anemia

49
PRESENTASI KASUS ANEMIA ET CAUSA PERDARAHAN Pembimbing : dr. Ma’mun, Sp.PD Rachma Dewi Astari G1A212030 Lita Hervitasari G1A212031 Andika Rediputra G1A212036 UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN

Upload: ferra-marcheela

Post on 10-Dec-2015

27 views

Category:

Documents


12 download

DESCRIPTION

aa

TRANSCRIPT

Page 1: anemia

PRESENTASI KASUS

ANEMIA ET CAUSA PERDARAHAN

Pembimbing :

dr. Ma’mun, Sp.PD

Rachma Dewi Astari G1A212030

Lita Hervitasari G1A212031

Andika Rediputra G1A212036

UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMANFAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU-ILMU KESEHATAN

SMF ILMU PENYAKIT DALAMRSUD PROF. DR. MARGONO SOEKARJO

PURWOKERTO

2014

Page 2: anemia

LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS

Anemia Et Causa Perdarahan

Disusun oleh :

Rachma Dewi Astari G1A212030

Lita Hervitasari G1A212031

Andika Rediputra G1A212036

Diajukan untuk memenuhi syarat

mengikuti Kepaniteraan Klinik Senior

di bagian Ilmu Penyakit Dalam

RSUD Prof. DR. Margono Soekarjo Purwokerto

telah disetujui dan dipresentasikan

pada tanggal: Juni 2014

Purwokerto, Juni 2014

Pembimbing,

dr. Ma’mun, Sp. PD

Page 3: anemia

STATUS PENDERITA

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. W

Usia : 64 tahun

Alamat : Ciruyung 01/05 Karang Pucung

Jenis kelamin : Laki-laki

Agama : Islam

Status : Sudah menikah

Pekerjaan : Pensiunan

Tanggal masuk : 19 april 2014

Tanggal periksa : 21 april 2014

Ruang rawat : RSR bawah

No. CM : 03-42-26

B. ANAMNESIS

1. Keluhan utama :

Buang air besar berwarna hitam

2. Keluhan tambahan :

Lemah, letih, lesu, nafsu makan berkurang, kencing berdarah.

3. Riwayat penyakit sekarang

Pasien datang ke IGD RSMS dengan keluhan buang air besar

berwarna hitam. Keluhan ini dirasakan sejak 2 hari yang lalu. Keluhan ini

dirasakan setiap pasien buang air besar. Pasien merasakan badannya

menjadi lemas, letih, lesu, lunglai dan nafsu makan berkurang sehingga

pasien merasa terhambat dalam melakukan aktivitas sehari-hari. Pasien

juga mengeluhkan kencingnya berdarah, terasa panas dan perih.

4. Riwayat penyakit dahulu

a. Riwayat penyakit yang sama : disangkal

b. Riwayat darah tinggi : diakui

c. Riwayat penyakit gula : disangkal

d. Riwayat alergi : disangkal

Page 4: anemia

e. Riwayat sakit ginjal : disangkal

f. Riwayat penyakit jantung : disangkal

g. Riwayat sakit kuning/liver : disangkal

h. Riwayat sakit tenggorokan/penyakit kulit: disangkal

i. Riwayat konsumsi obat-obatan : disangkal

j. Riwayat operasi : diakui 1bulan yang lalu

operasi TURP a.i BPH

5. Riwayat penyakit keluarga

a. Riwayat penyakit yang sama : disangkal

b. Riwayat darah tinggi : diakui

c. Riwayat penyakit gula : disangkal

d. Riwayatalergi : disangkal

e. Riwayatsakitginjal : disangkal

f. Riwayat sakit kuning/liver : disangkal

g. Riwayat tumor otak : disangkal

6. Riwayat sosial dan exposure

a. Community

Pasien merupakan seorang kepala rumah tangga yang mempunyai

seorang istri dan 3 orang anak. Pasien tinggal bersama istri dan anak

terkahirnya, kedua anak lainnya sudah menikah dan mempunyai rumah

sendiri. Rumah pasien tinggal di lingkungan perkotaan yang cukup

padat penduduknya. Hubungan antara pasien dengan tetangga dan

keluarga dekat dan baik.

b. Home

Pasien tinggal di sebuah rumah daerah perkotaan bersama istri

dananak terakhirnya. Rumah yang dihuni terdiri dari 4 kamar dan

masing-masing dihuni oleh 1 orang. Kamar mandi dan jamban di

dalam rumah. Atapnya memakai genteng dan lantai terbuat dari ubin.

c. Occupational

Pasien adalah seorang pensiunan

Page 5: anemia

d. Personal habit

Pasien mempunyai kebiasaan jarang minum air putih dan sering

minum kopi. Pasien juga mengaku suka mengkonsumsi ikan asin dan

menyukai gorengan.

e. Drugs and Diet

Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat-obatan. Menu makan pasien

terdiri dari nasi dan sayur-mayur, dan lauk-pauk. Pasien makan sehari

3 kali.

f. Biaya pengobatan

Pasien berasal dari keluarga dengan social ekonomi menengah ke atas.

Sumber pembiayaan kesehatan berasal dari askes.

C. PEMERIKSAAN FISIK

21 April 2014

1. Keadaan umum : tampak sakit lemah

2. Kesadaran : Composmentis

3. Vital sign tanggal 21 april 2014

a. Tekanan darah : 140/90 mmHg

b. Nadi : 84 ×/menit reguler-reguler, isi cukup

c. Pernapasan : 22 ×/menit

d. Suhu : 36,9 °C

4. Tinggi badan : 152 cm

5. Berat badan : 48 kg

6. Status gizi (IMT) : 20,86

7. Status generalis

a. Pemeriksaan kepala

1) Bentuk kepala

Mesocephal, simetris, venektasi temporalis (-)

2) Rambut

Warna rambut hitam, tidak rontok dan terdistribusi merata.

