HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian ini melakukan evaluasi terhadap kelayakan bangunan, proses
pemotongan yang halal serta penghitungan jumlah mikroba yang terdapat pada
karkas ayam dan air cucian karkas ayam. Penentuan lokasi pengamatan diambil
berdasarkan rekomendasi dari Dinas Peternakan Kabupaten Bogor terhadap TPA
binaan dan TPA belum dibina pada empat kecamatan di Kabupaten Bogor. Empat
kecamatan yang telah mendapat pembinaan dari Dinas Peternakan Kabupaten
Bogor adalah Kecamatan Cibinong, Kecamatan Parung, Kecamatan Dramaga dan
Kecamatan Cibungbulang, dan pada masing-masing kecamatan terdapat satu buah
TPA yang telah dibina. Jumlah TPA pada kecamatan tersebut adalah 20 buah TPA
dengan 4 buah TPA dibina dan 16 buah TPA yang belum dibina. Untuk
menentukan jumlah TPA yang akan dijadikan sebagai tempat pengamatan dan
pengambilan sampel, maka digunakan rumus Levy & Lameshow (1999), sehingga
didapat hasil 12 TPA sebagai tempat pengamatan, dengan satu TPA dibina dan dua
TPA belum dibina untuk masing-masing kecamatan. Bentuk pembinaan yang telah
diberikan oleh Dinas Peternakan Kabupaten Bogor adalah pengarahan dan
pelatihan untuk sanitasi dan higiene di lingkungan TPA, juga pemberian beberapa
peralatan yang dibutuhkan untuk proses produksi seperti scalder, plucker, bak
pencucian karkas, meja eviserasi dan juga freezer. Di Kecamatan Parung, TPA
dibina dan belum dibina berada di Desa Waru, TPA dibina berlokasi disekitar
pemukiman penduduk sedangkan TPA belum dibina berlokasi di pasar Parung. Di
Kecamatan Cibinong TPA binaan dan belum dibina berada pada satu desa, yaitu
Desa Pakan Sari. Di Kecamatan Dramaga TPA binaan berlokasi di Desa Sinar Sari,
TPA belum dibina berada di Desa Kidul. Kecamatan Cibungbulang TPA dibina
dan belum dibina berada pada satu desa, yaitu Desa Dukuh.
(a) (b) (c)
24
(d) (e)
Gambar 2. Bantuan peralatan dari Dinas Peternakan dan Perikanan Kabupaten Bogor; (a) meja
eviserasi, (b) plucker, (c)bak pencuci, (d) scalder, (e) freezer
Evaluasi Kelayakan Unit Usaha TPA
Evaluasi kelayakan unit usaha TPA ini menggunakan kuisioner berdasarkan
Permentan (2005) yang berisi tentang bangunan, fasilitas, sanitasi dan higiene unit
usaha rumah pemotongan unggas yang terdiri atas: a) penanggung jawab kesehatan
hewan dan kesmavet; b) bangunan, fasilitas, sanitasi dan higiene; c) higiene
personal serta d) bahan baku, penanganan dan pengolahan (yang disesuaikan
dengan jenis usaha). Berdasarkan data kuisioner tersebut terhadap 12 TPA
penelitian maka didapatkan hasil seperti pada Tabel 3.
Tabel 3. Penilaian kelayakan unit usaha TPA penelitian
Kecamatan
Status Binaan
TPA dibina (%) TPA belum dibina (%)
A B
Cibinong
Dramaga
Cibubulang
Parung
54
55
64
55
34
35
38
22
39
29
39
32
Bobot penilaian: 75-100% = layak
50-75% = kurang layak
25-50% = tidak layak
0-25% = sangat tidak layak
Kriteria kelayakan pada bobot penilaian unit usaha TPA pada tabel diatas
diberikan sesuai dengan tingkatan persentase. Untuk penilaian tertinggi (75-100%)
diberikan kriteria layak, dan yang terendah (0-25%) diberikan kriteria sangat tidak
layak. Pada tabel diatas dapat dilihat bahwa semua TPA dibina berada pada kriteria
kurang layak (54-64%), dan TPA belum dibina berada pada kriteria tidak layak dan
kurang layak (22-39%), karena banyak dari persyaratan sesuai Permentan (2005)
yang belum dipenuhi oleh semua TPA.
Beberapa TPA belum dibina belum memiliki perijinan unit usaha yang
dikeluarkan oleh Dinas Peternakan setempat karena merupakan anak usaha dari TPA
dibina, dan bangunan belum bersifat permanen. Beberapa TPA dibina dan TPA belum
dibina belum melakukan pemisahan fisik antara ruangan kotor dan bersih sehingga
seluruh proses produksi dilakukan dalam satu ruangan yang tidak dapat mencegah
terjadinya kontaminasi pada karkas ayam selama proses produksi. TPA di Kecamatan
Parung baik binaan maupun belum dibina memiliki bobot penilaian kelayakan bangunan
terkecil dibandingkan dengan TPA pada kecamatan lainnya karena bangunan merupakan
bangunan terbuka dan bukan bangunan permanen, dan tidak ada pemisahan fisik antara
ruangan bersih dan kotor dan seluruh proses produksi dilakukan pada satu ruangan.
25
26
Tabel 4 Daftar Pengecekan Kelayakan Dasar Unit Usaha TPA yang mengacu pada Permentan (2005)
No
Aspek yang dinilai
Bobot
Nilai
(%)
Status Binaan
TPA dibina TPA belum dibina
Cibinong Dramaga Cibung-
bulang
Parung Cibinong Dramaga Cibungbulang Parung
A B A B A B A B
I. Penanggung Jawab Kesehatan Hewan dan Kesmavet
1. Tersedia dokter hewan
penanggung jawab kesehatan
hewan dan kesehatan
masyarakat veteriner
1.0 0* 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
II. Lokasi dan Lingkungan
2. Lokasi unit usaha sesuai
dengan alamat yang
tercantum dalam perijinan
1.0 1** 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1
3. Ada pemisahan fisik antara
PRB dan RPH/RPU
1.0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
4. Penyimpanan dan penanganan
sampah, limbah dan peralatan
baik
1.0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1
5. Tidak terdapat debu yang
berlebihan di jalanan dan
tempat parkir
1.0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1
6. Sistem pembuangan limbah
cair/saluran baik
1.0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1
III. Konstruksi Bangunan Utama
7. Dilakukan pemisahan secara
fisik antara ruangan bersih
dan kotor
2.0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
* 0 = tidak
** 1 = ya
26
No
Aspek yang dinilsi
Bobot
Nilai
(%)
Status Binaan
TPA dibina TPA belum dibina
Cibinong Dramaga Cibung-
bulang
Parung Cibinong Dramaga Cibungbulang Parung
A B A B A B A B
8. Ruang pengolahan tidak
berhubungan langsung dengan
toilet/kamar mandi, tempat
ganti pakaian, tempat tinggal,
garasi dan bengkel
1.0 1 0 1 1 0 0 1 1 0 0 0 0
9. Ada langit-langit (plafon) 1.0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 0
10. Langit-langit bebas dari
kemungkinan catnya
rontok/jatuh atau dalam
keadaan kotor dan tidak
terawat
1.0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0
11. Langit-langit rata, tidak retak
atau berlubang
1.0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0
12. Dinding setinggi 2 meter
terbuat dari bahan yang kedap
air, mudah dibersihkan dan
didisinfeksi
1.0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0
13. Permukaan rata, tidak retak
atau berlubang
1.0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 0
14. Dinding di ruang pengolahan
tidak berwarna gelap
1.0 1 1 1 0 0 0 0 1 0 0 0 0
15. Pertemuan antara lantai dan
dinding lengkung
1.0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
16. Bahan lantai kedap air, tidak
licin, mudah dibersihkan dan
didisinfeksi
1.0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 0 1
27
No
Aspek yang dinilai
Bobot
Nilai
(%)
Status Binaan
TPA dibina TPA belum dibina
Cibinong Dramaga Cibung-
bulang
Parung Cibinong Dramaga Cibungbulang Parung
A B A B A B A B
17. Tidak ada bagian dinding
yang memungkinkan untuk
meletakkan/menyimpan
barang/peralatan
1.0 1 0 1 0 1 1 1 1 1 1 0 1
18. Tidak banyak genangan
cairan, tumpukan kotoran/air
tidak mengalir ke saluran
pembuangan
1.0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
IV. Bangunan utama RPU
19. Daerah Kotor:
Tempat penurunan unggas
hidup, pemeriksaan
antemortem dan
penggantungan unggas hidup
1.0
0
0
1
1
0
0
1
0
0
0
0
1
20. Pemingsanan (stunning) 1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
21. Penyembelihan (killing) 1.0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
22. Pencelupan ke air panas
(scalding tank)
2.0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
23.
24.
25.
