Download - Madu Rambutan
PENGARUH TOPIKAL MADU RAMBUTAN TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA EKSISI PADA KULIT
TIKUS DIBANDINGKAN POVIDON IODINE 10%
ARTIKEL PENELITIAN
Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Kedokteran Program Studi Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran
Universitas Jenderal Achmad Yani
Oleh Rani Silmi Zulafa
4111091008
UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI FAKULTAS KEDOKTERAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTERCIMAHI
2013
PENGARUH TOPIKAL MADU RAMBUTAN TERHADAP PENYEMBUHAN LUKA EKSISI PADA KULIT TIKUS DIBANDINGKAN POVIDON IODINE 10%
Rani Silmi Zulafa1, Euis Reni Yuslianti,2 Hendrarto Dirdjoatmodjo.3
1Fakultas Kedokteran Unjani Cimahi, 2,3 Bagian Biokimia dan Biologi Molekular Fakultas Kedokteran Unjani Cimahi
Madu rambutan merupakan salah satu bahan alami yang diketahui dapat membantu penyembuhan luka karena mempunyai efek antioksidan, antiinflamasi, antibakteri, dan debridement. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh topikal madu rambutan terhadap penyembuhan luka eksisi pada kulit tikus dibandingkan povidon iodine 10%.
Bentuk penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Subjek penelitian menggunakan 27 ekor tikus jantan galur Wistar. Semua tikus dilukai dengan menggunakan gunting bedah pada bagian punggung, kemudian dibagi atas 3 kelompok yaitu kelompok kontrol, tikus dengan luka eksisi yang hanya ditutup dengan kassa, kelompok madu rambutan, diberi olesan madu rambutan sebanyak 2 ml dan ditutup kassa, serta kelompok povidon iodine, diberi olesan povidon iodine 10% sebanyak 2 ml dan ditutup kassa. Luka diamati pada hari ke-3, 7 dan 14. Kemudian pada hari ke-14 dilakukan pengukuran kadar malondialdehide dengan menggunakan metode TBARs. Penelitian dilakukan selama 21 hari sampai luka pada tikus sembuh dan tumbuh bulu. Data dianalisis dengan menggunakan analisis statistik Kruskal-Wallis dilanjutkan dengan Post Hoc Mann-Whitney.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa dengan pemberian topikal madu rambutan dapat membantu proses penyembuhan pada luka eksisi. Persentase penyembuhan berbeda secara signifikan pada hari ke-3 dan hari ke-7, serta dapat menyembuhkan luka lebih cepat dari kelompok lain yaitu dengan rata-rata lama penyembuhan selama 17,6 hari, sedangkan hasil perbandingan kadar malondialdehide pada seluruh kelompok tidak ada penurunan yang signifikan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa pemberian topikal madu rambutan dapat membantu penyembuhan luka eksisi tetapi tidak mempengaruhi kadar malondialdehide.
Kata kunci : Madu rambutan, povidon iodine, luka eksisi
PENDAHULUAN
Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan tersebut dapat
disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti trauma benda tajam atau tumpul, perubahan
suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik, gigitan hewan, maupun kontak panas. Luka sering
terjadi pada manusia, jika luka tidak segera ditangani, akan menyebabkan perdarahan, bahkan
infeksi. Organ yang paling sering mengalami luka adalah kulit, karena letaknya yang berada
1
pada lapisan paling luar tubuh yang berfungsi sebagai barier atau pelindung dari lingkungan luar
tubuh seperti panas, dingin, zat kimia, dll. Kulit merupakan organ yang sangat penting, jika
terdapat kerusakan, maka kulit akan kehilangan fungsinya.1,2
Luka merupakan salah satu proses yang mencetuskan adanya peradangan dalam hal ini
termasuk luka eksisi, yang dapat menghasilkan radikal superoksida atau radikal bebas yang
dihasilkan oleh fagosit. Radikal bebas dalam jumlah berlebih akan mengakibatkan stress
oksidatif yang dapat mengakibatkan gangguan fungsi biologi seperti homeostasis ion, aktivitas
enzim, integrasi membran, bahkan kerusakan atau kematian sel yang dapat mengganggu atau
