ANALISIS EFISIENSI INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH
DI INDONESIA
OLEH RIAN ANDRYANI
H14104018
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
RINGKASAN RIAN ANDRYANI. H14104018. Analisis Efisiensi Industri Perbankan Syariah di Indonesia (dibimbing oleh TANTI NOVIANTI). Semakin banyaknya jumlah bank syariah menyebabkan semakin tingginya tingkat persaingan di antara bank syariah. Agar mampu bersaing dengan bank konvensional dan bank syariah lainnya, maka bank-bank syariah harus meningkatkan kinerjanya atau dengan kata lain menjalankan usahanya dengan efisien. Efisiensi dalam dunia perbankan adalah salah satu parameter kinerja yang cukup populer. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan perkembangan perbankan syariah dilihat dari total aset, pembiayaan yang diberikan dan Dana Pihak Ketiga (DPK) serta menganalisis efisiensi dan perubahan Total Factor Productivity (TFP) industri perbankan syariah di Indonesia selama periode tahun 2004 sampai 2007. Penelitian ini menggunakan metode non parametrik Data Envelopment Analysis (DEA) untuk menganalisis efisiensi bank-bank dalam industri perbankan syariah di Indonesia dengan menggunakan data tahunan. Analisis efisiensi dilakukan terhadap masing-masing bank dan kelompok bank. Kemudian untuk menganalisis perubahan Total Factor Productivity (TFP) industri perbankan syariah dilakukan dengan menghitung Malmquist TFP index dengan menggunakan panel data. Hasil penelitian menunjukkan bahwa sejak dikeluarkannya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, industri perbankan syariah di Indonesia terus mengalami perkembangan dan pertumbuhan. Hal ini tidak hanya ditunjukkan oleh peningkatan jumlah bank syariah dan jaringan kantornya, tetapi juga ditunjukkan dengan terus meningkatnya total aset, pembiayaan yang diberikan serta DPK. Berdasarkan hasil DEA yang berdasarkan output (output orientated) dengan asumsi Variable Returns to Scale (VRS), rata-rata tingkat efisiensi teknis (technical efficiency) industri perbankan syariah di Indonesia mengalami penurunan dari 99,5 persen pada tahun 2004 menjadi 89,4 persen pada tahun 2005 dan 85,4 persen pada tahun 2006 tetapi kemudian mengalami peningkatan di tahun 2007, yaitu menjadi sebesar 89,8 persen. Selama periode penelitian tingkat efisiensi rata-rata perbankan syariah per tahun sebesar 91 persen. Oleh karena itu, disarankan Bank Indonesia dalam membuat kebijakan lebih fokus pada hal-hal yang berhubungan dengan tingkat efisiensi dan dapat meningkatkan efisiensi perbankan syariah agar visi dari kegiatan pengembangan perbankan syariah dapat dicapai. Perubahan Total Factor Productivity (TFP) industri perbankan syariah di Indonesia menunjukkan trend yang meningkat dari tahun 2004 hingga 2007. Hal ini terutama disebabkan perubahan atau kemajuan teknologi (pengembangan dan penetrasi pasar). Oleh karena itu, perbankan syariah harus lebih inovatif dalam menciptakan dan mengembangkan produk-produk khusus perbankan syariah.
ANALISIS EFISIENSI INDUSTRI PERBANKAN SYARIAH
DI INDONESIA
Oleh RIAN ANDRYANI
H14104018
Skripsi Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi
pada Departemen Ilmu Ekonomi
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
DEPARTEMEN ILMU EKONOMI
Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh,
Nama Mahasiswa : Rian Andryani
Nomor Registrasi Pokok : H14104018
Program Studi : Ilmu Ekonomi
Judul Skripsi : Analisis Efisiensi Industri Perbankan Syariah
di Indonesia
dapat diterima sebagai syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada
Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian
Bogor.
Menyetujui, Dosen Pembimbing,
Ir. Tanti Novianti, M.Si
NIP. 132 206 249
Mengetahui,
Ketua Departemen Ilmu Ekonomi,
Dr. Ir. Rina Oktaviani, MS NIP. 131 846 872
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI ADALAH
BENAR-BENAR HASIL KARYA SAYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH
DIGUNAKAN SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA
PERGURUAN TINGGI ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Bogor, Agustus 2008
Rian Andryani H14104018
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 6 Agustus 1986 di Jakarta. Penulis
merupakan anak pertama dari empat bersaudara dari pasangan Agus Pandji
Abdurachman dan Fenni. Jenjang pendidikan penulis dimulai dengan TK Budi
Luhur pada tahun 1991, kemudian penulis melanjutkan pendidikannya di SD Budi
Luhur. Lulus dari sekolah dasar pada tahun 1998 penulis melanjutkan ke SLTP
Budi Luhur dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis diterima di
SMUN 47 Jakarta dan lulus pada tahun 2004.
Pada tahun 2004 penulis mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan
studi ke jenjang yang lebih tinggi. Penulis berhasil masuk ke Institut Pertanian
Bogor (IPB) melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan diterima
sebagai mahasiswa Program Studi Ilmu Ekonomi pada Fakultas Ekonomi dan
Manajemen (FEM). Selama masa kuliah penulis aktif mengikuti kegiatan
kemahasiswaan dan beberapa organisasi kemahasiswaan, seperti Sharia
Economics Student Club (SES-C) FEM dan Himpunan Mahasiswa Islam (HMI)
Cabang Bogor Komisariat FEM.
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah, puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT
karena atas segala rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi dengan judul “Analisis Efisiensi Industri Perbankan
Syariah di Indonesia”. Skripsi ini disusun sebagai salah satu syarat untuk
memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Ilmu Ekonomi, Fakultas
Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.
Terimakasih penulis ucapkan kepada kedua orangtua penulis yang telah
dengan setia memberikan do’a, ridho, dukungan, pengertian dan pengorbanan
serta cinta dan kasih sayang kepada penulis sampai saat ini. Kelulusan ini
merupakan hadiah untuk ulang tahun Papa dan Mama. Penulis juga mengucapkan
terimakasih kepada adik-adik penulis (Risda Damayanti, Alm. Muhammad Razif
dan Resa Satrio Abdurachman) atas perhatian, motivasi, kasih sayang dan semua
yang telah kita lalui dan bagi bersama, serta seluruh keluarga besar penulis atas
do’anya.
Pada kesempatan ini izinkanlah penulis dengan tulus mengucapkan
terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan, baik moril
maupun materil, kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini, khususnya
kepada :
1. Ir. Tanti Novianti, M.Si, selaku dosen pembimbing skripsi yang telah
memberikan bimbingan dan saran demi terselesaikannya skripsi ini.
2. Alla Asmara, M.Si, selaku dosen penguji utama yang telah memberikan
masukan untuk menyempurnakan skripsi ini .
3. Tony Irawan, M.App.Ec, selaku dosen penguji Komisi Pendidikan atas
sarannya untuk perbaikan skripsi ini.
4. Ir. Idqan Fahmi, M.Ec, selaku dosen pembimbing akademik yang telah
memberikan bimbingan dan saran demi terselesaikannya perkuliahan
penulis.
5. Sahabat-sahabat penulis (Veby, Rika, Wenda, Dwi dan Sinta) yang telah
berkontribusi dalam mewarnai kehidupan penulis.
6. Teman-teman di Wisma Gardenia (Sushi, Nanik, Lytha, Elga, Nisa, Uni-
Uni dan Teh Lely) atas perhatian, dukungan dan semangat yang
diberikan.
7. Teman-teman KKP serta keluarga di Desa Kedawung, Kecamatan
Bojong, Kabupaten Tegal atas pengalaman yang tak terlupa.
8. Teman-teman seperjuangan IE 41 dan ILUNI 47 angkatan 2004 serta
pihak-pihak lain yang telah sangat membantu, namun tidak bisa penulis
sebutkan satu per satu.
Akhirnya, penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi
penulis dan pihak yang membacanya serta dapat menambah khasanah
pengetahuan kita.
Bogor, Agustus 2008
Rian Andryani H14104018
DAFTAR ISI
Halaman
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... vi
I. PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ........................................................................ 7
1.3 Tujuan Penelitian ............................................................................ 8
1.4 Kegunaan Penelitian ....................................................................... 8
1.5 Ruang Lingkup Penelitian .............................................................. 9
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN .......... 10
2.1 Tinjauan Teori ............................................................................... 10
2.1.1 Efisiensi ............................................................................. 10
2.1.2 Total Factor Productivity (TFP) ....................................... 14
2.1.3 Perbankan .......................................................................... 18
2.1.3.1 Bank ..................................................................... 18
2.1.3.2 Bank Syariah ........................................................ 19
2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu .................................................... 20
2.3 Kerangka Pemikiran ...................................................................... 26
III. METODE PENELITIAN .................................................................. 28
3.1 Jenis dan Sumber Data .................................................................. 28
3.2 Spesifikasi Input dan Output ......................................................... 28
3.3 Definisi Operasional ...................................................................... 29
3.4 Metode Analisis ............................................................................ 31
3.4.1 Data Envelopment Analysis (DEA) ................................... 31
3.4.2 Malmquist DEA ................................................................. 33
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................ 35
4.1 Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia ............................ 35
4.2 Efisiensi Industri Perbankan Syariah di Indonesia ......................... 39
4.3 Perubahan TFP Industri Perbankan Syariah di Indonesia .............. 42
V. KESIMPULAN DAN SARAN .......................................................... 44
5.1 Kesimpulan ..................................................................................... 44
5.2 Saran ............................................................................................... 45
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 46
LAMPIRAN .................................................................................................... 49
DAFTAR TABEL
Teks Nomor Halaman
1 Perkembangan Jumlah Bank Syariah .................................................................. 4
2 Perkembangan dan Pertumbuhan Perbankan Syariah ......................................... 5
3 Perkembangan dan Pertumbuhan Bank Umum Syariah ..................................... 36
4 Perkembangan dan Pertumbuhan Unit Usaha Syariah ........................................ 37
5 Rata-Rata Nilai Efisiensi DEA ................................................................. 39
6 Nilai Efisiensi DEA Perbankan Syariah ................................................... 41
7 Komposisi Frontier Produksi ................................................................... 42
8 Statistik Deskriptif Perubahan Produktivitas ............................................ 43
Lampiran Nomor Halaman
1 Perkembangan Jumlah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah ............... 50
2 Perkembangan Jaringan Kantor Perbankan Syariah............................................ 51
3 Data-Data yang Digunakan dalam Penelitian ........................................... 52
4 Statistik Deskriptif Bank-Bank Syariah di Indonesia Tahun 2004 ........... 54
5 Statistik Deskriptif Bank-Bank Syariah di Indonesia Tahun 2005 ........... 54
6 Statistik Deskriptif Bank-Bank Syariah di Indonesia Tahun 2006 ........... 55
7 Statistik Deskriptif Bank-Bank Syariah di Indonesia Tahun 2007 ........... 55
8 Nilai Efisiensi DEA Tahun 2004 .............................................................. 56
9 Nilai Efisiensi DEA Tahun 2005 .............................................................. 57
10 Nilai Efisiensi DEA Tahun 2006 .............................................................. 58
11 Nilai Efisiensi DEA Tahun 2007 .............................................................. 59
DAFTAR GAMBAR
Teks Nomor Halaman
1 Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia ................................................... 2
2 Frontier Produksi dan Efisiensi Teknis .................................................... 15
3 Produktivitas, Efisiensi Teknis dan Skala Ekonomi ................................. 16
4 Perubahan Teknis di Antara Dua Periode Waktu ..................................... 17
5 Bagan Kerangka Pemikiran ...................................................................... 27
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Globalisasi menyebabkan meningkatnya ketergantungan antar negara.
Hal ini berpotensi mendorong suatu negara menjadi lebih rentan terhadap
guncangan atau krisis yang dialami oleh negara lainnya. Dengan kata lain,
globalisasi akan meningkatkan resiko transaksi keuangan internasional. Selain itu,
terjadinya krisis keuangan di Asia yang, dipercayai banyak ekonom, disebabkan
oleh kegagalan perbankan menyebabkan efisiensi perbankan menjadi perhatian
penting tidak hanya di Asia setelah krisis di tahun 1997, namun juga di belahan
dunia lainnya.
Krisis ekonomi dan moneter yang terjadi di Indonesia pada kurun waktu
1997-1998 merupakan suatu pukulan yang sangat berat bagi sistem perekonomian
Indonesia. Dalam periode tersebut, banyak lembaga-lembaga keuangan, termasuk
perbankan, mengalami kesulitan keuangan. Tingginya tingkat suku bunga telah
mengakibatkan tingginya biaya modal bagi sektor usaha yang pada akhirnya
mengakibatkan merosotnya kemampuan usaha sektor produksi. Akibatnya
kualitas aset perbankan turun secara drastis sementara sistem perbankan
diwajibkan untuk terus memberikan imbalan kepada depositor sesuai dengan
tingkat suku bunga pasar. Rendahnya kemampuan daya saing usaha pada sektor
produksi telah pula menyebabkan berkurangnya peran sistem perbankan secara
umum untuk menjalankan fungsinya sebagai intermediator kegiatan investasi
(Bank Indonesia, 2002).
