Transcript
Page 1: Jurnal Reading THT Fix

Auris Nasus Larynx 39 (2012) 1–8

PEDOMAN PRAKTEK KLINIS UNTUK DIAGNOSIS DAN MANAJEMEN

OTITIS MEDIA AKUT (OMA) PADA ANAK-ANAK DI JEPANG

Subkomite Pedoman Praktek Klinis Diagnosis dan Manajemen

Otitis Media akut pada Anak

(Japan Otological Society, Japan Society for Pediatric Otorhinolaryngology, Japan

Society for Infectious Diseases in Otolaryngology) *

Abstrak:

Tujuan: (1) menunjukkan metode diagnosis dan pengujian untuk otitis media akut

(OMA) pada anak-anak (di bawah 15 tahun), dan (2) merekomendasikan metode

pengobatan sesuai dengan konsensus berbasis bukti dicapai oleh subkomite pada

praktek klinis pedoman untuk diagnosis dan pengelolaan OMA pada anak-anak

(subkomite pada pedoman praktek klinis), dalam terang dari penyebab bakteri dari

OMA di Jepang dan kerentanan mereka terhadap agen antimikroba.

Metode: Kami meneliti bakteri yang paling baru-baru terdeteksi menyebabkan OMA

anak di Jepang serta kerentanan antimikroba mereka, pertanyaan klinis dikembangkan

mengenai diagnosis, metode pengujian, dan pengobatan OMA, mencari literatur yang

diterbitkan selama tahun 2000 - 2004, dan mengeluarkan pedoman tahun 2006. Pada

tahun 2009 pedoman kami melakukan penyelidikan yang sama dengan penambahan

literatur yang diterbitkan selama 2005-2008 dan yang tidak termasuk dalam pedoman

2006.

1

Page 2: Jurnal Reading THT Fix

Auris Nasus Larynx 39 (2012) 1–8

Hasil: Kami dikategorikan OMA sebagai ringan, sedang, atau berat atas dasar temuan

Otoskopi dan gejala klinis, dan disajikan direkomendasikan pengobatan untuk setiap

derajat keparahan.

Kesimpulan: Penilaian Akurat temuan Otoskopi, serta tanda-tanda dan gejala lain,

adalah penting untuk menilai tingkat keparahan dan memilih metode pengobatan.

Kata kunci: Otitis media akut (OMA), agen antimikroba, pedoman praktek klinis,

myringotomy, Multidrug-bakteri resisten, otitis media berulang.

1.Pendahuluan

Otitis media akut (OMA) adalah inflamasi yang khas yang umumnya mengenai

pada pernapasan bagian atas biasanya mempengaruhi anak-anak dan terutama berobat

kepada ahli THT. Frekuensi yang tepat terjadinya di Jepang tidak diketahui, namun

menurut laporan dari Eropa dan Amerika Serikat, 62% dari anak-anak berusia kurang

dari satu tahun dan 83% dari mereka yang sampai dengan usia tiga tahun menderita

setidaknya satu serangan OMA [1]. Faden et al. [2] telah melaporkan bahwa itu

mempengaruhi 75% dari anak-anak sampai usia satu tahun.

Beberapa penulis di Eropa dan Amerika Serikat tidak merekomendasikan

penggunaan agen antimikroba untuk OMA. Di Belanda, telah diusulkan bahwa agen

antimikroba yang tidak perlu dalam setidaknya 90% kasus, dan bahwa pasien harus

diamati selama 3-4 hari tanpa pengunaan agen antimikroba [3,4]. Rosenfeld et al. juga

telah melaporkan pengamatan sebagai pilihan manajemen penelitian, dan lebih baru-

baru ini [5-7] juga tidak menemukan perbedaan signifikan dalam klinis hasil jika agen

antimikroba tidak diberikan segera melainkan diresepkan jika tidak ada perbaikan

dalam gejala setelah 48 atau 72 jam [8,9]. Sebuah tinjauan dari Cochrane library yang

diperiksa uji coba terkontrol secara acak dari penggunaan agen antimikroba

2

Page 3: Jurnal Reading THT Fix

Auris Nasus Larynx 39 (2012) 1–8

dibandingkan dengan plasebo juga menemukan bahwa agen antimikroba memiliki

sedikit efek pada OMA pada anak-anak [10]. Selain itu, uji coba double-blind terkontrol

secara acak dari amoksisilin (AMPC) dan plasebo tidak menemukan signifikan

perbedaan dalam keberhasilan terapi antara kedua [11,12]. Dagan et al. [13,14] dan

Toltzis et al. [15], di review dan studi kasus-kontrol, menyarankan bahwa penggunaan

agen antimikroba akan berkurang karena penggunaan berbagai agen antimikroba

meningkatkan kelangsungan hidup resisten Streptococcus pneumonia (S. pneumonia) di

nasofaring, yang dapat menyebabkan infeksi tambahan di telinga tengah yang

menghasilkan cairan.

