Download - Mekanisme Absorpsi Obat Melalui Difusi Pasif
MEKANISME ABSORPSI OBAT MELALUI DIFUSI PASIF
DISUSUN OLEH:
REZKY APRHODYTA D. M.
N111 13 312
Diajukan sebagai tugas porto folio
dalam rangkaian matakuliah
BIOFARMASETIKA
Semester Akhir 2014/2015
PROGRAM STUDI S1 FARMASI
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
20151
KATA PENGANTAR
Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, oleh
karena perlindungan dan kasih karunia-Nya sehingga penyusun dapat
menyelesaikan Makalah Biofarmasetika yang berjudul “Mekanisme Absorpsi Obat
Melalui Difusi Pasif” ini dengan baik.
Makalah ini disusun dalam rangka memenuhi rangkaian matakuliah
Biofarmasetika Semester Akhir 2014/2015. Penyusun menyadari bahwa tanpa
bantuan dari banyak pihak, tidaklah mungkin makalah ini dapat diselesaikan sesuai
dengan waktu yang telah ditentukan, oleh sebab itu penyusun mengucapkan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada seluruh pihak yang telah memberikan bantuan
dalam penyusunan makalah ini.
Demi kesempurnaan makalah ini, penyusun dengan senang hari menerima
kritik dan saran yang bersifat membangun. Semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua, terutama bagi penyusun sebagai penyusun makalah ini.
Makassar, 19 Maret 2015
Rezky Aprhodyta D. M.
2
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................................................................................1
I.1 LATAR BELAKANG..........................................................................................................1
I.2 RUMUSAN MASALAH.....................................................................................................2
I.3 TUJUAN..................................................................................................................................2
BAB II KAJIAN PUSTAKA...................................................................................................................3
II.1 ABSORPSI...........................................................................................................................3
II.2 SIFAT MEMBRAN...........................................................................................................4
II.3 TRANSPOR OBAT MELEWATI MEMBRAN BIOLOGIS.................................6
II.4 DIFUSI PASIF..................................................................................................................10
II.5 FAKTOR-FAKTOR YANG MEMENGARUHI ABSORPSI PASIF OBAT. 12
BAB III PENUTUP..................................................................................................................................16
III.1 KESIMPULAN...............................................................................................................16
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................................18
3
BAB I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Membran plasma tersusun atas lipid ganda dengan rantai hidrokarbon
menghadap ke bagian dalam lapisan ganda untuk membentuk fase hidrofobik
kontinu dan gugus hoidrofilik menghadap keluar. Protein-protein membran yang
tertempel pada lapisan ganda bertindak sebagai reseptor, saluran ion, dan
penghantar jalur-jalur sinyal elektrik dan kimia; banyak dari protein ini merupakan
target-target dari obat-obatan. Membran sel relatif permeabel terhadap air dan
aliran air yang besar dapat membawa serta molekul obat berukuran kecil (< 200
Da).
Membran plasma merupakan batas kehidupan, batas yang memisahkan sel
hidup dari sekelilingnya yang mati. Setiap sel yang hidup harus selalu memasukkan
materi yang diperlukan dan membuang sisa-sisa metabolismenya. Di tubuh
manusia, obat harus menembus sawar (barrier) sel di berbagai jaringan. Umumnya
obat melintasi lapisan sel ini dengan menembusnya, bukan dengan melewati celah
antar sel. Peristiwa ini dikenal dengan transpor lintas membran.
Banyaknya molekul yang masuk dan keluar membran menyebabkan
terciptanya transpor lintas membran. Transpor lintas membran digolongkan
menjadi dua cara, yaitu dengan difusi pasif untuk molekul-molekul yang mampu
melalui membran tanpa mekanisme khusus dan transpor aktif untuk molekul yang
membutuhkan mekanisme khusus.