Selama periode krisis tersebut, bank syariah masih dapat menunjukkan
kinerja yang relatif lebih baik dibandingkan dengan lembaga perbankan
konvensional. Hal ini dapat dilihat dari relatif lebih rendahnya penyaluran
pembiayaan yang bermasalah (non performing loans) pada bank syariah dalam
periode pasca krisis ekonomi (Bank Indonesia, 2002), seperti yang dapat dilihat
pada Gambar 1. Hal tersebut dapat dipahami mengingat tingkat pengembalian
pada bank syariah tidak mengacu pada tingkat suku bunga dan pada akhirnya
dapat menyediakan dana investasi dengan biaya modal yang relatif lebih rendah
kepada masyarakat. Data menunjukkan bahwa bank syariah relatif lebih dapat
menyalurkan dana kepada sektor produksi dengan Loan to Deposit Ratio (LDR)
berkisar antara 113-117 persen. Pengalaman historis tersebut telah memberikan
harapan kepada masyarakat akan hadirnya sistem perbankan syariah sebagai
alternatif sistem perbankan yang selain memenuhi harapan masyarakat dalam
aspek syariah juga dapat memberikan manfaat yang luas dalam kegiatan
perekonomian (Bank Indonesia, 2002).
Sumber : Bank Indonesia (2002)
Gambar 1 Kinerja Perbankan Syariah di Indonesia
Perkembangan industri keuangan syariah, baik bank umum maupun Bank
Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS) dan lembaga keuangan syariah bukan bank,
di Indonesia sebenarnya telah dimulai sebelum pemerintah secara formal
menetapkan dasar-dasar hukum operasionalnya. Perkembangan perbankan syariah
di Indonesia merupakan wujud dari permintaan masyarakat yang membutuhkan
suatu sistem perbankan alternatif yang menyediakan jasa perbankan atau
keuangan yang sehat sekaligus memenuhi prinsip-prinsip syariah. Dikeluarkannya
Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perubahan Undang-Undang No. 7
Tahun 1992 tentang Perbankan memberikan landasan operasi yang lebih jelas
bagi bank syariah dan menandai dimulainya era sistem perbankan ganda (dual
banking system) di Indonesia. Kemudian pada tahun 1999 dikeluarkan Undang-
Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia yang memberikan
kewenangan kepada Bank Indonesia untuk dapat pula menjalankan tugasnya
berdasarkan prinsip syariah.
Setelah dikeluarkannya ketentuan perundang-undangan tersebut, sistem
perbankan syariah sejak tahun 1998 sampai 2001 telah menunjukkan
perkembangan yang cukup pesat, yaitu sekitar 74 persen pertumbuhan aset per
tahun dari Rp 479 miliar pada tahun 1998 menjadi Rp 2.718 miliar pada tahun
2001. Dana Pihak Ketiga (DPK) telah meningkat dari Rp 392 miliar menjadi Rp
1.806 miliar. Sistem perbankan syariah telah pula mengalami pertumbuhan dalam
hal kelembagaan. Jumlah bank syariah telah meningkat dari hanya satu Bank
Umum Syariah (BUS) dan 78 BPRS pada tahun 1998 menjadi dua BUS, tiga Unit
Usaha Syariah (UUS) dan 81 BPRS pada akhir tahun 2001 (Bank Indonesia,
2002). Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perkembangan Jumlah Bank Syariah Kelompok Bank 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Bank Umum Syariah 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3
Unit Usaha Syariah 0 1 3 3 6 8 15 19 20 26 BPR Syariah 78 79 79 81 83 84 88 92 105 114
Sumber : Bank Indonesia (2003 dan 2008)
Bank syariah memiliki potensi besar untuk menjadi pilihan utama dan
pertama bagi nasabah dalam pilihan transaksi mereka. Hal itu ditunjukkan dengan
akselerasi perkembangan dan pertumbuhan perbankan syariah di Indonesia,
seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2. Dari tahun 2000 hingga tahun 2004,
pertumbuhan bank syariah cukup tinggi, rata-rata lebih dari 50 persen setiap
tahunnya. Bahkan pada tahun 2003 dan 2004, pertumbuhan bank syariah melebihi
90 persen dari tahun-tahun sebelumnya. Jumlah DPK yang terus meningkat
dengan tingkat pertumbuhan yang tidak jauh berbeda dengan aset,
mengindikasikan bahwa demand pasar terhadap perbankan syariah masih cukup
besar. Perkembangan perbankan syariah pada tahun 2004 sejalan dengan
kebijakan Bank Indonesia melalui peraturan yang dikeluarkan dengan didukung
oleh kajian dan penelitian dari kalangan perbankan.
Perlu disadari bahwa di tengah tekanan yang cukup berat terhadap
stabilitas makroekonomi secara umum dan perbankan secara khusus, kondisi
industri perbankan syariah tetap memperlihatkan peningkatan kinerja yang relatif
baik. Selain itu, dalam Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia
disebutkan visi dari kegiatan pengembangan perbankan syariah, yaitu
“Terwujudnya sistem perbankan syariah yang kompetitif, efisien dan memenuhi
prinsip kehati-hatian serta mampu mendukung sektor riil secara nyata melalui
kegiatan pembiayaan berbasis bagi hasil dan transaksi riil dalam kerangka
keadilan, tolong menolong dan menuju kebaikan guna mencapai kemaslahatan
masyarakat”. Oleh karena itu, penelitian mengenai efisiensi perbankan syariah di
Indonesia menjadi penting untuk dilakukan.
Tabel 2 Perkembangan dan Pertumbuhan Perbankan Syariah
Keterangan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Total Aset (dalam miliar rupiah) 1.790 2.718 4.045 7.859 15.326 20.880 26.722 36.538Share dengan total perbankan (dalam persen) 0,17 0,25 0,36 0,74 1,20 1,42 1,58 1,84 Pertumbuhan (dalam persen) 51,8 48,8 94,3 95,0 36,2 28,0 36,7 Pembiayaan yang Diberikan (dalam miliar rupiah) 1.271 2.050 3.277 5.530 11.490 15.232 20.445 27.944 Share dengan total perbankan (dalam persen) 0,40 0,57 0,80 1,16 1,93 2,19 2,58 2,79 Pertumbuhan (dalam persen) 61,3 59,9 68,8 107,8 32,6 34,2 36,7Dana Pihak Ketiga (dalam miliar rupiah) 1.029 1.806 2.918 5.725 11.862 15.582 20.672 28.012 Share dengan total perbankan (dalam persen) 0,15 0,23 0,35 0,64 1,23 1,38 1,61 1,85 Pertumbuhan (dalam persen) 75,6 61,5 96,2 107,2 31,4 32,7 35,5
Sumber : Bank Indonesia (2007) dan Hasil Pengolahan Keterangan : Meliputi data BUS dan UUS (tidak termasuk BPRS)
Di sisi lain, perkembangan bank-bank syariah telah dianggap sebagai
alternatif solusi untuk menuju perbankan yang sehat. Beberapa negara sudah
mengubah sistem perbankannya dengan sistem perbankan syariah (Yaumidin,
2007). Perbedaan utama sistem perbankan syariah dengan sistem perbankan
konvensional terletak pada prinsip bagi hasil (profit and loss sharing) dalam
menjalankan fungsinya sebagai lembaga perantara (intermediaries). Hal ini juga
yang secara umum menjadi motivasi bagi negara-negara tersebut dalam
menerapkan sistem perbankan syariah.
Meskipun Indonesia terlambat dalam memulai praktek keuangan syariah
dibandingkan Malaysia, namun perlahan Indonesia menunjukkan kinerja yang
jauh lebih baik. Dalam industri perbankan syariah, secara kuantitatif maupun
kualitatif, Indonesia saat ini lebih baik. Jumlah bank umum yang menawarkan
layanan syariah di Indonesia melebihi Malaysia, apalagi bila dihitung jumlah
BPRS. Belum lagi bila jumlah Baitul Mal wa Tamwil (BMT) ikut diperhitungkan.
Dari sisi kualitatif, persentase pembiayaan bermasalah perbankan syariah
Indonesia jauh lebih baik dibandingkan Malaysia yang baru-baru ini menghadapi
masalah serius dalam kualitas asetnya. Tingkat profitabilitas maupun efisiensi
operasi perbankan syariah Indonesia juga jauh lebih baik. Satu-satunya variable
yang masih lebih kecil dari Malaysia adalah total aset, baik nominalnya maupun
persentase terhadap total aset perbankan nasional1.
Berdasarkan uraian tersebut, maka dalam penelitian ini akan dianalisis
tingkat efisiensi serta perubahan Total Factor Productivity (TFP) industri
perbankan syariah di Indonesia dengan menggunakan metode non parametrik
Data Envelopment Analysis (DEA).
1.2 Perumusan Masalah
Sejak berdirinya Bank Muamalat pada tahun 1992 berarti menjadi
tonggak awal perkenalan umat Islam Indonesia dengan bank syariah. Sampai
akhir tahun 2007 telah ada tiga Bank Umum Syariah (BUS), 26 Unit Usaha
Syariah (UUS) dan 114 Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Belum lagi
lembaga keuangan mikro syariah atau Baitul Mal wa Tamwil (BMT) yang
tersebar hampir di setiap propinsi. Ini merupakan prestasi yang menggembirakan
bagi perkembangan lembaga keuangan syariah di Indonesia.
Akan tetapi pada tahun 2005 dirasakan ada perlambatan dibandingkan
tahun-tahun sebelumnya, meskipun perbankan syariah tetap tumbuh sebesar 36,2
persen. Sampai akhir tahun 2005 juga tercatat bahwa pangsa pasar industri
perbankan syariah Indonesia masih merupakan bagian yang sangat kecil dari total
pangsa pasar industri perbankan nasional, yaitu hanya sebesar 1,42 persen. Hal ini
dapat dilihat pada Tabel 2.
Semakin banyaknya jumlah bank syariah menyebabkan semakin
tingginya tingkat persaingan di antara bank syariah. Dengan kata lain, agar
mampu bersaing dengan bank konvensional dan bank syariah lainnya, maka bank
syariah harus meningkatkan kinerjanya atau menjalankan usahanya dengan
efisien. Selain itu, dalam Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia
disebutkan, salah satu hal penting yang perlu mendapat perhatian dalam upaya
mendorong pertumbuhan industri perbankan syariah yang masih berada dalam
tahap awal pengembangan adalah efisiensi operasional perbankan syariah yang
masih belum optimal.
Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang akan dibahas
dalam penelitian ini dirumuskan sebagai berikut :
1. Bagaimana perkembangan perbankan syariah dilihat dari total aset,
pembiayaan yang diberikan dan dana pihak ketiga?
2. Bagaimana efisiensi industri perbankan syariah di Indonesia?
3. Bagaimana perubahan Total Factor Productivity (TFP) industri
perbankan syariah di Indonesia?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka penelitian ini bertujuan
untuk :
1. Mendeskripsikan perkembangan perbankan syariah dilihat dari total aset,
pembiayaan yang diberikan dan dana pihak ketiga.
2. Menganalisis efisiensi industri perbankan syariah di Indonesia.
3. Menganalisis perubahan Total Factor Productivity (TFP) industri
perbankan syariah di Indonesia.
1.4 Kegunaan Penelitian
Adapun manfaat hasil penelitian ini yang diharapkan adalah sebagai
berikut :
1. Untuk perkembangan teori mengenai efisiensi industri, khususnya
industri perbankan syariah.
2. Untuk perkembangan penerapan metode non parametrik Data
Envelopment Analysis (DEA), penelitian ini dapat dijadikan salah satu
literatur dalam menganalisis efisiensi industri perbankan syariah terutama
di Indonesia.
3. Sebagai sumber informasi mengenai tingkat efisiensi perbankan syariah
nasional bagi lembaga atau pihak-pihak tertentu, seperti bank (manager
bank), investor, bank-bank pesaing (kompetitor) dan analis pasar serta
Bank Indonesia dan Pemerintah, untuk pertimbangan langkah ke
depannya.
4. Sebagai sarana pembelajaran bagi penulis dan pembaca dalam
memahami lebih mendalam mengenai efisiensi, khususnya efisiensi
perbankan syariah, dan metode non parametrik DEA.
1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini menganalisis efisiensi industri perbankan syariah di
Indonesia. Dalam penelitian ini hanya akan dikaji efisiensi dan perubahan Total
Factor Productivity (TFP) perbankan syariah, meliputi Bank Umum Syariah
(BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS). Data-data yang digunakan dalam
penelitian ini, yaitu data total pembiayaan, pendapatan operasional lainnya, aktiva
produktif lainnya, beban personalia, aktiva tetap dan total Dana Pihak Ketiga
(DPK) dibatasi dalam periode penelitian, yakni dari tahun 2004 hingga 2007.
II. TINJAUAN PUSTAKA DAN KERANGKA PEMIKIRAN
2.1 Tinjauan Teori
2.1.1 Efisiensi
Menurut Pass dan Lowes (1997), efisiensi merupakan hubungan antara
faktor input (factor inputs) yang langka dengan output (outputs) barang dan jasa.
Hubungan ini dapat diukur secara fisik (efisiensi teknik (technological efficiency))
atau secara biaya (efisiensi ekonomi (economic efficiency)). Konsep efisiensi
dipergunakan sebagai kriteria dalam penilaian seberapa baik pasar
mengalokasikan sumberdaya.
Kinerja pasar merupakan efisiensi dari suatu pasar (market) dalam
menggunakan sumberdaya yang langka untuk memenuhi permintaan konsumen
akan barang dan jasa, yaitu seberapa baik suatu pasar telah memberikan kontribusi
pada optimisasi kesejahteraan ekonomi. Elemen-elemen kunci dari kinerja pasar
mencakup :
(a) efisiensi produksi (productive efficiency) dan (b) efisiensi distribusi
(distributive efficiency), yaitu kemampuan suatu pasar untuk
memproduksi dan mendistribusikan produk-produknya dengan biaya
yang paling rendah;
(c) efisiensi alokasi (allocative efficiency), yaitu tingkat di mana harga pasar
yang dibebankan pada para pembeli konsisten dengan biaya penawaran
termasuk pengembalian suatu laba normal (normal profit) pada para
pemasok;
(d) kemajuan teknologi (technological progressiveness), kemampuan para
pemasok untuk selalu memperkenalkan teknik-teknik distribusi dan
produksi baru yang hemat biaya dan memperkenalkan produk-produk
superior;
(e) kinerja produk (product performance), yaitu kualitas dan
keanekaragaman produk yang ditawarkan oleh para pemasok.