Di Jepang, survei nasional rutin yang dilakukan dari penyebab bakteri untuk

OMA, sinusitis akut, tonsilitis akut, dan peritonsillar abses. Survei ini telah melaporkan

bahwa resisten bakteri sekarang sedang terdeteksi lebih sering [16,17], yang berarti

bahwa rekomendasi kepada menghindari pemberian agen antimikroba yang diajukan

dalam Eropa dan Amerika Serikat tidak berlaku. Selain itu, kriteria dan penilaian tingkat

digunakan dalam klinis konvensional penilaian tidak selalu seragam bahkan di Eropa

dan Amerika Serikat [18]. Investigasi dan evaluasi terpadu diagnosis dan pengobatan

OMA pada anak Oleh karena itu diperlukan, didasarkan pada situasi aktual di Jepang.

Berdasarkan perspektif ini, Japan Otological Society (JOS), Japan Society for Infectious

Disease in Otorhinolaryngologi (JSIDO), dan Japan Society for Pediatric

Otorhinolaryngology (JSPO) menghasilkan pedoman tahun 2006 praktek klinis

konsisten dengan Eviden based Medicine (EBM) [19] dengan tujuan mendukung

diagnosis dan pengobatan anak OMA [20-23], yang direvisi dan diterbitkan pada tahun

2009 [24]. Makalah ini memperkenalkan ekstrak bagian penting dari kami edisi 2009

pedoman praktek klinis untuk diagnosis dan pengelolaan OMA pada anak-anak.

3

Page 4: Jurnal Reading THT Fix

Auris Nasus Larynx 39 (2012) 1–8

2.Pengguna

Para pengguna utama dari pedoman ini akan ahli THT yang melakukan prosedur

pemeriksaan telinga yang akurat untuk evaluasi temuan pada Otoskopi dan

myringotomy.

3.Subyek

Subyek pedoman ini adalah pasien OMA berusia <15 tahun dengan yang bebas

dari OMA atau otitis media dengan efusi (OME) dalam waktu satu bulan sebelum onset,

yang tidak telah dimasukkan tabung tympanostomy, yang tidak memiliki kelainan

kraniofasial, dan yang tidak menderita immunodeficiency. Pasien dengan kondisi

berikut dikecualikan sebagai subyek: OMA dengan komplikasi termasuk cerebral falsy

dan gangguan telinga bagian dalam, pinna ditinggikan dengan mastoiditis akut, dan

OMA dengan sindrom Gradenigo atau temuan serupa. Hal ini dapat sulit untuk

membedakan antara OMA dan bulosa myringitis, tetapi yang terakhir tidak tercakup

oleh panduan ini.

4. Mengumpulkan Bukti

Untuk tahun 2006, 3 versi yang digunakan yaitu guidline, PubMed dan Jepang

Centra Revuo Medicina Web, dan untuk 2009 3 versi yang digunakan yaitu guidline,

PubMed, Cochrane library, dan Jepang Centra Revuo Medicina Web.

5. Kriteria untuk menentukan nilai rekomendasi

Metode yang diusulkan oleh japan Stroke Society mengindikasikan tingkat bukti

yang digunakan dalam penyusunan pedoman ini, seperti yang ditunjukkan di bawah ini :

4

Page 5: Jurnal Reading THT Fix

Auris Nasus Larynx 39 (2012) 1–8

5.1 tingkat bukti

Ia. Meta-analisis (dengan homogenitas) dari acak percobaan terkontrol.

Ib. Sidang Setidaknya satu terkontrol secara acak.

IIa. Setidaknya satu yang dirancang dengan baik, studi terkontrol tetapi tanpa

pengacakan.

IIb. Setidaknya satu dirancang dengan baik, studi kuasi-eksperimental.

III. Setidaknya satu yang dirancang dengan baik, non-eksperimental deskriptif studi

(misalnya, studi banding, studi korelasi, studi kasus).

IV. Laporan Ahli Komite, pendapat dan / atau pengalaman dihormati berwenang.

Bukti yang diperoleh oleh kebijakan pencarian dijelaskan di atas dan tingkat

diantisipasi manfaat atau kerugian. selama ini Proses, referensi dibuat untuk item sesuai

dengan nilai yang diusulkan diuraikan di bawah ini. Lima tingkat rekomendasi Kelas ini

didirikan, berdasarkan pada laporan dari US preventive Services Task Force

(http://www.uspreventiveservicestaskforce.org/uspstf08/methods/proctab4.htm).

A: Sangat disarankan: bukti kuat tersedia, manfaat secara substansial lebih besar

daripada merugikan.

B: Rekomendasi: Bukti wajarnya tersedia, manfaat lebih besar daripada merugikan.

C: Tidak ada rekomendasi yang dibuat: bukti wajarnya tersedia, namun keseimbangan

manfaat dan bahaya dekat.

D: Rekomendasi terhadap: merugikan lebih besar daripada manfaat.

E: Bukti tidak cukup untuk menentukan keseimbangan manfaat dan merugikan.

Spesifikasi nilai rekomendasi adalah salah satu dari yang paling penting peran

yang diharapkan dari pedoman praktek klinis, tetapi ini adalah perdebatan besar tentang

jenis faktor yang harus diperhitungkan ketika menentukan derajat rekomendasi.

