wilayah birokrasi bersih melayani : best practice
TRANSCRIPT
WILAYAH BIROKRASI BERSIH MELAYANI : BEST PRACTICE
Penulis :
DADANG HARTANTO
NASRULLAH HIDAYAT
Diterbitkan oleh:
Universitas Medan Area Press
i
WILAYAH BIROKRASI BERSIH MELAYANI : BEST PRACTICE
Penulis :
DADANG HARTANTO
NASRULLAH HIDAYAT
Design Layout: Muhammad Khairi
ISBN: 978-602-1577-60-8
Nopember 2021
Diterbitkan Oleh: Universitas Medan Area Press
Address: Jalan Kolam Nomor 1, Kenangan Baru, Kec. Percut Sei Tuan Deliserdang, Sumatera Utara Telephone:
061-7366878
e-mail: umapress014@gm ail.com
i
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena
hanya berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya penulis berhasil menyelesaikan buku zona
integrasi pembangunan wilayah birokrasi bersih dan melayani ini. Zona Integritas (ZI) di
lingkungan Polri adalah predikat yang diberikan kepada Polri yang mempunyai komitmen
untuk mewujudkan WBK (Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani
(WBBM) melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan
peningkatan kualitas pelayanan publik mulai dari Kapolri dan jajarannya. Menuju Wilayah
Bebas dari Korupsi (WBK) adalah predikat yang diberikan kepada Satker yang memenuhi
sebagian besar program Manajemen Perubahan, Penataan Tatalaksana, Penataan Sistem
Manajemen SDM, Penguatan Pengawasan dan Penguatan Akuntabilitas Kinerja.
Menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) adalah predikat yang diberikan
kepada Satker yang memenuhi sebagian besar program Manajemen Perubahan, Penataan
Tatalaksana, Penataan Sistem Manajemen SDM, Penguatan Pengawasan, Penguatan
Akuntabilitas Kinerja dan Penguatan Kualitas Pelayanan Publik. Dalam penyusunan buku ini
penulis melibatkan semua elemen organisasi kepolisian diwilayah Polrestabes Medan sebagai
bentuk wujud komitmen dan tanggungjawab sebagai personil.
Data-data dan narasi yang diungkapkan dalam buku ini adalah hasil dari pelaksanaan
kegiatan, penelitian dan evaluasi menuju wilayah birokrasi bersih dan melayani. Namun
demikian, penulis menyadari masi terdapat ketidaksempurnaan didalam buku ini baik dari segi
penyajian dan analisis. Kiranya pembaca dapat memakluminya serta memberikan masukan dan
saran sebagai upaya membenahi kekurangan buku ini.
Medan, November 2021
Penulis
Dadang Hartanto
ii
DAFTAR ISI
Kata Pengantar ............................................................................................................. i
Daftar Isi ....................................................................................................................... ii
BAB I: PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ......................................................................................... 1
B. Maksud dan Tujuan.................................................................................. 4
C. Dasar Hukum ........................................................................................... 4
D. Konsep Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani..................................... 5
BAB II: PROSES PENCAPAIAN WILAYAH BIROKRASI
BERSIH DAN MELAYANI A. Perubahan Mindset .................................................................................... 6
1. Role Model ........................................................................................... 8
2. Hambatan .............................................................................................. 9
3. Yel-Yel .................................................................................................. 11
B. Pembenahan Sistem Pelayanan Publik Berbasis IPTEK ........................... 12
C. Penguatan Peraturan .................................................................................. 14
D. Leadership ................................................................................................. 17
1. Kepemimpinan Pelayan (Servant Leadership)...................................... 17
2. Kpemimpinan Transformasional .......................................................... 18
3. Kepemimpinan Pengarah (Directing Leadership) ................................ 19
4. Keteladanan........................................................................................... 20
E. Kepercayaan Masyarakat .......................................................................... 40
1. Media Sosial .......................................................................................... 40
2. Komitmen ............................................................................................. 43
3. Marketting Media .................................................................................. 46
4. Forum Media ......................................................................................... 47
5. Ekpose ................................................................................................... 49
6. Punisment dan Reward ......................................................................... 40
7. Sistem Kemitraan .................................................................................. 52
BAB III: INDIKATOR PENGUNGKIT
A. Manajemen Perubahan ............................................................................. 61
B. Penataan Tatalaksana ................................................................................ 68
C. Penataan Sistem Menajemen ..................................................................... 72
D. Penguatan Akuntabilitas Kinerja ............................................................... 77
E. Penguatan Pengawasan.............................................................................. 81
F. Penguatan Kualitas Kebijakan Publik ....................................................... 84
BAB V ARAH KEBIJAKAN WILAYAH BIROKRASI
BERSIH DAN MELAYANI ............................................................................ 88
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 92
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latarbelakang
Sejak awal tahun 2000an Polri sebagai suatu institusi Negara telah melakukan
proses reformasi sebagai bentuk wujud keinginan Polri untuk menjadi lembaga
struktur pemerintah yang dapat memenuhi tuntunan masyarakat. Meski pun
Reformasi Birokrasi telah disusun sedemikian rupa dalam koridor Grand Strategi
Polri 2005-2025. Koridor tersebut terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu 2005-2009
Trust Buiding, 2010-2015 Patnership Building, dan 2016-2025 Strive for Exceellence.
Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, berbagai penilaian terbaru diperoleh
kepolisian dari berbagai kalangan masyarakat. Sejauh ini perubahan struktural dan
instrumental relatif berlangsung dengan baik, tetapi perubahan kultural masih menjadi
persoalan yang belu terpecahkan. Demikian pula perubahan dalam kelembagaan dan
budaya Polri yang belum menyentuh akar “konservatisme” budaya yang sulit untuk
berubah (Karnavian, Sulistiyo :2017:112-113)
Pelaksanaan tugas Polri pada Renstra 2015-2019 diarahkan untuk mencapai
tujuan dalam rangka mewukudkan organisasi Polri menuju National Class
Organization (NCO) hingga mencapai status Word Class Organization (WCO) pada
tahun 2025; organisasi Polri dengan Good and Clean Governance, perubahan mind
set dan culture set menuju Pemolisian Demokratis (Democratic Policing); rasa aman
dan nyaman dimasyarakat dalam melaksanakan aktivitas dan kegiatan dan kehidupan
sehari-hari, Polri yang profesional dan berkompeten, bermoral, modern, unggul serta
terpercaya masyarakat; dan penegak hukum yang transparan, akuntabel dan anti KKN
yang mampu memberikan perlindungan dan pengayoman masyarakat serta memenuhi
rasa keadilan masyarakat, yang tak lain sebagai aktualisasi arah kebijakan pemerintah
dalam Nawa Cita menuju perubahan dengan menghadirkan negara yang bekerja,
kemandirian yang mensejahterahkan, dan revolusi mental sebagai mana tertuang
dalam RP JMN Tahun 2015-2019.
Organisasi tidak dapat dilepaskan dengan birokrasi. Birokrasi merupakan
suatu prosedur yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan
dijalankan oleh keseluruhan aparat pemerintah guna mencapai tujuan organisasi
2
dengan maksud mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan
oleh banyak orang. Birokrasi melaksanakan kegiatan-kegiatan regular yang
dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan orgnaisasi, didistribusikan melalui cara-cara
tertentu dan dianggap sebagai tugas-tugas resmi. Pembagian tugas secara tegas
memungkinkan untuk mempekerjakan hanya ahli-ahli spesialisi tertentu pada jabatan-
jabatan tertentu dan membuat mereka bertanggungjawab atas pelaksanaan tugas
masing-masing secara efektif. Tingkat spesialisasi yang tinggi ini menjadi bagian dari
kehidupan sosial ekonomi sehingga kita cenderung lupa bahwa hal ini merupakan
inovasi birokratis yang relatif baru dan belum pernah ditemui pada masa-masa lalu.
Birokrasi juga dapat digunakan sebagai alat pembaruan . Ini akan terlaksana jika
tujuan-tujuan organisasi memang diarahkan kepada strategi pembaruan dan
pembangunan. Untuk dapat merealisasi cita-cita pembangunan sosial-ekonomi,
pemerintah harus memiliki pranata-pranata yang mudah menerima inovasi-inovasi
baru yang bermanfaat bagi pembangunan. Tak pelak lagi, birokrasi merupakan alat
penunjang utama didalam sistem administrasi modern. Dasar dari legitimasi dalam
struktur pemerintah adalah penerapan pengetahuan, rasionalitas dan teknologi. Lepas
dari itu birokrasi menjadi satu-satunya perangkat yang lebih peka terhadap teknologi.
Bila kita menolak birokrasi dan hendak menggantinya dengan sistem yang lain, itu
berarti langkah mundur yang sudah pasti akan merugikan (Kumorotomo, 2015).
Saat ini reformasi birokrasi juga telah dilakukan oleh aparat penegak hukum/
kepolisian menyangkut sistem administrasi dan pelayanan publik yang dijalankan.
Reformasi birokrasi tersebut sebagai salah satu langka awal mendukung program
pemerintah untuk melakukan penataan terhadap sistem penyelenggaraan organisasi
polri yang baik, efektif dan efisien, sehingga dapat melayani masyarakat secara cepat,
tepat, dan profesional dalam mewujudkan Good and Clean Governance menuju
aparatur polri yang bersih dan bebas KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme),
meningkatkan pelayanan prima kepolisian serta meningkatnya kapasitas dan
akuntabilitas kinerja. Dalam perjalanannya, terdapat kendala yang dihadapi, seperti
adanya penyalagunaan wewenang, pratek KKN, diskriminasi dan lemahnya
pengawasan.
Ada beberapa hal yang dapat dikemukakan untuk menjelaskan mengapa
selama ini banyak kebijakan, program dan pelayanan publik kurang responsif
3
terhadap aspirasi masyarakat sehingga kurang mendapat dukungan secara luas.
Pertama, para birokrat kebanyakan masih berorientasi kepada kekuasaan dan
bukannya kepentingan publik atau pelayanan publik secara umum. Sebagian besar
pejabat atau birokrat itu selama ini menempatkan dirinya dalam posisi sebagai
penguasa (authorities) dan masih sangat terbatas pejabat yang menyadari peranannya
sebagia penyedia layanan kepada masyarakat (public servant/service provider).
Budaya paternalistic seringkali juga mengakibatkan turunnya kualitas pelayanan
publik. Budaya semacam ini mengakibatkan kecenderungan untuk memberikan
keistimewaaan kepada para elit birokrat atau orang-orang yang memiliki hubungan
dekat dengan mereka.
Kedua, terdapat kesenjangan yang lebar antara apa yang diputuskan oleh
pembuat kebijakan dan apa yang benar-benar dikehendaki oleh rakyat. Sistem
administrasi publik dan mekanisme politik yang berlaku ternyata gagal menjembatani
kepentingan elit politik dan rakyat pada umumnya. Namun tanpa kontrol dan sistem
akuntabilitas yang cukup kuat, senantiasa terdapat kemungkinan bahwa aparat
birokrasi akan merumuskan dan melaksanakan kebijakan, melaksanakan aktivitas
pelayanan publik hanya berdasarkan kepentingan sempit (vested interests) dari elit
atau para penguasa (Kumorotomo, 2015).
Kepentingan sempit dilakukan antara lain dalam bentuk perilaku koruptif.
Salah satu langkah riil yang saat ini dilakukan untuk menghilangkan perilaku
penyimpang dan koruptif anggota polri adalah pembangunan Wilayah Bebas Korupsi
(WBK) dan Wilayah Bersih Birokrasi dan Melayani (WBBM). Hal tersebut
dilaksanakan dengan membangun Zona Integritas yang difokuskan pada penerapan
program Menajemen Perubahan, Penataan Tata Laksana, Penataaan Manajemen
SDM, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, dan Peningkatan
Kualitas Pelayanan Publik yang bersifat kongkrit.
Dalam upaya mewujudkan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Birokrasi
Bersih dan Melayani (WBBM) di lingkungan Polri harus mengacu kepada Peraturan
Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 22 Tahun
2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas menuju Birokrasi Bersih dan
Melayani (WBBM) di lingkungan instansi pemerintah serta Keputusan Kepala
Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor : Kep / 580 / VI / 2016 tanggal 9 Juni
4
2016 tentang Petunjuk Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari
Korupsi (WBK) dan Birokrasi Bersih dan Melayanai (WBBM) di Lingkungan Polri.
Berangkat dari dasar hukum dan program diatas dianggap penting menyajikan
dan menganalisis target dan capaian serta inovasi yang telah dilaksanakan selama ini
guna memberikan sebuah gambaran keberadaan Polri dalam memberikan pelayanan
kepada masyarakat.
B. Maksud dan Tujuan
Buku ini dimaksudkan untuk memberikan deskripsi terkait berbagai langkah
dan upaya Polri dalam membangun Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayanai
(WBBM) serta dengan tujuan memberikan pemahaman dan tindakan dalam
membangun Zona Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) sebagai bentuk
best practice yang dapat dipedomani oleh semua organisasi kepolisian.
C. Dasar Hukum
Sebagai upaya mewujudkan Wilayah Birokrasi Bersih Dan Melayani
(WBBM) mengacu kepada dasar hukum yang telah ditetapkan oleh Permenpan
berikut ini:
a. UU 28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme;
b. UU 31 / 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
c. UU 30 / 2002 tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi;
d. UU 14 / 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik ;
e. UU 25 /2009 tentang Pelayanan Publik
f. PP 60 / 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah;
g. Perpres 54 / 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
h. Perpres 81 / 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025;
i. Perpres 55 / 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan
Korupsi Inpres 2 /2014 Tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi;
j. Permen PAN dan RB 14 / 2014 tentang Pedoman Evaluasi Pelaksanaan Reformasi
Birokrasi
5
D. Konsep Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani
Berdasarkan Permenpan 52 tahun 2014 yang dimaksud dengan predikat
WBBM, adalah:
"Predikat yang diberikan kepada unit kerja yang memenuhi sebagian besar
Manajemen Perubahan, Penataan Laksana, Penataan Sistem SDM, Penguatan
Pengawasan dan Penguatan Akuntabilitas Kinerja dan Peningkatan Kualitas Layanan
Publik.
Untuk dapat meningkat menjadi unit kerja berpredikat WBBM, sebuah unit
bersatatus WBK harus melakukan peningkatan terhadap kualitas layanan publik. Unit
kerja ini dituntut untuk meningkatkan pelayanan publiknya kepada stakeholder dan
kemudian melakukan inovasi-inovasi dan terakhir tentunya menjaga agar kualitas
layanan tetap terjaga. Dalam hal ini Polrestabes Medan telah meraih predikat Wilayah
Bebas Korupsi pada tahun 2018, sehingga untuk jenjang berikutnya unit kerja
Polrestabes Medan telah mengajukan usulan sebagai Wilayah Birokrasi Bersih Dan
Melayani (WBBM). Untuk mendapat predikat ini unit kerja harus memenuhi
komponen yang telah dipersyaratkan seperti komponen inti WBBM yaitu komponen
pengungkit terdiri dari 6 komponen (manajemen merubahan, penataan tatalaksana,
penataan sistem SDM, penguatan pengawasan , penguatan akuntabilitas, penguatan
Kualitas Pelayanan Publik dan komponen hasil terdiri dari 2 komponen ( peningkatan
pelayanan publik dan pemerintah yang bersih dan bebas dari KKN.
6
BAB II
PROSES PENCAPAIAN WILAYAH BIROKRASI BERSIH DAN MELAYANI
POLRESTABES MEDAN
A. Perubahan Mindset
Banyak pendapat bahwa untuk dapat bertahan dalam situasi diperlukan
kemampuan adaptasi yang baik sehingga mampu menyesuaikan dengan apapun
perubahan yang terjadi. Bentuk adaptasi yang dapat dilakukan salah satunya adalah
melakukan inovasi dalam setiap bidang yang digeluti. Oleh karena itu penting bagi
setiap organisasi kepolisian untuk memiliki innovation
mindset. Innovation mindset adalah pola pikir yang memungkinkan terlaksananya
pengembangan dan penerapan ide-ide baru. Innovation mindset melahirkan pemikiran
yang inovatif, menekankan pentingnya pengembangan dan aplikasi teknologi, yang
senantiasa memantau perkembangan di luar organisasi kepolisian untuk
mengidentifikasi peluang, metode dan teknik terbaru untuk bisa menerapkan kualitas
pelayanan yang maksimal dan memperoleh kepercayaan publik. Menurut Lahiri, et al
(2008) atribut penting dalam innovation mindset adalah mengikuti perkembangan
teknologi di dalam industri, merespon perkembangan teknologi dengan cepat,
menghargai ide-ide dan model baru, mampu mengidentifikasi sumber-sumber ide
baru di dalam maupun di luar organisasi kepolisian, melakukan pengembangan
produk/jasa, mengedepankan next practice dibandingkan best practice
(dalam www.sbm.itb.ac.id/id/menciptakan-innovation-mindset). Agar efektif dalam
implementasinya, menurut George (http://georgecouros.ca/archives/4783) berikut
beberapa karakteristik yang perlu dimiliki innovator’s mindset:
1. Emphatetic, karakteristik ini diperlukan karena untuk membangun cara baru dan
lebih baik dalam melakukan sesuatu kita perlu memahami siapa yang akan
menggunakannya dan untuk apa.
2. Problem finders, setiap inovasi berawal dari pertanyaan dan permasalahan bukan
jawaban. Maka jika ingin menjadi inovatif kita perlu ’bertanya’ terlebih dahulu
mengenai peluang apa yang bisa dilakukan untuk perbaikan.
3. Risk-takers, berani mencoba sesuatu yang berbeda akan lebih berharga daripada
hanya mencontoh best practices.
7
4. Networked, inovasi tidak akan terjadi dalam keterisolasian. Seringkali ide yang
baru dan lebih baik muncul saat ada situasi saling berbagi ide.
5. Observant, inovasi muncul karena mengobservasi apa yang telah dilakukan oleh
orang lain/organisasi lain/perusahaan lain. Hal ini sangat normal terjadi, sehingga
diperlukan karakteristik pengamat yang merekam apa yang terjadi di sekeliling
kita.
6. Creators, banyak orang yang memiliki ide bagus namun tidak ada tindakan dan
tidak memberikan dampak nyata. Inovasi adalah kombinasi dari ide dan kerja
keras. Tanpa tindakan, ide yang brilian akan lenyap begitu saja.
7. Resilient, sesuatu yang baru tidak begitu saja akan berhasil dilakukan dalam satu
kali percobaan, maka perlu kemauan yang kuat dan tindakan untuk terus mencoba
dan berhasil sampai pada inovasi yang diharapkan.
8. Reflective, diperlukaan jeda untuk merefleksikan kembali proses inovasi yang telah
dilakukan; apa yang berhasil dilakukan, apa yang gagal, apa yang dapat dilakukan
selanjutnya, dsb
Dalam mengembangkan innovation mindset diperlukan iklim organisasi yang
mendukung dapat membangun innovation mindset personil dengan mengembangkan
iklim yang selalu membiasakan untuk berpikir berbeda (think different), bertindak
berbeda (act different) dan mencapai sukses luar biasa (achieve extraordinary
success). Berpikir berbeda (Think different) tidak semua ide layak dikejar. Langkah
pertama adalah mempersempit ide yang banyak dan bertebaran ke ide yang
memberikan peluang berharga. Miliki sebuah proses untuk mengevaluasi apakah ini
adalah kesempatan yang tepat dengan bertanya: Apakah kita ingin mengejar ini –
apakah sesuai dengan tujuan kita? Bisakah kita menjalankannya – apakah sesuai
dengan kompetensi inti kita? Jika berhasil dengan cara terbaik, apakah manfaatnya
akan berharga? Apakah ada risiko yang tidak akan bisa dipulihkan jika ada yang
salah? Perlu keberanian merebut peluang yang memenuhi kriteria tersebut.
Menciptakan mekanisme untuk mengumpulkan dana dan sumber daya yang tepat.
Tantangan berikutnya adalah mencapai keseimbangan yang tepat antara mendapatkan
hasil maksimal dari kesempatan atau menjaga agar apa yang telah diupayakan tetap
berkinerja baik. Bertindak berbeda (Act Different) memunculkan kesadaran dan
menciptakan iklim di mana setiap sumber daya dan proses dihargai. Menyampaikan
8
cerita-cerita sukses organisasi, menyoroti dan menekankan pada rintangan yang pasti
mampu ditaklukkan dengan kerja keras untuk mendapatkan hasil yang diinginkan,
serta melalui regenerasi pemimpin yang berkesinambungan. Tiga hal tersebut diatas
sudah dilakukan dalam sistem menajemen kepolisian dalam membangun iklim
menuju innovation mindset. Namun demikian, di luar itu semua, aspek paling penting
bagi personil kepolisian dalam mengembangkan innovation mindset adalah terus
menciptakan rasa ingin tahu, mengarahkan diri dan mencurahkan komitmen untuk
selalu memberikan nilai tambah dalam setiap situasi. Tanpa adanya agen perubahan
(agen of change) sebagai role model didalam internal kepolisian perubahan mindset
akan berjalan lambat.
1. Role model
Seorang pemimpin kepolisian adalah memberikan teladan dan berperilaku
yang bisa di ikuti oleh orang lain. Sebagai bangsa yang menganut pola “patrinial” kita
selalu melihat sosok seorang pemimpin atau atasan dan atau orang yang lebih tua.
Walaupun demikian, dengan semakin majunya pengetahuan dan iptek masyarakat
melihat dan menilai bagaimana seorang pemimpin tersebut berperilaku. Bukan rahasia
umum bilamana pemimpin akan selau di jadikan bahan pembicaraan oleh anggota
team-nya atau anak buahnya dalam suatu organisasi kepolisian. Sebagai pejabat
publik, pemimpin juga akan dinilai dan dijadikan bahan pembicaraan oleh
mayarakatnya. Oleh karena itu, ajaran pemimpin harus menjadi teladan harus
diupayakan dilakukan oleh seorang pemimpin, sehingga akan menjadi bahan
pembicaraan yang “positif” dikalangan anak buahnya dan menginspirasi orang lain
agar meniru perilaku pemimpin teladannya.