Dalam teori pasar (theory of markets), kinerja pasar ditentukan oleh
interaksi dari struktur pasar (market structure) dan perilaku pasar (market
conduct), sementara kinerja pasar itu sendiri memiliki pengaruh terhadap struktur
dan perilaku pasar.
Efisiensi pengalokasian (allocative efficiency) merupakan suatu aspek
dari kinerja pasar (market performance) yang menunjukkan pengalokasian yang
optimum dari sumberdaya yang langka untuk memproduksi barang dan jasa yang
sesuai dengan permintaan konsumen. Hal ini dicapai ketika tingkat harga pasar
dan keuntungan konsisten dengan biaya sumberdaya riil untuk menyediakan
produk tersebut. Lebih khusus, kesejahteraan konsumen optimum apabila harga
dari setiap produk sama dengan biaya terendah dari sumberdaya dalam
menyediakan produk tersebut, ditambah keuntungan normal yang diterima oleh
perusahaan.
Efisiensi produksi (productive efficiency) merupakan sebuah aspek dari
kinerja pasar (market performance) yang menunjukkan efisiensi suatu pasar
dalam memproduksi produk-produk pada biaya yang serendah mungkin dalam
jangka panjang dengan menggunakan teknologi yang ada. Efisiensi produksi
tercapai apabila output diproduksi dalam pabrik dengan skala optimal dan terdapat
suatu keseimbangan antara penawaran dan permintaan pasar jangka panjang.
Efisiensi distribusi (distribution efficiency) merupakan suatu aspek dari
kinerja pasar (market performance) yang menunjukkan efisiensi (efficiency) suatu
pasar dalam mendistribusikan output dari pemasok ke konsumen. Biaya distribusi
termasuk pengangkutan, pergudangan, biaya penanganan, bersama-sama dengan
margin keuntungan dari distributor. Sebagai tambahan, pemasok menimbulkan
biaya penjualan atau selling cost (periklanan atau advertising dan biaya-biaya lain
dari pembedaan produk atau product differentiation) dalam mengusahakan dan
mempertahankan secara terus menerus permintaan akan produk mereka. Efisiensi
distribusi yang optimal diperoleh apabila biaya distribusi fisik minimum dan biaya
penjualan dipertahankan pada tingkat yang paling rendah untuk mempertahankan
total permintaan pasar secara terus menerus.
Menurut Hadad, et. al (2003), efisiensi merupakan salah satu parameter
kinerja yang secara teoritis merupakan salah satu kinerja yang mendasari seluruh
kinerja sebuah organisasi. Kemampuan menghasilkan output yang maksimal
dengan input yang ada merupakan ukuran kinerja yang diharapkan. Pada saat
pengukuran efisiensi dilakukan, bank dihadapkan pada kondisi bagaimana
mendapatkan tingkat output yang optimal dengan tingkat input yang ada, atau
mendapatkan tingkat input yang minimum dengan tingkat output tertentu.
Efisiensi dalam dunia perbankan adalah salah satu parameter kinerja
yang cukup populer, banyak digunakan karena merupakan jawaban atas kesulitan-
kesulitan dalam menghitung ukuran-ukuran kinerja. Sering kali, perhitungan
tingkat keuntungan menunjukkan kinerja yang baik, tidak masuk dalam kriteria
“sehat” atau berprestasi dari sisi peraturan. Sebagaimana diketahui, industri
perbankan adalah industri yang paling banyak diatur oleh peraturan-peraturan
yang sekaligus menjadi ukuran kinerja dunia perbankan. Capital Adequacy Ratio
(CAR), Reserve Requirement, Legal Lending Limit dan kredibilitas para pengelola
bank adalah contoh peraturan-peraturan yang sekaligus menjadi kriteria kinerja di
dunia perbankan. Sedangkan dengan menggunakan metode parametrik, ada dua
pendekatan untuk menghitung efisiensi, yaitu Stochastic Frontier Approach
(SFA) dan Distribution Free Approach (DFA).
Menurut Ikatan Akuntan Indonesia dalam Febryani dan Zulfadin (2003),
kinerja perusahaan dapat diukur dengan menganalisa dan mengevaluasi laporan
keuangan. Dalam konteks perbankan, kinerja merupakan cerminan dari
kemampuan sebuah bank dalam mengelola dan mengalokasikan dananya
(Febryani dan Zulfadin, 2003).
Ramli dalam Mirnawati (2007) menyatakan bahwa efisiensi perbankan
berperan bagi kehidupan makro dan mikro bangsa Indonesia. Peranan efisiensi
perbankan dari sisi makro yaitu melalui kegiatan utamanya dalam pasar finansial
berupa mobilisasi dana dan penyaluran kredit. Lembaga perbankan tidak hanya
dapat meningkatkan produktivitas dana tetapi juga dapat mendorong
perkembangan sektor-sektor ekonomi lainnya. Bahkan penyaluran kredit
konsumsi mempunyai dampak positif bagi dunia usaha karena ikut membantu
peningkatan permintaan terhadap berbagai jenis produk dan jasa. Peranan efisiensi
perbankan ditinjau dari sisi mikro menggambarkan kemampuan bank yang
bersangkutan dalam mengelola input untuk menghasilkan output. Bank-bank yang
tidak efisien bisa tersingkir dari pasar karena tidak mampu bersaing dengan
kompetitornya, baik dari segi harga (pricing) maupun kualitas produk dan
pelayanan (Mirnawati, 2007).
Menurut Farrel dalam Coelli et. al (1998), efisiensi teknis mencerminkan
kemampuan perusahaan untuk menghasilkan output yang maksimum dengan
jumlah input tertentu. Menurut Hassan (2003), sebuah perusahaan dikatakan lebih
efisien secara teknis daripada perusahaan lainnya jika perusahaan tersebut
menghasilkan output yang relatif lebih banyak dengan menggunakan input dalam
jumlah yang sama. Inefisiensi teknis disebabkan oleh manajemen dan dapat
dikendalikan dengan manajemen. Sumber inefisiensi teknis dapat berupa
inefisiensi teknis murni (terkait dengan input) atau skala inefisiensi (terkait
dengan output).
Menurut Farrel dalam Yudistira (2003), skala efisiensi adalah hubungan
antara biaya produksi rata-rata per unit dan volume bank. Jadi, suatu bank
dikatakan memiliki skala ekonomi saat peningkatan outputnya diikuti dengan
biaya produksi per unit yang lebih rendah.
2.1.2 Total Factor Productivity (TFP)
Coelli et. al (1998) mendefinisikan produktivitas suatu perusahaan
sebagai rasio output yang dihasilkan terhadap input yang digunakan. Total Factor
Productivity (TFP) adalah ukuran produktivitas yang melibatkan semua faktor
produksi. Indeks TFP mengukur perubahan total output yang dihasilkan relatif
terhadap perubahan atas seluruh input yang digunakan.
Untuk membedakan istilah produktivitas dan efisiensi dapat
diilustrasikan dengan proses produksi sederhana dimana satu input (x) digunakan
untuk memproduksi satu output (y). Hal ini dapat dilihat pada Gambar 2 dan 3.
Garis 0F’ pada Gambar 2 merupakan frontier produksi yang menggambarkan
hubungan antara input dan output. Frontier produksi menunjukkan tingkat output
maksimum yang dapat dicapai pada tiap tingkat input, dengan tingkat teknologi
tertentu dalam suatu industri. Perusahaan-perusahaan dalam industri tersebut
dapat beroperasi pada frontier jika perusahaan efisien secara teknis atau di bawah
frontier jika perusahaan tidak efisien secara teknis. Titik A menunjukkan titik
yang inefisien, sedangkan titik B dan C menunjukkan titik yang efisien.
Perusahaan yang beroperasi di titik A merupakan perusahaan yang inefisien
karena secara teknis perusahaan tersebut dapat meningkatkan output ke tingkat
output yang sama dengan titik B tanpa membutuhkan input yang lebih besar.
Sumber : Coelli et. al (1998) Gambar 2 Frontier Produksi dan Efisiensi Teknis
y
x
F’
0
C
B
A
Pada Gambar 3, untuk mengukur produktivitas masing-masing titik data
digunakan garis bantu yang berasal dari titik 0 ke masing-masing titik data, yaitu
garis a, b dan c. Kemiringan (slope) garis tersebut adalah y/x dan merupakan
ukuran produktivitas. Jika perusahaan yang beroperasi di titik A bergerak ke titik
B yang efisien secara teknis, kemiringan garis tersebut akan menjadi lebih besar.
Hal ini menunjukkan bahwa tingkat produktivitas lebih tinggi di titik B. Jika
perusahaan bergerak ke titik C, garis tersebut merupakan garis singgung terhadap
frontier produksi dan menunjukkan produktivitas maksimum yang mungkin
dicapai. Pergerakan ke titik C adalah contoh pemanfaatan skala ekonomi. Titik C
merupakan titik skala optimal (secara teknis). Operasi perusahaan di titik lainnya
pada frontier produksi (selain titik C) akan menghasilkan tingkat produktivitas
yang lebih rendah. Kesimpulan dari uraian tersebut adalah perusahaan yang sudah
efisien secara teknis masih mungkin memperbaiki produktivitasnya dengan
memanfaatkan skala ekonomi.
Sumber : Coelli et. al (1998) Gambar 3 Produktivitas, Efisiensi Teknis dan Skala Ekonomi
y
x
F’
0
C
B
A
skala
ba c
Uraian tersebut tidak memasukkan komponen waktu. Jika perbandingan
produktivitas dilakukan antar waktu yang berbeda, sumber perubahan
produktivitas lainnya yang mungkin adalah perubahan teknis. Perubahan teknis
melibatkan kemajuan teknologi yang ditunjukkan dengan pergeseran frontier
produksi ke atas. Hal ini ditunjukkan pada Gambar 4 berupa pergeseran frontier
produksi (pada periode 0) 0F0’ menjadi frontier produksi (pada periode 1) 0F1’.
Pada periode 1, seluruh perusahaan secara teknis dapat memproduksi lebih
banyak output pada tiap tingkat input, relatif terhadap output yang mungkin
diproduksi pada periode 0. Jadi peningkatan produktivitas suatu perusahaan dari
tahun satu ke tahun selanjutnya tidak hanya berasal dari perbaikan efisiensi, tetapi
mungkin juga karena perubahan teknis atau pemanfaatan skala ekonomi atau
kombinasi dari ketiga faktor ini.
Sumber : Coelli et. al (1998) Gambar 4 Perubahan Teknis di Antara Dua Periode Waktu
y
x
F1’
0
F0’
Menurut Hassan (2003), perubahan produktivitas industri perbankan
syariah dapat disebabkan oleh perubahan teknologi atau perubahan efisiensi
teknis. Perubahan teknologi dapat dilakukan dengan pembukaan dan penetrasi
pasar lain, sedangkan perubahan efisiensi teknis dapat dilakukan dengan usaha
bank-bank yang inefisien untuk menyusul bank-bank yang efisien.
2.1.3 Perbankan
Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 ayat 1,
perbankan adalah segala sesuatu yang menyangkut tentang bank, mencakup
kelembagaan, kegiatan usaha, serta cara dan proses dalam melaksanakan kegiatan
usahanya.
2.1.3.1 Bank
Menurut Pass dan Lowes (1997), bank merupakan suatu lembaga
simpan-pinjam yang mempunyai izin dari pemerintah (di Inggris oleh Bank
Sentral), yang bertindak sebagai tempat penyimpanan uang oleh masyarakat,
perusahaan dan lembaga-lembaga yang dapat diambil kembali setiap saat
berdasarkan permintaan (current accounts) atau setelah jatuh tempo yang
ditetapkan sebelumnya (deposit accounts). Bank memberikan bermacam-macam
pelayanan kepada nasabahnya (transaksi uang, saran-saran mengenai investasi dan
lain sebagainya) dan memberikan pinjaman yang berasal dari deposito atau
dengan menggunakan dana sendiri untuk membeli surat-surat berharga dalam
rangka mencari keuntungan. Ada beberapa bentuk bank, beberapa di antaranya
bank komersil (commercial bank), bank perdagangan (merchant banks), bank
tabungan (saving banks) dan bank investasi (investment banks). Akhir-akhir ini
banyak lembaga-lembaga keuangan (building societies) telah pula menciptakan
fasilitas-fasilitas perbankan dalam jangkauan yang terbatas.
Menurut Dendawijaya (2001), bank adalah suatu badan usaha yang tugas
utamanya sebagai lembaga perantara keuangan (financial intermediaries), yang
menyalurkan dana dari pihak yang berkelebihan dana (idle fund atau surplus fund)
kepada pihak yang membutuhkan dana atau kekurangan dana (deficit unit) pada
waktu yang ditentukan. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 ayat 2
menyebutkan bahwa yang disebut dengan bank adalah badan usaha yang
menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Sedangkan Undang-Undang No.
10 Tahun 1998 Pasal 1 ayat 3 menyebutkan bank umum adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha secara konvensional dan atau berdasarkan prinsip
syariah yang dalam kegiatannya memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
2.1.3.2 Bank Syariah
Menurut Dendawijaya (2004), bank syariah adalah bank yang
melaksanakan kegiatan usaha berdasarkan prinsip syariah dalam kegiatannya
dapat memberikan atau tidak memberikan jasa dalam lalu lintas pembayaran.
