Download - Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
1/97
FERMENTABILITAS DAN DEGRADABILITAS in vitro SERTA
PRODUKSI BIOMASSA MIKROBA RANSUM KOMPLIT
KOMBINASI RUMPUT LAPANG, KONSENTRAT
DAN SUPLEMEN KAYA NUTRIEN
SKRIPSI
DIMAR SARI WAHYUNI
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
2/97
RINGKASAN
DIMAR SARI WAHYUNI. D24104028. 2008. Fermentabilitas dan
Degradabilitas in vitro serta Produksi Biomassa Mikroba Ransum Komplit
Kombinasi Rumput Lapang, Konsentrat dan Suplemen Kaya Nutrien. Skripsi.Program Studi Ilmu Nutrisi dan Makanan Ternak, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Pembimbing Utama : Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur. Sc.
Pembimbing Anggota : Ir. Suharyono, MRur. Sc.
Rendahnya produktivitas ternak ruminansia di Indonesia disebabkan oleh
keterbatasan penyediaan hijauan pada musim kemarau. Selain itu, masalah yang
dihadapi adalah kurang dan rendahnya kualitas pakan sumber protein terutama
konsentrat. Harga pakan sumber protein yang mahal pun menjadi kendala bagi
peternak. Pengembangan sistem pakan berbasis limbah industri agro dengansentuhan teknologi dalam bentuk penyediaan ransum komplit dapat mendukung
produktivitas ternak. Ransum komplit yang digunakan dalam penelitian ini berbahan
baku rumput lapang, konsentrat dan Suplemen Kaya Nutrien (SKN); SKN diperkaya
oleh protein bypass, agen defaunasi, mineral organik dan kunyit. Akan tetapi
kombinasi yang terbaik dari ketiga bahan baku dalam ransum komplit yang akan
dibuat masih belum diketahui. Oleh karena itu, penelitian ini dilaksanakan dengan
tujuan mengkaji penggunaan ransum komplit kombinasi rumput lapang, konsentrat
dan SKN terhadap fermentabilitas, degradabilitas dan produksi biomassa mikroba
secara in vitro, dan untuk mencari kombinasi terbaik antara rumput lapang,
konsentrat dan SKN di dalam ransum komplit berdasarkan fermentabilitas,
degradabilitas dan produksi biomassa mikroba.
Penelitian dilakukan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR)
- Badan Tenaga Nuklir Nasional. Ransum komplit perlakuan yang digunakan adalah
R1 (ransum kontrol = rumput lapang 70% + konsentrat 30%); R2 (rumput lapang
70% + konsentrat 25% + SKN 5%); R3 (rumput lapang 70% + konsentrat 20% +
SKN 10%) dan R4 (rumput lapang 70% + konsentrat 15% + SKN 15%). Cairan
rumen ternak kerbau fistula digunakan sebagai kelompok berdasarkan waktu
pengambilan yang berbeda. Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan
Acak Kelompok (RAK) dengan 4 perlakuan dan diulang dalam 4 kelompok. Peubah
yang diamati adalah produk fermentabilitas (NH3 dan VFA total), degradabilitas (BK
dan BO), produksi gas dan produksi biomassa mikroba. Selanjutnya data diolahdengan Analisis Ragam (ANOVA) dan jika memberikan hasil yang berbeda nyata
maka dilanjutkan dengan uji ortogonal kontras, kemudian untuk mendapatkan tipe
kurva pendugaan yang terbaik data diolah dengan uji ortogonal polinomial.
Hasil analisis ragam memperlihatkan bahwa pemberian SKN ke dalam
ransum basal berpengaruh nyata (p
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
3/97
biomassa mikroba sebesar 44,11%, DBK sebesar 16,30% dan DBO sebesar 20,11%
dibandingkan ransum kontrol. Secara keseluruhan, R3 lebih optimal dalam
meningkatkan fermentabilitas, degradabilitas dan produksi biomassa mikroba in
vitro.
Kata-kata kunci: ransum komplit, SKN, fermentabilitas, degradabilitas, produksi
biomassa mikroba, in vitro
37
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
4/97
ABSTRACT
in vitro Fermentability, Degradability and Microbial Biomass Product of
Complete Ration Containing a Combination of Field Grass,
Concentrate and Nutrient Rich Supplement
D. S. Wahyuni., A. S. Tjakradidjaja and Suharyono
Lower productivity of cattle is caused by lack of grass in dry season, lower
concentrate quality, highly protein price, and nutrient deficiency. Complete ration is
one of solution to that problems. A complete ration is formulated to contain field
grass, concentrate and nutrient rich supplement; however, the best combination of
these feeds has not been determined. Therefore, the objective of this experiment is to
obtain an optimum combination between field grass, concentrate and Nutrient Rich
Supplement (NRS) based on in vitro study using Hohenheim gas test. The
experimental diets were: R1 (control diet = 70% field grass + 30% concentrate), R2
(70% field grass + 25% concentrate + 5% NRS), R3 (70% field grass + 20%concentrate + 10% NRS) and R4 (70% field grass + 15% concentrate + 15% NRS).
A randomized block design with four treatments and four replications was carried
out. Buffalo rumen fluid taken in different time and was used as block or replication.
Data were analyzed by Analysis of Variance (ANOVA). Significant differences
among treatments were determined by contrast orthogonal, and polynomial
orthogonal test was used to determine the trend of treatment effects on variables
measured. The results showed that supplementation improved significantly (p
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
5/97
FERMENTABILITAS DAN DEGRADABILITAS in vitro SERTA
PRODUKSI BIOMASSA MIKROBA RANSUM KOMPLIT
KOMBINASI RUMPUT LAPANG, KONSENTRAT
DAN SUPLEMEN KAYA NUTRIEN
DIMAR SARI WAHYUNI
D24104028
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
PROGRAM STUDI ILMU NUTRISI DAN MAKANAN TERNAK
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
39
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
6/97
FERMENTABILITAS DAN DEGRADABILITAS in vitro SERTA
PRODUKSI BIOMASSA MIKROBA RANSUM KOMPLIT
KOMBINASI RUMPUT LAPANG, KONSENTRAT
DAN SUPLEMEN KAYA NUTRIEN
Oleh
DIMAR SARI WAHYUNI
D24104028
Skripsi ini telah disetujui dan disidangkan di hadapan
Komisi Ujian Lisan pada tanggal 24 April 2008
Pembimbing Utama Pembimbing Anggota
Ir. Anita S. Tjakradidjaja, MRur. Sc. Ir. Suharyono, MRur. Sc.
NIP. 131 624 182 NIP. 330 001 700
Dekan Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc. Agr.
NIP. 131 955 531
40
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
7/97
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 19 Juli 1986 di Jakarta. Penulis merupakan
anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Bapak Bambang Wahyudi dan Ibu
Nuniek Guniarti.
Penulis mengawali pendidikan dasarnya di Sekolah Dasar Bani Saleh I
Bekasi pada tahun 1992 dan diselesaikan pada tahun 1998. Pendidikan lanjutan
pertama dimulai oleh penulis pada tahun 1998 dan diselesaikan pada tahun 2001 di
Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama Negeri (SLTPN) 12 Bekasi. Penulis kemudian
melanjutkan ke Sekolah Menengah Umum Negeri (SMUN) 81 Jakarta pada tahun
2001 dan lulus pada tahun 2004.
Penulis diterima sebagai mahasiswa pada Program Studi Ilmu Nutrisi dan
Makanan Ternak, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas
Peternakan, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2004 melalui program USMI
(Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis aktif dalam organisasi Himpunan Profesi
Mahasiswa Ilmu Nutrisi Ternak (HIMASITER) periode 2004-2005 sebagai anggota
divisi Pengembangan Sumber Daya Manusia (PSDM) dan periode 2006-2007
sebagai anggota biro Nutrisi dan Industri Makanan Ternak (Nutrisari). Selain itu,
penulis mengikuti Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) ”Agriaswara”.
41
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
8/97
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
rahmat, karunia dan ridho-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
penulisan skripsi ini. Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar
sarjana peternakan.
Skripsi ini berjudul ”Fermentabilitas dan Degradabilitas in vitro serta
Produksi Biomassa Mikroba Ransum Komplit Kombinasi Rumput Lapang,
Konsentrat dan Suplemen Kaya Nutrien.” Penelitian dilakukan di Kelompok Nutrisi
Ternak, Bidang Pertanian, Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) -
Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN). Penelitian ini berlangsung dari bulan Juli
sampai November 2007. Persiapan dimulai dari penulisan proposal dilanjutkan
dengan pengurusan perijinan dengan pihak BATAN, pencarian bahan dan alat yang
akan digunakan pada penelitian, pelaksanaan penelitian dan penulisan hasil.
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh pemberian ransum
komplit kombinasi rumput lapang, konsentrat dan suplemen kaya nutrien yang
berbahan baku protein bypass, agen defaunasi, mineral organik dan kunyit terhadap
fermentabilitas in vitro yaitu produksi VFA total dan konsentrasi NH3. Selain itu,
untuk mengetahui degradabilitas bahan kering dan bahan organik serta produksi
biomassa mikroba. Penelitian ini pun bertujuan untuk mencari kombinasi terbaik
antara rumput lapang, konsentrat dan SKN di dalam ransum komplit.
Penulis memahami bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, besar harapan penulis adanya sumbangan pemikiran
dari berbagai kalangan untuk perbaikan skripsi ini. Penulis pun mengucapkan terima
kasih kepada seluruh pihak yang telah ikut berperan sehingga penulisan skripsi ini
dapat terselesaikan. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi pembaca.
