Download - Nano Material
NANOMATERIAL:
Sintesis, Karakterisasi, Sifat, dan Peralatan Elektronik
Oleh:
Benny Rio Fernandez, 10 212 07 029
Dibawah bimbingan:
Prof. Dr. Syukri Arief, M.Eng
Program Studi Kimia
Pascasarjana Universitas Andalas
Padang
2011
BAB I
PENDAHULUAN
Istilah nano merupakan simbol yang digunakan untuk menyatakan satu milyar.
Nanometer merupakan satu per satu milyar dari meter, sedangkan nanoteknologi
mengacu pada pekerjaan yang dilakukan pada tingkatan nanometer. Produk yang
dihasilkan dalam skala nanometer dikenal dengan istilah nanomaterial (Allsopp, M et
al., 2007).
Nanomaterial merupakan suatu lompatan terbaru untuk memahami dan
menggunakan suatu material. Ilmu material memulainya dengan merealisasikan
komposisi kimia yang memainkan peranan penting dalam menentukan apa material
penyusun material itu sendiri. Proses pembentukan suatu nanomaterial akan
mempengaruhi sifat dari material itu sendiri, selain itu penambahan aditif juga akan
memodifikasi sifatnya (Enne van Heeren., 2007).
Penggunaan nanomaterial terus dikembangkan dalam dunia industri serta mecari
metoda-metoda yang paling mudah dan menguntungkan dalam segi ekonomi. Dalam
dunia industri, seperti industri otomotif, plastik dan energi, metoda yang digunakan
dalam menghasilkan nanomaterial terus dimodifikasi untuk meningkatkan kualitas
produk dan hasil produksi (Pitkethly., 2004).
Hasil dari suatu material bergantung pada sifat material penyusunnya, sifat ini
tergantung pada struktur atom, komposisi, kecacatan, mikrostruktur dan antarmuka yang
dikontrol oleh sifat-sifat termodinamik dan kinetik.
Penggunaan nanomaterial dapat diaplikasikan dalam berbagai bidang, seperti:
bidang kesehatan/ kedokteran, biologi/ bioteknologi, peralatan elektronik, kimia,
pertanian dan indsutri obat dan makanan. Banyaknya aplikasi dari penggunaan
nanomaterial ini, disebabkan karena materialnya bisa dimanipulasi sampai ukuran yang
sangat kecil (berkisar antara 1 nm – 250 nm) sehingga bisa menjadi lebih efektif dan
efisien dalam penggunaannya.
Dalam bidang elektronik, salah satu metoda yang digunakan untuk membuat
peralatan elektronik dikenal dengan istilah “top down”, yaitu membuat komponen dan
material penyusunnya dalam skala nano dari material awal yang besar. Meskipun
sekarang telah ditemukan metoda lain dengan menggunakan pendekatan penataan
sendiri (self-assembly) atom-atom atau molekul yang dikenal dengan istilah “bottom-
up”. Selain itu, pendekatan metoda top down juga mampu menghasilkan struktur yang
sangat kecil dari suatu material, yang mana bisa diaplikasikan untuk komponen-
komponen elektronik dan micro-electro-mechanical system (MEMs).
Begitu pentingnya nanomaterial dalam berbagai bidang, maka tulisan ini akan
mengulas tentang sintesis nanomaterial, karakterisasi, sifat serta penggunaan
nanomaterial sebagai peralatan elektronik.
BAB II
ISI
2.1 Sintesis Nanomaterial
Dalam menghasilkan nanomaterial, maka dikenal beberapa metoda yang biasa
digunakan dalam sintesis nanomaterial (yang akan dibahas pada sub-bab selanjutnya),
salah satunya yaitu sintesis fasa gas nanopartikel, yang melibatkan proses kondensasi
gas iner, sintesis uap kimia dan fisika, proses ablasi laser, plasma microwave, aerosol,
dan pelapisan (Vollat., 2008).
Secara umum proses pembentukan nanopartikel dapat dibagi kedalam 2 bagian,
yaitu:
1. Bottom-up approach,
2. Top down approach.
Selain itu, tahapan pembentukan partikel dapat dikelompokkan atas beberapa
tahapan penting, yaitu:
1. Nukleasi.
2. Kondensasi atom-atom atau molekul.
3. Koagulasi oleh pertukaran energi permukaan.
4. Agglomerasi atau penggumpalan.
Untuk menghasilkan nanopartikel menggunakan fasa gas, maka yang paling
penting adalah kondensasi gas iner. Prinsip dasar dari proses kondensasi gas iner adalah
bagaimana logam diintroduksi dan diuapkan. Salah satu pendekatan yang paling
mungkin adalah memanaskannya dengan elektron.