memperlambat proses penyembuhan luka. Oleh karena itu, sangat penting untuk
mengembalikan fungsinya sesegera mungkin dari kerusakan.3
Dewasa ini telah marak penggunaan herbal atau pengobatan alami dalam membantu
proses penyembuhan penyakit, karena minimalnya efek samping yang ditimbulkan
dibandingkan dengan penggunaan obat- obatan kimiawi. Salah satu bahan alami yang sering
digunakan dalam pengobatan luka adalah madu. 4
Madu adalah makanan manis berupa cairan kental yang dihasilkan oleh serangga
terutama lebah yang berasal dari nektar, yaitu cairan yang kaya akan gula yang dihasilkan oleh
bagian bunga dan tumbuhan. Madu mengandung senyawa organik yang telah teridentifikasi
antara lain seperti polyphenol, flavonoid, dan glikosida yang berfungsi sebagai antioksidan,
selain itu madu juga mengandung berbagai jenis enzim, yaitu glukosa oksidase dan invertase
yang membantu proses pengolahan sukrosa untuk diolah menjadi glukosa dan fruktosa agar
menjadi lebih mudah untuk dicerna, serta enzim amilase, katalase, dan lipase. Madu juga
mengandung gula, asam amino, mineral dan vitamin, yang terbukti meningkatkan proliferasi sel
dan sintesis hydroxyproline di jaringan granulasi yang baru terbentuk, dan diketahui
mengandung hidrogen peroksida tingkat rendah yang ditemukan untuk merangsang proliferasi
fibroblas dan angiogenesis.3,5,6,7,8
2
Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Asterina dan Vega menunjukkan madu memiliki
efek antibakteri terhadap Staphylococcus aureus dan E. coli. Penelitian lain memperlihatkan
bahwa efek antibakteri dari suatu madu karena adanya zat methyl glioxyl (MGO). Madu juga
dipercaya berperan sebagai antiinflamasi (antiperadangan) karena terkait dengan kandungan
antioksidan yang dimilikinya, selain itu Fanny telah meneliti bahwa madu rambutan dapat
menurunkan kadar MDA plasma dibandingkan dengan madu kelengkeng.7,9,10,11
BAHAN DAN METODE
Bentuk penelitian ini bersifat eksperimental laboratorik. Subjek penelitian menggunakan 27
ekor tikus jantan galur Wistar. Semua tikus dilukai dengan menggunakan gunting bedah pada
bagian punggung, kemudian dibagi atas 3 kelompok yaitu kelompok kontrol, tikus dengan luka
eksisi yang hanya ditutup dengan kassa, kelompok madu rambutan, diberi olesan madu
rambutan sebanyak 2 ml dan ditutup kassa, serta kelompok povidon iodine, diberi olesan
povidon iodine 10% sebanyak 2 ml dan ditutup kassa. Luka diamati pada hari ke-3, 7 dan 14.
Kemudian pada hari ke-14 dilakukan pengukuran kadar malondialdehide dengan menggunakan
metode TBARs. Penelitian dilakukan selama 21 hari sampai luka pada tikus sembuh dan
tumbuh bulu. Data dianalisis dengan menggunakan analisis statistik Kruskal-Wallis dilanjutkan
dengan Post Hoc Mann-Whitney.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pengaruh Topikal Madu Rambutan terhadap Penyembuhan Luka Eksisi pada Kulit Tikus
Dibandingkan Povidon Iodine 10%.
Pengamatan Luka Eksisi Hari Ke-0
Pada saat penelitian, dilakukan pengamatan pada luka eksisi pada 27 tikus percobaan
untuk mengetahui apakah terdapat pengaruh pada luka eksisi yang diberi madu rambutan
3
dibandingkan dengan povidon iodine 10%. Berikut ini adalah gambar pada kulit tikus setelah
dilakukan luka eksisi pada bagian punggung.
Gambar 1. Kulit tikus setelah dilakukan eksisi pada hari ke-0.
Gambar tersebut menunjukkan bahwa seluruh luka pada masing-masing tikus dilukai
dengan ukuran dan kedalaman yang sama yaitu dengan panjang dan lebar masing masing 1cm
x 1cm dengan membuang bagian kulit tikus yaitu epidermis dan dermis yang kedalamannya
mencapai kurang lebih 2 mm. Pada gambar tersebut tampak luka dengan sisa perdarahan
segar. Luka tersebut mengalami fase yang pertama yaitu fase inflamasi. Fase inflamasi
berlangsung sejak terjadinya luka sampai kira- kira hari kelima. Pada gambar tersebut belum
tampak adanya kemerahan, pembengkakan, karena luka masih baru saja dilukai.
