Download - Agresi militer belanda i dan renville
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Latar Belakang Agresi Militer Belanda I
Pada bulan Oktober 1946 telah dilaksanakan perundingan-perundingan hingga disepakati
suatu gencatan senjata di Jawa dan Sumatera. Pada bulan November 1946, di Linggajati (didekat
Cirebon) dilaksanakan persetujuan yaitu “persetujuan Linggajati”, yang isinya adalah sebagai
berikut:
1. Pemerintah belanda mengakui kekuasaan de facto Republik Indonesia atas Jawa, Madura,
dan Sumatera.
2. Pemerintah Indonesia dan Belanda bersama-sama akan membentuk suatu negara demokrasi
federal yang berdaulat, yaitu Republik Indonesia Serikat, terdiri dari tiga negara bagian, yaitu:
Republik Indonesia (Jawa dan Sumatera), Negara Bagian Kalimantan, dan Negara Indonesia
Timur (meliputi semua wilayah Indonesia lainnya, yaitu wilayah-wilayah yang dulu termasuk
dalam Negara Hindia Timur Belanda, terbentang dari Jawa Timur sampai dengan Kalimantan
Timur, dan Kalimantan Tenggara)
3. Pemerintah Indonesia dan Belanda akan bekerjasama membentuk suatu Uni Indonesia-
Belanda, terdiri dari Negeri Belanda (meliputi Negeri Belanda, Suriname, Curacao), dan
Republik Indonesia Serikat. Uni itu akan diketuai oleh Ratu Belanda.
4. Uni Indonesia-Belanda dan Republik Indonesia Serikat akan dibentuk sebelum tanggal 1
Januari 1949 dan Uni tersebut akan menentukan sendiri badan-badan perwakilannya untuk
1
mengatur masalah-masalah kepentingan bersama di negara-negara anggota, terutama masalah
luar negeri.
5. Akhirnya persetujuan itu menjamin bahwa kedua belah pihak akan mengurangi kekuatan
pasukannya masing-masing dari wilayah Indonesia, tetapi secepatnya dan konsisten dengan
menjaga hukum dan ketertiban, serta menjamin kedaulatan Republik atas semua tuntutan bangsa-
bangsa asing untuk memperoleh ganti rugi dan mengelola hak-hak serta milik mereka di dalam
wilayah-wilayah Republik. (Kahin, George McTurnan 1995:247-248)
Namun persetujuan perdamaian ini hanya berlangsung singkat. Kedua belah pihak saling tidak
mempercayai dan mengesahkan persetujuan itu sehingga menimpulkan pertikaian-pertikaian
politik yang sengit mengenai konsesi-konsesi yang telah dibuat. Setelah selesai perundingan di
Linggajati bulan November 1946, di samping terus memperkuat angkatan perangnya di seluruh
Indonesia terutama di Jawa dan Sumatera, untuk mengukuhkan kekuasaan mereka di wilayah
Indonesia Timur, sebagai kelanjutan “Konferensi Malino” 15 – 25 Juli 1946, van Mook
menyelenggarakan pertemuan lanjutan di Pangkal Pinang pada 1 Oktober 1946. Kemudian
Belanda menggelar “Konferensi Besar” di Denpasar tanggal 18 – 24 Desember 1946, dimana
kemudian dibentuk negara Indonesia Timur. Tindakan Van Mook membenarkan keragu-raguan
pemerintah dan rakyat Indonesia tentang kesetiaan Belanda dalam melaksanakan persetujuan
Linggajati. Perundingan Linggarjati bagi Belanda hanya dijadikan alat untuk mendatangkan
pasukan yang lebih banyak dari negerinya.
2
Latar Belakang Masalah Perjanjian Renville
Perundingan serta penandatanganan perjanjian Renville merupakan salah satu
perundingan yang dilaksanakan antara Indonesia dengan Belanda yang dilaksanakan di atas
kapal pengangkut pasukan Angkatan Laut Amerika Serikat “USS Renville”. Perundingan ini
diwakili oleh kedua delegasi, yang di mana perwakilah dari delegasi Indonesia adalah Mr. Amir
Syarifudin, sedangkan perwakilan dari delegasi Belanda adalah R. Abdulkadir Widjojoatmodjo,
seorang Indonesia yang memihak kepada Belanda.
Pada dasarnya perundingan ini dilaksanakan atas usul dewan PBB dan KTN (Komisi
Tiga Negara) yang menginginkan upaya perdamaian dan menyelesaikan sengketa antara
Indonesia dan Belanda yang seringkali mengalami pertikaian. Di mana penyebab awal
serangkaian pertikaian ini disebabkan karena Belanda enggan untuk mengakui kedaulatan
kemerdekaan Indonesia. Namun latar belakang dilaksanakannya perundingan Renville tidak akan
terlepas dari adanya penyerangan yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia, di mana peristiwa
ini seringkali disebut sebagai “Agresi Militer Belanda Pertama” yang terjadi pada tanggal 21 Juli
1947 sampai dengan 4 Agustus 1947.
B. Rumusan Masalah
Agresi Militer Belanda I
1. Apa penyebab terjadinya Agresi Militer Belanda 1?
2. Apa tujuan dari Agresi Militer Belanda 1?
3. Bagaimana kronologi peristiwa Agresi Militer Belanda 1?
4. Apa dampak dari Agresi Militer Belanda 1?
5. Perjuangan bangsa Indonesia dalam menghadapi Agresi Militer Belanda 1.
3
Perjanjian Renville
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan masalah sebagai
berikut:
1. Apa yang melatarbelakangi diadakannya Perundingan Renville?
2. Apa isi dari Perundingan Renville dan siapa saja yang berperan (turut serta) dalam
Perundingan Renville?
3.Bagaimana jalannya Perundingan Renville dan apa yang dihasilkan dari Perundingan Renville?
4.Dampak apa yang diberikan Perundingan Renville terhadap Indonesia?
C.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah agar siswa-siswi mengetahui sejarah peristiwa
Agresi Militer Belanda 1 dan tentang Perjanjian Renville.
4
BAB II
PEMBAHASAN
AGRESI MILITER BELANDA I
1. Pengertian Agresi Militer I dan II
"Operatie Product (bahasa Indonesia: Operasi Produk) atau yang dikenal di Indonesia
dengan nama Agresi Militer Belanda I adalah operasi militer Belanda di Jawa dan Sumatera
terhadap Republik Indonesia yang dilaksanakan dari 21 Juli 1947 sampai 5 Agustus 1947.
Operasi militer ini merupakan bagian Aksi Polisionil yang diberlakukan Belanda dalam rangka
mempertahankan penafsiran Belanda atas Perundingan Linggarjati. Dari sudut pandang Republik
Indonesia, operasi ini dianggap merupakan pelanggaran dari hasil Perundingan Linggajati.