Dalam kehidupan organisasi kepolisian, banyak sekali aturan dan instruksi
yang harus dijalankan. Contoh yang paling sederhana, pengaturan jam kerja normal,
rencana aksi, program dan produk yang dihasilkan. Berbeda dengan kehidupan
kenegaraan, banyak pejabat publik yang bisa dikategorikan sebagai pemimpin, mulai
dari Camat, Bupati, Kapolres, DPR dan sebagainya. Sudah menjadi keharusan bahwa
pemimpin yang menjadi pejabat publik harus memberikan teladan yang baik, karena
yang melihat dan mengamati adalah anggota masyarakat. Apalagi dengan system
informasi yang semakin maju, maka dengan mudah masyarakat akan mendapat
informasi seputar pejabat publik tersebut. Pimpinan yang korupsi, akan dicontoh oleh
anak buahnya. Contoh sederhana yang akhir-akhir ini dibicarakan di media adalah
9
seorang pemimpin partai mempunyai dua mobil mewah dengan plat nomer polisi
yang sama. Jelas, sitausi ini akan menjadi pembicaraan masyarakat, yang
menunjukkan perilaku arogan, semena-mena, dan menyalahkan orang lain (dalam hal
ini sopir yang disalahkan). Mengapa demikian? Karena mereka adalah bukan contoh
pemimpin yang baik, bukan sebagai teladan.
Oleh karena itu, sebagai seorang pemimpin, baik dalam organisasi ataupun
dalam pemerintahan, maka seorang pemimpin harus bisa meberikan teladan dengan
berperilaku yang baik, sehingga akan mendapatkan pengikut dan akan mempermudah
dalam mencapai tujuan perusahaan. Selain itu, pemimpin tersbeut akan menjadi
pembicaraan yang “positif” oleh anak buahnya atau masyarakat, yang akhirnya akan
mengangkat namanya menjadi pribadi yang lebih dikenal. Satu hal lagi yang harus
diperhatikan adalah “niat” dalam berperilaku baik tersebut. Semua harus dijalankan
dengan tulus dan tidak dengan tujuan tertentu, sehingga akan menimbulkan “hallo
effect” yang tidak akan bertahan lama. Pemimpin type demikian adalah pemimpin
yang memakai “topeng” untuk menutupi perilaku aslinya yang tidak dapat
menjadikan teladan.
Dalam menjalankan tugasnya Polrestabes Medan menjalankan ajaran tersebut
melalui kegiatan-kegiatan keagamaan dan membangun kemitraan dengan tokoh
agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh adat dan tokoh-tokoh lainnya.
Sebagai bentuk keteladanan tersebut diwujudkan dengan mengikuti kegiatan sholat
subuh berjamaah dengan anggota, menyambangi masyarakat yang kurang mampu dan
memberikan membangun komunikasi dengan para tokoh agama dalam rangka
sinergitas polri dengan masyarakat.
2. Hambatan
Reformasi birokrasi merupakan salah satu langkah awal untuk melakukan
penataan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang baik, efektif dan
efisien, sehingga dapat melayani masyarakat secara cepat, tepat, dan profesional.
Dalam perjalanannya, banyak kendala yang dihadapi, diantaranya adalah
penyalahgunaan wewenang, praktek KKN, dan lemahnya pengawasan. Sejalan
dengan hal tersebut, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 81
Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi yang mengatur tentang
pelaksanaan program reformasi birokrasi. Peraturan tersebut menargetkan tercapainya
tiga sasaran hasil utama yaitu peningkatan kapasitas dan akuntabilitas organisasi,
10
pemerintah yang bersih dan bebas KKN, serta peningkatan pelayanan publik. Dalam
rangka mengakselerasi pencapaian sasaran hasil tersebut, maka instansi pemerintah
(pusat dan daerah) perlu untuk membangun pilot project pelaksanaan reformasi
birokrasi yang dapat menjadi percontohan penerapan pada unit-unit kerja lainnya.
Untuk itu, perlu secara konkret dilaksanakan program reformasi birokrasi pada unit
kerja melalui upaya pembangunan Zona Integritas.
Reformasi Birokrasi Pemerintah Indonesia dimulai sejak terterbitnya
Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2011 tentang Grand Desain Reformasi Birokrasi
Indonesia 2010-2025 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan
Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi
2010-2014. Melalui kedua pedoman tersebut Polrestabes Medan mulai menerapkan
secara bertahap reformasi birokrasi. Dalam perjalanannya penerapan dan pelaksanaan
reformasi birokrasi terdapat area perubahan dan program yang membuahkan beberapa
capaian dan perkembangan yang. Walaupun demikian masih terdapat beberapa
hambatan dan tantangan kedepan yang harus diselesaikan Polrestabes Medan
diantaranya :
1. Komitmen personil masih belum optimal dalam mencegah diri sendiri atau rekan
kerja untuk tidak berperilaku koruptif.
2. Manajemen sistem penilaian kinerja belum dilaksanakan secara maksimal dan
penataan kelembagaan yang masih belum efektif;
3. Dinamika keaktifan dalam pengawasan dan penguatan pencegahan dan
internalisasi perilaku koruptif;
4. Manajemen pelayanan publik yang perlu dibenahi terkait fasilitas dan sistem IT.
Dengan masih banyaknya hambatan dan tantangan yang dihadapi,
keberlanjutan pelaksanaan reformasi birokrasi memiliki peran penting dalam
mewujudkan tata kelola organisasi kepolisian yang baik. Hasil-hasil yang telah
diperoleh dari pelaksanaan reformasi birokrasi menjadi dasar bagi pelaksanaan
reformasi birokrasi pada tahapan selanjutnya. Karena itu, pelaksanaan reformasi
birokrasi merupakan penguatan dari pelaksanaan reformasi birokrasi tahapan
sebelumnya. Langkah-langkah reformasi disusun oleh tiap organisasi kepolisian
menyesuaikan dengan karakteristik masing-masing. Penguatan tersebut diantaranya
dengan memelihara dan atau meningkatkan/memperkuat kondisi yang telah baik,
11
melanjutkan upaya perubahan, mengidentifikasi masalah dan mencari solusi serta
memperluas cakupan pelaksanaan reformasi birokrasi.Semua usaha dan kerja keras
tersebut tidak lain adalah untuk membawa birokrasi Polrestabes Medan yang bersih
dan akuntabel, birokrasi yang efektif dan efisien serta birokrasi yang memiliki
pelayanan publik berkualitas. Dinamika reformasi birokrasi tersebut digambarkan
sebagai berikut:
Gambar 1. Dinamika birokrasi
3. Yel-Yel
Yel-yel merupakan bentuk orasi komitmen anggota Polrestabes Medan dalam
menciptakan keakraban dibentuk dengan ungkapan semangat solidaritas, sehingga
menimbulkan kepercayaan diri yang kuat dalam menjalankan tugas dan
tanggungjawab. Salahsatu yel-yel yang dimiliki oleh Polrestabes Medan adalah “Kita
Jago Medan Kondusif” dalam mencitrakan profesionalitas personil. Kegiatan
menggiatkan yel-yel tersebut selalu dilaksanakan ketika ada apel lapangan dan
pengarahan kepada anggota personil untuk memberikan semangat kepemimpinan,
integritas dan sinergitas.Integritas dan sinergitas internal anggota kepolisian
diharapkan menjadi tolak ukur keberhasilan sebagai pelayan dan pengayom
masyarakat.
12
Gambar. 2 Kapolrestabes Memimpin orasi Yel-Yel
B. Pembenahan Sistem Pelayanan Publik Berbasis IPTEK
Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya suatu organisasi untuk
memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga negara yaitu pelayanan
administrasi yang memiliki standar dan peraturan. Polrestabes Medan melakukan
pembenahan sistem melalui cara yaitu penetapan peraturan dan SOP, penempatkan
SDM sesuai kompetensinya untuk mengawasi dan mengawaki sistem serta penerapan
manajemen pelayanan berbasis IT. Pertama, standar pelayanan publik merupakan
pernyataan mengenai janji dan kewajiban unit kerja Polrestabes Medan kepada
masyarakat. Penyusunan standar pelayanan publik tersebut telah dilakukan dengan
memperhatikan prinsip, standar, pola penyelenggara, biaya penyelenggara, pelayanan
bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil, dan balita, pelayanan khusus, biro
jasa pelayanan, tingkat kepuasan masyarakat, pengawasan penyelenggaraan,
penyelesaian pengaduan serta evaluasi kinerja pelayanan masyarakat. Prinsip
pelayanan publik yang dilakukan mengacu kepada Keputusan MENPAN Nomor 63
tahun 2003 yaitu:
1) kesederhanaan, prosedur pelayanan yang tidak berbelit-belit sehingga mudah
dipahami dan mudah dilaksanakan,
2) kejelasan, persyaratan teknis dan administrasi publik dan unit kerja/pejabat yang
berwenang dalam penyelesaian keluhan
3) kepastian waktu
4) akurasi pelayanan, produk layanan diterima dengan benar, tepat dan sah
5) keamanan, proses pelayanan memberikan rasa aman dan kepastian hukum
13
6) tanggungjawab, pimpinan bertangggungjawab dalam penyelesaian
keluhan/persoalan dalam pelayanan masyarakat
7) kelengkapan sarana dan prasarana, tersedianya sarana dan prasarana dan peralatan
pendukung
8) kemudahan akses, tempat lokasi dan mudah dijangkau oleh masyarakat
9) kedisiplinan, Kesopanan, Keramahan, dan bersifat ikhlas dan
10) kenyamanan lingkungan pelayanan yang tertib terratur dan disediakan ruang
tunggu yang nyaman, bersih, rapi, dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti
tempat parker, toilet, tempat ibadah.
Kedua, penempatan sumberdaya manusia sesuai kompetensinya yaitu
penempatan personel dalam proses pemberian tugas dan pekerjaan yang lulus dalam
seleksi untuk dilaksanakan sesuai dengan ruang lingkup yang telah ditetapkan, serta
mampu mempertanggungjawabkan atas segala risiko dan kemungkinan-kemungkinan
atas tugas dan pekerjaan, wewenang, dan tanggungjawab tersebut. Tidak adanya
kekhususan tugas dalam Polri membuat setiap personel Polri harus selalu siap untuk
ditempatkan dimana saja. Namun yang diharapkan adalah kesempatan untuk semua
personel Polrestabes Medan dalam memperoleh penempatan yang sesuai dengan
kompetensinya serta penyebarannya yang merata. Penyebaran personel yang merata
di seluruh satuan Polrestabes Medan sudah sesuai, sehingga dengan penyebaran
personel yang merata tersebut satuan-satuan dapat menjalankan tugasnya dengan
maksimal dan secara keseluruhan kesiapan operasional semakin baik karena adanya
jumlah personel yang mencukupi.
Upaya yang dilakukan dalam pemerataan dan penyebaran personil tersebut
tidak terlepas dari kompetensi yang dimilikinya karena dalam hal ini Polrestabes
Medan melakukan pengembangan Assesment Center untuk menjamin mutu
kompetensinya sebelum dilakukan mutasi atau penempatan. Tujuannya tidak lain
adalah untuk menggali level kompetensi seorang personil kepolisian melalui
serangkaian jenis tes (multiple test), dan biasanya juga dilakukan oleh lebih dari satu
penilai (rater). Berdasarkan sejumlah riset empirik, assessment center diketahui
memiliki validitas yang tinggi dalam memprediksi level kompetensi individu. Metode
assessment center ini hanya digunakan untuk menguji jenis kompetensi soft (soft
competency) atau sering juga disebut sebagai managerial competencies (contohnya:
14
kompetensi leadership, communication skills, problem solving skills, team skills, dan
sejenisnya. Hal tersebut juga dipertegas di dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara
Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2012 Tentang Mutasi anggota kepolisian negara
republik Indonesia yaitu upaya memenuhi kebutuhan sumber daya manusia yang
profesional pada setiap satuan kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia,
diperlukan sistem pembinaan karier yang terencana, prosedural, dan konsisten.
Ketiga, menajemen pelayanan berbasis IT yang ditekankan kepada
kemampuan menajemen sistem personil Polrestabes dalam menciptakan dan
memanfaatkan media berbasis online. Model ini membantu organisasi kepolisian
untuk menyediakan pelayanan masyarakat efektif, meningkatkan efisiensi,
berdayaguna tinggi serta dapat meningkatkan kerja sama/koordinasi.
Sistem informasi manajeman pelayanan masyarakat yang dibuat langsung oleh
Polrestabes Medan merupakan bentuk proses kerja yang transparan dan efisien serta
memperlancar transaksi dan layanan kepada masyarakat.Upaya ini dapat mendorong
memberikan layanan yang lebih baik pada masyarakat dimana informasi dari
Polrestabes dapat dicari atau diperoleh tanpa harus secara fisik datang ke kantor
karena bahan-bahan informasi tersebut tersedia dalam 24 jam sehari dan tujuh hari
dalam seminggu tanpa harus bergantung pada jam operasional.
Fasilitas layanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang terjangkau
untuk masyarakat, penyediaan informasi yang cepat untuk masyarakat, dan
peningkatan kualitas ekonomi masyarakat melalui berbagai aplikasi. Jalur
komunikasi pelayanan masyarakat yang dilakukan melalui portal khusus, aplikasi
ataupun media sosial seperti twitter, instagram dan facebook, sedangkan berbasis
portal berupa website dan layanan aplikasi seperti aplikasi polisi kita, resimen Go,
SIM online, SKCK online, SP2HP online, SPKT online, Call Center, Deli 0.0,
Cybertrops, ATCS dan E-Office.
C. Penguatan Peraturan
Salahsatu, penguatan peraturan yang dilakukan Satuan kerja Polrestabes
Medan adalah dengan menerapkan kedisiplinan dan etika yang tinggi dalam setiap
melaksanakan tugasnya. Pada kenyataannya dengan kedisiplinan dan etika yang tinggi
membuat anggota polisi semakin dipercaya masyarakat. Hal ini sesuai dengan hasil
survey yang dilakukan pada anggota polisi di Polrestabes Medan sebanyak 30 orang
15
(77,5%0) bahwa dari jumlah peserta Focus Group Discussion (FGD) anggota polisi
sudah mengutamakan kedisiplinan dan etika komunikasi di setiap pekerjaannya.
Dalam membangun kedisiplinan dan tanggungjawab polisi harus melaksanakan tugas
dengan target yang cukup berat. Hal tersebut tidak terlepas dari bimbingan dan arahan
Kapolrestabes sehingga kompetensi ini menjadi tolak ukur keberhasilan polisi sebagai
pelayan masyarakat.
Selain itu, itu sangat penting juga meningkatkan kompetensi sumber daya
anggota kepolisian secara simultan. Sumberdaya anggota memiliki peranan yang
sangat menentukan bagi kualitas kerja anggota kepolisian. Satuan kerja Polrestabes
Medan mengadopsi pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi yang
telah dikembangkan di Amerika Serikat, didasarkan kenyataan bahwa untuk
memprediksi tingkat keberhasilan paling baik menggunakan pendekatan kompetensi.
Pendekatan ini mempunyai prinsip bahwa manusia dan kerja dalam satu kesatuan, dan
pengamatan dilakukan secara terus menerus terhadap karakteristika manusia yang
berhasil yang ada di lingkungan tersebut. Langkah ini diambil karena dengan
menggunakan pendekatan psikometrik tampaknya kurang begitu cocok untuk
memprediksi kemampuan seorang anggota kepolisian dalam bekerja. Anggota
kepolisian dengan prestasi akademik dan hasil psikotes yang baik, belum tentu
memberikan kinerja yang unggul. Untuk itu masih diperlukan suatu program
pengembangan SDM berbasis kompetensi. melalui penempatan, suksesi, penilaian
kinerja, pendidikan dan pelatihan, serta program kompensasi.
Demikian pula pemberian motivasi, pengembangan keterampilan dan
pengetahuan anggota kepolisian, serta pengembangan kompetensi merupakan syarat
untuk mencapai tujuan usaha yang bersifat strategik dari suatu Lembaga Kepolisian.
Dalam rangka meningkatkan citra organisasi, setiap organisasi harus memiliki dan
menciptakan keunggulan bersaing organisasi agar mampu sejajar bahkan lebih unggul
dari organisasi yang lain, termasuk citra Polri. Dua komponen yang diakui dan telah
terbukti mampu menciptakan keunggulan kompetitif suatu organisasi adalah
komitmen dan kompetensi dari anggotanya yang terlibat. Komponen ini disebut
Intellelectual Capital (Ulrich, 1998). Komitmen yang tinggi diakui mampu
membangkitkan kedekatan emosional anggota terhadap organisasi, sehingga semangat
juang untuk terus melakukan perbaikan telah menyatu dalam diri mereka, perilaku
16
anggota Polri yang menjadi rumor selama ini semakin lama akan semakin berkurang,
dan bahkan akan hilang sama sekali. Dengan demikian citra Polri akan semakin
meningkat dan menjadi kepercayaan masyarakat, Polri adalah mitra dan pengayom
masyarakat.
Tingkat komitmen yang tinggi akan menghasilkan loyalitas yang lebih tinggi,
menumbuhkan kerjasama dan meningkatkan harga diri dan rasa memiliki yang lebih
besar, kewibawaan, keterlibatan psikologik, dan merasakan suatu kesatuan yang
bersifat integral dengan organisasi (Stone, 1998). Bahkan aktivitas apapun dalam
kepolisian mensyaratkan komitmen yang tinggi dari anggotanya mulai dari tingkat
atas sampai tingkat bawah. Komitmen saja tanpa didukung oleh kompetensi akan
berakibat fatal, hanya akan dipenuhi oleh orang orang yang setia, loyal dan taat, tetapi
tidak memiliki kemampuan yang memadai, sehingga kreativitas dan inovasi di dalam
organisasi kepolisian menjadi suatu yang langka. Sementara itu lembaga kepolisian
dengan banyak anggota yang berbakat dan memiliki kompetensi yang tinggi, namun
tanpa komitmen yang kuat, hanyalah sekumpulan orang hebat yang kemungkinan
besar tidak melakukan apapun, karena tidak memiliki komitmen.
Disisi lain penguatan peraturan dilakukan dengan pembentukan budaya sipil.
Kompleksnya masalah yang dihadapi Polrestabes Medan untuk menuju polisi sipil
dalam masyarakat modern dan demokratis hanya mungkin dilaksanakan dengan
kemampuan yang professional dengan memberikan pengetahuan konseptual dan
teoritikal mengenai berbagai permasalahan pelayanan publik, maka semakin jelas
bahwa kebutuhan ilmu pengetahuan kepolisian harus menjadi bagian dari
pengembangan profesi seorang polisi yang diharapkan mampu mengidentifikasi dan
memahami setiap permasalahan yang dihadapi serta pemecahan yang rasional. Polisi
sipil menghormati hak-hak sipil; masyarakat demokratis membutuhkan polisi sipil
yang mampu berperan sebagai pengawai sipil. Nilai-nilai ini telah dirumuskan dalam
Hak Asasi Manusia yang dijamin sebagai hukum positif negara (the guardian of
civilian values). Karakter sipil secara luas dikaitkan dengan nilai-nilai peradaban
(civilization) dan keadaban (civility).
Pada polisi sipil melekat sikap-sikap budaya yang sopan, santun, ramah, tidak
melakukan kekerasan, dan mengedepankan persuasi menjadi ciri utamanya. Secara
diametral jauh dari karakteristik militer, sejalan dengan definisi yang diangkat dalam
17
perjanjian hukum internasional yang meletakkan kedudukan polisi sebagai kekuatan
yang tidak terlibat perang (non-combatant), sementara militer didesain untuk
berperang (combatant). Fungsi kepolisian ditujukan untuk menciptakan keamanan
dalam negeri, ketertiban dalam masyarakat, pelayanan dan bantuan kepada
masyarakat, penegakan hukum dan pemolisian masyarakat (community policing). Dan
kualitas polisi sipil diukur dari kemampuannya untuk menjauhkan diri dari karakter
militer dan mendekatkan diri kepada masyarakat (Mardianto, 2010: 8-15).
Polisi sipil lebih diwakili oleh "pelayanan" (Service) dari pada kekuatan
(Force). Banyak hal yang harus menjalani dekonstruksi sebelum sampai kepada
pelayanan, termasuk pengubahan mental dan karakteristik anggota kepolisian
dijajaran Polrestabes Medan. Visi kepolisian saat ini bukan sekadar sebagai aparat
penegak hukum, tapi sebagai polisi yang mampu menjadi profesional, modern dan
terpercaya, yang selalu dekat dan bersama-sama masyarakat, penegak hukum yang
profesional dan proporsional serta menjunjung tinggi supremasi hukum dan HAM;
pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat untuk mewujudkan keamanan dalam
negeri dalam suatu kehidupan nasional yang demokratis dan masyarakat yang
sejahtera, sehingga pembangunan Polri diarahkan menuju polisi sipil (Civilian
Police).
D. Leadership (Kepemimpinan)
Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi organisasi dalam mencapai
tujuan, dimana perlunya untuk memberikan motivasi perilaku kepada masyarakat
untuk mencapai tujuan dan dapat mempengaruhi kelompok dan budaya. Dalam
menjalankan tugas dan fungsinya Kapolrestabes Medan memiliki strategi komunikasi
pada rencana, strategi, dan keputusannya pada anggota. Dalam melaksanakan
kepemimpinan anggota kepolisian tidak terlepas dari komitmen dan tugas pokok yang
sudah menjadi tanggungjawabnya seperti melakukan pelayanan kepada masyarakat.
Beberapa komitmen yang dipegang sesuai dengan tugas pokok kepolisian adalah
seperti menjadikan diri sebagai kepemimpinan yang pelayan, transformasional,
keteladanan dan Mengarahkan (Directing).