Page 6: anemia

3) Mata

Simetris, edema palpebra (-/-) konjungtiva anemis (+/+),

sclera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-), mata kering (-),

reflexcahaya (+/+) normal, pupil isokor diameter 3 mm

4) Telinga

Discharge (-), deformitas (-)

5) Hidung

Discharge (-), deformitas (-) dan napas cuping hidung (-)

6) Mulut

Bibir kering (-+), bibir pucat (+), bibir sianosis (+), lidah

sianosis (-), lidah kotor (-)

b. Pemeriksaan leher

Deviasi trakea (-), pembesaran kelenjar tiroid (-)

Palpasi : JVP 5+ 2cm

c. Pemeriksaan thorax

Paru

Inspeksi : dinding dada tampak simetris dan tidak tampak

ketertinggalan gerak antara hemithorax kanan dan

kiri. Kelainan bentuk dada (-), retraksi intercostalis

(-).

Palpasi : Apex vokal fremitus sinistra = dextra

Basal vokal fremitus sinistra = dextra

Perkusi : Perkusi orientasi selurus lapang paru sonor

Batas paru-hepar SIC V LMCD

Auskultasi : Apex suaradasar vesikuler +/+, RBH-/-, RBK-/-

Basal suara dasar vesikuler +/+ dan Wheezing-/-

Jantung

Inspeksi : ictus Cordis tampak di SIC VI 2 jari lateral LMCS

P.parasternal (-) p.epigastrium (+).

Palpasi : ictus Cordis teraba pada SIC V 2 jari lateral LMCS

Perkusi : Batas atas kanan : SIC II LPSD

Batas atas kiri : SIC II LPSS

Page 7: anemia

Batas bawah kanan : SIC IV LPSD

Batas bawah kiri : SIC VI 2 jari lateral LMCS

Auskultasi : M1>M2 P1<P2

T1>T2 A1>A2reguler, Gallop (-), Murmur (-)

d. Pemeriksaan abdomen

Inspeksi : datar

Auskultasi : bising usus (+) terdengar setiap 2-5 detik (normal)

Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-), nyeri ketok

costo vertebrae (-/-)

Palpasi : supel, nyeritekan (+) suprapubik, undulasi (-)

Hepar : tidak teraba

Lien : tidak teraba

e. Pemeriksaan ekstremitas

Pemeriksaan Ekstremitas

superior

Ekstremitas

inferior

Dextra Sinistra Dextra Sinistra

Edema (pitting) - - - -

Sianosis - - - -

Kuku kuning

(ikterik)

- - - -

Akraldingin - - - -

Reflek fisiologis

Bicep/tricep

Patela

+

+

+

+

+

+

+

+

Reflek patologis

Reflek babinsky - - - -

Sensoris D=S D=S D=S D=S

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Page 8: anemia

1. Darah lengkap

2. Urine lengkap

E.

RESUME

No Jenis Pemeriksaan Hasil Ket.Hb 6.1 gr/dL (L)Leukosit 12120 /ul /ul (H)Ht 19 % % (L)Eritrosit 2.1 x 106 /ul (L)Trombosit 515.000 /ul (H)MCV 87.9 IL (N)MCH 27.6 Pq (N)MCHC 31.4 (L)RDW 14.6 (H)MPV 9.9 1L (N)UreumCreatininGDS

78.31.70109

(H)(H)(N)

No Jenis Pemeriksaan Hasil Ket.URINE LENGKAP

Warna Kuning (N)Kejernihan Keruh (ABN)Bau Khas (N)

KIMIABerat jenis 1.025 (N)PH 6.0 (N)Leukosit 500 (+)Nitrit Negatif (N)Protein 300 (+)Glukosa Normal (N)Keton UrobilinogenBilirubinEritrosit

Negatif Normal Negaif 250

(N)(N)(N)(+)

SEDIMENEritrositLeukositEpitelSelinder HialinSilinder LilinGranuler HalusGranuler KasarKristalBakterTrikomonasJamur

25-30Penuh1-2NegatifNegatifNegatifNegatifNegatif+3NegatifNegatif

(+)(+)(+)(N)(N)(N)(N)(N)(+)(N)(N)

Page 9: anemia

1. Anamnesis

a. Keluhan utama buang air besar berwana hitam

b. Pasien mengeluhkan setiap buang air besar berwarna hitam sejak 3 hari

yang lalu. pasien juga merasa lemah, letih lesu dan nafsu makan

berkurang. kencing pasien pun kadang berwarna merah, dan terasa

sakit, perih dan panas saat kencing.

c. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit yang sama. Pasien pernah di

operasi atas indikasi BPH 1 bulang yang laaalu.

d. Pasien mempunyai kebiasaan jarang minum air putih, dan sering

minum kopi. Pasien juga menyukai gorengan dan ikan asin.

2. Pemeriksaan Fisik

Vital sign

Tekanan darah : 140/90mmHg

Nadi : 76 ×/menit reguler-reguler, isicukup

Pernapasan : 22 ×/menit

Suhu : 36,9 °C

Status generalis

Mata : conjungtiva anemis +/+, sclera ikterik (-/-), edema

palpebra (-/-)

Mulut : bibir sianosis (+), bibir kering (+), bibir pucat (+)

Status lokalis

a. Pemeriksaan abdomen: asites

Inspeksi : datar

Perkusi : timpani, pekak sisi (-), pekak alih (-)

Palpasi : supel, undulasi (-), NT (+)

3. Pemeriksaan penunjang

Laboratorium

Hemoglobin : rendah

Leukosit : meningkat

Hematokrit : rendah

Eritrosit : rendah

Trombosit : meningkat

Page 10: anemia

Total Protein : normal

Ureum : meningkat

Kreatinin : meningkat

GDS : normal

F. DIAGNOSIS KERJA

Anemia et causa melena dan hematuri

Infeksi saluran Kemih

G. PENATALAKSANAAN

1. Farmakologi :

a. O2 5lpm NK

b. IVFD RL 24 tpm

c. Inj. Somatostatin 1 ampul/ 12 jam

d. Inj. Kalnex 3 x 500 mg

e. Inj. Adona 3x1 ampul (drip)

f. Inj. Omeprazole 2 x 1 ampul

g. P.O. amlodipin 1 x 5 mg

h. P.O. Ibesartan 1 x 150 mg

i. P.O. Urotractin 2 x 460 mg

j. Transfusi 2 kolf PRC

2. Non farmakologi :

a. Istirahat, dianjurkan tirah baring.

b. Batasi asupan natrium dengan menggunakan garam secukupnya dalam

makanan dan menghindari makanan yang diasinkan.

c. Diet protein

d. Kopi : harus dihentikan

e. Edukasi penyakit kepada pasien meliputi terapi, komplikasi penyakit,

prognosis penyakit dan cara pencegahan perburukan penyakit.