Sedangkan Agresi Militer Belanda II atau Operasi Gagak adalah operasi militer
Belanda kedua yang terjadi pada 19 Desember 1948 yang diawali dengan serangan terhadap
Yogyakarta, ibu kota Indonesia saat itu, serta penangkapan Soekarno, Mohammad Hatta, Sjahrir
dan beberapa tokoh lainnya. Jatuhnya ibu kota negara ini menyebabkan dibentuknya
Pemerintahan Darurat Republik Indonesia di Sumatera yang dipimpin oleh Sjafrudin
Prawiranegara.
2. Penyebab Terjadinya Agresi Militer Belanda I
Agresi militer Belanda I diawali oleh perselisihan Indonesia dan Belanda akibat
perbedaan penafsiran terhadap ketentuan hasil Perundingan Linggarjati. Pihak Belanda
cenderung menempatkan Indonesia sebagai negara persekmakmuran dengan Belanda sebagai
negara induk. Sebaliknya, pihak Indonesia tetap teguh mempertahankan kedaulatannya, lepas
dari Belanda.
3. Tujuan Belanda Mengadakan Agresi Militer I
Adapun tujuan Belanda mengadakan agresi militer I yaitu sebagai berikut:
§ Tujuan politik
Mengepung ibu kota Republik Indonesia dan menghapus kedaulatan Republik Indonesia.
§ Tujuan ekonomi
5
Merebut pusat-pusat penghasil makanan dan bahan ekspor.
§ Tujuan militer
Menghancurkan Tentara Nasional Indonesia (TNI).
4. Kronologis Terjadinya Agresi Militer I
Sesudah penandatanganan Persetujuan Linggarjati, Belanda berusaha keras memaksakan
interpretasi mereka sendiri dan berjalan sendiri untuk membentuk negara-negara bagian yang
akan menjadi bagian dari negara Indonesia Serikat, sesuai dengan keinginan mereka. Hal ini
diawali dengan konferensi yang diselenggarakannya di Malino, Sulawesi Selatan, dan kemudian
di Denpasar, Bali. Di sana mereka berhasil membentuk negara boneka Indonesia Timur dengan
dibantu oleh orang-orang yang pro Belanda seperti Sukawati dan Anak Agung Gde Agung. Anak
Agung Gde memang sejak awal sudah memusuhi pemuda-pemuda pro Republik di daerahnya,
serta mengejar-ngejar dan menangkapinya.
Memang tujuan utama Belanda penandatanganan Persetujuan Linggarjati ialah
menjadikan negara Republik Indonesia yang sudah mendaptkan pengakuan de facto dan juga de
jure oleh beberapa negara, kembali menjadi satu negara bagian saja seperti juga negara-negara
boneka yang didirikannya, yang akan diikutsertakan dalam pembentukan suatu negara Indonesia
Serikat. Langkah Belanda selanjutnya ialah memajukan bermacam-macam tuntutan yang pada
dasarnya hendak menghilangkan sifat negara berdaulat Republik dan menjadikannya hanya
negara bagian seperti negara boneka yang diciptakannya di Denpasar. Yang menjadi sasaran
uatamanya ialah menghapus TNI dan perwakilan-perwakilan Republik di luar negeri, karena
keduanya merupakan atribut negara berdaulat.
Semua tuntutan Belanda ditolak. Sementara itu keadaan keuangan Belanda sudah gawat,
dan kalau masalah Indonesia tidak cepat diselesaikan maka besar kemungkinan Belanda akan
bangkrut. Agresi militer pertama dilakukan Belanda berlatar dua pokok di atas, yaitu
melenyapkan Republik Indonesia sebagai negara merdeka dengan menghilangkan semua atribut
kemerdekaannya, dan keadaan keuangan Belanda yang sangat gawat.
Dalam serangan Belanda yang pertama itu mereka bermaksud hendak menduduki
Yogyakarta yang telah menjadi ibu kota perjuangan Republik Indonesia, dan menduduki daerah-
daerah yang penting bagi perekonomian Belanda, yaitu daerah-daerah perkebunan, ladang
minyak dan batu baik di Sumatera maupun di Jawa. Usaha ini untuk sebagian berhasil; mereka
6
berhasil menduduki daerah-daerah perkebunan yang cukup luas, di Sumatera Timur, Palembang,
Jawa Barat dan Jawa Timur. Dari hasil penjualan produksi perkebunan-perkebunan yang masih
terkumpul, mereka mengharapkan mendapatkan uang sejumlah US$ 300 juta, sedangkan biaya
agresi militer diperhitungkan akan memakan US$ 200 juta, jadi masih ada ”untung” US$ 100
juta. Sasaran yang satu lagi, yaitu menduduki Yogyakarta tidak tercapai, karena pada tanggal 4
Agustus 1947 Dewan Keamanan memerintahkan penghentian tembak menembak. Selanjutnya
PBB membentuk Komisi PBB yang terdiri atas tiga negara: satu dipilih oleh Indonesia, satu oleh
Belanda dan yang satu lagi dipilih bersama. Komisi Tiga Negara ini terdiri atas Amreika Serikat,
Australia dan Belgia. Sjahrir memilih Australia, dan bukan India, karena India sudah dianggap
oleh dunia sebagai pro Indonesia, sedangkan Australia adalah negara bangsa kulit putih, yang
dianggap lebih obyektif pendiriannya dalam mendukung perjuangan kemerdekaan bangsa
Indonesia.
Perkiraan Belanda dengan mengadakan agresi militernya yang pertama meleset sama
sekali; karena tanpa diperhitungkan sejak semula, bahwa Dewan Keamanan PBB akan bertindak
atas usul India dan Australia. India dan Australia sangat aktif mendukung Republik di dalam
PBB, di mana Uni Soviet juga memberika dukungannta. Akan tetapi, peranan yang paling
penting akhirnya dimainkan oleh Amerika Serikat. Mereka yang menentukan kebijakan Belanda,
bahkan yang lebih progresif di antara mereka, merasa yakin bahwa sejarah dan pikiran sehat
memberi mereka hak untuk menetukan perkembangan Indonesia, tetapi hak ini hanya dapat
dijalankan dengan menghancurkan Republik terdahulu. Sekutu-sekutu utama negeri Belanda
terutama Inggris, Australia, dan Amerika (negara yang paling diandalkan Belanda untuk
memberi bantuan pembangunan kembali di masa sesudah perang) tidak mengakui hak semacam
itu kecuali jika rakyat Indonesia mengakuinya, yang jelas tidak demikian apabila pihak Belanda
harus menyandarkan diri pada penaklukan militer. Mereka mulai mendesak negeri Belanda
supaya mengambil sikap yang tidak begitu kaku, dan PBB menjadi forum umum untuk
memeriksa tindakan-tindakan Belanda.
