Download - esofagitis referat
BAB I
PENDAHULUAN
Esofagitis korosif adalah peradangan di daerah esofagus yang disebabkan oleh
luka bakar karena tertelannya zat kimia yang bersifat korosif misalnya asam kuat,
basa kuat, dan zat organik. Zat kimia yang tertelan dapat bersifat toksik atau korosif.
Zat kimia yang bersifat korosif ini akan menimbulkan gejala keracunan bila telah
diserap oleh darah.1
Sebanyak 70% dari kasus esofagitis korosif disebabkan oleh basa kuat, 20%
oleh asam kuat karena sifat dari basa kuat yang tidak berasa di lidah, sedangkan asam
mempunyai rasa yang pahit dan menyebabkan lidah rasa terbakar. Hasil statistik di
Amerika Serikat menunjukkan bahwa terdapat 5.000 sampai 10.000 kasus tertelan
zat-zat kaustik pertahun, baik disebabkan asam kuat, basa kuat maupun zat korosif
lainnya. Sekitar 80% kasus ini terjadi pada anak-anak, dan 50% di antaranya terjadi
pada anak usia kurang dari 4 tahun. Kasus ini juga terjadipada orang dewasa yang
mencoba bunuh diri dengan cara meminum zat- zat korosif dan biasanya tingkat
kerusakan yang ditimbulkan lebih serius karena adanya unsur kesengajaan, jumlah zat
yang masuk lebih banyak dan jenisnya lebih berbahaya.2,3
Basa kuat adalah zat-zat yang mempunyai pH lebih dari 12 seperti natrium
karbonat, natrium metasilikat, amonia, sodium hidroksida, dan potassium hidroksida,
zat ini dapat dijumpai sehari-hari diantaranya pada sabun pencuci piring, sabun
pencuci kain, dan pembersih lantai. Asam kuat adalah zat-zat yang mempunyai pH
kurang dari 2, seperti asam nitrat, asam hidroklorat, merkuri, asam sulfat, perak nitrat,
fenol, natrium hipoklorit zat-zat tersebut terdapat pada pemutih pakaian, pembersih
toilet, pembersih saluran air, pembersih karat, kaporit, dan sebagainya.4
Esofagitis korosif mempunyai keluhan gejala atau timbulnya manifestasi klinis
sangat tergantung pada jenis zat korosif, konsentrasi zat korosif, jumlah zat korosif,
lama kontaknya dengan dinding esofagus, sengaja diminum atau tidak dan
dimuntahkan atau tidak. Akibatnya esofagitis korosif ini bisa menimbulkan beberapa
keadaan, seperti pada fase akut, fase laten dan fase kronis. Pada fase akut, esofagitis
akut mudah dikenali karena berlangsung cepat dan biasanya penyebabnya lebih
mudah dikenali. Sedangkan pada fase laten dan fase kronis yang membutuhkan waktu
yang lebih lama juga lebih sulit dikenali dan biasanya sudah menimbulkan
BAB IITINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi Esofagus
Esofagus merupakan lapisan otot yang berbentuk seperti tabung yang
memanjang, mulai dari vertebra servikal 6 sampai torakal 11, atau dari hipofaring
sampai ke lambung, dengan panjang lebih kurang 23 sampai 25 cm. Dalam keadaan
normal, lumen esofagus kolaps, dan berbentuk pipih. Secara umum esofagus dapat
dibagi dalam 3 lokasi anatomi yaitu: 2,3
1. Pada daerah leher esofagus berada pada garis tengah leher, di belakang laring dan
trakea, pembuluh darah di daerah ini adalah percabangan arteri tiroid inferior dan
vena tiroid inferior, aliran limfe pada daerah ini adalah kelenjar limfe paraesofagus
servikal dan jugularis inferior.
2. Daerah torakal bagian atas esofagus lewat di belakang percabangan trakea, bronkus
kiri, lalu ke belakang atrium kiri selanjutnya masuk ke daerah abdomen melalui hiatus
esofagus pada diafragma, pembuluh darah di daerah ini adalah percabangan aorta
torakalis, vena azygos dan vena hemiazygos, aliran limfenya terdiri dari kelenjar
limfe mediastinum superior, parabronkial, hilus, dan paraesofagus.
