MAKALAH
SEJARAH PERKEMBANGAN HADITS DARI MASA RASULULLAH SAMPAI TABI’IN
Mata Kuliah : Ulumul Hadist
Dosen Pengampu : Dr. H. Moh. Akib Muslim, M.Ag
Disusun oleh kelompok 2 psikologi islam B:
Mohamad Adi Yusuf (933404614)
M. Azharul Munir (933404214)
Fitrianingsih (933405814)
Kurota A’yuni (933405414)
PROGRAM STUDI PSIKOLOGI ISLAM
JURUSAN USHULUDDIN
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI (STAIN) KEDIRI
2014
A. PENDAHULUAN
Hadist merupakan segala bentuk perbuatan, perkataan maupun ketetapan
dari rasulullah,pada masa awal islam hadist berkembang cukup pesat, sehingga
ajaran islam semakin cepat pula untuk berkembang hingga berbagai wilayah, di
dalam hadist dibahas segala sesuatu yang berhubungan dengan hukum islam baik
itu yang dianjurkan atau diamalkan maupun yang dilarang atau yang harus
dijauhi. Pada masa awal islam penulisan hadist sagat dilarang karena
dikhawatirkan akan tercampurnya dengan al qur’an yang pada saa itu dalam
proses pembukuan, sedangkan pembukuan hadist dilakukan setelah pembukuan al
qur’an yaitu tepatnya pada abad ke 2 hijriyah.
Dalam mempelajari perkembangan hadist diperlukan juga memahami
pertumbuhan hadist dari zaman rasulullah SAW. hadist merupakan sumber hukum
yang kedua setelah alqur’an, hadist digaunakan saat tidak ditemukannya kunci
permasalahan dalam al qur’an sebagai sumber rujukan utama umat islam, kemudia
hadist bisa dierima bila hadist tersebut telah memenuhi syarat kesahihan hadist,
yaitu dari segi sanad maupun matannya yang telah teruji kuantitas dan
kualitasnya. Dalam perkembangan hadist terdapat tujuh periode dari zaman
rasulullah hingga zaman sekarang.
Pada makalah ini, pembuat makalah menyampaikan tentang bagiamana
setting historis dari hadist masa rasulullah SAW sampai ke masa tabi’in?
Bagaimana karakteristik hadist masa rasulullah SAW sampai ke masa tabi’in?
Bagaimana produk produk hadist masa rasulullah SAW sampai ke masa tabi’in?
1
B. PERIODESASI HADIST NABI
Periodesasi perkembangan hadist ialah tahapan-tahapan masa yang telah
ditempuh dan dialami dalam perkembangan hadist, sejak masa Rasulullah SAW
masih hidup sampai terbentuknya kitab-kitab yang dapat dilihat dimasa sekarang.
Menurut Prof. DR. Teungku muhammad hasbi ash shiddieqy.1Hadist Rasul
sebagai dasar hukum yang kedua melalui enam masa perkembangan dan sekarang
sedang menempuh periode ketujuh.
Masa pertama, Masa wahyu dan pembentukan hukum serta dasar-dasarnya
dari permulaan Nabi dilahirkan hingga wafat pada tahun 11 H. (dari 13 S.H – 11
H). Nabi Muhammad saat melaksanakan tugas sebagai rasul, berdakwah
menyampaikan dan mengajarkan risalah islamiyah pada umatnya.Sebagai sumber
hadist Nabi Muhammad mendapat perhatian dari seluruh sahabat.Seluruh
perbuatan Nabi diucapkan dan tindak tanduk beliau menjadi tumpuan perhatian
para sahabat. Para sahabat menerima hadits (syari’at) dari Rasulullah SAW dapat
secara langsung, yakni mereka langsung mendengar sendiri dari Nabi, baik karena
ada sesuatu soal yang diajukan oleh seseorang lalu Nabi Menjawabnya, ataupun
Nabi sendiri yang memulai pembicaraannya, tetapi mereka juga menerima secara
tidak langsung, yaitu mereka menerima dari sesama sahabat yang telah menerima
dari Nabi, atau mereka menyuruh seseorang untuk bertanya kepada Nabi jika
mereka sendiri malu bertanya.
Masa kedua, masa membatasi riwayat, masa Khalaur Rasyidin (12 H - 40H).
Pada waktu khalifah abu bakar, periwayatan hadis belum begitu di perluas.Karena
beliau mengerahkan minat umat (sahabat) untuk menyebarkan al-quran dan
memerintahkan kepada para sahabat untuk berhati-hati dalam menerima
riwayat.Perkembangan hadis dan menyebarkan riwayat yang terjadi pada masa
sesudah abu bakar dan umar yaitu pada masa khalifah Utsman dan Ali r.a.
Masa ketiga, masa perkembangan riwayat dan perlawanan dari kota ke kota
untuk mencari hadist, yaitu masa sahabat kecil dan tabi’in besar (41 H – akhir
abad pertama H). Sesudah masa Utsman dan Ali timbullah usaha yang lebih
sungguh-sungguh untuk mencari dan menghafal hadits.Para sahabat menyebar ke
masyarakat luas mengadakan perlawatan-perlawatan guna mencari dan 1 Teungku muhammad hasbi ash shiddieqy, sejarah & pengantar ulumu hadist, (Semarang: pt pustaka rizki putra, 1999), hal 26
2
mendapatkan hadits.2 Dengan meluasnya daerah kawasanislam, para sahabat pun
berpindah-pindah ketempat-tempat itu. Karena kota-kota dimana para sahabat
bertempat tinggal merupakan tempat mengajarkan Al-Qur’an dan Al-Hadis,
tempat mengeluarkan sarjana-sarjana tabi’in dalam bidang hadis.
Masa keempat, masa pembukuan hadist 3(dari permulaan abad kedua H
hingga akhirnya).Jika pada periode pertama hijriah, mulai dari zaman Rasul, masa
Khalifah empat dan sebagian besar zaman Amawiyah, yakni hingga akhir abad
pertama hijriah, hadits-hadits itu berpindah dari mulut kemulut.Ulama pertama
yang menghimpunkan dan membukukan hadits atas instruksi Khalifah ialah Abu
Bakar Muhammad ibnu Ubaidillah ibnu Syihab Az-Zuhri, seorang tabi’in yang
ahli dalam urusan fiqh dan hadits.Tokoh- tokoh hadits yang muncul pada abad
kedua hijrah ini antara lain : Imam Malik, Yahya ibnu Said Al-Qaththan, Waqi’
ibnu Jarrah, Sufyan As-Tsaury, Ibnu Uyainah, Syu’bah ibnu Hajjaj, Abu Hanifah,
Asy-syafi’i dan lain- lain.