Pengamatan Luka Eksisi Hari Ke-3
Luka eksisi pada hari ke-3 menunjukkan luka yang diberi povidon menimbulkan warna
gelap atau kehitaman pada luka selain itu tampak kemerahan pada bagian tepi dan terdapat
edema atau pembengkakan. Sedangkan luka eksisi pada kelompok kontrol tampak kemerahan
dan sedikit membengkak pada luka, dibandingkan dengan luka pada kelompok madu rambutan.
Selain itu, luka yang diberi madu rambutan mempunyai permukaan luka yang lebih halus dan
lebih kecil ukurannya dibandingkan dengan kelompok yang lain, seperti yang terlihat pada
gambar berikut ini.
4
a b c
Gambar 2. Luka eksisi pada hari ke-3 a.kelompok povidon iodine, b. kelompok madu rambutan c. kelompok kontrol.
Hal tersebut sesuai dengan tanda-tanda pada fase penyembuhan luka yang pertama yaitu
fase inflamasi yang terjadi pada saat segera setelah luka sampai hari kelima. Pada saat cedera,
jaringan terganggu dan terjadi kerusakan pembuluh darah akibatnya terjadi pelepasan lokal sel-
sel darah dan elemen darah lainnya, contohnya yaitu trombosit dengan melepaskan faktor
pembekuan, PDGF dan TGF-ß untuk memulai proses perbaikan sehingga terbentuk bekuan.
Bekuan darah di dalam lumen pembuluh darah mengakibatkan hemostasis, sedangkan bekuan
darah di lokasi luka membentuk provisional matrix (PM) guna migrasi sel. Fase ini didominasi
trombosit yang langsung membekukan luka baru melalui jalur koagulasi intrinsik dan ekstrinsik.
Trombosit melepaskan sejumlah faktor kemotaksis yang menarik trombosit lain, leukosit, dan
fibroblas ke lokasi luka. Fase inflamasi dilanjutkan oleh leukosit yang masuk ke lokasi luka,
khususnya neutrofil dan makrofag yang berperan menghilangkan debris melalui fagositosis dan
membunuh bakteri serta scavenging debris selular. Fase inflamasi dibagi dalam komponen yang
saling berhubungan erat, yaitu pelepasan dan agregasi trombosit, proses koagulasi dan
inflamasi, dan pengerahan leukosit.
Adanya sejumlah faktor kemotaksis yang menarik trombosit lain, leukosit, dan fibroblas ke
lokasi luka dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin yang meningkatkan
permeabilitas kapiler menyebabkan terjadinya eksudasi cairan, penyerbukan sel radang, disertai
5
vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan pembengkakan. Seperti yang terlihat pada
gambar diatas terdapat tanda dan gejala klinik reaksi radang menjadi jelas berupa warna
kemerahan karena kapiler melebar (rubor), dan pembengkakan (tumor). Fase ini disebut juga
fase lambat karena reaksi pembentukan kolagen baru sedikit dan luka hanya dipertautkan oleh
fibrin yang amat lemah.16,17,18,
Tetapi pada luka eksisi yang diberi madu rambutan, sedikit tampak kemerahan pada
bagian luka dan tidak ada pembengkakan yang berarti sesuai dengan teori bahwa madu
berperan sebagai antiiinflamasi. Selain itu, rata–rata luka eksisi yang diberi madu rambutan
lebih kering dibandingkan dengan kelompok kontrol maupun povidon iodine, karena sesuai
dengan fungsinya yang memberikan efek debridement, dan bersifat osmotik, madu dapat
menyerap cairan yang ada pada luka sehingga membuat luka menjadi kering.4,5
Pengamatan Luka Eksisi Hari Ke-7
Luka eksisi pada hari ke-7 tampak semakin mengecil dibandingkan dengan luka eksisi
pada hari ke-3. Luka eksisi pada hari ke-7 dapat dilihat pada gambar berikut ini.
a b c
Gambar 3. Luka eksisi pada hari ke-7 a.kelompok povidon iodine, b. kelompok madu rambutan c. kelompok kontrol.
