Transcript
Page 1: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 1/33

 

Laporan Survey dan Analisa KKLD Gili Sulat – Gili Lawang Pengembangan Sistem Observasi untuk Kawasan Pesisir 

Balai Riset dan Observasi Kelautan Badan Riset Kelautan dan Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan 

TA 2007 

Page 2: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 2/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 20071

 

KATA PENGANTAR 

Laporan Kegiatan Survei ini disusun untuk memenuhi persyaratan pelaporan

pekerjaan  “Pengembangan Sistem Observasi untuk Kawasan Pesisir” sesuaidengan isi Kerangka Acuan Kerja.

Kegiatan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan penelitian yang dilakukanpada tahun 2007. Pelaksanaan survey dilakukan oleh Tim Peneliti dari Balai Riset danObservasi Kelautan bekerjasama dengan Universitas Mataram, Pemkab Lombok Timur dan masyarakat setempat. Di dalam laporan ini diuraikan kerangka kerja,metodologi pelaksanaan, hasil dan analisa survei.

Secara keseluruhan laporan ini melaporkan hasil survey pengumpulan data primerdan sekunder yang telah dilaksanakan.

Page 3: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 3/33

 BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANGKawasan pesisir dan laut Indonesia memiliki potensi dan keanekaragaman hayati

tertinggi di dunia (mega biodiversity ) dan termasuk dalam kawasan CTC (Coral Triangle Center ). Tingginya potensi dan keanekaragaman hayati tersebut baik dalam bentuk keanekaragaman genetik, spesies maupun ekosistem merupakan aset yang sangatberharga, untuk menunjang pembangunan ekonomi Indonesia. Tingginya keanekaragaman

hayati perairan tersebut dapat memberikan manfaat bagi lingkungan dan kesejahteraanrakyat Indonesia bila dikelola secara optimal dan berkelanjutan dengan memperhatikankarakteristik dan daya dukung (carrying capacity ) lingkungan, serta mengacu pada setiapperaturan dan perundang-undangan yang telah ditetapkan.

Indonesia sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, sekitar 75% terdiri dari perairan

pesisir dan lautan, dengan luas perairan sekitar 5,8 juta km2 (3,1 juta km2 lautan teritorialdan archipelago, serta 2,7 juta km2 Zona Ekonomi Eksklusif (ZEE). Secara geografiskepulauan dan perairan Indonesia memiliki posisi yang sangat strategis karena terletak antara Samudera Pasifik dan Samudera Hindia, dan antara Benua Asia dan Australia,termasuk didalamnya paparan Sunda di bagian barat dan Paparan Sahul di bagian timur.

Sejalan dengan tugas pokok Departemen Kelautan dan Perikanan cq. DirketoratJenderal Kelautan, Pesisir, dan Pulau-pulau Kecil, Direktorat konservasi dan Taman NasionalLaut memiliki misi dan tanggung jawab untuk mendorong dan memfasilitasi daerah untuk mengembangkan program Kawasan Konservasi Laut Daerah (KKLD) dalam skala kecilmaupun besar khususnya dalam mekanisme penentuan zonasinya.

Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut Daerah merupakan paradigma baru, disamping

kawsan konservasi nasional sebagaimana diatur dalam Undang-undang Nomor 5 tahun 1990tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Dalam hal ini PemerintahDaerah berkewajiban mengatur sumberdaya alam laut di wilayahnya melalui Undang-undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah, khususnya Pasal 18 menyatakanbahwa salah satu kewenangan daerah di wilayahnya.

Pengelolaan sumberdaya alam laut menjadi hal yang penting di daerah oleh karenanya

rencana pengelolaan KKLD Gili Lawang dan Gili Sulat perlu disusun berdasarkan kajianilmiah, mengacu kepada pedoman pembentukan Kawasan Konservasi Laut dan sesuaikebutuhan daerah. Balai Riset dan Observasi Kelautan – SEACORM (South East Asia Center for Ocean Research and Monitoring) sebagai salah satu UPT dari Badan Riset Kelautan dan

Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan merasa perlu mengadakan kajian lebih lanjutdalam memberikan rekomendasi guna penentuan Kawasan Konservasi Laut Daerah

khususnya di Lombok Timur (Gili Sulat dan Gili Lawang).

1.2. TUJUANKegiatan ini bertujuan untuk :

•  Studi lokasi dan kelayakan potensi sumberdaya kelautan dalam rangka penentuanzonasi KKLD dengan data insitu.

Page 4: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 4/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 20073

•  Penentuan zonasi kawasan konservasi dengan mengintegrasi data satelit dan aplikasidengan program Marxan.

1.3. SASARAN

Sasaran dari kegiatan ini adalah mengetahui potensi sumberdaya pesisir gunapelaksanaan penentuan kawasan konservasi laut daerah sehingga diharapkan dapatterwujud suatu kawasan pengelolaan sumberdaya laut secara efisien danberkesinambungan dengan melihat carrying capacity KKLD khususnya di Gili Lawang danGili Sulat.

1.4. RUANG LINGKUP1.  Kajian dan pengumpulan data lapangan oseanografi dan ekologi.2.  Kajian dan pengumpulan data lapangan guna proses penentuan lokasi KKLD dengan

program MARXAN.3.  Kajian potensi sumberdaya kelautan.

1.5. MANFAATMeningkatkan wawasan dan pengetahuan tentang keberadaan, zonasi dan potensiPulau Gili Lawang dan Gili Sulat terutama tentang penentuan zonasi KKLD.

Page 5: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 5/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 20074

BAB II

GAMBARAN UMUM LOKASI KEGIATAN

Secara administratif, Pulau Gili Sulat dan Pulau Gili Lawang dengan luas wilayah masing-

masing 694 ha dan 483 ha merupakan bagian dari Desa Sambelia, Kecamatan Sambelia,yang terletak sebelah timur dari pusat Desa Sambelia. Pulau Gili Sulat dan Pulau Gili Lawangmerupakan kawasan hutan lindung yang berupa hutan mangrove.

Berdasarkan peritungan dari citra satelit Ikonos diperoleh informasi luasan Gili Sulat serta jenis penutupan lahannya (tabel 1), yaitu :

  Luas pulau 6.940.466 m2 (694 ha)

  Panjang garis pantai 13.069 m (13 km)

  Panjang pulau 5.16 km dan lebar pulau 1.88 km

Tabel 1. Tutupan lahan Pulau Gili Sulat

No. Tipe Penggunaan Lahan Jumlah (ha)

1.2.3.4.56.7.