5

Page 6: Jurnal Reading THT Fix

Auris Nasus Larynx 39 (2012) 1–8

Subkomite pedoman praktek klinik membuat penlaian secara keseluruhan dengan

mempertimbangkan faktor- faktor dibawah ini, dengan mengacu pada proposal Fukui

dan Tango (panduan penyusunan pedoman praktek klinis, edisi 4)[25]dan derajat

penilaian taksiran rekomendasi, pengembangan dan evaluasi (GRADE) kelompok kerja

[26].

Level dari fakta-fakta

Kualitas dari fakta-fakta

Konsisten dari fakta-fakta (di dukung oleh beberapa studi)

Keterusterangan (besarnya kemajuan klinis, validitas eksternal, bukti tidak

langsung, hasil evaluasi

Penerapan klinis

Bukti mengenai kerusakan dan biaya

Tidak ada Level 1 mengenai studi laporan tentang OMA yang ditemukan di

Jepang. Oleh karena itu, rekomendasi grade A ditentukan berdasarkan keberadan

setidaknya satu bagian dari level 1 yaitu fakta-fakta dari Eropa atau Amerika serikat

yang dinilai oleh panitia dapat diterapkan di Jepang. Kondisi untuk penentuan

rekomendasi grade B adalah adanya fakta setidaknya 1 dari fakta yang berhasil pada

level II yang dinilai panitia dapat diterapkan di situasi Jepang.

Pendapat tentang rekomendasi ini di minta dari direksi dan anggota komite

eksekutif dari JOS, JSIDO, dan JSPO, sebelum keputusan akhir dibuat oleh subkomite

pedoman praktek klinis. Panitia berusaha untuk menjaga objektivitas dan transparansi

ketika memutuskan nilai rekomendasi, tetapi hal ini tidak bisa untuk menjamin setiap

kasus.

6

Page 7: Jurnal Reading THT Fix

Auris Nasus Larynx 39 (2012) 1–8

Sebuah sistem akan diterapkan dimasa yang akan datang untuk menerima

komentar dan saran dari pengguna mengenai isi dari pedoman tersebut dengan maksud

untuk revisi pedoman di masa yang akan datang.

6. Tinjauan pre-release

Sebelum panduan ini dirilis untuk pengguna umum, pedoman ini harus dikaji

ulang oleh COGS (conference on guideline standardization), format publikasi[27] dan

penilaian dari the Appraisal of Guidelines for Research & Evaluation (AGREE) untuk

menilai kandungan dari pedoman tersebut.[28]

Sebelum penerbitan pedoman edisi 2006, pendapat yang diminta dari JOS,

JSIDO, dan JSPO, dan dokter anak diperlukan. Ahli THT dianggap sebagai pengguna

dari pedoman tersebut, juga di survey mengenai kegunaan dari guideline dalam

pengaturan klinis, dan yang mana tercermin sesuai dengan hasilnya.

7. Diagnosis dan pemeriksaan

7.1 pertanyaan klinis 1 : pada keadaan bagaimana OMA didiagnosis?

7.1.1.Pedoman

OMA didiagnosis ketika ditemukan membran timpani (level pedoman grade IIB:

hiperemia, penonjolan, berkurangnya reflek cahaya, terjadinya penebalan, pembentukan

bullar, keruh, dan perforasi membran timpani, MEE, othorea, edema mukosa telinga

tengah) Rosenfeld et al [29].

Tambahan

Pengamatan melalui otomikroskop atau otoendoscopi atau otoskop pneumatik

pada membran timpani adalah pemeriksaan yang paling disarankan.

7.1.2. Latar Belakang

7

Page 8: Jurnal Reading THT Fix

Auris Nasus Larynx 39 (2012) 1–8

OMA adalah peradangan akut mukosa telinga tengah , pada membran timpani

ditemukan efusi inflamasi dan atau perubahan kearah inflamasi.

7.2. Pertanyaan klinis 2: Bagaimana menilai keparahan OMA?

7.2.1. Pedoman

Keparahan OMA tergolong ringan, sedang , dan berat sesuai dengan temuan

pada pemeriksaan otoskopi dan manifestasi klinis.

Referensi yang digunakan untuk menilai tingkatan tersebut adalah Hotomi et

al[30,31]level IIA, Friedman et al [32] level Ib, Biner et al [33] level Ib.

Manifestasi dan temuan dan nilai mereka digunakan untuk klasifikasi keparahan

OMA:

3 poin secara otomatis di berikan pada usia dibawah 24 bulan

Otalgia score 0,1,atau 2 (tidak ada:0, ada :1, ada diikuti nyeri:2)

Demam (axilla) score 0,1 atau 2 (<37,5’C:0, >37,5’C-<38,5’C: 1,>38,5’C:2)

Menangis/ rewel score 0 atau 1 (tidak ada:0, ada:1)

Hiperemi membran timpani score 0,2, atau 4 (tidak ada:0, di manubrium pada

maleus, atau pada sebagian gendang telinga:2, terdapat di keseluruhan membran

timpani:4)

Penonjolan pada membran timpani score 0,4, atau 8 (tidak ada: 0, pada sebagian

membran timpani :4, keseluruhan membran timpani :8) [34]

