Download - Lapsus Spondiloestesis
-
7/29/2019 Lapsus Spondiloestesis
1/22
LAPORAN KASUS
SEORANG LAKI-LAKI 26 TAHUN DENGAN KELUHAN
KEDUA KAKI TIDAK BISA DIGERAKKAN
Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Kepanitraan Klinik Stase Radiologi
di RSUD DR. ADHYATMA Tugurejo Semarang
Dokter Pembimbing:
dr. Zakiyah, Sp.Rad
Disusun oleh :
Akhmad Afrianto (H2A008004)
Idha Kurniasih (H2A008025)
Wiwik Durrotun Nisa (H2A008045)
KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU RADIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SEMARANG
RSUD DR. ADHYATMA TUGUREJO SEMARANG
-
7/29/2019 Lapsus Spondiloestesis
2/22
2013
HALAMAN PENGESAHAN
Nama / NIM : Akhmad Afrianto (H2A008004)
Idha Kurniasih (H2A008025)
Wiwik Durrotun Nisa (H2A008045)
Fakultas : Kedokteran Umum
Institusi : Universitas Muhammadiyah Semarang
Stase : Ilmu Radiologi
Judul Kasus : Spondilolesthesis
Dokter Pembimbing : dr. Zakiyah, Sp. Rad
Laporan kasus ini telah diperiksa dan disahkan pada tanggal Juli 2013.
Semarang, Juli 2013
Dokter Pembimbing
dr. Zakiyah, Sp. Rad
2
-
7/29/2019 Lapsus Spondiloestesis
3/22
DAFTAR MASALAH
TANGGAL MASALAH AKTIF KET.
15 Juli 2013 1. Spondilolisthesis vertebra Thoracal XI
2. Fraktur costa XI dextra
TANGGAL MASALAH PASIF KET.
15 Juli 2013 Biaya pengobatan menggunakan JAMKESMAS
3
-
7/29/2019 Lapsus Spondiloestesis
4/22
BAB I
LAPORAN KASUS
I. ANAMNESIS
A. Identitas Pasien
Nama Pasien : Tn. Kasmanto
Umur : 26 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Agama : Islam
Alamat : Borobudur Selatan 7/8 Semarang
No. RM : 42-09-01
Ruang : HCU Bed 1
Tgl masuk RS : 15 Juli 2013
B. Keluhan Utama :
Kedua kaki tidak bisa digerakkan.
C. Riwayat Penyakit Sekarang
Anamnesis dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 18 Juli 2013
pukul 13.00 WIB di ruang HCU RSUD dr. Adhyatma, MPH Tugurejo
Semarang Jawa Tengah.
Onset : sejak 3 (tiga) hari yang lalu
Lokasi : kedua kaki
Kualitas : kedua kaki tidak bisa digerakkan, tidak bisa berdiri,
berjalan dan kedua kaki terasa tebal, pasien hanya bisa
tiduran di tempat tidur
Kuantitas : keluhan dirasakan secara terus menerus.
Faktor memperberat : tidak bisa melakukan aktivitasnya.
Faktor memperingan : pasien hanya bisa tiduran di tempat tidur.
Gejala penyerta : nyeri di perut dan pinggang sebelah kiri.
4
-
7/29/2019 Lapsus Spondiloestesis
5/22
Kronologis :
Pasien datang ke RSUD Tugurejo Semarang dengan keluhan kedua kaki
tidak bisa digerakkan. Keluhan ini dirasakan sejak 3 hari yang lalu. Pasien
mengaku telah jatuh dari sepeda motor dan terpental sampai bagian
punggung menatap pohon di daerah Gunung Pati. Setelah jatuh, pasien
merasa badannya lemas dan kedua kaki tidak bisa digerakkan, tidak bisa
berdiri ataupun berjalan. Pasien juga mengeluh kedua kakinya terasa tebal.
Keluhan tersebut dirasakan secara terus menerus dan pasien hanya bisa
tiduran di tempat tidur. Selain itu pasien juga merasakan nyeri di perut dan
pinggang sebelah kiri. Buang air kecil dan air besar tidak ada keluhan.
D. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma seperti ini sebelumnya : disangkal
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Stroke : disangkal
Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
E. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat Hipertensi : disangkal
Riwayat Diabetes Melitus : disangkal
Riwayat Stroke : disangkal
Riwayat Penyakit Jantung : disangkal
F. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang wiraswasta, mempunyai 2 (dua) orang anak.
Biaya pengobatan pasien menggunakan JAMKESMASNAS.
Kesan : sosial ekonomi pasien kurang.
5
-
7/29/2019 Lapsus Spondiloestesis
6/22
II. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan pada tanggal 18 Juli 2013 pukul 13.30 WIB
Keadaan umum : tampak lemah.
Kesadaran : compos mentis, GCS E4V5M6 = 15
Vital Sign
TD : 112/54 mmHg
Nadi : 80x / menit, regular, isi dan tegangan cukup
RR : 20x / menit, regular, thorakoabdominal
Suhu : 37,5oC (axilla)
Status G eneralis
Kepala : kesan mesochepal
Mata : konjungtiva palpebra anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek
cahaya (+/+), pupil bulat isokor 3 mm/3mm, edem palpebra (-/-)
Hidung : napas cuping hidung (-), deformitas (-), secret (-)
Telinga : serumen (-), nyeri mastoid (-), nyeri tragus (-),
kurang pendengaran -/-
Mulut : sianosis (-) , bibir kering (-)
Leher : pembesaran kelenjar limfonodi (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Status Internus
Thorax : Cor : dalam batas normal
Pulmo : dalam batas normal
Abdomen : dalam batas normal
Status Psikis
Tingkah laku : dalam batas normal
Perasaan hati : dalam batas normal
Orientasi : orientasi baik, masih mengenal waktu, tempat, dan orang
Daya ingat : dalam batas normal
Kecerdasan : dalam batas normal
6
-
7/29/2019 Lapsus Spondiloestesis
7/22
STATUS N EUROLOGIS
Nervi Cranialis
N I. (OLFAKTORIUS) KANAN KIRI
Daya pembau Normal Normal
N II. (OPTIKUS) KANAN KIRI
Daya penglihatan
Medan penglihatan
Fundus Okuli
Normal
Normal
Tidak dilakukan
Normal
Normal
Tidak dilakukan
N III.(OKULOMOTORIUS) KANAN KIRIPtosis
Reflek cahaya langsung
Gerak mata ke atas
Gerak mata ke bawah
Gerak mata media
Ukuran pupil
Bentuk pupil
Diplopia
(-)
Normal
Normal
Normal
Normal
3 mm
bulat
(-)
(-)
Normal
Normal
Normal
Normal
3 mm
bulat
(-)
N IV. (TROKHLEARIS) KANAN KIRI
Gerak mata lateral bawah
Diplopia
Normal
(-)
Normal
(-)
N V. (TRIGEMINUS) KANAN KIRI
Menggigit
Membuka mulut
Reflek masseter
Sensibilitas
Reflek kornea
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
(+)
N VI. (ABDUSEN) KANAN KIRI
Gerak mata ke lateral
Diplopia
Normal
(-)
Normal
(-)
N VII. (FASIALIS) KANAN KIRI
Kerutan kulit dahi
Kedipan mata
Lipatan naso-labia
Sudut mulut
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
7
-
7/29/2019 Lapsus Spondiloestesis
8/22
Mengerutkan dahi
Mengerutkan alis
Reflek aurikulo-palpebra
Menutup mata
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
N VIII. (AKUSTIKUS) KANAN KIRI
Mendengar suara Normal Normal
Penurunan pendengaran (-) (-)
N IX. (GLOSOFARINGEUS) KANAN KIRI
Arkus faring
sengau
tersedak
Normal
(-)
(-)
Normal
(-)
(-)
N X. (VAGUS) KANAN KIRI
Bersuara
Menelan
(+)
(+)
(+)
(+)
N XI. (AKSESORIUS) KANAN KIRI
Memalingkan kepala
mengangkat bahu