3. Bagian esofagus abdominal yang panjangnya hanya 1,25 cm, berada pada
permukaan posterior lobus kiri hati, permukaan kiri dan depan esofagus abdominal
diliputi oleh peritonium, pembuluh darah pada daerah ini adalah cabang arteri
gastrikus kiri, arteri frenikus inferior, dan vena gastrikus kiri, aliran limfenya terdiri
dari kelenjar limfe gaster kiri, retrokardia, dan celiaca.
Persarafan esofagus berasal dari nervus vagus (parasimpatis) dan ganglion
simpatis, esofagus bagian servikal disarafi oleh nervus laringeus rekuren, dibagian
torakal nervus vagus membentuk fleksus esofagial kemudian bercabang dua
membentuk bagian kiri depan dan kanan belakang.4
Secara histologi esofagus tidak memiliki lapisan serosa, 3 lapisan esofagus
dari luar ke dalam yaitu : 5
1. Lapisan paling luar terdiri dari 2 lapisan otot; yang terluar lapisan otot longitudinal,
dan pada bagian dalam lapisan otot sirkuler.
2. Lapisan submukosa yang terdiri dari serat elastis dan fibrous, lapisan ini merupakan
lapisan yang terkuat dari esofagus.
3. Lapisan paling dalam (lapisan mukosa) yang merupakan sel-sel epitel squamosa,
terbagi atas lamina propia dan muskularis mukosa. Lapisan otot pada bagian sepertiga
atas dari esofagus merupakan lapisan otot lurik, sedangkan dua pertiga bawah adalah
lapisan otot polos.
2.2 Fisiologi Esofagus
Aktivitas yang terkoordinasi dari sfingter esofagus atas (upper esophageal
sphingter), badan esofagus, dan sfingter esofagus bawah (lower esophageal sphingter)
penting untuk fungsi motorik esofagus dalam mengantarkan makanan masuk ke
lambung.6
1. Sfingter esofagus atas. Bagian ini dipersarafi langsung oleh saraf motorik dari otak.
Dalam keadaan istirahat, sfingter esofagus atas tetap dalam keadaan berkontraksi
dengan tekanan 60-100 mmHg, hal ini mencegah masuknya udara dari faring ke
esofagus dan mencegah terjadinya refluks dari esofagus ke faring. Pada saat menelan,
bolus makanan didorong oleh lidah masuk ke faring, terjadi relaksasi otot sfingter
atas, setelah makanan lewat otot ini kembali pada keadaan normal.
2. Badan esofagus. Setelah makanan melewati otot sfingter atas, badan esofagus
berkontraksi mulai dari bagian paling atas dengan kecepatan 3-4 cm/detik dan tekanan
kontraksi 60-140 mmHg.
3. Sfingter esofagus bawah. Panjang sfingter esofagus bawah sekitar 3-4 cm dengan
tekanan kontraksi pada saat istirahat adalah 15-24 mmHg. Pada saat menelan, otot
sfingter ini relaksasi sekitar 5-10 detik agar makanan bisa masuk ke dalam lambung.
2.3 Definisi Esofagitis Korosif
Esofagitis korosif adalah peradangan esofagus yang disebabkan oleh luka
bakar karena zat kimia yang bersifat korosif, misalnya asam kuat, basa kuat dan zat
organik. Zat kimia yang tertelan dapat bersifat toksik atau korosif. Zat kimia yang
bersifat korosif akan menimbulkan kerusakan pada saluran yang dilaluinya sedangkan
zat kimia yang bersifat toksik hanya menimbulkan gejala keracunan bila telah diserap
oleh darah. Esofagitis ini disebut juga esofagitis kaustik karena disebabkan oleh zat
kimia kaustik.1
2.4 Epidemiologi Esofagitis Korosif
Angka kejadian esofagitis korosif tertelan asam kuat, basa kuat, cairan
pemutih diperkirakan sekitar 3-5 % dari kasus kecelakaan dan bunuh diri atau sekitar
5.000-10.000 kasus pertahun di Amerika Serikat. Anak di bawah 5 tahun dilaporkan
sering tertelan zat yang bersifat korosif akibat ketidaksengajaan dan kelalaian.