H. PROGNOSIS

Page 11: anemia

Ad fungsional : dubia ad bonam

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

II. TINJAUAN PUSTAKA

Page 12: anemia

A. Fisiologi sel darah merah

1. Pembetukan Sel Darah.

Sel darah merah (Eritrosit) terbentuk setelah banyak pembelahan

sel dari sel asal (Stem cell) yang sama yang akan menjadi semua sel

darah. Maka, perlu kita ketahui bagaimana pembentuk sel darah itu

sendiri (Haemopiesis)

Hemopoiesis terjadi di dalam lingkungan mirko sum-sum tulang

tempat stem sel hemopoietik mengalami kontak dengan banyak jenis

sel lain. Komunikasi antar sel adalah pengikatan melalui reseptor

permukaan sel, ke molekul adhesi dan ke sitokin dan faktor

pertumbujan yang difiksasi atau disekresi. Pengikatan ini mencetuskan

transduksi sinyal yang mengatur transkripsi gen yang menyebabkan

proliferasi, diferensiasi, dan apoptosis. (Mehta,2006)

Gambar 1. Pembentukan Sel Darah

2. Eritropoiesis

Keterangan :

GMMM: Prekusor granulosit/eritrosit/monosit/megakariosit

GM : Prekusor granulosit/monosit

GM-CSF : Faktor perangsang-koloni granulosit (granulocyte-

macrophage colony stimulate factor)

G-CSF : Faktor perangsang granulosit (granulocyte stimulated

factor)

IL-2 : Interleukin 2

IL-3 : Interleukin 3

IL-5 : Interleukin 5

IL-6 : Interleukin 6

Page 13: anemia

Sel eritroid yang berada dalam sumsum tulang adalah

pronormoblas. Sel ini berubah menjadi normoblas (eritroblas) yang

makin bertambah kecil. Normoblas juga berisi hemoglobin lebih

banyak dalam sitoplasma, sedangkan pada intinya kromatin menjadi

lebih padat. Nukleus akhirnya dikeluarkan dari normoblas tua disum-

sum tulang dan terjadilah stadium retikulosit yang masih mengandung

sebagian ribosomal RNA dan masih sanggup mensintesis hemoglobin.

(Hoffbrand,1987)

3. Eritrosit

Eritrosit adalah jenis sel yang memiliki struktur bikonkaf,

berwarna merah. Eritrosit tidak seperti sel lainnya eritrosit adalah

sebuah sel yang tidak berinti dan memiliki organel sitoplasmik yang

sedikit. (Sherwood.2001)

Eritrosit mengandung Hemoglobin yang memiliki fungsi berikatan

dengan O2, selain itu Hemoglobin dapat berikatan dengan zat lain yaitu

Karbondioksida, Bagian Ion Hidrogen asam dari asam karbonat yang

terionisasi, Karbon Monoksida (Sherwood,2001).

4. Eritropoetin

Aktifasi dari erotropoiesis diatur oleh sebuah hormon yang

dihasilkan oleh gabungan faktor ginjal dengan protein plasma yang

disebut Eritropoietin. Bila terjadi anemia, atau hemoglobih tidak bisa

member O2 secara normal, produksi eritropoietin meningkat dan

merangsang eritropoiesis dengan : Meningkatkan jumlah sel asal (stem

sell) yang diperlukan untuk eritropoiesis, meningkatkan sintesis

hemoglobin dalam prekusor sel darah merah, mengurangi waktu

pematangan prekusor sel darah merah dan melepaskan retikulosit

sumsum kedalam darah tepi pada stadium lebih dini daripada normal

(Hoffbrand, 1987).

5. Pemecahan Eritrosit.

Sel darah merah yang keluar dari sumsum tulang akan berada

dalam aliran darah dan berjalan keseluruh tubuh membawa O2 dari

paru-paru ke jaringan dan membawa CO2 dari jaringan ke paru-paru

Page 14: anemia

selama 120 hari. Saat 120 hari maka eritrosit akan mati dan akan

difagosit oleh Makrophag yang berada di dalam hati, limpa, dan

sumsum tulang.

Pada makrofag, eritrosit dipecah menjadi Heme dan globin. Globin

akan diubah menjadi asam amino yang akan dikeluarkan ke sirkulasi

dan menuju sumsum tulang untuk membantu proses eritropoiesis.

Sedangkan heme, akan diubah menjadi protofirin dan Besi (Fe2+). Besi

nantinya akan ke sirkulasi untuk berikatan dengan transferin dan ke

sum-sum tulang untuk proses sintesis hemoglobin. Protofirin akan

dipecah menjadi billirubin dan beredar ke hati lalu dikonjugasikan

dengan glukoronida dan dikonversikan menjadi Sterkobillin dan

sterkobilinogen yang di eksresi dalam feses, sterkobillin sebagianya

diserap kembali dan dieksresikan dalam urin menjadi Urobillin dan

urobilinogen. (Martini, 2006)

Gambar 2. Pembentukan hemoglobin

B. Metabolisme besi dalam tubuh

Besi merupakan bahan yang dibutuhkan oleh tubuh untuk pembentukan

Hb, mioglobin, dan enzim. Besi tidak pernah dalam bentuk logam bebas,

tetapi selalu berikatan dengan protein tertentu. Besi bebas bersifat toksik

kepada tubuh, mempunyai sifat radikal bebas. Besi dalam tubuh berupa :

1. Senyawa besi fungsional : hemoglobin, miglobin, enzim

2. Senyawa besi transportasi : transferin

Page 15: anemia

3. Senyawa besi cadangan : feritin, hemosiderin

Proses absorbsi dibagi menjadi 3 fase :

1. fase luminal besi dalam makanan diolah dalam lambung kemudian

siap diserap duodenum.