Masa kelima,masa mentashihkan hadist dan menyaringnya (awal abad
ketiga,hingga akhir).Pada masa ini pembukuan hadits memiliki 3 (tiga) sistem
pembukuan, yaitu :
1.Pengarang menghimpun semua serangan (celaan) yang dilancarkan oleh
ulama-ulama kalam kepada pribadi ulama-ulama hadits. Misalnya : si pulan itu
dituduh tidak adil atau tidak dlabith jadi tidak dapat diterima haditsnya, atau
ditunjukkan kepada hadits-haditsnya sendiri, misalnya dikatakan hadits-hadits itu
mengandung khurafat atau bertentangan dengan dalil lain yang labih kuat dan
sebagainya. Diantara ulama yang mengarang dengan sistem ini adalah Ibnu
Qataibah (w. 234 H) dan Ali bin Al-Madani (w. 234 H).
2.Pengarang menghimpun hadits secara “Musnad”, yakni menghimpun
hadits-hadits Nabi dari tiap-tiap sahabat tanpa memperhatikan masalah-
masalahnya (isi haditsnya) dan kualitasnya (shahih, hasan dan dhaif), misalnya
semua hadits Nabi yang melalui Aisyah dikelompokkan dengan judul “hadits-
hadits Aisyah” meskipun menurut hadits-hadits yang berbeda-beda masalahnya.
Diantara kitab-kitab hadits yang disusun dengan cara seperti ini yaitu Musnad
2M.agus solahudin, ulumul hadis, (bandung: pustaka setia, 2008), hal 363ibid., hal 38
3
Ahmad bin Hanbal (104 - 241 H) dan Musnad Ahmad ibnu Rahawih (161 - 238
H).
3.Pengarang menghimpun hadits-hadits secara bab perbab seperti kitab fiqh
dan tiap-tiap bab memuat hadits-hadits yang sama maudlu’nya (masalahnya),
misalnya bab shalat, bab zakat dan sebagainya. Dan dalam hal ini ada dua macam
yaitu : Pertama, Hanya menghimpunkan hadits-hadits shahih saja. Kedua,
Disamping memuat hadits-hadits shahih juga memuat hadits-hadits hasan dan
dhaif.
Masa keenam, dimulai dari abad IV hingga tahun 656 H, yaitu pada masa
abbasiyah angkatan kedua.Ulama-ulama hadits pada abad kedua dan ketiga
disebut “Ulama Mutaqaddimin”, 4yang mengumpulkan hadits semata-mata
berperang. Setelah abad keriga berlalu, bangkitlah ulama ulama abad keempat dan
seterusnya yang disebut “Ulama Mutaakhirin”, kebanyakan hadits yang mereka
kumpulkan adalah petikan atau kutipan dari kitab-kitab mutaqaddimin itu, sedikit
saja dari padanya dikumpulkan dari usaha mencari sendiri kepada para
penghafalnya.
Kalau pada abad ketiga seperti Bukhari, Muslim dan Imam-imam lain telah
berhasil menghimpun sejumlah hadits-hadits shahih, pada abad keempat para
ulama telah berhasil pula mengumpulkan hadits-hadits shahih yang tidak terdapat
di dalam kitab-kitab shahih sebelumnya.
Usaha-usaha ulama hadits yang terpenting dalam periode ini ialah :
1.Mengumpulkan hadits-hadits Bukhari Muslim dalam sebuah kitab.
2.Mengumpulkan hadits-hadits enam.
3.Mengumpulkan hadits-hadits yang terdapat dalam berbagai kitab hadits.
4.Mengumpulkan hadits-hadits hukum dan menyusun kitab-kitab Athraf.
Diantara kitab-kitab Athraf ini antara lain :
1) Athrafush-Shahihaini oleh Ibrahim Ad-Dimasqy (400 H).
2) Athrafush-Sunanil Arba’ah oleh Ibnu Asakir Ad-Dimasqy (571 H).
3) Athraful-Kutubis Sittah oleh Muhammad ibnu Tahir Al-Maqdisy
(507 H) dan lain sebagainya.
4M.agus solahudin, ulumul hadis, (bandung: pustaka setia, 2008), hal 454
Masa ketujuh, masa membuat syarah, membuat kitab-kitab takhrij.
Mengumpulkan hadist-hadist hukum dan membuat kitab-kitab jami’ yang umum
serta membahas hadist-hadist zawa-id (656 H hingga sekarang). Setelah kota
Baghdad jatuh pada tahun 656 H ke tangan bangsa Tartar, maka pindahlah
pemerintahan Abbasiyah ini ke Kairo (Mesir), tetapi khalifahnya hanya sebagai
simbol saja. Sementara yang berkuasa pada hakikatnya adalah raja Mesir dari
Mamalik.Pada abad VII H, Turki telah dapat menguasai daerah-daerah bagian
Barat (Maroko) dan sebagainya.
Islam ketika itu tidak lagi meneliti tentang pribadi-pribadi hadits (sanad),
bahkan sanad itu dipelajari atau dibaca sekedar untuk mendapat berkahnya
(tabarruk).Kendati demikian keadaannya, namun masih ada beberapa ulama yang
sanggup dan berani melawat ke daearah-daerah Islam dan tempat-tempat yang
mereka kunjungi, mereka memberikan imla’ul hadits.
Pada masa ini ada tiga daerah yang menjadi perhatian umat Islam tehadap
sunnah, yaitu Mesir, India dan Saudi Arabia.
C. HADIST PADA MASA RASULULLAH SAW
a) SETTING HISTORIS
1. Larangan penulisan hadist dan keterbatasan baca tulis
Orang orang arab sangat terkenal akan kemampuan dalam
menghafalannya hal tersebut berlawanan dengan kemampuan yang lain
yaitu dalam hal baca dan tulis yang dikenal dengan sifat ummi( tidak bisa
baca dan tulis). Pada masa awal islam kemampuan tulis menulis
dikalangan para sahabat, masih sangat langka yang bisa menulis hadist.
Sahabat yang mampu membuat catatan atau tulisan yaitu Abu bakar ash
shiddiq (w 13 H), ali bin abi thalib (w 40 H), Abdullah bin amr Al ash’ (w
63 H) dan Abdullah bin Abbas (w 68 H)5
Oleh karena keterbatasan baca dan tulis, saat rasulullah SAW
masih hidup, beliau sangat melarang para sahabat yang telah mendapatkan
hadist untuk menuliskan hadist yang telah diterimanya, dibawah ini
dijelaskan hadist mengenai petunjuk untuk tidak menulis hadist:
5M. Syuhudi ismail, Kaedah kesahihan sanad hadis, (Jakarta, PT bulan bintang, 1995), hal5
�ا �ئ ي ش� ى ع�ن �ب� �ت ك و�م�ن� �ن� أ �ق�ر� ال � �ال ا �ا ئ ش� ى ع�ن �و�ا �ب �ت �ك ت � ال( ) أحمد رواه �م�ح�ه� �ي ف�ل �ن� ا �ق�ر� ال �ر� غ�ي
“janganlah kamu menulis sesuatu yang berasal dariku, terkecuali
al qur’an. Dan barang siapa yang telah menulisnya,selain al qur’an
hendaklah dia menghapusnya”6
Dari hadist diatas dapat dijelaskan bahwa rasulullah telah melarang
penulisan hadist dikalangan sahabat, sahabat difokuskan untuk menulis
ayat-ayat al qur’an saja. Sedangkan menulis selain al qur’an seperti hadist
dilarang ditulis hal tersebut dimaksudkan agar tidak muncul kekhawatiran
akan bercampurnya al qur’an dan hadist, bagaimana tidak khawatir? Al
qur’an dan hadist sama-sama berbahasa arab dan sama-sama disampaikan
oleh rasulullah, jika keduanya ditulis dalam satu catatan sangat sulit
membedakan antara al qur’an dan hadist.