Umumnya absorbsi dan distribusi obat terjadi secara difusi pasif. Mula-mula
obat harus berada dalam larutan air pada permukaan membran sel kemudian
4
molekul obat akan melintasi membran dengan melarut dalam lemak membran. Pada
proses ini obat bergerak dari sisi yang kadarnya lebih tinggi ke sisi lain yang
memiliki kadar lebih rendah. Setelah taraf mantap dicapai, kadar obat bentuk non
ion kedua sisi membran akan sama.
I.2 Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah yang akan dikaji dalam makalah ini yaitu:
1. Apa yang dimaksud dengan absorpsi?
2. Bagaimana sifat membran pada sel?
3. Bagaimana proses transpor obat melintasi membran biologis?
4. Apa yang dimaksud dengan difusi pasif?
5. Apa saja faktor yang memengaruhi difusi pasif obat?
I.3 Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dalam pembuatan makalah ini yaitu:
1. Mengetahui apa yang dimaksud dengan absorpsi.
2. Mengetahui sifat membran pada sel.
3. Mengetahui proses transpor obat melintasi membran biologis.
4. Mengetahui proses difusi pasif.
5. Mengetahui faktor-faktor yang memengaruhi proses difusi pasif obat.
5
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
II.1 Absorpsi
Absorpsi adalah pergerakan partikel-partikel obat dari saluran
gastrointestinal ke dalam cairan tubuh melalui absorpsi pasif, absorpsi aktif, atau
pinositosis. Kebanyakan obat oral diabsorpsi di usus halus melalui kerja permukaan
vili mukosa yang luas. Jika sebagian dari vili ini berkurang karena pengangkatan
sebagian dari usus halus, maka absorpsi juga berkurang. Obat-obat yang mempunyai
dasar protein, seperti insulin dan hormon pertumbuhan, dirusak di dalam usus
halus oleh enzim-enzim pencernaan. Absorpsi pasif umumnya terjadi melalui difusi
(pergerakan dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah). Dengan proses difusi,
obat tidak memerlukan energi untuk menembus membran. Absorpsi aktif
membutuhkan karier (pembawa) untuk bergerak melawan perbedaan konsentrasi.
Sebuah enzim atau protein dapat membawa obat-obat menembus membran.
Pinositosis berarti membawa obat menembus membran dengan proses menelan.
Gambar 1. Tiga proses utama dalam absorpsi obat melalui membran gastrointestinal; yaitu absorpsi pasif, absorpsi aktif, dan pinositosis.
6
Membran gastrointestinal terutama terdiri dari lipid (lemak) dan protein,
sehingga obat-obat yang larut dalam lemak cepat menembus membran
gastrointestinal. Obat-obat yang larut dalam air membutuhkan karier, baik berupa
enzim maupun protein, untuk melalui membran. Partikel-partikel besar menembus
membran jika telah menjadi tidak bermuatan (nonionized, tidak bermuatan positif
atau negatif). Obat-obat asam lemah, seperti aspirin, menjadi kurang bermuatan di
dalam lambung, dan aspirin melewati lambung dengan mudah dan cepat. Asam
hidroklorida merusak beberapa obat, seperti penisilin G; oleh karena itu, penisilin
oral diperlukan dalam dosis besar karena sebagian hilang akibat cairan lambung.
II.2 Sifat membran
Rintangan atau sawar yang dihadapi zat aktif sebelum mencapai titik-
tangkap atau sebelum mengalami perubahan atau peniadaan, tampaknya berbeda
untuk setiap zat aktif. Sawar tersebut dapat merupakan sejumlah lapisan sel
(misalnya kulit), atau hanya satu sel basal (epitel usus halus), ataupun bahkan yang
berukuran lebih kecil dari sel itu sendiri (membran antar sel atau pembatas organ
intraseluler seperti inti atau mitokondria). Namun sesungguhnya perbedaan
tersebut merupakan satu kesatuan struktur yang sama pada semua membran baik
pada manusia, hewan ataupun tanaman.