2. fase mukosal proses penyerapan dalam mukosa usus yang merupakan

suatu proses aktif. Penyerapan besi terjadi terutama melalui mukosa

duodenum dan jejunum proksimal. Penyerapan terjadi secara aktif

melalui proses yang kompleks dan terkendali. Sel absorptif terletak

pada puncak vili usus.

3. fase korporeal meliputi proses transportasi besi dalam sirkulasi,

utilisasi besi oleh sel-sel yang memerlukan, dan penyimpanan besi

(storage) oleh tubuh.

(Bakta,2006)

C. Siklus Besi Dalam Tubuh

Hemoglobin mengandung kira-kira dua per tiga besi tubuh. Besi

diinkoperasikan dari transferin plasma kedapan eritroblas yang sedang

berkembang dalam retikulosit. Transferin memperoleh besi terutama dari

makrofag (sel retikulo-endotelia). Namun, sebagian besi juga disimpan dalam

sel RE sebagai hemosiderin dan feritin. Ferritin adalah kompleks protein besi

yang larut dalam air dengan berat molekul 465000. Hemosiderin adalah

kompleks protein besio yang tidak larut dalam, mengandung besi 37% dari

beratnya, berasal dari pencernaan agregat molekul ferritin oleh lisozim.Besi

dalam ferritin berada dalam bentuk ferri, dimana direduksi dari bentuk ferro

dimana Vitamin C terlibat. Enzym yang mengandung tembaga,

seruloplasmin, mengaktalisisbesi menjadi bentuk ferri untuk berikatan dengan

transferin plasma lagi dan disalurkan ke jaringan tubuh lalu setelah itu

dieksresikan. Dalam Otot besi terdapat sebagai Mioglobin. (Hoffbrand, 1987)

Keluar (eksresi)

Page 16: anemia

ABSORPSI (pada saluran cerna) Jaringan

TRANSFERRIN PLASMA

Gambar 3. Metabolisme besi dalam tubuh

D. Definisi Anemia

Anemia merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan jumlah sel

darah merah. Menurut WHO, anemia didefinisikan sebagai Hb (hemoglobin)

kurang 13 g/dl untuk laki-laki dan kurang 12 g/dl untuk wanita. Kisaran normal

Hb berbeda pada setiap usia dan jenis kelamin.

E. Diagnosis

Diagnosis anemia ditegakkan berdasarkan temuan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan laboratorium yang dapat mendukung sehubungan

dengan gejala klinis yang sering tidak khas.Berdasarkan derajat dari anemia

maka WHO dan National Cancer Institute (NCI) mengklasifikasikan anemia

menjadi 4 kelompok.

Tabel 1. Derajat Anemia

SUMSUM TULANG

Haemoglobin yang Beredar

SEL RE (MAKROFAG)

TP

Page 17: anemia

Suatu anemia berat yang kronis dikatakan bila konsentrasi Hb ≤ 7 g/Dl

selama 3 bulan berturut-turut atau lebih. Anemia berat dapat bersifat akut dan

kronis. Anemia kronis dapat disebabkan oleh anemia defisiensi besi (ADB),

sickle cell anemia (SCA), talasemia, spherocytosis, anemia aplastik dan

leukemia. Anemia berat kronis juga dapat dijumpai pada infeksi kronis seperti

tuberkulosis (TBC) atau infeksi parasit yang lama, seperti malaria, cacing dan

lainnya.

F. Gejala dan Tanda

1. GejalaUmum

Gejala umum tidak bersifat spesifik untuk tiap-tiap jenis anemia

dan tidak terbatas hanya untuk penyakit anemia. Pada dasarnya gejala

umum yang terdapat pada anemia diakibat keadaan Anoksia dan

mekanisme kompensasi tubuh terhadap berkurangnya kadar atau daya

angkut O2. gejala umum anemia akan tampak jelas bila mencapai kadar

Hb tertentu (<7 gr/dl).

Gejala umum yaitu; Rasa lemah, lesu, cepat lelah, telinga

mendenging (Tinitus), mata berkunang, kaki terasa dingin, sesak nafas

dan dipepsia. Pada pemeriksaan fisik keadaan umum tampak pasien

pucat dilihatdari telapak tangan, konjungtiva, lidah, mukosa mulut.

Perlu ditekankan kembali gejala ini bukan merupakan gejala spesifik

untuk anemia karena dapat ditimbulkan oleh penyakit lain diluar

anemia.

2. GejalaSpesifik

a. Anemia Defisiensi besi: Disfagia, Atrofi papil lidah, stomatitis

angularis, Koilonychia.

Page 18: anemia

b. Anemia megaloblastik:Glositis, ganguan neurologic pada defisiensi

vitamin B12

c. Anemia Hemolitk : Ikterus, splenomegali, hepatomegali

d. Anemia Aplastik:perdarahandan tanda-tanda infeksi.

3. Gejala penyakit dasar.

Gejala yang timbul akibat dari penyakit yang mendasari terjadinya

anemia, penyakit yang mendasari anemia bermacam macam, dan gejala

yang mendasarinya pun dapat bermacam-macam, sebagai contoh pada

defisensi asam folat, juga terjadi trombositopneia, dan leukopenia

diakibatkan kebutuhan Asam folat dan vit B12 untuk sintesis DNA

tidak kurang terpenuhi. Sehingga proses pembelahan menjadi lambat

dan mengakibatkan sel-sel eritrosit dan leukosit menjadi besar

diakibatkan DNA yang kurang. Gejala lainya adalah pada infestasi

cacing tambang ditemukan gejala sakit perut, pembengkakan parotis,

dan warna kuning pada telapak tangan.

