Download - 120412384 Tugas Farmasetika Kosmetik
BAB I
PENDAHULUAN
I.A Latar Belakang
Kosmetik saat ini telah menjadi kebutuhan manusia yang tidak bisa dianggap
sebelah mata lagi. Jika disadari bahwa wanita maupun pria, sejak dari bayi hingga
dewasa, kelahiran hingga kematian, semua membutuhkan kosmetik. Lotions untuk kulit,
powder, sabun, depilatories, deodorant merupakan salah satu dari sekian banyak kategori
kosmetik. Dan sekarang semakin terasa bahwa kebutuhan adanya kosmetik yang
beraneka bentuk dengan ragam warna dan keunikan kemasan serta keunggulan dalam
memberikan fungsi bagi konsumen menuntut industri kosmetik untuk semakin terpicu
mengembangkan teknologi yang tidak saja mencakup peruntukkannya dari kosmetik itu
sendiri namun juga kepraktisannya didalam penggunaannya.
Sebagai contoh, keberadaan sabun cair dalam kemasan yang unik dan praktis
dibawa atau dari sisi formulasinya seperti sediaan tabir surya telah ada kandungan
pelembabnya sehingga bagi pengguna terasa praktis dan hal ini akan menjadi alternatif
bagi masyarakat yang senang bepergian.
Perkembangan kosmetik yang demikian pesat dan semakin tingginya tingkat
kritisi dari masyarakat, membuat pemerintah khususnya Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia untuk dapat membuat kebijakan dan aturan-aturan tentang
kosmetik yang tidak saja mampu mengkomodasi kemauan dan keinginan industri
kosmetik dari sisi inovasi dan kreativitasnya namun juga harus dapat mengajak industri
kosmetik untuk dapat menghasilkan kosmetik yang aman, bermutu dan bermanfaat.
I.B Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut di atas, maka penulis dapat merumuskan
beberapa masalah sebagai berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Kosmetik dan bahan Kosmetik ?
2. Bagaimana Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik
I.C Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan ini adalah sebagai berikut:
1. Untuk mengetahui Bagaimana Cara Pembuatan Kosmetik yang Bai
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II. A Kosmetik
Menurut Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia No.HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik, dinyatakan bahwa definisi kosmetik
adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada bagian luar tubuh
manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar) atau gigi dan
mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah penampilan dan
atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh pada kondisi baik.
Ini berarti bahwa sesuatu dimasukkan ke dalam kosmetik jika memenuhi maksud dan
fungsi sebagaimana tersebut di atas.
Untuk mengenali kosmetik yang aman, bermutu dan bermanfaat, masyarakat
harus membaca semua keterangan pada label kosmetik. Label atau penandaan kosmetik
sekurang-kurangnya mencantumkan nama dan alamat produsen, nama kosmetik,
kegunaan kecuali untuk kosmetik yang sudah jelas kegunaannya (contoh : lipstik), cara
penggunaan kosmetik kecuali untuk kosmetik yang sudah jelas cara penggunaannya
(contoh: bedak), komposisi bahan penyusun
kosmetik tersebut dengan menggunakan nama International Nomenclature Cosmetic
Ingredient (INCI) (contoh aqua dan bukan water) dan diurutkan dari persentase besar ke
kecil, nama dan alamat perusahaan yang bertanggung jawab terhadap peredaran
kosmetik, netto atau berat bersih, no batch dan tanggal daluwarsa serta peringatan bila
ada (contoh : bahan aluminum fluorida untuk sediaan hygiene mulut pada penandaannya
harus dicantumkan “mengandung aluminium fluorida”).
Hal lain yang juga wewenang Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik
Indonesia, adalah pengaturan untuk klaim pada kosmetik. Kosmetik hanya dapat
mengklaim manfaat sebagai kosmetik. Dan tidak mengklaim pengobatan ataupun
terapetik. Klaim manfaat kosmetik harus secara internasional dapat diterima dan
didasarkan pada data dan / atau sesuai dengan formulasi kosmetik. Perusahaan atau orang
yang bertanggungjawab pada peredaran kosmetik dapat mengklaim manfaat kosmetik
tersendiri dengan menggunakan protokol yang secara ilmiah dapat diterima disertai data
teknis dan data klinis yang pasti.
3
II. B Bahan Kosmetik
Bahan kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang berasal dari alam dan
atau sintetik yang merupakan komponen kosmetik. Maksud dan tujuan adanya peraturan
bahan kosmetik antara lain bahwa kosmetik yang beredar di wilayah Indonesia harus
menggunakan bahan kosmetik yang memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan manfaat.
Di dalam peraturan ini tercakup daftar bahan kosmetik yang dilarang digunakan
sebagai bahan kosmetik, daftar bahan yang diizinkan digunakan dalam kosmetik dengan
pembatasan dan persyaratan penggunaan, daftar bahan pewarna yang diizinkan digunakan
dalam kosmetik, daftar bahan pengawet yang diizinkan digunakan dalam kosmetik, dan
daftar bahan tabir surya yang diizinkan digunakan dalam kosmetik.
a. Daftar bahan kosmetik yang dilarang
Daftar ini memuat semua bahan kosmetik yang dilarang digunakan sebagai kosmetik,
antara lain antibiotik, hormon, minyak atsiri yang menimbulkan alergen, distilasi
petroleum, dll.
b. Daftar bahan yang diizinkan digunakan dalam kosmetik dengan pembatasan dan
persyaratan penggunaan
Di dalam daftar bahan ini, memuat semua bahan yang dilakukan pembatasan baik
kegunaannya maupun kadar maksimumnya disertai penandaan peringatan bila ada.
Batasan kegunaan dan kadar maksimum yang tercantum pada daftar ini bersifat
saling mengikat satu dengan lainnya.
