38
BAB 3
ANALISIS SISTEM YANG BERJALAN
3.1 Sejarah PT. Indonesia Power
Pada awal tahun 1990an, pemerintah Indonesia mempertimbangkan
perlunya deregulasi pada sektor ketenagalistrikan. Langkah arah deregulasi
tersebut diawali dengan berdirinya Paiton Swasta I, yang dipertegas dengan
dikeluarkannya Keputusan Presiden no. 37 tahun 1992 tentang pemanfaatan
sumber daya swasta melalui pembangkit-pembangkit listrik swasta.
Kemudian pada akhir tahun 1993, Menteri Pertambangan dan Energi
menerbitkan kerangka dasar kebijakan (sasaran dan kebijakan pengembangan
sub sektor ketenagalistrikan) yang merupakan pedoman jangka panjang
restrukturisasi sektor ketenagalistrikan.
Sebagai penerapan tahap awal, pada 1994 PLN diubah statusnya dari
perum menjadi persero. Setahun kemudian, tepatnya pada 3 Oktober 1995,
PT.PLN (persero) membentuk dua anak perusahaan yang tujuannya untuk
memisahkan misi sosial dan misi komersial yang diemban oleh Badan Usaha
Milik Negara tersebut. Salah satu dari anak perusahaan itu adalah
Pembangkitan Tenaga Listrik Jawa-Bali I, atau lebih dikenal dengan PLN
PJB I. Anak perusahaan ini ditujukan untuk menjalankan usaha komersial
pada bidang pembangkitan tenaga listrik dan usaha-usaha lain yang terkait.
Pada 3 Oktober 2000, bertepatan dengan ulang tahunnya yang kelima,
Manajemen Perusahaan secara resmi mengumumkan perubahan nama PLN
PJB I menjadi Indonesia Power. Perubahan nama ini merupakan upaya untuk
menyikapi persaingan yang semakin ketat dalam bisnis ketenagalistrikan dan
39
sebagai persiapan untuk privatisasi perusahaan yang akan dilaksanakan dalam
waktu dekat.
Walaupun sebagai perusahaan komersil dibidang pembangkitan baru
didirikan pada pertengahan 1990an, Indonesia Power mewarisi berbagai aset
berupa pembangkit dan fasilitas-fasilitas pendukungnya.
Pembangkit-pembangkit tersebut memanfaatkan teknologi modern
berbasis komputer dengan menggunakan berbagai energi primer seperti air,
batubara, panas bumi dan sebagainya. Namun demikian dari pembangkit-
pembangkit tersebut ada pula pembangkit paling tua Indonesia seperti PLTA
Plengan, PLTA Ubrug, PLTA Ketenger dan sejumlah PLTA lainnya yang
dibangun pada tahun 1920an dan sampai sekarang masih beroperasi. Dari sini
dapat dipandang bahwa secara kesejarahan paa dasarnya usia PT Indonesia
Power sama dengan keberadaan listrik di Indonesia. Pembangkit-pembangkit
yang dimiliki oleh Indonesia Power dikelola dan dioperasikan oleh delapan
unit bisnis pembangkit: Priok, Suralaya, Saguling, Kamojang, Mrica,
Semarang, Perak dan Grati & Bali.
Secara keseluruhan, Indonesia Power memiliki kapasitas sebesar 7318
MW ini merupakan kapasitas terpasang terbesar yang dimiliki oleh
perusahaan pembangkitan di Indonesia.
3.2 Profil Perusahaan
3.2.1 Visi, Misi, Motto dan Paradigma Perusahaan
• Visi
Menjadi perusahaan publik dengan kinerja kelas dunia dan
bersahabat dengan lingkungan
40
• Misi
Melakukan usaha dalam bidang ketenagalistrikan serta
mengembangkan usaha-usaha lainnya yang berkaitan, berdasarkan
kaidah industri dan niaga yang sehat, guna menjamin keberadaan
dan pengembangan perusahaan dalam jangka panjang.
