analisis risiko produksi madu di cv. madu apiari …
TRANSCRIPT
ANALISIS RISIKO PRODUKSI MADU DI CV. MADU APIARI MUTIARA
DEPOK- JAWA BARAT
Fauziyah Rahmah
11160920000019
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020 M/ 1442 H
ii
ANALISIS PRODUKSI MADU DI CV. MADU APIARI
MUTIARA, DEPOK-JAWA BARAT
Fauziyah Rahmah
NIM : 11160920000019
Skripsi
Sebagai Salah Satu untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian
Pada Program Studi Agribisnis
PROGRAM STUDI AGRIBISNIS
FAKULTAS SAINS DAN TEKNOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020/1442 H
PENGESAHAN UJIAN
Skipsi berjudul “Analisis Produksi Madu Di CV. Madu Apiari Mutiara Depok- Jawa
Barat”yang ditulis oleh Fauziyah Rahmah, NIM 11160920000019 telah diuji dan dinyatakan
lulus dalam Sidang Munaqosyah Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah Jakarta pada Selasa, 24 November 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar Sarjana Pertanian Strata Satu (S1) Program studi Agribisnis.
Menyetujui,
Penguji I
Dr. Achmad Tjachja Nugraga M.P
NIP. 19740709200701 1 026
Penguji II
Ir. Junaidi, M.Si
NIP. 19660508201411 1 004
Pembimbing I
Dr. Iwan Aminudin, M.Si
NIP.19700209201411 1 001
Pembimbing II
Dr. Ir. Elpawati, M.P
NIP. 19641204 199203 2 001
Mengetahui,
Dekan
Fakultas Sains dan Teknologi UIN
Prof. Dr. Lili Surayya Eka Putri, M.Env.Stud NIP. 19690404 200501 2 005
Ketua
Program Studi Agribisnis
Dr. Ir. Siti Rochaeni, M.Si NIP. 19620308 198903 2 001
iii
SURAT PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI
YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Desember 2020
Fauziyah Ramah 11160920000019
iv
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Data Diri
Nama : Fauziyah Rahmah
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/Tanggal Lahir : Jakarta, 01 Desember 1998
Kewarganegaraan : Indonesia
Agama : Islam
Alamat : Jl. Kenanga 2 kalisari, Rt02/011 No19, Pasar Rebo,
Jakarta Timur
No. Hp : 082124193161
E-mail : [email protected]
Riwayat Pendidikan
2003-2009 : SDN Kalisari 07 pg
2010-2013 : MTs. Negeri 17 Jakarta
2013-2016 : MAN 14 Jakarta
2016-2020 : Agribisnis, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Pengalaman Organisasi
2017 : Sekertaris Hari Tani Agribisnis UIN Jakarta
2017 : Pembimbing Mahasiswa Baru Fakultas (PBAK)
2018 : Panitia Agricamp Agribisnis UIN Jakarta
2019 : Panitia Santunan Yatim Agribisnis UIN Jakarta
Pegalaman Bekerja
2019 :Praktik Kerja Lapang di CV. Madu Apiari Mutiara,
Depok, Jawa Barat
2019 : Asisten Laboratorium Ilmu Tanaman
v
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Warahmatullahi Wabarakatu
Puji dan Syukur atas Rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala Tuhan Pencipta
Alam karena atas Rahmat-Nyalah Skripsi yang berjudul “Analisis Risiko
Produksi Madu Di CV. Madu Apiari Mutiara, Depok- Jawa Barat” ini dapat
diselesaikan tepat pada waktunya dan tidak lupa juga Shalawat dan Salam penulis
panjatkan kepada junjungan Nabi Besar Muhammad Shallallah’Alayhi wa Sallam
yang telah membimbing umatnya dari zaman kejahiliahan hingga ke zaman terang
benderang seperti saat ini.
Adapun tujuan dari penyusunan Skripsi ini adalah sebagai syarat untuk
menyelesaikan program studi Strata-1 di Fakultas Sains dan Teknologi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Pada kesempatan ini penulis
pun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu baik berupa materil dan moral yang sangat berarti dalam penyusunan
skripsi ini, diantaranya kepada:
1. Keluarga atas semua cinta dan kasih sayang, do’a yang tak pernah henti
dipanjatkan, dan dukungan yang tiada henti diberikan, sehingga semua
menjadi lebih mudah dan lancar.
2. Ibu Dr. Ir. Siti Rochaeni, M. Si Dan Ibu Rizki Adi Puspita Sari, M. M. selaku
Ketua Program Studi dan Sekretaris Program Studi Agribisnis yang telah
banyak membantu dan memberikan semangat kepada penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
vi
3. Bapak Dr. Iwan Aminudin,S. Hut., M. Si dan Ibu Dr. Ir. Elpawati, MP,
selaku dosen pembimbing 1 dan 2 yang telah membimbing penulis dengan
baik dan banyak membantu penulis dalam menyusun skripsi ini.
4. Bapak Ir. Junaidi, M.Si sebagai dosen pembimbing akademik penulis yang
dengan sabar memberikan saran, motivasi dan dukungan kepada penulis.
5. Seluruh dosen dan staff Program Studi Agribisnis UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang telah memberikan ilmu, pelajaran serta pengalaman selama
penulis menjalani perkuliahan.
6. Pihak CV. Madu Apiari Mutiara yang telah menjadi fasilitator penulis untuk
melakukan penelitian.
7. Fida Yunia, Hanifah Fadilah, Bagus Adam, Siha Istaina, dan Luthfia Nurul
Islami, untuk indahnya persahabatan dan persaudaraan yang telah terjalin,
serta atas kerjasama, dukungan, semangat dan motivasi, serta sebagai tempat
bertukar pikiran dari awal perencanaan penelitian hingga selesai.
8. Teman-teman Agribisnis UIN Jakarta, khususnya angkatan 2016 sekeluarga
yang telah memberikan dukungan dan bantuan kepada penulis.
Penulis menyadari bahwa skripsi ini pun tidak luput dari kesalahan, maka
dari itu penulis mengharapkan kritik dan saran pada skripsi ini, agar kelak skripsi
ini dapat menjadi lebih baik dan dapat bermanfaat serta dapat menambah wawasan
bagi penulis dan pada umumnya bagi pembaca, Amin.
Wassalamualaikum Warrahmatullahi Wabarakatu
vii
RINGKASAN
Fauziyah Rahmah, Analisis Risiko Produksi Madu Di CV. Madu Apiari Mutiara,
Depok- Jawa Barat. Di bawah bimbingan Iwan Aminudin dan Elpawati.
CV. Madu Apiari Mutiara merupakan perusahaan madu murni berskala
kecil menegah yang didirikan pada tanggal 19 Febuari 2009. CV.Madu Apiari
Mutiara merupakan salah satu perusahaan yang berada di daerah Jawa Barat,
memiliki peternakan lebah sendiri, lebah dari berbagai kebun bunga untuk
mendapatkan berbagai variasi madu. Berdasarkan perbedaan antara data target
dengan kenyataan madu yang diproduksi di CV. Madu Apiari Mutiara. Perbedaan
dikarenakan pemasaran CV. Madu Apiari Mutiara kurang baik, selain pemasaran
produk, terdapat masalah yang lebih penting yaitu pada mutu madu menjadi
kristal yang mengakibatkan adanya penurunan jumlah permintaan dari konsumen
dan pihak yang telah bekerja sama atau disebut maklon. Adapun jumlah penjualan
yang mengalami penurunan, Berdasarkan data kerusakan pada produk madu setiap
bulan mengalami kenaikan, oleh karena itu, penanganan risiko produksi harus
dilakukan dengan sebaik-baiknya agar tidak menghambat pencapaian tujuan
perusahaan.
Penelitian ini bertujuan untuk : (1)Mengidentifikasi risiko proses produksi
madu di CV. Madu Apiari Mutiara; (2)Mengetahui seberapa besar risiko produksi
madu di CV. Madu Apiari Mutiara;(3)Memetakan risiko produksi madu di CV.
Madu Apiari Mutiara;(4)Mengetahui strategi preventif yang tepat untuk
menghindari risiko pada produksi madu di CV. Madu Apiari Mutiara.
Pengumpulan data pada penelitian ini menggunakan metode observasi dan
wawancara baik secara mendalam maupun sistematik dengan panduan
wawancara berupa kuesioner kepada 10 orang narasumber yang terbagi yaitu 1
orang Manajer Produksi, 1 orang asisten manajer produksi, 3 orang Supervisor
Produksi, 2 orang dari divisi Quality Control (QC), 2 orang dari divisi Teknik,
dan 1 orang Supervisor HRD. Pada penelitian ini akan diidentifikasi penyebab
dan dampak risiko yang ditimbulkan, penentuan prioritas penyebab risiko yang
akan diberikan aksi preventif atau pencegahan serta strategi pencegahan risiko
yang akan dilakukan.
Hasil penelitian ini diketahui bahwa 4 penyebab risiko pada proses
penerimaan bahan baku, 3 penyebab risiko pada proses penimbangan 1, 3
penyebab risiko pada proses penyaringan, 3 penyebab risiko pada proses
penurunan kadar air, 4 penyebab risiko pada proses filling, 3 penyebab risiko
pada proses penimbangan 2, 3 penyebab risiko pada proses pelabelan, 3 penyebab
risiko pada proses penyegelan. Hasil pemetaan risiko yang terjadi pada produksi
madu terdapat 17 total penyebab risiko yang menjadi prioritas untuk dijadikan
penanganan risiko. Berdasarkan prioritas penyebab risiko tersebut maka
ditentukan 10 strategi preventif yang akan dilakukan.
Kata Kunci : produksi, madu, risiko, House Of Risk, fish bone,strategi
preventif
viii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ....................................................................................... v
DAFTAR ISI .................................................................................................. viii
DAFTAR TABEL .............................................................................................xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xiii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... xv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................................................ 8
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................................ 8
1.4 Manfaat Penelitian .......................................................................................... 8
1.5 Ruang Lingkup ............................................................................................... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ..................................................................... 11
2.1 Definisi Agribisnis ........................................................................................ 11
2.2 Gambaran Umum dan Karakteristik Madu ................................................... 12
2.4 Definisi Produksi .......................................................................................... 14
2.5 Risiko Produksi ............................................................................................. 18
2.6 Konsep Risiko dan Manajemen Risiko ......................................................... 18
2.7 Diagram Tulang Ikan (Fishbone) .................................................................. 27
2.8 Definisi House Of Risk (HOR) .................................................................... 30
2.8.1 Definisi HOR Fase 1 .............................................................................. 30
2.8.2 Definisi HOR Fase 2 ............................................................................. 34
2.9 Diagram Pareto ............................................................................................. 36
2.10 Penelitian Terdahulu ................................................................................... 38
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ...................................................... 52
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ....................................................................... 52
3.2 Variabel Penelitian ....................................................................................... 52
3.3 Sumber dan Jenis Data .................................................................................. 53
3.4 Metode Pengumpulan Data ........................................................................... 54
3.5 Metode Analisis Data ................................................................................... 58
3.5.1 Analisis House Of Risk (HOR) Fase 1 ................................................ 58
3.5.1.1 Agregate Risk Potential (ARPj) .......................................................... 59
ix
3.5.1.2 Analisis Diagram Pareto ..................................................................... 60
3.5.2 Analisis House Of Risk (HOR) Fase 2 .................................................. 62
3.5.2.1 Total Effectiviness (TEk) .................................................................... 64
3.5.2.2 Effectiveness To Difficulty Ratio (ETDk) ........................................... 65
3.6 Definisi Operasional ..................................................................................... 65
BAB IV GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN .......................................... 84
4.1Sejarah dan Perkembangan Perusahaan ......................................................... 84
4.2 Jenis Produk .................................................................................................. 85
4.3 Visi dan Misi ................................................................................................. 86
4.4 Struktur Organisasi ....................................................................................... 87
BAB V HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 100
5.1 Risiko Proses Produksi Madu CV. Madu Apiari Mutiara ........................... 100
5.1.1 Kejadian Risiko Produksi Madu .......................................................... 102
5.1.2 Penyebab Risiko Produksi Madu .......................................................... 106
5.1.2.1 Penerimaan Bahan Baku ................................................................... 107
5.1.2.2.Penimbangan 1 .................................................................................. 108
5.1.2.3.Tahap Penyaringan ........................................................................... 109
5.1.2.4 Tahap penurunan kadar air ................................................................ 111
5.1.2.5 Tahap Filling ..................................................................................... 112
5.1.2.6 Tahap Penimbangan 2 ...................................................................... 113
5.1.2.7 Tahap Pelebelan ................................................................................ 114
5.1.2.8 Tahap Penyegelan ............................................................................. 116
5.2 Hasil Pengukuran Risiko ............................................................................ 116
5.2.1 Hasil Penilaian Dampak Risiko (Severity)........................................... 117
5.2.2 Hasil Penilaian Probabilitas Risiko (Occurence)................................. 119
5.2.3 Hasil Penilaian Tingkat Korelasi ......................................................... 126
5.3 Pemetaan Risiko Produksi Madu ............................................................... 127
5.3.1 Pemetaan Risiko Tahap Penerimaan Bahan Baku ............................... 127
5.3.2 Pemetaan Risiko Tahap Penimbangan 1 .............................................. 128
5.3.3 Pemetaan Risiko Tahap Penyaringan .................................................. 129
5.3.4 Pemetaan Risiko Tahap Penurunan Kadar Air .................................... 130
5.3.5 Pemetaan Risiko Tahap Filling............................................................ 131
5.3.6 Pemetaan Risiko Tahap Penimbangan 2 .............................................. 132
5.3.7 Pemetaan Risiko Tahap Pelebelan ....................................................... 133
x
5.3.8 Pemetaan Risiko Tahap Penyegelan .................................................... 134
5.4 Strategi Penanganan Risiko Madu .............................................................. 135
5.4.1 Prioritas Strategi Penanganan Risiko ................................................... 136
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................... 136
6.1 Kesimpulan ................................................................................................. 136
6.2 Saran ........................................................................................................... 137
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 139
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
1. Jumlah Produksi Madu Indonesia 2012- 2016 .......................................... 1
2. Target produksi dan realita yang di produksi ............................................ 5
3. Jumlah target produksi dan realita madu ................................................ 6
4. Data produk rusak ..................................................................................... 7
5. Model HOR fase 1 .................................................................................... 32
6. Model HOR fase 2 ................................................................................... 36
7. Penelitian terdahulu .................................................................................. 45
8. Daftar kusioner penelitian ......................................................................... 55
9. Contoh model HOR fase 2 ........................................................................ 63
10. Jenis produk madu .................................................................................... 85
11. Identifikasi kejadian risiko ........................................................................ 103
12. Penerimaan bahan baku ............................................................................ 107
13. Penimbangan 1 .......................................................................................... 108
14. Penyaringan .............................................................................................. 110
15. Penurunan kadar air .................................................................................. 111
16. Proses Filling ............................................................................................ 112
17. Proses penimbangan 2 ............................................................................... 114
18. Proses pelabelan ........................................................................................ 115
19. Proses enyegelan ....................................................................................... 116
20. Penilaian dampak risiko ............................................................................ 118
21. Tahap penerimaan bahan baku .................................................................. 120
22. Tahap penimbangan 1 .............................................................................. 121
xii
23. Tahap penurunan kaadar air ..................................................................... 122
24. Tahap filling .............................................................................................. 123
25. Tahap penimbangan 2 ............................................................................... 124
26. Tahap Pelabelan ........................................................................................ 125
27. Tahap penyegelan ..................................................................................... 126
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1. Persyaratan mutu madu ............................................................................. 4
2. Skema sistem produksi ............................................................................. 16
3. Siklus manajemen risiko ........................................................................... 20
4. Diagram tulang ikan tipe sebab ................................................................. 28
5. Struktur diagram tulang ikan..................................................................... 28
6. Struktur diagram pareto ............................................................................ 36
7. Kerangka pemikiran .................................................................................. 49
8. Skema Operasional Penelitian .................................................................. 50
9. Struktur umum diagram pareto ................................................................. 61
10. Struktur organisasi departemen produksi .................................................. 88
11. Pemetaan risiko penerimaan bahan baku ................................................. 128
12. Pemetaan risiko penimbangan 1 ............................................................... 129
13. Pemetaan risiko penyaringan ................................................................... 130
14. Pemetaan risiko penurunana kadar air ...................................................... 131
15. Pemetaan risiko filling ............................................................................. 132
16. Pemetaan risiko penimbangan 2 .............................................................. 133
17. Pemetaan risiko pelabelan ......................................................................... 134
18. Pemetaan risiko penyegelan ...................................................................... 135
19. Prioritas strategi penerimaan bahan baku ................................................. 137
20. Prioritas strategi penimbangan 1 .............................................................. 139
21. Prioritas strategi penyaringan ................................................................... 141
xiv
22. Prioritas strategi penurunan kadar air ....................................................... 143
23. Prioritas strategi filling ............................................................................ 145
24. Prioritas strategi penibangan 2 .................................................................. 147
25. Prioritas strategi pelabelan ........................................................................ 149
26. Prioritas strategi penyegelan .................................................................... 151
xv
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1. Matriks instrument pnelitian ..................................................................... 151
2. Matriks instrument peelitian ...................................................................... 152
3. Matriks instrument penelitian .................................................................. 154
4. Diagram Fish Bone .................................................................................. 155
5. Kusioner identifikasi dan korelasi frekuensi peluang risiko .................... 156
6. Kusioner penelitian HOR 2 ....................................................................... 157
7. Tabel HOR 1 tahap penerimaan bahan baku ........................................... 158
8. Tabel HOR 1 tahap penimbangan 1 .......................................................... 159
9. Tabel HOR 1 tahap penyaringan ............................................................... 160
10. Tabel HOR 1 tahap penurunan kadar air .................................................. 161
11. Tabel HOR 1 tahap filling ......................................................................... 162
12. Tabel HOR 1 tahap penimbangan 2 .......................................................... 163
13. Tabel HOR 1 tahap pelabelan ................................................................... 164
14. Tabel HOR 1 tahap penyegelan ................................................................ 165
15. Diagram tulang ikan .................................................................................. 166
16. Kuisioner ................................................................................................... 167
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Potensi pengembangan madu di Indonesia cukup besar, didukung dengan
faktor iklim yang tropis dan sumber daya hutan yang dapat dijadikan sebagai
ekosistem peternakan lebah madu. Lebah madu merupakan salah satu sumber
daya hutan yang potensial untuk dikembangkan dalam pembudidayaannya. Hal ini
disebabkan karena sumber pakan lebah yang melimpah (hampir semua tumbuhan
yang menghasilkan bunga dapat dijadikan sebagai sumber pakan) baik yang
berasal dari tanaman hutan, tanaman pertanian maupun tanaman perkebunan
(Setiawan, 2016). Madu adalah zat alami manis yang diproduksi oleh lebah madu
(Apis mellifera), yang terdapat di nektar bunga. (S. Terzo, F. Mulè and A.
Amato).Produksi madu petani di Indonesia baru mencapai 5.000 ton per tahun,
sedangkan kebutuhan madu yang dibutuhkan mencapai 7.500 ton pertahun dengan
asumsi konsumsi perkapita sebesar 30 gr/tahun (Kementrian kehutanan, 2014).
Berdasarkan data kuantitatif yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik
(BPS) diperoleh total jumlah produksi terendah sebesar 37594,28 liter pada tahun
2013 dan produksi tertinggi pada tahun 2015 sebesar 697160,01 liter ( BPS, 2016)
Berikut data hasil produksi madu secara nasional yang diperoleh dari
kementerian kehutanan :
Tabel 1 Jumlah produksi madu di Indonesia pada tahun 2012- 2016 (Liter)
No Tahun Jumlah Produksi (Liter)
1. 2012 37,594,28
2. 2013 30,251,31
3. 2014 95,215,92
4. 2015 697,160,01
5. 2016 362,203,70
Sumber : BPS Statistik Kehutanan 2016
2
Peluang budidaya lebah madu di Indonesia masih sangat besar. Hal ini
didasari bahwa Indonesia mempunyai hutan yang sangat luas, yaitu sekitar 200
juta hektare dengan beraneka jenis tanaman yang berbunga secara bergantian
sepanjang tahun. Tanaman tersebut merupakan sumber pakan ideal untuk usaha
budidaya lebah madu. (Rustama,2016). Lebah mencari makan di bunga untuk
mengumpulkan nektar dan mengubahnya untuk menghasilkan madu bunga yang
merupakan larutan gula yang alami. (H.A. Ghramh, K. Ali Khan, Z.
Ahmed,2020).
Hasil hutan non kayu yang paling banyak diproduksi di Pulau Jawa tahun
2015 setelah bambu yaitu madu diproduksi sejumlah 664,581,75 liter. Madu
diproduksi khususnya di Jawa Barat pada tahun 2015 memiliki urutan kedua
setelah bambu yaitu sejumlah 3.212,74 liter. (Sumber badan pusat statistik).
Sedangkan untuk pasar konsumen, seiring dengan meningkatnya kesadaran akan
hidup sehat, volume permintaan pasar semakin bertambah walaupun tidak
signifikan dan terbatas di kalangan masyarakat menengah ke atas. Outlet - outlet
penjual madu pun semakin banyak bermunculan, terutama di kota-kota besar.
Salah satu outlet penjual madu dan memproduksi langsung di daerah Jawa Barat
yaitu CV. Madu Apiari Mutiara.
CV.Madu Apiari Mutiara merupakan salah satu perusahaan yang berada di
daerah Jawa Barat, memiliki peternakan lebah sendiri, dan secara rutin memanen
lebah dari berbagai kebun bunga untuk mendapatkan berbagai variasi madu. Madu
tersebut melalui proses penurunan kadar air sehingga didapat madu dengan
kualitas internasional, selanjutnya pada proses pengemasan dan pengiriman
3
dilakukan secara higienis dan efisien demi kepuasan pelanggan. CV.Madu Apiari
Mutiara tidak hanya menjual madu murni (madu botol), namun juga menjual
madu formula yang terkandung didalamnya adalah madu murni yang dicampur
dengan bahan-bahan herbal.
Pada awal proses produksi CV. Madu Apiari Mutiara melakukan ternak
lebah madu sendiri untuk mencukupi kebutuhan produksinya, namun jumlah
produksi madu yang dihasilkan tidak dapat memenuhi kebutuhan produksi maka
perusahaan melakukan kemitraan dengan beberapa pemasok. Pemasok madu
tersebut berasal dari mitra peternak lebah madu di Subang dan Pati atau
mengambil madu hutan di Sumatera (Riau, Jambi, Palembang dan Padang), dalam
sebulan perusahaan dapat menghasilkan 1000-1500 botol madu dengan beberapa
varian ukuran untuk memenuhi permintaan konsumen.
CV.Madu Apiari Mutiara harus memperhatikan manajemen produksi
dengan baik agar mutu dan kualitas tetap terjamin karena berkaitan dengan
kepuasan pelanggan. Dengan banyaknya varian rasa yang dimiliki perusahaan
harus memperhatikan manajemen produksi yang baik agar terwujudnya hasil
olahan yang baik dan sesuai dengan standar SNI. Madu dapat dikelompokan
berdasarkan asal polennya menjadi madu NP (naturan pollen) dan madu PS
(pollen substitute). Madu NP atau yang sering disebut madu alami umumnya
tersusun atas 17,1% air, 82,4% karbohidrat (38%fruktosa, 31% glukosa, 12,9%
gula lain). 0,5% protein, asam amino, senyawa fenolik, vitamin, asam organic dan
berbagai mineral. Karakteristik madu yang dibutuhkan untuk pasar industri
4
umumnya harus memenuhi standar nasional 3545:2013 madu memiliki
persyaratan mutu, dapat dilihat pada gambar 1.
CV. Madu Apiari Mutiara yang sudah sesuai dengan Standar Nasional
Indonesia (SNI), maka dalam setiap memulai produksi perlu diadakan
perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan, pengawasan dan pengendalian agar
produksi untuk menghasilkan produk yang sesuai dengan standar yang ditetapkan
berdasarkan keinginan konsumen, dengan teknik produksi yang seefisien
mungkin. Dalam perusahaan pengolahan makanan, kualitas produk merupakan hal
yang sangat penting dalam menjaga mutu produk yang dihasilkan di mata
Gambar 1 Persyaratan Mutu Madu
Sumber : SNI 3545:2013
5
konsumen. Pengendalian mutu akan menentukan apakah produk tersebut benar-
benar layak untuk dipasarkan atau tidak. Namun, di dalam penentuan mutu produk
tentunya terdapat hal yang ditemukan dalam proses produksi sebelum produk
tersebut diuji kualitas mutunya. CV. Madu Apiari Mutiara mengalami penurunan
permintaan konsumen, hal tersebut karena adanya kualitas mutu produk yang
rusak seperti madu yang kristalisasi. Berikut tabel produksi dan realita yang di
produksi madu,
Tabel 2. Jumlah Target Produksi dan Realita yang di Produksi Madu Pada
CV. Madu Apiari Mutiara Tahun 2015-2019
Sumber : CV. Madu Apiari Mutiara
Berdasarkan tabel 2 dapat dilihat perbedaan antara target dengan kenyataan
madu yang diproduksi di CV. Madu Apiari Mutiara. Perbedaan dikarenakan
pemasaran CV. Madu Apiari Mutiara kurang baik, selain pemasaran produk,
terdapat masalah yang lebih penting yaitu pada mutu madu menjadi kristal yang
mengakibatkan adanya penurunan jumlah permintaan dari konsumen dan pihak
yang telah bekerja sama atau disebut maklon. Adapun jumlah penjualan yang
mengalami penurunan di tahun 2015-2019,
No Tahun Jumlah Produksi
Target (botol) Realita (botol)
1 2015 10.000 8.000
2 2016 9.500 9.500
3 2017 9.200 7.600
4 2018 8.700 7.500
5 2019 8.000 7.400
6
Tabel 3. Jumlah Penjualan Madu Tahun 2015-2019
No Tahun Jumlah Penjualan
(botol)
1 2015 7.000
2 2016 7.800
3 2017 6.420
4 2018 6.000
5 2019 5.785
Sumber : CV. Madu Apiari Mutiara
Data jumlah penjualan madu dari tahun 2015-2019 setiap tahun mengalami
penurunan diakibatkan adanya penurunan jumlah permintaan dari konsumen.
Penurunan jumlah permintaan dikarenakan banyaknya produk madu yang (reject)
seperti kristalisasi yang terjadi pada madu, produk reject lainnya yaitu terjadi
pada penurunan kadar air madu, pengemasan botol madu, danlainnya. Produk
yang rusak seperti adanya kristal, penurunan kadar air, pengemasan, danlainnya
yang terjadi pada madu, sehingga tidak sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan pihak perusaaan.CV.madu apiari mutiara mempunyai batas toleransi
terhadap produk reject yaitu 10%, produk reject yang melebihi batas toleransi
perusahaan sangat berpengaruh terhadap pencapaian target dan hasil produksi
madu yang diperoleh perusahaan. Target pada tahun 2015- 2019 tidak tercapai,
kejadian tersebut mengindikasikan bahwa dalam menjalankan usahanya CV.
Madu Apiari Mutiara tidak terlepas dari risiko produksi. Produk reject sebagai
bukti nyata risiko produksi madu ini dapat mengurangi keuntungan perusahaan,
menambah biaya variabel, bahkan menimbulkan kerugian. Berikut tabel produk
reject produk madu.
7
Tabel 4. Data Kerusakan Produk Madu Tahun 2019
No Bulan Jumlah Produk reject
1 Januari 180
2 Febuari 98
3 Maret 100
4 April 176
5 Mei 96
6 Juni 126
7 Juli 185
8 Agustus 165
9 September 78
10 Oktober 157
11 November 110
12 Desember 144
Sumber : CV. Madu Apiari Mutiara
Berdasarkan tabel 3 kerusakan pada produk madu setiap bulan mengalami
kenaikan, oleh karena itu, penanganan risiko produksi harus dilakukan dengan
sebaik-baiknya agar tidak menghambat pencapaian tujuan perusahaan. Risiko
produksi dapat dikurangi dengan mengidentifikasi dan menganalisis risiko
produksi. Dengan demikian, keputusan untuk menghindari atau mengurangi
risiko dapat dilakukan secara tepat. Produk reject yang terjadi pada CV. Madu
Apiari Mutiara tidak dibuang tetapi untuk dijadikan sebagai bahan baku produk
turunan yang diproduksi langsung oleh CV. Madu Apiari Mutiara seperti shampo
dan sabun madu.
Kegagalan produksi dapat dikurangi atau diperkecil dengan mengetahui
sumber dan penyebab risiko pada saat proses produksi madu, mulai dari
penerimaan bahan baku hingga penyegelan. Berdasarkan penjelasan di atas,
maka sangat relevan apabila dilakukan penelitian dengan judul “Analisis Risiko
Produksi Madu Di CV. Madu Apiari Mutiara, Depok Jawa Barat.”
8
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, maka perumusan masalah
yang dapat ditetapkan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apa saja risiko yang teridentifikasi pada proses produksi madu di CV.
Madu Apiari Mutiara?
2. Seberapa besar risiko produksi madu pada CV. Madu Apiari Mutiara?
3. Bagaimana pemetaan risiko produksi madu di CV. Madu Apiari Mutiara?
4. Apa saja strategi preventif yang tepat untuk menghindari risiko yang dapat
dilakukan pada produksi madu di CV. Madu Apiari Mutiara?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah di atas, maka tujuan penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi risiko proses produksi madu di CV. Madu Apiari
Mutiara.
2. Mengetahui seberapa besar risiko produksi madu di CV. Madu Apiari
Mutiara.
3. Memetakan risiko produksi madu di CV. Madu Apiari Mutiara.
4. Mengetahui strategi preventif yang tepat untuk menghindari risiko pada
produksi madu di CV. Madu Apiari Mutiara.
1.4 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi Perusahaan, penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi
terkait dengan risiko produksi yang dihadapi perusahaan serta sebagai
9
bahan evaluasi dan bahan pertimbangan pihak CV. Madu Apiari Mutiara
dalam menangani risiko produksi madu.
2. Bagi akademik, penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat untuk
kepentingan edukasi sebagai bahan untuk penelitian selanjutnya, dan
sumber informasi bagi pihak-pihak lain yang membutuhkan.