Contoh : hidrokuinon batasan kegunaan sebagai bahan pengoksidasi warna pada
rambut dengan batasan kadar maksimum 0.3% dengan peringatan yang harus
dicantumkan pada label kosmetik tersebut yaitu “jangan digunakan untuk mewarnai
bulu mata atau alis, bilaslah mata segera dengan air jika kosmetik tersebut kontak
dengan mata dan mengandung hidrokuinon”.
c. Daftar bahan pewarna yang diizinkan digunakan dalam kosmetik
Daftar ini mencantumkan semua nama bahan pewarna yang boleh digunakan dalam
kosmetik disertai area penggunaannya dan kadar maksimumnya. Contoh: CI 20040
area penggunaannya untuk bahan pewarna yang diizinkan khusus pada sediaan
kosmetik yang tujuan penggunaannya kontak dengan kulit dalam waktu singkat
dengan kadar maksimum 3.3’-dimetilbenzidindalam bahan pewarna 5 ppm.
d. Daftar bahan pengawet yang diizinkan digunakan dalam kosmetik
Maksud ditambahkan bahan pengawet pada kosmetik adalah untuk menghambat
pertumbuhan mikroorganisme. Daftar ini mencantumkan semua nama bahan
pengawet yang boleh digunakan dalam kosmetik disertai kadar maksimum dan
4
batasan penggunaannya serta peringatan bila ada. Contoh : chlorobutanol digunakan
sebagai bahan pengawet pada kosmetik dengan kadar maksimum 0.5% dan batasan
penggunaannya dilarang digunakan dalam sediaan aerosol (spray) serta pada
penandaannya dicantumkan “mengandung clorobutanol”.
e. Daftar bahan tabir surya yang diizinkan digunakan dalam kosmetik
Dalam hal ini yang dimaksud dengan bahan tabir surya adalah bahan yang digunakan
dalam sediaan kosmetik tabir surya untuk melindungi kulit dari efek yang merugikan
akibat radiasi sinar ultra violet. Daftar ini mencantumkan semua nama bahan tabir
surya yang boleh digunakan dalam kosmetik disertai kadar maksimum dan batasan
penggunaannya serta peringatan bila ada. Contoh: bahan tabir surya oxybenzone
dengan kadar maksimum 10% dan pada penandaannya dicantumkan “mengandung
oxybenzone”
Peraturan bahan kosmetik ini diterbitkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia, nomor HK.00.05.42.1018 pada tanggal 25 Februari 2008
II. C Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik
Cara pembuatan yang baik atau good manufacture practices (GMP) merupakan
tool untuk pembuatan produk sehingga dihasilkan produk yang aman, bermutu dan
bermanfaat. Prinsip yang diterapkan di dalam GMP adalah mencegah terjadinya
kontaminasi silang baik dari sisi kimia, fisika maupun mikrobiologi dan konsistensi
produk terjamin baik keamanan, mutu dan manfaatnya. Di bidang kosmetik, dikenal
dengan sebutan Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik atau CPKB.
Kualitas produk kosmetika sangat bergantung pada kualitas bahan bakunya.
Panduan CPKB mencakup persyaratan yang harus dimiliki oleh bahan baku yang harus
sesuai dengan spesifikasi yang telah disepakati dan memiliki kualitas yang konsisten.
Persyaratan ini memerlukan kesetaraan pada parameter kimiawi dan fisika dan kemurnian
mikroba.
Sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, bahan baku kosmetik dan bahan
campuran memerlukan perlindungan dari kontaminasi mikroba selama transportasi,
penyimpanan dan produksi. Bahan baku yang terkontaminasi akan mengintroduksi
mikroba ke dalam proses sehingga produk dapat memiliki muatan mikroba berlebih
(overload), akhirnya bahan pengawet yang diberikan ke dalam produk tidak memadai dan
tidak efektif lagi.
Oleh karena itu, kondisi esensial bagi manufaktur kosmetik adalah dengan
menggunakan bahan baku yang memiliki kemungkinan terkecil muatan kontaminasi
5
mikrobanya, jika memungkinkan hanya 10 CFU (Colony Forming Unit) per gram. Lebih
lanjut lagi, spesifikasi yang harus diterima oleh pemasok dapat menjamin ketiadaan
mikroorganisme patogen potensial dan material bioaktif lainnya, sebagaimana disebutkan
dalam Kompatibilitas ingredient (bahan baku) dengan pengemas haruslah dipastikan.
Wadah yang tersedia haruslah dapat diidentifikasi secara jelas dan memiliki informasi
berikut : nama produk, nomor batch, nomor item, berat kotor (gross) dan bersih.
Dari persyaratan yang berkaitan erat dengan kualitas, pengemasan dan pelabelan
ini, telah jelas bahwa produsen bahan baku kosmetik haruslah memenuhi prinsip-prinsip
dan panduan CPKB. Aspek semisal kualitas ingredient kosmetik, produk, stabilitas
penyimpanan, pengawetan yang memadai dan kompatibilitas bahan baku kosmetik
dengan pengemas, haruslah diperiksa selama tahap pelaksanaan dan spesifikasi yang
tepat bagi bahan baku kosmetik haruslah terdefinisi dengan jelas.
Produksi haruslah berjalan selaras dengan CPKB untuk menjamin bahwa tingkat
kualitas tertentu dapat terperlihara dan tidak rusak dengan sebab proses produksi
manapun.
Pokok-pokok CPKB di Indonesia tercantum di dalam Keputusan Deputi Bidang
Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen, No. HK.00.05.4.3870
tentang Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik. Hal-hal yang menjadi perhatian
di dalam pedoman CPKB yaitu sistem manajemen mutu, personalia, bangunan, peralatan,
sanitasi dan higiene, produksi, pengawasan mutu, dokumentasi, internal audit,
penyimpanan, kontrak produksi dan analisis, penanganan keluhan serta penarikan produk.
II. D Izin Edar Kosmetik
Sebagaimana diketahui bahwa salah satu maksud diberlakukannya izin edar atau
persetujuan pendaftaran produk di Indonesia adalah untuk melindungi masyarakat dari
peredaran produk yang tidak memenuhi persyaratan keamanan, mutu dan
kemanfaatannya.
Untuk mengeluarkan nomor izin edar atau nomor persetujuan pendaftaran,
Pemerintah dalam hal ini Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia
melakukan evaluasi dan penilaian terhadap produk tersebut sebelum diedarkan. Tak
terkecuali dengan kosmetik. Hal ini sebagaimana diamanatkan pada UU No. 23 tahun
1992 tentang Kesehatan, Pasal 41 yang berbunyi ‘sediaan farmasi dan alat kesehatan
hanya dapat diedarkan setelah mendapat izin edar’ dengan penjelasannya bahwa ‘sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang dapat diberi izin edar dalam bentuk persetujuan
pendaftaran harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan dan kemanfaatan’.
6
Menurut Pasal 1 nomer 9 pada UU tersebut dikatakan bahwa yang termasuk
‘sediaan farmasi adalah obat, bahan obat, obat tradisional dan kosmetik’ Dasar hukum
untuk melaksanakan pendaftaran kosmetik di Indonesia adalah Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 326/ Menkes/Per/XII/1976 tentang Wajib Daftar Kosmetika dan
Alat Kesehatan yang diubah menjadi Peraturan Menteri Kesehatan RI No
140/MenKes/Per/III/1991 tentang Wajib Daftar Alat Kesehatan, Kosmetika dan
Perbekalan Kesehatan Rumah Tangga dan pada tahun 2003 dikeluarkanlah Keputusan
Kepala Badan POM No. HK.00.05.4.1745 tentang Kosmetik dan Keputusan Deputi
Bidang Pengawasan Obat Tradisional, Kosmetik dan Produk Komplemen No. PO.01.04.
