wilayah birokrasi bersih melayani : best practice

98

Upload: khangminh22

Post on 06-Mar-2023

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

WILAYAH BIROKRASI BERSIH MELAYANI : BEST PRACTICE

Penulis :

DADANG HARTANTO

NASRULLAH HIDAYAT

Diterbitkan oleh:

Universitas Medan Area Press

i

WILAYAH BIROKRASI BERSIH MELAYANI : BEST PRACTICE

Penulis :

DADANG HARTANTO

NASRULLAH HIDAYAT

Design Layout: Muhammad Khairi

ISBN: 978-602-1577-60-8

Nopember 2021

Diterbitkan Oleh: Universitas Medan Area Press

Address: Jalan Kolam Nomor 1, Kenangan Baru, Kec. Percut Sei Tuan Deliserdang, Sumatera Utara Telephone:

061-7366878

e-mail: umapress014@gm ail.com

i

KATA PENGANTAR

Alhamdulillahirabbil’alamin. Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT karena

hanya berkat rahmat, hidayah dan karunia-Nya penulis berhasil menyelesaikan buku zona

integrasi pembangunan wilayah birokrasi bersih dan melayani ini. Zona Integritas (ZI) di

lingkungan Polri adalah predikat yang diberikan kepada Polri yang mempunyai komitmen

untuk mewujudkan WBK (Wilayah Bebas Korupsi dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani

(WBBM) melalui reformasi birokrasi, khususnya dalam hal pencegahan korupsi dan

peningkatan kualitas pelayanan publik mulai dari Kapolri dan jajarannya. Menuju Wilayah

Bebas dari Korupsi (WBK) adalah predikat yang diberikan kepada Satker yang memenuhi

sebagian besar program Manajemen Perubahan, Penataan Tatalaksana, Penataan Sistem

Manajemen SDM, Penguatan Pengawasan dan Penguatan Akuntabilitas Kinerja.

Menuju Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) adalah predikat yang diberikan

kepada Satker yang memenuhi sebagian besar program Manajemen Perubahan, Penataan

Tatalaksana, Penataan Sistem Manajemen SDM, Penguatan Pengawasan, Penguatan

Akuntabilitas Kinerja dan Penguatan Kualitas Pelayanan Publik. Dalam penyusunan buku ini

penulis melibatkan semua elemen organisasi kepolisian diwilayah Polrestabes Medan sebagai

bentuk wujud komitmen dan tanggungjawab sebagai personil.

Data-data dan narasi yang diungkapkan dalam buku ini adalah hasil dari pelaksanaan

kegiatan, penelitian dan evaluasi menuju wilayah birokrasi bersih dan melayani. Namun

demikian, penulis menyadari masi terdapat ketidaksempurnaan didalam buku ini baik dari segi

penyajian dan analisis. Kiranya pembaca dapat memakluminya serta memberikan masukan dan

saran sebagai upaya membenahi kekurangan buku ini.

Medan, November 2021

Penulis

Dadang Hartanto

ii

DAFTAR ISI

Kata Pengantar ............................................................................................................. i

Daftar Isi ....................................................................................................................... ii

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ......................................................................................... 1

B. Maksud dan Tujuan.................................................................................. 4

C. Dasar Hukum ........................................................................................... 4

D. Konsep Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani..................................... 5

BAB II: PROSES PENCAPAIAN WILAYAH BIROKRASI

BERSIH DAN MELAYANI A. Perubahan Mindset .................................................................................... 6

1. Role Model ........................................................................................... 8

2. Hambatan .............................................................................................. 9

3. Yel-Yel .................................................................................................. 11

B. Pembenahan Sistem Pelayanan Publik Berbasis IPTEK ........................... 12

C. Penguatan Peraturan .................................................................................. 14

D. Leadership ................................................................................................. 17

1. Kepemimpinan Pelayan (Servant Leadership)...................................... 17

2. Kpemimpinan Transformasional .......................................................... 18

3. Kepemimpinan Pengarah (Directing Leadership) ................................ 19

4. Keteladanan........................................................................................... 20

E. Kepercayaan Masyarakat .......................................................................... 40

1. Media Sosial .......................................................................................... 40

2. Komitmen ............................................................................................. 43

3. Marketting Media .................................................................................. 46

4. Forum Media ......................................................................................... 47

5. Ekpose ................................................................................................... 49

6. Punisment dan Reward ......................................................................... 40

7. Sistem Kemitraan .................................................................................. 52

BAB III: INDIKATOR PENGUNGKIT

A. Manajemen Perubahan ............................................................................. 61

B. Penataan Tatalaksana ................................................................................ 68

C. Penataan Sistem Menajemen ..................................................................... 72

D. Penguatan Akuntabilitas Kinerja ............................................................... 77

E. Penguatan Pengawasan.............................................................................. 81

F. Penguatan Kualitas Kebijakan Publik ....................................................... 84

BAB V ARAH KEBIJAKAN WILAYAH BIROKRASI

BERSIH DAN MELAYANI ............................................................................ 88

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................... 92

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latarbelakang

Sejak awal tahun 2000an Polri sebagai suatu institusi Negara telah melakukan

proses reformasi sebagai bentuk wujud keinginan Polri untuk menjadi lembaga

struktur pemerintah yang dapat memenuhi tuntunan masyarakat. Meski pun

Reformasi Birokrasi telah disusun sedemikian rupa dalam koridor Grand Strategi

Polri 2005-2025. Koridor tersebut terbagi menjadi tiga tahapan, yaitu 2005-2009

Trust Buiding, 2010-2015 Patnership Building, dan 2016-2025 Strive for Exceellence.

Dalam kurun waktu sepuluh tahun terakhir, berbagai penilaian terbaru diperoleh

kepolisian dari berbagai kalangan masyarakat. Sejauh ini perubahan struktural dan

instrumental relatif berlangsung dengan baik, tetapi perubahan kultural masih menjadi

persoalan yang belu terpecahkan. Demikian pula perubahan dalam kelembagaan dan

budaya Polri yang belum menyentuh akar “konservatisme” budaya yang sulit untuk

berubah (Karnavian, Sulistiyo :2017:112-113)

Pelaksanaan tugas Polri pada Renstra 2015-2019 diarahkan untuk mencapai

tujuan dalam rangka mewukudkan organisasi Polri menuju National Class

Organization (NCO) hingga mencapai status Word Class Organization (WCO) pada

tahun 2025; organisasi Polri dengan Good and Clean Governance, perubahan mind

set dan culture set menuju Pemolisian Demokratis (Democratic Policing); rasa aman

dan nyaman dimasyarakat dalam melaksanakan aktivitas dan kegiatan dan kehidupan

sehari-hari, Polri yang profesional dan berkompeten, bermoral, modern, unggul serta

terpercaya masyarakat; dan penegak hukum yang transparan, akuntabel dan anti KKN

yang mampu memberikan perlindungan dan pengayoman masyarakat serta memenuhi

rasa keadilan masyarakat, yang tak lain sebagai aktualisasi arah kebijakan pemerintah

dalam Nawa Cita menuju perubahan dengan menghadirkan negara yang bekerja,

kemandirian yang mensejahterahkan, dan revolusi mental sebagai mana tertuang

dalam RP JMN Tahun 2015-2019.

Organisasi tidak dapat dilepaskan dengan birokrasi. Birokrasi merupakan

suatu prosedur yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan

dijalankan oleh keseluruhan aparat pemerintah guna mencapai tujuan organisasi

2

dengan maksud mengorganisir secara teratur suatu pekerjaan yang harus dilakukan

oleh banyak orang. Birokrasi melaksanakan kegiatan-kegiatan regular yang

dibutuhkan untuk mencapai tujuan-tujuan orgnaisasi, didistribusikan melalui cara-cara

tertentu dan dianggap sebagai tugas-tugas resmi. Pembagian tugas secara tegas

memungkinkan untuk mempekerjakan hanya ahli-ahli spesialisi tertentu pada jabatan-

jabatan tertentu dan membuat mereka bertanggungjawab atas pelaksanaan tugas

masing-masing secara efektif. Tingkat spesialisasi yang tinggi ini menjadi bagian dari

kehidupan sosial ekonomi sehingga kita cenderung lupa bahwa hal ini merupakan

inovasi birokratis yang relatif baru dan belum pernah ditemui pada masa-masa lalu.

Birokrasi juga dapat digunakan sebagai alat pembaruan . Ini akan terlaksana jika

tujuan-tujuan organisasi memang diarahkan kepada strategi pembaruan dan

pembangunan. Untuk dapat merealisasi cita-cita pembangunan sosial-ekonomi,

pemerintah harus memiliki pranata-pranata yang mudah menerima inovasi-inovasi

baru yang bermanfaat bagi pembangunan. Tak pelak lagi, birokrasi merupakan alat

penunjang utama didalam sistem administrasi modern. Dasar dari legitimasi dalam

struktur pemerintah adalah penerapan pengetahuan, rasionalitas dan teknologi. Lepas

dari itu birokrasi menjadi satu-satunya perangkat yang lebih peka terhadap teknologi.

Bila kita menolak birokrasi dan hendak menggantinya dengan sistem yang lain, itu

berarti langkah mundur yang sudah pasti akan merugikan (Kumorotomo, 2015).

Saat ini reformasi birokrasi juga telah dilakukan oleh aparat penegak hukum/

kepolisian menyangkut sistem administrasi dan pelayanan publik yang dijalankan.

Reformasi birokrasi tersebut sebagai salah satu langka awal mendukung program

pemerintah untuk melakukan penataan terhadap sistem penyelenggaraan organisasi

polri yang baik, efektif dan efisien, sehingga dapat melayani masyarakat secara cepat,

tepat, dan profesional dalam mewujudkan Good and Clean Governance menuju

aparatur polri yang bersih dan bebas KKN (Korupsi, Kolusi dan Nepotisme),

meningkatkan pelayanan prima kepolisian serta meningkatnya kapasitas dan

akuntabilitas kinerja. Dalam perjalanannya, terdapat kendala yang dihadapi, seperti

adanya penyalagunaan wewenang, pratek KKN, diskriminasi dan lemahnya

pengawasan.

Ada beberapa hal yang dapat dikemukakan untuk menjelaskan mengapa

selama ini banyak kebijakan, program dan pelayanan publik kurang responsif

3

terhadap aspirasi masyarakat sehingga kurang mendapat dukungan secara luas.

Pertama, para birokrat kebanyakan masih berorientasi kepada kekuasaan dan

bukannya kepentingan publik atau pelayanan publik secara umum. Sebagian besar

pejabat atau birokrat itu selama ini menempatkan dirinya dalam posisi sebagai

penguasa (authorities) dan masih sangat terbatas pejabat yang menyadari peranannya

sebagia penyedia layanan kepada masyarakat (public servant/service provider).

Budaya paternalistic seringkali juga mengakibatkan turunnya kualitas pelayanan

publik. Budaya semacam ini mengakibatkan kecenderungan untuk memberikan

keistimewaaan kepada para elit birokrat atau orang-orang yang memiliki hubungan

dekat dengan mereka.

Kedua, terdapat kesenjangan yang lebar antara apa yang diputuskan oleh

pembuat kebijakan dan apa yang benar-benar dikehendaki oleh rakyat. Sistem

administrasi publik dan mekanisme politik yang berlaku ternyata gagal menjembatani

kepentingan elit politik dan rakyat pada umumnya. Namun tanpa kontrol dan sistem

akuntabilitas yang cukup kuat, senantiasa terdapat kemungkinan bahwa aparat

birokrasi akan merumuskan dan melaksanakan kebijakan, melaksanakan aktivitas

pelayanan publik hanya berdasarkan kepentingan sempit (vested interests) dari elit

atau para penguasa (Kumorotomo, 2015).

Kepentingan sempit dilakukan antara lain dalam bentuk perilaku koruptif.

Salah satu langkah riil yang saat ini dilakukan untuk menghilangkan perilaku

penyimpang dan koruptif anggota polri adalah pembangunan Wilayah Bebas Korupsi

(WBK) dan Wilayah Bersih Birokrasi dan Melayani (WBBM). Hal tersebut

dilaksanakan dengan membangun Zona Integritas yang difokuskan pada penerapan

program Menajemen Perubahan, Penataan Tata Laksana, Penataaan Manajemen

SDM, Penguatan Pengawasan, Penguatan Akuntabilitas Kinerja, dan Peningkatan

Kualitas Pelayanan Publik yang bersifat kongkrit.

Dalam upaya mewujudkan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas Birokrasi

Bersih dan Melayani (WBBM) di lingkungan Polri harus mengacu kepada Peraturan

Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 22 Tahun

2014 tentang Pedoman Pembangunan Zona Integritas menuju Birokrasi Bersih dan

Melayani (WBBM) di lingkungan instansi pemerintah serta Keputusan Kepala

Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor : Kep / 580 / VI / 2016 tanggal 9 Juni

4

2016 tentang Petunjuk Pembangunan Zona Integritas menuju Wilayah Bebas dari

Korupsi (WBK) dan Birokrasi Bersih dan Melayanai (WBBM) di Lingkungan Polri.

Berangkat dari dasar hukum dan program diatas dianggap penting menyajikan

dan menganalisis target dan capaian serta inovasi yang telah dilaksanakan selama ini

guna memberikan sebuah gambaran keberadaan Polri dalam memberikan pelayanan

kepada masyarakat.

B. Maksud dan Tujuan

Buku ini dimaksudkan untuk memberikan deskripsi terkait berbagai langkah

dan upaya Polri dalam membangun Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayanai

(WBBM) serta dengan tujuan memberikan pemahaman dan tindakan dalam

membangun Zona Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani (WBBM) sebagai bentuk

best practice yang dapat dipedomani oleh semua organisasi kepolisian.

C. Dasar Hukum

Sebagai upaya mewujudkan Wilayah Birokrasi Bersih Dan Melayani

(WBBM) mengacu kepada dasar hukum yang telah ditetapkan oleh Permenpan

berikut ini:

a. UU 28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,

Kolusi dan Nepotisme;

b. UU 31 / 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

c. UU 30 / 2002 tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi;

d. UU 14 / 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik ;

e. UU 25 /2009 tentang Pelayanan Publik

f. PP 60 / 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah;

g. Perpres 54 / 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;

h. Perpres 81 / 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025;

i. Perpres 55 / 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan

Korupsi Inpres 2 /2014 Tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi;

j. Permen PAN dan RB 14 / 2014 tentang Pedoman Evaluasi Pelaksanaan Reformasi

Birokrasi

5

D. Konsep Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani

Berdasarkan Permenpan 52 tahun 2014 yang dimaksud dengan predikat

WBBM, adalah:

"Predikat yang diberikan kepada unit kerja yang memenuhi sebagian besar

Manajemen Perubahan, Penataan Laksana, Penataan Sistem SDM, Penguatan

Pengawasan dan Penguatan Akuntabilitas Kinerja dan Peningkatan Kualitas Layanan

Publik.

Untuk dapat meningkat menjadi unit kerja berpredikat WBBM, sebuah unit

bersatatus WBK harus melakukan peningkatan terhadap kualitas layanan publik. Unit

kerja ini dituntut untuk meningkatkan pelayanan publiknya kepada stakeholder dan

kemudian melakukan inovasi-inovasi dan terakhir tentunya menjaga agar kualitas

layanan tetap terjaga. Dalam hal ini Polrestabes Medan telah meraih predikat Wilayah

Bebas Korupsi pada tahun 2018, sehingga untuk jenjang berikutnya unit kerja

Polrestabes Medan telah mengajukan usulan sebagai Wilayah Birokrasi Bersih Dan

Melayani (WBBM). Untuk mendapat predikat ini unit kerja harus memenuhi

komponen yang telah dipersyaratkan seperti komponen inti WBBM yaitu komponen

pengungkit terdiri dari 6 komponen (manajemen merubahan, penataan tatalaksana,

penataan sistem SDM, penguatan pengawasan , penguatan akuntabilitas, penguatan

Kualitas Pelayanan Publik dan komponen hasil terdiri dari 2 komponen ( peningkatan

pelayanan publik dan pemerintah yang bersih dan bebas dari KKN.

6

BAB II

PROSES PENCAPAIAN WILAYAH BIROKRASI BERSIH DAN MELAYANI

POLRESTABES MEDAN

A. Perubahan Mindset

Banyak pendapat bahwa untuk dapat bertahan dalam situasi diperlukan

kemampuan adaptasi yang baik sehingga mampu menyesuaikan dengan apapun

perubahan yang terjadi. Bentuk adaptasi yang dapat dilakukan salah satunya adalah

melakukan inovasi dalam setiap bidang yang digeluti. Oleh karena itu penting bagi

setiap organisasi kepolisian untuk memiliki innovation

mindset. Innovation mindset adalah pola pikir yang memungkinkan terlaksananya

pengembangan dan penerapan ide-ide baru. Innovation mindset melahirkan pemikiran

yang inovatif, menekankan pentingnya pengembangan dan aplikasi teknologi, yang

senantiasa memantau perkembangan di luar organisasi kepolisian untuk

mengidentifikasi peluang, metode dan teknik terbaru untuk bisa menerapkan kualitas

pelayanan yang maksimal dan memperoleh kepercayaan publik. Menurut Lahiri, et al

(2008) atribut penting dalam innovation mindset adalah mengikuti perkembangan

teknologi di dalam industri, merespon perkembangan teknologi dengan cepat,

menghargai ide-ide dan model baru, mampu mengidentifikasi sumber-sumber ide

baru di dalam maupun di luar organisasi kepolisian, melakukan pengembangan

produk/jasa, mengedepankan next practice dibandingkan best practice

(dalam www.sbm.itb.ac.id/id/menciptakan-innovation-mindset). Agar efektif dalam

implementasinya, menurut George (http://georgecouros.ca/archives/4783) berikut

beberapa karakteristik yang perlu dimiliki innovator’s mindset:

1. Emphatetic, karakteristik ini diperlukan karena untuk membangun cara baru dan

lebih baik dalam melakukan sesuatu kita perlu memahami siapa yang akan

menggunakannya dan untuk apa.

2. Problem finders, setiap inovasi berawal dari pertanyaan dan permasalahan bukan

jawaban. Maka jika ingin menjadi inovatif kita perlu ’bertanya’ terlebih dahulu

mengenai peluang apa yang bisa dilakukan untuk perbaikan.

3. Risk-takers, berani mencoba sesuatu yang berbeda akan lebih berharga daripada

hanya mencontoh best practices.

7

4. Networked, inovasi tidak akan terjadi dalam keterisolasian. Seringkali ide yang

baru dan lebih baik muncul saat ada situasi saling berbagi ide.

5. Observant, inovasi muncul karena mengobservasi apa yang telah dilakukan oleh

orang lain/organisasi lain/perusahaan lain. Hal ini sangat normal terjadi, sehingga

diperlukan karakteristik pengamat yang merekam apa yang terjadi di sekeliling

kita.

6. Creators, banyak orang yang memiliki ide bagus namun tidak ada tindakan dan

tidak memberikan dampak nyata. Inovasi adalah kombinasi dari ide dan kerja

keras. Tanpa tindakan, ide yang brilian akan lenyap begitu saja.

7. Resilient, sesuatu yang baru tidak begitu saja akan berhasil dilakukan dalam satu

kali percobaan, maka perlu kemauan yang kuat dan tindakan untuk terus mencoba

dan berhasil sampai pada inovasi yang diharapkan.

8. Reflective, diperlukaan jeda untuk merefleksikan kembali proses inovasi yang telah

dilakukan; apa yang berhasil dilakukan, apa yang gagal, apa yang dapat dilakukan

selanjutnya, dsb

Dalam mengembangkan innovation mindset diperlukan iklim organisasi yang

mendukung dapat membangun innovation mindset personil dengan mengembangkan

iklim yang selalu membiasakan untuk berpikir berbeda (think different), bertindak

berbeda (act different) dan mencapai sukses luar biasa (achieve extraordinary

success). Berpikir berbeda (Think different) tidak semua ide layak dikejar. Langkah

pertama adalah mempersempit ide yang banyak dan bertebaran ke ide yang

memberikan peluang berharga. Miliki sebuah proses untuk mengevaluasi apakah ini

adalah kesempatan yang tepat dengan bertanya: Apakah kita ingin mengejar ini –

apakah sesuai dengan tujuan kita? Bisakah kita menjalankannya – apakah sesuai

dengan kompetensi inti kita? Jika berhasil dengan cara terbaik, apakah manfaatnya

akan berharga? Apakah ada risiko yang tidak akan bisa dipulihkan jika ada yang

salah? Perlu keberanian merebut peluang yang memenuhi kriteria tersebut.

Menciptakan mekanisme untuk mengumpulkan dana dan sumber daya yang tepat.

Tantangan berikutnya adalah mencapai keseimbangan yang tepat antara mendapatkan

hasil maksimal dari kesempatan atau menjaga agar apa yang telah diupayakan tetap

berkinerja baik. Bertindak berbeda (Act Different) memunculkan kesadaran dan

menciptakan iklim di mana setiap sumber daya dan proses dihargai. Menyampaikan

8

cerita-cerita sukses organisasi, menyoroti dan menekankan pada rintangan yang pasti

mampu ditaklukkan dengan kerja keras untuk mendapatkan hasil yang diinginkan,

serta melalui regenerasi pemimpin yang berkesinambungan. Tiga hal tersebut diatas

sudah dilakukan dalam sistem menajemen kepolisian dalam membangun iklim

menuju innovation mindset. Namun demikian, di luar itu semua, aspek paling penting

bagi personil kepolisian dalam mengembangkan innovation mindset adalah terus

menciptakan rasa ingin tahu, mengarahkan diri dan mencurahkan komitmen untuk

selalu memberikan nilai tambah dalam setiap situasi. Tanpa adanya agen perubahan

(agen of change) sebagai role model didalam internal kepolisian perubahan mindset

akan berjalan lambat.

1. Role model

Seorang pemimpin kepolisian adalah memberikan teladan dan berperilaku

yang bisa di ikuti oleh orang lain. Sebagai bangsa yang menganut pola “patrinial” kita

selalu melihat sosok seorang pemimpin atau atasan dan atau orang yang lebih tua.

Walaupun demikian, dengan semakin majunya pengetahuan dan iptek masyarakat

melihat dan menilai bagaimana seorang pemimpin tersebut berperilaku. Bukan rahasia

umum bilamana pemimpin akan selau di jadikan bahan pembicaraan oleh anggota

team-nya atau anak buahnya dalam suatu organisasi kepolisian. Sebagai pejabat

publik, pemimpin juga akan dinilai dan dijadikan bahan pembicaraan oleh

mayarakatnya. Oleh karena itu, ajaran pemimpin harus menjadi teladan harus

diupayakan dilakukan oleh seorang pemimpin, sehingga akan menjadi bahan

pembicaraan yang “positif” dikalangan anak buahnya dan menginspirasi orang lain

agar meniru perilaku pemimpin teladannya.