• Motto
Bersama...kita maju!
• Paradigma
Hari ini lebih baik dari hari kemarin, hari esok lebih baik dari hari
ini.
3.2.2. Tujuan Perusahaan
• Menciptakan mekanisme peningkatan efisiensi yang terus
menerus dalam penggunaan sumber daya perusahaan.
• Meningkatkan pertumbuhan perusahaan secara berkesinambungan
dengan bertumpu pada usaha penyediaan tenaga listrik dan sarana
penunjang yang berorientasi pada permintaan pasar yang
berwawasan lingkungan.
• Menciptakan kemampuan dan peluang untuk memperoleh
pendanaan dari berbagai sumber yang menguntungkan.
• Mengoperasikan pembangkit tenaga listrik secara kompetitif serta
mencapai standar kelas dunia dalam hal keamanan, kehandalan,
efisiensi maupun kelestarian lingkungan.
41
3.2.3. Profil Unit Bisnis Pembangkit Priok
Untuk memenuhi kebutuhan listrik di daerah Jawa Barat dan
Jakarta, pada akhir tahun 1960an dibangun dua pembangkit listrik
tenaga uap yang masing-masing berkapasitas 25 MW yang bernama
PLTU-1 dan PLTU-2.
Selanjutnya, pada tahun 1972 dibangun lagi 2 unit PLTU
dengan kapasitas masing-masing 50 MW, yang diberi nama PLTU-3
dan PLTU-4. sejak tahun 1989, PLTU-1 dan PLTU-2 tidak
dioperasikan lagi karena dianggap tidak efisien.
Sesuai dengan kebutuhan energi listrik, maka pada
pertengahan tahun 1970an, Perusahaan Listrik Negara membangun
beberapa pembangkit, diantaranya ialah 7 unit Pembangkit Listrik
Tenaga Gas (PLTG), dengan kapasitas yang beragam, yaitu 20-50
MW.
Akan tetapi, pada awal tahun 1990an, kebutuhan akan listrik
terus meningkat seiring dengan perkembangan ekonomi Indonesia
yang cukup pesat. Untuk menangani masalah tersebut, maka PLN
membangun lagi beberapa buah Pembangkit Listrik Tenaga Gas dan
Uap (PLTGU) secara bersamaan. Salah satunya ialah komplek
PLTGU Priok yang berada dalam pengelolaan UBP Priok.
42
3.2.4. Susunan Organisasi Unit Bisnis Pembangkitan Priok
Susunan Organisasi Unit Bisnis Pembangkitan Priok terdiri atas:
• Unsur Pimpinan : General Manager
• Unsur Pelaksana Operasional :
1. Manajer Operasi dan Niaga
2. Manajer Pemeliharaan
3. Manajer Logistik
4. Manajer Sistem dan SDM
5. Manajer Humas
6. Manajer Keuangan
• Unsur Pengawasan : Auditor
3.2.5. Peranan UBP Priok Dalam Sistem Kelistrikan Jawa-Bali
Listrik yang dibangkitkan di UBP priok adalah sebesar
7.500.000.000 KWh pertahun, atau rata-rata 20.000.000 KWH per
harinya dan jumah itu menyumhang 11% dari jumlah keseluruhan
kebutuhan listrik Jawa-Bali. Daya sebesar itu disalurkan ke gardu
induk 150 KV dengan menggunakan kabel bawah tanah (underground
cable) 150 KV, yaitu ke GI Plumpang dan GI Ancol. Akan tetapi pada
saat sekarang ini, kabel bawah tanah ke arah GI Plumpang telah rusak,
sehingga untuk penyalurannya digantikan dengan menggunakan
hantaran udara. Selain itu, hantaran udara 150KV juga digunakan
untuk menyalurkan daya ke arah GI Kemayoran dan GI Pegangsaan.
