i
ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS SISTEM PENAGIHAN
DALAM FINANCIAL TECHNOLOGY (FINTECH)
(STUDI ATAS FINTECH ADAKAMI, EASYCASH, DAN MITRA
PEDAGANG)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H)
Oleh :
Ade Monny Andreany
11150490000130
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441H/2020
i
ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS SISTEM PENAGIHAN
DALAM FINANCIAL TECHNOLOGY (FINTECH)
(Studi Atas Fintech Adakami, Easycash, Dan Mitra Pedagang)
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Hukum
Oleh :
Ade Monny Andreany
11150490000130
Pembimbing
Faris Satria Alam, M.H
NIDN.0325038802
PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH
FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1441 H/2020 M
ii
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI
Skripsi yang berjudul “ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS SISTEM
PENAGIHAN DALAM FINANCIAL TECHNOLOGY (FINTECH) (Studi Atas
Fintech Adakami, Easycash, Dan Mitra Pedagang)” telah diajukan dalam sidang
munaqosah Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Hukum Ekonomi Syariah
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta Pada 15 Desember 2020,
Skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana
Hukum (S.H) pada Program Studi Hukum Ekonomi Syariah Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, Desember 2020
Mengesahkan
Dekan Fakultas Syariah dan Hukum
Dr.Ahmad Tholabi Karlie, S.H., M.A., M.H.
NIP. 19760807 200312 1 001
Panitia Sidang
1. Ketua: A.M. Hasan Ali, M.A
NIP. 19751201 200501 1 005 (........................)
2. Sekretaris: Dr. Abdurrauf, Lc., M.A.
NIP. 19731215 200501 1 002 (.......................)
3. Pembimbing: Faris Satria Alam
NIDN. 0325038802 (.......................)
4. Penguji I : Dr. Kamarusdiana, S.Ag., M.H.
NIP. 197202241998031003 (.......................)
5. Penguji II: M.Nuzul Wibawa, S.Ag., M.H.
NUPN. 9920112985 (.......................)
Faris Satria Alam, S.H., M.H.
NIDN. 0325038802
iii
LEMBAR PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa :
1. Skripsi ini merupakan hasil karya saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu syarat memperoleh gelar strata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya
cantumkan dengan ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Jika dikemudian hari saya terbukti bahwa hasil karya saya ini bukan hasil
karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan orang lain, maka saya bersedia
menerima sanksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.
Jakarta, 15 Desember 2020
Ade Monny Andreany
iv
ABSTRAK
ADE MONNY ANDREANY, NIM 11150490000130 . ASPEK
PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS SISTEM PENAGIHAN
DALAM FINANCIAL TECHNOLOGY (Studi Atas Fintech AdaKami,
EasyCash, dan Mitra Pedagang). PROGRAM STUDI Hukum Ekonomi Syariah,
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta. 1441 H/2020 M.
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi, mendeskripsikan, dan
menganalisis perlindungan nasabah (debitur) layanan Fintech P2PLending pada
perusahaan Fintech Adakami,Easycash, dan Mitra Pedagang terkait atas
t indakan penagihan pinjaman kredit , serta menemukan solusi bagaimana
bentuk perlindungan konsumen terhadap nasabah (debitur) terhadap tindakan
tersebut.
Penelitian ini menggunakan metode penelitian normatif dengan
menggunakan metode pendekatan perundang-undangan (statute approach), dan
pendekatan kasus (case approach). Pendekatan perundang-undangan pada
Undang- Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi Transaksi Elektronik,
dan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. Metode pendekatan
kasus berdasarkan wawancara dan data langsung dari para debitur yang menjadi
korban penagihan oleh Penyelenggara Fintech P2PLending.
Hasil dari penelitian ini menunjukan bahwa banyak debitur yang menjadi
korban penagihan oleh Penyelenggara Fintech P2PLending legal atau berizin
dan Fintech P2PLending ilegal atau tidak berizin. Dalam hal perlindungan
konsumen terhadap debitur pada Fintech P2PLending khususnya dalam hal
penagihan OJK telah bekerja sama dengan Asosiasi Fintech pendanaan Bersama
Indonesia (AFPI), seOJK juga bekerja sama dengan Kemkominfo secara rutin
terus memblokir oleh Penyelenggara Fintech P2PLending baik legal maupun
ilegal, serta membuka layanan informasi dan pengaduan konsumen.
Kata Kunci: Perlindungan Hukum, Financial Technology, Fintech
P2PLending, Sistem Penagihan pada Fintech
Pembimbing : Faris Satria Alam,M.H
Daftar Pustaka : 1999-2020
v
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur Penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
segala rahmat dan hidayah-Nya, serta sholawat dan salam kepada Nabi
Muhammad SAW sehingga Penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN ATAS SISTIM PENAGIHAN
DALAM FINANCIAL TECHNOLOGY (Studi Atas Fintech Adak ami,
EasyCash, dan Mitra Pedagang) banyak pihak yang telah membantu Penulis
dalam menyelesaikan skripsi ini baik secara langsung maupun tidak langsung.
Maka dalam kesempatan ini penulis Ingin mengucapkan terimakasih kepada:
1. Bapak Dr. Ahmad Tholabi Kharlie, S.Ag.,S.H.,M.H.,M.A, selaku Dekan
Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak A.M Hasan Ali, M.A, selaku Ketua Program Studi Hukum Ekonomi
Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3. Bapak Abdurrauf LC, M.A, selaku Sekretaris Program Studi Hukum Ekonomi
Syariah Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4. Bapak Faris Satria Alam S.H.,M.H., selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah meluangkan waktu untuk memberikan arahan dan masukan bagi
Penulis sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Hamid Farihi , selaku dosen Pembimbing Akademik.
6. Para Dosen Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
yang sangat baik dan ikhlas memberikan ilmunya kepada Penulis selama masa
kuliah.
7. Kepada orang tua saya tercinta yaitu Bapak A’un Satunu dan Ibu Ruheni,
terimakasih untuk cinta, tenaga, dukungan, dan do’a mu yang senantiasa kalian
berikan. Terimakasih untuk selalu mendengar, mengarahkan dan memberikan
yang terbaik untuk putrimu ini.
8. Saudara dan saudariku tercinta Intan Fra Safitri, M.Arham Satunu, Adam
Satunu
vi
9. Staff karyawan Perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum dan Perpustakaan
Umum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
10. Sahabat-sahabat tercinta teman sepermainan dan seperjuangan Laela Indayani,
Juwita Citra, Ariani Oktavianti yang selalu memberi semangat dan dukungan
kepada penulis dalam proses penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa penyusunan skripsi ini jauh dari kata sempurna,
semoga Allah SWT memberikan balasan yang berlipat ganda kepada semua pihak
yang telah turut membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Oleh karena
itu, penulis berharap atas saran dan kritik yang bersifat membangun dari pembaca.
Akhir kata, penulis mengharapkan semoga tujuan dari pembuatan skripsi ini
dapat tercapai sesuai dengan yang diharapkan.
Jakarta, Desember 2020
Ade Monny Andreany
vii
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN .................................................................................. i
LEMBAR PENGESAHAN PANITIA UJIAN SKRIPSI .................................. ii
LEMBAR PERNYATAAN ................................................................................. iii
ABSTRAK ............................................................................................................ iv
KATA PENGANTAR ........................................................................................... v
DAFTAR ISI ........................................................................................................ vii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ ix
DAFTAR TABEL................................................................................................. ix
DAFTAR LAMPIRAN ........................................................................................ ix
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang .............................................................................. 1
B. Identifikasi, Pembatasan, Rumusan Masalah ................................ 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................... 8
D. Tinjauan Kajian Terdahulu ........................................................... 9
E. Metode Penelitian........................................................................ 11
F. Sistematika Penulisan.................................................................. 13
BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN .................................................................................... 15
PADA PEMBIAYAAN FINTECH .................................................................... 15
A. Kerangka Konseptual .................................................................. 15
1. Financial Technology .......................................................... 15
2. Fintech Peer To Peer Lending .............................................. 17
3. Utang Piutang ....................................................................... 23
B. Kerangka Teori............................................................................ 26
1. Teori Perlindungan Konsumen ............................................ 26
viii
2. Teori Keadilan ...................................................................... 32
BAB III GAMBARAN UMUM...................................................................... 35
FINTECH ADAKAMI, EASY CASH, MITRA PEDAGANG ....................... 35
A. Fintech AdaKami ........................................................................ 35
B. Fintech Easycash ......................................................................... 37
C. Fintech Mitra Pedagang .............................................................. 39
BAB IV SISTEM PENAGIHAN PADA FINTECH DI INDONESIA ....... 42
A. Praktik Penagihan Pada Fintech Adakami, Easycash, Mitra
Pedagang ..................................................................................... 42
B. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Korban Penagihan Fintech .. 52
BAB V KESIMPULAN ................................................................................. 73
A. Kesimpulan ................................................................................. 73
B. Saran ............................................................................................ 74
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 75
LAMPIRAN ......................................................................................................... 80
ix
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Cara Kerja Fintech P2PLending .......................................................... 21
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Tabel Data Pengaduan Korban Fintech di LBH Jakarta ................. Error!
Bookmark not defined.
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 Hasil Wawancara ............................................................................... 81
Lampiran 2 Bukti Penagihan kepada Para Debitur ............................................... 86
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan teknologi informasi yang pesat telah merubah pola hidup
masyarakat Indonesia. Perubahan pola hidup terjadi di semua bidang, baik
bidang sosial, budaya, ekonomi dan bidang lainya. Perkembangan teknologi ini
antara lain ditandai dengan berkembangnya teknologi internet.1
Dengan pesatnya perkembangan teknologi juga telah membawa
perubahan pada aktivitas masyarakat. Kini masyarakat dapat melakukan
berbagai hal seperti dalam berbelanja, transportasi, dan melakukan transaksi
keuangan, secara online atau menggunakan internet. Munculnya banyak
perusahaan yang sedang berkembang dengan menyediakan masyarakat dengan
dukungan internet tersebut saat ini sedang populer dimasyarakat, perusahaan
tersebut disebut dengan perusahaan startup atau perusahaan rintisan yang
menyediakan berbagai layanan digital (seperti, pembayaran, investasi,
pinjaman, atau pembiayaan). Kemunculan inovasi teknologi jasa keuangan
teknologi melahirkan istilah baru yaitu Financial Technology (Fintech).
Financial Technology (Fintech) dapat diterjemahkan kedalam Bahasa
Indonesia menjadi teknologi keuangan. Menurut pasal 1 angka 1 Peraturan
Bank Indonesia Nomor 19/12PBI/2017 tentang Penyelenggaraan Teknologi
Finansial, teknologi finansial dapat diartikan sebagai penggunaan teknologi
dalam sistem keuangan yang menghasilkan produk, layanan, teknologi, dan/
atau model bisnis baru dan dapat berdampak pada stabilitas moneter, stabilitas
sistem keuangan, dan. atau efisiensi, kelancaran, keamanan dan keandalan
sistem pembayaran..2 Financial Technology (Fintech) juga menurut The
National Digital Research Center (NDRC), fintech merupakan Innovation in
1 Abdul Halim Barkatullah dan Teguh Prasetyo, Bisnis E-Commerce: Studi Sitem Keamanan
Dan Hukum di Indonesia,(Yogyakarta: Pusataka Pelajar, 2005) h.,1 2 Nuzul Rahmayani, “Tinjauan Hukum Perlindungan Konsumen terkait Perusahaan
Berbasis finansial Technology di Indonesia”, (Pagayuyung Law Journal, edisi No 1 Vol2,
fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat, 2018), h., 25
2
financial service (inovasi di bidang keuangan).3
Menurut definisi tersebut dapat dikatakan bahwa financial technology
(fiintech) merupakan gabungan dari teknologi dan layanan keuangan yang
bertujuan untuk membantu masyarakat dalam memperoleh produk keuangan,
mempermudah transaksi dan juga meningkatkan literasi keuangan.4
Kehadiran fintech merupakan jawaban bagi masyarakat yang belum
tersentuh dengan layanan perbankan atau unbanked people sehingga dapat
memudahkan semua lapisan masyarakat untuk memperoleh layanan jasa
keuangan yang cepat, praktis dan nyaman.
Fintech merupakan sebuah metode implementasi yang menggunakan
teknologi untuk meningkatkan layanan jasa perbankan dan keuangan, yang
umumnya dilakukan oleh perusahaan rintisan (startup) melalui penggunaan
teknologi internet, dan komputerisasi terkini. Konsep ini disesuaikan dengan
perkembangan teknologi yang dipadukan dengan industri keuangan, sehingga
dapat menawarkan proses transaksi yang lebih cepat, praktis, dan modern.
Layanan yang diberikan oleh perusahaan fintech meliputi: pembayaran,
pembiayaan (Crowdfunding, pinjaman Peer to Peer Lending ), asuransi (Risk
Management), dan Market Aggregator atau Pendukung Pasar.5
Munculnya perusahaan berbasis fintech khususnya yang memberikan
layanan pinjam meminjam uang atau Peer To Peer Lending (P2PL) saat ini
tengah mendapat perhatian masyarakat dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
sebagai regulator. Hal tersebut tertuang dalam Peraturan Otoritas Jasa
Keuangan POJK Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi. POJK tersebut mengatur
tentang layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi Informasi atau
disebut dengan Peer To Peer Lending. Layanan ini merupakan suatu terobosan,
untuk masyarakat Indonesia yang belum tersentuh layanan perbankan
3 Chirsmastianto, “I.A.W, Analisis SWOT Implementasi Teknologi finansial terhadap
Kualitas Layanan Perbankan di Indonesia, (Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 2017), h., 137-148. 4 Teknologi Finansial: Tengok Dulu Perkembangan Fintek di Indonesia, diterima dari
https://www.finansialku.com/ diakses pada tanggal 20 November 2019 5 PBI Nomor 19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial, Lembaran
Negara Republik Indonseia Nomor 6142
3
(unbanked people) akan tetapi mereka melek teknologi. Layanan fintech P2P
Lending ini meerupakan solusi untuk menyalurkan pembiayaan yang terbatas
di Indonesia, dan mecapai inklusi keuangan melalui kolaborasi dengan
keuangan inklusif dan perusahaan teknologi lainya.6
Layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi atau
Fintech Peer To Peer Lending (P2P Lending) merupakan produk fintech yang
mempertemukan antara pemilik dana (lender) dengan peminjam dana
(borrower) atau kreditur atau dapat juga melalui sistem elektronik atau
teknologi informasi. Melalui layanan P2P Lending ini, masyarakat yang
membutuhkan dana dalam jumlah kecil dapat dengan cepat memperoleh dana
tanpa harus mengajukan kredit ke bank. Penyelenggara atau perusahaan P2P
Lending telah membuat platform online untuk memberikan kemudahan,
kemudian pemilik dana dapat langsung memberikan pinjaman kepada
peminjam, dan peminjam dapat langsung mengajukan pinjaman dari
penyelenggara secara online dengan syarat yang relatif lebih mudah dan cepat.
Metode inilah yang menghilangkan peran intermediasi yang selama ini
dilakukan oleh bank.
Keuntungan lainya adalah dibandingkan dengan lembaga keuangan
konvensional, layanan P2P Lending masyarakat dapat mengakses layanan P2P
Lending hingga 24 jam melalui aplikasi. Ini berbeda dengan kredit atau
pembiayaan di bank. Di bank, dimana debitur atau yang memerlukan pinjaman
harus mendatangi kantor bank terkait dan harus melalui proses antrian untuk
mendapatkan pinjaman kredit.7 Selain itu, pada layanan pinjam meminjam uang
melalui P2P Lending ini juga tidak membutuhkan agunan, yang tentunya
berbeda dengan fasilitas kredit ataupun pembiayaan di bank yang biasanya
membutuhkan agunan. Masyarakat yang ingin meminjam uang pada
perusahaan P2P Lending ini hanya perlu bermodalkan Kartu Tanda Penduduk
6 Reynold wijaya, P2P Lending Sebagai Wujud Baru Inklusi Keuangan, diterima dari
http://nasional.compas.com/read/2016/11/26/0600002.p2.lendingsebagaiwujudbaru.inklusi.keuang
an diakses pada 28 Desember 2019 7 Peer to Peer Lending, diterima dari http://koinworks.com/id/education-center/industri-peer-
to-peer-lending diakses pada 20 November 2019
4
(KTP) dan hanya mengisi data diri untuk mengajukan dan memperoleh
pinjaman sehingga banyak masyarakat yang akhirnya memilih untuk
menggunakan pinjaman online ini.
Adanya Financial Technology (Fintech) sejatinya memudahkan
masyakarakat. Belanja online, ojek online, pinjaman online, adalah bagian dari
fintech yang populer saat ini. Namun sayangnya, ketika masyarakat
menggunakan layanan fintech dengan menggunakan internet ini, seringkali
mereka mengabaikan aspek perlindungan konsumen.
Baru-baru ini, fintech P2P Lending menjadi fokus perhatian. Aplikasi
pinjaman online populer karena dapat dengan mudah memberikan akses
pinjaman kepada masyarakat. Cukup dengan Kartu Tanda Penduduk (KTP),
foto, dan nomor rekening, pinjaman akan masuk ke rekening dalam beberapa
menit. Sayangnya, adanya pinjaman online membuat banyak masalah terutama
dalam sisi perlindungan konsumen. Seperti dalam masalah penagihan,
penyebaran data, dan masalah lainya. Misalnya dalam dua tahun terakhir kasus
mengenai penagihan pinjaman online kerap menjadi keluhan konsumen kepada
regulator, yakni Otoritas Jasa Keuangan (OJK), Yayasan Lembaga Konsumen
Indonesia (YLKI), dan Lembaga Bantuan Hukum (LBH). Kasus-kasus
penagihan ini tak jauh dari oknum kolektor yang menagih kepada peminjam
dengan mengakses kontak telepon peminjam. Penagihan tersebut dilakukan
dengan mengintimidasi dan menggunakan kata-kata kasar.
Contoh kasus penagihan pinjaman online ini adalah pemilik akun
instagram berinisial L.P.D. ia mengadu di akun instagram resmi
@OJKIndonesia mengeluhkan para penagih yang meneror anggota
keluarganya. Belum lama ini, dia menerima pinjaman dari perusahaan fintech
P2P Lending. Namun ketika baru jatuh tempo, ia sudah mendapat makian dari
penagih. Bahkan anggota keluarganya juga sempat diancam. LPD tidak tahan
dengan teror itu dan berusaha menghubungi call center OJK. Sayangnya, ia
tidak mendapatkan solusi.
Kasus lain datang dari pengguna fintech yang merupakan warga Bandung
yang berinisial D.A. ia juga mengeluhkan tata cara penagihan pinjaman online
5
yang tidak wajar. Para penagih pinjaman online membuat group media sosial
(WhatApps) yang berisikan sepuluh kontak telepon yang dimiliki oleh D.A.
lewat group tersebut, penagih mengeluarkan kata-kata yang tidak pantas dan
membuat keluarganya menjadi panik. Bahkan, ia juga kehilangan banyak
pelanggan karena salah satu kontak yang diakses pinjaman online tersebut
merupakan relasi pelangganya.
Kasus penagihan lainya, berasal dari warga surabaya berinisial T, yang
mendapatkan teror dari salah satu perusahaan fintech . Ia merasa terganggu
karena kerap kali dihubungi aplikasi yang memberikan pinjaman kepada
temanya. T dituduh menyembunyikan temanya yang memiliki masalah
penunggakan pembayaran. Penagihan tersebut bahkan dilakukan tanpa
mengenal waktu, termasuk disaat jam kerja dan di malam hari.8
Perusahaan Fintech P2PLending yang melakukan penagihan dengan
mengintimidasi serta teror kepada debitur terkait pinjaman online, kini telah
menjadi sorotan publik dan menimbulkan masalah yang serius.
Menurut data Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI),
telah menerima 426 pengaduan sejak 2019. Sebagian besar pengaduan
melibatkan kasus penagihan dan penyalahgunaan akses data pribadi oleh fintech
pinjaman. Laporan mencapai sekitar 43% dari total pengaduan. Kemudian 41%
aduan terkait akses data pribadi. Kemudian 10% melaporkan bunga dan denda
fintech pinjaman yang terlalu tinggi. 426 aduan tersebut melibatkan 519 fintech
pinjaman. Sebanyak 70% fintech pinjaman ilegal atau tidak terdaftar di OJK,
lalu 30% lainya merupakan anggota AFPI.
Sementara itu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) sudah
menerima 26 aduan konsumen sejak awal tahun ini. Aduan tersebut serupa
dengan aduan yang diterima AFPI tentang ancaman terhadap konsumen yang
gagal membayar.9
8Desi Angriani, Meneropong Pengihan Fintech Lending, diterima dari
https://www.medkom.id/ekonomi/analisa-ekonomi/JKRVoP%K-meneropong-penagihan-fintech-
lending diakses pada 12 November 2019 9Desi Angriani, Meneropong Pengihan Fintech Lending, diterima dari
https://www.medkom.id/ekonomi/analisa-ekonomi/JKRVoP%K-meneropong-penagihan-fintech-
lending diakses pada 15 November 2019
6
Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Jakarta memperkirakan, sejauh ini
sudah ada kurang lebih 3.000 pengaduan dari nasabah korban fintech pinjaman
online bermasalah, karena sejak November 2018 saja sudah ada 1.600
pengaduan. jadi diperkirakan saat ini sudah ada 3.000 pengaduan. 10 LBH
mengindikasikan dari pengaduan tersebut, terdapat 14 dugaan pelanggaran
hukum dan hak asasi manusia. Dugaan pelanggaran pertama, yaitu bunga yang
tinggi dan tanpa batasan, serta biaya administrasi yang tidak jelas, pengaduan
berupa sistem yang tidak dikelola dengan baik, dan kesalahan mencatat
pengembalian dana, selain sejumlah teror yang dikumpulkan, intimidasi,
ancaman dan pencemaran nama baik tidak hanya dilakukan terhadap peminjam,
tetapi juga kepada semua kontak telepon yang tersimpan di ponsel peminjam.