Bogor, April 2008
Penulis
42
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
9/97
DAFTAR ISI
Halaman
RINGKASAN ................................................................................................ ii
ABSTRACT ................................................................................................... iv
RIWAYAT HIDUP ....................................................................................... vii
KATA PENGANTAR ................................................................................... viii
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL .......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. xiii
PENDAHULUAN ......................................................................................... 1
Latar Belakang ................................................................................... 1
Perumusan Masalah ........................................................................... 2
Tujuan ................................................................................................ 3
TINJAUAN PUSTAKA ................................................................................ 4
Pakan Sumber Energi ......................................................................... 4
Rumput Lapang ........................................................................ 4
Molases .................................................................................... 4
Bekatul ..................................................................................... 5
Onggok ..................................................................................... 5
Pakan Sumber Protein ........................................................................ 6
Urea .......................................................................................... 6
Ampas Tahu ............................................................................. 7
Bungkil Kelapa ........................................................................ 8
Ampas Kecap ........................................................................... 9
Ransum Komplit .................................................................................. 10
Suplemen Kaya Nutrien (SKN) ......................................................... 12
Penggunaan Ampas Teh sebagai Protein bypass ............................... 14
Agen Defaunasi .................................................................................. 15
Suplementasi Mineral Zn dan Cu Organik ........................................ 16Kunyit ................................................................................................ 18
Metabolisme Rumen .......................................................................... 19
Produksi Gas ............................................................................ 19
Volatile Fatty Acid (VFA) ....................................................... 19
Amonia (NH3) .......................................................................... 21
Produksi Biomassa Mikroba .................................................... 22
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik ......................... 23
Percobaan in vitro .................................................................... 24
METODE ...................................................................................................... 25
Lokasi dan Waktu .............................................................................. 25
43
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
10/97
Materi ................................................................................................. 25
Rancangan .......................................................................................... 26
Perlakuan ................................................................................. 26
Peubah ...................................................................................... 27
Rancangan Percobaan ............................................................... 27Prosedur Pembuatan Ransum Komplit .............................................. 28
Pembuatan Suplemen Kaya Nutrien (SKN) ............................ 28
Pembuatan Protein bypass dan Agen Defaunasi ...................... 28
Pembuatan Mineral Organik .................................................... 28
Pembuatan Tepung Kunyit ...................................................... 29
Pengujian Ransum secara in vitro ...................................................... 30
Pengukuran Produksi Gas ........................................................ 30
Pengukuran Konsentrasi VFA Total ........................................ 32
Pengukuran Konsentrasi NH3 .................................................. 32
Pengukuran Produksi Biomassa Mikroba ............................... 33
Pengukuran Degradabilitas Bahan Kering dan Bahan Organik . 34
HASIL DAN PEMBAHASAN ..................................................................... 35
Ransum Komplit ................................................................................ 35
Produksi Gas Total .............................................................................. 38
Konsentrasi VFA Total ....................................................................... 42
Konsentrasi Amonia (NH3) ................................................................. 46
Produksi Biomassa Mikroba .............................................................. 50
Degradabilitas Ransum Komplit ........................................................ 55
Degradabilitas Bahan Kering (DBK) ...................................... 55
Degradabilitas Bahan Organik (DBO) .................................... 59
Evaluasi Penggunaan Ransum terhadap Semua Peubah yang
Diamati ............................................................................................... 63
KESIMPULAN DAN SARAN ..................................................................... 66
Kesimpulan ........................................................................................ 66
Saran .................................................................................................. 66
UCAPAN TERIMA KASIH ......................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 68
LAMPIRAN ................................................................................................... 76
44
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
11/97
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman
1. Komposisi Kimia Rumput Lapang, Molases, Bekatul dan Onggok .. 5
2. Laju Degradasi Beberapa Sumber Protein dalam Fermentor yang
Menggunakan Cairan Rumen Sapi ..................................................... 9
3.
Komposisi Kimia Urea, Ampas Tahu, Bungkil Kelapa dan Ampas
Kecap .................................................................................................. 9
4. Kebutuhan Nutrisi (Energi dan Protein) untuk Beberapa Ternak
Ruminansia Kecil ............................................................................... 11
5. Kebutuhan Nutrisi (Energi dan Protein) untuk Beberapa Ternak
Ruminansia Besar .............................................................................. 12
6.
Perbedaan Komposisi Kimia antara SKN dan SPM ............................ 13
7.
Komposisi Ransum Komplit ............................................................... 26
8.
Hasil Uji Pengikatan Ampas Tahu dengan Cu dan Zn ....................... 29
9. Komposisi Kimia Bahan-bahan Ransum Komplit .............................. 36
10. Komposisi Nutrisi Ransum Komplit Perlakuan................................... 37
11. Produksi Gas in vitro (ml/200 mg BK) Ransum Komplit Perlakuan . 39
12. Produksi Gas in vitro (ml/200 mg BK) pada Waktu Inkubasi yang
Berbeda (jam) ...................................................................................... 40
13. Konsentrasi VFA Total in vitro (mM) Ransum Komplit Perlakuan . 43
14. Konsentrasi NH3 in vitro (mM) Ransum Komplit Perlakuan ............ 47
15. Produksi Biomassa Mikroba in vitro (mg) Ransum Komplit
Perlakuan ........................................................................................... 51
16. Degradabilitas Bahan Kering in vitro (%) Ransum Komplit Perlakuan 55
17. Degradabilitas Bahan Organik in vitro (%) Ransum Komplit
Perlakuan ............................................................................................ 60
18.
Pengaruh Penggunaan Ransum terhadap Semua Peubah yangDiamati ............................................................................................... 65
45
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
12/97
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman
1. Struktur Kimia Pembentukan Urea ..................................................... 6
2. Bagan Pembuatan Ampas Tahu .......................................................... 8
3. Ikatan antara Protein dalam Ampas Tahu dengan Zn++ atau Cu++ ...... 17
4. Proses Metabolisme Karbohidrat di dalam Rumen Ternak
Ruminansia .......................................................................................... 20
5. Proses Metabolisme Protein di dalam Rumen Ternak Ruminansia ..... 22
6. Rumput Lapang, Konsentrat dan SKN ............................................... 26
7. Proses Pembuatan Tepung Kunyit ...................................................... 29
8.
Laju Produksi Gas in vitro (ml/200 mg BK) pada Waktu Inkubasi0-48 jam .............................................................................................. 41
9. Konsentrasi VFA Total (mM), Konsentrasi NH3 (mM) dan Produksi
Biomassa Mikroba (mg) Ransum Komplit Perlakuan ........................ 53
10.
Korelasi antara Level SKN (%) dengan Degradabilitas Bahan Kering
(%) ..................................................................................................... 58
11. Korelasi antara Level SKN (%) dengan Degradabilitas Bahan Organik
(%) ..................................................................................................... 62
46
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
13/97
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman
1. ANOVA Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Gas Total ............. 77
2.
ANOVA Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi VFA Total ........ 77
3. ANOVA Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi NH3 .................. 77
4.
ANOVA Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Biomassa Mikroba . 78
5.
ANOVA Pengaruh Perlakuan terhadap Degradabilitas Bahan
Kering ................................................................................................ 78
6. ANOVA Pengaruh Perlakuan terhadap Degradabilitas Bahan
Organik .............................................................................................. 78
7. Uji Ortogonal Kontras Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi Gas
Total ................................................................................................... 79
8. Uji Ortogonal Polinomial Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi
Gas Total ............................................................................................ 79
9.
Uji Ortogonal Kontras Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi
VFA Total .......................................................................................... 80
10. Uji Ortogonal Polinomial Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi
VFA Total .......................................................................................... 80
11. Uji Ortogonal Kontras Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi
NH3 ..................................................................................................... 81
12. Uji Ortogonal Polinomial Pengaruh Perlakuan terhadap Konsentrasi
NH3 ..................................................................................................... 81
13. Uji Ortogonal Kontras Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi
Biomassa Mikroba ............................................................................. 82
14.
Uji Ortogonal Polinomial Pengaruh Perlakuan terhadap Produksi
Biomassa Mikroba ............................................................................. 82
15. Uji Ortogonal Kontras Pengaruh Perlakuan terhadap Degradabilitas
Bahan Kering ..................................................................................... 83
16.
Uji Ortogonal Polinomial Pengaruh Perlakuan terhadap DegradabilitasBahan Kering ..................................................................................... 83
17. Uji Ortogonal Kontras Pengaruh Perlakuan terhadap Degradabilitas
Bahan Organik ................................................................................... 84
18. Uji Ortogonal Polinomial Pengaruh Perlakuan terhadap Degradabilitas
Bahan Organik ................................................................................... 84
47
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
14/97
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pembangunan nasional yang berhasil di Indonesia diindikasikan oleh adanya
peningkatan kesehatan masyarakat yaitu terpenuhinya asupan nutrisi yang bergizi,
sehat dan berkualitas tinggi. Peningkatan permintaan masyarakat akan sumber
protein hewani tidak sejalan dengan produktivitas ternak ruminansia di Indonesia
yang rendah. Hal ini yang mendorong para peternak untuk meningkatkan dan
memperbaiki produktivitas ternak dan pemenuhan kebutuhan zat nutrisi ternak.
Salah satu penyebab rendahnya produktivitas ternak ruminansia di Indonesia
adalah keterbatasan penyediaan hijauan pada musim kemarau. Selain itu, masalah
yang dihadapi peternak adalah kurang dan rendahnya kualitas pakan sumber protein
terutama konsentrat komersial. Harga pakan sumber protein yang mahal pun menjadi
kendala bagi peternak. Pengembangan sistem pakan berbasis sumber daya lokal yaitu
hasil sisa, hasil samping dan limbah berbagai jenis tanaman merupakan sumber
bahan baku pakan alternatif yang potensial, murah, berkualitas, tidak bersaing
dengan kebutuhan manusia dan berkesinambungan. Upaya peningkatan kualitas
limbah industri agro diperlukan suatu teknologi sehingga dapat mendukung
perkembangan produksi ternak di Indonesia yang berkelanjutan, efisien dan
kompetitif.
Peternakan di Indonesia masih mempunyai permasalahan nutrisi, yaitu terjadi
defisien dan ketidakseimbangan gizi baik energi, protein dan mineral termasuk
vitamin (Suryahadi, 2003). Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk mengatasi
permasalahan defisiensi nutrisi pada ternak adalah dengan adanya teknik manipulasi
pakan melalui penyediaan ransum komplit. Ransum komplit yang digunakan dalam
penelitian ini berbahan baku rumput lapang. Rumput lapang memiliki beberapa
keunggulan diantaranya ketersediaannya yang melimpah, murah, mudah didapat dan
sebagai pakan sumber energi. Menurut Aboenawan (1991), rumput lapang
merupakan pakan yang sudah umum digunakan oleh peternak sebagai pakan utama
ternak ruminansia. Konsentrat dan SKN juga digunakan dalam ransum komplit ini.
Menurut Suryahadi (2003), suplementasi bermanfaat dalam mengatasi
masalah defisiensi, meningkatkan kapasitas mencerna pakan karena adanya
perbaikan metabolisme dan kemampuan mikroba rumen. Teknik manipulasi pakan
48
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
15/97
yang sedang marak adalah suplementasi pakan yang berupa Urea Molases
Multinutrient Block (UMMB). Suplemen berbentuk blok UMMB ini memiliki
kekurangan terutama dalam ketersediaan bahan baku masih tergantung pada
penggunaan molases dan bungkil kedelai, sedangkan harga kedua bahan pakan
tersebut cukup tinggi sehingga harganya relatif mahal (Suharyono et al., 2005).
Pada saat ini, pengkajian pembuatan Suplemen Pakan Multinutrien (SPM)
telah dikembangkan oleh BATAN dengan mengurangi penggunaan kedua bahan
baku pakan tersebut sehingga didapatkan harga yang relatif murah. Suplemen Kaya
Nutrien (SKN) yang dibuat dalam penelitian ini merupakan pengkayaan dari SPM.
Kelebihan yang dimiliki oleh SKN yaitu kandungan protein kasar yang cukup tinggi
sebesar 28,09%. Selain itu, SKN mengandung mineral organik yang merupakan
proses pengikatan antara ampas tahu dan mineral Zn dan Cu (anorganik).
