan jiwa atau trauma psikis dalam
kehidupan seseorang. Jika yang terjadi berupa terhambatnya
proses perkemabangan pada fase perkembangan jiwa
seseorang, maka manefestasinya berupa gangguan jiwa lain
akibat trauma psikis.
3) Psikosomatik, yaitu gangguan atau tekanan jiwa yang
mengakibatkan terjadinya reaksi pada sisitem saraf otonom
sehingga memberi dampak pada fungsi organ-organ fisik.
45
Manifestasi yabng paling popular adalah penyakit dispepsia,
orang awam biasa sebut penyakit maag, dll
c. Semua obat yang dipakai pengobatan orang sakit harus melalui
mekanisme yang disebut uji klinis, dengan protokol yang dapat
dipertanggungjawabkan secara ilmiah.
d. Meskipun pada prinsipnya mereka menggunakan pengamatan
metode Kedokteran Barat lebih mengutamakan pertimbangan
pengobatan dengan memperhatikan tanda dan gejala, dan hanya
mau menerima segala pengobatan dan tindakan yang dapat
diterangkan sesuai logika konvensional semata. Mereka tidak
mempertimbangkan aspek spiritual dalam menyusun protocol
pengobatannya.
Dalam praktiknya, metode Kedokteran Barat tidak sepenuhnya
berhasil meneyelesaikan persoalan-persoalan kesehatan masyarakat,
dan terbelenggu dengan alur pikirnya sendiri, sehingga kehilangan
momentum penyehatan manusia secara utuh. Hal ini terjadi karena
para pelaku Kedokteran Barat banyak yang asyik dengan hal-hal
yang bersifat material dan melupakan aspek spiritual, bahkan sering
pula melupakan aspek kejiwaan dari para pasien. Memang hal ini
tidak bisa digeneralisir, akan tetapi hanya sedikit dokter yang
memperhatikan aspek non fisik tersebut, dan menurut pengamatan,
keadaannya semakin memburuk dari hari ke hari. Banyak dokter
yang kurang memperhatikan peran pasien yang sebenarnya sangat
sentral dalam penyembuhan penyakitnya. Keringnya nilai
spiritualitas dalam praktik kedokteran, menyebabkan misi spiritual
dari dokter lambat laun menghilang. Hal ini terjadi karena
Pendidikan yang dapat sejak seorang dokter menjalani pembelajaran
46
di Fakultas Kedokteran. Dalam Pendidikan kedokteran, deskripsi-
deskripsi tentang rasa sakit dan pengobatan hanya mengacu pada
pendekatan rasionalitas, dan tidak menyentuh aspek spiritualitas
(ruhiyyah).41
Belakangan sudah mulai ada kesadaran tentang hal ini.
beberapa ahli kedokteran di negara-negara maju mulai menyadari
pentingnya memelihara aspek spiritual pasien untuk mendapatkan
hasil yang optimal dalam pengobatan. Seperti yang telah di lakukan
oleh Dr. Herbert Benson42 dkk, beliau bersama beberapa dokter telah
melakukan berbagai penelitian dan menemukan pengaruh positif
dalam menggabungkan aspek body-mind-spirit dalam mengobati
para pasien. Di Inggris, seorang dokter bernama dr. Batmanghelidj
meneliti pengaruh kekurangan cairan terhadap kesehatan manusia
dan menemukan bahwa ada banyak penyakit yang terjadi akibat
kekurangan cairan. Dalam penelitian tersebut disimpulkan bahwa
hanya dengan meningkatkan asupan cairan, penyakit mereka dapat
diobati.43
Teori kedokteran telah mengakui pentingnya unsur kejiwaan
dalam pengobatan modern. Hasil penelitian yang intensif
menunjukan bahwa 80% pasien yang menderita berbagai penyakit di
kota-kota Amerika Serikat, disebabkan aspek kejiwaan. Setengah
41Muhammad Ali Toha Assegaf, Smart Healing Kiat Hidup Sehat Menurut Nabi,
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), Cet. I, h. 11-12 42Seorang dosen Fisiologi Fakultas Kedokteran Harvard University 43Muhammad Ali Toha Assegaf, Smart Healing Kiat Hidup Sehat Menurut Nabi,
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), Cet. I, h. 13
47
dari mereka bahkan sama sekali tidak mempunyai penyakit pada
anggota tubuhnya.44
Penganalisaan penyebab utama penyakit-penyakit saraf yang
menimpa manusia, ternyata justru menimbulkan perasan berdosa
yang meliputi rasa dengki, takut, gelisah, ragu-ragu, cemburu dan
egois. Kedatangan Islamlah yang dapat membersihkan hati kita dari
sifat-sifat tersebut dan menunjukannya kejalan yang lurus.45
2. Sistem Pengobatan Islam (Nabi)
Untuk memahami Kedokteran Barat kita harus menggunakan
alur pikir Kedokteran Barat, memahami Kedokteran Cina juga tidak
bisa menggunakan alur pikir Barat, demikian pula Kedokteran Nabi
mempunyai prinsip yang berbeda, meskipun ada beberapa titik temu.
Disamping itu banyak perbedaan yang ternyata justru menjadi
keunggulan tersendiri dalam memberikan manfaat bagi kesehatan
manusia.46
Sejarah dan tradisi kesehatan dalam Islam bermula dengan
praktek-praktek Rasulullah sendiri, yang kemudian memunculkan
apa yang dikenal sebagai Tibun Nabawi -Kedokteran Nabi. Praktek
Tibun Nabawi bisa dilihat dari berbagai hadis Nabi Muhammad
44Muhammad Ibrahim Salim, Berobat Dengan Ayat-Ayat Al-Qur’an, (Bandung:
Trigenda Karya, 1995), Cet.I, h. 17 45Imam Jalaluddin Salim dan Muhamad Ibrahim Salim, Al-Qur’an Asy-Syâfi,
terj. Akhmad Syafiuddin dan Firman Khunafi, (Depok: Keiyra Publishing, 2015), Cet. I,
h. 3 46Muhammad Ali Toha Assegaf, Smart Healing Kiat Hidup Sehat Menurut Nabi,
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), Cet. I, h. 11-12 46Muhammad Ali Toha Assegaf, Smart Healing Kiat Hidup Sehat Menurut Nabi,
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), Cet. I, h. 13
48
SAW., yang mengandung ajaran dan anjuran untuk memelihara
kesehatan, mencegah penyakit dan hal-hal lain yang dapat
mengganggu kesehatan sampai kepada cara-cara pengobatan dan
penyembuhan dari berbagai macam penya kit. Lebih daripada itu
Tibun Nabawi juga mencakup cara-cara memelihara kesehatan
mental, yang juga memengaruhi kesehatan fisik. Dengan demikian
Tibun Nabawi mencakup ilmu kesehatan dan ilmu kedokteran baik
fisik maupun mental bersifat prefentif, tradisional, dan spiritual.47
Pengertian lain mengenai Tibbun Nabbawi yang telah
didefinisikan oleh ulama diantaranya: segala sesuatu yang disebutkan
oleh Al-Qur’an dan Hadits yang sahih, yang berkaitan dengan
kedokteran baik berupa pencegahan (penyakit) atau pengobatan,
kumpulan yang sahih dari petunjuk Nabi Muhammad SAW., dalam
kedokteran yang beliau berobat dengannya atau untuk mebobati
orang lain, metode pengobatan Nabi Muhammad SAW.M yang
beliau ucapkan, tetapkan (akui), amalkan, merupakan pengobatan
yang pasti (bukan sangkaan), bisa mengobati penyakit jasad, ruh dan
indera.48
ث نا علي بة بن عبد الرحن الكندي قال: حد دح بنح عحب يد بن عحت ث نا محم حدليمان، عن أب إسحاق، عن الارث، ث نا سعادح بنح سح بنح ثبت قال: حد
ولح الل صل رآنح »ى اللهح عليه وسلم: عن عليي قال: قال رسح واء القح «خيح الد
47Mukhtar Ikhsan, Tibbun Nabawi Dalam Pengobatan Modern, (Jakarta
Selatan:Cinta Buku Media, 2017), Cet. I, h.2-3 48Mukhtar Ikhsan, Tibbun Nabawi Dalam Pengobatan Modern, (Jakarta
Selatan:Cinta Buku Media, 2017), Cet. I, h.3
49
)سنن ابن ماجح(Muhammad bin Ubaid bin Utbah bin Abdurrahman al-Kindi
menyampaikan menyampaikan kepada kami dari Ali bin Tsabit, dari
Sa’ad bin Sulaiman, dari Abu Ishaq, dari al-Harits, dari Ali bahwa
Rasulullah SAW., bersabda, “Sebaik-baik obat adalah Al-Qur`an” (HR. Sunan Ibnu Majah -No. 3501)
Nabi Muhammad SAW., telah ditunjuk sebagai Nabi, maka
Allah SWT., melalui malaikat Jibril senantiasa membimbingnya agar
perilaku, ucapan, dan anjuran yang beliau sampaikan bukanlah
sekedar perkiraan saja, melainkan ilham dari Allah SWT. Sebagai
firman Allah SWT:
Katakanlah: "Sesungguhnya Tuhanku mewahyukan kebenaran.
Dia Maha mengetahui segala yang ghaib".(Q.S Saba’ [34]: 48)
Dari ayat ini maka dapatlah disepakati dan dipahami bahwa
segala anjuran yang diberikan Nabi bukan semata sembarangan.
Beliau selalu dibimbing oleh wahyu, oleh karena itu setiap anjuran
pengobatan yang beliau sampaikan pasti benar, karena Nabi sadar
akan kedudukannya sebagai pemimpin umat, dan apa pun yang
beliau katakana akan dicatat dan diikuti oleh umatnya. Oleh
karenanya pasti lebih benar dari berbagai temuan manusia mana pun
termasuk Guru Besar sekalipun.49 Berikut adalah beberapa sistem
49Muhammad Ali Toha Assegaf, Smart Healing Kiat Hidup Sehat Menurut Nabi,
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), Cet. I, h. 11-12 49Muhammad Ali Toha Assegaf, Smart Healing Kiat Hidup Sehat Menurut Nabi,
(Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007), Cet. I, h. 41-41
50
pengobatan yang di sudah berkembang pada masa Rasulullah, antara
lain:
a. Pengobatan Menggunakan Madu
Dalam Al-Qur’an, madu merupakan yang paling tinggi
tingkatannya.
Berdasarkan firman Allah SWT.
“Kemudian makanlah dari segala (macam) buah-buahan
lalu tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan
(bagimu).”Dari perut lebah itu keluar minuman (madu)
yang bermacam-macam warnanya, di dalamnya terdapat
obat yang menyembuhkan bagi manusia.”(QS. An-Nahl
[16]: 69)
Maka dengan merujuk pada apa yang telah disampaikan
oleh Rasulullah SAW., di mana beliau pernah menyampaikan
informasi bahwasannya madu merupakan obat bagi segala
penyakit.
رش ء القح ث نا سعيدح بنح زكري ودح بنح خداش قال: حد ث نا ممح ي قال:حد، عن أب ، عن عبد الميد بن سال ي ث نا الزبيح بنح سعيد الاش حد
ولح الل صلى اللهح عليه وسلم ري رة، قال: قال رسح من لعق العسل »:هحل شهر، ل يحصبهح «عظيم من البلء ثلث غدوات، كح
51
51روه ابن ماجح()50“Mahmud bin Khindasy menyampaikan kepada kami dari
Sa’id bin Zakaria al-Qurasyi, dari az-Zubair bin Sa’id al-
Hasyimi, dari Abdul Hamid bin Salim, dari Abu Hurairah
bahwa Rasulullah SAW., bersabda, “Siapa yang menjilati
madu selama tiga pagi, setiap bulan, niscahya tidak ditimpa
penyakit yang berat.” (HR. Ibnu Majâh - No 3450)
Atsar lain menyebutkan, “Yakinlah dan berpegang
teguhlah kepada para dokter yang menggunakan resep obat
madu dan Al-Qur’an. Karena resep madu dan Al-Qur’an
merupakan resep antara pengobatan cara medis dan pengobatan
Ilahi, obat jasmani dan ruhani, dan merupakan obat yang digali
dari dalam bumi dan turun dari langit.”
Perhitungan kadar obat yang tepat, aturan pakai yang
baik, serta mengukur kondisi sakit yang ada pada penderita,
adalah sesuatu yang tidak diremehkan dalam rangka
pengobatan. Dalam redaksi Hadits Nabi SAW., “Beliau
membenarkan Allah SWT., dan menganggap bohong sakit
yang masih dialami oleh salah satu sahabatnya”, hal itu
menunjukan akan kemanjuran obat madu ini. Tetapnya,
penyakit itu dikarenakan kecerobohan dalam proses
pengobatan oleh sahabat itu sendiri. Bahkan bohongnya rasa
sakit perut dan banyaknya makanan buruk yang ada dalam
perut itu, menyebabkan Nabi SAW., menyuruh orang tadi
50Abu Abdullah Muhammad bin Yazid al-Qazwini Ibnu Majah, Ensiklopedia
Hadits 8, Sunan Ibnu Majâh, terj. Saifuddin Zuhri, (Jakarta: AlMahira, 2013), Cet. I, h.
623 51Ibnu Majah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Al-Zuani, Sunan Ibnu Majah,
52
untuk mengulanginya beberapa kali pengobatan sampai
berhasil dan dapat mengalahkan penyakit tadi.52
b. Pengobatan Menggunakan Habbatus Sauda
Tanaman obat merupakan sumber utama bahan obat
sejak masa kuno untuk mengobati berbagai penyakit.
Ketertarikan kembali kepada obat alamiah dimulai pada decade
yang lalu terutama karena anggapan umum bahwa obat-obatan
yang hijau lebih menyehatkan daripada obat sintetik. Telah
terjadi peningkatan minat yang berlipat ganda terhadap
tanaman obat diseluruh dunia. Pada saat ini terdapat
kecenderungan untuk menggunakan pola hidup dengan herbal
pilihan untuk kesejahteraan manusia dan juga untuk
meningkatkan produktivitas dan kesehatan dari hewan ternak.
Produk alamiah tersebut dapat membantu tubuh secara
keseluruhan dan memperbaiki status imunologi.53
Pada zaman Nabi Muhammad SAW., pengobatan
herbal dengan Nigela Sativa telah lazim digunakan, bahkan
dianjurkan oleh Nabi Muhammad SAW., sebagaimana tersebut
disebutkan dalam Hadits Shahih Muslim dan Ibnu Majah.
ث نا ن، قال: حد دح بنح الارث المصري دح بنح رحمح، ومحم ث نا محم حد الليثح بنح سعد، عن عحقيل، عن ابن شهاب قال: أخبن أبحو سلمة
52Muhammad Mahmud Abdullah, , Ath Thibb Al-Quran’I Dar al-Kutub al-
Ilmiyah, terj. Muhisyam, Muhammad, (Yogyakarta: Beranda Publishing, 2010), Cet.I, h.
74-76 53Mukhtar Ikhsan, Tibbun Nabawi Dalam Pengobatan Modern, (Jakarta
Selatan:Cinta Buku Media, 2017), Cet. I, h.5
53
ا أنهح، ري رة، أخبهح سييب، أن أب هح بنح عبد الرحن، وسعيدح بنح المح : ول الل صلى اللهح عليه وسلم ي قحولح ع رسح وداء »س إن ف البة الس
امح ام، والس لي داء، إل الس وداءح، شفاء من كح ، والبةح الس الموتحونيزح ابن ماجح( مسليم و )روه «الش
Muhammad bin Rumh al-Mishri dan Muhammad al-Mishri bin al-
Harits menyampaikan kepada kami dari al-Laits bin Sa’d dari
Uqail, dari Ibnu Syihab, dari Abu Salamah bin Abdurrahman dan
Sa’id bin al-Musayyib yang mengabarkan dari AbuHurairah
bahwa dia telah mendengar Rasulullah SAW., bersabda
“Sesungguhnya pada habbatussauda ada penawar dari setiap
penyakit, kecuali kematian”(HR. Muslim dan Ibnu Majah
No.3447)
Hadis yang disebutkan di atas menunjukan bahwa Nigella
sativa ditetapkan oleh Nabi Muhammad SAW., sebagai obat segala
macam penyakit kecuali “al-sam54”.
c. Pengobatan Menggunakan Ruqyah
Ruqyah merupakan bentuk jamak dari kalimat Ruqyah,
diambil dari akar kata Roqoo-fi’il madhi yang terdiri dari tiga
huruf (Ro, qof dan alif). Makna dasar darin kalimat Ruqyah
mengandung tiga makna; yaitu: naik gundukan tanah atau bisa
juga berarti perlindungan. Makna yang dimaksud dalam kata
Ruqyah dalam pembahasan ini tidak keluar dari cakupan
makna Ruqyah dari sisi kebahasaan. Menurut istilah, makna
kata Ruqyah adalah lafadz-lafadz tersebut dibacakan ke orang
yang sakit, maka penyakitnya sembuh. Hal ini jika lafadz-
54Al-Sam adalah kematian, sedangkan habbatusauda adalah jintan hitam
54
lafadz tersebut berisi doa-doa yang digunakan untuk mengobati
penyakit.55
ث نا عبدح الل بنح إدريس، بة قال: حد ث نا أبحو بكر بنح أب شي عن حد
د، أن خالدة بنت أنس أحم د بن عحمارة، عن أب بكر بن محم محم
اعدية، جاءت إل النبي صلى اللهح عليه وسلم: ف عرضت »بن حزم الس
)روه ابن ماجح( «عليه الرقى، فأمرها با “Abu Bakar bin Abu Syaibah menyampaikan kepada kami dari
Abdullah bin Idris, dari Muhammad bin Umarah, dari Abu
Bakar bin Muhammad bahwa Khalidah binti Anas, Ummu bani
Hazm as-Sa’idiyah, datang menemui Nabi SAW., sembari
menampilkan ruqyah kepadanya, beliaupun menyuruh
melakukannya”.56(HR. Ibnu Majah-No. 3514)
Ruqyah merupakan salah satu metode penyembuhan
yang dilakukan terhadap orang sakit. Sakit ini bisa akibat
beberapa alasan seperti sengatan hewan berbisa, sihir,
kerasukanm atau kesurupan. Gangguan jin, gila, dan berbagai
jenis kondisi kesehatan lainnya dengan cara membacakan
sesuatu (terutama ayat Al-Qur’an). Dalam buku yang
ditulisnya, Abdul Malik Al-Atthar mengatakan bahwa manfaat
Ruqyah dapat membantu untuk menolak dan membentengi diri
seseorang dari gangguan syeitan dan sihir jahat. Menurut iman
55Umi Dasiroh, Konstruksi Makna Ruqyah Bagi Pasien Pengobatan Alternatif di
Kota Pekanbaru, JOM FISIP Vol. 4 No. 2- Oktober 2017, h. 3 56Ibnu Majah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Al-Qazwini Ibnu Majah,
Ensiklopedia Hadits dan Sunan Ibnu Majah, terj. Saifuddin Zuhri (Jakarta: Al-Mahira,
2013), Cet. I, h. 637, No. 3514
55
ibnu Qayyim, diantara obat yang paling mujarab untuk
melawan sihir akibat pengaruh jahat syeitan adalah dengan
pengobatan syar’i yaitu dengan dzikir, do’a serta bacaan-
bacaan yang bersumber dari Al-Qur’an.57
d. Pengobatan Menggunakan Bekam
Penggunaan bekam pertama kali oleh manusia diketahui
dilakukan oleh kaum Nabi Luth. Mereka dulu apabila ada
orang asing berjalan di hadapan mereka, mereka melempari
kepala orang itu dengan batu, sehingga mengalirlah darah dari
kepalanya, lantas mereka mendatangi orang itu dan meminta
bayaran kepadanya sebagai upah atas darah kotor yang telah
mereka keluarkan itu. Sekalipun tindakan ini menunjukan
perangai buruk dan kebiasaan mereka memakan harta orang
lain melalui cara yang bathil, akan tetapi kisah ini
mengisyaratkan sudah lamanya penggunaan bekam sebagai
metode pengobatan, sejak zaman itu hingga zaman rosul.58
ث نا ث نا أسودح بنح عامر قال: حد بة قال: حد ث نا أبحو بكر بنح أب شي حدري رة، د بن عمرو، عن أب سلمة، عن أب هح حادح بنح سلمة، عن محم
إن كان ف شيء ما تداوون به عن النبي صلى اللهح عليه وسلم، قال: )روه ابن ماجح( 59خي، فالجامةح
57Umi Dasiroh, Konstruksi Makna Ruqyah Bagi Pasien Pengobatan Alternatif di
Kota Pekanbaru, JOM FISIP Vol. 4 No. 2- Oktober 2017, h. 7 58Shihab Al-Badri Yasin, Al-Hijâmah Sunanatun Nabawiyyah waMu’jizatun
Thibbiyyah, terj. Abu Umar Basyir dkk, (Solo: Al-Qowam, 2005), h. 6 59Ibnu Majah Abu Abdullah Muhammad bin Yazid Al-Qazwini Ibnu Majah,
Ensiklopedia Hadits dan Sunan Ibnu Majah, terj. Saifuddin Zuhri (Jakarta: Al-Mahira,
2013), Cet. I, h. 628, No. 3476
56
Abu Bakar bin Abu Syaibah menyampaikan kepada kami dari
Aswad bin Amir, dari Hammad bin Salamah, dari Muhammad
bin Amr, dari Salamah, dari Abu Hurairah bahwa Nabi
Muhammada SAW., bersabda, “Jika ada kebaikan pada
sesuatau dari yang kalian gunakan untuk berobat, niscahya itu
adalah bekam.” (HR. Ibnu Mâjah-No. 3476)
Dari hadits diatas, Rasulullah SAW., menganjurkan
kepada para sahabat untuk melakukan metode pengobatan
menggunakan bekam, karena bekam adalah salah satu metode
pengobatan yang memiliki kebaikan.
e. Sistem Pengobatan Modern yang ditemukan oleh Tokoh-
Tokoh Islam
Dari sistem pengobatan klasik tersebut, kemudian menjadi
inspirasi untuk para ulama untuk menemukan dan
mengembangakan, dan memperluas sistem pengobatan yang
lebih modern, karena siringnmya waktu, macam-macam
penyakit mulai ditemukan oleh tokoh-tokoh Islam yang ahli
dalam bidang kedokteran dan kontribusinya dalam ilmu
kedokteran.