Gambar di atas menunjukkan luas luka eksisi yang semakin mengecil baik dari kelompok
povidon iodine, madu rambutan, maupun kontrol. Pada hari ke-7 ini merupakan fase terjadinya
6
proliferasi yang ditandai dengan proses angiogenesis, pembentukan jaringan granulasi,
kontraksi luka dan proses epitelisasi. Pada jaringan granulasi awal, faktor pertumbuhan PDGF
yang dikeluarkan dari degranulasi trombosit juga berperan dalam proliferasi fibroblas. Selama
pembentukan jaringan granulasi, fibroblas mensintesis tumpukan kolagen untuk mengisi
jaringan yang hilang akibat luka dan sebagai tempat kapiler yang baru terbentuk. Proses migrasi
hanya bisa terjadi kearah yang lebih rendah atau datar, sebab epitel tidak dapat bermigrasi
ketempat yang lebih tinggi. Fibroblas tersebut terbentuk bermigrasi ke bagian antara tepi luka
sepanjang helaian serat fibrin. Sehingga penyembuhan luka tampak mengecil atau sembuh
mulai dari tepi luka. Madu diketahui mengandung gula, asam amino, mineral dan vitamin, yang
dapat meningkatkan proliferasi sel dan sintesis hydroxyproline di jaringan granulasi yang baru
terbentuk. 1, 16,17,18,
Pengamatan Luka Eksisi Hari Ke-14
Penyembuhan luka eksisi di hari ke-14 ini sudah memasuki fase remodeling atau fase
akhir dari penyembuhan luka. Sel epitel yang pertumbuhannya di pengaruhi oleh EGF
(Epidermal Growth Factor) yang dihasilkan fibroblas dan keratinosit, kemudian berproliferasi di
bagian permukaan bekas luka dan epidermis membentuk stratifikasi seperti normal kembali.
Gambar 4.4 menunjukkan bahwa luka eksisi pada kelompok madu rambutan lebih kecil dari
pada kelompok povidon iodine maupun kontrol. Pada fase ini terjadi proses pematangan yang
terdiri dari penyerapan kembali jaringan yang berlebih, pengerutan sesuai dengan gaya gravitasi
dan perupaan kembali jaringan yang baru terbentuk. Peristiwa dan komponen matriks
ekstraselular utama yang terjadi pada fase ini adalah fibronektin dan komponen yang
berhubungan, asam hialuronik dan proteoglikan, kolagen, kontraksi dan kemunculan
miofibroblas. Miofibroblas berperan penting dalam proses kontraksi. Miofibroblas adalah
fibroblas pada luka yang mengalami perubahan, mengekspresikan aktin otot polos dan
menyerupai otot polos. Mekanisme ini diatur oleh TGF-β1. Fase ini dapat dinyatakan berakhir
7
jika semua tanda radang sudah lenyap. Udem dan sel radang diserap, sel muda menjadi
matang, kapiler baru menutup dan diserap kembali, kolagen yang berlebih diserap dan sisanya
mengerut sesuai dengan regangan yang ada. Selama proses ini dihasilkan jaringan parut yang
pucat, tipis seperti yang tampak pada gambar. Luka eksisi pada tikus di hari ke-14 dapat dilihat
sebagai berikut.1,15,17,18
a b c
Gambar 4. Luka eksisi pada hari ke-14 a.kelompok povidon iodine, b. kelompok madu rambutan c. kelompok kontrol.
Hasil Analisis Statistik
Uji Kruskal-Wallis
Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa persentase penyembuhan luka pada hari ke-3
dan ke-7 mempunyai perbedaan yang signifikan. Karena nilai signifikansi persentase
penyembuhan luka pada hari ke-3 dan ke-7 <0,05. Sedangkan untuk persentase penyembuhan
luka pada hari ke-14 tidak signifikan karena nilai signifikansi >0,05. Dengan kata lain,
persentase penyembuhan luka eksisi pada luka tikus signifikan pada jari ke-3 dan ke-7. Hal
tersebut mungkin terjadi karena pada hari ke-3 dan 7 proses yang paling dominan terjadi adalah
proses inflamasi dan proliferasi fibroblas.