BelukarKarang PenghalangMangrovePadang LamunPasirRataan Terumbu KarangTanah Terbuka

2.4092.236

641.63047.5990.775

178.68835.666

T o t a l 909.003

Sumber : Hasil studi identifikasi KKLD Lombok Timur, 2002

Sedangkan berdasarkan perhitungan dari citra satelit ikonos diperoleh informasi luasanPulau Gili Lawang serta jenis penutupan lahannya (Tabel 2), yaitu :

  Luasan pulau 4.384.638 m2 (438 ha)

  Panjang garis pantai 9.856 m (9.9 km)

  Panjang pulau 3.57 km dan lebar pulau 1.47 km

Tabel 2. Tutupan lahan Pulau Gili Lawang

No. Tipe Penggunaan Lahan Jumlah (ha)

1.2.3.4.56.7.8.

BelukarKarang PenghalangLagunaMangrovePadang LamunPasirRataan Terumbu KarangTanah Terbuka

21.3675.996

13.028369.02335.6821.932

181.25440.892

T o t a l 909.003

Sumber : Hasil studi identifikasi KKLD Lombok Timur, 2002

Page 6: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 6/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 20075

 

Oleh karena Pulau Gili Sulat dan Gili Lawang pada umumnya merupakan kawasanmangrove, sehingga daerah ini tidak berpenghuni atau tidak didiami secara menetap,kecuali pada saat-saat tertentu, hanya disinggahi oleh para nelayan yang menangkap ikan dilokasi sekitar pulau-pulau tersebut.

Mata pencaharian penduduk Desa Sambelia pada umumnya adalah sebagai petani sawahdan petani lahan pekarangan seperti tembakau, kelapa, umbi-umbian, dan kacang-kacangan. Sedangkan masyarakat yang bermata pencaharian nelayan umumnya bertempattinggal di wilayah pantai terutama di Labuhan Pandan dan Sugian (Tekalok Dalam).

Rendahnya tingkat perekonomian masyarakat juga dapat dilihat dari kondisi perumahanterlihat bahwa sebagian besar 5,77% terdiri atas rumah dengan tipe sederhana, 25,82%rumah permanen, dan 21,41% sisanya merupakan rumah semi permanen.

Penduduk Desa Sambelia umunya etnis Sasak. Etnis Sasak merupakan penduduk asli DesaSambelia. Selain itu terdapat juga etnis lain seperti Bugis, Mandar, Makassar dan Jawa. EtnisBugis, Mandar dan Makassar mendominasi profesi nelayan, sementara etnis Sasak lebihbanyak mengembangkan perikanan budidaya seperti tambak udang dan tambak kepiting.Dari total jumlah penduduk Kecamatan Sambelia mayoritas memeluk agama Islam.Sebagian kecil masyarakat lainnya memeluk agama Hindu sejumlah 108 jiwa; agamaKristen/Khatolik 35 jiwa; dan agama Budha 4 jiwa.

Pulau Gili Sulat dab Gili Lawang mempunyai jarak yang cukup dekat baik dengan mainland  (Kecamatan Sambelia), Ibukota Kabupaten (Selong) dan Ibukota Propinsi (Mataram). DariPulau Gili Sulat maupun Gili Lawang ke mainland dapat dicapai dalam waktu 10 – 30 menit

dengan menggunakan perahu bermotor 25 PK. Sedangkan dari pulau ke Ibukota Kabupatendapat ditempuh dalam waktu 40 – 60 menit dan dari Pulau ke Ibukota Propinsi dapatditempuh dalam waktu 2,5 – 3 jam.

Page 7: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 7/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 20076

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1. Mangrove

Mangrove merupakan jenis tumbuhan pantai yang secara spesifik tumbuh subur disepanjang pantai beriklim tropis dan sub tropis yang terlindung dengan membentuk formasidi sepanjang pantai yang hidupnya dari hasil perpaduan antara daratan dan lautan.

Tumbuhan ini memiliki sistem perakaran menonjol yang disebut akar napas (pneumatofor)yang mampu beradaptasi terhadap keadaan tanah yang miskin oksigen. Karena itutumbuhan mangrove memperoleh sumber makanan dari dua alam yakni air laut (lautpasang) dan air tawar ditambah bahan makanan pendukung dari endapan debu hasil erosisungai yang memperkaya sedimen dan mineral pada daerah rawa-rawa dimana mangrovetumbuh.

Beberapa jenis mangrove yang dikenal di Indonesia antara lain Bakau (Rhizopora ), Api-api( Avicennia ), Pedada (Sonneratia ) dan Tanjang (Bruguiera ).

Hutan mangrove adalah vegetasi hutan yang hanya dapat tumbuh di antara garis pasangsurut tetapi dapat juga tumbuh pada pantai karang pada dataran koral mati yang diatasnyaditimbuni selapis tipis pasir atau ditimbuni lumpur atau pantai berlumpur dan berkembangbiak di daerah tropis dan keberadaannya sangat penting artinya dalam pengelolaan sumberdaya disebagian besar wilayah Indonesia. Fungsi mangrove yang terpenting bagi daerahpantai adalah sebagai penyambung dan penyeimbang darat dan laut. Tumbuh-tumbuhan,hewan dan berbagai nutrisi ditransfer ke arah darat atau kearah laut melalui mangrove.

Batasan hutan mangrove menurut Samingan (1993) adalah hutan yang terutama tumbuh

pada tanah alluvial di daerah pantai dan sekitar muara sungai yang dipengaruhi pasangsurut air laut. Ciri-ciri hutan bakau menurut Soerianegara dan Indrawan (1980) adalah :a.Tidak terpengaruh iklim, b. Terpengaruh pasang surut, c. Tanah ditenggelami air laut, tanahlumpur atau berpasir terutama tanah liat, d. Tanah rendah pantai, e. Hutan tidak mempunyai strata tajuk.

Hutan mangrove dikenal beberapa jenis antara lain Bakau (Rhizopora ), Api-api ( Avicennia ),Pedada (Sonneratia ) dan Tanjang (Bruguiera ). Di Indonesia mangrove dikenal sebagai hutan

pasang surut atau hutan bakau yang umumnya tumbuh pada daerah yang tanahnyaberlumpur, berlempung atau berpasir.

 Vegetasri hutan mangrove di Indonesia ada sekitar 47 jenis tumbuhan yang spesifik 

mangrove dimana berbagai jenis satwa liar hidup diantaranya terancam punah sepertiHarimau Sumatera, Bekantan, Wilwo (Mycte ria Cinerea ), Bubut Hitam (Centropus Nigrorufus ) dan Bangau Tongtong (Leptoptilus Javanicus ), serta tempat persinggahan bagiburung-burung migran.

