Transcript
Page 1: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam

p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

107

ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN

ZAKAT AKTIVA PADA PT. BANK BNI SYARIAH CABANG

MAKASSAR

Abdul Khaliq

Fakultas Ekonomi dan Bisnis

Universitas Muhammadiyah Makassar Email: [email protected]

Abstract

Accounting Policy Analysis of Zakat Asset Treatment at PT. Bank BNI Syariah Makassar Branch. This research aims to determine the accounting policy for the zakah treatment of assets in PT.Bank BNI Syariah Makassar Branch and the influence of zakat on sharia accounting policies. The method of analysis used is descriptive qualitative analysis method by using data collection technique that is observation and interview. From the results of research conducted at PT.Bank BNI Syariah Branch of Makassar on accounting policy for the zakah treatment of assets. Where in the accounting policies that exist in PT. Bank BNI Syariah Branch of Makassar level of quality of information provided to the public, where the zakat management agency should be able to convince the public that BNI Syariah Bank Makassar Branch has the ability and capacity in achieving program objectives in accordance with Islamic Shari'a in the management of zakat that requires the resources human beings who have managerial skills, religious knowledge, sufficient technical skills.

Keywords: Accounting Policies, Zakat Treatment, Assets Abstrak Analisis Kebijakan Akuntansi Atas Perlakuan Zakat Aktiva pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Makassar. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kebijakan akuntansi atas perlakuan zakat aktiva pada PT.Bank BNI Syariah Cabang Makassar dan pengaruh zakat terhadap kebijakan akuntansi syariah. Metode analisis yang digunakan yaitu metode analisis deskriptif kualitatif dengan menggunakan teknik pengumpulan data yaitu observasi dan wawancara. Dari hasil penelitian yang dilakukan pada PT.Bank BNI Syariah Cabang Makassar mengenai kebijakan akuntansi atas perlakuan zakat aktiva. Dimana dalam kebijakan akuntansi yang ada pada PT. Bank BNI Syariah Cabang Makassar tingkat kualitas informasi yang diberikan kepada publik, dimana badan pengelola zakat harus mampu meyakinkan masyarakat bahwa Bank BNI Syariah Cabang Makassar memiliki kemampuan dan kapasitas dalam mencapai tujuan-tujuan program yang sesuai dengan syariat islam dalam pengelolaan zakat yang profesional memerlukan sumber daya manusia yang memiliki kemampuan manajerial,pengetahuan agama, keterampilan teknis yang memadai.

Kata kunci: Kebijakan Akuntansi, Perlakuan Zakat, Aktiva

Page 2: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam

p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

108

1. PENDAHULUAN

Islam adalah agama yang memiliki

ciri khas dari karakter “Tsabat Wa

Tathowur” berkembang dalam frame

yang konsisten .Yang artinya islam tidak

menghalangi adanya perkembangan-

perkembangan baru selama hal tersebut

masih berada dalam koridor yang sya’i

dan tetap konsisten.

Seperti yang kita ketahui

kehidupan masyarakat memiliki

kebutuhan-kebutuhan yang harus

dipenuhi baik dalam kebutuhan

primer,sekunder maupun tersier.

Kendala yang sering terjadi dalam

kehidupan masyarakat yaitu tidak

memiliki dana yang cukup untuk

memenuhi kebutuhan hidupnya, ada

pula masyarakat yang kurang mampu

atau tidak ada penghasilan,oleh karena

itu, untuk membantu perkembangan

atau kesejahteraan perekonomian

masyarakat yang semakin menurun.

Pemanfaatan zakat saat ini telah banyak

menjadi perhatian beberapa kalangan.

Banyak studi dan riset yang

menunjukkan bahwa instrumen zakat

ternyata mampu menjadi solusi bagi

kemiskinan. Pemerintah pun sepertinya

juga memiliki perhatian yang cukup

besar terhadap potensi dana

zakat.pemerintah telah mengeluarkan

undang-undang peraturan zakat yang

baru yang mengatur tentang pengelolaan

zakat yaitu undang-undang No.23 Tahun

2011. dalam pasal 5 ayat (1)

dikemukakan bahwa untuk

melaksanakan pengelolaan zakat,

pemerintah membentuk Badan Amil

Zakat Nasional (BAZNAS) dalam

pelaksanaan pengumpulan,

pendistribusian, dan penyalagunaan

zakat, masyarakat membentuk Lembaga

Amil Zakat (LAZ) selanjutnya dapat

mempertegas fungsi BAZNAS dan LAZ

dikemukakan dalam pasal 7 ayat 1.

Dalam melaksanakan tugas sebagaimana

dimaksud dalam pasal 6 BAZNAS

menyelenggarakan fungsi perencanaan,

pelaksanaan pengendalian serta

pelaporan dan pertanggung jawaban atas

pengelolaan zakat. bagi perbankan dalam

masalah zakat sebagai pengurang

penghasilan kena pajak. Di sisi lain tidak

sedikit Lembaga Pengelola Zakat (LPZ)

yang perhatian untuk menampung dana

zakat,bahkan undang-undang No. 21

tahun 2008 tentang Perbankan Syariah

dan Unit Usaha Syariah (UUS) dapat

menjalankan fungsi sosial dalam bentuk

lembaga baitul maal, yakni menerima

dana yang berasal dari zakat, infaq,

shodaqoh (ZIS), hibah, atau dana social

lainnya dan menyalurkannya kepada

organisasi pengelola zakat, infaq,

shodaqoh.

sesuai firman allah Q.S Al-

Baqarah:43 adalah sebagai berikut:

Artinya:dan dirikanlah

shalat,tunaikanlah zakat dan ruku’lah

beserta orang-orang yang ruku’.

Sesuai dengan perkembangan

kegiatan ekonomi dan mata pencahrian

masyarakat yang terus berkembang,

maka jenis-jenis harta yang dizakati juga

mengalami perkembangan. terkhusus

pada perbankan sebagai suatu entitas

juga tidak luput dari perhatian untuk

dijadikan subjek zakat. Zakat perbankan

yang baru difatwakan awal tahun 2009

ini banyak menimbulkan interprestasi

atas zakat itu sendiri. Dikatakan zakat

perusahaan, apakah berupa zakat yang

dikordinasi oleh perbankan dan

dipungut dari penghasilan direksi

sampai seluruh karyawan yang telah

mencapai nishab, atau zakat atas harta

kekayaan perbankan yang dikelola itu

sudah bisa dikatakan mewakili “istilah

zakat perbankan telah berlaku terjadi

Page 3: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam

p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

109

juga pada PT. Bank BNI Syariah Kantor

Cabang Makassar.

PSAK 109 tentang akuntansi Zakat

dan Infak/sedekah merupakan suatu hal

yang dinantikan pemberlakuan PSAK ini

juga diharapkan dapat terwujudnya

keseragaman pelaporan, dan

kesederhanaan pencatatan.Sehingga

publik dapat membaca laporan akuntansi

pengelola zakat serta mengawasi

pengelolaannya. Selain itu penerapan

PSAK 109 ini juga bertujuan memastikan

bahwa organisasi pengelola zakat telah

memakai prinsip-prinsip syariah, dan

seberapa jauh OPZ memiliki tingkat

kepatuhan menerapkannya.

Dengan adanya gagasan lembaga

perbankan yang beroperasi berdasarkan

prinsip syariah islam berkaitan erat

dengan gagasan terbentuknya suatu

sistem ekonomi islam. Dunia ekonomi

dalam islam adalah dunia bisnis atau

investasi. hal ini bisa dicermati mulai

dari tanda-tanda eksplisit untuk

melakukan investasi (ajakan bisnis

dalam Al-Quran dan Al-Hadist) hingga

tanda-tanda implisit untuk menciptakan

sistem yang mendukung iklim investasi

(adanya sistem zakat sebagai alat

disinsetif atas penumpukan harta,

larangan riba untuk mendorong

optimalisasi investasi, serta larangan judi

dan spekulasi untuk mendoronng

produktivitas atas setiap investasi).

Berbicara tentang zakat perusahaan,

maka hal yang menjadi titik perhatian

dari seluruh akun perusahaan adalah

akun aktiva-kewajiban, yang dalam hal

ini terepresentasi dalam neraca.

Nur Karmila (2013) menyatakan

bahwa diantara tujuan yang terpenting

dari perhitungan dan neraca yaitu untuk

menjelaskan hak-hak si pemilik

perusahaan dan hal-hak orang lain, hisab

zakat, dan juga untuk dijadikan patokan

dalam pengambilan keputusan-

keputusan.Atas dasar itu, maka setiap

usaha perlu menyusun neraca zakat

maal. Namun demikian, kajian Syahatah

tersebut hanya terbatas pada

perusahaan yang dimiliki individu,

sedangkan untuk perusahaan

kontemporer tidak disinggung.

Secara ideal, organisasi bisnis

hendaknya dapat menciptakan realitas

organisasinya berdasarkan pada

metafora zakat.Implikasi dari hal ini

adalah semua perangkat organisasi akan

susun sedemikian rupa sehingga benar-

benar merefleksikan zakat sebagai

metafora .Konsekunsi yang timbul

selanjutnya adalah, suatu entitas dalam

melaksanakan kegiatan usahanya tidak

hanya semata-mata profit oriented tapi

zakat oriented. Sehingga dalam hal ini,

setiap entitas atau perusahaan dalam

menjalankan usahanya berorientasi

untuk meningkatkan profit perusahaan

agar nilai zakat yang dikeluarkan juga

meningkat, dan secara otomatis

peningkatan ini juga akan memberikan

manfaat yang tidak sedikit pada

masyarakat dan lingkungan masyarakat.

Atas dasar argumen tersebut,maka

perlu dikaji suatu konsep mengenai

zakat terhadap aktiva perusahaan.

Bagaimana suatu aktiva dalam suatu

aktiva dalam sebuah entitas atau

perusahaan menjadi aset wajib zakat dan

wajib zakat dan wajib dikeluarkan

zakatnya.Jika mau diamati dari aktiva-

aktiva perusahaan aktiva-aktiva

perusahaan itu baik aktiva tetap maupun

aktiva lancar dan sebagainya terkandung

potensi zakat manakala nilainya telah

mencapai nishob dan cukup haul.

Menurut Meutia (2010), bank

syariah seharusnya memiliki dimensi

spiritual yang lebih banyak. Dimensi

spritual ini tidak hanya menghendaki

Page 4: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam

p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

110

bisnis yang non riba,namun juga mampu

memberikan kesejahteraan bagi

masyarakat luas,terutama bagi golongan

masyarakat ekonomi lemah.Menurut

Yusuf (2010), posisi perbankan syariah

sebagai lembaga keuangan yang sudah

eksis ditingkat nasional harus menjadi

lembaga keuangan percontohan

berdasarkan prinsip islam,dan

diterapkan pula pada PT.Bank BNI

Kantor Cabang Makassar.

2. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan

metode deskriptif kualitatif yaitu analisis

data yang digunakan dengan cara

memberikan penjelasan dengan

memberikan predikat kepada variabel

yang diteliti sesuai dengan kondisi yang

sebenarnya.

Dalam proses penelitian ini,

penulis menggunakan metode

pendekatan dalam penggumpulan data

dan keterangan yang berkaitan dengan

judul skripsi yaitu:

1. Penelitian Keperpustakaan (library

research. Dalam metode ini penulis

berusaha mempelajari sejumlah buku

dan liberatur yang dapat memberikan

informasi yang diperlukan seperti

buku-buku referensi, media cetak,

internat dan sebagainya.Buku

literatur tersebut akan digunakan

sebagai dasar menganalisa data, fakta

dan permasalahan mengenai judul

yang diangkat penulis.

2. Penelitian lapangan (Field Research).

Penelitian lapangan dilakukan dengan

melakukan pengamatan dan

pengumpulan data secara langsung ke

lapangan untuk dapat menemukan

fakta dan informasi yang

diperlukan.Metode ini dilakukan

dengan beberapa cara sebagai

berikut:

a. Observasi, yaitu penelitian yang

dilakukan dengan jalan mengadakan

kunjungan langsung ke obyek

penelitian yang telah ditetapkan atau

mengadakan pengamatan secara

langsung terhadap obyek penelitian.

b. Wawancara, yaitu penulis melakukan

serangakaian tanya jawab secara

langsung dengan pihak perusahaan

yang berwenang untuk mendapatkan

data dan informasi secara jelas dan

lengkap.

c. Dokumentasi, dilakukan dengan cara

mengumpulkan, menyalin, melihat,

serta mengevaluasi laporan serta

dokumen- dokumen yang terkait

dengan obyek penelitian.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Laporan keuangan yang dibuat

harus sesuai dengan prinsip akuntansi

islam yaitu keadilan, kebenaran dan

pertanggung jawaban,adapun prinsip

khusus akuntansi syari’ah adalah sebagai

berikut: cepat pelaporannya, di buat oleh

ahlinya, terang, jelas, tegas, dan normatif,

memuat informasi yang menyeluruh,

informasi ditujukan untuk semua pihak,

terperinci dan teliti, tidak terjadi

manipulasi, dan melakukan secara

kontinyu.

Dari semua itu akan digunakan

sebagai bahan pertanggungjawaban,

yang tujuannya adalah menjaga keadilan

dan kebeneran, artinya prinsip tersebut

menekankan pada pertanggungjawaban

agar pihak yang terlibat tidak ada yang

dirugikan. Hasil wawancara peneliti

mengenai karakteristik Bank BNI Syariah

Cabang Makassar yaitu organisasi yang

memiliki sifat amanah. Karena yang

diamanahkan merupakan bagian yang

dianjurkan oleh agama islam maka

pengelolaannya sesuai juga menurut

agama islam. Pengidentifikasian seperti

Page 5: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam

p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

111

ini penting untuk menetapkan tujuan

akuntansi zakat sehingga tujuannya

sejalan dengan tujuan organisasi.

Secara periodik Bank BNI Syariah

Cabang Makassar menerbitkan laporan

keuangan guna

mempertanggungjawabkan kinerja

organisasi selama periode yang

bersangkutan. Seperti organisasi

umumnya, laporan akan diperiksa oleh

pemeriksa independen guna menguji

keabsahan laporan sekaligus

membangun dan meningkatkan

kepercayaan publik. Bank BNI Syariah

Cabang Makassar merupakan organisasi

yang syariah sehingga sesuai dengan

syariah islam yang harus

dipertanggungjawabkan tidak sebatas

duniawi saja. Opini syariah ini penting

karena akan menunjukkan bahwa Bank

BNI Syariah telah melaksanakan

mu’amalah sesuai dengan syariah islam

yang merupakan salah satu wujud dari

pertanggungjawaban Bank kepada Allah.

Adapun Laporan Posisi

Keuangan (Neraca) Periode Tahun yang

berakhir 31 Des 2018-2019 adalah

sebagai berikut:

No URAIAN 2018 2019

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

12.

ASET

Kas

Penempatan pada Bank Indonesia

Penempatan pada Bank Lain

Tagihan Spot Dan Forward

Surat berharga yang dimiliki

Tagihan atas surat berharga yang dibeli

dengan janji dijual kembali (reverse repo)

Tagihan Akseptasi

Piutang

a. Piutang murabahah

b. Pendapatan Margin Murabahah yang

ditangguhkan

c. Piutang Istishna’

d. Pendapatan Margin Istishna’ yang di

tangguhkan

e. Piutang Qardh

f. Piutang Sewa

Pembiayaan Bagi Hasil

a. Mudharabah

b. Musyarakah

c. Lainnya

Pembiayaan Sewa

a. Aset Ijarah

b. Akumluasi Penyusutan/Amortisasi

c. Cadangan Kerugian Penurunan Nilai

Penyertaan

Cadangan kerugian Penurunan Nilai Aset

159.912

3.059796

221.606

-

3.978.455

339.490

4.855

24.980.801

9.750.434

-

-

930.007

6.334

1.198.408

3.012.748

-

561.345

445.600

-

-

233.726

5.113.797

397.372

-

5.225.433

130.664

15.912

27.265.631

10.708.453

-

-

1.502.849

9.540

888.794

4.586.209

-

192.132

139.983

-

-

Page 6: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam

p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

112

13.

14.

15.

16.

17.

18.

19

20.

21.

22.

23.

24.

Produktif

a. Individual

b. Kolektif

Aset Tidak Berwujud

Akumulasi Amortisasi

Salam

Aset Istishna’ dalam penyelesaian

Termin Istishna’

Aset Tetap dan Inventaris

Akumulasi Penyusutan

Properti Terbengkalai

Aset yang diambil Alih

Rekening tunda

Aset Antar Kantor

a. Kegiatan Operasional di Indonesia

b. Kegiatan Operasional di Luar Indonesia

Cadangan Kerugian Penurunan nilai Aset

lainnya

Persediaan

Aset Pajak Tangguhan

Aset Lainnya

210.179

535.487

26.520

17.937

-

-

-

357.962

151.960

-

-

854

-

-

-

-

51.857

352.822

155.980

438.015

19.768

11.492

-

-

-

410.421

187.938

-

-

98

-

-

-

6.891

75.636

389.430

TOTAL ASET 28.314.175 34.822.175

LIABILITAS DAN EKUITAS

1.

2.

3.

4.

5.

6.

7.

8.

9.

10.

11.

LIABILITAS

Dana simpan Wadiah

a. Giro

b. Tabungan

Dana Investasi Non Profit Sharing

a. Giro

b. Tabungan

c. Deposito

Liabilitas Kepada Bank Indonesia

Liabilitas Kepada Bank Lain

Liabilitas Spot dan Forward

Surat berharga yang Diterbitkan

Liabilitas Akseptasi

Pembiayaan Diterima

Setoran Jaminan

Liabilitas Antar Kantor

a. Kegiatan Operasional Di Indonesia

b. Kegiatan Operasional Di Luar

Indonesia

1.533.147

2.545.937

585.297

6.877.442

12.691.186

-

561.607

-

500.000

4.855

-

33.285

-

-

1.838.113

4.132.674

933164

8.254.396

14.220.944

-

598.136

-

500.000

15.912

-

53.950

-

-

Page 7: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam

p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

113

12.

13.

Liabilitas Pajak Tangguhan

Liabilitas Lainnya

Dana Investasi Profit Sharing

-

494.853

-

-

467.855

-

TOTAL LIABILITAS 25.827.609 31.015.144

14

15.

16

17.

18.

19.

20.

21.

EKUITAS

Modal disetor

a. Modal dasar

b. Modal yang belum disetor -/-

c. saham yang dibeli kembali

(treasury stock) -/-

Tambahan modal disetor

a. Agio

b. Disagio -/-

c. Modal Sumbangan

d. Lainnya

Pendapatan (Kerugian ) komprehensif lainnya

a. Penyesuaian akibat penjabaran

laporan keuangan

b. Keuntungan (Kerugian) dari

perubahan nilai aset keuangan dalam

kelompok tersedia untuk dijual

c. Bagian efektif lindung nilai arus kas

d. Selisih penilaian kembali aset tetap

e. Bagian pendapatan komperensif lain

dari entitas asosiasi

f. Keuntungan (Kerugian ) aktuarial

program manfaat pasti

g. Pajak penghasilan terkait dengan laba

komperensif lain

h. Lainnya

Selisih kuasi reorganisiasi

Selisih restrukturisasi entitas sepengendali

Ekuitas

Cadangan

a. Cadangan Umum

b. Cadangan Tujuan

Laba/Rugi

a. Tahun-Tahun lalu

b. Tahun Berjalan

4.004.000

2.502.500

-

-

-

-

-

-

(11.158)

-

43.838

-

(2.014)

-

-

-

-

-

92.853

-

584.172

277.375

4.004.000

1.502.500

-

-

-

-

-

-

7.308

-

43.838

-

(6.434)

-

-

-

-

-

150.150

-

804.250

306.686

TOTAL EKUITAS DAPAT

DISTRIBUSIKAN KEPADA PEMILIK

2.486.566

3.807.298

22. Kepentingan non pengendali - -

TOTAL EKUITAS 2.486.566 3.807.298

TOTAL LIABILITAS DAN EKUITAS 28.314.175 34.822.442

Page 8: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam

p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

113

Dari penjelasan laporan keuangan

diatas ada dua temuan :

a. Laporan Sumber dan Perubahan Dana

Laporan sumber dan perubahan

dana adalah perubahan posisi keuangan

dari satu periode ke periode lainnya,

misalnya perubahan kas. Laporan ini

merupakan pelengkap laporan yang

sudah ada yaitu neraca/laporan posisi

keuangan. Tujuan disusunnya laporan

sumber dan perubahan dana ini adalah

untuk melengkapi pengungkapan

informasi perubahan posisi keuangan

dan melaporkan arus dana dari operasi.

Pada Bank BNI Syariah, laporan ini

menyajikan berbagai penerimaan dan

penggunaan dan penyaluran untuk dana

zakat dan dana Infaq/sedekah, serta

berbagai penerimaan dan penggunaan

dana amil dan nonhalal. Khususnya

untuk penyaluran dana zakat, disajikan

secara terpisah untuk masing-masing

mustahiq sesuai ketentuan syariah.

b. Catatan Atas Laporan Keuangan

Catatan penjelasan laporan

keuangan ini memberikan penjelasan

tambahan mengenai gambaran umum

perusahaan,ikhtisar kebijakan akuntansi,

penjelasan pos-pos laporan keuangan

dan informasi penting lainnya. Catatan

atas laporan keuangan harus disajikan

secara sistematis. Setiap pos dalam

neraca, laporan laba rugi, laporan

perubahan ekuitas, dan laporan arus kas

harus berkaitan dengan informasi yang

ada dalam catatan atas laporan

keuangan.

Laporan ini mencerminkan kinerja

organisasi terutama kemampuan dalam

menarik dana dan menyalurkan sesuai

sasaran,sehingga tujuan zakat tercapai

sejauh ini, pemahaman SDM Bank BNI

Syariah terkait penerapan PSAK 109

masih kurang sehingga dalam

pembukuannya menggunakan sistem

pencatatan sederhana yaitu single entry

yang dianggap lebih mudah untuk

dipahami dan belum sepenuhnya

memakai standar pelaporan keuangan

yang sesuai dengan PSAK 109.

4. PENUTUP

4.1 Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang

dipaparkan pada bab-bab sebelumnya

maka dapat disimpulkan bahwa dalam

Kebijakan Akuntansi Pada PT. Bank BNI

Syariah Cabang Makassar tingkat

kualitas informasi yang diberikan kepada

publik, dimana badan pengelola zakat

harus mampu meyakinkan masyarakat

bahwa Bank BNI Syariah Cabang

Makassar memiliki kemampuan dan

kapasitas di dalam mencapai tujuan-

tujuan program yang sesuai dengan

syariat Islam.

Dimana Penggunaan akuntansi di

Bank BNI Syariah Cabang Makassar

merupakan salah satu perbedaan utama

antara untuk memastikan bahwa uang

umat dialokasikan atau di distribusikan

untuk tujuan yang telah ditetapkan.

Sistem akuntansi dana adalah metode

akuntansi yang menekankan pada

pelaporan pemanfaatan dana, bukan

pelaporan Bank BNI Syariah itu sendiri.

Pengelolaan zakat yang profesional

memerlukan sumber daya manusia yang

memiliki kemampuan manajerial,

pengetahuan agama, keterampilan teknis

yang memadai serta memiliki visi

pengembangan umat. Sebagaimana di

jelaskan bahwa pengenaan zakat wajib

hukumnya dari beberapa dasar hukum

yang diterapkan Al-Quran dan hadist.

Dalam hal yang bertujuan

memperkuat teori untuk pengenaan

zakat untuk tiap-tiap akun,penulis

mencoba untuk mengali dan menemukan

Page 9: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam

p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

114

konsep tersebut dengan melakukan

wawancara secara mendalam dengan

nara sumber yang kompeten untuk

menjawab hal tersebut.

Secara periodik Bank BNI Syariah

Cabang Makassar menerbitkan laporan

keuangan guna

mempertanggungjawabkan kinerja

organisasi selama periode yang

bersangkutan. Seperti organisasi

umumnya, laporan akan diperiksa oleh

pemeriksa independen guna menguji

keabsahan laporan sekaligus

membangun dan meningkatkan

kepercayaan publik.

Bank BNI Syariah telah

melaksanakan mu’amalah sesuai dengan

syariah islam yang merupakan salah satu

wujud dari pertanggungjawaban Bank

kepada Allah. Adapun dalam PSAK 109

penyajian Bank BNI Syariah harus

menyajikan dana zakat,dana

infak/sedekah, dana amil dan non halal

secara terpisah dalam neraca (laporan

posisi keuangan). Penyajian laporan

keuangan yang dibuat oleh Bank BNI

Syariah Cabang Makassar adalah laporan

perubahan dana yang menyajikan total

penerimaan dan penyaluran dana zakat

dan infak/sedekah.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an Karim.

Ali, Mohammad Daud.2012. Sistem Ekonomi Islam:Zakat dan Wakaf, Jakarta:Penerbit Universitas Indonesia

Ikatan Akuntansi Indonesia. 2004. Standar Akuntansi Keuangan, Jakarta: Salemba Empat

Kurniawan, Posted: 11 January 2013 in Teori Akuntansi, kebijakan akuntansi.

(https://kurniawanbudi04.wordpress.com/2013/01/11/kebijakan akuntansi/)

Mujahidin, H.Akhmad. 2016. Hukum Perbankan Syariah.Jakarta:PT RajaGrafindo Persada.

Muhammad.2005. Pengantar Akuntansi Syariah. Edisi 2.Salemba Empat. Jakarta

Ningsih Rahayu, 2013. Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ekonomi dan Ilmu Sosial Universitas Islam Negeri Sultan Syarif Kasim Riau,Pekanbaru.

Nur,Karmila.2013. Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Makassar, Makassar.

Qardhawi, Yusuf.2006. Hukum Zakat (terjemah).Jakarta: Litera Antarnusa.

Rozalinda.2016.Ekonomi Islam:Teori dan Aplikasinya pada Aktivitas Ekonomi. Jakarta:PT RajaGrafindo Persada.

Cahyadi,Rahadian.2015.Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Makassar,Makassar

Sabiq, Syaikh as-Sayyid, 2005. Panduan Zakat (Menurut Al-Qur’an dan as-sunnah). Bogor: Pustaka Ibnu Katsir.

Sunyoto Danang, 2013. Metodologi Penelitian Akuntansi. Bandung. Refika Aditama.

Triyuwono, Iwan & Moh As’ udi, Akuntansi Syariah (Menformulasikan Konsep Laba Dalam Metafora Zakat ). Jakarta:Salemba Empat.

Wibisono, Yusuf. 2015. Mengelola Zakat Indonesia:Diskusi Pengelolaan Zakat Nasional dari Rezim Undang-undang Nomor 38 Tahun1999 ke Rezim Undang-Undang Nomor 23

Page 10: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam

p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

115

Tahun 2011. Jakarta: Prenadamedia Group

Weniarti.2015.Pedoman Penulisan Skripsi Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Makassar,Makassar

Yaya Rizal, Dkk. 2014.Akuntansi Perbankan Syariah:Teori dan Praktik Kontemporer.Jakarta Selatan:Salemba Empat.

Zuhdi Rahmat,2010.Zakat Terhadap Aktiva Konsepsi,Aplikasi dan Perlakuan Akuntansi.Jurnal Ekonomi.

Page 11: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

116

ANALISIS PERLAKUAN ZAKAT DALAM PERHITUNGAN

PAJAK PENGHASILAN ORANG PRIBADI (PPh 21) PADA

BADAN AMIL ZAKAT NASIONAL (BAZNAS) KOTA MAKASSAR

Agus Salim Hr

[email protected]

Dewi Aprillah

Universitas Muhammadiyah Makassar ([email protected])

Abstract

This study discusses analyzing zakat in the calculation of personal tax in Baznas Makassar city. This type of research is a comparative study that aims to discuss the comparison of zakat as a deduction for taxable tax with zakat arrangements as a direct deduction of translation tax. Data retrieval of this research refers to interviews and document techniques. The type of data consists of primary data. Based on the research that has been carried out, the conclusions from the research proposed in this study are zakat as a personal tax calculation in Baznas Makassar city in accordance with the procedures stipulated in applicable laws and regulations, zakat which is used as deduction from taxable results of individuals management both from success and distribution increases in terms of capacity and improvement and its application that increases development from year to year in which the number of ASNs that pay zakat increases every year.

Keywords: Tax, Zakat Treatment and Personal Income Tax (PPh 21)

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis perlakuan zakat dalam perhitungan pajak penghasilan orang pribadi pada Baznas kota Makassar. Jenis penelitian ini merupakan penelitian studi komparatif yang bertujuan untuk mengetahui perbandingan antara perlakuan zakat sebagai pengurang penghasilan kena pajak dengan perlakuan zakat sebagai pengurang langsung pajak penghasilan. Pengambilan data penelitian ini ditentukan secara wawancara dan teknik dokumen. Jenis data berupa data primer. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan maka kesimpulan dari permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini adalah perlakuan zakat sebagai perhitungan pajak penghasilan orang pribadi pada baznas kota Makassar sudah sesuai dengan prosedur yang tercantum dalam UU dan peraturan yang berlaku, zakat berfungsi sebagai pengurang dari penghasilan kena pajak orang pribadi, pengelolaannya baik dari pengumpulan maupun penyaluran meningkat dari segi kapasitas dan kuantitasnya dan pengaplikasiannya yang mengalami perkembangan dari tahun ke tahun dimana jumlah jumlah ASN yang membayar zakat meningkat setiap tahunnya.

Kata kunci: Pajak, Perlakuan Zakat dan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (PPh 21)

1. PENDAHULUAN

Page 12: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

117

Zakat merupakan salah satu rukun

Islam yang kewajibannya bersifat mutlak

atas harta kekayaan seseorang menurut

aturan tertentu yang telah diatur dalam

Al Qur’an dan Hadis. Dalam konteks

Negara modern, zakat dipandang sebagai

sarana komunikasi utama antara

manusia dengan manusia lain, yang

memiliki peranan sangat penting sebagai

sarana distribusi penghasilan dalam

penyusunan kehidupan yang sejahtera

dan berkeadilan di dalam sebuah Negara.

Kedudukan zakat dalam islam

merupakan suatu keunggulan dalam

system agama islam. Zakat

menggambarkan perwujudan kekuatan

seorang muslim terhadap sang khaliq.

Hal ini merupakan suatu penjelmaan dari

solidaritas seorang muslim dalam

kehidupan bermasyarakat.

Hal ini yaitu dilakukan oleh badan

atau lembaga amil zakat yang dibentuk

oleh pemerintah.Hal tersebut

menunjukkan bahwa pemerintah

mencoba untuk berperan aktif dalam

menciptakan pelaksanaan kewajiban

keagamaan masyarakatnya dengan

menjadikan unsur zakat sebagai salah

satu tax relief dalam pemungutan pajak

penghasilan pasal 21 di Indonesia.

Pajak penghasilan pasal 21

merupakan pajak penghasilan yang

dikenakan atas penghasilan atas

penghasialn berupa

gaji,upah,honorarium, tunjangan dan

pembayaran lain dengan nama apapun

sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau

kegiatan yang dilakukan oleh wajib pajak

orang pribadi dalam penyetoran, dan

pelaporan pajak penghasilan pasal 21

adalah pemberi kerja, bendaharawan,

pemerintah, dana pensiun, badan

perusahaan, dan penyelenggara kegiatan.

Saat ini undang-undang

menjadikan zakat sebagai salah satu

faktor pengurang penghasilan neto wajib

pajak orang pribadi dalam menentukan

besarnya penghasilan kena pajak. Hal ini

diharapkan dapat meminimalkan beban

ganda yang dipikul oleh umat islam

sebagai wajib pajak dan muzakki. Namun,

apakah dalam prakteknya pola perlakuan

ini adalah yang optimal untuk mengelola

dan mengakomodasi zakat dan pajak,

yang kenyataanya kedua hal tersebut

merupakan dua sumber pemungutan

yang sama-sama dihimpun dari

masyarakat. Padahal bila upaya

pengelolaan dan pengakomodasian ini

telah berjalan baik, dapat memberikan

suatu efek yang produktif dalam

pembangunan nasional. Jika dilihat dari

fungsi dasarnya membayar zakat bisa

disamakan nilainya dengan membayar

pajak yakni sama-sama dimaksudkan

untuk melaksanakan kewajiban yang

bertujuan untuk kemaslahatan umat dan

bangsa.

Indonesia memiliki aturan terkait

dengan pengelolaan zakat, yaitu

sebagaimana yang diatur melalui UU

No.23 tahun 2011 yang menggantikan

UU No. 38 tahun 1999. Pada UU tersebut

disebutkan terdapat dua macam

organisasi pengelola zakat di Indonesia

yaitu BAZNAS/Badan Amil Zakat

Nasional yang mempresentasikan

pengelola zakat pemerintah di seluruh

Indonesia, dikelola oleh swasta atau

masyarakat, dimana secara formal harus

mendapatkan pengesahan dan akreditasi

dari pemerintah (dalam hal ini yaitu

kementrian agama republik Indonesia).

Berdasarkan UU tersebut, BAZNAS di

berikan otoritas untuk mengelola dan

mengkoordinasikan semua lembaga

zakat, termasuk lembaga LAZ yang ada di

Indonesia. Saat ini, BAZNAS telah

Page 13: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

118

memiliki 34 perwakilannya diseluruh

provinsi di Indonesia. Data statistik

menunjukkan bahwa porsi penyaluran

kepada ashnaf fakir miskin yang

dilakukan BAZNAS mencapai Rp

1.353.589.660.923 atau 63.15% dari

total dana yang disalurkan.ditinjau dari

bidang penyalurannya yang dilakukan

pada tahun 2016. Maka bidang

pendidikan merupakan bidang dengan

penyaluran tertinggi sebanyak 31.30%

atau senilai Rp 843.676.495.284.Diikuti

oleh bidang sosial kemanusiaan

(26.50%). Ekonomi (18.29%). Dakwah

(15.54%). Dan kesehatan (8.37%). Hasil

statistik tersebut mengalami perubahan

dari tahun sebelumnya dimana bidang

program penyaluran yang paling tinggi

adalah bidang sosial kemanusiaan.

Pendayagunaan zakat produktif

yaitu pendayagunaan dengan skema

program pemberdayagunaan untuk

mengentaskan kemiskinan maka bidang

yang seringkali didorong adalah bidang

ekonomi. Data statistik di atas juga

menunjukkan kepada kita bahwa

pengelola zakat telah meningkatkan

pordi dukungan kepada bidang ekonomi

lebih tinngi lagi pada tahun 2016, yaitu

sebesar 18,29% dibandingkan tahun

sebelumnya (2015) sebesar 15%.

Meskipun skema program memiliki

bidang yang berbeda, tetapi pada tataran

praktis sering juga ditemukan adanya

kombinasi dan integrasi program seperti

program antar bidang atau terjadi cross-

section aspek-aspek yang difokuskan

dalam program zakat produktif.

Namun demikian, dari sekian

banyak pendayagunaan dana zakat untuk

tujuan produktif, tentu perlu dilihat

seberapa besar dampak pendayagunaan

dana zakat untuk tujuan produktif, tentu

perlu dilihat seberapa besar dampak

yang telah dicapai khususnya pada tahun

2018.

Badan Amil Zakat (Baznas)

sulawesi selatan kota Makassar

mencatat dari 300 Unit Pengelolaan

Zakat (UPZ) hanya sekitar Rp 2 miliar

zakat fitrah yang bias disalurkan ke

masyarakat miskin. Sementara untuk

zakat mal, mengalami peningkatan dua

kali lipat jika dibandingkan tahun 2016

lalu.

Namun, itu juga belum sesuai

dengan potensi yang seharusnya.