Besarnya jumlah aduan tersebut menunjukan bahwa, dalam hal ini sektor
perlindungan konsumen dan jaminan perlindungan Hak Asasi Manusia (HAM)
belum sepenuhnya dijamin oleh regulator dalam kasus ini. Karena minimnya
regulasi financial technology, melakukan pinjaman online ternyata menjadi
bencana. Debitur tidak memperhatikan tingginya risiko saat mengajukan
pinjaman, seperti tidak cermat membaca ketentuan standar dan memahami
besaran suku bunga, jika melebihi jangka waktu pengembalian maka akan
mendapatkan denda atau mengecek legalitas izin perusahaan Fintech P2P
Lending. Hal tersebut menjadi salah satu faktor banyaknya keluhan terkait
masalah layanan Fintech P2P Lending ini.
Dalam Fintech P2P Lending , penagihan dengan cara yang mengancam,
sebenarnya adalah perilaku yang dilarang. Ketentuan tersebut tercantum dalam
kode etik dan perilaku atau Code of Conduct Asosiasi Fintech Indonesia
(AFTECH). Code of Conduct mewajibkan semua perusahaan Fintech P2P
Lending mengutamakan itikad baik dalam penagihan pinjaman kepada
peminjam. Dalam kode etik juga mewajibkan perusahaan penyelenggara
Fintech P2P Lending memiliki dan menyampaikan prosedur penyelesaian
penagihan kepada debitur (yaitu peminjaman gagal). Setiap penyelenggara
10 Jeanny Silvia Sari, Laporan Kantor LBH Jakarta, diterima dari https://www.Tempo.CO/
diakes pada tanggal 4 Desember 2019
7
wajib menginformasikan kepada debitur mengenai langkah-langkah yang harus
diambil dalam hal keterlamabatan pinjaman kegagalan pembayaran
pinjaman.11
Munculnya aplikasi-aplikasi pinjaman online ini harus diatur dengan
regulasi khusus. Misalnya, ada aturan terkait sanksi pinjaman online yang
melanggar hukum. Yang terpenting adalah mekanisme pengaduan konsumen
dan penyelesaian sengketa jika terjadi konflik. Jauh sebelum kasus ini muncul
ke publik, Otoritas Jasa Keuangan sebenarnya sudah menerbitkan POJK Nomor
77 Tahun 2016 Tentang layanan Pinjam Meminjam Berbasis Teknologi
Informasi. Namun POJK tersebut lebih menekankan pentingnya kewajiban
pendaftaran bagi pelaku usaha yang ingin berbisnis di sektor pinjaman online.
Berdasarkan penjelasan latar belakang dan contoh kasus yang ada,
faktanya beberapa masalah pelanggaran kasus pinjaman online yang dilakukan
oleh perusahaan Fintech P2P Lending, pelanggaran tersebut tidak hanya
tentang bunga yang berlebihan, atau penyebaran data tetapi ada juga ada
banyak aduan atau keluhan permasalahan dalam tindakan penagihan yang
intimidatif yang dilakukan perusahaan Fintech kepada peminjam, maka dari itu
peneliti tertarik untuk mengkaji lebih dalam mengenai aspek perlindungan
konsumen terkait permasalahan ini dan menuangkanya dalam sebuah penelitian
dalam bentuk skripsi yang berjudul: ASPEK PERLINDUNGAN
KONSUMEN ATAS SISTEM PENAGIHAN DALAM FINANCIAL
TECHNOLOGY (Studi Atas Fintech Adakami, Easycash, dan Mitra
Pedagang)
B. Identifikasi, Pembatasan, Rumusan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan penjabaran yang telah di uraikan latar belakang diatas, maka
identifikasi masalah meliputi:
a. Maraknya Penagihan Bermasalah Yang Dilakukan Oleh Penyelenggara
11 Pedoman Perilaku Pemberian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi Secara Bertanggung Jawab, Asosiasi Fintech Indonesia ,2018
8
Fintech
b. Minimnya Pengawasan Oleh Regulator Kepada Penyelenggara Fintech
c. Minimnya Penindakan Kepada Fintech Yang Bermasalah
d. Minimnya Aturan Terhadap Industri Financial Technology (Fintech)
2. Pembatasan Masalah
Agar permasalahan penelitian ini tidak melebar, maka penelitian ini hanya
fokus membahas bagaimana perlindungan hukum kepada debitur atau
pengguna layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi (Fintech)
dalam tindakan penagihan yang dilakukan oleh Penyelenggara Fintech tidak
sesuai dengan regulasi.
3. Rumusan Masalah
a. Bagaimana Praktik Penagihan Yang Dilakukan Oleh Fintech Adakami,
Easycash, Dan Mitra Pedagang ?
b. Bagaimana Bentuk Perlindungan Konsumen Terhadap Debitur Korban
Dalam Sistem Penagihan Pinjaman Online (Fintech) ?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
a. Untuk menganalisis bentuk penagihan yang dilakukan oleh perusahaan
Financial Technology kepada debitur atau peminjam dana.
b. Untuk Menganalisis pengaturan Fintech serta bentuk perlindungan
konsumen bagi debitur atau peminjam dana layanan pinjam meminjam
uang berbasis Financial Technology .
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat menambah tingkat wawasan,
pengembangan ilmu pengetahuan pada kalangan akademisi pada
umumnya serta memberikan pemahaman bagi masyarakat tentang
teknologi finansial sehingga meningkatkan rasa percaya serta kehati-
hatian dalam menggunakan layanan jasa keuangan teknologi finansial
9
(fintech).
b. Manfaat Praktis
Memberikan wawasan serta informasi terhadap penulis dan pembaca
mengenai pengaturan Financial Technology dan bentuk perlindungan
hukum bagi penggunanya .
D. Tinjauan Kajian Terdahulu
Dalam penelusuran awal, sampai saat ini penulis menemukan beberapa
penelitian yang hampir sama dengan penelitian yang penyusun kaji yang terkait
tentang financial technology. Akan tetapi belum ada sama sekali yang
membahas secara spesifik tentang objek yang sama pada penelitian ini. Berikut
adalah beberapa tulisan yang membahas terkait financial technology.
Jurnal yang ditulis oleh Raka Fauzan Hatamia, Elisatris Gultomb, dan
Anita Afriana dari fakultas hukum Universitas Padjadjaran Bandung tahun 2019
yang berjudul Penegakan Hukum Terhadap Perusahaan Financial Technology
P2PLending Dalam Kegiatan Penagihan Pinjaman Uang Yang Melanggar Asas
Perlindungan Konsumen Dikaitkan Dengan Hukum Perlindungan Konsumen.
Hasil dalam penelitian ini menunjukan bahwa penegakan hukum dalam rangka
untuk melindungi konsumen terhadap tindakan yang dilakukan perusahaan
Fintech P2PLending belum cukup baik. Dibutuhkan regulasi hukum dan
koordinasi yang memadai diantara pihak-pihak terkait untuk melakukan
penegakan hukum dalam rangka melindungi konsumen terhadap perusahaan-
perusahaan Fintech P2PLending yang melanggar hak-hak
konsumen.12Persamaan penelitian dengan peneliti yaitu dalam jurnal tersebut
membahas tentang penagihan yang dilakukan perusahaan Fintech P2PLending
kepada debitur serta konsep penegakan hukum terhadap perusahaan Fintech
P2PLending. Namun terdapat perbedaan penelitian dengan peneliti yaitu
perbedaan dalam objek penelitian dan peneliti hanya membahas bagaimana
12 Raka Fauzan Hatamia,dkk, “Penegakan Hukum Terhadap Perusahaan Financial
Technology P2P Lending Dalam Kegiatan Penagihan Pinjaman Uang yang Melanggar Asas
Perlindugan Konsumen Dikaitkan Dengan Hukum Perlindungan Konsumen”, ( Jurnal Ilmu Hukum
Kenotariatan Fakultas Hukum Universitas Padjajaran, Vol.2 No.2 Juni 2019)
10
bentuk perlindungan hukum bagi debitur yang menjadi korban penagihan oleh
perusahaan Fintech P2PLending.
Skripsi oleh Muhammad Yusuf Tahun 2019 dengan judul Perlindungan
Hukum Terhadap Debitur Pada Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
Financial Technology. Skripsi tersebut membahas perlindungan hukum bagi
debitur atau penerima pinjaman yang memerlukan perlindungan hukum dari
penyelenggara layanan pinjam meminjam berbasis Financial Technology.13
Persamaan dengan penelitian peneliti yakni membahas tentang perlindungan
hukum bagi debitur yang menjadi korban pengguna layanan Fintech. Namun
terdapat perbedaan penelitian dengan peneliti yakni dalam skripsi ini
mengungkap debitur yang menjadi korban hanya merupakan korban dari
penyelenggara Fintech ilegal atau tidak berizin saja dan sumber datanya dari
Otoritas Jasa Keuangan (OJK), sedangkan yang menjadi penelitian peneliti
adalah aspek perlindungan konsumen atas sistem penagihan dalam Fintech
dimana penelitian ini sumber datanya peneliti mendapatkan langsung dari
debitur yang menjadi korban penagihan oleh penyelenggara Fintech baik yang
legal maupun ilegal.
Skripsi oleh Alfica Rezita Sari Tahun 2018 dengan judul Perlindungan
Hukum Bagi Pemberi Pinjaman Dalam Penyelenggaraan Financial Technology
Berbasis Peer To Peer Lending Di Indonesia. Pada skripsi tersebut membahas
tentang perlindungan hukum terhadap pemberi pinjaman dalam
penyelenggaraan fintech P2PLending di Indonesia untuk memberikan kepastian
hukum khususnya bagi pemberi pinjaman (kreditur) apabila terjadi gagal bayar
dari pihak penerima pinjaman (debitur).14 Persamaan dengan penelitian peneliti
yakni terkait permasalahan pinjam meminjam uang berbasis Financial
Technology, namun terdapat perbedaan penelitian peneliti akan membahas
terkait perlindungan hukum terhadap debitur sebagai peminjam, sedangkan
13 Muhammad Yusuf, “Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Financial Technology”, (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta,2019) 14 Alfhica Rezita Sari, “Perlindungan Hukum Bagi Pemberi Pinjaman Dalam
Penyelenggaraan Financial Technology Berbasis Peer To Peer Lending Di Indonesia”, (Skripsi S-
1 Fakultas Hukum, Universitas Islam Indonesia Yogyakarta, 2018).
11
pada skripsi ini membahas dari sudut pandang kreditur sebagai pemberi
pinjaman.
E. Metode Penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
1. Pendekatan Penelitian
Pendekatan penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
penelitian normatif. Pendekatan tersebut mengacu kepada norma-norma
hukum yang terdapat dalam peraturan perundang-undangan dan putusan-
putusan pengadilan serta norma-norma hukum yang ada di masyarakat.15
Adapun pendekatan penelitian yang digunakan adalah pendekatan
Perundang-undangan (statute approuch) dan Pendekatan Kasus (case
approach) yang merujuk pada hukum yang telah ada. Pendekatan
perundang-undangan adalah pendekatan yang dilakukan dengan menelaah
semua peraturan undang-undang san regulasi yang bersangkutan dengan isu
hukum yang ditangani. Pendekatan kasus adalah pendekatan yang dilakukan
dengan cara menelaah kasus-kasus yang berkaitan dengan isu yang
dihadapi.16
2. Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
penelitian kualitatif. Metode penelitian kualitatif yaitu penelitian yang
menggunakan latar alamiah, dengan tujuan menafsirkan fenomena yang
terjadi dan dilakukan dengan melibatkan berbagai metode penelitian yang
ada, berdasarkan teknik pengumpulan dan analisis data yang relevan dan
diperoleh dari situasi yang alamiah.17
Jenis penelitian ini juga merupakan penelitian kualitatif yang bersifat
15 Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum,(Jakarta:Sinar Grafika,2010), h.,105 16 Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2011), h.,93 17 Djam’an Santori, Aan Komariah, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfa beta,
2009), h.,25
12
deskriptif. Data yang diperoleh berupa kata-kata, gambar-gambar dan bukan
angka-angka. Dengan demikian laporan penelitian ini berisikan kutipan-
kutipan berupa data yang berasal dari wawancara, catatan lapangan, foto,
dokumen pribadi, dan dokumen resmi lainya.18
3. Sumber Data
Yang dimaksud sumber data disini adalah subyek dari mana data
diperoleh.19
a. Data Primer yaitu data yang langsung diperoleh dari sumber pertama.20
Data primer yang digunakan adalah wawancara terhadap debitur atau
peminjam uang yang menjadi korban penagihan oleh penyelenggara
Fintech P2PLending, yang bertujuan untuk memperoleh informasi.
b. Data Sekunder adalah data yang telah lebih dahulu dikumpulkan dan
dilaporkan oleh orang atau instalansi di luar dari penelitian sendiri
walaupun yang dikumpulkan itu sesungguhnya data asli.21 Sumber data
sekunder dalam penelitian ini meliputi sumber-sumber yang dapat
memberikan data pendukung seperti buku, dokumen, maupun arsip serta
seluruh data yang berhubungan dengan penelitian.
4. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data pada penelitian ini yaitu wawancara dan
studi pustaka.
5. Analisis Data
Data yang diperoleh baik data primer maupun sekunder
dikelompokan dan disusun secara sistematis. Selanjutnya data tersebut
dianalisis secara deskripstif kualitatif. Deskriptif adalah penelitian non
hipotesis. Kualitatif yaitu data yang tidak merupakan perhitungan dan
18 Wayan Suhendra, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: Nila cakra, 2018), h.,10 19 Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah Dasar, Metode Dan Teknik, (Bandung:
Tarsindo, 1999), h.,134 20 Soerjono Soekamto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tujuan Singkat,
(Jakarta: Rajawali Press,2006, h.,13 21 Muhammad Pabundu Tika, Metodologi Riset Bisnis, (Jakarta: Bumi Aksara, 2006), h., 57
13
pengujian angka-angka, tetapi dideskripsikan dengan menggunakan metode
deduktif, yaitu kerangka berfikir dengan cara menarik kesimpulan dari data
yang bersifat umum ke dalam data yang bersifat khusus dan data yang
diperoleh melalui responden ditarik untuk menggambar populasi dengan
menggunakan metode indukatif yaitu kerangka berfikir dengan menarik
kesimpulan dari data yang bersifat khusus ke dalam data yang bersifat
umum. Berdasarkan analisis tersebut selanjutnya diuraikan secara sistematis
sehingga pada akhirnya diperoleh jawaban permasalahan yang dilaporkan
dalam bentuk skripsi.
F. Sistematika Penulisan
Dalam memudahkan penyusunan skripsi ini dan untuk memberikan
gambaran besar mengenai pokok pembahasan, penulis menyusun skripsi ini
dalam beberapa bab dengan sistematika sebagai berikut:
Bab I: PENDAHULUAN
Berisi uraian mengenai latar belakang masalah yang akan penulis
bahas, identifikasi masalah, pembatasan masalah, rumusan
masalah, tujuan dan manfaat penelitian, tinjauan riview terdahulu,
metode penelitian dan sistematika penulisan penelitian.
BAB II: TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERLINDUNGAN
KONSUMEN PADA PEMBIAYAAN FINTECH
Pada bab ini diuraikan pokok pembahasan yang mendukung
penulisan skripsi ini, diantaranya pembahasan terkait perlindungan
konsumen dan tinjauan umum tentang Financial Technology.
BAB III: GAMBARAN UMUM FINTECH ADAKAMI, EASYCASH,
MITRA PEDAGANG
pada bab ini memberikan gambaran umum Fintech Adakami,
Easycah dan Mitra Pedagang
BAB IV: SISTEM PENAGIHAN PADA FINTECH
14
Pada bab ini menjabarkan atau menjawab apa yang ada dalam
rumusan masalah. Diantaranya menjabarkan dan menganalisis
bagaimana bentuk penagihan yang dilakukan oleh penyelenggara
Fintech P2PLending kepada pengguna layanan (debitur) dan
bagaimana bentuk perlindungan konsumen terhadap korban
(debitur) penagihan Fintech P2PLending.
BAB V: PENUTUP
Pada bab ini berisikan tentang kesimpulan hasil penelitian dan
saran. Kesimpulan merupakan hasil dari penyederhanaan dari hasil
analisis atau jawaban terhadap inti dari masalah penelitian
berdasarkan data yang diperoleh. Saran merupakan masukan yang
diberikan oleh peneliti.
15
BAB II
TINJAUAN TEORITIS TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN
PADA PEMBIAYAAN FINTECH
A. Kerangka Konseptual
1. Financial Technology
a. Pengertian Financial Technology (Fintech)
Isitilah Fintech merupakan singkatan dari Financial Technology
yang jika diterjemahkan kedalam bahasa Indonesia berartikan teknologi
finansial. Menurut pasal 1 Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor
19/12/PBI/2017 Tentang Penyelenggaraan Teknologi Finansial,
teknologi finansial adalah penggunaan teknologi dalam sistem
keuangan yang menghasilkan produk, layanan teknologi, dan/atau
model bisnis baru serta dapat berdampak pada stabilitas moneter,
stabilitas sistem keuangan, dan/atau efisiensi, kelancaran, keamanan,
dan keandalan sistem pembayaran.1
Menurut National Digital Research Center (NDRC) teknologi
finansial adalah istilah yang digunakan untuk menyebut suatu inovasi
dibidang jasa finansial, dimana istilah tersebut berasal dari kata
“financial” dan “technology” (fintech) yang mengacu pada inovasi
keuangan dan teknologi modern.2
Menurut Bank Indonesia (BI), Fintech adalah suatu proses
menggabungkan layanan keuangan dan teknologi, yang pada akhirnya
mengubah model bisnis dari konvensional menjadi moderat. Fintech
memiliki peranan penting dalam mengubah perilaku manusia.
Teknologi ini menjadi fasilitator utama bagi pergerakan bisnis,dan telah
memberikan kontribusi besar terhadap perubahan struktur, operasional,
1 Harry Chandra Sihombing, “Hukum dan Regulasi Startup Fintech di Indonesia; Tantangan
dan Peluang, Lesson Learning dari negara lain” (Jurnal Magister Teknik Elektro, Univ.Mercua
Buana, Jakarta). 2 Chirsmastianto, “I.A.W, Analisis SWOT Implementasi Teknologi finansial terhadap
Kualitas Layanan Perbankan di Indonesia, (Jurnal Ekonomi dan Bisnis, 2017), h., 137-148.
16
dan manajemen organisasi. Dapat disimpulkan bahwa Fintech ini
merupakan inovasi jasa keuangan yang menggunakan teknologi
informasi dalam pemanfaatannya dapat digunakan dengan cepat,
mudah dan praktis.
b. Jenis-Jenis Fintech
OJK (Otoritas Jasa Keuangan) membagi jenis Fintech di
Indonesia menjadi dua kategori, yaitu Fintech versi 2.0 untuk layanan
keuangan digital (lembaga keuangan atau bank) dan Fintech versi 3.0
untuk startup teknologi yang melakukan inovasi keuangan pada produk
jasa. . Sementara itu, sesuai dengan rekomendasi kebijakan dan
pengawasan Financial Stability Board (FSB), perusahaan fintech
terbagi menjadi 4 kategori, yaitu:3
a) Payment, Clearing dan Settlement. Fintech jenis ini menyediakan
layanan melalui uang elektronik atau uang digital sebagai alat
pembayaran online. Penyedia layanan ini dilakukan oleh bank dan
lembaga keuangan non bank. Cara pembayaran ini terbagi menjadi
dua jenis, yaitu uang elektronik dan dompet elektronik. Contoh:
Flazz BCA, Uang Elektronik Mandiri, OVO, Go-Pay dan DANA
b) Peer To Peer Lending (P2P). Adalah startup yang menyediakan
platform pinjaman secara online, dimana transaksinya tidak melalui
bank konvensional namun dengan cara langsung menghubungkan
pemberi pinjaman.4 Fintech jenis P2PLending ini menjembatani
antara investor dengan peminjam yang dipertemukan melalui online
platform, contoh dari P2PLending yang sudah cukup terkenal
adalah: Amartha dan Investree
c) Market Aggregator dan E- Aggregator. Merupakan jenis Fintech
3 Budi Santoso, dan Edwin Zusrony,” Analisis Persepsi Pengguna Aplikasi Payment
Berbasis Fintech Menggunakan Technology Acceptanse Model (TAM)”,(Jurnal Teknologi
Informasi dan Komunikasi, ISSN: 2087-0868, Vol.11, No 1 Maret 2020), h.,50. 4 Candra Hendriyani dan Sam un Jaja Raharja, Strategi Agilitas Bisnis Peer to Peer Elnding
Startup Fintech di Era Keuangan Digital di Indonesia”, (Jurnal Pemikiran dan Penelitian
Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan, Vol.4, No 1 April 2019), h.,21.
17
yang menggunakan Platform pembanding sebuah layanan produk
(harga, fitur dan benefit), bagi konsumen yang memerlukan dan
menggunakan layanan transaksi dari beragam akun perbankan, jenis
Fintech e- Aggregator ini menawarkan layanan yang dapat
mengakomodasi seluruh transaksi tersebut melalui satu platform
saja serta dapat dijadikan penentu dalam pengambilan keputusan.
Contohnya: Cermati, dan Cekaja.
d) Manajemen dan Investasi Risiko merupakan financial planner yang
memberikan edukasi terkait resiko dan model investasi yang cocok
dengan kondisi keuangan konsumen. Contohnya: Finansialku, dan
Online-Pajak.
2. Fintech Peer To Peer Lending
Diantara jenis-jenis fintech yang telah dijelaskan oleh peneliti di atas,
peneliti akan melakukan kajian mendalam tentang Fintech P2PLending
berdasarkan fokus utama penelitian terkait layanan pinjam meminjam uang
berbasis Fintech Technology.
a. Pengertian Peer To Peer Lending
Fintech Peer To Peer Lending merupakan layanan pembiayaan
berbasis utang berupa platform yang disediakan oleh perusahaan
Fintech P2Plending, dimana pinjaman pribadi dilakukan antar
peminjam, antar individu yang melakukan pinjaman antar peminjam.
Fintech P2Plending menyediakan wadah bagi masyarakat yang ingin
meminjam uang dari orang yang belum pernah bertemu. Demikian pula
kreditor atau pemberi pinjaman dapat memberikan pinjaman kepada
orang yang tidak dikenal, dan informasi yang diketahui hanya dapat
didasarkan pada riwayat kredit pinjaman.