Pencabutan bulu
Pencucian karkas
Pengeluaran jeroan
2.0
2.0
2.0
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
1
0
1
0
0
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
1
1
1
0
0
1
26. Pemeriksaan postmortem 1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
27. Penanganan jeroan 2.0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
28. Daerah Bersih:
Tempat pencucian karkas
2.0
1
1
1
1
1
1
1
0
1
1
0
1
29. Tempat pendinginan karkas 1.0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
28
No
Aspek yang dinilai
Bobot
Nilai
(%)
Status Binaan
TPA dibina TPA belum dibina
Cibinong Dramaga Cibung-
bulang
Parung Cibinong Dramaga Cibungbulang Parung
A B A B A B A B
30. Seleksi (grading) 1.0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
31. Penimbangan karkas 1.0 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0
32. Pemotongan karkas (cutting) 2.0 0 1 1 1 0 0 1 1 0 0 1 0
33. Pemisahan daging dari tulang 1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
34. Pengemasan 2.0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
35. Penyimpanan segar (chilling
room)
1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
V. Penerangan
36. Lampu di ruang pengolahan,
pengemasan dan
penyimpanan bahan baku
perpelindung
1.0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
37. Penerangan pada tempat
pemeriksaan (inspeksi) cukup
(<540 luks)
1.0 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 0 1
VI. Ventilasi
38. Sirkulasi udara di ruang
proses produksi baik (tidak
pengap)
1.0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
39. Terjadi akumulasi kondensasi
di atas proses pengolahan dan
penyimpanan produk
1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
VII. Saluran Pembuangan
40. Kapasitas saluran
pembuangan lancar
1.0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 1 1
41. Saluran pembuangan tertutup
dan dilengkapi bak kontrol
2.0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1 29
No
Aspek yang dinilai
Bobot
Nilai
(%)
Status Binaan
TPA dibina TPA belum dibina
Cibinong Dramaga Cibung-
bulang
Parung Cibinong Dramaga Cibungbulang Parung
A B A B A B A B
VIII. Pasokan Air
42. Jarak terdekat sumber air
dengan tempat pembuangan
limbah cair/septic tank lebih
dari 8m
1.0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 0
43. Tersedia pasokan air bersih
dalam jumlah cukup
2.0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1
44. Dilakukan pemeriksaan
kualitas air bersih di
laboratorium minimal sekali
dalam setahun
1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
IX. Es (Persyaratan Khusus TPA)
45. Terbuat dari air yang
memenuhi persyaratan air
bersih
1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
46. Ditangani secara higienis 1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
X. Penanganan Limbah dan Kotoran
47. Limbah ditangani dengan baik 1.0 1 1 1 1 1 1 0 0 1 1 0 1
48. Fasilitas pembuangan
sampah/kotoran dalam ruang
proses tertutup
1.0 1 1 1 0 0 1 1 0 1 1 0 1
XI. Toilet
49. Terpelihara dengan baik 1.0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0
50. Fasilitas untuk pencucian
tangan, seperti sabun, cukup
atau tersedia
1.0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
30
No
Aspek yang dinilai
Bobot
Nilai
(%)
Status Binaan
TPA dibina TPA belum dibina
Cibinong Dramaga Cibungb
ulang
Parung Cibinong Dramaga Cibungbulang Parung
A B A B A B A B
XII. Ruang Ganti Pakaian
51. Ada, terawat dan tidak kotor 1.0 1 1 1 0 0 0 1 0 0 0 0 0
XIII. Fasilitas Cuci Tangan dan Foot Deep
52. Memiliki fasilitas untuk
membesihkan sepatu boot
1.0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
53. Fasilitas cuci tangan berfungsi 1.0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
54. Fasilitas cuci tangan
dioperasikan dengan tangan
dan dilengkapi dengan
petunjuk mencuci tangan
1.0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
55. Setiap pintu masuk ruang
pengolahan memiliki fasilitas
cuci tangan dan foot deep
1.0 0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
XIV. Peralatan dan Wadah
56. Terbuat dari bahan yang
kedap air, mudah korosif,
toksik, mudah dibersihkan
dan didisinfeksi
1.0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
57. Terawat dengan baik atau
disimpan ditempat yang
seharusnya
1.0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
XV. Kemasan
58. Terbuat dari bahan yang tidak
toksik, tidak bereaksi dengan
produk, dan mampu
mencegah terjadinya
kontaminasi terhadap produk
2.0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
31
No
Aspek yang dinilai
Bobot
Nilai
(%)
Status Binaan
TPA dibina TPA belum dibina
Cibinong Dramaga Cibung-
bulang
Parung Cibinong Dramaga Cibungbulang Parung
A B A B A B A B
59. Disimpan pada ruang khusus 1.0 1 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
XVI. Program Pengendalian Serangga dan Rodensia
60. Program pengendalian
serangga, tikus/rodensia dan
binatang pengganggu lainnya
di lingkungan unit usaha
efektif
1.0 1 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
61. Memiliki program tertulis
dalam pengendalian serangga
dan rodensia
1.0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
62. Lubang angin dilengkapi
dengan kasa untuk mencegah
masuknya serangga
1.0 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
63. Tirai udara (air curtain), tirai
plastik dan alat pencegah
serangga lainnya ada dan
efektif
1.0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
XVII. Pembersihan dan Desinfeksi
64. Memiliki program
pembersihan dan disinfeksi
1.0 1 1 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
65. Metode pembersihan dan
disinfeksi efektif
1.0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0
66. Peralatan dan wadah dicuci
dengan air bersih dan
disanitasi setelah digunakan
1.0 1 1 1 1 1 1 1 0 1 1 0 1
32
No
Apek yang dinilai
Bobot
Nilai
(%)
Status Binaan
TPA dibina TPA belum dibina
Cibinong Dramaga Cibung-
bulang
Parung Cibinong Dramaga Cibungbulang Parung
A B A B A B A B
XVIII. Bahan-bahan Kimia
67. Bahan kimia, sanitizer dan
bahan tambahan pangan
diberi label dan disimpan
dengan baik
1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
68. Penggunaan bahan kimia dan
bahan tambahan pangan yang
diizinkan
1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
XIX. Higiene Personal
69. Karyawan yang berhubungan
langsung dengan produk
dalam kondisi sehat
1.0 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
70. Kebersihan karyawan yang
berhubungan langsung dengan
produk terjaga dengan baik
1.0 1 1 1 1 0 1 1 0 1 1 0 1
71. Tidak ada kontaminasi silang
(makan, meludah, merokok)
1.0
1 0 1 1 0 0 0 0 0 1 0 0
72. Pelatihan pekerja dalam hal
sanitasi dan higienis cukup
1.0 0 0 1 1 0 0 0 0 0 0 0 0
XX. Penerimaan Bahan Baku, Penanganan dan Pengolahan
73. Pemeriksaan ante mortem
pada ternak yang akan
dipotong dilakukan oleh
dokter hewan/para medik
veteriner
1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
74. Pemeriksaan ante mortem
dilakukan secara teratur
1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 33
No
Aspek yang dinilai
Bobot
Nilai
(%)
Status Binaan
TPA dibina TPA belum dibina
Cibinong Dramaga Cibung-
bulang
Parung
Cibinong Dramaga Cibungbulang Parung
A B A B A B A B
75. Dilakukan pencatatan
terhadap hasil pemeriksaan
antemortem
1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
76. Penanganan hewan hidup
memenuhi aspek kesrawan
1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
77. Pemeriksaan post mortem
dilakukan secara teratur
1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
78. Pemeriksaan post mortem
pada setiap hewan dilakukan
oleh dokter hewan /para
medik veteriner
1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
79. Dilakukan pencatatan
terhadap hasil pemeriksaan
post mortem
1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
XXI. Pembekuan
80. Memiliki fasilitas blast
freezer
1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
81. Dilengkapi dengan display
themometer pada ruangan
blast freezer dan cold storage
1.0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
XXII. Pelabelan
82. Produk yang sudah dalam
bentuk beku mempunyai label
dan tanda atau etiket
1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
XXIII. Penyimpanan
83. Memiliki chill room untuk
penyimpanan produk segar
1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
34
No
Aspek yang dinilai
Bobot
Nilai
(%)
Status Binaan
TPA dibina TPA belum dibina
Cibinong Dramaga Cibung-
bulang
Parung Cibinong Dramaga Cibungbulang Parung
A B A B A B A B
84. Memiliki cold storage untuk
penyimpanan produk beku
1.0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
85. Produk akhir yang disimpan
dalam gudang beku terpisah
dengan bahan lain
1.0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0
XXIV. Pengujian Laboratorium
86. Ada program pengujian
laboratorium terhadap produk
akhir
1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
87. Ada program monitoring
efektivitas program sanitasi
1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
88. Dilakukan dokumentasi
terhadap hasil pengujian
laboratorium
1.0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Total 100 54 55 64 54 34 39 35 29 38 39 22 32
Bobot penilaian: 75-100% = layak
50-75% = kurang layak
25-50% = tidak layak
0-25% = sangat tidak layak
35
Dari tabel 4 dapat dilihat pada semua TPA penelitian tidak tersedia dokter hewan
yang bertanggung jawab terhadap kesehatan hewan dan kesehatan masyarakat veteriner.
