Download - anemia
PRESENTASI KASUS
ANEMIA ET CAUSA PERDARAHAN
Pembimbing :
dr. Ma’mun, Sp.PD
Rachma Dewi Astari G1A212030
Lita Hervitasari G1A212031
Andika Rediputra G1A212036
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN
SMF ILMU PENYAKIT DALAMRSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO
PURWOKERTO
2014
LEMBAR PENGESAHAN
PRESENTASI KASUS
Anemia Et Causa Perdarahan
Disusun oleh :
Rachma Dewi Astari G1A212030
Lita Hervitasari G1A212031
Andika Rediputra G1A212036
Diajukan untuk memenuhi syarat
mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior
di bagian Ilmu Penyakit Dalam
RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto
telah disetujui dan dipresentasikan
pada tanggal: Juni 2014
Purwokerto, Juni 2014
Pembimbing,
dr. Ma’mun, Sp. PD
STATUS PENDERITA
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. W
Usia : 64 tahun
Alamat : Ciruyung 01/05 Karang Pucung
Jenis kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Status : Sudah menikah
Pekerjaan : Pensiunan
Tanggal masuk : 19 april 2014
Tanggal periksa : 21 april 2014
Ruang rawat : RSR bawah
No. CM : 03-42-26
B. ANAMNESIS
1. Keluhan utama :
Buang air besar berwarna hitam
2. Keluhan tambahan :
Lemah, letih, lesu, nafsu makan berkurang, kencing berdarah.
3. Riwayat penyakit sekarang
Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan buang air besar
berwarna hitam. Keluhan ini dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Keluhan ini
dirasakan setiap pasien buang air besar. Pasien merasakan badannya
menjadi lemas, letih, lesu, lunglai dan nafsu makan berkurang sehingga
pasien merasa terhambat dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien
juga mengeluhkan kencingnya berdarah, terasa panas dan perih.
4. Riwayat penyakit dahulu
a. Riwayat penyakit yang sama : disangkal
b. Riwayat darah tinggi : diakui
c. Riwayat penyakit gula : disangkal
d. Riwayat alergi : disangkal
e. Riwayat sakit ginjal : disangkal
f. Riwayat penyakit jantung : disangkal
g. Riwayat sakit kuning/liver : disangkal
h. Riwayat sakit tenggorokan/penyakit kulit: disangkal
i. Riwayat konsumsi obat-obatan : disangkal
j. Riwayat operasi : diakui 1bulan yang lalu
operasi TURP a.i BPH
5. Riwayat penyakit keluarga
a. Riwayat penyakit yang sama : disangkal
b. Riwayat darah tinggi : diakui
c. Riwayat penyakit gula : disangkal
d. Riwayatalergi : disangkal
e. Riwayatsakitginjal : disangkal
f. Riwayat sakit kuning/liver : disangkal
g. Riwayat tumor otak : disangkal
6. Riwayat sosial dan exposure
a. Community
Pasien merupakan seorang kepala rumah tangga yang mempunyai
seorang istri dan 3 orang anak. Pasien tinggal bersama istri dan anak
terkahirnya, kedua anak lainnya sudah menikah dan mempunyai rumah
sendiri. Rumah pasien tinggal di lingkungan perkotaan yang cukup
padat penduduknya. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan
keluarga dekat dan baik.
b. Home
Pasien tinggal di sebuah rumah daerah perkotaan bersama istri
dananak terakhirnya. Rumah yang dihuni terdiri dari 4 kamar dan
masing-masing dihuni oleh 1 orang. Kamar mandi dan jamban di
dalam rumah. Atapnya memakai genteng dan lantai terbuat dari ubin.
c. Occupational
Pasien adalah seorang pensiunan
d. Personal habit
Pasien mempunyai kebiasaan jarang minum air putih dan sering
minum kopi. Pasien juga mengaku suka mengkonsumsi ikan asin dan
menyukai gorengan.
e. Drugs and Diet
Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan. Menu makan pasien
terdiri dari nasi dan sayur-mayur, dan lauk-pauk. Pasien makan sehari
3 kali.
f. Biaya pengobatan
Pasien berasal dari keluarga dengan social ekonomi menengah ke atas.
Sumber pembiayaan kesehatan berasal dari askes.
C. PEMERIKSAAN FISIK
21 April 2014
1. Keadaan umum : tampak sakit lemah
2. Kesadaran : Composmentis
3. Vital sign tanggal 21 april 2014
a. Tekanan darah : 140/90 mmHg
b. Nadi : 84 ×/menit reguler-reguler, isi cukup
c. Pernapasan : 22 ×/menit
d. Suhu : 36,9 °C
4. Tinggi badan : 152 cm
5. Berat badan : 48 kg
6. Status gizi (IMT) : 20,86
7. Status generalis
a. Pemeriksaan kepala
1) Bentuk kepala
Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-)
2) Rambut
Warna rambut hitam, tidak rontok dan terdistribusi merata.
3) Mata
Simetris, edema palpebra (-/-) konjungtiva anemis (+/+),
sclera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-), mata kering (-),
reflexcahaya (+/+) normal, pupil isokor diameter 3 mm
4) Telinga
Discharge (-), deformitas (-)
5) Hidung
Discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (-)
6) Mulut
Bibir kering (-+), bibir pucat (+), bibir sianosis (+), lidah
sianosis (-), lidah kotor (-)
b. Pemeriksaan leher
Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)
Palpasi : JVP 5+ 2cm
c. Pemeriksaan thorax
Paru
Inspeksi : dinding dada tampak simetris dan tidak tampak
ketertinggalan gerak antara hemithorax kanan dan
kiri. Kelainan bentuk dada (-), retraksi intercostalis
(-).
