BPK Perwakilan Provinsi Sulawesi Tengah/Catatan Berita 1
KORBAN LIKUIFAKSI PETOBO MENOLAK DIRELOKASI
sulteng.antaranews.com
Warga korban gempa dan likuifaksi Kelurahan Petobo, Kecamatan Palu Selatan, Kota Palu,
Sulawesi Tengah, menolak direlokasi ke kelurahan lain sesuai Keputusan Gubernur Sulteng. Petobo
adalah kelurahan yang paling parah terdampak likuifaksi. "Keinginan masyarakat, mereka tetap
tinggal di Petobo," kata Lurah Petobo Alfin H Ladjuni menanggapi Surat Keputusan Gubernur
Sulteng Longki Djanggola tentang penetapan lokasi relokasi pemulihan akibat bencana Sulteng, di
Palu, Sabtu (5/1).
Gubernur Sulteng Longki Djanggola telah menandatangani keputusan lokasi relokasi nomor
369/516/DIS.BMPR-G.ST/2018 pada tanggal 28 Desember 2018 di Palu. Diktum I dalam keputusan
itu berbunyi menetapkan lokasi tanah relokasi pemulihan akibat bencana di Provinsi Sulawesi Tengah
untuk penyediaan hunian tetap, ruang terbuka hijau, sarana dan prasarana umum serta perkantoran.
Diktum II dalam keputusan itu berbunyi, lokasi tanah sebagaimana dimaksud dalam diktum satu
sebagai berikut di Kota Palu seluas 560,93 hektare area meliputi Kecamatan Tatanga seluas 79,3
hektare area di Kelurahan Duyu, Kecamatan Mantikulore seluas 481,63 hektare area di Kelurahan
Tondo dan Kelurahan Talise. Selanjutnya, di Kabupaten Sigi seluas 362 hektare area terletak di
Kecamatan Sigi Biromaru meliputi Desa Pombewe seluas 201,12 hektare area dan Desa Oloboju
160,88 hektare area.
Alfin menyebut, jika warganya direlokasi ke kelurahan lain yang dianggap aman oleh
pemerintah, maka secara tidak langsung nama kelurahan harus diganti. Bahkan lokasi Kelurahan
Petobo yang tidak terdampak likuifaksi, secara langsung tidak lagi dapat dimanfaatkan oleh warga-
nya. Padahal, sebagian besar warga-nya ialah petani yang memanfaatkan lahan-lahan mereka di
Kelurahan Petobo untuk bercocok tanam. "Sebagian besar warga Petobo merupakan petani dan
mereka masih menggarap lahaan untuk bertani menghidupi keluarga di lahan yang tidak terdampak
likuifaksi," ujar dia. Ia menegaskan, bahwa dalam waktu dekat warga korban likuifaksi di Kelurahan
Petobo akan menemui Gubernur Sulteng Longki Djanggola untuk membahas kembali lahan/lokasi
relokasi. Terkait hal itu Ketua RT 1/RW 5 Kelurahan Petobo Abd Naim mempertanyakan alasan
Pemprov Sulteng tidak menetapkan bagian timur Kelurahan Petobo (arah timur lokasi likuifaksi)
sebagai tempat/lokasi relokasi bagi korban bencana.
BPK Perwakilan Provinsi Sulawesi Tengah/Catatan Berita 2
Sumber Berita :
1. https://sulteng.antaranews.com, “Korban likuifaksi Petobo menolak direlokasi”, Sabtu, 5 Januari
2019.
2. https://www.republika.co.id, “Warga Petobo Korban Gempa dan Likuifaksi Menolak
Direlokasi”, Sabtu, 5 Januari 2019.
Catatan :
1. Berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2007 tentang
Penanggulangan Bencana, penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya
yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan
pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Sedangkan, kegiatan pencegahan bencana
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan sebagai upaya untuk menghilangkan dan/atau
mengurangi ancaman bencana. Pada pasal 9 menyebutkan bahwa wewenang pemerintah daerah
dalam penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:
a. penetapan kebijakan penanggulangan bencana pada wilayahnya selaras dengan kebijakan
pembangunan daerah;
b. pembuatan perencanaan pembangunan yang memasukkan unsur-unsur kebijakan
penanggulangan bencana;
c. pelaksanaan kebijakan kerja sama dalam penanggulangan bencana dengan provinsi
dan/atau kabupaten/kota lain;
d. pengaturan penggunaan teknologi yang berpotensi sebagai sumber ancaman atau bahaya
bencana pada wilayahnya;
e. perumusan kebijakan pencegahan penguasaan dan pengurasan sumber daya alam yang
melebihi kemampuan alam pada wilayahnya; dan
f. pengendalian pengumpulan dan penyaluran uang atau barang yang berskala provinsi,
kabupaten/kota.
2. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 04 Tahun 2015 tentang Bantuan Langsung
Berupa Uang Tunai Bagi Korban Bencana, pemulihan dan penguatan sosial adalah serangkaian
kegiatan untuk mengembalikan kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan melakukan
upaya rehabilitasi, rekonstruksi, relokasi, pendampingan sosial, dan pendampingan psikososial
untuk memulihkan dan membangun kembali kehidupan baik fisik, mental, dan sosial para korban
bencana dalam rangka mengembalikan keberfungsian sosialnya. Relokasi adalah pemindahan
penduduk dari rawan bencana ke pemukiman baru yang lebih aman terhadap ancaman bencana.
Sedangkan, bantuan bahan bangunan rumah adalah bantuan yang diberikan untuk merangsang
masyarakat/keluarga korban bencana yang rumahnya mengalami kerusakan akibat peristiwa
bencana alam atau bencana sosial yang tinggal di daerah rawan bencana alam dan rawan bencana
sosial sehingga perlu relokasi/rekonstruksi.
BPK Perwakilan Provinsi Sulawesi Tengah/Catatan Berita 3
3. Peraturan Menteri Sosial Republik Indonesia Nomor 01 Tahun 2013 tentang Bantuan Sosial Bagi
Korban Bencana, pada pasal 5 disebutkan bahwa jenis bantuan langsung yang diberikan kepada
korban bencana berupa:
1) sandang, pangan, dan papan;
2) pelayanan kesehatan;
3) penyediaan tempat penampungan sementara;
4) pelayanan terapi psikososial di rumah perlindungan;
5) bahan bangunan rumah dan/atau uang tunai melalui transfer bank;
6) keringanan biaya pengurusan dokumen kependudukan dan kepemilikan;
7) penyediaan kebutuhan pokok murah;
8) penyediaan dapur umum, air bersih, dan sanitasi yang sehat;
9) penyediaan pemakaman;
10) santunan bagi korban bencana berupa uang duka bagi ahli waris dan/atau biaya
pengobatan rumah sakit; dan/atau
11) bantuan pemulihan ekonomi dasar berupa bantuan usaha ekonomi produktif melalui
transfer uang bagi korban.
a. Pada pasal 7 dijelaskan bahwa, bantuan langsung dalam bentuk papan terdiri atas relokasi
hunian dan/atau hunian sementara. Relokasi hunian tersebut dapat diberikan dalam bentuk
bahan bangunan rumah dan/atau uang tunai melalui transfer bank. Hunian sementara tersebut
meliputi pembuatan barak, pemanfaatan gedung-gedung sekolah, balai desa, dan fasilitas
umum lainnya.
b. Pada pasal 38 disebutkan bahwa Bupati/walikota memiliki kewenangan:
1) mengoordinasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan penyelenggaraan bantuan
sosial bagi korban bencana di wilayah kabupaten/kota;
2) melakukan kerja sama dengan kabupaten/kota dalam satu provinsi dan kerja sama antar
kabupaten/kota di provinsi lainnya dalam pelaksanaan kebijakan program kegiatan
bantuan sosial bagi korban bencana sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-
undangan;
3) menguatkan kapasitas kelembagaan termasuk peningkatan sumber daya manusia untuk
pelaksanaan bantuan sosial bagi korban bencana;
4) memfasilitasi pelaksanaan kebijakan, program, dan kegiatan pelaksanaan bantuan sosial
bagi korban bencana;
5) melaksanakan pendataan penyelenggaraan bantuan sosial bagi korban bencana;
6) menyediakan pelayanan bantuan sosial bagi korban bencana; dan
7) menyediakan dan menetapkan lahan untuk relokasi.