Download - ALAT SAMBUNG BAUT
ALAT SAMBUNG BAUT
Menurut Hoyle (1973) sambungan adalah lokasi sederhana yang
menghubungkan dua bagian atau lebih menjadi satu dengan bentuk tertentu pada
ujung-ujung perlekatannya. Tular dan Idris (1981) menyatakan bahwa sambungan
merupakan titik terlemah dari suatu konstruksi. Dalam pelaksanaan konstruksi
kayu, harus diperhatikan cara menyambung, serta menghubungkan kayu tertentu
sehingga dalam batas-batas tertentu gaya tarik dan gaya tekan yang timbul
dapatditerima atau disalurkan dengan baik.
Tujuan penyambungan kayu adalah untuk memperoleh panjang yang
diinginkan atau membentuk suatu konstruksi rangka batang sesuai dengan yang di
inginkan. Sebuah sambungan pada suatu konstruksi merupakan titik kritis atau
terlemah pada konstruksi tersebut. Oleh karena itu, kayu yang akan disambung
harus merupakan pasangan yang cocok dan pas, penyambungan tidak boleh
sampai merusak kayu yang disambung tersebut, sesudah sambungan jadi
hendaknya diberi bahan pengawet agar tidak cepat lapuk dan sebaiknya
sambungan kayu yang dibuat terlihat dari luar agar mudah untuk dikontrol (Surya,
2007).
Kekuatan sambungan tergantung pada kekuatan komponen penyusunnya,
yaitu kayu yang disambung dan alat sambungnya. Sesuai dengan teori mata rantai
kekuatan sambungan banyak ditentukan oleh komponennya yang terlemah.
Faktor-faktor yang mempengaruhi kekuatan sambungan adalah kerapatan kayu,
besarnya beban yang diberikan dan keadaan alat sambungnya (Surjokusumo
1984).
Yap (1984) menyatakan bahwa bila kekuatan kayu tanpa sambungan
dianggap 100 % maka penggunaan alat sambungan kayu mengakibatkan
perlemahan sehingga kekuatannya berubah menjadi 30 % jika menggunakan alat
sambung baut; 50 % jika menggunakan alat sambung paku; 60 % jika
menggunakan alat sambung pasak kayu dan tetap 100 % jika menggunakan alat
sambung perekat. Menurut Wirjomartono (1977) sambungan kayu dapat dibagi
menjadi tiga golongan besar: sambungan desak, sambungan tarik, dan sambungan
momen.
Alat-alat sambung dapat digolongkan menjadi empat, yaitu 1) paku, baut,
skrup kayu, 2). pasak-pasak kayu keras, 3) alat-alat sambung modern dan 4)
perekat. Selanjutnya bila dilihat dari cara pembebanannya, alat-alat sambung
dibagi menjadi :
1. Alat sambung untuk dibebani geseran, misalnya : paku, baut, perekat dan pasak
kayu
2. Alat sambung untuk dibebani bengkokan atau lenturan, misalnya paku, baut
dan pasak kayu
3. Alat sambung untuk dibebani jungkitan, misalnya pasak kayu
4. Alat sambung untuk dibebani desakan, misalnya : kokot dan cincin belah.
Sambungan berupa ikatan yang dibuat tepat pada permukaan kayu sejajar
arah serat (perekat) memiliki sifat yang sama seperti kayu. Demikian juga
sambungan antara lapisan panel-kayu-panel memiliki sifat yang sama dengan
material terlemahnya. Ini adalah dasar untuk kayu laminasi dan untuk komponen
bangunan seperti box-beam dan I-beam. Sambungan dengan perekat hanya
digunakan pada sruktur yang relatif kecil seperti tiang dengan ukuran sedang.