Manfaatnya secara ekologis mangrove berfungsi sebagai daerah pemijahan (spawning

grounds) dan daerah pembesaran (nursery grounds) berbagai jenis ikan, kerang dan spesieslainnya. Selain itu serasah mangrove berupa daun, ranting dan biomassa lainnya yang jatuhdi perairan menjadi sumber pakan biota perairan dan unsur hara yang sangat menentukan

Page 8: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 8/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 20077

produktifitas perikan laut. Hutan mangrove juga merupakan penyedia keanekaragamanhayati (biodiversity ) dan plasma nutfah (genetic pool ) yang tinggi serta berfungsi sebagaisistem penunjang (carying capacity) kehidupan.

Dengan akarnya yang rapat dan kokoh, mangrove juga berfungsi sebagai pelindung daratandari gempuran gelombang dan perembesan air laut.

Manfaatnya secara ekonomis dari mangrove, diperoleh melalui tiga sumber utama yaknihasil hutan, perikanan laut dan pantai serta wisata alam pantai. Kayunya cukup bagus untuk bahan bangunan, arang, bahan baku kertas dan produk industri kayu dan kerajinan.

Kondisi mangrove di Indonesia

Bagi masyarakat Indonesia khususnya kaum pesisir mangrove menggambarkan suatusumber kekayaan dan keanekaragaman kehidupan. Pada suatu daerah dimana mangrove

tumbuh kuat dan subur dengan tekanan penduduk dan tuntutan ekonomi terhadap ronapantai cukup tinggi, mangrove dikenal sebagai pelindung utama lingkungan pantai dansumber tempat mencari nafkah.

Namun karena keterbatasan pemahaman tentang nilai dan fungsi mangrove antara parapengambil kebijakan dan masyarakat umumnya, hutan mangrove dipandang sebagai arealyang boleh digunakan semaunya bahkan pohonnya ditebangi untuk kegunaan lain yangdianggap lebih menguntungkan. Akibatnya baru disadari bahwa mangrove ternyata jauhlebih penting antara lain sebagai pelindung pantai dan bangunan-bangunan treatment  air,sehingga harus dilakukan upaya untuk merehabilitasi tempat alami hutan mangrove yangmemakan investasi cukup besar.

Mengingat fungsi hutan mangrove yang sangat strategis tersebut, perlu dilakukan upayaaktif bagi perlindungan dan pelestariannya. Beberapa aspek yang menunjang keberhasilanitu adalah:

a.   Aspek sumber daya manusia berupa pendidikan, pelatihan dan penyuluhan bagi

aparatur pemerintah dan masyarakat.b.   Aspek kelembagaan, berupa rancangan peraturan perundangan antar lembaga

pemerintah tentang bentuk-bentuk pengelolaan dan pelestarian mangrove.c.   Aspek tata ruang, berupa penataan yang sesuai fungsi, peruntukan dan pemanfa-

atannya, sehingga ada pembagian tugas dan kewenangan yang jelas bagi masingmasing instansi di pusat dan daerah dalam merencanakan, memanfaatkan danmengendalikan penggunaan ruang yang berfungsi lindung dan budidaya.

Metode pengumpulan data ada 2 macam yaitu: 1) Transek-kuadrat, dan 2) 'spot check'.Kedua metode ini diaplikasikan untuk mendapatkan informasi komposisi jenis, strukturvegetasi dan komunitas, serta distribusi jenis.

Metode transek-kuadrat dilakukan dengan cara menarik garis tegak lurus pantai, kemudiandi atas garis tersebut ditempatkan kuadrat ukuran 10 X 10 m, jarak antar kuadratditetapkan secara sistematis terutama berdasarkan perbedaan struktur vegetasi.Selanjutnya, pada setiap kuadrat dilakukan perhitungan jumlah individual (pohon dewasa,pohon remaja, anakan), diameter pohon, dan prediksi tinggi pohon untuk setiap jenis.

Metode 'spot check' digunakan untuk melengkapi informasi komposisi jenis, distribusi jenis,dan kondisi umum ekosistem mangrove yang tidak teramati pada metode transek-kuadrat.Metode ini dilakukan dengan cara mengamati dan memeriksa zona-zona tertentu dalam

Page 9: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 9/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 20078

ekosistem mangrove yang memiliki ciri khusus. Informasi yang diperoleh melalui metode inibersifat deskriptif.

Karakteristik spasial ditandai dengan resolusi spasial yang digunakan sensor untuk mendeteksi obyek. Resolusi spasial adalah daya pilah sensor yang diperlukan untuk bisamembedakan obyek-obyek yang ada dipermukaan bumi. Istilah lain yang umum digunakan

untuk resolusi spasial adalah medan pandang sesaat (Intantenous Field of View  /IFOV).

Karakteristik spektral terkait dengan panjang gelombang yang digunakan untuk mendeteksiobyek-obyek yang ada di permukaan bumi. Semakin sempit julat (range) panjanggelombang yang digunakan maka, semakin tinggi kemampuan sensor itu dalammembedakan obyek.

Pemetaan penutup lahan diperoleh dari hasil klasifikasi multispektral citra digital. Klasifikasimultispektral merupakan suatu algoritma yang dirancang untuk menyajikan informasitematik dengan cara mengelompokkan fenomena berdasarkan satu kriteria yaitu nilai

spektral pada beberapa saluran sekaligus. Tiap obyek cenderung memberikan pola responspektral yang spesifik. Semakin sempit dan banyak saluran yang digunakan, semakin teliti

hasil klasifikasi multispektral tersebut.

Klasifikasi multispektral diawali dengan menentukan nilai pixel representatif tiap obyek secara sampling. Nilai pixel dari tiap sampel tersebut digunakan sebagai masukan dalamproses klasifikasi. Ekstraksi informasi penutup lahan dikerjakan berdasarkan warna padacitra komposit, analisis statistik dan analisis grafis. Analisis statistik digunakan denganmemperhatikan nilai rerata, standar deviasi, varians, dan kovarians, dari setiap kelas sampelyang diambil guna menentukan keterpisahan sampel. Analisis grafis digunakan untuk melihat sebaran piksel-piksel suatu kelas yang diasumsikan sebagai kelas yang homogenapabila piksel-piksel yang diambil sebagai sampel, bergerombol dalam satu gugus, denganmemperhatikan posisi gugus sampel dalam diagram pencar.