Layanan pinjam meminjam P2PLending berbeda dengan layanan
pinjaman meminjam uang yang diatur dalam pasal 1754 KUHPerdata.
Dalam perjanjian pinjam meminjam yang diatur pada Pasal 1754
KUHPerdata, pihak yang terlibat adalah pemberi pinjaman dan
18
penerima pinjaman, dan penerima pinjaman wajib untuk memberikan
jumlah yang sama dengan jenis dan ketentuan yang sama kepada pihak
lain. Dalam layanan P2Plending, pemberi pinjaman tidak secara
langsung bertemu dengan penerima pinjaman. Bahkan diantara para
pihak tidak saling mengenal, karena ada pihak lain dalam sistem
P2PLending, yaitu platform atau penyelenggara P2PLending yang
menghubungkan kepentingan antara pihak ini.5
Dengan berkembangnya teknologi internet, praktik P2PLending
lebih umum dilakukan secara online, atau biasa dikenal dengan Fintech.
Perusahaan yang bergerak di Fintech P2PLending berbeda dengan bank
atau institusi keuangan konvensional lainya. Di sini, perusahaan atau
penyelenggara Fintech P2PLending hanya menjamin hubungan antara
peminjam (debitur) dan pemberi pinjaman (kreditur).
Penyelenggara Fintech P2PLending setidaknya harus melakukan
beberapa hal, di antaranya memastikan bahwa peminjam memenuhi
syarat untuk mengajukan kredit, membantu kreditur menemukan orang
yang membutuhkan pinjaman, membantu prosedur administrasi,
mengatur aliran dana antara peminjam dan pemberi pinjaman, serta
melakukan proses penagihan ketika terjadi gagal atau telat bayar.
b. Pihak yang Terlibat di dalam Fintech Peer To Peer Lending
Semua pihak yang terlibat dalam Layanan Fintech P2PLending
atau Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
melibatkan pihak-pihak yaitu:6
a. Pihak Penyelenggara Layanan Fintech P2PLending
Pasal 1 angka 6 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 mengatur
bagi penyelenggara layanan pinjam meminjam berbasis teknologi
informasi dalam ketentuan tersebut adalah badan hukum Indonesia
yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan layanan pinjam
5 Ratna H. Juliyani PR, Hubungan Hukum Para Pihak Dalam Peer To Peer Lending, (Jurnal
Hukum IUS QUIA IUSTUM, Universitas Islam Indonesia, 2018) h., 322 6 Ratna H., Juliyani PR, Hubungan Para Pihak Dalam Peer To Peer Lending, (Yogyakarta:
Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, Universitas Islam Indonesia,2018) h., 322
19
meminjam uang berbasis teknologi informasi. Menurut Pasal 2 Ayat
(2) bentuk badan hukum penyelenggara dapat berupa perseroan
terbatas atau koperasi.
b. Pihak Penerima Pinjaman (Debitur)
Penerima pinjaman atau debitur sebagaimana dimaksud dalam
Pasal 1 angka 7 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 adalah orang
dan/atau badan hukum yang mempunyai utang karena perjanjian
layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.
c. Pihak Pemberi Pinjaman (Kreditur)
Pemberi pinjaman sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1
angka 8 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 adalah orang, badan
hukum, dan/atau badan usaha yang mempunyai piutang karena
perjanjian layanan pinjaman meminjam uang berbasis teknologi
informasi. Pemberi pinjaman dapat berasal dari dalam dan/atau luar
negeri.
d. Bank
Pasal 24 POJK Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan
Pinjaman Meminjam Berbasis Teknologi Informasi menentukan
bahwa penyelenggara wajib menggunakan escrow account dan
virtual account untuk layanan pinjam meminjam uang berbasis
teknologi informasi. Selain itu, penyelenggara perlu menyediakan
virtual account bagi setiap pemberi pinjaman dan dalam rangka
pelunasan pinjaman, penerima pinjaman melakukan pembayaran
melalui escrow account penyelenggara untuk diteruskan ke virtual
account pemberi pinjaman.
Escrow account adalah rekening yang dibuka secara khusus
untuk tujuan tertentu menampung dana yang dipercayakan kepada
Bank Indonesia berdasarkan persyaratan tertentu sesuai dengan
perjanjian tertulis.7
7 Penjelasan atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 3/11/PBI/2001 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Bank Indonesia Nomor 2/24/PBI/2000 Tentang Hubungan Rekening Giro Antara Bank
20
Virtual account adalah nomor identifikasi pelanggan
perusahaan (end user) yang dibuat oleh Bank yang kemudian
diberikan oleh perusahaan kepada pelanggannya (perorangan
maupun non perorangan) sebagai identifikasi penerimaan
(collection).8
Dalam hal ini, tujuan penggunaan virtual account dan escrow
account adalah untuk melarang penyelenggara dalam melakukan
penghimpunan dana masyarakat melalui rekening penyelenggara.
Guna mendukung virtual account dan escrow account tersebut maka
penyelenggara harus bekerjasama dengan bank.
e. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
OJK adalah lembaga yang independen. Sesuai dengan Undang
Nomor 21 Tahuun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan, OJK
mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan, pengawasan,
pemeriksaan, penyidikan. Berdasarkan Pasal 5 Undang-Undang
Nomor 21 Tahun 2011 Tentang Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang
yang menyatakan bahwa OJK berfungsi menyelenggarakan sistem
pengaturan dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan.
Pasal 6 menyatakan bahwa OJK melaksanakan tugas
pengaturan dan pengawasan terhadap: (a) kegiatan jasa keuangan di
sektor perbankan; (b) kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal;
(c) kegiatan jasa keuangan disektor Perasuransian, Dana Pensiun,
Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainya.
Terkait pada kedua pasal tersebut, OJK adalah instansi yang
melakukan pengaturan dan pengawasan terhadap tumbuh
kembangnya Fintech, salah satunya Fintech P2PLending yang
merupakan bagian industri keuangan Non-Bank (INKB) yang
Indonesia dengan Pihak Ekstern, Tambahan Lembara Negara Republik Indonesia Nomor 4108
8 Mandiri Virtual Account diterima dari https://www.bankmandiri.co.id/virtual-account
diakses pada 10 Januari 2020
21
diawasi oleh OJK.9
Dalam sistem penyelenggara Fintech P2PLending, OJK
berperan sebagai pemberi persetujuan atas pendaftaran dan
perizinan penyelenggaraan sistem, serta sebagai pihak yang harus
menerima laporan pelaksanaan atas penyelenggaraan sistem pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi.
c. Mekanisme Fintech Peer To Peer Lending
Faktanya, sistem Fintech P2P Lending ini sangat mirip dengan
marketplace yang menyediakan tempat pertemuan antara pembeli dengan
penjual. Sistem P2P Lending menghubungkan pemberi pinjaman dengan
pencari pinjaman yang dilakukan secara online.
Gambar 1. Cara Kerja Fintech P2PLending
9 Ernasari,dkk. Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Financial Technology
PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR 77/POJK.01/2016. Diponegoro law Journal
Vol.6, 2017
22
Terdapat 4 langkah pendanaan pada Fintech Peer to Peer Lending:10
1. Pendaftaran Anggota
Pengguna baik pemberi pinjaman (kreditur/lender) maupun penerima
pinjaman (debitur/borrower) dapat mendaftar secara online di halaman
website atau aplikasi penyelenggara Fintech P2P Lending di komputer
atau smartphone.
2. Pengajuan Pinjaman
Debitur mengajukan pinjaman dari penyelenggara Fintech P2P Lending
secara online melalui halaman website maupun aplikasi, kemudian
penyelenggara Fintech P2P Lending menawarkan kepada kreditur
untuk memilih dan memberikan pinjaman kepada debitur yang
diinginkan berdasarkan pertimbangan risiko.
3. Pelaksanaan Pinjaman
Debitur dan kreditur menandatangani perjanjian pinjam meminjam atau
sepakat menyetujui perjanjian yang dikelola oleh penyelenggara
Fintech P2P Lending, dan dana kreditur pemberi pinjaman di teruskan
ke peminjam yang menerima pinjaman melalui virtual account
penyelenggara Fintech P2P Lending.
4. Pembayaran Pinjaman
Debitur atau penerima pinjaman membayar beserta biaya dan bunga
yang disepakati dalam perjanjian melalui virtual account.
5. Debitur atau penerima pinjaman membayar pinjaman beserta biaya dan
bunga yang disepakati dalam perjanjian melalui virtual account bank
penyelenggara Fintech P2P Lending,dan kemudian penyelenggara
meneruskan pembayaran dan hasil yang diterima kepada kreditur
pemberi pinjaman.
Dalam penyelenggara Fintech P2P Lending yang terdiri dari Pihak
borrower atau penerima pinjaman (debitur) dan pihak lender atau
10 Muhammad Yusuf, “Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Layanan Pinjam Meminjam
Uang Berbasis Teknologi Financial Technology”, (Skripsi S-1 Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Syarif Hidayatullah Jakarta,2019), h.,31
23
pemberi pinjaman (kreditur) terdapat beberapa hal yang dilakukan
kedua belah pihak ketika menggunakan layanan Fintech P2P Lending.11
a. Pihak Penerima Pinjaman (Debitur)
Sebagai debitur penerima pinjaman, yang perlu dilakukan debitur
saat mengajukan pinjaman melalui platform Fintech P2P Lending
diantaranya adalah melakukan registrasi akun di aplikasi penyedia
layanan, kemudian mengisi dan melengkapi semua dokumen yang
diperlukan, biasanya terdiri dari data pribadi, NIK, laporan
keuangan serta mengunggah foto KTP dan foto debitur dengan
memegang KTP untuk keperluan verifikasi data, kemudian debitur
mengisi pengajuan pinjaman berupa nominal beserta jangka waktu
pinjaman.
b. Pihak Pemberi Pinjaman ( Kreditur)
Sebagai kreditur pemberi pinjaman, setelah registrasi pendaftaran
akun pada Platform Fintech P2P Lending, nantinya akan ,mencari
data pengajuan pinjaman di dashboard yang disediakan. Kreditur
akan melakukan pertimbangan relevansi data dari setiap pengajuan
pinjaman, termasuk kebenaran data pribadi, kontak darurat yang
dapat dihubungi, jumlah pendapatan, riwayat keuangan, serta tujuan
peminjaman.
3. Utang Piutang
Utang piutang merupakan perjanjian antara pihak yang satu dengan
pihak yang lainya dan objek yang diperjanjikan pada umumnya adalah uang.
Kedudukan pihak yang satu sebagai pihak pemberi pinjaman, sedangkan
pihak yang lain menerima pinjaman uang. Uang yang dipinjam akan
dikembalikan dalam jangka waktu tertentu sesuai dengan yang
diperjanjikanya.12
11 Walter Pinem, Semua yang Perlu Anda Ketahui Tentang Peer to Peer Lending (P2P
Lending), diterima dari https://koinworks.com/blog/ketahui-tentang-peer-peer-lending/ diakses
pada 11 Januari 2020 12 Gatot Supramono, Perjanjian Utang Piutang, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group,
2013), h.9
24
Pengertian utang piutang sama dengan pinjam meminjam yang
dijumpai dalam ketentuan Kitab Undang-undang Hukum Perdata Pasal
1754 yang berbunyi: “pinjam meminjam adalah suatu perjanjian dengan
mana pihak yang satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah
barang-barang tertentu habis karena pemakaian, dengan syarat bahwa yang
belakangan ini akan mengembalikan sejumlah yang sama dari macam
keadaan yang sama pula”.13
Dalam islam utang piutang dikenal dengan istilah al-Qardh. Qardh
dikalangan ahli bahasa di definisikan sebagai memotong. Qardh berasal dari
bahasa Arab yang berarti meminjamkan uang atas dasar kepercayaan.14
Adapun yang menjadi rukun Qardh adalah 1). Muqridh (pemilik
barang/yang memberikan pinjaman), 2). Muqtaridh (peminjam), 3). Qardh
(objek/barang yang dipinjamkan), 4). Ijab qobul. Sedangkan syarat-syarat
yang harus dipenuhi dalam akad Qardh yaitu: orang yang melakukan akad
(Muqridh dan Muqtaridh), Qardh (objek/barang yang dipinjamkan) harus
berupa mutaqawwim (harta menurut syara’boleh digunakan/dikonsumsi),
dan Ijab qabul yang dilakukan dengan jelas.15 Dasar hukum
diperbolehkanya utang piutang dalam Islam, sama dengan mendasari
pinjam meminjam Surat Al Baqarah Ayat 245 yaitu berkaitan dengan tolong
menolong dalam hal kebajikan dan taqwa, bukan dalam hal yang bisa
menimbulkan dosa.16
Surat Al Baqarah Ayat 245:
عفه له اضعافا قرضا حسنا فيضه يقبض من ذا الذي يقرض اللهكثيرة والله
واليه ترجعون ط ويبص
Artinya: “ Siapakah yang mau memberi pinjaman kepada Allah,
Pinjaman yang baik (menafkahkan hartanya dijalan Allah), maka Allah
akan melipat gandakan pembayaran kepadanya dengan lipat ganda
13 R. Subekti dan R.Tjitrosudibyo, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, (Jakarta: Pradnya
Paramita, 1992), h., 451 14 Imam Mustofa, Fiqh Muamalat Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), h., 167 15 AH, Azharuddin Latif, Fiqh Muamalat, (Jakarta: UIN Jakarta Press, 2005), h., 152 16 Abdul Gofur Anshori, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia, (Yogyakarta:
Citra Media,2006) h., 127
25
yang banyak. Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rizki) dan
kepada-NYA-lah kamu dikembalikan”.
Dalam Perjanjian Utang Piutang antara pemberi utang dan penerima utang
biasanya dilakukan dengan sebuah perjanjian. Adapun dasar hukum perjanjian atau
kontrak terdapat pada Pasal 1313 KUHPerdata yaitu yang berbunyi: “ Perjanjian
adalah suatu perbuatan dengan mana satu pihak atau lebih mengikatkan dirinya
terhadap satu orang atau lebih”.17 Dalam membuat perjanjian utang piutang
haruslah didasarkan kepada Pasal 1320 KHUPerdata yang memuat ketentuan:18
1) Kesepakatan mereka yang mengikat diri
2) Kecakapan untuk membuat perikatan
3) Suatu hal tertentu
4) Suatu sebab yang halal
Untuk kegiatan pembiayaan Fintech P2PLending ini bisa juga disebut
dengan utang piutang online. Yang dimaksud disini adalah pelaksanaan pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi. Menurut POJK Nomor
77/POJK.01/2016 yang dimaksud dengan pinjam meminjam uang berbasis
teknologi informasi adalah penyelenggaraan layanan jasa keuangan untuk
mempertemukan pemberi pinjaman dengan penerima pinjaman dalam rangka
melakukan perjanjian pinjam meminjam dalam mata uang rupiah secara langsung
melalui sistem elektronik dengan menggunakan jaringan internet.19 Konsep dasar
yang dilakukan pada utang piutang secara online adalah pada perjanjianya yang
dibuat secara online kontrak yang pada prisnsipnya sama dengan perjanjian yang
dibuat pada umumnya. Perbedaanya hanya terletak pada media yang digunakan
untuk membuat perjanjian tersebut. Perjanjian jenis ini sering menggunakan
fasilitas EDI (Electronic Data Interchange).20
17 R.Subekti,R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, ( PT Balai Pustaka:
2016),cet.16, h.,338 18 R.Subekti,R.Tjitrosudibio, Kitab Undang-Undang Hukum Perdata, h., 339 19 Pasal 1 Angka 3 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang
layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2016 Nomor 234 20 Gemala Dewi, dkk. Hukum Perikatan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media,2005),
26
Dalam Islam kegiatan ini termasuk kategori muamalah, yang
menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan oleh seseorang dengan seseorang
atau dengan beberapa orang dalam memenuhi kebutuhan masing-masing. Pada
dasarnya utang piutang online harus merujuk kepada salah satu prinsip muamalah
yaitu ‘an taradhin atau asas kerelaan para pihak yang melakukan akad. Asas ini
menekankan adanya kesempatan yang sama bagi para pihak yang menyatakan
proses ijab qabul. Dalam bidang muamalah dikenal suatu asas Hukum Islam yaitu
asas kebolehan atau mubah. Asas ini menunjukan kebolehan melakukan semua
hubungan perdata (sebagian dari hubungan muamalah) sepanjang tidak dilarang
oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah. Hal ini berarti bahwa Islam memberikan kepada
yang berkepentingan untuk mengembangkan bentuk dan macam-macam hubungan
keperdataan (baru) sesuai dengan perkembangan zaman dan kebutuhan manusia
sebagaimana dalam QS. Al-Baqarah Ayat 185. 21
Allah SWT berfirman:
“... Allah menghendaki kemudahan bagimu dan tidak menghendaki
kesukaran bagimu”
Maka dengan demikian perjanjian utang piutang secara online (perbuatan
hukum perdata) pada dasarnya tidak berbeda dengan perjanjian utang piutang pada
umumnya yang dilakukan menurut hukum perdata. Dalam ajaran islam
diperbolehkan asalkan tidak bertentangan dengan hukum perikatan islam karena
pada dasarnya perikatan yang dilakukan pada perjanjian utang piutang secara online
juga memenuhi rukun dan syarat perikatan menurut hukum perikatan islam.22
B. Kerangka Teori
1. Teori Perlindungan Konsumen
a. Pengertian Hukum Perlindungan Konsumen
Perlindungan konsumen adalah segala upaya untuk menjamin
h., 200
21 Gemala Dewi, dkk. Hukum Perikatan Islam di Indonesia, h., 203 22 Financial Technology di mata Ekonomi Islam diterima dari
http://pegadaiansyariah.co.id/posisi-financial-technology-di-mata-ekonomi-islam-detaol-6354
diakses tanggal 28 Januari 2020
27
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen.23 Istilah konsumen sendiri berasal dari kata consummer,
secara harfiah arti kata consummer adalah (lawan dari produsen) setiap
orang yang menggunakan barang.24 Pengertian konsumen dalam arti
umum adalah pemakai, pengguna, dan atau pemanfaat barang dan atau
jasa untuk tujuan tertentu.25 Sedangkan menurut Undang-undang
Perlindungan Konsumen mendefinisikan konsumen adalah setiap orang
pemakai barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup
lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Hukum perlindungan konsumen merupakan bagian dari hukum
konsumen yang memuat asas-asas atau kaidah-kaidah yang mengatur dan
juga mengandung sifat yang melindungi kepentingan konsumen.
AZ. Nasution, memberikan batasan dari hukum perlindungan
konsumen yaitu keseluruhan asas-asas dan kaidah-kaidah yang mengatur
dan melindungi konsumen dalam hubungan dan masalah penyediaan dan
penggunaan produk (barang dan/atau jasa) konsumen antara penyediaan dan
penggunaanya dalam kehidupan bermasyarakat.26 Maka dari itu hukum
perlindungan konsumen dapat digunakan apabila antara konsumen dan
pelaku usaha yang mengadakan suatu hubungan hukum, kemudian terjadi
permasalahan yang dipicu oleh kependudukan yang tidak seimbang
tersebut.
Kepastian hukum merupakan variabel yang akan mempengaruhi
pemberian perlindungan terhadap konsumen. Apabila kepastian hukum
dapat tercapai, maka perlindungan hukum juga akan dapat diberikan.
Kepastian hukum mencakup semua pilihan yang dirancang untuk
memberikan hak kepada konsumen untuk memperoleh atau menentukan
23 Pasal 1 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42 24 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana Prenada Group,2013), h.,15 25 Abdul Halim Barkatullah,Hak-Hak Konsumen, (Bandung: Nusa Media, 2010), h.,30 26 A.Z. Nasution, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, (Jakarta: Diadit Media,
2007), h., 22
28
barang dan/atau jasa pilihannya, serta segala upaya untuk mempertahankan
atau mempertahankan haknya ketika dirugikan oleh pelaku komersial yang
memenuhi kebutuhan konsumen tersebut.
Keinginan untuk melindungi konsumen adalah untuk menciptakan
rasa aman bagi konsumen dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Fakta
membuktikan bahwa semua regulasi perlindungan konsumen dalam
Undang-Undang Perlindungan Konsumen dikenakan sanksi pidana. Segala
upaya yang ditujukan untuk melindungi konsumen tidak hanya
membutuhkan tindakan preventif, tetapi juga tindakan represif di semua
bidang perlindungan yang diberikan kepada konsumen.Pengaturan
perlindungan konsumen kemudian dapat dilakukan dengan cara-cara
berikut:
a) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
keterbukaan akses dan informasi, serta menjamin kepastian hukum.
b) Melindungi kepentingan konsumen pada khususnya dan kepentingan
seluruh pelaku usaha.
c) Meningkatkan kualitas barang dan jasa.
d) Memberikan perlindungan kepada konsumen dari praktik usaha yang
menipu dan menyesatkan
e) Memadukan penyelenggaraan, pengembangan dan pengaturan
perlindungan konsumen dengan bidang-bidang perlindungan pada
bidang-bidang lain.27
b. Asas-asas dan Tujuan Perlindungan Konsumen
Agar perlindungan konsumen dapat terlaksan maka prinsip-
prinsip yang menjadi dasar penegakan harus diterapkan. Pengaturan
27 Erman Rajagukguk dkk, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana Prenada
Group, 2013), h., 22-23
29
mengenai asas-asas atau prinsip-prinsip yang berlaku dalam hukum
perlindungan konsumen dirumuskan dalam Pasal 2 UUPK yang
menyatakan bahwa: perlindungan konsumen berasaskan manfaat,
keadilan, keseimbangan, keamanan, dan keselamatan konsumen serta
partisipasi hukum.28
Selain asas, perlindungan konsumen juga memiliki tujuan
sebagaimana yang terdapat dalam Pasal 3 UUPK yaitu:
a) Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri;
b) Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkanya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau
jasa;
c) Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen;
d) Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi;
e) Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha:
f) meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen29.