G. Anemia berdasarkan morfologisel

1. Anemia mikrositik hipokromik

Adalah jenis anemia dengan karakteristik ukuran sel kurang dari

normal (anisositosis) disertai dengan penurunan jumlah bahan peka

perwarnaan ( Hb ) dengan center paller besar ( > 1/3 bagian sel ) dan

pada pemeriksaan Laboratorium Indeks eritrosit ( MCH, MCV )

beradadibawahbatas normal.

Etiologi :

a. Inadequate daily intake baik ferro atau ferri : intake Fe kurang

dari kebutuhan yang dapat mengakibatkan anemia defisiensi besi

b. Fe metabolism disorders : gangguan pada metabolisme Fe yang

dapat mengakibatkan Anemia sideroblastik

c. Globulin chains synthesize disorders : contoh pada Thalasemia

dan hemoglobinopati

2. Anemia normokromik normositik

Page 19: anemia

Anemia yang ukuranselnyadanpada pewarnaan menunjukan

keadaan normal dengan center paller normal ( = 1/3 bagian sel ) dan

pada pemeriksaan laboratorium indeks eritrosit ( MCH, MCV)

dalambatas normal.

Etiologi :

a. Perdarahan akut

b. Anemia hemolitik

c. penyakit ginjal, malnutrisi dan naemia aplastik

3. Anemia makrositik (hiperkromik)

Anemia yang ukurannyalebihdari normal dan pada pewarnaan

terkadang menunjukan warna yang agak lebih pekat jarnga yang kurang

pekat ( hiperkromik ) dan pada pemeriksaan laboratorium, indeks

eritrosit ( MCV, MCH) diatasbatas normal.

Etiologi :

a. Defisiensi asam folat

b. Defisensi Vit B12 ( Cyanocobalamin )

c. Anemia Hemolitik

d. Penyakit Hati

H. Berdasarkan

1. Anemia Defisiensi Besi

a. Definisi

Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang terbanyak

baik di Negara maju maupun negara yang sedang berkembang.

Besi merupakan bagian dari molekul Hemoglobin, dengan

berkurangnya besi maka sintesa hemoglobin akan berkurang dan

mengakibatkan kadar hemoglobin akan turun. Hemoglobin

merupakan unsur yang sangat vital bagi tubuh manusia, karena

kadar hemoglobin yang rendah mempengaruhi kemampuan

menghantarkan O2 yang sangat dibutuhkan oleh seluruh jaringan

tubuh. Anemia defisiensi besi ini dapat diderita oleh bayi, anak-

anak, bahkan orang dewasa baik pria maupun wanita, dimana

Page 20: anemia

banyak hal yang dapat mendasari terjadinya anemia defisiensi

besi.

b. Etiologi

1) Kehilangan darah yang bersifat kronis dan patologis:

Penyebab yang paling sering adalah perdarahan uterus

(menorrhagi, metrorrhagia) pada wanita, perdarahan

gastrointestinal diantaranya adalah ulcus pepticum, varices

esophagus, gastritis, hernia hiatus , diverikulitis, karsinoma

lambung, karsinoma sekum, karsinoma kolon, maupun

karsinoma rectum, infestasi cacing tambang, angiodisplasia.

Konsumsi alkohol atau aspirin yang berlebihan dapat

menyebabkan gastritis, hal ini tanpa disadari terjadi

kehilangan darah sedikit-sedikit tapi berlangsung terus

menerus. Sedangkan penyebab yang jarang adalah

perdarahan saluran kemih, yang disebabkan tumor, batu

ataupun infeksi kandung kemih. Perdarahan saluran nafas

(hemoptoe).

2) Kebutuhan yang meningkat pada prematuritas, pada masa

pertumbuhan (remaja) kehamilan, wanita menyusui, wanita

menstruasi.

3) Malabsorbsi :sering terjadi akibat dari penyakit coeliac,

gastritis atropi dan pada pasien setelah dilakukan

gastrektomi.

4) Diet yang buruk/ diet rendah besi Merupakan faktor yang

banyak terjadi dinegara yang sedang berkembang dimana

faktor ekonomi yang kurang dan latar belakang pendidikan

yang rendah sehingga pengetahuan mereka sangat terbatas

mengenai diet/ asupan yang banyak mengandung zat besi.

(Bakta IM, 2007).

c. Klasifikasi

Defisiensi besi dibagi menjadi tiga tingkatan yaitu:

Page 21: anemia

1) Deplesibesi (Iron depleted state).: keadaan dimana

cadangan besinya menurun, tetapi penyediaan besi untuk

eritropoesis belum terganggu.

2) Eritropoesis Defisiensi Besi (Iron Deficient Erytropoesis) :

keadaan dimana cadangan besinya kosong dan penyediaan

besi untuk eritropoesis sudah terganggu, tetapi belum

tampak anemia secara laboratorik.

3) Anemia defisiensi besi :keadaan dimana cadangan besinya

kosong dan sudah tampak gejala anemia defisiensi besi.

d. Gejala dan Tanda

Pada anemia defisiensi besi biasanya penurunan

hemoglobinnya terjadi perlahan-lahan dengan demikian

memungkinkan terjadinya proses kompensasi dari tubuh,

sehingga gejala aneminya tidak terlalu tampak atau dirasa oleh

penderita.

Gejala ini merupakan khas pada anemia defisiensi besi dan

tidak dijumpai pada anemia jenis lainnya, yaitu:

1) koilonychia/ spoon nail/ kuku sendok.

2) Atropi papil lidah.

3) Stomatitis angularis/ inflamasi sekitar sudut mulut.

4) Glositis

5) Pica/ keinginan makan yang tidak biasa

6) Disfagia merupakan nyeri telan yang disebabkan

`pharyngeal web`

7) Atrofi mukosa gaster.

8) Sindroma Plummer Vinson/ Paterson kelly ini merupakan

kumpulan gejala dari anemia hipokromik mikrositik, atrofi

papil lidah dan disfagia.