Suplementasi mineral Zn dan Cu dalam bentuk organik mampu meningkatkan
penyerapan pada organ pasca rumen dibandingkan anorganik (Silalahi, 2003;
Setyoningsih, 2003). Suplemen ini juga mengandung ampas kecap yang memiliki
kandungan protein yang cukup tinggi sekitar 28-31% (NRC, 2001). Menurut Sutardi
et al. (1983), ampas kecap ini memiliki laju degradasi protein yang cukup tinggi
sebesar 3,58%/jam sehingga protein perlu diproteksi agar terjadi peningkatan potensi
ketersediaan asam amino di dalam usus halus.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi hal tersebut adalah dengan adanya
SKN ini yang mengandung ampas teh sebagai sumber asam tanin yang dapat
digunakan sebagai pelindung sumber protein pakan ternak dari degradasi dalam
rumen (Soebarinoto, 1986). Daun kembang sepatu sebagai agen defaunasi juga
ditambahkan ke dalam SKN. Penambahan kunyit ke dalam SKN juga dilakukan
sebagai antibakteri dan antioksidan lebih efektif jika digabungkan dengan Zn-organikdan Cu-organik dalam stabilitas membran ambing dan sistem imunitas tubuh sapi
(Tanuwiria et al., 2006).
Perumusan Masalah
Kualitas nutrisi pakan sumber protein yang umum digunakan oleh peternak
relatif rendah. Hal ini yang merupakan penyebab rendahnya produktivitas ternak di
Indonesia. Selain itu, masalah yang dihadapi peternak adalah harga pakan sumber
protein yang mahal dan keterbatasan penyediaan hijauan pada musim kemarau.
49
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
16/97
Pengembangan sistem pakan berbasis sumber daya lokal dengan sentuhan teknologi
dalam bentuk ransum komplit ini dapat mendukung perkembangan produksi ternak
di Indonesia. Kualitas dan kuantitas pakan sangat mempengaruhi proses fermentasi
pakan dalam rumen. Pemberian ransum komplit yang berbahan baku rumput lapang,
konsentrat dan SKN yang diperkaya oleh protein bypass, agen defaunasi, mineral
organik dan kunyit, sebagai salah satu upaya perbaikan proses fermentasi di dalam
rumen. Efek perbaikan proses fermentasi tersebut perlu dievaluasi berdasarkan
fermentabilitas, degradabilitas dan produksi biomassa mikroba secara in vitro dan
dari hasil ini dapat ditentukan kombinasi terbaik antara rumput lapang, konsentrat
dan SKN di dalam ransum komplit.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pengaruh pemberian ransum komplit kombinasi rumput lapang,
konsentrat dan SKN yang berbahan baku protein bypass, agen defaunasi, mineral
organik dan kunyit, terhadap fermentabilitas, degradabilitas dan produksi
biomassa mikroba.
2. Mencari kombinasi terbaik antara rumput lapang, konsentrat dan SKN di dalam
ransum komplit berdasarkan fermentabilitas, degradabilitas dan produksi
biomassa mikroba menggunakan metoda uji gas Hohenheim.
50
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
17/97
TINJAUAN PUSTAKA
Pakan Sumber Energi
Rumput Lapang
Rumput lapang adalah pakan yang sudah umum digunakan oleh peternak
sebagai pakan utama ternak ruminansia. Rumput lapang banyak terdapat di sekitar
sawah atau ladang, pegunungan, tepi jalan dan semak-semak. Rumput ini tumbuh liar
sehingga memiliki mutu yang kurang baik untuk pakan ternak (Aboenawan, 1991).
Rumput lapang adalah campuran dari beberapa jenis rumput lokal yang umumnya
tumbuh secara alami dengan daya produksi dan kualitas nutrisi yang rendah.
Walaupun demikian, rumput lapang merupakan hijauan yang mudah didapat, murahdan pengelolaannya mudah (Wiradarya, 1989).
Syarat-syarat rumput sebagai bahan makanan ternak antara lain (1)
mempunyai manfaat yang tinggi sebagai bahan makanan, (2) mudah dicerna alat
pencernaan dan (3) tersedia dalam keadaan yang cukup. Rumput mengandung zat-zat
makanan yang bermanfaat bagi ternak seperti air, lemak, bahan ekstrak tanpa-N,
serat kasar, mineral (terutama phospor dan garam dapur) serta vitamin (Lubis, 1963).
Kandungan nutrisi rumput lapang disajikan pada Tabel 1.
Molases
Molases merupakan salah satu produk sampingan dari proses pembuatan gula
tebu (Somaatmadja, 1981). Molases adalah pakan sumber energi yang murah karena
mengandung gula (50 %), baik dalam bentuk sukrosa (20–30%) maupun dalam
bentuk gula pereduksi (10-30%). Gula-gula pereduksi tersebut sangat mudah dicerna
dan dapat langsung diserap oleh darah dan digunakan untuk pembakaran untuk
keperluan energi. Molases mengandung 2,5-4,5% protein kasar, sebagian dari protein
tersebut merupakan protein yang dapat dicerna. Selain itu, molases sangat kaya akan
mineral. Kadar abu molases antara 2,5-7% sebagai karbonat. Kadar vitamin,
khususnya vitamin-vitamin yang tahan panas dan basa (CaOH2) relatif sangat tinggi
di dalam molases (Winarno, 1982). Kandungan nutrisi molases lain dapat dilihat
pada Tabel 1.
Perry et al. (2004) menyatakan bahwa molases digunakan dalam ransum
untuk sapi, domba, dan kuda dengan tujuan untuk memperbaiki palatabilitas ransum,
51
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
18/97
memperbaiki aktivitas mikroba rumen, mengurangi kadar kotoran, sebagai pengikat
pembuatan pellet dan sumber energi.
Bekatul
Bekatul dapat disebut sebagai bagian luar butiran beras setelah kulit padi
(sekam) dan kulit ari dihilangkan dalam proses penggilingan padi menjadi beras.
Pakan bekatul sebanyak 3-8% berasal dari beras pecah kulit. Bekatul mengandung
13-17% lipida, 11-14% protein dan 45-50% karbohidrat. Kadar minyak yang
berasam lemak tidak jenuh dan enzim lipolitik dalam bekatul cukup tinggi, oleh
karena itu bekatul mudah sekali tengik. Bekatul memiliki kadar lemak lebih tinggi
dibandingkan dengan proteinnya. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 (Somaatmadja,1981).
Tabel 1. Komposisi Kimia Rumput Lapang, Molases, Bekatul dan Onggok
Komponen Rumput Lapang1 Molases2 Bekatul2 Onggok 3
Bahan Kering (%) 22,97 36,00 86,00 86,00
Protein Kasar (% BK) 10,12 5,90 14,00 1,77
Lemak Kasar (% BK) 1,22 2,00 12,40 1,48
BETN (% BK) 46,92 46,50 58,60 89,20Serat Kasar (% BK) 31,80 37,90 6,00 6,67
Abu (% BK) 9,04 7,80 9,00 0,89
Kalsium (% BK) 0,17 0,36 0,05 0,12
Sumber : 1) Lubis, 19922) Tillman et al., 19973) Irawan, 2002
Onggok
Limbah padat atau ampas yang diperoleh dari hasil pemerasan ubi kayu
dalam pengolahan pati singkong (tapioka) yang potensial untuk dijadikan sebagai
pakan biasanya disebut dengan onggok. Onggok memiliki kandungan protein yang
rendah, sehingga perlu ditambahkan dengan bahan makanan sumber protein atau
sumber NPN. Kandungan protein onggok yang rendah menyebabkan tidak optimal
penggunaannya dalam pakan ternak. Rekayasa atau sentuhan teknologi perlu
dilakukan untuk meningkatkan kualitasnya (Winugroho et al., 1983). Bahan Ekstrak
Tanpa Nitrogen (BETN) merupakan kandungan tertinggi di dalam onggok yaitu
52
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
19/97
sebesar 89,20% sehingga onggok dinamakan sebagai sumber energi (Irawan, 2002).
Komposisi onggok dapat dilihat pada Tabel 1.
Pakan Sumber Protein
Urea
Urea adalah salah satu sumber Non Protein Nitrogen (NPN) yang berbentuk
kristal putih dan bersifat mudah larut dalam air. Urea untuk makanan atau feed-grade
adalah yang mengandung 45 persen N karena sudah dicampur dengan antara lain
kaolin, kapur atau tepung yang akan mempermudah penanganan, misalnya dalam
pencampuran dengan bahan pengisi lain bila menyusun ransum. Keuntungan
penggunaan urea terutama karena harganya yang relatif murah untuk setiap unit
protein ekuivalen (N x 6,25) dan sudah dikenal oleh petani. Urea dapat pula
merugikan karena menyebabkan keracunan bila penggunaannya terlalu berlebihan.
Konsentrasi NH3 dalam rumen yang melebihi batas 84 mg/100 ml akan
mengakibatkan keracunan urea pada ternak ruminansia. Penggunaan urea sebaiknya
tidak melebihi 1% dari ransum atau 5% dari biji-bijian ransum. Protein suplemen
dapat mengandung 85-90% N dari urea, tetapi jika dicampur dengan bahan makanan
lain dalam ransum, kontribusi ekuivalen protein kasar dari urea biasanya kurang dari33% (Parakkasi, 1999). Struktur kimia pembentukan urea disajikan pada Gambar 1,
sedangkan komposisi kimia urea dapat dilihat pada Tabel 3.
O O
║ ║
NH4 + CO2 NH4-O-C-O-NH4 H2 N-C-NH2
Amonium Karbon Dioksida Diamonium Karbonat Urea
Gambar 1. Struktur Kimia Pembentukan UreaSumber: Parakkasi, 1999
Daya tarik penggunaan NPN (urea) dalam ransum adalah untuk menyediakan
ransum yang memenuhi syarat dengan biaya yang lebih murah dibanding bila
menggunakan bungkil – bungkilan (atau bahan makanan lain) sebagai sumber
protein. Penggunaan NPN seperti ini tidak pernah menghasilkan penampilan ternak
yang lebih baik dibandingkan pemakaian bungkil-bungkilan sebagai sumber protein.
Kendala yang dihadapi dalam penggunaan urea terutama adalah kecepatan
53
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
20/97
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
21/97
Ampas tahu adalah sumber protein yang mudah terdegradasi dalam rumen
(Suryahadi, 1990) yang memiliki laju degradasi sebesar 9,79%/jam dan rataan
kecepatan produksi N amonia nettonya sebesar 0,677 mM/jam (Sutardi et al., 1983).
Hasil pengukuran laju degradasi beberapa sumber protein lainnya dalam fermentor
dapat dilihat pada Tabel 2.