Konsep tentang sifat alami dan struktur membran telah berkembang seiring
dengan kemajuan teknik pengamatan. Misalnya adanya mikroskop elektron yang
memungkinkan pemastian hal-hal yang oleh mikroskop optik tidak jelas seperti
perbedaan pewarnaan atau penampakan antara dua objek. Pada mikroskop
elektron, membran sederhana tampak sebagai gambaran tiga dimensi asimetrik,
7
tebalnya beragam antara 70 dan 100 Å, terdiri atas dua lapisan yang samar dengan
tebal berbeda dan ditutup oleh suatu lapisan bening.
Pengertian lipida protein alami suatu membran sebagai gabungan molekul
penyusun membran telah mengalami banyak perubahan sejak Overton (1902)
menemukan adanya membran lipida essensial. Penelitian Davson dan Danielli
(1936-1943) serta Stein dan Danielli lipida protein sebagai model membran. Model
membran tersebut terdiri atas dua basal lipida monomolekuler (terutama terdiri
atas fosfolipida, tetapi juga kolesterol) yang kutub hidrofobnya menghadap ke
bagian dalam, dan kutub hidrofilnya merupakan basal protein berada di fase berair.
Telah diketahui pula bahwa bahwa susunan molekuler tersebut adalah sekitar 75
Angstrom, membentuk gambaran tiga dimensi asimetrik yang diperoleh dengan
mikroskop elektron. Dua kutub hidrofil mengandung protein dan ujung fosfolipida
yang pilar (salah satu diantaranya yang berada pada permukaan luar mempunyai
lapisan protein globuler) mengelilingi daerah pusat hidrofob. Tetapi tampaknya
susunan statis tersebut bukan merupakan protein dan lipida dalam membran
seluler yang hidup. Model berlapis tersebut relatif dapat diterapkan lebih baik,
dihasilkan dari penelitian baru (Simposium 1972) dan merupakan konsep nidek
“mosaik cair”.
Dalam konsep mosaik cair, matriks membran terdiri atas 2 lapisan lipida
protein globuler yang tidak berkesinambungan dan saling menyesuaikan, menurut
susunan yang teratur atau tidak teratur. Gugusan polarnya terletak pada permukaan
membran yang kontak dengan cairan intra atau ekstraseluler, sedangkan gugus non
polar menghadap ke arah dalam. Pori-pori yang tampak pada sumbu urtama protein
globuler tebalnya ± 85 Å.
8
II.3 Transpor Obat Melewati Membran Biologis
Obat yang masuk ke dalam tubuh melalui berbagai cara pemberian
umumnya mengalami berbagai cara pemberian umumnya mengalami absorpsi,
distribusi, dan pengikatan untuk sampai di tempat kerja dan menimbulkan efek.
Kemudian dengan atau tidak menggunakan biotransformasi, obat disekresi dari
dalam tubuh. Seluruh proses ini disebut proses farmakokinetik dan berjalan
serentak.
Di dalam tubuh manusia obat harus menembus barier sel di berbagai
jaringan. Pada umumnya obat melintasi lapisan sel ini dengan menembusnya, bukan
dengan cara melewati celah antar sel, kecuali pada endotel kapiler. Karena itu
peristiwa terpenting dalam proses farmakokinetik adalah transpor lintas membran.
Membran sel terdiri dari dua lapis lemak yang membentuk fase hidrofilik di
kedua sisi membran dan fase hidrofobik di antaranya. Molekul-molekul yang
tertanam di kedua sisi membran atau menembus membran berupa mozaik pada
membran. Molekul-molekul protein ini membentuk kanal hirofilik untuk transpor
air dan molekul kecil lainnya yang larut dalam air.
Cara-cara transpor obat lintas membran yang terpenting adalah difusi pasif
dan transpor aktif yang terakhir melibatkan komponen-komponen membran sel dan
membutuhkan energi. Sifat fisiko-kimia obat yang menentukan cara transpor ialah
bentuk dan ukuran molekul kelarutan dalam air, derajat ionisasi dan kelarutan
dalam lemak.