Ablasi laser biasanya digunakan untuk menghasilkan nanopowder, yang terdiri
dari dua bagian penting yaitu: pulsed high-power laser dan sistem fokus optik. Proses
sintesis uap kimia dan fisika umumnya mengalami proses acak, dimana spesies aktif,
temperatur, dan kecepatan pendinginan dalam gas mampu mempengaruhi ukuran
partikel dan distribusi ukuran partikel.
2.1.1 Sintesis Nanomaterial Menggunakan Template Alumina Berpori
Shingubara, Shoso melaporkan bahwa sintesis nanomaterial menggunakan cetakan
berupa alumina berpori. Dengan adanya metoda penataan sendiri (self organization),
maka material dalam skala nano mampu dihasilkan tanpa menggunakan peralatan
litografi yang mahal, seperti penggunaan sistem sinar elektron.
Alumina berpori dapat dibuat secara elektrokimia melalui oksidasi anoda dari
aluminium dengan menggunakan metoda self organization. Berdasarkan metoda ini,
pembentukan alumina berpori sebagai cetakan dapat dijelaskan dengan dua mekanisme
yang terjadi, antara lain:
1. Pertumbuhan aluminium oksida pada antarmuka antara aluminium dan
alumina karena adanya transpor ion-ion Al3+
, OH-, dan O
2- didalam film
alumina.
2. Terjadinya disolusi dan deposisi aluminium oksida pada antarmuka antara
film alumina dan larutan.
Berdasarkan metoda ini, maka dapat dihasilkan pori alumina sebesar 36 nm
(Gambar I).
Gambar I. Foto SEM dari pori ukuran nano alumina yang dibentuk oleh dua tahap
oksidasi anoda 40 Volt menggunakan 0,15 M asam oksalat. (a) Tampak atas, (b) Penampang melintang.
Gambar Ia menunjukkan bahwa terbentuknya kisi trigonal dari pori alumina
yang memiliki diameter rata-rata 36 nm. Selain itu, Gambar Ib menerangkan bahwa
kedalaman ukuran pori yang dihasilkan adalah 220 nm, lubang bagian bawah yang
tertutup memiliki ketebalan 30 nm, sedangkan lubang nano disebelahnya dipisahkan
oleh 50 nm ketebalan dinding-dinding alumina.
Gambar II. Metoda untuk mengontrol lekungan Al menggunakan cetakan SiC diawal perlakuan.
Gambar III. Foto SEM dari susunan karbon nanotube menggunakan cetakan pori
alumina.
Pada Gambar III, menggunakan katalis kobal (Co), pirolisis dari C2H2
dilakukan pada suhu 650oC, dihasilkan karbon nanotube dengan diameter dari 10 nm
sampai dengan beberapa ratus nanometer, dengan panjang diatas 100 µm.
Gambar IV. Pola AFM dari dot heksagonal aluminium yang dibentuk pada antarmuka
antara pori alumina dan SiO2.
Selain itu, penelitian ini melaporkan bahwa alumina sebagai cetakan dapat
digunakan untuk menghasilkan nanomaterial sebagai peralatan elektronik, media
penyimpan, dll.
Baron, et al juga mengemukakan bahwa salah satu metoda yang dapat
digunakan untuk menghasilkan peralatan elektronik dalam skala nano adalah
nanoimprin litografi (NIL). Dimana dijelaskan bahwa ada 3 komponen dasar dalam
proses NIL, antara lain (Gambar V):
a. Stempel/ cetakan yang sesuai dengan ukuran yang diinginkan.
b. Material yang akan diprint.
c. Peralatan untuk proses printing dengan adanya kontrol temperatur.
Proses NIL sangat fleksibel, biaya murah, dan bersifat biokompatibel. Oleh
sebab itu, NIL memiliki beberapa keuntungan jika dibandingkan dengan metoda
konvensional. Pada proses NIL, salah satu pendekatan yang dianjurkan adalah tanpa
adanya pemberian tekanan yang dinamakan dengan step and flash imprinting
lithography (SFIL). Namun, hal ini sangat sukar dilakukan, sehingga proses pemberian
tekanan tidak bisa dihindari.