Berdasarkan peraaturan perundang-

undangan yang berlaku menurut syariat

islam, Zakat itu disalurkan melalui

Baznas. Namun, kenyataannya masih

banyak masyarakat yang menyalurkan

zakat tidak melalui Baznas Sementara

itu, Badan kepegawaian dan

pengembangan sumber Daya Manusia

Daerah (BKPSDMD) Kota Makassar

kembali menggelar kegiatan rutin berupa

sosialisasi badan amil zakat bagi seluruh

ASN dilingkup pemerintah kota. Kepala

bidang perencanaan dan Informasi

kepegawaian Abd Kadir Masri

menambahkan tujuan kegiatan itu agar

seluruh ASN di lingkup pemerintah kota

bias lebih mengetahui terkait dengan

tata cara pengelolaan zakat sesuai

dengan syariat islam

2. METODE PENELITIAN

2.1 Teknik Analisis

Proses analisis pada penelitian ini

bersifat induktif, yaitu mengumpulkan

informasi-informasi khusus menjadi

satu-kesatuan dengan jalan

mengumpulkan data, menyusun,

mengklarifikasinya dan menganalisa

perlakuan zakat pada pajak penghasilan

orang pribadi pph 21.

Page 14: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

119

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Perlakuan zakat pada Badan Amil

Zakat Nasional (BAZNAS) Kota

Makasar

Aturan tentang perlakuan zakat

atas penghasilan dalam penghitungan

Penghasilan Pajak terdapat dalam

Keputusan Direktur Jenderal Pajak

Nomor KEP-163/PJ/2003. Inti dari

keputusan tersebut adalah zakat atas

penghasilan sesuai ketentuan Undang-

Undang Nomor 38 Tahun 1999 Pasal 14

ayat (3) tentang Pengelolaan Zakat, boleh

dikurangkan dari penghasilan bruto

Wajib Pajak Badan atau penghasilan neto

Wajib Pajak Orang Pribadi yang

bersangkutan dalam menentukan

besarnya Penghasilan Kena Pajak.

Zakat atas penghasilan yang boleh

dikurangkan adalah yang nyata

dibayarkan oleh Wajib Pajak Orang

Pribadi dalam negeri pemeluk agama

Islam dan atau Wajib Pajak Badan dalam

negeri yang dimiliki oleh pemeluk agama

Islam kepada badan amil zakat atau

lembaga zakat yang dibentuk atau

disahkan oleh pemerintah.

Berdasarkan hasil wawancara

dengan salah satu pegawai BAZNAS

bagian Staff perencanaan, keuangan dan

pelaporan, Ibu Dian Pertiwi menyatakan

bahwa perlakuan pajak yang mengacu

pada pengelolaan keuangan seperti

penerimaan dan pengeluaran, serta

pengumpulan zakat wajib dibukukan.

Bagi yang menerima zakat, siapa saja

yang menerima dari unsur pelaksana

wajib hukumnya memberikan kwitansi

tanda terima dan harus dibukukan dalam

buku kas penerimaan demikian pula

penyaluran di catat dalam buku kas

pengeluaran.

Adapun perlakuan akuntansi

dalam BAZNAS Makassar menurut Ibu

Dian Pertiwi, seluruh pegawai bagian

keuangan berusaha di dalam

pelaksanaan perlakuan akuntansi agar

sesuai dengan petunjuk dan pedoman

yang ada dalam hal pengelolaan

keuangan. Seluruh elemen menjalankan

perannya mengikuti ketentuan dan

aturan-aturan pengelolaan keuangan. Di

mana salah satu kebijakannya adalah

bendahara yang direkrut berasal dari

orang yang memiliki pengetahuan dan

pengalaman dalam pengelolaan

keuangan. Pengelolaan keuangan

berusaha mengikuti sesuai dengan

perkembangan dan dengan petunjuk

yang ada.

Aspek-aspek yang dibenahi dalam

pengelolaan keuangan BAZNAS Kota

Makassar menurut Bapak H. Katjong

Tahir selaku Kepala bagian administrasi

,sdm dan umum adalah Aspek

administrasi yang mencakup Aspek

pengarsipan atau penyimpanan.

Penyimpanan dokumen keuangan, baik

dokumen keuangan penerimaan maupun

pengeluaran dipelihara dengan baik

kerena dokumen keuangan tersebut

sangat penting dan usianya ada yang

berpuluh-puluh tahun. Dokumen

tersebut menjadi pedoman untuk

mengidentifikasi adanya kesalahan

maupun penyimpangan. Dokumen

tersebut menjadi bukti bahwa

penyaluran zakat sudah tepat karena

penyaluran zakat harus sudah layak

dibayar dan sudah memenuhi unsur

untuk dibayarkan bukan asal dibayar

ketika ada perintah dari pimpinanakan

akan tetapi, harus diperikasa apakah ini

sudah memenuhi unsur-unsur untuk

dibayar apakah sudah lengkap

administrasi pendukung untuk

dibayarkan.

Berdasarkan hasil wawancara

tesebut, maka dapat simpulkan bahwa

Perlakuan zakat pada Badan Amil Zakat

Page 15: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

120

Nasional (BAZNAS) Kota Makasar atas

Pajak Penghasilan sudah memenuhi

prosedur dan kriteria-kriteria yang ada

dan dicantumkan dalam Undang-Undang

serta pelaksaannya sudah berjalan

dengan sangat baik dilihat dari

perlakuan akuntansi dan pembenahan

setiap aspek, utamanya pada bagian

keuangan dan pengarsipan dokumen

serta pada bagian pengumpulan dan

penyaluran zakat.

Berdasarkan semua penjelasan

tersebut dan penelitian yang telah

diuraikan terdahulu. Informan tersebut

adalah para pimpinan maupun staf

pengelolahan zakat. Hal ini untuk

menjamin validitas informasi yang

disampaikan. Untuk keakuratan data

mengenai informan maka diperlukan

penjelasan mengenai data informan

maka dapat dilihat pada tabel berikut ini:

Tabel 3.1 Data Informan

NO NAMA RESPONDEN JENIS

KELAMIN

USIA JABATAN

1 H.KATJONG TAHIR S.H

L 64 Kepala bagian administrasi ,sdm

dan umum

2 DIAN PERTIWI S.E

P 26 Staff perencanaan ,keuangan dan

pelaporan

3.2 Pengelolahan Zakat Pada Badan

Amil Zakat Nasional (BAZNAS)

Makassar

Pengelolaan zakat dilakukan oleh

badan amil yang dibentuk oleh

pemerintah yang diorganisasikan atau

lembaga. Pengumpulan zakat dilakukan

oleh badan amil zakat dengan cara

menerima atau mengambil dari muzakki

atas dasar pemberitahuan muzakki.

Badan amil zakat dapat bekerja sama

dengan bank pengumpulan zakat harta

yang berada di bank atas permintaan

muzakki, selain badan amil dapat

menerima harta seperti

infaq,hibah,waris dan karafa (denda

wajib di bawar kepada badan amil zakat

yang melanggar ketentuan agama).

Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS)

Makassar mempunyai tugas pokok untuk

merealiasisasikan misi baznas yaitu:

1. Meningkatkan kesadaran ummat

untuk berzakat

2. Mengarahkan masyarakat mencapai

kesejahterahan baik fisik maupun

nonfisik melalui pendayagunaan zakat

3. Meningkatkan status mustahik menja

di musakki melalui pemulihan,

peningkatan kualitas SDM, dan

pengembangan ekonomi masyarakat

4. Mengembangkan budaya “memberi

dari pada menerima “ dikalangan

mustahik

5. Mengembangkan manajemen yang

amanah, propesional dan transfaran

dalam mengelolah zakat

6. Menjangkau muzakki dan mustahik

seluas -luasnya

7. Memperkuat jaringan antara

organisasi pengelolahan zakat.

Hasil wawancara dengan Kepala

bagian administrasi SDM dan umum

BAZNAS Makassar, H.Katjong Tahir S.H

menyatakan bahwa Kondisi geografis,

sumber daya manusia dan sumber

pendapatan baznas Makassar dalam

pengelolaan zakat mengalami

peningkatan dan perkembangan setiap

tahunnya. Ditinjau dari sumber daya

manusia termasuk para petugas

menjalankan perannya dengan baik. Para

Page 16: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

121

petugas yang bergerak di bidang

pengumpulan selalu mengadakan

sosialisasi untuk menyampaikan kepada

masyarakat wajib zakat dan memberikan

pengertian mengenai zakat.

Hal ini dilakukan karena orang

yang terdaftar sebagai wajib zakat,

belum tentu mengetahui bagaimana

menyalurkan zakat dan apa pentingnya

zakat. Penduduk Kota Makassar kondisi

ekonominya cukup berkembang

sehingga banyak dari mereka yang sudah

layak dalam kategori wajib pajak, namun

ada beberapa yang belum membayarkan

pajaknya. Maka, pada saat itulah

sosialisasi dibutuhkan untuk mengetahui

apakah mereka belum membayarkan

zakat karena ketidak tahuannya atau dia

tidak membayarkan zakat karena

sulitnya mendapatkan tempat menyetor

zakatnya.

Oleh karena itu, bagian sosialisasi

terus menerus dibenahi oleh BAZNAS

Makassar supaya semakin hari semakin

baik sehingga muzakki yang ingin

menyalurkan zakat dapat menyalurkan

ke baznas atau menyalurkan ke lembaga

resmi zakat yang lain. Tata cara

penyaluran tersebut sudah di atur dalam

undang-undang nomor 23 bahwa yang

mengelola, menerima dan menyalurkan

zakat harus disahkan oleh pejabat yang

berwenang dan bagi masyarakat yang

menerima dan menyalurkan zakat tanpa

disahkan oleh pejabat yang berwenang

itu salah satu pelanggaran daripada

undang-undang sehingga ada amil zakat

yang mengatur.

Dalam Al Qur’an juga dijelaskan

bahwa di dalam delapan golongan

tempat menyalurkan dan membayarkan

zakat salah satunya adalah golongan amil

yang harus menerima dan menyalurkan,

mengadministrasikan dan mengatur

tentang zakat untuk disalurkan kepada

orang yang berhak menerima, sehingga

penyaluran zakat bisa tepat sasaran.

BAZNAS merupakan salah satu

badan yang bertanggung jawab dalam

pengelolaan zakat dan sudah diatur

dalam undang-undang yang diakui oleh

pihak pemerintah sehingga pembinanya

adalah pemerintah termasuk

departemen agama karena zakat adalah

salah satu rukun islam sehingga

Pembinanya adalah departemen agama.

Berdasarkan hasil wawancara tersebut,

maka dapat disimpulkan kondisi

geografis, sumber daya manusia dan

sumber pendapatan BAZNAS Makassar

semakin hari semakin meningkat dan

masyarakat juga semakin hari semakin

menyadari pentingnya membayar zakat.

3.3 Perlakuan zakat dalam pajak

penghasilan orang pribadi pada

Badan Amil Zakat Nasional

(BAZNAS) Makassar

Hal yang paling mendasar yang

menjadi cita-cita utama dari suatu

negara adalah negara mampu

melindungi dan mensejahterakan warga

dan rakyatnya. Zakat dan pajak memiliki

peluang yang sama sebagai alat negara

untuk mewujudkan cita-citanya.

Penetapan UU No 38 tahun 1999 tentang

pengelolaan zakat dan UU No 36 tahun

2008 (sebagai perubahan atas UU No. 7

tahun 1983) tentang Pajak Penghasilan

dapat di pandang sebagai langkah maju

menuju sinergi zakat dengan pajak.

Sesuai Pasal 9 ayat (1) huruf g UU PPh

yaitu bagi Wajib Pajak dalam negeri dan

Bentuk Usaha Tetap (BUT), zakat yang

diterima oleh badan amil zakat atau

lembaga amil zakat yang dibentuk atau

disahkan oleh pemerintah dapat di

kurangkan dari PKP. Zakat yang di

bayarkan hendaknya benar-benar sesuai

dengan ketentuan syari’ah seperti diatas,

Page 17: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

122

kemudian nilai tersebut di kurangi atas

Penghasilan Kena Pajak.

Hasil wawancara dengan Kepala

bagian administrasi SDM dan umum

BAZNAS Makassar Pak H.Katjong Tahir

S.H menyatakan bahwa perlakuan zakat

atas pajak penghasilan orang pribadi

telah diatur dalam undang-undang

dimana bukti pembayaran zakat menjadi

pengurang atas pembayaran pajak.

Pembayaran zakat menjadi pengurang

pajak, dalam artian setelah wajib pajak

mengeluarkan zakat, jumlah pajak yang

akan dibayar oleh wajib pajak kurangi

terlebih dahulu dengan zakat yang telah

dikeluarkan kemudian hasil

pengurangannya tersebut dihitung

sebagai jumlah sebenarnya dikenakan

pajak yang dibuktikan dengan adanya

bukti setoran zakat.

Kedudukan zakat dan pajak dapat

ditinjau dari segi kewajiban dimana

zakat itu berkewajiaban dunia akhirat

karena mengeluarkan zakat itu adalah

melaksanakan ibadah dan pahalanya

sudah otomatis tercatat, sementara

mengeluarkan pajak juga itu berpahala

akan tetapi kadarnya berbeda karena

pajak untuk kepentingan pembangunan

sedangkan zakat berkaitan dengan

ibadah kepada Tuhan dan bermanfaat

bagi sesama manusia terutama bagi

manusia yang membutuhkan.

Bagian-bagian yang berperan dalam

pemeriksaan pengelolaan zakat dan

pertanggung jawaban keuangan

perhitungan pajak penghasilan orang

pribadi pada BAZNAS Makassar Menurut

pak H.Katjong Tahir S.H adalah bagian

audit yang terbagi dalam struktur audit

internal dan audit akuntan publik. Audit

dillakukan setiap tahun oleh audit publik

yang berupa pemeriksaan dan hasil audit

tersebut dilaporkan. Hasil audit menjadi

bahan referensi bagi pihak BAZNAS

Makassar untuk membenahi aspek-aspek

yang masih tergolong kurang optimal.

Pembenahan dilakukan melalui

sosialisasi untuk menyadarkan kepada

masyarakat akan pentingnya zakat dan

meminimalisir kesalahpahaman

masyarakat akan perlakuan zakat atas

penghasilan kena pajak dan

kesalahpahaman lain yang perlu

diperbaiki dan pahamkan kepada

masyarakat. Berdasarkan uraian di atas,

maka dapat disimpulkan bahwa

perlakuan zakat dalam pajak penghasilan

orang pribadi pada Badan Amil Zakat

Nasional (BAZNAS) Makassar sudah

berjalan dengan baik dan sesuai dengan

prosedur yang telah ditetapkan dalam

undang-undang, namun realisasiannya

masih kurang karena kurangnya

pengetahuan masyarakat akan

pentingnya membayar pajak dan

kesalahpahaman akan perhitungan

penghasilan kena pajak sehingga

sosialisasi terus dilakukan untuk

membenahi hal tersebut agar

kedepannya perlakuan zakat dalam

penghasilan orang pribadi dapat berjalan

optimal sesuai dengan prosedur

3.4 Analisis Perlakuan Zakat Dalam

Perhitungan Pajak Penghasilan

Orang Pribadi

Aturan tentang perlakuan zakat atas

penghasilan dalam penghitungan

Penghasilan Kena Pajak terdapat dalam

Keputusan Direktur Jenderal Pajak

Nomor KEP-163/PJ/2003. Inti dari

keputusan tersebut adalah zakat atas

penghasilan sesuai ketentuan Undang-

Undang Nomor 38 Tahun 1999 Pasal 14

ayat (3) tentang Pengelolaan Zakat, boleh

dikurangkan dari penghasilan bruto

Wajib Pajak Badan atau penghasilan neto

Wajib Pajak Orang Pribadi yang

bersangkutan dalam menentukan

Page 18: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

123

besarnya Penghasilan Kena Pajak. Zakat

atas penghasilan yang boleh dikurangkan

adalah yang nyata-nyata dibayarkan oleh

Wajib Pajak Orang Pribadi dalam negeri

pemeluk agama Islam dan atau Wajib

Pajak Badan dalam negeri yang dimiliki

oleh pemeluk agama Islam kepada

badan amil zakat atau lembaga zakat

yang dibentuk atau disahkan oleh

pemerintah.

Dalam UU PPh juga diatur

perlakuan zakat bagi pemberi dan yang

menerima yaitu:

1. Perlakuan Zakat ( dalam UU PPh )

bagi Si Penerima Zakat :

Dalam Undang-Undang Pajak

Penghasilan Pasal 4 ayat (3) huruf

a bagian menyebutkan bahwa yang

tidak termasuk objek pajak adalah

zakat yang diterima oleh badan

amil zakat atau lembaga amil zakat

yang dibentuk atau disahkan oleh

pemerintah dan yang diterima oleh

penerima zakat yang berhak.

Dengan demikian ,zakat bagi si

penerima zakat adalah bukan

objek pajak penghasilan.

2. Perlakuan Zakat ( dalam UU PPh )

bagi Si Pemberi Zakat :

Dalam Undang-Undang Pajak

Penghasilan Pasal 9 ayat (1) huruf g

menyebutkan bahwa untuk menentukan

besarnya penghasilan kena pajak bagi

wajib pajak dalam negeri dan bentuk

usaha tetap tidak boleh dikurangkan

harta yang dihibahkan, bantuan atau

sumbangan, kecuali zakat yang diterima

oleh badan amil zakat atau lembaga amil

zakat yang dibentuk atau disahkan oleh

pemerintah.

Dengan demikian, hanya zakat atas

penghasilan saja bagi si pemberi zakat

dapat dikurangkan dari penghasilan

kena pajak. Sebagai pelaksanaan

ketentuan pasal 9 ayat (1) huruf g

Undang-undang Nomor 7 Tahun 1983

tentang Pajak Penghasilan sebagaimana

telah beberapa kali diubah terakhir

dengan Undang-undang Nomor 36

Tahun 2008, perlu menetapkan

keputusan Direktur Jenderal Pajak

No.KEP-163/PJ./2003 tentang perlakuan

zakat atas penghasilan dalam

penghitungan Penghasilan Kena Pajak.

Dalam keputusan ini penghasilan

yang dimaksud adalah penghasilan yang

merupakan objek pajak yang dikenakan

Pajak Penghasilan yang tidak bersifat

final, berdasarkan ketentuan Pasal 16

ayat (1) atau ayat (2) Undang-undang

Pajak Penghasilan. Besarnya zakat yang

dapat dikurangkan dari Penghasilan

Kena Pajak adalah sebesar 2,5% (dua

setengah persen) dari jumlah

penghasilan sebagaimana dimaksud

dalam ayat (2). Wajib pajak yang

melakukan pengurangan zakat atas

penghasilan, wajib melampirkan lembar

ke-1 Surat Setoran Zakat atau

fotokopinya yang telah dilegalisir lxxxvi

oleh Badan Amil Zakat atau Lembaga

Amil Zakat penerima setoran zakat yang

bersangkutan pada SPT Tahunan Pajak

Penghasilan tahun pajak dilakukannya

pengurangan zakat atas penghasilan

tersebut. Surat Setoran Zakat yang dapat

diakui sebagai bukti sekurang-kurangnya

harus memuat:

1. Nama lengkap Wajib Pajak

2. Alamat jelas Wajib Pajak

3. Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP)

Jenis Penghasilan yang dibayar

zakatnya

4. Sumber/jenis penghasilan dan

bulan/tahun perolehannya

5. Besarnya penghasilan

6. Besarnya zakat atas penghasilan

Adapun penghasilan tidak kena

pajak (PTKP) yang dihubungkan dengan

keadaan pribadi wajib pajak (keluarga

Page 19: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

124

dan tanggungan) status wajib pajak

terdiri dari:

1. Tidak kawin (TK) beserta

tanggungannya misalnya,TK/1: tidak

kawin dengan satu

tanggungan.TK/2,TK/3,dan TK/0

2. Kawin beserta tanggungannya .

misanya kawin tanpa tanggungan

(K/0,kawin dengan satu tanggungan

(K/1),(K/2),(K/3).Wajib pajak dengan

status seperti ini berarti wajib pajak

(WP) kawin, istrinya tidak

mempunyai penghasilan atau istrinya

mempunyai penghasilan tetapi tidak

perlu digabung dengan penghasilan

suaminya di SPT PPh orang pribadi.

3. Kawin, istri punya penghasilan dan

digabungkan dengan penghasilan

suaminya, serta jumlah

tanggungannya, disingkat K/i/…

misalnya:K/i/O artinya WP kawin,

istrinya punya penghasilan dan

digabungkan dengan penghasilan

suaminya, serta jumlah

tanggungannya, disingkat

K/i…misalnya:K//i/O artinya WP

kawin, istrinya punya penghasilan

dan digabungkan dengan penghasilan

suaminya di SPT dan tanpa

tanggungan.

4. PH:status wajib pajak (WP) adalah

melakukan perjanjian tertulis untuk

pisah harta dan penghasilan terhadap

penghasilan bruto wajib pajak pribadi

berdasarkan pasal 7 UU Nomor 17

tahun 2000 berlaku sampai dengan

tahun pajak 2004. Kemudian mulai

tanggal 1 januari 2005 berlaku

ketentuan PTKP baru berdasarkan

peraturan menteri keuangan RI

Nomor: 564/KMK.03/2004 tentang

penyesuaian besarnya penghasilan

tidak kena pajak.

Besarnya penghasilan tidak kena

pajak (PTKP) berdasarkan pasal

1menteri keuangan Nomor:

564/KMk.03/2004 adalah sebagai

berikut:

1. Untuk diri wajib pajak PTKP sebesar

Rp.12.000.000

2. Tambahan untuk Wajib kawin PTKP

sebesar 1.200.000

3. Tambahan untuk seorang istri yang

penghasilannya digabung dengan

penghasilan suami PTKP sebesar

12.000.000

Tambahan untuk setiap anggota

keluarga sedarah dan keluarga semenda

dalam garis keturunan lurus serta anak

angkat yang menjadi tanggungan

sepenuhnya, paling banyak 3 orang

untuk setiap keluarga. Untuk

mendapatkan gambaran perhitungan

zakat sebagai pengurang penghasilan

kena pajak berikut ini contoh

perhitungannya :

Saudara D adalah pekerja dengan gaji

Rp. 2.000.000,_ per bulan. Ia

mempunyai istri dan dan 3 orang anak.

Cara perhitungannya adalah :

Penghasilan bruto 12 x Rp.

2.000.000,_ Rp. 24.000.000,_

Biaya jabatan 5% x Rp. 24.000.000,_

Rp. 1.200.000,─

Penghasilan netto sebelum zakat

Rp. 22. 800.000,_

Zakat yang harus dibayar 2,5 % x Rp.

22.800.000,_ 570.000,_

Penghasilan Netto Setelah Zakat

Rp. 22.230.000,_

PTKP K/3:

1.WajibPajak

Rp.12.000.000,_

2. Tambahan untuk wajib pajak

kawin Rp. 1.200.000,_

3. Tambahan untuk setiap anggota

keluarga

3 x Rp. 1.200.000,_

Rp. 3.600.000,_

Page 20: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

125

Rp. 16.800.000,_

Penghasilan netto – PTKP K/3

Rp. 22.230.000,_

Rp. 16.800.000,_

Rp. 5.430.000,_

PPH terhitung 5% xRp 5.430.000,_

Rp. 271.500,_

Zakat yang dicantumkan adalah

zakat yang dibayarkan kepada badan

amil zakat atau [lembaga amil zakat

ayang dibentuk atau disahkan oleh

Pemerintah.Di Kota Makassar sendiri

telah dibentuk Lembaga Amil Zakat,

adalah Baznas yang sudah dikukuhkan

oleh pemerintah. Baznas yang dibentuk

berdasarkan keputusan MRPM Bimas

Islam Kementrian Agama RI/NO

DJ.II/568 Tahun 2014 tentang

pembentukan Badan Amil Zakat Nasional

kabupaten/kota seluruh Indonesia

menunjukkan grafik yang terus

meningkat baik dalam hal jumlah

pemberi zakat (muzakki) maupun

jumlah dana yang dikumpulkan oleh

Lembaga Amil Zakat tersebut.

Perlakuan zakat pada Baznas

Makassar telah berjalan sesuai prosedur

yang ditetapkan oleh Undang-Undang

dan pengelolaannya sudah berjalan

dengan sangat baik dimana semua

elemen baik bagian admistrasi maupun

keuangan saling bekerjasama untuk

meningkatkan kapasitas dan kualitasnya

ke arah yang lebih baik. Sementara untuk

perlakuan zakat terhadap penghasilan

orang pribadi sampai saat ini sudah

mengalami perkembangan yang baik

dibuktikan dengan jumlah ASN yang

membayar zakat yang meningkat setiap

tahunnya. Perlakuan zakat terhadap

penghasilan orang pribadi dalam

perhitungannya di Baznas Makassar

sudah sesuai dengan ketentuan Undang-

undang dan peraturan yang berlaku,

dimana zakat berfungsi sebagai

pengurang dari pembayaran pajak

penghasilan orang pribadi.

Adanya sosialisasi yang dilakukan

oleh petugas Baznas menjadi wadah

untuk meminimalisir kekeliruan

masyarakat tentang pembayaran zakat

dan pajak yang mereka istilahkan kena

dua kali sehingga semakin meningkatkan

kesadaran mereka untuk membayar

zakat.

Junaedy (2014) melakukan

penelitian bahwa terdapat perbedaan

antara perlakuan zakat sebagai

pengurang penghasilan kena pajak

dengan zakat sebagai pengurang

langsung pajak penghasilan (kredit

pajak). Penerapan perlakuan zakat

sebagai pengurang penghasilan kena

pajak mengakibatkan pengeluaran pajak

dan zakat yang dibayar oleh wajib pajak

(Muzakki) akan lebih besar yaitu sebesar

5,66% dibandingkan dengan perlakuan

zakat sebagai pengurang langsung pajak

penghasilan (kredit pajak) yaitu sebesar

3,28%.

Abdul Basir (2015) melakukan

penelitian bahwa zakat penghasilan dan

pajak penghasilan merupakan institusi

pengumpul dana. Namun UU No.38 Th.

2000 hanya memperkenalkan zakat

penghasilan sebagai pengurang

penghasilan kena pajak. Perlakuan zakat

biasa disamakan dengan pajak

penghasilan yaitu bukan sebagai faktor

PKP melainkan sebagai kredit pajak

nonrefundab.

Page 21: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

126

3. PENUTUP

3.1 Simpulan

Berdasarkan penelitian yang telah

dilakukan maka kesimpulan dari

permasalahan yang diangkat dalam

penelitian ini adalah sebagai berikut:

1.perlakuan zakat sebagai perhitungan

pajak penghasilan orang pribadi pada

baznas kota Makassar sudah sesuai

dengan prosedur yang tercantum dalam

UU dan peraturan yang berlaku.

2.zakat berfungsi sebagai pengurang dari

penghasilan kena pajak orang pribadi,

pengelolaannya baik dari pengumpulan

maupun penyaluran meningkat dari segi

kapasitas dan kuantitasnya.

3. pengaplikasiannya yang mengalami

perkembangan dari tahun ke tahun

dimana jumlah jumlah ASN yang

membayar zakat meningkat setiap

tahunnya.

3.2 Saran

Bedasarkan kesimpulan diatas,

saran dari hasil penelitian ini adalah

sebagai berikut:

1. Perlakuan zakat saat ini yaitu sebagai

pengurang penghasilan kena pajak

(PKP) tidak menghilangkan

kewajiiban ganda atas zakat dan

pajak. Sehingga, zakat yang telah

dibayarkan bisa dikurangkan

langsung dari pajak penghasilan

sesuai jenis objeknya. Artinya zakat

penghasilan dapat disamakan dengan

pajak penghasilan yaitu bukan

sebagai faktor pengurang penghasian

kena pajak tetapi sebagai kredit pajak

yang nonrefundable. Dengan itu

kewajiban ganda tidak hanya

dikurangkan, tetapi dapat dihapuskan.

Maka diharapkan kepada pemerintah

dan anggota legislative melakukan

penyempurnaan perangkat peraturan

zakat dan pajak agar sinergi

keduanya tidak memberatkan umat

Islam.

2. Bagi pemerintah perlu adanya

regulator pengawasan dan koordinasi,

karena tidak adanya kooordinasi

panitia zakat antar daerah hal ini

diakibatkan oleh tidak adanya data

yang valid tentang mustahiq baik

ditingkat desa, kecamatan, kabupaten,

provinsi, apalagi tingkat nasional

sehingga pengelolaan laporan

keuangan dapat valid.

3. Harus dibangunnya system

terkomputerisasi baik antara sesama

lembaga amil zakat maupun dengan

pihak dirjen pajak. Sehingga nantinya

bisa terjadi fungsi saling mengawasi

dan counter balance yang

memberikan efek positif bagi

kemajuan dunia perzakatan maupun

perpajakan dalam melakukan

penghimpun dana.

DAFTAR PUSTAKA

Abdul Basir (2015). Zakat Atas Penghasilan Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak

Andriani, dan Fathya (2013). Zakat Sebagai Pengurang Pajak Penghasilan Pada Badan Amil Zakat, JRAK Vol. 4 No.1 Februari 2013 Hal. 13 - 32.

Azzachrah, dan Murdayanti (2015). Analisis Perlakuan Zakat Profesi Terhadap Perhitungan Pajak Penghasilan Orang Pribadi (Pegawai Tetap). Jurnal Universitas Paramadina Vol. 11 No. 1 April 2014.

Abdullah (2010) Memaparkan bahwa zakat di negara brunei darussalam digunakan untuk membangun tempat penampungan bagi penerima zakat

Page 22: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

127

Aziz (2012) Tumbuhnya investasi sehingga berkontribusi pada pertumbuhan ekonomi

Beik (2011) Membuktikan bagaimana distribusi zakat di indonesia dalam mengurangi kemiskinan

Ghaffari (2017), Respon Wajib Pajak Terhadap Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak

Herry Yarmanto (2015). Analisis Zakat Sebagai Faktor Pengurang Penghasilan Kena Pajak (Tinjauan Aspek Sinergi Antara Zakat Dan Pajak)

Ibrahim (2016) menguraikan titik temu dan letak persamaan serta perbedaan antara zakat dan pajak dimana kedua-duanya sama-sama wajib.

Ibrahim Teuku H. Muslim (2016) zakat adalah ibadah dan merupaka rukun islam sehingga pembayarannya tidak sah jika tidak diikuti dengan niat.

Junaedy (2014). Efektivitas Perlakuan Zakat Sebagai Perhitungan Pajak Penghasilan Orang Pribadi. Jurnal Manajemen dan Akuntansi Vol 2, No.1 (2014).

Johari, et al. (2015) Menjadi hal lumrah apabila mengaitkan zakat dengab upaya dalam mengurangi ketimpangan sosial dan kemiskinan pada suatu komunitas

Mintarti, et al, (2012) Dalam studinya keberadaannya program zakat secara sukses mengurangi kemiskinan dengan 2,34% untuk rasio kesenjangan kemiskinan dan 4,84% untuk rasio kesenjangan pendapatan

P.J.A. Adriani “Pajak merupakan iuran kepada Negara (yang dapat dipaksakan) yang terhutang menurut peraturan peundang-undangan tanpa mendapat prestasi kembali

Rafiqah Aliyati (2015). Penerapan Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak Di Kantor Kementerian Agama Kabupaten Gowa

Safarni (2015). Pajak Penghasilan Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak

science des finances (1906) Pajak adalah bantuan, baik secara langsung maupun tidak langsung

Singer (2016) mencatat bahwa zakat juga dapat di gunakan untuk membantu penerima zakat dalam peralatan dan modal untuk memulai bisnis.

tesis Herry Yarmanto (2016)

tentang perbedaan antara zakat dan pajak

Theodossiou (2015) menyebut bagaimana zakat telah mengambil peran untuk membantu komunitas antar Negara.

Widarno (2016). Zakat Sebagai Pengurang Penghasilan Kena Pajak

Windarti (2015). Implementasi Perlakuan Zakat Atas Penghasilan Dalam Penghitungan Penghasilan Kena Pajak (Kajian Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Usahawan Muslim Di Kelurahan Jajar, Kecamatan Laweyan)

www.google.co.id diakses 23 juli 2018

http:fajarsumiratmuhrip.wordpress.com/2016. Perlakuan zakat dalam perhitungan penghasilan kena pajak (online) diakses pada tanggal 23 juli 20 18

Page 23: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

144

STRATEGI MANAJEMEN RISIKO PEMANFAATAN

TEKNOLOGI PADA LEMBAGA KEUANGAN SYARIAH ERA

MILLENNIAL DAN COVID 19 Muhlis UIN Alauddin Makassar [email protected]

Abstract

Respond to the current situation, , financial institutions Islamic non-bank are developing technology-based service provision in order to maintain the company's stability in the current millennial era, people who tend to use technology. The purpose of this study was to determine the importance of implementing risk management strategies in service development through information technology in non-Islamic banking financial institutions. The methodology used is through a research library study. The results show that risk management strategies in the development of digital technology services are needed to fence and protect users and non-Islamic bank financial institutions, because the current risks are so complex, both financial and non-financial in the era of disruption and the state of the Covid 19 virus outbreak with users millennial society.

Keywords: Strategy, Risk Management, Technology, Millennial Era

Abstrak

Untuk merespon keadaan saat ini lembaga keuangan Bukan Bank Syariah melakukan pengembangan penyediaan layanan berbasis teknologi demi menjaga suistainabel perusahaan pada era millennial saat ini masyarakat yang memiliki kecenderungan pada penggunaan teknologi. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui pentingnya penerapan strategi manajemen risiko pada pengembangan layanan melalui teknologi informasi pada lembaga keuangan Bukan Bank Syariah. Metodologi yang digunakan melalui kajian library research. Hasil menunjukkan bahwa strategi manajemen risiko dalam pengembangan layanan digital teknologi sangat dibutuhkan untuk memagari dan melindungi pengguna dan institusi lembaga keuangan bukan bank syariah, karena begitu kompleksnya risiko saat ini, baik risiko financial maupun non financial di era disrupsi dan keadaan wabah virus covid 19 dengan pengguna masyarakat millennial.

Kata Kunci: Strategi, Manajemen Risiko, Teknologi, Era Millennial

Page 24: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

145

1. PENDAHULUAN

Masyarakat anak muda millennial

yang terlahir dari tahun 1980-an sampai

dengan 1990-an, hampir mendominasi di

sector-sektor pekerjaan termasuk

disektor pekerjaan yang strategis. Tidak

hanya di Indonesia tetapi juga di Negara-

negara yang maju sekalipun demikian

keadannya. Arah ini mengubah keadaan

landskap layanan keuangan melalui

penyediaan layanan berbasis teknologi

demi memenuhi kebutuhan anak muda

millennial yang memiliki kegilaan pada

penggunaan teknologi digital.

Meskipun teori pemanfaatan

teknologi yang dipopulerkan oleh Davis

(1989) sudah sekian lama, memiliki

argumentasi bahwa:” Penggunaan suatu

teknologi pada umumnya ditentukan oleh

proses kognitif dan bertujuan untuk

memaksimalkan kegunaan teknologi

informasi oleh penggunanya adalah

evaluasi kegunaan teknologi tersebut.

Penelitiannya mengkaji tentang persepsi

kemanfataan (Perceifed usefulnes) dan

persepsi kemudahan penggunaan

(perceived ease of use) mengenai

penggunaa teknologi”

Perubahan keadaan saat init wajib

untuk direspon bagi lembaga keuangan,

mau tidak mau untuk menjaga

suistainabel perusahaannya, karena bila

tidak melakukan layanan perubahan

dengan hanya mengandalkan system

manual, maka layanan anda akan

tertinggal dan menemui kesulitan untuk

mengejar pesaing. Kemudian, perlahan

tapi pasti lembaga keuangan tersebut

akan ditinggalkan oleh nasabah.

Ditinggalkan nasabah millennial

adalah kerugian besar, karena saat ini

penggunan jasa termasuk layanan

keuangan hampir separuh pasarnya

adalah anak muda millennial. Bahkan

perusahaan tersebut akan menemui

financial distress karena tidak adanya

income yang bisa berujung kepada

kepailitan. Saat ini betul-betul perilaku

mereka dalam layanan digital teknologi,

perlu diperhatikan karena sangat

menentukan masa depan suatu lembaga

keuangan.