Pada proses inflamasi terdapat sejumlah faktor kemotaksis yang menarik trombosit lain,
leukosit, dan fibroblas ke lokasi luka dalam jaringan ikat menghasilkan serotonin dan histamin
yang meningkatkan permeabilitas kapiler menyebabkan terjadinya eksudasi cairan,
8
penyerbukan sel radang, disertai vasodilatasi setempat yang menyebabkan udem dan
pembengkakan. Tanda dan gejala klinik reaksi radang berupa warna kemerahan karena kapiler
melebar (rubor), suhu hangat (kalor), dan pembengkakan (tumor). Peran madu dalam fase ini
adalah sebagai antiinflamasi yang meredakan gejala klinik reaksi radang tersebut. Sehingga
proses penyembuhan yang terjadi pada hari ke-3 mengalami perubahan yang signifikan.
Selama pembentukan jaringan granulasi, fibroblas mensintesis tumpukan kolagen untuk
mengisi jaringan yang hilang akibat luka dan sebagai tempat kapiler yang baru terbentuk. Epitel
tepi luka yang terdiri dari sel basal terlepas dari dasarnya dan berpindah mengisi permukaan
luka, kemudian diisi oleh sel baru yang terbentuk dari proses mitosis. Proses migrasi hanya bisa
terjadi kearah yang lebih rendah atau datar, sebab epitel tak dapat bermigrasi ketempat yang
lebih tinggi. Fibroblas tersebut terbentuk bermigrasi ke bagian antara tepi luka sepanjang
helaian serat fibrin. Sehingga penyembuhan luka tampak mengecil atau sembuh mulai dari tepi
luka, dan madu rambutan mempunyai fungsi mengandung gula,asam amino, mineral dan
vitamin, yang terbukti meningkatkan proliferasi sel dan sintesis hydroxyproline di jaringan
granulasi yang baru terbentuk, juga diketahui mengandung hidrogen peroksida tingkat rendah
yang ditemukan, untuk merangsang proliferasi fibroblas dan angiogenesis, sehingga proses
penyembuhan yang terjadi pada hari ke-7 juga terjadi perubahan yang signifikan.1, 16,17,18,3,29
Uji analisis Post Hoc Mann-Whitney
Hasil uji Mann-Whitney menunjukkan bahwa terdapat 3 data yang signifikan. Persentase
penyembuhan luka pada hari ke-3 menunjukkan signifikansi antara kelompok povidon iodine
dan madu rambutan, sedangkan persentase penyembuhan luka hari ke-7 menunjukkan
kelompok kontrol dan madu rambutan, serta kelompok povidon iodine dan madu rambutan
menunjukkan perbedaan yang signifikan, tetapi pada hari ke-14 semua kelompok tidak
signifikan.
9
Perbedaan Pengaruh Topikal Madu Rambutan terhadap Penyembuhan Luka Eksisi pada
Kulit Tikus Dibandingkan Povidon Iodine 10%.
Perbedaan Rata-Rata Persentase Penyembuhan Luka
Persentase penyembuhan luka pada sampel percobaan diukur pada hari ke 3, 7 dan 14
sesuai dengan fase-fase penyembuhan luka seperti yang digambarkan pada Gambar 4.5 yang
menunjukkan rata-rata persentase penyembuhan luka pada masing-masing kelompok
percobaan. Pada hari ke-3 kelompok kontrol mempunyai persentase penyembuhan luka
sebesar 1,5%, pada kelompok madu rambutan sebesar 2,4%, dan kelompok povidon iodine
sebesar 0.3%. Dengan kata lain, pada hari ke-3 kelompok madu rambutan mempunyai
persentase penyembuhan luka paling besar. Pada hari ke-7 rata-rata persentase penyembuhan
luka pada kelompok kontrol sebesar 3%, pada kelompok madu rambutan sebesar 6,5%, dan
pada kelompok povidon iodine sebesar 1,5%. Sehingga dapat dikatakan bahwa pada hari ke-7
rata-rata persentase penyembuhan luka madu rambutan lebih besar dari pada kelompok kontrol
dan madu rambutan. Sama halnya pada hari ke-14 mempunyai persentase penyembuhan luka
paling besar dibandingkan kelompok yang lain yaitu rata-rata sebesar 6,7%, dengan rata-rata
persentase penyembuhan luka kelompok kontrol sebesar 4,3%, dan persentase penyembuhan
luka kelompok povidon iodine 3,5% seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 5. Grafik rata-rata persentase penyembuhan luka.