Kebanyakan obat berupa elektrolit lemah yakni asam lemah atau basa
lemah. Dalam larutan elektrolit lemah ini akan terionisasi. Derajat ionisasi ini
9
tergantung dari pKa obat dan pH larutan. Bentuk non ion umumnya larut baik
dalam lemak sehingga mudah berdifusi melintasi membran. Sedangkan bentuk ion
sukar melintasi membran karena sukar larut dalam lemak. Pada taraf mantap kadar
obat dalam bentuki non-ion saja yang sama dikedua sisi membran, sedangkan kadar
obat bentuk ion tergantung dari perbedaan pH di kedua membran.
Membran sel merupakan membran semi permiabel, yang artinya hanya
dapat dirembesi air dan molekul-molekul kecil. Air berdifusi atau mengalir melalui
kanal hidrofilik pada membran akibat perbedaan tekanan hidrostatik maupun tekan
osmotic. Bersama aliran air akan terbawa zat-zat terlarut bukan ion yang berat
molekulnya kurang dari 100-200. Meskipun berat atomnya kecil, ion anorganik
ukurannya membesar karena mengikat air sehingga tidak dapat melewati kanal
hidrofilik bersama air.
Transpor obat melintasi endotel kapiler terutama melalui celah-celah antar
sel, kecuali di sumsum syaraf pusat. Celah antar sel endokapiler demikian besarnya
sehingga dapat meloloskan semua molekul yang berat molekulnya kurang dari
69.000 (BM albumin), yaitu semua obat bebas termasuk yang tidak larut dalam
lemak dan bentuk ion sekalipun. Proses ini berperan dalam proses absorpsi obat
setelah pemberian parenteral dan dalam filtrasi lewat membran glomerulus di
ginjal.
Mekanisme lintas membran berkaitan dengan peristiwa absorpsi, meliputi
mekanisme pasif dan aktif, yaitu:
1. Difusi pasif melalui pori
Semua senyawa yang berukuran cukup kecil dan larut dalam air dapat melewati
kanal membran. Sebagian besar membran (membran seluler epitel usus halus
dan lain-lain) berukuran kecil yaitu 4-7 Å dan hanya dapat dilalui oleh senyawa
10
dengan bobot molekul yang kecil yaitu lebih kecil dari 150 untuk senyawa yang
bulat, atau lebih kecil dari 400 jika senyawanya terdiri atas rantai panjang.
2. Difusi pasif dengan cara melarut pada lemak penyusun membran
Difusi pasif menyangkut senyawa yang larut dalam komponen penyusun
membran. Penembusan terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi atau
elektrokimia tanpa memerlukan energi, sehingga mencapai keseimbangan pada
kedua sisi membran. Waktu yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan
tersebut mengikuti hukum difusi Fick. Karakteristik fisiko-kimia sebagian besar
molekul seperti polaritas dan ukuran molekul merupakan hambatan
penembusan transmembran oleh mekanisme pasif secara filtrasi dan difusi.
3. Transpor aktif
Transpor aktif suatu molekul merupakan cara pelintasan transmembran yang
sangat berbeda dengan difusi pasif. Pada transpor aktif diperlukan adanya
pembawa. Pembawa ini dengan molekul obat dapat membentuk kompleks pada
permukaan membran. Kompleks tersebut melintasi membran dan selanjutnya
molekul dibebaskan pada permukaan lainnya, lalu pembawa kembali menuju ke
permukaan asalnya. Sistem transpor aktif bersifat jenuh. Sistem ini
menunjukkan adanya suatu kekhususan untuk setiap molekul atau suatu
kelompok molekul. Oleh sebab itu dapat terjadi persaingan beberapa molekul
berafinitas tinggi yang menghambat kompetisi transpor dari molekul berafinitas
lebih rendah. Transpor dari satu sisi membran ke sisi membran yang lain dapat
terjadi dengan mekanisme perbedaan konsentrasi. Tranpor ini memerlukan
energi yang diperoleh dari hidrolisis adenosin trifosfat (ATP) dibawah pengaruh
suatu ATP-ase.