42.4082 tentang Pedoman Tata Cara Pendaftaran dan Penilaian Kosmetik.
7
BAB III
PEMBAHASAN
Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) merupakan salah satu faktor
penting untuk dapat menghasilkan produk kosmetik yang memenuhi standar mutu dan
keamanan. Mengingat pentingnya penerapan CPKB maka pemerintah secara terus
menerus memfasilitasi industri kosmetik baik skala besar maupun kecil untuk dapat
menerapkan CPKB melalui langkah-langkah dan pentahapan yang terprogram. Penerapan
CPKB merupakan persyaratan kelayakan dasar untuk menerapkan sistem jaminan mutu
dan keamanan yang diakui dunia Internasional. Terlebih lagi untuk mengantisipasi pasar
bebas di era globalisasi maka penerapan CPKB merupakan nilai tambah bagi produk
kosmetik Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dari negara lain baik di pasar
dalam negeri maupun internasioanal (6). Agar proses produksi kosmetik berjalan dengan
baik, yang perlu diperhatikan bukan hanya pada proses kerja saja, akan tetapi juga harus
memperhatikan dari pemilihan formula yang tepat hingga kontrol kualias.
III. A Aspek-aspek panduan CPKB
III. A.1 PENDAHULUAN
A.1.1 Latar Belakang
CPKB merupakan salah satu factor penting untuk menghasilkan produk kosmetik
yang memenuhi standart mutu dan keamanan. Mutu produk tergantung dari awal, proses
produksi dan pengawasan mutu, bangunan, peralatan dan personaliayang menangani. Hal
ini berkaitan dengan seluruh aspek produksi dan pemeriksaan mutu.
Penerapan CPKB maka pemerintah secara terus menerus memfasilitasi industry
kosmetik baik skala besar maupun kecil untuk menerapkan CPKB melalui langkah-
langkah dan pentahapan yang terprogram.
Mengantisipasi pasar bebas diera globalisasi maka penerapan CPKB merupakan
nilai tambah bagi produk kosmetik Indonesia untuk bersaing dengan produk sejenis dari
Negara lain baik di pasar dalam negeri maupun internasional
A.1. 2 Sistem Management Mutu
Sistem manajemen mutu merupakan penjelasan struktur organisasi, tugas dan
fungsi, tanggungjawab, prosedur, instruksi, proses dan sumber daya untuk menerapkan
manajemen mutu. Dalam struktur organisasi perusahaan, bagian produksi dan
8
pengawasan mutu hendaklah dipimpin oleh orang yang berbeda dan tidak ada keterkaitan
tanggungjawab satu dengan lainnya.
III. A. 2 Personalia
Personalia harus mempunyai pengetahuan, pengalaman, ketrampilan dan
kemampuan yang sesuai dengan tugas dan fungsinya, dan tersedia dalam jumlah yang
cukup. Panduan CPKB mengindikasikan bahwa produksi seharusnya dijalankan oleh
personil yang memiliki kualifikasi yang sesuai dengan bidangnya dan dengan peralatan
yang tepat.
III. A. 3 Bangunan dan Fasilitas
Persyaratan tentang Gedung Produksi
Gedung yang digunakan untuk produksi ingredient kosmetik, area produksinya
haruslah terpisah secara jelas dari seluruh area penyokong. Semua permukaan di area
produksi haruslah rata sehingga mudah dan efektif dibersihkan dan didisinfeksi. Jendela
dan pintu yang ada haruslah dalam keadaan tertutup untuk menghindari debu, tanah,
burung, rodent (binatang pengerat semisal tikus), insekt (serangga, dll. Sistem ventilasi
eksternal haruslah cocok dengan filter yang tepat dan diinspeksi secara rutin berkala.
Secara khusus, dianjurkan untuk menguji kandungan mikroorganisme udara
secara rutin. Untuk hampir keseluruhan area produksi, perhitungan mikroba yang
diterima adalah kurang dari 500 cfu/m3. untuk sistem ventilasi pada tangki penyimpanan,
dianjurkan untuk menggunakan filter yang tidak permeabel terhadap debu dan
mikroorganisme. Sebagai tambahan, drum dan kontainer-kontainer kecil pada area filling
harus dilindungi dari debu dan tanah selama penyimpanan dan proses filling berlangsung.
Bangunan dan fasilitas harus dipilih pada lokasi yang sesuai, dirancang, dibangun
dan dipelihara sesuai kaidahnya yaitu mencegah kontaminasi silang dari lingkungan
sekitarnya dan juga hama.
III. A. 4 Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan kosmetik hendaklah memiliki
rancang bangun yang tepat, ukuran memadai dan sesuai dengan ukuran bets yang
dikendaki.Peralatan tidak boleh bereaksi dengan produk,mudah dibersihkan,serta
diletakan pada posisi yang tepat,sehingga terjamin keamanandan keseragamn mutu
produk yang dihasilkan serta aman bagi personil yang mengoperasikan.
9
III. A. 5 Sanitasi dan Higiene
Sanitasi dan higiene penting bertujuan untuk menghilangkan sumber potensial
kontaminasi dan untuk mencegah terjadinya kontaminasi silang disemua area yang dapat
berisiko pada kualitas produk. Ruang lingkup sanitasi dan higiena meliputi personalia,
bangunan, bahan awal, lingkungan, bahan pembersih dan sanitasi . Pelaksanan
pembersihan dapat dibagi menjadi 3 yaitu:
1. Pembersihan rutin
2. Pembersihan dengan lebih teliti menggunakan banyuan bahan pembersih dan
sanitasi
3. Pembersihan dalam rangka pemeliharan
III. A. 6 Produksi
A. 6. 1 Bahan Awal
Bahan baku sangat peka terhadap serangan mikroba,telah diketahui bahwa
berdasarkan asal dan cara prosesnya, bahan baku dapat memiliki tingkat kontaminasi
yang tinggi atau rendah atau sensitif terhadap kontaminasi mikroba selanjutnya. Air yang
bebas bahan padat sintetik biasanya mengalami problem pembusukan mikroba yang
rendah. Hal yang sama juga terjadi pada air bebas minyak, lilin dan lemak sintetik,
sebagaimana pula pengemulsi, surfaktan dan agen aktif-permukaan (surface agent), yang
sepertinya tidak mendukung kemampuan mikroorganisme untuk berkembang.