28 Elsi, Advendim, Hukum dalam Ekonomi, (Jakarta: PT Grasindo,2007), h., 159 29 Pasal 3 Undang-undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 1999 Nomor 42
30
c. Hak dan Kewajiban Para Pihak
a) Hak dan Kewajiban Konsumen
Berdasarkan Pasal 4 UUPK konsumen memiliki hak, yaitu:30
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam atau
mengkonsumsi barang dan atau/jasa;
2. Hak untuk memilih barang dan/jasa serta mendapat barang dan/atau
jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang
dijanjikan;
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa;
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa
yang digunakan;
5. Hak untuk mendapat advokasi perlindungan konsumen secara patut;
6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian,
apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainya. 31
Selain memperoleh hak tersebut, konsumen juga mempunyai
kewajiban konsumen yaitu: 32
1. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian
atau pemanfaatan barang dan/atau jasa demi keamanan dan
keselamatan;
30 Pasal 4 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42 31 Seperti hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat, Pasal 5 ayat (1) Udang-Undang
Nomor 23 Tahun 1997 Tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup 32 Pasal 5 Undang-Undang Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999, Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42
31
2. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/atau
jasa; Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati;
3. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen
secara patut.
Itu dimaksudkan agar konsumen sendiri dapat memperoleh hasil
yang optimal atas perlindungan dan/atau kepastian hukum bagi dirinya.
Dalam hal ini Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu UU No. 8
Tahun 1999 yang di dalamnya mengatur tentang Hak dan Kewajiban
Konsumen, sejalan dengan produk legislasi yang bertujuan melindungi
hak-hak warga Negara.
b) Hak dan Kewajiban Pelaku Usaha
Selain adanya hak dan kewajiban bagi konsumen terdapat pula
adanya hak dan kewajiban bagi pelaku usaha. Hak pelaku usaha yang diatur
dalam Pasal 6 Undang-Undang Perlindungan Konsumen terdiri dari: 33
a. Hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
b. Hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen
yang beritikad tidak baik.
c. Hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya dalam menyelesaikan
hukum sengketa konsumen.
d. Hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa
kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan.
Adapun mengenai kewajiban bagi pelaku usaha yang diatur dalam
Pasal 7 Undang-Undang Perlindungan Konsumen yaitu:34
33 Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42 34 Pasal 7 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen,
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1999 Nomor 42
32
a. Beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya
b. Memberikan informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberikan penjelasan
penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
c. Memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif.
d. Menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau
jasa yang berlaku.
e. Memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji dan/atau
mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau
garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan.
f. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian
akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa
yang diperdagangkan.
g. Memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian jasa apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian.35
2. Teori Keadilan
Dalam bukunya "Theory of Justice", John Rawls memaparkan teori
keadilan sebagai teori keadilan sosial yaitu prinsip perbedaan dan prinsip
persamaan kesempatan. Inti dari prinsip perbedaan adalah bahwa perbedaan
sosial dan ekonomi harus diatur agar dapat memberikan manfaat sebesar-
besarnya kepada yang tidak beruntung.
Istilah perbedaan sosio-ekonomi dalam prinsip perbedaan mengacu
pada ketimpangan prospek akses terhadap elemen dasar seperti
kesejahteraan, pendapatan dan kekuasaan. Pada saat yang sama, prinsip
kesempatan yang sama menunjukkan mereka yang memiliki kesempatan
35 Ahmad Miru, Hukum Perlindungan Konsumen (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2011),
h., 50
33
paling kecil untuk memperoleh prospek, wawasan, dan otoritas
kesejahteraan. Mereka berhak mendapatkan perlindungan khusus.
Rawls mengerjakan teori mengenai prinsip-prinsip keadilan
terutama sebagai alternatif bagi teori utilitarianisme sebagaimana
dikemukakan oleh Hume, Bentham, dan Mill. Rawls berpendapat bahwa
dalam masyarakat yang diatur menurut prinsip-prinsip utilitarianisme,
orang-orang akan kehilangan harga diri, lagi pula bahwa pelayanan demi
perkembangan bersama akan lenyap, Rawls juga berpendapat bahwa
sebenarnya teori ini lebih keras dai apa yang dianggap normal oleh
masyarakat. Memang boleh jadi diminta pengorbanan demi kepentingan
umum, tetapi tidak dapat dibenarkan bahwa pengorbanan ini pertama-tama
diminta dari orang-orang yang sudah kurang beruntung dalam masyarakat.
Rawls percaya bahwa aturan seperti itu harus diterapkan pada
ketidaksetaraan untuk menguntungkan masyarakat yang paling lemah. Ini
terjadi ketika dua kondisi terpenuhi. Pertama, ketimpangan menjamin nilai
maksimum dan minimum untuk kelompok yang paling rentan. Artinya,
kondisi sosial harus memungkinkan sekelompok kecil orang memperoleh
keuntungan sebesar mungkin. Kedua, ketimpangan terkait erat dengan
posisi yang terbuka untuk semua. Kuncinya adalah setiap orang memiliki
kesempatan yang sama dalam hidup. Menurut pedoman ini, semua
perbedaan antara orang berdasarkan ras, warna kulit, agama, dan perbedaan
mendasar lainnya yang pada dasarnya primitif harus ditolak.
Selain itu, Rawls menekankan bahwa kalimat pertama dari kedua
prinsip tersebut secara alami adalah sebagai berikut. Pertama-tama, setiap
orang harus memiliki hak yang sama dengan kebebasan dasar seluas-
luasnya yang sesuai dengan kebebasan serupa orang lain. Kedua,
ketidaksetaraan sosial dan ekonomi harus diatur agar (a) diharapkan secara
wajar baik untuk semua orang, dan (b) posisi dan posisi yang terbuka untuk
semua orang. Rencana pelaksanaan peradilan kerakyatan harus
memperhatikan dua prinsip yudisial, yaitu pertama, memberikan hak dan
kesempatan yang sama kepada setiap orang secara bebas dan setara dengan
34
kebebasan dasar yang seluas-luasnya. Kedua, mereka dapat menata kembali
perbedaan sosial ekonomi yang terjadi sehingga dapat saling
menguntungkan bagi semua orang (termasuk kelompok yang beruntung dan
kurang beruntung).36
Oleh karena itu, perbedaan tersebut menuntut agar struktur dasar
masyarakat diatur sedemikian rupa sehingga kesenjangan prospek
perolehan keuntungan, pendapatan, kekuasaan dan hal-hal besar lainnya
disediakan untuk kepentingan kelompok yang paling rentan. Artinya,
keadilan sosial harus diupayakan dengan dua cara: Pertama, dengan
memberdayakan institusi sosial, ekonomi dan politik untuk mengoreksi dan
memperbaiki ketimpangan yang dialami oleh yang lemah. Kedua, setiap
aturan harus memposisikan dirinya sebagai pedoman perumusan kebijakan
untuk mengoreksi ketidakadilan yang dialami oleh yang lemah.
36 John Rawls, A Theori of Justice, Cambridge,Massa Chusetts, The Belknap Press of
Harvard University Press, 1971, p.60. lihat pula pada terjemahan ke bahasa Indonesia oleh Uzair
Fauzan dan heru Prasetyo, 2006, Teori Keadilan, Dasar-dasar Filsafat Politik untuk Mewujudkan
Kesejahteraan Sosial dalam Negara, cet.1, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, h., 72
35
BAB III
GAMBARAN UMUM
FINTECH ADAKAMI, EASY CASH, MITRA PEDAGANG
A. Fintech AdaKami
1. Tentang Perusahaan
PT Pembiayaan Digital Indonesia (Adakami) merupakan Perusahaan
Tekonologi Finansial (Fintech) konvensional dengan sistem operasi
Android dan IOS yang memberikan pinjaman tunai tanpa adanya jaminan
kepada peminjam1. Fintech Adakami sudah berizin resmi dan diawasi oleh
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sesuai dengan surat tanda berizin atau
terdaftar nomor KEP 128/D.05/2019.2
2. Fasilitas Pinjaman
Fasilitas pinjaman yang diberikan oleh Fintech Adakami yaitu
memberikan limit pinjamam maksimum Rp 10.000.000 dengan Jangka
waktu peminjaman 91 hari sampai dengan 180 hari, Suku bunga tahunan
19% pertahun.3
3. Syarat Mengajukan Pinjaman Bagi Calon Peminjam
Sebelum mengajukan pinjaman, maka para calon peminjam harus
memenuhi syarat mengajukan pinjaman. ketentuan dan persyaratan yang
harus dipenuhi bagi calon peminjam pada Fintech Adakami yaitu Warga
negara Indonesia yang sudah memiliki KTP, usia peminjam minimum 20
tahun dan maksimum 50 tahun, memiliki rekening bank di Indonesia seperti
bank BCA, BRI, BNI, Mandiri, berdomisili di wilayah
Jakarta,Bogor,Tangerang, Depok,Bekasi, Surabaya,Semarang, kudus,
1 Profil Perusahaan Fintech P2PLending AdaKami diterima dari https://www.adakami.id
diakses pada 6 Mei 2020 2 Data Statistik OJK, Perusahaan Fintech Lending Berizin Dan Terdaftar Per 5 Agustus
2020, Otoritas Jasa Keuangan diakses pada 03 September 2020 3 Informasi Produk Fintech P2PLending AdaKami diterima dari https://www.adakami.id
diakses pada 6 Mei 2020
36
yogyakarta, surakarta, magelang, malang,kediri,jember, gresik,
banyuwangi, denpasar, medan, batam, pekanbaru, manado pontianak, dan
banjarmasin. Selain itu peminjam juga harus memenuhi dokumen yang
diperlukan untuk mengajukan pinjaman yaitu mengisi informasi pribadi
(nama lengkap, tanggal lahir, alamat, nomor telepon, tujuan mengajukan
pinjaman, dan lain-lain), informasi pekerjaan, kemudian peminjam juga
wajib mengisi kontak darurat sebagai kontak yang akan dihubungi apabila
peminjam mengalami gagal bayar atau terjadi pinjaman macet, selain itu
peminjam juga harus mengapload KTP dan foto pribadi yakni harus dengan
ketentuan harus berfoto dengan KTP yang memperlihatkan wajah peminjam
yang akan melakukan pinjaman pada aplikasi Adakami.
4. Batas Waktu Pinjaman
Pinjaman yang dapat diajukan oleh peminjam memiliki batas waktu
yang telah ditetapkan yaitu jangka waktu peminjaman 91 hari sampai
dengan 180 hari.
5. Cara Pengajuan dan Simulasi Pengajuan Pinjaman
Cara pengajuan dan proses pinjaman yang dapat dilakukan oleh
peminjam yaitu dengan cara :4 pertama peminjam mengunduh aplikasi
AdaKami di Google Play, kedua Isi kolom informasi dengan lengkap,
ketiga. Pilih jumlah nominal pinjaman dan durasi atau tenor pinjaman,
keempat tunggu peninjauan, lalu jika pinjaman di setujui maka dana akan
masuk ke rekening yang telah dicantumkan saat pengajuan pinjaman.
Kemudian untuk Simulasi Pinjaman yaitu jika tenor waktu pinjaman 91 hari
dengan jumlah pinjaman Rp 2.000.000* 19% / 365*= Rp 94.739,73
6. Pengembalian Pinjaman
Peminjam yang akan mengembalikan pinjaman dapat melakukan
metode pembayaran secara online dengan cara mentransfer tagihan dananya
melalui ATM, Mobilebanking, Internetbanking sesuai dengan arahan dari
4 Cara Pengajuan dan Simulasi Pinjaman Fintech P2PLending AdaKami diterima dari
https://www.adakami.id diakses pada 6 Mei 2020
37
aplikasi Adakami. 5
B. Fintech Easycash
1. Tentang Perusahaan
PT Indonesia Fintopia Technology (Easycash) merupakan Perusahaan
Tekonologi Finansial (Fintech) konvensional di Indonesia dengan sistem
operasi Android yang sudah memiliki izin dari Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) sejak sesuai dengan status tanda berizin/terdftar S590/NB.213/2018.
6
Easycash adalah layanan pinjaman online cepat tanpa jaminan yang
menawarkan pinjaman mulai dari Rp 200.000 sampai dengan Rp
10.000.000 dengan jangka waktu yang berbeda. Pelanggan dapat meminjam
uang dengan cepat dan dapat memilih jangka waktu pinjaman sesuai
dengan kebutuhan.
Semua proses dilakukan secara online, tanpa jaminan, cepat, serta
memenuhi kebutuhan keamanan pinjaman dana tunai.
Easycash sangat mudah digunakan hanya dengan mendownload
aplikasi Easycash, hanya butuh waktu 5 menit untuk melengkapi pengajuan
pinjaman, riview cepat, pinjaman uang cepat, semua proses dilakukan
melalui HP. Pengajuan akan selesai riview 24 jam, pinjaman cair
memerlukan waktu beberapa menit sampai 24 jam.
Easycash yang mengungsung konsep Financial Technology ini,
memanfaatkan teknologi internet dalam melaksanakan bisnisnya. Proses
pinjaman tanpa agunan berjalan cepat dan mudah karena Easycash
menggunakan teknologi khusus untuk mengumpulkan, menganalisis, dan
memproses pinjaman tanpa agunan anda dalam waktu 24 jam. Dengan
teknologi ini anda dapat mudah pinjam online melalui Easycash.7
5 Cara Pengembalian Pinjaman Uang Fintech P2PLending AdaKami diterima dari
https://www.adakami.id diakses pada 6 Mei 2020 6 Data Statistik OJK, Perusahaan Fintech Lending Berizin Dan Terdaftar Per 5 Agustus
2020, Otoritas Jasa Keuangan diakses pada 03 September 2020 7 Profil Perusahaan Fintech P2PLending Easycash Diterima dari
38
2. Fasilitas Pinjaman
Fasilitas pinjaman yang diberikan Fintech Easycash memberikan
pinjaman uang mulai dari Rp 200.000- Rp 10.000.000 dengan durasi tenor
mulai dari 90 hari sampai dengan 180 hari dan Suku bunga 24% pertahun.
3. Syarat Mengajukan Pinjaman Bagi Calon Peminjam
Sebelum mengajukan pinjaman, maka para calon peminjam harus
memenuhi syarat mengajukan pinjaman. ketentuan dan persyaratan yang
harus dipenuhi bagi calon peminjam pada Fintech Easycash yaitu Warga
negara Indonesia yang sudah memiliki KTP, usia peminjam hanya untuk 18
tahun keatas, Selain itu peminjam juga harus memenuhi dokumen yang
diperlukan untuk mengajukan pinjaman yaitu mengisi informasi pribadi
(nama lengkap, tanggal lahir, alamat, nomor telepon, tujuan mengajukan
pinjaman, dan lain-lain), informasi pekerjaan, kemudian peminjam juga
wajib mengisi kontak darurat sebagai kontak yang akan dihubungi apabila
peminjam mengalami gagal bayar atau terjadi pinjaman macet, selain itu
peminjam juga harus mengapload KTP dan foto pribadi yakni harus dengan
ketentuan harus berfoto dengan KTP yang memperlihatkan wajah peminjam
yang akan melakukan pinjaman pada aplikasi Easycash.
4. Batas Waktu Pinjaman
Pinjaman yang dapat diajukan oleh peminjam memiliki batas waktu
yang telah ditetapkan yaitu jangka waktu peminjaman 90 hari sampai
dengan 180 hari.
5. Cara Pengajuan dan Simulasi Pengajuan Pinjaman
Cara pengajuan dan proses pinjaman yang dapat dilakukan oleh
peminjam yaitu dengan cara : pertama peminjam mengunduh aplikasi
Easycash di Google Play, kedua mengisi formulir yang disediakan, ketiga,
https://indo.geteasycash.asia diakses pada 7 Mei 2020
39
Pilih jumlah nominal pinjaman dan durasi atau tenor pinjaman, keempat
tunggu peninjauan, lalu jika pinjaman di setujui maka dana akan masuk ke
rekening yang telah dicantumkan saat pengajuan pinjaman. Kemudian
untuk Simulasi Pinjaman yaitu Contoh jika peminjam memilih limit
pinjaman sebesar Rp. 1.500.000 dengan jangka waktu 93 hari, total bunga
yang harus dibayar= 1.500.00*0.0005*93= Rp.69.750
6. Pengembalian Pinjaman
Peminjam yang akan mengembalikan pinjaman dapat melakukan
metode pembayaran secara online dengan cara mentransfer tagihan dananya
melalui bank apapun, cukup mengirim uang ke nomor rekening virtual
account yang akan diberikan jika pinjaman disetujui.8
C. Fintech Mitra Pedagang
1. Gambaran Umum Perusahaan
Mitra Pedagang merupakan koperasi simpan pinjam (KSP). Mitra
pedagang menawarkan layanan produk simpan pinjam transaksi online
dengan cepat dan mudah untuk anggota dan calon anggota dari ksp, dimana
ksp bergerak sesuai dengan mengikuti peraturan yang ada di Indonesia.
Dengan adanya aplikasi canggih ini, transaksi simpan pinjam akan terlayani
dengan cepat, adil dan transparan. Mitra pedagang adalah produk pinjaman
online terkemuka di indonesia, mudah untuk mengajukan pinjaman secara
online dan ulasan cepat tanpa harus melakukan langkah-langkah kompleks
atau memberikan informasi yang berlebihan.9
2. Fasilitas Pinjaman
Mitra Pedagang memberikan pinjaman uang mulai dari Rp 1.000.000
- Rp 6.000.000 dengan Jangka waktu peminjaman 91 hari sampai dengan
180 hari, Suku bunga maksimum pertahun sebesar 28%.
8 Simulasi Pinjaman Fintech P2PLending Easycash Diterima dari
https://indo.geteasycash.asia diakses pada 7 Mei 2020 9 Tentang Fintech Mitra Pedagang diterima dari https://m.apkpure.com/id/mitra-
pedagang.com diakses pada 9 Mei 2020
40
3. Syarat Mengajukan Pinjaman Bagi Calon Peminjam
Sebelum mengajukan pinjaman, maka para calon peminjam harus
memenuhi syarat mengajukan pinjaman. ketentuan dan persyaratan yang
harus dipenuhi bagi calon peminjam yaitu Warga negara Indonesia yang
sudah memiliki KTP, usia peminjam hanya untuk 20 tahun keatas,
memiliki akun bank pribadi, memiliki penghasilan. Selain itu peminjam
juga harus memenuhi dokumen yang diperlukan untuk mengajukan
pinjaman yaitu mengisi informasi pribadi (nama lengkap, tanggal lahir,
alamat, nomor telepon, tujuan mengajukan pinjaman, dan lain-lain),
informasi pekerjaan, kemudian peminjam juga wajib mengisi kontak darurat
sebagai kontak yang akan dihubungi apabila peminjam mengalami gagal
bayar atau terjadi pinjaman macet, selain itu peminjam juga harus
mengapload KTP dan foto pribadi yakni harus dengan ketentuan harus
berfoto dengan KTP yang memperlihatkan wajah peminjam yang akan
melakukan pinjaman pada aplikasi.
4. Batas Waktu
Pinjaman yang dapat diajukan oleh peminjam memiliki batas waktu
yang telah ditetapkan yaitu jangka waktu peminjaman 91 hari sampai
dengan 180 hari.
5. Cara Pengajuan dan Simulasi Pengajuan Pinjaman
Cara pengajuan pinjaman pada platform Mitra pedagang adalah dengan
mengunduh aplikasi mitra pedagang dari Google Play dan daftar dengan
nomor telepon, mengisi isi formulir pinjaman online, setelah itu menunggu
persetujuan pinjaman.
Dan untuk simulasi pinjaman sebagai contoh jika debitur memilih
jumlah pinjaman sebesar Rp 1.000.000 dengan suku bunga 28%, maka pada
jatuh tempo debitur harus membayar: 1.000.000* (1+28%) = 1.280.000. 10
10 Informasi Laynanan Fintech Mitra Pedagang diterima dari
41
6. Pengembalian Pinjaman
Peminjam yang akan mengembalikan pinjaman dapat melakukan
pembayaran secara online dnegan mengikuti arahan dari aplikasi Mitra
Pedagang.
https://m.apkpure.com/id/mitra-pedagang.com diakses pada 9 Mei 2020
42
BAB IV
SISTEM PENAGIHAN PADA FINTECH DI INDONESIA
A. Praktik Penagihan Pada Fintech Adakami, Easycash, Mitra Pedagang
Hadirnya pinjaman melalui Fintech memberikan inovasi dalam
pemberian pinjaman. Masyarakat Indonesia yang dulunya kesulitan
mendapatkan kredit bank, kini dengan kemajuan teknologi keuangan,
masyarakat semakin memiliki kesempatan untuk mendapatkan pinjaman.
Fintech P2PLending atau bisa disebut dengan layanan pinjaman online
yang dibuat oleh penyedia jasa keuangan, dengan tujuan mempertemukan
antara pemberi pinjaman dan penerima pinjaman dalam konteks perjanjian
melalui sistem elektronik dengan menggunakan internet. Pada dasarnya tujuan
dari layanan Fintech P2PLending ini adalah untuk memberikan kemudahan
kepada masyarakat (khususnya kepada debitur) agar dapat memperoleh dana
pinjaman dengan cepat dan tanpa adanya agunan seperti yang umum terjadi di
bank konvensional. Namun, kehadiran Fintech ini ternyata ibarat dua sisi mata
uang. Fintech memberikan akses pinjaman yang luas kepada masyarakat yang
tidak memiliki rekening bank (unbankables) atau kredit terbatas, di sisi lain,
layanan jasa keuangan ini memunculkan banyak kasus masalah.1
Hadirnya Fintech P2PLending atau pinjaman online juga menimbulkan
pertanyaan tentang bagaimana cara penagihan pada pinjaman online. Jika
debitur pinjaman tidak bayar atau terlambat bayar, maka penyelenggara Fintech
P2PLending melakukan collection atau penagihan. Penagihan adalah proses,
cara, perbuatan, menagih; permintaan (peringatan dan sebagainya) supaya
membayar utang dan sebagainya.2 Dalam kasus penagihan yang penulis
cantumkan pada penelitian ini adalah kasus penagihan utang yang dilakukan
oleh Fintech Adakami,Easycash, dan Mitra Pedangang. Sebelum penulis
menjelaskan bagaimana cara penagihan utang yang dilakukan oleh ketiga
1 Gika Asdina Firanda, “Nagih Utang (Debt Colllector) Pinjaman Online Berbasis Financial
Technology”, Diponegoro Law Journal Vol.8 No. 4, 2019, h., 2526 2 Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online, diakses dari
https://www.kbbi.web.id/penagihan
43
Fintech ini menagih utang kepada para debiturnya, penulis akan mengulas
terlebih dahulu prosedur-prosedur peminjaman pada Fintech Adakami,
Easycash, dan Mitra pedagang.