Dalam zaman dahulu, umat Islamlah yang menemukan
corak dunia dalam segala segi. Mulai segi-segi ilmiah eksakta
sampai segi-segi ilmiah sosial, konkret sampai abstrak. Kunci-
kunci pengetahuan aljabar, ilmu hitung, ilmu pasti, ilmu ukur,
ilmu alam dan lain sebagainya semua dipegang oleh orang
Islam. demikian pula kunci-kunci pengetahuan filsafat,
57
ketatanegaraan, ekonomi. Pada abad pertengahan di Eropa
disebut zaman gelap, dimana ilmu mengalami kemacetan.
Terutama di bidang kedokteran, terlihat dari pengobatan
sebagian besar dilakukan hanya dengan mantera. Untunglah
pada waktu itu dibagian lain dari dunia ini, yaitu dunia Islam,
terjadi kemajuan yang sangat pesat.
Agama Islam, sepanjang abad, telah memikat lebih dari
jutaan manusia yang bersala dari berbagai bangsa. Islam
mengubah pola hidup mereka dan membentangkan tujuan
paling agung untuk ditempuh. Islam menegakan aturan-
aturannya, baik untuk kehidupan social maupun individual.
Tak diragukan lagi, agama yang punya kriteria seperti ini
niscahya memiliki prinsip-prinsip psikologis yang khas, dan
semua itu tercermin pada wujud para tokoh besar muslim yang
terkenal di berbagai bidang keilmuan serta disusunnya beragam
buku seputar Ilm Al-Nafs (Ilmu Jiwa), Akhlak, dan ‘Irfan.60
Berikut adalah beberapa tokoh kedokteran Islam:
1) Ali bin Rabban Thabari (192-247 H)
Ilmuan Muslim kenamaan ini menulis buku bertajuk
Firdaus Al-Hikmah dalam tujuh jilid dan 36 bab. Dalam buku
ini, ia mengulas berbagai persoalan penting dalam dunia
kedokteran.61
60Ishaq Husaini Kuhsari, Al-Quran dan Tekanan Jiwa, (Jakarta: Islamic College,
2102), Cet. I, h. 6-7 6161Ishaq Husaini Kuhsari, Al-Quran dan Tekanan Jiwa, (Jakarta: Islamic
College, 2102), Cet. I, h. 6
58
2) Abu Bakar Muhammad bin Zakariya Razi (251-320
H)
Ibnu Khalillkan mengemukakan bahwa kondisi sosial
dan kedokteran Al-Razi mulai tampak dengan jelas ketika
kembali di Rayt, al-Razi Bersama-sama dengan seorang dokter
yang cerdas, terkemuka, kaya, dan sangat berpengaruh, yang
mempunyai dua anak perempuan. Sementara itu, al-Razi juga
mempunyai dua anak laki-laki. Kedua putri dokter tersebut
dikawinkan dengan kedua putra dari al-Razi. Dalam beberapa
waktu kemudian, dokter tersebut telah wafat, kemudian segala
harta dan kekayaan dilimpahkan kepada al-Razi. Dari sinilah,
keadaan ekonomi al-Razi melimpah, karya tulispun terus
berlangsung dan bahkan kerjasama bidang perekonomian
dengan Syihab al-Din Al-Ghawriy seorang penguasa dan
pengusaha terkemuka kala itu di Ghaznah.62
Al-Razi dalam bidang kedokteran ini benar-benar
menguasai, bahkan menghafal dan melahirkan berbagai karya
terpenting pada masanya. Dalam bidang kedokteran, Al-Razi
disebut sebagai orang yang benar-benar baik dalam fitrahnya,
sangat tajam kecerdasannya, baik dalam pemaparannya, sangat
unggul, kuat penalarannya dalam pegangan kedokteran dan
pembahasannya. Bidang kedokteran ini pada zamnnya tidak
ada yang mengunggulinya. Karyanya dalam bidang kedokteran
62Aswadi, Konsep Syifa Dalam Al-Qur’an; Kajian Tafsir Mafatih al-Ghaib
Karya Fakhruddin al-Razi, (Jakarta: Kementrian Agama RI, 2012), Cet. I, h. 30
59
ini antara lain: Masa’il al-Tibb, Al-Jami’ al-Kabir fi al-Tibb,
Al-Tasyrih min al-Ra’s ila al-Hilyah dan Fi al- Nabdi.63
3) Ibnu Sina (370-427 H)
Abu Ali Al-Hussain Ibn Abdullah Ibn Sina, lebih dikenal
dengan Ibnu Sina lahir di Afshahana, dekat kota Bukhara,
Uzbekiztan tahun 981 M. di usia ke-10, Ibnu Sina sudah
menguasai Al-Qur’an dan ilmu-ilmu pengetahuan dasar
lainnya. Ia belajar ilmu mantik dari Abu Abdullah Natili,
seorang filsuf terkenal di masa itu. Ibnu Sina mempelajari
filsafat Yunani, kedokteran, ilmu eksakta maupun buku-buku
Islam lainnya. Tak heran di kemudian hari Ibnu Sina menjadi
seorang filsuf, ensiklopedis, ahli matematika, dokter dan
astronom terkemuka di zamannya.64
Kontribusi terbesar Ibnu Sina dalam bidang kedokteran,
dapat dilihat dalam bukunya yang terkenal, dengan judul Al-
Qanun fi Al-Tibb.65 Kitab tersebut di Barat lebih dikenal
sebagai The Canons of Medicine yang menjadi kitab rujukan
atau ensiklopedia terlengkap dan terbesar di bidang
kedokteran, yang memuat banyak istilah. Di dalamnya termuat
63Aswadi, Konsep Syifa Dalam Al-Qur’an; Kajian Tafsir Mafatih al-Ghaib
Karya Fakhruddin al-Razi, (Jakarta: Kementrian Agama RI, 2012), Cet. I, h. 31 64RA Gunadi dan M Shelhi, Dari Penakluk Jerusalem Hingga Angka Nol,
(Jakarta: Republika, 2002), Cet. I, h. 6 65RA Gunadi dan M Shelhi, Dari Penakluk Jerusalem Hingga Angka Nol,
(Jakarta: Republika, 2002), Cet. I, h. 69
60
risalah pengobatan perpaduan dari sumber-sumber pengobatan
kuno dan tabib muslim.66
4) Ibnu Nafis (w. 687 H)
Ibnu Nafis, nama ini seolah tenggelam dan sirna oleh
putaran waktu. sejarah seakan-akan melupakan tokoh ilmuan
Islam, penemu pembuluh darah kapiler ini. Sedangkan nama-
nama pakar Barat terus bermunculan menenggelamkan
keharuman nama penemu-penemu dari dunia Islam.67 Kota
Damaskus mewarisi ketenaran ilmu kedokteran Baghdad. Di
kota ini, ilmu kedokteran berkemban pesat berkat usaha para
penguasa Bani Ayyub, sehingga Damaskus berhasil menjadi
pusat ilmu dan seni, bahkan menjadi Menara kedua bagi
peradaban Arab Islam. Karena sudah banyak yang mengetahui,
Menara pertama sinar ilmu pengetahuan Islam adalah Baghdad
dan Andalusia, yang kini padam.68
Ibnu Nafis mendapatkan pujian dan penghargaan dari
pemerintah dan rakyat Mesir, atas keberhasilannya memimpin
gerakan memberantas penyakit menular. Bukan itu saja,
penghargaan materi berupa hadiah dan harta pun diperolehnya
dalam keadaan yang melimpah ruah. Namun kehidupannya
yang sederhana Ibnu Nafis menjadikan hadiah dan harta itu
66RA Gunadi dan M Shelhi, Dari Penakluk Jerusalem Hingga Angka Nol,
(Jakarta: Republika, 2002), Cet. I, h. 71 67Sulaiman Fayyadh, Ibnu Nafis Penemu Pembuluh Darah Kapiler, terj. LPPMI,
(Yogyakarta: CV. Pustaka Mantiq, 1992), Cet. I, h. 7 68Sulaiman Fayyadh, Ibnu Nafis Penemu Pembuluh Darah Kapiler, terj. LPPMI,
(Yogyakarta: CV. Pustaka Mantiq, 1992), Cet. I, h.15
61
lebih banyak dimanfaatkan Ibnu Nafis untuk kepentingan
tugasnya memberantas penyakit menular itu. Menyaksikan
sikap Ibnu Nafis yang sedemikian itu, maka penghargaan
rakyat Mesir kepadanya semakin bertambah besar. Sampai-
sampai mereka menganggap bahwa Ibnu Nafis adalah warga
negara mereka sendiri, meski sebenarnya adalah pendatang
dari Damaskus. Mereka memberinya, julukan Al-Mishri,
sehingga nama aslinya semakin Panjang: Abu Al-‘ Alai’
Ala’uddin Ali Ibnu Abi Hazmi Al-Qorosyi Al-Mishri.69
Sejak dia menginjakan kakinya di Kairo, ia sangat
berambisi untuk menulis buku dari hasil pikirannya langsung,
tanpa harus merujuk dari buku-buku yang sebelumnya sudah
ada. Ibnu Nafis yakin betul akan kemampuan daya ingatannya,
baik mengenai isi buku-buku ilmu kedokteran tulisan orang
lain yang dibacanya ataupun kasus-kasus penyakit yang
dihadapi dan pernah ditulisnya sendiri.70
5) Ibnul Qayyim Al-Jauziyah (751 H)
Nama lengkapnya adalah Muhammad bin Ahmad bin
Ayyub bin Sa’aduddin Al-Haffidz, Ibnul Qayyim Al-Jauziyyah
Ad Dimmasyqi. Ia murid Imam Ibnu Taimiyah yang terkenal
kokoh ajaran aqidahnya. Ibnul Qayyim adalah seorang fuqaha
dan seorang thabib. Ia lahir di Jauz (Damsyiq) tahun 751 H.
69Sulaiman Fayyadh, Ibnu Nafis Penemu Pembuluh Darah Kapiler, terj. LPPMI,
(Yogyakarta: CV. Pustaka Mantiq, 1992), Cet. I, h. 40 70Sulaiman Fayyadh, Ibnu Nafis Penemu Pembuluh Darah Kapiler, terj. LPPMI,
(Yogyakarta: CV. Pustaka Mantiq, 1992), Cet. I, h. 40
62
Dalam kitab-kitab ilmu kedokterannya itu, beliau
menjelaskan fungsi alat-alat tubuh, peredaran darah tubuh,
pekerjaan jantung dan hati, serta penjelasan-penjelasan lainnya.
Beliau juga menjelaskan tentang terjadinya kehamilan karena
perpaduan benih laki-laki dan benih perempuan. Dalam uraian
ilmu kedokterannya, ia selalu mengutip dalil dari Al-Qur`an dan
hadits Rasulullah Saw.
6) Ali Akbar Al Andalusi
Ia seorang thabib penyakit dalam, ahli ilmu jiwa, dan ahli
penyakit kandungan. Ia bisa mengajar sambal menulis kitab. Ali
Akbar selalu mengutip dalil dari Al-Qur`an dan Hadits Nabi
SAW.
7) Abdul Qasim Ibnu Abbas Az Zahrawi (324-404 H)
Ia adalah keturunan Anshar dan lahir di Az Zahra.
Pendidikan dasar dan menengahnya dilaluinya di Az Zahra dan
Qurthubah (Kordoba). Disini ia mempelajari ilmu anatomi (At-
Tasyrih) di Lembaga pendidikan kedokteran. Pada masa
pemerintahan khalifah Abdurrahman III di Andalusia, ia menjadi
thabib istana Kordoba (Spanyol). Kitabnya yang terkenal adalah
‘A’maarul ‘Aqaaqir Al Mufradah Wal Murakkabah’ dan Kitab
At-Tasrif Liman ‘Ajaza’ Anit Ta’lif’ yang isinya tentang
pengobatan penyakit dalam, kandungan, ramuan obat-obatan
dan lain-lain.71
71Ja’far Khadim Yamani, Sejarah Kedokteran Islam Dari Masa Ke Masa,
(Bandung: CV. Prakarsa Insan Mandiri, 1993). Cet. I, h. 94
63
Az-Zahrawi dikenal sebagai bapak ilmu bedah. Dialah
peletak dasar-dasar ilmu bedah. Sebelum alat dengan zat yang
dinamakan ‘As Afra’. Kemudian beliau terkenal jahitan
bedahnya yang halus dan banyak berhasil melakukan operasi
batu ginjal, melebarkan saluran kandungan, menyambung
pembuluh darah dan lain-lain. Beliau adalah peletah dasar-dasar
ilmu bedah modern.72
72Ja’far Khadim Yamani, Sejarah Kedokteran Islam Dari Masa Ke Masa,
(Bandung: CV. Prakarsa Insan Mandiri, 1993). Cet. I, h. 95
65
BAB III
PROFIL KITAB TAFSIR AL-JAILANI KARYA SYAIKH
NAWAWI AL-BANTANI DAN KITAB TAFSIR AL-ASSAS
KARYA SAID HAWWA
A. Profil Singkat Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dan Tafsir Al-Jailani
1. Biografi Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani
a. Latar Belakang Sosio Historis Al-Jailani
Nama lengkap beliau adalah Abdul Qadir bin Abu Shalih
Musa Janki Dausat bin Abu Abdullah bin Yahya Az-Zahid bin
Muhammad bin Dawud bin Musa bin Abdullah bin Musa Al-Jun
bin Abdullah Al-Mahadh. Beliau dijuluki juga dengan Mujmil bin
Hasan Al-Matani bin Hasan bin Ali bin Abi Thalib r.a. Ada Riwayat
yang menjelaskan bahwa penasaban Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani
kepada Ali bin Abi Thalib adalah tidak benar, karena pendapat
tersebut lemah dan jumlah mereka juga sedikit.1 Buku-buku sejarah
dan biografi hampir sepakat bahwa julukannya adalah Abu
Muhammad dan nasabnya di nisbatkan kepada Al-Jailani atau Al-
Jaili. Misalnya, Ibnu Al-Atsir2 dalam Al-Kamil menjelaskan, “Dia
adalah Abdul Qadir bin Abi Shalih Abu Muhammad Al-Jaili.
1Sa’id bin Musfir Al-Qathani, Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa Arauhu Al-
I’tiqadiyah wa Ash Shufiyah (Jakarta: CV. Darul Falah, 2003), Cet. I, h. 13 2Syaikh Imam Allamah Ali bin Muhammad bin Atsir, pengarang kitab Al-Kamil
fi At-Tarikh, lahir tahun 550 H, seorang imam besar, ahli hadits dan sastrawan. Di akhir
hayatnya beliau belajar hadits. Beliau adalah tempat berteduhnya para pencari ilmu dan
orang-orang mulia berkumpul mengelilinginya. Meninggal dunia tahun 630 H.
66
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dilahirkan di Naif, negeri
Jailan3, yaitu negeri yang terpencil dibelakang Thabaristan, yang
dikenal dengan Kail atau Kailan. penisbatan nama itu ke wilayah
ini menjadi Jaili, Jailani, dan Kailani, adalah pada tahun 471
Hijriyah. Ada yang mengatakan bahwa beliau lahir pada tahun 470
Hijriyah4 dan riwayat ini diambil dari perkataan beliau sendiri
tentang kelahirannya, “Saya tidak mengetahui secara pasti, tetapi
saya datang ke Baghdad pada tahun yang didalamnya At-Tamimi5
masih hidup dan usia saya pada saat itu delapan belas tahun”.6
Sedangkan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani meninggal pada malam
Sabtu tanggal 18 Rabi’ul Akhir tahun 561 H setelah maghrib dan
jenazahnya dikubur di sekolahannya setelah disaksikan oleh
manusia yang tidak terhitung jumlahnya.7
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani r.a. mengalami pertumbuhan
yang mulia dalam sebuah rumah yang penuh kezuhudan, kemuliaan,
dan kebaikan8 Beliau memiliki seorang ayah dan ibu yang baik.
3Nama Jailan dibaca dengan jim (Arab), sementara orang-orang Persia
menggunakan huruf kaf menjadi Kailan. Kawasan Jailan bukanlah sebuah perkotaan yang
besar, tetapi ia lebih mirip sebuah gugusan perkampungan yang berada di tengah-tengah
pegunungan. Sampai sekarang perkampungan itu dinamakan Kailan, yaitu wilayah
Sayyed Mohamed Fadil Al-Jailani Al-Hasani, Biografi Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani r.a,
terj. Munirul Abidin dengan judul Nahr Al-Qadariyah Manaqib Syeikh Abdul Qadir Al-
Jailani Al-Hasani, (Depok: Keira Publishing, 2016), Cet. I, h. 82 4Sayyed Mohamed Fadil Al-Jailani Al-Hasani, Nahr Al-Qadariyah Manaqib
Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani Al-Hasani, terj. Munirul Abidin dengan, (Depok: Keira
Publishing, 2016), Cet. I, h. 82 5At-Tamimi adalah ayah Muhammad Izzatullah bin Abdul Wahab bin Abdul
Aziz bin Al-Harits bin Asad yang meninggal pada tahun 488 H. 6Sa’id bin Musfir Al-Qathani, Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa Arauhu Al-
I’tiqadiyah wa Ash Shufiyah (Jakarta: CV. Darul Falah, 2003), Cet. I, h. 15 7Sa’id bin Musfir Al-Qathani, Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa Arauhu A
l-I’tiqadiyah wa Ash Shufiyah (Jakarta: CV. Darul Falah, 2003), Cet. I, h. 16 8Dalam masalah ini, ibu beliau r.a. memberikan komentar, “setelah saya
melahirkan anak saya, Abdul Qadir ini, beliau tidak mau menyusu kepada saya pada siang
67
Beliau memliki derajat dari dua arah (ayah dan ibu). Cahaya kewalian
dan tanda-tanda hidayah sudah muncul sejak beliau dilahirkan dan
menjelang masa kanak-kanak. Sejak kecil, Abdul Qadir Al-Jailani
sudah menampakan dirinya sebagai remaja yang rajin beribadah,
soleh, bertakwa, zuhud di dunia, mengutamakan negeri akhirat, dan
terobsesi mengetahui usul dan cabang syariat secara detail.
Sementara itu., di Jailan saat itu belum ada orang yang dapat
memenuhi keinginannya dan menghilangkan rasa hausnya terhadap
ilmu syari’at. Karenanya, terbesit dalam hatinya untuk pergi ke
Baghdad yang menjadi pusat kemajuan Islam.9 Beliau tiba di
Baghdad pada tahun 488 H. pada saat beliau berusia 18 Tahun, beliau
sibuk dalam mempelajari Al-Qur’an sampai menguasainya. Lalu
belajar fikih serta memantapkan keilmuan beliau dalam bidang ushul
fikih, furu’ul fikih, dan ilmu ilmu khilaf. Beliau juga mempelajari
hadits dan sibuk dengan mau’idhah sampai beliau mahir memberikan
mau’idhah.10 Setelah menyelesaikan pendidikan ilmu ahama, Syaikh
Abdul Qadir Al-Jailani r.a, tidak mnghentikan langkahnya dalam
mencari ilmu ruhaniyah yang mendalam dengan mendapat
hari bulan Ramadhan. Awan menutupi bulan purnama di atas pandangan orang-orang pada awal bulan Ramadhan. Mereka kemudian mendatangi saya dan bertanya tentang hal itu.