Kedelai
↓
pencucian dan perendaman → air↓
penirisan → air
↓ penggilingan ← air↓
bubur kedelai
↓ pemasakan ←air dan (kadang-kadang) antibusa
penyaringan
↓ ekstrak susu kedelai → ampas tahu (okara)
↓
pengendapan (koagulasi) ← koagulan↓ pencetakan
↓ pengepresan ----- whey
↓
tahu siap jadi
Gambar 2. Bagan Pembuatan Ampas TahuSumber: Herman, 1985
Bungkil KelapaBungkil kelapa adalah limbah yang dihasilkan setelah daging kelapa
diekstraksi atau dikeringkan. Kandungan protein kasar bungkil kelapa berkisar 20-
26% (Church, 1991). Bungkil kelapa memiliki komposisi kimia yang bervariasi,
akan tetapi kandungan nutrisi yang utama adalah protein kasar sebesar 21,6%
sehingga bungkil kelapa termasuk sumber protein untuk ternak. Komposisi nutrien
mineral yang dimiliki oleh bungkil kelapa adalah 0,21% Ca, 0,65% P, 53 mg/kg Zn,
55
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
22/97
dan 0,46 mg/kg Cu dengan bahan kering 100% (Tillman et al., 1997). Komposisi
nutrien bungkil kelapa dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 2. Laju Degradasi Beberapa Sumber Protein dalam Fermentor yang
Menggunakan Cairan Rumen Sapi
Bahan Makanan Laju Degaradasi Protein (%/jam)
Bungkil kedelai
Bungkil kelapa
Bungkil kacang tanah
Ampas kecap
Ampas tahu
Daun petai cina
6,53
1,90
5,54
3,58
9,79
8,73
Sumber : Sutardi et al., 1983
Tabel 3. Komposisi Kimia Urea, Ampas Tahu, Bungkil Kelapa dan Ampas
Kecap
Komponen Urea1 Ampas
Tahu2)Bungkil
Kelapa3)Ampas
Kecap4)
Bahan Kering (%) - 15,00 86,00 -
Protein Kasar (% BK)*) 281,25 29,40 21,60 28,62
Nitrogen (%) 45,00 - - -
Lemak Kasar (% BK) - 10,20 10,20 24,36
BETN (% BK) - 32,70 49,70 10,34
Serat Kasar (% BK) - 22,70 12,10 8,70
Abu (% BK) - 4,96 6,40 27,98
Keterangan : *) Protein kasar (%) dihitung dengan rumus PK = Nitrogen x 6,25 (Parakkasi, 1999)Sumber : 1) Parakkasi, 1999
2) Irawan, 20023) Tillman et al., 1997
4) Sunarso, 1984
Ampas Kecap
Ampas kecap merupakan limbah dari pembuatan kecap. Bahan baku untuk
membuat kecap adalah biji kedele. Ampas kecap memiliki palatabilitas yang cukup
tinggi untuk sapi perah (Suryahadi et al., 1997). Ampas kecap tidak mempunyai sifat
pencahar. Pakan sumber protein ini juga memberikan protein asal makanan yang
lolos perombakan dalam jumlah yang cukup untuk pencernaan pasca rumen.
Meningkatnya konsumsi Rumen Undegradable Protein (RUP) akan meningkatkan
56
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
23/97
kecernaan dan penyerapan protein di dalam usus halus serta akan meningkatkan
kemampuan asam amino untuk sekresi protein di dalam ambing (Kanjanapruthipong
dan Buatong, 2002).
Menurut Sunarso (1984), ampas kecap (100% BK) mengandung TDN
85,63% dan ME 3,096 Mkal/kg. Komposisi kimia nutrien ampas kecap lain dapat
dilihat pada Tabel 3. Ampas kecap juga mampu menyediakan amonia dan VFA
untuk mikroba rumen, dengan produksi NH3 sebesar 6,93 mM dan VFA sebesar
131,73 mM. Kecernaan bahan kering dan kecernaan bahan organik ampas kecap
adalah sebesar 32,29 dan 39,37%.
Ransum KomplitRansum adalah campuran jenis pakan yang diberikan kepada ternak untuk
sehari semalam selama umur hidupnya untuk memenuhi kebutuhan nutrisi bagi
tubuhnya. Ransum yang sempurna harus mengandung zat-zat gizi yang seimbang,
disukai ternak dan dalam bentuk yang mudah dicerna oleh saluran pencernaan
(Ensminger et al., 1990). Jumlah total bahan makanan yang diberikan kepada hewan
untuk jangka waktu 24 jam disebut ransum. Pakan merupakan suatu bahan-bahan
yang dimakan oleh ternak, yang mengandung energi dan zat-zat gizi (atau keduanya)
di dalam makanan tersebut (Tillman et al., 1997).
Ransum komplit merupakan pakan yang cukup gizi untuk hewan tertentu
dalam tingkat fisiologi, dibentuk atau dicampur dari berbagai jenis pakan untuk
diberikan sebagai satu-satunya makanan dan memenuhi kebutuhan pokok atau
produksi, atau keduanya tanpa tambahan bahan atau substansi lain kecuali air
(Tillman et al., 1997). Ransum komplit berasal dari campuran ransum total yang
terbentuk dengan cara menimbang dan menyatukan semua bahan-bahan pakan yang
dapat menyediakan kecukupan zat makanan yang dibutuhkan oleh induk sapi perah.
Setiap bagian yang dikonsumsi dapat menyediakan nutrisi (energi, protein, serat,
mineral dan vitamin) yang dibutuhkan oleh induk sapi (Schroeder dan Park, 1997).
Konsentrat merupakan suatu bahan makanan yang digunakan bersama bahan
makanan lain untuk meningkatkan keserasian gizi dari keseluruhan makanan dan
dimaksudkan untuk disatukan dan dicampur sebagai suplemen (pelengkap) atau
makanan lengkap. Suatu bahan atau kombinasi bahan yang ditambahkan (biasanya
57
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
24/97
dalam kuantitas yang kecil) ke dalam campuran makanan dasar untuk memenuhi
kebutuhan khusus disebut aditif (Tillman et al., 1997).
Sutardi (1980) menyatakan bahwa energi merupakan hasil metabolisme zat
nutrisi organik yang terdiri dari karbohidrat, lemak dan protein. Karbohidrat pada
pakan ruminansia merupakan nutrien yang dominan dalam menyediakan sumber
energi untuk tubuh, disamping menyediakan bahan yang bersifat bulky yang berguna
untuk memelihara kelancaran proses pencernaan. Peranan protein dalam tubuh
adalah untuk memperbaiki jaringan tubuh, pertumbuhan jaringan baru, metabolisme
(deaminasi) untuk energi dan sebagai enzim-enzim yang esensial bagi tubuh
(Anggorodi, 1994). Kebutuhan nutrisi (energi dan protein) untuk beberapa ternak
ruminansia kecil dapat dilihat pada Tabel 4, sedangkan untuk ternak ruminansia
besar dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 4. Kebutuhan Nutrisi (Energi dan Protein) untuk Beberapa Ternak
Ruminansia Kecil
Jenis TernakKebutuhan
TDN (%)
Kebutuhan
PK (%)
Kambing*)
Hidup Pokok (Bobot 20-40 Kg)
Bunting (Bobot 30 Kg)
Laktasi (Bobot Badan 30 kg, Produksi susu
1 kg/hari, Kadar Lemak 4%)
55-56
61
73
7-8
8-9
13
Domba**)
Hidup Pokok (Bobot 60-80 Kg)
Bunting (Bobot 60-70 Kg)
Awal Laktasi (Bobot Badan 40 kg,
Produksi susu 0,71-1,32 kg/hari)
Pertengahan Laktasi (Bobot Badan 40 kg,
Produksi susu 0,47-0,89 kg/hari)
Akhir Laktasi (Bobot Badan 40 kg,
Produksi susu 0,23-0,45 kg/hari)
54
53
66
53
53
8
7-8
13
10
8-9
Keterangan : TDN = Total Digestible Nutrient PK = Protein KasarSumber : *) NRC, 1981
**) NRC, 2007
58
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
25/97
Tabel 5. Kebutuhan Nutrisi (Energi dan Protein) untuk Beberapa Ternak
Ruminansia Besar
Jenis TernakKebutuhan
TDN (%)
Kebutuhan
PK (%)
Sapi Perah*)
Pejantan
Dara (Umur 6-12 Bulan)
Masa Pengeringan
Laktasi (Produksi Susu 7-10 Kg/hari)
55
61-66
56
63-67
10
12
12
12-15
Sapi Pedaging**)
Dara 1 tahun, Induk Muda Bunting 3 bulan terakhir (BB 364-386 kg, PBB 0,4-
0,6 kg)
Laktasi awal (PS 9 kg/hari, BB 364-454
kg, PBB 0 kg)
Jantan Muda (BB 136-364 kg, PBB 0,9-
1,1 kg)
Jantan Dewasa (BB 590-635 kg, PBB 0,9
kg)
55-60
68-77
65-70
64
8,2-8,8
12-14
9-17
8
Kerbau Perah***)
Hidup Pokok (Bobot 450 Kg)
Dara (Bobot 300 Kg)
Bunting (Trimester akhir, Bobot 400 Kg)
Laktasi (Produksi susu 4 kg/hari, Kadar
Lemak 7%, Bobot 550-600 Kg)
45
58
53
55-56
6-7
8
8
9-10
Keterangan : TDN = Total Digestible Nutrient PK = Protein Kasar
Sumber : *) NRC, 2001**) NRC, 1984***) Parakkasi, 1999
Suplemen Kaya Nutrien (SKN)
BATAN telah melakukan pengembangan dan modifikasi terhadap suplemen
pakan sebelumnya UMMB menjadi SPM. Ketersediaan SPM ini dapat digunakan
untuk mengatasi beberapa kendala seperti ketersediaan pakan lokal, harga dan bahan
penyusun formula suplemen pakan UMMB. Bahan – bahan yang sulit didapat yaitu
molasses, tepung tulang, dan bungkil kedelai (BATAN, 2005). SPM memiliki harga
59
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
26/97
yang lebih murah (Rp. 1500/kg) dibandingkan UMMB (Rp. 3000/kg) dan SKN (Rp.
1950/kg). Hal ini disebabkan oleh kandungan molases dan bungkil kedelai SPM
lebih rendah dibandingkan dengan UMMB yaitu sebesar 10% dan 3%, sedangkan
UMMB sebesar 29% dan 17%. SPM juga memiliki kelebihan yaitu di dalamnya
terkandung imbuhan pakan yang dapat berperan dalam proses metabolisme dalam
tubuh ternak. Kelebihan lainnya adalah protein bypass yang dapat langsung
dimanfaatkan oleh ternak untuk memenuhi kebutuhan proteinnya dan mineral
organik sebagai penyedia mineral (Suharyono et al., 2005).
Pemberian suplemen SPM di Kawasan Usaha Peternakan (KUNAK) dapat
meningkatkan kualitas susu (kadar lemak susu) sebesar 0,23% (Fharhandani, 2006)
dan juga mampu meningkatkan produksi susu 4% FCM sebesar 4,157 kg/hari (Rafis,
2006). Suplemen SPM ini juga lebih meningkatkan produksi pada ternak sapi perah
peranakan Fries Holland (FH) dimana produksi rata – rata susunya mencapai 14,2
l/ekor/hari dibandingkan sapi perah yang mendapat UMMB dan kontrol, yang
produksi susunya masing – masing sebesar 13,7 l/ekor/hari dan 11,1 l/ekor/hari
(Suharyono et al., 2005).