Sedangkan pada remaja dan dewasa dilaporkan kasus cukup sering pada remaja
sebagai percobaan bunuh diri. Tidak ada perbedaan jenis kelamin dan ras yang
mempengaruhi terjadinya esofagitis korosif.2
2.5 Etiologi Esofagitis Korosif
Esofagitis korosif paling sering ditimbulkan oleh tertelannya zat pembersih
rumah tangga, biasanya oleh anak-anak. Zat yang paling merusak adalah natrium
hidroksida, atau yang menyebabkan lisisnya jaringan serta seringkali menembus
dinding esofagus. Cairan pembersih saluran dapat merusak esofagus atau
menimbulkan lesi. Zat kimia khususnya yang menyebabkan esofagitis korosif berat
adalah larutan pembersih atau disinfektan. Faktor yang berkontribusi pada
perkembangan refluks esofagitis adalah refluksat kaustik, ketidakmampuan
membersihkan refluksat dari esofagus, volume isi gaster, dan fungsi protektif mukosa
lokal. Jenis dan jumlah zat kimia yang tertelan menentukan derajat keparahan dan
lokasi kerusakan. Zat kimia tersebut dapat merusak sebatas mukosa, submukosa,
bahkan seluruh lapisan esofagus. Gejala diperburuk oleh penggunaan alcohol,
merokok, gaya hidup yang kurang baik dan obesitas. 5
2.6 Patofisiologi Esofagitis Korosif
Zat-zat kaustik seperti asam kuat dan basa kuat merusak jaringan tubuh
dengan merubah struktur ion dan struktur molekul serta mengganggu ikatan kovalen
pada sel.4
1. Basa kuat. Tertelan basa kuat menyebabkan jaringan nekrosis mencair
(liquefactumnecrosis), sebuah proses yang melibatkan saponifikasi lemak dan
melarutkan protein. Kematian sel disebabkan oleh emulsifikasi dan perusakan struktur
membran sel. Ion hidroksi (OH-) yang berasal dari zat basa bereaksi dengan jaringan
kolagen sehingga menyebabkan terjadinya bengkak dan pemendekan jaringan
(kontraktur), trombosis pada pembuluh darah kapiler, dan produksi panas oleh
jaringan.4,5
Jaringan yang paling sering terkena pada kontak pertama oleh basa kuat
adalah lapisan epitel squamosa orofaring, hipofaring, dan esofagus. Esofagus
merupakan organ yang paling sering terkena dan paling parah tingkat kerusakannya
saat tertelan basa kuat dibandingkan dengan lambung. Dalam 48 jam terjadi udem
jaringan yang bisa menyebabkan obstruksi jalan nafas, selanjutnya dalam 2-4 minggu
dapat terbentuk striktur.4
2. Asam kuat. Kerusakan jaringan akibat tertelan asam kuat bersifat nekrosis
menggumpal (coagulation necrosis), terjadi proses denaturasi protein superfisial yang
akan menimbulkan bekuan, krusta atau keropeng yang dapat melindungi jaringan di
bawahnya dari kerusakan. Lambung merupakan organ yang palingsering terkena pada
kasus tertelan asam kuat, pada 20% kasus usus kecil juga dapat terkena. Keropeng
dan bekuan protein yang terbentuk mengelupas dalam 3-4 hari digantikan oleh
jaringan granulasi, perforasi jaringan dapat terjadi pada proses ini. Komplikasi akut
yang terjadi adalah, muntah akibat dari spasme pylorik, perforasi dan perdarahan
saluran cerna. Jika zat asam terserap oleh darah menyebabkan asidosis metabolik,
hemolisis, gagal ginjal akut, dan kematian. 1,4
2.7 Gambaran Klinis Esofagitis Korosif
Esofagitis korosif menurut derajat luka bakar yang ditimbulkan dapat dibagi
menjadi bentuk klinis yaitu :1
1. Esofagitis korosif tanpa ulserasi. Pasien mengalami gangguan menelan ringan.
Pada esofagoskopi tampak mukosa hiperemis tanpa ulserasi.
