Download - Infanticide Referat
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Anak adalah buah hati yang sangat berharga bagi setiap keluarga, sebagai
pewaris dan penerus kedua orang tuanya. Sedangkan seorang ibu adalah sosok
yang penuh kasih sayang, apapun dikorbankan demi anaknya. Oleh karena itu,
seorang anak harus mendapatkan perlindungan baik saat masih dalam kandungan
maupun setelah dilahirkan. Namun, sekarang ini berita-berita tentang
ditemukannya bayi yang baru lahir dalam keadaan meninggal karena dibunuh oleh
ibunya seringkali dijumpai di media massa.
Kasus pembunuhan terhadap bayi yang baru lahir telah dikenal sejak
dahulu dan terjadi dimana saja. Kejahatan pembunuhan bayi bukan hanya
merusak nilai-nilai asas manusia, tetapi telah merendahkan derajat manusia,
karena masalah moralitas agama melekat pada seorang manusia juga tidak kalah
memegang peranan penting dalam terjadinya tindak pidana pembunuhan bayi.
Menurut Resnick (1970) Pembunuhan anak yang sebagian besar dilakukan oleh
orang tua dibedakan menjadi dua tipe, yaitu neonaticide dan filicide. Neonaticide
didefinisikan sebagai pembunuhan anak pada hari dia dilahirkan (<24 jam) dan
filicide didefinisikan sebagai pembunuhan terhadap anak berumur lebih dari 24
jam.
Pembunuhan anak sendiri adalah suatu bentuk kejahatan terhadap nyawa
dimana kejahatan ini bersifat unik. Keunikan tersebut dikarenakan pelaku
pembunuhan haruslah ibu kandungnya sendiri dan alasan atau motivasi untuk
melakukan kejahatan tersebut adalah karena ibu kandungnya takut ketahuan
bahwa dia telah melahirkan anak, salah satunya karena anak tersebut adalah hasil
hubungan diluar pernikahan. Selain itu, keunikan lainnya adalah saat
dilakukannya tindakan menghilangkan nyawa anaknya, yaitu saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian. Patokannya dapat dilihat apakah sudah atau belum ada
tanda-tanda perawatan, dibersihkan, dipotong tali pusat atau diberikan pakaian.
2
Saat dilakukannya kejahatan tersebut, dikaitkan dengan keadaan mental
emosional dari ibu, seperti rasa malu, talut, benci serta rasa nyeri bercampur aduk
menjadi satu, sehingga perbuatannya dianggap dilakukan tidak dalam keadaan
mental yang tenang, sadar, serta dengan perhitungan yang matang.
Untuk dapat menuntut seorang ibu telah melakukan tindak pidana
pembunuhan anak sendiri, haruslah terbukti bahwa bayi tersebut hidup pada saat
dilahirkan. Sebagai dokter forensik, tanda-tanda kehidupan sudah tidak ditemukan
lagi pada saat autopsi. Tanda yang masih ditemukan adalah tanda pernah bernapas
di luar rahim. Hal tersebut menjadi sulit bila saat autopsi dilakukan, jenazah bayi
sudah berada dalam keadaan membusuk. Kesulitan juga dijumpai pada saat
menentukan sebab kematian bayi. Pada umumnya tidak terdapat keterangan
apapun mengenai jalannya persalinan dan keadaan bayi setelah dilahirkan. Bila
ditemukan tanda kematian akibat asfiksia, maka penyebabnya harus ditentukan
karena penyebab asfiksia tersebut adalah penyebab kematian bayi.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Infanticide
Infanticide atau pembunuhan anak sendiri menurut undang-undang di
Indonesia adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas anaknya pada
ketika dilahirkan atau tidak berapa lama setelah dilahirkan, karena takut ketahuan
bahwa ia melahirkan anak.
Di negara lain misalnya di Inggris, batasan umur anak yang termasuk dalam kasus
infatisida adalah sampai 12 bulan karena dianggap persalinan dan menyusui anak
dapat menyebabkan gangguan keseimbangan jiwa pada wanita.
2.2. Undang – Undang Yang Berhubungan dengan Infanticide
Dalam KUHP, pembunuhan anak sendiri tercantum di dalam bab
kejahatan terhadap nyawa orang.
Pasal 341. Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada
saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja
merapmas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri,
dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.
Pasal 342. Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena
takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak
dilahirkan atau tidak lama kemudian merampas nyawa anaknya,
diancam karena melakukan pembunuhan anak sendiri dengan rencana,
dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.
Pasal 343. Kejahatan yang diterangkan dalam pasal 341 dan 342 dipandang bagi
orang lain yang turut serta melakukan sebagai pembunuhan atau
pembunuhan dengan rencana.
Dari undang-undangdi atas dapat kita lihat adanya 3 faktor penting, yaitu:
4
1. Ibu
Hanya ibu kandung yang dapat dihukum karena melakukan pembunuhan
anak sendiri. Tidak dipersoalkan apakah ia kawin atau tidak. Sedangkan
bagi orang lain yang melakukan atau turut membunuh anak tersebut
dihukum karena pembunuhan atau pembunuhan berencana, dengan
hukuman lebih berat, yaitu penjara 15 tahun (ps. 338: tanpa rencana), atau
20 tahun penjara, seumur hidup/hukuman mati (ps. 339 dan 340, dengan
rencana.