Sikap bahutrofi otot bahu
(+)
(+)
NormalEutrofi
(+)
(+)
NormalEutrofi
N XII. (HIPOGLOSUS) KANAN KIRI
Sikap lidah
kekuatan lidah
Artikulasi
trofi otot lidah
Tremor lidah
Menjulurkan lidah
Normal
Normal
Normal
(-)
(-)
Normal
Normal
Normal
Normal
(-)
(-)
Normal
ANGGOTA GERAK ATAS KANAN KIRI
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Trofi
Sensibilitas
Reflek fisiologik
Normal
555
Normal
(-)
Normal
(+)
Normal
555
Normal
(-)
Normal
(+)
ANGGOTA GERAK BAWAH KANAN KIRI
8
-
7/29/2019 Lapsus Spondiloestesis
9/22
Gerakan
Kekuatan
Tonus
Trofi
Sensibilitas
Reflek fisiologik
(-)
000
normal
eutrofi
menurun
(+)
(-)
000
normal
eutrofi
menurun
(+)
REFLEK PATOLOGIS KANAN KIRI
Babinski
Gonda
Chaddock
BingOppenheim
Rossolimo
Gordon
Mendel-Becterew
(-)
(-)
(-)
(-)(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)
(-)(-)
(-)
(-)
(-)
FUNGSI VEGETATIF
Miksi : inkontinentia urin (-), retensio urin (-), anuria(-), poliuria(-)
Defekasi : inkontinentia alvi (-), retensio alvi (-)
RINGKASAN
Subyektif
Seorang pria umur 26 tahun, datang ke RSUD Tugurejo Semarang dengan
keluhan kedua kaki tidak bisa digerakkan. Keluhan ini dirasakan sejak 3
hari yang lalu. Pasien mengaku telah jatuh dari sepeda motor dan terpental
sampai bagian punggung kebawah menatap pohon di daerah Gunung Pati.
Setelah jatuh, pasien merasa badannya lemas dan kedua kaki tidak bisa
digerakkan, untuk berdiri ataupun berjalan terasa susah. Kedua kaki
dirasakan tidak bisa digerakkan secara terus menerus dan pasien hanya bisa
tiduran di tempat tidur. Selain itu pasien juga merasakan nyeri di perut dan
pinggang sebelah kiri. Buang air kecil lancar dan pasien belum buang air
besar.
Obyektif
9
-
7/29/2019 Lapsus Spondiloestesis
10/22
Motorik : dalam batas normal
Sensibiltas : dalam batas normal
Nervus kranialis: dalam batas normal
III. PEMERIKSAAN PENUNJANG
- Laboratorium tanggal 16 Juli 2013
Pemeriksaan Hasil Nilai Normal
Lekosit 15,47 3,8-10,6
Eritrosit 5,37 4,4-5,9
Hemoglobin 15,90 13,2-17,3
Hematokrit 46,80 40-52
Trombosit 197 150-440
Glukosa Sewaktu 134
-
7/29/2019 Lapsus Spondiloestesis
11/22
Hasil :
o Struktur tulang normal
o Alignment abnormal
o Discus invertebralis vertebra Thoracal X-XI menyempit
o Corpus vertebra Thoracal VI bergeser ke posterior
o Pedikel (+) normal
o Costa XI kanan tampak diskontinuitas
o Sacro iliac joint (+) normal
Kesan : spondilolisthesis vertebra Thoracal XI (50 %) dan fraktur costa
XI dextra
11
-
7/29/2019 Lapsus Spondiloestesis
12/22
IV.DIAGNOSIS
Diagnosis Klinik : paraplegi inferior spastik
Diagnosis Topik : medula spinalis segmen thoracal XI (50%) dan costa XI
dextra
Diagnosis Etiologik : spondilolisthesis vertebra Thoracal XI dan fraktur costa
et causa trauma
V. PENATALAKSANAAN
IpDx
o Laboratorium : darah rutin, kimia klinik
o Foto Rontgen
o MRI
IpTx
o Non MedikaMentosa
Bedrest
Fisioterapi
o Medika Mentosa
Obat :
Infus RL 20 tetes/menit
Injeksi Metil prednisolon 3 x 125 mg
Injeksi Ketorolac 2 x 1 ampul
Injeksi Ceftriakson 1 x 2 gr
Injeksi Ranitidin 3 x 1 ampulPembedahan :
ORIF pada vertebra Thoracal XI dan costa XI dextra
IpMx
o Monitoring KU dan TTV
IpEx
o Menjelaskan pada pasien dan keluarganya tentang penyakit dan
penatalaksanaan penyakit pasien.
