Download - Laporan Distribusi( Kf 1) - Chandra
LAPORAN PRAKTIKUMKIMIA FISIKA I
Judul : Distribusi Zat Terlarut antara Dua Pelarut yang TidakSaling Campur
Asisten : Juli Elmariza
Nama : Chandra WijayaNIM : H13110021Kelompok : 3 (Tiga)Anggota : 1. Riska K
2. Sri Mulyati3. Anita Imawati4. Dwiyono5. Fitri Anggrenistia6. Sumarni
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan AlamUNIVERSITAS TANJUNGPURA
PONTIANAK2011
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Fenomena distribusi merupakan salah satu hal yang penting bagi seseorang
kimiawan, ditambah berbagai faktor yang mempengaruhi cabang ilmu tersebut. Lebih
khusus pengaruhnya terhadap distribusi zat terlarut pada dua pelarut yang tidak saling
campur. Contoh hal-hal yang termasuk di dalam koefisien partisi ialah kerja obat pada
tempat / organ target serta distribusi dan absorbsinya ke seluruh bagian tubuh sampai
memberikan efek terapeutik. Koefisien distribusi didefenisikan sebagai suatu
perbandingan kelarutan suatu zat (sampel) di dalam dua pelarut yang berbeda dan tidak
saling bercampur, serta merupakan suatu harga tetap pada suhu tertentu.
Pada percobaan ini dilakukan penentuan harga konstanta distribusi dengan cara
mencampur dua zat yang bersifat saling bertolak belakang/tidak saling bercampur.
Dengan percobaan ini, diharapkan dapat mamahami kelarutan suatu zat dari dua pelarut
yang tidak saling campur.
1.2 Prinsip dan Aplikasi Percobaan
Penentuan konstanta distribusi berdasarkan pada perbandingan kelarutan suatu zat
dalam dua pelarut yang tidak saling campur yakni pelarut air dan pelarut organik. Ke
dalam dua pelarut yang tidak saling campur, ditambahkan suatu pelarut yang dapat larut
pada pelarut tersebut, maka pelarut tersebut akan terdistribusi atau terbagi antara kedua
lapisan zat cair dengan perbandingan tertentu. Lalu dilakukan penitrasian dari lapisan air
dengan larutan standar menggunakan indikator PP. Sehingga nanti akan diperoleh data
dan pada akhirnya diperoleh harga konstanta distribusi. Aplikasi distribusi zat terlarut,
yaitu pada sifat senyawa obat agar dapat melalui membran sel yang terdiri dari lipo
protein atau suatu lapisan hidrofil dan hidrofob.
1.3 Tujuan Percobaan
Mempelajari kelarutan suatu zat terlarut dalam dua pelarut yang tidak saling campur dan
menentukan harga konstanta distribusinya.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Larutan
Larutan adalah campuran homogen dari molekul atom ataupun ion dari dua zat
atau lebih. Dikatakan campuran karena susunannya dapat berubah-ubah dan dikatakan
homogen karena susunannya seragam sehinggabsulit diamati adanya bagian-bagian yang
berlainan, bahkan dengan mikroskop optis sekalipun. Suatu larutan terdapat dua medium,
yaitu medium pelarut (cairan) dan zat terlarut yang mana kuantitas zat terlarut lebih kecil
daripada pelarut (Keenan, dkk, 1984).
Pada sebagian besar larutan terdapat batas tertentu tentang berapa zat terlarut yang
akan melarut dalam kuantitas pelarut tertentu pada suhu yang telah ditentukan. Kelarutan
zat terlarut adalah konsetrasi maksimum zat terlarut berlebih yang akan melarut. Para
kimiawan juga melakukan pembedaan larutan berdasarkan kemampuannya melarutkan
zat terlarut. Larutan yang mempunyai jumlah maksimum zat terlarut di dalam pelarut,
pada suhu tertentu disebut larutan jenuh. Pada saat titik jenuh belum tercapai disebut
larutan tak jenuh dimana larutan ini mengandung zat terlarut lebih sedikit dibandingkan
pelarutnya. Ada juga larutan lewat jenuh yang mana zat terlarutnya lebih banyak
dibanding pelarutnya atau kemampuan untuk melarutkan (Goldberg, 2004; Chang, 2005).