Tentunya keadaan demikian

merupakan keadaan yang sangat tidak

diinginkan oleh suatu lembaga keuangan.

Lembaga keuangan syariah bukan bank

sejatinya sebagai layanan badan usaha

yang melakukan kegiatan di bidang

keuangan yang menghimpun dan

menyalurkan dana dari masyarakat,

hanya lembaga ini tidak diperkenankan

menghimpun dana dari tabungan,

deposito, giro dan lain sebagainya.

Kegiatan saat ini lebih banyak

dilakukan dalam sistem dunia maya yang

dihubungkan melalui internet keadaan

demikian merujuk kepada era disrupsi.

Perkembangan dalam dunia teknologi

relevan dengan tingkat perubahan

kebutuhan masyarakat mendorong

terciptanya peluang bisnis baru,

terutama dalam layanan jasa keuangan.

Hal demikian semakin diperkuat dengan

terbitnya peraturan OJK Nomor

77/POJK.01/2016 Pasal 1 terkait dengan

layanan teknologi informasi yang

mempertemukan oleh pemilik modal

atau pemberi pinjaman untuk

memberikan pinjaman dalam bentuk

perjanjian.

Melalui peraturan tersebut

semakin membuka ruang bagi pelaku

jasa keuangan menyelenggarakan

teknologi informasi berbasis financial

technologi atau sering disebut FINTECH.

Keberadaan layanan keuangan e-

financial milik swasta, semakin

menambah ketat persaingan.

Berkembangnya layanan perusahaan e-

financial dengan kemampuan daya tarik

Page 25: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

146

melalui ciri kecepatan, akses

kenyamanan, dan penggunanaan biaya

yang minim sehingga menjadikan daya

pikat yang menarik bagi nasabah

millenial.

Kemudian harus diakui adanya

pandemic covid 19, semakin menambah

perubahan pola kehidupan masyarakat.

Kantor-kantor dan perusahaan banyak

menerapkan sistem WFH (Work from

Home). Anak sekolah dan mahasiswa

belajar daring. Karena saat ini Negara

Indonesia sedang dilanda krisis

kesehatan. Bahkan sudah berbagai

spekulalasi bermunculan dengan adanya

keadaan pandemic akan membuat

ekonomi mengalami resesi, semoga tidak

berlanjut kepada krisis moneter.

Keadaan demikian sesuai dengan

himbauan pemerintah agar melakukan

pembatasan aktivitas social (physical

distancing) untuk mengurangi aktivitas

di luar rumah. Adanya pandemic covid

19 otomatis masyarakat yang

membutuhkan layanan keuangan tidak

bisa melakukan transaksi secara tatap

muka langsung, keadaan tersebut di

manfaatkan oleh perusahaan termasuk

perusahaan layanan jasa keuangan

berbasis fintech.

Pembatasan social bahkan

disebagian daerah dilakukan PSBB

(Pembatasan Sosial Berskala Besar).

Lagi-lagi keadaan tersebut menambah

tantangan lembaga keuangan syariah

bukan bank terutama milik pemerintah,

mengharuskannya untuk merespon

keadaan tersebut. Bila tidak menangkap

peluang kembali mereka akan tertinggal.

Karena hampir semua kegiatan

masyarakat dilakukan dengan basis

teknologi memanfaatkan jaringan

internet sedang mereka di rumahnya

masing-masing.

Adanya himbauan untuk social

distancing demi menjaga kesehatan

untuk tetap tinggal di rumah memutus

penyebaran virus corona,

mengakibatkan beberapa perusahaan

harus menutup usahanya sementara

waktu, akibatnya banyak pula pekerja

yang tidak menerima bayaran selama

penutupan tersebut terutama buruh

harian ataupun pegawai outsourcing.

Bahkan sebagian perusahaan harus

mengurangi jam kerja, melakukan

perampingan karyawan, dan yang paling

ekstrem adalah melakukan PHK.

Kaitan dengan adanya sejumlah

problematika di atas, saat ini harus di

akui akan memberikan warning kepada

sejumlah lembaga keuangan syariah,

keadaan yang tidak diinginkan adalah

penurunan omzet lembaga keuangan

syariah. Menurunnya omzet jelas akan

mempengaruhi struktur modal, bahkan

termasuk pelaksanaan operasional

kegiatan. Ini ditandai dengan masyarakat

yang mengurangi aktivitas di luar rumah,

otomatis di sector-sektor usaha

mengurangi juga aktivitasnya bahkan

sama sekali tidak beroperasi, seperti

restoran, tempat hiburan, maal, hotel,

dan bahkan usaha mikro kecil dan

menengah (UMKM).

“Berdasarkan data Kementerian

Koperasi dan UMKM, sebanyak 98,7

persen usaha di Indonesia merupakan

usaha mikro, yang menyerap 89,17

persen tenaga kerja domestik serta

berkontribusi sebanyak 36,82 persen

terhadap PDB, Menurutnya, selain

mendorong peningkatan ekspor dan

investasi, seperti yang diinginkan

Presiden Jokowi. Pemerintah juga harus

memberi ruang yang lebih luas terhadap

UMKM”. (Seno, 2019)

Usaha Mikro Kecil dan Menengah

(UMKM) menjadi salah satu sector yang

Page 26: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

147

mendominasi usaha di Indonesia. Untuk

itu, peluaang kerjasama dan layanan jasa

keuangan tidak boleh dibiarkan begitu

saja. Karena potensi pengembangan

lembaga keuangan bukan bank syariah

bila mampu memanfaatkan peluang

tersebut maka sangat membuka

kesempatan untuk memjukan

perusahaan. Kebijakan sebisa mungkin

untuk didasarkan salah satunya pada

layanan untuk UMKM. Terutama saat

pandemic wabah virus covid 19, bahkan

pemerintah melalui presiden melakukan

kebijakan.

Lalu kemudian sesuai dengan

pidato presiden untuk memberikan

relaksasi pembiayaan berupa

restrukturisasi pembayaran pinjaman

termasuk pinjaman dari lembaga

keuangan bukan bank, agar meringankan

pembayaran bagi masyarakat yang

terkena dampak virus covid-19.

Terutama masyarakat kalangan bawah

yang sangat merasakan dampak pukulan

dari wabah tersebut, seperti masyarakat

yang melakukan usaha mikro kecil dan

menengah (UMKM), termasuk tukang

ojek, bentor, sopir penumpang, nelayan

dan lain sebagainya.

Tantangannya kemudian tidak

semua lembaga keuangan bukan bank

siap untuk melakukan restrukturisasi

peminjaman tersebut. Beberapa kendala

yang mempengaruhi factor tersebut

termasuk kemampuan lembaga tersebut

untuk memenuhi kebijakan

restrukturisasi pemerintah. Sisi

kemampuan keuangan lembaga mereka

harus pertimbangkan, jangan sampai

mereka hendak menolong masyarakat

yang ada lembaga mengalami risiko

kegagalan financial. Seperti kegagalan

keseimbangan likuiditas.

Logikanya dengan keadaan seperti

saat ini, masyarakat sudah mengurangi

aktivitas kegiatan mereka disebabkan

virus corona otomatis akan berdampak

pada lemabag keuangan termasuk bukan

bank, sehingga akan menurunkan omzet

lembaga jasa keuangan. Lalu kemudian

lembaga keuangan tersebut diminta

untuk melakukan restrukturisasi. Jelas

akan menambah berkurangnya income

lembaga keuangan untuk beberapa

waktu tertentu. Sedangkan beban untuk

membayar kewajiban itu tidak boleh

ditunda, seperti likuiditas pembayaran

kewajiban bagi karyawan, proses

berjaga-jaga atas pemenuhan dana

nasabah yang lebih banyak melakukan

penarikan. Sekali nasabah melakukan

penrikan termasuk investasi yang tidak

mampu dipenuhi maka nasabah sulit

untuk mepercayai lembaga keuangan

tersebut.

Memasuki keadaan new normal

yang dielu-elukan dan sangat ditunggu,

kenyataan masih banyak masih banyak

perusahaan dan bisnis yang terpapar

dari sentimen negatif wabah virus Covid-

19. Keadaan saat ini yang masih

memaksa untuk terus berhati-hati dan

tetap memperhatikan protocol

kesehatan. New normal dengan

menjadikan keadaan untuk melakukan

formulasi percepatan dalam melakukan

penangan wabah virus corona atau

covid-19, bukan hanya di bidang

kesehatan dan social kemasyarakatan,

tetapi juga dalam ranah perekonomian.

Mengingat virus tersebut bukan

hanya berdampak negative pada krisis

kesehatan tetapi juga sangat

mempengaruhi sisi ekonomi, tidak hanya

skala local, nasional bahkan

internasional. Sehingga Negara-negara

yang terkena wabah virus covid-19

berlomba untuk memperbaiki system

kehidupan masyarakatnya bahkan

merubah kebiasaan-kebiasaan yang

Page 27: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

148

dianggap akan memudahkan terjangkit

virus tersebut.

Merespon keadaan tersebut Negara

Indonesia juga tidak boleh tinggal diam,

yakin dan percaya sebagai bangsa yang

besar, kita bisa bangkit dari keadaan ini,

melakukan perbaikan manajemen hidup

dalam bermasyarakat agar bisa

beradaptasi dengan yang disebut era

baru new normal. Perbaikan system

termasuk system ekonomi pada

umumnya. Terus harus diupayakan,

masyarakat dan pemerintah harus selalu

bersinergi.

Searah dengan keadaan tersebut,

lembaga keuangan juga harus

menyesuaikan keadaan pada era

disrupsi. Yang hampir semua kegiatan di

lakukan dengan mengandalkan internet

terutama dalam layanan jasa keuangan.

Bahkan sebagian lembaga keuangan

melakukan pembiayaan melalui system

daring, sehingga nasabah tidak perlu lagi

repot-repot datang ke bank, juga untuk

menghindari keramaian dan salah satu

himbauan protocol kesehatan.

Lembaga keuangan bukan bank

syariah seharusnya munjukkan

kemampuannya dalam menyediakan

fitur layanan berbasis digital teknologi.

Demi menjaga suistanabelnya

perusahaan di tengah berlombanya

pesaing memanjakan nasabah dengan

layanan teknologinya. Karena saat ini,

lembaga keuangan bukan bank syariah

tidak hanya bersaing antara sesama

lembaga keuangan public berstatus milik

pemerintah seperti pegadaian syariah,

asuransi syariah, pasar modal syariah,

atau lembaga keuangan mikro syariah

seperti Baitul Maal wa Tamwil (BMT),

Baznaz, Koperasi Syariah, dan lain-lain.

Persaingan semakin komplet dan

masif tantangannya, karena lembaga

keuangan milik swasta juga ikut

berjamur dengan pesat kehadirannya

dengan layanan teknologi yang cukup

maju, cepat, murah, bisa transaksi

dimana saja seperti layanan transaksi

oppo, go pay. Layanan pegadaian milik

swasta misalnya Gadai Oke, Indotech

Gadai, pinjam.co.id dan sebagainya. Pada

layanan investasi reksa dana seperti P2P

lending, Ipot Go, Tanam Duit dan

berbagai layanan digital reksa dana.

Untuk itu lembaga keuangan bukan

bank syariah harus bisa melakukan

maneuver mengatur strateginya

termasuk dalam persaingan pengadaan

layanan digital untuk menjaga diri

mempertahankan keberadaan

perusahaan agar tetap eksis maju

bersaing. Konsekuensi yang harus

diterima adalah mampu melakukan

lindung nilai berupa hedging dari segala

risiko yang akan dihadapi. Semakin

marak layanan teknologi juga semakin

ramai risiko kejahatan cyber crime,

kasus peretasan, pembobolan,

penyalahgunaan akun, penipuan dan lain

sebagainya.

Oleh karena itu, penting untuk

memperhatikan optimalisasi manajemen

lembaga keuangan syariah bukan bank,

berupa tindak lanjut dari langkah

strategis, melakukan manajemen risiko,

dan mempertimbangkan kemungkinan

dari segala keputusan yang diambil.

Semua pihak agar bisa berkontribusi

untuk memajukan masa depan lembaga

keuangan syariah bukan bank dengan

segala tantangannya menghadapi era

disrupsi.

2. TINJAUAN PUSTAKA

a. Strategi

Dewasa seperti saat ini, lembaga

keuangan telah dihadapkan dengan

persaingan yang lebih kompleks,

penggunaan teknologi tak terbantahkan

Page 28: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

149

lagi, hampir semua lini telah menyentuh

ranah tersebut. Terutama dalam

melakukan layanan jasa keuangan.

Produk yang berbasis digital adalah

suatu kewajiban dalam pengadaan dan

penyediaan fitur untuk memanjakan

nasabah. Hampir semua lembaga

keuangan berlomba untuk

mengupayakan strategi terbaik untuk

melakukan pelayanan digital tak

terkecuali oleh lembaga jasa keuangan

non bank.

Strategi berarti menetapkan suatu

destinasi tujuan yang sifatnya jangka

panjang berdasarakan pada suatu

organisasi dengan melakukan pilihan

alternative terbaik dalam

mengalokasikan dan memanfaatkan

sumber-sumber yang bernilai untuk

memudahkan dalam mencapai tujuan-

tujuan manajemen perusahaan, seperti

itulah yang dijelaskan oleh Mamduh

Hanafi (2011: 6).

b. Manajemen

Sesuai dengan yang dijelaskan oleh

Gita Danupranata (2013:36) bahwa

manajemen berarti seni dan ilmu

pengelolaan yang berisi atau berfungsi

untuk melakukan perencanaan,

pengorganisasian, pengarahan, dan

pengawasan.

Manajemen strategi diwujudkan

dalam bentuk perencanaan berskala

besar mencakup seluruh komponen

dilingkungan sebuah organisasi yang

dituangkan dalam bentuk rencana

strategis (Renstra) yang dijabarkan

menjadi perencanaan operasional, yang

kemudian dijabarkan pula dalam bentuk

program kerja dan proyek tahunan.

Penjelasan oleh Taufiqurokhman

(2016:15).

c. Risiko

Menurut penjelasan oleh Irham

Fahmi (2010: 2) bahwa risiko dapat

ditafsirkan sebagai bentuk keadaan

ketidakpastian tentang suatu keadaan

yang akan terjadi nantinya (future)

dengan keputusan yang diambil

berdasarkan berbagai pertimbangan saat

ini. Sedangkan dalam penuturan oleh

Veithzal Rivai (2013: 56) bahwa

manajemen risiko adalah suatu metode

logis dan sistematik dalam identifikasi,

kuantifikasi, menentukan sikap,

menetapkan solusi, serta melakukan

monitor dan pelaporan risiko yang

berlangsung pada setiap aktivitas atau

proses.

d. Lembaga Keuangan

Menurut Surat Keputusan Menteri

keuangan Republik Indonesia No. 792

Tahun 1990, Lembaga keuangan

diberikan batasan sebagai badan /

lembaga yang kegiatanya dalam bidang

keuangan, melakukan penghimpunan

dan penyaluran dana kepada masyarakat

tertentu guna membiayai investasi

perusahaan. Menurut penjelasan Andri

Soemitro (2010: 29) bahwa Lembaga

keuangan sebagai suatu perusahaan yang

kegiatan usahanya berkaitan dengan

bidang keuangan. Kegiatan usaha

lembaga keuangan dapat berupa

penghimpunan dana dan atau

penyaluran dana.

Diakui bahwa yang mendasari

perubahan keadaan demikian adalah

tergantinya karakter pengguna. Karakter

yang dulunya adalah pengguna dengan

lebih banyak meggunakan system

manual, kini memasuki era millenial

dengan masyarakat muda lebih banyak

menuntut penggunaan digital. Perilaku

yang lebih instan, terkesan manja,

pemenuhan keinginan yang serba cepat,

tidak mau susah-susah lagi datang antre

menuggu hanya karena suatu kebutuhan

layanan.

Page 29: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

150

Keiistimewaan lembaga keuangan

syariah memiliki hubungan

kemitraanyang khas antara shohibul

maal dengan mudharib sebagai pengelola

dana yang diberikan amanah. Hubungan

yang khas inilah yang menjadi pembeda

dengan lembaga keuangan pada

umumnya. Selain itu harus memenuhi

kesesuian prinsip syariah dan legalitas

dari Dewan Syariah Nasional (DSN).

(Siswadi, 2015)

Kehadiran lembaga keuangan

syariah menjadi wadah bagi masyarakat

secara formal untuk menyalurkan dana

mereka ke dalam bentuk investasi.

Banyak masyarakat yang memiliki dana

tetapi pengetahuan yang kurang untuk

menginvestasikannya atau untuk

melakukan penyaluran secara langsung

kepada orang lain yang membutuhkan

dan mau melakukan usaha kesesuaian

dengan ayat al Qur’an Surat al Ma’idah

ayat 2 tentang tolong menolong dalam

kebajikan. Melalui lembaga keuangan

syariah dana mereka tidak tertumpuk

pada satu atau segelintir oarng saja,

tetapi kemudian mengalir ini sudah

sesuai dengan ayat al Qur’an Surat an-

Nisa ayat 29 terkait larangan menumpuk

harta.

Ada berbagai jenis lembaga jasa

keuangan khususnya lembaga keuangan

bukan bank syariah. Yang memiliki peran

dala system keuangan, penawaran dalam

bentuk gadai, pembiayaan, investasi atau

jasa-jasa transaksi dalam keuangan

syariah. Sehingga keseluruhan institusi

tersebut telah melakukan fungsi

operasional sebagai lembaga

intermediasi menyalurkan anggaran atau

dana dari masyarakat yang surplus dana

kepad pihak atau nasabah yang

mengalami deficit anggaran dalam

melakukan kegiatan usaha investasi.

Tabel 1: Jenis Lembaga Keuangan Syariah

Lembaga Keuangan

Bank Syariah

Lembaga Keuangan

Non Bank Syariah

Lembaga Keuangan

Mikro Syariah

a. Bank Umum

Syariah

b. Bank BPRS

c. Unit usaha Syariah

a. Pegadaian Syariah

b. Asuransi Syariah

c. Pasar Modal Syariah

d. Reksa Dana Syariah,

e. Instrumen Sukuk, dll

a. Baitul Maal wa Tamwil

(BMT)

b. BAZNAS

c. Koperasi Syariah

Sumber: Data Diolah Laporan Penelitian (Muhlis, 2019)

Pada lembaga keuangan syariah

pun demikian dengan fungsi

keberadaannya untuk melakukan

layanan jasa keuangan syariah non bank.

Menghadapi keadaan demikian di sector

jasa keuangan, lembaga keuangan

keuangan tidak hanya akan bersaing

dengan sesama lembaga keuangan dari

sector publik milik pemerintahan seperti

BUMN, BUMD, ataupun koperasi. Tetapi

juga dari sector komersial milik swasta,

telah banyak melakukan inovasi

pelayanan digital yang canggih seperti e-

financial.

3. METODE PENELITIAN

Pada metodolgi ini penulis

menggunakan metode library research

atau juga disebut literature research.

Berkaitan dengan penggunaan dataa

yang digunakan bersumber dari bahan

dan intisari bacaan buku, artikel, jurnal,

maupun karya ilmiah lainnya yang

Page 30: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

151

memiliki relevansi dengan kebutuhan

untuk melakukan riset ini, terutama yang

terkait dengan lembaga keuangan

syariah bukan bank, strategi manajemen

risiko dan penerapannya dalam

pengembangan layanan teknologi

dengan pengguna masyarakat millennial

era disrupsi saat ini. Termasuk dengan

jurnal kesehatan yang membahas

tentang virus covid-19 yang masih

mewabah dan membutuhkan

pengetahuan untuk memperlakukannya

dalam menyesuaikan keadaan terutama

sisi perkonomian yang kemudian

dielaborasi menjadi suatu jurnal ilmiah.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

Melihat beragamnya tantangan

yang dihadapi oleh lembaga keuangan

bukan bank syariah sehingga sebagai

kalangan pemerhati patut untuk

memberikan kontribusi untuk kemajuan

lembaga tersebut. Melalui hasil riset

tulisan ini menjadi inti bagian penjelasan

hasil dan pembahasan terkait penerapan

strategi manajemen risiko lembaga

keuangan bukan bank syariah

menghadapi era millennial dan melewati

wabah covid 19.

4.1 Hasil

Era disrupsi yang ditandai dengan

kegiatan yang hampir disebagian besar

menggunakan layanan aktivitas dunia

maya. Internet menjadi kekuatan besar

bagi lembaga yang mampu menguasai

dan memanfaatkannya. Tentunya tidak

terkecuali dalam lembaga keuangan

bukan bank syariah. Lembaga yang

memberikan jasa keuangan keuangan ini

diharuskan mengikuti gaya trend masa

kini. Perlombaan pelayanan berupa

digital teknologi ini, didasari dari

karakter pengguna, saat ini pengguna

layanan didominasi oleh kebutuhan

pasar nasabah millennial.

Karakter nasabah millennial yang

menghendaki pengadaan layanan yang

serba cepat, bisa dilakukan dimana saja,

dan yang terpenting aplikasinya mudah

dilakukan, tidak harus antri, bahkan di

rumah atau di kamar bisa dilakukan

traksaksi. Membuat berbagai lembaga

jasa keuangan berpikir keras untuk

melakukan inovasi dan maneuver untuk

menangkap peluang tersebut, agar tidak

ketinggalan dengan pesaing.

Untuk memberikan kejelasan

terkait dengan tantangan yang dihadapi,

dalam hal ini akan di kodifikasikan

beberapa tantangan yang dihadapi

lembaga keuangan bukan bank syariah,

antara lain:

1) Memasuki era disrupsi dengan

aktivitas penggunaan internet

terutama bagi nasabah millennial

yang sebelumnya generasi zaman old

yang lebih banyak mengarah kepada

penggunaan dan transaksi digital .

2) Pemenuhan layanan jasa keuangan

terkait perubahan karakter nasabah,

dari nasabah dengan karakter layanan

manual ke layanan digital teknologi.

3) Hegemoni persaingan yang komplet

dihadapi oleh lembaga keuangan,

bukan hanya sesama lembaga

keuangan public milik pemerintah,

tetapi juga layanan milik swasta.

4) Berjamurnya lembaga perusahaan

layanan e-finansial dengan

kemampuan kecepatan, kenyamanan,

dan biaya yang cukup murah sehingga

menjadi trend masa kini bagi nasabah.

5) Layanan teknologi yang mudah, bisa

dilakukan bahkan di rumah, seperti

penggunaan layanan melalui fitur

smartphone.

6) Merebaknya virus corona atau covid

19 sesuai himbauan protocol

Page 31: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

152

kesehatan untuk mengurangi aktivitas

di luar rumah (physical distancing),

sehingga layanan teknologi sangat

dibutuhkan.

Untuk merespon tantangan yang

ada lembaga keuangan syariah harus

melakukan pengembangan, berupaya

melakukan evaluasi terhadap layanan

produk yang ada. Inovasi produk yang

direvitalisasi, diversifikasi atau

mengadakan produk yang baru sesuai

dengan tingkat kebutuhan saat ini. Yang

jelasnya lembaga keuangan syariah

harus mampu mengimbangi serta

mampu menemukan instrument solusi

yang terbaik, untuk menjaga keberadaan

lembaga keuangan tersebut.

Memperhatikan keadaan tersebut

perusahaan harus melakukan

pengembangan dan inovasi agar

produknya tetap laku di pasar.

Jika sulit untuk melakukan

perbaikan-perbaikan inovasi maka

mereka akan sulit untuk bersaing,

bahkan mereka akan ditinggal oleh

nasabah atau konsumennya. Apalagi

memperebutkan nasabah millennial, sulit

tanpa kemajuan teknologi seperti saat

ini. Selain daripada factor modal juga

inovasi layanan teknologi menjadi

sesuatu yang sangat berharga dalam

lembaga keuangan syariah.

Beberapa lembaga keuangan telah

berupaya untuk melakukan maneuver

menyongsong era baru dengan

memaksimalkan layanan digital

teknologi. Namun, dikhawatirkan ada

lembaga keuangan yang hanya mengikuti

trend saja, tanpa penguasaan yang betul-

betul memahami strategi pengembangan

digital teknologi. Pada hal untuk

melakukan pengadaan layanan teknologi

tersebut membutuhkan dana yang besar,

strategi pengelolaaan, serta manajemen

risiko yang akurat. Kurang memahami

strategi pengelolaan dan melakukan

pengambilan keputusan investasi,

sejatinya mengharapkan income dari

investasi tersebut, justru yang ada akan

membawa pada risiko kerugian

perusahaan.

Untuk itu sebagai bahan masukan

sebelum melakukan pengambilan

keputuan terkait dengan hal-hal yang

urgent, maka ada beberapa hal yang

harus diperhatikan, antara lain:

a) Memahami kualitas dan kapasitas

perusahaan sebelum mengadopsi

layanan pendukung utama seperti

pengadaan teknologi canggih baik

berupa vitur maupun perangkat keras

dan lain sebagainya.

b) Memasuki era millennial masyarakat

cenderung menggunakan smartphone,

sehingga layanan digital teknologi

sebaiknya mengarah ke penggunaan

vitur aplikasi smartphone.

c) Mengetahui kadar kemampuan

karyawan yang akan mengoperasikan,

karena akan menjadi kesia-siaan

setelah tersedia layanan pendukung

seperti digital teknologi namun

kurang atau bahkan tidak ada sama

sekali yang mampu

mengoperasikannya.

d) Mempriotaskan keperluan yang

paling urgent dibandingkan hanya

mengikuti trend yang ada.

e) Sesuaikan dengan budget, bila harus

mengundang investor demi

menaikkan modal maka ketelitian

pengembalian bagi hasil dan nilai

harus di pelajari dengan matang.

f) Analisis dampak terhadap

pengambilan keputusan tersebut.

g) Mengenali lingkungan internal dan

eksternal perusahaan

Page 32: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

153

Perkembangan tentang lembaga

keuangan bukan bank syariah

mengalami peningkatan yang cukup

signifikan baik market share maupun

asset yang cukup menggembirkan.

Namun, hal itu harus terus diupayakan

dan didukung oleh berbagai

pengembangan sebagai pemantik untuk

memaksimalkan peran IKNB dalam

mendukung kemajuan industry ekonomi,

utamanya peran dalam meningkatkan

ekonomi masyarakat.

Mengingat peran dari industry

keuangan non bank syariah (IKNB)

sangat urgent, masalah pundamental

yang dihadapi Negara adalah tingkat

masalah pengagguran. Pada tahun 2020

perhitungan Badan Pusat Statistik (BPS)

menunjukkan angka pengagguran pada

jumlah sekitar 6,88 juta orang, terjadi

kenaikan sejak tahun 2019 6,82 juta

orang, terjadi selisih kenaikan sekitar

0,08 juta orang.

Keadaan perhitungan ini belum

memasuki saat masa pandemic wabah

virus covid 19. Yang banyak

menghantam bisnis sector jasa seperti

hotel, penginapan, restoran, Mall, grab,

gojek, sopir taksi, bahkan Usaha Mikro

Kecil Menengah, dan lain sebagainya.

Mengikuti protocol kesehatan,

mengurangi aktivitas physical distancing

untuk memutus rantai virus penularan

wabah tersebut menjadi salah satu

pemicu mengurangi aktivitas jual beli

masyarakat dan kegiatan ekonomi

lainnya.

Kekhawatiran bila terjadi lonjakan

kenaikan jumlah pengangguran karena

banyaknya usaha UMKM yang tutup,

kemudian sejumlah usaha yang

melakukan perampingan dan

pengurangan tenaga kerja, dan yang

paling tidak diharapkan adalah ramainya

persahaan yang melakukan PHK. Asumsi

mereka untuk menjaga stabilnya

perusahaan dan keadaan perusahaannya,

juga kurangnya income saat pandemic

seperti saat ini, sulit memenuhi

kewajiban dan likuiditas perusahaan.

Masalah pengangguran dan

kemiskinan memiliki keterhubungan

yang sangat signifikan, karena pemicu

dari lahirnya kemiskinan adalah masalah

tidak terselesaikannya pengangguran.

Sehingga bila dari masa ke masa tidak

meiliki jalan keluar sebagai win-win

solution. Bisa saja melahirkan angka

kemiskinan selanjutnya.

Masalah selanjutnya adalah terkait

kemikinan. Sekalipun dalam Islam

dipahami bahwa tidak untuk

menghilangkan atau menghapuskan

kemiskinan karena sudah merupakan

sunnatullah, logikanya ada orang yang

bekerja bahkan siang dan malam, namun

dengan penghidupan dan taraf hidup

masih dibawah garis kemiskinan,

sekaligus ujian kepada manusia untuk

menyikapinya. Namun, dalam hal ini

asumsinya bahwa diupayakan unuk

meminimalkan jumlah kemiskinan

karena efek dari kemiskinan bagi

berkehidupan bermasyarakat sangat

besar.

Pada perhitungan jumlah orang

miskin menurut Badan Pusat Statistik

(BPS) sekitar 24,79 juta orang sejak

Bulan September akhir tahun 2019.

Meskipun hanya sekitar 9,22 persen dari

total jumlah penduduk yang sekitar

269,6 juta jiwa. Angka tersebut masih

sangat besar, sehingga memerlukan

alternatif solusi agar masyarakat miskin

dapat meningkatkan pendapatannya

demi kesejahteraan bersama dengan

kisaran pendapatan di Indonesia rata-

rata US$ 3.452 dalam setahun per orang.

Pengagguran dan Kemiskinan

merupakan dua hal yang masih sangat

Page 33: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

154

memerlukan solusinya untuk memotong

rantai tersebut. Kedua hal tersebut

sangat rentang untuk memicu masalah

seperti kecemburuan social. Sehingga

masukan bagi pemerintah untuk terus

memantau keadaan pengangguran dan

kemiskinan memasuki perekonomian

seperti saat ini.

Tantangan lain keadaan saat ini

terutama anak jaman now adalah

pembinaan dan pemberian literasi secara

dini pentingnya penggunaan gadget dan

smartphone untuk penggunannya sesuai

dengan pemanfaatannya yang tepat

secara dini. Regenerasi kita akan rusak

kalau kita tidak selektif untuk mengatur

dan me;akukan pengawasan terhadap

anak-anak. Jika penggunaan alat tersebut

hanya untuk game, bahkan kadang

hampir lupa belajar. Ditambah lagi

dengan pembelajaran via daring

mengharuskan hampir tiap siswa untk

memiliki gadget. Namun, bila sebagai

orang tua siswa dan guru lengah untuk

melakukan pengawasan maka merka

hanya akan lebih banyak untuk bermain-

main dan berkutat pada permainan-

permainan yang dipersiapkan oleh

pabrikan smarphone tersebut. Dengan

kata lain smartphone yang pintar tetapi

siswanya yang lupa dengan pelajarannya.

Sungguh sangat ironi bila hal demikian

berlarut-larut.

Bila terbiarkan maka bangsa kita

seolah hanya menjadi pengguna, bangsa

yang konsumtif. Keadaan demikian jelas

akan di manfaatkan oleh produsen

bangsa-bangsa asing untuk semakin

membuat fitur game yang memanjakan

penggunanya. Indonesia lagi-lagi menjadi

sasaran empuk, Negara-negara produsen

tersebut telah memasang kacamata

mereka, mensorot, bangsa ini sebagai

bangsa tempat memasarkan produk-

produk impornya. Manfaat dan

keuntungan jelas akan mengalir ke

Negara mereka. Sementara regenerasi

kita semakin terbiarkan dan sulit untuk

bersaing terutama dikancah

internasional, tidak ada lagi waktu

belajar, membaca, sosialisasi, semua

terenggut oleh alat tersebut. Untuk itu

semua harus berpartipasi aktif untuk

memberikan literasi penggunaan alat-

alat teknologi seperti smartphone

dengan pemanfaatan yang tepat, baik

dan benar.

Peran semua sector sangat

diharapkan baik lembaga milik

pemerintah ataupun milik swasta

bahkan masyarakat termasuk praktisi

dan akademisi untuk memberikan

sumbangsih demi menciptakan

perekonomian yang sehat dan demi

kesejahteraan bersama. Salah satu

lembaga sebagai Lembaga Jasa Keuangan

Non Bank Syariah dengan keberadaanya

patut untuk diapresiasi, melalui

fungsinya untuk mewadahi masyarakat

dalam permasalahan layanan keuangan

sudah selayaknya di pertahankan dan

dikembangkan secara bersama-sama.

Beberapa fungsi yang bisa disebutkan,

antaralain:

(a) Lembaga yang menjadi wadah

mengumpulkan dan menyalurkan

dana kepada masyarakat

(b) Menciptakan iklim investasi dari

masyarakat yang surplus dana

kepada masyarakat yang

membutuhkan dana untuk

melakukan usaha.

(c) Membantu pemerintah menciptakan

lapangan kerja baik secara langsung

maupun pemberian pembiayaan

atau investasi permodalan kepada

masyarakat.

(d) Termasuk institusi yang banyak

menyerap tenaga kerja sehingga

Page 34: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

155

perannya sangat urgen untuk

mengurangi jumlah tenaga kerja

(e) Menjadi lembaga yang menjamin

asset masyarakat diinvestasikan

pada sector industry halal sesuai

dengan prinsip syariah dan berada

dibawah naungan pengawasan

Dewan Syariah Nasional (DSN) serta

Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Semua fungsi yang disebutkan

masih sangat minim dan masih banyak

fungsi lainnya, karena bila dibandingkan

dengan manfaat yang dirasakan oleh

masyarakat yang sangat besar. Terutama

untuk penciptaan kerja dan peningkatan

kesejahteraan bersama. Yang masih

banyak kalangan yang menganggap

bahwa di Indonesia mash terjadi gap

antara sikaya dan simiskin. Sehingga

hadirnnya lembaga keuangan bukan

bank syariah dengan fungsi keberadaan

menjadi wadah yang menjadi istrumen

perokonomian semakin membaik

kemudian dari sisi lain fungsi

silaturahmi, rasa persaudaraan serta

persatuan dan kesatuan bangsa semakin

terjaga. Untuk itu pengoptimalan fungsi

dari lembaga keuangan bukan bank

syarih terutama penggunaan layanan

utama digital teknologi, harus terus

diupayakan untuk menyongsong era

baru melewati covid 19 menujuju era

disrupsi bersama generasi millennial.

4.2 Pembahasan

Analisis kualitas perusahaan dalam

penerimaan suatu keputusan sangat

diperlukan bisa saja didasarkan pada

kinerja perusahaan, karena kinerja yang

merujuk kepada gambaran prestasi

perusahaan selama kurun periode

tertentu. Tentu terkait dengan prestasi,

kualitas, ada berbagai porsi yang bisa

dinilai, sejauh mana perusahaan pada

bagian tersebut terkait dengan

kualitasnya. Dengan demikian akan

menjadi gambaran yang menjadi dasar

pengambilan keputusan.

Matriks Manajemen Kinerja Perusahaan

Sumber: Data Diolah, 2020

Menghadapi tantangan mulai dari

fenomena keberadaan layanan teknologi,

perubahan karakter menuju nasabah

millennial, persaingan antar perusahaan,

masalah wabah pademi terkait dengan

lembaga keuangan, termasuk fenomena

era disrupsi saat ini. Lembaga keuangan

syariah non bank harus mampu

mengambil langkah yang cerdas.

Kemampuan manajemen strateginya

untuk menetapkan suatu langkah

keputusan akan sangat mempengaruhi

saat ini dan prospek ke depan institusi

tersebut.