Tabel 6. Perbedaan Komposisi Kimia antara SKN dan SPM
Kandungan Kimia Bahan
Komposisi Kimia
SKN SPM
Kadar air (%) 13,25 12,67
Bahan kering (%) 86,75 87,33
Abu (% BK) 14,77 22,96
Lemak (% BK) 11,23 7,37
Protein (% BK) 28,09 18,50
Serat kasar (% BK) 15,78 16,25
BETN (% BK) 30,13 22,25
TDN (% BK)* 74,15 56,52
Ca (% BK) 0,20 0,14
P (% BK) 0,02 0,03
Keterangan : *) TDN dihitung dengan rumus TDN = 25,6 + 0,53 PK + 1,7 L – 0,474 SK + 0,732BETN (Sutardi, 2003 dalam Noviana, 2004)
Sumber : Hasil Analisa Pusat Penelitian Sumberdaya Hayati dan Bioteknologi IPB, 2007
60
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
27/97
SKN yang dibuat dalam penelitian ini merupakan teknik pengkayaan dari
SPM yang telah dikembangkan oleh BATAN. SKN ini memiliki beberapa kelebihan
dibandingkan SPM yaitu memiliki kandungan protein kasar yang cukup tinggi
sebesar 28,09%. Selain itu, SKN mengandung protein bypass, agen defaunasi,
mineral organik dan kunyit. Perbedaan komposisi kimia antara SKN dan SPM
disajikan pada Tabel 6.
Penggunaan Ampas Teh sebagai Protein bypass
Menurut Takeda (1994), teh secara umum terdiri dari dua varietas, yaitu
Camelia sinensis varietas sinensis dan Camelia sinensis varietas assamica. Tanaman
teh pada varietas sinensis memiliki karakteristik tanaman semak-semak dengan daun-daun yang kecil, resisten terhadap cuaca dingin dan cocok untuk dibuat menjadi teh
hijau dan teh fermentasi. Tanaman teh Camelia sinensis varietas assamica memiliki
karakteristik tipe pohon yang tinggi dengan daun lebar, kurang tahan terhadap cuaca
dingin dan cocok dibuat menjadi teh hitam. Bagian tanaman teh yang digunakan
untuk pembuatan minuman teh yaitu bagian pucuk dan daun muda. Perbanyakan
tanaman teh dilakukan dengan biji, stek, sambungan atau cangkokan (Dalimartha,
2005).
Ampas teh mengandung 43,87% bahan kering, 4,76% abu, 27,42% protein
kasar, 20,39% serat kasar, 3,26% lemak, 1,14% Ca, 0,25% P, tanin 1,35% dan gross
energi 4994 kkal/kg, sehingga dapat dijadikan sebagai sumber protein sekaligus
sumber serat bagi ternak ruminansia. Kandungan tanin dalam makanan sebesar 0,1 %
tidak bersifat sebagai racun (Istirahayu, 1993).
Daun teh mempunyai zat penyamak sekitar 20-30%, variasi kadar zat
penyamak tergantung dari jenis teh dan umur daun. Zat penyamak terutama tanin
dapat berguna untuk melindungi deaminasi protein yang berlebihan dan juga dapat
mencegah terjadinya bloat . Tanin merupakan senyawa poliphenol yang mempunyai
kemampuan mengikat protein sehingga menghalangi kerja enzim protease. Tanin
dalam jumlah kecil dipandang menguntungkan ruminansia karena dapat mencegah
degradasi protein yang berlebihan oleh mikroorganisme rumen sehingga protein asal
rumen lebih banyak tersedia untuk proses pencernaan enzimatik pasca rumen
(Soebarinoto, 1986).
61
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
28/97
Agen Defaunasi
Jumlah protozoa di dalam rumen pada kondisi normal sekitar 106 sel/ml
cairan rumen. Hal tersebut dipengaruhi oleh ransum dan meliputi sekitar 40% dari
total nitrogen mikroba rumen (Hungate, 1966). Protozoa tidak mampu secara
langsung menggunakan amonia sebagai sumber nitrogen. Sumber nitrogen untuk
pertumbuhan protozoa selain berasal dari protein pakan juga berasal dari bakteri
rumen yang dimangsanya. Sebesar 50 % dari nitrogen yang dikonsumsi protozoa
tersebut akan dikeluarkan dalam bentuk amonia dan asam-asam amino. Biomassa
protozoa dalam rumen bervariasi, tergantung jenis ransum yang dimakan ternak
induk semang (Erwanto, 1995).
Keberadaan protozoa tidak penting di dalam sistem rumen. Hal ini
dikarenakan bahwa usaha mengkultur bakteri rumen dalam medium tanpa
keberadaan protozoa ternyata dapat berhasil baik. Kehadiran protozoa bahkan
cenderung merugikan, karena protozoa dapat memangsa bakteri yang mengakibatkan
populasi bakteri rumen (mikroba rumen yang utama) menjadi tertekan. Keadaan
seperti itu akan lebih serius pada ternak yang mendapat ransum rendah kadar gula
dan pati sehingga protozoa tidak memperoleh makanan yang layak baginya.
Makanan protozoa adalah karbohidrat yang mudah larut dan difermentasi sehingga
mengakibatkan protozoa banyak yang memangsa bakteri untuk kelangsungan
hidupnya (Erwanto, 1995).
Leng et al. (1984) menyatakan bahwa sebagian besar biomassa protozoa tidak
tersedia untuk pencernaan di usus halus dikarenakan protozoa cenderung retained
(tertahan) di dalam rumen. Sebagian kecil saja protozoa yang mengalir ke organ
pasca rumen. Komposisi asam amino dan kecernaan sel protozoa lebih baik
dibandingkan sel bakteri, namun kelebihan ini hanya sedikit kontribusinya untukternak induk semang dikarenakan aliran protozoa dari rumen sangat kecil.
Sumbangan atau andil biomassa protozoa rumen bagi nutrisi ternak induk semang
pada kenyataannya tidak begitu besar.
Agen defaunasi sebagai salah satu cara yang dapat dilakukan untuk
mengendalikan populasi protozoa dalam rumen, misalnya minyak kelapa atau daun
kembang sepatu. Defaunasi merupakan pengurangan jumlah populasi protozoa
secara menyeluruh maupun sebagian (partial) dengan tujuan mengoptimalkan tingkat
62
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
29/97
kecernaan serat kasar pakan. Defaunasi dilakukan karena kehadiran protozoa dalam
rumen cenderung merugikan, hal ini terjadi karena protozoa mempunyai sifat
predator bagi mikroba rumen lain terutama bakteri dan jamur (Prihandono, 2001).
Hibiscus rosa-sinensis (daun kembang sepatu) memiliki kandungan saponin yang
cukup tinggi. Hal ini ditandai dengan keluarnya lendir bila daun tersebut diremas
(Jalaludin, 1994). Komposisi kimia daun kembang sapatu yang bervariasi terdiri dari
87,23% bahan kering, 23,03% protein kasar, 2,28% lemak kasar, 28,73% serat kasar,
6,24% abu dan 39,72% Bahan Ekstrak Tanpa Nitrogen (BETN) (Despal, 1993).
Suplementasi Mineral Zn dan Cu Organik
Kebutuhan ternak ruminansia akan Zn yaitu 40-50 mg/kg BK ransum.Menurut McDowell (1992), defisien Zn pada ternak terjadi apabila kandungan Zn
dalam ransum kurang dari 40 mg/kg BK ransum, namun toksik bilamana Zn yang
terkandung dalam ransum lebih dari 1000 mg/kg BK (NRC, 2001). Zn merupakan
mineral mikro yang berperan dalam fungsi berbagai enzim dan proses metabolisme
yang berhubungan dengan metabolisme karbohidrat dan energi, degradasi dan
sintesis protein, sintesis asam nukleat, transpor CO2 dan reaksi lainnya (Linder,
1992). Defisiensi Zn dapat mernyebabkan parakeratosis jaringan usus yang akibatnya
sama dengan defisiensi asam lemak, dan juga mengganggu peran Zn dalam
metabolisme mikroorganisme rumen. Parakeratosis terjadi akibat terganggunya
peranan Zn dalam metabolisme mikroorganisme rumen, mengingat kandungan Zn
mikroba rumen cukup hingga 130-220 mg/kg (Hungate, 1966).
Kandungan normal Cu pakan pada padang rumput berkisar antara 4-8 mg/kg
BK. Nilai ini jauh lebih rendah dibandingkan kebutuhan Cu pada ternak ruminansia
yaitu 10 mg/kg. Batas maksimum Cu untuk pakan sapi perah adalah 100 mg/kg
(NRC, 2001). Mineral Cu merupakan komponen penting dalam beberapa
metaloenzim, diantaranya cytochrome oxidase, lysil oxidase, superoxidase dismutase
dan ceruloplasmin (McDonald et al., 2002). Mineral Cu juga berperan dalam
metabolisme besi dan pendewasaan sel eritrosit, respirasi sel, perkembangan jaringan
konektif, system kekebalan dan metabolisme lemak (McDowell, 1992). Defisiensi
Cu dapat menghambat pertumbuhan, anemia, kelainan tulang, pigmentasi rambut dan
wool dan gangguan pencernaan (McDonald et al., 2002).
63
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
30/97
Pemberian suplementasi gabungan antara Cu dan Zn organik memiliki
pengaruh yang lebih baik dibandingkan pemberian dalam bentuk tunggal (Tanuwiria,
2004). Suplementasi mineral organik dapat memproteksi asam amino atau protein
dari degradasi rumen sehingga dapat dimanfaatkan sebagai penyedia mineral dan
asam amino di pasca rumen (Rahman, 2004). Sumber protein berupa ampas tahu
direndam dalam aquades selama 24 jam sehingga gugus karboksil dari protein ampas
tahu mengion dan dapat mengikat Zn++ dan Cu++ sehingga kedua mineral tersebut
menjadi bentuk organik. Protein ampas tahu telah mengalami pemanasan pada saat
proses pembuatan tahu sehingga terdenaturasi. Protein yang telah terdenaturasi
memiliki kelarutan yang rendah. Hal ini menyebabkan jumlah mineral yang diikat
lebih rendah, tetapi kemungkinan untuk tidak didegradasi dalam rumen lebih besar.
Protein ampas tahu memiliki gugus karboksil dan gugus amino yang dapat berikatan
dengan mineral (Chaerani, 2004). Ikatan antara protein dalam ampas tahu dengan
Zn++ atau Cu++ dapat dilihat pada Gambar 3.
COO- Zn ++/Cu++ COO-
H3 N+ C H H C H3 N+
R R
Gambar 3. Ikatan Antara Protein dalam Ampas Tahu dengan Zn++ atau Cu++ Sumber: Chaerani, 2004
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Setyoningsih (2003) dan Silalahi (2003)
adalah membandingkan penggunaan Cu dan Zn organik dengan Cu dan Zn anorganik
terhadap fermentabilitas dan kecernaan in vitro ransum perah. Berdasarkan percobaan tersebut dapat disimpulkan bahwa efek suplementasi Cu organik
cenderung mempengaruhi aktivitas mikroba dalam merombak karbohidrat, protein
atau lemak pakan sehingga mampu meningkatkan produksi VFA total dan produksi
NH3 dibandingkan Cu anorganik, sedangkan suplementasi Zn organik lebih tinggi
efeknya dibandingkan Zn anorganik terhadap kecernaan in vitro.