3. Bagi penulis, penelitian ini memberikan kesempatan belajar dan sebagai
salah satu sarana penerapan ilmu-ilmu yang telah diperoleh selama
perkuliahan serta dapat memenuhi persyaratan untuk meraih gelar Sarjana
Pertanian pada Program Studi Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi,
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bagi pembaca, penelitian ini diharapkan berguna dalam memberikan
informasi terkait bidang agribisnis yang berhubungan dengan risiko
produksi.
1.5 Ruang Lingkup
Penelitian ini berfokus pada risiko yang terjadi pada serangkaian proses
produksi madu yang dimulai dari tahap penerimaan bahan baku, hinngga
pengepakkan. Penelitian ini diawali dengan mengamati proses-proses produksi
madu berdasarkan SOP produksi madu yang ada di CV. Madu Apiari Mutiara
untuk dapat mengidentifikasi risiko yang terjadi pada setiap prosesnya. Alat
analisis yang digunakan untuk mengidentifikasi risiko yang terjadi adalah dengan
menggunakan diagram tulang ikan. Setelah itu dilakukan pengukuran risiko
dengan bantuan skala likert 1-5 dan skala korelasi yaitu 0,1,3, dan 9 yang
10
kemudian akan dianalisis dengan menggunakan alat analisis HOR (House Of
Risk) fase 1, serta untuk pemetaan risiko dengan menggunakan diagram pareto.
HOR Fase 2 digunakan untuk perancangan strategi mitigasi yang
dilakukan untuk penanganan agen risiko kategori prioritas. Hasil output dari
HOR Fase 1 akan digunakan sebagai input pada HOR fase 2.Pengukuran korelasi
antara strategi preventif dengan penyebab risiko berdasarkan derajat kesulitan,
tingkat keefektifan, rasio tingkat keefektifan dan kesulitan strategi preventif
dengan menggunakan alat analisis HOR fase 2.
Strategi preventif yang memiliki nilai yang tinggi yang akan digunakan
sebagai strategi untuk penyebab- penyebab risiko yang terjadi. Strategi akan
disarankan kepada perusahaan yang nantinya bertujuan mengurangi dampak risiko
yang akan terjadi.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Agribisnis
Pertanian merupakan aktivitas manusia yang menerima manfaat paling
langsung dari jasa ekosistem sementara itu adalah satu dari yang paling
berpengaruh pada keberlanjutan mereka dan juga secara langsung dipengaruhi
oleh perubahan global. (Fahrig, L., Baudry, J.,& Brotons, L. 2011:5)
Menurut Arsyad dkk (1985) dalam Soekartawi (2003:9) agribisnis adalah
satu kegiatan usaha yang meliputi satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi,
pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian.
Agribisnis sebagai suatu sistem yang terpadu dan berkesinambungan dari hulu
hingga hilir.
Menurut Suparta (2005: 22) konsep sistem agribisnis yaitu keseluruhan
aktivitas bisnis dibidang pertanian yang saling terkait dan tergantung satu sama
lain, mulai dari subsistem pengadaan dan penyaluran sarana produksi, subsistem
usahatani, subsistem pengolahan dan penyimpanan hasil (agroindustri), subsistem
pemasaran dan subsistem jasa penunjang, seperti pada Gambar 2. Hubungan
antara satu subsistem dengan subsistem yang lain sangat erat dan saling
tergantung, sehingga gangguan pada satu subsistem dapat menyebabkan
terganggunya keseluruhan subsistem. Faktor lingkungan dan sosial membentuk
lanskap pertanian yang kompleks. Pada gilirannya, struktur bentang alam seperti
itu berdampak pada konservasi keanekaragaman hayati, misalnya, dengan
12
memediasi migrasi satwa liar antara bidang pertanian dan habitat dan dengan
demikian menentukan keberlangsungan metapopulasi. (Avelino, J., Romero-
Gurdián, A., & Cruz-Cuellar, H.., 2012:8)
2.2 Gambaran Umum dan Karakteristik Madu
Madu merupakan cairan kental seperti sirup bewarna cokelat kuning muda
sampai cokelat merah yang dikumpulkan dalam indung madu oleh lebah Apis
mellifera. Konstituen dari madu adalah campuran dekstrosa dan fruktosa dengan
jumlah yang sama bisa dan dikenal sebagai gula invert 50-90% dari gula yang
tidak terinversi dan air. Madu biasa dipalsukan dengan gula invert buatan,
sukrosa, dan glukosa cair perdagangan. Madu dapat pula dipalsukan dengan cara
pemberian suatu asupan kepada lebah berupa larutan gula sukrosa yang bukan
berasal dari nektar (Gunawan, 2004:29).
Menurut hasil pengkajian dari para ahli, lebih dari 180 macam senyawa
atau unsur dan zat nutrisi yang ada, terkandung di dalam madu alami. Jenis gula
atau karbohidrat yang terdapat di dalam madu alami ialah fruktosa, yang memiliki
kadar yang tertinggi, yaitu sedikitnya mencapai 38,5 gram per 100 gram madu
alami. Sementara untuk kadar glukosa, maltosa, dan sukrosanya rendah. Fruktosa
atau yang sering disebut Levulosa merupakan gula murni atau alami yang berasal
dari saripati buah-buahan. Sedangkan sukrosa merupakan gula hasil olahan
manusia yang bahan bakunya berasal dari batang pohon tebu.
Madu mengandung karbohidrat (mis. Monosakarida seperti fruktosa dan
glukosa, disakarida, trisakarida, dan oligosakarida), asam organik (terutama asam
glukonat), semua yang penting dan asam amino non-esensial (kecuali asparagin
13
dan glutamin), beberapa enzim, vitamin dan mineral, flavonoid serta polifenol.
Sebagai hasil komponen ini, madu dan turunannya telah ditunjukkan untuk
memiliki antioksidan, antimikroba, anti-inflamasi. (Zamanian, M., & Azizi-
Soleiman, F. 2020:88)
Madu alami juga banyak mengandung enzim, yaitu molekul protein yang
sangat komplek yang dihasilkan oleh sel hidup dan berfungsi sebagai katalisator,
yakni, zat pengubah kecepatan reaksi dalam proses kimia yang terjadi di dalam
tubuh setiap makhluk hidup. (Purbajaya, J.R.2007:45).
Madu dikenal di seluruh dunia karena sifat antioksidan, anti-tumor, anti-
in-flammatory dan antimikroba. Madu memiliki sifat antijamur, yang
menjadikannya pengobatan alternatif untuk infeksi yang berhubungan dengan
Kandida, terutama untuk aplikasi topikal pada selaput lendir dan kulit. (Liliana,
Henrique &Ana, 2020:78).
Trigona dikenal sebagai lebah lokal yang memproduksi madu, royal jeli
dan propolis yang bermanfaat bagi manusia. Madu yang dihasilkan oleh lebah
pekerja berasal dari nektar yang dihasilkan oleh tumbuhan, berupa cairan yang
manis, yang dihasilkan oleh kelenjar nektar tumbuhan. Lebah pekerja
mengumpulkan nektar dengan menggunakan proboscis, dan disimpan sementara
pada kantong nektar untuk dibawa ke dalam sarang. Lebah pekerja menghisap
nektar dan memuntahkannya kembali sambil menambahkan enzim invertase.
Produk madu yang menguntungkan salah satunya Trigona sp, oleh karena itu,
dianggap sebagai kandidat yang baik untuk diterapkan diversifikasi. (Elpawati, U
M D A Hudaya, F M Habibie, 2019:22)
14
Madu dianggap sebagai makanan obat yang berharga di India dan ternyata
bermanfaat dalam penyakit diabetes. (Agrawal,OP,.Pachauri, A,.Yadav, H,.
2006:13)
2.3 Definisi Standar Operasional Prosedur (SOP)
Menurut Moekijat, Standar Operasional Prosedur (SOP) adalah urutan
langkah-langkah (atau pelaksanaan-pelaksanaan pekerjaan), di mana pekerjaan
tersebut dilakukan, berhubungan dengan apa yang dilakukan, bagaimana
melakukannya, bilamana melakukannya, di mana melakukannya, dan siapa yang
melakukannya. (Moekijat, 2008:55)
Menurut Insani, SOP atau standar operasional prosedur adalah dokumen
yang berisi serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai
proses penyelenggaraan administrasi perkantoran yang berisi cara melakukan
pekerjaan, waktu pelaksanaan, tempat penyelenggaraan dan aktor yang berperan
dalam kegiatan. (Insani, 2010:45)
Menurut Insani, SOP atau standar operasional prosedur adalah dokumen
yang berisi serangkaian instruksi tertulis yang dibakukan mengenai berbagai
proses penyelenggaraan administrasi perkantoran yang berisi cara melakukan
pekerjaan, waktu pelaksanaan, tempat penyelenggaraan dan aktor yang berperan
dalam kegiatan. (Tjipto Atmoko, 2012:23)
2.4 Definisi Produksi
Menurut Heizer (2014: 3), produksi (production) adalah sebuah penciptaan
barang dan jasa. Sedangkan pengertian produksi atau operasi menurut Pramana
15
(2011: 110) pada dasarnya adalah proses transformasi atau perubahan input
menjadi output.
Menurut Masyhuri (2007: 24) sistem produksi merupakan keterkaitan
komponen satu (input) dengan komponen lain (output) dan juga menyangkut
prosesnya terjadi interaksi satu dengan lainnya untuk mencapai satu tujuan. Salah
satu lingkungan ekonomi adalah sistem produksi. Komponen dalam sistem
produksi adalah input, proses, dan output. Komponen input meliputi: tanah, tenaga
kerja, modal (capital), manajemen, energi, informasi, dan sebagainya yang ikut
berperan menjadi komponen atau bahan baku dari suatu produk. Komponen
output adalah barang dan/atau jasa. Komponen proses dalam mentrasformasi nilai
tambah dari input ke output adalah pengendalian input, pengendalian proses itu
sendiri, dan pengendalian teknologi sebagai upaya umpan balik dari output ke
input. Upaya umpan balik ini adalah dalam rangka untuk menjaga kualitas output
yang diinginkan sesuai dengan harapan (expectation) produsen seperti yang
terdapat pada skema Gambar 2.
16
Gambar 2 Skema Sistem Produksi
Sumber: (Gilang, 2005)
Menurut Pramana (2011: 110-112) input, proses, hingga penanganan
output akan mempengaruhi produktifitas (termasuk efektivitas, efisiensi dan
kualitas). Oleh karena itu, semuanya harus dikendalikan. Masalah risiko produksi
bisa disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain :
1. Kualitas bahan yang rendah Kualitas bahan yang rendah akan dapat
menimbulkan kesulitan pada saat proses produksi. Misalnya tingginya
kecacatan produk atau produk yang tidak memenuhi standar. Selain itu,
tidak terjaminnya ketersediaan bahan dapat menganggu kelancaran proses
produksi. Kegiatan ini bisa terhenti karena kurangnya bahan atau
keterlambatan datangnya bahan. Terhentinya proses produksi atau
produksi di bawah kapasitas yang seharusnya, dapat menimbulkan
kerugian yang besar karena tenaga kerja justru tidak bekerja sedangkan
gajinya harus diberikan (Pramana, 2011: 112).
17
2. Lemahnya Tenaga Kerja Kelemahan pada tenaga kerja bisa berupa
keterampilan yang rendah, kelalaian, dan sebagainya. Hal ini dapat
menimbulkan produktivitas yang rendah, kualitas produk atau pelayanan
yang rendah, juga tingginya tingkat kecelakaan kerja dan tingkat absensi
(Pramana, 2011: 114).
3. Lemahnya Mesin dan Alat-Alat Produksi Kelemahan pada mesin dan
peralatan bisa berupa teknologi yang sudah usang, kesulitan suku cadang,
sering terjadi kerusakan, dan sebagainya. Hal ini sama dengan kelemahan
pada tenaga kerja, yaitu dapat menimbulkan produktivitas dan kualitas
yang rendah, terganggunya proses produksi, dan tidak terpenuhinya target
produksi (Pramana, 2011: 115)
4. Lingkungan Lingkungan sesungguhnya merupakan suatu sistem yang
sangat kompleks dan terdiri dari berbagai faktor (faktor fisika, kimia, dan
biologis). Berbagai jenis risiko bisa saja bersumber dari lingkungan
(Pramana, 2011: 116).
5. Metode Menurut Rivai dan Ismail (2013: 252), menyatakan bahwa suatu
tata cara kerja yang baik akan memperlancar jalannya pekerjaan, karena
pelaksanaan kerja diperlukan metode-metode kerja. Sebuah metode dapat
dinyatakan sebagai penetapan cara pelaksanaan kerja suatu tugas dengan
memberikan berbagai pertimbangan pertimbangan kepada sasaran,
fasilitas-fasilitas yang tersedia dan penggunaan waktu, serta uang dan
kegiatan usaha.
18
2.5 Risiko Produksi
Menurut Sosial Ekonomi Environmental (2016:7) risiko produksi
harus berhasil mempertahankan kegiatan operasional atau untuk
mendapatkan keuntungan dari kesempatan diidentifikasi. Risiko produksi
diidentifikasi di area proses yang mempengaruhi volume produksi atau
kualitas produk dan pada akhirnya biaya dan arus pendapatan dari
bisnis. Risiko ini sebagian besar ekonomis tetapi mungkin berkaitan
erat dengan risiko non-ekonomi.
Semakin besar risiko yang dihadapi umumnya dapat diperhitungkan
bahwa pengembalian yang diterima juga akan lebih besar. Pola
pengambilan risiko menunjukkan sikap yang berbeda terhadap
pengambilan risiko. Risiko adalah ketidakpastian dan dapat menimbilkan
terjadinya peluang kerugian terhadapat pengambil keputusan.
Ketidakpastian merupakan situasi yang tidak dapat diprediksi sebelumnya,
mendefinisikan risiko sebagai peluang terjadinya hasil yang tidak
diinginkan sehingga risiko hanya tekait dengan situasi yang memungkinkan
munculnya hasil negatif serta berkaitan dengan kemampuan
memperkirakan terjadinya hasil negatif (Muslich,2014). Dapat disimpulkan
bahwa risiko selalu dihubungkan dengan kemungkinan terjadimya sesuatu
yang merugikan yang tidak diduga/ tidak diinginkan.
2.6 Konsep Risiko dan Manajemen Risiko
Menurut Wastra dan Mahbubi (2013:3) risiko adalah kemungkinan situasi
atau keadaan yang dapat mengancam pencapaian tujuan serta sasaran sebuah
19
organisasi atau individu. Risiko adalah peluang atau kemungkinan terjadinya
bencana atau kerugian. Sumber risiko, pada umumnya disebabkan oleh adanya
ketidakpastian, sehingga dapat menimbulkan keuntungan (profitability), bahkan
kerugian. Risiko sangat terkait dan banyak digunakan dalam konteks
pengambilan keputusan, karena risiko diartikan sebagai peluang akan terjadinya
suatu kejadian buruk akibat suatu tindakan. Menurut (Bevilacqua, M., Ciarapica,
F. E., & Mazzuto, G. 2018), semakin tinggi tingkat ketidakpastian suatu kejadian,
makin tinggi pula risiko yang disebabkan oleh pengambilan keputusan itu.
Dengan demikian, identifikasi sumber risiko sangat penting dalam proses
pengambilan keputusan. Hal ini berarti risiko terkait dengan pengambilan
keputusan individu atau pimpinan perusahaan atau organisasi. Pengambilan
keputusan berdasarkan risiko, keputusan yang memperhitungkan semua faktor
yang terkait, termasuk ketidakpastian yang relevan yang berpotensi berdampak
pada resolusi yang terjadi. (Komljenovic, D., Gaha, M., Abdul-Nour, G.,
Langheit, C., & Bourgeois, M. 2016).
Menurut Kasidi (2010:5) risiko secara umum dapat
dikelompokkan menjadi:
1. Risiko spekulatif (speculative risk) adalah risiko yang mengandung
dua kemungkinan yaitu kemungkinan yang menguntungkan atau
kemungkinan yang merugikan. Risiko ini biasanya berkaitan dengan
risiko usaha atau bisnis. Contoh : perjudian, pembelian saham,
pembelian valuta asing, saving dalam bentuk emas, perubahan tingkat
suku bunga perbankan.
20
2. Risiko murni (pure risk) adalah risiko yang hanya mengandung satu
kemungkinan yaitu kemungkinan rugi saja. Contoh : bencana alam
seperti banjir, gempa, gunung meletus, tsunami, tanah longsor, topan,
kebakaran, resesi ekonomi dan sebagainya.
Menurut Kountur (2008:22) manajemen risiko adalah cara
bagaimana menangani semua risiko yang ada di dalam perusahaan
tanpa memilih risiko- risiko tertentu saja. Manajemen risiko merupakan
cara atau langkah yang dapat dilakukan pengambil keputusan untuk
menghadapi risiko dengan cara meminimalkan kerugian yang terjadi.
Tujuan manajemen risiko adalah untuk mengelola risiko dengan membuat
pelaku usaha sadar akan risiko, sehingga laju organisasi bisa dikendalikan.
Sedangkan Manajemen risiko menurut Kasidi (2010:3) merupakan desain
prosedur serta implementasi prosedur untuk mengelola suatu risiko
usaha. Keberadaan manajemen risiko merupakan antisipasi atas semakin
kompleknya aktivitas badan usaha atau perusahaan yang dipicu oleh
perkembangan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi.
Gambar 3 Siklus Manajemen
Sumber : Djohanputro (2008 :43)
21
Pelaksanaan manajemen risiko diperlukan adanya keterkaitan antara
satu kegiatan dengan kegiatan lainnya, tahapan tersebut dapat digambarkan
pada siklus manajemen risiko seperti pada Gambar 3 yang terdiri dari lima
tahap yaitu :
1. Identifikasi Risiko
Identifikasi risiko merupakan analisis untuk mengidentifikasi
apa saja risiko yang dihadapi oleh perusahaan. Perusahaan tidak selalu
mnenghadapi seluruh risiko tersebut, namun demikian ada risiko yang
dominan, ada pula risiko yang minor. Langkah pertama yaitu dengan
melakukan analisis pihak berkepentingan (stakeholders), pihak
berkepentingan seperti pemegang saham, kreditur, pemasok, karyawan,
pemain lain dalam industri, pemerintah, manajemen, masyarakat dan
pihak lain yang berpengaruh terhadap perusahaan. Langkah kedua yaitu
menganalisis dengan menggunakan 7S diantaranya shared value, strategy,
structure, staff skills,system and style (Djohanputro, 2008:43-44).
Dalam identifikasi risiko tersebut hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah : (1) bersifat proaktif, bukan reaktif, (2) mencakup seluruh aktivitas
fungsional atau kegiatan operasional, (3) menggabungkan dan menganalisa
informasi risiko dari seluruh sumber informasi yang tersedia, (4)
menganalisa probabilitas timbulnya risiko serta konsekuensinya ( Wastra
dan Mahbubi, 2013:46).
22
2. Pengukuran Risiko
Pada dasarnya, pengukuran risiko mengacu pada dua faktor yaitu
kuantitas risiko dan kualitas risiko. Kuantitas risiko terkait dengan berapa
banyak nilai, atau eskposur yang rentan terhadap risiko. Sedangkan kualitas
risiko terkait dengan kemungkinan suatu risiko muncul. Semakin tinggi
kemungkinan risiko terjadi, semakin tinggi pula risikonya (Djohanputro,
2008:44).
3. Pemetaan Risiko
Perusahaan tidak perlu menakuti semua risiko. Ada risiko yang
perlu mendapatkan perhatian khusus, tetapi ada pula risiko yang dapat
diabaikan. Itulah sebabnya perusahaan perlu membuat peta risiko. Tujuan
pemetaan ini adalah untuk menetapkan prioritas risiko berdasarkan
kepentingannya bagi perusahaan (Djohanputro, 2008:44).
4. Model Pengelolaan Risiko
Menurut Susilo dan Kaho (2010: 175), perlakuan risiko adalah
upaya untuk menyeleksi pilihan-pilihan yang dapat mengurangi atau
meniadakan dampak dari kemungkinan terjadinya risiko, kemudian
menerapkan pilihan tersebut. Kountur (2008:120-127) menjelaskan
bahwa berdasarkan hasil dari
penilaian risiko dapat diketahui penanganan risiko yang tepat untuk
dilakukan. Terdapat dua strategi yang dapat dilakukan untuk menangani
risiko, yaitu preventif dan mitigasi. Preventif dilakukan untuk
23
menghindari terjadinya risiko. Strategi ini dilakukan apabila
probabilitas atau kemungkinan terjadinya risiko besar. Strategi ini
digunakan untuk risiko yang belum terjadi atau pernah terjadi. Strategi
dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya:
a. Membuat atau memperbaiki sistem dan prosedur
Risiko ini bisa diperkecil jika aturan dan prosedurnya dibuat (jika
belum ada), atau diperbaiki (jika sudah ada namun belum baik).
Risiko-risiko yang disebabkan oleh manusia dan teknologi dapat
diperkecil jika sistem dan prosedurnya ada dan baik.
b. Mengembangkan sumber daya manusia
Pengembangan sumber daya manusia dapat dilakukan dengan
pelatihan- pelatihan baik pelatihan on-the-job atau pelatihan
eksternal. Dengan mengembangkan sumber daya manusia
diharapkan kemungkinan terjadinya risiko dapat diperkecil,
terutama risiko-risiko yang disebabkan oleh ketidak-kompetenan
sumber daya manusia.
c. Memasang/Memperbaiki Fasilitas Fisik
Beberapa risiko dapat dihindari kejadiannya atau setidaknya
diperkecil kemungkinan terjadinya dengan memasang (jika belum
ada) atau memperbaiki (jika sudah ada namun belum baik) fasilitas
fisik.
1. Mitigasi adalah perlakuan risiko yang bertujuan untuk
mengurangi risiko. Strategi ini dilakukan saat sudah terjadinya
24
risiko atau sedang berlangsungn ya sebuah risiko. Bentuk
pengurangan risiko ini dapat berupa pengurangan kemungkinan
terjadinya risiko, pengurangan kerugian yang diakibatkan bila
risiko itu terjadi dan diversifikasi risiko (Susilo, 2010:181-
182). Menurut Kountur (2008:130-136), terdapat beberapa cara yang
termasuk ke dalam strategi mitigasi, diantaranya:
a. Diversifikasi
Diversifikasi merupakan cara menempatkan asset atau usaha di
beberapa tempat sehingga jika salah satu terkena musibah maka
tidak akan menghabiskan seluruh asset yang dimiliki. Diversifikasi
merupakan salah satu cara pengalihan risiko yang paling efektif
dalam mengurangi dampak risiko.
b. Penggabungan
Penggabungan merupakan salah satu cara penanganan risiko yang
dilakukan oleh perusahaan dengan melakukan kegiatan
penggabungan dengan pihak perusahaan lain. Contoh strategi ini
adalah perusahaan yang melakukan atau akuisisi dengan perusahaan
lain.
c. Pengalihan risiko
Pengalihan risiko (transfer of risk) merupakan cara penanganan
risiko dengan mengalihkan dampak risiko ke pihak lain. Cara ini
bertujuan untuk mengurangi kerugian yang sedang dihadapi oleh
25
perusahaan. Cara ini dapat dilakukan melalui asuransi, leasing,
outsourcing, dan hedging.
1) Asuransi: Mengasuransikan harta perusahaan yang dampak
risikonya besar, berarti sudah mengalihkan dampak risiko
tersebut kepada pihak asuransi.
2) Leasing: Cara di mana suatu asset digunakan, tetapi
pemiliknya adalah pihak lain. Jika terjadi sesuatu pada asset
tersebut, maka pemiliknya yang adalah pihak lain yang
menanggung kerugian atas asset tersebut.
3) Outsourcing: Mentransfer kerugian ke pihak lain jika
terjadi risiko dengan cara outsource. Outsource merupakan
cara di mana pekerjaan diberikan ke pihak lain untuk
mengerjakan, sehingga kita tidak menanggung kerugian
seandainya pekerjaan yang dilakukan gagal.
4) Headging: Cara pengurangan dampak risiko dengan cara
mengalihkan risiko melalui transaksi penjualan atau
pembelian.
5) Monitor dan Pengendalian Risiko, monitor dan
pengendalian risiko penting dilakukan hal tersebut karena
(1) manajemen perlu memastikan bahwa pelaksanaan
pengelolaan risiko berjalan sesuai dengan rencana; (2)
manajemen juga perlu memastikan bahwa model
pengelolaan risiko cukup efektif. Artinya, model yang
26
diterapkan sesuai dengan pengelolaan risiko dan mencapai
tujuan pengelolaan risiko; (3) Karena risiko itu sendiri
berkembang, monitor dan pengendalian bertujuan untuk
memantau perkembangan terhadap kecendrungan-
kecendrungan berubahnya profit risiko (Djohanputro,
2008:45).
Menurut Wastra dan Mahbubi (2013:40) manfaat yang akan
diperoleh oleh perusahaan dengan menerapkan manajemen risiko, antara
lain :
1. Pengambilan keputusan dalam perusahaan mempunyai pijakan
yang kuat berdasarkan ukuran yang telah ditetapkan ketika
mengambil keputusan atas risiko yang terjadi
2. Pedoman bagi perusahaan dalam mengelola risiko, sebagai
akibat dari adanya pengaruh internal dan eksternal perusahaan
3. Mendorong para pengambil keputusan seuai tingkatannya untuk
selalu memaksimalkan kesempatan mendapatkan keuntungan,
dengan risiko sebagai batasan dari tindakan yang dilakukan
4. Mengantisipasi kemungkinan terjadinya risiko seminimal mungkin
yang dampaknya bagi perusahaan sekecil mungkin
5. Penerapan manajemen risiko mengarah kepada tatakelola
perusahaan yang baik dan benar, serta akan memberikan
keamananan dan kenyamanan bagi para karyawan, pemilik dan
pemangku kepentigan lainnya, secara berkelanjutan.
27
2.7 Definisi Diagram Tulang Ikan (Fishbone)
Menurut Triono (2012:18) diagram tulang ikan merupakan teknik
yang sering digunakan dalam mengidentifikasi masalah (penyebab) dalam
manajemen mutu. Diagram tulang ikan sering juga disebut sebaga
ishikawa Diagram yang ditemukan oleh Kaoru Ishikawa pada tahun
1990 dari Universitas Tokyo. Menurut Kuswandi dan Mutiara
(2004:79) pembuatan diagram tulang ikan ini bertujuan untuk mencari
faktor-faktor yang mungkin menjadi penyebab dari suatu masalah atau
penyimpangan (sebagai akibat dari sebab-sebab tersebut di atas).
Dengan diketahui hubungan antara sebab dan akibat dari suatu masalah,
maka tindakan pemecahan masalah akan mudah ditentukan, dengan kata
lain, apabila telah diketahui penyebab dari suatu kejadian risiko maka
dapat segera ditentukan strategi atau tindakan penanganan risiko.
Menurut Kuswandi dan Mutiara (2004:80) dalam pembuatan
diagram tulang ikan, akibat atau permasalahan digambarkan dalam bagian
kepala ikan, sedangkan faktor-faktor penyebab diletakkan sebagai tulang
ikan. Terdapat dua tipe, pertama yaitu pembuatan diagram tulang ikan
berdasarkan tipe pengelompokkan sebab. Kedua, pembuatan diagram
tulang ikan berdasarkan tipe proses produksi (Type Klasifikasi Proses
Produksi).
Pembuatan diagram tulang ikan berdasarkan tipe pengelompokkan
sebab, dapat dilihat pada Gambar 4 sebagai berikut :
28
Gambar 4. Diagram Tulang Ikan (Fish Bone) Tipe Rangkuman Sebab-Akibat
Sumber: Kuswandi dan Mutiara (2004: 81)
Pembuatan diagram tulang ikan tipe rangkuman sebab dalam
menentukan permasalahannya digolongkan menjadi beberapa golongan
besar. Penggolongan dalam garis besar faktor-faktor penyebab dimaksud
biasanya terdiri atas bahan (material), alat (machine), manusia (man),
cara (method), dan lingkungan (environment).
Dapat juga penggambaran diagram tulang ikan berdasarkan
proses produksi (Type Klasifikasi proses produksi), dapat dilihat pada
Gambar 5:
Gambar 5. Diagram Tulang Ikan (Fish Bone) Tipe Klasifikasi Proses Produksi.
Sumber: Kuswandi dan Mutiara (2004: 81)
29
Pembuatan diagram tulang ikan berdasarkan tipe klasifikasi
proses produksi dalam menentukan permasalahannya digolongkan
berdasarkan proses atau alur produksi. Dimana, kejadian yang menjadi
masalah ditempatkan pada bagian kepala ikan, sedangkan proses-proses
produksi diletakkan pada bagian tulang ikan.
Menurut Kuswandi dan Mutiara (2004:80) manfaat dari proses
pembuatan diagram tulang ikan antara lain :
1. Mengidentifikasi masalah dengan menggunakan logika bagaimana
mencari faktor-faktor penyebab dan hubungannya dengan akibat
2. Diagram ini merupakan alat (pemandu) dalam mendiskusikan
identifikasi masalah secara sistematis
3. Dapat diperoleh kemungkinan penyebab yang sebanyak mungkin yang
menimbulkan suatu akibat (masalah yang sedang dipecahkan)
Menurut Triono (2012:18) ada empat langkah yang dibutuhkan
dalam membentuk diagram tulang ikan, sebagai berikut :
1. Melakukan brainstorming untuk mengenali penyebab dan masalah.
2. Memetakan masalah dan penyebab ke dalam diagram tulang ikan.
Masalah pada kepala ikan dan tulang utama, serta penyebab pada
tulang duri yang lebih kecil.
3. Tanyakan pada setiap masalah, mengapa hal ini terjadi. Jawaban atas
hal tersebut diletakkan pada tulang yang lebih kecil sebagai penyebab.
4. Kumpulkan data atas masalah dan penyebab untuk menentukan
frekuensi kejadian paling tinggi.