Menurut sondang dalam bukunya

bahwa strategi “Suatu kemampuan

secara cerdas dalam menggunakan dan

mengiplementasikannya asset yang

dimiliki suatu organisasi perusahaan dan

kemampuannya menggunakan secara

efektif dan efisien agar memberikan

dampak positif pada nilai dan

keuntungan perusahaan”. (Sondang,

2012)

Sehingga penting untuk

memberikan masukan yang bisa

dijadikan bahan pertimbangan evaluasi

sekaligus pembanding membangun

strategi pengembangan usaha layanan

lembaga keuangan bukan bank syariah,

antara lain:

Pemasaran Keuangan

Operasional SDM

KINERJA PERUSAHAAN

Page 35: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

156

a) Melakukan optimalisasi

pengembangan layanan teknologi,

yang bisa menjangkau oleh

masyarakat kalangan dari atas

hingga ke bawah termasuk usaha

mikro kecil dan menengah.

b) Mengajak masyarakat untuk

menggunakan layanan lembaga

keuangan bukan bank syariah

termasuk dalam memobilisasi

dana.

c) Berupaya memberikan layanan

kemudahan bagi usaha masyarakat

kecil dan mikro, pelayanan bukan

hanya berpusat di perkotaan tetapi

juga di daerah termasuk pelosok

daerah.

d) Literasi dan sosialisasi pengenalan

fitur layanan terus diupayakan,

karena masyarakat ada yang

mengetahui keberadaan layanan

lembaga keuangan, namun tidak

bisa membedakan mana yang

layanan syariah mana yang

konvensional termasuk kalangan

pelajar.

e) Banyak melakukan literasi dan

pengenalan pada fitur layanan yang

ada kaitannya dengan google,

karena hampir semua anak-anak

millennial, termasuk di youtube,

facebook, instagram dan social

media lainnya.

f) Memasuki era disrupsi

perkembangan lembaga keuangan

syariah harus terus diupayakan,

dengan terus beradaftasi

mengenali keadaan dan

bertransformasi sesuai dengan

tingkat kebutuhan saat ini.

g) Mengkolaborasikan layanan

berupa fitur-fitur dengan

kerjasama dengan perusahaan lain,

kerjasama dengan fintech,

perusahaan jasa penerbangan,

menjadi sponsor, atau

berkolaborasi dengan sesama

lembaga keuangan syariah

Beragamnya tantangan yang

dihadapi lembaga keuangan syariah

patut untuk setiap pemerhati menyadari

kontribusi masukan agar bisa dijadikan

alternative atau bahan evaluasi lembaga

keuangan bukan bank syariah dalam

menghadapi tantangan. Yang sudah

menjadi keharusan untuk dilalui,

hanyalah perusahaan-perusahaan yang

memiliki manajemen yang bagus dengan

berbagai penerapan strategi berkualitas

yang akan mampu berkembang,

bertahan dan bersaing. Manajemen

perusahaan yang asal-asalan, produk

yang tidak teruji dengan standarnya,

ditambah pemasaran yang kurang bagus

serta pendukung utama layanan yang

kurang memuaskan nasabah, maka

perusahaan akan sulit bersaing bahkan

seperti menunggu karamnya perusahaan

layanan jasa keuangan tersebut.

Menurut G.R. Terry defenisi

manajemen kurang lebih penjelasannya

yaitu “Manajemen merupakan sebentuk

proses tindakan yang secara khusus

melakukan fungsi manajemen

(perencanaan, pengorganisasian,

pengawasan dan pelaksanaan), dalam

mencapai suatu sasaran yang telah

ditentukan bersama dengan pengelolaan

sumberdaya manusia” (Terry, 2014).

Perusahaan yang memiliki Sumber

Daya Manusia yang berkualitas dengan

menerapkan fungsi sebagaimana

mestinya, maka perusahaan akan

memiliki manajemen yang kuat dan

memiliki kapasitas yang bisa diandalkan.

Dari penjelasan di atas maka dapat

dibagi manajemen, sebagai berikut:

Page 36: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

157

Pola Bagian Manajemen

Sumber: Data Diolah, 2020

Bahwa dalam perusahaan

membutuhkan pemimpin yang memiliki

visioner. Ketika pemimimpin tidak jelas

maka perusahaan juga akan rapuh,

mudah mengalami permasalahan.

Bahkan menurut ungkapan bahwa: “Di

bawah pemimpin yang baik sekalipun

dengan bawahan yang memiliki

keterbatasan akan tetap ada manfaatnya.

Tetapi di bawah pemimpin yang buruk,

anak buah yang berkualitas sekalipun

sulit untuk berkembang”.

Sebenarnya banyak orang yang

bisa menjadi pimpinan namun tidak

semua orang bisa menjadi pemimpin.

Seorang pemimpin harus bisa

memberikan contoh memimpin yang

baik. Karena tanggung jawab yang ia

emban, kepada bawahan, perusahaan

dan dirinya sendiri. Ada amanah dan

kepercayaan yang orang lain terhadap

diri seorang pemimpin. Terutama bila

berbicara tentang perusahaan.

Pengelolaan sumberdaya menjadi

salah satu hal yang paling urgent.

Manajemennya harus bagus sesuai

dengan fungsi staffingnya (posisi yang

dibutuhkan). Karena bila Sumber Daya

Manusianya sesuai dengan tingkat

kebutuhan maka pada prinsip sumber

daya bahwa “the righ man on the right

place”, tepat berjalan sesuai dengan

tingkat kebutuhan dan pada posisinya.

Sehebat apapun yang namanya kemajuan

digital teknologi manusia tetap menjadi

pengendalinya.

Pada perusahaan selain dari

pimpinan terdapat bawahan, seorang

pimpinanlah yang memiliki pengaruh

besar untuk mengarahkan kemana

bawahannya, untuk mencapai tujuan

yang dibangun berdasarkan visi misi

yang telah terbangun, melalui kerja sama

yang akurat. Satu sama lain saling

menopang dan saling mendukung. Agar

perusahaan menemukan kualitas

manajemennya yang bagus. Manajemen

yang selalu berusaha untuk focus

terhadap tujuan organisasi dan berupaya

menghindarkan dari segala

kemungkinan risiko.

Risiko sebagai suatu keadaan

ketidakpastian, yang pada intinya suatu

keadaan yang tidak dikehendaki oleh

manajmen perusahaan, sehingga dalam

suatu pendefenisian tentang manajemen

risiko terkait dengan suatu metode yang

logis namun terstruktur secara

sistematik untuk dilakukan identifikasi,

penentuan maneuver dalam bersikap,

Pemimpin

Bawahan

Kerjasama

Tujuan

Page 37: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

158

menentukan solusi terbaik, serta

pembelakukan evaluasi yang selalu

dimonitoring dan dilakukan proses

pelaporan risiko yang terkait dengan

aktivitas. (Veithzal Rivai, 2013)

Manajemen perusahaan yang bagus

adalah manajemen yang mampu

mengelola risiko, karena pada dasarnya

tidak semua risiko bisa untuk dihindari,

tetapi yang terpenting adalah

kemampuan untuk mengelola risiko

tersebut. terutama dalam lembaga

keuangan bukan bank syariah.

Keberadaan lembaga tersebut memang

selalu berdiri dan berhadapan dengan

risiko, tanggungjawab sangat besar,

terutama dalam layanan jasa keuangan

ada amanah, kepercayaan, tanggung

jawab dan reputasi yang dipertaruhkan.

Kemanfaatan manajemen risiko

berbicara terkait dengan kuangan akan

menjadi suatu arah dalam mengatur

langkah strategis untuk meningkatkan

tingkat keamanan perekonomian,

melalui suatu prosedur penerapan yang

dikomunikasikan secara

berkesinambungan dan berkelanjutan

dengan kebijakan manajemen, pemilihan

alternatif terbaik dengan analisis secara

komprehensif, kuantifikasi keuangan

untuk mengurangi sejumlah dampak

yang mengancam sisi perekonomian.

(Inna Koro, 2018)

Salah satu contoh dalam lembaga

keuangan seperti pasar modal syariah,

melalui dana yang diperoleh dari

masyarakat harus dikelola dengan baik,

dengan kemudian menempatkannnya

pada sejumlah investasi. Kapan dana

tersebut dikelola dengan tidak baik maka

kepercayaan orang yang

menginvestasikan dananya tidak akan

percaya terhadap pasar modal syariah

tersebut. Sekali berbuat kesalahan dan

tidak bisa dipertanggungnjawabkan

maka setelah itu masyarakat akan sulit

memberikan amanahnya lagi. Sehingga

ini sangat berisiko namun peluang untuk

memperoleh pengembalian juga cukup

tinggi, Seperti ungkapan high risk high

ritten”. Manajemen harus pandai untuk

mengelola perusahaan, melakukan

sosialisasi, termasuk karena ini bebasis

syariah maka suka dengan keuantungan

tetapi juga harus bersiap mengalami

kerugian.

Page 38: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

159

Jenis Risiko Menurut Sifat

Sumber: Data Diolah, 2020

Berdasarkan jenis risiko tersebut

mengimformasikan betapa kompletnya

risiko yang mengintai, semua bisa

menghantam kapan saja sebuah lembaga

keuangan syariah. Risiko tidak saja

terkait dengan masalah financial, tetapi

disepanjang itu rupanya ada berbagai

risiko bahkan risiko bersifat risiko non

financial. Bahkan kadangkala risiko

antara satu dengan risiko lainnya

memiliki keterhubungan yang erat.

Sehingga manajemen lembaga keuangan

bukan bank syariah tidak boleh

memandang remeh sekecil apapun risiko

tersebut yang akan diakibatkan.

Kemudian tidak menutup

kemungkinan jenis risiko yang

disebutkan masih ada risiko lain yang

tidak disebutkan dan bisa saja muncul.

Risiko yang terbiarkan dan didiamkan

saja bisa saja berakibat besar, oleh

karena itu, sedini mungkin manajemen

lembaga harus melakukan antisifasi

sebagai bentuk lindung nilai terhadap

lembaga dan orang-orang yang memiliki

hubungan dengan organisasi termasuk

nasabah.

Nasabah harus diperlakuakan

dengan baik, bahkan termasuk untuk

jaminan keamanan baik berupa asset

yang ada di lembaga tersebut, maupun

data nasabah harus terlindungi dengan

baik, jangan sampai ada yang

memanfaatkan untuk hal-hal yang tidak

diinginkan. Keamanan dan kenyamanan

nasabah harus menjadi prioritas layanan

pada suatu lembaga keuangan termasuk

lembaga keuangan syariah. Karena kunci

dari terlaksananya layanan jasa

keuangan ada pada dua hal tersebut.

Searah dengan langkah yang akan

diambil terkait dengan strategi

pengembangan , risiko yang juga

menghadang, untuk lebih

mempermantap keadaan lembaga

keuangan bukan bank syaraiah, ada

beberapa masukan pertimbangan, antara

lain:

Pertama, maraknya persaingan

layanan teknologi digital, maka sebelum

Risiko Financial

Risiko Likuiditas

Pasar

Kredit/

Pembiayaan

Risiko Non Financial

Risiko Reputasi

Strategi

Hukum

Operasional

Kepatuhan

Page 39: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

160

isntitusi lembaga keuangan bukan bank

syariah melakukan investasi terkait

dengan pengadaan layanan teknologi

digital, tentunya membutuhkan modal,

sehingga pastikan kemampuan dana

menyanggupi, terutama kemampuan

likuiditas dan kewajibannya. Saat

keadaan seperti ini misal pandemic

belum berakhir, orang cenderung

menahan investasi karena aktivitas

masyarakat lebih banyak di rumah,

sehingga aktivitas usaha juga cenderung

berkurang, bahkan harus diwaspadai

penarikan dana nasabah atau investor,

untuk itu harus diperhatikan saldo

jangan sampai intitusi kesulitan

memenuhi penarikan.

Kedua, bila mengharuskan untuk

menambah kewajiban (utang)

pertimbangan dengan mengusahakan

biaya yang kecil agar institusi dapat

meningkatkan nilai perusahaan dan tidak

terlalu terbebani, usahakan strukur

modal dalam keadaan balance dan

proporsional.

Ketiga, semakin berkembangnya

teknologi maka semakin berkembang

pula risiko, terutama terkait risiko cyber

crime terkait kejahatan dunia maya era

disrupsi saat ini, termasuk pembobolan,

peretasan, pencurian akun data nasabah.

Sehingga pihak intitusi tidak hanya

berkonsentrasi pada perlombaan

pengadaan layanan digital teknologi,

tetapi persiapan kemampuan untuk

melakukan hedging terhadap risiko

penggunaan teknologi dan perlindungan

data nasabah.

Untuk itu sesuai dengan arahan

dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan

(OJK) No. 1/POJK.05/2015 maka wajib

untuk melakukan penerapan manajemen

risiko, aturan tersebut terutama

diperuntukkan bagi Lembaga Jasa

Keuangan Non Bank Syariah, bahwa:

“LJKNB wajib menerapkan Manajemen

Risiko secara efektif”.

Berbicara terkait dengan risiko

tidak semua bisa dihindari, terutama

lembaga keuangan jasa sangat lekat

dengan risiko. Untuk itu patut untuk

melakukan strategi untuk mengelola

risiko. Berbagai pengalaman

menunjukkan justru pengelolaan risiko

yang cerdas akan membawa pada

peluang memperoleh profit dan

peningkatan nilai perusahaan. Ketelitian

sangat dibutuhkan dengan tidak

membuat suatu keputusan yang ceroboh

dan sembrono.

Pengelolaan manajemen risiko

dalam pengembangan lembaga keuangan

bukan bank syariah, dapat dilakukan

dengan proses seperti berikut ini:

(a) Proses identifikasi risiko sebagai

suatu langkah mengetahui dan

memahami betul risiko yang

dihadapi terkait dengan kegiatan

dalam melakukan langkah dan

keputusan baik individu maupun

manajemen perusahaan. Langkah

awal ini pula sudah bisa

dikofikasikan jenis risiko yang

mengintai apakah risiko berbentuk

financial atau non financial, bahkan

bisa saja keduanya menghadang.

(b) Penilaian Risiko pada kegiatan ini

melakukan penilaian untuk

membantu institusi lembaga dalam

menghadapi risiko untuk melakukan

upaya pengontrolan kemudian

melakukan pengawasan untuk

meminimalisir kemungkinan risiko

tersebut.

(c) Tahap Evaluasi Risiko, aktivitas ini

menjadi salah satu bagian yang

terpenting terkait dengan perlakuan

dan keputusan yang prioritas terkait

dengan hasil analisa penilaian risiko.

Keputusan ini akan menyikapi

Page 40: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

161

terutama untuk langkah analisa

selanjutnya.

(d) Pengelolaan risiko merupakan

aktivitas mengelola strategi

manajemen risiko terkait dengan

sikap dan tindakan yang didasarkan

pada teknik kemampuan terstruktur

dalam menghadapi ketidakpastian,

sikap yang ditunjukkan dengan

strategi manajemen risiko berupa

menghindari risiko, mengalihkan,

mentransfer risiko, atau tindakan

lain untuk meminimalkan akibat

yang tidak diharapkan dari risiko

tersebut.

5. PENUTUP

5.1 Simpulan

Memahami kebutuhan saat ini pada

dasarnya untuk bisa melakukan

pelayanan secara maksimal maka

perkembangan layanan digital teknologi

sangat menjadi prioritas. Namun

dibutuhkan pertimbangan yang matang

dalam penyediaan alat digital tersebut.

Strategi manajemen risiko sangat

dibutuhkan untuk memagari dan

melindungi pengguna dan lembaga

keuangan bukan bank syariah.

Bahwa asumsi jika tidak memilki

kesiapan untuk menyediakan fasilitas

layanan teknologi maka akan tertinggal

dengan pesaing utamnya penyedia jasa

keuangan, mengingat selama beberapa

dekade ke depan kebutuhan layanan

teknologi sangat urgent karena

mayoritas pengguna jasa keuangan

mayoritas oleh kaum millennial.

Sedangkan anak millennial sangat

familiar bahkan memiliki

ketergantungan dengan digital teknologi

seperti penggunaan internet dan

smartphone.

Jika pihak manajemen lembaga

keuangan bukan bank syariah mampu

untuk melakuan tindakan tersebut maka

harus mempersiapkan modal. Sehingga

dibutuhkan perhitungan keperluan

modal yang proporsional, kemudian

kemampuan memenuhi likuiditas baik

jangka pendek maupun jangka panjang,

termasuk struktur modal harus terus

diperhatikan agar tetap balance.

Sekalipun pihak manajemen lembaga

mampu untuk memenuhi kebutuhan

tersebut, bukan berarti lembaga tersebut

telah terlepas dari kemungkinan risiko,

karena semakin kompleksnya risiko yang

ada termasuk penyalahgunaan layanan

teknologi tersebut oleh orang-orang yang

tidak bertanggung jawab meretas demi

mendapatkan terutama saldo nasabah

dan perbankan itu sediri, sehingga

manajemen risiko sangat dibutuhkan

searah dengan pengembangan layanan

melaui teknologi digital.

5.2 Saran

Layanan digital teknologi telah

menjadi kebutuhan utama saat ini,

mengingat kita memasuki era disrupsi

dengan generasi millennial sebagai

pengguna hampir disemua sector yang

strategi tidak terkecuali dalam lembaga

keuangan bukan bank syariah.

Persaingan saat ini telah mengarah ke

sector pelayanan digital termasuk

lembaga keuangan pada umumnya.

Bahkan sector swastapun ikut menjadi

pesaing saat ini dalam sector jasa

keuangan. Oleh karena itu ada beberapa

yang menjadi saran masukan dalam

pengambilan kebijakan, yaitu:

5.3 Bidang Akademik

1) Rekomendasi bagi yang hendak

melakukan penelitian yang memiliki

hubungan dengan tulisan ini

utamanya dalam dunia kampus,

sebaiknya melakukan penelitian

dengan menggunakan mix metod

Page 41: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

162

baik dengan metode kualitif dan

kuantitatif dengan demikian

diharapkan akan memperoleh hasil

yang lebih komprehensif dan valid

serta terkesan objektif.

2) Pemerintah dan pihak manajemen

lembaga keuangan bukan bank

syariah banyak melakukan

sosialisasi dan literasi di dunia

kampus dan sekolah. Agar secara

lebih dini mereka memahami

keberadaan lembaga keuangan

tersebut.

5.4 Tindak lanjut nyata

1) Untuk kelanjutan tulisan ini agar

setiap individu dan pihak manajemen

yang memiliki keterkaitan dengan

lembaga keuangan bukan bank

syariah merespon betapa pentingnya

penerapan digital teknologi namun

dengan konsep pengawasan berupa

strategi Manajemen Risiko, agar dapat

melakukan lindung nilai risiko

terhadap pengguna dan efek dari

layanan yang saat ini dengan perlahan

tapi pasti terbebas dari keadaan

wabah virus covid 19 dengan

pengguna layanan jasa keuangan

mayoritas generasi millennial

memasuki era disrupsi.

2) Membangun konsep dan mindset bagi

masyarakat Indonesia utamanya anak

jaman millennial untuk Cinta produk

dalam negeri. Bangga menggunakan

produk yang ciptaan anak negeri

bangsa sendiri. Bukan malah

sebaliknya lebih menyukai oleh

produk luar negeri termasuk layanan

jasa keuangan bukan bank syariah,

utamanya dalam memobilisasi dana.

3) Lembaga keuangan bukan bank

syariah jangan hanya berfokus

pengembangan usaha di kota saja

tetapi juga di pedesaan.

4) Usahakan di dunia pendidkan

utamanya kampus dan sekolah

memiliki layanan lembaga keuangan

syariah bukan bank seperti gallery

saham syariah, pasar modal syariah,

dan lain-lain. Agar mereka bisa

melakukan praktek secara nyata.

DAFTAR PUSTAKA

Al Qur’an Qarim

Danupranata, Gita, 2013, Manajemen Perbanakan Syariah, Jakarta:Salemba Empat.

Davis, Fred D., Richard P. Bagozzi dan Paul R. Warshaw, “User Acceptance of Computer Technology: A Comparison of TwoTheoretical Models,” Management Science, Vol. 35, No. 8, August 1989.

Fahmi, Irham, 2010, Manajemen Risiko: Teori, Kasus, dan Solusi, Bandung: Alfabeta.

Hanafi, Mamduh, 2011, Managemen, Yogyakarta: STIM YKPN.

Koro, Inna, Anastasiya Poltorak, 2018, “Financial Risk Management As A Strategic Direction For Improving The Level Of Economic Security Of The State”, Baltic Journal of Economic Studies, Vol. 4, No. 1, DOI: https://doi.org/10.30525/2256-0742/2018-4-1-235-241

Muhlis, Damirah, 2018, Strategi Optimalisasi Manajemen Pengelolaan KJKS BMT Al Markaz Al Islami Makassar, Laporan Hasil penelitian, N0. SK Rektor IAIN Parepare No. 51

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) No. 1/POJK.05/2015

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 77/POJK.01/ Tahun 2016

Rivai, Veithzal dan Rifki Ismail, 2013, Islamic Risk Management for

Page 42: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

163

Islamic Bank, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Siagian, Sondang P., 2012, Manajemen Stratejik, cetakan ke 10, Jakarta: Percetakan Bumi Aksara

Siswadi, Lembaga Keuangan Syari’ah Non Bank BMT (Baitul Mal Wat Tamwil) Tawaran Bebas Aqad Yang Dilarang Dalam Syari’at Islam, Jurnal Ummul Qura Vol VI, No 2, September 2015.

Soemitra, Andri, 2010, Bank Dan Lembaga Keuangan Shari’ah, Jakarta: Kencana.

Sulistiyono, Seno Tri, 2019, KEIN: Dorong UMKM Naik Kelas Agar RI Keluar dari Jebakan Pertumbuhan 5 Persen, dalam www.tribunnews.com

Taufiqurokhman, 2016, Manajemen Strategik, Jakarta: Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Prof. Dr. Moestopo Beragama.

Terry, G.R. dan Leslie W. Rue, 2014, “Dasar-dasar Manajemen”, Jakarta : Bumi Aksara

Page 43: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

164

PRINSIP-PRINSIP DASAR EKONOMI ISLAM DALAM BISNIS

Syahidah Rahmah Universitas Muhammadiyah Makassar

Email : [email protected]

Abstract

This research aims to look at the concepts of Islamic ethics and basic principles (basic principles) which are based on the values of the Koran which are directed to raise moral values related to the prevention of actions that are not in accordance with the teachings of Islamic law. Using qualitative research methods with data analysis techniques for results and discussion using library research (Library Research) by collecting, reading and browsing a number of books that are used as references. The results show that some of the right concepts to be used in Islamic business ethics to raise moral values according to the teachings of Islamic law are to understand very well the concepts of property and ownership, the concept of wealth distribution, the concept of work and business, and the concept of Halal and Haram.

Keywords : Islamic economics, concept of business ethics, Islamic business ethics.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui konsep-konsep etika bisnis islam serta prinsip-prinsip dasar (basic tenets) yang berlandaskan nilai-nilai Alquran yang diarahkan untuk lebih mengangkat nilai-nilai moral yang berkaitan dengan pencegahan atas tindakan yang tidak sesuai dengan ajaran syariat Islam. Menggunakan metode penelitian yang bersifat Kualitatif dengan Teknik pengumpulan data untuk hasil dan pembahasan dilakukan dengan menggunakan penelitian kepustakaan (Library Research) dengan mengumpulkan, membaca dan menelusuri sejumlah buku-buku yang dijadikan sebagai referensi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa beberapa konsep yang tepat untuk digunakan dalam etika bisnis islam untuk mengangkat nilai-nilai moral sesuai ajaran syariat islam adalah dengan memahami betul mengenai konsep harta dan kepemilikan, Konsep distribusi kekayaan, Konsep kerja dan bisnis, serta Konsep mengenai Halal dan Haram.

Kata Kunci : Ekonomi islam, konsep etika bisnis, etika bisnis islam.

Page 44: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

165

1. PENDAHULUAN

Bisnis adalah aktivitas ekonomi

manusia yang bertujuan mencari laba

semata. Oleh karena itu, cara apapun

boleh dilakukan demi meraih tujuan

tersebut. Sehingga aspek moralitas

tidak dapat dipakai untuk menilai

bisnis. Aspek moralitas dalam bisnis

dianggap akan menghalangi dan

membatasi aktivitas ekonomi. Selain

itu, dalam realitas bisnis kekinian

terdapat kecenderungan bisnis yang

mengabaikan etika. Persaingan dalam

bisnis adalah persaingan kekuatan

modal semata yang akhirnya

menimbulkan praktek korupsi,

nepotisme, dan krisis moneter yang

berkepanjangan di Indonesia.

Etika bisnis Islam muncul ke

permukaan, dengan landasan bahwa

Islam adalah agama yang sempurna.

Islam memiliki kumpulan aturan-

aturan ajaran dan nilai-nilai yang dapat

menghantarkan manusia dalam

menuju kehidupan yang bahagia di

dunia dan akhirat (profit and falah

oriented). Sehingga bisnis dalam Islam

memiliki etika dan prinsip-prinsip

dasar (basic tenets) yang dilakukan

berlandaskan nilai-nilai Alquran.

2. METODE PENELITIAN

Jenis penelitian yang dilakukan

adalah penelitian yang bersifat

Kualitatif. Teknik pengumpulan data

untuk hasil dan pembahasan dilakukan

dengan menggunakan penelitian

kepustakaan (Library Research)

dengan mengumpulkan, membaca dan

menelusuri sejumlah buku-buku yang

dijadikan sebagai referensi.

3. HASIL DAN PEMBAHASAN

Beberapa konsep yang diarahkan

untuk lebih mengangkat nilai-nilai

moral yang berkaitan dengan

pencegahan atas tindakan yang tidak

sesuai dengan ajaran syariat Islam

antara lain:

1. Konsep Harta Dan Kepemilikan

Secara etimologis, harta dalam

bahasa Arab disebut amwa>l yang

merupakan bentuk jamak dari

ma>l, yang berasal dari kata ma>la-

yami>lu yang berarti condong atau

cenderung. Harta dijadikan yang

membuat manusia cenderung baik

materi maupun manfaat.

Kecendrungan pada harta didorong

oleh pemenuhan kebutuhan dan

pemuasan keinginan.1

Harta atau al-mal berarti

condong, cenderung, dan miring.

Olehnya itu manusia cendering

ingin memiliki dan menguasai

harta.2 Harta juga merupakan

sesuatu yang dibutuhkan dan

diperoleh manusia itu sendiri.3

Dalam istilah ilmu fikih, dinyatakan

oleh kalangan Hanafiah bahwa

harta itu adalah sesuatu yang

digandrungi oleh tabiat manusia

dan mungkin disimpan untuk

digunakan saat dibutuhkan. Namun

harta tersebut tidak akan bernilai

kecuali hal tersebut telah

diperbolehkan menggunakannya

secara syariat.4

Menurut Kompilasi Hukum

Ekonomi Syariah (KHES), harta

(amwa>l) adalah benda yang dapat

dimiliki, dikuasai, diusahakan, dan

1Asep Saefuddin Jahak, dkk., Hukum Keluarga, Pidana, dan Bisnis (Jakarta: Kencana, 2013), h. 232.

2Rahmat Syafei, Fikih Muamalah (Bandung: Pustaka Setia, 2001), h. 21-22.

3Wahbah al-Zuhaili, Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Juz IV (Damaskus, Da>r al-Fikr, 1989), h. 40.

4Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah (Cet. XIII; Jakarta: Kencana, 2013), h. 3.

Page 45: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

166

dialihkan baik benda beruwujud5

maupun benda tidak berwujud,6

baik terdaftar7 maupun tidak

terdaftar,8 baik benda bergerak9

maupun benda tidak bergerak10

dalam hak yang mempunyai nilai

ekonomis.11

Terkait dengan hak terhadap

harta dapat dijelaskan sebagai

berikut :12

1. Harta milik Allah

Pada dasarnya semua harta

pemilik mutlaknya adalah Allah

Swt., sedangkan manusia diberikan

kesempatan memilikinya hanya

bersifat sementara.

2. Harta Individu (pribadi)

Dalam ekonomi Islam

mengakui kepemilikan individu,

dengan satu konsep khusus, yakni

konsep khilafah. Bahwa manusia

adalah khalifah di muka bumi yang

5Benda berwujud adalah segala sesuatu yang dapat dilihat oleh indera. Lihat Pasal 1 ayat (10) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

6Benda tidak berwujud adalah segala seseuatu yang tidak dapat dilihat oleh indera. Pasal 1 ayat (11) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

7Benda terdaftar adalah segala sesuatu yang kepemilikannya ditentukan berdasarkan warkat yang dikeluarkan oleh institusi yang berwenang. Pasal 1 ayat (14) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

8 Benda tidak terdaftar adalah segala sesuatu yang kepemilikannya berdasarkan alat bukti pertukaran atau pengalihan di antara pihak-pihak. Pasal 1 ayat (15) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

9Benda bergerak adalah segala sesuatu yang dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain. Pasal 1 ayat (12) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

10Benda tidak bergerak adalah segala sesuatu yang tidak dapat dipindahkan dari suatu tempat ke tempat lain yang menurut sifatnya ditentukan oleh undang-undang. Pasal 1 ayat (13) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

11Pasal 1 ayat (9) Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah.

12Nurul Huda dan Mustafa Edwin Nasution, Investasi pada Pasar Modal Syariah, h. 5-6.

diberi kekuasaan dalam mengelola

dan memanfaatkan segala isi bumi

dengan syarat sesuai dengan segala

aturan dari Pencipta harta itu

sendiri. Harta dinyatakan sebagai

milik manusia, sebagai hasil

usahanya. Al-Qur’an menggunakan

istilah al-milku dan al-kasbu untuk

menunjukkan adanya kepemilikan

individu ini. Dengan pengakuan

hak milik perseorangan ini, Islam

juga menjamin keselamatan harta

dan perlindungan harta secara

hukum.

3. Harta milik bersama

Islam juga mengakui adanya

kepemilikan bersama (syirkah)

dan kepemilikan negara.

Kepemilikan bersama diakui pada

bentuk-bentuk kerjasama antar

manusia yang bermanfaat bagi

kedua belah pihak dan atas

kerelaan bersama. Kepemilikan

Negara diakui pada asset-asset

penting (terutama sumber daya

alam) yang pengelolaannya atau

pemanfaatannya tersebut dapat

mempengaruhi kehidupan bangsa

secara keseluruhan.

Adapun kedudukan harta dalam Islam,

antara lain:

a. Harta merupakan amanah dari

Allah Swt.

Harta yang dimiliki manusia

sifatnya merupakan amanah yang

diberikan oleh Allah Swt. kepada

manusia agar dimanfaatkan sebaik-

baiknya. Harta harus dijaga dan

digunakan sesuai dengan syariat

Islam. Manusia harus bekerja keras

untuk mendapatkan harta dan

memanfaatkannya di jalan Allah.

Bumi dan isinya merupakan

amanah dari Allah dan

peruntukannya kepada manusia

Page 46: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

167

dalam mengemban tugasnya

sebagai khalifah di muka bumi

untuk dimanfaatkan sebesar-

besarnya bagi kesejahteraan umat

manusia. Manusia diberi amanah

untuk mencari-cari harta,

memanfaatkannya lalu kemudian

membelanjakan harta itu di jalan

yang halal.

b. Harta merupakan perhiasan dunia

Islam menganggap kehidupan

ekonomi yang baik sebagai suatu

rangsangan bagi jiwa dan sarana

berhubungan dengan Allah.

Menurut Islam, harta adalah sarana

untuk memperoleh kebaikan,

sedangkan segala sarana untuk

memperoleh kebaikan adalah baik.

Islam tidak mememandang harta

dan kekayaan sebagai penghalang

untuk mencari derajat yang lebih

tinggi kepada Allah Swt.13 Islam

juga menyuruh penganutnya untuk

senantiasa menjaga harta dan

melarang mereka untuk berbuat

mubazir. Alquran justru memuji

manusia yang sederhana dalam

membelanjakan hartanya. Harta

sebagai perhiasan hidup sering

menjadi penyebab munculnya sifat

kesombongan, sifat keangkuhan,

maupun rasa bangga, padahal pada

dasarnya orang yang seperti ini

lupa bahwa sebenarnya harta

hanya merupakan titipan.

c. Harta sebagai ujian dan cobaan

hidup.

Harta bukan hal yang jahat dan

musibah yang sangat berbahaya,

harta bukan pula ukuran untuk

13 Yusuf Qardhawi, Daurul Qiya>m wa Akhla>q fil Iqtishadil Isla>mi, terj. Zainal Arifin, Norma dan Etika Ekonomi Islam (Cet. II; Jakarta: Gema Insani Press, 2016), h. 58.

menilai seseorang. Mulia atau

hinanya seseorang tidak dinilai

dari harta yang dimilikinya, harta

hanyalah kenikmatan dari Allah

sebagai ujian bagi hamba-Nya,

apakah mereka bersyukur atas

harta itu atau menjadi kufur.

Kelapangan maupun kesempitan

harta merupakan cobaan dari

Tuhan untuk manusia, bukan suatu

hinaan atau pujian. Harta dapat

menghinakan pemiliknya jika ia

berbuat sombong.14 Manusia

hidup di dunia di uji atas tiga hal,

yaitu harta, tahta, dan wanita.

Manusia diuji oleh Allah tnetang

bagaimana cara harta itu diperoleh

dan bagaimana harta itu

digunakan, dan disaat hari

perhitungan maka manusia akan

dimintai pertanggung jawabannya.

d. Harta merupakan bekal ibadah

kepada Allah Swt.

Manusia memerlukan harta

untuk menjalankan ibadah dengan

khusyuk. Tanpa harta manusia

akan mengalami kesulitan dalam

menjalankan ibadahnya.15 Misalnya

pada saat menjalankan ibadah

puasa, bila manusia tidak memiliki

harta, maka sulit baginya untuk

menjalankan ibadah puasa dengan

ikhlas karena akan selalu berpikir

tentang apa yang akan disantap

pada saat berbuka puasa nantinya.

Kepemilikan adalah mewujudkan

kekuasaan pada seseorang terhadap

kekayaan yang dimilikinya dengan

menggunakan mekanisme tertentu

sehingga menjadikan kepemilikan

14 Yusuf Qardhawi, Daurul Qiya>m wa Akhla>q fil Iqtishadil Isla>mi, terj. Zainal Arifin, Norma dan Etika Ekonomi Islam, h. 62-64. 15 Ismail, Perbankan Syariah (Cet.III; Jakarta: Kencana, 2014), h. 8.

Page 47: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

168

tersebut sebagai hak menurut syara’

yang diberikan kepada seseorang.16

Menurut Ibnu Taimiyah tiap individu,

masyarakat, dan negara memiliki hak

atas pemilikan hak milik sesuai dengan

peran yang dimiliki mereka masing-

masing. Hak milik dari ketiga agen

kehidupan ini tidak boleh

menjadikannya sebagai sumber konflik

antara ketiganya. Hak milik

menurutnya adalah sebuah kekuatan

yang didasari atas syariah untuk

menggunakan sebuah objek, tetapi

kekuatan itu sangat bervariasi dalam

bentuk dan jenisnya.17 Kepemilikan

adalah sesuatu yang dimiliki oleh

manusia, baik berupa harta benda

(dzat) atau nilai manfaat.

Dalam pandangan Islam hak milik

dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu :18

1. Kepemilikan Individu (private

property).

Kepemilikan individu adalah

ketetapan hukum syara’ yang berlaku

bagi dzat ataupun manfaat (jasa)

tertentu, yang memungkinkan siapa

saja yang mendapatkannya untuk

memanfaatkan barang tersebut, serta

memperoleh kompensasi jika

barangnya diambil kegunaannya oleh

orang lain seperti disewa, ataupun

karena dikonsumsi untuk dihabiskan

dzatnya seperti dibeli dari barang

tersebut.

An-Nabhaniy mengemukakan,

dengan mengkaji secara komprehensif

hukum-hukum syara’ yang

16Taqyuddin an-Nabhani, Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam (Cet.1; Surabaya: Risalah Gusti, 1996), h. 69.

17Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam (Depok : Gramata Publishing, 2010), h. 74.