Dari GI-GI tersebut sistem pembangkit menjadi terinterkoneksi
dengan Jawa-Bali. Untuk lebih lengkapnya dapat dilihat pada diagram
berikut ini.
43
Gambar 3.1 : Diagram Satu Baris Unit Pembangkitan Priok
3.3 Orientasi Sistem
Tata Laksana/Prosedur yang Sedang Berjalan
Secara prinsip, pengiriman dan penerimaan data PLTGU dalam
bentuk SMS ini sama dengan di seluler, yakni data-data berasal dari unit pada
blok 1 (unit 1/GT 1.1, unit 2/GT 1.2, unit 3/GT 1.3) dan blok 2 (unit 4/GT
2.1, unit 5/GT 2.2, unit 6/GT 2.3)yang berupa temperature, vibrasi dan beban
(MW) didapat melalui converter device unit PLTGU dalam bentuk analog
dengan keluaran sinyal 4-20 mA.
Sinyal dari converter device ini terbagi dalam dua macam port, yakni
port controller dan port recorder. Sebenarnya SCADAPack ini memiliki
kemampuan berinteraksi dengan port kontroller secara aktif dalam bentuk
44
remote, karena sistemnya telah dilengkapi dengan Remote Terminal Unit
(RTU).
Sinyal dari port recorder convertion device ini kemudian
ditransmisikan oleh SmartWire tanpa mengubah nilainya (4-20mA). Dari
input point to point (GT 1.1, GT 1.2, GT 1.3, GT 2.1, GT 2.2, GT 2.3)
kemudian dikoreksi agar dapat dibaca sistem protokol ModBUS dengan
perantara kabel RS-485. Data dari masing-masing blok yang terkumpul di
setiap SmartWire kemudian dilewatkan protokol ModBUS agar dapat
dikenali sebagai sebuah pesan, yang dapat dijalankan secara interaktif dan
dibaca sebagai analog input oleh SCADAPack32 (dalam kode mA) melalui
kabel RS-485. Pemilihan kabel RS-485 ini dilakukan dengan pertimbangan
memiliki kemampuan transfer data yang cepat pada jarak yang tergolong jauh
dan juga kemampuan mengoleksi data secara simultan.
Dalam SCADAPack ini, semua data yang diambil dari protokol
ModBUS kemudian diolah oleh prosesor internal sekaligus dikonversikan ke
dalam sinyal digital. Digital output ini kemudian ditransmisikan oleh kabel
RS-232 menuju PC server, yang selanjutnya menampung data keluaran unit
secara realtime. Dalam PC server inilah sebenarnya proses monitoring
dilakukan sesuai keinginan user, dengan kata lain kustomisasi dan
fleksibilitas data bisa disetting. Pada kondisi saat ini data di dalam database
akan tertimpa data baru (overwriting) setiap 60 menit sekali sesuai setting.
Dengan bantuan GSM modem web server akan mendistribusikan informasi
data unit ke ponsel. Dan bila terdapat parameter pada data unit yang melebihi
batasan tertentu sesuai setting SMS web server ini secara otomatis akan
menarik data di dalam database PC server. Misalnya untuk data vibrasi
45
vertikal bantalan turbin gas, web server akan menarik data dari database, jika
terdapat data vibrasi vertikal yang melebihi 8 mm/sec pada bearing turbin.
Maka data akan langsung terdistribusi secara otomatis ke ponsel dan pop up
ke client computer.
3.4 Konfigurasi SMS Alert System yang sedang berjalan
Gambar 3.2 : Konfigurasi SMS Alert System
46
3.4.1 Ladder Logic Network yang sedang digunakan
Gambar 3.3.1 : Ladder Logic Network 1
47
Gambar 3.3.2 : Ladder Logic Network 2
48
Gambar 3.3.3 : Ladder Logic Network 3
Gambar 3.3.4 : Ladder Logic Network 4
49
Gambar 3.3.5 : Register pada Ladder Logic Network
3.5 Permasalahan yang Dihadapi
Permasalahan terdapat pada proses telemonitoring, dimana output dari
display untuk GT 1.2,GT 1.3,GT 2.1,GT 2.2,GT 2.3,ST 1.4 & ST 2.4 tidak
berjalan dengan benar setelah sistem berjalan selama tiga hari dan selanjutnya
pada saat sistem dijalankan . Proses monitoring baru akan berjalan dengan
normal setelah keseluruhan sistem di reset.