Othorea score 0,4, atau 8 (tidak ada:0, ada tetapi membran timpani masih

terlihat4, ada dan terjadi obstruksi dari membran timpani :8)

Reflek cahaya membran timpani score 0 atau 4 (normal :0, berkurang atau tidak

ada karena keruh:4)

Klasifikasi derajat keparahan OMA dengan score total:

8

Page 9: Jurnal Reading THT Fix

Auris Nasus Larynx 39 (2012) 1–8

Ringan <9

Sedang 10-15

Berat >16

7.2.2. Latar Belakang

Untuk OMA, pengobatan harus disesuaikan tepat dengan tingkat keparahan

penyakit. Pada pasien usia muda sering ada perbedaan antara kondisi umum dan hasil

pemeriksaan membran timpani selama tahap penyembuhan OMA, yaitu kondisi umum

yang sering jauh lebih baik meskipun pemeriksaan membran timpani masih tidak

abnormal[30,31]. Dengan demikian, penilaian yang tepat dari pemeriksaan membran

timpani akan memberikan pengobatan yang lebih tepat.[33]

7.3. Pertanyaan klinis 3: Apakah timpanometri berguna untuk mendiagnosis OMA?

7.3.1. Pedoman

Timpanometri dianjurkan untuk mengidentifikasi keberadaan MEE setelah

didiagnosis OMA di konfirmasi oleh pemeriksaan otoskopi adalah langkah yang tepat

(Saeed et al [35] (level IIA).

7.3.2. Latar belakang

Timpanometri adalah tes yang dapat diandalkan untuk mengidentifikasi

keberadaan MEE dalam rongga timpani. Reflectometri akustik, yang telah

direkomendasikan untuk mengidentifikasi efusi di negara –negara Eropa dan Amerika

serikat, tidak dianjurkan di Jepang karena belum tersedia sejak tahun 1994.

8. Pengobatan

9

Page 10: Jurnal Reading THT Fix

Auris Nasus Larynx 39 (2012) 1–8

Pengobatan yang direkomendasikan pada pedoman saat ini adalah dengan

ditemukannya pda pemeriksaan otoskopi seperti hiperemis, tonjolan, berkurangnya

reflek cahaya, penebalan, pembentukan bullar, kekeruhan, perforasi membran timpani,

MEE, othorea, dan edema mukosa telinga tengah 3 minggu setelah onset. Skor 0 pada

membran timpani dan manifestasi klinis kecuali usia dibawah 24 bulan di nilai sebagai

penyembuhan OMA.

8.1. Pertanyaan klinis 1 : Bagaimana jika tidak memberikan antimikroba untuk OMA

ringan?

8.1.1.Pedoman

Observasi selama 3 hari tanpa menggunakan antimikroba direkomendasikan

untuk OMA yang ringan. (Damoiseaux et al,2000 level Ib, Glasziou et al,2003 level Ia,

Little et al,2006 level IIa)

10

Page 11: Jurnal Reading THT Fix

Auris Nasus Larynx 39 (2012) 1–8

11

Page 12: Jurnal Reading THT Fix

Auris Nasus Larynx 39 (2012) 1–8

8.1.2 Latar Belakang

Telah dilaporkan bahwa kebanyakan kasus OMA mengalami perbaikan tanpa

penggunaan antibiotik (3,,4,6,7,36,37). Bagaimanapun juga, insidensi OMA yang

disebabkan oleh bakteri yang mengalami multidrugs resisten sangat tinggi di Jepang,

hal ini penting bagi kita untuk mendiagnosis OMA ringan dengan tepat dengan

penemuan pada pemeriksaan membran timpani, dan untuk tindakan lanjut pada anak

ketika kita tidak menggunakan antibiotik.

8.2 Pertanyaan klinis 2 : Antibiotik yang mana yang seharusnya digunakan pada OMA?

8.2.1 Rekomendasi

12

Page 13: Jurnal Reading THT Fix

Auris Nasus Larynx 39 (2012) 1–8

Antibiotik yang direkomendasikan tergantung dari resistensi bakteri dan

beratnya OMA:

P.O : amoxicillin (AMPC), clavulanate/amoxicillin (Formulasi CVA/AMPC) [1:4]),

cefditoren pivoxil (CDTR-PI); and DIV: ampicillin (ABPC), ceftriaxone (CTRX)

(Tingkat rekomendasi kelas : A) (referensi yang digunakan untuk menilai tingkat

rekomendasi : Ghaffar et al. [38,39] (level 1b), Piglansky et al. [40] (Level Ib), Haiman

et al. [41] (Level Ib).

8.2.2 Latar Belakang

Sekarang ini di Jepang : sekitar 50-60% dari S. pneumoniae dan sekitar 50-70%

golongan Haemophilus influenzae mengalami multidrug resisten, dan ini menunjukkan

bahwa penggunaan antibiotik diatas seharusnya dipilih sesuai dengan beratnya OMA

berdasarkan kerentanannya melawan penyakit. Ini tidak berarti bahwa antibiotik lain

tidak direkomendasikan, tetapi lebih karena antibiotik diatas direkomendasikan dengan

pertimbangan kondisi di Jepang saat ini berhubungan dengan sensitifitas bakteri

terhadap antibiotika.