18Fathurrahman Djamil, Hukum Ekonomi Islam; Sejarah, Teori, dan Konsep (Cet.I; Jakarta Timur: Sinar Grafika, 2013), h. 196.

menentukan pemilikan seseorang atas

harta tersebut, maka akan nampak

bahwa sebab-sebab kepemilikan

tersebut terbatas pada lima sebab

berikut ini :

a. Bekerja.

b. Warisan.

c. Kebutuhan akan harta untuk

menyambung hidup.

d. Harta pemberian negara yang

diberikan kepada rakyat.

e. Harta-harta yang diperoleh oleh

seseorang dengan tanpa

mengeluarkan harta atau tenaga

apapun.

Setiap individu memiliki hak untuk

menikmati segala hak miliknya,

menggunakannya secara produktif,

memindahkannya, dan melindunginya

dari pemubaziran. Namun pemilik juga

terkena sejumlah kewajiban tertentu,

seperti membantu dirinya sendiri dan

kerabatnya serta membayar sejumlah

kewajiban.

2. Kepemilikan Umum (collective

property).

Kepemilikan umum adalah izin

syar’i kepada suatu komunitas untuk

sama-sama memanfaatkan benda.

Sedangkan benda-benda yang

termasuk dalam kategori kepemilikan

umum adalah benda-benda yang telah

dinyatakan oleh Allah Swt. dan

Rasulullah Saw. bahwa benda-benda

tersebut untuk suatu komunitas

dimana mereka masing-masing saling

membutuhkan. Berkaitan dengan

pemilikan umum ini, hukum Islam

melarang benda tersebut dikuasai

hanya oleh seseorang saja

Dan pengertian di atas maka benda-

benda yang termasuk dalam kepemilikan

umum dapat dikelompokkan menjadi tiga

kelompok :

Page 48: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

169

a. Benda-benda yang merupakan fasilitas

umum.

Bentuk fasilitas umum adalah apa

saja yang dianggap sebagai

kepentingan manusia secara umum.

Rasulullah Saw. telah menjelaskan

dalam sebuah hadits bagaimana sifat

fasilitas umum tersebut. lbnu Majah

juga meriwayatkan dari Abu Hurairah,

bahwa Nabi Muhammad Saw. bersabda

: “Tiga hal yang tidak akan pernah

dilarang (untuk dimiliki siapapun)

yaitu air, padang rumput, dan api.”

(HR. Ibnu Majah).

b. Bahan tambang yang jumlahnya sangat

besar.

Bahan tambang dapat

diklasifikasikan menjadi dua, yaitu:

barang tambang yang sedikit

(terbatas) jumlahnya termasuk milik

pribadi, serta boleh dimiliki secara

pribadi, dan terhadap bahan tambang

tersebut diberlakukan hukum rikaz

(barang temuan), yang darinya harus

dikeluarkan khumus, yakni 1/5

bagiannya (20%).

Adapun bahan tambang yang

sangat banyak (hampir tidak terbatas)

jumlahnya, yang tidak mungkin

dihabiskan oleh individu, maka bahan

tambang tersebut termasuk milik

umum (collective property), dan tidak

boleh dimiliki secara pribadi.

c. Benda-benda yang sifat

pembentukannya menghalangi

untuk dimiliki oleh individu secara

perorangan.

Benda yang dapat

dikategorikan sebagai kepemilikan

umum yaitu jalan raya, sungai,

masjid dan fasilitas umum lainnya.

Benda-benda ini dari merupakan

fasilitas umum dan hampir sama

dengan kelompok pertama. Namun

meskipun benda-benda tersebut

seperti jenis yang pertama, tetapi

berbeda dari segi sifatnya, bahwa

benda tersebut tidak bisa dimiliki

oleh individu.

Barang-barang kelompok

pertama dapat dimiliki oleh

individu jika jumlahnya kecil dan

tidak menjadi sumber kebutuhan

suatu komunitas. Misalnya sumur

air, mungkin saja dimiliki oleh

individu, namun jika sumur air

tersebut dibutuhkan oleh suatu

komunitas maka individu tersebut

dilarang memilikinya. Berbeda

dengan jalan raya, mesjid, sungai

dan lain-lain yang memang tidak

mungkin dimiliki oleh individu.

3. Kepemilikan Negara (state property)

Harta-harta yang termasuk milik

negara adalah harta yang merupakan

hak seluruh kaum muslimin yang

pengelolaannya menjadi wewenang

negara, dimana negara dapat

memberikan kepada sebagian warga

negara, sesuai dengan kebijakannya.

Makna pengelolaan oleh negara ini

adalah adanya kekuasaan yang dimiliki

negara untuk mengelolanya semisal

harta fai, kharaj, jizyah dan sebagainya.

Meskipun harta milik umum dan

milik negara pengelolaannya dilakukan

oleh negara, namun ada perbedaan

antara kedua bentuk hak milik

tersebut. Harta yang termasuk milik

umum pada dasamya tidak boleh

diberikan negara kepada siapapun,

meskipun negara dapat membolehkan

kepada orang-orang untuk mengambil

dan memanfaatkannya. Berbeda

dengan hak milik negara dimana

negara berhak untuk memberikan

harta tersebut kepada individu

tertentu sesuai dengan kebijakan

negara.

Page 49: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

170

Harta kekayaan sejatinya adalah

milik Allah Swt. Sedangkan manusia

adalah para hambanya dan kehidupan

di dalamnya manusia bekerja, berkarya

dan membangunnya dengan

menggunakan harta Allah Swt., karena

semua itu adalah milik-Nya, maka

sudah seharusnya harta kekayaan

meskipun terikat dengan nama orang

tertentu dan dimanfaatkan untuk

kepentingan mereka. Allah berfirman:

هو الذي خلق لكم ما في

الرض جميعا

Terjemahnya : Dia-lah Allah yang

menjadikan segala yang ada di bumi

untuk kamu … (QS. Al-Baqarah/2: 29.

Dengan begitu, berarti harta kekayaan

memiliki fungsi sosial yang tujuannya

adalah menyejahterakan masyarakat dan

memenuhi kebutuhan-kebutuhan serta

kemaslahatan-kemaslahatannya. Jadi

dengan begitu, kepemilikan individu di

dalam pandangan Islam merupakan

sebuah fungsi sosial. Syaikh Abu Zahrah

berpandangan, bahwa tidak ada halangan

untuk mengatakan bahwa kepemilikan

adalah fungsi sosial. Akan tetapi harus

diketahui bahwa itu harus berdasarkan

ketentuan Allah Swt. bukan ketentuan para

hakim, karena mereka tidaklah selalu

orang-orang yang adil.

Dari bahasan normatif di atas, akses

ataupun konsekuensi etika dari hak

kepemilikan terhadap harta dalam Islam

mencerminkan beberapa hal berikut:19

a. Pemberlakuan hak kepemilikan

individu pada suatu benda, tidak

menutupi sepenuhnya akan adanya

hak yang sama bagi orang lain.

19Faisal Badroen, dkk., Etika Bisnis dalam Islam

(Cet.III; Jakarta: Kencana Prenada Media Grup,

2013), h. 116.

b. Negara mempunyai otoritas

kepemilikan atas individu yang tidak

bertanggung jawab terhadap miliknya.

c. Dalam hak kepemilikan berlaku

sitematika konsep takaful/jaminan

sosial (sesama muslim atau sesama

manusia secara umum).

d. Hak milik umum dapat menjadi hak

milik pribadi (konsep usaha dan niat).

e. Ada hak kepemilikan orang lain dalam

dalam hak kepemilikan harta (konsep

zakat).

2. Konsep Distribusi Kekayaan

Islam juga telah menggariskan

mengenai bagaimana proses dan

mekanisme distribusi kekayaan

diantara seluruh lapisan masyarakat

agar tercipta keadilan dan

kesejahteraan. Instrumen distribusi

income yang dipraktekka pada masa

Rasulullah Saw, yang kemudian

dilanjutkan oleh para sahabat dapat

dilihat dilihat sebagai berikut:20

a. Ghanimah

Ghanimah adalah pendapatan

negara yang didapat dari

kemenangan perang. Penggunaan

uang yang berasal dari ghanimah

ini, ada ketentuannya dalam Al-

Qur'an. Distribusi ghanimah 4/5

diberikan kepada para prajurit

yang bertempur (mujahidin),

sementara 1/5 adalah khums. Jadi,

khums adalah satu seperlima

bagian dari pendapatan

(ghanimah) akibat dari ekspedisi

militer yang dibenarkan oleh

syariah, dan kemudian pos

penerimaan ini dapat digunakan

20Faisal Badroen, dkk., Etika Bisnis dalam Islam, h.

119.

Page 50: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

171

negara sebagain salah satu

program pembangunannya.21

Menurut Abu Yusuf, Ghanimah

adalah segala sesuatu yang

dikuasai oleh kaum Muslim dari

harta orang kafir melalui

peperangan. Dikatakan Abu Yusuf

bahwa ghaminah merupakan

sumber pemasukan Negara.

Pemasukan dari ghanimah tetap

ada dan menjadi bagian yang

penting dalam keuangan publik.

Akan tetapi, karena sifatnya yang

tidak rutin, maka pos ini dapat

digolongkan sebagai pemasukan

yang tidak tetap bagi Negara.22

b. Kharaj

Kharaj atau biasa disebut

dengan pajak bumi/tanah adalah

jenis pajak yang dikenakan pada

tanah yang terutama ditaklukan

oleh kekuatan senjata, terlepas dari

apakah si pemilik itu seorang yang

dibawah umur, seorang dewasa,

seorang bebas, budak, muslim

ataupun tidak beriman.

Kharaj merujuk pada

pendapatan yang diperoleh dari

biaya sewa atas tanah pertanian

dan hutan milik umat. Jika tanah

yang diolah dan kebun buah-

buahan yang dimiliki non-Muslim

jatuh ke tangan orang Islam akibat

kalah perang, aset tersebut

menjadi bagian kekayaan publik

umat. Karena itu, siapapun yang

ingin mengolah lahan tersebut

harus membayar sewa. Pendapatan

dari sewa inilah yang termasuk

dalam lingkup kharaj. Jika orang

21Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h.

119.

22Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h.

72.

non-muslim yang mempunyai

perjanjian damai dan tanah tetap

sebagai miliknya maka membayar

kharaj sebagai pajak bukan sewa.

Jika tanah tersebut jatuh menjadi

milik orang muslim, maka

kharajnya sebagai ongkos sewa

atas tanah tersebut.23

Sumber pendapatan negara

berupa kharaj belum ada pada

masa Rasulullah. Ia mulai digali

pada masa Umar bin al-Khattab.

Kharaj adalah pungutan yang

dikenakan atas bumi atau hasil

bumi.

Dua istilah kharaj dan jizyah

mempunyai arti umum, yaitu pajak

dan mempunyai arti khusus

dimana kharaj berarti pajak bumi

dan jizyah berarti pajak kepala.

Arti khusus yang membedakan

antara keduanya inilah yang ada

pada masa-masa awal Islam. Di

Indonesia kharaj termasuk pada

pajak bumi dan bangunan.

c. Jizyah

Secara terminologi jizyah

adalah penerimaan negara yang

dibayarkan oleh warga non-Muslim

khususnya Ahli Kitab untuk

jaminan perlindungan jiwa,

properti, ibadah, dan bebas dari

kewajiban militer. Pada masa

Rasulullah Saw. besarnya jizyah

adalah satu dinar per tahun untuk

orang dewasa kaum laki-laki yang

mampu untuk membayarnya.

Perempuan, anak-anak, pengemis,

pendeta, orang lanjut usia, orang

gila, dan orang yang menderita

sakit dibebaskan dari kewajiban

ini. Pembayarannya tidak harus

23Euis Amalia, Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam, h.

123.

Page 51: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

172

berupa uang tunai, tetapi dapat

juga berupa barang atau jasa.

d. Riqas

Rikaz adalah barang temuan

sebesar 20% dikenakan sebagai

tarif zakat.

e. Dhawa’i

Tanah terlantar, maksudnya

jika tanah itu tidak diketahui

pemiliknya, dan kekayaan yang

ditinggalkan oleh orang yang

meninggal dan tidak mempunyai

ahli waris.

f. Usyur

Yaitu suatu kebijakan moneter

dalam Islam yang diwajibkan pada

komoditi perdagangan yang

diekspor maupun diimpor dalam

sebuah negara Islam

g. Zakat

Zakat merupakan instrumen

sekuritas sosial yang merupakan

bagian dari integrasi sistem islami

untuk pengentasan kemiskinan

dan distribusi pendapatan

Pemberlakuan aturan dalam

pendistribusian kekayaan secara adil akan

menjaga kemungkinan terjadinya

ketimpangan pendapatan diantara sesama

manusia. Di satu sisi ada kesempatan dan

peluang bagi individu yang kreatif dan

punya potensi untuk dapat memiliki

kekayaan dalam jumlah banyak tanpa

harus melakukan praktik ekonomi yang

tidak benar seperti monopoli, KKN, dan

sebagainya. Di sisi lain negara akan

menjaga agar jangan sampai ada anggota

masyarakat yang tidak mampu memenuhi

kebutuhan pokoknya.24

24Veitzal Rivai dan Andi Buchari, Islamic Ecocomics;

Ekonomi Syariah Bukan Opsi, tetapi Solusi (Cet.I;

Jakarta: Bumi Aksara, 2009), h. 372.

Mekanisme syariat Islam yang

mengatur persoalan distribusi kekayaan

diantara umat manusia tidak terlepas dari

pandangan ideologis bahwa semua

kekayaan yang ada di alam semesta ini

pada hakikatnya adalah milik Allah Swt,

sehingga harus diatur sesuai dengan

prinsip-prinsip syariah. Manusia tidak

memiliki hak untuk mengklami bahwa

semua harta miliknya adalah miliknya

secara absolut karena sebenarnya manusia

hanya diberi wewenang untuk mengelola

dan memanfaatkan harta yang ada di dunia

dan pada saatnya harus dikembalikan

kepada pemilik mutlak yakni Allah Swt.25

Oleh hanya itu Islam mendorong sifat

dan sikap kepemilikan yang dapat

meningkatkan utility suatu barang dengan

didorong oleh semangat etos kerja antara

pemilik modal (shahibul mal) dengan

pengelola (mudharib) untuk

memanfaatkan sumber daya alam dibaluti

rasa tanggung jawab dengan

mempertimbangkan aspek pertumbuhan

dan keadilan di samping juga

memperhatikan dimensi keberlanjutan

lingkungan.

3. Konsep Kerja Dan Bisnis

Islam memerintahkan setiap

manusia untuk bekerja sepanjang

hidupnya. Islam membagi waktu

menjadi dua, yaitu beribadah dan

bekerja mencari rezki. Seperti firman

Allah :

وقل اعملوا فسيرى الل عملكم

ن ورسوله والمؤمنون وستردو

إلى عالم الغيب والشهادة

فينب ئكم بما كنتم تعملون

Terjemahnya:

25Veitzal Rivai dan Andi Buchari, Islamic Ecocomics;

Ekonomi Syariah Bukan Opsi, tetapi Solusi, h. 373.

Page 52: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

173

“Dan Katakanlah: "Bekerjalah kamu, Maka

Allah dan Rasul-Nya serta orang-orang

mukmin akan melihat pekerjaanmu itu, dan

kamu akan dikembalikan kepada (Allah)

yang mengetahui akan yang ghaib dan

yang nyata, lalu diberitakan-Nya kepada

kamu apa yang telah kamu kerjakan (QS al-

Anfa>l/9: 105).”

فإذا قضيت الصلة فانتشروا في

الرض وابتغوا من فضل الل

را لعلكم واذكروا الل كثي

تفلحون

Terjemahnya:

“Apabila telah ditunaikan shalat, Maka

bertebaranlah kamu di muka bumi; dan

carilah karunia Allah dan ingatlah Allah

banyak-banyak supaya kamu beruntung

(QS al-Jumu’ah/62: 10).”

Dalam arti sempit, kerja adalah

pemanfaatan atas kepemilikan sumber

daya manusia. Pemilik sumber daya,

sumber daya alam misalnya, didorong

untuk dapat memanfaatkannya dan hanya

boleh mendapatkan kompensasi atas

pemanfaatan tersebut. Rizki paling utama

adalah rizki yang diperoleh dari hasil kerja

atau keringat sendiri, dan rezki yang paling

dibenci oleh Allah adalah rizki yang

diperoleh dari meminta-minta.26

Falsafah kerja dan bisnis Islam harus

diarahkan kepada tauhid uluhiyyah dimana

dalam setiap melangkah menjalankan

usaha, setiap pribadi muslim harus

mengaitkan diri kepada keesaan Allah.

Pertolongan hanya datang dari-Nya, dan

dunia fana ini adalah milik Allahdan

manusia sebagai pemegang amanah.

Keesaan Tuhan adalah poros bagi setiap

26Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi

Islam (P3EI), Ekonomi Islam (Jakarta: PT

RajaGrafindo Persada, 2008), h. 66.

pertimbangan dalam menyelesaikan

kepentingan dunia bisnis. Kemudia

diarahkan juga kepada tauhid rububiyyah,

dimana Allah membimbing dan rezeki di

tangan Allah. Sunnatullah di dunia ini ada

yang miskin dan ada yang kaya, pemberian

rezki adalah hak prerogatif Allah, namun

demikian sunnatullah juga bila mereka

yang bergiat dan bekerja akan mendapat

rezeki, dan sebaliknya bagi mereka yang

bermalas-malasan akan jauh dari rezeki.27

Nabi Muhammad Saw. sendiri memulai

karirnya sebagai pedagang sejak beliau

berumur 18-30 tahun. Setelah sebelumnya

sempat menjadi penggembala. Lalu

beberapa tahun kemudian setelah citranya

sebagi pedagang yang jujur dan cerdas

semakin terbukti, beliau dipercaya oleh

beberapa pemilik modal untuk

menjalankan usahanya. Dalam Alquran

dan hadis juga ikut memberikan contoh

antara lain.28

Pertama, ayat cukup populer yang

terjemahannya “barang siapa yang

bertakwa niscaya Allah akan memberinya

jalan keluar, dan memberinya rezeki

secara tak disangka-sangka.” Sekilas takwa

dalam ayat ini memang diartikan sebatas

ibadah mahdhah saja, bersujud dan berdoa

di atas sajadah lalu rezeki yang tak

disangka-sangka akan turun dari langit.

Namun takwa disini adalah upaya keras

untuk menetapkan nilai etika dalam bisnis

secara menguntungkan, yakni

dibarengindengan aspek skill.

Kedua, dalam Alquran juga dijelaskan

tentang suksesnya Nabi Yusuf as. menjadi

perdana menteri (Mesir Kuno) yang

diawali dengan penderitaan-penderitaan

memilukan ketika harus tahan godaan,

27Faisal Badroen, dkk., Etika Bisnis dalam Islam, h.

134.

28Faisal Badroen, dkk., Etika Bisnis dalam Islam, h.

136.

Page 53: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

174

namun sebagai imbalannya beliau

mendapat jabatan terhormat. Alquran

mengatakan bahwa kesenangan atau

kemudahan itu dipetik setelah melewati

kesulitan, karena sesungguhnya di dalam

kesulitan ada kemudahan.

Ketiga, pedagang yang jujur oleh

sebuah hadis digolongkan ke dalam jajaran

para Nabi. Ini menunjukkan bahwa

pedagang yang jujur pun, satu di antara

yang akan masuk surga, tidak hanya akan

mendapatkan pahala akhirat tapi bahkan

kenikmatan duniawi.

Keempat, para Nabi adalah orang yang

profesional. Alquran menyebutkan profesi

atau jenis pekerjaan Nabi misalnya Nabi

Daud sebagai pandai besi, Nabi Musa

sebagai penggembala, Nabi Sulaiman

sebagai raja, Nabi Yusuf sebagai menteri.

Karena mereka menjunjung tinggi etika,

sehingga mereka sukses sebagai nabi juga

sebagai pekerja.

Ada beberapa konsep kerja dan bisnis

Islam yang dapat diterjemahkan dalam

bentuk aplikasi etos kerja:

a. Keimanan bahwa tujuan manusia

dalam melakukan pekerjaan adalah

beribadah kepada Allah dan

memakmurkan kehidupan dengan

mengelola bumi beserta isinya.

b. Kerja adalah usaha untuk

mewujudkan keseimbangan antara

pemenuhan kebutuhan jiwa dan

jasmani.

c. Bekerja keras untuk mendapatkan

rezeki disertai dengan tawakkal

dan takwa kepada Allah Swt.

d. Kewajiban bermoral seperti jujur,

amanah, dan paham segala aspek

perdagangan.

e. Mematuhi kode etik dalam setiap

melaksanakan transaksi.

4. Konsep Halal Dan Haram

Prinsip etika dalam suatu bisnis

yang wajib dilaksanakan oleh setiap

muslim baik individu maupun

komunitas adalah berpegang pada

semua yang dihalalkan Allah dan tidak

melawati batas. Ajaran-ajaran yang

disampaikan oleh Nabi berkaitan

dengan bisnis yang halal dan terpuji

sudah jelas bagi umatnya. Bisnis yang

islami tidak hanya mencari

keuntungan di dunia semata akan

tetapi harus berlandaskan beribadah

dan dapat memberi keuntungan bagi

orang lain.

Suatu yang terbaik bagi seorang

mukmin adalah berbisnis barang-

barang yang halal dan baik serta

bertransaksi dengan berprinsip

syari’ah seperti: titipan (wad’iah),

bagi hasil (syirkah), jual-beli

(murabahah), sewa (ijarah) dan

demikian juga dalam perdagangan

seorang muslim dituntut untuk

bersikap jujur, terbuka, bertanggung

jawab dan adil.

Beberapa hal yang haram

dilakukan dalam aktivitas bisnis dapat

dirincikan sebagai berikut :

a. Pembuatan dan penjualan barang-

barang haram.

Jual beli barang yang dzatnya

haram, najis atau tidak boleh

diperjual belikan. Barang yang

najis atau haram dimakan haram

juga untuk diperjualbelikan, seperti

babi, berhala, bangkai dan khamr

(minuman yang memabukkan).

b. Jual beli yang belum jelas

Sesuatu yang bersifat spekulasi

atau samar-samar haram untuk

diperjualbelikan, karena dapat

merugikan salah satu pihak baik itu

penjual maupun pembeli. Yang

dimaksud dengan samar-samar

disini yaitu tidak jelas, baik

barangnya, harganya, kadarnya,

masa pembayarannya, maupun

Page 54: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

175

ketidak jelasan yang lainnya. Jual

beli yang dilarang karena samar-

samar yaitu seperti:29

1) Jual beli buah-buahan yang

belum nampak hasilnya,

misalnya menjual putik

mangga untuk dipetik kalau

telah tua atau masak nanti.

Termasuk dalam kelompok ini

adalah larangan menjual pohon

secara tahunan. Nabi SAW

bersabda yang artinya ”Bahwa

Rasulullah Saw. melarang

menjual buah-buahan sehingga

tampak dan matang” (HR

Bukhari dan Muslim).

2) Jual beli barang yang belum

nampak. Misalnya, menjual

ikan di laut, menjual ubi atau

singkong yang masih ditanam,

menjual anak hewan ternak

yang masih di dalam

kandungan induknya. Hal ini

berdasarkan pada hadis Nabi

yang artinya “Bahwasannya

Nabi SAW. Melarang

memperjualbelikan anak

hewan yang masih dalam

kandungan induknya.”(H.R. Al-

Bazzar).

c. Jual beli bersyarat

Jual beli yang ijab kabulnya

dikaitkan dengan syarat-syarat

terentu yang tidak ada kaitannya

dengan jual beli atau ada unsur-

unsur yang merugikan dilarang

oleh agama. Contoh jual beli

tersebut, misalnya ketika terjadi

ijab qabul si pembeli berkata:

“baik, mobilmu akan kubeli sekian

dengan syarat anak gadismu harus

menjadi istriku”. Atau sebaliknya,

29Abdul Rahman Ghazali, dkk., Fiqh Muamalat

(Jakarta: Kencana, 2010), h. 82-83.

si penjual berkata: “Ya, saya jual

mobil ini kepadamu sekian asal

anak gadismu menjadi istriku”.

d. Transaksi yang mengandung unsur

Riba

Pengambilan dari hasil riba

mengakibatkan sesorang menjadi

rakus, bakhil, terlampau cermat

dan mementingkan diri sendiri.

Melahirkan perasaan benci, marah,

bermusuhan, dan dengki dalam diri

orang-orang yang terpaksa

membayar riba. Oleh karena itu

Allah membenci dan melarang riba

dan menghalalkan sedekah.30 Riba

dilarang tidak hanya dikalangan

muslim saja, tetapi juga dilarang

oleh kalangan agam lain, terutama

agama-agama samawi.31

e. Mengurangi timbangan atau

takaran.

Al-Quran secara tegas tidak

membenarkan dan membenci

perilaku ini dengan menyebutnya

sebagai orang-orang yang curang.

Karena beratnya peerilaku ini,

maka al-quran melukiskan

ancaman ini di dalam satu surat

makiyah, yaitu surat al-muthaffifin.

Dalam surat ini secara jelas dan

tegas berisi ancaman allah

terhadap orang-orang yang

mengurangi hak orang lain dalam

timbangan, ukuran dan takaran.

Ayat tersebut yaitu artinya

“kecelakaan besarlah bagi orang-

orang yang curang (dalam menakar

dan menimbang), yaitu orang-

orang yang apabila menerima

takaran dari orang lain mereka

30Muhammad, Manajemen Bank Syari’ah

(Yogyakarta: STIM YKPN, 2011), h. 37.

31R. Lukman Fauroni, Etika Bisnis dalam Alquran

(Yogyakarta: Pustaka Pesantren, 2006), h. 116.

Page 55: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

176

minta dipenuhi, dan apabila

mereka menakar atau menimbang

untuk orang lain, mereka

mengurangi”.

f. Judi (al-Mayzir)

Perilaku judi dalam proses

maupun pengembangan bisnis

dilarang secara tegas oleh Alquran.

Judi atau al-maysir ditetapkan

sebagai hal yang harus dihindari

dan dijauhi oleh orang yang

beriman bersama-sama dengan

larangan khamr dan mengundi

nasib, karena termasuk dalam

perbutan setan. Setan adalah

makhluk penggoda manusia, dan

dapat dipahami sebagai simbol

kejahatan yang tidak akan

memberikan dan memerintahkan

selain kepada kejahatan. Setan

adalah lawan dari ide kebajikan

yang membawa pada kecelakaan

dan kesia-siaan. Dalam Al-quran

disebutkan bahwa aktifitas setam

memasuki setiap bidang kehidupan

manusia dan karenanya manusia

harus berjaga-jaga. Aktifitas setan

terdiri dari tipu muslihat untuk

membingungkan manusia-manusia

sementara waktu atau selamanya

untuk menghalangi kesadaran atau

nurani manusia. Dari sudut

pandang bisnis, judi tidak dapat

memperlihatkan secara transparan

mengenai proses dan keuntungan

(laba) yang akan diperoleh, tidak

juga bergantung pada keahlian,

kepiawaian dan kesadaran,

melainkan digantungkan pada

sesuatu atau pihak luar yang tidak

terukur. Pada konteks ini yang

terjadi bukan upaya rasional

pelaku bisnis, melainkan sekedar

untung-untungan saja. 32

g. Penimbunan (ihtikar)

Penimbunan (ihtikar) adalah

pengumpulan dan penimbunan

barang-barang tertentu yang

dilakukan daengan sengaja sampai

batas waktu untuk menunggu

tingginya harga barang-barang

tersebut. Terma penimbunan

semacam ini dalam bahasa arab

dikenal dengan ihtikar yang

bermakna istabadda yang berarti

bertindak sewenang-wenang.

h. Monopoli

Monopoli adalah suatu situasi

dalam pasar dimana hanya ada

satu atau segelintir perusahaan

yang menguasai produk atau

komoditas tertentu yang tidak

punya pengganti yang mirip dan

ada hambatan bagi perusahaan

atau pengusah lain untuk masuk

dalam bidang industri atau bidang

tersebut. Sifat dari Monopoli hanya

mementingkan kemaslahatan

pribadi tanpa menghiraukan

bahaya yang menimpa masyarakat.

4. PENUTUP

Demikianlah prinsip-prinsip dasar

yang dijadikan pedoman dalam etika

bisnis dalam Islam. Bahwasanya

manusia sebagai khalifah mengemban

tugas dan amanat untuk

memakmurkan bumi dengan cara

mengolah dan memanfaatkan sumber

daya yang ada di muka bumi dengan

mengedapankan kesejehteraan sosial.

Sebagai pelaku bisnis, seorang muslim

juga dituntut untuk senantiasa bekerja

sebagai wujud ibadah dan

32R. Lukman Fauroni, Etika Bisnis dalam Alquran,

hlm.126-127.

Page 56: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

177

penghambaan diri kepada Allah Swt.,

namun dalam Islam ada beberapa hal

yang diperbolehkan dan ada juga yang

dilarang dalam berbisnis. Ketika bisnis

itu didasari dengan kebaikan dan

selalu menaati aturan syari’at maka

itulah yang diperbolehkan, dan

sebaliknya bisnis yang sifatnya

merugikan orang lain dan melanggar

aturan syari’at, maka itulah yang tidak

diperbolehkan. Semoga kita semua

dapat menjalankan bisnis sesuai degan

ketentuan yang diatur oleh syari’at

Islam sehingga akan mendapatkan

keuntunganyang berkah.

DAFTAR PUSTAKA

Amalia, Euis. (2010) Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Depok : Gramata Publishing,

Badroen, Faisal dkk. (2013) Etika Bisnis dalam Islam . Cet.III; Jakarta: Kencana Prenada Media Grup.

Djamil, Fathurrahman. (2013) Hukum Ekonomi Islam; Sejarah, Teori, dan Konsep. Cet.I; Jakarta Timur: Sinar Grafika.

Fauroni, R. Lukman. (2006) Etika Bisnis dalam Alquran. Yogyakarta: Pustaka Pesantren.

Ghazali, Abdul Rahman dkk. (2010) Fiqh Muamalat. Jakarta: Kencana.

Huda, Nurul dan Mustafa Edwin Nasution. (2013) Investasi pada Pasar Modal Syariah. Cet. XIII; Jakarta: Kencana.

Idri. (2015) Hadis Ekonomi: Ekonomi dalam Perspektif Hadis Nabi. Cet.I; Jakarta: Kencana.

Ismail. (2014) Perbankan Syariah. Cet.III; Jakarta: Kencana.

Jahak, Asep Saefuddin, dkk.

(2013) Hukum Keluarga, Pidana, dan Bisnis. Jakarta: Kencana.

Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (KHEIS).

an-Nabhani, Taqyuddin. (1996) Membangun Sistem Ekonomi Alternatif Perspektif Islam. Cet.1; Surabaya: Risalah Gusti.

Muhammad. (2011) Manajemen Bank Syari’ah. Yogyakarta: STIM YKPN.

Pusat Pengkajian dan Pengembangan Ekonomi Islam (P3EI). (2008) Ekonomi Islam. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Qardhawi, Yusuf. (2016) Daurul Qiyam wa Akhlaq fil Iqtishadil Islami, terj. Zainal Arifin. Norma dan Etika Ekonomi Islam. Cet. II; Jakarta: Gema Insani Press.

Rivai, Veitzal dan Andi Buchari. (2009) Islamic Economics; Ekonomi Syariah Bukan Opsi, tetapi Solusi. Cet.I; Jakarta: Bumi Aksara.

Syafei, Rahmat. (2001) Fikih Muamalah. Bandung: Pustaka Setia.

al-Zuhaili, Wahbah. (1989) Al-Fiqh Al-Islami wa Adillatuhu, Juz IV. Damaskus, Da>r al-Fikr.

Zuhri, Muh. (1996) Riba dalam Al-Qur’an dan Masalah Perbankan: Sebuah Tilikan Antisipatif. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada.

Page 57: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

178

ANALISIS KEBIJAKAN BAZNAS TENTANG IBNU SABIL

SEBAGAI MUSTAHIK ZAKAT Adi Setiawan [email protected] IAIN Bengkulu Trisno Wardy Putra [email protected] UIN Alauddin Makassar Risky Hariyadi [email protected] IAIN Bengkulu

Abstract

The scholars differed in defining and establishing ibn sabil as mustahik zakat. There are certain qualifying requirements for mustahik ibnu sabil. Likewise, the National Zakat Agency has qualified the mustahik ibnu sabil group in several qualifications. This study uses qualitative methods, namely methods that will produce descriptive data, in the form of written or spoken words. While the data collection techniques used are interview techniques (interviews), and documentation. From the results of this study it can be found that basically the BAZNAS policy regarding Ibn Sabil as Mustahik Zakat is in accordance with the concept of Ibn Sabil as Mustahik Zakat according to the Al-Quran (QS. At-Taubah: 60).

Keywords: Baznas, Mustahik, Ibn Sabil Abstract

Para Ulama berbeda pendapat dalam mendefinisikan dan menetapkan ibnu sabil sebagai mustahik zakat. Ada persyaratan-persyaratan tertentu yang dikualifikasikan kepada mustahik ibnu sabil. Begitupun dengan Badan Amil Zakat Nasional mengkualifikasikan golongan mustahik ibnu sabil dalam beberapa kualifikasi. Penelitian ini menggunakan metode kualitatif, yaitu metode yang akan menghasilkan data deskriptif, berupa kata-kata tertulis atau lisan. Sedangkan teknik pengumpulan data yang digunakan adalah teknik interview (wawancara), dan dokumentasi. Dari hasil penelitian ini dapat dikemukan bahwa pada dasarnya kebijakan BAZNAS tentang Ibnu Sabil sebagai Mustahik Zakat telah sesuai dengan Konsep Ibnu Sabil Sebagai Mustahik Zakat menurut Al-Quran (QS. At-Taubah: 60).

Keywords: Baznas, Mustahik, Ibnu Sabil

Page 58: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

179

1. PENDAHULUAN

Zakat adalah perintah Allah yang

dibebankan kepada kaum muslimin yang

mempunyai kelebihan harta. Dengan

tujuan agar harta tersebut bersih dan

suci sehingga membersihkan dan

menyucikan yang mempunyainya.1

Firman Allah SWT:

رهم وتزكيهم خذ من أموالهم صدق بها وصل عليهم ة تطه

سميع عليم إن صلاتك سكن لهم والل

“Ambillah zakat dari sebagian harta

mereka, dengan zakat itu kamu

membersihkan2 dan mensucikan3 mereka

dan mendoalah untuk mereka.

Sesungguhnya doa kamu itu (menjadi)

ketenteraman jiwa bagi mereka. dan

Allah Maha mendengar lagi Maha

mengetahui” (QS. At-Taubah: 103).

Setelah harta zakat tersebut

diambil dari para pemiliknya, perintah

Allah SWT. selanjutnya adalah

mendistribusikan harta itu kepada

delapan asnaf (golongan yang berhak

mendapat zakat). Dengan tujuan dan

kepentingan mensejahterakan semua

asnaf dan kemudian akan terbentuk

ta’awun (sikap toleransi) antar umat

Islam. Dalam surah At-Taubah ayat 60

dijelaskan:

دقات للفقراء والمساكين والعاملين عليها إنما الص

قاب والغارمين وفي سبيل الل والمؤلفة قلوبهم وفي الر

عليم حكيم والل وابن السبيل فريضة من الل

“Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah

untuk orang-orang fakir, orang-orang

miskin, pengurus-pengurus zakat, Para

1Didin Hafidhuddin, Agar Harta

Berkah dan Bertambah, Jakarta:

Gema Insani Press, 2007, hlm. 108 2Maksudnya: zakat itu membersihkan

mereka dari kekikiran dan cinta yang

berlebih-lebihan kepada harta benda 3Maksudnya: zakat itu menyuburkan

sifat-sifat kebaikan dalam hati

mereka dan memperkembangkan

harta benda mereka.

mu'allaf yang dibujuk hatinya, untuk

(memerdekakan) budak, orang-orang

yang berhutang, untuk jalan Allah dan

untuk mereka yuang sedang dalam

perjalanan, sebagai suatu ketetapan

yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha

mengetahui lagi Maha Bijaksana” (QS.