Larutan juga dapat dibedakan menjadi larutan gas, larutan padatan, dan larutan
cairan. Larutan gas adalah larutan yang dibuat dengan mencampurkan satu gas dengan
gas lainnya. Dikarenakan semua gas bercampur dalam semua perbandingan, maka setiap
campuran gas adalah homogen dan merupakan larutan. Larutan padatan adalah padatan-
padatan yang mana satu komponennya terdistribusi tak beraturan pada atom molekul dari
komponen lainnya. Larutan padatan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari yang
dikenal dengan nama alloy. Alloy dapat diartikan sebagai campuran dua unsur atau lebih
yang mempunyai sifat-sifat logam. Sebagai contoh baja yang merupakan alloy dari besi
atau karbon. Larutan cairan adalah larutan yang dibuat dengan melarutkan gas, cairan,
atau padatan dalam suatu cairan. Jika cairannya adalah air, maka larutan disebut larutan
berair (sastrohamidjojo, 2005; Bloomfield dan Karen, 2002; Tang, 1997).
2.2 Hukum Distribusi
Hukum ditribusi atau partisi dapat dirumuskan, bila suatu zat terlarut terdistribusi
antara dua pelarut yang tidak dapat campur, maka pada suatu temperatur yang konstan
untuk setiap spesi molekul terdapat angka banding distribusi yang konstan antara kedua
pelarut itu, dan angka banding distribusi ini tidak tergantung pada spesi molekul lain.
Harga angka banding berubah dengan sifat dasar pelarut, sifat dasar zat terlarut, dan
temperatur (Shevla, 1990).
Distribusi zat-zat terlarut antara dua cairan yang tidak dapat campur menawarkan
banyak kemungkinan untuk pemisahan analitis. Bila suatu zat terlarut terbagi antara dua
cairan yang tidak dapat campur, ada suatu hubungan antara konsetrasi zat terlarut dalam
dua fasa pada kesetimbangan. Angka banding konsentrasi pada kesetimbangan adalah
konstanta pada temperatur tertentu. KDA disebut koefisien distribusi dari spesies A,
dengan D adalah distribusi (Bassett, dkk, 1994; Day dan Underwood, 2001).
Perbandingan fraksi mol untuk larutan encer dapat diganti dengan perbandingan
konsentrasi. Jika C1 dan C2 adalah konsetrasi kesetimbangan zat dalam pelarut 1 dan 2,
persamaan kesetimbangan menjadi: = /dengan k adalah tetapan koefisien distribusi atau partisi. Angka banding / akan
mencapai nilai konstanta apabila zat terlarut memiliki massa molekul relatif yang sama
untuk kedua pelarut tersebut (Martin, 1993).
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi distribusi zat dalam larutan, yaitu
(Cammarata, 1995):
1. Temperatur
2. Kekuatan ion
3. Konstanta dielektrik
4. Katalis
5. Katalis Asam-Basa Spesifik
6. Cahaya energi
2.3 Titrasi
Titrasi adalah penentuan konsentrasi suatu larutan dimana volume dan konsetrasi
larutan yang sudah diketahui. Dalam penentuan kapan titrasi harus dihentikan dapat
digunakan suatu indikator, yaitu senyawa yang mempunyai satu warna berwarna dalam
suatu larutan yang bersifat basa dan tidak berwarna dalam suatu larutan yang bersifat
asam, begitu juga sebaliknya (Goldberg, 2004).
Pada saat titrasi akan ditemukan dua titik yang sangat berperan, yaitu titik
ekuivalen dan titik akhir titrasi. Titik ekuivalen dapat dikatakan apabila jumlah pereaksi
secara kimiawi sama dengan yang telah ditambahkan kepada analit. Titik akhir dapat
ditentukan apabila indikator berubah warna. Perubahan warna pun bisa terjadi persis pada
titik ekuivalen, tetapi bisa juga tidak. Hasil yang diharapkan tentunya titik akhir sedekat
mungkin dengan titik ekuivalen (Day dan Underwood, 2001).
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Alat-alat yang digunakan pada percobaan ini adalah buret 25 ml 2 buah, corong
pisah 250 ml 2 buah; 100 ml 1 buah, erlenmeyer 250 ml 1 buah; 100 ml 4 buah,
gelas kimia 100 ml 2 buah, labu ukur 250 ml 1 buah; 50 ml 2 buah, pipet ukur 10 ml
3 buah; 5 ml 1 buah, pipet volume 2 ml 1 buah, dan statif 2 buah.