Kemudian saya menjawab, ‘Anak saya belum menyusu kepadaku seharian ini.’. Baru
kemudian jelaslah waktu itu adalah awal bulan Ramadhan. Maka sejak itu tersebar luas
berita bahwa putra saya ini dilahirkan karena kemuliaan sebagai seorang anak yang tidak
menyusu pada siang hari Ramadhan. 9Sayyed Mohamed Fadil Al-Jailani Al-Hasani, Nahr Al-Qadariyah Manaqib
Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani Al-Hasani, terj. Munirul Abidin dengan (Depok: Keira
Publishing, 2016), Cet. I, h.83 10Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, Al-Fathur Rabbani Wal Faidlur Rahmani,
terj.Masrohan Ahmad (Yogyakarta: Citra Media, 2014), Cet. 15, h. 3
68
bimbingan Syaikh Hammad bin Muslim ad-Dabbas r.a, salah satu
Mayayikh terpandang di Baghdad Syarif.11
Ibnu Taimiyah, seorang ulama yang sangat getol
menggelorakan tauhud, memeberantas syirik, bid’ah, khufarat, dan
lainnya. Beliau mengatakan tentang Syaikh Abdul Qadir: “Dialah
Abdul Qadir bin Shaleh Abdullah al-Jily al-Hambali. Abu Muhammad
lahir 471 H. ia terkenal karena zuhud dan ibadahnya. Ia makan dari
hasil kerjanya sendiri. Namanya telah masyhur, termasuk salah satu
ulama sufi terbesar. Kepadanya di nisbahkan Thariqah al-Qadariyyah
salah satu tarekat kenamaan. Adz-Dzahabi memberikan komentar: dia
adalah seorang alim, Zahid, arif, panutan, syeikh Islam, wali yang
sangat terkenal.12
b. Guru-Guru dan Murid Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani
Masa Syekh Abdul Qadir Al-Jailani adalah masa kejayaan ilmu
karena banyaknya para ulama dan da’i , serta begitu banyaknya karya
ilmiah di berbagai bidang ilmu pengetahuan. Hal inilah yang
menyebabkan Syeikh Abdul Qadir Al-Jialani r.a mendapatkan bagian
besar dari ilmu agama. Berikut guru-guru Syaikh Abdul Qadir Al-
Jailani:
1) Ali bin Aqil Abul-Wafa bin Aqil (w. 513 H). Beliau adalah
seorang alim di Irak dan menjadi syaikh para Imam
hambaliyah di Baghdad pada masanya. Ia adalah penulis
11Maulana Muhammad Aftsab Cassim Razvi, Biografi Syaikh Abdul Qadir Al-
Jilani, (Jakarta: Diadit Media, 2008), Cet. I, h. 32 12Ahsin Sakho Muhammad, Membumikan Ulumul Qur`an, (Jakarta: PT. Qaf
Media Kreativa, 2019), Cet. I, h. 185
69
buku Al-Funun fi Mukhtalafi-‘Ulum yang belum pernah
seorangpun menulis buku ini. buku ini mencapai 400 juz.
2) Mahfudz bin Ahmad bin Hasan Abdul Khattab Al-
Kalwadzaniy (w. 510 H). Seorang ahli fikih di Baghdad
dan imam para penganut madzhab Hanbali pada masanya.
3) Yahya bin Ali bin Muhammad Abu Zakariya At-Tibrizy
(w. 502 H). Salah seorang imam ahli bahasa dan sastra yang
tersohor.
4) Muhammad bin Muhammad bin Husain Abdul-Husain bin
Abu Ya’la Al-Farra’ (w. 526 H). Seorang ahli sejarah dari
golongan ahli fikih madzhab Hanbali.
5) Habatullah bin Mubarak bin Musa Abul-Barakat As-
Saqathiy (w. 509 H). Seorang yang sangat alim dan ahli
hadits, sekaligus ahli sejarah.
6) Muhammad bin Ali bin Maimun Abdul Ghanaim an-
Nursiy (w. 510 H). Seorang ahli baca Al-Qur`an dan
penghafal Al-Qur`an.
7) Mubarak bin Abdul Jabbar bin Ahmad Abdul-Hasan Al-
Azdiy, yang terkenal dengan nama Ibnu Thuyuriy (w. 500
H). Beliau seorang ahli hadits yang tsiqah.
8) Ja’far bin Ahmad bin Husain Abu Muhammad As-Siraj (w.
500 H). seorang sastrawan, alim dalam bidang qira’at,
nahwu, dan bahasa.
9) Hammad bin Muslim Abu Abdillah ad-Dabbas Ar-Rahbiy
(w. 525 H). Seorang arif, wara’, dan penuh dengan hikmah.
a) Abu Al-Khathab Mahfuzh bin Ahmad bin Hasan Al-Iraki
Al-Kaladzani (w. 510 H)
70
c. Kondisi Sosial Politik Pada Masanya
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani r.a hidup pada masa antara
tahun 470-561 H. Masa ini terkenal dengan masa yang penuh
dengan kekeruhan politis, banyak terjadi peristiwa-peristiwa dan
perubahan arah politk. Ketika Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani
pindah ke Baghdad pada tahun 488 H, masa itu adalah masa setelah
runtuhnya kekuasaan Bani Buwaihi dar kelompok Syi’ah dan
datangnya penguasa Saljuk menguasai Baghdad. Lalu berdirilah
kerajaan Sunni, yaitu pada masa khalifah kerajaan Abbasiyah Al-
Mustadzir Bilah, yang tidak menguasai kekhalifahan, kecual hanya
namanya saja karena kekuasaan ada di tangan para pemimpin
tentara dan pembsar kabilah. Karen itulah pada masa itu banyak
terjadi fitnah dan pertentangan antar penguasa Saljuk. Lalu para
tentara banyak membuat kerusakan di Baghdad, membelanjakan
harta secara foya-foya dan mengancam para pedagang sehingga
manusia merasakan kelaparan dan ketakutan yang sangat.13
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani telah mengalami lima kali
pergantian penguasa Bani Abbasiyah, mereka adalah:14
1) Al-Mustadzir Bilah seorang keturunan Harun Ar-Rasyid,
lahi tahun 470 H, di baiat menjdi khalifah tahun 487 H
dan meninggal tahun 512 H. Lama masa pemerntahannya
adalah 24 tahun. Dia adalah seorang khaliah yang berak
13Sa’id bin Musfir Al-Qathani, Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa Arauhu Al-
I’tiqadiyah wa Ash Shufiyah, (Jakarta: CV. Darul Falah, 2003), Cet. I, h. 4-5 14Sa’id bin Musfir Al-Qathani, Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa Arauhu Al-
I’tiqadiyah wa Ash Shufiyah (Jakarta: CV. Darul Falah, 2003), Cet. I, h.5-6
71
hak mulia, hafal Al-Qur’an, fashih dan baligh. Pada masa
awal pemerintahannya telah terjadi perseteruan antara
kelompok Ahlu Sunnah wal Jama’ah dengan kelompok
Rafidzh, maka terjadilah kebakaran di banyak tempat dan
banyak juga manusia yang terbunuh.
2) Al-Mustarsyid bin Al-Mustdzir yang memegang
kekhalifahan setelah ayahnya tahun 512 H. Dia adalah
seorang yang kuat, pemberani, perkasa, berkemauan
keras, manis tutur kataya, banyak beribadah, dicintai
orang umum dan khusus, lalu dibunuh oleh orang-orang
dari kelompok Bathinyah tahu 529 H dan mereka
memotong-motongnya, setelah dia berhasil
mempertahankan kekhalifahannya selama tujuh belas
tahun.
3) Setelahnya diganti oleh Khalfah Ar-Rasyid Billah tahun
529 H. Pada masanya tampaklah sedikit kelompok
Rafidzah dan masa kekhalifahannya hanya sebentar
sekali, yaitu hanya sebelas bulan. Setelah itu para fuqaha
mengalami nasib yang buruk. Ar-Rasyid Billah wafat
karena dibunuh secara mengenaskan oleh sebagian orang-
orang Bathiniyah.
4) Al-Muqtafi Liamrillah yang di baiat menjadi khaifah
setelah Ar-Rasyid Billah jatuh. Dia adalah seorang
penguasa yang cerdas dan ksatria. Meninggal pada tahun
555 H.
72
5) Al-Mustanjid Billah yang di baiat menjadi khalifah
setelah kematian ayahnya dan dia adalah seorang khalifah
yang shohih. Meninggal pada tahun 555 H.
Secara umum pada masa itu telah terjadi kekeruhan politik
karena adanya persaingan yang kuat diantara para khalifah di
Baghdad dan kelompok Bathiniyah di Mesir. Karena sebagian
penguasa memberikan kebebasan kepada meka untuk mendirikan
kekuasaan sendiri, seperi yang terjadi di Syam, yang kemudian
terjadilah persaingan dan pertentangan di antara para penguasa
tersebut.15
Situasi politik semacam ini memberikan pengaruh terhadap
diri Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dan kepribadiannya sehingga dia
lebih mengutamakan diri untuk waktunya dalam perkumpulan ilmu,
pendidikan dan rohani, serta menzhuhudkan manusia dari perkara-
perkara dunia, di samping, kadang-kadang juga melakukan amar
m’ruf dan nahi mungkar di dalam situasi yang carut-marut, yang
mna usaha semacam itu dianggap sebagai salah satu usaa untuk
melakukan jihad.16
Kebanyakan kondisi sosial masyarakat suatu masa, tidak
terlepas dari kebijakan politis yang berlaku pada masa itu.
Sementara itu pada masa Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani hidup
diwarnai dengan kekcauan politik, banyak terjadi pergantin
penguasa (Khalifah), banyak peristiwa besar terjadi dan umat Islam
15Sa’id bin Musfir Al-Qathani, Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa Arauhu Al-
I’tiqadiyah wa Ash Shufiyah (Jakarta: CV. Darul Falah, 2003), Cet. I, h. 6 16Sa’id bin Musfir Al-Qathani, Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa Arauhu Al-
I’tiqadiyah wa Ash Shufiyah (Jakarta: CV. Darul Falah, 2003), Cet. I, h. 6
73
banyak bercampur dengan umat-umat lain yang non muslim.
Semua itu telah menyebabkan adanya bentuk kehidupan sosial yang
bervariatif dan tidak berpegang kepada satu pegangan yang sama.17
Pada masa Al-Mustanjid Billah, buku-buku sejarah
memaparkan bahwa dia adalah seorang penguasa yang baik kepada
rakyat, masyarakat hidup dalam kemakmuran dan aman dari segala
kedzaliman yang mnganggu manusia. Disamping itu dia juga
banyak memberikan keringanan pajak dan upeti keapada
masyarakat. Sedangkan di masa-masa kekhalifahan lainnya,
masyarakat hidup dalam keprihatinan, kelaparan merajalela, harga-
harga meningkat, dan banyak manusia yang binasa.18
d. Karya-Karyanya
Syeikh Abdul Qadir Al-Jailani r.a. mengarang banyak kitab
baik di bidang fikih, tauhud, tasawuf, akhlak, hadits, tafsir, dan
disiplin ilmu lainnya. Diantara karya tulis beliau adalah:
1) Al-Ghunyah li Thalibil Haqq (bekal yang memadai bagi para
pencari jalan kebenaran). Teks berbahasa Arab diterbitkan
dalam dua bagian oleh Dar Al-Albab, Damaskus, tanpa
tanggal 192 halaman diatmbah 200 halaman. Terjemahan
dalam bahasa Inggris dipersiapkan dan diterbitkan oleh Al-
Baz Publishing.19
17Sa’id bin Musfir Al-Qathani, Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa Arauhu Al-
I’tiqadiyah wa Ash Shufiyah (Jakarta: CV. Darul Falah, 2003), Cet. I, h. 4-5 18Sa’id bin Musfir Al-Qathani, Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa Arauhu Al-
I’tiqadiyah wa Ash Shufiyah (Jakarta: CV. Darul Falah, 2003), Cet. I, h.7 19Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani, Ujar-ujar Syaikh Abdul Qadir Jailani, terj.
Ilyas Hasan, (Bandung: Penerbit Al-Bayan, 1995), Cet. I, h. 23-26
74
2) Al-Fath Ar-Rabbani wal Faidhur Rahmaniy. (Wahyu
Agung). Sebuah koleksi enam puluh dua wacana yang
disampaikan oleh Syaikh ‘Abdul Qadir pada tahun 545-546
H/1150-1152 M.
3) Malfuzhat (Ujar-ujar Syaikh Abdul Qadir Jailani). Seiring
diperlakukan sebagai semacam lampiran atau pelengkap
untuk manuskrip dan versi-versi cetakan Al-Fath Ar-
Rabbani.
4) Futuh Al-Ghaib (Penyingkap Kegaiban). Sebuah koleksi
yang berisi tujuh puluh wacana. Teks berbahasa Arabnya,
yang disunting oleh Muhammad Salim Al-Bawwab,
diterbitkan oleh Dar Al-Albab, Damaskus, 1986.
5) Tujfatul Muttaqiin wa Sabilul Arifin. Ibnul Qayyim
menyebutkannya dalam Ijtima’ul Juyusyil Islamiyyah.
2. Profil Tafsir Al-Jailani
a. Latar Belakang Penulisan
Di dalam mukadimahnya tafsir Al-Jailani, Syaikh Abdul
Qadir Al-Jailani menjelaskan bahwa tafsir Al-Jailani bukan seperti
tafsir pada umumnya. Tafsir Al-Jailani merupakan sebuah
kompilasi inspirasi dan isyarat yang seiring dengan irama
kehidupan, ruh, dan gerak yang muncul dari kalbu ahli ibadah yang
selalu berhubungan dengan Allah SWT., kesadaran inilah yang
senantiasa berpadu baik dengan setiap gerak Syaikh Abdul Qadir
Al-Jailani, maupun dengan diam hatinya selalu tenang bersama
Allah. Tafsir Al-Jailani menjadi manifestasi dari segenap perasaan,
emosi, gerak, inspirasi, isyarat, dan curahan kalbu Syaikh Al-
Jailani. Inilah sebuah karya otentik yang menjadi bentuk
75
sumbangsih nyata dari seorang ‘Alim Rabbani dan Quthb Ruhâni,
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani r.a.20
Tafsir ini di Analisa selama kurun waktu 30 tahun oleh
Syaikh Muhammad Fadhil sebagai cucu ke-25 Syaikh Abdul Qadir
Al-Jailâni dan orang yang menghimpun tafsir ini menamakannya
dengan tafsir Al-Jailâni.21 Adapun terkait penamaanya sebagai
tafsir Al-Jailâni itu semata-mata merupakan gagasan dari
penelitiannya, beliau khawatir jika suatu saat karya ini di ambil oleh
peneliti kurang mahir dalam bidang tafsir yang banyak tersebar di
Arab, sehingga usaha beliau untuk memunculkan karya-karya
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni yang masih terkubur akan terganggu
dan diselewengkan demi tujuan materialistis dan sebagai mata
pencaharian semata.
b. Metode Penafsiran
Metode yang di gunakan Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dalam
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’`an dalam Tafsir Al-Jailani adalah
metode tahlili. Karena beliau menyoroti ayat-ayat Al-Qur`an dengan
memaparkan segala makna dan aspek yang terkandung di dalamnya
mengikuti uruttan surah-surah yang ada dalam Mushaf Usmani. Hal
ini terlihat dari upaya mendalam sang mufassir dalam menjelaskan
makna yang tersirat dalam tulisan yang tersurat denagn cara
menjelaskan sebab turunnya ayat (tidak semua dipaparkan), kemudian
beliau menganalisis kosa kata dalam ayat, kemudian menjelaskan
kandungan hukum dalam ayat-ayat ahkam, kemudian memaparkan
20Abdul Qadir Al-Jailani, Tafsir Al-Jailani, Juz I, h. xvi 21Abdul Qadir Al-Jailani, Tafsir Al-Jailani, Juz I, h. 29
76
kandungan surat secara umum (dengan membuat prolog dan epilog
pada setiap surat yang dikaji).
c. Corak Penafsiran
Kecenderungan corak penafsiran Tafsir Al-Jailani adalah tafsir
dirayah atau tafsir yang berbasis pada penalaran akal mufassir
bercorak sufistik. Meski terdapat beberapa penafsiran yang
menampilkan asbab al-nuzul. Namun sangatlah jelas terlihat hal
tersebut tidak biasa menampilkan bahwa tafsir ini mengungkapkan
metode tafsir riwayat. Hal tersebut berdasar pada cara menafsirkannya
yang langsung mengarah pada nalar sufistik. Riwayat yang ada hanya
sebagai penegas bahwa penafsiran ini muncul sebagimana riwayat
yang ada. Riwayat yang dimunculkan pun tidak seperti yang terdapat
dalam tafsir bi al-riwayah yang sering menampilkan berbagai riwayat
perbandingan pendapat perawi. Sehingga Tafsir Al-Jailani bisa
dikatakan sebagai tafsir dirayah bercorak sufistik.22
d. Sistematika Penulisan
Tafsir ini terdiri dari 6 jilid. Diterbitkan oleh Markaz al-
Jailani lil Buhuts al-‘Ilmiyyah, Istanbul, Turki. Memuat
keseluruhan ayat suci Al-Qur`an, tafsir ini menggunakan metode
penulisan sebagai berikut:23
23Ahsin Sakho Muhammad, Membumikan Ulumul Qur`an, (Jakarta: PT. Qaf Media Kreativa, 2019), Cet. I, h. 186-187
77
1) Menuliskan ayar Al-Qur`an per kata, lalu dijelaskan
maknanya, kadangkala menjelaskan arti lahir terlebih
dahulu, lalu diteruskan ke tafsir isyarinya.
2) Disetiap permulaan surah diberikan mukadimmah terlebih
dahulu, baik mengenai isi kandungan surah itu atau arahan-
arahan lainnya menyangkut kebersihan jiwa dalam rangka
menuju Zat Ilahiyyah. Kemudian, di akhir surah ada khitam
(kalimat penutup) yang meringkas keseluruhan isi
kandungan surah dalam kavcamata tasawuf.
3) Tafsir ini tidak terlalu banyak tentang ulumul Qur`an
seperti sebab nuzul, makki-madani, I’rab, balaghah,
isytiqaq dan sebagainya, karena hal itu sudah banyak
disinggung oleh At-tafsir yang lain.
4) Tafsir ini tidak menggunakan tafsir nabawi sebagi
rujukannya, apalagi tafsir sahabat dan tabi’in, karena tafsir
sufi/isyari adalah hasil oleah piker dan olah hati penafsiran.
Syaikh Abdul Qadir sangat piawai dalam menentukan sisi-
sisi sufistik dalam menjelaskan arti terdalam sebuah ayat.
5) Syeikh Abdul Qadir al-Jailani mandiri dalam merenungkan
ide-ide tasawufnya, tidak taklid kepada siapapun. Beliau
sangat piawai menentukan sisi-sisi/nilai tasawuf pada
setiap ayat.
6) Tafsir ini jika dibandingkan dengan tafsir Al-Alusi,
termasuk tafsir isyari yang snagat sederhana. Bahasa yang
digunakannya pun masih bisa dikonsumsi oleh para santri
dan akademis, asal mereka sudah pernah bergaul dengan
istilah-istilah tasawuf.