NIL merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk menghasilkan
peralatan-peralatan opto-elektronik dan sensor. Teknik ini digunakan untuk
menghasilkan dioda emisi cahaya (LED) organik yang mampu menghamburkan cahaya
pada 400 nm untuk polimer berkonjugasi sampai dengan kedalaman 20 nm. Contoh
lainnya dapat diaplikasikan sebagai media penyimpan data, bioelektronik, dan cairan
nano (nanofluid).
Gambar V. Skema proses NIL, (a) pemanasan sampel dan stempel/ cetakan, (b) mengaplikasikan cetakan terhadap sampel sambil diberikan tekanan, (c)
proses pendinginan dan pemisahan dari sampel.
2.1.2 Sintesis Nanomaterial Menggunakan Metoda Elektrospining
Elektrospining pertama kali diperkenalkan pada tahun 1934 yang merupakan metoda
terbaru untuk menghasilkan serat dengan diameter yang sangat kecil (Miao et al., 2010).
Gambar VI. Proses pembuatan material dengan skala yang sangat kecil menggunakan metoda Elektrospining.
Peralatan elektrospining terdiri dari suntik, pompa suntik, spinner (pemutar),
kolektor, dan sumber arus. Pada larutan spinning tunggal, larutan dari zat terlarut yang
bersifat volatil dipompakan kemulut suntikan. Selanjutnya dua larutan yang sejajar
dipompakan secara bersamaan tergantung kepada apa yang menjadi inti dan apa yang
menjadi sel dari serat campuran yang kita inginkan (Gambar VI: insert). Arus
diberikan antara spinner yang nantinya akan terkumpul pada kolektor. Dengan adanya
arus listrik, maka material akan terdeposisi pada permukaan kolektror.
Ketika arus yang diberikan cukup tinggi, maka larutan menjadi bermuatan
sangat besar, sehingga larutan yang disemprotkan memiliki dua buah tipe gaya
elektrostatik, yaitu (1). Gaya tolakan antar permukaan dan (2). Gaya Coloumb yang
bertolakan dengan medan listrik eksternal. Ketika dicapai titik kritis dari arus, gaya-
gaya elektrostatik ini menyebabkan terbentuknya cairan polimer yang disemprotkan
seperti pola kerucut, yang dinamakan dengan pilinan Taylor. Selanjutnya, dengan
adanya pompa, maka akan menghasilkan pancaran serat yang keluar dari suntikan,
dimana tolakan-tolakan elektrostatik masih terjadi. Ketidakstabilan yang terjadi jika
diberikan arus dibawah nilai kritisnya, menyebabkan pancaran dari cairan polimer akan
terpecah membentuk tetesan-teteasan kecil. Beberapa fenomena ini dinamakan dengan
ketidakstabilan Rayleigh. Oleh sebab itu, pembentukan serat nano ditentukan oleh
beberapa parameter kunci, seperti: konsentrasi larutan, viskositas, tegangan permukaan,
konduktifitas, dan kecepatan alir. Struktur yang dihasilkan akan berbeda-beda jika
parameter ini divariasikan.
Dengan menggunakan metoda elektrospining, Miao, et al telah melaporkan
bahwa dapat menghasilkan material dalam skala yang sangat kecil, sehingga dapat
digunakan sebagai insulator, separator, dan elektrolit; elektroda; kabel nano;
superkapasitor; dan aktuator.
Silikon memiliki kapasitansi yang besar (~4200 mAh/g) dibandingkan dengan
grafit atau logam-logam oksida lainnya. Oleh sebab itu, Si selalu dipertimbangkan
sebagai material anoda yang sangat ideal untuk baterai ion litium yang bisa diisi ulang
dengan kapasitas yang tinggi. Dispersi nanopartikel Si didalam nanopori berdimensi
satu (Gambar VII) merupakan salah satu pendekatan yang digunakan untuk membuat
beberapa elektroda dengan kapasitas dan konduktifitas yang tinggi.
Gambar VII. Foto SEm dari PAN/PLLA/Si (a-c) dan pori serat nanokomposit C/Si (d-f).
Gambar VII, pilinan dari proses elektrospining serat nano ZnO/NiO
menjelaskan bahwa komposit yang terbentuk memeliki karakteristik bisa dialiri arus
listrik.