18
1. Servant Leadership (Kepemimpinan Pelayan)
Dalam mengupayakan pelayanan publik yang sesuai dengan tuntutan dan
harapan masyarakat akan keadilan dan responsitivitas yang baik Polrestabes Medan
telah menempatkan diri sebagai pelayan masyarakat dengan membuka ruang untuk
menerima aspirasi masyarakat dan memberikan solusi pemecahannya seperti adanya
aduan dan keluhan dari masyarakat tentang kualitas pelayanan . Kepmimpinan yang
diterapkan ini merupakan suatu model kepemimpinan yang memprioritaskan
pelayanan kepada masyarakat, bawahan/anggota personil dan organisasi
kelembagaan. Praktik kepemimpinan pelayan yang dilakukan Polrestabes Medan
ditandai dengan meningkatnya keinginan untuk melayani pihak lain dengan
melakukan pendekatan secara menyeluruh pada pekerjaan, komunitas, serta proses
pengambilan keputusan yang melibatkan semua pihak. Pemimpin pelayan mengenali
kehormatan dan pentingnya nilai setiap individu karena mereka adalah ciptaan Tuhan
yang mulia. Sehingga pemimpin pelayan merasa berkewajiban untuk terlibat dalam
pembentukan para pengikutnya menjadi manusia yang seutuhnya, yaitu dengan
menciptakan lingkungan kerja yang mampu memberi dukungan demi terpenuhinya
proses pembentukan tersebut.
2. Kepemimpinan Transformasional
Pemimpin transformasional memiliki visi dan kemampuan dalam berinteraksi
dengan masyarakat, sehingga dapat memotivasi anggota personil kepolisian dalam
mewujudkan visi dan misi, ide-ide baru dan inovasi dengan tujuan melakukan
perubahan kerarah yang lebih baik. Salahsatu bentuk kehadiran Polrestabes dalam
wujud kepemimpinan dapat dilihat pada gambar.
Gambar 3. Kapolrestabes Hadir di tengah-tengah masyarakat
19
3. Kepemimpinan Pengarah (Directing Leadership)
Secara konseptual kegiatan memberi pengarahan (directing) yang dilakukan
pemimpin adalah suatu upaya mempengaruhi anggota personil (influencing) dan
memotivasi personil untuk bekerja (motivating) dalam melaksanakan aktivitas dan
program di dalam internal Polrestabes Medan. Arahan tersebut bagian dari proses
menuntun kegiatan anggota kepolisian ke arah yang tepat (untuk mencapai visi, misi
dan tujuan orgnaisasi kepolisian. Dalam hal ini tersebut bentuk arahan tersebut seperti
proses pembimbingan, pemberian petunjuk,dan instruksi kepada bawahan/ anggota
personil agar mereka bekerja sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Membuat/
mengusahakan para anggota kepolisiam melakukan apa yang diinginkan dan harus
mereka lakukan. Melibatkan kualitas, gaya dan kekuasaan pemimpin serta kegiatan-
kegiatan kepemimpinan (motivasi, komunikasi). Tujuan pengarahan tersebut untuk
menjamin kontinuitas perencanaan, membudayakan prosedur standar, menghindarkan
kemangkiran yang tak berarti, membina disiplin kerja dan membina motivasi yang
terarah. Cara-cara pengarahan yang dilakukan oleh Polrestabes adalah:
a. Orientasi, dengan cara pengarahan dengan memberikan informasi yang perlu
supaya kegiatan dapat dilakukan dengan baik.
b. Perintah, merupakan permintaan dari pimpinan kepada orang yang berada di
bawahnya untuk melakukan atau mengulangi suatu kegiatan tertentu pada keadaan
tertentu.
c. Delegasi wewenang dengan cara melimpahkan sebagian dari wewenang yang
dimilikinya kepada bawahannya.
Kemampuan Polrestabes untuk memotivasi dan mempengaruhi, mengarahkan
dan berkomunikasi akan menentukan efektifitas. Dan ini bukan satu-satunya faktor
yang mempengaruhi tingkat prestasi seseorang. Sehingga dapat melihat motivasi
sebagai suatu system akan mampu meramalkan perilaku dari bawahan.Motivasi
seperti yang telah disebutkan akan mempengaruhi, mengarahkan dan berkomunikasi
dengan bawahannya, yang selanjutnya menentukan efektifitas manajerial sistem agar
dapat mencapai suatu prestasi. Ada dua faktor yang mempengaruhi tingkat prestasi
seseorang, yaitu kemampuaan individu dan pemahaman tentang perilaku untuk
mencapai prestasi yang maksimal disebut prestasi peranan. Dimana antara motivasi,
20
kemampuan dan presepsi peranan merupakan satu kesatuan yang saling berinteraksi.
Salahsatu bentuk pengarahan yang dilaksanakan dapat dilihat pada gambar berikut ini:
Gambar 4. Kapolrestabes memberikan Arahan kepada semua satuan
tentang WBBM
4. Keteladanan
Keteladanan merupakan suatu cara atau jalan yang ditempuh oleh seorang
pimpinan dengan cara memberikan teladan yang baik kepada bawahannya agar ditiru
dan dilaksanakan. Dalam proses mewujudkan wilayah birokrasi bersih dan melayani,
Kapolrestabes menggunakan metode dalam menyampaikan arahan dan pembinaan
anggota personil/ bawahan salahsatunya metode keteladanan. Tujuan diterapkannya
metode keteladanan tersebut adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas visi
dan misi organisasi kepolisian serta sebagai pembelajaran sikap di tingkat internal
Polrestabes Medan. Untuk mengembangkan sikap atau perilaku anggota personil,
Kapolrestabes tidak hanya memberikan prinsip saja, tetapi figur yang memberikan
keteladanan dalam menerapkan prinsip tersebut, sehingga bisa membawa mereka ke
arah tujuan yang tegas dan harus menjadi model atau suri teladan masyarakat juga.
Dengan adanya model itu dan rela menerima petunjuk maupun teguran bahkan
hukuman. Hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam menggunakan metode
keteladanan sebagai metode pembelajaran sikap yaitu tentang apa, mengapa dan
bagaimana penerapan metode keteladanan dalam pembelajaran sikap tersebut.
Metode keteladanan dalam kepolisian sebagai suatu metode pembelajaran
sikap digunakan untuk merealisasikan tujuan pokok dan fungsi POLRI agar dapat
21
berkembang baik secara fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan
benar. Untuk mengembangkan sikap atau perilaku yang baik, pimpinan tidak cukup
hanya memberikan prinsip saja, karena yang lebih penting anggota kepolisian.
Alasan Kapolrestabes menggunakan keteladanan sebagai metode yang
dianggap efektif karena pada dasarnya lebih cenderung pada pembentukan sikap dan
perilaku, bukan hanya pada teori saja. Dengan kata lain penanaman nilai-nilai sikap
itu hendaknya bukan hanya pada ranah kognitif saja, yang berupa pengetahuan moral,
melainkan harus berdampak positif terhadap ranah afektif dan psikomotor yang
berupa sikap dan perilaku anggota kepolisia dalam melayani kebutuhan dan keinginan
masyarakat sehari-harinya.
Adapun bentuk pembelajaran sikap yang telah dilakukan oleh Polrestabes
Medan meliputi langkah orientasi, pemberian contoh, dan tindak lanjut. Langkah-
langkah tersebut tidak harus selalu berurutan, melainkan berubah-ubah sesuai dengan
kebutuhan. Dengan proses seperti itu, diharapkan apa yang pada awalnya sebagai
pengetahuan (kognitif), kini menjadi sikap (afektif), dan kemudian berubah wujud
menjelma menjadi perilaku (Psikomotorik) yang dilaksanakan sehari-hari. Adapun
bentuk keteladanan yang diberikan adalah teladan sikap yang mulia, misalnya
keteladanan bermurah hati dengan melakukan kunjungan kerumah-rumah warga tidak
mampu dan memebrikan bantuan, melaksanakan jumat berkah bagi sembako, berlaku
jujur dan adil, kasih sayang, penampilan yang sopan, santun dalam bertutur kata,
menciptakan hubungan yang harmonis dengan masyarakat, tokoh agama, tokoh
masyarakat, tokoh pemuda dan lainnya.
Contoh keteladanan di atas merupakan modal dalam mendukung keberhasilan
lembaga kepolisian dalam wewujudkan wilayah birokrasi bersih dan melayani.
Dengan menjadikan pimpinan sebagai modeling dalam tingkah laku/sikap maka akan
tercipta hubungan harmonis dalam internal kepolisian. Demi berhasilnya
pemebelajaran sikap dan tersebarnya ideologi, maka harus ada contoh atau teladan
yang baik, menarik perhatian, juga harus ada akhlak utama yang dianut oleh siswa,
dan meninggalkan untuk generasi berikutnya yang baik. Berikut ini disajikan gambar
kegiatan Kapolrestabes Medan dalam menunjukkan sifat keteladanannya sebagai
berikut:
22
Gambar. 5. Kapolrestabes Memberikan Ceramah Usai Sholat Subuh Keliling
Sebagai bentuk upaya mengukur kepemimpinan Polrestabes Medan telah
dilakukan survey pendapat masyarakat tentang harapan dan kepemimpinan
Polrestabes dalam melayani masyarakat. Survei tersebut dilaksnaakan pada bulan juni
2018 di wilayah hukum Polrestabes Medan bekerjasama dengan Uniiversitas Islam
Negeri Sumatera Utara. Pengambilan sampel sebanyak 100 orang. Dari hasil
penelitian tersebut diperolah data faktual dengan penyajian persentase pendapat dan
harapan masyarakat kepada Polrestabes seperti pada tabel berikut ini:
a. Harapan masyarakat
Tabel 1. Jawaban Tentang Harapan masyarakat terhadap Polrestabes
No. Jawaban Jumlah Persentase (%)
1.
Lebih sering
meninjau kondisi
lapangan
46 46 %
2.
Berpartisipasi
dalam acara
keagamaan
12 12%
3.
Lebih tegas dalam
penindakan
kejahatan
35 35%
4.
Lebih
memperhatikan
masyarakat tidak
mampu
19 19%
5. Lainnya 9 9%
Total 100 100%
23
Berdasarkan data grafik di atas tentang harapan masyarakat terhadap
Polrestabes dapat ditemukan persentasi dengan nilai tertinggi dan terendah. Jika
dilihat dari persentasi yang tertinggi yaitu 46% dengan jawaban lebih sering meninjau
kondisi lapangan berjumlah 46 orang, dari besarnya angka persentasi tersebut dapat
kita analisis bahwasanya Polrestabes cukup mendapat renspon yang positif dari
masyarakat mengenai harapan masyarakat. Hal ini memiliki jumlah angka yang cukup
besar dengan jawaban yang selalu mendapat renspon positif, dan kemungkinan
disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:
1. Sebagian besar menjawab bahwa Polrestabes sudah cukup terampil dalam
memenuhi dan menjalankan harapan masyarakat.
2. Terdapat peningkatan keamanan yang memicu berkurangnya tingkat kejahatan.
Jika dilihat dari persentasi terendah tentang jawaban harapan masyarakat
terhadap Polrestabes sebesar 9% dengan kategori jawaban lainnya. Dapat kita analisis,
bahwasanya memiliki jumlah angka yang cukup rendah dengan renspon yang kurang
baik disebabkan oleh kurangnya respon masyarakat terhadap tugas kepolisian.
b. Jenis Kejahatan/Kriminal
Tabel 2. Jawaban Tentang Jenis Kejahatan
No. Jawaban Jumlah Persentase
(%)
1. Narkoba 68 68
2. Judi 19 19
3. Pelecehan
seksual 6 6
4. KDRT 8 8
5. Perdagangan
Manusia 0 0
6. Begal 42 42
7. Pencurian 5 5
8. Tawuran 6 6
24
9. Teroris 0 0
10, Pembunuhan 6 6
11. Curanmor 45 45
Total 100 100%
Berdasarkan data grafik dan diagram di atas pendapat responden tentang
keamanan dan ketertiban masyarakat terhadap jenis kejahatan dapat ditemukan nilai
persentasi tertinggi dan terendah. Jika dilihat dari persentasi tertinggi yaitu 68%
dengan kategori narkoba berjumlah 68 orang, dari besarnya angka persentasi dapat
kita analisis bahwasanya persoalan kejahatan narkoba yang sering terjadi di kalangan
masyarakat saat ini. Kejahatan ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:
1. Kurangnya pengawasan dari pihak keluarga.
2. Kurangnya kesadaran diri sendiri.
3. Pengaruh dari lingkungan.
Dan dari jawaban responden mengenai keamanan dan ketertiban masyarakat
terhadap jenis kejahatan terdapat persentasi terendah yaitu 0% dengan kategori
jawaban perdagangan manusia dan teroris berjumlah 0 orang. Artinya jenis kejahatan
perdagangan manusia dan teroris belum terjadi dikalangan masyarakat Kota Medan.
25
Selain itu, dari segi letak geografis kota Medan sangat sulit melakukan transaksi
tersebut karena ketatnya pengawasan, penjagaan dan pengawalan oleh anggota
kepolisian di setiap titik rawan kriminal.
c. Tindakan masyarakat ketika terjadi gangguan kamtibmas (keamanan dan ketertiban
masyarakat
Tabel 3. Jawaban Tentang Tindakan masyarakat ketika terjadi gangguan keamanan
No. Jawaban Jumlah Persentase
(%)
1. Berdiam diri 7 7%
2.
melaporkan ke
pihak berwajib
melalui nomor
aduan
51 51%
3.
memanggil
tokoh
masyarakat,
tokoh agama/
tokoh pemuda
27 27%
4. Mengadili
sendiri 15 15%
5.
Melalui
Aplikasi Polisi
Kita
0 0%
Total 100 100%
Berdasarkan Grafik tabel dan diagram dapat dijelaskan bahwa masyarakat
ternyata lebih memilih tindakan untuk melaporkan ke pihak berwajib karena memang
26
keamanan dan ketertiban adalah tugas dari pihak berwajib ditambah lagi adanya
hukum yang berlaku untuk setiap penjahat tanpa terkecuali yang membuat
masyarakat pun merasa menjadi lebih aman. Ditambah lagi karena tindakan dari pihak
berwajib sangat tegas, maka masyarakat masih percaya akan kehadiran dari pihak
berwajib. Kebijakan untuk melaporkan ke pihak yang berwajib disinyalir merupakan
langkah yang paling efektif dan efisien mengatasi masalah keamanan.maka dapat
disimpulkan bahwa masyarakat masih sangat mengandalkan polisi sebagai
penanggungjawab keamanan.
d. Sosialisasi tentang keamanan dan ketertiban masyarakat
Tabel 4. Jawaban Tentang Sosialisasi tentang keamanan dan ketertiban masyarakat
No. Jawaban Jumlah Persentase
(%)
1. Ya 43 43%
2. Tidak 57 57%
Total 100 15%
Hasil sosialisasi tentang keamanan dan ketertiban masyarakat ini
menunjukkan 43% masyarakat tidak pernah mendapatkan sosialisasi tentang
keamanan dan ketertiban dari kepolisian, kemungkinan dipengaruhi akses dan
kurangnya peninjauan ke lapangan oleh pihak Polrestabes Medan dan kurangnya
informasi masyarakat terhadap kemananan dan bersikap apatis. Sedangkan 57%
masyarakat pernah mendapat sosialisasi kemanan dan ketertiban masyarkat secara
langsung dari kepolisian dan pemerintahan. Sosialisasi tersebut dilakukan dengan
27
bersinergi dengan berbagai stakeholder, sehingga masyarakat banyak yang terlibat
dan merespon positif.
e. Membantu tugas polisi
Tabel 5. Jawaban Tentang membantu tugas polisi
No. Jawaban Jumlah Persentase
(%)
1. Ya 64 64%
2. Tidak 36 36%
Total 100 15%
Berdasarkan diagram dapat dijelaskan bahwa tindakan untuk membantu tugas
polisi ternyata sangat tinggi yaitu (64%) karena masyarakat juga menyadari bahwa
polisi juga tidak selalu ada untuk menjaga masyarakat setiap hari ditambah lagi
kemampuan polisi dan personil yang terbatas itulah yang membuat masyarakat harus
terlibat atau turut berpartisipasi sehingga masyarakat pun ikut campur tangan untuk
membantu polisi dalam menjalankan tugasnya. Tugas-tugas yang polisi yang sering
melibatkan warga seperti memberantas begal, pengaturan lalu lintas di pertigaan,
mediator konflik rumahtangga dan memberikan informasi keriminal serta membantu
korban kecelakaan lalu lintas.
Hal tersebut tidak terlepas dari dorongan dan motivasi oleh Kepala satuan
Polrestabes Medan yang terus berupaya menyadarkan masyarakat agar tetap
bersinergi dengan kepolisian, sehingga tercipta keamanan dan kenyamanan
masyarakat. Disamping itu, 34% masyarakat yang tidak pernah turut membantu polisi
28
lebih rendah persentasenya disebabkan oleh sikap apatis dan ketakutan masyarakat
terhadap resiko-resiko yang terjadi ketikan bekerjasama dengan kepoisian seperti
memberikan informasi kriminal, membantu korban kecelakaan dan mediator konflik.
Masyarakat merasa merepotkan diri sendiri ketika harus membantu tugas polisi
walaupun pada dasarnya tugas keamanan dan ketertiban masyarakat itu adalah tugas
bersama.
f. Mencegah munculnya kejahatan/kriminalitas
Tabel 6. Jawaban tentang mencegah munculnya kejahatan/kriminalitas
No. Jawaban Jumlah Persentase
(%)
1.
mengikuti
kegiatan
keagamaan
16 16%
2.
bekerjasama
dengan polisi
dalam
memberikan
informasi
kriminal
62 62%
3.
membentuk
pribadi yang
mandiri
21 21%
Total 100 100%
Dari grafik diatas menjelaskan bahwa persentase tertinggi (63%) cara
mencegah kejahatan adalah dengan bekerjasama dengan kepolisian dalam
memberikan informasi-informasi terkait tanda-tanda pelaku kejahatan maupun dalam
hal menangkap pelaku kejahatan termasuk juga dalam mencegah terjadinya tindakan-
29
tindakan kriminal, sedangkan persentase terendah adalah dengan cara mengikuti
kegiatan keagamaan. Hal ini dianggap sangat penting karena terkait kepada nilai-nilai
spiritual masyarakat dengan cara mengontrol diri dalam melakukan kejahatan dengan
cara memperbanyak ibadah dan mendengarkan ceramah-ceramah agama. Sejalan
dengan hal tersebut, jika seseorang memiliki nilai spiritual yang bagus tentunya dapat
mencegah munculnya niat untuk melakukan tindakan kejahatan.
g. Mendapat kode/ nomor telepon panggilan untuk pelaporan kejahatan dari
kepolisian
Tabel 7. Jawaban Tentang kode/ nomor telepon panggilan untuk pelaporan
No. Jawaban Jumlah Persentase
(%)
1. Selalu 13 13%
2. Sering 5 5%
3. Jarang 8 8%
4. Tidak
Pernah 74 74%
Total 100 100%
30
Dari grafik Jawaban masyarakat tentang kode/nomor untuk pelaporan
kejahatan berada di sekitaran 74% tidak pernah mendapat kode atau nomor
panggilan telepon untuk melaporkan kejadian tindak kejahatan yang terjadi,
sedangkan persentase terkecil adalah sekitar 8% masyarakat jarang menggunakan
panggilan telepon atau kode untuk pelaporan kejahatan.
h. Kapasitas Kapolres untuk membahas dan menanggulangi keamanan dan
ketertiban masyarakat
Tabel 8. Jawaban Tentang kapasitas Kapolres Menanggulangi keamanan Dan
ketertiban masyarakat
No. Jawaban Jumlah Persentase
(%)
1. Sangat
setuju 13 13%
2. Setuju 72 5%
3. Tidak
setuju 11 8%
4.
Sangat
tidak
setuju
4 74%
Total 100 100%
31
Dari grafik dan diagram dapat dijelaskan bahwa kategori jawaban setuju
menjadi kategori jawaban dengan persentase terbesar sebanyak 72%. Kategori
jawaban sangat tidak setuju menjadi kategori jawaban dengan persentase terkecil,
dengan besaran 4 persen. Kategori jawaban tidak setuju dan sangat tidak setuju cukup
berimbang, dengan besaran masing-masing sebesar 11 dan 13 persen. Bisa dikatakan
bahwa sebagian besar responden merespon positif tentang kapasitas kapolres dalam
menanggulangi keamanan dan ketertiban masyarakat, karena 85 persen responden
berpendapat setuju dan sangat setuju dan hanya 15 persen responden yang
berpendapat negatif (tidak setuju dan sangat tidak setuju). Jawaban responden yang
positif tentang kapasitas Kapolres menanggulangi Keamanan dan Ketertiban
masyarakat sebesar 85%. Dalam teori kepemimpinan ada gaya kepemimpinan
Demokratis / Partisipatif, yang dimana pemimpin dalam membuat keputusan
bersama-sama dengan anggota tim/kelompok. Jadi gaya kepemimpinan Kapolres
dalam menanggulangi keamanan dan ketertiban masyarakat ialah bersama-sama
dengan personil dan ikut serta, sehingga para responden yakin bahwa Kapolres
sangup dalam menanggulangi keamanan dan ketertiban masyarkat. Jawaban
responden yang negatif sebesar 15 % hal ini di sebabkan karena responden tersebut
belum merasakan keamanan dan ketertiban dalam lingkungannya.
32
i. Interaksi Polrestabes Medan dalam melakukan sosialisasi kamtibmas
Tabel 9. Jawaban Tentang Interaksi Polrestabes Medan dalam melakukan
sosialisasi kamtibmas
No. Jawaban Jumlah Persentase
(%)
1. Personal/tatapmuka 13 13%
2. Pembinaan 56 56%
3. Penyuluhan 25 25%
4. Jejak pendapat 6 6%
Total 100 100%
Dari grafik dan diagram diatas menjelaskan bahwa kategori jawaban
pembinaan menjadi kategori jawaban dengan persentase terbesar, dengan besaran 56
persen. Kategori jawaban jejak pendapat menjadi kategori jawaban dengan persentase
terkecil, dengan besaran 6 persen. Adapun kategori jawaban penyuluhan dan
personal/tatapmuka menempati posisi kedua dan ketiga dengan persentase terbesar,
dengan besaran berturut-turut 25 dan 13 persen. Bisa dilihat bahwa interaksi yang
dilakukan oleh Polrestabes Medan dalam melakukan sosialisasi cukup beragam dan
sebagian besar sifatnya langsung ke lapangan, dengan besaran 94 persen, dengan
kategori sosialisasi pembinaan, penyuluhan dan personal/tatap muka. Pembinaan
menurut Mitha Thoha adalah suatu tindakan, proses, hasil, atau pernyataan yang lebih
baik. Interaksi Polrestabes Medan dalam sosialisasi Kamtibmas melalui pembinaan
sangat bagus karena langsung bertemu masyarakat, sehingga pernyataannya terhadap
kamtibmas sangat baik. Penyebab responden lebih memilih pembinaan dalam
sosialisasi Kamtibmas agar mereka mendapat pengetahuan dan pemahaman yang
lebih baik tentang kamtibmas. Sosialisasi Kamtibmas melalui penyuluhan, jejak
pendapat dan personal/ tatap muka dilakukan oleh anggota atau perwakilan
Polrestabes Medan.