2. Waktu
Dalam undang-undang tidak disebutkan batasan waktu yang tepat, tetapi
hanya dinyatakan “pada saat dilahirkan atau tidak lama kemudian”.
Sehingga boleh dianggap pada saat belum timbul rasa kasih sayanng
seorang ibu terhadap anaknya. Bila rasa kasih saying sudah timbul maka
ibu tersebut akan merawat dan bukan membunuh anaknya.
3. Psikis
Ibu membunuh anaknya karena terdorong oleh rasa ketakutan akan
diketahui orang telah melahirkan anak itu. Biasanya anak yang dibunuh
tersebut didapat dari hubungan yang tidak sah.
Bila ditemukan mayat bayi di tempat yang tidak semestinya, ,isalnya tempat
sampah, go, sungai dan sebaginya, maka bayi tersebut mungkin adalah korban
pembunuhan anak sendiri (pasal 341, 342), pembunuhan (pasal 338, 339, 340,
343), lahir mati kemudian dibuang (pasal 181), atau bayi yang ditelantarkan
sampai mati (pasal 308)
Pasal 181 Barang siapa mengubur, menyembunyikan, membawa lari atau
menghilangkan mayat dengan maksud menyembunyikan kematian
atau kelahirannya, diancam dengan pidana penjara selama 9 bulan
atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 308 Jika seorang ibu karena takut akan diketahui orang tentang kelahiran
anaknya, tidak lama sesudah melahirkan, menempatkan anaknya
untuk ditemukan atau meninggalkannya dengan maksud untuk
5
melepaskan diri dari padanya, maka maksimum pidana tersebut
dalam pasal 305 dan 306 dikurangi separuh.
Adapun bunyi pasal 305 dan 306 tersebut adalah sebagai berikut:
Pasal 305 Barang siapa yang menempatkan anak yang umurnya belum tujuh
tahun untuk ditemukan atau meninggalkan anak itu dengan maksud
untuk melepaskan diri daripadanya, diancam dengan pidana
penjara paling lama 5 tahun 6 bulan.
Pasal 306 (1) Jika salah satu perbuatan berdasarkan pasal 304 dan 305 itu
mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan
pidana penjara paling lama 7 tahun 6 bulan.
(2) Jika mengakibatkan kematian, pidana penjara paling lama 9
tahun.
2.3. Pemeriksaan Forensik
Untuk memenuhi kriteria pembunuhan anak sendiri, dengan sendirinya
bayi atau anak tersebut harus dilahirkan hidup setelah seluruh tubuhnya keluar
dari tubuh ibu (separate existence). Bila bayi lahir mati kemudian dilakukan
tindakan membunuh, maka hal ini bukanlah pembunuhan anak sendiri ataupun
pembunuhan. Juga tidak dipersoalkan apakah bayi yang dilahirkan merupakan
bayi yang cukup bulan, maupun viable atau non-viable.
Seorang dokter yang memeriksa kasus yang diduga sebagai infanticide, bila
diminta bantuannya oleh penyidik, diharap dapat menjawab pertanyaan-
pertanyaan di bawah ini:
1. Apakah bayi tersebut dilahirkan mati atau hidup?
2. Berapakah umur bayi tersebut (intra atau ekstrauterin)?
3. Apakah bayi tersebut sudah dirawat?
4. Apakah sebab kematiannya?
6
2.3.1. Pemeriksaan Mayat Bayi
Pada prinsipnya sama seperti pada orang dewasa, hanya saja harus
lebih memperhatikan hal-hal yang penting berikut:
1. Bayi cukup bulan, premature atau nonviable
Kulit, sudah dibersihkan atau belum, keadaan verniks kaseos, warna,
berkeriput atau tidak.
Mulut, adakah benda asing yang menyumbat.
2. Tali pusat, sudah terputus atau masih melekat pada uri.
Bila terputus periksa apakah terpotong rata atau tidak (dengan
memasukkan ujung potongan ke dalam air), apakah sudah terikat dan
diberi obat antiseptic, adakah tanda-tanda kekerasan pada tali pusat,
hematom dan Wharton’s Jelly berpindah tempat. Apakah terputusnya
dekat uri atau pusat bayi.
3. Kepala, apakah terdapat kaput suksedaneum, molase tulang-tulang
tengkorak.
Pada pemeriksaan kepala bayi abru lahir, kulit kepala disayat dan
dilepaskan seperti pada orang dewasa. Tulang tengkorak dibuka
dengan gunting dengan cara menusuk fontanel mayor 0.5-1 cm dari
garis pertengahan dan dilakukan pengguntingan pada tulang dahi dan
ubun-ubun ke depan dank e belakang pada sisi kiri dan kanan. Ke
depan sampai kira-kira 1 cm di atas lengkung atas rongga mata (margo
superior orbita) dan kebelakang sampai perbatasan dengan tulang
belakang kepala. Kemudian dilakukan pengguntingan kearah lateral
sampai 1 cm di atas basis mastoid dengan menyisakan tulang pelipis di
atas telinga kira-kira sepanjang 2 cm.