4. Difusi terfasilitasi
11
Difusi ini merupakan cara perlintasan membran yang memerlukan suatu
pembawa dengan karakteristik tertentu (kejenuhan, spesifik dan kompetitif).
Pembawa tersebut bertanggung jawab terhadap transpor aktif, tetapi pada
transpor ini perlintasan terjadi akibat gradien konsentrasi dan tanpa
pembebasan energi.
5. Pinositosis
Pinositosis merupakan suatu proses perlintasan membran oleh molekul-molekul
besar dan terutama oleh molekul yang tidak larut. Perlintasan terjadi dengan
pembentukan vesikula (bintil) yang melewati membran.
6. Transpor oleh pasangan ion
Transpor oleh pasangan ion adalah suatu cara perlintasan membran dari suatu
senyawa yang sangat mudah terionkan pada pH fisiologik. Perlintasan terjadi
dengan pembentukan kompleks yang netral (pasangan ion) dengan senyawa
endogen seperti musin, dengan demikian memungkinkan terjadinya difusi
pasif kompleks tersebut melalui membran.
12
Gambar 2. Absorpsi obat melalui saluran gastrointestinal.
II.4 Difusi Pasif
Difusi didefinisikan sebagai suatu proses perpindahan massa molekul suatu
zat yang dibawa oleh gerakan molekular secara acak dan berhubungan dengan
adanya perbedaan konsentrasi aliran molekul melalui suatu batas, misalnya suatu
membran polimer, merupakan suatu cara yang mudah untuk menyelidiki proses
difusi.
Difusi pasif adalah proses perpindahan obat atau senyawa dari
kompartemen yang berkonsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah, yang merupakan
mekanisme transpor sebagian besar obat.
Tenaga penggerak difusi pasif dari suatu obat adalah perbedaan konsentrasi
yang melewati suatu membran yang memisahkan dua kompartemen tubuh yaitu
13
obat tersebut bergerak dari suatu bagian yang konsentrasinya tinggi ke konsentrasi
yang rendah. Difusi pasif tidak menggunakan suatu karier, tidak ada titik jenuh dan
kurang menunjukkan spesifitas struktural. Sebagian besar obat-obat masuk
kedalam tubuh dengan mekanisme ini. Obat-obat yang larut dalam lemak mudah
bergerak menembus kebanyakan membran-membran biologi , sedangkan obat-obat
yang larut dalam air menembus membran sel melalui saluran aqua.
Umumnya absorbsi dan distribusi obat terjadi secara difusi pasif. Mula- mula
obat berada dalam larutan air pada permukaan membran sel, kemudian molekul
obat akan melintasi membran dalam melarut dalam lemak membran. Pada proses
ini obat bergerak dari sisi yang kadarnya lebih tinggi ke sisi lain. Setelah taraf
mantap (steady state) dicapai kadar obat bentuk non-ion kedua sisi membran akan
sama.
Dalam mengambil zat-zat nutrisi yang penting dan mengeluarkan zat-zat
yang tidak diperlukan, sel melakukan berbagai jenis aktivitas, dan salah satunya
adalah difusi. Ada dua jenis difusi yang dilakukan, yaitu difusi biasa dan difusi
khusus.
Difusi biasa terjadi ketika sel ingin mengambil nutrisi atau molekul
yang hidrofobik atau tidak berpolar/berkutub. Molekul dapat langsung berdifusi ke
dalam membran plasma yang terbuat dari fosfolipid. Difusi seperti ini tidak
memerlukan energi atau ATP (Adenosin Trifosfat).