10
Perbedaan Waktu Penyembuhan antara Pemberian Topikal Madu Rambutan terhadap
Penyembuhan Luka Eksisi pada Kulit Tikus Dibandingkan Povidon Iodine 10%.
Lama penyembuhan pada penelitian ini dilihat sampai luka menutup sempurna dan
tumbuh bulu kembali dengan waktu terlama kurang lebih 21 hari. Gambar 4.9 menunjukkan
bahwa lama penyembuhan luka eksisi pada kelompok kontrol rata-rata selama 19 hari,
sedangkan pada kelompok madu rambutan selama 17,6 hari, dan pada kelompok povidon
iodine selama 18,1 hari. Sehingga dapat disimpulkan bahwa kelompok madu rambutan adalah
kelompok tercepat dalam penyembuhan luka eksisi dibandingkan dengan kelompok kontrol,
maupun povidon iodine. Nilai rata-rata lama penyembuhan dapat dilihat pada gambar sebagai
berikut.
Gambar 6. Grafik lama penyembuhan luka (hari).
Hal tersebut sesuai dengan teori bahwa madu dapat membantu penyembuhan luka, salah
satunya yaitu luka eksisi. Madu rambutan dipilih karena diketahui dapat menurunkan kadar
malondialdehide (MDA) dalam darah dibandingkan dengan madu kelengkeng, maupun madu
randu. Dengan kata lain, madu rambutan mempunyai kandungan antioksidan lebih tinggi
dibandingkan dengan madu kelengkeng maupun madu randu, walaupun belum diketahui
perbedaan kandungan dari masing-masing jenis madu tersebut. Karena luka eksisi merupakan
11
salah satu proses yang mencetuskan terbentuknya radikal bebas, karena kerusakan sel yang di
akibatkan oleh luka eksisi akan terjadi beberapa reaksi yaitu seperti peroksidasi membran lipid,
fragmentasi DNA dan ikatan silang protein yang akan mencetuskan terbentuknya radikal bebas.
Madu mengandung berbagai macam vitamin (B2, B3, B9 dan vitamin C), mineral, air,
karbohidrat, protein. juga mengandung senyawa organik yang telah teridentifikasi antara lain
seperti polyphenol atau flavonoid, glikosida, dan saponin.
Flavonoid telah lama diakui memiliki aktivitas antiinflamasi, antioksidan, antialergi,
hepatoprotektif, antitrombotik, antiviral, dan antikarsinogenik. Saponin memiliki fungsi sebagai
antiinflamasi,antibakteri, dan antikarsinogenik Komponen saponin menurut Froschle terbukti
mampu menstimulasi sintesis fibroblas oleh fibronektin. Selain itu, madu juga mengandung
berbagai jenis enzim, yaitu glukosa oksidase dan invertase yang membantu proses pengolahan
sukrosa untuk diolah menjadi glukosa dan fruktosa agar menjadi lebih mudah untuk dicerna,
selain itu juga terdapat enzim amilase, katalase, dan lipase. Maka dari itu madu rambutan
mampu membantu penyembuhan luka dibandingkan dengan kelompok lain terutama povidon
iodine yang hanya berperan sebagai antiseptik dalam perawatan luka. Selain bebas dari efek
samping, madu mudah didapat dengan harga yang terjangkau.3,4,5,26
Perbedaan Kadar Malondialdehide (MDA)
Selain dilakukan pengukuran panjang dan lebar luka, dilakukan juga pengukuran kadar MDA
plasma yang diambil dari darah tikus percobaan untuk mengetahui kadar malondialdehide atau
radikal bebas yang terbentuk dalam tubuh tikus. Tujuannya yaitu untuk mengetahui apakah luka
eksisi dalam hal ini adalah salah salah satu faktor pencetus terbentuknya radikal bebas, dapat
berpengaruh dengan diberikannya madu rambutan yang dalam hal ini adalah sebagai salah
satu antioksidan yang mana dapat menghambat atau mengurangi terbentuknya radikal bebas
sehingga diharapkan dapat membantu proses penyembuhan. Hasil pengukuran kadar MDA
menunjukkan bahwa kadar MDA pada kelompok madu rambutan 0,11 mg/ml, pada kelompok
12