3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah akuades, larutan asam
asetat, larutan asam oksalat, larutan NaOH standar, pelarut organik (eter), dan
indikator PP.
3.2 Analisis Bahan
3.2.1 Akuades (H2O)
Akuades merupakan senyawa yang dimurnikan dengan penyulingan sehingga
bebas dari garam terlarut dan senyawa lain. Air suling mempunyai konduktivitas
sebesar 0,8 x 10-6 slemens cm-1, massa jenis maksimal pada 40oC memiliki panas
jenis, t.b. 0oC, t.d. 100oC pada tekanan 1 atm. Berdaya hantar listrik buruk, tak
berwarna, tak berasa, tak berbau, dan sebagai pelarut universal (Kusuma, 1983).
3.2.2 Indikator PP (Fenolftalein) pH 8-9,6
Zat warna yang digunakan sebagai indikator asam-basa. Tidak berwarna
dibawah pH 8 dan berwarna merah di atas pH 9,6. Digunakan dalam titrasi yang
melibatkan asam lemah dan basa kuat, juga digunakan sebagai pencahar (Daintith,
1994).
3.2.3 Larutan Asam Asetat (CH3COOH)
Asam karboksilat berwujud cairan kental jernih atau padatan mengkilap,
dengan bau tajam khas cuka, t.l. 16,7oC, t.d. 118,5oC. Dibuat dengan mengoksidasi
etanol atau dengan mengoksidasi butana dengan bantuan mangan (II) atau kobalt
(II) etanoat terlarut pada suhu 200oC. Digunakan dalam pembuatan anhidrrola
etanoat untuk menghasilkan etenil etanoat (untuk polivinil asetat). Dapat juga dibuat
dari hasil fermentasi alkohol, fermentasi bir atau cuka makan, anggur atau air
kelapa. Larutan ini apabila terkena terkena kulit akan menyebabkan gatal-gatal.
Cara menanggulanginya, yaitu dicuci dengan air dan menggunakan sabun (Daintith,
1994).
3.2.4 Larutan Asam Oksalat (C2H2O4)
Asam oksalat merupakan padatan kristal yang sedikit larut dalam air, asam
yang sangat kuat dan beracun. Senyawa ini ada dalam tumbuhan tertentu, daun
kelembak. Karena merupakan asam yang sangat kuat dan beracun hindari kontak
langsung, seperti langsung menghirup karena tidak bagus untuk pernapasan dan
dapat merusak paru-paru (Daintith, 1994).
3.2.5 Larutan NaOH Standar
Larutan bening tanpa warna, t.l. 318oC, t.d. 1390oC. Sifat-sifat sangat basa
dan digunakan dalam industri kimia, terutama untuk membuat sabun dan kertas.
Larutan NaOH sangat korosif terhadap tubuh dan terutama membahayakan mata
(Daintith, 1994).
3.2.6 Pelarut Organik (Eter)
Pelarut organik sebagian besar mempunyai berat jenis dan kekentalan tinggi,
maka menyebabkan sukarnya proses pemindahan solute dari fasa air ke fasa
organik. Untuk mempermudah proses tersebut kekentalan fasa organik harus
diturunkan dengan cara menambahkan pengencer organik. Salah satu pengencer
organik yang sering digunakan adalah kerosin. Eter adalah suatu senyawa organik
yang sangat umum ditemukan dalam kimia organik dan biokimia, karena gugus ini
merupakan gugus penghubung pada senyawa karbohidrat dan lignin (Daintith,
1994; Purwani, dkk, 2008)
3.3 Prosedur Percobaan
Mula-mula dibuat masing-masing larutan asam asetat dan asam oksalat dalam
beberapa konsentrasi yang berbeda. Diambil 20 ml salah satu konsentrasi asam,
dimasukkan dalam corong pisah lalu ditambahkan 20 ml pelarut organik nonpolar dan
dikocok-kocok sampai terjadi kesetimbangan selama ±15 menit. Kemudian didiamkan
sehingga terjadi pemisahan antara pelarut air dan pelarut organik, setelah itu dilakukan
pemisahan. Diambil 5 ml dari lapisan air hasil pemisahan di atas dan titrasi dengan
larutan standar NaOH dengan menggunakan indikator fenolftalein (PP). Dilakukan duplo
kemudian dilakukan lagi tahapan diatas untuk konsetrasi asam yang berbeda, diamati
hasilnya.