Berikut ini adalah cara peminjaman melalui Fintech Adakami, Easycash
dan MitraPedagang:
1 Fintech Adakami prosedur peminjamanya sebagai berikut:3
a. Mengunduh aplikasi Adakami di Playstore
b. Mendaftar pinjaman dengan mengisi formulir data diri (nama lengkap,
tanggal lahir, alamat, nomor telepon, pendidikan,status pernikahan,
tujuan mengajukan pinjaman,), informasi pekerjaan, kemudian
peminjam juga wajib mengisi kontak darurat minimal mencantumkan
2 nomor kontak, mengisi nomor rekening bank
c. selain itu peminjam juga harus mengunggah KTP dan foto pribadi,
serta harus memberikan foto dengan KTP yang harus menunjukan
wajah peminjam akan meminjam
d. Fintech Adakami memproses pinjaman
e. Fintech Adakami mendanai peminjam dengan cara mentransfer ke
nomor rekening bank yang telah dicantumkan
f. Peminjam menerima dana pinjaman
g. Untuk limit jumlah dan tenor pinjaman ditentukan berdasarkan data
dan pada saat pilihan pengajuan dana
h. Untuk pembayaran dan penagihan dilakukan mulai dari waktu jatuh
tempo pinjaman
2 Aplikasi Fintech Easycash prosedurnya sebagai berikut:4
a. Mengunduh aplikasi Easycash di Playstore
b. Mendaftar untuk pinjaman di aplikasi dengan mengisi data pribadi
serta foto dengan KTP, memilih jumlah dan juga tenor waktu pinjaman
3 Tentang Fintech P2PLending AdaKami diterima dari https://www.adakami.id diakses pada
10 Juli 2020 4 Tentang Fintech P2PLending Easycash Diterima dari https://indo.geteasycash.asia diakses
pada 10 Juli 2020
44
c. Pihak Easycash memproses pinjaman
d. Fintech Adakami mendanai peminjam dengan cara mentransfer ke
nomor rekening bank yang telah dicantumkan
e. Peminjam menerima dana pinjaman
f. Untuk limit jumlah dan tenor pinjaman ditentukan berdasarkan data
dan pada saat pengajuan dana
g. Untuk pembayaran dan penagihan dilakukan mulai dari waktu jatuh
tempo pinjaman
3 Fintech Mitra Pedagang sama dengan aplikasi Fintech sebelumnya, yaitu
prosedur pengajuan pinjamanya sebagai berikut:5
a. Mengunduh aplikasi Mitra Pedagang di Playstore
b. Mendaftar untuk pinjaman di aplikasi dengan mengisi data pribadi
serta foto dengan KTP dan memilih jumlah juga tenor pinjaman
c. Pihak Easycash memproses pinjaman
d. Fintech Adakami mendanai peminjam dengan cara mentransfer ke
nomor rekening bank yang telah dicantumkan
e. Peminjam menerima dana pinjaman
f. untuk prosedur penagihan, sehari sebelum pelunasan atau jatuh tempo
collector atau penagih akan mengingatkan dengan menghubungi
nomor telepon peminjam
Selanjutnya pada penelitian ini penulis akan membahas bagaimana kasus
penagihan yang terjadi pada aplikasi Adakami, Easycash, dan Mitra Pedagang.
Kasus ini dijelaskan oleh tiga debitur (peminjam) yang mengajukan pinjaman
dana. Penulis melakukan wawancara langsung dengan narasumber yaitu
debitur (peminjam) yang mengalami pelanggaran penagihan yang dilakukan
oleh pihak perusahaan Fintech.
Pertama, kasus penagihan dari Fintech Adakami yang dialami oleh
Muhammad Nawawi yang menjelaskan bahwa dirinya mendapat penagihan
5 Tentang Fintech Mitra Pedagang diterima dari https://m.apkpure.com/id/mitra-
pedagang.com diakses pada 10 Juli 2020
45
yang kasar serta ancaman yang dilakukan oleh pihak Fintech Adakami. Beliau
mengatakan:
“saya meminjam uang Rp 2.300.000 di aplikasi Fintech Adakami dengan
tenor waktu pinjaman 3 bulan. Saya sudah membayar cicilan dalam dua
bulan, dan baru ,menunda pembayaran di bulan ketiga. Karena saya
tidak punya uang, karena saya sedang tidak kerja, sudah saya katakan ke
pihak Adakami ketika menagih, tetapi Adakami tidak mau mengerti dan
terus memaksa menagih utang, walaupun saat penagihan hanya lewat 1
hari dan penagihanya juga dengan kata-kata yang sangat kasar juga
mengancam akan menyebar data”.6
Kasus kedua adalah kasu penagihan dari Fintech Easycash yang
dialami oleh Devi Nurfitriani. Dia meminjam uang sejumlah Rp 1.000.000
dan menerima Rp 760.000 tenor waktu pinjaman 30 hari cicilan 2X
pembayaran sebesar Rp 506.000. beliau mengatakan:
“Saya sudah membayar cicilan pertama dan untuk cicilan yang kedua
kali ini saya telat membayar 2 hari dari waktu karena belum mempunyai
uang untuk membayar akibat diliburkan dari pekerjaan yang terkena efek
pandemi virus Covid 19 . Namun walaupun hanya baru lewat dua hari, saya
sudah di tagih oleh pihak Easycash dengan cara penagihan yang kasar dan
mengancam. Easycash juga sudah menyebar data saya dengan cara
melakukan penagihan kepada nomor kontak darurat yang ada di HP saya.
Saya merasa malu karena saya ditegur oleh atasan di tempat bekerja yang
juga dihubungi pihak Easycash karena masalah ini”. 7
Ketiga, kasus penagihan pada Mitra Pedagang Kasus yang dialami
oleh Louiz Tyaz . beliau mengatakan:
“Mitra Pedagang menawarkan pinjaman kepada saya melalui SMS.
Karena saya membutuhkan dana untuk mendapatkan tambahan modal
usaha, saya sangat tertarik untuk meminjam. Untuk pinjaman ini, saya
meminjam Rp 1.500.000 dana yang diterima Rp 980.000 dengan tenor
waktu pinjaman 30 hari. Tapi sebelum sampai waktu pembayaran yang
telah ditentukan, lebih tepatnya baru 7 hari saya sudah mendapat tagihan
yang mengancam akan menyebar data saya, dan ternyata benar data saya
6 Wawancara pribadi dengan M Nawawi debitur Fintech AdaKami pada 19 Januari 2020 7 Wawancara pribadi dengan Devi Nurfitriani debitur Fintech Easycash pada 1 April 2020
46
sudah disebar karena teman saya menghubungi saya mendapat sms
penagihan utang atas nama saya. saya takut data saya disebarluaskan
lagi”. 8
Berdasarkan kasus tersebut, pihak Fintech telah melakukan tindakan
penagihan kepada debitur (peminjam) dengan berkata kasar disertai
ancaman, penyebaran data kontak ataupun pelanggaran pada privasi kontak
ketika debitur belum membayar atau melunasi pinjaman.
Perusahaan Fintech memang bisa mengakses nomor kontak di
handphone pengguna dan kemudian melakukan konfirmasi penagihan.
Ummnya nomor kontak atau emergency contact yang dicantumkan pada
ponsel atau saat debitur mengajukan dana sebagai salah satu syarat
pinjaman. Fungsinya adalah ketika debitur (peminjam) terlambat membayar
dan pihak debitur tidak bisa dihubungi maka pihak Penyelenggara Fintech
akan langsung menghubungi kontak darurat tersebut untuk memberikan
peringatan kepada debitur yang belum melakukan pembayaran pinjaman.
DetikFinance menjelaskan, setelah aplikasi Fintech terinstal dan bisa
dibuka, aplikasi Fintech memang meminta izin untuk mengakses umumnya
lima hal yakni, lokasi perangkat, kontak, melakukan dan mengelola
panggilan telepon,SMS, mengakses galeri diperangkat. Sejumlah izin
tersebut merupakan persyaratan aplikasi yang digunakan. Karena tampilan
layar pada saat membuka aplikasi sangat menarik bagi orang untuk
menyetujui semua izin ini untuk memastikan kelancaran operasi peminjam.9
Selain dari kasus-kasus yang penulis cantumkan, memang banyak kasus
yang menunjukan bahwa Fintech P2PLending atau aplikasi pinjaman online
ini kerap kali menyalahgunakan akses nomor ponsel dari penggunanya
(debitur). Oleh karena itu, teman, keluarga, kerabat ikut terlibat dalam
proses penagihan dan tidak sedikit menjadi teror.
Berkaitan dengan hal tersebut, Semuel Abrijani, Direktur Jendral
8 Wawancara pribadi dengan Louiz Tyaz debitur Fintech Mitra Pedagang 21 Maret 2020 9 Danang Sugianto, Aplikasi Utang Online Bisa Intip Sms Hingga Riwayat Telepon, diterima
dari https://finance.detik.com/moneter/d-410528/aplikasi-utang-online-juga-bisa-intip-sms-hingga-
riwayat-telepon- diakses pada 28 Juli 2020
47
Aplikasi Informatika, mengatakan jika hal-hal tersebut dilarang keras,
karena Fintech tidak ada kaitanya mengakses nomor ponsel jika tidak ada
keterkaitan dengan layanan, Fintech tidak dapat mengakses nomor ponsel
tersebut, maka Fintech hanya memperoleh nomor ponsel pengunduh, bukan
selain pengunduh seperti contohnya keluarga, teman. Selain nomor ponsel,
ia juga menjelaskan jika Fintech dilarang keras mengakses galeri pengguna.
Seperti yang digunakan pada saat kasus penagihan jika Fintech memakai
foto penggunanya untuk mengintimidasi fotonya (jika tidak membayar),
mereka hanya dapat mengakses kamera karena terkait dengan dengan
verifikasi seperti foto yang disertakan KTP saat mendaftar akun.10
Penagihan secara intimidatif sebenarnya dilarang diperusahaan
Fintech. Ketentuan tersebut tercantum dalam kode etik dan perilaku atau
code of conduct Asosiasi Financial Technology Indonesia (AFTECH).
Asosiasi Fintek Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) adalah asosiasi yang
ditunjuk oleh OJK dengan tujuan untuk menampung Penyelenggara
Pinjaman P2P Lending berdasarkan surat N0.S-5/D.05/2019 yang menyusun
apa yang menjadi dasar bagi pengguna jasa P2PLending (peminjam dan
pemberi pinjaman). Dengan diterbitkanya surat ini dan sesuai dengan Pasal
48 Bab XIII Peraturan Otoritas Jasa Keuangan No 77/POJK.01/2016. Oleh
karena itu, seluruh Penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis
teknologi informasi di Indonesia harus mendaftar menjadi anggota AFPI.
Hingga 18 Januari 2019, sebanyak 88 Penyelenggara (atau seluruh
penyelenggara yang terdaftar di OJK) telah terdaftar sebagai anggota AFPI.
Penunjukan AFPI juga menunjukan bagaimana regulator dapat bekerja
sebaik mungkin untuk menjaga kestabilan industri jasa keuangan dan
membuka ruang untuk inovasi dibidang jasa keuangan di Indonesia.11 AFPI
10 Fintech Ambil Data Debitur Tanpa Izin Denda 70 M Menanti, diterima dari
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20200214161524-37-137988/fintech-ambil-data-debitur-
tanpa-izin-denda-70-m-menanti diakses pada 29 Juli 2020 11 AFPI Ditunjuk OJK Sebagai Asosiasi Resmi Penyelenggara Layanan Pinjam Uang Online,
diterima dari https://economy.okezone.com/read/2019/01/23/320/2008175/afpi-ditunjuk-ojk-
sebagai-asosiasi-resmi-penyelenggara-layanan-pinjam-meminjam-online, diakses pada 30
September 2020
48
sendiri sudah memiliki panduan pelatihan untuk anggotanya. AFPI sudah
membuat pedoman perilaku layanan pinjam meminjam berbasis teknologi
informasi atau kode etik layanan pinjam meminjam yang bertanggung
jawab. Pedoman perilaku ini dapat dijadikan acuan bagi perusahaan
Fintech untuk memberikan pelayanan kepada masyarakat. Inti dari
pedoman kode etik ini adalah tiga prinsip dasar, yaitu: transparansi produk
dan metode penawaran, pencegahan pinjaman hutang yang berlebihan,
itikad baik dalam penawaran, pemberian dan penagihan hutang. untuk
prinsip itikad baik dalam penawaran,pemberian dan penagihan hutang,
dalam penagihan hutang kepada konsumen, Penyelenggara Fintech
dilarang menggunakan intimidasi, kekerasan fisik dan mental ataupun cara
lain yang menyinggung SARA atau merusak harkat, martabat, dan harga diri
debitur (cyber bullying) baik secara langsung maupun lewat dunia maya
yang ditunjukan terhadap debitur, harta bendanya maupun kerabat dan
keluarganya.12
Di dalam pedoman perilaku pemberian layanan pinjam meminjam
uang berbasis teknologi informasi secara bertanggung jawab yang dibuat
oleh AFPI pada Juli 2018, poin itikad baik dalam penagihan atas pinjaman
gagal bayar meliputi:13
1. Setiap penyelenggara wajib memiliki dan menyampaikan prosedur
penyelesaian dan penagihan kepada Pemberi dan Penerima Pinjaman
dalam terjadi gagal bayar pinjaman.
2. Setiap penyelenggara wajib menyampaikan kepada penerima pinjaman
dan pemberi pinjaman langkah-langkah yang akan ditempuh dalam hal
terjadi keterlambatan pinjaman atau kegagalan pembayaran pinjaman
antara lain:
a. Perihal pemberian surat peringatan;
b. Persyaratan penjadwalan atau restrukturisasi pinjaman;
12Pedoman Perilaku Pemberian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi Secara Bertanggung Jawab, Asosiasi Fintech Indonesia, 2018 13 Pedoman Perilaku Pemberian Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi Secara Bertanggung Jawab, Asosiasi Fintech Indonesia, 2018
49
c. Korespondensi dengan Penerima Pinjaman secara jarak jauh (desk
collection), termasuk via telepon, email, atau bentuk percakapan
lainya;
d. Perihal kunjungan atau komunikasi dengan tim penagihan, atau
e. Penghapusan pinjaman.
3. Prosedur penyelesaian dan penagihan sebagaimana tersebut di atas
wajib memperhatikan kepentingan Pemberi Pinjaman dan penerima
pinjaman.
4. Ketentuan lebih lanjut mengenai standar penagihan atas pinjaman gagal
bayar akan diatur di dalam pembaruan berkala Pedoman Perilaku.
Terkait kunjungan atau komunikasi dengan tim penagihan, semua
pegawai penagihan internal dari perusahaan Penyelenggara P2PLending
harus melalui pengujian tertulis dan lisan yang ketat serta mekanisme
seleksi untuk mendapatkan sertifikasi Agen Penagihan yang dikeluarkan
oleh AFPI. Dalam hal ini, setiap penyelenggara tidak dibolehkan melakukan
penagihan secara langsung kepada debitur yang belum melunasi pinjaman
setelah melewati dari batas jatuh tempo 90 (sembilan puluh) hari. AFPI
mengeluarkan pedoman untuk P2PLending (legal), sedangkan untuk
Fintech P2PLending yang tidak termasuk dalam POJK 77/2016 (ilegal)
tidak diatur oleh OJK dan tidak dapat menjadi anggota AFPI. P2PLending
ilegal hanya boleh menagih dari komunikasi melalui telepon seluler karena
tidak memiliki legalitas untuk menagih peminjam secara langsung.14
Dan dalam islam sendiri penagihan hutang dilakukan harus denngan
cara yang baik, pertama, islam menyarankan agar dilakukan pencatatan
transaksi utang. Terlebih ketika tingkat kepercayaanya kurang sempurna.
Kedua, Allah memerintahkan kepada orang yang memberikan utang, agar
memberi penundaan waktu pembayaran, ketika orang yang berutang
mengalami kesulitan pelunasan. Selain itu, ketika menagih hutang
14 Asep Syarifuddin Hidayat,Faris Satria Alam, Muhammad Ishar Helmi, Consumer
Protection On Peer To Peer Lending Financial Technology In Indonesia (Perlindungan Konsumen
Teknologi Keuangan Peer To Peer Lending di Indonesia), International Journal Of
Scientific&Technolgy Research Vol.9,2020, h.,4070
50
sepatutnya dilakukan dengan cara yang baik dan sopan. Tidak boleh
menggunakan nada tinggi, mengancam, apalagi menuntut bayaran dengan
nominal lebih dari jumlah terutang.
Jika dilihat pada kasus penagihan yang telah dicantumkan, penagihan
yang dilakukan Fintech Adakami,Easycash, dan MitraPedagang telah
melanggar kode etik penagihan yang ada pada ketentuan kode etik dan
perilaku atau code of conduct Asosiasi Financial Technology pada
pedoman perilaku layanan pinjam meminjam berbasis teknologi informasi
(LPMUBTI) yang dibuat pada tahun 2018 dan telah disepakati oleh pihak
penyelenggara Fintech dan Aftech.
Perlakuan negatif dalam tindakan penagihan yang dilakukan para
Penyelenggara Fintech kepada debitur (peminjam) juga dilarang oleh
Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai lembaga negara yang berfungsi
menyelenggarakan sistem pengaturan dan pengawasan terhadap seluruh
kegiatan sektor jasa keuangan dengan melihat pada Pasal 26 tentang
kerahasiaan data yang diatur dalam POJK Nomor 77 POJK.01/2016
Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
bahwa penyelenggara wajib: 15
1. Menjaga kerahasiaan, keutuhan, dan ketersediaan data pribadi, data
transaksi, dan data keuangan yang dikelolanya sejak data diperoleh
hingga data tersebut dimusnahkan;
2. Memastikan tersedianya proses autentikasi, verifikasi dan validasi yang
mendukung kenirsangkalan dalam mengakses, memproses, dan
mengeksekusi data pribadi, data transaksi dan data keuangan yang
dikelolanya;
3. Menjamin bahwa perolehan, penggunaan, pemanfataan dan
pengungkapan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan yang
diperoleh Penyelenggara Fintech berdasarkan persetujuan pemilik data
15 Pasal 26 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 Tentang Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 324
51
pribadi, data transaksi, dan data keuangan kecuali ditentukan lain oleh
ketentuan peraturan perundang-undangan;
4. Menyediakan komunikasi lain selain Sitem Elektronik Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis teknologi Informasi untuk memastikan
kelangsungan layanan nasabah yang dapat berupa surat elektronik, call
center, atau media komunikasi lainnya; dan
5. Memberitahukan secara tertulis kepada pemilik data pribadi, data
transaksi, dan data keuangan tersebut jika terjadi kegagalan dalam
perlindungan kerahasiaan data pribadi, data transaksi, dan data keuangan
yang dikelolanya.
Bersesuaian dengan masalah data pribadi, di dalam Undang-
Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik pada
Pasal 26 yaitu:16 (1) kecuali ditentukan lain oleh peraturan perundang-
undangan, penggunaan setiap informasi melalui media elektronik yang
menyangkut data pribadi seseorang harus dilakukan atas persetujuan
orang yang bersangkutan, (2) setiap orang yang dilanggar haknya
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat mengajukan gugatan atas
kerugian yang ditimbulkan berdasarkan undang-undang ini. Data pribadi
yang dimaksud ialah merupakan bagian dari hak pribadi (privacy
rights). Hak pribadi adalah hak untuk menikmati kehidupan pribadi dan
bebas dari segala macam gangguan, hak untuk berkomunikasi dengan
orang lain tanpa tindakan memata-matai, dan hak untuk mengawasi
akses informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang.
Pihak Penyelenggara Fintech sebagai pengirim sesuai dengan
pasal 1 ayat 18 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transaksi Elektronik yaitu subjek hukum yang
mengirimkan informasi elektronik atau dokumen elektronik juga tidak
16 Pasal 26 pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transasksi
Elektronik Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4843
52
memperhatikan Pasal 32 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008
Tentang Informasi Transaksi Elektronik yang berisi:17
1. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
dengan cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi,
melawan transmisi, merusak, menghilangkan, memindahkan,
menyembunyikan suatu Informasi elektronik dan/atau dokumen
Elektronik milik orang lain atau milik publik.
2. Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum
dengan cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi
elektronik dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik
orang lain yang tidak berhak.
3. Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
mengakibatkan terbentuknya suatu Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses
oleh publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana
mestinya.
Dengan mengacu pada 3 peraturan tersebut, dapat disimpulkan
bahwa dalam penagihanya, pihak Penyelenggara Fintech Adakami,
Easycash dan MitraPedagang telah melanggar Undang-Undang yang
berlaku bila penagihan dilakukan dengan cara memaki, mengintimidasi,
mengancam, mempermalukan dan menyebarkan data nasabah tanpa izin
B. Bentuk Perlindungan Hukum Bagi Korban Penagihan Fintech
Perlindungan hukum sangat penting karena merupakan hak rakyat suatu
negara. Menurut Satjipto Rahardjo, perlindungan hukum adalah cara atau usaha
untuk memberikan perlindungan kepentingan hak seseorang yang telah
dirugikan oleh orang lain dan perlindungan tersebut diberikan kepada
masyarakat agar masyarakat dapat menikmati semua hak-hak yang diberikan
17 Pasal 32 pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transasksi
Elektronik Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 4843
53
oleh hukum.18 Adnan Buyung Nasution berpendapat bahwa perlindungan
hukum merupakan perlindungan harkat dan martabat manusia dari pelanggaran
perampasan hak oleh orang lain telah yang telah melanggar norma hukum dan
undang-undang. Dan menurut Philips M. Hadjon perlindungan hukum yaitu
perlindungan akan harkat dan martabat, serta pengakuan terhadap hak asasi
manusia yang dimiliki oleh subyek hukum berdasarkan ketentuan hukum dari
perbuatan yang sewenang-wenang.19
Perlindungan hukum juga menimbulkan kewajiban bagi negara, yaitu
negara wajib memberikan perlindungan bagi seluruh warganya tanpa terkecuali,
karena unsur-unsur perlindungan hukum yaitu:20
1. Adanya perlindungan dari pemerintah kepada warganya
2. Jaminan kepastian hukum. Dalam Undang-undang Dasar Tahun 1945 Pasal
28 D Ayat (1) menyebutkan bahwa setiap orang berhak atas pengakuan,
jaminan, perlindungan, kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang
sama di depan hukum.