Kedua keping tulang atap tengkorak dipatahkan kea rah lateral.
Biasanya durameter ikut tergunting karena melekat erat pada tulang.
Perhatikan apakah terdpat perdarahan subdural atau subaraknoid.
Perhatikan keadaan falks sereberi dan tentorium sereberi terutama pada
perbatasannya (sinus rektus dan sinus transversus) apakah terdapat
7
robekan. Selanjutnya dilakukan pengeluaran otak seperti pada orang
dewasa.
Tujuan pembukaan tengkorak seperti ini adalah supaya falks
serebri serta tentorium tetap dalam keadaan utuh sehingga setiap
kelainan dapat ditentukan dengan jelas.
4. Tanda-tanda kekerasan. Perhatikan tanda pembekapan di sekitar mulut
dan hisung, serta memar pada mukosa bibir dan pipi, tanda
pencengkikan atau jerat pada leher, memar atau lecet pada tengkuk dan
lain-lain.
5. Pada pembedahan jenazah perhatikan pada leher, adakah tanda-tanda
penekanan, resapan darah pada kulit sebelah dalam. Pada bayi, karena
jaringan lebih elastis di bandingkan dengan orang dewasa maka tanda-
tanda kekerasan tersebut lebih jarang terdapat. Perhatikan apakah
terdapat benda asing dalam jalan napas.
Mulut, apakah terdapat benda asing dan perhatikan palatun mole
apakah terdapat robekan.
Rongga dada. Pengeluaran rongga mulut, leher dan dada dilakukan
dengan teknik tanpa sentuhan. Perhatikan makroskopik paru dan
setelah itu sebaiknya satu paru disiksasi dalam larutan formalin
10% untuk pemeriksaan histopatologik dan pada paru yang lain
dilakukan uji apung paru.
Tanda asfiksia berupa Tardieu’s spots pada permukaan paru,
jantung, timus dan epiglotis.
Tulang belakang, apakah terdapat kelainan kongenital dan tanda
kekerasan.
Periksa pusat penulangan femur, tibia, kalkaneus, talus dan kuboid.
8
2.3.2. Pemeriksaan Bayi Lahir Mati
Pada pemeriksaan mayat bayi baru lahir, harus dibedakan apakah
ia lahir mati atau lahir hidup.
Bila bayi lahir mati maka kasus tersebut bukan merupakan kasus
pembunuhan atau penelantaran anak hingga menimbulkan kematian.
Pada kasus seperti ini, si ibu hanya dapat dikenakan tuntutan
menyembunyikan kelahiran ata kematian orang.
Lahir mati (still birth) adalah kematian hasil konsepsi sebelum keluar
atau dikeluarkan dari ibunya, tanpa mempersoalkan usia kehamilan
(baik sebelum ataupun setelah kehamilan berumur 28 minggu dalam
kandungan). Kematian ditandai oleh janin yang tidak bernapas atau
tidak menunjukkan tanda kehidupan lain, seperti denyut jantung,
denyut nadi tali pusat atau gerakan otot rangka.
Tanda-tanda maserasi (aseptic decomposition) merupakan proses
pembusukan intrauterine, yang berlangsung dari luar ke dalam
(berlainan dengan proses pembusukan yang berlangsung dari dalam ke
luar). Tanda maserasi baru terlihat setelah setelah 8-10 hari kematian
intrautero. Bila kematian baru terjadi 3 atau 4 hari, hanya trelihat
perubahan pada kulit saja, berupa vesikel atau bula memecah akan
terlihat kulit berwarna merah kecoklatan. Tanda-tanda lain adalah
epidermis berwarna putih dan berkeriput, bau tengik (bukan bau
busuk), tubuh mengalami perlunakan sehingga dada terlihat mendatar,
sendi lengan dan tungkai lunak, sehingga dapat dilakukan
hiperekstensi, otot atau tendon terlepas dari tulang. Pada bayi yang
mengalami maserasi, organ-organ tampak basah tetapi tidak berbau
busuk. Bila janin telah lama sekali meninggal dalam kandungan, maka
akan terbentuk litoedion.
9
Dada belum mengembang. Iga masih datar dan diafragma masih
setinggi iga ke 3-4. Sering sukar dinilai bila mayat telah membusuk.
2.3.3. Pemeriksaan Makroskopik Bayi Lahir Mati
Pemeriksaan makroskopik paru. Paru-paru mungkin masih
tersembunyi di belakang kandung jantung atau telah mengisi rongga dada.
Osbron (1953) menemukan 75% kasus, ternyata paru-paru telah mengisi
rongga dada, baik pada bayi yang baru lahir mati maupun lahir hidup.
Paru-pari berwarna kelabu ungu mrata seperti hati, konsistensi padat, tidak
teraba derik udaradan pleura yang longgar (slack pleura). Berat paru-paru
kira-kira 1/70 x berat badan.
Uji apung paru. Uji ini harus dilakukan dengan teknik tanpa sentuh
(no touch technique), paru-paru tidak disentuh untuk mengindati
kemungkinan timbulnya artefak pada sediaan histopatologik jaringan paru
akibat manipulasi berlebihan.