Landasan hukum bank syariah adalah Undang-Undang No. 10 Tahun 1998
tentang Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan.
Bank syariah mencakup Bank Umum Syariah (BUS), Bank Perkreditan
Rakyat Syariah (BPRS) dan Unit Usaha Syariah (UUS) dari bank umum
konvensional (Bank Indonesia, 2002). Bank Umum Syariah (BUS) adalah bank
umum berdasarkan prinsip syariah. Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS)
adalah Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang beroperasi berdasarkan prinsip
syariah. Sedangkan Unit Usaha Syariah (UUS) adalah unit kerja di kantor pusat
bank umum konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang
syariah dan atau unit syariah, atau unit kerja di kantor cabang bank asing
konvensional yang berfungsi sebagai kantor induk dari kantor cabang pembantu
syariah dan atau unit syariah (Bank Indonesia, 2007).
Berdasarkan Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 Pasal 1 ayat 13, prinsip
syariah adalah aturan perjanjian berdasarkan hukum Islam antara bank dan pihak
lain untuk penyimpanan dana dan atau pembiayaan kegiatan usaha, atau kegiatan
lainnya yang dinyatakan sesuai dengan syariah, antara lain pembiayaan
berdasarkan prinsip bagi hasil (mudharabah), pembiayaan berdasarkan prinsip
penyertaan modal (musyarakah), prinsip jual beli barang dengan memperoleh
keuntungan (murabahah), atau pembiayaan barang modal berdasarkan prinsip
sewa murni tanpa pilihan (ijarah), atau dengan adanya pilihan memindahkan
kepemilikan atas barang yang disewa dari pihak bank oleh pihak lain (ijarah wa
iqtina).
2.2 Penelitian-Penelitian Terdahulu
Beberapa penelitian yang berhubungan dengan efisiensi atau kinerja bank
telah banyak dilakukan di Indonesia, seperti penelitian Febryani dan Zulfadin
(2003) yang membandingkan kinerja bank devisa dan bank non devisa dengan
didasarkan pada Return on Equity (ROE), Return on Assets (ROA) dan Loan to
Deposit Ratio (LDR), yang menunjukkan bahwa pada tahun 2000 tidak terdapat
perbedaan kinerja antara bank devisa dan non devisa jika dilihat dari ROE, ROA
dan LDR. Sedangkan pada tahun 2001 tidak ada perbedaan signifikan antara
kinerja bank devisa dan bank non devisa jika dilihat dari variabel ROE dan ROA,
perbedaan kinerja terlihat nyata jika dilihat dari variabel LDR. Lestari dan
Sugiharto (2007) juga menganalisis perbedaan kinerja bank devisa dan bank non
devisa setelah krisis ekonomi dilihat dari ROA dan ROE, dimana hasil penelitian
menunjukkan bahwa pada tahun 2002-2006 perbedaan kinerja antara bank devisa
dan bank non devisa setelah krisis ekonomi tidak signifikan.
Linda (2007) menganalisis kinerja bank persero, Bank Umum Swasta
Nasional (BUSN) devisa dan BUSN non devisa dalam kaitannya dengan indikator
kesehatan bank (ROA dan ROE) dengan periode penelitian sejak Januari 2001
hingga Desember 2006, yang secara deskriptif menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan kinerja masing-masing kelompok bank dari segi rentabilitas. Pada awal
periode penelitian, kelompok bank yang memiliki ROA dari posisi terbesar
hingga terkecil adalah BUSN non devisa, bank persero dan BUSN devisa. Namun,
sejak pertengahan hingga akhir periode penelitian, kelompok bank yang memiliki
ROA dari yang terbesar hingga terkecil adalah BUSN devisa, bank persero dan
BUSN non devisa.
Sementara jika dilihat berdasarkan ROE, maka pada awal periode
penelitian kelompok bank yang memiliki ROE dari posisi terbesar hingga terkecil
adalah bank persero, BUSN non devisa dan BUSN devisa. Namun, sejak
pertengahan hingga akhir periode penelitian, kelompok bank yang memiliki ROE
dari yang terbesar hingga terkecil adalah BUSN devisa, bank persero dan BUSN
non devisa. Adanya perubahan posisi menunjukkan adanya perubahan kinerja
dalam memperoleh profit dari masing-masing kelompok bank. Secara garis besar,
perkembangan kinerja terbaik dari segi rentabilitas ditunjukkan oleh BUSN
devisa, bahkan sampai mengungguli bank persero yang merupakan kompetitor
terdekatnya. Di sisi lain, BUSN non devisa cenderung mengalami penurunan
kinerja yang ditengarai akibat terbatasnya modal dan kalah bersaing dalam
merebut pangsa pasar.
Holis (2006) juga menganalisis tingkat efisiensi bank-bank di Indonesia
dan membandingkan tingkat efisiensi antara kelompok bank, namun penelitian ini
melihat dari segi modal inti yang dimiliki dan menggunakan pendekatan
Distribution Free Approach (DFA) dan Lang-Welzel, yang menunjukkan bahwa
tidak ada hubungan yang nyata antara tingkat efisiensi dengan ukuran modal inti
yang dimiliki oleh masing-masing bank. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat
diambil suatu kesimpulan bahwa jumlah modal inti yang lebih besar tidak
selamanya membuat kinerja sebuah bank menjadi lebih baik jika dibandingkan
dengan bank-bank lain yang lebih kecil.
Penelitian mengenai kinerja intermediasi perbankan syariah juga pernah
dilakukan oleh Mardiansyah (2004) dan Mishriyah (2005) yang sama-sama
menganalisis perkembangan kinerja intermediasi perbankan setelah adanya fatwa
MUI pada Januari 2004, yang menyatakan bunga bank itu riba dan diharamkan,
dengan metode peramalan. Hasil penelitian Mardiansyah (2004), yang
menggunakan ramalan DPK dan pembiayaan perbankan syariah dengan data DPK
dan pembiayaan perbankan syariah dari Desember 2000 hingga Januari 2004,
menunjukkan bahwa terdapat penurunan kinerja intermediasi perbankan syariah.
Besar Financing to Deposit Ratio (FDR) pada akhir tahun 2004 diperkirakan
menjadi 85,35 persen atau ada kecenderungan penurunan tingkat FDR dari tahun
sebelumnya yang berkisar pada tingkat 96,57 persen. Penurunan ini disebabkan
terjadinya ketimpangan antara DPK yang dihimpun dengan pembiayaan yang
diberikan dimana pertumbuhan DPK yang dihimpun jauh lebih besar daripada
pembiayaan yang diberikan, artinya perbankan syariah akan mengalami kelebihan
likuiditas yang lebih besar lagi pada akhir tahun 2004.
Relatif tingginya pertumbuhan DPK dibanding pertumbuhan pembiayaan
kemungkinan besar disebabkan adanya fatwa MUI. Pengaruh dikeluarkannya
fatwa MUI tersebut akan terasa selama tahun 2004 dimana nasabah yang
terpengaruh akan melimpahkan dananya dari bank konvensional ke bank syariah.
Ketimpangan tersebut ditambah dengan kesulitan perbankan syariah dalam
menyalurkan pembiayaan yang lebih besar lagi ke sektor riil. Namun besaran
FDR yang masih di atas 85 persen menunjukkan bahwa peran intermediasi
perbankan syariah masih cukup baik. Hasil penelitian Mishriyah (2005), yang
menggunakan metode peramalan dengan teknis dekomposisi dan menggunakan
data DPK dan pembiayaan perbankan syariah bulanan dari Desember 2000 hingga
Januari 2005, menunjukkan bahwa ada penurunan terhadap kinerja intermediasi
perbankan syariah dilihat dari peramalan tingkat FDR akhir tahun 2005 lebih
besar daripada FDR tahun 2006, yaitu 89,9 persen pada tahun 2005 menjadi hanya
75,9 persen pada tahun 2006.
Penelitian mengenai analisis efisiensi dengan pendekatan Data
Envelopment Analysis (DEA) pernah dilakukan oleh Purnomo (2006) pada usaha
tani padi sawah di provinsi Jawa Tengah dengan metode DEA model CCR
(Charnes, Cooper and Rhodes). Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
penelitian pada masa tanam musim kemarau tahun 2003 yang berukuran 58
pengamatan dengan asumsi skala pengembalian tetap atau Constant Returns to
Scale (CRS), petani yang efisien secara teknis dalam penggunaan input hanya
sebesar 32,76 persen dan pada masa tanam musim hujan tahun 2004 dengan 39
pengamatan, petani yang efisien secara teknis dalam penggunaan input hanya
sebesar 28,21 persen dan sisanya tidak efisien.
Penelitian Hadad et. al (2003) yang menganalisis efisiensi industri
perbankan Indonesia dengan metode non parametrik DEA, menunjukkan bahwa
kelompok bank swasta nasional non devisa merupakan yang paling efisien selama
tiga tahun (2001-2003) dalam kurun analisis delapan tahun (1996-2003)
dibandingkan bank-bank lainnya. Sufian (2006) yang menganalisis kinerja sektor
perbankan syariah Malaysia selama periode 2001-2005 dengan metode non
parametrik DEA, menemukan bahwa selama periode penelitian skala inefisiensi
(scale inefficiency) mendominasi inefisiensi teknis murni (pure technical
inefficiency) dalam sektor perbankan syariah Malaysia dan bank-bank asing
menunjukkan tingkat efisiensi teknis yang lebih tinggi daripada bank-bank
domestik bandingannya. Sedangkan hasil penelitian Yudistira (2003) yang
menganalisis efisiensi 18 bank syariah yang berada di 12 negara dengan metode
non parametrik DEA menunjukkan bahwa secara keseluruhan bank syariah hanya
mengalami sedikit inefisiensi selama krisis global tahun 1998-1999.
Penelitian yang berkaitan dengan analisis efisiensi dengan metode non
parametrik DEA serta analisis perubahan Total Factor Productivity (TFP) telah
dilakukan oleh Hassan (2003) pada bank-bank syariah di tiga negara, yaitu
Pakistan, Iran dan Sudan, dan hasilnya menunjukkan bahwa rata-rata industri
perbankan syariah relatif kurang efisien dibandingkan dengan bank konvensional
bandingannya. Selain itu, telah terjadi peningkatan produktivitas yang menurun
dalam industri perbankan syariah di ketiga negara ini, kecuali pada tahun 1996-
1997 dan 1999-2000. Perubahan produktivitas yang terjadi pun disebabkan
terutama oleh perubahan teknologi, bukan perubahan efisiensi teknis.
Penelitian mengenai analisis efisiensi dengan metode non parametrik
DEA serta analisis perubahan Total Factor Productivity (TFP) juga dilakukan
oleh Yaumidin (2007) yang membandingkan tingkat efisiensi bank-bank syariah
di kawasan Timur Tengah dan Asia Tenggara. Hasil penelitiannya menunjukkan
bahwa secara keseluruhan bank-bank syariah di Asia Tenggara sedikit lebih
efisien dibandingkan bank-bank syariah di Timur Tengah dan adanya penurunan
efisiensi teknis selama periode penelitian, yaitu sejak 2000 hingga 2003.
Penelitian-penelitian mengenai efisiensi industri perbankan syariah
dengan metode non parametrik DEA yang sudah dilakukan umumnya
membandingkan efisiensi perbankan syariah antar kawasan atau antar negara.
Sedangkan penelitian mengenai kinerja/efisiensi industri perbankan di Indonesia
umumnya menggunakan rasio-rasio yang mencerminkan tingkat kesehatan dan
kinerja bank serta menganalisis industri perbankan nasional atau bank-bank
konvensional. Oleh karena itu, dalam penelitian ini, akan dianalisis efisiensi
industri perbankan syariah di Indonesia dengan menggunakan metode non
parametrik DEA.
2.3 Kerangka Pemikiran
Berdirinya bank-bank syariah baru di Indonesia, yang terjadi hampir di
setiap tahun sejak dikeluarkannya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Undang-
Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, menyebabkan semakin
banyaknya jumlah bank syariah. Hal ini menyebabkan semakin tingginya tingkat
persaingan di antara bank syariah. Oleh karena itu, agar mampu menghadapi
tingkat persaingan yang semakin tinggi, bank-bank syariah harus meningkatkan
kinerjanya atau tingkat efisiensinya. Selain itu, efisiensi operasional perbankan
syariah yang masih belum optimal merupakan salah satu hal yang harus
diperhatikan dalam mendorong pertumbuhan industri perbankan syariah.
Dalam penelitian ini, untuk menganalisis efisiensi industri perbankan
syariah di Indonesia, digunakan pendekatan intermediasi dimana tenaga kerja dan
kapital bank digunakan untuk mengubah Dana Pihak Ketiga (DPK) menjadi
pembiayaan dan aktiva produktif lainnya. Menurut Dar dan Presley dalam
Yudistira (2003) dan Yaumidin (2007), pendekatan intermediasi dianggap paling
sesuai dengan prinsip-prinsip sistem keuangan syariah. Analisis efisiensi industri
perbankan syariah dapat dilihat dari penggunaan input dan output yang dihasilkan
dimana input yang digunakan adalah tenaga kerja, kapital dan total DPK,
sedangkan output yang dihasilkan adalah total pembiayaan, aktiva produktif
lainnya dan pendapatan operasional lainnya. Variabel-variabel penyusun input
dan output ini yang mempengaruhi efisiensi industri perbankan syariah.