3.4 Rangkaian Alat
Statif
Buret
Erlenmeyer
Gambar 1. Rangkaian Alat Titrasi
Statif Corong Pisah
Gambar 2. Rangkaian Alat Pemisahan Dua Pelarut
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
4.1.1 Larutan CH3COOH
Konsentrasi Volume NaOH yang diperlukan Perubahan Warna
0,5 M 17,1 ml Merah Muda
0,25 M 9,7 ml Merah Muda0,125 M 1 ml Merah Muda0,0625 M 2,3 ml Merah Muda
4.1.2 Larutan H2C2O4
Konsentrasi Volume NaOH yang diperlukan Perubahan Warna
0,5 M 47,7 ml Merah Muda
0,25 M 68,6 ml Merah Muda0,125 M 22,8 ml Merah Muda0,0625 M 10,8 ml Merah Muda
4.1.3 Standarisasi Larutan NaOH
Volume H2C2O4 Volume NaOH yang diperlukan Perubahan Warna
5 ml 48,2 ml Merah Muda
4.2 Pembahasan
4.2.1 Analisis Prosedur
Prinsip dari percobaan ini adalah menetukan konstanta distribusi berdasarkan
pada perbandingan kelarutan suatu zat dalam dua pelarut yang tidak saling campur,
dalam percobaan ini dilakukan dengan cara penambahan suatu zat terlarut yaitu
berupa asam asetat atau asam oksalat dengan variasi konsentrasi ke dalam dua
pelarut yang tidak saling campur, sehingga terjadi distribusi dari senyawa zat
terlarut ke dalam masing-masing pelarutyang sesuai dengan tingkat kepolarannya
hingga mencapai kesetimbangan dan selanjutnya dilakukan pemisahan antara
pelarut air dan pelarut organik. Setelah itu dilanjutkan dengan titrasi dengan larutan
standar NaOH.
NaOH merupakan larutan standar dalam percobaan ini. Standarisasi
bertujuan mengetahui konsentrasi larutan standar sehingga konsentrasi larutan titran
dapat diketahui. Namun dalam percobaan ini tujuan standarisasi NaOH adalah
untuk memastikan konsentrasi larutannya karena NaOH bersifat higroskopis.
Prosedur standarisasi larutan primer telah sering dilakukan pada percobaan
sebelumnya, yaitu dengan menimbang sejumlah tertentu zat, kemudian dilarutkan
dengan sejumlah tertentu pelarut dan dihitung konsentrasinya. Adapun konsetrasi
larutan standar primer yang dipakai adalah 0,1 M.
Larutan standar dibagi menjadi dua, yaitu larutan standar primer dan larutan
standar sekunder. Larutan standar primer adalah larutan yang dibuat langsung
dengan melarutkan suatu zat murni dengan berat tertentu, kemudian diencerkan
sampai diperoleh volume tertentu secara tepat. Larutan standar sekunder adalah
larutan yang konsentrasinya tidak dapat diketahui dengan cara menimbang zat
kemudian melarutkannya untuk memperoleh volume tertentu, tetapi dapat
distandarisasikan dengan larutan standar primer. Pada percobaan ini larutan NaOH
sebagai larutan standar primer karena menstandarisasi air sebagai larutan standar
sekunder.
Percobaan ini menggunakan air dan eter sebagai pelarut. Air merupakan
pelarut polar, sedangkan eter merupakan pelarut nonpolar, sehingga kedua pelarut
ini tidak akan saling bercampur. Sedangkan zat terlarut yang dipakai adalah asam
asetat dan asam oksalat.. Asam asetat dan asam oksalat merupakan dua asam lemah
yang bersifat semipolar. Apabila kedua asam lemah ini dilarutkan dalam pelarut
polar ataupun pelarut nonpolar, keduanya akan dapat terdistribusi pada pelarut yang
berbeda kepolaran.
Larutan yang akan dibandingkan, dimasukkan dalam corong pisah dengan
perbandingan volume yang sama. Ini bertujuan agar terjadi kesetimbangan dan zat
terlarut akan terdistribusi secara merata dalam larutan. Setelah dimasukkan dalam
corong pisah, larutan dikocok selama ± 15 menit agar terdistribusi secara sempurna,
kemudian didiamkan untuk memisahkan antara pelarut air dan eter. Setelah
beberapa menit larutan terpisah menjadi dua lapisan, air yang massa jenisnya lebih
besar berada pada lapisan bawah, sedangkan eter yang massa jenisnya lebih ringan
berada di atas.