30
2.8 Definisi House Of Risk (HOR)
Menurut Ulfah dkk (2016:89) HOR merupakan modifikasi
FMEA (Failure modes and Effect of Analysis) dan model rumah kualitas
(House Of Quality) untuk memprioritaskan sumber risiko mana yang
pertama dipilih untuk diambil tindakan yang paling efektif dalam rangka
mengurangi potensi risiko dari sumber risiko. Menurut Pujawan
(2007:956) dalam Lutfi dan Irawan (2012:2) penerapan HOR terdiri atas
dua tahap yaitu :
1. HOR Fase 1 digunakan untuk mengidentifikasi kejadian risiko
dan agen risiko yang berpotensi timbul sehingga hasil output dari
HOR fase 1 yaitu pengelompokkan agen risiko ke dalam agen
risiko prioritas sesuai dengan nilai Aggregate Risk Potential
(ARP).
2. HOR Fase 2 digunakan untuk perancangan strategi mitigasi yang
dilakukan untuk penanganan agen risiko kategori prioritas. Hasil
output dari HOR Fase 1 akan digunakan sebagai input pada HOR fase 2
2.8.1 Definisi HOR Fase 1
Menurut Ulfah dkk (2016:89) HOR Fase 1 merupakan tahapan
awal yang berujuan untuk mengidentifikasi kejadian risiko serta agen
risiko yang menyebabkannya. Dalam proses pengerjannya HOR fase 1
memiliki beberapa tahap pengerjaan yaitu :
1. Mengidentifikasi kejadian risiko yang bisa terjadi pada
setiap bisnis proses. Kemudian mengidentifikasi apa yang
31
kurang/salah pada setiap proses. Kejadian risiko
diletakkan dikolom kiri ditunjukkan sebagai Ei.
2. Memperkirakan dampak dari beberapa kejadian risiko (jika
terjadi) dengan menggunakan Skala Likert. Tingkat
keparahan dari kejadian risiko diletakkan di kolom sebelah
kanan dari tabel yang dinyatakan sebagai Si.
3. Identifikasi sumber risiko dan menilai kemungkinan kejadian
tiap sumber risiko. Seumber risiko (Risk Agent) ditempatkan
dibaris atas tabel dan dihubungkan dengan kejadian baris
bawah dengan notasi Oj.
4. Kembangkan hubungan matriks. Keterkaitan antar setiap
sumber risiko dan setiap kejadian risiko Rij.
5. Hitung kumpulan potensi risiko (Aggregate Risk Potential of
Agent j = ARPj) yang ditentukan sebagai hasil dari
kemungkinan kejadian dari sumber risiko j dan kumpulan
dampak penyebab dari setiap kejadian risiko yang
disebabkan oleh sumber risiko j.
Berdasarkan uraian tahap pengerjaan HOR fase 1, maka dapat di
buat tabel model HOR fase 1 seperti tabel berikut :
32
Tabel 5 Model HOR Fase 1
Keterangan :
Ei = Kejadian Risiko
Aj = Penyebab Risiko (Risk Agent)
Si = Tingkat Dampak (Severity)
Oj = Tingkat Probabilitas (Occurrence)
ARPj = Potensi Risiko Keseluruhan (Aggregate Risk Potensial)
Rank = Peringkat Prioritas Penyebab Risiko
Perhitungan nilai ARP dapat menggunakan perhitungan berikut :
ARP j = O j ∑ Si Rij
Keterangan :
ARPj = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko
Keseluruhan)
Oj = Occurance level of risk (Tingkat kemunculan
risiko)
Si = Severity level of risk (Tingkat dampak suatu
risiko)
Rij = Hubungan (korelasi) antara agen risiko j dengan risiko i
Mengadopsi prosedur di atas, maka HOR 1 dikembangkan
melalui langkah-langkah berikut:
1. Mengidentifikasi kejadian risiko yang bisa terjadi dalam setiap
proses bisnis. Hal ini dapat dilakukan melalui proses produksi.
Kemudian mengidentifikasi, kemungkinan terjadinya kesalahan
Risk Agent (Aj) Severit
y of
Risk
Event
(Si)
Bussiness process Risk
Event
(Ei)
A1
A2
A3
A4
A…
Plan E1
Source E2
Make E3
Deliver E4
Return E…
Occurance of Agent j O1 O2 O3 O4 O…
Aggregrate
Ris
k
Potential j
AR
P1
AR
P2
AR
P3
AR P4 AR P…
Priority Rank
of
Agent j
Sumber : Ulfah, dkk (2016:90)
33
dalam setiap proses tersebut. Ackermann dkk. (2007:4) dalam
Pujawan dan Geraldin (2009:5) menyediakan cara sistematis
mengidentifikasi dan menilai risiko. Model HOR 1 ditunjukkan
pada Tabel 3, dimana peristiwa risiko diletakan di kolom kiri,
direpresentasikan sebagai Kejadian Risiko (Ei).
2. Menilai dampak (keparahan) dari kejadian risiko tersebut
(jika terjadi) menggunakan Skala Likert (penelitian ini
menggunakan skala 1 sampai dengan 5). Suatu dari setiap
peristiwa risiko yang diletakkan di kolom kanan dari Tabel 3,
diindikasikan sebagai Si.
3. Mengidentifikasi agen risiko atau penyebab risiko (Aj)
dan menilai kemungkinan terjadinya setiap agen risiko
menggunakan Skala Likert 1 sampai dengan 5, di mana 1 berarti
hampir tidak pernah terjadi dan nilai 5 berarti agen risiko
hampir pasti terjadi. Di mana Aj ditempatkan pada baris atas
tabel dan terjadinya terkait adalah pada baris bawah, dinotasikan
sebagai Oj.
4. Mengembangkan matriks korelasi yaitu hubungan antara masing-
masing agen risiko dan setiap kejadian risiko, menggunakan skala
Rij (0, 1, 3, 9) di mana 0 mewakili tidak ada korelasi dan 1, 3, dan
9 mewakili masing-masing, rendah, sedang, dan korelasi yang
tinggi.
34
5. Menghitung potensi risiko keseluruhan agen j (ARPj) yang
ditentukan sebagai produk dari kemungkinan terjadinya agen risiko
j dan dampak agregat yang dihasilkan oleh peristiwa risiko yang
disebabkan oleh agen risiko j seperti pada persamaan di atas.
6. Prioritas agen risiko menurut potensi risiko agregat mereka
dalam urutan menurun (dari yang bernilai tinggi ke rendah).
2.8.2 Definisi HOR Fase 2
Menurut Lutfi dan Irawan (2012:5) HOR Fase 2 merupakan
perancangan strategi mitigasi untuk melakukan penanganan (risk
treatment) agen risiko yang telah teridentifikasi dan berada pada level
risiko prioritas. Penerapan HOR fase 2 meliputi beberapa tahap pengerjaan
yaitu :
1. Menyeleksi agen risiko mulai dari nilai ARP tertinggi hingga
terendah dengan menggunakan analisis Pareto. Agen risiko yang
termasuk kategori prioritas tinggi akan menjadi input dalam HOR
fase ke 2.
2. Mengidentifikasi aksi penanganan risiko yang relevan (PAk)
terhadap agen risiko yang muncul. Penanganan risiko dapat
berlaku untuk satu atau lebih agen risiko. Mengidentifikasi aksi
penanganan risiko dapat menggunakan Skala Likert 3, 4 dan 5.
Dimana Skala Likert tersebut menunjukkan mudah atau tidaknya
suatu strategi penanganan risiko
35
3. Pengukuran nilai korelasi antara suatu agen risiko dengan
penanganan risiko. Hubungan korelai terebut akan menjadi
pertimbangan dalam menentukan derajat efektivitas dalam
mereduksi kemunculan agen risiko. Pengukuran nilai korelasi
menggunakan skala korelasi yaitu 0,1,3,9 dengan ketentuan 0
(tidak memiliki korelasi), 1 (memiliki korelasi rendah), 3 (memiliki
korelasi sedang) dan 9 (memiliki korelasi tinggi).
4. Mengkalkulasi total efektivitas (TEk) pada setiap agen risiko
dengan menggunakan perhitungan sebagai berikut :
TEk = ∑ ARPj Ejk
5. Mengukur tingkat kesulitan dalam penerapan aksi mitigasi (Dk)
dalam upaya mereduksi kemunculan agen risiko.
6. Mengkalkulasi total efektivitas penerapan aksi mitigasi/
effectiviness to difficulty of ratio (ETDk) dengan rumus sebagai
berikut :
ETDk = TEk /D3
7. Melakukan skala prioritas mulai dari nilai ETD tertinggi
hingga yang terendah. Nilai prioritas utama diberikan kepada aksi
mitigasi yang memiliki nilai ETD tertinggi.
Berdasarkan uraian tahap pengerjaan HOR fase 2, maka dapat di
buat tabel model HOR fase 2 seperti tabel berikut :
36
Tabel 6. Model HOR Fase 2
To be treated Risk Agent
(aj)
Risk Agent (Aj) Aggregate
Risk
Potentials
(ARP)kj
PA1 PA2 PA3 PA4 PA5
A1 ARP1
A2 ARP2
A3 ARP3
A4 ARP4
Total effectivineess of
Action
TE1 TE2 TE3 TE4 TE5
Degree of difficulty
preforming action
D1 D2 D3 D4 D5
Effectiveness to
difficulty ratio
ETD1 ETD2 ETD3 ETD4 ETD5
Rank of priority R1 R2 R3 R4 R5
Sumber : Ulfah, dkk (2016:91)
Keterangan :
Dk = Degree of Difficulty Performing Action (Tingkat kesulitan aksi
preventif)
TEk = Total Efectiveness (Total Keefektifan dan tiap aksi preventif)
ETDk = Effectiveness of Difficulty Ratio (Total Kesulitan dan Keefektifan
aksi preventif)
Ejk = Hubungan antara tiap strategi preventif yang dilkaukan dengan tiap
agen risiko)
PAk = Preventif Action (Strategi preventif yang dilakukan)
ARPj = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko Keseluruhan)
2.9 Diagram Pareto
Tisnowati dkk (2008:52) Mendefinisikan diagram Pareto adalah
diagram batang yang menunjukkan masalah berdasarkan urutan
banyaknya kejadian. Setiap permasalahan diwakili oleh satu diagram
batang. Masalah yang paling banyak terjadi akan menjadi diagram batang
yang paling tinggi, sedangkan masalah yang paling sedikit akan
diwakili oleh diagram batang yang paling rendah. Diagram pareto
dapat dilihat pada Gambar 6.
37
Gambar 6 Struktur Diagram Pareto Sumber : Kuswandi dan Mutiara (2004 : 55)
Menganalisa diagram pareto atau yang biasa disebut dengan
diagram prioritas, digunakan dalam rangka memilih prioritas masalah yang
dampaknya paling besar, yaitu kurang lebih 80%, yang disebabkan oleh
kurang lebih 20% faktor penyebab (Kuswandi dan Mutiara, 2004:50).
Diagram pareto dapat digunakan untuk mencari 20% jenis kasus (misalnya,
cacat, keluhan, masalah) yang merupakan 80% kecacatan dari keseluruhan
proses produksi.
Tipe-tipe diagram pareto yang menunjukkan penyebab-penyebab
suatu masalah :
1. Operator : Giliran kerja, kelompok kerja, umur karyawan,
pengalaman, keterampilan
2. Mesin : perlengkapan, peralatan, mesin-mesin, organisasi, instrument
3. Bahan baku : jenis bahan baku, produsen.
4. Metode Kerja : kondisi kerja, order kerja.
Tipe-tipe Diagram Pareto yang menunjukkan akibat suatu masalah :
1) Kualitas : Jumlah kerusakan, cacat, kesalahan, keluhan,
produk, yang dikembangkan, perbaikan
38
2) Biaya : jumlah kerugian, pemborosan biaya, biaya stock, biaya bunga
3) Pengiriman : keterlambatan pengiriman
4) Metode kerja : jumlah kecelakaan kekeliruan kerja
2.10 Penelitian Terdahulu
Adapun beberapa hasil penelitian terdahulu yang meneliti terkait
risiko pada produk pertanian yang dapat digunakan sebagai acuan dalam
penelitian ini baik yang menggunakan metode yang sama maupun berbeda
sebagai berikut.
Hafizha (2017) melakukan penelitian berjudul “Analisis mitigasi
risiko produksi susu sapi di Peternakan Mahesa perkasa Farm”. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui risiko dan mengetahui cara mitigasi
risiko produksi susu sapi pada Peternakan Mahesa Perkasa Farm.
Penelitian ini menggunakan alat analisis yaitu Diagram Tulang Ikan
(Fishbone) untuk menentukan identifikasi risiko yang mungkin terjadi dan
menjadi dasar dalam pembuatan kuesioner, dilanjutkan dengan House Of
Risk Fase 1 untuk mendapatkan nilai ARPj, Diagram Pareto untuk
memetakan risiko dan House Of Risk (HOR) fase 2 untuk menentukan
prioritas aksi mitigasi risiko. Penelitian ini dalam melakukan pengolahan
data menggunakan software Excel 2010. Hasil pada penelitian
menunjukkan terdapat 8 kejadian risiko pada tahap pemeliharaan sapi
perah, 13 kejadian risiko pada tahap pemerahan susu sapi dan 3 kejadian
risiko pada tahap pengemasan susu sapi dan teridentifikasi 50 agen atau
39
penyebab risiko secara keseluruhan. Berdasarkan tabel HOR Fase 1
diketahui agen atau penyebab risiko dengan nilai tertinggi yaitu 9
penyebab risiko pada tahap pemeliharaan sapi perah, 17 penyebab risiko
pada tahap pemerahan susu sapi dan 4 penyebab risiko pada tahap
pengemasan susu sapi. Berdasarkan prioritas penyebab risiko tersebut,
maka diketahui terdapat 21 strategi mitigasi yang dapat direalisasikan untuk
mereduksi penyebab risiko tersebut.
Annisa (2017) melakukan penelitian berjudul “Analisis Risiko
Produksi susu kambing di CV Sawangan Farm Dairy”. Penelitian ini
bertujuan untuk mengidentifikasi penyebab dan dampak risiko yang terjadi
pada produksi susu kambing dan mengetahui strategi preventif yang tepat
untuk menghindari risiko pada produksi susu kambing di CV Sawangan
Farm Dairy. Alat analisis yang digunakan pada penelitian ini yaitu
menggunakan metode Diagram Tulang Ikan untuk mengidentifikasi
risiko yang mungkin akan terjadi dan dijadikan dasar dalam pembuatan
kuesioner, setelah didapatkan Risk Agent dan Risk Event maka dilanjutkan
dengan metode HOR fase 1 untuk mendapatkan nilai ARPj,
selanjutkan nilai ARPj dari HOR fase 1 dapat diketahui besaran risiko
yang dapat terjadi dilakukan pemetaan dengan metode Diagram Pareto dan
House Of Risk (HOR) fase 2 digunakan untuk menentukan prioritas aksi
pencegahan/preventif risiko. Hasil penelitian ini terdapat 20 penyebab
risiko pada proses pemeliaraan induk, 15 penyebab risiko pada proses
pemerahan susu dan 12 penyebab risiko pada proses penyelesaian dan
40
pengemasan susu. Kemudian terdapat 12 kejadian risiko pada proses
pemelihataan induk, 12 kejadian risiko pada proses pemerahan susu, serta
8 kejadian risiko pada proses penyelesaian dan pengemasan susu.
Berdasarkan tabel HOR Fase 1 diketahui agen atau penyebab risiko dengan
nilai tertinggi yaitu 10 penyebab risiko pada proses pemeliharaan
induk, tujuh penyebab risiko pada proses pemerahan susu dan 6 penyebab
risiko pada proses penyelesaian dan pengemasan susu. Berdasarkan
prioritas penyebab risiko tersebut maka ditentukan 22 strategi preventif
yang akan dilakukan.
Riandiani (2016), dengan judul penelitian Analisis Risiko Produksi
nata de coco di PT. Daya Agro Mitra Mandiri dengan menggunakan
metode diagram tulang ikan, Failure Mode and Effect Analysis (FMEA),
dan diagram pareto. Hasil penelitian ini diketahui penyebab dan akar
penyebab risiko yang teridentifikasi di PT Daya Agro Mitra Mandiri
diklasifikasi menjadi 4 kategori, yaitu kategori tenaga kerja dengan 6
penyebab risiko yang disebabkan oleh beberapa akar penyebab
diantaranya: kadar air nata lembaran berlebih/ kurang kenyal yang
disebabkan oleh tenaga kerja tidak memeriksa nata lembaran dengan
optimal; kebocoran plastik kemasan yang disebabkan oleh tenaga kerja
kurang terampil dalam proses sealing; Kadar air asam tidak sesuai standar
(seharusnya pH 3,5-4,5), sedangkan dari kategori mesin dengan 2
penyebab risiko yang disebabkan oleh 2 akar penyebab risiko diantaranya;
kebocoran plastik kemasan disebabkan oleh overheating elemen pemanas
41
sealer dan kulit ari tidak bersih, dari kategori metode dengan 1 penyebab
risiko yang disebabkan oleh 1 akar penyebab risiko seperti kontaminasi
benda asing (pasir), dan dari kategori lingkungan dengan 3 penyebab
risiko yang disebabkan oleh 3 akar penyebab risiko diantaranya:
kontaminasi benda asing (pasir) yang disebabkan oleh kemunculan pasir
dari pecahan kolam pencucian yang terkikis air; kulit ari tidak ersih.
Penyebab risiko dengan nilai tertinggi yaitu penerangan di area kupasan
tidak optimal yang menyebabkan kulit ari tidak bersih dengan nilai RPN
sebesar 51.56 yaitu memberikan dampak terbesar terhadap retur produk.
Hakas Putri (2017), dengan judul “Analisis Risiko Produksi Bunga
Krisan Potong Dengan Pendekatan Failure Mode And Effect Analysis
(Fmea) Dan Fishbone Diagram Di Kecamatan Cugenang, Kabupaten
Cianjur” Hasil penelitian ini diketahui penyebab dan akar penyebab risiko
dari produksi bunga krisan. Sumber-sumber risiko produksi bunga krisan
di Kecamatan Cugenang terdiri dari 23 sumber risiko yang dibedakan
menjadi enam kategori,yaitu yaitu (1) sumber risiko dari alam, (2) sumber
risiko hama tanaman, (3) sumber risiko penyakit tanaman, (4) sumber
risiko input produksi, dan (5) sumber risiko sumberdaya manusia. Sumber
risiko prioritas atau sumber risiko yang harus segera ditangani adalah
sumber-sumber risiko dengan Risk Score dan Risk Priority Number diatas
nilai kritis yaitu 5,38 dan 12,33.
Sumber risiko tersebut yaitu angin kencang, hama tanaman Thrips
sp., Aphis spp., Mite, Whitefly, lalat penggorok, dan penyakit tanaman
42
karat daun. Usulan tindakan tanggap risiko berdasarkan digram fishbone
adalah melakukan pengendalian dampak risiko angin kencang dengan
melakukan perbaikan greenhouse secara rutin sebelum musim tanam.
Pencegahan munculnya hama tanaman dengan melakukan sanitasi lahan,
melakukan penanaman dengan pola varietas yang baik, memilih bibit yang
baik dan tidak mudah terserang. Untuk pengendalian dampak sumber
risiko penyakit tanaman,usulan tindakan tanggap risiko adalah sanitasi
lahan, alat pertanian, dan air untuk penyiraman bunga krisan, serta
melakukan rotasi lahan dengan tanaman bayam maupun seledri.
Milah Jamilah (2011) penelitian ini berjudul “Analisis risiko
produksi wortel dan bawang daun di kawasan agropolitan Cianjur, Jawa
Barat”. Dilihat dari ukuran coefficientvariation berdasarkan return
produktivitas, risiko produksi worteldi kawasan agropolitan Cianjur
sebesar 0,26 atau 26 persen.Artinya, untuk setiap satu satuanhasil produksi
yang diperoleh petaniwortel, maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah
sebesar 0,26 satuanatau 26 persen. Sementara itu, risiko produksi yang
dihadapi petani bawang daun di kawasanagropolitan Cianjur adalah
sebesar0,29 atau 29 persen. Artinya, untuksetiap satu satuan hasil
produksiyang diperoleh petani bawang daun,maka risiko (kerugian)
yangdihadapi adalah sebesar 0,29 satuanatau 29 persen. Penelitian ini
untuk mengukur sebab- akibat risiko produksi wortel dan bawang daun
menggunakan diagram tulang ikan.
43
Radita Ismail (2017) penelitian ini berjudul “Analisis risiko produksi
padi di desa pasirkaliki kecamatan rawamerta kabupaten Karawang, Jawa
Barat”. Hasil penelitian ini yaitu mengidintifikasi sebab akibat
menggunakan diagram tulang ikan, Sumber risiko yang menjadi faktor
penyebab adanya risiko pada hasil produksi komoditas padi memiliki
sumber utama yakni Organisme Penganggu Tanaman (OPT) yang berupa
hama wereng coklat. Hasil analisa menggunakan metode z-score
menunjukkan hasil dari probabilitas sebesar 45.6 persen yang merupakan
probabilitas terkena risiko yang tinggi. Melalui metode VaR didapatkan
nilai VaR sebesar Rp 12 026 292.00 per hektar. Nilai tersebut
menunjukkan tingkat kerugian maksimal akibat kejadian gagal panen pada
tiap petani padi. Strategi penanganan risiko padi dilakukan dengan
tindakan preventif dan mitigasi. Tindakan preventif berupa membuat jarak
tanam yang renggang, mengganti varietas padi yang tahan terhadap hama,
dan penanaman padi secara serempak. Strategi mitigasi dapat berupa
peneyemprotan insektisida secara tepat.
Eka Pratiwi (2010) penelitian ini berjudul “Strategi Pemasaran
Industri Madu pada PT. PT. Madu Pramuka di Kabupaten Batang”
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi faktor internal dan
eksternal yang menjadi kekuatan, kelemahan, peluang serta ancaman,
objek penelitian dan permasalahan yang di Madu Pramuka di Kabupaten
Batang merumuskan alternatif strategi dan menentukan prioritas strategi
yang dapat diterapkan dalam pemasaran industri madu di PT Madu
44
Pramuka di Kabupaten Batang. Prioritas strategi yang dapat diterapkan
dalam pemasaran industri madu pada PT Madu Pramuka di Kabupaten
Batang adalah membuat produk madu yang berkualitas, menciptakan
produk madu unggulan, mempertahankan keaslian dan kemurnian madu,
dan keragaman jenis produk madu untuk meningkatkan loyalitas
konsumen terhadap perusahaan.
Listianingsih D. Wanundo (2015), penelitian ini berjudul “Anaisis
Pengembangan Lebah Madu Apis Dorsata di Kawasan Hutan Lindung
Desa Uelincu, Kecamatan Pamona Utara, Kabupaten Poso, Sulawesi
Tengah” Strategi yang dapat diterapkan dalam rangka pengembangan
lebah madu A. Dorsata di kawasan hutan lindung Desa Uelincu
Kecamatan Pamona Utara Kabupaten Poso adalah sebagai berikut : (1)
Peningkatan jumlah produksi madu dengan menjaga kelestarian koloni
lebah (SO), (2) peningkatan mutu dan kualitas produk madu untuk
meningkatkan nilai madu (SO), (3) perluasan jaringan pasar dengan
melakukan kerjasama dari pihak pemerintah, LSM, Industri pengolahan,
Perbankan, dan Perguruan Tinggi (SO), (4) Pengadaan pelatihan dan
pendampingan untuk meningkatkan keterampilan petani (WO), (5)
Perbaikan kemasan produk (WO), (6) Penanaman tanaman/tumbuhan
yang mampu menyediakan pakan lebah sepanjang tahun (WO), (7)
Pemerintah perlu melakukan edukasi madu palsu (WT), dan (8)
Peningkatan kualitas produk dan pengemasan.
45
Dari beberapa hasil penelitian terdahulu yang telah diuraikan dan
dijadikan acuan pada penelitian dapat diliat persamaan dan perbedaannya
pada tabel 7.
Tabel 7 Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu
No Penelitian Persamaan Perbedaan
1 Hafizha (2017) Menggunakan metode Diagram Tulang Ikan, Diagram Pareto dan House Of Risk (HOR)
Pada penelitiannya Hafizha
menggunakan komoditas
Susu Sapi, sedangkan
penelitian ini komoditas
Madu
2 Annisa (2017) Menggunakan metode Diagram Tulang Ikan, Diagram Pareto dan House Of Risk (HOR)
Pada penelitian Annisa
menggunakan komoditas
susu kambing, sedangkan
penelitian ini menggunakan
komoditas Madu
3 Riandiani (2016) Menggunakan
diagram tulang ikan,
dan diagram pareto
sebagai alat analisis
Penggunaan metode HOR
untuk mengukur risiko,
serta objek yang diteliti
yaitu nata de coco.
46
4. Hakas Putri (2017) Menggunakan
diagram tulang ikan
untuk
mengidentifikasi
sebab -akibat.
Dengan metode failure
mode and effect analysis
(Fmea) serta objek yang
diteliti yaitu bunga krisan
5. Mila Jamilah (2011)
Menggunakan
metode Diagram
Tulang Ikan.
Pada penelitian ini
menggunakan perhitungan
ariance, standard
deviation, dan
Coefficientvariation, serta
menggunakan komoditas
wortel dan bawang,
sedangkan penelitian ini
menggunakan komoditas
Madu
6. Radita Isminiarti
(2017)
Menggunakan
diagram tulang ikan,
dan diagram pareto
sebagai alat analisis.
Penggunaan metode z-
Score dan Var, serta objek
yang diteliti yaitu padi.
47
7. Eka Pratiwi (2010) Menggunakan
komoditas yang
sama untuk diteliti
yaitu madu.
Penelitian terdahulu objek
penelitian dan permasalahn
alternatif strategi dan
menentukan prioritas
strategi, sedangkan
penelitian ini objek yang
digunakan yaitu
mengidentifikasi risiko
produksi madu.
8. Listianingsih D.
Wanundo
(2015)
Komoditas yang
digunakan sama
yaitu madu.
Perbedaan dari skripsi
penelitian terdahulu yaitu
di alat analisis, peneliti
terdahulu menggunakan
SWOT, sedangkan
penelitian ini menggunakan
alat analisis House of risk
(HOR
2.11 Kerangka Pemikiran
Penelitian ini membahas mengenai risiko produksi Madu di CV.
Madu Apiari Mutiara. Madu merupakan produksi utama dalam usaha di
CV. Madu Apiari Mutiara. Dalam menjalankan bisnisnya, CV. Madu Apiari
Mutiara dalam memproduksi Madu seringkali tidak mencapai target
48
produksi sehingga dapat diindikasikan CV. Madu Apiari Mutiara
menghadapi risiko dalam setiap proses produksi.
Kemungkinan terjadinya risiko dapat diketahui dengan dilakukan
identifikasi risiko. Untuk mengidentifikasi risiko, peneliti menggunakan
Diagram Tulang Ikan untuk menentukan titik-titik kritis yang dapat
menjadi risiko pada proses produksi Madu. Setelah teridentifikasi
dilanjutkan dengan pengukuran risiko yaitu menggunakan Skala
Likert. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan Skala Likert
dengan skala 1 sampai 5, dengan keterangan (1) sangat rendah, (2)
rendah, (3) sedang, (4) tinggi, (5) sangat tinggi. Pengukuran tersebut
dimasukkan ke dalam tabel House Of Risk (HOR) 1dan dihitung nilai
potensi risiko keseluruhan (Aggregate Risk Potential) atau ARPj.
Setelah didapatkan nilai ARPj, maka dilakukan pemetaan untuk
mengetahui penentuan strategi dan pengelolaan risiko dengan
menggunakan diagram pareto. Pengukuran korelasi antara tingkat dampak
risiko dengan frekuensi/peluang terjadinya penyebab risiko dengan
menggunakan Skala Likert yaitu 0, 1, 3,9 dengan keterangan; (0) tidak
ada korelasi; (1) korelasi rendah; (3)
korelasi sedang; dan (9) korelasi yang tinggi. Pengukuran-pengukuran
tersebut akan dimasukkan ke dalam tabel HOR Fase 2. Sehingga
didapatkan prioritas aksi untuk pencegahan risiko. Adapun kerangka
pemikiran penelitian dapat dilihat pada Gambar 7.
49
Gambar 7. Kerangka Pemikiran
50
Mulai
Studi
Literatur
Latar Belakang dan Kondisi Awal
Lingkup
Mengindentifikasi Proses Produksi
Madu
Penerimaan
Bahan Baku
Penimbangan
1Penyaringan
Penurunan
Kadar Air
Pengisian
(Filling)Penimbangan Pelabelan Penyegelan
Identifikasi Kejadian Risiko dan
Penyebab Risiko pada Masing-masing
Proses
Penerimaan
Bahan Baku
Penimbangan
1Penyaringan
Penurunan
Kadar Air
Pengisian
(Filling)Penimbangan Pelabelan Penyegelan
Pengukuran Kejadian Risiko dan
Peneyebab Risiko
Penerimaan
Bahan Baku
Penimbangan
1Penyaringan
Penurunan
Kadar Air
Pengisian
(Filling)Penimbangan Pelabelan Penyegelan
Menentukan Sverity dari Risk Event Menentukan Correlation
Menghitung Nilai Agregat Risk
Potentials
Menentukan Resiko dengan Nilai
ARP untuk Mengetahui Risiko
Penerimaan
Bahan Baku
Penimbangan
1Penyaringan
Penurunan
Kadar Air
Pengisian
(Filling)Penimbangan Pelabelan Penyegelan
Penentuan Strategi Pengelolaan
Risiko
Menentukan Prioritas Aksi Preventif
Risiko
Penerimaan
Bahan Baku
Penimbangan
1Penyaringan
Penurunan
Kadar Air
Pengisian
(Filling)Penimbangan Pelabelan Penyegelan
Mendapatkan Prioritas Strategi
Preventif
Observasi
Literatur
Wawancara
Diagram
Tulang Ikan
Kuesioner
HOR 1
Diagram
Pareto
Kuesioner
HOR 2
Gambar 8. Skema Operasional Penelitian
Berdasarkan Skema Operasional Penelitian pada penelitian ini yang
pertama yaitu melihat dari latar belakang penelitian yang akan meneliti mengenai
risiko proses produksi madu di CV. Madu Apiari Mutiara. Mengidentifikasi dari
setiap proses produksi madu, untuk mengetahui resiko disetiap proses produksi,
51
dengan menggunakan teknik observasi, literature, dan wawancara. Variabel yang
digunakan dalam mengidentifikasi yaitu menggunakan diagram tulang ikan.