Dalam kehidupan organisasi kepolisian, banyak sekali aturan dan instruksi

yang harus dijalankan. Contoh yang paling sederhana, pengaturan jam kerja normal,

rencana aksi, program dan produk yang dihasilkan. Berbeda dengan kehidupan

kenegaraan, banyak pejabat publik yang bisa dikategorikan sebagai pemimpin, mulai

dari Camat, Bupati, Kapolres, DPR dan sebagainya. Sudah menjadi keharusan bahwa

pemimpin yang menjadi pejabat publik harus memberikan teladan yang baik, karena

yang melihat dan mengamati adalah anggota masyarakat. Apalagi dengan system

informasi yang semakin maju, maka dengan mudah masyarakat akan mendapat

informasi seputar pejabat publik tersebut. Pimpinan yang korupsi, akan dicontoh oleh

anak buahnya. Contoh sederhana yang akhir-akhir ini dibicarakan di media adalah

9

seorang pemimpin partai mempunyai dua mobil mewah dengan plat nomer polisi

yang sama. Jelas, sitausi ini akan menjadi pembicaraan masyarakat, yang

menunjukkan perilaku arogan, semena-mena, dan menyalahkan orang lain (dalam hal

ini sopir yang disalahkan). Mengapa demikian? Karena mereka adalah bukan contoh

pemimpin yang baik, bukan sebagai teladan.

Oleh karena itu, sebagai seorang pemimpin, baik dalam organisasi ataupun

dalam pemerintahan, maka seorang pemimpin harus bisa meberikan teladan dengan

berperilaku yang baik, sehingga akan mendapatkan pengikut dan akan mempermudah

dalam mencapai tujuan perusahaan. Selain itu, pemimpin tersbeut akan menjadi

pembicaraan yang “positif” oleh anak buahnya atau masyarakat, yang akhirnya akan

mengangkat namanya menjadi pribadi yang lebih dikenal. Satu hal lagi yang harus

diperhatikan adalah “niat” dalam berperilaku baik tersebut. Semua harus dijalankan

dengan tulus dan tidak dengan tujuan tertentu, sehingga akan menimbulkan “hallo

effect” yang tidak akan bertahan lama. Pemimpin type demikian adalah pemimpin

yang memakai “topeng” untuk menutupi perilaku aslinya yang tidak dapat

menjadikan teladan.

Dalam menjalankan tugasnya Polrestabes Medan menjalankan ajaran tersebut

melalui kegiatan-kegiatan keagamaan dan membangun kemitraan dengan tokoh

agama, tokoh masyarakat, tokoh pemuda, tokoh adat dan tokoh-tokoh lainnya.

Sebagai bentuk keteladanan tersebut diwujudkan dengan mengikuti kegiatan sholat

subuh berjamaah dengan anggota, menyambangi masyarakat yang kurang mampu dan

memberikan membangun komunikasi dengan para tokoh agama dalam rangka

sinergitas polri dengan masyarakat.

2. Hambatan

Reformasi birokrasi merupakan salah satu langkah awal untuk melakukan

penataan terhadap sistem penyelenggaraan pemerintahan yang baik, efektif dan

efisien, sehingga dapat melayani masyarakat secara cepat, tepat, dan profesional.

Dalam perjalanannya, banyak kendala yang dihadapi, diantaranya adalah

penyalahgunaan wewenang, praktek KKN, dan lemahnya pengawasan. Sejalan

dengan hal tersebut, Pemerintah telah menerbitkan Peraturan Presiden Nomor 81

Tahun 2010 Tentang Grand Design Reformasi Birokrasi yang mengatur tentang

pelaksanaan program reformasi birokrasi. Peraturan tersebut menargetkan tercapainya

tiga sasaran hasil utama yaitu peningkatan kapasitas dan akuntabilitas organisasi,

10

pemerintah yang bersih dan bebas KKN, serta peningkatan pelayanan publik. Dalam

rangka mengakselerasi pencapaian sasaran hasil tersebut, maka instansi pemerintah

(pusat dan daerah) perlu untuk membangun pilot project pelaksanaan reformasi

birokrasi yang dapat menjadi percontohan penerapan pada unit-unit kerja lainnya.

Untuk itu, perlu secara konkret dilaksanakan program reformasi birokrasi pada unit

kerja melalui upaya pembangunan Zona Integritas.

Reformasi Birokrasi Pemerintah Indonesia dimulai sejak terterbitnya

Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2011 tentang Grand Desain Reformasi Birokrasi

Indonesia 2010-2025 dan Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan

Reformasi Birokrasi Nomor 20 Tahun 2010 tentang Road Map Reformasi Birokrasi

2010-2014. Melalui kedua pedoman tersebut Polrestabes Medan mulai menerapkan

secara bertahap reformasi birokrasi. Dalam perjalanannya penerapan dan pelaksanaan

reformasi birokrasi terdapat area perubahan dan program yang membuahkan beberapa

capaian dan perkembangan yang. Walaupun demikian masih terdapat beberapa

hambatan dan tantangan kedepan yang harus diselesaikan Polrestabes Medan

diantaranya :

1. Komitmen personil masih belum optimal dalam mencegah diri sendiri atau rekan

kerja untuk tidak berperilaku koruptif.

2. Manajemen sistem penilaian kinerja belum dilaksanakan secara maksimal dan

penataan kelembagaan yang masih belum efektif;

3. Dinamika keaktifan dalam pengawasan dan penguatan pencegahan dan

internalisasi perilaku koruptif;

4. Manajemen pelayanan publik yang perlu dibenahi terkait fasilitas dan sistem IT.

Dengan masih banyaknya hambatan dan tantangan yang dihadapi,

keberlanjutan pelaksanaan reformasi birokrasi memiliki peran penting dalam

mewujudkan tata kelola organisasi kepolisian yang baik. Hasil-hasil yang telah

diperoleh dari pelaksanaan reformasi birokrasi menjadi dasar bagi pelaksanaan

reformasi birokrasi pada tahapan selanjutnya. Karena itu, pelaksanaan reformasi

birokrasi merupakan penguatan dari pelaksanaan reformasi birokrasi tahapan

sebelumnya. Langkah-langkah reformasi disusun oleh tiap organisasi kepolisian

menyesuaikan dengan karakteristik masing-masing. Penguatan tersebut diantaranya

dengan memelihara dan atau meningkatkan/memperkuat kondisi yang telah baik,

11

melanjutkan upaya perubahan, mengidentifikasi masalah dan mencari solusi serta

memperluas cakupan pelaksanaan reformasi birokrasi.Semua usaha dan kerja keras

tersebut tidak lain adalah untuk membawa birokrasi Polrestabes Medan yang bersih

dan akuntabel, birokrasi yang efektif dan efisien serta birokrasi yang memiliki

pelayanan publik berkualitas. Dinamika reformasi birokrasi tersebut digambarkan

sebagai berikut:

Gambar 1. Dinamika birokrasi

3. Yel-Yel

Yel-yel merupakan bentuk orasi komitmen anggota Polrestabes Medan dalam

menciptakan keakraban dibentuk dengan ungkapan semangat solidaritas, sehingga

menimbulkan kepercayaan diri yang kuat dalam menjalankan tugas dan

tanggungjawab. Salahsatu yel-yel yang dimiliki oleh Polrestabes Medan adalah “Kita

Jago Medan Kondusif” dalam mencitrakan profesionalitas personil. Kegiatan

menggiatkan yel-yel tersebut selalu dilaksanakan ketika ada apel lapangan dan

pengarahan kepada anggota personil untuk memberikan semangat kepemimpinan,

integritas dan sinergitas.Integritas dan sinergitas internal anggota kepolisian

diharapkan menjadi tolak ukur keberhasilan sebagai pelayan dan pengayom

masyarakat.

12

Gambar. 2 Kapolrestabes Memimpin orasi Yel-Yel

B. Pembenahan Sistem Pelayanan Publik Berbasis IPTEK

Penyelenggaraan pelayanan publik merupakan upaya suatu organisasi untuk

memenuhi kebutuhan dasar dan hak-hak sipil setiap warga negara yaitu pelayanan

administrasi yang memiliki standar dan peraturan. Polrestabes Medan melakukan

pembenahan sistem melalui cara yaitu penetapan peraturan dan SOP, penempatkan

SDM sesuai kompetensinya untuk mengawasi dan mengawaki sistem serta penerapan

manajemen pelayanan berbasis IT. Pertama, standar pelayanan publik merupakan

pernyataan mengenai janji dan kewajiban unit kerja Polrestabes Medan kepada

masyarakat. Penyusunan standar pelayanan publik tersebut telah dilakukan dengan

memperhatikan prinsip, standar, pola penyelenggara, biaya penyelenggara, pelayanan

bagi penyandang cacat, lanjut usia, wanita hamil, dan balita, pelayanan khusus, biro

jasa pelayanan, tingkat kepuasan masyarakat, pengawasan penyelenggaraan,

penyelesaian pengaduan serta evaluasi kinerja pelayanan masyarakat. Prinsip

pelayanan publik yang dilakukan mengacu kepada Keputusan MENPAN Nomor 63

tahun 2003 yaitu:

1) kesederhanaan, prosedur pelayanan yang tidak berbelit-belit sehingga mudah

dipahami dan mudah dilaksanakan,

2) kejelasan, persyaratan teknis dan administrasi publik dan unit kerja/pejabat yang

berwenang dalam penyelesaian keluhan

3) kepastian waktu

4) akurasi pelayanan, produk layanan diterima dengan benar, tepat dan sah

5) keamanan, proses pelayanan memberikan rasa aman dan kepastian hukum

13

6) tanggungjawab, pimpinan bertangggungjawab dalam penyelesaian

keluhan/persoalan dalam pelayanan masyarakat

7) kelengkapan sarana dan prasarana, tersedianya sarana dan prasarana dan peralatan

pendukung

8) kemudahan akses, tempat lokasi dan mudah dijangkau oleh masyarakat

9) kedisiplinan, Kesopanan, Keramahan, dan bersifat ikhlas dan

10) kenyamanan lingkungan pelayanan yang tertib terratur dan disediakan ruang

tunggu yang nyaman, bersih, rapi, dilengkapi dengan fasilitas pendukung seperti

tempat parker, toilet, tempat ibadah.

Kedua, penempatan sumberdaya manusia sesuai kompetensinya yaitu

penempatan personel dalam proses pemberian tugas dan pekerjaan yang lulus dalam

seleksi untuk dilaksanakan sesuai dengan ruang lingkup yang telah ditetapkan, serta

mampu mempertanggungjawabkan atas segala risiko dan kemungkinan-kemungkinan

atas tugas dan pekerjaan, wewenang, dan tanggungjawab tersebut. Tidak adanya

kekhususan tugas dalam Polri membuat setiap personel Polri harus selalu siap untuk

ditempatkan dimana saja. Namun yang diharapkan adalah kesempatan untuk semua

personel Polrestabes Medan dalam memperoleh penempatan yang sesuai dengan

kompetensinya serta penyebarannya yang merata. Penyebaran personel yang merata

di seluruh satuan Polrestabes Medan sudah sesuai, sehingga dengan penyebaran

personel yang merata tersebut satuan-satuan dapat menjalankan tugasnya dengan

maksimal dan secara keseluruhan kesiapan operasional semakin baik karena adanya

jumlah personel yang mencukupi.

Upaya yang dilakukan dalam pemerataan dan penyebaran personil tersebut

tidak terlepas dari kompetensi yang dimilikinya karena dalam hal ini Polrestabes

Medan melakukan pengembangan Assesment Center untuk menjamin mutu

kompetensinya sebelum dilakukan mutasi atau penempatan. Tujuannya tidak lain

adalah untuk menggali level kompetensi seorang personil kepolisian melalui

serangkaian jenis tes (multiple test), dan biasanya juga dilakukan oleh lebih dari satu

penilai (rater). Berdasarkan sejumlah riset empirik, assessment center diketahui

memiliki validitas yang tinggi dalam memprediksi level kompetensi individu. Metode

assessment center ini hanya digunakan untuk menguji jenis kompetensi soft (soft

competency) atau sering juga disebut sebagai managerial competencies (contohnya:

14

kompetensi leadership, communication skills, problem solving skills, team skills, dan

sejenisnya. Hal tersebut juga dipertegas di dalam Peraturan Kepala Kepolisian Negara

Republik Indonesia Nomor 16 tahun 2012 Tentang Mutasi anggota kepolisian negara

republik Indonesia yaitu upaya memenuhi kebutuhan sumber daya manusia yang

profesional pada setiap satuan kerja Kepolisian Negara Republik Indonesia,

diperlukan sistem pembinaan karier yang terencana, prosedural, dan konsisten.

Ketiga, menajemen pelayanan berbasis IT yang ditekankan kepada

kemampuan menajemen sistem personil Polrestabes dalam menciptakan dan

memanfaatkan media berbasis online. Model ini membantu organisasi kepolisian

untuk menyediakan pelayanan masyarakat efektif, meningkatkan efisiensi,

berdayaguna tinggi serta dapat meningkatkan kerja sama/koordinasi.

Sistem informasi manajeman pelayanan masyarakat yang dibuat langsung oleh

Polrestabes Medan merupakan bentuk proses kerja yang transparan dan efisien serta

memperlancar transaksi dan layanan kepada masyarakat.Upaya ini dapat mendorong

memberikan layanan yang lebih baik pada masyarakat dimana informasi dari

Polrestabes dapat dicari atau diperoleh tanpa harus secara fisik datang ke kantor

karena bahan-bahan informasi tersebut tersedia dalam 24 jam sehari dan tujuh hari

dalam seminggu tanpa harus bergantung pada jam operasional.

Fasilitas layanan berbasis teknologi informasi dan komunikasi yang terjangkau

untuk masyarakat, penyediaan informasi yang cepat untuk masyarakat, dan

peningkatan kualitas ekonomi masyarakat melalui berbagai aplikasi. Jalur

komunikasi pelayanan masyarakat yang dilakukan melalui portal khusus, aplikasi

ataupun media sosial seperti twitter, instagram dan facebook, sedangkan berbasis

portal berupa website dan layanan aplikasi seperti aplikasi polisi kita, resimen Go,

SIM online, SKCK online, SP2HP online, SPKT online, Call Center, Deli 0.0,

Cybertrops, ATCS dan E-Office.

C. Penguatan Peraturan

Salahsatu, penguatan peraturan yang dilakukan Satuan kerja Polrestabes

Medan adalah dengan menerapkan kedisiplinan dan etika yang tinggi dalam setiap

melaksanakan tugasnya. Pada kenyataannya dengan kedisiplinan dan etika yang tinggi

membuat anggota polisi semakin dipercaya masyarakat. Hal ini sesuai dengan hasil

survey yang dilakukan pada anggota polisi di Polrestabes Medan sebanyak 30 orang

15

(77,5%0) bahwa dari jumlah peserta Focus Group Discussion (FGD) anggota polisi

sudah mengutamakan kedisiplinan dan etika komunikasi di setiap pekerjaannya.

Dalam membangun kedisiplinan dan tanggungjawab polisi harus melaksanakan tugas

dengan target yang cukup berat. Hal tersebut tidak terlepas dari bimbingan dan arahan

Kapolrestabes sehingga kompetensi ini menjadi tolak ukur keberhasilan polisi sebagai

pelayan masyarakat.

Selain itu, itu sangat penting juga meningkatkan kompetensi sumber daya

anggota kepolisian secara simultan. Sumberdaya anggota memiliki peranan yang

sangat menentukan bagi kualitas kerja anggota kepolisian. Satuan kerja Polrestabes

Medan mengadopsi pengembangan sumber daya manusia berbasis kompetensi yang

telah dikembangkan di Amerika Serikat, didasarkan kenyataan bahwa untuk

memprediksi tingkat keberhasilan paling baik menggunakan pendekatan kompetensi.

Pendekatan ini mempunyai prinsip bahwa manusia dan kerja dalam satu kesatuan, dan

pengamatan dilakukan secara terus menerus terhadap karakteristika manusia yang

berhasil yang ada di lingkungan tersebut. Langkah ini diambil karena dengan

menggunakan pendekatan psikometrik tampaknya kurang begitu cocok untuk

memprediksi kemampuan seorang anggota kepolisian dalam bekerja. Anggota

kepolisian dengan prestasi akademik dan hasil psikotes yang baik, belum tentu

memberikan kinerja yang unggul. Untuk itu masih diperlukan suatu program

pengembangan SDM berbasis kompetensi. melalui penempatan, suksesi, penilaian

kinerja, pendidikan dan pelatihan, serta program kompensasi.

Demikian pula pemberian motivasi, pengembangan keterampilan dan

pengetahuan anggota kepolisian, serta pengembangan kompetensi merupakan syarat

untuk mencapai tujuan usaha yang bersifat strategik dari suatu Lembaga Kepolisian.

Dalam rangka meningkatkan citra organisasi, setiap organisasi harus memiliki dan

menciptakan keunggulan bersaing organisasi agar mampu sejajar bahkan lebih unggul

dari organisasi yang lain, termasuk citra Polri. Dua komponen yang diakui dan telah

terbukti mampu menciptakan keunggulan kompetitif suatu organisasi adalah

komitmen dan kompetensi dari anggotanya yang terlibat. Komponen ini disebut

Intellelectual Capital (Ulrich, 1998). Komitmen yang tinggi diakui mampu

membangkitkan kedekatan emosional anggota terhadap organisasi, sehingga semangat

juang untuk terus melakukan perbaikan telah menyatu dalam diri mereka, perilaku

16

anggota Polri yang menjadi rumor selama ini semakin lama akan semakin berkurang,

dan bahkan akan hilang sama sekali. Dengan demikian citra Polri akan semakin

meningkat dan menjadi kepercayaan masyarakat, Polri adalah mitra dan pengayom

masyarakat.

Tingkat komitmen yang tinggi akan menghasilkan loyalitas yang lebih tinggi,

menumbuhkan kerjasama dan meningkatkan harga diri dan rasa memiliki yang lebih

besar, kewibawaan, keterlibatan psikologik, dan merasakan suatu kesatuan yang

bersifat integral dengan organisasi (Stone, 1998). Bahkan aktivitas apapun dalam

kepolisian mensyaratkan komitmen yang tinggi dari anggotanya mulai dari tingkat

atas sampai tingkat bawah. Komitmen saja tanpa didukung oleh kompetensi akan

berakibat fatal, hanya akan dipenuhi oleh orang orang yang setia, loyal dan taat, tetapi

tidak memiliki kemampuan yang memadai, sehingga kreativitas dan inovasi di dalam

organisasi kepolisian menjadi suatu yang langka. Sementara itu lembaga kepolisian

dengan banyak anggota yang berbakat dan memiliki kompetensi yang tinggi, namun

tanpa komitmen yang kuat, hanyalah sekumpulan orang hebat yang kemungkinan

besar tidak melakukan apapun, karena tidak memiliki komitmen.

Disisi lain penguatan peraturan dilakukan dengan pembentukan budaya sipil.

Kompleksnya masalah yang dihadapi Polrestabes Medan untuk menuju polisi sipil

dalam masyarakat modern dan demokratis hanya mungkin dilaksanakan dengan

kemampuan yang professional dengan memberikan pengetahuan konseptual dan

teoritikal mengenai berbagai permasalahan pelayanan publik, maka semakin jelas

bahwa kebutuhan ilmu pengetahuan kepolisian harus menjadi bagian dari

pengembangan profesi seorang polisi yang diharapkan mampu mengidentifikasi dan

memahami setiap permasalahan yang dihadapi serta pemecahan yang rasional. Polisi

sipil menghormati hak-hak sipil; masyarakat demokratis membutuhkan polisi sipil

yang mampu berperan sebagai pengawai sipil. Nilai-nilai ini telah dirumuskan dalam

Hak Asasi Manusia yang dijamin sebagai hukum positif negara (the guardian of

civilian values). Karakter sipil secara luas dikaitkan dengan nilai-nilai peradaban

(civilization) dan keadaban (civility).

Pada polisi sipil melekat sikap-sikap budaya yang sopan, santun, ramah, tidak

melakukan kekerasan, dan mengedepankan persuasi menjadi ciri utamanya. Secara

diametral jauh dari karakteristik militer, sejalan dengan definisi yang diangkat dalam

17

perjanjian hukum internasional yang meletakkan kedudukan polisi sebagai kekuatan

yang tidak terlibat perang (non-combatant), sementara militer didesain untuk

berperang (combatant). Fungsi kepolisian ditujukan untuk menciptakan keamanan

dalam negeri, ketertiban dalam masyarakat, pelayanan dan bantuan kepada

masyarakat, penegakan hukum dan pemolisian masyarakat (community policing). Dan

kualitas polisi sipil diukur dari kemampuannya untuk menjauhkan diri dari karakter

militer dan mendekatkan diri kepada masyarakat (Mardianto, 2010: 8-15).

Polisi sipil lebih diwakili oleh "pelayanan" (Service) dari pada kekuatan

(Force). Banyak hal yang harus menjalani dekonstruksi sebelum sampai kepada

pelayanan, termasuk pengubahan mental dan karakteristik anggota kepolisian

dijajaran Polrestabes Medan. Visi kepolisian saat ini bukan sekadar sebagai aparat

penegak hukum, tapi sebagai polisi yang mampu menjadi profesional, modern dan

terpercaya, yang selalu dekat dan bersama-sama masyarakat, penegak hukum yang

profesional dan proporsional serta menjunjung tinggi supremasi hukum dan HAM;

pemelihara keamanan dan ketertiban masyarakat untuk mewujudkan keamanan dalam

negeri dalam suatu kehidupan nasional yang demokratis dan masyarakat yang

sejahtera, sehingga pembangunan Polri diarahkan menuju polisi sipil (Civilian

Police).

D. Leadership (Kepemimpinan)

Kepemimpinan merupakan proses mempengaruhi organisasi dalam mencapai

tujuan, dimana perlunya untuk memberikan motivasi perilaku kepada masyarakat

untuk mencapai tujuan dan dapat mempengaruhi kelompok dan budaya. Dalam

menjalankan tugas dan fungsinya Kapolrestabes Medan memiliki strategi komunikasi

pada rencana, strategi, dan keputusannya pada anggota. Dalam melaksanakan

kepemimpinan anggota kepolisian tidak terlepas dari komitmen dan tugas pokok yang

sudah menjadi tanggungjawabnya seperti melakukan pelayanan kepada masyarakat.

Beberapa komitmen yang dipegang sesuai dengan tugas pokok kepolisian adalah

seperti menjadikan diri sebagai kepemimpinan yang pelayan, transformasional,

keteladanan dan Mengarahkan (Directing).