Dalam mengkelaskan nilai-nilai spektral citra menggunakan banyak feature tersebut, dikenalistilah klasifikasi teracu (supervised classification)  dan klasifikasi tak teracu (unsupervised classification). Istilah 'klasifikasi teracu digunakan, karena metode ini mengelompokan nilai

pixel berdasarkan informasi penutup lahan aktual di pemukan bumi, sedangkan istilah'klasifikasi tak teracu' digunakan, karena proses pengkelasannya hanya mendasarkan padainfomasi gugus-gugus spektal yang tidak bertumpang susun, pada ambang jarak (threshold 

distance) tertentu, dan saluran-saluran yang digunakan.

Informasi yang diperoleh dari proses pengkelasan nilai-nilai spektral bukan merupakan tipepenggunaan lahan, melainkan berupa klas penutup lahan. Berdasarkan hal tersebut,penamaan sampel mengacu pada posisi sampel dalam feature,space, dan diarahkan padapenyusunan klas-klas spektral seperti pada diagram pencar. Dengan mengacu diagrampencar tersebut, dapat diketahui bahwa terdapat suatu trend atau kecenderungan obyek permukaan bumi meliputi vegetasi, air dan tanah bahkan dapat dibedakan kondisi kerapatanvegetasi secara horisontal (ground cover) dan vertikal (Leaf Area Index)  

3.2. Terumbu Karang

Pembentukan terumbu karang merupakan proses yang lama dan kompleks. Berkaitandengan pembentukan terumbu, karang terbagi atas dua kelompok yaitu karang yangmembentuk terumbu (karang hermatipik ) dan karang yang tidak dapat membentuk terumbu(karang ahermatipik ). Kelompok pertama dalam prosesnya bersimbiosis dengan

Page 10: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 10/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 20079

zooxanthellae  dan membutuhkan sinar matahari untuk membentuk bangunan dari kapuryang kemudian dikenal reef building corals,sedangkan kelompok kedua tidak dapatmembentuk bangunan kapur sehingga dikenal dengan non–reef building corals yang secaranormal hidupnya tidak tergantung pada sinar matahari (Veron, 1986).

Pembentukan terumbu karang hermatipik dimulai adanya individu karang ( polip ) yang dapathidup berkelompok (koloni) ataupun menyendiri (soliter). Karang yang hidup berkolonimembangun rangka kapur dengan berbagai bentuk, sedangkan karang yang hidup sendiri

hanya membangun satu bentuk rangka kapur. Gabungan beberapa bentuk rangka kapurtersebut disebut terumbu

Formasi terumbu karang mengikuti topografi yang dibentuk oleh proses geologi alam.Pemahaman mengenai formasi terumbu karang memberikan informasi kecenderunganbentuk pertumbuhan yang mendominasi suatu zona dengan memperhatikan faktor jarak ekosistem terhadap daratan (pulau) ataupun terhadap laut lepas. Charles Darwin (1842)mengemukakan tiga perbedaaan formasi yang dikenal dengan teori penenggelaman

Terumbu karang tepi (Fringing Reef ), yaitu terumbu karang yang terdapat di sepanjangpantai dan dalamnya tidak lebih dari 40 meter. Terumbu ini tumbuh ke permukaan dan ke

arah laut terbuka.Terumbu karang penghalang (Barrier Reefs ), berada jauh dari pantai yangdipisahkan oleh goba (lagoon) dengan kedalaman 40 – 70 meter. Umumnya terumbukarang ini memanjang menyusuri pantai. Atol (atolls ), yang merupakan karang berbentuk melingkar seperti cincin yang muncul dari perairan yang dalam, jauh dari daratan danmelingkari gobah yang memiliki terumbu gobah atau terumbu petak.

Bentuk Pertumbuhan Karang

Karang memiliki variasi bentuk pertumbuhan koloni yang berkaitan dengan kondisilingkungan perairan. Berbagai jenis bentuk pertumbuhan karang dipengaruhi oleh intensitascahaya matahari, hydrodinamis (gelombang dan arus), ketersediaan bahan makanan,sedimen, subareal exposure dan faktor genetik.

Berdasarkan bentuk pertumbuhannya karang batu terbagi atas karang  Acropora  dan non- Acropora  (English et.al ., 1994). Perbedaan  Acropora  dengan non- Acropora terletak padastruktur skeletonnya. Acropora memiliki bagian yang disebut axial koralit dan radial koralit ,sedangkan non- Acropora hanya memiliki radial koralit .

Faktor yang Mempengaruhi Bentuk Pertumbuhan

Jenis karang yang dominan di suatu habitat tergantung pada kondisi lingkungan atau habitattempat karang itu hidup. Pada suatu habitat, jenis karang yang hidup dapat didominasi olehsuatu jenis karang tertentu. Pada daerah rataan terumbu biasanya didominasi karang-karang kecil yang umumnya berbentuk masif dan submasif.

Lereng terumbu biasanya ditumbuhi oleh karang-karang bercabang. Karang masif lebih

banyak tumbuh di terumbu terluar dengan perairan berarus. Gelombang berpengaruhterhadap perubahan bentuk koloni terumbu. Karang yang hidup di daerah terlindung darigelombang (leeward zones ) memiliki bentuk percabangan ramping dan memanjang,berbeda pada gelombang yang kuat (windwardzones ) kecenderungan pertumbuhanberbentuk percabangan pendek, kuat, merayap atau submasif. Secara umum ada empatfaktor dominan yang mempengaruhi bentuk pertumbuhan, yaitu cahaya, tekananhidrodinamis (gelombang dan arus), sedimen dan subareal exposure .

Page 11: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 11/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 200710

Metode Transek garis

Transek garis digunakan untuk menggambarkan struktur komunitas karang dengan melihattutupan karang hidup, karang mati, bentuk substrat (pasir, lumpur), alga dan keberadaanbiota lain. Spesifikasi karang yang diharapkan dicatat adalah berupa bentuk tumbuh karang(life form) dan dibolehkan bagi peneliti yang telah memiliki keahlian untuk mencatat karanghingga tingkat genus atau spesies.