Pengukuran kejadian risiko yang didapatkan dari mengidentifikasi lalu menyebar
kusioner untuk menghitung dengan menggunakan variabel HOR fase 1, dengan
nilai agregat Risk Potentials.
Menentukan Risiko dengan nilai ARP untuk mengetahui risiko yaitu
menggunakan variabel diagram pareto, langkah terakhir untuk mendapatkan
strategi preventif yaitu menggunakan kusioner dengan mengetahui nilai strategi
yang tepat untuk penentuan dari setiap risiko proses produksi, dan menghitung
strategi yang tepat dengan menggunakan HOR fase 2.
52
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian mengenai analisis risiko produksi Madu dilakukan di
CV. Madu Apiari Mutiara. Perusahaan ini berlokasi di Jalan Putri Tunggal
Komplek. Casa Coronza Nomor 102 Kelurahan Harjamukti, Kecamatan
Cimanggis Depok, 1654 Jawa Barat. Penelitian ini dilakukan pada bulan
April- Agustus 2020.
3.2 Variabel Penelitian
Variabel yang menjadi objek pada penelitian ini adalah (1)
Identifikasi Risiko; (2) Identifikasi Frekuensi/Peluang kemunculan
penyebab risiko dan tingkat dampak (Severity) risiko; (3) Korelasi
Kemunculan Risiko (Occurrence) dengan pengaruh/dampak risiko
(Severity); (4) Derajat/tingkat kesulitan tindakan/strategi
pencegahan/preventif (5) Korelasi penerapan tindakan strategi
pencegahan/preventif dengan penyebab risiko (6) Pemetaan risiko produksi
menggunakan diagram pareto. Dari ke 6 variabel tersebut didapatkan sub
variabel berupa proses produksi madu yaitu, penerimaan bahan baku,
penimbangan 1,Penyaringan, Penurunan Kadar Air,Pengisian (Filiing),
Penimbangan 2, Pemasangan Stiker atau pelabelan, penyegelan (shirinking).
Dalam mengukur sub-variabel yang ada maka diperlukannya parameter
dan atribut. Secara rinci dibuat matriks penelitian pada Lampiran 2.
53
Parameter penelitian didapatkan dari literatur-literatur seperti buku dan
jurnal.
3.3 Sumber dan Jenis Data
Sumber data dalam penelitian ini menggunakan data primer dan data
sekunder baik berupa data kualitatif dan kuantitatif. Data primer yang
digunakan diperoleh dari observasi dan teknik wawancara sistematik.
Observasi dilakukan untuk melihat dan mengamati pelaksanaan aktivitas
produksi Madu di CV. Madu Apiari Mutiara. Sedangkan wawancara
dilakukan untuk memperoleh informasi lebih lengkap lagi mengenai objek
yang diamati. Teknik wawancara sistematik yaitu wawancara yang
dilakukan dengan mempersiapkan pedoman tertulis tentang apa yang
hendak ditanyakan kepada narasumber. Pedoman yang digunakan pada
penelitian ini berupa kuesioner Informan pada penelitian ini diperoleh dari
Pemilik perusahaan, Karyawan produksi, Manager, Supervisor dan
Marketing. Data sekunder diperoleh dari studi pustaka dan literatur-
literatur yang mendukung untuk memperkuat teori sebagai dasar dalam
penelitian ini.
Data kualitatif yang dikumpulkan dalam penelitian ini adalah profil
perusahaan CV. Madu Apiari Mutiara jenis-jenis risiko, penyebab risiko
dan upaya yang digunakan untuk menghadapi risiko dan kendala yang
mungkin terjadi. Sedangkan data kuantitatif yang digunakan diantaranya
adalah nilai tingkat probabilitas risiko, nilai tingkat dampak risiko, nilai
54
tingkat korelasi risiko, nilai tingkat kesulitan serta nilai tingkat keefektifan
upaya penanganan risiko.
3.4 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data pada penelitian ini dilakukan dengan
menggunakan metode wawancara dan kuesioner, studi pustaka dan
observasi. Observasi dilakukan dengan cara mengikuti kegiatan proses
produksi Madu di CV. Madu Apiari Mutiara. Kegiatan ini bertujuan untuk
memperoleh data terkait aktivitas produksi pada pengolahan Madu secara
langsung. Sedangkan studi pustaka yang dilakukan dalam penelitian ini
yaitu dengan cara mempelajari literatur-literatur yang berhubungan
dengan topik penelitian, antara lain buku dan jurnal yang berkaitan dengan
penelitian ini.
Wawancara dilakukan dengan berkomunikasi dan bertanya
langsung kepada narasumber yang terlibat dalam kegiatan proses produksi
Madu di CV. Madu Apiari Mutiara. Instrumen wawancara yang digunakan
berupa pertanyaan terstruktur (kuesioner) yang diajukan kepada
narasumber yang terlibat dalam dalam kegiatan proses produksi di CV.
Madu Apiari Mutiara untuk mengetahui informasi mendalam mengenai
seluruh kegiatan produksi. Adapun yang menjadi narasumber dalam
penelitian ini, yaitu satu orang Manajer Produksi, satu orang asisten
manajer produksi, tiga orang Supervisor Produksi, dua orang dari divisi
Quality Control (QC), dua orang dari divisi Teknik, dan satu orang
Supervisor HRD.
55
Kuesioner yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari
identifikasi risiko dan kuesioner penilaian dampak risiko menggunakan
metode House of Risk (HOR). Kuesioner tersebut digunakan untuk
mengetahui risiko apa saja yang dapat terjadi dalam tahap proses
produksi Madu dan untuk mengukur nilai prioritas risiko berdasarkan nilai
dampak. Berikut adalah beberapa kuesioner yang digunakan pada
penelitian ini adalah seperti pada Tabel 8 berikut.
Tabel 8 Daftar Kuesioner Penelitian
No. Jenis Kuesioner Lampiran Materi
1 Identifikasi risiko Lampiran Matriks penelitian,
matriks instrumen
penelitian dan
diagram
fishbone
2 Identifikasi Tingkat Pengaruh
Dampak Risiko (Penerimaan
bahan baku, penimbangan
1,Penyaringan, Penurunan Kadar
Air,Pengisian (Filiing),
Penimbangan 2, Pemasangan
Stiker atau pelebelan, dan
penyegelan)
Lampiran Skema HOR fase 1
3 Identifikasi Frekuensi/Peluang
Kemunculan Penyebab Risiko
(Penerimaan bahan baku,
penimbangan 1,Penyaringan,
Penurunan Kadar Air,Pengisian
(Filiing), Penimbangan 2,
Pemasangan Stiker atau
pelebelan, dan penyegelan)
Lampiran Skema HOR fase 1
56
4 Korelasi Kemunculan
Penyebab Risiko(Occurence)
dengan Tingkat
Pengaruh/Dampak Risiko
(Severity) pada Proses Produksi
Madu (Penerimaan bahan baku,
penimbangan 1,Penyaringan,
Penurunan Kadar Air,Pengisian
(Filiing), Penimbangan 2,
Pemasangan Stiker atau
pelebelan, dan penyegelan)
Lampiran Skema HOR fase 1
5 Kuesioner Tingkat
Kesulitan Strategi Preventif
pada Proses Produksi Madu
(Penerimaan bahan baku,
penimbangan 1,Penyaringan,
Penurunan Kadar Air,Pengisian
(Filiing), Penimbangan 2,
Pemasangan Stiker atau
pelebelan, dan penyegelan)
Lampiran Skema HOR fase 2
6 Kuesioner Korelasi Tingkat
Kesulitan Strategi Preventif
dengan Penyebab Risiko
pada Proses Produksi Madu
(Penerimaan bahan baku,
penimbangan 1,Penyaringan,
Penurunan Kadar Air,Pengisian
(Filiing), Penimbangan 2,
Pemasangan Stiker atau
pelebelan, dan penyegelan)
Lampiran Skema HOR fase 2
Berdasarkan Tabel 8 di atas dapat dijelaskan bahwa dalam proses
pengumpulan data pada penelitian ini digunakan 6 kuesioner. Kuesioner pada
nomor 1 sampai dengan 2 digunakan pada tahap awal sebelum pembuatan skema
HOR fase 1, sesuai dengan masing-masing proses produksi Madu. Hasil dari
kuesioner ini dijadikan acuan pembuatan matriks penelitian dan matriks
instrumen penelitian yang terdapat pada Lampiran 2, 3, dan 4 pada instrumen
57
tersebut terdapat kolom definisi konseptual yang menjadi dasar dari
perumusan sub Pada bagian pangkal badan tulang ikan dari diagram fishbone,
terdapat variabel penelitian yaitu proses produksi Madu yang terdiri atas :
proses penerimaan bahan baku, penimbangan 1,Penyaringan, Penurunan Kadar
Air,Pengisian (Filiing), Penimbangan 2, Pemasangan Stiker atau pelebelan,
penyegelan, dan Shirinking variabel penelitian beserta penentuan penyebab
risiko dan kejadian risiko. Matriks instrumen penelitian ini dijadikan
sebagai dasar pembuatan diagram fishbone.
Bagian masing-masing tulang terdapat beberapa kegiatan yang menjadi
bagian dari masing-masing proses produksi Madu, yang dijadikan sub variabel.
Pada masing-masing kegiatan tersebut terdapat titik kritis yang menjadi
penyebab atau agen risiko produksi Madu. Pada bagian kepala tulang ikan
terdapat akibat yang ditimbulkan dari risiko produksi Madu.
Diagram fishbone, akan dijadikan landasan sebagai pembuatan
kuesioner pada Lampiran 5. Kuesioner-kuesioner tersebut adalah kuesioner yang
digunakan untuk mengidentifikasi frekuensi atau peluang dari penyebab risiko
(occurence) dan dampak dari kejadian risiko (severity) beserta korelasi antara
kemunculan penyebab kejadian risiko (Aj) dengan dampak kejadian risiko (Ei)
pada masing-masing proses produksi madu. Hasil dari kuesioner- kuesioner
tersebut dijadikan bahan perhitungan pada skema HOR fase 1.
Kuesioner pada nomor 5a sampai dengan 5k merupakan kuesioner yang
dibuat berdasarkan pada hasil perhitungan atau analisis pada skema HOR fase
1 dan pemetaan risiko pada diagram pareto. Kuesioner-kuesioner tersebut dibuat
58
dengan tujuan untuk memperoleh data derajat atau tingkat kesulitan penerapan
tindakan atau strategi preventif atau pencegahan, yang akan diterapkan pada
proses produksi Madu. Korelasi antara penerapan tindakan atau strategi
preventif atau pencegahan dengan penyebab risiko (Aj) yang memiliki dampak
paling besar dan dapat menimbulkan kerugian perusahaan, apabila tidak segera
ditangani. Hasil dari kuesioner-kuesioner pada Lampiran 5a sampai dengan
5k juga digunakan sebagai data untuk perhitungan atau analisis pada skema
HOR fase 2.
3.5 Metode Analisis Data
Data yang telah diperoleh, selanjutnya diolah dengan bantuan Microsoft
excel 2010. Metode analisis data yang digunakan pada penelitian ini adalah
sebagai berikut:
3.5.1 Analisis House Of Risk (HOR) Fase 1
Analisis pertama menggunakan metode model House Of Risk (HOR)
fase 1, untuk mengetahui nilai dari potensi risiko keseluruhan atau Agregate Risk
Potential (ARPj). Data frekuensi atau peluang penyebab risiko (occurence)
dan tingkat dampak kejadian risiko (severity) beserta data korelasi antar
keduanya yang telah diperoleh dari kuesioner kemudian data tersebut diinput ke
dalam tabel HOR fase 1. Penyebab risiko atau Risk Agent (Aj) ditempatkan
pada sisi atas tabel, kejadian risiko atau Risk Event (Ei) ditempatkan pada sisi
kiri tabel, nilai tingkat dampak kejadian risiko (severity) ditempatkan pada sisi
kanan tabel, nilai frekuensi atau peluang penyebab risiko (occurance) diletakkan
pada bagian bawah setelah daftar kejadian risiko, dan nilai korelasi antara
59
frekuensi penyebab risiko (Aj) dengan kejadian risiko (Ei) ditempatkan pada
bagian tengah tabel diantara penyebab risiko (Aj) dan kejadian Risiko (Ei).
Kemudian dilakukan perhitungan nilai potensi risiko keseluruhan atau Aggregate
Risk Potential (ARPj). Pada penelitian ini akan dibuat model HOR Fase 1
dari masing-masing proses produksi Madu.
3.5.1.1 Agregate Risk Potential (ARPj)
Agregate Risk Potential (ARPj) adalah perhitungan nilai potensi
risiko keseluruhan yang didapatkan dari hasil perkalian tingkat kemunculan
penyebab risiko (Oj) dengan total hasil kali antara dampak kejadian risiko
(Si) dengan hubungan atau korelasi antara penyebab atau agen risiko
dengan kejadian risiko (Rij). Adapun nilai dari ARPj dapat dihitung dengan
rumus sebagai berikut:
ARP j = O j ∑ Si Rij…………… (1)
Keterangan:
ARPj = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko
Keseluruhan)
Oj = Occurance level of risk (Tingkat kemunculan risiko) yang
didapatkan dari kuisioner padaLampiran5(a,b,c)
Si = Severity level of risk (Tingkat dampak suatu kejadian risiko)
yang didapatkan dari kuisioner pada Lampiran 5 (a, b, c)
Rij = Hubungan (korelasi) antara agen risiko j dengan risiko
i yang didapatkan dari kuesioner pada Lampiran 5 (d,e, f, g, h, i,
j, k)
60
3.5.1.2 Analisis Diagram Pareto
Setelah didapatkan nilai ARPj dari masing-masing penyebab risiko
(Aj), dilakukan perhitungan penyebab kejadian risiko dengan
menggunakan alat analisis kedua yaitu diagram pareto dengan
perbandingan 80:20, sehingga diketahui penyebab-penyebab risiko
yang memiliki pengaruh yang besar bagi perusahaan, guna
menentukan strategi pencegahan risiko yang terjadi pada masing-
masing proses. Masing-masing nilai ARPj akan dihitung kumulatif atau
persentase pengaruh penyebab risiko (Aj) terhadap perusahaan. Penyebab
risiko yang memiliki persentase kumulatif kurang dari 80% merupakan
penyebab yang memiliki pengaruh yang besar dan akan menimbulkan
kerugian bagi perusahaan, dan dapat dirumuskan strategi untuk pencegahan
risiko agar agen risiko tersebut tidak muncul di masa yang akan datang.
Adapun perhitungan persentase pengaruh dari penyebab risiko (Aj)
pada penelitian ini dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
%Aj = …………… (2)
ARPJ/100
Keterangan :
ARPj = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko
Keseluruhan) pada masing-masing penyebab
risiko (Aj)
%Aj = Presentase kumulatif pengaruh penyebab
risiko (Aj)
ARPJ
61
Setelah didapatkan presnetase kumulatif pengaruh penyebab risiko
dari masing-masing risiko maka akan dibuat diagram pareto seperti
model yang terlihat pada Gambar 8.
Berdasarkan Gambar 8, diagram pareto yang berbentuk batang
melambangkan nilai potensi risiko keseluruhan (ARPj) dari masing-maisng
penyebab risiko (Aj), sedangkan untuk titik hitam menunjukkan presentase
kumulatif dari masing-masing penyebab risiko (Aj), bagian sisi kiri akan
terdapat angka-angka tingkatan nilai ARPj dan pada sisi kanan akan
terdapat angka-angka presentase kumulatif dari masing-masing penyebab
risiko (Aj).
Setelah diketahui penyebab risiko yang paling berpengaruh pada
proses produksi Madu di CV. Madu Apiari Mutiara, maka dilakukan
perumusan strategi pencegahan risiko dengan Bapak Fuad selaku
manager produksi, Bapak Ajiz selaku manajer Quality Control, Bapak
Mulyadi selaku Marketing,serta ibu Noviyanti selaku supervisor HRD.
Gambar 9. Struktur Umum Diagram Pareto Sumber: Haizer, J dan Render, B (2014 )
62
3.5.2 Analisis House Of Risk (HOR) Fase 2
Alat analisis ketiga yang digunakan penelitian ini adalah House Of
Risk (HOR) fase 2. Terdapat beberapa contoh strategi pencegahan pada
bagian atas model untuk mencegah terjadinya penyebab-penyebab risiko
yang memiliki pengaruh besar bagi perusahaan pada bagian kiri model,
pada bagian kanan terdapat nilai potensi risiko keseluruhan masing-masing
penyebab risiko (ARPj), nilai korelasi antara strategi preventif dengan
penyeybab risiko pada bagian tengah, serta pada bagian bawah terdapat
nilai total keefektivan dari masing- masing strategi pencegahan (TEk),
tingkat kesulitan dari masing-masing strategi preventif yang akan
diterapkan (Dk), rasio keefektivan kesulitan strategi preventif(ETDk) dan
urutan dari masing-masing rasio keefektivan kesulitan strategi
preventif (Rank).
63
Tabel 9 Contoh Model HOR Fase 2 Penelitian: Model HOR Fase 2
Proses mixing
Keterangan:
Aj = Risk Agent (Penyebab Risiko yang sangat berpengaruh pada
perusahaan) yang diperoleh dari pemetaan pada diagram pareto
Dk = Degree of Difficulty Performing Action (Tingkat kesulitan strategi
preventif) yang didapatkan dari kuisioner pada Lampiran
Tek = Total Effectiveness (Total Keefektifan dan tiap strategi preventif)
ETDk = Effectiveness of Difficulty Ratio (Rasio Keefektifan
Kesulitan tindakan atau strategi preventif)
Tindakan penanganan
Risiko
Penyebab Risiko
1.
Pem
bag
ian
tug
as
yan
g opti
mal
(t
eruta
ma
pad
a sa
at j
am i
stir
ahat
)
dan
op
erat
or
mel
akukan
back
up
2.
Men
gad
akan
tr
ain
ing
terh
adap
k
aryaw
an
pro
duksi
3.
Ref
resh
W
I (W
ork
Intr
uct
ion)
AR
Pj
Operator tidak
mengecek/membersihkan
wadah drum
Korelasi (Ejk)
ARP1
Penuangan secara tidak benar
dan sempurna pada saat
proses penuangan
ARP2
Operator tidak mengkontrol
kotoran lebah yang terdapat di
madu
ARP3
Kadar air madu menjadi tidak
sesuai yang telah ditetapkan SOP
yaitu 18%
ARP4
Tek TE 1 TE 2 TE 3 Dk D1 D2 D3 ETDk ETD ETD2 ETD3 Rank R1 R2 R3
64
Ejk = Hubungan antara setiap tindakan penanganan risiko dengan
setiap penyebab risiko yang didapatkan dari kuesioner yang
terdapat pada Lampiran 6.
Nilai tingkat kesulitan strategi preventif didapatkan dari hasil
kuesioner yang terdapat pada lampiran, sedangkan nilai kolerasi
antara tingkat kesulitan penerapan strategi yang didapatkan dari
kuesioner pada lampiran.
3.5.2.1 Total Effectiviness (TEk)
Nilai Total keefektifan penerapan strategi didapatkan dari hasil
perkalian antara potensi risiko keseluruhan (ARPj) dengan hubungan
antara tiap aksi preventif dengan tiap agen risiko (Ejk). TEk dapat
dirumuskan sebagai berikut :
TEk = ∑ ARPj Ejk
Keterangan :
TEk = Total Effectiveness (Total Keefektifan)
ARPj = Aggregate Risk Potential (Potensi Risiko Keseluruhan)
Ejk = Hubungan antara tiap aksi preventif dengan tiap agen risiko
Berdasarkan perhitungan Total Effectifness (TEk) dan penilaian
Degree of Difficulty (Dk), maka selanjutnya dilakukan perhitungan Rasio
Effectiveness To Difficulty (ETD) dari strategi penanganan yang diusulkan.
Perhitungan Rasio Effectiveness To Difficulty (ETD) dari semua strategi
penanganan yang diusulkan
65
3.5.2.2 Effectiveness To Difficulty Ratio (ETDk)
Nilai rasio keefektivan kesulitan tindakan atau strategi
pencegahan (ETDk) diperoleh dari hasil bagi nilai total keefektivan setiap
strategi pencegahan (TEk) dengan derajat atau tingkat kesulitan
melakukan strategi (Dk). Rumus ETDk adalah sebagai berikut
ETDk =TEk/Dk
Keterangan :
ETDk = Efffectiveness To Difficulty Ratio (Rasio Keefektivan Kesulitan)
TEk = Total Effectiveness (Total keefektifan dari tiap strategi pencegahan
risiko)
Dk = Tingkat kesulitan untuk melakukan aksi k
Hasi nilai ETDk yang telah didapatkan selanjutnya diurutkan dan
ditulis pada kolom Rank yang menandakan strategi mana yang harus
terlebih dahulu dijalankan untuk mencegah terjadinya kerugian yang
ditimbulkan dari penyebab risiko pada proses produksi madu pada CV.
Madu Apiari Mutiara di masa yang akan datang.
3.6 Definisi Operasional
Definisi operasional dimaksudkan untuk menghindari kesalah
pahaman dan perbedaan penafsiran yang berkaitan dengan istilah-istilah
dalam penelitian. Sesuai dengan judul penelitian, yaitu analisis risiko
produksi madu pada CV. Madu Apiari Mutiara, maka definisi operasional
atas objek penelitian ini adalah:
66
1. Alur Produksi adalah cara atau langkah-langkah yang dilakukan
CV. Madu Apiari Mutiara dalam memproduksi madu.
2. Risiko adalah kemungkinan kejadian yang dapat menimbulkan
kerugian dan ketidakpastian dari kegiatan usaha produksi madu.
3. Risiko Produksi adalah kejadian yang merugikan terkait dengan
kegiatan produksi yang dilakukan di CV. Madu Apiari Mutiara.
4. Reject Product adalah produk rusak atau gagal dari madu
5. Identifikasi risiko adalah tahapan awal yang dilakukan dalam
penelitian untuk mengetahui kemungkinan risiko yang timbul dari
aktivitas produksi.
6. Pengukuran risiko adalah upaya untuk memahami risiko lebih
dalam. Hasil analisis risiko ini akan menjadi masukan bagi
evaluasi risiko dan proses pengambilan keputusan mengenai
perlakuan terhadap risiko yang terdapat pada proses produksi madu.
7. Dampak risiko adalah kejadian merugikan yang ditimbulkan akibat
produksi madu.
8. Pemetaan risiko adalah kegiatan memetakan risiko dengan
tujuan agar diketahui prioritas risiko berdasarkan kepentingannya
bagi perusahaan.
9. Strategi adalah perlakuan yang diusulkan untuk CV. Madu Apiari
Mutiara demi tercapainya tujuan produksi.
10. Preventif adalah strategi untuk pencegahan atau menghindari kejadian
yang merugikan dari aktivitas produksi madu.
67
11. Mitigasi adalah strategi pengurangan atau meminimalkan risiko
(kejadian merugikan) yang ditimbulkan dari aktivitas produksi.
12. Evaluasi risiko adalah kegiatan menentukan risiko-risiko yang
memerlukan perlakuan dan bagaimana prioritas perlakuan atas risiko-
risiko tersebut
13. Diagram tulang ikan adalah metode yang digunakan untuk mencari
faktor- faktor yang mungkin menjadi penyebab dari suatu masalah
atau penyimpangan.
14. House of Risk 1 adalah metode untuk menentukan sumber risiko
mana yang diprioritaskan untuk dilakukan tindakan strategi preventif.
15. House of Risk 2 adalah metode untuk memberikan prioritas tindakan
dengan mempertimbangkan sumber daya biaya yang efektif.
16. Diagram pareto adalah metode untuk mengevaluasi risiko produksi
madu pada CV. Madu Apiari Mutiara
84
BAB IV
GAMBARAN UMUM PERUSAHAAN
4.1 Sejarah dan Perkembangan Perusahaan
CV. Madu Apiari Mutiara merupakan perusahaan madu murni
berskala kecil menegah yang didirikan pada tanggal 19 Febuari 2009 dengan akta
notaris Winda Utami, SH. Pendirian ini sudah dinyatakan sah berdasarkan Tanda
Daftar Perusahaan (TDP) dari Dinas Perindustrian dan Perdagangan dengan No.
0128/10/-27/PK/III/2009 dan telah mendapat Surat Ijin Usaha Perdagangan
(SIUP) dengan No. 0128/10-27/PK/III/2009, sampai saat ini masih tercatat sebagai
binaan LPPM Institut Pertanian Bogor (IPB) dengan No. 130.1/13.11/TU/2009.
Dalam rangka menjamin tingkat kebersihan dan keamanan produk, maka
perusahaan telah mendapatkan surat ijin produksi dari Dinas Kesehatan yaitu P-
IRT No. 2093276020063-23 serta disertifikasi halal oleh Majelis Ulama Indonesia
(MUI) No. 01121035061108. Dengan adanya legalitas perusahaan, maka CV.
Madu Apiari Mutiara dapat melakukan pengembangan perusahaan baik dari segi
pemasaran maupun kerjasama dengan berbagai pihak. Perusahaan ini
berlokasi di Jalan Putri Tunggal Komplek. Casa Coronza Nomor 102 Kelurahan
Harjamukti, Kecamatan Cimanggis Depok, 1654 Jawa Barat. Telepon (021) 8731
525 E-mail : [email protected] Lokasi perusahaan ini jika dilihat
memang masih kurang strategis karena agak jauh dari perkantoran dan lai
sebagainya, tetapi lokasi berdekatan dengan daerah pemukiman komplek tempat
tinggal warga sekitar. Oleh karena itu banyak warga komplek pemukiman di
daerah tersebut yang meminati dan mengkonsumsi madu dan produk turunan
sebagai suplemen sehari- hari.
85
4.2 Jenis Produk
Penjualan madu di CV. Madu Apiari Mutiara menjual berbagai jenis produk
madu, dengan memiliki 3 kriteria penjualan madu yaitu Madu Murni, Madu
Formula dan Turunan Madu.
Tabel 10. Jenis Produk Madu
Perusahaan CV. Madu Apiari Mutiara memilik 3 kriteria dalam
pengembangan usaha madu, diantaranya:
1. Madu Murni: madu yang telah dibuat tanpa adanya campuran apa pun.
Lebah meminum hasil dari sari-sari bunga yang ada di dekatnya dan
dari sari bunga tersebut menghasilkan madu yang sesuai dengan bunga
yang ada di dekatnya. Contohnya seperti madu karet, madu karet yang
diambil dari nektar bunga karet. Madu ini memiliki ciri khas yaitu
Madu Murni Madu Formula Turunan Madu
Madu Kapuk Randu Madu Royal Jelly Sabun Madu
Madu Kelengkeng Madu Honey Kids Sabun Madu Transparan
Madu Rambutan Madu Pasutri Sabun Cair Madu
Madu Karet Madu Pelangsing Sabun Madu
Madu Kaliandra Madu Cengkeh Sabun Propolis
Madu Multiflora Madu Kulit Manggis HoneyMask/Masker Madu
Madu Mangga Madu Daun Sirsak Shampo Madu
Madu Kopi Madu Ibu Hamil Propolis Liquid
Madu Mahoni Madu Propolis Propolis Premium
Madu Sonokeling Madu Herbal Plus Tetes Mata Madu
Madu Dalam Sarang Madu Super Spesial Permen Madu
Madu Durian Madu Kayu Manis Sabun Madu sereh
Madu Organik/Hutan Madu Super Sabun Madu Pala
MaduTrigona/Klanceng
Madu Jambu Mede
86
mudah mengkristal karena di dalam madu karet terdapat banyak enzim
diastase.
2. Madu Formula: suatu inovasi dalam produk madu yang dimana
memiliki manfaat yang lebih untuk kesehatan manusia, karena madu
formula dirancang dengan berbagai manfaat dan nama yang berbeda.
Madu formula yang terkandung didalamnya adalah madu murni yang
dicampur dengan bahan-bahan herbal. Madu formula memiliki
beberapa bahan tambahan di dalamnya seperti adanya royal jelly,
propolis, bee pollen, cengkeh, habbatusauda dll.
3. Turunan Madu: suatu produk dari anakan madu yang di buatnya
memiliki tambahan dari madu, produk dari turunan madu ini
membuktikkan bahwa manfaat madu tidak hanya digunakan untuk
dikonsumsi saja tetapi juga dapat dipergunakan untuk kosmetik dan
kesehatan kulit, mata dll.
4.3 Visi dan Misi
Visi adalah rangkaian kata dimana di dalamnya menunjukkan suatu cita-
cita, impian, atau tujuan yang ingin dicapai. Setiap perusahaan umumnya
memiliki visi atau tujuan di masa depan yang merupakan buah pikiran para
pendiri perusahaan tersebut. Di dalam visi biasanya terdapat pandangan tentang
arah suatu manajemen kemana arah perusahaan tersebut dibawa. Secara umum
pengertian misi adalah segala sesuatu (strategi, tindakan) yang harus dilakukan
untuk mewujudkan visi. Misi perusahaan merupakan tujuan dan alasan berdirinya
87
sebuah perusahaan dan menjadi pedoman dan arahan dalam mencapai tujuan.
Adapun Visi dan Misi CV. Madu Apiari Mutiara,
Visi :
Memproduksi produk - produk lebah yang berguna untuk masyarakat
dengan mengedepankan kualitas dan kejujuran.
Misi :
1. Menjadikan perusahaan yang mengutamakan kekeluargaan dan kepuasan
pelanggan.
2. Menyadarkan masyarakat akan pentingnya obat herbal/ alami untuk
kesehatan.
3. Mengurangi pengangguran minimal di lingkungan sekitar.
4. Mengamalkan apa yang terkandung dalam kitab suci .
4.5 Struktur Organisasi
Struktur organisasi merupakan sebuah fondasi sebuah perusahaan.