Untuk pertama kali sejak PBB didirikan pada tahun 1945, badan ini mengambil tindakan
mengentikan penyerangan militer di dunia dan memaksa agresor agar menghentikan
serangannya. Belanda yang menginginkan supaya masalah Indonesia dianggap sebagai suatu
persoalan dalam negeri antara Belanda dan jajahannya, telah gagal, dan masalah Indonesia-
7
Belanda menjadi menjadi masalah internasional. Kedudukan Republik Indonesia menjadi sejajar
dengan kedudukan negara Belanda dalam pandangan dunia umumnya.
5. Dampak Agresi Militer I bagi Bangsa Indonesia.
Dampak yang diperoleh bangsa Indonesia akibat adanya agresi militer I oleh pihak
Belanda yaitu sempat dikuasainya beberapa daerah-daerah perkebunan yang cukup luas, di
Sumatera Timur, Palembang, Jawa Barat dan Jawa Timur. Meski PBB telah turut membantu
mengatasi agresi militer yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia dengan diadakan
penghentian tembak menembak, tidak berarti bahwa tindakan militer Belanda langsung terhenti.
Mereka terus-menerus mengadakan gerakan pembersihan untuk mengamankan dareah-dareah
yang telah didudukinya. Dalam gerakan pembersihan ini sering pula terjadi tindakan kejam oleh
pasukan Belanda, terutama di dareah-daerah yang sudah mereka duduki namun tidak dapat
dikuasai, umpamanya dareah sekitar Krawang-Bekasi
Di sekitar Bekasi beroperasi pasukan kita yang dipimpin oleh Lukas Kustrayo. Setelah
pembentukan BKR ia langsung bergabung, dan pasukan yang dibentuknya beroperasi di sekitar
Bekasi. Setelah Belanda meyerang pada bulan Juli 1947 Lukas tetap beroperasi di sana dan tetap
menganggu kehadiran Belanda di daerah itu, juga setelah diadakan pengehentian tembak-
menembak. Kegiatan Lukas sangat menjengkelkan Belanda, sehingga Lukas diberi julukan
”Tijger van West Jawa” (Harimau Jawa Barat). Belanda terus-menerus berusaha mengejar Lukas
dan pasukannya, tetapi selalu tidak berhasil. Setelah mereka mengetahui bahwa Lukas bermarkas
di desa Rawagede, mereka menyerbu desa itu pada tanggal 9 Desember 1947, dan lagi-lagi
Lukas dan pasukannya lolos. dalam kemarahan dan frustasi karena usaha mereka tidak berhasil,
pasukan Belanda menembaki rakyat desa Rawagede secara membabi buta dan membunuh 491
orang dewasa dan anak-anak. Kekejaman Belanda ini tidak pernah kita ungkapkan ke dunia luar,
karena pada waktu itu memang kita tidak mempunyai aparat untuk melakukanya.
Kekejaman Belanda lain yang dapat disebut adalah pembantaian rakyat Sulawesi Selatan
pada bulan Januari 1948 oleh pasukan Kapten Wasterling, yang juga tidak pernah dihukum. Juga
peristiwa kapten api maut di Jawa Timur, ketika prajurit-prajurit Republik Indonesia yang
tertawan oleh Belanda diamsukkan dalam gerbong kereta api yang kemudian ditutup rapat tanpa
ventilasi, sehingga semua tawanan mati lemas karena kepanasan dan kehabisan udara.
8
6. Perjuangan Bangsa Indonesia Terhadap Agresi Militer Belanda
a. Keampuhan Strategi Diplomasi
Harus daikui, TNI mengalami pukulan berat berat saat agresi militer Belanda I itu. Akan
tetapi, kekalahan itu tidak menyurutkan perjuangan mempertahankan kemerdekaan
Indonesia.Ketika itulah perjuangan diplomasi memegang peranan penting. Tanpa kenal lelah,
para tokoh Indonesia di luar negeri membela kepentingan Indonesia. Mereka berusaha
menunjukkan kepada dunia internasional bahwa Indonesia layak dan mampu merdeka dan
berdaulat.
Keberhasilan perjuangan diplomasi terbukti dari munculnya reaksi keras terhadap
tindakan agresi militer Belanda. India dan Australia mengajukan resolusi kepada Dewan
Keamanan PBB.Amerika Serikat menyerukan agar Indonesia dan Belanda menghentikan
permusuhan Polandia dan Uni Soviet mendesak agar pasukan Belanda ditarik dari wilayah RI. Di
tengah reaksi dunia internasional, pada tanggal 3 Agustus 1947, Belanda menerima resolusi
Dewan Keamanan PBB untuk menghentikan tembak-menembak.
b. Perundingan Renville
Pada tanggal 18 September 1947, Dewan Keamanan PBB membentuk Commite of Good
Offices (Komite Jasa-jasa Baik). Komite itu kemudian terkenal dengan sebutan Komisi Tiga
Negara(KTN). Anggota KTN terdiri atas wakil Australia, Richard Kiby, wakil Belgia, Paul van
Zeeland, dan wakil Amerika Serikat, Frank Graham. Terpilihnya Australia dalam KTN
merupakan permintaan pihak Indonesia, sedangkan terpilihnya Belgia merupakan permintaan
pihak Belanda. Kemudian Australia dan Belgia menentukan anggota KTN ketiga, yaitu Amerika
Serikat.
Tugas pokok KTN adalah mecari penyelesaian damai terhadap masalah perselisihan
antara Indonesia dan Belanda. Untuk itu, KTN menawarkan perundingan kepada kedua negara.
Amerika Serikat mengusulkan tempat pelaksanaan perundingan yang di luar wilayah
pendudukan Belanda maupun wilayah Republik Indonesia. Tempat yang dimaksud adalah
sebuah kapal AS bernama Renville, yang sedang berlabuh di Tanjung Priok. Perundingan itu
terkenal dengan sebutanPerundingan Renville.
9
Dalam perundingan itu, delegasi Indonesia dipimpin oleh Amir Syarifuddin, sedangkan
delegasi Belanda dipimpin oleh Abdullah Wijoyoatmojo. Perundingan berlangsung alot karena
baik Indonesia maupun Belanda cenderung berpegang teguh pada pendirian masing-masing.
Akhirnya, pada tanggal 17 Januari 1948, hasil Perundingan Renville disepakati dan
ditandatangani.
Hasil Perundingan Renville
· Penghentian tembak-menembak.