3. Berkaitan dengan hak-hak kewarganegaraan
4. Adanya sanksi bagi pihak yang melanggaranya
Hukum dapat difungsikan untuk mewujudkan perlindungan, yang
sifatnya tidak hanya mudah beradpatsi dan fleksibel, tetapi juga bersifat
prediktif dan antisipatif. Bagi mereka yang lemah dan belum kuat secara sosial,
ekonomi, dan politik, hukum diperlukan untuk memperoleh keadilan sosial.
Setiap negara pasti mempunyai sistem hukumnya sendiri, mencakup
seluruh hukum yang berlaku yang dipengaruhi oleh berbagai faktor (ekonomi,
sosial, budaya, dan sistem politik). Ciri khas negara ini adalah bahwa sistem
tersebut akan mendukung sistemnya sendiri serta lembaga hukum yang berlaku.
Tugas negara untuk menjaga dan memelihara sistem dan aturan-aturan
hukumnya, tidak hanya untuk kepentingan hukum normatif dan kepastian
18 Satjipto Rahardjo, Ilmu Hukum, (Bandung: Citra Aditya Bakti,2000),Cet.V, h.,53 19 Ahmad Zuhairi, Hukum Perlindungan Konsumen dan Problematikanya, (Jakarta: GH
Publishing, 2016), h.,14 20 Praktik Perlindungan dan Penegakan Hukum di Indonesia, diterima dari:
https://www.kompas.com/skola/read/2020/02//20/193200269//praktik-perlindungan-dan-
penegakan-hukm-di-indonesia?page=all diakses pada 6 Juni 2020
54
hukum, tetapi juga untuk ketertiban umum.
Salah satu cara untuk menciptakan ketertiban dalam masyarakat adalah
memberikan perlindungan terhadap kegiatan ekonomi masyarakat. Hubungan
antara pelaku usaha dan konsumen biasanya tidak setara. Konsumen biasanya
berada pada posisi yang kurang menguntungkan, sehingga seringkali terjadi
ketidakseimbangan antara pelaku usaha yang menganggap dirinya lebih kuat
daripada konsumen.21 Misalnya, perlindungan hukum fintech diperlukan bagi
pengguna layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi. Kegiatan Bisnis
yang dilakukan dalam Fintech merupakan kegiatan bisnis yang penuh resiko
(full risk business) karena kegiatan bisnisnya berkaitan dengan uang dan
internet. Karena itu, harus didukung dengan peraturan yang kuat. Hal ini sebagai
upaya menerapkan penyelenggaraan Fintech baik dan berkualitas.
Karena posisi antar pelaku usaha dan konsumen seringkali tidak
seimbang, maka sangat penting untuk melindungi konsumen. Para pelaku usaha
akan mencari keuntungan tertinggi sesuai prinsip ekonomi. Untuk memperoleh
keuntungan yang setinggi-tingginya, para pelaku usaha harus saling bersaing
melalui praktek bisnisnya masing-masing yang dapat merugikan pengguna
layanan Fintech ini, misalnya memberikan syarat dan ketentuan yang mudah
untuk memperoleh pinjaman, agar para pengguna layanan Fintech
(borrower/peminjam) merasa tertarik untuk mengajukan pinjaman. Namun
kemudian, para pelaku usaha (Start up P2PLending) akan memberikan bunga
serta denda yang tinggi bagi borrower (peminjam). Hubungan hukum yang
terjadi antara Startup P2PLending dan borrower (peminjam), akan
menimbulkan konflik sehingga akan merugikan salah satu pihak. Oleh karena
itu, diperlukan peraturan hukum yang berlaku bagi semua pihak dalam bentuk
peraturan perundang-undangan.
Fintech P2PLending atau biasa disebut dengan layanan pinjam meminjam
berbasis teknologi informasi, adalah layanan jasa keuangan yang disediakan
dalam ruang lingkup perjanjian untuk mempertemukan pemberi pinjaman dan
21 Zulham, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta: Kencana Prenada Group,2013), h.,1
55
penerima pinjaman.22 Oleh karena itu, hubungan hukum layanan Fintech
P2PLending ini lahir atas keterlibatan perjanjian para pihak. Sama seperti
perjanjian pada umumnya, perjanjian yang diselenggarakan melalui
P2PLending ini juga harus memenuhi syarat sahnya perjanjian, salah satunya
adalah kesepakatan kedua belah pihak. Jika dalam perjanjian uang pada
umumnya hanya dikenal dua pihak yakni pihak pemberi pinjaman (lender) dan
penerima pinjaman(borrower), kedua pihak tersebut dikategorikan dalam
Pengguna layanan P2PLending, namun pada praktiknya ternyata terdapat 1
(satu) lagi yaitu pihak Penyelenggara (perusahaan) layanan Pinjam Meminjam
Berbasis Teknologi Informasi. POJK Nomor 77/2016 atau POJK P2PLending
diatur mengenai para pihak ini, yang tercantum dalam pasal 1 angka 6,7, 8
yaitu:23
1. Penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi
informasi yang selanjutnya disebut sebagai penyelenggara adalah badan
hukum Indonesia yang menyediakan, mengelola, dan mengoperasikan
layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi informasi.
2. Penerima pinjaman adalah orang atau badan hukum yang mempunyai
utang karena perjanjian layanan pinjam meminjam berbasis teknologi
informasi.
3. Pemberi pinjaman adalah orang, badan hukum/badan usaha yang
mempunyai piutang karena perjanjian layanan pinjam meminjam berbasis
teknologi informasi.
Selain itu, ketentuan tentang syarat penyelenggaraanya diatur dalam
POJK P2PLending atau POJK 77/2016 pada Pasal 3 sampai Pasal 5.
Penerima pinjaman dana kemudian dipertemukan oleh Penyelenggara
dengan Pemberi pinjaman.Terkait ketentuan mengenai syarat-syarat
22 Asep Syarifuddin Hidayat,Faris Satria Alam, Muhammad Ishar Helmi, Consumer
Protection On Peer To Peer Lending Financial Technology In Indonesia (Perlindungan Konsumen
Teknologi Keuangan Peer To Peer Lending di Indonesia), International Journal Of
Scientific&Technolgy Research Vol.9,2020, h.,4069 23 Pasal 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 Tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 324
56
penerima pinjaman merupakan kebijakan dari masing-masing
Penyelenggara pinjaman.
Perjanjian atau kontrak elektronik yang dibuat para pihak
menimbulkan hubungan hukum. Hubungan hukum didalam Fintech
tersebut lahir dari kontrak kesepakatan para pihak, baik bagi Pemberi
pinjaman, Penerima pinjaman, maupun pihak Penyelenggara P2PLending.
Berdasarkan POJK Nomor 77/POJK.01/2016 tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi ini timbul dikarenakan
perjanjian pinjam meminjam uang. Menurut KUHPerdata Pasal 1754
Pinjam meminjam uang menurut adalah suatu perjanjian yang mana pihak
satu memberikan kepada pihak yang lain suatu jumlah tertentu barang-
barang yang habis pemakaian, dengan syarat bahwa pihak yang terakhir ini
akan mengembalikan sejumlah yang sama dari jenis mutu yang sama
pula.24
Perjanjian online ini sekilas terlihat jelas, merupakan perjanjian
yang lahir atas seluruhnya dan/atau sebagian dengan bantuan fasilitas akses
jaringan komputer yang terhubung, hal mana dokumen tersebut tertuang
dalam dokumen elektronik dan media elektronik lainya.25
Selain itu, Perjanjian online ini dilakukan dengan verifikasi
konsumen dan Penyelenggara P2PLending. Subjek perjanjian ini adalah
Pemberi pinjaman (kreditur) dan Penerima pinjaman (debitur). Sementara
objek dalam perjanjian pinjam meminjam uang ini adalah semua barang
yang habis dipakai dengan syarat barang tersebut harus tidak bertentangan
dengan undang-undang, kesusilaan, dan ketertiban umum perjanjian
pinjam meminjam uang online atau dikenal dengan Peer to Peer
(P2P)Lending.
Mengenai hubungan hukum antara para pihak dalam pelaksanaan
P2PLending yang terbangun dalam sebuah perjanjian atau kontrak
24 Libertus Jehani, Pedoman Praktis Menyusun Surat Perjanjian Dilengkapi Contoh-Contoh
(Jakarta: Visimedia, 2007), Cet ke II, h.,108 25 Ernama,Budihartono, Hendro, “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Financial
Technology (Pengaturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016) Diponegoro Law
Jurnal Vol.6, No.3, 2017, h.,5
57
elektronik, dalam Pasal 18 POJK 77/POJK.01/2016 Tentang P2PLending
telah diatur hal tersebut, yang menyatakan perjanjian tersebut terbagi
menjadi Perjanjian antara Penyelenggara dengan Pemberi Pinjaman, dan
Perjanjian antara Pemberi Pinjaman dengan Penerima Pinjaman.26
Selanjutnya dalam Pasal 19 dijelaskan bahwa perjanjian antara
penyelenggara dengan pemberi pinjaman dituangkan dalam bentuk
elektronik.
Dokumen elektronik dalam pasal 1 angka 12 POJK adalah
“setiap informasi elektronik yang dibuat, diteruskan,
dikirimkan, diterima atau disimpan dalam bentuk analog, digital
elektromagnetik, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar
melalui komputer atau sistem elektronik tidak terbatas pada tulisan
suara, gambar,foto, huruf, angka atau sejenisnya yang memiliki
makna atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya
sebagaimana dimaksud dalam undang-undang Nomor 11 tahun 2008
tentang informasi dan transaksi elektronik”.27
Berdasarkan hubungan hukum tersebut dapat dianalisis bahwa
penyelenggara layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi dalam
penelitian ini adalah Fintech Adakami,Easycash dan MitraPedagang.
Antara Penyelenggara dengan Pemberi pinjaman terjadi suatu hubungan
hukum dalam bentuk perjanjian penyelenggaraan layanan pinjam
meminjam uang berbasis teknologi informasi. Perjanjian ini lahir
dikarenakan Pemberi pinjaman mengikatkan diri kepada penyelenggara
untuk memberikan pinjaman terhadap tawaran pinjaman dari penerima
pinjaman yang diajukan melalui penyelenggara. Perjanjian penyelenggara
ini dianggap sebagai permulaan dari perjanjian pinjam meminjam yang
akan terjadi.28 Hubungan hukum yang timbul berasal dari terselenggaranya
perjanjian tertentu tersebut kemudian dituangkan dalam dokumen
26 Pasal 18 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 Tentang Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 324 27 Pasal 1 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 Tentang Layanan Pinjam
Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016
Nomor 324 28 Hermansyah, Hukum Perbankan Nasional Indonesia, (Jakarta: Fajar Interpratama
Mandiri,2005),h.,57
58
elektronik sebagaimana telah diatur dalam Pasal 19 ayat (1) dan (2) POJK
P2PLending.29
Selanjutnya dalam hal upaya perlindungan hukum bagi pengguna layanan
Fintech, terdapat beberapa peraturan perundang-undangan yang dapat dijadikan
aturan untuk mencegah pelanggaran hukum terhadap perusahan-perusahaan
atau Penyelenggara Fintech P2PLending yang dapat menimbulkan masalah.
Setingkat dengan peraturan perundang-undangan seperti Undang-undang
Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, POJK Nomor 77
Tahun 2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi
Informasi yang dapat menjadi dasar perlindungan hukum bagi pengguna
layanan Fintech P2PLending.
Selain regulasi itu, terdapat dasar hukum lain yang dapat dijadikan
perlindungan hukum bagi pengguna layanan Fintech P2PLending antara lain:
1. Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
sebagai payung hukum bagi konsumen dalam melakukan transaksi dengan
pelaku usaha di berbagai sektor salah satunya di sektor jasa keuangan
2. POJK Nomor 77/POJK.01/ 2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang
Berbasis Teknologi Informasi. Peraturan OJK ini meliputi kelembagaan,
kepemilikan, permodalan, Perizinan, batasan pemberian pinjaman dana, tata
kelola teknologi informasi penyelenggara, batasan kegiatan, manajemen
resiko, laporan serta edukasi perlindungan konsumen, larangan dan sanksi
3. POJK Nomor 1/POJK/07/Tahun 2013 Tentang Perlindungan Konsumen
Sektor Jasa Keuangan. Dengan menerapkan prinsip-prinsip: Transparansi,
Perlakuan yang adil, Keandalan, Kerahasiaan dan keamanan data/informasi
Konsumen, Penanganan pengaduan dan penyelesaian sengketa untuk
konsumen secara sederhana, lalu dengan cepat, dan biaya terjangkau.
4. Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang-Undang
Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
29 Pasal 19 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77 Tahun 2016 Tentang Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun
2016 Nomor 324
59
5. Regulasi Kementrian Komunikasi dan Informatika (KOMINFO) Nomor 20
Tahun 2016 tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik.
Sebenarnya meskipun sudah dikeluarkanya peraturan yang khusus
mengatur tentang kegiatan pinjam meminjam uang berbasis teknologi ini
melalui POJK Nomor 77 Tahun 2016 dan juga mengacu pada peraturan
yang lain, bukan berarti kegiatan Fintech ini tanpa masalah.
Berbagai permasalahan terkait kegiatan Fintech bermunculan bahkan
hingga menjadi berita nasional karena banyaknya aduan dari masyarakat.
Misalnya, sejak Mei 2018 sampai dengan awal November 2018, Lembaga
Bantuan Hukum (LBH) Jakarta menerima 283 pengaduan dari debitur yang
menjadi korban pinjaman online. Melalui 283 pengaduan tersebut, LBH
Jakarta menginventarisir setidaknya 8 jenis pelanggaran hukum dan hak
asasi manusia. Namun, setelah pos pengaduan korban pinjaman online
dibuka , LBH Jakarta menginventarisir setidaknya ada 13 jenis pelanggaran
hukum dan hak konsumen lainya. Kedua jenis pelanggaran ini berkaitan erat
dengan pelanggaran hak atas rasa aman dan hak atas privasi korban
pinjaman online.
Pelanggaran hukum yang di alami oleh korban meliputi penyebaran
data pribadi, penyebaran informasi yang ada pada handphone, seperti
pengancaman, penipuan, fitnah dan pelecehan seksual melalui media
elektronik. Sedangkan pelanggaran konsumen lainya meliputi bunga yang
sangat tinggi dan tidak terbatas, penagihan tidak hanya dilakukan kepada
peminjam atau kontak darurat, kontak dan lokasi kantor pinjaman online
juga tidak jelas. Peminjam sudah membayar namun pinjaman tidak dihapus
dan penagihan terus dilakukan secara intimidatif dengan alasan tidak masuk
disistem, aplikasi pinjaman online tidak bisa dibuka bahkan hilang dari
Appstore/Playstore pada saat jatuh tempo, penagihan dilakukan oleh orang
yang berbeda-beda. Hampir seluruh informasi yang ada pada ponsel
peminjam dan Virtual account pengembalian uang salah, sehingga bunga
terus berkembang dan penagihan intimidatif terus dilakukan.
60
Pada pengaduan korban yang disampaikan kepada LBH Jakarta,
seorang korban bisa mengalami lebih dari 1 pelanggaran. Perlu ditekankan,
bahwa sebagian besar permasalahan yang dialami oleh korban karena
kurangnya perlindungan data pribadi.
Berikut ini adalah laporan ringkasan data pengaduan yang menjadi
korban Fintech P2PLending kepada LBH Jakarta .30
NO JENIS PELANGGARAN JUMLAH
KORBAN
1 Bunga yang sangat tinggi dan tanpa batasan 1145
2 Penagihan tidak hanya dilakukan kepada peminjam 1100
3 Penyebaran foto dan informasi pinjaman ke kontak yang
ada di handphone peminjam
903
4 Melakukan pengancaman, fitnah, pelecehan seksual dan
penipuan
781
5 Penyebaran data pribadi 915
6 Kontak dan kantor perusahaan Fintech tidak jelas 662
7 Biaya admin yang tidak jelas 674
8 Aplikasi berganti nama tanpa pemberitahuan, sedangkan
bunga terus berkembang
645
9 Peminjam sudah bayar namun pinjaman tidak hapus dan
penagihan terus dilakukan secara intimidatif dengan
alasan tidak masuk di sistem
6
10 Aplikasi tidak bisa dibuka bahkan hilang dari
playstore/appstore pada saaat jatuh tempo
7
11 Penagihan dilakukan oleh orang yang berbeda-beda Semua
12 Data KTP dipakai untuk meminjam di aplikasi yang lain
yang notabene tidak pernah di apply atau disetujui oleh
peminjam
1
13 Virtual account pengembalian uang salah, sehingga bunga
terus menerus berkembang dan penagihan intimidatif
terus dilakukan (jika dapat dibuktikan ada unsur
kesengajaan, maka penipuan)
2
14 Pengambilan hampir seluruh informasi yang ada pada
handphone peminjam
Semua
Tabel 1. Tabel Data Pengaduan Korban Fintech di LBH Jakarta
30 Jeanny LBH Jakarta, Wawancara, Jakarta, pada tanggal 16 November 2019
61
Berdasarkan dari hasil data pengaduan-pengaduan tersebut di LBH
Jakarta, pelanggaran hukum yang terjadi paling banyak dikategorikan pada:
1. Penyebaran data pribadi melalui media elektronik (pelanggaran Pasal 32 jo
Pasal 48 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan
Transaksi elektronik)
2. Pengancaman (Pasal 368 KHUP)
3. Penipuan (Pasal 378 KHUP)
4. Fitnah (Pasal 311 Ayat (1) KHUP
5. Pelecehan seksual melalui media elektronik (Pasal 27 Ayat (1) jo Pasal 45
Ayat (1) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik).31
Pada dasarnya tujuan dari layanan Fintech P2PLending ini adalah untuk
memberikan kemudahan kepada masyarakat khususnya kepada debitur dapat
memperoleh pinjaman dana dengan proses yang cepat dan tanpa adanya agunan
seperti yang umum terjadi di bank konvensional. Namun, ternyata kehadiran
Fintech ini ibarat dua sisi mata uang. Fintech mendorong perluasan akses
pinjaman kepada masyarakat yang tidak memiliki rekening bank (unbankables)
dan kredit terbatas, sedangkan di sisi lain layanan jasa keuangan ini
memunculkan banyak kasus.32
Dalam penelitian ini, peneliti hanya membahas permasalahan kegiatan
Fintech ini dari sisi penagihanya saja yang dilakukan oleh Penyelenggara
Fintech P2PLending yaitu Fintech Adakami,Easycash,dan MitraPedagang
kepada debitur (peminjam). Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan para
debitur yang menjadi korban penagihan pinjaman dari beberapa penyelenggara
Fintech P2PLending yang telah dicantumkan sebelumnya, mengungkap
permasalahan yang terjadi. Debitur yang menjadi korban penagihan ternyata
tidak hanya merupakan pengguna Penyelenggara Fintech P2PLending yang
31 Laporan LBH Jakarta, Tindak Pidana Korban Pijaman Online, diterima dari
https://www.bantuanhukum.or.id/web/laporan-tindak-pidana-pinjol/ diakses pada 16
November2019 32 Gika Asdina Firanda, “Nagih Utang (Debt Colllector) Pinjaman Online Berbasis Financial
Technology”, Diponegoro Law Journal Vol.8 No. 4, 2019, h.,2526.
62
ilegal atau tidak terdaftar izin usahanya di OJK tetapi juga ada pengguna
aplikasi pinjaman yang legal atau sudah terdaftar izin usahanya di OJK. Hal ini
menunjukan bahwa terdaftarnya penyelenggara atau perusahaan P2PLending di
OJK tidak menjamin minimnya terjadi pelanggaran dan kejahatan di industri
model bisnis ini.
Kemudahan dalam mendirikan Perusahaan P2PLending yang memiliki
keuntungan berupa biaya operasional lebih rendah dari bank, dan modal yang
lebih baik dari bank yaitu berdasarkan ketentuan Pasal 4 POJK 77/2016, biaya
pendaftaran pada saat pendaftaran paling sedikit Rp 1.000.000.000,00 (satu
miliar rupiah) dan Rp 2.500.000.000,00 (dua miliar lima ratus juta rupiah) saat
mengajukan izin.33 Selain itu, fasilitas kemudahan-kemudahan yang diberikan
oleh penyelenggara P2Plending dan iklan menarik yang menawarkan pinjaman
online melalui SMS, dan media sosial juga membuat masyarakat tertarik dan
penasaran untuk mencoba mengajukan pinjaman online, namun tanpa
memikirkan syarat dan ketentuan maupun resiko yang ditimbulkan. Terlihat
bahwa alasan mengapa debitur merasa meminjam secara online dan menjadi
ketagihan adalah yang menjadikan debitur mulai terjerat hutang dan akhirnya
gagal bayar. Banyaknya debitur yang tidak msmpu membayar karena alasan-
alasanya masing-masing dan terlambat melunasi hutangnya, sehingga
penyelenggara Fintech P2PLending melakukan penagihan disertai tindakan
melawan hukum, seperti mengancam, mengintimidasi atau bahkan
menyalahgunakan data pribadi debitur melalui panggilan berulang kali, agar
debitur segera membayar hutang.
Mayoritas perusahan-perusahaan Fintech P2PLending baik yang legal
maupun ilegal melakukan penagihan pinjaman uang kepada debitur dengan cara
penagihan terus menerus mengintimidasi, mengancam, menyebarkan data
pribadi (misalnya dengan menyebarkan nomor telepon, foto,video, dan lain-
lain) yang terdapat dihandphone milik debitur atau peminjam kepada orang lain.