Penyusunan struktur organisasi harus secara sistematis agar dapat
menjalankan kegiatan dengan baik dan mencapai tujuan yang diinginkan.
Menurut Robbins (1990), struktur organisasi menentukan alokasi tugas,
garis pelaporan, serta mekanisme koordinasi formal dan pola interaksi.
Sturktur organisasi juga merupakan suatu alat manajemen yang dibutuhkan
perusahaan agar segala wewenang dan tanggung jawab bagi setiap
individu perusahaan dapat dipertanggung jawabkan.Pimpinan tertinggi di
bagian produksi dijabat oleh Manager Produksi, yang dibantu oleh tiga
88
supervisor yang memiliki wewenang dan tanggung jawab yang berbeda.
Supervisor dibantu para karyawan dalam menjalankan setiap produksi.
QC sistem dan QC sanitasi dipegang oleh satu orang, dan dua
supervisor tersebut juga bertanggung jawab sebagai QC inline dan QC
nonline.
Berikut ini uraian pekerjaan yang dilakukan oleh setiap pelaku
yang terlibat di CV. Madu Apiari Mutiara :
1. Manager Produksi
Manager produksi memilki tugas yaitu mengawasi proses
produksi agar kualitas, kuantintas dan waktunya sesuai dengan
perencanaanm yang sudah dibuat. Manager produksi juga bertugas
Manager Produksi
Kania . F
Supervisior Bahan
Penunjang
Ajiz
Supervisior Produk
Bahan Baku Madu
Keli
Supervisior
Sanitasi
Mukti
Supervisior
Kemasan
Sevia. A
QC in line
Usu Soraya
QC non line
Keli
QC Assura
nce
Muh. Fuad
Gambar 10. Struktur Organisasi Depatermen Produksi
89
membuat perencanaan produksi untuk setiap hari. Manager
produksi bekerja sama dengan semua pihak untuk menghasilkan
produk yang dapat memenuhi standar permintaan atau memenuhi syarat
produk yang berkualitas. Manager produksi membawahi beberapa
bagian yaitu supervisor bahan penunjang, supervisor produk madu,
supervisor kemasan dan bagian QC sistem.
2. Supervisor Produksi
Supervisor produksi bertugas mengkoordinir dan mensupervisi
keseluruhan proses produksi agar dapat berjalan lancar dengan standar
perusahaan dan terjaga kualitas dan kuantintasnya.
a. Supervisor Bahan Tambahan bertugas mengawasi bahan-bahan tambahan,
mencatat jumlah barang yang terpakai serta mengawasi proses
pembuatan yang menggunkan bahan tambahan.
b. Supervisor Madu dan Bahan baku bertugas mengawasi proses produksi
madu, dimulai dari penyaringan hingga pengadukkan, madu serta
mengawasi jumlah keluar masuknya madu murni.
c. Supervisor Kemasan bertugas mengawasi proses pengemasan
berlangsung.
d. Supervisor Sanitasi bertanggung jawab terhadap pelaksanaan
proses sanitasi, jenis sanitasi, metode sanitasi dan bahan yang
digunakan dalam proses sanitasi.
90
3. Quality Control (QC)
QC bertugas menjaga dan mengawasi kualitas bahan baku hingga
produk jadi sehingga standar bahan baku mutu dan juga untuk
menjamin kualitas dan kemanan produk sesuai spesifikasi yang
dikehendaki dan aman bagi konsumen. Dalam pelaksanaannya, divisi
QC dibagi menjadi 4 bagian, yaitu :
a. QC assurance bertugas dalam kegiatan menyiapkan hal-hal yang terkait
dengan registrasi halal (MUI) dan Departemen Kesehatan atau Badan
Pengendalian dan Pengawaan Obat dan Makanan (BPOM) serta
memastikan Good Manufacturing Practice (GMP), dan Hazard
Analysis Critical Control Point (HACCP).
b. QC in line bertugas untuk mengawasi dan mengontrol produksi selama
proses produksi berlangsung sesuai dengan instruksi kerja perusahaan.
c. QC non line bertugas untuk memeriksa semua bahan baku dan bahan
penunjang serta memeriksa persediaan bahan baku dan bahan
penunjang.
4.6 Aktivitas Produksi Madu
Aktivitas produksi sebagai suatu bagian dari fungsi organisasi
perusahaan yang bertanggung jawab terhadap pengolahan bahan baku
menjadi produk yang dapat dijual. Produk berkualitas yang dihasilkan suatu
perusahaan merupakan nilai tambah, kekuatan dan keunggulan untuk
mempertahankan eksistensi dan pangsa pasar perusahaan tersebut.
91
Oleh karena itu setiap perusahaan harus memperhatikan,
mempertahankan serta mengevaluasi kualitas produk yang dihasilkan
kepada setiap konsumen yang ingin dituju sehingga konsumen merasa puas
dari hasil yang diperoleh.
4.6.1 Mesin dan Alat Produksi Madu
1. Peralatan
a. Saringan
Madu yang datang dari supplier akan disaring terlebih dahulu
menggunakan saringan, fungsi dari alat ini adalah untuk menyaring
lebah- lebah yang masih terdapat pada madu dan benda- benda
keras lainnya yang masih menyatu dengan madu.
b. Timbangan
Timbangan yang digunakan adalah timbangan digital. Timbangan
yang digunakan untuk menimbang bahan madu kemudian untuk
menimbang berat rata-rata produk yang sudah di kemas adalah
timbangan besar dengan muatan maksimal 100 kg. Sedangkan
timbangan yang digunakan untuk pengemasan produk adalah
timbangan kecil yang bermuatan maksimal 10 kg. Timbangan yang
berukuran kecil juga digunakan oleh pengawas pengendalian
produksi untuk mengecek berat sampel produk sebelum pengisian
dan sesudah pengisian.
92
c. Refracrometer
Fungsi Refracrometer untuk mengukur kadar air madu, penggunaan
alat ini tidak terlalu susah yaitu hanya mengambil sampel madu
kemudian diukur kadar air dengan melihat garis merah yang
terdapat pada alat tersebut.
d. Keranjang
Keranjang digunakan untuk mengangkut produk madu yang sudah
di kemas dari tempat pemberian label atau merek ke tempat
pengepresan, selain itu kegunaannya juga mengangkut produk yang
sudah di pres ketempat gudang produk jadi.
e. Baki/ Nampan
Nampan ini digunakan sebagai tempat madu untuk penurunan kadar
air. Nampan akan diisikan madu yang akan diturunkan kadar air,
lalu ditaruh di rak dan di simpan di ruangan yang bersuhu
25celcius.
f. Kompor
Kompor digunakan untuk melakukan pengepresan pada botol madu
yang sudah dilabel dan sudah dikemas menggunakan plastik, lalu
madu dicelupkan kedalam wadah yang berisikan air panas.
2. Mesin
a. Dehumidivier
Fungsi dari alat tersebut adalah untuk menurunkan kadar air madu,
madu yang telah disaring kemudian dimasukkan kedalam baki
93
plastik dan didiamkan selama 5 hari,hingga kadar air pada madu
turun 21%-18%.
b. Powerpack
Powepack digunakan untuk memberikan tanggal expaired pada
stiker madu sesuai dengan jenis dan ukuran yang diinginkan.
Pengunaan powerpack sangat sederhana, jika ingin menggunakan
powerpack tunggu hingga panas sekitar 5-7 menit. Stiker yang ingin
diberikan expaired diletakkan tepat dibawah cetakkan powerpack.
c. Kompor elektrik
Kompor elektrik digunakan untuk mengepres plastik yang
berukuran kecil sehingga memudahkan pekerjaan karyawan,
dibandingkan menggunakan kompor manual.
d. Freezer
Freezer digunakan untuk menyimpan bahan tambahan, bertujuan
agar bahan tambahan tidak terkontaminasi bahan lain, dan tidak
terdapat zat aktif pada bahan tambahan tersebut. Freezer selain
digunakan untuk penyimpanan bahan tambahan, dapat juga
digunakan sebagai tempat penyimpanaan bahan mentah propolis.
4.6.2 Bahan Baku Madu
Bahan baku adalah salah satu elemen paling aktif dari perusahaan yang
secara terus menerus diperoleh, dimodifikasi dan dijual kembali. Menurut
Mulyadi (2005; 275), bahan baku adalah “Bahan baku adalah bahan yang
membentuk seluruh bagian”
94
1. Bahan Baku Utama
Bahan baku yang digunakan dalam produksi madu dibagi menjadi
bahan utama, dan bahan penunjang. Bahan utama adalah madu, dan bahan
penunjang terdiri dari royal jelly, Tepung Sari, propolis, habbatussauda, jahe
merah, pasak bumi, jati belanda, kulit manggis, daun sirsak, kayu manis, daun
katuk, dan cengkeh. Bahan penunjang tersebut merupakan bahan yang
menunjang produksi madu. Bahan baku utama yang digunakan dalam
pembuatan madu adalah madu murni, madu murni tersebut terdiri dari banyak
jenis. Madu yang digunakan berasal dari beberapa supplier. Setiap jenis madu
yang di kirim dari beberapa daerah yang berbeda tergantung jenis madu. Bahan
baku yang dikirim oleh supplier dalam keadaan mentah dan sesuai dengan
persyaratan bahan baku yang dibuat oleh perusahaan.
A. Madu murni
Madu murni adalah cairan nektar bunga yang dihisap oleh lebah madu
kedalam kantong madu di dalam tubuhnya. Nektar bunga yang telah
dihisap di olah dalam tubuh lebah dengan dicampur enzim tertentu
kemudian dikeluarkan kembali ketempat penyimpanan madu di sarang
lebah. Madu bermula dari nektar yang terdapat dalam bunga-bunga pada
tumbuhan. Madu Murni yang digunakan oleh CV. Madu Apiari Mutiara
menggunakan semua madu murni, keanekaragaman madu yang terdapat
di CV. Madu Apiari Mutiara sebanyak 14 ragam madu.
95
B. Bahan Penunjang
a) Royal jelly
Royal jelly adalah zat yang disekresikan oleh lebah pekerja untuk
digunakan sebagai makanan ratu lebah dan larva lebah madu. Zat
ini berguna untuk membantu sang ratu lebah dalam proses
'prokreasi' dan memberikan makanan kepada larva lebah madu
supaya dapat berkembang secara maksimal. Royal jelly memiliki
kandungan asam amino, gula, lipid, vitamin, zat besi dan kalsium.
Royal jelly digunakan untuk menjadikan manfaat tambahan,
manfaat yang terdapat di royal jelly yaitu sebagai, menambah nafsu
makan anak- anak, mengatasi tekanan darah tinggi dan masih
banyak manfaat lainnya yang terdapat di royal jelly. Royal jelly
sebagai tambahan madu, dikarenakan banyaknya manfaat yang
terdapat di royal jelly dan adanya permintaan dari konsumen itu
sendiri.
b) Propolis
Propolis dihasilkan dari air liur lebah dicampur dengan getah-getah
pepohonan dan pucuk daun-daun muda dari hutan tropis dataran
tinggi yang terhindar dari polusi. Fungsi utama propolis bagi sarang
lebah adalah sebagai pelindung sarang lebah dari gangguan
kontaminasi virus, bakteri, dan jamur. Propolis sebagai bahan
tamabahan madu, seperti madu propolis yang dicampurkan oleh
96
propolis, royal jelly, dan Tepung Sari, yang nantinya akan memiliki
lebih banyak manfaat.
c) Tepung Sari
Tepung Sari adalah serbuk sari dari lebah yang mengandung
karbohidrat, protein, asam lemak, antioksidan, serta vitamin dan
mineral. Tepung Sari terbentuk dari campuran serbuk sari, nektar,
madu, dan cairan tubuh lebah. Sedangkan madu, propolis, dan royal
jelly adalah produk-produk lain yang dapat diperoleh dari lebah.
Tepung Sari sebagai bahan tamabahan madu, yang memiliki
manfaat. Tepung Sari dibagi menjadi 2 yaitu Tepung Sari bubuk
dan cair. Tepung sari cair diproduksi menggunakan mesin aduk,
hingga tekstur tepung sari menjadi kental.
4.6.3 Proses Produksi Madu
1. Penerimaan Bahan Baku
Pada proses penerimaan bahan baku ini madu diterima dari petani
menggunakan Drum yang diangkut menggunakan mobil bak, kapasitas dan
jenis madu yang diterima sesuai dengan permintaan dari CV. Madu Apiari
Mutiara, penerimaan bahan baku merupakan tahap awal dari proses
produksi. Keberhasilan pada tahap ini adalah ketelitian dari pekerja untuk
mengecek kapasitas serta jenis madu yang telah dipesan.
2. Penimbangan 2
Pada tahap ini adalah proses penimbangan bahan baku madu
setelah dilakukan pengecekan bahan baku dan jenis madu yang diterima,
97
penimbangan dilakukan menggunakan alat timbangan digital dan dicatat
secara manual. Tujuan dari tahap ini adalah untuk mencari kesesuain berat
bahan baku madu, keberhasilan proses ini adalah ketelitian dari pekerja
untuk melakukan penimbangan dan pencatatan.
3. Penyaringan
Setelah melakukan penimbangan bahan baku madu maka proses
selanjutnya adalah penyaringan bahan baku madu, karena pada drum yang
berisikan madu masih terdapat lebah- lebah yang sudah mati, tujuan
penyaringan ini adalah, untuk memisahkan madu dari bahan- bahan yang
tidak diinginkan seperti lebah yang sudah mati atau sarang madu yang
terbawa saat proses pemanenan madu. Keberhasilan proses ini adalah pada
alat penyaringan.
4. Penurunan Kadar Air
Penurunan Kadar Air Madu yang telah disaring dilakukan di dalam
ruang dengan menggunakan Dehumidivier dengan suhu 40-60Celcius
selama 5 hari, hingga mencapai kadar air 18%. Faktor keberhasilan proses
ini adalah mesin yang digunakan untuk penurunan kadar air.
5. Pengisian (Filling)
Madu yang telah disaring dan telah diturunkan kadar airnya, siap
untuk dimasukkan dalam botol yang digunakan ada 2 jenis yaitu botol kaca
dan botol plastik, pemilihan botol, ukuran dan berat isi digunakan sesuai
dengan permintaan konsumen kepada CV. Madu Apiari Mutiara.
98
a. Filling 1
Ruang filling 1 digunakan untuk pengisian madu dengan kadar air
18% (standar internasional), yang telah melewati dua kali proses
penyaringan dan telah dikurangi kadar airnya dengan alat
Dehumidivier selama lima hari.
b. Filling 2
Ruang filling 2 diperuntukan untuk pengisian madu kedalam botol
yang mempunyai kadar air 19-24% yang merupakam standar nasional,
lalu dilakukan pembotolan setelah dilakukan penyaringan.
6. Penimbangan 2
Pada tahap ini dilakukan penimbangan madu sesuai dengan
kebutuhan produk apa yang akan dibuat. Tujuan dari proses ini adalah untuk
mendapatkan takaran yang sesuai dengan yang diinginkan. Proses
penimbangan bahan penunjang lainnya seperti tepung sari, royal jelly, dan
lainnya dilakukan di ruang yang berbeda.
7. Pelabelan
Setelah melakukan penimbangan dengan takaran tertentu pada botol
plastik atau kaca tahap selanjutnya pemasangan stiker, sesuai dengan jenis
madu dalam botol, pada stiker dicetak tulisan expaired dengan
menggunakan alat powerpack.
8. Pengepresan
Setelah dilakukan pemasangan plastik langkah selanjutnya yaitu
pengepresan plastik, pengepresan plastik pada madu menggunakan cara
99
manual yaitu madu dimasukkan kedalam air panas. Air dimasak dalam
sampai mendidih dengan menggunakan kompor, botol madu yang sudah
dipasang plastik shiring dicelupkan kedalam air panas, sampai plastik
shiring tersebut melekat menutupi botol.
100
BAB V
HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1 Jenis- jenis Risiko Proses Produksi Madu
Menganalisis risiko, tahapan pertama yang harus dilakukan adalah
mengidentifikasi kemungkinan yang terjadi. Pada penelitian ini, tahap identifikasi
risiko yang dilakukan berdasarkan SOP (Standard Operating Procedure) pada
setiap tahapan proses produksi Madu di CV. Madu Apiari Mutiara Tahun 2018,
serta berdasarkan pengamatan langsung yang dilakukan terhadap alur proses
produksi madu di CV. Madu Apiari Mutiara meliputi identifikasi kejadian risiko
dan identifikasi penyebab risiko yang terjadi dari penerimaan bahan baku,
penimbangan 1, Penyaringan, Penurunan Kadar Air,Pengisian (Filiing),
Penimbangan 2, Pemasangan Stiker atau pelebelan, dan penyegelan dengan
menggunakan alat analisis diagram tulang ikan seperti yang dapat dilihat pada
Lampiran.
Pada bagian pangkal badan tulang ikan dari diagram fish bone terdapat
variabel pada penelitian yaitu proses produksi madu di CV. Madu Apiari Mutiara
yang terdiri atas proses penerimaan bahan baku, penimbangan 1, Penyaringan,
Penurunan Kadar Air,Pengisian (Filiing), Penimbangan 2, Pemasangan Stiker
atau pelebelan, dan penyegelan. Kemudian pada bagian masing-masing tulang
terdapat beberapa kegiatan yang menjadi bagian dari masing-masing proses
produksi Madu yang dijadikan sub variabel di mana pada masing-masing
kegiatan tersebut terdapat titik kritis yang menjadi penyebab atau agen risiko
produksi madu, diantaranya sebagai berikut:
101
1. Pada tahap penerimaan bahan baku terdapat satu kegiatan yang menjadi
tempat terjadinya titik kritis penyebab atau agen risiko produksi madu
diantaranya pada kegiatan penerimaan bahan baku.
2. Pada tahap penimbangan terdapat satu kegiatan yang menjadi tempat
terjadinya titik kritis penyebab atau agen risiko produksi madu
diantaranya pada penimbangan bahan baku madu.
3. Pada tahap penyaringan terdapat dua kegiatan yang menjadi tempat
terjadinya titik kritis penyebab atau agen risiko produksi madu pada
kegiatan pengadukan dan penuangan.
4. Pada tahap penurunan kadar air terdapat satu kegiatan yang menjadi
tempat terjadinya titik kritis penyebab atau agen risiko produksi madu
diantaranya pada tempat atau wadah yang digunakan untuk melakukan
penururnan kadar air.
5. Pada tahap Filling terdapat tiga kegiatan yang menjadi tempat terjadinya
titik kritis penyebab atau agen risiko produksi madu diantaranya pada
kegiatan mengukur kualitas madu, wadah, dan pengadukkan.
6. Pada tahap penimbangan 2 terdapat satu kegiatan yang menjadi tempat
terjadinya titik kritis penyebab atau agen risiko produksi madu
diantaranya pada kegiatan pengukuran kriteria produk.
7. Pada tahap pelabelan terdapat satu kegiatan yang menjadi tempat
terjadinya titik kritis penyebab atau agen risiko produksi madu
diantaranya pada kegiatan pengukuran kriteria produk.
102
8. Pada tahap penyegelan terdapat satu kegiatan yang menjadi tempat
terjadinya titik kritis penyebab atau agen risiko produksi madu
diantaranya pada kegiatan pengecekan kondisisi mesin.
5.1.1 Kejadian Risiko Produksi Madu
Identifikasi kejadian risiko yang mungkin timbul pada setiap aktivitas
proses produksi, dilakukan penulis dengan teknik observasi dan wawancara
mendalam dengan menggunakan kuesioner pendahuluan. Kuesioner berisi
identifikasi risiko yang mungkin terjadi berdasarkan hasil pengamatan atau
observasi diawal pada titik kritis yang telah ditentukan sebelumnya.
Berdasarkan hasil pengamatan pada proses produksi madu, jawaban
kuesioner dan diskusi dengan para responden pada setiap tahapan proses
produksi tersebut, diketahui bahwa, terdapat 15 kejadian risiko dari semua
tahap proses produksi. Satu kejadian risiko dapat memunculkan satu atau
lebih penyebab risiko dan sebaliknya, satu penyebab risiko dapat
disebabkan oleh satu atau lebih kejadian risiko. Tabel 10 menjelaskan
kejadian risiko yang timbul dari setiap tahap proses produksi.
103
Tabel 11. Identifikasi kejadian risiko
1. Bahan baku datang
Tidak mencatat bahan baku ketika bahan baku datang dan masuk
dalam gudang penyimpanan bahan baku, disebabkan karena bagian
Quality Control tidak mencatat dengan rapih setiap bahan baku
datang atau masuk kedalam gudang.
Proses Area Kode Kejadian Risiko (Risk Event)
Penerimaan
bahan baku Bahan baku
E1 Tidak mencatat bahan baku
masuk
E2 Tidak diperiksa secara merata
Penimbangan 1 Berat Bahan baku
E3 Tidak dicatat berat bahan baku
ketika datang
E4 Kurang teliti dalam
pemeriksaan
Penyaringan
Penuangan E5 Terdapat serpihan kotoran
lebah
Pengadukan E6 Adonan tidak homogeny
Penurunan Kadar
air Wadah E7
Wadah tidak dibersihkan
terlebih dahulu
Filling
Kualitas Madu E8 Madu terlalu encer
Wadah E9 Kualitas madu rusak
Pengadukkan E10 Pengadukkan tidak merata
Penimbangan 2 Kriteria Produk E11 Kurang ketelitian penimbangab
produk jadi
Pelebelan Kriteria Produk E12 Label tidak sesuai
Penyegelan
Kondisi mesin E13 Plastik penyegelan tidak sesuai
Pengepresan E14 Plastik terlalu tipis
Kompor E15 Suhu kompor tidak diatur
104
Tidak diperiksa secara merata
Tidak diperikasa secara merata pada saat bahan baku datang,
disebabkan Quality Contorl tidak memeriksa secara merata hanya
sebagian bahan baku yang diperiksa, pemeriksaan hanya pada
beberapa bahan baku saja.
2. Tidak dicatat berat bahan baku ketika datang
Tidak dicatat berat bahan baku ketidka datang pencatatan tidak
dilakukan dengan baik dan rapih, disebabkan operator yang kurang
teliti dalam pencatatan berat bahan baku.
3. Kurang teliti dalam pemeriksaan berat bahan baku
Kurang teliti dalam pemeriksaan berat bahan baku ketika datang
menyebabkan berat bahan baku tidak sesuai, hal ini disebabkan
karena operator yang tidak teliti dalam pemeriksaan berat bahan
baku.
4. Terdapat serpihan kotoran lebah
Pada saat proses penuangan adanya serpihan lebah yang terdapat
pada bahan baku, hal ini disebabkan operator tidak mengecek bahan
baku yang masih banyaknya serpihan kotoran lebah seperti serpihan
tangkai pohon dan terdapat lebah kecil yang berjatuhan.
5. Adonan tidak homogen
Adonan tidak homogen pada tahap pengadukan disebabkan karena
operator tidak mengecek volume bahan tambahan dan waktu
pengadukan yang tidak sesuai SOP.
105
6. Wadah tidak dibersihkan terlebih dahulu
Operator tidak membersihkan wadah dengan bersih yang
mengakibatkan masih adanya sisahan madu yang tertinggal diwadah
yang akan digunakan. Wadah tidak diberikan keterangan tanggal dan
jumlah kadar air.
7. Madu terlalu encer
Operator yang tidak melakukan pemeriksaan kadar air terlebih
dahulu sebelum masuk ke proses Filling yang menyebabkan madu
encer tidak sesuai dengan SOP yaitu kadar air hingga 18%.
8. Kualitas madu turun
Turunnya kualitas madu disebabkan salah satunya yaitu dengan
wadah yang digunakan untuk produksi madu tidak sesuai dengan
SOP yaitu menggunakan steanless.
9. Pengadukan tidak merata
Pengadukan tidak merata disebabkan karena operator tidak
menggunakan mesin mixing, madu diaduk hanya menggunakan
manual yang menyebabkan tidak ratanya bahan tambahan atau
terjadinya gumpalan pada madu.
10. Ketelitian penimbangan produk jadi
Operator tidak mengecek dengan teliti untuk berat dari produk jadi,
yang mengakibatkan tidak sesuainya dengan SOP.
106
11. Label tidak sesuai
Operator tidak melakukan pemeriksaan ulang pelabelansebelum
disegel dan dikemas yang mengakibatkan banyaknya produk jadi
yang salah, serta kurangnya stock label.
12. Penyegelan menggunakan plastik segel yang tidak sesuai
Operator tidak mengecek kembali segelan dan tidak mengecek suhu
kompor yang mengakibatkan mudahnya plastik segel robek.
13. Penyegelan menggunakan plastik tidak sesuai
Operator tidak menaruh plastik sesuai dengan ukuran plastik yang
mengakibatkan salah menggunakan plastik untuk pengemasan dan
menjadikan banyak kesalahan ketika proses pengepresan.
5.1.2 Penyebab Risiko Produksi Madu
Manajemen risiko harus dilakukan sejak awal dengan didukung
informasi tersebut. Sehingga kondisi usaha yang sesungguhnya dapat
menjadi jelas sebelum terlambat dan dapat terhindar dari kegagalan yang
lebih besar. Melalui manajemen risiko akan dilakukan metode yang tepat
untuk menghindari atau mengurangi besarnya kerugian yang diderita akibat
risiko.
Manajemen risiko yang baik dapat menghindari semaksimal mungkin
biaya–biaya yang terpaksa harus dikeluarkan akibat terjadinya suatu
peristiwa yang merugikan dan sebaliknya menunjang keuntungan
perusahaan
107
5.1.2.1 Penerimaan Bahan Baku
Identifikasi penyebab risiko atau agen risiko pada tahap penerimaan
bahan baku, dimaksudkan untuk mengetahui jenis-jenis penyebab dari
kejadian risiko yang sudah diidentifikasi, sehingga dapat dilakukan
pencegahan mulai dari penyebab risikonya. Jenis-jenis penyebab risiko
tersebut ditunjukan pada Tabel 12.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara mendalam dengan
narasumber yaitu supervisor produksi, pada penerimaan bahan baku
teridentifikasi 2 penyebab risiko. Penyebab risiko tersebut diantaranya
adalah
Tabel 12. Penerimaan bahan baku
Proses
Area
Kode
Penyebab Risiko (Risk
Agent)
Penerimaan
Bahan Baku
Penerimaan
A1 Bagian Quality Control
tidak mencatat dengan rapih
kedatangan bahan baku
A2 QC tidak memeriksa secara
merata hanya sebagian
bahan baku yang diperiksa
1. Quality control tidak mencatat dengan rapih
kedatangan bahan baku. Hal tersebut terjadi karena pekerja yang
lalai dan kurang memperdulikan SOP dan Work Instruction
(Instruksi Kerja) pada tahap penerimaan bahan baku. Oleh
karena itu dibutuhkan pelatihan terhadap karyawan yang
108
memang memiliki kekurangan dalam pengetahuan SOP
perusahaan.
2. Quality control tidak memeriksa secara merata
Hal tersebut terjadi karena pekerja yang tidak menggunakan
aturan SOP yang sesuai oleh perusahaan, yang menyebabkan
terjadinya madu yang tidak sesuai standard yang ditentukan oleh
perusahaan.
5.1.2.2.Penimbangan 1
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara mendalam
dengan narasumber yaitu supervisor produksi, pada proses
penimbangan teridentifikasi 3 penyebab risiko. Penyebab risiko
tersebut diantaranya adalah:
Tabel 13. Penimbangan 1
Proses Area Kode Penyebab Risiko
(Risk Agent)
Penimbangan 1
Berat
A3 Pencatatan dilakukan
tidak baik dan rapih
A4 Kurangnya
pemeriksaan yang
mengakibatkan
adanya berat bahan
baku tidak sesuai A5 Operator tidak
mengecek/membersih
kan wadah drum
109
1. Pencatatan dilakukan tidak baik dan rapih.
Hal tersebut terjadi karena pekerja yang lalai dan kurang
memperdulikan SOP dan Work Instruction (Instruksi Kerja) pada
tahap penimbangan, yang menyebabkan adanya kesalahan dalam
berat bahan baku awal. Oleh karena itu dibutuhkan pelatihan
terhadap karyawan yang memang memiliki kekurangan dalam
pengetahuan SOP perusahaan.
2. Kurangnya ketelitian dalam pemeriksaan berat bahan baku
Hal tersebut terjadi karena pekerja yang tidak teliti dalam
pemeriksaan berat bahan baku awal, yang menyebabkan ketidak
samaan antara berat bahan baku ketika datang dengan permintaan
perusahaan.
3. Operator tidak membersihkan wadah drum
Wadah drum yang digunakan untuk menaruh bahan baku dan
untuk dilakukan penimbangan tidak dibersihkan terlebih dahulu
yang mengakibatkan berat yang tidak sesuai karena masih adanya
sisahan bahan baku yang tersisa.
5.1.2.3.Tahap Penyaringan
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara mendalam dengan
narasumber yaitu supervisor produksi, pada proses penyaringan
teridentifikasi 3 penyebab risiko. Penyebab risiko tersebut diantaranya
adalah:
110
Tabel 14. Penyaringan
Proses Area Kode Penyebab risiko
(Risk Agent)
Penyaringan Penuangan A6 Penuangan
dilakukan secara
tidak benar
A7 Operator tidak
mengkontrol
kotoran
A8 Operator tidak
mengecek kadar air
1. Penuangan dilakukan secara tidak benar
Hal ini karena pekerja yang tidak menggunakan sesuai aturan
yang telah ditetapkan SOP perusahaan, hal tersebut dapat
mengakibatkan gumpalan pada madu.
2. Operator tidak mengkontrol kotoran
Operator tidak mengecek kembali kotoran yang masih terdapat
pada madu, hal ini menyebabkan ketika hingga proses Filling
produk masih terdapat kotoran yang terdapat pada madu seperti
lebah yang sudah mati.
3. Operator tidak mengecek kadar air
Pekerja sebelum menuangkan madu tidak mengecek terlebih
dahulu kadar air yang terdapat pada madu sebelum masuk
kedalam proses penururnan kadar air, hal ini menyebabkan
kesalahan penurunan kadar air.