12
-
7/29/2019 Lapsus Spondiloestesis
13/22
o Sarankan pada pasien agar patuh dalam pengobatan yang sudah
diberikan.o Sarankan untuk tidak banyak beraktivitas terlebih dahulu.
VI.PROGNOSIS
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad functionam : dubia ad bonam
Ad sanam : dubia ad bonam
13
-
7/29/2019 Lapsus Spondiloestesis
14/22
PEMBAHASAN
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
Kataspondylolisthesis berasal dari bahasa Yunani yang terdiri atas kata
spondylo yang berarti tulang belakang (vertebra), dan listhesis yang berarti
bergeser. Maka spondilolistesis merupakan istilah deskriptif untuk pergeseran
(biasanya ke anterior) dari vertebra relatif terhadap vertebra yang dibawahnya.1,4,5,9
Etiopatofisiologi
Penyebab dari sindrom ini adalah malformasi persimpangan lumbosakral
(kecil bagian belakang dan bagian belakang panggul) yang kecil, sendi facet tidak
kompeten, yang dapat bersifat kongenital (bawaan), disebut sebagai
spondilolisthesis displastik, atau mungkin terjadi selama masa remaja karena
patah tulang atau cedera pada salah satu tulang-tulang belakang darikegiatan
olahraga terkait seperti angkat berat, berlari, berenang, atau sepak bola yang
menyebabkan seseorang memiliki spondilolisthesisisthmic.1,9
Ada lima jenis utama dari Spondilolisthesisdikategorikan oleh sistem
klasifikasi Wiltse:
1. Displatik.
- Sendifacetmemungkinkanpergeseran kedepan.
- Lengkungan neural biasanya masih utuh.2
2. Isthmic.
- Lesi dari pars.
- Terdapat 3 subtipe: fraktur stress, pemanjangan dari pars, dan fraktur
pars akut.2
3. Degeratif.
Spondilolisthesis bisa disebabkan oleh penuaan, umum, dan keausan
tulang, jaringan, otot-otot, dan ligamen tulang belakang disebut sebagai
spondilolisthesis degeneratif.2
4. Trauma.
14
-
7/29/2019 Lapsus Spondiloestesis
15/22
Setelah kecelakaan besar atau trauma untuk kembali
menghasilkan kondisi yang disebut spondilolisthesis trauma.2
5. Patologis.
Jenis terakhir Spondilolisthesis, yang juga yang paling langka,
disebut spondilolisthesispatologis. Jenis Spondilolisthesis terjadi karena
kerusakan pada elemen posterior dari metastasis (kanker sel-sel yang
menyebar ke bagian lain dari tubuh dan menyebabkan tumor) atau
penyakit tulang metabolik. Jenis ini telah dilaporkan dalam kasus-kasus
penyakit Paget tulang (dinamai Sir James Paget, seorang ahli bedah
Inggris yang menggambarkan gangguan kronis yang biasanya
menghasilkan tulang membesar dan cacat), tuberkulosis (penyakit menular
mematikan yang biasanya menyerang paru-paru tetapi dapat menyebar ke
bagian lain dari tubuh), tumor sel raksasa, dan metastasis tumor.2
Diagnosis yang tepat dan identifikasi jenis atau kategori
Spondilolisthesis adalah penting untuk memahami serta keparahan dari
pergeseran yang terbagi menjadi 5 kelas sebelum pengobatan yang tepat untuk
kondisi tersebut dapat disarankan.2
Epidemiologi
Insidensi spondilolisthesis tipe ismik berkisar 5% berdasarkan studi
otopsi. Spondilolisthesis degeneratif memiliki frekuensi tersering karena secara
umum populasi pastinya akan mengalami penuaan. Paling sering melibatkan level
L4-L5. Sampai 5,8% pria dan 9,1% wanita memiliki listhesis tipe ini.1,2,8
Gejala klinis
Presentasi klinis dapat bermacam-macam, tergantung pada jenis
pergeseran dan usia pasien.Selama tahun-tahun awal kehidupan, presentasi klinis
dapat berupa nyeri punggung bawah ringan yang sesekali dirasakan pada panggul
dan paha posterior, terutama saat beraktivitas. Gejala jarang berkorelasi dengan
tingkat pergeseran, meskipun mereka disebabkan ketidakstabilan segmental.