Agar dapat menyampaikan kembali apa yang telah diterima dari
rasulullah, rasulullah lebih menganjurkan untuk menghafal dari pada
menuliskan hadist, hadist mengenai petunjuk penghafalan hadist yaitu:
�ع�مد�ا م�ت ع�ل�ى� �ذ�ب� ك و�م�ن� ج� ح�ر� و�ال� ى ع�ن �وا و�ح�د�ث
�ار الن م�ن� م�ق�ع�د�ه� �ء �و�ا �ب �ت �ى �ف�ل“dan ceritakanlah dariku. Tidak ada keberatan bagimu apa yang
kamu dengar dariku. Barang siapa berdusta atas diriku hendkalah dia
menepati kediamannya dineraka” (H.R al bukhari muslim)7
Hadist yang kedua yaitu
( ) البار عبد رواه �ب� الغ�ائ �م� �ك م�ن اه�د� الش� غ� �ل �ب �ي ل �آل أ”ketahuilah hendaklah orang yang hadist diantara kamu
menyampaikan kepada orang yang tidak hadir” (H.R abd al-Bar)8
6M. Noor sulaiman, antologi ilmu hadist, (Jakarta, gaung persada, 2008), hal 467 Ibid., hal 448Ibid., hal 45
6
Dari kedua hadist tersebut dapat dikatakan rasulullah lebih
menganjurakan untuk menghafal hadist kemudian menyapaikannya kepada
yang lain. Lebih jelasnya kedua hadist tersebut mengandung pengertian:
1) Diantara sahabat, banyak yang kuat ingatannya
2) Dianntara sahabat kadang ada yang tidak hadir pada saat rasulullah
menyampaikan ajaran islam, hal tersebut terjadi karena tempat
tinggal yang jauh, kesibukan sehari hari dan ada juga yang malu
bertannya langsung kepada rasullah tentang suatu masalah.
2. Rasulullah sebagai sumber rujukan para sahabat
Nabi dalam melaksanakan tugasnya dalam menyebarkan ajaran
islam yaitu menyampaikan risalah islamiyah kepada umtnya nabi sebagai
sumber hadist menjadi figure sentral yang mendapat perhatian dari para
sahabat .segala aktivitas beliau seperti perkataan, perbuatan dan segala
keputusan beliau diingat dan disampaikan kepada sahabat lain yang tidak
mengahadiri majlis rasulullah. Ada juga diantara sahabat hadir secara
bergiliran untuk mendapatkan hadist rasulullah agar tidak ketinggalan satu
hadist pun.
Rasulullah SAW menjadi pusat nara sumber referensi dan tumpuan
pertanyaan ketika mereka menghadapi sebuah masalah baik secara
langsung maupun tidak langsung9 seperti melalui istri istri beliau dalam
masalah keluarga dan kewanitaan karena mereka yang paling mengetahui
keadaan rasulullah dalam keluarga. Dari bahasan tersebut nabi sebagai
panutan yang baik (uswatun hasanah) bagi umatnya dijelaskan dalam
alqur’an
�ا ك م�ن ل �ه8 ن و�ة8ح�س� س�� أ الله� ل� و� س� ر� ف�ي �م� �ك ل �ان� ك �ق�د� ل
�ر� �ى �ث ك ألله� �ر� و�ذ�ك خ�ر�� أأل �وم� �ى و�أل �لله خ�و�أا �ر� ي ان�
“sesungguhnya telah ada dalam diri rasulullah itu suri tauladan
yang baik bagimu yaitu orang orang yang mengharap rahamat dari allah
dan hari kiamat dan dia banyak menyebut allah” (al ahzab (33) : 21)10
9 Abdul majid khon, ulumul hadist, (Jakarta, AMZAH, 2008), hal 4110Ibid,.hal 43
7
b) KARAKTERISTIK
1. Hadist diterima secara langsung maupun tidak secara langsung
(delegasi) dan juga menggunakan surat dinas untuk para gubernur,
amir dan para penguasa.
Para sahabat sangat berminat untuk mendapatka hadist nabi ada 2
cara11, yaitu yang pertama secara langsung, yaitu mereka mendengar
sendiri dari rasulullah SAW, biasanya melalui majelis-majelis Rasulullah
SAW, merupakan majelis ilmu untuk memberikan pengajaran kepada para
sahabat, melalui majelis ini para sahabat memperoleh banyak peluang
menerima hadist sehingga mereka mengusahakan diri mereka untuk selalu
hadir, hal ini bisa terjadi karena kedekatan tempat tinggal dari majelis
Rasulullah SAW dan tidak sedang terjadi halangan apapun untuk
menghadiri majelis beliau, ada juga diantara sahabat ada yang bergantian
mendatangi majelis Rasulullah SAW seperti yang dilakukan Umar bin
khattab r.a (w 22 H) dan Ibn zaid yang berasal dari perbukitan madinah.
Kedua secara tidak lansung atau menggunkan delegasi. hal ini bisa
terjadi karena tidak dekatnya tempat tinggal dari majelis Rasulullah SAW
yang jaraknya sangat jauh dan sedang terjadi halangan untuk menghadiri
majlis beliau seperti sakit atau terjadi tugas mendadak, Para delegasi ini
datang dari segenap kawasan arab untuk berbai’at kepada Rasulullah SAW
dan bergabung dengat umat muslim, Rasulullah mengajari hadist dan
membekali berbagai nasihat dan bimbingan, mereka juga menanyakan
berbagai hal dan Rasulullah SAW juga memberikan jawaban dengan jelas
dan setelah mendapatkan ilmu yang cukup dari rasulullah mereka kembali
ke masyarakatnya, contoh seorang delegasi yang menggunakan cara tidak
langsung yaitu Dhammam ibn Tsalabah dari Hudzaim
Nabi Muhammad SAW juga mengirim surat kepada para gubernur,
amir dan para penguasa12, hal itu dilakukan tidak ada tujuan lain selain
untuk menyebarluaskan agama islam dan juga untuk menjawab segala
permasalahan hukum yang terjadi pada suatu daerah, surat itu dikirim oleh
11Teungku muhammad hasbi ash shiddieqy, sejarah & pengantar ulumu hadist, (Semarang: pt pustaka rizki putra, 1999), hal 3112M. Noor sulaiman, antologi ilmu hadist, (Jakarta: gaung persada, 2008), hal47
8
utusan terpercaya. Isi dari surat tersebut biasanya mengenai suatu
pembahasan masalah contohnya mengenai batas ketentuan zakat unta dan
kambing. Dan adakalanya surat tersebut berisi tentang nasihat dan
bimbingan agar berbuat baik kepada rakyat mereka disamping itu juga
menghormati dan berbuat baik kepada para utusan (delegasi) yang telah
mereka kirim.
