Volume 4 No. 1 Februari 2016
ORGANOGENESIS TANAMAN JAGUNG(Zea mays L.)
TERHADAP BERBAGAI KONSENTRASI NAA KINETIN
DAN CASEIN HIDROLISA SECARA IN-VITRO
Rahman Hairuddin1)
, Suarti2)
1)Dosen Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Cokroaminoto Palopo 2)
Mahasiswa Program Studi Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas
Cokroaminoto Palopo
Abstrak
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh organogenesis tanaman jagung (Zea mays L.)
pada berbagai konsentrasi NAA, Kinetin, Casein Hidrolisa Secara In-Vitro. Dilaksanakan
diLaboratorium Kultur Jaringan Fakultas Pertanian Universitas Cokroaminoto Palopo, dimulai
Pada Bulan Mei sampai September 2015. Percobaan ini disusun berdasarkan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) yang terdiri dari 4 perlakuan masing-masing P0 (Kontrol) P1 (1ppm NAA, 1ppm
Kinetin, 1ppm Casein hidrolisa) P2 (2ppm NAA, 2ppm Kinetin, 2ppm Casein hidrolisa) P3 (3ppm
NAA, 3ppm Kinetin, 3ppm Casein hidrolisa) masing-masing perlakuan diulang sebanyak 3
ulangan. Data dianalisis secara statistika dengan uji F pada taraf nyata 5% dan 1 % dan apabila
F hitung perlakuannya lebih besar dari F tabel 5% dan 1% maka dilanjutkan dengan uji beda
nyata jujur (BNJ) pada taraf 5%. Hasil ;penelitian menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh
NAA, Kinetin, Casein Hidrolisa memberikan pengaruh yang tidak nyata terhadap umur
berkecambah, hari muncul akar, tinggi tanaman, lebar daun, panjang daun, jumlah akar, panjang
akar, jumlah daun, bobot planlet pada pertumbuhan tanaman jangung dan yang terbaik
pertumbuhannya yaitu P3 media MS + biji jagung + 3ml NAA, Kinetin, Casein hidrolisa
Kata kunci: eksplan biji jagung, zat pengatur tumbuh
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Di Indonesia Jagung merupakan salah satu komoditi strategis dan bernilai
ekonomissertamempunyai peluang untuk dikembangkan karenakedudukannya
sebagai sumber utama karbohidratdan protein yang mensubstitusi beras. Nilai
kalori jagung hampir sama dengan beras bahkanjagung mempunyai keunggulan
bila dibandingkan dengan beras disebabkan jagung mengandungasam lemak
esensil yang sangat bermanfaat bagipencegahan penyakit arteriosclerosis,
yaknisemacam penyempitan pembuluh darah. Selainitu kandungan minyak jagung
yang non kolesterol ini juga dapat mencegah penyakit Pellegra (penyakit kulit
kasar) (Warisno,1998).
Sumber karbohidrat kedua setelah beras, jagung memegang peranan
penting sebagai bahan pangan di Indonesia. Selain sebagai bahan pangan,
jagungpun dimanfaatkan sebagai bahan makanan ternak dan bahan baku industri
dengantingkat kebutuhan yang besar. Bahkan penggunaan jagung sebagai pakan
ternak menunjukan tendensi semakin meningkat pada setiap tahun dan sebaliknya
Jurnal Pertanian Berkelanjutan Fakultas Pertanian Universitas Cokroaminoto Palopo
penggunaan sebagai bahan pangan mengalami penurunan (Adisarwanto dan
Widyastuti, 2009).
Upaya peningkatan produktivitas usaha tani jagung sangat bergantung pada
kemampuan penyediaan dan penerapan teknologi sistim budidaya yang benar-
benar sesuai anjuran diantaranya, penggunaan benih bermutu, pengaturan
jarak tanam, pengairan, pembrantasan hama dan penyakit, serta penggunaan
pupuk (Sudadi dan Widada, 2001). Hal ini mutlak dilakukan untuk memenuhi
kebutuhan hara, demi menopang pertumbuhan dan produksi tanaman jagung.
Salah satu jenis jagung yang masih banyak dikembangkan dibeberapa
daerah di Sulawesi Selatan adalah jenis jagung pulut atau waxy corn. jagung
pulut digunakan sebagai jagung rebus dan jagung bakar karena rasanya enak
dan pulen. Jagung pulut juga digunakan untuk pembuatan kue, jagung marning
dan bubur jagung (bassang). Peningkatan potensi hasil jagung pulut belum
mendapat perhatian yang serius yang ada ditingkat petani dan di pasaran sekarang
ini merupakan jagung pulut lokal jenis bersari bebas, ukuran tongkol kecil, agak
panjang dengan diameter 10-12 cm (Iriany dkk, 2003). Oleh karena itu permintaan
jagung pulut terutama untuk industri jagung marning tidak dapat dipenuhi. Salah
satu cara untuk meningkatkan produksi jagung ini yaitu dengan menciptakan
varietas jagung pulut yang unggul melalui kegiatan pemuliaan (Sudadi dan
Widada, 2001).
Kinetin merupakan turunan dari hormon sitokinin. Adapun fungsi utama
sitokinin adalah merangsang pembelahan sel. Beberapa dari protein dapat berupa
enzim yang diperlukan dalam mitosis. Proses penuaan kondisi yang menyertai
pertambahan umum, yang mengarah kematian organ atau organisme tersebut
mengalami penuaan (senescence) (Salisbury, 1995).