Palpasi : Apex vokal fremitus sinistra = dextra
Basal vokal fremitus sinistra = dextra
Perkusi : Perkusi orientasi selurus lapang paru sonor
Batas paru-hepar SIC V LMCD
Auskultasi : Apex suaradasar vesikuler +/+, RBH-/-, RBK-/-
Basal suara dasar vesikuler +/+ dan Wheezing-/-
Jantung
Inspeksi : ictus Cordis tampak di SIC VI 2 jari lateral LMCS
P.parasternal (-) p.epigastrium (+).
Palpasi : ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari lateral LMCS
Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD
Batas atas kiri : SIC II LPSS
Batas bawah kanan : SIC IV LPSD
Batas bawah kiri : SIC VI 2 jari lateral LMCS
Auskultasi : M1>M2 P1<P2
T1>T2 A1>A2reguler, Gallop (-), Murmur (-)
d. Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : datar
Auskultasi : bising usus (+) terdengar setiap 2-5 detik (normal)
Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeri ketok
costo vertebrae (-/-)
Palpasi : supel, nyeritekan (+) suprapubik, undulasi (-)
Hepar : tidak teraba
Lien : tidak teraba
e. Pemeriksaan ekstremitas
Pemeriksaan Ekstremitas
superior
Ekstremitas
inferior
Dextra Sinistra Dextra Sinistra
Edema (pitting) - - - -
Sianosis - - - -
Kuku kuning
(ikterik)
- - - -
Akraldingin - - - -
Reflek fisiologis
Bicep/tricep
Patela
+
+
+
+
+
+
+
+
Reflek patologis
Reflek babinsky - - - -
Sensoris D=S D=S D=S D=S
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Darah lengkap
2. Urine lengkap
E.
RESUME
No Jenis Pemeriksaan Hasil Ket.Hb 6.1 gr/dL (L)Leukosit 12120 /ul /ul (H)Ht 19 % % (L)Eritrosit 2.1 x 106 /ul (L)Trombosit 515.000 /ul (H)MCV 87.9 IL (N)MCH 27.6 Pq (N)MCHC 31.4 (L)RDW 14.6 (H)MPV 9.9 1L (N)UreumCreatininGDS
78.31.70109
(H)(H)(N)
No Jenis Pemeriksaan Hasil Ket.URINE LENGKAP
Warna Kuning (N)Kejernihan Keruh (ABN)Bau Khas (N)
KIMIABerat jenis 1.025 (N)PH 6.0 (N)Leukosit 500 (+)Nitrit Negatif (N)Protein 300 (+)Glukosa Normal (N)Keton UrobilinogenBilirubinEritrosit
Negatif Normal Negaif 250
(N)(N)(N)(+)
SEDIMENEritrositLeukositEpitelSelinder HialinSilinder LilinGranuler HalusGranuler KasarKristalBakterTrikomonasJamur
25-30Penuh1-2NegatifNegatifNegatifNegatifNegatif+3NegatifNegatif
(+)(+)(+)(N)(N)(N)(N)(N)(+)(N)(N)
1. Anamnesis
a. Keluhan utama buang air besar berwana hitam
b. Pasien mengeluhkan setiap buang air besar berwarna hitam sejak 3 hari
yang lalu. pasien juga merasa lemah, letih lesu dan nafsu makan
berkurang. kencing pasien pun kadang berwarna merah, dan terasa
sakit, perih dan panas saat kencing.
c. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit yang sama. Pasien pernah di
operasi atas indikasi BPH 1 bulang yang laaalu.
d. Pasien mempunyai kebiasaan jarang minum air putih, dan sering
minum kopi. Pasien juga menyukai gorengan dan ikan asin.
2. Pemeriksaan Fisik
Vital sign
Tekanan darah : 140/90mmHg
Nadi : 76 ×/menit reguler-reguler, isicukup
Pernapasan : 22 ×/menit
Suhu : 36,9 °C
Status generalis
Mata : conjungtiva anemis +/+, sclera ikterik (-/-), edema
palpebra (-/-)
Mulut : bibir sianosis (+), bibir kering (+), bibir pucat (+)
Status lokalis
a. Pemeriksaan abdomen: asites
Inspeksi : datar
Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)
Palpasi : supel, undulasi (-), NT (+)
3. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Hemoglobin : rendah
Leukosit : meningkat
Hematokrit : rendah
Eritrosit : rendah
Trombosit : meningkat
Total Protein : normal
Ureum : meningkat
Kreatinin : meningkat
GDS : normal
F. DIAGNOSIS KERJA
Anemia et causa melena dan hematuri
Infeksi saluran Kemih
G. PENATALAKSANAAN
1. Farmakologi :
a. O2 5lpm NK
b. IVFD RL 24 tpm
c. Inj. Somatostatin 1 ampul/ 12 jam
d. Inj. Kalnex 3 x 500 mg
e. Inj. Adona 3x1 ampul (drip)
f. Inj. Omeprazole 2 x 1 ampul
g. P.O. amlodipin 1 x 5 mg
h. P.O. Ibesartan 1 x 150 mg
i. P.O. Urotractin 2 x 460 mg
j. Transfusi 2 kolf PRC
2. Non farmakologi :
a. Istirahat, dianjurkan tirah baring.
b. Batasi asupan natrium dengan menggunakan garam secukupnya dalam
makanan dan menghindari makanan yang diasinkan.
c. Diet protein
d. Kopi : harus dihentikan
e. Edukasi penyakit kepada pasien meliputi terapi, komplikasi penyakit,
prognosis penyakit dan cara pencegahan perburukan penyakit.