111
5.1.2.4 Tahap penurunan kadar air
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara mendalam dengan
narasumber yaitu supervisor produksi, pada proses penurunan kadar air
teridentifikasi 3 penyebab risiko. Penyebab risiko tersebut diantaranya
adalah,
Tabel 15. Penurunan kadar air
Proses Area Kode Penyebab
risiko (Risk
Agent)
Penurunan
kadar air
Ruangan
penurunan
A9 Kadar air madu
menjadi tidak
sesuai SOP
yaitu 18%
A10 Operator tidak
mengecek
kembali suhu
ruangan
A11 Madu yang
dimasukkan ke
wadah
penurunan
kadar air tidak
ditimbang
terlebih dahulu
1. Kadar air madu menjadi tidak sesuai SOP
Hal ini karena para pekerja yang tidak mengikuti aturan sesuai dengan
SOP yang berlaku pada perusahaan, oleh karna itu menyebabkan tidak
meratanya penurunan kadar air yang terdapat madu yang sesuai dengan
SOP yaitu 18%.
112
2. Opertor tidak mengecek kembali suhu ruangan
Pekerja tidak mengecek kembali suhu ruangan ketika ruangan akan
digunakan kembali yang bertujuan suhu ruangan yang stabil dan sesuai
dengan aturan SOP yang digunakan oleh perusahaan.
3. Madu yang dimasukkan ke wadah penurunan kadar air tidak ditimbang
Pekerja tidak mengikuti aturan SOP, madu yang akan diturunkan kadar
air seharusnya ditimbang terlebih dahulu agar tercatat rapih dan jelas
berat madu, hal ini menyebabkan ketidakjelasan berat sebelum
penurunan kadar air dan sesudah penurunan kadar air.
5.1.2.5 Tahap Filling
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara mendalam
dengan narasumber yaitu supervisor produksi, pada proses
Filling teridentifikasi 4 penyebab risiko. Penyebab risiko
tersebut diantaranya adalah,
Tabel 16. Filling
Proses Area Kode Penyebab risiko (Risk
Agent)
Filling Kualitas Madu A12 Operator tidak melakukan
pemeriksaan kadar air
terlebih dahulu
A13 Operator tidak melakukan
penimbangan
A14 Wadah yang digunakan
bukan steanless
A15 Pengadukan tidak
menggunakan mesin
113
1. Operator tidak melakukan pemeriksaan kadar air
Pekerja tidak melakukan pemeriksaan kadar air sebelum proses Filling hal
ini menyebabkan nantinya ada beberapa madu yang dapat menguap lebih
cepat.
2. Operator tidak melakukan penimbangan setelah penurunan kadar air
Pekerja tidak menimbang kembali ketika madu telah diturunkan kadar air
dan pekerja asal menempatkan madu yang telah diturunkan, hal ini
menyebabkan ketidak jelasan berat bersih madu setelah penurunan kadar
air.
3. Wadah yang digunakan bukan steanless
Pekerja tidak menggunakan wadah yang steanless yang tidak sesuai
dengan SOP, hal ini menyebabkan dapat merusak mutu yang terdapat pada
madu.
4. Pengadukan tidak menggunakan mesin
Madu yang diberikan bahan tambahan seperti royal jelly, bee pollen,
habattusaudah, dan lainnya tidak diaduk menggunakan mesin seperti yang
ditetapkan SOP melainkan menggunakan pengaduk manual dengan tenaga
manusia, hal ini menyebabkan tidak meratanya adukam, adanya bahan
tambahan yang menggumpal.
5.1.2.6 Tahap Penimbangan 2
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara mendalam dengan
narasumber yaitu supervisor produksi, pada proses penimbangan 2 teridentifikasi
3 penyebab risiko. Penyebab risiko tersebut diantaranya adalah,
114
Tabel 17. Penimbangan 2
Proses Area Kode Penyebab risiko
(Risk Agent)
Penimbangan 2 Kriteria Produk A18 Berat tidak sesuai
dengan berat bersih
yang telah
ditentukan
A19 Tidak sesuai
dengan SOP
A20 Kesalahan dalam
pencatatan
1. Berat tidak sesuai dengan berat bersih yang ditentukan
Berat tidak sesuai dengan SOP yang ditentukan, karena para pekerja yang
tidak teliti dalam penimbangan, hal tersebut dapat mengakibatkan produk
tidak diterima oleh perusahaan yang telah bekerja sama karena berat yang
tidak sesuai.
2. Berat tidak sesuai SOP
Berat bersih tidak sesuai yang telah di tentukan oleh SOP perusahaan yang
mengakibatkan tidak diterimanya produk oleh perusahaan yang telah
bekerja sama.
3. Kesalahan dalam pencatatan
Pencatatan yang salah diakibatkan karena berat bersih yang tidak sesuai
dengan SOP hal ini mengakibatkan adanya kesalahan dalam pencatatan.
5.1.2.7 Tahap Pelebelan
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara mendalam dengan
narasumber yaitu supervisor produksi, pada proses pelabelan teridentifikasi 2
penyebab risiko. Penyebab risiko tersebut diantaranya adalah,
115
Tabel 18. Pelabelan
Proses Area Kode Penyebab
risiko (Risk
Agent)
Pelebelan Kriteria Produk A21 Operator tidak
melakukan
pemeriksaan
ulang
A22 Kurangnya
stok lebel
A23 Tidak sesuai
label yang
digunakan
1. Operator tidak melakukan pemeriksaan ulang
Pekerja tidak melakukan pemeriksaan kembali setelah produk sudah
diberikan label pada botol produk, hal ini dapat menyebabkan ketidak
rapihan pada botol produk dan ditolak oleh perusahaan yang telah
bekerjasama.
2. Kurangnya stok label
Pekerja tidak teliti, stok label tidak selalu dicatat keluar masuknya
label yang mengakibatkan kekurangan label.
3. Tidak sesuai dengan label yang digunakan
Label yang digunakan tidak sesuai, tidak terpasang sesuai dengan
yang ditentukan oleh perusahaan hal ini menyebabkan tidak
diterimanya produk oleh perusahaan yang telah bekerja sama.
116
5.1.2.8 Tahap Penyegelan
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara mendalam dengan
narasumber yaitu supervisor produksi, pada proses penyegelan teridentifikasi 3
penyebab risiko. Penyebab risiko tersebut diantaranya adalah,
Tabel 19. Penyegelan
Proses Area Kode Penyebab
risiko (Risk
Agent)
Penyegelan Pengepresan
A24 Operator
tidak
mengecek
hasil
penyegelan
A25 Plastik
terlalu tipis
A26 Operator
tidak
mengatur
suhu
kompor
5.2 Hasil Pengukuran Risiko
Tahap yang dilakukan sebelum pemetaan risiko adalah penilaian
tingkat risiko untuk mengetahui tingkat dampak risiko (severity),
tingkat probabilitas risiko (occurence) dan korelasi antara penyebab
risiko dan kejadian risiko (correlation) kemudian
mengakumulasikannya dengan perhitungan Agregate Risk Potential
(ARP).
117
5.2.1 Hasil Penilaian Dampak Risiko (Severity)
Pada tahap ini dilakukan penilaian dampak (severity) dari
suatu kejadian risiko terhadap proses bisnis perusahaan. Nilai
severity ini menyatakan seberapa besar gangguan yang
ditimbulkan oleh suatu kejadian risiko terhadap proses bisnis
perusahaan. Skala yang digunakan untuk menilai tingkat dampak
suatu risiko dengan menggunakan skala likert 1-5 dengan kriteria
(1) tingkat kerugian tidak berarti, (2) tingkat kerugian kecil, (3)
tingkat kerugian sedang, (4) tingkat kerugian besar dan
berpengaruh terhadap keuntungan perusahaan, (5) tingkat
kerugian besar dan bisa menyebabkan kehilangan aset. Tabel 20
menampilkan rata-rata nilai severity
118
Tabel 20. Penilaian dampak risiko
Proses
Area
Kode
Kejadian Risiko (Risk Event)
Si
Penerimaan
bahan baku Bahan baku
E1 Tidak mencatat bahan baku
masuk
3,8
E2 Tidak diperiksa secara merata
4,2
Penimbangan
1
Berat Bahan
baku
E3 Tidak dicatat berat bahan baku
ketika datang
3,4
E4 Kurang teliti dalam pemeriksaan 3,4
Penyaringan
Penuangan E5 Terdapat serpihan kotoran lebah
3,2
Pengadukan E6 Adonan tidak homogeny 4,4
Penurunan
Kadar air
Wadah E7 Wadah tidak dibersihkan terlebih
dahulu
3,0
Filling
Kualitas Madu
E8 Madu terlalu encer
4,2
Wadah
E9 Kualitas madu rusak
3,8
Pengadukkan
E10
Pengadukkan tidak merata
4,4
Penimbangan
2
Kriteria Produk E11
Kurang ketelitian penimbangab
produk jadi
3,6
Pelabelan
Kriteria Produk
E12
Label tidak sesuai
3,4
Penyegelan
(Shirinking)
Kondisi mesin
E13
Plastik penyegelan tidak sesuai
4,2
Pengepresan
E14 Plastik terlalu tipis 3,4
E15
Suhu kompor tidak diatur
4,6
Keterangan
Si : Tingkat Dampak
119
5.2.2 Hasil Penilaian Probabilitas Risiko (Occurence)
Tahap ini adalah penilaian tingkat probabilitas atau peluang
munculnya penyebab risiko yang telah teridentifikasi. Nilai occurence
menyatakan seberapa sering agen penyebab risiko tersebut muncul dan
menyebabkan suatu risiko terjadi. Skala yang digunakan untuk menilai
tingkat kemunculan penyebab risiko menggunakan Skala Likert 1-5
dengan kriteria (1) tingkat kemunculan sangat jarang terjadi, (2) tingkat
kemunculan jarang terjadi, (3) tingkat kemunculan sering terjadi, (4)
tingkat kemunculan sangat sering terjadi, (5) tingkat kemunculan selalu
terjadi. Tingkat probabilitas (occurence) kemunculan penyebab risiko
pada proses produksi madu.
1. Tahap Penerimaan Bahan Baku
Pada tahap penerimaan bahan baku, A4 yaitu operator atau pekerja tidak
mengecek kadar air memiliki nilai tingkat probabilitas penyebab risiko yang yang
cukup tinggi bila dibandingkan dengan penyebab risiko yang lainnya. Sedangkan,
tingkat probabilitas penyebab risiko yang paling rendah A3 yaitu operator tidak
membersihkan dengan benar kotoran yang terdapat pada bahan baku senilai 2,6.
Nilai rata-rata tingkat kemunculan penyebab risiko (occurence) pada tahap
penerimaan bahan baku, seperti pada Tabel 21
120
Tabel 21. Tahap penerimaan bahan baku
Proses Area Kode Penyebab Risiko
(Risk Agent)
Oj
Penerimaan
bahan baku
Penuangan A1 Operator tidak
mengecek atau
membersihkan
wadah drum
3,6
A2 Penuangan
secara tidak
benar dan
sempurna
3,2
A3 Operator tidak
membersihkan
dengan benar
kotoran yang
terdapat pada
bahan baku
2,6
A4 Operator tidak
mengecek kadar
air
4,4
Keterangan
Oj : Tingkat Probabilitas
2. Tahap Penimbangan 1
Pada tahap penimbangan 1, A4 Kurangnya pemeriksaan yang
mengakibatkan adanya berat bahan baku tidak sesuai memiliki nilai
tingkat probabilitas penyebab risiko yang cukup tinggi bila
dibandingkan dengan penyebab risiko yang lainnya yaitu dengan nilai
5,0. Sedangkan nilai tingkat probabilitas penyebab risiko yang paling
rendah adalah A5dan A6 yaitu Pencatatan dilakukan tidak baik dan
rapih dan Operator tidak mengecek/membersihkan wadah drum,
dengan nilai 4,4. Secara rinci penilaian tingkat kemunculan penyebab
risiko pada tahap penimbangan 1. Nilai rata-rata tingkat kemunculan
penyebab risiko (occurence) pada tahap penimbangan 1, seperti pada
Tabel 22.
121
Tabel 22.Tahap penimbangan 1
3. Tahap Penyaringan
Pada tahap penyaringan , A8 Operator tidak mengecek kadar air kembali
memiliki nilai tingkat probabilitas penyebab risiko yang cukup tinggi bila
dibandingkan dengan penyebab risiko yang lainnya yaitu dengan nilai 4,2.
Sedangkan nilai tingkat probabilitas penyebab risiko yang paling rendah adalah
A9 yaitu tidak mengkontrol kotoran dengan benar dengan nilai 2,2. Secara rinci
penilaian tingkat kemunculan penyebab risiko pada tahap penyaringan. Nilai rata-
rata tingkat kemunculan penyebab risiko (occurence) pada tahap penyaringan,
seperti pada Tabel 22
Proses Area Ko
de
Penyebab Risiko (Risk
Agent)
Oj
Penimbangan
1
Berat
A5 Pencatatan dilakukan
tidak baik dan rapih
4,4
A6 Kurangnya
pemeriksaan yang
mengakibatkan adanya
berat bahan baku tidak
sesuai
5,0
A7 Operator tidak
mengecek/membersihk
an wadah drum
4,4
122
Tabel 23. Tahap penyaringan
Proses Area Kode Penyebab
risiko (Risk
Agent)
Oj
Penyaringan Penuangan A8 Penuangan
dilakukan
secara tidak
benar
3,0
A9 Operator
tidak
mengkontrol
kotoran
2,2
A10 Operator
tidak
mengecek
kadar air
4,2
4. Tahap Penurunan Kadar Air
Pada tahap penurunan kadar air , A11 Kadar air madu menjadi tidak sesuai
SOP yaitu 18%, dengan nilai 4,6. Sedangkan nilai tingkat probabilitas penyebab
risiko yang paling rendah adalah A13 yaitu Madu yang dimasukkan ke wadah
penurunan kadar air tidak ditimbang terlebih dahulu dengan nilai 2,6. Secara rinci
penilaian tingkat kemunculan penyebab risiko pada tahap penurunan kadar air
Nilai rata-rata tingkat kemunculan penyebab risiko (occurence) pada tahap
penurunan kadar air, seperti pada Tabel 23
123
Tabel 24. Tahap penurunan kadar air
Proses Area Kode Penyebab risiko (Risk
Agent)
Oj
Penurunan
kadar air
Ruangan
penurunan
A11 Kadar air madu menjadi
tidak sesuai SOP yaitu
18%
4,6
A12 Operator tidak
mengecek kembali suhu
ruangan
3,2
A13 Madu yang dimasukkan
ke wadah penurunan
kadar air tidak
ditimbang terlebih
dahulu
2,6
5. Tahap Filling
Pada tahap Filling, A17 Pengadukan tidak menggunakan mesin dengan
nilai 4,8. Sedangkan nilai tingkat probabilitas penyebab risiko yang paling rendah
adalah A14 yaitu Operator tidak melakukan pemeriksaan kadar air terlebih dahulu
dengan nilai 2,2. Secara rinci penilaian tingkat kemunculan penyebab risiko pada
tahap Filling. Nilai rata-rata tingkat kemunculan penyebab risiko (occurence)
pada tahap mixing, seperti pada Tabel 24
124
Tabel 25. Tahap filling
Proses Area Kode Penyebab risiko
(Risk Agent)
Oj
Filling Kualitas
Madu
A14 Operator tidak
melakukan
pemeriksaan kadar air
terlebih dahulu
2,2
A15 Operator tidak
melakukan
penimbangan
3,0
A16 Wadah yang
digunakan bukan
steanless
4,6
A17 Pengadukan tidak
menggunakan mesin
4,8
6. Tahap Penimbangan 2
Pada tahap Penimbangan. Nilai rata-rata tingkat kemunculan penyebab
risiko (occurence) pada tahap penimbangan 2 yaitu nilai tertinggi A18 Berat
tidak sesuai dengan berat bersih yang telah ditentukan,dengan nilai 3,75, dan
yang terendah A19 yaitu Tidak sesuai dengan SOP dengan nilai 2,5 seperti pada
Tabel 25,
Tabel 26. Tahap penimbangan 2
Proses Area Kode Penyebab
risiko (Risk
Agent)
Oj
Penimbangan
2
Kriteria
Produk
A18 Berat tidak
sesuai
dengan
berat bersih
yang telah
ditentukan
3,75
A19 Tidak sesuai
dengan SOP
2,5
A20 Kesalahan
dalam
pencatatan
3,0
125
7. Tahap Pelebelan
Pada tahap pelabelan, A21 Operator tidak melakukan pemeriksaan ulang
memiliki nilai tingkat probabilitas penyebab risiko yang cukup tinggi yaitu
dengan nilai 4,2. Sedangkan nilai tingkat probabilitas penyebab risiko yang
paling rendah adalah A23 yaitu Kurangnya stok lebel dengan nilai 3,4. Secara
rinci penilaian tingkat kemunculan penyebab risiko pada tahap pelebelan. Nilai
rata-rata tingkat kemunculan penyebab risiko (occurence) pada tahap pelebelan,
seperti pada Tabel 26,
Tabel 27. Tahap pelebelan
Proses Area Kode Penyebab
risiko (Risk
Agent)
Oj
Pelebelan Kriteria
Produk
A21 Operator tidak
melakukan
pemeriksaan
ulang
4,2
A22 Kurangnya
stok lebel
3,4
A23 Tidak sesuai
label yang
digunakan
3,1
8. Tahap Penyegelan
Pada tahap penyegelan, A26 Operator tidak mengatur suhu kompor
memiliki nilai tingkat probabilitas penyebab risiko yang cukup tinggi yaitu
dengan nilai 4,6. Sedangkan nilai tingkat probabilitas penyebab risiko yang
paling rendah adalah A24 yaitu Operator tidak mengecek hasil penyegelan nilai
126
3,4. Secara rinci penilaian tingkat kemunculan penyebab risiko pada tahap
penyegelan. Nilai rata-rata tingkat kemunculan penyebab risiko (occurence) pada
tahap penyegelan, seperti pada Tabel 27
Tabel 28. Tahap penyegelan
Proses Area Kode Penyebab
risiko (Risk
Agent)
Oj
Penyegelan Pengepresan
A24 Operator tidak
mengecek
hasil
penyegelan
3,4
A25 Plastik terlalu
tipis
4,0
A26 Operator tidak
mengatur suhu
kompor
4,6
5.2.3 Hasil Penilaian Tingkat Korelasi Antara Penyebab Risiko
dengan Kejadian Risiko
Hasil perhitungan tingkat dampak risiko dan tingkat probabilitas risiko
kemudian dimasukkan ke dalam Tabel HOR fase 1 untuk mengetahui nilai ARP
(Agregate Risk Potential). Selanjutnya nilai ARP diberi peringkat mulai dari yang
terbesar hingga terkecil, untuk mengetahui penyebab risiko mana yang terlebih
dahulu harus ditangani. Tabel HOR fase 1 dibuat pada masing-masing tahap
proses produksi madu mulai tahap penerimaan bahan baku, penimbangan 1,
penyaringan, penurunan kadar air, Filling, penimbangan 2, pelebelan, dan
penyegelan. Hal tersebut dilakukan karena pada masing-masing tahapan proses
produksi yang memiliki kemungkinan risiko dan penyebabnya.
Pada tahap ini, dilakukan penilaian hubungan antara kejadian risiko
dengan penyebab risiko. Bila suatu penyebab risiko menyebabkan timbulnya suatu
127
risiko, maka dapat dikatakan terdapat korelasi. Nilai korelasi ini juga memiliki
bobot, yaitu semakin besar skala yang diperoleh, maka semakin besar adanya
korelasi antara penyebab risiko dengan kejadian risiko. Adapun skala yang
digunakan adalah 9 (bila korelasi tinggi), 3 (bila korelasi sedang), 1 (bila korelasi
rendah), dan 0 (bila tidak ada korelasi). Dengan mengetahui tingkat korelasi antara
tingkat dampak risiko dan penyebab risiko, maka diketahui peta risiko. Risiko
yang dijadikan prioritas diambil berdasarkan persentase kumulatif ARP pada
diagram pareto di mana terdapat 80% agen risiko yang menjadi penyebab atas
kejadiannya risiko. Hasil dari penerapan diagram pareto ini untuk mengetahui
penyebab mana yang akan dijadikan prioritas dalam tahap penanganan risiko.
5.3 Pemetaan Risiko Produksi Madu
Berdasarkan hasil pengukuran severity, occurence dan correlation antara
penyebab dan kejadian risiko dapat diketahui hasil perhitungan ARP yang
diurutkan menurut ranking pada tahap penerimaan bahan baku, penimbangan 1,
penyaringan, penurunan kadar air, Filling, penimbangan 2, pelebelan, dan
penyegelan.
5.3.1 Pemetaan Risiko Tahap Penerimaan Bahan Baku
Berdasarkan hasil pengukuran severity, occurence, dan correlation,
diketahui hasil hitungan Agregate Risk Potential (ARP) yang diurutkan
berdasarkan nilai tertinggi sampai terendah. Merujuk pada gambar 12 setelah
penginputan pada tabel HOR fase 1, maka diketahui dua penyebab risiko dengan
nilai ARP tertinggi pada tahap Penerimaan bahan baku. Kedua penyebab risiko ini
128
diambil berdasarkan persentase kumulatif ARP pada diagram pareto 80% kejadian
risiko pada tahap Penerimaan bahan baku disebabkan oleh dua penyebab risiko.
Gambar 11 menunjukkan bahwa pada tahap penerimaan bahan baku,
terdapat dua penyebab risiko yang menjadi prioritas penanganan risiko yaitu tidak
mengecek kadar air dengan nilai, 83,2 (A4) dan penuangan secara tidak benar
(A2) dengan nilai 80,12.
Gambar 11. Pemetaan risiko penerimaan bahan baku
5.3.2 Pemetaan Risiko Tahap Penimbangan 1
Berdasarkan hasil pengukuran severity, occurance, dan correlation,
diketahui hasil perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) yang diurutkan
berdasarkan nilai tertinggi sampai terendah. Masukkan dari tabel ini merupakan
hasil dari pengukuran risiko yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah
penginputan pada tabel HOR fase 1, diketahui terdapat dua penyebab risiko
dengan nilai ARP tertinggi pada proses penimbangan 1. Kedua penyebab risiko ini
diambil berdasarkan persentase kumulatif ARP pada diagram pareto di mana 80%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
A4 A2 A3 A1
ARPJ Komulatif
129
kejadian risiko pada tahap penimbangan 1 disebabkan oleh dua penyebab risiko,
seperti pada Gambar 12.
Gambar 12 menunjukkan bahwa pada tahap penimbangan 1, terdapat dua
penyebab risiko yang menjadi prioritas penanganan risiko yaitu kurangnya
pemeriksaan berat bahan baku awal (A6) dengan nilai 92,03 dan tidak
membersihkan wadah drum (A5) dengan nilai 92,01.
Gambar 12. Pemetaan risiko penimbangan1
5.3.3 Pemetaan Risiko Tahap Penyaringan
Berdasarkan hasil pengukuran severity, occurance, dan correlation,
diketahui hasil perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) yang diurutkan
berdasarkan nilai tertinggi sampai terendah. Masukkan dari tabel ini merupakan
hasil dari pengukuran risiko yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah
penginputan pada tabel HOR fase 1, diketahui terdapat satu penyebab risiko
dengan nilai ARP tertinggi pada proses Penyaringan. Kedua penyebab risiko ini
diambil berdasarkan persentase kumulatif ARP pada diagram pareto di mana 80%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
86%
88%
90%
92%
94%
96%
98%
100%
102%
A6 A5 A7
ARPJ Komulatif
130
kejadian risiko pada tahap penyaringan disebabkan oleh dua penyebab risiko,
seperti pada Gambar 13.
Gambar 13 menunjukkan bahwa pada tahap penyaringan, terdapat dua
penyebab risiko yang menjadi prioritas penanganan risiko yaitu operator tidak
mengecek kadar air kembali (A10) dengan nilai 80,3 dan operator tidak
mengkontrol kotoran (A9) dengan nilai 80,
Gambar 13. Pemetaan risiko penyaringan
5.3.4 Pemetaan Risiko Tahap Penurunan Kadar Air
Berdasarkan hasil pengukuran severity, occurance, dan correlation,
diketahui hasil perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) yang diurutkan
berdasarkan nilai tertinggi sampai terendah. Masukkan dari tabel ini merupakan
hasil dari pengukuran risiko yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah
penginputan pada tabel HOR fase 1, diketahui terdapat tiga penyebab risiko
dengan nilai ARP tertinggi pada proses penurunan kadar air. Kedua penyebab
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
A10 A9 A8
ARPJ Komulatif
131
risiko ini diambil berdasarkan persentase kumulatif ARP pada diagram pareto di
mana 80% kejadian risiko pada tahap penurunan kadar air disebabkan oleh dua
penyebab risiko, seperti pada Gambar 14
Gambar 14 menunjukkan bahwa pada tahap penurunan kadar air, terdapat
dua penyebab risiko yang menjadi prioritas penanganan risiko yaitu Madu yang
dimasukkan ke wadah penurunan kadar air tidak ditimbang terlebih dahulu (A13)
dengan nilai 85,6 dan operator tidak mengecek kembali suhu ruangan (A12)
dengan nilai 99,6.
Gambar 14. Pemetaan risiko penurunan kadar air
5.3.5 Pemetaan Risiko Tahap Filling
Berdasarkan hasil pengukuran severity, occurance, dan correlation,
diketahui hasil perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) yang diurutkan
berdasarkan nilai tertinggi sampai terendah. Masukkan dari tabel ini merupakan
hasil dari pengukuran risiko yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah
penginputan pada tabel HOR fase 1, diketahui terdapat tiga penyebab risiko
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
A11 A13 A12
ARPJ
Komulatif
132
dengan nilai ARP tertinggi pada proses filling. Tiga penyebab risiko ini diambil
berdasarkan persentase kumulatif ARP pada diagram pareto di mana 80%
kejadian risiko pada tahap filling disebabkan oleh tiga penyebab risiko, seperti
pada Gambar 15
Gambar 15 menunjukkan bahwa pada tahap filling, terdapat tiga
penyebab risiko yang menjadi prioritas penanganan risiko yaitu pengadukan tidak
menggunakan mesin mixing (A17) dengan nilai 98,4, tidak sesuai dengan wadah
yang digunakan bukan steanless(A16) dengan nilai 198,02 dan operator tidak
melakukan pemeriksaan kadar air terlebih dahulu (A14) dengan nilai 123,01
Gambar 15. Pemetaan risiko filling
5.3.6 Pemetaan Risiko Tahap Penimbangan 2
Berdasarkan hasil pengukuran severity, occurance, dan correlation,
diketahui hasil perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) yang diurutkan
berdasarkan nilai tertinggi sampai terendah. Masukkan dari tabel ini merupakan
hasil dari pengukuran risiko yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
160%
A17 A16 A14 A15
ARPJ Komulatif
133
penginputan pada tabel HOR fase 1, diketahui terdapat dua penyebab risiko
dengan nilai ARP tertinggi pada proses penimbangan 2. Kedua penyebab risiko
ini diambil berdasarkan persentase kumulatif ARP pada diagram pareto di mana
80% kejadian risiko pada tahap penimbangan 2 disebabkan oleh dua penyebab
risiko, seperti pada Gambar 16
Gambar 16 menunjukkan bahwa pada tahap penimbangan 2, terdapat dua
penyebab risiko yang menjadi prioritas penanganan risiko yaitu berat tidak sesuai
dengan berat bersih yang telah ditentukan (A18) dengan nilai, 80,7 dan tidak
sesuai dengan SOP (A19) dengan nilai 82,1.
Gambar 16. Pemetaan risiko penimbangan 2
5.3.7 Pemetaan Risiko Tahap Pelebelan
Berdasarkan hasil pengukuran severity, occurance, dan correlation,
diketahui hasil perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) yang diurutkan
berdasarkan nilai tertinggi sampai terendah. Masukkan dari tabel ini merupakan
hasil dari pengukuran risiko yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
A18 A19 A20
ARPJ Komulatif
134
penginputan pada tabel HOR fase 1, diketahui terdapat dua penyebab risiko
dengan nilai ARP tertinggi pada proses pelebelan. Kedua penyebab risiko ini
diambil berdasarkan persentase kumulatif ARP pada diagram pareto di mana 80%
kejadian risiko pada tahap pelabelandisebabkan oleh dua penyebab risiko, seperti
pada Gambar 17
Gambar 17 menunjukkan bahwa pada tahap pelebelan, terdapat dua
penyebab risiko yang menjadi prioritas penanganan risiko yaitu tidak melakukan
pemeriksaan ulang (A21) dengan nilai, 82,3 dan kurangnya stock label (A22)
dengan nilai 80,5.
Gambar 17. Pemetaan risiko pelebelan
5.3.8 Pemetaan Risiko Tahap Penyegelan
Berdasarkan hasil pengukuran severity, occurance, dan correlation,
diketahui hasil perhitungan Aggregate Risk Potential (ARP) yang diurutkan
berdasarkan nilai tertinggi sampai terendah. Masukkan dari tabel ini merupakan
hasil dari pengukuran risiko yang telah dilakukan sebelumnya. Setelah
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
0%
20%
40%
60%
80%
100%
120%
140%
A21 A22 A23
ARPJ Komulatif
135
penginputan pada tabel HOR fase 1, diketahui terdapat dua penyebab risiko
dengan nilai ARP tertinggi pada proses penyegelan . Kedua penyebab risiko ini
diambil berdasarkan persentase kumulatif ARP pada diagram pareto di mana 80%
kejadian risiko pada tahap penyegelan disebabkan oleh dua penyebab risiko,
seperti pada Gambar 18
Gambar 18 menunjukkan bahwa pada tahap penyegelan, terdapat dua
penyebab risiko yang menjadi prioritas penanganan risiko yaitu plastik terlalu tipis
(A25) dengan nilai 91,06 tidak mengatur suhu kompor (A26) dengan nilai 98,04.
Gambar 18. Pemetaan risiko penyegelan
5.4 Strategi Penanganan Risiko Madu
Berdasarkan hasil pemetaan, telah ditentukan prioritas dari penyebab
risiko. Dari penyebab risiko tersebut, akan ditentukan strategi penanganan risiko
untuk mengeliminasi dan atau menurunkan munculnya penyebab risiko tersebut.