Hormon kinetin termasuk turunan dari hormon sitokinin yang berfungsi
untuk memacu pembelahan sel. Terdapat bukti utama yang menyatakan
keterlibatan sitokinin yaitu banyak jenis sitokinin yang mampu menggantikan
sebagian faktor yang dibutuhkan akar untuk menunda penuaan dan kandungan
sitokinin helai daun meningkat berlipat ganda ketika akar liar terbentuk pada
tanaman bunga matahari kandungan sitokinin pada cairan xilem meningkat selama
masa pertumbuhan cepat, kemudian sangat menurun saat pertumbuhan berhenti
dan tanaman mulai berbunga, hal tersebut menunjukkan bahwa berkurangnya
pengangkutan sitokinin dari akar ketajuk mengakibatkan penuaan lebih
cepat(Sasmitamiharja, 1996).
Casein hidrolisa merupakan sumber asam amino yang ditambakan untuk
memperbaiki pertumbuhan dan morfogenesis, terutama media yang tidak
mengandung ion anonium (Green et al, 1974).
Casein hidrolisa berperan sebagai sumber asam amino dan oligopeptida
merupakan suatu produk yang dibuat dari protein keju (Siregar et al, 2010).
Casein hidrolisa telah memberikan hasil yang signifikan dalam kultur jaringan
(Ageel dan Elmeer, 2011).
Volume 4 No. 1 Februari 2016
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh organogenesis tanaman
jagung (Zea mays L.)pada berbagai konsentrasi NAA, Kinetin, Casein Hidrolisa
Secara In-Vitro.
Manfaat penelitian
Sebagai bahan informasi untuk mendapatkan tanaman baru dalam jumlah
banyak dalam waktu yang relatif singkat.
METODE PENELITIAN
Tempat Dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di Kampus 2 Laboratorium Kultur Jaringan
Fakultas Pertanian Universitas Cokroaminoto Palopo Pada Bulan Mei sampai
September 2015.
Bahan Dan Alat
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah biji jagung, gula putih,
air kelapa, akuades, agar-agar puti (swallow globe) Auksin Kinetin, NAA, Casein
Hidrolisa 70% Alkohol, 95% Alkohol.
Alat yang di gunakan dalam penelitian ini yaitu autoklaf, LAF (laminar air
flow cabinet), botol kultur, rak kultur, AC, pH meter, pinset, bunsen atau lampu
pembakar, cawan petri/petridish, timbangan, label, pulpen, penggaris, kamera,
gelas ukur, gelas piala dan scalpel.
Metode Percobaan
Penelitian ini menggunakan metode rancangan acak lengkap (RAL) yang
terdiri atas 4 perlakuan yang diulang sebanyak 3 kali sehingga terdapat 12 unit
percobaan. Adapun perlakuanya yaitu:
P0 :Kontrol (tanpa perlakuan)
P1 :media MS + biji jagung + 1ml NAA, Kinetin, Casein hidrolisa
P2 :media MS + biji jagung + 2ml NAA, Kinetin, Casein hidrolisa
P3 :media MS + biji jagung + 3ml NAA, Kinetin, Casein hidrolisa
Data yang diperoleh dianalisis secara statistik dengan menggunakan sidik
ragam (uji F). Apabila analisis sidik ragam menunjukkan pengaruh nyata, maka
dilakukan uji nilai tengah dengan BNJ/Uji tukey.
Metode Pelaksanaan
1. Sterilisasi Botol dan Alat
Tahap yang pertama dilakukan saat melakukan strelisasi yaitu mencuci
botol, cawan petri, scalpel, pingset dengan menggunakan sabun (sanglait) sampai
bersi setelah itu botol dan alat dimasukkan kedalam autoklaf dan tutup autoklaf
tersebut, setelah itu nyalakan tombol on. Selanjutnya tunggu autoklaf hingga
Jurnal Pertanian Berkelanjutan Fakultas Pertanian Universitas Cokroaminoto Palopo
mengeluarkan uap pada salah satu katup autoklaf. Apabilah salah satu katup
autoklaf mengeluarkan uap kemudian katup tersebut ditutup dan diamkan autoklaf
selama 35-45 menit setelah itu keluarkan botol tersebut dari autoklaf lalu simpan
ditempat yang steril.
2. Pembuatan Media (MS)
Disiapkan bahan-bahan dan alat yang diperlukan seperti gelas ukur, gula,
agar dan pH setelah itu timbang terlebih dahulu agar-agar sekitar 3,5 g dan gila
15g kemudian masukkan air kelapa kedalam gelas ukur sekitar 100ml setelah
semua bahan sudah ditimbang maka ukur dosis masing-masing sesuai dengan
dosis yang diperlukan kemudian satukan semua bahan jadi satu setelah itu ukur
pH terlebih dahulu sebelum dipindakan ketempat panci kecil setelah pH sudah
diukur maka siap untuk dimasak sampe mendidih kemudian siap untuk
dimasukkan kedalam botol yang sudah steril kemudian tutup dengan alumunium
foil setelah itu masukkan lagi kedalam autoklaf tunggu sekitar 15 menit. Setelah
waktunya sudah cukup maka botol-botol siap untuk dipindahkan ke dalam
ruangan yang steril.
1. Sterilisasi Eksplan
Eksplan biji jagung yang akan digunakan direndam dalam campuran
larutan diten 0,1 g dalam 100ml aquades selama 15 menit kemudian dibilas
dengan aquades steril. Langkah yang terakhir yaitu eksplan dibilas dengan
aquades steril selama 3 kali sampai bersih.