· Daerah-daerah di belakang garis van Mook harus dikosongkan dari pasukan RI.
· Belanda bebas membentuk negara-negara federal di daerah-daerah yang didudukinya
dengan melalui plebisit terlebih dahulu.
· Dalam Uni Indonesia-Belanda, Negara Indonesia Serikat akan sederajat dengan Kerajaan
Belanda.
Akibat Perundingan Renville, wilayah Indonesia yang diakui menjadi semakin sempit.
Itulah sebabnya, hasil Perundingan Renville mengundang reaksi keras dari kalangan partai
politik, hasil perundingan itu memperlihatkan kekalahan perjuangan diplomasi. Bagi TNI, hasil
prundingan itu mengakibatkan harus ditinggalkannya sejumalh wilayah pertahanan yang telah
susah payah dibangun. Ketidakpuasan yang semakin memuncak terhadap hasil Perundingan
Renville mengakibatkan Kabinet Amir Starifuddin jatuh.
PERJANJIAN RENVILLE
Latar Belakang diadakannya Perundingan Renville
Pada dasarnya perundingan Renville merupakan perundingan yang dilaksanakan antara
pihak delegasi Indonesia dengan pihak delegasi Belanda. Yang di mana tujuan awal diadakannya
perundingan ini adalah guna menyelesaikan segala pertikaian dan sengketa yang terjadi antara
Indonesia dengan Belanda.
10
Pada tanggal 21 Juli 1947 telah terjadi suatu peristiwa berupa penyerangan yang tengah
dilakukan Belanda terhadap Indonesia, yang di mana penyerangan tersebut terkenal dengan
Agresi Militer Belanda Pertama, yang berlangsung dari tanggal 21 Juli 1947 sampai dengan 4
Agustus 1947.
Mengetahui peristiwa (penyerangan yang tengah dilakukan Belanda terhadap Indonesia),
di luar negeri, agresi Belanda ini mendatangkan reaksi keras. Wakil-wakil India dan Australia di
PBB mengajukan usul agar soal Indonesia dibahas dalam Dewan Keamanan. Akhirnya Dewan
Keamanan PBB pada tanggal 1 Agustus 1947 memerintahkan kedua belah pihak untuk
menghentikan tembak-menembak. Dalam persidangan tersebut, Indonesia mengutus Sutan
Sjahrir dan Haji Agus Salim. Pada tanggal 4 Agustus, Republik Indonesia dan Belanda
mengumumkan penghentian tembak-menembak. Dengan pengumuman gencatan senjata pada
tanggal 4 Agustus, secara resmi berakhirlah Agresi Militer Belanda yang pertama. (Sudharmono,
1981: 145)
Dewasanya, jika kita melihat kembali penyebab adanya Agresi Militer Belanda Pertama
ini, tidak lain disebabkan karena terdapat suatu perselisihan pendapat sebagai akibat perbedaan
penafsiran ketentuan-ketentuan dalam persetujuan Linggajati. Di mana Belanda tetap
mendasarkan tafsirannya pada pidato Ratu Wilhelmina tanggal 7 Desember 1942 bahwa
Indonesia akan dijadikan anggota Commonwealth dan akan berbentuk federasi, sedangkan
hubungan luar negerinya diurus Belanda. Belanda juga menuntut agar segera diadakan gendar-
merie bersama. (Sudharmono, 1981: 144). Karena keinginan Belanda yang dinilai sangat
merugikan pihak Indonesia, ada sebagian hal yang tidak Indonesia setuju terkait dengan
keinginan Belanda tersebut, yaitu “menyelenggarakan keamanan dan ketertiban bersama,
termasuk daerah-daerah Republik yang memerlukan bantuan Belanda (gendarmerie bersama).”
11
Mengetahui penolakaan yang tengah diberikan Indonesia terhadap keinginan Belanda, maka
sehari sebelum dilaksanakannya Agresi Belanda Pertama pada tanggal 21 Juli 1947, pada tanggal
20 Juli 1947 (tepat satu hari sebelumnya) Belanda menyatakan bahwa Belanda telah tidak terikat
dengan perjanjian Linggajati yang tengah disepakatinya pada tanggal 25 Maret 1947. Maka
sehari setelah menyatakan perihal ketidak terikatan atas perjanjian Linggajati, maka keesokan
harinya tepat pada tanggal 21 Juli 1947, Belanda melancarkan serangan serentak terhadap
daerah-daerah Republik, dan serangan militer ini dikenal sebagai Agresi Militer Belanda
Pertama.
Untuk mengawasi pelaksanaan penghentian tembak menembak dan mencari penyelesaian
sengketa secara damai, Dewan Keamanan PBB membentuk sebuah Komisi Jasa Baik, yang
kemudian dikenal sebagai Komisi Tiga Negara (KTN). (Sudharmono, 1981: 152). Di mana tugas
utama KTN ini adalah membantu menyelesaikan sengketa yang terjadi antara Indonesia dengan
Belanda guna mencapai suatu kedamaian. Adapun negara-negara yang termasuk ke dalam
anggota KTN diantaranya adalah Belgia, Australia, dan Amerika Serikat. Wakil Belgia dalam
KTN adalah Paul Van Zeeland, Wakil Australia dalam KTN adalah Richard Kirby, dan Wakil
Amerika Serikat dalam KTN adalah Dr. Frank Graham.
Pada awalnya masalah yang timbul dalam menghadapi persoalan yang terjadi antara Indonesia
dengan Belanda adalah mengenai tempat dilaksanakannya kembali suatu perundingan baru.
Belanda mengusulkan tempat perundingan di Jakarta, namun ditolak oleh Republik Indonesia
yang menginginkan suatu tempat yang berada di luar daerah kependudukan. Lalu atas usul KTN,
perundingan dilakukan di atas sebuah kapal pengangkut pasukan Angkatan Laut Amerika Serikat
“USS Renville”.
12
Perundingan ini akhirnya berhasil dimulai, yaitu pada tangal 8 Desember 1947 di atas
Kapal Renville yang berlabuh di Teluk Jakarta. Delegasi Republik Indonesia dipimpin oleh Mr.
Amir Sjarifuddin, sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Widjoojoatmodjo,
seorang Indonesia yang memihak Belanda. (Sudharmono, 1981: 155)
Meskipun sudah tercapai persetujuan di atas Kapal Renville, tembak-menembak belum juga
berhenti sementara KTN praktis tidak berdaya. Pada tanggal 9 Januari 1948, Belanda
menyampaikan ultimatum kepada Republik Indonesia untuk segera mengosongkan sejumlah
daerah yang luas dan menarik TNI dari daerah-daerah gerilya ke Yogyakarta. Dan di dalam
suasana seperti itu, perjanjian Renville akhirnya ditandatangani tepat pada tanggal 17 Januari
1948, disusul dengan instruksi penghentian tembak-menembak pada tanggal 19 Januari 1948.