33
j. Bentuk sosialisasi yang dilakukan Polrestabes Medan dalam memelihara
kamtibmas
Tabel 10. Jawaban Tentang Bentuk sosialisasi yang dilakukan Polrestabes
No. Jawaban Jumlah Persentase
(%)
1. Media
cetak 25 25%
2. Talkshow 3 3%
3. Publikasi
ruang 6 6%
4. Langsung
kelapangan 66 66%
Total 100 100%
Dari grafik dan diagram yang dikonversi dari tabel 24 halaman 12, bisa ditarik
kesimpulan bahwa kategori jawaban langsung ke lapangan menjadi kategori jawaban
dengan persentase terbesar, dengan besaran 66 persen. Kategori jawaban talkshow
menjadi kategori jawaban dengan persentase terkecil, dengan besaran 3
persen.Kategori jawaban publikasi ruang juga cukup kecil, hanya dua kali persentase
kategori talkshow, dengan besaran 6 persen. Kategori jawaban media cetak cukup
besar dengan persentase sebesar 25 persen.
34
Bentuk sosialisasi yang dilakukan Polrestabes sendiri sebagian besar
merupakan bentuk sosialisasi yang familiar dan sudah umum, yaitu terjun ke lapangan
dan dengan menggunakan media cetak, dan hanya sebagian kecil yang menggunakan
bentuk sosialisasi baru seperti talkshow. Salah bentuk sosialisasi yang dilakukan
Polrestabes yaitu langsung kelapangan itu sangat bagus karena berkaitan dengan gaya
kepemimpina demokratis / partisipatif dimana pemimpin bersama-sama dengan
personilnya melaksanakan sosialisasi langsung kelapangan. Karena tugas Polrestabes
adalah memberikan pelayanan publik. Dalam hal ini bisa dikemukan teori dari Harold
Koontz & Cyril O’Donnel pemimpin adalah upaya mempengaruhi orang-orang untuk
ikut dalam pencapaian tujuan bersama. Dalam hal ini bisa dilihat usaha atau upaya
yang dilakukan kapolrestabes Medan dengan menggunakan sosialisasi dengan cara
talkshow dan media cetak adalah hal untuk mempengaruhi orang-orang untuk
mencapai tujuan bersama demi kemajuan Negara Indonesia dalam hal keamanan.
k. Bentuk keamanan dan ketertiban masyarakat yang sudah terlaksana di lingkungan
masyarakat
Tabel 11. Jawaban tentang bentuk keamanan dan ketertiban masyarakat yang sudah
terlaksana
No. Jawaban Jumlah Persentase
(%)
1. Siskamling 50 50%
2. Gotong-
royong 30 30%
3. Sadar lalu
lintas 10 10%
4. Mediator
konflik 6 6%
5. Lainnya 4 4%
Total 100 100%
35
Dari grafik diagram yang dikonversi dari tabel 25 halaman 12, bisa ditarik
kesimpulan bahwa kategori jawaban siskamling menjadi kategori jawaban dengan
persentase terbesar, dengan besaran 50 persen. Kategori jawaban lainnya menjadi
kategori jawaban dengan persentase terkecil, dengan besaran 4 persen. Kategori
jawaban mediator konflik dan sadar lalu lintas persentasenya cukup kecil, dengan
besaran berturut-turut 6 dan 10 persen. Kategori jawaban gotong-royong menjadi
kategori jawaban kedua terbesar dengan besaran 30 persen.Bentuk kantibnas yang
sudah terlaksana sendiri sebagian besar merupakan bentuk kantibnas yang sudah
menjadi tradisi di Indonesia terutama di daerah pedesaan dan perkampungan, yaitu
bentuk siskamling dan gotong-royong. Sementara bentuk kamtibnas model baru
seperti mediator konflik dan sadar lalu lintas belum banyak terlaksana. Dalam hal ini
dapat dikaitkan dengan teori Blake dan Mounton mengetengahkan suatu usaha untuk
mengidentifikasi gaya atau perilaku kepemimpinan yang efektif didalam manajemen.
Dari grafik dan diagram diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku dan manajemen
yang dilakukan kapolrestabes Medan sangat baik yaitu membentuk usaha menjaga
keamanan dengan pembentukan siskamling, mediator konflik, gotong royong dan
sadar lalulintas.
l. Peran Binmas/Bhabinkamtibmas dalam menciptakan keamanan dan ketertiban
masyarakat
36
Tabel 12. Jawaban tentang peran Binmas/Bhabinkamtibmas dalam menciptakan
kamtibmas
No. Jawaban Jumlah Persentase
(%)
1. Sangat
baik 4 4%
2. Baik 57 57%
3. Cukup
baik 13 13%
4. Kurang
Baik 25 25%
Total 100 100%
Grafik diatas menjelaskan bahwa peran Binmas/Bhabinkamtibmas dalam
menciptakan kamtibmas untuk kategori yang baik sebesar 57%. Persentase terkecil
adalah untuk kategori sangat baik sebesar 5%. Untuk kategori kurang baik dan cukup
baik menempati posisi 2 dan 3, dengan besaran berturut-turut 25% dan 13%. Artinya
masyarakat lebih banyak yang merasakan kehadiran Binmas/Bhabinkamtibmas dalam
melakukan pelayanan dan patrol peninjauan keamanan dan ketertiban.
37
m. Mengajak keluarga, kerabat dan masyarakat dalam menciptakan keamanan dan
ketertiban masyarakat di lingkungan sekitar
Tabel 13. Jawaban tentang peran keluarga dalam menciptakan keamanan dan
ketertiban masyarakat
No. Jawaban Jumlah Persentase
(%)
1. Ya 97
2. Tidak 3
Total 100 15%
Berdasarkan grafik dan diagram diatas terdapat persentase jawaban tertinggi
dan terendah. Yang mana persentase tertinggi adalah 97 % dengan jawaban YA.
Artinya masyarakat selalu mengajak keluarga untuk menjaga keamanan dan
ketertiban masyarakat dimulai dari hal terkecil sampai dengan hal terkecil dengan
cara memulai dari lingkungan keluarga dengan saling mengingatkan dan menasehati
anggota keluarga untuk selalu mengindari hal-hal yang mencurigakan, dan yang
mempunyai anak remaja untuk menghindari pergaulan bebas. Dan persentase
terendah adalah 3 % dengan jawaban tidak. Dari hasil persentase tersebut dapat
diketahui bahwasanya peran keluarga dalam menciptakan keamanan dan ketertiban
masyarakat sangat rendah dan hanya beberapa orang yang saja yang mengajak
keluarga, hal ini disebabkan karena keluarga tersebut tidak memiliki komunikasi yang
baik sehingga tidak tercipta keharmonisan dalam keluarga tersebut.
38
n. Berpartisipasi menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat
Tabel 14. Jawaban tentang partisipasi berpartisipasi menciptakan keamanan dan
ketertiban masyarakat
No. Jawaban Jumlah Persentase
(%)
1. Ya 90
2. Tidak 10
Total 100 15%
Berdasarkan jawaban yang sudah dimuat dalam bentuk grafik dan diagram di
atas terdapat persentase jawaban tertinggi dan terendah. Yang mana persentase
tertinggi adalah 90 % dengan jawaban YA dan persentase terendah adalah 10 %
dengan jawaban TIDAK. Dari hasil persentase tersebut dapat dijelaskan bahwa
tentang partisipasi masyarakat menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat
sangat tinggi dan hanya beberapa orang yang tidak ikut dalam memberikan
partisipasinya. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan persentase partisipasi
masyarakat tinggi dalam menciptakan kemanan dan ketertiban antara lain:
1. Masyarakat mengutamakan keamanan dan kenyamanan
2. Masyarakat ingin hidup tenang
3. Rasa sosialitas antara sesama mereka tinggi
39
Dari uraian dan analisis hasil survei model kepemimpinan Polrestabes diatas
mengisyaratkan bahwa untuk mencapai suatu keberhasilan organisasi kepolisian
didalam meyakinkan masyarakat adalah dengan memberikan ruang kepada
masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya. Sementara itu dari segi pimpinannya
sangat penting untuk senantiasa melakukan arahan dan tauladan kepada anggota
personil dalam memotivasi anggota personil untuk mencapai efektifitas pelayanan
publik.
E. Kepercayaan Masyarakat
Ketika masyarakat sudah menyadari pentingnya keberadaan sosok polisi yang
terus menerus dan positif di tengah-tengah mereka, berbagai upaya harus dilakukan
untuk mendorong warga masyarakat agar mereka mau memberikan informasi yang
relevan. Berbagai hal penting t telah dilakukan Kapolrestabes Medan untuk
membangun dan menciptakan kemitraan dengan masyarakat. Anggota kepolisian
bertugas terjun langsung di tengah-tengah masyarakat yang berhadapan langsung
dengan segenap lapisan masyarakat kemudian dan meyakinkan masyarakat agar
percaya terhadap polisi atau kinerjanya polisi dengan demikian terus melakukan
terobosan-terobosan agar masyarakat bisa percaya terhadap kinerja Polrestabes
Medan.
Kapolrestabes Medan aktif berpatisipasi dalam kegiatan bermasyarakat dalm
hal berbagai kegiatan warga, seperti goton-royong, bhakti sosial, dan selalu hadir bila
ada undangan dari warga masyarakat dalam kegiatan kemasyarakatan kemudian juga
bergaul atau berbaur dengan masyarakat dan memberikan contoh sebagai panutan suri
teladan. Mempererat hubungan dan meningkatkan komunikasi antara polisi dan
masyarakat, kemudian memperbaiki antara polisi dan masyarakat dengan membahas
serta menindaklan juti faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya presepsi dan
tingkah laku negatif seperti korupsi, dan kualitas pelayanan yang diberikan polisi
kepada masyarakat yang sedang diperbaiki.
Membangun dan meningkatkan pemahaman masyarakat dan polisi mengenai
keaneka-ragaman budaya, suku, maupun ras yang ada di masyarakat setempat.
Kemitraan dengan masyarakat atau untuk mewujudkan kepercayaan masyarakat
terhadap polisi berarti memiliki perspektif perpolisian yang tidak hanya dikenakan
40
penegakkan hukum secara tradisional saja. Maka dari itu pandangan yang lebih luas
ini diakui memberikan nilai kegiatan yang membantu terciptanya ketertiban dan
kesejahteraan di sebuah lingkungan. Maka dari itu Polrestabes Medan sudah banyak
melakukan kegiatan-kegiatan yang bisa membantu warga masyarakat, umpamanya
polisi mempunyai moto siap memberikan pertolongan kepada masyarakat, seperti
memberikan pertolongan korban kecelakaan lalulintas, memberikan pertolongan
darurat (PPPK), bisa membantu menyelesaikan konflik-konflik kasus dalam rumah
tangga (kekerasan dalam rumah tangga) dalam arti masih bisa ditoleransi, dapat
memberikan pelayanan sosial bagi orang yang rentan kejahatan, melindungi hak azasi
manusia setiap anggota masyarakat, dapat memberikan contoh sebagai warga negara
yang bermasyarakat yang baik (suka menolong, hormat pada orang lain dan jujur serta
adil dalam mengambil sikap dan keputusannya).
Dengan demikian juga anggota kepolisian yang tinggal di suatu kampung atau
desa yang berbaur dengan anggota masyarakat harus bisa juga memberikan pelayanan
terhadap masyarakat setempat dimana pelayanan-pelayanan kepada masyarakat
tersebut kalau dilandasi pelayan tanpa pamrih bisa menimbulkan kepercayaan warga
masyarakat tersebut kepada polisi. Kepercayan yang timbul dari masyarakat tersebut
memudahkan bagi kepolisian untuk mengakses segala informasi yang lebih besar dan
berharga dari masyarakat yang dapat mengarah pada pemecahan masalah dan
pencegahan kejahatan.
Upaya Polrestabes membangun kepercayan masyarakat terhadap polisi tentu
saja memerlukan waktu dan usaha yang tidak putus-putus, yang hidupnya di tengah-
tengah masyarakat harus bisa merangkul hati masyarakat agar dekat dengan polisi
yang bisa menimbulkan saling percaya satu sama lain. Kemudian, anggota kepolisian
menjadi motor penggerak untuk mengajak warga masyarakat agar aktif melaksanakan
kegiatan pos kamling untuk menjaga lingkungannya yang bisa menciptakan
lingkungan aman dan kondusif.
Hambatan yang dihadapi ketika membangun kepercayaan dan kerja sama
adalah sering kali lebih mudah dilakukan di kalangan masyarakat menengah dan yang
sudah mapan sebaliknya membangun kepercayaan yang sulit dibangun kepada
masyarakat yang miskin dimana rasa tidak percaya kepada polisi mukin mempunyai
sejarah yang lama. Kemudian, bagi polisi tidak membedakan-bedakan itu masyarakat
41
tingkat bawah atau masyarakat tingkat atas, semua sama kalau di muka hukum, sesuai
dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian yaitu polisi sebagai
pengayom, pelindung, pelayan dan penegak hukum.
Dalam masyarakat majemuk di Kota Medan kepolisian melibatkan
membangun kemampuan menjadi katalisator dan sekaligus fasilator dalam
membangun kepercayaan masyarakat terhadap polisi. Maka dengan itu, kepolisian
selalu berusaha sebagai panutan dan contoh buat masyarakat. Tetapi sekarang dengan
ada perpolisian masyarakat dan bintara Bhabinkamtibmas yang paling terdepan,
masyarakat sekarang mulai sudah percaya sama polisi apa lagi. Sekarang sudah ada
yang dinamakan Pilot Project menempatkan satu desa satu Bhabinkamtibmas bisa
menekan sekecil mungkin segala permasalahan yang ada di masyarakat. Dan polisi
tidak lagi memandang masyarakat sebagai pihak yang bersfat pasif dan memiliki
sumber imformasi terbatas, tetapi dipandang sebagai mitra dalam upaya mencegah
dan menanggulangi tindak kejahatan.
Membangun kepercayaan masyarakat terhadap polisi harus keluar dari jiwa
satria polisi itu sendiri berikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. Dalam hal
ini upaya yang dilakukan Polrestabes bersifat transparan, akuntabel, sifat terbuka
terhadap masyarakat dan bisa dipertanggungjawabkan. Yang paling penting lagi,
didalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat, memberikan pelayan yang
penting pelayanan polisi ke masyarkat pelayanan yang iklas dan tanpa pamrih, tidak
bertele-tele. Jika kita cermati masyarakat sekarang masyarakat modern, yakin dan
percaya bahwasahnya Polisi Indonesia sekarang polisi yang profesional dan
proposional.
Pekerjaan polisi berhubungan dengan pemberian pelayanan kepada
masyarakat oleh karena itu upaya menciptakan hubungan kerja sama polisi
masyarakat bisa terjalin hubungan antara polisi dan masyarakat dengan karakter
pelayanan polisi terhadap masyarakat sudah terpenuhi atau merasa puas masyarakat
dengan layanan polisi, segala informasi dari masyarakat bisa kita dapat, bahkan
kualitas hidup masyarakat berkaitan sangat erat denagan kualitas layanan yang
diberikan oleh polisi. Kepercayaan mulai timbul ketika anggota masyarakat
menyaksikan keterlibatkan dan saran/masukan mereka diterima dan dihargai. Untuk
42
memelihara rasa percaya tersebut, seluruh kesatuan Polrestabes terlibat dalam
kegiatan seperti :
1. Mengunjungi warga di rumah mereka untuk memberikan saran-saran yang
berhungan dengan masalah keamanan.
2. Membantu mengorganisasikan dan mengarahkan kelompok-kelompok siskamling
dan pertemuan rutin masyarakat.
3. Melakukan kegiatan di lingkungan setempat untuk mendapatkan keterangan
tentang kejahatan dan mengunjungi kembali warga yang menjadi sumber informasi
untuk mengecek kasus-kasus terbaru.
4. Secara aktif mengumpulkan, mendengarkan ungkapan keprihatinan dan saran
saran-saran dari pejabat setempat, pemimpin masyarakat, kelompok-kelompok dan
warga masyarakat setempat.
Menyikapi berbagai bentuk upaya membangun kepercayaan masyarakat
terhadap kepolisian yaitu menggunakan media sosial, membangun komitmen,
marketting media, saluran media, ekpose, punishment dan sistem kemitraan.
1. Media Sosial
Sosial media merupakan sekumpulan aplikasi yang berbasis internet dimana
dalam penerapannya dibangun berdasarkan ideologi dan teknologi dan juga sosial
media ini memungkinkan adanya penciptaan dan pertukaran user-generated
conternt.Saat ini sosial media terdiri dari beberapa bentuk yang berbede-beda
termasuk juga social network, forum internet, weblogs, social blogs, microblogging,
wikis, podcasts, picture, video, rating, dan bookmark social (Kaplan & Haenlein,
2010). Definisi lain mengenai sosial media mengatakan bahwa sosial media
merupakan media yang dimana para user-nya dengan mudah berpartisipasi
didalamnya, berbagi, menentukan isi dari sosial media tersebut (Mayfield, 2008).
Pada intinya sosial media merupakan perkembangan yang mutakhir dari berbagai
teknologi-teknologi web baru yang berbasis internet untuk memudahkan semua
khalayak dalam berkomunikasi, berpartisipasi, saling berbagi hingga membentuk
komunitas dalam sebuah jaringan secara online, sehingga dapat menyebarluaskan
konten dari para penggunanya sendiri. Post diblog, tweet, atau YouTube dapat
direproduksi dan dapat dilihat langsung oleh jutaan orang secara gratis (Zarrella, 2009
: 2-3).
43
Media sosial telah didefinisikan sebagai "internet berbasis aplikasi yang
memungkinkan terciptanya pertukaran user-generated content". Jika kita amati, hanya
dalam beberapa tahun saja, jaringan media sosial telah memperlihatkan tingkat
peningkatan penggunaan yang belum pernah terjadi sebelumnya bila dibandingkan
dengan media lainnya. Masalah Media sosial ini ternyata memberi pengaruh luas dan
saling mengait antara kehidupan sehari-hari sehingga membuat media sosial menjadi
isu yang sangat relevan dan mendesak untuk ditelaah lebih dalam lagi oleh jajaran
Kepolisian, mengingat kecepatan pengembangan, media sosial, bagaimanapun, masih
menjadi topik baru bagi polisi.
Saat ini bukan saja di wilayah Medan, namun banyak Kepolisian lain yang
juga semakin dihadapkan dengan penggunaan media sosial dalam kegiatan mereka
sehari-hari, dan sementara mereka masih tertatih-tatih menghadapi hal itu. Sementara,
cara dan kecepatan integrasi media sosial untuk kepolisian ternyata semakin
bervariasi. Sebuah Laporan Penelitian yang dikeluarkan oleh COMPOSITE
(Comparative Police Studies in The EU) menunjukkan bahwa, beberapa Kepolisian di
Negara Eropa sudah menggunakan media sosial dengan sangat aktif. Sementara di
beberapa negara lain, Kepolisian mereka masih belum memutuskan kebijakan apa
yang akan dilaksanakan dalam menangani media sosial.
Sampai hari ini, belum ada sebuah SOP (Standar Operasional Prosedur) yang
jelas dikeluarkan tentang bagaimana menangani perkembangan media sosial berkaitan
dengan tugas kepolisian. Di Eropa, telah dilakukan beberapa penelitian dan
melakukan beberapa studi kasus diantara negara-negara Eropa untuk mengetahui
tindakan terbaik yang telah dilakukan oleh jajaran Polisi di sana dalam masalah
ini.Beberapa negara Eropa dalam beberapa tahun terakhir ini telah mengadopsi
platform media sosial dan mengumpulkan pengalaman mereka dalam menangani ini,
sementara beberapa kepolisian yang lain baru sebatas mempertimbangkan untuk
melakukannya.
44
Dari hasil telaahan EUPOL (European Police), didapatkan informasi bahwa
ternyata fenomena media sosial dapat mempengaruhi budaya baru termasuk budaya
pekerjaan polisi dalam berhadapan dengan media sosial sebagai sebuah kekuatan baru
ditengah tengah masyarakat. Banyak sudah penelitian yang telah dilakukan tentang
media sosial dan bagaimana sentuhan kepolisian dalam rangka mendukung pekerjaan
mereka dalam berbagai aspek yang berbeda. Di satu sisi, polisi dapat menggunakan
informasi pada media sosial untuk mendukung penyelidikan mereka misalnya. Untuk
itu ada berbagai aturan yang harus dipedomani oleh Polisi dalam menunjang kegiatan
mereka, seperti pengawasan, under-cover investigations atau analisis forensik.
Sementara berbagai jenis media sosial yang berkembang saat ini memerlukan adaptasi
pelatihan dalam rangka memperkenalkan kepada anggota-anggota polisi di lapangan.