Gambar VIII. Foto Optik dari pilinan serat nano NiO/ZnO (a,b), pita jembatan p dan n
dari NiO/ZnO (c), Foto SEM dari serat nano NiO (d), dan diagram
pembentukan pita jembatan serat nano p dan n (e).
Gambar IX. Karakterisasi dari sintesis membran nanowire, (a) foto optik dari membran
kriptomelan, (b) Foto SEM dari penampang melintang membran, (c) Foto SEM dengan perbesaran rendah menunjukkan morfologi permukaan, (d)
Foto SEM menunjukkan jaringan nanowire, (e) Foto SEM dengan
perbesaran tinggi menunjukkan pilinan nanowire, (f) Gambar TEM nanowire kriptomelan tunggal, (g) Gambar TEM dengan perbesaran tinggi,
(h) grafik yang menunjukkan hubungan waktu pembasahan dengan fungsi
jumlah air yang diteteskan.
Gambar X. Skema dari superkapasitor.
Gambar X, superkapasitor diketahui sebagai media penyimpan energi yang
baik, kemampuan pengisian dan isi ulang yang cepat, dan tahan lama. Nilai kapasitansi
yang tinggi dan besarnya arus pengoperasian merupakan usaha untuk meningkatkan
densiti energi dari superkapasitor. Cara sederhana untuk meningkatkan nilai
kapasitansinya adalah dengan meningkatkan area permukaan dari elektroda
superkapasitor dan serat elektrospun. Serat CNF teraktifasi dibuat menggunakan metoda
elektrospining yang merupakan salah satu material yang bagus sebagai elektroda
superkapasitor.
Gambar XI. Foto FE-SEM dari gulungan PVA/PANI (insert: penampang melintang dari struktur gulungan).
Aktuator bisa mengubah energi listrik dan energi lainnya menjadi pergerakan
mekanik. Salah satu aktuator yang paling umum dikenal adalah polimer penghantar
(conducting polymer), hal ini disebabkan karena material ini memiliki nilai aktuasi yang
rendah dan mampu bekerja dibawah kondisi arus yang sangat rendah. Biasanya serat
dilapisi dengan material polimer penghantar menggunakan metoda elektrospining,
sehingga menghasilkan material berupa serat pilinan/ gulungan seperti (Gambar XI).
Struktur seperti ini memiliki area permukaan yang luas dan porositas yang tinggi,
memungkinkan terjadinya difusi ion-ion pada reaksi elektrokimia.
2.3 Sifat Nanomaterial
Nanomaterial bisa berupa logam, polimer, keramik, dan komposit dengan ukuran 1-100
nm. Dalam skala nano, biasanya sifat material dipengaruhi oleh hukum dari fisik atom
itu sendiri (dan tidak dipengaruhi oleh sifat molekul besar dari materialnya, bulk phase).
Sehingga, secara kimia, fisika, sifat magnet, sifat elektronik, dan sifat optisnya akan
berubah. Karena ukurannya yang sangat kecil dari nanomaterial ini, maka menghasilkan
ukuran kritis terhadap fenomena fisika.
Sebagai contoh: sifat magnetik dari material feroelektrik yang dihasilkan akan
memiliki permeabilitas yang tinggi, namun histerisis magnetitnya cenderung tidak ada
dalam material feroelektrik skala nano, dimana nanomaterial ini akan menjadi
superparamagnetik atau superparaelektrik dibawah titik Currie. Material ini memiliki
permeabilitas yang tinggi dan permitifitas dibawah pengaruh medan luar, dan akan
kehilangan magnetisasi atau polarisasi jika medan dijauhkan.
Orang umumnya ingin memahami lebih mendalam mengapa nanopartikel dapat
memiliki sifat atau fungsi yang berbeda dari material sejenis dalam ukuran besar (bulk).
Dua hal utama yang membuat nanopartikel berbeda dengan material sejenis dalam
ukuran besar, yaitu:
1. Karena ukurannya yang kecil, nanopartikel memiliki nilai perbandingan
antara luas permukaan dan volume yang lebih besar jika dibandingkan
dengan partikel sejenis dalam ukuran besar. Ini membuat nanopartikel lebih
reaktif. Reaktifitas material ditentukan oleh atom-atom dipermukaan, karena
hanya atom-atom tersebut yang bersentuhan langsung dengan material lain.
2. Ketika ukuran partikel menuju orde nanometer, maka hokum fisika yang
berlaku lebih didominasi oleh hukum-hukum fisika kuantum.