Difusi khusus terjadi ketika sel ingin mengambil nutrisi atau molekul
yang hidrofilik atau berpolar dan ion. Difusi seperti ini memerlukan protein khusus
yang memberikan jalur kepada partikel-partikel tersebut ataupun membantu dalam
perpindahan partikel. Hal ini dilakukan karena partikel-partikel tersebut tidak dapat
14
melewati membran plasma dengan mudah. Protein-protein yang turut campur
dalam difusi khusus ini biasanya berfungsi untuk spesifik partikel.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi kecepatan difusi, yaitu:
1. Ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel, semakin cepat partikel itu akan
bergerak, sehingga kecepatan difusi semakin tinggi.
2. Ketebalan membran. Semakin tebal membran, semakin lambat kecepatan difusi.
3. Luas suatu area. Semakin besar luas area, semakin cepat kecepatan difusinya.
4. Jarak. Semakin besar jarak antara dua konsentrasi, semakin lambat kecepatan
difusinya.
5. Suhu. Semakin tinggi suhu, partikel mendapatkan energi untuk bergerak dengan
lebih cepat. Maka, semakin cepat pula kecepatan difusinya.
Difusi obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat, koefisien difusi,
viskositas dan ketebalan membran. Di samping itu difusi pasif dipengaruhi oleh
koefisien partisi, yaitu semakin besar koefisien partisi maka semakin cepat difusi
obat.
Contoh obat yang mekanisme transpornya menggunakan difusi pasif adalah
vitamin B12, elektrolit organik lemah (asam, basa), nonelektrolit organik, glikosida
jantung.
II.5 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Absorpsi Pasif Obat
Difusi pasif menyangkut senyawa yang dapat larut dalam komponen
penyususun membran. Karena ini menyangkut difusi murni, maka difusi ini tidak
dapat dihambat oleh senyawa analog dan melalui blokade metabolisme. Dilihat
secara kuantitatif, difusi pada pengambilan bahan ke dalam organisme terjadi
terutama melalui matriks lipid. Karena itu, kelarutan senyawa yang diabsorpsi
15
dalam lemak memegang peranan yang menonjol. Pori yang terdapat dalam
membran hanya memiliki arti tertentu untuk absopsi senyawa nonelektrolit yang
sukar larut dalam lemak serta senyawa yang terionisasi sempurna dengan bobot
molekul rendah.
Penembusan terjadi karena adanya perbedaan konsentrasi atau
elektrokimia tanpa memerlukan energi, sehingga mencapai keseimbangan dikedua
sisi membran. Waktu yang diperlukan untuk mencapai keseimbangan tersebut
mengikuti hukum Fick:
dC/dt = K(CGIT – Cblood)
di mana K merupakan koefisien permeabilitas spesifik yang dirumuskan sebagai
K = Km/ fADh
Bila molekul semakin larut-lemak, maka koefisien partisinya semakin besar
dan difusi transmembran terjadi lebih mudah. Tidak boleh dilupakan bahwa
organisme terdiri dari fase lemak dan air, sehingga bila koefisien partisi sangat
tinggi ataupun sangat rendah maka hal tersebut merupakan hambatan pada proses
difusi zat aktif.
16
Gambar 3. Absorpsi obat menurut hukum difusi Fick. GIT, saluran gastrointestinal; dC/dt, laju absorpsi; Km/f, koefisien partisi obat antara membran (lipid) dan cairan GIT (air); A, luas permukaan membran; D,
koefisien difusi obat; h, ketebalan membran; CGIT, konsentrasi obat dalam cairan GIT; CB, konsentrasi obat dalam darah pada membran; CGIT – CB, gradien konsentrasi antarmembran; K, koefisien
permeabilitas.
Kebanyakan zat aktif merupakan basa atau asam organik, maka dalam
keadaan terlarut sebagian molekul berada dalam bentuk terionkan dan sebagian
dalam bentuk tak terionkan. Jika ukuran molekul tidak dapat melalui kanal-kanal
membran, maka polaritas yang kuat dari bentuk terionkan akan menghambat proses
difusi transmembran. Hanya fraksi zat aktif yang tak terionkan dan larut dalam
lemak yang dapat melalui membran dengan cara difusi pasif.