Jadi, jikalau kita melihat kembali segala peristiwa atau kejadian yang telah terjadi sebelum
diadakannya perundingan Renville, maka penyebab awal dilaksanakannya perundingan “baru”
ini tidak lain disebabkan karena terdapat suatu perselisihan pendapat sebagai akibat perbedaan
penafsiran ketentuan-ketentuan dalam persetujuan Linggajati. Yang mana pada akhirnya hal ini
menyebabkan timbulnya penyerangan Belanda terhadap Indonesia (Agresi Militer Belanda
Pertama). Dan melihat agresi yang dilakukan Belanda terhadap Indonesia, Dewan Keamanan
PBB memutuskan untuk membuat suatu komisi jasa yang baik bagi keduanya, yang diberi nama
KTN (Komisi Tiga Negara). KTN ini sendiri juga memiliki tujuan untuk menyelesaikan
sengketa dan perselisihan antara Indonesia dengan Belanda.
2.2 Isi Perundingan Renville dan Orang-orang yang Berperan di dalamnya
2.2.1 Isi Perundingan Renville
13
Perundingan antara Belanda dengan Indonesia akhirnya berhasil dimulai, yaitu pada tanggal 8
Desember1947 diatas kapal Renville yang berlabuh di Teluk Jakarta. Delegasi dari Indonesia
dipimpin oleh Mr. Amir Syarifuddin (lahir di Medan, Sumatera Utara, 27 April 1907 –
meninggal di Surakarta, Jawa Tengah, 19 Desember 1948 pada umur 41 tahun) adalah seorang
tokoh Indonesia, mantan menteri dan perdana menteri pada awal berdirinya negara Indonesia.
Sedangkan delegasi Belanda dipimpin oleh R. Abdulkadir Widjojoatmodjo, seorang Indonesia
yang memihak kepada Belanda.
Setelah diadakan serangkaian pendekatan lagi, perundingan akhirnya menerima saran-saran
KTN, yang pokok-pokoknya adalah:
1. Segera dikeluarkan perintah penghentian tembak-menembak di sepanjang “Garis van Mook”.
2. Penghentian tembak-menembak segera diikuti dengan perjanjian perletakan senjata dan
pembentukan daerah-daerah kosong militer (demiliterized zones).
Pemerintah RI dan Belanda sebelumnya pada 17 Agustus 1947 sepakat untuk melakukan
gencatan senjata hingga ditandatanganinya Persetujuan Renville, tapi pertempuran terus terjadi
antara tentara Belanda dengan berbagai laskar-laskar yang tidak termasuk TNI, dan sesekali unit
pasukan TNI juga terlibat baku tembak dengan tentara Belanda, seperti yang terjadi antara
Karawang dan Bekasi (http://arpusda.jatengprov.go.id/index.php?
option=com_content&view=article&id=692:perjan..)
Perundingan-perundingan terus dilakukan sehingga sampai akhirnya tercapai suatu
persetujuan yang dikenal sebagai “Perjanjian Renville”. Namun meskipun sudah tercapai
persetujuan diatas kapal Renville, tembak-menembak belum juga berhenti sementara KTN
praktis tidak berdaya. Jadi disini dapat dikatakan bahwa Belanda tetap menyerang Indonesia
14
walaupun dikeluarkan perintah penghentian tembak-menembak. Pada akhirnya tanggal 9 Januari
1948, Belanda menyampaikan ultimatum kepada Republik Indonesia untuk segera
mengosongkan sejumlah daerah yang luas dan menarik TNI dari daerah-daerah geriliya ke
Yogyakarta.
Didalam suasana seperti itu perjanjian Renville akhirnya ditandatangani pada tanggal 17
Januari 1948, disusul dengan intruksi penghentian tembak-menembak pada tanggal 19 Januari
1948.
Perjanjian Renville terdiri dari:
- 10 pasal persetujuan gencatan senjata
- 12 pasal prinsip politik
- 6 pasal prinsip tambahan dari KTN
Isi Perjanjian Renville:
1. Belanda hanya mengakui Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Sumatera sebagai bagian wilayah
Republik Indonesia.
2. Disetujuinya sebuah garis demarkasi yang memisahkan wilayah Indonesia dan daerah
pendudukan Belanda
3. TNI harus ditarik mundur dari daerah-daerah kantongnya di wilayah pendudukan di Jawa
Timur Indonesia di Yogyakarta
Berdasarkan persetujuan Renville Wilayah Republik selama masa peralihan sampai penyelesaian
akhir dicapai, bahkan lebih terbatas lagi ketimbang persetujuan Linggarjati yaitu hanya meliputi
15
sebagian kecil Jawa Tengah (Jogja dan delapan Keresidenan) dan ujung barat pulau Jawa –
Banten (http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah _Indonesia_%281945%E2%80%931949%29).
Sebagai hasil Persetujuan Renville, pihak Republik harus mengosongkan wilayah-wilayah yang
dikuasai TNI, dan pada bulan Februari 1948, Divisi Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah. Selain itu
juga wilayah-wilayah yang dikuasai Indonesia semakin menyempit.
2.2.2 Orang-orang yang Berperan di dalam Perundingan Renville
Untuk melaksanakan tugas yang dibebankan oleh dewan keamanan PBB, dalam pertemuannya di
Sidney pada tanggal 20 oktober 1947 KTN memutuskan bahwa tugas mereka di Indonesia
adalah untuk membantu menyelesaikan sengketa antara Republik Indonesia dan Belanda dengan
cara damai.
Kemudian KTN berusaha mendekatkan kedua belah pihak guna menyelesaikan persoalan-
persoalan militer dan politik yang dapat memberikan dasar bagi perundingan selanjutnya.
Diambil pula sikap bahwa dalam masalah militer KTN akan mengambil inisiatif, sedangkan
untuk pemecahan masalah-masalah politik KTN hanya memberikan usul.
Perjanjian Renville adalah perjanjian yang dilakukan antara Indonesia dan Belanda yang
ditandatangani pada tanggal 17 Januari 1948 di atas geladak kapal perang Amerika Serikat
sebagai tempat netral, USS Renville, yang berlabuh di pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta.
Perundingan dimulai pada tanggal 8 Desember 1947 dan ditengahi oleh Komisi Tiga
Negara (KTN), Committee of Good Offices for Indonesia, yang terdiri dari Amerika
Serikat, Australia, dan Belgia. Indonesia dan Belanda dipersilahkan memilih setiap perwakilan
untuk KTN ini. Pemerintah Indonesia meminta Indonesia Australia menjadi anggota komisi,
sementara Belanda meminta Belgia, dan kedua negara KTN ini meminta Amerika Serikat.