(Thelandersson dan Larsen 2003) Paku adalah jenis alat sambung yang paling
umum digunakan. Di Amerika, paku biasa digunakan untuk mendesain
sambungan ketika beban yang akan disalurkan relatif kecil dan jika bebannya
besar akan digunakan jenis alat sambung lain (baut). Paku dapat ditempatkan
berdekatan, sangat efektif dan relative murah karena biasanya dapat dipakai
secara langsung tanpa harus membuat lubang pada kayu (Thelandersson dan
Larsen 2003, Breyer et al. 2007). Penggunaan paku dalam kayu keras
mengharuskan dilakukan pengeboran terlebih dahulu untuk menghidari terjadinya
pecah pada kayu. Besarnya lubang bor adalah 0,8-0,9D dan kedalaman lubah 2/3
dari tebal kayu. (Frick dan Maoediartianto 2004)
Baut dan jenis dowel lainnya digunakan dalam struktur kayu untuk
memikul beban yang besar. (Thelandersson dan Larsen 2003, Breyer et al 2007).
Baut biasanya memiliki ulir coarse dilengkapi dengan cincin yang memiliki
panjang 3D dan tebal 0,3D, dimana D adalah diameter baut. Lubang baut biasanya
dibuat lebih besar 1-2 mm dari diameter baut, besarnya lubang yang dibolehkan
NDS 2005 adalah 1/32 – 1/16 inci dari diameter baut, sedangkan PKKI NI-5
mensyaratkan lubang baut tidak lebih dari 1,5 mm dari diameter baut.
Baut terbuat dari berbagai jenis bahan tetapi kebanyakan baut dibuat dari
baja karbon (carbon steel), logam campuran (alloy steel), dan baja antikarat
(stainless steel). Bahan lain adalah baut dari titanium dan alumunium tetapi
penggunaannya terbatas hanya dalam industri luar angkasa. Baja karbon
merupakan bahan pembuat baut paling murah dan paling banyak digunakan. Baut
jenis ini biasanya dilapisi dengan zinc agar tahan terhadap korosi, kekuatannya
bisa mencapai 55 ksi. Baja logam campuran adalah baja karbon berkekuatan
tinggi yang dapat mencapai 300 ksi. Jika akan digunakan untuk keperluan
industry luar angkasa, baja jenis ini biasanya dilapisi dengan cadmium untuk
melindungi dari korosi. Baja antikarat tersedia dalam beberapa variasi logam
campuran dimana memiliki kekuatan berkisar 70 – 220 ksi. Baja antikarat
biasanya tidak membutuhkan pelapisan dan memiliki toleransi yang besar
terhadap suhu dibandingkan jenis baja karbon atau baja logam campuran (Barret
1990).
Plating dan coating dilakukan terhadap baut untuk mencegah terjadi
korosi. Beberapa jenis plating dan coating, yaitu cadmium plating, zinc plating,
phosphate coating, nickel plating, chromium plating, aluminum plating, sermatel
W dan SermaGard, stalgard, nickel-cadmium plating, silver plating, passivasi dan
preoksidasi, dan black oxide coating. Pelapisan dengan cadmium dilakukan untuk
baut dalam industri luar angkasa. Zinc adalah jenis bahan pelapis yang paling
umum digunakan. Zinc meleleh pada suhu 785oF tetapi dalam penggunaannya
suhu dibatasi hingga 250oF (proteksi zinc terhadap korosi mengalami penurunan
di atas suhu 140oF). Pelapisan baja atau besi dengan fosfor dilakukan melalui
perlakuan perendaman dengan larutan asam fosfat, reaksi kimia yang terjadi akan
membentuk lapisan pelindung tipis dan kristal fosfat. Jenis pelapis nikel
merupakan salah satu metode tertua dalam pencengahan baja terhadap korosi dan
memperbaiki penampilan baja. Namun pelapisan dengan nikel jarang dilakukan
kerana biaya yang mahal. Kromium umumnya digunakan untuk otomotif atau
alat-alat dekoratif. Pelapis jenis ini juga termasuk mahal, pada prosesnya
membutuhkan tembaga dan nikel agar pelapisannya baik (Barret 1990).