Pada semua TPA penelitian tidak dilakukan pemeriksaan ante mortem secara visual pada
ternak yang akan disembelih, seperti bersin-bersin, mata kemerahan, mata sayu, feses
kehijauan, lesu, pucat, pial berdiri, jengger berwarna kebiruan, perut kembung, dari
mulut keluar lendir, bulu berdiri/kusam, dubur agak panjang. Ayam-ayam yang datang
dari peternakan hanya ditempatkan di dalam keranjang yang disusun bertumpuk ke atas,
dan hanya beberapa TPA yang menyediakan kandang sebagai tempat istirahat ayam
sebelum disembelih. Tidak tersedianya dokter hewan pada semua TPA penelitian karena
merupakan TPA skala kecil/rumahan, dengan total produksi ±100-1500 ekor/hr.
Pemasaran produk hanya pada pasar tradisional yang tidak dapat menjamin kebersihan
produk, dan sebagian besar konsumennya berasal dari kalangan menengah kebawah yang
tidak peduli dengan jaminan keamanan produk yang dibeli.
Perijinan lokasi unit usaha untuk kedua TPA belum dibina di Kecamatan
Cibungbulang belum ada, karena kedua TPA tersebut masih merupakan anak usaha dari
TPA dibina di Kecamatan Cibungbulang. Semua bangunan TPA penelitian merupakan
bangunan yang berdiri sendiri dan tidak terdapat rumah potong babi (RPB) disekitar
lokasi TPA penelitian. Sistem penanganan sampah dan limbah cair untuk semua TPA
penelitian telah sesuai dengan persyaratan Permentan (2005), kecuali untuk kedua TPA
belum dibina di Kecamatan Dramaga dan TPA A di Kecamatan Parung. Pada TPA
belum dibina A di Kecamatan Dramaga, limbah dari proses produksi dibuang ke kolam
ikan lele yang terdapat di sebelah ruang produksi, dan limbah dari proses prduksi dari
TPA belum dibina B di Kecamatan Dramaga disalurkan ke kali yang berada di depan
bangunan TPA. Jarak antara kali dengan sumur yang berada di dalam bangunan TPA
kurang dari 8 m, sehingga tidak sesuai dengan persyaratan Permentan (2005), yaitu jarak
antara sumur dan tempat pembuangan limbah tidak boleh kurang dari 8 m. TPA belum
dibina A di Kecamatan Parung berlokasi disekitar Pasar Parung yang kotor dan becek,
dan sistem pembuangan limbah dan sampah pada TPA tersebut tidak tertutup dan tidak
lancar, dan bangunan TPA berada di sebelah tempat pembuangan sampah yang sudah
menggunung, sehingga tidak menjamin kebersihan produk akhir yang dihasilkan.
36
37
(a) (b) (c)
Gambar 3. (a) TPA belum dibina A Dramaga, (b) TPA belum dibina B Dramaga, (c) TPA belum dibina A
Parung
Konstruksi bangunan utama pada TPA dibina di Kecamatan Cibungbulang
telah sesuai dengan Permentan (2005), yaitu telah ada pemisahan fisik antara ruang
bersih dan kotor, ruang pengolahan tidak berhubungan langsung dengan
toilet/kamar mandi; langit-langit rata, tidak retak/berlubang; permukaan dinding
rata dan tidak retak/berluang, berwarna terang dan terbuat dari bahan yang kedap
air, mudah untuk dibersihkan dan didesinfetsi; lantai terbuat dari bahan yang tidak
licin, mudah dibersihkan dan didesinfeksi, dan tidak banyak genangan
cairan/tumpukan kotoran pada permukaan lantai.
(a) (b)
Gambar 4. Contoh bangunan TPA dibina: (a) bangunan TPA dibina di KecamatanCibungbulang,
(b) TPA dibina di Kecamatan Dramaga.
Banguna TPA penelitian selebihnya belum sesuai dengan kelayakan
bangunan yang mengacu pada Permentan (2005), terutama untuk semua bangunan
TPA belum dibina yang belum melakukan pemisahan fisik antara ruang bersih dan
38
kotor. Bangunan TPA belum dibina A di Kecamatan Dramaga berukuran 10x6 m,
bukan merupakan bangunan permanen yang terbuat dari bambu, dan pada lantai
masih banyak terdapat genangan air dan kotoran pada saat proses produksi. Ruang
produksi bersebelahan dengan kandang unloading, dan di bawah kandang terdapat
kolam ikan lele, dan keadaan ini tidak sesuai dengan Permentan (2005). Bangunan
TPA belum dibina A di Kecamatan Parung berukuran 4x4 m, bukan bangunan
permanen dan merupakan bangunan terbuka.
Kandang unloading adalah kandang tempat penerimaan ayam, pemeriksaan
ante mortem, penghitungan jumlah ayam dan pengistirahatan ayam sebelum
disembelih. Hanya empat dari 12 TPA penelitian yang memiliki kandang
unloading yaitu TPA dibina di Kecamatan Cibungbulang, TPA dibina di
Kecamatan Parung, TPA belum dibina A di Kecamatan Dramaga dan TPA belum
dibina B di Kecamatan Parung. TPA selebihnya tidak memiliki kandang unloading
karena keterbatasan lahan sehingga tidak dapat disediakan kandang unloading.
Ayam-ayam yang akan disembelih ditempatkan di dalam keranjang plastik dan
ditumpuk bersusun ke atas, sehingga kotoran ayam yang berada di dalam keranjang
teratas jatuh dan mengotori ayam-ayam yang berada di bawah. Kontaminasi pada
ayam di TPA dimulai pada saat unloading. Kotoran fekal merupakan sumber
kontaminasi bakteri coliform, E.coli dan Campylobacter pada karkas ayam (Smith
et al. 2007). Kontaminasi pada ayam dapat terjadi sewaktu ayam masih berada di
peternakan. Campylobacter, Clostridium, Listeria, Salmonella, Staphylococcus,
Escherichia coli dan Yersinia merupakan bakteri patogen utama yang
menkontaminasi ayam di peternakan (Cox et al. 2005). Ayam yang mati pada saat
diperjalanan atau pada saat istirahat dipisahkan dari ayam hdup.
Stunning (pemingsanan) tidak dilakukan pada semua TPA penelitian, tetapi
hanya dilakukan pada RPA skala industri. Fungsi stunning adalah untuk
pemingsanan ayam dalam waktu sementara, dengan mencelupkan kepala ayam ke
dalam bak berisi air yang dialiri listrik bertegangan 60-70 volt selama tiga detik.
Proses penyembelihan ayam di TPA penelitian dilakukan di atas keranjang
tempat ayam, sehingga darah ayam dan kotoran ayam yang dikeluarkan ayam pada
saat penyembelihan jatuh dan mengotori ayam-ayam yang berada di dalam
keranjang di bawahnya. Kontaminasi Campylobacter jejuni pada karkas dapat
terjadi pada saat proses penyembelihan (Mead 2004). Campylobacter terdapat pada
39
sistem sirkulasi darah ayam (Richardson et al. 2011). Penyembelihan dilakukan
dengan memotong saluran makanan (oesophagus), saluran pernafasan (trachea),
dan pembuluh darah di kanan dan kiri leher (vena jugularis dan arteri carotis)
sampai putus, sehingga darah dapat mengucur keluar sampai habis (CAC 1997).
Penyembelihan dilakukan oleh seorang muslim yang berumur lebih dari 18 tahun,
menghadap kiblat dan mengucapkan kalimat “Bismillahirrahmanirrahim”
(LPPOM MUI 2011). Setelah disembelih, ayam-ayam kemudian diletakkan
bertumpuk di dalam tong plastik untuk proses pengeluaran darah, sehingga darah
ayam tidak keluar dengan sempurna, dan darah ayam dan kotoran ayam mengotori
bulu-bulu dan kulit ayam,. Pengeluaran darah harus dilakukan sampai tuntas,
karena darah yang tersisa akan menyebabkan penurunan mutu karkas ayam dan
mempengaruhi warna kulit, juga berpotensi sebagai media pertumbuhan
mikroorganisme, sehingga pada proses penyimpanan karkas akan cepat rusak.
Ayam yang telah disembelih dan dikeluarkan darahnya kemudian direbus di
dalam scalder, dengan suhu air 55-60ºC selama 45 menit. Scalding bertujuan untuk
mempermudah proses pembuluan pada saat proses pencabutan bulu. Scalder yang
digunakan pada beberapa TPA penelitian terbuat dari tong besi yang sudah hitam
dan kotor, kecuali TPA dibina Cibinong dan TPA dibina Cibungbulang
menggunakan scalder yang terbuat dari stainless steel. Kotoran dari bulu dan kulit
ayam mencemari air di dalam scalder yang tidak pernah diganti dari awal hingga
akhir proses. Air di dalam scalder hanya ditambah jika air telah berkurang.