33 Asep Syarifuddin Hidayat,Faris Satria Alam, Muhammad Ishar Helmi, Consumer
Protection On Peer To Peer Lending Financial Technology In Indonesia (Perlindungan Konsumen
Teknologi Keuangan Peer To Peer Lending di Indonesia), International Journal Of
Scientific&Technolgy Research Vol.9,2020, h.,4070
63
Karena izin Penyelenggara Fintech P2PLending terlalu luas untuk
menggunakan data nasabah atau debitur, bahkan menggunakan izin ini saat
menagih hutang, selain untuk menagih debitur secara langsung Penyelenggara
Fintech P2PLending juga melakukan penagihan dengan cara yang sama
kepada teman, keluarga, rekan kerja, atau kontak darurat yang disertakan
debitur yang tidak ada sangkut pautnya dengan utangnya tersebut dianggap
sebagai penanggung jawab pembayaran utangnya. Tujuan agar debitur segera
membayar hutangnya yang dianggap telah melanggar menggunakan data
nasabah yang tidak sesuai dengan ketentuan.34
Dilihat dari Kasus tindakan penagihan pinjaman yang telah dijelaskan
sebelumnya yang dilakukan oleh Fintech Adakami, Easycash, Mitra Pedagang
selain melanggar penyalahgunaan penggunaan data nasabah, menurut peneliti
menunjukan bahwa Penyelenggara Fintech tersebut tidak memperhatikan asas
keamanan dan keselamatan konsumen yang tercantum dalam Pasal 2 Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen yang
dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan
kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang
dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.35
Perlakuan Penyelenggara Fintech P2PLending terhadap debitur dalam
penagihan dengan cara memaki, mengancam, mempermalukan,
mengintimidasi,dan menyebarkan data milik konsumen (debitur) tanpa seizin
dari konsumen bukan sikap yang dibenarkan karena baik P2PLending legal
maupun ilegal harus tetap menjaga data pribadi pengguna baik pemberi maupun
peminjam. Pada dasarnya setiap Pengguna dalam hal ini meskipun posisinya
sebagai peminjam, debitur tetap memiliki hak atas keamanan dalam
menggunakan jasa pilihanya.36 Tindakan-tindakan penagihan dengan cara
34 Ade Amanto Terminanto, Analisa Penyelesaian Transaksi Penagihan Fintek Tanpa
Adanya Jaminan, Journal Of Islamic Economics,Finance,And Banking, Vol.2,2020, hlm.,4 35 Janus Sidablok, Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, (Bandung: Citra Aditya
Bakti,2006), h., 97 36 Asep Syarifuddin Hidayat,Faris Satria Alam, Muhammad Ishar Helmi, Consumer
Protection On Peer To Peer Lending Financial Technology In Indonesia (Perlindungan Konsumen
Teknologi Keuangan Peer To Peer Lending di Indonesia), International Journal Of
64
tersebut merupakan sebuah fakta bahwa hak-hak yang dimiliki konsumen harus
dilindungi oleh Penyelenggara Fintech P2PLending tersebut sebagaimana yang
tercantum pada Pasal 4 Undang-undang Perlindungan Konsumen diantaranya
hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan/atau jasa, hak untuk diperlakukan dan dilayani secara benar jujur
dan tidak diskriminatif. Jika dilihat dalam hal ini Penyelenggara P2PLending
telah melanggar Pasal 8 Undang-undang Perlindungan Konsumen dengan tidak
memenuhi standar yang dipersyaratkan dan peraturan perundang-undangan
sehingga dapat dikenakan sanksi pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau
denda paling banyak Rp 2.000.000.000 sesuai dengan sanksi pasal 62 Undang-
undang Perlindungan Konsumen.
Terkait penyalahgunaan data pribadi debitur yang dilakukan
Penyelenggara Fintech P2PLending yang disebarkan kepada orang lain, Pasal
1 Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Nomor 20 Tahun 2016
mengatur bahwa data pribadi adalah data perseorangan tertentu yang
disimpan, dirawat, dan dijaga kebenaran serta dilindungi kerahasiaanya,
sedangkan data perseorangan tertentu adalah setiap keterangan yang benar dan
nyata yang melekat dan dapat diidentifikasi, baik langsung maupun tidak
langsung maupun tidak langsung, pada masing-masing individu yang
pemanfaatanya sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan. Dan data
pribadi merupakan bagian dari hak pribadi (privacy rights). Hak pribadi
memiliki arti sebagai berikut:37 (1) Hak pribadi merupakan hak untuk
menikmati kehidupan pribadi dan bebas dari segala macam gangguan; (2) Hak
pribadi merupakan hak untuk berkomunikasi dengan orang lain tanpa tindakan
memata-matai; dan (3) Hak pribadi merupakan hak untuk mengawasi akses
informasi tentang kehidupan pribadi dan data seseorang
Pasal 2 Ayat (1) Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika
Nomor 20 Tahun 2016 menyebutkan perlindungan data pribadi dalam sistem
Scientific&Technolgy Research Vol.9,2020, h.,4071
37 Penjelasan Pasal 26 Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transaksi Elektronik, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843
65
elektronik mencakup perlindungan pada saat Perolehan dan pengumpulan,
Pengolahan dan penganalisisan, Penyimpanan, Penampilan, pengumuman,
pengiriman, penyebarluasan, pembukaan akses, dan Pemusnahan. Pasal 2 ayat
(2), penyelenggara atau perusahaan Fintech P2PLending sebagai pelaku
usaha yang menyelenggarakan usahanya berbasis sistem elektronik diberikan
kewajiban untuk menjaga kerahasiaan data konsumen sejak data diperoleh
sampai dengan data tersebut dimusnahkan. Penyelenggara Fintech
P2PLending tentunya wajib melakukan perlindungan data pribadi
berdasarkan asas perlindungan data pribadi yang baik, meliputi:38
1. Penghormatan terhadap data pribadi sebagai privasi;
2. Data pribadi bersifat rahasia sesuai persetujuan dan/atau berdasarkan
ketentuan peraturan perundang-undangan;
3. Berdasarkan persetujuan;
4. Relevansi dengan tujuan perolehan, pengumpulan, pengolahan,
penganalisisan, penyimpanan, penampilan, pengumuman, pengiriman, dan
penyebarluasan;
5. Kelaikan sistem elektronik yang digunakan;
6. Itikad baik untuk segera memberitahukan secara tertulis kepada pemilik data
pribadi atas setiap kegagalan perlindungan data pribadi;
7. Ketersediaan aturan internal pengelolaan perlindungan data pribadi;
8. Tanggung jawab atas data pribadi yang berada dalam penguasaan pengguna;
9. Kemudahan akses dan koreksi terhadap data pribadi oleh pemilik data
pribadi; dan
10. Keutuhan, akurasi, dan keabsahan serta kemutakhiran data pribadi.
Sebagai P2PLending yang memiliki legalitas walaupun hanya dalam
bentuk terdaftar dan P2PLending ilegal, tidak diperbolehkan menyalahgunkanan
data pribadi debitur dalam penagihan pinjaman uang yang dilakukan oleh
penyelenggara Fintech, hal ini juga dapat dikaji dengan melihat pada pasal 26
POJK/77/2016 dalam hal menjaga kerahasiaan data, dan Pasal 39
38 Ade Amanto Terminanto, Analisa Penyelesaian Transaksi Penagihan Fintek Tanpa
Adanya Jaminan, Journal Of Islamic Economics,Finance,And Banking, Vol.2,2020, h.,4
66
POJK/77/2016 melindungi data pribadi dan memastikan kemanan konsumen
dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang
digunakan.39 Dari pasal tersebut bahwa kerahasiaan data konsumen merupakan
salah satu aspek penting dalam perlindungan konsumen disektor jasa keuangan.
Selanjutnya pada Pasal 32 pada Undang-undang Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dikatakan pula bahwa:40
1 Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan
cara apa pun mengubah, menambah, mengurangi, melawan transmisi,
merusak, menghilangkan, memindahkan, menyembunyikan suatu
Informasi elektronik dan/atau dokumen Elektronik milik orang lain atau
milik publik.
2 Setiap orang dengan sengaja dan tanpa hak atau melawan hukum dengan
cara apa pun memindahkan atau mentransfer Informasi elektronik
dan/atau Dokumen Elektronik kepada Sistem Elektronik orang lain yang
tidak berhak.
3 Terhadap perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang
mengakibatkan terbentuknya suatu Informasi Elektronik dan/atau
Dokumen Elektronik yang bersifat rahasia menjadi dapat diakses oleh
publik dengan keutuhan data yang tidak sebagaimana mestinya.
Dari kedua regulasi tersebut tentang perlindungan data pribadi,
Penyelenggara Fintech P2PLending yang melanggar kerahasiaan data dapat
dikenakan sanksi administratif sesuai Pasal 47 POJK Nomor 77 Tahun 2016
yaitu peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha dan terakhir
adalah pencabutan izin usaha. Dari sisi konsumen, sesuai Pasal 26 Ayat (2)
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi
Elektronik, setiap orang yang dilanggar haknya berdasarkan ketentuan dalam
39 Asep Syarifuddin Hidayat,Faris Satria Alam, Muhammad Ishar Helmi, Consumer
Protection On Peer To Peer Lending Financial Technology In Indonesia (Perlindungan Konsumen
Teknologi Keuangan Peer To Peer Lending di Indonesia), International Journal Of
Scientific&Technolgy Research Vol.9,2020, h.,4071 40Penjelasan Pasal 32 pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan
Transasksi Elektronik Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 58, Tambahan
Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843
67
Ayat (1) yaitu penggunaan informasi melalui media elektronik yang
menyangkut data pribadi, dapat mengajukan gugatan atas kerugian yang
timbul jika terbukti ada pelanggaran penyalahgunaan data pribadi oleh pihak
ketiga dan memenuhi unsur pidana penyalahgunaan informasi data pribadi
dan menyebabkan kerugian, maka dapat dipidana penjara paling lama 12 (dua
belas) tahun dan/atau denda paling banyak Rp.12.000.0000.000,00 (dua belas
miliar rupiah).
Dalam hal pengaturan perlindungan jasa keuangan, OJK menerbitkan
POJK Nomor 1/POJK/07/Tahun 2013 Tentang Perlindungan Konsumen Sektor
Jasa Keuangan. Pada Pasal 2 POJK ini dikatakan bahwa perlindungan konsumen
menerapkan prinsip-prinsip:41 (a)Transparansi; (b) Perlakuan yang adil; (c)
Keandalan; (d) Kerahasiaan dan keamanan; (e) penanganan dan penyelesaian
sengketa konsumen. Dan dalam hal upaya perlindungan terhadap debitur atau
konsumen Fintech P2PLending, OJK sebagai regulator telah menuangkan
prinsip dasar yang sesuai dengan ketentuan Pasal 29 POJK 77/2016,
Penyelenggara wajib menerapkan prinsip dasar dari perlindungan Pengguna
yaitu: (1) Transparansi yang artinya pelaku usaha Fintech P2PLending wajib
menyediakan informasi secara lengkap tentang produk atau layanan yang
diberikan kepada konsumen. Karena kurangnya informasi tentang produk dan
layanan yang tidak jelas,dapat menyebabkan kesalahpahaman tentang produk
atau layanan yang disediakan, seperti persyaratan produk, manfaat, biaya, dan
risiko, (2) Perlakuan yang adil, (3) Keandalan, yang artinya pelaku Fintech
harus memiliki sistem keamanan dan tersertifikasi untuk menghindari peretasan
oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, (4) Kerahasiaan dan keamanan data.
Artinya yang dalam karena datanya bersifat digital sehingga relatif mudah
dicuri dan disebarkan dampak kehilangan, keamanan, dan perlindungan data
pribadi terhadap resiko kerugian yang lebih besar, seperti ketidakpercayaan
publik terhadap layanan Fintech P2PLending. (5) menyelesaikan sengketa
41 Pasal 2 Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 1/POJK/07 Tahun 2013 Tentang
Perlindungan Konsumen Sektor Jasa Keuangan, Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2013
Nomor 118, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5431
68
Pengguna dengan cara yangsederhana , cepat, dan biaya terjangkau, seperti
melalui telepon, email atau surat yang dapat diakses dengan mudah oleh
konsumen.
Dalam islam Kegiatan Fintech ini termasuk kategori muamalah dibidang
perdagangan atau bisnis, yang menggambarkan suatu aktivitas yang dilakukan
oleh seseorang dengan seseorang atau dengan beberapa orang dalam memenuhi
kebutuhan masing-masing. Pada dasarnya Fintech harus merujuk kepada salah
satu prinsip muamalah yaitu ‘an taradhin atau asas kerelaan para pihak yang
melakukan akad. Asas ini menekankan adanya kesempatan yang sama bagi para
pihak yang menyatakan proses ijab qabul. Dalam bidang muamalah dikenal
suatu asas Hukum Islam yaitu asas kebolehan atau mubah. Asas ini menunjukan
kebolehan melakukan semua hubungan perdata (sebagian dari hubungan
muamalah) sepanjang tidak dilarang oleh Al-Qur’an dan As-Sunnah.
Hukum Islam di Indonesia sendiri telah mengatur Fintech ini melalui
Fatwa DSN MUI Nomor 117 Tahun 2018 Tentang Layanan Pembiayaan
Berbasis Teknologi Berdasarkan Prinsip Syariah. Adapun terdapat beberapa
aturan dalam menagih utang dalam islam yaitu:42 Pertama, islam menyarankan
agar dilakukan pencatatan dalam transaksi utang piutang. Terlebih ketika
tingkat kepercayaanya kurang sempurna. Semua ini dalam rangka menghindari
sengketa di belakang. Allah berfirman:
بالعدل يا أيها الذين آمنوا إذا تداينتم بدين إلى أجل مسمى فاكتبوه وليكتب بينكم كاتب
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermu’amalah
tidak secara tunai untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu
menuliskannya. dan hendaklah seorang penulis di antara kamu
menuliskannya dengan benar”. (QS. Al-Baqarah: 282)
Kedua Allah memerintahkan kepada orang yang memberikan utang, agar
memberi penundaan waktu pembayaran, ketika orang yang berutang mengalami
kesulitan pelunasan.
وإن كان ذو عسرة فنظرة إلى ميسرة وأن تصدقوا خير لكم إن كنتم تعلمون
42Kaidah Dalam Menagih Utang diterima dari https://pengusahamuslim.com/4201-7-
kaidah-dalam-menagih-utang-bagian-01.html diakses pada 24 Juni 2020
69
Artinya: “Jika (orang yang berhutang itu) dalam kesulitan, maka berilah
tangguh sampai dia berkelapangan. Dan menyedekahkan (sebagian
atau semua utang) itu, lebih baik bagimu, jika kamu mengetahui”. (QS.
Al-Baqarah: 280)
Selain itu, ketika menagih hutang sepatutnya dilakukan dengan cara yang
baik dan sopan. Tidak boleh menggunakan nada tinggi, mengancam, apalagi
menuntut bayaran dengan nominal lebih dari jumlah terutang.
Dilihat dari kasus yang ada, tindakan Fintech P2PLending dalam
penagihan utang kepada debitur melanggar aturan yang ada didalam pedoman
perilaku pemberian layanan pinjam meminjam uang berbasis teknologi
informasi, dan juga tidak memperhatikan asas-asas keamanan dan keselamatan
konsumen sebagaimana yang tercantum dalam Pasal 2 Undang-undang
Perlindungan Konsumen dan Pasal 26 POJK/77/2016 dalam hal menjaga
kerahasiaan data dan Pasal 39 POJK/77/2016 melindungi data pribadi yang
dimaksudkan untuk memberi jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada
konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau
jasa yang digunakan.
Menyikapi hal tersebut, OJK sebagai regulator berpedoman Pasal 5
Undang-undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang OJK (Otoritas Jasa Keuangan)
yang menyatakan bahwa OJK berfungsi menyelenggarakan sistem pengaturan
dan pengawasan yang terintegrasi terhadap keseluruhan kegiatan di dalam
sektor keuangan. Lebih jelas lagi pada pasal 6 menyatakan bahwa OJK
melaksanakan tugas pengaturan dan pengawasan terhadap:
1. Kegiatan jasa keuangan di sektor perbankan
2. Kegiatan jasa keuangan di sektor pasar modal
3. Kegiatan jasa keuangan di sektor perasuransian, dana pensiun, Lembaga
pembiayaan dan lembaga jasa keuangan lainya.
Untuk mengatasi permasalahan terkait Fintech ini, pemerintah melakukan
upaya represif yaitu dengan membentuk Satuan Tugas (Satgas) Waspada
Investasi. OJK melalui Satuan Tugas (Satgas) Waspada Investasi bekerjasama
dengan Kementerian Perdagangan, Kementrian Koperasi dan Usaha Kecil dan
70
Menengah, Kejaksaan Agung, Kepolisian Republik Indonesia, Badan Kordinasi
Penanaman Modal (BPKM) serta Kementrian Komunikasi dan Informatika
(Kemenkominfo) dibentuk berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner Otoritas
Jasa Keuangan Nomor 01/KDK.01/2016 pada 1 Januari 2016.43 Satgas terus
memantau terhadap penyelenggara atau perusahaan Fintech P2PLending dan
melakukan pemblokiran secara berkala terhadap situs dan aplikasi Fintech
P2PLending legal dan ilegal yang beroperasi. Hal ini dalam rangka upaya
perlindungan terhadap konsumen jasa keuangan. Berdasarkan data Otoritas Jasa
Keuangan (OJK), sejak 2018 hingga maret 2019, sebanyak 803 Fintech
P2Plending yang telah diblokir, pemblokiran ini dilakukan melalui
Kemenkominfo.44 Sedangkan bagi penyelenggara fintech P2Plending yang
terdaftar, OJK memberikan sanksi administratif sesuai dengal Pasal 47 POJK
Nomor 77 Tahun 2016 Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis
teknologi Informasi.
Pelanggaran ketentuan kerahasiaan data oleh penyelenggara atau
perusahaan Fintech P2PLending dapat dikenakan sanksi administratif
sebagaimana diatur dalam Pasal 47 POJK Nomor 77 Tahun 2016 mulai dari
peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, dan pencabutan izin.
Dari sisi konsumen, berdasarkan Pasal 26 Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19
Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, setiap orang yang
dilanggar haknya berdasarkan ketentuan dalam Ayat (1) (penggunaan informasi
melalui media elektronik yang menyangkut data pribadi) dapat mengajukan
gugatan atas kerugian yang timbul, jika yang dilanggar berupa penyalahgunaan
data pribadi maka dapat dikenakan Pasal 32 juncto (jo) Pasal 48 UU Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dipidana
dengan pidana penjara paling lama 9 (sembilan) tahun dan/atau denda paling
43 Asep Syarifuddin Hidayat,Faris Satria Alam, Muhammad Ishar Helmi, Consumer
Protection On Peer To Peer Lending Financial Technology In Indonesia (Perlindungan Konsumen
Teknologi Keuangan Peer To Peer Lending di Indonesia), International Journal Of
Scientific&Technolgy Research Vol.9,2020, h.,410 44 Pemerintah Pastikan Fintech P2Plending Ilegal Kena Blokir, diterima dari
https://www.cnnindonesia.com/melalui diakses pada 25 Maret 2020
71
banyak Rp 3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).45 Kemudian tindakan
mengancam yang dilakukan Perusahaan Fintech kepada debitur dalam menagih
hutang kepada debiturnya dapat dikenakan dengan pasal 29 jo pasal 45B UU
Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE)
dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) tahun dan/atau denda
paling banyak Rp 750.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).46
Pada dasarnya untuk memberikan perlindungan konsumen Fintech
P2PLending, yaitu penyelenggara Fintech P2PLending harus memperhatikan
dan melaksanakan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016
Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi dan
POJK Nomor 1/POJK/07/Tahun 2013, mengenai Perlindungan Konsumen
Sektor Jasa Keuangan.
Debitur sebagai konsumen yang dirugikan atas pelanggaran hukum yang
dilakukan oleh penyelenggara Fintech P2PLending terutama dalam kasus
penagihan yang dilakukan oleh penyelenggara Fintech P2PLending dengan
menyampaikan pengaduan, berdasarkan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan,
Undang-Undang Perlindungan Konsumen, dan Undang-Undang Informasi dan
Transaksi Elektronik. Dengan cara:
1. Mengajukan pengaduan melalui AFPI (Asosiasi Fintech Pendanaan
Bersama Indonesia) yang merupakan asosiasi resmi yang ditunjuk oleh OJK
terhadap penyelenggaraan Fintech P2PLending Legal, kirimkan dokumen
dan bukti pengaduan melalui alamat email AFPI: [email protected]
dan dapat menghubungi AFPI di melalui nomor kontak telepon 150-505.
2. Konsumen atau debitur dapat melapor kepada OJK melalui surat tertulis,
konsumen atau debitur dapat menyampaikan pengaduanya melalui surat
tertulis yang ditunjukan kepada:Anggota Dewan Komisioner Otoritas Jasa
45 Penjelasan Pasal 48 Ayat (2) pada Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang
Informasi dan Transasksi Elektronik Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor
58, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4843 46 Penjelasan Pasal 45B pada Undang-undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan
Atas Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transasksi Elektronik
Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 251, Tambahan Lembaran Negara
Republik Indonesia Nomor 5952
72
Keuangan Bidang edukasi dan Perlindungan Konsumen Menara Radius
Prawiro, Lantai 2 Komplek Perkantoran Bank Indonesia JL. MH.Thamrin
Nomor 2 Jakarta Pusat 10350, atau menghubungi kontak OJK di nomor 157
pada jam operasional Senin sampai dengan Jumat, Jam 8.00-17.00 WIB
(Kecuali Hari Libur), atau melalui email di alamat email:
[email protected] agar OJK dapat bekerjasama dengan Kementrian
Komunikasi Infromasi memblokir akses pada Fintech P2PLending ilegal
tersebut melalui SWI (Satgas Waspada Investasi).
3. Debitur juga dapat melaporkan kejahatan yang dialaminya kepada polisi.
4. Debitur dapat menempuh jalur hukum melalui jalur pengadilan atau melalui
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK).