H. PROGNOSIS
Ad fungsional : dubia ad bonam
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
II. TINJAUAN PUSTAKA
A. Fisiologi sel darah merah
1. Pembetukan Sel Darah.
Sel darah merah (Eritrosit) terbentuk setelah banyak pembelahan
sel dari sel asal (Stem cell) yang sama yang akan menjadi semua sel
darah. Maka, perlu kita ketahui bagaimana pembentuk sel darah itu
sendiri (Haemopiesis)
Hemopoiesis terjadi di dalam lingkungan mirko sum-sum tulang
tempat stem sel hemopoietik mengalami kontak dengan banyak jenis
sel lain. Komunikasi antar sel adalah pengikatan melalui reseptor
permukaan sel, ke molekul adhesi dan ke sitokin dan faktor
pertumbujan yang difiksasi atau disekresi. Pengikatan ini mencetuskan
transduksi sinyal yang mengatur transkripsi gen yang menyebabkan
proliferasi, diferensiasi, dan apoptosis. (Mehta,2006)
Gambar 1. Pembentukan Sel Darah
2. Eritropoiesis
Keterangan :
GMMM: Prekusor granulosit/eritrosit/monosit/megakariosit
GM : Prekusor granulosit/monosit
GM-CSF : Faktor perangsang-koloni granulosit (granulocyte-
macrophage colony stimulate factor)
G-CSF : Faktor perangsang granulosit (granulocyte stimulated
factor)
IL-2 : Interleukin 2
IL-3 : Interleukin 3
IL-5 : Interleukin 5
IL-6 : Interleukin 6
Sel eritroid yang berada dalam sumsum tulang adalah
pronormoblas. Sel ini berubah menjadi normoblas (eritroblas) yang
makin bertambah kecil. Normoblas juga berisi hemoglobin lebih
banyak dalam sitoplasma, sedangkan pada intinya kromatin menjadi
lebih padat. Nukleus akhirnya dikeluarkan dari normoblas tua disum-
sum tulang dan terjadilah stadium retikulosit yang masih mengandung
sebagian ribosomal RNA dan masih sanggup mensintesis hemoglobin.
(Hoffbrand,1987)
3. Eritrosit
Eritrosit adalah jenis sel yang memiliki struktur bikonkaf,
berwarna merah. Eritrosit tidak seperti sel lainnya eritrosit adalah
sebuah sel yang tidak berinti dan memiliki organel sitoplasmik yang
sedikit. (Sherwood.2001)
Eritrosit mengandung Hemoglobin yang memiliki fungsi berikatan
dengan O2, selain itu Hemoglobin dapat berikatan dengan zat lain yaitu
Karbondioksida, Bagian Ion Hidrogen asam dari asam karbonat yang
terionisasi, Karbon Monoksida (Sherwood,2001).
4. Eritropoetin
Aktifasi dari erotropoiesis diatur oleh sebuah hormon yang
dihasilkan oleh gabungan faktor ginjal dengan protein plasma yang
disebut Eritropoietin. Bila terjadi anemia, atau hemoglobih tidak bisa
member O2 secara normal, produksi eritropoietin meningkat dan
merangsang eritropoiesis dengan : Meningkatkan jumlah sel asal (stem
sell) yang diperlukan untuk eritropoiesis, meningkatkan sintesis
hemoglobin dalam prekusor sel darah merah, mengurangi waktu
pematangan prekusor sel darah merah dan melepaskan retikulosit
sumsum kedalam darah tepi pada stadium lebih dini daripada normal
(Hoffbrand, 1987).
5. Pemecahan Eritrosit.
Sel darah merah yang keluar dari sumsum tulang akan berada
dalam aliran darah dan berjalan keseluruh tubuh membawa O2 dari
paru-paru ke jaringan dan membawa CO2 dari jaringan ke paru-paru
selama 120 hari. Saat 120 hari maka eritrosit akan mati dan akan
difagosit oleh Makrophag yang berada di dalam hati, limpa, dan
sumsum tulang.
Pada makrofag, eritrosit dipecah menjadi Heme dan globin. Globin
akan diubah menjadi asam amino yang akan dikeluarkan ke sirkulasi
dan menuju sumsum tulang untuk membantu proses eritropoiesis.
Sedangkan heme, akan diubah menjadi protofirin dan Besi (Fe2+). Besi
nantinya akan ke sirkulasi untuk berikatan dengan transferin dan ke
sum-sum tulang untuk proses sintesis hemoglobin. Protofirin akan
dipecah menjadi billirubin dan beredar ke hati lalu dikonjugasikan
dengan glukoronida dan dikonversikan menjadi Sterkobillin dan
sterkobilinogen yang di eksresi dalam feses, sterkobillin sebagianya
diserap kembali dan dieksresikan dalam urin menjadi Urobillin dan
urobilinogen. (Martini, 2006)
Gambar 2. Pembentukan hemoglobin
B. Metabolisme besi dalam tubuh
Besi merupakan bahan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan
Hb, mioglobin, dan enzim. Besi tidak pernah dalam bentuk logam bebas,
tetapi selalu berikatan dengan protein tertentu. Besi bebas bersifat toksik
kepada tubuh, mempunyai sifat radikal bebas. Besi dalam tubuh berupa :
1. Senyawa besi fungsional : hemoglobin, miglobin, enzim
2. Senyawa besi transportasi : transferin
3. Senyawa besi cadangan : feritin, hemosiderin
Proses absorbsi dibagi menjadi 3 fase :
1. fase luminal besi dalam makanan diolah dalam lambung kemudian
siap diserap duodenum.