16
Australia sendiri diwakili oleh Richard Kirby, Belgia oleh Paul van Zeenland dan Amerika
Serikat oleh Dr. Frank Graham.
Usulan KTN pada tanggal 8 Desember 1947 dilaksanakan perundingan antara Indonesia dan
Belanada diatas kapal renville yang sedang berlabuh di Jakarta. Delegasi Indonesia terdiri atas
perdana menteri Amir Syarifudin, Ali Sastroamijoyo, Dr. Tjoa Sik Len, Moh. Roem, Haji Agus
Salim, Narsun dan Ir. Juanda. Delegasi Belanda terdiri dari Abdulkadir Widjojoatmojo, Jhr. Van
Vredeburgh, Dr. Soumukil, Pangran Kartanagara dan Zulkarnain. Ternyata wakil-wakil Belanda
hampir semua berasal dari bangsa Indonesia sendiri yang pro Belanda. Dengan demikian
Belanda tetap melakukan politik adu domba agar Indonesia mudah dikuasainya. Setelah selesai
perdebatan dari tanggal 8 Desember 1947 sampai dengan 17 Januari 1948 maka diperoleh hasil
persetujuan damai yang disebut Perjanjian Renville.
Pasca perjanjian sebagai hasil Persetujuan Renville, pihak Republik harus mengosongkan
enclave (kantong-kantong) yang dikuasai TNI, dan pada bulan Februari 1948, Divisi
Siliwangi hijrah ke Jawa Tengah. Tidak semua pejuang Republik yang tergabung dalam berbagai
laskar a.l. Barisan Bambu Runcing dan Laskar Hizbullah/Sabillilah di bawah
pimpinan Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo mematuhi hasil Persetujuan Renville tersebut.
Mereka terus melakukan perlawanan bersenjata terhadap tentara Belanda. S.M. Kartosuwiryo,
yang menolak jabatan Menteri Muda Pertahanan dalam Kabinet Amir Syarifuddin, kemudian
mendirikan Darul Islam dan Tentara Islam Indonesia (DI/TII). Hingga pada 7 Agustus 1949, di
wilayah yang masih dikuasai Belanda waktu itu, Kartosuwiryo menyatakan berdirinya Negara
Islam Indonesia(NII).
17
Persetujuan ini lebih merugikan Republik Indonesia dibandingkan dengan persetujuan
Linggarjati. Kedua belah pihak menuduh masing-masing melanggar perdamaian dan Indonesia
menuduh Belanda mendirikan blokade dengan maksud memaksanya menyerah. Bulan Juli 1948,
Komisi Jasa-jasa Baik, yang masih ada di tempat mengawasi pelaksanaan persetujuan itu,
melaporkan bahwa Indonesia mengeluh akan gencatan senjata yang berulang-ulang dan
menempatkan Republik Indonesia pada kedudukan yang bertambah sulit. Wilayah Republik
Indonesia makin sempit, dikurung oleh daerah-daerah pendudukan Belanda. Kesulitan ditambah
dengan blokade ekonomi yang dilakukan Belanda dengan ketat. Persetujuan menimbulkan reaksi
keras di kalangan Republik Indonesia, dan kemudian mengakibatkan jatuhnya Kabinet Amir
Sjarifuddin.
2.3 Jalannya Perundingan Renville dan Hasil Akhir Perundingan Renville
2.3.1 Jalannya Perundingan Renville
Perundingan Renville merupakan sebuah perundingan antara Indonesia dan Belanda yang
dilakukan setelah Agresi Militer Belanda I. Perundingan Renville berlangsung selama hampir
satu bulan. Setelah itu adanya KTN yang menjadi penengah pada perundingan tersebut. Adapun
anggota yang hadir dalam KTN tersebut yang diwakili oleh Richard Kirby dari Australia, Paul
Van Zeeland dari Belgia, Frank Graham dari Amerika Serikat, sedangkan Indonesia diketuai
oleh Amir Syarifuddin sementara belanda diketuai oleh R. Abdulkadir Wijoyoatmojo. Hasil dari
perundingan Renville ini, antara lain sebagai berikut :
§ Penghentian tembak menembak
§ Daerah-daerah di belakang garis Van Mook harus dikosongkan dari pasukan Republik
Indonesia
18
§ Belanda bebas membentuk negara-negara federal di daerah-daerah yang didudukinya dengan
melalui plebisit terlebih dahulu
§ Dalam Uni Indonesia Benlanda, Negara Indonesia Serikat akan sederajat dengan Kerajaan
Belanda
§ Republik Indonesia merupakan bagian dari RIS
§ Pasukan Republik Indonesia yang berada di daerah kantong gerilya harus ditarik ke daerah
Republik Indonesia.
Perjanjian Renville ini ditandatangani oleh kedua belah pihak pada tanggal 17 Januari 1948.
Adapun kerugian yang diderita oleh Indonesia dengan penandatanganan perjanjian Renville ini
adalalah sebagai berikut, diantaranya :
1. Indonesia terpaksa menyetujui dibentuknya negara Indonesia Serikat melalui masa
peralihan
2. Indonesia kehilangan sebagaian daerah kekuasaan karena garis Van Mook terpaksa harus
diakui sebagai daerah kekuasaan Belanda
3. Pihak Republik Indonesia harus menarik seluruh pasukannya yang berada di daerah
kekuasaan Belanda dan Kantong-kantong Gerilya masuk ke daerah Republik Indonesia.
Selain itu juga penandatanganan naskah perjanjian Renville ini dapat menimbulkan akibat buruk
bagi pemerintahan Republik Indonesia, antara lain sebagai berikut :
a) Wilayah Republik Indonesia menjadi makin sempit dan dikurung oleh daerah-daerah
kekuasaan Belanda
19
b) Timbulnya reaksi kekerasan dikalangan para pemimpin Republik Indonesia yang
mengakibatkan jatuhnya kabinet Amir Syarifuddin karena dianggap menjual negara kepada
Belanda
c) Perekonomian Indonesia diblokade secara ketat oleh Belanda
d) Indonesia terpaksa harus menarik mundur kesatuan-kesatuan militernya dari daerah-daerah
gerilya untuk kemudian hijrah ke wilayah Republik Indonesia yang berdekatan
Dalam Usaha memecah belah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Belanda
membentuk Negara-negara boneka, seperti : Negara Borneo Barat, Negara Madura, Negara
Sumatera Timur, dan Negara Jawa Timur. Negara boneka tersebut tergabung dalam BFO
(Bijeenkomstvoor Federal Overslag).