2. Esofagitis korosif dengan ulserasi ringan. Pasien mengeluh disfagia ringan, pada
esofagoskopi tampak ulkus yang tidak dalam, terbatas pada lapisan mukosa saja.
3. Esofagitis korosif ulseratif sedang. Ulkus sudah mengenai lapisan otot, biasanya
ditemukan satu ulkus atau multipel.
4. Esofagitis korosif ulserasi berat tanpa komplikasi. Terdapat pengelupasan mukosa
serta nekrosis yang letaknya dalam, dan telah mengenai seluruh lapisan esofagus.
Keadaan ini jika dibiarkan akan menimbulkan striktur esofagus.
5. Esofagitis korosif ulseratif berat dengan komplikasi. Terdapat perforasi esofagus
yang dapat menimbulkan mediastinitis dan peritonitis. Kadang-kadang ditemui tanda-
tanda obstruksi saluran pernafasan atas dan gangguan keseimbangan asam basa.
Ada juga yang membaginya menjadi 3 derajat yaitu : 2,3
1. Derajat pertama mengenai lapisan mukosa saja sehingga terbentuk udem dan
eritem. Lapisan mukosa ini selanjutnya akan mengelupas dan sembuh tanpa striktur
dan jaringan parut.
2. Derajat kedua kerusakan menembus lapisan mukosa, submukosa dan muskularis
yang dalam 1-2 minggu akan membentuk jaringan granulasi dan ulserasi. Reaksi
fibroblas dimulai pada minggu ke-3 dan dalam beberapa minggu sampai beberapa
bulan akan terjadi penciutan kolagen dan pembentukan striktur.
3. Derajat tiga terjadi perforasi seluruh dinding esofagus.
Berdasarkan perjalanan penyakitnya esofagitis korosif dibagi dalam 3 fase :1, 3, 4
1. Fase akut. Keadaan ini berlangsung selama 1-3 hari, pada anamnesa ditemukan
dispnea, disfagia, rasa nyeri dan terbakar pada rongga mulut, odinofagia, nyeri dada
dan perut, mual dan muntah, dan hematemesis. Pada pemeriksaan fisik
dapatditemukan : 1) Luka bakar pada daerah mulut, bibir, dan faring yang kadang-
kadang disertai perdarahan. 2) Tanda-tanda akan terjadinya obstruksi jalan nafas
seperti: stidor, suara serak, disfoni atau afonia, takipnu, hiperpnu, batuk. 3) Tanda-
tanda lain seperti demam, drooling, adanya membran putih pada palatum, udem
laring, spasme laring, tanda-tanda peritonitis.
2. Fase laten. Berlangsung selama 2-6 minggu, pada fase ini keluhan pasien
berkurang, suhu badan menurun, pasien merasa telah sembuh, sudah dapat menelan
dengan baik, akan tetapi sebenarnya proses masih berjalan dengan membentuk
jaringan parut (sikatriks).
3. Fase kronis. Setelah 1-3 tahun akan terjadi disfagia lagi oleh karena telah terbentuk
jaringan parut, sehingga terjadi striktur esofagus. Gejala lain yang bisa timbul adalah
fistula, hipomotilitas saluran cerna, dan peningkatan resiko kanker saluran cerna.
Hal-hal lain yang menjadi masalah penting dan perlu diperhatikan pada kasus
esofagitis korosif antara lain :4
1. Akibat dari udem, perdarahan, dan pembentukan jaringan nekrosis dapat
menyebabkan terjadinya obstruksi jalan nafas atas, oleh karena itu perlu dijaga agar
jalan nafas tetap baik.