Kondisi ini dapat berubah secara dramatis dengan segera apabila mereka
dicampur dengan bahan baku bersifat cair (aqueous). Bahkan bahan baku alami dalam
bentuk air yang bebas serbuk atau granula, dapat menjadi tempat tumbuhnya
mikroorganisme, virus ataupun toksin mikroba. Analisa terhadap materi/bahan-bahan ini,
dapat menunjukkan keberadaan bakteri, spora Clostridium, Staphylococci, kapang dan
khususnya toksik fungi/jamur. Lebih jauh lagi, kemungkinan keberadaan spora bakteri
tidak dapat dihindari, karena keberadaan mereka bisa jadi telah ada semenjak tahap
persiapan produksi dengan prosentase alkohol yang tinggi.
Bahan mentah alami yang diekstrak, diproduksi ataupun disediakan dalam bentuk
cairan, juga sensitif terhadap kontaminasi mikrobial. Cara pengawetan yang kurang tepat
ketika digunakan untuk menghasilkan produk dalam bentuk larutan, dispersi ataupun
emulsi, dapat menyebabkan bahan baku ini mendukung pertumbuhan mikroorganisme
gram negatif, semisal Enterobacter spp., Escherichia coli, Citrobacter spp., Pseudomonas
spp., dan lainnya.
10
Bahan baku kosmetik juga harus diproses di dalam lingkungan yang bersih dan
higinis untuk menghindarkan terjadinya segala bentuk kontaminasi. Gedung produksi,
peralatan, instrumen, tangki penyimpanan, kontainer dan selainnya haruslah dipelihara
benar-benar berdasarkan standart kebersihan yang tinggi. Peralatan, kontainer dan tangki
penyimpanan yang digunakan untuk produksi haruslah diberi label secara jelas untuk
menghindari dan meminimalisir resiko terjadinya percampuran antar bahan baku atau
batch.
Yang perlu diperhatikan pada produksi dimulai dari bahan awal yang meliputi air
yang digunakan harus sekurang-kurangnya berkualitas air minum, verifikasi bahan sesuai
dengan spesifikasi standar yang ditetapkan dan bila tidak sesuai maka dilakukanreject
terhadap bahan tersebut, pencatatan bahan, sistem pemberian nomor bets, penimbangan
dan pengukuran, prosedur dan pengolahan sesuai dengan bentu kosmetik yang dibuat,
pelabelan dan pengemasan, serta produk jadi, karantina dan pengiriman ke gudang
produk jadi.
A. 6. 2 Kualitas Bahan Baku dan Penyimpanannya
Perhatian khusus perlu diberikan terhadap produksi ingredient kosmetik yang
sangat peka terhadap serangan mikrobial. Ingredient ini haruslah ditangani dengan
penanganan khusus. Dikarenakan ingredient ini biasanya diawetkan, maka proses
produksi haruslah didesain sedemikian rupa untuk menjamin bahwa aksi bahan pengawet
ini tidak mudah rusak pada setiap tahap produksi atapun selama masa penyimpanan.
Persyaratan krusial produksi ingredient kosmetik dengan kandungan
mikroorganisme rendah adalah dengan menggunakan bahan baku yang memiliki
kandungan mikroorganisme rendah pula. Pengujian selanjutnya adalah haruslah
memeriksa kandungan mikroorganisme pada bahan kritis sebagaimana pemeriksaan
kesesuaian bahan dengan spesifikasi kimia dan fisika yang telah ditentukan.
Area penyimpanan haruslah bersih dan kering dan bahan yang disimpan haruslah
dapat diidentifikasi dengan jelas. Panduan CPKB juga mengindikasikan bahwa bahan
yang dikarantina dan yang dikeluarkan haruslah dipisahkan dan diberi label.
Berikutnya, bagi bahan baku yang tersedia, penghitungan mikroorganisme pada
produksi air secara khusus merupakan suatu hal yang krusial dan penting. Di dalam
istilah volume, produksi air seringkali menjadi komponen utama bagi suatu formulasi dan
oleh karena alasan inilah air haruslah diuji kandungan mikrobanya secara rutin. Apabila
memungkinkan, sejumlah pengukuran (filtrasi bakteri, irradiasi ultaviolet, ozonisasi, dll)
dapat dilakukan untuk mengurangi jumlah mikroorganisme sehingga dapat mencapai
level yang dapat diterima.
11
III. A. 7 Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu merupakan jaminan konsistensi mutu produk kosmetik yang
dihasilkan, yang meliputi antara lain pengambilan contoh (sampling), pemeriksaan,
pengujian dan program pemantauan lingkungan, tinjauan dokumentasi bets, dan
pemantauan mutu produk di peredaran.Bila belum tersedia fasilitas uji, dapat dilakukan
pengujian dengan menunjukan laboratium yang terakredetasi.Untuk menjamin kebebasan
dalam menetapkan kebebasan dalam menetapkan keputusannya, maka bagian
pengawasan mutu merupakan bagian yang terpisah dari bagian produksi. Pengukuran dan
pengontrolan terhadap instrumen alat haruslah dikalibrasi dan diservis secara rutin.
Sebuah sistem pencatatan yang komprehensif haruslah diterapkan untuk menyediakan
dokumentasi konsistensi kualitas produksi, penyimpanan dan pengujian.
III. A. 8 Dokumentasi
Sistem dokumentasi merupaka riwayat setiap bets, mulai dari bahan awal sampai
produk jadi, spesifikasi bahan baku dan bahan pengemas, spesifikasi produk ruahan dan
produk jadi, dokumen produksi yang meliputi dokumen induk, catatan pembuatan bets,
catatan pengawasan mutu. Dokumen yang jelas dapat mencegah kesalahan yang
mungkintimbul dari komunikasi lisan ataupun yang tertulis dengan bahasa sehari- hari.
Semua aktivitas selama produksi dan pengujian haruslah dicatat untuk setiap produk dan
batch. Dokumentasi yang komprehensif pada tahapan operasi preparasi (persiapan) dan
filling (pengisian) pada tiap batch dan hasil pengujian kualitas pada produk antara, ruahan
dan jadi, termasuk juga persediaan sample (contoh) yang tepat, haruslah dapat ditelusuri
histori produksinya dengan mudah pada tiap batch apabila terjadi komplain.