At-Taubah: 60).

Dengan tegas ayat di atas

menjelaskan bahwa yang berhak

menerima zakat adalah sebagai berikut:

1. Fakir, yaitu orang yang amat sengsara

hidupnya, tidak mempunyai harta dan

tenaga untuk memenuhi

penghidupannya.

2. Miskin, yaitu orang yang tidak cukup

penghidupannya dan dalam Keadaan

kekurangan.

3. Amil zakat, yaitu orang yang

mengumpulkan dan membagikan

zakat.

4. Muallaf, yaitu orang kafir yang ada

harapan masuk Islam dan orang yang

baru masuk Islam yang imannya

masih lemah.

5. Riqab (budak), yaitu dana untuk

membebaskan budak dan juga untuk

melepaskan Muslim yang ditawan

oleh orang-orang kafir.

6. Gharimin (orang berhutang), yaitu

orang yang berhutang karena untuk

kepentingan yang bukan maksiat dan

tidak sanggup membayarnya. Adapun

orang yang berhutang untuk

memelihara persatuan umat Islam

dibayar hutangnya itu dengan zakat,

walaupun ia mampu membayarnya.

7. Fi sabilillah, yaitu untuk keperluan

pertahanan Islam dan kaum muslimin.

Di antara mufasirin ada yang

berpendapat bahwa fi sabilillah itu

mencakup juga kepentingan-

kepentingan umum seperti

mendirikan sekolah, rumah sakit dan

lain-lain.

Page 59: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

180

8. Ibnu sabil, yaitu musafir yang sedang

dalam perjalanan yang bukan maksiat

mengalami kesengsaraan dalam

perjalanannya.

Kesejahteraan delapan asnaf di

atas merupakan refleksi dari

kesejahteraan umat Islam. Sebab secara

umum pendistribusian zakat kepada

mereka telah mewakili semua yang

membutuhkan bantuan.

Di antara mustahik zakat yang

perlu diperhatikan, walaupun hanya

terbatas waktu adalah Ibnu sabil

(musafir) yaitu orang yang berpergian

dan kehabisan bekal,4 dan bukan dalam

perjalanan maksiat,5 serta tidak

mempunyai bekal yang cukup untuk

kembali ke tempat tinggalnya. Maka

dalam syariat Islam orang tersebut

(musafir) berhak mendapat bagian zakat.

Walaupun ia adalah orang kaya di tempat

tinggalnya.6

Dalam mendefinisikan dan

menetapkan ibnu sabil sebagai mustahik

zakat, para Ulama berbeda pendapat.

Abu Ja’far menyatakan, Ulama tafsir

berbeda pendapat tentang definisi ibnu

sabil; Mujahid dan Ar-Rabi’ berpendapat,

ibnu sabil itu adalah musafir; sedangkan

Ibnu ‘Abbas,7 Qatadah dan Adh-Dhahak

berpendapat bahwa ibnu sabil itu adalah

tamu.8

4Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin,

Ensiklopedia Zakat,Jakarta: Pustaka As-Sunnah,

2010, cet. 2, hlm. 338 5Yusuf Qhardawi, Hukum

Zakat,Jakarta: Litera Antar Nusa, 2007 cet. 10,

hlm. 658 6Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin,

Ensiklopedia Zakat,hlm. 338 7 Shalih bin Fauzan bin Abdillah bin

Fauzan, Al-Mulakhkhash Al-Fiqhiyah, Riyadh:

Dar Al’Ashimah, 1423 H. hlm. 364. 8 Muhammad bin Jabir Ath-Thabari,

Tafsir Thabari, Kairo: Dar Al-Ma’arif, juz. 8,

hlm. 346.

Menurut Ibnu Hajar Al-Haitsami,

ada perbedaan pendapat di kalangan

ulama tentang ibnu sabil (musafir) yang

harus diperhatikan kebutuhan

perjalanannya dengan sedekah. Ada yang

berpendapat, yaitu setiap musafir laki-

laki maupun perempuan, yang sedang

berpergian atau pun yang akan

berpergian. Pendapat lain, sedekah

hanya diberikan kepada mujtaz, yaitu

musafir yang sedang berpergian tiada

henti dan telah menempuh perjalanan

jauh).9

Terkait dengan ibnu sabil sebagai

mustahik zakat, Badan Amil Zakat

Nasional (BAZNAS) memiliki program

khusus tentang ibnu sabil sebagai

mustahik zakat. Badan Amil Zakat

Nasional (BAZNAS) sebagai badan resmi

dan satu-satunya yang dibentuk oleh

pemerintah berdasarkan Keputusan

Presiden RI No. 8 Tahun 2001. Dengan

lahirnya Undang-Undang Nomor 23

Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat

semakin mengukuhkan peran BAZNAS

sebagai lembaga yang berwenang

melakukan pengelolaan zakat

menghimpun dan menyalurkan zakat,

infaq, dan sedekah (ZIS) secara

nasional.10

BAZNAS mempunyai program

khusus yang terkait dengan ibnu sabil

yaitu Program Konter Layanan Mustahik

(KLM), tempat pelayanan mustahik yang

dibentuk BAZNAS untuk memudahkan

mustahik mendapatkan bantuan sesuai

kebutuhannya. Bantuan yang disalurkan

KLM berbentuk hibah (program karitas),

yang disalurkan untuk perorangan

maupun lembaga. Konter Layanan

Mustahik memberikan pelayanan kepada

9Ibn Hajr Al-Haitsami, Tuhfah Al-

Muhtaj fii Syarh Al-Minhaj, Beirut: Dar Ihya’

At-Turats Al-‘Arabi, juz VII, hlm.160. 10 www.baznas.or.id/profil

Page 60: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

181

mustahik dengan prinsip cepat, tepat dan

akurat. Di antara bantuan yang diberikan

itu adalah bantuan kepada ibnu sabil,

yang didefinisikan oleh BAZNAS sebagai

bantuan untuk orang yang terlantar.11

Selanjutnya pada pasal 35 UU No.

23 Tahun 2011 tentang peran

masyarakat dalam pembinaan dan

penawasan terhadap Baznas dan LAZ,

dinyatakan bahwa pembinaan oleh

masyarakat tersebut dilakukan dalam

rangka, meningkatkan kesadaran

masyarakat untuk menunaikan zakat

melalui Baznas dan LAZ, dan

memberikan saran untuk peningkatan

kinerja Baznas dan LAZ.

Dari pemaparan latar belakang di

atas, maka penulis tertarik untuk

membahasnya dalam sebuah tesis yang

berjudul “Analisis Kebijakan Baznas

Tentang Ibnu Sabil Sebagai Mustahik

Zakat”

2. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Ibnu Sabil dan Dasar

Hukumnya

1. Definisi Ibnu Sabil

Dari segi bahasa, ibnu sabil adalah

kiasan untuk musafir, yaitu orang yang

sedang melintas dari satu daerah ke

daerah lain. As-Sabil artinya At-Thariq

(jalan). Dikatakan untuk orang yang

berjalan di atasnya (ibnu sabil) karena

tetapnya di jalan itu.12 Dan lebih

khususnya, ibnu sabil adalah musafir,

pengembara, orang yang sedang

berpergian untuk ibadah.13

Secara istilah, dua pendapat para

ulama tentang ibnu sabil. Pertama,

11 www.baznas.or.id/Konter Layanan

Mustahik 12Yusuf Qhardawi, Hukum Zakat, hlm.

658. 13Atabik Ali, Ahmad Zuhdi Muhdor,

Kamus Al-Ashri, Yogyakarta; 1998.

pendapat Mujahid, Ar-Rabi’,14 dan

‘Utsaimin,15 ibnu sabil adalah musafir,

orang yang berpergian dan kehabisan

bekal, atau tidak mempunyai bekal yang

cukup untuk kembali ke tempat

tinggalnya. Yusuf Qhardawi menyatakan,

ini adalah pendapat Jumhur ulama. 16

Pendapat kedua, Ibnu ‘Abbas,17

Qatadah dan Adh-Dhahak, ibnu sabil

adalah tamu.18

Terkait dengan pendapat kedua,

dapat difahami bahwa yang dimaksud

dengan tamu adalah orang asing, bukan

penduduk asli. Hal demikian dapat

terlihat dari definisi yang diungkapkan

oleh ulama empat mazhab: 19

1. Menurut Malikiyah, ibnu sabil adalah

orang asing, bukan penduduk asli,

hurr (merdeka), muslim,

membutuhkan bekal agar ia bisa

sampai ke tempat tinggalnya kembali.

dan bukan dalam perjalanan maksiat,

seperti: bajing loncat.

2. Menurut Hanafiyah, ibnu sabil adalah

orang asing yang habis bekal.

Sehingga ia berhak mendapat bagian

zakat sekedar kebutuhannya.

3. Menurut Syafiiyah, ibnu sabil adalah

musafir dari wilayah zakat atau

sekedar melewati wilayah tersebut.

14Muhammad bin Jabir Ath-Thabari,

Tafsir Thabari, hlm. 346. 15Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin,

Ensiklopedia Zakat, hlm. 338.

16Yusuf Qhardawi, Hukum Zakat, hlm.

658. 17 Shalih bin Fauzan bin Abdillah bin

Fauzan, Al-Mulakhkhash Al-Fiqhiyah,

hlm. 364. 18 Muhammad bin Jabir Ath-Thabari,

Tafsir Thabari, hlm. 346 19 Ahmad Muhammad ‘Assaf, Al-

Ahkam Al-Fiqhiyah Fi Al-Mazhahib

Al-Islamiyah Al-Arba’ah, hlm. 346.

Page 61: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

182

Maka ia berhak mendapat bagian

zakat.

4. Menurut Hanabilah, ibnu sabil adalah

orang asing yang kehabisan bekal di

wilayah orang lain. Maka ia

mendapatkan zakat sebagai bekal

kembali ke wilayahnya.

Perbedaan pendapat ulama

tentang definisi ibnu sabil di atas,

menjadi ta’kid (penguatan) akan posisi

ibnu sabil sebagai mustahik zakat. Sebab

pada prinsipnya, perbedaan yang ada

hanyalah perbedaan redaksi. Bahkan

perbedaan ini dapat dijadikan satu

definisi yang utuh, bahwa ibnu sabil

adalah musafir, orang yang sedang

berpergian dan kehabisan bekal, atau

tidak mempunyai bekal yang cukup

untuk kembali ke tempat tinggalnya

serta bukan dalam perjalanan maksiat,

baik sekedar perjalanan mubah, seperti

bertamu, silaturrahim, atau pun memang

perjalanan ibadah, seperti ibadah haji.

2.2 Ibnu Sabil Sebagai Mustahik Zakat

1. Syarat Ibnu Sabil Sebagai Mustahik

Dengan adanya ketetapan Allah

Swt. ibnu sabil (musafir) sebagai salah

satu dari delapan mustahik zakat,

sebagaimana firman-Nya dalam surah At-

taubah ayat 60 di atas. Tentu perlu ada

penjelasan tentang syarat-syarat bagi

ibnu sabil, sehingga ia berhak

mendapatkan bantuan zakat tersebut.

a. Syarat Umum

Sebelum syarat khusus ibnu sabil

sebagai mustahik zakat dibahas lebih

lanjut. Terlebih dahulu penulis

mencantumkan lima syarat umum yang

telah disepakati oleh jumhur ulama

tentang delapan asnaf yang berhak

menerima zakat. Adapun syarat-syarat

tersebut adalah: 20

1. Muslim

2. Merdeka

3. Bukan Bani Hasyim

4. Bukan Bani Muthalib

5. Bukan orang yang membebaskan

budak.

Sama seperti mustahik lainnya,

ketika musafir telah memenuhi syarat

umum ini, maka ia berhak mendapatkan

bantuan zakat.

b. Syarat Khusus

Terkait dengan syarat khusus bagi

ibnu sabil sebagai mustahik zakat, ada

syarat yang disepakati ulama dan ada

juga syarat yang ulama berbeda

pendapat tentangnya. Hal itu dapat

dilihat dari berbagai aspek:

Pertama, aspek gender, setiap

musafir laki-laki maupun perempuan.21

Oleh karena tidak ada perbedaan

pendapat para ulama tentang hal ini,

maka setiap musafir laki-laki maupun

perempuan yang habis bekal berhak

mendapatkan bantuan zakat.

Kedua, aspek sedang berpergian

atau pun yang akan berpergian.

Ada tiga pendapat ulama dalam

hal ini. Pendapat pertama, Jumhur ulama

(Qatadah, Imam Syafi’i, Imam Malik),

zakat boleh diberikan kepada musafir

yang sedang berpergian atau pun yang

akan berpergian. Mengingat ibnu sabil

adalah orang yang habis bekal dalam

perjalanan sehingga tidak bisa kembali

ke tempat asalnya. Maka dengan

demikian ia berhak mendapat bagian

zakat, sebagai bekal kembali.

20 Ahmad Muhammad ‘Assaf, Al-

Ahkam Al-Fiqhiyah Fi Al-Mazhahib

Al-Islamiyah Al-Arba’ah, hlm. 349 21Ibn Hajr Al-Haitsami, Tuhfah Al-

Muhtaj fii Syarh Al-Minhaj, hlm.160.

Page 62: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

183

c. Jumlah Bantuan

Sedangkan jumlah bantuan zakat

yang diterima oleh ibnu sabil, adalah

sesuai dengan kebutuhan perjalanannya,

biaya berangkat mau pun kembalinya. 22

Sebagaimana riwayat dari Abu ‘Ubaid: 23

Dari Si’rin bin Malik al-‘Abbasi, ia

berkata, “Saya bersama seorang

sahabatku ingin melaksanakan ibadah

dengan menggunakan tunggangan

unta. Setelah kami berhasil

menunaikan manasik haji kami, maka

tunggangan unta kami tertimpa

penyakit luka pada bagian

punggungnya. Tatkala kami tiba di

Madinah, maka saya mendatangi Umar

bin Khaththab dan saya berkata,

‘Wahai Amirul Mukminin, saya telah

melaksanakan ibadah haji bersama

sahabatku. Setelah kami melaksanakan

manasik haji kami, maka unta kami

tertimpa penyakit luka pada bagian

punggungnya. Oleh sebab itu,

sampaikan niat kami dan berilah kami

tunggangan, wahai Amirul Mukminin.’

Umar berkata, ‘Bawalah kepadaku

kedua untamu itu.’

Lalu aku membawa kedua unta itu ke

hadapan Umar. Kemudian dia

mendudukkan unta tersebut. Setelah

itu, dia melihat pada bagian luka

belakang unta tersebut. Kemudian dia

memanggil pembantunya yang

bernama ‘Ajlan. Umar berkata

kepadanya, ‘Bawalah kedua unta ini.

Kemudian masukkanlah ke dalam

bagian zakat binatang ternak yang

terletak di al-Hima. Dan bawakanlah

kepadaku dua ekor unta yang jinak lagi

sehat. Perhatikanlah baik-baik

22 Ibnu Qudamah, Al-Mughni, hlm. 335 23 Abu ‘Ubaid al-Qasim, Al-Amwal

(Harta) Ensiklopedia Keuangan Publik, Depok:

Gema Insani Press, 2009, cet. 1, hlm. 735.

kesehatan unta tersebut sebelum

diambil.’

Kemudian pembantu Umar yang

bernama ‘Ajlan membawa dua ekor

unta sebagai pengganti dua ekor

sebelumnya. Lalu Umar berkata,

‘Ambillah dua ekor unta ini. Allah akan

menyampaikan niat kalian berdua dan

Dia akan menyampaikan kalian sampai

tujuan. Apabila engkau telah sampai di

tujuan, maka peliharalah dengan baik

tunggangan itu. Atau boleh juga kalian

menjualnya kemudian jadikanlah

sebagai nafkahmu.”

Abu ‘Ubaid pun memberikan

komentar, “Ini adalah keterangan

mengenai zakat harta kaum musliimin,

dimana sebagian di antara mereka

mendapatkan hak yang layak sesuai

dengan aturannya.24

d. Teknis Penyaluran Zakat kepada

Ibnu Sabil

Rasyid Ridha mengatakan, pada

dasarnya zakat cukup didistribusikan

kepada dua objek: objek individu dan

objek mashlahah (kepentingan umum).

Yang dikategorikan individu disini

adalah budak. Sedangkan tujuh tersisa

dari asnaf zakat dikategorikan sebagai

mashlahah. Mereka mendapat bagian

zakat bukan karena personal mereka,

akan tetapi lebih dikarenakan

kepentingan mereka masing-masing.25

Namun menurut Enizar dari urutan

penerima zakat yang disebutkan dalam

surat At-Taubah ayat 60, penerima zakat

dilihat dari penyebabnya dan dapat

dikelompokkan dalam dua kelompok

besar, yaitu: 26

24 Ibid, hlm. 735. 25 Muhammad Rasyid Ridha,Tafsir Al-

Manar, hlm. 436 26 Enizar, Reinterpretasi

pendayagunaan ZIS, hlm. 15.

Page 63: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

184

1. Ketidakmampuan dan

ketidakberdayaan

Kelompok ini dapat dibedakan

pada dua hal; pertama ketidakmampuan

di bidang ekonomi: fakir, miskin, gharim,

dan ibn sabil. Kedua ketidakberdayaan

untuk mendapatkan hak asasi manusia:

riqab (budak).

2. Kemaslahatan umum umat Islam

Mustahik bagian kedua ini

mendapatkan zakat bukan karena

ketidakmampuan finansial, tapi karena

jasa dan tujuannya untuk kepentingan

umum umat Islam. Mereka itu adalah:

amil, muallaf dan fisabilillah. Amil

mendapatkan pendanaan dari harta

zakat karena telah melakukan tugasnya

sebagai pengelola dana umat Islam.

Muallaf mendapatkan pendanaan

dari harta zakat karena memberi

dukungan kepada umat Islam dan

mengantisipasi umat Islam dari tindakan

anarkis kelompok yang tidak

menyenangi Islam dan umatnya. Untuk fi

sabilillah, dana zakat diperuntukkan

untuk pelaksanaan semua kegiatan yang

bersifat kemashlahatan umum umat

Islam.

Namun secara khusus, ibnu sabil

dalam syariat Islam adalah musafir,

orang yang sedang berpergian dan

kehabisan bekal,27 atau tidak mempunyai

bekal yang cukup untuk kembali ke

tempat tinggalnya serta bukan dalam

perjalanan maksiat,28 walaupun ia adalah

orang kaya di tempat tinggalnya.29 Maka

secara khusus pula Islam mengatur

27Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin,

Ensiklopedia Zakat, hlm. 338. 28Yusuf Qhardawi, Hukum Zakat, hlm.

658. 29Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin,

Ensiklopedia Zakat,hlm. 338.

tentang haknya untuk mendapatkan

bantuan zakat.

Sebagaimana definisi ibnu sabil,

dan syarat-syarat ibnu sabil sebagai

mustahik zakat di atas. Maka dalam

penyaluran zakat kepadanya, harus

sesuai dengan semuanya itu. Adapun

teknis penyaluran yang dimaksud

adalah:

1. Musafir atau pengembara yang

sedang berpergian untuk ibadah.

Dengan demikian selama perginya

untuk ibadah, bukan untuk maksiat,

musafir berhak mendapat bantuan

zakat.

2. Kehabisan bekal. Musafir mendapat

bantuan zakat sejumlah dengan biaya

perjalanannya, sekedar biaya menuju

ke tujuan perjalanannya atau kembali

ke daerah asalnya. Tidak

diperbolehkan ia meminta lebih

daerah kebutuhannya.

3. Setiap musafir laki-laki maupun

perempuan. Tidak ada perbedaan

ulama dalam hal ini.

4. Zakat boleh diberikan kepada musafir

yang sedang berpergian atau pun

yang akan berpergian, selama

perginya untuk ibadah, dan bukan

untuk maksiat. Maka, yang lebih

berhak mendapat bantuan zakat

adalah mujtaz (terbiasa berpergian

jauh).

5. Musafir mendapatkan bantuan zakat,

walapun ia adalah orang kaya di

tempatnya. Dan tidak perlu

dibebankan kepadanya untuk

menganti dana zakat tersebut, karena

zakat yang diberikan kepadanya

bukanlah pinjaman. Namun apabila ia

sendiri memilih untuk meminjam dan

tidak menganggap sebagai bantuan

zakat, maka itu adalah pilihan

baginya.

Page 64: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

185

6. Musafir tidak mendapatkan orang

yang bisa memberikan pinjaman

kepadanya. Apabil musafir kaya

berniat mencari pinjaman, namun

tidak mendapatkan, maka ia berhak

mendapat bantuan zakat.

3. Hikmah Dan Manfaat Ibnu Sabil

Menjadi Mustahik Zakat

Zakat menjadi pondasi Islam dari

sisi materi. Oleh karena zakat adalah

ibadah dengan materi, bukan ibadah

dengan fisik. Menurut Muhammad Abdul

‘Athi Buhairi, setidaknya zakat memiliki

tiga tujuan yang berkaitan langsung

dengan materi:30

1. Sebagai pengorbanan hamba kepada

Allah dengan meninggalkan materi

yang dicintainya. Sebagaimana firman

Allah Swt. dalam surah At-Taubah

ayat 111:

“..Sesungguhnya Allah telah membeli

dari orang-orang mukmin diri dan

harta mereka dengan memberikan

surga untuk mereka..”

2. Pembersih hati dari sifat bakhil.

Sebagaimana firman Allah dalam

surah At-Taghabun ayat 16:

ومن يوق شح نفسه فأولئك هم المفلحون

“..Dan Barangsiapa yang dipelihara

dari kekikiran dirinya, Maka mereka

Itulah orang-orang yang beruntung..”

3. Zakat sebagai bukti syukur nikmat.

Ibadah dengan fisik sebagai bukti

syukur atas nikmat badan dan ibadah

dengan harta sebagai bukti syukur

atas nikmat harta.

3. METODE PENELITIAN

Secara umum metode penelitian

diartikan sebagai cara ilmiah untuk

30 Muhammad Abdul ‘Athi Buhairi,

Minhaj Al-Shalihin fi Al-Adab Al-Islamiyah,

Kairo: Al-Maktabah Al-Taufiqiyah, 2002, hlm.

207-209.

mendapatkan data dengan tujuan dan

kegunaan tertentu.31 Dikatakan oleh

Majchrzak, bahwa penelitian kebijakan

merupakan bagian dari penelitian sosial

terapan yang dalam pelaksanaannya

mengikuti prosedur umum penelitian

yang berlaku, akan tetapi, untuk hal-hal

khusus, pelaksanaan penelitian kebijakan

berbeda dengan penelitian tradisional.

Proses penelitian kebijakan

mengisyaratkan keterlibatan peneliti

lebih banyak pada penyusunan rencana

studi dan implementasi rencana

metodologi serta analisis data. Dari

sekian banyak aktivitas yang dilakukan.32

Adapun metodologi penelitian

dalam penelitian ini sebagai berikut:

1. Metode

Metode yang digunakan pada

penelitian ini adalah metode kualitatif,

yaitu metode yang akan menghasilkan

data deskriptif, berupa kata-kata tertulis

atau lisan. Hal ini sesuai dengan yang

dijelaskan oleh Bogdan dan Taylor.33

Selain itu, variabel-variabel yang diteliti

terbatas atau tertentu saja, tetapi

dilakukan secara meluas pada suatu

populasi atau daerah itu.34

2. Jenis Data

Menurut Lofland, sumber data

yang utama dalam penelitian kualitatif

adalah kata-kata, tindakan, selebihnya

adalah data tambahan seperti dokumen

31 Sugiyono, Metode Penelitian

Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif

dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2011, hlm. 3. 32 Sudarwan Danim, Pengantar Studi.

Penelitian Kebijakan, Jakarta: Penerbit Bumi

Aksara.1997. hlm. 24, Hlm. 62

33Lexy J. Moleong, Metodologi

Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosda, 2007,

hlm. 4.

34Soetrisno, Rita Hanafie, Filsafat Ilmu

dan Metodelogi Penelitian, Yogyakarta: 2007,

hlm. 165.

Page 65: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

186

lain35. Oleh karena itu, jenis data dapat

diklasifikasikan menjadi jenis data

berupa kata-kata dan tindakan, sumber

data tertulis, foto dan statistik.

Berdasarkan pendapat tersebut,

peneliti menetapkan jenis data yang

digunakan adalah jenis data kualitatif,

yaitu kata-kata dari hasil wawancara

dengan Baznas tentang kebijakan Baznas

tentang ibnu sabil sebagai mustahik

zakat dan data tertulis berupa buku-buku

yang berkenaan dengan perspektif

ulama-ulama tentang ibnu sabil sebagai

mustahik zakat.

3. Sumber Data

Sumber data dalam penelitian ini

meliputi:

a) Data primer

Data primer adalah data yang

dikumpulkan dan diolah sendiri oleh

organisasi yang menerbitkannya dengan

kata lain, data primer dapat diartikan

sebagai data yang diperoleh langsung

dari sumber data melalui responden.36

Data primer dalam penelitian ini diambil

langsung oleh peneliti melalui

wawancara kepada:

1) Teten Kustiawan (Direktur Pelaksana

Baznas)

2) Faisal Qosim (Kepala Divisi

Pendistribusian Pendayagunaan

Baznas)

3) M. Iman Damara (Staf KLM Baznas)

4) Desniwaty (Staf KLM Baznas)

5) Asto Duriad (Staf KLM Baznas)

6) Eka Agus Supriyadi (Staf KLM Baznas)

2. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang

diterbitkan oleh organisasi yang bukan

35Lexy J. Moleong, Metodologi

Penelitian Kualitatif, hlm. 157.

36Anton Dajan, 1996. Pengantar

Metode Statistik, Jakarta: LP3ES. Jilid 1, hlm.

17.

merupakan pengolahnya.37 Di samping

itu, data sekunder merupakan data yang

dijadikan penunjang dalam penelitian ini,

seperti data yang diperoleh dari

dokumentasi dari pihak Baznas serta

literatur-literatur yang berkaitan dengan

penelitian ini.

4. Teknik Pengumpulan Data

Teknik yang digunakan untuk

penelitian ini, peneliti akan mengunakan

teknik interview (wawancara), yaitu

teknik pengumpulan data dengan

bertanya jawab langsung kepada

responden.38 Untuk kelancaran dalam

proses memperoleh keterangan untuk

tujuan penelitian dengan cara teknik ini,

terlebih dahulu peneliti menyusun

interview guide (panduan wawancara).

5. Analisis Data

Analisis data dalam penelitian

kualitatif dilakukan sejak sebelum

memasuki lapangan, selama di lapangan,

dan setelah selesai di lapangan. Nasution

dalam Sugiyono menyatakan, analisis

telah mulai sejak merumuskan dan

menjelaskan masalah, sebelum terjun ke

lapangan, dan berlangsung terus sampai

penulisan hasil penelitian.39

Untuk itulah dalam penelitian ini,

peneliti telah melakukan analisis data

sebelum peneliti ke lapangan

(wawancara) terhadap data hasil studi

pendahuluan, atau data sekunder yang

akan dijadikan sebagai fokus penelitian

ini yaitu analisis tentang ibnu sabil

sebagai mustahik zakat. Namun demikian

fokus penelitian ini masih bersifat

sementara, dan akan terus berkembang

37Ibid, hlm.17. 38 Hendri Tanjung, Metodelogi

Penelitian Ekonomi Islam, Bekasi: Gramata

Publishing, 2013, hlm. 83. 39Sugiyono, Metode Penelitian

Kuantatif, Kualitatif dan R&D, Bandung:

Alfabeta, 2009, cet.6, hlm. 245.

Page 66: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

187

setelah peneliti masuk dan selama di

lapangan.

Pola analisis data yang digunakan

dalam penelitian ini berdasarkan

prosedur yang dikemukakan oleh Milles

dan Huberman melalui langkah-langkah

sebagai berikut:

(1) reduksi data;

(2) display / penyajian data; dan,

(3) mengambil kesimpulan lalu

diverifikasi.40

Data yang telah terkumpul dan

diklasifikasikan itu kemudian dianalisa

secara deskriptif yang pada akhirnya

ditarik kesimpulan sebagai akhir proses

penelitian ini.

Analisis data dengan menggunakan

ketiga prosedur di atas adalah sebagai

berikut:

1. Reduksi data, yaitu proses

penyederhanaan dan transformasi

data ”kasar” yang muncul dari catatan

tertulis di lapangan yang melalui

beberapa tahapan, yaitu membuat

ringkasan, mengkode, ataupun

menulis tema.

2. Penyajian data, yaitu sebagai

sekumpulan informasi tersusun yang

memberi kemungkinan adanya

penarikan kesimpulan dan

pengambilan tindakan.

3. Verifikasi data atau penarikan

kesimpulan, yaitu makna-makna yang

muncul dari data harus diuji

kebenarannya, kekokohannya dan

kecocokannya yaitu merupakan

validitas.41

40Matthew B. Miles dan A. Michel

Huberman, Analisa Data Kualitatif, Jakarta:

UI, 1992, hlm. 16. 41Saipul Annur, Metodologi Penelitian

Pendidikan Analisis Data Kuantitatif dan

Kualitatif, Palembang: IAIN Raden Fatah Press,

2005, hlm. 181.

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Kebijakan Baznas Tentang Ibnu

Sabil Sebagai Mustahik Zakat

1. Definisi Ibnu Sabil

Pada bab II penelitian ini,

disebutkan bahwa ibnu sabil dalam

syariat Islam adalah musafir, orang yang

sedang berpergian dan kehabisan bekal,

atau tidak mempunyai bekal yang cukup

untuk kembali ke tempat tinggalnya

serta bukan dalam perjalanan maksiat,

baik sekedar perjalanan mubah, seperti

bertamu, silaturrahim, atau pun memang

perjalanan ibadah, seperti ibadah haji.

Walaupun ia adalah orang kaya di tempat

tinggalnya, Islam tetap mengatur tentang

haknya untuk mendapatkan bantuan

zakat, zakat yang diberikan adalah

sebagai biaya baginya untuk kembali ke

daerah asalnya atau pun menuju tujuan

dari perjalanannya sendiri.

Tidak jauh berbeda dengan definisi

di atas, Baznas memberikan definisi

bahwa ibnu sabil adalah orang yang

mengadakan perjalanan dari negeri zakat

atau melalui negeri zakat, bukan negeri

non muslim. Ia diberi bekal berupa

ongkos, konsumsi, dan akomodasi,

sekedar untuk sampai ke tujuannya, atau

sampai pada hartanya yang bisa

mengantarkannya ke tujuan akhir dari

perjalanannya tersebut.42

Kalimat “dari negeri zakat atau

melalui negeri zakat, bukan negeri non

muslim”, menunjukkan bahwa Baznas

mengikuti pendapat imam Syafi’i. Namun

selain itu, Baznas juga mempunyai

ijtihad, penjabaran sendiri bahwa,

definisi itu dimaksudkan untuk

mengakomodir pelajar, mahasiswa,

pekerja, pelancong, warga negara

42 Wawancara bersama Faisal Qosim,

Kepala Divisi Pendistribusian dan

Pendayagunaan Zakat Badan Amil Zakat

Nasional

Page 67: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

188

Indonesia yang terlantar di luar negeri,

atau warga asing yang terlantar di

Indonesia. Sama halnya dengan warga

dari salah satu provinsi Indonesia yang

sedang terlantar di provinsi lain. Karena

ibnu sabil adalah mustahik yang tidak

mengenal teritorial, berbeda dengan

mustahik zakat lainnya.

Dengan dicantumkan “negeri zakat”

dan “negeri non muslim” pada definisi

Baznas, menunjukkan bahwa zakat

merupakan hak bagi orang muslim saja

yang berada di wilayah muslim lainnya.

Lebih lanjut definisi ini merupakan tafsir

dari sabda Rasulullah Saw. kepada

Muadz bin Jabal, sebagaimana telah

dicantumkan pada bab II. Dhamir dalam

kata أغنيائهم menunjukkan bahwa zakat

hanya diambil dari orang muslim yang

kaya, tidak diambil dari orang kafir yang

kaya. Maka dengan itu, dhamir dalam

kata فقرائهم harus menunjukkan bahwa

zakat hanya diberikan kepada orang

muslim yang fakir.43

Sedangkan, “Ia diberi bekal berupa

ongkos, konsumsi, dan akomodasi, sekedar

untuk sampai ke tujuannya, atau sampai

pada hartanya yang bisa

mengantarkannya ke tujuan akhir dari

perjalanannya tersebut”, merupakan

teknis pendistribusian zakat kepada ibnu

sabil oleh Baznas, dan akan diperjelas

pada sub bab selanjutnya.

Dan juga yang terjadi di Baznas,

justru para muallaf ini mayoritas

dikategorikan sebagai ibnu sabil. Baznas

memberikan biaya bagi muallaf untuk

menuju ke tempatnya memperdalam

keislamannya, seperti pondok pesantren

dan sekolah-sekolah lainnya, baik tempat

yang telah menjadi mitra Baznas secara

43 Fahd bin Salam Bahmam, Dalil al-

Mubta’its al-Fiqhy, hlm. 123.

langsung atau tidak menjadi mitra.44

Mungkin inilah yang menjadi tugas

Baznas selanjutnya, mendirikan pondok

pesantren atau pun sekolah khusus bagi

para muallaf.

Berdasarkan pertimbangan seperti

di atas maka, Dewan Pertimbangan

Baznas mengalokasikan dana bagi fi

sabilillah sebesar 12,5% atau 1/8 dari

dana zakat, sesuai dengan konsep dalam

Al-Qur’an. Sedangkan alokasi dana bagi

ibnu sabil hanya 2,5% dari dana zakat

setiap tahunnya.45

2. Pra-syarat Ibnu Sabil Sebagai

Mustahik Zakat

Pada uraian bab II disebutkan

tentang pendapat ulama tentang lima

syarat umum bagi mustahik zakat dan

syarat-syarat khusus bagi ibnu sabil

untuk mendapatkan bantuan dana zakat.

Baik syarat umum maupun khusus akan

dilihat sejauhmana implementasinya

pada kebijakan Baznas.

a. Syarat Umum

Terkait lima syarat umum; muslim,

merdeka, bukan Bani Hasyim, bukan

Bani Muthalib, dan bukan orang yang

membebaskan budak. 46 Baznas sangat

tegas dalam mengimplementasikan

syarat-syarat tersebut, tekhusus dalam

kasus menangani musafir. Ini dapat

terlihat dari definisi yang digunakan oleh

Baznas:

ibnu sabil adalah orang yang

mengadakan perjalanan dari negeri

zakat atau melalui negeri zakat,

bukan negeri non muslim. Ia diberi

44 Wawancara bersama M. Iman

Damara, Staf KLM Badan Amil Zakat Nasional 45 Wawancara bersama Teten

Kustiawan, Direktur Pelaksana Badan Amil

Zakat Nasional 46 Ahmad Muhammad ‘Assaf, Al-

Ahkam Al-Fiqhiyah Fi Al-Mazhahib

Al-Islamiyah Al-Arba’ah, hlm. 349

Page 68: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

189

bekal berupa ongkos, konsumsi,

dan akomodasi, sekedar untuk

sampai ke tujuannya, atau sampai

pada hartanya yang bisa

mengantarkannya ke tujuan akhir

dari perjalanannya tersebut.47

b. Syarat Khusus

Terkait syarat khusus bagi ibnu

sabil sebagai mustahik zakat, menurut

penulis dapat dilihat dari lima aspek:

Pertama, aspek gender, setiap musafir

laki-laki maupun perempuan. Kedua,

aspek sedang berpergian atau pun yang

akan berpergian. Ketiga, bukan

perjalanan maksiat. Dan keempat, aspek

musafir kaya atau miskin. Selanjutnya

akan dilihat bagaimana implemenatasi

dari aspek-aspek ini pada kebijakan

Baznas.