2. Perforasi tidak hanya mengenai esofagus, tetapi dapat juga mengenai lambung,
usus, saluran pernafasan, dan pembuluh darah.
3. Kehilangan cairan dari muntah, adanya rongga ketiga (third space), dan perdarahan
saluran cerna dapat menyebabkan terjadinya syok dan hipovolemia.
4. Pada kasus tertelan asam kuat yang cukup banyak dapat menyebabkan terjadinya
asidosis metabolik, hemolisis, gagal ginjal akut dan kegagalan fungsi multiorgan.
5. Walaupun pasien dapat selamat dari fase akut, namun pada fase kronis dapat terjadi
fistula, hipomotilitas saluran cerna, dan kanker saluran cerna.
2.8. Penegakan Diagnosis Esofagitis Korosif
2.8.1 Anamnesis
Berdasarkan anamnesis ditegakkan dengan adanya riwayat tertelan zat korosif atau zat
organik, serta ditunjukkan dengan keluhan utama pasien rasa terbakar pada daerah
kerongkongan, rasa nyeri yang hebat, serta bisa juga mengeluhkan susah menelan.1,3
2.8.2 Pemeriksaan Fisik
Selain penegakan diagnosis dari autoanamnesis atau alloanamnesis yang cermat serta
diperlukan bukti-bukti yang diperoleh ditempat kejadian. Masuknya zat korosif
melalui mulut dapat diketahui dengan bau mulut ataupun muntahan. Adanya luka
bakar keputihan pada mukosa mulut atau keabuan pada bibir dan dagu menunjukkan
akibat bahan kaustik atau korosif baik yang bersifat asam kuat maupun basa kuat.
Perbedaaan pada dampak luka bakarnya yaitu nekrosis koagulatif akibat paparan asam
kuat sedangkan basa kuat mengakibatkan nekrosis likuifaktif. Kerusakan korosif
hebat akibat alkali (basa) kuat pada esofagus lebih berat dibandingkan akibat asam
kuat, kerusakan terbesar bila PH > 12, akan tetapi tergantung juga konsentrasi bahan
tersebut.3
2.8.3 Pemeriksaan penunjang
Untuk menegakkan diagnosis, selain berdasarkan hasil anamnesis serta gambaran
keluhan dan gejala seperti yang diuraikan di atas juga diperlukan pemeriksaan
penunjang, seperti pemeriksaan laboratorium, radiologik, esofagoskopi.1
1. Pemeriksaan radiologi 3
a. Foto torak dan abdomen. Pada fase akut, foto polos dengan posisi leteral dan
postero-anterior dapat memperlihatkan adanya perforasi seperti udara pada
mediastinum, pneumotorak, cairan pada pleura, atau gambaran udara bebas di bawah
diafragma. Pemeriksaan esofagogram dapat membantu untuk melihat adanya striktur
maupun perforasi. Gambaran adanya striktur esofagus biasanya lumen yang
menyempit, pinggir yang tidak rata, tapi bisa juga rata, tampak kaku, dan pada
umumnya terjadi pada bagian dekat arkus aorta.
b. CT-Scan. Pemeriksaan dengan CT-Scan lebih sensitif dan lebih dini dalam
mendeteksi adanya perforasi, striktur serta kemungkinan adanya kelainan pada organ
lain sehingga dapat dilakukan penatalaksanaan lebih dini.
2. Pemeriksaan laboratorium.4
Peranan pemeriksaan laboratorium sangat sedikit, kecuali bila terdapat tanda-
tanda gangguan elektrolit. Beberapa pemeriksaaan yang dapat dilakukan adalah :
a. Pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, fungsi hati, ureum dan kreatinin
untuk melihat tanda-tanda keracunan sistemik.
b. Pemeriksaan jumlah urin dan urinalisis untuk membantu menjaga keseimbangan
cairan.