Keterangan: : aliran atau siklus dalam pendekatan intermediasi : variabel penyusun : hubungan mempengaruhi
Gambar 5 Bagan Kerangka Pemikiran
Bank Syariah
Masyarakat atau
Nasabah
Dana Pihak Ketiga Pembiayaan
Tenaga Kerja
Kapital
Input
Pendapatan Operasional
Lainnya
Aktiva Produktif Lainnya Output
Persaingan Industri Perbankan Syariah
Berdirinya Bank-Bank Syariah
Efisiensi Industri Perbankan Syariah
Jumlah Bank Syariah
III. METODE PENELITIAN
3.1 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder
yang berupa gabungan dari data runtun waktu (time series) dan data kerat silang
(cross section), meliputi 17 bank syariah dari tahun 2004 hingga 2007. Data
tersebut dihimpun dari neraca dan laporan laba rugi masing-masing bank syariah
di Indonesia (meliputi Bank Umum Syariah (BUS) maupun Unit Usaha Syariah
(UUS)) dari Laporan Keuangan Publikasi Bank yang terdapat di Bank Indonesia.
Adapun bank-bank syariah lainnya yang tidak diikutsertakan dalam penelitian ini
disebabkan keterbatasan data yang tersedia.
3.2 Spesifikasi Input dan Output
Dalam penelitian ini digunakan pendekatan intermediasi yang
memandang sebuah institusi finansial sebagai intermediator, dimana tenaga kerja
dan kapital bank syariah digunakan untuk mengubah Dana Pihak Ketiga (DPK)
menjadi pembiayaan dan aktiva produktif lainnya. Dalam penelitian ini aktiva
tetap sebagai proksi dari kapital, sedangkan beban personalia sebagai proksi dari
tenaga kerja.
Pendapatan operasional lainnya penting untuk dimasukkan ke dalam
penelitian disebabkan kreativitas perbankan syariah dalam menghindari bunga.
Total aktiva produktif tidak akan cukup mewakili keseluruhan output industri
perbankan syariah. Total pembiayaan bank-bank syariah merupakan data yang
terdiri dari kebanyakan transaksi syariah (Yaumidin, 2007).
Pemilihan variabel dalam studi mengenai efisiensi secara signifikan
mempengaruhi hasilnya. Dengan metode non parametrik, peningkatan jumlah
variabel dapat mengurangi jumlah inefisiensi teknis observasi (Coelli et. al,
1998). Variabel-variabel yang dianalisis dalam penelitian ini terdiri dari tiga
variabel input dan tiga variabel output. Variabel output terdiri dari total
pembiayaan, pendapatan operasional lainnya dan aktiva produktif lainnya.
Sedangkan variabel input terdiri dari beban personalia, aktiva tetap dan total DPK.
Ringkasan statistik dari variabel-variabel di atas dapat dilihat pada Tabel 4, 5, 6
dan 7 di Lampiran.
3.3 Definisi Operasional
Beberapa definisi operasional yang terkait dengan penelitian adalah
sebagai berikut :
1. Total efisiensi teknis (technical efficiency) didefinisikan dalam bentuk
peningkatan proporsi yang sama dalam output bahwa perusahaan dapat
mencapainya dengan mengkonsumsi kuantitas yang sama dari input-
inputnya jika dioperasikan dengan asumsi bentuk batasan produksi yang
Constant Returns to Scale (CRS) (Hadad et. al, 2003).
2. Pengukuran efisiensi teknis murni (pure technical efficiency) terjadi pada
peningkatan output yang dapat dicapai jika perusahaan menggunakan
teknologi yang bersifat Variable Returns to Scale (VRS) (Hadad et. al,
2003). Dengan kata lain, efisiensi teknis murni adalah efisiensi teknis
tanpa pengaruh skala efisiensi.
3. Skala efisiensi (scale efficiency) dapat dihitung sebagai rasio dari total
efisiensi teknis terhadap efisiensi teknis murni. Jika skala efisiensinya
sama dengan satu, maka perusahaan beroperasi dengan asumsi CRS,
sedangkan jika sebaliknya perusahaan tersebut terkarakterisasi dengan
asumsi VRS (Hadad et. al, 2003).
4. Constant Returns to Scale (CRS) terjadi saat peningkatan jumlah seluruh
input yang digunakan dengan proporsi tertentu menghasilkan
peningkatan output dalam proporsi yang sama (Coelli et. al, 1998).
5. Variable Returns to Scale (VRS) terdiri dari Increasing Returns to Scale
(IRS) dan Decreasing Returns to Scale (DRS). Increasing Returns to
Scale (IRS) terjadi saat peningkatan jumlah seluruh input dengan
proporsi tertentu menghasilkan peningkatan output dengan proporsi yang
lebih besar, sedangkan Decreasing Returns to Scale (DRS) terjadi saat
peningkatan jumlah seluruh input dengan proporsi tertentu menghasilkan
peningkatan output dengan proporsi yang lebih kecil (Coelli et. al,
1998).
6. Total pembiayaan adalah penyediaan dana dan/atau tagihan berdasarkan
akad mudharabah dan/atau musyarakah dan/atau pembiayaan lainnya
berdasarkan prinsip bagi hasil.
7. Aktiva produktif lainnya adalah penjumlahan dari penempatan pada bank
lain, penempatan pada Bank Indonesia dan surat berharga yang dimiliki.
8. Dana Pihak Ketiga (DPK) adalah penjumlahan dari giro wadiah,
tabungan wadiah, tabungan mudharabah dan deposito mudharabah.
3.4 Metode Analisis
Terdapat dua pilihan metode dalam menghitung efisiensi, yaitu metode
parametrik dan non parametrik. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan
adalah metode non parametrik dengan metode yang dikenal dengan istilah Data
Envelopment Analysis (DEA).
Umumnya pengukuran efisiensi dapat dilakukan berdasarkan input
(input-orientated) atau output (output-orientated). Dengan kata lain, efisiensi
dapat diukur dengan meminimumkan input yang digunakan untuk mencapai
tingkat output tertentu (input-orientated) atau memaksimumkan tingkat output
yang dihasilkan dengan penggunaan input tertentu (output-orientated).
3.4.1 Data Envelopment Analysis (DEA)
DEA adalah metode linear programming untuk mengestimasi frontier.
DEA menghitung efisiensi teknis seluruh unit. Tingkat efisiensi untuk setiap unit
adalah relatif, tergantung pada tingkat efisiensi dari unit-unit lainnya dalam
sample. Jadi, DEA merupakan ukuran efisiensi relatif yang mengukur inefisiensi
unit-unit yang ada dibandingkan dengan unit lain yang dianggap paling efisien
dalam set data yang ada.
Setiap unit dalam sample dianggap memiliki tingkat efisiensi yang tidak
negatif dan nilainya antara nol hingga satu, dimana satu menunjukkan efisiensi
yang sempurna. Dalam DEA dimungkinkan beberapa unit mempunyai tingkat
efisiensi sama dengan satu, yang artinya adalah bahwa unit tersebut merupakan
unit yang paling efisien dalam set data tertentu dan waktu tertentu. Kemudian
unit-unit yang memiliki nilai efisiensi sama dengan satu ini digunakan dalam
membuat envelope untuk frontier efisiensi. Unit-unit lainnya yang berada di
dalam envelope menunjukkan tingkat inefisiensi.
Keuntungan lainnya adalah bahwa DEA dapat melihat sumber
ketidakefisienan dengan ukuran peningkatan potensial (potential improvement)
dari masing-masing input. DEA juga tidak dapat melakukan pengujian statistik
seperti pada ekonometri. Namun kedua pendekatan ini akan menghasilkan ukuran
efisiensi yang mirip jika datanya cukup lengkap dan akurat. Jika ekonometri
sangat membutuhkan data yang banyak, maka DEA sangat rentan terhadap adanya
angka nol, negatif dan angka kecil yang mendekati nol. Hal ini dikarenakan DEA
menggunakan metode linear programming dengan pembobotan, maka adanya
angka kecil yang mendekati nol dapat menyebabkan fluktuasi bobot menjadi
sangat tinggi dan bisa tak terhingga. Sedangkan adanya angka negatif tidak
memungkinkan dijalankannya analisis DEA karena angka negatif
mengimplikasikan sebuah titik kombinasi yang tidak terdapat dalam set yang
tertutup, atau dapat juga dikatakan bahwa input dan output tidak boleh negatif
atau berhutang dalam analisis DEA.
Dalam DEA terdapat dua asumsi, yaitu Constant Returns to Scale (CRS)
dan Variable Returns to Scale (VRS). Charnes, Cooper dan Rhodes dalam Coelli
(1996) mengemukakan model yang berdasarkan input (input orientated) dan
diasumsikan CRS. Asumsi CRS sesuai hanya jika seluruh Decision Making Unit
(DMU), dalam hal ini bank syariah, beroperasi pada skala yang optimal.
Persaingan yang tidak sempurna, hambatan pada keuangan dan sebagainya
memungkinkan DMU tidak beroperasi pada skala optimal.
Banker, Charnes dan Cooper mengemukakan perluasan dari model CRS
untuk menghitung asumsi alternatifnya, yaitu model VRS. Penggunaan asumsi
CRS jika tidak semua DMU beroperasi pada skala optimal, akan menghasilkan
nilai efisiensi teknis yang berbaur dengan skala efisiensi. Penggunaan asumsi
VRS akan menghasilkan perhitungan efisiensi teknis tanpa pengaruh skala
efisiensi ini.
Model DEA yang berdasarkan input dengan asumsi VRS dapat
ditunjukkan dengan linear programming problem berikut :
minθ,λ θ,
subject to -yi + Yλ ≥ 0,
θxi - Xλ ≥ 0,
N1’λ = 1,
λ ≥ 0,
dimana N1’λ = 1 adalah convexity constraint, N1 adalah vektor N x 1 dan θ
adalah besaran skalar (1 ≥ θ ≤ ∞). Untuk sejumlah N DMU, dengan input sebesar
K dan output sebesar M pada masing-masing DMU, yi adalah vektor output M x
N dan xi adalah vektor input K x N. Y dan X terdiri dari data untuk seluruh DMU.
Jika linear programming problem tanpa convexity constraint (N1’λ = 1), maka
menjadi model DEA yang berdasarkan input dengan asumsi CRS.
3.4.2 Malmquist DEA
Jika set data yang dimiliki berupa panel data, maka memungkinkan untuk
menggunakan DEA-like linear programs dan Malmquist TFP index untuk
menghitung perubahan produktivitas dan menguraikan perubahan produktivitas
ini menjadi perubahan teknis dan perubahan efisiensi teknis.
Fare et. al dalam Coelli (1996) menetapkan indeks perubahan
produktivitas output-based Malmquist sebagai berikut :
Ini menunjukkan bahwa produktivitas titik produksi ( , ) relatif terhadap
titik produksi ( , ). Nilai lebih besar dari satu menunjukkan bahwa ada
pertumbuhan Total Factor Productivity (TFP) yang positif dari periode t ke
periode t+1. Indeks ini merupakan rata-rata geometris dari dua output-based
Malmquist TFP indices. Indeks yang satu menggunakan teknologi pada periode t
dan yang lainnya menggunakan teknologi pada periode t+1. Pendekatan di atas
dapat diperluas dengan menguraikan perubahan efisiensi teknis (Constant Returns
to Scale (CRS)) ke dalam komponen skala efisiensi dan efisiensi teknis murni
(Variable Returns to Scale (VRS)).
Dalam penelitian mengenai analisis efisiensi industri perbankan di
Indonesia ini akan dilakukan perhitungan efisiensi dengan model yang
berdasarkan output (output orientated) dengan asumsi VRS, mengingat suatu
bank sangat sulit beroperasi optimal karena kondisi eksternalnya, dan perubahan
TFP dengan Malmquist TFP index. Kedua perhitungan tersebut dilakukan dengan
menggunakan Data Envelopment Analysis (Computer) Program (DEAP) Version
2.1.
IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Perkembangan Perbankan Syariah di Indonesia
Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan Undang-
Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, industri perbankan syariah
telah menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Selain terjadi peningkatan
jumlah bank syariah, juga terjadi peningkatan total aset, pembiayaan yang
diberikan dan Dana Pihak Ketiga (DPK). Seperti yang dapat dilihat pada Tabel 2,
total aset perbankan syariah telah meningkat dari Rp 1.790 miliar pada tahun 2000
menjadi Rp 36.538 miliar pada tahun 2007. DPK telah meningkat dari Rp 1.029
miliar menjadi Rp 28.012 miliar dan pembiayaan yang diberikan telah meningkat
dari Rp 1.271 miliar menjadi Rp 27.944 miliar.
Bank syariah memiliki potensi besar untuk menjadi pilihan utama dan
pertama bagi nasabah. Hal tersebut ditunjukkan dengan akselerasi pertumbuhan
dan perkembangan perbankan syariah di Indonesia dari tahun 2000 hingga tahun
2007, pertumbuhan bank syariah cukup tinggi rata-rata lebih dari 50 persen setiap
tahunnya. Bahkan pada tahun 2003 dan 2004, pertumbuhan bank syariah melebihi
90 persen dari tahun-tahun sebelumnya. Jumlah DPK yang terus meningkat
dengan tingkat pertumbuhan yang tidak jauh berbeda dengan aset, menunjukkan
bahwa demand pasar terhadap perbankan syariah masih cukup besar.