3.6 Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian dilakukan pada PT. INDONESIA POWER yang terletak di
Jl. Laks.Laut RE. Martadinata Jakarta, dan penelitian ini dilakukan sejak
tanggal 3 Maret 2006 hingga 5 Mei 2006.
50
3.7 Metode Pengumpulan Data
Metode pengumpulan data adalah dengan menggunakan instrumen
kuisioner tertutup. Data yang ada digunakan untuk mengetahui kepuasan
pengguna di PT INDONESIA POWER. Kuisioner yang ada terdiri dari dua
bagian. Dimana pada bagian pertama kuisioner user diminta mengisi
beberapa pernyataan mengenai kinerja pada SMS Alert System yang
digunakan, dan pada bagian kedua user diminta mengisi pernyataan tentang
harapan user terhadap SMS Alert System yang digunakan. Dalam
pengukurannya digunakan Skala Likert dengan rentang jawaban 1-5, dimana
data yang ada merupakan data ordinal. Untuk menilai kinerja yang ada
diwakili dengan nilai 1 yang bermakna sangat kurang hingga dengan nilai 5
yang bermakna sangat baik. Sedangkan untuk menilai harapan terhadap
sistem aplikasi yang digunakan diwakili dengan nilai 1 yang bermakna sangat
tidak perlu hingga nilai 5 yang bermakna sangat perlu (tabel 3.1a dan 3.1b)
Bobot Keterangan 1 Sangat Kurang
2 Kurang 3 Cukup 4 Baik 5 Sangat Baik
Tabel 3.1 a: Skala Kinerja
Bobot Keterangan 1 Sangat Tidak Perlu 2 Kurang Perlu 3 Cukup Perlu 4 Perlu 5 Sangat Perlu
Tabel 3.1b : Skala Harapan
51
Berikut ini adalah frekuensi dari data yang terkumpul, yang didapat
dari kuesioner berdasarkan kinerja suatu sistem yang sedang berjalan.
Kinerja
Soal Pernyataan Pilihan Jawaban Jumlah Persentase
1 Secara umum desain menarik
perhatian (eye catching)
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat kurang
0
4
6
0
0
0
40
60
0
0
2 Informasi yang dihasilkan mudah
dimengerti
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat kurang
1
6
2
1
0
10
60
20
10
0
3
Informasi yang dihasilkan jelas
dan akurat dalam mendukung
kegiatan
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat kurang
0
4
4
2
0
0
40
40
20
0
4 Data ditampilkan sesuai
kebutuhan
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat kurang
0
5
3
2
0
0
50
30
20
0
52
5 Data output turbin adalah benar
dan yang terkini
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat kurang
0
7
3
0
0
0
70
30
0
0
6 Tidak memuat hal-hal yang tidak
perlu
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat kurang
1
4
5
0
0
10
40
50
0
0
7 Pesan kesalahan yang ada mudah
dimengerti
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat kurang
0
5
5
0
0
0
50
50
0
0
8
Sistem yang ada dapat
dikembangkan sesuai kebutuhan
user
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat kurang
3
4
3
0
0
30
40
30
0
0
9 Istilah yang digunakan dapat
dipahami oleh user dengan baik
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
1
4
4
1
10
40
40
10
53
Sangat kurang 0 0
10 Penggunaan software menghemat
waktu dan biaya
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat kurang
0
4
6
0
0
0
40
60
0
0
11 Penggunaan software user
friendly
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat kurang
0
5
4
1
0
0
50
40
10
0
12
Informasi tentang Lokasi
terjadinya kesalahan dapat
diketahui
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat kurang