Lidah dikeluarkan seperti biasa di bawah rahang bawah, ujung
lidah dijepit dengan pinset atau klem, kemudian ditarik kearah
ventrokaudal sehingga tampak palatum mole. Dengan scalpel yang tajam,
palatum mole disayat sepanjang perbatasannya dengan palatum durum.
Faring, laring, esophagus bersama dengan trakea dilepaskan dari tulang
belakang. Esophagus bersama dengan trakea diikat di bawah kartilago
krikoid dengan benang. Pengikatan ini dimaksudkan agar pada manipulasi
brikutnya cairan ketuban, meconium atau benda asing lain tidak megalir
ke luar melalui trakea bukan untuk mencegah masuknya udara ke dalam
paru.
Pengeluaran organ dari lidah sampai paru dilakukan dengan forsep
atau pinset bedah dan scalpel, tidak boleh dipegang dengan tangan.
Kemudian esophagus diikat di atas diafragma dan dipotong di atas ikatan.
Pengikatan ini dimaksudkan agar dara tidak masuk ke dalam lambung dan
uji lambung-usu (uji Breslau) tidak memberikan hasil yang meragukan.
10
Setelah semua organ leher dan dada dikelurkan dari tubuh lalu
dimasukkan ke dalam air dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam,
kemudain paru-paru kiri dan kanan dilepaskan dan dimasukkan kembali ke
dalam air, dan dilihat apakah mengapung atau tenggelam. Setelah itu tiap
lobus dipisahkan dan dimasukkan ke dalam air dan dilihat apakah
mengapung atau tenggelam. 5 potong kecil dari bagian perifer tiap lobus
dimasukkan ke dalam air, dan diperhatikan apakah mnegapung atau
tenggelam.
Hingga tahap ini, paru bayi yang lahir mati masih dpat mengapung
oleh karena kemungkinan adanya gas pembusukkan. Bila potongan kecil
itu mengapung, letakkan di antara 2 karbon dan diletakkan (dengan arah
tekanan yang agak lurus, jangan bergeser) untuk mengeluarkan gas
pembusukkan yang terdapat pada jaringan interstisial paru, lalu masukkan
kembali ke dalama ir dan diamati apakah masih mengapung atau
tenggelam. Bila masih megapung berarti paru tersebut berisi udara residu
yang tidak akan keluar.
Kadang-kadang dengan penekanan, dinding alveoli pada mayat
bayi yang telah membusuk lanjut akan pecah juga dan udara residu keluar
dan memperlihatkan hasil uji apung paru negative.
Uji apung paru harus dilakukan menyeluruh sampai potongan kecil
paru mengingat adanya pernafasan sebagian (partial respiration) yang
dapat bersifat butaan (pernafasan buatan) ataupun alamiah (vagitus
uterinus tau vagitus vaginalis, yaitu bayi sudah bernafas walaupun kepala
masih dalam uterus atau dalam vagina).
Hasil negatif belum berarti pasti lahir mati karena adanya
kemungkinan bayi dilahirkan hidup tapi kemudian berhenti bernafas
meskipun jantung masih berdenyut, sehingga udara dalam alveoli
diresorpsi. Pada hasil uji negatif ini, pemeriksaan histopatologik paru
harus dilakukan untuk memastikan bayi lahir mati atau lahir hidup. Hasil
uji apung paru positip berarti pasti lahir hidup.
11
Bila sudah jelas terjadi pembusukan, maka uji apung paru kurang
dapat dipercaya, sehingga tidak dianjurkan untuk dilakukan. Biasanya paru
dengan perangai makroskopik lahir mati akan memberikan hasil uji apung
paru negatif ( tenggelam).
Mikroskopik paru-paru. Setelah paru-paru dikeluarkan dengan
teknik sentuh, dilakukan fiksasi dengan larutan formalin 10%. Sesudah 12
jam, dibuat irisan-irisan melintang untuk memungkinkan cairan fiksatif
meresap dengan baik ke dalam paru. Setelah difiksasi selama 48 jam,
kemudian dibuat sediaan histopatologik. Biasanya digunakan pewarnaan
HE dan bila paru telah membusuk digunakan pewarnaan Gomori atau
Ladewig.
Struktur seperti kelenjar bukan merupakan ciri paru bayi yang
belum bernafas, tetapi merupakan ciri paru janin yang belum mencapi usia
gestasi 26 minggu. Tanda khas untuk paru bayi belum bernafas adalah
adanya tonjolan (projection) yang berbentuk seperti bantal (cushion-like)
yag kemudian akan bertamabh tinggi dengan dasar menipis sehingga
tampak seperti gada (club-like). Pada permukaan ujung bebas projection
tampak kapiler yang berisi banyak darah. Pada paru bayi belum bernafas
yang sudah membusuk dengan pewarnaan Gomori atau Ladewig, tampak
serabut-serabut retikulin pada permukaan dinding alveoli berkelak kelok
seperti rambut yang keriting, sedangkan pada projection berjalan di bawah
kapiler sejajar dengan permukaan projection dan membentuk gelung-
gelung terbuka (open loops).
Serabut-serabut elastin pada dinding alveoli belum terwarnai
dengan jelas, masih merupakan fragmen-fragmen yang tersusun dan belum
membentuk satu lapisan yang mengelilingi seluruh alveoli. Serabut
tersebut tegang, tidak bergelombang dan tidak terdapat di daerah basis
projection.