2. Hafalan dan tulisan masih sederhana
Ada banyak sahabat yang menggunakan kemampuan hafalannya
dalam menerima setiap hadist yang disampaikan oleh nabi hal tersebut
karena bangsa arab terkenal dengan hafalannya yang sangat kuat
dibandingkan kemampuan membaca dan menulis mereka, selain tidak bisa
menulis, mereka juga tidak sepakat jika hadist itu ditulis, ibn abbas (w 68
H), juga termasuk salah satu dari mereka, ibn abbas berpendapat bahwa
(menulis itu dapat melemahkan hafalan)13
Dibandingkan dengan sahabat yang bisa menhafal jumlah sahabat
yang bisa menulis hadist sangat sedikit, mereka secara pribadi telah
berusaha mencatat hadist hadist, catatan atau shahifah yang terbuat dari
pelepah kurma, kulit kulit kayu dan tulang tulang hewan, menurut Dr.
Muhammad Musthafa al A’zhami, jumlah para sahabat yang mampu
menulis hadist sekitar 50 orang.14
3. Rasulullah menggunakan metode muyyasar (bertahap dan
menyesuaikan dengan audiens)
Rasululah mengunakan cara bertahap agar para sahabat yang
menerima hadist, bisa menerimanya dengan baik tahapanya megajari
akidah yang benar, ibadah, hukum, ajaran kepada etika luhur dan
membangkitkan keberanian orang orang yang berada disekitar nabi
Muhammad SAW, agar selalu bersabar dan teguh hati15.
13zeid B.smeer, ulumul hadist, (Malang: UIN malang press, 2008), hal 2014M. Noor sulaiman, antologi ilmu hadist, (Jakarta: gaung persada, 2008), hal 5015Muhammad ajaj al-khatib, Ushul al-hadist pokok pokok ilmu hadits, (Jakarta: gaya media
pratama, 2001), hal 529
Rasulullah SAW juga dalam berdakwah menyesuaikan dengan
audiens atau sahabat yang menerima hadist, beliau berbicara disesuaikan
dengan kemampuan intelektual dalam menangkap apa yang disampaikan
oleh rasulullah, karena setiap sahabat mempunyai kemampuan intelektual
yang berbeda, jika yang bertanya suatu masalah mempunyai intelektual
yang baik, rasulullah SAW menggunakan isyarat agar bisa berfikir dengan
jernih, saat menyampaikan dakwahnya beliau juga memberikan senggang
waktu agar para sahabat tidak jenuh atau bosan saat waktu pembelajaran.
Disamping itu untuk menyebarkan dan menyampaikan islam
rasulullah juga menempuh jalan tegas , tetapi juga memilih yang termudah
tidak berbelit belit agar mudah diterima oleh para sahabat, beliau juga
mengajak sahabat untuk berbuat kemudahandari ibn abbas (w 68 H),
diriwayatkan bahwa beliau:16
�م ح�د�ك � أ �ذ�اغ�ض�ب� و�إ و�ا ر� �ع�س� �ت و�ال و�ا ر� �س� ي و� �م�و�ا ع�ل
و ( ر �س�ك�ت� )ف�لى ابس بن إ اه"mengajarlah kalian, permudahlah dan jangan mempersulit. Dan
bila salah seorang dari kalian marah, maka hendaklah diam"
c) PRODUK-PRODUK HADIST
1. Muncul tradisi diantara sahabat dan adanya tradisi tulis
Ada beberapa sahabat yang menulis hadist rasulullah SAW atas
izin dari khusus dari beliau, seperti Abdullah ibn amr, catatan yang ditulis
oleh para sahabat tersebut disebut shahifah, hanya saja kita tidak bisa
mengetahui secara keseluruhan isi shahifah tersebut, karena sebagian besar
para sahabat telah memusnahkannya atau membakarnya saat mereka
belum wafat, hal tersebut terjadi karena muncul kekhawatiran bila
shahifah shahifah tersebut jatuh ketangan orang orang yang tidak ahlinya,
namun ada juga sahabat yang tetap menjaganya dan mewariskan shahifah-
nya kepada orang yang mereka percaya. dibawah ini beberapa sahabat
yang memiliki kemampuan dalam hal menulis yaitu:17
1) Abdullah ibn amr ibn ash (w 63 H)
16Ibid., hal 54 -5517M. Noor sulaiman, antologi ilmu hadist, (Jakarta: gaung persada, 2008), hal 50
10
Shahifah-nya diberi nama (shahifah shodikoh (arab)), dalam
shahifah ini termuat lebih dari 1000 hadist.
2) Jabir bin Abdullah al-Ashari (w 78 H)
Shahifah-nya diberi namashahifah jabir, menurut imam
muslim dalam kitab shahih-nya memuat juga hadist dari
shahifah jabir yang membahas mengenai ibadah haji
3) Ali bin abi thalib (w 40 H)
Shahifah-nya berisi tentang hadist hadist rasulullah SAW
mengenai hukum diyat (denda)
4) Abu bakar ash shiddiq (w 13 H)
Pada awalnya Abu bakar ash shiddiq juga memiliki shahifah,
namun karena beliau khawatir bahwa orang orang akan lengah
akan al qur'an maka shahifah-nya, beliau musnahkan.
2. Tersebarnya islam di berbagai wilayah dengan memperkenalkan
hadis
Hadist yang diterima oleh para sahabat sangat cepat diterima oleh
masyarakat karena besarnya minat yang dimiliki oleh masyarakat, dari
kemenangan peperangan juga termasuk penyebaran umat islam, dari
penyebaran tersebut bukan sekedar untuk mencari nafkah namun juga bisa
mempercepat tersebarnya hadist nabi.
Umat islam sangat berminat untuk mendapatkan dan
menyampaikan hadist, hal tersebut disebabkan :18
1. Rasulullah memiliki suri tauladan yang baik. Jadi sahabat
rasulullah SAW menjadikan nabi muhamad SAW menjadi
panutan yang harus diikuti oleh orang orang yang beriman
kepada allah SWT, karena rasullah SAW memiliki akhlak
yang baik dan terpuji
2. Nabi Muhammad SAW sangat berpengetahuan dalam ajaran
islam karena beliau sebagai utusan allah untuk meyiarkan
agama islam, pada masa itu dikalangan sahabat sangat tertarik
kepada orang yang berpengetahuan tinggi, sehingga
18M. Syuhudi ismail, Kaedah kesahihan sanad hadis, (Jakarta: PT bulan bintang, 1995), hal11
meyebabkan sahabat menjadikan rasulullah sebagai
pembimbing agama mereka
3. Saat menyampaikan dakwahnya nabi tidak mempersulit
dakwahnya, hal tersebut agar lebih mudah diterima oleh para
sahabat yang menghadiri majlis beliau, sehingga menarik
minat untuk mendengarkan dakwa rasulullah SAW hingga
selesai
4. Nabi memerintahakan agar para sahabat senantiasa untuk
menyampaikan pengajaran yang telah diterima untuk
disampaikan lagi kepada sahabat lain yang tidak hadir pada
saat itu
5. Berkumpulnya para delegasi dari berbagai wilayah setelah
fathul mekah, mereka ingin memeluk islam karena islam
mampu menjadi agama yang sangat cinta damai bagi seluruh
umatnya.