2. fase mukosal proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan
suatu proses aktif. Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa
duodenum dan jejunum proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif
melalui proses yang kompleks dan terkendali. Sel absorptif terletak
pada puncak vili usus.
3. fase korporeal meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi,
utilisasi besi oleh sel-sel yang memerlukan, dan penyimpanan besi
(storage) oleh tubuh.
(Bakta,2006)
C. Siklus Besi Dalam Tubuh
Hemoglobin mengandung kira-kira dua per tiga besi tubuh. Besi
diinkoperasikan dari transferin plasma kedapan eritroblas yang sedang
berkembang dalam retikulosit. Transferin memperoleh besi terutama dari
makrofag (sel retikulo-endotelia). Namun, sebagian besi juga disimpan dalam
sel RE sebagai hemosiderin dan feritin. Ferritin adalah kompleks protein besi
yang larut dalam air dengan berat molekul 465000. Hemosiderin adalah
kompleks protein besio yang tidak larut dalam, mengandung besi 37% dari
beratnya, berasal dari pencernaan agregat molekul ferritin oleh lisozim.Besi
dalam ferritin berada dalam bentuk ferri, dimana direduksi dari bentuk ferro
dimana Vitamin C terlibat. Enzym yang mengandung tembaga,
seruloplasmin, mengaktalisisbesi menjadi bentuk ferri untuk berikatan dengan
transferin plasma lagi dan disalurkan ke jaringan tubuh lalu setelah itu
dieksresikan. Dalam Otot besi terdapat sebagai Mioglobin. (Hoffbrand, 1987)
Keluar (eksresi)
ABSORPSI (pada saluran cerna) Jaringan
TRANSFERRIN PLASMA
Gambar 3. Metabolisme besi dalam tubuh
D. Definisi Anemia
Anemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan jumlah sel
darah merah. Menurut WHO, anemia didefinisikan sebagai Hb (hemoglobin)
kurang 13 g/dl untuk laki-laki dan kurang 12 g/dl untuk wanita. Kisaran normal
Hb berbeda pada setiap usia dan jenis kelamin.
E. Diagnosis
Diagnosis anemia ditegakkan berdasarkan temuan anamnesis,
pemeriksaan fisik, dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan
dengan gejala klinis yang sering tidak khas.Berdasarkan derajat dari anemia
maka WHO dan National Cancer Institute (NCI) mengklasifikasikan anemia
menjadi 4 kelompok.
Tabel 1. Derajat Anemia
SUMSUM TULANG
Haemoglobin yang Beredar
SEL RE (MAKROFAG)
TP
Suatu anemia berat yang kronis dikatakan bila konsentrasi Hb ≤ 7 g/Dl
selama 3 bulan berturut-turut atau lebih. Anemia berat dapat bersifat akut dan
kronis. Anemia kronis dapat disebabkan oleh anemia defisiensi besi (ADB),
sickle cell anemia (SCA), talasemia, spherocytosis, anemia aplastik dan
leukemia. Anemia berat kronis juga dapat dijumpai pada infeksi kronis seperti
tuberkulosis (TBC) atau infeksi parasit yang lama, seperti malaria, cacing dan
lainnya.
F. Gejala dan Tanda
1. GejalaUmum
Gejala umum tidak bersifat spesifik untuk tiap-tiap jenis anemia
dan tidak terbatas hanya untuk penyakit anemia. Pada dasarnya gejala
umum yang terdapat pada anemia diakibat keadaan Anoksia dan
mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya kadar atau daya
angkut O2. gejala umum anemia akan tampak jelas bila mencapai kadar
Hb tertentu (<7 gr/dl).
Gejala umum yaitu; Rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga
mendenging (Tinitus), mata berkunang, kaki terasa dingin, sesak nafas
dan dipepsia. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak pasien
pucat dilihatdari telapak tangan, konjungtiva, lidah, mukosa mulut.
Perlu ditekankan kembali gejala ini bukan merupakan gejala spesifik
untuk anemia karena dapat ditimbulkan oleh penyakit lain diluar
anemia.
2. GejalaSpesifik
a. Anemia Defisiensi besi: Disfagia, Atrofi papil lidah, stomatitis
angularis, Koilonychia.
b. Anemia megaloblastik:Glositis, ganguan neurologic pada defisiensi
vitamin B12
c. Anemia Hemolitk : Ikterus, splenomegali, hepatomegali
d. Anemia Aplastik:perdarahandan tanda-tanda infeksi.
3. Gejala penyakit dasar.
Gejala yang timbul akibat dari penyakit yang mendasari terjadinya
anemia, penyakit yang mendasari anemia bermacam macam, dan gejala
yang mendasarinya pun dapat bermacam-macam, sebagai contoh pada
defisensi asam folat, juga terjadi trombositopneia, dan leukopenia
diakibatkan kebutuhan Asam folat dan vit B12 untuk sintesis DNA
tidak kurang terpenuhi. Sehingga proses pembelahan menjadi lambat
dan mengakibatkan sel-sel eritrosit dan leukosit menjadi besar
diakibatkan DNA yang kurang. Gejala lainya adalah pada infestasi
cacing tambang ditemukan gejala sakit perut, pembengkakan parotis,
dan warna kuning pada telapak tangan.