Lebih daripada itu, polisi melibatkan ruang media sosial untuk berinteraksi
dengan publik karena ternyata media sosial dewasa ini ternyata dapat mempengaruhi
perubahan hubungan antara warga dengan berbagai pihak termasuk dengan negara
dan institusi yang ada di dalamnya. Fenomena berkumpulnya para relawan di kantor
KPK dalam waktu cepat adalah satu contoh bagaimana sebuah media sosial bisa
menggerakkan manusia dan opini untuk kepentingan dari institusi tersebut. Dari hasil
analisis penggunaan media sosial oleh Polrestabes Medan saat ini, menghasilkan
beberapa kategori yang menggambarkan praktek terbaik di Polrestabes Medan dalam
menghadapi perkembangan media sosial, yaitu:
1. Media sosial sebagai sumber informasi kriminal
2. Bagaimana polisi bisa memiliki suara di media sosial
3. Media sosial bisa digunakan untuk untuk corong informasi
4. Media sosial untuk leverage kebijaksanaan pada massa
5. Media sosial untuk berinteraksi dengan masyarakat
6. Media sosial untuk media perpolisian komunitas
7. Media sosial sebagai etalase tampilan sisi manusiawi perpolisian
8. Media sosial untuk mendukung infrastruktur IT di kepolisian
45
9. Media sosial untuk perpolisian efisien
Masih banyak yang bisa dielaborasi dari perkembangan media sosial saat ini,
dan bagaimana Polisi bisa memanfaatkannya bagi kepentingan keamanan dan
ketertiban masyarakat.
2. Komitmen
Pada prinsipnya, polisi di Polrestabes Medan memiliki potensi yang cukup
baik dalam bekerja guna meningkatkan komitmen organisasi. Namun potensi untuk
bekerja dengan maksimal dan sebaik mungkin tidak bisa berjalan dengan wajar dan
lancar disebabkan adanya pengaruh dari berbagai faktor yang sangat kompleks, baik
yang bersifat internal yang melekat dalam diri individu maupun yang bersifat
eksternal dari lingkungan atau situasi tertentu.
Menurut Steers (1988) faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen
organisasi yaitu identifikasi dengan organisasi, keterlibatan, dan loyalitas. Komitmen
organisasi polisi di Polrestabes Medan dipengaruhi oleh faktor keterlibatan kerja.
Keterlibatan kerja merupakan salah satu faktor internal yang perlu ditingkatkan untuk
kemajuan organisasi dalam rangka meningkatkan komitmen terhadap organisasi
sehingga bisa menghasilkan kerja yang maksimal. Peningkatan keterlibatan kerja
meningkatkan efektivitas organisasi dan produktivitas dengan melibatkan lebih
banyak pekerja secara sungguh-sungguh dalam bekerja sehingga pekerja
mendapatkan pengalaman pekerjaan yang lebih bermakna dan memuaskan.
Berdasarkan uraian di atas, keterlibatan kerja dan kepuasan kerja masih menjadi isu
penting dalam suatu organisasi yang di kaitkan dengan perilaku polisi yang
menyangkut komitmen organisasi. Keterlibatan kerja dan kepuasan kerja mempunyai
peran penting dalam menentukan kesuksesan polisi membangun hubungan dan
menyikapi perubahan secara terbuka, kritis, arif, dan bijaksana sehingga kepentingan
organisasi terlaksana dan polisi bisa mencapai cita-citanya serta tidak menyimpang
dari tujuan organisasi. Dengan meningkatkan keterlibatan kerja dan kepuasan keja,
maka akan berpengaruh terhadap peningkatan komitmen organisasi sehingga setiap
46
polisi mewujudkan komitmen yang tinggi dalam melaksanakan tugas dan tanggung
jawab. Akhirnya mereka mampu menciptakan masyarakat yang aman, kondusif, dan
terkendali di dalam arus persaingan globalisasi yang semakin pesat.
3. Marketing Media ( Media Pemasaran)
Media marketing merupakan pilihan bagi banyak organisasi kepolisian dalam
membangun brand image. Kelompok sasaran adalah masyarakat yang menggunakan
media sosial dalam beberapa hal, baik dengan smartphone atau di rumah pada PC
desktop atau laptop. Adapun media pemasaran yang digunakan Polrestabes Medan
adalah portal seperti Facebook, WhatsApp, Twitter, Snapchat, Tumblr, Instagram atau
Linkedin dijadikan sebagai alat dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap
polisi. Dalam pemasaran media oleh Polrestabes Medan dilakukan dua strategi dasar
yaitu pemasaran media pasif dan aktif, dimana varian pasif sering dianggap sebagai
komponen penting dari setiap pemasaran. Pemasaran media sosial proaktif, disini,
konten sendiri dan konten buatan pengguna dibuat dan didistribusikan untuk
mencapai tujuan pokok dan fungsi kepolisian.
Pemasaran media yang aktif tidak hanya membutuhkan penggunaan sumber
daya dan anggaran, namun, dengan pendekatan multi-channel, juga mencakup
penyelenggaraan saluran yang berbeda untuk meningkatkan jangkauan. Sedangkan
pemasaran media pasif Konten eksternal digunakan untuk mencapai tujuan. Kegiatan
pengguna dan fasilitator pasar dicatat dan dievaluasi dengan cara pemantauan. Data
ini merupakan informasi tambahan yang bisa digunakan untuk pengambilan
keputusan strategis dan operasional seperti tersedianya website. Disamping itu, selalu
diadakan pelatihan terkait pemasaran media online ataupun menggunakan media
sosial untuk memberikan pemahaman kepada para anggota kepolisian dengan
mengundang penyaji yang profesional. Pada kegiatan ini dilaksanakan pelatihan
penggunakan media sosial sebagai alat bantu pemasaran kegiatan kepolisian. Dari
kegiatan tersebut dapat mewujudkan sistem manajemen yag lebih tertata. Saluran
Media
47
Dalam konteks membangun kepercayaan masyarakat terhadap Polrestabes
Medan upaya yang dilakukan adalah membangun saluran media atau komunikasi
dengan masyarakat.Secara konseptual, dikenal adanya tiga macam saluran atau media
komunikasi, yaitu: saluran antar pribadi (inter-personal), media massa (mass media),
dan forum media yang dimaksudkan untuk menggabungkan keunggulan-keunggulan
yang dimiliki oleh saluran antar pribadi dan media masa. Semakin banyak ragam
media yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi (baik sumber maupun
penerima manfaat), akan memberikan pengaruh yang sangat baik. Karena selain
jumlah informasi menjadi lebih lengkap, biasanya juga lebih bermutu/semakin
memberikan kejelasan terhadap inovasi yang diterimanya. Bentuk saluran komunikasi
yang sudah dilakukan diuraikan sebagai berikut:
a. Saluran Antar Pribadi
Media antar pribadi (inter personal), adalah media yang memungkinkan para pihak
yang berkomunikasi dapat berkomunikasi secara langsung, baik dengan tatap muka
(ex: percakapan antar individu, diskusi dalam kelompok kecil, pertemuan di dalam
maupun di luar ruangan), atau menggunakan alat (ex: melalui telepon, chating
lewat internet, dan menggunakan teleconference). Dalam hal ini Polrestabes Medan
memfasilitasinya dengan menyediakan call center.
b. Saluran Media Masa (media cetak, media elektronik, dan multi media) juga
digunakan sebagai sarana berkomunikasi dengan masyarakat untuk menyampaikan
pesan-pesan dan sosialisasi kepolisian seperti melalui surat kabar, tabloid, majalah,
jurnal ilmiah, poster, leaflet, folder, serta brosur. Sejauh ini media masa lebih
efektif dan lebih murah untuk mengenalkan inovasi pada tahap-tahap penyadaran
dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat
4. Forum Media
Forum media adalah saluran komunikasi yang berupa sekelompok kecil orang
yang dapat saling tatap muka untuk berkomunikasi (mendiskusikan pesan-pesan
tertentu) yang diterima media masa. Bentuk-bentuk forum media yang sudah
48
dilakukan Polrestabes Medan yang sudah terlaksana seperti public hearing, kelompok
belajar, kelompok pendengar, dan kelompok pencapir (kelompok pendengar,
pembaca, dan pemirsa televisi) dan Forum Group Discussion (FGD).
5. Ekspose
Ekspose/press release merupakan suatu bentuk kegiatan untuk memberikan
keterangan terhadap hasil-hasil penyidikan kasus yang ditemukan sebagai upaya trust
building kepada masyarakat mealalui konferensi pers. Kegiatan ini dilakukan secara
berkala yang melibatkan berbagai stakeholder untuk bersama-sama menyaksikan hasil
penyidikan dan barang bukti temuan.
Gambar.6 Konferensi Pers Temuan Narkoba
6. Punishment (Hukuman) dan Reward (Penghargaan)
Polri sebagai sub sistem dari pemerintah secara responsif telah berupaya
memberi kontribusi mewujudkan prinsip Good Governance dan Clean Government
baik dalam pelaksanaan tugas pokok memelihara Kamtibmas, menegakkan hukum
dan melindungi, mengayomi serta melayani masyarakat maupun di kalangan internal
Polri sendiri sebagaimana dicanangkan dalam grand strategi Polri berupa Trust
Building (membangun kepercayaan).
Kompleksitas tantangan tugas Polri pada era reformasi dalam perjalanannya
selain telah memberi manfaat bagi Polri dengan berbagai kemajuan yang signifikan
49
baik di bidang pembangunan kekuatan, pembinaan maupun operasional. Namun di
sisi lain diakui secara jujur terdapat akses negatif dari penyelenggaraan tugas
pokoknya berupa penyimpangan perilaku anggota Polri seperti penyalahgunaan
kekuasaan / wewenang (abuse of power), dan melakukan perbuatan tercela lainnya
yang melangggar kaidah-kaidah moral, social dan keagamaan. Penyimpangan
perilaku anggota Polri merupakan pelanggaran terhadap peraturan disiplin anggota
Polri sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia
Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri. Upaya penegakan
disiplin dan kode etik kepolisian sangat dibutuhkan guna terwujudnya pelaksanaan
tugas yang dibebankan dan tercapainya profesionalisme Polri. Sangat tidak mungkin
penegakan hukum dapat berjalan dengan baik, apabila penegak hukumnya sendiri
(Polri) tidak disiplin dan tidak profesional. Ketidakdisiplinan dan
ketidakprofesionalan Polri akan sangat berdampak dalam hal penegakan hukum atau
pengungkapan kejahatan yang terjadi di masyarakat. Polrestabes Medan dalam hal ini
memiliki kode etik yang sudah diatur dalam Peraturan pemerintah diatas dan jika ada
angggota kepolisian yang menyimpang dan melanggar kode etik diberikan sanksi
berupa pemberhentian secara tidak hormat sebagai anggota Polri dari Dinas
Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pemberhentian Tidak Dengan Hormat
(PTDH) dengan ketentuan apabila:
a. Melakukan Tindak Pidana :
1) dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai
kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak
dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Kepolisian Negara
Republik Indonesia;
2) diketahui kemudian memberikan keterangan palsu dan/atau tidak benar pada
saat mendaftarkan diri sebagai calon anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia
3) melakukan usaha atau kegiatan yang nyata-nyata bertujuan mengubah Pancasila,
terlibat dalam gerakan, atau melakukan kegiatan yang menentang negara
dan/atau Pemerintah Republik Indonesia secara tidak sah. Pemberhentian Tidak
Dengan Hormat sebagaimana dimaksud di atas dilakukan setelah melalui sidang
Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2 b.
50
Melakukan pelanggaran sumpah/janji anggota Kepolisian Negara Republik
Indonesia, sumpah/janji jabatan, dan/atau Kode Etik Profesi Kepolisian Negara
Republik Indonesia. Pemberhentian ini dilakukan setelah melalui sidang Komisi
Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.
4) Meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu lebih dari 30 (tiga puluh)
hari kerja secara berturut-turut; atau melakukan perbuatan dan berperilaku yang
dapat merugikan dinas Kepolisian; atau melakukan bunuh diri dengan maksud
menghindari penyidikan dan/atau tuntutan hukum atau meninggal dunia sebagai
akibat tindak.
Namun demikian, Polrestabes Medan tidak terlepas dari adanya pelanggaran
yang dilakukan anggota personil sehingga dijatuhi hukuman. Upaya penegakan
hukum dalam kepolisian yang sudah dilakukan diatas untuk mencapai tujuan dan visi
misi kepolisian. Disisi lain juga terdapat anggota personil yang memiliki prestasi dan
mendapatkan penghargaan. Berdasarkan data hasil penilaian kinerja kepolisian
Polrestabes Medan menunjukkan bahwa penghargaan personel pada tahun 2017
dibanding dengan tahun 2016 terjadi peningkatan sebanyak 369 pengargaan dengan
perincian :
1. 144 penghargaan dari Kapolrestabes
2. 115 penghargaan dari Kapolda Sumut
3. 140 penghargaan dari Kapolri
Sedangkan ntuk pelanggaran disiplin personel tahun 2017 dibandingkan tahun
2016 terjadi penurunan sebanyak 32 kasus. Ini menjadi bukti bahwa betapa
pentingnya reformasi kepolisian di bidang sumberdaya manusia dan pembangunan
karakter anggota kepolisian dalam menangani kasus dan memberikan pelayanan
prima kepada masyarakat.
7. Sistem Kemitraan
Kemitraan dalam lingkungan masyarakat Indonesia, merupakan sesuatu hal
yang tidak asing untuk diterapkan, karena bangsa ini sudah mengenal kemitraan sejak
berabad-abad lamanya meskipun dalam skala yang sederhana, seperti gotong royong,
sambat sinambat, partisipasi, mitra masyarakat, mitra lingkungan dll. Dalam
manajemen modern, baik dalam pengembangan sumberdaya manusia maupuan
pengembangan kelembagaan/usaha, kemitraan merupakan salah satu strategi yang
51
biasa ditempuh untuk mendukung keberhasilan implementasi manajamen modern.
Kemitraan tidak sekedar diterjemahkan sebagai sebuah kerjasama, akan tetapi
kemitraan memiliki pola, memiliki nilai strategis dalam mewujudkan keberhasilan
suatu lembaga dalam menerapkan manajemen modern. Kemitraan dalam
implementasinya merupakan kesepahaman pengelolaan program, kesepahaman
strategi pengembangan program antar lembaga yang bermitra merupakan faktor
utama yang pertama kali harus menjadi perhatian.
Oleh karenanya diantara lembaga yang bermitra harus ada pelaku utama
kegiatan, sebagai lembaga/orang yang bertanggungjawab terhadap keberhasilan
program (kegiatan). Kekurangan dan kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing
lembaga/orang itulah yang dimitrakan sebagi wujud kerjasama untuk saling menutupi,
saling menambah, dan saling menguntungkan (mutualisme). Kemitraan dapat
dilakukan dalam transfer teknologi, transfer pengetahuan/keterampilan, transfer
sumberdaya (manusia), transfer cara belajar (learning exchange), transfer modal, atau
berbagai hal yang dapat diperbantukan sehingga terpadu dalam wujud yang utuh.
Wujud nyata kemitraan dapat disepakati sebagai sebuah konsep kerjasama di mana
dalam operasionalisasinya tidak terdapat hubungan yang bersifat sub-ordinasi namun
hubungan yang setara bagi semua ”parties”. Sehingga dalam konsepsinya kemitraan
memiliki prinsip yang harus menjadi kesepahaman diantara yang bermitra dan harus
ditegakkan dalam pelaksanaannya meliputi: prinsip partisipasi, prinsip gotong royong
(sambat sinambat), prinsip keterbukaan (transparancy), prinsip penegakkan hukum
(hak dan kewajiban, mengarah pada right-obligation, reward and punishment) dan
prinsip keberlanjutan (sustainability), (Kamal, 2006:1).
Kemitraan dilihat dari perspektif etimologis diadaptasi dari kata partnership,
dan berasal dari akar kata partner. Partner dapat diterjemahkan “pasangan, jodoh,
sekutu, atau kampanyon”. Makna partnership yang diterjemahkan menjadi
persekutuan atau perkongsian. Bertolak dari sini maka kemitraan dapat dimaknai
sebagai bentuk persekutuan antara dua pihak atau lebih yang membentuk suatu ikatan
kerjasama atas dasar kesepakatan dan rasa saling membutuhkan dalam rangka
meningkatkan kapasitas dan kapabilitas di suatu bidang tertentu, atau tujuan tertentu,
sehingga dapat memperoleh hasil yang baik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,
52
arti kata mitra adalah teman, kawan kerja, rekan. Sementara kemitraan artinya perihal
hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra.
Kemitraan yang dibangun Polrestabes Medan memiliki prinsip-prinsip dalam
pelaksanaannya. Tiga prinsip penting dalam kemitraan tersebut, yaitu: 1) kesetaraan
atau keseimbangan (equity). Pendekatannya bukan top down atau bottom up, bukan
juga berdasarkan kekuasaan semata, namun hubungan yang saling menghormati,
saling menghargai dan saling percaya. Untuk menghindari antagonisme perlu
dibangun rasa saling percaya. Kesetaraan meliputi adanya penghargaan, kewajiban,
dan ikatan, 2) transparansi diperlukan untuk menghindari rasa saling curiga antar
mitra kerja. Meliputi transparansi pengelolaan informasi dan transparansi pengelolaan
keuangan, 3) saling menguntungkan, yaitu suatu kemitraan harus membawa manfaat
bagi semua pihak yang terlibat, (Wibiosono, 2007:103).
Konteks kemitraan yang dimaksud adalah kemitraan polisi dengan masyarakat
sangat ditentukan oleh kinerja dan tampilan operasional Polri, dalam hal ini sejalan
dengan kebijakan dan strategi Polmas dengan ditetapkannya panduan pelaksanaan
fungsi-fungsi operasional Polri. Dengan demikian, pelaksanaan fungsi-fungsi
kepolisian tidak hanya berhasil dalam sudut pandang profesi tetapi juga mendapat
legitimasi dari masyarakat yang dilayaninya. Legitimasi yang dimaksud adalah
kepercayaan dan penerimaan masyarakat terhadap bangunan sistem kepolisian yang
kondusif. Dalam pelaksanaan Polmas, Polri tidak dapat lagi menentukan kebijakannya
sendiri dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Keabsahan dalam
pelaksanaan tugas-tugas kepolisian tidak hanya diperoleh/berdasarkan hukum formal
dan undang-undang, tetapi juga diperoleh dari pihak-pihak terkait, pemilik dan
sekaligus pengguna jasa kepolisian (stakeholder).
Dapat dianalisis bahwa kemitraan polisi dengan masyarakat sangat ditentukan
oleh kinerja dan tampilan operasional Polri, dalam hal ini sejalan dengan kebijakan
dan strategi Polmas dengan ditetapkannya panduan pelaksanaan fungsi-fungsi
operasional Polri. Polmas sebagai strategi baru yang ditetapkan Polri merupakan salah
satu cara efektif untuk membangun kerja sama/kemitraan polisi dengan masyarakat
dan sekaligus menjamin adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia. Melalui
kemitraan tersebut akan memungkinkan masyarakat memahami tugas pokok dan
peran polisi.
53
Kemitraan polisi dan masyarakat meliputi mekanisme kemitraan yang
mencakup keseluruhan proses manajemen, mulai dari perencanaan, pengawasan,
pengendalian, analisis dan evaluasi atas pelaksanaannya. Kemitraan tersebut
merupakan proses yang berkelanjutan. Hubungan saling percaya yang kuat antara
lembaga kepolisian dan komunitas yang mereka layani adalah penting untuk menjaga
keamanan publik dan kepolisian yang efektif. Pejabat polisi bergantung pada kerja
sama anggota masyarakat untuk memberikan informasi tentang kejahatan di
lingkungan mereka, dan bekerja dengan polisi untuk mencari solusi untuk masalah
kejahatan dan gangguan. Demikian pula keinginan anggota komunitas untuk percaya
polisi tergantung pada apakah mereka percaya bahwa tindakan polisi mencerminkan
nilai-nilai masyarakat dan memasukkan prinsip keadilan prosedural dan legitimasi.
Belakangan ini terjadi insiden yang melibatkan penggunaan kekuatan polisi
dan isu-isu lainnya, legitimasi dari Polisi telah ditanyai di banyak komunitas. Seperti
yang terjadi di Amerika, banyak kota di Amerika Serikat mengalami demonstrasi
skala besar dan pawai protes pada tahun 2014 dan 2015, dan dalam beberapa kasus,
ada kerusuhan lebih dari persepsi kesalahan polisi dan penggunaan kekuatan yang
berlebihan. Sangat penting bahwa lembaga kepolisian membuat peningkatan
hubungan dengan komunitas lokal mereka menjadi prioritas utama. (Forum Penelitian
Eksekutif Polisi (PERF), 2015). Selain itu sebuah PERF juga menyelenggarakan
pertemuan nasional polisi dan tokoh masyarakat, dari seluruh bangsa, untuk diskusi
seharian tentang strategi untuk membangun kepercayaan antara polisi dan masyarakat.
Para pemimpin komunitas ini menawarkan bimbingan tentang beberapa cara
polisi yang mana dapat menunjukkan pemahaman tentang isu-isu untuk membangun
kepercayaan. Berikut ini adalah beberapa masalah utama dan rekomendasi yang
diidentifikasi selama pertemuan, bersama dengan praktik lain yang menjanjikan, yang
dapat digunakan untuk membantu departemen kepolisian dan komunitas mereka
mengembangkan strategi kolaboratif untuk bergerak maju. Sistem kemitraan yang
dibangun berdasarkan sistem berikut:
1. Mengakui Dan Mendiskusikan Dengan Komunitas Tantangan Yang Dihadapi
Kepolisian Di Lapangan
Penggunaan kekuatan yang kontroversial dan insiden lainnya dapat merusak
hubungan antara polisi dan masyarakat. Dalam beberapa kasus, misalnya tindakan
54
pelanggaran yang dianggap mengerikan oleh seorang perwira tunggal di suatu kota.
Hal tersebut tidak hanya merusak hubungan polisi-masyarakat secara lokal tetapi itu
bisa mendapatkan perhatian nasional dan mengurangi kepercayaan masyarakat
terhadap polisi pada umumnya.
Selain itu, Polisi harus mengakui sejarah minoritas rasial dan lainnya yang
telah menghadapi ketidakadilan di tangan polisi. Dan polisi seharusnya tidak pernah
mengabaikan pengalaman negatif individu dengan POLISI. Misalnya orang Afrika-
Amerika khususnya memiliki sejarah terpinggirkan dan diperlakukan buruk oleh
polisi, menyebabkan kurangnya kepercayaan dan kebencian. Sejarah ini tercermin
dalam banyak perasaan orang tentang polisi. Misalnya, ada banyak orang yang hidup
hari ini yang memiliki ingatan mereka sendiri tentang Jim Crow era, ketika sejumlah
departemen kepolisian adalah agen penegakan hukum itu melembagakan diskriminasi
rasial. Pemimpin hak-hak sipil pada pertemuan PERF pada 2015 mengatakan bahwa
sementara itu adalah benar bahwa banyak petugas polisi bahkan tidak dilahirkan pada
waktu itu dan oleh karena itu tidak dapat dimintai pertanggungjawaban menegakkan
hukum Jim Crow, semua petugas polisi harus menyadari sejarah ini dan harus
bertanggung jawab itu, yang berarti bahwa polisi harus memahami bahwa sejarah ini
secara sah merupakan bagian dari perasaan beberapa orang tentang polisi.