3. Pemeriksaan endoskopi dengan esofagoskopi. 1,4
Pemeriksaan esofagoskopi dilakukan pada hari ketiga setelah kejadian
atau jika luka pada bibir, mulut, dan faring sudah tenang. Jika pada waktu melakukan
esofagoskopi ditemukan ulkus, maka esofagoskop tidak boleh dipaksa melalui ulkus
tersebut karena ditakutkan terjadi perforasi. Esofagoskopi juga tidak boleh dilakukan
pada pasien dengan tanda-tanda perforasi saluran cerna yang jelas, udem atau nekrosis
saluran nafas yang hebat, dan pasien dengan hemodinamik tidak stabil, dengan alasan
meningkatkan resiko terjadinya cedera yang lebih parah. Derajat luka bakar pada esofagus
yang ditemukan pada esofagoskopi dapat dibagi menjadi : 3
Derajat I : eritema dan udem mukosa.·
Derajat IIA : perdarahan, erosi, lepuhan, ulkus, eksudat.·
Derajat IIB : lesi yang mengelilingi lumen esofagus (circumferential lesions).·
Derajat III : ulkus yang dalam, multipel, dan bewarna hitam kecoklatan atau
abu-abu.·
Derajat IV : perforasi.
4. Pemeriksaan endoscopic ultrasonography. 4
Pemeriksaan ini lebih akurat dalam menilai tingkat kedalaman dari luka bakar
dibandingkan esofagoskopi.
2.9 Tatalaksana Esofagitis Korosif
Tujuan terapi dari penatalaksanaan esofagitis korosif adalah mencegah perforasi
dan mencegah timbulnya striktur pada esofagus dan lambung.1
Menurut Kardon (2008), terapi pada esofagitis korosif dibagi : 4
1. Perawatan prehospital, terdiri dari :
a. Mengidentifikasi produk, konsentrasi dari komposisi aktif, dan berapa jumlah zat
yang tertelan.
b. Jangan menetralisir dengan cara meminumkan asam atau basa lemah karena akan
menghasilkan reaksi eksotermik yang akan memperparah luka bakar dan menginduksi
muntah.
c. Pada kasus tertelah basa kuat tipe bubuk atau padat, pemberian susu atau air dalam
jumlah yang sedikit sebelum waktu 30 menit akan membantu untuk menghilangkan
zat-zat yang masih menempel pada mukosa mulut atau esofagus. Sedangkan pada
kasus asam kuat atau basa kuat cair pemberian susu atau air ditakutkan akan
merangsang muntah sehingga dapat menyebabkan perforasi dinding esofagus.
2. Perawatan instalasi gawat darurat.
a. Monitoring tanda-tanda vital, jalan nafas, jantung, dan pemasangan IVFD,
pemberian CaCl2 pada pasien yang tertelan zat hidrogen florida dapat mencegah
cardiac arrest oleh karena hipokalsemia
b. Pengendalian jalan nafas, karena dapat terjadi udem pada jalan nafas, maka
monitoring harus sesegera mungkin, peralatan untuk intubasi maupun trakeostomi
harus siap.
c. Pengosongan lambung dan dekontaminasi. Jangan merangsang timbulnya muntah
karena akan menyebabkan terjadinya paparan ulang zat kaustik ke mukosa esofagus
yang bisa memperparah derajat luka bakar. Metode bilas lambung dengan cara-cara
tradisional yang menggunakan pipa orogastrik dengan kaliber yang besar seperti
menggunakan Edwal’s orogastric tube dikontraindikasikan untuk kasus tertelan asam
kuat maupun basa kuat karena resiko perforasi dan aspirasi trakea yang tinggi.