Tanda neurologis seringkali berkorelasi dengan tingkat selip dan melibatkan
15
-
7/29/2019 Lapsus Spondiloestesis
16/22
motorik, sensorik, dan perubahan refleks yang sesuai untuk pelampiasan akar
saraf (biasanya S1).3
Gejala yang palingumum darispondylolisthesisadalah:
1. Nyeripunggung bawah.
Hal inisering lebih memberat dengan latihanterutama
denganekstensitulang belakanglumbal.4
2. Beberapa pasiendapat mengeluhkannyeri, mati rasa, kesemutan,atau
kelemahanpada kakikarena kompresisaraf.Kompresiparah darisarafdapat
menyebabkanhilangnya kontrol dariusus ataufungsi kandung kemih.4
3. Keketatan daripaha belakangdan penurunanjangkauan gerak daripunggung
bawah.4
Pasien dengan spondilolistesis degeneratif biasanya lebih tua dan datang
dengan nyeri punggung, radikulopati, klaudikasio neurogenik, atau kombinasi dari
gejala-gejala tersebut. Pergeseran yang paling umum adalah di L4-5 dan kurang
umum di L3-4. Gejala-gejala radikuler sering hasil dari stenosis recessus lateral
dari facet dan ligamen hipertrofi dan/ atau disk herniasi. Akar saraf L5
dipengaruhi paling sering dan menyebabkan kelemahan ekstensor halusis longus.
Stenosis pusat dan klaudikasio neurogenik bersamaan mungkin atau mungkin
tidak ada.4
Penyebab gejala klaudikasio selama ambulasi adalah multifaktorial. Rasa
sakit ini berkurang ketika pasien memfleksikan tulang belakang dengan duduk
atau bersandar. Fleksi memperbesar ukuran kanal oleh peregangan ligamentum
flavum menonjol, pengurangan lamina utama dan aspek, dan pembesaran foramen
tersebut. Hal ini mengurangi tekanan pada akar saraf keluar dan, dengan
demikian, mengurangi rasa sakit.4
Diagnosis
Pada kebanyakan kasus, jarang ditemukan kelainan pada pemeriksaan fisik pasien
spondilolistesis. Pasien biasanya mengeluh nyeri di bagian punggung yang
disertai dengan nyeri intermitten pada tungkai. Spondilolistesis sering
menyebabkan spasme otot, atau kekakuan pada betis.
16
-
7/29/2019 Lapsus Spondiloestesis
17/22
Spondilolistesis mudah didiagnosis dengan menggunakan foto polos tulang
belakang. X-ray lateral akan menunjukkan kelainan apabila terdapat vertebra yang
bergeser ke depan dibandingkan dengan vertebra di dekatnya. Spondilolistesis
dibagi berdasarkan derajatnya berdasarkan persentase pergeseran vertebra
dibandingkan dengan vertebra di dekatnya, yaitu:
1. Derajat I: pergeseran kurang dari 25%
2. Derajat II diantara 26-50%
3. Derajat III diantara 51-75%
4. Derajat IV diantara 76-100%
5. Derajat V, atau spondiloptosis terjadi ketika vertebra telah terlepas dari
tempatnya
Gambar 1. Pengukuran Derajat Spondilolisthesis
Gambar 2. Spondilolisthesis Grade I
17
-
7/29/2019 Lapsus Spondiloestesis
18/22
Gambar 3. Spondilolisthesis Traumatik Grade IV.