Secara umum,semua dokumen yang berhubungan dengan mutu dapat
digolongkan menjadi:
a. Pedoman mutu merupakan dokumen strategis yang menggambarkan system
organisasi dalam memberikan jaminan mutuuntuk mencapai kepuasan
pelanggan
b. Prosedur Mutu merupan dokumen taktis yang menggambarkan kegiatan
suatu organisasi dalam menetapkan kebijaksanaan mutu yang telah
ditetapkan .
c. Dokumen penunjang atau Intruksi Kerja merupakn dokumen operasional
yang merinci langkah –langkah bagaimana kegiatan harus dilakukan atau
bagaimana produk dapat diterima .
12
d. Catatan Mutu merupakan catatan hasil kegiatan yang telah dilaksanakan
dapat berupa bagan dan data yang berhubungan dengan desain, produksi ,
inspeksi, pengujian, survey, audit, tinjauan atau hasil-hasil yang terkait.
III. A. 9 Audit Internal
Audit internal terdiri dari kegiatan penilaian dan pengujian seluruh atau sebagian
dari aspek produksi dan pengendalian mutu dengan tujuan untuk meningkatkan sistem
mutu. Kegiatan ini dapat dilakukan oleh pihak luar, atau auditor profesional atau tim
internal yang dirancang oleh manajemen untuk keperluan ini.
Audit internal dilakukan oleh tim internal perusahaan beranggotakan minimal 3
orang atau oleh auditor professional independent yang ditunjuk oleh perusahan. Anggota
tim audit internal perusahan sebaiknya dari bagian yang berbeda. Semua kegiatan ini
harus didokumentasikan, dilaporkan dan ditindak lanjuti.Ruang Lingkup audit internal
yaitu ;
1. Personalia
2. Bangunan dan fasilitas
3. Peralatan
4. Sanitasi dan higiena
5. Produksi
6. Pengawasan mutu
7. Dokumentasi
8. Audit Internal
9. Penyimpanan
10. Kontrak Produksi dan Pengujian
11. Penanganan keluhan dan penarikan Produk
III. A. 10 Penyimpanan
Area penyimpanan hendaknya cukup luas untuk memungkinkan penyimpanan
bahan baku, produk jadi, produk karantina, produk yang lulus uji, ditolak, dikembalikan
atau ditarik dari peredaran. Untuk produk yang dikarantina, diluluskan, ditolak dan
dikembalikan hendaklah diberi batas yang jelas. Pemisahan ini dapat berupa sekat, tali
dan rantai, penandaan jalur pada tali dan sebagainya yang berfungsi sebagai sekat.
13
III. A. 11 Kontrak produksi dan pengujian
Pelaksanaan kontrak produksi dan pengujian dijabarkan, disepakati dan diawasi
sedemikian rupa sehingga semua aspek pekerjaan yang dikontrakkan di-Peraturan
Kosmetik di Indonesia tetapkan secara rinci pada dokumen kontrak. Dalam hal kontak
pengujian, keputusan akhir terhadap hasil pengujian suatu produk, tetap merupakan
tanggungjawab pemberi kontrak. Penerima kontrak hanya bertanggungjawab terhadap
pelaksanaan pengujian sampai diperoleh hasil pengujian.
Kontrak produksi merupakan salah satu upaya kemudahan bagi setiap pelaku
uasaha di bidang kosmetik karena memungkinkan untuk memproduksi kosmetik
berdasarkan kesepakatan kedua belah pihak.
III. A. 12 Penanganan keluhan
A. 12. a Keluhan
Adalah laporan ketidakpuasan pelanggan atau pihak lain (internal atau ekternal )
tentang cacat produk efek yang tidak diinginkan atau efek merugikan atau kejadian
merugikan terkait dengan produk yang dipasarkan
Penanganan keluhan harus ada prosedur tertulis yang menerangkan tindakan yang
harus diambil termasuk perlunya tindakan penarikan kembali (recall) dan harus dicatat
secara rinci lengkap dengan hasil penyelidikannya.
Dari hasil evaluasi dan penyelidikan atas keluhan hendaklah dilakukan tindak
lanjut antara lain
a. Perbaikan kualitas bahan baku
b. Kualitas bahan pengewas
c. Tehknologi pembuatan
d. Kondisi Penyimpanan
e. Penanganan transportasi
A. 12. b Penarikan produk
Penarikan produk adalah proses eleminasi produkdari semua jaringan distribusi
yang dilakukan oleh perusahan yang bertanggung jawab menempatkan produk dipasar.
Penarikan produk dapat disebabkan karena ;
a. Cacat kualitas estetika adalah cacat yang secara langsung tidak
membahayakan konsumen tetapi harus ditarik dari peredaran , misalnya
kerusakan label.
14
b. Cacat kualitas tekhnik produksi adalah cact kualitas yang menimbulkan
risiko yang merugikan konsumen , misalmya salah isi, salah kadar atau salah
label.
c. Reaksi yang merugikan, reksi yang merugikan dari produk jadi adalah reaksi
yang menimbulkan resiko serius terhadap kesehatan atau terjadi peningkatan
frekwensi efeksamping produk jadi yang dikeluhkan.
Hendaknya dibuat sistem penarikan kembali dari peredaran terhadap produk yang
diketahui atau diduga bermasalah yang tertuang dalam prosedur tetap
yang secara periodik ditinjau kembali.Penarikan produk dapat dilakukan oleh perusahan
itu sendiri atau atas instruksi dari instansi yang berwenang.
III.B Proses Pembuatan Kosmetik
III.B.1 Pemilihan Formula
Mengingat keterbatasan bahan baku, peralatan, serta waktu, sementara kosmetik
harus segera diproduksi untuk mengejar musim, tren, fashion dan lain-lain, kita harus
pandai memilih formulasi agar kosmetik itu dapat segera diproduksi dan dapat memenuhi
tujuan tertentu.
Sebelum pemilihan terakhir atas suatu formulasi (setelah melewati percobaan-
percobaan klinis kecil-kecilan atas keamanan formulasi beserta bahan-bahan baku di
dalamnya), kita harus secara realistis yakin bahwa formulasi kita memang akan dapat di
produksi secara besar-besaran dengan menggunakan alat-alat pabrik yang telah ada.
Bahkan pada saat itupun, bahan-bahan baku yang terkandung dalam formulasi itu masih
harus secara kritis diteliti kembali sebelum betul-betul dipilih untuk digunakan (7).
III.B.2 Pemilihan Metode Pembuatan
Tujuan dari proses kosmetik adalah untuk menghasilkan suatu produk yang
seragam serta memiliki keawetan yang panjang, maka pemilihan metode pembuatan yang
tepat dengan menggunakan peralatan yang tersedia itu esensial.