18

1. Servant Leadership (Kepemimpinan Pelayan)

Dalam mengupayakan pelayanan publik yang sesuai dengan tuntutan dan

harapan masyarakat akan keadilan dan responsitivitas yang baik Polrestabes Medan

telah menempatkan diri sebagai pelayan masyarakat dengan membuka ruang untuk

menerima aspirasi masyarakat dan memberikan solusi pemecahannya seperti adanya

aduan dan keluhan dari masyarakat tentang kualitas pelayanan . Kepmimpinan yang

diterapkan ini merupakan suatu model kepemimpinan yang memprioritaskan

pelayanan kepada masyarakat, bawahan/anggota personil dan organisasi

kelembagaan. Praktik kepemimpinan pelayan yang dilakukan Polrestabes Medan

ditandai dengan meningkatnya keinginan untuk melayani pihak lain dengan

melakukan pendekatan secara menyeluruh pada pekerjaan, komunitas, serta proses

pengambilan keputusan yang melibatkan semua pihak. Pemimpin pelayan mengenali

kehormatan dan pentingnya nilai setiap individu karena mereka adalah ciptaan Tuhan

yang mulia. Sehingga pemimpin pelayan merasa berkewajiban untuk terlibat dalam

pembentukan para pengikutnya menjadi manusia yang seutuhnya, yaitu dengan

menciptakan lingkungan kerja yang mampu memberi dukungan demi terpenuhinya

proses pembentukan tersebut.

2. Kepemimpinan Transformasional

Pemimpin transformasional memiliki visi dan kemampuan dalam berinteraksi

dengan masyarakat, sehingga dapat memotivasi anggota personil kepolisian dalam

mewujudkan visi dan misi, ide-ide baru dan inovasi dengan tujuan melakukan

perubahan kerarah yang lebih baik. Salahsatu bentuk kehadiran Polrestabes dalam

wujud kepemimpinan dapat dilihat pada gambar.

Gambar 3. Kapolrestabes Hadir di tengah-tengah masyarakat

19

3. Kepemimpinan Pengarah (Directing Leadership)

Secara konseptual kegiatan memberi pengarahan (directing) yang dilakukan

pemimpin adalah suatu upaya mempengaruhi anggota personil (influencing) dan

memotivasi personil untuk bekerja (motivating) dalam melaksanakan aktivitas dan

program di dalam internal Polrestabes Medan. Arahan tersebut bagian dari proses

menuntun kegiatan anggota kepolisian ke arah yang tepat (untuk mencapai visi, misi

dan tujuan orgnaisasi kepolisian. Dalam hal ini tersebut bentuk arahan tersebut seperti

proses pembimbingan, pemberian petunjuk,dan instruksi kepada bawahan/ anggota

personil agar mereka bekerja sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan. Membuat/

mengusahakan para anggota kepolisiam melakukan apa yang diinginkan dan harus

mereka lakukan. Melibatkan kualitas, gaya dan kekuasaan pemimpin serta kegiatan-

kegiatan kepemimpinan (motivasi, komunikasi). Tujuan pengarahan tersebut untuk

menjamin kontinuitas perencanaan, membudayakan prosedur standar, menghindarkan

kemangkiran yang tak berarti, membina disiplin kerja dan membina motivasi yang

terarah. Cara-cara pengarahan yang dilakukan oleh Polrestabes adalah:

a. Orientasi, dengan cara pengarahan dengan memberikan informasi yang perlu

supaya kegiatan dapat dilakukan dengan baik.

b. Perintah, merupakan permintaan dari pimpinan kepada orang yang berada di

bawahnya untuk melakukan atau mengulangi suatu kegiatan tertentu pada keadaan

tertentu.

c. Delegasi wewenang dengan cara melimpahkan sebagian dari wewenang yang

dimilikinya kepada bawahannya.

Kemampuan Polrestabes untuk memotivasi dan mempengaruhi, mengarahkan

dan berkomunikasi akan menentukan efektifitas. Dan ini bukan satu-satunya faktor

yang mempengaruhi tingkat prestasi seseorang. Sehingga dapat melihat motivasi

sebagai suatu system akan mampu meramalkan perilaku dari bawahan.Motivasi

seperti yang telah disebutkan akan mempengaruhi, mengarahkan dan berkomunikasi

dengan bawahannya, yang selanjutnya menentukan efektifitas manajerial sistem agar

dapat mencapai suatu prestasi. Ada dua faktor yang mempengaruhi tingkat prestasi

seseorang, yaitu kemampuaan individu dan pemahaman tentang perilaku untuk

mencapai prestasi yang maksimal disebut prestasi peranan. Dimana antara motivasi,

20

kemampuan dan presepsi peranan merupakan satu kesatuan yang saling berinteraksi.

Salahsatu bentuk pengarahan yang dilaksanakan dapat dilihat pada gambar berikut ini:

Gambar 4. Kapolrestabes memberikan Arahan kepada semua satuan

tentang WBBM

4. Keteladanan

Keteladanan merupakan suatu cara atau jalan yang ditempuh oleh seorang

pimpinan dengan cara memberikan teladan yang baik kepada bawahannya agar ditiru

dan dilaksanakan. Dalam proses mewujudkan wilayah birokrasi bersih dan melayani,

Kapolrestabes menggunakan metode dalam menyampaikan arahan dan pembinaan

anggota personil/ bawahan salahsatunya metode keteladanan. Tujuan diterapkannya

metode keteladanan tersebut adalah untuk meningkatkan efisiensi dan efektifitas visi

dan misi organisasi kepolisian serta sebagai pembelajaran sikap di tingkat internal

Polrestabes Medan. Untuk mengembangkan sikap atau perilaku anggota personil,

Kapolrestabes tidak hanya memberikan prinsip saja, tetapi figur yang memberikan

keteladanan dalam menerapkan prinsip tersebut, sehingga bisa membawa mereka ke

arah tujuan yang tegas dan harus menjadi model atau suri teladan masyarakat juga.

Dengan adanya model itu dan rela menerima petunjuk maupun teguran bahkan

hukuman. Hal-hal yang menjadi pertimbangan dalam menggunakan metode

keteladanan sebagai metode pembelajaran sikap yaitu tentang apa, mengapa dan

bagaimana penerapan metode keteladanan dalam pembelajaran sikap tersebut.

Metode keteladanan dalam kepolisian sebagai suatu metode pembelajaran

sikap digunakan untuk merealisasikan tujuan pokok dan fungsi POLRI agar dapat

21

berkembang baik secara fisik maupun mental dan memiliki akhlak yang baik dan

benar. Untuk mengembangkan sikap atau perilaku yang baik, pimpinan tidak cukup

hanya memberikan prinsip saja, karena yang lebih penting anggota kepolisian.

Alasan Kapolrestabes menggunakan keteladanan sebagai metode yang

dianggap efektif karena pada dasarnya lebih cenderung pada pembentukan sikap dan

perilaku, bukan hanya pada teori saja. Dengan kata lain penanaman nilai-nilai sikap

itu hendaknya bukan hanya pada ranah kognitif saja, yang berupa pengetahuan moral,

melainkan harus berdampak positif terhadap ranah afektif dan psikomotor yang

berupa sikap dan perilaku anggota kepolisia dalam melayani kebutuhan dan keinginan

masyarakat sehari-harinya.

Adapun bentuk pembelajaran sikap yang telah dilakukan oleh Polrestabes

Medan meliputi langkah orientasi, pemberian contoh, dan tindak lanjut. Langkah-

langkah tersebut tidak harus selalu berurutan, melainkan berubah-ubah sesuai dengan

kebutuhan. Dengan proses seperti itu, diharapkan apa yang pada awalnya sebagai

pengetahuan (kognitif), kini menjadi sikap (afektif), dan kemudian berubah wujud

menjelma menjadi perilaku (Psikomotorik) yang dilaksanakan sehari-hari. Adapun

bentuk keteladanan yang diberikan adalah teladan sikap yang mulia, misalnya

keteladanan bermurah hati dengan melakukan kunjungan kerumah-rumah warga tidak

mampu dan memebrikan bantuan, melaksanakan jumat berkah bagi sembako, berlaku

jujur dan adil, kasih sayang, penampilan yang sopan, santun dalam bertutur kata,

menciptakan hubungan yang harmonis dengan masyarakat, tokoh agama, tokoh

masyarakat, tokoh pemuda dan lainnya.

Contoh keteladanan di atas merupakan modal dalam mendukung keberhasilan

lembaga kepolisian dalam wewujudkan wilayah birokrasi bersih dan melayani.

Dengan menjadikan pimpinan sebagai modeling dalam tingkah laku/sikap maka akan

tercipta hubungan harmonis dalam internal kepolisian. Demi berhasilnya

pemebelajaran sikap dan tersebarnya ideologi, maka harus ada contoh atau teladan

yang baik, menarik perhatian, juga harus ada akhlak utama yang dianut oleh siswa,

dan meninggalkan untuk generasi berikutnya yang baik. Berikut ini disajikan gambar

kegiatan Kapolrestabes Medan dalam menunjukkan sifat keteladanannya sebagai

berikut:

22

Gambar. 5. Kapolrestabes Memberikan Ceramah Usai Sholat Subuh Keliling

Sebagai bentuk upaya mengukur kepemimpinan Polrestabes Medan telah

dilakukan survey pendapat masyarakat tentang harapan dan kepemimpinan

Polrestabes dalam melayani masyarakat. Survei tersebut dilaksnaakan pada bulan juni

2018 di wilayah hukum Polrestabes Medan bekerjasama dengan Uniiversitas Islam

Negeri Sumatera Utara. Pengambilan sampel sebanyak 100 orang. Dari hasil

penelitian tersebut diperolah data faktual dengan penyajian persentase pendapat dan

harapan masyarakat kepada Polrestabes seperti pada tabel berikut ini:

a. Harapan masyarakat

Tabel 1. Jawaban Tentang Harapan masyarakat terhadap Polrestabes

No. Jawaban Jumlah Persentase (%)

1.

Lebih sering

meninjau kondisi

lapangan

46 46 %

2.

Berpartisipasi

dalam acara

keagamaan

12 12%

3.

Lebih tegas dalam

penindakan

kejahatan

35 35%

4.

Lebih

memperhatikan

masyarakat tidak

mampu

19 19%

5. Lainnya 9 9%

Total 100 100%

23

Berdasarkan data grafik di atas tentang harapan masyarakat terhadap

Polrestabes dapat ditemukan persentasi dengan nilai tertinggi dan terendah. Jika

dilihat dari persentasi yang tertinggi yaitu 46% dengan jawaban lebih sering meninjau

kondisi lapangan berjumlah 46 orang, dari besarnya angka persentasi tersebut dapat

kita analisis bahwasanya Polrestabes cukup mendapat renspon yang positif dari

masyarakat mengenai harapan masyarakat. Hal ini memiliki jumlah angka yang cukup

besar dengan jawaban yang selalu mendapat renspon positif, dan kemungkinan

disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain:

1. Sebagian besar menjawab bahwa Polrestabes sudah cukup terampil dalam

memenuhi dan menjalankan harapan masyarakat.

2. Terdapat peningkatan keamanan yang memicu berkurangnya tingkat kejahatan.

Jika dilihat dari persentasi terendah tentang jawaban harapan masyarakat

terhadap Polrestabes sebesar 9% dengan kategori jawaban lainnya. Dapat kita analisis,

bahwasanya memiliki jumlah angka yang cukup rendah dengan renspon yang kurang

baik disebabkan oleh kurangnya respon masyarakat terhadap tugas kepolisian.

b. Jenis Kejahatan/Kriminal

Tabel 2. Jawaban Tentang Jenis Kejahatan

No. Jawaban Jumlah Persentase

(%)

1. Narkoba 68 68

2. Judi 19 19

3. Pelecehan

seksual 6 6

4. KDRT 8 8

5. Perdagangan

Manusia 0 0

6. Begal 42 42

7. Pencurian 5 5

8. Tawuran 6 6

24

9. Teroris 0 0

10, Pembunuhan 6 6

11. Curanmor 45 45

Total 100 100%

Berdasarkan data grafik dan diagram di atas pendapat responden tentang

keamanan dan ketertiban masyarakat terhadap jenis kejahatan dapat ditemukan nilai

persentasi tertinggi dan terendah. Jika dilihat dari persentasi tertinggi yaitu 68%

dengan kategori narkoba berjumlah 68 orang, dari besarnya angka persentasi dapat

kita analisis bahwasanya persoalan kejahatan narkoba yang sering terjadi di kalangan

masyarakat saat ini. Kejahatan ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu:

1. Kurangnya pengawasan dari pihak keluarga.

2. Kurangnya kesadaran diri sendiri.

3. Pengaruh dari lingkungan.

Dan dari jawaban responden mengenai keamanan dan ketertiban masyarakat

terhadap jenis kejahatan terdapat persentasi terendah yaitu 0% dengan kategori

jawaban perdagangan manusia dan teroris berjumlah 0 orang. Artinya jenis kejahatan

perdagangan manusia dan teroris belum terjadi dikalangan masyarakat Kota Medan.

25

Selain itu, dari segi letak geografis kota Medan sangat sulit melakukan transaksi

tersebut karena ketatnya pengawasan, penjagaan dan pengawalan oleh anggota

kepolisian di setiap titik rawan kriminal.

c. Tindakan masyarakat ketika terjadi gangguan kamtibmas (keamanan dan ketertiban

masyarakat

Tabel 3. Jawaban Tentang Tindakan masyarakat ketika terjadi gangguan keamanan

No. Jawaban Jumlah Persentase

(%)

1. Berdiam diri 7 7%

2.

melaporkan ke

pihak berwajib

melalui nomor

aduan

51 51%

3.

memanggil

tokoh

masyarakat,

tokoh agama/

tokoh pemuda

27 27%

4. Mengadili

sendiri 15 15%

5.

Melalui

Aplikasi Polisi

Kita

0 0%

Total 100 100%

Berdasarkan Grafik tabel dan diagram dapat dijelaskan bahwa masyarakat

ternyata lebih memilih tindakan untuk melaporkan ke pihak berwajib karena memang

26

keamanan dan ketertiban adalah tugas dari pihak berwajib ditambah lagi adanya

hukum yang berlaku untuk setiap penjahat tanpa terkecuali yang membuat

masyarakat pun merasa menjadi lebih aman. Ditambah lagi karena tindakan dari pihak

berwajib sangat tegas, maka masyarakat masih percaya akan kehadiran dari pihak

berwajib. Kebijakan untuk melaporkan ke pihak yang berwajib disinyalir merupakan

langkah yang paling efektif dan efisien mengatasi masalah keamanan.maka dapat

disimpulkan bahwa masyarakat masih sangat mengandalkan polisi sebagai

penanggungjawab keamanan.

d. Sosialisasi tentang keamanan dan ketertiban masyarakat

Tabel 4. Jawaban Tentang Sosialisasi tentang keamanan dan ketertiban masyarakat

No. Jawaban Jumlah Persentase

(%)

1. Ya 43 43%

2. Tidak 57 57%

Total 100 15%

Hasil sosialisasi tentang keamanan dan ketertiban masyarakat ini

menunjukkan 43% masyarakat tidak pernah mendapatkan sosialisasi tentang

keamanan dan ketertiban dari kepolisian, kemungkinan dipengaruhi akses dan

kurangnya peninjauan ke lapangan oleh pihak Polrestabes Medan dan kurangnya

informasi masyarakat terhadap kemananan dan bersikap apatis. Sedangkan 57%

masyarakat pernah mendapat sosialisasi kemanan dan ketertiban masyarkat secara

langsung dari kepolisian dan pemerintahan. Sosialisasi tersebut dilakukan dengan

27

bersinergi dengan berbagai stakeholder, sehingga masyarakat banyak yang terlibat

dan merespon positif.

e. Membantu tugas polisi

Tabel 5. Jawaban Tentang membantu tugas polisi

No. Jawaban Jumlah Persentase

(%)

1. Ya 64 64%

2. Tidak 36 36%

Total 100 15%

Berdasarkan diagram dapat dijelaskan bahwa tindakan untuk membantu tugas

polisi ternyata sangat tinggi yaitu (64%) karena masyarakat juga menyadari bahwa

polisi juga tidak selalu ada untuk menjaga masyarakat setiap hari ditambah lagi

kemampuan polisi dan personil yang terbatas itulah yang membuat masyarakat harus

terlibat atau turut berpartisipasi sehingga masyarakat pun ikut campur tangan untuk

membantu polisi dalam menjalankan tugasnya. Tugas-tugas yang polisi yang sering

melibatkan warga seperti memberantas begal, pengaturan lalu lintas di pertigaan,

mediator konflik rumahtangga dan memberikan informasi keriminal serta membantu

korban kecelakaan lalu lintas.

Hal tersebut tidak terlepas dari dorongan dan motivasi oleh Kepala satuan

Polrestabes Medan yang terus berupaya menyadarkan masyarakat agar tetap

bersinergi dengan kepolisian, sehingga tercipta keamanan dan kenyamanan

masyarakat. Disamping itu, 34% masyarakat yang tidak pernah turut membantu polisi

28

lebih rendah persentasenya disebabkan oleh sikap apatis dan ketakutan masyarakat

terhadap resiko-resiko yang terjadi ketikan bekerjasama dengan kepoisian seperti

memberikan informasi kriminal, membantu korban kecelakaan dan mediator konflik.

Masyarakat merasa merepotkan diri sendiri ketika harus membantu tugas polisi

walaupun pada dasarnya tugas keamanan dan ketertiban masyarakat itu adalah tugas

bersama.

f. Mencegah munculnya kejahatan/kriminalitas

Tabel 6. Jawaban tentang mencegah munculnya kejahatan/kriminalitas

No. Jawaban Jumlah Persentase

(%)

1.

mengikuti

kegiatan

keagamaan

16 16%

2.

bekerjasama

dengan polisi

dalam

memberikan

informasi

kriminal

62 62%

3.

membentuk

pribadi yang

mandiri

21 21%

Total 100 100%

Dari grafik diatas menjelaskan bahwa persentase tertinggi (63%) cara

mencegah kejahatan adalah dengan bekerjasama dengan kepolisian dalam

memberikan informasi-informasi terkait tanda-tanda pelaku kejahatan maupun dalam

hal menangkap pelaku kejahatan termasuk juga dalam mencegah terjadinya tindakan-

29

tindakan kriminal, sedangkan persentase terendah adalah dengan cara mengikuti

kegiatan keagamaan. Hal ini dianggap sangat penting karena terkait kepada nilai-nilai

spiritual masyarakat dengan cara mengontrol diri dalam melakukan kejahatan dengan

cara memperbanyak ibadah dan mendengarkan ceramah-ceramah agama. Sejalan

dengan hal tersebut, jika seseorang memiliki nilai spiritual yang bagus tentunya dapat

mencegah munculnya niat untuk melakukan tindakan kejahatan.

g. Mendapat kode/ nomor telepon panggilan untuk pelaporan kejahatan dari

kepolisian

Tabel 7. Jawaban Tentang kode/ nomor telepon panggilan untuk pelaporan

No. Jawaban Jumlah Persentase

(%)

1. Selalu 13 13%

2. Sering 5 5%

3. Jarang 8 8%

4. Tidak

Pernah 74 74%

Total 100 100%

30

Dari grafik Jawaban masyarakat tentang kode/nomor untuk pelaporan

kejahatan berada di sekitaran 74% tidak pernah mendapat kode atau nomor

panggilan telepon untuk melaporkan kejadian tindak kejahatan yang terjadi,

sedangkan persentase terkecil adalah sekitar 8% masyarakat jarang menggunakan

panggilan telepon atau kode untuk pelaporan kejahatan.

h. Kapasitas Kapolres untuk membahas dan menanggulangi keamanan dan

ketertiban masyarakat

Tabel 8. Jawaban Tentang kapasitas Kapolres Menanggulangi keamanan Dan

ketertiban masyarakat

No. Jawaban Jumlah Persentase

(%)

1. Sangat

setuju 13 13%

2. Setuju 72 5%

3. Tidak

setuju 11 8%

4.

Sangat

tidak

setuju

4 74%

Total 100 100%

31

Dari grafik dan diagram dapat dijelaskan bahwa kategori jawaban setuju

menjadi kategori jawaban dengan persentase terbesar sebanyak 72%. Kategori

jawaban sangat tidak setuju menjadi kategori jawaban dengan persentase terkecil,

dengan besaran 4 persen. Kategori jawaban tidak setuju dan sangat tidak setuju cukup

berimbang, dengan besaran masing-masing sebesar 11 dan 13 persen. Bisa dikatakan

bahwa sebagian besar responden merespon positif tentang kapasitas kapolres dalam

menanggulangi keamanan dan ketertiban masyarakat, karena 85 persen responden

berpendapat setuju dan sangat setuju dan hanya 15 persen responden yang

berpendapat negatif (tidak setuju dan sangat tidak setuju). Jawaban responden yang

positif tentang kapasitas Kapolres menanggulangi Keamanan dan Ketertiban

masyarakat sebesar 85%. Dalam teori kepemimpinan ada gaya kepemimpinan

Demokratis / Partisipatif, yang dimana pemimpin dalam membuat keputusan

bersama-sama dengan anggota tim/kelompok. Jadi gaya kepemimpinan Kapolres

dalam menanggulangi keamanan dan ketertiban masyarakat ialah bersama-sama

dengan personil dan ikut serta, sehingga para responden yakin bahwa Kapolres

sangup dalam menanggulangi keamanan dan ketertiban masyarkat. Jawaban

responden yang negatif sebesar 15 % hal ini di sebabkan karena responden tersebut

belum merasakan keamanan dan ketertiban dalam lingkungannya.

32

i. Interaksi Polrestabes Medan dalam melakukan sosialisasi kamtibmas

Tabel 9. Jawaban Tentang Interaksi Polrestabes Medan dalam melakukan

sosialisasi kamtibmas

No. Jawaban Jumlah Persentase

(%)

1. Personal/tatapmuka 13 13%

2. Pembinaan 56 56%

3. Penyuluhan 25 25%

4. Jejak pendapat 6 6%

Total 100 100%

Dari grafik dan diagram diatas menjelaskan bahwa kategori jawaban

pembinaan menjadi kategori jawaban dengan persentase terbesar, dengan besaran 56

persen. Kategori jawaban jejak pendapat menjadi kategori jawaban dengan persentase

terkecil, dengan besaran 6 persen. Adapun kategori jawaban penyuluhan dan

personal/tatapmuka menempati posisi kedua dan ketiga dengan persentase terbesar,

dengan besaran berturut-turut 25 dan 13 persen. Bisa dilihat bahwa interaksi yang

dilakukan oleh Polrestabes Medan dalam melakukan sosialisasi cukup beragam dan

sebagian besar sifatnya langsung ke lapangan, dengan besaran 94 persen, dengan

kategori sosialisasi pembinaan, penyuluhan dan personal/tatap muka. Pembinaan

menurut Mitha Thoha adalah suatu tindakan, proses, hasil, atau pernyataan yang lebih

baik. Interaksi Polrestabes Medan dalam sosialisasi Kamtibmas melalui pembinaan

sangat bagus karena langsung bertemu masyarakat, sehingga pernyataannya terhadap

kamtibmas sangat baik. Penyebab responden lebih memilih pembinaan dalam

sosialisasi Kamtibmas agar mereka mendapat pengetahuan dan pemahaman yang

lebih baik tentang kamtibmas. Sosialisasi Kamtibmas melalui penyuluhan, jejak

pendapat dan personal/ tatap muka dilakukan oleh anggota atau perwakilan

Polrestabes Medan.