2. Penanaman Eksplan
Penanaman eksplan dilakukan diLAF (laminar air flow cabinet), sebelum
botol ditanami, terlebih dahulu dibagian mulut botol dipanaskan agar kontaminasi
terhindarkan. Dengan hati-hati tutup botol selanjutnya dibuka. Untuk menjaga
sterilisasi dari alat, scalpel dan pingset selalu dipanaskan sebelum digunakan.
Plastik penutup botol dibuka, eksplan diambil dengan pingset steril, kemudian
eksplan ditanam diatas media. Setelah selesai penanaman, mulut botol dipanaskan
kembali. Tutup botol sebaiknya dipanaskan sebelum digunakan untuk menutup.
botol ditutup rapat dengan menggunakan alumunium foil dengan klipbort
kemudian diberi label perlakuan dan disimpan di rak penyimpanan.
3. Pemeliharaan
Pemeliharaan dilakukan setiap pagi dan sore dengan cara menyemprotkan
alkohol kebotol-botol tanaman jagung agar tanaman jagung dalam botol tidak
terkontaminasi.
Parameter Pengamatan
Adapun karakteristik yang diamati dan diukur yaitu :
1. Umur berkecambah (Hari)
2. Hari muncul akar (Hari)
3. Tinggi tanaman (cm)
Volume 4 No. 1 Februari 2016
4. Lebar daun (cm)
5. Panjang daun (cm)
6. Jumlah akar (helai)
7. Panjang akar(cm)
8. Jumlah daun (helai)
9. Bobot planlet (g)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
1. Umur Berkecambah Tanaman Jagung (hari)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh Kinetin, NAA
dan Casein Hidrolisa memberikan pengaruh tidak nyata terhadap umur kecambah
tanaman jagung. Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar diagram umur
kecambah tanaman jagung dibawah ini.
Gambar1. Diagram Rata-rata Umur Berkecambah Tanaman Jagung
Organogenesis Tanaman Jagung (Zea Mays L) Terhadap Berbagai
Konsentrasi NAA Kinetin dan Casein Hidrolisa Secara In-Vitro.
Berdasarkan gambar diatas perlakuan P0 (Kontrol) menunjukkan rata-rata
umur berkecambah tanaman jagung 4,8 hari perlakuan P1 (1ml NAA, Kinetin,
Casein hidrolisa) dengan nilai rata-rata 4,8 hari perlakuan P2 (2ml NAA, Kinetin,
Casein hidrolisa) menunjukkan nilai rata-rata 5,5 hari perlakuan P3 (3ml NAA,
Kinetin, Casein hidrolisa) dengan nilai rata-rata 4,8. Semua perlakaun di atas
diagram yang paling tinggi yaitu P2 rata-rata 5,5 hari dan yang terendah adalah
perlakuan P0 dengan rata-rata 4,8 hari.
4,2
4,4
4,6
4,8
5,0
5,2
5,4
5,6
P0 P1 P2 P3
4,8 4,8
5,5
4,8
Um
ur
Ke
cam
bah
(h
ari)
Perlakuan ZPT (NAA + Kinetin + Casein Hidrolisa)
Jurnal Pertanian Berkelanjutan Fakultas Pertanian Universitas Cokroaminoto Palopo
2. Hari Muncul Akar Tanaman Jagung (hari)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh Kinetin NAA
dan Casein Hidrolisa memberikan pengaruh tidak nyata terhadap hari muncul akar
tanaman jagung. Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar diagram hari muncul
akar tanaman jagung dibawah ini.
Gambar 2. Diagram Rata-rata Hari Muncul Akar Tanaman Jagung
Organogenesis Tanaman Jagung (Zea Mays L) Terhadap Berbagai
Konsentrasi NAA Kinetin dan Casein Hidrolisa Secara In-Vitro.
Berdasarkan gambar diagram diatas hari muncul akar sehingga dapat
disimpulkan bahwa rata-rata hari muncul akar pada perlakuan P0 (Kontrol)
menunjukkan hari muncul akar tanaman jagung dengan nilai rata-rata 4,0 hari
kemudian perlakuan P1 (1ml NAA, Kinetin, Casein hidrolisa) dengan nilai rata-
rata 4,0 hari dan perlakuan P2 (2ml NAA, Kinetin, Casein hidrolisa) menunjukkan
nilai rata-rata 4,0 hari kemudian menyusul perlakuan P3(3ml NAA, Kinetin,
Casein hidrolisa) dengan nilai rata-rata 4,0 hari Berdasarkan diagram diatas dapat
kita lihat bahwa semua perlakaun hari muncul akar sama-sama penyerapan zat
pengatur tumbuh dengan nilai yang sama denga rata-rata 4,0 hari.
3. Tinggi Tanaman Jagung (cm)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh Kinetin NAA dan
Casein Hidrolisa memberikan pengaruh tidak nyata terhadap tinggi tanaman
jagung . Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar diagram tinggi tanaman dibawah
ini.
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
P0 P1 P2 P3
4,0 4,0 4,0 4,0
Har
i Mu
ncu
l Aka
r (H
ari)
Perlakuan ZPT (NAA + Kinetin + Casein Hidrolisa)
Volume 4 No. 1 Februari 2016
Gambar 3. Diagram Rata-rata Tinggi Tanaman Jagung Organogenesis
Tanaman Jagung (Zea Mays L) Terhadap Berbagai Konsentrasi
NAA Kinetin dan Casein Hidrolisa Secara In-Vitro.