Pelumas ulir yang umum digunakan adalah oli, gemuk atau lilin, grafit,
dan molybdenum disulfite. Terdapat pula beberapa jenis pelumas lainnya, yaitu
never-seez dan synergistic coating. Oli dan gemuk adalah pelumas yang paling
banyak digunakan tetapi tidak dapat digunakan pada kondisi vakum, suhu untuk
pelumas jenis oli dan gemuk maksimum 250oF. Pelumas grafit tidak dapat
digunakan pada kondisi vakum, suhu penggunaan 212 – 250oF. Jenis pelumas
yang dapat digunakan dalam kondisi vakum adalah Molybdenum disulfite dan
synergistic coating (Barrett 1990).
Jenis korosi yang dapat terjadi pada baut, yaitu korosi galvanik, korosi
tegangan, hydrogen embrittlement dan cadmium embrittlement. Korosi galvanic
terjadi ketika dua metal yang digunakan memiliki jumlah elektrolit tidak sama,
seperti air. Sel galvanik akan terbentuk dan mengedap pada elektroda yang kurang
aktif. Korosi tegangan terjadi akibat penempatan baut pada lingkungan yang
bersifat korosif, seperti pada tempat bersuhu tinggi. Hydrogen embrittlement
terjadi ketika terdapat hidrogen bebas diluar ikatan metal. Reaksi kimia antara
hidrogen dan karbon akan menghasilkan gas metan yang dapat menyebabkan
retak dan reduksi kekuatan baut (Barret 1990). Penggunaan baut pada kayu
menjadikan baut rentan mengalami korosi karena kehadiran air dan oksigen dalam
sel kayu (Baker 1978 dalam Rammer et al. 2006).
Di tahun 2004, AWPA E12 2004 adalah satu-satu standar yang dapat
digunakan untuk menduga secara cepat korosi bahan metal yang digunakan dalam
kayu. Meskipun pengujian tersebut dapat memberikan hasil secara cepat, namun
keterkaitan hasil pengukuran dengan kondisi suhu dan kelembaban sebenarnya
saat penggunaannya tidak jelas. AC326 pada subbab 4.6 menetapkan penilaian
korosi secara visual pada alat sambung yang digunakan dalam kayu. Penilaian
dilakukan dengan menggunakan minimum sepuluh ulangan alat sambung dan
diuji menurut prosedur E12. Setelah pengujian selesai, kondisi permukaan alat
sambung diranking menurut beberapa kritreia. Pendekatan ini juga dinilai terbatas
dan subjektif, terbatas karena tidak ada kriteria hubungan hasil pengujian dengan
kemampuan alat sambung dan subjektif karena area permukaan kurang baik
dalam mendefinisikan beberapa jenis alat sambung seperti alat sambung berulir.
Selanjutnya ASTM mengajukan pengujian dengan menggunakan AWPA E12
sebagai dasar lingkungan statis dan menambahkan siklus fog untuk simulasi
pergantian cuaca yang mungkin terjadi dalam penggunaan. Rammer et al. (2006)
mengajukan 3 kegiatan yang perlu dikembangkan untuk pemahaman yang lebih
baik mengenai pengaruh korosi metal pada kayu dan pelapisan alat sambung
metal, yaitu metode untuk menentukan area permukaan untuk alat sambung
berulir, pengembangan prosedur pengujian untuk alat sambung yang dilapisi, dan
pemaparan data yang panjang untuk menghubungkan hasil pengujian dengan
kemampuan alat sambung saat dalam penggunaan.
Unified National Coarse (UNC) adalah jenis ulir yang paling banyak
digunakan pada alat sambung. Selain itu terdapat juga jenis ulir lain, seperti
Unified National Fine (UNF), Unified National Extra Fine (UNEF), UNJC, UNJF,
UNK dan constant-pitch thread. Pembuatan baut UNC lebih mudah disbanding
UNF, namun UNF memiliki kemampuan memikul beban yang sedikit lebih besar.
UNF memiliki diameter ulir yang lebih kecil sehingga kemampuan
putarmenguncinya lebih baik dari UNC (Barret 1990) dimana jumlah ulir per inci
UNF lebih banyak (Pedal Power Generator LCC 2007).