78
B. Profil Singkat Sa’id Hawaa dan Tafsir Al-Assas Karya Said
Hawwa
1. Biografi Said Hawwa
a. Latar Belakang Sosio-Historis Sa’id Hawwa
Syaikh Sa’id bin Muhammad bin Hawwa lahir di kota
Hamah, Suriah, tanggal 27 September tahun 1935, dari pasangan
Muhammad Diib Hawwa dan Arabiyyah Al-Althaisy.24 Ia baru
berusia 2 tahun ketika ibunya meninggal dunia, lalu ayahnya
menikah lagi. Ia pindah ke rumah neneknya di bawah asuhan sang
ayah, seorang pejuang pemberani yang berjihad melawan
Perancis25
Beliau adalah sosok yang zuhud. Tempat tidur dan pakaian
yang tidak pantas di pakai ulama dan sebagai dosen. Sedangkan dari
segi makanan, maka tidak lebih baik dari tempat tidur dan
pakaiannya. Sikap inilah yang membuatnya bersikap longgar
terhadap orang-orang yang mau mencetak buku-bukunya, baik atas
izin ataupun tanpa izinnya. Buku-bukunya diterbitkan berkali-kali,
baik secara illegal maupun legal. Beliau adalah orang yang zuhud,
berakhlak baik, dan ramah, yang patut dibanggakan dan menjadi
teladan terbaik bagi orang lain.26
24Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2006), Cet. I, h. 283 25Al-Mustasyar Abdullah Al-Aqil, Mereka Yang Telah Pergi, terj. Khozin Abu
Fakih dan Fachruddin (Jakarta:Al-I’tishom Cahaya Umat, 2003), Cet. I, h. 401 26Al-Mustasyar Abdullah Al-Aqil, Mereka Yang Telah Pergi, terj. Khozin Abu
Fakih dan Fachruddin (Jakarta:Al-I’tishom Cahaya Umat, 2003), Cet. I, h. 403
79
Tahun 1987, Syaikh Sa’id Hawwa terkena stroke, hingga
sebagian anggota badannya lumpuh. Ia juga mengalami komplikasi
berbagai penyakit, seperti gula, tekanan darah, pembekuan darah,
ginjal, dan sakit mata. Hal ini memaksanya jauh dari masyarakat
dan diopname di rumah sakit.Tanggal 14 Desember 1988. Sa’id
Hawwa diopname di rumah sakit. Kondisinya tidak kunjung
membaik, hingga ia wafat hari kamis, tanggal 9 Maret 1989, di
Rumah Sakit Islam Amman.
Kehidupannya yang sederhana, menyebabkan ayahnya tak
mampu membiayai sekolah Sa’id. Ayahnya terpaksa
mengeluarkannya dari sekolah, ketika berusia 8 tahun, dan akhirnya
ia membantu ayahnya berjualan dipasar.27 Beberapa tahun setelah
putus sekolah, pendikan formalnya diawali dengan sekolah dasar.
Ia dimasukan oleh ayahnya disekolah malam agar ia besar seperti
anak lain pada umumnya yang biasa mengenyam bangku sekolah.
Usia Sa’id bersama teman-temannya terpaut cukup jauh, karena
mayoritas yang mengikuti sekolah malam adalah yang sudah
dewasa, hanya Sa’id yang usianya masih muda. Setelah tamat
sekolah dasar, Sa’id menempuh pendidikan Sekolah Menengah
Pertama (SMP) di Ibn Rusyd, tidak lama kemudian ia pindah di
SMP Abu al-Fida’, namun ia kembali lagi ke sekolah Ibnu Rusyd
sampai ia tamat.
27Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2006), Cet. I, h. 283
80
b. Guru dan Muridnya
Masa-masa menempuh Pendidikan tingkat SMP adalah
masa-masa yang penuh bacaan. Telah banyak buku karangan para
cendikiawan dunia yang dilahapnya. Buku tebal Aristosteles yang
telah diterjemahkan kedalam Bahasa Arab berjudul al-Akhlak ila
Niquumaakhaas telah dibaca dan dirangkumnya. Beliau pun
membaca sejarah Revolusi Prancis dan biografi Napoleon
Bonaparte. Buku-buku tasawuf dan akhlak juga tak luput dari
perhatiannya.28
Setelah lulus SMP, Sai’d melanjutkan pendidikannya ke
jenjang SMU. Pada masa mudanya, banyak berkembang
pemikiran Sosialis, Nasioanlis, Ba’ats, dan Ikwanul Muslimin.
Allah memilihkan kebaikan untuknya, dengan bergabung ke
dalam Jamaah Ikhwanul Muslimin, tahun 1952, saat ia masih
pelajar SMU.29 Selama masa pendidikannya, selain belajar ia juga
menggunakan waktu luangnya untuk membantu ayahnya bekerja
berjualan di pasar dan membantu menggarap kebun kapas milik
ayahnya. Tidak selesai pada jenjang SMU, pada tahun 1956,
beliau mendaftar di Fakultas Syari’ah di Damaskus dan lulus pada
tahun 1961. Setelah beliau lulus dari fakultas Syari’ah, beliau
mendaftarkan diri sebagai guru demi memenuhi permintaan orang
tuanya, dan mengajar di Provinsi al-Haskah.
28Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2006), Cet. I, h. 284 29Al-Mustasyar Abdullah Al-Aqil, Mereka Yang Telah Pergi, terj. Khozin Abu
Fakih dan Fachruddin (Jakarta:Al-I’tishom Cahaya Umat, 2003), Cet. I, h. 401
81
Sa’id Hawwa berguru pada beberapa Syaikh Suriah. Di
antara Syaikhnya yang paling menonjol ialah Syaikh dan Ulama
Hamzah., Syaikh Muhammad Al-Hamid, Syaikh Muhammad Al-
Hasyimi, Syaikh Abdul Wahab Dabas Wazit, Syaikh Abdul
Karim Ar-Rifa;I, Syaikh Ahmad Al-Murad, dan Syaikh
Muhammad Ali Al-Murad. Sa’id Hawwa juga belajar kepada
ustadz, seperti Musthafa As-Siba’i, Musthafa Az-Zarqa, Fauzi
Faidhullah, dan lain-lain. Tahun 1961, ia lulus dari Universitas
Suriah, mengikuti wajib militer sebagai perwira tahun 1963,
menikah tahun 1964 dan dikaruniai empat orang anak.30
Aktivitas dakwah Sa’id Hawwa adalah memberi kuliah,
khutbah dan ceramah, di Suriah, Arab Saudi, Kuwait, Emirat, Irak,
Yorda`nia, Mesir, Qatar, Palestina, Amerika, dan Jerman. Ia juga
berperan bahkan mengkoordinir demonstrasi menentang undang-
undang di Suriah, tahun 1973. Karenanya, ia dijebloskan ke
penjara selama lima tahun, sejak 5Maret 1973 sampai 29 Januari
1978. Di Penjara, ia menulis buku tafsir Al-Assas Fii Tafsir (dua
belas jilid) dan sejumlah buku dakwaah lainnya. Selain itu ia
adalah pemimpin di Jamaah Ikhwanul Muslimin, di lingkup
nasional maupun internasional, dan berperan aktif dalam aktivitas
dakwah, politik, dan jihad.31
Ustadz Zuhair Asy-Syawisy disurat kabar Al-Liwa’, yang
terbit di Yordania tanggal 15 Maret 1989, berkata, “Allah
30Al-Mustasyar Abdullah Al-Aqil, Mereka Yang Telah Pergi, terj. Khozin Abu
Fakih dan Fachruddin (Jakarta:Al-I’tishom Cahaya Umat, 2003), Cet. I, h. 401 31Al-Mustasyar Abdullah Al-Aqil, Mereka Yang Telah Pergi, terj. Khozin Abu
Fakih dan Fachruddin (Jakarta:Al-I’tishom Cahaya Umat, 2003), Cet. I, h. 402
82
menetapkan takdir-Nya dan tidak ada seorang pun mampu menolak
takdir-Nya. Allah mengakhiri hidup Sa’id bin Muhammad bin
Hawwa, di Rumah Sakit Islam Amman, kamis pagi, 9 Maret 1989.
Jenazahnya dishalatkan setelah Jum’at di Masjid Al-Faiha’ Asy-
Syumaisani dan dikebumikan dipemakaman dipemakaman Sahab,
wilayah selatan Amman. Jenazahnya dihadiri dan diiringi puluhan
ribu orang. Diantaranya, Ustadz Yusuf Al-Adham, Syaikh Ali Al-
Faqir, Penyair Abul Hasan, Syaikh Abdul Jalil Rizq, Ustadz Faruq
Al-Masyuh, dan Sastrawan Abdullah Ath-Thantawi. Masyarakat
Yordania yang mulia memperlakukan orang asing yang meninggal
dunia di negeri mereka dengan hormat, sama seperti penghormatan
mereka kepada orang-orang hidup dan singgah di tempat mereka.
Ini kedermawanan, keindahan ucapan, dan antusias yang simpatik.
32
c. Kondisi Sosial Politik Pada Masanya
Pada tahun 1966, karena situasi politik dalam negeri yang
semakin panas dan Sa’id Hawwa beserta tokoh-tokoh Ikhwanul
Muslimin terancam pembunuhan, Sa’id Bersama istri akhirnya
pergi ke Kerajaan Saudi. Ahmad dan Muhammad yang masih kecil
dititipkan kepada nenek mereka. Di negara ini Sa’id mengajar
selama lima tahun, dua tahun pertama di al-Hufuuf, dan sisanya di
Madinah. Ia mengajar di sekolah-sekolah modern tingkat SMP dan
SMU, memegang mata pelajaran Bahasa Arab, hadits, dan usul
fiqh. Ia juga memberi ceramah-ceramah yang makin hari makin
32Al-Mustasyar Abdullah Al-Aqil, Mereka Yang Telah Pergi, terj. Khozin Abu
Fakih dan Fachruddin (Jakarta:Al-I’tishom Cahaya Umat, 2003), Cet. I, h. 402
83
diminati dan banyak pengggermarnya, karena disampaikan secara
menggugah oleh seorang yang hidup sederhana.33
Pada tahun 1972, Sa’id kembali ke Suriah dan mengajar di
Al-Ma’arrah. Meskipun kota Ma’arrah ini terhitung basis
pemikiran kiri, para siswa menunjukan respon yang baik terhadap
pemikiran Islam sehingga mengagetkan banyak pihak. Sa’id sendiri
berusaha tampil sebagai seorang yang berpikiran Islami murni,
berusaha tidak menampakan hubungannya dengan organisasi
Ikhwanul Muslimin.34
Pada tahun 1973, Sa’id ditangkap dan dipenjarakan karena
terlibat dalam kerusuhan menentang konstitusi. Semenjak Suriah
meraih kemerdekaan, para aktivis Islam menuntut agar konstitusi
negara adalah konstitusi Islam, atau konstitusi yang mengakui
bahwa agama resmi negara adalah agama Islam.35 Pergulatan paling
keras dalam hal ini adalah yang pernah dilakukan oleh Dr.
Mushthafa as-Sibaa’iy tidak lama setelah Suriah merdeka,
sekalipun usahanya hanya berhasil mencantumkan ketetapan
bahwa agama kepala negara adalah Islam, Islam menjadi salah satu
sumber hokum, dan bahwa tujuan Pendidikan adalah menciptakan
generasi yang beriman kepada Allah SWT. Selanjutnya Suriah
menyaksikan beberapa kali kudeta dan pergantian kekuasaan, tapi
konstitusi tidak dirubah. Tapi, ketika Hafez Al-Asad berhasil
33Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2006), Cet. I, h. 287 34Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2006), Cet. I, h. 288 35Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2006), Cet. I, h. 288
84
memegang kekuasaan, dia ingin menjadikan pembuatan kosntitusi
ini sebagai salah satu prestasinya. Namun kosntitusibaru ini dinilai
sekuler oleh kalangan Islam, sehingga mereka mengadakan
koordinasi di antara para ulama seluruh Suriah Bersama seluruh
rakyat untuk menolak konstitusi baru ini.36
Kalangan politik yang dirugikan oleh Hafez al-Asad,
diantaranya kaum sosialis dan pengikut Jamal Abdunnasir,
mendukung gerakan ini. Mereka menyerukan pemogokan di
seluruh Suriah. Akibat kerusuhan ini, banyak orang ditangkap dan
dijebloskan ke dalam penjara, salah satunya adalah Sa’id Hawwa
yang dipenjara pada tanggal 5 Maret 1973 dan baru keluar pada
akhir Januari 1978.37
d. Karya-Karyanya
Sa’id Hawwa memiliki karya-karya tulis seputar dakwah
dan gerakan, yang diminati para pemuda muslim dinegeri-negeri
Arab dan Islam. Terutama, Yaman, negara-negara Teluk, dan
negeri-negeri Syam. Sebagian besar karya-karya tulisnya
diterjemahkan ke Bahasa lain.
Diantara karangan Sa’id Hawwa yang telah diterbitkan
adalah sebagai berikut:38
a. Allah Jalla Jalâluhu
36Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2006), Cet. I, h. 289 37Herry Mohammad, Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20, (Jakarta:
Gema Insani Press, 2006), Cet. I, h. 289 38Al-Mustasyar Abdullah Al-Aqil, Mereka Yang Telah Pergi, terj. Khozin Abu
Fakih dan Fachruddin (Jakarta:Al-I’tishom Cahaya Umat, 2003), Cet. I, h. 404-405
85
b. Ar-Rasul Shallallahu alaihi wa sallâm
c. Al-Islâm
d. Al-Assas fii Tafsir
e. Al-Assas fii Sunnah wa Fiqhuha: As-Sirah, Al-Aqaid, Al-
Ibadah
f. Tarbiyatuna Ar-Rûhiyah
g. Al-Mustakhlash fi Tazkityatil Anfus
h. Mudzakkiraat fi Mnazilish Shiddiqin war Rabbaniyyin
i. Jundullah, Tsaqafatan wa Akhlaqan
j. Min Ajli Khuthuwat ilal Amam ala Thariqil Jihadil Mubarak
k. Al-Assas fi Qawâ’idil Ma’rifah wa Dhawabithil Fahmi lin
Nushûsh
l. Bathalal Hurub Ash-Shalibiyah fil Masyriq wal Maghrib,
Yusuf bin Tasfin wa Shalahuddin Al-Ayubi
m. Kai laa Namdhi Ba’idan an Ihtiyaajatil Ashr
n. Al-Maskhal ila Da’watil Ikhwanil Muslimîn
o. Jaulaat fil Fiqhainil Kabir wal Akbar wa Ushulihima
p. Fî Afaqit Ta’alim, dan lain-lain
2. Profil Tafsir Al-Assâs
a. Latar Belakang Penulisan
Kitab tafsir karya Sa’id Hawwa ini dinamakan oleh
penyusunnya dengan Al-Assâs fi at-Tafsir. Bila dipahami dengan
pengertian bahwa Indonesia berarti dasar dalam penafsiran.
Pengertian ini bisa dimaksudkan bahwa penafsiran yang
digunakan kitab ini sangat memperhatikan hubungan antar ayat
yang qada kesesuaian yang dalam ilmu tafsir dikenal dengan
86
munasabah Al-Qur’an. Kedua, tafsir ini sering mengutip atsar baik
dari Nabi atau sahabat. Dua hal diatas merupakan pokok atau
dasar dalam menafsirkan Al-Qur’an yang bagi Sa’id Hawwa
menjadi perhatian utama dalam tafsirnya.39
Kitab tafsir Al-Assâs fî Tafsir merupakan kitab tafsir yang
terdiri dari 11 (sebelas) jilid besar. Kitab tafsir yang dijadikan
penelitian dalam kajian ini merupakan terbitan dari penerbit Dar
al-Salam, Mesir, dengan tahun terbit 1985 M/1405 H. Dalam jilid
pertama kitab tersebut dicantumkan kata pengantar penerbit oleh
‘Abdul Qadir Mahmud Al-Bukar yang terdiri dari dua halaman.
Kemudian disusul pengantar penyusun (Al-Assâs fi al-Manhaj)
tentang metode pembahasan mengenai uraian kitab tafsir yang
digunakan oleh penulisnya. Masih di dalam jilid satu
dikemukakan pengantar kitab tafsir Al-Assâs (Muqaddimah Al-
Assas fî al-Tafsir) yang memberikan tentang karakteistik kitab
tafsir ini serta keistimewaannya dibandingkan dengan kitab tafsir
lain.40
Sepanjang pencarian, penulis hanya menemukan satu jilid
kitab terjemahan tafsir Al-Assas yang berbahasa Indonesia, dan
hanya terdiri sebagian surat Al-Baqarah saja.
39Septiawadi, “Penafsiran Sufistik Sa;id Hawa Dalam Al-Asas Fi At-Tafsir”,
Disertasi, Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010, h. 40 Sa’id Hawwa, Tafsir Al-Assas, terj. Syafril Halim (Jakarta: Robbani Press,
2000), Cet. I, h,1-5
87
b. Metode Penafsiran
Dalam studi tafsir ada beberapa metode yang popular dalam
penafsiran Al-Qur’an, dalam hal ini metode penyajian tafsir yang
poplar dipakai muffasir yaitu, metode Ijmali41, Tahlili42,
Muqarran43 (Komparatif), dan maudhu’i (Tematik)44.45Tafsir Al-
41Metode Ijmali lebih tepat digunakan jika ingin disampaikan untuk komunitas
orang-orang awam. Metode ini berusaha menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an secara global,
ringkas, dan menghindari penggunaan bahasa yang bertele-tele sebab penjelasan yang
disampaikan oleh penafsir adalah pesan pokok dari ayat yang ditafsirkan. Metode ini lebih
tepat digunakan untuk penyampaian terhadap orang-orang awam. Lihat Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, (Yogyakarta:Idea Press Yogyakarta, 2014), h.
17-18 42Metode tahlili adalah metode menafsirkan Al-Qur’an yang berusaha
menjelaskan Al-Qur’an dengan menguraikan berbagai seginya dan menejelaskan apa yang
dimaksudkan oleh Al-Qur’an. Metode ini dilakukan secara berurutan dengan menafsirkan
ayat demi ayat kemudian surat demi surat dari awal hungga akhir, menjelaskan kosa kata,
konotasi kalimatnya, latar belakang turunya ayat, kaitan dengan ayat lain, baik sebelum
maupun sesudahnya (munasabah), dan tidak terdapat pendapat-pendapat yang telah
diberikan berkenaan dengan tafsiran ayat-ayat tersebut, baik yang disampaikan oleh Nabi
SAW, sahabat, para Tabi’in, maupun ahli tafsir lainnya, dan menjelaskan arti yang
dikehendak, sasaran yang dituju dan kandungan ayat, yaitu unsur-unsur I’jaz, Balaghah, dan keindahan susunan kalimat, menjelaskan apa yang diambil dari ayat yaitu hukum
fiqih, dalil syar’I, dan lain sebagainya. Lihat Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-
Qur’an dan Tafsir, (Yogyakarta:Idea Press Yogyakarta, 2014), h. 17-18 43Metode tafsir Muqaran adalah menjelaskan ayat-ayat Al-Qur’an dengan
menunjuk pada penjelasan-penjelasan muffasir. Cara menggunakan metode ini dengan
mengumpulkan sejumlah ayat Al-Qur’an, mengemukakan penjelasan muffasir baik dari
kalangan salaf atau kalangan kalaf baik tafsir bercorak bi al Ma’tsur iatau ibi al Ra’yi,
membandingkan kecenderungan tafsir mereka masing-masing, membandingkan ayat-ayat
AL-Qur’an dengna berbicara tentang tema tertentu, atau membandingkan ayat-ayat AL-
Qur’an dengan hadits-hadits Nabi, atau dengan ka jian-kajian lainnya. Lihat Abdul
Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, (Yogyakarta:Idea Press Yogyakarta, 2014), h. 17-18
44Metode Mau’dui adalah menghimpun seluruh ayat Al-Qur’an yang memiliki
tujuan dan tema yang sama, setelah itu disusun berdasarkan kronologis turunnya dengan
memperhatikan sebab-sebab turunnya, langkah selanjutnya menguraikan dengan
menjelajahi seluruh aspek yang dapat digali. Hasilnya diukur dengan timbangan teori-teori
akurat sehingga muffasir dapat menyajikan tema secara utuh dan sempurna. Lihat Abdul
Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, (Yogyakarta:Idea Press Yogyakarta,
2014), h. 17-18 45Abdul Mustaqim, Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir, (Yogyakarta:Idea
Press Yogyakarta, 2014), h. 17-18
88
Assas fi Tafsir karya Sa’id Hawwa dapat dikatakan di dalam
pembahasannya menggunakan metode tahlili. Karena kitab tafsir
Al-Assas menggunakan urutan dimulai dari surat Al-Fatihah
sampai surat An-Nas. Penjelasannya dikemukakan secara rinci dan
Panjang.46
Penerapan tahlili sebagai metode yang digunakan tafsir ini,
misalnya penafsiran surah Al-Baqarah. Pertama Sa’id Hawwa
membagi surah Al-Baqarah dalam tiga kelompok yaitu
muqadimmah, kandungan surat dan penutup. Untuk mukadimmah
terdiri dari 20 ayat pertama, bagian isi dari ayat 21 sampai ayat 284,
sedangkan 2 ayat terakhir sebagai penutup surat. Mukaddimahnya
terdiri dari tiga faqrah. untuk faqrah ketiga mengandung tiga
majmu’ah. bagian tengah Al-Baqarah terdiri dari tiga qism, yang
mengandung beberapa maqta’ dan faqrah. Ayat yang ditafsirkan
disusun dalam kelompok-kelompok ayat untuk memudahkan
uraiannya.
c. Corak Penafsiran
Corak yang digunakan dalam menafsirkan ayat-ayat Al-
Qur’an dalam tafsir Al-Assas ini, beliau menggunakan corak
sufistik. Hal ini juga dapat dilihat dari beberapa karyanya juga
beliau menggunakan aspek-aspek tasawuf dan pembinaan akhlak.