33

j. Bentuk sosialisasi yang dilakukan Polrestabes Medan dalam memelihara

kamtibmas

Tabel 10. Jawaban Tentang Bentuk sosialisasi yang dilakukan Polrestabes

No. Jawaban Jumlah Persentase

(%)

1. Media

cetak 25 25%

2. Talkshow 3 3%

3. Publikasi

ruang 6 6%

4. Langsung

kelapangan 66 66%

Total 100 100%

Dari grafik dan diagram yang dikonversi dari tabel 24 halaman 12, bisa ditarik

kesimpulan bahwa kategori jawaban langsung ke lapangan menjadi kategori jawaban

dengan persentase terbesar, dengan besaran 66 persen. Kategori jawaban talkshow

menjadi kategori jawaban dengan persentase terkecil, dengan besaran 3

persen.Kategori jawaban publikasi ruang juga cukup kecil, hanya dua kali persentase

kategori talkshow, dengan besaran 6 persen. Kategori jawaban media cetak cukup

besar dengan persentase sebesar 25 persen.

34

Bentuk sosialisasi yang dilakukan Polrestabes sendiri sebagian besar

merupakan bentuk sosialisasi yang familiar dan sudah umum, yaitu terjun ke lapangan

dan dengan menggunakan media cetak, dan hanya sebagian kecil yang menggunakan

bentuk sosialisasi baru seperti talkshow. Salah bentuk sosialisasi yang dilakukan

Polrestabes yaitu langsung kelapangan itu sangat bagus karena berkaitan dengan gaya

kepemimpina demokratis / partisipatif dimana pemimpin bersama-sama dengan

personilnya melaksanakan sosialisasi langsung kelapangan. Karena tugas Polrestabes

adalah memberikan pelayanan publik. Dalam hal ini bisa dikemukan teori dari Harold

Koontz & Cyril O’Donnel pemimpin adalah upaya mempengaruhi orang-orang untuk

ikut dalam pencapaian tujuan bersama. Dalam hal ini bisa dilihat usaha atau upaya

yang dilakukan kapolrestabes Medan dengan menggunakan sosialisasi dengan cara

talkshow dan media cetak adalah hal untuk mempengaruhi orang-orang untuk

mencapai tujuan bersama demi kemajuan Negara Indonesia dalam hal keamanan.

k. Bentuk keamanan dan ketertiban masyarakat yang sudah terlaksana di lingkungan

masyarakat

Tabel 11. Jawaban tentang bentuk keamanan dan ketertiban masyarakat yang sudah

terlaksana

No. Jawaban Jumlah Persentase

(%)

1. Siskamling 50 50%

2. Gotong-

royong 30 30%

3. Sadar lalu

lintas 10 10%

4. Mediator

konflik 6 6%

5. Lainnya 4 4%

Total 100 100%

35

Dari grafik diagram yang dikonversi dari tabel 25 halaman 12, bisa ditarik

kesimpulan bahwa kategori jawaban siskamling menjadi kategori jawaban dengan

persentase terbesar, dengan besaran 50 persen. Kategori jawaban lainnya menjadi

kategori jawaban dengan persentase terkecil, dengan besaran 4 persen. Kategori

jawaban mediator konflik dan sadar lalu lintas persentasenya cukup kecil, dengan

besaran berturut-turut 6 dan 10 persen. Kategori jawaban gotong-royong menjadi

kategori jawaban kedua terbesar dengan besaran 30 persen.Bentuk kantibnas yang

sudah terlaksana sendiri sebagian besar merupakan bentuk kantibnas yang sudah

menjadi tradisi di Indonesia terutama di daerah pedesaan dan perkampungan, yaitu

bentuk siskamling dan gotong-royong. Sementara bentuk kamtibnas model baru

seperti mediator konflik dan sadar lalu lintas belum banyak terlaksana. Dalam hal ini

dapat dikaitkan dengan teori Blake dan Mounton mengetengahkan suatu usaha untuk

mengidentifikasi gaya atau perilaku kepemimpinan yang efektif didalam manajemen.

Dari grafik dan diagram diatas dapat disimpulkan bahwa perilaku dan manajemen

yang dilakukan kapolrestabes Medan sangat baik yaitu membentuk usaha menjaga

keamanan dengan pembentukan siskamling, mediator konflik, gotong royong dan

sadar lalulintas.

l. Peran Binmas/Bhabinkamtibmas dalam menciptakan keamanan dan ketertiban

masyarakat

36

Tabel 12. Jawaban tentang peran Binmas/Bhabinkamtibmas dalam menciptakan

kamtibmas

No. Jawaban Jumlah Persentase

(%)

1. Sangat

baik 4 4%

2. Baik 57 57%

3. Cukup

baik 13 13%

4. Kurang

Baik 25 25%

Total 100 100%

Grafik diatas menjelaskan bahwa peran Binmas/Bhabinkamtibmas dalam

menciptakan kamtibmas untuk kategori yang baik sebesar 57%. Persentase terkecil

adalah untuk kategori sangat baik sebesar 5%. Untuk kategori kurang baik dan cukup

baik menempati posisi 2 dan 3, dengan besaran berturut-turut 25% dan 13%. Artinya

masyarakat lebih banyak yang merasakan kehadiran Binmas/Bhabinkamtibmas dalam

melakukan pelayanan dan patrol peninjauan keamanan dan ketertiban.

37

m. Mengajak keluarga, kerabat dan masyarakat dalam menciptakan keamanan dan

ketertiban masyarakat di lingkungan sekitar

Tabel 13. Jawaban tentang peran keluarga dalam menciptakan keamanan dan

ketertiban masyarakat

No. Jawaban Jumlah Persentase

(%)

1. Ya 97

2. Tidak 3

Total 100 15%

Berdasarkan grafik dan diagram diatas terdapat persentase jawaban tertinggi

dan terendah. Yang mana persentase tertinggi adalah 97 % dengan jawaban YA.

Artinya masyarakat selalu mengajak keluarga untuk menjaga keamanan dan

ketertiban masyarakat dimulai dari hal terkecil sampai dengan hal terkecil dengan

cara memulai dari lingkungan keluarga dengan saling mengingatkan dan menasehati

anggota keluarga untuk selalu mengindari hal-hal yang mencurigakan, dan yang

mempunyai anak remaja untuk menghindari pergaulan bebas. Dan persentase

terendah adalah 3 % dengan jawaban tidak. Dari hasil persentase tersebut dapat

diketahui bahwasanya peran keluarga dalam menciptakan keamanan dan ketertiban

masyarakat sangat rendah dan hanya beberapa orang yang saja yang mengajak

keluarga, hal ini disebabkan karena keluarga tersebut tidak memiliki komunikasi yang

baik sehingga tidak tercipta keharmonisan dalam keluarga tersebut.

38

n. Berpartisipasi menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat

Tabel 14. Jawaban tentang partisipasi berpartisipasi menciptakan keamanan dan

ketertiban masyarakat

No. Jawaban Jumlah Persentase

(%)

1. Ya 90

2. Tidak 10

Total 100 15%

Berdasarkan jawaban yang sudah dimuat dalam bentuk grafik dan diagram di

atas terdapat persentase jawaban tertinggi dan terendah. Yang mana persentase

tertinggi adalah 90 % dengan jawaban YA dan persentase terendah adalah 10 %

dengan jawaban TIDAK. Dari hasil persentase tersebut dapat dijelaskan bahwa

tentang partisipasi masyarakat menciptakan keamanan dan ketertiban masyarakat

sangat tinggi dan hanya beberapa orang yang tidak ikut dalam memberikan

partisipasinya. Ada beberapa faktor yang dapat menyebabkan persentase partisipasi

masyarakat tinggi dalam menciptakan kemanan dan ketertiban antara lain:

1. Masyarakat mengutamakan keamanan dan kenyamanan

2. Masyarakat ingin hidup tenang

3. Rasa sosialitas antara sesama mereka tinggi

39

Dari uraian dan analisis hasil survei model kepemimpinan Polrestabes diatas

mengisyaratkan bahwa untuk mencapai suatu keberhasilan organisasi kepolisian

didalam meyakinkan masyarakat adalah dengan memberikan ruang kepada

masyarakat untuk menyampaikan aspirasinya. Sementara itu dari segi pimpinannya

sangat penting untuk senantiasa melakukan arahan dan tauladan kepada anggota

personil dalam memotivasi anggota personil untuk mencapai efektifitas pelayanan

publik.

E. Kepercayaan Masyarakat

Ketika masyarakat sudah menyadari pentingnya keberadaan sosok polisi yang

terus menerus dan positif di tengah-tengah mereka, berbagai upaya harus dilakukan

untuk mendorong warga masyarakat agar mereka mau memberikan informasi yang

relevan. Berbagai hal penting t telah dilakukan Kapolrestabes Medan untuk

membangun dan menciptakan kemitraan dengan masyarakat. Anggota kepolisian

bertugas terjun langsung di tengah-tengah masyarakat yang berhadapan langsung

dengan segenap lapisan masyarakat kemudian dan meyakinkan masyarakat agar

percaya terhadap polisi atau kinerjanya polisi dengan demikian terus melakukan

terobosan-terobosan agar masyarakat bisa percaya terhadap kinerja Polrestabes

Medan.

Kapolrestabes Medan aktif berpatisipasi dalam kegiatan bermasyarakat dalm

hal berbagai kegiatan warga, seperti goton-royong, bhakti sosial, dan selalu hadir bila

ada undangan dari warga masyarakat dalam kegiatan kemasyarakatan kemudian juga

bergaul atau berbaur dengan masyarakat dan memberikan contoh sebagai panutan suri

teladan. Mempererat hubungan dan meningkatkan komunikasi antara polisi dan

masyarakat, kemudian memperbaiki antara polisi dan masyarakat dengan membahas

serta menindaklan juti faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya presepsi dan

tingkah laku negatif seperti korupsi, dan kualitas pelayanan yang diberikan polisi

kepada masyarakat yang sedang diperbaiki.

Membangun dan meningkatkan pemahaman masyarakat dan polisi mengenai

keaneka-ragaman budaya, suku, maupun ras yang ada di masyarakat setempat.

Kemitraan dengan masyarakat atau untuk mewujudkan kepercayaan masyarakat

terhadap polisi berarti memiliki perspektif perpolisian yang tidak hanya dikenakan

40

penegakkan hukum secara tradisional saja. Maka dari itu pandangan yang lebih luas

ini diakui memberikan nilai kegiatan yang membantu terciptanya ketertiban dan

kesejahteraan di sebuah lingkungan. Maka dari itu Polrestabes Medan sudah banyak

melakukan kegiatan-kegiatan yang bisa membantu warga masyarakat, umpamanya

polisi mempunyai moto siap memberikan pertolongan kepada masyarakat, seperti

memberikan pertolongan korban kecelakaan lalulintas, memberikan pertolongan

darurat (PPPK), bisa membantu menyelesaikan konflik-konflik kasus dalam rumah

tangga (kekerasan dalam rumah tangga) dalam arti masih bisa ditoleransi, dapat

memberikan pelayanan sosial bagi orang yang rentan kejahatan, melindungi hak azasi

manusia setiap anggota masyarakat, dapat memberikan contoh sebagai warga negara

yang bermasyarakat yang baik (suka menolong, hormat pada orang lain dan jujur serta

adil dalam mengambil sikap dan keputusannya).

Dengan demikian juga anggota kepolisian yang tinggal di suatu kampung atau

desa yang berbaur dengan anggota masyarakat harus bisa juga memberikan pelayanan

terhadap masyarakat setempat dimana pelayanan-pelayanan kepada masyarakat

tersebut kalau dilandasi pelayan tanpa pamrih bisa menimbulkan kepercayaan warga

masyarakat tersebut kepada polisi. Kepercayan yang timbul dari masyarakat tersebut

memudahkan bagi kepolisian untuk mengakses segala informasi yang lebih besar dan

berharga dari masyarakat yang dapat mengarah pada pemecahan masalah dan

pencegahan kejahatan.

Upaya Polrestabes membangun kepercayan masyarakat terhadap polisi tentu

saja memerlukan waktu dan usaha yang tidak putus-putus, yang hidupnya di tengah-

tengah masyarakat harus bisa merangkul hati masyarakat agar dekat dengan polisi

yang bisa menimbulkan saling percaya satu sama lain. Kemudian, anggota kepolisian

menjadi motor penggerak untuk mengajak warga masyarakat agar aktif melaksanakan

kegiatan pos kamling untuk menjaga lingkungannya yang bisa menciptakan

lingkungan aman dan kondusif.

Hambatan yang dihadapi ketika membangun kepercayaan dan kerja sama

adalah sering kali lebih mudah dilakukan di kalangan masyarakat menengah dan yang

sudah mapan sebaliknya membangun kepercayaan yang sulit dibangun kepada

masyarakat yang miskin dimana rasa tidak percaya kepada polisi mukin mempunyai

sejarah yang lama. Kemudian, bagi polisi tidak membedakan-bedakan itu masyarakat

41

tingkat bawah atau masyarakat tingkat atas, semua sama kalau di muka hukum, sesuai

dengan Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian yaitu polisi sebagai

pengayom, pelindung, pelayan dan penegak hukum.

Dalam masyarakat majemuk di Kota Medan kepolisian melibatkan

membangun kemampuan menjadi katalisator dan sekaligus fasilator dalam

membangun kepercayaan masyarakat terhadap polisi. Maka dengan itu, kepolisian

selalu berusaha sebagai panutan dan contoh buat masyarakat. Tetapi sekarang dengan

ada perpolisian masyarakat dan bintara Bhabinkamtibmas yang paling terdepan,

masyarakat sekarang mulai sudah percaya sama polisi apa lagi. Sekarang sudah ada

yang dinamakan Pilot Project menempatkan satu desa satu Bhabinkamtibmas bisa

menekan sekecil mungkin segala permasalahan yang ada di masyarakat. Dan polisi

tidak lagi memandang masyarakat sebagai pihak yang bersfat pasif dan memiliki

sumber imformasi terbatas, tetapi dipandang sebagai mitra dalam upaya mencegah

dan menanggulangi tindak kejahatan.

Membangun kepercayaan masyarakat terhadap polisi harus keluar dari jiwa

satria polisi itu sendiri berikan pelayanan yang prima kepada masyarakat. Dalam hal

ini upaya yang dilakukan Polrestabes bersifat transparan, akuntabel, sifat terbuka

terhadap masyarakat dan bisa dipertanggungjawabkan. Yang paling penting lagi,

didalam memberikan pelayanan terhadap masyarakat, memberikan pelayan yang

penting pelayanan polisi ke masyarkat pelayanan yang iklas dan tanpa pamrih, tidak

bertele-tele. Jika kita cermati masyarakat sekarang masyarakat modern, yakin dan

percaya bahwasahnya Polisi Indonesia sekarang polisi yang profesional dan

proposional.

Pekerjaan polisi berhubungan dengan pemberian pelayanan kepada

masyarakat oleh karena itu upaya menciptakan hubungan kerja sama polisi

masyarakat bisa terjalin hubungan antara polisi dan masyarakat dengan karakter

pelayanan polisi terhadap masyarakat sudah terpenuhi atau merasa puas masyarakat

dengan layanan polisi, segala informasi dari masyarakat bisa kita dapat, bahkan

kualitas hidup masyarakat berkaitan sangat erat denagan kualitas layanan yang

diberikan oleh polisi. Kepercayaan mulai timbul ketika anggota masyarakat

menyaksikan keterlibatkan dan saran/masukan mereka diterima dan dihargai. Untuk

42

memelihara rasa percaya tersebut, seluruh kesatuan Polrestabes terlibat dalam

kegiatan seperti :

1. Mengunjungi warga di rumah mereka untuk memberikan saran-saran yang

berhungan dengan masalah keamanan.

2. Membantu mengorganisasikan dan mengarahkan kelompok-kelompok siskamling

dan pertemuan rutin masyarakat.

3. Melakukan kegiatan di lingkungan setempat untuk mendapatkan keterangan

tentang kejahatan dan mengunjungi kembali warga yang menjadi sumber informasi

untuk mengecek kasus-kasus terbaru.

4. Secara aktif mengumpulkan, mendengarkan ungkapan keprihatinan dan saran

saran-saran dari pejabat setempat, pemimpin masyarakat, kelompok-kelompok dan

warga masyarakat setempat.

Menyikapi berbagai bentuk upaya membangun kepercayaan masyarakat

terhadap kepolisian yaitu menggunakan media sosial, membangun komitmen,

marketting media, saluran media, ekpose, punishment dan sistem kemitraan.

1. Media Sosial

Sosial media merupakan sekumpulan aplikasi yang berbasis internet dimana

dalam penerapannya dibangun berdasarkan ideologi dan teknologi dan juga sosial

media ini memungkinkan adanya penciptaan dan pertukaran user-generated

conternt.Saat ini sosial media terdiri dari beberapa bentuk yang berbede-beda

termasuk juga social network, forum internet, weblogs, social blogs, microblogging,

wikis, podcasts, picture, video, rating, dan bookmark social (Kaplan & Haenlein,

2010). Definisi lain mengenai sosial media mengatakan bahwa sosial media

merupakan media yang dimana para user-nya dengan mudah berpartisipasi

didalamnya, berbagi, menentukan isi dari sosial media tersebut (Mayfield, 2008).

Pada intinya sosial media merupakan perkembangan yang mutakhir dari berbagai

teknologi-teknologi web baru yang berbasis internet untuk memudahkan semua

khalayak dalam berkomunikasi, berpartisipasi, saling berbagi hingga membentuk

komunitas dalam sebuah jaringan secara online, sehingga dapat menyebarluaskan

konten dari para penggunanya sendiri. Post diblog, tweet, atau YouTube dapat

direproduksi dan dapat dilihat langsung oleh jutaan orang secara gratis (Zarrella, 2009

: 2-3).

43

Media sosial telah didefinisikan sebagai "internet berbasis aplikasi yang

memungkinkan terciptanya pertukaran user-generated content". Jika kita amati, hanya

dalam beberapa tahun saja, jaringan media sosial telah memperlihatkan tingkat

peningkatan penggunaan yang belum pernah terjadi sebelumnya bila dibandingkan

dengan media lainnya. Masalah Media sosial ini ternyata memberi pengaruh luas dan

saling mengait antara kehidupan sehari-hari sehingga membuat media sosial menjadi

isu yang sangat relevan dan mendesak untuk ditelaah lebih dalam lagi oleh jajaran

Kepolisian, mengingat kecepatan pengembangan, media sosial, bagaimanapun, masih

menjadi topik baru bagi polisi.

Saat ini bukan saja di wilayah Medan, namun banyak Kepolisian lain yang

juga semakin dihadapkan dengan penggunaan media sosial dalam kegiatan mereka

sehari-hari, dan sementara mereka masih tertatih-tatih menghadapi hal itu. Sementara,

cara dan kecepatan integrasi media sosial untuk kepolisian ternyata semakin

bervariasi. Sebuah Laporan Penelitian yang dikeluarkan oleh COMPOSITE

(Comparative Police Studies in The EU) menunjukkan bahwa, beberapa Kepolisian di

Negara Eropa sudah menggunakan media sosial dengan sangat aktif. Sementara di

beberapa negara lain, Kepolisian mereka masih belum memutuskan kebijakan apa

yang akan dilaksanakan dalam menangani media sosial.

Sampai hari ini, belum ada sebuah SOP (Standar Operasional Prosedur) yang

jelas dikeluarkan tentang bagaimana menangani perkembangan media sosial berkaitan

dengan tugas kepolisian. Di Eropa, telah dilakukan beberapa penelitian dan

melakukan beberapa studi kasus diantara negara-negara Eropa untuk mengetahui

tindakan terbaik yang telah dilakukan oleh jajaran Polisi di sana dalam masalah

ini.Beberapa negara Eropa dalam beberapa tahun terakhir ini telah mengadopsi

platform media sosial dan mengumpulkan pengalaman mereka dalam menangani ini,

sementara beberapa kepolisian yang lain baru sebatas mempertimbangkan untuk

melakukannya.

44

Dari hasil telaahan EUPOL (European Police), didapatkan informasi bahwa

ternyata fenomena media sosial dapat mempengaruhi budaya baru termasuk budaya

pekerjaan polisi dalam berhadapan dengan media sosial sebagai sebuah kekuatan baru

ditengah tengah masyarakat. Banyak sudah penelitian yang telah dilakukan tentang

media sosial dan bagaimana sentuhan kepolisian dalam rangka mendukung pekerjaan

mereka dalam berbagai aspek yang berbeda. Di satu sisi, polisi dapat menggunakan

informasi pada media sosial untuk mendukung penyelidikan mereka misalnya. Untuk

itu ada berbagai aturan yang harus dipedomani oleh Polisi dalam menunjang kegiatan

mereka, seperti pengawasan, under-cover investigations atau analisis forensik.

Sementara berbagai jenis media sosial yang berkembang saat ini memerlukan adaptasi

pelatihan dalam rangka memperkenalkan kepada anggota-anggota polisi di lapangan.

Lebih daripada itu, polisi melibatkan ruang media sosial untuk berinteraksi

dengan publik karena ternyata media sosial dewasa ini ternyata dapat mempengaruhi

perubahan hubungan antara warga dengan berbagai pihak termasuk dengan negara

dan institusi yang ada di dalamnya. Fenomena berkumpulnya para relawan di kantor

KPK dalam waktu cepat adalah satu contoh bagaimana sebuah media sosial bisa

menggerakkan manusia dan opini untuk kepentingan dari institusi tersebut. Dari hasil

analisis penggunaan media sosial oleh Polrestabes Medan saat ini, menghasilkan

beberapa kategori yang menggambarkan praktek terbaik di Polrestabes Medan dalam

menghadapi perkembangan media sosial, yaitu:

1. Media sosial sebagai sumber informasi kriminal

2. Bagaimana polisi bisa memiliki suara di media sosial

3. Media sosial bisa digunakan untuk untuk corong informasi

4. Media sosial untuk leverage kebijaksanaan pada massa

5. Media sosial untuk berinteraksi dengan masyarakat

6. Media sosial untuk media perpolisian komunitas

7. Media sosial sebagai etalase tampilan sisi manusiawi perpolisian

8. Media sosial untuk mendukung infrastruktur IT di kepolisian

45

9. Media sosial untuk perpolisian efisien

Masih banyak yang bisa dielaborasi dari perkembangan media sosial saat ini,

dan bagaimana Polisi bisa memanfaatkannya bagi kepentingan keamanan dan

ketertiban masyarakat.