povidon iodine 0,19 mg/ml, pada kelompok kontrol 0,08 mg/ml. Dengan demikian, kelompok
povidon iodine mempunyai kadar MDA lebih tinggi daripada kelompok yang lain. Hal tersebut
mungkin terjadi karena pemberian povidon iodine pada luka dapat menyebabkan rasa perih dan
dapat mengiritasi kulit. Terbukti pada saat penelitian, tikus merintih dan menjadi lebih agresif
ketika dioleskan povidon iodine. Keadaan tersebut menyebabkan terjadinya stress pada tikus
dan dapat mencetuskan radikal bebas dalam tubuh. Akibatnya kadar malondialdehide yang
terbentuk pada tikus yang diberi povidon iodine lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok
yang lain.31,32,33
Analisis Statistik Kadar Malondialdehide (MDA)
Uji Kruskal-Wallis
Hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan bahwa kadar MDA antara kelompok kontrol, madu
rambutan dan povidon iodine diperoleh nilai signifikansi kadar MDA sebesar 0.358. Perbedaan
antar kelompok yang nilai dianggap signifikan adalah kelompok yang mempunyai nilai
signifikansi <0,05. Pada hasil diatas, nilai signifikansi kadar MDA >0,05. Maka dapat diambil
kesimpulan bahwa perbedaan kadar MDA antarkelompok kontrol, madu rambutan dan povidon
iodine tidak signifikan.
Hal tersebut dikarenakan zat-zat antioksidan pada madu yang terserap melalui kulit yang
terkena luka terbuka hanya sedikit, karena bahan topikal yang diserap melalui kulit melalui
beberapa tahap sehingga belum mampu mempengaruhi kadar malondialdehide yang terbentuk
pada darah secara sistemik.3,21
KESIMPULAN DAN SARAN
Pemberian madu rambutan berpengaruh terhadap luka eksisi kulit tikus dibandingkan
povidon iodine 10% pada hari ke-3 dan ke-7 dan terdapat perbedaan pengaruh antara
pemberian topikal madu rambutan terhadap luka eksisi kulit tikus dibandingkan povidon iodine
10%, selain itu kelompok madu rambutan kelompok tercepat dalam penyembuhan luka eksisi.
13
Tetapi tidak ada perbedaan kadar malondialdehide (MDA) yang signifikan antara ketiga
kelompok.
Untuk mengetahui lebih lanjut pengaruh madu rambutan terhadap luka, perlu dilakukan
penelitian mengenai perbedaan kandungan dari masing- masing jenis madu terutama madu
rambutan, penentuan dosis madu terhadap penyembuhan luka, efek madu rambutan secara
peroral, gambaran histopatologi dan biologi molekular mengenai efek madu rambutan terhadap
luka.
DAFTAR PUSTAKA
1. Yuslianti, E. Pengantar stres oksidatif. Cimahi: Fakultas Kedokteran Unjani; 2012. Hal 3-98.
2. Sudjatmiko, Gentur. Madu untuk obat luka kronis. Tangerang: Yayasan Khasanah Kebajikan; 2011. Hal 6-31.
3. Perdana, Fachruddin. Aplikasi madu sebagai pemanfaatan alami untuk membantu penyembuhan luka pada kulit. Bogor: Institut Pertanian Bogor.2012.
4. Rooster Hd, Declercq J, Bogaert Mv. Honey for wound care: myth or science. Flemish Veterinary Magazine. 2008; 78.
5. Mavric, Wittman. Identification and quantification of methylglyoxal as the dominant antibacterial constituent of manuka (Leptospermum scoparium) honeys from New Zealand. NCBI. 2008;52: Hal 483.
6. Kwakman, Paulus Hs. How honey kills bacteria. The Faseb Journal. 2010. Hal 2580-2581.
7. Rio YBP, Djamal A, Asterina. Perbandingan efek antibakteri madu asli sikabu dengan madu lubuk minturun terhadap Escherichia coli dan Staphylococcus aureus secara in vitro. Jurnal Kesehatan Andalas.2012; 2: 59-61.
8. Decline, Vega. Efektivitas madu dan sari buah mengkudu (Morinda citrifolia) sebagai antibakteri Terhadap Escherichia coli pada karkas ayam. Surabaya: Fakultas Kedokteran Hewan Universitas Airlangga. 2011.