46Ryan Alfian, “Konsep Kepemimpinan Menurut Sa’id Hawwa Dalam Kitab Al-
Asas Fi Al-Tafsir dan Al-Islam,” Skripsi, Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014, h. 28
89
d. Sistematika penafsiran Sa’id Hawwa dapat dirumuskan
sebagai berikut:47
1) Menampilkan beberapa ayat sesuai kelompok
munasabahnya.
Beberapa ayat tersebut bisa tergabung dalam satu
maqta’ dengan beberapa faqrahnya. Pada setiap surat terlebih
dahulu dijelaskan keberadaan surat tersebut baik menyangkut
identifikasi surat, tema surat, hubungan dengan surat lain atau
kandungan surat secara global. Biasanya disini ditampilkan
riwayat bila menyangkut sebab turun dari suatu surat.
2) Menafsirkan ayat
Bentuk penafsiran yang dikemukakan Sa’id Hawwa
mengenai ayat yang sudah disusun dalam kelompok ayat yaitu
dengan menjelaskan makna secara umum atau memberikan
pengertian secara global kemudian menerangkan pengertian
teks ayat (makna harfi) dengan tinjauan Bahasa serta uslub
ayat. Dalam hal ini ia sering menggunakan rujukan dari kitab
tafir al-Nasafi atau Ibnu Katsir juga tafsir Sayyid Qutb dan Al-
Alusi. Dengan demikian makna harfi yang dijelaskan cukup
Panjang berbeda dengan tafsir Jalalain yang sangat singkat.
3) Menjelaskan hubungan susunan ayat (munasabahnya)
Disini Sa’id Hawwa mengkaji struktur ayat dalam
surat. Misalnya hubungan dalam satu kelompok ayat seperti
47Ryan Alfian, “Konsep Kepemimpinan Menurut Sa’id Hawwa Dalam Kitab Al-
Asas Fi Al-Tafsir dan Al-Islam,” Skripsi, Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2014, h. 29
90
hubungan kesamaan tema dalam satu maqta’, atau satu faqrah.
menerangkan hubungan antar faqrah atau antar maqta’ bahkan
dijelaskan hubungan dengan ayat lain pada surat yang berbeda.
4) Menjelaskan hikmah ayat
Bagian ini dikenal dalam rangkaian penafsirannya
dengan fawaid. Dalam poin ini ada juga dibahas tentang
munasabah ayat khususnya hubungan suatu ayat dengan
beberapa ayat lain atau dengan hadis nabi. Poin ini merupakan
penafsiran yang lebih luas dan komprehensif oleh Said Hawwa
dengan memahami ayat berdasarkan konteks.
Demikian langkah dari metode penafsiran Sa’id
Hawwa yang lebih banyak menyorot aspek munasabah dalam
tafsirnya. Dua poin terakhir ini merupakan keunggulan dari
tafsir Sa’id Hawwa yang membedakannya dengan mufasir lain
baik dari sisi ide ataupun metode. Tafsir ini disusun seperti
kitab tafsir besar yang lain dengan menguraikan penafsiran
secara mendalam dan rinci mencapai 11 jilid tebal. Penulisan
kitab tafsir ini seperti diterangkan oleh Sa’id Hawwa dalam
pendahuluan kitabnya yaitu ketika ia menjalanio maa tahanan
pplitik semasa pemerintahan Hafiz Al-Asad dalam kurun
waktu sekitar 1973-1978. Cara penyajian uraian seperti ini
dikenal juga dalam dunia tafsir dengan metode tahlili.
Penulisan tafsir ini menggunakan 4 kitab tafsir sebagai rujukan
utama yaitu tafsir Ibnu Katsir, An-Nasafi, Al-Alusiy dan
Sayyid Qutub. Karakteristik kitab ini terletak pada analisis
91
aspek Munasabah dengan konsep seperti ditegaskan
penyusunya yaitu kesatuan Al-Qur’an.
Selain itu, dinyatakan juga dalam pendahuluan tafsir ini
bahwa orientasi penulisan tafsir ini berorientasi untuk
menjelaskan aspek aqidah (ushuluddin), fiqh, ruhiyyah,
sulukiyyah. Dua hal terakhir berkenaan dengan tasawuf dan
perilaku menempuh jalan tasawuf.
Sistematika penulisan kitab tafsir secara umum yaitu
dalam setiap jilid Sa’id Hawwa selalu mengemukakan
pendahuluan sebelum masuk penafsiran surat-surat Al-Qur’an.
Paparan menyangkut kategori surat sesuai yang dibagi menurut
jumlah ayat oleh Sa’id Hawwa. Setiap surat yang ditafsirkan
terlebih dahulu pada awal surat yang dijelaskan munasabahnya
dengan surat-surat lainnya. Biasanya dikutip dari penjelasan
Sayyid Qutib dalam tafsir Fi Zilalil Qur’an dan Al-Alusiy
dalam tafsir Ruhul Ma’ani.
Runtutan penfsiran disesuaikan dengan urutan surat-
surat seperti yang terdapat dalam Mushaf.
Tabel susunan surat dalam kitab tafsir Al-Assas:
Jilid I al-Fatihah-Al-Baqarah 286
Jilid II Al-Imran-An-Nisa 176
Jilid III Al-Maidah-Al-An'am 165
Jilid IV Al-a'raf-At-Taubah 129
Jilid V Yunus-Ibrahim 52
Jilid VI Al-Hijr- Maryam 98
Jilid VII Thaha-Al-Qashas 88
92
Jilid VII Al-Ankabut-Sad 88
Jilid IX Az-Zumar-Qaf 45
Jilid X
Adz-Dzariyat-Al-
Qalam 52
Jilid XI Al-Haqqah-An-Naas -
93
BAB IV
ANALISIS AYAT -AYAT SYIFA DALAM AL-QUR`AN
MENURUT TAFSIR AL-JAILANI DAN AL-ASSAS
A. Analisis Penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dan Sa’id
Hawwa tentang Konsep Syifa dalam Al-Qur`an
Pada bab II telah disebutkan beberapa teori-teori yang
menyatakan Al-Qur`an merupakan media penyembuhan untuk
berbagai penyakit. Merujuk kamus Al-Qur`an, yaitu Mu’jam
Mufahros dan Konkordansi Qur`an , penulis lebih fokus mengkaji
ayat-ayat terkait Syifa dalam penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-
Jailani dan Sa’id Hawwa, yang kiranya pembahasan ini penting untuk
penulis teliti karena didalam buku karya Sa’id Hawwa yang berjudul
“Perjalanan Ruhani Menuju Allah”1 menjelaskan bahwa pembahasan
inti dari ilmu tasawuf meliputi beberapa hal yang dikaji antara lain
tentang ruh, tentang qalbu, tentang akal pikiran dan tentang jiwa atau
an-nafs. Hemat penulis, kajian yang dibahas berkaitan dengan teori-
teori ahli yang menyatakan bahwa Al-Qur`an merupakan obat untuk
penyakit rohani meliputi ruh, qalbu, dan jiwa atau an-nafs sedangkan
akal termasuk kedalam penyakit jasmani.2
Penulis mengumpulkan ayat-ayat yang memiliki maksud
untuk penyembuhan, diantaranya ialah: QS. Al-Isra [17]:2, QS.Yunus
1Sa’id Hawaa, Tarbiyatuna Ar-Ruhiyyah, terj. Imam Fajarudin, (Solo: Era
Intermedia, 2002), Cet. I, h. 75 22Sa’id Hawaa, Tarbiyatuna Ar-Ruhiyyah, terj. Imam Fajarudin, (Solo: Era
Intermedia, 2002), Cet. I, h. 75
94
[10]: 57, QS. As-Syu’ara [26]:80, QS.Anahl [16]:69, QS.Fushilat
[41]:44, QS.At-Taubah [9]:14, QS. As-Syu’ara [26]:803.
Berikut penafsirann ayat-ayat Al-Quran tentang Syifa dalam
Al-Qur`an menurut penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dalam
kitab Al-Jailani dan Sa’id Hawwa dalam kitab Al-Assas.
1. Penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni dalam Tafsir Al-
Jailâni dan Tafsir Sa’id Hawwa dalam Tafsir Al-Assâs pada
Q.S al-Isro [17]: 82
Berbagai pendapat yang membenarkan bahwa Al-Quran
adalah obat penawar penyakit bagi orang yang mengimaninya.
Pernyataan ini dibenarkan oleh Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni Q.S
Al-Isro ayat 82:
“Dan Kami turunkan dari Al Qur`an suatu yang menjadi penawar
dan rahmat bagi orang-orang yang beriman dan Al Quran itu
tidaklah menambah kepada orang-orang yang dzalim selain
kerugian” (Q.S al-Isro [17]: ayat 82)4
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni menafsirkan ayat ini bahwa
kata syifa pada ayat tersebut adalah Al-Qur`an yang Allah SWT
jadikan sesuatu yang menjadi obat untuk beberapa penyakit hati
3Ali Audah, Konkordansi Quran; Panduan Kata Dalam Mencari Al-Qur`an,
(Bogor: Pusaka Litera AntarNusa, 1996), Cet. 2, h. 614 4Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Tafsirnya, Jilid 8, (Jakarta: Departemen
Agama RI, 2009), Cet. III, h.524
95
karena beberapa racun yang menetap (racun hakiki maupun
majazi) di dalam kesempitan hati dan terkurungnya pemikiran.5
Racun yang dimaksud adalah keburukan yang ada dalam hati, yang
sudah melekat. Menanggapi keimanan tersebut terhadap orang
yang beriman dan membenarkan agama Allah, kitab-Nya, Allah
SWT., akan memberikan kasih sayang dan petunjuk dari Al-Qur`an
dengan cara memberikan tanda-tanda atau isyarat dari rahasia yang
Allah SWT janjikan.
Sa’id Hawwa dalam kitab tafsirnya Al-Assâs lebih
mendetail dalam menjelaskan ayat tersebut, tetapi memiliki
maksud penafsiran yang sama dengan Syaikh Abdul Qadir Al-
Jailâni. Beliau menyebutkan beberapa rincian penyakit-penyakit
yang terdapat dalam hati, yaitu keraguan, kemunafikan, hawa
nafsu, dan kerisauan. Sedangkan menurut beliau, orang-orang yang
beriman akan menemukan sendiri hikmah
dari keimanannya terhadap Allah SWT., dan menyadari bahwa Al-
Qur`an dapat menyembuhkan, dan membersihkan berbagai
penyakit dalam hati, seperti yang disebutkan serta menghapus
segala dosa.6
Kemudian Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni menafsirkan
bahwa Allah akan memberikan kerugian terhadap orang-orang
kafir yang telah mendustai dan tidak menjaga Al-Qur`an, yaitu
5Sayyid Syaikh Abdul Qadir, Tafsir Al-Jailâni, ditahqiq oleh Dr. Muhammad
Fadhil Al-Jailâni Al-Hasani Al-Tailani Al-Jamazraqi, (Bairut:Markaz Al-Jailâni Al-
Ibniyyah, 2009), h. 102 6Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid VI, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003),
h. 3106-3108
96
dengan tidak merasakan adanya manfaat atau khasiat Al-Qur`an
dalam kehidupannya dan Allah SWT., menjadikan telinganya tidak
bisa mendengar lantunan bacaan Al-Qur`an meski dihadapannya
karena Allah SWT., menjadikannya jauh. Kemudian di akhir
penafsirannya, beliau menjelasakan bahwa sesungguhnya Al-
Qur`an adalah mengobati penyakit dan rahmat bagi manusia.7
Senada dengan penjelasan Hamka, beliau menegaskan
bahwa di dalam Al-Qur`an ada obat-obat dan rahmat bagi orang-
orang yang beriman. Beliau menjelaskan bahwa banyak penyakit
yang bisa disembuhkan oleh Al-Qur`an. Dan banyak penyakit yang
menyerang jiwa manusia, dapat di sembuhkan oleh ayat-ayat Al-
Quran. Beliau menyebutkan penyakit-penyakit tersebut dalam
tafsirnya yaitu sombong, penyakit malas, bodoh, mementingkan
diri sendiri, rasa tamak, dan sebagainya.8
Hamka memperkuat penjelasannya dengan mencantumkan
pendapat Ahli psichosomatik di Indonesia, yaitu Prof. Dr.Aulia
yakni : “Bahwa apabila seorang yang sakit benar-benar kembali
kepada ajaran agamanya, maka sakitnya akan sembuh. Beliau
berpendapat bahwa betapa besar pengaruh ajaran Tauhid, yang
mengandung ikhlas, sabra, ridha, tawakal dan taubat, besar
7Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid VI, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003),
h. 3108 8Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jilid VI, (Jakarta: PT. Pustaka Pankimas, 2002), h.
4107
97
pengaruhnya mengobati sakit jiwa seorang muslim. Dan beliau
menganjurkan berobat dengan sembahyang dan doa”.9
Berdasarkan penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni dan
Sa’id Hawwa, dengan diperkuat dengan penafsirsn Hamka dapat
disimpulkan bahwa setiap penyakit yang terdapat dalam hati, dapat
Al-Qur`an sembuhkan dengan cara mengimaninya dan
mengamnalkannya. Sebaliknya, jika seseorang tidak mengimani
Al-Qur`an, hanya akan menjadikan kerugian baginya.
2. Penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani dalam Tafsir Al-Jailâni
dan Tafsir Sa’id Hawwa dalam Tafsir Al-Assâs pada Q.S An-
Nahl [16]: 69
Dari zaman Rasulullah SAW hingga zaman modern ini,
madu dijadikan obat untuk penyembuhan penyakit. Karena Allah
SWT.,telah membuktikan kekuasaannya dalam Al-Qur`an kepada
lebah dengan berbagai proses pembuatan yang tidak ada
seorangpun yang bisa membuatnya. Dalam pada Q.S An-Nahl
[16]: 69, Allah SWT. Berfirman:
“Kemudian makanlah dari tiap-tiap (macam) buah-buahan dan
tempuhlah jalan Tuhanmu yang telah dimudahkan (bagimu). Dari
perut lebah itu keluar minuman (madu) yang bermacam-macam
warnanya, di dalamnya terdapat obat yang menyembuhkan bagi
manusia. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar
9Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jilid VI, (Jakarta: PT. Pustaka Pankimas, 2002), h.
4107
98
terdapat tanda (kebesaran Tuhan) bagi orang-orang yang
memikirkan”(Q.S An-Nahl [16]: 69)10
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni pada ayat tersebut
menjelaskan bahwa Allah SWT., berdialog dengan Lebah-Lebah,
memerintahkannya untuk memakan sari-sari dari setiap buah-
buahan atas petunjuk Allah SWT., yang dijamin tidak akan salah
dan menyimpang, dengan cara tunduk terhadap hukum-hukum
Allah. Dalam tafsirnya, beliau menjelaskan bahwa Allah memberi
pengetahuan kepada manusia, bahwa dalam perut lebah terdapat
minuman (madu) yang berbeda-beda warnanya antara lain ada
yang berwarna putih, ada yang berwarna hitam, ada yang
berwarna hijau dan ada yang berwarna kuning yang Allah jadikan
pengobatan manusia untu beberapa penyakit jasmani.11
Menurut penulis, dari perintah Allah terhadap lebah dapat
diambil pelajaran bagi manusia yaitu dari segi perintah kepada
lebah dalam pencarian makanan. Allah memerintahkan lebah untuk
mencari makanan pada buah-buahan dihutan yang luas dengan cara
tidak mengambil makanan makhluk hidup lain. Karena lebah
dalam mencari makan dengan menghisap sari-sari pada buah-
buahan dan bunga-bunga. Hal ini mengajarkan manusia untuk tidak
mengambil hak orang lain melainkan mencari makanan yang halal,
dan tidak mengganggu kehidupan orang lain. Dan dalam penafsiran
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani Allah memeberikan akal pada
10Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Tafsirnya, Jilid 8, (Jakarta:
Departemen Agama RI, 2009), Cet. III, h. 343 11Sayyid Syaikh Abdul Qadir, Tafsir Al-Jailâni, ditahqiq oleh Dr. Muhammad
Fadhil Al-Jailâni Al-Hasani Al-Tailani Al-Jamazraqi, (Bairut:Markaz Al-Jailani Al-
Ibniyyah, 2009), h. 66
99
manusia supaya dapat mencari ilmu penget bahuan dengan
penelitian atau menggali informasi bahwa madu yang dihasilkan
oleh lebah dapat menyembuhkan berbagai penyakait.
Diperkuat Imam Jalaluddin Al-Mahali dan As-Suyuti12
dalam tafsir Jalalain, beliau mencantumkan pendapat, yang
dimaksud beberapa kesembuhan adalah dari sebagian penyakit saja
karena ditunjukan oleh pengertian ungkapan lafaz syifa-un yang
memakai nakirah. Atau sebagai obat untuk berbagai macam
penyakit, bila digabungkan dengan obat-obat lainnya. Bila tidak
dicampur dengan obat yang lain, maka sesuai dengan niat
peminumnya. Sungguh Nabi SAW., telah memerintahkan untuk
meminum madu bagi orang yang perutnya kembung, demikianlah
menurut riwayat yang telah dikemukakan oleh Imam Syaikhain.
Sedangkan Sa’id Hawwa Allah SWT., menafsirkan bahwa
ketika lebah diperintahkan untuk memakan sari-sari pada semua
buah-buahan yang disukai dengan cara bertebaran di muka bumi
yang jauh dari sarang lebah kemudian juga selalu mencari makanan
Allah memerintahkan kepada lebah supaya kembali pada sarang-
sarangnya dengan mudah, dari pintu manapun tanpa tersesat
(bagian sarang kiri maupun sarang bagian kanan).13
Dalam penafsiran Sa’id Hawwa dapat diambil pelajaran
pada kalimat bahwa Allah SWT., memerintahkan lebah untuk
12Imam Jalaluddin Al-Mahali dan Imam Jalaluddin As-Suyuti, Tafsir Al-
Jalalain, terj. Bahrun Abubakar, (Bandung: Sinar Baru Algendindo, 2009), Cet. VII, h.
1031 13Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid VI, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003),
h. 2958
100
bertebaran di muka bumi mencari makanan yang jauh dari
sarangnya untuk kembali pulang pada sarangnya dapat diambil
pelajaran bahwa Allah juga memerintahkan manusia untuk
mencari kehidupan di bumi untuk selalu bertaubat atau kembali
pada pencarian ridha Allah SWT.
Perintah menjadikan madu sebagai bahan pengobatan
tercantum dalam hadits Al-Bukhari dan Muslim meriwayatkan dari
Abu Sa’id Al-Khudri: “Seorang laki-laki datang kepada
Rasulullah SAW. Dia berkata ,” Sesungguhnya perut saudaraku
mengembung.’ Rasuluillah SAW. Bersabda kepadanya, ‘Berilah
dia minum madu.’ Laki-laki itu memberi saudaranya minum amdu,
tetapi kemudian dia datang kepada Rasulullah, saya telah memberi
ya minum madu, tetapi perutnya makin bertambah kembung.’
Beliau bersabda, ‘Pergilah dan beri dia minum madu.’tetapi
kemudian ia datang lagi seraya berkata, Ya Rasulullah, madu itu
hanya menambah perutnya kembung saja.’ Rasulullah SAW.
Bersabda, ‘Mahabenar Allah dan perut saudaramu berdusta.
Pergilah dan beri dia minum madu lagi. Lelaki itu pergi, kemudian
memberi saudaranya minum madu, dan sembuh.
Dari kedua penafsiran diatas, dapat disimpulkan bahwa,
Allah SWT., menjadikan madu sebagai sistem penyembuhan
beberapa penyakit fisik. Diantaranya yang sudah dibuktikan oleh
ilmuan antara lain: penyakit gula (diabetes) dapat disembuhkan
oleh madu. Selain sebagai obat penyembuh beberapa penyakit,
dalam penafsiran keduanya sama-sama mengungkapkan, bahwa
manusia harus mengambil hikmah atau pelajaran dari semua proses
101
yang dilakukan oleh lebah, yaitu dari pengambilan hak menghisap
makanan yang tidak merugikan yang lain, dan untuk selalu
bertaubat kepada Allah SWT., dari kesesatan.
3. Penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni dalam Tafsir Al-Jailâni
dan Tafsir Sa’id Hawwa dalam Tafsir Al-Assâs pada Q.S Yunus
[10]: 57
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran
dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang
berada) dalam dad dan petunjuk serta rahmat bagi orang-orang
yang beriman”(Q,S Yunus: [10]:57)14
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani pada Q.S Yunus ayat 57
dalam Tafsir Al-Jailâni menjelaskan bahwa ‘Allah SWT.,
memberikan nasihat kepada hambanya, bahwa Al-Qur`an sebagai
obat bagi kegundahan dan kerisauan hati, sebagai petunjuk jalan
untuk mencapai ketetapan tauhid. Kemudian beliau menjelaskan
bahwa, telah datang kasih sayang Allah untuk seluruh orang yang
beriman yang baik dan bertakwa, maka wajib atas kalian untuk
mengambil nasihat dan mengambil peringatan dengan beberapa
hukum Allah, dan kalian berpikir didalam rumus-rumus Allah
dengan isyarat-isyarat Allah dan kalian berpikir di dalam beberapa
pembuka (kitab Allah), dan tempat munculnya pemantauan Allah,
sehingga kalian terbuka dari Allah dengan kadar kesempatanmu
14Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Tafsirnya, Jilid 8, (Jakarta:
Departemen Agama RI, 2009), Cet. III, h.327
102
dan kekuatan kalian kepada sesuatu yang telah terbuka. Allah lah
zat yang memberi hidayah atau petunjuk menuju syurga Allah,
kepada orang-orang yang Allah kehendaki, dari hamba-hamba-
Nya, dan Allah maha perkasa dan maha menghakimi.15
Sedangkan Sa’id Hawwa menjelaskan bahwa makna syifa
adalah ayat-ayat Al-Qur`an dapat dijadikan sebagai obat yang
menyembuhkan penyakit rohani dan jasmani. Al-Qur`an pula
sebagai obat untuk sebuah akidah terhadap Allah misalnya dengan
cara membaca Al-Qur`an, merenungi makna Al-Qur`an. Kemudian
Al-Qur`an mengajarkan manusia bahwa penyakit jasmani dan
rohani dapat disembuhkan dengan sebuah minuman yang terbuat
dari madu lebah. Tidak hanya itu, khasiat Al-Qur`an pun sebagian
menumbuhkan isi Al-Qur`an sebagai petunjuk, hidayah, rahmat,
dan sebuah kasih sayang Allah kepada makhluk hidupnya yang
beriman.16
Kemudian Sa’id Hawwa menjelaskan bahwa sesungguhnya
manusia itu akan mengambil dari Al-Qur`an atas kadar
persiapannya manusia dan kadar keimanan manusia. Adapun
orang-orang kafir dan munafik, maka tidak ada bagian bagi mereka
dalam Al-Qur`an ini.17
15Sayyid Syaikh Abdul Qadir, Tafsir Al-Jailâni, ditahqiq oleh Dr. Muhammad
Fadhil Al-Jailâni Al-Hasani Al-Tailani Al-Jamazraqi, (Bairut:Markaz Al-Jailani Al-
Ibniyyah, 2009), h. 343 16Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid V, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003),
h. 2480 17Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid V, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003),
h. 2480
103
Menurut Ziyad Ulhaq dalam bukunya “30 Tipologi
Manusia dan Rahasia Kepribadiannya, ayat ini, kata asy-Syifa’
dibatasi (taqyîd) dengan kata “lima fish-shudûri”, artinya
pengobatan terhadap penyakit-penyakit yang menimpa hati. Wajar
bila hati kita sedang gundah gulana, obat mujarabnya adalah
membaca Al-Qur`an.18
Selain itu, dari ayat ini pula, ulama menyimpulkan bahwa
penyakit fisik itu sumber atau bermula dari penyakit hati. Sehingga,
dengan membaca Al-Qur`an, penyakit hati sirna. Bila penyakit hati
sirna, fisik pun menjadi sehat dan bebas dari penyakit.19 Menurut
sufi besar, Al-Hasan Al-Bashri sebagaimana dikutip oleh
Muhammad Sayyid Thantawi dan berdasar Abû asy-Syaikh
berkata: “Allah menjadikan Al-Qur`an obat terhadap penyakit-
penyakit hati dan tidak me njadikannya obat untuk penyakit
jasmani.20
Kesimpulan dari penafsiran ayat diatas adalah
bahwasannya yang dimaksud obat dalam Al-Qur`an adalah
kemanfaatannya menyembuhkan berbagai penyakit jasmai, rohani,
memperbaiki akidah, kemudian Al-Qur`an juga mengajarkan
manusia bahwa penyakit jasamnai dapat diobati dengan minuman
yang terbuata dari lebah (madu). Kemudian selain sebagai obat
18Ziyad Ulhaq, 30 Tipologi Manusia dan Rahasia Kepribadiannya, (Jakarta: PT.
Qaf Media Kreativa, 2018), Cet. I, h. 513 19Ziyad Ulhaq, 30 Tipologi Manusia dan Rahasia Kepribadiannya, (Jakarta: PT.
Qaf Media Kreativa, 2018), Cet. I, h. 513 20M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-
Qur`an, Jilid 7, (Jakarta:Lentera Hati, 2002) , Cet. V, h. 175
104
jasmani, rohani, Al-Qur`an Allah karuniakan sebagai petunjuk dan
kasih sayang terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman
4. Penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni dalam Tafsir Al-Jailâni
dan Tafsir Sa’id Hawwa dalam Tafsir Al-Assâs pada Q.S At-
Taubah [9]:14
“Allah akan menghinakan mereka dan menolong kamu terhadap
mereka, serta melegakan hati orang-orang yang beriman” (Q.S
At-Taubah [9]:14)21
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni menjelaskan bahwa Allah
SWT., memerintahkan orang beriman untuk memerangi orang
kafir, dan Allah akan memberikan pertolongan kepada orang-orang
beriman untuk mengalahkan mereka, dengan tangan orang beriman
itu sendiri, yaitu melalui perantara pertolongan Allah menyiksa
orang-orang kafir dengan tangan-tangan orang-orang beriman
yaitu dengan macam-macam siksaan, diantaranya disandera dan
terbunuh dan ada pula yang mengungsi. Kemudian beliau
menjelaskan bahwa, Allah menghinakan orang-orang musyrik dan
orang-orang yang tersisa dari orang-orang musyrik dan dari
keturunannya musyrikin. Setelah dihinakan dan sikalahkan, Allah
akan memberikan ketenangan berupa kemenangan, kebahagiaan
21Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Tafsirnya, Jilid 4, (Jakarta:
Departemen Agama RI, 2009), Cet. III, h.72
105
kepada orang-orang yang beriman, dari hati nyang tersiksa karena
tingkah laku orang-orang musyrikin.22
Hal ini bisa tergambarkan dengan pertolongan Allah dalam
sejarah perang Badar, pada Ramadhan 2 H masa silam. Allah
menolong umat Islam dengan jumlah tantara muslim yang sedikit
tetapi Allah mampukan mereka mengalahkan orang-orang Quraisy
yang jumlahnya justru tiga kali lipatnya dari tantara muslim. Allah
menghinakan mereka dengan banyaknya tawanan perang dari
kaum Quraisy, dan banyak pula yang tewas karena kalah perang
dengan umat muslim.
Sedangkan Sa’id Hawwa menejelaskan ayat tersebut persis
dengan penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al Jailâni. Bahwasannya,
Allah memerintahkan orang beriman untuk memerangi orang-
orang kafir musyrik’ dan Allah menjanjikan kepada orang-orang
mukminin untuk menetapkan hati orang-orang mukminin dan
mengesahkan niat-niatanya orang-orang mukminin.’maka Allah
akan menyiksa orang-orang kafir musyrikin dengan tangan-tangan
kalian, dengan membunuh. Kemudian Allah akan menyembuhkan
hati-hati orang yang beriman, sembuh dari pada orang-orang kafir
musyrikin yang menyakitinya. Allah akan menghilangkan kepada
kerasnya hati orang-orang mukminin, karena sesuatu yang telah
bertemu dari pada orang-orang mukminin dari hal-hal yang
22Sayyid Syaikh Abdul Qadir, Tafsir Al-Jailâni, ditahqiq oleh Dr. Muhammad
Fadhil Al-Jailâni Al-Hasani Al-Tailani Al-Jamazraqi, (Bairut:Markaz Al-Jailani Al-
Ibniyyah, 2009), h. 243
106
dibenci, dan jelas telah berhasil beberapa perjanjian ini secara
keseluruhan.23
Hemat penulis, kesimpulan dari perbandingan kedua
pendapat mufassir diatas adalah memiliki kesamaan dalam
memaknainya. Pernyataan bahwa ayat tersebut dimaksudkan
untuk menumbuhkan keyakinan orang yang beriman adalah
dengan meningkatkan derajatnya dibandingkan kaum musyrikiN
diperkuat pendapat mufassir Hamka dalam tafsirnya, pangkal ayat
ini menaikan tingkat orang beriman itu kepada martabat yang lebih
tinggi. Bahwasannya mereka memerangi orang musyrik
pemungkir janji itu adalah laksana sambungan tangan Tuhan untuk
menghukum orang musyrik. Itulah satu tugas yang suci, tak perlu
ada yang ditakutkan lagi. Mereka telah menjadi tantara Tuhan:
“Dan Dia aka menghinakan mereka dan akan menolong kamu
melawan mereka.”24
Lanjutnya, Hamka dalam menafsirkan ayat ini bahwa Janji
Tuhan yang begini pasti menumbuhkan keyakinan dalam hati
orang-orang yang beriman bahwa kita pasti menang, sebab kita
adalah di pihak benar, sebab Allah beserta kita.” Dan Dia akan
menyembuhkan dada orang-orang yang beriman.: (ujung ayat 14).
Artinya, rasa kecewa selama ini, rasa tertekan karena jengkel
melihat betapa mudahnya musyrikin itu memungkjiri janji,
23Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid IV, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003),
h. 2228 24Hamka, Tafsir Al-Azhar, Jilid IV (Jakarta: Hamka, Tafsir Al-Azhar, 2002), h.
2875
107
sekarang akan terobati, sebab kemenangan pasti di pihak orang
yang beriman. Mereka pasti akan hancur dan Islam akan jaya.25
5. Penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni dalam Tafsir Al-Jailâni
dan Tafsir Sa’id Hawwa dalam Tafsir Al-Assâs pada Q.S
Fushillat [41]: ayat 44
“Dan sekiranya Kami jadikan Al- Qur`an itu suatu bacaan dalam
bahasa selain Arab, tentulah mereka mengatakan: “Mengapa
tidak dijelaskan ayat-ayatnya?” Apakah (patut Al-Qur`an) dalam
bahasa asing selain bahasa Arab, sedang (Rasul adalah orang)
Arab? Katakanlah: “Al-Qur`an itu adalah petunjuk dan penawar
bagi orang-orang mukmin. Dan orang-orang yang tidak beriman
pada telinga mereka ada sumbatan, sedang Al-Qur`an itu suatu
kegelapan bagi mereka. Mereka itu seperti yang dipanggil dari
tempat yang jauh” Q.S Fushillat [41]: ayat 4426
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni pada ayat diatas
menjelaskan bahwa Al-Qur`an bagi orang-orang yang beriman
adalah sesuatu yang harus dipatuhi, karena terdapat larangan dan
pelajaran sebagai petunjuk bagi setiap makhluk. Kemudian beliau
menjelaskan bahwa terdapat wasilah yang Allah berikan kepada
25Hamka, Tafsir Al-Azhar,Jilid IV (Jakarta: Hamka, Tafsir Al-Azhar, 2002), h.
2875 26Departemen Agama RI, Al-Qur`an dan Tafsirnya, Jilid 8, (Jakarta:
Departemen Agama RI, 2009), Cet. III, h. 629
108
orang yang beriman yaitu kebenaran sebagai penyembuh untuk
sesuatu yang di dalam tubuh, diantaranya dari kebodohan dan
beberapa penyakit yang menghalangi orang-orang beriman dari
kepercayaan orang terdahulu dan beberapa pegangan dan
pemikiran yang ragu dan beberapa pemikiran orang-orang beriman
terdahulu. Dan orang-orang takabur yang tidak beriman dan tidak
percaya akan turunnya Al-Qur`an, bahkan menganggap Al-Qur`an
adalah suatu kebohongan, dengan menghina Al-Quran beserta
orang yang diturunkannya yaitu Nabi Muhammad Saw.27
Kemudian beliau menjelaskan bahwa Al-Qur`an bagi
telinga orang yang tidak beriman hanyalah sebagai penghalang
yang memadati telinga, yang menjadikan mereka tuli. Bahkan Al-
Qur`an bagi orang-orang yang tak beriman hanyalah penghalang
yang membuat buta pada penglihatan mereka. Yang dimaksud buta
penglihatan adalah buta pada penglihatan batin dan lahir.28
Sedangkan Said Hawwa menjelaskan dalam tafsirnya
antara lain: bahwa Allah mengumpamakan menjadilan Al-Qur`an
dengan bahasa non arabi, melainkan dengan bahasa azami, maka
hal itu dapat memperlihatkan ketidakmampuan Allah.29 Kemudian
Allah mengatakan kepada nabi Muhammad, bahwasannya Al-
Qur’an itu, bagi orang-orang yang beriman adalah petunjuk yaitu
27Sayyid Syaikh Abdul Qadir, Tafsir Al-Jailâni, ditahqiq oleh Dr. Muhammad
Fadhil Al-Jailâni Al-Hasani Al-Tailani Al-Jamazraqi, (Bairut:Markaz Al-Jailani Al-
Ibniyyah, 2009), h. 212 28Sayyid Syaikh Abdul Qadir, Tafsir Al-Jailâni, ditahqiq oleh Dr. Muhammad
Fadhil Al-Jailâni Al-Hasani Al-Tailani Al-Jamazraqi, (Bairut:Markaz Al-Jailani Al-
Ibniyyah, 2009), h. 212 29Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid IX, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003),
h. 502
109
petunjuk jalan yang benar dan sebagai obat untuk sesuatu yang di
dalam hati salah satunya dari sifat keragu-raguan karena keraguan
adalah sebuah hati yang sakit.30
Kemudian dalam tafsirnya, Sa’id Hawwa mencantumkan
pendapat seorang ulama, yaitu Ibnu Katsir:
“Katakanlah Muhammad, Al-Qur`an ini bagi orang yang beriman
kepada Al-Qur`an adalah petunjuk bagi hatinya yang beriman dan
sebagai obat untuk sesuatu yang di dalam hati diantaranya adalah
keragu-raguan dan kerisauan dan orang-orang yang tak beriman
di dalam telinganya tersebut terdapat penghalang, beban dan tuli.
Dan Al-Qur`an itu atas orang-orang tak beriman yaitu sebagai
kegelapan untuk mata. Selain itu, Imam Hanafi juga berkata:
“Kegelapan dan kunang-kunang penglihatannya”. Telah berkata
Ibnu Katsir: “yakni, tidak mendapat hidayah orang tersebut apa-
apa yang terkandung dalam Al-Qur`an.31
Kemudian beliau juga menafsirkan, dengan mencantumkan
pendapat Imam Nasafi, yaitu:
”Sesungguhnya orang yang tidak beriman karena
menerima orang tersebut dan tidak mmemanfaatkanya. Mereka itu
bagaikan terpanggil untuk mengimani dengan Al-Qur`an dari
sekira-kira tidak akan mendengarnya karena jauhnya jarak
tempuh, saya kataan: pengertian ini adalah menejelaskan Al-
Qur`an kepada ajakan untuk menuju jalan Allah dan bersyi’ar
dengan Al-Qur`an, maka sesungguhnya mereka orang yang tidak
beriman ketika apa yang diperbincangkan yaitu bebrapa contoh
mereka kepada beberapa arti Islamiyah, yang mereka anggap tahu
kepada ketidakmampuan dari mendengar dan yang mereka
anggap tahu dari jauhnya mereka dari segala kemungkinan
memahami atas kesucian Al-Qur`an. Dan ayat setelah ini yang
30Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid IX, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003),
h. 5029 31Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid IX, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003),
h. 5029
110
telah dibahas sebelum ini dengan menyebut nama Allah kepada
yang telah menurunkan Al-Kitab kepada Musa, dari segala yang
berfaedah dan diturunkannya Al-Qur’an kepada Muhammad, itu
bukan perkara bid’ah dari suatu perkara. Bahkan itu adalah
sunatullah (yang dimaksud itu adalah Al-Qur’an yang diberikan
kepada Muhammad).32
Hamka memberi keterangan dalam kitab tafsirnya Al-
Azhar, bahwa ‘Ajam ialah lawan dari Bahasa Arab. Segala Bahasa
yang bukan Bahasa Arab, walaupun Bahasa manpun, namun
semuanya itu bernama Bahasa ‘Ajam. Bahasa Inggris, Belanda,
Jerman, Perancis, bahkan semua Bahasa adalah Bahasa ‘Ajam.
Oleh karena itu,maka bahasa di dunia ini hanya dua macam saja:
Arab dan ‘Ajam.
Hamka menafsirkan ayat diatas tentang “Al-Qur`an adalah
obat penawar dan petunjuk bagi orang yang beriman” yaitu
bahwa: orang yang beriman tidaklah memeriksai apakah yang
mengatakn itu orang yang bukan Arab, meskipun lidahnya Arab.
Bukan sedikit kejadian bahwa yang menyebarkan pengetahuan
bahasa Arab itu bukanlah orang Arab saja. Yang tidak Arab pun
banyak.
Penulis menyimpulkan bahwa syifa yang dimaksud dalam
ayat tersebut, berdasarkan kedua penafsiran diatas, antara lain,
sama sama menyembutkan kekuasaan dan kebesaran Allah yang
harus kita Imani, yaitu dalam hal penciptaan Al-Qur`an, Kemudian
keduanya, mejelaskan bahwa Al-Qur`an adalah petunjuk dan
32Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid IX, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003),
h. 5029
111
penyembuh penyakit yang terdapat dalam hati, misalnya keraguan,
dan kebodohan.
6. Penafsiran Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni dalam Tafsir Al-Jailâni
dan Tafsir Sa’id Hawwa dalam Tafsir Al-Assâs pada Q.S. Asy-
Syu’ara [26]: 80
“Dan apabila aku sakit, Dialah yang menyembuhkan aku” (Q.S
As-Syu’ara [26]:80)
Syaikh Abdul Qadir Al-Jailâni mengawali penafsiran
dengan memberi penjelasan bahwa terdapat bermacam-macam
ramuan obat yang dapat dijadikan obat dari berbagai penyakit,
tetapi sejatinya yang ,menyembuhkan adalah Allah SWT., yang
menyembuhkan dengan cara itu, dengan pemberian obat yang tepat
dan konsisten, dan oleh sebab itulah Allah memeberi keridhaan
kesembuhan.33
Quraish Sihab dalam tafsirnya menjelaskan bahwa ayat
tersebut memiliki keterkaitan dengan ayat sebelum dan
sesudahnya. Dalam penjelasannya bahwa Tuhan semesta alam itu
adalah Dia yang telah menciptakan aku dengan kadar dan ukuran
yang sangat tepat agar aku menjalankan fungsi dengan baik, maka
hanya Dia pula yang menunjuki aku aneka petunjuk yang
kuperlakukan sepanjang hidupku. Dan disamping itu, apabila aku
memakan dan meminum sesuaitu yang mesti ya kuhindari, atau
33Sayid Syarif Dr. Muhammad Fadhil Jailâni Al-Hasani , Tafsir Al-Jailâni,
(Bairut: Maktabah Al-Istanbuli, 2003), h. 72
112
melakukan kegiatan yang menjadikan aku sakit, maka hanya Dia
pula yang menyembuhkan aku sehingga kesehatanku menjadi
pulih.34
Sedangkan penafsiran Sa’id Hawwa dalam penjelasannya
bahwa ketika sakit maka Allah yang menyembuhkan. Beliau
dalam memperkuat penjelasannya dengan pendapat Ibnu Katsir,
yaitu:
“Allah SWT.,Menyandarkan kata sakit kepada dzatnya. Dan
sekalipun keadaan sakit itu jauh dari Qodarullah dan keputusan
Allah dan ciptaan Allah. Akan tetapi Allah menyandarkan kata
sakit terhadap diri-Nya sebagai mendidik adab”.35
Hamaka dalam tafsirnya menjelaskan bahwa yang
menyembuhkan tatkala ditimpa sakit ialah bukan berhala, tetapi
tuhan seluruh alam. Manusia berusaha mencari obat, entah dari
resep kimia tertentu, entah dari daun-daun yang tumbuh di bumi,
entah dengan kekuatan doa.