2. Komitmen

Pada prinsipnya, polisi di Polrestabes Medan memiliki potensi yang cukup

baik dalam bekerja guna meningkatkan komitmen organisasi. Namun potensi untuk

bekerja dengan maksimal dan sebaik mungkin tidak bisa berjalan dengan wajar dan

lancar disebabkan adanya pengaruh dari berbagai faktor yang sangat kompleks, baik

yang bersifat internal yang melekat dalam diri individu maupun yang bersifat

eksternal dari lingkungan atau situasi tertentu.

Menurut Steers (1988) faktor-faktor yang mempengaruhi komitmen

organisasi yaitu identifikasi dengan organisasi, keterlibatan, dan loyalitas. Komitmen

organisasi polisi di Polrestabes Medan dipengaruhi oleh faktor keterlibatan kerja.

Keterlibatan kerja merupakan salah satu faktor internal yang perlu ditingkatkan untuk

kemajuan organisasi dalam rangka meningkatkan komitmen terhadap organisasi

sehingga bisa menghasilkan kerja yang maksimal. Peningkatan keterlibatan kerja

meningkatkan efektivitas organisasi dan produktivitas dengan melibatkan lebih

banyak pekerja secara sungguh-sungguh dalam bekerja sehingga pekerja

mendapatkan pengalaman pekerjaan yang lebih bermakna dan memuaskan.

Berdasarkan uraian di atas, keterlibatan kerja dan kepuasan kerja masih menjadi isu

penting dalam suatu organisasi yang di kaitkan dengan perilaku polisi yang

menyangkut komitmen organisasi. Keterlibatan kerja dan kepuasan kerja mempunyai

peran penting dalam menentukan kesuksesan polisi membangun hubungan dan

menyikapi perubahan secara terbuka, kritis, arif, dan bijaksana sehingga kepentingan

organisasi terlaksana dan polisi bisa mencapai cita-citanya serta tidak menyimpang

dari tujuan organisasi. Dengan meningkatkan keterlibatan kerja dan kepuasan keja,

maka akan berpengaruh terhadap peningkatan komitmen organisasi sehingga setiap

46

polisi mewujudkan komitmen yang tinggi dalam melaksanakan tugas dan tanggung

jawab. Akhirnya mereka mampu menciptakan masyarakat yang aman, kondusif, dan

terkendali di dalam arus persaingan globalisasi yang semakin pesat.

3. Marketing Media ( Media Pemasaran)

Media marketing merupakan pilihan bagi banyak organisasi kepolisian dalam

membangun brand image. Kelompok sasaran adalah masyarakat yang menggunakan

media sosial dalam beberapa hal, baik dengan smartphone atau di rumah pada PC

desktop atau laptop. Adapun media pemasaran yang digunakan Polrestabes Medan

adalah portal seperti Facebook, WhatsApp, Twitter, Snapchat, Tumblr, Instagram atau

Linkedin dijadikan sebagai alat dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap

polisi. Dalam pemasaran media oleh Polrestabes Medan dilakukan dua strategi dasar

yaitu pemasaran media pasif dan aktif, dimana varian pasif sering dianggap sebagai

komponen penting dari setiap pemasaran. Pemasaran media sosial proaktif, disini,

konten sendiri dan konten buatan pengguna dibuat dan didistribusikan untuk

mencapai tujuan pokok dan fungsi kepolisian.

Pemasaran media yang aktif tidak hanya membutuhkan penggunaan sumber

daya dan anggaran, namun, dengan pendekatan multi-channel, juga mencakup

penyelenggaraan saluran yang berbeda untuk meningkatkan jangkauan. Sedangkan

pemasaran media pasif Konten eksternal digunakan untuk mencapai tujuan. Kegiatan

pengguna dan fasilitator pasar dicatat dan dievaluasi dengan cara pemantauan. Data

ini merupakan informasi tambahan yang bisa digunakan untuk pengambilan

keputusan strategis dan operasional seperti tersedianya website. Disamping itu, selalu

diadakan pelatihan terkait pemasaran media online ataupun menggunakan media

sosial untuk memberikan pemahaman kepada para anggota kepolisian dengan

mengundang penyaji yang profesional. Pada kegiatan ini dilaksanakan pelatihan

penggunakan media sosial sebagai alat bantu pemasaran kegiatan kepolisian. Dari

kegiatan tersebut dapat mewujudkan sistem manajemen yag lebih tertata. Saluran

Media

47

Dalam konteks membangun kepercayaan masyarakat terhadap Polrestabes

Medan upaya yang dilakukan adalah membangun saluran media atau komunikasi

dengan masyarakat.Secara konseptual, dikenal adanya tiga macam saluran atau media

komunikasi, yaitu: saluran antar pribadi (inter-personal), media massa (mass media),

dan forum media yang dimaksudkan untuk menggabungkan keunggulan-keunggulan

yang dimiliki oleh saluran antar pribadi dan media masa. Semakin banyak ragam

media yang digunakan oleh pihak-pihak yang berkomunikasi (baik sumber maupun

penerima manfaat), akan memberikan pengaruh yang sangat baik. Karena selain

jumlah informasi menjadi lebih lengkap, biasanya juga lebih bermutu/semakin

memberikan kejelasan terhadap inovasi yang diterimanya. Bentuk saluran komunikasi

yang sudah dilakukan diuraikan sebagai berikut:

a. Saluran Antar Pribadi

Media antar pribadi (inter personal), adalah media yang memungkinkan para pihak

yang berkomunikasi dapat berkomunikasi secara langsung, baik dengan tatap muka

(ex: percakapan antar individu, diskusi dalam kelompok kecil, pertemuan di dalam

maupun di luar ruangan), atau menggunakan alat (ex: melalui telepon, chating

lewat internet, dan menggunakan teleconference). Dalam hal ini Polrestabes Medan

memfasilitasinya dengan menyediakan call center.

b. Saluran Media Masa (media cetak, media elektronik, dan multi media) juga

digunakan sebagai sarana berkomunikasi dengan masyarakat untuk menyampaikan

pesan-pesan dan sosialisasi kepolisian seperti melalui surat kabar, tabloid, majalah,

jurnal ilmiah, poster, leaflet, folder, serta brosur. Sejauh ini media masa lebih

efektif dan lebih murah untuk mengenalkan inovasi pada tahap-tahap penyadaran

dan menumbuhkan kepercayaan masyarakat

4. Forum Media

Forum media adalah saluran komunikasi yang berupa sekelompok kecil orang

yang dapat saling tatap muka untuk berkomunikasi (mendiskusikan pesan-pesan

tertentu) yang diterima media masa. Bentuk-bentuk forum media yang sudah

48

dilakukan Polrestabes Medan yang sudah terlaksana seperti public hearing, kelompok

belajar, kelompok pendengar, dan kelompok pencapir (kelompok pendengar,

pembaca, dan pemirsa televisi) dan Forum Group Discussion (FGD).

5. Ekspose

Ekspose/press release merupakan suatu bentuk kegiatan untuk memberikan

keterangan terhadap hasil-hasil penyidikan kasus yang ditemukan sebagai upaya trust

building kepada masyarakat mealalui konferensi pers. Kegiatan ini dilakukan secara

berkala yang melibatkan berbagai stakeholder untuk bersama-sama menyaksikan hasil

penyidikan dan barang bukti temuan.

Gambar.6 Konferensi Pers Temuan Narkoba

6. Punishment (Hukuman) dan Reward (Penghargaan)

Polri sebagai sub sistem dari pemerintah secara responsif telah berupaya

memberi kontribusi mewujudkan prinsip Good Governance dan Clean Government

baik dalam pelaksanaan tugas pokok memelihara Kamtibmas, menegakkan hukum

dan melindungi, mengayomi serta melayani masyarakat maupun di kalangan internal

Polri sendiri sebagaimana dicanangkan dalam grand strategi Polri berupa Trust

Building (membangun kepercayaan).

Kompleksitas tantangan tugas Polri pada era reformasi dalam perjalanannya

selain telah memberi manfaat bagi Polri dengan berbagai kemajuan yang signifikan

49

baik di bidang pembangunan kekuatan, pembinaan maupun operasional. Namun di

sisi lain diakui secara jujur terdapat akses negatif dari penyelenggaraan tugas

pokoknya berupa penyimpangan perilaku anggota Polri seperti penyalahgunaan

kekuasaan / wewenang (abuse of power), dan melakukan perbuatan tercela lainnya

yang melangggar kaidah-kaidah moral, social dan keagamaan. Penyimpangan

perilaku anggota Polri merupakan pelanggaran terhadap peraturan disiplin anggota

Polri sebagaimana yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia

Nomor 2 Tahun 2003 tentang Peraturan Disiplin Anggota Polri. Upaya penegakan

disiplin dan kode etik kepolisian sangat dibutuhkan guna terwujudnya pelaksanaan

tugas yang dibebankan dan tercapainya profesionalisme Polri. Sangat tidak mungkin

penegakan hukum dapat berjalan dengan baik, apabila penegak hukumnya sendiri

(Polri) tidak disiplin dan tidak profesional. Ketidakdisiplinan dan

ketidakprofesionalan Polri akan sangat berdampak dalam hal penegakan hukum atau

pengungkapan kejahatan yang terjadi di masyarakat. Polrestabes Medan dalam hal ini

memiliki kode etik yang sudah diatur dalam Peraturan pemerintah diatas dan jika ada

angggota kepolisian yang menyimpang dan melanggar kode etik diberikan sanksi

berupa pemberhentian secara tidak hormat sebagai anggota Polri dari Dinas

Kepolisian Negara Republik Indonesia. Pemberhentian Tidak Dengan Hormat

(PTDH) dengan ketentuan apabila:

a. Melakukan Tindak Pidana :

1) dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah mempunyai

kekuatan hukum tetap dan menurut pertimbangan pejabat yang berwenang tidak

dapat dipertahankan untuk tetap berada dalam dinas Kepolisian Negara

Republik Indonesia;

2) diketahui kemudian memberikan keterangan palsu dan/atau tidak benar pada

saat mendaftarkan diri sebagai calon anggota Kepolisian Negara Republik

Indonesia

3) melakukan usaha atau kegiatan yang nyata-nyata bertujuan mengubah Pancasila,

terlibat dalam gerakan, atau melakukan kegiatan yang menentang negara

dan/atau Pemerintah Republik Indonesia secara tidak sah. Pemberhentian Tidak

Dengan Hormat sebagaimana dimaksud di atas dilakukan setelah melalui sidang

Komisi Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia. 2 b.

50

Melakukan pelanggaran sumpah/janji anggota Kepolisian Negara Republik

Indonesia, sumpah/janji jabatan, dan/atau Kode Etik Profesi Kepolisian Negara

Republik Indonesia. Pemberhentian ini dilakukan setelah melalui sidang Komisi

Kode Etik Profesi Kepolisian Negara Republik Indonesia.

4) Meninggalkan tugasnya secara tidak sah dalam waktu lebih dari 30 (tiga puluh)

hari kerja secara berturut-turut; atau melakukan perbuatan dan berperilaku yang

dapat merugikan dinas Kepolisian; atau melakukan bunuh diri dengan maksud

menghindari penyidikan dan/atau tuntutan hukum atau meninggal dunia sebagai

akibat tindak.

Namun demikian, Polrestabes Medan tidak terlepas dari adanya pelanggaran

yang dilakukan anggota personil sehingga dijatuhi hukuman. Upaya penegakan

hukum dalam kepolisian yang sudah dilakukan diatas untuk mencapai tujuan dan visi

misi kepolisian. Disisi lain juga terdapat anggota personil yang memiliki prestasi dan

mendapatkan penghargaan. Berdasarkan data hasil penilaian kinerja kepolisian

Polrestabes Medan menunjukkan bahwa penghargaan personel pada tahun 2017

dibanding dengan tahun 2016 terjadi peningkatan sebanyak 369 pengargaan dengan

perincian :

1. 144 penghargaan dari Kapolrestabes

2. 115 penghargaan dari Kapolda Sumut

3. 140 penghargaan dari Kapolri

Sedangkan ntuk pelanggaran disiplin personel tahun 2017 dibandingkan tahun

2016 terjadi penurunan sebanyak 32 kasus. Ini menjadi bukti bahwa betapa

pentingnya reformasi kepolisian di bidang sumberdaya manusia dan pembangunan

karakter anggota kepolisian dalam menangani kasus dan memberikan pelayanan

prima kepada masyarakat.

7. Sistem Kemitraan

Kemitraan dalam lingkungan masyarakat Indonesia, merupakan sesuatu hal

yang tidak asing untuk diterapkan, karena bangsa ini sudah mengenal kemitraan sejak

berabad-abad lamanya meskipun dalam skala yang sederhana, seperti gotong royong,

sambat sinambat, partisipasi, mitra masyarakat, mitra lingkungan dll. Dalam

manajemen modern, baik dalam pengembangan sumberdaya manusia maupuan

pengembangan kelembagaan/usaha, kemitraan merupakan salah satu strategi yang

51

biasa ditempuh untuk mendukung keberhasilan implementasi manajamen modern.

Kemitraan tidak sekedar diterjemahkan sebagai sebuah kerjasama, akan tetapi

kemitraan memiliki pola, memiliki nilai strategis dalam mewujudkan keberhasilan

suatu lembaga dalam menerapkan manajemen modern. Kemitraan dalam

implementasinya merupakan kesepahaman pengelolaan program, kesepahaman

strategi pengembangan program antar lembaga yang bermitra merupakan faktor

utama yang pertama kali harus menjadi perhatian.

Oleh karenanya diantara lembaga yang bermitra harus ada pelaku utama

kegiatan, sebagai lembaga/orang yang bertanggungjawab terhadap keberhasilan

program (kegiatan). Kekurangan dan kelebihan yang dimiliki oleh masing-masing

lembaga/orang itulah yang dimitrakan sebagi wujud kerjasama untuk saling menutupi,

saling menambah, dan saling menguntungkan (mutualisme). Kemitraan dapat

dilakukan dalam transfer teknologi, transfer pengetahuan/keterampilan, transfer

sumberdaya (manusia), transfer cara belajar (learning exchange), transfer modal, atau

berbagai hal yang dapat diperbantukan sehingga terpadu dalam wujud yang utuh.

Wujud nyata kemitraan dapat disepakati sebagai sebuah konsep kerjasama di mana

dalam operasionalisasinya tidak terdapat hubungan yang bersifat sub-ordinasi namun

hubungan yang setara bagi semua ”parties”. Sehingga dalam konsepsinya kemitraan

memiliki prinsip yang harus menjadi kesepahaman diantara yang bermitra dan harus

ditegakkan dalam pelaksanaannya meliputi: prinsip partisipasi, prinsip gotong royong

(sambat sinambat), prinsip keterbukaan (transparancy), prinsip penegakkan hukum

(hak dan kewajiban, mengarah pada right-obligation, reward and punishment) dan

prinsip keberlanjutan (sustainability), (Kamal, 2006:1).

Kemitraan dilihat dari perspektif etimologis diadaptasi dari kata partnership,

dan berasal dari akar kata partner. Partner dapat diterjemahkan “pasangan, jodoh,

sekutu, atau kampanyon”. Makna partnership yang diterjemahkan menjadi

persekutuan atau perkongsian. Bertolak dari sini maka kemitraan dapat dimaknai

sebagai bentuk persekutuan antara dua pihak atau lebih yang membentuk suatu ikatan

kerjasama atas dasar kesepakatan dan rasa saling membutuhkan dalam rangka

meningkatkan kapasitas dan kapabilitas di suatu bidang tertentu, atau tujuan tertentu,

sehingga dapat memperoleh hasil yang baik. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia,

52

arti kata mitra adalah teman, kawan kerja, rekan. Sementara kemitraan artinya perihal

hubungan atau jalinan kerjasama sebagai mitra.

Kemitraan yang dibangun Polrestabes Medan memiliki prinsip-prinsip dalam

pelaksanaannya. Tiga prinsip penting dalam kemitraan tersebut, yaitu: 1) kesetaraan

atau keseimbangan (equity). Pendekatannya bukan top down atau bottom up, bukan

juga berdasarkan kekuasaan semata, namun hubungan yang saling menghormati,

saling menghargai dan saling percaya. Untuk menghindari antagonisme perlu

dibangun rasa saling percaya. Kesetaraan meliputi adanya penghargaan, kewajiban,

dan ikatan, 2) transparansi diperlukan untuk menghindari rasa saling curiga antar

mitra kerja. Meliputi transparansi pengelolaan informasi dan transparansi pengelolaan

keuangan, 3) saling menguntungkan, yaitu suatu kemitraan harus membawa manfaat

bagi semua pihak yang terlibat, (Wibiosono, 2007:103).

Konteks kemitraan yang dimaksud adalah kemitraan polisi dengan masyarakat

sangat ditentukan oleh kinerja dan tampilan operasional Polri, dalam hal ini sejalan

dengan kebijakan dan strategi Polmas dengan ditetapkannya panduan pelaksanaan

fungsi-fungsi operasional Polri. Dengan demikian, pelaksanaan fungsi-fungsi

kepolisian tidak hanya berhasil dalam sudut pandang profesi tetapi juga mendapat

legitimasi dari masyarakat yang dilayaninya. Legitimasi yang dimaksud adalah

kepercayaan dan penerimaan masyarakat terhadap bangunan sistem kepolisian yang

kondusif. Dalam pelaksanaan Polmas, Polri tidak dapat lagi menentukan kebijakannya

sendiri dalam pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat. Keabsahan dalam

pelaksanaan tugas-tugas kepolisian tidak hanya diperoleh/berdasarkan hukum formal

dan undang-undang, tetapi juga diperoleh dari pihak-pihak terkait, pemilik dan

sekaligus pengguna jasa kepolisian (stakeholder).

Dapat dianalisis bahwa kemitraan polisi dengan masyarakat sangat ditentukan

oleh kinerja dan tampilan operasional Polri, dalam hal ini sejalan dengan kebijakan

dan strategi Polmas dengan ditetapkannya panduan pelaksanaan fungsi-fungsi

operasional Polri. Polmas sebagai strategi baru yang ditetapkan Polri merupakan salah

satu cara efektif untuk membangun kerja sama/kemitraan polisi dengan masyarakat

dan sekaligus menjamin adanya perlindungan terhadap hak asasi manusia. Melalui

kemitraan tersebut akan memungkinkan masyarakat memahami tugas pokok dan

peran polisi.

53

Kemitraan polisi dan masyarakat meliputi mekanisme kemitraan yang

mencakup keseluruhan proses manajemen, mulai dari perencanaan, pengawasan,

pengendalian, analisis dan evaluasi atas pelaksanaannya. Kemitraan tersebut

merupakan proses yang berkelanjutan. Hubungan saling percaya yang kuat antara

lembaga kepolisian dan komunitas yang mereka layani adalah penting untuk menjaga

keamanan publik dan kepolisian yang efektif. Pejabat polisi bergantung pada kerja

sama anggota masyarakat untuk memberikan informasi tentang kejahatan di

lingkungan mereka, dan bekerja dengan polisi untuk mencari solusi untuk masalah

kejahatan dan gangguan. Demikian pula keinginan anggota komunitas untuk percaya

polisi tergantung pada apakah mereka percaya bahwa tindakan polisi mencerminkan

nilai-nilai masyarakat dan memasukkan prinsip keadilan prosedural dan legitimasi.

Belakangan ini terjadi insiden yang melibatkan penggunaan kekuatan polisi

dan isu-isu lainnya, legitimasi dari Polisi telah ditanyai di banyak komunitas. Seperti

yang terjadi di Amerika, banyak kota di Amerika Serikat mengalami demonstrasi

skala besar dan pawai protes pada tahun 2014 dan 2015, dan dalam beberapa kasus,

ada kerusuhan lebih dari persepsi kesalahan polisi dan penggunaan kekuatan yang

berlebihan. Sangat penting bahwa lembaga kepolisian membuat peningkatan

hubungan dengan komunitas lokal mereka menjadi prioritas utama. (Forum Penelitian

Eksekutif Polisi (PERF), 2015). Selain itu sebuah PERF juga menyelenggarakan

pertemuan nasional polisi dan tokoh masyarakat, dari seluruh bangsa, untuk diskusi

seharian tentang strategi untuk membangun kepercayaan antara polisi dan masyarakat.

Para pemimpin komunitas ini menawarkan bimbingan tentang beberapa cara

polisi yang mana dapat menunjukkan pemahaman tentang isu-isu untuk membangun

kepercayaan. Berikut ini adalah beberapa masalah utama dan rekomendasi yang

diidentifikasi selama pertemuan, bersama dengan praktik lain yang menjanjikan, yang

dapat digunakan untuk membantu departemen kepolisian dan komunitas mereka

mengembangkan strategi kolaboratif untuk bergerak maju. Sistem kemitraan yang

dibangun berdasarkan sistem berikut:

1. Mengakui Dan Mendiskusikan Dengan Komunitas Tantangan Yang Dihadapi

Kepolisian Di Lapangan

Penggunaan kekuatan yang kontroversial dan insiden lainnya dapat merusak

hubungan antara polisi dan masyarakat. Dalam beberapa kasus, misalnya tindakan

54

pelanggaran yang dianggap mengerikan oleh seorang perwira tunggal di suatu kota.

Hal tersebut tidak hanya merusak hubungan polisi-masyarakat secara lokal tetapi itu

bisa mendapatkan perhatian nasional dan mengurangi kepercayaan masyarakat

terhadap polisi pada umumnya.

Selain itu, Polisi harus mengakui sejarah minoritas rasial dan lainnya yang

telah menghadapi ketidakadilan di tangan polisi. Dan polisi seharusnya tidak pernah

mengabaikan pengalaman negatif individu dengan POLISI. Misalnya orang Afrika-

Amerika khususnya memiliki sejarah terpinggirkan dan diperlakukan buruk oleh

polisi, menyebabkan kurangnya kepercayaan dan kebencian. Sejarah ini tercermin

dalam banyak perasaan orang tentang polisi. Misalnya, ada banyak orang yang hidup

hari ini yang memiliki ingatan mereka sendiri tentang Jim Crow era, ketika sejumlah

departemen kepolisian adalah agen penegakan hukum itu melembagakan diskriminasi

rasial. Pemimpin hak-hak sipil pada pertemuan PERF pada 2015 mengatakan bahwa

sementara itu adalah benar bahwa banyak petugas polisi bahkan tidak dilahirkan pada

waktu itu dan oleh karena itu tidak dapat dimintai pertanggungjawaban menegakkan

hukum Jim Crow, semua petugas polisi harus menyadari sejarah ini dan harus

bertanggung jawab itu, yang berarti bahwa polisi harus memahami bahwa sejarah ini

secara sah merupakan bagian dari perasaan beberapa orang tentang polisi.