2.3.2 Hasil Akhir Perundingan Renville
1. Wilayah Indonesia diakui sebagai garis demarkasi (garis Van Mook) (Crayon Pedia). Garis
Van Mook yaitu garis khayal yang dibuat oleh Van Mook sebagai batas wilayah kekuasaan
Indonesia dan kekuasaan Belanda berdasarkan agresi militer Belanda I (Eryadi). Yang mana
batas wilayahnya yang di mulai dari Sumatera Selatan, Jawa Barat sampai dengan wilayah Jawa
Timur (Gani Abdul Yusra Habib, 2010).
2. Belanda tetap berdaulat atas seluruh wilayah Indonesia, sampai diserahkan kepada
Republik Indonesia Serikat yang segera dibentuk.
3. RIS mempunyai kedudukan yang sejajar dengan negara Belanda dalam Uni Indonesia-
Belanda.
4. Republik Indonesia menjadi bagian dari Negara Republik Indonesia Serikat.
20
5. Sebelum RIS terbentuk, Belanda dapat menyerahkan sebagian kekuasaannya kepada
pemerintah federal sementara.
6. Pasukan Republik Indonesia yang berada di daerah kantung harus ditarik ke daearh
Republik Indonesia. Daerah kantung adalah daerah yang berada dibelakang garis Van Mook,
yakni garis yang menghubungkan dua daerah terdepan yang di duduki oleh Belanda.
7. Pada tanggal 12 Januari 1948 Perjanjian Renville ditandatangani. (Eryadi).
2.4 Dampak Perundingan Renville Terhadap Bangsa Indonesia
Dengan ada dan di sepakatinya perjanjian Renvile ini, dilihat justru memojokkan keadaan bangsa
kita dan justru semakin membuka peluang negara Belanda pada waktu itu untuk menduduki
sebagian besar wilayah republic Indonesia, dan hal inilah yang justru memicu ketidakpercayaan
rakyat pada Perdana Menteri Amir Syarifudin yang dinilai gagal karena terlalu membuka
peluang Belanda untuk lebh dapat menguasai berbagai wilayah Indonesia yang dinilai lebih
memiliki sumber daya alam yang melimpah, oleh karena itu dengan adanya perjanjian Renvile
ini sangatlah memberikan berbagai dampak yang signifikan, dan berbagai dampak tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut:
· Secara politis wilayah kekuasaan Indonesia semakin menyempit
Dengan di tetapkannya garis Van Mook yang di perpaparah dengan adanya persetujuan dari
pihak Indonesia yang diwakili oleh PM Amier Syarifudin, sangat berdampak pada semakin
terbuka dan luasnya wilayah-wilayah Indonesia yang dikuasai oleh Belanda, ini akan sangat
terasa, baik dalam bidang politik maupun ekonomi. dalam hal politik ruang gerak pemerintahan
kita akan semakin terbatasi karena berbagai wilayah mutlak berada di bawah kekuasaan Belanda,
21
sedangkan dalam hal ekonomi berbagai wilayah strategis yang tentunya memiliki kekayaan
sumber daya alam yang banyak dan berharga seperti minyak, berada dalam wilayah kekuasaan
Belanda dan tentunya akan memberikan sebuah dampak yang besar bagi perjuangan revolusi
Indonesia.
· Indonesia harus menyutujui dan merealisasikan pembentukan RIS
Yang sangat terlihat dengan adanya perjanjian Renvile ini adalah pemerintahan Indonesia harus
merealisasikan dan membentuk pemerintahan Republik Indonesia Serikat yang justru semakin
jauh dari cita-cita dan harapan masyarakat Indonesia yang sejak awal sudah menginginkan
persatuan seluruh Indonesia. Dengan adanya RIS ini di ibaratkan seperti negara bentukan
Belanda yang dalam perkembangannya akan dengan mudah memecah belah antara berbagai
wilayah Indonesia itu sendiri. Dan justru ini akan sangat melemahkan bangsa kita untuk dapat
keluar dari cengkeraman Belanda itu sendiri.
· Melemahkan kekuatan Indonesia secara militer
Hal yang akan sangat Nampak dengan adanya perjanjian Renvile ini adalah bagaimana pasukan-
pasukan gerilya Indonesia yang tersebar di pelosok sebenarnya sangat menyulitkan Belanda tapi
dengan adanya perjanjian ini maka pasukan-pasukan Indonesia harus segera meninggalkan
berbagai wilayah yang memang masuk dalam kekuasaan Belanda, yang memungkinkan ini akan
melemahkan perjuangan para gerilyawan Indonesia di berbagai wilayah. Dan akan semakin
mempersempit para pejuang untuk melakukan perjuangan perang yang dapat menyulitkan
Belanda.
· Secara ekonomi menimbulkan blockade ekonomi dari Belanda
22
Dengan adanya perjanjian ini, menimbukan ada kekuatan politis yang justru menguntungan
pihak Belanda dan ini memungkinkan sebuah jalan kekuasaan yang lebih luas untuk Belanda itu
sendiri sehingga Belanda memiliki daulat penuh atas berbagai wilayah di Indonesia sampai
dengan RIS itu terbentuk, sehingga Belanda dengan mudah melakukan sebuah blockade ekonomi
di berbagai wilayah republik Indonesia yang justru akan sangat memungkinkan Indonesia berada
di ujung tanduk dan semakin membuat Belanda kuat secara politis. Dengan adanya blockade ini
akan membuat perjuangan bangsa dan pasukan yang membela tanah air kita akan semakin berat
dalam mencapai berbagai tujuan awalnya.
· Jatuhnya Kabinet Amir Syarifudin
Dengan timbulnya sebuah perjanjian yang justru sangat menguntungkan Belanda, seolah-olah
menjadi efek domino yang membuat PM Amir Syarifudin digantikan menjadi perdana menteri
saat itu,karena di anggap tidak bisa mengambil sebuah langkah strategis yang bisa
menguntungkan rakyat Indonsia kebanyakan. Inilah yang membuat Amir Syarifudin di kecam
dan digantikan oleh Moch. Hatta. Dengan adanya penggulingan ini menimbulkan kekecewaan
yang sangat dalam dari Amir Syarifudin terutama dari pengikutnya yang bersayap kiri sehingga
membuat dia untuk menjadi oposisi dan membuat sebuah poros yang di kenal dengan FDR.
Setelah munculnya poros sayap kiri ini di sebutkan bahwa “FDR sejak itu menjadikan usaha
perebutan kekuasaan dalam negeri sebagai tujuan utama, sehingga segala cara dilakukan seperti
antara lain demontrasi-demontrasi yang meningkat pada pemogokan-pemogokan.” ( Nasution.