13

Page 14: Jurnal Reading THT Fix

Auris Nasus Larynx 39 (2012) 1–8

8.3 Pertanyaan klinis 3: Apa indikasi yang tepat untuk miringotomi

8.3.1 Rekomendasi

Indikasi harus mulai dipertimbangkan tergantung dari beratnya OMA (Tingkat

rekomendasi kelas : I)

8.3.2 Latar Belakang

14

Page 15: Jurnal Reading THT Fix

Auris Nasus Larynx 39 (2012) 1–8

Pada OMA, terdapat akumulasi cairan akibat inflamasi dari proses patologis di

telinga tengah, dan karena drainase cairan inflamasi dengan miringotomi akan efisien

untuk menyembuhkan penyakit lebih awal. Namun, saat ini hanya ada sejumlah studi

terbatas tentang kemanjuran klinis dari mringotomy untuk penyembuhan awal penyakit.

8.4.1 Rekomendasi

Karena usia lebih muda dan kehadiran day-care memiliki peran penting

terhadap kemunduran penyakit, perhatian seharusnya diberikan selama perawatan

(tingkat rekomendasi kelas: A) (referensi yang digunakan untuk menilai tingkat

rekomendasi: Ovetchkine dan Cohen [42] (Level Ia)). Pada kasus OMA yang

berhubungan dengan penyakit hidung, perawatan hidung harus dipertimbangkan sebagai

pelengkap untuk pengobatan OMA (tingkat kelas rekomendasi: I).

8.4.2. latar belakang

Pada pengobatan OMA diharuskan untuk mengatasi infeksi saluran pernapasan

atas untuk mencegah OMA berkembang menjadi lebih serius.

9. Otitis Media Berulang (OMB)

9.1. Definisi OMB

Definisi OMB belum dibakukan baik di Jepang ataupun secara internasional,

tetapi pada pedoman ini OMB didefinisikan sebagai tiga atau lebih kejadian OMA

dalam enam bulan terkahir, atau empat atau lebih dalam 12 bulan terakhir, seperti yang

umumnya digunakan dalam studi-studi terbaru [43-45].

15

Page 16: Jurnal Reading THT Fix

Auris Nasus Larynx 39 (2012) 1–8

9.2. Patofisiologi dan faktor risiko OMB

Patofisiologi OMB dapat dikategorikan ke dalam dua jenis: OMA berulang

sederhana, dan OMA berulang yang terjadi sebagai eksaserbasi akut pada pasien yang

menderita OME.

Usulan faktor risiko untuk OMB antara lain usia muda, Multidrug resisten akibat

bakteri, kekebalan individu, dan gaya hidup serta faktor lingkungan. Mutasi genetik

juga telah dilaporkan sebagai faktor risiko pada anak usia <2 tahun [46]. OMB yang

disebabkan bakteri, multidrug resisten pneumococci dilaporkan bertanggung jawab

dalam banyak kasus [47], dengan eliminasi yang tidak lengkap dari nasofaring yang

berhubungan dengan menurunnya efikasi antibiotik dianggap sebagai salah satu

penyebab kekambuhan. Keterlibatan menurunnya respon imun host yang disebabkan

oleh bakteri juga penting [48]. Ini juga diduga bahwa terdapat hubungan antara imunitas

yang diterima dari ibu melalui ASI dan timbulnya OMB, dengan tidak adanya program

menyusui merupakan faktor risiko yang kuat untuk OMB[49]. Faktor risiko gaya hidup

dan lingkungan termasuk memiliki saudara kandung dengan OMB, mengunjungi tempat

penitipan anak, dan penggunaan dot [49].

9.3. Pengobatan OMB

Dengan faktor di atas yang diasumsikan merupakan faktor risiko untuk OMB,

tes sensitivitas bakteri harus selalu dilakukan sebelum antibiotik diberikan. Hal ini

dilakukan untuk mencegah resistensi yang dibebkan oleh bakteri, dan juga pemberian

dengan dosis yang tepat. Antibiotik yang direkomendasikan tercantum dalam pedoman

ini.

Vaksin konjugasi pneumococcal digunakan di Eropa dan AS untuk mencegah

OMB. Dalam double-blind RCT dari vaksin konjugasi pneumococcal 7-valent vaksin

16

Page 17: Jurnal Reading THT Fix

Auris Nasus Larynx 39 (2012) 1–8

polisakarida pneumokokus di Belanda, tidak ada penurunan yang signifikan terhadap

frekuensi terjadinya OMB [50]. Meskipun tinjauan Cochrane menerima utilitas vaksin

polisakarida pneumokokus, namun mereka tidak merekomendasikan vaksin konjugat

[51]. Dalam double-blind RCT di Republik Ceko, bagaimanapun, 11-valent

pneumokokus polisakarida kapsuler vaksin terkonjugasi untuk H. influenzae yang

diturunkan protein D memiliki efek perlindungan yang signifikan terhadap OMA yang

disebabkan oleh pneumococci atau non-typable H. influenza [52]. Di Jepang, vaksin

konjugasi pneumokokus 7-valent telah disetujui untuk digunakan pada tahun 2010.