Melihat sejarah yang lebih baru, polisi harus memahami bahwa

ketidakpercayaan terhadap polisi oleh beberapa orang anggota masyarakat juga

berakar pada isu-isu seperti perbedaan ras yang dihasilkan dari undang-undang yang

mengharuskan hukuman yang jauh lebih besar untuk pelanggaran kokain

dibandingkan dengan bubuk kokain. Akhirnya, berbagai strategi dan taktik polisi saat

ini telah berkontribusi terhadap ketidakpercayaan terhadap polisi di komunitas

minoritas, seperti penggunaan kebijakan "berhenti dan menggertak" yang tidak pantas

di beberapa departemen. Taktik ini mengangkat isu-isu bias rasial yang meresap

kontroversi tentang penggunaan kekuatan polisi. Polisi harus mempertimbangkan

untuk menetapkan kebijakan “kewajiban untuk campur tangan” dan strategi lain untuk

memastikan bahwa jika seorang petugas terlibat dalam pelanggaran, petugas lain akan

melangkah dan menghentikannya.

Idealnya, intervensi semacam itu akan terjadi segera, dalam pandangan

anggota masyarakat, para pemimpin masyarakat mengatakan, karena orang mungkin

55

tidak mempercayai urusan internal kepolisian dari sistem penyelidikan keluhan, tetapi

mereka akan mempercayai polisi, ketika mereka melihat baik secara langsung atau di

video YouTube petugas tidak ragu-ragu untuk berhenti jika melakukan kesalahan.

Disisi lain, transparansi sangat penting bagi hubungan masyarakat dengan

polisi yang positif. Ketika insiden kritis terjadi, lembaga harus mencoba untuk merilis

sebanyak mungkin informasi tentang hal itu, sesegera mungkin, sehingga masyarakat

tidak akan merasa bahwa informasi sengaja dirahasiakan dari mereka. Pada saat yang

sama, itu benar juga penting untuk menekankan bahwa informasi pertama yang

muncul setelah insiden kritis adalah awal dan dapat berubah seiring semakin banyak

informasi tersedia. Pimpinan polisi harus membiarkan media berita dan masyarakat

mengetahui bahwa informasi awal mungkin tidak benar, dan harus memperbaiki

kesalahan informasi dengan cepat.

Pada tingkat hari ke hari, Polrestabes Medan memposting informasi di situs

web yang merinci kebijakan pada penggunaan kekuatan, keluhan anggota masyarakat,

dan masalah lainnya. Informasi ini mudah dapat diakses oleh masyarakat. Untuk

merangkul budaya transparansi, lembaga penegak hukum harus membuat semua

kebijakan departemen tersedia untuk peninjauan publik dan secara teratur

memposting informasi situs web departemen tentang pemberhentian, panggilan,

penangkapan, kejahatan yang dilaporkan, dan data penegakan hukum lainnya.

Kepolisian juga dapat mempertimbangkan dan mencari akreditasi oleh Komisi

Akreditasi untuk Hukum Badan Penegakan atau lembaga serupa sebagai metode

untuk menunjukkan komitmen mereka keunggulan dalam penegakan hukum. Banyak

pemimpin hak-hak sipil dan eksekutif kepolisian juga merekomendasikan bahwa

petugas di semua tingkatan menerima pelatihan tentang keragaman, bias implisit, dan

kompetensi budaya. Banyak kota memiliki komunitas dengan berbagai latar belakang

dan budaya rasial dan etnis, dan penting bagi petugas untuk dapat melakukan

komunikasi secara efektif dan memahami norma-norma budaya, kelompok-kelompok

yang berbeda ini. Kebutuhan ini juga digarisbawahi merekomendasikan bahwa

kepolisian menyediakan pelatihan rekrutmen dan pelatihan dalam jabatan tentang bias

implisit dan responsivitas budaya.

Penting bagi kepolisian untuk terlihat di komunitas masyarakat dan

mengetahui warga mereka. Banyak orang yang tidak melakukan interaksi dengan

56

polisi di luar konteks penegakan hukum. Ini dapat menyebabkan orang berkembang

asosiasi negatif dengan polisi misalnya, jika satu-satunya kontak yang pernah mereka

miliki dengan polisi terdiri dari menerima kutipan lalu lintas atau memanggil polisi

untuk melaporkan menjadi korban kejahatan. Temuan peluang untuk berinteraksi

dengan anggota komunitas dalam konteks non-penegakan membantu mengurangi bias

pada bagian anggota masyarakat dan petugas polisi.

Mengenal warga masyarakat membantu keduanya kelompok untuk mendobrak

hambatan pribadi dan mengatasi stereotip, dan memungkinkan petugas untuk

mempelajari yang mana penduduk suatu lingkungan tinggal taat hukum dan mana

yang tidak. Eksekutif kepolisian sering melaporkan hal itu, penduduk yang taat

hukum di lingkungan kejahatan tinggi marah ketika polisi tampak curiga terhadap

semua orang di lingkungan sekitar, dan, misalnya, membuat pemberhentian pejalan

kaki anak-anak muda yang sedang dalam perjalanan ke bekerja atau ke sekolah.

Interaksi pribadi antara petugas polisi dan anggota masyarakat membangun rasa

saling percaya, yaitu penting untuk mengatasi masalah lingkungan dan mengurangi

kejahatan.

Pejabat kepolisian melihat diri mereka sebagai bagian dari komunitas yang

mereka layani, dan pemerintah lokal pejabat, pimpinan polisi, dan anggota

masyarakat harus mendorong keterlibatan aktif petugas sebagai peserta untuk

membantu menjaga perdamaian. Misalnya, petugas polisi dapat diundang untuk

berpartisipasi dalam pawai perdamaian, untuk menghadiri acara olahraga lokal, atau

menghadiri barbeque lingkungan atau di luar ruangan komunitas "malam film" untuk

anak-anak.

Lembaga kepolisian perlu mempresentasikan kepolisian sebagai sebuah

profesi yaitu bekerja untuk merekrut orang yang ingin menjadi perwira berdasarkan

pemahaman yang realistis bahwa sebagian besar petugas polisi waktunya dihabiskan

untuk memenuhi permintaan masyarakat dan "penegakan hukum" yang sebenarnya

dengan persentase waktu yang sangat kecil. Polrestabes juga meningkatkan upaya

rekrutmen dan promosi proses untuk meningkatkan keragaman secara keseluruhan di

departemen berdasarkan ras dan aspek demografi lainnya. Proses internal kepolisiam

tentang merekrut, promosi, dan hal-hal lain seharusnya transparan dan adil. Ketika

suatu agensi menciptakan lingkungan yang mempromosikan keadilan internal dan

57

hormat, petugas mungkin ingin menunjukkan kualitas-kualitas ini dalam interaksi

sehari-hari mereka dengan komunitas/ masyarakat.

Membangun hubungan saling percaya adalah kunci untuk keberhasilan

pemolisian yang berpusat pada masyarakat. Polisi dan masyarakat yang saling

mempercayai akan lebih mungkin untuk berkolaborasi pada solusi yang berakar

dalam mengatasi masalah keamanan. Polisi yang memahami masyarakat dapat

mengerahkan sumber daya yang tepat. Menghindari dinamika yang dapat mengarah

ke kekerasan dan menemukan mitra komunitas untuk meningkatkan keselamatan

dengan cara yang berkelanjutan. Untuk mencapai pemolisian yang berpusat pada

masyarakat, penduduk dan polisi harus bermitra mencegah kejahatan dan

mengintegrasikan petugas polisi ke dalam jalinan masyarakat. Yang pasti,

membangun kepercayaan polisi-masyarakat bisa menjadi sulit dan membuat frustrasi.

Dalam banyak dampak kejahatan, lingkungan berpenghasilan rendah, ketakutan dan

kecurigaan polisi dapat menciptakan hambatan untuk stabil membangun kepercayaan.

Pemolisian masyarakat yang berlebihan melalui lalu lintas yang agresif, narkoba, dan

pelanggaran kecil penegakan tidak membantu mengembangkan kolaborasi

masyarakat-polisi yang efektif.

Beberapa komunitas telah bekerja keras dalam jangka panjang untuk menjalin

hubungan yang berarti antara penegakan hukum dan pemangku kepentingan

masyarakat yang dibangun di atas tanggung jawab bersama, transparansi, dan terus

berkomitmen untuk berdialog. Agar upaya ini mencapai kemajuan transformatif untuk

mengambil akar sebagai norma baru untuk kepolisian di masyarakat di seluruh

negara, advokat masyarakat dan penegak hukum harus melihat masa depan dan

berkomitmen untuk mengembangkan cara-cara bekerja bersama. Membangun

kepercayaan membutuhkan kerja berkelanjutan di banyak bidang untuk membangun

hubungan sebelum krisis terjadi. Adapun praktik-praktik dalam keterlibatan

Polrestabes Medan dengan komunitas/masyarakat:

a. Pelatihan untuk kolaborasi masyarakat-polisi yang efektif.

b. Mempromosikan transparansi dalam praktik dan prosedur polisi.

c. Keterlibatan kreatif dengan komunitas imigran.

d. Kemitraan polisi-masyarakat untuk pencegahan kekerasan.

58

Penting untuk dicatat bahwa sementara praktik ini dapat secara signifikan

meningkatkan hubungan antara polisi dan tokoh masyarakat dan penduduk, eksekutif

polisi senior dan staf komando harus juga berkomitmen untuk menjadikan mereka

prioritas tinggi bagi lembaga kepolisian dan staf kepolisian di semua tingkatan. Jadi,

pada dasarnya mengembangkan kemitraan polisi-masyarakat yang efektif adalah seni

dan merupakan keberangkatan dari cara-cara operasi yang akrab bagi polisi dan

masyarakat. Ini membutuhkan perspektif perpolisian yang melampaui fokus

penegakan hukum standar dan kesediaan untuk terlibat dalam pemecahan masalah

lingkungan. Kemitraan yang efektif juga melibatkan kemauan masyarakat dan

anggota kepolisian untuk terlibat dalam dialog konstruktif. Melalui upaya tersebut

betujuan untuk membangun kepercayaan dan kolaborasi yang membangun. Polisi dan

anggota masyarakat dapat bertindak sebagai katalisator dan fasilitator kegiatan untuk

memperkuat komunitas dan meningkatkan keselamatan.

Membangun kepercayaan polisi-masyarakat itu menantang dan memakan

waktu. Ini membutuhkan pengalaman dan bergerak di luar warisan praktik-praktik

pemolisian yang diskriminatif dan berbahaya di banyak komunitas. Hal ini juga

membutuhkan kepolisian yang mau berkomitmen untuk berkolaborasi, berkeadilan,

dan transparan, dimana petugasnya cukup terlatih, didukung, dan bertanggung jawab.

Disamping itu, membutuhkan pemimpin masyarakat yang mampu terlibat dengan

polisi secara konstruktif dan tidak bias.

59

BAB III

INDIKATOR PENGUNGKIT

A. Manajemen Perubahan

Secara konseptual manajemen perubahan adalah upaya yang dilakukan untuk

mengelola akibat-akibat yang ditimbulkan karena terjadinya perubahan dalam

organisasi dengan maksud agar dapat diperoleh personel kepolisian beretika,

berkualitas, berprestasi dlm melaksanakan tugas, dan memiliki peran kemasyarakatan

yg baik shg diharapkan akan menjadi teladan sebagai penggerak pembangunan zona

integitas dan pelopor tertib sosial di ruang publik. Tujuannya adalah menggelorakan

semangat di kalangan personel Polrestabes Medan untuk menjadi teladan yang

terbaik, beretika dan berprestasi serta memiliki peran sosial dalam memberikan

pelayanan kepada masyarakat. Atas dasar tersebut, maka terdapat 4 (empat) indikator

yang perlu dilakukan untuk menerapkan manajemen perubahan, yaitu: penyusunan

tim kerja, dokumen rencana pembangunan zona integritas berpredikat WBK menuju

WBBM, pemantauan dan evaluasi pembangunan zona integritas berpredikat WBK

menuju WBBM dan perubahan pola pikir dan budaya kerja. Dalam proses

mewujudkannya telah dilakukan sebuah rencana aksi sebagai bentuk reformasi

birokrasi seperti terlihat pada gambar tabel berikut ini:

Tabel. 1 Rencana Aksi Zona Integritas Dari Predikat Wbk Menuju Wbbm

NO KEGIATAN REN AKSIPENJABARAN

REN AKSIHASIL YANG

DICAPAITARGET

SUDAH PROSES

1 MANAJEMEN

PERUBAHAN

(POKJA I)

(KASUBBAG PERS)

Membentuk tim Pokja PelaksanaZona Integritas Berpredikat WBKmenuju WBBM.

1. Membuat Nota Dinas kepada Kabag,Kasat, Kasi, dan Ka SPKT untukmengirimkan personil yang akandilibatkan dalam tim kerjapelaksanaan Zona Integritas.

2. Mengadakan rapat pembentukandalam keterlibatan sebagai tim kerjapelaksanaan Zona Integritas.

3. Membuat Sprin Tim Pokjapembangunan Zona IntegritasBerpredikat WBK menuju WBBM.

1. Tersedianya personildari perwakilanBag/Sat/Si untukdiseleksi dan dilibatkandalam tim kerjapelaksanaan ZonaIntegritas.

2. Terselenggaranya rapatpembentukan tim kerjapelaksanaan ZonaIntegritas (dokumentasidan laporan hasil danabsensi terlampir)

3. Tersprinkan anggota timPokja Pokjapembangunan ZonaIntegritas BerpredikatWBK menuju WBBM.

Menentukan anggota tim kerjamelalui prosedur / mekanismeyang ditentukan

1. Menyusun SOP penetapan anggotaTim Pokja Pelaksanaan ZonaIntegritas Berpredikat WBK menujuWBBM.

2. Mengadakan mekanisme seleksibagi seluruh anggota timpelaksanaan Zona Integritasmewujudkan WBBM

1. Terwujudnya SOPtentang penentuanpimpinan dan anggotatim pelaksanaan ZIberpredikat WBKmewujudkan WBBM.

2. Terselenggaranyaproses mekanismeseleksi bagi seluruhanggota timpelaksanaan ZImewujudkan WBBM(dokumentasi danlaporan hasil danabsensi terlampir)

60

Selain itu telah dilakukan upaya terwujudnya SOP penetapan anggota tim

POKJA pelaksanaan zona integritas berpredikat WBK menuju WBBM melalui

prosedur/mekanisme berikut ini:

NO KEGIATAN REN AKSIPENJABARAN

REN AKSIHASIL YANG

DICAPAITARGET

SUDAH PROSES

Penyusunan Rencana AksiPelaksanaan Zona IntegritasBerpredikat WBK menuju WBBM.

1. Membentuk tim pokja penyusunanren aksi pelaksanaan ZImewujudkan WBBM

2. Mengadakan tim pokja penyusunanren aksi pelaksanaan ZImewujudkan WBBM

3. Membuat dokumen rencana aksi /buku pedoman Pelakasanaan ZonaIntegritas Berpredikat WBK menujuWBBM.

4. Membuat SKEP KapolrestabesMedan mengenai dokumen ren aksipelaksanaan ZI mewujudkan WBBM

1. Tersedianya tim pokjapenyusunan ren aksipelaksanaan ZImewujudkan WBBM

2. Terselenggara rapat timpokja penyusuan ren aksipelaksanaan ZImewujudkan WBBM

3. Tersedianya bukurencana aksipelaksanaan ZonaIntegritas

4. Tersedianya SKEPKapolrestabes Medanmengenai dokumen renaksi pelaksanaan ZImewujudkan WBBM

Membuat target pelaksanaanZona Integritas Berpredikat WBKmenuju WBBM.

Target dalam pelaksanaan ZIBerpredikat WBK menuju WBBM.

Tersedianya target dalampelaksanaan zona integritasberpridikat WBKmerwujudkan WBBM

Mensosialisasikan PelaksanaanZona Integritas Berpredikat WBKmenuju WBBM.

1. Membuat sprin keterlibatan personeluntuk mengikuti sosialisasipelaksanaan ZI berpredikat WBKmewujudkan WBBM

2. Membuat surat ke jajaranpolrestabes medan untukmemasang spanduk terkaitpelaksanaan ZI berpredikat WBKmewujudkan WBBM

3. Melakukan sosialiasi terkaitpelaksanaan ZI berpredikat WBKmewujudkan WBBM melalui mediaonline dan medsos.

1. Terselenggara sosialisasipelaksanaan ZIberpredikat WBKmewujudkan WBBM(sprin, dokumentasi danlaoran hasil dan absensiterlampir).

2. Terselnggarapemasangan spandukterkait pelaksanaan ZIberpredikat WBKmewujudkan WBBM(contoh spandukterlampir) sejajranpolrestabes medan.

3. Terselenggaranyasosialisasi terkaitpelaksanaan ZIberpredikat WBKmewujudkan WBBMmelalui media online danmedsos (dokumentasi,laporan, responpengguna terlampir).

Memonitoring dan evaluasiterhadap pelaksanaan ZIBerpredikat WBK menuju WBBM.

Membuat dokumen ren aksi denganmebandingkan realisasi aksin kegiatanpelayanan publik

Tersedianya dokumen renaksi denganmembandingkan realisasiaksi kegiatan pelayananpublik.

Melakukan pemantauan danevaluasi semua kegiatanpelayanan publik dalam rangkapelaksanaan ZI BerpredikatWBK menuju WBBM.

Melakukan pemantauan dan evaluasikegiatan pelaksanaan ZI mewujudkanWBBM melalui menyusun pelaporandan dokumentasi kegiatan pelayananpublik Bulanan Triwulan Semesteran Tahunan

Tersedianya pelaporanmonitoring dan evaluasikegiatan ZI mewujudkanWBBM melalui menyusunpelaporan dan dokumentasikegiatan pelayanan publik Bulanan Triwulan Semesteran Tahunan

Melakukan tindak lanjut hasilmonitoring dan evaluasi terhadapkegiatan pelayanan publik dalamrangka pelaksanaanpelaksanaan ZI BerpredikatWBK menuju WBBM

Melakukan pemantauan dan evaluasikegiatan pelaksanaan ZI mewujudkanWBBM melalui menyusun pelaporandan dokumentasi kegiatan pelayananpublik Bulanan Triwulan Semesteran Tahunan

Tersedianya pelaporanmonitoring dan evaluasikegiatan ZI mewujudkanWBBM melalui menyusunpelaporan dan dokumentasikegiatan pelayanan publik Bulanan Triwulan Semesteran Tahunan

Membuat perubahan pola pikirdan budaya kerja yangberorentasi membangun ZIBerpredikat WBK menuju WBBM

1. Seluruh pimpinan berperan sebagairole model contoh bagi seluruhpersonil dalam pelaksanaanPelaksanaan ZI Berpredikat WBKmenuju WBBM.

2. Daftar kehadiran pimpinan.

1. Tersedianya laporanserta pendokumentasiansemua kegiatan yangdilaksanakan pimpinansebagai contoh bagisemua anggota dalamBerpredikat WBKmenuju WBBM.

2. Tersedianya Daftarkehadiran pimpinan.

61

1. Pada tanggal 16 des 2017, SOP penetapan anggota tim pokja pelaksanaan zona

integritas berpredikat WBK menuju WBBM melalui prosedur/mekanisme.

Dokumentasi pendukung terdiri dari TR undangan seleksi, laporan kegiatan

seleksi dan SOP pembentukan tim POKJA (data pendukung terlampir)

2. Pada tanggal 22 Des 2017, terwujudnya anggota tim pokja pembangunan zona

integritas berpredikat WBK menuju WBBM. Dokumen pendukung terdiri dari

TR undangan rapat, Laporan pembentukan tim Pokja, absensi dan Sprin tim

pokja.

3. Pada tanggal 29 Des 2017 terwujudnya dokumen rencana aksi pedoman

pelaksanaan zona integritas berpredikat WBK menuju WBBM.

4. Pada Januari 2018 terwujudnya SKEP kapolrestabes medan tentang rencana

aksi pedoman pelaksanaan zona integritas berpredikat WBK menuju WBBM

dengan dokumen pendukung Kep Kapolrestabes medan tentang ren aksi.

5. Pada Januari 2017 sedang berjalan mensosialisasikan pelaksanaan zonasi

integrasi berpredikat WBK menuju WBBM melalui pemasangan spanduk

maupun media informasi lainnya dengan dokumen pendukung softcopy

spanduk.

6. Pada Januari 2017 sedang berjalan, membuat surat keputusan kapolrestabes

medan terkait personel yang menjadi agen perubahan berpredikat WBK

menuju WBBM dengan dokumen pendukung sprin agen perubahan.

7. Pada desember 2017 keterlibatan personel utk mengikuti sosialisasi

pelaksanaan zona integritas berpredikat WBK menuju WBBM, dokumen

pendukung SPRIN/2938/XII/201

8. Pada Juli 2018, membuat membuat surat kejajaran polrestabes medan untuk

memasang spanduk terkait pelaksanaan zona integritas berpredikat wbk

mewujudkan wbbm , dokumen pendukung SPRIN.

62

0

500

1000

1500

2000

2500

TAHUN 2017 TAHUN 2018PERSONIL 2354 2412

MENDUKUNG 1760 2388

75%PERSENTASE 99%

Gambar. 7. Grafik Dukungan Personil Dalam Mewujudkan WBBM

Dari gambar diatas menjelaskan bahwa dalam pelaksanaan zona integrasi

menuju wilayah birokrasi bersih dan melayani sangat didukung penuh oleh personil

dari semua satuan, hal tersebut terlihat dari persentase jumlah personil yang telah pola

fikir untuk melakukan reformasi birokrasi menuju perubahan yang lebih baik.

Persentase dukungan personil meningkat dari tahun 2017-2018. Pada tahun 2017

jumlah personil sebanyak 2354 (75%) yang mendukung penuh dan melakukan

perubahan pola fikir dalam satuannya dan pada tahun 2018 mengalami peningkatan

menjadi 2142 (99%). Begitu juga dengan bentuk dukungan personil mengalami

kenaikan dari tahun 2017-2018 yaitu sebesar 2760 (77%) menjadi 2388 (99%). Hal

ini menunjukkan bahwa telah terjadi peubahan menajemen secara signifikan dari

mulai di tetapkannya Polrestabes Medan sebagai wilayah birokrasi bebas korupsi

sampai menuju wilayah birokrasi bersih dan melayani.