Kontaminasi Salmonella, colyform dan e.coli pada karkas ayam dapat terjadi pada
saat porses scalding (Liljebjelke et al. 2009). Kontaminasi silang mikroba antara
karkas dapat terjadi saat proses scalding (Cason dan Hinton 2006). Api yang
digunakan pada proses scalding pada semua TPA dibina dan beberapa TPA belum
dibina berasal dari gas elpiji, sehingga tidak menimbulkan asap, tetapi pada
beberapa TPA belum dibina masih menggunakan kayu bakar, sehingga asap yang
ditimbulkan dari kayu bakar berbahaya bagi kesehatan para pekerja yang
menghirupnya dalam jangka waktu panjang. Asap kayu bakar memiliki ukuran
partikel yang cukup kecil sehingga bila terhirup hingga ke bagian terdalam dari
paru-paru dapat menyebabkan peradangan.
Ayam yang telah direbus kemudian dimasukkan ke dalam plucker untuk
mencabut bulu. Pada saat proses plucking, air dingin disiramkan ke dalam mesin
40
plucker agar kulit ayam tidak rusak dan untuk membersihkan bulu-bulu yang
tercabut dari tubuh ayam. Bulu-bulu yang telah dicabut dengan plucker kemudian
dikumpulkan di dalam karung plastik. Karkas ayam kemudian ditumpuk di lantai
bangunan tanpa dialasi, sehingga karkas kembali terkotori oleh darah dan kotoran
ayam.
Eviserasi adalah proses pengeluaran jeroan dari dalam tubuh ayam dengan
cara membuat irisan yang cukup besar pada bagian kloaka dan seuruh isi perut
ditarik keluar. Proses eviserasi pada TPA penelitian dilakukan di lantai, sehingga
karkas ayam bercampur dengan darah dan kotoran ayam. Jeroan ayam kemudian
dipisah antara jantung, ampela, empedu dan usus. Jeroan ayam mengandung
Campylobacter, colyform dan E.coli (Windham 2005). Isi usus dikeluarkan di
lantai, sehingga mengotori karkas ayam yang masih tersisa di lantai tanpa alas, lalu
usus dicuci dan direbus di dalam tong yang tadi dipergunakan untuk proses
scalding. Usus kemudian dikemas di dalam kantung plastik yang terpisah dengan
jeroan lainnya.
Proses pencucian karkas ayam dilakukan dua kali, yaitu sebelum dan
setelah proses eviserasi. Pada TPA belum dibina B di Kecamatan Dramaga dan
TPA belum dibina A di Kecamatan Parung proses pencucian dilakukan sebelum
proses eviserasi, karena kedua TPA tersebut tidak melakukan proses plucking
(pembuluan), melainkan langsung melakukan pengulitan pada ayam. Ayam yang
telah dikuliti kemudian langsung dikeluarkan jeroannya dan tidak dicuci kembali
setelah proses eviserasi. Hal ini sesuai dengan permintaan konsumen, yang
bertujuan agar darah ayam tetap menempel pada karkas ayam, sehingga dapat
meningkatkan kegurihan pada saat proses pemasakan ayam. Pada TPA penelitian
lainnya proses pencucian karkas ayam dilakukan setelah proses eviserasi. Karkas
ayam direndam di dalam tong yang berisi air yang tidak pernah diganti dari awal
hingga akhir proses, sehingga air dapat mencemari karkas yang direndam
berikutnya.
Pendinginan karkas ayam hanya dilakukan pada keempat TPA dibina,
karena hanya TPA dibina yang mendapat fasilitas freezer dari Dinas Peternakan
Kabupaten Bogor, sedangkan TPA belum dibina tidak memiliki freezer karena
karkas ayam langsung dibawa ke pasar, dan dijual dalam bentuk segar. Proses
seleksi hanya dilakukan oleh TPA dibina Kecamatan Parung, karena pemasaran
41
telah telah memasuki supermarket dan pemasaran hingga sampai keluar propinsi.
Proses penimbangan karkas tidak dilakukan oleh semua TPA penelitian, karena
setelah proses pencucian, karkas ayam langsung dikemas ke dalam karung plastik
atau kantung plastik. Pemotongan karkas ayam menjadi beberapa bagian hanya
dilakukan oleh TPA dibina di Kecamatan Dramaga, Kecamatan Cibungbulang dan
Kecamatan Parung, juga pada kedua TPA belum dibina di Kecamatan Dramaga
dan TPA belum dibina A di Kecamatan Parung. Proses deboning tidak dilakukan
oleh semua TPA penelitian karena deboning hanya dilakukan pada RPA skala
besar/industri.
Fungsi kemasan adalah menjaga kebersihan produk, melindungi produk dari
kerusakan fisik, perubahan kimiawi ataupun kontaminasi mikroorganisme,
menambah umur simpan produk, melindungi produk dari perubahan kadar air dan
penyinaran, mempermudah pengangkutan produk dari produsen hingga sampai ke
konsumen dan agar dapat menampilkan produk dengan cara yang menarik.
Pengemasan biasanya menggunakan bahan yang baik, tidak merusak produk dan
tidak membahayakan kesehatan manusia. Pengemasan karkas pada TPA penelitian
masih menggunakan karung plastik bekas yang dicuci di dalam tong yang juga
dipergunakan untuk mencuci karkas ayam, kantung plastik dan keranjang plastik.
TPA dibina Parung menggunakan kemasan wadah styrofoam untuk produk-produk
jeroan dan karkas ayam yang telah dipotong partial, seperti dada, paha, sayap, kaki
bawah dan bagian lainnya yang sesuai dengan pesanan konsumen. Chilling room
merupaka tempat penyimpanan sementara produk, dan tidak tersedia fasilitas
chilling room untuk semua TPA penelitian.
Bangunan TPA dibina dan belum dibina A di Kecamatan Parung
merupakan bangunan terbuka, sehingga tidak terdapat ventilasi pada bangunan.
Proses produksi dilakukan pada pagi hari, sehingga kedua TPA tersebut tidak
menggunakan penerangan pada saat melakukan proses produksi walaupun fasilitas
penerangan tersedia pada kedua TPA tersebut.
Sumber air yang digunakan pada semua TPA penelitian berasal dari sumur
yang jaraknya dengan ruang proses produksi tidak kurang dari 8 m, kecuali untuk
kedua TPA belum dibina di Kecamatan Dramaga dan TPA beum dibina A di
Kecamatan Parung. Jarak antara sumur dan ruang proses produksi pada ketiga TPA
tersebut kurang dari 8 m, sehingga hal ini tidak sesuai dengan Permentan (2005).
42
Pemberian es pada kemasan produk hanya dilakukan oleh TPA dibina di
Kecamatan Parung. Karkas yang telah dikemas di dalam cool box kemudian
ditambahi dengan batu es, agar pertumbuhan mikroba pada karkas dapa dicegah.
Fasilitas toilet dan ruang ganti pakaian hanya tersedia pada TPA dibina di
Kecamatan Cibinong, Kecamatan Dramaga, Kecamatan Cibungbulang dan pada
TPA belum dibina A di Kecamatan Dramaga. FAsilitas cuci tangan hanya tersedia
pada TPA dibina di Kecamatan Dramaga dan Kecamtan Cibungbulang.
(a) (b)
Gambar 5. (a) fasilitas cuci tangan, (b) toilet
Setelah seluruh proses selesai, peralatan, lantai dan keranjang-keranjang
hanya disiram dengan air dan disikat tanpa didesinfeksi, sehingga kotoran masih
menempel pada peralatan, lantai dan terutama keranjang. Fungsi desinfektan dalam
proses sanitasi adalah untuk membunuh mikroorganisme yang terdapat pada
karkas. Desinfektan yang biasanya digunakan pada RPA adalah Chlorine Dioxide
dan Quartenary Ammonium Chloride (QAC) yang dapat mereduksi
mikroorganisme stabil terhadap reaksi dengan bahan organic, tahan terhadap korosi
logam, stabil terhadap panas, tidak menyebabkan iritasi terhadap kulit, dan efektif
pada pH tinggi. Keranjang-keranjang kemudian ditumpuk kembali di sudut
ruangan. Keranjang nanti akan dipergunakan untuk memuat ayam-ayam.
Campylobacter adalah bakteri patogen yang dapat berasal dari feses, jika tertinggal
pada keranjang ayam dapat menyebabkan kontaminasi silang pada ayam yang akan
menempati keranjang selanjutnya (Berrang et al. 2004).
Pekerja yang bekerja pada TPA penelitian seringkali tidak menjaga
kebersihan pada saat melakukan proses produksi. Pekerja tidak menggunakan
43
sarana pengaman pada saat melakukan proses produksi seperti masker, sepatu boot,
dan harnet rambut. Pada saat melakukan proses produksi tak jarang para pekerja
melakukannya sambil merokok, meludah dan bahkan makan/minum, sehingga
dapat menyebabkan kontaminasi silang antara pekerja dan produk yang dihasilkan.