D. HADIST PADA MASA SAHABAT
Sahabat adalah mereka yang bertemu dengan Rasulullah saw dalam
keadaan mu’min dan meninggal dalam keadaan mu’min. Selain memperhatikan
al-Qur’an, pada masa ini Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali secara sungguh-
sungguh memperhatikan perkembangan periwayatan hadis.
a) SETTING HISTORIS
1. Kedudukan hadist
Hadist menjadi perhatian sekunder yang dilandasi alqur’an, alqur’an
dianggap sebagai pokok dan hadist merupakan cabangnya yaitu menjelaskan
hal yang lebih pokok tersebut.al qur'an sebagai sumber hukum utama umat
islam jika di dalam al qur'an tidak menjelaskan suatu hukum suatu
permasalahan hadist bisa menjadi sumber rujukan hukum yang kedua19. Hadist
sebagai sumber hukum yang kedua, namun menuntut para sahabat untuk
selalu berpegang teguh dengan hadist dan mengamalkannya.
Pada masa sahabat al qur'an memang mejadi perhatian khusus selain
menjadi kitab umat islam, juga pada masa sahabat terjadi proses pembukuan
19zeid B.smeer, ulumul hadist, (Malang: UIN malang press, 2008), hal 1912
alqur'an menjadi satu mushaf, para sahabat lebih berkonsentrasi untuk
membukukan al qur'an, para sahabat takut jika terkonsentrasi untuk hadist,
proses pembukuan alqur'an menjadi terabaikan, hal ini bisa menyebabkan
tercampurnya ayat ayat al qur'an dengan ayat yang bukan alqur'an, termasuk
hadist , karena hadist dan al qur'an mempunyai kesamaan dari segi bahasa,
yaitu menggunakan bahasa arab.
2. Adanya tasyabuh (penyerupaan kitab dengan agama lain)
Terjadi banyak problem yang dihadapi oleh para sahabat salah satunya
timbul kelompok yang murtad, timbulnya peperangan sehingga banyak penghafal
alquran yang gugur dan kosentrasi mereka untuk membukukan al qur’an.
Demikian pula kasus lain, kondisi orang orang asing/non arab yang masuk islam
yang tidak paham bahasa arab secara baik sehingga dikhawatirkan tidak bisa
membedakan al quran dan hadist.
Dalam kasus pembukuan alquran khalifah umar bin khatab sangat
khawatir jika terjadi adanya tasyabuh atau penyerupaan kitab agama islam
dengan agama lain yakni ahli kitab dari Yahudi dan Nasrani yang meninggalkan
kitab allah dan menggantikannya dengan kitab mereka dan menempatkan biogafi
para nabi mereka didalam kitab tuhan mereka20.
b) KARAKTERISTIK
1. Tasyadud fi riwayah (kesungguhan membatasi riwayat)
Para sahabat tetap memelihara hadist seperti halnya hadist hadist yang
diterimanya dari rasulullah SAW. Secara utuh ketika beliau masih hidup.Akan
tetapi, dalam meriwayatkannya mereka sangat berhati hati dan membatasi diri,
kehati hatian dalam meriwatkan dan usaha membatasi periwayatan yang
dilakukan oleh para sahabat disebabkan karena mereka mengkhawatirkan
terjadinya kekeliruan pada hdist yang diriwatkan. Mereka menyadari bahwa hadist
merupaka sumberhukum tasryi’ setelah alqur’an yang harus dijaga dari
kekeliruan, sebagaimana alnya al qur’an.
Oleh karena itu, para sahabat khususnya para Khulafa Ar-rasyidin (abu
bakar, umar, utsman dan ali) dan para sahabat lainnya, seperti Az-Zubair, ibnu
abbas dan abu ubaidah (w 18 H) berusaha memperketat periwayatan dan
20Abdul majid khon, ulumul hadist, (Jakarta: AMZAH, 2008), hal 5313
penerimaan hadist. Untuk menyaring hadist yang akan diriwayatkan baik dari segi
perawi maupun kualitas sanad yang harus bersambung dan matan hadist hadist
yang akan diriwayatkan.
2. Taqlil ar riwayah
Para sahabat terkesan untuk meminimalisasi periwayatan hadist nabi21,
pada masa khalifah umar bin khatab memberlakukan hukuman dera bagi siapa
saja yang yang memperbanyak periwayatan hadist, ada beberapa faktor penyebab
mengapa sahabat membatasi riwayat, yaitu:
1) Pada masa khalifah abu bakar ash shidiq pusat perhatian masih tertuju
pada pemecahan masalah politik, yaitu terpusat demi kesetabilan umat
muslim sepeninggalan nabi Muhammad SAW.
2) Pada era sahabat masih banyak sahabat yang mengetahui hadist nabi,
sehingga setiap persoalan hukum dan social mereka mengetahui sendiri
jawabannya.
3) Para sahabat lebih memfokuskan dalam hal kegiatan penulisan dan
pengkodifikasian hadist nabi, dalam masa khlifah umar bin khattab
penyebaran al qur’an lebih di prioritaskan ketimbang hadist hal ini
disebabkan kekhawatiran oleh khalifah umar bin khatab jika hadist lebih di
utamakan maka pemeluk islam yang baru akan lebih mengutamakan
hadist ketimbang al qur’an yang hal tersebut telah menyalahi kedudukan al
qur’an sebagai kitab utama agama islam.
4) Para sahabat takut akan terjadinya pemalsuan hadist dan juga takut akan
terjerumus dosa kalau salah dalam meriwayatkan hadist.
3. Sistem periwayatan hadist
Ada 2 sistem dalam meriwayatkan hadist dari rasulullah.Pertama, dengan jalan
periwayatan lafzhi (redaksinya persis dengan yang diwurudkan rasulullah SAW).
Kedua dengan jalan periwayatan ma’nawy (makna).22
1) Periwayatan lafzhi
21 Abdul majid khon, ulumul hadist, (Jakarta: AMZAH, 2008), hal 48
22M. Noor sulaiman, antologi ilmu hadist, (Jakarta, gaung persada, 2008), hal 5214
Yaitu periwayatan hadist yang redaksi atau matannya persis seperti
yang diturunkan oleh rasulullah SAW. Hak ini dapat dilakukan apabila
mereka hafal hadist yang disabdakan oleh rasulullah SAW.
Mayoritas sahabat menempuh periwayatan hadist melalui jalan ini
mereka berusaha agar periwayatan hadist sesuai dengan redaksi dari
rasulullah SAW. Dan bukan mnurut redaksi mereka. Bahkan menurut ajaj
al-khatib, seluruh sahabat mengingkan agar periwayatan hadist itu
dilakukan dengan lafzhi agar tidak ada salah dalam menfalami hadist yang
diriwayatkan.