Air yang berada di lapisan atas dipisahkan dan dititrasi dengan larutan standar
NaOH.Titrasi adalah penentuan konsentrasi suatu larutan dimana volume dan
konsetrasi larutan yang sudah diketahui. Dalam penentuan kapan titrasi harus
dihentikan dapat digunakan suatu indikator, yaitu senyawa yang mempunyai satu
warna berwarna dalam suatu larutan yang bersifat basa dan tidak berwarna dalam
suatu larutan yang bersifat asam, begitu juga sebaliknya. Air dititrasi karena untuk
mengetahui seberapa besar konsentrasi zat terlarut zat terlarut yang ditambahkan
sebelumnya. Sebelum dititrasi, larutan standar sekunder ditambahkan indikator,
yaitu fenolftalein. Indikator Fenolftalein (PP) yang mempunyai rentang pH 8-9,6.
Penggunaan indikator ini dalam Daintitih, 1994, dikarenakan indikator tidak
berwarna di bawah pH 8 dan berwarna merah di atas pH 9,6 serta digunakan dalam
titrasi yang melibatkan asam lemah dan basa kuat. Pada percobaan ini titrasi yang
dilakukan melibatkan asam lemah dan basa kuat. Jadi indikator yang pantas
digunakan adalah indikator PP. Berikut struktur indikator PP dari tanpa warna
sampai berwarna:
larutan belum berubah warna larutan menjadi merah muda
saat terjadi perubahan warna inilah menandakan titik akhir titrasi dan terjadi
titik ekivalen, yaitu jumlah mol pentiter sama dengan jumlah mol titrat. Adapun reaksi
yang terjadi adalah: H C O . 2H O + 2NaOH → Na C O + 4HCH COOH + NaOH → CH COONa + H OSetelah proses titrasi ini selesai, asam asetat dan asam oksalat diencerkan dengan
berbagai konsentrasi dan dilanjutkan sesuai prosedur diatas untuk mengetahui
pengaruh konsentrasi terhadap konstanta distibusi.
4.2.2 Analisis Hasil
Hal yang pertama dilakukan adalah pembutan larutan NaOH.0,1 M. Larutan
ini dibuat dengan melarutkan 2 gram NaOH padatan dengan akuades dengan
volume 50 ml. Selanjutnya dibuat larutan CH3COOH dengan konsentrasi
bertingkat, yaitu 0,5 M, 0,25 M, 0,125 M, dan 0,0625 M. Langkah yang dilakukan
yaitu dengan membadingkan volume dan konsentrasi larutan. Sehingga didapat
volume CH3COOH pekat sebesar 1,43 ml. Didapatlah volumenya masing-masing
25 ml untuk larutan pekat yang diencerkan.
Selanjutnya dibuat larutan H2C2O4 ∙ 2H2O dengan konsentrasi bertingkat, yaitu
0,5 M, 0,25 M, 0,125 M, dan 0,0625 M. Langkah yang dilakukan yaitu dengan
membandingkan massa dan konsentrasi larutan. Sehingga didapat massa H2C2O4 ∙
2H2O sebesar 3,15 gr. Didapatlah volumenya masing-masing 25 ml untuk larutan
pekat yang diencerkan dengan berbagai konsentrasi di atas.
Adapun konstanta distibusi diperoleh dengan membandingkan nilai
konsentrasi pelarut yaitu konsentrasi air dan eter. Pada CH3COOH, konstanta
distribusi rata-rata adalah 0,274, diperoleh dengan melarutkan zat terlarut dengan
empat konsentrasi yang berbeda. Sedangkan nilai konstanta distribusi rata-rata
untuk H2C2O4 adalah 0,144, diperoleh dengan cara yang sama, yaitu melarutkan zat
terlarut dengan empat konsentrasi yang berbeda.
BAB V
PENUTUP
5.1 Simpulan
Nilai konstanta distribusi sangat dipengaruhi oleh kelarutan dan konsentrasi zat
terlarut dalam pelarut yang tak saling campur. Adapun nilai konstanta distribusi larutan
CH3COOH yang diperoleh dalam percobaan ini adalah 0,274 dan nilai konstanta
distribusi larutan H2C2O4 adalah 0,144.