64
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
31/97
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
32/97
Cu-organik berfungsi dalam pertahanan dari dalam yaitu meningkatkan imunitas
tubuh sapi sehingga resisten terhadap infeksi yang disebabkan oleh bakteri.
Metabolisme Rumen
Bahan makanan yang masuk ke dalam alat pencernaan akan mengalami
perubahan fisik dan kimia. Proses pencernaan pada ternak ruminansia terjadi secara
mekanis (mulut), pencernaan hidrolitik dan pencernaan fermentatif di dalam rumen
(Sutardi, 1980). Proses fermentasi pakan di dalam rumen menghasilkan VFA dan
NH3, serta gas-gas (CO2, H2 dan CH4) yang dikeluarkan dari rumen melalui proses
eruktasi (Arora, 1989).
Produksi Gas
Pada ternak ruminansia sebagian energi pakan ada yang terbuang dalam
bentuk produksi gas metan (CH4). Gas metan terbentuk dari reaksi antara gas CO2
dan gas H2. Fermentasi dalam rumen yang mengarah ke sintesis propionat akan lebih
menguntungkan, karena pada sintesis propionat banyak menggunakan gas hidrogen
sehingga produksi gas metan menjadi berkurang. Pada proses sintesis asetat dan
butirat banyak dihasilkan gas hidrogen. Gas hidrogen dengan CO2 akan membentuk
gas metan yang sesungguhnya tidak bermanfaat bagi ternak induk semang (Ørskov
dan Ryle, 1990). Jenis pakan yang berbeda akan menunjukkan jumlah produksi gas
yang berbeda pada selang waktu fermentasi yang sama (Menke et al., 1979).
Volatile Fatty Acid (VFA)
Proses fermentasi karbohidrat dalam rumen terjadi melalui dua tahap, yaitu
pemecahan karbohidrat kompleks menjadi gula sederhana dan fermentasi gula
sederhana menjadi asam asetat, asam propionat, asam butirat, CO2 dan CH4 (McDonald et al., 2002). Proses pencernaan karbohidrat di dalam rumen ternak
ruminansia akan menghasilkan energi berupa Volatile Fatty Acid (VFA) antara lain
yang utama yaitu asetat, propionate, dan butirat dengan perbandingan di dalam
rumen berkisar pada 65 % asetat, 20 % propionate, dan 5 % valerat (Gambar 4).
Konsentrasi VFA yang dihasilkan di dalam rumen sangat bervariasi yaitu antara 200-
1500 mg/100 ml cairan rumen. Hal ini tergantung pada jenis ransum yang
dikonsumsi, sedangkan kisaran produk VFA cairan rumen yang mendukung
66
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
33/97
pertumbuhan mikroba yaitu 80 sampai 160 mM (Sutardi, 1980). VFA yang terserap
selain dipakai sebagai sumber energi, juga dipakai sebagai bahan pembentuk
glikogen di hati, lemak, karbohidrat dan hasil-hasil yang dibutuhkan ternak
(Anggorodi, 1994).
SelulosaSelulosa
Selubiosa
Glukosa-1-phosphat
Glukosa-6-phosphat
Sukrosa
FruktanFruktosaFruktosa-6-phosphatHemiselulosa Pentosa
Pentosan Fruktosa-1,6-diphosphat
Asam Piruvat
Format
CO2 H2
Asetil CoA Laktat Oksaloasetat Metilmalonil CoA
Metan
Malonil
CoAAsetoasetil
CoA
ß-Hidroksibutiril
CoA
Asetil phosphat
KrotonilCoA
Butiril
CoA
Laktil
CoA
Akrilil
CoA
Propionil
CoA
Malat
Fumarat
Suksinat Suksinil CoA
Glukosa
Maltosa Isomaltosa
Pati
Pektin Asam Uronat
ButiratAsetat Propionat
Gambar 4. Proses Metabolisme Karbohidrat di dalam Rumen Ternak
RuminansiaSumber: McDonald et al., 2002
67
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
34/97
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
35/97
akan digunakan sebagai sumber dan kerangka karbon dari asam amino protein
mikroba telah tersedia.
Pakan
Protein Non-protein N
Sulit
Didegradasi
Mudah
Didegradasi
Peptida
Enzim protease
Enzim peptidase
Asam Amino
Protein Mikroba
Rumen
Dicerna di Usus
Halus
Non-protein N
Amonia
Kelenjar
Saliva
Hati
Diekskresikan
(urine)
NH3 urea
Ginjal
Deaminasi
Gambar 5. Proses Metabolisme Protein di dalam Rumen Ternak RuminansiaSumber: McDonald et al., 2002
Produksi Biomassa Mikroba
Rumen merupakan tabung besar dengan berbagai kantong yang menyimpan
dan mencampur ingesta bagi fermentasi mikroba. Kondisi dalam rumen adalah
anaerob mempunyai temperatur 38-42oC dan pH dipertahankan pada kisaran 6,8
(Arora, 1989). Mikroba dalam rumen umumnya terdapat pada tiga lokasi yaitu:
menempel pada dinding rumen, menempel pada partikel pakan dan bergerak bebas
dalam cairan rumen. Mikroba yang terdapat dalam rumen beraneka ragam dan dalam
jumlah besar (Preston dan Leng, 1987).
Penghuni terbesar dalam cairan rumen adalah bakteri yaitu 1010-1012 sel/ml
cairan rumen dan populasi terbesar kedua diduduki oleh protozoa yang dapat
mencapai 105
-106
sel/ml cairan rumen, namun demikian karena ukuran tubuhnya
69
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
36/97
lebih besar daripada bakteri maka biomassanya ternyata cukup besar yakni
mengandung lebih kurang 40% total nitrogen mikroba rumen (Hungate, 1966).
Faktor yang mempengaruhi populasi mikroba rumen secara umum ditentukan
oleh tipe makanan yang dikonsumsi ternak (Arora, 1989). Pola pertumbuhan bakteri
dan protozoa dipengaruhi oleh pola fermentasi yang ditunjukkan oleh proporsi molar
VFA dan pH rumen (Hungate, 1966). Perkembangan populasi mikroba rumen
terutama bakteri rumen akan dibatasi oleh kadar amonia, karena sangat diperlukan
oleh bakteri sebagai sumber N untuk membangun selnya dan sifat predasi dari
protozoa. Kecukupan ketersediaan amonia sebagai sumber N dan VFA yang
merupakan sumber bahan baku utama yang dibutuhkan untuk proses sintesis protein
mikroba yang berguna bagi induk semang (Preston dan Leng, 1987). Protein mikroba
merupakan sumber protein yang utama bagi ternak ruminansia. Produksi protein
mikroba dapat ditingkatkan dengan cara menambahkan karbohidrat mudah dicerna
dalam rumen seperti tetes, pati, glukosa, fruktosa dan sukrosa (Hungate, 1966).
Kecernaan Bahan Kering dan Bahan Organik
Kecernaan merupakan perubahan fisik dan kimia yang dialami bahan
makanan dalam alat pencernaan. Perubahan tersebut dapat berupa penghalusan
bahan makanan menjadi butir-butir atau partikel kecil, atau penguraian molekul besar
menjadi molekul kecil. Selain itu, pada ruminansia, pakan juga mengalami
perombakan sehingga sifat-sifat kimianya berubah secara fermentatif sehingga
menjadi senyawa lain yang berbeda dengan zat makanan asalnya. Kecernaan bahan
kering juga dapat dipengaruhi oleh kandungan protein pakan, karena setiap sumber
protein memiliki kelarutan dan ketahanan degradasi yang berbeda-beda. Kecernaan
bahan organik merupakan faktor penting yang dapat menentukan nilai pakan
(Sutardi, 1980).
Kecernaan in vitro dipengaruhi oleh beberapa hal yaitu pencampuran pakan,
cairan rumen dan inokulan, pH kondisi fermentasi, pengaturan suhu fermentasi,
alamnya waktu inkubasi, ukuran partikel sampel dan larutan penyangga (Selly,
1994). Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan yaitu pakan, ternak
dan lingkungan. Perlakuan terhadap pakan (pengolahan, penyimpanan dan cara
pemberian), jenis, jumlah dan komposisi pakan yang diberikan pada ternak
merupakan faktor yang berpengaruh terhadap nilai kecernaan. Umur ternak,
70
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
37/97
kemampuan mikroba rumen mencerna pakan, jenis hewan sampai variasi hewan
turut menentukan nilai kecernaan. Kondisi lingkungan yang berpengaruh terhadap
nilai kecernaan adalah derajat keasaman (pH), suhu dan udara baik itu secara aerob
atau anaerob (Anggorodi, 1994).
Percobaan in vitro
Menurut Hungate (1966), metode in vitro adalah proses metabolisme yang
terjadi di luar tubuh ternak. Prinsip dan kondisinya sama dengan proses yang terjadi
di dalam tubuh ternak yang meliputi proses metabolisme dalam rumen dan
abomasum. pH retikulo-rumen biasanya berkisar antara 5,5-7,0 dan bervariasi
dengan rasio pemberian konsentrat.Metode in vitro (metode tabung) harus menyerupai sistem in vivo agar dapat
menghasilkan pola yang sama sehingga nilai yang didapat juga mendekati sistem in
vivo (Arora, 1989). Kecernaan pakan pada ruminan dapat diukur secara akurat di
laboratorium dengan menggunakan metode two stage in vitro dengan cara
menginkubasikan sample selama 48 jam dengan larutan buffer cairan rumen dalam
tabung dengan kondisi anaerob. Pada periode kedua, bakteri dimatikan dengan
penambahan asam hidroklorit (HCl) pada pH 2, lalu diberi larutan pepsin HCl dan
diinkubasi selama 48 jam. Periode kedua ini terjadi di dalam organ pasca rumen
(abomasum). Residu bahan yang tidak larut disaring, kemudian dikeringkan dan
dipanaskan hingga substrat tersebut dapat dipergunakan untuk mengukur kecernaan
bahan organik (McDonald et al., 2002).
Metode pengukuran gas (gas test) digunakan untuk mengevaluasi nilai nutrisi
pakan dan kecernaan bahan organik serta energi metabolis yang terkandung dalam
pakan. Metode ini menggunakan syringe yang mengutamakan produk fermentasi.
Metode gas in vitro ini lebih efisien dibandingkan dengan metode in sacco dalam
mengevaluasi efek zat anti nutrisi. Metode pengukuran gas tidak memerlukan
peralatan yang rumit atau ternak yang terlalu banyak, membantu dalam pemilihan
pakan yang berkualitas tidak hanya berdasarkan kecernaan bahan kering, tetapi
sintesis mikroba juga. Hasil dari metode ini didapatkan berdasarkan produksi CO2
dan CH4 yang berasal dari proses fermentasi pakan dalam cairan rumen (Menke et
al., 1979).
71
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
38/97
METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di Kelompok Nutrisi Ternak, Bidang Pertanian,
Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) - Badan Tenaga Nuklir
Nasional (BATAN). Penelitian ini berlangsung dari bulan Juli sampai November
2007.