Vaksin ini mencakup 60,6% dari pneumokokus serotipe terisolasi di telinga tengah pada

pasien OMA anak di Jepang dan 87% dari bakteri yang multidrug resisten, dan

diantisipasi untuk menyediakan perlindungan sekitar 17% terhadap semua bentuk

OMA.

Salah satu bentuk pengobatan yang unik di Jepang yang telah diusulkan adalah

penggunaan obat-obatan herbal Cina untuk meningkatkan efek perlindungan kekebalan

tubuh mereka, dan Juzentaihoto melaporkan ini cukup efektif [53]. Adenoidektomi

sebagai pengobatan bedah belum terbukti mengurangi frekuensi OMB pada studi

dengan double-blind RCT, juga tidak dianggap memiliki efek pencegahan [54-56].

Miringotomi belum terbukti memiliki pengaruh yang signifikan dalam mengurangi

frekuensi terjadinya OMB pada penelitian menggunakan pasien di Jepang [57], namun

penyisipan tabung timpanostomi untuk jangka waktu satu tahun dan penyisipan jangka

pendek selama satu bulan secara signifikan mengurangi frekuensi terjadinya

OMB[58,59]. Sebagai langkah untuk menangani faktor gaya hidup dan lingkungan,

penghentian mengunjungi tempat penitipan anak dan menyusui sangat diperlukan.

17

Page 18: Jurnal Reading THT Fix

Auris Nasus Larynx 39 (2012) 1–8

DAFTAR PUSTAKA

1. Teele DW, Klein JO, Rosner B. The Greater Boston Otitis Media Study Group. Epidemiology of otitis media during the first seven years of life in children in Greater Boston: a prospective cohort study. J Infect Dis 1989;160:83–94.

2. Faden H, Duffy L, Boeve M. Otitis media: back to basics. Pediatr Infect Dis J 1998;17:1105–13.

3. Van Buchem FL, Peeters NIF, van’t Hof MA. Acute otitis media: a new treatment strategy. BMJ 1985;290:1033–7.

4. Damoiseaux R, van Balen FAM, Hoes A, Verheij T, deMelker R. Primary care based randomised, double blind trial of amoxicillin versus placebo for acute otitis media in children aged under 2 years. BMJ 2000;320:350–4.

5. Rosenfeld RM, Bluestone CD, editors. Evidence-based otitis media. 2nd ed., 2003. p. 199–226.

6. Rosenfeld RM, Kay D. Natural history of untreated otitis media. In: Rosenfeld RM, Bluestone CD, editors. Evidence-based otitis media. 2nd ed., 2003. p. 180–98.

7. Rosenfeld RM, Kay D. Natural history of untreated otitis media. Laryngoscope 2003;113:1645–57.

8. Spiro DM, Tay KY, Arnold DH, Dziura JD, Baker MD, Shapiro ED. Wait-and-see prescription for the treatment of acute otitis media: a randomized controlled trial. JAMA 2006;296:1235–41.

9. Little P, Moore M, Warner G, Dunleavy J, Williamson I. Longer term outcomes from a randomized trial of prescribing strategies in otitis media. Br J Gen Pract 2006;56:176–82.

10. Glasziou PP, Del Mar CB, Sanders SL, Hayem M. Antibiotics for acute otitis media in children. Cochrane Database Syst Rev )2004;(1).

11. Le Saux N, Gaboury I, Baird M, Klassen TP, MacCormick J, Blanchard C, et al. A randomized, double-blind, placebo-controlled noninferiority trial of amoxicillin for clinically diagnosed acute otitis media in children 6 months to 5 years of age. CMAJ 2005;172:335–41.

12. McCormick DP, Chonmaitree T, Pittman C, Saeed K, Friedman NR, Uchida T, et al. Nonsevere acute otitis media: a clinical trial comparing outcomes of watchful waiting versus immediate antibiotic treatment. Pediatrics 2005;115:1455–65.

13. Dagan R. Treatment of acute otitis media – challenges in the era of antibiotic resistance. Vaccine 2000;19(Suppl. 1):S9–16.

18

Page 19: Jurnal Reading THT Fix

Auris Nasus Larynx 39 (2012) 1–8

14. Dagan R, Leibovitz E, Cheletz G, Leiberman A, Porat N. Antibiotic treatment in acute otitis media promotes superinfection with resistant Streptococcus pneumoniae carried before initiation of treatment. J Infect Dis 2001;183:880–6.

15. Toltzis P, Dul M, O’Riordan MA, Toltzis H, Blumer JL. Impact of amoxicillin on pneumococcal colonization compared with other therapies for acute otitis media. Pediatr Infect Dis J 2005;24:24–8.

16. Suzuki K. The status quo of drug-resistant bacteria in pediatric otolaryngological infectious diseases. Pediatr Otorhinolaryngol Jpn 2000;21:26–31 [in Japanese].

17. Nishimura T, Suzuki K, Oda M, Kobayashi T, Yajin K, Yamanaka N, et al. The third nationwide survey of clinical isolates from patients with otolaryngological field infections. J Jpn Soc Infect Dis Otolaryngol 2004;22:12–23 [in Japanese].