Penggunaan naso-gastric tube (NGT) sangat baik pada kasus tertelan asam kuat
karena dapat mencegah masuknya zat kaustik ke usus kecil.
d. Pembedahan segera dilakukan jika terdapat perforasi, mediastinitis atau
peritonitis.4,7
3. Terapi medikamentosaa.
a. Antibiotik golongan sefalosporin seperti ceftriakson mempunyai spektrum
antibakteri yang luas terhadap gram positif dan gram negatif
b. Preparat penghambat pompa proton seperti omeprazol dan pantoprazol dapat
mengurangi paparan zat asam lambung ke esofagus yang dapat mengurangi resiko
terjadinya striktur.
c. Penggunaan kortikosteroid sebaiknya dipertimbangkan karena penelitian
menunjukkan bahwa pembentukan striktur terjadi berdasarkan derajat kerusakan
jaringan. Menurut literatur lainnya, penatalaksanaan esofogitis korosif dilakukan
dalam 24 jam pertama setelah tertelan zat kaustik, pasien harus diberi cairan
parenteral dan diobservasi akan kemungkinan mediastinitis, fistel trakea-esofagus,
perforasi lambung, peritonitis, pneumonia, dan udem laring. Kurang lebih 24 jam
setelah kejadian dilakukan esofagoskopi dengan anastesia umum endotrakea untuk
menentukan apakah ada luka bakar di esofagus. Jika terdapat luka bakar esofagoskopi
dihentikan, esofagoskop tidak boleh dilanjutkan melalui daerah luka bakar untuk
menghindari terjadinya perforasi esofagus. Jika pada esofagoskopi tidak ditemukan
luka bakar, pasien dapat dipulangkan dari rumah sakit dalam 2-3 hari setelah luka
bakar pada daerah mulut dan orofaring cukup membaik dan dapat minum peroral
secukupnya. Bila pada esofagoskopi terdapat luka bakar harus dipasang pipa
nasogaster polietilen yang kecil untuk pemberian makanan dan mempertahankan
lumen esofagus. Terapi kortikosteroid harus dimulai dan diteruskan sampai 6 minggu,
biasanya hari pertama 200-300 mg sampai hari ke-3, setelah itu diturunkan bertahap
setiap 2 hari dengan dosis maintenance 2x50 mg perhari. Antibiotik spektrum luas
diberikan sampai pemeriksaan radiologi esofagus dengan kontras menunjukkan
penyembuhan mukosa, biasanya selama 2-3 minggu atau 5 hari bebas demam.
Analgetik diberikan untuk mengurangi rasa nyeri. Segera setelah pasien dapat
menelan cairan, biasanya 3-4 hari setelah kejadian, diberikan antibiotik peroral untuk
mendapatkan efek topikal pada jaringan granulasi. Pemberian makanan yang
mengandung partikel yang dapat berkumpul di jaringan granulasi jangan diberikan
dulu sampai ada bukti penyembuhan mukosa secara radiografi dengan kontras.1,6
Esofagogram dibuat pada minggu ke 3 dan pada minggu ke 6, jika terbukti ada
pembentukan striktur setelah terapi kortikosteroid dihentikan, businasi dimulai. Pada
luka bakar berat, pipa untuk pemberian makanan tidak dikeluarkan sampai resiko
pembentukan striktur terlampaui. Pipa makanan atau tali harus tetap terpasang pada
pasien dengan pembentukan striktur untuk mencegah hilangnya lumen secara total. 1,7
Indikasi pembedahan antara lain :3
1. Stenosis komplit lumen esofagus yang gagal dilakukan usaha dilatasi.
2. Terdapat gambaran ireguler dan seperti membentuk kantong pada dinding esofagus
dengan pemeriksaan kontras barium.
3. Pembentukan fistula
4. Tidak bisa mempertahankan lumen setelan dilakukan businasi sebanyak 40 French.
5. Pasien yang menolak atau tidak bisa dilakukan businasi dalam jangka waktulama.
6. Timbulnya komplikasi seperti perforasi, mediastinitis atau peritonitis.
2.10. Komplikasi Esofagitis Korosif
Beberapa komplikasi yang dapat terjadi antara lain : 1, 4
1. Udem dan obstruksi jalan nafas.
2. Perforasi gastroesofageal.
3. Mediastinitis, perikarditis, pleuritis, fistel trakeoesofageal, fistel esofagealaorta, dan
peritonitis.
4. Pembentukan striktur dalam 2-4 minggu.
5. Obstruksi saluran lambung ke duodenum.
6. Pardarahan saluran cerna.
7. Gejala keracunan sistemik akibat terserapnya zat ke dalam darah.
8.Cardiac arrest oleh karena hipokalsimia akibat hidrogen florida.