9) Bila terjadi pada anak menimbulkan irritabilitas, fungsi

cognitif yang buruk dan perkembangan psikomotornya akan

menurun. Selain itu pada pria atau wanita dewasa

menyebabkan penurunan produktivitas kerja yang

Page 22: anemia

disebabkan oleh kelemahan tubuh, mudah lelah.( bila

disebabkan oleh infeksi cacing tambang maka akan

dijumpai gejala dispepsia, kelenjar parotis membengkak,

kulit telapak tangan warna kuning seperti jerami.

10) Jika disebabkan oleh perdarahan kronis akibat dari suatu

karsinoma maka gejala yang ditimbulkan tergantung pada

lokasi dari karsinoma tersebut beserta metastasenya.

(Permono B, Ugrasena IDG, 2004, hal 34-37).

e. Pemeriksaan Laboratorium

1) Darah lengkap

MCV, MCH dan MCHC yang rendah dan film darah

hipokromik (Ibister JP, Pittiglio DH, 1999)

Saturasi transferin biasanya < 5%, serum ferritin

kadarnya < 10mg/ ml, protoporfirin eritrosit bebas

sangat meningkat yaitu 200 μg/dl, terjadi peningkatan

TIBC [normal orang dewasa 240-360μg/dl], kadar besi

serum kurang dari 40μg/dl. (Sacher RA, Mc Pherson

RA, 2000).

Hapusan darah menunjukkan anemia hipokromik

mikrositik, anisositosis (banyak variasi ukuran

eritrosit), poikilositosis (banyak kelainan bentuk

eritrosit), sel pensil, kadang- kadang adanya sel target.

(Permono B, Ugrasena IDG, 2002, hal 55-66; Sacher

RA, Mc Pherson RA, 2000, p 68-70). Sel darah merah

mikrositik hipokromik apabila Hb <12 g/dl (laki-laki),

Hb < 10 g/dl (perempuan), mungkin leukopeni,

trombosit tinggi pada perdarahan aktif, retikulosit

rendah.(Metha A, Hoffbrand AV, 2000).

Pada pemeriksaan sumsum tulang : hiperplasieritroid,

besi yang terwarnai sangat rendah atautidak ada.

Page 23: anemia

f. Terapi

1) Terapi kausal

Dilakukan agar anemia tidak kambuh kembali; tergantung

penyebabnya. Contoh : pengobatan cacing tambang,

pengobatan hemoroid

2) Terapi preparat : Dapat secara oral maupun parenteral.

Oral : dengan memberikan preparat ferrous sulphat,

dengan dosis 3 x 200mg, yang dapat mengakibatkan

absorbsi besi 50 mg per hari dan meningkatkan

eritropoiesis. Diberikan saat lambung kosong. Efek

samping utama yang terjadi adalah gangguan

gastrointestinal, mual, muntah, konstipasi. Pengobatan

diberikan 3-6 bulan, setelah kadar hemoglobin kembali

normal untuk mengisi cadangan besi tubuh. Untuk

meningkatkan penyerapan besi dapat diberikan preparat

vitamin C.

Parenteral : secara intramuscular dan intravena. Cara ini

sangat efektif namun memiliki resiko yang tinggi. Preparat

yang tersedia adalah irondextrancomplex (mengandung 50

mg/ml). Efek samping yang terjadi adalah reaksi

anafilaksis (0,6%), flebitis, sakit kepala, flushing, mual,

muntah, nyeri perut, dan sinkop.

Kebutuhan besi (mg) = ( HbN – HbS ) X BB X 3

3) Terapi lainnya

Diet : makanan tinggi protein dari protein hewani.

Vitamin C : 3 X 100 mg/hari untuk meningkatan absorpsi

besi.

Tranfusi darah : diberikan packed red cell untuk

mengurangi bahaya overload.

Page 24: anemia

2. ANEMIA PERDARAHAN (HEMORAGIK)

Perdarahan yang berlebihan adalah penyebab paling umum dari

anemia. Bila darah hilang, tubuh cepat menarik air dari jaringan luar

aliran darah dalam upaya untuk menjaga pembuluh darah terisi.

Akibatnya, darah menjadi encer, dan hematokrit berkurang, sehingga

terjadi peningkatan produksi sel darah merah oleh sumsum tulang dapat

memperbaiki anemia. Namun, seiring waktu, perdarahan mengurangi

jumlah zat besi dalam tubuh, sehingga sumsum tulang tidak mampu

meningkatkan produksi sel darah merah baru untuk menggantikan

mereka yang hilang(Litchin, 2013).

Kehilangan sejumlah besar darah tiba-tiba bisa membuat dua

masalah: (1) Tekanan darah turun karena jumlah cairan yang tersisa di

pembuluh darah tidak cukup, (2) Suplai oksigen tubuh secara drastis

berkurang karena jumlah sel darah merah pembawa oksigen menurun

begitu cepat.Sebaliknya, pada Kehilangan darah kronis, gejala jauh

lebih umum (Litchin, 2013).

a. Gejala dan Diagnosis

Gejala mirip dengan jenis lain anemia dan bervariasi dari

ringan sampai berat, tergantung pada seberapa banyak darah yang

hilang dan seberapa cepat. Ketika kehilangan darah yang cepat -

selama beberapa jam atau kurang -loss hanya sepertiga dari volume

darah bisa berakibat fatal. Pusing setelah duduk atau berdiri setelah

jangka waktu berbaring (hipotensi ortostatik) ini biasa terjadi ketika

kehilangan darah yang cepat. Ketika kehilangan darah lebih lambat

- selama beberapa minggu atau lebih - kehilangan sampai dua

pertiga dari volume darah dapat menyebabkan hanya kelelahan dan

kelemahan atau tanpa gejala sama sekali, jika orang minum cukup

cairan(Litchin, 2013).

Tes darah dapat dilakukan untuk mendeteksi anemia pasda

orang dengan gejala anemia,dan telah terdapat gejala perdarahan,

atau keduanya.Pemeriksaan tinja dan urine dapat dilakukan untuk

mengidentifikasi adanya darah dalam upaya mencari sumber

Page 25: anemia

perdarahan. Tes pencitraan atau endoskopi mungkin diperlukan

untuk mengidentifikasi sumber perdarahan(Litchin, 2013).

b. Penatalaksanaan

Untuk kehilangan darah besar atau cepat, sumber

perdarahan harus ditemukan dan perdarahan berhenti. Transfusi sel

darah merah mungkin diperlukan. Sedangakn pada anemia akibat

kehilangan darah kronis, tubuh dapat memproduksi cukup sel darah

merah untuk memperbaiki anemia tanpa perlu transfusi darah.