Dengan membedakan bank syariah menjadi dua kelompok bank, yaitu
Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit Usaha Syariah (UUS), maka dapat dilihat
perkembangan masing-masing kelompok bank syariah. Hal ini dapat dilihat pada
Tabel 3 dan 4. Tabel 3 menunjukkan bahwa total aset, pembiayaan yang diberikan
dan DPK PT Bank Muamalat Indonesia (BMI), yang merupakan BUS pertama
yang berdiri di Indonesia, terus meningkat sejak tahun 2000. Peningkatan ini juga
terjadi pada PT Bank Syariah Mandiri (BSM), bahkan sejak akhir tahun 2003 total
aset dan DPK yang dihimpunnya melebihi BMI. Sedangkan pada PT Bank
Syariah Mega Indonesia (BSMI), meskipun total asetnya terus meningkat, pada
tahun 2004 DPK dan pembiayaan yang diberikan mengalami penurunan. Pada
akhir tahun 2007, dimana total aset perbankan syariah mencapai sebesar Rp
36.538 miliar, BMI dan BSM menguasai 64,19 persen pangsa pasar perbankan
syariah. Bila ditambah dengan BSMI, maka ketiga BUS tersebut menguasai 71,2
persen pangsa pasar. Hal ini menunjukkan bahwa pada akhir tahun 2007, share
keseluruhan UUS hanya sebesar 28,8 persen dari total pangsa pasar industri
perbankan syariah.
Tabel 3 Perkembangan dan Pertumbuhan Bank Umum Syariah (dalam miliar rupiah)
Nama Bank Keterangan 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
PT Bank Muamalat Indonesia
Total Aset 1.127 1.564 2.124 3.309 5.210 7.427 8.371 10.569 Pembiayaan yang Diberikan
911 1.215 1.748 2.373 4.178 5.948 6.626 8.574
Dana Pihak Ketiga 813 1.193 1.691 2.509 4.331 5.750 6.837 8.691
PT Bank Syariah Mandiri
Total Aset 608 934 1.622 3.422 6.870 8.273 9.555 12.885 Pembiayaan yang Diberikan
316 653 1.141 2.171 5.303 5.825 7.278 10.199
Dana Pihak Ketiga 177 475 1.117 2.629 5.725 7.038 8.219 11.106
PT Bank Syariah Mega Indonesia
Total Aset 258 261 313 376 401 897 2.345 2.562 Pembiayaan yang Diberikan
58 133 220 307 271 520 2.145 1.870
Dana Pihak Ketiga 107 167 284 339 280 822 2.158 2.173
Sumber : Bank Indonesia (2000-2007) dan Hasil Pengolahan
Pada Tabel 4 dapat dilihat bahwa umumnya total aset, pembiayaan yang
diberikan dan DPK pada UUS juga meningkat dari tahun ke tahun. Dari data yang
didapat, penurunan total aset terjadi hanya pada PT Bank Jabar pada tahun 2005
dan BPD Sumatera Utara pada tahun 2006. Sedangkan penurunan DPK hanya
terjadi pada BPD Nusa Tenggara Barat pada tahun 2006.
Tabel 4 Perkembangan dan Pertumbuhan Unit Usaha Syariah (dalam juta rupiah)
Nama Bank Keterangan 2004 2005 2006 2007
PT Bank Negara Indonesia
Total Aset 1.124.258 1.339.067 1.598.922 - Pembiayaan yang Diberikan
684.667 834.602 1.132.559 -
Dana Pihak Ketiga 780.058 856.647 1.124.363 -
PT Bank Jabar
Total Aset 346.987 327.555 489.653 556.589 Pembiayaan yang Diberikan
175.971 217.044 264.833 324.946
Dana Pihak Ketiga 72.829 74.240 141.805 179.973
PT Bank Rakyat Indonesia
Total Aset 344.708 663.920 1.138.623 1.191.354 Pembiayaan yang Diberikan
324.161 636.228 1.053.213 1.134.147
Dana Pihak Ketiga 161.767 250.770 407.351 750.243
PT Bank Bukopin
Total Aset 263.200 366.470 512.664 640.396 Pembiayaan yang Diberikan
214.941 304.484 363.001 458.345
Dana Pihak Ketiga 144.549 229.354 392.106 428.743
HSBC, Ltd.
Total Aset 2.014 9.671 - - Pembiayaan yang Diberikan
0 0 - -
Dana Pihak Ketiga 0 0 - -
PT Bank DKI
Total Aset 31.155 62.135 102.593 - Pembiayaan yang Diberikan
17.623 56.506 82.968 -
Dana Pihak Ketiga 14.141 16.229 32.125 -
Tabel 4 Lanjutan BPD Riau Total Aset 18.212 36.516 88.730 152.635
Pembiayaan yang Diberikan
11.838 26.692 52.000 57.419
Dana Pihak Ketiga 5.006 16.089 86.451 137.436
BPD Kalsel
Total Aset 6.448 20.674 29.980 90.134 Pembiayaan yang Diberikan
2.144 11.668 17.401 54.233
Dana Pihak Ketiga 2.981 8.844 18.675 42.593
PT Bank Niaga
Total Aset 85.508 327.355 532.124 - Pembiayaan yang Diberikan
5.269 258.881 427.319 -
Dana Pihak Ketiga 15.921 126.886 397.434 -
BPD Sumatera Utara
Total Aset - 112.286 78.289 207.710 Pembiayaan yang Diberikan
- 29.564 60.210 111.401
Dana Pihak Ketiga - 15.120 30.596 76.463
BPD Aceh Total Aset 7.078 82.391 192.007 294.328 Pembiayaan yang Diberikan
1.775 22.008 51.325 88.132
Dana Pihak Ketiga 2.019 68.437 136.751 199.776
Bank Permata
Total Aset 20.433 165.741 313.114 711.843 Pembiayaan yang Diberikan
296 98.854 164.066 505.803
Dana Pihak Ketiga 20.381 47.990 212.585 398.112
Bank Tabungan Negara
Total Aset 191.477 413.031 789.005 Pembiayaan yang Diberikan
91.152 256.894 546.942
Dana Pihak Ketiga 36.364 152.089 550.502
BPD Nusa Tenggara Barat
Total Aset - 12.341 18.505 - Pembiayaan yang Diberikan
- 11.623 17.450 -
Dana Pihak Ketiga - 3.994 2.389 -
BPD Kalimantan Barat
Total Aset - 3.113 13.475 - Pembiayaan yang Diberikan
- 0 8.484 -
Dana Pihak Ketiga - 1.022 8.204 -
Tabel 4 Lanjutan BPD Sumatera Selatan
Total Aset - - 60.388 - Pembiayaan yang Diberikan
- - 54.375 -
Dana Pihak Ketiga - - 12.627 -
Sumber : Bank Indonesia (2004-2007) dan Hasil Pengolahan
4.2 Efisiensi Industri Perbankan Syariah di Indonesia
Hasil Data Envelopment Analysis (DEA) yang berdasarkan output
(output orientated) dengan asumsi Variable Returns to Scale (VRS) terhadap
data-data bank yang digunakan dalam penelitian, yang dirangkum dalam Tabel 5,
menunjukkan bahwa secara rata-rata tingkat efisiensi teknis (technical efficiency)
industri perbankan syariah mengalami penurunan dari 99,5 persen pada tahun
2004 menjadi 89,4 persen pada tahun 2005 dan 85,4 persen pada tahun 2006
tetapi kemudian mengalami peningkatan di tahun 2007 yaitu sebesar 89,8 persen.
Tingkat efisiensi masing-masing bank syariah yang terdapat dalam penelitian
setiap tahunnya, dalam kurun waktu 2004 hingga 2007, dapat dilihat pada Tabel
8, 9, 10 dan 11 di Lampiran.
Tabel 5 Rata-Rata Nilai Efisiensi DEA Efisiensi 2004 2005 2006 2007 2004-2007
Mean CRS TE 0,995 0,894 0,854 0,898 0,910 Mean VRS TE 1,000 1,000 0,936 0,981 0,979 Mean SE 0,995 0,895 0,906 0,917 0,928
Sumber : Hasil Pengolahan Keterangan : CRS TE : Technical Efficiency VRS TE : Pure Technical Efficiency SE : Scale Efficiency
Jika dilihat dari sudut pandang faktor kondisi eksternal perbankan
syariah, penurunan efisiensi yang terjadi pada tahun 2005 berkaitan dengan
kondisi makroekonomi yang ditandai oleh tingkat suku bunga dan inflasi yang
relatif tinggi. Tingginya tingkat suku bunga mengakibatkan tingginya biaya modal
bagi sektor usaha, hal ini mengakibatkan rendahnya kemampuan usaha sektor
produksi yang pada akhirnya akan menyebabkan berkurangnya peran sistem
perbankan, termasuk perbankan syariah, secara umum untuk menjalankan
fungsinya sebagai intermediator kegiatan investasi. Penurunan efisiensi yang
terjadi kembali pada tahun 2006 diduga dikarenakan pengaruh kondisi
perekonomian yang masih kurang kondusif sejak tahun 2005. Peningkatan
efisiensi pada tahun 2007 berkaitan dengan diraihnya kembali stabilitas
makroekonomi dengan prospek ekonomi makro Indonesia yang baik dalam
bentuk rendahnya tingkat suku bunga, terkendalinya tingkat inflasi serta harapan
kestabilan pada nilai tukar memberikan harapan atas perbaikan kinerja sektor riil,
yang selanjutnya meningkatkan permintaan atas pembiayaan.
Penguraian atau dekomposisi dari efisiensi keseluruhan (efisiensi teknis)
ke dalam komponen efisiensi teknis murni (pure technical efficiency) dan skala
efisiensi (scale efficiency) menunjukkan bahwa skala inefisiensi (scale
inefficiency) mendominasi inefisiensi teknis murni (pure technical inefficiency)
perbankan syariah Indonesia di setiap tahun dalam periode penelitian. Hal ini
dapat dilihat pada Tabel 5, dimana nilai skala efisiensi lebih rendah daripada
efisiensi teknis murni.
Selama periode penelitian, seperti yang dapat dilihat pada Tabel 6, hasil
penelitian memperlihatkan bahwa nilai rata-rata efisiensi teknis Bank Umum
Syariah (BUS) di Indonesia sebesar 83,4 persen. Sedangkan nilai rata-rata
efisiensi teknis murni Unit Usaha Syariah (UUS) di Indonesia sebesar 91,8
persen. Dekomposisi dari efisiensi teknis ke dalam komponen efisiensi teknis
murni dan skala efisiensi pada BUS dan UUS juga menunjukkan bahwa skala
inefisiensi mendominasi inefisiensi teknis murni.
Tabel 6 Nilai Efisiensi DEA Perbankan Syariah Kelompok
Bank Efisiensi Minimum Maksimum Mean Std. Deviasi
Bank Umum Syariah
CRS TE 0,578 1,000 0,834 0,170 VRS TE 1,000 1,000 1,000 0,000SE 0,578 1,000 0,834 0,170
Unit Usaha Syariah
CRS TE 0,424 1,000 0,918 0,152 VRS TE 0,467 1,000 0,962 0,112 SE 0,598 1,000 0,952 0,096
Sumber : Hasil Pengolahan Keterangan : CRS TE : Technical Efficiency VRS TE : Pure Technical Efficiency SE : Scale Efficiency
Karena sumber utama dari total inefisiensi-X (inefisiensi internal) teknis
dalam industri perbankan syariah di Indonesia yang ditunjukkan oleh hasil
penelitian berkaitan dengan skala, maka menganalisis komposisi frontier efisiensi
akan menjadi bermanfaat. Tabel 7 menunjukkan bank-bank syariah yang berada
pada frontier efisiensi DEA yang berdasarkan output dengan asumsi VRS.
Komposisi frontier efisiensi DEA menunjukkan jumlah bank yang paling efisien
(memiliki efisiensi 100 persen) dan sudah beroperasi pada skala optimal
bervariasi antara lima sampai sepuluh bank. Selama periode penelitian semua
bank syariah tampak berada pada frontier setidaknya satu kali, dengan hanya satu
bank yang tidak pernah berada pada frontier efisiensi sepanjang periode
penelitian.
Tabel 7 Komposisi Frontier Produksi Kode Bank Nama Bank Tipe 2004 2005 2006 2007 Jumlah
1 PT Bank Muamalat Indonesia BUS DRS CRS DRS DRS 1 2 PT Bank Syariah Mandiri BUS CRS DRS DRS DRS 1 3 PT Bank Syariah Mega Indonesia BUS CRS DRS CRS DRS 2 4 PT Bank Negara Indonesia UUS CRS DRS DRS 1 6 Bank Tabungan Negara UUS CRS CRS CRS 3 7 PT Bank Bukopin UUS CRS DRS DRS DRS 1 8 PT Bank Niaga UUS CRS CRS CRS 3 9 Bank Permata UUS CRS CRS CRS 3
10 BPD Kalsel UUS IRS IRS 0 11 PT Bank DKI UUS CRS 1 12 BPD Aceh UUS CRS CRS CRS 3 13 PT Bank Jabar UUS CRS CRS CRS CRS 4 14 BPD Kalimantan Barat UUS CRS 1 15 BPD Nusa Tenggara Barat UUS CRS CRS 2 16 BPD Riau UUS CRS IRS IRS CRS 2 17 BPD Sumatera Selatan UUS CRS 1 18 BPD Sumatera Utara UUS CRS DRS IRS 1
Jumlah Bank 17 7 8 10 5 Sumber : Hasil Pengolahan Keterangan : CRS : Constant Returns to Scale DRS : Decreasing Returns to Scale IRS : Increasing Returns to Scale
4.3 Perubahan TFP Industri Perbankan Syariah di Indonesia
Untuk meneliti lebih jauh apakah ada perbaikan atau peningkatan
efisiensi sistem perbankan syariah, maka dilakukan analisis terhadap indeks
perubahan Total Factor Productivity (TFP) Malmquist. Dari set data asal, hanya
akan diamati enam bank yang terdiri dari tiga Bank Umum Syariah (BUS) dan
tiga Unit Usaha Syariah (UUS) selama kurun waktu 2004 hingga 2007. Hal ini
disebabkan panel data yang akan digunakan untuk menghitung Malmquist index
harus seimbang, yang berarti bahwa seluruh bank harus diamati di setiap tahun
dalam periode penelitian. Malmquist index tahunan untuk perubahan TFP,
perubahan efisiensi teknis dan perubahan teknologi ditampilkan pada Tabel 8.