Pada paru bayi lahir mati mungkin pula ditemukan tanda inhalasi
cairan amnion yang luas karena asfiksia intrauterine, miaslnya akibat
12
tertekannya tali pusat atau solusio plasenta sehingga terjadi pernafasan
janin premature (intrauterine submersion). Tampak sel-sel verniks akibat
deskuamasi sel-sel permukaan kulit, berbentuk persegi panjang dengan inti
piknotik berbentuk huruf “S”, bila dilihat dari atas samping terlihat seperti
bawang (onion bulb). Juga tampak sedikit sel-sel amnion yang bersifat
asidofilik dengan batas yang tidak jelas dan inti terletak aksentrik dengan
batas yang juga tidak jelas.
Meconium yang berbentuk bulat berwarna jernih sampai hijau tua
mungkin terlihat dalam bronkioli dan alveoli. Kadang-kadang ditemukan
deskuamasi sel-sel epitel bronkus yang merupakan tanda dari maserasi
dini atau fagositosis meconium oleh sel-sel dinding alveoli. Kolon dapat
menggelembung berisi meconium, yang merupakan tanda usaha untuk
bernafas (struggle to breath).
Gambar 1
Mikroskopis Paru Bayi Lahir Mati (Still Born)
13
2.3.4. Pemeriksaan Bayi Lahir Hidup
Lahir hidup (live birth) adalah keluar atau dikeluarkannya hasil
konsepsi yang lengkap yang setelah pemisahan bernafas atau
menunjukkan tanda kehidupan lain, tanpa mempersoalkan usia gestasi
sudah atau belumnya tali pusat dipotong atau uri dilahirkan.
Pada pemeriksaan ditemukan dada sudah mengembang dan
diafragma sudah turun sampai sela iga 4-5, terutama pada bayi yang telah
lama hidup.
2.3.5. Pemeriksaan Makroskopik Bayi Lahir Hidup
Pemeriksaan makroskopik paru. Paru sudah mengisi rongga dada
dan menutupi sebagian kandung jantung. Paru berwana merah muda tidak
merata dengan pleura yang tegang (paut pleura) dan menunjukkan
gambaran mozaik karena alveoli sudah terisi udara. Apeks paru kanan
paling dulu atau jelas terisi karena halangan paling minimal. Gambaran
marmer terjadi akibat pembuluh darah interstisial berisi darah. Konsistensi
seperti spons, teraba derik udara. Pada pengirisan paru dalam air terlihat
jelas keluarnya gelembung udara dan darah. Berat paru bertambah hingga
dua klai atau kira-kira 1/35 x berat badan karena berfungsinya sirkulasi
darah jantung-paru.
Uji apung paru memberikan hasil positif. (Hasil negatif harus
dilanjutkan dengan makroskopik paru).
Pemeriksaan mikroskopik paru menunjukkan alveoli paru yang
mengembang sempurna dengan atau tanpa emfisema obstruktif serta tidak
terlihat adanya projection. Pada pewarnaan Gomori atau Ladewig, serabut
retikulin akan tampak tegang.
Pada pernafasan parsial yang singkat mungkin hasil uji apung paru
negatif dan mikroskopik memperlihatkan gambaran alveoli yang kolaps
dengan dinding yang berhimpitan atau hamper berhimpitan. Kadang-
14
kadang dapat ditemukan edema yang luas dalam jaringan paru, membrane
duktus alveolaris yang tersebar dalam jaringan paru, yang mungkin berasal
dari lemak verniks (membrane hialin yang akan terlihat bila bayi telah
hidup dari 1 jam) atau atelectasis paru akibat obstruksi oleh membrane
duktus alveolaris.
Adanya udara dalam saluran cerna dapat dilihat dengan foto
rontgen. Udara dalam duodenum atau saluran yang lebih distal
menunjukkan lahir hidup dab telah hidup 6-12 jam. Bila dalam usus besar
berarti telah 12-24 jam, tetapi harus diingat kemungkinan adanya
pernafasan buatan atau gas pembusukan.
Gambar 2
Mikroskopis Paru Bayi Lahir Hidup ( Live Born)
Dari uraian di atas, haruslah sangat hati-hati dalam menyimpulkan
bayi lahir hidup, lebih-lebih bila mayat bayi telah membusuk.
15
2.3.6. Menentukan Umur Bayi Intra dan Ekstra Uterin.
a. Penentuan umur janin/embrio dalam kandungan rumus De
Haas, dalah untuk 5 bulan pertama, panjang kepala-tumit
9cm)=kuadrat umur gestasi (bulan) x 5.