Karena zat besi, yang diperlukan untuk memproduksi sel darah

merah hilang selama perdarahan, kebanyakan orang yang

mengalami anemia dari perdarahan perlu mengambil suplemen zat

besiselama beberapa bulan (Litchin, 2013).

3. Anemia aplastik a. Definisi

Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum

tulang yang ditandai dengan pansitopenia perifer dan hipoplasia

sumsum tulang. . Pada anemia aplastik terjadi penurunan produksi

sel darah dari sumsum tulang sehingga menyebabkan

retikulositopenia, anemia, granulositopenia, monositopenia dan

trombositopenia.

Page 26: anemia

b. Etiologi

Tabel 2. Etiologi anemia aplastik

Anemia aplastik yang didapat (Acquired aplastic anemia)Anemia aplastik sekunder Radiasi Bahan-bahan kimia dan obat-obatan

a. Efek regular Bahan-bahan sitotoksik Benzene

b. Reaksi Idiosinkratik KloramfenikolNSAIDAnti epileptik EmasBahan-bahan kimia dan obat-obat lainya

VirusVirus Epstein-Barr (mononukleosis infeksiosa)Virus Hepatitis (hepatitis non-A, non-B, non-C, non-G)Parvovirus (krisis aplastik sementara, pure red cell aplasia)Human immunodeficiency virus (sindroma immunodefisiensi yang didapat)

Penyakit-penyakit ImunEosinofilik fasciitisHipoimunoglobulinemiaTimoma dan carcinoma timusPenyakit graft-versus-host pada imunodefisiensiParoksismal nokturnal hemoglobinuriaKehamilan

Idiopathic aplastic anemiaAnemia Aplatik yang diturunkan (Inherited Aplastic Anemia) Anemia Fanconi

Diskeratosis kongenitaSindrom Shwachman-DiamondDisgenesis reticular Amegakariositik trombositopeniaAnemia aplastik familialPreleukemia (monosomi 7, dan lain-lain.)Sindroma nonhematologi (Down, Dubowitz, Seckel)

c. Gejala dan pemeriksaan fisik anemia aplastik

Hipoplasia eritropoietik akan menimbulkan anemia dimana

timbul gejala-gejala anemia antara lain lemah, dyspnoed’effort,

palpitasi cordis, takikardi, pucat dan lain-lain. Pengurangan elemen

lekopoisis menyebabkan granulositopenia yang akan menyebabkan

Page 27: anemia

penderita menjadi peka terhadap infeksi sehingga mengakibatkan

keluhan dan gejala infeksi baik bersifat lokal maupun bersifat

sistemik. Trombositopenia tentu dapat mengakibatkan pendarahan

di kulit, selaput lendir atau pendarahan di organ-organ. Anemia

aplastik mungkin asimtomatik dan ditemukan pada pemeriksaan

rutin. Keluhan yang dapat ditemukan sangat bervariasi.

Pada pemeriksaan darah, pansitopeni tidak selalu

sutemukan pada stadium awal. Anemia yang terjadi bersifat

normokrom normositer, tidak disertai dengan tanda-tanda

regenerasi. Kadang-kadang pula dapat ditemukan makrositosis,

anisositosis, dan poikilositosis. Jumlah granulosit ditemukan

rendah. Pemeriksaan hitung jenis sel darah putih menunjukkan

penurunan jumlah neutrofil dan monosit. Limfositosis relatif

terdapat pada lebih dari 75% kasus. Jumlah neutrofil kurang dari

500/mm dan trombosit kurang dari 20.000/mm menandakan

anemia aplastik berat. Jumlah neutrofil kurang dari 200/mm

menandakan anemia aplastik sangat berat. Jumlah trombosit

berkurang secara kuantitias sedang secara kualitas normal.

Laju endap darah biasanya meningkat. Waktu pendarahan

biasanya memanjang dan begitu juga dengan waktu pembekuan

akibat adanya trombositopenia. Plasma darah biasanya

mengandung growth factor hematopoiesis, termasuk erittropoietin,

trombopoietin, dan faktor yang menstimulasi koloni myeloid.

Kadar Fe serum biasanya meningkat dan klirens Fe memanjang

dengan penurunan inkorporasi Fe ke eritrosit yang bersirkulasi.

Aspirasi sumsum tulang biasanya mengandung sejumlah

spikula dengan daerah yang kosong, dipenuhi lemak dan relatif

sedikit sel hematopoiesis. Limfosit,sel plasma, makrofag dan sel

mast mungkin menyolok dan hal ini lebih menunjukkan

kekurangan sel-sel yang lain daripada menunjukkan peningkatan

elemen-elemen ini. Biopsi sumsum tulang dilakukan untuk

Page 28: anemia

penilaian selularitas baik secara kualitatif maupun kuantitatif.

Semua spesimen anemia aplastik ditemukan gambaran hiposelular.

Pemeriksaan radiologis umumnya tidak dibutuhkan untuk

menegakkan diagnosa anemia aplastik. Survei skletelal khusunya

berguna untuk sindrom kegagalan sumsum tulang yang diturunkan.

d. Penatalaksanaan

1) Manajemen awal anemia aplastik

Menghentikan semua obat-obat atau penggunaan agen

kimia yang diduga menjadi penyebab anemia aplastik.

Anemia : transfusi PRC bila terdapat anemia berat sesuai

yang dibutuhkan.

Pendarahan hebat akibat trombositopenia : transfusi

trombosit sesuai yang

dibutuhkan.Tindakan pencegahan terhadap infeksi bila

terdapat neutropenia berat.