Gambar di atas menunjukkan bahwa rata-rata tinggi tanaman yang paling
tingi yaitu terdapat pada perlakuan P3 (3ml NAA, Kinetin, Casein hidrolisa)
dengan nilai rata-rata tinggi tanaman 17,2 cm untuk tinggi tanaman pada
perlakuan P1 (1ml NAA, Kinetin, Casein hidrolisa) dengan nilai rata-rata 16,2 cm
selanjutnya menyusul nilai yang paling rendah terdapat pada perlakuan P2 (2ml
NAA, Kinetin, Casein hidrolisa) dengan nilai rata-rata 14,3 cm kemudian
menyusul perlakuan P0 (Kontrol) dengan nilai rata-rata 14,5 cm.
4. Lebar Daun Tanaman Jagung (cm)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh Kinetin NAA dan
Casein Hidrolisa memberi pengaruh tidak nyata terhadap lebar daun tanaman
jagung. Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar diagram lebar daun tanaman
jagung dibawah ini.
Gambar 4. Diagram Rata-rata Lebar Daun Tanaman Jagung Organogenesis
Tanaman Jagung (Zea Mays L) Terhadap Berbagai Konsentrasi
NAA Kinetin dan Casein Hidrolisa Secara In-Vitro.
12,513,013,514,014,515,015,516,016,517,017,5
P0 P1 P2 P3
14,5
16,2
14,3
17,2
Tin
gg
i T
an
am
an
(cm
)
Perlakuan (NAA + Kinetin + Casein Hidrolisa)
0,0
0,5
1,0
1,5
P0 P1 P2 P3
1,2 1,1 1,11,3
Leb
ar D
aun
(cm
)
Perlakuan ZPT (NAA + Kinetin + Casein Hidrolisa)
Jurnal Pertanian Berkelanjutan Fakultas Pertanian Universitas Cokroaminoto Palopo
Diagram batang di atas memperlihatkan bahwa rata-rata lebar daun pada
perlakuan P1 (1ml NAA, Kinetin, Casein hidrolisa) memperlihatkan lebar daun
tanaman jagung yang paling terendah dengan nilai rata-rata 1,1 cm dan P2 (2ml
NAA, Kinetin, Casein hidrolisa) dengan nilai rata-rata yaitu 1,1 cm sedangkan
untuk lebar daun tanaman jagung yang terbaik yaitu terdapat pada perlakuan P3
(3ml NAA, Kinetin, Casein hidrolisa) dengan nilai rata-rata 1,3 cm kemudian
menyusul P0 (Kontrol) dengan nilai rata-rata 1,2cm. Dari 4 perlakuan di atas
hanya 1 lebar daun yang paling bagus yaitu terdapat pada perlakua P3. dikarnakan
karena penyerapan zptnya lebih bagus dari pada perlakuan yang lainya.
5. Panjang Daun Tanaman Jagung (cm)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh Kinetin NAA dan
Casein Hidrolisa memberi pengaruh tidak nyata terhadap panjang daun tanaman
jagung. Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar diagram panjang daun tanaman
jagung dibawah ini.
Gambar 5. Diagram Rata-rata Panjang Daun TanamanJagung Organogenesis
Tanaman Jagung (Zea Mays L) Terhadap Berbagai Konsentrasi
NAA Kinetin dan Casein Hidrolisa Secara In-Vitro.
Gambar 5 diagram panjang daun tanaman jagung menunjukkan bahwa rata-
rata panjang daun pada perlakuan P0 (Kontrol) memperlihatkan panjang daun
tanaman jagung yang lebih baik dari perlakuan lainnya yaitu dengan nilai rata-rata
13,0cm untuk panjang daun tanaman jagung yang terbaik kedua pada perlakuan
P3 (3ml NAA, Kinetin, Casein hidrolisa) dengan nilai rata-rata 11,5cm sedangkan
untuk panjang daun tanaman jagung yang terbaik ke tiga yaitu P1 (1ml NAA,
Kinetin, Casein hidrolisa) dengan nilai rata-rata 11,0cm selanjutnya untuk panjang
daun tanaman jagung yang paling terendah terdapat pada perlakuan P2 (2ml
NAA, Kinetin, Casein hidrolisa) dengan nilai rata-rata 8,2cm.
6. Jumlah Akar Tanaman Jagung (helai)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh Kinetin NAA dan
Casein Hidrolisa memberi pengaruh tidak nyata terhadap jumlah akar tanaman
jagung. Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar jumlah akar tanaman jagung
daun di bawah ini.
0,0
5,0
10,0
15,0
P0 P1 P2 P3
13,011,0
8,211,5
Pan
jan
g D
aun
(cm
)
Perlakuan (NAA + Kinetin + Casin Hidrolisa)
Volume 4 No. 1 Februari 2016
Gambar 6. Diagram Rata-rata Jumlah Akar Tanaman Jagung Organogenesis
TanamanJagung (Zea Mays L) Terhadap Berbagai Konsentrasi
NAA Kinetin dan Casein Hidrolisa Secara In-Vitro.