Umur
1 bulan
Panjang badan (kepala tumit)
1 x 1 = 1 cm
2 bulan 2 x 2 = 4 cm
3 bulan 3 x 3 = 9 cm
4 bulan
5 bulan
4 x 4 = 16 cm
5 x 5 = 25 cm
6 bulan 6 x 5 = 30 cm
7 bulan 7 x 5 = 35 cm
8 bulan 8 x 5 = 40 cm
9 bulan 9 x 5 = 45 cm
b. Perkiraan umur janin dapat pula dilakukan dengan melihat
pusat penulangan (ossification centers) sebagai berikut:
Pusat penulangan pada: Umur (bulan)
Klavikula 1.5
Tulang panjang
(diafisis)
2
Iskium 3
Pubis 4
Kalkaneus 5 – 6
Manubrium sterni 6
Talus Akhir 7
Sternum bawah Akhir 8
Distal femur Akhir 9 / setelah lahir
Proksimal tibia Akhir 9 / setelah lahir
16
Kuboid Akhir 9/ setelah lahir
Bayi wanita lebih cepat
Pemeriksaan pusat penulangan dapat dilakukan secara radiologis
atau pada saat autopsi dengan cara sebagai berikut:
1. Kalkaneus dan kuboid
Lakukan dorsofleksi kaki dan buat insisi mulai dari antara jari kaki ke
3 dan ke 4 ke arah tengah tumit. Dengan cara ini dapat dilihat pusat
penulangan pada kalkaneus dan kuboid serta talus.
2. Distal femur dan proksimal tibia
Lakukam fleksi tungkai bawah pada sendi lutut dan buat insisi
melintang pada lutut.
Patella dilepas dengan memotong ligamentum patella. Buat irisan
pada femur dari arah distal ke proksimal sampai terlihat pusat
penulangan terletak pada epifisis distal femur (bukan penulangan
diafisis). Hal yang sama dilakukan terhadap ujung proksimal tibia
dengan irisan dari proksimal kea rah distal. Pusat penulangan pada
epifisis distal femur (bukan penulangan diafisis). Hal yang sama
dilakukan terhadap ujung proksimal tibia dengan irisan dari proksimal
kea rah distal. Pusat penulangan terletak di bagian tengah berbentuk
oval berwarna merah dengan diameter 4-6 mm.
Walaupun dalam undang-undang tidak dipersoalkan umur bayi,
tetapi kita harus menentukan apakah bayi tersebut cukup bulan
(premature) apakah non-viable, kemungkinan mati akibat pembunuhan
anak sendiri adalah kecil.
Viable adalah keadaan bayi/janin yang dapat hidup di luar
kandungan lepas dari ibunya. Kriteria untuk itu adalah umur kehamilan
lebih dari 28 minggu dengan panjang badan (kepala-tungging) lebih
dari 32 cm dan tidak ada cacat bawaan yang fatal.
Bayi cukup bulan (matur) bila umur kehamilan > 36 minggu d
engan panjang badan kepala-tumit lebih dari 48 cm, panjang badan
17
kepala tungging 30-33 cm, berat badan 2500-3000 gram dan lingkar
kepala 33 cm.
Pada bayi cukup bulan, hampir selalu terdapat pusat penulangan
pada distal femur sedangkan pada proksimal tibia kadang-kadang
terdapat atau baru terdapat sesudah lahir, juga pada tulang kuboid.
Pada bayi wanita, pusat penulangan timbul lebih cepat.
Ciri-ciri lain dari cukup bulan adalah: lanugo sedikit, terdapat pada
dahi, punggung dan bahu; pembentukan tulang rawan telinga telah
sempurna 9bila daun telinga dilipat akan cepat kembali ke keadaan
semula); diameter tonjolan susu 7 mm atau lebih; kuku-kuku jari telah
melewati ujung-ujung jari; garis-garis telapak kaki telah terdapat
melebihi 2/3 bagian depan kaki; testis sudah turun ke dalam skrotum;
labia minora sudah tertutup oleh labia mayora yang telah berkembang
sempurna; kulit berwarna merah muda (pada kulit putih) atau merah
kebiru-biruan (pada kulit berwarna) yang setelah 1-2 mnggu beubah
menjadi lebih pucat atau cokelat kehitam-hitaman; lemak bawah kulit
cukup merata sehingga kulit tidak berkeriput (kulit pada bayi
premature berkeriput).
Penentuan umur bayi ekstra uterin didasarkan atas perubahan-
perubahan yang terjadi setelah bayi dilahirkan, misalnya:
Udara dalam saluran cerna. Bila hanya terdapat dalam lambung atau
duodenum berarti hidup berarti saat, dalam usus halus berarti telah
hidup 1-2 jam, bila dalam usus besar, telah hidup 5-6 jam dan bila
telah terdapat dalam rectum berarti telah hidup 12 jam.
Mekonium dalam kolon. Meconium akan keluar kira-kira dalam waktu
24 jam setelah lahir.
Perubahan tali pusat setelah bayi keluar akan terjadi proses
pengeringan tali pusat baik di lahirkan hidup maupun mati. Pada
tempat lekat akan terbentuk lingkaran merah setelah bayi hidup kira-
kira 36 jam. Kemudian tali pusat akan mnegering menjadi seperti
benang dalam waktu 6 hingga 8 hari dan akan terjadi peneymbuhan
18
luka yang sempurna bila tidak terjadi infeksi dalam waktu 15 hari.
Pada pemeriksaan mikroskopik daerah yang akan melepas akan
tampak reaksi inflamasi yang mulai timbul setelah 24 jam berupa
sebukan sel-sel leukosit berisi banyak, kemudian akan terlihat sel-sel
limfosit dan jaringan granulasi.