Abu rokok, rambut, dan sisa makanan/minuman yang berasal dari para pekerja
dapat mengotori produk akhir, sehingga dapat mempengaruhi kualitas produk yang
dihasilkan.
Pemeriksaan postmortem adalah pemeriksaan kesehatan jeroan dan karkas
ayam setelah disembelih akibat penyakit yang belum teramati pada pemeriksaan
antemortem yang dilakukan oleh petugas pemeriksa berwenang (BSN 1999).
Pemeriksaan post mortem tidak dilakukan pada semua TPA penelitian.
Penyimpanan produk beku hanya dilakukan oleh TPA dibina di Kecamatan Parung.
Karkas ayam disimpan di dalam empat buah consolite dengan suhu yang mencapai
-10ºC, karena karkas akan dipasarkan hingga ke luar propinsi, bahkan hingga ke
propinsi Papua. Pengujian laboratorium terhadap produk akhir dan kualitas air
tidak pernah dilakukan oleh semua TPA penelitian, sehingga tidak tersedia
dokumentasi dan informasi tentang jaminan keamanan dari produk akhir yang
dihasilkan kepada konsumen.
Proses Pemotongan Ayam yang Halal
Untuk melakukan proses pemotongan ayam yang halal diperlukan sumber
daya manusia (SDM), prasarana, penyembelihan ayam, penanganan dan
penyimpanan, pengemasan dan pelabelan serta transportasi. Berdasarkan kuisioner
tata cara pemotongan ayam yang halal ditempat pemotongan ayam pada TPA
penelitian, maka didapat data sebagai berikut.
Tabel 5. Kesesuaian tata cara penyembelihan ayam yang halal di TPA penelitian
mengacu pada LPPOM MUI (2011)
Kecamatan Status Binaan
TPA dibina (%) TPA belum dibina (%)
Cibinong
Dramaga
Cibubulang
Parung
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
100
Bobot penilaian: 75-100% = sesuai
50-75% = kurang sesuai
25-50% = tidak sesuai
0-25% = sangat tidak sesuai
44
Pada tabel diatas didapat hasil untuk penilaian tata cara pemotongan ayam
yang halal pada TPA penelitian adalah telah sesuai (100%) dengan tata cara
pemotongan ayam yang halal yang dikeluarkan oleh LPPOM MUI (2011). Tidak
ada perbedaan pada semua TPA penelitian, karena tidak adanya perbedaan dalam
tata cara penyembelihan ayam yang dilakukan di semua TPA penelitian.
Tidak adanya perbedaan pada tata cara pemotongan halal karena seluruh
proses pemotongan ayam halal pada 12 TPA penelitian adalah sama. Sebelum
disembelih, ayam-ayam diistirahatkan, agar ayam tidak stress, sehingga pada
proses pengeluaran darah, darah yang keluar menjadi lancar. Petugas penyembelih
adalah seorang muslim yang berusia lebih dari 18 tahun. Petugas penyembelih
dalam keadaan sehat dan tidak merangkap sebagai pekerja di rumah potong babi
(RPB). Penyembelihan menghadap kiblat dan mengucapkan
“Bismillahirrahmanirrahim”. Penyembelihan dilakukan dengan memotong
oesophagus, trachea, vena jugularis dan arteri carotis, melakukan satu kali sembelih
(tidak mengangkat pisau ketika menyembelih), dan penyembelihan dilakukan dari
leher bagian depan dan tidak memutus tulang leher. Sebelum memasuki proses
berikutnya unggas harus benar-benar mati (2 menit). Karkas dan jeroan yang tidak
halal dimusnahkan.
Pada prinsipnya bangunan fisik yang digunakan dalam proses produksi
pangan halal dapat dirancang sedemikian rupa sehingga produk yang dihasilkan
terhindar dari kontaminasi dan masuknya barang-barang najis atau haram ke dalam
produk yang dihasilkan. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi dalam
bangunan fisik ini antara lain adalah: bangunan harus terletak di lokasi yang cukup
jauh dari peternakan babi atau hewan yang tidak halal yang dapat mengkontaminasi
proses produksi halal, memiliki sistem sanitasi dan fasilitas pembuangan yang
dapat menjamin kebersihan produk dari barang haram atau najis, memiliki sistem
pengamanan dari masuknya binatang haram dan najis di lingkungan pabrik,
memiliki sumber air yang sehat dan tidak tercemar oleh barang-barang najis dan
kotor (Apriyantono et al. 2007).
Pada penelitian ini dilakukan pengamatan terhadap kesesuaian pemotongan
ayam yang halal untuk mengetahui sejauh mana tingkat kehalalan ayam-ayam yang
disembelih di 12 TPA di Empat Kecamatan di Kabupaten Bogor. Hasil evaluasi
45
terhadap kesesuaian hasil pemotongan ayam yang halal pada TPA binaan dan
belum dibina yang mengacu pada LPPOM MUI (2011) tersaji pada Tabel 9.
Tabel 6. Hasil evaluasi terhadap kesesuaian hasil pemotongan ayam yang halal
pada TPA penelitian mengacu pada LPPOM MUI (2011)
No.
Proses pemotongan
TPA*
Dibina Belum
dibina
1 Petugas penyembelih dikontrol dan disuprevisi LPPOM
MUI
0/4 0/8
2 Penyembelih beragama Islam, berumur >18 tahun dan
sehat jiwa dan jasmani
4/4 8/8
3 Penyembelih lulus pelatihan halal oleh lembaga
Islam/instnasi terkait
0/4 0/8
4 Penyembelih memahami tata cara penyembelihan sesuai
Syariat Islam
4/4 8/8
5 Penyembelih memiliki kartu identitas dari Lembaga
Sertifikasi Halal oleh MUI/lembaga yang berwenag
0/4 0/8
6 TPA hanya untuk daging halal 4/4 8/8
7 Lokasi TPA terpisah dari RPH/peternakan babi 4/4 8/8
8 Fasilitas TPA tidak terkontaminasi dengan produk non
halal
4/4 8/8
9 Alat penyembelih harus tajam, bukan kuku, gigi/taring,
tulang
4/4 8/8
10 Sebelum disembelih ayam diistirahatkan 4/4 8/8
11 Pengendalian ayam seminimal mungkin sehingga tidak
stress dan kesakitan
4/4 8/8
12 Penyembelihan menghadap kiblat dan mengucapkan
“Bisillahirrahmanirrahim”
4/4 8/8
13 Memotong oesophagus, trachea, vena jugularis dan
arteri carotis
4/4 8/8
14 Penyembelihan hanya sekali dari leher depan dan tidak
memutus tulang leher
4/4 8/8
15 Karkas dan jeroan tidak halal harus dimusnahkan 4/4 8/8
16 Ruang penyimpanan bebas dari produk babi 4/4 8/8
17 Kemasan memiliki identitas/label halal 0/4 0/8
18 Alat transportasi tidak digunakan untuk produk non
halal, bebas dari najis dan cemaran lain
4/4
8/8 *) jumlah TPA yang telah sesuai per jumlah yang diamati untuk masing-masing jenis TPA
Ada beberapa dari kesesuaian hasil pemotongan ayam yang halal yang
mengacu pada LPPOM MUI (2011) yang belum dipenuhi oleh TPA penelitian,
seperti seluruh petugas penyembelih pada 12 TPA penelitian mendapatkan
pelatihan tata cara pemotongan halal dari Mesjid setempat dan bukan dari LPPOM
MUI atau dari instansi terkait, sehingga belum memiliki kartu identitas, petugas
46
belum dikontrol dan disupervisi oleh LPPOM MUI/Lembaga Sertifikasi Halal yang
diakui LPPOM MUI dan belum ada label halal pada kemasan produk. Jika semua
kesesuaian telah dipenuhi, maka tinggal selangkah lagi bagi semua TPA penelitian
untuk mendapatkan sertifikat halal dari LPPOM MUI/Lembaga Sertifikasi yang
diakui LPPOM MUI.
Kontaminasi Bakteri pada Karkas Ayam dan Air Cucian Karkas
Proses produksi pada TPA penelitian terdiri dari 10 tahapan. Pada masing-
masing tahapan dapat terjadi titik kritis. Pada penelitian ini ditentukan titik yang
paling kritis, lalu dilakukan pengambilan sampel pada titik yang paling kritis
tersebut.
Gambar 6. Tahapan proses produksi pada TPA penelitian
1. Penerimaan/penyimpanan ayam hidup. Ayam yang datang dari peternakan
biasanya ditempatkan dalam keranjang bambu/plastik kecuali untuk TPA dibina
Penerimaan ayam hidup 1
Penyembelihan 2
Pengeluaran darah 3
Scalding 4
Plucking
Eviserasi
5
Eviserasi 6
Pencucian karkas 7
Penanganan jeroan
Pengemasan karkas dan jeroan
8
9
7
Pembersihan peralatan dan bangunan
10
7
47
Cibungbulang, TPA belum dibina B Kecamatan Parung dan TPA belum dibina
B Kecamatan Dramaga, ayam ditempatkan di dalam kandang unloading. Ayam
diistirahatkan selama beberapa jam hingga tiba proses penyembelihan. Tidak
dilakukan pemeriksaan antemortem secara visual (bersin-bersin, menunduk,
mata kemerahan, mata sayu, perut kembung, jengger berwarna kebiruan, keluar
lendir dari mulut, muka bengkak, dubur agak panjang, feses kehijauan, bulu
berdiri/kusam, ngorok, pial berdiri, lesu dan pucat) dan secara fisik ( kapalan
pada dada dan kaki, keropeng, memar dada, sayap patah, paha patah, leher
patah). Ayam yang mati dipisahkan dari yang hidup.