Diagram rata-rata jumlah akar tanaman jagung dengan pemberian zat
pengatur tumbuh Kinetin, NAA, Casein Hidrolisa menunjukkan bahwa
konsentrasi P0 (Kontrol) P1 (1ml NAA, Kinetin, Casein hidrolisa) P2 (2ml NAA,
Kinetin, Casein hidrolisa) P3 (3ml NAA, Kinetin, Casein hidrolisa) jumlah akar
yang paling tinggi terdapat pada perlakuan yaitu P3 dengan nilai rata-rata 18,8
helai dan P0 dengan nilai rata-rata 18,0 helai kemudian menyusul perlakuan P1
yaitu dengan nilai rata-rata 17,5 helai dan yang paling terendah diantara 4
perlakuan yaitu P2 dengan nilai rata- rata 16,8 helai.
7. Panjang Akar Tanaman Jagung (cm)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh Kinetin NAA dan
Casein Hidrolisa memberi pengaruh tidak nyata terhadap panjang akar tanaman
jagung. Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar diagram panjang akar dibawah
ini.
Gambar 7. Diagram Rata-rata Panjang Akar Tanaman Jagung Organogenesis
Tanaman Jagung (Zea Mays L) Terhadap Berbagai Konsentrasi
NAA Kinetin dan Casein Hidrolisa Secara In-Vitro.
15,516,016,517,017,518,018,519,0
P0 P1 P2 P3
18,017,5
16,8
18,8
Jum
lah
Aka
r (
he
lai)
Perlakuan ZPT ( NAA+Kinetin+Casein Hidrolisa)
0,02,04,06,08,0
10,012,0
P0 P1 P2 P3
10,1
7,6
5,2
7,6
Pan
jan
g ak
ar (
cm)
Perlakuan ZPT ( NAA + Kinetin + Casein Hidrolisa)
Jurnal Pertanian Berkelanjutan Fakultas Pertanian Universitas Cokroaminoto Palopo
Gambar diagram di atas menunjukkan bahwa rata-rata dari segi panjang
akar tanaman jagung dari ke 4 perlakuan diatas yang paling cepat terdapat pada
perlakuan P0 (Kontrol) dengan nilai rata-rata 10,1 cm kemudian panjang akar
tanaman jagung yang berikutnya terdapat pada perlakuan P1 (1ml NAA, Kinetin,
Casein hidrolisa) dengan nilai rata-rata 7,6 cm kemudian menyusul perlakuan P3
dengan nilai yang sama dengan nilai rata-rata yaitu 7,6 cm sedangkan panjang
akar tanaman jagung yang paling terendah terdapat pada perlakuan P2 (2ml NAA,
Kinetin, Casein hidrolisa) dengan nilai rata-rata 5,2 cm.
8. Jumlah Daun Tanaman Jagung (helai)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh NAA Kinetin dan
Casein Hidrolisa memberi pengaruh tidak nyata terhadap jumlah daun tanaman
jagnug. Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar diagram jumlah daun di bawah
ini.
Gambar 8. Diagram Rata-rata Jumlah Daun Jagung Organogenesis Tanaman
Jagung (Zea Mays L) Terhadap Berbagai Konsentrasi NAA
Kinetin dan Casein Hidrolisa Secara In-Vitro.
Hasil diagram di atas menujukkan bahwa pada jumlah daun pada tanaman
jagung pada perlakuan P3 (3ml NAA, Kinetin, Casein hidrolisa) memperlihatkan
jumlah daun yang paling baik dengan nilai rata-rata 3,3 helai kemudian menyusul
perlakuan berikutnya yaitu P0 (Kontrol) dengan nilai rata-rata 3,3 helai sedangkan
jumlah daun tanaman jagung yang paling rendah yaitu terdapat pada perlakuan P1
(1ml NAA, Kinetin, Casein hidrolisa) dengan nilai rata-rata 3,0 helai dan P2
dengan nilai yang sama yaitu 3,0 helai.
2,9
2,9
3,0
3,0
3,1
3,1
3,2
3,2
3,3
P0 P1 P2 P3
3,3
3,0 3,0
3,3
Jum
lah
Dau
n (
He
lai)
Perlakuan ZPT (NAA + Kinetin + Casein Hidrolisa)
Volume 4 No. 1 Februari 2016
9. Bobot Planlet Tanaman Jagung (g)
Hasil penelitian menunjukkan bahwa zat pengatur tumbuh NAA Kinetin dan
Casein Hidrolisa memberi pengaruh tidak nyata terhadap bobot planlet tanaman
jagung. Hasil tersebut dapat dilihat pada gambar diagram bobot planlet dibawah
ini.
Gambar 9. Diagram Rata-rata Bobot Planlet Tanaman Jagung Organogenesis
Tanaman Jagung (Zea Mays L) Terhadap Berbagai Konsentrasi
NAA Kinetin dan Casein Hidrolisa Secara In-Vitro.
Hasil diagram data bobot planlet menunjukkan bahwa tanaman jagung
dengan konsentrasi yang rendah P0 (Kontrol) P1 (1ml NAA, Kinetin, Casein
hidrolisa) P2 (2ml NAA, Kinetin, Casein hidrolisa) P3 (3ml NAA, Kinetin,
Casein hidrolisa) berat bobot planlet yang paling berat terdapat pada perlakuan P0
dengan nilai rata-rata 2,5g kemudian menyusul perlakuan P1 dengan nilai rata-rata
1,8g dan perlakuan P3 yaitu nilai rata-rata 1,7g dan yang paling terendah yaitu
perlakuan P2 dengan nilai rata-rata 1,6g. bahwa pemberian zpt tumbuh tidak
berpengaruh pada berat tanaman jagung.