Dari perbandingan tafsir yaitu tafsir Al-Jailani dan Al-
Assas tersebut, dengan diperkuat dengan penafsiran tafsir Al-
Misbah dan tafsir Al-Azhar, dapat ditarik kesimpulan bahwa suatu
penyakit dapat disembuhkan dengan berbagai obat ramuan yang
dibuat, akan tetapi bagi orang yang beriman, sejatinya segala
penyakit adalah karena kekuasaan Allah SWT. Yang
menyembuhkan.
34M. Quraish Shihab, Tafsir Al-Mishbah: Pesan, Kesan, dan Keserasian Al-
Qur`an, Jilid 7, (Jakarta:Lentera Hati Qur`an , 2002) , Cet. V, h. 66
35Sa’id Hawwa, Al-Assâs Fî Tafsir, Jilid VII, (Al-Qohirah: Dar as-Salam, 2003),
h. 3923
113
B. Persamaan dan Perbedaan Penafsiran Ayat-ayat Syifa dalam
Al-Qur`an tentang Syifa Dalam Al-Qur`an menurut
Persepekstif Tafsir Al-Jailâni dan Tafsir Al-Assâs
Pada bab sebelumnya, Ayat-ayat yang memiliki lafadz
Syifa dalam Al-Qur`an terdapat empat ayat diantaranya: QS.Yunus
[10]: 57, : QS. Al-Isra [17]:2, QS.An-Nahl [16]:69, QS.Fushilat
[41]:44, kemudian dua ayat yang mengandung Masdar dari kata
Syifa adalah kata yasyfi QS.At-Taubah [9]:14, dan akar kata lafadz
yasyfin yaitu QS. As-Syu’ara [26]:8036 tersebut sebagai berikut:
Pada ayat-ayat yang memiliki lafadz Syifa memiliki
persamaan dan perbedaan, antara lain: QS.Yunus [10]: 57, : QS.
Al-Isra [17]:2, QS.An-Nahl [16]:69, QS.Fushilat [41]:44
1. QS.Al-Isro: 82
Kedua mufassir memiliki persamaan dalam menafsirkan
yaitu: keduanya sama sama menafsirkan bahwa Allah SWT.,
menjadikan Al-Qur`an dapat menyembuhkan penyakit bagi
orang-orang yang beriman saja, sedangkan bagi orang-orang
yang tidak mengimaninya Allah SWT., hanya akan
memberikan kerugian yaitu tidak akan merasakan akan hikmah
dan manfaat dari kemukjizatan Al-Qur`an.
Kemudian kedua mufassir terdapat perbedaan dalam
menafsirkan yaitu: pada tafsir Al-Jailani menyebutkan bahwa
Al-Qur`an dapat menyembuhkan penyakit fisik dan non fisik
36Ali Audah, Konkordansi Quran; Panduan Kata Dalam Mencari Ayat Al-
Qur`an, (Bogor: Pusaka Litera Antar Nusa, 1996), Cet. 2, h. 758
114
sedangkan pada tafsir Al-Assas hanya menyebutkan untuk
penyembuhan penyakit rohani saja
2. Q.S An-Nahl [16]: 69
Kedua tafsir ini Allah SWT., dalam menfisrkan sama-
sama memerintahkan lebah untuk bertebaran mencari makanan
yang jauh dari sarang nya, agar dapat menghasilkan madu
untuk dijadikan obat atau penyembuhan penyakit jasmani.
Akan tetapi. Dari keduanya memiliki perbedaan pada redaksi
penjelasan penafsirannya sehingga dapat menghasilkan hikmah
atau pelajaran yang berbeda.
3. Q.S Yunus [10]: 57
Kedua tafsir dalam ayat ini memiliki persamaan dalam
menafsirkan yaitu sama-sama menjadikan Al-Quran sebagai
obat rohani (kegundahan hati) dan sebagai petunjuk untuk
mencapai ketetapan tauhid.
Kemudian kedua tafsir tersebut tidak terdapat
perbedaan dari makna penafsiran. Hal yang umum untuk
membedakan nya adalah hanya dari segi redaksi
penyampaiannay saja.
4. Q.S Fushilat [41]: 44
Perbedaan dari kedua kitab tafsir terdapat dalam redaksi
penafsirannya. Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani menafsirkan ayat
tersebut dengan menjelaskan bahwa didalam ayat tersebut
Allah SWT., memerintahkan Rasulullah untuk mengatakan
115
kepada manusia bahwa, Al-Qur`an adalah penyembuh penyakit
batin maupun penyakit lahir bagi hamba-hambanya yang
mengimani Al-Qur`an dengan cara mempercayai, mengikuti
perintah dan menjauhi larangannya. Sebaliknya, jika tidak
beriman dan tidak patuh akan menjadikan kerugian bagi dirinya
sendiri. Dan dalam penafsirannya, beliau mengumpamakan
orang yang tidak beriman terhadap Al-Qur`an hanyalah sebuah
sumbatan didalam telinga dan kegelapan mata.
Rasulullah Saw. adalah sebaik-baiknya dokter jiwa
manusia. Dia mengenal dengan baik penyakit dan obatnya. Dia
datang membawa Al-Qur`an yang merupakan sebaik-baiknya
program penyembuhan berbagai penyakit dan kemudian
meletakanya kepada manusia. Disamping itu, berbagai macam
penyakit jiwa dan cara pencegahan dan penyembuhan, telah
dijelaskan melalui perantarsan Rasulullah SAW.. oleh karena
itu, jika perduli pada kesehatan dan kebahagiaan diri dan jiwa,
hendaknya mengambil manfaat dari Al-Qur`an dan hadits serta
senantiasa menjaga kesehatan niwa dan diri.37
Sedangkan menurut Sa’id Hawa, beliau menafsirkan
ayat tersebut dengan menjelaskan bahwa Al-Qur`an diciptakan
dengan Bahasa Arab, dan bukan bahasa azami, karena tujuan
diturunkannya Al-Qur`an saat itu adalah untuk masyarakat
Arab. Kemudian didalam tafsirnya, beliau mencantumkan
beberapa pendapat ulama terkemuka untuk menguatkan
37Ibrahim Amini, Tazkiyeh wa Tahdzib-e Nafs, terj. Intisyarat Syafaq,
(Jakarta:Islamic Center, 2002, Cet. I, h. 51
116
penafsirannya misalnya pendapat Ibnu Katsir, Imam Hanafi,
Imam Nasafi. Didalam pendapatnya, semuanya sama-sama
menjelaskan bahwa Al-Qur`an diturunkan supaya dijadikan
obat bagi yang mengimaninya.
Persamaan dari kedua tafsir dia atas adalah mufassir
sama sama menjelaskan bahwa Allah menjadikan Al-Qur`an
sebagai obat atau penyembuh bagi orang-orang yang beriman
saja kepada Al-Qur`an, petunjuk bagi hatinya yang beriman
dan sebagai obat untuk sesuatu yang di dalam hati diantaranya
adalah keragu-raguan dan kerisauan. Sedangkan bagi orang-
orang yang tak beriman di dalam telin ganya tersebu t terdapat
penghalang, beban dan tuli. Dan Al-Qur`an itu atas orang-
orang tak beriman yaitu sebagai kegelapan untuk mata.
5. Q.S At-taubah [9]: 14
Dari kedua tafsir tersebut memiliki persamaan dari segi
isi dan redaksi. Allah SWT sama-sama memerintahkan orang-
orang beriman untuk memerangi orang-orang musyrikin, dan
Allah menjanjikan pada orang yang beriman akan
menenangkan atau mengobati hati orang-orang beriman dengan
cara mengalahkan, menyiksa orang-orang musyrikin dengan
tangan-tangan orang beriman tersebut.
6. Q.S. Asy-Syu’ara [26]: 80
Perbedaan dari kedua penafsiran tersebut, Syaikh Abdul
Qadir Al-Jailani menjelaskan bahwa terdapat berbagai macam cara
pengobatan, misalnya ramuan ramuan obat-obatan menggunakan
117
bahan-bahan herbal seperti madu, jintan hitam dan sebagainya
seperti ayat-ayat Syifa sebelumnya disebutkan dibuat ramuan-
ramuan dan jika diberikan kepada orang yang sedang sakit dengan
pemeberian yang tepat dan konsisten, maka Allah SWT., akan
menyembuhkan penyakitnya itu.
Berbeda dengan penafsiran Sa’id Hawwa, beliau
menafsirkan dengan menyebutkan pendapat Ibnu Katsir yaitu:
Allah SWT., menyandarkan kata sakit kepada dzat-Nya. Dan
sekalipun keadaan sakit itu jauh dari Qodarullah dan keputusan
Allah dan ciptaan Allah. Akan tetapi Allah menyandarkan kata
sakit terhadap diri-Nya sebagai mendidik adab. Sesungguhnya
Allah SWT., adalah yang menciptakan segala sesuatu. Dia adalah
Dzat yang maha kuasa terhadap sesuatu.
Untuk itu tidak ada kesembuhan, kecuali kesembuhan yang
diberikabn oleh-Nya, tidak ada kesehatan, kecuali kesehatan yang
dikaruniakan oleh-Nya dan tidak ada kekuatan kecuali kekuatan
yang diberikan oleh-Nya. Hal ini sesuai dengan firman-Nya: Q.S
Yunus:107
Untuk itu, pada saat Nabi Ayyub A.S memohon kepada
Tuhan yang maha mulia dan maha Tinggi, maka penyakit yang
dideritanya itu dapat disembuhkan. Maka hendaknya seorang yang
terkena penyakit selalu berdoa kepada Allah dan berkeyakinan,
bahwa Allah akan mengabulkan doanya, serta akan
menyembuhkan penyakit yang sedang diderita dan memberikan
kesehatan.
118
C. Relevansi Penafsiran Ayat-ayat Syifa menurut kitab Al-Jailâni
dan Al-Assâs dengan Masa Kini
Dari pemaparan penafsiran kedua mufassir dan analisis
diatas, penulis melihat terdapat kerelevansian antara pengobatan
yang diperintahkan Allah SWT., dalam penafsiran kedua muffasir
diatas dengan sistem pengobatan masa kini, antara lain terdapat
pembuktian-pembuktian ilmiah yang menyatakan bahwa system
pengobatan yang dianjurkan oleh Al-Qur`an dan As-sunnah
terdapat kandungan dan khasiat yang baik untuk pengobatan.
Dalam Q.S Al-Baqarah [2]: 16438 dapat dicermati,
tampaknya Allah menciptakan langit (dan bumi) terlebih dahulu
sebelum kemudian Allah menurunkan air dari langit ke bumi.
Menurut ilmu pengetahuan, air merupakan kumpulan molekul-
molekul yang tersusun dari dua atom Hidrogen dan satu atom
oksigen. Oleh karena itu untuk membahas penciptaan air tidak bisa
terlepas dari penciptaan unsur-unsur (atom) penyusunnya.39
Berdasarkan penafsiran berdasarkan Al-Qur`an dan Sains,
terdapat lebih dari 200 ayat di dalam Al-Qur`an yang mengandung
kata air atau hal yang berhubungan dengan air, seperti hujan,
sungai, laut, awan, mata air dan lain-lain. Diantara ayat-ayat itu
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya malam
dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang berguna bagi manusia, dan
apa yang Allah turunkan dari langit berupa air, lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi
sesudah mati (kering)-nya dan Dia sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan
pengisaran angin dan awan yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh
(terdapat) tanda-tanda (keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan” 39Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an Badan Litbang dan Diklat Kementrian
Agama RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Air Dalam Perspektif Al-
Qur`an dan Sains; Tafsir ilmi, (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an, 2011),
Cet. I, h. 14
119
terdapat uraian tentang proses-proses air di alam dengan ringkas
tetapi sangat jelas, misalnya proses terjadinya hujan dan daur air.
Beberapa peristiwa alam yang berkaitan dengan air disebutkan
dalam bentuk sumpah (qasam). Proses-proses alam yang berkaitan
dengan air banyak pula dipakai sebagai kiasan dalam
menggambarkan hubungan sebab suatu perbuatan (amal) dengan
akibatnya yang akan diperoleh manusia baik di dunia maupun di
akhirat.40
Air merupakan komponen yang mempunyai peran penting
dalam kehidupan manusia. Tanpa air, mustahil ada kehidupan,
karena kehidupan bermula dari air. Hal ini sesuai denga Q.S Al-
Anbiya [21]: 3041. Ayat tersebut telah membuktikan bahwa air
adalah bahan baku penciptaan segala sesuatu di dunia, betapa besar
manfaat dari air sehingga memberikan kita pengetahuan untuk
terus mengkaji tentang bagaimana pemanfaatan air bagi kesehatan.
Air merupakan kebutuhan vital bagi kehidupan manusia
dan makhluk hidup lainnya dimuka bumi. Seperti halnya akan
oksigen, pentingnya peran air seringkali tidak disadari karena pada
umumnya air merupakan barang yang mudah didapat dialam dan
banyak tempat tersedia cukup berlimpah. Vitalnya peran air
biasanya baru dirasakan ketika kebutuhan air sulit dipenuhi atau
40Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an dan Diklat Kementrian Agama RI
dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Air Dalam Perspektif Al-Qur`an dan
Sains;Tafsir Ilmi (Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an, 2011), Cet. I, h. 3
“Dan Apakah orang-orang yang kafir tidak mengetahui bahwasanya langit dan
bumi itu keduanya dahulu adalah suatu yang padu, kemudian Kami pisahkan antara
keduanya. dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka Mengapakah
mereka tiada juga beriman?”
120
ketika air meimbulkan masalah. Di lain pihak, air merupakan bahan
yang memiliki banyak manfaat, digunakan untuk keperluan
minum, memasak, mencuci, irigasi, industry dan untuk obat.
Berdasarkan kualitas dan keistiewaannya, air mempunyai
tingkatan yang berbeda-beda sebagaimana tingkatan yang ada
pada air-air mineral yang sering kita minum. Tingkatan air
istimewa dalam Islam salah satunya disematkan pada air zam-zam.
Air zam-zam berasal dari mata air yang terletak dibawah tanah,
sekitar 20 meter disebelah Tenggara Ka’bah. Mata air atau sumur
ini mengeluarkan air zam-zam tanpa henti-hentinya. Ukurannya
kira-kira 5 x 4 meter, tidak terbayangkan bagaimana caranya
sumur sekecil ini bisa mengeluarkan jutaan galon air setiap musim
hajinya. Dan itu berlangsung sejak ribuan tahun yang lalu, seja k
zaman Nabi Ibrahim A.S.42
Air zam-zam merupakan air suci yang terletak di Makah,
tepatnya di dalam Masjidil Haram. Air zam-zam dipercaya oleh
umat muslim di seluruh dunia sebagai air suci yang memiliki
banyak manfaat serta keistimewaan dibandingkan air minum biasa.
Seperti yang dilakukan oleh peneliti di Hajj Research Centre
Univeritas Om Al-Quro bahwa air zam-zam memiliki bentuk
kristal yang indah, tidak ada satu pun jenis air yang menyerupai
butiran-butiran kristal air zam-zam.43
42Nur Fadilah, “Uji Mikrobiologi Air Zam-Zam Dalam Kemasan”, Skripsi,
(Makasar: Universitas Islam Negeri Alaudin Makasar, 2018), 43Nur Fadilah, “Uji Mikrobiologi Air Zam-Zam Dalam Kemasan”, Skripsi,
(Makasar: Universitas Islam Negeri Alaudin Makasar, 2018), h. 8-9
121
Dari beberapa penelitian tersebut, dapat disimpulkan
bahwa kandungan dan khasiat yang terkandung dalam air zam-zam
yang sudah ditemukan pada zaman Nabi Isma’il masih kecil, sudah
dibenarkan oleh penelitian-penelitian ilmiah hingga sekarang, dan
pembuktian dengan cara melihat kemu’jizatan air zam-zam yang
ada Makkah.
Selain dari pembuktian ilmiah air zam-zam, sudah ada pula
metode terapi air yang digunakan oleh Masaru Emoto44 yakni
diberikan dengan cara meminumkan air hado tersebut kepada
pasien. Hal ini dijelaskan didalam buku The True Power Of Water
yang menyebutkan bahwa: untuk menolong orang sakit terlebih
dahulu Emoto memeriksa hado45 orang tersebut menggunakan alat
hado. Selanjutnya ia menyiapkan air sebagai media menerima
transfer informasi dari instrument hado. Air tersebut bermanfaat
untuk memperbaiki gelombang tubuh yang terganggu. Air hado
yang tercipta akan meresap ke dalam molekul, atom, dan partikel
sub atom. Sebagai faktor-faktor pembentuk tubuh manusia, untuk
44Masaru Emoto adalah seorang peneliti asal Jepang. Masaru Emoto lahir di
Yokohama pada Juli 1943. Ia berhasil menyelesaikan studinya di Universitas Yokohama,
Departemen Humanity dan Sains, Jurusan Hubungan Internasional. Tahun 1986 ia
mendirikan IHIM Corporation di Tokyo. IHIM adalah singkatan dari International Health
Medical (dan sekarang adalah singkatan dari Internasional Health Medical Hado
Membership. Lihat Masaru Emoto dalam The Secret Life Of Water h.71). Pada oktober
1992 ia menerima gelar Doctor of Alternative Medicine dari International University.
Menyusul perkenalannya dengan konsep microcluster water di Amerika serikat, serta
tekhnologi Analisis Resonansi, ia kemudian mulai menemukan misteri tentang air.
Masaru emoto telah mengadakan penelitian tentang air yang ada di berbagai belahan
dunia. Penelitian tersebutdilakukan bukan hanya karena ia seorang ilmuan, melainkan lebih karena ia adalah seorang pemikir sejati. Pada akhirnya ia mendapat kesimpulan
bahwa air mengekspresikan sifat aslinya dalam bentuk kristal es. Ia terus melanjutkan
penelitiannya hingga kemudian menuliskan hasil penelitiannya tersebut ke dalam
beberapa buku yang disambut baik di Jepang. 45Hado adalah energi yang lembut yang ada di dalam semua hal.
122
kemudian menghentikan gangguan gelombang dalam tubuh orang
tersebut. Dengan meminum air hado ini, orang yang sakit akan
mampu memperbaiki gelombang yang terganggu.46
Pembuktian ini, berangkat dari pernyataan Shinichiro
Terayama, mantan direktur Japan Holistic Medical Society, ia juga
seorang pebisnis yang tekun serta bersemangat, dan sebelumnya ia
adalah penderita kanker ginjal. Saat menderita kanker, ia membiasakan
diri bangun pagi dan naik keatap apartemennya untuk menyongsong
matahari terbit. Saat memerhatikan matahari terbit setiap pagi, ia mulai
menyadari bahwa hidup adalah anugerah, dan kata-kata “Terima Kasih”
mulai terucap. Tanpa mengalihkan perhatian mata batinnya dari sel-sel
kanker di dalam tubuhnya, ia mengucapkan kata-kata penghargaan
kepada sel-sel kanker itu, dan hasilnya, semua sel itu mulai pulih.
Kankernya mereda sampai ia dinyatakan sembuh.47
Pembuktian yang lain dilakukan oleh seorang gadis berusia
sepuluh tahun melakukan ekperimen yang sama dengan eksperimen
beras, tetapi yang ia gunakan adalah biji bunga matahari. Pada amplop
benih, pot bunga dan wadah penyiraman air, ia menuliskan “Terima
kasih”, pada pot yang lainnya ia menuliskan “Bodoh”. Kemudian ia
mengucapkan kedua kata ini kepada benih yang bersangkutan saai ia
merawatnya setiap hari. Hasilnya, tanaman yang menerima kata
“Terima kasih” tumbuh tinggi dengan daun yang rimbun dan segar.
Sebaliknya, tanaman yang menerima kata” Bodoh” memiliki batang
46Masaru Emoto, The Secret Life Of Water (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2006), Cet. III, h. th 47Masaru Emoto, The Secret Life Of Water (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2006), Cet. III, h. 18
123
yang bengkok dan tidak tinggi serta berdau keriput. Ketika diamati
dengan mikroskop, terlihat bahwa daun dari tanaman yang menerima
kata “Terima kasih” sangat padat, sedangkan tanaman yang satunya
memilii daun yang tampak lemah serta rapuh.48
Pembuktian lain dilakukan oleh Masaru Emoto, The Secret Life
Of Water. Meminta bantuan lima ratus orang yang tinggal tersebar di
seluruh pelosok Jepang. Pada waktu yang sama dan pada hari yng
ditentukan, mereka serentak mengirimkan pikiran positif untuk
memurnikan air leding di mejanya, kemudian mmengirim pesan
“Terima kasih” kepada air itu. Seperti yang diharapkan, air leding itu
berubah dan mapu membentuk kristal-kristal yang indah. Air berkaporit
dari leding telah berubah menjadi air murni.49
Dari kedua pembuktian tersebut, dapat disimpulkan bahwa
kemampuan kata-kata verbal untuk memberi kehidupan jauh lebih
hebat daripada yang bisa kita bayangkan. Oleh karena itu, penulis
menyimpulkan bahwa pembuktian ilmiah oleh Masaru Emoto dalam
bukunya The Secret Life Of Water mengenai kandungan air biasa
dengan disebutkan dengan kalimat-kalimat positif, bermanfaat untuk
memperbaiki gelombang tubuh yang terganggu. Pembuktian tersebut
terbukti secara ilmiah sesuai dengan metode pengobatan pada zaman
Rasulullah yang memerintahkan menggunakan sistem pengobatan
dengan media air yang dibacakan dengan surat Al-Fatihah dapat
menyembuhkan penyakit jasmani dan rohani.