5.2 Saran
Saran yang dapat diberikan adalah pada praktikum selanjutnya dipakai pelarut tak
camcur yang lain dan percobaan hendaknya diduplo supaya tampak perbandingan hasil.
DAFTAR PUSTAKA
Bassett, J.R.C., Danney, G.H., Jeffrey, 1994, “Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik”, Edisi
4, Alih Bahasa: Pudjaatmaka, Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Bloomfield, V.A., dan Karen, E.S., 2002, “Assesing Accumulated Solvent Near a
Macromolecular Solute by Preferential Interaction Coefficients”, Biophysical
Journal, Vol. 82, 2876-2891, hal 2876.
Cammarata, S., 1995, “Farmasi Fisika”, UI-Press, Jakarta, hal 778, 779, 792.
Chang, R., 2005, “Kimia Dasar Konsep-konsep Inti”, Edisi 3, Jilid 2, Alih Bahasa: Muhamad
A.M, Ph.D, dkk., Erlangga, Jakarta
Daintith, J., 1994, “Oxford: Kamus Lengkap Kimia”, Alih Bahasa: Suminar Achmadi,
Erlangga, Jakarta.
Day, R.A., J.R. dan AL, Underwood, 2001, “Analisis Kimia Kuantitatif”, Edisi 6, Erlangga,
Jakarta.
Goldberg, D.E., 2004, “Kimia untuk Pemula”, Alih Bahasa: Ir. Sherly Affandy, Erlangga,
Jakarta.
Keenan, Kleifelter, Wood, A., 1984, “Kimia untuk Universitas”, Edisi 6, Jilid 1, Alih Bahasa:
Hadyana Pudjaatmaka, Ph.D, Erlangga, Jakarta.
Martin, A., 1993, “Farmasi Fisik”, Edisi 3, Jilid 2, UI-Press, Jakarta.
Purwani, M.V., Suyanti, Muhadi, A.W., 2008, “Ekstraksi Konsentrat Neodimium Memakai
Asam di-2-etil Heksil Fosfat, ISSN 1978-0176, hal 440.
Sastrohamidjojo, H., 2005, “Prinsip-prinsip Kimia Modern”, Edisi 4, Jilid 1, Erlangga,
Jakarta.
Shevla, G., 1985, “Buku Teks Analisis Anorganik Kualitatif Mikro dan Semimikro, PT.
Kalman Media Pustaka, Jakarta.
Sukardjo, 2002, “Kimia Fisika”, Rineka Cipta, Jakarta.
Tang, I.N., 1992, “Thermodynamic and Optical Properties of Mixed-Salt Aerosols of
Atmospheric Importance”, Journal of Geophysical Research, Vol. 102, No. D2,
Pages 1883-1893, hal 1883.
Perhitungan Data1. Pembuatan Larutan NaOH
Dik: M = 0,1 M
Mr NaOH = 40 gr/mol
V NaOH = 50 ml
Dit: gr NaOH = ?
Jawab:= × 10000,1 = 40 / × 100050= 2
2. Pembuatan Larutan CH3COOH
a.) M = 0,5 M
Dik: M1 = 17,49 M
M2 = 0,5 M
V2 = 50 ml
Dit: V1 = ?
Jawab:∙ = ∙∙ 17,49 = 50 ∙ 0,5= 2517,49 = 1,43b.) M = 0,25 M
Dik: M1 = 0,5 M
M2 = 0,25 M
V2 = 50 ml
Dit: V1 = ?
Jawab:∙ = ∙∙ 0,5 = 50 ∙ 0,25
= 12,50,5 = 25c.) M = 0,125 M
Dik: M1 = 0,25 M
M2 = 0,125 M
V2 = 50 ml
Dit: V1 = ?
Jawab:∙ = ∙∙ 0,25 = 50 ∙ 0,125= 6,250,25 = 25d.) M = 0,0625 M
Dik: M1 = 0,125 M
M2 = 0,0625 M
V2 = 50 ml
Dit: V1 = ?
Jawab:
∙ = ∙∙ 0,125 = 50 ∙ 0,0625 = 3,1250,125 = 253. Pembuatan Larutan H2C2O4 ∙ 2H2O
a.) M = 0,5
Dik: M = 0,5 M
V = 50 ml = 0,05 L
Mr = 126 gr/mol
Dit: m H2C2O4 ∙ 2H2O = ?