Peralatan yang dibutuhkan dalam survei ini adalah rol meter, peralatan SCUBA (Self Contained Underwater Breathing Apparattus ), alat tulis bawah air, tas nilon, palu dan pahatuntuk mengambil sampel karang yang belum bisa diidentifikasi, dan kapal. Pengambilandata bentik dengan menggunakan metode Point Intercept Transect (PIT) dengan ketelitianhingga Life Form. Metoda PIT digunakan dengan mempertimbangkan keuntungan –keuntungan dari metoda tersebut yaitu dapat dilaksanakan dengan cepat, berbiaya murahdan memungkinkan untuk melakukan pengulangan (Bianchi et al., 2004). Pada setiap pulauterdapat dua buah site pengambilan data. Garis transek ditarik sepanjang 50 meter ke arahlaut pada tiap site tersebut. Setiap point transect berjarak 50 cm, sehingga didapat totalsebanyak 100 point transect. Pengklasifikasian data benthic mengacu kepada English et al.,(1994)

3.3. Penginderaan Jarak Jauh (Remote Sensing )

Perolehan informasi kondisi permukaan bumi dengan menggunakan teknologi penginderaan jarak jauh melalui satelit memiliki keuntungan yakni :

•  Daerah cakupan datanya luas sehingga data global dapat diperoleh 

•  Resolusi temporalnya tinggi karena datanya dapat diperoleh hampir setiap hari bahkansetiap jam, sehingga dapat dipergunakan untuk pemantauan

•  Perolehan datanya cepat, karena dapat diperoleh setiap saat dari satelit yang sedangberorbit. Selain itu juga karena datanya dalam format digital, maka pengolahan

informasi dapat dilakukan secara cepat dengan menggunakan komputer. •  Dipandang relatif ekonomis, ini berkaitan pula dengan sudah adanya beberapa fasilitas

penginderaan jarak jauh di Indonesia. Secara umum sistem penginderaan jauh dapat dijelaskan seperti pada Gambar 1.

Gambar 1. Sistem Penginderaan jauh (Sumber : Trisakti. B, dkk (2003))

SatelliteObservation

Target Observation

Recieving System

Processing System

User System

AirborneObservation

Page 12: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 12/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 200711

 

Pertama-tama pancaran dan pantulan energi dari benda-benda di permukaan bumiditangkap oleh sistem sensor pada satelit, kemudian setelah itu diubah menjadi sinyal-sinyalyang selanjutnya dikirimkan ke stasiun bumi untuk seterusnya disimpan dalam bentuk dataanalog atau digital. Kemudian untuk pemanfaatan suatu bidang tertentu, dapat dilakukanpengolahan lebih lanjut data penginderaan jarak jauh.

Sejak adanya teknologi komputer, pengolahan dan interpretasi secara digital dengankomputer banyak dilakukan di unit pengolahan penginderaan jarak jauh. Unit terakhir darisistem penginderaan jarak jauh adalah unit pengguna (users ), yang memanfaatkan hasilpengolahan dan interpretasi data penginderaan jarak jauh (added value ) untuk suatutarget disiplin ilmu tertentu seperti pertanian, geologi, kelautan, kehutanan dan banyak lagibidang lainnya.

Penginderaan atau sensor pada wahana penginderaan jauh memanfaatkan energigelombang elektromagnetik yang dipancarkan atau dipantulkan oleh suatu objek dipermukaan bumi, dimana tiap-tiap objek di permukaan bumi memiliki karakteristik reflektansi yang berbeda-beda seperti diperlihatkan pada gambar 2. Panjang gelombang

elektromagnetik yang dipergunakan dalam penginderaan jauh berkisar mulai dari panjanggelombang cahaya tampak hingga panjang gelombang radio.

Gambar 2. Reflektansi berbagai objek dipermukaan bumi pada suatu panjang Panjang gelombangdan band spektral satelit penginderaan jarak jauh (Sumber : Trisakti. B, dkk (2003)) 

Page 13: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 13/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 200712

BAB IV 

HASIL SURVEY 

4.1. MANGROVE

Pengamatan lapangan dilakukan dengan mengelilingi pulau untuk mendapatkan lokasi plot(cek poin). Jumlah cek poin yang didapat adalah 64 titik, yaitu 25 titik di Gili Lawang dan 39titik di Gili Sulat (Gambar 4). Tujuannya adalah mendapatkan gambaran sekilas mengenaikarakteristik hutan mangrove di kedua pulau. Plot, yang merupakan transek 10m x 10m,dilakukan di beberapa lokasi yang memiliki zonasi tertentu atau perubahan jenis vegetasi.Tiga pengukuran yang dilakukan, yaitu kerapatan, basal area (dominasi) dan probabilitas

species per plot (frekuensi). Namun karena keterbatasan waktu, hanya tercapai 19 plot,yaitu 14 plot di Gili Lawang dan 5 plot di Gili Sulat (Gambar 5).

Gambar 4. Titik-titik pengamatan (cek poin).

Page 14: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 14/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 200713

 

Gambar 5. Lokasi plot transek.

HASIL PENGAMATAN LAPANGAN

1. Species Mangrove

Keanekaragaman species mangrove di kedua lokasi cukup serupa dimana keduanya memiliki jenis tanah berpasir putih dengan salinitas sekitar 34-35 ‰. Pada sisi barat kedua pulautersebut, Rhizophora  dan Bruguiera  merupakan genus dominan. Keragaman genus

mangrove lebih banyak pada sisi timur kedua pulau. Species yang ditemukan di Gili Sulatdan Gili Lawang terdeskripsi pada Gambar 3 di bawah ini.

Page 15: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 15/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 200714

 

Rhizophora apiculata  Rhizophora mucronata 

Rhizophora stylosa  Bruguiera gymnorrhiza 

 Aegiceras floridum   Aegiceras corniculatum 

Sonneratia alba  Sonneratia caseolaris 

Xylocarpus mekongensis 

Lumnitzera racemosa 

Pemphis acidula 

Gambar 6. Beberapa jenis mangrove utama(true mangroves) yang ditemukan di GiliSulat dan Gili Lawang. Jenis tersebut belumtermasuk jenis mangrove ikutan (associate

mangroves) yang sangat bervariasi.Diperkirakan masih banyak jenis lainnyayang belum teridentifikasi.

 Avicennia marina Ceriops sp 

Page 16: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 16/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 200715

2. Struktur komunitas hutan mangrove

Beberapa transek dilakukan untuk mendapatkan gambaran dari struktur komunitas hutanmangrove yang ada di Gili Sulat dan Gili Lawang. Dari pengamatan lapangan sekilas (cek poin) dengan cara mengelilingi luar pulau, terlihat bahwa terdapat struktur komunitas yangberbeda antara sisi barat dan timur kedua pulau. Pantai pada sisi barat didominasi olehspecies Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata dan Rhizophora stylosa . Beberapaseedling dan sapling Rhizophora  terlihat di laut yang menandakan adanya pertumbuhanbaru species tersebut yang lebih meluas ke arah laut (Gambar 4).

Gambar 7. Struktur komunitas hutan mangrove di pantai sisi barat.

Pada sisi timur, kedua pulau juga memiliki struktur komunitas serupa, yaitu jenis mangroveyang lebih bervariasi dan beberapa terlihat sangat tua (Gambar 5). Pantai terluar didominasioleh genus Rhizophora  (Rhizophora mucronata, Rhizophora apiculata dan Rhizophora 

stylosa), Bruguiera (Bruguiera gymnorrhiza) Sonneratia (Sonneratia alba, Sonneratia caseolaris) dan Aegiceras (Aegiceras floridum, Aegiceras corniculatum). 