Untuk obat yang zat aktifnya merupakan garam dari asam kuat atau basa
kuat, derajat ionisasi berperan pada hambatan difusi transmembran. Sebaliknya
untuk elektrolit lemah berupa garam yang berasal dari asam lemah atau basa lemah
yang sedikit terionisasi, maka difusi melintasi membran tergantung kelarutan
bentuk tak terionkan di dalam lemak, jumlah bentuk yang tak terionkan (satu-
satunya yang berpengaruh pada konsentrasi), serta derajat ionisasi molekul.
Interrelasi antara parameter pH, pKa, dan kelarutan dalam lemak juga dikenal
sebagai teori pH-partisi absorpsi obat. Teori ini berdasarkan pada asumsi:
17
1. Obat diabsorpsi melalui difusi pasif
2. Obat lebih banyak diabsorpsi dalam bentuk tak terion
3. Obat memiliki kelarutan yang baik dalam lemak
Derajat ionisasi bergantung pada dua faktor, (persamaan Henderson
Hasselbach) yaitu:
1. Tetapan disosiasi dari senyawa atau pKa (pH dimana bentuk terion dan bentuk
tak terion jumlahnya sama)
2. pH cairan dimana teradpat molekul zat aktif; pH dikedua sisi dapat berbeda.
Untuk asam lemah: pH – pKa = log α1−α
Untuk basa lemah: pKa - pH = log α1−α
Pada setiap molekul tertentu, perjalan lintas-membran sangat berbeda oada
setiap daerah saluran perncernaan, karena pH saluran cerna beragam antara 1-3,5
untuk lambung, 5-6 untuk duodenum dan ±8 pada ileum. Penyerapan efektif
terutama terjadi pada bentuk yang tak terionkan yaitu zat aktif bersifat asam lemah
pada lambung, sedangkan difusi basa lemah di lambung akan berkurang, namun
penyerapannya didalam usus halus menjadi sangat berarti karena bentuk tak
terionkan yang larut-lemak terdapat dalam jumlah yang banyak.
Terori ini secara nyata diterapkan dalam penyerapan zat aktif lainnya, yaitu
pada penetrasi zat aktif ke dalam tubuh, juga pada fase kinetik selanjutnya.
Demikian pula pada pengobatan dengan obat-obat yang berbahaya, yang dapat
melepaskan zat aktif dari tempat fiksasinya di jaringan dan peniadaannya.
Setelah molekul obat berhasil menembus membran barulah molekul
tersebut mengalami fase pengabsorpsian dan akan disampaikan ke reseptor melalui
sistem sirkulasi dan mencapai target reseptor yang dipengaruhi oleh aliran darah
18
dan konsentrasi jumlah darah di reseptor tersebut. Distribusi obat di darah, organ,
dan sel tergantung dosis dan rute pemberian, lipid solubility obat, kemampuan
berikatan dari protein plasma dan jumlah aliran darah ke organ dan sel. Kebanyakan
obat akan mengalami biotransformasi (metabolisme) dulu agar dapat dikeluarkan
dari tubuh (ekskresi). Pada dasarnya, tiap obat adalah zat asing yang tidak
diinginkan tubuh, sehingga tubuh berusaha merombak zat tersebut menjadi
metabolit yang bersifat hidrofil agar lebih lancar diekskresikan melalui ginjal, jadi
reaksi biotransformasi merupakan peristiwa detoksikasi. Biotransformasi
berlangsung terutama di hati, saluran pencernaan, plasma dan mukosa intestinal.
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
19
Obat melintasi lapisan sel dengan cara menembusnya, bukan dengan
melewati celah antar sel. Peristiwa ini dikenal dengan transpor lintas membran.
Mekanisme lintas membran berkaitan dengan peristiwa absorpsi, meliputi
mekanisme pasif dan aktif, antara lain:
1. Difusi pasif melalui pori
2. Difusi pasif dengan cara melarut pada lemak penyusun membran
3. Transpor aktif
4. Difusi terfasilitasi
5. Pinositosis
6. Transpor oleh pasangan ion
Difusi pasif adalah proses perpindahan obat atau senyawa dari
kompartemen yang berkonsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah, yang merupakan
mekanisme transpor sebagian besar obat.