Kapolrestabes dan Wakapolrestabes Medan kepada menekankan kepada

personil untuk tetap konsisten dalam melaksakan program pembangunan zona

integritas, disatuan fungsi masing–masing dalam mewujudkan wilayah birokrasi

bersih melayani dengan tujuan agar masyarakat semakin percaya kepada institusi polri

dan meningkatkan indeks survei kepuasan masyarakat kota medan terhadap kinerja

polri. Selain itu dan seluruh jajaran kepolisian resor kota besar medan selalu berupaya

menjalankan pembangunan zona integritas menuju wilayah birokrasi bersih melayani

63

(wbbm) sehingga kinerja kepolisian ditengah-tengah masyarakat dapat semakin

dirasakan hingga menembus ke unsur-unsur terkecil masyarakat. Berikut ini

dokumentasi perubahan menajemen yang sudah dilakukan:

Gambar. 8. Pelayanan SIM

Bentuk pelayanan yang dilakukan telah sesuai dengan standard operasional

prosedur pelayanan SIM, sehingga masyarakat merasakan kenyamanan ketika

melakukan pengurusan SIM. Pengukuran kualitas pelayanan tersebut dengan

membagikan angket kepada masyarakat untuk bahan masukan dalam pembenahan

sistem menajemen Adapun hasil survei tersebut ditunjukkan pada grafik dibawah ini:

64

0

20000

40000

60000

80000

100000

120000

TAHUN 2017 TAHUN 2018PEMOHON 107947 40011

PUAS 87910 38116

TDK PUAS 20037 1895

Gambar. 9. Grafik tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan SIMA

Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan kualitas

pelayanan oleh anggota kepolisian dari tahun 2017-2018. Jumlah pemohon yang

merasa puas dengan pelayanan pada tahun 2017 sebanyak 87.910 (81,43%)

sedangkan yang menjawab tidak puas sebanyak 20.037 (18,56%). Pada tahun 2018

mengalami kenaikan kualitas pelayanan dengan hasil survey yang dilakukan dari total

jumlah pemohon yang merasa puas sebanyak 38.116 (95,26%), sedangkan yang tidak

puas sebanyak 1895 (4,7%). Ini mengindikasikan bahwa pelayanan public yang

dilakukan sudah semakin baik, seperti terlihat pada dokumentasi berikut:

Gambar 10. Monitoring Pelaksanaan Pelayanan SKCK Terhadap

Masyarakat

Kotak Kepuasan Pelayanan Pengisian Formulir

Penyerahan SKCK

65

Gambar 11. Pelayanan Aduan Masyarakat

Disamping itu juga telah dilakukan kegiatan kegiatan unras aman dan kondusif

oleh Satreskrim melaksanakan Pamtup & merekam jalannya unras, Satbinmas

Melaksanakan negosiasi dgn peserta aksi unras, Satsabhara melaksanakan

pengamanan terbuka, Satintelkam melaksanakan giat deteksi dini, penggalangan

tokoh aksi , komunikasi dgn sasaran aksi dan Satlantas melaksanakan pam jalur dan

rekayasa lalu lintas, seperti terlihat pada gambar berikut:

Gambar 12. Kegiatan Unras, Pamtup dan Penandatangan Fakta Integritas

PENANDATANGANAN PAKTA INTEGRITAS

66

B. Penataan Tatalaksana

Maksud penataan tatalaksana adalah untuk meningkatkan pelayanan publik

terhadap pemanfaatan teknologi infromasi bag, sat, si dan jajaran polsek di wilayah

hukum polrestabes medan dan pertanggungjawaban dalam melaksanakan tugas sesuai

dengan tupoksinya masing-masing dengan tujuan memantau menilai pelaksanaan

kinerja, memberikan saran perbaikan untuk meningkatkan pencapaian, memonitor

tindak lanjut kesesuaian rencana dengan pelaksanaannya, serta mengetahui hambatan-

hambatan yang ditemukan serta cara mengatasinya. Targetnya adalah meningkatnya

penggunaan teknologi informasi dalam proses penyelenggaraan manajemen polri di

zona integritas menuju WBBM, meningkatnya efesiensi dan efektifitas proses

manajemen polri di zona integritas menuju WBBM dan meningkatnya kinerja di zona

integritas menuju WBBM. Adapun indikator penatalaksanaannya sebagai berikut:

III KETERBUKAAN INFORMASI PUBLIK

3a.

b.

c.

MELAKSANAKAN PELAYANAN KEPADA MASYARAKATDENGAN MENGGUNAKAN TI PADA SAT INTELKAM,SAT RESKRIM DAN SAT LANTAS

MELAKSANAKAN MONITORING PELAYANAN KEPADAMASYARAKAT DENGAN MENGGUNAKAN TI PADA SATINTELKAM, SAT RESKRIM DAN SAT LANTAS MAUPUNMONITORING KINERJA OPERASIONALISASI SDM

MELAKSANAKAN PELAYANAN INFORMASI PUBLIKMAUPUN PEMBERITAAN PELAKSANAA TUPOKSIMELALUI MEDIA WEBSITE.

TERSELENGGARANYA PELAYANAN KEPADA MASYARAKAT DENGAN MENGGUNAKAN TI

WAWANCARA DAN TEST CASE UNTUK 1 (SATU) JENIS PELAYANAN, PASTIKAN KEJELASAN PROSEDUR, WAKTU DAN BIAYA, SERTA PENGADUAN LAYANAN SERTA TERDUKUNGNYA PELAPORAN PELAKSANAAN DAN TERDOKUMENTASIKAN.

TERSELENGGARANYA KETERBUKAAN INFORMASI PELAYANAN PUBLIK DAN TERDOKUMENTASIKAN PELAKSANAANYA.

67

Selanjutnya data pendukung yang disajikan adalah sebagai berikut:

1. Terselenggaranya pelayanan kepada masyarakat dengan menggunakan teknologi

informasi

Gambar 13. Pelayanan SKCK online, SP2HP online, dan SIM online kepada

Masyarakat dengan Menggunakan Aplikasi Polisi Kita

2.

2. Rekapitulasi Respon Cepat Dan Pengaduan Aplikasi Polisi Kita Polrestabes Medan

Gambar 14. Rekapitulasi Pengaduan Masyarakat

3.Wawancara dan test case untuk 1 (satu) jenis pelayanan, pastikan kejelasan

prosedur, waktu dan biaya, serta pengaduan layanan serta terdukungnya pelaporan

pelaksanaan dan terdokumentasikan. Laporan monev pelayanan publik dalam

rangka zi WBK menuju wbbm dan monev kinerja operator pelayanan publik.

4.Sistem mekanisme prosedur dan biaya dalam pengurusan skck terpadat di dinding

ruang tunggu ehingga dengan mudah dapat dilihat oleh masyarakat

68

5.Sat intelkam polrestabes medan menyediakan layanan berupa seperangkat monitor

dan free wifi untuk masyarakat yang belum melakukan registrasi online.

Gambar 15. Registerasi Online Layanan

6. Adanya pengaduan layanan untuk masyarakat guna meningkatkan kualitas

pelayanan publik dan adanya himbauan dalam pengurusan SKCK di sat intelkam

Polrestabes Medan seperti terlihat pada gambar berikut:

Gambar 16. Himbauan Menhindari Calo

7. Sistem mekanisme prosedur, biaya dan himbauan dalam pengurusan SIM

dengan mudah dapat dilihat oleh masyarakat dan keterbukaan pelayanan

publik.

69

G ambar 17. Prosedur Pengurusan SIM

Secara umum dap at dilihat trend Penataan Tatalaksana yang telah dilakukan

selama tahun 2016-2018 pada grafik berikut ini:

Gambar 18. Grafik Penilaian Sistem Menajemen

Berdasarkan grafik diatas menunjukkan bahwa terjadi peningkatan penilaian

sistem menajemen pelayanan dari tahun 2016-2018 pada saat sebelum dan sesudah

Polrestabes Medan mendapat predikat wilayah bebas korupsi. Jika dilihat dari

indikator teknologi informasi terjadi kenaikan yaitu dari skala 1 menjadi skala 3,5 hal

ini disebabkan oleh sistem menajemen yang telah dilakukan sudah berbasis IT,

sehingga semua jenis pelayanan dapat lebih efektif dan efisien tanpa terkendala

dengan waktu dan kekurangan tenaga teknis karena semua berbasis online. Demikian

70

juga halnya dengan sistem administrasi personil terjadi kenaikan dari skala 1,5

menjadi skala 3, hal ini dikarenakan proses-proses pengadministrasian yang dilakukan

sudah tertata dengan baik dan jumlah personil juga sudah memadai, sedangkan kinerja

personil dinilai meningkat dari skala 1 menjadi skala 2,5 artinya masyarakat semakin

percaya dengan pelayanan yang dilakukan anggota Polrerestabes Medan yang

menunjukkan sikap transparansi, akuntabel dan tepat waktu.

C. Penataan Sistem Menajemen

Bertujuan untuk meningkatkan profesionalisme SDM di lingkungan

Polrestabes Medan. Target yang ingin dicapai melalui program ini adalah Target yang

ingin dicapai melaluiprogramini adalah :

1. Meningkatnya ketaatan terhadap pengelolaan SDM aparatur pada masingmasing

Zona Integritas menuju WBBM.

2. Meningkatnya transparansi dan akuntabilitas pengelolaan SDM aparatur pada

masing-masing masing Zona Integritas menuju WBBM.

3. Meningkatnya disiplin SDM aparatur pada masing-masing Zona Integritas menuju

WBBM.

4.Meningkatnya efektivitas manajemen SDM aparatur pada Zona Integritas menuju

WBBM.

5.Meningkatnya profesionalisme SDM aparatur pada Zona Integritas menuju WBB

Disamping itu, Indikator yang perlu dilakukan dalam menerapkan Penataan:

1. Polrestabes Medan telah membuat rencana kebutuhan personel dan pegawai di unit

kerjanya dalam hal rasio dengan beban kerja dan kualifikasi pendidikan,

penyusunan tim kerja dilakukan dengan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

a. Polrestabes Medan telah membuat rencana kebutuhan personel dan pegawai di

unit kerjanya dalam hal rasio dengan beban kerja dan kualifikasi pendidikan.

b. Polrestabes Medan telah menerapkan rencana kebutuhan personel dan pegawai

di tiap unit kerja.

c. Polrestabes Medan telah menerapkan monitoring dan evaluasi terhadap

rencana kebutuhan personel dan pegawai di unit kerjanya.

71

2. Pola Mutasi Internal

Pengukuran indikator ini dilakukan dengan mengacu pada kondisi yang

seharusnya dilakukan, seperti :

a. Polrestabes Medan telah menetapkan kebijakan pola mutasi internal secara

terbuka dalam wanjak dewan pertimbangan kirier.

b. Polrestabes Medan telah menetapkan kebijakan promosi jabatan secara

terbuka dalam wanjak dewan pertimbangan kirier.

c. Polrestabes Medan telah melakukan monitoring dan evaluasi terhadap

kebijakan pola mutasi internal

3. Pengembangan Personel dan Pegawai Berbasis Kompetensi

Pengukuran indikator ini dilakukan dengan mengacu pada kondisi yang

seharusnya dilakukan, seperti:

a. Telah melakukan upaya pengembangan kompetensi (capacity building /

transfer knowledge).

b. Terdapat kesempatan / hak bagi pegawai di unit kerja terkait untuk mengikuti

diklat maupun pengembangan kompetensi lainnya.

4. Penetapan Kinerja Individu

Pengukuran indikator ini dilakukan dengan mengacu pada kondisi yang

seharusnya dilakukan, seperti :

a. Telah memiliki penilaian kinerja individu yang terkait dengan kinerja

organisasi

b. Ukuran kinerja individu telah memiliki kesesuaian dengan indikator kinerja

individu level diatasnya.

c. Telah melakukan pengukuran kinerja individu secara periodik; dan.

d. Hasil penilaian kinerja individu telah dilaksanakan/ di implementasikan mulai

dari penetapan, implementasi dan pemantauan.

5. Penegakan Aturan Disiplin/Kode Etik/Kode Perilaku Personel dan Pegawai.

Pengukuran indikator ini dilakukan dengan mengacu pada kondisi yang seharusnya

dilakukan, seperti pelaksanaan aturan disiplin/ kode etik/ kode prilaku telah

dilaksanakan / diimplementasikan.

6. Penegakan Aturan Disiplin/Kode Etik/Kode Perilaku Personel dan Pegawai

Pengukuran indikator ini dilakukan dengan mengacu pada kondisi yang seharusnya

72

dilakukan, seperti pelaksanaan sistem informasi kepegawaian pada unit kerja telah

dimutakhirkan secara berkala. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada grafik

tentang pencapaian yang diuraikan diatas.

P

Berdasarkan grafik diatas menjelaskan bahwa pencapaian rencana aksi penataan

sistem menajemen mencapai 88% dari tahun 2017-2018. Secara spesifik dapat dilihat

pada 2017 sebesar 30% pada bulan Januari-Maret dan di tahun 2018 mengalami

kenaikan sebesar 53%. Namun demikian, terjadi peningkatan lagi di tahun 2018

tentang kebutuhan sumberdaya khususnya penetapan pegawai, perencanaan

kebutuhan pegawai sesuai dengaan kebutuhan organisasi, pola mutasi internal,

pengembangan pegawai berbasis kompetensi, penetapan kinerja individu, penegakan

aturan disiplin / kode etik / kode perilaku pegawai dan sistem informasi kepegawaian.

Untuk lebih jelasnya dapat diuraikan capaian kegiatan rencana aksi yang telah

dilakukan sebagai berikut:

1. Perencanaan kebutuhan pegawai sesuai dengan kebutuhan organisasi yaitu

tersusunya rencana kebutuhan personel sesuai dengan kebutuhan organisasi

dengan capaian:

a. Setiap bulan telah dilakukan pemutakhiran data ttg renbut pers yang

dituangkan pada dsp-riil anggota polri dan pns polrestabes medan.

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

70%

80%

90%

100%

2017 2018

Jan-Mar

Apr-Jun

Jul-Sept

Okt-Des

Gambar 20. GRAFIK PENCAPAIAN REN AKSI TAHUN 2017-2018

Gambar. 19. Grafik Pencapaian Ren Aksi 2017-2018

73

b. Terlaksananya penerapan kebutuhan personel pada satfung dan polsek

mengacu pada perkap 23 tahun 2010.

c. Laporan hasil monev terhadap penempatan pegawai dan rekrutmen utk

memenuhi kebutuhan jabatan dalam organisasi telah memberikan perbaikan

kinerja

Dari capaian tersebut dihasilkan Sprin Sun Renbut, Jabatan kosong, Nota dinas

dan Laporan hasil dan dokumentasi.

2. Pola Mutasi Internal yaitu standar operasional prosedur tentang mutasi yang

digunakan sebagai pedoman dalam melaksanakan mutasi anggota polisi dan PNS

Polrestabes Medan. Capaian yang dihasilkan yaitu:

a. Terselenggaranya mutasi pegawai antar jabatan dengan memperhatikan

kompetensi jabatan dan mengikuti pola mutasi yang telah ditetapkan.

b. Laporan hasil monev dengan melaporkan kekuatan personel Polri Dan PNS

Polrestabes Medan

Selanjutnya dokumen yang dihasilkan yaitu surat pemberitahuan mutasi,

Renmut, Sprin DPK dan Wanjak, Skep, Telegram, surat penghadapan dan Laporan

hasil monev mutasi.

3. Pengembangan Pegawai Berbasis Kompetensi yaitu upaya pengembangan

kompetensi (capacity building / transfer knowladge) dengan capaian:

a. Terlaksananya pelatihan fungsi teknis kepolisian.

b. Personel mengikuti dikjur dan dikbagpes prolat.

c. Laporan hasil monev pengembangan kompetensi dalam rangka perbaikan

kinerja.

Selanjutnya dokumen yang dihasilkan pendataan dikbang sesuai fungsi, inventaris

personel yang belum mengikuti dikbang dan data laporan persentase kompetensi

personel.

4. Penetapan Kinerja Individu yaitu rencana kinerja yang akan dicapai antara

pimpinan atau unit kerja yang menerima tanggung jawab dengan pihak yang

memberikan tanggung jawab dengan menggambarkan capaian kerja yang akan

diwujudkan. Capaian yang dihasilkan yaitu:

a. Terlaksananya sistem menejemen kinerja personel mengacu perkap 16 tahun

2011.

74

b. Adanya data pengukuran kinerja secara periodik.

c. Terlaksananya pemberian har kepada anggota sesuai dengan prestasi yang

dilakukan

d. laporan hasil monev penetapan kinerja individu.

Salahsatu bentuk penghargaan yang diberikan oleh Kapolrestabes Medan atas

kinerja individu adalah pemberian pin emas dan pin perak kepada personel

Polrestabes Medan yang berprestasi, seperti terlihat pada gambar berikut.

Gambar 20. Penyematan Pin Kepada Anggota Personil Beprestasi

5.Penegakan Aturan Disiplin yaitu tindakan pejabat polri yang melakukan

pemeriksaan terhadap anggota yang di duga melakukan pelanggaran disiplin, kode

etik atau kode perilaku dengan capaian:

a. terlaksananya penegakan aturan disiplin atau kode etik

b. laporan hasil monev penegakan aturan disiplin/ kode etik/kode perilaku

Sementara itu dokumen yang dihasilkan adalah data siding hasil KKEP.

6. Sistem Informasi Kepegawaian yaitu untuk mengetahui informasi tentang personel

Polri dan PNS secara update dengan capaian yang dihasilkan:

a. sistem informasi personel telah dimutakhirkan secara berkala.

b. adanya sistem informasi personel secara update.

Sementara itu dokumen yang dihasilkan yaitu SIPP Polri.

75

D. Penguatan Akuntabilitas Kinerja

Target yang ingin dicapai melalui program ini adalah meningkatkan kinerja

Polrestabes Medan dan meningkatkan akutabilitas Polrestabes Medan. Indikator yang

dilakukan dalam menerapkan Penguatan Akuntabilitas Kinerja, yaitu :

1) Keterlibatan Pimpinan

Dalam penyelenggaraan sistem akuntabilitas kinerja, salah satu komponen

yang termasuk di dalamnya adalah dokumen perencanaan strategis Polrestabes Medan

Dokumen ini menyajikan arah pengembangan yang diinginkan dengan

memperhatikan kondisi unit kerja saat ini termasuk sumber daya yang dimiliki,

strategi pencapaian, serta ukuran keberhasilan. Agar penjabaran dokumen

perencanaan strategis ini dapat terlaksana dengan baik dibutuhkan keterlibatan

pimpinan instansi. Beberapa hal yang harus dilakukan oleh pimpinan instansi, sebagai

berikut:

a. Polrestabes Medan telah melibatkan pimpinan secara langsung pada saat

penyusunan perencanaan.

b. Polrestabes Medan telah melibatkan secara langsung pimpinan saat

penyusunan penetapan kinerja.

c. Pimpinan telah memantau pencapaian kinerja secara berkala

2) Pengelolaan Akuntabilitas Kinerja Pengelolaan akuntabilitas kinerja terdiri dari

pengelolaan data kinerja, pengukuran kinerja, dan pelaporan kinerja. Untuk

mengukur pencapaian program ini digunakan indikator di bawah ini :

a. Polrestabes Medan telah memiliki dokumen perencanaan

b. Dokumen perencanaan telah berorientasi hasil.

c. Indikator kinerja telah memiliki kriteria Specific, Measurable, Acheivable,

Relevant and Time bound (SMART)

d. Polrestabes Medan telah menyusun laporan kinerja tepat waktu.

e. Pelaporan kinerja telah memberikan informasi tentang kinerja.

f. Polrestabes Medan telah berupaya meningkatkan kapasitas SDM yang

menangani akuntabilitas kinerja

Bentuk nyata dari penguatan akuntabiltas kinerja disajikan dalam bentuk

rencana aksi sebagai berikut:

76

MENUJU WILAYAH BIROKRASI BERSIH DAN MELAYANI

Tabel 3. RENCANA AKSI POKJA 4 PENGUATAN AKUNTABILITAS KINERJA

NO KEGIATAN RENCANA AKSI PENJABARAN RENCANA AKSIHASIL YANG INGIN

DICAPAI

TIME LINE / TARGET KET

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

1. KETERLIB

ATAN

PIMPINAN

a. Apakah

pimpinan

terlibat secara

langsung pada

saat

penyusunan

perencanaan.

Pimpinan terlibat langsung

dalam sun produk

perencanaan melalui

penerbitan sprin pokja

Sosialisasi tentang

Rancangan Renja 2019,

Renja 2019, Tapja, IKU,

LKIP

Membuat Laporan Hasil

Pelaksanaan

Undangan Rapat

Sprin Pokja

Absensi Kehadiran

Dokumentasi

Laporan Hasil

Pelaksanaan Rapat1

X

1

X2 X /

100

%

b. Apakah

Pimpinan

terlibat secara

langsung pada

saat

penyusunan

Penetapan

Kinerja

Pimpinan terlibat secara

langsung pada saat

penyusunan Penetapan

Kinerja melalui Rapat

Penetapan IKU yang

berorientasi hasil kepada

Masyarakat

Membuat Laporan Hasil

Pelaksanaan

Undangan rapat

Sprin Pokja

Absensi Kehadiran

Dokumentasi

Laporan Hasil

Pelaksanaan Rapat.

Dokumen Tapja

1

X

1X /

100

%

NO KEGIATANRENCANA

AKSI

PENJABARAN RENCANA

AKSI

HASIL YANG INGIN

DICAPAI

TIME LINE / TARGET KET

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

C. Apakah

terdapat

indikator

Kinerja

Utama (IKU)

Melaksanakan rapat

penyusunan IKU Satker /

Satfung.

Menkompulir IKU dari

masing-masing unit kerja

Undangan anev

Sprin Pokja

Absensi kehadiran.

Dokumentasi

Laporan hasil

pelaksanaan.

Dokumen IKU Satker /

Satfung

Dokumen IKU unit kerja

1

X

1 X /

100

%

D. Apakah

indikator

kinerja telah

SMART

- Membuat IKU yang

disesuaikan dengan

kerawanan daerah masing

- IKU yang dibuat harus jelas

dan tepat sasaran

berorientasi pada pelayanan

masyarakat antara lain :

- Prosentase peningkatan

penyelesaian perkara.

- IKM berorientasi baik

- Menurunnya angka

kecelakaan Lalulintas

- Meningkatnya jumlah MoU

Dokumen IKU yang

telah dibuat

1

X

1 X

100

%

77

PETA JALAN (ROAD MAP)

NO RENCANA AKSI PENJABARAN RENCANA AKSIHASIL YANG INGIN

DICAPAI

TIME LINE / TARGET KET

1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

e. Apakah

laporan kinerja

telah disusun

tepat waktu

Penyusunan LKIP secara tepat

waktu (bulan Januari)

Laporan Kinerja LKIP telah

dikirim ke Polda tepat waktu (

bulan Januari )

Dokumen LKIP

1

X

1

X2 X

100

%

f. Apakah

pelaporan kinerja

telah

memberikan

informasi tentang

kinerja.