0
5
3
2
0
0
50
30
20
0
13
Transmisi data guna mendapat
informasi berlangsung secara
cepat
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat kurang
0
6
4
0
0
0
60
40
0
0
14
Terdapat keterbatasan akses
(hanya bisa diakses pada bagian
tertentu)
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
1
3
4
1
10
30
40
10
54
Sangat kurang 1 10
15
Setiap user dapat menggunakan
sistem yang ada sesuai dengan
keterbatasan akses
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat kurang
1
5
4
0
0
10
50
40
0
0
16 Prosedur dalam penggunaan
mudah dipahami
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat kurang
0
5
5
0
0
0
50
50
0
0
17 Data tetap terjaga walau terdapat
kegagalan sistem
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat kurang
0
5
4
1
0
0
50
40
10
0
18 Terdapat back up terhadap data
yang ada
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat kurang
0
5
4
1
0
0
50
40
10
0
19 Data terjaga kerahasiaanya
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
1
4
5
0
10
40
50
0
55
Sangat kurang 0 0
20 Password menjamin keamanan
akses
Sangat baik
Baik
Cukup
Kurang
Sangat kurang
0
5
4
1
0
0
50
40
10
0
Tabel 3.2 : Frekuensi Kinerja
Sumber : Data Hasil Kuesioner
3.8 TEKNIK ANALISA MASALAH PADA SISTEM
Suatu pendekatan sistematis untuk pemecahan masalah telah
diciptakan yang terdiri dari tiga jenis usaha, yaitu :
• Persiapan
• Definisi
• Solusi
Dalam mempersiapkan pemecahan masalah, hal-hal yang perlu
dipahami adalah lingkungan sistem dan identifikasi setiap subsistem. Dalam
mendefinisikan masalah, analisa bergerak dari tingkat sistem ke subsistem
dan menganalisis bagian-bagian sistem menurut suatu urutan tertentu. Dalam
memecahkan masalah dilakukan identifikasi berbagai solusi altenatif,
mengevaluasinya, memilih yang terbaik, menerapkannya, dan membuat
tindak lanjut untuk memastikan bahwa solusi itu berjalan sebagai mana
mestinya.
56
3.8.1 PEMECAHAN MASALAH
Dengan kenyataan tersebut, kita mendefinisikan masalah
sebagai suatu kondisi yang memiliki potensi untuk menimbulkan
kerugian luar biasa atau menghasilkan keuntungan luar bisa. Jadi
pemecahan masalah berarti tindakan memberi respon terhadap
masalah untuk menekan akibat buruknya atau memanfaatkan peluang
keuntungannya.
Pentingnya pemecahan masalah bukan didasarkan pada jumlah
waktu yang dihabiskan tetapi pada konsekuensinya. Keputusan adalah
pemilihan suatu strategi atau tindakan.
Pengambilan keputusan adalah tindakan memilih strategi atau
aksi yang diyakini akan memberikan solusi terbaik atas masalah
tersebut. Salah satu kunci pemecahan masalah adalah identifikasi
berbagai alternatif keputusan. Solusi bagi suatu masalah harus
mendayagunakan sistem untuk memenuhi tujuannya, seperti tercermin
pada standar kinerja sistem. Standar ini menggambarkan keadaan
yang diharapkan, apa yang harus dicapai oleh sistem.
Yang harus dimiliki selanjutnya adalah informasi yang terkini,
informasi itu menggambarkan keadaan saat ini, apa yang sedang
dicapai oleh sistem. Jika keadaan saat ini dan keadaan yang
diharapkan sama, tidak terdapat masalah sehingga tidak perlu diambil
tindakan. Jika kedua keadaan itu berbeda, sejumlah masalah
merupakan penyebabnya dan harus dipecahkan.