Gambar 8. Struktur komunitas hutan mangrove di pantai sisi timur pada saat pasang.

Komunitas hutan mangrove yang berbeda ini bertemu disuatu zona transisi dimana terdapatkomunitas peralihan, yaitu suatu komunitas gabungan antara dua komunitas tersebut. Di

Page 17: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 17/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 200716

lokasi ini genus Rhizophora  berkelompok dengan genus Sonneratia  dan  Aegiceras , yanghanya umum ditemukan di sisi timur Gili Sulat dan Gili Lawang.

Gambar 9. Struktur komunitas hutan mangrove di zona transisi.

3. Zonasi hutan mangrove

Gambar 10. Garis transek dari pantai ke arahdarat.

Zonasi hutan mangrove di Gili Sulat danGili Lawang terbagi atas 2 tipe mengikutistruktur komposisi hutan mangrove.Zona basah adalah zona terdepandimana mengalami genangan air lebihdari 14 hari/bulan. Zona sedang adalahzona dibelakang zona basah danmendapat pergenangan air laut selama6-14 hari/bulan. Sedangkan zona keringadalah zona terbuka dan mendapatlimpasan air laut kurang dari 6

hari/bulan. Di zona ini terdapat vegetasimangrove ikutan (mangrove associate)seperti rerumputan ( Acanthus ilicifolius,

Ipomoea, Spinifex littoreus ), waru(Thespesia populnea, Hibiscus tiliaceus ),Pongamia pinnata dan jenis lainnya.

Gambar 11. Zonasi hutan mangrove di sisi timur Gili Sulat dan Gili Lawang

Page 18: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 18/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 200717

 

Gambar 12. Zonasi hutan mangrove di sisi barat Gili Sulat dan Gili Lawang

4. Kerapatan hutan mangrove

Hutan mangrove di Gili Sulat dan Gili Lawang memiliki kerapatan yang cukup tinggi karena

masih banyaknya mangrove dalam kondisi baik dan terjaga sehingga dapat tumbuh besar(Gambar 10). Namun menurut data dari Departemen Kehutanan (Tabel 1), kondisimangrove di kedua pulau tersebut telah mengalami penurunan sehingga diperkirakan nilaikerapatannya telah berkurang. Kerapatan tertinggi sekitar 31,54 m2 /ha (lingkar luar pulau)hingga 58,75 m2 /ha (di sekitar sungai dalam pulau).

Gambar 13. Akar napas Rhizophora dan Sonneratia berukuran besar.

Lokasi Luas (Ha) Kondisi

Gili Sulat 663,50 Rusak sedang

Gili Lawang 423,36 Rusak sedang

Tabel 3. Luas hutan mangrove menurut sumber dari Ditjen RLHS, Dephut(2002). Data ini belum diklarifikasi kembali dalam survey karena belumtersedianya data citra.

Study mengenai perkembangan kondisi hutan mangrove dapat dilakukan dengan komparasikerapatan terdahulu dengan sekarang. Kegiatan ini memerlukan data citra satelit yang dicek dengan data lapangan. Dari data citra terdahulu, terlihat perbedaan tutupan lahandibandingkan dengan data lapangan terakhir. Namun kegiatan ini belum dapat dilakukankarena belum tersedianya data citra terbaru.

Page 19: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 19/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 200718

4.2. TERUMBU KARANG

Gambar 14. Lokasi Penyelaman (S1, S2, S3, S4)

Komposisi Benthic Life Form

Komposisi jenis bentik yang ditemukan pada tiap site penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.Pada seluruh site pengambilan data secara umum terdapat 17 jenis kategori benthic life form , dengan variasi terbanyak terdapat pada Site I Gili Sulat dan Site IV Gili Lawang(masing – masing 13 jenis) sedangkan pada Site II Gili Sulat dan Site III Gili Lawang hanyaterdapat masing – masing 9 jenis.

Tabel 4. Komposisi bentik pada site penyelaman :

Benthic Site I Gili Sulat Site II GiliSulat

Site III GiliLawang

Site IV Gili Lawang

ca + - + +ot + - + +sp + + - +sa - - - -rk - - - +dc + - + +cr + + + +abr + + + +aen + + - -

atb - - - +adg - - - -

 Asm - - - -Nen + + - +Nsm + - - +Nm + + + +Nbr + + + +Nfo + - + +Nmu + - + -Fire - - - -

Page 20: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 20/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 200719

Lc - - - -Sft - + - -

Blue - - - -Op - - - -

Fanwhip - - - - An - + - -Can - - - -

Keterangan : + (ada), - (tidak ada) 

Gambar 15. Life form List

Profil Transek, Jumlah dan Persent Cover Benthic Life Form 

Site I Gili Sulat

Profile Tr ansek S-1 (Gili Sulat)

-20

-15

-10

-5

0

0 10 20 30 40

Jarak Dari Pantai

   K  e   d  a   l  a  m

  a  n   (  m   )

 

Gambar 16. Profile Transek pada Site I Gili Sulat

Page 21: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 21/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 200720

7

1

7

0 02

1311

6

0 0 0

3 2

5

33

7

20 0 0 0 0 0 0 0

  c  a o   t   s  p s  a r   k   d  c c  r   a   b  r

  a  e  n

  a   t   b

  a  d  g 

  a  s  m   n  e

  n  n  s  m n  m   n   b

  r  n   f  o

  n  m  u

   f   i  r  e l  c   s   f   t

   b   l  u  e   O  p

   f  a  n -  w   h   i  p A  n   C  a

  n

Bent ik Life Form

      J     u     m      l     a      h

 

Gambar 17. Jumlah Benthic Life Form yang terdata pada Site I Gili Sulat

ca

7%

ot

1%

sp

7%dc

2%cr

13%

abr

11%

aen

6%

nen

3%

nsm2%

nm

5%

nbr

34%

nfo

7%

nmu

2%

 

Gambar 18. Persent  Cover Benthic Life Form pada Site I Gili Sulat

Page 22: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 22/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 200721

Site II Gili Sulat

Pro file Transek S-2 (Gili Sulat)