Aspek pertama, gender. Baznas

tidak membedakan musafir yang

mengajukan permohonan, baik laki-laki

maupun perempuan. Selama persyaratan

lengkap dan setelah diadakan

wawancara dan survey pemohon

dinyatakan layak dibantu, maka Baznas

akan memberikan bantuan kepadanya.

Dan ini yang riil terjadi pada Oktober

2013, KLM Baznas memberikan biaya

pulang kampung kepada seorang

perempuan hamil menuju (Bandung),

dan seorang laki-laki yang kecopetan ke

Cirebon.48

Kedua, sedang berpergian atau pun

yang akan berpergian. Dalam hal ini

Baznas mengikuti pendapat Jumhur

ulama. Sehingga Baznas akan memberi

47 Wawancara bersama Faisal Qosim,

Kepala Divisi Pendistribusian dan

Pendayagunaan Zakat Badan Amil Zakat

Nasional 48 Penulis telah mengadakan magang di

KLM, terhitung 21-30 Oktober. Dan penulis

mendapat kesempatan untuk membantu KLM

dalam melayani kedua orang tersebut.

bantuan kepada musafir yang datang

langsung ke Baznas, karena kehabisan

bekal. seperti, seorang ibu dan anaknya

dari Bengkulu datang ke Jakarta mencari

keluarganya. Namun ternyata

keluarganya telah pindah dari Jakarta.

Setelah diperiksa kelengkapan syaratnya,

dan memang layak, ibu tersebut dibantu

Baznas untuk kembali ke Bengkulu.49

Sama halnya dengan calon musafir,

seperti penduduk sekitar Jakarta,

kemudian mendapatkan kerja di

Kalimantan. Maka Baznas akan

memberikan biaya perjalanannya

menuju Kalimantan, jika syarat lengkap

dan telah diwawancarai.50

Ketiga, bukan perjalanan maksiat.

Melihat apa yang telah dilakukan

Baznas51. Mayoritas musafir yang diberi

bantuan oleh Baznas adalah mereka yang

terlantar dalam perjalanan atau pun yang

akan berpergian. Terkait dengan apakah

perjalanan mereka perjalan maksiat atau

bukan? Itu akan dibuktikan dengan

syarat kelengkapan data diri dan juga

wawancara.

Keempat, aspek musafir kaya atau

miskin. Dalam hal ini Baznas mengambil

pendapat ulama Jumhur ulama, ibnu

sabil mendapatkan zakat, walapun ia

adalah orang kaya di tempatnya. Dan

tidak perlu dibebankan kepadanya untuk

menganti dana zakat tersebut, karena

zakat yang diberikan kepadanya

49 Penulis telah mengadakan magang di

KLM, terhitung 21-30 Oktober. Dan penulis

mendapat kesempatan untuk membantu KLM

dalam menanggani kedua orang tersebut. 50 Wawancara bersama Faisal Qosim,

Kepala Divisi Pendistribusian dan

Pendayagunaan Zakat Badan Amil Zakat

Nasional 51 Perbulan sekitar 10 orang, Iman

Damara, Staf KLM.

Page 69: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

190

bukanlah pinjaman.52 Namun apabila ia

sendiri memilih untuk meminjam dan

tidak menganggap sebagai bantuan

zakat, maka itu adalah pilihan baginya. 53

Aspek kelima, di negeri sendiri

atau di negeri orang. Dalam hal ini ibnu

sabil terbagi ke dalam dua golongan.

Pertama, orang yang mengadakan

perjalanan di tanah airnya sendiri, yaitu

kehilangan hartanya (kecopetan) walau

pun di balad (negeri)-nya sendiri.54

Musafir seperti ini yang mayoritas

dibantu oleh Baznas.

Dan kedua orang yang mengadakan

perjalanan di negeri orang. Seperti

tentara yang habis bekal, dan orang

haji.55 Untuk musafir dalam perjalanan

haji, mungkin tidak ada di Indonesia.

Sebab Indonesia bukan tempat yang

dilalui untuk berangkat haji.

Namun yang perlu dibahas adalah

bagaimana cara menyesuaikan kata

balad (negeri) untuk Indonesia?

Mengingat wilayah Indonesia yang

sangat luas. Hemat penulis, penerapan

istilah balad yang relevan untuk kondisi

Indonesia adalah Kabupaten/Kota.

Alasan pertama, hadits Mu’adz menjadi

amil di Yaman, sebagaimana telah

dicantumkan pada bab II. Pada hadits

tersebut Rasulullah Saw. melarang

Mu’adz mendistribusikan zakat yang

telah dipungut di Yaman keluar Yaman

jika penduduknya belum makmur.

Sedangkan untuk luas wilayah Yaman

tidak jauh berbeda dengan luas wilayah

setiap Kabupaten di Indonesia. Selain itu

pada waktu itu Mu’adz diangkat oleh

52Imam Qurthubi, Tafsir Qurthubi,

hlm. 112. 53Muhammad Shalih Al-‘Utsaimin,

Ensiklopedia Zakat,hlm. 338. 54Ibnu Nujaim, Al-Bahru Al-Raiq Syarh

Kanz Al-Daqaiq, hlm.260. 55 Malik Bin Anas Bin Malik Al-

Ashbahi, Al-Mudawwanah, hlm. 346.

Rasulullah Saw. sebagai Gubernur

sehingga sangat relevan dengan kondisi

Bupati atau pun Gubernur di Indonesia.

Dan juga jumlah penduduk Yaman tidak

jauh berbeda dengan jumlah populasi

penduduk Indonesia. Selain itu salah satu

argumentasi Baznas menjadikan

Kabupaten dan Kota sebagai basis data

mustahik, bahwa setiap Kabupaten dan

Kota dapat dipastikan ada muzaki zakat

dan mustahiknya. Jadi dana untuk ibnu

sabil pun seharusnya disediakan oleh

setiap Baznas di tempat tersebut.

4.2 Mempertegas Hak Ibnu Sabil

Sebagai Mustahik Zakat

1. Kategori Ibnu Sabil

Untuk ibnu sabil dalam perjalanan

syar’i seperti perjalanan haji, mencari

nafkah, sudah menjadi kewajiban Baznas

memberikan bantuan zakat kepadanya.

Namun untuk saat ini, mungkin perlu ada

perluasan makna dari ibnu sabil. Hal

demikian dapat dilihat dari pendapat

berbagai Ulama dan pada penelitian ini

setidaknya disebutkan tiga pendapat.

Pertama, Yusuf Qhardawi

menyebutkan ada enam golongan yang

dapat dikategorikan sebagai ibnu sabil

untuk saat ini. Mereka itu adalah:

1. Orang kaya yang terputus dari

hartanya. Seperti orang kaya, akan

tetapi tidak menyimpan uangnya di

bank. Ketika dalam perjalanan dia

tidak bisa mengambil hartanya dan

juga tidak bisa menarik uangnya dari

bank.

2. Orang yang diusir dari negerinya demi

mempertahankan agamanya dan

kemerdekaannya.

3. Orang yang mempunyai harta, akan

tetapi tidak mampu mendapatkannya,

walaupun di negerinya sendiri.

Seperti orang yang kecopetan, atau

orang yang mempunyai piutang pada

orang lain, akan tetapi tidak mampu

Page 70: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

191

mengambilnya dan ia tidak memiliki

sesuatu apa pun.

4. Musafir demi kemashlahatan. Seperti

mahasiswa ke luar negeri, spesialis,

dan para ahli.

5. Tunawisma. Para pengemis yang

meminta-minta, anak jalanan. Banyak

di negeri muslim ditemukan orang-

orang seperti ini. Dengan diberi zakat

sebagai ibnu sabil diharapkan dapat

mengeluarkan mereka dari

ketergantungannya pada jalanan.

Yang dapat dilakukan adalah

dipersiapkan bagi mereka rumah yang

layak dan diberik kebutuhan hidup

mereka.

6. Anak buangan. Ini merupakan kiasan

dari mengurus anak yatim demi

kepentingan masa depan bahwa anak

yatim terlantar karena tidak ada

penolong, yaitu orang tuanya atau

karena pendidikan yang kurang

sehingga akal dan akhlaknya rusak

dan akhirnya akan mempengaruhi

lingkungan sekitarnya. Apabila anak

yatim harus diurus sedemikian rupa,

maka anak buangan lebih tepat dan

lebih layak untuk mendapatkan

perlakuan baik, sesuai dengan tujuan

tersebut di atas. 56

Menurut Didin Hafhiduddin, untuk

sekarang, di samping para musafir yang

mengadakan perjalanan yang dianjurkan

agama, seperti silaturahmi, melakukan

study tour pada objek-objek yang

bersejarah dan bermanfaat, mungkin

juga dapat dipergunakan untuk:

1. Pemberian beasiswa atau beasantri

(pondok pesantren) bagi mereka yang

terputus pendidikannya karena

ketiadaan dana.

56Yusuf Qhardawi, Hukum Zakat, hlm.

660-663.

2. Membiayai pendidikan anak-anak

jalanan yang kini semakin banyak

jumlahnya.

3. Merehabilitasi anak-anak miskin yang

terkena narkoba atau perbuatan-

perbuatan buruk lainnya.57

2. Jumlah Bantuan Zakat Bagi Ibnu

Sabil

Sebagaimana atsar sahabat Umar

bin Khattab yang diriwayatkan oleh Abu

‘Ubaid pada bab II dari penelitian ini

bahwa ibnu sabil mendapat bantuan

zakat sekedar untuk biaya sampai

tujuannya, atau pun diberi sarana

transportasi, tunggangan yang dapat

mengantarkannya kepada tujuan dari

perjalanannya tersebut.

Melihat begitu umumnya atsar di

atas untuk menjadi landasan tentang

jumlah bantuan bagi ibnu sabil, hanya

disebutkan biaya sampai tujuannya.

Maka setiap musafir yang mendapatkan

bantuan dari Baznas akan diberi biaya

sejumlah ongkos sampai tujuannya

ditambah dengan biaya akomodasi

selama dalam perjalanannya. Contoh:

Jika si A ingin pulang kampung ke

Cirebon dengan ongkos Bus sebesar

Rp.70.000,-. Kemudian setelah sampai

Cirebon perlu naik angkot lagi dengan

ongkos sebesar Rp.10.000,-. Karena

perjalanan ditempuh selama delapan

jam, musafir perlu satu kali makan, maka

diberi biaya konsumsi sebesar

Rp.20.000,-. Maka jumlah yang diberikan

kepada musafir tersebut adalah

Rp.100.000,-.58

57 Didin Hafidhuddin, Zakat dalam

Perekonomian Modern, hlm. 139. 58 Wawancara bersama Eka Agus (Staf

KLM)

Page 71: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

192

3. Teknis Penyaluran Zakat Kepada

Ibnu Sabil

Sebagaimana pada bab II

disampaikan tentang teknis penyaluran

zakat kepada ibnu sabil. Teknis-teknis ini

merupakan kesimpulan daripada definisi

dan syarat-syarat ibnu sabil yang berhak

mendapatkan zakat berdasarkan

pendapat jumhur ulama. Adapun teknis

penyaluran yang dimaksud adalah:

a. Musafir atau pengembara yang

sedang berpergian untuk ibadah.

Dengan demikian selama perginya

untuk ibadah, bukan untuk maksiat,

musafir berhak mendapat bantuan

zakat.

b. Kehabisan bekal. Musafir mendapat

bantuan zakat sejumlah dengan biaya

perjalanannya, sekedar biaya menuju

ke tujuan perjalanannya atau kembali

ke daerah asalnya. Tidak

diperbolehkan ia meminta lebih

daerah kebutuhannya.

c. Setiap musafir laki-laki maupun

perempuan. Tidak ada perbedaan

ulama dalam hal ini.

d. Zakat boleh diberikan kepada musafir

yang sedang berpergian atau pun

yang akan berpergian, selama

perginya untuk ibadah, dan bukan

untuk maksiat. Maka, yang lebih

berhak mendapat bantuan zakat

adalah mujtaz (terbiasa berpergian

jauh).

Musafir mendapatkan bantuan

zakat, walapun ia adalah orang kaya di

tempatnya. Dan tidak perlu dibebankan

kepadanya untuk menganti dana zakat

tersebut, karena zakat yang diberikan

kepadanya bukanlah pinjaman. Namun

apabila ia sendiri memilih untuk

meminjam dan tidak menganggap

sebagai bantuan zakat, maka itu adalah

pilihan baginya.

e. Musafir tidak mendapatkan orang

yang bisa memberikan pinjaman

kepadanya. Apabil musafir kaya

berniat mencari pinjaman, namun

tidak mendapatkan, maka ia berhak

mendapat bantuan zakat.

Sedangkan untuk teknis dari Baznas

adalah melalui program KLM.

5. Teknis Pendistribusian Zakat Oleh

KLM

1. Kriteria Sasaran Ibnu Sabil Dalam

Aturan KLM

Kriteria sasaran adalah mustahik

perorangan atau lembaga yang bergerak

dalam bidang kemanusiaan,

pemberdayaan, pendidikan murah/gratis

dan kegiatan lain yang konsen terhadap

permasalahan dhuafa.

Kriteria ini telah sesuai dengan

konsep yang dikemukan dalam Al-Qur’an

tentang mustahik. Hal demikian terlihat

dari Baznas yang menetapkan mustahik

perorangan adalah orang yang termasuk

dalam delapan ashnaf yang disebutkan

dalam surat At taubah: 60. Sedangkan

lembaga yang berhak mendapat bantuan

adalah organisasi atau kelompok

masyarakat untuk kepentingan dhuafa.

Bantuan yang diberikan untuk mustahik

lembaga dapat diberikan dalam bentuk

dana atau natura.

Namun sebagaimana penulis

kemukan di atas, dalam urusan ibnu sabil

Baznas hanya menyediakan KLM sebagai

program karitas. Yang artinya Baznas

hanya melayani permohonan yang

datang langsung, belum ada program

yang bersifat pemberdayaan khusus bagi

ibnu sabil. Sehingga selain tetap

mempertahankan bantuan untuk

konsmutif Baznas juga harus mempunyai

program yang bersifat produktif bagi

ibnu sabil.

Page 72: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

193

2. Teknis Penyaluran Hak Ibnu Sabil dari

KLM

a. Pengajuan Permohonan dan

Verifikasinya

Dengan disyaratkannya oleh KLM

bagi ibnu sabil yang datang harus

membawa berbagai persyaratan seperti:

Surat permohonan, Surat Keterangan

Polisi atau pun Surat Keterangan Dinas

Sosial. Menunjukkan bahwa Baznas

menginginkan pendistribusian zakat

kepada mereka adalah tepat sasaran.

Dengan demikian ini merupakan ijtihad

atau pun thariqah (metode Baznas)

dalam mengimplementasikan ayat Al-

Qur’an tentang pendistribusian zakat.

Dan selama ijtihad ini sesuai dengan

kondisi maka itu dipandang perlu

dipertahankan.59

b. Wawancara dan Survei Normatif

Terkait dengan wawancara yang

dilakukan oleh Baznas terhadap ibnu

sabil yang bertujuan untuk mengetahui

kondisi ekonomi dan sosial dari

mustahik. Dan dilakukan dengan cara

setiap satu pertanyaan utuk menggali

satu informasi dan kalimat tanya disusun

secara singkat. Merupakan upaya KLM

dalam melayani dan memberikan kesan

yang baik dan menyenangkan, sehingga

diharapkan tidak menyakiti perasaan

mustahik.

Selain itu dengan adanya

wawancara seperti itu, bisa menjadi

sarana atau pun stimulan dalam

mendidik, menanamkan tentang

keislaman, seperti tentang sholat, puasa

dan akhlak sehari-hari dari mustahik

tersebut.60

59 Wawacara bersama Asto Duriad

(Staf KLM Baznas) 60 Wawancara bersama ibu Desniwaty

(Staf KLM)

c. Penyaluran Dana

Bantuan yang diberikan kepada

ibnu sabil yang mengajukan permohonan

disebut dengan Petty cash, yaitu bantuan

tunai.

Oleh sifat bantuan ini adalah

karitas, bantuan tunai, dan juga terbatas.

Maka sudah dapat dipastikan bantuan

zakat ini akan habis dikonsumsi oleh

mustahik tersebut dalam waktu yang

relatif singkat.

Untuk ibnu sabil kategori

kecopetan, orang kaya yang tidak bisa

menggunakan hartanya mungkin bisa

saja. Namun untuk kategori tunawisma,

anak jalanan, anak buangan dan lainnya,

hemat penulis perlu ada program lain

yang bersifat pemberdayaan.

5. PENUTUP

Konsep Ibnu Sabil sebagai

Mustahik Zakat menurut Al-Quran (QS.

At-Taubah: 60) adalah sebagai berikut:

1. Definisi ibnu sabil adalah musafir,

orang yang sedang berpergian dan

kehabisan bekal, atau tidak

mempunyai bekal yang cukup untuk

kembali ke tempat tinggalnya serta

bukan dalam perjalanan maksiat, baik

sekedar perjalanan mubah, seperti

bertamu, silaturrahim, atau pun

memang perjalanan ibadah, seperti

ibadah haji.

2. Secara umum kategori ibnu sabil

adalah orang yang ingin pergi ke

tempat lain, untuk urusan tertentu.

Namun secara khusus ibnu sabil dapat

digolongkan kepada dua golongan.

a. Pertama, orang yang mengadakan

perjalanan di tanah airnya sendiri,

yaitu orang yang kehilangan

hartanya, kecopetan, anak jalanan,

tunawisma, dan anak-anak miskin

yang terkena narkoba.

Page 73: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

194

b. Kedua orang yang mengadakan

perjalanan di negeri orang. Seperti

musafir yang kehilangan hartanya,

kecopetan, tentara yang habis

bekal, orang haji, mahasiswa,

spesialis, dan para ahli.

3. Kebijakan BAZNAS tentang Ibnu Sabil

Sebagai Mustahik Zakat.

Dalam program pendistribusian

zakat oleh Baznas, Secara khusus ibnu

sabil menjadi mustahik yang ditanggani

oleh KLM. Bantuan yang disalurkan

berbentuk hibah (program karitas).

Sehingga yang tersentuh oleh program

ini terbatas kepada kategori ibnu sabil

yang kedua.

DAFTAR PUSTAKA

Al-Basya, Abdurrahman Ra’fat, Shuar Min Hayah At-Tabi’in, Kairo: Dar Al-Adab Al-Islamy. 1997.

Al-Nawawi, Yahya bin Syarf Abu Zakaria, Syarh Al-Nawawi ‘ala Muslim, Dar Al-Khair, 1996.

Al-Qasim, Abu ‘Ubaid, Al-Amwal (Harta) Ensiklopedia Keuangan Publik, Depok: Gema Insani Press, 2009.

Al-Sijiztasny, Sulaiman bin Asy’at, Sunan Abi Dawud, Kairo: Maktabah ‘Asyriyah.

Al-Tirmidzi, Muhammad bin Isa bin Surah, Al-Jami’ Al-Shahih (Sunan Tirmidzi), Dar Al-Kutub.

Al-‘Utsaimin, Muhammad Shalih, Ensiklopedia Zakat,Jakarta: Pustaka As-Sunnah, 2010.

Ali, Atabik, Muhdor, Ahmad Zuhdi, Kamus Al-Ashri, Yogyakarta; 1998.

Ali, Mohammad Daud, Sistem Ekonomi Islam (Zakat dan Wakaf), Jakarta: UI-Press, 1988.

Annur, Saipul, Metodologi Penelitian Pendidikan Analisis Data Kuantitatif dan Kualitatif,

Palembang: IAIN Raden Fatah Press, 2005.

Ath-Thabari, Muhammad bin Jabir, Tafsir Thabari, Kairo: Dar Al-Ma’arif.

‘Assaf, Ahmad Muhammad, Al-Ahkam Al-Fiqhiyah Fi Al-Mazhahib Al-Islamiyah Al-Arba’ah.

‘Athi Buhairi, Muhammad Abdul, Minhaj Al-Shalihin fi Al-Adab Al-Islamiyah, Kairo: Al-Maktabah Al-Taufiqiyah, 2002.

Bahmam, Fahd bin Salam, Dalil al-Mubta’its al-Fiqhy, Riyadh: Samaa’ Al-Kutub Lil Nasyr wa Al-Tawazi’, 2010.

Beik, Irfan Syauqie, dkk, Kajian Empiris Peran Zakat Dalam Pengentasan Kemiskinan, Ciputat: Indonesia Magnificence Zakat, 2011.

Danim, Sudarwan, Pengantar Studi. Penelitian Kebijakan, Jakarta: Penerbit Bumi Aksara.1997.

Dajan, Anton, Pengantar Metode Statistik Jilid 1. Jakarta: LP3ES, 1996.

Depag RI, Al-Qur’an dan Terjemah, Bandung: Syaamil Quran

Departemen Agama RI, Al-qur’an dan Pemberdayaan Kaum Dhuafa (Tafsir Al-Qur’an Tematik), Jakarta: Aku Bisa, 2012.

Enizar, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS: Menuju Efektivitas Pemanfaatan Zakat, Infak, dan Sedekah. Jakarta: Piramedia, 2004.

Farida, Azizi Nur, Journal of Islamic Business and Economics, Yogyakarta: 2008

Hafidhuddin, Didin, Agar Harta Berkah dan Bertambah, Jakarta: Gema Insani Press, 2007.

Hafidhuddin, Didin, Juwaini, Ahmad, Membangun Peradaban Zakat, Ciputat: Institut Manajeman Zakat, 2007.

Page 74: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

195

Hafidhuddin, Didin, Zakat dalam Perekonomian Modern, Jakarta: Gema Insani Press, 2002.

Hamid, Abidin, Reinterpretasi Pendayagunaan ZIS: Menuju Efektivitas Pemanfaatan Zakat, Infak, dan Sedekah. Jakarta: Piramedia, 2004.

Hamidiyah, Emmy, Zakat dan Peran Negara, Jakarta: Forum Zakat, 2006.

Hamzah, Pendayagunaan Zakat Pada Badan Amil Zakat Nasional Dalam Peningkatan Kesejahteraan Umat, Disertasi S3, Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah, 2009.

Hanum, Khuzaifah, Zakat dan Pembangunan Sosial, Posted in Masyarakat Madani, September 26, 2009.

Hasbi Ash-Shiddieqy, Teungku Muhammad, Pedoman Zakat, Semarang: Pustaka Rizki Putra, 2006.

Hoetoro, Arif, Ekonomi Islam, Pengantar Analisis Kesejarahan dan Metodologi, Malang: Penerbit fakultas Ekonomi Universitas Brawijaya, 2007.

Ibnu Abdillah bin Fauzan, Shalih bin Fauzan, Al-Mulakhkhash Al-Fiqhiyah, Riyadh: Dar Al’Ashimah, 1423 H.

Ibnu Baz, Abdul Aziz bin Abdullah, Tuhfah Al-Ikhwan biajwibah muhimmah tata’allaq biarkan Al-Islam (Tanya-jawab Tentang Rukun Islam), Jakarta: Atase Agama Kedutaan Besar Saudi Arabia.

Ibnu Hajr Al-Haitsami, Tuhfah Al-Muhtaj fii Syarh Al-Minhaj, Beirut: Dar Ihya’ At-Turats Al-‘Arabi.

Ibnu Katsir Al-Qursy Al-Dimasyq, Ismail bin Umar, Tafsir Ibnu Katsir, Dar Al-Tayyibah, 2002.

Ibnu Malik Al-Ashbahi, Malik bin Anas, Al-Mudawwanah, Dar Kutub Alamiah.

Ibnu Nujaim, Al-Bahru Al-Raiq Syarh Kanz Al-Daqaiq, Dar Al-Kitab Al-Islamy.

Ibnu Qudamah, Al-Mughni, Beirut: Dar Ihya Al-turast Al-‘Arabi, 1985.

Mannan, M. Abdul, M. Nastangin, Ekonomi Islam (Teori dan Praktek), Yogyakarta: Dana Bhakti Wakaf, 1993.

Marthon, Said Sa’ad, Ekonomi Islam, Jakarta: Zikrul Hakim, 2007.

Miles, Matthew B., Huberman, A. Michel, Analisa Data Kualitatif, Jakarta: UI, 1992.

Mintarti, Nana, Kajian Perumusan Performance Indicator Bagi Program Pemberdayaan Masyarakat Berbasisi Zakat, Jakarta: IMZ, Jurnal Pemikiran dan Gagasan, vol 2, 2009, hlm.21.

Mohd Balwi, Mohd Abdul Wahab Fatoni, Abd Halim, Adibah Hasanah, Mobilisasi Zakat Dalam Pewujudan Usahawan Asnaf, Selangor: Jurnal Shariah, 2008.

Moleong, Lexy J., Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Rosda, 2007.

Mufraini, M. Arief, Akuntansi dan Manajemen Zakat, Jakarta; Kencana, 2008.

Qhardawi, Yusuf, Hukum Zakat, Jakarta: Litera Antar Nusa, 2007.

Rasjid, Sulaiman, Fiqh Islam, Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2008.

Ridha, Muhammad Rasyid, Tafsir Al-Manar, Kairo: Hayy-Ah Al-Misriyah Lil Kitab,

Saefuddin, AM, Membumikan Ekonomi Islam, Jakarta: PT. PPA Consultans, 2011.

Setyarso, Iqbal, Manajeman Zakat Berbasis Korporat (Kiprah

Page 75: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

196

Lembaga Pengelolaan Zakat Pulau Sumatera), Jakarta: Khairul Bayan Press, 2008.

Soetrisno, Rita Hanafie, Filsafat Ilmu dan Metodelogi Penelitian, Yogyakarta: 2007.

Solehudin, M., Lembaga Ekonomi dan Keuangan Islam, Surakarta: mup-mus, 2006.

Sugiyono, Metode Penelitian Pendidikan Pendekatan Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung: Alfabeta, 2011.

Sutisna, Nana, Baitul Maal Desa: Menemukan Model Pemberdayaan Masyarakat Berbasis Zakat, Zakat & Empowering-Jurnal Pemikiran Dan Gagasan, volume 3, Syawal 1431/ September 2009.

Tanjung, Hendri, Metodelogi Penelitian Ekonomi Islam, Bekasi: Gramata Publishing, 2013.

Tim Penulis, Ensiklopedia Islam, Jakarta: PT. Ichtiar Baru van Hoeve, 2005.

Tim Penulis IMZ, Profil 7 Badan Amil Zakat Daerah Provinsi dan Kabupaten Potensial di Indonesia, Ciputat: IMZ, 2006.

Tim Penulis IZDR 2010, Menggagas Arsitektur Zakat Indonesia, Ciputat: Indonesia Magnificence of Zakat, 2011.

Tim Penulis IZDR 2012, Membangun Peradaban Zakat Indonesia: Soal Kebijakan dan Hal Lain yang Belum Paripurna, Ciputat: Indonesia Magnificence of Zakat, 2013.

Internet:

www.baznas.or.id/profil html 14 Mei 2013

www.baznas.or.id/Konter Layanan Mustahik html 14 Mei 2013

http://kbbi.web.id/daya html 20 maret 2014

http://kbbi.web.id/masyarakat html 20 maret 2014

Page 76: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

197

STANDAR DAN EFEKTIVITAS PENGUPAHAN DALAM

MENINGKATKAN KESEJAHTERAAN KARYAWAN PERSPEKTIF EKONOMI ISLAM (Studi Kasus Rumah Bersalin Siti

Khadijah 1 Kota Makassar) Agusdiwana Suarni

([email protected] ) Universitas Muhammadiyah Makassar

Ervin Suandi

[email protected]

Universitas Muhammadiyah Makassar

Abstract This study aims to determine the standard and effectiveness of wages in improving employee welfare in an Islamic economic perspective. The type of research used is descriptive qualitative. The results obtained in this study are wage standards at RSIA. Sitti Khadijah was based on standards set by the company based on an assessment of the circumstances and living needs of employees and it was evident from the results of interviews conducted with several relevant informants who said that the determination of wage standards was based on company standards, and which became the benchmark the standard of remuneration is the UMP as a legal basis in paying employees. While the effectiveness of wages is not yet very effective and is still in the stage of effectiveness.in the application of future wage hopefully in effect again and form regulations that regulate both the question of effectiveness in the method of employee wageization so that the welfare of employees can be fulfilled moril or materially. Keywords: RSIA, Wage, Islamic Economy. Abstrak Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui standar dan Efektivitas pengupahan dalam meningkatkan kesejahteraan karyawan perspektif ekonomi Islam. Jenis Penelitian yang di gunakan adalah Deskriptif Kualitatif. Hasil yang diperoleh dalam penelitian ini adalah standar pengupahan di RSIA. Sitti Khadijah itu berdasarkan pada standar yang di tentukan oleh perusahaan berdasarkan pengkajian terhadap keadaan dan kebutuhan hidup karyawan dan itu terbukti dari hasil wawancara yang di lakukan ke 6 informan yang terkait yang mengatakan bahwa dalam penentuan standar pengupahannya itu berdasarkan pada standar perusahaan, dan yang menjadi patokan standar pengupahanya adalah UMP sebagai pijakan hukum dalam mengupah karyawannya. Sedangkan Efektifitas pengupahannya itu belum terlalu efektif dan masih dalam tahap pengefektifitasan dalam penerapan pengupahan kedepan semoga di efektivkan lagi serta membentuk regulasi yang mengatur baik soal keefektivan dalam metode pengupahan karyawan agar kesejahteran karyawan dapat terpenuhi secara moril maupun materil.

Kata Kunci: RSIA, pengupahan, Ekonomi Islam

Page 77: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

198

1. PENDAHULUAN

Perekonomian adalah faktor yang

sangat penting dan berpengaruh ditengah

kehidupan masyarakat. Berbicara tentang

ekonomi sudah pasti salah satunya

membahas tentang sumber- sumber

ekonomi, baik sumber primer, seperti

pertanian, perindustrian, perdagangan, dan

tenaga manusia (jasa) maupun sumber

sekunder, seperti pariwisata, gaji (salary),

dan sarana transportasi . Kedua sumber

tersebut tidak bisa lepas dari pelaku

ekonomi, yaitu manusia. Melalui tenaga

manusia sumber-sumber tersebut dapat

dijalankan dan dirasakan manfaatnya baik

dalam bentuk barang ataupun jasa

dikarenakan manusia yang mempunyai

kemampuan untuk memproduksi barang,

bercocok tanan, melakukan transaksi jual

beli dan sebagainya.

Pemanfaatan tenaga manusia untuk

melakukan suatu pekerjaan sangat popular

dalam peradaban manusia dan sesuai

dengan fitrahnya sebagai makhluk Tuhan

yang saling membutuhkan. Terlebih lagi

ketika zaman perindustrian yang dimulai

dengan renaissance (zaman pencerahan)

sekitar abad 18, kebutuhan akan tenaga

manusia kian besar untuk memacu

pertumbuhan produksi. Pemanfaatan

tenaga manusia identik dengan kerja dan

upah yang diberikan oleh perusahaan.

Seiring dengan bertambahnya

kebutuhan hidup pekerja dan keluarga yang

harus dipenuhi berdampak pada persoalan

upah. Hingga saat ini, upah menjadi polemik

yang belum ditemukan solusinya. Hal ini

karena adanya multipersepsi dimana

pekerja sepakat bahwa upah merupakan

sumber penghasilan guna memenuhi

kebutuhan dirinya maupun keluarga serta

cerminan kepuasan kerja. Sedangkan bagi

pengusaha merupakan biaya produksi yang

harus dioptimalkan penggunaannya dalam

rangka meningkatkan produktivitas dan

etos kerja. Sementara pemerintah melihat

upah, di satu pihak untuk tetap dapat

menjamin terpenuhinya kehidupan yang

layak bagi pekerja dan keluarga,

meningkatkan produktivitas pekerja dan

meningkatkan daya beli masyarakat,

sedang di lain pihak untuk mendorong

kemajuan dan daya saing usaha. Oleh

karena itu, standar pengupahan itu perlu

diteliti secara objektif atas ketentuan yang

berlaku dalam ekonomi islam agar tidak ada

tumpang tindih dan ekploitasi terhadap

sesama manusia.

2. TINJAUAN PUSTAKA

Upah adalah sejumlah pendapatan

uang yang diterima oleh buruh atau

karyawan dalam satu waktu tertentu akibat

dari tenaga dan usaha yang digunakan

dalam proses produksi. Harcharan Singh

Khera mendefinisikan upah dengan harga

yang dibayarkan karena jasa-jasa buruh

dari segala jenis pekerjaan yang dilakukan,

baik pekerjaan yang bersifat mental

ataupun fisik (Harcharan Singh Khera,

1978:261). Sedangkan dalam penggunaan

sehari-hari upah diartikan dengan bayaran

yang diberikan majikan kepada para

pekerja mereka dan dibayarkan

berdasarkan jam, hari atau minggu dan

terkadang berdasarkan bulan. Mereka

terdiri dari pekerja-pekerja yang

menggunakan tenaga serta melakukan

berbagai jenis pekerjaan yang lebih mudah.

Upah secara ekonomi seperti yang

didefinisikan di atas mencakup semua

pekerja, baik yang mengunakan fisik

ataupun mental sehingga uang yang

diterima disebut upah. Akan tetapi perlu

difahami makna istilah ”mata pencarian”

dibandingkan dengan upah, dimana mata

pencarian digunakan sebagai istilah untuk

sejumlah bayaran yang diperoleh dan

ditentukan bukan saja oleh kadar upah

bahkan oleh jumlah kerja yang telah

Page 78: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

199

dilakukan termasuk di dalamnya adalah

bayaran bagi kerja lembur, bonus tahunan

dan yang lain.

Dari definisi dan penjelasan di atas,

maka ada dua sifat pokok upah; pertama,

kemampuan kerja pekerja yang akan

dibayar didasarkan pada keinginan majikan

selama jangka waktu tertentu. Kedua,

adanya perjanjian di mana jumlah bayaran

yang diterima pekerja diterangkan dengan

jelas dalam perjanjian itu. Dengan demikian

upah merupakan biaya produksi yang harus

ditanggung perusahaan atau pengusaha

dalam satu proses produksi. Sehingga

proses penentuan upah pekerja akan

diberlaku seperti penentuan harga faktor-

faktor produksi yang lain, yaitu ditentukan

oleh hukum permintaan dan penawaran.

1. Penentuan Standar Upah Dalam

Mainstream Pemikiran Ekonomi

Islam

Dalam kajian pemikiran ekonomi

Islam klasik, pegawai secara umum

diklasifikasikan menjadi dua; pegawai

pemerintah yang mengurusi urusan publik

serta pegawai non pemerintah. Untuk

pegawai pemerintah, mayoritas ilmuwan

berpendapat bahwa pemerintah harus

memperhatikan tingkat kecukupan hidup

pegawainya, dalam arti standar penetapan

upah tidak boleh hanya berdasar manfaat

al-juhd semata. Dalam hal ini, mereka

mendasarkan pendapatnya pada beberapa

riwayat nabi dan sahabat yang

menyebutkan bahwa mereka memberikan

gaji kepada pegawai publik dan pemerintah,

selain berdasar manfaat kerja juga berdasar

kecukupan pekerja yang berupa kebutuhan

pokok, baik berupa makanan, pakaian,

tempat tinggal, pengobatan dan lainnya.

Dalam sebuah riwayat dari Abu

Ubaidah, dalam dialognya dengan Khalifah

Umar bin Khatab tentang upah para pekerja

negara, disebutkan bahwasanya Abu

Ubaidah memohon agar batas minimal upah

tersebut adalah upah yang bisa memenuhi

kebutuhan pekerja baik, pangan, sandang

maupun papan, serta menghindarkan

mereka dari mengkhianati amanah yang

dibebankan kepadanya. Sejarah mencatat

bahwa setelah wilayah Islam sangat luas,

Khalifah Umar bin Khattab mengirim

banyak sahabat terkemuka ke daerah-

daerah, baik dalam wilayah Arab maupun

luar Jazirah Arab untuk menjalankan

pekerjaan-pekerjaan kenegaraan.