Sebagian dari mereka secara ketat melarang mereka agar secara
ketat melarang meriwayatkan hadist dengan carama’nawy bahkan mereka
tidak boleh mengganti satu huruf atau satu kata pun, diantara para ssahabat
yang menuntut meriwayatkan hadist dengan cara lafzhi adalah ibnu umar.
Dia sering menegur sahabat yang membacakan hadist yang berbeda walau
satu katapun, dengan apa yang didengar dari rasulullah SAW.
2) Periwayatan ma’nawy
Para sahabat lainnya berpendapat bahwa dalam keadaan darurat
karena tidak hafal persis seperti yang diwurudkan rasulullah, dibolehkan
meriwayatkan hadist secara ma’nawy. Periwayatan ma’nawy artinya
periwayatan hadist yang matannya tidak saama dengan yang didengar dari
rasulullah SAW, tetapi isi atau maknanya tetap terjagadengan utuh sesuai
dengan dimaksudkan oleh rasulullah SAW.
Periwayatan hadist yang ma’nawy mengakibatkan munculnya
hadist hadist yang redaksinya antara satu hadist dengan hadist lainnya
berlainan meskipun maksud dan maknanya.Hal ini sangat bergantung para
sahabat kepada para sahabat atau generasi berikutnya untuk meriwayatkan
hadist tersebut dengan hati hati.
4. Rihlah fi talabil hadist\ (perjalanan mendapatkan hadist nabi)
Tradisi melakukan perjalanan menuntut hadist sudah berlaku sejak masa
rasulullah SAW, beberapa sahabat mendengar risalah baru melakukan perjalanan
menghadap rasulullah SAW, melakukan perjalanan menuntut hadist merupakan
15
hal yang umum, seringkali mereka menempuh perjalanan yang sangat jauh demi
mendengarkan satu hadist atau sekedar mengukuhkan atau mencermati hadist
yang diterima.
Sudah sewajarnya sahabat yang hendak mengumpulkan hadist rasulullah
SAW, harus melakukan Rihlah fi talabil hadist (perjalanan mendapatkan hadist
nabi) dari satu negara ke negara lain, menjumpai sahabat lainnya yang telah
mengambil hokum dari rasulullah SAW23, perjalanan mendapatkan hadist tidaklah
terhenti karena banyak umat islam saat itu melakukan hal ini untuk mengkaji
ulang atau menunjukan hadist yang diterima kepada ahlinya untuk diseleksi
c) PRODUK-PRODUK HADIST
Pada umumnya para sahabat tidak mensyaratkan apa-apa dalam menerima
hadist dari sesama mereka. Namun agar hadist tetap terjaga dari pemalsuan atau
hadist bohong maka para khalifah menggunakan cara apapun untuk
melindunginya, salah satu nya dengan menggunakan saksi saksi bagaimana hadist
tersebut diriwayatkan.24
Seseorang yang menyampaikan hadistnya dengan meminta seorang saksi
atau menyuruh seorang perawi bersumpah untuk membenarkan riwayatnya, tidak
ada suatu peraturan dalam menerima hadist. Yang perlu dilakukandalam
menerima hadist yaitu kepercayaan penuh kepada perawi. Jika seorang sahabat
suatu waktu ragu tentang hadist yang telah dirawatkan sahabat lain, maka sahabat
yang ragu tersebut boleh meminta oarng yan meriwayatkan tadi mendatangkan
seorang saksi atau menyuruh dia untuk bersumpah.
Seleksi terhadap hadist nabi dan bukan hadist nabi
Seleksi terhadap hadist nabi pada masa-masa sahabat berlangsung sangat
ketat, para sahabat sangat membatasi dan sangat hati hati dalam menyeleksinya,
dalam menyeleksi hadist sendiri para sahabat hanya berbekal kewaspadaan, daya
ingat yang kuat dan ketelitian yang tinggi, karena keterbatasan alat indra juga
pernah terjadi kesalahan dalam menyeleksi, kesalahannya seputar kesalahan tidak
sengaja, salah mempersepsikan fakta dan juga kekeliruan lain biasanya dalam
23Muhammad ajaj al-khatib, Ushul al-hadist pokok pokok ilmu hadits, (Jakarta, gaya media pratama, 2001), hal 10024Teungku muhammad hasbi ash shiddieqy, sejarah & pengantar ulumu hadist, (Semarang: pt pustaka rizki putra, 1999), hal 47
16
pengindraan terutama pendengaran, skala kesalahan diatas dapt diseleseikan
dengan baik oleh para sahabat yaitu dengan saling menegur atau mengingatkan
antar sahabat jika terjadi kesalahan.
Ada beberapa faktor agar hadist tersebut dapat diterima saat penyeleksian
yaitu dari segi matannya dan sanadnya, dari segi matan hadist tersebut harus tidak
tidak syadz dan juga tidak berillat, kemudian dari segi sanadnya, sanadnya harus
bersambung, perawi harus adil yaitu pada setiap kesehariannya tidak bertindak
zhalim, tidak menyimpang dan mempunyai kejujuran yang tinggi dan juga perawi
tersebut harus kuat hafalannya yaitu harus mampu menghafal apa yang didengar
kemudian mampu menyampaikan hafalan tersebut kapan dan dimana saja
diperlukan.
E. HADITS PADA MASA TABI’IN
Tabi’in adalah mereka yang bertemu dengan sahabat nabi dalam keadaan
beriman dan meninggal dalam keadaan beriman.
a) SETTING HISTORIS
1. Semakin jauhnya dari masa rasulullah membuat kecenderungan
mendapatkan hadits dari sahabat
Masa tabiin muncul pada abad kedua hijriyah yaitu tahun 100
hijriyah, kecenderuangan para tabi'in mendapatkan hadist dari para
sahabat, karena sahabat adalah guru yang paling menetahui perihal
rasulullah SAW bukan dari rasulullah langsung karena rasulullah telah
meninggal cukup lama dari masa ini25 yaitu tahun hijriyah, hal tersebut
menimbulkan kecenderungan mendapatkan hadits dari sahabat, pada masa
ini islam sudah mulai merbah semakin luas diberbagai wilayah dan juga
mulai muncul pengkodifikasian hadist yang dilakukan oleh khalifah umar
bin abdul aziz (w 101 H) pada tahun hijriyah.
Pada masa ini sahabat yang sangat berjasa menyebarkan ajaran
kepada kalangan tabi'in adalah .para sahabat menggunakan metode untuk
mengajarkan islam kepada para tabi'in agar mudah diserap ilmunya,
dikalangan tabi'in mulai berkurang yang memiliki kemampuan yang kuat
dan lebih cenderung menuliskannya.