Melihat sejarah yang lebih baru, polisi harus memahami bahwa
ketidakpercayaan terhadap polisi oleh beberapa orang anggota masyarakat juga
berakar pada isu-isu seperti perbedaan ras yang dihasilkan dari undang-undang yang
mengharuskan hukuman yang jauh lebih besar untuk pelanggaran kokain
dibandingkan dengan bubuk kokain. Akhirnya, berbagai strategi dan taktik polisi saat
ini telah berkontribusi terhadap ketidakpercayaan terhadap polisi di komunitas
minoritas, seperti penggunaan kebijakan "berhenti dan menggertak" yang tidak pantas
di beberapa departemen. Taktik ini mengangkat isu-isu bias rasial yang meresap
kontroversi tentang penggunaan kekuatan polisi. Polisi harus mempertimbangkan
untuk menetapkan kebijakan “kewajiban untuk campur tangan” dan strategi lain untuk
memastikan bahwa jika seorang petugas terlibat dalam pelanggaran, petugas lain akan
melangkah dan menghentikannya.
Idealnya, intervensi semacam itu akan terjadi segera, dalam pandangan
anggota masyarakat, para pemimpin masyarakat mengatakan, karena orang mungkin
55
tidak mempercayai urusan internal kepolisian dari sistem penyelidikan keluhan, tetapi
mereka akan mempercayai polisi, ketika mereka melihat baik secara langsung atau di
video YouTube petugas tidak ragu-ragu untuk berhenti jika melakukan kesalahan.
Disisi lain, transparansi sangat penting bagi hubungan masyarakat dengan
polisi yang positif. Ketika insiden kritis terjadi, lembaga harus mencoba untuk merilis
sebanyak mungkin informasi tentang hal itu, sesegera mungkin, sehingga masyarakat
tidak akan merasa bahwa informasi sengaja dirahasiakan dari mereka. Pada saat yang
sama, itu benar juga penting untuk menekankan bahwa informasi pertama yang
muncul setelah insiden kritis adalah awal dan dapat berubah seiring semakin banyak
informasi tersedia. Pimpinan polisi harus membiarkan media berita dan masyarakat
mengetahui bahwa informasi awal mungkin tidak benar, dan harus memperbaiki
kesalahan informasi dengan cepat.
Pada tingkat hari ke hari, Polrestabes Medan memposting informasi di situs
web yang merinci kebijakan pada penggunaan kekuatan, keluhan anggota masyarakat,
dan masalah lainnya. Informasi ini mudah dapat diakses oleh masyarakat. Untuk
merangkul budaya transparansi, lembaga penegak hukum harus membuat semua
kebijakan departemen tersedia untuk peninjauan publik dan secara teratur
memposting informasi situs web departemen tentang pemberhentian, panggilan,
penangkapan, kejahatan yang dilaporkan, dan data penegakan hukum lainnya.
Kepolisian juga dapat mempertimbangkan dan mencari akreditasi oleh Komisi
Akreditasi untuk Hukum Badan Penegakan atau lembaga serupa sebagai metode
untuk menunjukkan komitmen mereka keunggulan dalam penegakan hukum. Banyak
pemimpin hak-hak sipil dan eksekutif kepolisian juga merekomendasikan bahwa
petugas di semua tingkatan menerima pelatihan tentang keragaman, bias implisit, dan
kompetensi budaya. Banyak kota memiliki komunitas dengan berbagai latar belakang
dan budaya rasial dan etnis, dan penting bagi petugas untuk dapat melakukan
komunikasi secara efektif dan memahami norma-norma budaya, kelompok-kelompok
yang berbeda ini. Kebutuhan ini juga digarisbawahi merekomendasikan bahwa
kepolisian menyediakan pelatihan rekrutmen dan pelatihan dalam jabatan tentang bias
implisit dan responsivitas budaya.
Penting bagi kepolisian untuk terlihat di komunitas masyarakat dan
mengetahui warga mereka. Banyak orang yang tidak melakukan interaksi dengan
56
polisi di luar konteks penegakan hukum. Ini dapat menyebabkan orang berkembang
asosiasi negatif dengan polisi misalnya, jika satu-satunya kontak yang pernah mereka
miliki dengan polisi terdiri dari menerima kutipan lalu lintas atau memanggil polisi
untuk melaporkan menjadi korban kejahatan. Temuan peluang untuk berinteraksi
dengan anggota komunitas dalam konteks non-penegakan membantu mengurangi bias
pada bagian anggota masyarakat dan petugas polisi.
Mengenal warga masyarakat membantu keduanya kelompok untuk mendobrak
hambatan pribadi dan mengatasi stereotip, dan memungkinkan petugas untuk
mempelajari yang mana penduduk suatu lingkungan tinggal taat hukum dan mana
yang tidak. Eksekutif kepolisian sering melaporkan hal itu, penduduk yang taat
hukum di lingkungan kejahatan tinggi marah ketika polisi tampak curiga terhadap
semua orang di lingkungan sekitar, dan, misalnya, membuat pemberhentian pejalan
kaki anak-anak muda yang sedang dalam perjalanan ke bekerja atau ke sekolah.
Interaksi pribadi antara petugas polisi dan anggota masyarakat membangun rasa
saling percaya, yaitu penting untuk mengatasi masalah lingkungan dan mengurangi
kejahatan.
Pejabat kepolisian melihat diri mereka sebagai bagian dari komunitas yang
mereka layani, dan pemerintah lokal pejabat, pimpinan polisi, dan anggota
masyarakat harus mendorong keterlibatan aktif petugas sebagai peserta untuk
membantu menjaga perdamaian. Misalnya, petugas polisi dapat diundang untuk
berpartisipasi dalam pawai perdamaian, untuk menghadiri acara olahraga lokal, atau
menghadiri barbeque lingkungan atau di luar ruangan komunitas "malam film" untuk
anak-anak.
Lembaga kepolisian perlu mempresentasikan kepolisian sebagai sebuah
profesi yaitu bekerja untuk merekrut orang yang ingin menjadi perwira berdasarkan
pemahaman yang realistis bahwa sebagian besar petugas polisi waktunya dihabiskan
untuk memenuhi permintaan masyarakat dan "penegakan hukum" yang sebenarnya
dengan persentase waktu yang sangat kecil. Polrestabes juga meningkatkan upaya
rekrutmen dan promosi proses untuk meningkatkan keragaman secara keseluruhan di
departemen berdasarkan ras dan aspek demografi lainnya. Proses internal kepolisiam
tentang merekrut, promosi, dan hal-hal lain seharusnya transparan dan adil. Ketika
suatu agensi menciptakan lingkungan yang mempromosikan keadilan internal dan
57
hormat, petugas mungkin ingin menunjukkan kualitas-kualitas ini dalam interaksi
sehari-hari mereka dengan komunitas/ masyarakat.
Membangun hubungan saling percaya adalah kunci untuk keberhasilan
pemolisian yang berpusat pada masyarakat. Polisi dan masyarakat yang saling
mempercayai akan lebih mungkin untuk berkolaborasi pada solusi yang berakar
dalam mengatasi masalah keamanan. Polisi yang memahami masyarakat dapat
mengerahkan sumber daya yang tepat. Menghindari dinamika yang dapat mengarah
ke kekerasan dan menemukan mitra komunitas untuk meningkatkan keselamatan
dengan cara yang berkelanjutan. Untuk mencapai pemolisian yang berpusat pada
masyarakat, penduduk dan polisi harus bermitra mencegah kejahatan dan
mengintegrasikan petugas polisi ke dalam jalinan masyarakat. Yang pasti,
membangun kepercayaan polisi-masyarakat bisa menjadi sulit dan membuat frustrasi.
Dalam banyak dampak kejahatan, lingkungan berpenghasilan rendah, ketakutan dan
kecurigaan polisi dapat menciptakan hambatan untuk stabil membangun kepercayaan.
Pemolisian masyarakat yang berlebihan melalui lalu lintas yang agresif, narkoba, dan
pelanggaran kecil penegakan tidak membantu mengembangkan kolaborasi
masyarakat-polisi yang efektif.
Beberapa komunitas telah bekerja keras dalam jangka panjang untuk menjalin
hubungan yang berarti antara penegakan hukum dan pemangku kepentingan
masyarakat yang dibangun di atas tanggung jawab bersama, transparansi, dan terus
berkomitmen untuk berdialog. Agar upaya ini mencapai kemajuan transformatif untuk
mengambil akar sebagai norma baru untuk kepolisian di masyarakat di seluruh
negara, advokat masyarakat dan penegak hukum harus melihat masa depan dan
berkomitmen untuk mengembangkan cara-cara bekerja bersama. Membangun
kepercayaan membutuhkan kerja berkelanjutan di banyak bidang untuk membangun
hubungan sebelum krisis terjadi. Adapun praktik-praktik dalam keterlibatan
Polrestabes Medan dengan komunitas/masyarakat:
a. Pelatihan untuk kolaborasi masyarakat-polisi yang efektif.
b. Mempromosikan transparansi dalam praktik dan prosedur polisi.
c. Keterlibatan kreatif dengan komunitas imigran.
d. Kemitraan polisi-masyarakat untuk pencegahan kekerasan.
58
Penting untuk dicatat bahwa sementara praktik ini dapat secara signifikan
meningkatkan hubungan antara polisi dan tokoh masyarakat dan penduduk, eksekutif
polisi senior dan staf komando harus juga berkomitmen untuk menjadikan mereka
prioritas tinggi bagi lembaga kepolisian dan staf kepolisian di semua tingkatan. Jadi,
pada dasarnya mengembangkan kemitraan polisi-masyarakat yang efektif adalah seni
dan merupakan keberangkatan dari cara-cara operasi yang akrab bagi polisi dan
masyarakat. Ini membutuhkan perspektif perpolisian yang melampaui fokus
penegakan hukum standar dan kesediaan untuk terlibat dalam pemecahan masalah
lingkungan. Kemitraan yang efektif juga melibatkan kemauan masyarakat dan
anggota kepolisian untuk terlibat dalam dialog konstruktif. Melalui upaya tersebut
betujuan untuk membangun kepercayaan dan kolaborasi yang membangun. Polisi dan
anggota masyarakat dapat bertindak sebagai katalisator dan fasilitator kegiatan untuk
memperkuat komunitas dan meningkatkan keselamatan.
Membangun kepercayaan polisi-masyarakat itu menantang dan memakan
waktu. Ini membutuhkan pengalaman dan bergerak di luar warisan praktik-praktik
pemolisian yang diskriminatif dan berbahaya di banyak komunitas. Hal ini juga
membutuhkan kepolisian yang mau berkomitmen untuk berkolaborasi, berkeadilan,
dan transparan, dimana petugasnya cukup terlatih, didukung, dan bertanggung jawab.
Disamping itu, membutuhkan pemimpin masyarakat yang mampu terlibat dengan
polisi secara konstruktif dan tidak bias.
59
BAB III
INDIKATOR PENGUNGKIT
A. Manajemen Perubahan
Secara konseptual manajemen perubahan adalah upaya yang dilakukan untuk
mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam
organisasi dengan maksud agar dapat diperoleh personel kepolisian beretika,
berkualitas, berprestasi dlm melaksanakan tugas, dan memiliki peran kemasyarakatan
yg baik shg diharapkan akan menjadi teladan sebagai penggerak pembangunan zona
integitas dan pelopor tertib sosial di ruang publik. Tujuannya adalah menggelorakan
semangat di kalangan personel Polrestabes Medan untuk menjadi teladan yang
terbaik, beretika dan berprestasi serta memiliki peran sosial dalam memberikan
pelayanan kepada masyarakat. Atas dasar tersebut, maka terdapat 4 (empat) indikator
yang perlu dilakukan untuk menerapkan manajemen perubahan, yaitu: penyusunan
tim kerja, dokumen rencana pembangunan zona integritas berpredikat WBK menuju
WBBM, pemantauan dan evaluasi pembangunan zona integritas berpredikat WBK
menuju WBBM dan perubahan pola pikir dan budaya kerja. Dalam proses
mewujudkannya telah dilakukan sebuah rencana aksi sebagai bentuk reformasi
birokrasi seperti terlihat pada gambar tabel berikut ini:
Tabel. 1 Rencana Aksi Zona Integritas Dari Predikat Wbk Menuju Wbbm
NO KEGIATAN REN AKSIPENJABARAN
REN AKSIHASIL YANG
DICAPAITARGET
SUDAH PROSES
1 MANAJEMEN
PERUBAHAN
(POKJA I)
(KASUBBAG PERS)
Membentuk tim Pokja PelaksanaZona Integritas Berpredikat WBKmenuju WBBM.
1. Membuat Nota Dinas kepada Kabag,Kasat, Kasi, dan Ka SPKT untukmengirimkan personil yang akandilibatkan dalam tim kerjapelaksanaan Zona Integritas.
2. Mengadakan rapat pembentukandalam keterlibatan sebagai tim kerjapelaksanaan Zona Integritas.
3. Membuat Sprin Tim Pokjapembangunan Zona IntegritasBerpredikat WBK menuju WBBM.
1. Tersedianya personildari perwakilanBag/Sat/Si untukdiseleksi dan dilibatkandalam tim kerjapelaksanaan ZonaIntegritas.
2. Terselenggaranya rapatpembentukan tim kerjapelaksanaan ZonaIntegritas (dokumentasidan laporan hasil danabsensi terlampir)
3. Tersprinkan anggota timPokja Pokjapembangunan ZonaIntegritas BerpredikatWBK menuju WBBM.
Menentukan anggota tim kerjamelalui prosedur / mekanismeyang ditentukan
1. Menyusun SOP penetapan anggotaTim Pokja Pelaksanaan ZonaIntegritas Berpredikat WBK menujuWBBM.
2. Mengadakan mekanisme seleksibagi seluruh anggota timpelaksanaan Zona Integritasmewujudkan WBBM
1. Terwujudnya SOPtentang penentuanpimpinan dan anggotatim pelaksanaan ZIberpredikat WBKmewujudkan WBBM.
2. Terselenggaranyaproses mekanismeseleksi bagi seluruhanggota timpelaksanaan ZImewujudkan WBBM(dokumentasi danlaporan hasil danabsensi terlampir)
60
Selain itu telah dilakukan upaya terwujudnya SOP penetapan anggota tim
POKJA pelaksanaan zona integritas berpredikat WBK menuju WBBM melalui
prosedur/mekanisme berikut ini:
NO KEGIATAN REN AKSIPENJABARAN
REN AKSIHASIL YANG
DICAPAITARGET
SUDAH PROSES
Penyusunan Rencana AksiPelaksanaan Zona IntegritasBerpredikat WBK menuju WBBM.
1. Membentuk tim pokja penyusunanren aksi pelaksanaan ZImewujudkan WBBM
2. Mengadakan tim pokja penyusunanren aksi pelaksanaan ZImewujudkan WBBM
3. Membuat dokumen rencana aksi /buku pedoman Pelakasanaan ZonaIntegritas Berpredikat WBK menujuWBBM.
4. Membuat SKEP KapolrestabesMedan mengenai dokumen ren aksipelaksanaan ZI mewujudkan WBBM
1. Tersedianya tim pokjapenyusunan ren aksipelaksanaan ZImewujudkan WBBM
2. Terselenggara rapat timpokja penyusuan ren aksipelaksanaan ZImewujudkan WBBM
3. Tersedianya bukurencana aksipelaksanaan ZonaIntegritas
4. Tersedianya SKEPKapolrestabes Medanmengenai dokumen renaksi pelaksanaan ZImewujudkan WBBM
Membuat target pelaksanaanZona Integritas Berpredikat WBKmenuju WBBM.
Target dalam pelaksanaan ZIBerpredikat WBK menuju WBBM.
Tersedianya target dalampelaksanaan zona integritasberpridikat WBKmerwujudkan WBBM
Mensosialisasikan PelaksanaanZona Integritas Berpredikat WBKmenuju WBBM.
1. Membuat sprin keterlibatan personeluntuk mengikuti sosialisasipelaksanaan ZI berpredikat WBKmewujudkan WBBM
2. Membuat surat ke jajaranpolrestabes medan untukmemasang spanduk terkaitpelaksanaan ZI berpredikat WBKmewujudkan WBBM
3. Melakukan sosialiasi terkaitpelaksanaan ZI berpredikat WBKmewujudkan WBBM melalui mediaonline dan medsos.
1. Terselenggara sosialisasipelaksanaan ZIberpredikat WBKmewujudkan WBBM(sprin, dokumentasi danlaoran hasil dan absensiterlampir).
2. Terselnggarapemasangan spandukterkait pelaksanaan ZIberpredikat WBKmewujudkan WBBM(contoh spandukterlampir) sejajranpolrestabes medan.
3. Terselenggaranyasosialisasi terkaitpelaksanaan ZIberpredikat WBKmewujudkan WBBMmelalui media online danmedsos (dokumentasi,laporan, responpengguna terlampir).
Memonitoring dan evaluasiterhadap pelaksanaan ZIBerpredikat WBK menuju WBBM.
Membuat dokumen ren aksi denganmebandingkan realisasi aksin kegiatanpelayanan publik
Tersedianya dokumen renaksi denganmembandingkan realisasiaksi kegiatan pelayananpublik.
Melakukan pemantauan danevaluasi semua kegiatanpelayanan publik dalam rangkapelaksanaan ZI BerpredikatWBK menuju WBBM.
Melakukan pemantauan dan evaluasikegiatan pelaksanaan ZI mewujudkanWBBM melalui menyusun pelaporandan dokumentasi kegiatan pelayananpublik Bulanan Triwulan Semesteran Tahunan
Tersedianya pelaporanmonitoring dan evaluasikegiatan ZI mewujudkanWBBM melalui menyusunpelaporan dan dokumentasikegiatan pelayanan publik Bulanan Triwulan Semesteran Tahunan
Melakukan tindak lanjut hasilmonitoring dan evaluasi terhadapkegiatan pelayanan publik dalamrangka pelaksanaanpelaksanaan ZI BerpredikatWBK menuju WBBM
Melakukan pemantauan dan evaluasikegiatan pelaksanaan ZI mewujudkanWBBM melalui menyusun pelaporandan dokumentasi kegiatan pelayananpublik Bulanan Triwulan Semesteran Tahunan
Tersedianya pelaporanmonitoring dan evaluasikegiatan ZI mewujudkanWBBM melalui menyusunpelaporan dan dokumentasikegiatan pelayanan publik Bulanan Triwulan Semesteran Tahunan
Membuat perubahan pola pikirdan budaya kerja yangberorentasi membangun ZIBerpredikat WBK menuju WBBM
1. Seluruh pimpinan berperan sebagairole model contoh bagi seluruhpersonil dalam pelaksanaanPelaksanaan ZI Berpredikat WBKmenuju WBBM.
2. Daftar kehadiran pimpinan.
1. Tersedianya laporanserta pendokumentasiansemua kegiatan yangdilaksanakan pimpinansebagai contoh bagisemua anggota dalamBerpredikat WBKmenuju WBBM.
2. Tersedianya Daftarkehadiran pimpinan.
61
1. Pada tanggal 16 des 2017, SOP penetapan anggota tim pokja pelaksanaan zona
integritas berpredikat WBK menuju WBBM melalui prosedur/mekanisme.
Dokumentasi pendukung terdiri dari TR undangan seleksi, laporan kegiatan
seleksi dan SOP pembentukan tim POKJA (data pendukung terlampir)
2. Pada tanggal 22 Des 2017, terwujudnya anggota tim pokja pembangunan zona
integritas berpredikat WBK menuju WBBM. Dokumen pendukung terdiri dari
TR undangan rapat, Laporan pembentukan tim Pokja, absensi dan Sprin tim
pokja.
3. Pada tanggal 29 Des 2017 terwujudnya dokumen rencana aksi pedoman
pelaksanaan zona integritas berpredikat WBK menuju WBBM.
4. Pada Januari 2018 terwujudnya SKEP kapolrestabes medan tentang rencana
aksi pedoman pelaksanaan zona integritas berpredikat WBK menuju WBBM
dengan dokumen pendukung Kep Kapolrestabes medan tentang ren aksi.
5. Pada Januari 2017 sedang berjalan mensosialisasikan pelaksanaan zonasi
integrasi berpredikat WBK menuju WBBM melalui pemasangan spanduk
maupun media informasi lainnya dengan dokumen pendukung softcopy
spanduk.
6. Pada Januari 2017 sedang berjalan, membuat surat keputusan kapolrestabes
medan terkait personel yang menjadi agen perubahan berpredikat WBK
menuju WBBM dengan dokumen pendukung sprin agen perubahan.
7. Pada desember 2017 keterlibatan personel utk mengikuti sosialisasi
pelaksanaan zona integritas berpredikat WBK menuju WBBM, dokumen
pendukung SPRIN/2938/XII/201
8. Pada Juli 2018, membuat membuat surat kejajaran polrestabes medan untuk
memasang spanduk terkait pelaksanaan zona integritas berpredikat wbk
mewujudkan wbbm , dokumen pendukung SPRIN.
62
0
500
1000
1500
2000
2500
TAHUN 2017 TAHUN 2018PERSONIL 2354 2412
MENDUKUNG 1760 2388
75%PERSENTASE 99%
Gambar. 7. Grafik Dukungan Personil Dalam Mewujudkan WBBM
Dari gambar diatas menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan zona integrasi
menuju wilayah birokrasi bersih dan melayani sangat didukung penuh oleh personil
dari semua satuan, hal tersebut terlihat dari persentase jumlah personil yang telah pola
fikir untuk melakukan reformasi birokrasi menuju perubahan yang lebih baik.