9. Karsinoma sel skuamosa, dapat terjadi dalam 40 tahun setelah paparan.
2.11 Prognosis Esofagitis Korosif
Prognosa tergantung dari derajat luka bakar yang dialami pasien, serta jenis
zat yang tertelan, lama paparan, Ph, volume, konsentrasi, kemampuannya menembus
jaringan, serta jumlah kerusakan jaringan yang diperlukan untuk menetralisir zat yang
masuk.1,3
Angka kematian berkisar 1-4% karena teknik pembedahan, anastesi,
antibiotik, dan nutrisi yang efektif, kematian pada umunya disebabkan oleh
mediastinitis, peritonitis, sepsis, malnutrisi, aspirasi, dan kegagalan fungsi
multiorgan.3
BAB III
KESIMPULAN
Esofagitis korosif ialah peradangan di esofagus yang disebabkan oleh luka bakar
karena zat kimia bersifat korosif. Penyebab esofagitis korosif adalah asam kuat, basa kuat dan
zat organik. Keluhan dan gejala yang timbul akibat tertelan zat korosif tergantung pada jenis
zat korosif, konsentrasi zat korosif, jumlah zat korosif, lamanya kontak dengan dinding
esofagus, sengaja diminum atau tidak dan dimuntahkan atau tidak.
Diagnosis ditegakkan dari adanya riwayat tertelan zat korosif atau zat organik,
pemeriksaan fisik, bukti-buki yang diperoleh ditempat kejadian, pemeriksaan radiologik,
pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan esofagoskopi.
Penatalaksanaan esofagitis korosif bertujuan untuk mencegah pembentukan striktur.
Terapi esofagitis korosif dibagi dalam fase akut dan fase kronik. Pada fase akut, dilakukan
perawatan umum dan terapi khusus berupa terapi medik dan esofagoskopi. Fase kronik telah
terjadi striktur, sehingga dilakukan dilatasi dengan bantuan esofagoskop. Komplikasi
esofagitis korosif dapat berupa syok, koma, edema laring, pneumonia aspirasi, perforasi
esofagus, mediastinitis, dan kematian.
Prognosis tergantung dari derajat luka bakar yang dialami pasien, serta jenis zat yang
tertelan, lama paparan, pH, volume, konsentrasi, kemampuannya menembus jaringan, serta
jumlah kerusakan jaringan yang diperlukan untuk menetralisir zat yang masuk.
DAFTAR PUSTAKA
1. Hadjat, Fachri. Esofagitis Korosif. Dalam Soepardi EA, Iskandar H (Ed.). Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala Leher. Edisi ke-6. Jakarta. Fakultas Kedokeran
Universitas Indonesia. 2007. hal: 293-295
2. Lionte, Catalina, et all. Unusual Presentation and Complication of Caustic Ingestion; Case
Report. J Gastrointestine Liver Disease. March vol.16. No.1. 2007. p. 109-112
3. Alijenad, A. Caustic Injury to the Upper Gastrointestinal Tract. Shiraz E medical Journal.
2003; 4(1). p. 135-144
4. Kardon, EM. Caustic Ingestion. Updates on the Evaluation and Management of Caustic
Injuries. Emerg Med J. May 2007. 25(2); p.459-476
5. Siegel LG. Penyakit Jalan Nafas Bagian Bawah, Esofagus, dan Mediastinum. Dalam :
Buku Ajar Penyakit THT BOIES. Edisi ke- 6. Jakarta. EGC. 1997; hal. 457-459
6. Laluani, AK. Current Diagnosis & Treatment Otolaryngology Head and Neck Surgery.
United State of America : The McGraw-Hill Companies Inc. 2008. p.486-487
7. Sjamsuhidayat R. Buku Ajar Ilmu Bedah Sjamsuhidajat-de Jong. Edisi3. Jakarta. EGC.
2010. Hal. 212-215