-15

-10

-5

0

0 10 20 30 40

Jarak Dari Pantai

   K  e   d  a   l  a  m  a  n

 Gambar 19. Profile Transek pada Site II Gili Sulat

0 02

0 0 02

16

8

0 0 02

04

20 0 0 0

44

0 0 02

0

  c  a o   t   s  p s  a r   k   d  c c  r   a   b  r

  a  e  n

  a   t   b

  a  d  g 

  a  s  m   n  e

  n  n  s  m   n  m   n   b

  r  n   f  o

  n  m  u

   f   i  r  e l  c   s   f   t

   b   l  u  e   O  p

   f  a  n -  w   h   i  p A  n   C  a

  n

Bentik Life Form

      J     u     m

      l     a      h

 

Gambar 20. Jumlah Benthic Life Form yang terdata pada Site II Gili Sulat

Page 23: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 23/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 200722

sp

2%cr

2%

abr

20%

aen

10%

nen

2%

nm

5%nbr

2%

sft

55%

An

2%

 

Gambar 21. Persent Cover Benthic Life Form pada Site II Gili Sulat

Site III Gili Lawang

Profile Transek S-3 (Gili Lawang)

-25

-20

-15

-10

-5

0

0 10 20 30 40

Jarak Dari Pantai

   K  e   d  a   l  a  m  a  n

 

Gambar 22. Profile Transek pada Site III Gili Lawang

Page 24: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 24/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 200723

4 2 0 0 0

1411

18

0 0 0 0 0 04

8

35

1 0 0 0 0 0 0 0 0

  c  a o   t   s  p s  a r   k   d  c c  r   a   b  r

  a  e  n

  a   t   b

  a  d  g

  a  s  m   n  e

  n  n  s  m   n  m   n   b

  r  n   f  o

  n  m  u

   f   i  r  e l  c   s   f   t

   b   l  u  e   O  p

   f  a  n -  w   h   i  p A  n  C  a

  n

Bentik Life Form

   J  u  m   l  a   h

 

Gambar 23. Jumlah Benthic Life Form yang terdata pada Site III Gili Lawang

ca

4%ot

2%

dc

14%

cr

11%

abr

19%nm

4%

nbr

8%

nfo

37%

nmu

1%

 

Gambar 24. Persent Cover Benthic Life Form pada Site III Gili Lawang

Page 25: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 25/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 200724

Site IV Gili Lawang

Profile Transek S-4 (Gili Lawang)

-25

-20

-15

-10

-5

0

0 10 20 30 40

Jarak Dari Pantai

   K  e   d  a   l  a  m  a  n   (  m   )

 

Gambar 25. Profile Transek pada Site IV Gili Lawang

7

1

4

01

10

6

10

0

4

0 0

3

8

1

14

4

0 0 0 0 0 0 0 0 0

  c  a o   t   s  p s  a r   k   d  c c  r   a   b  r

  a  e  n

  a   t   b

  a  d  g

  a  s  m   n  e

  n  n  s  m   n  m   n   b

  r  n   f  o

  n  m  u

   f   i  r  e l  c   s   f   t

   b   l  u  e   O  p

   f  a  n -  w   h   i  p A  n   C  a

  n

Bent ik Life Form

   J

  u  m   l  a   h

 

Gambar 26. Jumlah Benthic Life Form yang terdata pada Site IV Gili Lawang

Page 26: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 26/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 200725

ca

10%

ot

1%

sp

5%

rk

1%

dc

15%

cr

8%

abr

14%

atb

5%

nen

4%

nsm

11%

nm

1%

nbr

20%

nfo

5%

Gambar 27. Persent Cover Benthic Life Form pada Site IV Gili Lawang 

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terdapat dominasi dari coral non – acropora foliose (nfo) pada Site III Gili Lawang (37%) dan coral non – acropora branching (nbr) padasite I Gili Sulat dan Site IV Gili Lawang (34% dan 20% secara berurutan). Pada Site II GiliSulat didominasi oleh Soft coral (sft) yaitu sebesar 55%.

4.3. HASIL MARXAN

Marxan adalah sebuah perangkat lunak yang dapat digunakan untuk membantu merancangsebuah kawasan perlindungan laut atau jejaring kawasan perlindungan laut. Pada walanyatahun 2000 Marxan dibuat untuk merancang ulang kawasan Great Barier Reef  Australia.Setelah sukses di Great Barier Reef mulailah Marxan digunakan untuk keperluan yang samadi daerah-daerah lain, termasuk kawasan Gili Sulat dan Gili Lawang. Dalam membuat peta

layout Running Marxan didasarkan pada nilai-nilai SPF (Species Penalty Factor ) / nilai penaltibarkaitan dengan target fitur konservasi didalam unit perencanaan Marxan dan Nilai Cost dimana berisi nilai cost untuk setiap heksagon dalam planning unit (Planning unit cos ) yangterdapat di lokasi pulau. Adapun perincian nilainya sebagai berikut :

Tabel 5 . Fitur Konservasi dan Fitur Cost Pulau Gili Lawang dan Gili Sulat

No Konservasi SPF Cost Skor

1 Terumbu karang 2 Kampung 1

2 Mangrove a 2 Sebaran sedimen 2

3 Mangrove b 1,5 Jalur layar 1

4 Mangrove c 0,75 Bom Ikan 2

5 Lamun 1,25 Dive site 1

6 Benthos 1,5 Shelter 1

Kedua fitur tersebut didasarkan pada tabel ketetapan nilai dibawah ini :

Page 27: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 27/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 200726

 

Tabel 6 . Ketetapan nilai SPF dan Cost

Sumber : Workshop Resilient TNC CTC 2006

Gambar 28. Flow Chart Running Marxan ( Sumber : TNC – CTC Modul 3 Pengantar Marxan, 2007) 

Page 28: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 28/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 200727

 

Gambar 29. Hasil Running Marxan sebagai Rekomendasi “No Take Zone ” 

4.4. KUALITAS AIR LAUT

Tabel 7. Data kualitas air laut Di Pulau Gili Lawang dan Gili Sulat

Stasiun Lokasi TS Nitrat Nitrit Phosfat Amonia

1 G Lawang 42350 0,163 0,031 0,233 0,222

2 G Lawang 43390 0,142 0,032 0,231 0,229

3 G Lawang 43560 0,144 0,039 0,216 0,237

4 G Lawang 42610 0,145 0,031 0,242 0,221

5 G Lawang 43760 0,15 0,035 0,239 0,212

6 G Lawang 35660 0,141 0,031 0,226 0,208

7 G Lawang 43160 0,165 0,035 0,221 0,217

8 G Sulat 43240 0,127 0,029 0,231 0,231

9 G Sulat 44050 0,133 0,032 0,239 0,207

10 G Sulat 42870 0,17 0,046 0,231 0,231

11 G Sulat 55850 0,14 0,029 0,247 0,229

12 G Sulat 55290 0,14 0,032 0,234 0,217

13 G Sulat 42920 0,21 0,029 0,237 0,203

14 G Sulat 43350 0,213 0,032 0,239 0,226

Page 29: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 29/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 200728