25zeid B.smeer, ulumul hadist, (Malang: UIN malang press, 2008), hal 2317
2. Merebahnya hadist ke berbagai wilayah
Setelah umat islam telah menguasai banyak wilayah, selanjutnya
mereka mulai mendakwahkan ajaran islam yang juga termasuk
mngajarkan hadist keberbagai wilayah yang telah dikuasai, sehingga masa
ini disebut masa (instisyar al-riwayah)26, banyak terdapat kota kota besar
sebagai tempat pembinaan dalam periwayatan hadist, sebagai tempat
tujuan para tabi'in memperoleh hadist, diantara kota kota tersebut adalah:
a. Madinah
Tokoh tokoh dari kalangan yang meriwayatkan hadist di
Madinah, antara lain: abu bakar, umar, ustman, ali (sebelum pindah
ke kufah), aisyah (w 52 H), ibn umar(w 72 H) abu said al-khudri
(w 74 H)
Dikalangan para tabi'in yang mendapatkan hadistt dari
sahabat diatar adalah salim ibn Abdullah ibn umar (w 106 H), abu
bakar ibn abdul ar-arahman ibn al harist ibn hisyam (w 94 H) dan
lain-lain
b. Mekah
Salah satu tokoh penyiar islam pada masa sahabat yaitu
Mu'adz ibn abbas, sedangkan dari kalangan tabi'in yang
memperoleh hadist yaitu atha ibn abi rabbah (w 114 H), abu zubair
Muhammad ibn muslim (w 136 H)
c. Kufah
penyiar islam dikalangan sahabat yang menyiarkan agama
islam di kufah yaitu Abdullah ibn mas'ud (w 32 H), sa'ad ibn abi
waqqash (w 54 H), sa'id ibn zaid (w 51 H), salman al farisi dan lain
lain
d. Jumlah perawi yang semakin banyak dan sangat dipengaruhi
oleh sekte
Setelah al qur'an sudah selesai dibukukan dan telah dihafalkan
secara urut, kemudian para umat muslim saat itu terfokus pada
26 hasan. Mustofa, ilmu hadist, (bandung: pustaka setia, 2012), hal 13018
pendalaman hadist, yang memunculkan banyak sekali perawi perawi
hadist, dampak dari banyaknya perawi bisa memunculkan sekte sekte 27dan
sangat berdampak pada tingkat keontektikan hadist, munculnya hadist
palsu juga disebabkan oleh faktor ini, contoh adanya sekte khawarij,
mu'tazilah dan lain sebagainya.
Para pelaku sekte pada masa itu kebanyakan bertujuan untuk
mengklaim, bahwa alirannya yang paling benar atau memiliki hadist yang
paling shahih, hal tersebut menimbulkan inisiatif untuk membentengi
hadist dari kepalsuan, yaitu dengan cara:
Kodifikasi hadist secara resmi
Agar hadist tetap terjaga dari berbagai bentuk pemalsuan
dan agar tidak hilang, maka dilakukan usaha pembukuan, inisiatif
ini muncul pada masa khalifah umar ibn abdul aziz (w 101 H),
Beliau sadar bahwa para perawi yang membendaharakan hadits
dalam kepalanya, semakin lama banyak yang meninggal. Beliau
khawatir apabila tidak segera dibukukan hadits dari para
perawinya,kemungkinan hadits-hadits tersebut itu akan lenyap dari
muka bumi ini.
Al-jarh wa ta'dili
Suatu metode untuk menyeleksi hadist sebagai alat untuk
mendeteksi kualitas perawi dan sekaligus menyaring hadist hadist
yang bermasalah, metode ini muncul karena melemahnya kualitas
hafalan ditambah lagi munculnya sekte sekte yang
menyalahgunakan hadistsebagai alat legitimasi paham mereka.
Merumuskan kaidah kaidah dan kriteria peneriamaan hadist,
penyeleksiannya terhadap perawi yang dikenal kepribadiannya dan
tergolong perawi yang berkompeten dalam masalah hadist.
b) KARAKTERISTIK
27zeid B.smeer, ulumul hadist, (Malang: UIN malang press, 2008), hal 2619
1. Adanya pemisahan antara alqur'an dan hadist dalam bentuk tulisan
dan tersusun dalam bentuk kitabdan tercampurnya antara hadist
nabi dan fatwa sahabat
Pada masa tabi'in sudah dapat dipisahakan karena penulisan al
qur'an telah selesai pada tahun hijriyah, sedangkan hadist sendiri dalam
proses pembukuan, yang pertama kali mempelopori penyusunan hadist
yaitu khalifah umar ibn abdul aziz. Perhimpunan pada masa ini masih
tercampur dengan fatwa sahabat.
Bercampurnya hadits dengan fatwa sahabat28. Dalam kodifikasi
hadits abad ke dua, para ulama’ berhasil menyusun kitab tadwin. Dalam
kitab-kitab mereka, belum adanya klasifikasi antara hadits marfu’, mauquf
dan maqthu’ juga belum ada pembagian secara shahih, hasan dan dhaif.
Sehingga para ulama’ penyusun tadwin ini tidak melakukan penyaringan
dan pemisahan terhadap hadits-hadits yang mereka lakukan.
2. Adanya kodifikasi hadist
Pada masa sahabat belum ada pembukuan hadis secara resmi yang
diprakarsai pemerintah, padahal peluang untuk membukukan hadis terbuka
namun bnyak sahabat yang melakukan pencatatan hadist, perbedaan antara
kodifikasi hadis secara resmi dari penulisan hadis adalah Kodifikasi hadis
secara resmi dilakukan oleh suatu lembaga administratif yang diakui
masyarakat, sedang penulisan hadis dilakukan oleh perorangan, Kegiatan
kodifikasi hadis tidak hanya menulis, tapi juga mengumpulkan,
menghimpun serta mendokumentasikannya. Dan Tadwin hadis
dilakukannya secara umum, yang melibatkan segala perangkat yang
dianggap berkompeten terhadapnya, sedang penulisan hadis dilakukan
oleh orang-orang tertentu.