Jawab:= ∙= 0,5 ∙ 0,05= 0,025∙ = ∙= 0,025 ∙ 126= 3,15b.) M = 0,25 M
Dik: M1 = 0,5 M
M2 = 0,25 M
V2 = 50 ml
Dit: V1 = ?
Jawab:∙ = ∙∙ 0,5 = 50 ∙ 0,25
c.) M = 0,125 M
Dik: M1 = 0,25 M
M2 = 0,125 M
V2 = 50 ml
Dit: V1 = ?
Jawab:∙ = ∙∙ 0,25 = 50 ∙ 0,125= 6,250,25 = 25d.) M = 0,0625 M
Dik: M1 = 0,125 M
M2 = 0,0625 M
V2 = 50 ml
Dit: V1 = ?
Jawab:∙ = ∙∙ 0,125 = 50 ∙ 0,0625= 3,1250,125 = 25= 12,50,5 = 25
4. Standarisasi NaOH
Reaksi : ∙ 2 + 2 → + 4Dik: M ∙ 2 = 0,5
V ∙ 2 = 5
V NaOH = 50 ml
Dit: M NaOH = ?
Jawab : ∙ 2 = ∙= 0,5 ∙ 5= 2,5= 2 ∙ ∙ 2= 2 ∙ 2,5= 5== 550 = 0,1
5. Konstanta Distribusi
5.1 Konstanta Distribusi CH3COOH
Reaksi : + → +Dik: M = 0,1
V = 5Dit: a.) = 0,5 ; = 20,4
b.) = 0,25 ; = 10c.) = 0,125 ; = 5,2d.) = 0,0625 ; = 2,2
Jawab:
a.) = ∙= 0,1 ∙ 20,4= 2,04== 2,04== 2,045 = 0,408= ( − )= (0,5 − 0,408)
= 0,092= ( − ∙ )= (0,5 − 0,092)= 0,408 = = 0,0920,408 = 0,225b.) = ∙= 0,1 ∙ 10= 1== 1=
= 15 = 0,2= ( − )= (0,25 − 0,2)= 0,05= ( − ∙ )= (0,25 − 0,05)= 0,2 = = 0,050,2 = 0,25c.) = ∙= 0,1 ∙ 5,2= 0,52== 0,52 = = 0,525 = 0,104= ( − )= (0,125 − 0,104)= 0,021= ( − ∙ )= (0,125 − 0,021)
= 0,104 = = 0,0210,104 = 0,202d.) = ∙= 0,1 ∙ 2,2= 0,22== 0,22=
= 0,225 = 0,044= ( − )= (0,0625 − 0,044)= 0,0185= ( − ∙ )= (0,0625 − 0,0185)= 0,044 = = 0,01850,044 = 0,420= + + +4 = 0,225 + 0,25 + 0,202 + 0,4204 = 1,0974 = 0,274
5.2 Konstanta Distribusi H2C2O4
Reaksi : + 2 → + 2Dik: = 0,1= 5Dit: . ) = 0,5 ; = 27,2. ) = 0,25 ; = 23,1. ) = 0,125 ; = 8,8. ) = 0,0625 ; = 4,4
Jawab:
a.) = ∙= 0,1 ∙ 27,2= 2,72= 12 ×= 12 × 2,72 = 1,36== 1,365 = 0,272= ( − )= (0,5 − 0,272)= 0,228= ( − ∙ )= (0,5 − 0,228)= 0,272 = = 0,2280,272 = 0,838
b.) = ∙= 0,1 ∙ 23,1= 2,31= 12 ×= 12 × 2,31 = 1,155== 1,1555 = 0,231= ( − )= (0,25 − 0,231)= 0,019= ( − ∙ )= (0,25 − 0,019)= 0,231
= = 0,0190,231 = 0,082c.) = ∙= 0,1 ∙ 8,8= 0,88= 12 ×= 12 × 0,88 = 0,44=
= 0,445 = 0,088= ( − )= (0,125 − 0,088)= 0,037= ( − ∙ )= (0,125 − 0,037)= 0,088 = = 0,0370,088 = 0,420d.) = ∙= 0,1 ∙ 4,4= 0,44= 12 ×= 12 × 0,44 = 0,22=
= 0,225 = 0,044= ( − )= (0,0625 − 0,044)= 0,0185= ( − ∙ )
= (0,0625 − 0,0185)= 0,044 = = 0,01850,044 = 0,420= + + +4 = 0,838 + 0,082 + 0,420 + 0,4204 = 1,764 = 0,44