Tabel 8 Statistik Deskriptif Perubahan Produktivitas Perubahan 2005 2006 2007 Mean
TE 0,983 1,018 1,000 1,000 T 0,868 1,024 1,132 1,002 TFP 0,853 1,042 1,132 1,002
Sumber : Hasil Pengolahan Keterangan : TE : Technical Efficiency Change T : Technological Change TFP : Total Factor Productivity (TFP) Change
Hasil analisis Malmquist DEA menunjukkan bahwa terdapat peningkatan
efisiensi teknis di awal periode penelitian (dari tahun 2005 ke tahun 2006),
kemudian terjadi penurunan di akhir periode penelitian (dari tahun 2006 ke tahun
2007). Sedangkan sejak tahun 2004 hingga 2007 perubahan teknologi mengalami
peningkatan di setiap tahunnya. Dengan kata lain, terdapat kemajuan teknologi di
setiap tahun.
Perubahan TFP industri perbankan syariah di Indonesia menunjukkan
trend yang meningkat. Berdasarkan Tabel 8, dapat juga dilihat bahwa perubahan
TFP yang terjadi disebabkan terutama oleh perubahan teknologi. Adanya
peningkatan teknologi, seperti pembukaan kantor cabang, kantor cabang
pembantu dan unit pelayanan syariah serta adanya teknologi informasi (online
system dan internet banking) dan produk-produk khusus perbankan syariah
(penetrasi pasar), terbukti dapat meningkatkan TFP perbankan syariah
dikarenakan dengan peningkatan teknologi tersebut dapat memberikan
kemudahan dan kecepatan dalam pemberian layanan perbankan syariah kepada
para nasabah.
V. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, maka dapat disimpulkan
bahwa :
1. Sejak dikeluarkannya Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan dan
Undang-Undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia, industri
perbankan syariah terus mengalami perkembangan dan pertumbuhan. Hal
ini tidak hanya ditunjukkan oleh peningkatan jumlah bank syariah, tetapi
juga ditunjukkan dengan terus meningkatnya total aset, pembiayaan yang
diberikan serta Dana Pihak Ketiga (DPK). Hal ini mengindikasikan
bahwa bank syariah memiliki potensi besar untuk menjadi pilihan utama
dan pertama bagi nasabah. Selain itu, total DPK yang terus meningkat
dengan tingkat pertumbuhan yang tidak jauh berbeda dengan aset
menunjukkan bahwa demand pasar terhadap perbankan syariah masih
cukup besar.
2. Selama periode tahun 2004 hingga 2007, rata-rata tingkat efisiensi
(efisiensi teknis) industri perbankan syariah di Indonesia sebesar 91
persen setiap tahunnya, dengan efisiensi rata-rata tertinggi terjadi pada
tahun 2004 yaitu sebesar 99,5 persen, sedangkan efisiensi rata-rata
terendah terjadi pada tahun 2006 yaitu sebesar 85,4 persen.
3. Perubahan Total Factor Productivity (TFP) industri perbankan syariah di
Indonesia menunjukkan trend yang meningkat. Hal ini terutama
disebabkan oleh perubahan atau kemajuan teknologi.
5.2 Saran
Berdasarkan hasil penelitian yang didapat, maka penulis mengajukan
saran sebagai berikut :
1. Bank Indonesia, sebagai pembuat kebijakan, dalam membuat kebijakan
lebih fokus pada hal-hal yang berhubungan dengan tingkat efisiensi dan
dapat meningkatkan efisiensi perbankan syariah agar visi dari kegiatan
pengembangan perbankan syariah dapat dicapai.
2. Industri perbankan syariah harus lebih inovatif dalam mengembangkan
teknologinya, yaitu dengan menciptakan dan mengembangkan produk-
produk yang memiliki diferensiasi yang jelas jika dibandingkan dengan
produk bank konvensional.
DAFTAR PUSTAKA Bank Indonesia. 2000-2007. Laporan Keuangan Publikasi Bank. www.bi.go.id. Bank Indonesia. 2002. Cetak Biru Pengembangan Perbankan Syariah Indonesia.
Bank Indonesia. Jakarta. Bank Indonesia. 2003. Statistik Perbankan Syariah. Bank Indonesia. Jakarta. Bank Indonesia. 2004. Statistik Perbankan Syariah. Bank Indonesia. Jakarta. Bank Indonesia. 2005. Surat Edaran No. 7/56/DPbS tanggal 9 Desember 2005
kepada Semua Bank Umum yang Melaksanakan Kegiatan Usaha Berdasarkan Prinsip Syariah dan Unit Usaha Syariah di Indonesia. www.bi.go.id.
Bank Indonesia. 2006. Statistik Perbankan Syariah. Bank Indonesia. Jakarta. Bank Indonesia. 2007. Laporan Perkembangan Perbankan Syariah Tahun 2007.
Bank Indonesia. Jakarta. Bank Indonesia. 2007. Statistik Perbankan Syariah. Bank Indonesia. Jakarta. Bank Indonesia. 2008. Statistik Perbankan Syariah. Bank Indonesia. Jakarta. Coelli, Tim. 1996. “A Guide to DEAP Version 2.1 : A Data Envelopment
Analysis (Computer) Program”. CEPA Working Paper 96/08. Centre for Efficiency and Productivity Analysis, University of New England. Armidale.
Coelli, Tim, D. S. Prasada Rao dan George E. Battese. 1998. An Introduction to
Efficiency and Productivity Analysis. Kluwer Academic Publisher. Massachusetts.
Dendawijaya, Lukman. 2001. Manajemen Perbankan. Ghalia Indonesia. Jakarta. Dendawijaya, Lukman. 2004. Lima Tahun Penyehatan Perbankan Nasional.
Ghalia Indonesia. Bogor. Febryani, Anita dan Rahadian Zulfadin. 2003. “Analisis Kinerja Bank Devisa dan
Bank Non Devisa di Indonesia”. Kajian Ekonomi dan Keuangan Vol. 7, No. 4.
Hadad, Muliaman D, Wimboh Santoso, Eugenia Mardanugraha dan Dhaniel
Illyas. 2003. Analisis Efisiensi Industri Perbankan Indonesia : Penggunaan Metode Nonparametrik Data Envelopment Analysis (DEA). Bank Indonesia. Jakarta.
Hadad, Muliaman D, Wimboh Santoso, Eugenia Mardanugraha dan Dhaniel Illyas. 2003. Pendekatan Parametrik untuk Efisiensi Perbankan Indonesia. Bank Indonesia. Jakarta.
Hassan, Kabir. 2003. “Cost, Profit and X-Efficiency of Islamic Banks in Pakistan,
Iran and Sudan”. Proceeding International Conference on Islamic Banking : Risk Management, Regulation and Supervision, Bank Indonesia, 30 September-2 Oktober 2003. Bank Indonesia. Jakarta.
Holis, Ade. 2006. Relevankah Merger Bank di Indonesia? (Pendekatan Efisiensi
dan Skala Ekonomi) [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2006. Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan No.
101 tentang Penyajian Laporan Keuangan Syariah. Dewan Standar Akuntansi Keuangan Ikatan Akuntan Indonesia. Jakarta.
Juanda, Bambang. 2007. Metodologi Penelitian Ekonomi dan Bisnis. IPB Press.
Bogor. Lestari, Maharani Ika dan Toto Sugiharto. 2007. “Kinerja Bank Devisa dan Bank
Non Devisa dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya”. Proceeding PESAT (Psikologi, Ekonomi, Sastra, Arsitek dan Sipil), Auditorium Kampus Gunadarma, 21-22 Agustus 2007. Universitas Gunadarma. Depok.
Linda, Maiva. 2007. Responsifitas Kredit Investasi terhadap Variabel
Makroekonomi dan Perbankan pada Dank Persero dan Bank Umum Swasta Nasional Devisa dan Non Devisa [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mardiansyah, Akhmad Denny. 2004. Analisis Faktor-Faktor Penentu
Penghimpunan dan Penyaluran Dana Perbankan Syariah beserta Peramalannya [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mirnawati, Fadliah. 2007. Analisis Efisiensi Perbankan Sebelum dan Sesudah
Menjadi Bank Listed dengan Menggunakan Analisis Non Parametrik [tesis]. Universitas Indonesia.
Mishriyah, Elmie Nailul. 2005. Analisis Peramalan Komposisi DPK dan
Pembiayaan serta Perkembangan Kinerja Intermediasi Perbankan Syariah di Indonesia [skripsi]. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pass, C. dan B Lowes. 1997. Collins Kamus Lengkap Ekonomi. Edisi Kedua.
Erlangga. Jakarta.
Purnomo, Bambang Agus Yanto. 2006. Analisis Efisiensi dengan Pendekatan DEA [tesis]. Sekolah Pasca Sarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Republik Indonesia. 1998. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998 tentang
Perubahan Undang-Undang No. 7 Tahun 1972 tentang Perbankan. Jakarta. Sufian, Fadzlan. 2006. “The Efficiency of Islamic Banking Industry : A Non-
Parametric Analysis with Non-Discretionary Input Variable”. Islamic Economic Studies Vol. 14, No. 1 dan 2.
Yaumidin, Umi Karomah. 2007. “Efficiency in Islamic Banking : A Non-
Parametric Approach”. Buletin Ekonomi Moneter dan Perbankan Vol. 9, No. 4. Bank Indonesia. Jakarta.
Yudistira, Donsyah. 2003. “Efficiency in Islamic Banking: an Empirical Analysis
of 18 Banks”. Proceeding International Conference on Islamic Banking : Risk Management, Regulation and Supervision, Bank Indonesia, 30 September-2 Oktober 2003. Bank Indonesia. Jakarta.