Baut A307, A325, A499 dan A490 adalah baut paling banyak digunakan
dalam US Customary Unit (USCU). Baut A307 secara teknis bukan baut untuk
tujuan struktural, baut ini sering digunakan untuk memikul beban kecil namun di
Amerika baut jenis ini biasanya digunakan pada sambungan kayu (Computer
System Support 1998, Breyer et al. 2007). Baut A325 paling banyak digunakan
sebagai alat sambung pada konstruksi baja (Barus dan Panjaitan 2008). Kekuatan
tarik baut aktual yang diproduksi melebihi nilai minimum yang ditetapkan. Hasil
pengukuran baut A325 berdiameter 1/2 – 1 inci memiliki kekuatan tarik 18%
lebih baik dibandingkan nilai minimum yang ditetapkan, sedangkan kekuatan
tarik aktual baut A490 10% lebih baik (Kulak 2005).
Gambar 1. Gambar baut pada umumnya
Jenis Baut
Baut Hitam
Yaitu baut dari baja lunak ( St-34 ) banyak dipakai untuk konstruksi ringan /
sedang misalnya bangunan gedung, diameter lubang dan diameter batang baut
memiliki kelonggaran 1 mm.
Baut Pass
Yaitu baut dari baja mutu tinggi (>St-42 ) dipakai untuk konstruksi berat atau
beban bertukar seperti jembatan jalan raya, diameter lubang dan diameter batang
baut relatif pass yaitu kelonggaran < 0,1 mm.
Ukuran Diamter Baut
Keuntungan Sambungan Baut
1. Lebih mudah dalam pemasangan/penyetelan konstruksi di lapangan.
2. Konstruksi sambungan dapat dibongkar-pasang.
3. Dapat dipakai untuk menyambung dengan jumlah tebal baja > 4d ( tidak
seperti paku keling dibatasi maksimum 4d ).
4. Dengan menggunakan jenis Baut Pass maka dapat digunakan untuk konstruksi
berat /jembatan.
Jenis Sambungan Baut
1. Baut dengan 1 irisan (Tegangan geser tegak lurus dengan sumbu baut)
2. Baut dengan 2 irisan (Tegangan geser tegak lurus dengan sumbu baut)
3. Baut yang dibebani sejajar dengan sumbnya
4. Baut yang dibebani sejajar sumbu dan tegak lurus sumbu
Jarak-jarak baut pada sambungan
Banyaknya baut yang dipasang pada satu baris yang sejajar arah gaya, tidak
boleh lebih dari 5 buah.
Jarak antara sumbu buat paling luar ke tepi atau ke ujung bagian yang
disambung, tidak boleh kurang dari 1,2 d dan tidak boleh lebih besar dari 3d
atau 6 t (t adalah tebal terkecil bagian yang disambungkan).
Pada sambungan yang terdiri dari satu baris baut, jarak dari sumbu ke sumbu
dari 2 baut yang berurutan tidak boleh kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih
besar dari 7 d.
Jika sambungan terdiri dari lebih satu baris baut yang tidak berseling, maka
jarak antara kedua baris baut itu dan jarak sumbu ke sumbu dari 2 baut yang
berurutan pada satu baris tidak boleh kurang dari 2,5 d dan tidak boleh lebih
besar dari 7 d atau 14 t.
Prinsip Umum Jarak- Jarak Sambungan Baut
Detail
Prinsip Baut dari SNI
Jarak
Jarak antar pusat lubang pengencang tidak boleh kurang dari 3 kali diameter
nominal pengencang. Jarak minimum pada pelat harus melalui perhitungan
struktur seperti pada SNI.
Jarak tepi minimum
Jarak minimum dari pusat pengencang ke tepi pelat atau pelat saya profil harus
memenuhi spesifikasi dalam tabel:
Jarak tepi maksimum
Jarak dari pusat tiap pengencang ke tepi terdekat suatu bagian yang
berhubungan dengan tepi yang lain tidak boleh lebih dari 12 kali tebal pelat
lapis luar tertipis dalam sambungan dan juga tidak boleh melebihi 150 mm.