Sifat-sifat yang berubah pada nanopartikel biasanya berkaitan dengan fenomena-
fenomena berikut ini. Pertama adalah fenomena kuantum sebagai akibat keterbatasan
ruang gerak elektron dan pembawa muatan lainnya dalam partikel. Fenomena ini
berimbas pada beberapa sifat material seperti perubahan warna yang dipancarkan,
transparasi, kekuatan mekanik, konduktifitas listrik, dan magnetisasi. Kedua adalah
perubahan rasio jumlah atom yang menempati permukaan terhadap jumlah total atom.
Fenomena ini berimbas pada perubahan titik didih, titik beku, dan reaktifitas kimia.
Perubahan-perubahan tersebut diharapkan dapat menjadi keunggulan nanopartikel jika
dibandingkan dengan partikel sejenis dalam keadaan bulk. Para peneliti percaya bahwa
kita dapat mengontrol perubahan-perubahan tersebut kearah yang diinginkan (Rahma,
Reza., 2008).
Permukaan dan antarmuka sangat penting dalam menjelaskan sifat nanomaterial.
Dalam fasa yang besar (bulky), hanya atom-atom yang relatif kecil yang akan mendekati
permukaan atau antarmuka, sedangkan dalam nanomaterial umumnya semua atom-atom
akan mendekati antarmuka. Implikasi fisika yang dapat diketengahkan dari pengurangan
titik leleh bisa dijelaskan dengan mempertimbangkan distribusi energi permukaan
terhadap energi bebas Gibbs dari suatu nanopartikel. Pengurangan titik leleh ini
berbanding terbalik dengan jari-jari partikel. Selain itu, perbedaan sifat antara material
yang besar dengan nanomaterial disebabkan karena adanya perbedaan sifat struktur
elektronik dari permukaannya.
Dunia nanomaterial mampu menghasilkan peralatan-peralatan yang sangat
canggih, seperti mikrsokop elektron dan scanning tunneling microscopy. Selama 20
tahun terakhir telah banyak ditemukan material-material yang memiliki keunikan
dengan sifat-sifat yang sangat bagus. Karbon sperikal yang lebih dikenal dengan
fuleren, C60 ; serat karbon nano; tabung nano; dan nanowires. Karbon nanotube telah
diketahui memiliki sifat yang unik, seperti: kaku dan kekuatan mekanik yang tinggi.
Selain itu juga memiliki kapasitas untuk menghantarkan arus listrik ribuan kali lebih
bagus dibandingkan dengan kabel tembaga, dan konduktifitas panas dua kali lebih
bagus dibandingkan dengan diamon (Motyl., 2004).
2.4 Penggunaan Nanomaterial dalam Peralatan Elektronik
Beberapa nanomaterial dapat diaplikasikan dalam peralatan elektronik, seperti karbon
nanotube dan kuantum dot untuk elektroda, transistor, sirkuit terintegrasi (IC), baterai,
dll.
2.4.1 Elektroda-Karbon nanotube dan Fuleren
Fuleren merupakan senyawa yang dibentuk dari karbon dalam bentuk sperikal
berongga, elips, atau tabung. Fuleren berongga yang paling banyak dikenal sebagai
Fuleren (C60).
Gambar XII. Elektroda porpirin-C60-emas dalam sel fotoelektrokimia (Kamat., 2006).
2.4.2 Transistor
Gambar XIII. Ringkasan proses pembuatan integrated circuit (IC) 3-dimensi nanowires, (a) kontak printing dengan adanya pertumbuhan partikel pada
permukaan substrat dari nanowires, (b) tahapan pembuatan IC 3-domensi
nanowires menggunakan kontak printing dan pemisahan layar per layar.
Dewasa ini, umumnya pendekatan yang digunakan untuk menghasilkan 3-
dimensional (3D) peralatan elektronik adalah berdasarkan susunan layar per layar dari
nanowire (NW) seperti diperlihatkan pada (Gambar XIII). Menggunakan core/ shell
germanium/ silikon (Ge/Si) menghasilkan sepuluh tumpukan NW yang bisa mengalami
efek medan transisitor (Field Effect Transistor, FET). Hal ini disebakan karena
dihasilkannya celah-celah yang mampu menyimpan electron. Sehingga, dengan adanya
arus yang diberikan, akan mampu tertahan untuk menyimpan dan mensuplainya kepada
material lain jika dibutuhkan.