Tenaga penggerak difusi pasif dari suatu obat adalah perbedaan konsentrasi
yang melewati suatu membran yang memisahkan dua kompartemen tubuh yaitu
obat tersebut bergerak dari suatu bagian yang konsentrasinya tinggi ke konsentrasi
yang rendah. Difusi pasif tidak menggunakan suatu karier, tidak ada titik jenuh dan
kurang menunjukkan spesifitas struktural.
Ada beberapa faktor yang memengaruhi kecepatan difusi, yaitu:
1. Ukuran partikel. Semakin kecil ukuran partikel, semakin cepat partikel itu akan
bergerak, sehingga kecepatan difusi semakin tinggi.
2. Ketebalan membran. Semakin tebal membran, semakin lambat kecepatan difusi.
3. Luas suatu area. Semakin besar luas area, semakin cepat kecepatan difusinya.
4. Jarak. Semakin besar jarak antara dua konsentrasi, semakin lambat kecepatan
difusinya.
20
5. Suhu. Semakin tinggi suhu, partikel mendapatkan energi untuk bergerak dengan
lebih cepat. Maka, semakin cepat pula kecepatan difusinya.
Difusi obat berbanding lurus dengan konsentrasi obat, koefisien difusi,
viskositas dan ketebalan membran. Di samping itu difusi pasif dipengaruhi oleh
koefisien partisi, yaitu semakin besar koefisien partisi maka semakin cepat difusi
obat.
Setelah molekul obat berhasil menembus membran barulah molekul
tersebut mengalami fase pengabsorpsian dan akan disampaikan ke reseptor melalui
sistem sirkulasi dan mencapai target reseptor yang dipengaruhi oleh aliran darah
dan konsentrasi jumlah darah di reseptor tersebut. Distribusi obat di darah, organ,
dan sel tergantung dosis dan rute pemberian, lipid solubility obat, kemampuan
berikatan dari protein plasma dan jumlah aliran darah ke organ dan sel. Kebanyakan
obat akan mengalami biotransformasi (metabolisme) dulu agar dapat dikeluarkan
dari tubuh (ekskresi). Pada dasarnya, tiap obat adalah zat asing yang tidak
diinginkan tubuh, sehingga tubuh berusaha merombak zat tersebut menjadi
metabolit yang bersifat hidrofil agar lebih lancar diekskresikan melalui ginjal, jadi
reaksi biotransformasi merupakan peristiwa detoksikasi. Biotransformasi
berlangsung terutama di hati, saluran pencernaan, plasma dan mukosa intestinal.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kee, Joyce L., Evelyn R. Hayes. 1996. Farmakologi: Pendekaran Proses
Keperawatan. Jakarta: EGC.
2. Goodman dan Gilman. 2011. Manual Farmakologi dan Terapi. Jakarta: EGC.
21
3. Mycek Mary J. 1997. Farmakologi Ulasan Bergambar. Lippincott, Philadelphia
USA.
4. Tanu, Ian. 1995. Farmakologi dan Terapi edisi IV. Jakarta: Bagian Farmakologi
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
5. Syukri, Y. 2002. Biofarmasetika. Yogyakarta: UII Press.
6. Agoes, Goeswin. 2008. Seri Farmasi Industri 3: Sistem Penghantaran Obat
Pelepasan Terkendali. Bandung: Penerbit ITB.
7. Martinez, Marilyn N. dan Gordon L. Amidon. A Mechanistic Approach to
Understanding the Factors Affecting Drug Absorption: A Review of Fundamentals.
Journal of Clinical Pharmacology 2002;242:620-64.
8. Jambhekar, S.S. & Breen, P.J. 2009. Basic Pharmacokinetics. Pharmaceutical
Press.
22