2. Menyembelih. Proses penyembelihan dilakukan di atas keranjang tempat
ayam, sehingga darah mengotori ayam yang berada di dalam keranjang.
Penyembelihan dilakukan secara Islami dengan memotong oesophagus,
trachea, vena jugularis dan arteri carotis sampai putus, sehingga darah dapat
mengucur keluar sampai habis, disertai dengan menyebut
“Bismillahirrahmanirrahim” dan menghadap kiblat. Pisau yang digunakan
untuk menyembelih ayam juga digunakan pada proses eviserasi, sehingga
mikroba yang tertinggal pada pisau kembali mencemari karkas ayam.
3. Mengeluarkan darah. Darah kemudian dikeluarkan dari tubuh ayam. Pada
proses ini ayam tidak digantung dengan posisi kepala di bagian bawah. Ayam-
ayam yang telah disembelih ditumpuk di dalam tong plastik atau keranjang
plastik agar ayam tidak melompat keluar, dan ditunggu selama 3-5 menit
hingga ayam tidak bergerak lagi. Proses pengeluaran darah seperti ini tidak
sempurna, karena ayam tidak digantung, sehingga darah tidak tuntas keluar dan
dapat menurunkan mutu ayam seperti mempengaruhi warna kulit ayam dan
berpotensi sebagai media pertumbuhan mikroorganisme sehingga daging akan
cepat busuk. Darah dan kotoran ayam yang keluar pada saat penyembelihan
mengotori bulu-bulu dan kulit ayam.
4. Scalding. Setelah darah ayam ditiriskan kemudian ayam dimasukkan ke dalam
bak stainless steel atau tong besi berisi air panas dengan suhu 52-55°C selama
45 detik. Proses ini bertujuan agar memudahkan dalam proses pencabutan bulu.
Api yang digunakan untuk mendidihkan air adalh menggunakan kayu bakar,
sehingga menimbulkan asap di dalam ruangan. Asap dari kayu bakar
48
mengandung hidrokarbon aromatik polisiklik (PAH) yang dapat menyebabkan
radang pada manusia/pekerja yang menghirupnya.
5. Mencabut bulu. Proses ini dapat dilakukan dengan mesin pencabut bulu
(plucker). Sesekali air dingin disiramkan ke dalam mesin plucker agar kulit
ayam tidak rusak dan agar tubuh ayam bersih dari bulu-bulu. Pembersihan
bulu-bulu halus dilakukan dengan tangan. Tapi untuk TPA belum dibina A
Kecamatan Parung dan TPA belum dibina A Kecamatan Dramaga tidak
dilakukan pencabutan bulu, namun ayam langsung dikuliti, hal ini sesuai
dengan permintaan konsumen.
6. Eviserasi. Proses eviserasi dilakukan dengan menyayat bagian kloaka, seluruh
isi perut dikeluarkan (hati, jamtung, empedu, ampela, usus dan tembolok).
Empedu langsung dipisahkan dari jeroan lainnya untuk mencegah kemungkinan
pecah dan mengotori jeroan lainnya dan karkas ayam.
7. Pencucian karkas. Pencucian karkas pada TPA penelitian dilakukan di dalam
tong plastik dengan air yang tidak pernah diganti dari awal hingga akhir proses
produksi, sehingga jumlah bakteri (TPC) pada air pencuci bertambah dari awal
hingga akhir proses. TPA dibina Kecamatan Parung pencucian karkas
dilakukan di dalam bak marmer dan diberi es batu yang bertujuan mencegah
pertumbuhan bakteri. TPA dibina Kecamatan Dramaga pencucian karkas
dilakukan pada bak pencuci, tetapi air tidak pernah diganti dari awal hingga
akhir proses produksi dan ditempat yang sama juga dicuci keranjang tempat
mengemas karkas ayam, sehingga semakin menambah jumlah bakteri (TPC)
pada air pencuci karkas ayam.
8. Penanganan jeroan. Penanganan usus dilakukan yaitu dengan mengeluarkan
isi usus, mencuci usus lalu merebus usus. Pengemasan hati, ampela dan jantung
terpisah dengan usus. Karkas ayam yang diletakkan di lantai berdekatan dengan
jeroan kembali terkotori oleh isi usus ayam.
9. Pengemasan. Karkas dan jeroan pada TPA dibina Kecamatan Parung dikemas
dengan menggunakan styrofoam dan pada bagian atasnya ditutup dengan
plastik transparan, sehingga memudahkan pembeli untuk menilai mutu karkas,
lalu dikemas lagi ke dalam coolbox dan diberi es batu untuk mencegah
kebusukan pada karkas dan mengurangi pertumbuhan mikroba. TPA penelitian
lainnya menggunakan kantung plastik dan karung plastik bekas sebagai bahan
49
pengemas dan tidak diberi batu es ke dalam plastik kemasan, sehingga
kontaminasi masih terus berlanjut pada saat perjalanan.
10. Pembersihan peralatan dan bangunan. Pembersihan peralatan dan bangunan
hanya dilakukan dengan sikat dan siraman air. Tidak dilakukan program
desinfeksi. Desinfekktan yang digunakan biasanya adalah Chlorine Dioxide dan
Quartenary Ammonium Chloride yang sangat aktif terhadap bakteri Gram
positif, non-iritasi kulit, tahan terhadap korosi logam, dapat mereduksi
mikroorganisme, stabil terhadap panas, stabil pada reaksi dengan bahan organik
dan efektif pada pH tinggi.
Kontaminasi pada daging dapat terjadi pada proses penyembelihan dan
pada saat scalding karena masuknya kontaminan dari air scalding ke sistem
peredaran darah dan pernafasan. Pada saat eviserasi kontaminasi bakteri dari usus
dan feses dapat berpindah dari karkas ke karkas melalui peralatan dan tangan
pekerja. Kontaminasi terjadi melalui permukaan daging selama proses pemotongan
karkas, pendinginan, pembekuan, pembuatan produk daging olahan, pengawetan,
pengepakan, penyimpanan dan pemasarannya (Soeparno 1998).
Menurut SNI 01-6366 (BSN 2000) Batas Maksimum Cemaran Mikroba
(BMCM) adalah jumlah jasad renik/mikroba maksimum (cfu/gr) yang diizinkan
atau direkomendasikan dapat diterima dalam bahan makanan asal hewan. Batas
maksimum cemaran mikroba pada daging untuk Total Plate Count (TPC) adalah
1x106cfu/g dan untuk coliform adalah 1x10
2cfu/g SNI 01-7388 (BSN 2009).
1. Total Plate Count (TPC) pada Karkas Ayam dan Air Cucian Karkas
Ayam
Total Plate Count (TPC) merupakan suatu metode pengujian untuk
menghitung jumlah mikroba dalam cawan petri yang berisi media agar. Metode ini
mempunyai manfaat untuk mengetahui tingkat higienitas dari suatu pengolahan
daging dengan indicator bahwa telah terjadi pencemaran pada daging. Hasil uji
mikrobiologi yang dilakukan di laboratorium terhadap sampel karkas ayam
pedaging yang diambil secara acak dari TPA penelitian, didapatkan data seperti
pada tabel 7.
50
Tabel 7. Rataan jumlah TPC pada karkas ayam dari TPA penelitian
Kecamatan Status Binaan
TPA dibina (log cfu/g) TPA belum dibina (log cfu/g)
Cibinong
Dramaga
Cibubulang
Parung
(5.11±0.29)
(4.72±0.79)
(4.42±0.82)
(4.11±0.09)
(4.88±0.83)
(6.11±0.91)
(4.42±0.49)
(5.44±0.44)
Rataan (4.59±0.49) (5.21±0.67)
Jumlah TPC pada karkas ayam dari TPA dibina adalah 0.62 log cfu/g lebih
rendah dari TPA belum dibina. Hasil uji kualitas mikrobiologi untuk TPC pada
karkas ayam menunjukkan kesesuaian dengan batas maksimum cemaran mikroba
(BMCM) menurut SNI 01-7388 (BSN 2009) yaitu ≤1x106
cfu/g untuk semua TPA,
kecuali untuk TPA belum dibina di Kecamatan Dramaga dengan angka cemaran
TPC sebesar 6.11 log cfu/g. Tingginya angka cemaran ini disebabkan sanitasi yang
tidak baik pada saat proses produksi.