G. Anemia berdasarkan morfologisel
1. Anemia mikrositik hipokromik
Adalah jenis anemia dengan karakteristik ukuran sel kurang dari
normal (anisositosis) disertai dengan penurunan jumlah bahan peka
perwarnaan ( Hb ) dengan center paller besar ( > 1/3 bagian sel ) dan
pada pemeriksaan Laboratorium Indeks eritrosit ( MCH, MCV )
beradadibawahbatas normal.
Etiologi :
a. Inadequate daily intake baik ferro atau ferri : intake Fe kurang
dari kebutuhan yang dapat mengakibatkan anemia defisiensi besi
b. Fe metabolism disorders : gangguan pada metabolisme Fe yang
dapat mengakibatkan Anemia sideroblastik
c. Globulin chains synthesize disorders : contoh pada Thalasemia
dan hemoglobinopati
2. Anemia normokromik normositik
Anemia yang ukuranselnyadanpada pewarnaan menunjukan
keadaan normal dengan center paller normal ( = 1/3 bagian sel ) dan
pada pemeriksaan laboratorium indeks eritrosit ( MCH, MCV)
dalambatas normal.
Etiologi :
a. Perdarahan akut
b. Anemia hemolitik
c. penyakit ginjal, malnutrisi dan naemia aplastik
3. Anemia makrositik (hiperkromik)
Anemia yang ukurannyalebihdari normal dan pada pewarnaan
terkadang menunjukan warna yang agak lebih pekat jarnga yang kurang
pekat ( hiperkromik ) dan pada pemeriksaan laboratorium, indeks
eritrosit ( MCV, MCH) diatasbatas normal.
Etiologi :
a. Defisiensi asam folat
b. Defisensi Vit B12 ( Cyanocobalamin )
c. Anemia Hemolitik
d. Penyakit Hati
H. Berdasarkan
1. Anemia Defisiensi Besi
a. Definisi
Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang terbanyak
baik di Negara maju maupun negara yang sedang berkembang.
Besi merupakan bagian dari molekul Hemoglobin, dengan
berkurangnya besi maka sintesa hemoglobin akan berkurang dan
mengakibatkan kadar hemoglobin akan turun. Hemoglobin
merupakan unsur yang sangat vital bagi tubuh manusia, karena
kadar hemoglobin yang rendah mempengaruhi kemampuan
menghantarkan O2 yang sangat dibutuhkan oleh seluruh jaringan
tubuh. Anemia defisiensi besi ini dapat diderita oleh bayi, anak-
anak, bahkan orang dewasa baik pria maupun wanita, dimana
banyak hal yang dapat mendasari terjadinya anemia defisiensi
besi.
b. Etiologi
1) Kehilangan darah yang bersifat kronis dan patologis:
Penyebab yang paling sering adalah perdarahan uterus
(menorrhagi, metrorrhagia) pada wanita, perdarahan
gastrointestinal diantaranya adalah ulcus pepticum, varices
esophagus, gastritis, hernia hiatus , diverikulitis, karsinoma
lambung, karsinoma sekum, karsinoma kolon, maupun
karsinoma rectum, infestasi cacing tambang, angiodisplasia.
Konsumsi alkohol atau aspirin yang berlebihan dapat
menyebabkan gastritis, hal ini tanpa disadari terjadi
kehilangan darah sedikit-sedikit tapi berlangsung terus
menerus. Sedangkan penyebab yang jarang adalah
perdarahan saluran kemih, yang disebabkan tumor, batu
ataupun infeksi kandung kemih. Perdarahan saluran nafas
(hemoptoe).
2) Kebutuhan yang meningkat pada prematuritas, pada masa
pertumbuhan (remaja) kehamilan, wanita menyusui, wanita
menstruasi.
3) Malabsorbsi :sering terjadi akibat dari penyakit coeliac,
gastritis atropi dan pada pasien setelah dilakukan
gastrektomi.
4) Diet yang buruk/ diet rendah besi Merupakan faktor yang
banyak terjadi dinegara yang sedang berkembang dimana
faktor ekonomi yang kurang dan latar belakang pendidikan
yang rendah sehingga pengetahuan mereka sangat terbatas
mengenai diet/ asupan yang banyak mengandung zat besi.
(Bakta IM, 2007).
c. Klasifikasi
Defisiensi besi dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu:
1) Deplesibesi (Iron depleted state).: keadaan dimana
cadangan besinya menurun, tetapi penyediaan besi untuk
eritropoesis belum terganggu.
2) Eritropoesis Defisiensi Besi (Iron Deficient Erytropoesis) :
keadaan dimana cadangan besinya kosong dan penyediaan
besi untuk eritropoesis sudah terganggu, tetapi belum
tampak anemia secara laboratorik.
3) Anemia defisiensi besi :keadaan dimana cadangan besinya
kosong dan sudah tampak gejala anemia defisiensi besi.
d. Gejala dan Tanda
Pada anemia defisiensi besi biasanya penurunan
hemoglobinnya terjadi perlahan-lahan dengan demikian
memungkinkan terjadinya proses kompensasi dari tubuh,
sehingga gejala aneminya tidak terlalu tampak atau dirasa oleh
penderita.
Gejala ini merupakan khas pada anemia defisiensi besi dan
tidak dijumpai pada anemia jenis lainnya, yaitu:
1) koilonychia/ spoon nail/ kuku sendok.