9. Fanny.Aktivitas antioksidan madu kelengkeng dan madu rambutan terhadap kadar malondialdehid plasma darah dibandingkan dengan vitamin c (in vitro). Cimahi : Universitas Jenderal Achmad Yani. 2011.
10. Mayo Foundation For Medical Education And Research. Layer of Skin. Www.Mayoclinic.Com/Health/Medical/Im00941. 20 Juli 2012.
11. Dorland, W. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 28. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2011. Hal 777.
12. L, Naude. The practice and science of wound healing: history and physiology of wound healing. Professional Nursing Today. 2010;14(3) : 17-21.
14
13. Gouin JP, Glaser JK. The impact of psychological stress on wound healing: methods and mechanisms. NIH Public Access. 2011; 1 : 1-10.
14. Guo S, DiPietro LA. Factors affecting wound healing. J Dent Res. 2010; 3: 219-227.
15. Yanhendri, Satya WY. Berbagai bentuk sediaan topikal dalam dermatologi. CDK-194. 2012; 6: 423-429.
16. Uttara B, Singh A, Zamboni P, Mahajan R. Oxidative stress and neurodegenerative diseases: a review of upstream and downstream antioxidant therapeutic options. Current Neuropharmacology. 2009; 7 :65-74.
17. Hamid, Aiyelaagbe, Usman, Ameen, Lawal. Antioxidants: its medicinal and pharmacological applications. African Journal of Pure and Applied Chemistry. 2010; 8: 142-151.
18. Schneider C, Porter N, Brash AR. Routes to 4-hydroxynonenal: fundamental issues in themechanisms of lipid peroxidation. The Journal of Biological Chemistry. 2008; Vol. 283:15539 –15543.
19. Repetto M, Semprine J, Boveris A. Lipid peroxidation: chemical mechanism, biological implications and analytical determination. INTECH. 2012; 1: 4-23.
20. Tapas AR, Sakarkar DM, Kakde RB. Flavonoids as nutraceuticals: a review. Tropical Journal of Pharmaceutical Research. September 2008; 7 (3): 1089-1099.
21. Anonim. Picture Of Honey. Http://www.Inmagine.Com/Searchterms/Honey-2.Html. 20 Juli 2012.
22. United State Department of Agriculture. Nutrition of Honey. Http://Fnic.Nal.Usda.Gov/Food-Composition/Usda-Nutrient-Data-.[Online] 3/30/12.
23. Aljady AM, Kamaruddin MY,Jamal AM, Yassim. Bichemical efficacy honey of malaysian honey on inflicted wounds: an animal model. Medical Journal Of Islamic Academy Of Sciences. 2000; 3:125-132.
24. Al-Waili NS, Salom K, Al-Ghamdi Ahmad. Honey for wound healing, ulcers, and burns; data supporting its use in clinical practice. The Scientific World Journal. 2011; 11: 766-787.
25. Square Pharmaceutical Ltd. Povidone-iodine antiseptic disinfectant topical preparation. Http://www.Squarepharma.Com.Bd/Spl_Pi_Pdf/P187.Pdf. 2012. Diunduh 4 Juli 2012.
26. Gottardi, Waldemar. Iodine and iodine compounds. www.N.Cdc.Gov. Diunduh Pada Tanggal 9 Februari 2013.
27. Anonim. Struktur povidone iodine. Http://Www.Chlorhexidinefacts.Com/Povidone.Html. 2013.
28. The National Academies Press. Guide for the care and use of laboratory animals. http://www.nap.edu. 2010. Diunduh tanggal 16/2/2013.
29. Sabirin, Indah PR. Peran ekstrak etanol topikal daun mengkudu pada penyembuhan luka ditinjau dari imunoekspresi CD34 dan kolagen pada tikus. Bandung: Program Pascasarjana Universitas Padjajaran Bandung.2011.
30. Dahlan, M.Sopiyundin. Statistik untuk kedokteran kesehatan. Edisi 4. Jakarta: Seagung Seto; 2009. Hal 97-119.
31. The National Academic Press. Guide for The Care and Use of Laboratory Animal . www.nap.edu.2011. Diunduh 7 April 2012.
15