Setelah ayam-ayam disembelih, ayam-ayam hanya diletakkan di lantai
tanpa alas. Darah ayam dan kotoran ayam kemudian menempel pada bulu-bulu
ayam-ayam tersebut. Scalding merupakan proses berikutnya untuk melepaskan
bulu-bulu dari karkas ayam. Ayam-ayam yang telah dibului langsung dikuliti dan
dicuci seadanya, sehingga darah masih menempel pada daging ayam yang telah
dikuliti, dan karkas-karkas tersebut kemudian kembali diletakkan dilantai
berdekatan dengan bulu-bulu ayam. Keadaan ini disengaja sesuai dengan
permintaan konsumen, karena darah ayam yang menempel pada daging ayam
tersebut diyakini dapat meningkatkan kegurihan pada daging ayam setelah proses
pemasakan.
Ayam kemudian masuk ke dalam proses eviserasi dan pemotongan kaki dan
kepala. Penanganan jeroan juga dilakukan di lantai bangunan yang berdekatan
dengan karkas ayam, sehingga karkas-karkas tersebut kembali terkotori oleh
kotoran yang berasal dari jeroan ayam. Karkas ayam kemudian dibagi menjadi dua
bagian yaitu dada dan paha. Kemudian langsung dikemas kedalam kantung plastik
tanpa dicuci terlebih dahulu. Menurut Nugroho (2004), tahap-tahap yang
berpotensi terjadinya pencemaran silang mikroba pada pemrosesan karkas ayam di
RPA dapat terjadi pada saat penerimaan dan penggantungan ayam, penyembelihan,
scalding dan pencabutan bulu, pengeluaran jeroan, pendinginan, grading serta
51
pemotongan. Jumlah awal mikroba pada karkas ayam di awal pemotongan dapat
mempengaruhi jumlah mikroba pada karkas berikutnya, setelah pencucian,
sehingga akan meningkatkan jumlah cemaran pada karkas
(Setiowati dan Mardiastuti 2009).
Histogram-histogram dibawah ini memperlihatkan angka cemaran TPC
karkas untuk 12 TPA penelitian. Dari histogram-histogram berikut dapat dilihat
bahwa angka cemaran TPC untuk TPA dibina pada Kecamatan Cibinong lebih
tinggi dibangdingkan dengan TPA dibina lainnya (5.11 log cfu/g). Angka cemaran
untuk ketiga ulangan pada pengambilan sampel karkas menunjukkan peningkatan
cemaran mikroba. Hal ini menunjukkan bahwa cemaran mikroba pada karkas
meningkat dari awal hingga akhir proses produksi. Tingginya angka cemaran ini
dapat disebabkan karena tata letak bangunan yang belum layak.
Bangunan merupakan bangunan permanen tetapi belum ada pemisahan fisik
antara ruang bersih dan kotor. Karkas yang telah terkotori oleh darah dan kotoran
selama proses bleeding kemudian masuk ke scalder, sehingga kotoran yang
menempel pada bulu-bulu dan kulit ayam mencemari air scalding. Air pada proses
scalding tidak pernah diganti dari awal hingga akhir produksi. Karkas yang
diletakkan di atas lantai setelah proses plucking kemudian terkotori oleh kotoran
dan darah ayam. Karkas ayam semakin tercemar oleh kotoran yang berasal dari
jeroan ayam yang di letakkan berdekatan dengan karkas-karkas tersebut. Keadaan
inilah yang menyebabkan terjadinya peningkatan jumlah TPC pada karkas ayam
yang berasal dari TPA dibina pada Kecamatan Cibinong.
Gambar 7. Histogram jumlah TPC karkas ayam pada TPA dibina
4.90
3.81 3.64 4
4.995.11
4.34 4.14
5.44 5.235.27
4.17
0
1
2
3
4
5
6
1 2 3 4
Ju
mla
h T
PC
(lo
g c
fu/g
)
TPA
Cibinong Dramaga Cibungbulang Parung
52
Pada histogram dibawah ini dapat dilihat bahwa angka cemaran TPC pada
TPA belum dibina di Kecamatan Dramaga lebih tinggi dibandingkan TPA belum
dibina lainnya (6.11 log cfu/g). Setiap ulangan pada pengambilan sampel karkas
ayam dapat dilihat peningkatan angka cemaran mikroba. Penggunaan air yang tidak
bersih dikhawatirkan menjadi penyebab tingginya angka cemaran tersebut. Air
yang digunakan untuk seluruh proses produksi berasal dari sumur yang jaraknya
kurang dari 8 m dari kali yang berada tepat di depan bangunan TPA. Setelah selesai
digunakan, keranjang tempat menampung ayam direndam di dalam kali tersebut,
sehingga mikroba yang melekat pada keranjang semakin bertambah dan menempel
pada bulu-bulu dan kulit ayam selanjutnya yang ditempatkan pada keranjang
tersebut.
Gambar 8. Histogram jumlah TPC karkas ayam pada TPA belum dibina
Penelitian ini mengambil sampel air cucian karkas ayam dari setiap TPA
penelitian. Hasil uji mikrobiolgi untuk jumlah TPC pada air cucian karkas ayam
pada TPA penelitian tertera pada tabel di bawah ini.
Tabel 8. Rataan jumlah TPC pada air cucian karkas ayam pada TPA penelitian
Kecamatan Status Binaan
TPA dibina (log cfu/ml) TPA belum dibina (log cfu/ml)
Cibinong
Dramaga
Cibubulang
Parung
(4.52±1.02)
(5.57±0.03)
(5.30±0.18)
(3.78±1.12)
(5.12±0.70)
(6.72±1.07)
(5.26±0.27)
(4.90±1.19)
Rataan (4.79±0.59) (5.50±0.81)
3.34
5.545.14
3.04
5.07
5.565.25
3.23
5.145.61
5.495.07
0
1
2
3
4
5
6
1 2 3 4
Ju
mla
h T
PC
(lo
g c
fu/g
)
TPA
Cibinong Dramaga Cibungbulang Parung
53
Jumlah TPC pada air cucian karkas ayam dari TPA dibina adalah
0.71 log cfu/ml lebih rendah dari TPA belum dibina. Jumlah TPC air cucian karkas
ayam pada TPA belum dibina pada Kecamatan Dramaga lebih tinggi dari TPA
lainnya (6.72 log cfu/ml). Tingginya angka cemaran ini karena air cucian dicemari
oleh karkas ayam dengan jumlah TPC yang tinggi. Air yang dipergunakan selama
proses produksi bukan merupakan air yang terjamin kebersihannya. Air berasal dari
sumur yang jaraknya kurang dari 8 m dengan kali kotor yang berada tepat di depan
bangunan TPA sehingga kemungkinan tercemar sangat tinggi. Proses produksi
masih dilakukan dilantai, sehingga karkas yang sudah terkotori oleh darah ayam
dan kotoran yang berasal dari jeroan semakin mencemari air cucian karkas ayam.
Pada histogram dibawah ini dapat dilihat bahwa angka cemaran TPC untuk TPA
dibina di Kecamatan Dramaga lebih tinggi dibandingkan TPA dibina lainnya.
Gambar 9. Histogram jumlah TPC air cucian karkas ayam pada TPA dibina
Terjadi peningkatan jumlah TPC pada air cucian karkas ayam untuk setiap
ulangan pada pengambilan sampel air cucian karkas ayam. Hal ini terjadi karena
karkas yang dicuci pada bak pencuci memang telah terkotori oleh darah dan
kotoran ayam. Air yang dipergunakan untuk mencuci juga tidak diganti mulai dari
awal hingga akhir proses produksi. Kemasan yang dipergunakan untuk memuat
karkas ayam juga dicuci pada bak pencuci, sehingga kotoran-kotoran yang
menempel pada kemasan juga mencemari air cucian. Semakin tinggi jumlah TPC
pada karkas ayam maka jumlah TPC pada air karkas ayam juga semakin tinggi.
5.11
6.51
4.19
5.565.33
6.60
4.51
5.61
5.35
6.81
4.975.63
0
1
2
3
4
5
6
7
8
1 2 3 4
Ju
mla
h T
PC
(lo
g c
fu/m
l)
TPA
Cibinong Dramaga Cibungbulang Parung
54
Pada histogram dibawah ini dapat dilihat bahwa angka cemaran TPC untuk
TPA belum dibina di Kecamatan Dramaga lebih tinggi dibandingkan TPA belum
dibina lainnya. Terjadi peningkatan jumlah TPC untuk setiap ulangan pada
pengambilan sampel air cucian karkas ayam. Hal ini disebabkan seluruh proses
produksi yang tidak higienis yang dilakukan di lantai bangunan. Kotoran dari ayam
dan darah ayam mengotori karkas ayam. Kemudian karkas ayam hanya dicuci
seadanya dengan menggunakan air yang juga tidak terjamin kebersihannya. Air
yang diperguanakn berasal dari sumur yang berjarak kurang dari 8 m dengan kali
yang berada di depan TPA, sehingga air tercemar oleh kali. Karkas yang telah
tercemar yang kemudian dicuci dengan air yang tidak bersih menyebabkan
tingginya angka jumlah TPC pada air cucian karkas ayam.