Eritrosit berini akan hilang dalam 24 jam pertama setelah lahir,
namun kadangkala masih dapat ditemukan dalam sinusoid hati,
Ginjal. Pada hari ke 2-4 akan terdapat deposit asam urat yang
berwarna jingga berbentuk kipas (fan-shaped) lebih banyak dalam
pyramid daripada medulla ginjal. Hal ini akan menghilang setelah hari
ke 4 saat metabolisme telah terjadi.
Perubahan sirkulasi darah. Setelah bayi lahir, akan terjadi
obliterasi aterti dan vena umbilikus dalam waktu 3-4 hari. Duktus
venosus akan tertutup setlah 3-4 minggu dan foramen ovale akan
tertutup setelah 3 minggu-1 bulan tetapi kadang-kadang tidak menutup
walaupun sudah tidak berfungsi lagi. Duktus arteriousus akan tertutup
setelah 3 minggu-1 bulan.
Sudah atau belum dirawat. Pada bayi yang telah dirawat dapat
ditemukan hal-hal sebagai berikut:
Tali pusat telah terikat diputuskan dengan gunting atau pisau lebih
kurang 5 cm dari pusat bayi dan diberi obat antiseptik. Bila tali
pusat dimasukkan ke dalam air akan terlihat ujungnya terpotong
rata. Kadang-kadang ibu menyangkal melakukan pembunuhan
dengan menyatakan telah terjadi partus presipitatus atau
keberojolan. Pada keadaan ini tali pusat akan terputus dekat
perlekatannya pada uri atau pusat bayi dengan ujung yang tidak
rata. Hal lain yang tidak sesuai dengan partus presipitatus adalah
terdapatnya caput suksedaneum, molase hebat dan fraktur tulang
tengkorak serta ibu yang primipara.
19
Verniks kaseosa atau lemak bayi telah dibersihkan, demikian pula
bekas-bekas darah. Pada bayi yang dibuang ke dalam air verniks
tidak akan hilang seluruhnya dan masih dapat ditemukan di daerah
lipatan kulit, ketiak, belakang telinga, lipat paha dan lipat leher.
Pakaian. Perawatan pada bayi antara lain adalah memberikan
pakaian atau penutup tubuh bayi.
2.4. Penyebab Kematian
Penyebab kematian tersering pada pembunuhan anak sendiri adalah mati
lemas atau asfiksia.
Kematian dapat pula diakibatkan oleh proses persalinan (trauma lahir);
kecelakaan (misalnya bayi terjatuh, partus precipitatus); pembunuhan atau
alamiah (penyakit).
1. Trauma lahir. Trauma lahir dapat menyebabkan timbulnya tanda-tanda
kekerasan seperti:
Kaput suksedaneum
Kaput suksedaneum dapat memberikan gambaran mengenai lamanya
persalinan. Makin lama persalinan berlangsung, timbul kaput seksedaneum
yang makin hebat.
Secara makroskopik akan terlihat sebagai edema pada kulit kepala
bagian di daerah presentasi terendah yang berwarna kemerahan. Kaput
suksedaneum dapat melewati perbatasan antar-sutura tulang tengkorak dan
tidak terdapat perdarahan di bawah periosteum tulang tengkorak.
Mikroskopik terlihat jaringan yang mengalami edema dengan perdarahan-
perdarahan di sekitar pembuluh darah.
Sefalhematom
Perdarahan setempat di antara periosteum dan permukaan luar tulang
atap tengkorak dan tifak melampaui sutura tulang tengkorak dan tifak
melampaui sutura tulang tengkorak akibat molase yang hebat.
20
Umumnya terdapat pada tulang parietal dan skuama tulang oksipital.
Makroskopik terlihat sebagai perdarahan di bawah periosteum yang terbatas
pada satu tulang dan tidak melewati sutura.
Fraktur tulang tengkorak. Patah tulang tengkorak jarang terjadi pada
trauma lahir, biasanya hanya berupa cekungan tulang saja pada tulang
ubun-ubun (celluloid ball fracture).
Penggunaan forceps dapat menyebabkan fraktur tengkorak dengan
robekan otak.
Perdarahan intracranial yang sering terjadi adalah perdarahan subdural
akibat laserasi tentorium serebeli dan falsk serebri; robekan vena galena
di dekat pertemuannya dengan sinus rektus; robekan sinus sagitalis
superior dan sinus transversus dan robekan bridging veins dekat sinus
sagitalis superior. Perdarahan ini timbul pada molase kepala yang hebat
atau kompresi kepala yang hebat atau kompresi kepala yang cepat dan
mendadak oleh jalan lahir yang belum melemas (pada partus
presipitatus).
Perdarahan subaraknoid atau interventrikuler jarang terjadi. Umumnya
terjadi pada bayi-bayi premature akibat belum sempurna
berkembangnya jaringan-jaringan otak.
Perdarahan epidural sangat jarang terjadi karena durameter melekat
dengan erat pada tulang tengkorak bayi.