Pada masa tabi’in wilayah islam bertambah luas. Perluasan daerah
tersebut diikuti dengan penyebaran ulama untuk menyampaikan ajaran
islam di daerah-daerah, termasuk ulama hadis..Maka kondisi tersebut
sebagai alasan kodifikasi hadis. Selain itu alasan lain mengapa kodifikasi
perlu dilakukan adalah adanya pertama kekhawatiran hilangnya hadis-
28 Abdul majid khon, ulumul hadist, (Jakarta: AMZAH, 2008), hal 6020
hadis, dengan meninggalnya para ulama di medan perang. Kedua,
kekhawatiran akan tercampurnya dengan hadist palsu
Kodifikasi disebut juga tadwin. Tadwin al-hadits mempunyai
makna penulisan hadis Nabi ke dalam suatu buku (himpunan, dan
susunan) yang pelaksanaanya dilakukan atas legalitas pemerintahan
khalifah umar ibn abdul aziz (w 101 H),29 khalifah umar ibn abdul aziz
mengintruksikan kepada para penjabat daerah unutk mengumpulkan para
penghafal hadist dengan mengirim surat kepada penjabat daerah yang
berisi
ع�ن� �ث� �ح�د�ي ال م�ن� �د�ك� ن ع� �ت� �ب �ث ي �م�ا ب �ي� �ل ا �ب� �ت �ك ا
�ت� ي خ�ش� ى �ن ف�إ وسلم عليه الله صلى الله� و�ل� س� ر�
�م�اء� �ع�ل ال و�ذ�ه�اب� � �م �ع�ل ال و�س� د�ر�”perhatikan atau periksalah hadist hadist rasulullah SAW
kemudian tuliskanlah! Aku khawatir akan lenyapnya ilmu dengan
meninggalnya para ulama (para ahlinya) dan janganlah kamu terima
kecuali hadist hadist dari rasulullah SAW"
c) PRODUK HADIST
Pada masa pemerintahan khaliah kedelapan yaitu khalifah umar bin abdul
aziz (99-101 H), menganggap perlunya penghimpunan hadist, karena khawatir
akan hilang dan lenyap apa saja yang telah diajarkan oleh rasulullah SAW setelah
wafatnya para sahabat yang menhafal hadist, kemudian beliau mengintruksikan
kepada seluruh gubernur dinegeri islam agar para tabi’in segera menghimpun
hadist.yang
Menurut pendapat yang paling populer orang yang pertama kali
melakukan intruksi khalifah umar bin abdul aziz yaitu ibnu asy-syihab az-
zuhri30(d 60).yang dimaksud disini orang yang menhimpun hadist secara formal
dan hadistnya ditulis secara menyeluruh.berikut ini aktivitas dibeberapa kota
islam yang melakukan penghimpunan beserta orang yang melakukan
penghimpunannya yaitu:
29M. Noor sulaiman, antologi ilmu hadist, (Jakarta: gaung persada, 2008), hal 47
30 Abdul majid khon, ulumul hadist, (Jakarta: AMZAH, 2008), hal 6021
3) Abdullah bin abdul aziz bin juraij (w 150 H) di mekah
4) Ibnu ishak (w 151 H) di mekah
5) Abdurahman abu amr al auza’i (w 156 H) di syiria
6) Sufyan ats tsauri (w 161 H) di kufah
7) Imam malik bin anas (w 179 H) di madinah
8) Ar rabi’ bin shabih (w 160 H) di bashrah
9) Al laits bin sa’ad (w 175 H) di mesir
10) Ibn mubarak (w 181 H) di khurasan
11) Ma’mar al azdy (w 153 H) di yaman
Setelah dilakukan kodifikasi hadist, munculah kitab kitab hadist yang
dibuat oleh para tabi’in diantaranya yaitu:31
1. Al-Mushannaf secara bahasa diartikan sesuatu yang tersusun. Dalam
bahasa istilah, yaitu teknik pembukuan hadis yang didasarkan pada
klasifikasi hokum fiqh dan di dalamnya mencantumkan hadis marfu’,
mawquf, dan maqthu, yang menulis hadist ini misalnya:
a. al musahanaf sy’bah ibn hajaj (160 H)
b. al musahanaf sufyan ibn unaiyah (198 H)
c. al musahanaf al laits ibn sa’ad (w 175 H)
d. al musahanaf al auza’i ( w 150 H)
e. al musahanaf al humady (w 219 H)
2. Al muwaththa’ secara bahasa diartikan suatu yang dimudahkan, selain itu
pengertian secara istilah al muwaththa’ mempunyai arti yang sama
dengan al mushanaf yaitu tekhnik pembukuan hadist yang didasarkan
pada klasifikasi hukum fiqh dan didalamnya mencantumkan hadist
marfu’, hadist mawquf, dan hadist maqthu’, misalnya al muwaththa’
imam malik (95-179H)
3. Al-jami, yaitu teknik pembukuan hadis yang mengakumulasi Sembilan
masalah, yaitu aqa’id, hokum, perbudakan (riqaq), adab makan minum,
tafsir, tarikh dan sejarah, sifat-sifat akhlak (syama’il), fitnah (fitan), dan
sejarah (manaqib). Misalnyaal jami’ abdul razzaq as-san’any (w 211 H)
4. Musnad secara bahasa ialah tempat sandaran, sedangkan dalam istilah
adalah pembukuan hadis yang didasarkan pada nama para sahabat yang
meriwayatkan hadis tersebut, seperti:
a. al musnad abu hanifah (w 150 H) b. al musnad zaid bin ali
31ibid., hal 6122
c. al musnad al imam asy syafi’i (w 204 H)
F. KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas kita mengambil kesimpulan
bahwa rasulullah SAW, para sahabat dan para tabi’in sangat bersungguh
sungguh untuk menyebarkan agama islam, hal tersebut dapat dirasakan
hingga saat ini yaitu semakin banyaknya umat islam didunia ini.
Sejarah perkembangan hadist dibagi menjadi tujuh periode yaitu
dimulai dari masa rasulullah hingga masa masa kita sekarang, periode
pertama (zaman nabi muhammad SAW), periode kedua (masa sahabat
khulafaur rasyidin), periode ketiga (masa sahabat kecil dan tabi’in besar),
periode ke empat (masa pembukuan hadist), masa kelima (masa
kodifikasi hadist), masa keenam (abad ke 4 H sampai 656 H) dan periode
ke tujuh (dari tahun 656 H sampai saat ini)
Dari makalah diatas dibahas masa rasulullah SAW, masa
sahabat dan masa tabi’in perbedaan perkembangan hadist dari ketiga
masa tersebut dapat dilihat darisegi periwayatannya, yaitu pada zaman
rasulullah SAW dan sahabat periwayatan sangat dibatasi sedangkan pada
23
masa tabi’in periwayatan sudah mulai dilkukan dengan baik yaitu
ditandai dengan kodifikasi hadist dan memunculkan kitab kitab hadist.
DAFTAR PUSTAKA
Smeer, zeid B. Ulumul hadist.Malang :UIN malang prees. 2008
Khon, abdul majid.Ulumul hadis.Jakarta :bumi aksara. 2008
Ismail ,syuhudi. Kaedah kesahihan sanad hadis.Jakarta :PT bulan bintang. 1995
Sulaiman, noor.Antologi ilmu hadits.Jakarta : gaung persada prees. 2008
Indri. Studi hadits. Jakarta:kencana. 2010
Rodliyana, muhammad dede. Perkembangan pemikiran ulum al-hadits ari klasik hingga modern.Bandung :pustaka setia. 2004
Ash shiddieqy, teungku muhammad hasbi. Sejarah & pengantar ilmu hadits. Semarang: pt pustaka rizki putra. 1999
Mudasir, M. Ilmu hadist. Bandung: pustaka setia. 2008
Solahudin.Ulumul hadist.Bandung : pustaka setia. 2013
24
Rohman, fatchur. Ilmu ilmu hadist. Bandung: PT al ma’arif. 1974
Al-khathib, muhammad ajaj. Ushul al-hadist pokok pokok ilmu hadits. Jakarta: Gaya media pratama. 2001
Hasan, mustofa. Ilmu hadits. Bandung:pustaka setia. 2012
25