73
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
1. Praktik penagihan yang dilakukan oleh Fintech Adakami, Easycash, dan
MitraPedagang dilakukan setelah debitur melakukan pinjaman yaitu dengan
proses pertama mengunduh aplikasi Fiintech Adakami,EasyCash dan
MitraPedagang di Playstore/Google Play, kedua mengisi syarat-syarat dan
data-data peminjaman lalu memilih nominal serta tenor pinjaman, ketiga
Penyelenggara Fintech akan memproses pinjaman dan mentransfer dana ke
rekening debitur. Setelah dana diterima oleh debitur dan telah jatuh tempo
maka para Penyelenggara Fintech ini akan melakukan penagihan utang,
namun penagihan utang yang dilakukan Fintech Adakami, Easycash dan
Mitrapedagang dilakukan dengan cara penagihan yang intimidatif,
menggunakan kata-kata yang kasar, disertai ancaman dan penagihan juga
dilakukan tidak hanya kepada debitur saja tetapi kepada sejumlah nomor
kontak yang ada pada HP debitur karena para penyelenggara Fintech
mengakses HP debitur. Perlakuan negatif penagihan yang dilakukan oleh
Fintech Adakami, Easycash dan MitraPedagang seperti ini tidak sesuai
dengan ketentuan yang berlaku yaitu praktik penagihan yang dilakukan
oleh ketiga Fintech tersebut melanggar ketentuan yang terdapat dalam
Kode Etik dan Perilaku Asosiasi Fintech Indonesia (AFPI). Inilah yang
menjadi acuan bagi para penyelenggara Fintech dengan mewajibkan
kepada para Penyelenggara Fintech melakukan itikad baik dalam
penawaran pemberian dana dan penagihan utang. Selanjutnya perlakuan
penagihan tersebut juga melanggar pasal 26 POJK 77 Tahun 2016 Tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi yaitu
kewajiban menjaga kerahasiaan data, dan pasal 29 UU Nomor 11 Tahun
2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) tentang
pengancaman.
74
2. Bentuk perlindungan konsumen bagi korban (debitur) dalam penagihan
pinjaman online (fintech) yaitu dengan cara adanya ancaman sanksi
administratif dan pidana kepada para Penyelenggara Fintech P2PLending.
Selain itu apabila ditemukan adanya pelanggaran penagihan yang
mengintimidasi serta menyebarkan data pribadi debitur yang dilakukan oleh
Penyelenggara Fintech P2PLending sebagai bentuk perlindungan
pemerintah terhadap konsumen, para Penyelenggara Fintech dapat
diberikan sanksi administrasi sesuai Pasal 47 POJK Nomor 77 Tahun 2016
Tentang Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi
berupa Peringatan tertulis, denda, pembatasan kegiatan usaha, dan
pencabutan izin usaha. Selain itu terdapat peraturan lain yang memberikan
sanksi bagi penyelenggara Fintech yang melakukan pelanggaran berupa
data pribadi, yaitu dapat dikenakan sanksi Pasal 32 jo Pasal 48 UU Nomor
11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE),
kemudian pengancaman dijerat Pasal 29 jo Pasal 45B Undang-undang ITE
Nomor 19 Tahun 2016.
B. Saran
Banyaknya permasalahan dalam kegiatan Fintech ini, maka penulis
memberikan saran-saran sebagai berikut :
1. Bagi Pemerintah dan DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) perlu segera
menerbitkan Undang-undang Perlindungan Data Nasabah.
2. Bagi para Penyelenggara Fintech P2PLending perlu meningkatkan layanan
dan keamanan dan berpedoman pada POJK Nomor 77 Tahun 2016 Tentang
Layanan Pinjam Meminjam Uang Berbasis Teknologi Informasi.
3. Bagi debitur agar lebih memahami seluruh syarat dan ketentuan sebelum
memutuskan untuk melakukan pinjaman pada Fintech dan memperhatikan
legalitas Fintech.
75
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Ahmad Azhar Basyir, Asas-Asas Hukum Muamalat (Hukum Perdata Islam),
Yogyakarta: UII Press, 2009
Ahmad Wardi Muslich, Fiqh Muamalat, Jakarta: Amza, 2010
Ahmadi Miru dan sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: PT
Raja Grafindo Persada,2007
Anshori Abdul Gofur, Pokok-pokok Hukum Perjanjian Islam di Indonesia,
Yogyakarta: Citra Media, 2006
Barkatullah Abdul Halim Barkatullah, Hak-Hak Konsumen, Bandung: Nusa Media,
2010
Barkatullah Abdul Halim dan Teguh Prasetyo. Bisnis E-Commerce: Studi Sitem
Keamanan Dan Hukum di Indonesia, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2005
Chairuman pasaribu dan suhwardi K Lubis, Hukum Perjanjian Dalam Islam,
Jakarta: Sinar Grafika, 1994
Djoni S Gazali dan Rachmadi Usman, Hukum Perbankan, Jakarta: Sinar Grafika,
2012
Faisal Badroen,dkk, Etika Bisnis dalam Islam, Jakarta: Kencana 2007
Gemala Dewi, dkk. Hukum Perikatan Islam di Indonesia, Jakarta: Prenada Media,
2005
Ghufron A.Mas’Adi, Fiqh Muamalah Kontekstual, Jakarta: PT Raja Grafindo, 2002
Harry Chandra sihombing. “Hukum dan Regulasi Startup Fintech di Indonesia;
Tantangan dan Peluang, Lesson Learning dari negara lain” Jurnal Magister
Teknik Elektro. Universitas .Mercua Buana Jakarta
Janus Sidabolok. Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia, Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2006
Jonker Sihombing, Penjaminan Simpanan Nasabah Perbankan, Bandung: PT
Alumni, 2010
Muhammad dan Alimin, Etika dan Perlindungan Konsumen dalam Ekonomi Islam
, Yogyakarta: BPFE, 2004
Muhammad Pabundu Tika, Metodologi Riset Bisnis , Jakarta: Bumi Aksara, 2006
76
Muhktar Yahya dan Fachurrahman. Dasar-Dasar Pembinaan Hukum Fiqh Islam,
Bandung: Alma’arif, 1986
Nasution A.Z, Hukum Perlindungan Konsumen Suatu Pengantar, Jakarta: Diadit
Media, 2007
Rajagukguk Erman dkk, Hukum Perlindungan Konsumen, Bandung: Mandar Maju,
2010
Sarwin Kiko Napitupulu,dkk. “Kajian Perlindungan Konsumen Sektor Jasa
Keuangan: Perlindungan Konsumen Pada Fintech” Departemen
Perlindungan Konsumen- Otoritas Jasa Keuangan, 2017.
Soerjono Soekamto dan Sri Mamuji, Penelitian Hukum Normatif Suatu Tujuan
Singkat, Jakarta: Rajawali Press, 2006.
Winarno Surakhmad, Pengantar Penelitian Ilmiah (Dasar, Metode Dan Teknik),
Bandung: Tarsindo, 1999.
Wuria Dewi Eli ,S.H, Hukum Perlindungan Konsumen, Yogyakarta: Graha Ilmu,
2015.
Zainudin Ali, Metode Penelitian Hukum, Cet.2
Zuhairi Ahmad, Hukum Perlindungan Konsumen dan Problematikanya, Jakarta:
GH Publishing, 2016
Zulham, SH.I,M.Hum, Hukum Perlindungan Konsumen, Jakarta: Kencana
Prenadia Group, 2013
JURNAL/ SKRIPSI
Chirsmastianto, “I.A.W, Analisis SWOT Implementasi Teknologi finansial terhadap
Kualitas Layanan Perbankan di Indonesia, (Jurnal Ekonomi dan Bisnis,
2017)
Ernama,Budihartono, Hendro, “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap
Financial Technology (Pengaturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor
77/POJK.01/2016), (Diponegoro Law Jurnal Vol.6, No.3, 2017)
Ernasari,dkk. “Pengawasan Otoritas Jasa Keuangan Terhadap Financial
Technology PERATURAN OTORITAS JASA KEUANGAN NOMOR
77/POJK.01/2016”, (Diponegoro law Journal Vol.6, 2017)
Hendriyani Candra dan Sam un Jaja Raharja, “Strategi Agilitas Bisnis Peer to Peer
Elnding Startup Fintech di Era Keuangan Digital di Indonesia”, (Jurnal
Pemikiran dan Penelitian Administrasi Bisnis dan Kewirausahaan, Vol.4,
77
No 1 April 2019)
Hidayat Asep Syarifuddin,Faris Satria Alam, Muhammad Ishar Helmi, “Consumer
Protection On Peer To Peer Lending Financial Technology In Indonesia
(Perlindungan Konsumen Teknologi Keuangan Peer To Peer Lending di
Indonesia)”, (International Journal Of Scientific&Technolgy Research
Vol.9,2020)
Nafiah Rohmatun,Ahmad Faih, “Analisis Transaksi Financial Tevhnology
(Fintech) Syariah Dalam Perspektif Maqashid Syariah” ( Iqhtishadia:
Jurnal Ekonomi Dan Perbankan Syariah, Vol.6,2019)
Rahmayani Nuzul, “Tinjauan Hukum Perlindungan Konsumen terkait Perusahaan
Berbasis finansial Technology di Indonesia”, (Pagayuyung Law Journal,
No 1 Vol2, Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat,
2018)
Raka Fauzan, Dkk “Penegakan Hukum Terhadap Perusahaan Financial Technology
P2plending Dalam Kegiatan Penagihan Peminjaman Uang Yang
Melanggar Asas Perlindungan Konsumen Dikaitkan Dengan Hukum
Perlindungan Konsumen”, (Jurnal Ilmu Kenotariatan Fakultas Hukum
Unpad Vol.2, 2019
Ratna H. Juliyani PR, “Hubungan Hukum Para Pihak Dalam Peer To Peer
Lending”, (Jurnal Hukum IUS QUIA IUSTUM, Universitas Islam
Indonesia, 2018)
Santoso Budi, dan Edwin Zusrony, ” Analisis Persepsi Pengguna Aplikasi Payment
Berbasis Fintech Menggunakan Technology Acceptanse Model
(TAM)”,(Jurnal Teknologi Informasi dan Komunikasi, Vol.11, No 1 Maret
2020)
Sihombing Harry Chandra, “Hukum dan Regulasi Startup Fintech di Indonesia;
Tantangan dan Peluang, Lesson Learning dari negara lain” (Jurnal
Magister Teknik Elektro, Univ.Mercu Buana, Jakarta)
Yusuf muhammad, “Perlindungan Hukum Terhadap Debitur Pada Layanan
Pinjam Uang Berbasis Financial Technology” (Skripsi S-1 Fakultas
Syariah Dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,2019)
INTERNET
78
AFPI Ditunjuk OJK Sebagai Asosiasi Resmi Penyelenggara Layanan Pinjam Uang
Online, diterima dari
https://economy.okezone.com/read/2019/01/23/320/2008175/afpi-
ditunjuk-ojk-sebagai-asosiasi-resmi-penyelenggara-layanan-pinjam-
meminjam-online, diakses pada 30/9/ 2020
Bank Mandiri, Virtual account, diterima dari
https://www.bank.mandiri.co.id/virtual-account diakses pada 10/01/2020
Danang Sugianto, Aplikasi Utang Online Bisa Intip Sms Hingga Riwayat Telepon,
diterima dari https://finance.detik.com/moneter/d-410528/aplikasi-utang-
online-juga-bisa-intip-sms-hingga-riwayat-telepon- diakses pada
28/7/2020
Definisi Penagihan dari Kamus Besar Bahasa Indonesia versi online, diakses dari
https://www.kbbi.web.id/penagihan diakses pada 22/9/20
Desi angriani, Meneropong Penagihan Fintech Lending, diterima dari:
https://www.medkom.id/ekonomi/analisa-ekonomi/JKRVoP%K-
meneropong-penagihan-fintech-lending diakses pada 25/03/20
Financial Dimata Ekonomi Islam diterima dari
http://pegadaiansyariah.co.id/posisi-finansial-technology-di-mata-
ekonomi-islam-detail-654 diakses pada 28/01/2020
Fintech Ambil Data Debitur Tanpa Izin Denda 70 M Menanti, diterima dari
https://www.cnbcindonesia.com/tech/20200214161524-37-
137988/fintech-ambil-data-debitur-tanpa-izin-denda-70-m-menanti
Jeanny Silvia Sari, Laporan Kantor LBH Jakarta, diterima dari
https://www.Tempo.CO/ diakes pada tanggal 4/12/ 2019
Laporan LBH Jakarta, Tindak Pidana Korban Pijaman Online, diterima dari
https://www.bantuanhukum.or.id/web/laporan-tindak-pidana-pinjol/
diakses pada 16/11/2019
Peer to Peer Lending, diterima dari http://koinworks.com/id/education-
center/industri-peer-to-peer-lending diakses pada 20/11/2019
Pemerintah Pastikan Fintech P2Plending Ilegal Kena Blokir, diterima dari
https://www.cnnindonesia.com/melalui
Praktik Perlindungan dan Penegakan Hukum di Indonesia, diterima dari:
https://www.kompas.com/skola/read/2020/02//20/193200269//praktik-
perlindungan-dan-penegakan-hukm-di-indonesia?page=all diakes pada
Reynold Wijaya, P2P Lending sebagai wujud baru inklusi keuangan, diterima
dari:http://nasional.compas.com/read/2016/11/26/0600002.p2p.lendingse
79
bagaiwujudbaru.inklusi.keuangan diakses pada 28/12/2019
Teknologi Finansial: Tengok Dulu Perkembangan Fintek di Indonesia, diterima dari
https://www.finansialku.com/ diakses pada 20/11/ 2019
Tentang Fintech P2PLending AdaKami diterima dari https://www.adakami.id
diakses pada 10/7/2020
Tentang Fintech P2PLending Easycash Diterima dari https://indo.geteasycash.asia
diakses pada 10/7/ 2020
Tentang Fintech Mitra Pedagang diterima dari https://m.apkpure.com/id/mitra-
pedagang.com diakses pada 11/7/2020
Walter pinem, semua yang perlu anda ketahui tentang peer to peer lending (P2P
lending), diterima dari: https://koinworks.com/blog/ketahui-tentang-peer-to-peer-
lending/ diakses pada 11/01/2020
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Peraturan Menteri Komunikasi dan Informatika Republik Indonesia Nomor 20
Tahun 2016 Tentang Perlindungan Data Pribadi Dalam Sistem Elektronik
Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/2016 Tentang Layanan
Pinjam Meminjam Uang Berbasis teknologi Informasi
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 perubahan atas Undang-Undang Nomor 11
Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
WAWANCARA
Wawancara pribadi dengan Jeanny Silvia Sirait LBH Jakarta
Wawancara pribadi dengan M Nawawi debitur Fintech Adakami
Wawancara pribadi dengan Devi Nurfitriani debitur Fintech Easycash
Wawancara pribadi dengan Louiz Tyas debitur Fintech MitraPedagang
80
LAMPIRAN
81
Lampiran 1 Hasil Wawancara
DAFTAR NARASUMBER
Hasil Wawancara dengan Para Korban Pinjaman Online Fintech Adakami,
Easycash dan MitraPedagang
Narasumber 1 : M. Nawawi
Debitur Fintech: Adakami
Waktu: 19 Januari 2020
Tempat : Pesan Pribadi Via WhatsApp
Narasumber 2 : Louiz Tyas
Tempat: Pesan Pribadi Via WhatsApp
Debitur Fintech: MitraPedagang
Waktu: 21 Maret 2020
Narasumber 3 : Devi Nurfitriani
Debitur Fintech: Easycash
Waktu: 1 April 2020
Tempat: Pesan Pribadi Via WhatsApp
__________________________________________________________________
LAMPIRAN PERTANYAAN WAWANCARA DENGAN PARA KORBAN
PINJAMAN ONLINE ATAU FINTECH P2PLENDING
Wawancara dengan bapak M. Nawawi Debitur Fintech: Adakami 19 Januari 2020
1. Aplikasi pinjaman P2PLending apa yang anda pakai?
Jawab: Adakami
2. Dari mana anda tahu tentang aplikasi pinjaman online tersebut?
Jawab: dari media sosial
3. Mengapa anda memilih aplikasi pinjaman online tersebut? Kelebihan apa yang
diberikan sehingga tertarik untuk menggunakanya?
Jawab: awalnya saya sedang mencari pinjaman untuk membantu membayar
biaya rumah sakit,sudah berusaha pinjam kepada keluarga dan teman tapi tidak
82
dapat pinjaman lalu saya melihat iklan Adakami di media sosial facebook dan
youtube Adakami menawarkan pinjaman yang menarik dan cara pinjamnya
juga cukup mudah lalu saya coba ternyata benar syarat dan cara pinjamnya
mudah dan saya lihat fintech ini legal.
4. Berapa kisaran dana yang dipinjam?
Jawab: Rp 2.300.000
5. Berapa lama tempo waktu atau tenor yang diberikan oleh Penyelenggara
P2PLending kepada debitur ?
Jawab: 3 bulan
6. Berapa kisaran cicilan yang harus dibayar?
Jawab: Rp 1.204.000X3
7. Kenapa anda bisa sampai telat dalam pembayaran?
Jawab: awalnya 2bulan saya bisa membayar tapi saat bulan ketiga saya tidak
bisa bayar karena saya berhenti kerja
8. Bagaimana cara penagihan yang dilakukan oleh Adakami?
Jawab: menagihnya lewat WhatsApp dan SMS tapi menagihnya dengan kasar
tidak sopan, mengancam dan memaksa harus cepat bayar
9. Apakah anda akan meminjam atau menggunakan pinjaman online lagi jika
suatu saat anda membutuhkanya?
Jawab: sepertinya tidak. Mengajukan pinjamanya memang mudah tapi
penagihanya seperti itu membuat kesal
10. Apakah anda merasa puas dengan jasa dari aplikasi pinjaman online yang anda
pakai?
Jawab: untuk proses pinjamanya cukup puas karena mudah dan cepat jadi
membantu tapi untuk penagihanya sama sekali tidak. Penagihan tidak perlu
berulang-ulang seperti itu
11. Apa saran anda untuk pihak aplikasi dan pemerintah terkait pinjaman online
ini?
Jawab: untuk Adakami tingkatkan pelayanan penagihan tidak perlu seperti itu
sangat tidak mengenakan lagi pula ini kan sudah terdaftar OJK harusnya tidak
seperti itu
83
Wawancara dengan ibu Louiz Tyas Debitur Fintech Mitra Pedagang
1. Aplikasi P2PLending apa yang anda pakai?
Jawab: MitraPedagang
2. Dari mana anda tahu tentang aplikasi pinjaman online tersebut?
Jawab: SMS
3. Mengapa debitur memilih aplikasi pinjaman online tersebut? Kelebihan apa
yang diberikan sehingga tertarik untuk menggunakanya?
Jawab: saya tertarik dengan penawaran yang ditawarkan di SMS kepada
saya lalu saya coba untuk pinjam, kebetulan saya sedang butuh tambahan
modal usaha
4. Berapa dana yang dipinjam?
Jawab: saya pinjam Rp 1.500.000 tapi dana yang saya terima Rp.980.0000
5. Berapa lama kisaran tempo waktu atau tenor pinjaman anda ?
Jawab: awalnya saya pilih tenor 1 bulan tapi setelah proses selesai tenor
berubah jadi 7 hari
6. Berapa yang harus dibayar?
Jawab: Rp 1.590.000
7. Apakah anda telat dalam pembayaran?
Jawab: baru telat 1 hari
8. Bagaimana cara penagihan yang dilakukan oleh Penyelenggara Fintech
P2PLending?
Jawab: baru satu hari telat sudah sebar data
9. Apakah anda akan meminjam atau menggunakan pinjaman online lagi jika
suatu saat anda membutuhkanya?
Jawab: sebenarnya tidak mau tapi kalau mendesak kemungkinan iya
10. Apakah anda merasa puas dengan jasa dari aplikasi pinjaman online yang
anda pakai?
Jawab: awalnya puas karena saya bisa pinjam uang lumayan banyak, tapi
karena adanya potongan administrasi dan juga tenor pinjaman yang tiba-tiba
berubah jadi membuat saya kecewa
84
11. Apa saran anda untuk pihak aplikasi dan pemerintah terkait pinjaman online
ini?
Jawab: untuk aplikasi potongan biaya jangan terlalu banyak dan untuk tenor
cantumkan yang jelas jangan tiba-tiba berubah, penagihan juga jangan sebar
data karena membuat malu.
Wawancara dengan ibu Devi Nurfitriani Debitur Fintech Easycash
1. Aplikasi P2PLending apa yang anda pakai?
Jawab: Easycash
2. Dari mana anda tahu tentang aplikasi pinjaman online tersebut?
Jawab: dari teman
3. Mengapa anda memilih aplikasi pinjaman online tersebut? Kelebihan apa
yang diberikan sehingga tertarik untuk menggunakanya?
Jawab: karena saya melihat teman saya menggunakan Easycash dan saya
lihat juga karena sudah legal
4. Berapa dana yang dipinjam?
Jawab: saya pinjam Rp 1.000.000 dana yang saya terima Rp 760.000 karena
sudah dipotong administrasi
5. Berapa lama kisaran tempo waktu atau tenor pinjaman anda ?
Jawab: 1 bulan
6. Berapa cicilan yang harus dibayar?
Jawab: Rp 506.000 X 2
7. Apakah anda telat dalam pembayaran?
Jawab: iya karena saya belum punya uang karena saya diliburkan dari
pekerjaan akibat dampak Covid19
8. Bagaimana cara penagihan yang dilakukan oleh Penyelenggara Fintech
P2PLending?
Jawab: dengan telpon, WhatsApp dengan kasar dan mengancam, penagihan
juga ke nomor kontak yang ada di Handphone saya
9. Apakah anda akan meminjam atau menggunakan pinjaman online lagi jika
suatu saat anda membutuhkanya?
85
Jawab: Tidak, sudah cukup kali ini saja lebih baik pinjam ke saudara karena
penagihanya membuat saya takut
10. Apakah anda merasa puas dengan jasa dari aplikasi pinjaman online yang
anda pakai?
Jawab: tidak terlalu puas
11. Apa saran anda untuk pihak aplikasi dan pemerintah terkait pinjaman online
ini?
Jawab: untuk masalah penagihan tolong diperbaiki lagi terlebih ini adalah
fintech legal
86
Lampiran 2 Bukti Penagihan kepada Para Debitur
1. Bukti Penagihan kepada debitur Fintech P2PLending ADA KAMI
Gambar.2 Bukti Penagihan Fintech Adakami
87
Gambar.3 Bukti Penagihan Fintech Adakami
Gambar.4 Bukti Penagihan
88
2. Bukti Penagihan Kepada Debitur dari Fintech P2PLending EasyCash
Gambar.5 Bukti Penagihan Easycash
3. Bukti Penagihan Kepada Debitur dari Fintech P2PLending MITRA
PEDAGANG
Gambar.6 Bukti Penagihan MitraPedagang