Gambar 10. Histogram jumlah TPC air cucian karkas ayam pada TPA belum dibina
2. Coliform pada Karkas Ayam
Umumnya kontaminasi coliform dapat berasal dari kontaminasi fekal
lingkungan TPA yang berkaiatan dengan pengulitan dan pengeluaran isi usus serta
pencemaran dari TPA itu sendiri. Kontaminasi bakteri coliform juga dapat terjadi
karena penggunaan air yang telah terkontaminasi, dan jumlah cemaran coliform
yang tinggi dapat menyebabkan gangguan pada pencernaan. Hasil uji mikrobiologi
untuk kandungan coliform pada sampel daging ayam yang diambil secara acak dari
TPA penelitian tertera pada Tabel 9.
4.44
7.10
5.145.505.33
7.44
5.255.615.79
7.61
5.475.67
0
1
2
3
4
5
6
7
8
1 2 3 4
Ju
mla
h T
PC
(lo
g c
fu/m
l)
TPA
Cibinong
55
Tabel 9. Rataan kandungan coliform pada karkas ayam pada TPA penelitian
Kecamatan Status Binaan
TPA dibina (log cfu/g) TPA belum dibina (log cfu/g)
Cibinong
Dramaga
Cibubulang
Parung
(3.27±0.19)
(2.91±0.22)
(1.88±0.69)
(1.86±0.86)
(2.91±0.73)
(3.03±0.55)
(2.58±0.42)
(3.04±0)
Rataan (2.48±0.49) (2.89±0.42)
Jumlah coliform pada karkas ayam dari TPA dibina adalah 0.41 log cfu/g
lebih rendah dari TPA belum dibina. Hasil uji kualitas mikrobiologi untuk coliform
pada karkas ayam belum sesuai dengan batas maksimum cemaran mikroba
(BMCM) menurut SNI 01-7388 (BSN 2009) yaitu >102cfu/g untuk semua TPA.
Pada saat ayam diistirahatkan, ayam tidak ditempatkan di dalam kandang, tetapi
ayam hanya ditempatkan pada keranjang yang disusun bertumpuk keatas, sehingga
kotoran ayam berjatuhan dan mengotori ayam lain yang berada dibawahnya.
Kotoran ayam atau feses inilah yang menyebabkan kontaminasi coliform pada
karkas ayam. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa angka cemaran coliform pada
TPA dibina di Kecamatan Cibinong lebih tinggi dibandingkan dengan TPA dibina
lainnya (3.27 log cfu/g). Tingginya angka cemaran ini disebabkan seluruh proses
produksi yang dilakukan di dalam satu ruangan. Karkas-karkas ayam yang telah
melewati proses plucking hanya diletakan di lantai bangunan tanpa alas, sehingga
karkas-karkas tersebut terkotori oleh darah dan kotoran ayam. Proses eviserasi
dilakukan berdekatan dengan tumpukan karkas, sehingga karkas kembali tercemari
oleh kotoran yang berasal dari jeroan ayam. Menurut Lu et al. (2003) pengeluaran
jeroan yang kurang hati-hati dapat mengakibatkan kontaminasi coliform yang
ditemukan pada caecum dan ileum pada karkas ayam. Tembolok dan ampela ayam
mengandung coliform dan merupakan sumber kontaminasi selama pengolahan
karkas ayam (Windham et al. 2005).
Histogram dibawah ini menunjukkan tingginya angka cemaran bakteri
coliform pada TPA dibina di Kecamatan Cibinong dibandingkan dengan TPA
dibina lainnya (3.27 log cfu/g). Terjadi peningkatan jumlah bakteri coliform untuk
setiap ulangan pada pengambilan sampel karkas ayam.
56
Gambar 11. Histogram kandungan coliform pada karkas ayam pada TPA dibina
Setelah disembelih ayam-ayam dimasukkan ke dalam tong plastik untuk
proses bleeding sehingga ayam bercampur dengan darah dan kotoran ayam. Ayam
kemudian masuk proses scalding sehingga air scalding tercemar oleh kotoran yang
melekat pada bulu dan kulit ayam. Air yang digunakan untuk scalding tidak pernah
diganti sehingga kontaminasi pada ayam terus berlanjut yang dapat menyebabkan
tingginya jumlah coliform. Menurut Buhr et al. (2003) bulu dan permukaan kulit
karkas ayam broiler yang tercemar oleh feses dan tanah memiliki jumlah coliform
lebih tinggi dibandingkan dengan karkas dengan bulu yang bersih, sebelum
dilakukan scalding dan plucking.
Setelah proses scalding dan plucking karkas-karkas ayam diletakkan
dilantai tanpa alas. Kotoran yang berasal dari ayam dan darah yang terdapat pada
lantai bangunan tidak pernah dibersihkan atau disiram dengan air dari awal
hingga akhir proses produksi. Karkas-karkas ayam yang ditumpuk di lantai
bangunan terkotori oleh kotoran tersebut, sehingga terjadi peningkatan angka
cemaran bakteri coliform pada karkas ayam dari awal hingga akhir proses produksi.
Angka cemaran bakteri coliform pada karkas ayam semakin meningkat karena
proses eviserasi dilakukan di dekat tumpukan karkas sehingga semakin mencemari
karkas-karkas tersebut. Umumnya jumlah bakteri coliform tinggi pada saat
eviserasi yaitu mencapai 1.1x105cfu/cm
2 (Bara et al. 2002).
Histogram dibawah ini tingkat cemaran bakteri coliform pada TPA belum
dibina pada TPA penelitian. Terjadi peningkatan jumlah bakteri coliform untuk
setiap ulangan pada pengambilan sampel karkas ayam.
3.042.66
1.360.95
3.383.04
1.631.96
3.38
3.042.66 2.66
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
1 2 3 4
Ju
mla
h c
oli
form
(lo
g c
fu/g
)
TPA
Cibinong Dramaga Cibungbulang Parung
57
Gambar 12. Histogram kandungan coliform pada karkas ayam pada TPA belum dibina
Ulangan ketiga pada sampel karkas ayam yang diambil dari TPA belum
dibina di Kecamartan Cibinong menunjukkan peningkatan yang lebih tinggi
dibandingkan dengan ulangan pertama dan kedua, namun rataan cemaran bakteri
coliform pada TPA belum dibina pada Kecamatan Dramaga adalah yang tertinggi
dibandingkan TPA belum dibina lainnya (3.03 log cfu/g). Tingginya angka
cemaran bakteri coliform ini disebabkan sanitasi yang tidak baik pada seluruh
proses produksi. Seluruh proses produksi dilakukan di dalam satu ruangan.
Setelah disembelih ayam-ayam hanya ditumpuk di atas lantai sehingga
bulu-bulu dan kulit ayam terkotori oleh darah dan kotoran ayam, kemudian ayam-
ayam di masukkan ke dalam scalder yang airnya tidak pernah diganti dari awal
hingga akhir peoses, sehingga jumlah bakteri yang terdapat pada air scalder
semakin bertambah dari waktu ke waktu, dan bakteri tersebut yang menempel pada
karkas ayam. Menurut Cason (2004) kontaminasi pada karkas dapat berasal dari
folikel yang terbuka pada saat scalding karena bulu itu sendiri membawa sejumlah
populasi bakteri. Pencabutan bulu dapat mengurangi kontaminasi bakteri terhadap
karkas dan kontaminasi silang. Setelah proses pencabutan bulu ayam dicuci
seadanya dengan air yang tidak terjamin kebersihannya. Proses eviserasi dilakukan
dilantai sehingga kotoran yang berasal dari jeroan ayam menempel pada karkas
ayam.
Setelah proses eviserasi selesai, karkas dikemas dengan menggunakan
plastik atau karung. Karung yang digunakan adalah karung bekas pakai yang dicuci
dan dicelupkan ke dalam tong untuk mencuci karkas, sehingga terjadi kontaminasi
3.09 3.09
2.22
3.043.09 3.24
2.54
3.043.383.24 3.04 3.04
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
1 2 3 4
Ju
mla
h c
oli
form
(lo
g c
fu/g
)
TPA
Cibinong Dramaga Cibungbulang Parung
58
ulang pada karkas ayam, karena kotoran yang terdapat pada karung mencemari
karkas ayam yang masih terdapat di dalam tong pencuci karkas.
Untuk meminimalkan kontaminasi bakteri terhadap produk akhir, sanitasi
pada proses penanganan daging di tempat pemotongan ayam harus dilakukan
secara benar. Karkas ayam dan jeroan dari tempat pemotongan ayam dijual dipasar-
pasar tradisional yang sebagian besar konsumen belum mengetahui tentang
keamanan pangan khususnya kontaminasi bakteri. Kurangnya disiplin sumber daya
manusia pada saat melakukan proses produksi dan proses produksi dilakukan
dalam satu ruangan, dapat mengakibatkan kontaminasi pada hasil akhir.