Berikut strategi yang diusulkan oleh beberapa responden dalam penelitian ini :
1. Melakukan pengawasan dan pemeriksaan pada pencatatan setiap harinya
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
86%
88%
90%
92%
94%
96%
98%
100%
102%
A25 A26 A24
ARPJ Komulatif
136
2. Mengadakan training dan pemberian motivasi terhadap karyawan produksi
3. Menggunakan alat berbahan steanless setiap produksi
4. Mengatur suhu ruangan setiap mulai jam kerja karyawan
5. Melakukan pengadukan menggunak mesin mixer
6. Kadar air diturunkan berdasarkan standart nasional dan internasional 20◦C-
18◦C
7. Sanitasi pada alat produksi harus diterapkan
8. Preventif maintenance berkala
9. Memperbaharui WI (Work Intruction)
10. Mengadakan rapat evaluasi terhadap kinerja karyawan
5.4.1 Prioritas Strategi Penanganan Risiko
Berdasarkan hasil penilaian Dk, TEk, dan ETDk, dapat diketahui prioritas
strategi penanganan risiko pada setiap tahapan proses produksi madu, mulai dari
tahap penerimaan bahan baku, penimbangan 1, penyaringan, penurunan kadar air,
Filling, penimbangan 2, pelebelan, dan penyegelan yang menjadi usulan dalam
penelitian ini.
1. Prioritas Strategi Penanganan Risiko Terhadap Penerimaan Bahan
Baku
Hasil pengukuran Dk, korelasi antara strategi penanganan risiko dan
penyebab risiko serta Tek dan ETD, dijadikan bahan masukkan pada tabel HOR
fase 2 Gambar 19 merupakan HOR fase 2 untuk tahap penerimaan bahan baku,
pada tahap ini urutan strategi penanganan risiko yang diusulkan adalah (1)
137
Pada bagian atap dari 137able HOR fase 2, terdapat beberapa hubungan,
sebagai berikut:
++
+
Gambar 19. Prioritas strategi penerimaan bahan baku
Strategi
penanganan
Risiko
Penyebab Risko
ARPj
1. Penuangan
secara tidak
benar dan
sempurna
9 3 0 459,648
2. Operator tidak
mengecek
kadar air
0 9 9 1,896
TEK
4,136
1,844
17,064
Dk 32,4 28,2 21,05
ETDK 12,765 6,680 8,104
Rank 1 3 2
1.
Men
gad
akan
tr
ainin
g
dan
p
em
ber
ian
mo
tivasi
te
rhad
ap
kar
yaw
an p
rod
uksi
2.
Pre
ven
tif
seca
ra
ber
kal
a
3.
Kad
ar
Air
d
ituru
rnkan
ber
das
arkan
SO
P 2
0%
-
18
%
138
a. Hubungan kuat positif
Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan kuat positif,
maka perusahaan harus memilih salah satu strategi penanganan risiko,
seperti strategi mengadakan training dan pemberian motivasi terhadap
karyawan produksi, atau melakukan perusahaan dapat melakukan strategi
prefentiv secara berkala.
b. Hubungan positif
Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan positif, maka
perusahaan memadukan antara dua strategi penanganan risiko yang saling
berhubungan, serta terdapat beberapa strategi penanganan risiko yang
tidak berhubungan yang artinya kedua strategi penanganan risiko tersebut
harus dijalankan keduanya. Seperti strategi mengadakan training dan
memberikan pengetahuan kepada karyawan mengenai aturan SOP
penurunan kadar air yang diturunkan berdasarkan nasional dan
internasional yaitu 20%-18%.
2. Prioritas Strategi Penanganan Risiko Tahap Penimbangan 1
Hasil pengukuran Dk, korelasi antara strategi penanganan risiko dan
penyebab risiko serta Tek dan ETD, dijadikan bahan masukkan pada 138able
HOR fase 2 Gambar 20 merupakan HOR fase 2 untuk tahap penimbangan 1, pada
tahap ini urutan strategi penanganan risiko yang diusulkan adalah (1)
Pada bagian atap dari 138able HOR fase 2, terdapat beberapa hubungan,
sebagai berikut:
139
++ +
Strategi penanganan
Risiko
Penyebab Risiko
ARPj
1. Pemeriksaan berat
bahan baku awal
0 1 9 1
2. Wadah drum tidak
dibersihkan
9 3 0 4,4
TEK 39,6 14,2 9
Dk 3,7 3,5 3,2
ETDK 10,702 4,057 2,812
Rank 1 2 3
Gambar 20. Prioritas strategi penimbangan
a. Hubungan kuat positif
Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan kuat positif,
maka perusahaan bisa memilih salah satu strategi penanganan risiko,
1.
San
itas
i p
ada
alat
p
rod
uks
i h
aru
s d
iter
apka
n
2.
Pre
ven
tif
mai
nte
nan
ce
se
cara
ber
kala
3.
Mel
aku
kan
p
emer
iksa
an
pen
cata
tan
se
tiap
h
arin
ya
140
seperti strategi preventif maintenance berkala atau perusahaan bisa
melakukan strategi melakukan pencatatan dan pemeriksaan setiap harinya.
b. Hubungan positif
Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan positif, maka
perusahaan bisa saja memadukan antara dua strategi penanganan risiko
yang saling berhubungan, serta terdapat beberapa strategi penanganan
risiko yang tidak berhubungan yang artinya kedua strategi penanganan
risiko tersebut harus dijalankan keduanya. Seperti strategi sanitasi pada
alat produksi dengan preventif maintenance berkala.
3. Prioritas Strategi Penanganan Risiko Tahap Penyaringan
Hasil pengukuran Dk, korelasi antara strategi penanganan risiko dan
penyebab risiko serta Tek dan ETD, dijadikan bahan masukkan pada tabel HOR
fase 2 Gambar 22merupakan HOR fase 2 untuk tahap penyaringan , pada tahap
ini urutan strategi penanganan risiko yang diusulkan adalah (1)
141
++
+
Strategi
penanganan
Risiko
Penyebab Risko
ARPj
1. Operator
tidak
mengecek
kadar air
kembali
9 3 1 166,32
2. Tidak
mengkontrol
kotoran
0 1 3 63,36
TEK 149,688 562,32 356,4
Dk 4,1 3,1 3,2
ETDK 365,092 181,393 111,375
Rank 1 2 3
Gambar 21. Prioritas strategi penyaringan
1.
Kad
ar
air
dit
uru
nkand
ari
20
%-
18
%
2.
Men
gad
akan
rap
at
eval
uasi
te
rhad
ap
kin
erja
kar
yaw
an
3.
Mem
per
bah
arui
WI
(Wo
rk I
ntr
uct
ion)
142
Pada bagian atap dari tabel HOR fase 2, terdapat beberapa hubungan, sebagai
berikut:
a. Hubungan kuat positif
Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan kuat positif,
maka perusahaan bisa memilih salah satu strategi penanganan risiko,
seperti strategi kadar air diturunkan berdasarkan standar nasional dan
internasional 20%-18%, atau perusahaan dapat mengadakan rapat evaluasi
terhadap kinerja karyawan.
b. Hubungan positif
Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan positif, maka
perusahaan bisa saja memadukan antara dua strategi penanganan risiko
yang saling berhubungan, serta terdapat beberapa strategi penanganan
risiko yang tidak berhubungan yang artinya kedua strategi penanganan
risiko tersebut harus dijalankan keduanya. Seperti strategi mengadakan
rapat kinerja karyawan serta memperbaharui WI (Work Intruction).
4. Prioritas Strategi Penanganan Risiko Tahap Penurunan Kadar Air
Hasil pengukuran Dk, korelasi antara strategi penanganan risiko dan
penyebab risiko serta Tek dan ETD, dijadikan bahan masukkan pada tabel HOR
fase 2 Gambar 22 merupakan HOR fase 2 untuk tahap penurunan kadar air, pada
tahap ini urutan strategi penanganan risiko yang diusulkan adalah (1)
143
++
+
Strategi
penanganan
Risiko
Penyebab Risko
ARPj
1. Madu yang
dimasukkan ke
wadah
penurunan
kadar air tidak
ditimbang
terlebih dahulu
9 3 0 3,2
2. Operator
tidak
mengatur
suhu
ruangan
3 1 9 2,6
TEK 36,6 12,2 23,4
Dk 3,2 3,1 3,8
ETDK 11,4375 3,935 6,175
Rank 1 3 2
Gambar 22. Strategi penanganan risiko penurunan kadar air
1.
Pem
erik
saan
cata
tan
seti
ap
har
inya
2.
Men
gad
akan
rap
at
eval
uasi
te
rhad
ap
kin
erja
kar
yaw
an
3.
Men
gat
ur
suh
u
ruan
gan
se
tiap
m
ula
i
jam
ker
ja k
aryaw
an
144
Pada bagian atap dari tabel HOR fase 2, terdapat beberapa hubungan, sebagai
berikut:
a. Hubungan kuat positif
Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan kuat positif,
maka perusahaan bisa memilih salah satu strategi penanganan risiko,
seperti strategi mengatur suhu setiap mulai jam kerja karyawan atau
perusahaan dapat melakukan strategi melakukan evaluasi terhadap kinerja
karyawan.
b. Hubungan positif
Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan positif, maka
perusahaan bisa saja memadukan antara dua strategi penanganan risiko
yang saling berhubungan, serta terdapat beberapa strategi penanganan
risiko yang tidak berhubungan yang artinya kedua strategi penanganan
risiko tersebut harus dijalankan keduanya. Seperti strategi pemeriksaan
catatan setiap harinya dan melakukan evaluasi kinerja karyawan.
5. Prioritas Strategi Penanganan Risiko Tahap Filling
Hasil pengukuran Dk, korelasi antara strategi penanganan risiko dan
penyebab risiko serta Tek dan ETD, dijadikan bahan masukkan pada tabel HOR
fase 2 Gambar 23 merupakan HOR fase 2 untuk tahap filling, pada tahap ini
urutan strategi penanganan risiko yang diusulkan adalah (1)
Pada bagian atap dari 144able HOR fase 2, terdapat beberapa hubungan,
sebagai berikut:
145
++
+
Strategi penanganan
Risiko
Penyebab Risko
ARPj
1. Pengadukan tidak
menggunakan
mesin mixing
9 0 3 190,08
2. Wadah yang
digunakan bukan
steanless
0 9 1 157,32
3. Operator tidak
melakukan kembali
pemeriksaan kadar
air
0 0 9 83,16
TEK 171,072 141,588 1476
Dk 4,3 4,2 3,3
ETDK 397,841 337,114 447,772
Rank 2 3 1
Gambar 23. Penanganan strategi risiko filling
1.
Mel
akukan
pen
gad
ukan
men
ggu
nakan
mes
in M
ixin
g
2.M
eng
gu
nakan
al
at
ber
bah
an
seta
nle
ss
untu
k
mel
aku
kan
pro
duksi
3.
Men
gad
akan r
apat
eval
uasi
kin
erja
kar
yaw
an
146
a. Hubungan kuat positif
Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan kuat positif,
maka perusahaan bisa memilih salah satu strategi penanganan risiko,
seperti strategi Menggunakan alat produksi berbahan steanless atau
mengadakan evaluasi kinerja karyawan.
b. Hubungan positif
Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan positif, maka
perusahaan bisa saja memadukan antara dua strategi penanganan risiko
yang saling berhubungan, serta terdapat beberapa strategi penanganan
risiko yang tidak berhubungan yang artinya kedua strategi penanganan
risiko tersebut harus dijalankan keduanya. Seperti strategi menggunakan
mesin mixing dan menggunakan alat produksi berbahan steanless.
6. Prioritas Strategi Penanganan Risiko Tahap Penimbangan 2
Hasil pengukuran Dk, korelasi antara strategi penanganan risiko dan
penyebab risiko serta Tek dan ETD, dijadikan bahan masukkan pada tabel HOR
fase 2 Gambar 24 merupakan HOR fase 2 untuk tahap penimbangan 2, pada
tahap ini urutan strategi penanganan risiko yang diusulkan adalah (1)
147
++ +
Strategi
penanganan
Risiko
Penyebab Risko
ARPj
1. Berat tidak
sesuai dengan
berat bersih
yang telah
ditentukan
9 1 1 32,4
2. Berat tidak
sesuai SOP
9 3 1 28,2
TEK 545,4 117 60,6
Dk 3,2 3,2 3,1
ETDK 170,43 36,562 19,548
Rank 1 2 3
Gambar 24. Penanganan strategi risiko penimbangan 2
Pada bagian atap dari tabel HOR fase 2, terdapat beberapa hubungan, sebagai
berikut:
a. Hubungan kuat positif
Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan kuat positif,
maka perusahaan bisa memilih salah satu strategi penanganan risiko,
1.
Mel
akukan
pen
gaw
asa
n
dan
pem
erik
saan p
ada
pen
cata
tan
se
tiap
har
inya
2.
Mem
per
bah
arui
WI
(wo
rk
intr
uct
ion
)
3.
Men
gad
akan t
rain
ing d
an
pem
ber
ian
mo
tivas
i
terh
adap
kar
yaw
an p
rod
uksi
148
seperti strategi mengadakan training dan motivasi kepada karyawan, atau
perusahaan melakukan strategi memperbaharui WI (work intruction)
b. Hubungan positif
Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan positif, maka
perusahaan bisa saja memadukan antara dua strategi penanganan risiko
yang saling berhubungan, serta terdapat beberapa strategi penanganan
risiko yang tidak berhubungan yang artinya kedua strategi penanganan
risiko tersebut harus dijalankan keduanya. Seperti strategi melakukan
pengawasan dan pemeriksaan pencatatan setiap harinya, serta merubah
work intruction.
7. Prioritas Strategi Penanganan Risiko Tahap Pelebelan
Hasil pengukuran Dk, korelasi antara strategi penanganan risiko dan
penyebab risiko serta Tek dan ETD, dijadikan bahan masukkan pada tabel HOR
fase 2 Gambar.25 merupakan HOR fase 2 untuk tahap cooling, pada tahap ini
urutan strategi penanganan risiko yang diusulkan adalah (1)
149
++ +
Strategi
penanganan
Risiko
Penyebab Risko
ARPj
1. Tidak melakukan
pemeriksaan ulang
0 3 9 128,52
2. kurang nya stock
label
3 9 3 34,68
TEK 104,4 697,68 126,072
Dk 3,2 3,2 3,3
ETDK 32,512 218,025 382,036
Rank 3 2 1
Gambar 25. Penanganan strategi risiko penyegelan
Pada bagian atap dari tabel HOSR fase 2, terdapat beberapa hubungan,
sebagai berikut:
a. Hubungan kuat positif
Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan kuat positif,
maka perusahaan bisa memilih salah satu strategi penanganan risiko,
seperti strategi merubah work intruction atau mengadakan rapat evaluasi
kinerja karyawan.
1.
Mel
akukan
pen
gaw
asa
n
dan
pem
erik
saan
pad
a
pen
cata
tan
seti
ap
har
inya
2.
Mem
per
bah
arui
WI
(wo
rk
intr
uct
ion
)
3.
Men
gad
akan
rap
at
eval
uasi
kin
erja
kar
yaw
an
150
b. Hubungan positif
Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan positif, maka
perusahaan bisa saja memadukan antara dua strategi penanganan risiko
yang saling berhubungan, serta terdapat beberapa strategi penanganan
risiko yang tidak berhubungan yang artinya kedua strategi penanganan
risiko tersebut harus dijalankan keduanya. Seperti strategi melakukan
pengawasan dan pemeriksaan pada pencatatan setiap harinya dan merubah
work intruction.
8. Prioritas Strategi Penanganan Risiko Tahap Penyegelan
Hasil pengukuran Dk, korelasi antara strategi penanganan risiko dan
penyebab risiko serta Tek dan ETD, dijadikan bahan masukkan pada tabel HOR
fase 2 Gambar 26 merupakan HOR fase 2 untuk tahap packaging, pada tahap ini
urutan strategi penanganan risiko yang diusulkan adalah (1)
151
+
++
Strategi
penanganan
Risiko
Penyebab Risko
ARPj
1. Plastik terlalu tipis 9 3 1 64
2. Tidak mengatur
suhu kompor
1 9 3 3,237
TEK 579,237 221,133 73,711
Dk 3,5 3,1 3,3
ETDK 165,496 71,332 22,4
Rank 1 2 3
Gambar 26 . Penanganan risiko penyegelan
Pada bagian atap dari tabel HOR fase 2, terdapat beberapa hubungan, sebagai
berikut:
1.
Pre
ven
tif
mai
nte
nance
ber
kal
a
2.
Men
gad
akan
trai
nin
g
dan
mo
tivasi
kep
ada
kar
yaw
an
3.
Men
gad
akan
rap
at
eval
uasi
kin
erja
kar
yaw
an
152
a. Hubungan kuat positif
Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan kuat positif,
maka perusahaan bisa memilih salah satu strategi penanganan risiko,
seperti strategi preventif maintenance berkala atau mengadakan training
dan pemberian motivasi terhadap karyawan produksi
b. Hubungan positif
Artinya apabila dua strategi penanganan risiko berhubungan positif, maka
perusahaan bisa saja memadukan antara dua strategi penanganan risiko
yang saling berhubungan, serta terdapat beberapa strategi penanganan
risiko yang tidak berhubungan yang artinya kedua strategi penanganan
risiko tersebut harus dijalankan keduanya. Seperti strategi mengadakan
training dan motivasi kepada pekerja dan mengadakan evaluasi kinerja
karyawan.
\
136
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil pengolahan dan analisis data yang telah
dilakukan guna menjawab rumusan masalah, maka kesimpulan yang
diperoleh adalah sebagai berikut :
1. Pada proses produksi madu di CV. Madu Apiari Mutiara teridentifikasi 15
kejadian risiko atau Risk Event (Ei) dan 26 penyebab risiko atau Risk Agent
(AJ).
2. Hasil pengukuran risiko pada proses produksi madu, ditunjukkan dengan
nilai ARP. Penilaian hasil ARP tertinggi pada proses penerimaan bahan
baku yang harus diprioritaskan untuk diberikan strategi pencegahan, yaitu
operator tidak melakukan pemeriksaan kadar air dengan nilai 1.896.
Penilaian hasil ARP tertinggi pada proses penimbangan 1yang harus
diprioritaskan untuk diberikan strategi pencegahan, yaitu berat bahan baku
tidak sesuai dengan nilai 502,2. Penilaian ARP tertinggi pada proses
penyaringan yang harus diprioritaskan untuk diberikan strategi pencegahan,
yaitu tidak melakukan pemeriksaan penurunan kadar air dengan nilai
166,32. Penilaian ARP tertinggi pada proses penurunan kadar air yang
harus diprioritaskan untuk diberikan strategi pencegahan, yaitu kadar air
tidak sesuai SOP dengan nilai 12,42. Penilaian ARP tertinggi pada proses
filling yang harus diprioritaskan untuk diberikan strategi pencegahan, yaitu
pengadukan tidak menggunakan mesin dengan nilai 190,08. Penilaian ARP
tertinggi pada proses penimbangan 2 yang harus diprioritaskan untuk
137
diberikan strategi, yaitu berat tidaksesuaidengan berat bersih yang
ditentukan dengan nilai 32,4. Penilaian ARP tertinggi pada proses pelabelan
yang harus diprioritaskan untuk diberikan strategi, yaituoperator tidak
melakukan pemeriksaan ulang dengan nilai 128,52. Penilaian ARP tertinggi
pada proses penyegelan yang harus diprioritaskan untuk diberikan strategi,
yaitu plastic terlalu tipis dengan nilai 64,00.
3. Berdasarkan hasil pemetaan risiko pada proses produksi madu di CV. Madu
Apiari Mutiara, terdapat total 17 penyebab risiko yang menjadi prioritas
penanganan risiko.
4. Berdasarkan pemetaan pareto yang menjadi prioritas penanganan risiko,
maka didapatkan 10 strategi preventif pencegahan risiko guna menghindari
risiko tersebut dapat terjadi lagi.Strategi yang digunakan yaitu, melakukan
pengawasan dan pemeriksaan pada pencatatn setiap harinya,mengadakan
training dan pemberian motivasi terhadap karyawan produksi,
menggunakan alat berbahan steanless setiap produksi, mengatur suhu
ruangan setiap mulai jam kerja karyawan, melakukan pengadukan
menggunak mesin mixer, kadar Air diturunkan berdasarkan standart
nasional dan internasional 20◦C-18◦C, sanitasi pada alat produksi harus
diterapkan, preventif maintenance berkala, memperbaharui WI (Work
Intruction), mengadakan rapat evaluasi terhadap kinerja karyawan.
6.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang telah dilakukan, maka saran yang
dapat diberikan kepada perusahaan agar risiko produksi dapat dikendalikan
138
dengan optimal, perlu dilakukan peningkatan kapasitas (building capacity)
sumber daya manusia secara berkala, baik pada aspek teknis, managerial,
maupun sikap mental, melalui penambahan pengetahuan dan
pelatihan.Strategi untuk penanganan risiko yang harus perusahaan jalankan
seperti, melakukan pengawasan dan pemeriksaan pada pencatatan setiap
harinya,mengadakan training dan pemberian motivasi terhadap karyawan
produksi, menggunakan alat berbahan steanless setiap produksi, mengatur
suhu ruangan setiap mulai jam kerja karyawan, melakukan pengadukan
menggunak mesin mixer, kadar air diturunkan berdasarkan standart
nasional dan internasional 20◦C-18◦C, sanitasi pada alat produksi harus
diterapkan, preventif maintenance berkala, memperbaharui WI (Work
Intruction), mengadakan rapat evaluasi terhadap kinerja karyawan. CV.
Madu Apiari Mutiara harus selalu menggunakan SOP dalam setiap
produksi yang dilakukan.
139
DAFTAR PUSTAKA
Agrawal,OP,.Pachauri, A,.Yadav, H,. 2006. Subjects with Impaired Glucose
Tolerance Exhibit a High Degree of Tolerance to Honey. Journal Of
Medical Food,10,3. https://doi.org/10.1089/jmf.2006.070.
Alqarni AS, Owayss AA, Mahmoud AA, Hannan MA. 2014. Mineral content
andphysical properties of local and imported honeys in Saudi Arabia.
Journal Saudi ChemSoc.18, 5. https://doi.org/10.1016/j.jscs.2012.11.009
Annisa, Suci A. 2017. Analisis Risiko Produksi Susu Kambing di CV Sawangan
Farm Diary. Ciputat: Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Arroyo-Rodríguez, V., Moreno, C.E., & Galán-Acedo, C., 2017. La ecología del
paisaje en México: logros, desafíos y oportunidades en las ciencias
biológicas. Rev. Mex. Biodivers. 88,42–51.
https://doi.org/10.1016/j.rmb.2017.10.004.
Atmoko, Tjipto. 2012. Standar Operasional Prosedur (SOP) dan Akuntabilitas
Kinerja Instansi Pemerintah. Jakarta : UNPAD.
Avelino, J., Romero-Gurdián, A., & Cruz-Cuellar, H.., 2012. Landscape context
and scale differentially impact coffee leaf rust, coffee berry borer, and
coffee root-knot nematodes. Ecol. Appl. 22, 584–596.
https://doi.org/10.1890/11-0869.1.
Azwar, A. 1996. Pengantar Administrasi Kesehatan. Jakarta: Bina Putra.
Badan Pusat Statistik.2016. Jumlah produksi madu di Indonesia pada tahun
2012- 2016. Diakses tanggal 26 Agustus 2019.
Bevilacqua, M., Ciarapica, F. E., & Mazzuto, G. 2018. Fuzzy cognitive maps for
adverse drug event risk management. Safety Science, 102, 194–
210. doi:10.1016/j.ssci.2017.10.022
Cahya Kusnindah, Yeni Sumantri, dan Rahmi Yuniarti. 2014. Pengelolaan Risiko
Pada Supply Chain Dengan Menggunakan Metode House Of Risk (Hor).
Jurnal Manajemen Sistem Industri, 2, 3. http://jrmsi.studentjournal.ub.ac.id/index.php/jrmsi/article/view/116
Chernobai, A., Ozdagli, A., & Wang, J. 2020. Business Complexity and Risk
Management: Evidence from Operational Risk Events in U.S.
Bank Holding Companies. Journal of Monetary Economics.
doi:10.1016/j.jmoneco.2020.02.004
140
Dyah, Devany. 2017. Kualitas Madu (Keasaman, Kadar Air, Dan Kadar Gula
Pereduksi) Berdasarkan Perbedaan Suhu Penyimpanan. Volume: 2.
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya. Surabaya.
Elpawati, Umda Hudaya& F M Habibie. 2019. Paddy rice farming diversification
with Trigona sp. in Pandeglang regency, Banten province (case study:
diversification income analysis of paddy rice business with bee cultivation).
Series: Earth and Environmental Science, 383, 1755-1315.
https://iopscience.iop.org/article/10.1088/1755-1315/383/1/012019/pdf
Fahrig, L., 2003. Effects of habitat fragmentation on biodiversity. Annu. Rev.
Ecol. Evol. Syst. 34, 487–515.
https://doi.org/10.1146/annurev.ecolsys.34.011802.132419.
Fahrig, L., Baudry, J.,& Brotons, L. 2011. Functional landscape heterogeneity
and animal biodiversity in agricultural landscapes. Ecol. Lett. 14, 101–
112. https://doi.org/ 10.1111/j.1461-0248.2010.01559.
Foley, J.A., 2005. Global consequences of land use. Science, 80, 570–574. https://doi.org/10.1126/science.1111772.
Gallé, R., Happe, A.K., Baillod, & A.B., Tscharntke, T., Batáry, P., 2019.
Landscape configuration, organic management, and within-field
position drive functional diversity of spiders and carabids. J. Appl. Ecol.
56, 63–72. https://doi.org/10.1111/1365-2664.13257.
Gavin, M.C., Carter, J., Mead, & A., Berkes., 2015. Defining biocultural
approaches to conservation. Trends Ecol. Evol. (Amst.) 30, 140–
145. https://doi.org/10.1016/j.tree.2014.12.005..
Gunawan. 2004. Pengertian Madu. http://riorusandii.blogspot.com. Di akses pada
tanggal 25 Agustus 2019.
Ghramh,H., Ali Khan, K., & Ahmed,Z. 2020. Quality evaluation of Saudi honey
harvested from the Asirprovince by using high-performance liquid
chromatography (HPLC). Saudi Journal of Biological
Science.Vol.27.581-768. https://doi.org/10.1016/j.sjbs.2020.04.009
Gökyer, E., 2013. Understanding landscape structure using landscape metrics. In:
Ozyavuz, M. (Ed.), Advances in Landscape Architecture. IntechOpen,
pp. 663–676. https://doi.org/10.5772/51738.
Hafizha, Fernanda A. 2017. Mitigasi Risiko Produksi Susu Sapi Pada Peternakan
Sapi Rakyat(Studi Kasus Pada Peternakan Mahesa Perkasa Farm
Kota Depok. Ciputat: Fakultas Sains dan Teknologi UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta.
141
Hamzah, Desri. 2011. Produksi Lebah Madu (Apis Cerana) Yang Dipelihara
Pada Sarang Tradisional Dan Moderen. Pekanbaru.
Hendricks, K.B. and Singhal, V.R. 2005.An empirical analysis of the effect of
supply chain disruptions on long-run stock price performance and equity
risk of the firm. Production and Operations Management, Vol. 14
No. 1, 35-52.
Herrera, R., & Schipp, B. 2014. Statistics of extreme events in risk management:
The impact of the subprime and global financial crisis on the
German stock market. The North American
Insani, Istyadi. 2010. Pengembangan Kapasitas Sumber Daya Manusia Daerah
Dalam Rangka Peningkatan Transparansi dan Akuntabilitas
Pengelolaan Keuangan Daerah. Journal of Economics and Finance, 29,
218–238. doi:10.1016/j.najef.2014.06.013
Juttner, U. 2005. Supply chain risk management: understanding the business
requirements from a practitioner perspective. International
Journal of Logistics Management,Vol. 16 No. 1, 120-41.
Karningsih, P. D. 2011. Development of a Knowledge Based Supply Chain Risk
Identification System. Doctor Philosophy, University of New South
Wales.
Kountur, Ronny. 2008. Mudah Memahami Manajemen Risiko Perusahaan.
Jakarta: PPM.
Komljenovic, D., Gaha, M., Abdul-Nour, G., Langheit, C., & Bourgeois, M. 2016.
Risks of extreme and rare events in Asset Management. Safety
Science, 88, 129–145. doi:10.1016/j.ssci.2016.05.004.
Khosravi a,R. 2008. Fungcidal Potencial Of Different Iranian Honeys Against
SomePathogenic Candida species.Journal Apicult Res, 47, 256-260.
https://doi.org/10.1080/00218839.2008.11101471.
Lee KK, Kubo K, & Abdelaziz. 2018. Yeast Species- Specific, Different Inhibition
Of Synthesis By poacic. Cell Surf, 3, 12-25. https://doi.org/10.1016/j.tcsw.2018.09.001
Liliana, Henrique &Ana. 2020. Portuguese honeys as antimicrobial agents
againstCandidaspecies. Journal of Traditional and Complementary
Medicine, 10, 95-174. https://doi.org/10.1016/j.jtcme.2020.02.007.
142
Lutfi, Ahmad dan Herry Irawan. 2012.Analisis Risiko Rantai Pasok Dengan
Model House Of Risk (Studi kasus pada PT XXX).Manajemen Indonesia
.12 (1) : 1-11. Universitas Telkom: Bandung.
Maria Lourdes, González-Miret, &Anass Terrab. 2005. Multivariate Correlation
between Color and Mineral Composition of Honeys and by Their
Botanical Origin. J. Agric. Food Chem. 53,2574-2580.
https://doi.org/10.1021/jf048207p
Mohammad JavedAnsari. 2013. Effect of Jujube Honey on Candida albicans
Growth and Biofilm Formation. Archives of Medical Research, 44, 352-360.
https://doi.org/10.1016/j.arcmed.2013.06.003.
Moekijat. 2008. Adminitrasi Perkantoran. Bandung: MandarMaju.
Nascimento, K. R. D. S., & Alencar, M. H. 2016. Management of risks in natural
disasters: A systematic review of the literature on NATECH events.