Pembahasan
Pemberian zat pengatur tumbuh NAA, Kinetin dan Casein Hidrolisa dengan
berbagai konsentrasi yaitu P0 (kontrol) P1 (1ml NAA, Kinetin, Casein hidrolisa)
P2 (2ml NAA, Kinetin, Casein hidrolisa) P3(3ml NAA, Kinetin, Casein hidrolisa)
terhadap karakteristik umur kecambah, hari muncul akar, tinggi tanaman, lebar
daun, panjang daun, jumlah akar, panajang akar, jumlah daun, bobot planlet
memberi pengaruh yang tidak nyata terhadap pertumbuhan tanaman jagung,
dilihat dari karesteristik dari segi umur kecambah yang lebih dominan
berkecambah yaitu P2 dengan nilai rata-rata 5,5 dan yang terendah yaitu
perlakuan P0 dengan nilai rata-rata 4,8, karna dalam ZPT sudah sudah terdapat
0,0
0,5
1,0
1,5
2,0
2,5
P0 P1 P2 P3
2,5
1,81,6 1,7
Bo
bo
t P
lan
let
(g)
Perlakuan ZPT ( NAA + Kinetin + Casein Hidrolisa)
Jurnal Pertanian Berkelanjutan Fakultas Pertanian Universitas Cokroaminoto Palopo
auksin. (Hendaryono 2008), menyebutkan bahwa ketepatan ZPT yang
ditambahkan sangat penting dalam organogenesis, karena akan terjadi
interaksi antara ZPT yang digunakan dengan zat-zat endogen yang terdapat
dalam jaringan tumbuhan. Apabila persentase eksplan tumbuh pada media dengan
konsentrasi auksin (NAA) rendah berarti ada kemungkinan sudah terdapat auksin
endogen yang mencukupi.
Panjang akar (cm) memperlihatkan perbedaan yang tidak nyata pada tiap
perlakuan rata-rata akar terpanjang yaitu P0 (Kontrol) dengan nilai rata-rata 10,1
cm diperoleh dari media MS tampa auksin karna pemberian auksin yang
berlebihan akan menghambat perpanjang akar, Panjangnya akar pada perlakuan
P0 (Kontrol) bahwa penghambatan panjang akar sejalan dengan konsentrasi
auksin yang semakin meningkat. Hal ini didukung oleh (Maynerd et al, 1991)
dalam (Gati et al, 1993), yang menyatakan bahwa kelebihan auksin dapat
menghambat elongasi akar (Salguero, 2000). Menyatakan pula bahwa auksin
eksogen akan menghambat proses elongasi akar, yang ditandai dengan
meningkatnya jumlah etilen pada ujung akar. Dalam hal ini etilen menimbulkan
efek penghambatan pada perpanjangan akar.
Jumlah daun (helai) tanaman jagung pada semua perlakuan tidak berbeda
nyata dapat kita liat pada diagram rata-rata jumlah daun tanaman jagung yaitu P0
(Kontrol) dengan nilai rata-rata 3,3 helai karna perlakuan P0 mungkin banyak
mengandung unsur hara, diduga tingginya kadar unsur hara tersedia tersebut dapat
memacu aktivitas hormonal dalam pembentukan daun (Goldsworthy dan Fisher,
1992). Menyatakan bahwa pembentukan daun dipengaruhi oleh banyak
rangsangan hormonal. Sedangkan dari segi panjang daun pada perlakuan yang
tidak diberikan ZPT P0 (Kontrol) dengan nilai rata-rata 13,0 cm maupun yang
telah diberikan zat pengatur tumbuh tidak berbeda nyata terhadap panjang daun.
Bahan organik banyak mengandung unsur-unsur diperlukan dalam pertumbuhan
daun, sehingga pertambahan panjang daun akan semakin cepat. Sedangkan auksin
lebih berperan dalam pembentukan daun dari pada pertumbuhanya. Penambahan
auksin justru akan menghambat pertumbuhan daun karna auksin justru akan lebih
aktif membentuk daun.
Perlakuan P0, P1,P2,P3 pada muncul akar tanaman jagung dengan nilai rata-
rata 4,0 hari dari ke 4 perlakaun menunjukkan bahwa pada hari muncul akar
P0(Kontrol) P1(1ml NAA, Kinetin, Casein hidrolisa) P2 (2ml NAA, Kinetin,
Casein hidrolisa) P3 (3ml NAA, Kinetin, Casein hidrolisa) dapat kita lihat pada
diagram 2 bahwa hari muncul akar sama dengan nilai rata-rata 4,0 hari memberi
pengaruh tidak nyata terhadap tanaman jagung karena tanaman jagung telah
mencukupi kebutuhan saat pembentukan akar dalam tanaman jagung sudah
mengandung masing-masing auksin tertentu (Menurut Agustina, 2002).
Menyatakan bahwa munculnya akar disebabkan oleh masih tingginya auksin yang
terdapat dalam eksplan (endogen) sehingga walaupun ditambahkan auksin secara
eksogen dengan konsentrasi rendah akan dapat membentuk akar. Akar merupakan
Volume 4 No. 1 Februari 2016
organ vegetatif utama yang memasok air, mineral dan bahan-bahan untuk
pertumbuhan dan perkembangan tanaman, serta menjadi faktor yang penting
dalam menyerap unsur-unsur yang terdapat dalam media kultur (Rukmana,
2009).