18. Chan LS, Takata GS, Shekelle P, Morton SC, Mason W, Marcy SM. Evidence assessment of management of acute otitis media: II. Research gaps and priorities for future research. Pediatrics 2001;108: 248–54.

19. Nakayama T. Clinical practice guideline consistent with evidencebased medicine manual for development and application. Tokyo: Kanehara Shuppan; 2004 [in Japanese].

20. Clinical Practice Guideline for Diagnosis and Management of Acute Otitis Media in Children. Otol Jpn 2006;16(Suppl. 1) [in Japanese].

21. Clinical practice guideline for diagnosis and management of acute otitis media in children. Pediatr Otorhinolaryngol Jpn 2006;27:71–107 [in Japanese].

22. Japan Council for Quality Healthcare Minds (http://minds.jcqhc.or.jp/).23. Clinical Practice Guideline for Diagnosis and Management of Acute Otitis Media

in Children. Japan Otological Society, Japan Society for Pediatric Otorhinolaryngology, Japan Society for Infectious Diseases in Otolaryngology, Kanehara Shuppan, Tokyo, 2006 [in Japanese].

24. Clinical Practice Guideline for Diagnosis and Management of Acute Otitis Media in Children – 2009 edition. Japan Otological Society, Japan Society for Pediatric Otorhinolaryngology, Japan Society for Infectious Diseases in Otolaryngology. Tokyo: Kanehara Shuppan; 2009 [in Japanese].

25. Fukui T, Tango T. Guide to the preparation of clinical practice guidelines, 4th edition. EBM J 2003;4:284–92 [in Japanese].

26. Atkins D, Best D, Briss PA, Eccles M, Falck-Ytter Y, Flottorp S, et al. Grading quality of evidence and strength of recommendations. BMJ 2004;328(7454):1490.

19

Page 20: Jurnal Reading THT Fix

Auris Nasus Larynx 39 (2012) 1–8

27. Shiffman RN, Shekelle P, Overhage JM, Slutsky J, Grimshaw J, Deshpande AM. Standardized reporting of clinical practice guidelines: a proposal from the conference on guideline standardization. Ann Intern Med 2003;139:493–8.

28. Appraisal of Guidelines, Research, and Evaluation in Europe (AGREE) Collaborative Group, Guideline development in Europe, An international comparison, Int J Technol Assess Health Care 2000;16:1039–1049.

29. Rosenfeld RM, Casselbrant ML, Hannley MT. Implications of the AHRQ evidence report on acute otitis media. Otolaryngol Head Neck Surg 2001;125(5):440–8.

30. Hotomi M, Yamanaka N, Shimada J, Ikeda Y, Faden H. Factors associated with clinical outcome in acute otitis media. Ann Otol Rhinol Laryngol 2004;113:846–52.

31. Hotomi M, Yamanaka N, Samukawa T, Suzumot M, Sakai A, Shimada J, et al. Treatment and outcome of severe and non-severe acute otitis media. Eur J Pediatr 2005;164:3–8.

32. Friedman NR, McCormick DP, Pittman C, Chonmaitree T, Teichgraeber DC, Uchida T, et al. Development of a practical tool for assessing the severity of acute otitis media. Pediatr Infect Dis J 2006;25:101–7.

33. Biner B, Celtik C, Oner N, Ku¨c¸u¨kug˘urluog˘lu Y, Gu¨zel A, Yildirim C, et al. The comparison of single-dose ceftriaxone, five-day azithromycin, and ten-day amoxicillin/clavulanate for the treatment of children with acute otitis media. Turk J Pediatr 2007;49:390–6.

34. Kamide Y. Classification of tympanic membrane finding son acute otitis media in children and their verification. Oto-Rhino-Laryngol (Tokyo) 2003;46:17–30 [in Japanese].

35. Saeed K, Coglianese CL, McCormick DP, Chonmaitree T. Otoscopic and tympanometric findings in acute otitis media yielding dry tap at tympanocentesis. Pediatr Infect Dis J 2004;23:1030–4.

36. Glasziou PP, Del Mar CB, Hayem M, Sanders SL. Update of: Cochrane Database Syst Rev. 2000:CD000219. Antibiotics for acute otitis media in children. Cochrane Database Syst Rev 2000;(4): CD000219.6.

37. Jacobs J, Springer DA, Crothers D. Homeopathic treatment of acute otitis media in children: a preliminary randomized placebo-controlled trial. Pediatr Infect Dis J 2001;20:177–83.

38. Ghaffar F, Muniz LS, Katz K, Smith JL, Shouse T, Davis P, et al. Effects of large dosages of amoxicillin/clavulanate or azithromycin on nasopharyngeal carriage of Streptococcus pneumoniae, Haemophilus influenzae, nonpneumococcal alpha-

20

Page 21: Jurnal Reading THT Fix

Auris Nasus Larynx 39 (2012) 1–8

hemolytic streptococci, and Staphylococcus aureus in children with acute otitis media. Clin Infect Dis 2002;34:1301–9.

39. Ghaffar F, Muniz LS, Katz K, Reynolds J, Smith JL, Davis P, et al. Effects of amoxicillin/clavulanate or azithromycin on nasopharyngeal carriage of Streptococcus pneumoniae and Haemophilus influenzae in children with acute otitis media. Clin Infect Dis 2000;31:875–80.