Materi
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini meliputi seperangkat alat gas
production test , syringe Hohenheim berskala 100 ml, termos berskala 2 liter, kasa,
gelas ukur, blender, dispenser kapasitas 50 ml, thermostat , freezer , cawan Conway,
tabung sentrifus, hot plate magnetic stirrer , penangas air, tabung gas berisi CO2,
pompa vakum, pipet, gegep, buret, labu Erlenmeyer, inkubator, seperangkat alat
destilasi, cawan porselin, timbangan digital, sendok, pengaduk, eksikator, oven
105oC, autoclave, sentrifus, water bath, beaker glass, tanur 550-600oC dan crucible
glass.
Bahan
Bahan-bahan yang digunakan untuk ransum komplit adalah rumput lapang,
konsentrat dan SKN. SKN mengandung bahan-bahan meliputi molases, onggok,
bekatul, ampas kecap, bungkil kelapa, ampas tahu, tepung tulang, kapur, urea,
mineral mix, garam dapur (NaCl) dan kunyit. Protein bypass dan agen defaunasi
yang terkandung di dalam SKN terdiri dari bahan-bahan yaitu ampas teh dan daun
kembang sepatu. Pembuatan mineral organik SKN menggunakan bahan-bahan
berupa ampas tahu, ZnCl2, dan CuCl2. Bahan yang digunakan untuk analisis yaitu
cairan rumen kerbau, larutan HCO3 buffer, larutan NaCl 20%, K 2CO3, asam Borat
(H3BO3) berindikator (merah metal/MR dan hijau bromo kresol/BCG), larutan HCl
0,01037 N, vaselin, larutan H2SO4 15%, larutan NaOH 0,1 N, Indikator
phenolphthalein, aquadest, aseton, larutan Neutral Detergent Solution (NDS) dan
larutan NaCl fisiologis.
72
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
39/97
Ransum Penelitian
Ransum komplit mengandung bahan baku pakan dengan komposisi tertentu.
Komposisi ransum komplit disajikan pada Tabel 7. Bahan-bahan tersebut terdiri dari
rumput lapang, konsentrat dan SKN yang mengandung bahan-bahan molases,
onggok, bekatul, ampas kecap, bungkil kelapa, ampas tahu, ampas teh, daun
kembang sepatu, tepung tulang, kapur, urea, mineral mix, garam dapur (NaCl),
ZnCl2, CuCl2 dan kunyit.
Tabel 7. Komposisi Ransum Komplit
Jumlah bahan % (g as fed /100 g campuran)
R1 R2 R3 R4
Rumput lapang 70 70 70 70
Konsentrat 30 25 20 15
SKN - 5 10 15
Total 100 100 100 100
Jenis bahan
a b c
Gambar 6. a) Rumput Lapang, b) Konsentrat dan c) SKN
Rancangan
Perlakuan
Adapun ransum komplit perlakuan yang digunakan adalah:
R1 : Rumput lapang 70% + konsentrat 30%
R2 : Rumput lapang 70% + konsentrat 25% + SKN 5%
R3 : Rumput lapang 70% + konsentrat 20% + SKN 10%
R4 : Rumput lapang 70% + konsentrat 15% + SKN 15%
73
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
40/97
Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Produksi gas yang diukur dengan teknik Produksi Gas/ Hohenheim Gas Test
2.
Konsentrasi Volatile Fatty Acids (VFA) yang diukur dengan menggunakan teknik
Destilasi Uap
3.
Konsentrasi amonia (NH3) yang diukur dengan menggunakan metode
Mikrodifusi Conway
4. Produksi biomassa mikroba
5. Degradabilitas bahan kering dan bahan organik
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Kelompok
(RAK) dengan 4 perlakuan dan diulang dalam 4 kelompok atau blok. Cairan rumen
ternak kerbau fistula digunakan sebagai ulangan atau kelompok yang dikelompokkan
berdasarkan waktu pengambilan yang berbeda.
Adapun Model matematik rancangan percobaan sebagai berikut :
Yij = μ + τi + β j + εij
Keterangan :
Yij = Nilai pengamatan dari perlakuan ke-i dalam kelompok ke-j
μ = Nilai tengah populasi
τi = Pengaruh dari perlakuan ke-i
β j = Pengaruh dari kelompok ke-j
εij = Pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-i pada kelompok ke-j
Data pengaruh perlakuan terhadap peubah yang diamati diuji dengan analisis
ragam (ANOVA). Jika memberikan hasil yang berbeda nyata maka dilanjutkan
dengan uji ortogonal kontras. Untuk mengetahui pola dari pengaruh perlakuan
terhadap peubah yang diamati, data diolah dengan uji ortogonal polinomial (Steel
dan Torrie, 1991).
Prosedur
Metode yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas 2 tahap, yaitu
pembuatan ransum komplit dan pengujian ransum secara in vitro.
74
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
41/97
A. Pembuatan Ransum Komplit
Semua bahan-bahan ransum komplit (rumput lapang, konsentrat dan SKN)
dicampur sampai homogen. Pencampuran dimulai dari bahan yang memiliki
persentase terkecil sampai dengan bahan yang memiliki persentase terbesar.
Pembuatan ransum komplit terdiri atas beberapa langkah yaitu :
1. Pembuatan Suplemen Kaya Nutrien
Bahan-bahan pakan yang digunakan dalam pembuatan SKN diantaranya
molases, onggok, bekatul, ampas kecap, bungkil kelapa, tepung tulang, kapur, urea,
mineral mix, garam dapur (NaCl), ampas teh, daun kembang sepatu, ampas tahu,
ZnCl2, CuCl2 dan kunyit. Pembuatan dimulai dengan tahap penghalusan bahanseperti kapur, urea dan garam. Bahan yang sudah halus dicampur, dimulai dari bahan
yang mempunyai persentase terkecil (mineral mikro dan makro serta imbuhan pakan)
sampai dengan bahan yang mempunyai persentase terbesar. Setelah bahan-bahan
tersebut homogen, molases ditambahkan ke dalam campuran dan dicampur aduk
hingga tidak ada gumpalan. Campuran tersebut kemudian dimasukkan ke dalam
plastik. Plastik yang digunakan harus kuat dan ditutup rapat supaya udara tidak
masuk kedalamnya (Rafis, 2006).
2. Pembuatan Protein bypass dan Agen Defaunasi
Teknik perlindungan protein dibuat dengan cara mencampurkan ampas teh
kering dan daun kembang sepatu kering dengan perbandingan 1 : 1 (Setiani, 2004).
3. Pembuatan Mineral Organik
Bahan yang digunakan dalam pembuatan mineral organik adalah ampas tahu
sebagai pengikat Zn dan Cu, karena ampas ini berasal dari pengolahan secarafermentasi sehingga memiliki kelarutan yang cukup tinggi dan mampu mengikat
mineral lebih banyak serta dapat memproteksi asam amino atau protein dari
degradasi rumen sehingga dapat dimanfaatkan sebagai penyedia mineral dan asam
amino di pasca rumen.
Proses pembuatan awalnya dengan pengeringan ampas tahu di bawah sinar
matahari selama ± 2 hari. Ampas tahu yang telah kering digiling sampai halus.
Pencampuran mineral dengan ampas dilakukan di dalam drum plastik yang telah
75
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
42/97
berisi aquades, dengan perbandingan ampas tahu dengan aquades 1 : 6. Untuk
pertama–tama sebanyak 0,4 gram CuCl2 dicampurkan dengan 200 g ampas tahu.
Setelah itu campuran diaduk hingga homogen dan larut dalam air. Campuran ini
kemudian ditutup dan didiamkan di dalam drum tertutup selama 24 jam. Setelah 24
jam, campuran tersebut disaring dan diambil endapannya lalu dikeringkan dengan
panas matahari, sedangkan cairannya dibuang. Pembuatan Zn organik sama dengan
pembuatan Cu organik, tetapi ZnCl2 yang digunakan sebanyak 11,2 gram dan ampas
tahu sebanyak 800 g (Rahman, 2004). Tabel 8 memperlihatkan hasil uji pengikatan
ampas tahu dengan Cu dan Zn.
Tabel 8. Hasil Uji Pengikatan Ampas Tahu dengan Cu dan Zn
Bahan Zn (mg/kg) Cu (mg/kg)
Ampas tahu 51 5
Ampas tahu + ZnCl2 7059 −
Ampas tahu + CuCl2 − 807
Total yang terikat dalam ampas tahu 7008 802
Sumber : Hasil Analisa Balai Penelitian Tanah, 2008
4.
Pembuatan Tepung Kunyit
Proses pembuatan awalnya dengan pencucian dan pengirisan. Setelah itu,
kunyit dikeringkan, digiling dan diayak sehingga menjadi tepung kunyit (Gambar 7).
Kunyit segar
Pencucian dan Pengirisan
Pengeringan dengan sinar matahari ( ± 2 hari)
Pengeringan dengan oven (60o C, 20 jam)
Penggilingan
Pengayakan
Tepung Kunyit
Gambar 7. Proses Pembuatan Tepung KunyitSumber: Damayanti, 2005
76
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
43/97
Pencucian dilakukan dengan tujuan untuk menghasilkan kotoran atau tanah
yang menempel pada rimpang kunyit. Pengirisan dilakukan untuk mempercepat
proses pengeringan ketika penjemuran.
B. Pengujian Ransum secara in vitro
Pengujian ransum secara in vitro meliputi pengukuran terhadap produksi gas,
konsentrasi VFA total, konsentrasi NH3, produksi biomassa mikroba, degradabilitas
bahan kering dan bahan organik (DBK dan DBO).
1. Pengukuran Produksi Gas
Metode pengukuran produksi gas yang digunakan adalah Hohenheim Gas
Test (Menke et al., 1979; Menke dan Steingass, 1988). Prosedur ini dimulai dengan
penimbangan sampel sebanyak 0,375 gram. Sebelumnya, sampel dikeringkan pada
suhu 600C dan dihaluskan dengan saringan berukuran 1 mesh. Setelah ditimbang,
sampel dimasukkan ke dalam syringe Hohenheim dengan kapasitas 100 ml. Larutan
dan media dipersiapkan terlebih dahulu.
Adapun larutan-larutan yang digunakan adalah sebagai berikut:
a. Larutan Mikromineral
Larutan mikromineral ini merupakan campuran bahan-bahan kerjanya 13, 2 gram
CaCl2.2 H2O, 10 gram MnCl2.4 H2O, 1 gram CoCl2.6 H2O, 8 gram FeCl3.6 H2O,
dan aquadest sehingga menjadi 100 ml larutan.
b.
Larutan Buffer Rumen
Larutan buffer rumen ini merupakan campuran bahan-bahan yang terdiri atas 4
gram NH4HCO3, 35 gram NaHCO3, dan aquadest sehingga menjadi 1000 ml
larutan.
c.
Larutan Makromineral
Larutan makromineral ini merupakan campuran bahan-bahan berikut 5,7 gram
Na2HPO4 anhydrous, 6,2 gram KH2PO4 anhydrous, 0,6 gram MgSO4. 7 H2O, dan
aquadest hingga menjadi 1000 ml larutan.
d. Larutan Resazurin 0,1 % (b/v)
Larutan resazurin ini dibuat dengan melarutkan 0,1 g resazurin dan aquadest
hingga menjadi 100 ml larutan.