Perlakuan P3 dan P0pada jumlah akar gambar diagram yang disajikan yang
lebih tinggi P3dan P0 dengan rata-rata P3 18,8 helai sedangkan P0 rata-rata 18,0
helai dan yang terendah yaitu P2 dan P1 rata-rata P2 16,8 helai dan P1 rata-rata
17,5 helai banyaknya akar yang terbentuk diduga diakibatkan konsentrasi auksin
yang lebih tinggi. Penambahan auksin sintetik (NAA) dalam konsentrasi rendah
menyebabkan pemunculan akar yang cepat jika dibandingkan dengan perlakuan
kontrol, yang diikuti dengan pemanjangan akar yang cepat. Namun demikian,
pertumbuhan akar terlihat terhambat karena ukuran akar yang relatif kecil. Hal
tersebut sesuai dengan penelitian (Wightman et al, 1980). Bahwa aplikasi auksin
eksogen pada media kultur dapat meningkatkan inisiasi akar dan pembentukan
akar yang lebih cepat, serta mempengaruhi pemanjangan akar jika digunakan
dalam konsentrasi rendah.
Tinggi tanaman jagung dengan konstrasi yang paling tinggi yaitu P3 (3ml
NAA, Kinetin, Casein hidrolisa) menunjukkan nilai rata-rata 17,2 cm hal ini
dapat terjadi karena pemberian dosis casein hidrolisa yang paling tinggi
menyebabkan pertumbuhan dan hasil tanaman jagung juga lebih tinggi
(Widyastoety dan Nurmalinda, 2010), menyatakan bahwa casein hidrolisat
merupakan sumber nitrogen organik yang dapat merangsang pertumbuhan dan
perkembangan jaringan tanaman.
Panambahan lebar daun dan panjang daun dapat kita liat pada diagram rata-
rata lebar daun dari perlakuan yang paling tinggi yaitu P3 rata-rata 1,3 cm
sedangkan yang terendah terdapat pada perlakuan P1 rata-rata 1,1 cm karana
dalam pemberian konsentrasi yang tinggi sehingga jaringan meristem lebih aktif
(Salisbury dan Ross, 1995). Menyatakan bahwa aktifitas penambahan lebar daun
pada tanaman disebabkan oleh aktifitas jaringan meristem yang menghasilkan
sejumlah sel yang efektif sepanjang tepi poros daun dan dan diakibatkan oleh
pembelahan secara antiklinal, dan panjang daun dapat kita lihat pada diagram
dengan perlakuan yang terendah yaitu P2 rata-rata 8,2cm dan tertinggi dengan
perlakauan P0 dengan nilai rata-rata 13,0 cm karena tampah pemberian zpt lebih
cepat merangsang pembelahan sel menurut (Lakitan, 2004). Panjang daun
dipengaruhi oleh pembelahan sel yang berangsung-angsung secara antic linak dan
pertilinak.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan bahwa pada umur
berkecambah yang paling cepat pada perlakuan P2 dengan nilai rata-rata yaitu 5,5
hari muncul akar yang paling cepat pada perlakuan P3 dengan nilai rata-rata 4,0
Jurnal Pertanian Berkelanjutan Fakultas Pertanian Universitas Cokroaminoto Palopo
hari, tinggi tanaman yang paling tinggi yaitu P3 dengan nilai rata-rata 17,2 cm,
lebar daun yang paling tinggi yaitu P3 dengan nilai rata-rata 1,3 cm, panjang daun
yang paling tinggi yaitu P0 dengan nilai rata-rata 13,0 cm, jumlah akar yang
banyak yaitu P3 dengan nilai rata-rata 18,8 helai, panjang akar yang paling
panjang yaitu P0 dengan nilai rata-rata 10,1cm, jumlah daun yang paling banyak
yaitu P0 dengan nilai rata-rata 3,3 helai, bobot planlet yang paling berat yaitu P0
dengan nilai rata-rata 2,5 g.
Saran
Saran yang dapat penulis sampaikan berdasarkan pengalaman baik saat
melaksanakan penelitian adalah diharapkan kepada mahasiswa yang akan
melakukan penelitian dilaboratorium supaya lebih menjaga kebersihan didalam
ruang laboratorium dan menjaga sterilisasi bahan dan alat supaya tanaman tidak
mudah terkontaminasi.
DAFTAR PUSTAKA
Armini, N. M., G. A. Wattimena dan L.W. Gunawan. 1991. Perbanyakan
tanaman. Hal 17-149. Dalam: Tim Laboratorium Kultur JaringanTanaman
(Eds.). Bioteknologi Tanaman1.Pusat Antar Universitas Bioteknologi.Insitut
Pertanian Bogor. Bogor.
Ageel, S., and K. Elmeer. 2011. Effects of Casein Hydrolysates and Glutamine
on Callus and Somatic Embryogenesis of Date Palm (Phoenix
dactylifera L.).New York Science Journal 4(7):121-125.
Adisarwanto, T., dan Y. E. Widyastuti, 2009. Meningkatkan Produksi Jagung di
Lahan Kering, Sawah dan Pasang Surut. Penebar swadaya Jakarta. 86 hal
Agustina, L. 2002. Nutrisi Tanaman. Rineka Cipta. Jakarta.
Arteca, R.N, 1996. Plant Growt Subtances, Priciples and Application. Chapman &
Hall. 332p.