Jika pasien mengeluh nyeri, kebas-kebas, kelemahan pada tungkai,
pemeriksaan penunjang tambahan mungkin diperlukan. Gejala-gejala ini dapat
disebabkan stenosis atau penyempitan ruang tempat lewatnya saraf pada tungkai.
CT scan atau MRI dapat membantu mengidentifikasi kompresi saraf yang
berhubungan dengan spondilolistesis. Pada keadaan tertentu, PET scan dapat
membantu menentukan adanya proses akftif pada tulang yang mengalami
kelainan. Pemeriksaan ini juga berperan dalam menentuskan terapi pilihan untuk
spondilolistesis.6
Pemeriksaan Penunjang
Berikut adalah pemeriksaan-pemeriksaan yang menunjang diagnosis
spondilolisthesis:
a. X-ray
Pemeriksaan awal untuk spondilolistesis yaitu foto AP, lateral, dan
spot view radiograffi dari lumbal dan lumbosacral junction. Foto oblik
dapat memberikan informasi tambahan, namun tidak rutin dilakukan.
Foto lumbal dapat memberikan gambaran dan derajat spondilolistesis
tetapi tidak selalu membuktikan adanya isolatedspondilolistesis.
b. SPECT
SPECT dapat membantu dalam pengobatan. Jika SPECT positif maka
lesi tersebut aktif secra metabolik.
18
-
7/29/2019 Lapsus Spondiloestesis
19/22
c. Computed tomography (CT) scan
CT scan dengan potongan 1 mm, koronal ataupun sagital, dapat
memeberikan gambaran yang lebih baik dari spondilolistesis. CT scan
juga dapat membantu menegakkan penyebab spondilolistesis yang
lebih serius.
d. Magnetic resonance imaging (MRI)
MRI dapat memperlihatkan adanya edema pada lesi yang akut. MRI
juga dapat menentukan adanya kompresi saraf spinal akibat stenosis
dadri kanalis sentralis.
e. EMG
EMG dapat mengidentifikasi radikulopati lainnya atau poliradikulopati
(stenosis), yang dapat timbul pada spondilolistesis.7
Penatalaksanaan
Nonoperatif
Pengobatan untuk spondilolistesis umumnya konservative. Pengobatan
non operative diindikasikan untuk semua pasien tanpa defisit neurologis atau
defisit neurologis yang stabil. Hal ini dapat merupakan pengurangan berat badan,
stretching exercise, pemakaian brace, pemakain obat anti inflamasi. Hal terpenting
dalam manajemen pengobatan spondilolistesis adalah motivasi pasien.6
Operatif
Pasien dengan defisit neurologis atau nyeri yang mengganggu aktifitas,yang gagal dengan non operative manajemen diindikasikan untuk operasi. Bila
radiologis tidak stabil atau terjadi progresivitas slip dengan serial x-ray disarankan
untuk operasi stabilisasi. Jika progresivitas slip menjadi lebih 50% atau jika slip
50% pada waktu diagnosis, ini indikasi untuk fusi. Pada high grade
spondilolistesis walaupun tanpa gejala, fusi tetap harus dilakukan. Dekompresi
tanpa fusi adalah logis pada pasien dengan simptom oleh karena neural kompresi.