2) Atropi papil lidah.
3) Stomatitis angularis/ inflamasi sekitar sudut mulut.
4) Glositis
5) Pica/ keinginan makan yang tidak biasa
6) Disfagia merupakan nyeri telan yang disebabkan
`pharyngeal web`
7) Atrofi mukosa gaster.
8) Sindroma Plummer Vinson/ Paterson kelly ini merupakan
kumpulan gejala dari anemia hipokromik mikrositik, atrofi
papil lidah dan disfagia.
9) Bila terjadi pada anak menimbulkan irritabilitas, fungsi
cognitif yang buruk dan perkembangan psikomotornya akan
menurun. Selain itu pada pria atau wanita dewasa
menyebabkan penurunan produktivitas kerja yang
disebabkan oleh kelemahan tubuh, mudah lelah.( bila
disebabkan oleh infeksi cacing tambang maka akan
dijumpai gejala dispepsia, kelenjar parotis membengkak,
kulit telapak tangan warna kuning seperti jerami.
10) Jika disebabkan oleh perdarahan kronis akibat dari suatu
karsinoma maka gejala yang ditimbulkan tergantung pada
lokasi dari karsinoma tersebut beserta metastasenya.
(Permono B, Ugrasena IDG, 2004, hal 34-37).
e. Pemeriksaan Laboratorium
1) Darah lengkap
MCV, MCH dan MCHC yang rendah dan film darah
hipokromik (Ibister JP, Pittiglio DH, 1999)
Saturasi transferin biasanya < 5%, serum ferritin
kadarnya < 10mg/ ml, protoporfirin eritrosit bebas
sangat meningkat yaitu 200 μg/dl, terjadi peningkatan
TIBC [normal orang dewasa 240-360μg/dl], kadar besi
serum kurang dari 40μg/dl. (Sacher RA, Mc Pherson
RA, 2000).
Hapusan darah menunjukkan anemia hipokromik
mikrositik, anisositosis (banyak variasi ukuran
eritrosit), poikilositosis (banyak kelainan bentuk
eritrosit), sel pensil, kadang- kadang adanya sel target.
(Permono B, Ugrasena IDG, 2002, hal 55-66; Sacher
RA, Mc Pherson RA, 2000, p 68-70). Sel darah merah
mikrositik hipokromik apabila Hb <12 g/dl (laki-laki),
Hb < 10 g/dl (perempuan), mungkin leukopeni,
trombosit tinggi pada perdarahan aktif, retikulosit
rendah.(Metha A, Hoffbrand AV, 2000).
Pada pemeriksaan sumsum tulang : hiperplasieritroid,
besi yang terwarnai sangat rendah atautidak ada.
f. Terapi
1) Terapi kausal
Dilakukan agar anemia tidak kambuh kembali; tergantung
penyebabnya. Contoh : pengobatan cacing tambang,
pengobatan hemoroid
2) Terapi preparat : Dapat secara oral maupun parenteral.
Oral : dengan memberikan preparat ferrous sulphat,
dengan dosis 3 x 200mg, yang dapat mengakibatkan
absorbsi besi 50 mg per hari dan meningkatkan
eritropoiesis. Diberikan saat lambung kosong. Efek
samping utama yang terjadi adalah gangguan
gastrointestinal, mual, muntah, konstipasi. Pengobatan
diberikan 3-6 bulan, setelah kadar hemoglobin kembali
normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Untuk
meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan preparat
vitamin C.
Parenteral : secara intramuscular dan intravena. Cara ini
sangat efektif namun memiliki resiko yang tinggi. Preparat
yang tersedia adalah irondextrancomplex (mengandung 50
mg/ml). Efek samping yang terjadi adalah reaksi
anafilaksis (0,6%), flebitis, sakit kepala, flushing, mual,
muntah, nyeri perut, dan sinkop.
Kebutuhan besi (mg) = ( HbN – HbS ) X BB X 3
3) Terapi lainnya
Diet : makanan tinggi protein dari protein hewani.
Vitamin C : 3 X 100 mg/hari untuk meningkatan absorpsi
besi.
Tranfusi darah : diberikan packed red cell untuk
mengurangi bahaya overload.
2. ANEMIA PERDARAHAN (HEMORAGIK)
Perdarahan yang berlebihan adalah penyebab paling umum dari
anemia. Bila darah hilang, tubuh cepat menarik air dari jaringan luar
aliran darah dalam upaya untuk menjaga pembuluh darah terisi.
Akibatnya, darah menjadi encer, dan hematokrit berkurang, sehingga
terjadi peningkatan produksi sel darah merah oleh sumsum tulang dapat
memperbaiki anemia. Namun, seiring waktu, perdarahan mengurangi
jumlah zat besi dalam tubuh, sehingga sumsum tulang tidak mampu
meningkatkan produksi sel darah merah baru untuk menggantikan
mereka yang hilang(Litchin, 2013).