40. Piglansky L, Leibovitz E, Raiz S, Greenberg D, Press J, Leiberman A, et al. Bacteriologic and clinical efficacy of high dose amoxicillin for therapy of acute otitis media in children. Pediatr Infect Dis J 2003;22:405–13.

41. Haiman T, Leibovitz E, Piglansky L, Press J, Yagupsky P, Leiberman A, et al. Dynamics of pneumococcal nasopharyngeal carriage in children with nonresponsive acute otitis media treated with two regimens of intramuscular ceftriaxone. Pediatr Infect Dis J 2002;21: 642–7.

42. Ovetchkine P, Cohen R. Shortened course of antibacterial therapy for acute otitis media. Paediatr Drugs 2003;5:133–40.

43. Sher L, Arguedas A, Husseman M, Pichichero M, Hamed KA, Biswas D, et al. Randomized, investigator-blinded, multicenter, comparative study of gatifloxacin versus amoxicillin/clavulanate in recurrent otitis media and acute otitis media treatment failure in children. Pediatr Infect Dis J 2005;24:301–8.

44. Ables AZ, Warren PK. High-dose azithromycin or amoxicillin-clavulanate for recurrent otitis media. J Fam Pract 2004;53:186–8.

45. Arrieta A, Singh J. Management of recurrent and persistent acute otitis media: new options with familiar antibiotics. Pediatr Infect Dis J 2004;23:S115–24.

46. Wiertsema SP, Herpers BL, Veenhoven RH, Salimans MM, Ruven HJ, Sanders EA, et al. Functional polymorphisms in the mannan-binding lectin 2 gene: effect on MBL levels and otitis media. J Allergy Clin Immunol 2006;117:1344–50.

47. Van Kempen MJ, Vaneechoutte M, Claeys G, Verschraegen GL, Vermeiren J, Dhooge IJ. Antibiotic susceptibility of acute otitis media pathogens in otitis-prone Belgian children. Eur J Pediatr 2004;163: 524–9.

48. Yamanaka N, Hotomi M, Billal DS. Clinical bacteriology and immunology in acute otitis media in children. J Infect Chemother 2008;14:180–7.

49. Lubianca Neto JF, Hemb L, Silva DB. Systematic literature review of modifiable risk factors for recurrent acute otitis media in childhood. J Pediatr (RioJ) 2006;82:87–96.

50. Brouwer CN, Maille AR, Rovers MM, Veenhoven RH, Grobbee DE, Sanders EA, et al. Effect of pneumococcal vaccination on quality of life in children with

21

Page 22: Jurnal Reading THT Fix

Auris Nasus Larynx 39 (2012) 1–8

recurrent acute otitis media: a randomized, controlled trial. Pediatrics 2005;115:273–9.

51. Straetemans M, Sanders EAM, Veenhoven RH, Schilder AGM, Damoiseaux RAMJ, Zielhuis GA. Pneumococcal vaccines for preventing otitis media. Cochrane Database Syst Rev )2004;(1).

52. Prymula R, Peeters P, Chrobok V, Kriz P, Novakova E, Kaliskova E, et al. Pneumococcal capsular polysaccharides conjugated to protein D for prevention of acute otitis media caused by both Streptococcus pneumoniae and non-typable Haemophilus influenzae: a randomized double-blind efficacy study. Lancet 2006;367:740–8.

53. Maruyama Y, Hoshida S, Furukawa M, Ito M. Effects of Japanese herbal medicine, Juzen-taiho-to, in otitis-prone children – a preliminary study. Acta Otolaryngol 2009;129:14–8.

54. Oomen KP, Rovers MM, van den Akker EH, van Staaij BK, Hoes AW, Schilder AG. Effect of adenotonsillectomy on middle ear status in children. Laryngoscope 2005;115:731–4.

55. Hammaren-Malmi S, Saxen H, Tarkkanen J, Mattila PS. Adenoidectomy does not significantly reduce the incidence of otitis media in conjunction with the insertion of tympanostomy tubes in children who are younger than 4 years: a randomized trial. Pediatrics 2005;116:185–9.

56. Koivunen P, Uhari M, Luotonen J, Kristo A, Raski R, Pokka T, et al. Adenoidectomy versus chemoprophylaxis and placebo for recurrent acute otitis media in children aged under 2 years: randomised controlled trial. BMJ (Clinical research ed) 2004;328:487.

57. Nomura Y, Ishibashi T, Yano J, Ichikawa T, Shinogami M, Monobe H, et al. Effect of myringotomy on prognosis in pediatric acute otitis media. Int J Pediatr Otorhinolaryngol 2005;69:61–4.

58. Uno Y. Effects of long-term tympanostomy tubes in children with intractable otitis media. Otol Jpn 2007;17:16–25 [in Japanese].

59. Uno Y. Effects of short-term tympanostomy tube on intractable recurrent otitis media in children. Otol Jpn 2007;17:194–202 [in Japanese].

22

Page 23: Jurnal Reading THT Fix

Auris Nasus Larynx 39 (2012) 1–8

23


Top Related