Persentase dukungan personil meningkat dari tahun 2017-2018. Pada tahun 2017
jumlah personil sebanyak 2354 (75%) yang mendukung penuh dan melakukan
perubahan pola fikir dalam satuannya dan pada tahun 2018 mengalami peningkatan
menjadi 2142 (99%). Begitu juga dengan bentuk dukungan personil mengalami
kenaikan dari tahun 2017-2018 yaitu sebesar 2760 (77%) menjadi 2388 (99%). Hal
ini menunjukkan bahwa telah terjadi peubahan menajemen secara signifikan dari
mulai di tetapkannya Polrestabes Medan sebagai wilayah birokrasi bebas korupsi
sampai menuju wilayah birokrasi bersih dan melayani.
Kapolrestabes dan Wakapolrestabes Medan kepada menekankan kepada
personil untuk tetap konsisten dalam melaksakan program pembangunan zona
integritas, disatuan fungsi masing–masing dalam mewujudkan wilayah birokrasi
bersih melayani dengan tujuan agar masyarakat semakin percaya kepada institusi polri
dan meningkatkan indeks survei kepuasan masyarakat kota medan terhadap kinerja
polri. Selain itu dan seluruh jajaran kepolisian resor kota besar medan selalu berupaya
menjalankan pembangunan zona integritas menuju wilayah birokrasi bersih melayani
63
(wbbm) sehingga kinerja kepolisian ditengah-tengah masyarakat dapat semakin
dirasakan hingga menembus ke unsur-unsur terkecil masyarakat. Berikut ini
dokumentasi perubahan menajemen yang sudah dilakukan:
Gambar. 8. Pelayanan SIM
Bentuk pelayanan yang dilakukan telah sesuai dengan standard operasional
prosedur pelayanan SIM, sehingga masyarakat merasakan kenyamanan ketika
melakukan pengurusan SIM. Pengukuran kualitas pelayanan tersebut dengan
membagikan angket kepada masyarakat untuk bahan masukan dalam pembenahan
sistem menajemen Adapun hasil survei tersebut ditunjukkan pada grafik dibawah ini:
64
0
20000
40000
60000
80000
100000
120000
TAHUN 2017 TAHUN 2018PEMOHON 107947 40011
PUAS 87910 38116
TDK PUAS 20037 1895
Gambar. 9. Grafik tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan SIMA
Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kualitas
pelayanan oleh anggota kepolisian dari tahun 2017-2018. Jumlah pemohon yang
merasa puas dengan pelayanan pada tahun 2017 sebanyak 87.910 (81,43%)
sedangkan yang menjawab tidak puas sebanyak 20.037 (18,56%). Pada tahun 2018
mengalami kenaikan kualitas pelayanan dengan hasil survey yang dilakukan dari total
jumlah pemohon yang merasa puas sebanyak 38.116 (95,26%), sedangkan yang tidak
puas sebanyak 1895 (4,7%). Ini mengindikasikan bahwa pelayanan public yang
dilakukan sudah semakin baik, seperti terlihat pada dokumentasi berikut:
Gambar 10. Monitoring Pelaksanaan Pelayanan SKCK Terhadap
Masyarakat
Kotak Kepuasan Pelayanan Pengisian Formulir
Penyerahan SKCK
65
Gambar 11. Pelayanan Aduan Masyarakat
Disamping itu juga telah dilakukan kegiatan kegiatan unras aman dan kondusif
oleh Satreskrim melaksanakan Pamtup & merekam jalannya unras, Satbinmas
Melaksanakan negosiasi dgn peserta aksi unras, Satsabhara melaksanakan
pengamanan terbuka, Satintelkam melaksanakan giat deteksi dini, penggalangan
tokoh aksi , komunikasi dgn sasaran aksi dan Satlantas melaksanakan pam jalur dan
rekayasa lalu lintas, seperti terlihat pada gambar berikut:
Gambar 12. Kegiatan Unras, Pamtup dan Penandatangan Fakta Integritas
PENANDATANGANAN PAKTA INTEGRITAS
66
B. Penataan Tatalaksana
Maksud penataan tatalaksana adalah untuk meningkatkan pelayanan publik
terhadap pemanfaatan teknologi infromasi bag, sat, si dan jajaran polsek di wilayah
hukum polrestabes medan dan pertanggungjawaban dalam melaksanakan tugas sesuai
dengan tupoksinya masing-masing dengan tujuan memantau menilai pelaksanaan
kinerja, memberikan saran perbaikan untuk meningkatkan pencapaian, memonitor
tindak lanjut kesesuaian rencana dengan pelaksanaannya, serta mengetahui hambatan-
hambatan yang ditemukan serta cara mengatasinya. Targetnya adalah meningkatnya
penggunaan teknologi informasi dalam proses penyelenggaraan manajemen polri di
zona integritas menuju WBBM, meningkatnya efesiensi dan efektifitas proses
manajemen polri di zona integritas menuju WBBM dan meningkatnya kinerja di zona
integritas menuju WBBM. Adapun indikator penatalaksanaannya sebagai berikut:
III KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK
3a.
b.
c.
MELAKSANAKAN PELAYANAN KEPADA MASYARAKATDENGAN MENGGUNAKAN TI PADA SAT INTELKAM,SAT RESKRIM DAN SAT LANTAS
MELAKSANAKAN MONITORING PELAYANAN KEPADAMASYARAKAT DENGAN MENGGUNAKAN TI PADA SATINTELKAM, SAT RESKRIM DAN SAT LANTAS MAUPUNMONITORING KINERJA OPERASIONALISASI SDM
MELAKSANAKAN PELAYANAN INFORMASI PUBLIKMAUPUN PEMBERITAAN PELAKSANAA TUPOKSIMELALUI MEDIA WEBSITE.
TERSELENGGARANYA PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT DENGAN MENGGUNAKAN TI
WAWANCARA DAN TEST CASE UNTUK 1 (SATU) JENIS PELAYANAN, PASTIKAN KEJELASAN PROSEDUR, WAKTU DAN BIAYA, SERTA PENGADUAN LAYANAN SERTA TERDUKUNGNYA PELAPORAN PELAKSANAAN DAN TERDOKUMENTASIKAN.
TERSELENGGARANYA KETERBUKAAN INFORMASI PELAYANAN PUBLIK DAN TERDOKUMENTASIKAN PELAKSANAANYA.
67
Selanjutnya data pendukung yang disajikan adalah sebagai berikut:
1. Terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan teknologi
informasi
Gambar 13. Pelayanan SKCK online, SP2HP online, dan SIM online kepada
Masyarakat dengan Menggunakan Aplikasi Polisi Kita
2.
2. Rekapitulasi Respon Cepat Dan Pengaduan Aplikasi Polisi Kita Polrestabes Medan
Gambar 14. Rekapitulasi Pengaduan Masyarakat
3.Wawancara dan test case untuk 1 (satu) jenis pelayanan, pastikan kejelasan
prosedur, waktu dan biaya, serta pengaduan layanan serta terdukungnya pelaporan
pelaksanaan dan terdokumentasikan. Laporan monev pelayanan publik dalam
rangka zi WBK menuju wbbm dan monev kinerja operator pelayanan publik.
4.Sistem mekanisme prosedur dan biaya dalam pengurusan skck terpadat di dinding
ruang tunggu ehingga dengan mudah dapat dilihat oleh masyarakat
68
5.Sat intelkam polrestabes medan menyediakan layanan berupa seperangkat monitor
dan free wifi untuk masyarakat yang belum melakukan registrasi online.
Gambar 15. Registerasi Online Layanan
6. Adanya pengaduan layanan untuk masyarakat guna meningkatkan kualitas
pelayanan publik dan adanya himbauan dalam pengurusan SKCK di sat intelkam
Polrestabes Medan seperti terlihat pada gambar berikut:
Gambar 16. Himbauan Menhindari Calo
7. Sistem mekanisme prosedur, biaya dan himbauan dalam pengurusan SIM
dengan mudah dapat dilihat oleh masyarakat dan keterbukaan pelayanan
publik.
69
G ambar 17. Prosedur Pengurusan SIM
Secara umum dap at dilihat trend Penataan Tatalaksana yang telah dilakukan
selama tahun 2016-2018 pada grafik berikut ini:
Gambar 18. Grafik Penilaian Sistem Menajemen
Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan penilaian
sistem menajemen pelayanan dari tahun 2016-2018 pada saat sebelum dan sesudah
Polrestabes Medan mendapat predikat wilayah bebas korupsi. Jika dilihat dari
indikator teknologi informasi terjadi kenaikan yaitu dari skala 1 menjadi skala 3,5 hal
ini disebabkan oleh sistem menajemen yang telah dilakukan sudah berbasis IT,
sehingga semua jenis pelayanan dapat lebih efektif dan efisien tanpa terkendala
dengan waktu dan kekurangan tenaga teknis karena semua berbasis online. Demikian
70
juga halnya dengan sistem administrasi personil terjadi kenaikan dari skala 1,5
menjadi skala 3, hal ini dikarenakan proses-proses pengadministrasian yang dilakukan
sudah tertata dengan baik dan jumlah personil juga sudah memadai, sedangkan kinerja
personil dinilai meningkat dari skala 1 menjadi skala 2,5 artinya masyarakat semakin
percaya dengan pelayanan yang dilakukan anggota Polrerestabes Medan yang
menunjukkan sikap transparansi, akuntabel dan tepat waktu.
C. Penataan Sistem Menajemen
Bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme SDM di lingkungan
Polrestabes Medan. Target yang ingin dicapai melalui program ini adalah Target yang
ingin dicapai melaluiprogramini adalah :
1. Meningkatnya ketaatan terhadap pengelolaan SDM aparatur pada masingmasing
Zona Integritas menuju WBBM.
2. Meningkatnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan SDM aparatur pada
masing-masing masing Zona Integritas menuju WBBM.
3. Meningkatnya disiplin SDM aparatur pada masing-masing Zona Integritas menuju
WBBM.
4.Meningkatnya efektivitas manajemen SDM aparatur pada Zona Integritas menuju
WBBM.
5.Meningkatnya profesionalisme SDM aparatur pada Zona Integritas menuju WBB
Disamping itu, Indikator yang perlu dilakukan dalam menerapkan Penataan:
1. Polrestabes Medan telah membuat rencana kebutuhan personel dan pegawai di unit
kerjanya dalam hal rasio dengan beban kerja dan kualifikasi pendidikan,
penyusunan tim kerja dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:
a. Polrestabes Medan telah membuat rencana kebutuhan personel dan pegawai di
unit kerjanya dalam hal rasio dengan beban kerja dan kualifikasi pendidikan.
b. Polrestabes Medan telah menerapkan rencana kebutuhan personel dan pegawai
di tiap unit kerja.
c. Polrestabes Medan telah menerapkan monitoring dan evaluasi terhadap
rencana kebutuhan personel dan pegawai di unit kerjanya.
71
2. Pola Mutasi Internal
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan mengacu pada kondisi yang
seharusnya dilakukan, seperti :
a. Polrestabes Medan telah menetapkan kebijakan pola mutasi internal secara
terbuka dalam wanjak dewan pertimbangan kirier.
b. Polrestabes Medan telah menetapkan kebijakan promosi jabatan secara
terbuka dalam wanjak dewan pertimbangan kirier.
c. Polrestabes Medan telah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap
kebijakan pola mutasi internal
3. Pengembangan Personel dan Pegawai Berbasis Kompetensi
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan mengacu pada kondisi yang
seharusnya dilakukan, seperti:
a. Telah melakukan upaya pengembangan kompetensi (capacity building /
transfer knowledge).
b. Terdapat kesempatan / hak bagi pegawai di unit kerja terkait untuk mengikuti
diklat maupun pengembangan kompetensi lainnya.
4. Penetapan Kinerja Individu
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan mengacu pada kondisi yang
seharusnya dilakukan, seperti :
a. Telah memiliki penilaian kinerja individu yang terkait dengan kinerja
organisasi
b. Ukuran kinerja individu telah memiliki kesesuaian dengan indikator kinerja
individu level diatasnya.
c. Telah melakukan pengukuran kinerja individu secara periodik; dan.
d. Hasil penilaian kinerja individu telah dilaksanakan/ di implementasikan mulai
dari penetapan, implementasi dan pemantauan.
5. Penegakan Aturan Disiplin/Kode Etik/Kode Perilaku Personel dan Pegawai.
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan mengacu pada kondisi yang seharusnya
dilakukan, seperti pelaksanaan aturan disiplin/ kode etik/ kode prilaku telah
dilaksanakan / diimplementasikan.
6. Penegakan Aturan Disiplin/Kode Etik/Kode Perilaku Personel dan Pegawai
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan mengacu pada kondisi yang seharusnya
72
dilakukan, seperti pelaksanaan sistem informasi kepegawaian pada unit kerja telah
dimutakhirkan secara berkala. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik
tentang pencapaian yang diuraikan diatas.
P
Berdasarkan grafik diatas menjelaskan bahwa pencapaian rencana aksi penataan
sistem menajemen mencapai 88% dari tahun 2017-2018. Secara spesifik dapat dilihat
pada 2017 sebesar 30% pada bulan Januari-Maret dan di tahun 2018 mengalami
kenaikan sebesar 53%. Namun demikian, terjadi peningkatan lagi di tahun 2018
tentang kebutuhan sumberdaya khususnya penetapan pegawai, perencanaan
kebutuhan pegawai sesuai dengaan kebutuhan organisasi, pola mutasi internal,
pengembangan pegawai berbasis kompetensi, penetapan kinerja individu, penegakan
aturan disiplin / kode etik / kode perilaku pegawai dan sistem informasi kepegawaian.
Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan capaian kegiatan rencana aksi yang telah
dilakukan sebagai berikut:
1. Perencanaan kebutuhan pegawai sesuai dengan kebutuhan organisasi yaitu
tersusunya rencana kebutuhan personel sesuai dengan kebutuhan organisasi
dengan capaian:
a. Setiap bulan telah dilakukan pemutakhiran data ttg renbut pers yang
dituangkan pada dsp-riil anggota polri dan pns polrestabes medan.
0%
10%
20%
30%
40%
50%
60%
70%
80%
90%
100%
2017 2018
Jan-Mar
Apr-Jun
Jul-Sept
Okt-Des
Gambar 20. GRAFIK PENCAPAIAN REN AKSI TAHUN 2017-2018
Gambar. 19. Grafik Pencapaian Ren Aksi 2017-2018
73
b. Terlaksananya penerapan kebutuhan personel pada satfung dan polsek
mengacu pada perkap 23 tahun 2010.
c. Laporan hasil monev terhadap penempatan pegawai dan rekrutmen utk
memenuhi kebutuhan jabatan dalam organisasi telah memberikan perbaikan
kinerja
Dari capaian tersebut dihasilkan Sprin Sun Renbut, Jabatan kosong, Nota dinas
dan Laporan hasil dan dokumentasi.
2. Pola Mutasi Internal yaitu standar operasional prosedur tentang mutasi yang
digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan mutasi anggota polisi dan PNS
Polrestabes Medan. Capaian yang dihasilkan yaitu:
a. Terselenggaranya mutasi pegawai antar jabatan dengan memperhatikan
kompetensi jabatan dan mengikuti pola mutasi yang telah ditetapkan.
b. Laporan hasil monev dengan melaporkan kekuatan personel Polri Dan PNS
Polrestabes Medan
Selanjutnya dokumen yang dihasilkan yaitu surat pemberitahuan mutasi,
Renmut, Sprin DPK dan Wanjak, Skep, Telegram, surat penghadapan dan Laporan
hasil monev mutasi.
3. Pengembangan Pegawai Berbasis Kompetensi yaitu upaya pengembangan
kompetensi (capacity building / transfer knowladge) dengan capaian:
a. Terlaksananya pelatihan fungsi teknis kepolisian.
b. Personel mengikuti dikjur dan dikbagpes prolat.
c. Laporan hasil monev pengembangan kompetensi dalam rangka perbaikan
kinerja.
Selanjutnya dokumen yang dihasilkan pendataan dikbang sesuai fungsi, inventaris
personel yang belum mengikuti dikbang dan data laporan persentase kompetensi
personel.
4. Penetapan Kinerja Individu yaitu rencana kinerja yang akan dicapai antara
pimpinan atau unit kerja yang menerima tanggung jawab dengan pihak yang
memberikan tanggung jawab dengan menggambarkan capaian kerja yang akan
diwujudkan. Capaian yang dihasilkan yaitu:
a. Terlaksananya sistem menejemen kinerja personel mengacu perkap 16 tahun
2011.
74
b. Adanya data pengukuran kinerja secara periodik.
c. Terlaksananya pemberian har kepada anggota sesuai dengan prestasi yang
dilakukan
d. laporan hasil monev penetapan kinerja individu.
Salahsatu bentuk penghargaan yang diberikan oleh Kapolrestabes Medan atas
kinerja individu adalah pemberian pin emas dan pin perak kepada personel
Polrestabes Medan yang berprestasi, seperti terlihat pada gambar berikut.
Gambar 20. Penyematan Pin Kepada Anggota Personil Beprestasi
5.Penegakan Aturan Disiplin yaitu tindakan pejabat polri yang melakukan
pemeriksaan terhadap anggota yang di duga melakukan pelanggaran disiplin, kode
etik atau kode perilaku dengan capaian:
a. terlaksananya penegakan aturan disiplin atau kode etik
b. laporan hasil monev penegakan aturan disiplin/ kode etik/kode perilaku
Sementara itu dokumen yang dihasilkan adalah data siding hasil KKEP.
6. Sistem Informasi Kepegawaian yaitu untuk mengetahui informasi tentang personel
Polri dan PNS secara update dengan capaian yang dihasilkan:
a. sistem informasi personel telah dimutakhirkan secara berkala.
b. adanya sistem informasi personel secara update.
Sementara itu dokumen yang dihasilkan yaitu SIPP Polri.
75
D. Penguatan Akuntabilitas Kinerja
Target yang ingin dicapai melalui program ini adalah meningkatkan kinerja
Polrestabes Medan dan meningkatkan akutabilitas Polrestabes Medan. Indikator yang
dilakukan dalam menerapkan Penguatan Akuntabilitas Kinerja, yaitu :
1) Keterlibatan Pimpinan
Dalam penyelenggaraan sistem akuntabilitas kinerja, salah satu komponen
yang termasuk di dalamnya adalah dokumen perencanaan strategis Polrestabes Medan
Dokumen ini menyajikan arah pengembangan yang diinginkan dengan
memperhatikan kondisi unit kerja saat ini termasuk sumber daya yang dimiliki,
strategi pencapaian, serta ukuran keberhasilan. Agar penjabaran dokumen
perencanaan strategis ini dapat terlaksana dengan baik dibutuhkan keterlibatan
pimpinan instansi. Beberapa hal yang harus dilakukan oleh pimpinan instansi, sebagai
berikut:
a. Polrestabes Medan telah melibatkan pimpinan secara langsung pada saat
penyusunan perencanaan.
b. Polrestabes Medan telah melibatkan secara langsung pimpinan saat
penyusunan penetapan kinerja.
c. Pimpinan telah memantau pencapaian kinerja secara berkala
2) Pengelolaan Akuntabilitas Kinerja Pengelolaan akuntabilitas kinerja terdiri dari
pengelolaan data kinerja, pengukuran kinerja, dan pelaporan kinerja. Untuk
mengukur pencapaian program ini digunakan indikator di bawah ini :
a. Polrestabes Medan telah memiliki dokumen perencanaan
b. Dokumen perencanaan telah berorientasi hasil.
c. Indikator kinerja telah memiliki kriteria Specific, Measurable, Acheivable,
Relevant and Time bound (SMART)
d. Polrestabes Medan telah menyusun laporan kinerja tepat waktu.
e. Pelaporan kinerja telah memberikan informasi tentang kinerja.
f. Polrestabes Medan telah berupaya meningkatkan kapasitas SDM yang
menangani akuntabilitas kinerja
Bentuk nyata dari penguatan akuntabiltas kinerja disajikan dalam bentuk
rencana aksi sebagai berikut:
76
MENUJU WILAYAH BIROKRASI BERSIH DAN MELAYANI
Tabel 3. RENCANA AKSI POKJA 4 PENGUATAN AKUNTABILITAS KINERJA
NO KEGIATAN RENCANA AKSI PENJABARAN RENCANA AKSIHASIL YANG INGIN
DICAPAI
TIME LINE / TARGET KET
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1. KETERLIB
ATAN
PIMPINAN
a. Apakah
pimpinan
terlibat secara
langsung pada
saat
penyusunan
perencanaan.
Pimpinan terlibat langsung
dalam sun produk
perencanaan melalui
penerbitan sprin pokja
Sosialisasi tentang
Rancangan Renja 2019,
Renja 2019, Tapja, IKU,
LKIP
Membuat Laporan Hasil
Pelaksanaan
Undangan Rapat
Sprin Pokja
Absensi Kehadiran
Dokumentasi
Laporan Hasil
Pelaksanaan Rapat1
X
1
X2 X /
100
%
b. Apakah
Pimpinan
terlibat secara
langsung pada
saat
penyusunan
Penetapan
Kinerja
Pimpinan terlibat secara
langsung pada saat
penyusunan Penetapan
Kinerja melalui Rapat
Penetapan IKU yang
berorientasi hasil kepada
Masyarakat
Membuat Laporan Hasil
Pelaksanaan
Undangan rapat
Sprin Pokja
Absensi Kehadiran
Dokumentasi
Laporan Hasil
Pelaksanaan Rapat.
Dokumen Tapja
1
X
1X /
100
%
NO KEGIATANRENCANA
AKSI
PENJABARAN RENCANA
AKSI
HASIL YANG INGIN
DICAPAI
TIME LINE / TARGET KET
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
C. Apakah
terdapat
indikator
Kinerja
Utama (IKU)
Melaksanakan rapat
penyusunan IKU Satker /
Satfung.
Menkompulir IKU dari
masing-masing unit kerja
Undangan anev
Sprin Pokja
Absensi kehadiran.
Dokumentasi
Laporan hasil
pelaksanaan.