Journal of Loss Prevention in the Process Industries, 44, 347–359.
doi:10.1016/j.jlp.2016.10.003
Nur Annisa Putri Sabrina, Elpawati, dan Achmad Tjachja Nugraha. 2018. Analisis
PengCitra Merek, Kualitas Produk, Harga Dan Diferensiasi Produk
Terhadap Keputusan Pembelian Pizza Hut Di Jakarta Barat.
JurnalAgribisnis,12(2),148-156.
Norrman, A dan Jansson, U. 2004. Ericson’s proactive Supply Chains Risk
Management Approach After a Serious sub-supplier accident.
International Journal of Physical Distribution & Logistic
Management.
Noori S, Al-Waili,Faiza S, & Al-Waili,Mohammed Akmal. 2014. Basic research
Effects of natural honey on polymicrobial culture of various human
pathogens. Archives of Medical Science, 10, 246-250.
https://doi.org/10.5114/aoms.2012.28603
Nyoman Pujawan and Laudine H. Geraldin. 2014. House of risk: a model for
proactive supply chain risk management.Business Process Management
Journal,953-957.
https://www.researchgate.net/publication/228419116_House_of_risk_A_model_f
or_proactive_su pply_chain_risk_management
O’Donnell, E. 2005. Enterprise risk management: A systems-thinking framework
for the event identification phase. International Journal of Accounting
Information Systems, 6(3), 177–195. doi:10.1016/j.accinf.2005.05.002.
Olson, D. L., & Wu, D. D. 2013. Extreme-event risk management: a review of
“Lee, B., Preston, F. 2012. Preparing for High-impact, Low-probability
143
Events: Lessons from Eyjafjallajőkull. London: Chatham House.” Journal of
Cleaner Production, 53, 67–68. doi:10.1016/j.jclepro.2013.02.009.
Pujawan, I Nyoman. 2009. House Of Risk: A Model For Proactive Supply Chain
Risk Management. Business Process Management Journal.
Pujawan, I Nyoman. 2005. Supply Chain Manajemen. Surabaya, Guna Widya
Terzo,. S, Mule, F, and Amato, A,. 2020. Honey and obesity-related dysfunctions:
Asummary on health benefits. The Journal of Nutritinal Biochemistry.
https://doi.org/10.1016/j.jnutbio.2020.108401
Urrutia, A. L., González-Gónzalez, C., & Benítez, M. 2020. Landscape
heterogeneity of peasant- managed agricultural matrices. Agriculture,
Ecosystems & Environment, 292, 106-797.
doi:10.1016/j.agee.2019.106797
Wahdan HAL.2018. Causes Of The Antimicrobial Activity Of Honey. Infection,
3, 12-5.
Wastra, Akhamd Riaydi, Mahbubi Ahmad. 2014.Risiko Agribisnis
identifikasi,pengukuran, pemetaan, dan strategi pengelolaannya. Jakarta.
Zamanian, M., & Azizi-Soleiman, F. 2020. Honey and glycemic control: A
systematic review. PharmaNutrition, 11, 100180.
doi:10.1016/j.phanu.2020.100180
144
LAMPIRAN
145
150
Judul Permasalahan Tujuan Sumber Data Analisis Data
Analisis
Risiko Produksi
Madu pada CV.
Madu Apiari
Mutiara, Depok,
Jawa Barat
Apa saja risiko produksi
Madu pada CV. Madu Apiari
Mutiara, Depok- Jawa Barat
Menganalisis risiko produksi madu
pada CV. Madu Apiari Mutiara,
Depok- Jawa Barat
Pengamatan pelaksanaan
proses produksi madu
Metode Diagram
Tulang Ikan
untuk mengidentifikasi
risiko
produksi
Bagaimana pengukuran
risiko produks madu
pada CV. Madu Apiari
Mutiara, Depok- Jawa
Barat
Menganalisis seberapa besar
risiko produksi madu pada, CV.
Madu Apiari Mutiara, Depok-
Jawa Barat
Informan dan
responden:
a. manajer produki
b. supervisor produksi
c. manajer QC
d. supervisor QC
e. divisi teknik
Metode HOR 1 dengan
menggunakan skala 1-5
untuk
mengukur risiko-risiko
produksi
yang telah teridentifikasi
Bagaimana pemetaan
risiko produksi madu
pada, CV. Madu Apiari
Mutiara, Depok- Jawa
Barat
Mengetahui peta risiko produksi
madu pada, CV. Madu Apiari
Mutiara, Depok- Jawa Barat
Respon dari pihak
responden dalam
menanggapi risiko produksi
Metode HOR 1
dengan meranking
risiko-risiko produksi
yang telah terukur
Lampiran 1 Matriks Instrumen Penelitian
151
Apa saja strategi preventif
yang tepat untuk
menghindari risiko yang
dapat dilakukan pada
produksi madu pada, CV.
Madu Apiari Mutiara,
Depok- Jawa Barat
Mengetahui strategi penaganan
risiko produksi madu pada, CV.
Madu Apiari Mutiara, Depok-
Jawa Barat
Variabel identifikasi risiko Metode HOR 2 dengan
melanjutkan dari tahapan
sebelumnya, yaitu
penentuan strategi dan
evaluasi risiko
152
Lampiran 2. Matriks Instrumen Penelitian
Definisi Konseptual
Variabel Sub-
variabel
Pernyataan Risk
Event
Pernyataan Risk Agent
Penerimaan
bahan baku
Penerimaan 1. Tidak mencataat bahan
baku masuk
2. Tidak diperiksa secara
merata
a. Bagian Quality Control tidak
mencatat dengan rapih setiap
bahan baku datang atau masuk
kedalam gudang
b. QC tidak memeriksa secara merata
hanya sebagian bahan baku yang
diperiksa Penimbangan
1
Berat 1. Tidak dicatat berat
bahan baku ketika
datang
2. Kurangnya teliti
dalam pemeriksaan
a. Pencatatan tidak dilakukan dengan
baik dan rapih
b. Kurangnya pemeriksaan yang
mengakibatkan adanya berat bahan
baku tidak sesuai
153
SOP (Standard
Operating Procedure)
proses produksi Madu
pada CV. Madu Apiari
Mutiara- Depok Jawa
Barat
Penyaringan Penuangan 1.Terdapat serpihan
serpihan tangkai pohon
ketika panen, dan
terdapat lebah yang
berjatuhan di madu.
a. Operator tidak mengecek/
membersihkan wadah drum
b. Penuangan secara tidak benar dan
sempurna pada saat proses penuangan
c. Operator tidak mengkontrol kotoran lebah
yang terdapat di madu
Pengadukan 1. Adonan tidak homogeny a. operator tidak mengecek kadar
air madu terlebih dahulu
Penurunan
kadar air Wadah 1. Wadah yang
digunakan
tidak dibersihkan
terelebih dahulu,
masih adanya
sisah madu yang
yang tersisah
a. Kadar air madu menjadi tidak sesuai
yang telah ditetapkan SOP yaitu 18%
b. Operator tidak mengecek Suhu yang
digunakan tidak dipantau selama 12 jam
bekerja.
c. Madu yang dimasukkan ke wadah
penurunan kadar air tidak ditimbang terlebih
dahulu
d. Setiap wadah tidak diberikan label
tannggal, dan kadar air.
154
Lampiran 3 Matriks Instrumen Penelitian
SOP (Standard
Operating Procedure)
proses produksi Madu
pada CV. Madu Apiari
Mutiara- Depok Jawa
Barat
Filling Kualitas
Madu 1. Madu terlalu encer a. Operator tidak melakukan pemeriksaan kadar
air terlebih dahulu
b. Operator tidak melakukan penimbangan
setelah kadar air
c. Operator tidak mengaduk secara merata
Wadah 1. Madu turunnya kualitas, a. Wadah yang digunakan tidak steanless
Pengadukan 1. . Pengadukan tidak merata a. Pengadukan tidak menggunakan mesin
mixing, hanya menggunakan manual.
Penimbangan 2 Kriteria
produk 1. Ketelitian
Penimbangan produk
jadi yang telah siap
diberikan pelebelan
a. Berat tidak sesuai dengan berat bersih yang
telah ditentukan.
Pelebelan Kriteria Produk 8. Label tidak sesuai a. Operator tidak melakukan pemeriksaan ulang
pelebeblan, sebelum disegel.
b. Kurangnya stok label
Penyegelan
Kriteria
produk
9.Penyegelan menggunakan
plastik segel tidak sesuai
a. Operator tidak mengecek kembali penyegelan
b. Suhu kompor listrik tidak diatur
Pengepresan 10. Plastik tidak sesuai a. Plastik terlalu tipis
b. Operator tidak mengontrol suhu kompor
c. Air yang digunakan tidak diatur berapa
banyak
154
Lampiran 4 Fish Bone (Tulang Ikan)
Penerimaan
Bahan Baku
Bahan Baku
Penyaringan
Pengadukan
Penimbangan
1
Berat Bahan
Baku
Penurunan
Kadar Air
Ruangan
Penurun Kadar
Air
Produk Madu
Reject
Bagian Quality Control Tidak
Mencatat dengan Rapih
Kedatangan Bahan Baku
Quality Control Tidak
Memeriksa Secara Merata,
Hanya Sebagian Bahan
Baku
Tidak dicatat Berat Bahan Baku Ketika
Datang
Kurang Teliti Dalam Pemeriksaan
Penuangan
Terdapat Serpihan Kotoran
Lebah
Adonan Tidak Homogeny
Wadah Tidak dibersihkan dan Tidak
ditimbang Terlebih Dahulu
Operator Tidak
Mengecek atau
Membersihkan
Wadah Drum
Penuangan dilakukan Secara Tidak
Benar
Operator Tidak Mengecek Kadar Air
Kadar Air Madu Jadi Tidak
Sesuai SOP
Operator Tidak Mengecek
Kembali Suhu Ruangan
155
Filling
Kualitas
Madu
Pelabelan
Kriteria Produk
Penimbangan
2
Kriteria
Produk
Penyegelan
Kompor
Produk Madu
Reject
Madu Terlalu Encer
Label Tidak Sesuai
Wadah
Pengadukan
Kualitas Madu Rusak
Pengadukan Tidak Merata
Kurang Penelitian
Penimbangan Produk Jadi
Kondisi Mesin
Pengepresan
Plastik Penyegelan
Tidak Sesuai
Plastik Terlalu
Tipis
Suhu Kompor Tidak diatur
156
Lampira 5 Kuesioner Identifikasi dan Korelasi Frekuensi/ Peluang Risiko
(Occurrence) dengan Tingkat Pengaruh Dampk (Severity) Risiko.
Assalamualaikum, Wr, Wb.
Saya Fauziyah Rahmah, mahasiswa semester 8, Program Strata 1,
Jurusan Agribisnis, Fakultas Sains dan Teknologi, UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang tengah mengadakan penelitian berjudul “Analisis Risiko Produksi
Madu di CV.Madu Apiari Mutiara, Depok- Jawa Barat.” Adapun tujuan dari
kuesioner ini adalah sebagai alat untuk memperoleh data yang akurat dalam
penyusunan tugas akhir penelitian untuk memenuhi syarat dalam memperoleh
gelar Sarjana Agribisnis Strata 1, mengenai apa saja risiko yang ada dalam proses
produksimadu di C. Madu Apiari Mutiara, mulai dari Penerimaan bahan baku,
penimbangan 1,Penyaringan, Penurunan Kadar Air,Pengisian (Filiing),
Penimbangan 2, Pemasangan Stiker atau pelebelan, dan penyegelan. Kemudian,
memberikan penilaian pada masing-masing risiko yang telah diidentifikasi dari
segi dampak kejadian dan peluang terjadinya risiko, sehingga dapat dilakukan
pencegahan atau preventif risiko, untuk menanggulangi, mengurangi, dan
mencegah risiko-risiko tersebut muncul di masa yang akan datang. Oleh karena
itu, mohon kesediaan Bapak/Ibu untuk mengisi kuesioner ini dengan sebenar-
benarnya sesuai dengan fakta yang ada. Atas perhatian dan partisipasinya, saya
ucapkan terima kasih.
Hormat Saya
Penyusun
157
Lampiran 6. Kuesioner HOR 1, Identifikasi Frekuensi / Peluang
Kemunculan Penyebab Risiko (Occurence), Tingkat Pengaruh /Dampak
(Severity), Korelasi Kemunculan Risiko pada Proses Produksi Madu CV.
Madu Apiari Mutiari
Nama :
Jabatan :
Alamat :
No. Telp :
Email :
A. Petunjuk Pengisian Kuesioner
1. Jawaban merupakan presepsi Bapak/Ibu terhadap frekuensi risiko yang
terjadi, baik peluang terjadinya risiko maupun dampak yang dirasakan jika
risiko itu terjadi, baik peluang terjadinya risiko maupun dampak yang
dirasakan jika risiko itu terjadi.
2. Pengisian kuesioner dilakukan dengan memberikan tanda checklist (√)
atau (X)
3. Jika Bapak/Ibu tidak memahami pertanyaan agar melingkari nomor
pertanyaan.
4. Keterangan untuk penilaian “Frekuensi/Peluang Kemunculan Penyebab
Risiko”
1 = sangat jarang terjadi
2 = Jarang terjadi
3 = Sering terjadi
4 = Sangat sering terjadi
5 = Selalu terjadi
5. Keterangan untuk penilaian “ Pengaruh/Dampak Kejadian Risiko Produksi
Madu”
1 = Sangat rendah = tidak berdampak
2 = Rendah = berdampak, namun sangat rendah pengaruhnya
3 = Sedang = berdampak sedang
4 = Tinggi = berdampak tinggi
5 = Sangat Tinggi = berdampak sangat tinggi
6. Pengisisan kuesioner korelasi penyebab risiko (Aj) dengan pengaruhatau
dampak (Ei) dilakukan dengan memberikan nilai dengan angka sebagai
berikut:
0 = Tidak ada korelasi
1 = Korelasi / hubungan rendah
3 = Korelasi / hubungan sedang
9 = Korelasi / hubungan tinggi
158
Lampiran 6 Lanjutan
Tabel Tingkat Pengaruh/Dampak Risiko (Severity)
Proses Area Kode Kejadian
Risiko (Risk
Event)
Tingkat Keseringan
1 2 3 4 5
Penerimaan
Bahan Baku
Bahan Baku E1 Tidak
mencatat
bahan baku
E2 Tidak
diperiksa
secara merata
Penimbangan
1
Berat Bahan
Baku
E3 Tidak dicatat
berat bahan
baku ketika
datang
E4 Kurang teliti
dalam
pemeriksaan
Penyaringan Penuangan E5 Terdapat
serpihan
kotoran lebah
Pengadukan E6 Adonan tidak
homogeny
Penurunan
kadar air
Wadah E7 Wadah tidak
dibersihkan
terlebih
dahulu
Filling Kualitas
Madu
E8 Madu terlalu
encer
Wadah E9 Kualitas
madu rusak
Pengadukan E10 Pengadukan
tidak merata
Penimbangan
2
Kriteria
Produk
E11 Kurang
ketelitian
penimbangan
produk
Pelabelan Kriteria
Produk
E12 Label Tidak
Sesuai
Penyegelan Kondisi
Mesin
E13 Plastik
penyegelan
tidak sesuai
Pengepresan E14 Plastik terlalu
tipis
159
Lampiran 6 Lanjutan
Tabel Identifikasi Frekuensi/Peluang Kemunculan Penyebab Risiko
(Occurence)
Proses
Area
Kode
Penyebab Risiko (Risk
Agent)
Tingkat
Keparahan
1 2 3 4 5
Penerimaan
Bahan Baku
Penerimaan
A1 Bagian Quality Control tidak
mencatat dengan rapih
kedatangan bahan baku
A2 QC tidak memeriksa secara
merata hanya sebagian bahan
baku yang diperiksa
Penimbangan
1
Berat
A3 Pencatatan dilakukan tidak baik
dan rapih
A4 Kurangnya ketelitian dalam
pemeriksaan berat bahan baku
Penyaringan
Penuangan
A5 Operator tidak
mengecek/membersihkan wadah
drum
A6 Penuangan secara tidak benar
dan sempurna
A7 Operator tidak mengkontrol
kotoran lebah
160
Pengadukan A8 Operator tidak mengecek kadar
air
Penurunan
kadar air
Ruangan
penurunan
A9 Kadar air madu menjadi tidak
sesuai SOP yaitu 18%
A10 Operator tidak mengecek kembali
suhu ruangan
A11 Madu yang dimasukkan ke wadah
penurunan kadar air tidak
ditimbang terlebih dahulu
Filling
Kualitas
madu
A12 Operator tidak melakukan
pemeriksaan kadar air terlebih
dahulu
A13 Operator tidak melakukan
penimbangan seteah penurunan
kadar air
Wadah A14 Wadah yang digunakan bukan
steanless
Pengadukan A15 Pengadukan tidak
menggunakan mesin
Penimbanga
n 2
Kriteria
Produk
A16
Berat tidak sesuai dengan
berat bersih yang telah
ditentukan
Pelebelan
Kriteria
Produk
A20 Operator tidak melakukan
pemerikasaan ulang
A21 Kurangnya stok label
161
Penyegela
n
Shirinking
Kriteria
produk
A24 Operator tidak mengecek hasil
segel
pengepr
esan
A25 Plastik terlalu tipis
A26 Operator tidak mengatur
suhu kompor
162
Lampira 5 Lanjutan
Tabel Hubungan Korelasi Antara Kejadian Risiko dan Penyebab Risiko
K E1 E2 E3 E4 E5 E6 E7 E8 E9 E10 E11 E12 E13 E14 E15
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
A9
A10
A11
A12
A13
A14
A15
A16
A17
A18
A19
A20
A21
A22
A23
A24
A25
A26
Keterangan :
A. K merupakan kode dari kejadian risiko dan penyebab- penyebab risiko.
163
Lampiran 6. Kuesioner Penelitian HOR 2
Kuesioner Penilaian Tingkat Kesulitan Strategi Preventif Penyebab Risiko
ProduksiMadu di CV. Madu Apiari Mutiara Kuesioner ini merupakan kuesioner
lanjutan dari kuesioner penilaian risiko sebelumnya. Dalam kuesioner ini terdapat
penyebab risiko dan cara preventifnya. Pernyataan dalam kuesioner ini merupakan
hasil perhitungan dari kuesioner penilaian risiko sebelumnya sampai didapatkan
prioritas Penyebab atau penyebab risiko yang akan di mitigasi. Sedangkan, cara
preventifnya diambil berdasarkan keadaan dan kondisi perusahaan yang telah di
observasi oleh penulis. Data dari kuisioner ini selanjutnya akan diolah untuk
menghasilkan prioritas cara preventif yang akurat dan efektif untuk dijalankan oleh
perusahaan.
Untuk itu, penulis sangat mengharapkan Bapak/Ibu untuk berkenan mengisi
kuesioner tentang hubungan/korelasi antara Penyebab risiko dan cara preventifnya
dengan baik dan sebenar-benarnya. Atas perhatiannya, penulis ucapkan terima kasih.
Hormat Saya
Penyusun
164
A. Identifikasi Tingkat Kesulitan Strategi Preventif dan Korelasi Penyebab
Risiko dengan Strategi Preventif Pada Risiko Madu pada CV. Madu
Apiari Mutiara
Nama :
Jabatan :
Alamat :
No. Telp :
A. Petunjuk Pengisian Kuesioner
1. Jawaban merupakan persepsi Bapak/Ibu terhadap tingkat kesulitan strategi
mitigasi penyebab risiko.
2. Pengisian kuesioner dilakukan dengan memberikan tanda checklist (√) atau
(X).
3. Jika Bapak/Ibu tidak memahami pertanyaan agar melingkari nomor
pertanyaan.
4. Keterangan Untuk Pengisian Kuesioner
3 = Mudah = Aksi preventif mudah dijalankan
4 = Sedang = Aksi preventif dapat dijalankan
5 = Sulit = Aksi preventif sulit dijalankan
5. Pengisian kuesioner korelasi penerapan tindakan atau strategi preventif risiko
dengan penyebab risiko dilakukan memberikan nilai dengan angka sebagai
berikut:
0 = Tidak ada korelasi
1 = Korelasi / hubungan renda
3 = Korelasi / hubungan sedang
9 = Korelasi / hubungan tinggi
165
Lampiran 6 Lanjutan
Daftar/ Tingkat Kesulitan Tindakan Strategi Mitigasi Penyebab Risiko Pada
Proses Produksi Madu.
Kode Strategi Mitigasi (Mitigasi action)
Tingkat
Kesulitan
3
4
5
PA1
Melakukan pengawasan dan pemeriksaan pada
pencatatn setiap harinya
PA2
Mengadakan training dan pemberian motivasi
terhadap karyawan produksi
PA3
Menggunakan alat berbahan steanless setiap
produksi
PA4
Mengatur suhu ruangan setiap mulai jam kerja
karyawan
PA5 Melakukan pengadukan menggunak mesin mixer
PA6
Kadar Air diturunkan berdasarkan standart nasional
dan internasional 20◦C-18◦C
PA7 Sanitasi pada alat produksi harus diterapkan
PA8 Preventif maintenance berkala
PA9 Memperbaharui WI (Work Intruction)
PA10
Mengadakan rapat evaluasi terhadap kinerja
karyawan
166
Lampiran 6 Lanjutan
Tabel Korelasi Penerapan Tindakan/ Strategi Mitigasi Risiko Dengan
Penyebab Risiko Mak
Aj
PA1 PA2 PA3 PA4 PA5 PA6 PA7 PA8 PA9 PA10
A1
A2
A3
A4
A5
A6
A7
A8
A9
A10
A11
A12
A13
A14
A15
A16
A17
A18
A19
A20
A21
A22
A23
A24
A25
A26
167
Tabel 7a HOR 1 Tahap Penerimaan Bahan Baku
Penyebab Risiko
(Risk Agent)
Kejadian Risiko
(Risk Event)
1.Operator tidak
mengecek atau
membersihkan
wadah drum
2. Penuangan
secara tidak
benar dan
sempurna
3. Operator tidak
membersihkan
dengan benar
kotoran yang
terdapat pada
bahan baku
4. Operator
tidak
mengecek
kadar air
Si
1. Tidak
mencat
at
bahan
baku
0 1 0 9 3,8
2. Tidak
diperiks
a
secara
merata
9 9 9 3 4,2
Oj 3,6 3,2 2,6 4,4
ARP 136,08 459,648 373,464 1.896,048
Rank 4 2 3 1
168
Tabel 7b HOR 1 Tahap Penimbangan 1 Penyebab
Risiko (Risk
Agent)
Kejadian Risiko
(Risk Event)
1. Pencatatan
dilakukan
tidak baik dan
rapih
2.Kurangnya
pemeriksaan
yang
mengakibatkan
adanya berat
bahan baku
tidak sesuai
3. Operator
tidak
mengecek/me
mbersihkan
wadah drum
Si
1. Tidak
dicatat
berat
bahan
baku
ketika
datang
9 9 3 3,4
2. Kuran
g teliti
dalam
pemeri
ksaan
3 1 0 3,4
Oj 4,4 5,0 4,4
ARP 1.373 502,2 44,88
Rank 2 1 3
169
Tabel 7c Hor 1 Tahap Penyaringan
Penyebab
Risiko (Risk
Agent)
Kejadian Risiko
(Risk Event)
1. Penuanga
n dilakukan
secara tidak
2. Operator tidak
mengkontrol
kotoran
3. Operator
tidak
mengecek
kadar air
Si
1. Terdap
at
serpih
an
kotora
n
lebah
1 9 0 3,2
2. Adona
n tidak
homog
eny
0 0 9 4,4
Oj 3,0 2,2 4,2
ARP 9,6 63,36 166,32
Rank 3 2 1
170
Tabel 7d HOR 1 Tahap Penurunan Kadar Air
Penyebab
Risiko (Risk
Agent)
Kejadian Risiko
(Risk Event)
1. Kadar air
madu
menjadi
tidak
sesuai
SOP yaitu
18%
2. Operator tidak
mengecek suhu
ruangan
3. Madu
yang
dimasukka
n ke
wadah
penurunan
kadar air
tidak
ditimbang
terlebih
dahulu
Si
1. Wada
h
tidak
dibers
ihkan
terlebi
h
dahul
u
9 0 1 3,0
Oj 4,6 3,2 2,6
ARP 12,42 0 7,8
Rank 1 3 2
171
Tabel 7e HOR 1 Tahap Filling
Penyebab Risiko
(Risk Agent)
Kejadian Risiko
(Risk Event)
1. Operator tidak melakukanpemeriksaan kadar air terlebih dahulu
2.Operator tidak melakukan penimbangan
3. Wadah yang digunakan bukan steanless
4.
Pengaduka
n tidak
mengguna
kan mesin
Si
1. Madu
terlalu
encer
9 0 0 0 4,2
2. Kualitas
madu
rusak
0 3 9 0 3,8
3. Pengad
ukan
tidak
merata
0 0 0 9 4,4
Oj 2,2 3,0 4,6 4,8
ARP 83,16 34,2 157,32 190,08
Rank 3 4 2 1
172
Tabel 7f HOR 1 Tahap Penimbangan 2
Penyebab Risiko
(Risk Agent)
Kejadian Risiko
(Risk Event)
1. Berat tidak sesuai dengan berat bersih yang telah ditentukan
1. 2. Tidak seusuai
dengan SOP
2. 3. Kesalahan
dalam
pencatatan
Si
1. Kurang
teliti
penimb
angan
produk
jadi
9 3 1 3,6
Oj 3,75 2,5 3,0
ARP 32,4 28,2 21,05
Rank 1
173
Tabel 7g HOR 1 Tahap Pelabelan
Penyebab
Risiko (Risk
Agent)
Kejadian Risiko
(Risk Event)
1. Operator
tidak
melakukan
pemeriksa
an ulang
2. Kurangnya
stock label
Tiidak
Sesuai
label
yang
diguna
kan
Si
1. Label
tidak
sesuai
9 3 5 3,4
Oj 4,2 3,4 3,1
ARP 128,52 34,68 32,02
Rank 1 2 3
174
Tabel 7h HOR 1 Penyegelan
Penyebab Risiko
(Risk Agent)
Kejadian Risiko
(Risk Event)
1. Operator tidak mengecek hasil penygelan
2. Plastik terlalu tipis
3. Operator tidak mengatur suhu kompor
Si
1. Plastik
segel
tidak
sesuai
9 3 0 4,2
2. Plastik
terlalu
tipis
0 9 3 3,4
3. Suhu
kompor
tidak
diatur
5 9 9 4,6
Oj 3,4 4,0 4,6
ARP 3,0 64 3,237
Rank 3 1 2
160
Lampiran 8 Diagram (Fishbone)
Penyaringan
Pengadukan
Penuangan
Penurunan Kadar Air
Pembersihan
Filling
Kualitas Madu
Wadah
Pengadukan
Pelebelan Penyegelan
Kriteria Produk
Kriteria Produk
Pengepresan
Produk Riject Madu
Penimbangan 1
Penerimaan bahan baku
Penerimaan
Berat
Kriteria Produk
Penimbangan 2
161
Lampiran 9 Kusioner
1. Bahan baku buat produksi bapak darimana ?
Bahan baku hasil dari panen lebah sendiri yang dikembangkan
perusahaan, dan sisanya dari pemasok.
2. Jumlah tenaga kerja yang bekerja disini berapa banyak?
Kalau awal ngerintis 1-3 karyawan, tetapi semakin berjalannya
perusahaan semakin membutuhkan tenaga kerja buat produksi, dan
sekarang sudah ada 22 orang karyawan
3. Untuk lebah yang dikembangkan punya berapa banyak pak?
Ada 150 kotak, satu kotaknya bisa menghasilkan 3- 4kg.
4. Dari hasil panennya, bahan baku diolah jadi produk apa saja?
Banyak jenisnya, berbagi jenis madu, jenis madu diperoleh dari banyak
atau tidak hasil bunga. Bahan baku diolah jadi madu murni dan untuk
produk turunan seperti shampo dan sabun.
5. Untuk memenuhi permintaan konsumen disesuaikan berdasarkan apa?
Pemenuhan permintaan konsumen berdasarkan pemesanan, bagi
konsumen yang belum tahu produk kita yang mengarahkan, kadang kita
nerima masukkan dari konsumen.
6. Satu hari bisa produksi berapa banyak botol madu?
Kalau dirata- rata sebulan dapat memproduksi 1000-1500 botol dari
berbagai jenis ukuran. Ukurannya dari 250gr-600gr dan perkiloan juga
ada.
162
7. Produk yang mengalami kerusakan yang dikembalikan, produknya
dikemanakan, apa dibuang ?
Tidak dibuang, tetapi diolah lagi sebagai bahan baku produk turunan
seperti shampoo dan madu.
8. Bahan Baku apa selalu dicek setiap datang?
ya, kita selalu cek sesuai SOP perusahaan, ya tapi kadang karyawan ada
saja yang tidak melakukan pengecekkan.
9. Karyawan produksi apa sudah menerapkan proses produksi sesuai dengan
SOP pak?
Tergantung dari karyawan, ada yang memang sudah menerapkan ada
juga ya tidak melakukan seperti ya tidak ditimbang kembali dan lainnya.
10. Kendala untuk proses produksi itu sendiri apa saja?
kalau lagi musim panen, musim hujan itu lebahnya gabisa nyari makan,
dan panen bisa merosot sehingga produksi juga menurun.
11. Produk reject atau produk yang rusak apa menyebabkan kerugian ?
iya karna ya jadi menambah beban variabel dan juga mengalami jumla
penjualan turun.
12. Ada batasan toleransi tidak pak yang diterapkan oleh perusahaan terhadap
produk reject ?
ya ada setiap perusahaan harus mempunyai batas toleransi, kalau
perusahaan saya 10%.
163
13. Produk reject yang sering terjadi diakibatkan karna apa ?
Ya namanya produksi pasti ada saja risiko ya tinggal kita harus dapat
melakukan penanggulan risiko tersebut, nah yang sering terjadi itu
karyawan banyak yang tidak teliti, banyak juga karyawan yang memang
tidak mengkuti sesuai SOP, produksi sangatlah harus berpacu teradap
SOP yang berlaku.