1979:4). Di siinilah dapat diketahui bahwa dengan adanya FDR ini semakin memperumit alur
perpolitikan Indonesia pada masa itu.
23
BAB III
PENUTUP
esimpulan
AGRESI MILITER BELANDA I
1. Agresi militer Belanda yang terjadi pada tanggal 21 Juli 1947, yang sasaran utamanya
adalah di tiga tempat yaitu tiga tempat, yaitu Sumatera Timur, Jawa Tengah dan Jawa
Timur. Sasaran mereka adalah kawasan perkebunan tembakau, di Jawa Tengah mereka
menguasai seluruh pantai utara, dan di Jawa Timur, serta wilayah di mana terdapat
perkebunan tebu dan pabrik-pabrik gula.
2. Agresi tersebut mendapat perhatian dari Dewan Keamanan PBB serta beberapa negara
yang juga mendukung Indonesia. Hingga akhirnya dibentuklah Committee of Good
Offices for Indonesia (Komite Jasa Baik Untuk Indonesia), dan lebih dikenal sebagai
Komisi Tiga Negara (KTN), karena beranggotakan tiga negara, yaitu Australia yang
dipilih oleh Indonesia, Belgia yang dipilih oleh Belanda dan Amerika Serikat sebagai
pihak yang netral.
3. Penyelesaian agresi militer yang pertama ini yaitu dengan perjanjian Renville.
PERJANJIAN RENVILLE
Perundingan serta penandatanganan perjanjian Renville merupakan sebuah perundingan yang
dilakukan antara pihak delegasi Indonesia dengan pihak delegasi Belanda, yang mana
perundingan ini dilakukan di atas sebuah kapal perang Angkatan Laut milik Amerika Serikat
yang sedang berlabuh di Teluk Jakarta. Adapun penyebab dilaksanakannya perundingan ini,
tidak terlepas dari perundingan sebelumnya yang telah dilaksanakan berupa perjanjian Linggajati
dan penyerangan yang dilakukan Belanda terhadap wilayah-wilayah yang ada di Republik, di
mana pada akhirnya peristiwa tersebut terkenal dengan peristiwa Agresi Militer Belanda Pertama
yang terjadi pada tanggal 21 Juli 1947
Mengetahui penyerangan yang tengah dilakukan Belanda terhadap Indonesia, Dewan Keamanan
PBB mengutus sebuah komisi guna meredakan serta membantu menyelesaikan segala pertikaian
dan sengketa yang terjadi antara Indonesia dan Belanda. Komisi tersebut terkenal dengan
24
sebutan KTN (Komisi Tiga Negara) yang beranggotakan Australia, Belgia, dan Amerika Serikat.
Untuk meredakan dan mencari jalan keluar dalam penyelesaian sengketa antara Indonesia dan
Belanda, Dewan Keamanan PBB dan KTN memutuskan untuk membuat sebuah perundingan
baru, yang pada akhirnya perundingan tersebut diberi nama Perundingan Renville, yang
dilaksanakan pada tanggal 8 Desember 1947 sampai dengan 17 Januari 1948 di atas sebuah kapal
perang milik Amerika Serikat.
B. Saran
Para pejuang dahulu telah mengorbankan tenaga, pikiran, harta bahkan nyawa mereka untuk
kemerdekaan negara yang sedang kita hancurkan ini. Bagaimana tidak, kita menyontek itu
berarti sedang merobek-robek bendera kebangsaan kita sendiri. Kita melupakan pancasila
sebagai ideologi kita apalagi perjuangan para pahlawan masa lalu. Mengapa sekarang kita
menjadi pengecut? Setidaknya, bila kita tidak bisa berperang dengan senjata, kita masih bisa
berusaha menjadi warga negara yang baik dan taat aturan serta berbudi pekerti luhur. Dan itu
semua sudah cukup membanggakan hati para pejuang terdahulu meski mereka sudah tidak
berada di dunia lagi.
25
DAFTAR PUSTAKA
Hasan, Yunani. 2004. Sejarah Nasional Indonesia V. Palembang: FKIP
Universitas Sriwijaya.
Nasution, AH. 1976. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia. Jilid 9, Dsjarah
-AD, Bandung: Angkasa.
O. E. Engelen, dkk. 1997. Lahirnya Satu Bangsa dan Negara. Yogyakarta:
Universitas Indonesia.
Poesponegoro. Marwati Dj. 1884. Sejarah Nasional Indonesia Jilid VI.
Jakarta: Balai Pustaka.
Ricklefs, M. C. 2007. Sejarah Indonesia Modern. Yogyakarta: Gajah Mada
University Press.
Website:
http://id.wikipedia.org/wiki/Agresi_Militer_Belanda_II
http://id.wikipedia.org/wiki/Agresi_Militer_Belanda_I
Sudharmono. (1981). 30 Tahun Indonesia Merdeka 1945-1949. Jakarta: Sekretariat Republik
Negara Indonesia.
A.H.Nasution. 1979. Sekitar Perang Kemerdekaan Indonesia –Jilid 9-.Bandung: Angkasa.
Wikipedia (2013). Sejarah Indonesia (1945–1949). [Online]. Tersedia:
http://id.wikipedia.org/wiki/Sejarah_Indonesia_%281945%E2%80%931949%29 (9 Juli 2013)
26
Administrator (2011). Perjanjian Renville. [Online]. Tersedia:
(http://arpusda.jatengprov.go.id/index.php?option=com_content&view=article&id=692:perjan..)
(9 Juli 2013)
Eryadi. Intisari Pengetahuan Sosial Lengkap. [Online]. Tersedia:
http://books.google.co.id/books?
id=gtkd45lkfm8C&pg=PT345&lpg=PT345&dq=wilayah+Indonesia+diakui+berdasarkan+garis+
demarkasi+garis+van+Mook&source=bl&ots=R3uNI0K8rt&sig=34IhWpdeyGF5bNTmYOXT7
oTv50k&hl=en&sa=X&ei=4IjeUeXFBs_orQfWnYGgBA&redir_esc=y (13 Juli 2013).
Crayon Pedia. Usaha Perjuangan Mempertahankan Kemerdekaan Indonesia 9.1 Sanusi Fattah.
[Online]. Tersedia:
http://www.crayonpedia.org/mw/USAHA_PERJUANGAN_MEMPERTAHANKAN_KEMERD
EKAAN_INDONESIA_9.1_SANUSI_FATTAH (13 Juli 2013).
Gani Abdul Yusra Habib. (2010). Deru Radio Rimeraya. [Online]. Tersedia: http://cibro-
gayo.blogspot.com/2010/03/deru-radio-rimeraya-expo-budaya-leuser.html (13
Juli 2013).
27