Fisher, N. M. dan P. R. Goldsworty., 1996. Jagung Tropik dalam Fisiologi
Tanaman Budidaya tropik. UGM-Press, Yogyakarta. Hal 281-315.
Fitrianti, A. 2006.” Efektivitas Asam 2,4-Diklorofenoksiasetat (2,4-D) dan
Kinetin pada Medium MS dalam Induksi Kalus Sambiloto dengan Eksplan
Potongan Daun”. Skripsi. Biologi FMIPA UNS: Semarang
Gamborg, O. L. dan J. K. Shyluk. 1981. Nutrition,media and characteristic of
plant cell and tissue culture. P: 21-24. In: T.A. Thorpe (Ed). Plant Tissue
Culture Methods and Application in Agriculture. Academic Press Inc.
New York.
Volume 4 No. 1 Februari 2016
Gunawan, L. W. 1987. Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan
Tanaman. Pusat Antar Universitas Bioteknologi Institut Pertanian Bogor.
Bogor. 252 hal.
George, E. F. dan P. D. Sherrington. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture.
Handbook and Directory of Commercial Laboratories. Exegetics Ltd.,
England. 596 p.
George, EF and PD Sherrington, Plant Propagation by Tissue CultureIn Practice,
( Part 1 and 11) pedition, England : Exegetics Limitit, 1984.
George EF, Sherrington. 1984. Plant Propagation by Tissue Culture.
London: Eastern Press.
Gati, E., I. Mariska dan D. Seswita, 1993. Daya regenerasi tanaman piretrum
setelah penyimpanan melalui kultur jaringan.Prosiding Hasil Penelitian
dalam Rangka Pemanfaatan Pestisida Nabati. Bogor: 126 – 131.
Goldsworthy, P. R dan N. M. Fisher. 1992. Fisiologi Tanaman Budidaya
Tropik(terjemahan). Gadjah Mada University Press. Yogyakarta, hal.295.
Harjadi. 2009. Zat pengatur tumbuh Bogor.
Hendaryono, J. R. P. dan A. Wijaya. 2008. Teknik Kultur Jaringan. Kanisius.
Harjadi, S. S. 1989. Dasar-dasar Hortikultura. Jurusan Budidaya Pertanian.
Faperta. IPB. Bogor. 506 hal.
Lakitan, B. 2004. Hortikultura : Teori, Budidaya dan Pasca Panen. Jakarta.
Rajawali Press. 219hal.
Nugroho A, Sugito H. 2002. Pedoman PelaksanaanTeknik Kultur Jaringan.
Jakarta. Penebar Swadaya.
Rubatzky, V. E. dan M. Yamaguchi, 1998. Sayuran Dunia 2 Prinsip, Produksi,
dan Gizi. ITB, Bandung.
Rukmana, R. 2009. Usaha Tani Kentang Sistem Mulsa Plastik . Penerbit
Kanasius. Yogyakarta.
Rasco Jr., E. T. dan M. A. D. Maquilan. 2005. Initial studies on in
vitrogermination and early seedling growth of Nepenthes truncata
Macf. Carnivorous Plant Newsletter. June (34): 51.
Slavona. O.I., and nikiti, D.I., 2005 Immosibation of oligotrophic bacteria by
Adesorption on porous carrier. Microbiology 97, 371 – 373.
Sasmitamiharja, D.,1996. Fisiologi Tumbuhan. Jurusan PMIPA ITB. Bandung.
Jurnal Pertanian Berkelanjutan Fakultas Pertanian Universitas Cokroaminoto Palopo
Salisbury, FB., Ross, CW., 1995 . Fisiologi Tumbuhan Jilid 1. Penerbit ITB.
Bandung.
Salisbury, F.B. dan C.W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan jilid III. Bandung.
Institut Teknologi
Bandung. 343 hal.
Salguero, J., 2000. Exogenous effects on root growth and ethylene production
in maize primary roots . http://abs tracts.aspb.org/aspp2000/public/P28/
0129.html.
Sayekti, U. 2007.Pengaruh Media Terhadap Pertumbuhan dan Perkembangan
Kecambah Kantong Semar (Nepenthes mirabilis) secara In Vitro. Skripsi.
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Bogor. 62 hal.
Sandra 2010, Kultur jaringan. Cara mudah memahami dan menggapai kultur
skala tangga. Penerbit pustaka lentera.
Triharyanto A. 2005. Multiplikasi Tunas Tanaman Gaharu (Aquilaria
malaccensislamk) Secara In Vitro [skripsi]. Bogor: Fakultas Kehutanan,
InstitutPertanian Bogor.
Wetherell DF. 1982. Pengantar PropagasiTanaman Secara In Vitro.
(Terjemahan). New Jersey: Avery Publishing Group Inc. Wayne.
Warisno. 1998. Jagung Hibrida. Kanisius. Yogyakarta Widiastoety, D. dan
Nurmalinda. 2010.Pengaruh Suplemen Nonsintetik terhadap Pertumbuhan
Planlet Anggrek Vanda. J. Hort. 20(1):60-66.
etherell DF. 1982. Pengantar PropagasiTanaman Secara In Vitro.
(Terjemahan). New Jersey: Avery Publishing Group Inc. Wayne.
Wattimenna L. W. Gunawan, N. A. Matjik, E. Syamsudin, N. M. Armini dan A.
Ernawati. 1992. Bioteknologi Tanaman Laboratorium Kultur Jaringan.
Pusat Antar Universitas. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 309 hal.