Tabel 8. Baku Mutu Air Laut Peruntukan Wisata Bahari Kep Menteri Negara Lingkungan hidup tahun2004

No Parameter Satuan Baku mutu

Fisika

1 Suhu oc 30

2 Kecerahan m >6

Kimia1 pH - 7-8.5

2 Salinitas %o Alami

3 DO mg/l >5

4 Amoniak Bebas mg/l Nihil’ 

5 Fosfat mg/l 0.015

6 Nitrat mg/l 0.008

7 Sulfida mg/l Nihil’ 

8 Minyak dan Lemak mg/l 1

9 BOD5 mg/l 10

Tabel 9. Baku Mutu Air Laut Untuk Biota laut Kep Menteri Negara Lingkungan hidup tahun 2004

No Parameter Satuan Baku mutu

Fisika

1 Suhu oc

 AlamiCoral 28-30

Mangrove 28-32Lamun 28-30

2 Kecerahan mCoral>5

Mangrove –Lamun >3

Kimia

1 pH - 7-8.5

2 Salinitas %o

 AlamiCoral 33-34

Mangrove s/d 34Lamun 33-34

3 DO mg/l >5

4 Amoniak Bebas mg/l 0.3

5 Fosfat mg/l 0.015

6 Nitrat mg/l 0.008

7 Sulfida mg/l 0.01

8 Minyak dan Lemak mg/l 1

9 BOD5 mg/l 20

10 Pestisida µg/l 0.01

Biologi

1 plankton Sel/100 ml Tidak bloom

2 Bakteri Total MPN/100 ml 1000

Kualitas perairan disekitar Gili Lawang dan Gili Sulat akan ditinjau dari dua sisi pemanfaatanyaitu untuk kepentingan ekowisata dan kepentingan dari pertumbuhan biota laut. Padapengujian di sekitar perairan Gili Lawang dan Gili sulat yang masuk dalam lokasi KKLDtersebut, kualitas airnya masih normal karena kandungan Nitrat, Nitrit, Ammonia dan fosfatuntuk peruntukan biota laut masih dibawah ambang batas, jadi masih baik untuk berbagaimacam biota laut. Sedangkan kandungan Ammonia yang berada disekitar perairan GiliLawang sudah diatas ambang batas.

Page 30: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 30/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 200729

BAB V 

KESIMPULAN

Dari hasil survey yang didapat tingkat kerapatan mangrove di Pulau Gili Lawang dan PulauGili Sulat terdapat di sisi utara masing-masing pulau, Keanekaragaman spesies mangrove dikedua lokasi cukup serupa dimana keduanya memiliki jenis tanah berpasir putih dengan

salinitas sekitar 34-35 ‰. Pada sisi barat kedua pulau tersebut, Rhizophora dan Bruguiera  merupakan genus dominan. Keragaman genus mangrove lebih banyak pada sisi timur keduapulau.

Sedangkan terumbu karang berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan terdapatdominasi dari coral non – acropora foliose (nfo) pada Site III Gili Lawang (37%) dan coral non – acropora branching (nbr) pada site I Gili Sulat dan Site IV Gili Lawang (34% dan 20%secara berurutan). Pada Site II Gili Sulat didominasi oleh Soft coral (sft) yaitu sebesar 55%.

Berdasarkan hasil olahan software Marxan didapatkan hasil “no take zone ” terdapatdi hampir sebagian Pulau Gili Lawang, ini disebabkan karena : pada sisi barat Pulau terdapatcoral rubble  /karang mati dan terumbu karang yang masih dalam/sementara proses recovery  

 juga adanya fitur Cost ; jalur layar, kampung, sebaran sedimen, bom ikan, dive site, danshelter sebagai faktor pembatas dalam menentukan kawasan/zona inti dalam hal ini “No take zone ”.

Dan untuk pengukuran kualitas air laut pada pengujian di sekitar perairan GiliLawang dan Gili sulat yang masuk dalam lokasi KKLD tersebut, kualitas airnya masih normalkarena kandungan Nitrat, Nitrit, Ammonia dan fosfat untuk biota laut masih dibawahambang batas.

Page 31: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 31/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 200730

BAB VI

TAHAPAN SELANJUTNYA

Kegiatan di lokasi Kawasan Konservasi Laut Daerah Pulau Gili Sulat dan Gili Lawang

(Lombok Timur) telah dilaksanakan. Secara ruang lingkup kegiatan ini telah melaksanakanpengumpulan data Oseanografi (model arus), Kualitas perairan, mangrove, dan terumbukarang serta permodelan dengan menggunakan program MARXAN guna rekomendasipenentuan kawasan KKLD.

Tahapan selanjutnya untuk kegiatan ini adalah observasi dan kajian pemanfaatan kawasankonservasi laut di Gili Sulat dan Gili Lawang dan yang direncanakan pelaksanaannya padatahun 2008. Adapun cakupan kegiatan selanjutnya adalah :

1.  Pembuatan media coral farming (sexual reproduction methods). 2.  Pengukuran parameter fisikokimia dan analisa kualitas air laut serta pola arus

nutrien (Nutrient flow ).Dengan adanya kegiatan tahap lanjutan diharapkan akan memiliki hasil yang tidak hanya

berorientasi terhadap penentuan zonasi kawasan konservasi, tetapi juga dapat memberikankontribusi dalam menjaga daya dukung (carrying capacity ) serta tersedianya data parameterfisikokimia air laut dan pola arus nutrien (Nutrient flow ).

Page 32: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 32/33

Laporan Survey dan Analisa Gili Sulat – Gili Lawang

Pengembangan Sistem Obseravsi untuk Kawasan Pesisir – TA 200731

DOKUMENTASI

PELAKSANAAN SURVEY 

Guest house KKLD Gili Sulat-Gili Lawang Kantor KKLD yang belum beroperasi

Training Marxan di Lombok kerjasama denganTNC dan Pemda NTB

Koordinasi dengan pengelola KKLD 

Tim survey bawah laut Transek terumbu karang

Page 33: Laporan Survey Gili Sulat-lawang

7/16/2019 Laporan Survey Gili Sulat-lawang

http://slidepdf.com/reader/full/laporan-survey-gili-sulat-lawang 33/33

 

Pengambilan sampel air dan bentos Tim survey kualitas air

Transek mangrove Tim survey mangrove

Personil yang terlibat dalam survey Para peneliti Tim Konservasi BROK 


Top Related