Produksi besar-besaran umumnya didasarkan pada hasil pengamatan produksi
percobaan (clinical batch). Selama pembuatan cilnical batches, perlu dilakukan
pengamatan parameter-parameter kritis yang mempengaruhi kinerja produk, antara lain:
a. Langkah-langkah kritis dalam metode pembuatan.
b. Sifat-sifat produk yang kritis, seperti viskositas, dll.
c. Bahan-bahan baku inti, seperti surfaktan, lubrikan, bahan pensuspensi, bahan pembuat
gel, atau bahan-bahan alam atau sintetik yang menentukan.
15
Setelah mengidentifikasi, parameter-parameter kritis tersebut, perlu memilih cara
pembuatan yang paling tepat dan peralatan yang paling cocok agar menghasilkan produk
yang “ideal”. Karena pembesaran produksi dari clinical batch ke pilot size batches dan
akhirnya ke produksi besar-besaran mungkin harus mengkompromikan hal-hal tertentu
dalam produksi, diharuskan untuk memilih metode khusus atau peralatan yang paling
memenuhi standar selama pembuatan clinical batch agar kompromi tersebut tidak terlalu
menyimpang
III.B.3 Rencana Pembesaran Batch
Pembesaran produk dari laboratory size bathces (clinical bathces), yang
umumnya sampai 25 kg, ke pilot plant bathces (25-200 kg) disebut scale-up formulasi
atau produksi. Untuk produksi kosmetik yang masih baru, scale-up dapat diselesaikan
dalam 2 fase:
Pembuatan Clinical Batch
Pengalaman pertama dengan batch ukuran agak besar umumnya ditemui disini.
Karena itu, formulator produk itu sebaiknya hadir menyaksikan pembuatan clinical batch
tersebut untuk menghindari masalah yang mungkin timbul akibat tidak tersedianya
metode pembuatan yang kurang terperinci.
Setelah beberapa clinical batch sukses dibuat, suatu pembuatan umumnya sudah
bisa dituliskan dalam format tertulis yang dapat dengan mudah dilanjutkan ke produksi
pilot plant batches.
Pembuatan Pilot Plant Batch
Umumnya pembuatan batch dalam fase pilot plant batches disarankan untuk
dilanjutkan sebelum tes keamanan klinis fase III mulai dilakukan untuk produk hasil
metode pembuatan pilihan terakhir. Kebutuhan produksi untuk tes klinis demikian
umumnya membutuhkan batches ukuran agak besar (200 kg).
Penelitian terhadap produksi pilot plant juga disebut penelitian perkembangan
proses yang diadakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan pokok berikut dan untuk
mengidentifikasi langkah-langkah inti dalam proses pembuatan yang perlu disahkan atau
ditolak:
a. Formulasi itu bisa diproduksi lebih banyak atau tidak
b. Apakah metode produksi itu sesuai dengan kemempuan produk yang diharapkan dan
dengan peralatan yang ada
c. Apakah diperlukan peralatan baru atau pabrik ke tiga
d. Apakah langkah-langkah pokok proses pembutan telah teridentifikasi
e. Apakah studi untuk validitas telah didesain dengan baik
16
Penelitian terhadap produksi pilot plant perlu diarahkan untuk dapat menjawab
pertanyaan-pertanyaan tersebut secara memuaskan. Jika timbul pertanyaan apakah
produk itu fleksible untuk diproduksi, maka sebaiknya produk itu diproduksi dengan
menggunakan peralatan dan ukuran batch yang akan dipakai secara rutin.
Puncak kegiatan scale-up biasanya berupa produksi yang memuaskan dalam
bentuk production demonstration batch yang kemudian digunakan untuk mengisi
kebutuhan packaging demonstration run yang menghasilkan produk akhir yang telah
dikemas. Study validasi biasanya dijalankan selama pembuatan production demonstration
batch dan packaging demonstration run (9).
III.B.4 Proses Produksi
Produk kosmetik dibuat di dalam batch, di bawah pengawasan pengaturan
Pemerintah, yaitu Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik (CPKB) atau Good
Manufacturing Practices (GMP) di A.S.. Peralatan yang digunakan dapat diklasifikasikan
sebagai berikut: mixing, dispersing, homogenizers, filling equipment.
1. Proses dan tujuan
a. Pencampuran (mixing)
Tujuan dari pencampuran antara lain:
1) Mencampur cairan yang sulit tercampur
2) Mempercepat pemanasan bahan-bahan
3) Melarutkan lemak-lemak dan bahan-bahan lainnya
4) Untuk emulsifikasi atau dispersi
5) Untuk pendahuluan pendinginan (10)
b. Pemompaan
Ada dua jenis pompa yang digunakan di dalam produksi kosmetik, yaitu:
1) Positive displacement pump
Bekerja dengan menarik cairan ke dalam suatu rongga, kemudian mendesaknya keluar
pada sisi yang lain.
2) Centrifugal pumps
Pada pompa ini, cairan dimasukkan di titik pusat propeler yang berputar cepat.
c. Pemindahan panas
Dalam banyak proses pembuatan kosmetik, bahan baku sering harus dipanaskan
samapai suhu 70-80OC, dicampur, dan kemudian didinginkan sampai sekitar 30-40OC
sebelum produk akhir dapat dipompa dan disimpan (11).
17
d. Filtrasi
Umumnya, filtrasi hanya diperlukan dalam memurnikan air dan untuk penjernihan
losion, dimana bahan-bahan baku produk-produk ini sering berisi sejumlah kecil
kontaminan yang akan mengganggu penampilan produk akhir jika tidak dihilangkan.
e. Pengisian (filling)
Pengisian untuk kosmetik yang berbentuk cair dapat menggunakan sistem vakum pada
botol-botol yang berderet-deret. Pengisian cream dapat memakai filteram type, dimana
cream dimasukkan ke dalam tube silindris dengan bantuan suatu plunger.
III.B.5 Pembuatan Kosmetik cair, Semipadat dan Padat (12).
a. Kosmetik cair
Pembuatan produk kosmetik cair mencakup pelarutan atau dispersi yang baik, serta
penjernihan. Untuk sejumlah produk kosmetik cair, parfum atau bahan yang berminyak
mungkin perlu dilarutkan terlebih dahulu. Ini umumnya dilakukan dalam pembuatan
shampo. Karena kejernihan suatu losion sangat penting, maka kemasannya juga harus
jernih. Untuk itu perlu pencucian dengan udara bertekanan atau air panas yang di ikuti
dengan pembilasan dan pengeringan.
b. Gel
Produk kosmetik dalam bentuk gel berkisar dari losion yang kental, misalnya roll-
ball antiperspirant sampai gel thixotropik yang sangat kental dan tidak bisa mengalir,
yang dapat digunakan sebagai kosmetik hairdressing dan hair setting.