Laporan Kinerja telah

memberikan informasi tentang

kinerja melalui prosentase

kenaikan capaian kinerja.

Dokumen LKIP

1

X

1

X

2 X

100

%

g. Apakah

terdapat upaya

peningkatan

kapasitas SDM

yang menangani

akuntabilitas

kinerja

- Terdapat upaya peningkatan

kapasitas SDM yang menangani

akuntabilitas kinerja dengan

mengusulkan mengikutkan

personil bagren untuk mengikuti

Diklat / Dikbang ( Tingkat

Polres Bagren )

Ceklist minat anggaran

untuk ikuti diklat

/Dikbangpers

Surat Usulan Lat /

Dikbangpers Fungrengar

ke Polda

TR pemanggilan diklat /

Dikbangpers.

Laporan hasil Laks Lat /

Dikbang Fungrengar.

Sertifikat Lat /

Dikbangfungrengar

1

X

1 X

100

%

NOPROGR

AM KEGIATAN JADWAL SASARAN YANG INGIN DICAPAIPERSENTASE PENCAPAIAN KET

B. PENGELOLAAN AKUNTABILITAS

5. MEMBUATRENSTRA 2015-2019

1X SEBULA

NUNTUK MEWUJUDKAN TARGET KINERJA 5 TAHUN

1. Menerbitkan Sprint Tim Pokja 100%

2. Menerbitkan Undangan Surat Telegram

Kapolrestabes Medan 100%

3. LHPT dan Dokumentasi kegiatan 100%

6. ANEVANGGARAN (LAPORAN REALISASIANGGARAN )

1X SEBULA

NANALISA EVALUASI PENYERAPAN ANGGARAN

1. Menerbitkan Sprint Tim Pokja 100%

2. Menerbitkan Undangan Surat Telegram

Kapolrestabes Medan 100%

3. LHPT dan Dokumentasikegiatan 100%

7. SERTIFIKAT LAT /DIKBANGFUNGRENGAR

1X SEBULA

NTERLATIHNYA PERSONIL POLRI SESUAI BIDANGNYA

1. Menerbitkan Sprint Tim Pokja 100%

2. Menerbitkan Undangan Surat Telegram

Kapolrestabes Medan 100%

3. LHPT dan Dokumentasi kegiatan 100%

78

79

E. Penguatan Pengawasan

Bertujuan untuk meningkatkan penyelenggaraan satuan kerja Direktorat

Tindak Pidana Korupsi yang bersih dan bebas dari Korupsi, Kolusi dan Nepotisme.

Target yang ingin dicapai melalui program ini adalah meningkatnya kepatuhan

terhadap pengelolaan keuangan dan meningkatnya efektivitas pengelolaan anggaran

Polrestabes Medan. Indikator yang perlu dilakukan untuk menerapkan program

penguatan pengawasa, yaitu :

1. Pencegahan Gratifikasi

a. Polrestabes Medan telah memiliki publik campaign tentang pengendalian

gratifikasi; dan

b. Polrestabes Medan telah mengimplementasikan pengendalian gratifikasi.

2.Penerapan Sistem Pengawasan Internal Pemerintah (SPIP) Pengukuran indikator ini

dilakukan dengan mengacu pada kondisi yang seharusnya dilakukan, seperti :

a. Polrestabes Medan telah membangun lingkungan pengendalian

b. Polrestabes Medan telah melakukan penilaian risiko atas unit kerja.

c. Polrestabes Medan telah melakukan kegiatan pengendalian untuk

meminimalisir risiko yang telah diidentifikasi; dan Polres Polrestabes Medan

Gambar. 21. Laporan Realisasi

Anggaran

80

telah mengkomunikasikan dan mengimplementasikan SPIP kepada seluruh

pihak terkait.

3. Pengaduan Masyarakat

Pengukuran indikator ini dilakukan dengan mengacu pada kondisi yang seharusnya

dilakukan, seperti :

a. Polrestabes Medan telah mengimplementasikan kebijakan pengaduan

masyarakat baik melalui media cetak dan elektronik(website).

b. Polrestabes Medan telah melaksanakan tindak lanjut atas hasil penanganan

pengaduan masyarakat. Polres P. Ambon & PP. Lease telah melakukan

monitoring dan evaluasi atas penanganan pengaduan masyarakat.

c. Polrestabes Medan telah menindaklanjuti hasil evaluasi atas penanganan

pengaduan masyarakat

Pengukuran indikator ini dilakukan dengan mengacu pada kondisi yang seharusnya

dilakukan, seperti :

a. Polrestabes Medan telah menerapkan whistle blowing system.

b. Polres Polrestabes Medan telah melakukan evaluasi atas penerapan whistle

blowing system.

c. Polrestabes Medan menindaklanjuti hasil evaluasi atas penerapan whistle

blowing system

4.Penanganan Benturan Kepentingan

Pengukuran indikator ini dilakukan dengan mengacu pada kondisi yang

seharusnya dilakukan, seperti :

a. Polrestabes Medan telah mengidentifikasi benturan kepentingan dalam tugas

pelayanan.

b. Polrestabes Medan telah melakukan sosialiasi penanganan benturan

kepentingan.

c. Polrestabes Medan telah mengimplementasikan penanganan benturan

kepentingan

d. Polrestabes Medan telah melakukan evaluasi atas penanganan benturan

kepentingan.

e. Polrestabes Medan telah menindaklanjuti hasil evaluasi atas penanganan benturan

kepentingan.

81

Penguatan pengawasan Polrestabes Medan merupakan kegiatan yang

dilakukan untuk mengendalikan pelaksanaan tugas atau pekerjaan yang dilakukan

anggota personil agar proses pekerjaan tersebut sesuai dengan hasil yang diinginkan

dan tidak menyimpang. Pengawasan yang telah dilakukan adalah untuk membantu

terlaksananya kesepakatan tercapainya sasaran. Salahsatu bentuk pengawasan yang

telah dilakukan adalah himbauan agar menghindari praktik gratifikasi. Pimpinan

Polrestabes dalam hal ini selalu menenkankan angggota personil agar tetap

menjalankan tugasnya sesuai dengan tupoksinya masing-masing. Himbauan tentang

gratifikasi dapat dilihat pada dokumen gambar berikut.

Gambar 22. Himbauan Gratifikasi

Untuk melihat capaian penguatan pengawasan khususnya dalam praktik

gratifikasi diukur secara kuantitatif dengan melihat persepsi masyarakat terhadap

kepuasan layanan yang dilakukan oleh Polrestabes Medan. Metode yang dilakukan

adalah dengan memberikan angket sebagai bahan masukan dan penilaian kinerja

penguatan pengawasan yang telah dilakukan. Dari hasil survey tersebut diperoleh data

bahwa rata-rata menjawab puas. Berdasarkan jawaban identitas responden yang

82

member jawaban puas adalah pegawai swasta dan mahasiswa Untuk lebih jelasnya

dapat dilihat pada tabel dibawah ini:

KETERANGANPELAJAR

/MAHASISWA

PEGAWAI

NEGERI

PEGAWAI

SWASTA

BUTUH /

KARYAWANPEDAGANG

TIDAK

BEKERJAJUMLAH

SANGAT TDK

PUAS5 - 17 18 3 - 43

TIDAK PUAS 32 5 42 22 32 8 141

CUKUP PUAS 198 60 326 213 223 81 1101

PUAS 336 131 443 407 378 154 1849

SANGAT

PUAS206 71 207 161 121 96 862

0

50

100

150

200

250

300

350

400

450

Sangat Tidak Puas

Tidak Puas Cukup Puas

Puas Sangat Puas

Pelajar / Mahasiswa

Pegawai Negeri

Pegawai Swasta

Buruh / Karyawan

Pedagang

Tidak Bekerja

Gambar 23. Grafik Kepuasan Masyarakat Terhadap Pelayanan Polrestabes

Medan

F. Penguatan Kualitas Pelayanan Publik

Merupakan suatu upaya dari Polrestabes Medan untuk meningkatkan kualitas

pelayanan dan sesuai kebutuhan dan harapan masyarakat inovasi pelayanan publik.

Target yang ingin dicapai melalui program ini, yaitu: 1) meningkatnya kualitas

pelayanan publik (lebih cepat, lebih murah, lebih aman, dan lebih mudah dijangkau)

pada instansi Polri, 2) meningkatnya jumlah capaian kepemilikan dokumen berupa

(Surat Ijin Mengemudi (SIM) – Surat Keterangan Catatan Kepolisian (SKCK), c)

meningkatnya indeks kepuasan masyarakat terhadap penyelenggaraan pelayanan.

Indikator yang perlu dilakukan untuk menerapkan program penguatan

kualitaspelayanan publik, yaitu : 1) standar pelayanan, 2) budaya pelayanan prima dan

3) penilaian kepuasan terhadap pelayanan. Selanjutnya wujud kualitas tersebut karena

menciptakan inovasi inovasi yang mempermudah pelayanan seperti, Sat Reskrim

83

Polrestabes Medan telah memiliki pelayanan secara online, diantaranya aplikasi

berbasis online yaitu e-Penyidikan, Polisi Kita dan SP2HP online yang berguna untuk

menyajikan informasi tentang pelayanan publik mudah diakses masyarakat melalui

berbagai media online terkait penyidikan tindak pidana.

Untuk mewujudkan tuntutan dan harapan masyarakat terhadap peningkatan

kualitas pelayanan publik maka Sat Reskrim Polrestabes Medan menindaklanjuti

dengan mereformasi bidang pelayanan publik terkait penyidikan tindak pidana, yaitu :

1. Aplikasi berbasis online

a. e-Penyidikan

Aplikasi e-Penyidikan ini untuk mengkontrol dan mengawasi kinerja personil

dalam melakukan tugas penyidikan, laporan para penyidik dapat diakses secara

khusus oleh para kepala satuan penyidiknya

Dengan adanya modernisasi penyidikan yang dulunya hanya menggunakan

tata naskah penyidikan, diharapkan seluruh penyidik makin meningkatkan

profesionalitas baik dalam kinerja maupun pelayanan publik. Sekarang sudah bisa

dilihat secara transparan bagaimana dan sejauh mana perkembangan penyidikan, baik

oleh pimpinan maupun masyarakat. Dan diharapkan masyarakat cukup install aplikasi

e-Penyidikan lewat gadget, perkembangan informasi tentang kasus bisa terpantau

b. Polisi Kita

Aplikasi Polisi Kita adalah pelayanan terpadu berbasis android yang

terintegrasi dengan Sat Reskrim Polrestabes Medan, dengan memiliki aplikasi Polisi

Kita, masyarakat akan mendapatkan banyak kemudahan diantaranya:

1) Fitur Respon Cepat

Tombol fitur penyampai informasi yang butuh penanganan secara cepat atas

tindak kriminilitas Jalanan seperti: Begal, Curas, Perampokan, Pencurian,

Penculikan, Pemerkosaan, Penganiayaan, Pembunuhan, Pengerusakan,

Perampasan dan Laka Lantas.

2) Fitur Pengaduan

Laporan pengaduan Masyarakat terkait Gangguan Kamtibmas untuk ditindak

lanjuti oleh petugas Polisi.

3) Fitur Agenda dan Berita Kegiatan Polda Sumut dan Polres jajaran.

84

4) Fitur Call Center, Masyarakat dapat menghubungi langsung Polres yang dituju

sesuai pilihan nomor telepon.

5) Fitur City Guide, Mapping dan Informasi lokasi kantor Kepolisian terdekat serta

fasilitas umum seperti Rumah Sakit, SPBU, Tempat Wisata, dan lain-lain.

6) Fitur Saber Pungli, Pengaduan terkait Laporan Saber Pungli.

c. SP2HP Online

Aplikasi SP2HP online adalah inovasi Sat Reskrim Polrestabes Medan yang

terintegrasi dengan aplikasi Polisi Kita sehingga masyarakat dapat mengetahui

perkembangan perkara yang di laporkannya.

Untuk penggunaannya masyarakat hanya perlu memasukkan No LP dan Nama

Pelapor yang sesuai dengan STPL (Surat Tanda Penerimaan Laporan). Selanjutnya

pilih Cek Perkembangan maka akan ditampilkan perkembangan perkara dari A1

Hingga A5.

SP2HP online juga berbasis SMS hingga semua segmen masyarakat dapat

merasakan manfaat dari aplikasi ini, dimana masyarakat secara berkala akan

menerima SMS perkembangan perkara yang sedang ditangani dalam bentuk SMS

dengan sender id RESTABESMDN.

d. Sosial Media

Sat Reskrim Polrestabes Medan juga berinovasi dengan menyelenggarakan

informasi yang mudah diakses melalui sosial media seperti Facebook, Instagram,

website resmi Sat Reskrim Polrestabes Medan.

2.Peningkatan pelayanan publik dengan diterbitkannya Maklumat Kasat Reskrim

Polrestabes Medan yang menjadi pedoman bagi seluruh personel terkait penyidikan

tindak pidana, yaitu :

a. Dalam proses penyidikan tindak pidana tidak dipungut biaya.

b. Pemeriksaan dilaksanakan tanpa melanggar HAM.

c. Proses penyidikan dilaksankan sesuai prosedur.

d. Proses penyidikan dilaksanakan dengan memperhatikan waktu, tempat dan

situasi yang memadai.

e. Ketentuan bagi penyidik :

1) Harus berperilaku tegas, humanis dan profesional.

85

2) Harus memberitahukan maksud dan tujuan pemeriksaan dan hak-

haknya.

3) Dilarang meminta sesuatu kepada pihak yang terkait dalam proses

penyidikan tindak pidana.

4) Wajib memberitahukan perkembangan hasil penyidikan (SP2HP)

secara bertahap kepada korban / pelapor.

5) Tidak boleh berlaku diskriminatif dan berpihak yang dapat

menyebabkan timbulnya ketidakadilan.

Polrestabes Medan telah berhasil mencapai beberapa kegiatan yang telah di

rencanakan guna memberi pelayanan yang lebih baik kepada masyarakat untuk

membangun kepercayaan serta kenyamanan masyarakat terhadap Polri khusus nya

dibidang Pelayanan penerbitan SIM, SKCK, SP2HP di Satpas Polrestabes Medan.

Selanjutnya dapat dilihat pada dokumentasi gambar.

Gambar 24. Kualitas Pelayanan Publik

86

Gambar 26. Kualitas Sarana Pelayanan Publik

87

BAB IV

ARAH KEBIJAKAN WILAYAH BIROKRASI BERSIH DAN MELAYANI

1. Pembangunan wilayah birokrasi bersih dan melayani yang menggunakan

pendekatan hak asasi sebagai prinsip utama dan pelayanan prima

Pembangunan wilayah birokrasi bersih dan melayani yang mengakomodasi

partisipasi semua pemangku kepentingan, baik di tingkat organisasi kepolisian,

pimpinan kepolisiam maupun masyarakat

Pembangunan wilayah birokrasi bersih dan melayani yang mendasarkan penduduk

sebagai titik sentral pembangunan, yaitu penduduk sebagai pelaku (subjek)

maupun penikmat (objek) pembangunan

2. Pembangunan wilayah birokrasi bersih dan melayani yang mampu menjadi

bagian dari usaha

untuk mencapai kualitas pelayanan publik

3. Pembangunan wilayah birokrasi bersih dan melayani yang mampu menyediakan

data dan informasi kepolisian yang valid dan dapat dipercaya

Arah kebijakan ini seterusnya dimaksudkan untuk mencapai tujuan pembangunan

wilayah dapat digambarkan sebagai berikut:

Gambar 27. Tujuan Pembangunan Wilayah Birokrasi Bersih Dan Melayani

Polrestabes Medan Selama Tahun 2018

Wilayah Birokrasi Bersih Dan

Melayani

Peningkatan Kualitas Pelayanan

Publik

Penguatan Pengawasan dan

Akuntabilitas Kinerja

Penataan Tata Laksana dan

Sumberdaya Manusia

Manajemen

Perubahan

Pembenahan Sistem Pelayanan dan Kebijakan Publik

88

BAB V

INOVASI DAN TEROBOSAN MENUJU WILAYAH BIROKRASI BERSIH

DAN MELAYANI

Inovasi adalah transformasi pengetahuan kepada produk, proses dan jasa baru,

tindakan menggunakan sesuatu yang baru. Sedangkan menurut Mitra pada buku

tersebut dan pada halaman yang sama, bahwa inovasi merupakan eksploitasi yang

berhasil dari suatu gagasan baru atau dengan kata lain merupakan mobilisasi

pengetahuan, keterampilan teknologis dan pengalaman untuk menciptakan produk,

proses dan jasa baru. Keberhasilan organisasi kepolisian dalam memujudkan wilayah

birokrasi bersih dan melayani dipengaruhi oleh inovasi yang diterapkan yaitu

diperkenalkannya cara baru atau kombinasi baru dari cara-cara lama dalam

mentransformasi input menjadi output yang menciptakan perubahan besar dalam

hubungan antara nilai guna dan harga yang ditawarkan kepada konsumen dan/atau

pengguna, komunitas, sosietas dan lingkungan.

Inovasi organisasi merupakan dalam pengaturan kerja, dan dilakukan dalam

sebuah organisasi kepolisian untuk mendorong dan mempromosikan keunggulan

kompetitif. Inti dari inovasi organisasi kepolisiam adalah kebutuhan untuk

memperbaiki atau mengubah suatu produk, proses atau jasa. Inovasi organisasi

mendorong individu untuk berpikir secara mandiri dan kreatif dalam menerapkan

pengetahuan pribadi untuk tantangan organisasi. Semua organisasi bisa berinovasi

termasuk untuk kalangan akamdemisi, pimpinan, pejabat dan organisasi

pemerintahan. Pengetahuan dan pembelajaran dalam inovasi organisasi sangat penting

Inovasi erat kaitannya teknologi dan informasi, khususnya internet, memiliki peranan

penting dalam meningkatkan transparansi. Menciptakan inovasi harus bisa

menentukan inovasi seperti apa yang seharusnya dilakukan dalam meningkatkan

pelayanan publik agar inovasi tersebut dapat berguna dan bertahan lama. cara yang

paling mudah untuk mendeteksi. Keberhasilan inovasi adalah melalui pengecekan

didapatkannya respon positif dari masyarakat dan diikuti oleh masyarakat. Bentuk

inovasi yang dilakukan Polrestabes Medan dirangkum dalam sebuah tabel berikut ini:

89

No

.

Tim Kerja Bentuk Inovasi Sasaran

1 Manajemen

Perubahan

POKJA I

Melalui kegiatan

keagamaan dan kegiatan

kunjungan di tengah

masyarakat disabilitas.

Terciptanya rasa kepedulian

anggota personil terhadap

ketidakmampuan kaum

disabilitas

Sinergitas TNI Dan Polri Terciptanya solidaritas dan

keakraban TNI Polri dan

mampu bekerjasama

90

No. Tim Kerja Bentuk Inovasi Sasaran

3 Penatiaan

Sistem

Menajemen

1. Membuat SMK Digital

Bertujuan sebagai

pedoman dalam

penilaian kinerja bagi

pegawai dalam

pelaksanaan tugas

pokok dan fungsinya

secara digital.

2. Membuat Pengajuan

Cuti Secara Online.

Bertujuan untuk

mempermudah personel

dalam mengurus cuti

agar tidak membuang

waktu dan anggota

fokus.

Terciptanya Anggota personel

yang handal dalam teknologi

informasi

Membuat Yel-Yel WBBM Terciptanya rasa kebersamaan

91

dan memiliki dalam

tanggungawab dalam

memelihara pelayanan publik

92

DAFTAR PUSTAKA

Agustina, 2015, Komunikasi Pemasaran Melalui Media Baru Di Serambi Botani,

Puslitbang Aplikasi Informatika dan Informasi dan Komunikasi Publik,

Badan Litbang SDM, Jurnal Masyarakat Telematika dan Informasi Vol. 6

No. 2 November 2015 Hal.: 129 – 138

https://pengumpul02ilmu.wordpress.com/2012/07/09/saluran-atau-media-komunikasi-

pembangunan/

Karnavian, T, 2017, Democratic Policing: Jakarta : Pensil-324

Keputusan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor : Kep / 580 / VI /

2016 tanggal 9 Juni 2016 tentang Petunjuk Pembangunan Zona Integritas

menuju Wilayah Bebas dari Korupsi (WBK) dan Birokrasi Bersih dan

Melayanai (WBBM) di Lingkungan Polri.

Kumorotomo Wahyudi. 2015. Etika Administrasi Negara. Jakarta: Raja Grafindo

Persada

Mardalis , Ahmad, 2017, Pemanfaatan Media Sosial Untuk Membangun Kepercayaan

Merk”Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Surakarta

Mukarom, Zainal. 2015.Manjemen Pelayanan Publik. Bandung: Pustaka Setia

Muyadi, Dedi., 2015. Studi Kebijakan Publik dan Pelayanan Publik. Bandung:

Alfabeta

Nugroho, Riant,. 2014. Public Policy: Teori, Manajemen, Dinamika, Analisis,

Konvergensi dan Kimia Kebijakan. Jakarta: Elex Media Komputindo

Parsons, Wayne., 2005. Public Policy: Pengantar Teori dan Praktik Kebijakan Publik.

Jakarta: Kencana

Syafiie, K, Inu,. 2003. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia (SANRI).

Jakarta: Bumi Aksara

Siagian, P,. 2012. Teori Pengembangan Organisasi. Jakarta. Bumi Aksara

Thoha, Miftah,. 2008. Ilmu Administrasi Publik Kontemporer. Jakarta: Kencana

UU 28/1999 tentang Penyelenggara Negara yang Bersih dan Bebas dari Korupsi,

Kolusi dan Nepotisme;

UU 31 / 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi;

UU 30 / 2002 tentang Komisi Tindak Pidana Korupsi;

93

UU 14 / 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik ;

UU 25 /2009 tentang Pelayanan Publik

PP 60 / 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah;

Perpres 54 / 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah;

Perpres 81 / 2010 tentang Grand Design Reformasi Birokrasi 2010 – 2025;

Perpres 55 / 2012 tentang Strategi Nasional Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi

Inpres 2 /2014 Tentang Aksi Pencegahan dan Pemberantasan Korupsi;

Permen PAN dan RB 14 / 2014 tentang Pedoman Evaluasi Pelaksanaan Reformasi

Birokrasi

www.sbm.itb.ac.id/id//menciptakan-innovation-mindset