Perbedaan antara keadaan saat ini dan keadaan yang diharapkan
menggambarkan kriteria solusi (solution criterion), atau apa yang
57
diperlukan untu mengubah keadaan saat ini menjadi keadaan yang
diharapkan. Setelah berbagai alternatif diidentifikasi, sistem informasi
dapat digunakan umtuk mengevaluasi tiap alternatif. Evaluasi ini
harus mempertimbangkan berbagai kendala (constraints) yang
mungkin, baik intern maupun extern / lingkungan.
1. Kendala intern yang berasal dari komponen-komponen sistem itu
sendiri.
2. Kendala lingkungan dapat berupa tekanan dari berbagai elemen
lingkungan, seperti : cuaca, suhu dan lain sebagainya.
Gejala adalah kondisi yang dihasilkan oleh masalah. Gejala
dapat diperhatikan melalui lingkaran umpan balik. Namun gejala tidak
mengungkapkan seluruhnya, bahwa suatu masalah adalah penyebab
dari suatu persoalan, atau penyebab dari suatu peluang.
3.8.2 STRUKTUR MASALAH
Masalah terstruktur terdiri dari elemen-elemen dan hubungan-
hubungan antar elemen yang semuanya dipahami oleh pemecah
masalah. Masalah tak terstruktur berisikan elemen-elemen atau
hubungan-hubungan antar elemen yang tidak dipahami oleh pemecah
masalah.
Sebenarnya dalam suatu sistem sangat sedikit permasalahan
yang sepenuhnya terstruktur atau sepenuhnya tidak terstruktur.
Sebagaian besar masalah adalah masalah semi-terstruktur, dimana
kurangnya pemahaman mengenai elemen-elemen dan hubungannya.
Masalah semi-terstruktur adalah masalah yang berisi sebagian
58
elemen-elemen atau hubungan yang dimengerti oleh pemecah
masalah.
3.8.3 PENDEKATAN SISTEM
Proses pemecahan masalah secara sistematis bermula dari John
Dewey, seorang profesor filosofi di Columbia University pada awal
abad ini. Dalam bukunya tahun 1910, ia mengidentifikasi tiga seri
penilaian yang terlibat dalam memecahkan masalah suatu kontroversi
secara memadai yaitu:
1. Mengenali kontroversi
2. Menimbang klaim alternatif
3. Membentuk penilaian
Kerangka kerja yang dianjurkan untuk penggunaan komputer
dikenal sebagai pendekatan sistem. Serangkaian langkah-langkah
pemecahan masalah yang memastikan bahwa masalah itu pertama-
tama dipahami, solusi alternatif dipertimbangkan, dan solusi yang
dipilih bekerja.
3.8.4 TAHAP PEMECAHAN MASALAH
Dalam memecahkan masalah terdapat tiga jenis usaha yang
harus dilakukan, yaitu usaha persiapan, usaha definisi, dan usaha
solusi / pemecahan.
• Usaha persiapan, persiapan memecahkan masalah dengan
menyediakan orientasi sistem.
Tiga langkah persiapan tidak harus dilaksanakan secara berurutan,
karena ketiganya bersama-sama menghasilkan kerangka pikir yang
diinginkan untuk mengenai masalah. Ketiga masalah itu terdiri dari:
59
a. Mengenal lingkungan internal sistem
b. Mengenal lingkungan eksternal sistem
c. Mengidentifikasikan subsistem-subsistem perusahaan
• Usaha definisi mencakup mengidentifikasikan masalah untuk
dipecahkan dan kemudian memahaminya.
Usaha definisi mencakup dua langkah yaitu :
a. Bergerak dari tingkat sistem ke subsistem
b. Menganalisis bagian-bagian sistem dalam sustu urutan tertentu
• Usaha solusi, mencakup mengidentifikasikan berbagai solusi
alternatif, mengevaluasinya, memilih salah satu yang tampaknya
terbaik, menerapkan solusi itu dan membuat tindak lanjutnya untuk
menyakinkan bahwa masalah itu terpecahkan.