Losion kental lebih mudah dibuat yaitu dengan menambahkan sedikit demi sedikit
gellant padat ke dalam fase cair yang diaduk terus-menerus dengan cepat memakai
propeler yang di gerakkkan turbin.
Cara pembuatan gel kental yang tidak bisa mengalir lebih sulit karena pada produk
akhirnya udara tidak bisa keluar dari dalamnya seperti halnya pada losion kental. Gel
kental harus di buat dalam ruang hmapa udara atau di lakukan melalui proses
pembuangan udara yang rumit.
c. Mikroemulsi
Mikroemulsi terbentuk melalui sistem yang spontan, pembuatannya cukup dengan
alat pencampur yang sederhana, jadi tidak memerlukan alat pencampur rumit
berkecepatan tinggi. Pada umumnya dalam pembuatan mikroemulsi fase minyak dengan
suhu sekitar 800C ditambahkan sedikit demi sedikit ke dalam fase air dalam suhu yang
sama, sambil di aduk secara pelan. Untuk sementara produk dipertahankan pada suhu di
18
atas setting point-nya agar udara naik dan keluar. Ini berarti bahwa pipa-pipa dan alat
pengisi perlu dipanaskan dengan air panas atau uap bercampur air.
d. Emulsi
Proses pembuatan emulsi mencakup tiga hal, diantaranya:
1. Emulsifikasi awal
Emulsifikasi awal biasanya dijalankan pada suhu yang lebih tinggi untuk
menjamin bahwa kedua fase serta hasil emulsi cukup mobil geraknya sewaktu diaduk.
Intensitas dan lama pengadukan tergantung efisiensi dispersi emulsifator.
Cara pembuatan emulsi yang baik adalah dengan menuangkan serentak proporsi
kedua fase yang sama pada setiap waktu ke dalam mixer yang terus berputar sehingga
emulsi terus-menerus terbentuk, tetapi ini hanya dapat di lakukan dalam pabrik besar.
2. Pendinginan
Mendinginkan emulsi merupakan proses yang sangat penting, terutama dalam
produk yang berisi bahan-bahan mirip lilin yang berharga. Selama pendinginan biasanya
emulsi terus di aduk untuk mengurangi lamanya proses serta untuk menghasilkan produk
yang homogen.
3. homogenisasi
Pada suhu yang tinggi, kebanyakan emulsi tidak stabil dan selama pendinginan
dalam batch terbentuk butiran-butiran emulsi atau pada produk yang memiliki fase
minyak dengan titik leleh tinggi, pada proses pendinginan terjadi pengerasan produk.
Karena itu, diperlukan pencampuran tambahan untuk memperoleh produk seperti yang
diinginkan.
Pencampuran tambahan ini bervariasi, mulai dari pelewatan produk melalui
pompa bergir berputar dengan tekanan rendah dari belakang, misalnya 50 psig atau
penghancuran agregat-agregat kristal lilin, atau pelewatan katub homogenizer dengan
tekanan tinggi 5000 psig.
e. Pasta
Pasta, terutama pasta gigi, umunya dapat dibuat dengan menambahkan komponen-
komponen padat yang mungkin sudah dicampur sebelumnya ke dalam komponen-
komponen cair yang mungkin mencakup bahan-bahan yang larut dalam air. Pencampuran
dapat dilakukan dalam mixer terbuka atau mixer vakum. Mixing dalam keadaan panas, di
ikuti dengan pendinginan memakai alat Votator atau metode serupa lainnya juga dapat
dilakukan.
19
Metode alternatif penyiapan pasta yang terbuat dari bubuk padat di dalam suatu
cairan adalah melalui pencampuran awal yang kasar dan campuran ini di masukkan ke
dalam triple roller mill yang diberi berbagai tekanan dan pemutaran sampai pasta yang di
inginkan terbentuk.
f. Sticks
Pada umumnya pembautan lipstick meliputi 3 tahap, yaitu:
1. Penyiapan campuran komponen, yaitu campuran minyak-minyak, campuran zat-zat
warna, dan campuran wax.
2. Pencampuran semua itu membentuk massa lipstick.
3. Pencetakan massa lipstick menjadi batangan-batangan lipstick.
Deodorant stick, pembuatanya mirip dengan pembautan emulsi, yaitu suatu fase
minyak (fatty acid) diadukkan dalam suatu fase larutan dalam air pada suhu sekitar 700C.
gel panas yang terbentuk diisikan ke dalam cetakan pada suhu sekitar 60-650C dan
dibiarkan memadat.
g. Powder
Pencampuran powder biasanya dijalankan di dalam satu wadah semi bundar yang
dilengkapi pengaduk spiral yang memiliki dua pita sehingga campuran itu bergerak
dalam dua arah yang berbeda. Mixer tipe ini sangat baik untuk bath salts dan bahan-
bahan kristal lainnya dan sering digunakan untuk pembuatan face powder.
III.B.6 Kontrol Kualitas
Fungsi utama kontrol kualitas atau quality assurance adalah menjamin agar
perusahaan memenuhi standar tertinggi dalam setiap fase produksinya. Faktor –faktor
yang tercakup dalam kontrol kualitas adalah:
1. Personalia
2. Fasilitas
3. Spesifikasi Produk
Fungsi kontrol kualitas, antara lain:
1. Kontrol dalam proses (in- process control)
2. Pengujian spesifikasi bahan baku (raw material specification testing)
3. Pengujian spesifikasi produk(product specification testing)
4. Pengawasan fasilitas penyimpanan dan distribusi (storage and distribution facilities
control)
5. Pengawasan tempat yang mungkin sebagai produsen pihak ketiga (site inspection of
potential third party manufacture)
20
6. Pengawasan terhadap kontaminasi mikrobiologis (mikrobiological surveillance)
7. Kemungkinan memperpanjang tanggal kadaluwarsa produk (product exspiration dating
extension)
Cara pembuatan kosmetik yang baik (CPKB) yang ditetapkan oleh pemerintah adalah:
1. Ketentuan umum
a) Pada pembuatan kosmetik, pengawasan menyeluruh sangat esensial untuk menjamin
bahwa konsumen menerima kosmetik yang bermutu tinggi dan aman digunakan.
b) Tidaklah cukup jika produk jadi kosmetik hanya sekedar lulus dari serangkaian
pengujian, tetapi yang sangat penting adalah bahwa mutu harus dibentuk dalam produk
tersebut.