Al-Mawardi, ahli politik Islam

klasik, dalam bukunya al-Aḥkām al-

Sulṭāniyah menyebutkan dasar-dasar

penetapan gaji (al-‘aṭā’) bagi tentara yang

berdasar pemenuhan kebutuhan pokok. Dia

mengatakan; Standar dalam penentuan

pemberian adalah kecukupan (al-kifāyah)

sehingga tidak perlu bekerja dan mencari

sumber penghasilan lain yang bisa

mengganggu tugas mereka dalam

melindungi dan menjaga keamanan negara.

Batas kecukupan tersebut memper

hatikan tiga hal:

(1) memperhatikan jumlah keluarga yang

dinafkahinya;

(2) jumlah persenjataan dan kudanya;

(3) memperhatikan harga barang di mana

tentara tersebut ditempatkan.

Telah banyak penelitian yang telah

dilakukan standar pengupahan dalam

ekonomi islam diantaranya yaitu Syukur

(2015), Ridwan (2016), Yusuf (2016),

Riyadi (2017), Hidayah (2017), Maipita

(2017) Waliam (2017), Sari (2016) Asri

Wijayati (2016) Ziauddin (2016). Penelitian

yang telah penulis tuliskan yaitu Syukur

(2015). Judul penelitian “Standar

Pengupahan Dalam Ekonomi Islam (studi

kritis atas pemikiran hizbut tahrir)”. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa,

tingkat Upah minimum tidak bisa

diterapkan kepada semua jenis kontrak

pekerja dengan pengusaha dan itu akan

Page 79: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

200

merugikan salah satu pihak yang berada

dalam perusahaan tersebut. Yusuf (2016),

Judul penelitian “Konsep Penentuan Upah

Dalam Ekonomi Islam”, Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa, Upah Setiap

Pekerja Harus Dibayar Berdasarkan Kerja

Dan Sumbangsihnya Dalam Proses

Produksi dan Layak Menutupi Kebutuhan

Kehidupan Sehari-hari.

Ridwan (2016) ), Judul penelitian

“Standar Upah Pekerja Menurut Sistem

Ekonomi Islam”. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa, Kelayakan Penentuan

Upah dalam sistem ekonomi modern adl

hukum permintaan dan penawaran dan

dalam islam atas kemampuan kerja dan

harus memenuhi kebutuhan pokok.

Hidayah (2017), Judul penelitian

“Pengupahan Dalam Perspektif Hukum

Islam Dan Hukum Positif”. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa, Besarnya

Upah harus seimbang dengan pekerjaan-

pekerjaan yang telah dilakukan. Riyadi

(2017), Judul penelitian yaitu “Sistem Dan

Strategi Pengupahan Perspektif Islam”.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan

bahwa, Konsep persejahteraan buruh

dalam islam bertujuan guna memenuhi

kebutuhan dasar dari setiap individu tanpa

ada perbedaan untuk sumberdaya secara

bijak.

Maipita (2017) Judul penelitian

“Simulasi Dampak Kenaikan Upah

Minimum Terhadap Tingkatan Pendapatan

Dan Kemiskinan”. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa, Kenaikan Upah

Minimum dalam jangka pendek akan

berdampak terhadap penurunan kinerja

ekonomi makro, menaikkan tingkat harga,

menurunkan tingkat konsumsi, ekspor

serta output sektoral. Waliam (2017), Judul

penelitian “Upah Berkeadilan Ditinjau Dari

Perspektif Islam”. Hasil penelitian tersebut

menunjukkan bahwa, Upah pekerja atas

mamfaat pekerja yang telah dikerjakan

dengan baik dan benar dalam bentuk

imbalan materi dan imbalan pahala

berdasar konsep adil, akhlak dan aspek

kemanusiaan.

Sari (2016) Judul penelitian “Pemberian

upah pekerja ditinjau dari upah minimum

kabupaten dan hukum ekonomi islam”.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan

bahwa, Pengupahan yang diterapkan

bengkel las di Desa Tanjung Sari menurut

UMK Tulungagung belummemnuhi standar

upa minimum kabupaten (UMK). Yetniwati,

Judul penelitian “Pengaturan Upah

berdasarkan prinsip keadilan”. Hasil

penelitian tersebut menunjukkan bahwa,

Pembentukan peraturan pemerintah No 78

Tahun 2015 yang tidak melibatkan lembaga

Tripati Nasional di rasakan tidak adil bagii

pihak pekerja. Asri Wijayati (2016) Judul

penelitian “Menuju Sistem Hukum

Perburuhan Indonesia Yang Berkeadilan”.

Hasil penelitian tersebut menunjukkan

bahwa, Substansi hukum perburuhan masih

diwarnai inkonsistensi vertikal dan

horisontal. Ziauddin (2016), dengan judul

kesejahteraan Dalam Perspektif Islam Pada

Karyawan Bank Syariah. Hasil penelitian

tersebut menunjukkan bahwa

kesejahteraan adalah salah satu tujuan yang

harus di capai untuk memenuhi kebutuhan

dalam kehidupan dan di capai dengan jalan

yang di ridhoi oleh Allah.

3. METODE PENELITIAN

Penelitian ini menggunakan pendekatan

penelitian yang bersifat deskriptif kualitatif

sebuah penelitian yang mendeskripsikan

tentang ruang lingkup dan proses

pelaksanaan terhadap Efektifitas

Pengupahan di rumah bersalin siti hadijah 1

kota makassar dalam meningkatkan

kesejahteraan karyawan perspektif

ekonomi islam.

Page 80: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

201

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

1. Standar Pengupahan Dalam

Ekonomi Islam Guna

Meningkatkan Kesejahteraan

Karyawan Pada RSIA. Sitti

Khadijah 1 Muhammadiyah

Cabang Makassar

Dalam kajian pemikiran ekonomi

Islam klasik, pegawai secara umum

diklasifikasikan menjadi dua; pegawai

pemerintah yang mengurusi urusan publik

serta pegawai non pemerintah. Untuk

pegawai pemerintah, mayoritas ilmuwan

berpendapat bahwa pemerintah harus

memperhatikan tingkat kecukupan hidup

pegawainya, dalam arti standar penetapan

upah tidak boleh hanya berdasar manfaat

al-juhd semata. Dalam hal ini, mereka

mendasarkan pendapatnya pada beberapa

riwayat nabi dan sahabat yang

menyebutkan bahwa mereka memberikan

gaji kepada pegawai publik dan pemerintah,

selain berdasar manfaat kerja juga berdasar

kecukupan pekerja yang berupa kebutuhan

pokok, baik berupa makanan, pakaian,

tempat tinggal, pengobatan dan lainnya.

Dalam sebuah riwayat dari Abu

Ubaidah, dalam dialognya dengan Khalifah

Umar bin Khatab tentang upah para pekerja

negara, disebutkan bahwasanya Abu

Ubaidah memohon agar batas minimal upah

tersebut adalah upah yang bisa memenuhi

kebutuhan pekerja baik, pangan, sandang

maupun papan, serta menghindarkan

mereka dari mengkhianati amanah yang

dibebankan kepadanya. Sejarah mencatat

bahwa setelah wilayah Islam sangat luas,

Khalifah Umar bin Khattab mengirim

banyak sahabat terkemuka ke daerah-

daerah, baik dalam wilayah Arab maupun

luar Jazirah Arab untuk menjalankan

pekerjaan-pekerjaan kenegaraan.

Muhammadiyah sebagai gerakan

Islam yang berlandaskan Al-Qur’an dan As-

Sunnah dengan watak tajdid yang

dimilikinya senantiasa beristikomah dan

aktif dalam melaksanakan dakwah Islam

amar ma’ruf nahi munkar disegala bidang

sehingga menjadi rahmatin lil alamin.

Dengan melihat sejarah pertumbuhan dan

perkembangan persyarikan

Muahammadiyah sejak kelahirnnya,

memperhatikan faktor-faktor yang melatar

belakangi berdirinya, amal usaha

muhammdiyah, nyata sekali bahwa

didalamnya terdapat ciri-ciri khusus, yang

menjadi identitas dari hakekat atau jati diri

persyarikan Muhammadiyah. Dalam

perjuangan melaksanakan usahanya

menuju tujuan terwujudnya masyarakat

utama, adil dan makmur yang diridlai Allah

SwT, di mana kesejahteraan, kebaikan dan

kebahagiaan luas merata, Muhammadiyah

mendasarkan segala gerak dan amal

usahanya atas prinsip-prinsip yang

tersimpul dalam Muqaddimah Anggaran

Dasar, yaitu:

1. Hidup manusia harus berdasar

tauhid, ibadah, dan ta’at kepada

Allah.

2. Hidup manusia bermasyarakat

3. Mematuhi ajaran-ajaran agama

Islam dengan keyakinan bahwa

ajaran Islam itu satu-satunya

landasan kepribadian dan

ketertiban bersama untuk

kebahagiaan dunia akhirat.

4. Menegakkan dan menjunjung tinggi

agama Islam dalam masyarakat

adalah kewajiban sebagai ibadah

kepada Allah dan ikhsan kepada

kemanusiaan.

5. Ittiba’ kepada langkah perjuangan

Nabi Muhammad

6. Melancarkan amal usaha dan

perjuangan dengan ketertiban

organisasi.

Menilik dasar prinsip tersebut di

atas, maka apapun yang diusahakan dan

Page 81: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

202

bagaimanapun cara perjuangan

Muhammadiyah untuk mencapai tujuan

tunggalnya, harus berpedoman: “Berpegang

teguh akan ajaran Allah dan Rasul-nya,

bergerak membangun di segenap bidang

dan lapangan dengan menggunakan cara

serta menempuh jalan yang diridlai Allah.

Usaha Muhammadiyah diwujudkan

dalam bentuk amal usaha , program, dan

kegiatan yang macam dan

penyelenggaraannya diatur dalam

Anggaran Rumah Tangga”

Muhammadiyah dalam segala bentuk

usahanya diwujudkan dalam penerapan

amal usaha, program dan kegiatan yang

meliputi :

1. Menanamkan keyakinan,

memperdalam dan memperluas

pemahaman, meningkatkan

pengamalan, serta

menyebarluaskan ajaran Islam

dalam berbagai aspek kehidupan.

2. Memperdalam dan

mengembangkan pengkajian ajaran

Islam dalam berbagai aspek

kehidupan untuk mendapatkan

kemurnian dan kebenarannya.

3. Meningkatkan semangat ibadah,

jihad, zakat, infak, wakaf, shadaqah,

hibah, dan amal shalih lainnya.

4. Meningkatkan harkat, martabat,

dan kualitas sumberdaya manusia

agar berkemampuan tinggi serta

berakhlaq mulia.

5. Memajukan dan memperbaharui

pendidikan dan kebudayaan,

mengembangkan ilmu

pengetahuan, teknologi, dan seni,

serta meningkatkan penelitian.

6. Memajukan perekonomian dan

kewirausahaan ke arah perbaikan

hidup yang berkualitas

7. Meningkatkan kualitas kesehatan

dan kesejahteraan masyarakat

8. Memelihara, mengembangkan, dan

mendayagunakan sumberdaya alam

dan lingkungan untuk

kesejahteraan.

9. Mengembangkan komunikasi,

ukhuwah, dan kerjasama dalam

berbagai bidang dan kalangan

masyarakat dalam dan luar negeri.

10. Memelihara keutuhan bangsa serta

berperan aktif dalam kehidupan

berbangsa dan bernegara

11. Membina dan meningkatkan

kualitas serta kuantitas anggota

sebagai pelaku gerakan.

12. Mengembangkan sarana, prasarana,

dan sumber dana untuk

mensukseskan gerakan.

13. Mengupayakan penegakan hukum,

keadilan, dan kebenaran serta

meningkatkan pembelaan terhadap

masyarakat.

14. Usaha-usaha lain yang sesuai

dengan maksud dan tujuan

Muhammadiyah

Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan dilapangan, yaitu pada RSIA. Sitti

Khadijah 1 Muhammadiyah Cabang

Makassar, dengan menggunakan metode

Deskriptif Kualitatif, yaitu Observasi,

Wawancara, dan Dokumen. Maka hasil

penelitian, menjelaskan bahwasanya stadar

pegupahan yang di terapkan di RSIA. Sitti

Khadijah 1 Muhammadiyah Cabang

Makassar ini bahwa standar pengupahan

yang di terapkan iyalah berdasarkan pada

standar yang di tetapkan oleh perusahaan

itu sendiri tetapi tetap yang menjadi

patokan dalam menentukan upah itu iyalah

pada UMR itu sebagai dasar hukum dalam

penentuan upah pekerja dalam suatu

perusahaan.

Dalam hasil penelitian menunjukan

bahwa penentuan standar pengupahan

Page 82: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

203

dalam RSIA. Sitti Khadijah juga adil bagi

kedua belah pihak. Perusahaan

menentukan standar pengupahan

berdasarkan pada kelayakan bagaimana

memenuhi kebutuhan hidup pekerja dan

pihak perusahaan dan pekerja menyepakati

hal itu secara bersama sewalaupun

memang ada beberapa karyawan yang

mengatakan bahwa upahnya belum sesuai

dengan yang di inginkan, juga kita lihat

bahwa dalam menentukan standar

pengupahan yang di jelaskan oleh Yusuf

Qardawi, “menyatakan bahwa standar

penetapan upah harus memperhatikan:

nilai kerja itu sendiri, karena tidak mungkin

disamakan antara orang yang pandai

dengan orang yang bodoh, orang yang tekun

dengan orang yang malas dan lain

sebagainya, karena menyamakan antara

orang yang berbeda adalah suatu

kezaliman”.

Dalam RSIA. Sitti Khadijah

menentukan stantar pengupahannya

berdasarkan pada profesinya, tingkat

pendidikannya, dan membekan kinerjanya.

Dan juga di situ memotong gajinya kalau

ada yang terlambat bekerja dan juga yang di

maksud oleh Yusuf Qardawi yaitu dengan

membedakan antara orang yang pandai dan

orang yang bodoh, orang yang tekun dengan

orang yang malas dan lain sebagainya itu

sudah di terapkan di RSIA. Sitti Khadijah

mereka membedakan upah pegawainya

berdasarkan kinerjanya yang kalau

menurut yusuf qardawi yaitu bodoh dan

pintarnya dan juga perusahaan

memberlakukan sistem pemotongan gaji

bagi yang terlambat, tidak masuk kecuali

ada memang hambatan yang tidak bisa di

hindari dalam hal meninggalkan kewajiban

bekerja. karena memang sudah di lakukan

kesepakan dalam hal bekerja dengan

perusahaan tentang jam berapa harus

masuk kantor untuk melakukan kerja,

karena jaanji adalah hutang maka mereka

harus membayarnya dan konsekwensi dari

itu mereka di potong gajinya sesuai dengan

berapa lama mereka terlambat dan sudah di

hitunng sebelumnya oleh perusahaan dan

itu juga sudah di sepakati oleh peruhaan

dengan pekerja seperti yang di jelaskan

yusuf qardawi tentang membedakan upah

yang malas dengan yang rajin.

1. Tidak Menunda-nunda

Pembayarannya

Pengusaha (musta’jir)

berkewajiban membayar upah kepada

buruh yang telah selesai melaksanakan

pekerjaannya. Entah itu secara harian,

mingguan, bulanan, ataupun lainnya. Islam

menganjurkan untuk mempercepat

pembayaran upah saat pekerjaan itu

sempurna atau diakhir pekerjaan sesuai

kesepakatan, jangan ditunda-tunda. Jika

diakhirkan tanpa ada udzur, maka

termasuk bertindak zalim.

Dalam penelitian di lapangan

menunjukan bahwa di RSIA. Sitti Khadijah 1

Muhammadiyah Cabang Makassar dalam

pembayarannya itu juga sudah menerapkan

konsep Islam. Dalam pembayaran upah

karyawannya sudah di tentukan waktunya

yaitu pada tanggal 28 upahnya sudah

masuk dalam rekeningnya karyawan dan

kadang juga informan mengatakan kalau

semisal di tanggal 28 itu hari sabtu maka

penerimaan upahnya di terima tanggal 27

dan juga kalau 28 itu hari libur dan Bank

tutup itu yang membuat keterlambatan

membayar upahnya. Perusahaan

memberikan upah itu sebelum bulan itu

berakhir yang kalau dalam perspektif saya

memandang itu adalah seperti yang di

jelaskan di atas bahwa perusahaan tidak

menunda pembayaran upah karyawannya

seperti dalam hadist menjelaskan bahwa:

Dari ‘Abdullah bin ‘Umar, Nabi saw.

Bersabda

عرقه يجف أن قبل أجره الأجير أعطوا

Page 83: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

204

Artinya: “Berikan kepada seorang pekerja

upahnya sebelum keringatnya kering.” (HR.

Ibnu Majah, shahih).

Maksud hadits tersebut adalah bersegera

menunaikan hak si pekerja setelah

selesainya pekerjaan, begitu juga bisa

dimaksud jika telah ada kesepakatan

pemberian gaji setiap bulan. Di RSIA. Sitti

Khadijah sudah menentukan pemberian

upah itu pada tanggal 28 sebelum bulan itu

berakhir. Membayar upah sebelum

keringatnya kering.

2. Efektifita Pengupahan Dalam

Meningkatkan Kesejahteraan Karyawan

Pada RSIA. Sitti Khadijah 1

Muhammadiyah Cabang Makassar

Efektivitas adalah keaktifan, daya

guna, adanya kesesuaian dalam suatu

kegiatan orang yang melaksanakan tugas

dengan sasaran yang dituju. Efektivitas

pada dasarnya menunjukkan pada taraf

tercapainya hasil, sering atau senantiasa

dikaitkan dengan pengertian efisien,

meskipun sebenarnya ada perbedaan

diantara keduanya. Efektivitas menekankan

pada hasil yang dicapai, sedangkan efisiensi

lebih melihat pada bagaiman cara mencapai

hasil yang dicapai itu dengan

membandingkan antara input dan

outputnya. Efektivitas merupakan sesuatu

hal yang paling penting dalam melakukan

pengukuran tingkat keberhasilan sebuah

organisasi atau perusahaan (Budiman,

2018). Secara umum pengukuran

evektivitas meliputi keberhasilan program

dan sasaran yang telah ditetapkan, serta

tingkat kepuasan terhadap program secara

input dan outputnya (Budiman, 2018).

Efektivitas pengupahan adalah

kemampuan dalam melaksanakan suatu

program yang telah di rencanakan secara

tepat dan maksimal guna memperoleh

keberhasilan, dalam hal ini

mengektivitaskan pengupahan di RSIA. Sitti

Khadijah 1 Muhammadiyah Cabang

Makassar.

Efektivitas menunjukkan

keberhasilan dari segi tercapai tidaknya

sasaran yang telah ditetapkan. Jika hasil

kegiatan semakin mendekati sasaran,

berarti makin tinggi efektivitasnya. Sejalan

dengan pendapat tersebut, Abdurahmat

dalam Othenk, efektivitas adalah

pemanfaatan sumber daya, sarana dan

prasarana dalam jumlah tertentu yang

secara sadar ditetapkan sebelumnya untuk

menghasilkan sejumlah pekerjaan tepat

pada waktunya. Dapat disimpulkan bahwa

efektivitas berkaitan dengan terlaksananya

semua tugas pokok, tercapainya tujuan,

ketepatan waktu, dan partisipasi aktif dari

anggota serta merupakan keterkaitan

antara tujuan dan hasil yang dinyatakan,

dan menunjukan derajat kesesuaian antara

tujuan yang dinyatakan dengan hasil yang

dicapai.

Adapun beberapa cara pemberian upah

yang efektif dalam islam yaitu:

1. Berdasarkan Keadilan.

2. Kelayakan,

3. Membayar tepat waktu.

4. Transparan dan Jelas.

5. Membina hubungan antara pekerja

dan majikan sehingga terjalin

hubungan baik dengan penuh rasa

persaudaraan.

Berdasarkan hasil penelitian yang

dilakukan dilapangan, yaitu pada RSIA. Sitti

Khadijah 1 Muhammadiyah Cabang

Makassar, dengan menggunakan metode

Deskriptif Kualitatif, yaitu Observasi,

Wawancara, dan Dokumen. Maka hasil

penelitian, menjelaskan bahwasanya,

Efektifitas pengupahan di RSIA. Sitti

Khadijah 1 Muhammadiyah Cabang

Makassar masih dalam tahap atau proses

pengektivitasan. Hal ini, dibuktikan melalui

hasil wawancara yang dilakukan dengan

Page 84: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

205

Informan yang terkait langsung dengan

penelitian ini, yaitu terhadap

pengektivitasan pengupahan dalam

meningkatkan kesejahteraan karyawan ke

beberapa karyawan yang di wawancarai.

Hasil penelitian dilapangan, dengan

Informan yang terkait langsung dengan

penelitian ini. Menjelaskan, bahwa dalam

konteks efektifitas pengupahan dalam

meningkatkan kesejahteraan khusus di

RSIA. Sitti Khadijah 1 Muhammadiyah

Cabang Makassar, ada beberapa indikator

yang peneliti lakukan, dalam penelitian ini,

yaitu (1) Bagaimana efektifitas pengupahan

dalam RSIA. Sitti Khadijah ? (2) Strategi

dalam mengefektifkan pengupahan di RSIA.

Sitti Khadijah 1 Muhammadiyah Cabang

Makassar (3) Tolak ukur efektifitas

pengupahan pada RSIA. Sitti Khadijah 1

Muhammadiyah Cabang Makassar dalam

Meningkatkan Kesejahteraan karyawan.

Berdasarkan hasil wawancara yang

telah dilakukan dengan beberapa Informan

yang terkait langsung dengan penelitian ini,

maka dapat disimpulkan, bahwasanya

efektifitas pengupahan dalam RSIA. Sitti

Khadijah 1 muhammadiyah cabang

makassar masih dalam proses perbaikan,

hal ini di katakan oleh beberapa informan

yang di wawancarai bahwa pengupahannya

belum terlalu efektif di karenakan kendala

dari cara pemberian upahnya yang telat di

karenakan hal-hal tehnis. Dan juga

beberapa karyawan mengatakan hal

demikian bahwa dalam proses pengupahan

karyawanya belum terlalu efektif karena

mereka menganggap bahwa ketelatan

membayar upah itu adalah tandanya dalam

suatu perusahaan itu belum efektif

pembayarannya. Sewalaupun memang

pembayaran upah yang di lakukan oleh

perusahaan sudah di tetapkan waktunya

tetapi masih perlu untuk di efektifkan agar

karyawan tidak memberikan keluhannya.

Indikator yang kedua dalam

menentukan efektifitas pengupahan dalam

RSIA. Sitti Khadijah 1 Muhammadiyah

Cabang Makassar adalah Strategi dalam

mengefektifkan pengupahan di RSIA. Sitti

Khadijah 1 Muhammadiyah Cabang

Makassar, Berdasarkan hasil wawancara

yang dilakukan dengan beberapa Informan,

pada RSIA. Sitti Khadijah 1 Muhammadiyah

Cabang Makassar, maka dapat disimpulan

bahwa, ada beberapa strategi yang dapat

digunakan untuk meningkatkan efektivitas

pengupahan dengan cara menyediakan

anggaran atau menghitung ketersediaan

anggaran perusahaan, mengingat upah

adalah komponen biaya tenaga kerja yang

bersifat fixed, serta memiliki dampak

terhadap komponen biaya lainnya, maka

perusahaan perlu memastikan bahwa

anggaran yang tersedia untuk mengupah

karyawan sudah mencukupi atau belum.

Kekurangan dalam penganggaran biaya

upah akan menyebabkan perusahaan

terpaksa mengorbankan biaya lainnya

untuk menutupi kekurangan tersebut

sehingga menghambat program yang lain.

Strategi yang kedua yaitu dengan

meningkatkan kinerja perusahaan dan

kinerja karyawan juga dalam melayani

pasien dalam bekerja harus di tingkatkan

agar orang-orang yang ingin berobat, sakit,

melahirkan dll datang berkunjung di rumah

sakit ini dan kalu banyak yang datang

berobat melahirkan dan lain sebagainya itu

otomatis perusahaan mendapatkan sedikit

banyak keuntungannya. Kalau perusahaan

mendapatkan untung otomatis pembayaran

upah juga efektif tetapi itu juga dilihat dari

perusahaannya. Kalau perusahaannya

mengejar betul-betul keuntungan ya tentu

mereka akan mengabikan upah

karyawannya, tetapi kalau di sini tidak

begitu. Disini berdasarkan syariat islam

dalam hal menjalankan kerja, pelayananya

upah dan lainnya. Strategi yang ketiga yaitu,

Page 85: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

206

Strategi dalam mengefektifkan pengupahan

yaitu dengan cara menetapkan waktu

pembayaran upah, membayar upah sesuai

dengan apa yang di sepakati bersama, dan

meningkatkan pelayanan pada pasien

untuk bagaimana orang senang datang

berobat di sini terus perusahaan

mendapatkan sedikit keuntungan untuk

membayar gaji karyawan. Dan itu menurut

saya bisa mengefektifkan pembayaran upah

karyawan, maka dengan itu pengupahan

karyawan bisa efektif dan karyawanya

sejahtera.

Indikator yang ketiga dalam

menentukan efektivitas pengupahan

karyawan dalam meningkatkan

kesejahteraan adalah menganalisa tolak

ukur efektivitas pengupahan karyawan

RSIA. Sitti Khadijah 1 Muhammadiyah

Cabang Makassar dalam meningkatkan

kesejahteraan ini dapat di ukur melalui

tingkat keberhasilan dari membayar upah

tepat waktu sesuai denganapa yang di

sepakati bersama sebelumnya, kemudian

menentukan upah yang sesuai dengan

standar yang di perintahkan oleh islam,

Berdasarkan Keadilan Keadilan bukan

berarti bahwa segala sesuatu mesti dibagi

sama rata. Keadilan harus di hubungkan

antara pengorbanan (input) dengan

penghasilan (output). Semakin tinggi

pengorbanan semakin tinggi penghasilan

yang di harapkan. Dalam konteks hukum

ekonomi penegakan keadilan tidak hanya

bernilai yuridis ekonomi semata, tetapi juga

berdimensi teologis. Keadilan dalam

khazanah Islam adalah keadilan ilahi, yaitu

keadilan yang tidak terpisah dari moralitas,

didasarkan pada nila-nilai absolut yang

diwahyukan Tuhan dan penerimaan

manusia terhadap nila-nilai tersebut

merupakan suatu kewajiban. Kelayakan, di

samping masalah keadilan, maka dalam

pengupahan perlu diperhatikan pula unsur

kelayakan.

Kelayakan ini bisa dibandingkan

dengan pengupahan pada perusahaan

perusahaan lain, atau bisa juga

menggunakan aturan pemerintah tentang

upah minimum. Membayar tepat waktu.

Transparan dan Jelas. Al Munawi berkata,

“Diharamkan menunda pemberian gaji

padahal mampu menunaikannya tepat

waktu. Yang dimaksud memberikan gaji se

belum keringat si pekerja kering adalah un

gkapan untuk menunjukkan diperintahkan

nya memberikan gaji setelah pekerjaan itu

selesai ketika si pekerja meminta walau

keringatnya tidak kering atau keringatnya

telah kering.

Transparan dan jelas, Akad ijārah

salah satu syarat sahnya adalah kejelasan

dalam hal upah, baik terkait waktu

pembayaran, jumlah upah yang akan

diterima serta bentuk upah. Transaksi

harus dilakukan dengan cara yang jelas dan

transparan agar lebih adil. Islam

menganjurkan agar setiap terjadinya akad

(kontrak kerja) harus dilakukan

pencatatan, baik terkait dengan waktu,

bentuk pekerjaan, jumlah upah yang akan

diterima dan sebagainya sehingga akan

terhindar dari perselisihan yang

kemungkinan terjadi dikemudian hari.

Upah dalam Islam dibangun atas dasar

konsep keadilan atau prinsip kebersamaan

untuk semua, sehingga semua pihak

memperoleh bagian yang sah dari produk

bersamanya tanpa adanya sikap zalim

terhadap yang lain, Membina hubungan

antara pekerja dan majikan sehingga

terjalin hubungan baik dengan penuh rasa

persaudaraan hal ini akan berpengaruh

dalam menumbuhkan rasa percaya di

kalangan para pekerja dan niat baik

dikalangan para majikan, sehingga majikan

menahan diri dari tindakan melanggar hak-

hak pekerja. Kalau beberapa point tolak

ukur efektifitas itu sudah di jalankan dan di

terapkan di RSIA. Sitti Khadijah 1

Page 86: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

207

Muhammadiyah Cabang Makassar dalam

meningkatkan kesejahteraan karyawan

dapat di optimalkan. Inilah yang dapat

dijadikan sebagai tolak ukur efektivitas

pengupahan di RSIA. Sitti Khadijah 1

Muhammadiyah Cabang Makassar dapat

meningkatkan kesejahteraan karyawannya.

5. PENUTUP

5.1 Simpulan

Setelah penulis menguraikan

pembahasan tentang Standar Dan

Efektifitas Pengupahan Dalam

Meningkatkan Kesejahteraan Karyawan

Perspektif Ekonomi Islam di RSIA. Sitti

Khadijah 1 Muhammadiyah Cabang

Makassar pada bab sebelumnya, maka

penulis dapat menguraikan beberapa

kesimpulan berdasarkan batas rumusan

masalah yang penulis bahas dalam skripsi

ini sebagai berikut:

1. Sebelumnya dan di hitung berdasarkan

konsep pada realitas perusahaan dalam

melihat pendapatannya. Standar

pengupahan yang di terapkan oleh

perusahaan sudah sesuai dengan

kategori upah yang layak. Upah yang

layak dapat di lihat dari tiga aspek, yaitu

cukup pangan, sandang, dan tempat

tinggal. Kalau di hitung secara

akumulatif dari seluruh penerimaan

karyawan sudah di atas rata-rata UMP

Kota Makassar dan mereka

menggunakan cerminan UMP sebagai

dasar hukumnya. Konsep tentang

standarisasi Standar pengupahan yang

di terapkan di RSIA. Sitti Khadijah 1

Muhammadiyah Cabang Makassar.

Dalam Islam juga membedakan

pemberian upah orang yang malas dan

rajin, orang yang pintar dan bodoh. Di

RSIA itu sudah menrapkan hal yang

demikian di buktikan dengan pemberian

upah karyawanya berfariasi sesuai

dengan jenjang pendidikannya dan

dilihat berdasarkan pada kinerja atau

profesi yang di miliki oleh karyawan

tersebut.

2. Efektifitas pengupahan dalam

meningkatkan kesejahteraan karyawan

itu sudah efektif tetapi belum

sepenuhnya efektif dan itu di buktikan

melalui hasil wawancara dengan

beberapa informan yang mengatakan

bahwa efektifnya pengupahan itu belum

sepenuhnya di rasakan oleh karyawan

karena di pemberian upahnya masih

memiliki kendali yang di mana di situ

pemberian upahnya dengan

menggunakan metode transfer, jadi

semisalkan karyawan membutuhkan

sekali uang pada hari itu dan saat

mereka di bayar upahnya tepat pada

tanggal merah atau Bank tutup, maka

mereka harus menunggu sampai Bank

buka baru di transferkan upahnya.

3. Nilai-nilai Islam dalam bagaimana

melihat tolak ukur efektifitasnya

pengupahan dalam islam yaitu dengan

melihat upah yang di berikan itu sudah

adil bagi kedua belah, kelayakan,

membayar tepat waktu, transparan dan

jelas dalam anjuran Rasulullah yaitu

majikan harus menyebutkan terlebih

dahulu berapa upah yang akan di terima

sebelum pekerja mulai bekerja dan

pembayaran upahnya tidak itu di

tetapkan sebelum bulan itu berakhir

seperti yang di anjurkan islam bahwa

bayarlah upah karyawan sebelum kering

keringatnya dan semua itu di atur untuk

bagaimana kita saling mensejahterakan

sesama umat.

5.2 Saran

1. Kepada RSIA. Sitti Khadijah

Untuk tetap konsisten dalam

memberikan cerminan yang baik

kepada perusahaan lain dan

menjalankan syariat islam dalam

Page 87: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

208

segala lini sektor kehidupannya agar

tercapai cita-cita Muhammadiyah

menciptakan masyarakat Islam yang

sebenar-benarnya dapat terwujud.

2. Kepada Pemerintah

Dalam perkembangan rumah sakit

modern hari ini yang berkembang itu

yang berbasis Islam maka untuk

mendukung perkembangannya

pemerintah harus mengeluarkan satu

kebijakan yang mendorong semangat

agar perkembangan rumah sakit islami

di indonesia makin besar dan

menyebar ke seluruh daerah.

3. Kepada pemangku Jabatan RSIA. Sitti

Khadijah

Diharapkan kepada segenap pemangku

jabatan RSIA untuk mengeluarkan

kebijakan yang menyetarakan

karyawanya sesuai dengan profesinya

serta lebih memprioritaskan

kebutuhan masyarakat dalam

kebutuhan normatif terkhusus di

bidang kesehatan.

4. Kepada Karyawan

Terus meningkatkan profesionalitas

kerja untuk mewujudkan rumah sakit

yang paripurna sebagai pusat

pelayanan kesehatan.

REFERENSI

Arikunto, Suharsimi. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: Rineka Cipta

Chaniago, S. A. (2015). Pemberdayaan zakat dalam mengentaskan kemiskinan. Jurnal Hukum Islam, Volume 13, No. 1 (47-56).

Hafidhuddin, Didin dan Hendri Tanjung. (2003). Manajemen syariah dalam praktek. Jakarta: Gema Insani Press

Ikhwani, N. (2017). Transparansi dan Akuntabilitas pengelolaan tambang. Makassar: Skripsi Unismuh Makassar.

Khera, Harcharan Singh. 1978. Mikroekonomi: Prinsip-prinsip dan Aplikasi-aplikasi, (terjemahan Moh. Kaus Tajudin). Petaling Jaya: Khera Sdn. Bhd.

Mustafa Edwin Nasution dkk, Pengenalan Eksklusif Ekonomi Islam, (Jakarta: Kencana, 2006), h. 16

Mursakinah. (2017). Pengaruh aplikasi nilai-nilai al-islam dan kemuhammadiyahan terhadap pemahaman akuntansi (studi kasus alumni program studi akuntansi universitas muhammadiyah makassar). Skripsi. Makassar: Unismuh Makassar

Muhammad Abdul Manan, Islamic Economics, Theory and Practice, (India: Idarah Adabiyah, 1980), h. 3.

Nur Hidayati Ika Novi. 2017. Pengupahan Dalam Perspektif Hukum Islam dan Hukum Positif. Az Zarqa 9(2): 187-189

Pusat pengkajian dan pengembangan ekonomi islam (P3EI), Ekonomi Islam,(Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,2015),h.14.

Prasetyoningrum, A. K. (2015). Pendekatan Balance Scorecard pada Lembaga Amil Zakat di Mesjid Agung Jawa Tengah. Economica, Volume VI Edisi 1 Mei.

Riyadi Fuad. 2015. Sistem dan Strategi Pengupahan Perspektif Islam. Iqtishadia 8(1): 159-168

Ridwan Murtadho. 2016. Standar Upah Pekerja Menurut Sistem Ekonomi Islam. 1(2): 246-247

Sutrisno, Edy. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Edisi Pertama. Cetakan Pertama. Jakarta: Kencana, 124-129

Syed Nawab Haider Naqvi, Menggagas Ilmu Ekonomi Islam, terj. M. Saiful Anam dan Muhammad Ufuqul Mubin, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h. 28

Page 88: ANALISIS KEBIJAKAN AKUNTANSI ATAS PERLAKUAN …

Ar-Ribh: Jurnal Ekonomi Islam p-ISSN: 2684-7477 e-ISSN: 2714-6316

Vol.3 Nomor 2 Oktober 2020

209

Syukur Ahmad. 2015. Standar Pengupahan Dalam Ekonomi Islam (Studi Kritis Atas Pemikiran Hizbut Tahrir). Universum 9(1) : 1-9


Top Related