Kehilangan sejumlah besar darah tiba-tiba bisa membuat dua
masalah: (1) Tekanan darah turun karena jumlah cairan yang tersisa di
pembuluh darah tidak cukup, (2) Suplai oksigen tubuh secara drastis
berkurang karena jumlah sel darah merah pembawa oksigen menurun
begitu cepat.Sebaliknya, pada Kehilangan darah kronis, gejala jauh
lebih umum (Litchin, 2013).
a. Gejala dan Diagnosis
Gejala mirip dengan jenis lain anemia dan bervariasi dari
ringan sampai berat, tergantung pada seberapa banyak darah yang
hilang dan seberapa cepat. Ketika kehilangan darah yang cepat -
selama beberapa jam atau kurang -loss hanya sepertiga dari volume
darah bisa berakibat fatal. Pusing setelah duduk atau berdiri setelah
jangka waktu berbaring (hipotensi ortostatik) ini biasa terjadi ketika
kehilangan darah yang cepat. Ketika kehilangan darah lebih lambat
- selama beberapa minggu atau lebih - kehilangan sampai dua
pertiga dari volume darah dapat menyebabkan hanya kelelahan dan
kelemahan atau tanpa gejala sama sekali, jika orang minum cukup
cairan(Litchin, 2013).
Tes darah dapat dilakukan untuk mendeteksi anemia pasda
orang dengan gejala anemia,dan telah terdapat gejala perdarahan,
atau keduanya.Pemeriksaan tinja dan urine dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi adanya darah dalam upaya mencari sumber
perdarahan. Tes pencitraan atau endoskopi mungkin diperlukan
untuk mengidentifikasi sumber perdarahan(Litchin, 2013).
b. Penatalaksanaan
Untuk kehilangan darah besar atau cepat, sumber
perdarahan harus ditemukan dan perdarahan berhenti. Transfusi sel
darah merah mungkin diperlukan. Sedangakn pada anemia akibat
kehilangan darah kronis, tubuh dapat memproduksi cukup sel darah
merah untuk memperbaiki anemia tanpa perlu transfusi darah.
Karena zat besi, yang diperlukan untuk memproduksi sel darah
merah hilang selama perdarahan, kebanyakan orang yang
mengalami anemia dari perdarahan perlu mengambil suplemen zat
besiselama beberapa bulan (Litchin, 2013).
3. Anemia aplastik a. Definisi
Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum
tulang yang ditandai dengan pansitopenia perifer dan hipoplasia
sumsum tulang. . Pada anemia aplastik terjadi penurunan produksi
sel darah dari sumsum tulang sehingga menyebabkan
retikulositopenia, anemia, granulositopenia, monositopenia dan
trombositopenia.
b. Etiologi
Tabel 2. Etiologi anemia aplastik
Anemia aplastik yang didapat (Acquired aplastic anemia)Anemia aplastik sekunder Radiasi Bahan-bahan kimia dan obat-obatan
a. Efek regular Bahan-bahan sitotoksik Benzene
b. Reaksi Idiosinkratik KloramfenikolNSAIDAnti epileptik EmasBahan-bahan kimia dan obat-obat lainya
VirusVirus Epstein-Barr (mononukleosis infeksiosa)Virus Hepatitis (hepatitis non-A, non-B, non-C, non-G)Parvovirus (krisis aplastik sementara, pure red cell aplasia)Human immunodeficiency virus (sindroma immunodefisiensi yang didapat)
Penyakit-penyakit ImunEosinofilik fasciitisHipoimunoglobulinemiaTimoma dan carcinoma timusPenyakit graft-versus-host pada imunodefisiensiParoksismal nokturnal hemoglobinuriaKehamilan
Idiopathic aplastic anemiaAnemia Aplatik yang diturunkan (Inherited Aplastic Anemia) Anemia Fanconi
Diskeratosis kongenitaSindrom Shwachman-DiamondDisgenesis reticular Amegakariositik trombositopeniaAnemia aplastik familialPreleukemia (monosomi 7, dan lain-lain.)Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)
c. Gejala dan pemeriksaan fisik anemia aplastik
Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan anemia dimana
timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoed’effort,
palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen
lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan
penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan
keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat
sistemik. Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan
di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-organ. Anemia
aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan
rutin. Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi.
Pada pemeriksaan darah, pansitopeni tidak selalu
sutemukan pada stadium awal. Anemia yang terjadi bersifat
normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tanda
regenerasi. Kadang-kadang pula dapat ditemukan makrositosis,
anisositosis, dan poikilositosis. Jumlah granulosit ditemukan
rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih menunjukkan
penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif
terdapat pada lebih dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari
500/mm dan trombosit kurang dari 20.000/mm menandakan
anemia aplastik berat. Jumlah neutrofil kurang dari 200/mm
menandakan anemia aplastik sangat berat. Jumlah trombosit
berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas normal.
Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan
biasanya memanjang dan begitu juga dengan waktu pembekuan
akibat adanya trombositopenia. Plasma darah biasanya
mengandung growth factor hematopoiesis, termasuk erittropoietin,
trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi koloni myeloid.
Kadar Fe serum biasanya meningkat dan klirens Fe memanjang
dengan penurunan inkorporasi Fe ke eritrosit yang bersirkulasi.
Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah
spikula dengan daerah yang kosong, dipenuhi lemak dan relatif
sedikit sel hematopoiesis. Limfosit,sel plasma, makrofag dan sel
mast mungkin menyolok dan hal ini lebih menunjukkan
kekurangan sel-sel yang lain daripada menunjukkan peningkatan
elemen-elemen ini. Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk
penilaian selularitas baik secara kualitatif maupun kuantitatif.
Semua spesimen anemia aplastik ditemukan gambaran hiposelular.
Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk
menegakkan diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal khusunya
berguna untuk sindrom kegagalan sumsum tulang yang diturunkan.
d. Penatalaksanaan
1) Manajemen awal anemia aplastik
Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen
kimia yang diduga menjadi penyebab anemia aplastik.
Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai
yang dibutuhkan.
Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi
trombosit sesuai yang
dibutuhkan.Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila
terdapat neutropenia berat.
Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas
bila organisme spesifik tidak dapat diidentifikasi
Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik :
pemeriksaan histocompatibilitas pasien, orang tua dan
saudara kandung pasien. Pengobatan spesifik aplasia
sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu transplantasi
stem sel allogenik, kombinasi terapi imunosupresif (ATG,
siklosporindan metilprednisolon) atau pemberian dosis
tinggi siklofosfamid.
2) Penatalaksaan pasien anemia aplastik berat
Pengobatan suportif
Diberikan transfusi eritrosit berupa packed red cells
sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua
dan pasien dengan penyakit kardiovaskular. Transfusi
trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar
trombosit dibawah20.000/mm3sebagai profilaksis. Transfusi
trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar
trombosit dibawah20.000/mm3sebagai profilaksis
Terapi imunosupresif
Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif
adalah antithymocyte globulin (ATG) atau antilymphocyte
globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA).
Terapi penyelamatan
Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi
berulang, pemberian faktor-faktor pertumbuhan
hematopoietik dan pemberian steroid anabolik. Pasien yang
refrakter dengan pengobatan ATG pertama dapat berespon
terhadap siklus imunosupresi ATG ulangan. Pemberian
faktor-faktor pertumbuhan hematopoietic seperti
Granulocyte-Colony Stimulating Factor (G-CSF)
bermanfaat untuk meningkatkan neutrofil akan tetapi
neutropenia berat akibat anemia aplastik biasanya refrakter.
Kombinasi G-CSF dengan terapi imunosupresif telah
digunakan untuk terapi penyelamatan pada kasus-kasus
yang refrakter dan pemberiannya yang lama telah dikaitkan
dengan pemulihan hitung darah pada beberapa pasien.
Steroid anabolik seperti androgen dapat merangsang
produksi eritropoietin dan sel-sel induk sumsum tulang.
Androgen terbukti bermanfaat untuk anemia aplastk ringan
dan pada anemia aplastik berat biasanya tidak bermanfaat.
Androgen digunakan sebagai terapi penyelamatan untuk
pasien yang refrakter terapi imunosupresif
Transplantasi sum-sum tulang
Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan
utama pada pasien anemia aplastik berat berusia muda yang
memiliki saudara dengan kecocokan HLA. ). Batas usia
untuk transplantasi sumsum tulang sebagai terapi primer
belum dipastikan, namun pasien yang berusia 35-35 tahun
lebih baik bila mendapatkan terapi imunosupresif karena
makin meningkatnya umur, makin meningkat pula kejadian
dan beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor (Graft
Versus Host Disesase/GVHD). Pasien dengan usia > 40
tahun terbukti memiliki respon yang lebih jelek
dibandingkan pasien yang berusia muda.
III. KESIMPULAN
1. Diagnosis pasien Tn. W, Usia 67 tahun dengan anemia hemoragik
2. Penegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan penunjang.
3. Prognosis pasien pada kasus ini adalah:
Ad fungsional : dubia ad bonam
Ad vitam : dubia ad bonam
Ad sanationam : dubia ad bonam
DAFTAR PUSTAKA
Bakta, I Made. Dkk. 2006. Anemia Defisiensi besi dalam Ilmu Penyakit Dalam
Jilid 2. Edisi IV. FKUI : Jakarta. P634-640
Hoffbrand, A V. 1987. Essenstial haematology. 2nd edition. EGC : Jakarta. P1-40.
Isbister, JP. Pittiglio, DH. 1999. Hematologi Klinik Pendekatan Berorentasi
Masalah.
Linker CA. Aplastic anemia. In: McPhee SJ, Papadakis MA, et al (eds).
CurrentMedical Diagnosis and Treatment. New York: Lange McGraw
Hill, 2007;510-11
Litchin, Alan E. 2013. Anemiaa Due to Excessive Bleeding. Available at URL:
http://www.merckmanuals.com/home/blood_disorders/anemia/anemia_du
e_to_excessive_bleeding.html diunduh pada 2 Juni 2014.
Mehta, Atul. Victor, H. 2006. At a glance Hematologi. 2nd Edition. Erlangga :
Jakarta. P 8-26.
Martini, F H. 2006.Fundamental af Anatomy og Physiology. 7th edition. Pearson :
San Fransisco. P 640-648
Sacher, RA. MC Pherson, RA. 2000 . Widman’s Clinical Interpretation of
Laboratory Tests. Philadelphia: FA Davis Company
Sherwood, L. 2001. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. EGC : Jakarta. P347-
350
Solander H. Anemia aplastik In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al (eds). Buku Ajar
Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan
DepartemenIlmu Penyakit Dalam FK UI, 2006;637-43
Permono, B. Ugrasena, IDG. 2002. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak.
Surabaya: SIC.
Permono,B. Ugrasena, IDG.2004. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: FK
Unair.
William DM. Pancytopenia, aplastic anemia, and pure red cell aplasia. In: LeeGR,
Foerster J, et al (eds). Wintrobe’s Clinical Hematology 9th ed. Philadelpia-
London: Lee& Febiger, 1993;911-43.
Young NS. Aplastic anemia, myelodysplasia, and related bone marrow
failuresyndromes. In: Kasper DL, Fauci AS, et al (eds). Harrison’s
Principle of InternalMedicine. 16th ed. New York: McGraw Hill,
2007:617-25