2. Personalia
Jumlah karyawan di semua tingkatan hendaklah memadai serta memiliki
pengetahuan, keterampilan dan kemampuan sesuai tugasnya. Mereka hendaklah juga
memiliki kesehatan mental dan fisik yang baik, sehingga mampu melaksanakan tugas
secara profesional dan sebagaimana mestinya.
3. Bangunan
Bangunan untuk pembuatan kosmetik hendaklah memiliki ukuran, rancangan,
konstruksi, serta letak yang memadai untuk memudahkan pelaksanaan kerja,
pembersihan, dan pemeliharaan yang baik. Tiap sarana kerja hendaklah memadai,
sehingga setiap resiko kekeliruan, pencemaran silang, dan pelbagai kesalahan lain yang
dapat menurunkan mutu kosmetik dapat dihindarkan.
4. Peralatan
Peralatan yang digunakan dalam pembuatan kosmetik hendaklah memiliki
rancang bangun dan konstruksi yang tepat, sehingga mutu yang dirancang bagi tiap
produk kosmetik terjamin seragam dari batch ke batch, serta untuk memudahkan
pembersihan dan perawatannya.
5. Sanitasi dan Higiene
Tingkat sanitasi dan higiene yang tinggi hendaklah diterapkan pada setiap
pembuatan kosmetik. Ruang lingkup sanitasi dan higiene meliputi personalia, bangunan,
peralatan, dan perlengkapan,bahan produksi serta wadahnya, dan setiap hal yang dapat
merupakan sumber pencemaran produk. Sumber pencemaran hendaklah dihilangkan
melalui program sanitasi dan higiene yang menyeluruh dan terpadu.
6. Produksi
21
Produksi hendaklah dilaksanakan dengan mengikuti prosedur yang telah
ditetapkan, yang dapat menjamin produksi barang jadi yang memenuhi spesifikasi yang
ditentukan
7. Pengawasan Mutu
Pengawasan mutu adalah bagian yang esensial dari cara pembuatan kosmetik
yang baik agar tiap kosmetik yang dibuat memenuhi persyaratan mutu yang sesuai
dengan tujuan penggunaannya. Rasa keterikatan dan tanggung jawab semua unsur dalam
semua rangkaian pembuatan adalah mutlak untuk menghasilkan kosmetik yang bermutu
mulai dari saat kosmetik dibuat sampai distribusi kosmetik. Untuk keperluan itu, harus
ada suatu bagian pengawasan mutu yang berdiri sendiri
8. Inspeksi diri
Tujuan inspeksi diri adalah untuk melaksanakan penilaian secara teratur tentang
keadaan dan kelengkapan fasilitas pabrik kosmetik dalam memenuhi persyaratan cara
pembuatan kosmetik yang baik
9. Penanganan terhadap hasil pengamatan,keluhan dan laporan kosmetik yang beredar
22
BAB IV
KESIMPULAN
Kosmetik adalah bahan atau sediaan yang dimaksudkan untuk digunakan pada
bagian luar tubuh manusia (epidermis, rambut, kuku, bibir dan organ genital bagian luar)
atau gigi dan mukosa mulut terutama untuk membersihkan, mewangikan, mengubah
penampilan dan atau memperbaiki bau badan atau melindungi atau memelihara tubuh
pada kondisi baik.
Bahan kosmetik adalah bahan atau campuran bahan yang berasal dari alam dan
atau sintetik yang merupakan komponen kosmetik.
Ada fase yang harus dilewati dalam memproduksi kosmetik sebelum kosmetik itu
dipasarkan. Fase itu dikategorikan ke dalam 5 kelompok, yaitu: pemilihan formula,
pemilihan metode pembuatan, rencana pembesaran batch, proses produksi, kontrol
kualitas. Pada proses produksi kosmetik pada umumnya menggunakan alur, yaitu:
pencampuran, pemompaan, pemindahan panas, filtrasi, pengisian. Akan tetapi tidak
semua kosmetik dengan cara sperti itu, ada juga pembuatan produk-produk khusus.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Direktorat Standarisasi Obat Tradisional , Kosmetik dan Produk Komplemen
Badan Pengawas Obat dan Makanan Repubilk Indonesia, Petunjuk Operasional
Pedoman cara Pembuatan Kosmetik yang Baik , 2010
2. Badan Pengawas Obat dan Makanan, Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.4.1745 Tentang Kosmetik,
Jakarta, 2003
3. Badan Pengawas Obat dan Makanan, Kepala Badan Pengawas Obat dan
Makanan Republik Indonesia Nomor: HK.00.05.4.3870 Tentang Petunjuk
Pedoman Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik, Jakarta, 2003
4. Badan Pengawas Obat dan Makanan, Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat
dan Makanan Republik Indonesia Nomor: HK.03.42.06.10.4556 Tentang
Petunjuk Operasional Pedoman Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik, Jakarta,
2010
5. Scholtyssek, Regine., “Good Manufacturing Practice for Producers of
Cosmetic Ingredients”, Microbiological Expert for Cosmetic, Department of
Biology/Product Safety, Henkel KgaA, 1996.
6. Direktorat Standardisasi Obat Tradisional, Kosmetik, dan Produk Komplemen
Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia, Petunjuk Operasional
Pedoman Cara Pembuatan Kosmetik yang Baik
,http://www.pom.go.id/public/hukum_perundangan/ pdf/BUKU
%20POM_011210. pdf, 2010
7. http://books.google.co.id/books?
id=1Pu7FYDfTNoC&pg=PA4&dq=ilmu+kosmetik&h l=id&ei=-
RrUTsrOFZDJrAfRg-yeDg&sa=X&oi=book_result&ct=result&resnum
=1&sqi=2&ved =0CDIQ6AEwAA#v=onepage&q=ilmu%20kosmetik&f=false
8. Dr. Retno Iswari Tranggono, SpKK., dkk., Buku Pegangan Ilmu Kosmetik,
(Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 2007), hlm. 180
9. Ibid., hlm. 181
10. BSI, Kwality Engg Corporation http://reactorvesselsindia.com/Planetary
%20Mixers.htm
11. BSI, Kwality Engg Corporation http://reactorvesselsindia.com/Heat
%20Exchangers.htm
12. Dr. Retno Iswari Tranggono, SpKK., Buku Pegangan Ilmu Kosmetik, hlm. 184
24
13. http://www.pom.go.id/public/hukum_perundangan/pdf/BUKU
%20POM_011210.pdf, di akses 19 Februari 2012, 14.47 WIB
14. http://www.mediaindonesia.com/data/pdf/pagi/2008-06/2008-06-04_19.pdf , di
akses 19 Februari 2012, 15.02 WIB
25