LAMPIRAN
Tabel 1 Perkembangan Jumlah Bank Umum Syariah dan Unit Usaha Syariah
Kelompok Bank Kantor Pusat/Unit Usaha Syariah 1998 1999 2000 2001 2002 2003 2004 2005 2006 2007
Bank Umum Syariah 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3
PT Bank Muamalat Indonesia 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
PT Bank Syariah Mandiri 1 1 1 1 1 1 1 1 1
PT Bank Syariah Mega Indonesia 1 1 1 1
Unit Usaha Syariah 0 1 3 3 6 8 15 19 20 26
PT Bank IFI 1 1 1 1 1 1 1 1 1PT Bank Negara Indonesia 1 1 1 1 1 1 1 1
PT Bank Jabar 1 1 1 1 1 1 1 1 PT Bank Rakyat Indonesia 1 1 1 1 1 1
PT Bank Danamon 1 1 1 1 1 1PT Bank Bukopin 1 1 1 1 1 1 PT Bank Internasional Indonesia
1 1 1 1 1
HSBC, Ltd. 1 1 1 1 1 PT Bank DKI 1 1 1 1 BPD Riau 1 1 1 1 BPD Kalsel 1 1 1 1 PT Bank Niaga 1 1 1 1 BPD Sumatera Utara 1 1 1 1
BPD Aceh 1 1 1 1 Bank Permata 1 1 1 1 Bank Tabungan Negara 1 1 1
BPD Nusa Tenggara Barat 1 1 1
BPD Kalimantan Barat 1 1 1
BPD Sumatera Selatan 1 1 1
BPD Kalimantan Timur 1 1
BPD DIY 1BPD Sulawesi Selatan 1
BPD Sumatera Barat 1
BPD Jawa Timur 1 PT Bank Ekspor Indonesia 1
Bank Lippo 1Sumber : Bank Indonesia (2003-2008)
Tabel 2 Perkembangan Jaringan Kantor Perbankan Syariah Kelompok Bank Kelas 199
8 1999
2000
2001
2002
2003
2004
2005
2006
2007
Bank Umum Syariah
KP 1 2 2 2 2 2 3 3 3 3 KPO/KC 10 13 21 36 43 74 92 103 112 113
KCP 1 7 8 5 11 20 40 57 57 63UPS 0 0 0 0 0 0 0 9 21 25 KK 19 19 26 43 59 113 131 132 156 197 Total 31 41 57 86 115 209 266 304 349 401
Unit Usaha Syariah
UUS 0 1 3 3 6 8 15 19 20 26 KPO/KC 0 1 7 12 25 42 56 86 97 109
KCP 0 0 0 0 0 6 18 48 59 55 UPS 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 KK 0 0 0 0 0 0 0 1 6 6 Total 0 2 10 15 31 56 89 154 182 196
Sumber : Bank Indonesia (2003-2008) Keterangan : (tidak termasuk Layanan Syariah) KP : Kantor Pusat UUS : Unit Usaha Syariah KPO/KC : Kantor Pusat Operasional/Kantor Cabang KCP : Kantor Cabang Pembantu UPS : Unit Pelayanan Syariah KK : Kantor Kas (tidak termasuk Gerai Muamalat)
Tabel 3 Data-Data yang Digunakan dalam Penelitian (dalam juta rupiah)
Kode Bank Nama Bank Tahun y1 y2 y3 x1 x2 x3 1 PT Bank Muamalat Indonesia 2004 4.177.537 58.812 609.699 90.045 87.905 4.330.564
2005 5.947.783 79.643 812.774 107.245 104.399 5.750.227 2006 6.625.455 92.171 1.067.090 128.363 126.308 6.837.431 2007 8.573.724 117.867 781.461 161.982 147.888 8.691.328
2 PT Bank Syariah Mandiri 2004 5.303.030 102.041 993.852 83.946 169.845 5.725.009 2005 5.825.383 93.628 1.836.982 152.577 218.195 7.037.506 2006 7.277.630 145.126 1.324.712 148.279 241.577 8.219.273 2007 10.199.111 209.920 1.667.545 207.798 262.933 11.105.978
3 PT Bank Syariah Mega Indonesia 2004 271.085 45.953 89.769 10.832 13.534 279.736 2005 519.825 6.617 302.995 14.191 20.030 822.228 2006 2.144.877 12.921 51.624 16.431 27.102 2.158.103 2007 1.870.430 12.837 545.186 25.134 58.227 2.172.456
4 PT Bank Negara Indonesia 2004 684.667 14.239 380.261 13.635 12.302 780.058 2005 834.602 8.303 442.019 31.468 19.794 856.647 2006 1.132.559 16.307 379.066 47.136 31.069 1.124.363
6 Bank Tabungan Negara 2005 91.152 3.069 88.510 833 2.661 36.364 2006 256.894 17.668 132.200 6.881 4.249 152.089 2007 546.942 25.280 198.506 8.931 6.436 550.502
7 PT Bank Bukopin 2004 214.941 2.004 26.562 3.953 5.316 144.5492005 304.484 2.340 42.239 6.256 5.839 229.354 2006 363.001 3.179 113.266 8.103 8.459 392.106 2007 458.345 4.888 139.039 10.549 8.709 428.743
8 PT Bank Niaga 2004 5.269 2.091 65.369 1.537 2.575 15.921 2005 258.881 13.051 54.772 5.096 6.591 126.8862006 427.319 29.616 84.555 7.309 6.895 397.434
9 Bank Permata 2005 98.854 1.654 60.032 3.952 806 47.990 2006 164.066 4.336 52.664 6.407 1.334 212.585 2007 505.803 10.568 184.998 6.529 1.217 398.112
52
Tabel 3 Lanjutan 10 BPD Kalsel 2006 17.401 145 7.775 1.109 1.653 18.675
2007 54.233 224 8.408 1.674 1.673 42.593 11 PT Bank DKI 2006 82.968 2.288 17.500 2.926 1.166 32.125 12 BPD Aceh 2005 22.008 607 53.431 1.235 600 68.437
2006 51.325 3.345 110.429 4.293 2.964 136.751 2007 88.132 4.965 152.681 6.848 3.986 199.776
13 PT Bank Jabar 2004 175.971 1.449 103.478 7.570 6.893 72.829 2005 217.044 3.777 94.818 12.986 7.790 74.240 2006 264.833 4.577 200.228 11.219 14.107 141.805 2007 324.946 9.596 209.000 12.490 14.881 179.973
14 BPD Kalimantan Barat 2006 8.484 346 2.871 60 962 8.204 15 BPD Nusa Tenggara Barat 2005 11.623 129 229 474 592 3.994
2006 17.450 104 703 675 498 2.389 16 BPD Riau 2004 11.838 235 5.124 313 495 5.006
2005 26.692 787 8.239 813 626 16.089 2006 52.000 1.899 13.507 2.309 1.252 86.451 2007 57.419 2.063 90.471 4.336 1.598 137.436
17 BPD Sumatera Selatan 2006 54.375 143 4.119 682 2.059 12.627 18 BPD Sumatera Utara 2005 29.564 849 70.029 3.328 7.703 15.120
2006 60.210 2.089 5.949 6.175 11.098 30.596 2007 111.401 3.293 5.608 8.356 11.702 76.463
Sumber : Bank Indonesia (2004-2007) dan Hasil Pengolahan Keterangan : y1 : Total Pembiayaan y2 : Pendapatan Operasional Lainnya y3 : Aktiva Produktif Lainnya x1 : Beban Personalia x2 : Aktiva Tetap x3 : Total Dana Pihak Ketiga
53
Tabel 4 Statistik Deskriptif Bank-Bank Syariah di Indonesia Tahun 2004 Variabel y1 y2 y3 x1 x2 x3
Jumlah Bank 8 8 8 8 8 8 Minimum (dalam juta rupiah) 5.269 235 5.124 313 495 5.006Maksimum (dalam juta rupiah) 5.303.030 102.041 993.852 90.045 169.845 5.725.009 Mean (dalam juta rupiah) 1.355.542,3 28.353 284.264,3 26.478,88 37.358,13 1.419.209 Std. Deviasi (dalam juta rupiah) 2.121.103,9 37.349,79 354.843 37.653,73 60.741,53 2.271.862
Sumber : Bank Indonesia dan Hasil Pengolahan Keterangan : y1 : Total Pembiayaan y2 : Pendapatan Operasional Lainnya y3 : Aktiva Produktif Lainnya x1 : Beban Personalia x2 : Aktiva Tetap x3 : Total Dana Pihak Ketiga
Tabel 5 Statistik Deskriptif Bank-Bank Syariah di Indonesia Tahun 2005 Variabel y1 y2 y3 x1 x2 x3
Jumlah Bank 13 13 13 13 13 13 Minimum (dalam juta rupiah) 11.623 129 229 474 592 3.994 Maksimum (dalam juta rupiah) 5.947.783 93.628 1.836.982 152.577 218.195 7.037.506 Mean (dalam juta rupiah) 1.091.376,5 16.496,46 297.466,85 26.188,77 30.432,77 1.160.390,9 Std. Deviasi (dalam juta rupiah) 2.141.276,4 31.475,06 516.801,52 47.714,71 62.893,83 2.355.489
Sumber : Bank Indonesia dan Hasil Pengolahan Keterangan : y1 : Total Pembiayaan y2 : Pendapatan Operasional Lainnya y3 : Aktiva Produktif Lainnya x1 : Beban Personalia x2 : Aktiva Tetap x3 : Total Dana Pihak Ketiga
Tabel 6 Statistik Deskriptif Bank-Bank Syariah di Indonesia Tahun 2006 Variabel y1 y2 y3 x1 x2 x3
Jumlah Bank 17 17 17 17 17 17 Minimum (dalam juta rupiah) 8.484 104 703 60 498 2.389Maksimum (dalam juta rupiah) 7.277.630 145.126 1.324.712 148.279 241.577 8.219.273 Mean (dalam juta rupiah) 1.117.696,9 19.780 209.897,53 23.432,76 28.397,18 1.174.294,5 Std. Deviasi (dalam juta rupiah) 2.263.894 39.212,87 386.009,68 44.740,12 62.642,4 2.464.940,7
Sumber : Bank Indonesia dan Hasil Pengolahan Keterangan : y1 : Total Pembiayaan y2 : Pendapatan Operasional Lainnya y3 : Aktiva Produktif Lainnya x1 : Beban Personalia x2 : Aktiva Tetap x3 : Total Dana Pihak Ketiga
Tabel 7 Statistik Deskriptif Bank-Bank Syariah di Indonesia Tahun 2007 Variabel y1 y2 y3 x1 x2 x3
Jumlah Bank 11 11 11 11 11 11 Minimum (dalam juta rupiah) 54.233 224 5.608 1.674 1.217 42.593 Maksimum (dalam juta rupiah) 10.199.111 209.920 1.667.545 207.798 262.933 11.105.978 Mean (dalam juta rupiah) 2.071.862,36 36.500,09 362.082,09 41.329,73 47.204,55 2.180.305,45 Std. Deviasi (dalam juta rupiah) 3.670.251,14 66.614,97 491.397,79 71.964,07 83.894,23 3.899.418,68
Sumber : Bank Indonesia dan Hasil Pengolahan Keterangan : y1 : Total Pembiayaan y2 : Pendapatan Operasional Lainnya y3 : Aktiva Produktif Lainnya x1 : Beban Personalia x2 : Aktiva Tetap x3 : Total Dana Pihak Ketiga
Tabel 8 Nilai Efisiensi DEA Tahun 2004 Kode Bank Nama Bank CRS TE VRS TE SE Returns to Scale
1 PT Bank Muamalat Indonesia 0,956 1,000 0,956 DRS 2 PT Bank Syariah Mandiri 1,000 1,000 1,000 CRS 3 PT Bank Syariah Mega Indonesia 1,000 1,000 1,000 CRS 4 PT Bank Negara Indonesia 1,000 1,000 1,000 CRS 7 PT Bank Bukopin 1,000 1,000 1,000 CRS 8 PT Bank Niaga 1,000 1,000 1,000 CRS
13 PT Bank Jabar 1,000 1,000 1,000 CRS 16 BPD Riau 1,000 1,000 1,000 CRS
Minimum 0,956 1,000 0,956 Maksimum 1,000 1,000 1,000 Std. Deviasi 0,016 0 0,016 Mean 0,995 1,000 0,995
Sumber : Hasil Pengolahan Keterangan : CRS TE : Technical Efficiency VRS TE : Pure Technical Efficiency SE : Scale Efficiency CRS : Constant Returns to Scale DRS : Decreasing Returns to Scale IRS : Increasing Returns to Scale
Tabel 9 Nilai Efisiensi DEA Tahun 2005 Kode Bank Nama Bank CRS TE VRS TE SE Returns to Scale
1 PT Bank Muamalat Indonesia 1,000 1,000 1,000 CRS 2 PT Bank Syariah Mandiri 0,586 1,000 0,586 DRS 3 PT Bank Syariah Mega Indonesia 0,578 1,000 0,578 DRS 4 PT Bank Negara Indonesia 0,678 1,000 0,678 DRS 6 Bank Tabungan Negara 1,000 1,000 1,000 CRS 7 PT Bank Bukopin 0,973 0,995 0,978 DRS 8 PT Bank Niaga 1,000 1,000 1,000 CRS 9 Bank Permata 1,000 1,000 1,000 CRS
12 BPD Aceh 1,000 1,000 1,000 CRS 13 PT Bank Jabar 1,000 1,000 1,000 CRS 15 BPD Nusa Tenggara Barat 1,000 1,000 1,000 CRS 16 BPD Riau 0,812 1,000 0,812 IRS 18 BPD Sumatera Utara 1,000 1,000 1,000 CRS
Minimum 0,578 0,995 0,578 Maksimum 1,000 1,000 1,000 Std. Deviasi 0,169 0,001 0,170 Mean 0,894 1,000 0,895
Sumber : Hasil Pengolahan Keterangan : CRS TE : Technical Efficiency VRS TE : Pure Technical Efficiency SE : Scale Efficiency CRS : Constant Returns to Scale DRS : Decreasing Returns to Scale IRS : Increasing Returns to Scale
Tabel 10 Nilai Efisiensi DEA Tahun 2006 Kode Bank Nama Bank CRS TE VRS TE SE Returns to Scale
1 PT Bank Muamalat Indonesia 0,783 1,000 0,783 DRS 2 PT Bank Syariah Mandiri 0,674 1,000 0,674 DRS 3 PT Bank Syariah Mega Indonesia 1,000 1,000 1,000 CRS 4 PT Bank Negara Indonesia 0,598 1,000 0,598 DRS 6 Bank Tabungan Negara 1,000 1,000 1,000 CRS 7 PT Bank Bukopin 0,817 0,862 0,948 DRS 8 PT Bank Niaga 1,000 1,000 1,000 CRS 9 Bank Permata 1,000 1,000 1,000 CRS
10 BPD Kalsel 0,424 0,467 0,910 IRS 11 PT Bank DKI 1,000 1,000 1,000 CRS 12 BPD Aceh 1,000 1,000 1,000 CRS 13 PT Bank Jabar 1,000 1,000 1,000 CRS 14 BPD Kalimantan Barat 1,000 1,000 1,000 CRS 15 BPD Nusa Tenggara Barat 1,000 1,000 1,000 CRS 16 BPD Riau 0,542 0,631 0,859 IRS 17 BPD Sumatera Selatan 1,000 1,000 1,000 CRS 18 BPD Sumatera Utara 0,679 0,790 0,859 DRS
Minimum 0,424 0,467 0,598 Maksimum 1,000 1,000 1,000 Std. Deviasi 0,198 0,156 0,126 Mean 0,854 0,926 0,919
Sumber : Hasil Pengolahan Keterangan : CRS TE : Technical Efficiency VRS TE : Pure Technical Efficiency SE : Scale Efficiency CRS : Constant Returns to Scale DRS : Decreasing Returns to Scale IRS : Increasing Returns to Scale
Tabel 11 Nilai Efisiensi DEA Tahun 2007 Kode Bank Nama Bank CRS TE VRS TE SE Returns to Scale
1 PT Bank Muamalat Indonesia 0,763 1,000 0,763 DRS 2 PT Bank Syariah Mandiri 0,710 1,000 0,710 DRS 3 PT Bank Syariah Mega Indonesia 0,961 1,000 0,961 DRS 6 Bank Tabungan Negara 1,000 1,000 1,000 CRS 7 PT Bank Bukopin 0,790 0,839 0,942 DRS 9 Bank Permata 1,000 1,000 1,000 CRS
10 BPD Kalsel 0,848 1,000 0,848 IRS 12 BPD Aceh 1,000 1,000 1,000 CRS 13 PT Bank Jabar 1,000 1,000 1,000 CRS 16 BPD Riau 1,000 1,000 1,000 CRS 18 BPD Sumatera Utara 0,808 1,000 0,808 IRS
Minimum 0,710 0,839 0,710 Maksimum 1,000 1,000 1,000 Std. Deviasi 0,115 0,049 0,110 Mean 0,898 0,985 0,912
Sumber : Hasil Pengolahan Keterangan : CRS TE : Technical Efficiency VRS TE : Pure Technical Efficiency SE : Scale Efficiency CRS : Constant Returns to Scale DRS : Decreasing Returns to Scale IRS : Increasing Returns to Scale