Bila manajemen operative dilakukan pada dewasa muda maka fusi harus
19
-
7/29/2019 Lapsus Spondiloestesis
20/22
dilakukan karena akan terjadi peningkatan slip yang bermakna bila dilakukan
operasi tanpa fusi. Jadi indikasi fusi antara lain: usia muda, progresivitas slip lebih
besar 25%, pekerja yang sangat aktif, pergeseran 3mm pada fleksi/ekstensi lateral
x-ray. Fusi tidak dilakukan bila multi level disease, motivasi rendah, aktivitas
rendah, osteoporosis, habitual tobacco abuse. Pada habitual tobacco abuse angka
kesuksesan fusi menurun. Brown dkk mencatat pseudoarthrosis (surgical non
union) rate 40% pada perokok dan 8% pada tidak perokok. Fusi insitu dapat
dilakukan dengan beberapa pendekatan:6
1. anterior approach
2. posterior approach (yang paling sering dilakukan)
3. posterior lateral approach
Komplikasi
Progresifitas dari pergeseran dengan peningkatan tekanan ataupun
penarikan (traction) pada saraf spinal, bisa menyebabkan komplikasi. Pada pasien
yang membutuhkan penanganan dengan pembedahan untuk menstabilkan
spondilolistesis, dapat terjadi komplikasi seperti nerve root injury (50%). Pasien yang berusia lebih muda memiliki resiko yang lebih tinggi untuk
menderita spondilolistesis isthmic atau congenital yang lebih progresif. Radiografi
serial dengan posisi lateral harus dilakukan setiap 6 bulan untuk mengetahui
perkembangan pasien ini.8
Prognosis
Pasien dengan fraktur akut dan pergeseran tulang yang minimal
kemungkinan akan kembali normal apabila fraktur tersebut membaik. Pasien
dengan perubahan vertebra yang progresif dan degenerative kemungkinan akan
mengalami gejala yang sifatnya intermiten. Resiko untuk terjadinya
spondilolistesis degenerative meningkat seiring dengan bertambahnya usia, dan
20
-
7/29/2019 Lapsus Spondiloestesis
21/22
-
7/29/2019 Lapsus Spondiloestesis
22/22
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidajat R, Jong Wd.2005. Spondilolistesis. Dalam: Buku Ajar Ilmu
Bedah Edisi ke-2. Jakarta: EGC. 835
2. Word press. 2011. Spondylolisthesis. Diunduh dari
http://www.spondylolisthesis.org/ [Diakses tanggal 18 Juli 2013].
3. Syaanin, Syaiful.Neurosurgery of Spondylolisthesis. Padang: RSUP. Dr.
M. Djamil/FK-UNAND Padang.
4. Nicrovic, Peter. A. 2009. Back pain in children and adolescents: Overview
of causes. UpToDate Systematic review ver. 17.3
5. Lee, Dennis, 2011. Spondylolisthesis Symptoms. Diunduh dari
http://www.medicinenet.com/spondylolisthesis/page2.htm#symptoms
[Diakses tanggal 18 Juli 2013].
6. Irani, Z. Spondylolisthesis Imaging. Diunduh dari
http://emedicine.medscape.com/article/396016-overview#showall
[Diakses tanggal 18 Juli 2013]
7. Shiel Jr, William C.Spondylolisthesis. MedicineNet.com . Diunduh dari :
http://www.medicinenet.com/spondylolisthesis/page2.htm[Diakses
tanggal 18 Juli 2013]
8. Japardi, I.2002, Spondilolistesis. Dalam USU digital Library. FakultasKedokteran, Bagian Bedah, Universitas Sumatera Utara.
Medical Disability Guidelines, 2009. Spondylolisthesis. Didapat dari :
http://www.mdguidelines.com/spondylolisthesis/definition[Diakses
tanggal 18 Juli 2013]
22
http://www.spondylolisthesis.org/http://www.angelfire.com/nc/neurosurgeryhttp://www.angelfire.com/nc/neurosurgeryhttp://www.medicinenet.com/spondylolisthesis/page2.htm#symptomshttp://emedicine.medscape.com/article/396016-overview#showallhttp://www.medicinenet.com/spondylolisthesis/page2.htmhttp://www.mdguidelines.com/spondylolisthesis/definitionhttp://www.spondylolisthesis.org/http://www.angelfire.com/nc/neurosurgeryhttp://www.angelfire.com/nc/neurosurgeryhttp://www.medicinenet.com/spondylolisthesis/page2.htm#symptomshttp://emedicine.medscape.com/article/396016-overview#showallhttp://www.medicinenet.com/spondylolisthesis/page2.htmhttp://www.mdguidelines.com/spondylolisthesis/definition