77
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
44/97
e. Larutan Pereduksi
Larutan pereduksi ini merupakan campuran antara bahan-bahan berikut 3,7 ml
NaOH 1 N, 580 mg Na2S.9H2O dan 60 ml aquadest.
Persiapan media dilakukan dengan mencampurkan 752,26 ml air destilasi,
0,16 ml larutan mikromineral (a), 501,5 ml larutan buffer rumen (b), 250,76 ml
larutan makromineral (c) dan 0,68 ml larutan resazurin (d). Media dipersiapkan
sehari sebelum pengambilan cairan rumen, dibiarkan di dalam labu Erlenmeyer besar
dan ditutup rapat dengan kertas film agar tetap dalam kondisi anaerob (dialiri gas
CO2 selama 5 menit). Campuran media dan 453,42 ml cairan rumen (suhu 39°C)
tersebut diaduk dengan magnetic stirrer bersamaan dengan dialirinya gas CO2
selama 5 menit, lalu ditambah larutan pereduksi sebanyak 41,22 ml (e).
Medium telah mengalami perubahan warna dari biru menjadi merah muda
dan akhirnya tidak berwarna. Hal ini menunjukkan bahwa proses reduksi terjadi
secara sempurna. Sebanyak 30 ml cairan rumen dan campuran media diinjeksikan ke
dalam setiap syringe Hohenheim yang telah berisi 0,375 gram sampel didalamnya
melalui selang silikon dengan dispenser yang telah diatur volumenya. Sebelum
dimasukkan ke dalam syringe, piston terlebih dahulu dilumuri dengan vaselin. Hal
ini dilakukan agar gas tidak bocor keluar. Gelembung gas yang terdapat di dalam
syringe dikeluarkan, lalu selang silikon ditutup dengan klem, posisi piston dibaca dan
dicatat pada jam ke nol (0). Proses inkubasi kemudian dilakukan dan produksi gas
yang dihasilkan diamati pada selang waktu inkubasi 0, 3, 6, 9, 12, 24 dan 48 jam
pada suhu 39oC dalam water bath incubator . Sampel yang diinkubasi masing-masing
duplo. Jika posisi piston di atas 60 ml, nilai ini dicatat lalu klem dibuka dan piston
dikembalikan pada posisi 30 ml, kemudian jumlah gas sebelumnya dicatat.
Pembacaan dilakukan dengan cepat agar tidak terjadi perubahan suhu. Produksi gasdapat dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
(V48 – V0 – Gb0) x 200PG (ml/200 mg BK 48 jam) =
B
Keterangan :
PG = produksi gas
V48 = volume gas (ml) 48 jam
V0 = volume gas (ml) awal inkubasi
78
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
45/97
Gb0 = produksi gas rata-rata blanko pada inkubasi 48 jam
B = berat sampel uji dalam mg BK
2. Pengukuran Konsentrasi VFA Total
Analisis VFA dilakukan dengan teknik Destilasi Uap (Steam Destilation).
Supernatan yang telah terpisah dari residu yang terdapat dalam tabung sentrifus
diambil sebanyak 5 ml, lalu dimasukkan ke dalam tabung yang telah berisi 1 ml
H2SO4 15% sebagai pengawet. Sebanyak 2 ml larutan tersebut diambil dan kemudian
dimasukkan ke dalam tabung destilasi.
Tabung destilasi dimasukkan ke dalam labu penyulingan yang berisi air
mendidih (dipanaskan terus selama destilasi). Uap air panas akan mendesak VFA
dan akan terkondensasi dalam pendingin. Destilat yang terbentuk ditampung sampai
mencapai volume 100 ml di dalam labu Erlenmeyer. Indikator phenolphthalein
ditambahkan sebanyak 2 – 3 tetes, kemudian dititrasi dengan NaOH 0,1 N sampai
warna titrat berubah menjadi merah jambu. Produksi VFA total dapat dihitung
dengan rumus :
(a+b) 100
c aVFA total (mmol/100 ml) = ml titran x N NaOH x x
Keterangan : a = volume supernatan sample (5 ml) dalam tabung
b = volume H2SO4 15% (1 ml) dalam tabung
c = volume larutan sample (a+b) yang dalam tabung destilasi (2 ml)
N = Normalitas NaOH (0,1 N)
ml titran x N NaOH x 100 x 10 x FpVFA Total mM =
ml sample
Keterangan : N = Normalitas NaOH (0,1 N)
Fp = Faktor Pengenceran (6/5)
3. Pengukuran Konsentrasi NH3
Analisis NH3 dilakukan dengan metode Mikrodifusi Conway. Supernatan
yang telah terpisah dari residu yang terdapat dalam tabung sentrifus diambil
sebanyak 5 ml, lalu dimasukkan ke dalam tabung yang telah berisi 5 ml NaCl 20%
sebagai pengawet. Sebanyak 1 ml larutan tersebut diambil dan ditempatkan pada
salah satu ujung alur cawan Conway yang bibir dan tutupnya terlebih dahulu diolesi
dengan vaselin. Larutan K 2CO3 sebanyak 1 ml ditempatkan pada salah satu ujung
79
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
46/97
alur cawan lain yang bersebelahan dengan supernatan (kedua bahan tersebut tidak
boleh bercampur sebelum cawan ditutup rapat). Larutan asam borat berindikator
merah metil dan hijau bromo kresol sebanyak 1 ml pada pH 5,5 dipipet dan
dimasukkan ke dalam cawan kecil yang terletak di tengah cawan Conway. Cawan
Conway yang bibir dan tutupnya sudah diolesi vaselin ditutup rapat hingga kedap
udara, larutan K 2CO3 dicampurkan dengan supernatan hingga merata dengan cara
menggoyang-goyangkannya dan memiringkannya. Cawan Conway lalu dibiarkan
selama 2-3 jam pada suhu kamar. Setelah 2-3 jam, tutup cawan dibuka, asam borat
dititrasi dengan HCl 0,01037 N, sampai warnanya berubah dari biru menjadi
kemerah – merahan. Konsentrasi NH3 diukur dengan rumus :
(a+b) 100
c aKonsentrasi NH3 (mg%) = ml titran x N HCl x BM NH3 x x
Keterangan : a = volume supernatan sample (5 ml) dalam tabung
b = volume NaCl 20% (5 ml) dalam tabung
c = volume larutan sample (a+b) di dalam cawan Conway (1 ml)
N = Normalitas HCl (0,01037 N)
BM = Bobot Molekul NH3 (17,0304)
ml titran x N HCl x BM NH3 x 100 x 10 x FpKonsentrasi NH3 (mM) =ml sample x 14
Keterangan : N = Normalitas HCl (0,01037 N)
BM = Bobot Molekul NH3 (17,0304)
Fp = Faktor Pengenceran (10/5)
4. Pengukuran Produksi Biomassa Mikroba
Sampel residu produksi gas setelah inkubasi selama 48 jam dipindahkan ke
dalam tabung sentrifus, kemudian disentrifus dengan kecepatan 12.500 rpm selama
20 menit. Residu kemudian dimasukkan ke dalam oven 105oC selama 4-5 jam dan
yang ditimbang adalah residu kecernaan semu (apparent degraded substrate).
Sampel residu produksi gas setelah inkubasi selama 48 jam dimasukkan ke
dalam beaker glass lalu ditambahkan larutan Neutral Detergent Solution (NDS).
Residu ini selanjutnya dipanaskan sampai mendidih dan dilanjutkan refluks selama 1
jam sampai warna coklat tua. Hasil refluks disaring dengan gelas crucible, kemudian
residu yang diperoleh dimasukkan ke dalam oven 105oC selama 4-5 jam dan yang
80
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
47/97
ditimbang adalah residu kecernaan sebenarnya (truly degraded substrate). Biomassa
mikroba yaitu substrat terdegradasi semu (apparent degraded substrate) dikurangi
dengan substrat terdegradasi sebenarnya (truly degraded substrate) (Blummel et al.,
1997).
Biomassa mikroba = B – A
Keterangan :
A = Substrat terdegradasi sebenarnya (truly degraded substrate)
B = Substrat terdegradasi semu (apparent degraded substrate)
5. Pengukuran Degradabilitas Bahan Kering dan Bahan Organik
Setelah fermentasi 48 jam, fermentasi mikroba rumen dihentikan. Syringe
Hohenheim diletakkan di atas air dingin atau es untuk menghentikan aktifitas
mikroba, lalu secara bergantian isi syringe dimasukkan ke dalam beaker glass dan
ditambah larutan Neutral Detergent Solution (NDS). Beaker glass selanjutnya
dipanaskan sampai mendidih dan dilanjutkan refluks selama 1 jam sampai warna
coklat tua. Hasil refluks disaring dengan gelas crucible dan dimasukkan ke dalam
oven 105oC selama 24 jam. Residu kecernaan sebenarnya ditimbang dan dimasukkan
ke oven 105
o
C untuk mendapatkan residu bahan kering (BK). Selanjutnya residu bahan kering dimasukkan ke tanur 550-600oC untuk mendapatkan abu, dan bahan
yang hilang selama di tanur adalah residu bahan organik (BO residu). Hal yang sama
juga dilakukan pada blanko. Blanko merupakan residu asal fermentasi tanpa contoh
bahan makanan (sampel). Bahan asal adalah media dan cairan rumen yang mendapat
perlakuan sama lalu difermentasi untuk diambil residunya (Blummel et al., 1997).
Degradabilitas bahan kering (DBK) dan degradabilitas bahan organik (DBO)
dihitung dengan rumus :
BK Sampel (g) – BK Residu Akhir (g) – BK Blanko (g)
BK sampel (g)DBK (%) = x 100%
BO Sampel (g) – BO Residu Akhir (g) – BO Blanko (g)DBO (%) = x 100%
BO sampel (g)
Keterangan :
BK = Bahan kering
BO = Bahan organik
81
-
8/18/2019 Degradasi Dan Fermentasi Dlm Rumen
48/97
HASIL DAN PEMBAHASAN
Ransum Komplit
Analisa proksimat bahan makanan yang digunakan dalam penyusunan
ransum komplit disajikan dalam Tabel 9, sedangkan komposisi nutrisi ransum
komplit dapat dilihat pada Tabel 10. Semua bahan pakan yang digunakan di dalam
ransum komplit ini, merupakan limbah industri agro yang belum dimanfaatkan
secara optimal, sehingga penggunaannya dapat menjadi pakan alternatif yang
menguntungkan. Penanganan akan lebih mudah karena umumnya limbah tersebut
terpusat pada suatu daerah dengan jumlah yang banyak sehingga memudahkan
peternak untuk mendapatkan pakan yang sesuai dengan kebutuhan nutrisi ternak.
Ransum komplit yang dibuat dalam penelitian ini diharapkan dapat mengatasi
rendahnya produksi hijauan pada musim kemarau.
Ransum komplit ini berbahan baku rumput lapang dengan kandungan serat
kasar yang tinggi (33,47% BK) dan protein kasar yang relatif rendah (7,90% BK).
Kandungan protein kasar rumput lapang yang digunakan dalam pen