Dokumen IKU Satker /
Satfung
Dokumen IKU unit kerja
1
X
1 X /
100
%
D. Apakah
indikator
kinerja telah
SMART
- Membuat IKU yang
disesuaikan dengan
kerawanan daerah masing
- IKU yang dibuat harus jelas
dan tepat sasaran
berorientasi pada pelayanan
masyarakat antara lain :
- Prosentase peningkatan
penyelesaian perkara.
- IKM berorientasi baik
- Menurunnya angka
kecelakaan Lalulintas
- Meningkatnya jumlah MoU
Dokumen IKU yang
telah dibuat
1
X
1 X
100
%
77
PETA JALAN (ROAD MAP)
NO RENCANA AKSI PENJABARAN RENCANA AKSIHASIL YANG INGIN
DICAPAI
TIME LINE / TARGET KET
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
e. Apakah
laporan kinerja
telah disusun
tepat waktu
Penyusunan LKIP secara tepat
waktu (bulan Januari)
Laporan Kinerja LKIP telah
dikirim ke Polda tepat waktu (
bulan Januari )
Dokumen LKIP
1
X
1
X2 X
100
%
f. Apakah
pelaporan kinerja
telah
memberikan
informasi tentang
kinerja.
Laporan Kinerja telah
memberikan informasi tentang
kinerja melalui prosentase
kenaikan capaian kinerja.
Dokumen LKIP
1
X
1
X
2 X
100
%
g. Apakah
terdapat upaya
peningkatan
kapasitas SDM
yang menangani
akuntabilitas
kinerja
- Terdapat upaya peningkatan
kapasitas SDM yang menangani
akuntabilitas kinerja dengan
mengusulkan mengikutkan
personil bagren untuk mengikuti
Diklat / Dikbang ( Tingkat
Polres Bagren )
Ceklist minat anggaran
untuk ikuti diklat
/Dikbangpers
Surat Usulan Lat /
Dikbangpers Fungrengar
ke Polda
TR pemanggilan diklat /
Dikbangpers.
Laporan hasil Laks Lat /
Dikbang Fungrengar.
Sertifikat Lat /
Dikbangfungrengar
1
X
1 X
100
%
NOPROGR
AM KEGIATAN JADWAL SASARAN YANG INGIN DICAPAIPERSENTASE PENCAPAIAN KET
B. PENGELOLAAN AKUNTABILITAS
5. MEMBUATRENSTRA 2015-2019
1X SEBULA
NUNTUK MEWUJUDKAN TARGET KINERJA 5 TAHUN
1. Menerbitkan Sprint Tim Pokja 100%
2. Menerbitkan Undangan Surat Telegram
Kapolrestabes Medan 100%
3. LHPT dan Dokumentasi kegiatan 100%
6. ANEVANGGARAN (LAPORAN REALISASIANGGARAN )
1X SEBULA
NANALISA EVALUASI PENYERAPAN ANGGARAN
1. Menerbitkan Sprint Tim Pokja 100%
2. Menerbitkan Undangan Surat Telegram
Kapolrestabes Medan 100%
3. LHPT dan Dokumentasikegiatan 100%
7. SERTIFIKAT LAT /DIKBANGFUNGRENGAR
1X SEBULA
NTERLATIHNYA PERSONIL POLRI SESUAI BIDANGNYA
1. Menerbitkan Sprint Tim Pokja 100%
2. Menerbitkan Undangan Surat Telegram
Kapolrestabes Medan 100%
3. LHPT dan Dokumentasi kegiatan 100%
79
E. Penguatan Pengawasan
Bertujuan untuk meningkatkan penyelenggaraan satuan kerja Direktorat
Tindak Pidana Korupsi yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.
Target yang ingin dicapai melalui program ini adalah meningkatnya kepatuhan
terhadap pengelolaan keuangan dan meningkatnya efektivitas pengelolaan anggaran
Polrestabes Medan. Indikator yang perlu dilakukan untuk menerapkan program
penguatan pengawasa, yaitu :
1. Pencegahan Gratifikasi
a. Polrestabes Medan telah memiliki publik campaign tentang pengendalian
gratifikasi; dan
b. Polrestabes Medan telah mengimplementasikan pengendalian gratifikasi.
2.Penerapan Sistem Pengawasan Internal Pemerintah (SPIP) Pengukuran indikator ini
dilakukan dengan mengacu pada kondisi yang seharusnya dilakukan, seperti :
a. Polrestabes Medan telah membangun lingkungan pengendalian
b. Polrestabes Medan telah melakukan penilaian risiko atas unit kerja.
c. Polrestabes Medan telah melakukan kegiatan pengendalian untuk
meminimalisir risiko yang telah diidentifikasi; dan Polres Polrestabes Medan
Gambar. 21. Laporan Realisasi
Anggaran
80
telah mengkomunikasikan dan mengimplementasikan SPIP kepada seluruh
pihak terkait.
3. Pengaduan Masyarakat
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan mengacu pada kondisi yang seharusnya
dilakukan, seperti :
a. Polrestabes Medan telah mengimplementasikan kebijakan pengaduan
masyarakat baik melalui media cetak dan elektronik(website).
b. Polrestabes Medan telah melaksanakan tindak lanjut atas hasil penanganan
pengaduan masyarakat. Polres P. Ambon & PP. Lease telah melakukan
monitoring dan evaluasi atas penanganan pengaduan masyarakat.
c. Polrestabes Medan telah menindaklanjuti hasil evaluasi atas penanganan
pengaduan masyarakat
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan mengacu pada kondisi yang seharusnya
dilakukan, seperti :
a. Polrestabes Medan telah menerapkan whistle blowing system.
b. Polres Polrestabes Medan telah melakukan evaluasi atas penerapan whistle
blowing system.
c. Polrestabes Medan menindaklanjuti hasil evaluasi atas penerapan whistle
blowing system
4.Penanganan Benturan Kepentingan
Pengukuran indikator ini dilakukan dengan mengacu pada kondisi yang
seharusnya dilakukan, seperti :
a. Polrestabes Medan telah mengidentifikasi benturan kepentingan dalam tugas
pelayanan.
b. Polrestabes Medan telah melakukan sosialiasi penanganan benturan
kepentingan.
c. Polrestabes Medan telah mengimplementasikan penanganan benturan
kepentingan
d. Polrestabes Medan telah melakukan evaluasi atas penanganan benturan
kepentingan.
e. Polrestabes Medan telah menindaklanjuti hasil evaluasi atas penanganan benturan
kepentingan.
81
Penguatan pengawasan Polrestabes Medan merupakan kegiatan yang
dilakukan untuk mengendalikan pelaksanaan tugas atau pekerjaan yang dilakukan
anggota personil agar proses pekerjaan tersebut sesuai dengan hasil yang diinginkan
dan tidak menyimpang. Pengawasan yang telah dilakukan adalah untuk membantu
terlaksananya kesepakatan tercapainya sasaran. Salahsatu bentuk pengawasan yang
telah dilakukan adalah himbauan agar menghindari praktik gratifikasi. Pimpinan
Polrestabes dalam hal ini selalu menenkankan angggota personil agar tetap
menjalankan tugasnya sesuai dengan tupoksinya masing-masing. Himbauan tentang
gratifikasi dapat dilihat pada dokumen gambar berikut.
Gambar 22. Himbauan Gratifikasi
Untuk melihat capaian penguatan pengawasan khususnya dalam praktik
gratifikasi diukur secara kuantitatif dengan melihat persepsi masyarakat terhadap
kepuasan layanan yang dilakukan oleh Polrestabes Medan. Metode yang dilakukan
adalah dengan memberikan angket sebagai bahan masukan dan penilaian kinerja
penguatan pengawasan yang telah dilakukan. Dari hasil survey tersebut diperoleh data
bahwa rata-rata menjawab puas. Berdasarkan jawaban identitas responden yang
82
member jawaban puas adalah pegawai swasta dan mahasiswa Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada tabel dibawah ini:
KETERANGANPELAJAR
/MAHASISWA
PEGAWAI
NEGERI
PEGAWAI
SWASTA
BUTUH /
KARYAWANPEDAGANG
TIDAK
BEKERJAJUMLAH
SANGAT TDK
PUAS5 - 17 18 3 - 43
TIDAK PUAS 32 5 42 22 32 8 141
CUKUP PUAS 198 60 326 213 223 81 1101
PUAS 336 131 443 407 378 154 1849
SANGAT
PUAS206 71 207 161 121 96 862
0
50
100
150
200
250
300
350
400
450
Sangat Tidak Puas
Tidak Puas Cukup Puas
Puas Sangat Puas
Pelajar / Mahasiswa
Pegawai Negeri
Pegawai Swasta
Buruh / Karyawan
Pedagang
Tidak Bekerja
Gambar 23. Grafik Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan Polrestabes
Medan
F. Penguatan Kualitas Pelayanan Publik
Merupakan suatu upaya dari Polrestabes Medan untuk meningkatkan kualitas
pelayanan dan sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat inovasi pelayanan publik.
Target yang ingin dicapai melalui program ini, yaitu: 1) meningkatnya kualitas
pelayanan publik (lebih cepat, lebih murah, lebih aman, dan lebih mudah dijangkau)
pada instansi Polri, 2) meningkatnya jumlah capaian kepemilikan dokumen berupa
(Surat Ijin Mengemudi (SIM) – Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), c)
meningkatnya indeks kepuasan masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan.
Indikator yang perlu dilakukan untuk menerapkan program penguatan
kualitaspelayanan publik, yaitu : 1) standar pelayanan, 2) budaya pelayanan prima dan
3) penilaian kepuasan terhadap pelayanan. Selanjutnya wujud kualitas tersebut karena
menciptakan inovasi inovasi yang mempermudah pelayanan seperti, Sat Reskrim
83
Polrestabes Medan telah memiliki pelayanan secara online, diantaranya aplikasi
berbasis online yaitu e-Penyidikan, Polisi Kita dan SP2HP online yang berguna untuk
menyajikan informasi tentang pelayanan publik mudah diakses masyarakat melalui
berbagai media online terkait penyidikan tindak pidana.
Untuk mewujudkan tuntutan dan harapan masyarakat terhadap peningkatan
kualitas pelayanan publik maka Sat Reskrim Polrestabes Medan menindaklanjuti
dengan mereformasi bidang pelayanan publik terkait penyidikan tindak pidana, yaitu :
1. Aplikasi berbasis online
a. e-Penyidikan
Aplikasi e-Penyidikan ini untuk mengkontrol dan mengawasi kinerja personil
dalam melakukan tugas penyidikan, laporan para penyidik dapat diakses secara
khusus oleh para kepala satuan penyidiknya
Dengan adanya modernisasi penyidikan yang dulunya hanya menggunakan
tata naskah penyidikan, diharapkan seluruh penyidik makin meningkatkan
profesionalitas baik dalam kinerja maupun pelayanan publik. Sekarang sudah bisa
dilihat secara transparan bagaimana dan sejauh mana perkembangan penyidikan, baik
oleh pimpinan maupun masyarakat. Dan diharapkan masyarakat cukup install aplikasi
e-Penyidikan lewat gadget, perkembangan informasi tentang kasus bisa terpantau
b. Polisi Kita
Aplikasi Polisi Kita adalah pelayanan terpadu berbasis android yang
terintegrasi dengan Sat Reskrim Polrestabes Medan, dengan memiliki aplikasi Polisi
Kita, masyarakat akan mendapatkan banyak kemudahan diantaranya:
1) Fitur Respon Cepat
Tombol fitur penyampai informasi yang butuh penanganan secara cepat atas
tindak kriminilitas Jalanan seperti: Begal, Curas, Perampokan, Pencurian,
Penculikan, Pemerkosaan, Penganiayaan, Pembunuhan, Pengerusakan,
Perampasan dan Laka Lantas.
2) Fitur Pengaduan
Laporan pengaduan Masyarakat terkait Gangguan Kamtibmas untuk ditindak
lanjuti oleh petugas Polisi.
3) Fitur Agenda dan Berita Kegiatan Polda Sumut dan Polres jajaran.
84
4) Fitur Call Center, Masyarakat dapat menghubungi langsung Polres yang dituju
sesuai pilihan nomor telepon.
5) Fitur City Guide, Mapping dan Informasi lokasi kantor Kepolisian terdekat serta
fasilitas umum seperti Rumah Sakit, SPBU, Tempat Wisata, dan lain-lain.
6) Fitur Saber Pungli, Pengaduan terkait Laporan Saber Pungli.
c. SP2HP Online
Aplikasi SP2HP online adalah inovasi Sat Reskrim Polrestabes Medan yang
terintegrasi dengan aplikasi Polisi Kita sehingga masyarakat dapat mengetahui
perkembangan perkara yang di laporkannya.
Untuk penggunaannya masyarakat hanya perlu memasukkan No LP dan Nama
Pelapor yang sesuai dengan STPL (Surat Tanda Penerimaan Laporan). Selanjutnya
pilih Cek Perkembangan maka akan ditampilkan perkembangan perkara dari A1
Hingga A5.
SP2HP online juga berbasis SMS hingga semua segmen masyarakat dapat
merasakan manfaat dari aplikasi ini, dimana masyarakat secara berkala akan
menerima SMS perkembangan perkara yang sedang ditangani dalam bentuk SMS
dengan sender id RESTABESMDN.
d. Sosial Media
Sat Reskrim Polrestabes Medan juga berinovasi dengan menyelenggarakan
informasi yang mudah diakses melalui sosial media seperti Facebook, Instagram,
website resmi Sat Reskrim Polrestabes Medan.
2.Peningkatan pelayanan publik dengan diterbitkannya Maklumat Kasat Reskrim
Polrestabes Medan yang menjadi pedoman bagi seluruh personel terkait penyidikan
tindak pidana, yaitu :
a. Dalam proses penyidikan tindak pidana tidak dipungut biaya.
b. Pemeriksaan dilaksanakan tanpa melanggar HAM.
c. Proses penyidikan dilaksankan sesuai prosedur.
d. Proses penyidikan dilaksanakan dengan memperhatikan waktu, tempat dan
situasi yang memadai.
e. Ketentuan bagi penyidik :
1) Harus berperilaku tegas, humanis dan profesional.
85
2) Harus memberitahukan maksud dan tujuan pemeriksaan dan hak-
haknya.
3) Dilarang meminta sesuatu kepada pihak yang terkait dalam proses
penyidikan tindak pidana.
4) Wajib memberitahukan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP)
secara bertahap kepada korban / pelapor.
5) Tidak boleh berlaku diskriminatif dan berpihak yang dapat
menyebabkan timbulnya ketidakadilan.
Polrestabes Medan telah berhasil mencapai beberapa kegiatan yang telah di
rencanakan guna memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat untuk
membangun kepercayaan serta kenyamanan masyarakat terhadap Polri khusus nya
dibidang Pelayanan penerbitan SIM, SKCK, SP2HP di Satpas Polrestabes Medan.
Selanjutnya dapat dilihat pada dokumentasi gambar.
Gambar 24. Kualitas Pelayanan Publik
87
BAB IV
ARAH KEBIJAKAN WILAYAH BIROKRASI BERSIH DAN MELAYANI
1. Pembangunan wilayah birokrasi bersih dan melayani yang menggunakan
pendekatan hak asasi sebagai prinsip utama dan pelayanan prima
Pembangunan wilayah birokrasi bersih dan melayani yang mengakomodasi
partisipasi semua pemangku kepentingan, baik di tingkat organisasi kepolisian,
pimpinan kepolisiam maupun masyarakat
Pembangunan wilayah birokrasi bersih dan melayani yang mendasarkan penduduk
sebagai titik sentral pembangunan, yaitu penduduk sebagai pelaku (subjek)
maupun penikmat (objek) pembangunan
2. Pembangunan wilayah birokrasi bersih dan melayani yang mampu menjadi
bagian dari usaha
untuk mencapai kualitas pelayanan publik
3. Pembangunan wilayah birokrasi bersih dan melayani yang mampu menyediakan
data dan informasi kepolisian yang valid dan dapat dipercaya
Arah kebijakan ini seterusnya dimaksudkan untuk mencapai tujuan pembangunan
wilayah dapat digambarkan sebagai berikut:
Gambar 27. Tujuan Pembangunan Wilayah Birokrasi Bersih Dan Melayani
Polrestabes Medan Selama Tahun 2018
Wilayah Birokrasi Bersih Dan
Melayani
Peningkatan Kualitas Pelayanan
Publik
Penguatan Pengawasan dan
Akuntabilitas Kinerja
Penataan Tata Laksana dan
Sumberdaya Manusia
Manajemen
Perubahan
Pembenahan Sistem Pelayanan dan Kebijakan Publik
88
BAB V
INOVASI DAN TEROBOSAN MENUJU WILAYAH BIROKRASI BERSIH
DAN MELAYANI
Inovasi adalah transformasi pengetahuan kepada produk, proses dan jasa baru,
tindakan menggunakan sesuatu yang baru. Sedangkan menurut Mitra pada buku
tersebut dan pada halaman yang sama, bahwa inovasi merupakan eksploitasi yang
berhasil dari suatu gagasan baru atau dengan kata lain merupakan mobilisasi
pengetahuan, keterampilan teknologis dan pengalaman untuk menciptakan produk,
proses dan jasa baru. Keberhasilan organisasi kepolisian dalam memujudkan wilayah
birokrasi bersih dan melayani dipengaruhi oleh inovasi yang diterapkan yaitu
diperkenalkannya cara baru atau kombinasi baru dari cara-cara lama dalam
mentransformasi input menjadi output yang menciptakan perubahan besar dalam
hubungan antara nilai guna dan harga yang ditawarkan kepada konsumen dan/atau
pengguna, komunitas, sosietas dan lingkungan.
Inovasi organisasi merupakan dalam pengaturan kerja, dan dilakukan dalam
sebuah organisasi kepolisian untuk mendorong dan mempromosikan keunggulan
kompetitif. Inti dari inovasi organisasi kepolisiam adalah kebutuhan untuk
memperbaiki atau mengubah suatu produk, proses atau jasa. Inovasi organisasi
mendorong individu untuk berpikir secara mandiri dan kreatif dalam menerapkan
pengetahuan pribadi untuk tantangan organisasi. Semua organisasi bisa berinovasi
termasuk untuk kalangan akamdemisi, pimpinan, pejabat dan organisasi
pemerintahan. Pengetahuan dan pembelajaran dalam inovasi organisasi sangat penting
Inovasi erat kaitannya teknologi dan informasi, khususnya internet, memiliki peranan
penting dalam meningkatkan transparansi. Menciptakan inovasi harus bisa
menentukan inovasi seperti apa yang seharusnya dilakukan dalam meningkatkan
pelayanan publik agar inovasi tersebut dapat berguna dan bertahan lama. cara yang
paling mudah untuk mendeteksi. Keberhasilan inovasi adalah melalui pengecekan
didapatkannya respon positif dari masyarakat dan diikuti oleh masyarakat. Bentuk
inovasi yang dilakukan Polrestabes Medan dirangkum dalam sebuah tabel berikut ini:
89
No
.
Tim Kerja Bentuk Inovasi Sasaran
1 Manajemen
Perubahan
POKJA I
Melalui kegiatan
keagamaan dan kegiatan
kunjungan di tengah
masyarakat disabilitas.
Terciptanya rasa kepedulian
anggota personil terhadap
ketidakmampuan kaum
disabilitas
Sinergitas TNI Dan Polri Terciptanya solidaritas dan
keakraban TNI Polri dan
mampu bekerjasama
90
No. Tim Kerja Bentuk Inovasi Sasaran
3 Penatiaan
Sistem
Menajemen
1. Membuat SMK Digital
Bertujuan sebagai
pedoman dalam
penilaian kinerja bagi
pegawai dalam
pelaksanaan tugas
pokok dan fungsinya
secara digital.
2. Membuat Pengajuan
Cuti Secara Online.
Bertujuan untuk
mempermudah personel
dalam mengurus cuti
agar tidak membuang
waktu dan anggota
fokus.
Terciptanya Anggota personel
yang handal dalam teknologi
informasi
Membuat Yel-Yel WBBM Terciptanya rasa kebersamaan
92
DAFTAR PUSTAKA
Agustina, 2015, Komunikasi Pemasaran Melalui Media Baru Di Serambi Botani,
Puslitbang Aplikasi Informatika dan Informasi dan Komunikasi Publik,
Badan Litbang SDM, Jurnal Masyarakat Telematika dan Informasi Vol. 6
No. 2 November 2015 Hal.: 129 – 138
https://pengumpul02ilmu.wordpress.com/2012/07/09/saluran-atau-media-komunikasi-
pembangunan/
Karnavian, T, 2017, Democratic Policing: Jakarta : Pensil-324
Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor : Kep / 580 / VI /
2016 tanggal 9 Juni 2016 tentang Petunjuk Pembangunan Zona Integritas
menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Birokrasi Bersih dan
Melayanai (WBBM) di Lingkungan Polri.
Kumorotomo Wahyudi. 2015. Etika Administrasi Negara. Jakarta: Raja Grafindo
Persada
Mardalis , Ahmad, 2017, Pemanfaatan Media Sosial Untuk Membangun Kepercayaan
Merk”Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta
Mukarom, Zainal. 2015.Manjemen Pelayanan Publik. Bandung: Pustaka Setia
Muyadi, Dedi., 2015. Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik. Bandung:
Alfabeta
Nugroho, Riant,. 2014. Public Policy: Teori, Manajemen, Dinamika, Analisis,
Konvergensi dan Kimia Kebijakan. Jakarta: Elex Media Komputindo
Parsons, Wayne., 2005. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Kebijakan Publik.
Jakarta: Kencana
Syafiie, K, Inu,. 2003. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI).
Jakarta: Bumi Aksara
Siagian, P,. 2012. Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta. Bumi Aksara
Thoha, Miftah,. 2008. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Jakarta: Kencana
UU 28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,
Kolusi dan Nepotisme;
UU 31 / 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;
UU 30 / 2002 tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi;
93
UU 14 / 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik ;
UU 25 /2009 tentang Pelayanan Publik
PP 60 / 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah;
Perpres 54 / 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;
Perpres 81 / 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025;
Perpres 55 / 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi
Inpres 2 /2014 Tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi;
Permen PAN dan RB 14 / 2014 tentang Pedoman Evaluasi Pelaksanaan Reformasi
Birokrasi
www.sbm.itb.ac.id/id//menciptakan-innovation-mindset