48Masaru Emoto, The Secret Life Of Water (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2006), Cet. III, h. 18-19 49Masaru Emoto, The Secret Life Of Water (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama, 2006), Cet. III, h. 20
124
Dari sepanjang penulis megamati, sistem pengobatan dengan
menggunakan media air biasa yang dibacakan ayat-ayat Al-Qur`an
sebagai sistem pengobatan alternatif masih dilakukan pada kalangan
tertentu.
Selain khasiat Air zam-zam dan Air yang dibacakan kalimat-
kalimat positif, penelitian ilmiah yang sudah lama dilakukan baik oleh
para peneliti dari masa lalu hingga masa kini adalah madu. Banyaknya
fakta-fakta menarik yang mengungkapkan tentang segala hasil
penelitian madu. Berbagai fakta empiris mengungkapkan kehebatan,
keistimewaan madu khususnya berkaitan dengan kesehatan juga
menjadi salah satu penelitian-penelitian baru berkembang sehingga
muncul fakta-fakta baru.50
Sejak dahulu hingga zaman Islam dengan diturunkannya ayat-
ayat dan sabda Rasulullah Saw., yang berkaitan dengan binatang lebah
penghasil madu, zamannya filosof Islam yang termasyhur Ibnu Sina
yang memperaktikan cara-cara penjagaan kesehatan kepada pasien-
pasiennya, hingga zaman mutakhir sekarang ketika pabrik-pabrik
farmasi di beberapa negara terutama Inggris, Jerman, Swiss dan
beberapa negara lain yang dilengkapi dengan penelitian -penelitian
yang dapat kitab aca dalam dunia perpustakaan menunjukan bahwa
madu lebah itu sangat bermanfaat untuk menyembuhkan berbagai
penyakit, diantaranya paru-paru, jantung, ginjal, remati, liver serta
50Hasbi Ash Shiddieqy Hollong, “Madu Dalam Al-Quran”, skripsi, (Makasar:
Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar, 2015), h. 18
125
untuk menghindarkan kelelahan kerja saraf otak dan penyakit-penyakit
lainnya.51
Penelitian yang dilakukan oleh Dioscorides, seorang ilmuan
Yunani terkenal menyatakan, bahwa madu itu sangat mujarab untuk
mengobati penyakit usus dan luka-luka infeksi. Bapak kedokteran
Hippocrates, ribuan tahun yang lalu berkata “jadikanlah makanan
sebagai obatmu, dan obatmu sebagai makanan” salah satu makanan
yang dimaksud adalah madu. Makanan yang dicampur madu
mempunyai khasiat yang tiada tara. Hippocrates hidup sampai berumur
107 tahun.52
Penelitian yang lain, dilakukan oleh Dr. Lockheed yang bekerja
di bagian fermentasi pada Universitas Ottawa mengulangi eksperimen
yang telah dilakukan oleh Sackhett namun dengan kondisi yang
berbeda. Ternyata hasilnya menguatkan eksperimen Sackhett.
Eksperimen ini pun memastikan bahwa berbagai bakteri penyakit yang
menyerang manusia akan benar-benar mati bila terkena madu lebih
murni. Selain itu, berbagai penelitian juga menunjukan bahwa madu
dapat menjadi pengganti glukosa yang biasanya diberikan kepada para
penderita diare. Komposisi fruktosa yang terkandung di dalam madu
sangat efektif untuk membantu penyerapan air drai usus tanpa
meningkatkan penyerapan sodium.53
51Muhammad Hasan Aydid, Sehat Itu Nikmat; Telaah Hadits tentang keksehatan
(Jakarta: Gema Insani, 1996), Cet. I, h. 21 52Hasbi Ash Shiddieqy Hollong, “Madu Dalam Al-Quran”, skripsi, (Makasar:
Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar, 2015), h. 18 53Hasbi Ash Shiddieqy Hollong, “Madu Dalam Al-Quran”, skripsi, (Makasar:
Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar, 2015), h. 18
126
Sebenarnya Ayat-ayat Al-Qur`an dan riwayat-riwaya Hadits
sudah sangat jelas untuk di jadikan rujukan keilmuan tentang sistem
pengobatan. Hanya saja peneliti dan ahli sains sampai kini tidak
mencukupkan diri dengan Ayat-ayat Al-Qur`an dan riwayat-riwayat
tersebut tapi perlu mengembangkan pemahaman dan bukti-bukti ilmiah
untuk benar-benar meyakinkannya.
Dari pemaparan penafsiran ayat-ayat Syifa, tafsir Al-Jaialani
dan tafsir Al-Assas, bisa disimpulkan beberapa hal. Pertama, ayat-ayat
Syifa dengan dikuatkan beberapa riwayat menjelaskan bahwa, Al-
Qur`an dapat menyembuhkan penyakit jasmani dan rohani. Kedua,
sesuai dengan pembuktian ilmiah yang dilakukan oleh peneliti-peneliti
hingga masa kini, karena terdapat pengobatan dengan menggunakan
media Al-Qur`an dan berbagai sistem pengobatannya masih dilakukan
pada kalangan orang-orang yang mempercayainya.
127
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengungkapan syifa dengan berbagai kata jadiannya
diulang enam kali dalam Al-Qur’an. Realitas Al-Qur`an dan
minuman sejenis madu beserta karakteristiknya dapat dijadikan
sebagai petunjuk maupun tanda bukti bagi orang-orang yang
beriman, berpikir, berakal dan yang berkenan mengambil
pelajaran.
Penelitian ini berhasil menunjukan bahwa kedua kitab tafsir
sufistik yang digunakan memiliki persamaan dan perbedaan dalam
penafsiran. Sebagian besar dari segi isi dan makna memiliki
persamaan, yaitu dari hasil penelitian, Konsep Syifa’ dalam Al-
Jailâni dan Al-Assâs dapat diklasifikasikan menjadi tiga unsur
utama, yaitu (1) Syifa berkaitan dengan keimanan seseorang
terhadap Allah SWT demi tercapainya kesempurnaan keridhaan
Allah untuk memberi kesehatan pada hambanya yang beriman. (2)
Syifa berkaitan dengan penyembuhan penyakit rohani dan jasmani
(3) Syifa berkaitan dengan Al-Qur`an dan minuman sejenis madu.
Perbedaan dari keduanya adalah terdapat dalam beberapa
ayat, yaitu perbedaan redaksi kalimat penafsiran, pada sebagian
ayat yang menjelaskan perumpamaan-perumpamaan dengan
bahasa majaz yang menunjukan hikmah kehidupan.
128
Dengan demikian tampak dengan jelas bahwa realisasi syifa
dalam tafsir Al-Jailâni dan Al-Assâs dapat memberikan penjelasan
secara global dan menyeluruh bagi kehidupan umat manusia
beserta lingkungannya baik dimensi penyembuhan dan penguatan
ruhani dan jasmani. Hal ini dapat menjawab pertanyaan penulis
dalam melihat fenomena masyarakat yang hanya respek pada
sistem pengobatan jasmani (medis) dibandingkan sisem
pengobatan rohani.
B. Saran
Berdasarkan analisis masalah pada pembahasan yang telah
penulis teliti, terdapat beberapa saran, diantaranya:
1. Hendaknya peneliti selanjutnya, menggabungkan kitab tafsir
selain tafsir corak sufi, atau mengkomparatifkan lebih banyak
lagi kitab tasfir corak sufi supaya semakin luas lagi hasil
penelitiannya dan menghasilkan kontribusi yang lebih baik.
2. Hendaknya mengimani dan memegang teguh Al-Qur`an
sebagai menjawab segala problema kehidupan, supaya lebih
dekat dengan Tuhan dan mendapat keridhaannya.
129
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Terjemah Kementrian Agama
Abuddin Nata, Atjeng Achmad Kusaeri dkk. Tema-Tema Pokok Al-
Qur’an Bagian II, Biro Bina Mental Spiritual DKI Jakarta Nomor
Proyek 2P.0.15.2.01.003 Tahun Anggaran 1994/1995.
Abdullah, Muhammad Mahmud. , Ath Thibb Al-Quran’i Dar al-Kutub
al-Ilmiyah, terj. Muhisyam, Muhammad. Yogyakarta: Beranda
Publishing. 2010.
Ahsin W.Al-Hafidz. Fikih dan Kesehatan. Jakarta: Amzah. 2007
Al-Aqil, Al-Mustasyar Abdullah. Mereka Yang Telah Pergi. terj.
Khozin Abu Fakih dan Fachruddin. Jakarta: Al-I’tishom Cahaya
Umat. 2003
Almascaty, Hilmy Bakar Menjadi Muslim Modern Bersama Al-
Qur’an. Jakarta: 2003
Alwani, “Konsep Syifa Dalam Perspektif Al-Qur’an (Studi Analisis
atas Pemikiran Muhammad Sayid Qutub dan Quraish Sihab
Tentang Konsep al-Syifa dalam Al-Qur’an)”, Skripsi. Jakarta: UIN
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007
Assegaf, Muhammad Ali Toha. Smart Healing Kiat Hidup Sehat
Menurut Nabi. Jakarta: Pustaka Al-Kautsar. 2007.
Aydid, Muhammad Hasan. Sehat Itu Nikmat; Telaah Hadits tentang
kesehatan. Jakarta: Gema Insani. 1996
Bahari, Anshor. Tafsir Nusantara:Studi Kritis Terhadap Marah Labid
Nawai Al Bantani, dalam Jurnal Ulul Albab Vol.16, No. 2 Tahun
2015
130
Eliana dan Sri Sumiarti. Modul Bahan Ajar Kebidanan/Kesehatan
Masyarakat. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia Pusat
Pendidikan Sumber Daya. tth
Eni Zulaiha, Spiritualitas Taubat dan Nestapa Manusia Modern,
dalam Jurnal Syifa al-Qulub, Vol. 2 No. 2 Tahun 2018
Fauzi, Ahmad” Konsep Al-Qur’an Sebagai Syifa”, (Telaah atas
Penafsiriran Ibnu Qayyim Al-Jauziyiyyah Tentang Penyembuhan
Gangguan Kejiwaan Dengan Al-Qur’an”, Tesis, Yogyakarta:
Sunan Kalijaga Yogyakarta pada tahun 2008.
Hasani, Sayyed Mohamed Fadil Al-Jailâni. Biografi Syeikh Abdul
Qadir Al-Jailâni r.a, terj. Abidin, Munirul dengan judul Nahr Al-
Qadariyah Manaqib Syeikh Abdul Qadir Al-Jailâni Al-Hasani.
Depok: Keira Publishing. 2016
Jailâni, Abdul Qadir, al-. Tafsir.
Jailâni, Syaikh Abdul Qadir, al-. Menjadi Kekasih Allah, terj.
Masrohan Ahmad. Yogyakarta: Citra Media. 2014
Jauziyah, Ibnu Kayim, al-. Sistem Kedokteran Nabi, terj. Ibnul Qayyim
Al-Jauziyah. Semarang: Dhina Utama Semarang, 1994
Qathani, Sa’id bin Musfir, al-. Buku Putih Syaikh Abdul Qadir Al-
Jailani, terj. Asy-Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani wa Arauhu Al-
I’tiqadiyah wa Ash Shufiyah . Jakarta: CV. Darul Falah. 2003
Amini, Ibrahim. Risalah tasawuf; Kitab Suci Para Pensuluk. terj.
Ahmad Subandi dan Muhammad Ilyas. Jakarta: Islamic Center
Jakarta. 2002
131
Aswadi. Konsep Syifa Dalam Al-Qur’an; Kajian Tafsir Mafatih al-
Ghaib Karya Fakhruddin al-Razi. Jakarta: Kementrian Agama RI.
2012
Audah, Ali. Konkordansi Quran; Panduan Kata Dalam Mencari Al-
Qur`an. Bogor: Pusaka Litera AntarNusa, 1996
Ginanjar, M. Hidayat, “Aktivitas Menghafal Al-Qur’an Dan
Pengaruhnya Terhadap Prestasi Akademik Mahasiswa”, dalam
Jurnal Edukasi Islami Jurnal Pendidikan Islam, Vol. 06. No.11,
Januari 2017
Hasan, Maimunah. Al-Qur’an Dan Ilmu Gizi. Yogyakarta: Madani
pustaka. 2001
Hasim. Kamus Istilah Islam. Bandung: Pustaka. 1987
Hawwa, Sa’id. Al-Mustakhlash fii-Tazkiyatil-Anfus terj. Aunur Rafiq
Shaleh Tamhid. Jakarta: Robbani Press. 1998
Hawwa, Sa’id. Tafsir Al-Assâs, terj. Syafril Halim. Jakarta: Robbani
Press. 2000
Hawwa, Sa’id. Menuju Allah; Sebuah Konsep Tasawuf Gerakan Islam
Kontemporer, terj. Imam Fajarudin. Solo: Era Intermedia. 2002
Hollong, Hasbi Ash Shiddieqy “Madu Dalam Al-Quran”. skripsi.
Makasar: Universitas Islam Negeri Alauddin Makasar. 2015
Imam Nawawi. Menjaga Kemuliaan Al-Qur`an. Bandung: Al-Bayan.
1996
Irawan, Prasetyo. Metode Penelitian. Jakarta: Universitas Terbuka.
2009
132
Kuhsari, Ishaq Husaini. Al-Quran dan Tekanan Jiwa. Jakarta: Islamic
College. 2102.
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur`an dan Diklat Kementrian Agama
RI dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Air Dalam
Perspektif Al-Qur`an dan Sains; Tafsir Ilmi. Jakarta: Lajnah
Pentashihan Mushaf Al-Qur`an. 2011.
Langgulung, Hasan. Teori-Teori Kesehatan Mental. Jakarta:Pustaka
Al-Husna. 1992.
Latif, Umar. Al-Qur’an Sebagai Sumber Rahmat Dan Obat Penawar
(Syifa) Bagi Manusia, Jurnal Al-Bayan/Vol.21, No. 30, Juli-
Desember 2014
Maghfiroh. ”Pengobatan Perspektif Al-Qur’an”. Skripsi. Jakarta:
Institut Ilmu Al-Qur’an Jakarta. 2015.
Maryam. Perkembangan Kedokteran Dalam Islam”, dalam Jurnal
Sulesana, Vol.6 No. 2. 2011 h.79
Mohammad, Herry. Tokoh-Tokoh Islam Yang Berpengaruh Abad 20.
Jakarta: Gema Insani Press. 2006.
Muhammad, Ahsin Sakho. Membumikan Ulumul Qur`an. Jakarta: PT.
Qaf Media Kreativa. 2019.
Mukhtar, Ikhsan. Tibbun Nabawi: Dalam Pengobatan Modern.
Tangerang Selatan: Cinta Buku Media. 2017
Mustaqim, Abdul. Metode Penelitian Al-Qur’an dan Tafsir.
Yogyakarta: Idea Press Yogyakarta. 2014
M Shelhi, dan RA Gunadi Dari Penakluk Jerusalem Hingga Angka
Nol. Jakarta: Republika. 2002
133
Najati, Muhammad Utsman. Ilmu Jiwa dalam Al-Qur’an. Jakarta:
Pustaka Azzam. 2006
Nurul Hikmah,”Syifa dalam Perspektif Al-Qur’an; Kajian QS. al-Isra
(17) :18, QS. Yunus (10) : 57 dan QS. An-Nahl (16) : 67 Dalam
Tafsir Al-Misbah”, Skripsi, (Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2010)
Razvi, Maulana Muhammad Aftsab Cassim. Biografi Syaikh Abdul
Qadir Al-Jilani. Jakarta: Diadit Media. 2008.
Ryan Alfian, “Konsep Kepemimpinan Menurut Sa’id Hawwa Dalam
Kitab Al-Asas Fi Al-Tafsir dan Al-Islam,” Skripsi, Uin Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2014.
Salim, Muhammad Ibrahim. Berobat Dengan Ayat-Ayat Al-Qur’an.
Bandung: Trigenda Karya. 1995
Salim, Imam Jalaluddin dan Salim, Muhamad Ibrahim. Al-Qur’an Asy-
Syâfi, terj. Akhmad Syafiuddin dan Firman Khunafi. Depok:
Keiyra Publishing. 2015.
Septiawadi, “Penafsiran Sufistik Sa;id Hawa Dalam Al-Assâs Fi At-
Tafsir”, Disertasi, Uin Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.
Shihab, M. Quraish Shihab. Membumikan Al-Qur`an Jilid 2. Jakarta:
Lentera Hati. 2010.
Syaikh Ibnu Taymiyah. Terapi Penyakit Hati. Terj. Jalâluddin Raba,
Jakarta:Gema Insani Press. 1998.
Syekh Abdul Qadir Al-Jailâni. Futuhul Ghaib. terj. M. Navis Rahman
dan Dedi Slamet Riyadi. Jakarta: Qaf Media Kreativa. 2018
134
Thayyarah, Nadiah. Buku Pintar Sains Dalam Al-Qur’an. Jakarta:
Zaman. 2013
Ulinnuha Khusnan. Al-Fanar/Jurnal Ulumul Al-Qur’an dan Hadit:
Fakultas Ushuluddin IIQ Jakarta, Vol.4 NO.1 Juni 2012
Umi Dasiroh, Konstruksi Makna Ruqyah Bagi Pasien Pengobatan
Alternatif di Kota Pekanbaru, JOM FISIP Vol. 4 No. 2- Oktober
2017
Yamani, Ja’far Khadem. Ilmu Kedokteran Islam, Sejarah dan
Perkembangannya, terj. Tim Dokter IDAVI dengan judul
Mukhtashar Tarikh Tharikat Ath-Thibb. Bandung: PT. Syaamil
Cipta Media. 2015
Yanggo, Huzaemah T. dkk. Petunjuk Teknis Penulisan Proposal dan
Skripsi. Jakarta: LPPI IIQ Jakarta. 2017
Yâsîn, Syihâb Al-Badrî. Al-Hijâmah Sunanatun Nabawiyyah wa
Mu’jizatun Thibbiyyah, terj. Abu Umar Basyir, Muraja’ah, dkk.
Solo: Al-Qowam. 2005
Zakiyatun Nufus, “Tazkiyah An-Nafs Perspektif Tafsir Al-Jailani
Karya Syaikh Abdul Qadir Al-Jailani”. Skripsi. Jakarta: Institut
Ilmu Al-Qur’an Jakarta. 2018
CV PENULIS
Cucun Fuji Lestari, mahasiswi berdarah asli Serang
Banten. Pada tanggal 13 Juli 1995. Penulis adalah anak tunggal
dari pasangan suami istri bapak Suhedi dan ibu Anahyati.
Penulis saat ini bertempat tinggal di Asrama Al-Husainy
Kampung Utan-Ciputat Timur-Tangerang Selatan-Banten.
Penulis menempuh jenjang Pendidikan formal SDN
SPRING di Kecamatan Taktakan, SMPN 12 KOTA SERANG,
dan MAN 2 KOTA SERANG, sampai tahun 2014. Dan saat di
bangku SMP penulis sembari belajar di Pondok Pesantren Qori
Al-Aziz Serang. Dilanjutkan pada jenjang pendidikan berikutnya
pada pertengahan 2015 pada Pendidikan Strata satu (S1) di
Instritut Olmu Al-Qur`an Jakarta. Penulis merupakan mahasiswi aktif di IIQ Jakarta angkatan
2015 Fakultas Ushuludhin Prodi Ilmu Al-Qur`an dan Tafsir.
Penulis pernah aktif dibeberapa organisasi, yaitu ketua osis SMPN 12 Kota Serang,
osis di MAN 2 Kota Serang. Penulis pernah aktif di HMI Cabang Jakarta Selatan, dan
sekarang aktif di Yayasan Kampung Al-Qur`an.
Akhir kata penulis mengungkapkan rasa syukur atas terselesaikannya skripsi dengan
judul “Konsep Syifa Dalam Al-Qur`an (Studi KOmparatif Tafsir Al-Jaialani dan Al-Assas),
tulisan ilmiah ini merupakan sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Agama (S.Ag).