21
Gambar 3
Fraktur Tulang Tengkorak Pada Bayi
2. Pembekapan
Penekanan yang ringan pada mulut dan hidung bayi yang baru saja
dilahirkan dengan menggunakan bantal atau telapak tangan sebenarnya sudah
cukup untuk mematikkannya tanpa meninggalkan jejas. Namun umunya si
ibu menjadi panik pada saat mendengar tangisan bayi sehingga ia cepat –
cepat membekap hidung dan mulut bayi. Tindakan yang tergesa-gesa dengan
tenaga yang berlebihan itu dapat meninggalkan jejas pada muka bayi. Pada
pembekapan dengan tangan dapat ditemukan luka-luka memar dan lecet yang
masing-masing disebabkan oleh tekanan bagian lunak ujung jari dan oleh
tekanan kuku. Pembekapan dengan menggunakan selimut atau bantal
mungkin tidak menimbulkan luka namun serabut – serabut benang atau
kapuk dapat tertinggal pada muka bayi.
22
Gambar 4
Korban pembekapan
3. Penyumbatan
Penyumbatan mulut dan saluran napas bagian atas dengan
menggunakan kertas atau bahan pakaian kadang-kadang dijumpai.
Umumnya benda tersebut ditinggalkan di tempat dan penentuan penyebab
kematian bayi menjadi mudah. Kerusakan mukosa mulut dapat ditemukan.
Kadang – kadang benda penyumbat disingkirkan si ibu setelah bayi
meninggal, maka pada setiap autopsy forensik bayi baru lahir harus diteliti
apakah terdapat kerusakan mukosa mulut dan adakah benda asing di dalam
mulut, misalnya secarik kertas atau serabut-serabut lain. Mulut dan hidung
bayi dapat juga diikat dengan bahan pakaian. Pada umumnya ikatan masih
terdapat pada mayat bayi dan luka lecet dapat ditemukan pada sudut mulut.
Seorang ibu dapat pula menggunakan jari-jari tangannya untuk menyumbat
mulut dan faring bayi. Luka lecet dan memar mungkin ditemukan pada
mukosa mulut dan faring.
23
Gambar 5
Korban Penyumbatan
4. Pencekikan
Pada pemeriksaan mayat baru lahir, daerah leher dan tengkuk harus
diperiksa dengan teliti karena pencekikan merupakan cara yang sering
dilakukan dalam pembunuhan anak sendiri. Pada pencekikan dengan kedua
tangan dan dari depan dapat ditemukan luka-luka lecet di daerah tengkuk
dan luka memar di daerah leher. Luka lecet bekas tekanan kuku dapat
berbentuk garis lengkung atau garis lurus. Untuk meredam tangisan bayi, si
ibu mungkin akan membekap mulut bayinya sehingga luka-luka memar dan
lecet dapat ditemukan disekitar mulut.
24
Gambar 6
Korban pencekikan manual
(tampak bekas kuku pelaku pada leher korban)
5. Penjeratan
Jerat umunya terdapat in situ pada mayat bayi dan biasanya adalah
suatu benda yang terdapat dekat dengan si ibu. Pada jejas jerat dapat
ditemukan perdarahan kecil-kecil disekitarnya. Sedangkan pada leher dan
muka dapat ditemukan luka lecet akibat tergores kuku si ibu. Tali pusat
juga dapat digunakan untuk menjerat leher bayi, setelah bayi lahir dan tali
pusat belum lahir maka tali pusat diputuskan dan dililitkan erat-erat pada
leher bayi. Namun apabila tali pusat lahir bersamaan dengan bayi maka
tali pusat dililitkan pada leher bayi tanpa diputuskan terlebih dahulu. Tali
pusat menunjukkan tanda bekas digenggam dan ditarik berupa
tertinggalnya Wharton’s Jelly ditempat yang tergenggam serta terdapat
perdarahan. Pemeriksaan paru – paru menunjukkan bayi telah bernapas.
25
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
1. Infantisida adalah pembunuhan yang dilakukan oleh seorang ibu atas
anaknya pada ketika dilahirkan atau tidak berapa lama setelah
dilahirkan, karena takut ketahuan bahwa ia melahirkan anak.
2. Bahwa kematian bayi tidak selamanya merupakan pembunuhan anak,
akan tetapi selalu mempunyai dimensi yang lain, seperti kemungkinan
akibat proses alamiah atau suatu kecelakaan.
3. Perlu dibuktikan apakah kematian bayi tersebut adalah akibat
tindakan kejahatan atau suatu kematian wajar atau suatu kecelakaan
dan hal ini adalah penting untuk menegakkan hukum.
4. Dalam hubungannya dengan badan penegak hukum, disamping
pentingnya pemeriksaan jenazah bayi perlu juga dilakukan
pemeriksaan terhadap si ibu yang meliputi tanda-tanda bekas
kehamilan, bekas persalinan dan hubungan genetika antara ibu
dengan korban.
5. Penegakan Hukum Pidana dalam penanggulangan pembunuhan bayi
yang dirumuskan dalam perundang-undangan dewasa ini adalah :
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana sudah mengatur mengenai
penanggulangan pembunuhan bayi yaitu pasal 341, pasal 342 dan
pasal 343, sedangkan pasal yang berkaitan dengan penelantaran anak
diatur dalam pasal 306 s/d 308 dan pasal 338. Selain itu masih ada
pasal 80 ayat (3) Undang-Undang Perlindungan Anak yang ancaman
hukumannya lebih berat dibandingkan dengan KUHP.