Infeksi : kultur mikroorganisme, antibiotik spektrum luas

bila organisme spesifik tidak dapat diidentifikasi

Assessment untuk transplantasi stem sel allogenik :

pemeriksaan histocompatibilitas pasien, orang tua dan

saudara kandung pasien. Pengobatan spesifik aplasia

sumsum tulang terdiri dari tiga pilihan yaitu transplantasi

stem sel allogenik, kombinasi terapi imunosupresif (ATG,

siklosporindan metilprednisolon) atau pemberian dosis

tinggi siklofosfamid.

2) Penatalaksaan pasien anemia aplastik berat

Pengobatan suportif

Diberikan transfusi eritrosit berupa packed red cells

sampai kadar hemoglobin 7-8 g% atau lebih pada orang tua

dan pasien dengan penyakit kardiovaskular. Transfusi

trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar

trombosit dibawah20.000/mm3sebagai profilaksis. Transfusi

Page 29: anemia

trombosit diberikan bila terdapat pendarahan atau kadar

trombosit dibawah20.000/mm3sebagai profilaksis

Terapi imunosupresif

Obat-obatan yang termasuk terapi imunosupresif

adalah antithymocyte globulin (ATG) atau antilymphocyte

globulin (ALG) dan siklosporin A (CSA).

Terapi penyelamatan

Terapi ini antara lain meliputi siklus imunosupresi

berulang, pemberian faktor-faktor pertumbuhan

hematopoietik dan pemberian steroid anabolik. Pasien yang

refrakter dengan pengobatan ATG pertama dapat berespon

terhadap siklus imunosupresi ATG ulangan. Pemberian

faktor-faktor pertumbuhan hematopoietic seperti

Granulocyte-Colony Stimulating Factor (G-CSF)

bermanfaat untuk meningkatkan neutrofil akan tetapi

neutropenia berat akibat anemia aplastik biasanya refrakter.

Kombinasi G-CSF dengan terapi imunosupresif telah

digunakan untuk terapi penyelamatan pada kasus-kasus

yang refrakter dan pemberiannya yang lama telah dikaitkan

dengan pemulihan hitung darah pada beberapa pasien.

Steroid anabolik seperti androgen dapat merangsang

produksi eritropoietin dan sel-sel induk sumsum tulang.

Androgen terbukti bermanfaat untuk anemia aplastk ringan

dan pada anemia aplastik berat biasanya tidak bermanfaat.

Androgen digunakan sebagai terapi penyelamatan untuk

pasien yang refrakter terapi imunosupresif

Transplantasi sum-sum tulang

Transplantasi sumsum tulang merupakan pilihan

utama pada pasien anemia aplastik berat berusia muda yang

memiliki saudara dengan kecocokan HLA. ). Batas usia

untuk transplantasi sumsum tulang sebagai terapi primer

belum dipastikan, namun pasien yang berusia 35-35 tahun

Page 30: anemia

lebih baik bila mendapatkan terapi imunosupresif karena

makin meningkatnya umur, makin meningkat pula kejadian

dan beratnya reaksi penolakan sumsum tulang donor (Graft

Versus Host Disesase/GVHD). Pasien dengan usia > 40

tahun terbukti memiliki respon yang lebih jelek

dibandingkan pasien yang berusia muda.

Page 31: anemia

III. KESIMPULAN

1. Diagnosis pasien Tn. W, Usia 67 tahun dengan anemia hemoragik

2. Penegakkan diagnosis berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan

pemeriksaan penunjang.

3. Prognosis pasien pada kasus ini adalah:

Ad fungsional : dubia ad bonam

Ad vitam : dubia ad bonam

Ad sanationam : dubia ad bonam

Page 32: anemia

DAFTAR PUSTAKA

Bakta, I Made. Dkk. 2006. Anemia Defisiensi besi dalam Ilmu Penyakit Dalam

Jilid 2. Edisi IV. FKUI : Jakarta. P634-640

Hoffbrand, A V. 1987. Essenstial haematology. 2nd edition. EGC : Jakarta. P1-40.

Isbister, JP. Pittiglio, DH. 1999. Hematologi Klinik Pendekatan Berorentasi

Masalah.

Linker CA. Aplastic anemia. In: McPhee SJ, Papadakis MA, et al (eds).

CurrentMedical Diagnosis and Treatment. New York: Lange McGraw

Hill, 2007;510-11

Litchin, Alan E. 2013. Anemiaa Due to Excessive Bleeding. Available at URL:

http://www.merckmanuals.com/home/blood_disorders/anemia/anemia_du

e_to_excessive_bleeding.html diunduh pada 2 Juni 2014.

Mehta, Atul. Victor, H. 2006. At a glance Hematologi. 2nd Edition. Erlangga :

Jakarta. P 8-26.

Martini, F H. 2006.Fundamental af Anatomy og Physiology. 7th edition. Pearson :

San Fransisco. P 640-648

Sacher, RA. MC Pherson, RA. 2000 . Widman’s Clinical Interpretation of

Laboratory Tests. Philadelphia: FA Davis Company

Page 33: anemia

Sherwood, L. 2001. Fisiologi manusia dari sel ke sistem. EGC : Jakarta. P347-

350

Solander H. Anemia aplastik In: Sudoyo AW, Setiyohadi B, et al (eds). Buku Ajar

Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi Keempat. Jakarta: Pusat Penerbitan

DepartemenIlmu Penyakit Dalam FK UI, 2006;637-43

Permono, B. Ugrasena, IDG. 2002. Continuing Education Ilmu Kesehatan Anak.

Surabaya: SIC.

Permono,B. Ugrasena, IDG.2004. Pedoman Diagnosis dan Terapi. Surabaya: FK

Unair.

William DM. Pancytopenia, aplastic anemia, and pure red cell aplasia. In: LeeGR,

Foerster J, et al (eds). Wintrobe’s Clinical Hematology 9th ed. Philadelpia-

London: Lee& Febiger, 1993;911-43.

Young NS. Aplastic anemia, myelodysplasia, and related bone marrow

failuresyndromes. In: Kasper DL, Fauci AS, et al (eds). Harrison’s

Principle of InternalMedicine. 16th ed. New York: McGraw Hill,

2007:617-25