2.4.3 Sirkuit balik (IC Inverse)
Hong et al, melaporkan bahwa adanya keadaan terperangkap dari arus berupa elektron
didalam suatu media, menyebabkan terbentuknya suatu sistem yang dikenal dengan
transistor. Elektron yang terperangkap ini bisa menyebabkan terjadinya pengurangan
elektron didalam canel, sehingga menghasilkan suatu efek daya hantar. Kabel nano ZnO
yang kasar dengan diameter yang relatif kecil memiliki fraksi lebih signifikan dari
daerah pengurangan elektron, hal ini disebabkan karena adanya elektron yang
terperangkap jika dibandingkan dengan kabel nano ZnO yang halus. Hal ini
mengindikasikan bahwa kabel nano ZnO halus dengan diameter yang besar mampu
beroperasi sebagai deplesi elektron/ pengurangan elektron, meskipun kabel nano ZnO
kasar juga memiliki kemampuan serupa (Gambar XIV).
Gambar XIV. (Atas) penampang melintang dari elektroda, kabel nano ZnO dan layar
dielektrik, (bawah) diagram pita keseimbangan dari kabel nano dengan FET pada Vg = 0 volt untuk (a) kabel nano ZnO halus, (b) kabel nano ZnO
kasar.
Gambar XV. Ilustrasi dari inverter balik dalam bentuk D-mode dan E-mode FET.
Gambar XVI. Bentuk peralatan dari sirkuit yang diinginkan menggunakan kabel nano
ZnO.
BAB III
KESIMPULAN
Nanomaterial merupakan suatu lompatan terbaru untuk memahami dan menggunakan
suatu material. Penggunaan nanomaterial terus dikembangkan dalam dunia industri serta
mecari metoda-metoda yang paling mudah dan menguntungkan dalam segi ekonomi,
yang dapat digunakan dalam berbagai bidang, seperti penggunaannya sebagai peralatan
elektronik. Hasil dari suatu material bergantung pada sifat material penyusunnya, sifat
ini tergantung pada struktur atom, komposisi, kecacatan, mikrostruktur dan antarmuka
yang dikontrol oleh sifat-sifat termodinamik dan kinetik sampai skala atomik.
Pendekatan bottom-up dan top down merupakan salah satu alternatif dalam
menghasilkan nanomaterial yang dapat digunakan untuk elektroda, sirkuit, transistor,
kapasitor, dan baterai.
DAFTAR PUSTAKA
Baron, A., Szewieczek, D., Nowosielski, R., Selected Manufacturing Techniques of
Nanomaterials, Journal of Achievements in Materials and Manufacturing
Engineering, vol.21, issues.1-2, 2007, pp.83-86
Henne van Heeren, Nano Materials, RTO-EN-AVT-129bis, 2007.
Hong, Woong-Ki., Jo. G., Choe. M., Park. W., Yoon. J., Lee. T., Tuning of
Electronic Characteristics of ZnO Nanowire Transistors and Their Logic Device
Application, Proc. Of SPIE, vol. 7768, 2010.
Kamat, Prashant., Carbon Nanomaterials: Building Blocks in Energy Conversion
Devices, The electrochemical Society Interface, 2006, pp.45-47
M. Allsopp., A. Walter., D. Santillo, Nanotechnologies and nanomaterials in
electrical and electronic goods: A review of uses and health concerns, GLR-TN-
09-2007, 2007.
Miao, J., Miyauchi, M., Simmons, T.J., Dordick, J.S., Linhadt, R.J.,
Electrospinning of Nanomaterials and Applications in Electronic Components
and Devices, Journal of Nanoscience and Nanotechnology , vol.10, 2010,
pp.5507-5519
Motyl, Edmund., Energy-Saving Materials and Technologies-Nanomaterial, New
Smart Materials, Prace Naukowe Podstaw Elektrotechniki i Elektrotechnologii
Politechnikii Wroclawskiej, No. 39, vol.14, 2004, pp.42-48
Pitkethly, Michael., Nanomaterials: The Driving Force, Nanotoday, ISSN 1369 7021,
2004, pp. 20-29
Shingubara, Shoso, Fabrication of Nanomaterials using Porous Alumina Templates,
Journal of Nanoparticle Research, vol. 5, 2003, pp.17-30
Vollat, Dieter., Nanomaterials: An Introduction to Synthesis, Properties, and
Application, Environmental Engineering and Mangement Journal, vol.7, No.6,
2008, pp.865-870